praktikum iut iskandar unbara-original

112
IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA KELOMPOK I Civil Engineering University of Sriwijaya 1 LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH I MODUL I PENGENALAN DAN PENGATURAN ALAT THEODOLITE DAN WATTERPAS KELOMPOK : I (satu) ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001) 2. M. Arisandi Munandar (03043110004) 3. Ranggawuni (03033110006) 4. Atika Bhelisa (03033110013) 5. Indah Pratiwi (03033110047) ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Upload: zahari-suryadi

Post on 30-Jun-2015

1.307 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 1

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL I

PENGENALAN DAN PENGATURAN

ALAT THEODOLITE DAN WATTERPAS

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Page 2: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 2

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul 1

B. NAMA PRAKTIKUM

Pengenalan dan pengaturan alat Theodolite dan Watterpas

C. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk mengetahui bagian-bagian alat Teodolite dan Watterpas

2. Untuk Mengetahui cara pengaturan alat Teodolite dan Watterpas

D. DASAR TEORI

1. Teodolite

Alat Teodolite biasanya digunakan dalam pengukuran sudut, baik sudut

horizontal maupun vertical. Adapun ciri-ciri dari teodolite adalah sebagai berikut:

a) Teropongnya pendek, mempunyai benang silang digoreskan pada kaca dan

dilengkapi dengan alat bidikan senapan atau kolimator untuk untuk pengarahan

kasar.

b) Lingkaran – lingkaran horizontal dan vertical dibuat dari kaca dengan garis-

garis pembagian skala dan angka digoreskan permukaannya.

c) Lingkaran vertikal kebanyakan teodolite diberi petunjuk seksama terhadap arah

gaya tarik bumi dengan satu dari dua cara: a. dengan sebuah pemampas

otomatik atau b. dengan nivo kolimasi atau nivo lingkaran vertical, biasanya

jenis ujung gelombang berimpit dihubungkan dengan sistem pembacaan

lingkaran vertikal

d) Sisterm-sistem pembacaan lingkaran pada dasarnya terdiri atas sebuah

mikroskop dengan optika didalam instrumen. Pada kebanyakan teodolite, ada

sebuah cermin ditempatkan pada satu penopang yang dapat diatur untuk

Page 3: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 3

memantulkan sinar kedalam instrumen dan menerangi lingkaran untuk

pemakaian siang hari.

e) Putaran mengelilingi sumbu I terjadi dalam tabung baja atau pada bola bantalan

poros (precision ball bearings) saksama, atau gabungan keduanya

f) Bidang sekrup penyetel terdiri dari tiga sekrup atau roda sisir

g) Dasar atau kerangka bawah teodolite sering dirancang agar instrumennya dapat

saling tukar dengan alat-alat tambahannya (sasaran, EDMI, batang-ukur jarak

dan seterusnya) tanpa menganggu pemusatan pada titik pengukuran.

h) Pemusatan optis, terpasang ke dalam dasar atau alidade kebanyakan teodolite,

menggantikan bandul unting-unting dan menyebabkan pemusatan dapat

dilakukan dengan ketelitian tinggi.

i) Alat-alat ukur jarak dapat bersifat bagian permanen dan terpadu dari teodolite

mempunyai alat EDM terpasang tetap yang memungkinkan pengukuran jarak

lereng, sudut-sudut horizontal dan vertikal dengan sekali pemasangan alat.

j) Berbagai alat tambahan meningkatkan kemampuan teodolite, sehingga dapat

digunakan secara khusus, misalnya pengamatan astronomis.

k) Kaki tiganya jenis kerangka-lebar. Beberapa di antaranya dari logam dan

mempunyai alat untuk mendatarkan secara kasar bagian atasnya dan pemusatan

mekanik (“penguntingan”), sehingga tak perlu bandul unting-unting atas

pemusatan optis.

Teodolite dibagi menjadi dua kategori:

1. Teodolite repetisi (pusat rangkap)

2. Teodolite arah (reiterasi atau triangulasi)

Page 4: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 4

(a) (b)

Gambar 1. Teodolite Reiterasi

a) Teodolite Reiterasi DKM2-A

b) Teodolite Reiterasi Th-2

(a) (b)

Page 5: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 5

Gambar 2.

a) Teodolite Repetisi Lietz TS6

b) Teodolite Repetisi T-1

c) Teodolite digital elektronik

(c)

A. Teodolite Repetisi

Teodolite repetisi dilengkapi dengan sistem sumbu tegak rangkap atau

sebuah repetisi pengunci. Rancangan ini menyebabkan sudut-sudut dapat

diulang beberapa kali dan langsung ditambahkan pada lingkaran instrumen.

Contoh dari teodolite jenis repetisi adalah teodolite repetisi Lietz TG6

(atas kebaikan Lietz Company) dan teodolite repetisi T-1 (atas kebaikan Wild

Heerbrugg Instruments, Inc.). Masing-masing teodolite ini dapat dibaca

langsung ke menit terdekat dengan kemungkinan menaksir sampai 0,1 menit.

Kedua instrumen ini mempunyai pemampas lingkaran vertikal yang otomatik.

Teropong dengan okuler stndar pembesaran 30x, pemusatan optis dan kepekaan

gelembung nivo lingkaran 30 sekon/2 mm pembagian skala.

Page 6: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 6

B. Teodolite Reiterasi

Teodolite arah (reiterasi) adalah jenis instrumen tanpa ulang yang tak

mempunyai gerakan bawah. Yang dibaca lebih baik disebut “arah” daripada

sudut. Setelah dibuat bidikan pada sebuah titik, arah garis dibaca pada lingkaran.

Pengamatan ke arah titik berikutnya, menghasilkan arah baru, sehingga sudut

antara dua garis adalah arah kedua dikurangi arah pertama.

Teodolite reiterasi mempunyai sumbu vertikal tunggal dan karenanya tak

dapat mengukur sudut dengan metode repetisi. Tetapi, teodolite ini mempunyai

gerakan orientasi lingkaran untuk membuat pemasangan kasar lingkaran

horizontal pada kedudukan sembarang yang dikehendaki.

Pada semua teodolite reiterasi, tiap pembacaan merupakan harga

menengah dari dua pihak pembacaan berlawanan diametris pada lingkaran,

dimungkinkan karena pengamat dengan serentak mengamati kedua pihak tadi

melalui optika dalam.

Contoh dari teodolite reiterasi adalah teodolite reiterasi DKM2-A (atas

kebaikan Kern Instrument, Inc.) dan teodolite reiterasi Th-2 (atas kebaikan Carl

Zeiss Ober Kochen) Masing-masing teodolite ini mempunyai micrometer yang

memberikan pembacaan lingkaran-lingkaran horizontal dan lingkaran vertikal

langsung sampai 1 sekon, dengan kemungkinan perkiraan sampai 0,1 sekon

terdekat. Keduanya mempunyai pemampas otomatik untuk orientasi lingkaran

vertikal, pemusat optis dan gelembung nivo lingkaran dengan kepekaan 20

sekon/2mm pembagiaan skala.

C. Teodolite digital elektronik

Kemajuan-kemajuan teknologi modern akhir-akhir ini mendorong

produksi teodolit digital elektronik yang secara otomatis dapat membaca dan

merekam sudut-sudut horizontal dan vertikal. Alat ini dapat dipakai khusus

untuk pengukuran sudut, namun seringkali digabung dengan sebuah EDM I dan

Page 7: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 7

mikrokomputer untuk menghasilkan apa yang disebut instrument stasiun kotoh

seperti HP 3820.

Rancangan teodolite digital elektronik mirip dengan rancangan teodolite

biasa. Perbedaan yang mendasar adalah kemampuannya untuk secara otomatik

menemukan harga-harga sudut dan menunjukkannya keluar dalam bentuk

digital, karenanya tak perlu membaca lingkaran lewat mikroskop. Untuk

menunjukkan dapat dipakai diode pancar sinar (LEDs) atau diode kristal-cair

(LCDs). Yang terakhir ini memerlukan tenaga lebih kecil tetapi perlu

penerangan untuk pembacaan malam hari.

2. Watterpas

Watterpas adalah alat ukur yang digunakan dalam pengukuran beda tinggi.

Alat-alat penyipat datar (watterpas) yang sederhana seperti pada gambar 3, terdiri

dari sebuah teropong dengan garis bidiknya (garis vizier) dapat disetel horizontal

dengan sebuah niveau tabung. Untuk mencari sasaran sembarang sekeliling alat

penyipat datar maka teropong dan niveau tabung dapat diatur pada tiga sekrup

penyetel. Dengan sekrup penyetel focus, bayangan mistar dapat disetel tajam.

Dengan sekrup penggerak halus horizontal didorong ke tengah-tengah bayangan.

Cermin yang dapat diputar ke atas memungkinkan kita mengawasi niveau tabung

dari okuler teropong. Dalam keadaan tertutup, cermin itu melindungi niveau tabung.

Makin lama alat penyipat datar dibangun sedemikian rupa, sehingga suatu

perlengkapan menentukan garis bidik horizontal secara otomatis oleh pengaruh

gaya berat, jika garis bidik disetel dahulu kira-kira dengan ketelitian ± beberapa

menit busur, menggantikan niveau tabung.

Page 8: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 8

Gambar 1. Alat Watterpas

Kepekaan niveau tabung

Gambar 4 memperlihatkan dua neveau tabung dengan jari-jari busur yang

berbeda. Pada kemiringan A yang sama, gelembung pada niveau tabung A bergerak

lebih jauh daripada gelembung niveau tabung B, karena jari-jari busur pada niveau

tabung A menjadi lebih besar. Oleh karena itu, perubahan gelembunga dapat

diawasi lebih mudah. Kepekaan niveau tabung telah ditentukan demikian rupa,

sehingga ukuran sudut itu menentukan suatu pergeseran gelembung sebesar 2 mm.

Ketelitian pada suatu gelembung pada niveau tabung bisa menjadi 1/5 dari

nilai itu, yaitu 0,4 mm. Akan tetapi, dengan menggunakan suatu niveau tabung

konsidensi ketelitian itu menjadi 1/40 yaitu 0,05 mm. Sebaliknya suatu niveau

tabung biasa dapat kita pusatkan lebih cepat dan lebih mudah karena niveau tabung

itu kurang peka terhadap pengaruh-pengaruh luar seperti sinar matahari, perubahan

suhu dan sebagainya.

Page 9: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 9

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 4.

Gambar 5 memperlihatkan gelembung pada suatu niveau tabung dengan

skala terbuka yang dihorizontalkan. Gambar 6 memperlihatkan gelembung pada

suatu prisma koinsidensi Wild. Dengan menggunakan prisma dapat kita perhatikan

bagian gelembung kiri atas a dan kanan atas b sekaligus. Niveau tabung menjadi

horizontal jikalau dua ujung itu seimbang (mengkoinsidensikan).

E. WAKTU PRAKTIKUM

F. LOKASI PRAKTIKUM

Gedung Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya.

Page 10: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 10

G. ALAT DAN BAHAN

1. Alat theodolite

2. Alat watterpas

3. Alat statif

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

1. Theodolite

Banyak jenis alat ukur theodolite yang beredar di pasaran sesuai dengan

ketelitian yang dimiliki. Berbagai macam alat tersebut, seperti TM20, TM5, T2, T1,

T0, dan sebagainya. Setiap alat tersebut mempunyai spesifikasi teknis (ketelitian)

masing-masing, yang ditunjukkan dengan angka yang tersebut pada jenis alat.

Misalnya TM20S, mempunyai ketelitian 20 secon (detik). TM5, mempunyai

ketelitian 5 detik dan sebagainya. Sedangkan T0, adalah alat ukur penyipat ruang,

yang mempunyai ketelitian 60 detik atau satu menit.

Dari berbagai perbedaan tersebut, pada dasarnya bagian-bagian alat ukur

theodolite dan cara pengaturannya hampir sama seluruhnya, yaitu:

1. Mengatur Sumbu I menjadi vertikal

2. Mengatur Sumbu II menjadi horisontal

3. Mengatur Garis bidik tegak lurus Sumbu I

Untuk itu, dalam Module pertama Praktikum Ilmu Ukur Tanah I ini, akan

diawali dengan mengenal bagian-bagian alat ukur teodolite, kemudian dilanjutkan

dengan mengatur ketiga ketentuan pengaturan seperti disebutkan di atas.

1. Pengenalan Bagian-bagian Alat Theodolite

Bagian-bagian dari alat Ukur Theodolite tersebut adalah sebagai berikut:

Page 11: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 11

Gambar 1. Alat teodolite

Setelah saudara mengenali bagian-bagian alat ukur teodolite tersebut,

maka langkah selanjutnya adalah mengatur alat ukur supaya memenuhi ketiga

syarat pembacaan seperti tersebut di atas, agar hasil pengamatan dapat diyakini

sebagai hasil pengamatan yang benar.

Page 12: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 12

2. Mengatur Alat Ukur Theodolite

2.1. Mengatur Sumbu I menjadi Vertikal

Langkah pertama untuk mengatur sumbu I menjadi vertical adalah

memasang alat statif berdiri di atas ketiga kakinya, plat mendatar harus

berada dalam posisi horizontal (lihat Gambar 2.)

Pelat Kaki Tiga dalam posisi

benar-benar horizontal/mendatar.

Gambar 2.

Posisi Statif dalam kondisi mendatar

Langkah kedua adalah meletakkan alat teodolite di atas statif dan

kemudian melakukan pengaturan nivo kotak menjadi seimbang, caranya

adalah sebagai berikut:

1. Buat kedudukan kita berdiri dalam posisi gambar 1.3, dimana posisi

ketiga skrup A, B, C seolah-olah membentuk segitiga.

2. Hanya dengan menggunakan ketiga skrup pengatur alat mendatar, buat

gelembung nivo pada nivo kotak berada tepat di tengah-tengah.

3. Untuk memudahkan pengaturan, langkah pertama adalah menggeser

gelembung nivo berada di antara skrup A dan B baik keluar maupun

kedalam (langkah 2)

4. Kemudian dengan hanya menggunakan skrup C, bawa gelembung nivo

masuk ke tengah-tengah dari nivo kotak dengan memutar skrup C

(langkah 3)

Page 13: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 13

Gambar 3.

Cara mengatur nivo kotak menjadi seimbang

Setelah nivo kotak seimbang, maka langkah selanjutnya adalah

mengatur nivo tabung menjadi seimbang, caranya adalah sebagai berikut:

1. Buat posisi kita berdiri, membentuk segitiga dengan nivo tabung

berada di pihak kita (skrup A dan B ada di depan kita)

2. Dengan menggunakan skrup A dan B, putar, baik kedalam maupun

keluar, sehingga gelembung nivo tepat berada di tengah-tengah nivo

tabung (langkah 1)

3. Setelah nivo seimbang, maka putar alat sebesar 1800, sehingga alat

berada pada kedudukan 2, dan nivo tabung berada di depan kita

(langkah 2). Dalam kedudukan ini, nivo tabung menjadi tidak

seimbang lagi. Maka langkah selanjutnya adalah:

Dengan menggunakan skrup A dan C, maka putar skrup A dan C

secara bersama-sama baik masuk maupun keluar, sehingga

Page 14: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 14

gelembung nivo tepat berada di tengah-tengah nivo tabung (lihat

langkah 2).

4. Setelah seimbang, maka putar alat sebesar 900, dari kedudukan terakhir

tadi (lihat posisi 3), sehingga nivo tabung menghadap tegak lurus

dengan posisi kita berdiri.

5. Pada kedudukan 4 seperti tersebut di atas, tentu saja nivo tidak

seimbang, maka cara pengaturannya adalah sebagai berikut : Setengah

penyimpangan gelembung nivo, dibawa ke tengah hanya dengan

memutar skrup C saja. Sedangkan setengah perputaran lagi diputar

dengan menggunakan skrup nonius yang berada pada nivo tabung

dengan menggunakan pen koreksi.

6. Setelah seimbang, maka putar alat ke segala arah dan lihat, apakah

terjadi penyimpangan pada nivo tabung. Apabila alat diputar ke segala

Page 15: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 15

arah dan nivo tabung tabung tetap seimbang, maka berarti alat siap

digunakan.

7. Apabila diputar ke segala arah, kemudian dilihat nivo tabung masih

belum seimbang, maka ulangi langkah-langkah selanjutnya dari 1

sampai 5.

8. Apabila Anda menemui kesulitan, segera hubungi asisten masing-

masing untuk mendapatkan penjelasan semestinya.

2.2. Mengatur Sumbu I tegak lurus sumbu II dan mengatur garis bidik tegak lurus

sumbu I

Untuk melakukan pengaturan ini, dalam praktikum ini tidak perlu

saudara lakukan, karena dalam pengaturan ini sudah mengarah pada kalibrasi

alat, sehingga di khawatirkan alat-alat akan menjadi rusak, apabila alat

tersebut dipegang orang-orang yang masih dalam proses belajar.

Dengan demikian dalam pengaturan ini saudara tidak usah melakukan,

dan dianggap alat sudah memenuhi spesifikasi pengukuran seperti yang telah

ditetapkan, karena alat selulu dikalibrasi setiap akhir masa praktikum.

2. Watterpas

Watterpas merupakan alat yang digunakan dalam pengukuran jarak dan

pengukuran beda tinggi.

1. Pengenalan Bagian-bagian Alat Watterpas

Bagian-bagian dari alat ukur watterpas tersebut adalah sebagai berikut:

Page 16: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 16

Gambar 1. Alat watterpas

1. Lingkaran berhorizontal 6. sekrup penyetel focus

2. skala pada lingkaran horizontal 7. sekrup penggerak halus horizontal

3. okuler teropong 8. sekrup koreksi niveau

4. alat bidik dengan celah pejera 9. sekrup penyetel

5. cermin niveau

Setelah saudara mengenali bagian-bagian alat ukur watterpas tersebut,

maka langkah selanjutnya adalah mengatur alat ukur supaya memenuhi ketiga

syarat pembacaan seperti tersebut di atas, agar hasil pengamatan dapat diyakini

sebagai hasil pengamatan yang benar.

3. Mengatur Alat Ukur Watterpas

3.1. Mengatur Sumbu I menjadi Vertikal

Langkah pertama untuk mengatur sumbu I menjadi vertical adalah

memasang alat statif berdiri di atas ketiga kakinya, plat mendatar harus

berada dalam posisi horizontal (lihat Gambar 2.)

Page 17: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 17

Pelat Kaki Tiga dalam posisi

benar-benar horizontal/mendatar.

Gambar 2.

Posisi Statif dalam kondisi mendatar

Langkah kedua adalah meletakkan alat watterpas di atas statif dan

kemudian melakukan pengaturan nivo kotak menjadi seimbang, caranya

adalah sebagai berikut:

1. Buat kedudukan kita berdiri dalam posisi seperti gambar, dimana

posisi ketiga skrup A, B, C seolah-olah membentuk segitiga.

2. Hanya dengan menggunakan ketiga skrup pengatur alat mendatar, buat

gelembung nivo pada nivo kotak berada tepat di tengah-tengah.

3. Untuk memudahkan pengaturan, langkah pertama adalah menggeser

gelembung nivo berada di antara skrup A dan B baik keluar maupun

kedalam (langkah 2)

4. Kemudian dengan hanya menggunakan skrup C, bawa gelembung nivo

masuk ke tengah-tengah dari nivo kotak dengan memutar skrup C

(langkah 3)

Page 18: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 18

Gambar 3.

Cara mengatur nivo kotak menjadi seimbang

Setelah nivo kotak seimbang, maka langkah selanjutnya adalah

mengatur nivo tabung menjadi seimbang, caranya adalah sebagai berikut:

2. Buat posisi kita berdiri, membentuk segitiga dengan nivo tabung

berada di pihak kita (skrup A dan B ada di depan kita)

3. Dengan menggunakan skrup A dan B, putar, baik kedalam maupun

keluar, sehingga gelembung nivo tepat berada di tengah-tengah nivo

tabung (langkah 1)

4. Setelah nivo seimbang, maka putar alat sebesar 1800, sehingga alat

berada pada kedudukan 2, dan nivo tabung berada di depan kita

Page 19: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 19

(langkah 2). Dalam kedudukan ini, nivo tabung menjadi tidak

seimbang lagi. Maka langkah selanjutnya adalah:

Dengan menggunakan skrup A dan C, maka putar skrup A dan C

secara bersama-sama baik masuk maupun keluar, sehingga

gelembung nivo tepat berada di tengah-tengah nivo tabung (lihat

langkah 2).

5. Setelah seimbang, maka putar alat sebesar 900, dari kedudukan terakhir

tadi (lihat posisi 3), sehingga nivo tabung menghadap tegak lurus

dengan posisi kita berdiri.

6. Pada kedudukan 4 seperti tersebut di atas, tentu saja nivo tidak

seimbang, maka cara pengaturannya adalah sebagai berikut : Setengah

penyimpangan gelembung nivo, dibawa ke tengah hanya dengan

memutar skrup C saja. Sedangkan setengah perputaran lagi diputar

dengan menggunakan skrup nonius yang berada pada nivo tabung

dengan menggunakan pen koreksi.

7. Setelah seimbang, maka putar alat ke segala arah dan lihat, apakah

terjadi penyimpangan pada nivo tabung. Apabila alat diputar ke segala

arah dan nivo tabung tabung tetap seimbang, maka berarti alat siap

digunakan.

8. Apabila diputar ke segala arah, kemudian dilihat nivo tabung masih

belum seimbang, maka ulangi langkah-langkah selanjutnya dari 1

sampai 5.

9. Apabila Anda menemui kesulitan, segera hubungi asisten masing-

masing untuk mendapatkan penjelasan semestinya.

Page 20: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 20

3.2. Mengatur Sumbu I tegak lurus sumbu II dan mengatur garis bidik tegak lurus

sumbu I

Untuk melakukan pengaturan ini, dalam praktikum ini tidak perlu

saudara lakukan, karena dalam pengaturan ini sudah mengarah pada kalibrasi

alat, sehingga di khawatirkan alat-alat akan menjadi rusak, apabila alat

tersebut dipegang orang-orang yang masih dalam proses belajar.

Dengan demikian dalam pengaturan ini saudara tidak usah melakukan,

dan dianggap alat sudah memenuhi spesifikasi pengukuran seperti yang telah

ditetapkan, karena alat selalu dikalibrasi setiap akhir masa praktikum.

Page 21: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 21

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL II

METODE PENGUKURAN

BEDA TINGGI MEMANJANG

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Page 22: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 22

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul II

B. NAMA PRAKTIKUM

Metode Pengukuran Beda Tinggi Memanjang

C. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mengetahui beda tinggi suatu tempat dalam jarak memanjang

D. DASAR TEORI

Gambar 1. melukiskan prosedur yang diikuti dalam sipat datar memanjang.

Diperlukan beberapa pemasangan instrument untuk menyelesaikan jalur “pergi” dan

“pulang”.

Gambar 1. Sipat datar memanjang

Kedudukan-kedudukan dimana sebuah rambu dipegang untuk pengukuran garis

dengan satu pemasangan instrumen ke garis dengan pemasangan instrumen berikutnya

Page 23: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 23

disebut titik-tik balik (TB). Sebuah titik balik adalah titik pasti dimana diambil kedua

bidikan plus maupun minus pada sebuah jalur sipat datar. Jarak-jarak horizontal untuk

bidikan plus maupun minus harus dibuat mendekati sama dengan pengukuran langkah,

pengukuran jarak optis, atau menghitung panjang rel jika bekerja sepanjang jalan baja,

memperhatikan sambungan kaki lima bila bekerja di tepi jalan beton, atau dengan suatu

cara lain yang mudah. Ini akan menghilangkan galat karena instrument tak teratur

(paling penting) dan pengaruh gabungan kelengkungan bumi dan biasan seperti

diperlihatkan gambar 2, dimana e1 dan e2 adalah gabungan galat kelengkungan dan

biasan berturut-turut untuk bidikan plus dan minus. Karena D1 sama dengan D2, e2 juga

sama dengan e1. Dalam hitungan yang pertama ditambahkan dan yang kedua

dikurangkan; jadi keduanya saling menghilangkan.

Gambar 2. Imbangan jarak bidikan plus dan minus

untuk menghilangkan galat karena kelengkungan dan biasan

Pada lereng-lereng mungkin agak sulit untuk menyamakan jarak-jarak bidikan

plus dan minus, tetapi biasanya dapat dikerjakan dengan mengikuti jalur berliku-liku

(zigzag).

Sebuah titik tetap duga digambarkan dalam buku lapangan pertama kali dipakai

dan seterusnya disebut dengan nomor halaman dimana titik dicatat. Gambaran dimulai

dengan lokasi umum dan harus menyertakan detail secukupnya agar sesrorang yang tak

paham wilayahnya dapat menemukan tanda itu dengan mudah. Sebuah titik tetap duga

Page 24: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 24

biasanya dinamai menurut suatu obyek yang menonjol dimana titik berada, atau dekat,

untuk membantu menggambarkan letaknya; lebih disukai memakai satu kata. Contoh

BM Kali, BM Menara, BM Sudut, dan BM Jembatan. Pada pengukuran yang luas, titik

tetap duga diberi nomor urut. Ini merupakan keuntungan dalam mengenali kedudukan

nisibnyasepanjang sebuah jalur tetapi lebih mudah menyebabkan salah di lapangan

dalam hal menandai dan mencatat.

Titik-titik balik juga diberi nomor urut tetapi tidak dijelaskan secara terperinci,

karena titik-titik itu hanya dipakai untuk mencapai hasil akhir dan biasanya tidak harus

dicari kembali lokasinya. Tetapi bila mungkin, disarankan memilih titik-titik balik yang

dapat dicari kembali lokasinya, sehingga bila pengulangan diperlukan karena kesalahan

besar pada jalur panjang, pekerjaan lapangan dapat dikurangi.

Sebelum sebuah regu meninggalkan lapangan, semua pengecekan catatan yang

memungkinkan harus dilaksanakan untuk meneliti kalau-kalau ada kesulitan dalam

hitungan dan membuktikan apakah telah dicapai kesalahan penutup yang dibolehkan.

Jumlah aljabar bidikan plus dan minus diterapkan terhadap elevasi pertama seharusnya

menghasilkan elevasi terakhir. Hitungan ini mengecek penjumlahan dan pengurangan

untuk semua TI dan TB kecuali bila terjadi kesalahan-pampas. Jika ini dijalankan untuk

setiap tabulasi di halaman kiri, hal ini dinamakan “pengecekan halaman”.

Pekerjaan ini penting untuk dicek dengan menyipat datar ke muka dan ke belakang

antara titik-titik ujung. Selisih antara penjumlahan rambu (penjumlahan aljabar bidikan

plus dan minus) pada jalur pergi dan penjumlahan rambu pulang, disebut “kesalahan

penutup pergi-pulang”. Persyaratan-persyaratan, atau tujuan pengukuran, menentukan

kesalahan penutup pergi-pulang. Jika batas kesalahan penutup yang diperbolehkan

dilampaui, harus dilaksanakan satu atau lebih pengukuran tambahan. Perhatikan bahwa

harus dibuat pemasangan instrument baru sebelum dimulai pengukuran pulang agar

diperoleh pengecekan lengkap. Sebuah pengecekan yang baik, diperoleh dengan

pengikatan jalur sipat datar pada lebih dari satu titik tetap duga.

Page 25: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 25

Selisih elevasi antara titik ujung dianggap sama dengan harga rata-rata

penjumlahan pembacaan rambu pengukuran pergi dan pulang. Dimana ada “jalur-jalur

lingkar” yang saling terikat dalam jaringan sipat datar, maka untuk meratakan agihan

kesalahan penutup dapat dipakai metode “perataan dimpul” pendekatan atau perataan

kuadrat terkecil yang lebih teliti. Elevasi-elevasi sebenarnya ditetapkan dengan mulai

dari sebuah titik tetap duga yang elevasinya di atas permukaan laut rata-rata diketahui,

dan dicek dengan jalan pengukurankembali ke titik itu atau titik tetap duga yang lain.

Jika ini tak mungkin, boleh dipakai elevasi anggapan dan semuanya di belakang hari

dihitung elevasi yang sebenarnya dengan menerapkan sebuah tetapan.

Ada beberapa cara untuk pembacaan-pembacaan dan menghitung pengukuran-

pengukuran yang tergantung pada maksud pengukuran. Pada semua cara digunakan

pencatatan dan hitungan secara tabelaris.

Semua pembacaan dan jarak ditulis di garis yang terletak anatara titik-titik yang

ditempati oleh mistar, titik-titik dimana ditulis dalam daftar. Titik-titik alat ukur tidak

ditulis dalam daftar.

Cara kesatu. Bila hanya dicari beda tinggi antara dua titik ujungnya saja, maka dapatlah

dijumlah semua pembacaan b dan smeua pembacaan m, maka:

t = b – m

karena : t1 = b1 - m1

t2 = b2 - m2

t3 = b3 - m3

t4 = b4 - m4

tn = bn - mn

t1 + t2 + t3 + … + tn = (b1 + b2 + b3 + … + bn) – (m1 + m2 + m3 + … + mn)

t = b – m

Page 26: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 26

Cara kedua. Bila sekarang diketahui pula beda tinggi atau tinggi titik-titik antara keda

titik ujung A dan B, maka haruslah pula ditentukan beda tinggi masing-masing.

Dari tinggi titik A dan B, dikurangkan sehingga didapat nilai beda tinggi yang

sama dengan hasil pembacaan mistar belakang ( b) dan pembacaan mistar muka (m).

Cara ketiga. Untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik, haruslah dilakukan

pengurangan: bila b > m, maka harus diambil b – m, dan didapat beda tinggi t yang

positif; dan bila b < m, haruslah diambil b – m = -(m – b) dan didapat beda tinggi yang

negatif. Selanjutnya pada perhitungan tinggi titik harus dilakukan penambahan, bila t

positif; dan harus dilakukan pengurangan bila t negatif. Dapat dibayangkan, bahwa pada

waktu mengerjakan hitungan harus awas betul, angkan mana uang harus dikurangi dan

ditambah, hal mana merupakan sumber kesalahan-kesalahan, apalagi bila diingat bahwa

banyak angka-angka yang harus dikurangi.

Cara keempat. Pengukurang-pengukuran yang harus mempunyai ketelitian besar,

dilakukan pulang pergi, dan bila dua pengukuran mempunyai selisih yang lebih kecil

dari harga yang diperbolehkan, diambil harga rata-rata dari dua hasil pengukuran. Harga

kesalahan yang diperbolehkan dinamakan harga toleransi.

Hasil dua pengukuran pulang pergi mempunyai selisih yang disebabkan oleh

kesalahan-kesalahan yang terjadi pada waktu pekerjaan dilakukan. Kesalahan-kesalahan

dapat dibagi dalam dua bagian: kesalahan yang sistematis dan kesalahan yang

kebetulan. Kesalahan-kesalahan sistematis disebabkan misalnya oleh masuknya alat

ukur penyipat datar di dalam waktu haris bidik dipindahkan dari mistar satunya ke

mistar lainnya, oleh masuknya mistar pada waktu alat ukur penyipat datar dipindahkan

dari satu tempat ke tempat berikutnya. Kesalahan-kesalahan kebetulan disebabkan

karena misalnya kesalahan pada pembacaan dengan cara kira-kira, kurang telitinya

penempatan gelembung di tengah-tengah, dan sebagainya.

Page 27: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 27

E. WAKTU PRAKTIKUM

F. LOKASI PRAKTIKUM

Di depan Gedung Auditorium Universitas Sriwijaya.

G. ALAT DAN BAHAN

1. Alat watterpas 4. Jalon

2. Alat statif 5. Rambu

3. Patok kayu 6. Alat meteran

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

Pada pengukuran ini, dilakukan pengukuran beda tinggi antara beberapa titik.

Pengukuran tersebut dilakukan secara berantai ari titik ke titik, dengan jarak antara dua

titik adalah sepanjang 100 meter.

Sebelum dilakukan pengamatan rambu, pertama kali saat mendirikan alat adalah

mengatur nivo kotak supaya seimbang. Cara pengaturan nivo kotak menjadi seimbang

yaitu dengan menggerakkan gelembung nivo dengan sekrup A, B maupun C agar nivo

masuk dalam kotak di dalam nivo kotak.

Setelah nivo kotak menjadi seimbang, maka pengaturan dapat dilakukan ke titik

muka dan belakang dari kedudukan alat. Atas dasar tersebut, langkah-langkah yang

harus dilakukan adalah:

1. Menentukan beberapa titik sebanyak sepuluh titik yang diukur sepanjang 100 m

kemudian beri tanda dengan kayu (tidak harus berada dalam satu garis lurus, namun

harus mempunyai beda tinggi yang menonjol).

Page 28: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 28

2. Setelah itu lakukan pengukuran watterpas, dengan cara mendirikan alat di antara dua

titik tersebut, usahakan berada di tengah-tengah antara dua titik tersebut.

3. Baca bacaan benang atas, benang tengah dan benang bawah, setiap kali membaca

rambu, baik muka maupun belakang.

4. hitung beda tinggi antara dua titik tersebut, dan selanjutnya jumlahkanseluruh hasil

perhitungan beda tinggi tersebut dari titik 1 hingga terakhir (missal titik 4). Maka

beda tinggi antara titik 1 dan 4 adalah hasil penjumlahan tersebut.

5. lakukan pengukuran/pengamatan beda tinggi tersebut baik pergi maupun pulangnya.

Sehingga didapatkan dua data beda tinggi antara titik 1 dan 4.

6. Coba amati, berapa perbedaan pengamatan beda tinggi antara pulang dan pergi?

Dapat dipertanggungjawabkankah perbedaan tersebut? Coba tarik kesimpulan!

7. Usakahan setiap anggota dalam kelompok melakukan pengukuran, sehingga

sleuruhnya mampu dan mengerti bagaimana melakukan pengamatan watterpas yang

benar dan teliti.

Page 29: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 29

I. DATA HASIL PRAKTIKUM

(cm)

Titik BELAKANG MUKA

A T B A T B

A 162,5 157,7 153

B 134,5 128,65 122,8 152,5 147,5 142,5

C 142,5 137 131,6 149 144 139

D 131,5 126,5 121,4 137,3 132 126,7

E 132,1 126,9 121,7 127,5 122,3 117

F 164,1 158,8 153,5

J. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Koreksi nilai benang tengah (cm)

Titik BELAKANG MUKA

A T B A T B

A 162,5 157,75 153

B 134,5 128,65 122,8 152,5 147,5 142,5

C 142,5 137,05 131,6 149 144 139

D 131,5 126,45 121,4 137,3 132 126,7

E 132,1 126,9 121,7 127,5 122,25 117

F 164,1 158,8 153,5

Page 30: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 30

Perhitungan beda tinggi memanjang (m)

TITIK BELAKANG

b

MUKA

m JARAK

BEDA TINGGI TINGGI

TITIK + - A 1,5775

20,000 0,1025 350,1025

B 1,2865 1,4750

20,000 0,1535 349,949

C 1,3705 1,4400

20,000 0,0505 349,9995

D 1,2645 1,3200

20,000 0,0420 350,0415

E 1,2690 1,2225

20,000 0,3190 349,7225

F 1,5880

b 6,7680 7,0455 0,1950 0,4725

m 7,0455 0,4725

t1 -0,2775 -0,2775

Koreksi selisih beda tinggi terhadap ketelitian alat

Untuk waterpass tipe TM-20 dengan D = 0,25km ,

‟ = 20 √D(km) mm

= 20 √0,25 mm

‟ = 0,01 m

Page 31: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 31

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL III

METODE PENGUKURAN

BEDA TINGGI MELINTANG

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Page 32: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 32

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul III

B. NAMA PRAKTIKUM

Metode Pengukuran Beda Tinggi Melintang

C. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk mengetahui beda tinggi suatu tempat dalam jarak memanjang

2. Untuk mengetahui cara besarnya luas dan volume galian dan timbunan

D. DASAR TEORI

Pada pengukuran jalur lintas untuk jalan raya atau jalur pipa, misalnya, elevasi

diperlukan pada setiap station pada jarak 100 ft (atau 30-an), pada titik sudut (titik yang

menandai perubahan arah), pada perubahan-perubahan kemiringan permukaan tanah

dan pada titik-titik genting seperti jalan, jembatan, dan gorong-gorong. Bila digambar,

elevasi-elevasi ini menunjukan sebuah profil − sebuah garis yang menggambarkan

elevasi tanah pada irisan vertikal sepanjangjalur pengukuran. Untuk kebanyakan proyek

rekayasa, profil-profl diambil sepanjang garis pusat yang dipancang pada statiun-statiun

100-ft atau, bila perlu karena tanah bergelombang, dalam pertambahan jarak 50 atau 25-

ft (15 atau 10 m).

Sifat datar profil, seperti sifat datar memanjang, perlu penentuan titik-titik balik

pada mana baik bidikan plus maupun minus dibaca. Selain itu, sejumlah rambu depan-

antara (bidikan minus) ditetapkan pada titik-titik sepanjang jalur dari tiap titik

pemasangan instrumen seperti ditunjukan dalam gambar 1.

Seperti dinyatakan dalam catatan, bidikan plus diambil pada titik tetap duga dan

bidikan antara dibaca pada stasiun-stasiun, pada perubahan-perubahan permukaan

tanah, dan pada titik-titik kritis, sampai dicapai batas jarak bidikan teliti. Kemudian

dipilih titik balik, instrumen dipindahkan ke depan, dan proses diulang. Alat sipat datar

Page 33: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 33

itu sendiri biasanya tidak dipasang pada garis pusat sehingga dapat diperoleh bidikan-

bidikan yang panjangnya lebih seragam. Titik-titik tetap duga yang ditempatkan agar

tak menghalangi konstruksi mendatang, ditetapkan sepanjang jalur pada garis panjang.

Gambar 1. Sipat datar profil

Terbukti bahwa bila dilaksanakan “pengecekan halaman” pada hitungan-hitungan

aritmetika, hanya bidikan-bidikan minus yang diambil pada titik-titik balik dapat

dipakai. Karena alasan ini, dan untuk memisahkan titik-titik yang akan digambar, maka

untuk bidikan-bidikan antara lebih baik diseiakan sebuah kolom terpisah.

Pembacaan pada permukaan yang diperkeras, seperti jalan beton, kaki lima,

pinggiran jalan, dapat diambil sampai 0,01 ft. Pembacaan lebih kecil dari 0,1 ft pada

permukaan berupa tanah tidaklah praktis. Sebuah pengukur elevasi yang dipakai di

jalan-jalan, adalah alat mekanis atau elektromekanis beroda yang ditarik oleh mobil atau

truk, mengukur lereng dan jarak kemudian secara otomatis dan terus-menerus

mengintegral dan mencatat hasilnya sebagai selisih-selisih elevasi. Sebuah profil

dengan kerelitian orde-keempat dapat diperolej pada kecepatan 30 mil/jam.

Ada 2 macam jenis profil, yaitu :

1. Profil memanjang

2. Profil melintang

Page 34: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 34

1. Profil Memanjang

Profil memanjang diperlukan untuk membuat trase jalan kereta api, jalan

raya, saluran air, pipa air minum, riool. Dengan jarak dan beda tinggi titik-titik di

atas permukaan bumi didapatlah irisan tegak lapangan yang dinamakan profil

memanjang pada sumbu proyek. Di lapangan dipasang pancang-pancang dari kayu

yang menyatakan sumbu proyek, dan pancang-pancang itu digunakan pada

pengukuran penyipat datar yang memanjang untuk mendapatkan profil memanjang.

Sebagai contoh pengukuran profil memanjang diambil gambar 2. Antara

mistar belakang dan mistar muka ditempatkan lagi seperlunya mistar-mistar di atas

titik-titik pada sumbu proyek yang diberi tanda dengan huruf, berlainan dengan

titik-titik belakang dan muka yang diberi tanda dengan angka.

Mencatat pengukuran dengan dapat dilakukan seperti pada tabel 1.

Pengukuran dilakukan dengan tinggi garis bidik (Tgb), dimana Tgb memenuhi

persamaan :

Tgb = tinggi titik + pembacaan mistar

Demikianlah selanjutnya dapat ditentukan tinggi titik-titik yang diukur dengan

menentukan lebih dahulu tinggi garis bidik (Tgb) dan tinggi titik-titik menjadi

selisih dari tinggi garis bidik dan pembacaan-pembacaan.

Penggambaran profil memanjang dengan menggunakan hasil ukuran dapat

dilakukan sebagai berikut:

Tentukanlah lebih dahulu skala untuk jarak dan tinggi. Karena jarak jauh

lebih panjang daripada beda tinggi, maka untuk jarak dan untuk tinggi selalu

diambil skala yang tidak sama dan skala untuk jarak akan lebih kecil daripada skala

beda tinggi. Pada contoh diambil untuk skala jarak 1 : 1000 dan skala tinggi diambil

1 : 100.

Tariklah selanjutnya empat garis yang mendatar. Cara penggambaran dapat

dilihat pada gambar 2. Bila titik-titik yang telah digambar dengan tingginya itu

Page 35: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 35

dihubungkan berturut-turut, maka didapatkan profil lapangan memanjang pada

sumbu proyek.

Titik Pembacaan Mistar

(Tgb) Tinggi

Titik

Jarak

(m) Ket.

Belakang Muka Lain-lain

1

a

b

c

d

2

0,65

1,93

0,43

1,22

1,37

1,85

351,92 351,27

351,49

350,70

350,55

350,07

349,99

0,00

10,1

20,3

46,6

55,3

70,5

Tinggi

tetap

yang

dipakai

2

a

b

c

d

3

1,45

0,31

2,23

2,19

1,47

1,31

351,44 349,99

349,21

349,25

349,97

350,13

351,13

70,5

77,0

80,9

85,2

99,8

115,3

3

a

b

4

2,24

1,11

2,15

1,30

353,37 351,13

351,22

352,07

352,26

115,3

124,2

131,8

164,8

4

a

2,23 354,49 352,26 164,3

Tabel 1.

Page 36: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 36

Gam

bar

2.

Page 37: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 37

Karena pada contoh adalah dibuat profil memanjang untuk membuat jalan

raya, maka jalan raya akan diproyeksikan sedemikian rupa, hingga berjalan baik,

dengan arti naik turun dengan teratur. Maka lapangan ada kalanya harus digali dan

ada kalanya harus ditimbuni. Untuk dapat bekerja dengan ekonomis, maka

banyaknya tanah yang digali sebaiknya harus sama dengan banyaknya tanah yang

ditimbunkan.

2. Profil Melintang

Untuk menghitung banyaknya tanah, baik untuk digali maupun untuk

ditimbun, profil memanjang belum cukup. Maka diperlukan lagi profil melintang

yang harus tegak lurus pada sumbu proyek dan pada tempat-tempat penting. Jarak

antara profil melintang pada garis proyek melengkung dibuat lebih kecil daripada

pada garis proyek yang lurus. Profil melintang harus pula dibuat di titik permukaan

dan titik akhir garis proyek melengkung.

Cara pengukuran untuk profil melintang sama dengan cara pengukuran

untuk profil memanjang, hanya jarak–jarak adalah pendek bila dibandingkan

dengan jarak-jarak pada profil memanjang. Skala untuk jarak dan beda tinggi,

karena jarak-jarak menjadi pendek, dapat dibuat sama, misalnya 1 : 100.

Untuk menghitung penggalian tanah atau penimbunan tanah, cukuplah

diambil jumlah rata-rata penggalian tanah atau penimbunan tanah yang didapat dari

dua profil melintang yang berdekatan diperbanyak dengan jarak antara dua profil

melintang itu.

E. WAKTU PRAKTIKUM

Page 38: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 38

F. LOKASI PRAKTIKUM

Di depan Gedung Auditorium Universitas Sriwijaya

G. ALAT DAN BAHAN

1. Alat watterpas 4. Jalon

2. Alat statif 5. Rambu

3. Patok kayu 6. Alat meteran

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

Pada praktikum ini, dilakukan pengukuran watterpass melintang, dan

menghitung profil melintangnya dan menggambarkanya dalam suatu bentuk profil

melintang. Dengan cara pelaksanaannya:

1. Dari setiap titik-titik watterpass profil memanjang yang telah dilakukan pada

pengukuran sebelumnya, didapatkan tinggi masing-masing titik tersebut ketinggian

masig-masing titik inilah yang akan dijadikan sebagai referensi untuk melakukan

pengukuran profil melintang.

2. Pada setiap titik watterpass memanjang (1,2,3,...dst). Dilakukan pengukuran

melintang sejauh 25 m ke kiri kanan as, sehingga akan didapat profil melintang

sepanjang 50 m.

3. Pada setiap titik harus didirikan alat dan diukur profil melintangnya.

Page 39: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 39

4. Setelah seluruh profil selesai diukur, maka harus diukur, dihitung beda tinggi dan

ketinggiannya kemudian dilakukan pengamatan.

5. Pembacaan dan penggambaran dilakukan diatas kertas milimeter dengan skala untuk

profil memanjang adalah 1 : 1000

6. Sedangkan untuk profil melintang digambarkan pada milimeter dengan skala untuk

horizontal 1 : 100 dan vertikal 1 : 10.

Page 40: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 40

J. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

1. Titik A

Sisi Kiri

Titik Tengah

BT 2

BBBA =

2

1535,162 = 157,75 cm = 157,7 cm OK

Titik Kiri

BT = 2

123149 = 136 cm OK

Sisi Kanan

Titik Tengah

BT = 2

1535,162 = 157,75 cm = 157,7 cm OK

Titik Kanan

BT = 2

5,1575,184 = 171 cm OK

2. Titik B

Sisi Kiri

Titik Tengah

BT = 2

8,1225,134 = 128,65 cm OK

Page 41: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 41

Titik Kiri

BT = 2

5,948,121 = 108,15 cm OK

Sisi Kanan

Titik Tengah

BT = 2

8,1225,134 = 128,65 cm OK

Titik Kanan

BT = 2

138164 = 151 cm OK

3. Titik C

Sisi Kiri

Titik Tengah

BT = 2

6,1315,142 = 137,05 cm = 137 cm OK

Titik Kiri

BT = 2

2,924,118 = 105,3 cm OK

Sisi Kanan

Titik Tengah

BT = 2

6,1315,142 = 137,05 cm = 137 cm OK

Page 42: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 42

Titik Kanan

BT = 2

4,1415,167 = 154,45 cm =154,4 cm OK

4. Titik D

Sisi Kiri

Titik Tengah

BT = 2

4,1215,131 = 126,45 cm = 126,5 cm

Titik Kiri

BT = 2

6,828,108 = 95,7 cm

Sisi Kanan

Titik Tengah

BT = 2

4,1215,131 = 126,45 cm = 126,5 cm OK

Titik Kanan

BT = 2

4,1275,153 = 140,45 cm = 140,4 cm OK

5. Titik E

Sisi Kiri

Titik Tengah

BT = 2

7,1211,132 = 126,5 cm OK

Page 43: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 43

Titik Kiri

BT = 2

7,922,122 = 108,95 cm = 108,9 cm OK

Sisi Kanan

Titik Tengah

BT = 2

7,1211,132 = 126,9 cm OK

Titik Kanan

BT = 2

133159 = 146 cm OK

6. Titik F

Sisi Kiri

Titik Tengah

BT = 2

5,1531,164 = 158,8 cm OK

Titik Kiri

BT = 2

132158 = 145 cm OK

Sisi Kanan

Titik Tengah

BT = 2

5,1531,164 = 158,8 cm OK

Page 44: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 44

Titik Kanan

BT = 2

5,1614,188 = 174,95 cm = 174,9 cm OK

Perhitungan beda tinggi melintang (m)

TITIK PEMBACAAN TINGGI

GARIS BIDIK

TINGGI

TITIK JARAK

A

Kiri

Kanan

1,5775

1,3600

1,7100

351,47

349,89

350,11

349,76

0,000

25,000

25,000

B

Kiri

Kanan

1,2826

1,0815

1,5100

351,40

350,11

350,32

349,89

0,000

25,000

25,000

C

Kiri

Kanan

1,3705

1,0530

1,5445

351,43

350,06

350,38

349,88

0,000

25,000

25,000

D

Kiri

Kanan

1,2645

0,9570

1,4045

351,39

350,13

350,43

349,98

0,000

25,000

25,000

E

Kiri

Kanan

1,2690

1,0895

1,4600

351,45

350,18

350,36

349,99

0,000

25,000

25,000

F

Kiri

Kanan

1,5880

1,4500

1,7495

351,51

349,92

350,06

349,76

0,000

25,000

25,000

Page 45: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 45

Luas Galian dan Timbunan

1. Profil A1 – A – A2

350,1

350,0

349,8 a b

349,7

Titik A1 A A2

Jarak antartitik 25 25

Tinggi titik (m) 350,11 349,89 349,76

x

x

25 =

11,0

11,0

0,11 x = 0,11 (25- x)

x = 25 – x = 12,5 m

a = x = 12,5 m

b = 25 – x = 25 – 12,5 = 12,5 m

LI = ½ (12,5) . (0,11) = 0,6875 m2

LII = ½ (12,5) . (0,11) = 0,6875 m2

LIII =

2

25.24,011,0 = 4,375 m

2

Luas Galian

LI = 0,6875 m2

Luas Timbunan

L = LII + LIII

= 0,6875 m2

+ 4,375 m2

Page 46: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 46

L = 5,0625 m2

2. Profil B1 – B – B2

350,3

350,1

350,0

349,8 a b

Titik B1 B B2

Jarak antartitik 25 25

Tinggi titik (m) 350,32 350,11 349,84

LI =

2

25.11,032,0 = 5,375 m 2

x

x

25 =

11,0

11,0

0,11 x = 0,11 (25- x)

x = 25 – x = 12,5 m

a = x = 12,5 m

b = 25 – x = 25 – 12,5 = 12,5 m

LII = ½ (12,5) . (0,11) = 0,6875 m2

LIII = ½ (12,5) . (0,11) = 0,6875 m2

Luas Galian

L = LI + LII

= 5,375 m2 + 0,6875 m

2

L = 0,0625 m2

Page 47: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 47

Luas Timbunan

LIII = 0,6875 m2

3. Profil C1 - C – C2

350,3

350,0

349,8

a b

Titik C1 C C2

Jarak antartitik 25 25

Tinggi titik (m) 350,38 350,06 349,89

LI =

2

25.06,038,0 = 5,5 m

2

x

x

25 =

12,0

06,0

0,12 x = 0,06 (25- x)

0,12 x = 1,5 – 0,06x

x = 8,34 m

a = x = 8,34 m

b = 25 – x = 25 – 8,34 = 16,66 m

LII = ½ (8,34) . (0,06) = 0,25 m2

LII = ½ (16,66) . (0,12) = 0,9996 m2

Page 48: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 48

Luas Galian

L = LI + LII

= 5,5 m2 + 0,25 m

2

L = 5,75 m2

Luas Timbunan

LIII = 0,9996 m2

4. Profil D1 - D – D2

350,4

350,1

350,0

349,9 a b

Titik D1 D D2

Jarak antartitik 25 25

Tinggi titik (m) 350,43 350,13 349,98

LI =

2

25.13,043,0 = 7 m

2

x

x

25 =

02,0

13,0

0,02 x = 0,13 (25- x)

0,02 x = 3,25 – 0,13x

x = 21,67 m

a = x = 21,67 m

b = 25 – x = 25 – 21,67 = 3,33 m

LII = ½ (21,67) . (0,13) = 1,408 m2

Page 49: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 49

LIII = ½ (3,33) . (0,02) = 0,0333 m2

Luas Galian

L = LI + LII

= 7 m2 + 1,408 m

2

L = 8,408 m2

Luas Timbunan

LIII = 0,0333 m2

5. Profil E1 - E – E2

350,3

350,1

350,0

Titik E1 E E2

Jarak antartitik 25 25

Tinggi titik (m) 350, 36 350,18 349,99

LI =

2

25.18,036,0 = 6,75 m

2

LII = ½ (25) . (0,19) = 2,375 m2

Luas Galian

L = LI + LII

= 6,75 m2 + 2,375 m

2

L = 9,125 m2

Page 50: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 50

6. Profil F1 - F – F2

350,0

349,9

a b

349,7

Titik F1 F F2

Jarak antartitik 25 25

Tinggi titik (m) 350, 06 349,92 349,76

x

x

25 =

08,0

06,0

0,08 x = 0,06 (25- x)

0,08 x = 1,5 – 0,06x

0,14 x = 1,5

x = 10,71 m

a = 10,71 m

b = 25 – x = 25 – 10,71 = 14,29 m

LI = ½ (10,71) . (0,06) = 0,32 m2

LII = ½ (14,29) . (0,08) = 0,572 m2

LIII =

2

25.24,008,0 = 4 m

2

Luas Galian

LI = 0,32 m2

Luas Timbunan

L = LII + LIII

= 0,572 m2 + 4 m

2 = 4,572 m

2

Page 51: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 51

GALIAN DAN TIMBUNAN

TITIK LUAS (m

2) VOLUME (m

3)

Galian Timbunan Galian Timbunan

A 0,6875 5,0625 6,875 50,625

B 6,0625 0,6875 121,25 13,75

C 5,75 0,9996 115 19,992

D 8,408 0,0333 168,16 0,666

E 9,125 - 182,5 -

F 0,32 4,572 3,2 45,72

Page 52: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 52

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL IV

PELAKSANAAN

PENGUKURAN SUDUT

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Page 53: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 53

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul IV

B. NAMA PRAKTIKUM

Pelaksanaan Pengukuran Sudut

C. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk mengetahui besar sudut horizontal dari beberapa titik pengamatan

2. Untuk mengetahui besar azimuth

D. DASAR TEORI

Sudut-sudut yang diukur dalam pengukuran tanah digolongkan sebagai sudut

horizontal dan vertikal, tergantung pada bidang datar dimana sudut diukur. Sudut

horizontal adalah pengukuran dasar dalam menentukan sebuah sudut. Seperti

ditunjukkan dalam gambar 1. persyaratan-persyaratan itu adalah (1) garis awal atau

acuan, (2) arah perputaran, dan (3) jarak sudut (harga sudut).

Gambar 1. Persyaratan dasar dalam penentuan sudut

Sudut arah merupakan satu sistem penentuan arah garis dengan memakai sebuah

sudut dan huruf-huruf kuadran. Sudut arah sebuah garis adalah sudut lancip horizontal

antara sebuah meridian acuan dan sebuah garis. Sudutnya diukur dari utara maupun

Page 54: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 54

selatan ke arah timur atau barat untuk menghasilkan sudut kurang dari 90°. Kuadran

yang terpakai ditunjukkan dengan huruf U atau S mendahului sudutnya dan T atau B

mengikutinya. Contohnya adalah U80°T.

Dalam gambar 2. semua sudut arah dalam kuadran UOT diukur searah jarum jam

dari meridian. Jadi, sudut arah garis OA adalah U70°T. Semua sudut arah dalam

kuadran SOT adalah berlawanan arah jarum dari meridian, sehingga OB adalah S35°T.

demikian pula, sudut arah OC adalah S55°B dan untuk OD, U30°B.

Gambar 2. Sudut-Sudut arah

Sudut-sudut arah sebenarnya diukur dari meridian lokal astronomik atau meridian

sebenarnya, sudut arah magnetik dari meridian magnetik lokal, sudut arah “anggapan”

dari sembarang meridian yang dipakai, dan sudut arah “kisi” dari meridian kisi yang

sesuai. Sudut arah magnetik dapat diperoleh di lapangan dengan mengamati sebuah

jarum magnet dalam kompas dan dipakai bersama dengan sudut-sudut terukur untuk

menemukan sudut arah terhitung.

Azimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian

acuan. Dalam pengukuran tanah datar, azimuth biasanya diukur dari utara, tetapi para

ahli astronomi, militer dan National Geodetic Survey memakai selatan sebagai arah

acuan. Seperti ditunjukkan dalam gambar 3, azimut berkisar dari 0° sampai 360° dan

Page 55: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 55

tak memerlukan huruf-huruf untuk menunjukkan kuadran. Jadi, azimut OA adalah 70°,

azimut OB 145°, azimut OC 235° dan azimut OD 330°.

Azimut dapat dibaca pada lingkaran berpembagian skala pada teodolit kompas

atau teodolit repetisi setelah instrumen diatur dengan benar. Ini dapat dikerjakan

membidik sepanjang sebuah garis yang diketahui azimutnya pada lingkaran dan

kemudian memutar ke arah yang diinginkan. Azimut (arah-arah) dipakai dengan

menguntungkan pada pengukuran titik kontrol topografik dan beberapa pengukuran

lainnya maupun dalam hitungan-hitungan.

Gambar 3. Azimut

Mengukur sudut dnegan memakai instrument repetisi

Jika sebuah sudut akan diukur dengan cara repetisi (diputar dua kali atau

lebih), maka pada kedudukan awal alat diatur pada posisi sudut 00°00‟00‟‟ terlebih

dahulu. Kemudian dengan pembacaan untuk sudut pertama tetap pada lingkaran,

dibidik titik misalnya A hanya memakai pengunci bawah dan sekrup penggerak

halus agar tetap terpasang sudutnya. Sekarang instrumen terorientasi di kedudukan

awal, tetapi pada lingkaran tidak terbaca 0°00‟ melainkan harga sudut tunggal tadi.

Pengunci atas dikendorkan, titik C dibidik lagi, pengunci atas diketatkan,

dan benang silang ditepatkan pada sasaran dengan sekrup penggerak halus atas.

Page 56: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 56

Sekarang pada lingkaran ada jumlah dua putaran pertama sudutnya. proses ini dapat

diteruskan sebanyak ulangan yang dikehendaki.

Teodolit harus didatarkan bila perlu setelah putaran sudut, tetapi sekrup-

sekrup pengatur tidak boleh dipakai antara bidikan belakang dan bidikan depan.

Sebaiknya banyaknya repetisi adalah bilangan genap, setengahnya dengan teropong

biasa dan setengahnya lagi dengan kedudukan teropong luar biasa.

Jumlah sudut yang terkumpul pada lingkaran dibagi dengan banyaknya

repetisi menghasilkan sebuah harga putaran. Jumlah sudut mungkin lebih besar dari

360°, sehingga perlu menambah kelipatan 360° pada pembacaan sebelum

pembagian. Oleh karena itu, selalu lebih baik mencatat sudut tunggal setelah

bidikan pertama.

Barangkali dianggap bahwa putaran sebuah sudut 10, 50 atau 100 kali akan

menghasilkan harga yang makin baik, tetapi ini tidak benar. Pengalaman

menunjukkan bahwa memakai sebuah instrumen 1-menit dengan sifat-sifat yang

biasa, seorang pengamat rata-rata dapat mengarahkan instrumen (menempatkan

benang vertikal) dalam batas ketelitian kira-kira 2 sampai 5 sekon.

Nonius 1-menit dapat dibaca sampai batas 30 sekon. Sebuah sudut pada

piringan, misalnya sebesar 42°11‟29‟‟ secara teoritis akan dibaca 42°11‟‟ oleh

pengamat berpengalaman memakai kaca pembesar. Jika sudut pada piringan adalah

42°11‟31‟‟, barangkali akan diperoleh pembacaan sampai menit terdekat dari

42°12‟. Dalam kasus tadi yang manapun, harga yang tercatat akan ada dalam batas

30 sekon dari harga yang benar.

Bila instrumen dalam keadaan teratur, didatarkan, tepat dipusatkan dan

dilayani seorang pengamat berpengalaman dalam keadaan yang cocok, hanya ada

dua sumber galat dalam pengukuran sebuah sudut - pengarahan teropong dalam

pembacaan piringan. Untuk galat pengarahan rata-rata 5-sekon dan penyimpangan

maximum 30 sekon dalam pemasangan pada nol dan dalam membaca pembagian

skala nonius 1-menit, banyaknya repetisi yang diperlukan untuk membuat

Page 57: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 57

imbangan antara pembacaan dan pengarahan adalah kira-kira tuuh. Karena angka

genap harus diambil untuk banyaknya repetisi pengukuran agar banyaknya

kedudukan teropong bias asana dengan kedudukan luar biasa, maka biasanya

diambil enam atau delapan putaran.

Mengukur dengan teodolit reiterasi

Teodolit reiterasi dapat dipakai untuk menentukan sudut horizontal, tetapi

prosedur lapangannya terdiri atas pengukuran “arah-arah”, yang tidak lain adalah

pembacaan-pembacaan lingkaran horizontal terhadap stasiun-stasiun yang dibidik

berturut-turut keliling horizon. Selisih arah-arah antara dua stasiun sembarang

adalah sudutnya.

Walaupun tidak ada gerakan bawah pada teodolit reiterasi, lingkaran

horizontal dapat ditetapkan secara mendekati harga yang dipilih. Untuk

mengagihkan pembacaan ke seluruh keliling lingkaran, dan karenanya

meminimumkan galat pembagian skala lingkaran yang mungkin ada, bidikan awal

pada kedudukan biasa diatur pertama kali mendekati 0°00‟, kemudian

meningkatkan kira-kira 180°/n untuk arah pertama tiap pembidikan selanjutnya,

dimana n adalah banyaknya arah yang diukur.

E. WAKTU PRAKTIKUM

F. LOKASI PRAKTIKUM

Di depan Gedung Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya.

G. ALAT DAN BAHAN

1. Alat teodolit

2. Alat statif

Page 58: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 58

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

Percobaan I:

1. Tentukan tiga titik di hadapan Saudara, yang berjarak kurang lebih 25 - 50 meter dari

tempat berdiri alat yang telah Anda dirikan, dengan memberikan tanda yang terbuat

dari kayu reng, dan di atasnya Saudara beri tanda dari paku payung atau tanda silang

menggunakan ballpoint, spidol dan sebagainya.

2. Arahkan teropong theodolite pada titik 1, kemudian kunci klem perputaran

horizontal. Dengan membuka klem pengunci pembacaan lingkaran horizontal, putar

secara perlahan-lahan alat, sambil dibaca bacaan sudut horizontal dari teropong

pembacaan sudut, hingga angka menunjukkan angka 00°00‟00‟‟.

3. Setelah tepat berada pada bacaan nol derajat, maka kunci klem pengunci pembacaan

lingkaran horizontal, dan bidikkan kembali ke titik 1.

4. Setelah tepat berada pada titik 1, maka buka klem pambacaan lingkaran horizontal,

dan arahkan alat ke titik 2.

5. Setelah tepat pada titik 2, maka klem pengunci lingkaran horizontal, dan baca

sudutnya, kemudian dicatat.

6. Setelah dicatat, buka lagi klem pengunci pembacaan lingkaran horizontal, dan

arahkan alat ke titik 3.

7. Setelah tepat berada pada titik 3, maka klem kembali pengunci lingkaran horizontal,

dan kemudian baca sudutnya.

Page 59: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 59

8. Setelah dibaca, maka langkah selanjutnya adalah, masih dalam posisi klem

perputaran pembacaan lingkaran horizontal terkunci, putar teropong pada posisi luar

biasa. Dimana pada posisi ini, nivo tabung pada teropong akan berada di bawah

teropong.

9. Kemudian buka klem pengunci lingkaran pembacaan horizontal, dan putar alat

kembali ke posisi bidikan di titik 3, dan klem kembali lingkaran pembacaan

horizontal, selanjutnya dibaca besarnya sudut horizontal. Di sini akan terlihat bahwa

besarnya bacaan sudut akan berbeda sebesar 180° dengan bacaan sudut terakhir,

yang biasa disebut dengan bacaan Luar Biasa (LB). Catat hasil tersebut.

10. Kemudian dengan langkah yang sama dengan langkah 4 hingga 6, baca sudut 2,

kemudian 1, catat hasilnya.

11. Hasil pembacaan sudut 1 dan 2, baik kedudukan biasa (B) maupun Luar Biasa (LB)

selanjutnya dicatat dalam tabel yang telah disediakan.

Percobaan II:

1. Dengan posisi alat tetap berada di titik A dan arah sasaran tetap berada pada posisi 1,

2 dan 3, maka percobaan selanjutnya adalah membaca sudut dengan cara yang

berbeda.

2. Bidik titik 1, dan kemudian bacaan horizontal dijadikan menjadi 00°00‟00‟‟.

3. Kemudian buka klem pembacaan perputaran lingkaran horizontal, dan arahkan

teropong kea rah titik 2, kemudian baca sudut horizontalnya, dan kunci klem

pambacaan lingkaran horizontal.

4. Setelah dicatat hasil pembacaannya, putar alat ke titik 1 kembali, dan bacaan sudut

awal diubah menjadi angka 45°00‟00‟‟.

5. Kemudian, buka klem perputaran pembacaan lingkaran horizontal, dan bidikkan ke

titik 2, baca sudutnya dan catat.

6. Dengan cara yang sama dengan langkah 4, berikan angka awal bacaan pembacaan

sudut sebesar 90°00‟00‟‟, dan kembali ke langkah 5, catat bacaan sudutnya.

Page 60: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 60

7. Akhirnya dari ketiga hasil pembacaan sudut dengan awal permulaan yang berbeda-

beda tersebut, hasilnya dijumlahkan dan dibagi 3, sehingga akan didapat sudut hasil

rata-ratanya.

Percobaan III:

1. Dengan kedudukan yang masih sama dengan percobaan I dan II, maka buat awal

pembacaan menjadi 00°00‟00‟‟ pada bidikan yang ditujukan ke titik 1.

2. Kemudian buka klem pengunci lingkaran perputaran pembacaan horizontal, dan

tujukan ke arah titik 2, baca sudutnya.

3. Kemudian pada kedudukan 2, kunci klem pengunci perputaran pembacaan lingkaran

horizontal dan buka klem pengunci perputaran horizontal, kemudian arahkan

kembali ke titik 1.

4. Kunci klem perputaran horizontal dan buka klem pengunci pembacaan perputarak

lingkaran horizontal dan bidikkan ke arah 2 kembali, kunci klem pengunci

perputaran pembacaan lingkaran horizontal.

5. Buka klem pengunci perputaran horizontal dan bidikkan ke arah 1 kembali, setelah

tepat klem pengunci perputaran horizontal, dan buka klem pengunci perputaran

pembacaan lingkaran horizontal dan bidikkan ke arah titik 2, baca besarnya sudut.

6. Dari ketiga hasil pembacaan sudut tersebut di atas, maka rata-ratakan ketiga hasil

pembacaan tersebut dan hasil rata-ratanya merupakan sudut yang dicari.

Page 61: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 61

Page 62: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 62

I. DATA HASIL PRAKTIKUM

PERCOBAAN 1

KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN

BIASA LUAR BIASA

Bacaan

Sudut

Besarnya

Sudut

Bacaan

Sudut

Besarnya

Sudut

A 1 00°00‟00‟‟ 180°00‟03‟‟

24°57‟32‟‟ 24°57‟33‟‟

2 24°57‟32‟‟ 204°57‟36‟‟

47°23‟18‟‟ 47°23‟18‟‟

3 72°20‟50‟‟ 252°20‟54‟‟

PERCOBAAN 2 KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN

BACAAN

SUDUT

BESAR

SUDUT

ARAH

BIDIKAN

BACAAN

SUDUT

BESAR

SUDUT

1 00°00‟00‟‟ 2 00°00‟00‟‟

I 24°57‟32‟‟ 47°23‟18‟‟

2 24°57‟32‟‟ 3 47°23‟18‟‟

1 45°00‟00‟‟ 2 45°00‟00‟‟

II 24°57‟32‟‟ 47°23‟20‟‟

2 69°57‟32‟‟ 3 92°23‟20‟‟

1 90°00‟00‟‟ 2 90°00‟00‟‟

III 24°57‟32‟‟ 47°23‟20‟‟

2 114°57‟32‟‟ 3 137°23‟20‟‟

PERCOBAAN 3 KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN

BACAAN

SUDUT

BESAR

SUDUT

ARAH

BIDIKAN

BACAAN

SUDUT

BESAR

SUDUT

1 00°00‟00‟‟ 2 00°00‟00‟‟

I 24°57‟32‟‟ 47°23‟18‟‟

2 24°57‟32‟‟ 3 47°23‟18‟‟

1 24°57‟32‟‟ 2 47°23‟18‟‟

II 24°57‟32‟‟ 47°23‟18‟‟

2 49°55‟04‟‟ 3 94°46‟36‟‟

1 49°55‟04‟‟ 2 94°46‟36‟‟

III 24°57‟32‟‟ 47°23‟18‟‟

2 74°52‟36‟‟ 3 142°09‟54‟‟

Page 63: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 63

AZIMUT

KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN

BIASA LUAR BIASA

Bacaan

Sudut

Besarnya

Sudut

Bacaan

Sudut

Besarnya

Sudut

A 1 71°52‟48” 251°52‟48”

24°57‟32‟‟ 24°57‟33‟‟

2 96°50‟20” 276°50‟21”

06°23‟18‟‟ 06°23‟17”

3 103°13‟38” 283°13‟38”

Page 64: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 64

J. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Toleransi ketelitian alat

Untuk waterpass tipe TL-20 DF dengan n = 3 buah titik,

‟ = 20‟‟√n = 20‟‟√3 = 34,641‟‟

PERCOBAAN 1

Koreksi sudut 1-2 terhadap ketelitian alat

= |Sb-Slb| = |24°57‟32‟‟- 27°57‟33‟‟| = 00°00‟01‟‟=1‟‟

< ‟

1‟‟ < 34,641‟‟ OK

Koreksi sudut 2-3 terhadap ketelitian alat

= |Sb-Slb| = |47°23‟18‟‟- 47°23‟18‟‟| = 00°00‟00‟‟=0‟‟

< ‟

0‟‟ < 34,641‟‟ OK

KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN

BIASA LUAR BIASA Besar

Sudut

Rata2 Bacaan

Sudut

Besarnya

Sudut

Bacaan

Sudut

Besarnya

Sudut A 1 00°00‟00‟‟ 180°00‟03‟‟

24°57‟32‟‟ 24°57‟33‟‟ 24°57‟32,5‟‟

2 24°57‟32‟‟ 204°57‟36‟‟

47°23‟18‟‟ 47°23‟18‟‟ 47°23‟18‟‟

3 72°20‟50‟‟ 252°20‟54‟‟

PERCOBAAN 2

Koreksi sudut 1-2 terhadap ketelitian alat

= |SI-SII| = |24°57‟32‟‟- 27°57‟32‟‟| = 00°00‟00‟‟=0‟‟

= |SII-SIII| = |24°57‟32‟‟- 27°57‟32‟‟| = 00°00‟00‟‟=0‟‟

< ‟

0‟‟ < 34,641‟‟ OK

< ‟

0‟‟ < 34,641‟‟ OK

Page 65: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 65

Koreksi sudut 2-3 terhadap ketelitian alat

= |SI-SII| = |47°23‟18‟‟- 47°23‟20‟‟| = 00°00‟02‟‟=2‟‟

= |SII-SIII| = |47°23‟20‟‟- 47°23‟20‟‟| = 00°00‟00‟‟=0‟‟

< ‟

2‟‟ < 34,641‟‟ OK

< ‟

0‟‟ < 34,641‟‟ OK

KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN

BACAAN

SUDUT

BESAR

SUDUT

ARAH

BIDIKAN

BACAAN

SUDUT

BESAR

SUDUT

1 00°00‟00‟‟ 2 00°00‟00‟‟

I 24°57‟32‟‟ 47°23‟18‟‟

2 24°57‟32‟‟ 3 47°23‟18‟‟

1 45°00‟00‟‟ 2 45°00‟00‟‟

II 24°57‟32‟‟ 47°23‟20‟‟

2 69°57‟32‟‟ 3 92°23‟20‟‟

1 90°00‟00‟‟ 2 90°00‟00‟‟

III 24°57‟32‟‟ 47°23‟20‟‟

2 114°57‟32‟‟ 3 137°23‟20‟‟

RATA-RATA 24°57‟32‟‟ RATA-RATA 47°23‟19,337‟‟

PERCOBAAN 3

Koreksi sudut 1-2 terhadap ketelitian alat

= |SI-SII| = |24°57‟32‟‟- 27°57‟32‟‟| = 00°00‟00‟‟=0‟‟

= |SII-SIII| = |24°57‟32‟‟- 27°57‟32‟‟| = 00°00‟00‟‟=0‟‟

< ‟

0‟‟ < 34,641‟‟ OK

< ‟

0‟‟ < 34,641‟‟ OK

Koreksi sudut 2-3 terhadap ketelitian alat

= |SI-SII| = |47°23‟18‟‟- 47°23‟18‟‟| = 00°00‟00‟‟=0‟‟

= |SII-SIII| = |47°23‟20‟‟- 47°23‟18‟‟| = 00°00‟00‟‟=0‟‟

Page 66: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 66

< ‟

0‟‟ < 34,641‟‟ OK

< ‟

0‟‟ < 34,641‟‟ OK

KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN

BACAAN

SUDUT

BESAR

SUDUT

ARAH

BIDIKAN

BACAAN

SUDUT

BESAR

SUDUT

1 00°00‟00‟‟ 2 00°00‟00‟‟

I 24°57‟32‟‟ 47°23‟18‟‟

2 24°57‟32‟‟ 3 47°23‟18‟‟

1 24°57‟32‟‟ 2 47°23‟18‟‟

II 24°57‟32‟‟ 47°23‟18‟‟

2 49°55‟04‟‟ 3 94°46‟36‟‟

1 49°55‟04‟‟ 2 94°46‟36‟‟

III 24°57‟32‟‟ 47°23‟18‟‟

2 74°52‟36‟‟ 3 142°09‟54‟‟

RATA-RATA 24°57‟32‟‟ RATA-RATA 47°23‟18‟‟

AZIMUT

Koreksi sudut 1-2 terhadap ketelitian alat

= |Sb-Slb| = |24°57‟32‟‟- 27°57‟33‟‟| = 00°00‟01‟‟=1‟‟

< ‟

1” < 34,641” OK

Koreksi sudut 2-3 terhadap ketelitian alat

= |Sb-Slb| = |06°23‟18‟‟- 06°23‟17‟‟| = 00°00‟01‟‟=1‟‟

< ‟

1” < 34,641” OK

KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN

BIASA LUAR BIASA Besar

Sudut

Rata2 Bacaan

Sudut

Besarnya

Sudut

Bacaan

Sudut

Besarnya

Sudut A 1 71°52‟48” 251°52‟48”

24°57‟32‟‟ 24°57‟33‟‟ 24°57‟32,5”

2 96°50‟20” 276°50‟21”

06°23‟18‟‟ 06°23‟17” 47°23‟17,5”

3 103°13‟38” 283°13‟38”

Page 67: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 67

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL V

PEMBACAAN SUDUT VERTIKAL

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Page 68: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 68

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul V

B. NAMA PRAKTIKUM

Pembacaan Sudut Vertikal

C. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk mengetahui besarnya sudut vertikal pada beberapa titik yang telah ditentukan.

D. DASAR TEORI

Dalam pengukuran tanah, sudut-sudut yang diukur digolongkan sebagai

horizontal dan vertikal, tergantung pada bidang datar dimana sudut diukur. Sudut-sudut

diukur langsung di lapangan dengan kompas, teodolit kompas, teodolit atau sextan.

Sebuah sudut dapat diukur tak langsung dengan metode pita dan harganya dihitung dari

hubungan kuantitas yang diketahui dalam sebuah segitiga atau bentuk geometric

sederhana lainnya.

Transit (teodolit kompas) dan teodolit terutama dipakai untuk pengukuran sudut-

sudut horizontal dan vertical. Dalam beberapa kasus, harga-harga sudut yang tak

diketahui harus ditentukan sehingga kedudukan titik-titik dapat dihitung; dalam kasus-

kasus lain, sudut-sudut yang diketahui harus diukurkan (dipasang) untuk menetapkan

titik-titik di lokasi tertentu yang diberikan dalam rencana konstruksi.

Memanjangkan garis lurus, sipat datar memanjang, pengukuran jarak horizontal

dan vertical secara optis, dan pemasangan pancang pelurusan adalah tugas-tugas lain

dimana transit dan teodolit biasa dipakai. Metode-metode pengukuran sudut dan

memanjangkan garis lurus itu berbeda-beda tergantung jenis instrument yang dipakai

(repetisi atau reiterasi) serta persyaratan dan kebutuhan khusus pengukuran-pengukuran

yang berbeda.

Page 69: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 69

Satuan-satuan pengukuran sudut

Sebuah satuan yang semata-mata dapat dipilih sendiri menentukan harga

sebuah sudut. Sistem sexagesimal yang dipakai di Amerika Serikat dan banyak

negara lainnya berdasarkan derajat, menit dan sekon, dengan satuan terakhir lebih

lanjut dibagi secara desimal. Di Eropa, grad adalah satuan baku. Radial boleh jadi

lebih cocok dalam hitungan-hitungan dan kenyataannya dipakai secara luas dalam

komputer elektronik, tetapi sistem sexagesimal akan terus dipakai dalam

kebanyakan pengukuran di Amerika Serikat disbanding dengan desimal derajat,

radial, atau grad.

Jenis-jenis sudut horizontal

Jenis-jenis sudut horizontal yang paling biasa diukur dalam pengukuran

tanah adalah (1) sudut dalam, (2) sudut ke kanan, dan (3) sudut belokan. Karena

ketiganya amat berbeda, mana jenis yang dipakai harus ditunjukkan dengan jelas

dalam catatan lapangan.

Sudut dalam, terlihat dalam gambar 1 ada di sebelah dalam polygon tertutup.

Sudut luar, terletak di luar polygon tertutup adalah pelingkar (explement) sudut

dalam. Keuntungan mengukur sudut luar adalah penggunaannya sebagai

pengecekan, karena jumlah sudut dalam dan sudut luar pada sebuah stasiun harus

sama dengan 360°.

Seperti digambarkan dalam gambar 1, sudut dalam dapat diputar searah

(kanan) atau berlawanan arah jarum jam (kiri). Menurut definisi, sudut ke kanan

diukur searah jarum jam dari stasiun belakang ke stasiun depan. Catatan: Selama

pengukuran berjalan, biasanya stasiun-stasiun diberi nama urutan huruf abjad

(seperti dalam gambar 1) atau angka-angka naik. Jadi, sudut-sudut dalam pada

gambar 1 (a) juga sudut-sudut ke kanan. Sudut-sudut ke kiri, putaran berlawanan

arah jarum jam dari stasiun belakang, digambarkan dalam gambar 1 (b).

Page 70: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 70

Gambar 1. Poligon tertutup (a) Sudut dalam searah jarum jam (sudut ke kanan)

(b) Sudut-dalam berlawanan arah jarum jam (sudut ke kiri)

Perhatikan bahwa polygon-poligon pada gambar 1 adalah “kanan” dan “kiri”

– yaitu sama dalam bentuk tetapi berkebalikan seperti tangan kanan dan tangan kiri.

Gambar 1 (b) ditunjukkan hanya untuk menakankan sebuah kesalahan serius yang

terjadi jika sudut-sudut searah dan berlawanan arah jarum jam dicampur aduk.

Karenanya harus dipakai prosedur yang seragam, misalnya bila mungkin selalu

mengukur sudut searah jarum jam, dan arah putaran ditunjukkan dalam buku

lapangan dengan sebuah sketsa.

Sudut belokan (gambar 2) diukur ke kanan (searah jarum jam, minus) dari

perpanjangan garis belakang ke stasiun depan. Sudut belokan selalu lebih kecil dari

180° dan arah putaran ditentukan dengan jalan menambahkan Ka atau Ki pada

harga numerisnya. Jadi, sudut di B dalam gambar 2 adalah kanan (Ka) dan sudut di

C adalah kiri (Ki).

Page 71: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 71

Gambar 2. Sudut Belokan

Sudut vertikal

Sudut vertikal adalah selisih antara dua garis berpotongan di bidang vertikal.

Seperti yang biasa dipakai dalam pengukuran tanah, sudut itu adalah sudut yang

berada di atas atau di bawah bidang horizontal yang melalui titik pengamatan.

Sudut di atas bidang horizontal disebut sudut plus atau sudut elevasi. Sudut di

bawah bidang horizontal disebut sudut minus atau sudut junam (depresi). Sudut

vertikal diukur dalam sipat datar trigonometrik dan dalam EDM serta pekerjaan

takimetri sebagai sebuah bagian penting dari prosedur lapangan.

Untuk mengukur sudut vertikal dengan transit, instrumen dipasang pada

titiknya dan didatarkan dengan cermat. Gelembung dalam tabung nivo teropong

harus tetap seimbang bila teropong dikunci pada kedudukan horizontal dan diputar

360° mengelilingi sumbu I. Jika nonius pada busur vertikal tidak terbaca 0°00‟ bila

nivo seimbang, maka ada galat indeks yang harus ditambahkan pada atau

dikurangkan dari semua pembacaan. Kekacauan tanda dihilangkan dengan

Page 72: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 72

menempatkan dalam catatan lapangan, sebuah persyaratan misalnya “Galat indeks

adalah minus 2 menit, dikurangkan dari sudut-sudut junam dan ditambahkan pada

sudut elevasi”.

Benang silang horizontal ditempatkan mendekati titik yang akan diukur

sudut vertikalnya, dan teropong dikunci. Pembidikan tepat diperoleh dengan

memakai sekrup penggerak halus lingkaran-vertikal. Lingkaran vertikal dibaca dan

kalau ada galat indeks diterapkan untuk memperoleh sudut sebenarnya di atas atau

di bawah horizon. Pengamat menyerukan pembacaan sudut belum-dibetulkan dan

bila perlu koreksi dibuat belakangan.

Untuk menghilangkan galat indeks yang dihasilkan dari pergeseran nonius

pada busur vertikal dan belum sejajarnya garis bidik dengan garis arah nivo

teropong, harus diambil dua pembacaan dan diambil harga puratanya. Sebuah

diperoleh dengan teropong biasa dan yang kedua dengan teropong luar biasa.

Metode ini memerlukan transit yang dilengkapi dengan lingkaran vertikal lengkap

dan tabung nivo timbal balik.

Pengukuran sudut vertikal dengan teodolit mengikuti prosedur umum seperti

pada modul sebelumnya, kecuali bahwa lingkaran vertical diorientasikan dengan

pemampas otomatik atau tabung nivo indeks. Jika dipakai tabung nivo indeks, akan

ada galat yang serius bila gelembungnya tak diseimbangkan sebelum pembacaan

sudut. Sedangkan dengan transit, galat-galat instrumental dipampas dengan

mengambil harga pukul rata pembacaan biasa dan luar biasa yang sama banyaknya.

Teodolit dirancang sedemikian rupa sehingga pembacaan lingkaran vertikal

menghasilkan sudut zenith. Jadi, pembacaan 0° berarti teropong terarah vertikal (ke

arah zenith). Dalam kedudukan hadap kiri, dengan teropong horizontal, pembacaan

adalah 90°, dan bila teropong diberi elevasi 30° di atas horizontal, pembacaan

adalah 60°. Dalam hadap kanan, pembacaan horizontal adalah 270° dan bila

teropong dinaikkan 30° di atas horizon, pembacaan adalah 300°.

Page 73: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 73

E. WAKTU PRAKTIKUM

F. LOKASI PRAKTIKUM

Di depan Gedung Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya

G. ALAT DAN BAHAN

1. Alat teodolite

2. Alat statif

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

Dalam modul ini, Saudara diharapkan untuk melakukan pembacaan sudut

vertikal. Untuk melakukan percobaan tersebut, Anda harus mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Kedudukan alat, dapat berada pada kedudukan A atau dapat pula Saudara pindahkan

ke tempat lain.

2. Selanjutnya bidik salah satu titik yang Saudara letakkan pada tembok/dinding di

depan alat Saudara. Titik tersebut dapat Saudara beri tanda silang dari ballpoint,

paku dan sebagainya. Atau dapat juga Saudara membidik penangkal petir yang

berada di dekat Saudara.

3. Setelah bidikan sesuai tepat berada pada tanda silang yang ada dalam teropong,

maka kunci seluruh klem pengunci, baik klem pengunci perputaran lingkaran

horizontal, klem pengunci pembacaan lingkaran vertikal dan klem pengunci

perputaran horizontal.

4. Kemudian baca pembacaan lingkaran vertikal, dan catat hasil pembacaan tersebut.

5. Lakukan langkah tersebut beberapa kali dan putar juga pada kedudukan biasa dan

luar biasa.

6. Apa yang Saudara dapatkan dari hasil tersebut?

Page 74: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 74

Page 75: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 75

I. DATA HASIL PRAKTIKUM

KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN BIASA LUAR BIASA

A 1 71°39‟50” 288°20‟14”

2 69°06‟50” 290°53‟11”

3 69°02‟20” 290°57‟42”

J. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

KEDUDUKAN

ALAT

ARAH

BIDIKAN BIASA

LUAR

BIASA

RATA-

RATA

A 1 71°39‟50” 288°20‟14” 71°39‟52”

2 69°06‟50” 290°53‟11” 69°06‟50,5”

3 69°02‟20” 290°57‟42” 69°02‟21”

Toleransi ketelitian alat

Untuk teodolit tipe TL-20 DF dengan n=1 buah titik

Karena titik satu dengan lainnya tidak saling berhubungan dalam pengukuran.

Δ‟ = 20”√ n = 20”√ 1 = 20”

Koreksi sudut 1 terhadap ketelitian alat

Δ = | 360° - (Sb + Slb)|

= | 360° - (71°39‟50” + 288°20‟14”|

Δ = 00°00‟04” = 4”

Δ < Δ‟

4” < 20” OK

Koreksi sudut 2 terhadap ketelitian alat

Δ = | 360° - (Sb + Slb)|

= | 360° - (69°02‟50” + 290°53‟11”|

Δ = 00°00‟01” = 1”

Δ < Δ‟

1” < 20” OK

Page 76: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 76

Koreksi sudut 3 terhadap ketelitian alat

Δ = | 360° - (Sb + Slb)|

= | 360° - (69°02‟20” + 290°57‟42”|

Δ = 00°00‟02” = 2”

Δ < Δ‟

2” < 20” OK

Page 77: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 77

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL VI

PENGENALAN ALAT UKUR

TOTAL STATION

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Page 78: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 78

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul VI

B. NAMA PRAKTIKUM

Pengenalan Alat Ukur Total Station

C. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk mengetahui bagian-bagian Alat Ukur Total Station

2. Untuk mengetahui cara pengaturan Alat Ukur Total Station

D. DASAR TEORI

Total station Instruments (instrument stasiun-kotah) atau disebut juga takimeter

elektronik, menggabungkan sebuah instrument EDM, teodolit digital elektronik, dan

komputer dalam satu unit. Teodolit digital elektronik mengukur dan mengunjukkan

sudut-sudut horizontal dan vertikal secara otomatis. Instrumen stasiun-kotah mengukur

jarak dan sekalian arah secara serentak,, serta memasukkan hasilnya ke komputer

dengan otomatis. Sudut horizontal, sudut vertikal dan jarak miring dapat diunjukkan

(display); kemudian lewat perintah pada papan tombol jari, komponen jarak horizontal

dan vertikal seketika dihitung dan diunjukkan. Jika koordinat stasiun yang diduduki dan

azimuth acuan dimasukkan ke dalam sistem itu, maka koordinat titik yang diarah segera

diperoleh. Informasi ini dapat disimpan dalam pita magnetik atau alat memori tahana-

padat (solid-state memory), karenanya tak perlu pencatatan data dengan tangan. Alat-

alat ini mempunyai nilai tinggi dalam segala jenis pengukuran tanah.

Instrumen stasiun-kotah Geodimeter Model 140 yang diperhatikan dalam

gambar 1 mempunyai jangkauan jarak kira-kira 6 km dengan ketelitian sebesar ±(5mm

+ 5ppm) dan mengukur sudut sampai ± 2 sekon gambar 2 memperlihatkan instrument

Page 79: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 79

serupa, Hewlett-Packard Model 3820 yang mempunyai jangkauan kira-kira 5 km

dengan ketelitian ± (5 mm + 5 ppm) dan ketelitian sudut ± 3 sekon.

Gambar 1. Instrumen stasiun-kotah geodimeter Model 140

(Atas kebaikan AGA Geodimeter, Inc.)

Instrumen-instrumen Total Station:

Teodolit digital elektronik

Kemajuan-kemajuan teknologi modern akhir-akhir ini mendorong prodksi

teodolit digital elektronik yang secara otomatis dapat membaca dan merekam sudut-

sudut horizontal dan vertikal. Alat ini dapat dipakai khusus untuk pengukuran sudut,

namun seringkali digabung dengan sebuah EDMI dan mikrokomputer untuk

menghasilkan apa yang disebut instrument stasiun-kotah seperti HP 3820 yang

diperlihatkan pada gambar 2. Satuan-satuan stasiun-kotah kadang-kadang juga

disebut takimeter elektronik.

Page 80: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 80

Gambar 2. Instrumen stasiun-kotah Hewlett-Packard 3820,

yang menggabungkan teodolit digital elektronik dan EDMI

(Atas kebaikan Hewlett-Packard Co.)

Rancangan teodolit digital elektronik mirip dengan rancangan teodolit biasa.

Perbedaan yang mendasar adalah kemampuannya untuk secara otomatik menemukan

harga-harga sudut dan mengunjukkannya ke luar dalam bentuk digital, karenanya tak

perlu membaca lingkaran lewat mikroskop. Untuk mengunjukkan dapat dipakai

diode pancar-sinar (LEDs) atau diode kristal-cair (LCDs). Yang terakhir ini

memerlukan tenaga lebih kecil tetapi perlu penerangan untuk pembacaan malam

hari.

Metode-metode untuk memperoleh pengukuran sudut secara otomatis agak

berbeda pada instrumen-instrumen ini, tetapi sistem yang dipakai dalam HP 3820

dapat dijadikan contoh dan dibicarakan dengan singkat di sini. Lingkaran ukur dari

kaca terlihat dalam gambar 3, mempuyai pola lapisan logam yang unik. Seberkas

Page 81: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 81

sinar diarahkan lewat lingkaran itu dan terik (intensity) yang melewatinya berbeda

karena timbangan (interference) di dalam pola. Fotodiode mengukur terik berbeda

ini dan mengubahnya menjadi arus listrik, yang pada gilirannya dirubah oleh

komputer di dekatnya untuk menghasilkan kedudukan-kedudukan sudut berkas sinar

pada lokasi berbeda dalam lingkaran. Sistem ini mirip dengan yang sekarang dipakai

pada mesin belanjaan (checkout machines) otomatik dalam took pangan dan took

serba ada yang modern, yang bekerja dengan melewatkan berkas sinar melalui pola

unik garis-garis hitam yang berbeda ketebalan dan selangnya.

Baik lingkaran horizontal maupun vertikal pada HP 3820 dilengkapi dengan

system yang baru saja disebutkan tadi dan dapat menentukan sudut dengan ketelitian

sampai batas ± 3 sekon. Hasilnya diunjukkan secara visual dalam instrumen tetapi

dapat pula direkam secara otomatis dalam sebuah alat memori tahana-padat (solid

state). Beberapa instrument lain memakai alat simpan peta-magnetik. Sekali

terkumpul, data dapat langsung dipindahkan ke sistem komputer untuk pengolahan.

Electronis distance measuring instrument (EDMI)

Sebuah kemajuan utama dalam pengukuran tanah di tahun-tahun terakhir ini

adalah perkembangan instrument pengukur jarak elektronik (Electronic distance

measuring instrument - EDMI). Alat ini menentukan panjang berdasar pada

perubahan fase yang terjadi sewaktu energi elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang diketahui, merambat dari satu ujung garis ke ujung yang lain dan

kembali.

Instrumen EDM yang pertama diperkenalkan pada tahun 1948 oleh seorang

ahli fisika Swedia bernama Erik Bergstrand. Alatnya disebut geodimeter (sebuah

akronim untuk geodetic distance meter), yang dihasilkan dari upaya memperbaiki

metode-metode untuk mengukur kecepatan sinar. Instrumen memancarkan sinar

tampak dan mampu mengukur dengan teliti sampai kira-kira 25 mil (40 km) di waktu

malam. Dalam tahun 1957 alat EDM yang kedua; tellurometer dirancang oleh Dr. T.

Page 82: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 82

L. Wadlev dan diperkenalkan di Afrika Selatan, memancarkan gelombang renik

(microwaves) tak tampak dan mampu mengukur jarak sampai 50 mil (80 km) atau

lebih, di waktu siang atau malam.

Nilai potensial model-model dini EDM ini terhadap profesi pengukuran

tanah, segera diakui; tetapi alat-alat ini mahal dan tidak dengan mudah dapat dipakai

untuk pekerjaan lapangan. Lagi pula, prosedur pengukurannya panjang dan reduksi-

reduksi matematisnya untuk memperoleh jarak dari hasil pengamatan adalah sulit

dan makan waktu. Dan lagi, kegunaan geodimeter yang pertama itu terbatas pada

siang hari. Penelitian dan pengembangan yang terus-menerus telah mengatasi segala

cacat ini.

Kebaikan utama pengukuran elektronik adalah cepat dan telitinya jarak

dapat diukur. Jika ada garis pandangan, jarak panjang atau pendek dapat diukur

melewati perairan atau tanah yang tak terlewati untuk pengukuran dengan pita.

Dengan peralatan EDM yang modern, jarak-jarak secara otomatis ditunjukkan dalam

bentuk digital dalam feet atau meter, dan banyak di antara alat-alat ini mempunyai

computer mikro terpasang tetap yang memberi hasil tereduksi langsung ke

komponen horizontal dan vertical. Kebaikan penting yang banyak terdapat pada alat

ini telah merevolusikan prosedur pengukuran dan mendapat sambutan baik di seluruh

dunia. Pengukuran jarak panjang dimungkinkan dengan peralatan EDM memakai

radio untuk komunikasi, yang merupakan keperluan mutlak dalam praktek modern.

E. WAKTU PRAKTIKUM

F. LOKASI PRAKTIKUM

Di depan Gedung Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya.

Page 83: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 83

G. ALAT DAN BAHAN

1. Topcon GTS-220 series 1 buah

2. Tutup lensa 1 buah

3. Battery BT-52QA 1 buah

4. Battery charger BC-27CR 1 buah

5. Toolkit (rodpins, screwdriver, 1 set

cleaning brush, kain flannel)

6. Kotak plastik tempat alat 1 buah

7. Slicon cloth 1 buah

8. Plastik hujan untuk alat 1 buah

9. Unting-unting 1 buah

10. Buku manual bahasa Inggris 1 buah

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

Tombol-Tombol Operasi

Page 84: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 84

Gambar Alat

Page 85: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 85

Page 86: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 86

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL VII

PENGUKURAN SUDUT

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Page 87: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 87

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul VII

B. NAMA PRAKTIKUM

Pengukuran Sudut

C. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk mengetahui cara pengukuran sudut dengan menggunakan Alat Ukur Total

Station

2. Untuk mengetahui besarnya sudut pada titik yang telah ditentukan

D. DASAR TEORI

Kegunaan terbesar dari teodolit digital elektronik baru nyata bila digabung

dengan EDMI, menghasilkan apa yang dikenal dengan “stasiun-kotah”. Sekarang

tersedia sejumlah instrumen stasiun kotah. Stasiun kotah adalah sangat serba guna dan

bermanfaat untuk hampir segala jenis pengukuran, dan salah satu contohnya adalah

pengukuran sudut.

Mengukur sudut dengan teodolit digital elektronik

Kecuali caranya yang otomatis menetapkan sudut, penanganan mekanis terhadap

teodolit digital elektronik sama dengan terhadap instrument biasa. Rancangan alat ini

termasuk sumbu I yang memutar instrumen dalam azimuth, sumbu II untuk memutar

teropong, sebuah pengunci dan penggerak halus untuk pengarahan. Untuk mengukur

sebuah sudut, diambil bidikan belakang memakai pengunci dan penggerak halus, dan

sebuah harga awal masuk ke pengunjukan (display). Nol dapat dipasang jika sudut

langsung sedang diukur, tetapi sembarang harga yang diperlukan dapat dimasukkan jika

mengorientasikan pada sebuah garis yang diketahui azimutnya. Sudut kemudian diputar

dengan pengarahan lagi, memakai pengunci dan sekrup penggerak halus, dan harganya

Page 88: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 88

secara otomatis ditunjukkan dalam instrumen. Untuk menghilangkan galat instrumental

dan meningkatkan kesaksamaan, sudut dapat diulang berapa kali saja dalam kedudukan

instrumen baik biasa maupun luar biasa, dan diambil harga puratanya. Komputer-

komputer terpasang tetap dengan otomatis akan melaksanakan pengambilan purata dan

mengunjukkan hasilnya.

Beberapa kemampuan khusus dirancang ke dalam kebanyakan teodolit digital

elektronik meningkatkan ketelitiannya dan memperlancar operasinya. HP 3820

misalnya, mempunyai komputer terpasang tetap yang mengorientasikan lingkaran

vertikal. Kalau ada galat indeks secara otomatis terbaca dan diteruskan ke komputer,

yang mengoreksinya pada sudut-sudut terukur. Alat lain mengindera bila lingkaran

horizontal tak datar, kemudian komputer menerapkan koreksi pada sudut-sudut

horizontal yang diukur. Jadi mendatarkan instrumen dengan saksama adalah tidak perlu.

Sistem pembacaan otomatik memukul rata harga-harga dari pihak berlawanan diametris

pada lingkaran, dengan demikian mengoreksi bila ada simpang-pusat. Juga sebuah

mekanisme gerak kasar dapat menggerakkan lingkaran untuk mengawali pembacaan-

pembacaan kedudukan berbeda dan menghilangkan pengaruh ketidaksempurnaan

pembagian skala lingkaran.

Sumber galat dalam pekerjaan teodolit

Galat-galat dalam pengukuran teodolit berasal dari sumber-sumber yang bersifat

instrumental, alamiah dan pribadi. Adalah tidak mungkin menentukan harga tepat

sebuah sudut dan karenanya galat dalam harga terukurnya. Tetapi hasil-hasil saksama

dapat diperoleh dengan (a) mengikuti prosedur-prosedur tertentu di lapangan, (b)

menangani instrumen dengan hati-hati, (c) mengecek pengukuran-pengukuran.

Galat-galat instrumental

1. Tidak teraturnya nivo piringan (lingkaran horizontal)

Jika garis arah nivo piringan tidak tegak lurus sumbu I, maka sumbu I tidak akan

benar-benar vertikal bila nivo itu diseimbangkan. Keadaan ini menyebabkan galat

Page 89: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 89

dalam sudut horizontal dan sudut vertikal terukur yang tidak dapat dihilangkan

dengan mengambil purata pembacaan biasa dan luar biasa. Nivo piringan tak teratur,

jika setelah diseimbangkan, menjadi tak seimbang bila teropong diputar 180°

horizontal. Jauhnya penyimpangan gelembung menunjukkan dua kali kemiringan

sumbu I. Karenanya untuk membuat sumbu I benar-benar vertikal, gelembung

dikembalikan ke arah seimbang setengah jauhnya penyimpangan memakai sekrup

penyetel. Dengan nivo piringan tak teratur, sudut-sudut dapat diukur tetapi sukar dan

makan waktu, sehingga pengaturan yang diperlukan seharusnya dilaksanakan.

Prosedur-prosedur untuk melaksanakan ini dan lain-lain pengaturan teodolit sudah

dibicarakan pada modul sebelumnya.

2. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu II

Jika keadaan ini dijumpai, sewaktu teropong dibuat luar biasa garis bidik

membentuk kerucut yang sumbunya berimpit dengan sumbu II instrumen. Galat

terbesar dari sumber ini terjadi bila membuat teropong luar biasa, misalnya dalam

memperpanjang garis lurus atau mengukur sudut-sudut belokan. Juga, bila sudut

kemiringan bidikan belakang tidak sama dengan sudut kemiringan bidikan depan,

sudut horizontal terukur menjadi tidak benar. Galat-galat ini dihilangkan dengan

pemusatan rangkap dan dengan mengambil harga purata pembacaan-pembacaan

biasa dan luar biasa yang sama banyak.

3. Sumbu II tak tegak lurus sumbu I

Keadaan ini menyebabkan garis bidik membentuk bidang datar miring sewaktu

instrumen dibuat luar biasa, dan karenanya, bila bidikan belakang dan bidikan depan

mempunyai sudut kemiringan yang berbeda, akan dihasilkan sudut horizontal yang

salah. Galat-galat dari asal ini juga dapat dihapus dengan mengambil purata

pembacaan-pembacaan biasa dan luar biasa yang sama banyak.

4. Garis arah nivo teropong tidak sejajar dengan garis bidik

Jika hal ini terjadi pada transit, garis bidik miring ke atas atau ke bawah bila nivo

teropong diseimbangkan. Ini menyebabkan galat dalam sudut vertikal dan

Page 90: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 90

pembacaan rambu bila transit dipakai sebagai alat sipat datar. Pengaruh itu

dihilangkan dalam sudut vertikal dengan mengambil purata pembacaan-pembacaan

biasa dan luar biasa yang sama banyak, dan dalam sipat datar dengan membuat sama

jarak bidikan belakang dan bidikan depan.

5. Simpang-pusat lingkaran atau nonius

Jika pembacaan-pembacaan nonius instrument A dan B berbeda tepat 180° untuk

semua kedudukan, maka lingkaran-lingkaran adalah sepusat dan nonius terpasang

dengan benar. Jika pembacaan-pembacaan berselisih tetap namun bukan 180°,

nonius-nonius itu menyimpang dan sebaiknya dipakai nonius A saja atau

mengambila purata dari kedua nonius. Jika selisihnya tidak tetap, ada simpang-pusat

lingkaran. Pembacaan sebaiknya diambil di beberapa kedudukan pada lingkaran dan

hasil-hasil nonius A dan nonius B diambil puratanya. Teodolit tidak mempunyai

nonius. Tetapi, dapat saja di situ ada simpang-pusat dan galat-galat dari sumber ini

dibuat minimum dengan mengambil pembacaan-pembacaan di beberapa tempat

pada lingkaran sehingga terletak berselang di keliling seluruh busur lingkaran, dan

hasilnya dipukul rata.

6. Kaki tiga (alat statif) tidak kokoh

Baut-baut kaki tiga harus ketat sehingga tidak kendor maupun tegang (kaki tiga

dapat diketok sedikit untuk mengendorkan ketegangan yang ada sebelum melakukan

bidikan pertama), dan alas-alasnya tertanam kokh di tanah. Untuk menghilangkan

ketegangan, beberapa juru ukur melepaskan mur bersayap dan mengetatkan kembali

setelah menancapkan kaki-kaki, sebelum mendatarkan instrumen.

Page 91: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 91

E. WAKTU PRAKTIKUM

F. LOKASI PRAKTIKUM

Di depan Gedung Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya

G. ALAT DAN BAHAN

1. Topcon GTS-220 series 1 buah

2. Tutup lensa 1 buah

3. Battery BT-52QA 1 buah

4. Battery charger BC-27CR 1 buah

5. Toolkit (rodpins, screwdriver, 1 set

cleaning brush, kain flannel)

6. Kotak plastik tempat alat 1 buah

7. Slicon cloth 1 buah

8. Plastik hujan untuk alat 1 buah

9. Unting-unting 1 buah

10. Buku manual bahasa Inggris 1 buah

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

Mengukur Sudut Horizontal dan Arah Vertikal

1. Sentring alat di titik C dan target polygon di titik A & B

2. Hidupkan alat dengan menekan tombol POWER

A o o B

α

o

Page 92: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 92

V : 90°10‟20”

HR : 120°30‟40”

OSET HOLD HSET P1

3. Bidik target A, set 0 bacaan horizontal ( [F1] 0 SET )

H ANGLE 0 SET [F3] YES V : 90°10‟20”

> OK ? HR : 0°00‟00”

… … [YES] [NO] OSET HOLD HSET P1

4. Bidik target B, maka sudut horizontal ACB (α) dan vertikal akan ditampilkan ke

layer

Setting Sudut Horizontal Kanan/Kiri (R/L)

Tampilan HR di layar berarti:

- Bacaan horizontal membesar apabila teropong diputar searah jarum jam

- Bacaan horizontal mengecil apabila teropong diputar berlawanan dengan arah

jarum jam

Tampilan HL di layar berarti:

- Bacaan horizontal mengecil apabila teropong diputar searah jarum jam

- Bacaan horizontal membear apabila teropong diputar berlawanan dengan arah

jarum jam

V : 90°10‟20” V : 90°10‟20”

HR : 120°30‟40” [F4] P1 [F4] P2 [F2] R/L HR : 239°29‟20”

OSET HOLD HSET P1 OSET HOLD HSET P1

Perhatikan bahwa bacaan horizontal HR + HL = 360°

Page 93: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 93

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL VIII

PENGUKURAN JARAK

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

Page 94: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 94

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul VIII

B. NAMA PRAKTIKUM

Pengukuran Jarak

C. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk mengetahui cara pengukuran jarak dengan menggunakan Alat Ukur Total

Station

2. Untuk mengetahui besarnya jarak dari Alat Ukur Total Station ke titik yang telah

ditentukan

D. DASAR TEORI

Pengukuran jarak secara optis atau mekanis, terutama pada jarak jauh sangat

terbatas. Oleh karena itu, kemajuan pada pembuatan alat-alat elektronik membantu

perkembangan alat mengukur jarak elektronik. Perkembangan ini juga mempengaruhi

alat-alat penyipat ruang dan menyederhanakan penyipatan dengan pembuatan takimeter

elektronik yanh mengukur otomatis dan dapat juga menyimpan data-data secara

otomatis.

Wild Distomat DI3S

Alat pengukur jarak secara elektronik, Wild Distomat DI3S menjadi hasil

kerja sama antara perusahaan Wild Heerbrugg Ltd. Swiss dan perusahaan Sercel di

Nantes, Perancis. Oleh karena kerja sama ini sedang dibuat dan dijual lebih dari

10‟000 Wild Distomat DI 10 dan DI 3. Alat pengukur jarak secara elektronik

digunakan terutama untuk pengukuran jaringan triangulasi tersier dan kuarter,

mengukur detail pada macam-macam proyek pembangunan, dan mengoontrol

macam-macam ukuran.

Page 95: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 95

Gambar 1. Wild Distomat DI3S

Alat pengukur jarak elektronik Wild Distomat DI3S ditemukan dan dijual

sejak 1976 dan memenuhi hampir semua keinginan yang diharapkan pada suatu alat

pengukur jarak pada penyipatan. Perlengkapan Wild Distomat DI3S terdiri dari:

statif, bagian pengukuran, alat penyipat ruang (teodolit), sasaran dan aki. Sasaran

yang terdiri dari pemancar dan pesawat penerima yang dipasangkan di atas teropong

teodolit Wild T1, Wild T16 atau T2. Suatu penyeimbng menghindari gaya-gaya

yang tidak diinginkan karena titik berat tetap berada pada sumbu kedua.

Pemasangan ini memungkinkan penyipatan arah dan jarak sekaligus. Bagian

pengukuran yang dihubungkan dengan sasaran dengan satu kabel dipasangkan di

antara statif dan teodolit, pada suatu sumbu tersendiri. Karena disambung dengan

teodolit, maka kabel tidak mengganggu. Isian bagian pengukuran ialah: meter

getaran frekuensi dan alat menghitung reduksi.

Page 96: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 96

Alat pengukur jarak elektronik, Wild Distomat DI3S menggunakan

gelombang infra merah (Ge As-diode) yang tidak dapat dilihat. Frekuensi yang

digunakan ialah 7,5 MHz dan 75 MHz. Karena gelombang ini melewati jarak yang

diukur pulang-pergi hampir dengan kecepatan cahaya, kesatuan dapat ditentukan 20

m (setengah gelombang pada pengukuran teliti)dan 2000 m (pada pengukuran yang

kasar). Obyektif pemancar memusatkan gelombang-gelombang pada suatu sudut

sebesar 5‟ (= 15 cm/100 m). Sebagian dari gelombang-gelombang yang diterima

oleh suatu prisma reflector akan dikembalikan ke obyektif pesawat penerima dan

difokuskan atas suatu foto-diode. Pada meter getaran frekuensi diukur perbedaan

getaran frekuensi antara gelombang yang dipancarkan dan gelombang yang

ditangkap oleh refleksi sasaran. Perbedaan ini menentukan jarak antara Distomat

dan sasaran.

Program pengukuran pada alat pengukur jarak elektronik, Wild Distomat

DI3S, menentukan jarak miring sesudah sasaran dibidik dan saklar „start‟ ditekan,

secara otomatis dalam waktu 10 detik seteliti 6 angka, misalnya 257,341 m. Program

ini bekerja teliti sekali karena telah ditera. Jarak yang ditentukan pada program

pengukuran jarak merupakan hasil rata-rata dari 1000 pengukuran. Sinar yang

pulang-pergi di antara bagian pengukuran dan sasaran dapat diganggu misalnya oleh

mobil-mobil yang lewat, tanpa merugikan ketelitian hasil pengukuran jarak. Hanya

waktu pengukuran diperpanjang karena hasil baru kira terima sesudah 1000

pengukuran selesai dilakukan.

Bagian pengukuran ini dilengkapi dengan satu mini-komputer dengan

program tertentu, karena tugasnya tetap reduksi jarak miring atas jarak horizontal.

Nilai sudut vertikal harus ditentukan oleh ahli penyipat yang melakukan penyipatan.

Ini berarti pada waktu bagian pengukuran mengukur jarak miring, kita mengukur

sudut vertikal pada lingkaran vertikal berskala dan nilainya diberikan kepada

komputer pada papan tombol jari.

Page 97: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 97

Alat pengukur jarak elektronik Wild Distomat DI3S dibuat terutama untuk

pekerjaan kadaster dan insinyur. Jarak-jarak pada pekerjaan ini biasanya kurang dari

500 m dan jarang sekali lebih panjang daripada 1000 m. Karena itu Wild Distomat

paling cocok pada suatu jarak yang 1000 m, berhubung garis tengah obyektif dan

ukuran prisma reflektor (50 x 100 mm), yang memungkinkan hasil yang teliti pada

jarak 1000 m walaupun suasana hanya sedang. Jika kita menginginkan mengukur

jarak yang lebih jauh atau pada suasana yang agak jelek, maka harus ditambah

banyaknya prisma reflektor.

Sistim Wild Tachimat elektronik TC 1

Seperti alat pengukur jarak secara elektronik Wild Distomat DI3S, Wild

Tachimat elektronik TC 1 ialah hasil kerja sama antara perusahaan Wild Heerbrugg

Ltd. Swis dan perusahaan Sercel di Nantes, Perancis dan ditemukan Juni 1977. Wild

Tachimat elektronik TC 1 digunakan pada kadaster, perbaikan dan pemeriksaan

kadaster, profil memanjang dan profil melintang, beserta detail pada macam-macam

proyek pembangunan. Dasarnya Wild Tachimat elektronik TC 1 ialah suatu

teodolit-tachimeter dengan reduksi otomatis yang bekerja elektronik. Kita dapat

mengukur sudut, jarak horizontal atau miring, koordinat-koordinat dan beda tinggi.

Karena nilai-nilai yang diukur dapat langsung dicetak pada sebuah pita kaset, maka

dapat dihemat waktu dan ketelitian bertambah dengan menghindari kesalahan yang

kasar oleh catatan pada buku ukur yang keliru.

Bagian-bagian dan data-data yang penting pada sistem Wild Tachimat TC1

ialah:

Teropong: Teropong koaksial yang memungkinkan penentuan jarak dan

pengukuran sudut sekaligus. Pembesaran 26x dengan zoom pada jarak yang pendek,

dan karena itu jarak terpendek yang masih dapat dibaca 2.00 m.

Page 98: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 98

Alat pengukur jarak: Alat pengukur jarak bekerja otomatis dengan ketelitian ± 5

mm + 5 mm/km. Jarak maksimal adalah 2 km. Pengukuran jarak dapat dilakukan

horizontal atau miring, dalam meter atau kaki.

Pengukuran sudut: Sebagai tambahan perlengkapan komputer yang membaca dan

memperlihatkan sudut horizontal dan sudut vertikal dengan menggunakan lingkaran

360° atau 400°. Dapat dibaca lingkaran berskala dalam arah jarum jam atau

berlawanan. Exsentrisitas lingkaran ditiadakan dengan pemasangan sensor yang

berlawanan. Ketelitian pada lingkaran horizontal berskala ialah ± 2” dan pada

lingkaran vertikal berskala ± 3”.

Bandul: Sebuah bandul beserta sensor bekerja sebagai niveau indeks yang otomatis

pada lingkaran vertikal berskala. Jika perlu bisa juga melewati system otomatis ini

dan membaca lingkaran vertikal berskala menurut sumbu mekanis pada alat.

Pengolahan data-data: Sebuah mikro-pengolah data-data mengawasi pembacaan

jarak dan sudut-sudut. Diperhatikan faktor koreksi pada penentuan jarak dan jarak

horizontal, beda tinggi, tinggi di atas permukaan laut dan koordinat-koordinat

dihitung. Koreksian oleh pembulatan permukaan bumi dan oleh refraksi

diperhatikan secara otomatis.

Display (pembacaan): Pada dua ujung alat berada dua LED-display dengan delapan

angka masing-masing. Pada rekaman pada kaset selalu dapat terbaca nomor

kelompok dan angka masing-masing.

Papan tombol jari: Karena ada papan tombol jari pada kedua ujung alat masing-

masing, maka kita dapat bekerja dengan kedudukan teropong I dan II tanpa

halangan. Papan tombol jari digunakan untuk menyampaikan data-data dasar seperti

salah satu tinggi di atas permukaan laut, atau koordinat-koordinat suatu titik tertentu

dan sebagainya atau untuk kode informasi pertama jika direkam pada kaset. Suatu

bunyi memberitahukan agar informasi/input dapat diterima.

Page 99: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 99

Gambar 2. Wild Tachimat elektronik TC 1

Perlengkapan rekaman: Alat perlengkapan rekaman dapat dipasang di atas alat

Wild Tachimat TC 1 dengan kaitan berper. Alat ini dibuat tahan air, hujan dan debu.

Sesudah dipasang alat ini menjadi sebagian yang berhubungan erat dengan tachimat.

Rekaman kaset: Dengan menekan saklar rekaman, suatu kelompok data akan

direkam dalam waktu dua detik. Pembacaan lingkaran, jarak, beda tinggi, nomor

kelompok dan nomor titik masing-masing direkam secara otomatis. Penentuan

nomor titik/tugu dapat ditentukan sendiri atau berderetan secara otomatis. Semua

data yang direkam diperiksa otomatis.

Kaset-kaset: Kita dapat merekam pada pita kaset magnetik, suatu sistem pengumpul

dan penyimpan data yang paling ekonomis. Sekitar 1800 kelompok data dapat

disimpan dalam satu kaset. Rekaman kaset maupun kaset itu sendiri dapat

dipergunakan pada suhu -20°C s/d +50°C.

Alat pembaca kaset: Kaset-kaset dapat dibaca dengan suatu alat khusus dengan

TTY dan RS232/V24, perlengkapan yang memungkinkan penyampaian data-data

Page 100: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 100

langsung ke video-terminal, lewat telpon dengan modem atau langsung ke desk-top

atau komputer yang besar. Alat pembaca kaset juga membuat kaset duplikat jika kita

perlu mengirimkan kaset ke tempat lain.

E. WAKTU PRAKTIKUM

F. LOKASI PRAKTIKUM

Di depan Gedung Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya

G. ALAT DAN BAHAN

1. Topcon GTS-220 series 1 buah

2. Tutup lensa 1 buah

3. Battery BT-52QA 1 buah

4. Battery charger BC-27CR 1 buah

5. Toolkit (rodpins, screwdriver, 1 set

cleaning brush, kain flannel)

6. Kotak plastik tempat alat 1 buah

7. Slicon cloth 1 buah

8. Plastik hujan untuk alat 1 buah

9. Unting-unting 1 buah

10. Buku manual bahasa Inggris 1 buah

Page 101: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 101

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

1. Sentring alat di titik A dan target prisma di titik B

2. Hidupkan alat dengan menekan tombol POWER

V : 90°10‟20”

HR : 120°30‟40”

OSET HOLD HSET P1

3. Bidik target B, masuk ke mode pengukuran jarak ( __ | )

HR : 120°30‟40” HR : 120°30‟40” HR : 90°10‟20”

HD : < < m HD : 123 456 m __ | HD : 120°30‟40”

VD m VD : 5.678 m SD : 131.678 m

MEAS MODE S/A P1 MEAS MODE S/A P1 MEAS MODE S/A P1

4. Untuk mengukur jarak ke target lain, bidik target tersebut, tekan [F1] MEAS

5. Kembali ke mode pengukuran sudut, tekan tombol ANG

Setting Mode Pengukuran Jarak Fine/Coarse/Track (Mode)

Penjelasan:

a. Fine mode : Mode yang biasanya dipakai untuk mengukur jarak

Satuan jarak yang ditampilkan : 1 mm

Waktu yang diperlukan untuk mengukur jarak : ± 2.5 detik

b. Coarse mode : Waktu pengukuran lebih cepat, ± 0.5 detik

Satuan jarak yang ditampilkan, 10 mm atau 1 mm

c. Tracking mode : Mode ini sangat sesuai untuk mengikuti objek yang bergerak atau

untuk pekerjaan stakeout

Satuan jarak yang ditampilkan, 10 mm

Waktu yang diperlukan untuk pengukuran jarak, ± 0.3 detik

Page 102: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 102

HR : 120°30‟40” HR : 120°30‟40”

HD : 123.456 m [F2] MODE HD : 123.456 m [F1] – [F3]

VD : 5.678 m VD : 5.678 m

MEAS MODE S/A P1 FINE TRACK COARSE F

Page 103: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 103

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I

MODUL IX

PELAKSANAAN

PENGUKURAN KOORDINAT

KELOMPOK : I (satu)

ANGGOTA : 1. Iskandar (03043110001)

2. M. Arisandi Munandar (03043110004)

3. Ranggawuni (03033110006)

4. Atika Bhelisa (03033110013)

5. Indah Pratiwi (03033110047)

ASISTEN : Anam Bastari A.R.

.

Page 104: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 104

A. NO. PRAKTIKUM

IUT I Modul IX

B. NAMA PRAKTIKUM

Pelaksanaan Pengukuran Koordinat

C. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk mengetahui cara mengukur koordinat dengan Alat Ukur Total Station

2. Untuk mengetahui koordinat pada suatu tempat

D. DASAR TEORI

Cara-cara yang dapat digunakan untuk menentukan koordinat-koordinat suatu

atau beberapa titik adalah sebagai berikut:

1. Menentukan koordinat satu titik

Dengan cara mengikat ke muka pada titik yang tentu. Yang diukur adalah sudut-

sudut yang ada di titik pengikat

Dengan cara mengikat ke belakang pada titik yang telah tentu. Yang diukur

adalah sudut-sudut yang berada di titik yang belum tentu

2. Menentukan koordinat-koordinat dari lebih dari satu titik

Dengan membuat polygon. Titik-titik terletak memanjang dan digabungkan satu

sama lain sehingga terbentuk segi banyak (polygon)

Dengan membuat bentuk dengan segitiga-segitiga. Titik-titik digabungkan satu

sama lain sehingga membentuk segitiga

Di daerah yang mempunyai ukuran panjang kira-kira sama dengan ukuran lebar,

maka titik-titik ditempatkan sedemikian rupa sehingga membentuk segitiga yang

menjadi jaring segitiga (P. Belitung). Di daerah yang berbentuk memanjang, segitiga-

segitiga akan membentuk rangkaian segitiga (P. Jawa, P. Sumatera).

Page 105: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 105

Cara mengikat ke muka

Apabila titik P diikat pada titik A (xa, ya) maka untuk mencari xp dan yp

diperlukan αap dan dap. αap dapat ditemukan dengan α yang diketahui dan dap dari

jarak pula yang diketahui. Untuk kedua unsur α dan d dapat digunakan α dan d dari

garis lurus dengan kedua titik ujungnya diketahui, misalnya dengan titik A (xa, ya)

dan B (xb, yb).

Gambar 1.

Untuk didapat dap dan dab, maka perlu dibuat suatu segitiga dengan dua

sisinya dap dan dab. Maka perlu pula dihubungkan P dengan titik B, sehingga

terbentuk segitiga PAB. Pada cara mengikat diukur sudut-sudut yang ada pada titik-

titik pengikat A (xa, ya) dan B (xb, yb) ialah sudut PAB = α dan sudut PBA = β.

Maka dari segitiga diketahui alasnya dab dan dua sudut alasnya α dan β. Segitiga

PAB dapat dilukiskan dan dengan titik A dan B diletakkan dengan koordinatnya.

Maka dengan lukisan dapat ditentukan tempat titik P terhadap A dan B. Segala

sesuatu yang bentuknya dapat dilukiskan dapat pula dihitung unsure-unsurnya, jadi

xp dan yp dari titik P. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah: pada cara mengikat ke

muka diperlukan paling sedikit dua titik pengikat.

Page 106: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 106

Cara mengikat ke belakang

Pada cara mengikat ke belakang, yang diukur adalah sudut-sudut yang ada di

titik P yang akan dicari tempatnya. Apabila digunakan dua titik A (xa, ya) dan B (xb,

yb) sebagai titik-titik pengikat, maka yang diukur sekarang adalah sudut APB. Maka

dari segitiga APB diketahui alas dab dan sudut puncaknya sudut APB = α, jadi

barulah dari segitiga APB diketahui dua unsurnya, sehingga tidak dapat dilukiskan

dan titik P belum dapat dipastikan letaknya. Meskipun demikian ada yang diketahui

mengenai titik P ialah tempat kedudukan titik P.

Untuk dengan pasti ditentukan tempat titik P, diperlukan lagi satu tempat

kedudukan untuk mendapatkan tempat titik P dengan pasti dan diperlukan lagi satu

titik tertentu, misalnya titik C (xc, yc) dan sebagai alas digunakan sisi BC dan perlu

diukur sudut BPC = β yang terletak di titik P. Maka dari segitiga BPC diketahui alas

dab dan sudut BPC = β. Dengan demikian dapat dilukis tempat kedudukan untuk

titik P. Titik P menjadi titik potong dua tempat kedudukan itu. Tempat kedudukan

pertama adalah busur lingkaran dari lingkaran yang melalui titik-titik A (xa, ya) dan

B (xb, yb), sedang tempat kedudukan yang kedua adalah busur lingkaran yang

melalui titik-titik A (xa, ya) dan B (xb, yb). Pada cara mengikat ke belakang

diperlukan paling sedikit tiga titik pengikat.

Cara dengan membuat polygon

Cara ini digunakan apabila titik-titik yang akan dicari koordinat-

koordinatnya terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak (polygon). Dari

polygon ini haruslah nantinya harus dapat dihitung koordinat-koordinat titik-

titiknya, untuk itu telah diketahui dengan rumus:

x2 = x1 + d12 sin α12

y2 = y1 + d12 cos α12

Page 107: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 107

diperlukan x dan y yan telah tentu (x1 dan y1); jarak antara dua titik 1 (x1 dan y1)

dan 2 (x2 dan y2) dengan x2 dan y2 dihitung dengan x1, y1 jarak d12 dan sudut

jurusan garis 12, α12.

Maka polygon haruslah diawali dengan titik yang telah diketahui koordinat

dan untuk dapat ditentukan sudut-sudut jurusan sisi-sisi polygon, haruslah di titik

awal digunakan arah α yang telah tentu, sedangkan jarak-jarak antara titik-titik

polygon diukur langsung:

Gambar 2.

Jadi, yang diukur dari polygon adalah: jarak-jarak d dan sudut-sudut polygon s.

Untuk penelitian terhadap d dan s yang diukur, dari polygon perlu diketahui x dan y

titik-titik awal dan akhir, dan sudut permon x awal dan akhir di titik ujung polygon.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh unsure-unsur sudut dan jarak yang diukur,

harus dicari lebih dahulu untuk memberi koreksi pada sudut-sudut dan pada

bilangan yang bersangkutan dengan jarak-jarak yang diukur.

Cara dengan membuat jaring atau rangkaian segitiga

Untuk daerah yang mempunyai ukuran panjang dan ukuran lebar sama,

maka dibuat jaring segitiga dan untuk daerah yang ukuran satunya lebih besar

daripada ukuran lainnya, dibuat rangkaian segitiga. Pada bentuk-bentuk ini,

pelaksanaannya dapat berlainan dengan cara-cara yang lain, ialah:

Page 108: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 108

a. dengan cara triangulasi, pada cara dimana yang diukur semua sudut dalam tiap-

tiap segitiga

b. dengan cara trilaterasi, pada cara dimana semua sisi segitiga diukur

(a) (b)

Gambar 3.

Gambar 3 (a) adalah jaring segitiga, sedangkan gambar 3 (b) adalah

rangkaian segitiga. Karena pada cara triangulasi yang diukur adalah sudut-sudut,

maka pada cara ini diperlukan dasar untuk menentukan jarak. Sedangkan sisi-sisi

pada cara trilaterasi langsung diukur, dasar untuk menentukan jarak (=panjang sisi-

sisi segitiga) tidak diperlukan. Dengan diketahuinya sisi-sisi segitiga yang

ditentukan dengan langsung diukur, bentuk semua segitiga telah tentu; berlainan

dengan pada cara triangulasi bentuk segitiga-segitiga belum tentu, karena yang

diketahui semua sudut di segitiga-segitiga.

Dasar untuk penentuan jarak dinamakan basis, yaitu suatu jarak yang diukur

langsung. Dengan menggabungkan kedua titik ujung basis I dan II dengan dua titik

sudut triangulasi yang berdekatan dan diukur semua sudut pada segitiga yang

dibentuk, maka sisi segitiga AB dapat dihitung dengan panjang basis I-II =b.

Pada kedua cara triangulasi dan trilaterasi diperlukan dasar untuk penentuan

x dan y titik-titik sudut segitiga dan arah sebagai unsur orientasi letak segitiga-

segitiga itu. Maka untuk itu dimisalkan dari titik A ditentukan x dan y melalui φ dan

χ (lintang dan bujur) dengan cara pengukuran bintang dan dari φ dan χ ditentukan x

Page 109: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 109

dan y titik A. untuk arah diukur dengan pengukuran bintang azimuth garis AB

pertama jaring/rangkaian segitiga.

E. WAKTU PRAKTIKUM

F. LOKASI PRAKTIKUM

Di depan Gedung Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya

G. ALAT DAN BAHAN

1. Topcon GTS-220 series 1 buah

2. Tutup lensa 1 buah

3. Battery BT-52QA 1 buah

4. Battery charger BC-27CR 1 buah

5. Toolkit (rodpins, screwdriver, 1 set

cleaning brush, kain flannel)

6. Kotak plastik tempat alat 1 buah

7. Slicon cloth 1 buah

8. Plastik hujan untuk alat 1 buah

9. Unting-unting 1 buah

10. Buku manual bahasa Inggris 1 buah

Page 110: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 110

H. PROSEDUR PRAKTIKUM

Pengukuran Koordinat Planimetris (X, Y)

Y Koordinat titik B (XB, YB)

XB = XA + HAAB x Sin αAB

º B YB = YA + HAAB x Cos αAB

Data yang diperlukan:

αAB HDAB Koordinat titik A (XA, YA)

Azimuth AB (αAB)

X Data yang diukur: HDAB

A(XA, YA)

Pengukuran Koordinat Tinggi (Z)

Tinggi titik B (ZB)

O ZB = ZA + SD x Cos V + ta – tp

VD V

SD Data yang diperlukan:

ta Tinggi titik A (ZA)

Tinggi alat (ta) dan tinggi target prisma (tp)

Data yang diukur: SD dan V

Pengukuran Koordina Secara Langsung Tanpa Direkam

1. Sentring alat di titik A dan target prisma di titik B

2. Ukur tinggi alat (ta) dan tinggi target prisma (tp)

3. Hidupkan alat dengan menekan tombol POWER

4. Menentukan azimuth AB (αAB) dengan cara:

a. Kalau diketahui azimuth dari A ke B, bidik ke titik B, kemudian gunakan HSET

untuk mengeset bacaan horizontal sama dengan azimuth dari A ke B

b. Untuk pendekatan dapat juga dilakukan dengan cara mengarahkan teropong ke

arah utara dengan bantuan kompas, kemudian set bacaan horizontal menjadi 0

dengan menggunakan OSET lalu bidik ke titik B

Page 111: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 111

5. Masuk ke mode pengukuran koordinat dengan menekan tombol ( )

6. Masukkan data koordinat titik A (XA, BA, ZA), tinggi alat (ta) dan tinggi target (tp)

N : 123.456 m N : 123.456 m

E : 34.567 m [F4] P1 E : 34.567 m

Z : 78. 912 m Z : 78. 912 m

MEAS MODE S/A P1 R.HT INSHT OCC P2

N : 0.000 m Tekan [F3] OCC E : 0.000 m Masukkan data koordinat titik tempat berdiri alat Z : 0.000 m [F1] INPUT Enter Data [F4] ENT INPUT … … [ENT]

INSTRUMENT HEIGHT Tekan [F2] INSHT

INPUT Masukkan data tinggi target prisma

INS.HT : 0.000 m [F1] INPUT Enter Data [F4] ENT INPUT … … [ENT]

REFLECTOR HEIGHT Tekan [F1] R.HT INPUT Masukkan data tinggi target prisma R.HT : 0.000 m [F1] INPUT Enter Data [F4] ENT INPUT … … [ENT]

7. Tekan tombol [F1] MEAS untuk mengukur koordinat target prisma

8. kembali ke mode pengukuran sudut, tekan tombol ANG

Pengukuran Koordinat Serta Direkam

1. Sentring alat di titik A, target prisma di titik B dan titik backsight C

2. Ukur tinggi alat (ta) dan tinggi target prisma (tp)

3. Hidupkan alat dengan menekan tombol POWER

4. Masukkan ke mode pengukuran LAYOUT

MENU [F2] LAYOUT [F1] INPUT Isi Nama File

5. Masukkan informasi tempat berdiri alat [F1] OCC. ST INPUT

OCC.ST N 125.123 m

PT# : [F3] NEZ E : 231.435 m

Z : 77. 231 m

INPUT SRCH NEZ ENT INPUT … PT# ENT

Page 112: Praktikum Iut Iskandar Unbara-Original

IKATAN MAHASISWA SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KELOMPOK I

Civil Engineering University of Sriwijaya 112

6. Bidik titik backsight C, masukkan informasi/melakukan orientasi ke backsight

([F2] BACKSIGHT)

a. Dengan menggunakan data koordinat titik backsight:

BACKSIGHT N 0.000 m

PT# : [F3] NE/AZ E : 0.000 m

INPUT SRCH NE/AZ ENT INPUT … AZ ENT

b. Dengan menggunakan data azimuth dari alat ke backsight

BACKSIGHT BACKSIGHT

[F3] AZ HR : [F1] [INPUT] HR :

INPUT … PT# ENT 1234 5678 90 [ENT]

7. Mengukur koordinat: [F4] P1 [F2] NEW POINT [F1] SIDESHOT

SIDESHOT Masukkan nomor titik

PT# : 1000 [F1] INPUT Nomor Titik [F4] ENTER

INPUT SRCH … ENT

REFLECTOR HEIGHT Memasukkan tinggi target prisma

INPUT [F1] INPUT Tinggi Target [F4} ENTER

R.HT : 1.250 m Bidik target prisma, lalu tekan [F3] YES

>Sight ? [YES] [NO]

N : 100.000 m Koordinat titik B ditampilkan di layar

E : 100.000 m Tekan tombol [F3] YES untuk merekam data

Z : 1.015 m koordinat titik

> REC [YES] [NO] Kembali ke mode pengukuran sudut, tekan tombol

ESC sampai tampilan di layer kembali ke mode

pengukuran sudut