pragmatisme nabhan

22
SUBJEK: DIAK2102 ALIRAN PEMIKIRAN SEMASA TAJUK: PRAGMATISME DAN RELATIVISME NAMA PENSYARAH: USTAZAH NAZNEEN BINTI ISMAIL PROGRAM DIPLOMA SYARIAH ISLAMIAH NAMA AHLI: NABHAN BIN ZAINAL AMAN 1012103 SYAHID NORAZAN BIN CHE 1012105 MUHAMMAD SHOLEHUDDIN BIN ISMAIL 1012059 2

Upload: abang-naz

Post on 28-Jun-2015

179 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: pragmatisme nabhan

SUBJEK:

DIAK2102  ALIRAN PEMIKIRAN SEMASA

TAJUK:

PRAGMATISME DAN RELATIVISME

NAMA PENSYARAH:

USTAZAH NAZNEEN BINTI ISMAIL

PROGRAM

DIPLOMA SYARIAH ISLAMIAH

NAMA AHLI:

NABHAN BIN ZAINAL AMAN 1012103

SYAHID NORAZAN BIN CHE 1012105

MUHAMMAD SHOLEHUDDIN BIN ISMAIL 1012059

2

Page 2: pragmatisme nabhan

Kandungan Halaman

Muqadimah 3

Pragmatisme??? 4

Sejarah dan tokoh yang terlibat 4

Konsep pemikiran 4

Bahaya pragmatism 5

Budaya dan Sistem Pragmatis dan penyelesaian 6

Relativisme??? 7

Konsep pemikiran 8

Konsep Kebenaran di dalam Islam 11

Relativisme dan Fahaman Anti Ilmu Kontemporer 13

Penutup 15

Rujukan 16

3

Page 3: pragmatisme nabhan

Muqadimah

Alhamdullilah,shukur ke hadrat Ilahi atas kesempatan yang telah di berikan untuk menyiapkan kertas kerja untuk subjek Aliran Pemikiran semasa yang bertajuk Pragmatisme dan Relativisme.dalam menerangkan tentang keadaan semasa yang berlaku pada ummat Islam hari ini yang penuh dgn cabaran dalam menyampaikan risalah Islam yang agung ini.Sebagai ummat Islam yang mengamalkan ajaranNya.Seperti yang sedia maklum,musuh ummat islam sentiasa merancang dalam menjatuhkan ummat islam.Bermula dengan kejatuhan khilafah islam di turki,mereka terus merancang bagi menghalang kebangkitan ummat islam dengan cara serangan pemikiran(Ghazwatul fikr).Maka munculah fahaman atau isme-isme bagi mencelarukan pemikirandan aqidah ummat islam.Sebagai ummat islam,kita harus arif dan tahu tentang perancangan musuh-musuh islam untuk kesedaran ummat.dan pembelaan untuk Islam adalah satu kewajipan bagi setiap individu islam itu sendiri. Kita perlu sedar keadaan yang berlaku pada ummat dunia ummat islam.Harapan kami adalah supaya kertas ini sedikit sebanyak dapat membuka mata kita semua tentang keadaan yang berlaku.Pragmatisme dan relativisme adalah satu fahaman yang dirancang oleh musuh Islam yang terkadang kita sendiri tidak sedar akan kehadiran fahaman ini di sekeliling kita.Akhir sekali saya ingi mengucapkan jutaan terima kasih kepada pensyarah untuk subjek Aliran Pemikiran Semasa iaitu USTAZAH NAZNEEN BINTI ISMAIL atas bantuan dan dorongan yang diberikan dalam menyiapkan kertas kerja ini.segala manfaat itu dating dari allah dan segala kesilapan itu datang dari diri kami sendiri yang tidak lari dari kealpaan,Insyaallah.

4

Page 4: pragmatisme nabhan

Pragmatisme???

Pragmatisme merupakan salah satu istilah yang asing bagi masyarakat namun realitasnya sangat mendominasi kehidupan masyarakat kita. Seringkali kita dengan ungkapan ”kita mesti realistic!.Pragmatisme berasal dari bahasa yunani pragma berarti perbuatan (action) atau tindakan (practise). Isme berarti ajaran, aliran, paham. Dengan demikian, pragmatisme berarti ajaran/aliran/paham yang menekankan bahwa pemikiran itu mengikuti tindakan. Dalam Kamus dewan Bahasa dan Pustaka, pragmatisme berarti kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai suatu ajaran (paham/doktrin/gagasan/pernyataan/dsb) bergantung pada penerapannya bagi kepentingan manusia. Sedangkan pragmatis berarti bersifat praktis dan berguna bagi umum, bersifat mengutamakan segi perbuatan dan kemanfaatan, mengenai atau bersangkutan dengan nilai-nilai praktis. Kerana itu, pragmatisme menganggap bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah faedah atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar jika membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar jika berfungsi. Jadi, pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai teori kebenaran. Idea ini merupakan budaya dan tradisi pemikiran Amerika khususnya dan Barat pada umumnya yang lahir sebagai sebuah upaya intelektual untuk menjawab masalah-masalah yang terjadi pada awal abad 20.

Sejarah dan tokoh yang terlibat

Pragmatisme dirintis di Amerika oleh Charles S. Pierce (1839-1942) yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Munculnya fahaman ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ajaran atau fahaman lainnya pada abad Pertengahan (renaissance), iaitu ketika terjadi pertentangan yang tajam antara gereja dan kaum intelektual. Pertentangan itu menghasilkan kompromi iaitu pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), sebagai asas yang melahirkan fahaman Kapitalisme.

Pragmatisme merupakan pemikiran cabang kapitalisme. Hal ini tampak dari perkembangan sejarah kemunculan pragmatisme yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari empirisme. Empirisme adalah paham yang memandang bahwa sumber pengetahuan adalah empiri atau pengalaman manusia dengan menggunakan panca inderanya. Dalam konteks ideologis, pragmatism membawa maksud menolak agama sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Konsep pemikiran

Idea pragmatisme keliru dari tiga perkara: Pertama, pragmatisme mencampuradukan kriteria kebenaran idea dan kegunaan praktiknya. Padahal kebenaran idea adalah sesuatu perkara , sedangkan kegunaan praktis idea itu adalah satu perkara yang lain. Kebenaran suatu idea diukur dari kesesuaian idea itu dengan realiti. Sedangkan kegunaan praktik suatu idea untuk memenuhi kehendak manusia tidak diukur dari keberhasilan penerapan idea itu sendiri. Jadi, kegunaan praktis idea tidak mengandung implikasi kebenaran idea, tetapi hanyalah idea semata-mata

Kedua, pragmatisme menafikan peranan akal manusia.Ia menetapkan kebenaran sebuah idea adalah melalui naluri manusia itu. Memang identifikasi naluriah dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam memuaskan keinginan, tetapi tidak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah idea.Ertinya,

5

Page 5: pragmatisme nabhan

pragmatisme telah menafikkan peranan intelektual dan menggantinya dengan peranan naluriah. Dengan kata lain, pragmatisme telah menundukkan keputusan akal pada kesimpulan yang dihasilkan dari peranan naluriah.

Ketiga, pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek penilai ide-baik individu, kelompok, maupun masyarakat- serta perubahan konteks waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki pragmatisme baru dapat dibuktikan – menurut pragmatisme iru sendiri – setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Ini jelas mustahil dan tidak akan pernah terjadi. Karena itu, pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi internal yang dikandungnya dan menafikkan dirinya sendiri.

Bahaya pragmatisme

Pragmatisme pada akhirnya bersifat destruktif dan menyebabkan inkonsistensi pada penganutnya.Sikap pragmatis cenderung menempuh segala cara untuk mencapai kepentingannya dengan mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran. Adapun, sikap pragmatis ini tidak akan memberikan kontribusi apapun dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan, justeru sebaliknya – akan mendatangkan bahaya yang mampu merosakan nilai-nilakebenaranDalam ranah kehidupan seharian, pragmatisme beerti hanya melihat kepentingan jangka pendek yang menguntungkan orang yang berkepentingan. Bermanfaat atau menguntungkan bukan berarti benar, tetapi hanya sekadar memuaskan hawa nafsu. Begitu kemanfaatan jangka pendek hilang, mereka akan mencari kemanfaatan lain. Akibatnya, persoalan utama yang dihadapi masyarakat tidak akan pernah terselesaikan dan akan mengakibatkan ramai manusia yang akan tertindas akibat penguasaan yang berteraskan pemikiran pragmatism.

Pragmatisme adalah sebuah pemikiran yang dijadikan sebagai sumber hukum dan kebenaran. Pemikiran ini sangat mendominasi alur pemikiran masyarakat dunia, sehingga dunia berada pada fasa ‘krisis kebenaran’ karena kebenaran menjadi sangat relatif dan berubah-ubah sejak idealisme ditumbangkan oleh corak pemikiran serba pragmatis dan realis. Masyarakat menjadi semakin hedonis dan permisif (serba boleh), nilai-nilai agama menjadi sangat diremehkan karena dianggap kuno, klasik, tradisional, tidak modern, menghambat kemajuan, dan tuduhan-tuduhan keji lainnya.Dalam area yang lebih sempit, virus pemikiran ini menghasilkan individu yang tidak konsisten dan cenderung serakah. Dikatakan tidak konsisten karena selalu mencari jalan pintas, asal menguntungkan bagi dirinya. Dikatakan serakah, karena orientasinya hanya mendapatkan keuntungan material yang segera diraih dengan segala cara.Para pemikir liberal, sekulerisme dan demokrasi berusaha menyempitkan nilai agama dari kehidupan , misal dengan dalih “agama itu suci, politik itu kotor. Maka agama jangan turut campur ikut-ikutan masuk ke dalam politik agar tetap suci. Sebaliknya akan menjadi busuk jika ikut masuk ke dalam lubang hitam politik”. Seakan-akan gagasan tersebut salah, nyatanya memang salah besar. Pragmatisme pada akhirnya hanya menghantarkan kebodohan massal, kemunafikan sosial, dan menghasilkan kekacauan dalam berfikir.Para aktivis liberal (Pengidap virus pragmatis) akan mudah menganggap sistem yang ada (demokrasi) mengharuskan mereka berperan aktif di dalamnya. Mereka menganggap sistem yang adalah suatu system yang mutlak dan tidak perlu lagi mencari alternatif lain. Dengan berada di dalam sistem, mereka berharap dan menduga dapat melakukan perubahan dari dalam. Sebagai justifikasi, dicarilah bukti-bukti yang mendukung upaya tersebut.Pragmatisme Dalam BeragamaDalam konteks cara beragama, pemikiran ini menghasilkan kemalasan individu, sosial, dan negara dalam mengaplikasikan nilai-nilai agama secara total. Lebih khusus, kaum muslimin menjadi sangat tidak terlatih sebagai muslim yang bertaqwa. Misal: Corak kebijakan pemerintah yang liberalis pragmatis memaksa rakyat untuk mengikuti nilai ini dan pada akhirnya terbangun bingkai pemikiran

6

Page 6: pragmatisme nabhan

yang menolak penerapan syariah Islam sebagai sebuah kewajaran yang ‘normal’ bahkan sebagai ‘keharusan’. Kemunculan Jaringan Islam Liberal (JIL) di Indonesia adalah sebagai wujud nyata perlawanan kepada Islam sekaligus simbol organisasi ‘Islam’ pragmatis terparah dalam dunia pemikiran Islam. Mereka adalah kelompok elit yang terus berupaya untuk ‘menghajar’ nilai-nilai Islam sampai akar-akarnya melalui pemesongan akidah. Pemikiran ini telah masuk secara sistemik kedalam sistem pemikiran manusia secara amnya.Pandangan IslamPragmatisme adalah pemikiran yang lahir dari ideologi kapitalisme yang wataknya tidak dapat dipisahkan dari penjajahan atas bangsa atau kelompok yang lemah. Dan satu-satunya ideologi yang menentang pemikiran ini adalah Ideologi Islam. Wajar, jika pemikiran ini sangat bertentangan dengan Islam karena Islam memandang bahwa segala kebenaran datangnya dari Allah, bukan kemanfaatan atau kegunaan realistik untuk memenuhi keinginan dan kemahuan manusia yang dihasilkan oleh sebuah idea, ajaran, teori, atau hipotesis. Allah SWT berfirman:“Ikutilah apa yang diturunkan Allah kepada kalian dari Tuhan kalian dan janganlah kalian mengikuti wali (pemimpin/sahabat/sekutu) lainnya.” (Q.S al A’raf (7) : 3)Ayat ini melarang kita mengikuti apa saja yang tidak diturunkan Allah, termasuk manfaat-manfaat atau kegunaan-kegunaan yang muncul sebagai konsekuensi dari perbuatan kita.Islam memang bersifat realistis, yakni tidak bersifat khayali. Islam juga bukan hanya berlaku bagi satu masa tertentu saja, namun bagi seluruh masa. Islam memiliki sekumpulan hukum yang bersifat praktis untuk merespon semua kebenaran yang ada. Kerana itu, kaum muslim harus memahami kebenaran secara terperinci, lalu menjadikannya agar selaras dengan nas-nas yang berkaitan dengan kebenaran itu. Dan kemudian mencari kebenaran (hukum) bagi kebenaran tersebut. Inilah makna bahwa Islam bersifat realistis. Ertinya, kebenaran dijadikan objek pemikiran, bukan sebagai sumber pemikiran. Yang menjadi sumber pemikiran adalah akidah Islam, kaedah usul yang terpancar dari akidah, dan sejumlah pemikiran yang dibangun di atas akidah Islam. Kebenaran harus diletakkan sebagai objek pemikiran yang akan diubah serta disesuaikan dengan ketentuan dan tuntutan sumber pemikiran Islam.ImplikasiDengan demikian, dalam Islam tidak ada ruang bagi idea dan sikap pragmatis. Idea dan sikap ini hanya muncul dari ideologi sekular yang menjadikan manfaat sebagi nilai yang diagung-agungkan. Jadi, dalam konteks kebangkitan manusia, yang menjadi orientasi adalah ideologi Islam, bukan yang lain.Sesungguhnya dewasa ini di tengah-tengah masyarakat sedang berlangsung berbagai krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan kezaliman, penindasan, ketidakadilan berbagai bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak jenayah dan berbagai bentuk penyakit sosial yang telah menjadi bahgian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. hanyalah etik yang tidak bersandar pada nilai agama. Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap serius.

Budaya dan Sistem Pragmatis dan penyelesaian

7

Page 7: pragmatisme nabhan

Huraian di atas tentu pasti terjadi di suatu bangsa atau masyarakat yang pragmatis dan fakta yang ada di atas bukan hanya barisan kata-kata untuk memperindah manisnya retorika. Tetapi sebuah kenyataan di negeri ini yang mejoriti penduduknya adalah muslim, kitabnya al Qur’an. Dari fakta pragmatisme, maka yang sangat berbahaya adalah penggabungan antara pragmatisme agama dan politik. Politik sekularistik yang phobia terhadap Islam politik mengakibatkan kebijakan yang sangat melukai rakyat. Mulai dari tata negara, produk undang-undang yang dihasilkan,suasana politik yang tamak harta dan kekuasaan dan lain-lain. Apapun yang berasal dari buah kebijakan segelintir manusia tersebut, menghasilkan kesan berskala nasional yang bersifat mengikat dan memaksa. Jika paradigma para pembuat kebijakan adalah bersifat pragmatis: hasilnya adalah kesengsaraan yang bersifat mengikat dan memaksa. Buktinya, jika mereka mengaku cinta kepada tanah air, mereka tidak akan berani menjual hampir semua aset-aset negara dimanipulasi dalam pelaburan. Jika mereka menginginkan negerinya melakukan politik bebas aktif, mereka pun harusnya tidak bersikap rendah diri di hadapan negara-negara besar yang ingin menjarah negerinya. Sepenuhnya aksi-aksi politik mereka adalah aksi yang jauh dari tuntunan rabbani.Dalam keyakinan Islam, berbagai krisis tersebut merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh karena tindakan manusia sendiri. Ditegaskan oleh Allah SWT: ” Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia.: (TQS. Ar Rum: 41). Krisis yang demikian berat itu hanya mungkin dihadapi melalui solusi yang paradigmatik dan integral, karena semua problema itu sesungguhnya berpangkal pada sistem yang terlahir dari pandangan hidup yang salah, yaitu sekulerisme.Pragmatisme merupakan turunan ideologi sekulerisme telah nyata berseberangan dengan Islam, mengingkari fitrah tauhid manusia dan bertentangan dengan akal sejahtera. Berbagai masalah tadi perlu diselesaikan secara integral oleh karena kerosakan yang terjadi telah menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Penyelesaian yang sebahagian hanya tidak akan menyelesaikan secara tuntas krisis tersebut. Bahkan sebaliknya boleh mendatangkan masalah baru yang mungkin lebihmaslahah yang buruk. Solusi paradigmatik dan integral yang dimaksud tidak lain adalah dengan cara menegakkan kembali seluruh kesedaran dalam kehidupan masyarakat. Benar, perubahan harus segera terjadi. Ketidakadilan harus berhenti. Patologi sosial harus segera dirawati. Pertanyaannya,dengan konsep apa? Bagaimana caranya? Siapa pelakunya? Jawabannya: harus ada perubahan secara sistemik dan paradigmatik dengan konsep akidah Islam, dilakukan dengan langkah yang kongkrit tidak berbelit-belit - sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Oleh siapa? Oleh kita semua-umat Islam. Hak untuk merdeka adalah milik kita. Kebencian akibat penindasan ini juga milik setiap manusia. Perubahan harus terjadi, maka berubahlah. Perjuangan harus dipercepat, maka bergegaslah. Keadilan harus diwujudkan, maka lonjakkan penerapan syariah di setiap penjuru negeri. Kepemimpinan yang soleh harus diwujudkan, maka bersiapah untuk tampil memimpin umat. Bagaimana dengan berbagai batu penghalang yang melintas di depan kita: maka SINGKIRKAN dan TENDANG!! 1

Relativisme???

1 http://dakwahkampus.com/artikel/pemikiran/983-pragmatisme-jalan-pintas-menuju-kehancuran

8

Page 8: pragmatisme nabhan

Makna Relativisme seperti yang tertera dalam ensiklopedi Britannica adalah doktrin bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat dalam konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. (the doctrine that knowledge, truth, and morality exist in relation to culture, society, or historical context, and are not absolute). Lebih lanjut ensiklopedi ini menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan benar atau salah; baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial. Pandangan ini telah lama ada sejak Protagoras, tokoh Sophis Yunani terkemuka abad 5 SM, dan di zaman modern ini digunakan sebagai pendekatan ilmiah dalam kajian sosiologi dan antropologi. (what is right or wrong and good or bad is not absolute but variable and relative, depending on the person, circumstances, or social situation. The view is as ancient as Protagoras, a leading Greek Sophist of the 5th century BC, and as modern as the scientific approaches of sociology and anthropology).1

Dalam makalah yang sederhana ini, penulisan ini akan menghuraikan fahaman relativisme yang merupakan akar berbagai fahaman aliran-aliran modern, seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme agama dan feminisme, secara jelasnya mengaburi prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Para penganut paham sekularisme, liberalisme, pluralisme agama dan feminisme dengan sendirinya akan menggunakan -atau setidaknya-membenarkan pendekatan relativisme kebenaran dalam memahami al-Qur'an dan Hadits.

Fahaman relativisme kebenaran berarti bahwa setiap orang dengan perbedaan tingkat intelektual dan keupayaan, berhak memberikan pemaknaan terhadap ayat-ayat al-Qur'an maupun Hadits dan masing-masing tidak berhak mendakwa dirinya lebih benar dari lainnya. Sebab menurut mereka, kebenaran mutlak hanyalah milik Allah SWT, sedangkan al-Qur'an adalah Firman-Nya yang kebenarannya dijamin secara mutlak. Namun kebenaran mutlak tersebut hanyalah diketahui oleh Allah; dan manusia tidak akan pernah dapat mencapainya. Sebab manusia adalah makhluk yang nisbi dan relatif, maka kebenaran yang dicapainya juga bersifat relatif, samar dan senantiasa berbeza antara satu individu dan individu lainnya. Bahkan terkadang kebenaran tersebut kerap berubah seiring dengan kondisi, situasi dan kecenderungan manusia yang berkaitan. Para penganut fahaman ini biasanya menguatkan pandangannya dengan alasan bahwa manusia tidak pernah tahu maksud Tuhan yang sebenarnya. Oleh karena itu manusia tidak boleh mendakwa dirinya paling benar atau menyalahkan pihak yang berbeda dengannya.

Fahaman relativisme seperti yang dijelaskan dalam ensiklopedi Britannica, yang seharusnya hanya digunakan dalam kajian-kajian sosiologi dan antropologi, kini sering digunakan sebagai alat bedah dalam menafsirkan teks-teks wahyu dalam Islam. Adakah dampak yang serius bila kewahyuan al-Qur'an yang bersifat final dan tetap, ditafsirkan dengan pendekatan relativisme yang senantiasa berubah dan berbeda antara masing-masing penafsir, tergantung pada lingkungan maupun kondisi sosial yang melatarbelakanginya? Adakah fahaman relativisme mempunyai pengaruh negatif terhadap keimanan?

Konsep pemikiran

9

Page 9: pragmatisme nabhan

Salah satu dari berbagai kesan negatif postmodernisme yang saat ini telah tersebar di masyarakat adalah paham relativisme kebenaran. Fahaman yang telah menjadi trend ini sering kali dijadikan senjata yang dihunus oleh para aktivis liberal dalam membantah metode pemahaman terhadap ajaran Islam dari para ulama terdahulu - al-salaf al-shâlih - yang telah mereka anggap kuno dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Sudah tidak menghairankan apabila dalam diskusi dan perdebatan, mereka sering menolak penjelasan dan penafsiran ayat al-Qur’an maupun hadits dari lawan debat mereka dengan lontaran kalimat ‘itukan menurut pemahaman anda’, atau ‘yang saya fahami tidak seperti apa yang anda katakan’, dan kalimat lain sejenis yang menggambarkan keyakinan mereka bahwa penafsiran agama yang dilakukan oleh para ulama tidaklah identik dengan dakwaan kebenaran yang harus diikuti, karana kebenaran itu sendiri –menurut mereka- adalah sesuatu yang relatif, tidak mutlak atau absolut. Pada intinya, mereka meyakini bahwa pemahaman terhadap agama bukanlah sesuatu yang terpelihara dan suci, sehingga dengan demikian setiap orang berhak untuk memahami, menafsirkan dan mengamalkan ajaran agama sesuai dengan logika dan alur fikirannya masing-masing. Setiap orang bebas memilih bentuk, atau bahkan membentuk sendiri, cara beragama masing-masing. Bagi mereka tidak penting bagaimana dan dengan cara apa seseorang melaksanakan ajaran agama yang diyakininya, karena ada banyak kebenaran (many truth) yang bisa dicapai seseorang dengan banyak jalan. Pada akhirnya setiap orang –dengan cara berfikir amburadul dan kufur seperti ini- dianggap sah-sah saja membuat tata aturan sendiri, termasuk dalam semua aspek beragama sekalipun, dengan membuat pola yang dia yakini sebagai kebenaran. Mereka tidak perlu lagi terikat pada syariat yang diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Jadilah mereka –dengan demikian- sebagai syâri’ (penentu dan pembuat syariat), yang tidak terikat pada syariat apapun, kecuali syariat yang mereka buat dan ramu itu. Jalan boleh berbeda yang penting tujuannya sama. Sekali lagi, itu kata mereka.Dahsyatnya efek negatif pemikiran –yang telah menjadi arus liar- ini tidaklah sebegitu mengkhawatirkan, manakala kehadirannya hanya dalam tataran atau batas wilayah gagasan, atau ketika wacana yang dilontarkan berada dalam pagar kampus sebuah perguruan tinggi, yang memang seringkali menjadi ajang pertempuran berbagai konsep pemikiran. Walaupun itu saja sudah harus segera diluruskan, karena tidak ada toleransi pembenaran pada sebuah kebatilan.Tapi masalahnya akan menjadi sangat berbeza ketika konsep pemikiran ini disebarluaskan kepada lapisan grass root, di da’wahkan dengan sangat masif, melalui berbagai pola yang sangat destruktif, dengan didukung oleh puluhan media cetak dan elektronik serta suntikan dana besar-besaran dari berbagai lembaga donor berkelas internasional, dengan menerbitkan buku-buku dan segenap upaya yang sangat sistematis. Ironisnya pula, para pengusungnya bukanlah ‘orang sembarangan’, tetapi para tokoh kunci dan pimpinan perguruan tinggi atau institusi Islam yang dihormati dan dianggap memiliki kredibilitas dalam masalah agama.Terlebih lagi ketika para pengasong dan pengecer ide-ide liberal ini sangat ingin agar produk mereka juga bisa -dikemas dengan cara sederhana- menjadi bahan diskusi yang mewarnai masjid dan mushalla sampai ke pelosok desa. Berbagai upaya serius yang mereka lakukan dalam rangka memasarkan tema-tema liberal ini pada dasarnya adalah untuk menjaga eksistensi islam liberal, dimana seluruh lapisan masyarakat dapat menerimanya2. Relativisme doktrin yang menegaskan bahawa semua nilai adalah sekadar relating atau bandingan,dan yang menyerang semua sudut pandangan yang mempunyai hak istimewa.semestinya kesudahan yang akan turut melemahkan nilai demokrasi dan toleransi.Relativisme bukanya senjata yang boleh disasarkan kepada musuh yang dipilih,tetapi akan menembak secara

2 http://nurulilmi.com/makar/aliran-sesat/71-aliran-sesat/310-problem-relativisme-kebenaran-dalam-pandangan-islam.html

10

Page 10: pragmatisme nabhan

sembarangan,menjatuhkan bukan sahaja fahaman kemutlakan atau”ABSOLUTISME”,dogma,dan kepastian trdisi barat,tetapi juga penekanan tradisi itu pada tolak ansur,kepelbagaian dan juga kebersihan berfikir.Sekiranay tiada apa-apa yang boleh menjadi benar secara mutlak,sekiranyasemua nilai-nilai ditentukan oleh budaya ,maka prinsip yang disemai dengan baik,seperti kesamaan manusia akhirnya terpaksa diketepi terus.3

Konsep Kebenaran di dalam Islam Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan alam semesta beserta isinya dengan sangat sempurna dan teratur. Seluruh makhluk ciptaan-Nya juga tersusun dengan pola dan sistem yang sangat sempurna. Manusia sebagai makhluk mukallaf juga telah diberikan-Nya tuntunan yang sangat terang dan jelas dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Mereka tidak dibiarkan begitu saja bebas memilih jalan, menentukan pilihan hidup, dan mencari panduan sesuka hati. Pedoman hidup bagi manusia telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jelaskan dengan wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Ia mengutus Rasul-Nya sebagai basyîr (pemberi kabar gembira) juga sekaligus sebagai nadzîr (pemberi peringatan). Kabar gembira berupa jannah dan kenikmatannya –di akhirat kelak- bagi mereka yang mengikuti jalan-Nya, dan peringatan akan nâr dan siksaannya bagi para penyimpang dan pembangkang. Pedoman inilah yang bila seseorang mengikutinya pasti akan mendapatkan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan. Bahkan di dunia ia tidak akan tersesat dan tidak akan sengsara, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha:123-124). Ditambah pula dengan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwa mereka tidak akan merasakan kekhawatiran dan tidak bersedih hati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepada kalian, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 38-39).Dari ayat tersebut dipahami bahwa seseorang yang mengikuti petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan bersedih –khususnya ketika meninggalkan dunia- atas urusan dunia yang tidak diperolehnya, di dunia ia tidak akan tersesat, dan di akhirat ia tidak akan sengsara, sebaliknya akan senantiasa bahagia di dalam surga nanti. (Ibn Katsir, tafsir S. Al Baqarah; 38-39, Zaydan : al-Sunan al-Ilahiyyah, http://saaid.net). Adapun bagi mereka yang mengingkari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, membangkang dan berpaling, maka akan mendapatkan kehidupan yang sempit, dan di akhirat akan kekal di dalam neraka. Kebenaran Hanya didalam IslamPetunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah petunjuk yang sebenarnya, yang pantas dinamakan petunjuk. Di dalam Islam petunjuk ini disebut dengan al-huda atau al-hidâyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala itulah petunjuk (yang sebenarnya)".(QS. Al Baqarah: 120).Hidayah inilah yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk disampaikan kepada umatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman;“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak”. (QS. Al Fath:28).Hidayah tersebut adalah agama Islam, yang didalamnya terdapat petunjuk bagi seluruh manusia. Tidak ada sedikitpun petunjuk yang akan didapat diluar Islam, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

3 Penamat Sejarah dan Manusia Terakhir(The end Of History And The Last Man),Francis Fukuyama,hlm 398

11

Page 11: pragmatisme nabhan

sebagai satu-satunya pemilik hidayah telah menyatakan bahwa satu-satunya agama yang diridhai-Nya hanyalah Islam. “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran:19). “Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran:85). Ayat tersebut menjelaskan bahwa kebenaran hanya akan didapatkan di dalam Islam. Jika seseorang mencari kebenaran diluar Islam, atau membuat pola dan aturan sendiri yang diyakininya sebagai kebenaran, pada dasarnya ia berada dalam kesesatan dan kerugian. Kemudian, jalan kebenaran yang harus diikuti dan jalan kebathilan yang harus dijauhi itu telah dengan jelas diterangkan melalui wahyu-Nya, al-Qur’an dan hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Abu Dzar z meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dimana ia berkata:

�ِه�   الَّل ُس�وُل� َر� �ا �َن َك �َر� : nَت َف�َق�اُل� َق�اُل� �ًم�ا، ِع�َّل �ِه� ِم�َن �ا َن �َر� �َذ�َك ُي َو�ُه�و� �ال ِإ �َه�و�اِء�، ال َف�ي �ِه� ْي �اَح� َن َج� �َق�َّل�ُب� ُي �َر* َط�اِئ َو�ِم�ا ،n (( : �َق�ي� َب ِم�ا�ْم� ((. �ُك ل �َن� �ْي َب َو�َق�ْد� �ال ِإ �اَر�، الَن ِم�َن� �اِع�ْد� �َب َوُي �ِة�، َن �َج� ال ِم�َن� ُب� ��َق�َر ُي ِء* ي� َش�

“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah wafat meninggalkan kami, dan tidak seekorpun burung yang terbang membolak-balikkan kedua sayapnya di udara, beliau pasti telah menerangkan ilmunya kepada kami. Abu Dzar z berkata: Beliaupun telah bersabda: “Tidak tersisa sedikitpun sesuatu yang mendekatkan kalian ke surga, dan menjauhkan kalian dari neraka, sungguh pasti telah dijelaskan kepada kalian”.(Shahih, H.R Imam al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, 2/166 no. 1647).Dari penjelasan ayat dan hadits tersebut sangat jelas bahwa pemahaman para pengusung liberalisme dan pluralisme sangatlah menyesatkan. Mereka meyakini adanya nilai-nilai kebenaran diluar Islam, bahkan semuanya –tanpa melihat agama apapun- berada di jalan yang benar. Paham relativisme kebenaran yang berkonsekwensi meyakini adanya kebenaran pada semua agama ini telah menjadi masalah ushûl bagi para pengusung sepilis (sekularisme, pluralisme dan liberalisme). Paham relativisme kebenaran inilah yang kemudian membuahkan paham pluralisme agama, dimana mereka menyatakan bahwa ‘semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama’, atau dengan kata lain ‘semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang sama’. Mereka, para liberalis dan pluralis serta orang-orang yang telah terkena virusnya, pasti akan senantiasa berada dalam kesempitan hidup, seperti yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan (lihat Q.S Thaha:123-124) akibat berpaling dari hidayah-Nya. Mereka tidak pernah sampai pada keimanan, karena senantiasa diliputi keraguan akan kebenaran Islam. Sikap skeptis inilah yang menjadikan mereka selalu terombang ambing, mengejar fatamorgana kebenaran yang tak akan pernah mereka dapatkan. Telah hilang dari diri mereka keimanan kepada wahyu Allah dan syariat Rasul-Nya. Yang ada hanyalah penghambaan kepada akal dan hawa nafsu mereka.

Relativisme dan Fahaman Anti Ilmu Kontemporer

a. Nurcholish Madjid dan Kran Hermeneutika

12

Page 12: pragmatisme nabhan

Banyak kalangan akademis yang menjunjung Nurcholish secara berlebihan. Buku "MenembusBatas Tradisi: Menuju Masa Depan yang Membebaskan" adalah kumpulan artikel yang ditulis olehpara akademisi dan cendekiawan, khusus untuk mengkultuskan ketokohan Nurcholish. Bahkan,sanjungan terhadapnya pun melebihi sanjungan terhadap Nabi SAW. Ulil Abshar Abdalla, aktivis liberal tampak begitu terpasung kagum dengan gagasan Nurcholish tentang"relativisme internal". Dalam pujiannya, Ulil mengatakan bahwa Nurcholish telah mengenalkan konsep pluralisme yang penuh, yaitu pluralisme faktual dan normatif sekaligus. Menurutnya, hal in isangat berbeda dengan "pluralisme setengah hati" yang diajarkan oleh Nabi dalam hadits yang popular di kalangan umat Islam, bahwa umat Islam akan terpecah-pecah menjadi 73 golongan,kesemuanya masuk neraka kecuali satu.Ulil pun menempatkan dirinya sebagai juru tafsir terhadap idea sekularisasi Nurcholish.Baginya, idea sekularisasi ini ditujukan untuk memperkenalkan wawasan relativitas dalam pemikiran4 agama. Dia menekankan pendapat Nurcholish bahwa diskursus yang diproduksi oleh manusia(Muslim) tentang agama (Islam) adalah relatif, dan karena itu harus dipisahkan dari agama itu sendiri yang sifatnya absolut. Menurutnya, idea ini dipakai Nurcholish sebagai cara untuk mengatasi perpecahan-perpecahan internal dalam tubuh umat Islam malalui apa yang disebutnya dengan"relativisme internal". (Khazanah Intelektual Islam).Paham relativisme sebagai salah satu ciri utama pemikiran posmodernisme, memangmengakar kuat pada diri Nurcholish. Di banyak lembaran dalam berbagai karyanya, Nurcholishsering melontarkan ide relativisme beragama. Sebagai contoh, dalam bukunya "Pintu-pintu MenujuTuhan", Nurcholish memandang bahwa relativisme adalah suatu keniscayaan fenomenal yangmuncul dari setiap orang yang berusaha memahami suatu agama. Pemahaman ini tidak bisa sertamerta disebut sebagai agama, sebab pemahaman keagamaan setiap individu pasti berbeda denganindividu lainnya. Berkenaan dengan hal ini, dia berkata, "Pemahaman orang atau kelompokterhadap agama tidak sebanding dengan nilai agama itu sendiri". Jadi bisa dipahami dariungkapannya tersebut bahwa adanya perbedaan dan perkembangan beragama dalam diri setiapindividu sebagai "ide" dianggap hal yang wajar, termasuk dalam hal beragama. Bahkan Nurcholishmenguatkan pendapatnya tentang "perkembangan sebagai ide" dengan dalih hal itu adalah bagiandari 'corak akidah Islam'. Dia kemudian mengutip QS. 28:88, yang seharusnya artinya adalah "Tiaptiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah", namun oleh Nurcholish diartikan "Segala sesuatu berubahkecuali Wajah Tuhan", yaitu dengan mengartikan kata "hÉlik" dalam ayat tersebut dengan arti'berubah'. Pengartian tersebut kemudian digiring untuk memperkuat ide relativisme kebenaran yangberakar pada sikap dan pemahaman yang terus berkembang dan berubah.21Menurut Nurcholish, jika ada orang yang menyakini dirinya telah mendapatkan kebenaranmutlak, tidak saja dipandang keliru namun "mengandung kontradiksi dalam istilah", sebab,bagaimana mungkin suatu wujud nisbi seperti manusia dapat mencapai suatu wujud mutlak. JustruTauhid mengajarkan bahwa yang mutlak hanyalah Allah, sehingga Kebenaran Mutlak pun hanyaada pada-Nya belaka.22Selanjutnya, Nurcholish memperjelas pandangannya tentang relativisme kekbenaran inisebagai berikut:"…hanya Allah yang mutlak, dan selain Allah, meskipun mengandung kebenaran, adalahnisbi, dan kebenarannya pun nisbi belaka. Jadi, absolutisme, lebih-lebih lagi, seharusnyatidak terjadi di kalangan kaum Muslim. Apalagi Islam selalu dilukiskan sebagai jalan,sebagaimana dapat dipahami dari istilah-istilah yang digunakan dalam Kitab Suci (ÎirÉÏ,sabÊl, sharÊ'ah, Ïariqah, minhaj, mansak). Kesemua itu mengandung makna 'jalan' danmerupakan metafor-metafor yang menunjukkan bahwa Islam adalah jalan menuju kepadaperkenan Allah dengan segala sifat-Nya".23Namun anehnya, kebenaran yang terdapat dalam jalan menuju Allah yang telah digariskanAllah (baca: agama), dipandang Nurcholish tetap sebagai kebenaran yang relatif dan nisbi. Artinya,agama sebagai jalan kebenaran itu tidak bersifat final dan sebaliknya terus berkembang danberevolusi, seperti layaknya agama-agama lainnya. Namun, kemudian Nurcholish memolespandangannya terhadap agama yang terus mengalami perubahan, perkembangan dan evolusi,sehingga nampak di mata kaum muslimin awam menjadi positif dan

4 Bahaya Relativisme Terhadap Keimanan, Henri Shalahuddin, MA*,hlm6

13

Page 13: pragmatisme nabhan

indah dengan caramenyandingkannya dengan makna hijrah, jihad, ijtihad dan mujahadah. Berkenaan dengan ini Nurcholish menulis:"Di antara sifat Allah ialah Yang Maha Baik dan Maha Benar. Maka jalan menuju kepada Allah ialah jalan menuju Kebenaran, sehingga jalan itu sendiri ikut mendapatkan kualitaskebenaran (menjadi "jalan yang benar"), meskipun kebenaran "di jalan" itu adalah yang terus bergerak dan dinamis, jadi nisbi, dan jalan itu benar adanya hanya karena mengarah5atau menuju kepada Kebenaran Mutlak. Maka pengertian hakiki tentang "jalan" dengansendirinya mengisyaratkan adanya gerak, yakni bahwa apa dan siapapun yang berada diatas jalan dan menempuhnya, maka ia harus bergerak menuju suatu tujuan. Etos gerak initinggi sekali dalam Islam, yang dalam Kitab Suci dikaitkan dengan ide dasar dan semangat tentang hijrah –(QS. 4:97 dan 100; 29:26). Dan ide dasar tentang jihad, ijtihaddan mujahadah (yang berakar kata juhd yang berarti usaha penuh kesungguhan) juga sangat erat terkait dengan etos gerak dan jalan yang dinamis dan tidak kenal berhentitersebut. Karena itu dijanjikan dalam Kitab Suci bahwa barangsiapa melakukan usahapenuh kesungguhan itu maka Allah akan menunjukkan berbagai (tidak satu!) jalan menujukepada-Nya –(QS. 29:69)".24Dalam pernyataan di atas, Nurcholish telah melakukan penyamaran arti QS. 29:69 denganmengacuhkan arti kata "fÊna" dalam ayat tersebut dan menambahi makna "subulanÉ" dengan kata "menuju kepada-Nya". Sehingga dari penafsiran Nurcholish di atas dapat dipahami bahwa jalankeselamatan menuju kepada Allah tidak hanya satu, tidak hanya Islam saja. Lebih jelasnya tentang arah pikiran Nurcholish ini, dapat kita simak dari tulisannya sebagai berikut:"Setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama.Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai agama.Filsafat perenial juga membagi agama pada level esoterik (batin) dan eksoterik (lahir).Satu agama berbeda dengan agama lain dalam level eksoterik, tetapi relatif sama dalamlevel esoteriknya. Oleh karena itu, ada istilah “Satu Tuhan Banyak Jalan”.25Tafsiran QS. 29:69 versi Nurcholish di atas, tentunya sangat berbeda dengan terjemahanterjemahan al-Qur'an yang banyak beredar di kalangan umat Islam: "Dan orang-orang yangberjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalanjalanKami".Relativisme beragama dalam pandangan Nurcholish akan bermuara pada toleransi antaragama. Relativisme beragama ditujukan untuk tidak memaksakan klaim kebenaran suatu agamaterhadap agama yang lain yang juga mempunyai klaim kebenaran menurut versinya. Sebab caracaramemahami agama secara absolut, klaim kebenaran mutlak, ketika agama menjadi eksklusif dan tertutup, menganggap agama lain salah dan menyesatkan, maka agama akan menjadi pemantik timbulnya bentuk-bentuk kekerasan yang berujung konflik.Senada dengan pendapat Nurcholish ini, Djohan Effendi, Ketua Umum ICRP (IndonesianConference of Religion for Peace), menulis Surat Terbuka kepada Pimpinan Majelis UlamaIndonesia tertanggal 30 Juli 2005, menyusul dikeluarkannya fatwa MUI berkenaan dengan haramnya paham sekularisme, liberalisme, pluralisme agama dan sesatnya aliran Ahmadiyah.Sehingga dampak fatwa tersebut menyebabkan timbulnya kekerasan dan perusakan harta benda warga Ahmadiyah yang dianggap sesat. Dengan adanya fenomena saling menyesatkan, saling mengkafirkan dan adanya tindakan anarkhis di tengah masyarakat, maka Djohan pun menulis artikel dengan tema: "Mengapa Masalah Akidah Tidak Diserahkan Kepada ALLAH Saja?"26 Maka dalam memahami ajaran agama, Nurcholish lebih cenderung untuk tidak menggunakan pendekatan secara harfiah, sebaliknya dia menawarkan pendekatan yang mengharuskan suatu 'penyeberangan' (i'tibÉr) ke balik ungkapan-ungkapan linguistiknya, kemudian dilakukan penafsiran (alegoris).27 Nurcholish seringkali membenturkan relativisme dengan absolutisme.Menurutnya, adanya klaim absolutisme yang ditunjukkan secara berlebihan adalah model pendekatan terhadap agama secara harfiah, karena dengan pendekatan agama yang melampaui teks-6tidak literal, seseorang akan melihat kebenaran pada agama lain sebagaimana ia menemukan kebenaran pada agamanya sendiri.Demikian sepintas pandangan Nurcholish tentang relativisme beragama. Meskipun dia lebih banyak menjelaskan sisi urgensi relativisme dengan

5 Bahaya Relativisme Terhadap Keimanan, Henri Shalahuddin, MA*,hlm76 Bahaya Relativisme Terhadap Keimanan, Henri Shalahuddin, MA*,hlm 8

14

Page 14: pragmatisme nabhan

membenturkannya melalui dampak negative absolutisme keagamaan, namun kiprahnya ini telah membuka kran tersebarnya metode hermeneutika di Indonesia. Sebuah metode penafsiran yang biasa digunakan dalam studi Bibel untuk menisbikan semua hal-hal prinsip dalam sebuah agama. Sehingga menghasilkan agama evolutisme yang selalu berubah sesuai selera zaman, anti kemapanan dan desakralisasi ajaran agama.7

Kesimpulan

Ensiklopedi Britannica menyatakan bahwa relativisme adalah sebuah pendekatan ilmiahdalam ilmu-ilmu sosial, termasuk sosiologi dan antropologi. Relativisme ini tidak dapatdipaksakan sebagai metode untuk mengkaji kitab suci dan teks-teks keislaman (baca: al-Qur'an, Hadits, kitab-kitab tafsir dsb). Sebab, dalam epistemologi Islam, agama bukanlah8 bagian dari budaya atau di bawah cabang ilmu-ilmu sosial. Sebaliknya, dalam epistemologiBarat, agama dipandang sebagai bagian atau dipengaruhi oleh budaya setempat. Relativisme yang diwarisi dari kaum Sopists Yunani bertolak belakang dengan konsep ilmu dalam Islam, bahkan oleh sarjana Muslim klasik, paham ini dikategorikan sebagai paham anti ilmu. Ilmu pengetahuan menempati posisi yang sangat tinggi dalam Islam, karena ilmu pengetahuan adalah landasan bertauhid (keimanan), beribadah dan bermu'amalah (interaksi sosial). Dalam Islam, ilmu pengetahuan juga merupakan penuntun ke arah kebahagiaan (sa'Édah). Islam mengajarkan bahwa hakekat kebahagiaan lebih bersifat spiritual yang kekal, yang secara sadar dapat dialami dalam kehidupan sekarang dan akhirat. Artinya, kebahagiaan bukanlah sekedar komoditas sosio-ekonomi, konsep, tujuan sementara, kesenangan fisik-hedonis yang tidak kekal, maupun sebagai kondisi mental dan fikiran temporal. Jadi, kebahagiaan dalam Islam bergantung pada keyakinan terhadap hal-hal mutlak tentang hakikat alam, identitas diri dan tujuan hidupnya hingga hari akhirat nanti. Dan hal-hal ini tidak tercapai kecuali dengan ilmu pengetahuan. Ilmu dalam bahasa Arab, berlawanan dengan kebodohan (jahl). Kebodohan paling berat dalam tradisi keilmuan Islam, disebut jahl murakkab, yang menyangka kejahilan sebagai ilmu atau kepandaian. Ilmu pengetahuanyang benar akan bermuara pada keyakinan dan keimanan. Oleh karena itu, rasa takut kepada Allah SWT, sebagai salah satu manifestasi keimanan, hanya dikhususkan bagi mereka yang memiliki ilmu (QS. FÉÏir: 28). Secara etimologis, makna iman bertolakbelakang dengan makna relativisme (shakk, rayb) yang bermuara pada kebenaran nisbi, bersifat sementara dan kondisional. Dalam al-Qur'an, kata-kata shakk yang berkonotasi pada relativisme, banyak digunakan dalam konteks yang meragukan dan mengabaikan pokok-pokok keimanan (uÎËl al-ÊmÉn) seperti, masalah kitab suci, ajaran para Nabi, akidah dan kehidupan akherat. Relativisme sebagai ruh dari hermeneutika dikembangkan oleh para cendekiawan liberal untuk menggeser tafsir al-Qur'an. Anehnya, metode ini justru banyak diajarkan di berbagai perguruan tinggi Islam di Indonesia saat ini.9

PenutupUmnat Islam secara umumnya banyak yang tidak menyedari akan bahaya ghazwul fikri. Fenomena ini dibuktikan dengan banyaknyar musliin secara sadar ataupun tidak mengikuti pemikiran, tingkah laku dan gaya hidup orang kafir (Barat). Ketidaksadaran muslim terhadap balhaya ini menjadikan

7 Bahaya Relativisme Terhadap Keimanan, Henri Shalahuddin, MA*,hlm 9

8 Bahaya Relativisme Terhadap Keimanan, Henri Shalahuddin, MA*,hlm 10

9 Bahaya Relativisme Terhadap Keimanan, Henri Shalahuddin, MA*,hlm 11

15

Page 15: pragmatisme nabhan

muslim tidak mempunyai identitas dan kepercayaan diri yang kuat sebagai muslim. Bahkan kebanggaan dengan tingkah laku jahiliyah yang diamalkan sebagai suatu budaya dan prestij tersendiri.Pihak kafir setelah mengalam kekalahan yang berterusan terhadap Islam selama perang Salib mencari alternatif untuk menghancurkan umat Islam. Mereka tidak pernah redha dan tidak pernah berhenti menyerang umat Islam hingga muslim mengikuti millah mereka. Strategi altematif menghancurkan Islam yang dipilihnya adalah ghazwul fikri. Ghazwul fikri adalah serangan pemikiran, budaya, mental dan konsep yang berterusan dan dilakukan secara sistematik, beraturan, terancana yang dirintis oleh pihak kafir terhadap muslim sehingga muncul perubahan keperibadian pada umat Islam, gaya hidup dan tingkah laku.Ghazwul fikri ini bertujuan untuk rnerusakkan akhlak, menghancurkan pemikiran, melarutkan keperibadian dan rnenjadikan muslim.riddah. Usaha ini sudah dilaksanakan semenjak sebelum kejatuhan khilafah Islaniiyah yang kemudian menghasilkan jatuhnya khilafah Islamiyah. Usaha memutuskan hubungan di antara negeri Islam di bawah khilafah islamiyah senantiasa dilakukan sehingga muncull nasionalime, kekauman dan kebangsaan. Memisahkan agama dari negara, orientalisme, penyebaran Kristen dan pembebasan wanita merupakan aktivitas ghazwul fikri yang sekarang sudah menunjukkan hasilnya. Umat Islam sekarang sebagai mangsa ghazwul fikri telah berubah wajah menjadi wajah Barat atau jahiliyah walaupun status agama mereka masih Islam.Musush Islam adalah pelaku ghazwul fikri yang terdiri dari Yahudi, Nasrani, Majusi, Musrikin, Munafikin, Atheis dan orang kafir secara umumnya. Mereka biasa disebut dengan musytakbirin (orang yang sombong dan melempaui batas). Cara yang digunakan mereka untuk menyerang Islam adalah peneragan, pendidikan, pengajaran, buku cetakan , klub, sukan, yayasan, pertubuhan, hiburan, film, musik dan sebagainya sehingga memungkinkan umat islam lupa kepada identitas diri mereka dan murtad yang kemudian menjadikan kehidupannya sebagai kehidupan jahiliyah.Kehidupan jahiliyah merupakan kehidupan yang jauh dari berkah Allah, kehidupan in akan merugikan kita di dunia dan akhirat. Kehidupan jahiliyah berarti kehidupan di dalam kegelapan tanpa panduan agama dan petunjuk yang jelas. Kejahiliyahan disebabkan oleh bersangka buruk kepada Allah, merasa diri cukup dan tidak perlu pertolongan Allah, tidak memerlukan hidayah dari Allah dan sombong. Produk jahiliyah diantaranya adalah prasangka jahiliyah, hukum jahiliyah, pengabdian jahiliyah, kebanggan jahiliyah, tingkah laku jahiliyah, perhiasan jahiliyah, dan kehidupan jahiliyah secara umumnya. Jahiiyah merupakan system, konsep dan amalan kehidupan yang berada di dalam kegelapan nur islam. Masyarakat islam telah banyak terpengaruh dengan kehidupan ini sebagai hasil dari ghazwul fikri.Untuk mengembalikan kepercayaan umat islam kepada agamanya merupakan suatu cara yang sulit dilakukan kecuali diperlukan dakawah dan jihad yang dipelopori oleh harakah dan jamaah islamiyah. Kesulitan ini disebabkan karena tingkah laku dan gaya hidup ini sudah menyatu dengan diri muslim, misalnya perhiasan jahiliyah pada wanita yang mengguna lipstik, pakaian mengikuti mode, juga kebiasaan tertentu seperti musik dan hiburan sudah merupakan bagian

Rujukan

1. Bahaya Relativisme Terhadap Keimanan, Henri Shalahuddin, MA*

16

Page 16: pragmatisme nabhan

2. .Penamat Sejarah dan Manusia Terakhir(The end Of History And The Last Man),Francis Fukuyama

3. .http://nurulilmi.com/makar/aliran-sesat/71-aliran-sesat/310-problem-relativisme-kebenaran-dalam-pandangan-islam.html

4. .http://dakwahkampus.com/artikel/pemikiran/983-pragmatisme-jalan-pintas-menuju-kehancuran

5. Al-quran Al-kareem

17