politik perundang-undangan

Upload: hero-herlambang-bratayudha

Post on 02-Apr-2018

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    1/23

    M. Aliamsyah, S.Sos, S.H, M.H1

    A. Pendahuluan

    Peraturan perundang-undangan merupakan bagian atau subsistem

    dari sistem hukum. Oleh karena itu, membahas mengenai politik

    peraturan perundang-undangan pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan

    dari membahas mengenai politik hukum. Istilah politik hukum atau politik

    perundang-undangan didasarkan pada prinsip bahwa hukum dan/atau

    peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari suatu produk

    politik karena peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan

    rancangan atau hasil desain lembaga politik (politic body).2 Sedangkan

    pemahaman atau definisi dari politik hukum secara sederhana dapat

    diartikan sebagai arah kebijakan hukum yang akan atau telah

    dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah.3 M. Mahfud MD

    mengemukakan bahwa politik hukum meliputi:

    1 Makalah disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Perancangan Peraturan Perundang-undangan yang diselenggarakan oleh BPSDM Kementerian Hukum dan Ham, Jakarta, 16 Juli 2010.

    2 HM. Laica Marzuki, Kekuatan Mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-

    Undang, Jurnal Legislasi Vol. 3 Nomor 1, Maret 2006, hal. 2. Lihat juga M. Mahfud MD, Politik Hukum di

    Indonesia, cet. II (Jakarta: LP3ES, 2001), hal. 5. Mahfud MD menyebutkan bahwa hukum merupakan

    produk politik yang memandang hukum sebagai formalitas atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik

    yang saling berinteraksi dan saling bersanginan. Lebih jauh Mahfud MD mengemukakan bahwa hubungankausalitas antara hukum dan politik yang berkaitan dengan pertanyaan apakah hukum mempengaruhi

    politik ataukah politik yang mempengaruhi hukum, dapat dijawabPertama; hukum determinan atas politik

    yaitu kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Kedua; politik

    determinan atas hukum karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik

    yang saling berinteraksi dan bahkan saling bersaingan. Ketiga; politik dan hukum sebagai subsistem

    kemasyarakatan berada pada posisi yang sederajat determinasinya.

    3 M. Mahfud MD,Politik Hukum di Indonesia, cet. II(Jakarta: LP3ES, 2001), hal. 9.

    Politik Peraturan Perundang-undangan

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    2/23

    Pertama; pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan

    pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan

    kebutuhan;

    Kedua; pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk

    penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. 4

    Sebagaimana telah disebutkan, bahwa politik peraturan

    perundang-undangan merupakan bagian atau subsistem dari politik

    hukum, dengan demikian dapat dikatakan bahwa mempelajari atau

    memahami politik hukum pada dasarnya sama dengan memahami atau

    mempelajari politik perundang-undangan demikian pula sebaliknya,

    karena pemahaman dari politik hukum termasuk pula di dalamnya

    mencakup proses pembentukan dan pelaksanaan/penerapan hukum

    (salah satunya peraturan perundang-undangan) yang dapat menunjukkan

    sifat ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. 5 Bagir Manan

    mengartikan istilah politik perundang-undangan secara sederhana yaitu

    sebagai kebijaksanaan mengenai penentuan isi atau obyek pembentukan

    peraturan perundang-undangan. Sedangkan pembentukan peraturan

    perundang-undangan itu sendiri diartikan sebagai tindakan melahirkansuatu peraturan perundang-undangan.6 Sedangkan Abdul Wahid Masru

    mengartikan politik peraturan perundang-undangan sebagai kebijakan

    (beleids/policy) yang diterjemahkan sebagai tindakan

    pemerintahan/negara dalam membentuk peraturan perundang-undangan

    sejak tahap perencanaannya sampai dengan penegakannya

    (implementasinya).7 Sehingga dapat disimpulkan bahwa politik

    perundang-undangan merupakan arah kebijakan pemerintah atau negara

    mengenai pengaturan (substansi) hukum yang dituangkan dalam

    4 Ibid. Lihat juga Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Nasional, makalah pada Kerja

    Latihan Bantuan Hukum, Surabaya, September 1985.

    5 Bagir Manan,Politik Perundang-undangan, Makalah, Jakarta, Mei 1994, hal. 1.

    6 Ibid, hal. 2.

    7 Abdul Wahid Masru,Politik Hukum dan Perundang-undangan, Makalah, Jakarta, 2004.

    2

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    3/23

    peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) untuk mengatur

    kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Selanjutnya, dimana dapat kita melihat gambaran mengenai politik

    perundang-undangan yang sedang dijalankan oleh pemerintah/negara?

    Untuk melihat perkembangan politik perundang-undangan yang berlaku

    pada masa tertentu secara substansial dan sederhana sebenarnya dapat

    dilihat dari:

    1. produk peraturan perundang-undangan yang dibentuk pada masa

    itu yang secara mudah dan spesifik lagi biasanya tergambar pada

    konsiderans menimbang dan penjelasan umum (bila ada) dari

    suatu peraturan perundang-undangan yang dibentuk; dan

    2. kebijakan yang dibuat oleh pemerintah/negara pada saat itu yang

    merupakan garis pokok arah pembentukan hukum, seperti GBHN

    pada masa pemerintahan orde baru atau Prolegnas dan Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang berlaku pada saat

    ini.

    B. Kebijakan Politik Hukum Nasional

    Sebelum lebih jauh membahas politik perundang-undangan, makaterlebih dahulu perlu kita memahami politik hukum sebagai induk dari

    politik perundang-undangan. Oleh karena itu, perlu disinggung secara

    garis besar mengenai arah kebijakan politik hukum nasional yang sedang

    dilaksanakan pada saat ini.

    Arah kebijakan politik hukum nasional dilandaskan pada keinginan untuk

    melakukan pembenahan sistem dan politik hukum yang dilandasikan pada

    3 (tiga) prinsip dasar yang wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu:

    1. supremasi hukum;

    2. kesetaraan di hadapan hukum; dan

    3. penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan

    dengan hukum.

    3

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    4/23

    Ketiga prinsip dasar tersebut merupakan syarat mutlak dalam

    mewujudkan cita-cita terwujudnya negara Indonesia yang damai dan

    sejahtera. Apabila hukum ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka

    diharapkan kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang

    rukun akan dapat terwujud. Untuk itu politik hukum nasional harus

    senantiasa diarahan pada upaya mengatasi berbagai permasalahan

    dalam penyelenggaraan sistem dan politik hukum yang meliputi

    permasalahan yang berkaitan dengan substansi hukum, struktur hukum,

    dan budaya hukum.

    1. Substansi Hukum (Legal Substance)

    Pembenahan substansi hukum merupakan upaya menata kembali

    materi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan

    perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-

    undangan dengan memperhatikan asas umum dan hirarki

    perundang-undangan dan menghormati serta memperkuat kearifan

    lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan

    peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari

    upaya pembaruan materi hukum nasional. Hal ini yang akan

    dibahas selanjutnya karena materi ini merupakan bagian dari politikperundang-undangan.

    2 Struktur Hukum (Legal Structure)

    Pembenahan terhadap struktur hukum lebih difokuskan pada

    penguatan kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme

    hakim dan staf peradilan serta kualitas sistem peradilan yang

    terbuka dan transparan; menyederhanakan sistem peradilan,

    meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh

    masyarakat dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil

    dan memihak pada kebenaran; memperkuat kearifan lokal dan

    hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan

    melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya

    4

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    5/23

    pembaruan materi hukum nasional. Dalam kaitannya dengan

    pembenahan struktur hukum ini, langkah-langkah yang diterapkan

    adalah:

    a. Menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat pada sistem

    hukum dan kepastian hukum.

    Kurangnya independensi lembaga penegak hukum yang terjadi

    selama kurun waktu silam membawa dampak besar dalam

    sistem hukum. Intervensi berbagai kekuasaan lain terhadap

    kekuasaan yudikatif telah mengakibatkan terjadinya partialitas

    dalam berbagai putusan, walaupun hal seperti ini menyalahi

    prinsip-prinsip impartialitas dalam sistem peradilan telah

    mengakibatkan degradasi kepercayaan masyarakat kepada

    sistem hukum maupun hilangnya kepastian hukum.

    b. Penyelenggaraan proses hukum secara transparan dan dapat

    dipertanggungjawabkan (akuntabilitas).

    Akuntabilitas lembaga hukum tidak dilakukan dengan jelas, baik

    kepada siapa atau lembaga mana lembaga tersebut harus

    bertanggung jawab maupun tata cara bagaimana yang harus

    dilakukan untuk memberikan pertanggungjawabannya,sehingga memberikan kesan proses hukum tidak transparan.

    Hal ini juga berkaitan dengan budaya para penegak hukum

    dan masyarakatnya, sebagai contoh kurangnya informasi

    mengenai alur atau proses beracara di pengadilan sehingga hal

    tersebut sering dipakai oleh oknum yang memanfaatkan hal

    tersebut untuk menguntungkan dirinya sendiri. Kurangnya

    bahkan sulitnya akses masyarakat dalam melakukan

    pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan membuka

    kesempatan terjadinya penyimpangan kolektif di dalam proses

    peradilan sebagaimana dikenal dengan istilah mafia peradilan

    yang sampai saat ini tiada kunjung dapat teratasi, oleh kerena

    5

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    6/23

    itu sangat diperlukan penetapan langkah-langkah prioritas

    dalam pembenahan lembaga peradilan.

    c. Pembenahan dan peningkatan sumber daya manusia di bidang

    hukum.

    Secara umum, kualitas sumber daya manusia di bidang hukum,

    dari mulai para peneliti hukum, perancang peraturan

    perundang-undangan sampai tingkat pelaksana dan penegak

    hukum masih perlu peningkatan, termasuk dalam hal

    memahami dan berperilaku responsif gender. Rendahnya

    kualitas sumber daya manusia di bidang hukum juga tidak

    terlepas dari belum mantapnya sistem pendidikan hukum yang

    ada. Selain itu telah menjadi rahasia umum bahwa proses

    seleksi maupun kebijakan pengembangan sumber daya

    manusia di bidang hukum yang diterapkan banyak menyimpang

    yang akhirnya tidak menghasilkan SDM yang berkualitas. Hal ini

    pula yang memberikan berpengaruh besar terhadap

    memudarnya supremasi hukum serta semakin menambah

    ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang

    ada.

    3. Budaya Hukum (Legal Culture)

    Unsur yang ketiga dalam arah kebijakan politik hukum nasional

    adalah meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan

    dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini

    bertujuan untuk menumbuhkan kembali budaya hukum yang

    sepertinya semakin hari semakin memudar (terdegradasi).

    Apatisme dan menurunnya tingkat appresiasi masyarakat pada

    hukum dewasa ini sudah sangat mengkhawatirkan, maraknya

    kasus main hakim sendiri, pembakaran para pelaku kriminal,

    pelaksanaan sweepingoleh sebagian anggota masyarakat bahkan

    di depan aparat penegak hukum merupakan gambaran nyata

    6

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    7/23

    semakin menipisnya budaya hukum masyarakat. Sehingga konsep

    dan makna hukum sebagai instrumen untuk melindungi

    kepentingan individu dan sosial hampir sudah kehilangan

    bentuknya yang berdampak pada terjadinya ketidakpastian hukum

    yang tercipta melalui proses pembenaran perilaku salah dan

    menyimpang bahkan hukum sepetinya hanya merupakan

    instrumen pembenar bagi perilaku salah, seperti sweeping yang

    dilakukan oleh kelompok masa, oknum aparat yang membacking

    orang atau kelompok tertentu, dan lain sebagainya.

    Tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak, kewajibannya, dan

    hukum sangat berkaitan dengan (antara lain) tingkat pendidikan

    dan proses sosialisasi terhadap hukum itu sendiri. Di lain pihak

    kualitas, profesionalisme, dan kesadaran aparat penegak hukum

    juga merupakan hal mutlak yang harus dibenahi. Walaupun tingkat

    pendidikan sebagian masyarakat masih kurang memadai, namun

    dengan kemampuan dan profesionalisme dalam melakukan

    pendekatan dan penyuluhan hukum oleh para praktisi dan aparatur

    ke dalam masyarakat, sehingga pesan yang disampaikan kepada

    masyarakat dapat diterima secara baik dan dapat diterapkanapabila masyarakat menghadapi berbagai persoalan yang terkait

    dengan hak dan kewajibannya serta bagaimana menyelesaikan

    suatu permasalahan sesuai dengan jalur hukum yang benar dan

    tidak menyimpang.

    Untuk mendukung pembenahan sistem dan politik hukum tersebut,

    telah ditetapkan sasaran politik hukum nasional yaitu terciptanya suatu

    sistem hukum nasional yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif

    (termasuk bias gender); terjaminnya konsistensi seluruh peraturan

    perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah, serta tidak

    bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi, dan

    kelembagaan peradilan dan penegak hukum yang berwibawa, bersih,

    7

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    8/23

    profesional dalam upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum

    masyarakat secara keseluruhan.

    Untuk mewujudkan sasaran tersebut, maka disusun suatu program

    pembangunan politik hukum, antara lain dengan melakukan:

    1. program perencanaan hukum;

    2. Program pembentukan hukum;

    3 program peningkatan kinerja lembaga peradilan dan lembaga

    penegakan hukum lainnya;

    4. program peningkatan kualitas profesi hukum; dan

    5 program peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia.

    C. Politik Perundang-undangan

    Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa politik

    perundang-undangan merupakan arah kebijakan pemerintah atau negara

    mengenai arah pengaturan (substansi) hukum yang dituangkan dalam

    peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) untuk mengatur

    kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa hanya menggambarkan

    keinginan atau kebijakan pemerintah atau negara? Dalam Undang-

    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwakewenangan atau organ pembentuk peraturan perundang-undangan

    adalah hanya negara atau Pemerintah.8 Dengan demikian dapat

    dikatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan

    merupakan bentuk monopoli negara yang absolut, tunggal, dan tidak

    dapat dialihkan pada badan yang bukan badan negara atau bukan badan

    pemerintah. Sehingga pada prinsipnya tidak akan ada deregulasi yang

    memungkinkan penswastaan pembentukan peraturan perundang-

    undangan. Namun demikian dalam proses pembentukannya sangat

    mungkin mengikutsertakan pihak bukan negara atau Pemerintah.9 Hal

    tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa peraturan perundang-

    8 Hal ini disebut sebagai asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat yang terdapat

    dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

    undangan.

    8

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    9/23

    undangan, baik langsung maupun tidak langsung akan selalu berkenaan

    dengan kepentingan umum, oleh karena itu sangat wajar apabila

    masyarakat diikutsertakan dalam penyusunannya.

    Keikutsertaan tersebut dapat dalam bentuk memberikan

    kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan berbagai prakarsa

    dalam mengusulkan/memberikan masukan untuk mengatur sesuatu atau

    memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menilai, memberikan

    pendapat atas berbagai kebijaksanaan negara atau Pemerintah di bidang

    perundang-undangan. Dalam praktek, pengikutsertaan dilakukan melalui

    kegiatan seperti pengkajian ilmiah, penelitian, berpartisipasi dalam forum-

    forum diskusi atau duduk dalam kepanitiaan untuk mempersiapkan suatu

    rancangan peraturan perundang-undangan.

    Pada forum Dewan Perwakilan Rakyat juga dilakukan pemberian

    sarana partisipasi yang dilakukan melalui pranata "dengar pendapat" atau

    "public hearing". Berbagai sarana untuk berpartisipasi tersebut akan lebih

    efektif bila dilakukan dalam lingkup yang lebih luas bukan saja dari

    kalangan ilmiah atau kelompok profesi, tetapi dari berbagai golongan

    kepentingan (interest groups) atau masyarakat pada umumnya. Untuk

    mewujudkan hal tersebut biasanya diperlukan suatu sistem desiminasirancangan peraturan perundang-undangan agar masyarakat dapat

    mengetahui arah kebijakan atau politik hukum dan perundang-undangan

    yang dilaksanakan. Sehingga pembangunan dan pembentukan peraturan

    perundang-undangan dapat mengarah pada terbentuknya suatu sistem

    hukum nasional Indonesia yang dapat mengakomodir harapan hukum

    yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang berorientasi pada

    terciptanya hukum yang responsive. Berkaitan dengan hal tersebut

    Mahfud MD juga menyatakan:

    Hukum yang responsive merupakan produk hukum yang lahir daristrategi pembangunan hukum yang memberikan peranan besardan mengundang partisipasi secara penuh kelompok-kelompok

    9 Ibid, Psl 53. Pasal 53 merumuskan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan

    atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan

    daerah.

    9

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    10/23

    masyarakat sehingga isinya mencerminkan rasa keadilan danmemenuhi harapan masyarakat pada umumnya.10

    Dari yang telah diuraikan tersebut, maka seharusnya peraturan

    perundang-undangan dapat diformulasikan sedemikian rupa yaitu sedapatmungkin menampung berbagai pemikiran dan partisipasi berbagai lapisan

    masyarakat, sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat diterima oleh

    masyarakat. Pemahaman mengenai hal ini sangat penting karena dapat

    menghindari benturan pemahaman antara masyarakat dan pemerintah

    atau negara yang akan terjebak ke dalam tindakan yang dijalankan diluar

    jalur atau landasan hukum. Bila hukum yang dihasilkan adalah hukum

    yang responsif, maka tidak akan ada lagi hukum siapa yang kuat (punya

    kekuasaan) akan menguasai yang lemah atau anggapan rakyat selalu

    menjadi korban, karena lahirnya hukum tersebut sudah melalui proses

    pendekatan dan formulasi materi muatannya telah menampung berbagai

    aspirasi masyarakat. Pada dasarnya penerimaan (resepsi) dan apresiasi

    masyarakat terhadap hukum sangat ditentukan pula oleh nilai, keyakinan,

    atau sistem sosial politik yang hidup dalam masyarakat itu sendiri.11

    Dalam sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan di

    Indonesia pernah terjadi bahwa selama lebih dari 30 tahun sebelum

    reformasi tahun 1998, konfigurasi politik yang berkembang di negara

    Indonesia dibangun secara tidak demokratis sehingga hukum kita menjadi

    hukum yang konservatif dan terpuruk karena selalu dijadikan sub ordinat

    dari politik. Sedangkan ciri atau karakteristik yang melekat pada hukum

    konservatif antara lain:

    1. Proses pembuatannya sentralistik (tidak partisipatif) karena

    didominasi oleh lembaga-lembaga negara yang dibentuk secara

    10M. Mahfud MD, Demokratisasi Dalam Rangka Pembangunan Hukum Yang Responsif,

    Makalah, FH UNDIP, Semarang, 1996, hlm 1.

    11 Iskandar Kamil, Peradilan Anak, Makalah, Disampaikan pada Workshop (Round Table

    Discussion) mengenai Pedoman Diversi untuk Perlindungan Bagi Anak Yang Berhadapan dengan Hukum,

    Jakarta, 1 Juni 2005.

    10

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    11/23

    tidak demokrastis pula oleh negara. Di sini peran lembaga

    peradilan dan kekuatan-kekuatan masyarakat sangat sumir.

    2. Isinya bersifatpositivist-instrumentalistik (tidak aspiratif) dalam arti

    lebih mencerminkan kehendak penguasa karena sejak semula

    hukum telah dijadikan alat (instrumen) pembenar yang akan

    maupun (terlanjur) dilakukan oleh pemegang kekuasaan yang

    dominan.

    3. Lingkup isinya bersifat open responsive (tidak responsif) sehingga

    mudah ditafsir secara sepihak dan dipaksakan penerimanya oleh

    pemegang kekuasaan negara.

    4. Pelaksanaannya lebih mengutamakan program dan kebijakan

    sektoral jangka pendek dari pada menegakkan aturan-aturan

    hukum yang resmi berlaku.

    5. Penegakannya lebih mengutamakan perlindungan korp sehingga

    tidak jarang pembelokan kasus hukum oleh aparat dengan

    mengaburkan kasus pelanggaran menjadi kasus prosedur atau

    menampilkan kambang hitam sebagai pelaku yang harus

    dihukum.12

    Sejalan dengan M. Mahfud MD, mengenai ciri tersebut, Satya

    Arinanto memberikan pendapatnya bahwa produk hukum yang konservatif

    mempunyai makna:

    Produk hukum konservatif/ortodoks/elitisadalah produk hukumyang isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik, keinginanpemerintah, dan bersifat positivis-instrumentalis, yakni menjadi alatpelaksanaan ideologi dan program negara. Ia lebih tertutupterhadap tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok maupun individu-

    individu dalam masyarakat. Dalam pembuatannya, peranan danpartisipasi masyarakat relatif kecil.

    Sedangkan produk hukum responsif/populistik adalah produkhukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan

    12 M. Mahfud MD, Langkah Politik dan Bingkai Paradikmatik Dalam Penegakan Hukum Kita,

    Makalah, Bahan Kumpulan Perkuliahan Pasca Sarjana FH UI, 2004, hal 3-5.

    11

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    12/23

    masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan perananbesar dan partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atauindividu-individu dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsifterhadap tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok sosial atauindividu-individu dalam masyarakat.13

    Dari pengalaman sejarah hukum14 tersebut seharusnya perlu

    dirancang suatu skenario politik perundang-undangan nasional yang

    berorientasi pada pemahaman konsep sistem hukum nasional yang

    diwujudkan dalam bentuk penyusunan peraturan perundang-undangan

    secara komprehensif dan aspiratif. Penyusunan atau pembentukan

    peraturan perundang-undangan yang aspiratif tersebut merupakan

    rangkaian dari langkah-langkah strategis yang dituangkan dalam program

    pembangunan hukum nasional yang dilaksanakan untuk mewujudkan

    negara hukum yang adil dan demokratis serta berintikan keadilan dan

    kebenaran yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa di

    dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    D. Landasan Politik Perundang-undangan

    Sebagai bagian dari suatu konsep pembangunan, politik

    perundang-undangan sudah pasti bertumpu pada suatu landasan

    (yuridis), yaitu antara lain:

    1. Pancasila.

    Pancasila ladasan awal dari politik hukum dan peraturan

    perundang-undangan hal ini dimaksudkan agar kebijakan dan

    strategi (politik) hukum dan peraturan perundang-undangan sejalan

    sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat Indonesia

    13 Satya Arinanto, Kumpulan Materi Pendukung (Transparansi) Politik Hukum dan Politik

    Perundang-undangan (Dihimpun dari Berbagai Sumber), Disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan

    Perancangan Perundang-undangan Bagi Legislative DrafterSekretariat Jenderal DPR RI, tanggal 14 April2003, hal. 8.

    14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 107. Satjipto

    Rahardjo mengutip Paul Scholten yang mengemukakan konsep bahwa hukum merupakan suatu kesatuan

    norma-norma yang merupakan rangkaian perjalanan sejarah yang memandang kebelakang kepada

    peraturan perundang-undangan yang ada dan memandang kedepan untuk mengatur kembali.

    12

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    13/23

    dengan tetap membuka diri terhadap berbagai hal-hal yang baik

    yang merupakan hasil perubahan yang terjadi dalam berbagai

    bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik

    di lingkungan pergaulan nasional maupun internasional.

    2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    UUD NRI Tahun 1945 merupakan landasan formal dan materiil

    konstitusional dalam politik hukum dan peraturan perundang-

    undangan sehingga setiap kebijakan dan strategi di bidang hukum

    dan peraturan perundang-undangan mendapatkan legitimasi

    konstitusional sebagai salah satu bentuk penjabaran negara

    berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan asas konstitusionalisme.15

    3. Peraturan atau Kebijakan implementatif dari politik peraturan

    perundang-undangan.

    Yang dimaksud disini adalah peraturan atau kebjikan yang memuat

    aturan-aturan yang berkaitan dengan politik hukum dan peraturan

    perundang-undangan yang bersifat implementatif dari landasan

    filosofis, konstitusional, operasional, formal, dan prosedural,misalnya antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004,

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

    Daerah, Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005, Peraturan

    Presiden Nomor 68 Tahun 2005, Program Legislasi Nasional

    (Prolegnas), Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan lain

    sebagainya.

    Di samping landasan tersebut, dalam melaksanakan politik

    peraturan perundang-undangan, seharusnya perlu diperhatikan pula

    15 Abdul Wahid Masru, Op. Cit., hal. 4.

    13

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    14/23

    mengenai pola pikir pembentukan peraturan perundang-undangan

    (hukum) yang harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip:

    1. Segala jenis peraturan perundang-undangan merupakan satu

    kesatuan sistem hukum yang bersumbar pada Pancasila dan UUD

    NRI Tahun 1945. Oleh sebab itu, tata urutan, kesesuaian isi antara

    berbagai peraturan perundang-undangan tidak boleh diabaikan

    dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

    2. Tidak semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara

    harus diatur dengan peraturan perundang- undangan. Berbagai

    tatanan yang hidup dalam masyarakat yang tidak bertentangan

    dengan cita hukum, asas hukum umum yang terkandung dalam

    Pancasila dan UUD 1945 dapat dibiarkan dan diakui sebagai

    subsistem hukum nasional dan karena itu mempunyai kekuatan

    hukum seperti peraturan perundang-undangan.

    3. Pembentukan peraturan perundang-undangan, selain mempunyai

    dasar-dasar yuridis, harus dengan seksama mempertimbangkan

    dasar-dasar filosifis dan kemasyarakatan tempat kaidah tersebut

    akan berlaku.

    4. Pembentukan peraturan perundang-undangan selain mengaturkeadaan yang ada harus mempunyai jangkauan masa depan.

    5. Pembentukan peraturan perundang-undangan bukan hanya

    sekedar menciptakan instrumen kepastian hukum tetapi juga

    merupakan instrumen keadilan dan kebenaran.

    6. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan

    pada partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak

    langsung (peran serta masyarakat).

    7. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan

    asas dan materi muatan peraturan perundang-undangan.

    E. Langkah Strategis Politik Perundang-undangan Nasional (Jangka

    Menengah)

    14

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    15/23

    Sehubungan dengan politik pembangunan hukum dan politik

    peraturan perundang-undangan nasional, paling tidak pemerintah dan

    Dewan Perwakilan Rakyat telah menetapkan dua langkah strategis, yaitu

    dengan menetapkan Program Legislasi Nasional 2010-2014 dan

    menetapkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.

    1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun

    2010-2014.

    Dalam rangka pembenahan sistem dan politik hukum nasional,

    pada tanggal 20 Januari 2010 ditetapkan Peraturan Presiden

    Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Nasional Tahun 2010-2014. Satya Arinanto dalam

    pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum

    Universitas Indonesia menyatakan bahwa Peraturan Presiden

    tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ini

    dapat dikatakan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)

    yang pernah ada dalam Era Orde Lama dan Orde Baru.16

    Bila dilihat dari beberapa hal yang berkaitan dengan pembenahan

    substansi hukum, maka dapat dikatakan bahwa politik hukum atau

    politik peraturan perundang-undangan dalam Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional ini diarahkan pada

    permasalahan terjadinya tumpang tindih dan inkonsistensi

    peraturan perundang-undangan dan implementasi undang-undang

    yang terhambat peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan adanya

    permasalahan tersebut, maka politik hukum nasional akan diarah

    pada terciptanya hukum nasional yang adil, konsekuen, dan tidakdiskriminatif serta menjamin terciptanya konsistensi seluruh

    16 Satya Arinanto, Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi, Pidato

    Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar tetap pada FH-UI, Jakarta, 18 Maret 2006, hal. 14 16. Alasan

    menyebut sama dengan GBHN dalam era Orde Lama dan Orde Baru, karena sebagai akibat proses

    perubahan UD 1945, dimana salah satu dasar pemikiran perubahannya adalah tentang kekuasaan tertinggi

    di tangan MPR, maka semenjak tahun 2004, MPR hasil pemilihan umum pada tahun tersebut tidak lagi

    menetapkan produk hukum yang berupa GBHN.

    15

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    16/23

    peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah

    serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

    yang lebih tinggi tingkatannya.

    Untuk itu dalam rangka mengimplementasikan politik

    pembangunan hukum nasional17 maka dengan Peraturan Presiden

    tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

    tersebut ditetapkan suatu landasan politik perundang-undangan

    nasional yang sejak tahun 2005 telah menetapkan kebijakan untuk

    memperbaiki substansi hukum melalui peninjauan dan penataan

    kembali peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan

    asas umum dan hierarki peraturan perundang-undangan.

    Peninjauan dan penataan kembali peraturan pundang-undangan

    tersebut adalah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

    melakukan peninjauan dan penataan peraturan perundang-

    undangan termasuk didalamnya melakukan kegiatan

    pengharmonisasian berbagai rancangan peraturan perundang-

    undangan dengan rancangan peraturan perundang-undangan yang

    lain maupun terhadap peraturan perundang-undangan yang telah

    ada, juga melakukan pengharmonisasi peraturan perundang-undangan yang sudah ada dengan peraturan perundang-undangan

    yang lain. Hal ini dimaksudkan agar peraturan perundang-

    undangan yang tumpang tindih, inkonsistensi, bertentangan

    dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

    (disharmonis) dapat ditinjau kembali untuk dilakukan perubahan

    atau revisi.

    Politik perundang-undangan yang tertuang dalam Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional ditujukan untuk

    menciptakan persamaan persepsi dari seluruh pelaku

    pembangunan khususnya di bidang hukum dalam menghadapi

    berbagai isu strategis dan global yang secara cepat perlu diantipasi

    17 Satya Arinanto, Op.Cit., hal. 25.

    16

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    17/23

    agar penegakan dan kepastian hukum tetap berjalan secara

    berkesinambungan yang diharapkan akan dihasilkan

    kebijakan/materi hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat

    serta mempunyai daya laku yang efektif dalam masyarakat dan

    dapat menjadi sarana untuk mewujudkan perubahan-perubahan di

    bidang sosial kemasyarakatan18.

    Oleh karena itu, sasaran politik perundang-undangan nasional saat

    ini harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang

    Nasional (RPJPN) sebagai arah dan prioritas pembangunan secara

    menyeluruh yang dilakukan secara bertahap dan juga Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2010-2014.

    Acuan tersebut sangat penting karena politik peraturan perundang-

    undangan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka

    pembangunan hukum nasional secara keseluruhan yang

    merupakan suatu proses yang dinamis, mengalami perubahan

    sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat dan politik yang

    tidak terlepas dari:

    a. keadaan masa lalu yang terkait dengan sejarah perjuangan

    bangsa;b. keadaan saat ini yang berkaitan dengan kondisi obyektif yang

    terjadi; serta

    c. cita-cita atau keinginan yang ingin diwujudkan di masa yang

    akan datang.19

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang telah

    ditetapkan juga telah mengarahkan pembentukan peraturan

    perundang-undangan yang harus dilakukan melalui proses yang

    benar dengan memperhatikan tertib perundang-undangan serta

    18 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,

    jilid III, No. 4, (Bandung: Padjadjaran), 1970, hal. 5-16, dalam Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan

    Sosial, (bandung: Penerbit Alumni), 1979, hal. 161.19 Prolegnas: instrumen perencanaan perundang-undangan,

    17

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    18/23

    asas umum peraturan perundang-undangan yang baik. Adapun

    pokok-pokok politik perundang-undangan yang akan dilaksanakan

    dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dapat

    dikelompokkan antara lain meliputi kegiatan:

    a. Penegakkan dan Kepastian Hukum yang meliputi antara lain:

    1) Penguatan dan Pemantapan Hubungan Kelembagaan Antar

    Penegak Hukum;

    2) Peningkatan Kinerja Lembaga Bidang Hukum;

    3) Peningkatan Pemberantasan Korupsi;

    4) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik;

    5) Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Aparat Hukum;

    6) Inventarisasi dan Penyelarasan Peraturan Perundang-

    undangan yang menghambat pembangunan;

    7) Peningkatan Penghormatan, Pemajuan, dan Penegakan

    HAM

    1 b. Pelaksanaan berbagai pengkajian hukum dengan

    mendasarkan baik dari hukum tertulis maupun hukum tidak

    tertulis yang terkait dengan isu hukum, hak asasi manusia dan

    peradilan;2 c. Pelaksanaan berbagai penelitian hukum untuk dapat lebih

    memahami kenyataan yang ada dalam masyarakat;

    3 d. Harmonisasi di bidang hukum (hukum tertulis dan hukum

    tidak tertulis/hukum adat) terutama pertentangan antara

    peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dengan

    peraturan perundang-undangan pada tingkat daerah yang

    mempunyai implikasi menghambat pencapaian kesejahteraan

    rakyat;

    4 e. Penyusunan naskah akademis rancangan undang-undang

    berdasarkan kebutuhan masyarakat;

    5 f. Penyelenggaraan berbagai konsultasi publik terhadap hasil

    pengkajian dan penelitian sebagai bagian dari proses pelibatan

    18

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    19/23

    masyarakat dalam proses penyusunan rekomendasi yang

    sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

    6 g. Penyempurnaan dan perubahan dan pembaruan berbagai

    peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dan tidak

    sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan, serta

    yang masih berindikasi diskriminasi dan yang tidak memenuhi

    prinsip kesetaraan dan keadilan;

    h. Penyusunan dan penetapan berbagai peraturan perundang-

    undangan berdasarkan asas hukum umum, taat prosedur serta

    sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    2. Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

    Program Legislasi Nasional (Prolegnas) adalah bagian dari

    manajemen dan politik pembentukan peraturan perundang-

    undangan yang merupakan instrument perencanaan program

    pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana,

    terpadu, dan sistematis20 yang ditetapkan untuk jangka waktu

    panjang, menengah, dan tahunan berdasarkan skala prioritaspembentukan Rancangan Undang-Undang. Prolegnas sangat

    diperlukan untuk menata sistem hukum nasional secara

    menyeluruh dan terpadu yang didasarkan pada cita-cita Proklamasi

    dan landasan konstitusional negara hukum Indonesia. Dasar

    hukum penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) saat

    ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan

    Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan

    dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional.

    Prolegnas memuat program pembentukan Undang-Undang dengan

    pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan

    20 Republik Indonesia,Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005, Psl. 1 angka 1 lihat pula Pasal

    1 angka 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    19

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    20/23

    peraturan perundang-undangan lainnya yang merupakan

    penjelasan secara lengkap mengenai konsep Rancangan Undang-

    Undang yang meliputi:

    a. latar belakang dan tujuan penyusunan;

    b. sasaran yang akan diwujudkan;

    c. pokok-pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur;

    dan

    d. jangkauan dan arah pengaturan.21

    Penyusunan Prolegnas di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat

    dikoordinasikan oleh Badan Legislasi dan Penyusunan Prolegnas

    di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan

    Hak Asasi Manusia. Hasil penyusunan Prolegnas di lingkungan

    Dewan Perwakilan Rakyat oleh Badan Legislasi dikoordinasikan

    dengan Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM dalam

    rangka sinkronisasi dan harmonisasi Prolegnas.

    Di lingkungan pemerintah, Menteri Hukum dan HAM sebagai

    koordinator dalam pelaksanaan pengharmonisasian, pembulatan,

    dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dilingkungan pemerintah. Upaya pengharmonisasian, pembulatan,

    dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang diarahkan

    pada perwujudan keselarasan dengan falsafah Negara, tujuan

    nasional berikut aspirasi yang melingkupinya, Undang-Undang

    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang

    lain yang telah ada berikut segala peraturan pelaksanaannya dan

    kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang yang diatur dalam

    Rancangan Undang-Undang tersebut.

    Prolegnas merupakan acuan dalam proses perencanaan

    penyusunan peraturan perundang-undangan sekaligus sebagai

    bagian dari proses persiapan pembentukan peraturan perundang-

    21 Ibid, Psl. 4.

    20

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    21/23

    undangan memiliki peran yang sangat penting dalam

    pembangunan hukum secara keseluruhan. Prolegnas dapat pula

    dikatakan sebagai gambaran politik perundang-undangan

    Indonesia yang berisi rencana pembangunan peraturan

    perundang-undangan.

    Pembentukan peraturan perundang-undangan yang terarah melalui

    Prolegnas diharapkan dapat mengarahkan pembangunan hukum,

    mewujudkan konsistensi peraturan perundang-undangan, serta

    menghindari adanya disharmonis peraturan perundang-undangan

    baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Dengan disusunnya

    Prolegnas diharapkan akan dihasilkannya suatu kebijakan yang

    sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkeadilan, mengandung

    perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,

    serta mempunyai daya laku yang efektif dalam masyarakat.

    Selain sebagai instrumen mekanisme perencanaan hukum yang

    menggambarkan sasaran politik hukum atau polotik perundang-

    undangan secara mendasar, Prolegnas juga memuat daftar

    Rancangan Undang-Undang yang dibentuk selaras dengan tujuan

    pembangunan hukum nasional yang tidak dapat dilepaskan darirumusan pencapaian tujuan negara sebagaimana dimuat dalam

    Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:

    a. melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah

    Indonesia;

    b. mencerdaskan kehidupan bangsa; memajukan kesejahteraan

    umum; dan

    c. ikut melaksanakan ketertiban dunia.

    Berdasarkan hal tersebut, Program Legislasi Nasional Tahun

    20102014 yang berlaku saat ini disusun sebagai politik

    perundang-undangan yang merupakan implementasi dari

    substansi politik pembentukan hukum nasional untuk rentang waktu

    21

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    22/23

    tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Di dalam Prolegnas dimuat

    rencana peraturan perundang-undangan yang akan dibuat selama

    kurun waktu lima tahun tersebt yang dituangkan dalam Keputusan

    Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Berdasarkan

    Keputusan DPR RI Nomor 41A/DPR RI/I/2009-2010 dan

    Keputusan DPR RI Nomor 41B/DPR RI/I/2009-2010 terdapat

    sebanyak 247 (dua ratus empat puluh tujuh) RUU yang disepakati

    dalam Prolegnas 2010-2014 untuk disusun dan beberapa RUU

    Kumulatif Terbuka. Dari rencana tersebut, saat ini 70 RUU telah

    ditetapkan menjadi prioritas pembahasan tahun 2010 dan

    kemungkinan penambahan dari 5 jenis RUU yang bersifat

    Kumulatif Terbuka.22

    F. Penutup

    Dari beberapa kebijakan yang menjadi landasan politik hukum dan

    politik peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah diuraikan

    di atas menggambarkan betapa penting dan strategisnya fungsi

    perencanaan pembangunan dan politik peraturan perundang-undangan(hukum) sebagai salah satu wujud pembangunan substansi hukum ( legal

    substance) untuk mencapai tujuan dan mewujudkan penyusunan

    peraturan perundang-undangan yang efektif, responsif, dan demokratif

    dalam kerangka pembangunan sistem hukum nasional secara

    keseluruhan yang meliputi pembangunan berbagai subsistem hukum yang

    saling terkait yaitu pembangunan substansi hukum, kelembagaan hukum,

    serta budaya atau kesadaran hukum masyarakat dan menempatkan

    supremasi hukum secara strategis sebagai landasan dan perekat

    pembangunan di bidang lainnya. Pembentukan peraturan perundang-

    22RUU Kumulatif Terbuka: 1) RUU tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, 2) RUU

    tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, 3) RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,

    4) RUU tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota , 5) RUU Kumulatif Terbuka tentang

    Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang.

    22

  • 7/27/2019 Politik Perundang-undangan

    23/23

    undangan yang baik, berkualitas, dan sejalan dengan sosio-kultur

    masyarakat hanya dapat diwujudkan bila dilakukan secara terancana,

    sistematis, dan terpadu.

    23