pola pengawasan hakim pengadilan agama oleh komisi

92
POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI YUDISIAL DAN MAHKAMAH AGUNG Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) HALAMAN JUDUL OLEH : WILDA UTAMI RIZQILLAH NIM. 11140440000062 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2020M/1441H

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

YUDISIAL DAN MAHKAMAH AGUNG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.)

HALAMAN JUDUL

OLEH :

WILDA UTAMI RIZQILLAH

NIM. 11140440000062

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2020M/1441H

Page 2: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

ii

POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

YUDISIAL DAN MAHKAMAH AGUNG

SKRIPSI

LEMBAR PERSETUJUAN Ditujukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

WILDA UTAMI UTAMI RIZQILLAH

NIM: 11140440000062

Pembimbing:

Hj. Hotnidah Nasution, M.A.

NIP. 197101311997032010

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2020M/1441H

Page 3: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Pola Pengawasan Hakim Pengadilan Agama oleh

Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung” telah diajukan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Agustus 2020. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program

Strata Satu (S-1) pada Prigram Studi Hukum Keluarga.

Jakarta, Agustus 2020

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A.

NIP. 197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. Hj. Mesraini, M.Ag. (......................)

NIP. 197602132003122001

2. Sekretaris : Chairul Hadi, M.A. (......................)

NIP. 197205312007101002

3. Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M.A. (......................)

NIP. 197101311997032010

4. Penguji I : Dr. Kamarusdiana, M.H. (......................)

NIP. 197202241998031003

5. Penguji II : Mustolih, S.H.I., M.H. (......................)

NIDN. 2009088001

Page 4: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatukan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 06 Agustus 2020 M

Dzulhijjah, 1441 H

Wilda Utami Rizqillah

NIM: 11140440000062

Page 5: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

v

ABSTRAK

Wilda Utami Rizqillah, NIM 11140440000062. POLA PENGAWASAN

HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI YUDISIAL DAN

MAHKAMAH AGUNG. Program Studi Hukum Keluara (Ahwal Syakhsiyyah),

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

1440 H/2019 M,

Penelitian ini bertujuan untuk membahas pelaksanaan pengawasan hakim

Pengadilan Agama oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Komisi Yudisial

dan Mahkamah Agung mempunyai wewenang dalam mengawasi hakim dan di

dalam aturan ada yang dinamakan pemeriksaan bersama. Secara khusus, skripsi ini

bertujuan untuk mengetahui pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana pola

pengawasan hakim pengadilan Agama oleh Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial.

Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah kualitatif yaitu yang

bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan sumber data primer

yakni melakukan wawancara terhadap hakim tinggi pengawas dan pegawai Komisi

Yudisial bidang analisis. Sumber data sekunder dilakukan dengan kajian

kepustakaan guna memperoleh teori-teori yang relevan dalam pembahasan skripsi

ini.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan pengawasan hakim

masih mempunyai kekurangan baik SDM ataupun personilnya. Dan sering terjadi

perbedaan tafsir dikarenakan perngertian teknis yudisial sendiri sampai saat ini

belum tertera di dalam UU, sehingga antar kedua lembaga ini masih terjadi tumpang

dan tindih. Batasan antara kedua lembaga ini adalah bahwa kewenangan Komisi

Yudisial hanya dalam mengawasi hakim mengawasi terkait perilaku hakim dan

merekomendasikan hakim yang diduga melanggar kode etik hakim.

Kata Kunci : Pengawasan hakim, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung

Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M.A.

Dafar Pustaka : 1985-2016

Page 6: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan

rahmat dan kasih sayangNya kepada umat manusia. Hanya kepada Allah kami

berlindung dan memohon pertolongan. Shalawat dan taslim semoga selalu tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah mewasiatkan berjuta ilmu serta

kebaikan. Alhamdulillah penulisan skripsi ”telah di selesaikan. Dukungan moril

dan materil dari berbagai pihak selalu penulis dapatkan tanpa henti. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan

setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

2. Dr. Mesraini, M.A Ketua dan Sekretaris Program Studi Hukum

Keluarga yang senantiasa mengarahkan dan membimbing mahasiswa

dengan penuh semangat.

3. Hj. Hotnidah Nasution, MA., dosen pembimbing skripsi sekaligus

sebagai dosen pembimbing akademik penulis. Beliau memberikan

banyak ide, gagasan, saran, serta kritik yang sangat membangun daya

pikir penulis. Lebih dari itu, beliau adalah sosok dosen yang senantiasa

sabar, mendengarkan dan mengarahkan penulis, baik saat penulisan

skripsi maupun selama menjadi dosen pembimbing akademik. Semoga,

seluruh usaha, kesabaran dan kerja keras Beliau menjadi amal salih

baginya dan mendapatkan pahala yang sebaik-baiknya.

4. Bpk. Wiyalkah dan ibu Robiyah selaku orang tua yang selalu

memberikan bantuan moril dan materiil, yang senantiasa mengingatkan

dan meluangkan waktunya untuk menjadi teman diskusi penulis.

5. Dr. H. Sulaeman Abdullah, S.H., M.H., Nurasti Parlina, S.H., Rahardian

Fajar Nugroho, S.H., Samsul Bahri S.H., Ahmad Ishni Bulatjaya S.H.

yang telah membantu penulis untuk melancarkan penelitian.

6. Seluruh rekan mahasiswa/I angkatan 2014, dan sahabat-sahabat penulis

yang senantiasa memberikan bantuan tanpa henti dan motivasi kepada

penulis terkhusus kepada Ratih Afriana Ningsih S.H., Hidayatul Fitri

Page 7: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

vii

S.H., Meidiana Lara Kharisma S.H, Permata Syifa Nur Rahmah S.H.,

Nur Episa, S.H., Ahmad Lutfi S.H, Ibnu Alwan S.H. Ani Sumarni serta

keluarga besar sahabat penulis Erina Zuhri Fuadiyyah.

7. Suciaroh S.Pd., Laras Pandu Oktavia, S.Psi., Nurhayaji, S.Pd. selaku

rekan kerja sahabat yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

8. Ade Tita Viorentika, S.Sos dan Muhammad Syafei, S.Sos rekan yang

membantu penulis dalam penulisa skripsi.

Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi

perkembangan ilmu pengetahuan tentang prosesi penegak hukum di

Indonesia khususnya peradilan agama dalam bidang hukum keluarga.

Selain itu penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari seluruh pembaca dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan kualitas

tulisan ini kedepanya.

Jakarta, Agustus 2020 M

1441 H

Penulis

Page 8: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ...................... 6

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 7

C. Metode Penelitian...................................................................................... 8

D. Review Studi Terdahulu .......................................................................... 10

E. Sistematika Penulisan .............................................................................. 12

BAB II KOMISI YUDISIAL DAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI

LEMBAGA PENGAWASAN HAKIM ............................................ 13

A. Pengertian Pengawasan ........................................................................... 13

B. Tujuan dan Fungsi Pengawasan ............................................................... 16

C. Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung .................................................. 21

D. Dasar Hukum Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung ............................ 23

E. Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang

KEPPH ................................................................................................... 26

BAB III MAHKAMAH AGUNG DAN KOMISI YUDISIAL DALAM

KAJIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA ............................. 34

A. Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial .................................................... 34

B. Sejarah Singkat Mahkamah Agung .......................................................... 40

C. Kewenangan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung ............................. 45

D. Hubungan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung ................................. 50

Page 9: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

viii

BAB IV POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA ......... 53

A. Pola Pengawasan Hakim oleh Komisi Yudisial dan Mahmakah Agung ... 53

B. Batasan Kewenangan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung...... 54

C. Dinamika Kerja Sama antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung ..... 58

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 61

A. KESIMPULAN ....................................................................................... 61

B. SARAN ................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63

LAMPIRAN ......................................................................................................... 68

Page 10: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komisi Yudisial mencatat telah menerima 1.544 laporan masyarakat

dan 891 surat tembusan pada 2 Januari - 23 Desember 2019. Laporan

dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman PerilakuHakim (KEPPH)

tersebut paling banyak disampaikan melalui jasa pengiriman surat (pos),

yaitu 893 laporan.1

Berdasarkan jenis perkara, masalah perdata mendominasi laporan

yang masuk ke KY, yaitu 686 laporan. Untuk perkara pidana berada di

bawahnya dengan jumlah laporan 464 laporan. Selain itu, ada juga

pengaduan terkait perkara agama (90 laporan), Tata Usaha Negara (82

laporan), Tipikor (50 laporan), pemilu (36 laporan), perselisihan hubungan

industrial (34 laporan), dan lingkungan (30 laporan).2

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 24 Ayat (1) disebutkan bahwa

terdapat kekuasaan kehakiman yang merupakan kekuasaan yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Di mana di dalam UUD 1945 dalam Pasal 24 Ayat (2) ada 3 lembaga negara

yang disebutkan di dalam cabang kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah

Agung dan badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan

umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara serta

Mahkamah Konstitusi sebagai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.

Selain itu di dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 disebutkan pula Komisi

Yudisial yang merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri.

Hakim sebagai salah satu unsur dalam peradilan yang memiliki

peran dan posisi yang sangat penting apalagi dengan kewenangannya yang

1 Komisi Yudisial, Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik (Jakarta: 2019)

2 https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/1171/ky-terima-laporan-dugaan-

pelanggaran-kode-etik-hakim, diakses 09 Agustus 2020.

Page 11: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

2

dimilikinya. Melalui putusannya hakim dapat mengalihkan hak milik,

merampas kebebasan seseorang ataupun menghilangkan hak hidup

seseorang. Hal tersebut harus diaktualiasasikan secara proposional sesuai

dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik.3

Besarnya kewenangan yang dimiliki hakim menuntut adanya

pertanggung jawaban yang tinggi oleh hakim maka ada berbagai cara untuk

mengontrol hakim dalam menjalankan tugasnya antara lain mekanisme

pembahasan masa jabatan, pengawasan yang dilakukan oleh lembaga

tertentu serta impeachment dari jabatannya.4

Hakim harus mewujudkan perilaku yang bersih dan beriwibawa

sebagaimana yang dicita-citakan, perlu diupayakan secara maksimal tugas

pengawasan secara internal dan eksternal, yaitu Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial terhadap perilaku hakim sebagaimana dimaksud

berdasarkan kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditetapkan secara

bersama oleh Mahkmah Agung dan Komisi Yudisial. Sebagai

implementasinya maka lahirlah kode etik dan perilaku hakim dalam bentuk

Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2001 dan

02/SKB/P.KY/IV/2009.

Kesepakatan atas peraturan bersama yang disepakati oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial didasarkan konflik antara

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam hal pengawasan hakim.

Peraturan bersama ini menjadi tolak ukur bagi Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial untuk bersinergi melakukan pengawasan internal dan

ekstenal terhadap perilaku hakim.

Sejak mengemuka ide pembentukan lembaga baru untuk mengawasi

hakim pada sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat 2001 agenda

3 Wildan Suyuti Mustofa, Kode Etik Hakim, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 71.

4 Hamdan Zeolva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.

2.

Page 12: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

3

pembahasan amandemen UUD 19455, hadir Komisi Yudisial RI sebagai

lembaga mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung

dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim melalui Pasal 24B

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.6

Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang secara struktural

diposisikan sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi,

namn secara fungsionalnya peranannya bersifat penunjang terhadap

lembaga kekuasaan kehakiman.7 Berdasarkan Pasal 24B ayat (1) UUD

1945, setidaknya ada 2 kewenanga Komisi Yudisial, yaitu Komisi Yudisial

berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, Komisi Yudisial

berwenang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta

perilaku hakim. Meskipun kewenangan Komisi Yudisial terkait dengan

kekuasaan kehakiman, namun tidak menjalankan fungsi kekuasaan

kehakiman. Komisi Yudisial bukanlah lembaga penegak hukum (code of

law), melainkan lembaga penegak norma etik (code of etic).8

5 Pada tahun 1968 dalam pembahasan RUU tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman sempat diusuilkan pembentukan lembaga Majelis Pertimbangan dan Penelitian Hakim

yang berfungsi memberikan kepindahan dalam megambil keputusan akhir mengenai saran dan atau

usul pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan tindakan atau hukuman jabatan para

hakim. Namun ide tersebut gagal dan tidak berhasil dimasukkan dalam UU. No. 14 Tahun 1970

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Mahkamah Agung RI, Naskah

Akademis dan RUU tentang Komisi Yudisial, (Jakarta: MA RI, 2003).

6 Naskah Konstitusi RI, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002 Buku

VI Kekuasaan Kehakiman, (Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,

2008), hlm. 413.

7 Sirajudin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik: Menuju Peradilan

yang Bersih dan Beribawa, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 76.

8 Sirajudin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik: Menuju Peradilan

yang Bersih dan Beribawa, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 76.

Page 13: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

4

Sebagaiaman yang tertera dalam UUD 1945 Pasal 24A angka (1)

bahwa Mahkamah Agung adalah sebuah lembaga negara yang berwenang

mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di

bawah terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang

diberikan oleh undang-undang. Dan dijelaskan pula di dalam UU No. 3

Tahun 2009 Pasal 32 ayat (1) bahwa Mahkamah Agung melakukan

pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilabn pada semua

badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan

kekusaan kehakiman.

Dilihat dari segi kedudukan badan atau organ yang melaksanakan

pengawasan, maka pengawasan terdiri dari pengawasan intern dan ekstern.9

Di mana lembaga pengawas intern pengawas adalah Mahkamah Agung dan

lembaga eksternal dalam mengawasi hakim adalah Komisi Yudisial.10

Tugas dan tanggung jawab hakim yang begitu berat, maka hakim

dituntut untuk meiliki etika yang baik, berintegritas, dan professional, dan

menjungjung tinggi pedoman etika dan perilaku hakim. Namun dalam

pelaksanaan peran dan tanggung jawab hakim tentunya terdapat hambatan

dan tantangan baik secara internal dan eksternal.

Menurut UUD 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah

berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya

yang diberikan oleh undang-undang, mengajukan 3 orang anggota hakim

9 Sirajudin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik: Menuju Peradilan

yang Bersih dan Beribawa, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 77

10 Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

(Lembaran Negara Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, tambahan Lembaga Negara Republik

Indonesia Nomor 5076).

Page 14: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

5

Konstitusi, dan memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi

grasi dan rehabilitasi.11

Dalam konteks penegakan hukum dan keadilan di Indonesia, hakim

agung memiliki tugas mulia sebagai pengawas internal tugas hakim dalam

pengadilan. Hal ini mengingat hakim agung yang berada dalam institusi

Mahkamah Agung adalah juga seorang hakim, maka menurut undang-

undang, hakim agung berhak melakukan pengawasan terhadap kinerja

hakim dalam proses pengadilan, demi hukum dan keadilan. Mengapa perlu

adanya pengawasan tugas hakim? Karena hakim sering lalai dalam

menjalankan kemandirian kekuasaannya.

Hakim adalah manusia biasa, tetapi telah menjadi pilihan mereka

apakah mematuhi atau tidak mematuhi aturan-aturan yang telah dibuat oleh

aparat negara. Dan apabila hakim melanggar peraturan tersebut sudah

seharusnya mereka menerima konsekuensi yang mereka dapati. Dan di

dalam Undang-Undang Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sendiri

tidak dijelaskan secara rinci tentang bagaimana Mahkamah Agung ataupun

Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim, apakah 2 lembaga tersebut setiap

bulannya mengutus orang ke setiap pengadilan ataukah pengadilan setiap 3

bulan sekali memberi laporan kepada 2 lembaga itu ? dan apa sebenarnya

peran Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Ditjen Badan peradilan

Agama ?

Di sini penulis ingin menjelaskan tentang bagaimana pengawasan

bagaimana lembaga negara dalam mengawasi hakim pengadilan, dan

penulis ingin mengkhususkan hanya pada Pengadilan Agama.

11 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24A, dalam Redaksi Interaksara, Amandemen

Undang-Undang Dasar 1945, Perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat, (Tangerang:

Interaksara), hlm. 37.

Page 15: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

6

Berangkat dari masalah di atas, maka penulis tertarik membuat

penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Pola Pengawasan Hakim

Pengadilan Agama oleh Komisi Yudisial dan Mahkmah Agung”

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasi

permasalahan sebagai berikut:

a. Tujuan dan fungsi pegawasan.

b. Hubungan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

c. Peraturan bersama antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

dalam mengawasi hakim

d. Perberdaan kewenangan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial

2. Pembatasan

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dibahas pada

penelitian ini, maka penulis membatasi masalah yang diteliti pada

masalah pola pengawasan hakim pengadilan agama oleh Mahkamah

Agung dan Komisi Yudisial.

3. Perumusan Masalah

a. Bagaimana pola pengawasan hakim Pengadilan Agama oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial?

b. Apakah ada batasan kewenangan antara lembaga dalam mengawasi

hakim Pengadilan Agama?

c. Bagaimana dinamika kerja sama antara Komisi Yudisial dan

Mahkamah Agung?

Page 16: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

7

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk menjawab beberapa masalah diatas yaitu:

a. Untuk mengetahui pola pengawasan hakim Pengadilan Agama oleh

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

b. Untuk mengetahui batasan kewenangan antara lembaga dalam

mengawasi hakim.

c. Untuk mengetahui dinamika kerja sama antara Komisi Yudisial dan

Mahkamah Agung

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga

Komisi Yudisial maupun Mahkamah Agung dalam melaksanakan

fungsi pengawasan hakim pada umumnya, maupun dikalangan

akademisi yang sedang bergulat di dalam bidangnya, khususnya

hakim itu sendiri agar bisa menegakkan keadilan dan hukum

sebagaimana mestinya.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis

dalam menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan tentang

materi kajian yang akan dibahas pada permasalahan tersebut.

c. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan

untuk penelitian selanjutnya.

Page 17: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

8

C. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk

memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan.12 Oleh

karena itu, diperlukan metode yang tepat dalam melakukan suatu penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian sebagai

berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam meniliti kajian ini

menggunakan pendekatan penelitian normatif, karena penelitian ini

mengkaji tentang pola perilaku hakim yang sudah diatur dalam

Peraturan Bersama nomor 03/PB/MA/IX/2012 dan

03/PB/P.KY/09/2012 tentang tata cara pemeriksaan bersama kode etik

hakim yang merupakan langkah untuk mempermudah penulis

memperoleh data yang valid.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis ialah kualitatif. Penelitian

metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami

yang akan dijadikan penelitian, metode kualitatif ini merupaka suatu

metode penelitian yang diharapkan dapat menghasilkan uraian yang

mendalam dalam suatu deskripsi tentang masalah yang diteliti.13 Dalam

kaitan kajian skripsi saya ini metode kualitatif dijadikan sebagai acuan

karena yang akan dibahas tentang pola pengawasan hakim dan fokus

pada hakim Pengadilan Agama.

3. Sumber Data

Jenis data dalam penulisan skripsi ini sendiri mengunakan data primer

dan data sekunder, dengan tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode dokumentasi dan interview.

12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2015) Cet. III,

hlm. 3.

13 Basrowi Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008),

hlm. 23.

Page 18: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

9

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang dikumpulkan oleh penelitian sendiri

selama penelitian berjalan.14 Data yang diperoleh langsung dari

sumber pertama yaitu, yang diperoleh melalui penelitian lapangan

dengan cara wawancara langsung terhadap pihak-pihak seperti

Ketua Komisi Yudisial dan Ketua Mahkamah Agung maupun

anggota lainnya.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung dari data utama atau

disebut juga data primer. Data sekunder diantaranya mencakup

dokumen-dokumen, arsip berupa data hukuman disiplin hakim,

buku-buku terkait masalah pengawasan hakim seperti Sistem

Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, hasil-hasil penelitian

yang berwujud laporan, makalah umum seperti Sistem Pembinaan

dan Pengawasan Hakim Pengadilan Agama pasca lahirnya UU No.

50 Tahun 2009 dan bacaan lain yang berkaitan dengan judul

penelitian.15

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data guna mengumpulkan data-data yang

diperlukan, maka digunakan metode sebagai berikut:

a. Wawancara (interview)

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa

pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk bertukar

informasi dan ide dengan tanya jawab secara lisan sehingga dapat

dibangun makna dalam suatu topik tertentu.16 Dalam hal ini penulis

melakukan wawancara kepada Ketua Komisi Yudisial yang

14 Modul Perencanaan Undang-Undang, (Jakarta:Sekretaris Jendral DPR RI, 2008), hlm.7

15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986), Cet. 2, hlm.

12.

16 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian,

(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016) Cet. III, hlm. 212.

Page 19: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

10

dilimpahkan kepada pegawai Komisi Yudisial bidang analisis dan

kepada Hakim Tinggi Pengawas.

b. Telaah Dokumentasi

Telaah dokumentasi adalah cara pengumplan informasi yang

didapatkan dari dokumen, yakni peninggalan tertulis, arsip-arsip,

akta ijazah, rapor, peraturan perundang-undangan, buku harian,

surat-surat pribadi, catatan biografi dan lain-lain yang memiliki

keterkaitan dengan masalah yang diteliti.

5. Teknik Penulisan

Teknis penulisan proposal skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman

Penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2017.

D. Review Studi Terdahulu

Pembahasan dalam penelitian ini penulis melakukan telaah pada hasil

penelitian sebelumnya yang pembahasannya menyerupai dengan

pembahasan yang akan diangkat oleh penulis, yaitu:

No Identitas Substansi Perbedaan

1. Masripattunnisa,

NIM 161204800002

Fakultas Syariah

dan Hukum

Universitas Islam

Negeri Syarif

Hidayatullah

Jakarta. Efektifitas

Pelaksanaan Fungsi

Pengawasan Komisi

Yudisial Dalam

Hasil penelitian ini

membahas tentang

efektifitas pelaksanaan

fungsi KY dalam

mengawasi hakim dan

pengaruhnya terhadap

kekuasaan kehakiman.

Bahwa Komisi Yudisial

dalam mengawasi hakim

belum efektif karena

masih terkendala beberapa

Peneliti membahas

pola pengawasan

terhadap hakim

khususnya Pengadilan

Agama

Page 20: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

11

Mengawasi Hakim

dan Pengaruhnya

terhadap Kekuasaan

Kehakiman.

faktor yang berakibat tidak

maksimalnya pelaksanaan

fungsi pengawasan.

2. Erwin Alamsyah,

NIM B 111 11 102

Fakultas Hukum

Universitas

Hasanuddin

Makassar.

Implementasi

Pengawasan Komisi

Yudisial terhadap

Hakim Pengadilan

Tinggi Makassar

Membahas tentang

bagaimana pengawasan

Komisi Yudisial terhadap

Hakim Pengadilan Tinggi

Negeri Makassar

Peneliti membahas

pola pengawasan

terhadap hakim

khususnya Pengadilan

Agama

3. Kevin Angkouw,

Fungsi Mahkamah

Agung sebagai

Pengawas Internal

Tugas Hakim dan

Proses Peradilan.

Berdasarkan penulisan ini

diperoleh bahwa

Mahkamah Agung

melakukan pengawasan

tertinggi terhadap

penyelenggaraan

peradilan. Dan berwenang

untuk memberi petunjuk,

teguran, atau peringatan

yang di pandang perlu

pengadilan di semua

lingkungan peradilan.

Di sini penulis

membahas tentang

jenis sanki yang

dilakukan oleh hakim

Pengadilan Agama

Page 21: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

12

E. Sistematika Penulisan

Di dalam melakukan penyusunan proposal skripsi ini penulis

memberi gambaran guna mempermudah pembaca dalam memahami

proposal ini, penulis menuyusunnya ke dalam lima bab. Isi dari proposal

singkat adalah sebagai berikut:

BAB pertama berisi latar belakang masalah, identifikasi,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

review studi terdahulu, metode penelitian serta rancangan sistematika

penulisan.

BAB kedua berisi hal-hal yang berhubungan dengan lembaga negara

yang berwenang dalam mengawasi hakim. Seperti definisi Komisi Yudisial,

dan Mahkamah Agung, dasar hukumnya, tujuan, fungsi Komisi Yudisial

dan Mahkamah Agung, serta peraturan bersama antara Komisi Yudisial dan

Mahkamah Agung.

BAB ketiga menjelaskan tentang profil, sejarah, tugas pokok dan

fungsi Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.

BAB keempat menjelaskan tentang pola pengawasan hakim

Pengadilan Agama. Batasan kewenangan antara Komisi Yudisial dan

Mahkamah Agung dalam mengawasi hakim serta dinamika kerja sama

antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.

BAB kelima memuat suatu kesimpulan dan saran-saran yang

berhubungan dengan pelaksanaan pengawasan Komisi Yudisial ataupun

Mahkamah Agung, penulis juga melampirkan daftar pustaka dan lain-

lainnya.

Page 22: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

13

BAB II

KOMISI YUDISIAL DAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI LEMBAGA

PENGAWASAN HAKIM

Salah satu tuntutan masyarakat yang sangat mendasar sejak era reformasi

hingga saat ini adalah terwujudnya sistem peradilan yang mandiri dan tegaknya

hukum di Indonesia. Tututan itu tentu sangat beralasan, karena pengadilan yang

selama ini diharapkan sebagai ujung tombak penegakkan hukum dan keadilan

masih sering melahirkan putusan yang menciderai rasa keadilan masyarakat.

A. Pengertian Pengawasan

Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu

fungsi yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri.

Fungsi manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi

pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik. Demikian pula halnya dengan

fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan manajemen akan berhasil baik

apabila fungsi pengawasan telah dilakukan dengan baik. Dalam kehidupan

sehari-hari baik kalangan masyarakat maupun di lingkungan perusahaan

swasta maupun pemerintahan makna pengawasan ini agaknya tidak terlalu

sulit untuk dipahami. Akan tetapi, untuk memberi batasan tentang

pengawasan ini masih sulit untuk diberikan. Bagi para ahli manajemen,

tidak mudah untuk memberikan definisi tentang pengawasan, karena

masing-masing memberikan definisi tersendiri sesuai dengan bidang yang

dipelajari oleh ahli tersebut.17

17 Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2014), hlm. 75

Page 23: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

14

Kata pengawasan berasal dari kata “awas” berarti “penjagaan”.18

Istilah pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen dan ilmu administrasi

yaitu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan.19

Berangkat dari kata pengawasan, biasanya yang kita maksud adalah

salah satu fungsi dasar management yang dalam Bahasa Inggris disebut

controlling. Dalam Bahasa Indonesia, menurut Sujamto fungsi controlling

itu mempunyai dua padanan yaitu pengawasan dan pengendalian.

Pengawasan dalam menurut arti sempit segala usaha atau kegiatan untuk

mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan

tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Adapun

pengendalian itu pengertiannya lebih “forcefull” dari pada pengawasan,

yaitu sebagai usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar

pelaksanaan tugas atau pekerjaan berjalan sesuai dengan yang semestinya.20

Menurut Sondang P. Siagian, terdapat hubungan yang sangat erat

antara perencanaan dan pengawasan, jelas bahwa tanpa rencana

pengawasan tidak akan mungkin dilaksanakan karena tidak ada pedoman

untuk melaksanakan pengawasan itu. Sebaliknya, rencana tanpa

pengawasan akan berarti menimbulkan penyimpangan dan atau

penyelewengan-penyelewengan yang serius tanpa ada alat untuk

mencegahnya.21

Sementara itu Newman berpendapat bahwa “control is assurance

that the performance confoorm to plan” ini berarti bahwa titik berat

pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan suatu

tugas dapat sesuai dengan rencana, dengan demikian menurut Newman

18 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta,

2008), hlm. 123.

19 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, cet. Ke 6 (Bandung: Nusa Media, 2012),

hlm. 101.

20 Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, (Sinar Grafika, 1996), hlm. 53

21 Sondang P.Siagian, Filsafat Administrasi, (Jakarta: CV Gunung Agung, 1985), hlm. 135.

Page 24: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

15

pengawasan adalah suatu tindakan yang dilakukan selama proses suatu

kegiatan sedang berjalan, bahkan setelah akhir proses kegiatan tersebut.22

Muchsan mengemukakan bahwa pengawasan adalah kegiatan untuk

menilai suatu pelaksanaan tugas secara defacto, sedangkan tujuan

pengawasan hanya terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang

dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan Bagir Manan23 memandang “kontrol” sebagai sebuah fungsi

sekaligus hak, sehingga lazim disebut dengan fungsi kontrol atau hak

kontrol. Kontrol mengandung dimensi pengawasan dan pengendalian.

Pengawasan bertalian dengan arahan (derective).

Pengawasan (control), menurut Paulus Effendi Lolutung24, adalah

upaya untuk menghindari terjadinya berbagai kekeliruan, baik sengaja

maupun tidak segaja, sebagai usaha preventif, atau juga untuk

memperbaikinya apabila sudah terjadi kekeliruan itu, sebagai usaha

represif.

Dalam konteks penyelenggaraan kekuasaan kehakiman,

pengawasan dapat diartikan secara luas sebagai salah satu aktivitas fungsi

manajemen untuk menemukan, menilai dan mengoreksi penyimpangan

yang mungkin terjadi atau yang sudah terjadi berdasarkan standard yang

sudah disepakati dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian pengawasan akan memberikan nilai tambah bagi

peningkatan kinerja para hakim dalam mewujudkan rasa keadilan.25

22 Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan

Tata Usaha Negara, (Yogyakarta: Liberty, 1992), hlm.37

23 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Derah, (Yogyakarta: Pusat Studi Fakultas

Hukum UI, 2001), hlm. 20.

24 Paulus Lolutung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. xvi-xvii.

25 Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, (Malang: Setara Press, 2014),

hlm. 127

Page 25: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

16

Pengukuran dan pembentulan terhadap kegiatan para bawahan

untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi

pengawasan itu mengukur pelaksanaan diibandingkan dengan cita-cita dan

rencana, memperlihatkan di mana ada penyimpangan negatif dan dengan

menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki penyimpangan-

penyimpangan dan membantu menjamin tercapainya rencana-rencana.

Menurut Harold Koonz yang dikutip oleh Jhon Salinderho mengatakan

bahwa pengawasan adalah pengukuran bahwa apa yang terlaksana itu cocok

dengan rencana, memperlihatkan di mana ada pemyimpangan yang negatif

dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki

penyimpangan-penyimpangan dan membantu menjamin tercapainya

rencana.26

B. Tujuan dan Fungsi Pengawasan

1. Tujuan Pengawasan

Pengawasan dilaksanaan untuk dapat mengetahui kenyataan

yang ada sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pimpinan

Mahkamah Agung, dan atau pimpinan pengadilan untuk menentukan

kebijakan dan tindakan yang diperlukan menyangkut pelaksanaan tugas

pengadilan, tingkah laku aparat pengadilan, dan kinerja pelayanan

publik pengadilan.27

Pengawasan merupakan fungsi manajeral yang keempat setelah

perencanaan, pengorganisasian dan pengarahan. Sebagai salah satu

fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi

memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program

tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan

26 Jhon Salindeho, Tata Laksana dalam Manajemen, (Jakarta: Sinar Grafika, 1998), hlm.

39.

27 Keputusan Ketua Mahkmah Agung RI Nomor : KMA/080/SK/VIII/2006 tanggal 24

Agustus 2006, hlm. 9-10

Page 26: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

17

berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan

tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Dalam rangka meningkatkan disiplin kerja pegawai dengan

tujuan untuk mencapai tujuan organisasi sangat perlu diadakan

pengawasan, karena pengawasan mempunyai beberapa tujuan yang

sangat berguna bagi pihak-pihak yang melaksanakan.28

Menurut Ranupandojo, tujuan pengawasan adalah

mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan

rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.29 Sedangkan

Soekarno dan Gouzali Saydam mengemukakan tujuan pengawasan

antara lain sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan sesuai

dengan rencana;

b. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah sesuai dengan

intruksi;

c. Untuk mengetahui apakah kegiatan telah berjalan efisien;

d. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan

dalam kegiatan;

e. Untuk mencari jalan keluar bila ada kesulitan, kelemahan atau

kegagalan ke arah perbaikan.30

Tujuan utama pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang

direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar terealisasi

tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan

agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah

dikeluarkan dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta

28 Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2014), hlm. 17

29 Ranupandojo dkk, Manajemen Personalia, (Yogyakarta: BPFEE, 2000), hlm. 109.

30 Gouzali Saydam, Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resource) Suatu

Pendekatan Mikro, (Jakarta: Djambatan, 2000), hlm. 197.

Page 27: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

18

kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana

berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat diambil tindakan

untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu maupun waktu-waktu yang

akan datang.31 Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman

Ukas mengemukakan: “Mensuplai pegawai-pegawai manajemen

dengan infirmasi-informasi yang tepat, teliti, dan lengkap tentang apa

yang akan dilaksanakan memberi kesempatan pada pegawai dalam

meramalkan rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja

secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk

menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi”.32

Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para

pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai

produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan

dari pada hsil-hasil yang diharapkan. Sedangkan Situromang dan Juhir

mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah agar terciptanya aparat

yang bersih dan beribawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen

pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh

partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud

pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang objektif, sehat dan

bertanggung jawab”.33

Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat

pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat. Agar adanya keluasan

dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya

malu dalam diri masing-masing aparat, rasa berdosa yang lebih

31 Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (Jakarta: PT

RajaGrafindo, 2014), hlm. 18.

32 Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung: Agnini, 2004, Cet.

Ke 3), hlm. 337.

33 M. Situmorang, Viktor, dan Jusuf Juhir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam

Lingkungan Aparatur Pemerintah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), hlm. 26.

Page 28: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

19

mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan

ajaran agama. Dengan pengawasan diharapkan juga agar pelaksanaan

rencana memanfaatkan semua unsur manajemen secara efektif (berhasil

guna) dan efisien (berdaya guna).34

2. Fungsi Pengawasan

Pengawasan merupakan kegiatan yang mempunyai peranan

yang sangat penting bagi lancarnya kegiatan suatu organisasi.

Pengawasan bisa menjadi fungsi pengendali bagi manajemen untuk

memastikan bahwa rencana-rencana yang telah mereka tetapkan dapat

berjalan secara mulus dan lancar sehingga organisasi bisa mencapai

setiap sasaran yang telah ditetapkannya.

Fungsi pengawasan yang tidak kalah pentingnya adalah

sosialasasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi

keselamatan kerja sama. Sosialisasi perlu dilakukan terus-menerus,

karena usaha pencegahan sangat peting mendapatkan perhatian.

Pengawasan sebagai fungsi manajemen bila dikerjakan dengan

baik, akan menjamin bahwa semua tujuan dari setiap orang atau

kelompok konsisten dengan tujuan jangka pendek maupun jangka

pnjang. Hal ini membantu meyakinkan bahwa tujuan dan hasil tetap

konsisten satu sama lain dengan tujuan organisasi. Controlling

berperan juga dalam menjaga pemenuhan (kompliansi) aturan dan

kebijakan yang esesnsial.35

Proses pengendalian mulai dengan perencanaan sampai

pencapaian tujuan penampilan kerja. Tujuan penampilan kerja untuk

mengukurnya maka disusunlah standar-standar capaian. Ada dua tipe

standar:

34http://lyamarsady.blogspot.com/search?updated-max=2012-06-26T01:39:00-

07:00&max-results=7, Diakses pada tanggal 13 Februari 2020, pukul 20:05 WIB.

35 Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (PT RajaGrafindo

Persada: Jakarta, 2004), hlm. 22-23.

Page 29: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

20

a. Standar output (keluaran) berfungsi untuk mengukur hasil-

hasil tampilan dalam istilah kuantitas, kualitas, biaya atau

waktu.

b. Standar input (masukan) berfungsi untuk mengukur usaha-

usaha kerja yang masuk ke dalam tugas.36

Secara lebih detailnya, fungsi pengawasan adalah sebagai

berikut:

a. Sebagai sarana manajemen untuk memberikan penilaian

apakah pengendalian yang telah dilakukan oleh manajemen

sudah mencukupi serta dikerjakan dengan efektif;

b. Untuk memberikan penilaian apakah organnisasi telah

berjalan sesuai denga aturan-aturan yang ditetapkan seperti

yang telah dilaporkan oleh pelaksana tugas organisasi;

c. Untuk memberikan penialaian apakah setiap bagai dari

manejemen telah mengerjakan tugas yang menjadi

tanggung jawabnya;

d. Untuk memastikan apakah pekerjaan telah dilakukan secara

efektif dan efisien;

e. Untuk memastikan apakah tujuan organisasi telah tercapai

atau tidak.37

36 Rinaldi A. Tahl, Fungsi Controlling (Pengawasan dan Pengendalian),

http://rheinduniatulisan.blogspot.com, Diakses pada tanggal 20 Februari 2020, pukul 08:32 WIB.

37 Pengertian Fungsi Pengawasan, http:matakristal.com, Diakses pada tanggal 22 Februari

2020, pukul 14:36 WIB.

Page 30: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

21

Jadi, Fungsi dari pengawasan adalah untuk memberikan nilai,

analisis, merekomendasikan dan juga menyampaikan hasil surat atau

laporan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan organisasi atau

lembaga, yang sudah diteliti.38

C. Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Perubahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, selain

telah mengadakan perubahan yang menyangkut kelembagaan

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, juga atas perubahan tersebut UUD

1945 telah menginstroduksi suatu lembaga baru yang berkaitan dengan

kekuasaan kehakiman. Lembaga baru dimaksud adalah Lembaga Komisi

Yudisial.39

Berdasarkan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945, Komisi Yudisial adalah

lembaga yang bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan

Hakim Agung dan mempuyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Keberadaan Komisi Yudisial sebagai salah satu lembaga baru yang

berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, diatur oleh

Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 jo UU No. 18 Tahun 2011 tentang

Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bukan pelaku kekauasaan kehakiman

akan tetapi tugas dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang

kepadanya berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.40

Adanya Komisi Yudisial, sebagai salah satu lembaga negara di

dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, merupakan salah satu

substansi penting di dalam perubahan UUD 1945 yang merupakan landasan

38 https://www.seputarpengetahuan.co.id/2018/05/pengertian-pengawasan-tujuan-fungsi-

jenis-jenis.html, Diakses pada tanggal 22 Februari 2020, pukul 14:37 WIB.

39 Taufiq Hamami, Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di

Indonesia, (Jakarta: Tatanusa, 2013), hlm. 28.

40 Taufiq Hamami, hlm. 28.

Page 31: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

22

hukum yang kuat bagi reformasi bidang hukum, yakni dengan memberikan

kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan check and

balance.41

Walaupun Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan kehakiman,

akan tetapi tugas dan wewenangnya berkaitan erat dengan penyelenggaraan

kekuasaan kehakiman, karena Komisi Yudisial merupakan lembaga yang

akan berperan dalam proses seleksi hakim agung dan melakukan

pengawasan para hakim. Melalui Komisi Yudisial proses seleksi hakim

agung akan lebih onjektif dan transparan, dan moralitas serta kejujuran para

hakim akan semakin terawasi. Keberadaannya diperlukan sebagai perbaikan

peradilan untuk menciptakan peradilan yang lebih baik, sehingga dapat

mendukung dan memperkuat lembaga pengadilan dan kemajuan

pelaksanaan Peradilan.42

Sebagaimana yang di jelaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa

Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Sebagaiman telah dijelaskan di dalam UUD 1945 Pasal 24 ayat (1)

bahwa Mahkamah Agung adalah salah satu lembaga negara yang

melakukan kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan

peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan.

Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara yang merupakan

pemegang kekuasaan kehakiman bersanding dengan Mahkamah Konstitusi

yang bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lain. Mahkamah

Agung merupakan puncak sistem peradilan yang strukturnya bertingkat

secara vertikal dan secara horizontal mencakup lima lingkungan peradilan,

41 Taufiq Hamami, Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di

Indonesia, (Jakarta: Tatanusa, 2013), hlm. 28.

42 Taufiq Hamami 29.

Page 32: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

23

yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan tata usaha negara,

lingkungan peradilan agama, dan lingkungan peradilan militer. Menurut

Jimly Asshiddiqie, Mahkamah Agung dapat digambarkan sebagai puncak

peradilan yang berkaitan dengan tuntutan perjuangan keadilan bagi orang

per orang ataupun subjek hukum lainnya.43

Badan Pengawasan Mahkamah Agung adalah satuan kerja

pengawasan fungsional pada Mahkamah Agung yang melaksanakan

pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Mahkamah Agung

dan pengadilan di semua lingkungan peradilan.44

D. Dasar Hukum Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Komisi Yudisial merupakan lembaga Negara yang terbentuk pasca

reformasi setelah adanya amandemen terhadap UUD 1945, yang pada bab

tentang Kekuasaan Kehahakiman ditambahkan beberapa pasal baru

diantaranya mengatur tentang pembentukan Komisi Yudisial yang terdapat

dalam Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B.

Pasal 24A ayat (3) menyatakan bahwa “Calon hakim agung diusulkan

Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan

persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh

Presiden.”

Lalu Pasal 24B juga menjelaskan dasar hukum Komisi Yudisial : pada ayat

(1) menjelaskan bahwa “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang

mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain

dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,

serta perilaku hakim.” Terdapat pula di dalam ayat (2) bahwasanya

“Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pegetahuan dan pengalaman

43 Jimly Assddiqie, dikutip dari http://www.jimlyschool.com/read/analisis/238/kedudukan-

mahkamah-konstitusi-dalam-struktur-ketatanegaraan-indonesia/, diakses pada hari Sabtu, 22

Februari 2020, pukul 14:19 WIB.

44 Keputusan Ketua Mahkmah Agung RI Nomor : KMA/080/SK/VIII/2006 tanggal 24

Agustus 2006, hlm. 8.

Page 33: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

24

di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak

tercela.” Adapun di ayat (3) menjelaskan “Anggota Komisi Yudisial

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat.” Serta susunan, kedudukan Komisi Yudisial diatur oleh

undang-undang, sebagaimana ayat (4) menjelaskan: “Susunan, kedudukan,

dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.”

Selanjutnya dalam rangka melaksanakan ketentuan dan amanat

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka

dibentuk dan ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tetang

Komisi Yudisial yang mengatur tentang kedudukan, anggota, tugas dan

kewenangan Komisi Yudisial. Dalam kedudukannya sebagai salah satu

lembaga dalam kekuasaan yudikatif, Komisi Yudisial diatur pula dalam

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan

dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman yang menyatakan fungsi pengawasan eksternal hakim oleh

Komisi Yudisial, dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan (2) mengatur

bahwa:

(1) Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku

hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial.

(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1), Komisi

Yudisial mempunyai tugas pengawasan terhadap perilaku hakim

berdasarkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Pada tahun 2011 pasca adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang

membatasi kewenangan ini, undang-undang Komisi Yudisial direvisi oleh

DPR maka diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang

perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang

Komisi Yudisial.

Page 34: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

25

Dasar Hukum dibentuknya Komisi Yudisial diantaranya adalah :

1. Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang

mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang

lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim.

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Hakim.

4. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

5. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

6. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara.

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.45

Dasar hukum lembaga negara Mahkamah Agung antara lain :

Pasal 24 ayat (2) UUD RI 1945 berbunyi “Kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada

di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan

agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

Selain Pasal di atas, ada pula Pasal yang menjadi landasan dasar

hukum lembaga negara Mahkamah Agung yaitu Pasal 24A ayat (1) UUD RI

1945 yang berbunyi “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat

45 http://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/ground_laws, diakses pada

tanggal 20 Februari 2020, pukul 15:00 WIB.

Page 35: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

26

kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang

diberikan oleh undang-undang.”

E. Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang

KEPPH

Hubungan Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial membaik

saat Harifin A Tumpa menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung

menggantikan Bagir Manan.46 Pada tanggal 8 April 2009, Ketua Mahkamah

Agung dan Ketua Komisi Yudisial menandatangani Keputusan Bersama

nomor 047/KMA/SKB.UV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim (KE-PPH). Prinsip dasar KEPPH diimplementasikan dalam 10

(sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut:

1. Berprilaku Adil

2. Berprilaku Jujur

3. Berprilaku Arif

4. Bersikap Mandiri

5. Berintegritas Tinggi

6. Bertanggung Jawab

7. Menjungjung Tinggi Harga Diri

8. Berdisiplin Tinggi

9. Berprilaku Rendah Hati

10. Bersikap Profesional47

46 Dalam Laporan Tahunan Komisi Yudisial 2009, KY mencatat, “Meskipun revisi UU KY

(yang sebenarnya oleh keputusan MK juga diamanatkan untuk segera dilakuka) sampai saat ini

belum selesai dibahas, namun pasca disahkannya UU nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua

atas UU nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan kepemimpinan MA beralih ke Harifin

A Tumpa, maka tugas-tugas pengawasan hakim oleh KY dapat dilaksanakan relatif lebih baik.”

47 https://bawas.mahkamahagung.go.id/bawas_doc/doc/kode_etik_hakim.pdf, diakses

pada tanggal 20 Februari 2020 pukul 21:23.

Page 36: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

27

Penandatangan keputusan bersama ini dilakukan berdasarkan

amanat pasal 32A junto pasal 81B nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

Kedua UU nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang menjadi

pegangan bagi para hakim seluruh Indonesia serta pedoman bagi Mahkamah

Agung dan Komisi Yudisial dalam melaksanakan fungsi pengawasan

internal maupun eksternal. UU Mahkamah Agung itu merespon keputusan

Mahkamah Konstitusi nomor 005/PPU-VI/2006 yang menilai pengawasan

Komisi Yudisial tanpa parameter yang jelas. Pada awalnya sejumlah LSM

tidak setuju Komisi Yudisial terlibat dalam penyusunan KEPPH itu,

alasannya, dikhawatirkan terjadi kompromi antara Komisi Yudisial dan

Mahkamah Agung yang pada gilirannya pengawasan yang dilakukan

menjadi tidak efektif, prinsip-prinsip yang dihasilkan pun menjadi

“akomodatif”. Namun karena penandatanganan dipandang sangat penting,

maka keberatan sejumlah LSM diabaikan dengan tetap menjaga semangat

independensi masing-masing institusi.48

KEPPH yang berisi pedoman sekarang ini sebenarnya bukan konsep

yang tiba-tiba menjelang penandatanganan keputusan bersama. Melainkan

hasil perenungan ulang atas pedoman yang pertama kali dicetuskan dalam

Kongres IV Luar Biasa IKAHI Tahun 1966 di semarang, dalam bentuk

Kode Etik hakim Indonesia. Lalu disempurnakan kembali dalam Munas

XIII IKAHI Tahun 2000 di Bandung. Kemudian ditindaklanjuti dalam rapat

kerja Mahkamah Agung Tahun 2002 di Surabaya. Raker tersebut

merumuskan 10 (sepuluh) prinsip Pedoman Perilaku Hakim. Sebelumnya

dikaji secara mendalam proses perbandingan prinsip-prinsip internasional,

peraturan serupa yang ditetapkan di berbagai negara, antara lain The

Bangalore Principle of Judicial Conduct.

48 Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, (Malang: Setara Press, 2014),

hlm. 200.

Page 37: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

28

Selanjutnya terbit pula SK Ketua Mahkamah Agung nomor :

KMA/104A/SK/XII/2007 tanggal 19 Desember 2007 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pedoman Perilaku Hakim. Begitu pula Komisi Yudisial telah

mengkaji secara mendalam, dengan memperhatikan masukan dari berbagai

pihak melalui kegiatan konsultasi publik yang diselenggarakan di 8

(delapan) kota yang pesertanya terdiri atas unsur hakim, praktisi hukum,

akademisi hukum, serta unsur masyarakat, termasuk LSM.49

Keputusan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tidak

hanya berisi prinsip-prinsip, tetapi juga merinci penerapan atau

implementasi masing-masing prinsip dan contoh-contoh penerapannya.

Misalnya dalam butir 8: berdisiplin tinggi yang diuraikan sebagai berikut:

“Bahwa salah satu penerapannya adalah hakim berkewajiban untuk

mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya

hukum acara, agar dapat menerapkan hukum acara benar dan dapat

memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan.”

Demikian pula dalam butir 10: bersikap preoffesional, diuraikan:

“Bahwa salah satu penerapannya adalah hakim wajib menghindari

terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan

fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan

sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan terdakwa atau

para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya.”

Ke-10 butir tersebut tidak dipilah-pilah butir-butir mana yang

menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan butir-butir mana yanga

menjadi kewenangan Komisi Yudisial. Baik Mahkamah Agung sebagai

49 Laporan Tahunan Komisi Yudisial 2009.

Page 38: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

29

pegawas internal ataupun Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal,

sama-sama berwenang terhadap ke-10 butir KEPPH tersebut.50

Komisi Yudisial mengakui bahwa Keputusan Bersama Ketua

Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial tentang KEPPH itu peristiwa

monumental yang menandai era “bulan madu” kedua lembaga negara dalam

mewujudkan proses peradilan yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Semakin dipahami bahwa kegiatan pengawasan tidak saja harus dilakukan

secara internal oleh Mahkamah Agung, tetapi juga secara eksternal oleh

Komisi Yudisial.

Penetapan KEPPH diikuti langkah positif lain. Mahkamah Agung

dan Mahkamah Konstitusi menerbitkan lagi satu Keputusan Bersama

tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan

Keputusan Majelis Kehormatan Hakim. Atas rekomendasi, baik Mahkamah

Agung maupun Komisi Yudisial untuk memberhentikan dengan tidak

hormat. MKH bahkan telah bersidang sebanyak 3 majelis untuk 3 orang

hakim yang direkomendasikan untuk diberhentikan.51

Kendati ada sejumlah kendala dalam pengawasan hakim, berbagai

upaya untuk mempertemukan antara keinginan KY dan Mahkamah Agung

di bidang pengawasan, sesuai tugas dan kewenangan masing-masing. Selain

menggelar pertemuan antar pimpinan kedua institusi, juga diwujudkan

dalam bentuk penyusunan peraturan bersama. Langkah awal yakni

membentuk tim penghubung. Kemudian membahas secara intensif hal-hal

yang perlu dituangkan dalam peraturan bersama. Akhirnya berhasil

dirumuskan dan ditandatangani empat peraturan bersama. Tiga diantaranya

berkaitan dengan pengawasan hakim, yaitu Peraturan Bersama tentang

Panduan Penegakan KEPPH, Peraturan Bersama tentang Tata Cara

50 Laporan Tahunan Komisi Yudisial 2009.

51 Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, (Malang: Setara Press, 2014),

hlm. 201-202.

Page 39: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

30

Pemeriksaan Bersama, dan Peraturan Bersama tentang Majelis Kehormatan

Hakim.52

a. Peraturan Bersama tentang Kewajiban dan Larangan Bagi

Hakim

Peraturan bersama tentang Panduan Penegakkan KEPPH

dituangkan dalam Peraturan Bersama nomor

02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012. Peraturan bersama

bertujuan melaksanakan ketentuan dalam KEPPH. Isinya

mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi hakim.

Kewajiban yang dijabarkan dari sepuluh prinsip KEPPH.

Ke-10 prinsip itu kemudian dijabarkan dalam rincian makna,

kewajiban larangan bagi hakim, yurisdiksi bagi KY dan MA

dalam melakukan pengawasan terhadap hakim, dan ketentuan

sanksi bagi hakim yang melanggar KEPPH.

Dalam hal yurisdiksi, dalam Pasal 15 tentang Peraturan

Bersama itu dirumuskan: “Dalam melakukan pengawasan KY

dan MA tidak dapat menyatakan benar salahnya pertimbangan

yuridis dan substansi putusan hakim.” Ini seperti menegaskan

tidak berlakunya poin 10.4 KEPPH yang memang sudah

dihapuskan melalui putusan PK MA yang mengabulkan

permohonan judicial review empat advokat pada tahun 2012.53

Pada Pasal 17 ayat 1 peraturan bersama ini dinyatakan :

“Dalam hal KY menerima laporan dugaan pelanggaran KEPPH

yang juga merupakan pelanggaran hukum acara, KY dapat

mengusulkan kepada MA untuk ditindak lanjuti. Dalam hal MA

52 Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, Malang: Setara Press, 2014),

hlm. 215.

53 Menurut data di Biro Pengawasan Hakim Komisi Yudisial, Hakim Agung anggota

Majelis yang mengadili judicial Review terhadap KEPPH kemudian diadukan oleh sejumlah pegiat

LSM ke Komisi Yudisial, dan Komisi Yudisial mengirimkan usulan sanksi teguran tertulis kepada

anggota Majelis Hakim tersebut

Page 40: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

31

menilai hasil penelaahan atas laporan masyarakat yang

diusulkan KY sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak layak

ditindaklanjuti, MA memberitahukan hal tersebut kepada KY

paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hasil telaahan diterima.

Dalam hal MA menilai hasil penelahan atas laporan masyarakat

yang diusulkan KY sebagaimana dimaksud ayat (1) layak

ditindak lanjuti, MA memberitahukan hasil tindak lanjut tersebut

kepada KY paling lama 60 (enam puluh ) hari sejak telaahan

diterima.

Peraturan bersama tersebut juga memuat ketentuan tingkat

dan jenis pelanggaran serta sanksi secara terperinci. Ada delapan

(8) jenis pelanggaran yang masuk kategori tingkat pelanggaran

ringan, tujuh (7) pelanggaran sedang, dan sepuluh (10) jenis

pelanggaran berat. Sanksi terdapat tingkatan dan jenis

pelanggaran juga terperinci tingkatan dan jenisnya.54

Ada beberapa kekhususan dalam ketentuan peraturan

bersama ini. Tingkat dan jenis sanksi dijatuhkan terhadap hakim

yang terbukti melanggar berdasarkan tingkat dan jenis

pelanggaran sebagaimana dimaksuud dalam Pasal 18 ayat (1),

(2), dan (3) dapat disimpangi dengan pertimbangan latar

belakang, tingkat keseriusan, dan/atau akibat dari pelanggaran

tersebut. Dalam peraturan tersebut Pasal 20 ayat (3) menjelaskan

bahwa terhadap hakim di lingkungan peradilan militer, proses

penjatuhan sanksi yang diberikan dengan memperhatikan

peraturan disiplin yang berlaku bagi prajurit Tentara Nasional

Indonesia.

54 Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, (Malang: Setara Press, 2014),

hlm. 216.

Page 41: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

32

b. Peraturan Bersama tentang Pemeriksaan Bersama

Peraturan bersama tentang pemeriksaan bersama dituangkan

dalam Peraturan Bersama nomor 03/PB/MA/IX/2012 –

03/PB/P.KY/09/2012. Peraturan bersama ini bertujuan

melaksanakan ketentuan dalam UU nomor 18 Tahun 2011

tentang KY.55 Di dalam Peraturan Bersama Pasal 2 ayat (1)

dilakukan antara KY dan MA dalam hal terjadi perbedaan

pendapat antara kedua institusi tersebut mengenai usul KY

tentang hasil pemeriksaan dan/atau penjatuhan sanksi ringan,

sedang, berat selain sanksi pemberhentian dengan hormat dan

pemberhentian dengan tidak hormat.

Dan di dalam Pasal 2 ayat (2) Pemeriksaan Bersama dapat

pula dilakukan dalam hal terdapat laporan yang sama yang

ditembuskan kepada KY dan MA, diketahui terdapat KY dan

MA masih memeriksanya, terdapat informasi dan/atau laporan

menarik perhartian publik dana masing-masing lembaga

memandang perlu untuk memeriksa bersama.

Peraturan bersama mengatur pula sifat pemeriksaan, tata

cara pemeriksaan, susunan tim pemeriksaan bersama, dan

pembiayaanya. Berbeda dengan MKH yang komposisi

anggotanya empat (4) orang berasal dari KY dan tiga (3) orang

berasal dari MA, untuk pemeriksaan bersama komposisi

anggotanya masing-masing dua (2) orang dari KY dan MA.

Sebelumnya, pemeriksaan bersama pernah terlaksana atas

hakim di Pengadilan Negeri Sengati, Jambi. Akan tetapi saat itu

belum ada peraturan bersama ini. Akibatnya menyulitkan secara

55 Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial

menentukan bahwa dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Komisi Yudisial dan Mahkamah

Agung mengenai usulan Komisi Yudisial tentang penjatuhan sanksi ringan, sedang dan sanksi berat

dilakukan pemeriksaan bersama antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung terhadap hakim

yang bersangkutan.

Page 42: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

33

teknis. Akhirnya kedua institusi membuat kesimpulan sendiri-

sendiri.56

c. Peraturan Bersama tentang Majelis Kehormatan Hakim

Peraturan Bersama tentang Tata Cara Pembentukan Tata

Kerja dan Tata Cara Pembgambilan Keputusan MKH

dituangkan dalam peraturan bersama nomor 04/PB/MA/IX/2012

– 04/PB/P/KY/09/2012. Peraturan bersama ini bertujuan

melaksanakan ketentuan Pasal 11A UU Nomor 3 Tahun 2009

tentang MA dan Pasa 22F UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang

KY.

Inti dari peraturan bersama ini mengatur tentang sifat, tata

cara pembentukan dan susunan MKH, keputusan dan

pelaksanaan keputusan MKH, dan pembiayaan MKH. Dengan

peraturan bersama ini diharapkan memperlancar pembentukan

dan sidang-sidang MKH yang sebelumnya sudah beberapa kali

diselenggarakan.57

56 Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, (Malang: Setara Press, 2014),

hlm. 217-218.

57 Imam Anshori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, (Malang: Setara Press, 2014),

hlm. 218.

Page 43: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

34

BAB III

MAHKAMAH AGUNG DAN KOMISI YUDISIAL DALAM KAJIAN

KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

Indonesia mempunyai alasan yang kuat mengapa kedua lembaga negara

ini ditegakkan, salah satunya ialah ingin menciptakan peradilan yang bersih.

Masing-masing dari kedua lembaga ini mempunyai kewenangan yang sama

yaitu mengawasi para hakim di Indonesia.

A. Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial

Sebelum terbentuknya Komisi Yudisial (KY), pembentukan

lembaga pengawas peradilan sebenarnya sempat digagas. Misalnya, Majelis

Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) dan Dewan Kehormatan Hakim

(DKH).

MPPH yang telah diwacanakan sejak tahun 1968 berfungsi

memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai

saran-saran dan/atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan,

promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan/hukuman jabatan para

hakim yang diajukan, baik oleh Mahkamah Agung maupun oleh Menteri

Kehakiman. Sayangnya, ide tersebut menemui kegagalan sehingga tidak

berhasil menjadi materi muatan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Sementara Dewan Kehormatan Hakim (DKH) yang tertuang dalam

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 berwenang mengawasi perilaku

hakim, memberikan rekomendasi mengenai perekrutan, promosi, dan

mutasi hakim, serta menyusun kode etik (code of conduct) bagi para hakim.

Melalui Amendemen Ketiga Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 pada tahun 2001 disepakati tentang

pembentukan Komisi Yudisial. Ketentuan mengenai Komisi Yudisial diatur

dalam Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Maksud dasar yang menjadi semangat pembentukan Komisi Yudisial

Page 44: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

35

disandarkan pada keprihatinan mendalam mengenai kondisi wajah

peradilan yang muram dan keadilan di Indonesia yang tak kunjung tegak.58

Komisi Yudisial karenanya dibentuk dengan dua kewenangan

konstitutif, yaitu untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan

mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Selanjutnya, dalam

rangka mengoperasionalkan keberadaan Komisi Yudisial, dibentuk

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang

disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.

Eksistensi lembaga negara ini semakin nyata setelah tujuh orang

Anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 mengucapkan sumpah di

hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2 Agustus 2005. Sejak

saat itu, kehadiran Komisi Yudisial semakin nyata dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia.

Namun dalam perjalanan tugasnya, Komisi Yudisial mengalami

dinamika. Antara lain pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2004 ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah hakim agung. Melalui

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, beberapa

kewenangan dalam pengawasan hakim dan hakim Mahkamah Konstitusi

tidak berlaku. Terkait hakim konstitusi, putusan tersebut menjadi

perdebatan panjang lantaran pemohon tidak pernah mengajukannya.

Sejak Mahkamah Konstitusi membatalkan wewenang Komisi

Yudisial melalui putusannya yang keluar pada tahun 2006, Komisi Yudisial

dan sejumlah elemen bangsa yang mendukung peradilan bersih, transparan,

dan akuntabel melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan peran

Komisi Yudisial sesuai harapan masyarakat. Salah satu upayanya adalah

dengan merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004. Usaha tersebut

membuahkan hasil dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18

58 https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/history, diakes pada tanggal

12 April 2020, pukul 14:00.

Page 45: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

36

Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisial. Perubahan undang-undang ini berpengaruh

terhadap penguatan wewenang dan tugas Komisi Yudisial

Selain itu, amunisi lain yang menguatkan kewenangan Komisi

Yudisial adalah Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan

Umum; Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tersebut

memberikan berbagai tugas dan wewenang baru bagi Komisi Yudisial,

antara lain : melakukan seleksi pengangkatan hakim adhoc di Mahkamah

Agung, melakukan upaya peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim,

melakukan langkah-langkah hukum dan langkah lain untuk menjaga

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, melakukan

penyadapan bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dan melakukan

pemanggilan paksa terhadap saksi.

Disahkannya undang-undang tersebut merupakan konkritisasi dari

upaya memperkuat wewenang dan tugas Komisi Yudisial sebagai lembaga

negara independen yang menjalankan fungsi checks and balances di bidang

kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman

yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Pembentukan lembaga pengawas peradilan sebenarnya sempat

digagas sebelum terbentuknya Komisi Yudisial. Misalnya, ada wacana

pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) dan Dewan

Kehormatan Hakim (DKH).

Page 46: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

37

Komisi Yudisial karenanya dibentuk dengan dua kewenangan

konstitutif, yaitu untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan

mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Selanjutnya, dalam

rangka mengoperasionalkan keberadaan Komisi Yudisial, dibentuk

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang

disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.

Meski pengesahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 pada 13

Agustus 2004, namun kiprah Komisi Yudisial dimulai sejak terbentuknya

organ organisasi pada 2 Agustus 2005. Ditandai dengan pengucapan

sumpah ketujuh Anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 di hadapan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Periode tersebut dipimpin Dr. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum,

dan Wakil Ketua M. Thahir Saimima, S.H., M.Hum. Anggota yang lain

adalah Prof. Dr. Mustafa Abdullah (Koordinator Bidang Penilaian Prestasi

Hakim dan Seleksi Hakim Agung), Zaenal Arifin, S.H. (Koordinator Bidang

Pelayanan Masyarakat), Soekotjo Soeparto, S.H., L.LM. (Koordinator

Bidang Hubungan Antar Lembaga), Prof. Dr. Chatamarrasjid Ais, S.H.,

M.H. (Alm) (Koordinator Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia

(SDM), dan Irawady Jonoes, S.H. (Koordinator Bidang Pengawasan

Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim) yang tidak dapat menuntaskan

hingga masa jabatan berakhir. Dalam perjalanannya, lembaga yang diberi

amanat untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai

wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,

keluhuran martabat, serta perilaku hakim ini tak luput dari peristiwa yang

menyesakan dada.

Sebanyak 31 orang hakim agung mengajukan permohonan uji

materiil (judicial review) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang

Komisi Yudisial. Yang akhirnya, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor: 005/PUU-IV/2006, beberapa kewenangan dalam pengawasan

hakim dan hakim MK tidak berlaku. Terkait hakim konstitusi, putusan

Page 47: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

38

tersebut menjadi perdebatan panjang lantaran pemohon tidak pernah

mengajukannya.

Pada 20 Desember 2010 masa jabatan Anggota Komisi Yudisial

Periode 2005-2010 berakhir dan digantikan oleh Anggota Komisi Yudisial

Periode 2010-2015. Ketujuh Anggota Komisi Yudisial Periode 2010-2015

pada tanggal tersebut mengucapkan sumpah di hadapan Presiden di Istana

Negara dan secara resmi menjadi Anggota Komisi Yudisial. Sehari

setelahnya, 21 Desember 2010, dilaksanakan proses serah terima jabatan

Anggota Komisi Yudisial Periode 2005-2010 kepada Anggota Komisi

Yudisial Periode 2010-2015 di kantor Komisi Yudisial. Anggota Komisi

Yudisial Periode 2010-2015, yaitu Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H,

H. Dr. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum, Dr. Taufiqurrohman S, S.H.,

M.H, Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si, Dr. H. Abbas Said, S.H., M.H,

Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum, dan Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M.

Proses suksesi keanggotaan ini dilanjutkan dengan Pemilihan Ketua dan

Wakil Ketua Komisi Yudisial, yang dipilih dari dan oleh Anggota Komisi

Yudisial, pada 30 Desember 2010. Hasilnya, Prof. Dr. H. Eman Suparman,

S.H., M.H terpilih sebagai Ketua dan H. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum

terpilih sebagai Wakil Ketua.

Usaha untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisial mulai membuahkan hasil dengan lahirnya Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan pada 9

November 2011. Kelahiran Undang-Undang ini menandai kebangkitan

kembali Komisi Yudisial.

Namun dalam perjalanan melaksanakan wewenang dan tugas

tersebut, Komisi Yudisial mendapatkan banyak dukungan dari berbagai

elemen masyarakat. Misalnya, saat para advokat dan/atau Pengacara Publik

pada LKBH Usahid Jakarta, ICW, ILR, LBH Jakarta, YLBHI, MTI, TIl,

Perludem, PUSaKO Universitas Andalas, dan KRHN, yang tergabung

dalam Koalisi Mayarakat Untuk Peradilan Profesional, yang beralamat di

Page 48: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

39

LKBH Usahid Jalan Prof. Dr. Soepomo, SH., Nomor 84, Tebet, Jakarta

Selatan melakukan judicial review terkait mekanisme pengangkatan hakim

agung.

Berdasarkan Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang

Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lambat 15 hari terhitung sejak

berakhirnya seleksi berakhir, Komisi Yudisial berkewajiban untuk

menetapkan dan mengajukan 3 calon hakim agung kepada DPR dengan

tembusan disampaikan kepada Presiden.

Pemohon meminta agar mekanisme pengangkatan hakim agung di

bawah UU MA dan UU KY harus dikembalikan kepada perintah konstitusi.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27-PUU/XI/2013 mengabulkan

permohonan para pemohon untuk seluruhnya di mana Komisi Yudisial

menetapkan dan mengajukan 1 calon hakim agung kepada DPR untuk setiap

1 lowongan hakim agung dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.

Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1

Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pimpinan Komisi Yudisial, masa

jabatan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Yudisial dijalankan selama 2 tahun

6 bulan dan dapat dipilih kembali untuk 2 tahun dan 6 bulan berikutnya.

Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H. dan H. Imam Anshori Saleh, S.H.,

M.Hum. mengakhiri masa kepemimpinannya sebagai Ketua dan Wakil

Ketua Komisi Yudisial periode Desember 2010-Juni 2013 pada 30 Juni

2013. Keduanya telah memimpin Komisi Yudisial selama 2,5 tahun sejak

terpilih pada 30 Desember 2010 lalu.59

59 https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/history, diakes pada tanggal

12 April 2020, pukul 14:00.

Page 49: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

40

B. Sejarah Singkat Mahkamah Agung

Masa penjajahan Belanda atas bumi pertiwi Indonesia, selain

mempengaruhi roda pemerintahan juga sangat besar pengaruhnya terhadap

Peradilan di Indonesia. Dari masa dijajah oleh Belanda (Mr. Herman

Willem Daendels Tahun 1807), kemudian oleh Inggris (Mr. Thomas

Stanford Raffles Tahun 1811 Letnan Jenderal) dan masa kembalinya

Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1842).

Pada masa penjajahan Belanda Hoogerechtshoof merupakan

Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan wilayah Hukum

meliputi seluruh Indonesia. Hoogerechtshoof beranggotakan seorang Ketua,

2 orang anggota, seorang pokrol Jenderal, 2 orang Advokat Jenderal dan

seorang Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera Muda atau lebih.

Jika perlu Gubernur Jenderal dapat menambah susunan Hoogerechtshoof

dengan seorang Wakil dan seorang atau lebih anggota.

Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Presiden

Soekarno melantik atau mengangkat Mr. Dr. R.S.E Koesoemah

Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang

pertama. Hari pengangkatan itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi

Mahkamah Agung, melalui Surat Keputusan KMA/043/SK/VIII/1999

tentang Penetapan Hari Jadi Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Tanggal 18 Agustus 1945 juga merupakan tanggal disahkannya UUD 1945

beserta pembentukan dan pengangkatan Kabinet Presidentil Pertama di

Indonesia. Mahkamah Agung terus mengalami dinamika sesuai dinamika

ketatanegaraan. Antara tahun 1946 sampai dengan 1950 Mahkamah Agung

pindah ke Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia.

Page 50: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

41

Pada saat itu terdapat dua Lembaga Peradilan Tertinggi di Indonesia

yaitu:

1. Hoogerechtshof di Jakarta dengan:

a. Ketua: Dr. Mr. Wirjers

b. Anggota Indonesia:

1) Mr. Notosubagio,

2) Koesnoen

c. Anggota belanda:

1) Mr. Peter,

2) Mr. Bruins

d. Procureur General: Mr. Urip Kartodirdjo

2. Mahkamah Agung Republik Indonesia di Yogyakarta dengan:

a. Ketua: Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja

b. Wakil: Mr. R. Satochid Kartanegara

c. Anggota:

1) Mr. Husen Tirtaamidjaja,

2) Mr. Wirjono Prodjodikoro,

3) Sutan Kali Malikul Adil

d. Panitera: Mr. Soebekti

e. Kepala TU: Ranuatmadja

Kemudian terjadi kapitulasi Jepang, yang merupakan Badan

Tertinggi disebut Saikoo Hooin yang kemudian dihapus dengan Osamu

Seirei (Undang-Undang No. 2 Tahun 1944). Pada tanggal 1 Januari 1950

Mahkamah Agung kembali ke Jakarta dan mengambil alih (mengoper)

gedung dan personil serta pekerjaan Hoogerechtschof. Dengan demikian

maka para anggota Hoogerechtschof dan Procureur General meletakkan

jabatan masing-masing dan pekerjaannya diteruskan pada Mahkamah

Agung Republik Indonesia Serikat (MA-RIS) dengan susunan :

1. Ketua: Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja

2. Wakil: Mr. Satochid Kartanegara

Page 51: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

42

3. Anggota:

a. Mr. Husen Tirtaamidjaja,

b. Mr. Wirjono Prodjodikoro,

c. Sutan Kali Malikul Adil

4. Panitera: Mr. Soebekti

5. Jaksa Agung: Mr. Tirtawinata

Dapat dikatakan sejak diangkatnya Mr. Dr. Koesoemah Atmadja

sebagai Ketua Mahkamah Agung, secara operasional pelaksanaan

Kekuasaan Kehakiman di bidang Pengadilan Negara Tertinggi adalah sejak

disahkannya Kekuasaan dan Hukum Acara Mahkamah Agung yang

ditetapkan tanggal 9 Mei 1950 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1950

tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung

Republik Indonesia.

Dalam kurun waktu tersebut Mahkamah Agung telah dua kali

melantik dan mengambil sumpah Presiden Soekarno, yaitu tanggal 19

Agustus 1945 sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia dan tanggal 27

Desember 1945 sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS).

Waktu terus berjalan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 sudah

harus diganti, maka pada tanggal 17 Desember 1970 lahirlah Undang-

Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan

kehakiman yang Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Agung

adalah Pengadilan Negara Tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai

Badan Pengadilan Kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari

Pengadilan di bawahnya, yaitu Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan

Tingkat Banding yang meliputi 4 (empat) Lingkungan Peradilan:

1. Peradilan Umum

2. Peradilan Agama

3. Peradilan Militer

4. Peradilan TUN

Page 52: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

43

Sejak Tahun 1970 tersebut kedudukan Mahkamah Agung mulai kuat

dan terlebih dengan keluarnya Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung, maka kedudukan Mahkamah Agung sudah mulai

mapan, dalam menjalankan tugas-tugasnya yang mempunyai 5 fungsi,

yaitu:

1. Fungsi Peradilan

2. Fungsi Pengawasan

3. Fungsi Pengaturan

4. Fungsi Memberi Nasihat

5. Fungsi Administrasi

Situasi semakin berkembang dan kebutuhan baik teknis maupun

nonteknis semakin meningkat, Mahkamah Agung harus bisa mengatur

organisasi, administrasi dan keuangan sendiri tidak bergabung dengan

Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan HAM). Waktu

terus berjalan, gagasan agar badan Kehakiman sepenuhnya ditempatkan di

bawah pengorganisasian Mahkamah Agung terpisah dari Kementerian

Kehakiman.

Pada Mei 1998 di Indonesia terjadi perubahan politik yang radikal

dikenal dengan lahirnya Era Reformasi. Konsep Peradilan Satu Atap dapat

diterima yang ditandai dengan lahirnya TAP MPR No. X/MPR/1998 yang

menentukan Kekuasaan Kehakiman bebas dan terpisah dari Kekuasaan

Eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan diundangkannya

Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman. Undang-Undang tersebut memberi batas waktu lima tahun

untuk pengalihannya sebagaimana tertuang dalam Pasal II ayat (1) yang

berbunyi:

Page 53: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

44

“Pengalihan administrasi, organisasi, dan finansial dilaksanakan

secara bertahap paling lama 5 tahun sejak undang-undang ini

berlaku”

Berawal dari Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 inilah kemudian

konsep Satu Atap dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004

tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung.

Pada tanggal 23 Maret 2004 lahirlah Keputusan Presiden RI No. 21

Tahun 2004 tentang pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dan

lingkungan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama ke

Mahkamah Agung, yang ditindaklanjuti dengan:

1. Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di

lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari

Departemen Kehakiman dan HAM ke Mahkamah Agung pada tanggal

31 Maret 2004.

2. Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial

lingkungan Peradilan Agama dari Departemen Agama ke Mahkamah

Agung yang dilaksanakan tanggal 30 Juni 2004.60

60 https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia#cite_note-

Laparan_Tahunan_2010-5 diakses pada tanggal 17 Maret 2020 pukul 22:05.

Page 54: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

45

C. Kewenangan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Wewenang Komisi Yudisial mengawasi perilaku hakim guna

menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku

hakim adalah dengan:

1. Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan

dengan perilaku hakim;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku

hakim;

3. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga

melanggar kode etik perilaku hakim;

4. Meminta laporan masyarakat tentang perilaku hakim;

5. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan

disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah

Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan

DPR.

Berdasarkan kutipan di atas, Komisi Yudisial melaporkan hasil

pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah

Agung dan atau Mahkamah Konstitusi. Tindakannya disampaikan kepada

Presiden dan DPR sekaligus mengusulkan sanksi terhadap hakim yang

diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim tersebut. Sesuai

dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, usul penjatuhan sanksi

terhadap hakim dapat berupa:

a. Teguran tertulis;

b. Pemberhentian sementara; atau

c. Pemberhentian.61

61 Imam Ansori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, (Malang: Setara Press, 2014), hlm.

3

Page 55: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

46

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 menjelaskan

bahwa Komisi Yudisial mempunyai wewenang antara lain:

a. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim adhoc di

Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;

b. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta

perilaku hakim;

d. Menetapkan kode etik dan atau pedoman perilaku hakim bersama-

sama dengan Mahkamah Agung; dan

e. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan kode etik dan/atau pedoman

perilaku hakim.

Berdasarkan ketentuan lain Komisi Yudisial berwenang

menganalisis putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai

dasar untuk melakukan mutasi hakim (Pasal 42 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009), dan memberikan rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim

Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara

bersama Mahkamah Agung.62

a. Wewenang Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung

Wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung adalah

wewenang yang dimiliki oleh Komisi Yudisial untuk melakukan seleksi

terhadap calon hakim agung dan kemudian mengusulkannya kepada

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Komisi Yudisial mengajukan tiga (3)

orang calon hakim agung ke DPR untuk setiap 1 (satu) kebutuhan hakim

agung. Proses pengusulan pengangkata hakim agung ini dilakukan

dalam waktu paling lama enam (6) bulan.

Apabila memperhatikan praktik fit and proper test satu orang hakim

agung yang ditemukan oleh DPR dari tiga yang diusulkan oleh pihak

Mahkamah Agung tetapi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor

62 Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo, 2014), hlm. 167

Page 56: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

47

18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2004

tentang Komisi Yudisial sehingga usulan ke DPR tidak perlu tiga kali

dari reformasi agung yang diperlukan oleh Mahkamah Agung. Hal ini

sejalan dengan bunyi Pasal 13 huruf (a) UU Nomor 18 Tahun 2011

sedangkan Pasal 18 angkka (4) sudah seharusnya dirubah dengan uji

materiil ke Mahkamah Konstitusi karena tidak sesuai dengan konstelasi

keberadaan KY pada saat sekarang ini dan konstitusi.63

b. Wewenang Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran

Martabat serta Perilaku Hakim

Kewenangan “menjaga” yang termaktub dalam UUD 1945

bermakna Komisi Yudisial melakukan serangkaian kegiatan yang dapat

menjaga hakim agar tidak melakukan tindakan yang melanggar kode

etik dan pedoman perilaku hakim. Dalam hal ini Komisi Yudisial

melaksanakan tugas yang disebut preventif. Sementara kewenangan

“menegakkan” bermakna Komisi Yudisial melakukan tindakan represif

terhadap hakim yang telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku

hakim. Tindakan ini dapat berbentuk pemberian sanksi.64

c. Tugas Komisi Yudisial dalam Menjaga dan Menegakkan

Kehormatan, Keluhuran Martabat, serta Perilaku Hakim

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 18 tahun 2011, Komisi

Yudisial mempunyai tugas:

1) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku

hakim;

2) Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran

kode etik dan atau pedoman perilaku hakim;

63 Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo, 2014), hlm. 167-168.

64 Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia,..., hlm. 168.

Page 57: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

48

3) Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap

laporan dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku

hakim secara tertutup;

4) Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran kode

etik dan/atau pedoman perilaku hakim;

5) Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang

perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang

merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim;

6) Tugas Komisi Yudisial dalam melakukan pemantauan dan

pengawasan terhadap perilaku hakim.

Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2011, Komisi Yudisial dalam melakukan pemantauan dan pengawasan

perilaku hakim dapat:

1) Melakukan verifikasi terhadap laporan;

2) Melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran;

3) Melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari hakim

yang diduga melanggar pedoman kehormatan, keluruhan

martabat, serta perilaku hakim untuk kepentingan pemeriksaan;

4) Melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari saksi;

5) Menyimpulkan hasil pemeriksaan.65

65 Amran Suadi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo, 2014), hlm. 168-169.

Page 58: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

49

Wewenang Komisi Yudisial mengawasi perilaku hakim guna

menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim yang

tertera dalam adalah dengan:

1. Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan

dengan perilaku hakim;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;

3. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar

kode etik perilaku hakim;

4. Membuat laporan masyarakat tentang perilaku hakim;

5. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan

disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi,

serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.

Wewenang dan Kekuasaan Mahkamah Agung

Pasal 20 ayat (2) dan (3) UU. No. 48 Tahun 2009

Pasal 39 ayat (1), (2), (3) dan (4) UU No. 48 Tahun 2009

Mahkamah Agung berwenang:

(2) Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada

tingkat terkahir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang

berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang

menentukan lain.

(3) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

terhadap undang-undang.

Page 59: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

50

Kewenangan lain yang diberikan undang-undang:

1. Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan dapat

diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi

maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung;

2. Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua

badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam

menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah

Agung;

3. Pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan

keuangan;

4. Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah

Agung.66

D. Hubungan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Dalam konteks supremasi hukum, pengawasan merupakan salah

satu unsur esensial dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, sehingga

siapapun pejabat negara tidak boleh menolak untuk diawasi. Melihat

pengawasan tiada lain untuk melakukan pengendalian yang bertujuan

mencegah absolutisme kekuasaan, kesewenang-wenangan dan

penyalahgunaan wewenang.67

Ada tiga hal yang menjadi obyek pengawasan terhadap kinerja

hakim yaitu68 :

1. Pengawasan bidang teknis peradilan atau teknis yustisial

Yang dimaksud dengan teknis peradilan adalah segala sesuatu yang

menjadi tugas pokok hakim, yaitu menerima, memerisa, mengadili dan

66 M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah

Agung Sya’iah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 3.

67 Yohanes Usfunan, Komisi Yudisial (Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial,

(Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2006), hlm. 207.

68 MARI, Pedoman Perilaku Hakim (code of landnet), Jakarta: MARI, 2004), hlm. 80-81.

Page 60: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

51

menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Dalam kaitan ini

termasuk pula bagaimana terlaksananya putusan tersebut. Jadi tujuan

pengawasan dalam konteks ini adalah adanya peningkatan kualitas

putusan hakim.

2. Pengawasan bidang administrasi

Sedang yang dimaksud dengan administrasi peradilan adalah segala

sesuatu yang menjadi pokok kepaniteraan lembaga pengadilan.

Administrasi peradilan di sini harus dipisahkan dengan administrasi

umum yang tidak ada sangkut paunya dengan suatu perkara di lembaga

pengadilan tersebut. Administrasi peradilan erat kaitannya terhadap

teknis peradilan. Suatu putusan pengadilan tidak akan sempurna apabila

masalah administrasi peradilan diabaikan.

3. Pengawasan terhadap perbuatan pejabat peradilan

Pengawasan model ketiga ini adalah pengawasan terhadap tingkah laku

perbuatan (pekerjaan) pejabat pegadilan dan para hakim panitera, yang

mengurangi kewajaran jalannya peradilan dilakukan berdasarkan

temuan-temuan, penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan yang

dilakukan oleh hakim dan pejabat kepaniteraan, baik yang dikemukakan

atas dasar laporan hasil pengawasan internal maupun atas laporan

masyarakat media massa, dan lain-lain pengawasan internal.

Bentuk hubungan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

adalah hubungan yang bersifat kemitraan (partnership) bukan hubungan

mandiri yang terlepas dari saling ketergantungan. Bentuk kerja sama

kemitraan itu tergambar dari adanya wewenang Komisi Yudisial

merekomendasi dan mengusulkan sanksi Kode Etik dan/atau Pedoman

Perilaku Hakim kepada Mahkamah Agung, dan Mahkamah Agung yang

akan mengeksekusi pelaksanaan rekomendasi tersebut.69

69 Komisi Yudisial, Dialekta Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, hlm. 305.

Page 61: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

52

Tanpa eksekusi Mahkamah Agung rekomedasi Komisi Yudisial

mengenai penjatuhan sanksi etik bagi hakim yang melakukan pelanggaran

etik akan menjadi sia-sia. Kesuksesan dalam hubungan kemitraan adalah

kesuksesan bersama, bukan kesuksesan sendiri-sendiri. Artinya Komisi

Yudisial tidak akan sukses dalam melaksanakan fungsi, wewenang dan

tugasnya tanpa dukungan dari Mahkamah Agung begitupun sebaliknya.

Dan hubungan kerja sama antara Mahkamah Agung dengan Komisi

Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap badan peradilan

masih menyisakan masalah lama, yaitu ruang lingkup dan batasan

wewenang Komisi Yudisial dalam rangka memaksimalkan fungsi

pengawasan terhadap badan peradilan dan hakimnya Mahkamah Agung dan

Komisi Yudisial telah mencapai kesepakatan untuk mendorong segera

proses implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor

210/KMA/SK/XII/2011 tentang Pembentukan Tim Penghubung

Mahkamah Agung RI dengan Komisi Yudisial dan Keputusan Ketua

Makamah Agung RI Nomor 211/KMA/SK/XII/2011 tentang Pembentukan

Tim Asistensi atas Tim Penghubung Mahkamh Agung RI dalam Kerangka

Kerja Sama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial, makin menegaskan

masih terdapat ganjalan dalam hubungan kerja sama antara Mahkamah

Agung RI dan Komisi Yudisial yang harus diselesaikan.70

70 Mahkamah Agung RI, Laporan Tahunan 2011, (Jakarta, 2012), hlm. 1.

Page 62: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

53

BAB IV

POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA

Kunci utama keberhasilan penyelenggaraan peradilan sesuai amanat

konstitusi yaitu tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi

terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia adalah terletak di

tangan hakim. Karena itu hakim yang mandiri, berintegritas moral tinggi

dan berwawasan luas merupakan syarat terpenting yang tak dapat ditawar

bagi seorang hakim. Menurut Amir Syamsuddin, kegagalan penegakan

hukum di Indonesia karena ketidakmampuan aparat hukum melakuakan

penegakan hukum secara benar sesuai hukum yang berlaku.71

A. Pola Pengawasan Hakim oleh Komisi Yudisial dan Mahmakah Agung

Pengawasan memegang peranan penting dalam pencapaian visi dan

misi dari suatu organisasi yang dirasa belum mampu meningkatkan kinerja

atau setidak-setidaknya memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat.

Berbagai permasalahan yang sering dikaitkan dengan tidak efektifnya

fungsi pengawasan dalam organisasi tersebut sehingga kemudian muncul

keinginan untuk melakukan pembaharuan terhadap proses pengawasan.72

Saiful Anwar menyebutkan bahwa berdasarkan bentuknya

pengawasan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Pengawasan internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan

atau organ yang secara organisatoris atau struktural termasuk dalam

lingkungan pemerintahan itu sendiri. Misalnya pengawasan yang

dilakukan pejabat atasan terhadap bawahannya sendiri.

71 Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum: Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara

(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008), hlm. 10.

72 Anas Saidi dkk, Pengawasan Hakim Pengadilan Hubungan Industrial oleh Komisi

Yudisial, (Jakarta: Komisi Yudisial, 2012), hlm. 16-17.

Page 63: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

54

2. Pengawasan eksternal dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang

secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah dalam arti

eksekutif. Misalnya pengwasan keuangan dilakukan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK).73

Sebagaimana diatur Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pengawasan hakim

dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Pengawasan yang

dilakukan oleh Mahkamah Agung meliputi:

1. Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua

badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam

menyelanggarakan kekuasaan kehakiman;

2. Pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan

keuangan, dan;

3. Pengawasan internal tingkah laku hakim. Sementara itu, yang

pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial adalah pengawasan

eksternal dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,

keluhuran, martabat, serta perilaku hakim.74

Pengawasan Mahkamah Agung terhadap hakim Pengadilan Agama

itu sama seperti pengawasan kepada hakim Pengadilan Negeri ataupun

Pengadilan Tata Usaha Negara karena sama-sama dibawah Mahkamah

Agung, satu atap dan tidak ada perbedaan pengawasan. Pengawasan banyak

macamnya, ada pengawasan melekat, pegawasan rutin, pengawasan

keuangan, memang ada mekanisme pelaporan atas pelaksanaan kegiatan

pengadilan, yang itu berfungsi sebagai pengawasan juga, artinya sebagai

feedback bagi pimpinan untuk memberikan kebijakan yang tepat, juga

73 Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Golra Madani Press,

2004), hlm. 127.

74 Imam Ansori Saleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, (Malang: Setara Press, 2014), hlm.

136-137.

Page 64: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

55

mengawasi kinerja. Ada laporan bulanan, ada laporan tahunan, semesteran.

Ada juga pengawasan rutin biasanya itu diprogramkan oleh Badan

Pengawasan sebagai unit pengawasan internal, itu diprogramkan satker-

satker yang akan diawasi dalam pengawasan reguler atau rutin. Itu

mencakup terkait dengan kinerja, manajemen, adminstrasi termasuk

pelayanan publik. Setelah dilakukan pemeriksaan reguler itu biasanya akan

ditindaklanjuti dengan monitoring untuk memastikan apakah pengawasan

reguler itu rekomendasi yang dibuat dalam pengawasan reguler itu sudah

ditindaklajutkan atau belum. Dan itu diprogramkan misal tahun ini satker

mana dengan keterbatasan personil dan dana. Ada pemetaan satkar atau

pengadilan mana yang itu diprogramkan untuk diawasi.75

Ada forum pemeriksaan bersama, Majelis Kehormatan Hakim

(MKH), di mana dua lembaga ini secara bersama-sama terlibat dalam

penegakkan kode etik hakim. Biasanya untuk pengawasan terhadap hakim,

Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung mengutus untuk mengawasi

pegadilan mulai dari administrasi, hakim, dan lain-lain.76

Secara aktif, Komisi Yudisial melakukan pemantauan di pengadilan.

Kegiatan aktif ini dilakukan secara terbuka. Jika ada perkara yang menarik

perhatian publik, maka Komisi Yudisial akan mematau persidangan itu.

Pemantauan di pengadilan yang dilakukan Komisi Yudisial dibantu 12

Penghubung Komisi Yudisial. Hal ini memungkinkan Komisi Yudisial

memantau persidangan di hampir 600 pengadilan. Tentunya pemantauan ini

tidak dilakukan secara serentak dan setiap hari dikarenakan kendala SDM

dan anggaran. Secara pasif, Komisi Yudisial menerima laporan pengaduan

masyarakat yang akan ditindaklanjuti mulai dengan penelaahan awal,

75 Sulaiman Abdullah, Hakim Tinggi Mahkamah Agung, Interview Pribadi, Jakarta, 10

Januari 2020.

76 Sulaiman Abdullah, Hakim Tinggi Mahkamah Agung, Interview Pribadi, Jakarta, 10

Januari 2020.

Page 65: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

56

investigasi, hingga permintaan keterangan para pihak terkait laporan.77

Sebulan sekali hampir rata-rata sebulan sekali karena pasti ada

pemantauan.78

Di dalam Peraturan Bersama ketua Mahkamah Agung dan Ketua

Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012

dijelaskan tingkat dan jenis pelanggaran, kewajiban dan larangan, serta

sanksinya.

Pelanggaran ringan meliputi pelanggaran atas:

1. Hakim harus berperilaku jujur (fair) dan menghindari perbuatan yang

dapat menimbulkan kesan tercela.

2. Hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan tindakannya,

baik di dalam maupun di luar pengadilan, selalu menjaga dan

meningkatkan kepercayaan masyarakat, penegak hukum lain serta para

pihak berperkara, sehingga tercermin sikap ketidakberpihakan hakim

dan lembaga peradilan (impartiality).

4. Hakim wajib menghindari tindakan tercela.

5. Hakim, dalam hubungan pribadinya dengan anggota profesi hukum lain

yang secara teratur beracara di pengadilan, wajib menghindari situasi

yang dapat menimbulkan kecurigaan atau sikap keberpihakan.

6. Hakim dalam menjalankan tugas-tugas yudisialnya wajib terbebas

dari pengaruh keluarga dan pihak ketiga lainnya.

7. Hakim wajib bebas dari hubungan yang tidak patut dengan lembaga

eksekutif maupun legislatif serta kelompok lain yang berpotensi

mengancam kemandirian (independensi) Hakim dan Badan

Peradilan.

77 https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/758/kewenangan-ky-dalam-

pengawasan-hakim, diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul 21:04 WIB.

78 Nurasti Parlina, Pegawai Komisi Yudisial Bidang Analisis Interview Pribadi, Jakarta, 21

Januari 2020.

Page 66: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

57

8. Hakim wajib berperilaku mandiri guna memperkuat kepercayaan

masyarakat terhadap Badan Peradilan.

9. Hakim harus membatasi hubungan yang akrab, baik langsung

maupun tidak langsung dengan advokat yang sering berperkara di

wilayah hukum pengadilan tempat hakim tersebut menjabat.

10. Hakim wajib bersikap terbuka dan memberikan informasi mengenai

kepentingan pribadi yang menunjukkan tidak adanya konflik

kepentingan dalam menangani suatu perkara.

11. Hakim harus mengetahui urusan keuangan pribadinya maupun

beban-beban keuangan lainnya dan harus berupaya secara wajar

untuk mengetahui urusan keuangan para anggota keluarganya.

12. Hakim dilarang mengijinkan seseorang yang akan menimbulkan

kesan bahwa orang tersebut seakan-akan berada dalam posisi khusus

yang dapat mempengaruhi hakim secara tidak wajar dalam

melaksanakan tugas-tugas peradilan.

13. Hakim dilarang mengadili suatu perkara yang salah satu pihaknya

adalah organisasi atau kelompok masyarakat apabila hakim tersebut

masih atau pernah aktif dalam organisasi atau kelompok masyarakat

tersebut.

14. Hakim dilarang mengijinkan pihak lain yang akan menimbulkan

kesan bahwa seseorang seakan-akan berada dalam posisi khusus

yang dapat memperoleh keuntungan finansial.

15. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila hakim tersebut telah

memiliki prasangka yang berkaitan dengan salah satu pihak atau

mengetahui fakta atau bukti yang berkaitan dengan suatu perkara

yang akan disidangkan.

16. Hakim dilarang menerima janji, hadiah, hibah, pemberian, pinjaman,

atau manfaat lainnya, khususnya yang bersifat rutin atau terus-

menerus dari Pemerintah Daerah, walaupun pemberian tersebut tidak

mempengaruhi pelaksanaan tugas-tugas yudisial.

17. Hakim dilarang bertindak sebagai arbiter dalam kapasitas pribadi,

Page 67: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

58

kecuali bertindak dalam jabatan yang secara tegas diperintahkan atau

diperbolehkan dalam undang- undang atau peraturan lain.

18. Hakim dilarang bertindak sebagai mediator dalam kapasitas pribadi,

kecuali bertindak dalam jabatan yang secara tegas diperintahkan atau

diperbolehkan dalam undang-undang atau peraturan lain.

19. Hakim dilarang menjabat sebagai eksekutor, administrator atau kuasa

pribadi lainnya, kecuali untuk urusan pribadi anggota keluarga

Hakim tersebut, dan hanya diperbolehkan jika kegiatan tersebut

secara wajar (reasonable) tidak akan mempengaruhi pelaksanaan

tugasnya sebagai Hakim.

20. Berperilaku rendah hati bermakna kesadaran akan keterbatasan

kemampuan diri, jauh dari kesempurnaan dan terhindar dari setiap

bentuk keangkuhan.

Pelanggaran sedang meliputi pelanggaran atas:

1. Hakim dilarang memberikan kesan bahwa salah satu pihak yang tengah

berperkara atau kuasanya termasuk penuntut dan saksi berada dalam

posisi yang istimewa untuk mempengaruhi hakim yang bersangkutan.

2. Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di

luar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedung

pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan

secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak

melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan.

3. Hakim wajib melaporkan secara tertulis gratifikasi yang diterima

kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Muda

Pengawasan Mahkamah Agung, dan Ketua Komisi Yudisial paling

lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi

tersebut diterima.

4. Hakim wajib menyerahkan laporan kekayaan kepada Komisi

Pemberantasan Korupsi sebelum, selama, dan setelah menjabat, serta

Page 68: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

59

bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat.

5. Hakim dilarang menyuruh/mengizinkan pegawai pengadilan atau

pihak lain yang di bawah pengaruh, petunjuk atau kewenangan

hakim yang bersangkutan untuk meminta atau menerima hadiah,

hibah, warisan, pemberian, pinjaman atau bantuan apapun

sehubungan dengan segala hal yang dilakukan atau akan dilakukan

atau tidak dilakukan oleh hakim yang bersangkutan berkaitan

dengan tugas atau fungsinya dari:

a. advokat;

b. penuntut;

c. orang yang sedang diadili oleh hakim tersebut;

d. pihak lain yang kemungkinan kuat akan diadili oleh hakim tersebut;

e. pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau

kemungkinan kuat akan diadili oleh hakim yang bersangkutan,

yang secara wajar patut diduga bertujuan untuk mempengaruhi

hakim dalam menjalankan tugas peradilannya.

6. Hakim dilarang mengizinkan tempat kediamannya digunakan oleh

seorang anggota suatu profesi hukum untuk menerima klien atau

menerima anggota-anggota lainnya dari profesi hukum tersebut.

7. Hakim dilarang mengeluarkan pernyataan kepada masyarakat yang

dapat mempengaruhi, menghambat atau mengganggu berlangsungnya

proses peradilan yang adil, independen, dan tidak memihak.

8. Hakim tidak boleh secara terbuka menyatakan dukungan terhadap

salah satu partai politik.

9. Hakim dilarang melakukan tawar-menawar putusan, memperlambat

pemeriksaan perkara, menunda eksekusi atau menunjuk advokat

tertentu dalam menangani suatu perkara di pengadilan, kecuali

ditentukan lain oleh undang-undang.

10. Hakim dilarang mengijinkan seseorang yang akan menimbulkan kesan

bahwa orang tersebut seakan-akan berada dalam posisi khusus yang

Page 69: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

60

dapat mempengaruhi hakim secara tidak wajar dalam melaksanakan

tugas-tugas peradilan.

11. Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik

kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau

hubungan-hubungan lain yang beralasan (reasonable) patut diduga

mengandung konflik kepentingan.

12. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila hakim itu memiliki

hubungan pertemanan yang akrab dengan pihak yang berperkara,

penuntut, advokat, yang menangani perkara tersebut.

13. Hakim dilarang menggunakan wibawa jabatan sebagai hakim untuk

mengejar kepentingan pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga

dalam hubungan finansial.

14. Hakim dilarang menjadi advokat, atau pekerjaan lain yang

berhubungan dengan perkara.

15. Hakim dilarang bekerja dan menjalankan fungsi sebagai layaknya

seorang advokat, kecuali jika:

a. hakim tersebut menjadi pihak di persidangan;

b. memberikan nasihat hukum cuma-cuma untuk anggota keluarga

atau teman sesama hakim yang tengah menghadapi masalah

hukum.

Pelanggaran sedang meliputi pelanggaran atas:

1. Hakim dilarang memberikan kesan bahwa salah satu pihak yang

tengah berperkara atau kuasanya termasuk penuntut dan saksi berada

dalam posisi yang istimewa untuk mempengaruhi hakim yang

bersangkutan.

2. Hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya dilarang menunjukkan

rasa suka atau tidak suka, keberpihakan, prasangka, atau pelecehan

terhadap suatu ras, jenis kelamin, agama, asal kebangsaan, perbedaan

kemampuan fisik atau mental, usia, atau status sosial ekonomi maupun

atas dasar kedekatan hubungan dengan pencari keadilan atau pihak-

Page 70: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

61

pihak yang terlibat dalam proses peradilan baik melalui perkataan

maupun tindakan.

3. Hakim dilarang bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan

tindakan lain yang dapat menimbulkan kesan memihak, berprasangka,

mengancam, atau menyudutkan para pihak atau kuasanya, atau saksi-

saksi, dan harus pula menerapkan standar perilaku yang sama bagi

advokat, penuntut, pegawai pengadilan atau pihak lain yang tunduk

pada arahan dan pengawasan hakim yang bersangkutan.

4. Hakim dilarang menyuruh/mengizinkan pegawai pengadilan atau

pihak-pihak lain untuk mempengaruhi, mengarahkan, atau

mengontrol jalannya sidang, sehingga menimbulkan perbedaan

perlakuan terhadap para pihak yang terkait dengan perkara.

5. Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di

luar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedung

pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan

secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak

melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan.

6. Hakim tidak boleh meminta/menerima dan harus mencegah suami

atau istri hakim, orang tua, anak atau anggota keluarga hakim lainnya,

untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, warisan,

pemberian, penghargaan dan pinjaman atau fasilitas dari:

a. advokat;

b. penuntut;

c. orang yang sedang diadili;

d. pihak lain yang kemungkinkan kuat akan diadili;

e. pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau

kemungkinan kuat akan diadili oleh hakim yang bersangkutan

yang secara wajar (reasonable) patut dianggap bertujuan atau

mengandung maksud untuk mempengaruhi Hakim dalam

Page 71: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

62

menjalankan tugas peradilannya.79

7. Hakim dilarang mengadili perkara di mana anggota keluarga hakim

yang bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara

atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara

tersebut.

8. Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota dari partai

politik.

9. Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki

konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan

kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan

(reasonable) patut diduga mengandung konflik kepentingan.

10. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah menangani

hal-hal yang berhubungan dengan perkara atau dengan para pihak

yang akan diadili, saat menjalankan pekerjaan atau profesi lain

sebelum menjadi hakim.

11. Hakim dilarang melakukan tawar-menawar putusan,

memperlambat pemeriksaan perkara, menunda eksekusi atau

menunjuk advokat tertentu dalam menangani suatu perkara di

pengadilan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

12. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila memiliki

hubungan keluarga, Ketua Majelis, hakim anggota lainnya,

79 Pengecualian dari butir ini adalah pemberian atau hadiah yang ditinjau dari

segala keadaan (circumstances) tidak akan diartikan atau dimaksudkan untuk

mempengaruhi hakim dalam pelaksanaan tugas-tugas peradilan, yaitu

pemberian yang berasal dari saudara atau teman dalam kesempatan tertentu

seperti perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan, upacara adat,

perpisahan atau peringatan lainnya sesuai adat istiadat yang berlaku, yang

nilainya tidak melebihi Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Pemberian

tersebut termasuk dalam pengertian hadiah sebagaimana dimaksud dengan

gratifikasi yan

Page 72: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

63

penuntut, advokat, dan panitera yang menangani perkara tersebut.

13. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila hakim itu memiliki

hubungan pertemanan yang akrab dengan pihak yang berperkara,

penuntut, advokat, yang menangani perkara tersebut.

14. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili

atau menjadi penuntut, advokat atau panitera dalam perkara

tersebut pada persidangan di pengadilan tingkat yang lebih rendah.

15. Hakim dilarang mengadili suatu perkara yang salah satu pihaknya

adalah partai politik apabila hakim tersebut masih atau pernah aktif

dalam partai politik tersebut.

16. Hakim dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan

pribadi, keluarga atau pihak lain.

17. Hakim dilarang mengungkapkan atau menggunakan informasi

yang bersifat rahasia, yang didapat dalam kedudukan sebagai

hakim, untuk tujuan yang tidak ada hubungan dengan tugas-tugas

peradilan.

18. Hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi

usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai hakim.

19. Hakim dilarang menjadi advokat, atau pekerjaan lain yang

berhubungan dengan perkara.

20. Hakim dilarang bertindak sebagai arbiter dalam kapasitas pribadi,

kecuali bertindak dalam jabatan yang secara tegas diperintahkan

atau diperbolehkan dalam undang- undang atau peraturan lain.

21. Hakim dilarang melakukan rangkap jabatan yang ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi ringan terdiri dari:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;

c. pernyataan tidak puas secara tertulis.

Page 73: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

64

Sanksi sedang terdiri dari:

a. penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun;

b. penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling

lama 1 (satu) tahun;

c. penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun;

d. Hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan;

e. mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah;

f. pembatalan atau penangguhan promosi.

Sanksi berat terdiri dari:

a. pembebasan dari jabatan;

b. Hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua)

tahun;

c. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah

untuk paling lama 3 (tiga) tahun;

d. pemberhentian tetap dengan hak pensiun;

e. pemberhentian tidak dengan hormat.

Page 74: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

54

B. Batasan Kewenangan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Mahkamah Agung adalah lembaga yang membawahi para hakim,

BAWAS Mahkamah Agung itu lebih kepada pengawasan substansinya

seperti putusan yang telah dibuat oleh hakim, sementara Komisi Yudisial

sendiri lebih ke pengawasan untuk perilaku hakim. Jadi hal-hal yang terkait

dengan substansi dari putusan itu kita pantau juga, tapi ranah Komisi

Yudisial tidak sampai pada putusan, Komisi Yudisial hanya di lingkup

perilaku Hakim saja selama di dalam lingkup pengadilan.80

Sebenarnya yang dikatakan batasan kewenangan antara kedua

lembaga ini adalah Komisi Yudisial hanya mempunyai kewenangan untuk

mengawasi kode etik pedoman perilaku hakim dan merekomendasikan

hakim yang diduga melanggar aturan, Komisi Yudisial tidak berwenang

untuk memberikan sanksi kepada hakim. Mahkamah Agung berwenang

mengawasi dan memberikan sanksi kepada hakim.81

Di dalam kode etik itu ada kewajiban dan ada larangan, Komisi

Yudisial mempunyai kewenangan untuk mengawasi hakim, tetapi terkait

hukum acara hanya Mahkamah Agung saja, Komisi Yudisial tidak

mempunyai kewenangan di sini. Kemudian baik Mahkamah Agung maupun

Komisi Yudisial tidak bewenang memeriksa dalam konteks pengawasan

disiplin kode etik terkait dengan pertimbangan hukum dan substansi

putusan. Kalau ini ada jalurnya sendiri yaitu melalui upaya hukum baik

banding ataupun kasasi. Apabila hakim melakukan kesalahan dalam hukum

acara tidak bisa dikenai hukuman disiplin. Kalau terbukti pelanggaran atas

ini ada hukuman disiplin.82

80 Rahardian Fajar Nugroho, Pegawai Komisi Yudisial Bidang Analisis, Interview Pribadi,

Jakarta, 21 Januari 2020.

81 Sulaiman Abdullah, Hakim Tinggi Mahkamah Agung, Interview Pribadi, Jakarta, 10

Januari 2020.

82 Sulaiman Abdullah, Hakim Tinggi Mahkamah Agung, Interview Pribadi, Jakarta, 10

Januari 2020.

Page 75: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

55

Komisi Yudisial itu sebagai pengawas eksternal dan Mahkamah

Agung sebagai pengawas internal, ada rambu-rambu atau batasan Komisi

Yudisial yaitu terkait dengan pengawasan terhadap tugas yustisial hakim,

misal dalam mengadili perkara ada pelanggaran pada hukum acara, disitu

Komisi Yudisial tidak masuk karena itu ranahnya internal. Dapat dilihat

didalam UU KY apa-apa saja kewenangan Komisi Yudisial dalam

mengawasi hakim. Tidak semua bisa diperiksa oleh Komisi Yudisial, justru

lebih luas ruang lingkup internal, antara lain terkait dengan adanya dugaan

pelanggaran hukum acara, Komisi Yudisial tidak dapat memeriksa, apabila

misalnya asusila itu eksternal dapat melakukan pengawasan.

Ada yang dinamakan KEPPH, KEPPH sendiri mempunyai 10

prinsip dasar, dari 10 prinsip ada butir yang tidak masuk ranah KY yang

terkait dengan pelanggaran hukum acaranya, masing-masing butir pokok

atau prinsip ada pemaknaanya dan ada penerapannya. KY tidak boleh

masuk ranah tertentu karena pernah ada yudicial review, semula KY juga

memeriksa terhadap semua butir pokok. Kemudian ada yudicial review

terhadap KEPPH sehingga penerapan dari butir tersebut tidak sah dan tidak

berlaku umum, tetapi hanya berlaku di internal saja. Bila dilihat butir 8 dan

10 ini bukan pada persoalan sikap tetapi pendapat ternyata, jadi yang boleh

diperiksa oleh eksternal itu adalah sikap, tetapi kalau pendapat itu

kebebasan hakim.83

Sebagaimana yang terdapat dalam UU Kekuasaan Kehakiman

Dalam Pasal 39 UU Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa:

(1) Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada

semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung dalam

83 Sulaiman Abdullah, Hakim Tinggi Mahkamah Agung, Interview Pribadi, Jakarta, 10

Januari 2020.

Page 76: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

56

menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah

Agung;

(2) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan tertinggi terhadap

pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan;

(3) Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh

Mahkamah Agung;

(4) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam

memeriksa dan memutus perkara.

Pasal 32 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung UU 3 Tahun 2009 juga menyebutkan fungsi pengawasan oleh

Mahkamah Agung dengan rumusan berikut:

1. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap

penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di

bawahnya dalam menjalankan kekuasaan kehakiman;

2. Selain pengawasan tadi, Mahkamah Agung melakukan pengawasan

tertinggi terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan;

3. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan tentang hal-hal yang

bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang

ada di bawahnya;

4. Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau

peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di

bawahnya;

5. Pengawasan itu tak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam

memeriksa dan memutus perkara.

Kebijakan pengawasan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 32 UU Nomor 3 Tahun 2009 tersebut dimaksudkan untuk

mewujudkan peradilan yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Page 77: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

57

Selanjutnya Pasal 40 UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan apa

yang harus dilakukan Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan hakim:

(1) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh

Komisi Yudisial.

(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap

perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Istilah ‘menjaga dan ‘menegakkan’ kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim dalam wewenang Komisi Yudisial

sebagaimana disebut Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 mengandung

makna preventif dan refresif. ‘Menjaga’ berarti Komisi Yudisial melakukan

serangkaian kegiatan yang dapat menjaga hakim agar tidak melakukan

tindakan yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.

‘Menegakkan’ bermakna Komisi Yudisial melakukan tindakan represif

terhadap hakim yang telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim (KEPPH). Tindakan itu dapat berbentuk pemberian sanksi.84

Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial UU

18 tahun 2011 disebutkan bahwa Komisi Yudisial mempunyai tugas dalam

rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta

perilaku hakim, yakni:

a. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;

b. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran

KEPPH;

c. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan

dugaan pelanggaran KEPPH;

d. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran KEPPH; dan

84 Komisi Yudisial Republik Indonesia, Mengenal Lebih Dekat Komisi Yudisial. (Jakarta:

KYRI, 2012), hlm. 41-42.

Page 78: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

58

e. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang

perorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan

kehormatan dan keluhuran martabat hakim.85

Adapun tugas Komisi Yudisial dalam konteks melakukan

pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim adalah Komisi

Yudisial menerima laporan masyarakat dan atau informasi tentang dugaan

pelanggaran KEPPH. Komisi Yudisial dapat meminta keterangan atau data

kepada Badan Peradilan dan atau Hakim.

C. Dinamika Kerja Sama antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Bila ada pemeriksaan bersama, terkadang terdapat perbedaan

pendapaat mengenai usulan Komisi Yudisial tentang hasil pemeriksaan dan

atau penjatuhan sanksi, bisa saja seorang terlapor hakim oleh Komisi

Yudisial diperiksa oleh Mahkamah Agung pun diperiksa, Komisi Yudisial

berpendapat lain, Mahkamah Agung pun berpendapat lain, disitulah ada

forum kemudian pemeriksaan bersama, terdapat laporan yang sama di

laporkan ke Komisi Yudisial di laporkan pula ke internal. Supaya tidak dua

kali diperiksa terdapatlah forum. Bisa juga terdapat suatu permasalahan

yang sama, tidak atas laporan, bisa juga menarik perhatian publik atau viral,

karena bobot persoalannya menarik perhatian publik, maka Komisi Yudisial

dan Mahkamah Agung memeriksa bersama.86

Ada yang dinamakan mekanisme peraturan bersama itu dilakukan

ketika Mahkamah Agung tidak sependapat dengan putusan Komisi

Yudisial, misalnya Komisi Yudisial merekomendasikan hakim non palu 3

bulan kemudian ada rekomendasi dari Komisi Yudisial lalu Mahkamah

Agung tidak sependapat. Mahkamah Agung mengatakan itu teknis yudisial.

Sebenarnya bentuk dari ketidaksetujuan itu seharusnya mekanismenya

85 Pasal 22 ayat (1) UU 18 tahun 2011

86 Wawancara Hakim Tinggi Mahkamah Agung, Sulaiman Abdulah tanggal 10 Januari

2020.

Page 79: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

59

melakukan pemeriksaan bersama, tapi prakteknya KY dan MA itu tidak

pernah melakukan pemeriksaan bersama.87

Salah satu permasalahan yang sering dihadapi dalam melakukan

tugas pengawasan adalah adanya tumpang dan tindih penanganan tugas

pengawasan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Hubungan

antara kedua lembaga dalam keadaan seperti itu adalah hubungan yang

dinamis dan wajar.88

Problema lain yang dihadapi Komisi Yudisial adalah jumlah sumber

daya manusia yang terbatas. Komisi Yudisial juga telah membentuk

Penghubung Komisi Yudisial di 12 wilayah di Indonesia, yaitu Sumatera

Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan

Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara

Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Namun, jumlah itu pun masih

belum sebanding dengan jumlah hakim dan pengadilan yang tersebar di

seluruh Indonesia.

Oleh karena itu, Komisi Yudisial membangun kerja sama dengan

media, LSM, dan universitas untuk ikut serta membantu Komisi Yudisial

dalam rangka menjaga peradilan bersih. Untuk itu Komisi Yudisial selalu

terbuka jika ada pihak yang mau melakukan kerja sama dengan Komisi

Yudisial demi tercapainya tujuan berdirinya Komisi Yudisial.89

Saat ini sudah ada kesepakatan, kalau ada pelanggaran teknis

yudisial yang substantif itu menjadi bagian Komisi Yudisial. Komisi

Yudisial percaya bahwa perilaku dan profesionalitas seorang hakim dapat

tercermin dari putusan yang dihasilkannya. Jika baik putusannya, maka baik

87 Ahmad Ishni Bulatjaya, Pegawai Komisi Yudisial Bidang Analisis Interview Pribadi,

Jakarta, 21 Januari 2020.

88 https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/851/pasang-surut-relasi-ma-

dan-ky-adalah-wajar, diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul 21:37 WIB.

89 https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/851/pasang-surut-relasi-ma-

dan-ky-adalah-wajar, tanggal 11 Mei 2020 pukul 22:08 WIB.

Page 80: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

60

pula perilakunya. Namun, jika ia belum selesai dengan dirinya, bagaimana

mungkin ia memutus perkara dan menjalankan sistem peradilan.90

Dalam konteks pengawasan terhadap hakim, "teknis yudisial"

dimaksudkan sebagai hal-hal yang bersifat teknis berkaitan dengan tugas

hakim dalam mengadili perkara. Bisa juga terkait dengan pendapat hakim

mengenai apa yang menjadi hukum atas kasus yang dihadapinya. Bukan hal

mengenai sikap perilaku hakimnya itu sendiri.

Sampai saat ini yang menjadi masalah adalah perbedaan tafsir antara

kedua lembaga ini, Mahkamah Agung sering menyebutkan bahwa hukum

acara Komisi Yudisial tidak ikut andil karena itu teknis yudisial, sementara

Komisi Yudisial beranggapan hukum acara termasuk perilaku hakim.

Sementara pengertian teknis yudisial sendiri sampai saat ini belum tertera

dalam undang-undang.

Kita tahu dalam hukum Islam telah digariskan prinsip-prinsip dan

kode etik yang dapat menunjang pelaksanaan tugas hakim, yang mana

hakim diwajibkan untuk berbuat baik. Dan sesuai penegakkan dalam Islam

penting kita ketahui bahwa hakim dilarang untuk melakukan perbuatan

tercela.

90 https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/1063/perubahan-pola-pikir-

perlu-untuk-mewujudkan-peradilan-bersih, tanggal 11 Mei 2020, pukul 22:36 WIB.

Page 81: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

61

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sesuai dengan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, penulis di

sini kemudian menyimpulkan beberapa pokok pembahasan yaitu:

1. Secara aktif, Komisi Yudisial melakukan pemantauan di pengadilan.

Kegiatan aktif ini dilakukan secara terbuka. Jika ada perkara yang

menarik perhatian publik, maka Komisi Yudisial akan mematau

persidangan itu. Pemantauan di pengadilan yang dilakukan Komisi

Yudisial dibantu 12 Penghubung Komisi Yudisial. Hal ini

memungkinkan Komisi Yudisial memantau persidangan di hampir 600

pengadilan. Tentunya pemantauan ini tidak dilakukan secara serentak

dan setiap hari dikarenakan kendala SDM dan anggaran. Mahkamah

Agung mempunyai program pengawasan rutin atau reguler, yang mana

mencakup pengawasan administrasi, finansial peradilan termasuk juga

hakim dan biiasanya akan ditindaklanjuti dengan monitoring. Dan itu

diprogramkan misal tahun ini satker mana yang itu diprogramkan untuk

diawasi dengan keterbatasan personil dan dana. Dengan adanya

pengaduan masyarakat pula membantu kedua lembaga ini untuk

mengawasi para hakim.

2. Batasan antara kedua lembaga ini adalah bahwa kewenangan Komisi

Yudisial dalam mengawasi hakim mengawasi terkait perilaku hakim,

merekomendasikan hakim yang diduga melanggar kode etik hakim.

Menurut Mahkamah Agung terkait hukum acara itu kewenangan

Mahkamah Agung. Dan yang berwenang untuk memberikan sanksi

adalah Mahkamah Agung.

3. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi dalam melakukan tugas

pengawasan adalah adanya tumpang tindih penanganan tugas

pengawasan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Hubungan

Page 82: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

62

antara kedua lembaga dalam keadaan seperti itu adalah hubungan yang

dinamis.

B. SARAN

Saran yang diajukan dirangkum kemudian dipaparkan sesuai dengan

pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan pada kesimpulan.

1. Agar kedua lembaga ini lebih sering memeriksa secara bersama, agar

dapat menentukan apakah hakim tersebut dinyatakan bersalah atau

tidak.

2. Supaya tidak sering terjadi tumpang tindih, badan legislatif segera

mengeluarkan UU terkait pengertian teknis yudisial, agar tidak sering

terjadi perbedaan tafsir.

Page 83: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

63

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Saiful. Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Golra Madani

Press, 2004.

Fauzan, Muhammad. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan

Mahkamah Agung Sya’iah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2013.

Hamami, Taufiq. Peradilan Agama dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di

Indonesia, Jakarta: Tatanusa, 2013

Huda, Ni’matul. Hukum Pemerintahan Daerah, cet. Ke 6 Bandung: Nusa Media,

2012.

Keputusan Ketua Mahkmah Agung RI Nomor : KMA/080/SK/VIII/2006 tanggal

24 Agustus 2006

Komisi Yudisial Republik Indonesia, Mengenal Lebih Dekat Komisi Yudisial.

Jakarta: KYRI, 2012.

Komisi Yudisial, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Jakarta:KYRI,

2012.

Lolutung Paulus, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap

Pemerintah, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993.

Mahkamah Agung RI, Laporan Tahunan 2011, Jakarta: 2012.

Mahkamah Agung RI, Naskah Akademis dan RUU tentang Komisi Yudisial,

Jakarta: MA RI, 2003.

Manan, Bagir Menyongsong Fajar Otonomi Derah, Yogyakarta: Pusat Studi

Fakultas Hukum UI, 2001.

MARI, Pedoman Perilaku Hakim (code of landnet), Jakarta: MARI, 2004

Modul Perencanaan Undang-Undang, Jakarta: Sekretaris Jendral DPR RI, 2008.

Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan

Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta: Liberty, 1992.

Mustofa, Wildan Suyuti. Kode Etik Hakim, Jakarta: Kencana, 2013

Page 84: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

64

M. Situmorang, dkk, Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan

Aparatur Pemerintah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.

Naskah Konstitusi RI, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses dan

Hasil Pembahasan 1999-2002 Buku VI Kekuasaan Kehakiman,

Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,

2008.

Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan

Penelitian, Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta,

2008.

Ranupandojo dkk, Manajemen Personalia, Yogyakarta: BPFEE, 2000.

Saidi Anas dkk, Pengawasan Hakim Pengadilan Hubungan Industrial oleh Komisi

Yudisial, Jakarta: Komisi Yudisial, 2012

Saleh, Imam Anshori. Konsep Pengawasan Kehakiman, Malang: Setara Press,

2014.

Salindeho, Jhon. Tata Laksana dalam Manajemen, Jakarta: Sinar Grafika, 1998.

Saydam, Gouzali. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resource) Suatu

Pendekatan Mikro, Jakarta: Djambatan, 2000

Siagian, Sondang P. Filsafat Administrasi, Jakarta: CV Gunung Agung

Sirajudin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik: Menuju

Peradilan yang Bersih dan Beribawa, Bandung: Citra Aditya Bakti,

2006.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986.

Suadi, Amran. Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2014.

Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, 1996.

Syamsuddin Amir, Integritas Penegak Hukum: Hakim, Jaksa, Polisi, dan

Pengacara (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008)

Page 85: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

65

Ukas, Maman. Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, Bandung: Agnini, 2004,

Cet. Ke-3

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011

Usfunan, Yohanes. Komisi Yudisial (Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun Komisi

Yudisial, Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2006.

Zeolva, Hamdan. Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Artikel dan Wawancara

https://bawas.mahkamahagung.go.id/bawas_doc/doc/kode_etik_hakim.pdf,

diakses pada tanggal 20 Februari 2020 pukul 21:23 WIB.

http://www.jimly.com/pemikiran/makalh?page=4

http://www.jimlyschool.com/read/analisis/238/kedudukan-mahkamah-konstitusi

dalam-struktur-ketatanegaraan-indonesia/, diakses pada hari Sabtu, 22

Februari 2020, pukul 14:19 WIB.

https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/851/pasang-surut-relasi-

ma-dan-ky-adalah-wajar, tanggal 11 Mei 2020 pukul 22:08 WIB.

https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/1063/perubahan-pola-

pikir-perlu-untuk-mewujudkan-peradilan-bersih, tanggal 11 Mei 2020,

pukul 22:36 WIB.

https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/1063/perubahan-pola-

pikir-perlu-untuk-mewujudkan-peradilan-bersih, tanggal 11 Mei 2020,

pukul 22:36 WIB.

https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/851/pasang-surut-relasi-

ma-dan-ky-adalah-wajar, tanggal 11 Mei 2020 pukul 22:08 WIB.

Page 86: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

66

http://lyamarsady.blogspot.com/search?updated-max=2012-06-26T01:39:00

07:00&max-results=7, Diakses pada tanggal 13 Februari 2020, pukul

20:05 WIB.

https://ppid.komisiyudisial.go.id/f/informasi_publik_detail/1, diakses pada tanggal

5 Maret 2020 pukul 10:46 WIB.

http://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/ground_laws, diakses

pada tanggal 17 Maret 2020 pukul 21:44 WIB.

https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/history, diakes pada

tanggal 12 April 2020, pukul 14:00 WIB.

http://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/ground_laws, diakses

pada tanggal 20 Februari 2020, pukul 15:00 WIB.

https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/758/kewenangan-ky

dalam-pengawasan-hakim, diakses pada tanggal 11 Mei 2020 pukul 21:04

WIB.

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2018/05/pengertian-pengawasan-tujuan

fungsi-jenis-jenis.html, Diakses pada tanggal 22 Februari 2020, pukul 14:37

WIB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia#cite_note

Laparan_Tahunan_2010-5 diakses pada tanggal 17 Maret 2020 pukul

22:05 WIB.

Laporan Tahunan Komisi Yudisial 2009

Interview Pribadi dengan Ahmad Ishni Bulatjaya, Pegawai Komisi Yudisial Bidang

Analisis, Jakarta, 21 Januari 2020.

Interview Pribadi dengan Nurasti Parlina, Pegawai Komisi Yudisial Bidang

Analisis, Jakarta, 21 Januari 2020.

Interview Pribadi Rahardian Fajar Nugroho, Pegawai Komisi Yudisial Bidang

Analisis, Jakarta, 21 Januari 2020.

Interview Pribadi dengan Sulaiman Abdullah, Hakim Tinggi Pengawas Mahkamah

Agung, Jakarta, 10 Januari 2020.

Page 87: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

67

Pengertian Fungsi Pengawasan, http:matakristal.com, Diakses pada tanggal 22

Februari 2020, pukul 14:36 WIB.

Tahl Rinaldi A., Fungsi Controlling (Pengawasan dan Pengendalian),

http://rheinduniatulisan.blogspot.com, Diakses pada tanggal 20 Februari

2020.

Page 88: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

68

LAMPIRAN

Page 89: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI

0

Page 90: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI
Page 91: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI
Page 92: POLA PENGAWASAN HAKIM PENGADILAN AGAMA OLEH KOMISI