perundang-undangan nasional, 1953.pdf

706

Upload: ngotu

Post on 13-Jan-2017

492 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf
Page 2: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf
Page 3: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

3 ^ 9 . <3 3 y S o e " « A -

Page 4: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf
Page 5: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E R U N D A N G -U N D A N G A N N A S IO N A L

K U M P U L A N U N D A N G - U N D A N G , U N D A N G - U N D A N G D A R y R A T P E R A T U R A N - P E P A T U R A N P E M E R I N T A H DA N PENDJELASAN

T A H U N 1951

DISUSUN DAN D1KERD1AKAN OLEH

H . S O E R J A N A T A M IH A R D J Ad o n

B. N A S U T IO N

*

N . V . v /h G , C. T . V A N D O R P & Co .DJ AKARTA - BANDUNG -SEMARANG - SURABAIA

1 9 5 3

Page 6: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

hfi\ ix

Page 7: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

K A T A P E N G A N T A R

Buku ini vierupakan penerbitan landjutan dari „P£i2- UNDANG-UNDANGAN NASIONAL 1950” , sehingga dapat dipan- dang berlebih-lebihan kiranja, bilamana disini pengertian me- vgenai perundang-undangan nasional ini diuraikan sekali lagi, karena soal tersebut setjara mudah dan tidak mendalam telah diterangkan dalam pendahuluannja buku termaksud tadi.

Berkenaan dengan kesulitcin-kesulitan teknis dapat diper- maklumkan disini, bahwa penerbitan „PERUNDANG-UNDANG- AN tfASIONAL 1951" ini nampaknja agak terlambat dan pada jang direntjanakan sebermula, akan tetapi berkat barUtian PENERBIT jang sangat kavii hargai achirnja hal ini dapat djuga dilaksanak.au.

Mit&ah-mudahan penerbitan buku ini dan jang benkutnja akan memberikan sumbangan jang berfaedah bagi masjaiakat serta disamping itu dengan nsaha demikian Icami dapat turut viemperlengkapi dan memelihara sebagian dart perpustakaan mengtnai hukum nasional, walaupun sifat usaha ini masin sangat sederhana.

Djakarta, 27 Agustus 1952.

5

Page 8: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf
Page 9: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

I S I.

HalamanKata Pengantar 5

UNDANG-UNDANG DARURAT TAHUN 1951.

1. Tindakan-tindakan sementara untuk menjeleng- garakan kesatuan, susunan, kekuasaan danatjara pengadilan-pengadilan sipil. 17

2. Perubahan „Rechtenordonnantie” (Stbl. 1882/240jo. Stbl. 1931/471). - 39

3. Menaikkan djumlah maximum porto dan bea. 514. Mengubah dan menambah peraturan dalam

S tbl*1916/47. 605 Tambahan U.U.D. No. 37/1950 tentang perubahan

ordonansi padjak peralihan 1944, ordonansi padjak upah dan ordonansi padjak kekajaan

63

66

19326 Mengubah „Grondhuur-ordonnantie” (Stbl.

1918°88) dan ,,Vorstenlandsch Grondhuurregle-ment” (Stbl. 1918/20).

7 Memperpandjang waktu berlakunja aturan nu- kuman termaksud dalam pasal 3, ajat 2 ordo­nansi dalam Stbl. 1948/141.

8. Perubahan reglemen A jang dilampirkan pada ..Rechtenordonnantie” (Stbl. 1931/471).

9. Memperpandjang berlakunja opcenten atas beberapa matjam tjukai.

10. Pentjabutan kembali peraturan gadji militer.11. Penetapan berlakunja Undang-undang Daiurat

No. 19/1950 untuk para anggauta tentaia Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

12 Mengubah ..Ordonnantie bijzondere Strafbe- palfngen’’ (Stbl. 1948/17 dan Undang-undang R.I. dahulu No. 8 tahun 1948). gg

M Pemungutan padjak perponding atas tahun 1951. 9415' Penilaian dari bagian-bagian pendapatan dan

kekajaan, baik jang diperoleh, maupun jang berada dalam uang asing untuk pemungutan padjak peralihan, padjak upah, padjak^Pejse- roan dan padjak kekajaan d^nJ^entan peiu- bahan ordonansi padjak peralihan 1944.

16. penjelesaian perselisihan perburuha .

71

73

76

Page 10: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

17. Penimbunan barang-barang. 12818. Membatasi masa berlakunja Undang-undang

padjak peredaran 1950. 14019. Pemungutan padjak pendjualan. 14820. Penghentian berlakunja ,,Indische Muntwet

1912” dan penetapan peraturan baru tentangmata uang. 211

21. Pengenaan tambahan opcenten atas bensin dansebagainja. 219

22. Memperpandjang waktu masih terbukanja dinastahun anggaran 1950. 225

23. Perubahan dan penambahan ordonansi padjakpemulihan tahun 1944. 228

24. Perubahan beberapa pos tarip bea masuk. 234

No. Halaman

Page 11: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG TAHUN 1951.

1. Pernjataan berlakunja Undang-undang Kerdjatahun 1948 No. 12 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. 242

2. Pernjataan berlakunja Undang-undang Ketje-lakaan 1948 No. 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. 249

3. Pernjataan berlakunja Undang-undang Penga-wasan Perburuhan tahun 1948 No. 23 dari ^ Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. 266

4. Pemberian persetudjuan kepada perdjandjianr pindjaman antara Pemerintah Keradjaan Belan-

da dan Pemerintah Republik Indonesia Serikat. 2705. Penetapan Undang-undang Darurat No. 26/1950

tentang pengesahan dan pengakuan hutang ter- hadap Keradjaan Belanda sebagai Undang- undang. 278

6. Kedudukan keuangan Ketua dan AnggautaDewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia. 280

7 Perubahan dan tambahan lalu-Iintas djalan(W.V.O. dalam Stbl. 1933/86). 286

8 Penunggakan pemberian surat izin kepadadokter dan dokter gigi. 300

9. Pembajaran tenaga dokter, dokter gigi danbidan setjara rasionil. 302

10- Mengatur tenaga dokter partikelir dalam keada- an genting.

11. Pengesahan perdjandjian pindjaman pertama Republik Indonesia dengan Export-Import Bank of Washington.

No. Halaman

304

308

32812. Penghapusan Badan Hukum ,,Algemene Volt*

credietbank”.13. Penetapan Undang-undang Darurat No 3/ 1QS1

tentang menaikkan djumlah maksimum porto dan bea sebagai Undang-undang.

14' a U h i r m T padjak bumi t o gan padjak per-15. Penetapan Undang-undang Darurat tentang

perubahan ordonansi padjak peralihan 1944 ordonansi padjak kekajaan 1932 (Undan°--

^ arurat No 37/1950, sep&rti ditambah dengan Undang-undang Darurat No. 5/1951) sebagai Undang-undang. 337

331

334

Page 12: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

V ;

No. Halaman

10

f a x . h u k T )

34716. Penetapan Undang-undang Darurat No. 22/1950

tentang penurunan tjukai tembakau sebagai Undang-undang.

17. Penetapan Undang-undang Darurat No. 21/1950tentang pengeluaran uang kertas atas tang- gungan R.I.S. sebagal Undang-undang. ^

18. Perubahan Undang-undang No. 15/1950 R.I. untuk penggabungan daerah-daerah Kabupaten Kulon-Progo dan Adikarto dalam lmgkungan Daerah Istimewa Jogjakarta mendjadi satu Kab’ paten dengan nama Kulon-Progo.

19. Penetapan Undang-undang Darurat No. 32/1950tentang penggabungan Pulau Weh kedalam daerah pabean Indonesia sebagai Undan0 ^undang.

20. Pembebasan tjukai guna pegawai diplomatiatau konsuler dari negeri-negen asing jang ^mendjalankan tugasnja dinegeri ini.

ai pengbapusan „Centrale Verkooporganisatie van ondernemingslandbouw-producten” (C.V.O.).

22. Penetapan Undang-undang Darurat No. 29/1950 tentang penetapan kedjahatan-kedjahatan dan pelanggaran-pelanggaran jang dilakukan dalammasa pekerdjaan oleh para pendjabat jang m - nurut pasal 148 Konstitusi R.I.S. daiam i h pertama dan tertinggi diadili oleh Mahkamah Agung sebagai Undang-undang.

23. Penjerahan urusan penilikan pilm kepada Ke- menterian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebu- dajaan.

24. Nasionalisasi ,,De Javasche Bank N.V.”

362

364

Page 13: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN-PERATURAN PEMERINTAH TAHUN 1951.

No. Halaman

1. Pembekuan Dewan Perwakilan Rakjat Propinsidan Badan Eksekutip Propinsi Sumatera-Tengah dan tjara bagaimana mengatur Pemerintahan Daerah di Propinsi Sumatera-Tengah untuk sementara waktu. 388

2. Peraturan pemberian pensiun kepada djanda- djanda dan onderstan kepada anak-anak jatim /piatu dari para anggauta Angkatan Darat. 391

3. Pernjataan berlakunja ,.Peraturan Ketjelakaair7 tahun 1947” (Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1948) dari Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dalam Peraturan PemerintahNo. 18 tahun 1948 untuk seluruh Indonesia. 403

4. Pernjataan berlakunja Peraturan Pemerintahtahun 1948 No. 1, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah tahun 1950 No. 12 dan Peraturan Pemerintah No. 13 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. 410

5. Djaminan uang kertas Bank, sisa-sisa rekeniiig koran dan hutang-hutang lain dari De Javasche-Bank jang sekali-gus dapat ditagih. 415

6. Mengubah dan menambah lebih landjut „A1- gemene Bepalingen ter uitvoering van de Post- ordonnantie 1935” (Postverordening 1935 Staats-blad 1934 No. *721). 417

7. Mengubah „Algemene Bepalingen ter uitvoerin® van het Internationaal Postbesluit 1948” (Inter­nationale Postverordening 1948 Staatsblad 1949 No. 76).

8’ ^ ™ b,aQ n„ - Tabaksa“ ijnsverordening'’ (Staats-bl&d 1932 No. 560). 425

9. Pengeluaran Surat Perbendaharaan. 427

422

43510‘ « ™ ber!a? tundJanean luar-biasa kepada para pegawai bangsa asing

Nr,n ?tatPahn b1eQ^kUn3a Peratur“ Pemerintahdan rmrto ? , mengenai pemberian pensiun

fan ,ei 3ada anSSauta Angkatan Laut dan Angkatan Udara. 44q12. Tugas Dewan dan Biro Rekonstruksi Nasional. 44213. Memperpandjang waktu masih terbukanja dinas

tahun anggaran 1949. 45014. Tarip uang-tera. 452

11

Page 14: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

V

15. Peraturan jang mengatur penghasilan pegawai Negeri warganegara jang tidak atas kemauan sendiri diperhentikan dengan hormat dari pe- kerdjaannja.

16. Mengubah pembagian rayon menurut tingkatan kemahalan.

17. Mengubah Peraturan Pemerintah No. 16 tahun1950- x. ^18. Peraturan sementara mengenai ruman dmasbagi Ketua Mahkamah Agung, Djaksa Agung dan Ketua -pewan Pengawas Keuangan.

19. Peraturan mengenai kedudukan Presiden Uni- versitet Negeri Gadjah Mada di Jogjakarta dan Presiden Balai Perguruan Tinggi R.I. Djakarta.

20. Mengubah Peraturan Pemerintah No. 12 tahun1951. . .

21. Pemberian tundjangan kepada bekas Menten Negara Republik Indonesia jang telaTi meletak-fearv diatoaA.a.rmja.

22. Pemberian tundjangan djabatan.23. Pedjabatan-pedjabatan Hidrografi Pelajaran

Sipil.24. Kedudukan pegawai-pegawai Negara-Negara

Bagian R.I.S. dan pegawai-pegawai Negeri jang diperbantukan pada Negara-Negara Bagian R.I.S.

25. Peraturan mengenai Bank Rakjat Indonesia.26. Mengubah peraturan film 1940 (Filmverordening

1940 Staatsblad 1940 No. 539).27. Memperpandjang djangka waktu jang ditentu-

kan dalam pasal 3 dari Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1951.

28. Mengubah Peraturan lalu-lintas djalan (W eg- verkeerverordening Staatsblad 1936 No. 541).

29. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan pertanian kepada Propinsi Djawa-Barat.

30. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan kehewan- an kepada Propinsi Djawa-Barat.

31. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan perikanan darat kepada Propinsi Djawa-Barat.

32. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan pertanian kepada Propinsi Djawa-Tengah.

No.

12

458

467

473 j

478

480

484490

494 ;

496499 ?

t510 I

514 J

517

524*

536

549

Halaman :

560 *

Page 15: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

33. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan kehewanan kspada Propinsi Djawa-Tengah.

34. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan perikanan darat kepada Propinsi Djawa-Tengah.

35. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan pertanian kepada Propinsi Djawa-Timur.

36. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Propinsi Djawa-Timur.

37. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan perikanan darat kepada Propinsi Djawa-Timur.

38. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan pertanian kepada Daerah Istimewa Jogjakarta.

39. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Daerah Istimewa Jogjakarta.

40. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan perikanan darat kepada Daerah Istimewa Jogjakarta.

41. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan pertanian kepada Propinsi Sumatera-Selatan.

42. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Propinsi Sumatera-Selatan.

43. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan perikanan darat kepada Propinsi Sumatera-Selatan

44. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan pertanian kepada Propinsi Sumatera-Tengah.

45. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Propinsi Sumatera-Tengah.

46. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan perikanan darat kepada Propinsi Sumatera-Tengah.

47. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan pertanian kepada Propinsi Sumatera-Utara.

Page 16: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

t

No.

48. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintahan Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Propinsi Sumatera-Utara.

49. Pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusantah,an 7? usat dalam lapangan perikanan

, n s J ke,Pada Propinsi Sumatera-Utara.sementara tentang penetapan gadji

tentara Angkatan Darat.51. Perubahan rayon kemahalan.

• Peraturan lebih landjut hal retribusi guna mem- ?flhlfanP K ksanaj\n peraturan pembatasan peru- n ? £ L n t erd? S ? an ..Bedrijfsreglementerings-

5*? P o l l 34 staatsblad 1938 No. 86).* d S m S h f karena hamil (Pendjelasan

54 T t n Lembaran Negara No. 142).' tuk r dan Pemberi Pertolongan un-tuk kepentmgan kapal-kapal laut dan udarn

jang mendapat ketjelakaan 1E56 p^ baikan Pelabuhan.

<la.T\ U e w a n P ern Perwakilan Rakjat Daerah

djangan keluarga kenada n dan tun"tundjangan Penerima pensiun atau

s s s w r. S i S S S r * " " " • o ' r t f ' S E S ’ S ;

62. Mengubah <Peraturan p6wan. Menteri.^ 1951. eraturan Pemenntah No. 10 tahun

& Penieiesaia- * « - 195J aturan Pemerintah No. n tahun

* * urusanPtasipengadjaran lan ^bu^T ep^^

6?: Negara.negeri. " pembagian beras untuk pegawai

14

63.

64.

65.

576

577

578 591

599

604

607611

614

619622628

636641

646

649

658

661674

678

Halaman :

Page 17: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

68. Kedudukan menurut hukum devisen dari perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di- luar-negeri dan anggauta-anggautanja.

69. Peraturan kedudukan menurut hukum devisen dari perwakilan-perwakilan resmi negara-negara asing di Republik Indonesia beserta anggauta- anggautanja.

70. Peraturan istimewa bagi pemindahan pegawai Negeri sipil keluar Djawa.

71. Pembubaran „Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezen” dan pembentukan Dewan Pengukuran dan Penggambaran Peta dan Direktorium untuk pengukuran dan penggam­baran peta.

72. Perubahan-perubahan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 1951 mengenai peraturan semen- lara tentang penetapan gadji tentara Angkatan Darat

73. Menjatakan berlakunja ..Epidemie Ordonnantie” (Lembaran Negara 1911 No. 299) terhadap poliomyelitis anterior acuta (Penjakit lumpuh I'anak-kanak).

No.

682

684

686

689

701

703

Halaman :

15

Page 18: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf
Page 19: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

U N D AN G -U N D AN G D ARU R AT No. 1 TAH U N 1951

TENTANGTIN D A K A N -TIN D A K A N SEM ENTARA U N TU K M ENJELENG-G ERAK AN KESATUAN SUSUNAN, K EKU ASAAN DAN A TJA R A

PEN GADILAN -PEN GADILAN SIPIL

PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA,

M enim bang : bahw a perlu d iadakan peratu ran ten tan g t in - d akan -tin dak an sem entara untuk m en je ;Ien ggara- kan kesatuan susunan, kekuasaan dan a tjara p en gad ilan -pen gad ilan sip il;

M enim bang pula : bahw a karena k eadaan -k eadaan ja n g m en - desak, peraturan ini perlu segera d iadakan ;

M engingat : 1. pasal-p asa l 96, 101, 102, 103, 132, 133 dan 142U n dan g-u n dan g Dasar S em entara R epublik Indonesia ;

2. U n dan g-u n dan g ten tan g penghapusan P en g a - d ila n -R a d ja (Zelfbestuursrechtspraak) d i- D jaw a dan Sum atera (Lem baran Negara R epublik Indonesia tahun 1947 No, 23) ju n cto P eratu ran P em erin tah P engganti U n dan g- undang No. 1 tahun 1950 tentang peraturan daerah pulihan, setelah diubah dengan U n dan g-u n dan g No. 8 tahun 1950 ;

3. pasal 9 a ja t 3 kontrak politik ja n g dibuat d e ­ngan P em erin tah -pem erin tah Sw apradja d a ­lam Negara Sum atera T im ur daliulu, karesi- denan K alim antan B arat dahulu dan N egara Indonesia T im ur danulu (Staatsblad 1939 No. 146, 612 dan 613), pula pasal a ja t 3 ,,Peraturan S w apradja 1938” (Staatsblad 1938 No. 529) ja n g sekedar m engenai daerah -daerah S w a­p rad ja dalam N egara Sum atera T im ur dahulu, karesidenan K alim antan B arat dahulu dan Negara Indonesia T im ur dahulu ja n g h u bu n g- an n ja dengan P em erintah Republik Indonesia d iperintahkan oleh ja n g disebut ,,Korte V er- k laring” ;

M e m u t u s k a n :

A. M entjabut peraturan-peraturan atau pasal-pasal peratu ran - peraturan jan g bertentangan dengan U ndan g-u n dan g ini.

U . U . 1 9 5 1 - 217

Page 20: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

B. M enetapkan : , ^ . TrA. TUNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG TINDAKAN-

TINDAKAN SEMENTARA UNTUK MENJELENGGARAKAN SUSUNAN, KEKUASAAN DAN ATJARA PENGADILAN -

PENGADILN SIPIL

Pasal 1

(1) Pada saat peraturan ini m ulai berlaku, dihapuskan .

a. Mahkamah Djustisi di-M akasar dan alat Penuntutan Ujjium padanja ;

b. Appelraad di-M akasar ;c. Appelraad di-M edan ;d. segala Pengadilan Negara dan segala Landgerecht (tja ia

baru) dan alat Penuntutan Umum padanja ;e. segala Pengadilan Kepolisian dan alat Penuntutan

Umum padanja ;f. segala Pengadilan Magistraat (Pengadilan Rendan) ,g. segala Pengadilan Kabupaten ;h. segala Raad Distrik ;i . s e g a l a , P e n ? , a d U a n D i s t r i c t ;j. segala Pengadilan Negorij.

(2) Pada saat jang berangsur-angsur akan ditentukan oleh Menteri Kehakiman, dihapuskan :a. segala Pengadilan Swapradja (Zelfbestuursrechtspraak)

dalam Negara Sumatera Timur dahulu, Karesidenan Kalimantan Barat dahulu dan Negara Indonesia Timur dahulu, ketjuali peradilan Agama djika peradilan itu menurut hukum jang iiidup merupakan satu bagian tersendiri dari peradilan Swapradja ;

b. segala Pengadilan Adat (Inheemse rechtspraak in rechtstreeks bestuurd gebied), ketjuali peradilan Agama djika peradilan itu menurut hukum jang hidup merupa- kan satu bagian tersendiri dari peradilan Adat.

(3) Ketentuan jang tersebut dalam ajat (1) tidak sedikitpun djuga mengurangi hak-kekuasaan jang sampai selama ini telah diberikan 'kepada hakim-hakim perdamaian didesa- desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3a Rechterlijke Organisatie.

(4) Pelandjutan peradilan Agama tersebut diatas dalam ajat (2) bab a dan b, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 2

Pada saat peraturan ini mulai berlaku :a. tempat kedudukan Pengadilan Tinggi di-Jogjakarta dipin-

dahkan ke Surabaja ;

Page 21: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. tempat kedudukan Pengadilan Tinggi di-Bukit Tinggi dipmdahkan ke Medan ;

c. diadakan satu Pengadilan Tinggi di-Makasar *d. diadakan satu Pengadilan Negeri dan satu Kedjaksaan pada­

nja, ditia.p-tiap tempat dimana berdasar atas ketentuan pasal 1 ajat (1) bab_ d dihapuskan satu Pengadilan Negara atau Landgerecht (tjara baru) beserta alat Penuntutan Umum padanja.

Pasal 3(1) Susunan, kekuasaan, atjara dan tugas Pengadilan Tinggi

di-Makasar dilakukan dengan mengindahkan ketfentuan- ketentuan peraturan ini, menurut peraturan-peraturan Re­publik Indonesia dahulu jang telah ada dan berlaku untuk Pengadilan-pengadilan Tinggi dalam daerah Republik Indonesia dahulu itu.

(2) Pada saat peraturan ini mulai berlaku, kekuasaan, atjara dan tugas Pengadilan Tinggi di-Djakarta dilakukan, dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan peraturan ini, m enu­rut peraturan-peraturan Republik Indonesia dahulu jang telah ada dan berlaku untuk Pengadilan-pengadilan Tinggidalam daerah Republik Indonesia dahulu itu.

Pasal 4

(1) Pada saat peraturan ini mulai berlaku, daerah hukum Pengadilan-pengadilan Tinggi ditetapkan seperti beriku t:a. daerah hukum Pengadilan Tinggi di-Djakarta meliputi

daerah-daerah hukum segala Pengadilan Negeri dalam daerah Propinsi Djawa Barat dan daerah-daerah hukum segala Pengadilan Negeri dalam daerah-daerah Propinsi Sumatera Selatan dan bekas karesidenan Kalimantan B a ra t ;

b. daerah hukum Pengadilan Tinggi di-Surabaja meliputi daerah-daerah hukum segala Pengadilan Negeri dalam Propinsi Djawa Tengah dan dalam Propinsi Djawa Timftr ;

c. daerah hukum Pengadilan Tinggi di-Medan meliputi daerah-daerah hukum segala Pengadilan Negeri dalam propinsi-propinsi Sjunatera, ketjuali dalam Propinsi Sumatera Selatan ;

d. daerah hukum Pengadilan Tinggi di-Makasar meliputi daerah-daerah hukum segala Pengadilan Negeri jang lain dalam daerah Republik Indonesia.

(2) Kepada Menteri Kehakiman diberi kuasa untuk mengubah, dengan persetudjuan Mahkamah Agung, peraturan dalam ajat (1).

19

Page 22: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 5

(1) Susunan, kekuasaan, atjara dan tugas Pengadilan Negeridan Kedjaksaan jang dimaksudkan dalam p a s a l2 bab d tersebut dilakukan, dengan m enf mdahktana,1k®t®"tm an ketentuan peraturan ini, m enurut Pera^ iarV P '-h « S k S Republik Indonesia dahulu jang telah ada dan bel^ untuk Pengadilan Negeri dan Kedjaksaan da am daerah Republik Indonesia dahulu itu, den-gan k e ien ^ a n bahwa segala Pegawai pada Pengadilan-pensadalan dan pada^alat_ alat Penuntutan Umum padanja jan g dihapuskan me^u rut ...ketentuan dalam pasal 1 a jat 11 tab d teis^ dianggap pada saat peraturan ini d™ "da" s ^aJ5lan Ne-eri angkat dalam djabatan jang sama pada Pen0adi den ian dan Kedjaksaan jang diadakan baru itu dan dengan ketentuan pula, bahwa daerah hukum fe n g a d i'a n Ne^eu jang diadakan baru itu, adalah sama d g , a tiadapengadilan-pengadilan j a n g dihapuskan 1 u, penetapan lain dari Menteri Kehakiman. „tinm

(2) Pada saat peraturan ini m ulai berlaku kekuMas^ ’ia^ al dan tugas Pengadilan Negeri di D jakarta dan ^ -d jak saapadanja dilakukan, dengan m enf m dahk^ ank^ ^ t u r a n ketentuan peraturan ini, menurut Pei^ ia ,n “PeibaeS uRepublik Indonesia dahulu jang elf nnandaf1ld,^ n dae?£h untuk PensadUa.n Ue*eri d a n K e d ja k s a a n dalam daeranxtepubiifc. Indonesia dahulu itu.

(3) a. Pengadilan Negeri, jang daerah-hukum nja meliputi daerah-daerah hukum P e n g a d i la n -p e n g a d i la n Jap& dihapuskan berdasarkan ketentuan dalam pasal 1 aja(1) bab e, f, g, h, i dan j, dan dalam pasal 1 a jat U) bab a dan b, sebagai pengadilan sehari-hari biasa un u segala penduduk Republik Indonesia m e™enksa memutus dalam peradilan tingkat pertama s g perkara perdata dan/atau segala perkara ™da^a sip jang dahulu diperiksa dan diputus oleh P e n g a d ila n - pengadilan jang dihapuskan itu.

b. Hukum materiil s ip il dan untuk sementara waktu _P hukum materiil pidana s ip il jang sampai kmi beriaki. untuk kaula-kaula daerah Swapradja dan orang 0l jang dahulu diadili oleh Pengadilan Adat, ada te«.ap berlaku untuk kaula-kaula dan orang itu, dcn^aij pengertian :bahwa suatu perbuatan jang menurut hukum jang hidup haras dianggap perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnja dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diantjam dengan hukuman jang tidak lebih dari tiga bulan pendjara dan/atau denda lima ratus rupiah, jaitu sebagai hukuman pengganti bilamana

20

Page 23: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

hukuman adat jang didjatuhkan tidak diikuti oleh pihak jang terhukum dan penggantian jang dimaksud dianggap sepadan oleh hakim dengan besar kesalahan jang terhukum,bahwa, bilamana hukuman adat jang didjatuhkan itu menurut fikiran hakim melampaui padanja dengan hukuman kurungan atau denda jang dimaksud diatas. maka atas kesalahan terdakwa dapat dikenakan hu- kumannja pengganti setinggi 10 tahun pendjara, dengan pengertian bahwa hukuman adat jang menurut faham hakim tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa mesti diganti s&perti tersebut diatas, dan bahwa suatu 'perbuatan jang menurut hukum jang hidup harus dianggap perbuatan pidana dan jang ada bandingnja dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diantjam dengan hukuman jang sama dengan hukuman bandingnja jang paling mirip kepada perbuatan pidana itu.

c. Djika jang terhukum tak memenuhi putusan jang di­djatuhkan oleh Hakim Agama dalam lingkungan per- aailan Swapradja dan Adat, salinan putusan itu harus disampaikan oleh jang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri jang daierah-hukumnja meliputi daerah-hukum Hakim Agama itu untuk dapat di- djalankan.Ketua itu, s&sudahnja telah njata kepadanja bahwa putusan itu tak dapat diubah lagi, menjatakan bahwa putusan dapat didjalankan, dengan menaruh perkataan: ,,Atas nama Keadilan” diatas putusan itu dan dengan

menerangkan dibawahnja bahwa putusan dinjatakan dapat didjalankan, keterangan mana harus ditanggal- kannja dan dibubuhi tanda-tangannja.Setelah itu putusan dapat didjalankan menurut atjara jang berlaku untuk mendjalankan putusan perdata Pengadilan Negeri.

Pasal 6

U) Pada saat peraturan ini mulai berlaku, oleh segala Fsnga- dilan Negeri, olsh segala Kedjaksaan padanja dan oleh segala Pemgadilan Tinggi dalam daerah Republik Indonesia, „Reglemen Indonesia jang Dibaharui” (Staatsblad 1941 No. 44) seberapa mungkin harus diambil sebagai pedoman tentang atjara perkara pidana sipil, dengan perubahan dan tambahan jang berikut:a. perkara-perkara pidana sipil jang diantjam dengan

hukuman jang tidaik lebih dari tiga bulan pendjara dan/atau denda lima ratus rupiah, atau jang menurut

21

Page 24: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ketentuan dalam pasal 5 ajat (3) bab b dianggap di­antjam dengan hukuman pengganti jang tidak lebih dari tiga bulan pendjara dan/atau denda lima ratus rupiah, begitu djuga kedjahatan „penghinaan ringan” jang dimaksudkan dalam pasal 315 ,,Kitab Undang- undang Hukum Pidana”, diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri dalam sidang dengan tidak dihadiri oleh Djaksa, ketjuali bilamana Djaksa itu sebelumnja telah m enjata- kan kemginannja untuk mendjalankan pekerdjaannja pada sidang itu ;

b. dalam _ hal memeriksa dan memutus perkara-perkara jang dimaksudkan dalam bab a tadi, berlaku ketentuar f a fai? Pasal-Pasal 46 sampai terhitung 52 dari ,.Reglemer untuk Landgerecht” (Staatsblad 1914 No. 317), sedang

ajra‘ P^rkar^ itu dapat diperiksa dan diadili walau- ^ tldak hadir asal sadja terdakwa itu

p feJtoH pan?g untuk menghadap dengan sah ;

& v *°6 diadjukan kepada Diaksa1- Wa perlawanan “ u harus

" 3ang dimaksu,dimadjukan setjara sSffknt • ?ra; perkara itu taktersendiri akan bstapi boleh d i m ^ S 5 USah dibuat

(2) p P emerlksaan sidang dnnasukkan dalam tjatatan

a»'"s.a “s t k“ , i f « >" “ * s s fa sssangkutan untuk situ £au oleh DJ'aksa jan°- ter-Jiohon b a n d in g a n o le h P Pn S - J at)a ^ a k w a dapat di-dnka^nia meliputi daerah hlkum V Ting$ ^ daerah‘£ 1 “ = "S “ “

<3) K“ ukedX a ter|,kw ean?ataah PUtUSan ian® tel£* didja- dimaksudkan dalam£wa dibebaskan, maka sesudah iane

t0rdakwa akan h p t3 - diutjaPkan. Hakim

22 Kimball permohonan itu, atau

Page 25: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

gulikan l 4 \ a r f ailin ? ii? ^ iad5 te S n^ e m n o t YBa” ai? c r t a J1z - memasukkan permohonan grasi mana la akan(4) Peringatan ini didjalankan oleh Panitpm

diberitahukannja kepada terdakwa dalam pen diS a “(o) Perbuatan jang- dilakukan menurut aiat ? tprii ^

tjatat dalam surat tjatatan pemeriksaan sidani (6) Perbuatan jang dilakukan menurut aiat 4 tarii w , i c w

tat dibawah surat putusan. haius dltja'

Pasal 7(1) Permohonan untuk bandino-an ham* •,

surat atau dengan lisan oleh pemohon atauPwak“ ja el?fiiS sengadja dikuasaian untuk memadjukan t>ennoh™ f«J* ? s kepada Panitera Pengadilan Negeri^ j i g m e M a tu h ^ n ’ putusan, dalam tudjuh hari, terhitung m ula ihari bSfeut “ t o gann Pengumuman putusan kepada

(2) Permohonan itu oleh Panitera tersebut dltulis dalam sebunh surat keterangan jang ditanda tangani oleh P a n ^ r S . sebut dan djika dapat djuga oleh pemohon atau wakilSa" surat keterangan mana harus disertakan dengan surat surat pemeriksaan perkara, dan djuga ditjatat dalam d£ixt/£ir«

Pasal 8Djika Djaksa jang memohon bandingan. maka hai t™,.,

selekas-lekasnja diberitahukan kepada terdakwa " ha*us

Pasal 9Selama surat-surat pemeriksaan perkara belum dikirim w

pengadilan Tingigi, permohonan bandingan dapat ditjabut oleh pemohon, dan djika ditjabut permohonan sedemikian rnnSn tidak dapat diadjukan lagi. ’ Iicl* a

Pasal 13(1) Selambat-lambatnja lima minggu, terhitung mulai hn,-

berikut sesudah hari pengumuman putusan Peii°-adn»» Negeri kepada jang bersangkutan, Panitera harus memS rim-kan ikepada Pengadilan Tinggi turunan dan surat-suSt pemeriksaan serta surat-surat bukti *uiat

(2) Dalam tudjuh hari sebelum pengiriman surat-surat kesari* Pengadilan Ti-nggi dan dalam empat belas hari se su d ^ diterimanja surat-surat oleh Pengadilan Tinggi harus d ib^ i kesempatan kepada terdakwa atau wakilnja dan keDari" Djaksa untuk membatja surat-surat tersebut.

23

Page 26: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

t

" sss s s sd a n P a n ite r a P e n g a d ila n T in g g i.

pasal 11

P e m e r ik s a a n d a la m t in g k a t ^ b a j id in g a n d ila k u k a n o le hPengadilan Tinggi dengan Tigadengan mendengar sendiri terdakwa atau saksi.

Pasal 12

Dalam perkara kedjahatanU n d a n g -u n d a n g d a p a t d u a h a ? . ja n g m e n e n tu k a nb a n d in g a n d ia d ju k a n , P e n g a d ila n T in g g U a n ja n gditahan atau tidaknja.

Pasal 13

Selama Pengadilan T i n g g i d S n ^ a k s a ^ a p a ^ m e n j e r a h -k e p a d a P e n g a d ila n

Tinggi.

Pasal 14

(1) Dalam tingkat bandingan PenSadiIanbah surat tuntutan setjara jang boieho ^ lak“ kati °krJ Djaksa Kedjaksaan Negeri dalam pemenksaan tingkatpertama.

(2) Atas pengubahan surat tuntutan ini ^ f ^ ^ p g n g a d i l a n dengar oleh Pengadilan Tinggi sendiri atau oUh PengadUaNegeri atas perintahnja.

Pasal 15

(1) Djika menurut pendapat Pengadilan Tinggi ada kesalahan atau kealpaan atau kurang lengkap atau kurang sempurn dalam pemeriksaan tingkat pertama, hal-hal mi harus diperbaiki.

(2) Dalam hal ini Pengadilan Tingsri dapat memerintahkan perbaikan ini oleh Pengadilan Negeri jang memutuskan dalam pemeriksaan tingkat pertama atau oleh salah satu Hakim dari Pengadilan Tinggi.

(3) Djika perlu, Pengadilan Tinggi dapat membatalkan per­buatan Hakim dalam tingkat p e r t a m a jang mendahuiui putusan penghabisan Pengadilan Negeri.

24

Page 27: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

14) Apabila hal ini terdjadi. Pengadilan Negeri tersebut harus mengulangi pemeriksaan dalam tingkat pertama mulai dengan perbuatan jang dibatalkan tadi.

Pasal 16

(1) Setelah seariua hal tersebut diatas drD^rtimban^kan dan didjalankan, Pengadilan Tinggi mendjatuhkan = putusan, jaitu membenarkan atau mengubah putusan Pengadilan Negeri atau membatalkannja dan mengadakan putusan sendiri.

(2) Djika pembatalan ini terdjadi atas putusan HakinuPenga- dilan Negeri, karena ia tidak berhak memeriksa perkaranja, maka perkaranja harus dikembalikan kepada Hakim Pengadilan Negeri tersebut jang wadjib memeriksanja.

Pasal 17

(1) Djika terdakwa dalam tingkat bandingan dihukum oleh karena ks-djahatan jang terdakwanja menurut Undang- undang dapat ditahan sementara. Pengadilan Tinggi menentukan penahanan, berdjalan terus atau penghentian- nja penahanan.

(2) Djika keadaan berlainan dari pada jang tersebut dalam ajat l, Pengadilan Tinggi. tidak boleh memerintahkan penahanan dan djika terdakwa tertahan, perintah pena­hanan harus ditjabut.

Pasal 18

Putusan Pengadilan Tinggi dalam tingkat bandingan ini harus ditanda tangani oleh semua Hakim jang turut memu- tuskan dan oleh Panitera jang turut membantu memeriksa, ketjuali djika mereka berhalangan, hal mana harus ditjatat dalam surat putusan.

Pasal 19

(1) Turunan putusan ini beserta depgan surat-surat pemerik­saan harus selekas-lekasnja di&fim kepada Pengadilan Negeri jang memutuskan dalam pemeriksaan tingkat pertama.

(2) Isi putusan harus diberikan kepada terdakwa oh h Panitera Pengadilan Negeri itu selekas mungkin, pemberitahuan mana harus ditjatat dalam putusan Pengadilan Negeri.

25

Page 28: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 20

(1) Dengan mengingat peraturan Pemerintah tentang perino- honan grasi demikian djuga peraturan tentang pengemba- lian barang-barang bukti segera sesudah habis sidang dan djika tiada peraturan lain dari pada a jat-a jat jang terse_ but dibawah ini, maka putusan Pengadilan Tinggi dalam tingkat 'bandingan ini harus selekas-lekasnja didjalankan oleh Djaksa dari Kedjaksaan pada Pengadilan jang mengadili perkara dalam tingkatan pertama.

(2) Untuk dapat mendjalankan putusan itu, Panitera Pen? a“ dilan Negeri jang tersebut dalam pasal 19 ajat 2, sesuaan diberitahukannja putusan itu kepada terdakwa. menurut aturan dalam pasal 19 itu, m e n g i r i m k a n kepada Dja*sa jang tersebut dalam ajat 1 pasal ini untuk tiap-tiap - dakwa petikan dari putusan itu berangkap dua, daiam petikan mana disebut: nama, umur, ternpat lahir, peker- djaan, tempat tinggal atau tempat kediaman te^ fk w a , putusan dari Pengadilan dalam peradilan tingkat pei tarn dan putusan dalam tingkat bandingan, hari Pu*usan i didjatuhkan, demikian pula nama Hakimmemberi k e p u tu sa n , d a n lagl permtah tentang penahanan terdakwa, dengan tjatatan bahwa putusan lfcu SUflfJ/] ])][}}* dapat kekuatan tetaP ketju&li dalam Iial terdakwa dibebas-

kan dari segala tuntutan.(3) Putusan Pengadilan Tinggi itu didjalankan oleh Djaksa

jang tersebut dalam ajat 1 pasal ini setjara peraturan mendjalankan putusan perkara pidana dalam peradilan tingkatan pertama.

Aturan Peralihan

A. (1) Dalam 7 hari sesudah peraturan ini mulai_ berlaku, dimana-mana „Reglemen Indonesia jang Dibaharui” (Staatsblad 1941 No. 44) mulai berlaku sebagai pedoman tentang perkara pidana sipil. Djaksa Pengadilan Negeri diwadjibkan memeriksa dalam daerah hukumnja orang manakah jang ditahan sementara oleh karena kedja- hatan sipil jang terdakwanja menurut Undang-undang dapat ditahan sementara.

(2) Djika ada alasan tjukup untuk meneruskan penahanan sementara itu, Djaksa jang bersangkutan harus meflge- luarkan dalam 7 hari tersebut untuk tiap-tiap ter- sangka perintah penahanan jang berlaku 30 hari.

B. Djika pada saat peraturan ini mulai berlaku -belum lagi liwat 7 hari-, terhitung mulai hari berikut sesudah hari pengumuman putusan kepada jang berkepentingan, teng-

26

r

Page 29: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

gang jang ditetapkan dalam pasal 7 untuk dapat m ohon bandingan terhadap putusan perkara pidana jang diterang- kan dalam pasal 6 a ja t 2 harus dihitung m ulai da^i pada saat peraturan ini telah mulai berlaku.

C. Dengan mulai berlakunja peraturan ini, sekutika itu djuga segala pengadilan jang disebutkan dalam pasal 1 a ja t (1) dan ajat (2) dan segala alat Penuntutan Umum jan g se- kedar pada pengadilan-pengadilan itu harus m em perhati- Icar. pekerdjaannja.

D. (1) Segala perkara jan g pada saat peraturan ini m ulaiberlaku telah ada pada M ahkamah Djustisi di-M akasar, didjalankan putusannja atau diteruskan per;djalanan putusannja atau dilandjutkan pemeriksaarinja dan diputuskan oleh Pengadilan Tinggi di-M akasar m enurut

hukum atjara jang berlaku untuk Pengadilan Tinggi itu.

(2 ) Untuk dapat melakukan ketentuan dalam bab 1, Pani­tera Mahkamah tersebut harus m enjerahkan selekas- lekasnja segala perkara tersebut beserta segala surat pemeriksaan sidang dan segala surat pembukti perkara itu kepada Panitera Pengadilan Tinggi tersebut.

(3) Arsip, uang dan barang-barang (inventaris) M ahka­mah tersebut, oleh Paniteranja harus selekas-lekasnja diserahkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi tersebut.

(4) Kepala alat Penuntutan Umum pada M ahkam ah ter­sebut harus selekas-lekasnja m enjerahkan segala psr- kara pidana jang ada padanja untuk diperiksa beserta

segala barang bukti dan arsip, uang dan barang-barang K antornja kepada Kepala Kedjaksaan Pengadilan Negeri di-Makasar.

E. (1) Segala perkara jang pada saat peraturan ini mulaiberlaku telah ada pada Appelraad di-M akasar, d id ja­lankan putusannja atau diteruskan perdjalanan putus­annja atau dilandjutkan pem eriksaannja dan diputus oleh Pengadilan Tinggi di-D jakarta dengan m engin ­dahkan ketentuan U ndang-undang ini.

(2) Untuk dapat melakukan ketentuan dalam bab 1, Panitera Appelraad tersebut harus m engirimkan

selekas-lekasnja segala perkara tersebut beserta segala surat pemeriksaan sidang dan segala surat pembukti perkara itu kepada Panitera Pengadilan Tinggi tersebut.

(3) Arsip, uang dan barang-barang Appelraad tersebut, oleh Paniteranja harus selekas-lekasnja diserahkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi tersebut.

27

o

Page 30: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

F. (1J Segala, perkara jang pada saat peraturan ini mulaiberlaku telah ada pada Appelraad di-Medan, didjalan­kan putusannja atau diteruskan perdjalanan putusan­nja atau dilandjutkan pemeriksaannja dan diputuskan oleh Pengadilan Tinggi di-Medan menurut hukum atja­ra jang berlaku untuk Pengadilan Tinggi itu.

(2) Untuk dapat melakukan ketentuan dalam bab 1, Panitera Appelraad tersebut harus menjerahka:kas-lekasnja segala perkara tersebut beseitap surat pemeriksaan sidang dan segala suiat pembukti perkara itu kepada Panitera Pengadilan Tinggi tersebut.

(3) Arsip, uang dan b a r a n g - b a r a n g Appeliaad teisebut,oleh Paniteranja harus selekas-lekasnja diserahkan

* kepada Panitera Pengadilan Tinggi tersebut.G. (1) Segala perkara jang pada saaV P era^ a rn TuTd-eberlaku telah ada pada : Pengadilan^Negaia- Land&e-

recht (tjara baru), Pengadilan Kepohsian’ p engadilaMagistraat (Rendah), P e n g a d i l a n Kabupaten RaadDistrik, Pengadilan Distrik dan Pengadilan^ Ne=°r J didjalankan putusannja atau diteruskan Peidjala a putusannja atau dilandjutkan putuskan oleh Pengadilan Negeri jan dalam pasal 5 bab s fcurul a, menurut hukum atjara jang berlaku untuk Pengadilan Negeri itu.

(2) Untuk dapat mendjalankan ketentuan dalam Dao l, Hakim jang mengepalai berikut masmg-masing p ®nSa dilan Kepolisian, Pengadilan Magistraat (Rendah),

Pengadilan Kabupaten, Raad Distrik, Pengadilan Distrik dan Pengadilan Negorij harus menginmkan selekas- lekasnja segala perkara tersebut beserta segala surat pemerksaan sidang dan segala surat pembukti perkara itu kepada Panitera P e n g a d ila n Negeri jang dimaksud­kan dalam pasal 5 bab 3 huruf a.

(3) Arsip, uang dan barang-barang pengadilan-pengadilan jang dimaksudkan dalam bab 2 beserta segala barang bukti jang ada padanja, oleh Hakim jang mengepalai pengadilan-pengadilan itu harus selekas-lekasnja diserahkan kepada Panitera P e n g a d ila n Negen jang dimaksudkan dalam pasal 5 bab 3 huruf a.

(1) Terhadap segala perkara pidana jang pada saat peia- turan ini mulai berlaku telah diputuskan oleh Penga ­dilan Swapradja atau P e n g a d ila n Adat, maka ketentuan dalam aturan peralihan bab B juncto ketentuan dalam pasal 5 bab 3 huruf b berlaku djuga.

(2) Segala perkara jang pada saat peraturan mi mulai berlaku telah ada pada Pengadilan Swapradja atau Pengadilan Adat — melainkan perkara jang diketjuali- kan berdasar atas ketentuan dalam pasal 1 ajat (2 )

H

28

Page 31: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

bab a dan b — , didjalankan putusannja atau diterus- kan perdjalanan putusannja atau dilandjutkan peme- riksaannja dan diputuskan oleh Pengadilan Negeri jang dimaksudkan dalam pasal 5 bab 3 huruf a, menurut hukum atjara jang berlaku untuk Pengadilan Negeri itu.

(3) Untuk dapat melakukan ketentuan dalam bab 1, Pemimpin Swapradja dan Pemimpin Pengadilan Adat harus mengirimkan selekas-lekasnja segala perkara tersebut beserta segala surat pemeriksaan sidang dan segala surat pembukti perkara itu kepada Panitera Pengadilan Negeri jang dimaksudkan dalam „pasal 5 bab 3 huruf a.

(4) Arsip Pengadilan Swapradja dan segala barang bukti jang ada padanja, dan arsip, uang dan barang-barang Pengadilan Adat beserta segala barang bukti jang ada padanja, oleh Pemimpin Pengadilan-pengadilan itu harus diserahkan selekas-lekasnja kepada Panitera Pengadilan Negeri jang dimaksudkan dalam pasal 5 bab 3 huruf a.

(5) Kepala aiat Penuntutan Umum pada Pengadilan Swapradja harus menjerahkan selekas-lekasnja segala perkara pidana jang ada padanja untuk diperiksa beserta segala barang bukti dan arsip Kantornja, dan Kepala aiat Penuntutan Umum pada Pengadilan Adat harus menjerahkan selekas-lekasnja segala perkara pidana jang ada padanja untuk diperiksa beserta segala barang bukti, dan arsip, uang dan barang-barang Kantornja, kepada Kepala Kedjaksaan Pengadilan Negeri jang dimaksudkan dalam pasal 5 bab 3 huruf a.

Ketentuan teracliir Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 13 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEHAKIMAN, WONGSONEGORO

Diundangkan pada tanggal 14 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

29

Page 32: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

p e n d j e l a s a n

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 1 TAHUN 1951

TENTANGTINDAKAN-TINDAKAN SEMENTARA UNTUK ^ENJELENG- GARAKAN KESATUAN SUSTOAN KEKUASAAN DAN ATJARA

PENGADILAN-PENGADILAN SIPIL.

Pemerintah prefederal telah men3usun_ s^ un*^ pengadilan ja ig dahulu dinamakan . . G o u v e r n e ^ spraak" setjara regional, dengan Hooggerec pengadilan tertinggi untuk seluruh Indonesia. p emerintah

Untuk beberapa daerah-daerah Incioiiesia o di -prefederal itu telah diadakan Peraturan-perati a n t e r s e ^ i^ tentang susunan. kekuasaan dan atjara P ^ ^ J t L £ tingkatre g io n a l itu , m is a ln ja p e n g a d i la n d a la m p - p e n e a c fila np e rta m a d is in i d in a m a k a n L a n d g e r e c h t .d i s i t u P e n g a d ila nNegara, disana Pengadilan Negeri, d a l a m tm gtot toama gan disini dinamakan Appelraad, disitu Mahkamah Djusvan Justitie), disana Pengadilan Tinggi. hban ^alam

Dari putusan perkara pidana sipil jan* neme-p e m e r i k W * p e r ta m a , d W n i ta d a p a t d m m ta i pem eriksaan ulangan, disana hanja dapat dimmta djika nuKuman jang didjatuhkan itu melebihi satu tahun pendjara, disitu aapat- lah diminta dalam perkara jang diantjam h u k u m a n lebin dan tiga bulan pendjara dan/atau denda lima ratus lupiah, asai putusan dalam tingkat pertama tidak memuat pembebasan aari tuntutan seluruhnja.

Pada saat pemulihan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat keadaan dalam lingkungan pengadilan jang danuiu ai namakan „Gouvernements-rechtspraak” telah mendjadi begitu ruwet, hingga hanja beberapa penduduk Indonesia saaja m e- ngetahui bagaimanakah susunan, kekuasaan dan atjar pengadilan-pengadilan regional tersebut.

Berdasar atas pasal 192 Konstitusi Republik Indonesia Serikat, peraturan-peraturan tersendiri tersebut tetap berlaku sebagai peraturan-peraturan R.I.S. sendiri, selama dan sekedar Per~ aturan-peraturan itu tidak ditjabut, ditambah atau diubah oleh Undang-undang atas kuasa Konstitusi itu.

Maka karena daerah-daerah-bagian R.I.S. berhak, berdasar atas pasal 155 Konstitusi, mengatur kekuasaan pengadilan- pengadilan jang diakui dengan atau atas kuasa Undang-undang; daerah-daerah-bagian itu, tidak mungkinlah bagi Pemerintah R.I.S. untuk mentjapai kesatuan susunan, kekuasaan dan atjara pengadilan-pengadilan regional itu.

Hanja susunan, kekuasaan dan atjara Mahkamah Agung, jang bentuknja berdasar atas pasal 113 Konstitusi, telah dapat diatur

30

Page 33: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

oleh Pemerintah R.I.S. dengan Undang-undang No. 1 tahun 1950 (Lembaran Negara No. 30 Tahun 1950). iyau

Sebuah rantjangan Undang-undang untuk meneeanti Undang-undang tersebut berhubung dengan pembentukan Ne­gara Kesatuan, oleh Pemerintah Republik Indones-a telah di sampaikan kepada Dewan Menteri.

Pada saat Negara Kesatuan telah didirikan, maka kekuasaan daerah-daerah-bagian R.I.S. tidak sekutika itu djuga berhenti

Baharu sekaranglah kekuasaan daerah-daerah-bagian R .IS beradalah, baik de jure maupun de facto, dalam tangan Peme­rintah Republik Indonesia, jang dengan tidak menunggu lagi telah menjampaikan sebuah rantjangan Undang-undang ten­tang susunan, kekuasaan dan atjara Pengadilan-pengadilan Tinggi kepada Dewan Menteri.

Rantjangan Undang-undang itu mengandung azas unifikasi susunan, kekuasaan dan atjara segala Pengadilan Negeri dan segala Pengadilan Tinggi dalam daerah Republik Indonesia

Rantjangan Undang-undang itu berazas pula, bahwa __ke­tjuali djika dalam Undang-undang ditetapkan suatu pengadilan lain untuk memeriksa dan memutus (misalnja : perkara-perkara jang dimaksudkan dalam pasal-pasal 106 dan 108 Undang- undang Dasar Sementara Republik Indonesia atau perkara- perkara pidana militer) —, hanja Pengadilan Negeri belaka berkuasa memeriksa dan memutus dalam peradilan tingkat pertama segala perkara perdata dan segala perkara pidana sipil.

Maka Pengadilan Negeri, menurut rantjangan Undang- undang itu, adalah Hakim sehari-hari biasa untuk segala pen- duduk Republik Indonesia.

pendirian rantjangan Undang-undang itu berakar dalam azas-hukum jang tersebut dibawah ini.

Dalam „suatu negara-hukum jang demokratis dan berbentuk kesatuan” , — dalam hal ini Negara Republik Indonesia (pasal 1 U ndang-undang Dasar Sementara) — , Rakjat jang memegano- Kedaulatan harus pertjaja, bahwa dalam Negaranja terdapat- lah suatu alat negara-hukum itu jang tak berpihak (artinia jang tidak tunduk begitu sadja pada alat perlengkapan ne^ara jang lain) dan jang memenuhi : °

„semata-mata pada sjarat kepandaian, ketjakapan dan kelakuan tak-bertjela jang ditetapkan dengan Undang- undang (pasal 101 ajat 2 Undang-undang Dasar) dan ber- tentangan dengan kemauannja tiada seorang djuapun dapat dipisahkan” dari padanja (pasal 13 ajat 2 Undang-undans p asai), untuk member! nbantuan-hukum jang sungguh” kepada „sekalian orang jang ada didaerah Negara” jan°- „sania beihak menuntut perlindungan untuk diri dan harta- bendanja , ,.menuntut perlakuan dan perlindungan jang sama oleh Undang-undang” , „menuntut perlindungan jang sama terhadap tiap-tiap penibelakangan dan terhadap tiap-

31

Page 34: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Wan-?en f P w aan m t l k melakukan pembelakangan demi-

salahannia dalaJ S \ P '1 -.sampai dibuktikan ke-ar. aturan Imkum Tan. b ^ P“ lan> “ enurut atur- diberikan iQ h- ° ^eilaku, dan ia dalam sidang ituperlu u n t^ r .™ h » f ln^ J,ang telah ditentukan dan jan°S a s T o r a n /Z a p u r a “ ™ a h k a n , bahwakum atau didj^tuhiTuku^an k p H ^ r t tUt untuk dihu' hukum jang sudah ®tjlJal1 kai*ena suatu aturan„apabila ada perubahan dal^-n n ? lakU J ^ ^ d a p n ja ” dan sebut dalam ajat diate? atur,an ,hukum ^eperti ter-lebih .baik bagi sitersanWa” ? ketentuan jang3nciaxiw-unaarig Uasart." (pasal-pasal 7, 8, 13 dan 14

undang Dasar R ep u b lik ^ n to dalam Undang-Hakim, adalah amat berat dibebankan kepada seorang

^ hukum jang sempurnafaniakaPian lstbnewa itu, peri-per? r^ rIainkan kepandaian dan jang agak berlainan dari pada ?nno- P angai dan peri-peri budi Pegawai P a x n on g -p ra d a i? J g harus diPenuhi oleh seorane ^ o ra n g p e g a w a l p S j ^ Se0rang p egaw ai T a ta -U Sa h a ata u

Z S ? S SepenUh"

PlkS s s 5 ? ‘ =

^ a n s a l a h X a S ° leh P“ je C gf a“ n« “ ‘ “ k m en egu h kan

■»*32

Page 35: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Riwajat dari banjak Negara telah membuktikan hal sede- niikian itu.

Keadilan, jaitu „tenax propositum et constans heac per- petuaque voluntas cuique quod tempori populoque convenientes leges et in viridi positae observatae definiverunt singulis tribuendum esse”, *).

Keadilan, jaitu ,,gleichmaszig — unvereigenommene Anwen- dung des positiven d.h. des in der Gemeinschaft praktisch und faktisch gultigen Rechts” , ).

Keadilan, „always the same in the case of men and things you do not like as in the case of these you do like” , „always the same whether it be due from one man to a m ^ion, or from a million to one man” , 3).

Keadilan, jang dianggap luhur itu dalam daerah Republik Indonesia, pemeliharaannja tak boleh lebih lama lagi dipasrah- kan kepada pengadilan-pengadilan jang terdiri dari pada Hakim jang tidak mempunjai kebebasan dan — pada umumnja — tak memenuhi sjarat-sjarat, kepandaian dan ketjakapan jang menurut Undang-undang Dasar harus dipenuhi oleh se- orang Hakim.

Berhubung dengan apa jang diuraikan diatas ini, telah njata kiranja, bahwa dalam seluruh daerah Indonesia segala pengadi- lan-pengadilan sipil dari Negara jang memeriksa dan memutus perkara-perkara perdata dan (atau) pidana, djika pengadilan- pengadilan itu chusus terdiri dari para Hakim jang bukan Hakim karena djabatannja (beroepsrechters), lagi pula segala kekuasaan Hakim-hakim desa, harus dihapuskan.

Oleh karena rantjangan „Undang-unaang tentang susunan, kekuasaan dan atjara Pengadilan-pengadilan Negeri dan pengadilan-pengadilan Tinggi” tersebut harus dipeladjari dan dibitjarakan oleh Dewan Menteri dahulu, dan baharu sesu- dahnja itu akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat dengan amanat Presiden Republik Indonesia, sehingga kiranja beberapa bulan akan lalu sebelum rantjangan itu telah men­djadi Undang-undang, maka terpaksalah — karena keadaan- keadaan jang mendesak — dengan Undang-CJndang Darurat ini diambil tindakan-tindakan jang amat perlu.

Maka oleh Undang-undang Darurat ini ditiadakan :a. segala pengadilan Distrik,b. segala pengadilan Kabupaten,c. segala pengadilan Negorij,d. segala Raad Distrik danTjatatan : 1 ), 2 ) , 3 ) : asal dari perkataan-perkataan jang disebutkan

itu! diterangkan dalam madjallah hukum untuk N egara Belgia bernama ,,Rechtskundig W eek b la d ” , perdjalanan tahun ke 13 N o . 40 (karangan M r. J.L. van A peldoorn tentang ,,W e t en G erechtigheid” ).

U.U. 1951 -333

Page 36: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

2 ^ ^ ™ ™ Hukum1T J r S l dan 81 R'° - *- 3’ 10’ 18 clan Kalimantan Timur^ielar 2 r S ”! ’ i 12 ReSIemen

Sementara) tersebut’ Juncto Pasal 142 Undang-undang

1 d nn? l6 t e l o gaid^an < * < " < * pasal-pasalrang, 2 V o ™ g Rechtsre.femPm Atjara Sebe-Rechtswezen, 1 dan 2 P p r i t ™ i * ^ Voorlopige RegelingUndang-undang No 1 TahSn tS?n Hm en?rtah Pen^ n t i No. 8 Tahun lydo terse-out , ,U * Undang-undangBasar Sementara)^Tada w S in fn r 1 I t ? UtV>ang-undanI rangkap oleh Hakim-hlkim segenapnja di-setempat. nakim pada pengadilan Negeri

\waiva, v ^ S ^ ^ p ^ ^ a d t? a n Udriafn °rallSasl susunan dan tata- Jienghapuskan Pu ! a d e n ^ dU?\donesia. Pe™ rintah harus

|pla3iPen? f dilan KepoUsiln Undang-™ dang Darurat ini,

s a s s s i ~ a a s s & *“ =“ S S ™ £ “ SX> d“ ” * -»5 te r PZ S ;

Re3pubSka?ng^ f an= Da*ar Se-

Swapradja dalam Nega ’ Uqat dengan D ebS an a\?aSal 9 ^ 3 ^ a Sumatera

Page 37: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Kalimantan Barat dahulu dan Negara Indonesia Timur dahulu (periksalah Staatsblad 1939 No. 14b, 612 dan 613), dan berdasar- kan pula pasal 9 ajat 3 „Peraturan Swapradja 1938” (Staats­blad 1938 No. 529) jang sekedar mengenai daerah-daerah’ Swapradja dalam Nagera-negara dahulu tersebut dan karesi- denan dahulu tersebut jang ihubungannja dengan Pemerintah Republik Indonesia (Kesatuan) dipemerintahkan oleh jam* disebut „Korte Verklaring”, maka penghapusan pengadilan- pengadilan Swapradja itu adalah setudju dengan hukum oleh karena seluruh Rakjat jang bersangkutan berulang-ulan°- sangat mohon itu. °

Pengadilan-pengadilan Adat, jang berdasar atas Stektsblad 1932 No. 80 setelah diubah oleh Staatsblad 1938 No. 264 dan 370 dan atas pasal-pasal 1 dan 12 Reglemen Kalimantan-Timur Besar, 1 Reglemen Pengadilan Indonesia Timur, 2 Voorlopi^ Rechtsreglement, 2 Voorlopige Regeling Rechtswezen. 1 dan 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1950 juncto Undang-undang No. 8 tahun 1950, dan pasal-pasr 101, 102 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara, selain dari tidak menjukupi sjarat-sjarat jang Undang-undang Dasar Se­mentara menuntut dari suatu alat perlengkapan pengadilan, djuga tidak diingini lagi oleh seluruh Rakjat jang bersangkutan jang berulang-ulang telah mohon penghapusannja.

Akan tetapi hal menghapuskan peradilan Swapradja dan peradilan Adat tak mungkinlah didjalankan pada saat itu dju^a peraturan ini diundangkan, oleh ssbab tenaga Hakim pada Pengadilan Negeri jang amat besar diperluaskan pekerdjaannja karena penghapusan itu belum tjukup adanja.

Berhubung dengan hal itu, maka penghapusan tersebut akan didjalankan berangsur-angsur menurut kebutuhan dengan memperbaiki tsna.ga-tenaga jang dapat disediakan.

Oleh karena dalam tempo jang pendek: Kitab Hukum Pidana Sipil akan diulang-mengundangkan, setelah Kitab itu disesuai- kan dengan keadaan-pemerintahan jang baharu ini dan kini belum ada tentu apakah perbuatan-perbuatan pidana-adat dan hukuman-hukuman-adat harus diakui terus, maka untuk sementara waktu perbuatan-perbuatan pidana-adat itu dan hukuman-hukuman-adat itu tidak dihapuskan.

Peradilan Agama dalam lingkungan peradilan-peradilan Swapradja dan Adat belum dihapuskan, oleh karena Penga­dilan-pengadilan Agama dalam lingkungan peradilan jang dahulu dinamakan „Gouvernements-rechtspraak” untuk se­mentara waktu dilakukan terus seperti diterangkan dibawah ini.

Pengadilan-pengadilan Agama berdasarkan pada begitu banjak peraturan-peraturan tersendiri — baik peraturan- peraturan Kekuasaan Militer Belanda, Undang-undang biasa dan peraturan-peraturan Residen, maupun peraturan-peraturan

35

Page 38: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

? u f£ fe r a tz n i ^ u d e n / s T t f menJebutkan P '™ -

d iselfrT l7 d cn fsiatillan Agama “ U tWak teratul’ bersamaan

c K i S m S f r kekuaf an pengadilan-pengadilan Agama

S S ^ w K r r . i s“ “ t“ ] pe“ h p“ * ^ s t ^ T i m N ^ dan pasal 3 StaatsbladT937 No e s s f 11 Staatsblad 1937 Na 113

^ s ^ i ( F - - as l kN.S.T. 1950 No 78). Asustus 1950 No- 390/1950, Warta Resmi

Agama btrdasark^pada11 a t f p t “ ia2 p t a ,Saan Pengadilan f f ^ l e S e n■batas-batas kekuasaan it ? Udak diniif»E res'onal- akan tetapi

a F ’S w s s t t f e a& «sssK ^ S i S ^ a a a tduan Agama itu harus d im in g I — dan keputusan pen°-a-

MakaPeungtntilan Neg« l d” C p a t “ “ Ut0“ ^ k l a r i n r "epata

£ g f S J « =

iS S ifis is ii36

Page 39: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Selain dari _ pada untuk menghapuskan seketika ini dju°-a segala pengadilan Distrik, segala pengadilan Kabupaten, segala pengadilan Negorij, segala Raad Distrik, segala pengadilan Magistraat (Pengadilan Rendah), segala pengadilan Kepolisian dan berangsur-angsur, segala pengadilan Swapradja dan segala pengadilan Adat — ketjuali peradilan Agama djika peradilan itu menurut hukum jang hidup merupakan satu bagian tersen­diri dari ptradilan-peradilan Swapradja dan Adat itu — maka Undang-undang Darurat ini bermaksud pula untuk :a. mempersatukan seketika ini djuga pengadilan-pengadilan

Sipil dari Gubernemen jang merupakan pengadilan sehari- hari biasa untuk memeriksa dan memutus perkara perdata dan perkara pidana s ip il; '*

b. mempersatukan seketika ini djuga alat-alat Penuntutan Umum pada pengadilan-pengadilan tersebut bab a.

Djadi mulai dari sekarang ini segala pengadilan itu di- namakan : „Pengadilan Negeri” dan semua pegawai-pegawai Penuntutan Umum padanja : „Djaksa” atau „Wakil-Djaksa” .

c. mempersatukan seketika ini djuga atjara tentang perkara- perkara pidana sipil dalam lingkungan peradilan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.

Djadi mulai dari sekarang ini hanja Reglemen Indonesia jang dibaharui (Staatsblad 1941 No. 44) seberapa mungkin dipakai sebagai atjara tentang perkara-perkara pidana sipil dalam lingkungan peradilan Pengadilan Negeri dan Penga­dilan Tinggi,

d. mempersatukan seketika ini djuga hak untuk dapat dimohon bundmgan oleh Pengadilan Tinggi dari putusan Pengadilan Negeri tentang perkara pidana, serta mempersatukan atjara dalam tingkat bandingan itu.

Djadi mulai dari sekarang ini hak untuk dapat mohon bandingan dari putusan Pengadilan Negeri tentang perkara pidana, diberikan kepada segala terdakwa dan segala Djaksa jang bersangkutan, djika putusan itu mengenai suatu per­kara pidana sipil jang diantjam hukuman lebih dari tiga bulan pendjara dan/atau denda lima ratus rupiah, asal pu­tusan itu tidak memuat pembebasan dari tuntutan seluruh- nja dan mulai pada saat jang berdasarkan ketentuan dalam pasal 1 ajat (2) oleh Menteri Kehakiman dalam suatu daerah jang akan ditantukannja dihapuskan peradilan Swapradja atau peradilan Adat, maka pun hak untuk dapat mohon bandingan dari putusan Pengadilan Negeri tentang perkara jang menurut hukum jang hidup harus dianggap perbuatan pidana, diberikan kepada segala terdakwa dan segala Djaksa jang bersangkutan, djika putusan itu jang sekedar tidak memuat pembebasan dari tuntutan seluruhnja mengenai suatu perkara pidana jang menurut ketentuan dalam pasal 5 ajat (3) bab b harus dianggap diantjam dengan hukuman

37

Page 40: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(pengganti) jang- lebih dari tiga bulan pendjara dan/atau denda lima ratus rupiah.

e. menempatkan atau mendirikan Pengadilan-pengadilan T ing­gi dikota-kota jang menurut kenjataan perlu diadakan.

Djadi disamping Pengadilan Tinggi jan g telah ada di- Djakarta, mulai dari sekarang ini akan ter dapat Pengadilan- pengadilan Tinggi di-Surabaja, di-M edan dan di-Makassar.

Oleh karena Appelraad di-Medan, Appelraad di-Makassar dan Mahkamah Djustisi di-M akassar mulai dari sekarang ini teiah dihapuskan, pengadilan-pengadilan sipil untuk pemeriksaan dalam tingkat bandingan djuga telah diper-

f. menetapkan setjara lebih rasionil dari pada dahulu, daerah- daerah hukum pengadilan-pengadilan sipil jang dimaksud­kan dalam bab e.

Berhubung dengan apa jang telah diterangkan diatas ini, maka pendjelasan sepasal demi sepasal dari U ndang-undang Darurat ini dianggap tidak perlu lagi.

38

Page 41: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 2 TAHUN 1951

TENTANGPERUBAHAN „RECHTENORDONNANTIE” (STAATSBLAD 1882

No. 240 JO STAATSBLAD 1931 No. 471)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa ternjata sangat penting menindjaukembali untuk mengubah „Rechtenordonnan- tie” dalam djangka pendek ;

b. bahwa karena keadaan-keadaan jang mende- sak, perubahan tersebut diatas itu perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal 96 dan pasal 117 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PERUBAHAN „RECHTENORDONNANTIE” (STAATSBLAD 1882

No. 240 JO STAATSBLAD 1931 No. 471)

Pasal I

Naskah jang lengkap dan baru dari Ordonansi 1 Oktober 1882 (Staatsblad No 240) sebagai semula telah diubah dr.n ditambah, terachir dengan Ordonansi tanggal 21 Pebruari 1948 (Staatsblad No. 43), jang dilampirkan pada Ordonansi tanggal 26 Nopember 1931 (Staatsblad No. 471), diubah dan ditambah lagi sebagai berikut:

A

Ajat kedua pasal 2a dibatja sebagai berikut:

„Memuatkan barang-barang untuk diangkut melalui lautan ditempat-tempat, dimana sjarat-sjarat untuk muat tidak dapat dipenuhi, hanja diperbolehkan dengan perdjandjian, bahwa kapal, dengan mana pengangkutan akan dilakukan, segera diteinpat terdekat, dimana sjarat-sjarat dapat dipenuhi, meneguhkan kewadjiban-kewadjiban bagaikan dimuat ditempat itu”.

39

Page 42: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pada pasal tersebut ditambahkan a jat baru jang bunjin ja :,,Menteri Keuangan dapat menglzlnkan, dengan perdjandjian-

perdjandjian jang ditetapkan olehnja, untuk memenuhi sjarat- sjarat termaksud dalam ajat kedua, bukan ditempat jan g ter- dekat, tetapi ditempat lain jang akan ditundjuk olehnja, dimana sjarat-sjarat itu dapat dipenuhi” .

B

Ajat kedua pasal 3 dibatja sebagai berikut :,,Dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan dari

donansi ini dan reglemen-reglemen jang_ terlampir padanja tentang pengangkutan ke dan dari pelabuhan, maka Menteri Keuangan dengan permufakatan Menteri Dalam Negeri, beinak untuk menundjuk djalan-djalan daratan atau melalui perairan atau daerah-daerah, dimana terlarang barang-barang J^ng ditetapkan olehnja, djika tidak dilindungi dengan dokumen dan pegawai-pegawai Bea dan Tjukai jang ditundjuk olehnja atau dari Djawatan-djawatan lain, diangkut dan /atau disimpan dalam sebuah bangunan atau dipekarangannja” .

C

Dalam pasal 6 diantara ,.Padang'’ dan „Makasar” disisipkan „Bandjarmasin, Pontianak” .

D

Dalam ajat keempat pasal 9 kata-kata „v ijf gulden” harus dibatja „lima belas rupiah” dan dalam ajat kedelapan kata- kata ,,een gulden” dan „tien gulden” m asing-m asing harus di­batja „lima rupiah” dan „limapuluh rupiah” .

E

Pasal 16 dibatja sebagai berikut :„Semua surat-surat, diperbuat berkenaan dengan ordonansi

ini atau reglemen-reglemen jang terlampir padanja bebas dari meterai” .

F

Dalam pasal 20, ajat terachir, kata-kata „h sofd van geweste- lijk bestuur” diganti dengan „Kepala Daerah Djawatan Bea dan Tjukai” .

40

Page 43: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

G

Pasal 29 dibatja sebagai berikut : ,,,Menteri Keuangan, untuk menghindarkan penuntutan ha­

kim bagi perkara-perkara jang dalam ordonansi ini ditetap- kan dapat dihukum, selama tidak dianggap sebagai kedjahatan dapat berdamai atau menjuruh berdamai.

Dalam hal kelalaian jang salah, (schuldig verzuim) kekuasaan jang sama ditempat-tempat dimana berlaku reglemen A di- pegang oleh Kepala-kepala Kantor, dan ditempat-temnat dimana reglemen itu tidak berlaku, oleh Keoala Daerah Djawatan Bea dan Tjukai”.

i >

Pasal II

Reglemen A terlampir pada „Rechtenordonnantie” tersebut berikut Pa terdahulu diubah dan ditambah lagi sebagai

A

Dalam pasal 4, ajat terachir dibatalkan.

a^ ketiSa pasal 17 dibelakang kata Palemban°-” dibubuhkan kata-kata „dan Pontianak”. .^aiemoan^

Pasal III

j s s i t s ;„Surat pemberitahuan berisi:

tempat tudjuan, djenis, banjaknja (dengan hurut) merek roerek dan nomor-nomor colli, beserta djenis barang-barang menurut kebiasaan dalam perdagangan dan untuk barane* barang jang dikenakan bea-keluar, banjaknja :a. djika harga guna menghitung bea-keluar ditetapkan oleh

Menteri Keuangan atau oleh Pembesar jang ditundjuk oleh- nja, menurut ukuran dalam prijscourant atau daftar har°a- harga, termaksud dalam keputusan jang bersangkutan. °

b. djika bea-keluar harus dihitung dari harga ketika pengeluar- an, menurut kebiasaan dalam perdagangan.djika bea-keluar dihitung lain dari pada harga, menurut ukuran jang ditentukan untuk menghitung bea itu.

c.

41

Page 44: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal IV

Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari sesu-dah diundangkan. , , . . . , ,

Agar supaja setiap orang dapat mengetahumja, memerintan- kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan pe- nempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 13 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 15 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

42

Page 45: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 2 TAHUN 1951

TENTANGPERUBAHAN ,,RECHTENORDONANTIE” (STAATSBLAD 188?

No. 240 JO STAATSBLAD 1931 No. 471)

Perubahan pasal 2a OR (Rechten Ordonnantie) sebaeai ter muat dalam pasal I-A, dianggap sangat penting untuk mentianai hasil jang effectief dalam usaha pemberantasan perda^an<£m gelap Susunan kata (redaksi) dari pasal jang pertama d?sebut jang berlaku sedjak tahun 1936, antara lain merintan^i ke ’ mungkinan pemeriksaan terhadap pemuatan-pemuatan dari tempat-tempat, dimana tiada ditempatkan douane Tidakkah perahu jang toerasal dari tempat-tempat sematjam itu diika ditahan ditengah lautan, nachodanja sslalu daoat menjatakan ■bahwa sjarat-sjarat untuk muat akan dipenuhinja diseberane kantor pabean, menurut kehendak hatinja, walaupun kantor demikian letaknja tidak dalam djalannja kapal itu. Kesempatan ini jang terbuka bagi penjelundup-penjelundup untuk m enu- tupi maksud-maksud sebenarnja pada waktu ditahan dalam daerah pabean, haruslah dihentikan dalam djangka pendek. hal mana dapat diselenggarakan dengan menshidupkan kern­e l ! peraturan-peraturan jang berlaku sebelum tanggal ■ pebruari 1937, berdasarkan peraturan mana sjarat-sjarat harus dengan segera dipenuhinja ditempat terdekat, dimana ada kantor pabean.

Karena dua sebab maka redaksi pasal 2a OR jang seicaran•?, pada waktu itu (lihat Ordonansi dalam Stbl 1936 No 702) rii anggap penting. iNU- ,u^ ai~

S elak u akibat d a r i p e n in d ja u a n kemT-ian r7 r,r.-u Scheeovaartregiem (Stbl. 1936 No 699) m a b Zeehayen~ en pengeluaran langsung dari- dan keluar n e g e r i 'T l ^ t 1937 dilatekan dibeberapa pelabuhan-pelabuhan (jang disebut pelabuhan-pelabuhan-laut (zeeh a v eS fkan pelajaran pantai (jaitu pengangkutan b a r a n g S a n o - dengan fcapal-kapal-laut (zeescbepen) jang dimuatkan dan / atau penumpang jang naik> disesuatu pelabuhan-laut atau tempat-pantai (kustplaats) kepelabuhan-laut dan/atauDenumpang-penumpang itu turun dengan tidak memandan°r nerdjalanan jang dilaluinja) pada umumnja hanja dapat di- laikukan oleh kapal-kapal jang berlajar dibawah bendera

Karena tempat jang terdekat, dimana sjarat-sjarat pabean seharusnja dipenuhi, tidak selamanja suatu pelabuhan-laut, maka hal ini tosrarti, bahwa sesudalmja sjarat-sjarat dipenuhi disesuatu tempat-pantai harus pula diangkut kepelabuhan-

43

S

Page 46: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

laut — djadi dengan melakukan pelajaran pantai — agar dari sana dapat diangkut keluar negeri ; maka pada waktu itu di-rasa tidak benar untuk lebih mempertahankan teks pasal 2a OR jang lama, tetapi haruslah diberikan kelonggaran untuk mDmenuhi sjarat-sjarat pabean disetiap tempat, dimana ada ditempatkan kantor pabean.

Kesukaran-kesukaran jang diduga tadi sebenarnja mempunjai arti lebih djauh dalam teori dari pada dalam prakteknja, kare­na banjaknja djumlah pelabuhan-pelabuhan-laut dan tempat- tempat-pantai, dari mana, bersandarkan pada kelonggaran (dispensasi) luar biasa, danat dilakukan perdagangan luar negeri (lihat pasal 1, Scheepvaartverordening 1936, Stbl. No, 703 dan pasal 1 Gouvt. Besluit ttg. 28 Desember 1936 No. 4 Stbl. No. 704).

Alasan lain untuk memilih rsdaksi pasal 2a OR jang sska- rang, pada waktu itu didapat. karena kewadjiban untuk singgab ditempat jang terdekat, dimana ada ditempatkan kantor pabean, oleh maskapai-maskapai perkapalan jang be-sar sangat- lah sukar dipenuhinja berVcenaan clenean waktu jang hilang VLsurenania. Tetapi aalam tahun 1936 tidak perlu memusatkan pikiran akan penjelundupan, hal mana pada waktu ini selaTu m-minta perhatian. Kini dirasa sebagai kekurangan jang sangat berarti, bahwa kewadjiban jang dulu, sebagai dimaksudkan diatas, ditiadakan.

Tetapi agar pelajaran jang benar djudjur dimana perlu dapat tertolong, maka dalam pasal I-A dari Rentjana dimuat- kan bubuhan satu ajat baru pada pasal 2a OR, jang membe- rikan kekuasaan pada Menteri Keuangan dimana perlu untuk menjimpang dari apa jang diwadjibkan sebagai tertera dalam redaksi baru.

Untuk pemberantasan perdagangan gelap dari bagian da- ratan, ajat kedua pasal 3 OR adalah merupakan dasar jang terpenting bagi mentiiptakan tindakan-tindakan untuk m em - berantasnja. Berdasarkan pasal ini, maka dapatlah ditetapkan apa jang disebut daerah-daerah terlarang, didalam daerah- daerah mana, baik penganorkutan. oenumpukan danapa jang disebut barang-barang expor-penting tidak diperbo- lehkan, dengan antjaman akan didenda dan dirampas, djika tidak ada surat naung.

Penundjukan daerah demikian, dimana termasuk djalan- djalan daratan dan djalan-djalan diatas perairan dan pula daerah-daerah perbsft&san, jang berhubung dengan letaknja sangat baik bagi melakukan perdagangan gelap, menurut bunji kata-kata peraturan sekarang, harus dilakukan oleh residen. Tjara sematjam ini, jang terlahir pada suatu saat, ketika ke- djahatan penjelundupan tidak dirasa penting, sukarlah dise- suaikan dengan keadaan pada masa sekarang ini.

44

Page 47: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Seiing-sering pemberantasan perdagangan gelap itu mendiaHi kewadjibannja pemerintah pusat, jang karena^ t p r ^ w Jn?i kepentingan-kepentingan Negara jang besar dan bersS lt umum, langsung menjinggung kepentingannja Berhubun- dengan im teranglah, bahwa peraturan tersebut diatas sepatS^ nja tidak lagi berada ditangan residen, akan tetapi ditanean Menteri Keuangan. Tetapi agar supaja penundjukan tersebiS diatas dilakukan dengan mengingatkan akan keoentin°an-ke- pentmgannja se-propinsi atau se-tempat, maka tindakan tindakan jang dalam hal itu dianggap perlu diambil o^Sh Menteri tersebut selalu hendaknja diperbmtjangkan dengan M enten Dalam Negeri. Pasal I-B dari Rentjana dimaksudkan untuk memenuhi sesuatu. t.. 1U[sul Pa al I-C dari Rent.iana untuk merubah pasal 5

dan ,,Rschtenordonantie” bertudjuan untuk menjesuaikan 5 ara “ emungut dan meiidjamin bea-bea-masuk dan keluar di- Pontianak dan Bandjarmasin dengan tiara iane1 ditptnnicnn dalam Reglemen A, jang terlampir pada o r d o n S S s£ tetapkan

Reglemen A ini berlaku jaitu hanja untuk pelabuhan-pela- buhan besar seperti Tandjung Priok, Tjirebon, s e m S Surabaja, Belawan, Palembang, Padang, Makasar, dan Menado sedangkan leglemen B untuk pelabuhan-pelabuhan lainnja dan dari sebab itu, djuga untuk Pontianak dan Bandjarmasin.

Menetapkan reglemen A untuk pelabuhan-pelabuhan pentino- dan reglemen B untuk pelabuhan-pelabuhan lainnja pada waktu menjusun peraturan-peraturan douane, adalah karena mereka jang berdagang dipelabuhan-pelabuhan besar dipan- dang dapat dan dipelabuhan-pelabuhan ketjil tidak dapat menjanggupi untuk memberikan semua keterangan-keteran°an kepada douane, jang sangat diperlukan bagi memungut bea-bea. °

Baik dipelabuhan-pelabuhan (besar maupun dipelabuhan- pelabuhan ketjil, pedagang diharuskan memberitahukan ba- rang-baiang jang akan dimasukkan atau dikeluarkan Di­pelabuhan-pelabuhan besar pemb-ritahuan itu harus berisi semua keterangan-keterangan, jang perlu diketahui douane untuk memungut bea-bea ; dipelabuhan-pelabuhan ketjil d s- lam pemberitahuan-pemberitahuan dapat dinjatakan kete- rangan-ke uerangan setjara globaal sahadja. Douane disana mendapat keterangan-keterangan jang diperlukan untuk m e­mungut bea-bea itu dengan memeriksanja barang-barang itusendiri.

Mewad j ibkan men j atakan semua keterangan-keterangan jang dibutuhkan douane dalam pemberitahuan-pemberitahuan, seperti terdjadi dikantor-kantor-A, membatasi kewadjiban- kewadjiban pegawai-pegawai hingga memeriksa barang-barang sadja, dengan lain kata : hingga memperbandingkan barang-

Page 48: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

barang jang diberitahukan untuk dimasukkar. atau dikeluar- kan itu dengan pemberitahuannja.

Ketjuali djika ada sesuatu sebab untuk melakukan pemerik­saan suatu partai jang diberitahukan itr. dengan seluruhnja maka dikantor-A pemeriKsaan itu dapat diiakukan hanja terhadap sebagian dari barang-barang jang diberitahukan.

Tjara bekerdja demikian m elantjarkan djalannja pemeriksa­an barang-barang dihalaman-halaman pelabuhan dan m em - punjai faedahnja karena dapat diselenggarakan oleh sedjum - lah ketjil pegaw ai-pegaw ai; tidaklah demikian halnja djika dalam pemberitahuan tidak dinjatakan semua keterangan- keterangan jang diperlukan. . ____

Sep°rti telah diterangkan diatas, selaku akibat dan pem beu- tahuan setjara globaal, maka dikantor-kantor-B, pegawai- pegawai jang diwadjibkan mendapatkan keterangan-keteiang- an jang diperlukan agar dapat memungut bea-bea dengan tepat. Pemeriksaan barang-barang s e t j a r a lengkap mi, beiarti menetapkan djenis, djumlah dan harga dari pelbagai djenis barang-barang, dengan sendirinja menghambat djalannja barang-barang dipelabuhan dan berkenaan dengan pe­mungutan bea-bea, melimpahkan pelbagai kewadjlban-kewa- diiban kepada pegawai-pegawai kantor-kantor-B itu, kewadji- ba.n-ke'wa-diibarv m ana memerlukan ketelitian jang saksama dan k a r e n a n ja mengambil tempo jailg banjak.

Penetapan jang tidak tepat dapat mengakibatkan kerugian- kerugian besar bagi kas Negara.

Dikantor-A, dimana kaum dagang sendiri harus memberikan semua keterangan jang dibutuhkan untuk pemungutan bea-bea, maka menghitung bea pada azasnja dilakukan berdasarkan pemberitahuan itu. Tetapi djika douane tidak setudju dengan djenis dan harga barang-barang jang diberitahukan dan dalam hal itu tidak mendapat kata sepakat dengan importur-importur, maka keputusan diminta dari suatu panitya pertimbangan (.pasal 39 reglemen A). Panitya ini, jang terdiri dari Kepala Kan­tor ditempat selaku ketua dan sedjumlah anggauta-anggauta jang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, mengambil putusan de­ngan tiga anggauta, dimana selalu termasuk ketua itu. Anggauta- anggauta biasa, jang separoh diangkat oleh Balai Perdagangan dan Keradjinan (Kamer van Koophandel en Nijverheid) setem - pat dan separoh lagi oleh Dewan Justisi (Raad van Justitie) atau, djika ditempat itu tiada ada Balai Perdagangan dan Keradjinan, jang semuanja diangkat oleh Dewan Justisi, pada umumnja adalah pedagang-pedagang partikelir.

Berkenaan dengan berlakunja reglemen A dengan sendirinja tentu diadakan pula pelbagai pengukuhan (sancties) terhadap pelanggaran peraturan mengenai pemberitahuan, jang barulah tidak dapat dianggap kurang patut atau luar biasa keras, djika perniagaan pada umumnja sanggup memenuhi peraturan itu.

46

Page 49: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar untuk suatu pelabuhan dapat berlaku reglemen A, maka perlulah bahwa perniagaan ditempat itu telah tjukup m em e- nuhi ketjerdasan sedemikian rupa, hingga dapat dituntut pem ­beritahuan lengkap tentang barang-barang jang akan dimasuk- kan dan dikeluarkan dan selandjutnja ditempat itu bisa didapatkan tjukup orang-orang, kepada siapa sepenuhnja dapat dipertjajakan dan diserahi menjelesaikan perselisihan antara douane dan pedagang.

Sebelum perang perniagaan di-Pontianak dan Bandjarmasin dianggap belum tjukup tjerdas untuk dimintakan pemberita­huan jang lengkap.

Kini terbukti, baliwa perniagaan dikedua pelabuhan tersebut telah berkembang sekian rupa, hingga dapat dianggap ;&ahwa ditempat-tempat ini dapat diperbuat pemberitahuan-pemberi- tahuan jang lengkap, seperti jang diminta dikantor-kantor-A, sedangkan kongsi-kongsi perniagaan jang ternama disana tjukup ada, hingga dapat dibentuk suatu panitya pertimbangan.

Maka dari itu baiklah kedua pelabuhan tersebut dinaikkan deradjatnja hingga kantor-kantor-A, untuk hal mana dalam pasal 6 „Rechtenordonnantie” diantara „Padang” dan „Makasar” hendaknja disisipkan „Bandjarmasin, Pontianak”.

Berhubung dengan keadaan-keadaan jang harus diperhati- kan pula, maka untuk Pontianak hendaknja diadakan suatu peraturan. Berkenaan dengan kekurangan tempat penimbunan di Pontianak, maka dianggap perlu untuk mengadakan aturan bagi Pontianak jang sesuai dengan peraturan jang kini ber­laku bagi Palembang, peraturan mana menjimpang dari per­aturan-peraturan jang berlaku bagi kantor-kantor-A lainnja, perihal pengangkutan barang-barang dari ruangan-ruangan penimbunan atau dari halaman-halaman penimbunan.

Peraturan umum dikantor-kantor-A untuk hal ini, jaitu bagi barang-barang jang diperuntukkan bagi dimasukkan ditempat itu diberikan tempo 15 hari dan bagi barang-barang lainnja tempo 30 hari, dalam waktu mana barang-barang itu harus diangkat dari ruangan-ruangan/halam an-halam an penim­bunan.

Karena di-Pontianak kekurangan tempat penimbunan, maka terpaksalah tempo 15 dan 30 hari itu masing-masing diperpen- dekkan hingga 8 hari. Hal ini dapat diselenggarakan dengan mudah sekali, seperti diusulkan dalam pasal II-B dari Rentj ana Undang-undang, dengan menjisipkan „en Pontianak” dalam ajat ketiga dibelakangnja kata „Palembang” dari pasal 17 reg ­lemen A, jang terlampir pada „Rechtenordonnantie” .

perubahan-perubahan jang diusulkan dalam sub D pasal I dari Rentjana Undang-undang dirasa perlu, karena uang- uang pengganti jang dtetapkan dalam pasal 9 OR telah lama tidak sesuai lagi dengan dasar upah personil douane sekarang dan karenanja harus diubah dengan segera. Djum lah-djum lah

47

Page 50: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

r

jang kini diusulkan banjak mendekati pada ongkos-ongkos jang sebenarnja.

Perubahan jang dimaksudkan dalam sub E pasal I dan R en-tjana, ternjata perlu untuk m e n j e s u a i k a n redaksi pasal 16 „ R e c h t e n o r d o n n a n t ie ” dengan maksud pasal mi jaitu untuk membebaskan bea meterai dari semua surat, jang dipeibuat berkenaan dengan ordonansi ini.

Redaksi jang sekarang diusulkan dan jan g disusun setelah diperbintjangkan dengan Djawatan Padjak, adalah lebih luas dari pada jang sekarang, hingga maksud dari pembuat Undan& undang itu dapatlah lebih terang dimengerti. .

Dalam perubahan pasal 30 „Rechtenordonnanfcie” (lihat pasal I-F ) adalah terkandung maksud untuk menjera,hkan kekuasa­an pengembalian uang melulu kepada pegawai-pegawai DJa- watan Bea dan Tjukai, baik djum lah-djum lah uang jang telah dibajar lebih karena kechilafan jang njata (kennelijke vergis- sing), maupun sedjumlah uang bea keluar dan barang-baiang jang telah karam dipelabuhan.

Ditempat-tempat dimana berada pegawai douane dengan pa ­ling rendah pangkat „achli pabean” , maka pengembalian uang tersebut dilakukan oleh pegawai ini, tetapi ditempat-tempav dimana pegawai dengan pangkat tersebut tiada ditempatkan, maka ini dilakukan oleh Kepala Daerah Pam ong Pradja..' 'TersanKVcut-pautnja Kepala Daerah (kemudian residen) dalam hal ini adalah sedari dulu, ketika kepada Pamong Pradja diserahi sesuatu kewadjiban jang tertentu dalam organisasi douane.

Ketika alat-alat penghubung jang modern memungkinkan mengadakan perhubungan jang tjepat antara bagian-bagian daerah, maka ditilik dari sudut organisatoris dianggap perlu, bahwa kekuasaan termaksud berada ditangan Kepala Daerah Djawatan Bea dan Tjukai, jang karenanja berpangkat inspektur atau inspektur kepala

Alasan jang menjebabkan diusulkannja perubahan pasal 20 OR lebih-lebih berlaku bagi pasal 29 OR, dimana diberikan kekuasaan untuk mengadakan atau menjuruh mengadakan perdamaian untuk menghindarkan penuntutan dihakim m e­ngenai semua pelanggaran-pelanggaran tersebut dalam ,,Rechtenordonnantie”, selama pelanggaran-pelanggaran itu bukan kedjahatan.

Kekuasaan ini, sekedar mengenai pulau Djawa dan Madura, berada ditangan Menteri Keuangan dan djika mengenai daerah-daerah lainnja, ditangan Kepala Daerah Pamong Pradja.

Dalam hal kelalaian jang dapat dipersalahkan (schuldig verzuim) ditempat-tempat dimana berlaku reglemen A, k3- kuasaan sematjam itu berada ditangan Kepala Kantor dan

48

Page 51: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ditempat-tempat di Pulau Djawa dan Madura dimana re-lemen itu tidak berlaku ditangan Kepala Daerah Pamong Pradja

Sebagai ternjata dalam pasal I-F dari Rentjana Undang- undang, kim diusulkan supaja kekuasaan berdamai untuk se- luruh daerah pabean diletakkan ditangan Menteri Keuangan sedangkan dalam hal kelalaian jang dapat dipersalahkan (schuldig verzuim) ditempat-tempat dimana reglemen A tidak berlaku, kekuasaan itu diberikan kepada Kepala-kepala Daerah Djawatan Bea dan Tjukai, masing-masing untuk daerah- daerahnja sendiri.

Dalam pasal II Rentjana Undang-undang diusulkan dua rupa perubahan dari reglemen A, jang terlampir pada „Rechten- ordonnantie” ’

Perubahan pertama adalah mengenai pembatalan ajat*ter­achir dari pasal 4 reglemen ini.

Tidak sadja ajat terachir ini berkenaan dengan ajat terdahulu dapat dihapuskan bahkan mungkin sulitlah halnja, • karena dalam beberapa hal pemasukan setjara gelap malah mendjadi lebih mudah karenanja.

Kekuasaan jang tertjantum dalam ajat kedua dari pasal ini jaitu untuk memberikan idzin supaja disetiap tempat hanja memberitahukan barang-barang jang akan dibongkar disana, adalah dipergunakan seluas-luasnja hingga idzin ini praktis diberikan kepada semua Maskapai-maskapai jang terkenal bernama baik, maka dispensasi ini sebenarnja telah melampaui kelonggaran, jang diberikan kenada Tandiune Priok dalam ajat terachir, jang sebenarnja hanja mengenai pembebasan penjerahan pemberitahuan umum untuk barang-barang jang diperuntukkan bagi diangkut keluar daerah pabean, djika langsung diangkut kesana.

Pembebasan terachir ini dapatlah dipergunakan kapal-kapal kepada mana idzin termaksud dalam ajat kedua karena sebab- sebab jang luar biasa tidak diberikannja, untuk membongkar barang-barang itu setjara gelap pada waktu-waktu jang baik.

perubahan jang diusulkan dalam sub B pasal II, dengan pandjang lebar telah didjelaskan dalam usul diatas perihal menaikkan deradjatnia kantor-kantor Bandjarmasin dan Pon­tianak hingga kantor-kantor A.

Dalam pasal 9 reglemen B, jang terlampir pada „OR” , karena dibatalkannja pos-pos 2, 3, 6 , 7, 8 dan 10 dari lampiran B, ian°’ tersemat pada Undang-undans Tarip (Stbl. 1924 No. 487) dengan pasal 12 ajat (1) dari ..Ordonnansi bea keluar umum ! 949” (Stbl. No. 39), perlulah diadakan perubahan jang ber-

SlfSeperMn telah didjelaskan diatas, dikantor-kantor-B hania dibutuhkan pemberitahuan setjara sumir. Terhadap _ kopra, lada karet, hevea dan minjak kepala. hasil-hasil bumi mana ketika itu dikenakan bea keluar berdasarkan tarip bea-bea-

Page 52: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

keluar jang sebagai lampiran B tersemat pada U ndang-undang Tarip, diharuskan memberitahukan banjaknja, jaitu untuk ketiga hasil bumi jang tersebut pertama, dinjatakan dengan kilogram dan untuk m injak kepala, aengan liter. Peraturan ini (pasal 9 reglemen B) karena pembatalan tersebut diatas m en- djadi tidak benar dan kini harus diubah lagi sedemikian rupa, hingga terhadap semua barang-barang jang dikenakan bea keluar diharuskan memberitahukan banjaknja menurut ukuran jang diperlukan bagi menetapkan bea keluar jang wadjibdibajar itu. . , . . .

Perubahan jang diusulkan, sekedar m engenai redaksmja. adalah kurang lebih sama dengan pasal 51 reglemen A jang dalam hal ini mengatur barang-barang jang dikeluarkan me lalui kantor-kantor pabean jang besar.

504

Page 53: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 3 TAHUN 1951

T E N T A N GMENAIKKAN DJUMLAH MAKSIMUM PORTO DAN BEA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : dianggap sangat perlu menaikkan porto dan bea jang sekarang dan untuk keperluan itu m engu­bah beberapa djumlah maksimum, jang ditetap- kan beberapa pasal dari „Post-ordonnantie 1935” (Staatsblad 1934 No. 720) ;

Menimbang: bahwa karena keadaan-keadaan jang mendesak,penaikan porto dan bea tersebut diatas itu perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal 96 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG MENAIKKAN DJUMLAH MAKSIMUM PORTO DAN BEA

Pasal 1

„Reglement voor de Brieven- en Pakketpost” , ditetapkan de­ngan ordonnansi tg. 29 Desember 1934 pasal 1 (Postordonnantie 1935, Staatsblad 1934 No. 720), sebagai telah diubah dan ditam- bah terachir dengan Staatsblad 1947, No. 134, diubah dan ditan'bah lebih landjut sebagai berikut :

I

Pasal 4, ajat (1), huruf a s /d h harus dibatja :a. tiap-tiap surat jang beratnja tidak lebih dari 20 gram, 30

sen dan untuk tiap-tiap 20 gram berikutnja atau sebagian dari 20 gram, 20 sen ;

b. tiap-tiap kartupos dan tiap-tiap bagian dari kedua bagian sebuah kartupos dengan balasan terbajar, 10 sen ;

c. surat kabar dan lampiran-lampirannja, 2 sen untuk tiap- tiap 25 gram atau bagian dari 25 gram, jang portonja hanja berlaku apabila berperangko berlangganan, dalam hal-hal

Tiatatan : U .U .D . N o . 3 /1951 ini kemudian disjahkan berlaku denganU .U . N o . 13/1951.

51

Page 54: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dan dengan sjarat-sjarat jang akan ditetapkan oleh Kepala D jaw atan ; porto surat kabar dan lam piran-lam pirannja jang harus dibajar dimuka dan jang tidak berperangko berlangganan, adalah sama dengan porto, jang harus diba- jar dimuka untuk barang-barang tjetakan ;

d. barang-barang tjetakan dan dokumen-dokumen, 5 sen untuk tiap-tiap 50 gram atau bagian dari 50 gram, akan tetapi dengan minimum untuk tiap-tiap kiriman dokumen setm ggi- tingginja 30 sen ;

e. barang tjetakan Braille, 2 sen untuk tiap-tiap 1000 giam atau bagian dari 1000 gram ;

f. frangkusan, 6 sen untuk tiap-tiap 50 grain atau bagian dari 50 gram dengan minimum setinggi-tingginja 25 sen untuk tiap-tiap kiriman ;

g. pospaket, Rp. 6.— untuk tiap-tiap pospaket ,h. tiap-tiap kiriman fonopos jang beratnja tidak lebih dari

20 gram, 15 sen dan untuk tiap-tiap 20 gram berikutnja atau bagian dari 20 gram, 10 sen.

II

Dalam pasal 4, a jat (2), sesudah c, (titik) dibelakang jang tertulis setelah c, diubah m endjadi (titik kom a), dan sesudah itu d im u at:

” d. penjerahan bungkusan-bungkusan”

III

KaJJmat kedua dari kepala pasal 7, harus dibatja sebagai beriku t: „Upah simpan dan bea untuk membungkus lagi pospaket-pospaket” .

IV

Pasal 7, ajat (3) harus dibatja : „Dalam hal-hal jang ditun­djuk oleh kepala Djawatan, untuk pospaket-pospaket dapat dipungut upah simpan dan bea untuk membungkus lagi, jang harus ditetapkan dengan atau menurut Peraturan Pem erintah” .

V

Dalam pasal 17, ajat (1), bawah huruf a, ”25” diubah m en­djadi ”40” ;bawah b I ”20” diubah m endjadi ” 40” dan bawah b II ”25” diubah m endjadi ”40” ; bawah huruf c ” 15” diubah m endjadi ”25” .

52

Page 55: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

VI

Dalam pasal 21, ajat (2), ” 12i/2” diubah mendjadi ”25”,”25 cent” diubah mendjadi ”50 sen”.

Pasal 2

Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 17 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEKARNO

MENTERI PERHUBUNGAN DAN PENGANGKUTAN,

DJUANDADiundangkan

pada tanggal 18 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,

WONGSONEGORO

t53

Page 56: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 3 TAHUN 1951

TENTANGMENAIKAN DJUMLAH MAKSIMUM PORTO DAN BEA

Telah lama dirasakan, bahwa tarip-tarip pos jang sekarang berlaku ini tidak lagi seimbang dengan tingkatan harga jang didapat dalam masjarakat. Tingkatan itu menundjukkan bahwa bagi semua barang-barang keperluan hidup harga m endjadi beberapa (5 sampai 20) kali lebih tinggi. Pun gadji-gadji dan upah-upah tidak terketjuali dari pada kenaikan itu. Segala sesuatu ini berarti, bahwa djuga bahan-bahan jang diperlukan oleh Djawatan Pos, Telegrap dan Telepon (kertas, biaja pei tjetakan) gadji-gadji dan upah-upah pegawai, pendek kala ongkos exploitasi umum, mengingati kenaikan tahadi. Pa a ana I tarip-tarip pos, telegrap dan telepon masih tinggal pada tingka jang lama. Oleh karena ketiadaan imbangan itu maka i)ja watan Pos, Telegrap dan Telepon m endenta kerugian ja 0 sedikit djumlahnja. Di-Negeri lain djuga dismi pada zaman dahulu Djawatan-djawatan Pos, Telegrap dan Telepon selalu bisa mendapat keuntungan, setidak-tdaknja dapat menutup: semua pengeluaran. Sekalipun mengingat, bahwa tudjuan D ja- watan itu tidak mengedjar keuntungan, rnelamkan niementing- kan sifat sosial ekonomi, sudah teranglah kiranja, bahwa exploitasi harus didjalankan sedemikian tjaranja, hingga kerugian harus dapat dihindarkan, atau dipertostjilkan.

Untuk raenutup sebahagian dari kekurangan exploitasi D ja ­watan Pos, Telegrap dan Telepon jang akan dihadapi dalam tahun jang berdjalan dan tahun jang akan datang, dianggap perlu menaikkan tarip-tarip pos jang sekarang berlaku.

Berhubung dengan itu maka oleh Kementerian Perhiibungan telah disampaikan sebuah rantjangan-tarip baru kepada Dewan Ekonomi dan Keuangan dari Dewan Menteri untuk mendapat persetudjuan. Persetudjuan ini bermula tidak diperolehnja karena Dewan tersebut berpendapat, bahwa tarip-tarip itu di­anggap masih agak rendah dan m elihat keadaan monetair, patut dinaikkan.

Sesuai dengan keinginan Dewan tersebut dengan m em per- hatikan maksimum porto dan bea jang ditetapkan menurut aturan-aturan internasional, telah dibuat pula s&buah ran­tjangan tarip baru jang pada achirnja dapat disetudjui oleh Dewan jang tersebut diatas.

Tentang tarip-tarip itu dapat diterangkan, bahwa djumlah maksimum jang dapat dipungut, ditetapkan dengan post- ordonnantie 1935 (Staatsblad 1934 No. 720), sedang djum lah jang berlaku ditetapkan dengan postverordening 1935 (Staatsblad

P E N D J E L A S A N

54

Page 57: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1934 No. 721). Djumlah jang berlaku ini tidak boleh melamnaui djumlah maksimum tersebut diatas.

Oleh karena penaikan tarip-tarip pos jang dirantjangkan itu akan melampaui batas-batas maksimum jang telah ditetapkan dalam postordonnantie 1935 maka dianggap perlu terlebih da­hulu mengubah dan menaikkan djumlah-djumlah maksimum jang termaktub dalam ordonansi tersebut (Staatsblad 193<* No. 720).

Untuk keperluan itu rantjangan Undang-undang Darurat ini diadjukan.

Dengan terlaksananja perobahan-perobahan jang dimakpud- kan itu dapat diharap bahwa pemasukan uang kas Negara akan bertambah dengan Rp. 1.500.000,- sebulan .tan® dapat dioaka” untuk menutup sebagian dan kekurangan eksploitasi *Dja- watan Pos.

Sebagai pendjelasan kenaikan harga maksimum porto dan •bea jang termaktub dalam pasal 1 bab I, v dan VI dan m ens-- nai perobahan termaksud dalam pasal l bab II III dan IV dipennaklumkan sebagai berikut.

Pasal 1bab I. a- Surat-surat. Djumlah maksimum porto jan°- se­

karang dapat dipungut adalah 15 sen untuk tiap- tiap surat jang beratnja tidak lebih dari 20 gram dan untuk tiap-tiap 20 gram berikutnja atau sebagian dari 20 gram, 10 sen dan djumlah ianp direntianakan, adalah berturut 30 sen dan 20 sen.Dalam msnaikkan porto dalam perhubun^an dalam Negeri sekarang ini perlu diperhatikan, bahwa dalam tahun 1940 djika hendak mengirim surat dengan kapal terbang, bea biasa harus ditambah dengan V/2 sen bea udara untuk tiap-tiap surat jang beratnja tidak lebih dari 20 gram dan untuk tiap-tiap 20 gram berikutnja atau sebagian dari 20 gram. Berpegang kepada dasar jang semendjak itu diterima oleh dunia internasional, jaitu bahwa kapal udaralah jang harus dipandang seberapa mungkin sebagai aiat pengangkutan biasa untuk surat-surat (termasuk djuga warkat pos dan kartu pos), maka sekarang semua surat sedapat-dapat- n ja diangkut dengan pos udara dengan tidak memungut bea udara. Dilihat dari sudut ini dan mengingat akan kenaikan harga barang-barang jang didapat sekarang dalam masjarakat dan jang berlipat ganda itu. maka kenaikan porto untuk

surat-surat jang direntjanakan dapat dikatakan tidak melampaui batas kepatutan.

55

Page 58: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. Kartupos. Djumlah maksimum porto jang seka­rang dapat dipungut ialah l l/z sen untuk tiap-tiap kartupos dan tiap-tiap bagian dari kedua bagian sebuah kartupos dengan balasan terbajar dan

djumlah jang dir'entjanakan adalah 10 sen. Kartupos itu dimaksud antara lain sebagai aiat surat-menjurat jang murah bagi masjarakat jang kurang mampu. Karena itu porto kartupos selalu ditetapkan serendah-rendahnja. Kalau diingat, bahwa Djawatan Pos dalam hal ini m em punjai tugas sosial dan kebudajaan, maka untuk kartupos, 10 senlah porto jang dapat dianggap paling tepat, suatu beban jang pula m udah dapat dipikul oleh rakjat djelata dizaman sekarang.

c. Surat kabar. Dalam dunia Internasional untuk surat kabar tidak diadakan porto tersendiri, oleh karena surat kabar t-ermasuk golongan barang- barang tjetakan, maka dalam hubungan luar Negeri dan dalam Negeri porto surat kabar sama dengan porto untuk barang-barang tjetakan. Akan tetapi mengingat akan tudjuan surat kabar, jaitu penerangan umum untuk m asjarakat, dianggap perlu sekali diadakan porto tersendiri jang sekedar rendahan dari porto untuk barang-barang t je ­takan lain, akan tetapi nanja berlaku apabila ber- perangko berlangganan dalam hal-hal dan dengan sjarat-sjarat jang akan ditetapkan oleh Kepala Djawatan Pos, Telegrap dan Telepon.Porto maksimum untuk surat kabar tersebut jang sekarang djum lahnja 1 sen untuk tiap-tiap 25 igram atau bagian dari 25 gram menurut ren­tjana ditetapkan m endjadi 2 sen untuk tiap-tiap 25 gram atau bagian dari 25 gram, kenaikan mana menginigat alasan-alasan jang diuraikan diatas bahwa surat-surat, dapat dianggap patut dan tidak sukar dapat dipikul oleh pihak jang berkeipentimgan.Porto surat kabar jang itdak berperangko ber- langganan, adalah sama dengan porto jang harus dibajar dimuka untuk barang tjetakan.

d. Barang tjetakan dan dokumen. D jum lah m aksi­mum porto jang sekarang dapat dipungut, adalah 3 sen untuk tiap-tiap 50 gram atau bagian dari 50 gram, akan tetapi dengan minimum untuk

tiap-tiap kiriman dokumen, porto minimum m ana sama besarnia dengan porto surat untuk tingkatan berat pertama (15 sen). Maksimum porto jang direntjanakan adalah 5 sen untuk tiap-tiap 50

56

Page 59: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

S b u f u n ^ ? , dar,i 50 gram- denSan minimum5 kiriman dokumen. K e-

i ^ ^ a V s u r a t l iS ^ 'b e g K u6 b“ ke*>“ -

e' ^ r f et o t n “ db e',DjumIahmaksimu^ portoja n g seicaran0 d a p at d ip u n gu t a d a la h H A epnuntuk tiap-tiap 1000 gram a t a t h i l i o / 2 I ^

bagian dari 1000 gram. ©re*n atauWalaupuh maksimum* nnrf-n iono- *• ini masih dapat ditlng»ikan Janadapat dimengerti, bahwa n S f^ api umumnja

harus rendah. Lagi pula kiriman c!S? -Sa 1 ,? r?,iUe itu djumlahnja, sehineo-a akihnf ^s djems mi sedikit berarti. So akibat keuangannja tidak

f. Bungkusan. Djumlah mflWin,,,™rang dapat dipungut adalah " se” t !™ 'tiap 50 gram atau bagian dari 50 gram den«?£Tminimum setmggi-tingginja 25 sen untu “ tia p ^ S Skirim an. D alam ren tja n a ini m ak sim u m p o rto dan m in im u m untuk tiaD -H »n ^ a a nakan tetapi dipandang p-rlu den^aii ™ dlubah,nakan hak jang dibeTkan Hnin™ ? ? 2- memPergu-Parijs 1947 pas£l 40 ajat 1 « a3 ? Per.dJ««Uiaxi Pos

I Sbimgkusan-bungkusan. Mengadakan kembaH bea irnjang teM i dihapuskan dalam tahun-tahun dahulu ketika perusahaan p .t .t . masih mempTr oleh kelebihan pendapatan jang baik, adalahD&rSll£LS2ul»

g. pospaket. Djumlah maksimum porto jang sekarang dapat dipungut adalah 400 sen untuk tiap-tiap pospaket. Maksimum porto jang direntjanakan adalah 600 sen. Berhubung dengan alasan-alasan jang diuraikan diatas bahwa surat-surat perlu sekali, porto pospaket disesuaikan dengan ting­katan harga jang didapat dalam masjarakat.

h Kiriman fonopos. Djumlah maksimum porto jang sekarang dapat dipungut adalah 10 sen untuk tiap-tiap kiriman jang beratnja tidak lebih dari

57

Page 60: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

20 grain dan 7y2 sen untuk tiap-tiap 20 gram berikutnja atau bagian dari 20 gram. Meskipun porto jang direntjanakan adalah berturut-turut 15 sen dan 10 sen.Djika mengingat akan alasan-alasan jang diurai- ka.n diatas mengenai surat-surat, maka kenaikan ini tidak berarti. Dengan sengadja porto kiriman ini tidak dinaikkan setinggi-tingginja. Kiriman fonopos adalah kiriman pos djenis baru jang di­adakan tidak lama sebelum perang. Agar supaja perkembangan djawatan ini djangan tertahan, dianggap tjukup menaikkan porto untuk kiriman pos seperti direntjanakan ini.

bab II. Bea penjerahan bungkusan. Berhubung dengan akan diadakan bea penjerahan untuk bungkusan, maka pasal 4 ajat (21 dari ..Postordonnantie 1935” harus ditambah seperti direntjanakan ini.

bab III. Ternjata dalam praktek, bahwa seringkali pospaket- pospaket diterima dikantor tudjuan dalam keadaan rusak oleh sebab bungkusan tidak sempurna, sehingga 'kantor itu terpaksa membungkus kembali pospaket- pospaket itu dan menjimpan agak lama pospaket- pospaket itu, penerima harus meneambil sendiri pospaket termaksud itu, Berhubung dengan sangat naiknja harga kertas patutlah penerima memikul ongkos extra itu (ongkos simpan dan ongkos bung­kusan). Berhubung dengan akan diadakannja upah simpan dan bea ini maka kalimat kedua dari kepala pasal 7 dari .Postordonnantie 1935” harus diubah se­bagai direntjanakan.

bab nr. P ^ ^ a n pasal 7 ajat (3) dari ..Postordonnantieh,,__ seperti direntjanakan harus diadakan bsrhu- m e m b m S ^ diadakannJa upah dan bea untukharS? 3?ospakefc’ 3*ng djumlah uangnjaPem erintah m en u ru t P «*atSran

bab V.

58

g u ^ g k a n ^ a r ifO T ra rsu ra r^ R 2' B8a me™Pertang-kan harga p o s m k e t 4 & 3'A ea memP^banogUng- surat tertjatat dan bospaket * kirbnan

^ " w ^ 5 t a S l ^ ^ ; kl nalkan tariP- bea-bea atean tersebut diatas’ m en ^ n a T su ra ™ ^ " a' aSan“

« aP - C ^ ^ S - - ^ ^ n u ntuk

Page 61: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

2. Bea mempertanggungkan harga surat jang seka­rang berlaku, adalah 20 sen untuk tiap-siap Rp. 250.— atau sebagian dari Rp. 250.— mendjadi 40 sen.

3. Bea mempertanggungkan harga pospaket-pospaket jang sekarang berlaku, adalah 25 sen untuk tiap- tiap Rp. 250.— atau sebagian dari Rp. 250.— men­djadi 40 sen.

4. Bea tebusan untuk kiriman surat tertjatat atau pospaket .iang sekarang berlaku, adalah 15 sen, mendjadi 25 sen.

Kenaikan tersebut, berhubung dengan alasan jang telah iberkali-kali diatas dikemukakan dapat dikata- kan tepat dan sesuai dengan keadaan sekarang.

Pasal 1

bab VI. Bea maksimum mengirimkan uang dsngan poswesel jang sekarang berlaku adalah 12Vfe sen untuk djumlah sampai dengan 25 rupiah dan 25 sen untuk tiap-tiap 50 rupiah atau sebagian dari itu untuk djumlah lebih dari 50 rupiah, mendjadi ■bertumt-turut 25 sen dan 50 sen.Dalam rangkaian kenaikan porto dan bea tersebut diatas haruslah bea untuk poswesel pun berhubung dengan alasan-alasan tersebut diatas, diubah. Ke­naikan bea ini dianggap tepat dan sesuai dengan keadaan sekarang.Meskipun mungkin ta’ perlu, baiklah kiranja dite- gaskan, bahwa tarip-tarip dan bea-bea jang disebut dalam post-ordonnantio dan Undane-undang ini ada­lah djumlah-djumlah maksimum jang dapat dipu­ngut. Djumlah uang tarip-tarip dan bea-bea baru jang akan berlaku, sesudah Undang-undang Darurat jang direntjanakan ini ditetapkan dan jang tidak melnmnnui ini akan ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

*59

Page 62: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGMENGUBAH DAN MENAMBAH PERATURAN DALAM

STAATSBLAD 1916 No. 47

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa peraturan tentang „Pen&tapan izin ma- suk” (Staasblad 1916 No. 47) dianggap perlu untuk diubah dan ditambah ; bahwa karena keadaan-keadaan jang mendesak, perobahan ini perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal 96 ajat 1, 123 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia :

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT UNTUK MENGUBAH DAN MENAMBAH PERATURAN DALAM STAATSBLAD 1916

No. 47

Pasal 1

f0i v,n^ aSaS lZin masuk (Staatsblad 1916 No. 47) sebagaimana ^ e “ ^ u t : ambah d iu tah ’d a ? ~ a h

h e n d a l n l a ' 17 P ^ tu r a n tersebu t

”b ’ R e p S b l i? t o d o n « T atik dan kon suler P em erin ta hdiperwakilan nPMrn -a p l gawai selama mereka bekerdja perwamian negara asing itu serta keluarganja” .

Pasal 2

melaks^analran^T^iaan'g-undan^lJarurat diwa<Jj ibkan

Pasal 3

1 DianuarM9d5inS Darurat in* mulai berlaku pada tanggal

60

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 4 TAHUN 1951

Page 63: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 18 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEHAKIMAN, WONGSONEGORO

«.*•MENTERI LUAR NEGERI,

MOHAMMAD RUM

Diundangkan pada tanggal 19 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

61

t

Page 64: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 4 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH DAN MENAMBAH PERATURAN DALAM

STAATSBLAD 1916 No. 47

Berhubung dengan telah berdirinja Negara Republik Indo­nesia jang merdeka dan berdaulat maka dat1a^ ri j tl^ b“ ^ p a beberapa wakil-wakil diplomatik dan konsulei dan beberapaNegara asing di Djakarta.

Bunjinja pasal 17 huruf b jaitu :

De bepalingen van dit besluit zijn niet toepasselijk op .,,b. consulaire ambtenaren met hunne gezmnen . adalah tidak sesuai dengan keadaan baru itu.

Prakteknja menginginkan agar kepada para pegawai dan pe- kerdja rumah-tangganja dan perwakilan diplomatik da konsuler diberi kelonggaran dan peratuian „Penetapan

m Aka^ tetapi sesegaranja pertalian dinas antara para.pegawai dan perwakilan-perwakilan negara asing jang bersangkutan itu diputuskan, maka kelonggaran ini bagi mereka dengan sendiri- nja tidak berlaku lagi.

62

Page 65: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 5 TAHUN 1951

TEN TANGTAM BAH AN UNDANG-UNDANG D A R U R A T N o S 7 t a w t t m1950 TENTANG PERUBAHAN ORDONANSI PADM K PErT LIHAN 1944, ORDONANSI PADJAK UPAH DAN ORDONANSI

PADJAK KEKAJAAN 1932 UKU°*A N S I

Menimbang:

Mengingat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

bahwa berhubung dengan perubahan tarip pa­djak peiahhan untuk tahun 1951 seperti dinjata- kai i .a am UndanS-undang Darurat No. 3'?' tahun 1950, ternjata perlu djuga mengadakan perubahan dalam djumlah-djumlah tertjantum dalam pasal 8 ajat 4 terachir. dari ordonansi padjak peralihan 1944 ;bahwa, mengingat akan hubungan antara soal jang dimaksud tadi dan masaalah dalam pasal 1 bab-bab VI sampai dengan VIII dari Undan°-- undang Darurat No. 37 tahun 1950, djuga terha­dap perubahan termaksud diatas perlu diberikan kekuasaan dan deradjat Undang-undang dengan segera ;bahwa, karena keadaan-keadaan jang mendesak perubahan ini perlu segera diadakan ; pasal-pasal 96 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT UNTUK MENAMBAH UNDANG- UNDANG No. 37 TAHUN 1950

Pasal 1Sesudah bab VIII dalam pasal 1 dari Undang-undang Darurat

No. 37 tahun 1950 diadakan bab baru, jang berbunji sebagai berikut :

VIII A. Pasal 8, ajat 4 terachir, mulai dengan kata „B y ” dan berachir dengan angka ,,1560” dibatja seperti berikut :

Pengurangan padjak karena potongan-keluarga terhadap pendapatan mulai dari R. 23.400— setahun dihitung menurut skala berikut:

I ja ta ta n : U .U .D . N o. 5 /1951 ini kemudian disjahkan denqan U .U .N o : 15 /1951.

63

Page 66: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pendapatan bersihj Pengurangan padjak dengan rupiah tcrhadap g o lo - ataupun djumlah d i-j ngan-golon gan pendapatan disam ping untuk

kenakan padjak j keluarga sebanjakdengan rupiah

setahun : l | 2 | 3 | 4 ] 5 | 6 f 7 | 8 | 9 dan lebih10

23400 — 44000 j200|350|470!5s0|660| 7301 810[ 890f 970j 104044000 — 46000 j300|450j570|680l760[ 830f 910| 990j 1070| 11™46000 - 48000 13 0 0 j540f690f8 0 0 j86 0 1 950[1030! 1110] 1 190| 126048000 — 50000 |300|540I720|840[960| 1080| 1180| 1260[ 1340| H 1 050000 ^ keatas |300i540j720j840|960jl080[1200|I320|1440[ 1560

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari pengundangan- nja dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, m em erin- tahkan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pasal 2

Ditetapkan di-D jakarta pada tanggal 19 Djanuari 1951

P R E S I D E N R E P U B L I K I N D O N E S I A SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 20 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN, WONGSONEGORO

64

Page 67: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 5 TAHUN 1951

TENTANGTAMBAHAN UNDANG-UNDANG DARURAT No. 37 TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN ORDONANSI PADJAK PERALIHAN 1944, ORDONANSI PADJAK UPAH DAN ORDONANSI PADJAK

KEKAJAAN 1932

Pada tarip baru dari padjak peralihan untuk tahiin 1951 ternjata bahwa potongan-keluarga jang berlaku sampai seka­rang terhadap golongan-pendapatan mulai dari Rp 23 400 — setahun berdjalan tidak teratur, sehingga terhadap potongan itu perlu djuga dengan segera diadakan perubahan ordonansi padjak peralihan 1944.

Berhubung dengan peristiwa, bahwa tarip tersebut diatas beuaku mulai pada 1 Djanuari 1951, maka Undang-undang Daiurat jang dimaksud harus berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1951.

U. U. 1951 — 565

Page 68: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 6 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH ..GRONDHUUR-ORDONNANTIE” (STAATSBLAD1918 No. 88) DAN „VORSTENLANDSCH GRONDHUURREGLE-

MENT” (STAATSBLAD 1918 No. 20)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa „G rondhuur-ordonnantie” (Staatsblad1918 No. 88) dan „Vorstenlandsch G rondhuur- reglement” (Staatsblad 1918 No. 20) sem entara belum diganti dengan peraturan U ndang- undang baru. perlu diubah dan ditambah un­tuk memberi ketentuan-ketentuan sesuai dengan kebutuhan m asjarakat dalam m asa- peralihan ini :

b. bahwa ketentuan-ketentuan tentang minimum uang-sewa tanah jan g dimaksudkan dalam pa­sal 8 ajat 1 huruf b ,,Grondhuur-ordonnantie‘‘ dan pasal 15 ,,Vorstenlandsch Grondhuurregle- m ent” tersebut perlu didjalankan djuga terha- dap perdjandjian sewa tanah selainnja jang dimaksudkan oleh pasal-pasal tersebut ;

c. bahwa peraturan-peraturan tentang peneta­pan minimum uang-sewa tanah termuat dalam ..Gouvernementsbesluit” tanggal 15 P e- bruari 1918 No. 68 (Bijblad No. 9030 jo. Bijblad No. 9089 dengan ssgala perubahannja) dan ..Gouvernementsbesluit” tanggal 15 Djanuari 1918 No. 39 (Bijblad No. 9029 dengan segala perubahannja) harus diganti atas dasar lain ;

d. bahwa kekuasaan untuk m enetapkan per­aturan-peraturan tentang m inim um uang- sewa tanah atas dasar lain, dapat diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri setelah m enda- pat persetudjuan Menteri Pertanian ;

e. b a h w a b e rh u b u n g d e n g a n k e a d a a n -k e a d a a n ja n g m e n d e sa k m e n g in g a t m u s im ta n a m teb u ta h u n 1951/1952 p e r a tu r a n in i p e r lu seg era d ite ta p k a n d e n g a n U n d a n g -u n d a n g D a r u r a t ;

Mengingat : pasal 96 dan pasal 142 U ndang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

66

Page 69: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

M e m u t u s k a nMenetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT UNTUK MENGUBAH GROND-HUUR-ORDONNANTIE" (STAATSBLAD 1918 No 88) DAN..VORSTENLANDSCH GRONDHUURREGLEMENT” (STARTS

BLAD 1918 No. 20)

Pertama. Sesudahnja pasal 8 rrGrondhuur-ordonnantie” (Staatsblad 1918 No. 88) diadakan dua pasalv-baru, ja ’ni pasal 8a dan 8b jang bunjinja sebagai berikut

Pasal 8aMenjimpang dari ketentuan-ketentuan dalam

pasal 4 dan 8 serta peraturan-peraturan lain jang bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 8a ini. maka buat tanaman tebu dan tanaman lain-lain jang ditetapkan oleh Menteri Pertanian, didalam hal ini bila perlu atas usul Dewan Pemerintah Daerah Propinsi bagi daerahnja masing-masing, perdjandjian sewa tanah jang dimaksud dalam pasal 1 hanja diperbolehkan buat paling lama satu tahun untuk tanaman jang umurnja kurang dari waktu itu. sedang untuk tanaman jang menghadjatkan waktu lebih dari satu tahun, hanja dibolehkan buat sela- ma umur tanaman tadi menurut kebiasaannja.

Pasal 8bBuat persewaan tanah tersebut dalam pasal 8a

oleh Menteri Dalam Negeri dengan persetudjuan Menteri Pertanian diadakan peraturan-peraturan tentang uang-sewa tanah, dengan mengingat perbe- daan djenis dan banjaknja hasil tanah masing- masing.

Kedua : Sesudah pasal 15 ,,Vorstenlandsch Grondhuurregle- ment (Staatsblad 1918 No. 20) diadakan dua pasal baru, ja'ni pasal 15a dan 15b jang bunjinja sebagai berikut :

Pasal 15a

Menjimpang dari ketentuan-ketentuan dalam pa­sal 15 serta peraturan-peraturan lain jang berten­tangan dengan ketentuan dalam pasal 15a Ini. maka buat tanaman tebu dan tanaman lain-lain jang di-

67

Page 70: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

tetapkan oleh Menteri Pertanian, perdjandjian sewa tanah jang dimaksud dalam pasal 5b, hanja d ipei- bolehkan buat paling lama satu tahun untuk tanam - an jang umurnja kurang dari waktu itu, sedans untuk tanaman jang m enghadjatkan waktu lebih dari satu tahun, hanja dibolehkan buat selama umur tanaman tadi menurut kebiasaannja.

Pasal 15b

Buat persewaan tanah tersebut dalam pasal 15a oleh Menteri Dalam Negeri dengan persetudjuan Menteri Pertanian diadakan peraturan-peratuian tentang uang-sewa tanah, dengan m engingat perbe- daan djenis tanaman dan banjaknja hasil tanan masing-masing.

Ketiga : Undang-undang Darurat ini mulai berlaku padahari diundangkan. .

Agar supaja setiap orang dapat m engetahum ja, memerintahkan pengundangan U ndang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-D jakarta pada tanggal 2 Maret 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

PERDANA MENTERI, MOHAMMAD NATSIR

MENTERI DALAM NEGERI, ASSAAT

MENTERI PERTANIAN, TANDIONO MANU

Diundangkan pada tanggal 3 Maret 1951MENTERI KEHAKIMAN,

WONGSONEGORO

68

Page 71: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

TENTANGMENGUBAH ..GRONDHUUR-ORDONNANTIE” (STAATSBLAD 1918 No. 883 DAN ..VORSTENLANDSCH GRONDHUUR-

REGLEMENT” (STAATSBLAD 1918 No. 20)Perubahan dalam peraturan-peraturan tentang persewaan

tanah diusulkan dengan Undang-undang Darurat, karena waktu untuk mulai penanaman tebu buat tahun 1951/1952 sudah amat mendesak. Sesungguhnja perubahan ini sudah sedjak peitengahan tahun 1950 dirasa perlu, tetapi perunding- an-perundingan dengan organisasi tani dan fihak pengusaha pabrik sedemikian lambat djalannja, hingga sampai kinipun belum tertjapai persetudjuan bulat antara kedua fihak. Dalam pada itu Pemerintah menginsafi, bahwa penghatsilan gula bagi negara dan rakjat sangat pentingnja, buat rakjat karena kon- sumsi gula termasuk bahan makanan jang tidak dapat diting- galkan ; bagi negara karena perusahaan-gula mendjadi salah satu sumber deviezen pula. Mengingat pentingnja perusahaan- gula itu maka Pemerintah berpendapat, bahwa dalam soal persewaan tanah jang belum dapat dipetjahkan dengan usaha perundingan tadi. Pemerintah harus menentukan sikapnia jang tegas.

Menurut peraturan lama (.Staatsblad 1918 No. 88 dan Staats­blad 1918 No. 20) maka sewa-menjewa tanah dari rakjat kepada perusahaan-gula didasarkan azas suka-rela. Sungguhpun demikian, oleh karena rakjat tani adalah fihak jang lemah menghadapi pengusaha jang bermodal besar, maka dalam per­aturan jang lama itu diadakan ketentuan-ketentuan untuk melindungi kepentingan pemilik tanah. Sebaliknja ada pula ketentuan untuk mendjamin, supaja pabrik mendapatkan tanah setjukupnja. Kedua maksud itu digabungkan mendjadi suatu peraturan, jalah jang menetapkan akan adanja m ini­mum uang-sewa untuk persewaan tanah dengan kontrak pan- djang. Penetapan minimum sewa itu tidak berlaku buat per­sewaan tanah jang hanja buat satu atau dua tahun sadja.

Pada sekarang ini Pemerintah berpendirian. bahwa Undang- undang persewaan tanah tahun 1918 No. 88 (buat di-Solo dan Jogjakarta Undang-undang tahun 1918 No. 20) perlu diganti baru, karena dasar sewa-menjewa tidak dapat dipakai se- terusnja untuk mewudjudkan perusahaan-gula sebagai „Be- langengemeenschap". Sementara Undang-undang baru itu be­lum terbentuk, Pemerintah tidak menghendaki adanja persewaan tanah dengan kontrak pandjang; bahkan hanja dapat mengidzinkan sewa-tanah buat paling lama satu musim.

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 6 TAHUN 1951

69

Page 72: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dengan hanja ada kemungkinan sewa-tanah buat satu m u- sim peraturan minimum sewa tanah tidak dapat dipakai la0i. t in - hanja berlaku buat kontrak pandjang. P u n perhUungan minimum menurut tjara lama tidak dapat disetudjui Pem enntali pula, karena memang ’ upaj^dasar perhitungan itu ialah mendjammdjangan sampai mendapat uang sewa jang teUalu *el^ all_ Demikianlah minimum-sewa tanah menurut peiatuua /itu sengadja diperhitungkan „aan de lage kant , pacla az^ n ja si-tani boleh menuntut sewa jang lebih tmggi, sekalipun dida- lam prakteknja djarang tertjapai itu. ,

Maksud Pemerintah sekarang ialah, m endjam m * ePaaa rakjat tani, supaja mendapat uang sewa jang seimbang dengan penghasilan perusahaan gula ; artinja supaja keuntungan J o ditjapai oleh pabrik itu ikut dirasakan djuga oleh sipemilik tanah. Djaminan sewa itu mengharuskan kepada pabiiK su­paja menjewa dengan harga jang ditetapkan Pemenn > ”bawahnja itu tidak mungkin, atau pabrik tidak ™enjewa tanah. Tetapi pun sitani sekarang terikat ; kala.u 1a men3®*a" kan tanah, maka sewanja tidak boleh lebih dan penetapan Pemerintah itu djuga ; atau ia tidak menjewakan tanan.

Dengan psndirian jang tegas itu m udah-m udahan keragu- raguan fihak tani maupun pengusaha dapat disingkirkan. M e­nurut perhitungan Kementerian Pertanian dengan penetapan minimum sebagai jang diusulkan ini, pabrik masih mendapat tjukup keuntungan dan tiadalah alasannja untuk m enghenti- kan perusahaan.

Page 73: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DA R U R A T No, 7 TAHUN 1951

TEN TANGM EM PERPANDJANG W A K TU BERLAK U N JA A TU R A N -

HUKUMAN TERM AK SU D D A LA M PASAL 3 A JA T 2 ORDONANSI (STAATSBLAD 1948 No. 141)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa perlu untuk dengan segera memper­pandjang waktu berlakunja aturan-hukuman, termaksud dalam pasal 3 ajat 2 Ordonansi (Staatsblad 1948 No. 141) ; °

Mengingat : pasal 9fi Undang-undang Dasar Sementara Re- publik Indonesia ;

M e m u t u s k a nMenetapkan :UNDANG-UNDANG DARURAT UNTUK MEMPERPANDJANG

WAKTU BERLAKUNJA ATURAN-HUKUM ANT^SSSraUD DALAM PASAL 3 AJAT 2 ORDONANSI

(STAATSBLAD 1948 No. 141)

Pasal 1Tahun 1951 jang tersebut dalam pasal 3 ajat 2 Ordonansi

(Staatsblad 1948 No. 141) diubah mendjadi tahun 1952.

Pasal 2Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada tanggal

1 Djanuari 1951.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­

kan pengundangan Undang-undang Darurat ini den*an pe- nempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesiar

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 28 Pebruari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA MENTERI. MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEHAKIMAN, WONGSONEGORO

Diundangkan pada tanggal 28 Pebruari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

71

Page 74: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

TENTANGMEMPERPANDJANG WAKTU BERLAKUNJA ATURAN-

HUKUMAN TERMAKSUD DALAM PASAL 3 AJAT 2 ORDONANSI (STAATSBLAD 1948 No. 141)

Dalam tahun 1948, berhubung dengan keadaan-keadaan jang luar biasa dinegeri ini dalam lapangan ekonomi, Pemerin­tah Indonesia telah berpendapat dan menganggap perlu dan harus meninggikan untuk sementara waktu hukuman setinggi- tingginja jang dapat didjatuhkan menurut pasal 19 Ordonansi- Devisen 1940 Staatsblad Indonesia 1940 No. 205 seba" a^,cll<Je^ 5 o kan lebih landjut dalam pasal 1 dan pasal 2 Staatsblad 1948 No. 141.

Peninggian sementara ini ditentukan dalam pasal 3 kalima2 Ordonansi tersebut belakangan, dimana ditetapkan, banwa jang ditentukan dalam pasal 1 hanja berlaku sampai1 Djanuari 1951.

Kirania tidak perlu diterangkan lebih landjut, bahwa alasan- alasan jang menjebabkan ketika itu meninggikan hukuman paling tinggi jang dapat didjatuhkan masih tetap berlaku , o e i karena itu maka adalah sangat peorlu untuk memperpandjang waktu tersebut.

Pasal-pasal ini tiada perlu dldjelaskan lebih landjut.

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 7 TAHUN 1951

72

Page 75: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 8 TAHUN 1951

TENTANGPERUBAHAN REGLEMENT A JANG DILAMPIRKAN PADA.

RECHTENORDONNANTIE (STBL. 1931 No. 471)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang: a. bahwa berhubung dengan adanja congestiebarang-barang muatan dalam gudang-gudang- penimbun dipelbagai kantor-kantor "pabean, dianggap perlu dalam djangka pendek sen^en- tara merubah dan menambah Reglement A jang dilampirkan pada Rechtenordonnantie (Stbl. 1931 No. 471) ;

b. bahwa karena keadaan jang mendesak. peru­bahan tersebut diatas itu perlu segera* diadakan ;

Mengingat : pasal 9G dan pasal 117 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia :

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN REGLEMENT A JANG DILAMPIRKAN PADA RECHTENORDONNANTIE '

(STBL. 1931 No. 471)

Pasal IReglement A jang dilampirkan pada Rechtenordonnantie

Stbl. 1882 No. 240, jang diumumkan lagi dengan Stbl. 1931 No. 471, sebagaimana ordonnantie ini kemudian diubah dan ditam- bah terachir dengan Undang-undang Darurat No. 2 tahun1951 (Lembaran Negara No. 10)‘ untuk sementara diubah dan ditambah sebagai berikut :

ASesudah pasal 17, sedang pasal-pasal 17a dan 17b diubah

mendjadi 17b dan 17c, untuk sementara ditambahkan pasal baru jang bunjinja sebagai berikut:

Pasal 17a ’ ''Menteri Keuangan, atas usul Kepala Kantor Djawatan Bea

dan Tjukai dengan menjimpang dari apa jang telah ditetapkan dalam ajat keenam pasal dimuka, untuk tempat-tempat, di­mana tidak ada entrepot atau tempat-tempat dimana berhu-

73

Page 76: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

bung dengan maksimumnja penimbunan dalam entrepot tidak mungkin ditimbunkan lagi barang-barang lain, dapat menetap- kan, bahwa barang-barang, jang dalam tempo jang telah di­tentukan tidak dikeluarkan dari gudang-gudang-penimbun, oleh suatu komisi, jang diangkat oleh Dewan Ekonomi Keuang­an dan didalamnja duduk Kepala Kantor Djawatan Bea dan Tjukai sebagai anggauta, dapat disimpan dan didjual dalam tempo jang ditentukan komisi tersebut, dengan ongkos dan kerugian atas tanggungan jang berkepentingan.

Pendjualan dilakukan dimuka umum, setelah barang-barang itu didaftarkan oleh Pemerintah.

Hasil pendjualan, setelah dipotong dengan djumlah pemu- ngu^an-pemungutan, padjak-padjak dan ongkos-ongkos, disim­pan di Kas Negeri dan selama 6 bulan sesudahnja hari penjim - panan barang-barang, tetap tersedia untuk jang berkepentingan. Bilamana ia kemudian tidak djuga menguasainja atas hasil bersih dari pendjualan itu, maka djumlah ini diperhitungkan sebagai pendapatan Negara.

Tentang pendjualan barang-barang akan ditetapkan pera- turan-peraturan oleh komisi jang dimaksudkan dalam ajat satu” .

Pasal II

Undang-undang Darurat ini mulai 'berlaku pada hari diun­dangkan dan berlaku surut sampai tanggal 5 Mei 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerin­tahkan pengundangan U n d a n g -u n d a n g Darurat ini d e n g a n penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 21 Mei 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,MOHAMMAD HATTA

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 26 Mei 1951

MENTERI KEHAKIMAN,MUHAMMAD YAMIN

74

Page 77: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 8 TAHUN 1951

TENTANGPERUBAHAN REGLEMENT A JANG DILAMPIRKAN PADA

RECHTENORDONNANTIE (STBL. 1931 No. 471)

Penambahan Reglement A dengan pasal 17a, seraja merubah pasal-pasal 17a dan 17b masing-masing mendjadi 17b dan 17c bertudjuan mentjiptakan suatu dasar perundang-undangan agar dapat riiusahakan supaja roneestie baraner-banms muatan dipelbagai tempat-tempat pelabuhan di-Indonesia dilenjapkan dalam djangka pendek. Menurut peraturan-peraturan jang ada maka para importir — jang karena satu dan lain sebab, barang- barangnja tidak dalam tempo jang ditetapkan dapat atau mau mengatur pemasukannja dan membawanja keluar — dapat menuntut kemungkinan, termaksud dalam pasal 17 ReglementA. untuk menunda pembajaran bea-bea dengan menimbun barang-barang dalam entrepot-umum.

Karena sebagai akibat peperangan ditempat-tempat pela­buhan tiada terdapat entrepot-entrepot-umum dan djika ada, hanja mempunjai maksimum penimbunan jang sangat terba- tas, maka karena penambahan ini, para importir diwadjibkan untuk mengeluarkan barang-barangnja dari gudang-gudang dalam tempo termaksud dengan antjaman akan didjual Peme­rintah dimuka umum dengan segala akibat-akibatnja jang akan merus-'kan pada mereka.

75

Page 78: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 9 TAHUN 1951

TENTANGMEMPERPANDJANG BERLAKUNJA OPCENTEN ATAS

BEBERAPA MATJAM TJUKAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang: bahwa perlu diadakan perpandjangan waktutambahan pokok padjak atas tjukai gula, biei, gedistilleerd, petroleum beserta gasoline, petro- leum-benzine dan distillaten minjak tanah lain­nja, seperti tertera dalam ordonansi-ordonansi jang berturut-turut dimuat dalam :Staatsblad 1949 No. 223 ;Staatsblad 1949 No. 232 ;Staatsblad 1949 No. 233 ;Staatsblad 1949 No. 236 ;

baliwa karena keadaan-keadaan jang m cnde- sak perpandjangan waktu tambahan pokok padjak tersebut diatas perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal-pasal 96 dan 117 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT UNTUK MEMPERPANDJANG BERLAKUNJA OPCENTEN ATAS BEBERAPA

MATJAM TJUKAI

Pasal 1

Anak kalimat ,.tijdelijk tot 1 Juli 1951” dalam :

A. pasal 2 dari ordonansi 22 Agustus 1949, jang dimuat dalam Staatsblad 1949 No. 223 :

B. pasal 2 ajat 2 dari ordonansi 29 Agrustus 1949, jang dimuat dalam Staatsblad 1949 No. 232 ;

C. pasal 1 dari ordonansi 29 Agustus 1949, jang dimuat dalam Staatsblad 1949 No. 233 dan

D. pasal 1 ajat 2 dari ordonansi 5 September 1949, jang dimuat dalam Staatsblad 1949 No. 236,

diubah mendjadi „tot 1 Januari 1954” .

76

Page 79: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2

U n d an g-u n d an g Darurat in i mulai beraku pa-da hari riinn- dangkan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djuli 1951

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Undang-undang Darurat ini deno^i penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesil

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 9 Djuli 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MOHAMMAD HATTA

MENTERI KEUANGAN JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 11 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN a i„ M. A. PELLAUPESSY

77

Page 80: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

Untuk menambah pendapatan Negara, berhubung dengan keadaan keuangan Negara jang menjedihkan, maka da.lam tahun 1949 diadakan tambahan pokok padjak (opcenten) sementara atas beberapa barang jang dikenakan tjukai.

Tambahan pokok padjak atas tjukai tadi mengenai barang-barang sebagai berikut ;

tjukai gula sebesar Rp. 6,— per 100 kg. ditambah dengan350 opcenten ;tjukai bier, gedistilleerd, minjak tanah dan bensm, bei- turut-turut sebesar Rp. 15,— per hi., Rp. 200. per h.. dengan 50% alcohol, Rp. 3,50 per hi. dan Rp. 10— per m ., ditambah dengan 100 opcenten.

Keadaan keuangan Negara dewasa ini tidak mengidinkan untuk melgpaskan pendapatan-pendapatan sementara tersebut diatas.

Berhubung dengan ini, maka dengan Undang-undang Da­rurat ditetapkan berlakunja peraturan-peraturan tambahan pokok padjak termaksud diperpandjang untuk sementara waktu hingga 1 Djanuari 1954.

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 9 TAHUN 1951

78

Page 81: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 10 TAHUN 1951

TENTANGPENTJABUTAN KEMBALI PERATURAN GADJI MILITER 1950

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang: l. bahwa Undang-undang Darurat Republik

Indonesia Serikat No. 5 tahun 1950 perlu d i- tjabut kem bali;

2. bahwa karena fceadaan-keadaan jang m ende- sak pentjabutan kembali itu perlu ser-era ditetapkan; ^

Mengingat : pasal-paaa 1 142 dan 96 Undang-undang DasavSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENTJABUTAN KEMBALI PERATURAN GADJI MILITER 1950

Pasal 1Undang-undang Darurat Republik Indonesia Serikat No 5

tahun 1950 tentang Peraturan Gadji Militer 1950 ditiabut kembali. J

Pasal 2Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada t a n ^ t

1 Djanuari 1951. 0:3Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penem ­patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 23 Djuli 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESL4. MOHAMMAD HATTA PERDANA MENTERI

SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO MENTERI PERTAHANAN

SEWAKA MENTERI KEUANGAN,

JUSUF WIBISONODiundangkan

pada tanggal 24 Djuli 1951 MENTERI KEHAKIMAN a.i.,

M, A. PELLAUPESSY

T jatatan : Untuk peraturan gadji Angkatan D arat hendaknia dilihatP.P. N o . : 50 /1951 .

79

Page 82: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 11 TAHUN 1951

Menimbang:

TENTANGMENETAPKAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG DARURAT No. 19 TAHUN 1950 UNTUK PARA ANGGAUTA TENTARA

ANGKATAN LAUT DAN ANGKATAN UDARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. bahwa Undang-undang Darurat No. 19 tahun 1950 tentang Peraturan Pemberian Pensiun dan Onderstand kepada para anggauta ten- tara Angkatan Darat, sebagai termaktub da­lam Lembaran Negara No. 28 tahun 1950, perlu ditetapkan berlaku djuga untuk para anggau­ta tentara Angkatan Laut dan Angkatan Udara ;

2 bahwa karena keadaan-keadaan jang m ende- sak berlakunja Undang-undang Darurat ter­sebut diatas untuk para anggauta tentara Angkatan Laut dan Angkatan Udara perlu segera ditetapkan :

pasal 36 dan pasal 96 U n d a n g -u n d a n g Dasar Sementara Republik Indonesia dan pasal 7 Undang-undang Darurat No. 4 tahun 1950 (Lem­baran Negara No. 5 tahun 1950) ;

Mengingat :

Mendengar : Dewan Menteri :

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENETAPAN BER­LAKUNJA UNDANG-UNDANG DARURAT No. 19 TAHUN 1950 UNTUK PARA ANGGAUTA TENTARA ANGKATAN LAUT DAN

ANGKATAN UDARA

Pasal I

Semua ketentuan termuat dalam Undang-undang .Darurat No. 19 tahun 1950 tentang peraturan pemberian pensiun dan onderstand kepada para anggauta tentara Angkatan Darat sebagai termaktub dalam Lembaran Negara No. 28 tahun 1950, berlaku djuga untuk para anggauta tentara Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Page 83: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal II

Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada tan0'0'^!4 April 1950.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan pe- nempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 24 Agustus 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERTAHANAN,SEW AKA

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 28 Agustus 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

U. U. 1951 — 6&1

Page 84: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No 12 TAHUN 1951

TENTANGm e n g u b a h „o r d o n n a n t ie t i j d e l u k b b ij z o n d e r e

STRAFBEPALINGEN’’ (STAATSBLAD 1948 No 17) DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DAHULU

No. 8 TAHUN 1948

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa terhubmTg d” ^ " e^ er| ta h a ndioandang parlu untuK mtng^d-akan perubahan- p S S S S dalam „ O r d o r m x * t l * ^ ^ 1 7 )d ™ U n d ^ i S d S g R e p u b lik In d o n e s ia d a h u lu

M entobangMengingat : a. ^ 9 6 .b ordonnantie Tijdelijke Bijzondere Straftoe-

palingen” (Staatsblad 1948 No. 17) ;c. Undang-undang Republik Indonesia dahulu

No. 8 tahun 1948 ;M e m u t u s k a n :

A. Menetapkan :UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG MENGUBAH

ORDONNANTIE TIJDELIJKE BIJZONDERE STRAF- ’ ^PA LIN G E N ” (STAATSBLAD 1948 No. 17) DAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DAHULU No. 8 TAHUN 1948

Pasal 1

(1) Barang siapa, jang tanpa hak memasukkan ke-Indone- sia, membuat, menerima, m entjoba memperoleh, m enje- rahkan atau mentjoba menjeranitan, menguasai, m em - bawa, mempunjai persediaan padanja atau miempunjai dalam miliknja, menjimpan, mengangkut, m enjem bu- njikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu sendjata apl, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman m ati atau hukuman pendjara seumur hidup atau hukuman pen­djara sementara setinggi-tingginja dua puluh tahun.

Page 85: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Jang dimaksudkan dengan pengertian sendjata api dan munisi termasuk djuga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ajat 1 dari Peraturan Sen­djata Api (Vuurwapenregelins : in-, uit-, doorvoer en lossing) 1936 (Staatsblad 1937 No. 170), jang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Staatsblad No. 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu sendjata-sendjata jang njata-njata mempunjai tudjuan sebagai barang kuno atau barang jang adjaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu sendjata jang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa, sehingga tidak dapat dipergunakan

(3) Jang dimaksudkan dengan pengerwan bahan-hahan peledak termasuk semua barang jang dapat m edak. jang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 18 Sep­tember 1893 (Staatsblad 234), jang telah diubah ter- kemudian sekali dengan Ordonnantie tanggal 0 Mei 1931 (Staatsblad No. 168), semua djenis mesiu, bom-bom bom-bom pembakar, randjau-randjau (mijnen), granat- granat tangan dan pada umumnja semua bahan pele­dak, baik jang meruoakan luluhan kimia tunggal (enkelvoudige chemische verbindlngen), maupun jang merupakan adukan bahan-bahan peledak (explosieve mengsels) atau bahan-bahan pelsdak pemasuk (inlei- dende explosieven), jang dipergunakan untuk meledak- kan lain-lain barang peledak, sekadar belum termasuk dalam pengertian munisi.

Pasal 2

(1) Barang siapa jang tanpa hak memasukkan ke-Indone~ sia, membuat. menerima, mentjoba memperolehnja, m e­njerahkan atau mentjoba menjerahkan, menguasai. membawa, mempunjai persediaan padanja atau m em ­punjai dalam miliknja, menjimpan, mengangkut, me- njembunjikan, memperguna-Kitn a.aum engduarkan dari Indonesia sesuatu sendjata pemukul, sendjata penikam atau sendjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman pendjara seitinggi-tingginja sepuluh tahun.

(2) Dalam pengertian sendjata pemukul, sendjata penikam atau sendjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang jang njata-njata dimasukkan untuk dipergunakan guna pertanian atau untuk pekerdjaan- pekerdjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan sjah pekerdjaan atau jang njata- njata mempunjai tudjuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang adjaib (merkwaardigheid).

83

Page 86: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 3Perbuatan-perbuatan jang dapat dihukum menurut Un­

dang-undang Darurat ini dipandang sebagai ked.iahatan.

Pasal 4

(1) Bilamana sesuatu perbuatan jang dapat dihukum m e­nurut Undang-undang Darurat ini dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan hukum, maka penuntutan dapat dilakukan dan hukuman dapat didjatuhkan ke-

i> pada pengurus atau kepada wakilnja setempat.(2) Ketentuan pada a jat 1 dimuka berlaku djuga terhadap

badan-badan hukum, jang bertindak selaku pengurus atau wakil dari suatu badan hukum lain.

Pasal 5(1) Barang-barang atau bahan-bahan, dengan mana atau

terhadap mana sesuatu perbuatan jang terantjam hu­kuman pada pasal 1 atau 2, dapat dirampas, djuga bilamai^a barang-barang itu tidak kepunjaan si- tertuduh.

(2) Barang-barang atau bahan-bahan, jang dirampas m e­nurut ketentuan ajat 1, harus dirusak, ketjuali apabila terhadap barang-barang itu oleh atau dari pihak Men­teri Pertahanan untuk kepentingan Negara diberikan suatu tudjuan lain.

Pasal 6(1) Jang diserahi untuk mengusut perbuatan-perbuatan

jang dapat dihukum berdasarkan pasal 1 dan 2 selain dari orang-orang jang pada umumnja telah ditundjuk untuk mengusut perbuatan-perbuatan jang dapat di­hukum djuga orang-orang, jang dengan peraturan Undang-undang telah atau akan ditundjuk untuk mengusut kedjahatan-kedjahatan dan pelanggaran- pelanggaran jang bersangkutan dengan sendjata api, munisi dan bahan-bahan peledak.

(2) Pegawai-pegawai pengusut serta orang-orang jang mengikutinja senantiasa berhak memasuki tem pat- tempat jang mereka anggap perlu dimasukinja untuk kepentingan mendjalaankan der>'?an saksama tugas mereka. Apabila mereka dihalangi memasuknja, mereka djika perlu dapat meminta bantuan dari alat kekuasaan.

B. Menetapkan, bahwa segala peraturan atau ketentuan- ketentuan dari peraturan-peraturan jang bertentangan dengan Undang-undang Darurat ini tidak bsrlaku.

84

Page 87: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

C ' unda1S a n danS D ai'U‘'a t “ muIai bsrIaku Pada harl di-Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja memermtah

kan pengundangan Undang-undang- Darurat ini d e n ia l nempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 1 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO

PERADANA MENTERI. SOEKIMAN WIRJOSANDJOSO

MENTERI DALAM NEGERI. ISKAQ TJOKROHADISURJO

MENTERI PERTAHANAN, SEWAKA

Ketentuan terachir

MENTERI KEHAKIMAN a.i., M. A. PELLAUPESSY

Diundangkan pada tanggal 4 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i., M. A. PELLAUPESSY

Page 88: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANG

B U R S A

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

bahwa berhubung dengan perkeinbangan pere- konomian dan keuangan dewasa ini adalah perlu untuk membuka kembali bursa di-D jakarta °agi perdagangan uang dan effek-effek dan^ untuk keperluan itu mengadakan peraturan centang bursa termaksud ;

bahwa karena keadaan-keadaan jang mendesak, peraturan tersebut diatas perlu segera diadakan ;

pasal 96 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan pasal 59 Kitab Hukum D agan g;

M e m u t u s k a n :

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 13 TAHUN 1951

Menetapkan :UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG BURSA

Pasal 1

Jang dimaksudkan dengan bursa dalam arti Undang-undang ini ialah bursa-bursa perdagangan di-Indonesia, jang didinkan untuk perdagangan uang dan effek-effek, termasuk semua pelelangan effek-effek.

Pasal 2

Pembukaan bursa dalam arti pasal 1 hanja dapat dilakukan dengan idin Menteri Keuangan.

Pasal 3

1. Bursa itu diawasi oleh Menteri Keuangan.2. Untuk melaksanakan pengawasan dimaksud dalam ajat 1,

Menteri Keuangan berhak mengadakan peraturan-peraturan tentang :a. pembukaan dan penutupan bursa ;b. pentjatatan dan tjara-tjara berniaga dibursa.

Menimbang:

Menimbang:

Mengingat :

86

Page 89: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 4

Menteri Keuangan diberi kuasa mengambil tindakan-tindakan jang dipandangnja perlu guna kepentingan umum, guna kepen­tingan perdagangan uang dan effek-effek umumnja atau <nma kepentingan transaksi dibursa chususnja. °

Pasal 5

1. Ada suatu panitia penasehat soal-soal bursa jang an°-gauta anggautanja diangkat oleh Menteri Keuangan Dalam na nitia itu duduk seorang wakil dari De Javasche Bank dangkan sekurang-kurangnja seperdua dari djumlah 4 m L gauta-anggauta itu harus terdiri dari anggauta perserikat-Tn perdagangan uang dan effek-effek jang tk a n d S a n oleh Menteri Keuangan dengan melaksanakan nasal 4

2. Panitia penasehat soal-soal bursa meneatur +«nja ia melakukan pekerdjaannja engatur sendiri tjara-

3. Menteri Keuangan tidak akan menetanksm *peraturan sebagai dimaksud dalam pasal 3 a S ,, peraturan- tindakan-tindakan sebagai dimaksud dalam ^mendengar panitia penasehat soal-soal burs? sebelum

4 . P an itia p en aseh at soal-soal b u rsa berhnv ^ l t ,usul kepada Menteri Keuangan diika dinnnri -n USUl~ faedah atau perlu guna kenentin , dipandanSnja ber-tingan perdagangan uang dan effek-efi£k^;m gUna ■kepen~ guna kepentingan transaksi dibursa ch u su sn ja 3& ataU

Pasal 6Semua perdjandjian-perdjandiian Qhn «.

ja n g b erten ta n g a n dengan sesuatu k e te ta p a n ratu ra n -p e ra tu ra na tu ra n ja n g d ikelu arkan oleh M enteri K e u a n -a n hprnt ^Undang-undang ini batal dengan sendirinja °eidasarkan

Pasal 71. Pelanggaran sesuatu ketetapan dalam peraturan Hi

adakan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-undan^ ini atau sesuatu K etetapan dalam Undang-undang in ? mp0 nimbulkan suatu kedjahatan dan dihukum •a. djika perbuatan itu dilakukan dengan sengadja dengan

hukuman pendjara selama-lamanja satu tahun dan hn kuman denda setinggi-tingginja limaratus ribu runiah ataupun dengan salah satu dari kedua hukuman itu ■

b. djika perbuatan itu dilakukan karena kelalaian dengan hukuman kurungan selama-lamanja enam bulan dan denda setinggi-tingginja seratusribu rupiah ataupun sa­lah satu dari kedua hukuman itu.

87

Page 90: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

2 Benda-benda jang dipergunakan untuk melakukan perbuat- an jang diantjam dengan hukuman atau terhadap mana perbuatan itu dilakukan, lagi pula benda-benda peroleh karena perbuatan jang diantjam denSai^.^uk™ ^ itu, dapat dinjatakan mendjadi milik Negara, apabila be.i.la benda ’itu kepunjaan jang terhukum.

Pasal 8

1 Denda itu harus dibajar selama waktu jang ditentukan oleh pendjabat jang atas nam anja pelaksanaan keputusanh&kim itu didjalankan. , , .

2. Djika denda tidak dibajar dalam waktu jang ditentukan,maka denda itu atau sebagiannja jang tidak dibajar, dirnin- takau ganti rugi dari kekajaan siterhukum. Permmtaun ganti rugi ini dilakukan dengan melaksanakan hukuman denda itu dengan tjara jang ditetapkan dalam pelaksanaan hukuman membajar biaja sengketa. .

3. Apabila permintaan ganti rugi dari kekajaanpun tidak murickin, maka denda atau permintaan ganti rugi atau sebagiannja jang tidak dibajar, diganti dengan hukuman kurungan.

Pasal 9

1. Apabila sesuatu perbuatan jang diantjam dengan hukuman menurut Undang-undang ini dilakukan oleh atau atas na­ma sesuatu bada'n hukum, perseroan, perserikatan lain atau jajasan, maka penuntutan hukuman dilakukan dan hu­kuman-hukuman dan/atau tindakan-tindakan didjatuhkan.a. terhadap anggauta-anggauta pengurus badan hukum

acau perserikatan lainnja pesero-pesero dari perseroan, atau oranp-orang jang sesungguhnja mengurus jajasaii atau

b. terhadap wakil-wakil dari badan hukum, perseroan, perserikatan lainnja atau jajasan jang ada di-Indonesia, apabila mereka jang dimaksudkan itu tidak berada di- Indonesia.

2. Sesuatu perbuatan dilakukan oleh atau atas nama sesuatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau ja ja ­san, apabila perbuatan itu dilakukan oleh orang-orang jang — baik karena hubungan-djabatan, maupun karena lain- lain hal — bertindak dalam lingkungan pekerdjaan badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau jajasan itu, dengan tiada membeda-bedakan, apakah orang-orang itu melakukan perbuatan itu sendiri-sendiri ataupun pada m e ­reka bersama terdapat bagian-bagian dari pada perbuatan itu.

Page 91: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

3. Mereka jang tersebut dalam ajat 1 dibawah a dan b tidak didjatuhi hukuman, apabila ternjata, bahwa perbuatan jang diantjam dengan hukuman itu telah dilakukan diluar pengetahuan atau bantuannja.

4. Apa jang tersebut pada ajat 1 berlaku pula terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau jajasan, pesero, pemelihara atau wakil dari suatu badan hukiini’ perseroan, perserikatan lain atau jajasan.

5. Jang bertanggung-djawab, baik sendiri, maupun untuk se- lurunnja mengenai pelunasan dari pada segala beban uan*- jang dikenakan kepada satu atau beberapa orang jan^ dimaksud dalam ajat 1 sub a dan b berhubung dengan d’ - lakukannja sesuatu perbuatan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau ia ja- san seperti dimaksud dalam ajat itu, adalah : badan hukum. oleh atau atas nama siapa perbuatan itu telah dilakukan dengan kekajaannja. pesero-pesero dari pada perseroan dan anggauta-anggauta dari pada perserikatan lain-lain oleh ataii atas cam a siapa perbuatan itu telah dilakukan dengan kekajaan perseroan atau perserikatan itu, dan jang berhak atas jajasan, oleh atau atas nama siapa perbuatan itu telah dilakukan dengan kekajaan jajasan.

6. Apa jang ditentukan dalam pasal 3 ajat 1 dan 2 berlaku pula terhadap pelunasan permintaan ganti rugi atas keka­jaan badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain dan jajasan atau kekajaan-kekajaan lain iang dapat dikenakan permintaan ganti rugi itu.

Pasal 10Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari

diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerin-

tahkan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 1 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

MENTERI KEHAKIMAN a.i..M. A. PELLAUPESSY

Diundangkan pada tanggal 8 September 1951 MENTERI KEHAKIMAN a.i.,

M. A. PELLAUPESSY

89

Page 92: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

p e n d j e l a s a n

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 13 TAHUN 1951

TEN TANG

B U R S A

Sesudah perang kebutuhan untuk membuka kembali perda- "ansan effek-effek di-Indonesia atjap kali terasa, supaja de ngan djalan demikian dapat dihapuskan rintangan-rmtangan jang'masih terdapat dalam bagian dari lapangan dan keuangan in i ; disamping itu dapat <dipenuhi kebutuhan, baik dari mereka jang hendak m enajiam modal ja, maupun dari mereka jang hendak mendjual e ff®kn]a.

Kprmmekinan-kemunekinan untuk men an am modal dinegeri i n f d S S f waktu seTud^ perang adalah sedikit dan terdiri tidak lain daripada pembelian barang-baian* t da bergerak dengan harga jang sangat tinggi, pembelian surat surat perbendaharaan dengan pengeantian bunga jang agak rendah dan simpanan-simpanan dlbank dengan bunga deposito jang amat rendah sekali. Oleh karena sedikimja kemungkman- kemungkinan untuk menanam modal itu, maka untuk m eng- hindarkan diri daripada risiko-risiko moneter, penanam modal kebanjakan terpaksa mentjari kemungkinan-kemungkinan tadi dalam barang-barang, jang pada hakekatnja tidak mendjadi sasaran para penanam modal sematjam ini.

Badan-badan penanam modal jang oleh peraturan-peraturan tentang devisen terpaksa menahan sebagian besar uang jang dipertjajakan kepadanja dinegeri ini, hanjalah dapat m en­djalankan pekerdjaannja dengan baik, djika mereka diben ke- sempatan menanam modalnja dengan keuntungan jang pantas dan memperhatikan differensiasi dan pembagian risiko jang dibutuhkan.

Pemilik-pemilik effek-effek jang karena sesuatu sebab hen­dak melepaskan sebagian dari pada m iliknja terpaksa, karena tidak ada suatu perdagangan bursa bebas dinegeri ini, m engi- rimkan effek-effeknja ke Nederland untuk didiual dibursa d i- Amsterdam ataupun mendjual dibawah tangan disini dengan idin istimewa dari Lembaga Devisen. Pendjualan dibursa Amsterdam adalah merugikan bagi nendiual-nendiual itu, ter- utama untuk effek-effek jang kurang laku jang pada chusus- nja bertjorak Indonesia, dan jang -berbunji dalam uang Indo­nesia dan di-Nederland mempunjai pasar jang sempit, sedang- kan di-Indonesia mungkin mendapat pasar jang lebih luas. Hal ini berlaku djuga untuk pendjualan dibawah tangan d i- Indonesia, tidak hanja karena memans tidak mungkin ada pembentukan kurs jang baik, tetapi djuga oleh karena idin

90

Page 93: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

jang dimaksud .hanja diberikan untuk pendjuaian berdasarkan tjatatan jang- kira-kira sebesar tiatatan di-Amsterdam Selan- djutnja idin itu diberikan kepada badan-badan penanam m o­dal jang kebanjakan tidak membeli effek-effek jang kurangicLiCLl.

Berdasarkan uraian tersebut diatas ini teranglah bahwa pada azasnja pembukaan kembali perdagangan bursa jang be­bas adalah kepentingan umum jang memenuhi suatu kebutuh- an jang sangat dirasakan, baik dilihat dari sudut permintaan maupun dari sudut penawaran effek-effek

Walaupun kesulitan-kesulitan tadi telah lama diketahui tetapi masih terdapat pelbagai keberatan-keberatan untuk membuka kembali suatu perdagangan bursa jang bebas, teru- tama djika dilihat dari sudut moneter, oleh karena perbedaan- perbedaan antara harga-harga uang Indonesia jang bebas danJa^ ^ ^ erl? fd^ negeri asing’ munSkin menimbulkan suatu perbandingan buruk jang tidak beralasan antara effek-effek jang berbunji dalam rupiah Indonesia dan jang niempuniai tjorak jang agak lebih international. Oleh karena itu kedu­dukan rupiah Indonesia akan tertjatat terlalu lemah dalam tjatatim bursa. Sebaliknja sistim bursa dengan ..stopkoersen” aga ku;rang jtepat, oleh karena dengan demikian tidaklah men urangi keberatan-keberatan perdagangan bursa jang terlalu terbatas, sedangkan sebaliknja kurs-kurs ini akan mem-

a k Z d a p a t amt“ rangan’ PU" dalam bebel'apa hal tidakKebutuhan sangat untuk djuga dapat menempatkan emisi-

emisi dalam negeri dipasar di-Indonesia, jang dapat menarik lagi perhatian umum terhadap pengeluaran modal baru atau

?-JairU asalkan objek-objek itu tjukup menarik m e- njebabkan tidak adanja bursa lebih terasa. Disamping kebu- tuhan akan modal dari luar negeri dipasar-modal luar negeri maka keadaan membuktikan, bahwa penanaman modal bangsa Indonesia harus djuga diturutkan serta dalam menjediakan medal bagi Indonesia.

Dapat disebut disini misalnja mendirikan bank-bank baru, menjediakan kredit untuk keperluan pembangunan perekonomian dan sebagainja. Keinginan penanam modal bangsa Indonesia untuk ikut serta menjediakan modalnja ti­dak boleh dibatasi karena tidak adanja bursa, dimana kare­na alasan-alasan likwiditet atau lain-lain alasan umum dapat melepaskan lagi miliknja.

Karena pelbagai sebab Pemerintah Prefederal belum dapat membuka suatu bursa uang dan effek-effek jang bebas di- Indonesia. Sebab-s&bab jang terpenting, ialah belum adanja keamanan dan keadaan moneter jang gojang. Akan tetapi sesudah penjerahan kedaulatan dan setelah pertuaran-pera- turan mengenai devisen dan penjehatan uang telah didjalankan

91

Page 94: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dalam bulan Maret 1950, perlulah sekiranja mengatur lebih landjut pembukaan kembali bursa itu. Sebagai faktor ja.ng penting djuga bagi Pemerintah, ialah bahwa pengeluaran pin- djaman Negara 1950 harus disusul segera dengan tjatatan kurs jang resmi. Perundingan-perundingan persiapan telah dilaku­kan oleh bank-bank jang telah ditetapkan sebagai penjimpan effek-effek dengan seorang wakil dari Lembaga Devisen. Telah dipertimbangkan, bahwa perdagangan effek-effek seperti clila- kukan oleh makelar-makelar dahulu dan bank-bank partikelir dibawah pimpinan Perhimpunan Dagang iHandelsverenigingen) di-Djakarta dan tergabung dalam Perkumpulan Perdagangan Effek-effek, tidaklah dapat begitu sadja dihidupkan kembali. Lagi pula perkumpulan tersebut jang telah berdiri semendjak 1912 telah bubar dengan sendirinja pada tahun 1941. karena hak berdirinja selama 29 tahun telah lampau. Achirnja kedu­dukan bank-bank jang telah berobah setjara fundamentil da­lam urusan effek-effek, karena mereka ditetapkan sebagai pe­njimpan resmi untuk effek-effek, tidak memberikan alasan pula untuk menghidupkan kembali perkumpulan lama itu dengan sjarat-sjarat dahulu.

Setelah mendapatkan nasehat jang bulat dari bank-bank dan Lembaga tersebut, maka Pemerintah berkesimpulan, bahwa untuk dapat melangsungkan suatu bursa resmi guna perda­gangan uang dan effek-effek menurut ukuran-ukuran inter- nasional harus diadakan suatu Undang-undang Bursa, lengkap dengan peraturan-peraturan pelaksanaannja. Peraturan- peraturan tersebut mengenai :1. sebuah anggaran rumah tangga perserikatan perdagangan

uang dan effek-effek jang akan didirikan di-Djakarta ,2. sebuah peraturan keanggautaan perserikatan itu ;3. sebuah peraturan untuk perdagangan uang dan effek-effek;4. sebuah peraturan provisi.

Tentang bentuk peraturan baru itu dihubungkan dengan Kitab Hukum Dagang sekarang, dalam hal mana pasal 59 m em ­berikan kuasa kepada badan eksekutif untuk mengatur lebih landjut perdagangan dibursa itu. Oleh sebab itu bursa ada dibawah pengawasan Menteri Keuangan dan untuk itu dite- tapkannja peraturan-peraturan mengenai pembukaan dan pe- nutupan bursa tadi, djuga jang mengenai pentjatatan kurs dan berniaga dibursa itu. Tindakan-tindakan jang akan diam - bil dalam hal ini diawasi seluruhnja dengan djalan mem beri­kan persetudjuannja terhadap peraturan-peraturan tertentu. Oleh karena dalam banjak hal diperlukan peraturan-peraturan tentang soal-soal jang technis semata-mata, maka oleh Menteri itu dibentuk sebuah panitia penasehat untuk urusan-urusan bursa, panitia mana berhak pula mengadjukan usul-usul jang dianggapnja bermanfaat atau perlu guna kepentingan umum

92

Page 95: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ISlfCgsssslsitiansaksi dibursa chususnja. Tetani dalam Vni *f„ • +•tiap kali harus m endengar' lebih danum p a n iu ? tersebut P“ To H b£rsa itu dibuka, maka effek-effek jan°- dimuat da-

daftar harga hanja boleh diDerdasane-kan dengan neran- taiaan Perserikatan Perdagangan Uang dan Effek-eff=<k dnn

d ii" ™ ®

dasarkan undang-undang ini dan bertentangan d e n 4 n

h u C n ^ f t l m b a h a n . kemu" s M n a „ " S i t o a n ^ s e b a ^ l

te“ o r S T s f b u ^ ^ f ? 311 da,ri Menteri Keuangan katan Perdagangan Uan“ dan E ffPk ®®r*ama-P »ta m a Perseri- hukum . T e n ta n e i t ,7 , ^ 'e ffe k seb aSai su atu b ad an

rinAn? ^ segala Peraturan penglaksanaan harus mrn-kan effek-Gff^ka mdari * fenteri Keuangan. Seterusnja ditetap-dapat dfpe‘rd "gangkan. S °lonSan- ^ ° ^ an jang tertentu

P e r t a m ^ dltui?djuk .oIeh fatau atas nama Menteri Keuangan. Peitama lama jang dapat ditundjuk ialah effek-effek ian°-ianemd ir iin tPat dl? T r dengan uan« Indonesia, antara lain untnk h5v!h ? ^nemindahkan (transfer) dividendnjauntuk dividend-dividend jang ditagih diluar negeri SeterusniaUatatan1Ut i ^ " kan, e” e k ja " S dahulu termasukijatatan-tjatatan kurs di-IndonesiaH i ^ 0n je'B‘al:L Jaran, maka bursa hanja diadakanh ,",2 Terpentjarnja perdagangan leffek-effek diberbagaibuisa ketjil hanja akan mengetjilkan arti tiap-tiap bursa itu sendiri, hal mana harus ditjegah. Selandjutnja dengan masih berlakunja peraturan-peraturan mengenai devisen, maka per­dagangan dibursa terpaksa dibatasi seperlunja, sehinp^a eff«k - effek jang didapat sesudah tanggal 1 Djanuari 1946 “(kstjuali djika didapat sebagai harta peninggalan dari portefolio- portefolio effek lama) tidak diperbolehkan diba.wa keluar negeri.

93

Page 96: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGPEMUNGUTAN PADJAK VERPONDING ATAS TAHUN 1951

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 14 TAHUN 1951

Menimbang:

Mengingat

PR E SID E N R E P U B L IK IN D O N E SIA ,

bahwa keadaan-keadaan jang menjebabkan diadakan aturan-aturan istimewa tentang Padjak Verponding dari tahun 1947 hingga serta 1950 (Staatsblad 1947 No. 132, Staatsblad 1948 No. 143 dan 340, (Staatsblad 1948 No. 436) kini masih berlangsung dengan tiada kurang sedikitpun ; bahwa untuk pemungutan Padjak Verponding atas tahun 1951, dengan menunggu penindjauan kembali Ordonansi Verponding 1928 untuk selu- ruhnja, harus pula diadakan peraturan semen­tara ;bahwa karena keadaan-keadaan jang mendesak, peraturan tersebut perlu segera diadakan ; pasal-pasal 96 dan 117 U ndang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PEMUNGUTAN VERPONDING ATAS TAHUN 1951

Pasal I

Dengan nama ?!Verponding 1951” dipungut suatu padjak atas tahun takwim 1951 dari barang tersebut dalam pasal 3 ,.Ordonansi Verponding 1928” .

Pasal II

Terhadap padjak jang dimaksudkan dalam pasal I berlaku semua peraturan Ordonansi Verponding 1928, ketjuali hal-hal jang beriku t:ke 1. Permulaan masa, atas m ana ketetapan padjak harus

dikenakan, adalah djuga saat jang menentukan kete­tapan padjak.

ke 2. Arti masa-padjg.k ialah tahun takwim 1951. ke 3. Tidak djalankan :

a. pasal-pasal 1 ke 2 dan 15 ajat 1 dan 2 ;

94

Page 97: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ke 4

ke 5

ke 6

ke 7

ke 8 ke 9

b. dari pasal 15 ajat 3 kata-kata :,,ketetapan-padjak dikenakan untuk sekian banjak tahun jang belum liwat dari m asa-padjak dan”

e. dari pasal 15a ajat 1 : seluruh kalimat kedua ■d. dari pasal 32 :

(1) dalam ajat 1 kata-kata :„atau dalam tahun jang mendahului langsun* masa-padjak” ;

(2) dalam ajat 2 kata-kata :„atau, kalau jang terachir ini terdjadi dalam tahun jang mendahului m asa-padjak itu” .

Pasal 6 ajat 3 dibatja dengan tiada ada kata-kata • J an g terletak toerdekatan”.Dalam mendjalankan pasal 6 ajat 6, maka biaja-per- olehan pada saat jang menentukan ketetapan-padjak ditetapkan atas dasar biaja untuk mendapat pada 1 Djanuari 1942.Dalam pasal 20 ajat 4 kata-kata :

„ketiga dan keempat” dibatja : „kedua dan ketiga” . Pasal 33 dibatja sebagai beriku t:„(1) Kalau wadjib-padjak dari suatu barang jang harus

kena padjak, jang harga-verpondingnja ditetapkan menurut harga-sewa atau harga-pakai tahunan ataupun menurut uang-sewa tahunan, menundjuk- kan, bahwa ditindjau dari permulaan sesuatu bulan takwim dari masa-padjak, harga-verponding dihi­tung menurut ketentuan dalam ajat kedua, ber- djumlah kurang daripada tigaperempat harga- verponding, jang ketetapan-padjaknja telah ditetapkan, maka harga-verponding dan ketetapan- padjak dihitung kembali menurut keadaan barang

itu pada saat tersebut diatas dan sesuai dengan itu dikurangkan terhitung mulai pada saat itu.

(2) Penghitungan-kembali dilakukan menurut aturan- aturan dalam Undang-undang ini jang diberikan untuk penetapan tiap-tiap ketetapan-padjak, de­ngan pengetjualian, bahwa bangunan jang belum ada pada saat jang menentukan ketetapan-padjak semula dan tidak menggantikan bangunan- bangunan jang dahulu ada, dianggap sebagai tidak ada” .

Dalam pasal 38 ajat 1, maka kata : „satu” dibatja „lim a”. Pasal 41 ajat 1 dibatja :„Padjak tertagih dalam dua angsuran jang sama, jang hari pembajarannja 30 Djuni dan 31 Desember dari masa-padjak” .

95

Page 98: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

* e 10- PK a t 41 p1njerahant j surat ketetapan padjak terdjadl Sesudah hari pembajaran pertama dan masa maka angsuran-angsuran jang telah invat pada^saat p njerahan itu tertagih pada harinenlerahan surat ketetapan padjak teidjadi ^ sucia{} masa-Dadiak maka padjak jang terutang itu tertagih pada hari pembajaran jang pertama sesudalh Penjeia an itu, sebagaimana dimaksudkan dalam ajat p

Pasal III

TCpnala Diawatan Padjak berhak menetapkan aturan-aturan untuk tidak memungut ketetapan padjak untuk sebagian atau un£uk seluruhnja atas barang jang hasilnja dalam rupa apa- nun diu°-a oleh karena keadaan-keadaan hanja untuk seba Sian atau untuk seluruhnja tidak diperoleh o eh w adjib-padjak selama masa, atas mana hal sedemikian itu tcrdjadi.

Pasal IV

Ordonansi Padjak Verponding 1928 dimuat dala,m Staatsblad 1928 No. 342, sebagaimana itu telah dilJbal\ d^ \ Tait^™ achir dengan Ordonansi dalam Staatsblad 1937 No. 153, selama tahun takwim 1951 tidak didjalankan.

Pasal V

(i i Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari se­sudah hari pengundangannja dan m em punjai kekuatan surut hingga 1 Djanuari 1951. .

(21 Undang-undang Darurat ini dapat dinamai sebagai. Undang-undang Darurat Padjak Verponding 1951 •

Agar supaja setiap orang dapat m engetahuinja, m em enntah- kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan pe- nempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-D jakarta pada tanggal 10 September 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 17 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

96

Page 99: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG D A R U R A T No. 14 TAH UN 1951

TEN TANGPEM UNGUTAN PA D JA K VERPOND ING A TA S TAH UN 1951

BAGIAN UMUM

Keadaaan-keadaan istimewa jane terrinnnt ri? r sesudah pendudukan Djepang mend i f d i I n d o n e s i a penj elenggaraan pemungutan Padiak Vernnnri£ Ukaturan-aturan Ordonansi Verpondin* 1928 p ^ i S t 2nenuJrut penindjauan kembaii ordonansi Uupun d f u - o S h £ * n rang tjukupnja peralatan Kantor Besar DiawafS'n dapat diadakan dengan perobahan adJak tidakmendalam. Agar pemungutan an Jang agakterus, maka untuk tahun-tahun 1947 h h S daPat berlangsung tiap kali diadakan aTuian sementara ,1950’ tiaP '

p e S i a n ' ^ ha“ 3* P ^ ^ n - ’11%

l a f e s s s a ?tuk mengadakan penindjauan kembali ^ a t a n un-1928Tjntak seluruhnja ja ig sangat pertaUu " ' VerpondmS

Oleh kaiena itu pada Undang-undang Darurat ini hanii Hi adakan suatu peraturan untuk setahun sadja ja ’ni untuk tahnn x9ol jang sesuai seluruhnja dengan Deratnran t i ?untuk 1950 ; berhubung dlngan P eris?f^ “ S w ^ ^ i n ^ M a h j i * « i bebagian dan tahun 1951, maka pada peraturan tersebu^ Diberikan kekuatan surut hingga 1 Djanuari 1951 tersebu“

BAGIAN CHUSUS

Pasal II

ke iFi-frioo Untuk pJnjesuaian jang amat dekat kepadakeadaan jang sebenarnja mengakibatkan penundjukann en ^ k a n k 5 ?tSa 'ketetaPa^ P adJak sebagai saat jang me-rinn ^hnn , P seba&al Pengganti permulaandan tahun jang mendahului masa itu

ke 2. Sebagai pengganti masa-padjak jang lima tahun jangtersebut dalam pasal 12 ajat 1 dan 2 dari OrdonansiVerponding 1928, kini diusulkan masa setahunbeisamaan dengan tahun takwim 1951. °

U.U. 1951 97

Page 100: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ks 3.

ke 4.

ke 5

ke

ke

ke

ke

Sebagai akibat dari perobahan-perobahan tersebut diatas maka aturan-aturan Ordonansi Verponding 1928 f a n g teSebxft dalam pasal ini harus tidak didjalankan nntnk seluruhnia atau untuk sebagian.

, P e m b a t ja a n p a s a l 6 ajat 3 dari Ordonansi ei1928 dengan tidak memakai kata-kata . ,jan^ teuetakberdekatan” melengkapi kebutuhan jang ada;semula dalam banjak hal mermtangi penaksiranharsa-sewa jang beralasan.Pelakuan pasal 6 ajat 6 Ordonansi Verponding 1928 de­ngan tiada ketjualinja untuk ba[lgunan' ban| ^ f ^ tJv :!"lf bersangkutan dalam keadaan sekarang mengakibatkan, bahwa harga-verponding tidak berkepatutan tm ggm ja taila dibanding dengan bangunan-banguna:n jar1° ° a verpondingnja daoat dihitung dan harga-sewa. Pening katan sewa dapat lebih keras dihindan o el? pelbagai aturan-aturan Negara dari pada pemngkatan biaja pen- dirian bangunan-bangunan disatu fihak dan upah dilam fihak • itu dapat menempatkan bangunan-bangunan jang bersangkutan pada suatu kedudukan jang merugikan de­ngan bangunan-bangunan jang dikenakan padjak atasdasar harga-sewa. . . . . . .Dalam Undang-undang Darurat ini d itjan penjesuaian dengan harga-harga jang dapat dipakai untuk mem per- oleh objek-objek itu pada 1 Djanuari 1942.

6. Perbaikan pembatjaan pasal 20 ajat 4 Ordonansi Ver­ponding 1928 diadakan untuk memperbaiki kesalahan jang dahulu terselip dalam merobah pasal itu.

7 dan ke 9. P e r a t u r a n - p e r a t u r a n ini hanja bensikan per­baikan jang bersifat redaktioneel jang ternjata peilu atau dianggap perlu berhubung dengan penundjukan umum pada permulaan pasal 2 pada peraturan-peiatuian Ordonansi Verponding 1928 ; tidaklah dimaksudkan un­tuk mengadakan perobalian pada dasar-dasar dan penjelenggaraan pemungutan padjaknja.

8. Batas jang diberikan dalam pasal 38 ajat 1 Ordonansi Verponding 1928, sebesar Rp. 1,— dapat ditinggikan de­ngan tiada keberatan sedikitpun hingga Rp. 5,— dengan tidak menimbulkan kerugian jang berarti bagi Negara.

10. Peraturan tentang saat tertagihnja padjak jang terutang ini mempunjai pertalian dengan dipulihkannja masa lima tahun hingga kemasa setahun.

Pasal III, IV dan V

Tidak memerlukan pendjelasan jang chusus.

98

Page 101: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG d a r u r a t N o . 15 TAHUN 1951

S ^ n , ^ a ? k RA n g G d a n k e -

Menimbang

Mengingat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PeraIihannipa^al^1U^^hl t p^di^kUp^U an Padjak

sia d L ? S a n h ^ . SatUa^ “hitung‘ ^ d S -maupun kekataan 1 * Pendapatan, upah. labaj ang berada^dsSam uan»- ^ gdiPeroleh' mauP™

am Sn “ m t lt a p S T £ “ ■ “ ? " k Padjak P-

^ S w ' “ " ad= mendesak’D a s a ;PS e ^ n ? L . adS pu1b11I k S ” n e r r n g - UndanS

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

d a r iDIPEROLEH. MAUPUN JANG BERADA n ? r ^ ^ » ? AIK JANG UNTUK PEMUNGUTAN PADJAK PPHATmMr o ^ " 0 ASING, PADJAK PERSEROAN M N P A D J A K kZ t'aT S ™ '

UBAHAN ORDONANSI pI djI k PERALniAN^944 ^

Pasal IUntuk pemungutan Padjak Peralihan, Padjak Upah Parii-a-

Perseroan dan Padjak Kekajaan, oleh Menter Keuan-an daoat diadakan aturan tentang penilaian dalam s a t u a n - l t o Skekaiaan bS k pendapatan- uPa^. laba maupunkekajaan, baik jang diperoleh, maupun jang berada dalam uang

99

Page 102: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal II

i-apf™ ar Sdiutehakt ^ erh iha? 1944' sebasaimana telah bebe-

s i r -1 ^ E r S W W w a u - .

e ™ » k besarnja padjak jan<; terutang. aiat° 1 T»Pe f ^ an apa jang ditentukan padadihninfS i a: sed‘kltnJa 3% dari pendapatan jang

t t . dibulatkan kebawah hingga Rp 100_____nemih”II. Sesudah pasal 3 disisipkan pasTl barn, jang bun^nja :

Pasal 8a

(1> fa n r d iM r o f in ^ P h 11 PaSal 8 tidak ^ P ^ a t ik a n apa diaman di rt ng Jang tidak bertempat-ke-a ™ «=ri®a’ S6,bagai hasil bersih darl hak-hak^a?J1’ gadji-perlop, uans-t.une^u soknn^npe?ak™n suatu* d'/ohntpendapatan jang ierikat p°ada peiaKuan suatu djabatan atau pekerdiaan iane- dihp-bankan pada Keuangan Umum Indonesia Dari t i d S u l t n n iU padjak dihJtung menurut tarip jang r n ^ U n f a " 1 1 d a n 1 1 * * * * 2 i f a n f

(2) dalarn ^ T u f & P atau sem' ^ da

a. S Iri nenriiS- r3a« dlkuran^ n sebagai berikut :sisa ; arti pmdanatan Pendapatan-potong dengan Rn finn J^lah pendapatan di-

*. orang jans atas pendapatan ja n ^ s a m a ^ i ? an H dari tabel sisa sebagaimana dengan pendapatan-kan denSan banlaknS, £ rua11^ . dikurang-3'ang berhak untuk r i i w l Siangan orangdengan djumlah potontran S f penSuranSan dan nurut ruan^an ITT <«„,? ?uarg'a tambahan m e-

c- Djumlah jang d inernfp^^ U Pendapatan_sisa' ditentukan pada huruf v! d®ngan pelakuan jang padjak j angP * ? an b ^ ru p a k a S

d S ia“ UkT » ada W T k m enSu^ngi

' d a r i. '^ p e n ifa p lt ln ^ l d tu T a ti" Pf n g , sedikit 3% Rp. 100,— penuh. 3 kulatkan kebawah hingga

100

fA K . HUK

Page 103: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(3) Untuk mendjalankan jan°- difcpnfnir™ ^maka pendapatan jang bersanekntan h- P a pa5al 8c bitkan kewadjiban padjak terlendh?” ggaP menei‘-

Dalam pasal 8c, ajat kelima, maka kati • diganti dengan ..pasal-nasai r hJ T kata • ”pasal 8”

III. .. ' "7. w''> A-ciiiiiii, maica katdiganti dengan „pasal-pasal 8 dan 8a”.

Pasal IIIUndang-undang Darurat ini mulai berlakn L ,

undangkan da„ mempunjai kekuatan . u r u t w ^ ! & &

penempatan dalam Lembaran Negara Republik I n d o n e s i ^

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 30 September 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MOHAMMAD HATTA

MENTERI KEUANGAN,, , JUSUF WIBISONO'Diundangkan

pada tanggal 17 September 1951MENTERI KEHAKIMAN a.i..

M. A. PELLAUPESSY

101

Page 104: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tabel dari pasal 8a, ajat pertama. Ordonansi Padjak Peralihan 1944

Tarip C 1951

Pendapatan da­lam rupiah

setahun

IP adjak dalam

rupiah

’ ambahannotongan-keluarga

dalamrupiali

Pendapatan d a ­lam rupiah

setahun

TP id ja k j- dalam rupiah

’ambahanotow ian -<cluarqa

dalamrupiah

I II III i I II III

D ibaw ah 4.000 3 % dari penda­

patan jg.dibulat-

<an keba- A’ah hing­ga djum ­

lahR p . 100.-

penuh.

' 5 .500 — 5.600

5.600 — 5.700

5.700 — 5.800

i 5.800 — 5.900

, 5.900 — 6.000

'■ 6 .000 — 6.100

348

364

380

397

414

432

6 7 .—

6 8 . -

6 9 . -

7 \ .—

7 3 . -

74 .—

4.000 — 4.100 134 4 4 . - [j 6.100 — 6.200 449 7 6 . -

4.100 — 4.200 146 45 .— j| 6.200 — 6.300 466 7 8 .—

4.200 — 4.300 158 4 7 . - i| 6.300 - 6.400 484 7 9 . -

4.300 — 4.400 172 49 .— || 6.400 - 6.500 502 8 0 . -

4 A 0 0 — 4.500 186 5 0 . - 6.500 — 6.600 520 8 2 . -

4.500 — 4.600 200 5 1 . - 6.600 — 6.700 538 8 4 . -

4.600 — 4.700 214 5 3 . - : 6 .700 — 6.800 556 8 5 . -

4.700 — 4.800 22S 55 .— 1, 6.800 — 6.900 574 8 6 . -

4.800 — 4.900 242 5 6 . - 6.900 — 7.000 592 8 8 . -

4.900 — 5.000 256 57 .— . 7.000 — 7.100 611 9 0 . -

5.000 — 5.100 271 5 9 . - ■■ 7.100 — 7.200 630 9 1 .—

5.100 — 5.200 286 61.— ji 7 .200 — 7.300 650 9 2 . -

5.200 — 5.300 301 62.— ji 7.300 — 7.400 699 9 4 .—

5.300 — 5.400 316 6 3 . - j. 7 .400 — 7.500 6S8 9 6 .—

5.400 - 5.500 332 6 5 . - ! 7.500 — 7.600 708 9 7 . -

Page 105: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pendapatan da- lam rupiah

setahun

Padjakdalam

rupiah

Ta mtjahan potongan- kcluarga

dalam rupiah

Pendapatan da ­lam rupiah

setahun:■

Padjakdalam

rupiah

T’amhana!!potonqan-keluar^a

dalamrupiah.

I II III li 1 II TIT

7.600 — 7.700 72S 98 — 10.000 — 10.100 1255

111

134—7.700 — 7.S00 748 100— 10.100 — 10.200 1278 136—7.800 — 7.900 768 102— 10.200 — 10.300 1301 1 3 8 . -7.900 — 8.000 789 103— . 10.300 — 10.400 1324 139—8.000 — 8.100 S10 104— 10.400 — 10.500 1348 140—8.100 — 8.200 832 106— 1 0 .500— 10.600 1372 142 —8.200 — 8.300 853 108— ! 10.600 — 10.700 1396 144.—8.300 - 8.400 874 109.— ' 10.700 — 10.800 1420 145—8.400 - 8.500 896 n o — ; 10.800 — 10.900 ■ 1444 146—8.500 — 8.600 918 112— 1 i 10.900 — 11.000 1468 U S -8.600 — 8.700 940 i n — ; 11.000 — 11.100 1492 150.—S.700 — 8.S00 962 115— ' 11.100 - 11.200 1517 151.—S.800 — 8.900 984 l i e — 11.200 — 11.300 1542 152—8.900 — 9.000 1006 118— !■ 11.300 — 11.400 1567 154—9.000 — 9.100 1028 120— j 11.400 — 11.500 1592 1 5 6 . -9.100 — 9.200 1050 121— ! 11.500 — 11.600 1617 157—9.200 — 9.300 1072 122— j 11.600 — 11.700 1642 158—9.300 — 9.400 1094 124— j! 11.700 — 11.800 1667 160—9.400 — 9.500 1116 126— 11.800 — 11.900 1692 162—9.500 — 9.600 1139 127— "

C 11.900 — 12.000 1717 163—9.600 — 9.700 1162 128— 12.000 — 12.100 1742 164—9.700 - 9.800 1185 130— 12.100 — 12.200 1768 166—9.800 — 9.900 1208 1 3 2 - !. 12.200 — 12.300 1794 168—

9 .9 0 0 -1 0 .0 0 0 1232 133— 12.300 - 12.400 1820 169—

103

Page 106: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pendapatdm da­lam rupiah

setahun

.Padjakdalamrupiah

i;ram bahan.' , , potongan -1 Peiidapatan da-keluarga ! lam rupiah

dalam setahun rupiah

P ad jakdalamrupiah

’ am bahan:>otongan-keluarga

dalamrupiah

I II III I 1 II III

12.400 — 12.500 1846 | 1 7 0 . - 14.800 - 14.900 2512 20 0 .—

12.500 — 12.600 ■ 1872 1 7 2 . - : 14.900 — 15.000 2542 2 0 1 . -

12.600 — 12.700 1898 174.— 15.000 — 15.100 2572 2 0 2 . -

12.700 — 12.800 1924 175.— ! 15.100 - 15.200 2602 .203.—

12 .800— 12.900 1950 176.— 15.200 — 15.300 2632 2 0 4 .—

12.900 — 13.000 1977 178.— 15.300 — 15.400 2663 205.—

13.000 — 13.100 ■'2004 180.— ,15 .4 00 — 15.500 2694 20 6 .—

13.100 - 13.200 2031 181.— .1 5 .5 0 0 — 15.600 2725 2 0 7 . -

13.200 — 13.300 2058 182.— 15.600 — 15.700 2756 2 0 8 . -

13.300 — 13.400 2085 184.— 1 5 .7 0 0 — 15.800 2787 20 9 .—

13.400 - 13.500 2112 186.— 1 15.800 — 15.900 2818 2 1 0 .—

13.500 — 13.600 2140 187 — 15.900 — 16.000 2849 211.—

13.600 — 13.700 2168 188 — ! 16.000 - 16.100j2880 2 1 2 .—

13.700— 13.800 2196 189.— 11 16.100 — 16.200 2911 213.—

13.800 - 13.900 2224 190.— ! 16.200 — 16.300 2942 2 1 3 .—

13.900 — 14.000 2252 191. — 1 6 .3 0 0 — 16.400 2973 2 1 4 .—

14 .000— 14.100 2280 1 9 2 ._ , 16.400 — 16.500 3004 2 1 5 . -

14.100 — 14.200 2308 1 9 3 ,_ 16.500 — 16.600 3036 2 1 5 .—

14.200 — 14.300 ■ 2336 194.— ’ 16.600 — 16.700 3068 2 1 6 .—

14.300 — 14.400 2364 1 9 5 . - „ 16.700 — 16.800 3100 21 7 .—

14.400 — 14.500 2392 1 9 6 . - 16.800 — 16.900 3132 21 7 .—

1 4 .5 0 0 — 14.600 2422 197 — i i 16.900 —■ 17.000 3164 21 8 .—

14.600 — 14.700 ■ 2452 198.— ■'■! 17.000 — 17.100 3196 21 9 .—

14.700 — 14.800 .2482 199.— : 17.100 — 17.200 3228 21 9 .—

Page 107: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pendapatan da­lam rupiah

setahun

Padjakdalamrupiah

Tambnhanpotongan-keluarga

dalamrupiah

Pendapatan d a ­lam rupiah

setahun

.Padjakdalamrupiah

Tambcihanpotongan-keluarga

dalamrupiah

I II III I II m17.200 — 17.300 3260 220— 19.600 — 19.700 4054 2 3 6 —17.300 ~ 17.400 3292 221 — 1 9 .700— 19.800 4088 <236 —17.400 — 17.500 3324 221 — 19.800 — 19.900 .4122 237—17.500 - 17.600 3356 222— 1 9 .9 0 0 — 20.000 4156 238—17.600 — 17.700 3388 223— 20.000 — 20.100 4190 239—17.700 — 17.800 3420 223.— 2 0 .1 0 0 — 20.200 4224 239—17.800 — 17.900 3452 224— 20.200 — 20.300 4258 240—17.900 - 18.000 3485 20.300 — 20.400225— 4293 240— -18.000 — 18.100 3518 20.400 — 20.500225— 4328 241 —18.100.— 1S.200 3551 226— 20.500 — 20.600 4363 242—18.200 — 18.300 3584 227— 20.600 — 20.700 4398 243—18.300 - 18.400 3617 227— 20.700 — 20.S00 4433 2 4 3 —18.400 - 18.500 3650 • 228— 20.800 — 20.900 4468 244—18.500 — 18.600 3683 228— 20.900 — 21.000 4503 244—18.600 — 18.700 3716 229.— , 21.000 — 21.100 4538 245—18.700 - 18.800 3749 230— 21.100 — 21.200 4573 246—18.800 - 18.900 3782 ■231.-1 21.200 — 21.300 4608 247—18.900 - .19.000 ' 3816 231.—: 21.300 — 21.400 4643 247—

19.000 - 19.100 38501

232.— 21.400 — 21.500 4678 248—

19.100 — 19.200 ’ 3884 232— 21.500 - 21.600 4714 248—

19.200 - 19.300 3918 233— 21.600 — 21.700 4750 249—19.300 - 19.400 3952 254— 21.700 - 21.800 4786 250—19.400 — 19.500 3986 235— i 21.800 — 2 '.9 0 0 4822 251 —19.500 - 19.600 4020 235— ! 21.900 — 22.000 4858 251 —

105

Page 108: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P endapatan d a ­lam rupiah

setahun

Padjakdalamrupiah

Tam bbhanpotongan-kcluarga

dalamrupiah

I II III

22.000 — 22.100 4894 25 2 .—

22.100 — 22.200 4930 252.—

22.200 — 22.300 4966 2 5 3 . -

22.300 — 22.400 5002 254.—

22.400 — 22.500 5038 2 5 5 . -

22.500 — 22.600 5074 2 5 5 . -

22.600 — 22.700 5110 256.—

22.7a"' — 22.SOO 5146 256 —

22.800 — 22.900 5182 257.—

22.900 — 23.000 5219 258—

23.000 — 23.100 5256 259—

23.100 — 23.200 5293 259.—

23.200 — 23.300 5330 26 0 .—

23.300 — 23.400 5367 26 0 .—

23.400 — 23.500 5404 261.—

23.500 — 23 .600 5441 262—

23.600 — 23.700 5478 26 3 .—

23.700 — 23.800 5515 26 3 —

23.800 — 23.900 5552 264—

23.900 — 24.000 5589 264—

24.000 — 24.100 5626 265—

24.100 — 24.200 5663 2 6 6 . -

24.200 — 24.300 5700 267.—

2 4 3 0 0 — 24.400 573S 267.—

Pendapatan d a ­lam rupiah

setahun

I

Padjakdalamrupiah

II

'nm bahanpotongan -keluarga

dalamrupiah

III

I 24.400 — 24.500 5776 2 6 8 —

24.500 — 24.600 5814 2 6 8 —

■ 24.600 - 24.700 5852 2 6 9 —

■ 24.700 — 24.800 5890 2 7 0 —

24.800 — 24.900 5928 271 —

24.900 — 25.000 5966 2 7 1 .—

25.000 — 25.100 6004 27 2 .—

' 25.100 — 25.200 6042 2 7 2 .—

25.200 — 25.300 6080 2 7 3 .—

. 25.300 — 25.400 6118 2 7 4 —

, 25.400 — 25.500 6156 27 5 .—

■, 25.500 — 25.600 6194 2 7 5 . -

25 .600 — 25.70011

6232 2 7 6 —

; 25.700 — 25.800 6271 2 7 6 —

; 25.800 — 25.900 6310 2 7 7 —

25.900 — 26 .000 6349 278 —

r 26 .000 — 26.100 6388 2 7 9 —

!i 26.100 — 26.200 6427 2 7 9 —

26.200 — 26.300 6466 2 8 0 —

: 26.300 — 26.400 6505 2 8 0 —

.1 26 .400 — 26.500 6544 2 8 1 . -

: 26 .500 — 26.600 6583 28 2 —

j 26 .600 — 26.700 6622 2 8 3 —

■ 26.700 — 26.800 6662 2 8 3 .—

Page 109: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pendapatan da­lam rupiah

setahun

P ad jakdalam

rupiah

Tam bahanpotongan-keluarga

dalamrupiah

Pendapatan da ­lam rupiah

setahun

Padjakdalamrupiah

Tambahanpotongan-keluarga

dalamrupiah

I II III I II III26.800 — 26.900 6702 284.— 1 29.200 — 29.300 7678 300—25.900 — 27.000 6742 284.— ■ 29.300 — 29.400 7721 301 —27.000 — 27.100 6782 2 8 5 . - 29.400 — 29.500 7764 1o

27.100 — 27.200 6S22 286.— 29.500 — 29.600 7807 3 0 2 —27.200 — 27.300

27.300 — 27.400

27.400 — 27.500

27.500 — 27.600

27.600 — 27.700

27.700 ~ 27.800

27.800 — 27.900

27.900 - 28.000

28.000 — 28.100

6862

6902

6942

6982

7022

7062

7102

7142

7182

287—

287.— i

2 8 8 . - j

2 8 8 . - i

2 8 9 . - |

2 9 0 . - I

2 9 1 . -

291 —

*292.—

29.600 — 29.700

29.700 — 29.800

29.800 — 29.900

29.900 — 30.000

30.000 .— dan le­bih tinggi

7850

7894

7938

7982

8026 ditambah dengan

£p. 46.— untuk

tiap-tiap djumlah

dari

3 0 3 . -

303 .—

304—

305—

305—

28.100 — 28.200

28.200 — 28.300

7222

7262

292—

293—

R p. 100.diatas

Rp. 30.0CHX -

28.300 - 28.400 7302 294— j

28.400 — 28.500 7342 2 9 5 - :

28.500 — 28.600 7383 2 9 5 -

28.600 — 28.700 7424 296— i

28.700 — 28.800 7465 296— i:28.800 — 28.900 7506 2 9 7 . -

28.900 — 29.000 7549 298—|

29.000 — 29.100 7592 299— I29.100 — 29.200 ’ 7635 2 9 9 . -

11

107

Page 110: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 15 TAHUN 1951

TENTANG

PENILAIAN DARI BAGIAN-BAGIAN PENDAPATAN DAN KE­KAJAAN, BAIK JANG DIPEROLEH, MAUPUN JANG BERADA DALAM UANG ASING, UNTUK PEMUNGUTAN PADJAK PER- ALIHAN. PADJAK UPAH, PADJAK PERSEROAN DAN PADJAK

KEKAJAAN DAN TENTANG PERUBAHAN ORDONANSI PADJAK PERALIHAN 1944

Dengan keputusan Menteri Keuangan tanggal 26 Oktober 1950 No. Pura. 1-4-19 berhubung dengan didjalankannja per- aturan-peraturan devisen baru pada 11 Maret jang lalu, maka antara lain ditentukan, bahwa untuk pemungutan padjak- padjak atas pendapatan, upah dan kekajaan. bagian-bagian pendapatan, upah dan kekajaan jang diperoleh diluar negeri. maupun jang berada diluar negeri, akan dinilai^ menurut koers resmi harga uang dari satuan-hitung luar negeri jang beisang- kutan pada 1 Djanuari 1950 (pasal 1).

Keputusan itu dimaksudkan sebagai suatu pengupasan semen­tara dari kesulitan-kesulitan dan ketidak-pastian jang tertentu jang terbit pada pelaksanaan peraturan-peraturan padjak jang bersangkutan, sebagai akibat dari pada tjorak jang istimewa dari pada peraturan-peraturan devisen tersebut.

Kesulitan-kesulitan dan ketidak-pastian itu sebagian besar minta keputusan dalam djangka pendek, sedang sebaliknja, waktu jang- telah liwat semendjak didjalankannja peraturan devisen baru, adalah terlalu singkat untuk memberikan pan- dangan jang bulat dan baik tentang arti dan akibat dari peraturan itu terhadap satuan-satuan piskal sebagai penda­patan, upah, laba dan kekajaan.

Oleh karena itu, maka aturan penilaian piskal jang diadakan tidak dilaksanakan atas pendapatan (laba) jang diperoleh dari perusahaan atau pekerdjaan bebas (pasal 1 a ja t 2) oleh karena untuk itu suatu keputusan dianggap tidak toegitu penting dan pelaksanaan tersebut selandjutnja fhanja terbatas pada pem u­ngutan padjak-padjak jang berada dalam pertimbangan atas tahun 1950 (pasal 5).

Dalam pada itu telah didapat pengetahuan tentang akibat- akibat piskal dari peraturan devisen tersebut jang lebih m en- dalam dan pendapatpun telah matang pula, bahwa apa jang disebut Billijkheidsordonnantie (Staatsblad 1928 No. 187. seba­gaimana itu dirobah dengan Ordonansi dalam Staatsblad 1940 No. 226) kuranglah tepat adanja untuk didjadikan dasar suatu keputusan Menteri, pada mana penjesuaian Undang-undang

P E N D J A L A S A N

108

Page 111: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

S 1 e S ar iS L Rtu Pt kdf,drta?mengadakan aturan-atui-anjann-.bersifat n ^ U engan ^jalan

Berkenaan dengan tahun padfak iosi T Ja? S m enSlkat.benkutnja, maka materi jan°- m e ru n l^ n • ? tahun-tahunkeputusan Menteri jang tersebut d ia ? S t£di se - 1utl^ a <Jari garaan piskal tentang biaia serHm-iff h ■ ~~ Ja iu Penjeleng- sosial dalam gelanggang pendanata^ ^ 2 unfcuk transferdahkan kedalam ord on a i^ S d ^ i S ” ^Pah ~ telal1 dipin- dingkan pasal 5 a jat ih i fr n f ? r^n ™ o g, ^rsangkutan (ban- Padjak Peralihan 1944 sebaeaimnno ? a jat la Ordonansi menurut Undang-undkng Darurat ^ be? unjiNegara No. 79). 37/1950, Lembaran

Undang-undang Darurat jang ber«anfi-k»ta« k*,. oleh karena untuk tahun 1951 suatu rceraturnn ™ tl^ aksud kini*

buatAdalah dimaksudkan, untuk memakni Viat j -i.oleh Undang-undan0- D arn n t ini ; JS-ng' diberikanseihingga untuk pemungutan Famak ^ b? ^ U ™pa'dan djuga Padjak K e k ^ ™ atas ^taliSTditetapkan sebesar dua kali naviSJ vl ? J accor penilaian negeri. Panteit-iesm i harga-uang luar

ba^an-ba^an hhnallm , menclSadi petundjuk penilaianPeralihan "atas t t 'n i L r ^ J“ * ha™S dike“ Pad* *

Untuk pemungutan Padjak Perseroan jang oleh kPtPntnnn pasal 8 dan ordonansi jang bersangkutan berlawanan dengan Ordonansi Padjak Peralihan, menempatkan laba jang dhfer- oleh dengan pendirian tetap luar-negeri (buitenlandsche vaste innchtm g) sama sekali diluar pemandangan Fiscus IndonSia sedang disehdiki apakah dibutuhkan djuga suatu aturan jang sama sebagai diatas. J ^

Aturan, dengan mana bagian-bagian pendapatan luar-negeri setelah diukur pada satuan-hitung uang luar negeri jan°- ber- sangkutan, dihitung hingga satuan-hitung uan* Indonesia dengan mengkalikan dengan 2 kali pariteit-resmi harga uan<* berdasar pada kekuatan beli dari bagian-bagian pendapatan untuk orang jang bertempat-kediaman di-Indonesia seba^ai- mana kekuatan beli itu ternjata pada transfer dari alat-alat pembajaran luar-negeri ke-Indonesia. Dengan demikian maka bagian-bagian pendapatan itu bsxada dalam kekuatan jang besar dalam gunggungan pendapatan dalam Rupiah, penda­patan mana menentukan kekuatan-pikijl wadjib-padjak jang bersangkutan dan merupakan dasar untuk pelaksanaan tarip padjak (pasal 8 Undang-undang Padjak Peralihan 1944).

109

Page 112: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Untuk orang jang bertempat-kediaman diluar negeri, maka bagian-bagian pendapatan jang diperoleh dinegeri. dimana tem­pat kediamannja berada dan dalam harga uang negeri itu sen­diri, mempunjai arti jang sungguh berlainan^ dari pada arti jang dipunjai oleh bagian-bagian pendapatan itu untuk oran.q jang bertempat-kediaman di Indonesia. Disini dimaksudkan sebenar-benarnja mereka jang berada diluar negeri — - terutam- dinegeri Belanda — jang memperoleh pensiun, gadji d.1.1. dari perbendaharaan Indonesia jang dikenakan Padjak Peralihan untuk pendapatan-pendapatannja itu.

Dari mereka itu jang.h idup dalam keadaan alam jang ber- lainan (umpamanja iklim) dengan akibatnja, bahwa mereka mempunjai kebutuhan-kebutuhan jang berlainan dan berada dalam keadaan perekonomian jang berlainan pula, maka ke- kuatan-pikul relatif terhadap orang jang berkediaman di Indonesia tidak dapat ditentukan setjara sederhana dengan mengkalikan pendapatan jang diperoleh dengan harga uan? luar negeri dengan suatu factor jang tetap, sebagaimana di- terangkan diatas.

Mengetjualikan mereka dari pada aturan penilaian tersebut dan menetapkan tjara-tjara perhitungan jang tersendiri bagi mereka mengakibatkan kesukaran-kesukaran jang praktis.

Sebagai pengupasan kesukaran dipandang ketentuan pada pasal 2 dari Undang-undang jang bersangkutan, dimana dengan menganggap berlakunja aturan penilaian itu pada umumnja untuk mereka tersebut ditetapxan tarip jang tersendiri, jang dapat dianggap sebagai suatu ukuran jang tepat bagi kekuatan- pikul relatif dari mereka ternactap orang-orang jang ‘bertempat- kediaman dinegeri asing jang tidak dikenakan padjak Indonesia.

Dalam membentuk tarip ini, maka ditjari penjesuaian dengan tarip Padjak Pendapatan Keradjaan Belanda 1951 dengan pengertian, bahwa seluruh pembebasan padiak jang membe- bankan Indonesia dibawah minimum jang tertentu dianggap melampaui batas, oleh karena mana suatu padjak jang m ini­mum dalam segala hal harus dipungut.

Berhubung dengan itu maka minimum itu didjalankan djuga untuk pendapatan jang kena padjak dari mereka jang bertem- pat-kediaman diluar negeri jang tidak termasuk wadjib-padjak jang dibitjarakan diatas.

Terhadap P a s a l 1

Istilah „bagian-bagian jang diperoleh, maupun jang berada dalam uang asing” hanja memberi gambaran jang lebih njata tentang apa jang telah dimaksudkan dalam keputusan Menteri tersebut diatas mengenai ,.diperoleh maupun berada diluar negeri” .

110

Page 113: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pada pengertian itu termasuk, selain bagian-bagian penda­patan dan kekajaan jang berada dalam uang asing., a.i. djuga : barang-barang dan djasa-djasa diperoleh diluar negeri : bagian-bagian kekajaan terletak diluar negeri atau termasuk pada suatu perusahaan jang dan sekedar itu didjalankan di­luar negeri ; percbahan-perobalian harga jang diukur dalam satuan-hitung uang asing, sekedar itu berpengaruh piskal atas kekajaan atau pendapatan (laba). Perkeihbangan landjut serta penghalusan pengertian itu, berhubung dengan hal-hal jang timbul dapat diserahkan kepada praktijk.

T e rh a d a p P a s a l 2

Pada pasal 8a baru, ajat 2 dari Ordonansi Padjak Peralihan 1944 diadakan suatu kewadjiban-padjak tersendiri untuk pen­dapatan jang dimuat dalam ajat 1, oleh karena ta ’ada alasan untuk mendjalankan tarip baru itu djuga atas pendapatan- pendapatan lain jang kena padjak jang cuperoleh oleh mereka jang bertempat-kediaman diluar negeri dari m ata-pentjarian jang berada ai-Indonesia jan s iangsung diperoleh dalam rupiah dan untuk mana aturan penilaian tidak berlaku.

Dianggap tidak perlu, bahwa ditetapkan ketetapan-ketetapan padjak tersendiri untuk pendapatan-pendapatan jang termasuk kewadjiban-padjak istimewa itu ; hanja penghitungan gung- gungan padjak atas tahun padjak jang terutang oleh oran? jang 'bertempat-kediaman diluar negeri harus diselenggarakan dalam dua tingkat. Pendapatan jang telah dipetjah dan djum- lah-djum lah padjak jang bersangkutan dapat dituliskan tter- sendiri pada surat ketetapan padjak.

Il l

Page 114: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 16 TAHUN 1951

TENTANGPENJELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa sudah tiba waktunja untuk m entjabutPeraturan Kekuasaan Militer (.Pusat) No. 1/1951 ; bahwa perlu diadakan peraturan-peraturan baru jang mengatur penjelesaian perselisihan perbu- ruhan dengan undang-undang ; bahwa karena keadaan jang mendesak undang- undang baru itu perlu segera diadakan ;

Mengingat : Pasal 96 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

L 'M entjabut Peraturan Kekuasaan Militer (Pusat) No. 1/1951 ; 2’.' Menetapkan Undang-undang Darurat tentang penjelesaian

perselisihan perburuhan sebagai berikut :

Bagian ITentang- islilah-istilah dalam undang-andang- ini

Pasal 1• 1) Dalam Undang-undang ini jang dimaksudkan dengan:

a. buruh, ialah barang siapa bekerdja pada m adjikan de­ngan menerima upah ;

b. madjikan, ialah orang atau badan hukum jang m em - pekerdjakan buruh ;

c. perselisihan perburuhan, ialah pertentangan antara madjikan atau perserikatan m adjikan dengan perseri- rikatan buruh atau sedjumlah buruh, berhubung dengan tidak adanja persesuaian faham m engenai hubungan kerdja dan/atau keadaan perburuhan ;

d. tindakan tersebut pada pasal 4 dari pada Undang- undang ini, ialah salah satu dari perbuatan-perbuatan setjara kollektif sebagai berikut :le. dari pihak madjikan : menutup perusahaan atau

menolak buruh untuk m endjalankan pekerdjaan, sebagai akibat perselisihan perburuhan, dilakukan

T ja ta tan : U ntuk atjara ,pen jelesa ian dan tata-tertib dari P an itya P en je­lesaian Perselisihan Perburuhan ini hendaknia dilihat P .P N o . : 63 /195 1 .

112

Page 115: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dengan maksud untuk menekan atau membantu madjikan lam menekan, supaja buruh menertmS suatu sjaiau dan/atau keadaan perburuhan-

d a n P lh a k buruh : menghentikan pekerdjaan atau memperlambat djalannja pekerdjaan, sebagai aid- bat perselisihan perburuhan, dilakukan densa-i

maksud untuk menekan atau membantu golon°an buruh lain menekan supaja madjikan menerfmad ^ fn t,St aiiah dan/atau keadaan perburuhan jang dituntut oleh buruh ;

e. pegawai, ialah pegawai Kementerian Perburuhan jane ditundjuk oleh Menteri Perburuhan untuk memberikan ruhtm ' a a n 1 perse!isihan~Perselisihan perbu-

f ’ iaJ.ah Panitya Penjelesaian PerselisihanPeibuiuhan Daerah tersebut pada pasal 3 ■S' ? aJ?utyat,Pus^ ’ iala^ Panitya Penjelesaian Perselisihan Peiburuhan Pusat tersebut pada pasal 16.Termasuk perbuatan-perbuatan setjara kollektif perbuatan- perbuatan jang pada lahirnja tersendiri, tetapi sebenarnja mempunjai hubungan satu sama lain jang sebegitu rupa sehingga dapat dianggap sebagai pernjataan dari satu hasrat jang sama.

f3) Teimasuk madjikan ialah wakilnja di-Indonesia dari pada madjikan diluar negeri.

Bagian II

Pasal 2Tentang penjelesaian di daerah

(1) Djika dalam suatu perselisihan perburuhan oleh pihak- pihak jang berselisih sendiri tidak dapat diperoleh penje­lesaian, maka hal demikian oleh pihak-pihak tersebut atau oleh salah satu dari mereka, diberitahukan dengan surat kepada pegawai.

(2) Pemberitahuan termaksud pada ajat diatas memuat atau berarti permintaan kepada pegawai tersebut untuk mem­berikan perantaraan guna mentjari penjelesaian dalam perselisihan tersebut, perantaraan mana harus diberikan.

(3) Segera sesudah menerima pemberitahuan tersebut pada ajat (1), pegawai itu mengadakan penjelidikan tentang du- duknja perkara perselisihan dan tentang sebab-sebabnja dan selandjutnja mengadakan perantaraan menurut tjara dan ketentuan-ketentuan jang berlaku buat perantaraan oleh Panitya Daerah sebagaimana tersebut pada pasal 5 ajat (2).

U.U. 1951 - 8113

Page 116: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(4) Djika pegawai berpendapat, bahwa suatu perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan perantaraan olehnja m aka hal itu oleh pegawai segera diserahkan kepada Panitya Daerah.

(2 )

Pasal 3

(1) Panitya Penjelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah di­adakan dikota-kota jan g ditetapkan oleh Menteri Perbu­ruhan, untuk mengurus perselisihan-perselisihan perbu­ruhan didaerah jang tertentu. . , . ^Panitya Daerah terdiri atas pegawai sebagai ketua dan wakil-wakil dari Kementerian-kementerian Dalam Negeri, Perekonomian, Pertanian, Keuangan, Perhubungan dan Pekerdjaan Umum dan Tenaga sebagai anggauta jang di­angkat oleh Menteri Perburuhan atas usul Menteri jang bersangkutan.

(3) Peraturan tata-tertib Panitya Daerah ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.

Pasal 4

(1) Djika dalam suatu perselisihan satu pihak hendak m ela­kukan tindakan terhadap pihak lainnja, maka maksud mengadakan tindakan itu harus diberitahukan dengan su­rat kepada pihak lainnja dan kepada Panitya Daerah dan tindakan jang dimaksud baru boleh dilakukan setjepat- tjepatnja tiga minggu sesudah pemberitahuan tersebut d i­atas diterima oleh Panitya Daerah.

(2) Penerimaan pemberitahuan tersebut pada a jat diatas sertatanggal hari penerimaan itu ditjatat oleh Ketua Panitya Daerah dan diberitahukan dengan surat kepada pihak- pihak jang berselisih. .

(3) Pemberitahuan tentang akan dilakukannja suatu tindakan dan tanggal hari penerimaan pemberitahuan termaksud pada ajat (2) oleh Ketua Panitya Daerah disampaikan dengan segera kepada Menteri Perburuhan dengan disertai laporan mengenai perantaraan termaksud pada pasal 5.

(4) Waktu tiga minggu termaksud pada ajat d ) dapat diper- pandjang oleh Panitya Pusat djika ternjata, bahwa hal demikian perlu berhubung dengan djauhnja atau sukarnja perhubungan atau untuk keperluan mengadakan enquete sebagai termaksud pada pasal 10.

Pasal 5(1) Panitya Daerah harus memberikan perantaraan untuk

menjelesaikan perselisiiian itu segera setelah menerimo. penjerahan perkara perselisihan termaksud pada pasal 2 ajat (4) dan dalam hal akan diadakan tindakan oleh salah

Page 117: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

perdjandjian-perdjandjian jang

(3. Persetudjuan jang tertjapai karena perundingan nen.n dingan seoagai termaksud pada aiat r?>riiLfol S P un" perundinsan-perundingan fem atau d p a d a p S a ^ T a ia P m = n ,ai kekuatan hukum sebagai p e f d j ^ i a n T e r b u -

Pasal 6

5 a ( 2 f t i r i ^ iHfan; PerUnSingan jan8: termaksud pada pasal «■»?, J - dapat menghasilkan persetudjuan dalam waktut 10Ul mi n1egU’ ,niaka haI ^rsebut oleh ketua rSnitya Daerah se^era dilaporkan kepada Menteri Perburuhan disertai denean

darJ usul-usul Panitya Daerah serta alasan-alasannja keaiali penjelesaian perselisihan itu.

Bagian III

Tentang pemisahan suka-rela

Pasal 7

(1) .Madi ikan dan buruh- jang terlibat dalam perselisihan per­buruhan atas kehendak mereka sendiri atau atas andjuran dari pegawai atau Panitya Daerah jang memberikan per- antaraan, dapat menjerahkan perkara mereka untuk dise- lesaikan oleh djuru pemisah atau dewan pemisah.

(2) Penjerahan pada djuru pemisah atau dewan pemisah di- njatakan dengan surat perdjandjian antara kedua belah pihak dihadapan pegawai atau Panitya tersebut.

(3) Penundjukkan djuru pemisah atau pembentukan dewan pemisah begitu pula tata-atjara pemisahan terserah pada persetudjuan kedua belah pihak, sedang pegawai jang mem­berikan perantaraan dapat pula dipilih m endjadi djuru pemisah atau atas permintaan membantu kedua belah pihak dalam pemilihan djuru pemisah atau pembentukan dewan pemisah dan penjusunan tata-atjara pemisahan.

l2'

115

Page 118: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

( 4 ) P u t u s a n d j u r u p e m i s a h a t a u d e w a n P ? m i s a h ■ d i s a l i - k a n o l e h Panitya P u s a t m e m p u n j a i k e k u a t a n h u k u m s e b a g a i p u t u s a n P a n i t y a P u s a t , t e r m a k s u d p a d a p a s a l 1 3

( 5 ) p a n i t y a P u s a t h a n j a d a p a t m e n o l a k p e n g e s a h a n , d j i k a l a u

<5 f e m j a t a p u t u s a n t a d i m e l a m p a u iw a n p e m i s a h a t a u d i d a l a m n j a t e r d a p a t h a l h a l j a n g m . n u n d j u k k a n i t i k a d b u r u k a t a u j a n g b e r t e n t a n g a n d e n g a n U n d a n g - u n d a n g t e n t a n g k e t e r t i b a n u m u m d a n d e n g a n

( 6 ) A W t a t i k l b a t p e n o l a k a n p a d a a j a t 5 d i a t u r o l e h P a n i t y a

P u s a t .

P a s a l 8

T e r h a d a p p u t u s a n d j u r u p e m i s a h a t a u d e w a n t i d a k d a p a t

d i m i n t a p e m e r i k s a a n u l a n g a n .

P a s a l 9

M e n t e r i P e r b u r u h a n m e n e t a p k a n t a t a - a t j a r a p e m i s a h a n j a n g d i l a k u k a n , b i l a m a n a o l e h k e d u a b e l a h p i h a k t i d a k d i a d a k a n p e r s e t u d j u a n t e n t a n g t a t a - a t j a r a t e i s e b u t .

B a g i a n I V

Tentang enquete

P a s a l 1 0

( 1 ) D j i k a s u a t u p e r s e l i s i h a n p e r b u r u h a n d a p a t m e m b a h a j a k a n k e p e n t i n g a n n e g a r a a t a u k e p e n t i n g a n u m u m d a n p e n j e ­l e s a i a n p e r b u r u h a n d e n g a n d j a l a n p e r a n t a i a a n t e l a h g a B a l , s e d a n g k a n k e d u a b e l a h p i h a k j a n g b e r s e l i s i h t i d a k s u k a m e n j e r a h k a n p e r k a r a m e r e k a p a d a d j u r u p e m i s a h a t a u d e w a n p e m i s a h , m a k a M e n t e r i P e r b u r u h a n d a p a t m e m e ­

r i n t a h k a n d i a d a k a n n j a e n q u e t e .12 ) M e n t e r i P e r b u r u h a n m e n e n t u k a n b e n t u k d a n t u g a s p a n i t y a

e n q u e t e d a n w a k t u , d a l a m m a n a e n q u e t e h a i u s s s l e s a i .

P a s a l 1 1

(1) Panitya Enquete menjam paikan laporan tentang hasil pe- njelidikannja, dengan disertai pendapatnja tentang keten­tuan apa jang dapat diambil kepada Menteri Perburuhan jang meneruskannja kepada Panitya Pusat.

(1) Laporan dan pendapat Panitya Enquete dapat diumumkan oleh Menteri Perburuhan.

116

i

Page 119: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Bagian V

Tentang- penjelesaian dipusatPasal 12

<11 Perselisihan perburuhan jang tidak dapat diselesaikan di- daerah, sebagaimana termaksud pada pasal 6, oleh Menteri Perburuhan setelah menerima laporan segera diserahkan kepada Panitya Pusat.

<2> Djika berdasarkan laporan-laporan jang diterima oleh Menteri Perburuhan. sebagaimana termaksud pada pasal 4 ajat (3), Panitya Pusat berpendapat, bahwa perselisihan perburuhan jang dimaksud itu mengenai suatu perim haan jang amat penting, sehingga perselisihan itu dapat mem- bahajakan kepentingan negara atau kepentingan umum maka Panitya Pusat segera menentukan, bahwa perseli­sihan tersebut akan diurus sendiri, hal mana diberitahukan kepada Panitya Daerah dan pihak-pihak jang bersangkutan.

Pasal 13Panitya Pusat dalam usalianja menjelesaikan suatu per­selisihan perburuhan berhak mempergunakan segala daja upaja dan menimbang sesuatu dengan mengingat hukum, perdjandjian-perdjandjian jang ada, kebiasaan, keadilan dan kepentingan negara.

(2i Panitya Pusat berhak memberikan putusan jang berupa andjuran kepada pihak-pihak jang berselisih supaja mereka menerima suatu penjelesaian atau suatu tjara penjelesaian jang tertentu.

(3.i Panitya Pusat berhak memberikan putusan jang bersifat mengikat jaitu bilamana dianggapnja perlu mengachiri perselisihan disuatu perusahaan jang amat penting. jang dapat membahajakan kepentingan umum atau kepentingan negara atau bilamana suatu perselisihan sukar dapat dise­lesaikan dengan suatu putusan jang berupa andjuran.

Pasal 14(H Djika perlu untuk melaksanakan suatu putusan Panitya

Pusat jang bersifat mengikat termaksud pada pasal 13 ajat(3) atau suatu putusan djuru pemisah atau dewan pemisah termaksud pada pasal 7 ajat (4), maka bilamana Panitya Pusat atau pihak jang bersangkutan memintanja, Penga­dilan Negeri Djakarta menjatakan putusan tersebut dapat didjalankan.

(2) Sesudah itu putusan tersebut dapat dilaksanakan menurut aturan-aturan jang biasa untuk mendjalankan suatu putusan perdata.

117

Page 120: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(1) Panitya Pusat berhak menjerahkan suatu perselisihan ke­pada Menteri Perburuhan untuk diselesaikannja dengan djalan :a. memberikan perantaraan,b. memberikan putusan jang berupa andjuran kepada

pihak-pihak jang berselisih.(2j Djika usaha-usaha Menteri Perburuhan termaksud paaa

ajat (1) tidak memberikan hasil, maka perselisihan itu diserahkannj a kembali kepada Panitya Pusat.

Pasal 16(li Panitya Penjelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat ter­

diri atas Menteri Perburuhan sebagai ketua dan Menteri Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan. Menteri Perhubungan, Menteri Kehakiman dan Menteri Pekerdjaan Umum dan Tenaga sebagai anggauta.

(2) Peraturan tata-tertib Panitya Pusat tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemeriniah jang djuga mengatur per- wakilan M enteri-menteri tersebut oleh pegawai-pegawai jang tetap.

(3) Panitya Pusat dibantu oleh seorang sekertans dan pegawai- pegawai jang ditundjuk oleh Menteri Perburuhan.

Pasal 17(1) Barang siapa dim inta bantuannja guna penjelidikan untuk

keperluan penjelesaian perselisihan berdasarkan undang- undang ini, berkewadjiban untuk memberikannja dengan tiada bersjarat, begitu pula atas psrmintaan berkewadjiban membukakan buku-buku dan memperlihatkan surat-suratjang diperlukan. . .

(2) Barang siapa dipanggil untuk m endjadi saksi atau ahli, berkewadjiban untuk memenuhi panggilan itu dan m em ­berikan keterangan atau djasanja, djika perlu dibawah sumpah.

(3) Saksi dan ahli jang memenuhi oan feilan dapat menerima penggantian kerugian dan ongkos djalan menurut peraturan jang ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.

(4) Barang siapa jang didalam m endjalankan tugas kewa- djibannja tberdasarkan undang-undang ini mengetahui sesuatu jang harus dirahasiakan wadjib merahasiakannja, ketjuali djika dalam mendjalankan tugas kewadjiban itu ia perlu memberitahukannja.

Bagian VI A t u r a n H u k u m a n

Pasal 18Dihukum dengan hukuman kurungan setinggi-tingginja tiga

bulan atau denda sebanjak-banjaknja sepuluh ribu rupiah :

Pasal 15

118

Page 121: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1- tida* ™emenum kewadiiban menurut pasal 4ajat (1) dan pasal 17 ajat (1) dan (2) ■2. barang siapa menolak perantaraan jang diberikan menurut

^ <2)> PaSal 5 ajat (1) da» (2) a ‘ a» P” l5ajat (.1) sub a j3- parang siapa tidak tunduk pada putusan Panitya Pusat jang

bersifat mengikat termaksud pada pasal 13 ajat (3).

Pasal 19(1) Djika sesuatu hal jang diantjam dengan hukuman dalam

undang-undang ini dilakukan oleh sesuatu badan hukum persenkatan atau djumlan orang, maKa tuntutan ditudju- kan serta hukuman didjatuhkan terhadan pengurus atau pemimpin-pemimpin badan hukum. perserikatan atau se- djumlah orang itu.

(2) Djika pimpinan badan hukum atau perserikatan diserahkan kepada badan hukum atau perserikatan lain, maka keten­tuan pada ajat (1) berlaku bagi pengurus badan hukum atau perserikatan jang memegang pimpinan itu.

Pasal 20(1) Barang siapa dengan sengadja membuka rahasia, jang di-

pertjajakan kepadanja menurut pasal 17 ajat (4) dihukum dengan hukuman pendjara setinggi-tingginja enam bulan atau dengan denda sebanjak-banjaknja dua puluh ribu rupiah.

(2) Barang siapa karena kechilafannja menjebabkan rahasia itu terbuka, dihukum dengan hukuman kurungan setinggi- tingginja tiga bulan atau denda sebanjak-banjaknja sep'u- luh ribu rupiah.

(3) Tidak ada tuntutan terhadap hal-hal tersebut pada ajat (1) dan (2) ketjuali djika ada pengaduan dari jang ber­kepentingan.

Pasal 21Hal-hal jang diantjam dengan hukuman pada pasal 18 di­

anggap sebagai pelanggaran ; hal-hal jang diantjam dengan hukuman pada pasal 20 ajat (1) dan ajat (2) dianggap sebagai kedjahatan.

Pasal 22Selain dari pada pegawai-pegawai jang pada umumnja

diwadjibkan mengusut perbuatan-perbuatan jang dapat dikena­kan hukuman, diwadjibkan djuga mengusut perbuatan-per- buatan, jang dapat dikenakan hukuman menurut Undang- undang ini, pegawai-pegawai Kementerian Perburuhan jang di­tundjuk oleh Menteri Perburuhan.

119

Page 122: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Bagian VII Ketentuan terachir

Pasal 23Bilamana dalam waktu pelaksanaan persetudjuan berganti

madjikan atau berganti pengurus atau pimpinan, maka m adji- kan baru atau pengurus atau pimpinan baru tetap tenkat pada persetudjuan jang telah tertjapai dalam penjelesaian perseli­sihan menurut undang-undang ini.

Pasal 24Apabila timbul hal-hal jang belum diatur dengan undang-

undang ini maka hal-hal tersebut ditetapkan dengan Peia uran- Pemerintah.

Pasal 25Tiap-tiap surat jang dibuat dalam mendjalankan atau melak-

sanakan ketentuan-ketentuan jang ditetapkan dengan atau karena undang-undang ini bebas dari bea meterai.

Pasal 26Perselisihan perburuhan jang pada saat

undang ini ada ditangan instansi atau Pan^ya terser^ P a d a nasal 4 dan 5 dari Peraturan Kskuasaan M ilita Pusat) No 1'1951 dilandjutkan penjelesaiannja oleh pegawai, Panitya m e ra h atauPanitya Pusat menurut ketentuan-ketentuan jang ditetapkan oleh Panitya Pusat.

Pasa.1 27Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari

diT o S nSgupaaIJa setiap orang dapat m engetahuinja m emerintah-kan=pengundangan Undang-undang ° a™ j^ o n e s ia peaem “patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 10 September 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI PERBURUHAN,I. TEDJASUKMANA

MENTERI PERTAHANAN,M. SEW AKA

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

Diundangkan padatanggal 17 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

120

Page 123: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 16 TAHUN 1951

TENTANGPENDJELASAN PERSELISIHAN PERBURUHAN

Pendjelasan Umum

Dalam menghadapi kegelisahan dikalangan perburuhan ma­ka Pemerintah pada bulan Pebruari 1951 telah mengeluarkan Peraturan Kekuasaan Militer (Pusat) No. 1/1951 tentang penje­lesaian pertikaian perburuhan. untuk mengatasi keadaan itu. Didalam pertimbangannja dikemukakan, bahwa pembangunan negara dan masjarakat Indonesia membutuhkan djaminan ke- amanan dan ketertiban, bahwa pemogokan pada umumnja dan pemogokan chususnja dalam perusahaan-perusahaan. djawatan- djawatan dan badan-badan vital dapat pada waktu itu m eng- ganggu keamanan serta ketertiban jang membahajakan negara, bahwa perlu diadakan larangan terhadap pemogokan tiiperusahaan-perusahaan, djawatan-djawatan dan badan- badan vital dan achirnja, bahwa perlu pula diadakan aturan supaja pertikaian antara buruh dan madjikan dari perusahaan- perusahaan, djawatan-djawatan dan badan-badan lainnja dapat diselesaikan sedemikian rupa, hingga keamanan dan ketertiban tidak terganggu.

Pemerintah berkali-kali menjatakan. bahwa peraturan itu segeva akan ditjabut dan diganti dengan undang-undang jang lebih sempurna. karena memang sifat peraturan itu hanja sementara untuk mengatasi keadaan-keadaan jang luar biasa.

Seperti telah diduga semula oleh Pemerintah. maka membuat undang-undang jang lengkap sempurna membutuhkan waktu jang agak lama, karena soal-soal jang harus diatur dan alat- alat perlengkapan pelaksanaan membutuhkan penjelidikan dan persiapan jang mendalam.

Berhubung dengan itu, maka Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Darurat ini jang meskipun belum sempurna. tetapi sudah merupakan perbaikan jang banjak, djika diban- dingkan dengan peraturan kekuasaan militer itu.

Dalam undang-undang ini buruh dan madjikan mempunjai kesempatan untuk mengatur kepentingan-kepentingan mereka dengan djalan perundingan jang bebas. Tjampur tangan Peme­rintah dalam hal mengatur kepentingan-kepentingan itu pada hakekatnja terbatas dalam keadaan-keadaan. bilamana antara kedua pihak tidak tertjapai persesuaian paham. Dalam hal ini usaha Pemerintah terutama ditudjukan pada pemberian per­antaraan. agar supaja dapat terbuka djalan bagi jang berke­pentingan, sehingga perundingan-perundingan dapat dilandjut-

121

Page 124: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2 ) mitsalnja. tiap-tiap hari melepas seorang buruh. hingga ter- tjapai maksud jang sebenarnja, jaitu menutup perusahaan : memerintahkan supaja dibasian pabrik jang panting, tiap- tiap hari ada seorang buruh jang pura-pura sakit, sehingga tertjapai maksud jang sebenarnja. jaitu memperlambat djalannja pekerdjaan.

f 3 > Tjukup djelas.

Pasal 2Perselihan jang tidak dapat diselesaikan oleh jang berkepen-

tingan sendiri harus diberitahukan kepada pegawai Kemente- rian Perburuhan dengan surat. Keharusan pembeiitahuan tertulis itu tidak merupakan kesukaran, karena semua psm im - pin serikat buruh mesti dapat menulis. Pun bagi mad.ukan hal ini tidak merupakan keberatan. Padahal buat pegawai sendm pemberitahuan tertulis itu perlu sekali, supaja dengan tei}a-n§, dapat dipeladjari so’al-so'alnja dan buat Perantaraan dari pegawai harus ditenma, antjama.i .-uikuman terdapat pada pasal 18 nomor 2 .

Pasal 3Tempat dan wilajah Panitya Daerah ditentukan oleh Menteri

Perburuhan lebih landjut. Pada umumnja tiap-tiap propinsi mempunjai satu Panitya Daerah, tetapi apabila dipandang dari sudut perburuhan lebih effesien untuk tidak menganut propinsi hal itu diperbolehkan.

Susunan Panitva Daerah dibuat se demikian rupa, hingga so’alnja dapat ditindjau dari beberapa sudut supaja mendapat hasil jang sebaik-baiknja.

Pasal 4Pasal ini mentjegah lock out atau pemogokan jang tergesa-

gesa jang biasanja hanja didorong oleh nafsu marah. tidak dipikirkan lebih dahulu untung ruginja. Panitya D airah jang menerima pemberitahuan itu segera memberitahukan kepada Menteri Perburuhan dan pihak jang berselisih.^Msnteri harus tahu. apakah perkarania dioandansr sangat pentine untuk dise­lesaikan langsung oleh Panitya Pusat (pasal 12) dan pihak jang bersslisih harus tahu kapan mereka dapat bertindak.

Pasal 5Panitya Daerah hania dapat member! andjuran-andjuran,

tidak punja hak memutuskan perselisihan. Oleh sebab perse­tudjuan jang tertjapai adalah pada hakekatnja hasil kompromis atas kehendak bebas dari kedua pihak, maka persetudjuan itu tjukup diberi kekuatan hukum sebagai perdjandjian per­buruhan.

124

Page 125: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 7

^ 8,na^ 0ini^ an Uu sifatnja sukarela, maka

Panitya Pusat. Hanja supaja Pemerintah, dalam hal ii Pusat. dapat mengadakan pengawasan ternadap k keputusan tersebut dianggap perlu untuk disahl*flfl Mil 11 Ivan lebih

Pasal 8

Pasal 9 Tjukup djelas

Pasal 10Maksud enquete ialah untuk mengetahui hal-hal jang ber-

hubungan dengan perselisihan lebih dalam dan lebih° luas Mengingat hal ini enquete senarusnjaian ailakukan oleh be­berapa achli jang merupakan satu Panitya. Enquete hanja d i­lakukan dalam perselisihan perburuhan jang penting sadja, dalam hal mana pembentukan panitya jang terdiri atas ahli- ahli dapat dipertanggung djawabkan.

Laporan Panitya Enquete pada umumnja tidak diumumkan, karena hal intern bagi madjikan dan buruh sejogjanja dihor- mati. Tetapi ada kalanja perlu dipeorleh public opinion jang sehat, sebab arti public opinion bagi perselisihan-perselisihan jang penting itu besar sekali. Dalam hal itu laporan Panitya Enquete diumumkan.

Panitya Pusat sebagai instansi jang tertinggi jang mengawasi semua perselisihan, dengan pasal ini diberi hak untuk langsung tjampur tangan, apabila sesuatu perselisihan menurut penda- patnja mempunjai benih mendjadi perselisihan jang memba­hajakan kepentingan negara dan umum.

Dengan pasal ini ternjata, bahwa maksud Pemerintah ialah memberi pertolongan sebesar-besarnja pada pihak-pihak jang berselisih. Panitya, Pusat diberi hak luas sekali agar dengan segala daja-upaja dapat membantu pihak-pihak untuk m enje-

Pasal 11

Pasal 12

Pasal 13

125

Page 126: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

lesaikan perkaranja. Panitya Pusat sedapat-dapatnja memberi andjuran sadja, karena kebebasan pihak-pihak didjundjung t in ^ i oleh Pemerintah. Hanja sadja apabila kemungkinan akan berhasilnja andjuran itu sedikit sekali atau perselisihan itu sangat membahajakan kepentingan negara dan umum, maKa Panitya Pusat dapat memutuskan setjara arbitrair.

Pasal 14

Pengadilan Negeri Djakarta dengan pasal ini diwadjibkan untuk menjatakan outusan Panitya Pusat atau djuru/dewan pemisah dapat didjalankan (executoir). Hal ini perlu untuk menghilangkan keragu-raguan tentang kompetensi absolut dan relatif bagi pengadilan negeri.

Pasal 15

Panitya Pusat berhak menetapkan sendiri, apakah sesuatu perselisihan itu sedemikian pentingnja, hingga perlu diselesai- kan oleh Pantya Pusat sendiri. Perselisihan jang tidak sepen- ting itu dapat diserahkan kepada Menteri Perburuhan untuk diselesaikan.

Pasal 16

Denman pasal ini ternjata, bahwa anggauta-anggauta dari Pantya Pusat adalah aparatur jang tertinggi dari Pemerintah dan dipilih sedemikian, sehingga soal jang dihadapinja dapat ditindj au seobj ektif-obj ektifnj a.

Pasal 17

Pasal ini mewadjibkan semua orang djika diminta untuk membantu penjelesaian perselisihan dan sebaliknja mendjamm, mendjundjung tinggi rahasia jang berkepentingan.

Pasal 18 Tjukup djelas

Pasal 19

Pasal ini menegaskan, bahwa jang dapat dihukum bukannja orang jang melakukan perbuatan jang dapat dihukum sadja, tetapi djuga pengurus atau pemimpin badan hukum atau per­serikatan. Djika timbul peniogokan spontan diluar pengetahuan serikat buruh misalnja, maka pemimpin dari pemogokan itu- lah jang dapat dikenakan hukuman. Pemimpin serikat buruh tadi tidak dapat dipertanggung djav/abkan terhadap pemogokan

126

Page 127: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

nprU P0-ngetahuannja- APabila serikat buruh itu meneruskan perkaranja dan dengan seketika melarang Demo^okan dan w p

m i, m a k a ^ e r i k a t b u r u h ^ t uterdjadi dlPersalahkan tentang pemogokan jang telah

Pasal 20 Tjukup djelas

Pasal 21 Tjukup djelas

Pasal 22

Maksud pasal ini ialah mengadakan pegawai-pegawai jane tugasnja chusus mengusut perkara-perkara ini.

Pasal 23

Pasal mi untuk mendjamin supaja persetudjuan atau kepu­tusan jang telah tertjapai tidak mendjadi illisoir pelaksanaan - nja, dengan penggantian madjikan atau pengurus/pemimpin baru jang menjatakan tidak bertanggung djawab terhadap perbuatan-perbuatan madjikan atau pengurus/pemimpin lama.

Pasal 24 Tjukup djelas

Pasal 25 Tjukup djelas

Pasal 26

Supaja peralihan undang-undang ini berdjalan lemas, Panitya Pusat diberi hak memberi ketentuan-ketentuan.

Pasal 27 Tjukup djelas

127

Page 128: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 17 TAHUN 1951

TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

M e n i m b a n g : a.

Mengingat

Mendengar

b.

b a h w a P e m e r in t a h b e r h u b u n g d e n g a n k e a d a ­a n d a la m d a n lu a r n e g e r i p e r lu m e n d a p a t pe- m a n d a n g a n t e n t a n g d ju m l a h d a n d is lo k a s inersediaan-persediaan barang-pentm g d1-1*1 doresia jang tertentu, agar dapat mengambil tindakan-tindakan terhadap persediaan-per- sediaan itu tentang tjara menambahnja atau mempergunakannja guna kepentingan umum, bahwa berhubung dengan itu perlu segera dikeluarkan suatu peraturan tentang larangan penimbunan barang ;

c bahwa karena keadaan-keadaan jang m ende- sak peraturan tentang larangan penimbunan barang-barang itu perlu segera diadakan ;

akan pasal 96 dan pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;Dewan Menteri dalam rapatnja ke 29 tanggal 21 Agustus 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Dengan mentjabut :

a. Hamsterordonnaniie Suiker 1949 CStaatsblad N°* :b. Hamsterordonnantie K offie 1949 (Staatsblad 1949 No. 416) danc. Peraturan-peraturan jang telah ditetapkan untuk melaksa-

nakan ordonansi-ordonansi ini,Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG

Pasal 1

Dalam Undang-undang Darurat ini dan dalam peraturan- peraturan pelaksanaan, jang dimaksud dengan :a. menteri : .menteri jang mengurus soal-soal pereko-

nomian ;b. barang-barang: barang-barang jang bergerak ;

128

Page 129: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ajat 3oleha kS™Lat-ini Penj,et utan tersendiri padjak itu diperintahkan lebih 2 ltU Penlllt:an **** melakukan pasal 31 m endjadilebih mudah.

ajat 4Dabnakt!1nni !,meWadi ibkan pf mbe11 melunaskan padjak kepada

untuk hal-hal- dtaana harsa-

ajat 5Pabrikan mempunjai hak mendahulu untuk tuntutan padjak-

113 a atas barang-barang pembeli seperti hak mendahulu jan"-aioerikan kepada Kas Negeri dalam hal penagihan padjakbeperti djuga dalam hal, djika harga-djual tidak dibajar, makai a’ **3 Pa d jak tid a k d ib a ja r , b erh a k m e n g a d a k a n tu n tu ta n sip il terh ad ap p em beli.

Pasal 8Sesuai dengan peraturan beberapa padjak, maka tempat ting-

gal pabrikan ditentukan menurut keadaan.. Djika pabrikan itu tidak tinggal atau tidak berkedudukan

di-Indonesia, maka dianggap menurut ajat 2 tempat dimana perusahaan atau pekerdjaan itu semata-mata atau terutama didjalankan sebagai tempat tinggal atau tempat kedudukan.

Djawab pertanjaan dimana perusahaan atau’pekerdjaan di- Indonesia terutama didjalankan — penting untuk menentukan hak-kekuasaan inspektur mana — diserahkan kepada praktek.

Pasal 9Pabrikan jang ditundjuk, diwadjibkan dengan tidak ada

surat-penetapan terlebih dahulu menjetor (membajar) padjak jang dihitungnja sendiri dalam tempoh 25 hari sesudah tiap- tiap bulan takwim atau masa lain jang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kedalam Kas Negeri.

Pasal 10Berdasarkan pasal 10 ajat 1 pabrikan wadjib dalam sebulan

sesudah tiap-tiap masa jang ditetapkan menurut pasal 5 m e- masukkan pemberitahuan kepada Inspektur mengenai djumlah- djumlah, untuk mana didalam masa jang lalu harus dibajar padjak c.q. keadaan jang menjebabkan tak ada keharusan untuk membajar padjak.

Pemberitahuan ini selandjutnja memuat segala keterangan jang diperlukan untuk mendjalankan Undang-undang in i ; keterangan-keterangan apakah jang diperlukan, dapat diketa-U.U. 1951 - 12 177

Page 130: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

hui dari surat pemberitahuan, jang ditetapkan oleh Kepala Djawatan P ^ a k . ^ ^ pemberitahuan harus memuatpula tempat dan tanggal Pembajaran padjak jang harus d i b ^

l r s s^ a t T ' s 4 dan 5 memuat peraturan formil jang lazim dan

tid M en di u " 6 akan dipadang dimasukknn diika neraturan-peraturan disebut dalam ajat 1 sampai ^pnfTfin 5 s a m a se k a li tid a k a ta u tid a k le n g k a p d ip en u h i, s e h in g - g r f n t j a ^ Z (s S ct ie ) Jiskal mengenai tidak memasukkanpemberitahuan berlaku pula.

BAB IV penetapan padjak

Pasal 11M e n u ru t s is tim U n d a n g -u n d a n g in i, m a k a p a b rik a n sen diri

iano- diwadjibkan menghitung djumlah. padjak jang terhutang. P e k e r d j a a n ta ta -u s a h a p a d ja k d a la m h a l m i h a n ja m e n g e n a ioenerangan dan penilikan. .

Akan tetapi didikan dari sebagian besar dan pabrikan- pabrikan ketjil tidak sampai begitu tinggi, sehingga mereka dapat dianggap tjukup untuk menghitung besarnja djumlah padjak jang terhutang menurut aturan-aturan Undang-uncmng

Pengalaman jang didapat dengan melakukan peratuian padjak pendapatan dan sewaktu sesudah perang dengan m e­lakukan peraturan padjak peralihan menundjukkan, ka^wa <*olongan wadjib-padjak tersebut, djuga tidak dapat dianggap tjakap untuk mengisi surat pemberitahuan padjak dengan selaiaknja. Oleh karena itu maka dalam pasal 11 ajat 1 diten­tukan, baliwa terhadap pabrikan dan golongan pabrikan jang ditundjuk oleh Inspektur dikenakan ketetapan untuk padjak jang terhutang untuk tahun-takwim penuh.

Pasal 12 ajat 1 dan 2

Untuk menetapkan tempat, dimana pabrikan harus dikena­kan padjak, maka tempat kediaman atau tempat kedudukannja pada awal tahun takwimlah jang menentukan, ketjuali djikalau kewadjiban padjak' terdjadi pada saat sesudah awal tahun- takwim, dalam hal mana saat ini m endjadi pengganti awal tahun itu.

178

Page 131: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ajat 3

Dalam pasal ini ditetapkan pembesar ian^ mono? e* Uasaan rela«P dari InspektSf , -- iju.ujci.xv. ivcn.ua.s

teraapat dalam pasal 2 ajat 1 ke-3.

ajat 4

seluasnja kepada Inspektur untuk memilih tjara sendiri dal'fm p e m S t a ^ S a ^ ^ dengan tidak bersandarkan

r i i i^ a n tf fcf Pi PadJ'ab ha^us b erd a sark a n h a r g a p e n ­d ju a la n se lu iu h n ja , a ta s m a n a m e n u ru t k e te n tu a n Unrinno-

& r r JHall teHrhutanS untuk setahun t a " ^ 1 JJen^an tid ak a d a n ja p em b erita h u a n d a n bu k u d aean ® m aka

u ilT an Z % f , ^ dak *akan dapat d^ e ta p k a r d e n ggan “d fa !an tetani hal rn V semua alat keterangan jang ada, akan Hal tersphnif +-na 1? 11i menjaIahl PrinsiP tersebut diatas.untuk nn-hHiro I I S akan menggansgu ketentuan hukum Undano be^ bunS dengan hak jang diberikan dalamm^minta g £ memadjukan keberatan dan hak untuk

pertimbangan pada Madjelis Pertimbangan Padjak terhadap keputusan atas surat keberatannja.

Pasal 13

t a S m rh ^ ata-1 12 1a^ ltT4 padjak baru ditetapkan setelah tahund i S h , . ? ' ^ 0 h ka/ e,na pada waktu itulah bar'1 dapat m d i a k dasf r. untu]k menghitung padjak. Oleh karena takwim rfih ih ^ l8 S Pj*brlkan, tetaoi olehnja dalam tahun i?nTTewaktn kepada pemakai telah berada ditangannja ja ni sewaktu harga-diual dilunaskan. maka tentu dauat di- msjafi, bahwa perlu sekali diadakan aturan agar u an gpad iak itu selekas mungkin masuk kedalam Kas NegeFi

Undang-undang misntjaba mentjapai maksud itu dengan dia - lal\ . I? ewaidjibkan Insue-ktur untnk mengeluarkan ketetaoan takwim. SemCn selekas mungkin pada permulaan tahun

m S n r ^ h da2 S * T 3a ™emei'intahkan, bahwa ketetapan se- mentaia mi beidasaikan atas djumlah jang dikira oleh Inspek-

«>i<i 151 sekarusnja niengira peredaran setahun jangur?-Si dlkenakan Padjak dengan sebaik-baiknja

dengan memperhatikan segala keterangan-keterangan jang ada padanja dan pengiraan peredaran ini dipakainja sebagai dasar ketetapan sementara

179

Page 132: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tidak dapat dimungkiri lagi, bahwa peraturan dalam pasal 13 aiat 1 djuga berhubung dengan ajat 3 jang menetapkan ber lakunja peraturan dalam bab VII dalam hal kewadjiban^mem- baiar, telah memberikan kekuasaan jang luas kepada InsP ^ u r . Akan tetapi ini tidak usah m endjadi soal, karena dalam pasal 20 a fa U d S i 3 telah diadakan peraturan pentjitjilan pembajaran

^ A ja tU3 sampai dengan 5 berdasar pada pasal 53 ordonansi padjak pendapatan 1932.

BAB V Tagihan tambahan

Pasal 14Hal-hal jang dapat mengakibatkan tagihan tambahan, ter-

batas kepada hal-hal dim ana oleh p a b r ik a n - p e n je l P a d ja k tidak atau terlampau sedikit dibajarnja atau dengan ida spharusnia padjak telah dibajar kembali.

Dalam hal-hal, dimana padjak telah dipungut terlampau sedikit dari pabrikan-pabrikan ketjil, m aka tidaklah ada kesempatan untuk mengenakan tagihan tambahan oleh karena padjak telah ditetapkan oleh Inspektur sendiri dengan tidakmendapat bantuan dari pabrikan. . ___

Padiak jang termasuk dalam ketetapan tagihan tambanan, menurut a jat 2, dapat ditambah dengan 400%. Dapat diharap- kan bahwa hal ini tjukup untuk m entjegah memakai kebebasan jan^ luas dengan tidak semestinja jang dalam hal in diberikan kepada pabrikan-penjetor tersebut „ ono.

Tambahan ini dapat dikurangi atau diibatalkan oleh Kepala Djawatan Padjak menurut ajat 3 faerdasarkan kechilafan atau kelalaian jang dapat dimaafkan. , t „

Tempoh 5 tahun didasarkan kepada ketentuan jang sama dari ordonansi padjak peralihan 1944.

BAB VI Keberatan dan pertimbangan

Pasal 15-17peraturan-peraturan pasal-pasal ini pada hakekatnja sesuai

dengan peraturan-peraturan tentang hal itu dalam ordonansi padjak pendapatan 1932.

Padjak jang ditetapkan dapat ditambah dengan keputusan atas surat keberatan. Berhubung dengan itu m aka tidak dapat diabaikan peraturan- tentanig penarikan kembali surat kebe­ratan, jang hanja dapat berlaku dengan seidin Inspektur.

BAB VII Penagihan

Pasal 18 - 26Pasal-pasal 18, 19/21 dan 22 ajat 1. Pasal-pasal ini uniumnja

sama dengan ketentuan-ketentuan tentang hal ini dalam ordo­nansi padjak pendapatan 1932.

180

Page 133: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Akan tetapi menjimpang dari hal itu, maka dalam nasal 91- L t \ dltenluk,an\ bahwa sua‘ u ketetapan padjak ^ n ^ m t e e ihsekaligus, djika lebih dari satu angsuran tidak dibaiar K p-

mungkinan untuk mengadakan penagihan lebih dahulu' ber­dasar atas pertimbangan, bahwa penglunasan suatu ket°tat)an padjak pendjualan tidak lain dan tid & bukan m eS n k a n suatS Negaraaran pa J 3ang telah ^ P ^ g u t oleh pabrikan untuk

Tunggakan dalam hal membajar padiak ini ian^ tak dinik-n] oleh pabrikan, tak dapat dibiarkan sadja 3 ° P

Pasal 20

n a n S ^ a k p S h 'a n T94Sf na dengan PaSal 17 dan 18 ord°-

sementara^ 1 ^ ada PenS” anS ^ ^tas kete lapan ^ ad jakPasal 22 ajat 2

Ketentuan dalam ajat ini bertudjuan untuk mentie°,ah su-nad1'ak°da"Km ™fngena* benarn3'a atau besaxnja ketetapan padjak dalam hal penagihan didepan hakim diangan samnai

t kt n djdepan hakim sipil, oleh karena hal itu adalah hak kewadjiban dari hakim administrasi.

Pasal 24^ memuat ketentuan jang pasti tentang padjak jang

™asih terhutang Perseroan, perkumpulan, maskapai waikap atau badan jang dibubarkan dan diperhitimgkan (liquidate).

Pembubaran itu berakibat, bahwa Icekajaan dari perseroan itu telah pindah tangan dan hasilnja dibagi antara peserta- peserta jang berhak. Mereka jang memperhitungkan kekajaan itu berkewadjiban mengusahakan supaja untuk penglunasan padjak itu dikeluarkan djumlah jang tjukup dari pembagian

I1-, P.ablla kewadjiban itu diabaikan, maka tidaklah lebih dari adil, djika mereka sendiri turut diwadjibkan membajar padjak itu, selama mereika itu sekiranja dapat melakukan penglunasan padjak termaksud.

Pasal 23, 25 dan 26Pasal-pasal ini mutatis mutandis sesuai dengan aturan-

aturan serupa itu dalam ordonansi Padjak Upah.

BAB VIII Padjak masukPasal 27 a jat 1

Sebagai telah diuraikan dalam bagian umum dari pendje- lasan, padjak ini bertudjuan mentjegah kerugian barang- barang jang dihasilkan dalam negeri dengan berlakunja pa­djak pendjualan dibandingkan dengan barang impor.

181

Page 134: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Padjak Ini hanja berlaku untuk daerah pabean. Barang jang dimasukkan dari luar negeri kedalam kepulauan Riouw tidak d lS n ^ a n padjak m a su ^ O leh karena alat kekuasaanpabean ditempat tersebut jang dapat m enetapkan nilai Jan pern tungan barang-barang, tidak ada maka tidak m entjaudjalan penglaksanaan teknis untuk memungut padjak inidaerah termaksud. «.«v^«rrSusunan kalimat a jat pertama dipilih demikian r u p a , sehing- ga barang-barang berasal dari luar negeri jang diangkut dan Riouw kedaerah pabean harus dikenakan padj'ak masuk.

Pemasukan untuk dipakai adalah suatu istilah teknis jang bs-rasal dari pasal 1, Indische Tariefwet. Dengan pemasukan un­tuk dipakai dimaksud : memasukkan barang dari luar daerah pabean kedalam daerah tersebut, maupun dengan langsung, ataupun sesudah disimpan dalam gedung sebelumnja itu.

a jat 2Padjak masuk ini sedapat mungkin disesuaikan dengan tjara

pemungutan bea, oleh sabab itu perhitungan dan pemungutan djumlah jang harus dibajar dapat dilakukan bersamaan dengan pemungutan bea. A jat kedua m enetapkan bahwa pemungutan padjak ini dilakukan sebagai bea menurut Undang-undang Tarip Indonesia, dimana untuk pemungutan padjak in ternjata harus diperhatikan peraturan-peraturan mengenai pemasukan, pengeluaran dan penerusan jang berlaku untuk bea masuk. Pembebasan jang diberikan oleh atau menurut Undang-undang Tarip Indonesia — djadi djuga jang termasuk dalam tarip bea masuk — hanja dapat sebahagian dilakukan untuk padjak ini, dengan mengetjualikan beberapa pembebasan jang tidak dapat dilakukan, berhubung dengan tudjuan-tudjuan dari padjak masuk. Untuk pembebasan-pembebasan jang tidak berlaku mi ditundjuk kepada pasal 29 lce-5 dan pasal 30 a jat 2.

a jat 3Pasal ini memberi pembatasan jang lebih djauh tentang apa

jang harus dimasukkan dalam pengertian nilai.Menuruti begitu sadja arti nilai sebagai diuraikan dalam

reglemen A jang tertjantum dalam pasal 31 ordonansi bea guna menghitung beanja, tidak mungkin. Dengan nilai diartikan di- situ ialah „nilai-entrepot” , jaitu iharga ibeli untuk importir sam­pai saat penimbunan dalam entrepot, dengan lain perkataan ialah harga djual pedagang besar ditempat asal barang-barang itu ditambaJi dengan lain-lain ongkos jang belum termasuk terlebih dahulu pada penjerahan sampai penimbunan dalam entrepot.

Guna merutjapai supaja pada Ibarang-barang impor dibeban- kan djum lah padjak masuk jang sedapat mungkin sama dengan djum lah padjak pendjualan jang dibefoankan pada barang- barang dihasilkan dalam negeri, maka nilai entrepot harus di-

182

Page 135: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

tambah dengan padjak-padjak dan bea-bea Indonesia jang naius dibajar untuk memasukkan barang-barang. Padjak m a- suk dipungut atas nilai jang parktis sama dengan harga beli seseorang untuk siapa pemasukan barang itu dilakukannja, suatu nilai jang sederadjat dengan harea diual jang dim inta- Kan oleh pabrikan dalam negeri untuk hasil-hasilnja.

ajat 4

Dalam ajat ini ditentukan, bahwa padjak hanja terhutang pada waktu pertama kali memasukkan barang dalam daerah pabean. Peraturan ini penting sekali untuk pengangkutan anta­ra pulau-pulau dari barang-barang luar negeri, dalam hal mana selalu batas daerah pabean — ja ’ni batas tiga mil laut — dilampaui, sehingga menurut pendirian sempit lebih dari satu kali ada pemasukan barang-barang ini kedalam daerah pabean dan dengan tak ada aturan chusus akan dipungut padiak masuk beberapa kali.

Peraturan ini bermaksud menghindarkan akibat jang tidak dikehendaki buat barang-barang jang telaih dimasukkan dalam pengangkutan antara pulau-pulau. Dari barang-barang jang dimasukkan hanja akan dipungut satu kali padjak masuk sebagai djuga halnja bsa masuk untuk itu hanja satu kali sadja terhutang.

Mengenakan padjak masuk untuk barang-barang dihasilkan dalam negeri dalam hal pengangkutan antara pulau-pulau tak akan diadakan sedemikian itu berdasar atas ketentuan, bahwa barang-barang itu tidak boleh berasal langsung dari daerah pabean. Akan tetapi djika barang itu dikeluarkan keluar negeri, m isalnja ke-Singapura dan kemudian dimasukkan ke-Indo- nesia, maka ketentuan dengan siarat kata ..densran langsung’' tidak berlaku dan atas pemasukan barang itu terhutang padjak-masuk.

BAB IX

Padjak kemewahan

Dalam bagian umum pendjelasan ini telah diterangkan, bahwa dan mengapa padjak kemewahan dimuat dalam ran­tjangan ini. Penglaksanaannja lebih landjut terdapat dalam bab ini.

Pasal 28 ajat 1

Dalam daftar jang berikut Undang-undang ini dimuat se- djumlah barang jang bersifat barang kemewahan. Dengan menjimpang dari persentase biasa ja ’ni 5 perseratus, maka atas penjerahan atau pemasukan barang-barang ini dipungut pa­djak dengan persentase jang lebih tinggi, ja ’ni 10 perseratus.

183

Page 136: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ajat 2

Ketentuan dalam ajat ini dimuat untuk m entjegah supaja dianean ada penjelundupan terhadap padjak jang lebih tinggi itu Arlodji jang ditundjuk sebagai baxang kemewahan tetap tinggal barang kemewahan meskipun djarum nja tidak ada.

ajat 3

Dalam ajat ini termuat dua pengetjualian atas apa jang ditentukan dalam a jat dua. Djika bagian jang tidak ada atau selesainja barang itu adalah sifat dari m ana tergantung pe- nundjukan barang itu sebagai barang kemewahan, maka barang pada huruf b tidak dapat dianggap sebagai barang kemewahan.

Sesuatu barang menurut a jat 3 huruf b djuga tidak dapat dianggap sebagai barang kemewahan, djika sesuatu bagiannja tidak ada jang m endjadi sifat barang kemewahan itu.

Barang jang dalam keadaan dimasukkannja pada hakekatnja hanja m endjadi bagian sadja dari barang-barang lam dalam keadaan komplit, pada umumnja tidak akan menentukan siiat- sifat barang jang terachir sebagai barang kemewahan. Oleh karena itu barang tadi tidak boleh disamakan dengan barang dalam keadaan komplit dan oleh karena itu djuga tidak dapat diksnakan padjak sebagai barang kemewahan.

ajat 4

Dalam ajat ini barang jang berada dalam keadaan tidak terpasang disamakan dengan barang jang berada dalam ke­adaan terpasang. Barang-barang ini tidak usah terpasang lebih dahulu.

BAB X

Pengetjualian dan pengembalian padjak

Pasal 29 - 32

Dalam s e d ju m la h hal m aka dari padjak jang d ia t u r dalam U n d a n g - u n d a n g ini dapat diberikan p is n g e t ju a l ia n , sedangkan dalam hal-hal lain jang tertentu padjak jang telah dibajar seringkali dapat dikembalikan.

Rantjangan ini mengadakan dua golongan pengetjualian.Terhadap golongan pertama m aksudnja mengetjualikan pe-

makaian barang jang tertentu dari padjak. Dalam hal penge­tjualian jang murni ini, maka oleh alasan-alasan jang istimewa tidak dipungut padjak sama sekali. Alasan-alasan sedemikian itu m isalnja berlaku terhadap keperluan hidup sehari-hari jang pertama.

184

Page 137: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pengetjualian dan pengembalian golongan kedua adalah aki­bat dari tjara pemungutan padjak. Pembebasan jang termasuk golongan ini bermaksud untuk mentjegah, supaja padjak achirnja djangan dipungut maupun atas bahan mentah atau bahan pembantu dan hasil jang terachir atau atas barang jang diserahkan atau dimasukkan dinegeri ini, akan tetapi tidak dipakai habis dinegeri ini, sehingga alasan pemungutan padjak tidak ada.

Oleh karena tidak semua barang, jang dapat dipakai sebagai bahan-mentah atau bahan-pembantu dalam perusahaan, dipa­kai semata-mata sebagai bahan tersebut, akan tetapi dalam satu dan lain hal dengan langsung dapat dipakai oleh konsu- nien, maka tidaklah mungkin untuk mengetjualikan barang- barang dari padjak jang dapat dipakai sebagai bahan-bahan atau bahan-pembantu.

Berhubung dengan itu maka seharusnjalah pabrikan diberi kesempatan untuk memperhitungkan padjak pendjualan dan padjak masuk jang telah dilunaskannja untuk bahan-mentah dan bahan-pembantu, jang tidak dibebaskan dari padjak dan telah terpakai dalam perusahaannja, dengan padjak pendjualan jang terhutang atas penjerahan dari hasil jang terachir.

Ditilik dari berbagai kemungkinan teknik padjak untuk mentjapai tudjuan ini, maka telah dipilih suatu sistim p'srhi- tungan, dimana penglaksanaannja dalam instansi pertama diserahkan kepada pabrikan. Pabrikan itu dapat memperhi­tungkan dengan sendiri padjak pendjualan jang terhutang atas penjerahan hasil jang terachir dari pabriknja dengan padjak pendjualan atau padjak masuk jang telah dilunaskannja atas pembelian atau pemasukan bahan-mentah dan bahan- pembantu, tetapi selama djumlah padjak ini diketahuinja.

Perhitungan jang tepat ini hanjalah mungkin dilakukan, djika pabrikan menerima bahan-mentah dan bahan-pembantu dengan langsung dari pabrikan barang sematjam itu dinegeri ini atau bahan-mentah dan bahan-pembantu tersebut dimasuk­kan oleh pabrikan itu sendiri dari luar negeri. Oleh karena hanja dalam hal-hal ini pabrikan itu mengetahui berapa djum ­lah padjak pendjualan berikut padjak masuk telah dibajarnja atas pembelian atau pemasukan bahan-mentah dan bahan- pembantu.

Akan tetapi banjak-kali pabrikan bersangkutan menerima bahan-mentah dan bahan-pembantu untuk perusahaannja dari tengkulak. Tengkulak-tengkulak ini biasanja tidak akan m e- njebut djumlah padjak jang dibajarnja dengan maksud supaja langganannja djangan mengetahui untung jang didapatnja. Djuga dalam hal-hal ini pabrikan harus diberi kesempatan memperhitungkan padjak jang telah dibajarnja atas bahan- mentah dan bahan-pembantu. Hal ini diatur dengan menambah

185

Page 138: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

pasal 31 dengan peraturan dimana perhitungan mungkin djuga dilakukan, djika tidak diketahui berapa djumlah padjak pen­djualan atau padjak masuk telah dilunaskan.

Dengan mengingat hal, bahwa nilai atau harga-djual jang semula dari bahan-mentah atau bahan-pembantu dinaikkan bukan sadja dengan djumlah keuntungan, melainkan djuga dengan 5% padjak pendjualan, maka rantjangan Undang- undang ini menetapkan potongan jang tetap sebanjak 3V2 per seratus dari harga beli bahan-mentah dan bahan-pembantu itu.

Djika perhitungan padjak tidak mungkin, maka berdasar pasal 31 ajat 2 juncto pasal 32 atas permohonan dapat diberi pengembalian, oleh karena padjak jang harus diperhitungkan untuk masa jang tertentu melebihi padjak jang terhutang.

Pasal 29

Pengetjualian tersebut pada ke-1 sampai dengan ke-4 m e­ngenai keperluan hidup sehari-hari jang pertama dan barang- barang lain jang dapat disamakan dengan itu.

Untuk melakukan Undang-undang ini harus diartikan dengan tepung dan bunga gandum : gandum jang ditumbuk kering dan tidak termasuk pati jang didapat dengan djalan lain. Oleh karena itu tidak termasuk pengetjualian pati-djagung (maizena), tepung masakan jang kembung sendiri, tepung gris (griesmeel), bubuk poding (pudding-poeder) dan lain-lain ;

roti : hasil tukang roti jang dibuat hanja dari tepung dan bunga gandum, dedek, garam, susu, bubuk susu, air, ragi, moutextract, creme dan gemuk untuk tukang masak (bakkersvet) ;

sajur : hasil tanaman, jang dipergunakan orang buat dima- kan dan jang berupa putjuk, daun, tangkai, kembang, buah, ubi, akar, atau lain-lain bagian dari tanaman ;

sajur dan buah-buahan jang segar : sajur dan buah-buahan dalam keadaan sewaktu dipetik dan djika perlu disediakan un­tuk pendjualan kepada umum ;

gas : hanja gas tjahaja untuk masak dan penerangan, sehing- ga argon, neon, gas zat lemas (stickstofgas) dan udara jang dinampatkan (gecomprimeerde lucht) dan gas lain sematjam itu tidak term asuk;

obat-obatan : semua bahan dan tjampuran bahan jang d i­maksud atau digunakan maupun untuk didalam ataupun untuk diluar buat manusia atau binatang untuk mentjegah, mengu- rangkan atau menjembuhkan penjakit.

Dengan kata „ikan” dimaksud djuga udang, kepah (mosselen) dan udang karang (kreeft).

186

Page 139: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ke-,

ke-

ke-1

ke-;

Menurut ketentuan ini penjerahan barang jang pada pemasukan dapat diimpor bebas dari bea masuk, adalah dibebaskan djuga dari padjak pendjualan.Ketjuali atas pengetjualian ini m engenai: bantalan rel untuk djalan kereta api, barang besi untuk djalan ke- reta api (spoorstaven) djembatan lalu-lintas dan d jem - batan untuk pelabuhan kapal terbuat dari besi motor penghela untuk lokomotip dan sebagainja m otor-electro untuk kereta api dan bahan untuk djalan tram, loco- motip dan semua bahan lainnja untuk kereta api dan djalan tram dan achirnja es kasar.Untuk membatasi pelakuan pasal 31 sebanjak mun°'kin maka perlu mengetjualikan bahan-m entah dan bahan- pembantu jang semata-mata dipakai sebagai bahan demikian, selama barang ini tidak terhitung dalair pengetjualian tersebut pada pasal 29 ke-5.Dasar pemungutan padjak jang diterangkan dalam pasal 3 Undang-undang ini ialah penjerahan barang oleh pabnkan. Dalam sistim Undang-undang ini pemungutan padjak harus dibatasi pada penjerahan barang-barang jang dihasilkan oleh pabrikan. Oleh karena itu maka disini dibebaskan dari padjak semua barang jang oleh pabrikan diserahkan terus dalam keadaan tidak diusa- hakan, sedangkan untuk barang itu padjaknja ternjata telah dilunaskan. „Kenjataan” ini dapat dianggap djika dengan menjerahkan paktur dapat dinjatakan pembelian barang jang diperdagangkan terus dalam keadaan tidak diusahakan itu. Pada umumnja padjak dapat dianggap telah dibajar dari keadaan, bahwa barang itu didapat dari pihak ketiga.

dan ike-9. Barang-ekspor. Sifat padjak pendjualan sebagai padjak pemakaian umum membawa akibat, bahwa jang dikenakan padjak hanjalah pemakaian dalam negeri. Berhubung dengan ihal ini m aka penjerahan barang hanja dapat dikenakan padjak selama dilakukan dalam Indonesia.Perlu pula diberikan aturan dalam hal-hal, dimana pe­njerahan terdjadi dalam Indonesia, akan tetapi sudah tentu, bahwa penjerahan dilakukan terhadap barang untuk dikeluarkan keluar negeri. Hal ini banjak kali ter­djadi oleh karena pada chususnja dalam pasal 1 ajat 4 dianggap sebagai tempat penjerahan ialah tempat, dimana barang diserahkan untuk dikirim kepada djuru- kirim atau pengusaha pengangkutan.Dengan demikian maka penjerahan hasil pertanian untuk ekspor hampir selamanja ham s dianggap telah terdjadi dalam Indonesia.Ketentuan pada ke-8 dalam hal ini untuk seibagian

187

Page 140: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

padjabk rba?aJg-barangeS u k r M ^ ™embebask' an dari asal sadja peraturan untuk- itu ^ke uarka-n keluar negeri, mengadakan penilikan jane / ' i an“ bermaksudbarang itu dikeluarkan apakah betul barang-

v f % penduduk,tidak d ap at m em enuhi peraturnn f ^ a n +tefcaPi p ab rikan ap a ja n g tersebut u ad a Vp q i Jan g 'term aksu d , m a k a n jerah a n barang jano- d i t i m r i f ^ T ? 11 k a n ’ b a h w a Pe~ ja n g m enurut sifafcnja d ia n e ^ n M ?n teri K e u a n g a n

kP in dlkeIuarkan keluar neeeri I S f e se.b a - ian besar u n tu k P en jerah an b aran g dengan ™ £ a ri p ad Ja k p en d ju alan . ran g den gan p e r t iu m a % r fo P ? Jum a* P en je ra h a n b a -h a f hfc 7dikenakan padjak A kin tS- ■ g erisfciwa

JanS mungkin meniSvnKt pi dapat terdj adi dJak djadi tidak adil Sehnp-J ^ Pemungutan pa-rahan dengan pertjuma darfohn? £ \ dlSebufckan PenJe~ badan amal guna diberiifni S <? a ke,pada badan_Pertjuma. oerikan kepada penduduk dengan

keuangan ^eThTk^m em tebTtfhal ini* ’bahwa menteri lrp-ii mbebaskan penjerahan dengan• Penjerahan baran®- riniom

mah makan dalam dasarnfi? 1 ?31 ,pen®inapan dan ru-pendjualan. dasarnja harus dikenakan padjakPada l Djuni 1947 +pio-uIndonesia dahulu P ad ia? p i \ 0rlaku dafcm RepublikH^Jang_undang mana sernnn ^ It menurutmakan dan rumah penffinnno2 e^ ajaran dalam rumah Dengan Undang-undanl tS ^kenakan padjak 10%. (Lembaran Negara 7? ? rax No- 36 ta^un 1950im berlaku mulai pada 1 n ? ltenrtukan Undang-undang

nUa” 1M1 " SelUIUh dipertahankan, maka urrhuJ1 te^?ebut hendaknja djuga perlu sekali membebaslrfm rnen,^ eigah padjak k°mulatip dalam rumah penginSnn h Penjerahan barang-barang

ke 79 djak Pendjualan g Pan dan ™mah makan dari pa- K e ~ 1 2 - p endjelasan tentar>°-

WdJak pendjualan hani*1 8,11 menSakibatkan, bahwa sakit, rumah sakit gila n i ^ ? dlPunSut atas rumah w ? £ an’ lernfaaga buat’ «JL + a» tem pat penjem - m ?^ aga Iainnia, oleh k a r p ^ f l ua_tua dan lemtoaga- minuman jang- dibuat rint ^HJerahan makanan danAkan tit™"® sakit- orang lemb,aSa- lemfcaga ituHan ^ ^ api herhufbuno- dirawat. dan sebagainja.tida> r?121113 dibuat f 1, bahwa makananunt^l nakan padjak Den rtf, 7* Im2kungan kisluarga untuk membebaskan d a r f ’ maka sebaiknjalah

i 88 Padjak Pendjualan, makanan

Page 141: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dan minuman jang dibuat dalam lembasa-Iembaga jang bersifat sosial dimana orang tinggal jang oleh karena suatu hal diluar kemauannja seperti sakit, tjatjat, ke- miskinan dan sebagainja tidak dapat tinggal dalam lingkungan keluarga.a. lembaga uncus menjembuhkan dan merawat orang

jang sakit atau bertjatjat;b. lembaga untuk merawat orang lain, jang memenuhi

sjarat chusus, bahwa penjelenggaraan lembaga itu bertudjuan pekerdjaan amal.Untuk kedua golongan lembaga itu berlaku sjarat, bahwa untung tidak mendjadi tudjuan atau tidak dibuat.

ke-13. Oleh karena tingginja tjukai tembakau jang dipungut menurut ordonansi Tjukai-tembakau Staatsblad 1932 No. 517, maka pada waktu sekarang tidak dapat diper- tanggung-djawabkan untuk memungut lagi padjak pendjualan atas hasil-hasil tembakau.

Pasal 30Pembebasan atas padjak masuk dan pengetjualian atas pem­

bebasan itu sama seluruhnja dengan pembebasan dari padjak pendjualan tentang itu.

Pasal 31 ajat 1 dan 2Perhitungan menurut ajat 1 dan 2 telah dibitjarakan dalam

pendjelasan umum tentang pasal 29 sampai dengan pasal 32.

ajat 3Jang ditentukan dalam ajat ini tidak usah diberi pendjelasan

lagi.ajat 4

Dalam hal-hal dimana pabrikan mengambil kembali barang dari pembeli dalam keadaan tidak terpakai djuga dalam hal-hal, dimana pabrikan memberikan pengurangan atas harga-djual, maka padjak jang dibajar terlampau banjak dapat diperhitung- kan dengan padjak jang sementara itu terhutang oleh karena penjerahan-penjerahan barang jang baru.

Pasal 32Pasal ini mengatur pemberian kembali padjak jang menurut

pasal 9 dibajar terlampau banjak atau tak semestinja.Peraturan ini terutama akan berlaku djika djumlah pendjual­

an iang diberitahukan terlampau tinggi, hal mana antara lain akan dapat terdiadi djika, oleh karena keehilafan penjerahan- oenierahan jang dibebaskan dimuat dalam surat pemberitahuan " a f p e n j S a n jang dikenakan padjak. Kedua, dalam hal-

189

Page 142: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

hal apabila perhitungan menurut pasal 31 tidak m ungkin lagi, ja ’ni djika padjak jang harus diperhitungkan melebihi djum lah padjak jang terhutang.

BAB X I Peraturan chusus.

Pasal 33 — 38. Pasal 33 sampai dengan 37Pasal ini kira-kira sama dengan peraturan-peraturan ber-

sangkutan dalam beberapa aturan padjak.

Pasal 38Untuk m entjegah terganggunja hidup ekonomi, maka harus

diadakan kemungkinan pertama untuk dapat menjesuaikan dengan segera Undang-undang ini kepada kebutuhan praktek dan kedua untuk mengadakan kemungkinan untuk mengurus ketidak adilan jang terasa berat dengan tjara jang sederhana dan tjepat, jang mungkin timbul dalam melakukan Undang- undang ini.

BAB X II Peraturan pidana

Pasal 39 — 48Perlu kiranja mengikat hukuman kebebasan dan denda pada

maksimum jang lebih tinggi dari pada jang ditetapkan dalam peraturan padjak lainnja, oleh karena dalam satu hal harus lebih banjak diserahkan kepada itikad baik dari wadjib padjak dan dalam hal lainnja oleh karena turunnja nilai dari aiat penukaran, maka maksimum jang ditentukan dalam peraturan- peraturan tersebut dalam keadaan jang telah berobah sekarang tidak lagi mempunjai tjukup kekuatan prepentip. Selandjutnja ketentuan-ketentuan ini tidak memerlukan pendjelasan- pendjelasan jang istimewa.

BAB X III Peraturan penutup

Pasal 49-50Pasal 49

Peristiwa jang menjebabkan pemungutan padjak ini ialah penjerahan barang. Untuk hal-hal dalam mana penjerahan dilakukan sebelum Undang-undang ini berlaku, maka meskipun pembajaran harga-djual dibajar sesudah saat itu tidak akan dikenakan padjak, meskipun pasal 5 ajat 1 menjatakan ber- lainan, oleh karena saat penjerahan barang harus dipandang sebagai saat jang menentukan apakah dikenakan padjak atau

190

Page 143: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

°LehuTrarf na itu maka PenJerahan barang jang dilakukan sesudah Undang-undang ini berlaku, selalu akan mengakibatkan pemungutan padjak.

Berhubung dengan hal ini maka ditetapkan pada ke-2 pasal mi bahwa selama penjerahan barang dilakukan sesudah Undang-undang ini berlaku disebabkan perdjandjian jang d i­buat sebelum saat itu, maka pabrikan dapat meminta kembali padjak jang terhutang dari orang kepada siapa barang itu diserahkan. ®

Pasal 50

Oleh karena waktu berlakunja Undang-undang Padiak Peredaran 1950 berachir mulai 1 Oktober 1951, maka dirasa perlu menetapkan saat berlakunja padjak pemakaian jang baru m i djatuh bersama dengan saat pengachiran waktu berlakunja Undang-undang tersebut diatas.

191

Page 144: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

l a m p i r a n

UNDANG-UNDANG DAKURAT No. 19 TAHUN 1951

TENTANG PEMUNGUTAN PADJAK PENDJUALAN

DAFTAR TERMAKSUD DALAM PASAL 28 AJAT 1

i Ba-ang-barang jang dibuat atau dibentuk dari amber.batu amber, git, g a d i n g , koraal, albast, m arm er.seipkulit mutiara (paarlemoer) dari agaat,atau kura-kura atau dibuat ? setengah-adijaspis, jade, onyx, lapis lazuli atau batu-setenDa(halfedelstenen) lainnja.Keterangan-keterangan chusus.Tidak termasuk dalam posdaftar ini ■ rrtY.Q«HcpbnnDen)a. perkakas (instrumenten, werktuigen, geree; P

perabot rumah (meubelen) dan bagian-ba? ianinj »b. patung-patung (beeldhouwwerken) jang t,idak dianggap

sebagai massa-product akan tetapi sebagai , . 'e. barang-barang jang njata bertudjuan mendjadi

dari barang tidak bergerak.2- L ^ p t ^ p e ^ k f r ^ u d a ^ a (ventilatoren. dlmedja didin-

din°- dan geladak (plafond), dan pesawat-pesawao penukar udara lainnja jane dieunakan untuk menga­dakan oenukaran udara dalam ruangan tempat kedia- man atau kantor, gedung komidi (schouwburgen) dan sebagainja, djuga tians-tian? (standaaids), sajap, kerajidjang pendjaga (bescheraikorven) dan barang seperti itu seperti ciigunaican pada pesawat penukai udara tersebut dan m otor-m otor jang njata mendjadi bagian n ja ;Ketentuan chusus. , . . . . . .Tidak termasuk dalam bagian X dan posdattar ini . pesawat penukar udara diainding atau didalam dindmg (ringventilator) dengan lingkaran besi dan sajap jang digalvanisir (gegalvaniseerd) dan disepuh timah, jang diameter sajapnja lebih dari 500 milimeter serta pesa­wat penukar udara contrifugaal dan lain-lain pesawat penukar udara jang digunakan sebagai aiat pembantu perusahaan dalam perusahaan industri atau teknik ;

II. pornes-dapur, tempat api untuk menggoreng (braad- ovens), mesin tjutji guna piring-mangkok dan lain-lain dari elektris, motor untuk rumah-tangga dan lain-lain mesin elektris dan alat-alat g-una rumah-tangga, hotel dan sebagainja atau guna toilet atau untuk perdja- lanan, perkakas (apparaten, toestellen en werktuigen,

192

Page 145: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Ad I Ik tambahan ini ditjapai, bahwa hanja menjerahkan

baiang-barang dan melakukan djasa dikenakan padjak selamaa1111*- ^ da am masa 1 Djanuari 1951 sampai dengan30 September 1951. &

Ad IIIPembatasan masa berlakunja Undang-undang ini meminta

supaja masa jang tersebut dalam pasal 5 ajat 1. dalam mana padjak terhutang, disesuaikan dengan itu.

Ad IVPerubahan-perubahan jang diadakan dalam pasal ini pada

satu fihak mengenai penjesuaian jang perlu berhubung dengan pembatasan masa bsrlakunja Undang-undang sekarang ini dan pada lain pihak suatu pembetulan sebagian dari redaksi seperti berbunji sebelum pasal ini diubah dengan Undang-undang Darurat 1951 nomer 38, oleh karena redaksi jang semula — berlainan dengan jang diubah — memuat djuga peraturan untuk hal-hal, dalam mana satu perusanaan acau pekerdjaan tidak dilakukan selama setribulan takwim penuh.

Ad VBerdasarkan pembatasan masa berlakunja Undang-undang

ini padjak harus ditetapkan untuk padjak jang telah terhutang didalam masa 1 Djanuari 1951 sampai 30 September dan se- djumlah pembajaran-pembajaran jang dilakukan untuk penjerahan barang-barang atau djasa jang dilakukan sebelum1 Oktober 1951 untuk tribulan takwim, dalam mana pemba­jaran-pembajaran ini telah dilakukan.Ad VI

Penetapan padjak harus didjalankan selekas mungkin sesu­dah 30 September 1951 dan selama mengenai pembajaran- pembajaran jang telah dilakukan selekas mungkin setelah berachirnja tribulan takwim, dalam mana pembajaran-pemba­jaran ini telah terdjadi.Ad VII

Dengan tambahan ini ditjapai, bahwa padjak masuk hanja terhutang selama pemasukan barang-barang terdjadi dalam masa 1 Djanuari 1951 sampai dengan 30 September 1951.Ad VIII

Oleh karena masa berlakunja Undang-undang telah dibatasi, maka harus diadakan pengenaan ketetapan padjak selama masa 1 Djanuari 1951 sampai dengan 30 September 1951 sebagai ganti ketetapan-ketetapan tahunan.

U. U . 1951 - 10145

Page 146: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

Dalam pasal 33 diadakan beberapa perubahan-perubahan semua berhubung dengan masa berlakunja Undang-undang jang dibatasi sekarang.a. selama ketetapan-ketetapan padjak sementara berdasarkan

pengiraan peredaran setahun, maka dengan memperguna lean, ajat lima dari pasal 33 jang harus diubah pula untuk itu hendaknja harus diberikan penundaan pembajaran dari sebagian ketetapan padjak jang dapat dianggap ™®ngenai masa 1 Oktober 1951 sampai dengan 31 Desember 1951. Pada ketetapan-ketetapan padjak sementara jang masih harus dikenakan dapat diperhatikan masa berlakunja Undang- undang jang dibatasi ini. Dalam keadaan ini maka sepatut- njalah waktu pembajaran diatur demikian rupa, sehingga ketetapan-ketetapan padjak sementara akan lunas pada achir masa, dalam mana padjak dipungut.

b. ajat pasal ini jang bermaksud mentjegah, supaja djangan sampai djumlah besar dari padjak harus dilunaskan dalam waktu terlalu singkat, adalah terlalu lunak sebagai suatu padjak seperti padjak peredaran, dimana pembajarannja dapat dianggap sebagai penjetoran uang dari djum lah- djumlah jang telah dipungut untuk Negara. Berhubung dengan itu djumlah angsuran diturunkan dari lima mendjadi tiga.

c. ketetapan-ketetapan padjak sementara sebagian besar ber­dasarkan pengiraan peredaran setahun. Dasar ini sekarang tidak betul lagi. Redaksi jang diubah memungkinkan untuk memberi penundaan pembajaran bilamana dapat ditundjuk- kan, bahwa dasar ketetapan padjak mungkin akan mendjadi tiga perempat atau kurang dari ketetapan padjak sementara. Hampir selalu demikian halnja selama ketetapan-ketetapan padjak sementara berdasarkan pengiraan peredaran setahun.

Ad XDalam pasal 62 diadakan dua perubahan :

a. A jat pasal jang disisipkan menghendaki dengan tidak ragu- ragu, bahwa padjak terhutang mengenai pembajaran muka jang dilakukan sebelum berlakunja Undang-undang ini dan pembajaran-pembajaran jang dilakukan setelah 30 Septem­ber 1951 selama pembajaran-pembajaran muka ataupun pem­bajaran sesudahnja ini mengenai penjerahan barang-barang atau djasa jang dilakukan selama masa 1 Djanuari 1951 sampai dengan 30 September 1951. Peristiwa-peristiwa jang menjebabkan diadakan pengenaan padjak ialah penjerahan barang-barang dan djasa jang dilakukan. Selama peristiwa- peristiwa ini terdjadi dalam 1 Djanuari 1951 sampai 30 Sep-

Ad IX w ,

146

Page 147: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

“ S H s S S ' g ' w sgantinja membuka kemungkinan untuk me” g "padjaknja jang berhubungan dengan Deniprahnn ^embal1 denlan ^ dilak^ a n setelah 30 September 9 ^

atau ^ P a r ^ . t ^ ^

Pasal IITidak perlu pendjelasan.

147

Page 148: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

TENTANG PEMUNGUTAN PADJAK PENDJUALAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa berhubung dengan keadaan keuanganNegara dianggap perlu untuk menggantikan Undang-undang padjak peredaran 1950 (Undang- undang Darurat No. 12 tahun 19501 jang waktu berlakunja berachir pada 1 Oktober 1951 dengan padjak pendjualan jang berdasar atas sistim pe­mungutan satu-kali atas penjerahan barang dan djasa jang dilakukan dan termasuk dalamnja ; bahwa karena keadaan-keadaan jang mendesatv. peraturan ini perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal-pasal 96 dan 117 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia :

U N D A N G -U N D A N G DARURAT No. 19 TAHUN 1951

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PEMUNGUTAN PADJAK PENDJUALAN

Bab I

Peraturan UmumPasal 1

(1) Jang dimaksud Undang-undang ini dengan :ke-1. daerah pabean : daerah pabean Republik Indonesia : ke-2. barang : barang jang menurut sifatnja dianggap

sebagai barang bergerak jang berwudjud ; ke-3. penjerahan barang :

a. penjerahan hak milik atas barang oleh karena sesuatu perdjandjian ;

b. pemberian barang oleh karena sesuatu perdjan­djian beli-sewa ;

c. pemindahan hak milik atas barang oleh karena sesuatu tuntutan oleh /atau dari pihak peme­rintah ;

d. penghasilan pekerdjaan dalam keadaan bergerak, ketjuali djika penghasilan itu berlaku untuk pemesan jang harus dianggap sebagai pabrikan dari pekerdjaan itu ;

148

Page 149: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ke-4. harga-djual : nilai berupa uang jang dipenuhi oleh pembeli atau pihak ketiga oleh karena penie- rahan barang ; * J

(2) Penjerahan hak milik jang semata-mata buat djaminan hutang tidak dianggap penjerahan

!?! ? ai a m .harea-^ « a l tidaklah terhitung padjak pendiualan. Sebagai tempat dan saat penjerahan maka dianggap tem­pat dan saat, dimana pabrikan jang menjerahkan baran°- itu memberikan barangnja kepada djurukirim, pengusaha pengangkutan atau pengangkut untuk dikirimkan.

Pasal 2*1) Jang dimaksud Undang-undang ini dengan :

ke-1. pabrikan : siapa jang- dalam perusahaan atau peker- djaannja dalam daerah pabean dengan bebas menghasilkan, membuat, mengusahakan, memelihara atau memasak barang atau menjuruh orang lain melakukan perbuatan itu ;

kG~2‘ b °S ?k u -: ° iang kepada siapa penjerahan barangke-3. inspektur: Kepala Inspeksi Keuangan dalam daerah

siapa pabrikan itu bertempat tinggal atau barke- dudukan.

(2) Orang pribadi jang hanja mendjalankan pekerdjaan ter­sebut untuk kepentingan satu dua pabrikan dan atas petundjuk pabrikan-pabrikan itu tidak dianggap sebagai pabrikan.

(3) Kata mengusahakan diartikan sesuatu perbuatan jang oleh karenanja sifat barang itu berubah.

Bab IINania, objek clan djumlah padjak

Pasal 3Dengan nama padjak pendjualan dipungut padjak atas pe-

njeralian barang jang dilakukan oleh pabrikan didalam daerahpabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerdjaannja.

Pasal 4(lj Mengenai penjerahan barang oleh karena sesuatu perdjan­

djian djual-beli atau beli-sewa jang tidak dipengaruhi oleh suatu perhubungan istimewa antara pihak bersang­kutan, maka padjak dihitung atas dasar harga-djual.

<2) Mengenai penjerahan barang jang tidak termasuk dalam ajat pertama, maka padjak dihitung atas dasar harga-djual jang dapat diminta untuk barang itu pada ketika pen- djualannja, seandainja tidak ada perhubungan istimewa antara pihak bersangkutan.

149

Page 150: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

fl) Dalam hal-hal, dimana barang diserahkan dengan harga berupa uang atau beruoa barane lain, maka dalam hal-nai tersebut, padjak terhutang untuk sebulan-takwim atau untuk masa lain jang ditetapkan oleh M enten Keuan0an, dalam masa mana penglunasan harga terdjadi. .

(2) Djika wisel, tjek atau surat-berharga seperti itu ditenma sebagai pembajaran, maka menguangkan atau menjerankan surat itu kepada pihak ketiga dianggap sebagai psngiuii(iS3»n

(3) Inspektur, atas suatu permintaan, dapat menetapkan, bahwa dengan menjimpang dari ajat pertama dalam nai- hal dimaksud dalam ajat itu, padjak djadi terhutang untuk masa, dalam mana harga djadi terhutang.

Pasal 6

Padjak berdjumlah lima perseratus.

Bab III

Tanggung padjak, tjara memenuhi padjak

Pasal 7(1) Padjak terhutang oleh pabrikan jang melakukan penje­

rahan pada tempat ia tinggal atau berkedudukan.(2) Pembeli tanggung-renteng atas padjak, selama ia tidak

dapat mengundjukkan telah membajarnja, ketjuali dapat diterima, bahwa ia dalam hal itu beritikad baik.

(3) Pabrikan diwadjibkan menghitung padjak itu tersendiri.(4) Pembeli wadjib melunaskan padjak bersama dengan harga-

beli. Djika dibajar dengan m entjitjil, maka padjak itu di­anggap telah termasuk dalam djumlah jang lelah dibajar untuk sebagian berbanding dari harga-beli.

(5) Djika pembajaran berlangsung tidak baik, maka pabrikanmempunjai hak mendahului seperti Kas Negeri atas barang bergerak kepunjaan pembeli sebanjak djumlah padjak.

(O'! Perdjandjian jang bertentangan dengan pasal ini tidak sah.

Pasal 8

Cl j Tempat tinggal atau kedudukan pabrikan ditentukan menurut keadaan.

(2) Pabrikan jang tidak bertempat-tinggal atau berkedudukan dinegeri ini dianggap bertempat-tinggal atau berkedudukan ditempat, dimana ia dinegeri ini semata-mata atau ter- utama mendjalankan pekerdjaannja atau perusahaannja.

Page 151: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 9

Ka ‘l a 1’,a' us melunaskan padjak dengan penjetoran dalamt dalam tempo dua puluh lima hari sesudah bulan

dimn ^ a rfU T “ fa lamJ anS ditetapkan oleh Menteri Keuangan, aimana padjak itu terhutang.

Pasal 10(1)

(2 )

(3)

Fabrikau wadjib memberitahukan djumlah jang harus di­kenakan padjak kepada inspektur dalam tempo satu bulan sssuuah masa jang termaksud dalam pasal 5 berachir de­ngan mempergunakan surat-isian jang ditetapkan oleh

la • ■DJa. ’ataP Padjak untuk itu dan tentang sebab- sebabnja djika dalam sesuatu hal padjak tidak terhutan"^ H - U,g a ,tentaT1T1S/ egala hal-ichwal jang diperlukan untuk mendjalankan Undang-undan»' ini»Dnf a^ i lKmberitahUa,n disebuti°an djuga tempat dan tang-rancraT rtaiJaian pJdjak JanS terhutang menurut kete­rangan dalam pemberitahuan ituSurat pemberitahuan oleh pabrikan diisi dengan djelas pasu dan dibuat dengan sebenarnja dengan tidak bersjavat serta ditanda-tangani.

(4) Untuk koperasi dan lain-lain perkumpulan, jajasan dan perseroan, maka tanda-tangan salah satu anggauta pen°u- rus atau pesero pengurus dapat dianggap tjukup

(5) Surat pemberitahuan dapat ditanda-tangani oleh lain oiang atas nama jang diwadjibkan memasukkan pemberi­tahuan, asalkan berdasar atas suatu surat kuasa jang dilampirkan pada surat pemberitahuan.

(6) Pemberitahuan dianggap tidak dimasukkan, djika pabrikan tidak atau tidak segenapnja memenuhi apa jang ditentukan dalam ajat-ajat tersebut diatas.

Bab IV Penetapan padjak

Pasal 11(1) Pabrikan atau golongan pabrikan jang ditundjuk oleh

inspektur dikenakan ketetapan padjak jang terhutang untuk setahun ta!:wim.

(2) Terhadap pabrikan jang dimaksud dalam ajat 1. maka ketentuan menurut pasal 5. 9 dan 10 tidak berlaku.

Pasal 12(1) Pabrikan jang dimaksud dalam pasal 11 dikenakan padjak

pada tempat, dimana mereka pada permulaan tahun takwim tinggal atau berkedudukan.

151

Page 152: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Mereka jang memulai perusahaan atau pekerdjaan sesudah saat dimaksud dalam ajat 1, dikenakan Padjak pada teinpat dimana mereka itu tinggal atau berkedudukan pada saat permulaan perusahaan atau pekerdjaan itu.

(3) Padiak ditetapkan oleh inspektur.(4) Ketetapan padjak selekas mungkin ditetapkan pada achn

tahun takwim.Pasal 13

fl» Sambil menunggu penetapan padjak, maka inspketur se­lekas mungkin, sesudahnja awal tahun takwim. mengenakan ketetapan padjak sementara berdasar atas djumlah jang dikiranj &(2) Djika ada kesangsian, b a h w a ketetapan padjak jang te i- maksud dalam ajat pertama ditetapkan terlampau l.ndah , maka dapat lagi ditetapkan ketetapan sementaia.

(3) Ketetapan padiak sementara dianggap sebagai suatu ke( tet£^>an^padjak dalam arti kata U n .an .-u n dan g mi semata-

mata berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dalam bab

(4; Dari^ketetapan padjak jang ditetapkan ke^ dian'diumlah jang besarnja sama dengan ketetapan padjak s e S a r a tidaklah termasuk tagihan. Djika ketetapan padjak jang ditetapkan kemudian ada rendah, maka ke­tetapan padjak itu samasekali tidak ditagih dan ketetapan padiak sementara dikurangi dengan bedanja.Djika ketetapan padjak jang ditetapkan kemudian sama dengan ketetaoan padjak sementara atau lebih rendah. maka kepada pabrikan dikirim surat pembentaan. dalam mana dinjatakan tanggal pemberiannja.

(6> Surat-isian pemberitaan ditetapkan olen Kepala DjawatanPadjak.

Bab V Tagihan tambahan

Pasal 14'l i Djika pabrikan tersebut dalam pasal 9 tidak atau tidak

sepenuhnja melunasi padjak ataupun dengan tidak semesti- n ja telah dilakukan pengembalian padjak, maka padjak jang tidak dilunaskan atau tidak dikembalikan dengan semestinja, djika itu mengenai djumlah lebih dari lima rupiah, dapat diadakan tagihan tambahan dengan djalan penetapan padjak oleh inspektur, selama sedjak achir masa.. dimana padjak itu terhutang, belum liwat lima tahun.

(1) Padjak jang ditetapkan dalam tagihan tambahan ditambari dengan empat g;anda. Tambahan itu tidak dipungut, djika- lau tagihan tambahan itu disebabkan oleh hitungan jang salah dari jang berkepentingan, kesalahan mana dapat dianggap telah dibuat dengan itikad baik.

152

Page 153: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1.3) Kepala Djawatan Padjak berkuasa mengurangi atau mem- batalkan tambahan jang ditetapkan menurut ajat 2, ber­dasarkan kechilafan atau kelalaian jang dapat dimaafkan.

(4) Atas ketetapan padjak tagihan tambahan berlaku keten­tuan tentang penetapan dan penagihan padjak.

Bab VIKeberatan dan pertimbangan

Pasal 15<.U Barangsiapa berkeberatan terhadap padjak jang dikenakan

padanja menurut pasal 11 ajat 1 dapat memasukkan surat keberatan kepada inspektur jang menetapkan padjak itu dalam tempo tiga bulan setelah surat ketetapan padjak atau pemberitaan dimaksud dalam pasal 13 ajat 5 diberikan

(2) Sewaktu memasukkan surat keberatan diberikan tanda penerimaan, djika diminta.

(3) Djika pengiriman dilakukan dengan perantaraan pos, maka tanggal-tjap kantorpos jang mengirimkan dianggap seba­gai tanggal pemasukan surat keberatan.

(4) Djika seseorang menerangkan tidak dapat menulis ia dapat memadjukan keberatan dengan lisan dalam tempo jang telah ditetapkan kepada pembesar jang dimaksud dalam ajat 1 jang seketika itu membikin atau menjuruh membi- kin surat jang dibubuhi tanggal dan tandatangan. Surat ini dianggap sebagai surat keberatan.

(5 1 Tempo tiga bulan itu tidak mengikat, djika dapat dinja- takan, bahwa tempo itu tidak dapat diperhatikan ber­hubung dengan keadaan istimewa.

(6) Penarikan kembali sesuatu surat keberatan jang telah di- masukkan hanja dapat dilakukan dengan sah dengan mufakatnja inspektur.

Pasal 16(1) Atas surat keberatan diambil keputusan oleh inspektur.(2) Dalam keputusan itu padjak dapat dinaikkan.(3) Surat keputusan memuat alasan djika keberatan seluruh-

nja atau sebagian ditolak atau tidak dapat diterima.(4) Kutipan surat keputusan dikirim kepada jang berkepenting-

an menurut tjara jang ditetapkan oleh inspektur. setelah didalamnja dinjatakan tanggal pengirimannja.

Pasal 17Earangsiapa berkeberatan terhadap keputusan jang diambil

atas surat keberatannja atau terhadap padjak jang ditetapkanuntuknja menurut pasal 14 ajat 1 atau terhadap keputusan jangdiambil baginja menurut pasal 32, dapat memasukkan surat

153

Page 154: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

permohonan pertimbangan kepada Madjelis Pertimbangan Padjak menurut tjara jang ditentukan dalam Peraturan me- minta pertimbangan dalam urusan padjak, dalam tempo tiga bulan setelah tanggal surat keputusan dikirim atau surat ketetapan padjak diserahkan.

Bab VII Penagihan

Pasal 18(It Ketetapan padjak, begitupun kenaikan padjak, djuga ke­

naikan, dimaksudkan dalam pasal 15 Peraturan meminta pertimbangan dalam urusan padjak, dimasukkan dalam kohir, ketjuali ketetapan padjak jang ditetapkan kemudian jang besarnja sama dengan atau lebih rendah dari pada penetapan sementara jang lebih dahulu.

(2) Kohir ditetapkan oleh inspektur.f3> Surat-isian untuk kohir ditetapkan oleh Kepala Djawatan

Padjak.Pasal 19

»lj Segera setelah kohir ditetapkan, maka kepada tanggung- padjak diberitahukan ketetapan jang dimasukkan dalam kohir dengan djalan mengirim surat ketetapan padjak.

(2) Penjelenggaraan pengiriman surat ketetapan padjak dan pemberitaan dimaksud dalam pasal 13 ajat 5 diatur oleh inspektur.

<3 i Tanggal pengiriman dinjatakan, baik dalam kohir, maupun dalam surat ketetapan padjak atau pemberitaan.

<41 Surat-isian untuk surat ketetapan padjak ditetapkan oleh Kepala Djawatan Padjak.

Pasal 20(1) Ketetapan padjak dimaksud dalam pasal 11 ajat 1 dan

pasal 14 ajat 1 ditagih seluruhnja sedjak hari kesepuluh setelah surat ketetapan padjak diserahkan.

(2) Ketetapan sementara dimaksud dalam pasal 13 ajat 1 dan2 ditagih dengan angsuran jang banjaknja sama dengan banjaknja bulan jang masih tersisa dari tahun takwim sehabisnja bulan, dalam mana surat ketetapan padjak di­serahkan. Hari-pembajaran ialah pada tiap tanggal lima- belas dari bulan-bulan itu.

(3) Djika penjerahan surat ketetapan padjak dimaksud dalam ajat dua terdjadi sesudah tanggal 31 Djuli dari tahun takwim, untuk mana padjak ditetapkan, maka padjak itu ditagih dengan lima angsuran jang sama besarnja dan hari-pem bajarannja berturut-turut pada tanggal lima- belas dari tiap-'tiap bulan, dimulai dengan bulan jang mengikuti bulan, dalam mana surat ketetapan padjak diserahkan.

154

Page 155: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(4) Dalam hal penurunan ketetapan padjak sementara, djumlah jang masih terhutang, dibagi atas angsuran jang belum terbit.

<5) Kepada tanggungpadjak jang dapat mengundjukkan, bah­wa padjak jang terhutang, disebabkan oleh hal-hal terdjadi setelah padjak sementara ditetapkan, mungkin akan ku­rang daripada tiga perempatnja dari padjak sementara jang ditetapkan, atas permintaannja dapat diberi penun- claan pembajaran untuk sedjumlah dari padjak sementara itu jang dikira akan melebihi banjaknja padjak jang akan ditetapkan kemudian.Djumlah, untuk mana diberi penundaan pembajaran, di­bagi rata atas angsuran ketetapan sementara jang belum diiunasi.

(7) Pemberion penundaan pembajaran sewaktu-waktu dapat ditarik kembali, djika pengiraan besarnja padjak jang akan ditetapkan kemudian, memberi alasan untuk itu.

Pasal 21Padjak jang dimaksud dalam pasal 13 ajat 1 dan 2 dapat

ditagih seketika :ke-1. djika djumlah jang tidak dibajar melebihi djumlah satu

angsuran ;ke-2. djika tanggungpadjak dinjatakan pailit atau berada

dalam keadaan penglaksanaan pembajaran dibawah pengawasan hakim, begitu pula dalam h£l disitanja barang bergerak atau barang tetap oleh pihak Negeri atau dalam hal pendjualan barang itu disebabkan penjitaan atas nama pihak ketiga ;

ke-3. djika tanggungpadjak menghentikan atau sangat menge- tjilkan perusahaan atau pekerdjaannja dinegeri ini atau memindahlangankan barang teiapnja jang terletak di­negeri ini.

Pasal 22(1) Kewadjiban membajar tidak ditangguhkan oleh pemasukan

surat keberatan terhadap padjak itu.(2) Sanggahan terhadap penglaksanaan surat paksaan tidak

dapat ditudjukan kepada kebenaran atau djumlah dari ketetapan padjak ataupun kepada keadaan. bahwa surat ketetapan padjak atau surat pemberitahuan tidak diterima.

Pasal 23(1) Djika padjak terhutang oleh dua orang atau lebih atau

oleh badan-badan, maka mereka tanggungrenteng atas pembajaran padjak itu.

(2') Wakil pabrikan jang bertemoat-tinss&l atau berkedudukan dinegeri ini djuga turut bertanggung djawab atas pemba­jaran padjak.

155

Page 156: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(3» Djika dinegeri ini pabrikan tidak ada wakilnja, maka di­anggap sebagai wakil pabrikan itu ialah orang jang m e­njerahkan barang dan djika djuga orang ini tidak ada. sipembeli.

(6> Tanggung djawab menurut t>asal ini djuga meliputi kewa­djiban membajar biaja tuntutan.

Pasal 24Dalam hal suatu perseroan, perkumpulan, maskapai, wa.kap

atau badan dibubarkan atau diperhitungkan, maka orang jang diserahi perhitungan itu tanggungrenteng atas padjak, jang sekiranja dapat dilunaskan mereka.

Pasal 25Q) Kas Negeri mempunjai hak mendahulu atas semua barang

kepunjaan pabrikan, djuga atas barang kepunjaan mereka, jang menurut pasal 7 aiat. 2, 23 dan 24 bertanggung djawab atas pembajaran padjak.

<2> Hak mendahulu diberikan dalam ajat pertama, mendahului segala hak mendahulu, ke-tjuali terhadap piutang-didahu- lukan jang tersebut dalam pasal 1139 no. 1 dan 4 dan pasal 1149 No. 1 Kitab Undang-unaang Sipil dan dalam pasal 80 dan 81 Kitab Undang-undang Perniagaan, terhadap gadai- hasil *) dan terhadap hak gadai dan hipotek jang diat-ur dalam Kitab Undang-undang sipil jang telah diadakan pada sebelum saat padjak terhutang; atau djika pengga- daian itu terdjadi sesudah saat itu, hanja djika guna ke- perluan itu diberikan surat keterangan sebagai dimaksud dalam ajat 5.

<3) Mengenai tanah jang dimiliki menurut hukum Indonesia, maka hak mendahulu jang diberikan dalam ajat pertama, tidak mendahului pindjaman atas tanah hak-milik Indo­nesia **) jang diadakan sebelum saat padjak terhutang atau dalam hal diadakannja sesudah saat itu, hanja guna keperluan itu diberikan surat keterangan sebagai dimaksud dalam ajat 5. Terhadap tanah dan barang jang digadai- kan menurut hukum adat, maka hak mendahulu Kas Negeri tidak mendahului hak pemegang gadai atas pemba­jaran djumlah uang gadai.

v4) Hak mendahulu tidak berlaku lagi setelah lewat dua tahun dihitung dari tanggal penjerahan surat ketetapan padjak, atau djika dalam tempo ini telah diberitahukan surat paksa untuk membajar, setelah lewat dua tahun terhitung dari tanggal pemberitahuan surat tuntutan berachir. Djika pembajaran padjak ditunda, maka tempoh tersebut diatas diperpandjang dengan sendirinja menurut hukum dengan v/aktn selama penundaan.

* > O ogstverband.* * ) C redietverband.

156

Page 157: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

«5) Sebelum atau sesudah mengadakan hipotek dalam arti kata Kitab Undang-undang Sipil pemberi-hipotek dapat m em o- hon surat keterangan, bahwa hipotek itu didahulukan dari hak mendahulu jang diberikan dalam ajat 1. Surat kete­rangan itu diminta pada inspektur. Inspektur memberi su­rat keterangan itu, djika tidak ada padjak jang mendahului hipotek itu atau menurut psndapatnja ada djaminan, bah­wa padjak jang mendahului hipotek itu akan dilunasi. Dalam surat keterangan itu masa jang bersangkutan harus disebut. Djika permohonannja ditolak, maka pemberi- hipotek dapat mengemukakan keberatannja kepada Kepala Djawatan Padjak jang akan menjuruh memberi surat keterangan itu djuga, djika menurut pendapatnja ada alasan. Peraturan ini berlaku djuga terhadap pindja­man atas tanah-milik Indonesia.

(6) Peraturan tentang hak mendahulu berlaku djuga terhadap biaja tuntutan.

(1) Padjak jang terhutang sesudah tanggal hari pabrikan di- njatakan pailit atau berada dalam keadaan penglaksanaan pembajaran dibawah pengawasan hakim, masuk hutang haita benda.

Pasal 26

Tagihan-pembajaran padjak lewat waktu oleh karena lewat lima tahun, dihitung dari achir masa selama mana padjak itu ;erhutang.

Bab VIII Padjak masuk

Pasal 27(11 Dengan nama padjak masuk dipungut padjak sedjumlah

lima perseratus dari harga barang pada pemasukan untuk dipakai dari sesuatu daerah dinegeri ini jang tidak ter­masuk daerah-pabean atau dari luar negeri.

(2 i Padjak masuk dipungut menurut tjara seakan-akan padjak ini adalah bea masuk dengan kuasa Indische Tariefwet (Staatsblad 1924 No. 487) dengan memperhatikan pengu- rangan dan pembebasan-pembebasan jang diberikan oleh atau dengan kuasa Undang-undang itu.

(3) Jang dimaksud dengan nilai barang, ialah harga jang di- terangkan dalam pasal 31 dari Peraturan A jang dilampir- kan pada Rechtenordonnantie (Staatsblad 1931 No. 471 ditambah dengan semua padjak dan semua pemungutan di-Indonesia, ketjuali padjak masuk itu sendiri.

157

Page 158: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(4) Padjak masuk terhutang pula pada waktu pemasukan per­tama untuk dipakai kedalam daerah pabean atas barang jang asalnja bukan langsung dari daerah pabean itu.

Bab IX Padjak kemewahan

Pasal 28(1) Menjimpang dari jang ditentukan dalam pasal 3 dan 27.

maka dari barang-barang jang tersebut dalam tabel jang berikut Undang-undang ini, pada penjerahan oleh pabrikan dan pada pemasukan dipungut padjak pendjualan dan padjak masuk dengan perseratusan jang lebih tinggi, ja ’ni sebanjak 10.

(2) Padjak kemewahan djuga dipungut, djika pada barang jang dikenakan padjak itu ketika diserahkan atau dima- sukkan kekurangan bagian-bagiannja atau djika diserah­kan atau dimasukkan dalam keadaan tidak selesai.

(3) Diketjualikan dari a jat 2, diika :a. bagian-bagian jang tidak ada atau selesainja barang

itu adalah m endjadi sifat dari barang kemewahan itu ;b. bagian-bagian jang tidak ada adalah m endjadi sifat

dari barang itu.(4) Barang jang diserahkan atau dimasukkan dalam keadaan

jang tidak terpasang, dipersamaKan ctengan Darang dalam keadaan terpasang.

Bab XPe.ngetjualian dan pengembalian padjak

Pasal 29Asalkan peraturan jang akan ditetapkan oleh Menteri K e­

uangan diperhatikan, maka diketjualikan dari padjak pendjualan :ke-1. penjerahan padi. gabah, beras dan gandum (graan)

lainnja, tepung dan bunga gandum, sago, gaplek, roti. sajur dan buah-buahan jang segar, susu segar, daging segar, ikan segar dan ikan asin, telor segar dan telor asin terasi dan garam ;

ke-2. penjeranan Damou. bambu jang dibelah dan anjaman kasar dari pada bambu ;

ke-3. penjerahan kaju bakar, arang, gas, m injak tanah untuk tjahaja (kerosine) dan elektris ;

ke-4. penjerahan obat-obatan (medicamenten) ; ke-5. penjerahan barang-barang dalam hal-hal, dimana untuk

itu, pada pemasukan olen karena atau dengan kuasa ketentuan-ketentuan dari Indische Tariefwet tidak dike­nakan bea masuk, terketjuali barang jang disebut pada pos No. 247, 530, 542, 714-11 huruf a, 800, 831 dan djuga es kasar seperti dimaksuo daiam pos l i l - x i dari Tarip Bea-masuk ;

158

Page 159: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ke-6. penjerahan bahan mentah dan bahan pembantu iane ditundjuk oleh Menteri Keuangan ;

ke-7. penjerahan barang iane tidak diusahakan lebih landjut, untuk mana fcernjata telah dilunasi padjak pendjualan atau padjak masuk ;

ke-3. penjerahan barang untuk dikirim keluar negeri • ke-9. penjerahan barang ditund.iuK oieh Menteri Keuangan

jang menurut sifatnja dianggap kebanjakan untuk “d i­kirim keluar negeri ;

ke-10. penjerahan barang dengan pertjwna, dalam hal-hal iant> ditundjuk oleh Menteri Keuang an ;

ke-11. penjerahan barang dalam rumah makan dan penginapan djika pembajaran-pembajaran untuk itu dipungut pp- djak menurut pasal 2 dari Undang-undang padjak pembangunan I ;

ke-32.penjerahan makanan dan minuman dalam lembaga untuk menjembuhkan dan merawat orang sakit atau orang bertjatjat atau dengan tudjuan amal untuk meme-ll-2af a lain> djika Penjelenggaraan lembaga itutidak ditudjukan kepada atau tidak membuat untune •

ke-13. penjerahan hasil temoaKau tang wiKenaxan tjukai me­nurut Ordonansi Tjukai-tembakau Staatsblad 193? No. 517.

Pasal 30(1) Dari padjak masuk diketjualikan :

ke-1. padi, gabah, beras dan gandum (graan) lainnja, tepung dan bunga gandum, sago, gaplek, roti, sajur dan buah-buahan jang segar, susu segar, daging segar, ikan segar dan ikan asin, telor segar dan telor asin, terasi dan garam ;

ke-2. bambu, bambu jang dibelah dan anjaman kasar dari pada -bam bu;

ke-3. kaju bakar, arang, gas, minjak tanah untuk tjahaja (kerosine) ;

ke-4. obat-obatan (medicamenten) ;ke-5. bahan mentah dan bahan pembantu jang ditundjuk

oleh Menteri Keuangan ; ke-6. hasil tembakau .ianor dikenakan tiukai menurut

Ordonansi Tjukai-tembakau Staatsblad 1932 No. 517(2) Untuk pemungutan padjak masuk m asa tidak berlaku

pengetjualian dari bea masuk terhadap barang-barang jang tertulis pada pos-pos No. 247, 530. t>4a. 714 II huruf a, 800 dan 831 dan djuga es kasar, seperti dimaksud dalam pos 111-11 dari Tarip r$ea-masuK.

Pasal 31(1) Atas pembelian bahan-mentah, bahan pembantu danbahan-

bakar dan termasuk djuga aiat pembungkus, maka pabri­kan dapat mergurangkan padjak jang terhutang olehnja

150

Page 160: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dengan padjak masuk atau padjak pendjualan JanS telah dibajar atas pemasukan atau penjerahan barang-barang itu, djika djumlah padjak itu diketahui dan djika tidak. tiga setengah perseratus dari harga beli barang-baian^ itu, tetapi tidak lebih dari djumlah padjak masuk dnr> padjak pendjualan jang diiunaskan kepaaa Negeri, djika ia dapat membuktikan telah memakai bahan-bahan itu dalam perusahaan atau pekerdjaannja, asalkan djumlan dari padjak jang telah dikurangkan itu, disebut diatas suratpemberitahuan. .

C2> Djika perhitungan tidak atau tidak seluruhnja dapat dila­kukan, maka surat pemberitahuan jang dimaksud dalam ajat 1 diganti dengan daftar. atas dasar mana diberikan pengembalian menurut apa jang ditentukan oleh pasal 32.

(3i T jontoh daftar jang dimaksud dalam ajat 2 ditetapkan oleh Kepala Djawatan Padjak.

i4> Padjak jang diiunaskan terhadap djumlah jang dikem- balikan oleh karena :1. barang diambil kembali dalam keadaan tidak dipakai :2. pengurangan jang diberikan atas harga d ju a l;

dapat dikurangkan dari padjak terhutang untuk masa, dalam m ana pengembalian itu terdjadi, asalkan djumlah jang' dikembalikan disebut dalam surat pemberitahuan.

Pasal 32(1) Atas permohonan dengan tulisan jang dimasukkan oleh

pabrikan pada inspektur, maka padjak jang menurut pasal 9 telah dibajar lebih atau tidak semestinja, dapat dikem­balikan, djika itu mengenai djumlah lebih dari lima rupiah;

(2) Surat permohonan harus disampaikan pada inspektur dalam tiga bulan sesudah masa berachir, untuk mana telah dibajar padjak terlampau banjak atau lidak dengan semestinja ;

(3) Pengembalian kepada pabrikan menurut ajat pertama di­tetapkan dengan surat keputusan inspektur.

(4) Surat keputusan memuat alasan, djika permohonan tidak seluruhnja dikabulkan.

(5) Kutipan surat keputusan oleh inspektur dikirimkan kepada jang berkepentingan, setelah didalamnja dinjatakan tanggal pengirimannja.

Bab XI Peraturan chusus

Pasal 33ill Siapapun dilar^ng mengumumkan lebih landjut apa jang

ternjata atau diberitahukan kepadanja dalam djabatan alau diberitahukan kepadanja dalam djabatan atau pe­kerdjaannja dalam mendjalankan Undang-undang ini atau

160

Page 161: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

bersangkutan dengan itu, selain daripada jan e nerh, mpi, kukan djabatan atau pekerdjaan itu. S P m ela-

U) Larangan itu djuga berlaku terhadap ahli dan d iu rn h n w * bukan-pegawai dimaksud dalam pasal 34 a ja tL

(4)

(5)

( 6 )

Pasal 34Setiap orang wadjib memberikan keterangan ian°- danpadanja untuk mendjalankan undan^-undane 2*

^irektur-Dj^^

S a S *(2) Kewadjiban merahasiakan, walaupun berdasar at™ tip™

a s *

ssiissss.'&SSs1 »“•—

Barangsiapa diminta untuk memperlihatk-pr. h„ir,, | £ h a , ^ ~

kan alasan, bahwa ia oleh karena sesnati? L ?

S ™ n Z n » ? i n " k‘ P”

atau berdjandji, dihadapan Inspektur, bahwa pekerdiaan jang diperintahkan kepadanja akan dilakukan dengan luius, tjermat dan sebaik-baiknja dan, bahwa mereka akan ??:en®ra asiakan apa jang harus dirahasiakan Diroktur-Djenderal Iuran Ne.gara berhak mengeluarkannfpSri^an P ^ ^ ^ a n dan tempat dimana pe-njehdikan itu dilakukan, djuga tentang kerugian-kerugian jang akan diberikan kepada ahli dan djurubahasa

Pasal 35(1) Kesalahan tulisan dan kesalahan hitungan sewaktu mem-

buat kohir atau surat ketatapan padjak, djuga kekeliruan dalam penstiwa dapat dibetulkan oleh Inspektur, akan tetapi sesudah surat ketetapan padjak diberikan tidak boleh lagi merugikan wadjib-padjak.

Page 162: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Kekuasaan tersebut dalam ajat 1 tidak berlaku lagi kaie™J lewatnja dua tahun sesudah tanggal hari pemberian sura.- ketetapan padjak, ketjuali djika dalam tempoh itu oleh f a n g ber^angkutaA dimadjukan surat permohonan, supaja kekuasaan tersebut diatas dilaksanakan.

Pasal 36(1) Kepala Djawatan Padjak dapat mengurangi atau raemba-

talkan ketetapan padjak jang salah, djika oleh terlambat- n ja memasukkan surat keberatan atau surat peimo.ionan atau oleh alasan lain jang bersifat formil jang berkeberatan atau pemohon tidak dapat diterima dan la menurut pen- dapat Kepala Djawatan Padjak sepatutnja masih berhak akan pengurangan atau pembatalan atas ketetapanpadjak itu. .

(2) Pensurangan atau pembatalan tidak diberikan .ke-1. djika sedjak awal tahun takwim, jang bersangkutan

dengan ketetapan padjak itu, telah lewat lima tahun, ketjuali djika dalam masa itu dimasukkan peim o- honan untuk pengurangan atau pembatalan ,

ke-2. djika harus dianggap, bahwa jang berkeberatan atau pemohon dengan sengadja mengabaikan tem­poh untuk memasukkan surat keberatan atau surav permohonan.

Pasal 37(1) Untuk memasukkan surat keberatan, surat pertimbangan

dan surat permohonan, maka dapat diwakili .ke-1. koperasi dan perkumpulan lain, jajasan dan per-

seroan oleh salah seorang anggauta penguius ataupesero pengurus ; .

ke-2. ahliwaris tanggung-padjak oleh salah satu dan m e­reka atau oleh pendjalankan surat wasiat atau oleh pengurus warisan itu ;

ke-3. orang dibawah umur, orang-gila dan orang didalam hadjar oleh wakilnja menurut undang-undang.

(2) Surat keberatan, surat pertimbangan dan surat perm ohon­an jang ditandatangani oleh kuasa semata-mata dianggap sah, djika surat kuasa dilampirkan.

Pasal 38 Menteri Keuangan berhak :

ke-1. menetapkan peraturan jang perlu untuk menambah dan mendjalankan undang-undang ini ;

ke-2. menetapkan peraturan jang menjimpang dari Undang- undang ini untuk memudahkan pemungutan padjak atau penilikan atas pemungutan padjak ;

162

i

Page 163: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ke-3. dalam hal-hal jang tertentu atau kumpulan hal m ene- hapuskan ketidak-adilan jang terasa berat 1 ' mungkin timbul dalam mendjalankan Undang-undang

Bab XIIPeraturan pidana

Pasal 39

seperl^disebut & p 'S Mdimaksud dalam pasal 31 ajat 2 iano- tidak hpnn?at seperti lengkap untuk dlSnja sen a iikarena itu mungkin diderita kerugian oleh Ne-eri dihuk™pendjara setinggi-tingginja tiga tahun atau didenda’ s e b a n fX banjaknja seratus ribu rupiah. oenaa se’»anjak-

Pasal 40deSdagtentin ^ iUHnLe,nr,diaiia set“ Sgi-toggin ja dua tahun atau ke-1 baraniffanfl f*nJ lHnaPull h ribu rupiah dihukum :

S l h f f S n h t gani sen^adJa memberikan atau mem- FainJfin so ^ P ? atau diPalsukan atau surat-surat dan inrat «g Pfa -SfU a au dlPalsukan seakan-akan buku ik m J ! t S adalah benar dan tidak dipalsukan kepada Inspektur atau kepaaa pegawai dan orang, di­maksud dalam pasal 34 ajat 1 ;

ke-2. barangsiapa, berhubung dengan suatu tuntutan dimak­sud dalam pasal 34, dengan sengadja memberikan kete- langan palsu atau dipalsukan seakan-akan keteran&ar itu adalah benar dan tidak dipalsukan.

Pasal 41(1) Barangsiapa dengan sengadja melanggar kewadjiban m e-

njmipan rahasia, dimaksud dalam pasal 33 dihukum pendjara setinggi-tingginja enam bulan atau denda sebanjak-banjaknja dua ribu rupiah.

(2) Barangsiapa dipersalahkan melanggar kewadjiban m.'2- njimpan rahasia dihukum kurungan setinggi-tingginja tiga bulan atau didenda sebanjak-banjaknja seribu rupiah.

(3) Penuntutan tidak fliaaaKan seiam uanpaaa atas pengaduan orang, terhadap siapa kewadjiban menjimpan rahasia dilanggar.

Pasal 42Barangsiapa dengan sengadja tidak atau tidak selengkapnja

memenuhi sesuatu kewadjiban tersebut dalam pasal 34 atau dengan sengadja oleh tindakan atau oleh tak-bertindaknja mengakibatkan atau densran sengadja turut mengakibatkan, bahwa kewadjiban itu tidak atau tidak selengkapnja dipenuhi, dihukum pendjara setinggi-tingginja tiga bulan atau didend2 sebanjak-banjaknja limabelas ribu rupiah.

163

Page 164: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 43

(1) Barangsiapa tidak selengkapnja atau tidak pada tempohnjamembaiar padjak menurut pasal 9, dihukum dendasebanjak-banjaknja sepuluh kali djumlah padjak jang

(2) Penuntutan hukuman karena pelanggaran tersebut dalam( a“ t pertama tidak diadakan, djika Inspektur m engar^sap

ada alasan untuk menetapkan padjak menurut pasal ajat 1.

Pasal 44

Dengan denda sebanj ak-banj aknj a seribu rupiah dihukum . ke-1. barangsiapa tidak atau tidak s e g e n a p n j a memenuhi se­

suatu kewadjiban tersebut dalam pasal 10 dan 34. ke-2. barangsiapa tidak atau tidak segenapnja : S ’

aturan umum jang ditetapkan dengan kuasa undang undang ini oleh Menteri Keuangan atau oleh Duektui Djenderal Iuran Negara.

Pasal 45

Peristiwa jang dapat dihukum menurut pasal 39, 40, 41 ajat 1dan 42 dianggap kedjahatan.

Peristiwa jang dapat dihukum menurut pasal 41 ajat 2, 43 clan 44 dianggap pelanggaran.

Pasal 46(1) Apabila sesuatu peristiwa dalam Undang-undang ini dapat

dihukum, dilakukan oleh atau dari pihak badan hukum, maka penuntutan dimuka hakim diadakan teihadap dan hukuman didjatuhkan kepada anggauta pengurus.

(2) Hukuman tidak didjatuhkan kepada seseorang penguius, djika ternjata, bahwa hal itu terdjadi diluar perbuatannja.

Pasal 47(1) Selain dari pegawai jang umuranja berkewadjiban m engu­

sut peristiwa jang dapat dihukum, maka djuga turut ber­kewadjiban untuk mengusut peristiwa jang dapat dihukum dalam undang-undang ini Pegawai Djawatan Padjak, Djawatan Akuntan Padjak dan Djawatan Bea dan Tjukai jang ditundjuk oleh atau dengan kuasa pasal 34 ajat 2.

(2) Mereka jang diserahi kewadjiban untuk mengusut, djuga mereka jang ikut serta dapat masuk kedalam semua tempat, dimana menurut sangkaannja terdapat benda-benda, jang agaknja penting untuk menetapkan hutang padjak.

164

Page 165: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

<3> Selama benda-benda jang didapat itu dapat dipergunakan untuk mendapatkan peristiwa jang dapat dihukum, maka pegawai-pegawai jang dimaksud dalam ajat 1 berhak m e- njita benda-benda itu dan menuntut penjerahannia diika perlu, dengan pertolongan polisi.

(4) Mengenai bangunan-bangunan, hanja dapat dimasuki antara djam tudjuh pagi dan enam petang.

Pasal 48Menteri Keuangan dapat berdamai atau menjuruh berdamai

untuk mentjegah penututan dimuka hakim mengenai peristiwa jang dapat dihukum menurut pasal 43 dan 44.

Bab XIII Peraturan Penutup

Pasal 49(1) Penjerahan barang jang dibuat sebelum Undang-undano-

JSl « tidak dikenakan padjak, djuga djika terhutang- ajat 1 terdjadi sesudah saat tersebut dalam pasal 5

(2) Pabrikan jang menjerahkan barang sesudah saat Undang-mi J e, aku. oleh karena suatu perdjandjian jang

diadakan sebelumnja Undang-undang ini berlaku, berhak meminta kembali padjak jang terhutang, dalam hal ini dan oiang jang menerima 'barang-barangnja. Sjarat dalam perdjandjian jang bertentangan dengan ini adalah batal.

Pasal 50(1) Undang-undang Darurat in mulai berlaku pada 1 Oktoter

1951.(2) Undang-undang Darurat ini dapat dinamakan : „Undang-

undang Padjak Pendjualan 1951” .Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­

kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penampatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 29 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M.A. PELLAUPESSY

Diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1951 MENTERI KEHAKIMAN a.i.,

M.A. PELLAUPESSY

165

Page 166: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

*

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 19 TAHUN 1951

TENTANG PEMUNGUTAN PADJAK PENDJUALAN

BAGIAN UMUM.1. Padjak pendjualan bermaksud merupakan suatu padjak pe­

makaian jang meliputi sebanjak mungkin bilangan baiang jang dipakai habis dinegeri ini. Maika oleh karena itu jang dikenakan padjak ialah penjerahan barang dalam negeri ini.

Dalam perdjalanan dari produsen atau pabrikan sampai kepada konsumen biasanja barang itu melalui beberapa tingkatan. Ladjur perusahaan ini m em budjur dan produsen- bahan melalui pabrikan ke-pedagang besar, dari sim ke- pedagang perantara, selandjutnja ke-pedagang ketjil danachirnja ke-konsumen. . .

Dasar pemungutan padjak pendjualan dalam• k^rba^ai negeri berbeda sangat. Dalam hal ini dapat dibedakan dua

^ S a S h satx^dari tjara memungut padjak pendjualan ialah dipungut padjak setiap kali ada pem indahan barang ber- sangkutan ketingkat berikutnja.

Tjara lain ialah pemungutan satu kali, jang bermaksud mengenakan hasil jang terachir hanja satu kali sadja. Pemungutan ini dapat dilakukan pada permulaan ladjur perusahaan, djadi pada penjerahan oleh produsen atau pabrikan ataupun pada salah satu dari mata lantai jangliPTi'kn 1*.

2. Undang-undang Padjak Peredaran 1950 (Undang-undang Darurat No. 12 tahun 1950, ditambah dan diubah dengan Undang-undang Darurat No. 38 tahun 1950) berdasar ataspemungutan padjak berkali. ___

Undang-undang ini mulai 1 Oktober 1951 dihapuskan terutama, oleh karena padjak ini m em ben tekanan jangterlampau berat atas penduduk.

Akan tetapi oleh karena keadaan keuangan Negara seka­rang sangat mendesak dan belum dapat mengidmkan m eng- liapuskan sama sekali pendapatan dari sesuatu padjak pemakaian, maka rantjangan ini menghendaki suatu pe­mungutan padjak jang didasarkan kepada sistim pemu­ngutan satu kali ja ’ni dengan bentuk dimana atas penje­rahan barang oleh pabrikan dipungut padjak. Dari padjak ini dapat diharapkan, djuga oleh karena taripnja sangat sedang, bahwa tekanan atas penduduk dapat terbatas dalam lingkungan jang tertentu.

3. Pada pemungutan satu-kaU dirasa perlu untuk m engetjuali- kan bahan mentah dan bahan pembantu, maupun mengada­kan pengembalian atau perhitungan dari padjak jang telah

166

Page 167: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dibajar atas bahan-bahan tersebut dari padiak. Kesulitan jang bukan ketjil ini jang melekat pada pemungutan satu- kali dapat diterima bukan sadia, oleh karena dengan sistim mi kenaikan harga dapat terbatas dalam lingkungan jang patut,. akan tetapi djuga, oleh karena sistim ini menurut sifatnja mengadakan batasan jang penting terhadap djum ­lah tanggung-padjak jang mengingat keadaan pegawai dan peilengKapan pjavvaian ,a u . <cinuneutan padjakitu adalah suatu keuntungan jang bukan uedikit.

Untuk mentjegah pemungutan bejrganda atas penjerahan baiang jang foertentu — pertama sebagai bahan dan sesudah itu sebagai barang dalam hasil terachir — maka rentjana mi mengadakan tiga peraturan : Pertama diketjualikan dari padjak semua barang jang pada pemasukan dibebaskan dari bea masuk. Untuk .sebagian besar sekali maka bahan mentah telah termasuk pembebasan ini. Kedua, Menteri Keuangan mempunjai kekuasaan membebaskan dari padjak penjerahan bahan mentah dan bahan pembantu, jang ditundjuknja sebagai tambahan atas pengetjualian-pengejtualian jangt0 i9 .il ctd3r.

Achiinja ada kemungkinan untuk membajar kembali atau mempeihitungkan padjak jang diiunaskan atas penjerahan atau pemasukan bahan mentah dan bahan pembantu atau barang-barang jang terpakai, jang tidak dibebaskan d ji- kalau pabrikan mempergunakan barang ini dalam per- usahaannja.

Dasar jang diturut, ja ’ni hanja pemakaian barang dine­geri ini sadja dikenakan padjak, dilakukan dengan djalan, maupun dengan memberi pengetjualian dari padjak pen­djualan atas penjerahan barang untuk dikeluarkan keluar negeri atau dengan djalan memberikan pembebasan atas penjerahan barang jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan, jang menurut sifatnja dapat dianggap sebagian besar untuk dikirim keluar negeri.

Dalam rantjangan ini padjak atas djasa hanja dipungut pada pabrikan selama djasa itu telah terhioung dalam harga- djual hasil-terachir.

Untuk menghindarkan sebanjak mungkin tekanan padjak atas bagian penduduk jang kurang mampu. maka keperluan hidup sehari-hari jang pertama diketjualikan.Disamping padjak atas barang jang dibuat dinegeri ini, maka dalam Undang-undang ditetapkan, bahwa barang jang di- impor dikenakan padjak jang sama. Hal ini perlu, oleh karena padjak pendjualan tidak dipungut langsung atas pemakaian barang, tetapi dengan tidak langsung pada penjerahan barang oleh pabrikan.

Oleh karena berlakunja padjak pendjualan, maka barang jang dihasilkan dalam negeri akan tosrada dalam kedudukan jang merugikan terhadap barang jang dimasukkan, sebab penjerahan barang jang terachir dalam negeri ini tidak

167

Page 168: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

akan kena padjak pendjualan, djika untuk hal itu tidak diadakan peraturan lebih landjut. Akibat jang tidak di- inginkan ini dapat ditjegah dengan menetapkan saat pemu­ngutan padjak, ialah saat masuknja barang itu dalam negeri ini.

5. Achirnja dengan Undang-undang ini diadakan padjak kemewahan.

Padjak jang lebih tinggi atas barang kemewahan adalah suatu anasir dalam rantjangan, jang lebih mudah mene- rima tendens kenaikan harga jang m endjadi sifat dari tiap- tiap padjak pemakaian.

Adapun akibat padjak ini ialah, bahwa jang lebih mampu akan mendapat pikulan jang lebih berat dari pada golongan jang lain.

6. Menurut aturan, maka padjak itu terhutang oleh pabrikan, jang telah menjerahkan barang itu atau oleh importir. Akan tetapi menurut sifatnja sebagai padjak pemakaian, maka tudjuannja ialah, bahwa padjak itu achirnja akan dipikul oleh konsumen.

Pemindahan padjak kepada konsumen bera.kibat dengan sendirinja kenaikan harga barang. Akan tetapi hal ini ada­lah sifat mutlak dari padjak pendjualan. Oleh karena itu pemungutan padjak ini harus diatur demikian rupa, sehingga tidak bertentangan dengan maksudnia dan tidak m e- njerupakan padjak perusahaan (bedrijfsbelasting) untuk pabrikan.

BAGIAN CHUSUS.BAB I

Peraturan Umum Pasal 1 dan 2

Bab ini memberikan batasan-batasan tentang pengertian jang banjak tisrdaipat dalam Undang-undang ini. Dalam pasal 1 dite- rangkan tentang objek dan dalam pasal 2 tentang subjek padjak pendjualan.

Pasal 1 ajat 1ke-1. Daerah pabean. Dengan kata ,,daerah pabean” dimaksud

seluruh bagian Indonesia dimana dipungut bea masuk dan bea keluar.

ke-2. Barang. Pengertian tentang ini disesuaikan dengan apa jang tertjantum dalam Kitab Undang-undang Sipil. Hanja benda bergerak jang berwudjud — termasuk kapal — dianggap barang dalam arti kata Undang-undang ini. Penjerahan benda tetap tidak dikenakan padjak. Diang­gap tidak patut lagi, djika disamping pemungutan 5% bea balik nama, jang terhutang oleh karena perdjandjian pe­njerahan barang tetap, masih djuga akan dipungut padjak pendjualan .

168

Page 169: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ke-3. Penjerahan barang.a. Penjerahan jang disebut pada huruf a — penjerahan

hak-milik disebabkan sesuatu perdjandjian — dianggap adalah penjerahan biasa, sebagaimana djuga artinja dalam hukum sipil. Penjerahan hak-milik ol^h karena sesuatu perdjandjian djual-belilah jang paling banjak terdapat, akan tetapi ada djuga penjerahan hak-milik jang disebabkan oieh lain matjam perdjandjian — misalnja perdjandjian hibah, tukar-menukar dan sebagainja — termasuk djuga penjerahan jang dite- rangkan pada huruf a.

b. Pemberian barang oleh karena suatu perdjandjian beli-sewa dengan kuasa Undang-undang pada huruf b dinjatakan sebagai penjerahan. Djika aturan ini tidak diadakan, pemungutan padjak baharulah dapat didja­lankan, apabila angsuran jang terachir dari beli-sewa itu telah dibajar, oleh karena menurut hukum penje­rahan barulah terdjadi pada saat itu. Hal ini tidaklah diinginkan, oleh karena djika pembeli-sewa sebelumnja pembajaran angsuran jang terachir menghentikan pembajaran, maka tidaklah dapat dipungut padjak lagi dari angsuran-angsuran jang telah dilunaskan.

c. Pemindahan hak-milik oleh karena sesuatu tuntutan oleh Pemerintah jang tidak berdasarkan sesuatu per­djandjian, sehingga djika aturan tersebut pada huruf c dilupakan, maka pemungutan padjak pendjualan tidak mungkin.

d. Untuk mentjegah penjelundupan dari padjak, maka pada huruf d pembuatan pekerdjaan dalam keadaan bergerak dip^rsamakan dengan penjerahan barang, dengan tidak menghiraukan apakah hak-milik diserah­kan atau tidak. Dengan demikian maka djuga di­pungut padjak atas pembuatan barang, jang dibuat pabrikan dari bahan jang disediakan oleh penjuruh membikin barang itu.

Meskipun dalam hal ini terutama dimaksud pembuatan barang oleh karena perdjandjian borongan, tetapi djuga masuk ketentuan ini pembikinan barang oleh karena per­djandjian, dimana jang menjuruh tidak berwadjib mem­berikan prestasi kembali. Tetapi tidak dimaksud oleh ketentuan ini penjerahan barang oleh karena perdjandjian sewa-menjewa.Ketentuan termaksud mengingat pasal 2 ajat 2, ke-1 hanja dapat berlaku dalam sesuatu hal, dimana jang membikin barang itu telah melakukan pekerdjaan, sehingga ia ter­hadap barang itu dapat dianggap sebagai pabrikan. Seorang tukang djahit jang mengapit (oppersen) pakaian tidak dikenakan padjak, tetapi seorang tukang djahit jang

169

Page 170: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

membikin pakaian dari bahan dan lapisan dikenakan, oleh karena meskipun dalam kedua-dua hal itu terdapat peng- hasilan pekerdjaan dalam keadaan bergerak, dalam hal pertama tukang djahit itu tidak dapat dianggap sebagai pabrikan pakaian itu.Undang-undang berpendirian, bahwa hanja satu orang sadja dapat dianggap sebagai pabrikan dari sesuatu ba­rang, sehingga djika jang menjuruh telah dianggap pa­brikan maka jang disuruh tidak dapat dianggap lagi. Perkataan „ketjuali djika penghasilan itu berlaku untuk pemesan jang harus dianggap sebagai pabrikan dari pe­kerdjaan itu” bertudjuan menjatakan dasar-dasar ter­sebut. Untuk mentjegah gangguan atas hubungan per- saingan, maka telah dipertimbangkan untuk menganggap sebagai penjerahan dengan kuasa Undang-undang penggunaan barang untuk barang tetap oleh pabrikan barang itu serta penggunaan barang jang dibikin sendiri untuk kepentingan perusahaan. Berdasarkan pendapat, bahwa peraturan serupa itu tidak sesuai dengan sjarat mutlak tentang kesederhanaan bentuk bagi Undang- undang ini, maka peraturan tersebut diatas tidak ditjantumkan.Djuga tidak ada alasan untuk memasukkan barang jang disediakan bagi pabrikan sendiri atau bagi anak istrinja dalam penjerahan jang dikenakan untuk padjak harus •dikurangkan sebanjak mungkin, oleh karena umumnja pembukuan pabrikan kebanjakan tidak lengkap sekali, sehingga perbuatan-perbuatan itu tidak dapat dinjatakan dalam administrasi kas mereka. Lagi pula terdapat ba- njak alasan untuk mengetjualikan pemakaian sendiri dari padjak, oleh karena sebenarnjalah pengetjualian sedemi- kian itu kiranja diambil sebagai tjontoh pemakaian sendiri dari hasil usaha penduduk petani.

ke-4. Harga d ju a l.: adalah ,,nilai berupa uang” jang dipenuhi. Penglunasan dari nilai sebaliknja (tegenwaarde) dari barang jang diserahkan, tidak selamanja terdiri dari uang semata-mata. Berhubung dengan ini maka ,,nilai berupa uang” dianggap nama jang sebaiknja buat prestasi seba­liknja (tegenprestatie). Nama itu menundjukkan, bahwa nilai jang dihitung: dalam mata uang dari prestasi sebalik­nja, dari apapun djuga prestasi itu terdiri, mendjadi dasar dari pemungutan padjak.Maka oleh karena itu perlu ditetapkan, bahwa terhutang- nja padjak tidak terdjadi pada saat penjerahan, akan tetapi pada saat penerimaan harga-djual. Batasan harga- djual memang memperhatikan hal itu dengan menentu- kan, bahwa pada achirnja djumlah janor dipenuhilah jang menentukan penetapan harga-djual. Djadi bukan harga-

170

Page 171: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

djual jang diminta sewaktu perdjandjian diadakan, tetapi apa jang dibajarkan itulah mendjadi dasar pemungutan padjak.Hanja semata-mata apa jang dipenuhi „sebagai akibat penjerahan” merupakan bagian harga-djual. Djadi tidak misalnja meterai kwitansi, jang oleh sipembeli dibajar pada sipengirim barang. Meterai ini tidak dibajar berhu­bung dengan penjerahan, akan tetapi berhubung dengan surat bukti pembajaran, jang diperlukan oleh sipembeli. Siapa jang membajar nilai berupa uang tidak mendjadi soal. Hal ini dinjatakan dengan tambahan, bahwa djuga pelunasan dari harga oleh pihak ketiga, asal sadja oleh karena penjerahan, mendjadi bagian dari harga-djual.

ajat 2Penjerahan hak-milik fiduciair. Penjerahan hak-milik

persediaan barang dan aiat perusahaan jang lazim dipakai dalam dunia perdagangan kepada pemberi kredit sebagai tang- gungan kredit jang diberikan, sedangkan barang itu masih ditangan debitur — dinamakan penjerahan hak-milik fiduciair tidak dianggap sebagai penjerahan menurut arti kata Undang- undang ini.

ajat 3Pembatasan pengertian ,,harga-djual” . Dengan ketentuan ini

maka padjak itu sendiri tidak termasuk dalam harga-djual, sedemikian itu untuk mentjegah supaja djangan dipungut pa­djak atas padjak.

ajat 4Tempat dan saat penjerahan. Tempat penjerahan ialah psn-

ting, karena ini menentukan djawaban atas pertanjaan apakah suatu penjerahan dikenakan padjak atau tidak, karena hanja penjerahan dalam daerah pabean dapat menjebabkan pemu­ngutan padjak. Selama penjerahan terdjadi setjara dari tangan ke-tangan maka penetapan tempat dan saat penjerahan tidak memberi kesulitan.

Pada penjerahan barang dengan tjara menjerahkan surat (ceel) atau kuntji, maka dianggap sebagai tempat dan saat penjerahan ialah tempat, dimana barang itu iberada pada saat penjerahan surat atau kuntji.Tidak ada ketentuan tentang tempat dan saat penjerahan

terdjadi dalam hal-hal, dimana langganan menggunakan djasa sesuatu pengusaha pengangkutan, maupun dengan, ataupun tidak dengan foantuan dari djurukirim. Disini harus dibedakan antara pengangkutan barang didarat dan disungai dan peng­angkutan dilaut.

Tidak ada tempat penjerahan menurut suatu peraturan dan Kitab Undang-undang Perniagaan dalam hal pengangkutan didarat dan disungai. Tetapi untuk pengangkutan dilaut hal

171

Page 172: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ini ada diatur. Jang dianggap sebagai tempat penjerahan pada pengangkutan barang dilaut menurut pasal 517a Kitab Undang- undang tadi, ialah tempat dimana barang itu berada pada saat penjerahan konnosemen.

Tempat penjerahan ini tidak dapat dipakai buat padjak pen­djualan dalam siemua hal, dalam mana barang pada penjerahan konnosemen masih dikapal jang berada diluar laut territorial. Pemungutan padjak tidak akan dapat dilakukan dalam hal- hal pengangkutan interinsulair jang sering terdjadi.

Oleh karena itu — dengan memibelakangkan (derogasi) pasal 517a Kitab Undang-undang Perniagaan —, peraturan ini menentukan untuk melakukan Undang-undang ini, baik pada pengangkutan didarat dan disungai, maupun pada pengangkutan dilaut sebagai tempat dan saat penjerahan, ialah tempat dan saat, dimana pabrikan menjerahkan barang itu pada djuruki- ri-m, pengusaha pengangkutan atau pengangkut untuk dikirimkan.

Menurut peraturan ini tempat penjerahan barang ditundjuk- kan, hanja djika ada suatu penjerahan jang sungguh-sungguh, jang harus dinjatakan dari hal-hal lain. Djika ada perten- taaigan mengenai pertanjaan, apaikah barang diserahkan atau tidak, selamanja tidak akan dapat diambil alasan dari per­aturan ini.

Pasal 2 ajat 1ke-1. Pabrikan. Kata pabrikan diartikan lebih luas daripada

arti kata pabrikan sehari-hari. Selain daripada pabrikan dalam arti kata sebenarnja, maka termasuk djuga semua orang jang dalam lingkungan perusahaan menghasilkan, membuat, mengusahakan, memelihara atau memasak barang. Perbuatan jang menundjuk orang jang melaku­kan pekerdjaan itu sebagai pabrikan, harus dilakukan dalam perusahaan atau pekerdjaan.Pada permulaan dipertimbangkan, apakah akan diang­gap djuga sebagai pabrikan mereka jang dalam ling- kungan perusahaannja „menangkap” Oleh karena sulit untuk memungut padjak atas nelajan, maka oleh kese- imbangan-keseimbangan jang praktis hal ini diabaikan. Djuga dianggap sebagai pabrikan mereka jang „menjuruh orang lain melakukan” perbuatan dalam perusahaan atau pekerdjaannja. Perkataan „menjuruh melakukan” bertu­djuan untuk menjamakan orang terhadap padjak pen­djualan dengan pabrikan, jaitu orang jang menjuruh melakukan pekerdjaan oleh orang lain, akan tetapi jang dalam perhubungan masjarakat oleh karena ikut serta dengan proses-produksi dalam prakteknja berkedudukan sebagai pa,brikan. Pienerbit jang menjuruh menjetak buku

J.?,??tjetak dan menjuruh mendjilid buku itu oleh pendjmd buku, adalah pabrikan dari buku itu.

172

Page 173: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pembikin barang jang diketjualikan, djuga dianggap ebagai pabrikan ; hal itu penting berhubung dengan

pasai 31.Menurut batasannja setiap apa, dapat dianggap sebagai pabrikan — djadi maupun seorang pribadi ataupun badan nukum — djuga termasuk pabrikan badan hukum-publik. Badan hukum-publik semata-mata dianggap sebagai pabnkan, se-lama penjerahan barang jang dilakukannja, waak ditudjukan kepada penglaksanaan pekerdjaan jang ditugaskan kepadanja sebagai psmerintah.Badan hukum-publik itu oleh karenanja hanja dianggap pabrikan, djika dan selama badan itu dalam masjarakat lkut dengan biasa dalam perhubungan dengan melakukan penjerahan -barang kepada pihajk ketiga.Djuga badan lain dalam kalangan hukum sipil atau hukum dagang selain dari pada orang pribadi dan badan hukum dapat dianggap pabrikan menurut pengertian Undang- undang. Hanja satu sjarat jang harus dipenuhi, ialah •badan itu harus mempunjai kebebasan bertindak Ini bukan berarti, bahwa kebebasan bertindak terhadap pihak ketiga ialah sjarat menentukan. Tiap-tiap badan sosial jang tjukup mendapat ketentuan kehidupan fiskal dianggap mempunjai kebebasan itu seperti misalnja per- sekutan (maatschap), perseroan firma dan perseroan kommanditer (tjampuran). Sjarat tentang „melakukan pekerdjaan dengan bebas” bertudjuan mengetjualikan mereka jang bekerdja dalam djabatan atau perburuhan. Sebagian besar dari pembikinan ibarang dapat dimasuk­kan dalam pengertian „menghasilkan dan membuat” . Dalam hal ini termasuk djuga urusan tam'bang, menggali pasir, pengumpulan kerikil, dan sebagainja.Apa jang dimaksud dengan „mengusahakan” diterangkan dalam ajat 3. Kata „mem*elihara” tidak hanja mengenai peternakan, pertanian dan perkebunan, tetapi djuga pe- meliharaan buah, ikan dan burung.Penghasilan dalam pabrik harus terdjadi dalam daerah pabean. Berdasar atas ketentuan ini maka setiap orang jang melakukan perbuatan dikepulauan Riouw, jang biasanja oleh karena itu harus dianggap sebagai pabrikan, tidak dapat dianggap sebagai pabrikan. Pemungutan padjak atas barang jang dihasilkan di-Riouw barulah akan terdjadi dengan kuasa pasal 27 pada pemasukan dalam daerah pabean.

ke-2. Pembeli. Istilah ini dimuat hanja untuk memendekkan tekst Undang-undang.

ke-3. Inspektur. Kekuasaan relatip dari Kepala Inspeksi Ke­uangan ditentukan oleh tempat tinggal atau tempat kedudukan pabrikan.

173

Page 174: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ajat 2

Perindustrian dirumah dan keradjinan ketjil. Disini diberi tuntutan untuk mendjawab pertanjaan, apakah pekerdjaan tertentu harus dianggap dilakukan sabagai dalam hubungan buruh ataukah sebagai pabrikan. t ,

Chususnja pada pekerdjaan dirumah jang banjak terdapai: dinegeri ini, dimana atas perintah dan menurut petundjuk se­orang pabrikan dilakukan pekerdjaan tertentu dapat timbul kesangsian, apakah dapat dianggap melakukan perusahaan jang bebas ataupun melakukan pekerdjaan dalam hubungan buruh. .

Selandjutnja dalam hal ini daoat ditnrut ordonansi padjak upah demikian rupa, bahwa mereka jang menurut ordonansi tersebut dianggap sebagai pekerdia. damm lial prestasi jang dilakukan sebagai pekerdja, bukanlah pabrikan menurut pe­ngertian aturan padjak ini.

ajat 3Mengusahakan. Untuk mentjegah supaja pengertian jang luas

tentang „mengusahakan” djangan menjebabkan pemungutan padjak jang tidak dimginkan, maka oleh pendjelasan lebih landjut disebut, bahwa dimaksud dengan ,,mengusahakan hanja dalam hal-hal apabila sifat barang itu berobah.

Mengerdjakan barang seperti membungkus, mienjusun, m en- tjampurkan, membetulkan dan memberi merek, semuanja itu tidak dianggap sebagai mengusahakan.

Dalam banjak hal dapat didjadikan ukuran, apakah nama chusus dalam perdagangan atau nama chusus barang-barang itu menurut sebutan sehari-hari berobah atau tidak. _

Ada dikandung maksud tidak akan memperluas djumlah pabrikan dengan tidak seperlunja, dalam chususnja tidak akan diperluas, apabila pengusahaan jang djika diarfcikan, sebenar- nja mengakibatkan perubahan sifat, tetapi sangat sederhana dan hanja menambah harga jang sedikit sekah dan terdjadi dalam perusahaan ketjil, sedangkan pula biasanja penjerahan terdjadi langsung kepada umum.

BAB IINama, objek dan djumlah padjak

Pasal 3 -6Pasal ini memberikan keterangan tentang peristiwa jang

harus dikenakan padjak. Pokok jang penting untuk_ itu dite- rangkan dalam pasal 1 dan 2. Berhubung dengan ini sudali tjukup dengan memberi keterangan atas pokok jang berikut, ja’ni „dalam kalangan perusahaan atau pekerdjaan” .

Sjaratnja ialah penjerahan harus dilakukan dalam ling- kungan perusahaan atau pekerdjaan. Akibatnja ialah apabila174

Page 175: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

perbuatan dilakukan oleh pabrikan tidak sebagai pabrikan tetapi sebagai seseorang prive, maka perbuatan itu tidak dapat dikenakan padjak. Djadi berdasarkan peraturan ini, maka misalnja tidak dapat dikenakan padjak, penjerahan piano-prive oleh pedagang sepeda.

Pasal 4Dasar pemungutan padjak pendjualan.

Dengan penjerahan barang karena perdjandjian djual-beli, beli-sewa dan borongan harus dipisahkan antara perdjandjian jang tidak dan perdjandjian jang dipengaruhi oleh perhu­bungan istimewa jang ada antara pihak-pihak itu.

Dalam hal pertama maka harga-djual akan djadi dasar untuk menghitung padjak itu dan dalam hal kedua harga jang dapat didjandjikan, djika perhubungan istimewa tidak ada Harga- djual sebagai dasar padjak tidak dapat dipakai ssmata-mat? djika perdjandjian antara pihak dipengaruni oleh perhubungan istimewa.

Djika harga-djual itu dipengaruhi oleh keadaan lain seperti misalnja oleh peraturan pemerintah tentang penetapan harga, maka harga-djual tadi dapat dipakai sebagai dasar padjak.

Dalam penjerahan barang karena perdjandjian tentang penje­rahan hak-milik lain dari pada perdjandjian djual-beli, per­djandjian beli-sewa dan borongan, djuga dalam pemindahan hak-milik karena tuntutan oleh atau dari pihak pemerintah, maka senantiasa harga djual jang dapat dituntut dalam per­djandjian djual-beli jang tidak dipengaruhi oleh perhubungan istimewa antara pihak akan djadi dasar pemungutan padjak.

Pasal 5Saat terhutangnja padjak pendjualan. Suatu padjak, seperti

padjak pendjualan jang dikenakan karena melakukan penje­rahan, maka djika tidak ada ketentuan jang njata padjak itu mendjadi terhutang pada saat penjeranan i<,u cniakukan.

Umumnja penetapan dan penilikan atas padjak jang terhu­tang itu, djika dalam banjak hal tidak ada pembukuan jang sempurna, harus dilakukan dari buku-kas dan tjatatan. Oleh karena itu sudah tentu untuk mengenakan padjak itu harus diambil keterangan dari administrasi-kas dengan memindaJh- kan pengenaan padjak itu dari saat penjerahan barang kesaat penerimaan djumlah uang jang mendjadi harga dari psnje- raihan itu.

Bukan sadja padjak itu barulah djadi hutang oleh karena penerimaan, tetapi djumlah jang diterima itu djuga mendjadi dasar padjak.

Dengan mentjitjil djumlah pembelian, maka padjak itu tiap kali harus dibajar dari tjitjilan itu.

Untuk penjerahan dengan pertjuma, maka hutang padjak terdjadi pada saat penjerahan itu, oleh karena dalam hal ini harga tidak mendjadi soal.

175

Page 176: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Untuk perusahaan dengan pembukuan jang teratur dan sem - purna dapat ditetapkan oleh Inspektur, djika pengusaha m e- minta sedemikian itu, bahwa dengan menjimpang dari ajat pertama dari pasal 5 padjak djadi terhutang pada saat penje­rahan. barang, djadi pada saat biasa menurut anggapan jang lazim.

Pasal 6Tarip. Tarip padjak pendjualan besam ja 5%. Dengan tarip

sebesar 2y2% dalam sistim pemungutan berganda, maka harga barang akan naik lebih dari 10%. Dalam hal ini dianggap, bahwa ladjur-perusahaan rata-rata terdiri dari rantai lebih tinggi, oleh karena padjak jang telah dipungut dan untung termasuk dalamnja.

Oleh karena itu pemungutan sat-u-kali sebesar 5% dari harga barang pada sumfcxernja dapatlah dianggap sedang sekali, djika dibandingkan dengan tarip Undang-undang Padjak Peredaran 1950.

Dalam hal itu perlu djuga ditjatat, bahwa kenaikan harga dapat diharapkan tidak akan melebar kepada semua barang. Dengan begitu maka padjak pendjulan ini dalam hidup-desa akan sedikit sadja atau tidak sama-sekali mempengaruhi harga, djika perlengkapan barang berada dalam tangan penduduk sendiri atau dengan tidak memakai peredaran uang. Tetapi djuga dengan memasukkan peredaran uang, maka dalam hidup- desa tertutup kenaikan harga tentu akan banjak terbatas berhubung dengan pengetjualian dalam pasal 29 dari keperluan hidup sehari-hari jang pertama, bahan mentah dan hasil-hasil untuk ekspor.

BAB IIITanggung-padjak. Tjara menglunaskan padjak

Pasal 7 Tanggung-padj ak

ajat 1Padjak terhutang oleh pabrikan jang menjerahkan barang,

akan tetapi itu tidak dipikulnia. oleh karena padjak itu achir­nja dibebankan kepada pemakai.

ajat 2 ,Djika tidak ditentukan dengan njata, bahwa pembeli tang-

gung-renteng, maka mungkin sekali akan terdjadi hal-hal jang kurang .baik disebabkan kedudukan ekonomi dari pembeli jang lebih kuat dan menolak membajar padjak itu. Akan tetapi pembeli tidak dapat diminta membajar, apabila pabrikan telah ajal menjetor padjak kedalam Kas Negeri, djikalau ia menjata-

me*nl?eri alasan jang dapat diterima akal, bahwa ia telah membajar padjak itu kepada pabrikan.176

Page 177: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ajat 3oI*Sal p n j»at-ini penj f butan tersendiri padjak itu diperintahkan lebih mudah Penillkan atas melakukan pasal 31 mendjadi

ajat 4Ajat ini mewadjibkan pembeli melunaskan padjak kepada

pabrikan dan memberi peraturan untuk hal-hal, dimana harga- beli diiunaskan dengan tjitjilan.

ajat 5Pabrikan mempunjai hak mendahulu untuk tuntutan padjak-

nja atas barang-barang pembeli seperti hak mendahulu jan*- diberikan kepada Kas Negeri dalam hal penagihan padjak! Seperti djuga dalam hal, djika harga-djual tidak dibajar, maka ia> a padjak tidak dibajar, berhak mengadakan tuntutan sipil terhadap pembeli.

Pasal 8Sesuai dengan peraturan beberapa padjak, maka tempat tin*-

gal pabrikan ditentukan menurut keadaan.Djika pabrikan itu tidak tinggal atau tidak berkedudukan

di-Indonesia, maka dianggap menurut ajat 2 tempat dimana perusahaan atau pekerdjaan itu semata-mata, atau terutama didjalankan sebagai tempat tinggal atau tempat kedudukan.

Djawab pertanjaan dimana perusahaan atau‘pekerdjaan di- Indonesia terutama didjalankan — penting untuk menentukan hak-kekuasaan inspektur mana — diserahkan kepada praktek.

Pasal 9Pabrikan jang ditundjuk, diwadjibkan dengan tidak ada

surat-penetapan terlebih dahulu menjetor (membajar) padjak jang dihitungnja sendiri dalam tempoh 25 hari sesudah tiap- tiap bulan takwim atau masa lain jang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kedalam Kas Negeri.

Pasal 10Berdasarkan pasal 10 ajat 1 pabrikan wadjib dalam sebulan

sesudah tiap-tiap masa jang ditetapkan menurut pasal 5 me- masukkan pemberitahuan kepada Inspektur mengenai djumlah- djumlah, untuk mana didalam masa jang lalu harus dibajar padjak c.q. keadaan jang menjebabkan tak ada keharusan untuk membajar padjak.

Pemberitahuan ini selandjutnja memuat segala keterangan jang diperlukan untuk mendjalankan Undang-undang i n i ; keterangan-keterangan apakah jang diperlukan, dapat diketa-

U .U . 1951 - 12 177

Page 178: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

hui dari surat pemberitahuan, jang ditetapkan oleh Kepala

D1S S t T menltapkan, bahwa pemberitahuan harus memuat pula tempat dan tanggal pembajaran padjak diba]amenurut keterangan-keterangan dalam Pemberitahuan^ Oleh sebab inilah tempoh untuk memasukkan pemberitahuan lebil lama dari pada tempoh untuk pembajaran padjak jang

t6 A ja t^ f3, 4 dan 5 memuat peraturan formil jang lazim dantidak diperlukan pendjelasan chusus , - „ or1orio. Mrnnvik-Menurut ajat 6 pemberitahuan tidak akan dipadan dimasukkan, djika peraturan-peraturan disebut dalam ajat l sa^npa1 dengan 5 sama sekali tidak atau tidak lengkap f ^ m g -ga antjaman (sanctie) fiskal mengenai tidak memasukkanpemberitahuan berlaku pula.

BAB IV penetapan padjak

Pasal 11Menurut sistim Undang-undang ini, maka pabrikan sendiii

jang diwadjibkan menghitung djumlah padjak jang terhutang. Pekerdjaan tata-usaha padjak dalam hal ini hanja mengenai penerangan dan penilikan. .

Akan tetapi didikan dari sebagian besar dan pabnkan- pabrikan ketjil tidak sampai begitu tinggi, sehingga mereka dapat dianggap tjukup untuk menghitung besarnja djumlah padjak jang terhutang menurut aturan-aturan Undang-unaang ini.

Pengalaman jang didapat dengan melakukan peraturan padjak pendapatan dan sewaktu sesudah perang dengan m e­lakukan peraturan padjak peralihan menundjukkan, bahwa golongan wadjib-padjak tersebut, djuga tidak dapat dianggap tjakap untuk mengisi surat pemberitahuan padjak dengan selajaknja. Oleh karena itu maka dalam pasal 11 ajat 1 diten­tukan, bahwa terhadap pabrikan dan golongan pabrikan jang ditundjuk oleh Inspektur dikenakan ketetapan untuk padjak jang terhutang untuk tahun-takwim penuh.

Pasal 12 ajat 1 dan 2

Untuk menetapkan tempat, dimana pabrikan harus dikena­kan padjak, maka tempat kediaman atau tempat kedudukannja pada awal tahun takwimlah jang menentukan, ketjuali djikalau kewadjiban padjak terdjadi pada saat sesudah awal tahun- takwim, dalam hal mana saat ini mendjadi pengganti awal tahun itu.

178

1

Page 179: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ajat 3

Dalam pasal ini ditetapkan pembesar jang mana bprknacquntuk menetapkan padjak. Kekuasaan relatip dari InspdSur terdapat dalam pasal 2 ajat 1 ke-3. inspektur

ajat 4

Pasal ini berdasarkan atas pikiran, bahwa, baik untuk kenpn- tingan pabrikan jang dapat dimengerti, maupun untuk kepen- tmgan negeri penetapan padjak harus dilakukan selekSs mungkin. Undang-undang telah memberikan keVggaran seluasnja kepada Inspektur untuk memilih tjara sendM dalam pemberitahuan' C setepat- tePata^ dengan tidak bersanda?kan

Akan tetapi ketetapan padjak harus berdasarkan harga pen­djualan seluruhnja, atas mana menurut ketentuan Undan- undang padjak terhutang untuk setahun takwim. Und?m»

Dengan tidak adanja pemberitahuan dan buku dagang maka dasar Padjak tidak akan dapat ditetapkan dengan dialantetaSV aT i h f t ^ rl atav S6mUa aIat keterangan iang ada, akan H af t P v n ,menj ahi PrinsiP tersebut diatas. ^ t n t nfS 1 I S a niengganggu ketentuan hukum TTnrJin pabrlkan’ dengan hak jang diberikan dalamUndang-undang untuk memadjukan keberatan dan hak untuk meminta pertimbangan pada Madjelis Pertimbangan Padjak terhadap keputusan atas surat keberatannja.

Pasal 13

Menurut pasal 12 ajat 4 padjak baru ditetapkan setelah tahun takwim berachir, oleh karena pada waktu itulah baru dapat diketahui dasar-dasar untuk menghitung padjak. Oleh karena padjak terhutang oleh pabrikan, tetapi olehnja dalam tahun takwim dibebankan kepada pemakai telah berada ditangannia jan i sewaktu harga-diual dilunaskan. maka tentu dapat d'i- insjafi, bahwa perlu sekali diadakan aturan agar uang padjak itu selekas mungkin masuk kedalam Kas Negeri.

Undang-undang m'sntjoba mentjapai maksud itu dengan dja­lan mewadjibkan Inspektur untuk merno'eluarkan ketetapan padjak sementara selekas mungkin pada permulaan tahun takwim.

Undang-undang hanja memerintahkan, bahwa ketetapan se­mentara ini berdasarkan atas djumlah jang dikira oleh Inspek­tur. Pembesar ini seharusnja mengira peredaran setahun jang pada waktunja harus dikenakan padjak dengan sebaik-baiknja dengan memperhatikan segala keterangan-keterangan jang ada padanja dan pengiraan peredaran ini dipakainja sebagai dasar ketetapan sementara.

179

Page 180: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tidak dapat dimungkiri lagi, -bahwa peraturan dalam P^sal 13 aiat 1 djuga berhubung dengan ajat 3 jang menetapkan ber- Skunja pemturan dalam bab VII dalam hal kewadjiban mem­bajar, telah memberikan kekuasaan jang luas keP*d£ *n®P^tur. Akan tetapi ini tidak usah mendjadi soal, karena dalam P^sal 20 ajat 2 dan 3 telah diadakan peraturan pentjit]llan pembajaran

^A jat 3 sampai dengan 5 berdasar pada pasal 53 ordonansi padjak pendapatan 1932.

BAB VTagihan tambahan

Pasal 14Hal-hal jang dapat mengakibatkan tagihan tambahan, ter-

batas kepada hal-hal dimana oleh pabrikan-penjetor padjak tidak atau terlampau sedikit dibajarnja atau dengan tidaK seharusnja padjak telah dibajar kembali.

Dalam hal-hal, dimana padjak telah dipungut terlampau sedikit dari pabrikan-pabrikan ketjil, maka tidaklah aaa kesempatan untuk mengenakan tagihan tambahan, olen Karena padjak telah ditetapkan oleh Inspektur sendiri dengan tiaak mendapat bantuan dari pabrikan. , , ,

Padjak jang termasuk dalam ketetapan tagihan tambahan, menurut ajat 2, dapat di'tambah dengan 400%. Dapat diharap- kan, bahwa hal ini tjukup untuk mentjegah memakai ikebebasan jang luas dengan tidak semestinja jang dalam hal in diberikan kepada pabrikan-penjetor tersebut.

Tambahan ini dapat dikurangi atau diibatalkan oleh Kepala Djawatan Padjak menurut ajat 3 Iberdasarkan kechilafan atau kelalaian jang dapat dimaafkan.

Tempoh 5 tahun didasarkan kepada ketentuan jang sama dari ordonansi padjak peralihan 1944.

BAB VI Keberatan dan pertimbangan

Pasal 15 - 17Peraturan-peraturan pasal-pasal ini pada hakekatnja sesuai

dengan peraturan-peraturan tentang hal itu dalam ordonansi padjak pendapatan 1932.

Padjak jang ditetapkan dapat ditambah dengan keputusan atas surat keberatan. Berhubung dengan itu maka tidak dapat diabaikan peraturan tentang penarikan kembali surat kebe­ratan, jang hanja dapat berlaku dengan seidin Inspektur.

BAB VII Penagihan

Pasal 18 - 26Pasal-pasal 18, 19, 21 dan 22 ajat 1. Pasal-pasal ini umumnja

sama, dengan ketentuan-ketentuan tentang hal ini dalam ordo­nansi padjak pendapatan 1932.

180

Page 181: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Akan tetapi menjimpang dari hal itu, maka dalam nasal 21& i v ^ SUatUf ketetapan Pa^ ak aS S n PduigmseKaii^us, djika lebih dari satu angsuran tidak dihninr ttp-

nrungkinan untuk mengadakan penagihan lebih dahulu' ber­dasar atas pertimbangan, bahwa penglunasan suatu kefc°tfmnn padjak pendjualan tidak lain dan tidak bukan melainkan suatuNe?araaran Padjak Jang t6lah dipungut oleh p l K n untuko1PT r . ? & df It n!Ihal^ e? b^ ar padl’ak ini 3'ang tak dipikul oleh pabrikan, tak dapat dibiarkan sadja.

Pasal 20Pasal ini sebagian 'besar sama dengan pasal 17 dan 18 ordo­

nansi .padjak peralihan 1944. 0 aod*adakan ?una menghindarkan perselisihan paham

.bafSaimana sisa jang belum dibajar, harus di- penulu dalam hal ada pengurangan atas ketetapan padjakS € i i i 021iuct I* 9 , .

Pasal 22 ajat 2Ketentuan dalam ajat ini bertudjuan untuk mentjegah su­

paja soal-soal mengenai benarnja atau besamja ketetapan padjak dalam hal penagihan didepan hakim djangan sampai djangan dikemukakan didepan hakim sipil, oleh karena hal itu adalah hak kewadjiban dari hakim administrasi.

Pasal 24Pasal ini memuat ketentuan jang pasti tentang padjak jang

masih terhutang oleh perseroan, perkumpulan, maskapai waikap atau badan jang dibubarkan dan diperhitungkan (liquidatie).

Pembubaran itu berakibat, bahwa kekajaan dari perseroan itu telah pindah tangan dan hasilnja di-bagi antara peserta- peserta jang berhak. Mereka jang memperhitungkan kekajaan itu berkewadjiban mengusahakan supaia untuk penglunasan padjak itu dikeluarkan djumlah jang tjukup dari pembagian itu. Apabila kewadjiban itu diabaikan, maka tidaklah lebih dari adil, djika mereka sendiri turut diwadjibkan membajar padjak itu, selama mereka itu sekiranja dapat melakukan penglunasan padjak termaksud.

Pasal 23, 25 dan 26Pasal-pasal ini mutatis mutandis sesuai dengan aturan-

aturan serupa itu dalam ordonansi Padjak Upah.

BAB VIII Padjak masuk Pasal 27 ajat 1

Sebagai telah diuraikan dalam bagian umum dari pendje­lasan, padjak ini bertudjuan mentjegah kerugian barang- barang jang dihasilkan dalam negeri dengan berlakunja pa­djak pendjualan dibandingkan dengan barang impor.

181

Page 182: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Padiak ini hanja berlaku untuk daerah pabean. Barang ja n g d i m u K t o r i l u a r negeri kedalam kepulauan Riouw tidak dikenakan padjak masuk. Oleh karena alat kekuasia£n Pabean ditempat tersebut jang dapat menetapkan mlai dan perh tungan barang-barang, tidak ada maka tidak m,unf ^ djalan penglaksanaan teknis untuk memungut padjak ini didaerah termaksud.

Susunan kalimat ajat pertama dipilih demikian lupa, sellingga barang-barang berasal dari luar negeri jang diangkut Riouw kedaerah pabean harus dikenakan padjak masuk.

Pemasukan untuk dipakai adalah suatu istilah teknis jang bsrasal dari pasal 1, Indische Tariefwet. Dengan pemasukan un­tuk dipakai dimaksud : memasukkan barang dari luar daeran pabean kedalam daerah tersebut, maupun dengan langsun.,, ataupun sesudah disimpan dalam gedung sebelumnja itu.

ajat 2Padjak masuk ini sedapat mungkin disesuaikan dengan tjara

pemungutan bea, oieh sabab itu perhitungan dan Pemu*}° djumlah jang harus dibajar dapat dilakukan bersamaan de S pemungutan bea. Ajat kedua menetapkan bahwa pemunguta padjak ini dilakukan sebagai bea menurut Undang-undang Tarip Indonesia, dimana untuk pemungutan padjak in ternjata harus diperhatikan peraturan-peraturan mengenai pemasukan, pengeluaran dan penerusan jang berlaku untuk bea masuk. Pembebasan jang diberikan oleh atau menurut Undang-undang Tarip Indonesia — djadi djuga jang termasuk dalam tarip oea masuk — hanja dapat sebahagian dilakukan untuk padjak ini, dengan mengetjualikan beberapa p e m b e b a s a n jang tidak dapat; dilakukan, berhubung dengan tudjuan-tudjuan dan padj masuk. Untuk pembebasan-pembebasan jang tidak oenaKU ini ditundjuk kepada pasal 29 ke-5 dan pasal 30 ajat 2.

ajat 3Pasal ini memberi pembatasan jang lebih djauh tentang apa

jang harus dimasukkan dalam pengertian nilai.Menuruti begitu sadja arti nilai sebagai diuraikan dalam

reglemen A jang tertjantum dalam pasal 31 ordonansi bea guna menghitung beanja, tidak mungkin. Dengan nilai_ diartikan di- siitu ialah „nilai-entrepot” , jaitu harga beli untuk importir sam­pai saat penimbunan dalam entrepot, dengan lain perkataan ialah harga djual pedagang besar ditempat asal barang-barang itu ditambah dengan lain-lain ongkos jang belum termasuk terlebih dahulu pada penjerahan sampai penimbunan dalam entrepot.

Guna mentjapai supaja pada barang-barang impor dibeban- kan djumlah padjak masuk jang sedapat mungkin sama dengan djumlah padjak pendjualan jang dibabankan pada barang- barang dihasilkan dalam negeri, maka nilai entrepot harus di-182

Page 183: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

tambah dengan padjak-padjak dan bea-bea Indonesia jang harus dibajar untuk memasukkan barang-barang. Padjak ma­suk dipungut atas nilai jang parktis sama dengan harga beli seseorang untuk siapa pemasukan barang itu dilakukannja suatu nilai jang sederadjat dengan harara diual iang diminta- kan oleh pabrikan dalam negeri untuk hasil-hasilnja.

ajat 4

Dalam ajat ini ditentukan, bahwa padjak hanja terhutang pada waktu pertama kali memasukkan barang dalam daerah pabean. Peraturan ini penting sekali untuk pengangkutan anta- ra pulau-pulau dari barang-barang luar negeri, dalam halmana selalu batas daerah pabean — ja ’ni batas tiga mil la u t__dilampaui, sehingga menurut pendirian sempit lebih dari satu kali ada pemasukan barang-barang ini kedalam daerah pabean dan dsngan tak ada aturan chusus akan dipungut padjak masuk beberapa kali.

Peraturan ini bermaksud menghindarkan akibat jang tidak dikehendaki buat barang-barang jang telah dimasukkan dalam pengangkutan antara pulau-pulau. Dari barang-barang jang dimasukkan hanja akan dipungut satu kali padjak masuk sebagai djuga halnja baa masuk untuk itu hanja satu kali sadja terhutang.

Mengenakan padjak masuk untuk barang-barang dihasilkan dalam negeri dalam hal pengangkutan antara pulau-pulau tak akan diadakan sedemikian itu berdasar atas ketentuan, bahwa barang-barang itu tidak boleh berasal langsung dari daerah pabean. Akan tetapi djika barang itu dikeluarkan keluar n'3geri, misalnja ke-Singapura dan kemudian dimasukkan ke-Indo- nesia, maka ketentuan dengan siarat kata ..denean langsung” tidak berlaku dan atas pemasukan barang itu terhutang padjak-masuk.

BAB IX

Padjak kemewahan

Dalam bagian umum pendjelasan ini telah diterangkan, bahwa dan mengapa padjak kemewahan dimuat dalam ran­tjangan ini. Penglaksanaannja lebih landjut terdapat dalam bab ini.

Pasal 28 ajat 1

Dalam daftar jang berikut Undang-undang ini dimuat se- djumlah barang jang bersifat barang kemewahan. Dengan menjimpang dari persentase biasa ja ’ni 5 perseratus, maka atas penjerahan atau pemasukan barang-barang ini dipungut pa­djak dengan persentase jang lebih tinggi, ja ’ni 10 perseratus.

183

Page 184: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Ketentuan dalam ajat ini dimuat untuk mentjogah supaja diangan ada penjelundupan terhadap padjak jang lebih ting«i itu. Arlodji jang ditundjuk sebagai barang kemewahan tetap tinggal barang kemewahan meskipun djarumnja tidak axia.

ajat 3

Dalam ajat ini termuat dua pengetjualian atas apa jang ditentukan dalam ajat dua. Djika bagian jang tidak ada atau selesainja barang itu adalaih sifat dari mana tergantung pe- nundjukan barang itu sebagai barang kemewahan, maka barang pada huruf b tidak dapat dianggap sebagai barang kemewahan.

Sesuatu barang menurut ajat 3 huruf b djuga tidak dapat dianggap sebagai barang kemewahan, djika sesuatu bagiannja tidak ada jang mendjadi sifat barang kemewahan itu.

Barang jang dalam keadaan dimasukkannja pada hakekatnja hanja mendjadi bagian sadja dari barang-barang lain dalam keadaan komplit, pada umumnja tidak akan menentukan srtat- sifat barang jang terachir sebagai barang kemewahan. Oleth karena itu barang tadi tidak boleh disamakan dengan barang dalam keadaan komplit dan oleh karena itu djuga tidak dapat diksnakan padjak sebagai barang kemewahan.

ajat 4

Dalam ajat ini barang jang berada dalam keadaan tidak terpasang disamakan dengan barang jang berada dalam ke­adaan terpasang. Barang-barang ini tidak usah terpasang lebin dahulu.

BAB XPengetjualian dan pengembalian padjak

Pasal 29 - 32

Dalam sedjumlah hal maka dari padjak jang diatur dalam Undang-undang ini dapat diberikan pengetjualian, sedangkan dalam haljhal lain jang tertentu padjak jang telah dibajar seringkali dapat dikembalikan.

Rantjangan ini mengadakan dua golongan pengetjualian.Terhadap golongan pertama maksudnja mengetjualikan pe­

makaian barang jang tertentu dari padjak. Dalam hal penge­tjualian jang murni ini, maka oleh alasan-alasan jang istimewa tidak dipungut padjak sama sekali. Alasan-alasan sedemikian itu misalnja berlaku terhadap keperluan hidup sehari-hari jang pertama.

ajat 2

184

Page 185: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pengetjualian dan pengembalian golongan kedua adalah aki- bat dari tjara pemungutan padjak. Pembebasan jang termasuk golongan ini bermaksud untuk mentjegah, supaja padjak achirnja djangan dipungut maupun atas bahan mentah atau bahan pembantu dan hasil jang terachir atau atas barang jang diserahkan atau dimasukkan dinegeri ini, akan tetapi tidak dipakai habis dinegeri ini, sehingga alasan pemungutan padjak tidak ada.

Oleh karena tidak semua barang, jang dapat dipakai sebagai bahan-mentah atau bahan-pembantu dalam perusahaan, dipa­kai semata-mata sebagai bahan tersebut, akan tetapi dalam satu dan lain hal dengan langsung dapat dipakai oleh konsu- men, maka tidaklah mungkin untuk mengetjualikan barang- barang dari padjak jang dapat dipakai sebagai bahan-bahan atau bahan-pembantu.

Berhubung dengan itu maka seharusnjalah pabrikan diberi kesempatan untuk memperhitungkan padjak pendjualan dan padjak masuk jang telah dilunaskannja untuk bahan-mentah dan bahan-pembantu, jang tidak dibebaskan dari padjak dan telah terpakai dalam perusahaannja, dengan padjak pendjualan jang terhutang atas penjerahan dari hasil jang terachir.

Ditilik dari berbagai kemungkinan teknik padjak untuk mentjapai tudjuan ini, maka telah dipilih suatu sistim psrhi- tungan, dimana penglaksanaannja dalam instansi pertama diserahkan kepada pabrikan. Pabrikan itu dapat memperhi­tungkan dengan sendiri padjak pendjualan jang terhutang atas penjerahan hasil jang terachir dari pabriknja dengan padjak pendjualan atau padjak masuk jang telah dilunaskannja atas pembelian atau pemasukan bahan-mentah dan bahan- pembantu, tetapi selama djumlah padjak ini diketahuinja.

Perhitungan jang tepat ini hanjalah mungkin dilakukan, djika pabrikan menerima bahan-mentah dan bahan-pembantu dengan langsung dari pabrikan barang sematjam itu dinegeri ini atau bahan-mentah dan bahan-pembantu tersebut dimasuk­kan oleh pabrikan itu sendiri dari luar negeri. Oleh karena hanja dalam hal-hal ini pabrikan itu mengetahui berapa djum­lah padjak pendjualan berikut padjak masuk telah dibajarnja atas pembelian atau pemasukan bahan-mentah dan bahan-pembantu. , , xAkan tetapi banjak-kali pabrikan bersangkutan menerima bahan-mentah dan bahan-pembantu untuk perusahaannja dari tengkulak Tengkulak-tengkulak ini biasanja tidak akan me- njebut djumlah padjak jang dibajarnja dengan maksud supaja lang°-anannja djangan mengetahui untung jang didapatnja. Djuga dalam hal-hal ini pabrikan harus diberi kesempatan memperhitungkan padjak jang telah dibajarnja atas bahan- mentah dan bahan-pembantu. Hal ini diatur dengan menambah

185

Page 186: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

pasal 31 dengan peraturan dimana perhitungan mungkin djuga dilakukan, djika tidak diketahui berapa djumlah padjak pen­djualan atau padjak masuk telah dilunaskan.

Dengan mengingat hal, bahwa nilai atau harga-djual jang semula dari bahan-mentah atau ba'han-pembantu dinaikkan bukan sadja dengan djumlah keuntungan, melainkan djuga dengan 5% padjak pendjualan, maka rantjangan Undang- undang ini menetapkan potongan jang tetap sebanjak 3Vz per seratus dari harga beli bahan-mentah dan bahan-pembantu itu.

Djika perhitungan padjak tidak mungkin, maka berdasar pasal 31 ajat 2 juncto pasal 32 atas permohonan dapat diberi pengembalian, oleh karena padjak jang harus diperhitungkan untuk masa jang tertentu melebihi padjak jang terhutang.

Pasal 29

Pengetjualian tersebut pada ke-1 sampai dengan ke-4 me­ngenai keperluan hidup sehari-hari jang pertama dan barang- barang lain jang dapat disamakan dengan itu.

Untuk melakukan Undang-undang ini harus diartikan dengan tepung dan bunga gandum : gandum jang ditumbuk kering dan tidak termasuk pati jang didapat dengan djalan lain. Oleh karena itu tidak termasuk pengetjualian pati-djagung (maizena), tepung masakan jang kembung sendiri, tepung gris (griesmeel), bubuk poding (pudding-poeder) dan lain-lain;

roti: hasil tukang roti jang dibuat hanja dari tepung dan bunga gandum, dedek, garam, susu, bubuk susu, air, ragi, moutextract, creme dan gemuk untuk tukang masak (bakkersvet) ;

sajur : hasil tanaman, jang dipergunakan orang buat dima- kan dan jang berupa putjuk, daun, tangkai, kembang, buah, ubi, akar, atau lain-lain bagian dari tanaman ;

sajur dan buah-buahan jang segar : sajur dan buah-buahan dalam keadaan sewaktu dipetik dan djika perlu disediakan un­tuk pendjualan kepada umum ;

gas : hanja gas tjahaja untuk masak dan penerangan, sehing­ga argon, neon, gas zat lemas (stickstofgas) dan udara jang dinampatkan (gecomprimeerde lucht) dan gas lain sematjam itu tidak termasuk ;

obat-obatan : semua bahan dan tjampuran bahan jang d i­maksud atau digunakan maupun untuk didalam ataupun untuk diluar buat manusia atau binatang untuk mentjegah, mengu- rangkan atau menjembuhkan penjakit.

Dengan kata „ikan” dimaksud djuga udang, kepah (mosselen) dan udang karang (kreeft).

186

Page 187: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ke-5. Menurut ketentuan ini penjerahan barang jang pada pemasukan dapat diimpor bebas dari bea masuk, adalah dibebaskan djuga dari padjak pendjualan.Ketjuali atas pengetjualian ini m engenai: bantalan rel untuk djalan kereta api, barang besi untuk djalan ke- reta api (spoorstaven) djembatan lalu-lintas dan djem- batan untuk pelabuhan kapal terbuat dari besi, motor penghela untuk lokomotip dan sebagainja motor-electro untuk kereta api dan bahan untuk djalan tram, loco- motip dan semua bahan lainnja untuk kereta api dan. djalan tram dan achirnja es kasar.

ke-6. Untuk membatasi pelakuan pasal 31 sebanjak mungkin maka perlu mengetjualikan bahan-mentah dan bahan- pembantu jang semata-mata dipakai sebagai bahan demikian, selama barang ini tidak terhitung dalam pengetjualian tersebut pada pasal 29 ke-5.

ke-7. Dasar pemungutan padjak jang diterangkan dalam pasal 3 Undang-undang ini ialah penjerahan barang oleh pabrikan. Dalam sistim Undang-undang ini pemungutan padjak harus dibatasi pada penjerahan barang-barang jang dihasilkan oleh pabrikan. Oleh karena itu maka disini dibebaskan dari padjak semua barang jang oleh pabrikan diserahkan terus dalam keadaan tidak diusa • hakan, sedangkan untuk barang itu padjaknja ternjata telah diiunaskan. ..Kenjataan” ini dapat dianggap djika dengan menjerahkan paktur dapat dinjatakan pembelian •barang jang diperdagangkan terus dalam keadaan tidak diusahakan itu. Pada umumnja padjak dapat dianggap telah dibajar dari keadaan, bahwa barang itu didapat dari pihak ketiga.

ke-3 dan ke-9. Barang-ekspor. Sifat padjak pendjualan sebagai padjak pemakaian umum membawa akibat, bahwa jang dikenakan padjak hanjalah pemakaian dalam negeri. Berhubung dengan hal ini maka penjerahan barang hanja dapat dikenakan padjak selama dilakukan dalam Indonesia.Perlu pula diberikan aturan dalam hal-hal, dimana pe- -njerahan terdjadi dalam Indonesia, akan tetapi sudah tentu, bahwa penjerahan dilakukan terhadap barang untuk dikeluarkan keluar negeri. Hal ini banjak kali ter­djadi oleh karena pada chususnja dalam pasal 1 ajat 4 dianggap sebagai tempat penjerahan ialah tempat, dimana barang diserahkan untuk dikirim kepada djuru- kirim atau pengusaha pengangkutan.Dengan demikian maka penjerahan hasil pertanian untuk ekspor hampir selamanja harus dianggap telah terdjadi dalam Indonesia.Ketentuan pada ke-8 dalam hal ini untuk sebagian

187

Page 188: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

memberi psraturan dengan djalan membebaskan dari padjak barang-barang untuk dikeluarkan keluar negeri, asal sadja peraturan untuk itu dipenuhi, jang bermaksud mengadakan penilikan jang patut, apakah betul barang- barang itu dikeluarkan.Untuk membebaskan djuga hasil pertanian penduduk, jang dikerdjakan untujk ekspor, akan tetapi pabrikan tidak dapat memenuhi peraturan jang termaksud, maka apa jang tersebut pada ke-9 menentukan, bahwa pe­njerahan barang jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan jang menurut sifatnja dianggap sebagian besar untuk dikeluarkan keluar negeri, bebas dari padjak pendjualan.

10. Penjerahan barang dengan pertjuma. Penjerahan ba­rang dengan .pertjuma adalah suatu peristiwa jang dapat dikenakan padjak. Akan tetapi dapat terdjadi hal-hal jang mungkin menjebabkan .pemungutan pa­djak djadi tidak adil. Sebagai tjontoh disebutkan penje­rahan dengan pertjuma dari cbat-obatan kspada badan- badan amal guna diberikan kepada penduduk dengan pertjuma.Peraturan menentukan dalam hal ini, bahwa menteri keuangan berhak membebaskan penjerahan dengan pertjuma.

11. Penjerahan barang dalam rumah penginapan dan ru- mah makan dalam dasarnja harus dikenakan padjak pendjualan.Pada 1 Djuni 1947 telah mulai berlaku dalam Republik Indonesia dahulu Padjak Pembangunan I, menurut Undang-undang mana semua pembajaran dalam rumah makan dan rumaih penginapan dikenakan padjak 10%. •Dengan Undang-undang Darurat No. 36 tahun 1950 (Lembaran Negara No. 78) ditentukan Undang-undang ini berlaku mulai pada 1 Djanuari 1951 untuk seluruh daerah Republik Indonesia.Oleh karena Undang-undang tersebut hendaknja djuga dipertahankan, maka untuk mentjegah padjak komulatip perlu sekali membebaskan penjerahan barang-barang dalam rumah penginapan dan rumah makan dari pa­djak pendjualan.

12. Pendjelasan tentang pabrikan mengakibatkan, bahwa padjak pendjualan harus djuga dipungut atas rumah sakit, rumah sakit gila, rumaii buta, tempat penjem- bumian, lembaga buat orang tua-tua dan lemtoaga- lembaga lainnja, oleh karena penjerahan makanan dan mmuman jang dibuat dalam lembaga-lemibaga itu kepada, orang sakit, orang jang dirawat. dan sebagainja. AKan tetapi berhubung dengan hal, bahwa makanan

jang dibuat dalam lingkungan kleluarga tidak dikenakan padjak pendjualan, maka sebaiknjalah u tuk membebaskan dari padjak pendjualan, makanan

Page 189: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dan minuman jang dibuat dalam lemba?a-lembaga jang bersifat sosial dimana orang tinggal jang oleh karena suatu hal diluar kemauannja seperti sakit, tjatjat, ke- miskinan dan sebagainja tidak dapat tinggal dalam lingkungan keluarga.a. lembaga untuK menjembuhkan dan merawat orang

jang sakit atau bertjatjat;b. lembaga untuk merawat orang lain, jang memenuhi

sjarat chusus, bahwa penjelenggaraan lembaga itu bertudjuan pekerdjaan amal.Untuk kedua golongan lembaga itu berlaku sjarat, bahwa untung tidak mendjadi tudjuan atau tidak dibuat.

ke-13. Oleh karena tingginja tjukai tembakau jang dipungut menurut ordonansi Tjukai-tembakau Staatsblad 1932 No. 517, maka pada waktu sekarang tidak dapat diper- tanggung-djawabkan untuk memungut lagi padjak pendjualan atas hasil-hasil tembakau.

Pasal 30Pembebasan atas padjak masuk dan pengetjualian atas pem­

bebasan itu sama seluruhnja dengan pembebasan dari padjak pendjualan tentang itu.

Pasal 31 ajat 1 dan 2Perhitungan menurut ajat 1 dan 2 telah dibitjarakan dalam

pendjelasan umum tentang pasal 29 sampai dengan pasal 32.

ajat 3Jang ditentukan dalam ajat ini tidak usah diberi pendjelasan

lagi.ajat 4

Dalam hal-hal dimana pabrikan mengambil kembali barang dari pembeli dalam keadaan tidak terpakai djuga dalam hal-hal, dimana pabrikan memberikan pengurangan atas harga-djual, maka padjak jang dibajar terlampau banjak dapat diperhitung- kan dengan padjak jang sementara itu terhutang oleh karena penjerahan-penjerahan barang jang baru.

Pasal 32Pasal ini mengatur pemberian kembali padjak jang menurut

pasal 9 dibajar terlampau banjak atau tak semestinja.Peraturan ini terutama akan berlaku djika djumlah pendjual-

an jang diberitahukan terlampau tinggi, hal mana antara lain akan dapat terdjadi djika, oleh karena kechilafan penjerahan- penjerahan jang dibebaskan dimuat dalam surat pemberitahuan sebagai penjerahan jang dikenakan padjak. Kedua, dalam hal-

189

Page 190: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

hal apabila perhitungan menurut pasal 31 tidak mungkin lagi, ja ’ni djika padjak jang harus diperhitungkan melebihi djumlah padjak jang terhutang.

BAB XI Peraturan chusus.

Pasal 33 — 38. Pasal 33 sampai dengan 37Pasal ini kira-kira sama dengan peraturan-peraturan ber­

sangkutan dalam beberapa aturan padjak.

Pasal 38Untuk mentjegah terganggunja hidup ekonomi, maka harus

diadakan kemungkinan pertama untuk dapat menjesuaikan dengan segera Undang-undang ini kepada kebutuhan praktek dan kedua untuk mengadakan kemungkinan untuk mengurus ketidak adilan jang terasa berat dengan tjara jang sederhana dan tjepat, jang mungkin timbul dalam melakukan Undang- undang ini.

BAB XII Peraturan pidana

Pasal 39 — 48Perlu kiranja mengikat hukuman kebebasan dan denda pada

maksimum jang lebih tinggi dari pada jang ditetapkan dalam peraturan padjak lainnja, oleh karena dalam satu hal harus lebih banjak diserahkan kepada itikad baik dari wadjib padjak dan dalam hal lainnja oleh karena turunnja nilai dari alat penukaran, maka maksimum jang ditentukan dalam peraturan- peraturan tersebut dalam keadaan jang telah berobah sekarang tidak lagi mempunjai tjukup kekuatan prepentip. Selandjutnja ketentuan-ketentuan ini tidak memerlukan pendjelasan- pendjelasan jang istimewa.

BAB XIII Peraturan penutup

Pasal 49-50Pasal 49

Peristiwa jang menjebabkan pemungutan padjak ini ialah penjerahan barang. Untuk hal-hal dalam mana penjerahan dilakukan sebelum Undang-undang ini berlaku, maka meskipun pembajaran harga-djual dibajar sesudah saat itu tidak akan dikenakan padjak, .meskipun pasal 5 ajat 1 menjatakan ber­lainan, oleh karena saat penjerahan barang harus dipandang sebagai saat jang menentukan apakah dikenakan padjak atau tidak.

190

Page 191: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Oleh karena itu maka penjerahan barang jang dilakukan sesudah Undang-undang ini berlaku, selalu akan mengakibatkan pemungutan padjak.

Berhubung dengan hal ini maka ditetapkan pada ke-2 pasal ini, bahwa selama penjerahan barang dilakukan sesudah Undang-undang ini berlaku disebabkan perdjandjian jang di­buat sebelum saat itu, maka pabrikan dapat meminta kembali padjak jang terhutang dari orang kepada siapa barang itu diserahkan.

Pasal 50

Oleh karena waktu berlakunja Undang-undang Padjak Peredaran 1950 berachir mulai 1 Oktober 1951, maka dirasa perlu menetapkan saat berlakunja padjak pemakaian jang baru ini djatuh bersama dengan saat pengachiran waktu berlakunja Undang-undang tersebut diatas.

191

Page 192: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

L A M P I R A N

TENTANG PEMUNGUTAN PADJAK PENDJUALAN

DAFTAR TERMAKSUD DALAM PASAL 28 AJAT 1

1. Barang-barang jang dibuat atau dibentuk dari amber, batu amber, git, gadmg, koraal, albast., mariner, serpentijn, kulit mutiara (paarlemoer) dan kulit kerang (schelp) asli atau kura-kura atau dibuat atau dibentuk dari agaat, jaspis, jade, onyx, lapis lazuli atau batu-setengah-adi (halfedelstenen) lainnja.Keterangan-keterangan chusus.Tidak termasuk dalam posdaftar ini :a. perkakas (instrumenten, werktuigen, gereedschappen),

perabot rumah (meubelen) dan bagian-bagiannja ;b. patung-patung (beeldhouwwerken) jang tidak dianggap

sebagai massa-product akan tetapi sebagai kunstwerk ;c. barang-barang jang njata bertudjuan mendjadi bagian

dari barang tidak bergerak.2. Alat-alat elektris, seperti:

I. pesawat penukar udara (ventilatoren) dimedja, didin- ding dan geladak (plafond), dan pesawat-pesawat penukar udara lainnja janec digunakan untuk menga­dakan penukaran udara dalam ruangan tempat kedia- man atau kantor, gedung komidi (schouwburgen) dan sebagainja, djuga tiang-tiang (standaards), sajap, kerandjang pendjaga (beschermkorven) dan barang seperti itu seperti digunakan pada pesawat penukar- udara tersebut dan motor-motor jang njata mendjadi bagiannja ;Ketentuan chusus.Tidak termasuk dalam bagian I dari posdaftar ini : pesawat penukar udara didinding atau didalam. dinding (rinsgventilator) dengan lingkaran besi dan sajap jang digalvanisir (gegalvaniseerd) dan disepuh timah, jang diameter sajapnja lebih dari 500 milimeter serta pesa­wat penukar udara contrifugaal dan lain-lain pesawat penukar udara jang digunakan sebagai aiat pembantu perusahaan dalam perusahaan industri atau teknik ;

II. pornes-dapur, tempat api untuk menggoreng (braad- ovens), mesin tjutji guna piring-mangkok dan lain-lain dari elektris, motor untuk rumah-tangga dan lain-lain mesin elektris dan alat-alat guna rumah-tangga, hotel dan sebagainja atau guna 'toilet atau untuk perdja- lanan, perkakas (apparaten, toestellen en werktuigen,

U N D A N G -U N D A N G D A R U R A T No. 19 TA H U N 1951

Page 193: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

n S ? rambu.t» f 1 pengering rambut, alat perma­nent wave, alat-alat tjukur, ontharing dan frisseerfhal ram ’ SiS1 Pensering tangan dari elektris dan sebagainja, perkakas guna massage badan dan electro-

den jang mendjadi bagiannja selama tidak semata- mata atau terutama digunakan untuk genees- atau heelkundige atau veterinaire praktijk, s?rta bag^n- bagian dan alat-alat tersebut;Ketentuan chusus.Tidak termasuk dalam posdaftar ini ■ mesin pemangkas rambut (tondeuze) ‘ dari elektris

Perkakas fotografie dan pilem dan bagian-bagiannja'dan barang-barang jang turut serta, jaitu •a. alat fotografie dan perkakas opname-pilem, projectie-

toestellen untuk pilem dan lantaarnplaatjes, alat-alat pembesarkan dan pengetjilkan foto jang satu dan lain diluar objectief, kaki atau magazijnpilem beratnia 5 k°- atau kurang; J ®

b. lens dan lain-lain bagian dan barang-barang jang tu­rut serta pada perkakas tersebut pada huruf a •

c. onbelicht lichtgevoelig materiaal untuk mengambil foto dan pilem, lichtgevoelig materiaal untuk membikin tjetakan (afdrukken), asalkan dalam bungkusan untuk didjual etjeran ;

d. barang-barang fotografie.Ketentuan-ketentuan chusus.Dalam daftarpos ini termasuk djuga photomatentoestellen untuk automatisch opnemen, ontwikkelen dan opleveren portret-portret.Tidak termasuk dalam daftarpos ini :a. perkakas untuk geluidsfotografie :b. perkakas bioskop untuk mempertontonkan suara dan/

atau pilem lainnja ;c. perkakas (toestellen dan apparaten), serta bagian-

bagian dan barang-barang jang semata-mata diguna­kan untuk Industrie, pendidikan, kebudajaan, kese- hatan atau hal-hal militer, asalkan tudjuan itu dapat dinjatakan menurut pandangan Inspektur atau pegawai-pegawai jang harus melakukan visitasi.

Barang-barang pandai mas dan perak, bijouterien dan lijfssieraden, selama tidak termasuk dalam posdaftar lain, djuga dos-dos dan kotak-kotak bijouterie. Ketentuan-ketentuan chusus.1. Barang-barang pandai mas dan perak diartikan :

a. semua barang jang biasanja dibuat dipandai mas- perak dan pandai adi (edelsmederij) atau dalam perusahaar penjepuh mas dan perak ;

elektris untuk toilet dan ketjantikan, seperti alat ce-

Page 194: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. barang-barang jang terdiri dari platina atau logain platina seluruhnja atau sebagian atau tjampurandari itu ; , ,. , T ,.

c. barang-barang jang terbuat dari logam tidak adi seluruhnja atau sebagian jang bukan besi, seng atau timah, dengan tidak memperhatikan tjara penje- puhannja, sepuhan mas atau perak atau diberi pelat platina atau logam platina. _

2. Dengan bijouterie diinaksud mutiara atau batu jang tulen atau tiruan dan barang-barang lain atau sesuatu jang oleh ikatan dalam mas, perak atau platina terbikin dari lijfssieraden.Sebagai bijouterie dan lijfssieraden djuga dianggap barang untuk pakaian jang tidak termasuk dalam suata posdaftar lain, seperti peniti-dasi, kantjing-manchet, susuk-konde dan sebagainja jang bertudjuan berfaedah dan djuga dilengkapi dengan bagian atau gambaian perhiasan.

5. Hasil pekerdjaan tukang arlodji, ja ’ni :I Arlodji (penundjuk waktu biasa) jang ada pesawao

pelik atau sederhana, dilengkapi atau tidak dengan gelang atau terikat atau tidak dalam tjintjin, satu dan lain djika harga djual atau harga dari seluruh barang dengan gelang atau tjintjin berdjumlah lebih dari se- ratus rupiah, djuga almari, carrures dan binnenwerken jang komplit atau tidak komplit dan bagian-bagian lain dari arlodji;

II. Lontjeng untuk penundjuk waktu jang biasa, pendules dan lontjeng ketjil dan lontjengwekker, termasuk dalam itu lontjeng jang menjerupakan satu barang dengan lampu atau dengan barang lain, tidak mendjadi soal apakah lontjeng itu didjalankan oleh per atau oleh elektris, satu dan lain djika harga djualnja atau nilainja berdjumlah lebih dari seratus rupiah ; djuga binnenwerken, komplit atau tidak, almari, monturen bagian-bagian lain dari lontjeng.Ketentuan-ketentuan chusus.I. Tidak termasuk posdaftar ini :1. a. alat-alat jang didjalankan oleh uurwerk jang ti­

dak digunakan untuk penundjuk waktu atau untuk hal ini tidak begitu penting ;

b. lontjeng menara, lontjeng stasiun dan lain-lain lontjeng untuk gedung beserta jang dinamakan lontjeng kota (Stadsklokken) ;

c. chronometer dan uurwerken untuk kapal ;d. wekkers, jaitu dimaksudkan hanja uurwerken

jang sederhana jang umumnja dikenal dengan nama tersebut, jaitu dilengkapi dengan perumah-

194

Page 195: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

an dari logam tidak murni jang diberi nekel atauHan ™emPunjai genta (bel> atau drukknop dan jang biasanja berdiri atas kaki dari logam

2. consoles, coupes, pendule-garnituren, stolpen • tian° (standaards), kaki (voetstukken) dan barang-baran?-bagian seperti itu dari lontjeng-lontjeng term lksld pada angka II posdaftar jang dimasukkan bersama2SS5S SaLntS in g tersebut dip« “ njatangan tidak diangla^sebag^'barang bagiln ariosi! apabila dimasukkan terpisah atau dibuat dinegeri ini!

6. Seperangkat (stellen) gebak, likeur, bowl, limonadecompote, bonbon dan room serpis, tete a tete’s serta diu^a cocktailshakers. °

7. Glaswerk dari gelas terasah dan barang-barang dari krisial untuk keperluan rumah-tangga.

8. Sendjata api untuk berburu, senapan tekanan udara (luchtdrukgeweren) dan pistol dan barang jang digunakan untuk olah-raga tembak-tembakan dan perburuan jang ti­dak disebut atau termasuk ditempat Iain, seperti sasaran. merpati terbikin dari tanah liat atau aspal dan pesawat pe- lempar untuk merpati sedemikian itu, trompet perburuan, peluit untuk memikat dan burung-pemikat dan lain-lain alat dan barang untuk memikat dan menangkap binatang perburuan, korsi perburuan dan sebagainja, mesiu, bagian- bagian dan barang untuk itu.

9. Hamparan (karpetten, vloerkleden, permadani, topers'* tabir (gordijn), kain dinding, kain sangkutan, kain keme- dja dan kain divan dan lain-lain kain, seperti kain per­madani dan loper, satu dan lain asal diserat atau ditenun dengan tangan.

Tidak termasuk dalam posdaftar in i :barang-barang jang diserat dengan tangan dari kelapa, rami, sisal dan pandan dan hasil seni-penduduk atau keradjinan rumah jang diserat atau ditenun dengan tangan.

10. Mainan anak-anak ja ’n i :a. kereta api main-mainan jang didjalankan oleh elektris

atau uap, terhitung djuga garnituren jang terdiri dari lokomotip main-mainan serta bagian-bagiannja loko- motip main-mainan jang terlepas, djuga elektromotor, transformator dan mesin-uap jang njata merupakan main-mainan ;

b. otomobi! anak-anak, belanda-terbang (vliegende hol- landers) dan kereta main-mainan seperti itu, seperti djuga kotak bangunan dari logam (metaalbouwdozen) atau mecanoo.

195

Page 196: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

H. Pakaian (pakaian luar dan dalam) jang tersebut seluruh­nja atau sebagian dari sutera ash.Ketentuan-ketentuan chusus. , nin„ el»i„riih1. Untuk menindjau pertanjaan, apakah pakaian seluru

nja ataukah hampir seluruhnja terbuat dan sutera asli, maka lapisan (voering) dan penjelesaian (afwerkin0)pakaian itu tidak mendjadi ukuran. __

2 Kaos (sok) dan sarung kaki (kous) ; djubah (paiam en- ten, toga’s) dan pakaian djabatan seperti itu tidak tei masuk posdaftar ini.

12. Koelkasten, drinkwaterkoelers dan kamerkoelers, dibikin untuk mengadakan dingin jang isinja, djika diukur aari luar, berdjumlah kurang dari dua meter kubik serta djuga mesin pendingin, elemen dingin dan lain-lam se-perti itu jang njata diuntukkan guna koelkasten sedemi­kian itu.Ketentuan chusus.Tidak termasuk posdaftar in i: _ __a. koelkasten jang menurut buatannja digunakan untuk.

aiat perusahaan didalam suatu perusahaan industri atau teknik, misalnja dengan njata dibuat uiituk mendmgin- kan hasil-hasil tjoklat dalam pabrik t jok la t;

b. koelkasten — selama dari buatannja jang chusus tidaiK ternjata sedemikian itu — jang dinjatakan menurut pertimbangan inspektur atau pegawai jang diwadjibkan memvisitasi, bahwa barang-barang itu diuntukkan guna dipakai didalam laboratorium atau rumah sakit.

13. Barang-barang dari kulit, ja ’ni :koper, valis, tas-tangan dan tas-djalan dan tas dan dos jang tidak dissbut chusus, etui’s, sarung (hoezen), sarung (hol- ters), kotak tjerutu dan kotak sigaret, sampul-surat, alasan (onderleggers), map surat-surat, portefeuilles, ban-ban untuk arlodji tangan, ikat pinggang (riem) serta djuga lain-lain barang bersifat demikian itu jang menurut rupa- nja terbuat seluruhnja atau sebagian dari kulit reptiel atau ikan atau dari bahan plastic.Ketentuan-ketentuan chusus.Tidak termasuk dalam posdaftar in i :a. koper, tas dan sarung (foedralen) jang njata diuntuk­

kan guna menjimpan perkakas (instrumenten en gereed- schappen) ;

b. perkakas pembantu perusahaan (bedrijfshulpmiddelen).14. Lichtkronen, kroon dan wandlichters, kandelaars (jang

bertjabang-tjabang dan lain-lain), lampu dan lampu ketjil bentuk pantasi, lampu dan lentera untuk gang dan vestibule piano, perhiasan dan diner, lampu setolop, lampu dalam bentuk pantasi, lampu dan lentera untuk gang dan vestibule dan lain-lain aiat penerangan sedemikian itu.

196

Page 197: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

15. Hasil pekerdjaan pembuat pisau, ja ’n i :pisau medja, pisau dessert, pisau roti (djuga pisau gergadjj untuk roti), pisau saku, pisau perburuan, pisau tjukur dan pisau pengikis dan pisau-pisau lainnja jang dapat diguna­kan dengan tangan, terhitung djuga garpu untuk daginp couverts untuk salade, wad j a-pengasah dan asahan pisau serta djuga gunting dan gunting ketjil jang dapat diguna­kan dengan tangan, djika gagang dari barang-barang ini maupun seluruhnja ataupun sebagian, terbuat dari barnsteen, kura-kura, kulit mutiara, gading, tanduk atau kaju tiruan, kakirusa atau dari bahan-bahan sedemikian itu, tulang, kaju arang (ebbenhout), faience, gelas, nekel, perak baru, alpaca, serta djuga pisau dan gunting jang, maupun seluruhnja ataupun sebagian, dilengkapi dengan logam murni atau lapisan (perisai, dop, tjintjin, pelat dan seba­gainja) atau dihiasi dengan tatahan (in- of oplegwerk), lukisan (graveren), damasceren atau ukiran (snijwerk).

16. Kendaraan bermotor.I. Otomobil dan lain-lain kendaraan jang tidak didjalan-

kan menuruti rel kereta api atas tiga roda atau lebih. dengan kekuatan bergerak sendiri, disediakan untuk pengangkutan orang jang banjaknja tidak lebih dari delapan orang, terhitung jang mengemudikannja, serta djuga chassis untuk kendaraan bermotor sedemikian itu satu dan lain dengan mengetjualikan kendaraan ber­motor jang disediakan untuk mengangkut orang sakit dan orang buangan atau kendaraan bermotor, jang njata digunakan untuk polisi atau pasukan pemadam api atau untuk tudjuan-tudjuan militer.

II. Sepeda motor atas dua roda terhitung djuga sepeda jang dilengkapi dengan motor pembantu, serta motor untuk sepeda motor, sedemikian itu, satu dan lain di­ketjualikan sepeda motor, tentang mana dibuktikan, •bahwa barang itu diuntukkan buat polisi atau djawatan pemadam api atau buat tudjuan militer.

17. Parfumerie dan alat-alat ketjantikan jang harus diartikan semua bikinan dan kebendaan jang sifat atau tjara mem- bikinnja dapat ditundjuk sebagai barang tersebut. seperti air wangi dan air toilet, airmulut, garam barang tjair dan tablet-tablet untuk mandi, air dan tjat rambut, tjuka jang diparfum atau tjuka toilet, minjak wangi, minjak diparfum, huiles antigues, pasta gemuk-gemuk dan pomade diparfum, bedak wangi dan bedak toilet serta djuga kertas bedak, blanketsel dan lain-lain barang cosmetis, rouge, stift alis- mata dan bibir, creme mata dan alat-alat untuk memba- jangi mata dan memberinja sinar, alat-alat untuk menda- patkan bentuk badan jang tjantik, air untuk ketjantikan, creme untuk kulit dan massage, salep djerawat dan salep untuk kerut-kerut muka, topeng ketjantikan (schoonheids-

197

Page 198: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

maskers), theaterschmink, beenbruin, alat tumbuh rambut, alat tjutji dan alat pengeriting, alat pentjabut rambut, alat pelihara kuku seperti air, emaille, lak dan remover untuk kuku, kertas, stip dan tablet wangi, parfum kamar dan alat pengenjah bau, alat-alat minjak untuk memeli- hara rambut, barang tjair untuk permanent wave, alat anti-transpiratie, barang-barang manicure, dengan m e- ngetjualikan dos bedak, bantal bedak dan bulu-bulu (donsjes) dan lain-lain alat toilet, keperluan toilet dan alat ketjantikan sedemikian itu jang terbuat seluruhnja dari logam tidak murni.Ketentuan crxusus.Tidak termasuk dalam posdaftar ini :barang-barang jang digunakan untuk mentjegah atau mengobati penjakit-penjakit (ongemakken), serta djuga shampoos dan barang-barang sedemikian itu, jang semata- mata atau hampir semata-mata digunakan untuk pentjutji tubuh, djika tidak diparfum.

18. Piano’s, orgels, harmonium’s, pianino’s, vleugelpiano’s, spinetten, clavecymbalen, accordeon’s dan lain-lain per­kakas klavier sedemikian itu ; electrochords, gramofoons, fonografen, pianola’s, phonola’s, orchestrions dan lain-lain alat musik jang mechanis, voorzet-apparaten untuk m e- mainkan piano setjara mechanis, dos musik dan alat-alat jang dapat dipersamakan dengan itu, serta djuga over- draag-toestellen jang diputar dengan pick-ups, muziekrol- len, plat-plat gramofoon dan djarum-djarum gramofoon, drijfwerken, soundboxes, pick-ups, piring-plat, armen, naaldhouders dan bagian-bagian berikutnja dari alat-alat ini, jang oleh pemakaiannja dapat disamakan dengan itu.

19. Kapal-kapal pesiar.20. Barang-barang jang seluruhnja atau untuk sebagian besar

terdiri dari porselein jang bukan barang lusinan jang tidak termasuk dalam posdaftar jang lain. Ketentuan-ketentuan chusus.Tidak termasuk posdaftar ini :a. barang-barang jang digunakan untuk Industrie, ilmu

dan laboratorium ;b. alat-alat isolasi dan lain alat seperti itu untuk

perkakas-perkakas jang didjalankan oleh elektris ;c. barang-barang saniter terbuat dari porselin putih ;d. bahan-bahan diuntukkan guna pembangunan barang

tetap ;e. porselin hotel, diartikan barang-barang keperluan dari

porselin dilengkapi dengan nama, monogram atau lain-lain tanda dari instelling atau inrichting, dimana barang-barang itu akan digunakan.

198

Page 199: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

21. Keperiuan perdjalanan (reisnecessaires) ; toiletgarnituren manicuresets; etui’s untuk alat-alat toilet, keperiuan toilet dan alat-alat ketjantikan dan necessaires dan garnituren sedemikian itu.

22. Barang-barang untuk merokok jang tidak termasuk dalam lain posdaftar, ja’ni :pipa tjerutu dan sigaret, tempat tjerutu dan sigaret, dos dan pot tembakau, etui’s untuk pipa, rek pipa, seperangkat aiat rokok, standaards untuk rokok, standaards untuk geretan, gunting dan gurdi sigaret.

23. Sepatu, sepatu laars, paduka (muilen) dan tjenela jang bagian luar dari tjorongnja samasekali atau sebagian be­sar terbuat dari kulit buaja atau lain-lain reptil, kulit tersepuh emas atau perak, sutera asli, satin, plastic atau dari lain bahan jang ditutupi seluruhnja atau sebagian oleh daun logam dari aluminium, perak atau emas.

24. Perhiasan jang terbuat atau terdiri dari mutiara atau manikam atau mutiara tiruan atau manikam tiruan.

25. Barang-barang perhiasan untuk keperiuan rumah tangga seperti djambangan, tiangbunga (bloemzuilsn), jardinieres, pullen, piring terapung (drijfschalen) dan lain-lain tempat kembang dan tanam-tanaman, kandil (kandelaars), tempat lilin, pot kembang perhiasan dan pot kembang dan bak kembang geglazuurd, barang-barang untuk toilet, medja dan toilet-perdjalanan (reistoilet), odeurflacons en verstui- vers, penahan buku (boekensteun), pengapit kertas (presse papiers), binatang disebu (opgezette dieren), gong- medja, piringdinding, ubin berkembang (tegeltableaux), artja dan kumpulan artja, reliefwerk, barang-barang tanda- mata dan souvenir, coupes, tiang gambaran (portretstan- daards) barang-barang ketjik-mengetjik (snuisterijen dan etagerevoorwerpen), kembang, buah-buahan dan binatang tiruan dan barang-barang sedemikian itu dari kunstglas- blazerij, djuga djika tidak digunakan untuk penerangan dan barang-barang sedemikian itu ; peta, gambaran (pren- ten), gravures. gambaran (afbeeldineen), serta djuga bingkai untuk membingkainja, djuga djika dalam bentuk staven.Ketentuan-ketentuan chusus.Tidak termasuk dalam posdaftar ini :a. patung (beeldhouwwerken) dan barang-barang lain dari

seni plastis jang tidak dapat dianggap sebagai massa- product, akan tetapi jang direntjanakan oleh seniman dan mengenai barang seni plastis dibikin oleh seniman itu sendiri;

b. lukisan-lukisan dan gambaran dibingkai ataupun tidak, satu dan lain asalkan dibuat semata-mata dengan di- lukis atau digambar ;

199

Page 200: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

c. etsen, gravures dan ukiran kaju dibingkai ataupun tidak dan barang-barang seni sedemikian itu, asalkan barang- barang itu didapat langsung dengan mentjetak (afdruk- ken) bentuk asli fpelat dari logam, blok dari kaju dan sebagainja) atas kertas dan asalkan digambar oleh seniman itu sendiri dan diberi nomor berturut-turut sampai sebanjak-banjaknja seratus buah.

26. Pemasang (aansteker) tjerutu, sigaret dan pipa, serta djuga tangkai pena-isian dan potlod isian, satu dan lain asalkan dibuat seluruhnja atau sebagian penting dari logam murni. dari alliage jang berisi logam murni atau logam tidak murni jang terbungkus oleh sepuhan mas atau perak jang dili- puti oleh logam murni atau oleh alliage berisi logam murni. Ketentuan chusus.Tidak termasuk posdaftar in i :Tangkai pena isian jang hanja penanja sadja terbuat dari logam murni atau alliage logam murni.

27. Alat-alat olah raga, ja ’ni :bal, bats, golf- dan hockeysticks, wicketsdoelen, pedang (sabels, degens dan floretten) untuk main angear, sarung tangan, pelindung (beschermers) kaki, dada dan muka dan alat-alat lain seperti itu untuk main rugby, cricket, hockey, golf, polo dan olah-raga main anggar; alat-alat biljart, alat-alat olah raga patju kv.da, seperti pelana, sanggurdi (stijgbeugels), tjemeti dan lain-lain, startmachines dan lain- lain alat untuk patjuan kuda dan patjuan andjing.

28. Keker sandiwara, binocles, faces a main.29. Obat-obat memudakan dan anticonceptionil, aphrodisiaca

dan alat-alat lain jang umum dikenal seperti itu atau biasa disebut demikian.

30. Petasan, bunga api, mertjon (vuurwerk) dari semua rupa.

00

Page 201: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

L A M P I R A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 19 TAHUN 1951

TENTANG

PEMUNGUTAN PADJAK PENDJUALAN

PENDJELASAN TENTANG DAFTAR TERMAKSUD DALAM PASAL 28 AJAT 1

Untuk membedakan pos-pos termaksud dalam Tarip Bea- masuk, maka untuk pos-pos termaksud dalam daftar jang me- nundjuk barang-barang atas mana dipungut padjak kemewahan dipilih nama „Posdaftar” .

Pos 3huruf c. Bahan jang dimaksud dalam bagian ini hanja dike-

nakan padjak jang lebih tinggi, djika bahan itu diserahkan atau dimasukkan dalam pembungkus untuk didjual setjara etjeran, djadi kepada pemakai partikelir. Dalam menjelidiki pertanjaan, apakah sjarat ini dipenuhi, maka terhadap barang jang di­sebut nanti harus diperhatikan jang berikut:a. Pelat foto dari gelas atau celluloid, pilem-rbntgen

dan kertas-rbntgen senantiasa harus dianggap diserahkan atau dimasukkan tidak dalam pem­bungkus untuk didjual etjeran. Djadi bahan-bahan itu tidak pernah dikenakan padjak lebih tinggi.

b. Pilem-gulungan untuk memotret harus dianggap senantiasa diserahkan atau dimasukkan dalam pembungkus untuk didjual etjeran. Djadi bahan- bahan itu dalam semua hal dikenakan padjaik lebih tinggi.

c. Pilem foto dari 35 m.m. lebar guna ..klein-beejd- camera” (leica dan sebagainja). Sebagai pem­bungkus untuk djualan etjeran tidak dianggap :1. dibungkus terlepas aalam kotak, tiap-tiap

kotak memuat 6 pilem terbungkus dalam staniol jang pandjangnja lebih kurang 160 cm. (dinamakan bungkus kamar-gelap) ;

2. tiap-tiap pembungkus, djika pandjangnja pilem sekurang-kurangnja 5 m.

d. Bahan „onbelicht” untuk pilem. Harus dibedakan antara pilem jang 35 mm., 16 mm. dan 8 mm, Pilem 35 mm. dan 16 mm. harus dianggap senan­tiasa diserahkan atau dimasukkan tidak dalam

201

Page 202: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

nembungkus untuk didjual etjeran ; oleh karena itu bahan-bahan tersebut tidak pernah dikena kan padiak lebih tinggi.Pilem 8 mm. harus dianggap dibungkus untuk didjual etjeran, djika diserahkan atau dimasuk­kan dalam gulungan pandjangnja lebih-kurang 75 m, tiap gulungan dibungkus dalam kotak ketjil.

e. Kertas foto. Sebagai tidak dibungkus untuk di­djual etjeran, harus dianggap :1 semua kertas dalam gulungan, dengan tidak

mengindahkan besarnja, diketjualikan jang di­namakan pilem-rol dari kertas (bandmgkan jang tersebut pada huruf b, diatas) ;

2. semua kertas format 40 dan 50 cm. dan lebih besar, djika ini terkumpul sepuluh lembar

3 semua kertas format 18 dan 24 cm. dan■besar, tetapi tidak lebih besar dari 40 dan 50 cm., diika kertas ini terkumpul sebanjak lblembar atau lebih ; , . ,

4. semua kertas dengan tidak mengindahkan format, djika kertas ini terkumpul sebanjak 100 lembar atau lebih.

Karton untuk potret disamakan dengan kertas potret.Jang dinamakan kertas ,.blauw-druk” dan kertas lain jang „lichtgevoelig” untuk memproduksi kembali gambaran-gambaran teknik tidak boleh dimasukkan dalam posdaftar ini.Ditjatat disini bahwa pilem jang „belicht” tidak terhitung dalam posdaftar ini.

huruf d. Sebagai alat-fotografie hanja dianggap barang- barang jang ditudjukan chusus guna fotografie dan dipakai semata-mata untuk itu, seperti lairipu- magnesium dan lain-lain lampu untuk menjinari objek-objek jang akan dipotret, fotometers, belich- tingsmeters, afstanamaters, drukramen, kom-kom, bak-bak ketjil dan bak-bak tjutji, rek-rek pengering dan sebagainja.Oleh karena itu tidak termasuk dalam posdaftar ini trechters, penjarimg-penjaring, albem-foto, bingkai- bingkai-foto dan umumnja semua barang jang tidak semata-mata digunakan dalam soal fotografie. Djuga tidak dapat dimasukkan sebagai ,,alat-alat fotografie” dalam posdaftar ini barang-barang berikut: hasil-hasil kimia, dalam bentuk garam atau larutan jang dipergunakan dalam hal fotografie sebagai ontwikkelaar, fixeer, sebagai kleurstoffen atau sebagai „gevoeligmakende stoffen”

202

Page 203: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Seladjutnja harus dianggap sebagai alat-alat foto­grafie termaksud oleh posdaftar 3, huruf d dari daftar ini jang dinamakan spotlighters (puntlichters), barang-barang mana sebagian besar digunakan untuk tudjuan-tudjuan fotografie.Ketentuan chusus huruf b dan c.Pemungutan padjak kemewahan hanja dapat dike­tjualikan atas dasar maksudnja, djika maksud itu dapat dibuktikan menurut pandangan inspektur atau pegawai jang diserahi kewadjiban untuk mela­kukan visitasi.Dengan alat bioskop huruf b dimaksud alat-alat, jang dipakai dalam gedung-gedung bioskop jang tentu tempatnja dan dalam bioskop-bioskop jang dapat dipindah-pindahkan ataupun bioskop-bioskop, jang dipertundjukkan dalam gedung-gedung perkumpulan dan lain-lain.Terhadap „cinematografische projectoren” dan ,.cine- matografische camera’s” ja ’ni alat-alat pilem dapat dianggap, bahwa „projectoren” dan ..camera’s” itu dalam semua hal mempunjai tudjuan termaksud jang tersebut dalam ketentuan chusus jang mengakibat­kan pengetjualian dari padjak kemewahan, selama alat-alat itu terpasang guna dipakai untuk „film- band” jang lebarnja 16 mm. atau lebih, djuga bagian-bagiannja jang bersangkutan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa alat-alat dan seba­gainja tersebut diatas dapat dikatakan dipergunakan semata-mata untuk tudjuan-tudjuan keradjinan, pendidikan, kultureJJ kesehatan atau militer atau tudjuan-tudjuan jang dapat disamakan dengan itu atau untuk digunakan dalam bioskop.Begitu pula dapat dilakukan dengan tabir-projectie, djika lebarnja tabir itu melebihi 150 cm.Dengan penggunaan untuk keradjinan (huruf c hendaklah diartikan digunakan sebagai alat-alat perusahaan dalam industri.Dalam hal ini tidak termasuk penggunaan oleh tukang-potret.Untuk melakukan bagian c, maka disamakan dengan penggunaan untuk pendidikan selainnja penggunaan untuk tudjuan-tudjuan pengadjaran, ialah penggu­naan untuk pengadjaran agama dalam mana ter­masuk pengadjaran untuk mendidik kaum alim ulama, djuga pengadjaran pertanian dan pengadja­ran vak lainnja, tjeramah dan kursus-kursus jang diberikan oleh lembaga-lembaga jang bertudjuan menjerdaskan rakjat.

203

Page 204: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dalam daftar pos ini tidak termasuk pesawat-pesawat untuk „fotografisch reproduceren” dari dokumen- dokumen dan lain-lain seperti itu.

Pos 4Dari ketentuan chusus pada huruf a dapat ditarik kesimpulan,

bahwa padjak kemewahan terbatas pada benda-benda jang biasanja dibuat didalam perusahaan tukang emas, perak dan lain-lain logam murni atau perusahaan-perusahaan penjepuh- an emas dan perak ; dengan demikian, maka misalnja pena untuk tangkai-pena isian dan ,,spindoppen” untuk mesin tenun tidak akan dikenakan padjak kemewahan.

Terhadap barang-barang platina jang disebut pada huruf b dapat dikatakan, bahwa praktis hanja psrhiasan dari platina (atau logam platina) jang dikenakan padjak kemewahan tersebut.

Alat laboratorium, vspindoppen” dari platina, „koelslangen, biiksemafleider-spitsen, thermo-elementen” dan „tandheelkun- dig material” dan lain-lain, oleh karena itu tidak dikenakan padjak kemewahan.

Itu berlaku djuga buat platina dan logam platina dalam ben- tuk bahan atau bentuk sudah dikerdjakan lebih dahulu.

Selandjutnja diterangkan, bahwa dengan logam platina dimaksudkan logam iridium, palladium, rhedium, osmium dan

. ruthenium.Piring buah-buahan dan piring kue-kue jang dilengkapi

tjintjin dari perak atau tjintjin sepuhan perak, botol-jam, suiker- strooiers, bonbonnieres dan sebagainja jang dilengkapi dengan tutup dari perak atau tutup sspuhan perak, tempat abu rokok dimana terdapat bagian-bagian dari perak atau bagian-bagian sepuhan perak dan sebagainja masuk dalam daftarpos ini.

Pos 5Terhadap bijouterien dan lijfssieraden dikemukakan lagi,

bahwa barang tersebut tidak perlu terbuat dari logam murni untuk dapat memungut padjak kemewahan.

Tidak termasuk posdaftar ini barang-barang dari emas dan perak jang njata digunakan untuk ibadat umum.

Batas-nilai jang tersebut dalam posdaftar ini, diatas batas mana baru dapat dikatakan ada padjak lebih tinggi, hanjalah atas alasan-alasan praktis berlaku untuk arlodji dan lontjeng. Djadi untuk almari dan bagian-bagiannja senantiasa terhutang padjak kemewahan.

Pos 6Tidak termasuk posdatfar ini ialah waterstellen, olie- dan

azijnstellen, peper- 'dan zoutstellen dan jamstellen, barang- barang mana, djika terbuat dari gelas terasah atau kristal termasuk pada posdaftar No. 7.

204

Page 205: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dalam posdaftar ini termasuk barang-barang, maupun ter­buat dari tembikar dan porselin ataupun dari gelas dan logam.

Pos 7Dengan „barang-barang-gelas dari gelas terasah” dimaksud­

kan hanja barang-barang dari gelas terasah seperti gelas untuk minum, piring, karaf, flacons, pemeras Citroen, tempat abu rokok dan sebagainja jang dapat dipaikai untuk sesuatu barang (jang dinamakan djuga „hol glaswerk” ) dengan tidak meng­indahkan, apakah barang-barang itu akan dipergunakan untuk itu, ataupun dipergunakan untuk perhiasan sadja. Oleh karena itu katja-katja djendela jang terasah dan katja gelas arlodji, gelas katja-mata, lens dan sebagainja tidak termasuk dalam posdaftar ini.

Posdaftar itu tidak berlaku terhadap barang-barang, jang hanja terasah setjara kasar seperti botol dan sebagainja, dimana tjatjat-tjatjat pada lehernja berkurang oleh karena gosokan atas asahan bundar jang dibubuhi dengan abu batu pasir jang basah atau atas batu pengasah.

Kata-kata „untuk dipakai dalam rumah tangga” jang dengan sendirinja mengandung pembatasan dapat dibedakan misalnja dari pemakaian untuk maksud-maksud teknik (antara lain pemakaian dalam laboratorium) dan untuk tudjuan-tudjuan ibadat umum. Akan tetapi pemakaian dalam rumah penginapan dan perusahaan-perusahaan pension dan sebagainja dapat termasuk dalam pengertian ,,dipakai dalam rumah tangga”.

Pos 8Dalam kata sendjata api untuk berburu termasuk senapan,

terkul (karabijn) dan senapan terkul (buks) jang biasanja dipergunakan untuk berburu binatang dan burung perburuan.

Pos 10Selain daripada lokomotip-permainan tersebut jang „digerak-

kan oleh elektris atau uap”, maka djuga bagian jang lepas dari kereta-api-mainan seperti wagon-wagon, rel-rel, wesel- wesel, terusan-terusan jang lepas tidak dikenakan padjak kemewahan. Akan tetapi djika barang-barang itu adalah ba­gian dari kereta-api-mainan jang lengkap atau adalah terma­suk garnituur seperti tersebut dalam pos ini, maka barang itu seluruhnja dikenakan padjak kemewahan.

Pos 16I. Posdaftar ini bermaksud memungut padjak kemewahan atas

otomobil perseorangan, jang lain daripada otobis.Selain dari otomobil perseorangan jang dilengkapi dengan carrosserie termasuk djuga dalam posdaftar ini chassis untuk

205

Page 206: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

otomobil perseorangan. Dengan demikian dapat ditjegah dalam hal-hal jang tertentu penjelundupan sebagian dari padjak kemewahan atas otomobil perseorangan jang leng- kap dengan carrosserienja. .Oleh karena selandjutnja hanja terma-suk chassis untuk otomobil perseorangan dalam posdaftar ini, sedangkan atas chassis termaksud djuga dapat didirikan carrosserie mobil- gerobak — misalnja otomobil gerobak jang tertutup — harus dianggap sebagai chassis buat otomobil perseorangan, semua chassis atas mana biasanja otomobil-carrosserien dibuat.Hendaklah diperhatikan, bahwa bagian-bagian lepas dari otomobil perseorangan tidak dikenakan padjak kemewahan. Selandjutnja untuk ini hendaklah diperhatikan pendjelasan jang berikut tentang pos 16-11.

II. Dalam bagian ini semata-mata termasuk kendara.an ber­motor atas dua roda ; kendaraan bermotor atas tiga roda tidak termasuk dalam posdaftar ini.Selandjutnja kendaraan bermotor atas tiga roda ummnnja tidak dapat dianggap sebagai kendaraan bermotor atas tiga roda seperti dimaksud dalam bagian I, antara lain invaliden- wagentjes jang bermotor bukannja kendaraan bermotor seperti dimaksud dalam bagian I.Kendaraan dengan motor-pembantu harus dianggap seba­gai kendaraan bermotor dalam pengertian pos ini. Zijspannen untuk kendaraan bermotor tidak dikenakan padjak kemewahan. Dengan penjerahan oleh pabrikan atau dengan pemasukan kendaraan bermotor dengan zijspan padjak kemewahan hanja berlaku terhadap kendaraan bermotor itu sadja. Oleh karena itu dalam hal-hal jang ada seharusnja harga djual atau nilai dipisah. Hendaklah di­perhatikan, bahwa kendaraan bermotor dengan zijspan tidak dapat dianggap ssbagai kendaraan bermotor atas tiga roda dalam pengertian bagian I.

Pos 17

Dari barang-barang jang diketjualikan jang, djikalau tidak diparfum (bandingkanlah ketentuan chusus), diketjualikan dari posdaftar ini, antara lain termasuk anti-transpiratiemiddeLan. talkpoeder dan haarpoeder untuk melenjapkan gemuk-gemuk rambut, akan tetapi tidak termasuk aluinsteen dan daftar- schaving-poeder._ Untuk mentjegah salah faham tentang hal itu dan dengan

tidak menarik kesimpulan sebaliknja terhadap barang-barang jang tidak disebut dibawah ini, hendaklah diperhatikan, bah­wa posdaftar ini tidak bermaksud memungut padjak keme­wahan atas barang-barang antara lain sabvn toilet pesta-gigi,206

Page 207: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

poeder-gigi dan sabun-gigi, sabun-tjukur, alat-alat pem- bersih untuk gigi palsu, alat-tjukur, pisau-tjukur, kwast-tjukur, sikat rambut, kwast leher untuk tukang gunting, sikat kuku, sisir, sikat gigi, spons, peniti-rambut dan alat pentjungkil gigi. Tetap barang-barang tersebut dapat dimasukkan dalam pos lain, mi­salnja alat tjukur dari elektris dalam posdaftar 2-II.

Dalam posdaftar ini hanja termasuk perkakas toilet jang bersifat demikian seperti tersebut dalam posdaftar ini. Peniti untuk mengeritingkan rambut oleh karena itu tidak termasuk dalam posdaftar ini.

Achirnja diperingatkan, bahwa tidak diketjualikan dalam melakukan posdaftar ini barang-barang jang dikenakan gedistilleerd-accijns.

Pos 18Dalam posdaftar ini termasuk jang dinamakan barang-barang

phono-chassis dan sebagainja. Selandjutnja dapat dimasukkan dalam posdaftar ini alat-alat jang dapat dipakai untuk mem- perdengarkan suara piring hitam, oleh karena disambung de­ngan tjara mudah pada pesawat radio, maupun setjara lang­sung, ataupun dengan perantaraan alat pengeras suara.

Penukar-penukar pelat demikian itu dapat disamakan de­ngan barang-barang jang tersebut dalam posaaftar ini dan oleh karena itu dikenakan padjak kemewahan.

Tidak masuk posdaftar ini antara lain dicteer-apparaten dan alat-alat berikutnja, piring hitam, dimana tersimpan jang dina­makan orang „surat-surat jang dibitjarakan” (gesproken brie- ven), djuga tidak masuk vierges, jaitu piring-hitam jang bslum lagi berisi saluran-saluran-suara. Padjak kemewahan itu djuga tidak berlaku terhadap alat-alat, dimana pekerdjaan menerima dan pengirim suara dihimpunkan dan bagian-bagian dari alat-alat tersebut. ,

Dengan kata-kata Jang disamakan dengan bagian-bagiandari alat-alat ini berhubung dengan pemakaiamija” tidak di­maksud per-per gramofon.

Pos 19Dengan kapal pesiar dimaksud kapal-kapal jang biasanja

dipakai oleh penggemar-olah-raga diair dan oleh mereka jang mentjari hiburan diair.

Pos 20Posdaftar ini tidak berlaku terhadap gigi dan geraham dari

porselin.,,Eadan” dalam ketentuan chusus huruf e dalam posdaftar

harus diartikan maskapai djalan-kereta-api, maskapai pela- jaran dan maskapai penerbangan dan sebagainja dan dengan „lembaga” rumah penginapan, pensions dan rumah makan dan sebagainja. t

201

Page 208: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pos 21

Barang-barang jang disebut dalam posdaftar ini dikenakan padjak kemewahan dengan tidak msngindahkan dari bahan apa barang-barang itu dibuat.

Djuga etui-etui jang kosong masuk posdaftar ini, asal sadja digunakan untuk menjimpan barang-barang toilet dan sebagainja.

„Seheergarnituren” termasuk dalam posdaftar ini.

Pos 22

Diperingatkan bahwa tidak disebut dan oleh karena itu tidak dikenakan padjak kemewahan : pipa rokok, saku tembakau, pemasang (aansteker) tjerutu, sigaret dan pipa rokok, tempat abu rokok dan kertas sigaret. Sementara itu barang-barang tersebut kemudian dapat masuk dalam posdaftar jang lain ; misalnja pipa dari batu ambar pada posdaftar 1, saku tembakau dari kulit pada posdaftar 13, pemasang tjerutu dan pipa rokok dan logam adi (edel metaal) pada posdaftar 26, tempat abu rokok dari gelas terasah ada posdaftar 7.

Pos 24

Mutiara dan permata jang tidak dipasang tidak termasuk posdaftar ini. Ditundjuik kepada posdaftar 4, dimana semua perhiasan pakaian dengan tidak mengindahkan tjara peraa- sangannja, dikenakan padjak kemewahan.

Batu setengah adi (halflsdelstenen) dan karang merah (bloedkoraal), asal sadja tidak dipasang tidak termasuk pos­daftar ini.

Pos 25

Barang-barang termaksud dalam posdaftar ini dikenakan padjak kemev/ahan dengan tidak mengindahkan bagian-bagian susunannja. Dari perkataan „seperti” pada permulaan posdaftar ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa posdaftar ini tidak mem- bataskan djumlah barang tersebut. Sementara itu posdaftar ini tidak pula boleh dilakukan terlampau luas : antara lain tidak termasuk dalam posdaftar ini berbagai barang ,,terhias” jang dipakai sebagai barang perhiasan, akan tetapi lebih banjak digunakan untuk maksud-maksud lain, seperti sesusiman peratoot sopi, piring buah-buahan, tempat abu rokok dan lam-lain.

bahwa, barang-barang jang disebut sebagaibai^na itn S termasuk dalam posdaftar ini, djika barang-dfnnkni nil a mempunjai sifat-sifat barang perhiasan untukaipakai dalam rumah tangga.208

Page 209: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Seperti temjata didalam posdaftar sesudah koraa titik ri ihP akang ,,barang-barang demikian itu”, maka peSt-pelat

ikut tersebut dalam posdaftar ini dan sebagainja tidak usah mempunjai sifat-sifat barang perhiasan guna dipakai didalam lumah tangga untuk melakukan padjak ini

Fotografische reproducties dan sebagainja jang bukan kartu bergambar — jang harus dianggap sebagai barang-barang per­hiasan dinding harus dikenakan padjak. Fotografie teknik foto pers dan sebagamja tidak diks-nakan padjak ’

Mengenai unica dari perindustrian gelas dan tembikar maka padjak kemewahan seharusnjalah dipungut. Barang-barane jang biasanja digunakan untuk ibadat umum tidak termasuk dalam posdaftar ini.

Pos 26Pada posdaftar ini ditundjuk djuga kepada posdaftar 22

keadaan, bahwa pena-isian dan pensil-isian dilengkapi dengan ikatan dan/atau kaitan jang tersepuh, tidak memberi alasan memungut padjak. Tetapi pena-isian jang dilengkapi dengan tutup dari emas atau tutup sepuhan dikenakan padjak, oleh karena barang-barang buat sebagian ,.penting” terdiri dari logam adi atau dari logam adi sepuhan.

Pos 27•Djumlah barang jang disebut dalam posdaftar ini adalah

terbatas (limitatief) ; oleh karena itu tidak dikenakan padjak kemewahan antara lain raket tennis dan badminton, djuga pengapit (persen) dan pembungkus (hoezen) untuk itu, papan tennis-medja (tafeltennisbats) dan sarung tangan untuk boksen. Dengan nama „biljarten” tidak dimaksud main-bola dimedja (tafelbiljarten).

Pos 28Dengan nama „binocles” dimaksud : teropong saku (zak-

kijkers) dengan tjorong untuk kedua belah mata jang biasanja dibawa dalam bepergian, berdjalan-djalan dan perdjalanan dipegunungan dan lain-lain.

Teropong langit (hemel-kijkers) dan teropong pemandangan (uitzicht-kijkers) jang ditaroh atas tiang jang terpantjang (vast statief) ataupun atas veldstatief, djuga keker (verrekijkers) jang oleh karena beratnja dan besarnja tidak dapat dianggap se­bagai teropong-saku (misalnja teropong jang dipakai dikapal dalam pelajaran), oleh karena itu tidak dapat masuk dalam posdaftar ini.

Akan tetapi pengertian tentang „teropong-saku” tidak dapat diartikan begitu sempit, sehingga padjak kemewahan tidak

Page 210: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dibawa dengan tjara gampang misalnja da lam et™-

gap sebagai keker untuk tudjuan-tudjuan militei.

Pos 30

Harus dibedakan antara „scherts- dan “ “ ^ a ^ k e r e t a - ,,Ernstvuurwerken” seperti „knalsignalen ^ ^ [ fd a kapi, „holmeslichten” dan barang-barang lam sepeili itu tidaktermasuk posdaftar ini.

210

Page 211: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 20 TAHUN 1951

TENTANGPENGHENTIAN BERLAKUNJA „INDISCHE MUNTWET iq i«?•’DAN PENETAPAN PERATURAN BARU TENTANG MATA-UANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa perlu diadakan peraturan tentan"mata-uang Republik Indonesia ; =

b. bahwa berhubung dengan hal ini Indische Muntwet 1912” (Staatsblad Negeri Belanda

• No. 325, Staatsblad Indonesia No. 610) seperti kemudian diubah dan ditambah, harus di­ganti dengan Undang-undang jang baru ;

c. bahwa karena keadaan-keadaan jang mende- sak peraturan tersebut diatas perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal-pasal 96 dan 109 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :UNDANG-UNDANG DARURAT PENGHENTIAN BERLAKUNJA,.INDISCHE MUNTWET 1912;’ DAN PENETAPAN PERATURAN

BARU TENTANG MATA-UANG

Pasal 1(li Pada hari Undang-undang ini mulai berlaku „Indische

Muntwet 1912” (Staatsblad Negeri Belanda No. 325, Staatsblad Indonesia No. 610) seperti kemudian telah di­ubah dan ditambah, terachir dengan ordonansi tanggal 23 Nopember 1944 (Staatsblad Indonesia No. 6), dihentikan berlakunja; akan tetapi ketentuan-ketentuan jang bersang­kutan tetap berlaku sepandjang dan seiama seperti dite­tapkan dalam pasal-pasal jang berikut ini.

(2i Sisa kekajaan Dana (Dana Uang) jang dibentuk berdasar- kan pasal 4 ,.Indische Muntwet 1912”, diurus oleh Menteri Keuangan menurut peraturan jang akan ditetapkan ter­sendiri, sedangkan kewadjiban-kewadjiban jang masih ada timbal-balik antara Dana tersebut dan Negara ditiadakan.

Pasal 2(1) Mulai hari satu bulan sesudah Undang-undang ini mulai

berlaku uang logam jang dikeluarkan berdasarkan ..Indische Muntwet 1912”, ketjuali uang tembaga, ditjabut sifatnja sebagr.i alat pembajaran jang sah.

211

Page 212: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

I

(2) Sesudah hari tersebut dalam ajat 1 uang logam termaksud pertama tidak dapat lagi diberikan atau diterima untuk pembajaran, ketjuali untuk pembajaran kepada Kas Negeri.

(3) Pada suatu saat jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan pasal jang berikut, uang logam jang termaksud dalam ajat 1 ditarik dari peredaran ; untuk uang tembaga ini berarti, bahwa uang itu ditjabut sifatnja sebagai aiat pembajaran jang sah.

Pasal 3

(1) Penarikan uang jang termaksud dalam pasal 2 ajat 1 dari peredaran akan diatur lebih landjut oleh Menteri Keuangan.

(2) Penarikan uang tersebut dari peredaran berakibat, bahwa uang itu tidak dapat lagi dipakai untuk pembajaran ke­pada Kas Negeri, akan tetapi masih dapat ditukarkan pada Kas Negeri selama suatu waktu jang terbatas.

Pasal 4

(1) Satuan hitung dari uang di Indonesia adalah rupiah. Sebagai singkatannja harus dipakai tanda Rp.

(2) Rupiah Indonesia terbagi mendjadi 100 sen.

Pasal 5

(1) Uang logam Indonesia jang sah adalah :a. dari nekel: uang limapuluh senb. dari aluminium : uang duapuluh lima sen

uang sepuluh sen uang lima sen uang satu sen

Mata-uang-mata-uang ini mempunjai sifat aiat pembajar­an jang sah sampai djumlah jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(2) Disamping itu untuk memenuhi kebutuhan jang timbul pada suatu ketika dapat dikeluarkan uang kertas Peme­rintah dari Rp. 1,— dan Rp. 2,50.

(3) Uang kertas Pemerintah dari lembaran selainnja Rp. 1,— dan Rp. 2,50 sementara tetap mempunjai sifat aiat pem­bajaran jang sah, akan tetapi lambat laun akan ditarik dari peredaran oleh Menteri Keuangan.

(4) Menteri Keuangan berhak melandjutkan pengeluaran uang kertas Pemerintah dari 10 sen dan 25 sen sebagai tindakan peralihan, sampai didalam peredaran ada tjukup uang logam menurut ajat 1 pasal ini.

212

Page 213: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 6

Pembuatan uang logam dan uang kertas Pemerintah ianeK T a SEM ? 3 hania daPa‘ ^ ™

Pasal 7(1) Memberikan atau menerima uang logam dan uang kertas

Pemerintah lain dari jang tersebut dalam pasal 5, sebagai pembajaran di Indonesia, dilarang, ketjuali berdasarkan ketentuan didalam pasal 11.

(2) Uang logam jang palsu, dipalsukan atau rusak tidak di-teruna untuk pembajaran pada Kas-kas Negeri. Tidak se- ora.ngpun dapat diwadjibkan menerima uang-uang ini. Dalam arti uang logam rusak tidak termasuk uan°‘ jan°' semata-mata karena lama dipakai ternjata mendjadi kuran0- timbangannja. °

(3) Uang kertas Pemerintah jang palsu atau dipalsukan tidak diterima untuk pembajaran pada Kas-kas Negeri. Untuk uang kertas Pemerintah jang hilang atau hantjur sekali- kali tidak diberikan penggantian kerugian. Untuk bagian- bagian dari uang kertas Pemerintah (uang kertas Pemerin­tah jang rusak) tidak diberikan pengganti kerugian, ketjuali dengan djaminan-djaminan sedemikian rupa jang dianggap perlu oleh Menteri Keuangan untuk menghindav- kan kerugian bagi Negara.

(4) Pegawai Negeri jang berkewadjiban menerima uang untuk kas badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah diharuskan menjita uang logam dan uang kertas Peme­rintah jang masuk dan diduga palsu atau'dipalsukan dan dengan segera harus memiberitahukan hal' ini kepada djaksa dengan menjerahkan uang tersebut.

Pasal 8Lukisan pada uang nekel dan aluminium ditetapkan oleh

Menteri Keuangan.Pasal 9

Uang logam jang tersebut dalam pasal 5 mempunjai kadar, berat dan garis-tengah, demikian pula keluasan diatas atau dibawah kadar dan berat jang diizinkan, sebagaimana ditetap­kan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 10Tiap perbuatan jang mengenai uang atau mempunjai tu-

djuan pembajaran ataupun kewadjiban jr.ng harus dipenuhi dengan uang, djika dilakukan di Indonesia, dianggap dilaku­kan dengan uang rupiah Indonesia, ketjuali djika dengan tegas diadakan ketentuan lain dan ketjuali jang ditetapkan dalam pasal 11.

213

Page 214: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 11

Di daerah-daerah tertentu di Indonesia, jang akan ditundjuk dengan Peraturan Pemerintah, dapat djuga diterima atau di­berikan untuk pembajaran uang logam lain dari jang terseout dalam pasal 5, djika perlu dengan menjampingkan uang logam dan uang kertas Pemerintah jang termaksud dalam pasal 5 lt/U, akan tetapi hanja selama waktu jang ditetapkan dalam Pei aturan tersebut.

Pasal 12

Undang-undang Darurat ini dapat disebut „Undang-undang mata-uang 1951” dan mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja. kan pengundangan Undang-undang Darurat im dengan penem patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 27 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 3 Oktober 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i., M. A. PELLAUPESSY

214

Page 215: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A NUNDANG-UNDANG DARURAT No. 20 TAHUN 1951

TENTANGPENGHENTIAN BERLAKUNJA „INDISCHE MUNTWET 1912” DAN PENETAPAN PERATURAN BARU TENTANG MATA-UANG

U m u mPada azasnja dirasa perlu, bahwa Indonesia selekas-lekasnja

mempunjai uang logam sendiri dan menghapuskan sifat aiat pembajaran jang sah dari uang logam jang berasal dari zaman sebelum penjerahan kedaulatan.

Hal jang achir ini lebih-lebih mendesak, oleh karena uang logam jang „lama” itu sekarang mempunjai harga logam instrinsik jang melebihi harga nominalnja, sehingga timbul akibat-akibat jang tidak dikehendaki, terutama didaerah-daerah— misalnja Bali — dimana uang logam ini masih banjak di­pakai sebagai aiat pembajaran. Selama uang „lama” itu masih mendjadi aiat pembajaran jang sah, maka menurut hukum tidaklah diperkenankan mengadakan perbedaan antara pemba­jaran dengan uang logam dan dengan uang kertas ; akan tetapi ksnjataan tidak dapat diabaikan, bahwa dengan ukuran jang lajak pembajaran dengan uang perak — jang harga intrinsiknja djauh lebih tinggi dari harga nominalnja — ekonomis tidak dapat disamakan dengan pembajaran sedjumlah sama dengan uang kertas jang semata-mata hanja merupakan harga nominalnja sadja.

Pada hakekatnja hal ini memang telah membawa akibat, bahwa ketjuali dibeberapa daerah, dimana sekarangpun uang logam masih tetap mempunjai arti jang pen ting dalam per- hubungan masjarakat berdasarkan adat-istiadat lama, pada umumnja uang logam telah hilang dari peredaran, sehingga penghapusan sifat aiat pembajaran jang sah dari uang logam ini tidak lain artinja daripada mengesahkan suatu keadaan jang telah umum, dimana uang logam „lama” — jang sekarang diidinkan oleh Undang-undang — dapat dihargai menurut harga logamnja.

Sebaiknja Pemerintah tidak mau mengadjukan Undang- undang ini sebelum ada kepastian bahwa disamping pentja­butan uang logam „lama” sebagai aiat pembajaran jang sah dapat diedarkan uang logam Indonesia jang baru. Pemerintali merasa gembira dapat mengumumkan disini, bahwa dalam waktu satu taiiun dapat disediakan sedjumlah uang petjah dari aluminium sampai seharga Rp. 85.000.000.— ja ’ni mata- uang dari lima sen, sepuluh sen dan duapuluh lima sen sampai sedjumlah berturut-turut Rp. 10.000.000.—, Rp. 25.000.000.— dan Rp 50.000 000.— nominal. Dapat diharapkan, bahwa dengan ini akan dipenuhi suatu kebutuhan Indonesia dalam lapangan monetair, jang sangat mendesak.

215

Page 216: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 19 ajat 1 Persetu­djuan Keuangan dan Perekonomian pada Konperensi Medja Bundar telah diadakan permusjawaratan tentang Undang- undang ini lebih dahulu dengan Nederland.

Pasal demi pasal

Pasal 1

Ajat 1. ..Indische Muntwet 1912” bersama ini dihiantrkan berla­kunja dan tidak ditjabut, oleh karena dibutuhkan waktu peralihan sampai tertjapai keadaan, dimana uang lo­gam „lama” seluruhnja telah hilang dari peredaran. (lihat pasal 2 dan pasal 3 ajat 2).Sepandjang ketentuan-'ketentuan dalam ..Indische Muntwet 1912” harus diganti dengan jang baru, maka hal ini terdjadi dalam pasal-pasal jang berikut; dalam pada itu diambil pedoman, bahwa sebanjak mungkin dasar-dasar umum dengan konkrit dimuat dalam Undang-undang, sedangkan peraturan pelaksanaannja— lebih dari jang sudah — diserahkan .kepada Menteri Keuangan ; dalam pendjelasan mengenai pasal-pasal jang berikut hal ini akan diterangkan lebih landjut.

Ajat 2. Ajat ini menetapkan perlakuan terhadap apa jang disebut Dana Uang jang pembaharuannja ditentukan dalam pasal ini, sedangkan suatu Dana Uang baru tidak akan didirikan. Hal ini perlu diterangkan lebih landjut. Undang-undang jang lama, ipasal 4, mengadakan suatu rekening jang berbunji : ,,Dana dari untunig bersih jang didapat dari pembuatan uang untuk Hindia- Belanda” (apa jang disebut Dana Uang). Untuk Dana ini dibukukan keuntungan jang didapat dari pem­buatan uang dan pada Dana tersebut dibebankan kerugian jang diderita berhubung dengan peleburan uang.Menurut sistem ini pembuatan uang dimasukkan se­bagai pendapatan dalam anggaran belandja sampai djumlah harga nominalnja dan ongkosnja serta ke­untungan jang diserahkan kepada Dana Uang dima­sukkan sebagai pengeluaran, sehingga achirnja ang­garan belandja mendjadi „bersih” .Dalam hal peleburan uang terdjadi sebaliknja, sedang­kan dalam hal melebur dan membuat lagi uang itu kedua peristiwa tsrsebut terdjadi bersama-sama. Hasil dari tindakan ini ialah, bahwa pada saat ini tidak terhitung hutang dan ipiutang terhadap Negara jang masih harus dibukukan setjara formil.Dana Uang itu mempunjai kekaiaan jang agak besar djuga (nominal dalam obligasi Negara dan surat per- bendaharaan kira-kira f 53.— djuta di Negeri Belanda

216

Page 217: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dan kira-kira Rp. 3.— djuta di Indonesia) jang harus diselesaikan oleh Menteri Keuangan dan dengan begitu achirnja akan menguntungkan anggaran belandja. Dalam pada itu adalah mendjadi maksud untuk mem- berati sisa kekajaan itu pada azasnja pertama-tama dengan ongkos-ongkos pembuatan uang logam Indo­nesia jang baru, dengan djalan membajarkan uang dari Dana Uang kepada anggaran belandja dan kemu- dian membajarkan uang lain untuk memperkuat ke­uangan Negara; disamping itu ada maksud untuk menjerahkan hasil pendjualan logam uang (perak) diluar negeri kepada kekajaan Dana terssbut. Selandjutnja ada maksud pula tidak mendirikan Dana Uang baru, oleh karena administrasi pengeluaran uang logam baru akan disamakan dengan tjara jang dilaku­kan terhadap uang kertas Pemerintah. Dengan demi- kian harga nominal uang jang beredar akan dimasuk­kan dalam hutang Negara berdjangka pendek. Tjara baru jang diusulkan adalah lebih baik dari jang lama oleh karena sederhananja; tjara jang lama jang msnghendaki kesempurnaan jang memerlukan matjam- matjam pembukaan administratif dalam anggaran dan tata-usaha comptabel istimewa jang sangat sulit, tidaklah dipakai lagi.

Pasal 2Masih sebulan sesudah Undang-undang ini berlaku uang

lama” tetap mempunjai sifat alat-pembajaran jang sah, djadi masih dapat dipakai sepenuhnja dalam peredaran uang.

Sesudah tanggal itu uang „lama” tidak dapat lagi dipakai sebagai aiat pembajaran jang sah, ketjuali untuk pembajaran kepada Kas Negeri dan mulai saat jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan uang itu dapat ditukarkan — djadi tidak untuk pembajaran — pada Kas Negeri.

Ini berlaku terhadap uang emas, uang perak dan uang nekel jang „lama”.

Untuk sementara dipandang perlu tidak menghapuskan uang tembaga sebagai aiat pembajaran jang sah, oleh karena uang sen itu djuga dengan resmi tetap dipertahankan sebagai satuan hitung jang terketjil dan belum dapat disediakan uang sen Indonesia jang baru.

Pasal 3Pasal ini memuat penjelenggaraan pasal 2, jaitu untuk me-

lantiarkan .pskerdjaan diberikan kuasa kepada Menteri Ke­uangan untuk mengambil tindakan .tang perlu, agar supaja uang logam „lama” lambat-laun dapat ditank dan peredaran.

Pasal 4Singkatan Rp. dipilih sesuai dengan nasehat jang diterima

dari De Javasche Bank dan beberapa bank lam.217

Page 218: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 5

Pembuatan uang limapuluh sen dari nekel dan satu sen dari aluminium belum berhasil; dalam hal ini Menteri Keuangan tetap berusaha. Oleh karena pada hakekatnja tidak ada per- bedaan antara uang logam dan uang kertas Pemerintah sebagai alat pembajaran atas dasar kepertjajaan, jang dikeluarkan oleh Negara dan untuk kedua matjam alat pembajaran akan dilakukan tjara administrasi jang sama, maka rupanja adalah benar sebagai sistem dan bahkan mendjadi keharusan me­masukkan pula dalam Undang-undang sekarang ini azas-azas dari pengeluaran uang kertas Pemerintah. Dengan ini diadakan garis batas jang prinsipiel, jaitu, bahwa hingga djumlah dari uang-tanda (.jtekenmunt” ) „lama” jang tertinggi jakni Rp. 2.50. pembuatan uang dilakukan oleh Pemerintah, sedangkan kebu­tuhan akan lembaran uang jang lebih tinggi, dipenuhi dengan pengeluaran uang kertas bank ; garis batas ini diadakan ber­dasarkan pasal 14 „Javasche Bankwet 1922”, dimana kepada De Javasche Bank diberikan kuasa mengeluarkan uang kertas sampai harga paling rendah Rp. 5.— setiap lembaran.

Pasal 6 dan 7

Tidak memerlukan pendjelasan.

Pasal 8 dan 9

Faktor-faktor jang termuat dalam pasal-pasal ini sampai sekarang dimuat dalam Undang-undang ; dalam rantjangan ini, urusan ini diserahkan kepada Menteri Keuangan guna lantjarnja pekerdjaan pada waktu menjiapkan pembuatan uang.

Pasal 10

Tidak memerlukan pendjelasan.

Pasal 11

_ Pada saat ini didaerah Riau beredar uang Straits S sebagai aiat pembajaran ; keadaan perekonomian di Riau tidak me- mungkinkan mendjadikan uang rupiah sebagai alat pembajaran jang sah disana. Pemerintah bermaksud tiap kali mempertim- bangkan untuk masa satu tahun apakah Straits $ di Riau akan dipertahankan sebagai alat pembajaran jang sah atau tidak.

218

Page 219: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 21 TAHUN 1951

TENTANGPENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN

SEBAGAINJA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang: bahwa dipandang perlu diadakan tambahanopsenten untuk sementara waktu atas gasolin, bensin berasal dari minjak bumi dan semua sulingan-sulingan minjak bumi lainnja jang ber- samaan keadaannja dengan jang baru disebutkan tadi, ja ’ni lebih tjepat menguap dari pada minjak tanah ;bahwa karena keadaan-keadaan jang mendesak peraturan ini perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal-pasal 96 dan 117 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan ;UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENGENAAN

TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINJA

Pasal 1Dengan tidak mengurangi opsenten jang telah dikenakan

dengan ordonansi 5 September 1949 (Staatsblad No. 236), se- ba^aimana ordonansi ini telah ditambah dengan Undang- undang Darurat tanggal 9 Djuli 1951 (Lembaran Negara No. 43, tahun 1951) atas hasil-hasil minjak bumi ini, maka tjukai jang ditetapkan dengan pasal 1 Ordonansi 27 Desember 1885 (Staatsblad No. 249) sebagaimana ini telah diubah dan ditam­bah, terachir dengan ordonansi jang dimuat dalam Staatsblad 1949 No. 236a, atas :gasolin, bensin berasal dari minjak bumi dan semua sulingan- sulingan minjak bumi lainnja jang bersamaan keadaannja dengan jang baru disebutkan tadi, ja ’ni lebih tjepat menguap dari pada minjak tanah, dinaikkan untuk sementara waktu hingga achir tahun 1952 dengan tambahan opsenten sedjumlah 300 (tiga ratus).

Peraturan-peraturan peralihanPasal 2

(1) Setiap orang jang pada saat Undang-undang Darurat ini mulai berlaku, mempunjai persediaan dalam daerah pabean

219

Page 220: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

lebih dari 250 hektoliter gasolin atau bensin jang dikena­kan tjukai — tidak termasuk persediaan-persediaan jang sedang diangkut — diwadjibkan memberitahukannja, m e- nurut peraturan-peraturan jang diadakan kemudian oleh Menteri Keuangan, kepada Penerima Djawatan Bea dan Tjukai setempat atau, djika tidak ada pendjabat demikian setempat, kepada suatu pendjabat jang ditundjuk untuk itu oleh kepala daerah.

(2) Kewadjiban memberitahukan sesuai dengan ajat pertama berlaku pula bagi setiap orang jang, setelah saat Undang- undang Darurat ini mulai berlaku, menerima atau mene­rima kembali gasolin atau bensin jang dikenakan tjukai jang pada saat itu sedang diangkut.

(3) Pemberitahuan jang dimaksudkan pada ajat pertama harus telah diterima oleh pendjabat setempat jang di­maksudkan, selambat-lambatnja pada hari ke-sepuluh setelah Undang-undang Darurat ini mulai berlaku ; pem­beritahuan jang dimaksudkan pada ajat kedua, selambat- lambatnja pada hari ke-sepuluh setelah saat diterimanja atau diterimanja kembali kiriman (-kiriman) gasolin atau bensin itu.

Pasal 3

<l) Oleh karena kenaikan tjukai dengan tambahan opsenten r i lw ^ !? S, gasolin atau bensin jang menurut pasal 2 harus setfap hektolite^8rhUtanS tjUkai sebanjak tigapuluh rupiah

<2> min3a!c, bumi janS terhadapnja dilaku-maksudkan ™Ha iU? ann a Pemberitahuan jang di-jan°- diadakan irpmP^r \ menurut peraturan-peraturan ° aiaaakan kemudian oleh Menteri Keuangan

Pasal 4

(1) fahukSiaudala» f !1Inte HUl Ut pasal 2 diwadjibkan memberi- ranukan, tidak atau tidak memenuhi penuh kewadiihan mi

kS lTgaaSnUkkhaunk PTnbef ?hUaniuiiu aengan hukuman tutupan setino-ei-tine-fnnifl wtnataU d6nda sebani^ -b a n ja k n j f 'l im a S ribS

<2) t e n 1M S S t o S l? ^ jang te*ad ap n ja dilaku- dengan tidak mpntrinriaS kemasannja, akan dirampas

aPakah ^ a a g -b -r a n g itu

220

i

Page 221: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Untuk mentjegah penuntutan dimuka hakim, karena peristiwa-peristiwa jang dapat dihukum menurut pasal 4, Menteri Keuangan dapat berdamai atau menjuruh berdamai.

Peraturan penutup

Pasal 6

Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada 1 Oktober 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 29 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

Diundangkan pada tanggal 4 Oktober 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

Pasal 5

221

Page 222: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 21 TAHUN 1951

TENTANGPENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN

SEBAGAINJA

I. Umum.Undang-undang Darurat ini bermaksud untuk mengenakan

tambahan opsenten untuk sementara waktu atas tjukai b®?sm sampai djumlah 300. Ini toerarti, bahwa tjukai mi sebagai akibat tamoahan opsenten tadi akan berdjumlah Rp. 50,— setiap hekto- liter atau kurang lebih empat kali tjukai sebelu?3 Sebab sebelum perang tjukai bensm itu sedjak 16 Maret 1932 berdiumlah menurut pasal 1 ajat 2 huruf b ,,Petroleum accijns- ordonnantie” / 10,— setiap hektoliter, sedjumlah mana, dihitungS a i l Djanuari 1935, S 1f 13— setiap hektoliter (Staatsblad 1934 No. 717).

Kenaikan terachir ini ialah akibat keadaan bahwa padjak- oadiak kendaraan-kendaraan bermotor jang telah ada. sebelum- Sia mulai 1 Djanuari 1935 dihapuskan dan diganti dengan pengenaan opsenten atas bensin; akibatnja ialah didapatnja suatu penghematan besar atas ongkos-ongkos administrate, ongkos-ongkos administrate penagihan dan ongkos-ongkosadministrate polisi.

Berhubung dengan sangat naiknja tingkatan haiga, oleh karena mana djumlah tjukai itu merupakan persentase- harga jang selalu mendjadi lebih nendah, maka sehabis Pe n § pada bagian kedua tahun 1949 diputuskan untuk mulai dengan menaikkan beberapa tjukai untuk sementara waktu, untuk mana dipilih bentuk pengenaan opsenten. Kenaikan-kenaikan ini pada permulaan akan berlaku sampai 1 Djuli 1951, akan tetapi kemudian diperpandjang dengan Undang-undang Da- Turat sampai achir tahun 1953 (Lembaran Negara tahun 1951

N°Untuk bensin djumlah opsenten mulai 9 September 1949 (Staatsblad No. 236) diganti dengan 100, sehingga djumlah tjukai mendjadi / 20,— setiap hektoliter.

Djika kita melihat, bahwa sebelum perang diatas harga ben­sin sebesar 11 sen setiap liter pada pompa dalam kota-kota pelabuhan diadakan pengenaan tjukai sebesar 13 sen atau 118% ternjatalah, bahwa, djuga setelah diadakan kenaikan opsenten dalam tahun 1949, perbandingan antara harga bensin dan tju ­kai adalah tetap luar biasa rendahnja. Diatas suatu harga bensin sebesar 52 sen setiap liter pada pompa dalam kota-kota pela­buhan sekarang diadakan pengenaan tjukai sebesar 20 sen atau kurang lebih 39% dari harga itu.

222

Page 223: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dengan tidak langsung mulai mengadakan suatu pengenaan sampai persentase jang sama besarnja dengan jang dikenakan sebelum perang, sama sekali dapatlah dipertanggung-djawab- kan untuk menaikkan pengenaan sekarang ini. Djika ini di- naikkan sampai 50 sen sietiap liter, maka ini akan -berarti bahwa atas harga bensin sekarang dikenakan tjukai kurang lebih 96%.

Bahwa ada penuh alasan untuk memutuskan diadakan suatu kenaikan demikian, teranglah pula, djika kita mengingat se­perti diterangkan diatas, bahwa tjukai dalam tahun 1935 dinaikkan dengan 3 sen setiap liter berhubung dengan dihapus- ka'iinja padjak-padjak kendaraan-kendaraan bermotor. Penda- patan-pendapatan sebagai akibat kenaikan ini dan jang dihasil- kan oleh pemakai-pemakai djalan jang mempergunakan bensin, adalah ditudjukan untuk membajar ongkos-ongkos pembuatan dan pemeliharaan djalan-djalan tetap. Ongkos-ongkos ini sekarang lebih dari sepuluh kali tingginja daripada sebelum perang. sehingga hanja beralasan itu sadja suatu kenaikan tjukai sampai 50 sen dapat dipertanggung-djawabkan penuh.

Harga bensin di Indonesia sekarang, dibandingkan dengan harga-harga dinegeri-negeri banjak lainnja, tergolong terren- dah, djuga, satelah diadakan kenaikan jang direntjanakan ini, harga tersebut masih dapat dikatakan rendah, djika kita m'engingat, bahwa atas lalu lintas dengan pemakaian bensin tidak terdapat pengenaan padjak-padjak lain.

Berdasarkan angka-angka anggaran tahun 1951, dalam mana pendapatan tjukai bensin direntjanakan sebesar Rp. 113 djuta, maka pendapatan lebih ini, dengan mulai berlakunja kenaikan pada 1 Oktober jang akan datang, akan berdjumlah untuk bagian sisa tahun ini sebesar 1/4 X Rp. 169,5 djuta — Rp. 42,37 djuta.

Hanja sadja sebagian pendapatan lebih ini dibebankan atas Negara, karena transport dinas bagi instansi-instansi sipil dan militer. pun pemakaian bensin oleh Angkatan Udara akan di­kenakan kenaikan tjukai.

Dengan memperhitungkan pemakaian itu jang ditaksir kasar sedjumlah 40% dari pemakaian seluruhnja, maka untuk tahun 1951 pendapatan Negara dari kenaikan ini masih djuga dapat diharapkan dengan bulat sebanjak Rp. 25,4 djuta.

Karena banjaknja pengenaan ini bergantung dari keadaan harga bensin dan faktor ongkos-ongkos pemeliharaan djalan- djalan ikut menentukannja, maka tidaklah diadakan hubungan dengan peraturan-peraturan opsenten jang telah ada jang mempunjai sifat umum, akan tetapi dipilih djalan untuk mengatur tambahan opsenten ini dengan Undang-undang ter­sendiri sedangkan mengenai masa berlakunja dipandang sebaiknja untuk membatasinja sementara waktu sampai achir tahun 1952.

223

Page 224: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

II. Bagian chusus

Menurut „Petroleumaccijns-ordonnantie” tjukai atas bensin berdjumlah f 10,— setiap hektoliter.

Dengan ordonansi 5 September 1949 ditetapkan bahwa akan diadakan pengenaan 100 opsenten atas djumlah ini.

Sekarang dengan diadakan pengenaan lagi atas tjukai itu dengan tambahan opsenten sebesar 300, djumlah pengenaan jang harus dibajar ialah Rp. 50.— setiap hektoliter.

Perlu kiranja diterangkan disini, bahwa redaksinja dipilih sedemikian rupa, sehingga minja<k tanah tidak termasuk ke­naikan in i ; mendjadi minjak tanah ini tetap dikenakan tjukai sebesar Rp. 3.50 setiap hektoliter ditambah dengan 100 opsenten atau Rp. 7.— setiap hektoliter

Pasal 2 sampai dengan 5

Pasal-pasal ini bermaksud untuk mentjegah, bahwa tudjuan jang dikehendaki dalam waktu lama tidak akan tertjapai, oleh karena ditimbunnja persediaan-persediaan bensin dengan besar-besaran terlebih dahulu.

Berhubung dengan ini, maka terhadap persediaan-persediaan bensin, jang, pada mulai berlakunja kenaikan ini, berada lebih daripada persediaan pantas dalam peredaran bebas pada peda- gang-pedagang dan pemakai-pemakai, akan diadakan tagihan susulan.

Pasal 6

Tidak perlu pendjelasan.

Pasal 1

224

Page 225: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 22 TAHUN 1951

TENTANGMEMPERPANDJANG WAKTU MASIH TERBUKANJA

TAHUN-ANGGARAN 1950

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang . bahwa untuk kepentingan pengurusan tata- keuangan jang tepat, dipandang perlu, dengan menjimpang dari peraturan jang dimuat dalam ajat terachir dari pasal 11 „Indische Comptabili- teitswet” (Staatsblad 1925 No. 448. sebagaimana diubah dengan Staatsblad 1935 No. 1), memper­pandjang waktu masih terbukanja dinas tahun- anggaran 1950 ;

Menimbang pula : bahwa karena keadaan-keadaan jang men- desak, peraturan mengenai keperluan tersebut diatas perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal 96 dan pasal 149. Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

Mengingat pula : pasal 8 dari Staatsblad 1944 No. 1; Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnja jang ke-23 pada

tanggal 3 Agustus 1951 ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG MEMPERPANDJANG WAKTU MASIH TERBUKANJA DINAS

TAHUN-ANGGARAN 1950

Pasal 1

Menjimpang dari ajat terachir dari pasal 11 „Indische Comptabiliteitswet” (Staatsblad 1925 No. 448 sebagaimana di­ubah dengan Staatsblad 1935 No. 1), menetapkan, bahwa ter­hadap anggaran-belandja buat tahun 1950 dinas masih terbuka sampai tanggal 1 Djanuari dari tahun kedua jang berikut pada tahun dinas untuk menjelesaikan segala sesuatu jang berhu- bungan dengan mendjalankan penerimaan-penerimaan, peng- lunasan dan pembajaran pengeluaran-pengeluaran.

Pasal 2Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari

diundangkan.

U . U . 1951 - 15225

Page 226: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Aear supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 29 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA MENTERI, SUKIMAN WIRJOSANDJOJO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 15 Oktober 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

226

Page 227: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 22 TAHUN 1951

TENTANGM EMPERP AND J AN G WAKTU MASIH TERBUKANJA DINAS

TAHUN-ANGGARAN 1950

Sesuai dengan penetapan dalam ajat terachir dari pasal 11 „Indische Comptabiliteitsw&t" (Staatsblad 1925 No 448 seba°ai- mana diubah dsngan Staatsblad 1935 No. 1). maka dinas tahun- anggaran 1950 terbuka sampai 1 Djuli 1951 untuk menjelesai- kan segala sesuatu jang berhubungan dengan mendjalankan penerimaan-penerimaan, penglunasan dan pembajaran penge- luaran-pengeluaran.

Apabila peraturan tersebut diatas didjalankan sebagaimana mestinja, maka penagihan-penagihan dan/atau pembajaran- pembajaran jang memberatkan tahun-anggaran 1950, sesudah tanggal 30 Djuni 1951, tidak boleh diselesaikan dan/atau dilu- naskan lagi atas mata anggaran jang bersangkutan.

Pembajaran-pembajaran mengenai tahun 1950 termaksud harus diberatkan pada anggaran tahun 1951 atas mata ang­garan : „Perhitungan mengenai dinas jang telah ditutup” dari Pos : „Pengeluaran tidak itersangka” . Dengan djalan demikian, maka anggaran belandja tahun 1951 terpaksa harus diberat­kan dengan pengeluaran-pengeluaran jang sesungguhnja men­djadi beban anggaran tahun 1950.

Untuk mentjegah agar supaja imbangan antara anggaran dan perhitungan-anggaran sedapat mungkin tidak terganggu oleh karenanja dan mengingat, bahwa masih banjak penagihan- penagihan mengenai tahun dinas 1950 jang pembajarannja dan/atau penjelesaiannja belum dilakukan, maka dipandang perlu untuk memperpandjang waktu terbukanja tahun-ang- garan 1950 dengan enam bulan, jaitu dari 1 Djuli 1951 sampai 1 Djanuari 1952, satu dan lain dengan menjimpang dari ajat terachir dari pasal 11 „Indische Comptabiliteitswet” tersebut diatas.

Dengan terbukanja dinas tahun-ang.garan 1950 sampai 1 Dja­nuari 1952 itu, akan diperoleh suatu gambaran-anggaran jang sedjelas-djelasnja dari tahun anggaran jang terachir jang masih bersangkutan dengan Negara-negara Bagian.

227

Page 228: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 23 TAHUN 1951

TENTANGPEROBAHAN DAN PENAMBAHAN ORDONANSI PADJAK

PERALIHAN TAHUN 1944PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa adalah baik kalau ordonansi padjakperalihan tahun 1944 ditambah dengan suatu peraturan tentang kewadjiban untuk mengada­kan suatu pembukuan oleh wadjib-padjak jang mendjalankan suatu pekerdjaan atau peru­sahaan ;bahwa karena keadaan-keadaan jang mendesak, peraturan ini perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal-pasal 96 dan 117 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :UNDANG-UNDANG DARURAT JANG MENGATUR KEWA­DJIBAN UNTUK MENGADAKAN SUATU PEMBUKAAN OLEH WADJIB-PADJAK JANG MENDJALANKAN SUATU PEKER­DJAAN ATAU PERUSAHAAN JANG DIKENAKAN PADJAK

PERALIHAN Pasal I

Ordonansi padjak peralihan tahun 1944, seperti telah di­ubah dan ditambah, terachir dengan Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1951 (Lembaran Negara 1951 No. 15), diubah dan ditambah lagi sebagai berikut:I. setelah pasal 10 disisipkan :

Pasal 10a(1) Wadjib-padjak seperti jang dimaksudkan pada pasal 1

ajat 1, sekadar ia mendjalankan suatu pekerdjaan bebas atau perusahaan, apabila penghasilan kotor pekerdjaan atau perusahaan itu dalam sesuatu tahun setelah tahun 1945 telah melebihi djumlah seratus ribu rupiah ataupun apabila ia ditundjuk oleh pembesar jang dibebani ketetapan padjak untuk itu, diwadjibkan untuk mengadakan pembukuan tentang apa jang di­djalankan, demikian rupa, sehingga dari pembukuan dapat ternjata penghasilan bersih jang didapat dari pekerdjaan atau perusahaan itu.

(2) Wadjib-padjak seperti jang dimaksudkan pada pasal 1 ajat 2 diharuskan memenuhi kewadjiban jang sama, akan tetapi semata-mata sekadar mengenai pekerdjaan atau perusahaan jang didjalankan di Indonesia.

228

Page 229: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(3) Pembesar jang dibebani ketetapan nadjak dapat mena- rik kembali psn-undjukan jang dimaksudkan dalam ajat peitama, pun dapat memberikan pembebasan kewa­djiban untuk mengadakan suatu pembukuan jang di­maksudkan pada ajat pertama kalau wadjib-padjak menundjuk, bahwa penghasilan setahun dari pekerdjaan dan perusahaannja selama lima tahun berturut-turut telah dapat berdjumlah seratus ribu rupiah atau kurang.

(4) Pembukuan itu harus dilakukan dalam bahasa Indo­nesia dengan mempergunakan huruf-huruf Latin dan angka-angka jang lazim terpakai.

(5) Menteri Keuangan dapat mengizinkan, baik untuk umumnja, maupun untuk hal-hal chusus, diperguna­kan bahasa-bahasa lain sebagai bahasa pengantar dan diadakan pembukuan dengan mempergunakan huruf- huruf dan angka-angka lain.

(6) Pembukuan itu harus muat tjatatan urut tentang keadaan kas dan daftar para debiteur dan crediteur, jang dikerdjakan teratur dan disudahi setiap tahun, djuga, djika mengenai suatu perusahaan bebas, suatu daftar ikekajaan dan hutang jang disusun setiap tahun.

(7) Pembukuan itu dan surat-surat jang mendjadi dasar- nja harus disimpan selama sepuluh tahun.

II. Dalam pasal 11 ajat 3 antara perkataan-perkataan „Indien”dan „de” disisipkan :,,niet of niet volledig is voldaan aan een in artikel 10a om-schreven verplichting of indien”

Pasal IIUndang-undang Darurat ini mulai berlaku pada tanggal

20 Oktober 1951.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­

kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 14 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 16 Oktober 1951 MENTERI KEHAKIMAN a.i.,

M. A. PELLAUPESSY

229

Page 230: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 23 TAHUN 1951 TENTANG

KEWADJIBAN UNTUK MENGADAKAN PEMBUKUAN OLEH UNTUK MENGADAKAN PEMBUKUAN OLEH WADJIB-PADJAK- WADJIB-PADJAK, JANG MENDJALANKAN SUATU PEKER­DJAAN ATAU PERUSAHAAN JANG DIKENAKAN PADJAK

PERALIHANUmum

Ordonansi padjak peralihan tahun 1944 'tidak mengenai ke­wadjiban untuk mengadakan pembukuan oleh wadjib-padjak jang mendjalankan pekerdjaan atau perusahaan.

Sungguhpun Kitab Undang-undang Perniagaan memuat peraturan tentang mengadakan pembukuan dalam pasal 6, akan tetapi tidak didapat suatu sangsi atas tidak dipenuhi 'kewa­djiban tersebut, sedangkan sama sekali tidak diadakan peraturan tentang bahasa jang (harus dipergunakan pada pembukuan itu.

Berhubung dengan ini, sekiranja perlu pula untuk m endo- rong adanja suatu peraturan ketetapan padjak jang memuas- kan, diadakan suatu kewadjiban untuk melakukan pembukuan dan peraturan-peraturan tentang bahasa, huruf-huruf dan angka-angka jang dipergunakan pada pembukuan itu.Bagian chusus

Pasal II. Pasal 10a jang disisipkan mengatur kewadjiban mengada­

kan pembukuan, pembebasan atas kewadjiban itu, dalam bahasa apa pembukuan itu harus diadakan, huruf-huruf dan angka-angka jang harus dipergunakan pada pembu­kuan itu, sifat pembukuan itu, pun masa selama psm'bu- kuan itu harus disimpan.ajat 1. Kepada semua wadjib-padjak jang mendjalankan

suatu pekerdjaan atau perusahaan dinegeri ini, sukar dapat dimintakan untuk mengadakan suatu pembukuan, berhubung dengan kurangnja pengeta- hua^ terutama dari peniaga-peniaga ketjil. Maka dari itu Undang-undang ini muat peraturan, bahwa hanja wadjib-padjaklah dengan penghasilan kotor pekerdjaan atau perusahaannja dalam satu tahun atau lebih setelah tahun 1945 jang telah melebihi djumlah seratus ribu rupiah, selandjutnja diwa- djibkan mengadakan pembukuan.Djika dalam sesuatu tahun setelah tahun 1945 peng­hasilan kotor itu telah melebihi djumlah seratus ribu rupiah kewadjiban untuk mengadakan pembukuan tetap ada untuk tahun-tahun berikutnja, ketjuali djika terdjadi dilakukannja pasal 10a ajat 3.

P E N D J E L A S A N

230

Page 231: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Untuk menghindarkan perselisihan antara admi- nistrasi padjak dan wadjib-padjak tentang perta­njaan, apakah suatu wadjib-padjak jang tidak mengadakan pembukuan telah memperoleh suatu penghasilan kotor pekerdjaan ataupun perusahaan lebih dari seratus ribu rupiah adalah perlu, bahwa pembesar jang mengurus pisnetapan padjak diberi kekuasaan untuk mengharuskan wadjib-padjak untuk mengadakan suatu pembukuan, terlepas dari batas seratus ribu rupiah. Kekuasaan ini selalu akan harus dipergunakan segera, bilamana terdapat dugaan, bahwa penghasilan kotor pekerdjaan atau perusahaan itu akan melebihi djumlah seratus ribu rupiah.Akan tetapi djuga dengan tidak adanja dugaan ini, pembesar jang mengurus penetapan padjak dapat mengharuskan diadakan suatu pembukuan dalam hal-hal, dimana ia berhubungan dengan alasan-alasan lain memandang perlu. Hal ini akan dapat terdjadi terutama pada wadjib-padjak jang mendjalankan suatu pekerdjaan (umpama dokter- dokter, adpokat-adpofcat) jang mempunjai penge- tahuan umum sedemikian rupa, bahwa tidak ter­dapat keberatan suatupun untuk mengharuskan padanja untuk mengadakan suatu pembukuan, djuga bilamana peoighasilan kotornja berdjumlah seratus ribu rupiah atau kurang.

ajat 2. Wadjib-padjak jang tidak berdiam dinegeri ini wadjib pula mengadakan suatu pembukuan, hanja sadja dengan pengertian, bahwa pembukuan itu dapat diadakan hanja mengenai pekerdjaan atau perusahaannja sekadar ini didjalankan dinegeri ini.

ajat 3. Dalam hal pembesar jang mengurus penetapan padjak berpendapat, bahwa pekerdjaan atau per­usahaan wadjib-padjak jang diharuskan mengada­kan suatu pembukuan, telah mundur dalam kedu- dukannja demikian rupa sehingga dalam mengurus penetapan padjaknja tidak usah dipergunakan pertolongan suatu pembukuan, pembesar tersebut dapat menarik kembali penundjukannja. Umpamanja alasan untuk mengadakan tindakan ini akan terdapat, bilamana diputuskan untuk menggolongkan suatu wadjib-padjak selandjutnja dalam jang dinamakan „aanslag iketjil” dari pada dalam jang dinamakan ,.aanslag besar”. Disam- ping itu redaksi jang dipilih, membuka kemung­kinan untuk membebaskan wadjib-padjak dari ke­wadjiban mengadakan suatu pembukuan, bilamana ditundjukkan, bahwa penghasilan pekerdjaan atau perusahaan setahun selama lima tahun berturut-

231

Page 232: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

turut telah dapat berdjumlah seratus ribu rupiah atau kurang.

ajat-ajat 4 dan 5. Administrasi hanjalah dapat mengetjap keuntungan penuh dalam mengurus penetapan pa­djak dari suatu pembukuan, bilamana ini diadakan dalam suatu bahasa dan dengan mempergunakan huruf-huruf dan angka-angka jang difahami sung- guh oleh pegawai-pegawai jang dibebani dengan mengurus penetapan padjak.Maka berhubung dengan inilah dimuat peraturan, bahwa pembukuannja harus diadakan dalam ba­hasa Indonesia dengan mempergunakan huruf- ihuruf Latin dan angka-angka jang lazim terpakai. Permintaan jang tegas ini membawa banjak kesu- litan terutama bagi pengusaha luar negeri jang dinegeri ini mendjalankan suatu pekerdjaan atau perusaihaan.Agar supaja dapat diadakan kelonggaran atas ke- beratan-keberatan ini, maka ketentuan pada ajat lima pasal 10a memberi kekuasaan kepada Menteri Keuangan untuk mengizinkan, baik untuk umum­nja, maupun untuk hal-hal chusus, dipergunakan sebagai bahasa pengantar bahasa-bahasa lain dan dipakai huruf-huruf dan angka-angka lain dari­pada jang disebutkan pada ajat empat.Pada ini maka baik kepentingan-kepentingan wa­djib-padjak, maupun administrasi padjak harus ditindjau.Pada hakekatnja dalam hal pertama bahasa- bahasa asing jaiug difahami oleh sedemikian djum­lah pegawai Djawatan Padjaklah jang akan terma­suk bilangan, sehingga tidak usah dichawatirkan adanja suatu kelambatan dalam mengurus pene­tapan padjak.Mengingat adanja susunan pegawai Djawatan Padjak pada masa ini dan djumlah pembukuan jang hingga kini diadakan daJam baihasa-bahasa itu, maka bahasa Belanda dan Inggeris akan dapat kebilangan untuk diizinkan dengan tidak dibatasi bahasa pengantar.

ajat 6. Tjara bagaimana pembukuan akan diadakan terse- rah seluruhnja kepada wadjib-padjak, asal sadja pembukuan tersebut sebegitu lengkap, hingga peng­hasilan bersih pekerdjaan atau perusahaannja dapat dihitung (afgeieid) daripadanja. Ajat enam mem- beri beberapa sjarat minimum jang berhubung dengan itu harus dipenuhi oleh pembukuan itu, dalam hal mana semata-mata wadjib-padjak jang mendjalankan suatu perusahaan diharuskan mem- buat neratja setiap tahun.

Page 233: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ajat 7. Ajat ini seluruhnja sesuai dengan ajat 6 pasal 13 Ordonansi Padjak Perseroan tahun 1925.

II. Sangsi setepatnja atas tidak dipenuhi suatu kewadjiban jang diuraikan pada pasal 10a sekiranja adalah suatu ke­naikan pada padjak jang termasuk dalam ketetapan itu. Tudjuan ini ditjapai oleh perobahan jang diusulkan pada pasal 11 ajat 3 Ordonansi Padjak Peralihan tahun 1944. Kenaikan itu berdjumlah dua puluh lima persen ; .dapat diharapkan, bahwa suatu kenaikan jang termasuk dalam ketetapan itu dengan persentase ini akan mempunjai ke­kuatan prspentip jang tjukup.

Pasal II

Tidak perlu didjelaskan.

233

Page 234: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG DARURAT No. 24 TAHUN 1951

TENTANGPEROBAHAN BEBERAPA POS TARIP BEA MASUK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa, berhubung dengan perundingan-perun-dingan tentang tarip jang telah diadakan di Torquay, perlu diadakan perobahan pada bebe­rapa pos Tarip Bea Masuk seperti termasuk seba­gai lampiran pada pasal 1 ,.Indische Tariefwet” (Staatsblad 1924 No. 487) ;bahwa karena keadaan-keadaan jang mendesak, peraturan ini perlu segera diadakan ;

Mengingat : pasal-pasal 96 dan 117 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PEROBAHAN BEBERAPA POS TARIP BEA MASUK

Pasal I

Tarip bea masuk, seperti termasuk sebagai lampiran pada pasal l „lndische Tariefwet” (Staatsblad 1924 No. 487), sebagai­mana tarip ini telah diubah dan ditambah, terachir dengan Ordonansi 23 September 1949 (Staatsblad No. 257), diubah dan cutambah lagi sebagai berikut:

A. Pos 307 dibatja sebagai berikut :

S r aSfMU? g^US’ direndam-resapkan atau tidak dan dilapis atau tidak dengan parafin, lilin, pernis, pek, ter atau aengan barang serupa itu dan diperkuat atau tidak dengan

u tfnunan benang-benang atau tali berasal- rtat dengan kawat atau kasa logam, ti-nSrL ? n tersendiri; harian-harian dan mingguan- denSna u f ma’ ^ “ “ ^ e ta k a n salah dan jang Terupa bun?kus beiiti™ £ L?apat, diper£unakan sebagai kertL serta S t ftn imS S *umpalan kertas iris dan kertas ombak dimana termasuk^’ ^ di^ u n a k a n untuk membungkus,

234

Page 235: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

I. kertas bungkus tidak dikilaukan dalam gulungan, jang beratnja setiap meter persegi lebih dari 70, akan tetapi tidak lebih dari 90 gram, untuk membuat apa jang di­namakan kantong-kantong „Bates” dan kantong- kantong jang serupa dengan itu selaku pembungkus besar, harga 6%.

II. barang-barang lain jang termasuk pos ini, harga 12%.B. Dibawah pos 307 sebagai sambungan langsung dibuatkan

peraturan sebagai berikut:

PERATURAN ISTIMEWA

Peraturan-peraturan penjelenggaraan bagian I dari pos ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

C. Pos 467 dibatja sebagai berikut:Mangkuk-mangkuk gerabah dan mangkuk-mangkuk por- selin putih untuk menampung latex, jang dinamakan „rubbercups’\ asalkan sedemikian rupa matjamnja ihingga menurut pendapat para pegawai jang berwadjib tidak ada alasan untuk menganggap, bahwa mangkuk-mangkuk itu akan dipergunakan untuk tudjuan-tudjuan lain, harga 6%.

D. Pos 491 dibatja sebagai berikut:Botol-botol dan semua alat-alat penjimpan lain dari gelas, jang dibuat setjara biasa ; djuga bilamana disimpan dalam kerandjang atau dalam selubung anjam-anjaman kawat besi, batang-batang ,,tenen”, djerami atau jang serupa dengan itu, dengan tutupan mekanik atau tidak :I. gutji-gutji dari gelas seperti carboy-carboy, demyohn-

demyohn dan botol-botol besar sebagainja jang dapat diisi sebanjak 20 liter atau lebih, harga 6%.

II. botol-botol lain, termasuk botol-botol dan pot-pot untuk mengawetkan sesuatu; stoples-stoples biasa, tidak dihiasi, berwarna atau tidak; botol-botol penjimpan bahan-bahan kimia, rempah-rempah, minjak-minjak eter dan sebagainja atau tjontoh-tjontoh barang- barang ; djuga botol-botol untuk mempertundjukkan barang sesuatu; (botol-botol jang terutama dibuat untuk menjimpan serutu supaja tetap dalam keadaan kering, seperti apa jang dinamakan botol-botol Nozon, djuga bilamana botol-botol itu dipergunakan sebagai botol-botol untuk mempertundjukkan barang sesuatu tidaklah termasuk pos ini), harga 12%.

235

Page 236: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari ke- tigapuluh setelah hari Undang-undang Darurat ini diun­dangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 18 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 18 Oktober 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

Pasal II

236

Page 237: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

U N D A N G -U N D A N G D A R U R A T No. 24 TAH U N 1951

ATAS UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PEROBAHAN BEBERAPA POS TARIP BEA MASUK

I. Bagian umum.

Djika Indonesia sebelum penjerahan kedaulatan telah ikut serta, sebagai daerah pabean otonom dibawah kekuasaan Negeri Belanda, dalam perundingan-perundingan internasional dalam hubungan Persetudjuan Umum tentang- Tarip-tarip dan Per- niagaan (General Agreement on Tariffs and Trade, disebut umuin sebagai- GATT) jang diadakan pada tahun 1947, maika setelah kedaulatan diserahkan padanja, Indonesia diakui se­bagai anggauta organisasi internasional ini pada rapat antara negen-negeri jang telah menggabungkan diri dalam GATT jang diadakan pada permulaan tahun 1950 di-Djenewa, sesuai dengan prosedur jang telah ditetapkan untuk itu.

Tudjuan badan ini jang didirikan dibawah perlindungan Per­serikatan Bangsa-Bangsa, ialah tidak hanja untuk mendapat- kan penurunan tarip-tarip pabaen jang berarti dengan mengadakan persetudjuan-persetudjuan atas dasar timbal-balik dan keuntungan kedua fihak, akan tetapi djuga untuk mengu- rangi banjak adanja rintangan-rintangan perdagangan lainnja, begitupun untuk menghapuskan lambat laun perlakuan-perla- kuan jang -bersifat diskriminasi pada perhubungan dagang intemasional. & &

Bahwa penurunan bea-bea masuk jang tinggi, penghapusan nntangan-rmtangan tarip jang merintangi perdagangan dunia setjara buatari, adalah merupakan suatu bagian penting dari pekerdjaan GATT, ternjata dari adanja babak ketiga perun- dingan-perundingan tarip jang dilakukan di-Torquay mulai achir September 1950 hingga 21 April 1951 ; sekarang, pada babak ketiga ini Indonesia turu-t serta dengan bebas. Perun­dingan-perundingan ini mempunjai tiga maksud. Pertama konsesi-konsesi tarip jang terlebih dahulu telah saling diberikan antara anggauta-anggauta GATT pada tahun 1947 di-Djenewa dan pada tahun 1949 di Annecy seharusnja tidak akan berlaku lagi pada achir tahun 1950 ; maksudnja ialah untuk memper- pandjang berlakunja konsesi-konsesi ini sampai achir 1953, djika perlu dengan bentuk jang diubah (ja’hi sekadar anggauta- anggauta berkehendak menarik kembali konsesi-konsesi jang telah diberikan dan akan menawarkan contraprestasi-contra- prestasi lain sebagai gantinja). Selandjutnja 31 anggauta

237

Page 238: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

GATT *) akan melakukan perundingan-perundingan baru, satu dengan lain untuk mendapat penurunan tarip-tarip bea- bea masuk lagi, sedangkan achirnja mereka akan mendjalan­kan demikian pula terhadap 7 negeri jang telah menjatakan kehendak untuk masuk pada GATT. )**.

Tjara pekerdjaan jang didjalankan pada perundingan- perundingan ini ialah, bahwa persetudjuan-persetudjuan bila­teral diadakan antara dua negeri-anggauta terhadap konsesi- konsesi tarip atas barang-barang, dari pada mana mereka masing-masing mendjadi pendjual terbesar, ..principal sup­plier” dan malam hal mana mereka masing-masing mempunjai kepentingan terbesar. Persetudjuan-persetudjuan bilateral jang diadakan setjara demikian berlaku multilateral, sebagai akibat azas: memberi manfaat sebanjak-banjaknja jang berarti, bahwa hasil-hasil jang telah didapat adalah bermanfaat untuk semua anggauta GATT.

Dari djumlah 147 persetudjuan bilateral untuk memberi konsesi-konsesi jang diadakan di Torquay atas dasar ini, maka Indonesia mendapatkan 8, ja ’ni dengan Kanada, Perantjis, India, Ostria, Tjekoslowakia, Amerika Serikat, Djerman-Barat dan Swsdia. Selain dari pada itu dengan Perantjis telah di­adakan perundingan dengan memuaskan tentang konsesi- konsesi baru jang diberikan oleh negeri tersebut sebagai ganti beberapa konsesi jang diberikan sebelumnja jang hendak ditarik kembali olteh negeri tersebut.

Berhubung tarip Indonesia pada pokoknja mempunjai sifat fiskal jang berarti, bahwa tudjuan utama dari pengrsnaan bea- bea masuk ialah untuk mendapatkan uang jang diperlukan Negara untuk mendjalankan rumah-tangganja dan pula oleh karena tarip-tarip Indonesia, dibandingkan dengan tarip-tarip negeri-negsri lain dapat dikatakan tidak tinggi, maka pada perundingan-perundingan telah diambil djalan untuk mem­beri sebagai contra-prestasi-contra-prestasi ialah konsesi- konsesi jang sebanjak mungkin dibatasi sampai „pengikatan- pengikatan” pengenaan-pengenaan jang masih berlaku pada tingkatan sekarang. Pengikatan-pengikatan ini mengandung arti, bahwa tarip untuk pos-pos tarip jang bersangkutan, c.q. bagian-bagian pos-pos, selama berdjalannja persetudjuan- persetudjuan tarip, tidak akan dapat dinaikkan atau tidak

*) Jang turut serta pada perundingan-perundingan di T orqu ay adalah anggauta-anggauta G A T T tersebut dibawah ini :Australia, Belgia, Luxemburg dan Negeri Belanda (Uni B enelux), Brazilia, Kanada, Ceylon, Chili, Cuba, Tjekoslowakia, Denmarkia, Republik Dominica, Finlandia, Perantjis, Junani, Haiti, i'ndia, Indonesia, Italia, N ew -Zealand, Norwegia, Pakistan, Perserikatan Keradjaan Inggerjs, Amerika Serikat, Afrika-Selatan, Rhodesia- Selatan dan Swedia, sedangkan Birma, Liberia, Nicaragua dan Syria

**\ v m^njatakan tidak akan memegang suatu posisi perundingan. .) Korea. Ostria, Peru, Filipina, Turki, Uruguay dan Djerm an-Barat.

238

Page 239: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

akan dapat dinaikkan lagi dari pada sampai suatu persentage jang ditetapkan.

Hanja dalam beberapa hal ternjata perlu untuk menawarkan suatu penurunan tarip jang pada hakekatnja harus tetap ber­laku untuk masa berlakunja persstudjuan, djadi hingga achir tahun 1951.

Di-Torquay Indonesia telah memberikan sedjumlah :18 konsesi dalam bentuk pengikatan-pengikatan tarip,3 konsesi dalam bentuk penurunan tarip.Terhadap ini negeri-negeri lain memberikan :

16 konsesi dalam bentuk pengikatan-pengikatan tarip,10 konsesi dalam bentuk penurunan tarip.

Selain dari pada itu dari negeri-negeri lain didapatkan 130 lebih konsesi-konsesi tidak langsung, ja ’ni konsesi jang asalnja diberikan setjara bilateral antara negeri-negeri lain jang djuga penting bagi perhubungan perdagangan Indonesia.

Perobahan-perobahan tarip jang sekarang diusulkan — ber­hubung dengan konsesi-konsesi jang diberikan di-Torquay — hanja mengenai tiga penurunan itu, berhubung pengikatan- pengikatannja sendiri tidak memerlukan peraturan-peraturan istmewa dalam tarip. Dilihat dari sudut fiskal penurunan- penurunan ini tidak berarti, berhubung, atas dasar import ta­hun 1950, dengan penurunan-penurunan itu akan didapat kehi- langan pendapatan-pendapatan jang berdjumlah kurang dari Rp. 100.000,— ; hanja terhadap kertas untuk apa jang dinama­kan kantong-kantong ,.BATES”, seperti diuraikan pada pos tarip 307, terdapat import jang njata.11 Bagian chusus.Pasal I. Ad A.

Diusulkan untuk mengubah pos 307 sedemikian rupa, hingga kertas bungkus, sekadar memenuhi beberapa sjarat dan sekadar ditudjukan untuk dipergunakan guna membuat kantong-kan- tong kertas untuk mengangkut barang-barang ,,bulk” (apa jang dinamakan kantong-kantong „Bates” dan sebagainja) dikenakan suatu bea 6% dari pada suatu bea 12% seperti di­djalankan sekarang.

Kantong-kantong seperti itu sekarang telah dibuat oleh pabrik semen Padang („de Padang Portland Cement Maat- schappij” ) sebagai aiat pembungkus semen jang dibuat dipabrik tersebut. Karena penurunan ini terdapatlah suatu perbedaan pada pengenaan antara kantong-kantong jang dimasukkan dalam keadaan siap untuk dipakai (12%) dan bahan dari mana kantong-kantong tersebut dibuat. Kelonggaran demikian dapat mempunjai pengaruh untuk mendorong penjelenggaraan pem­buatan 'kantong-kantong pengangkutan dari kertas di-Indo­nesia atas dasar perniagaan ; pemakaian kantong-kantong ter­sebut untuk pembungkus beberapa barang-dagang-besar pada tahun-tahun terachir ini pada umumnja telah sangat naiknja, berhubung dengan'adanja k-.kurangan guni.

239

Page 240: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pada peraturan istimewa ini Menteri Keuangan ditundjuk untuk membuat peraturan-peraturan penjelenggaraan jang bermaksud untuk menghindarkan, bahwa penurunan tarip ini, jang dibuat teristimewa untuk industri kantong-kantong, akan dipergunakan setjara tidak lajak.

Ad CPos 467 mengenakan mangkuk-mangkuk penampung latex

(jang dinamakan „rubbercups” ) jang dibuat dari gerabah, dengan 6%. Hingga kini tidak pernah terdjadi pemasukan mangkuk-mangkuk seperti demikian jang dibuat dari porselin. Djika diputuskan untuk mengadakan import seperti demikian, maka barang-barang serupa itu seperti barang-barang porselin buatan pabrik, sekarang akan masuk dibawah pos 477 I dan akan dikenakan dengan 12%. Pada hakekatnja kita bermaksud untuk mengenakan mangkuk-mangkuk penampung porselin dengan bea jang sama seperti mangkuk-mangkuk gerabah dan aluminium ; jang tersebut belakangan ini dikenakan pula dengan bea 6%.

Hal demikian dapat didjalankan dengan mengadakan penam- bahan sedikit pada pos tarip 467.

Dengan perobahan ini tidaklah te<rsangkut akibat-akibat keuangan.

Ad DPos 491 mengenakan beberapa djenis botol dengan suatu bea

12%. Telah diusulkan untuk mengenakan dengan 6% apa jang dinamakan gutji-gutji dari gelas (carboy-carboy), demyohn- demyohn dan botol-botol besar serupa itu jang dapat diisi se- banjak 20 liter atau lebih.

Berhubung hingga kini tidak pernah diadakan pemasukan botol-botol seperti demikian, maka dengan perobahan ini tiada- lah tersangkut akibat-akibat keuangan. Dilihat dari sudut pengadaan tarip (tarifering) tidaklah terdapat suatu keberatan atas perobahan ini.

Gutji-gutji dari gelas jang besar dapat dianggap sebagai alat-alat penjimpan (emballage) untuk mengangkut setjara besar-besaran hasil-hasil perniagaan dalam keadaan tjair ; atas dasar itulah gutji-gutji tersebut dapat terhitun^ untuk dikenakan dengan suatu bea sebesar 6%.Pasal II.

hpHnv?i8SnQrfanteSi- jian£ diberikan di-Torquay barulah dapat berlaku pada hari ketiga-puluhnja setelah apa jang dinama-tarin 5°an Cpprn-rquay ataS P^setudjuan ™num tentang T ^ p - ttaoai ri? Tnm S mewudjudkan hasil-hasil jang di-me£djad“ S . dltanda-tangani 0leh “ Beri-negerl jang

Ad B

240

Page 241: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ininS fn Jwf £ ■ 5 £ daPat menanda-tangani protocol iniS i2? 2 Oktober j.a.d. Penandaan tangan ini tidaklah dapat dilakukan sebelum diadakan peraturan-peraturan Undang- undang untuk menjelenggarakan konsesi-konsesi jang diberi­kan itu. Dengan menetapkan waktu mulai berlakunja Undang- undang Darurat ini pada hari ketiga-puluhnja setelah hari pengundangannja, maka masa tersebut diatas dipenuhi asal sadja penetapannja diadakan sebelum 20 Oktober ian°- akan datang.

U .U . 1951 - 16241

Page 242: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1951

TENTANGPERNJATAAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG KERDJA

TAHUN 1948 No. 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dalam Negara Kesatuan Republik Indo­nesia belum ada perundang-undangan perbu­ruhan jang sesuai dengan keadaan sekarang , bahwa ketiadaan • perundang-undangan itu sa­ngat dirasakan dan oleh karenanja perlu dengan segera mengadakannja ;bahwa dengan menunggu selesainja pekerdjaan tersebut terlebih dahulu perlu didjalankan Un­dang-undang perburuhan Republik Indonesiajang sudah ada; . _ , m-oMbahwa „ U n d a n g -u n d a n g Kerdja Tahun 1948 dari Republik Indonesia adalah salah satu un­dang-undang jang dibutuhkan dan olsh karena­nja perlu lekas didjalankan untuk seluruh Indonesia ;

Mengingat : pasal 36 dan 89 U n d a n g -u n d a n g Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a nDengan membatalkan segala peraturan jang berlawanan

dengan Undang-undang ini.Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PERNJATAAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG KERDJA TAHUN 1948 No 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

Pasal IMenjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia Undang-undang

Kerdja tanggal 20 April 1948 No. 12 dari Republik Indon-ssia jang bunjinja sebagai berikut:

BAGIAN ITentang istilah-istiiah dalam Undang-undang ini.

Tjatatan: Beberapa pasal dari U .U . N o : 1/1951 ini kemudian disahkanberlaku dengan P.P. N o : 4 /1951.

242

Page 243: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 1

(li Dalam Undang-undang ini jang dimaksudkan :a. Pekerdjaan, ialah pekerdjaan jang didjalankan oleh

buruh untuk madjikan dalam suatu hubungan kerdja. dengan menerima upah ;

b. Orang dswasa, ialah orang laki-laki maupun perempuan, jang berumur 18 tahun keatas ;

c. Orang muda, ialah orang laki-laki maupun perempuan jang berumur diatas 14 tahun, akan tetapi dibawah 18 tahun ;

cl. Anak-anak. ialah orang laki-laki maupun perempuan jang berumur 14 tahun kebawah ;

e. Hari, ialah waktu sehari-semalam selama 24 djam ;f. Siang-hari, ialah waktu antara djam 6 sampai djam 18 :g. Malam-hari, ialah waktu antara djam 18 sampai

djam 6 ;h. Seminggu, ialah waktu selama 7 hari.

(2) Dalam arti kata madjikan termasuk djuga kepala, pemim- pin atau pengurus perusahaan, atau bagian perusahaan.

(3) Disamakan dengan perusahaan ialah segala tempat pe­kerdjaan dari Pemerintah, maupun partikelir.

BAGIAN IITentang pekerdjaan anak-anak dan orang muda

Pasal 2Anak-anak tidak boleh mendjalankan pekerdjaan

Pasal 3Djikalau seorang anak jang berumur 6 tahun atau lebih.

terdapat dalam ruangan jang tertutup, dimana sedang didja­lankan pekerdjaan, maka dianggap, bahwa anak itu mendjalan­kan pekerdjaan ditempat itu, ketjuali djikalau ternjata jang sebaliknja.

Pasal 4(1) Orang muda tidak boleh mendjalankan pekerdjaan pada

malam hari.(2) Dapat diketjualikan dari larangan termaksud dalam ajat

(1) hal-hal, dimana pekerdjaan orang muda pada malam hari itu tidak dapat dihindarkan berhubung dengan ke­pentingan atau kesedjahteraan umum-.

(3) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal jang diketjualikan termaksud dalam ajat (2) b-Eserta sjarat- sjarat untuk mendjaga kesehatan buruh muda itu.

243

Page 244: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

(1) Orang muda tidak boleh mendjalankan pekerdjaan dida­lam tambang, lobang didalam tanah atau tempat mengam bil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah.

(2) Larangan tersebut dalam ajat (1) tidak berlaiku terhadap ikepada orang wanita jang berhubung dengan pekerdjaan- nja kadang-kadang harus turun dibagian-bagian tambang dibawah tanah dan tidak mendjalankan pekerdjaan tangan.

Pasal 6(1) Orang muda tidak boleh mendjalankan pekerdjaan jang

berbahaja bagi kesehatan atau keselamatannja.(2) Dalam Peraturan Pemerintah akan -ditetapkan pekerdjaan

termaksud dalam ajat (1).

BAGIAN III.Tentang- pekerdjaan orang wanita

Pasal 7(1) Orang wanita tidak boleh mendjalankan pekerdjaan pada

malam 'hari, ketjuali djikalau pekerdjaan itu menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnja didjalankan olehorang wanita. 1 . , , _ . ,

(2) Dapat diketjualikan dari larangan termaksud dalam ajat(1) hal-fhal, -dimana pekerdjaan wanita pada malam hari itu tidak dapat dihindarkan iberhubung dengan kepentinganatau kesedjahteraan umum.

(3) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal jang diketjualikan termaksud dalam ajat (2) beserta sjarat- sjarat untuk mendjaga kesehatan dan kesusilaan buruh wanita itu.

Pasal 8(1) Orang wanita tidak boleh mendjalankan pekerdjaan dida­

lam tambang, lobang didalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah.

{2) Larangan tersebut dalam ajat (1) tidak berlaku terhadap kepada crang wanita, jang berhubung dengan pekerdjaan- nja kadang-kadang harus turun dibagian-bagian tambang dibawah tanah dan tidak mendjalankan pekerdjaan tangan.

Pasal 9(1) Orang wanita tidak boleh mendjalankan pekerdjaan, jang

berbahaja bagi kesehatan atau keselamatannja, demikian pula pekerdjaan jang menurut sifat, tempat dan keadaan- nja berbahaja bagi kesusilaannja.

(2) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan pekerdjaan jang termaksud dalam ajat (1).

Pasal 5

244

Page 245: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAGIAN IV Tentang; waktu kerdja dan waktu istirahat

Pasal 10

(1) Buruh tidak boleh mendjalankan pekerdjaan lebih darist*hari dan 40 djam seminggu. Djikalau pekerdjaan

cudjalankan pada malam hari atau berbahaja bagi kese- hatan atau keselamatan buruh, waktu kerdja tidak boleh lebih c’ ari 6 djam sehari dan 35 djam seminggu.

(2) Setelah bjruh mendjalankan pekerdjaan selama 4 djam terus-menerus, harus diadakan waktu istirahat iane sedikit-d&itnja setengah djam lamanja ; waktu istirahat itu tidak termasuk djam bekerdja termaksud dalam ajat (1).

(i>) Tiap-tiap minggu harus diadakan sedikit-dikitnja satu hari istirahat.

(4) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan pekerdjaan, jang berbahaja bagi kesehatan atau keselamatan buruh termaksud dalam ajat (1).

(5) Dalam Feraluran Pemerintah dapat pula diadakan aturan- aturun lebih landjut tentang waktu kerdja dan waktu isti­rahat untuk pekerdjaan-pekerdjaan atau perusahaan- perusahaan jang tertentu, jang dipandang perlu untuk mendjaga kesehatan dan keselamatan buruh.

Pasal 11Buruh tidak boleh mendjalankan pekerdjaan pada hari-hari

raja, jang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, ketjualidjikalau pekerdjaan itu menurut sifatnja harus didjalankanterus pada hari-liari raja itu.

Pasal 12(I; Dalam bal-hal, dimana pada suatu waktu atau biasanja

pada tiap-tiap waktu atau dalam masa jang tertentu ada pekerdjaan jang bertimbun-timbun jang harus lekas disele- saikan, boleh didjalankan pekerdjaan dengan menjimpang dari jang ditetapkan dalam pasal 10 dan 11, akan tetapi waktu kerdja itu tidak boleh lebih dari 54 djam seminggu. Aturan ini tidak berlaku terhadap pekerdjaan jang ber- btJhaja bagi kesehatan atau keselamatan buruh.

(£) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal termaksud dalam ajat (1) beserta sjarat-sjarat untuk men­djaga kesehatan dan keselamatan buruh.

Pasal 13(1) Euruh wanita tidak boleh diwadjibkan bekerdja pada hari

pertama dan kedua waktu haidh.

245

Page 246: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Buruh wanita harus diberi istirahat selama satu setengan "bulan sebelum saatnja ia menurut perhitungan akau melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.

<3i Waktu istirahat sebelum saat buruh menurut perhitun0an akan melahirkan anak, dapat diperpandjang sampai selama-lamanja tiga bulan, djikalau didalam suatu keterangan dokter dinjatakan, bahwa hal itu perlu untuk mendjaga kesehatannja.

t4) Dengan tidak mengurangi jang telah ditetapkan dalam pasal 10 ajat (1) dan (2) buruh wanita jang anaknja masih menjusu, harus diberi kesempatan sepatutnja, untuk menjusukan anaknja, djikalau hal itu harus dilakukan selama waktu kerdja.

Pasal 14i.l) Selain waktu istirahat seperti tersebut dalam pasal 10 dan

13, buj'uh jang mendjalankan pekerdjaan untuk satu atau beberapa madjikan dari satu organisasi harus dibeii idzin untuk beristirahat sedikit-dikitnja dua minggu tiap-tiaptahun. , , .

(2) Buruh jang telah bekerdja 6 tahun berturut-turut pada suatu madjikan atau beberapa madjikan jang tergabung dalam satu organisasi mempunjai hak istirahat 3 bulan lamanja.

Pasal 15(1) Dengan tidak mengurangi jang telah ditetapkan dalam

pasal 10 ajat (1) dan (2), buruh harus diberi kesempatan jang sepatutnja untuk mendjalankan kewadjiban menurut agamanja.

(2) Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewadjiban bekerdja.

BAGIAN VTentang tempat kerdja dan perumahan buruh

Pasal 16(1) Tempat kerdja dan perumahan buruh jang disediakan oleh

madjikan harus memenuhi sjarat-sjarat kesehatan dan kebersii;an.

(2) Dalam Peraturan Pemerintah akan diadakan aturan- aturan jang lebih landjut tentang sjarat-sjarat kesehatan jang dimaksudkan dalam ajat (1).

(3) Pegawai-pegawai Pengawasan Perburuhan jang ditundjuk oleh Menteri j-ang diserahi urusan perburuhan, berhak untuk memberi perintah-perintah tentang pendjagaan kebersihan dan kesehatan dalam tempat kerdja dan perumahan buruh jang disediakan oleh madjikan.

246

Page 247: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAGIAN VI Tentang- tanggung djawab

Pasal 17

(1) Madjikan berwadjib mendjaga, supaja aturan-aturan da­lam Undang-undang ini dan dalam Peraturan-peraturan Pemerintah jang dikeluarkan berhubung dengan Undang- undang ini, demikian djuga perintah-perintah jang diberi­kan oleh pegawai-pegawai pengawasan perburuhan termak­sud dalam pasal 16 ajat (3) diindahkan.

(2> Kewadjiban termaksud dalam ajat (1) ada djuga pada negawai-pesawai madjikan jang mengawasi pekerdjaan dan jang diserahi dengan tegas oleh madjikan untuk mendjaga, oanwa aturan-aturan dan perintah-perintah termaksud dalam ajat (1) diindahkan.

BAGIAN VII Aturan hukuman

Pasal 18(1 Madjikan dan pegawai jang mengawasi termaksud dalam

pasal 17, jang tidak memenuhi kewadjibannja termaksud dalam pasal 17 ajat (1), dihukum dengan hukuman ku- rungan selama-lamanja tiga bulan atau denda sebanjak- banjaknja limaratus rupiah.

(2) Djikalau pelanggaran itu terdjadi didalam waktu dua tahun semendjak jang melanggar dikenakan hukuman jang tidak dapat toerubah lagi, karena pelanggaran jang sama, maka dapat didjatuhkan hukuman kurungan selama- lamanja enam bulan atau denda sebanjak-banjaknja seribu rupiah.

(3) Hal-hal jang dapat dikenakan hukuman menurut pasal ini dianggap sebagai pelanggaran.

Pasal 19(1) Djikalau madjikan suatu badan hukum, maka tuntutan

dan hukuman didjalankan terhadap pengurus badan hukum itu.

(2) Djikalau pengurus badan hukum itu diserahkan kepada badan hukum lain, maka tuntutan dan hukuman didjalan­kan terhadap kepada pengurus badan hukum jang mengurus.

BAGIAN VIII Tentang mengusut pelanggaran

Pasal 20Selain dari pada pegawai-pegawai jang berkewadjiban

mengusut pelanggaran pada umumnja, pegawai-pegawai-penga-wasan perburuhan dan orang-orang lain jang menurut Undang-Q

247

Page 248: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

undang ditundjuk dan diberi kekuasaan untuk itu, ketjuali diwadjibkan untuk mendjaga dan membantu supaja aturan- aturan dalam Undang-undang ini dan dalam Peraturan- peraturan Pemerintah jang dikeluarkan berhubung dengan Undang-undang ini serta perintah-perintah termaksud dalam pasal 16 ajat (3) didjalankan, diw'adjibkan djuga untuk mengusut pelanggaran.

BAGIAN IX Aturan tambahan

Pasal 21

(1) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan saat mulai berlakunja Undang-undang ini, demikian djuga akan di- atur berangsur-angsur berlakunja Undang-undang ini terhadap pekerdjaan atau matjam pekerdjaan jang tertentu untuk seluruh atau sebagian dari aturan-aturan dalam Undang-undang ini.

(2) Dalam Peraturan Pemerintaih tersebut dalam ajat (1) dapat djuga diadakan aturan-aturan peralihan.

Pasal II

Hari mulai berlakunja Undang-undang ini akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setjara berangsur-angsur ter- hadajp pekerdjaan atau matjam pekerdjaan jang tertentu, terhadap seluruh atau sebagian dari aturan-aturan dalam undang-undang ini.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dapat djuga diadakan aturan-aturan peralihan.

Agar supaja setiap orang dapat mengtetahuin j a, memerintah- kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 6 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.SOEKARNO

MENTERI PERBURUHAN, SOEROSO

Diundangkan pada tanggal 8 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

248

Page 249: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 2 TAHUN 1951

TENTANGPERNJATAAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG

KETJELAKAAN 1947 No. 33 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dalam Negara Kesatuan Republik Indo­nesia belum ada perundang-undangan perbu­ruhan jang sesuai dengan keadaan sekarang ; bahwa ketiadaan perundang-undangan itu sa­ngat dirasakan dan oleh karenanja perlu dengan segera mengadakpnnia :bahwa dengan menunggu selesainja pekerdjaan tersebut terlebih dahulu perlu didjalankan Un­dang-undang perburuhan Republik Indonesia jang sudah a d a ;bahwa ,,Undang-undang Ketjelakaan 1947” ialah salah satu Undang-undang jang dibutuhkan dam oleh karenanja perlu lekas didjalankan untuk seluruh Indonesia;

Mengingat : pasal 36 dan as Tmdang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Dengan membatalkan segala peraturan jang berlawanan

dengan Undang-undang ini.Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PERNJATAAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG KETJELAKAAN 1947 No. 33 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

Pasal IMenjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia Undang-undang

Ketjelakaan tanggal 18 Oktober 1947 No. 33 dari Republik Indo­nesia jang bunjinja sebagai berikut:

BAGIAN I Aturan-aturan umum

Pasal 1(1) Diperusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan,

madiikan berwadjib membajar ganti-kerugian kepada bu­ruh jang mendapat ketjelakaan berjiubung dengan hu-

Tjatatan- U l l . N o : 2/1951 seluruhnja telah disahkan dengan P.P.N o : ' 3/1951.o

249

Page 250: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

bungan kerdja pada perusahaan itu, menurut jang ditetapkan dalam Undang-undang ini.

(2) Penjakit jang timbul karena hubungan kerdja dipandang sebagai ketjelakaan.

(3) Djikalau buruh meninggal dunia karena akibat ketjelakaan jang demikian itu, maka kewadjiban membajar kerugian itu berlaku terhadap keluarga jang ditinggalkannja.

(4) Djikalau hak atas perusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan itu beralih pada madjikan lain, buruh dan keluarga buruh jang ditinggalkan tetap mempunjai hak- hak seperti jang ditetapkan dalam Undang-undang ini jang harus ‘ dipenuhi oleh madjikan baru.

Pasal 2(1) Jang diwadjibkan memberi tundjangan jaitu perusahaan :

1. jang mempergunakan satu atau beberapa tenaga mesin ;

2. jang m'empergunakan gas-gas jang telah ditjairkan, dikempa atau jang djadi tjair karena tekanan ;

3. jang mempergunakan zat-zat, baik padat, baik tjair, maupun gas jang amat tinggi panasnja atau mudah terbakar atau menggigit, mudah meletus, mengandung ratjun, menimbulkan penjakit atau dengan tjara jang

lain berbahaja atau dapat merusak kesehatan ;4. jang membangkitkan, mengobah, membaigi-bagi, meng-

alirkan atau mengumpulkan tenaga-listrik ;5. jang mentjari atau jang mengeluarkan barang galian

dari tanah ;6. jang mendjalankan pengangkutan orang atau barang-

barang ;7. jang mendjalankan pekerdjaan memuat dan membong-

kar barang-barang ;8. jang mendjalankan pekerdjaan mendirikan, mengobah,

membetulkan atau _ membongkar bangun-bangunan! baik dalam atau diatas tanah, maupun dalam air, membuat saluran-saluran dalam tanah dan dialan- diaten •

9. jang mengusahakan hutan ;10. jang mengusahakan siaran radio ;11. jang mengusahakan pertanian ;12. jang mengusahakan p&rkebunan ;

menSusahakan perikanan.Djikalau sesuatu matjam perusahaan, belum termasuk dalam ajat (1), tern.iata berbahaja bagi buruhnja, maka dengan Undang-undang matjam perusahaan tersebut dapat diwadjibkan memberi tundjangan.

Pasal 3dan^miri1anTia ^ n *d1enT?an PenSertian perusahaan dalam Un- ° undan0 mi ialah perusahaan-perusahaan, baik milik250

Page 251: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Negara, maupun bukan dan djawatan-diawatan Negeri jang mempekerdjakan seorang buruh atau lebih.

Pasal 4.Jang dimaksudkan dengan kata madjikan dalam Undang-

undang ini ialah tiap-tiap orang atau badan hukum jang mempekerdjakan seorang buruh atau lebih diperusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan.

Pasal 5Jang dimaksudkan dengan kata pengurus dalam Undang-

undang ini ialah orang jang diwadjibkan memimpin perusa­haan jang diwadjibkan memberi tundjangan, seluruhnja atau memimpin sebagian dari perusahaan itu jang berdiri sendiri.

Pasal 6(1) Jang dimaksudkan dengan kata buruh dalam Undang-

undang ini ialah tiap-tiap orang jang bekerdja pada ma­djikan diperusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan dengan mendapat upah, ketjuali hal-hal tersebut dalam ajat (3) dari pasal ini.

12' Dalam Unaang-undang ini dianggap sebagai buruh :a. magang, murid dan sebagainja jang bekerdja pada per­

usahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan, djuga. dalam hal mereka tidak menerima upah ;

b. mereka jang memborong pekerdjaan jang biasa dikev- djakan diperusahaan jang diwadjibkan memberi tun­djangan, ketjuali djikalau mereka jang memborong itu sendiri mendjalankan perusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan ;

c. mereka jang bekerdja pada seorang jang memborong pekerdjaan jang biasa dikerdjakan diperusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan, mereka itu dianggap bekerdja diperusahaannja madjikan jang memborong- kan pekerdjaan itu, ketjuali djikalau perusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan dalam mana pekerdjaan jang diborong itu dikerdjakan ;

d. orang-orang hukuman jang bekerdja diperusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan, akan tetapi mereka tidak berhak mendapat ganti-kerugian karena ketjela­kaan selama mereka itu mendjalani hukumannja.

(3) Bukan buruh menurut Undang-undang ini ialah :a. pegawai-pegawai dan pekerdja-pekerdja Negeri atau

dari Badan-badan Pemerintah didirikan atas Undang- undang Pemerintah, jang dilindungi oleh Peraturan- peraturan Pemerintah, djikalau-mereka dapat ketje­lakaan ;

251

Page 252: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

S l I l p S i S K S : -mendjalankan « i an member! tunrtiai tllk Perusa- » fls-Sas jan l Hit, itu tidak “ gan dan daIam■keadaan tlSlr ? a JaiPkan* <iikempa a?fl« m pergunakanmaupun ja n - t?airenf tekanan, za t-zat h ^ S:gas daIam *Ja tingtf berupa gas f an A k i an g p a d at«

« ) Jang dim,,, PasaI 7undang ini 1 ® ^ “ dengan kata' tiap-tiap pembaiar u am Untong-

»■ » s a s * ^ ~ 4 s , ; r « — „ „ „Pertjuma. . bahan-mii™----- .

b- r r ahang a m\\na j :Pe^ r^ a S ang ja n ® <Uterima oleh

® O r J j £ ™ t i aS niIainja Pakaian

(3>

R-urangnia *«r yerusahaFm ^ Ci« ja Dart* M»«ia de- . . . Pekerdjaan f rlama satu S l . n S? at» m S , Perusahaan

3 5 V 7 *p S S ',£ , " ~ S J S» » .=aaaiSS?arafS#iSS

0 ) T B Sama

aUnp i? S n i * * * * * ^ t a upah se

b' harian daIam * ” » « b S 1 »»*> ! » .

' mw^ “ mbTgi1 upah jang

Page 253: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) » r -

ja^^dfm aksudkan^alan^pasal119 "dengan6naWa^~^11f’ ^ ^ 1 timbangan madjikan dan buruh Djikalau P8r"ini terdapat perselisihan paham, £ S f a n g S S < £ £ t & 5 2 £ da1 am waktu satu minggu dapat m em ld ju b an T a l SJ 'kepada Menteri Perburuhan untuk diberi putusan

(3) Djikalau buruh sesudah dapat ketjelakaan masih menerimabagian-bagian dari upah jang dimaksudkan dalam pasal 7 ajat (1) b, maka selama bagian-bagian upah itu diterima oleh buruh, bagian-bagian itu tidak dipakai untuk m en-- hitung banjaknja upah sehari guna menentukan besarn^ ganti-kerugian. J

(4) Djikalau banjaJcnja upah lebih dari Rp. 20— (duaDuluh rupiah) sehari, maka kelebihan tidak dipakai ffuin menetapkan besarnja ganti-kerugian.

Pasal 9

Dengan atau berdasarkan atas Peraturan Pemerintah untukmendjalankan Undang-undang ini ditetapkan dokter-dokterpenasehat dan pegawai-pegawai pengawas jang daerah dja-batannja ditentukan pula.

BAGIAN II Matjam dan besarnja ganti-kerugian

Pasal 10

Ganti-kerugian jang dimaksudkan dalam pasal 1 ialah :a. biaja pengangkutan buruh jang mendapat ketjelakaan

kerumahnja atau kerumah sakit;b. biaja pengobatan dan perawatan buruh jang dapat ketje­

lakaan, termasuk djuga biaja pemberian obat-obat dan alat- alat pembalut sedjak ketjelakaan terdjadi sampai berachir- nja keadaan sementara tidak mampu bekerdja;

c. biaja untuk mengubur buruh jang meninggal dunia karena ketjelakaan banjaknja Rp. 125,— (seratus duapuluhlima rupiah) ;

d. uang tundjangan jang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini.

Pasal 11(1) Madjikan diwadjibkan memberi uang tundjangan kepada

buruh jang karena ketjelakaan :a. sementara tidak mampu bekerdja.

upah 3ans

253

Page 254: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Uang tundjangan karena ini besarnja sama dengan upah sehari untuk tiap-tiap hari, terhitung mulai pada hari buruh tidak menerima upah lagi, baik penuh m au­pun sebagian dan dibajar paling lama 120 hari.Djikalau sesudah liwat 120 hari buruh itu belum mampu bekerdja, maka uang tundjangan demikian itu diku- rangi mendjadi 50% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari dan dibajar selama buruh tidak mampu bekerdja ;

b. selama-lamanja tidak mampu bekerdja sebagian.Uang tundjangan karena ini ditetapkan sekian persen dari upah sehari untuk tiap-tiap hari, menurut daftar jang dilampirkan pada Undang-undang ini, dimulai setelah pembajaran uang tundjangan jang dimaksudkan dalam a berachir dan dibajar selama buruh tidak m am ­pu bekerdja sebagian;

c. bertjatat badan selama-lamanja jang tidak disebut dalam daftar jang dilampirkan pada Undang-undang ini. Banjaknja persenan dari upah sehari itu ditetapkan oleh pegawai pengawas dengan persetudjuan dokter- dokter penasehat dalam daerah ketjelakaan itu terdjadi. Djika terdapat perselisihan paham dalam hal menetap­kan besarnja persenan itu, maka Menteri Perburuhan menentukannja dengan mengingat pertimbangannja Menteri Kesehatan tentang hal ini ;

d. selama-lamanja tidak mampu bekerdja sama sekali dan karena itu sekali-kali tidak dapat lagi mengerdjakan sesuatu pekerdjaan dengan mendapat upah jang biasa dikerdjakannja sebelum buruh itu dapat ketjelakaan. Upah tundjangan karena ini besarnja 50% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari dan djumlah tersebut di­tambah mendjadi 70%, djikalau ket’elakaan itu menje- babkan buruh terus-menerus memerlukan pertolongan- nja orang lain.Tundjangan itu dimulai setelah tundjangan jang di­maksudkan dalam a dari ajat ini berachir dan dibajar selama buruh tidak mampu bekerdja sama sekali.

(2) Selama menurut pertimbangan dokter penasehat belum dapat ditentukan tentang hal tidak mampu bekerdja seba­gian atau sama sekali seperti jang dimaksudkan ajat (1) b, c dan d, maka berlakulah jang ditentukan dalam ajat (1) a.

(3) Pembajaran uang tundjangan jang dimaksudkan ajat (1)a, b, c dan d dilakukan pada tiap-tiap waktu buruh mene­rima upahnja, ketjuali djikalau antara madjikan dan buruh dibuat psrdjandjian lain dari pada itu.

Pasal 12

(1) Djikalau buruh meninggal dunia karena ketjelakaan. maka keluarga jang ditinggalkannja dapat uang tundjangan sebesar:

254

Page 255: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

a. 30% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi djanda atau djanda-djanda jang nafkah hidupnja ssmua atau sebagian besar ditjarikan oleh buruh itu.Begitupun pula bagi djanda laki-laki jang tidak mampu bekerdja dan nafkah hidupnja semua atau sebagian besar ditanggung oleh buruh tadi.Dalam hal terdapat lebih dari seorang djanda maka uang tundjangan itu dibagi rata dan sama banjaknja antara mereka ;

b. 15% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi seorang anak jang sah atau disahkan, jang berumur dibawah 16 tahun dan belum kawin.Djikalau anak itu karena meninggalnja buruh mendjadi jatim piatu, maka banjaknja tundjangan tadi ditambah mendjadi 20% dari upah buruh sehari untuk tiap-tiao hari ;

c. paling banjak 30% dari upah sehari untuk tiap-tiao hari bagi bapak dan ibu atau djikalau buruh itu tidak punja bapak dan ibu lagi kepada kakek dan nenek jang nafkah hidupnja seluruhnja atau sebagian besar ditjari­kan oleh buruh itu ;

d. paling banjak 20% dari upah sehari untuk tjutju jang tidak berorang-tua lagi dan nafkah hidupnja seluruh­nja atau sebagian besar ditjarikan oleh buruh itu ;

e. paling banjak 30% dari upah sehari untuk mertua laki- laki dan mertua perempuan jang nafkah hidupnja seluruhnja atau sebagian besar ditjarikan oleh buruh itu.

(2) Djumlah tundjangan-tundjangan jang dimaksudkan dalam ajat (1) a, b, c, d dan e, besarnja paling banjak 60% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari dan didjalankan seperti berikut:Uang tundjangan kepada anggauta-keluarga jang dimak­sudkan dalam ajat (1) e hanja dibajarkan, djikalau ang­gauta-keluarga jang dimaksudkan dalam ajat (1) a, b, c dan d telah menerima uang tundjangan penuh.Uang tundjangan kepada anggauta-keluarga jang dimak­sudkan dalam ajat (1) hanja dibajarkan, djikalau ang­gauta-anggauta jang dimaksudkan dalam ajat (1) a, b dan c telah menerima uang tundjangan penuh dan Uang tundjangan kepada anggauta-keluarga jang dimak­sudkan dalam ajat (1) c dibajarkan, djikalau anggauta- keluarga jang dimaksudkan dalam ajat (1) a dan b telah menerima uang tundjangan penuh.

(3) Djikalau djumlah tundjangan-tundjangan jang dimaksud­kan dalam ajat (1) a dan b lebih dari upah sehari, maka uang tundjangan bagi keluar?:a-keiuarga itu akan dikurangi, sehingga bagian masing-masing seimbang dengan djumlah jang ditetapkan untuk tiap-tiap golongan keluarga jang ditetapkan menurut ajat tersebut.

255

Page 256: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(4) Pembajaran tundjangan jang dimaksudkan dalam ajat (1)a, b, c, d dan e itu dilakukan tiap-tiap bulan.

Pasal 13

<1) Dengan persetudjuannja pegawai pengawas, tundjangan berkala jang dimaksudkan dalam pasal 11 ajat (1) b, c dan d dan pasal 12 ajat (1) a, b, c, d dan e dirobah men­djadi tundjangan jang dibajarkan sekaligus :a. djikalau dapat didjamin, bahwa buruh atau keluarga

ditinggalkannja, setelah menerima tundjangan sekali­gus, tidak akan terlantar hidupnja ;

b. djikalau buruh atau keluarga jang ditinggalkannja meninggalkan daerah Negara Republik Indonesia.

(2) Tundjangan berkala jang dimaksudkan dalam ajat (1) dari pasal ini dirobah mendjadi tundjangan jang dibajar sekaligus :a. djikalau madjikan jang diwadjibkan memberi uang

tundjangan itu meninggal dunia dan ahliwarisnja me­nerima harta peninggalannja dengan perdjandjian harta peninggalan itu harus didaftarkan ;

b. djikalau madjikan itu suatu badan hukum jang dibubarkan.

(3) Besarnja tundjangan sekali-gus jang dimaksudkan dalam ajat (1) dan (2) ialah :a. 48 kali dari tundjangan jang diterima tiap-tiap bulan

djikalau tundjangan berkala itu telah dibajar selama kurang dari 1 tahun ;

b. 40 kali dari tundjangan jang diterima tiap-tiap bulan, djikalau tundjangan-tundjangan berkala itu telah dibajar selama 1 tahun atau lebih, tetapi kurang dari2 tahun ;

c. 32 kali dari tundjangan jang diterima tiap-tiap bulan, djikalau tundjangan berkala itu dibajar selama 2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun ;

d. 24 kali dari tundjangan jang diterima tiap-tiap bulan, djikalau tundjangan berkala itu telah dibajar selama3 tahun atau lebih.

Pasal 14

Djikalau djanda, atau djanda laki-laki dari buruh jang m e­ninggal'karena ketjelakaan kawin lagi, maka setelah terdapat 5£nSJf « u 1- 1 Pegawai pengawas, madjikan boleh menghen-'9 „ aranJtSn.^an®an 3an& dimaksudkan dalam pasallaw Tovi sesudah ia membajar kepada djanda atau djandasebesar 2 4 £ » i ^ng - J anS harus dibajar sekali-gus4 kali dan tundjangan jang diterima tiap-tiap bulan.256

Page 257: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tentang pembebasan kewadjiban membajar ganti-keru°ian menunda pembajaran dan merobah ganti-kerugian

Pasal 15

(1) Madjikan tidak diwadjibkan memberi tundjangan keuada buruh atau seorang keluarga jang ditinggalkannja dalam hal-hal seperti berikut:a. djikalau ketjelakaan jang menimpa buruh itu terdjadi-

nja disengadja olehnja ;b. djikalau buruh jang ditimpa ketjelakaan itu dengan

tiaais ada alasan jang sah menolak dirinja diperiksa atau diobati oleh dokter jang berhak jang ditentukan oleh madjikan ;

c. djikalau buruh sebelumnjasembuh, menolak pertolon°-an tersebut di b dengan tidak ada alasan jang sah ;

d. djikalau buruh jang ditimpa ketjelakaan pergi k'etempat lain sehingga dokter jang berhak jang ditetapkan oleh madjikan, tidak dapat memberi pertolongan jang dianggap perlu untuk mengembalikan kesehatannja buruh itu.

(2) Sebagai alasan jang sah jang dimaksudkan dalam b dan c dari ajat (1) ialah antara lain takut akan pembedahan jang menurut dokter penasehat termasuk pembedahan jang berbahaja.

(3) Buruh jang ditimpa ketjelakaan atau keluarga jang di­tinggalkannja gugur haknja menerima tundjangan berkala selama mereka mendjalani hukuman pendjara jang lama- nja 3 bulan atau lebih.Demikian pula selama mereka ditempatkan dirumah pendidikan anak-anak nakal jang didirikan oleh Pemerintah.

Pasal 16Madjikan boleh menunda pembajaran tundjangan jang di­

maksudkan dalam pasal 11 ajat (1) a, sampai paling lama lima hari terhitung mulai dari ketjelakaan itu terdjadi, djikalau buruh jang ditimpa ketjelakaan dirawat tidak dengan peran- taraan perusahaan atau djikalau belum didapat surat kete­rangan dokter jang berhak, jang menerangkan, bahwa buruh itu tidak dapat bekerdja karena ditimpa ketjelakaan.

Pasal 17(1) Djikalau buruh, dalam waktu ketjelakaan terdjadi, sedang

dibawah pengaruh minuman keras atau pengaruh barang- barang lain jang memabokkan, maka dengan persetudjuan pegawai pengawas, madjikan boleh mengurangi besarnja tundjangan dengan sebanjak-banjaknja 50%. Tentang

BAG IAN I I I

U .U . 1951 - 17257

Page 258: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

putusan pegawai-pengawas dalam hal ini, sebel^ 1hliJ^ g2'l (satu) minggu, boleh diminta putusan jang lebih tmgg,kepada Menteri Perburuhan.

(2) Djikalau buruh jang ditimpa ketjelakaan dipekerdjakankembali dalam perusahaan dengan mendaPat, } ^ “ ’ ‘ madjikan boleh mengurangi tundjangan JanS dl™ ^sudkan dalam pasal 11, ajat (1) a, b dan c, sehingga djumlah upah sesudah ditimpa ketjelakaan dan tundjangan l . . kurang dari upah jang diterima buruh pada waKtuketjelakaan terdjadi.

<3) Djikalau buruh atau keluarga jang ditmggalkannja men dapat uang ganti-kerugian atau uang tundjangan atau mendapat pensiun djanda dan pensiun piatu kare“ aprb" ^ h jang ditimpa ketjelakaan itu, berhubung dengan Perdjan- djian bekerdja atau berhubung dengan sesuatu assuransi jang dimasuki oleh madjikan, atau karena buruh itu ber- hubung dengan perdjandjian-bekerdja mendjadi anggauta dari sesuatu fonds, maka madjikan berhak mengurangi tundjangan jang harus dibajar menurut jang ditetapKan oleh bagian dimuka ini dengan ganti-kerugian atau tundjangan tersebut diatas.Fengurangan tundjangan demikian itu hanja dapat diaja- lankan setelah didapat persetudjuan dari pegawai- pengawas.Menteri Perburuhan berhak memberi putusan tentang nai ini, djika tidak didapat persetudjuan.

Pasal 18(1) Baik buruh jang ditimpa ketjelakaan, maupun madjikan

sebelum liwat 3 tahun setelah ketjelakaan itu terdjadi boleh memadjukan permintaan kepada pegawai-pengawas untuk menetapkan lagi djumlah uang tundjangan jang telah ditetapkan menurut ketentuan Bagaian II, djikalau dalam keadaan selama-lamanja tidak mampu bekerdja itu terdapat perobahan jang njata.

Dalam hal ini pegawai-pengawas tidak akan memberi putusan sebelum dapat persetudjuan dari dokter penasehat. Djikalau antara pegawai-pengawas dan dokter penasehat ada perselisihan paham, maka hal itu diputuskan oleh Menteri Perburuhan.

(2> Djikalau tundjangan itu telah dibajarkan sekali-gus, maka perobahan jang dimaksudkan dalam ajat (1) hanja dapat didjalankan, djikalau keadaan tidak mampu bekerdja ini bertambah.

(3) Perobahan jang dimaksudkan dalam pasal ini tidak m e­ngenai keadaan bertambah tidak mampunja bekerdja jang disengadja oleh buruh atau karena akibatnja ketjelakaan baru.

258

Page 259: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Hal administrasi, pengawasan dan mendjalankan perkara, djikalau timbul perselisihan

Pasal 19

(1) Madjikan atau pengurus, djikalau pengurus ditetapkan, diwadjibkan melaporkan kepada pegawai-pengawas atau instansi jang ditundjuk oleh Menteri Perburuhan tiap-tiap ketjelakaan jang menimpa seseorang buruh dalam perusa­haannja selekas-lekasnja, tidak lebih dari 2 kali 24 djam.

(2) Disamping kewadjiban jang ditentukan dalam ajat (1) tersebut diatas madjikan atau pengurus, djikalau pengurus ditetapkan, diwadjibkan memberitahukan ketjelakaan itu dengan surat tertjatat kepada pegawai-psngawas dalam waktu 2 kali 24 djam.

(3) Buruh jang ditimpa ketjelakaan, keluarganja, kawan- kawannja sekerdja atau serikat-sekerdja boleh niemberita- hukan ketjelakaan jang menimpa buruh itu kepada pegawai- pengawas.

Pasal 20(1) Madjikan atau pengurus perusahaan diwadjibkan mengada­

kan daftar ketjelakaan diperusahaan atau bagian jang berdiri sendiri.Daftar ini harus dibuat menurut bentuk jang ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.

(2) Madjikan atau pengurus perusahaan diwadjibkan mentjatat dengan tjara jang benar pembajaran uang ganti-kerugian jang tslah didjalankan dan perobahan-perobahan pemba­jaran uang ganti-kerugian jang dimaksudkan dalam pasal10, 11, 12. 13, 14 dan 15 dalam daftar tersebut dalam ajat(1) atau dalam daftar lain jang mengenai hal-hal ini.

(3) Madjikan atau pengurus diwadjibkan membuat daftar keluarga sebagai dimaksud dalam pasal 12 Undang- undang ini.

Pasal 21(1) Setelah ketjelakaan terdjadi, madjikan atau pengurus

perusahaan diwadjibkan selekas-lekasnja membuat per­hitungan banjaknja uang tundjangan berdasarkan Undang-undang ini untuk buruh jang ditimpa ketjelakaan atau keluarga jang ditinggalkannja.

(2) Djikalau burun jang ditimpa ketjelakaan meninggal dunia atau luka parali, maka madjikan atau pengurus perusahaan harus memberitahukan hal ini selekas-lekasnja kepada keluargr: buruh itu.

BA G IA N IV

259

Page 260: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(1) Setelah menerima pemberitahuan jang dimaksudkan dalam pasal 19 dengan selekas-lekasnja pegawai-pengawas men­djalankan pengusutan ditempat ketjelakaan tentang sebab- sebab ketjelakaan dan akibat ketjelakaan itu.

(2) Orang-orang jang diminta memberi keterangan ataumemberi bantuan keachliannja oleh pegawai-pengawas ber­hubung dengan pengusutan itu diwadjibkan memenuhi permintaan itu. . .

(3) Madjikan atau pengurus perusahaan diwadjibkan memberi- kan kepada pegawai-pengawas daftar ketjelakaan jang dimaksudkan dalam pasal 20 dan semua daftar jang m e­muat ketsrangan-keiterangan jang dibutuhkan untuk mem­buat perhitungan ganti-kerugian, untuk diperiksa.

(4) Sesudah pegawai-pensawas mengadakan pemeriksaan ia diwadjibkan mengusulkan kepada Djawatan Pengawasan Keselamatan Kerdja, supaja diadakan tindakan-tmdakan sehingga ketjelakaan-ketjelakaan tersebut dalam pasal 19 Undang-undang ini djangan terulang lagi.

Pasal 23Perselisihan paham dalam mendjalankan peraturan-per­

aturan jang ditetapkan dalam atau berdasarkan Undang- undantg ini, ketjuali pasal-pasal jang mengenai pelanggaran dan kedjahatan, sedapat mungkin ditjegah dan diselesaikan oleh pegawai pengawas dengan djalan damai.

Pasal 24(1) Djikalau dalam suatu perselisihan paham tentang kewa­

djiban memberi tundjangan diminta putusan hakim, da­lam keadaan mendesak dengan menunggu putusan itu, pegawai pengawas berhak mewadjibkan madjikan :a. memberi pertolongan dalam hal pengobatan dan pera-

watan ;b. memberi biaja penguburan menurut jang ditetapkan

dalam pasal 10 c ;c. memberi tundjangan untuk sementara kepada buruh

atau keluarga jang ditinig.galkannja jang besarnja di­tetapkan oleh pegawai pengawas.

(2) Kewadjiban jang dimaksudkan dalam sub c ajat (1), hanja boleh dituntut, djikalau antara kedua fihak telah didapat persetudjuan tentang pemberian uang tundjangan dan perselisihan hanja mengenai besarnja uang tundjangan itu.

(3) Djikalau pemberian ganti-kerugian telah ditetapkan dengan persetudjuan hakim jang sudah dapat didjalankan, maka pembajaran untuk sementara jang ditetapkan oleh pegawai pengawas tersebut dalam ajat (1), diperhitungkan dengan ganti-kerugian itu.

Pasal 22

260

Page 261: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(4> dalnmanindt u lat uang ganti-kerugian jang dimaksudkan dalam ajat (3) kurang dan pada uang pambaiaran untuk sementara jang telah didjalankan atau djikalau denganbahw aH fr^1? Jan^ SU5 jh da^at didjalankan, ditetapkan bahwa ganti-keiugian tidak diwadjibkan, maka uang ke-

? f ’m? ail-ar?1L a au Pembajaran untuk sementara itu dibajar kembali oleh Pemerintah kepada madjikan.

Pasal 25

Djikalau diantara kedua fihak telah ada persetudjuan ten­tang hal besarnja uang tundjangan itu, akan tetaoi sungguh- pun demikian madjikan tetap tidak membajar tundjangan jang telah. ditetapkan itu pada waktu tersebut dalam pasal 11 ajat (3) dan pasal 12 ajat (4), maka pegawai pengawas berhak mewadjibkan madjikan seketika itu djuga membajar tun­djangan jang telah ditetapkan.

Pasal 26

(1) Hal menuntut pembajaran uang tundjangan jang berdasar­kan Undang-undang ini gugur bagi buruh, setelah liwat 1 (satu) tahun sedjak ketjelakaan terdjadi dan bagi keluarga jang ditinggalkannja setelah liwat 1 (satu) tahun sedjak ia menerima pemberitaan buruh itu meninggal dunia

(2) Uang tundjangan itu tidak dapat ditagih lagi, setelah liwat 1 (satu) tahun, dihitung mulai pada hari pertama sedjak uang tundjangan dapat ditagih.

(3) Sungguhpun waktu jang ditetapkan dalam ajat (1) dan (2) telah liwat, pembajaran uang ganti-kerugian itu dapat djuga dilakukan, apabila janjg berkepentingan memberi keterangan-keterangan jang dapat diterima oleh hakim, bahwa ia (jang berkepentingan), karena sebab-sebab diluar kesalahannja, tidak menuntut hak-haknia dalam waktu jang ditetapkan dalam ajat (1) dan (2) itu.

BAGIAN VAturan-aturan hukuman dan tanggung djawab berdasarkan

hukum perdata

Pasal 27Barangsiapa tidak memenuhi kewadjiban jang ditetapkan

dalam pasal 19, ajat (1) dan (2), pasal 20, 21, pasal 22 ajat {2) dan (3), pasal 24 ajat (1) dan pasal 25, dihukum dengan hu­kuman kurungan setinggi-tingginja 3 bulan atau dengan denda sebanjak-banjaknja Rp. 500,— (limaratus rupiah), ketjuali dji­kalau ia menurut atau berdasarkan Undang-undang ini dibebaskan dari kewadjiban itu.

261

Page 262: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dihukum dengan hukuman pendjara setinggi-tingginja4 bulan atau dengan denda sebanjak-banjaknja Rp. 800, (delapanratus rupiah) :1. barangsiapa jang dengan sengadja membudjuk seorang

buruh jang ditimpa ketjelakaan atau keluarga jang diting- galkannja, supaja tidak memberitahukan ketjelakaan itu kepada pegawai-pengawas ;

2. barangsiapa jang dengan sengadja membudjuk seorangburuh jang ditimpa ketjelakaan atau keluarga jang diting­galkannja dengan djalan jang tersebut dalam Undang- undang Hukum Pidana pasal 35 ajat (1), pada 2e, supaja djangan menuntut hak-haknja jang diberikan oleh Undang- undang in i ; _

3. barangsiapa jang dengan sengadja memberi keterangan jang tidak benar pada pegawai pengawas tentang hal-hal jang berhubungan dengan sesuatu ketjelakaan dan akibatnja.

Pasal 29Perbuatan-perbuatan jang dapat dikenakan hukuman menu­

rut pasal 27, dianggap pelanggaran dan jang dapat dikenakan hukuman menurut pasal 23, dianggap kedjahatan.

Pasal 30(1) Djikalau perbuatan-perbuatan jang dapat dikenakan

hukuman menurut pasal 27 dilakukan oleh badan hukum, maka jang dituntut dimuka pengadilan dan jang dikenakan hukuman ialah anggauta-anggauta pengurus jang berke- dudukan didaerah Negara Republik Indonesia atau djikalau anggauia-anggauta itu tidak ada, wakil badan hukum itu jang berkedudukan didaerah Republik Indonesia.

(2) Jang telah ditetapkan dalam ajat (1) berlaku pula dalam hal-hal djikalau badan-hukum itu bertindak sebagai pengurus atau wakil dari badan hukum lain.

Pasal 31(li Jang diwadjibkan mengusut perbuatan-perbuatan jang

dapat dikenakan hukuman menurut Undang-undang ini selain dari pada pegawai-pegawai jang pada umumnja diwadjibkan mengusut perbuatan-perbuatan jang dapat dikenakan hukuman, djuga pegawai-pegawai jang diten­tukan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pegawai-pegawai tersebut dalam ajat (1) berhak, djikalau perlu dengan bantuan polisi, sewaktu-waktu masuk ditem­pat buruh bekerdja dan bangunan-bangunan dari perusahaan jang dipakai sebagai tempat tinggal buruh atau dipakai untuk merawat buruh.

Pasal 28

0262

Page 263: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 32

Tiap-tiap perdjandjian, jang dibuat untuk membebaskan madjikan dari tanggung djawab atau mengurangi tanggung djawab madjikan berhubung dengan berlakunja Undang- undang ini, tidak sah.

Pasal 33

Madjikan dibebaskan dari tanggungan membajar ganti- kerugian kepada buruh jang ditimpa ketjelakaan menurut Hukum Perdata, djikalau untuk ketjelakaan itu telah dibajar ganti-kerugian berdasarkan Undang-undang ini.

BAGIAN VI Aturan-aturan penutup

Pasal 34

(1) Hal untuk mendapat ganti-kerugian berdasarkan Undang- undang ini tidak boleh diserahkan kepada orang lain, di- gadaikan atau dibuat tanggungan pindjaman, pun tidak boleh disita untuk mendjalankan putusan hakim atau sementara menanti putusan hakim ataupun untuk mendjalankan faillissement.

(2) Perintah untuk membajar sesuatu ganti-kerugian sewaktu- waktu dapat ditjabut kembali.Segala perdjandjian jang bertentangan dengan ini, tidak sah.

Pasal 35

Segala surat-menjurat jang dibuat berhubung dengan didjalankannja Undang-undang ini bebas dari biaja meterai.

Pasal 36(1) Dengan sesuatu Peraturan Pemerintah, perusahaan-

perusahaan jang diwadjibkan membajar ganti-kerugian berdasarkan Undang-undang ini, diwadjibkan dengan Peraturan Pemerintah itu untuk membajar iuran guna mendirikan suatu fonds.Dalam hal-hal jang ditentukan dalam Peraturan Pemerin­tah itu, ganti-kerugian akan dibajar dari fonds tersebut.

i2) Selama jang ditetapkan dalam ajat (1) belum didjalankan, ganti-kerugian karena jang harus dibajar oleh madjikan jang dinjatakan failliet atau karena sebab-sebab lain tidak mampu memberi tundjangan, dibajar oleh Negara kepada

263

Page 264: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

orang jang berhak menerimanja menurut peraturan- peraturan jang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Karena pembajaran seperti termaksud dalam ajat (2) itu, maka segala hak-hak penuntutan fihak buruh jang ber­sangkutan terhadap madjikan jang failliet atau tidak mampu membajar, dengan sendirinja pindah pada Negeri.

Pasal 37

Segala peraturan jang masih diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini, ditetapkan dengan atau berdasarkan atas Peraturan Pemerintah.

PASAL II

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 6 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERBURUHAN, SOEROSO

Diundangkan di-Djakarta pada tanggal 8 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

264

Page 265: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

UNDANG-UNDANG No. 2 TAHUN 1951

TENTANGPERNJATAAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG

KETJELAKAAN 1947 No. 33 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

Jang: dimaksudkan dalam pasal 11, ajat (1) bSelama-lamanja ta’ mampu Tundjanganbekerdja sebagian karena berapa°%

kehilangan : dari upahlengan kanan dari sendi bahu kebawah ................................ 40lengan kiri dari sendi bahu kebawah .................................... 35lengan kanan dari atau dari atas siku kebawah ................. 35lengan kiri dari atau dari atas siku kebawah ......................... 30tangan kanan dari atau dari atas pergelangan kebawah ... 30tangan kiri dari atau dari atas pergelangan kebawah ...... 28kedua belah kaki dari pangkal paha kebawah ..................... 70sebelah kaki dari pangkal paha kebawah ............................ 35kedua belah kaki dari mata kaki kebawah ......................... 50sebelah kaki dari mata kaki kebawah .................................... 25kedua belah mata ......................................................................... 70sebelah mata ................................................................................ 30pendengaran pada kedua belah telinga ................................ 40pendenigaran pada sebelah telinga ........................................... 10ibu djari tangan kanan .............................................................. 15ibu djari tangan kiri .............................................................. 12telundjuk tangan kanan .............................................................. 9telundjuk tangan kiri .............................................................. 7salah satu djari lain dari tangan kanan ............................... 4salah satu djari lain dari tangan kiri ..................................... 3salah satu ibu djari kaki ......................................................... 3salah satu djari kaki jang lain .............................................. 2

Keterangan :1. Buat orang kidal, kalau kehilangan salah satu lengan tangan

atau djari, maka keterangan kanan dan kiri jang tersebut dalam daftar diatas ini dipertukarkan letaknja.

2. Dalam hal kehilangan beberapa anggauta-badan jang terss- but diatas ini, maka besarnja tundjangan ditetapkan dengan mendjumlahkan banjak perssn dari tiap-tiap ang­gauta-badan itu.Djumlah tundjangan jang didapat tidak boleh lebih dari 70% dari upah sehari.

3. Anggauta-badan jang tidak dapat dipakai sama sekali karena lumpuh, dianggap sebagai hilang.

265

Page 266: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 3 TAHUN 1D51TENTANG

PERNJATAAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG PERBURUHAN TAHUN 1948 No. 23 DARI REPUBLIK INDONESIA

UNTUK SELURUH INDONESIAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dalam Negara Kesatuan Republik Indo­nesia belum ada Undang-undang mengenai pengawasan perburuhan jang sesuai dengan keadaan sekarang;bahwa ketiadaan Undang-undang itu sangat di- rasakan dan oleh katfenanja perlu segera meng- adakannja;bahwa dengan menunggu selesainja pekerdjaan tersebut terlebih dahulu perlu didjalankan Un­dang-undang pengawasan perburuhan Republik Indonesia jang sudah a d a ;bahwa „Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948” dari Republik Indonesia adalah salah satu Undang-undang jang dibutuhkan dan oleh karenanja perlu letkas didjalankan untuk seluruh Indonesia ;

Mengingat : pasal 36 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Dengan membatalkan segala peraturan jang berlawanan

dengan Undang-undang ini.Menetapkan :UNDANG-UNDANG PERNJATAAN BERLAKUNJA UNDANG- UNDANG PENGAWASAN PERBURUHAN TAHUN 1948 No. 23 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

Pasal IMenjatakan berlaku untuk ssluruh Indonesia Undang-undang

Pengawasan Perburuhan tanggal 23 Djuli 1948 No. 23 dari Republik Indonesia jang bunjinja sebagai berikut :

BAGIAN I Tentang pengawasan perburuhan

(1) Pengawasan perburuhan diadakan guna :a. mengawasi berlakunja Undang-undang dan peraturan-

peraturan perburuhan pada chususnja ;b. mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-

soal hubungan kerdja dan keadaan perburuhan dalam arti jang seluas-luasnja guna membuat Undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan ;

266 *

Page 267: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

c. mendjalankan pekerdjaan lain-lainnja jang diserahkan kepadanja dengan Undang-undang atau peraturan- peraturan lainnja.

(2) Menteri jang diserahi urusan perburuhan mengadakan laporan-tahunan tentang pekerdjaan pengawasan per­buruhan.

BAGIAN II

Hak pegawai-pegawai pengawasan perburuhan untuk memperoleh keterangan

Pasal 2(1) Menteri jang dissrahi urusan perburuhan atau pegawai

jang ditundjuk olehnja, menundjuk pegawai-pegawai jang diberi kewadjiban mendjalankan pengawasan perburuhan.

(2) Pegawai-pegawai tersebut dalam ajat (1) pasal ini, beserta pegawai-pegawai pembantu jang mengikutinja, dalam me­lakukan kewadjiban-kewadjiban tersebut dalam pasal 1 ajat (1), berhak memasuki semua tempat-tempat, dimana didjalankan aitau biasa didjalankan pekerdjaan atau dapat disangka, bahwa disitu didjalankan pekerdjaan dan djuga segala rumaih jang disewaikan atau dipergunakan oleh ma­djikan atau wakilnja untuk perumahan atau perawatan buruh.Jang dimaksudkan dengan pekerdjaan ialah pekerdjaan jang didjalankan oleh buruh untuik madjikan dalam suatu hubungan kerdja dengan menerima upah.

(3) Djikalau pegawai-pegawai tersebut dalam ajat (1) dxtolak untuk memasuki tempat-tempat termaksud dalam ajat (2), maka mereka memasukinja, djika perlu dengan bantuan Polisi Negara.

Pasal 3(1) Madjikan atau wakilnja, demikian pula semua buruh jang

bekerdja pada madjikan itu, atas permintaan dan dalam ■waktu sepantasnja jaaig ditentukan oleh pegawai-pegawai tersebut dalam pasal 2 ajat (1), wadjib memberi semua keterangan-keterangan jang sedjelas-djelasnja, baik dengan lisan, maupun dengan itertulis, jani* dipandang perlu oleh­nja guna memperoleh pendapat jang pasti tentang hu­bungan kerdja dan keadaan perburuhan pada umumnja didalam perusahaan itu pada waktu itu atau/dan pada waktu jang telah lampau. . #

(2) Pegawai-pegawai tersebut diatas berhak menanjai buruh dengan tidak dihadliri oleh orang ketiga.

(3) Dalam mendjalankan tugasnja pegawai-pegawai tersebut diwadjibkan berhubungan dengan organisasi buruh jang bersangkutan.

267

Page 268: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Atas permintaan pegawai-pegawai tersebut dalam pasal 2 ajat (1), madjikan atau wakilnja wadjib menundjuk seorang pengantar untuk memberi keterangan-keterangan pada waktu diadakan pemeriksaan.

BAGIAN III Menjimpan rahasia

Pasal 5Pegawai-pegawai beserta pegawai-pegawai pembantu tersebut

dalam pasal 2 diluar djabatannja wadjib merahasiakan segala keterangan tentang rahasia-rahasia didalam suatu perusahaan, jang didapatnja berhubung dengan djabatannja.

BAGIAN IV Aturan hukuman

Pasal 6(1) Barangsiapa dengan sengadja membuka rahasia jang di-

pertjajakan kepadanja termaksud dalam pasal 5, dihukum dengan hukuman pendjara selama-lamanja enam bulan atau denda sebanjak-banjaknja enamratus rupiah dengan tidak atau dipetjat dari hak memangku djabatan.

(2) Barangsiapa karena kesilapannja menjebabkan rahasia itu mendjadi terbuka, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja tiga bulan atau denda sebanjak-banjaknja tigaratus rupiah.

(3) Tidak ada tuntutan terhadap hal-hal tersebut dalam ajat(1) dan (2) djikalau tidak ada pengaduan dari madjikan jang berkepentingan atau wakilnja.

(4) Barangsiapa menghalang-halangi atau menggagalkan sesuatu tindakan jang dilakukan oleh pegawai-pegawai dalam melakukan kewadjibannja seperti tersebut dalam pasal 2, begitu pula barang siapa tidak memenuhi kewadji­bannja termaksud dalam pasal 3 ajat (1), dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja tiga bulan atau denda sebanjak-banjaknja limaratus rupiah.^ f ^ s i a p a memenuhi kewadjibannja tersebutdalam pasal 4, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja tiga bulan atau denda sebanjak-banjaknja limaratus rupiah.

(6) Hal-hal jang dikenakan hukuman tersebut dalam ajat (1) aan (2) dianggap sebagai kedjahatan, sedangkan jang tersebut dalam ajat (4) dan (5) dianggap sebagai pelanggaran.

Pasal 4

268

Page 269: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 7

U) Djikalau jang dikenakan hukuman tersebut dalam pasal 6 itu suatu badan hukum, maka tuntutan dan hukuman dilakukan terhadap pengurus badan hukum itu

(2) Djikalau urusan badan hukum itu diserahkan kepada ba­dan hukum lain, maka tuntutan dan hukuman dilakukan terhadap pengurus badan hukum lain jang mengurus itu.

BAGIAN VTentang mengusut pelanggaran dan kedjahatan

Pasal 8

Selain dari pada pegawai-pegawai, jang berkewadjiban mengusut pelanggaran dan kedjahatan pada umumnja, pegawai- pegawai tersebut dalam pasal 2 dan orang-orang lain jang menurut Undang-undang ditundjuk dan diberi kekuasaan untuk itu, ketjuali diwadjibkan untuk mendjaga dan membantu supaja aturan-aturan dalam Undang-undang ini didjalankan, diwadjib­kan djuga untuk mengusut hal-hal jang dikenakan hukuman tersebut dalam pasal 6.

PASAL II

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 6 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERBURUHAN, SOEROSO

Diundangkan pada tanggal 8 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

269

Page 270: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 4 TAHUN 1951

TENTANGMEMBERI PERSETUDJUAN KEPADA PERDJANDJIAN

PINDJAMAN ANTARA PEMERINTAH KERADJAAN NEDER­LAND DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang: bahwa perdjandjian pemberian kredit olehPemerintah Keradjaan Nederland kepada Peme­rintah Republik Indonesia Serikat sebagai dipu­tuskan di-Konperensi Menteri peserta Uni Indonesia-Nederland di-Djakarta pada tanggal 1 April 1950 adalah suatu pindjaman uang atas tanggungan Republik Indonesia Serikat jang harus diadakan dengan kuasa Undang-undang ;

Mengingat : pasal 142, pasal 118 dan pasal 120 Undang-undangDasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERSETUDJUAN KEPADA PERDJANDJIAN PINDJAMAN ANTARA PEMERINTAH

NEDERLAND DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIASERIKAT

Pasal 1

Perdjandjian pindjaman antara Pemerintah Keradjaan Isederland dan Pemerintah Republik Indonesia Serikat seba­gaimana diputuskan di-Konperensi Menteri peserta Uni Indonesia-Nederland tanggal 1 April 1950, jang naskahnja diser- takan sebagai lampiran pada Undang-undang ini, dengan ini clisetudjui.

Pasal 2Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

270

Page 271: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 31 Djanuari 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI KEUANGAN, SJAFROEDDIN PRAWIRANEGARA

MENTERI KEHAKIMAN, WONGSONEGORO

Diundangkan di-Djakarta pada tanggal 31 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

271

Page 272: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

L A M P I R A N

UNDANG-UNDANG No. 4 TAHUN 1951

TENTANGMEMBERI PERSETUDJUAN KEPADA PERDJANDJIAN

PINDJAMAN ANTARA PEMERINTAH KERADJAAN NEDERLAND DAN PEMERINTAH REPUBLIK

INDONESIA SERIKAT

Djakarta, 1 April 1950

P u t u s a n :Konperensi para Menteri peserta Uni Indonesia-Nederland,

berapat di-Djakarta pada tanggal 1 April 1950.Menimbang, bahwa oleh Pemerintah Republik Indonesia

Serikat telah dinjatakan hendak mengadakan pindjaman jang akan diberikan oleh Pemerintah Keradjaan Nederland ;

Menimbang pula, bahwa Pemerintah Keradjaan Nederland bersedia memberikan pindjaman itu ;

Memperhatikan pasal 2, 12 dan 22 Statut Uni ;Mengambil putusan sebagai berikut:Mengadakan perdjandjian pindjaman antara Pemerintah

Repubhk Indonesia Serikat dengan Pemerintah Keradjaan Nederland sebagai jang dilampirkan bersama ini.

Ketua Konperensi (Ketua Delegasi Republik Indonesia Serikat),

DRS. MOHAMMAD HATTA

Wakil-Ketua Konperensi (Ketua Delegasi Keradjaan Nederland),

MR. J. H. VAN MAARSEVEEN

Sekretaris-Dj enderal,MR. A. K. PRINGGODIGDO

272

Page 273: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERDJANDJIAN-PINDJAMAN ANTARA PPMPRTMTa u KERADJAAN NEDERLAND DAN PEMERINTAH REPUBLIK

INDONESIA SERIKAT

Pemerintah Keradjaan Nederland pada satu nihak HnnPemerintah Republik Indonesia Serikat pada pihak a S lainmensiangkan telah mentjapai persetudjuan sebagai berikut : ’

1. Pemerintah Keradjaan Nederland menjatakan bersedia dengan tidak mengurangi pengesahan kemudian dengan R p n S ^ T ^ ^ ’ memberikan kredit kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat sampai djumlah setin«,ei-tmggmja F 280.000 0 0 0 ,- (duaratus delapanpuluh dfutalupiah) uang Nederland, dengan sjarat-sjarat berikut, jang diterima oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat

2. F 80.000.000,— (delapanpuluh djuta rupiah) dari kredit ituse£v,gax dlberikan untuk melunaskan utang Pemerintah Republik Indonesia Serikat atas rekening H.G./

H.I., jaitu Jang akan ditutup pada tanggal 1 April 1950. Bagian kredit ini akan berbunga sebesar 3y2% setahun mulai tanggal 1 April 1950.

3. Sisa 'kredit itu sebasar P 200.000.000,— (duaratus djuta ru­piah) akan dibuka pada Generale Thesaurie Kementerian Keuangan di s-Gravenhage. Dengan sjarat-sjarat jang disebut pada sub 4 dan 5 dalam tempoh mulai dari 1 April sampai dengan 30 Djuni 1950 setiap bulan akan dapat di­pergunakan sebanjak-banjaknja sebesar F 25 000 000__(duapuluh lima djuta rupiah) dari sisa kredit ini, sedang­kan mulai dari 1 Djuli sampai dengan 31 Desembar1950 setiap bulan dapat diambil sebanjak-banjaknja 1/6 bagian dari bagian jang masih ada dari sisa kredit itu. Bagian jang tidak diambil dari djumlah jang sebanjak- banjaknja disediakan sesuatu bulan, menambah ikemung- kinan pengambilan buat bulan-bulan berikutnja.

4. Setiap kali bila kredit-manipulasi, seperti dimaksud dalam dan dihitung menurut Pasal IV Perdjandjian Perhubungan Pembajaran, tertanggal 1 April 1950, dilampaui dan De Nederlandse Bank minta pelunasan Pemerintah Republik Indonesia Serikat, asal kekurangan itu timbul dalam per­hubungan langsung dengan Nederland akan berhak melu- nasi pelampauan ini buat - / a bagian dari djumlah itu dengan mengambil kredit jang dibuka oleh General Thesaurie, sedangkan V 3 bagian akan dilunasi dengan mendjual kepada De Nederlandse Bank valuta jang dapat diterima oleh bank ini.

5. Kekurangan itu dianggap timbul dalam perhubungan langsung dengan Nederland, ketjuali djika keterangan- keterangan De Nederlandse Bank menundjukkan, bahwa

Page 274: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

kekurangan itu timbul dalam perhubungan dengan negeri-negeri lain.Terhadap kekurangan dalam perhubungan dengan negeri- negeri lain, De Nederlandse Bank berhak akan minta pe­lunasan ssmata-mata dengan valuta sadja, djika perlu de- ngan memperhitungkan pengambilan-pengambilan atas kredit jang telah diadakan.

6. Untuk memakai sjarat-sjarat jang tersebut pada 4 dan 5(setjara praktis), demikian pula tentang mempergunakan kelebihan-kelebihan jang diperoleh dalam perhubungan dengan negeri-negeri lain jang disalurkan melalui rekenmg- A jang dimaksud dalam Persetudjuan Perhubungan Pembajaran, dipersilahkan melihat peraturan-peraturan lebih landjut jang tertulis dalam surat-menjurat antara De Nederlandse Bank dan De Javasche Bank, jang diserta- kan sebagai lampiran pada perdjandjian-pindjaman mi.

7. Kredit itu terbuka sampai 1 Djuli 1951. Djumlah kredit, Jangpada tanggal itu belum diambil, dihapuskan. Djumlah- djumlah jang diambil, dikenakan bunga 3y2% setahun se­djak hari pengambilan dan harus dilunasi pada 1 Djanuari1951 dan 1 Djuli 1951. _

8. Djumlah jang telah diambil pada 1 Djuli 1951 akan dikon- solidir dan ditambahkan pada djumlah F 80.000.000,— (delapanpuluh djuta rupiah) jang diberikan untuk melunasi utang atas rekening H.G./H.I.Bagi djumlah kredit seluruhnja jang dikonsolidir sedemi­kian itu, akan berlaku sjarat-sjarat sebagai berikut:a. masa-berlaku kredit lamanja llVz tahun ;b. bunga kredit itu besarnja 3Vfe setahun, dilunasi tiap

setengah tahun pada tanggal 30 Djuni dan 31 Desember ;c. pada tiap-tiap tanggal 30 Djuni dan 31 Desember dari

tahun-tahun jang tersebut dibawah ini, kredit semula itu diangsur sekurang-kurangnja dengan djumlah persen jang tersebut dibelakang tahun-tahun tersebut :

1953 dan 1954 : 2%%>1955 dan 1956 : 3 3/ 4%,1957 dan 1958 : 5%1959 dan 1960 : 6 V 4%,1961 dan 1962 : 7%%,

dengan pengertian, bahwa setiap waktu pengangsuran ter­sebut dapat dipertjepat atau kredit seluruhnja dilunasi lebih lekas.

9. Pemerintah Republik Indonesia Serikat menjatakan ber- sedia membuka pendaftaran umum dipasar modal di- Amsterdam untuk suatu pindjaman obligasi jang akan di­keluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat pada ketika jang dianggap baik untuk itu oleh kedua pihak.

274

Page 275: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Hasil pindjaman jang demikian itu akan digunakan buat J w r U1' diberikan oleh Keradjaan Nederlanddengan perdjandjian-pindjaman ini.

10. Pemerintah Keradjaan Nederland memberikan kredit ini dengan pengharapan, Pemerintah Republik IndonesiafimbS rt ^ mei?epati kewadjiban-kewadjibannja jang timbul dan peraturan-peraturan perdjandjian da-an- antara kedua belah pihak, demikian pula kewadUblS- kewadjiban memindahkan uang dari persetudjuanr i fn p ^ nt ek0n°m/ 1di1K-M'B' ^ngan tidak meminta, supajS chpeihatikan ajat kelinia pasal 18 Persetudjuan tersebut. Sekiranja pengharapan ini tidak dipenuhi, maka Pemerin­tah Keradjaan Nederland berhak untuk menangguhkan kemungkinan pengambilan atas kredit itun " e m t e r i r S e d i t i a n “ b 61 ' I a k U h u k D m p e r d a t a j a n g

KepadaPresiden dan Direktur-direktur

Javase BankDengan misnundjuk kepada pasal 4 dan 5 perdjandjian-

pindjaman, jang telah dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Keradjaan Nederland pada 1 April 1950, kami mendapat kuasa dari Menteri Keuangan bentakan dengan hormat kepada Tuan-tuan, bahwa kami ber­maksud akan mengadakan perocedure sebagai tersebut dibawah ini dalam hal perhubungan dengan negeri-negeri ketiga jang disalurkan melalui rekening A, mempunjai kelebihan untuk Republik Indonesia Serikat.

Djika ternjata dari keterangan-keterangan realisasi jang akan dikirimkan kepada Tuan-tuan selambat-lambatnja dua bulan sesudah bsrachir bulan jang sedang djalan, bahwa da­lam perhubungan dengan negeri-negeri ketiga terdjadi kele­bihan untuk keuntungan Republik Indonesia Serikat maka bersedialah kami memberi kesempatan kepada Tuan-tuan untuk mempergunakan djumlah itu menurut salah satu tjara jang berikut :

a. Untuk melakukan pembelian-pembelian „extra-contin- gentaar dinegeri-negeri, jang dengannja ada psrsetu- djuan bersama mengenai keuangan, jaitu sekedar pembelian-pembelian itu diterima baik oleh Direktorat- Djenderal B.E.B.

b. Untuk mengambil djumlah-djumlah sekaligus (lump­sums) dengan Pond Sterling atau — sesudah perundingan bersama — dalam valuta-valuta lain.

c. Untuk melunasi dengan valuta jang dapat diterima dalam arti perdjandjian-pindjaman jang termaksud diatas, kalau kelebihan jang dimaksud itu dianggap oleh Ne­derlandse Bank sebagai demikian.

275

Page 276: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

<Selandiutnia kami kabarkan kepada Tuan-tuan, untuk men- diawab pertanjaan dapatkah dianggap terlampaumja kredit manipulasi terdjadi dalam perhubungan jang langsung dengan SSSSand kelebihan dan/atau kekurangan-kekurangan bu-

jang ^ tu ru t-tu ru t dalam perhu-hnno-jm denean neeeri-negeri ketiga, akan didjumlan. ujiKa reke'ning ini per saldo mempunjai kelebihan untuk keuntunganRepublik Indonesia Serikat dalam Per u^ ,n^ ^ nf ^ f a ftu^di- neseri ketiga maka terlampauinja kredit manipulasi itu di anggap terdjadi karena perhubungan jang langsung dengan

P era tu ra n ini akan dipakai buat pertama _ ^bulan April 1950 dan buat penghabisan kalmja mengenai bulan k&tika kredit itu sudah dihabiskan atau diachiri.

Hormat kami,De Nederlandse Bank N.V.

276

4

Page 277: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

KepadaDireksi Nederlandse Bank N.V. diA M S T E R D A M

Bersama ini kami psrmaklumkan, bahwa surat Tuan tentang perdjandjian-pindjaman jang dibuat antara Pemerintah Re­publik Indonesia Serikat dan Pemerintab Keradjaan Nederland telah kami terima dan sebagai djawabnja kami dengan men­dapat kuasa dari Menteri Keuangan beritakan dengan hormat bahwa isinja dapat kami setudjui.

Hormat kami,

Presiden dan Direktur-Direktur De Javasche Bank

277

Page 278: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1951

TENTANGPENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENGESAHAN DAN PENGAKUAN HUTANG TERHADAP KERADJAAN BELANDA SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa Pemerintah dengan mempergunakanhaknja termaktub pada pasal 139 ajat 1 Konsti­tusi Sementara Republik Indonesia Serikat telah menetapkan „Undang-undang Darurat tentang pengesahan dan pengakuan hutang terhadap Keradjaan Belanda” (Undang-undang Darurat No. 26 Tahun 1950) ; . . . . . .

Menimbang: bahwa Dewan Perwakilan Rakjat menjetuajuiisi Undang-undang Darurat itu ;

Msngingat : pasal 97 jo pasal 89 dan pasal 118 Undang-undangDasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia.

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN „UNDANG- UNDANG DARURAT TENTANG PENGESAHAN DAN

HUTANG TERHADAP KERADJAAN BELANDA” SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PASAL I

Peraturan-peraturan jang termaktub dalam Undang-undang Darurat tentang pengesahan dan pengakuan hutang terhadap Keradjaan Belanda (Undang-undang Darurat No. 26 Tahun 1950) ditetapkan sebagai Undang-undang jang berbunji sebagai berikut:

Pasal tunggal

Menigesahkan dan mengakui hutang jang timbul dari ban- tuan-Marshall sedjumlah U.S. $ 2.200.000,— (duadjuta duaratus ribu) dalam arti hutang-hutang jang diterima pada Konpe­rensi Medja Bundar, diluar hutang-hutang tersebut dalam Bagian D. sub B. 1. Persetudjuan Keuangan dan Penskonomian, jang dibuat pada Konperensi Medja Bundar dengan Keradjaan Belanda, sedjumlah U.S. $ 15.000.000,— (limabelas djuta) sehingga semua itu merupakan hutang sedjumlah U.S.S 17.200.000.— (tudjuhbelas djuta duaratus ribu).

278

Page 279: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 31 Djanuari 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI KEUANGAN, SJAFROEDDIN PRAWINEGARA

Diundang di-Djakarta pada tanggal 31 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

PASAL II

Page 280: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 6 TAHUN 1951

TENTANGKEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN

PERWAKILAN RAKJAT REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan untuk menen- tukan gadji dan tundjangan-tundjangan kepada Ketua, tundjangan-tundjangan, biaja perdja- lanan dan penginapan kepada anggauta-ang­gauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;

Mengingat : pasal 90 (2) jo pasal 73 dan 93 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Atas usul Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;M e m u t u s k a n :

Mentjabut Undang-undang No. 4 tahun 1950 t&ntang peng-gantian kerugian Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan RakjatRepublik Indonesia Serikat.Menetapkan ;

UNDANG-UNDANG TENTANG GADJI DAN TUNDJANGAN-TUNDJANGAN KEPADA KETUA, TUNDJANGAN-TUNDJANG-AN. BIAJA PERDJALANAN DAN PENGINAPAN KEPADA

ANGGAUTA-ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT REPUBLIK INDONESIA

Pasal 1Tentang gadji dan tundjangan-tundjangan Ketua

(1) Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia jang mendjadi Ketua bertempat tinggal di-Dakarta.

(2) Ketua mendapat gadji sedjumlah Rp. , 1750,— (seribu tudjuhratus limapuluh rupiah) sebulan.?LsamPinS gadji terssbut dalam ajat (2), kepada Ketua diberikan tundjangan kemahalan dan tundjangan keluarga, sama dengan aturan-aturan jang ditetapkan untuk pega- wai-pegawai Negeri Republik Indonesia.

(4) Selama masa memangku djabatan, untuk Ketua disediakan sebuah rumah kediaman kepunjaan Negara beserta perabot rumah-tangga dan sebuah mobil dengan pengemudinja. Ongkos pemakaian untuk keperluan dinas dan pemeliha- ^aan mobil itu ditanggung -oleh Negara.

(o) Kepada Ketua diberikan tundjangan djabatan sedjumlah Rp. 500,— (limaratus rupiah) s&bulan. ■

280

Page 281: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(6) Ongkos perdjalanan dan ongkos penginapan untuk dinas diganti menurut peraturan ongkos perdjalanan jang berla­ku. Djika dalam perdjalanan dinas ternjata harus dikeluar­kan lebih dari pada apa jang dapat digantikan menurut peraturan ongkos perdjalanan tersebut. maka kelebihannja itu dapat dimadjukan untuk mendapat ganti dengan per- telaan tersendiri kepada Djawatan Urusan Perdjalanan.

Pasal 2Tentang tundjangan-tundjangan dan uang duduk Wakil Ketua(1) Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Republik

Indonesia menerima uang tundjangan sebesar uang tun­djangan anggauta.

(2) Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia bertugas digedung Dewan Perwakilan Rakjat dan untuk itu mereka mendapat uang tundjangan, masing- masing Rp. 750,— (tudjuhratus limapuluh rupiah) sebulan.

(3) Untuk masing-masing Wakil Ketua disediakan sebuah ken­daraan mobil dan pengemudinja. Ongkos pemakaian untuk keperiuan dinas dan pemeliharaan mobil itu ditanggung oleh Negara. Pengganti kerugian ongkos pengangkutan lokal tidak diberikan kepada Wakil Ketua.

(4) Aturan penggantian ongkos perdjalanan dan ongkos pengi­napan untuk dinas bagi Wakil Ketua, selama bertindak sebagai Keitua diluar ibu kota, disamakan dengan aturan penggantian ongkos perdjalanan dan ongkos penginapan seperti tersebut pada pasal 1 ajat (6).

Pasal 3Tentang tundjangan-tundjangan, uang duduk, biaja

perdjalanan dan penginapan anggauta(1) Dengan memperhatikan jang tersebut pada pasal 4 per­

aturan ini anggauta Dewan Perwakilan Rakjat, ketjuali Ketua mendapat uang tundjangan sedjumlah Rp. 1000,— (seribu rupiah) tiap-tiap bulan, dengan ketentuan sebagai berikut :a. Apabila seorang anggauta tidak hadir pada semua hari-

hari rapat dalam satu bulan, bukan karena sakit atau sebab-sebab menurut Panitia Rumah Tangga diluar kesalahannja, maka ia tidak mendapat tundjangan ;

b Apabila seorang anggauta datang hadir dihari-hari rapat sedjumlah kurang dari seoaroh diumlah hari- hari rapat dalam satu bulan, maka ia mendapat sepa- roh dari tundjangan ; . , .

c. Apabila seorang anggauta datang hadir dihari-hari rapat sedjumlah se-paroh atau lebih dari hari-hari rapat dalam satu bulan. mendapat tundjangan penuh ;

d Ketentuan-ketentuan tersebut dalam anak ajat a, b dan c tidak berlaku bagi anggauta pegawai negeri jang aktif.

281

Page 282: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

(2) Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia, ketjuali Ketua, mendapat uang duduk Rp. 30,— (tigapuluh rupiah) buat tiap-tiap rapat jang dihadirinja, akan tetapi tidak boleh menerima uang duduk lebih dari pada Rp. 60,— (enampuluh rupiah) sehari.

(3) Untuk menghadiri sidang Dewan Perwakilan Rakjat R e­publik Indonesia atau Rapat-rapat Panitia dan Seksi, maka anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indo­nesia mempunjai hak atas penggantian ongkos perdja- lanan pulang-pergi dan ongkos penginapan dengan ketentuan, bahwa djika pada waktu seorang anggauta menerima panggilan untuk menghadiri sidang Dewan Perwakilan Rakjat atau rapat Panitia atau Seksi ia berada dilain tempat didalam daerah Indonesia dari pada tempat tinggalnja, ia diperbolehkan langsung berangkat dari tem­pat dimana ia berada ketempat dimana sidang atau rapat itu akan diadakan.

(4) Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia jang pada mulanja berumah-tangga diluar dan kemudian bertempat tinggal dikota Djakarta, untuk mengadakan hubungan dengan daerah diluar Djakarta, mendapat pengganti kerugian ongkos pengangkutan pulang-pergi sekali setahun.

(5) Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Rakjat R&publik Indonesia jang bertempat tinggal diluar daerah jang mengutusnja dahulu, untuk mengadakan hubungan dengan daerah itu, mendapat pengganti kerugian ongkos pengangkutan kedaerah tersebut pulang-pergi sekali setahun.

(6) Anggauta Dewan Perwakilan Raikjat Republik Indonesia jang bertempat tinggal diluar Djakarta, selama tinggal di-Djakarta untuk menghadiri sidang atau rapat-rapat Panitia dan Seksi, mendapat pengganti kerugian ongkos pengangkutan dan penginapan.

(7) Anggauta Dewan Perwakilan Rakiat RJ?ioublik Indonesia jang bertempat tinggal di-Djakarta, untuk selama waktu sidang atau ranat-raoat Panitia dan Seksi, mendapat pengganti kerugian ongkos pengangkutan.Apa jang ditetapkan dalam ajat (3) pasal ini berlaku djuga, djika anggauta pergi atas perintah Dewan Perwa­kilan Rakjat Republik Indonesia atau Ketuanja.Semua anggauta Dewan Perwakilan Rakjat berhak me- makai alat pengangkutan umum Negara dan Daerah- daerah Autonoom dengan pertjuma dan mendapat priori- teit pertama uncuk memakai segala alat-alat pengane- kutan umum. &

(10) Pemerintahan Negara Pusat dan Daerah ber-kewadjiban memberi bantuan alat-Etfat pengangkutan

282

(8 )

(9)

Page 283: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Negara kepada anggauta-anes'auta Dewan Perwakilan Rakjat, apabila alat-alat pengangkutan umum jang ter­sebut pada ajat (9) tidak dapat dipergunakan.

(11) Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia jang tidak mempergunakan aiat pengangkutan tersebut pada ajat (9) ,akan tetapi memakai aiat pengangkutan sendiri, mendapat penggantian kerugian ongkos pengang­kutan sama dengan ongkos kendaraan umum tersebut pada ajat (9).

Pasal 4Tentang tundjangan anggauta pegawai negeri

(1) Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia pegawai negeri jang menerima pokok gadji dari Kas Negara. Daerah Autonoom atau Swapradja kurang dari Rp. 1000,— (seribu rupiah) dan pegawai sipil jang diperbantukan kepada badan-badan setengah resmi menerima tiap bu­lan tundjangan sebesar selisih antara Rp. 1000,— (seribu rupiah) dan pokok gadji itu.

(2) Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia pegawai Negeri jang menerima pokok gadji ctari Kas Negara, Kas Daerah Autonoom atau Swapradja tiap-tiap bu2*ui sebesar Rp. 1000,— (seribu rupiah) atau lebih, tidak mene­rima uang tundjangan.

(3) Anggauta pegawai Negeri ,,non-actief” jang tidak lagi menerima gadji dari Djawatannja, dianggap sebagai ang­gauta bukan pegawai Negeri.

Pasal 5Tentang uang pengganti kerugian kehilangan penghasilan

anggauta bukan pegawai Negeri(1) Anggauta Dewan Perwakilan Raikjat Republik Indonesia

bukan pegawai Negeri, jang oleh karena menghadiri sidang dan rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indo­nesia kehilangan penghasilannja, mempunjai hak atas penggantian kerugian kehilangan penghasilan setinggi- tingginja Rp. 1500,— (seribu limaratus rupiah) sebulan.

(2) Hak atas penggantian kerugian, jang dimaksudkan dalam ajat (1) pasal ini, atas permintaan jang berkepentingan, ditetapkan oleh sebuah Panitia, jang 'terdiri dari Ketua Dewan Pengawas Keuangan sebagai anggauta merangkap Ketua dan dua orang anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia sebagai anggauta jang diangkat olieh Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia.

(3) Panitia berkuasa untuk minta ' kepada mereka, jang meno-aku berhak atas penggantian kerugian sepsrti dimak­sud dalam ajat 1 pasal ini untuk membuktikan haknja dengan surat-surat bi^kti.

283

Page 284: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(4) Djika hal itu berhubung dengan beberapa hal sukar dibuk- tikan, maka penggantian itu dapat ditetapkan dengan melalui dasar persetudjuan antara Panitia dan jang ber­kepentingan.

(5) Kepala Djawatan Padjak memberikan kepada Panitia segala keterangan jang diminta dan jang ada padanja.

(6) Anggauta Panitia diwadjibkan merahasiakan apa jang temjata atau diberitahukan kepadanja sebagai anggauta Panitia.

Pasal 6Anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia pe­

gawai Negeri jang „actief” , jang diperbolehkan melakukan pekerdjaan mentjahari penghasilan diluar djabatannja dan jang oleh karena menghadiri sidang dan rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia kehilangan penghasilan tersebut, mempunjai hak atas penggantian kerugian kehilangan penghasilan sama dengan ketentuan-ketentuan pada pasal 5.

Pasal 7Tentang tundjangan jang bersifat pensiun kepada bekas

anggauta atau anli warisnja(1) Kepada bekas anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Rapublik

Indonesia atau, setelah anggauta itu meninggal, kepada isteri dan anak-analk jang ditinggalkannja, akan diberi­kan uang tundjangan jang bersifat pensiun menurut sjarat- sjarat dan sebesar djumlaih jang akan ditentukan dengan Undang-undang.

(2) Anggauta Dswan Pex-wakilan Rakjat Republik Indonesia jang dalam atau oleh karena mendjalankan kewadjiiban- nja mendapat ketjelakaan, menerima tundjangan menurut Undang-undang tentang tundjangan ketjelakaan jang ber­laku untuk pegawai-pegawai negeri.

Pasal 8 Peraturan peralihan

1inrt8i S ? aii )-erutYran"perafcuran j anS dimaksud dalam U ndang- nprnh.f«n + m ditetaPkan, maka berlaku bagi. anggauta peraturan-peraturan jang ttelah ada.

Pasal 9

kedudukl^keu^gan1 ^ Pt u a '* ”Undan£-undang tentang

I , » d a i R S i F g M S . 8 ^ (1)

284

Page 285: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Undang-undang ini uengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia..

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 30 Djuni 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI URUSAN PEGAWAI, SOEROSO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan di-Djakarta pada tanggal 3 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M.A. PELLAUPESSY

285

Page 286: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 7 TAHUN 1951

TENTANGPERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG LALU-

LINTAS DJALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 No. 86)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk menjesuaikan aturan-aturan jangditetapkan dengan atau berdasarkan Undang- undang Lalu-lintas Djalan (Wegverkeersordon- nantie, Staatsblad 1933 No. 86) dengan Undang- undang Dasar Sementara Republik Indonesia supaja aturan-aturan ini dapat terdjamin pelak- sanaannja setjara praktis, perlu diadakan peru­bahan dan tambahan dalam Undang-undang Lalu-lintas Djalan jang telah diubah beberapa kali, terachir dengan Staatsblad 1940 No. 72 ;

Mengingat : pasal 89, 142 dan 143 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan : Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG LALU-LINTAS DJALAN (WEGVERKEERS­

ORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 No. 86)

Pasal I,,Undang-undang Lalu-lintas Djalan” (Staatsblad 1933 No. 86)

seDa0aimana Undang-undang itu telah diubah dan ditambah,h?artC?<5n Undang-undang tanggal 1 Maret 1940 (Staats­blad 1940 No. 72) diubah dan ditambah lagi sebagai berikut :

Pasal 1ajat (1) dibawah 8 harus dibatja :

8. daerah-daerah otonoom : daerah-daerah jang disebutdalam pasal 131 Undang-undang Dasar SementaraiS n ?,ns; 'l? dang No- 7 tahun 195°. Lembaran Negara iyou wo. 5b).

Tjatatan: Untuk P ^ lu ra n penglaksanaan selandjutnja hendaknja dilihat

Page 287: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 5

ajat (2) harus dibatja’ :(2) Seraja mengingat penetapan dalam ajat (1) dan

aturan-aturan jang ditetapkan dengan Peraturan- Pemerintah, maka dengan atau berdasarkan keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat ditentukan untuk beberapa djalan ketjepatan-ketjepatan-maksi- mum jang berlaku untuk semua atau beberapa djenis kendaraan.

ajat (4) harus dibatja :(4) Penetapan-penetapan jang disebut dalam ajat (2) dan

(3) diumumkan di Lembaran Propinsi.

Pasal 8

ajat (2) harus dibatja :(2) Nomor dan huruf atas permohonan diberikan kepada

pemilik-pemilik atau pemegang-pemegang kendaraan- bermotor oleh Kepala Kepolisian Keresidenan, didalam wilajah kekuasaan siapa kendaraan-bermotor itu biasanja berada.Djika sesuatu kendaraan-bermotor biasanja berada dalam lebih dari satu wilajah-kekuasaan jang disebut tadi, maka sebagai tempat biasa harus dianggap wilajah-kekuasaan didalam mana tempat kediaman pimpinan harian perusahaan itu berada.

Dalam pasal 11

dibawah b, „daerah-pemerintahan” harus dibatja : „wilajah-kekuasaan”.

Dalam pasal 14

ajat (1) ditiadakan anak-kalimat jang berikut: ” , atau, djika ini tidak ada, dengan aturan-aturan atau peraturan-peraturan Kepolisian seperti disebut dalam pasal 129 Tata Negara Indonesia”.

Pasal 14

ajat (3) ditiadakan.Pasal 16

ajat (2) harus dibatja :(2) Keterangan-keterangan mengemudi diberikan oleh

Kepala Kepolisian Keresidenan.287

Page 288: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 25

Dalam pasal 25 ajat (4) kata-kata ,;mengenai tugas djawatan pemerik­saan” ditambah dan harus dibatja :„mengenai susunan dan tugas djawatan pemeriksaan” .

Pasal 25ajat (5) ditiadakan.

Dalam pasal 27 ditiadakan anak-kalimat jang berikut :” , atau, djika ini tidak ada, dengan aturan-aturan atau peraturan Kepolisian seperti disebut dipasal 129 Tata Negara Indonesia” .

Dalam pasal 30 ajat (1) ditiadakan anak-kalim at:” , atau, djika ini tidak ada, digubernemen Jogjakarta dan Surakarta dengan penetapan Gubernur dan ditempat lain dengan penetapan Residen”.

Pq cci 1 Qflajat (2) harus dibatja :

(2) Penetapan-penetapan jang disebut dalam ajat (li diumumkan di Lembaran Propinsi.

Dalam pasal 31ajat (l) sebagai pengganti „ajat-ajat (2) dan (2a)” harus dibatja :„ajat (2)” .

. , __ Pasal 31ajat (2) harus dibatja :(2) Izin jang disebut dalam ajat pertama diberikan :

a. untuk trajek-trajek dalam kota oleh atau atas • , naJna Dewan Perwakilan Rakjat Kota ;

untuk semua trajek-trajek jang lain- oleh Menteri . Hpungan- setelah berunding dengan Gubernur jang bersangkutan.

P^seI 31ajat-ajat (2a) dan (3) ditiadakan.

ajat (6) harus dibatja : P&Sal 32

(6) wadiibkfndim+U dalam pasaI 31 ajat (1} itu tidak di~ hania ? Pengangkutan jang akan dilakukansekali atau djarang kali sadja. Dalam hal ini

ajat (3) .ditiadakan.

288

Page 289: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dilarang mempergunakan otobis untuk pengangkutan/ penumpang ataupun mehjuruh atau membiarkannia- dipergunakan untuk itu, djika tidak mempunjai izin istimewa dari Inspektur Lalu-lintas dalam wilajah- kekuasaan siapa kendaraan-bermotor itu biasania berada. JDjika kendaraan-bermotor itu biasanja berada dalam lebih dari satu wilajah-kekuasaan jang disebut tadi maka izin itu diberikan oleh Inspektur Lalu-lintas' dalam wilajah-kekuasaan siapa tempat-kediaman pimpinan harian perusahaan itu berada. Inspektur-inspektur Lalu-lintas berkuasa memberikan

- izin untuk trajek jang diminta seluruhnja, djuga djika trajek ini meliwati batas wilajah-kekuasaan mereka.

t Terhadap penolakan izin, maka dalam waktu 30 hari sesudah pemberitahuan hal ini disampaikan kepada pemohon, dapat diminta bandingan Gubernur dan beliaulah jang memberikan izin itu, djika permintaan- bandingan ini dianggap beralasan.

Pasal 32ajat (7) ditiadakan.

Pasal 37ajat (4) harus dibatja :

(4) Terhadap keputusan tentang pemberian, penolakan atau pentjabutan sesuatu izin, ataupun tentang peru­bahan aturan-djalan atau biaja pengangkutan jang ’ditetapkan dengan izin jang disebut dalam pasal 31 ajat (1), orang jang berkepentingan dapat minta ban­dingan dalam waktu tigapuluh hari setelah keputusan jang bersangkutan itu diumumkan :a. kepada Menteri Perhubungan, djika keputusan ini

diambil oleh atau atas nama Dewan Perwakilan Rakjat Kota ;

b. kepada Dewan Menteri, djika keputusan ini diambil oleh Menteri Perhubungan.

Dalam pasal 40ajat (1) ditiadakan anak-kalimat:

,.ataupun Gubernur jang bersangkutan’'.

Pasal 40ajat (4) harus dibatja :

(4) Izin jang disebut dalam ajat pertama tidak diwadjib­kan untuk pengangkutan jang dilakukan sekali atau djarang kali sadja. Dalam hal ini dilarang mengangkut

289U .U . 1951 - 19

Page 290: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

barang dengan kendaraan-bermotor ataupun menju­ruh atau membiarkan mengangkutnja dengan tak mempunjai izin istimewa dari Inspektur Lalu-lintas, dalam wilajah-kekuasaan siapa kendaraan-bermotor itu biasa berada.Djika kendaraan-bermotor itu biasanja berada dilebih dari satu wilajah-kekuasaan jang disebut tadi, maka izin itu diberikan oleh Inspektur Lalu-lintas dalam wilajah-kekuasaan siapa tempat-kediaman pimpinan harian perusahaan itu berada.Inspektur-inspektur Lalu-lintas berkuasa memberikan izin untuk trajek jang diminta seluruhnja, djuga djika trajek ini meliwati batas wilajah-kekuasaan mereka. Terhadap penolakan izin, dalam waktu 30 hari sesudah pemberitahuan hal ini disampaikan kepada pemohon, dapat minta bandingan Gubernur dan beliaulah jang memberikan izin itu, djika permintaan-bandingan ini dianggap beralasan.

Pasal 43ajat (7) harus dibatja :

(7) Terhadap penolakan permohonan izin jang disebut dalam pasal ini, jang berkepentingan dapat minta bandingan Dewan Menteri, dalam waktu 30 hari sesu­dah keputusan jang bersangkutan diumumkan.

Pasal 54ajat (4) dibawah a, ditambah dan harus dibatja :

a. mendjalankan segala kebidjaksanaan, djika perlu dengan memakai kekerasan, supaja tuntutan-tuntutan, perintah-perintah dan petundjuk-petundjuknja seba­gai termaksud dalam ajat dimuka ini, diturut;

Dalam pasal 54ajat (5) kata : „di Djawa dan Madura Bupati dan ditempat lain

Kepala Pemerintahan setempat” diganti dengan kata : „Kepala Kedjaksaan”.

Pasal 55ajat (3) harus dibatja :

(3) Djikalau pengemudi sesuatu kendaraan melakukan salah satu perbuatan jang terantjam dengan hukuman didalam atau berdasarkan Undang-undang ini, ataupun melanggar salah satu pasal 359, 360, 406, 408, 409, 410 atau 492 Kitab Undang-undang Hukum-Pidana jang

290

A

Page 291: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

sebagai hukuman-tambahan melarangnja mengemudi- kan beberapa djenis kendaraan dalam keadaan jang sedemikian, sehingga tidak dapat dipertanggung- djawabkan untuk membiarkannja seterusnja sebagai pengemudi kendaraan jang sematjam itu didjalan, maka oleh Kepala Kedjaksaan dapat disita keterangan mengemudi jang telah diberikan kepadanja atau tanda-penerimaan jang disebutkan dalam ajat (2), sampai perbuatan ini diadili dengan keputusan-hakim jang tak dapat diubah lagi, atau sampai saat pene­tapan, bahwa tidak akan diadakan lagi tuntutan- hukuman.Dalam hal ini tidak diberikan tanda-penerimaan jang disebut dalam ajat (2) itu.

Dalam pasal 56ajat-ajat (1) dan (2) kata-kata „Gubernur-Djenderal dan/atau Kepala-kepala Departemen” diganti dengan kata :„Menteri”.

Dalam pasal 57ajat (2) kata-kata „Gubernur-Djenderal” diganti dengan kata :„Presiden”.

Pasal IISelama dalam pasal I dari Undang-undang ini tidak ada pe­

netapan lain maka dalam „Undang-undang Lalu-lintas Djalan” sebagai pengganti:a. „Gubernur-Dj enderal” dan „Direktur Perhubungan dan

Perairan” harus dibatja :„Menteri Perhubungan” ;

b. „Direktur Pemerintahan Dalam Negeri” harus dibatja : ..Menteri Dalam Negeri” ;

c. „Regeringsverordening” harus dibatja : „Peraturan-Pemerintah” ;

d. „Javase Courant” harus dibatja :,,Berita Negara”.

Pasal IIIDjika didalam aturan-aturan jang ditetapkan dengan atau

berdasarkan „Undang-undang Lalu-lintas Djalan” disebut :a. „Propinsi” ; „dewan propinsi” ; „dewan harian propinsi”

(College van Gedeputeerden) dan „gubernur”, maka dimak­sudkan pula dengan itu berturut-turut:

291

Page 292: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

„Daerah Istimewa Jogjakarta”, sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang nomor 3 dan 19 tahun 1950 dari Re­publik Indonesia (Negara Bagian dahulu), serta badan-badan pemerintahan daerah itu jang bersamaan ;

b. „stadsgemeente” dan „gemeente”, maka dengan itu dimak­sudkan kota-kota seperti jang dimaksudkan didalam pasal- pasal 121 dan 123 Tata Negara Indonesia serta „kota-besar'' dan „kota-ketjil” seperti jang dimaksudkan dalam Undang- undang No. 22 tahun 1948 dari Republik Indonesia (Negara- Bagian dahulu).

Pasal IV

Pengumuman di Lembaran-lembaran Propinsi atau Lem- baran-lembaran Kota jang diharuskan menurut atau berdasar­kan „Undang-undang Lalu-lintas Djalan” itu, ditempat-tempat jang belum ada penerbitan Lembaran-lembaran demikian, dilakukan didalam „Berita Negara” .

Pasal V

Dimana dalam atau berdasar Undang-undang ini ada ketentuan-ketentuan jang mengakui hak utama berdasarkan hak sedjarah, maka ketentuan-ketentuan itu ditiadakan.

Pasal VI

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djuli 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 30 Djuni 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERHUBUNGAN, DJUANDA

Diundangkan pada tanggal 9 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

292

Page 293: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 7 TAHUN 1951

TENTANGPERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG-UNDANG LALU-

LINTAS DJALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE STAATSBLAD 1933 No. 86)

PENDJELASAN UMUM.

Undang-undang Lalu-lintas Djalan, jang berlaku pada 27 Desember 1949, masih tetap berlaku sesudah penjerahan kedaulatan menurut pasal 192 Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat, pun sesudah pendjelmaan Negara Kesatuan pada 17 Agustus 1950 tetap berlaku menurut pasal 142 „Undang-undang Dasar Sementara”.

Undang-undang Lalu-lintas Djalan tersebut jang bersifat modern dan jang terniata berguna dipraktek, untuk beberapa waktu tetap dapat berlaku dengan sjah, dipandang dari sudut hukum madi (materieel recht). Pemerintah tidak dapat me- njangkal, bahwa penindjauan kembali aturan-aturan mengenai ekonomi Lalu-lintas Djalan jang terdapat didalam perundang- undangan ini sangat perlu untuk menjesuaikannja deneran pendinan-pendirian umum Pemerintah jang mengenai politik- lalu-lmtas dan ekonomi-pengangkutan, tetapi perobahan jang demikian belum lagi dapat dikemukakan, oleh karena masaalah koordinasi-pengangkutan jang serba sulit itu memerlukan penjelidikan jang saksama jang akan memakan djangka waktu jang agak lama. Tetapi peraturan-peraturan jang bersang­kutan dengan Undang-unaang jang Derlaku sekarang mempu­njai banjak kelonggaran (elasticiteith -sehingga ketika melaksa- nakannja Pemerintah tidak terikat kepada politik Pemerintah dahulu dan dapat mewudjudkan pendirian-pendiriannja sementara mengenai hal itu. Sudah tentu hal ini akan dilaku­kan setjara sangat berhati-hati, selama Pemerintah belum menentukan pendiriannja sampai garis-garis ketjil mengenai politik jang akan didjalankan. Dapat dikatakan, bahwa sebagai tudjuan jang terutama sewaktu mendjalankan aturan-aturan tentang pengangkutan. ialah pembangunan alat-pengangkutan- nasional jang dibentuk dari perusahaan-perusahaan pengang­kutan jang sebagian besar bersifat kebangsaan.

Pemerintah telah senantiasa berusaha kearah ini. Pada aturan-aturan penjelenggaraan Undang-undang Lahi-lintas Djalan jang djuga akan mendapat penindjauan dan perbaikan- sementara, akan segera pula dimasukkan aturan-aturan untuk memperpesat pendjelmaan tudjuan ini. '

Selain dari itu uwtuk sementara Pem'erintah berpendapat tidak akan mengadakan perubahan Undang-undang Lalu-lintas Djalan jang prinsipieel, sebelum lembaga-lembaga-negara

P E N D J E L A S A N

293

Page 294: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

sudah kokoh dan alat-pemerintahan sampai keseluruh tjabang- tjabangnja telah mengembangkan usahanja seluas-luasnja, sehingga dapat didjalankan politik-lalu-lintas jang taaiu den=M berhasil baik. Organisasi djawatan-djawatan jang diberi tugas untuk mendjalankan dan mengawasi pelaksanaan undang- undang Lalu-lintas ini, telah disusun dengan sungguh-sungguh. Tetapi pendidikan pegawai-pegawai ahli, walaupun untuk se­mentara waktu tidak sesempurna jang dikehendaki, sudah tentu menghendaki waktu diuga. ,

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan jang disebut tadi, maka perubahan jang diusulkan sekarang hanja J e£SI£at nu- kum-zahari (formeel recht) sadja. Tetapi perubahan-peiu- bahan ini sangat perlu untuk mendjamin pelaksanaan UndanD- undang Lalu-lintas Djalan setjara praktis. Menurut Undang- undang itu masih ada badan-badan pemerintahan jang aibei kan kekuasaan-eksekutip, jang sekarang tidak ada lagi, s p ..Gubernur Djenderal” , „Residen” , ..Asisten-residen , „Kepaia Pemerintahan setempat” dan „Magistrat”. Walaupun se5i^ kal1 telah njata, kepada pendjabat-pendjabat mana dalam suasana baru ini harus diberikan kekuasaan-kekuasaan jang ada pada badan-badan pemerintahan tadi, tetapi masih perlu hal ini diperkuat dengan Undang-undang, djuga mengenai bebeiapa hal, jang tidak segera dapat dinjatakan badan mana jang ada sekarang ini harus menerima kekuasaan itu.

Penundjukan badan-badan-eksekutip bersifat-sementara da­lam beberapa hal dan harus dianggap sebagai tindakan- peralihan.

PENDJALASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1

Ajat (1) sub 8. Dari definisi „daerah-daerah otonoom” (Openbare gemeenschappen) harus ditiadakan penundjukan ke „Tata-Negara Indonesia” jang dahulu, jang a.i. djuga m e- njebut „daerah-daerah golongan” (groepsgemeenschappen) jang sekarang tidak ada lagi. Lihat djuga pasal III.

Pasal 5Ajat (2). Dari penetapan ini harus dibuang sebagai badan

pemerintahan-eksekutip Gubernur-gubernur gubernemen Jogja­karta dan Surakarta dan Residen-residen.

Ajat (4). penetapan jang ada sekarang mengharuskan pengumuman keputusan-keputusan mengenai penetapan ketje- patan-ketjepatan maksimum di Lembaran Propinsi atau Berita Negara. Djika Lembaran-lembaran Propinsi sudah dikeluarkan dimana-mana, maka tidak perlu lagi dilakukan pengumuman di Berita-Negara. Lihat selandjutnja pasal II sub b dan pasal IV.

294

Page 295: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 8

Ajat (2), 11 sub b dan 16 ajat (2).Tanda nomor dan keterangan-mengemudi dikeluarkan oleh

para Residen. Dipraktek kewadjiban ini selalu ditugaskan dan diserahkan seluruhnja kepada Polisi Umum. Bagaimana djuga kedudukan Pamong Pradja terhadap Polisi akan diatur kelak. tidak ada keberatan, djika segera ditetapkan dengan Undang- undang kekuasaan polisi dalam melaksanakan Undang-undang Lalu-lintas mengenai soal ini, sebab pengawasan lalu-lintas sebenarnja adalah bagian jang penting dari tugas-polisi dan dengan sendirinja hal ini harus seterusnja dipertjajakan ke­pada Djawatan Polisi Umum.

Oleh karena organisasi Polisi Umum — sambil menunggu diadakan pembagian-ketata-negaraan jang pasti (pembagian propinsi -dalam kabupaten-kabupaten) — masih berdasarkan pemibagian-pemerintahan dalam keresidenan, maka sebagai akiba.tnja jang tak dapat aieiakkan lagi, ialah, bahwa buat sementara waktu pengeluaran tanda-nomor dan keterangan- mengemudi harus tetap dilaikukan setjara keresidenan demi keresidenan.

Pasal 14Ajat (1). Aturan-aturan dan peraturan-peraturan Polisi jang

disebut dalam pasal 129 Tata-Negara Indonesia tidak ada lagi pada susunan baru ini.

Ajat (3). Menurut penetapan ini Gubernur Djenderal dapat sementara membatalkan aturan mengenai kewadjiban mem- beri-nomor pada kendaraan-kendaraan-tak-bermotor untuk daerah-daerah jang mempunjai lalu-lintas-kendaraan jang belum luas. Kekuasaan ini tidak dipergunakan lagi pada tahun- tahun terachir sebelum perang.

Pasal 25Ajat-ajat (3) dan (4). Dalam ajat (3) pemeriksaan-kenda-

raan-motor diserahkan kepada, selain dari Djawatan-Pemerik- saan-Propinsi, djuga kepada Djawatan Pemeriksaan Daerah, daerah golongan dan keresidenan, serta djuga kepada Djawatan Pemeriksaan Daerah Perkebunan.

Untuk sementara djawatan-djawatan pemeriksaan itu seka­rang diatur dari pusat dengan peraturan pemerintah. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan ajat (4).

Ajat (5). Menurut penetapan ini Gubernur-Djenderal mem­punjai kekuasaan membebaskan kewadjiban-pemeriksaan- kendaraan-motor untuk daerah-daerah jang mempunjai lalu- lintas kendaraan-motor jang belum luas.-

Oleh karena hal demikian dianggap bertentangan dengan keamanan, maka penetapan ini sudah lama sebelum perang tidak didjalankan lagi.

295

Page 296: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Lihat pendjelasan atas pasal 14 ajat (1).

Pasal 30Ajat (1). Lihat pendjelasan atas pasal 5 ajat (2).Ajat (2). Lihat pendjelasan atas pasal 5 ajat (4).

Pasal 31Ajat-ajat (1), (2) dan (2a). Oleh karena Pemerintah-peme-

rintah Propinsi belum semua tersusun dan inspeksi-inspeksi jang akan diperbantukan kepada Pemerintah itu belum semua berdjalan, maka kekuasaan (hak) untuk memberikan izin untuk dinas-otobis umum tetap dipegang Menteri Perhubungan: hal ini adalah tindakan-peralihan. Lagi pula sekarang ini pembangunan soal-otobis ini sangat perlu diurus dari pusat, sebab perkara ini menghendaki keahlian-chusus dan sewaktu mempertimbangkan-permintaan izin ini harus diadakan ukuran-ukuran umum. Selandjutnja sewaiktu membangun alat- pengangkutan-otobis itu harus dipergunakan dasar-dasar koordinasi dan ekonomi lalu-lintas jang tertentu, jang belum lagi dikerdjakan sampai garis-garis ketjil, sehingga belum dapat diumumkan ; dan berhubung dengan itulah, maka keku­asaan untuk memberikan izin-otobis tersebut tidak segera dapat diserahkan kepada Pemerintah-pemerintah daerah.

Pasal 32Ajat (6). Izin sekali-kali (incidenteel) untuk mendjalankan

otobis umum menurut aturan-aturan jang ada sekarang, dibe­rikan oleh Asisten-Residen atau K^oala Pemerintah setempat. Dipraktek ternjata, pembesar-pembesar-pemerintah ini tidak .mempunjai pemandangan jang tjukup dalam perkara ini. Kekuasaan ini diserahkan kepada pegawai-pegawai Pamong- Pradja, sebab sebelum perang hanja di-Djawa dan Madura sadja diadakan Inspeksi Lalu-lintas. Oleh karena sekarang ini ditiap-tiap propinsi diadakan atau akan diadakan inspeksi lalu-lintas, maka dengan sendirinja djawatan jang ahli ini ditugaskan untuk melaksanakan aturan itu.

Ajat (7). Lihat pendjelasan atas pasal 14 ajat (3).

Pasal 37Ajat (4). Terhadap keputusan-keputusan Direktur Perhu-

bungan dan Pengairan, diberi kesempatan untuk meminta perbandingan kepada Gubernur-Djenderal. Walaupun Menteri Perhubungan sekarang,berlainan pertanggungan djawabnja ke­pada Parlemen dari pada Direktur Perhubungan dan Perairan jang dahulu mengenai pimpinannja dalam soal lalu-lintas, tetapi buat sementara masih dianggap perlu diadakan instansi

P asa l 27

296

Page 297: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

jang lebih tinggi, kepada siapa orang dapat meminta perban- dingan mengenai keputusan-keputusannia: dalam suasana jang baru sekarang Dewan Menteri jang dianggap tepat untuk memberikan putusan dalam perbandingan itu.

Pasal 40Ajat (1). Dengan Gubernur dimaksudkan disini Gubernur -

gubernur Sumatera. Kalimantan dan Timur Besar dahulu.Ajat (4). Lihat pendjelasan atas pasal 32 ajat (6).

Pasal 43Ajat (7). Lihat pendjelasan atas pasal 37 ajat (4).

Pasal 54Ajat (4) dibawah a. Meskipun sudah selajaknja, masih di­

anggap perlu supaja ditetapkan, bahwa pegawai kepolisian sebslum memakai kekerasan, mendjalankan segala kebidjak- sanaan dalam menuntut supaja perintah dan petundjuknja diturut.

Ajat (5). Penetapan ini mengatur pengawalan kendaraan jang telah dipakai sewaktu melakukan pelanggaran. Dengan sen­dirinja kekuasaan (hak) untuk mengeluarkan perintah jang' demikian harus diberikan. kepada Parket.

Pasal 55Ajat (3). Aturan ini dahulu memberikan kekuasaan kepada

Djaksa Umum dan kepada Asisten-Residen, Kepala Pemerin­tahan setempat dan Magistrat menjita keterangan-keterangan- mengemudi kepunjaan seorang pengemudi kendaraan, jang berbuat sesuatu nelanggaran lalu-lintas dalam keadaan jang sedemikian, sehingga tak dapat dipertanggung-djawabkan untuk membolehkann j a lagi berada didjalan sebagai pengemudi kendaraan jang serupa itu. Djuga kekuasaan ini semata-mata harus berada pada pegawai-penuntut, jaitu Parket.

Pasal 56Ajat-ajat (1) dan (2). Pasal ini menguraikan pembentukar

Panitya-Lalu-lintas dan menjebutkan pembesar-uembesar jang akan diberikan nasehat-nasehat oleh Panitya ini.

Pasal 57Ajat (2) Aturan ini menerangkan, bahwa Gubernur-Djen­

deral berkuasa dalam hal-hal istimewa memberikan kelong- garan (dispensasi) dari aturan-aturan jang ditetapkan dengan atau berdasarkan undang-undang Lalu-lintas Djalan. Kekua­saan jang maha-penting ini harus berada ditangan Kepala Negara.

29T

Page 298: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

sub a. Hanja dalam satu hal, jakni dalam hal jang disebut dipasal 57 ajat (2) kekuasaan Gubernur-Djenderal dahulu berpindah kepada Presiden. Djika diselidiki lebih landjut, maka ternjata, bahwa segala kekuasaan- kekuasaan Gubernur-Djenderal jang lain adalahmengenai soal-soal jang diselenggarakan denganpertanggung-djawaban Menteri, oleh sebab itu ke-kuasaan-kekuasaan ini harus diserahkan kepadaMenteri Perhubungan.Segala kekuasaan-kekuasaan Direktur Perhubungan dan Perairan jang dahulu dengan sendirinja berpindah ke Menteri Perhubungan.

sub b, c dan d. Aturan-aturan ini tak perlu didjelaskan lagi. Lihat selandjutnja pasal IV.

Pasal IIIsub a. Menurut Undang-undang Republik Indonesia (Negara

Bagian dahulu) No- 3 dan 19 tahun 1950 mengenai pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta, Daerah ini sederadjat dengan propinsi sebagai daerah otonoom. Untuk menghindarkan perlunja mengubah puluhan pasal, jang menjebutkan propinsi atau badan-badan- nja, maka sesuai dengan Undang-undang jang termak­sud disini ditetapkan, bahwa tentang pelaksanaan perundang-undangan lalu-lintas djalan, Daerah Isti­mewa Jogjakarta mempunjai hak-hak jang bersamaan dengan Pemerintah propinsi.

sub b. Baik daerah-daerah ikota didaerah-daerah R.I.S. jang dahulu, maupun kota-besar dan kota-ketjil didaerah R.I. (Negara Bagian dahulu) harus diberikan tugas pada pelaksanaan perundang-undangan lalu-lintas djalan.

Pasal IVSelama lembaran-lembaran propinsi dan kota belum diter-

bitkan, peraturan-peraturan dan fceputusan-keputusan daerah- otonoom, jang melaksanakan perundang-undangan lalu-lintas djalan harus diumumkan dengan tjara lain.

Berita Negara ialah penerbitan jang selajaknja untuk ini.Pasal V

Dalam Undang-undang Lalu-lintas Djalan adalah beberapa djenis peraturan jang memperkenankan hak utama kepada pengusaha-pengusaha pengangkutan umum untuk memperoleh izin pengangkutan penumpang dan barang dan jang waktu berlakunja izinnja telah lampau (lihatlah pasal-pasal 32 ajat 5 dan 41 ajat (5) Undang-undang Lalu-lintas Djalan).

P asa l H

298

Page 299: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Hasrat ini jang terang untuk mempertahankan sesuatu jang telah berada atau dengan kata lain : untuk melindungi hak sedjarah (historisch recht), merintangi pembina peralatan pengangkutan jang nasional, maka tidak sesuai lagi dengan perimbangan-perimbangan jang telah diubah.

Berhubung dengan itu, maka Undang-undang Lalu-lintas Djalan perlu ditambah dengan suatu pasal umum untuk me- njampingkan pengakuan hak sedjarah itu dan aemikianlah instansi jang berhak memberikan izin-izin dapat bertindak dengan bebas untuk memperkenankan izin-izin pengangkutan penumpang dan barang kepada pengusaha-pengusaha, jang dalam suasana dewasa ini selajaknja harus diberikan izin itu.

299

Page 300: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 8 TAHUN 1951

TENTANGPENANGGUHAN PEMBERIAN SURAT IZIN KEPADA DOKTER

DAN DOKTER GIGI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa, karena dokter-dokter dan dokter-doktergigi jang bekerdja pada Pemerintah sangat kurang, perlu amat diadakan peraturan jang mendjamin agar tambahan tenaga dokter untuk Pemerintah teratur adanja ;

Mengingat : pasal 42 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

Mendengar : sidang Dewan Menteri tanggal 28 September 1950;Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik

Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGGUHAN PEMBERIAN SURAT IZIN KEPADA DOKTER DAN DOKTER GIGI

Pasal 1

,.Het Reglement op den Dienst der Volksgezondheid” (Staats­blad 1882 No. 97, sebagaimana telah diubah dan ditambah, terachir dengan Staatsblad 1949 No. 228) ditambah dengan satu pasal baru 43 a, jang bunjinja seperti berikut:

(1) Pemberian surat izin, seperti dimaksud dalam pasal 43 „Het Reglement op den Dienst der Volksgezondheid” tersebut, dipertangguhkan kepada :a. mereka jang memperoleh idjazah dokter atau dokter gigi

dalam negeri in i ;b. warga-negara jang dinegeri lain mendapat idjazah dokter

atau dokter gigi, jang memberikan hak kepadanja untuk mendjalankan pekerdjaan dokter atau dokter gigi dinegeri ini.

(2) Surat izin diberikan setelah mereka sekurang-kurangnja3 tahun berturut-turut bekerdja pada Pemerintah.

(3) Barang siapa jang bekerdja kepada Pemerintah hanja semata-mata untuk irelandjutkan atau menamatkan peladjar- annja, maka masa kerdja itu tidak dapat dihitung sebagai masa kerdja kepada Pemerintah seperti dimaksud dalam ajat

300

Page 301: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(4) Dalam hal jang luar biasa Menteri Kesehatan berkuasa memberikan surat izin dengan menjimpang dari pada jang ditetapkan da’ am ajat (1).

Pasal 2

Undang-undang Hukum-Pidana ditambah dengan pasal baru 512a, jang bunjinja seperti berikut:

Barang siapa, jang sebagai mata-pentjaharian, baik chusus maupun sebagai sambilan, mendjalankan pekerdjaan dokter atau dokter gigi dengan tidak mempunjai surat izin didalam keadaan jang tidak memaksa, dihukum dengan hukuman kurungan paling lama dua bulan atau hukuman denda setinggi- tingginja sepuluhribu rupiah.

Pasal 3

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 30 Djuni 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KESEHATAN,J. LEIMENA

Diundangkan pada tanggal 13 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

301

Page 302: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 9 TAHUN 1951

TENTANGPEMBAGIAN TENAGA DOKTER, DOKTER GIGI DAN BIDAN

SETJARA RASIONIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa harus ditjegah keadaan, bahwa djumlahdokter, dokter gigi dan bidan, jang mendjalan­kan praktek disesuatu tempat atau daerah ter­lampau banjak, apabila dibandingkan dengan ditempat-tempat lain, dimana oemeliharaan kesehatan jang diperlukan sangat kurang ;

Menimbang pula : bahwa oleh karena itu, dianggap perlumengadakan peraturan agar tertjapai pembagian tenaga dokter, dokter gigi dan bidan diseluruh Indonesia dengan sebaik-baiknja :

Mengingat : pasal 42 Undang-undang Dasar Sementara Re­publik Indonesia;

Mendengar : sidang Dewan Menteri tanggal 28 September 1950;Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik

Indonesia.M e m u t u s k a n :

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBAGIAN TENAGA

DOKTER, DOKTER GIGI DAN BIDAN SETJARA RASIONIL

Pasal 1(1) Dengan menjimpang setoahagian dari pada jang ditetap­

kan dalam Reglement op den Dienst der Volksgezonheid” (Staatsblad 1882 No. 97, sebagaimana telah diubah dan di­tambah, terachir dengan Staatsblad 1949 No. 228), maka dila­rang mendjalankan praktek sebagai dokter, dokter gigi atau bidan disesuatu tempat atau daerah, jang oleh Menteri Kese­hatan dinjatakan tertutup untuk mendjalankan praktek baru bagi dokter, dokter gigi atau bidan.

(2) Larangan tersebut dalam ajat (1) tidak berlaku terha­dap mereka, jang telah mendjalankan praktek ditempat atau daerah itu, sehari sebelum berlakunja pernjataan penutupan tempat atau daerah tersebut.

Pasal 2Larangan jang dimaksud dalam pasal 1 berlaku djuga sepe-

nuhnja terhadap mereka jang setelah berhenti bekerdja pada Pemerintah, kemudian meneruskan mendjalankan praktek partikelir, sekalipun itu didjalankan ditempat atau didaerah302

Page 303: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

itu djuga, dimana mereka telah mendjalankan praktek disam- ping tugasnja kepada Pemerintah.

Pasal 3Larangan jang dimaksud dalam pasal 1 tidak berlaku

terhadap :a. mereka jang bekerdja dalam djabatan Pemerintah militer

atau sip il;b. mereka jang mendapat kebebasan dari pada larangan ini

dari Menteri Kesehatan, baik dengan sjarat, maupun tidak dengan sjarat;

c. mereka jang mendjalankan kembali prakteknja ditempat atau didaerah jang dahulu, praktek mana telah diperhenti- kan tidak lebih dari satu tahun dan praktek itu tidak ter- larang menurut Undang-undang in i;

d. dokter wanita, dokter gigi wanita dan bidan jang bersuami dan suaminja ditempatkan ditempat atau daerah jang tertutup.

Pasal 4Peraturan-peraturan dalam pasal-pasal diatas ini tidak mem-

bawa perubahan dalam peraturan tentang surat izin dan pengesahan seperti dimaksud dalam „Reglement op den Dienst der Volksgezondheid” jang disebut dalam pasal 1 Undang- undang ini.

Pasal 5(1) Pelanggaran terhadap pasal 1 dihukum dengan hukuman

kurungan paling lama dua bulan atau hukuman denda seting'gi- tingginja sepuluhribu rupiah.

(2) Hal jang diantjam dengan hukuman tersebut diatas dianggap sebagai pelanggaran.

(3) Untuk mengusut perbuatan jang diantjam dengan hu­kuman Undang-undang ini, turut diwadjibkan Kepala Dja­watan Kesehatan didaerah jang bersangkutan.

Pasal 6Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 30 Djuni 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KESEHATAN,J. LEIMENA

Diundangkan *pada tanggal 13 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

303

Page 304: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 10 TAHUN 1951

TENTANGMENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKELIR DALAM

KEADAAN GENTING

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa, karena amat kurangnja dokter jangbekerdja pada Pemerintah, perlu sangat menga­tur tenaga dokter partikelir diwaktu timbul •keadaan jang genting ;

Mengingat : pasal 42 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

Mendengar : sidang Dewan Menteri tanggal 28 September 1950;Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik

Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKELIR DALAM KEADAAN GENTING

Pasal 1

Jang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan :Menteri : ialah Menteri Kesehatan ;Dokter partikelir : ialah dokter jang diberi izin mendjalan­

kan praktek dalam arti kata pasal 43 ..Reglement op den Dienst der Volksge- zondheid” (Staatsblad 1682 No. 97, seba­gaimana telah diubah dan ditambah, terachir dengan Staatsblad 1949 No. 228):

Dokter tertundjuk : ialah dokter ditundjuk menurut tjarajang didjelaskan pada pasal 4 ;

Surat pemberitahuan: ialah surat pemberitahuan tentang pe-nundjukan tersebut dalam pasal 4 ajat (3).

Pasal 2

Djika terdjadi malapetaka alam, wabah atau bentjana lain jang hebat, maka dokter partikelir jang belum berusia lima puluh tahun diwadjibkan menjediakan diri kepada Menteri, agar dipekerdjakan disesuatu tempat jang dipandang perlu oleh Menteri; ditempat itu ia harus mendjalankan tugas pekerdjaan jang aiperintahkan kepadanja oleh atau atas nama Menteri.304

Page 305: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 3

(1) Ditempat-tempat atau daerah-daerah jang menurut per- bandingan terdapat lebih banjak dokter daripada.ditempat atau daerah lain, Menteri mengangkat sebuah komisi jang terdiri atas sebanjak-banjaknja lima dan sekurang- kurangnja tiga orang anggauta diantaranja Kepala Kesehatan didaerah itu, dan djika mungkin seorang wakil atau lebih dari pada dokter-dokter jang berdiam ditempat atau daerah itu.

(2) Menurut petundjuk Menteri, maka komisi ini mengusulkan sebuah daftar tjalon-tjalon jang menurut pendapat komisi patut ditundjuk untuk memenuhi kewadjiban jang didje­laskan dalam pasal 2 diatas.

(3) Dalam daftar ini oleh komisi disusun nama tjalon-tjalon jang oleh komisi patut ditundjuk untuk mendjalankan tugas ini.

(4) Kcmisi memberitahukan hal ini kepada dokter jang ber- sangkutan, dengan menjebutkan djuga nomor urutannja dalam daftar itu.

Pasal 4

(1) Bilamana menurut pendapat Menteri sedang atau telah terdjadi malapetaka ajam, wabah atau bentjana hebat jang memaksakan dilaksanakannja pasal 2, maka Menteri menundjuk dokter-dokter didaftar tersebut dalam pasal 3 jang harus melakukan tugas pekerdjaan jang diperintah- kan kepadanja oleh atau atas nama Menteri.

<2) Tiap-tiap kali penundjukan berlaku buat 2 bulan lamanja.(3) Menteri memberitahukan penundjukan ini kepada dokter

jang bersangkutan dengan surat tertjatat.

Pasal 5(1) Dalam surat pemberitahuan itu ditetapkan djuga bilamana

dokter tertundjuk harus menjediakan diri.(2) Masa antara pengiriman surat pemberitahuan itu dengan

saat tersebut dalam ajat (1) diatas sekurang-kurangnja empatbelas hari, ketjuali djika keadaan demikian genting- nja, hingga memaksakan tindakan dengan segera.

Pasal 6(1) Pada saat dan ditempat jang ditetapkan dalam surat pem­

beritahuan, dokter tertundjuk diwadjibkan menghadap Kepala Dinas Kesehatan dan pendjabat Pemerintah setem­pat dan mendjalankan tugas jang ditetapkan dalam surat pemberitahuan.

305U . U . 1 9 5 1 - 2 0

Page 306: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Tugas itu harus didjalankan menurut peraturan-peraturan jang berlaku atau jang akan diadakan, dengan mengin­dahkan perintah-perintah serta petundjuk-petundjuk dari jang berwadjib.

(3) Untuk mendjalankan tugasnja, maka dokter tertundjuk dapat diwadjibkan memakai sebahagian dari pada instru- mentarium dan barang-barang lain jang biasa dipakai dalam pekerdjaannja.

(4) Djikalau instrumentarium atau barang-barang lain terse­but hilang atau rusak, maka Menteri mengusahakan agar dokter jang .berkepentingan mendapat kerugian jang se- pantasnja, ketjuali bilamana hilang atau rusaknja instrumentarium atau barang-barang lain itu disebabkan karena kealpaan atau kelalaian dokter itu sendiri.

Pasal 7

(1) Dokter tertundjuk diangkat oleh Menteri dalam dinas se­mentara untuk masa selama ia menjediakan diri kepada Pemerintah.

(2) Jang berkepentingan dianggap masuk didalam dinas sementara, mulai hari ia menjediakan diri kepada Peme­rintah seperti termuat dalam surat pemberitahuan; ia dianggap djuga diperhentikan dari dinas sementara pada hari ia selesai mendjalankan tugas pekerdjaannja.

(3) Selama ia bekerdja dalam dinas sementara, maka segala peraturan buat pegawai dalam dinas sementara itu berlaku pula baginja.

(4) Biaja perdjalanan dan penginapan untuk pekerdjaanja diberikan lebih dahulu kepada jang berkepentingan menurut Peraturan Perdjalanan Umum.

Pasal 8

(1) Atas permintaan dokter tertundjuk, maka, berdasarkan pasal 2 dan peraturan-peraturan dalam Undang-undang mi, Menteri dapat menundjuk seorang dokter lain untuk mewakili praktek partikelir dokter tertundjuk itu.Dokter jang mewakili, selama ia mendjalankan tugasnja, menerima uang harian jang djumlahnja berdasarkan djum­lah pendapatan praktek, sekurang-kurangnja Rp. 30.— sehari. Uang harian tersebut dibajar dari pendapatan praktek diatas.

<3J pf 1nflap!ltan Pjaktek jang diwakilkan diserahkan kepadami T??r* J-ang setelah perwakilan ini berachir.

TS, ? Jang ,Inewakili diwadjibkan mengadakan adminis- uang Jang saicsama tentang penerimaan dan pengeluaran

306

Page 307: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(1) Dokter tertundjuk jang dengan sengadja tidak memenuhi tugas jang diwadjibkan k&padanja menurut pasal 6 atau 8 didjatuhi hukuman kurungan paling lama dua bulan atau hukuman denda setinggi-tingginja sepuluhribu rupiah.

(2) Perbuatan tersebut pada ajat (1) dianggap sebagai pelanggaran.

(3) Ketjuali pegawai Negeri jang diwadjibkan mengusut pe­langgaran umumnja, maka pegawai Kementerian Kese­hatan jang mempunjai tugas memeriksa atau menilik dan dokte-r Pemerintah jang mengepalai djabatan kesehatan setempat diwadjibkan djuga menjelenggarakan pengusutan pelanggaran-pelanggaran tersebut dalam Undang-undang ini.

Pasal 10

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan untuk masa tiga tahun.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 30 Djuni 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KESEHATAN,J. LEIMENA

Diundangkan pada tanggal 13 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i..M. A. PELLAUPESSY

P asa l 9

307

Page 308: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGPENGESAHAN PERDJANDJIAN PINDJAMAN PERTAMA

REPUBLIK INDONESIA DENGAN EXPORT-IMPORT BANK OF WASHINGTON

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang: bahwa tiap-tiap perdjandjian jang dibuat de­

ngan Export-Import Bank of Washington sebagai pelaksanaan pemberian-kredit jang berdjumlah setinggi-tingginja 100.000.000 (seratus djuta dollar Amerika Serikat) oleh bank tersebut masih harus mendapat pengesahan lebih dahulu dari Dewan Perwakilan Rakjat ;

Mengingat : pasal 118 ajat 1 Undang-undang Dasar Semen­tara Republik Indonesia dan pasal 2 ajat 2 Undang-undang No. 8 tahun 1950 ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERDJANDJIAN PINDJAMAN PERTAMA REPUBLIK INDONESIA DENGAN

EXPORT-IMPORT BANK OF WASHINGTON Pasal 1

Perdjandjian jang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Export-Import Bank of Washington tertanggal 12 Dja­nuari 1951 jang disertakan sebagai lampiran ini, dengan ini disahkan.

Pasal 2Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 10 Djuli 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA MENTERI KEUANGAN,

JUSUF WIBISONODiundangkan

pada tanggal 1 Agustus 1951 MENTERI KEHAKIMAN a.i.,

M. A. PELLAUPESSY

UNDANG-UNDANG No. 11 TAHUN 1951

308

Page 309: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

L A M P I R A N

TENTANGPENGESAHAN PERDJANDJIAN PINDJAMAN PERTAMA

REPUBLIK INDONESIA DENGAN EXPORT-IMPORT BANK OF WASHINGTON

P E R S E T U D J U A NPersetudjuan ini, jang dibuat dan diadakan pada tanggal

12 Djanuari 1951 oleh dan antara Republik Indonesia (selan- djutnja dinamakan „Indonesia” ) dan Export-Import Bank of Washington, sesuatu badan Negara Amerika Serikat (selandjut- nja dinamakan ..Eximbank” ),

Bermaksud membuktikan : bahwa karena Indonesia telah meminta kredit kepada

Eximbank guna melantjarkan pembangunan kembali dan mengembangkan bagian-bagian jang vital dari perekonomian- nja ; dan

bahwa karena Eximbank telah menjatakan bersedia akan memberi kredit sampai djumlah sebesar S. 100.000.000.— (seratus djuta dollar) guna keperluan tersebut setelah mene­rima permintaan chusus tentang masing-masing rentjana pembangunan jang- sedang diselenggarakan oleh Indonesia ; dan

bahwa karena permintaan chusus itu Eximbank sampai pada hari ini telah mengesahkan pemberian kredit jang terbatas sampai djumlah sebesar S. 52.245.500.— (limapuluh dua djuta duaratus empatpuluh limaribu limaratus dollar) untuk mem­bantu Indonesia dalam membelandjai beberapa rentjana per­hubungan dan lain-lain rentjana pembangunan jang sedang diselenggarakan oleh Indonesia ; dan

bahwa karena pemberian sebuah kredit kepada Indonesia oleh Eximbank sampai djumlah jang tidak melebihi limapuluh dua djuta duaratus empatpuluh limaribu limaratus dollar guna keperluan tersebut akan membantu Indonesia membangunkan kembali dan mengembangkan bagian-bagian jang vital dari perekonomiannja dan akan memudahkan export dan import serta pertukaran barang-barang dagang Amerika Serikat dan Indonesia ;

Maka Indonesia dan Eximbank bersstudju sebagai berikut:Pasal I

penetapan kreditEximbank dengan ini menjediakan bagi Indonesia sebuah

kredit sampai djumlah jang tidak melebih S. 52.245.500.—

UNDANG-UNDANG No. 11 TAHUN 1951

309

Page 310: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(limapuluh duadjuta duaratus i&mpatpuluh limaribu limaratus dollar) atas kredit mana Eximbank, baik langsung, maupun dengan perantaraan satu atau beberapa buah bank permagaan Amerika Serikat, berkala-kala akan memberi persekot berda­sarkan sjarat-sjarat jang akan dissbutkan disini pula, guna membantu Indonesia dalam membiajai pembeliannja di-Ame- rika Serikat serta pengangkutannja ke-Indonesia dari barang- barang Amerika Serikat, ja ’ni perlengkapan-perlengkapan, bahan-bahan, perbekalan-perbekalan dan djasa-djasa jang dsi'- talian dengan rentjana Indonesia dalam lapangan perhu­bungan dan lain-lain rentjana pembangunan seperti tertera dalam lampiran ,,A” ‘bersama ini dan sesudah dalam hal mi Eximbank berkala-kala dengan tertulis menjetudjuinja.

Ketjuali, apabila Eximbank dengan tertulis menjetudjui tja.ra jang lain, maka kredit ini akan dipergunakan untuk membiajai pembelian di-Amerika Serikat untuk diangkut ke-Indonesia dari -barang-barang Amerika Serikat, ja ’nilengkapan, bahan-bahan perbekalan-perbekalan dan djasa- djasa jang diperolehnja sesudah tanggal-tanggal jan0 dite ap kan dalam lampiran „A” itersebut diatas.

Pasal II Pemakaian kredit

Indonesia akan mengambil segala tindakan jang lajak, se­suai dengan kesedjahteraan umum dan kepentingannja, untuk :a. berusaha, agar pembelian jang akan dibiajai dengan kredit

ini diselenggarakan meliwati saluran dagang biasa jang bonafide, dengan tjara sedemikian hingga tidak akan meng- akibatkan pemusatan jang tidak lajak dari tenaga pengum- pulan dan pembagian dan dengan pengertian, bahwa djika Indonesia menghendakinja, maka pembelian-pembelian boleh dilakukan liwat saluran-saluran pemerintah ; dan

b. mendjamin agar barang-barang jang dibeli dengan kredit ini dibagi adil antara pemerintah dan orang-orang partikelir, badan-badan, perhimpunan-perhimpunan dan lain seibagai- nja di-Indonesia jang membutuhkan barang-barang ter­sebut.

Pasal III Pemakaian barang

Adalah mendjadi maksud dan pengertian bersama, bahwa barang-barang jang dibeli dengan kredit ini didatangkan ke-Indonesia guna dipakai hanja di-Indonesia, berhubung dengan rentjananja dalam lapangan pembangunan dan bahwa Indonesia akan mengambil segala tindakan jang lajak untuk mendjamin, agar barang-barang itu diperuntukkan bagi keper­iuan tersebut dan tidak akan didjual atau dikeluarkan untuk dipakai diluar Indonesia.

310

Page 311: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Prioritet permit, lisensi dan peraturan-peraturanEximbank tidak akan dan tidak dapat memikul kewadjiban

serta tanggung djawab apa djuapun untuk mendapatkan ,prio- riteit” , ,,toewijzing” atau ..licentie” dari sesuatu badan*atau djawatan Pemerintahan Amerika Serikat jang mungkin diper­lukan karena Undang-undang Amerika Serikat jang berlaku pada waktu ini atau jang akan berlaku dikemudian hari atau karena peraturan-peraturan dari sesuatu badan atau djawatan pemerintahannja jang berlaku sekarang atau jang akan berlaku dikemudian hari untuk membuat, menghasilkan, membeli, mendjual atau mengexpor barang-barang jang oleh Indonesia hendak dibiajai dengan kredit ini.

Pasal V Pengangkutan laut

Segala barang jang dibiajai dengan kredit ini akan diangkut dari Amerika Serikat dengan kapal jang telah didaftarkan sebagai kapal Amerika Serikat sesuai dengan ..Public Resolution No. 17” dari sidang Dewan Perwakilan Rakjat Amerika Serikat jang ke 73, ketjuali djika Eximbank atas permintaan Indonesia mendapat pengetjualian menurut peraturan-peraturan dalam „Public Resolution” tersebut. Kedua fihak bersetudju. bahwa apabila Eximbank mendapat pengetjualian jang dimaksudkan diatas itu, maka pengangkutan jang bersangkutan itu tidak akan dibiajai dengan kredit ini.

Pasal VI Asuransi laut

Semua barang-barang jang dibiajai dengan kredit ini akan dipertanggungkan terhadap risiko laut transito menurut per­djandjian asuransi jang dipandang memuaskan bagi Eximbank dan akan dibajar dengan dollar Amerika Serikat. Kedua fihak bersetudju, bahwa premie asuransi itu hanja akan dibiajai dengan kredit ini, djika polis asuransi itu ditutup dipasar Amerika Serikat.

Pasal VII Tanda bukti persekot kredit

Persekot-persekot atas (kredit ini akan dibuktikan dengan surat tanda hutang Indonesia jang pada umumnja dapat di- perdagangkan dan jang harus berbentuk promes jang dapat ditunaikan kepada order Eximbank dalam uang sah Amerika disuatu bank atau badan keuangan lainnja di-U.S.A., jang di­tundjuk oleh Indonesia dan dapat diterima baik oleh Eximbank. Ketjuali dalam hal promes jang terachir dikeluarkan, maka tiap pokok, tiap promes harus dinjatakan dalam perkalian djumlah S. 100.000 (seratus ribu dollar). Djumlah pokok tiap promes harus dibajar kembali dalam tigapuluh angsuran sete-

Pasal IV

311

Page 312: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ngah tahunan jang sama dan pembajaran pertama harus sudah dapat dilakukan pada tanggal 1 Maret 1956. Tiap P™™es berbunga 2V2% (tiga setengah prosen) setahun, jang dib«jai tiap setengah tahun dan dihitung atas pokok jang tiap waktu belum dibajar. Bunga promes dihitung harian. Surat promes harus memuat tanggal pengeluarannja, d e n g a n ^ngertian bahwa djika ada surat promes dikeluarkan sebelum sesuatu pembajaran persekot atas dasar promes itu dilakukan, masa akan diadakan pembetulan sedemikian, sehingga bunga hanja akan dihitung berdasarkan tanggal pemberian masing-masing persekot jang bersangkutan. Setiap waktu dengan tidak ^ e n - dapat denda atau hadiah. Indonesia 'berhak untuk membajar dimuka sebagian dari djumlah pokok sesuatu promes , tiap pembajaran sebagian sebelum waktunja akan diperhitungkan dengan angsuran-angsuran jang tetap ditetapkan bay* po o - nja menurut kebalikan urutan djatuhnja tempoh (m omg £volgorde van da vervaldata), hingga bagian-bagian jang djatuh tempoh terachir diperhitungkan lebih dahulu. harus ditulis dalam bahasa Inggeris dan dibuat setjara^avure, tertjetak atau lithogravure dan selandjutnja haius dibenluk dan berkalimat seperti tjontoh „B” 1) jang dilampirkan bersama ini.

Pasal VIIITjara penarikan kredit dan hal surat-surat penguat

permintaan pe-rsekotPengambilan persekot tidak akan dilakukan seliwatnja tutup

hari tanggal 30 Djuni 1952, ketjuali djika Eximbank dengan tertulis telah menjatakan menjimpang dari penetapan ini. Indonesia dengan ini tegas menjetudjui penjimpangan demi­kian itu. ,

Dengan maksud mempermudahkan segala sesuatu, maka per- sekot-persekot akan diberikan dengan djumlah sebesarS. 100.000.— (seratusribu dollar) atau perkaliannja. Ketjuali djika Eximbank dengan tertulis menjatakan menjetudjui tjara lain, maka tiap permintaan persekot oleh Indonesia harus diadjukan dalam waktu jang lajak sesudah ia mendapat barang- barang jang bersangkutan dan tiap permintaan demikian itu harus disertai surat-surat dibawah ini jang bentuk dan isinja harus disetudjui oleh Eximbank, ja ’ni :(a) sebuah perintjian jang ditanda tangani oleh seorang wakil

Indonesia jang bertanggung djawab mengenai pengeluaran biaja jang sedikit-dikitnja harus sama djumlahnja dengan persekot jang dimintakan untuk barang-brang jang lajak dibelandjainja dan jang belum dimuat dalam sesuatu per- telaan serupa itu sebelumnja.Perintjian itu harus memuat matjam masing-masing

J) Lampiran B tersebut disini tidak terlampir, karena jang dimaksudkan itu ialah kertas jang memakai lambang Preside.! Republik Indonesia.

312

Page 313: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

barang, harganja, nama psmbeli, nama dan alamat sipen- djual dan tanggal pembajarannja ;

(b) suatu surat promes sesuai dengan segala sesuatu tersebut dalam pasal VII jang -djumlah pokoknja sekurang-kurang- nja harus sama dengan djumlah persekot jang diminta ;

(c) tanda penerimaan (kwitansi/paktur) atau surat-surat lain jang dapat diterima oleh Eximbank untuk membuktikan pembelian, pembajaran dari barang-barang jang dibelan- djai dengan kredit ini ; dan

(d) surat-surat lain jang bertalian dengan hal ini dan jang berkala-kala dapat diminta oleh Eximbank.

Pasal IX Surat-surat kredit

Atas permintaan Indonesia, maka Eximbank akan menge- luarkan surat pengakuan akan membajar kembali atau menjediakan uang persekot pada sesuatu bank dagang Amerika Serikat jang ditundjuk oleh Indonesia berhubung dengan surat-surat kredit jang atas permintaan Indonesia dikeluarkan oleh bank dagang tersebut sesudah mendapat persetudjuan Eximbank untuk membelandjai pembelian dan pengeluaran (export) barang-barang jang lajak dibiajai dengan kredit ini, dengan pengertian, bahwa pembajaran jang dilakukan oleh Eximbank kepada beberapa bank sebagai hasil dari pengakuan tersebut diatas harus memuat segala persekot atas kredit ini, dengan pengertian pula, bahwa dalam melakukan pembajaran kepada beberapa bank sesudahnja mendapat surat-surat pengakuan tersebut. Eximbank sekali-kali- tidak menanggung djawab kekeliruan-kekeliruan atau kelalaian-kelalaian aPaP^n jang tartalian dengan kredit sematjam itu. Surat-surat kreait sematjam itu berlaku hanja sampai 31 Mei 1952, ketjuali dj k Eximbank dengan tertulis telah menjatakan ™eninSSaikan sjarat ini dan sjarat-sjarat lainnja dapat ditenma 0IJ1 Exim bank. Indonesia dengan tegas menjetudjui semua sjarat-sjarat demikian itu. Eximbank tidak akan men^eluarkan suatu surat pengakuan iang bertalian dengan surat-surat kredit ini, sebelum ia terlebih dahulu menerima :(a) suatu permintaan dari seorang wakil Indonesia jang sah

dan jang memberi pendjelasan akan barang-baran,0 jang hendak ditutup dengan surat kredit jang telah diusulkan dengan segala perubahannja dan jang memberi kuasa kepada Eximbank untuk mengeluarkan surat P ^ a k u a n sebagai tersebut diatas berikut tiga salman dan suratkredit jang diusulkan itu : #

(b) suatu surat promes, sesuai dengan isi pasal VII, jang: djum­lah pokoknja adalah s^urang-kurangnja^samaban aknja dengan djumlah besar surat kredit jang akan dikeluarkan oleh°bank dagang itu ; dan , Drcohl,t

(c) surat-surat lainnja berkenaan dengandiatas jang berkala-kala dianggap perlu oleh Eximbank.

313

Page 314: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Djika Indonesia harus melakukan suatu pembajaran kepada suatu ibank dagang, maka pembajaran demikian membebaskan Eximbank dari pertanggungan djawabnja terhadap bank ter­sebut jang mula-mula timbul karena Eximbank telah menge­luarkan surat pengakuan tersebut dimuka ini. Dalam hal demi­kian itu kepada Indonesia dapat dibajarkan olehnja itu d'engan djalan memberikan kepadanja sebuah persekot atas kredit ini sesuai dengan jang tersebut dalam pasal VIII dari surat perse­tudjuan ini.

Untuk menghitung besarnja bunga jang harus dibajar karena persekot atas kredit ini jang telah diberikan dengan pemba­jaran oleh Eximbank kepada sesuatu bank dagang berhubung dengan surat knsdit, jang karena mana Eximbank harus menge­luarkan surat pengakuan sebagai disebutkan tadi, maka perse­kot oleh Eximbank tersebut harus dianggap telah diberikan pada tanggal, dimana bank dagang seharusnja melakukan pembajaran kepada jang berhak atas surat kredit jang ber­sangkutan itu dan mulai tanggal, mana Eximbank harus mem­bajar bunga kepada bank dagang, akan tetapi dengan penge­tjualian, foahwa sesuatu pembajaran oleh Eximbank kepada sesuatu bank dagang, karena permintaan Indonesia jang d i- adjukannja sebelum tanggal dari pembajaran oleh bank dagang tersebut atas surat kredit jang bersangkutan itu, akan berbunga sedjak tanggal pembajaran oleh Eximbank jang sebenarnja.

Pasal XLaporan tentang kemadjuan dan keterangan-kafterangan lain

Selama lima tahun sesudah tanggal persetudjuan ini, Indo­nesia akan memberikan laporan-laporan setengah tahunan kepada Eximbank tentang kemadjuan-kemadjuan jang telah ditjapainja, laporan mana atas permintaan Eximbank harus memuat keterangan terperintji tentang pemakaian uang jang didapat dengan kredit ini, pemakaian perlengkapan-perleng- kapan, bahan-bahan, perbekalan-perbekalan dan djasa-djasa jang telah p&nuh atau sebagian diterimanja, kemadjuan dan h&sil.Penglaksanaan rentjana jang sebagian atau seluruhnja dibiajai dengan kredit ini dan jang menundjukkan hubungan antara kemadjuan masing-masing jang telah ditjapai dalam penglaksanaan tudjuan rentjana dalam lapangan perekonomian Indonesia. Selama surat-surat promes jang telah diterbitkan sebagai bukti penarikan persekot atas kredit ini masih belum dibajar kembali, Indonesia atas permintaan Eximbank berkala- kala, akan tetapi tidak lebih dari tiga bulan sekali, akan mem­berikan kepada Eximbank keterangan-keterangan jang lajak mengenai keadaan ekonomi dan keuangannja dan kedudukan- nja mengenai balans pembajaran intemasional.

Berkala-kala atas permintaan Eximbank Indonesia akan menundjuk wakil-wakilnja jang dapat bertukar fikiran dengan314

Page 315: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

wakil-wakil Eximbank, baik di-Indonesia, maupun di-Ame- riika Serikat untuk kepentingan bersama dari Eximbank dan Indonesia dalam mentjapai tudjuan rentjana pemba- ngunannja dan agar dari kredit jang diberikan itu dapat dipetik hasil jang menguntungkan sebesar-besarnja ; kedua fihak bersetudju, bahwa Indonesia akan mengundang Eximbank untuk mengirimkan wakil-wakiln j a ke-Indonesia untuk me- njaksikan kemadjuan Indonesia dalam melaksanakan rentjana pembangunannja dan tudjuan-tudjuan jang hendak ditjapai dengan uang kredit itu dan Indonesia akan pula memberikan segala pertolongan dan bantuan kepada wakil-wakil sema­tjam itu.

Pasal XI Pertukaran surat promes

Atas permintaan Eximbank setiap waktu sesudah segala per­sekot diberikan olehnja atas dasar surat-surat promes jang diberikan kepadanja sesuai dengan persetudjuan ini, maka Indonesia akan memberikan kepada Eximbank surat-suratnja promes jang baru sebagai psnggantinja. Djumlah P.okoi dari surat-surat promes jang baru ini harus sama besarnja dengan gunggung djumlah pokok dari tiap-tiap promes jang belum di­bajar kembali dan jang diserahkan oleh Eximbank s&ba^ai gantinja. Eximbank dapat meminta supaja tiap surat pionies baru akan dikeluarkan sedemikian, sehingga gian dari angsuran pokok sesuatu surat promes atau segenap angsuran pokok dari dua buah surat promes atau lebih jang diserahkan dan jang djatuh tempo bersamaan akan dibuktikan dengan surat-surat baru jang tersendiri. neaeni* akan

Bentuk dan isi surat-surat promes baru itu Pada a®*s:bersama berupa sama sebagai tjontoh fJB ” jang dlla? 1 1f i f akan peru- ini, ketjuali djika Eximbank meminta, supa]a d m d a ^ ^ ru bahan-perubahan jang dianggapnja perlu untuk mentjapaitudjuan ini.

Pasal XII Pendaftaran surat promes

Atas oermintaan setiap waktu dari E x i m b a n k Indonesia akan mendaftarkan surat-surat promes dibenkannja k^adaEximbank berhubung dengan Persetudjuan ™ ^Securities Act o f 1933”, jang kemudian telah diperbaiKi, aari

Amerika Serikat dan menurut tiap Undang-tindan= atau ne^aturan dari Amerika Serikat atau dari sesuatu negara bagian atau bagian hukumnja jang mengadakan surat berharga diserahkan/dimaksudkan didjual oanatas nermintaan Eximbank, Indonesia akan mengurus atas namanja sendiri segala surat-surat pendaftaran jang diperlu-

315

Page 316: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

kan ataupun memberikan kepada Eximbank atau kepada sesuatu badan lain jang ditundjuk olehnja semua keterangan- keterangan menurut tjara jang telah ditetapkan dan akan mengambil tindakan sedemikian, agar Eximbank atau badan lain jang ditundjuk olehnja dapat menguruskan surat-surat pendaftaran tersebut diatas ataupun bertindak sesuai dengan segala Undang-undang dan peraturan-peraturan pendaftaran jang ada.

Pasal XIII Padjak surat-surat promes

Baik pokok. maupun bunga dari surat-surat promes jang di­berikan kepada Eximbank, berdasarkan persetudjuan ini. akan dibajar di-Amerika Serikat dengan uang dollar Amerika Serikat dan tidak akan dikurangi untuk atau karena adanja sesuatu padjak, jang sekarang ada ataupun jang akan diadakan dike­mudian hari, pun tidak akan dikenakan bea atau ongkos lain jang ditetapkan oleh atau berlaku di-Indonesia terhadap surat- surat promes atau keuntungannja atau sipemegang.

Pasal XIV Hak menghentikan krsdit

Djika Indonesia atau Eximbank atas dasar .pertjaja memper- tjajai (te goeder trouw) pada suatu ketika selama kredit ini berlaku akan berpendapat, bahwa tudjuan dari rentjana pem­bangunan jang sebagian dibiajai dengan 'kredit ini tidak dapat dilaksanakan, baik karena tidak ada djalan untuk mengum- pulkan uang jang diperlukan itu dari sumber-sumber lain dari pada kredit ini, maupun berdasarkan alasan-alasan lain atau djika timbul keadaan-keadaan lain jang tidak terduga semula, pada pendapat Indonesia ataupun Eximbank, atas dasar p-er- tjaja-mempertjajai, adalah sebaiknja untuk menghentikan pengambilan persekot salandjutnja, maika baik Indonesia, mau­pun Eximbank berhak menghentikan persetudjuan ini, sedjauh mengenai hal pemberian persekot selandjutnja, akan tetapi kedua fihak bersetudju, bahwa penghentian sematjam ir.i tidak mengurangi hak Indonesia akan menerima persekot atas kre­dit ini untuk memenuhi kewadjibannja terhadap para pendjual barang-barang jang pembiajaannja dengan tertulis telah di- setudjui oleh Eximbank dan jang dibeli sebelum Indonesia atau Eximbank menerima pemberitahuan pembatalan itu, akan te­tapi disetudjui pula, bahwa pembatalan demikian tidak mem- bebaskan Indonesia dari kwadjibannja terhadap persekot- persekot jang telah diterimanja, sebelum atau sesudah surat pembatalan itu. Surat pemberitahuan pembatalan dari Exim­bank akan berlaku pada saat diterimanja oleh Indonesia di- Kedutaan Besar Indonesia, Washington D.C. dan surat pem­batalan dari Indonesia.- kepada Eximbank akan berlaku pada saat diterimanja oleh Eximbank dikantornja di-Washington D.C atau pada saat diterimanja di-Kedutaan Besar Amerika oerikat di-Djakarta, Indonesia.316

Page 317: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal XV Pengesahan

Perdjandjian ini akan berlaku hanja sesudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Indonesia.

Pasal XVI Pandangan juridis

Sebagai suatu sjarat sebelum persekot pertama atas kredit ini dapat ditarik, Indonesia aKaii memoeriKan Kepada Exim­bank :(.a) Surat kuasa dari orang atau orang-orang jang akan me-

nanda tangani surat-surat promes jang akan dikeluarkan dan dari orang atau orang-orang. jang akan bertindak se­bagai wakil Indonesia .berhubung dengan pelaksanaan kredit ini, bersama dengan tjontoh rangkap dua jang sah dari tanda tangan tiap orang jang dimaksudkan diatas.

(b) Keterangan-keterangan jang memuaskan bagi Eximbank dari Menteri Kehakiman Indonesia, jang mana menjatakan, bahwa segala tindakan jang ditentukan menurut hukum dan Undang-undang negara telah diambil untuk menge- sahkan kredit in i ; bahwa persetudjuan ini jang telah ditanda tangani atas nama Indonesia benar-benar mengikat Indonesia terhadap segala pasal-pasal daripadanja; bahwa surat-surat promes jang diberikan oleh Indonesia sebagai toukti penerimaan persekot-persekot atas ^redit ini akan menimbulkan kewadjiban jang sah dan mengikat bagi Indonesia terhadap segala sjarat-sjaratnja. Surat kete­rangan tersebut harus pula menjebutkan segenap Undang- undang, surat-surat kuasa jang bersangkutan dan lain sebagainja dan harus pula dikuatkan oleh salinan-salman- nja jang sah, djika Eximbank memintanja.

Djika segala sesuatu jang tersebut diatas mi ^ertul sdalam bahasa Inggeris, maka terdjemahannja jang sah haiusdiberikan pula. x Dfl„ llK1..Sebagai tanda akan maksud tersebut diatas, maka RepublikIndonesia dan Export-Importbank apersetudjuan ini, jang akan berlaku mulai hari tang0al terse­but pertama diatas. REPUBLIK INDONESIA,

ALI SASTROAMIDJOJO (Duta Besar Istimewa dengan kekuasaan

penuh di-Amerika Serikat)EXPORT - IMPORTBANK OF WASHINGTON,

HERBERT-E. GASTON (Ketua)

Mengietahui:SIDNEY SHERWOOD

(Sekretaris)

317

Page 318: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Lampiran „A ”

Nama projectPembelian dilaku­kan pada atau se­

sudah tanggal :

Djumlah pindjaman jang diberikan

Penerbangan (A ir transportation) 1 Djuli 1950 $ 6.085.500Alat-alat pengangkutan ber- motor(Autom otive transportation) 27 Djuli 1950 $ 20.000.000Pembikinan djalan-djalan (Road building) 17 Agustus 1950 $ 2.100.000

Pembangunan pelabuhan (Harbor development) 19 O ktober 1950 $ 6.700.000

Perhubungan kawat (Telecommunication) 21 September 1950 $ 260.000

Kereta api(Railroad rehabilitation) 30 N opem ber 1950 $ 17.100.000

Djumlah $ 52.245.500

I

318

Page 319: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

This Agreement made and entered into as of the 12th day of January 1951, by and between the Republic of Indonesia (herein­after referred to as Indonesia” ) and Export-Import Bank of Washington, an Agency of the United-States of America (herein­after referred to as ,.Eximbank” ) ,

W i t n e s s e t h :WHEREAS, Indonesia has heretofore applied to Eximbank for

credits to assist in the reconstruction and development of vital sectors of the Indonesian economy ; and

WHEAREAS, Eximbank has heretofore indicated its willingness to establish credits of up to $ 100.000.000 (One Hundred Million Dollars) for said purposes upon specific applications involving individual development programs being undertaken by Indonesia ; and

WHEREAS, upon specific applications therefor, Eximbank to date has authorized the estblishment of a line of credit of up $ 52.245.500 (Fifty-two Million Two Hundred Forty-five Thousand Five Hundred Dollars) to assist Indonesia in financing certain transportation and other development programs being under­taken by Indonesia ; and

WHEREAS, the establishment by Eximbank of a line of credit o f not to exceed S 52.245.500 (Fifty-two Million Two Hundred Forty-five Thousand Five Hundred Dollars) in favor of Indo­nesia for said purposes will assist in the reconstruction and development of vital sectors of the Indonesian economy and will facilitate exports and imports and the exchange of com­modities between the United States and Indonesia ;

ACCORDINGLY, Indonesia and Eximbank covenant as follows :

Article IEstablishment of Credit

Eximbank hereby establishes in favor of Indonesia a line of credit of not to exceed $ 52.245.500 (Fifty-two Million Two Hundred Forty-five Thousand Five Hundred Dollars) against which Eximbank acting independently or through one or more United States commercial banks, will make advances from time to time, subject to the terms and conditions hereinafter set forth, to assist Indonesia in financing the acquisitions in the United States and exportation to Indonesia of such United States equipment, materials, supplies and services as may from time to time be approved by Eximbank in writing for financing hereunder in connection with the transportation and other development programs of Indonesia referred to in Exhibit „A” attached hereto. Except to the extent that Eximbank shall

A G R E E M E N T

310

$

Page 320: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

otherwise agree in writing, the line of credit shall be utilized to finance the acquisition in the United States for exportation to Indonesia of approved items of United States equipment, materials, supplies and services acquired subsequent to the applicable dates specified in said Exhibit „A .

Article II Utilization of Credit

To the extent consistent with the general welfare and interests of Indonesia, Indonesia will take all reasonable steps to .(a) Cause purchases to be financed under the credit to be

effected through bona fide commercial channels of trade in a manner which will not result in undue concentiation of procurement and distribution functions, it being under­stood that it is not intended to preclude the making of such purchases through Government channels when Indonesia deems that to be necessary or desirable ; and

(b) Effect appropriate distribution of the items financed under the credit between the Government and the various private individuals private corporations, associations and other entities in Indonesia which have need for such items.

Article III Use of Items Financed

It is understood and intended that the items financed under the credit are being imported into Indonesia for use solely in Indonesia in connection with its development programs and that Indonesia will take all reasonable steps to insure that the items are devoted to such end and, more particularly, that they will not be sold or otherwise disposed of for use outside of Indonesia.

Article IVPriorities, Permits, Licenses and Regulations

Eximbank does not and will not assume any obligation or responsibility for the issuance by any agency or department of the Government of the United States of any priority, alloca­tion, permit or license which may be required under existing or future laws of the United States or any existing or future regulation of any agency 01* department thereof to manufacture, produce, purchase, sell or export any item which Indonesia may desire to finance under the credit.

Article V Marine Transportation

All products financed under the credit shall be transported from the United States in vessels o f United States registry as required by Public Resolution No. 17 ,of the 73rd Congress,

320

Page 321: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

United States of America, except to the extent that FximhnntS aL icha?equirem eTinh theiIlleSt ° f Indonesia- ° btain a waiver iucii requnement in the manner provided bv sairi Pnhiinbank mav understood that the extent that Exim-oank may obtain a waiver of such requirement the freieht services involved shall not be eligible for financing under fSe

Article VI Marine Insurance

All products financed under the credit shall be insured against marine and transit hazards under contracts of insurance satis­factory to Eximbank payable in United States Dollars; it being Uv?derstood that premiums for any such insurance or reinsurance shall be eligible to be financed under the credit only with respect to those policies of insurance which are placed in the United States market.

Article VII Evidence of Advances Under Credit

Advances under the credit shall be evidenced by the negotiable general obligations of Indonesia in the form of promissory notes payable to the order o f Eximbank in lawful money of the United States of America at a bank or financial institution in the United States designated by Indonesia and satisfactory to Eximbank. Except in the case of the last note issued pursuant hereto, the principal of each note shall be expressed in an integral multiple of $ 100.000 (One Hundred Thousand Dollars). The principal of each note shall be repayable in thirty (30) approximately equal semiannual installments, the first of which shall be due and payable on March 1, 1956. Each note shall bear interest at the rate of 3V2% (three and one-half percent' per annum, payable semiannually, on the unpaid principal balance thereof from time to time outstanding. Interest will be computed on an actual day basis. The notes shall be dated as of the dates of issuance ; it being understood that if any note shall be issued prior to the date that funds are advanced against the note, appropriate adjustment will be made so that only interest computed from the dates of the respective ad­vances shall be collected. Indonesia shall have the right to prepay at any time without penalty or premium all or part of the principal of any note ; any partical prepayment to bs applied to the installments of principal an the inverse of naturity. The notes shall be in the English language ; be engraved, printed or lithographed ; and shall otherwise substantially in the form and text of Exhibit „B” attached hereto.

U . U . 1951 — 21321

Page 322: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Article VIIIAvailability of Credit and Supporting

D ocum entation for Advances * Qii nnt hp m ad e under the credit su bsequ en t to

thereof. Unless Eximbank shall otherwise agree in

concerned, and eacn sulii icqu - flH- fact0rv to Eximbank :

s ? r

of the purchasers, the names and the addresses 01 tne suppliers thereof and the dates of payment therefo]r ,

fh) A promissory note conforming to the provisions of ^iticle(b) VII h?reo? in a principal amount at least equal to the

amount of the requested advance ; satisfactory toReceipted invoices or other documentat:l°?J ?P n t f o r a n d Eximbank evidencing the purchase of,exportation of the items being financed under the cred it ,

(d) Such additional documents relative to the asEximbank from time to time may reasonably request.

Article IX Letters of Credit

At the request of Indonesia, Eximbank will issue its under­taking to reimburse or advance funds to a United States com ­mercial bank or banks designated by Indonesia in connection with a letter of credit issued with the approval of Eximbank by the Commercial bank at the request of Indonesia to finance the purchase and exportation of an item eligible for financing hereunder ; it being understood that payments which may be made by Eximbank to banks as a results o f such undertakings shall constitute advances under the cred it; and it being further understood that in making payments to banks pursuant to its undertakings, Eximbank shall in no way be liable or responsible for the acts or omissions of any bank in'connection with any

(c)

and

322

Page 323: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

such letter of credit. Any such letter of credit shall expire by its terms not later than May 31, 1952 unless this provision

~ r l ms by Eximbank, and the other terms thereof shall be satisfactory to Eximbank. Indonesia expressly consents to any such waiver. No such undertaking with respect to any letter of credit will be issued by Eximbank unless it shall first have received :(a) A request signed by a duly authorized representative of

Indonesia identifying the item or items covered by the proposed letter of credit or amendment thereof and autho­rizing Eximbank to issue its undertaking as aforesaid, together with three copies of the proposed letter of credit;

(b) A promissory note conforming to the provisions of Article VII hereof in an aggregate principal amount at least equal to the total amount of the letter of credit to be issued by the commercial bank ; and

(c) Such other documents relative to the foregoing as Exim­bank from time to time may reasonably request.

If Indonesia shall make payments to a commercial bank which discharge the liability of Eximbank to the commercial bank in connection with any letter of credit with respect to which Eximbank shall have issued its undertaking, as aforesaid, Indonesia may be reimbursed for the amounts so paid by and advance under the credit pursuant to the provisions of Article VIII hereof.

For the purpose of computing interest payable on advances under the credit effected by payments made by Eximbank to a commercial bank in connection with a letter of credit with respect to which Eximbank shall have issued its undertaking, as aforesaid, the advance by Eximbank shall be deemed to have been made on the date upon which the commercial bank shall make payment to the beneficiary of the letter of credit and from which Eximbank shall be obligated to pay the commercial ■bank interest; provided, however, that a payment by Eximbank to a commercial bank at the request of Indonesia prior to the date of the corresponding payment by the commercial bank under the letter of credit shall bear interest from the actual date of the payment by Eximbank.

Article XProgress Reports and Other Information

During the five-year period following the date of this agree­ment Indonesia shall furnish Eximbank with semiannual pro­gress reports containing such information in such detail as Eximbank shall reasonably request concerning the expenditure of the funds made available under the credit, the use of the equipment, materials, supplies and services purchased in whole

323

Page 324: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

nr in Dart therewith, the progress and results of the programs financed in whole or in part therewith, and showing the inter­relationship between the progress made in the' c^ ^ is^ he of the objectives of such programs m the frame™ * Indonesian economy. So long as any of fandingissued to evidence advances under the credit a r e outstanding and unpaid, Indonesia at the request o f :Eximbank fiM on th s’ to time but not more often than once m any three-months period will furnish Eximbank with such information wit.i respect to financial and economic conditions m athe international balance-of-payments position of Indonesia asEximbank may reasonably request. TOill

From time to time, at -the request Eximbank, Indonesia will designate representatives who will be available to .con®ultT f ^ sentatives of Eximbank either in Indonesia o r m. the Umt States to the end of furthering the mutual inteists of Exim bank and Indonesia in the realization of the obJecfclv^ . development programs and the most aJvantag °du/ rJ ^ that of the credit hereby established; it being understood that Indonesia will invite Eximbank to send its representatives to Indonesia to appraise the progress being made byIndo^esia i. its development programs and the purposes bein0 served by the credit, and that Indonesia will extend all assistance and coope­ration to such representatives.

Article XI Exchange of Notes

Upon the request fo Eximbank at any time after all advances shall 'have been made by Eximbank against any promissory note delivered to it pursuant hereto, Indonesia will issue and deliver to Eximbank its new promissory note or notes in ex­change therefor. The principal amount of such new note or notes shall be equal to the aggregate unpaid principal amount of the note or notes surrendered by Eximbank in exchange therefor. If Eximbank shall so request, any such new note shall be so issued that all or any part of each installment of principal of any note surrendered or all installments of prin ­cipal of like maturity of any two or more notes surrendered .shall be evidenced by a seperate new note or notes. The form and text of all new notes issued pursuant hereto shall toe sub­stantially the same as Exhibit „B” attached hereto except to the extent that Eximbank shall request changes necessary to accomplish any of the purposes hereof.

Article XII Registration of Notes

Upon the request of Eximbank at any time, Indonesia will register the promissory notes issued to Eximbank pursuant to this agreement under the Securitjes Act of1 1933, as amended,

324

Page 325: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

?h ^t6 ®tates of America and any law or regulation o 'the United States and of any state or political subdivision therp~ of providing for the registration of securities which are to £ offered for sale and, as Eximbank may request wuferther lHe the necessaiy registration statements in its own name or furnish to Eximbank or such other party as E x S a n k maysi?phgn t- informatlon in appropriate form and will take 2 ° ^ er step,s as be necessary to enable Eximbank o’-such other party as it may designate to file the registration statements and otherwise comply with the respective registra­tion laws and regulations. 8

Article XIII Taxation of Notes

Both principal of and interest on the notes issued to Exim- bank pursuant to this agreement shall be paid in United States Dollars m the United States of America, without deduction for, or on account of, any present or future tax, duty or other charge imposed or levied by or within Indonesia against the notes or the proceeds or the holder thereof.

Article XIV Right of Termination of Credit

In the event that Indonesia or Eximbank acting in good faith, at any time during the period of availability of the credit shall determine that the objectives of the development programs being financed in part under the credit hereby established are not being realized either because of inability to raise the required funds from sources other than the credit or for any other reason, or in the event that other unforeseen circumstances should arise which would, in the opinion of Indonesia or Eximbank, acting in good faith, constitute just cause for the discontinuance of further advances under the credit, Indonesia or Eximbank shall have the right to terminate this agreement in so far as the making of further advances is concerned ; it being understood, however, that any such termination shall be without prejudice to the right of Indonesia to obtain advances under the credit in order to discharge obli­gations to suppliers of items approved by Eximbank in writing as eligible for financing hereunder incurred prior to the receipt by Indonesia or Eximbank of notice of termination ; it bein" further understood that ho such termination shall relieve Indonesia of its obligations with respect to advances made prior or subsequent to such notice of termination. Notice of termination by Eximbank hereunder shall be effective upon receipt thereof by Indonesia at the Indonesian Embassy, Washington, D.C.; and notice of termination addressed to Exim­bank by Indonesia shall be effective upon receipt thereof by

325

Page 326: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Eximbank at its office in Washington “ ^ n ^ i a " 11 51'o f the United States of America at Djakarta, maoneb

Article XV Ratification

This agreement shall become operative only after being du y ratified by the Parliament of Indonesia.

Article XVI Legal Opinion t

Prior to and as a condition p r e c e d e n t - t o : ShaU advance under the credit herein established, Indonesia sna.ideliver to Eximbank : *«,.». rtr.e Whn(a) Evidence of the authority of the person or, ^ is o M w h o

will sign the promissory notes to be P'u “ rePresen-and of the person or persons who will act as the _ ptative or representatives of ^donesia u a u t h e n t i c a t e d the operation of the credit, together with the autbenticatedspecimen signature, in duplicate, of each sue p IndQ_

(b) An opinion or opinions of the Minister■ of <Jnesia, demonstrating to the satisfaction . const/Indonesia has taken all action necessar y %tution, laws and regulations to ratify the contiacti]ng o the credit hereby established ; that this agieement as^sgn ed on behalf of Indonesia is legally bindm ° nin accordance with its terms ; and that th:is .p:lom^sor./ notes, when and as issued by Indonesia to evidence advances under the credit will constitute the valid and binding obli­gations of Indonesia in according with their terms. The opinion or opinions shall refer to all pertinent laws, poweis of attorney, and other documents and, if Eximbank snail so request, shall be supported by certified copies thereo..

If any of the foregoing are not written in the English language, certified translations thereof shall also be provided.

IN WITNESS WHEREOF, the Republic of Indonesia and Export-Import Bank of Washington have caused this Agreement to be duly executed as o f the day and year first above mentioned.

REPUBLIC OF INDONESIA,ALI S ASTRO AMID J O J O

(Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary to the

United States of America) EXPORT-IMPORT BANK OF WASHINGTON,

HERBERT E. GASTON (Chairman)

Attest:SIDNEY SHERWOOD

(Secretary)

326

Page 327: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Exhibit ,,A”

ProgramPurshases made

on or afterAmount Available

Under Credit

Air Transportation July 1, 1950 S 6.085.500Autom otive Transportation July 27, 1950 S 20.000.000Road Building August 17, 1950 $ 2.100.000Harbor Development October 19, 1950 S 6.700.000Telecommunication Sept. 21, 1950 5 260.000Railroad Rehabilitation N ov . 30, 1950 $ 17.100.000

Total S 52.245.500

327

Page 328: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 12 TAHUN 1951

TENTANGPENGHAPUSAN BADAN HUKUM „ALGEMEENE

VOLKSCREDIETBANK”

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang: a. bahwa dengan Peraturan P em erin tah Repu­

blik Indonesia tahun 1946 No. 1, sebagai lan- djutan dari „Algemeene Volkscredietbank” dan „Syomin Ginko” dahulu, ,3ank Rakjat Indo­nesia” didirikan sebagai Bank P em e rin tah jang mempunjai daerah pekerdjaan seluruh Indonesia; . .

b. bahwa sesudah berachirnja perang dunia ke-II didaerah-daerah jang dikuasai kembali oleh Belanda, badan hukum „Algemeene Volks- credietbank” bekerdja ikembali atas dasar or­donansi tersebut dalam Staatsblad 1934 No. 82;

c. bahwa dalam pengumuman Kementerian Ke- makmuran Republik Indonesia Serikat ter- tanggal 16 Maret 1950 No. 1945/TU ditentukan tjabang-tjabang Algemeene Volkscredietbank jang masih ada didaerah Republik Indonesia(daerah Renville dan daerah jang digabung- kan) dihapuskan dan bahwa nama jang di­pakai untuk seluruh Indonesia selandjutnja ialah „Bank Rakjat Indonesia” ;

d. bahwa dengan tjara terbentuknja Negara Ke­satuan Republik Indonesia mengenai soal „Bank Rakjat Indonesia” masih terdapat 2 mat jam perundang-undangan, ja ’ni :1. peraturan Pemerintah Republik Indonesia

tahun 1946 No. 1 untuk daerah Djawa, Madura, Sumatera, ketjuali Sumatera Ti­mur dan Kalimantan, ketjuali Kalimantan Barat dan

2. ordonansi tersebut dalam Staatsblad 1934 No. 82 untuk daerah Sumatera Timur, Kali­mantan Barat dan Indonesia Timur ;

e. bahwa kurang ketentuan keadaan ini menim- bulkan keragu-raguan dan berbagai perten- tangan jang tidak dapat dipertahankan la g i;

Mengingat : pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Re­publik Indonesia ;

Mendengar : a. Dewan Menteri dalam sidangnja ke-27 tang­gal 21 Desember 1950 ;

b. Dewan Ekonomi Keuangan dalam sidangnja ke-II tahun 1951 tanggal 11 Djanuari 1951 ;

Page 329: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik: Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PENGHAPUSAN BADAN

„ALGEMEENE VOLKSCREDIETBANK’'

Pasal 1

Dengan mentjabut ordonansi tersebut dalam Staatsblad 1934 No. 82 menetapkan, bahwa badan hukum ..Algemeene Volks­credietbank” jang didirikan dengan ordonansi tersebut, diha­puskan, dengan pengertian, bahwa Algemeene Volkscrediet­bank dan peraturan-peraturan ordonansi tersebut sementara masih berlaku untuk masa dan seberapa djauh diperlukan untuk likwidasi „Algemeene Volkscredietbank”, ketjuali pasal 19 ajat (2) ordonansi itu jang tidak berlaku lagi.

Pasal 2

Likwidasi didjalankan oleh Bank Rakjat Indonesia iala-li Bank Pemerintah jang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 1946 No. 1.

Pasal 3

Cl) M ilik -m ilik „Algem eene Volkscredietbank” m endjadi m ilik Bank Rakjat Indonesia.

(2) Hutansj-hutang ..Algemeene Volkscredietbank” dioper oleh Bank Rakjat Indonesia.

(3) Diumlah hutang-hutang jang melebihi djumlah harszai se-S " a Sari piutang-piutang, r ng -k“ v ™ erin ta h bank lain dan e ffe ct-e ffe c t ditutup oleh P em enntah.

Pasal 4

(1) Pegawai ..Algemeene Volkscredietbank” m endjadi pegawai Bank Rakjat Indonesia.

(2) Peraturan eadji dan sjarat-sjaratb^erdja sekaran^ dipakai, tetap berlaku hingga ada peratuian peraturan baru oleh BaSk Rakjat Indonesia.

Pasal 5

Bank Rakjat Indonesia adalah badan hukum.32£

Page 330: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Daerah pekerdjaan Bank Rakjat Indonesia meliputi seluruh Indonesia.

Pasal 7

Undang-undang' ini mulai berlaku pada hari pengundangan- nja dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 29 Agustus 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PEREKONOMIAN, WILOPO

Diundangkan pada tanggal 10 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M.A. PELLAUPESSY

Pasal 6

330

Page 331: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 13 TAHUN 1951

TENTANGMENETAPKAN , ,UNDANG -UNDAN G DARURAT TENTANG

MENAIKAN DJUMLAH MAKSIMUM PORTO DAN BEA” SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimiban0-' bahwa berdasarkan pasal 96 ajat 1 Undang- undang Dasar Sementara Pemerintah telah me­netapkan „U nd ang-und ang Darurat tentang menaikkan djumlah maksimum porto dan bea’ (Undang-undang Darurat No. 3, tahun 1951) ;

Menimbang: bahwa Dewan Perwakilan Rakjat menjetudjui isi° undang-undang Darurat itu dengan beberapa

perubahan dan tambahan jang dimadjukan o*eh Pemerintah dan oleh Dewan Perwakilan R ak jat,

Mengingat : pasal 97 ajat 4 jo pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG MENETAPKAN -^ D A N G - TOm E o M kuBAT TENTANG — M WDMLAH

MAKSIMUM PORTO DAN BEA SEBAGAI UNDANG-UNDANG

Pasal IPpraliiran-neraturan jang termaktub dalam ..Undang-undang

Darurat tentang menaikkan djumlah ™ ^ im u m ^tetapkana T ' p l r u t r n - ^ e J u ^ f d a n

?a m b a^ ” bgahan, sehingga berbunji sebagal berikut:

Pasal 1

denglSTrd—doim antie 1935, Staatsblad 1934 No 720' . sebagai i<eidan ditambah, terachir d e n g a n Staatsblad iy ^ dan ditambah lebih landjut sebagai berikut .

331

Page 332: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

I

Pasal 4, ajat (1), huruf a s /d h harus dibatja :

a. tiap-tiap surat jang beratnja tidak lebih dari 20 gram, 30 sen dan untuk tiap-tiap 20 gram berikutnja atau sebagian dari 20 gram, 20 sen ;

b. tiap-tiap kartupos dan tiap-tiap bagian dari kedua bagian sebuah kartupos dengan balasan terbajar, 10 sen ;

c. surat kabar dan lampiran-lampirannja, 2 sen untuk tiap- tiap 25 gram atau bagian dari 25 gram, jang portonja hanja berlaku, apabila berperangko berlangganan dalam hal-hal

dan dengan sjarat-sjarat jang akan ditetapkan oleh Kepala Djawatan ; porto surat kabar dan lampiran-lampirannja, jang harus dibajar dimuka dan jang tidak .berperangko ber­langganan, adalah sama dengan porto jang harus dibajar dimuka untuk barang-barang tjetakan ;

d. barang-barang tjetakan dan dokumen-dokumen, 5 sen untuk tiap-tiap 50 gram atau bagian dari 50 gram, akan tetapi dengan minimum untuk tiap-tiap kiriman dokumen seiting^i- tmgginja 30 sen ;

e. barang tjetakan Braille, 2 sen untuk tiap-tiap 1000 gram atau bagian dari 1000 gram ;

f. bungkusan, 6 sen untuk tiap-tiap 50 gram atau bagian dari 50 gram dengan minimum setinggi-tingginja 25 sen untuk tiap-tiap kirim an;

g. pospaket, Rp. 6.— untuk tiap-tiap pospaket;h. tiap-tiap kiriman fonopos jang beratnja tidak lebih dari

20 gram, 15 sen dan untuk tiap-tiap 20 gram berikutnja atau bagian dari 20 gram, 10 sen.

II

1 t S t i ? m aU1pifhat (2i-’ ?ei udah c ’ »• ” C-titlk) dibelakang .* 1?Iail c, diubah mendjadi (titik koma)dan sesudah itu dimuat: „d. penjerahan bungkusaii-bungkusan” .

III

IV

harus ditetapkan dengan atau menurut 332

Page 333: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

V

Dalam pasal 17, ajat (1), huruf a, „25” diubah mendjadi „40” ; huruf b I, „20” diubah mendjadi „40” dan huruf b II, „25” diubah mendjadi „40” ; huruf c, „15” diubah mendjadi „25”.

VI

Dalam pasal 21, ajat (2), ,,12y2” diubah mendjadi „25”, „25 sen” diubah mendjadi „50 sen” .

Pasal II

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaja sefoap orang dapat mengetahuinja, memerintah­

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 1 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERHUBUNGAN, DJUANDA

Diundangkan pada tanggal 10 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M.A. PELLAUPESSY

333

Page 334: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 14 TAHUN 1951

TENTANGPENGGANTIAN PADJAK BUMI DENGAN PADJAK

PERALIHAN 1944

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa hingga sekarang penghasilan, jang diper­oleh dari sawah dan tanah-tanah lainnja jang dikenakan padjak bumi, diketjualikan dari pe­ngenaan padjak peralihan ;bahwa, dipandang dari sudut sistim peraturan padjak, tidak seharusnja diadakan perbedaan antara penghasilan jang diperoleh dari tanah dan pendapatan dari sumber-sumber lain ; bahwa padjak bumi jang berlaku untuk sebagian dari Negara Republik Indonesia dan diatur dengan berbagai-bagai ordonansi dan peraturan- peraturan daerah, sehingga menimbulkan te- kanan padjak jang tidak sama, tidak dapat dilandjutkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Mengingat : Undang-undang Darurat No. 36 tahun 1950 ;

Mengingat pula : pasal 89, 117 dan 132 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakiat Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGGANTIAN PADJAK B u lll DENGAN PADJAK PERALIHAN 1944

Pasal 1

Undang-undang No. 1 tahun 1949 dari Pemerintah Republik Indonesia ditjabut dan diganti dengan Undang-undang ini.

Pasal 2Semua ordonansi-ordonansi padjak bumi dan peraturan-

peraturan daerah jang konkordan dengan ordonansi-ordonansi tersebut tidak berlaku lagi, seperti:1* 5? i ,J5 va" 'en Madura_Jandrente-ordonnantie 1939” (Staats- biad No. 240 jang diubah dengan Staatsblad 1948 No. 314) ;

334

o

Page 335: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

2. de ,,Bali-landrente-ordonnantie 1939” Staatsblad No. 241) ;3. de „Celebes-landrente-ordonnantie 1939” (Staatsblad No.

242)4 de , Voorlopige Landrente-regeling 1918” (Staatsblad No.

366, jang beberapa kali diubah, jang terachir dengan Staats­blad 1949 No. 394) ;

5. Rijksblad Kasunanan 1941 No. 17 ;6. Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 12, jang beberapa kali

diubah, jang terachir dengan Rijksblad Mangkunegaran 1930 No. 16 ;

7. Rijksblad van Jogjakarta 1920 No. 11, jang^ beberapa kali diubah, jang terachir dengan Rijksblad van Jogjakarta 1932 No. 24 ;

8 ..Zelfbestuurs-landrente-verordening Celebes 1939” , jang di­tetapkan oleh Kepala-kepala Swapradja :a. Goa (surat keputusan tanggal 20-11-1939 No. 49) ;b. Barm, Tanette dan Soppengriadja (surat keputusan

tanggal 10-11-1939 No. 47/Z.B.) ;c. Suppa dan Malusetasi (surat keputusan tanggal 13-10-

1939 No. 97/Z.B.) ; ,d Rappang-Sidenreng (surat keputusan tanggal 14-10-1939

No. 39/H. 2) ;e. Sawito, Batulapa dan Kassa (surat ksputusan tanggal

19-10-1939 No. 59/Z.B.) ;f. Soppeng (surat keputusan tanggal 3-11-1939 No. 83/

H 2 ) *(surat keputusan tanggal 23-10-1939 No. 100/

(surat keputusan tanggal 24-10-1939 No. 149/g. Wadjo

H. 2.)h. Bone

9. ..Peraturan Zelfbestuur tentang Landrente” di-Bali tahun 1939 (surat keputusan No. 4/1938) -

10. ..Peraturan padjak bumi Daerah Lombok (Peiatuian 1948No. 4) ;

11. „Sumbawa L a n d r e n te -r e g e lin g 1942” ;12. , G e b r u ik s g r o n d b e la s t in g -o r d o n n a n t ie (Staatsblad 1927 No.

225).Pasal 3

Peraturan Peralihan

TTntnir nadiiLk bumi dari tahun-tahun jang telah lalu, jang

dalam pasal 2 diatas.

Page 336: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djanuari 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 29 Agustus 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 17 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M.A. PELLAUPESSY

Pasal 4

338

Page 337: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 15 TAHUN 1951

TENTANGPENETAPAN „UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PERUBAHAN ORDONANSI PADJAK PERALIHAN 1944, ORDONANSI PADJAK UPAH DAN ORDONANSI PADJAK KEKAJAAN 1932” (UNDANG-UNDANG DARURAT No 37 TAHUN 1950, SEPERTI DITAMBAH DENGAN UNDANG-

UNDANG DARURAT No. 5 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa Pemerintah, berdasarkan pasal 96 ajat 1Undang-undang Dasar Sementara Republik Indo­nesia, telah menetapkan Undang-undang Darurat tentang perubahan Ordonansi Padjak Peralihan 1944, Ordonansi Padjak Upah dan Ordonansi Pa­djak Kekajaan 1932 (Undang-undang Darurat No. 37 tahun 1950, seperti ditambah dengan Undang- undang Darurat No. 5 tahun 1951) ;

Menimbang: bahwa Dewan Perwakilan Rakjat menjetudjui isi Undang-undang' Darurat itu ;

Mengingat : pasal 97 dan pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN ,,UNDANG- UNDANG DARURAT TENTANG PERUBAHAN ORDONANSI PADJAK PERALIHAN 1944, ORDONANSI PADJAK UPAH DAN ORDONANSI PADJAK KEKAJAAN 1932” UNDANG- UNDANG DARURAT No. 37 TAHUN 1950 SEPERTI DITAMBAH DENGAN UNDANG-UNDANG DARURAT No. 5

TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

Pasal IPeraturan-peraturan jang termaktub dalam Undang-undang

Darurat tentang perubahan Ordonansi Padjak Peralihan 1944, Ordonansi Padjak Upah dan Ordonansi Padjak Kekajaan 1932 (Undang-undang Darurat No. 37 tahun 1950, seperti ditambah dengan Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1951) ditetapkan sebagai Undang-undang jang berbunji sebagai berikut .

337U.U. 1951-22

Page 338: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 1

Ordonansi Padjak Peralihan 1944, seperti telah diubah, ter­achir dengan Ordonansi 23 September 1949 (Staatsblad 1949 No. 261), diubah lagi seperti berikut:

I. Dalam pasal 1 ajat kedua kata-kata ..of Nederland dihapuskan.

II. Pasal 2 diubah seperti berikut:ke-1 dalam ajat kedua kata-kata „o f Nederland dihapuskan

dan kata-kata .,het belastinggebied" diganti dengan ,,Indonesia” ;

ke-2 dalam ajat 2a ke-1 kata-kata ..Nederlandse o f” dihapus- (kan dan kata-kata ,.Nederlandse vlag” diganti dengan „bendera Indonesia” ;

ke-3. dalam ajat 2a ke-2 kata-kata „Niederlandse o f” dan „of Nederland” dihapuskan ;

ke-4. ajat 3 dihapuskan.Pasal 3 diubah seperti berikut :

ke-1. dalam bagian c kata-kata ..Gouverneur-Generaal dan „Batavia” diganti berturut-turut dengan „Presiden Repu­blik Indonesia” dan ..Djakarta” ;

ke-2. dalam bagian g kata-kata ..land- en zeemacht” diengan ..angkatan darat, laut dan udara” ;

ke-3. dalam bagian 1 kata-kata „twaalf honderd diganti dengan „vierentwintig honderd” ;

IV. Pada penutup pasal 5 ajat pertama, titik diganti dengan titik koma, sesudah itu ditambahkan bagian baru, berbunji : „f. biaja dari surat-surat 'keterangan alat-alat pembajaran luar Negeri jang diperlukan untuk pengiriman-pengeriman sosial oleh kaum buruh, djika dan sepandjang biaja itu dipikul oleh madjikan. Jang dimaksud pengiriman-pengiriman sosial ialah pengiriman valuta luar negeri jang dibeli dengan izin Lembaga Alat-alat Pembajaran Luar Negeri jang diuntukkan guna : ke-1. pengiriman. setiap bulan kepada anggauta keluarga jang

berada diluar negeri ; ke-2. alimentasi;ke-3. penjetoran dalam dana pensiun ;ke-4. premi untuk asuransi djiwa dan lijfrente didalam batas-

batas jang ditentukan dalam bagian d ; ke-5. uang tabungan”

V. Dalam pasal 7 kata-kata „twaalf honderd” diganti dengan „vierentwintig honderd”.

VI. Pasal 8 ajat pertama diganti dengan dua ajat, berbunji seperti berikut :

338

Page 339: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

„(1) Ketjuali apa jang ditentukan dalam. ajat la dari pasal imr maka padjak dipungut menurut tarip-tarip dibawah ini ;

Tarip A. 1951.

n mPendapatan (dengan rupiah) Padjak (dengan rupiah)

1 400 hingga 500 22 500 600 33 600 700 54 700 800 75 800 900 106 900 1000 157 1000 1100 22S 1100 1200 309 1200 1350 38

10 1350 1500 46] 1 1500 1650 5412 1650 1800 6313 1800 2000 7314 2000 2200 8315 2200 2400 93

339

Page 340: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tarip B. 1951

Pendapatan ber- sih dengan rupiah

setahun

Pokok dengan rupiah untuk:

IIKenaikan padjak dengan

rupiah diatas djumlah pokok untuk.

III

Jang kawin Jan9 kawinJang tidak

kawin

2.400 - 3.000 104 156 11 153.000 ~ 4.000 170 246 12 164.000 — 5.000 290 406 13 175.000 - 7.000 420 576 14 187.000 — 9.000 700 936 15 199.000 — 11.000 1000 1316 j6 20

11.000 - 15.000 1320 1716 18 2215.000 — 19.000 2040 2596 20 2419.000 — 23.000 2840 3556 22 2623.000 — 24.000 3720 4596 24 2824.000 — 25.000 3960 4876 28 3225.000 — 26.000 4240 5196 32 3626.000 ~ 27.000 4560 5556 36 4027.000 — 28.000 4920 5956 40 4428.000 - 36.000 5320 6396 44 4836.000 — 38.000 8940 10236 48 5238.000 ~ 40.000 9900 11276 52 5640.000 — 42.000 10940 12396 56 6042.000 — 44.000 12060 13596 60 6444.000 — 46.000 13360 14986 62 6646.000 — 48.000 14720 16436 62 6648.000 — 50.000 16110 17916 62 6650.000 — 52.000 17540 19436 62 6652.000 ~ 54.000 19010 20996 62 6654.000 — 56.000 20530 22606 62 6656.000 — 58.000 22100 24276 62 6658.000 — 60.000 23732 26014 62 6 660.000 — 61.800 24972 27334 64 6861.800 ~ 63.600 26124 28558 65 6963.600 - 65.400 27294 29800 66 7065.400 — 67.300 28482 31060 67 7167.300 — 69.200 29755 32409 68 7269.200 - - 71.100 31047 33777 69 7371.100 — 73.000 32358 35164 70 7473.000 — 75.000 33688 36570 71 7575.000 ~ 77.000 35108 38070 72 7677.000 - 79.000 36548 39590 73 7779.000 — 81.000 38008 41130 74 7881.000 — keatas 39488 42690 75 79

340

Page 341: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(la) Dalam hal biaja dari surat-surat keteranean alnf «=»!«hSpSS ^ 11 lu« negeri jang diperlukan untuk

Lln}an sosial oleh wadjib-padjak-wadjib-padjak kaumbuiuh atau jang melakukan pekerdjaan atau perusahaan spndin terpikul oleh mereka, maka padjak daV w adm -padlak-vadjib-padjak ini dihitung menurut tiara jang berikut diikalau“ ngan demikian itu memperoleh hasil jang lebih rendahnadn alat Pejjghitungan padjak dengan melakukan tarip Bpaaa ajat 1 dari pasal mi: Ha' ?fteJ ?^ Piatan ;bl rsih dikurangkan dengan djumlah biaja,

jang selama tahun-takwim atau masa-padjak terpikul oleh waajio-padiak;

b. djumlah jang harus dikenakan padjak diperoleh setjara demikian itu selandjutnja dikenakan padjak menurut taripdibawah ini:

Tarip B. 1949

? II III^ Kenaikan padjak dengan

Djumlah dikenakan P °kok dengan rupiah rupiah diatas djumlah padjak dengan ru- __________ untuk :_________________ P°ko]< untuk :

piah setahunJang kawin Jang tidak

kawin Jang kawin Jang tidak kawin

2.400 2.500 215 273 . .2.500 ,_. 3.000 228 290 14 183.000 3.600 298 380 15 193.600 ___ 4.200 388 494 16 204.200 __ 4.800 484 614 17 214.800 __ 5.400 586 740 18 225.400 6.100 694 872 19 236.100 ___ 6.800 82 7 1033 20 246.800 7.500 967 1201 21 257.500 ,__ 8.200 1114 1376 22 268.200 9.000 1268 1558 23 279.000 9.800 1452 1774 24 289.800 10.600 1644 1998 25 29

10.600 11.400 1844 2230 26 3011.400 ___ 12.300 2052 2470 27 3112.300 13.200 2295 2749 28 3213.200 ___ 14.100 2547 3037 29 3314.100 15.000 2808 3334 30 3415.000 16.000 3078 3640 . 31 3516.000 —W 17.000 3388 3990 32 3617.000 18.000 3708 4350 33 3718.000 .— 19.000 4038 4720 34 38

341

Page 342: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

I II IIIKenaikan padjak dengan

Djumlah dikenakan padjak dengan ru­

piah setahun

Pokok dengan untuk :

rupiah rupiah diatas djumlah pokok untuk :

Tang tidak Jang kawin kawin Jang kawin

Jang tidak kawin

19.000 - 20.100 4378 5100 35 3940414243444546474849505152

20.100 21.200 4763 5529 3621.200 - 22.300 5159 5969 3722.300 ~ 23.400 5566 6420 3823.400 — 24.600 5984 6882 3924.600 ~ 25.800 6452 7398 4025.800 — 27.000 6932 7926 4127.000 — 28.200 7424 8466 4228.200 - 29.500 7928 9018 4329.500 — 30.800 8487 9629 4430.800 - 32.100 9059 10253 4532 J 00 — 33.400 9644 10890 4633.400 - 34.800 10242 11540 4734.800 - 36.200 10900 12254 4836.200 — 37.600 11572 12982 49 53

C A37.600 — 39.000 12258 13724 50 5439.000 ~ 40.500 12958 14480 51 55r /-40.500 - 42.000 13723 15305 52 5642.000 — 43.500 14503 16145 53 5743.500 — 45.000 15298 17000 54 5845.000 — 46.600 16108 17870 55 5946.600 ~ 48.200 16988 18814 56 6048.200 — 49.800 17884 19744 57 6149.800 ~ 51.400 18796 20750 58 6251.400 -• 53.100 19724 21742 59 6353.100 54.800 20727 22813 60 6454.800 — 56.500 21747 23901 61 6556.500 — 58.200 22784 25006 62 6658.200 ~ 60.000 23838 26128 63 6760.000 — 61.800 24972 27334 64 6861.800 - 63.600 26124 28558 65 6963.600 - 65.400 27294 29800 66 7065.400 — 67.300 28482 31060 67 7167.300 — 69.200 29755 32409 68 7269.200 — 71.100 31047 33777 69 7371.100 — 73.000 32358 35164 70 7473.000 — 75.000 33688 36570 71 7575.000 - 77.000 .35108 38070 72 7677.000 — 79.000 36548 39590 73 7779.000 — 81.000 38008 41130 74 7881.000 — keatas 39488 42690 75 79

342

Page 343: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

VII. Dalam pasal 8, ajat kedua dan ketiga, kata-kata ,het tarief B” diganti dengan „de tarieven B”.

VIII. Dalam pasal 8, ajat keempat, kata-kata „leden 1 en 2” diganti dengan „leden 1, la en 2” . Skala jang mengenai ajat ini diubah seperti berikut:ke-1. pada keterangan dalam ruangan pertama, sesudah kata

„inkomen”, ditambahkan kata-kata „c.p. belastbare som” ; ke-2. deretan-angka horizontal jang pertama, kedua dan

ketiga dihapuskan ; ke-3. dalam deretan-angka horizontal jang keempat ,,2500” di­

ganti dengan ,,2.400” ; ke-4. bilangan petjahan terdapat dibelakang bilangan bulat

dalam ruangan kedua sampai dengan ruangan kesebelas dihapuskan.

VIIIA. Pasal 8, ajat 4 terachir, mulai dengan kata „Bij” dan berachir dengan angka ,,1560” dibatja seperti bsrikut:

Pengurangan padjak, karena potongan-keluarga terha­dap pendapatan mulai dari Rp. 23.400,— setahun, dihitung menurut skala berikut:

Pendapatan Pengurangan padjak dengan rupiah terhadap bersih ataupun golongan-golongan pendapatan disamping un- djumlah dike- tuk keluarga sebanjak :nakan padjak ---------------------------------------------------------------------dengan rupiah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dan

setahun lebih~23400 — 44000 200 350 470 580 660 730 810 890 970 104044000 — 46000 300 450 570 680 760 830 910 990 1070 114046000 — 48000 300 540 690 800 860 950 1030 1110 1190 126048000 — 50000 300 540 720 840 960 1080 1180 1260 1340 141050000 — keatas 300 540 720 840 960 1080 1200 1320 1440 1560

IX. Dalam pasal 8, ajat keenam, kata-kata „Het hoofd van het departememt van financien” diganti dengan „Menteri Ke­uangan” dan ,,F. 500,—” diubah mendjadi ,,duizend gulden”.

X. Pasal 8a dihapuskan.XI. Pasal 8c diubah seperti berikut :

ke-i. dalam ajat kedua kata-kata „of Nederland” dihapuskan ; ke-2. dalam ajat kelima kata-kata „der artikelen 8 en 8a” di­

ganti dengan „van artikel 8” .XII. Dalam pasal 8d, kata-kata „tarief B” dan „twaalf-

honderd” diganti dengan berturut-turut „de tarieven B” dan „vierentwintig honderd”.

343

Page 344: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

XIII. Dalam pasal 8e, kata-kata „leden 1 en 2” diganti dengan „leden 1, la en 2”.

XIV. Pasal 9 diubah seperti berikut:ke-1. dalam bagian a, dua kali, dimuka kata consulaire

disisipkan „diplomatieke” ; kata-kata „mits zij geen Nederlandsch onderdaan zyn” diganti d e n g ^ ^imts zy niet de Indonesische nationaliteit bezitten . kata-kata „der Nederlanden” diganti dengan „van de Republik

ke-2. dalam bagian-bagian c dan d, kata f,Gouverneur-Gene- raal” diganti dengan ..Menteri Keuangan ;

ke-3. dalam bagian c, kata „twee honderd diubah mendjadi „vier honderd” ;

ke-4. bagian f dihapuskan.XV. Pasal 10 diubah seperti berikut: ___

ke-1. dalam ajat pertama, kata-kata „het belastm?gebied du<~ kali diganti dengan ,.Indonesia ; kata dnrecteur van finaneien” diganti dengan. ..Menteri ’ . -

ke-2. dalam ajat ketiga, kata-kata waar de N '?dertodsch Tndisohe Rei^erinsr hare taak als zodamg uitoefent di

denglS ,bl>aald door de Menteri Keuangem"; ke-3. dalam ajat keempat, fcata ..directeui van finaneien di

ganti dengan ,,Menteri Keuangan” .XVI Pasal 11 diubah seperti berikut:

ke-1. dalam ajat ketiga. „f. 1.200” diganti dengan ..vieren- twintig honderd gulden” ; ,

ke-2. dalam ajat keempat, kata-kata „de hoofdinspecteur van finaneien” diganti dengan ..Kepala Djawatan Padjak .

XVII. Dalam pasal 14c, ajat kelima, kata-kata „D3 Hoofd­inspecteur van Finaneien” diganti dengan ,,Kepala Djawatan Padjak” .

XVIII Dalam pasal 16, ajat kedua, kata-kata „het belasting- gebied” diubah mendjadi ..Indonesia” .

XIX. Pasal 17 diubah seperti berikut:ke-1. dalam ajat 4, bagian ke-4, kata-kata „belasting-gebied”

diubah dengan ..Indonesia” ; .ke-2. dalam ajat kelima, kata ..Gouvemeur-Generaal” diganti

mendjadi ..Menteri Keuangan”.XX. Pasal 29, ajat kedua, dibatja seperti berikut :

„ (2) ketetapan-ketetapan padjak jang tidak betul dapat diku­rangkan atau dibatclkan oleh Kepala Djawatan Padjak karena djabatan” .

XXI. Pasal 29a dihapuskan. Sebagai gantinja disisipkan suatu pasal baru, berbunji sepe-ti berikut :344

Page 345: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

„Pasal 29a

Menteri Keuangan berhak untuk mengeluarkan peraturan- peraturan jang diperlukan untuk menambah -dan mendjalan­kan ordonansi ini” .

XXII. Pasal 30, ajat ketiga, dihapuskan.

Ordonansi Padjak Kekajaan 1932, seperti telah diubah, ter­achir dengan Ordonansi 23 September 1949 (Staatsblad 1949 No. 261), diubah lagi seperti berikut:

Dalam pasal 2, ajat pertama, kata-kata „of Nederland” di­hapuskan.

Pasal 3Ordonansi Padjak Upah (1934). seperti telah diubah, terachir

dengan Ordonansi 30 Desember 1948 (Staatsbla-d 1948 No. 342), diubah lagi seperti berikut:

I. Dalam pasal 9A, ajat pertama, bagian-bagian a, b dan c diganti seperti berikut:„a. berdjumlah kurang dari Rp. 1.500 : 3% ;b. Rp. 1.500 hingga Rp. 2.400 • : 4 ,o\c. Rp. 2.400 hingga Rp. 4.800 : 5 m \d. Rp. 4.800 hingga Rp. 8.000 : 7% ;

II. Dalam pasal 9c, ajat kedua, „f. 10.—” diganti dengan**4-^ r-»* A > n 1 / I AV\

Pasal 2

e. Rp. 8.000 hingga Rp. 12.000f. Rp. 12.000 dan lebih

10% ;15% dari upah itu” .

.,veertig gulden” .

ernr^t kata-kata „Hoofdinspecteur van F inancier diganti

345

Page 346: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

VII. Dalam pasal 32, ajat keempat, bagian penutup dari ka- limat kedua dihapuskan ialah jang mulai dengan kata-kata „met dien verstande” ; koma dimuka itu diganti dengan titik.

VIII. Dalam pasal 34, ajat ketudjuh, kata „Gouverneur- Generaal” diganti dengan „Menteri Keuangan”.

IX. Dalam pasal 40, ajat pertama, bagian penutupnja jang mulai dengan kata-kata „in de buitengewesten” diganti dengan „bij het aangewczen bestuurshoofd en bij de door dit bestuurs- hoofd aan te wijzen ambtenaren van het Binnenlands Bestuur” .

X. Dalam pasal 42, kata-kata „in provincien en andere door den Gouverneur-Generaal aan te wijzen gewesten de Gouver- neur en overigens ds Directeur van Financien" diganti dengan „de Menteri Kuangan”.

XI. Pasal 43 dihapuskan.XII. Dalam pasal 53. kata ..Directeur van Financien” diganti

dengan „Menteri Keuangan”.XIII. Pasal 54 ajat kedua, dihapuskan.

Pasal 4Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djanuari

1951.

Pasal IIUndang-undang ini berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja. memerintah- kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 16 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 22 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

346

Page 347: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 16 TAHUN 1951

TENTANGPENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT No. 22 TAHUN 1950

TENTANG PENURUNAN TJUKAI TEMBAKAU SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Pemerintah. berdasarkan pasal 139ajat 1 dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat, telah menetapkan ,,Undang-undang Darurat tentang penurunan tjukai tembakau” (Undang-undang Darurat No. 22 tahun 1950) ;

b. bahwa Dewan Perwakilan Rakjat menjetu- djui isi Undang-undang Darurat itu dengan beberapa perubahan dan tambahan jang di- madjukan oleh Pemerintah dan oleh Dewan Perwakilan Rakjat;

Mengingat : pasal 97 ajat 4 jo. pasal 89 dari Undang-undangDasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan : Dewan Perwakilan Rakjat RepublikIndonesia;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN „UNDANG- UNDANG DARURAT TENTANG PENURUNAN TJUKAI TEMBAKAU” (UNDANG-UNDANG DARURAT No. 22

TAHUN 1950) SEBAGAI UNDANG-UNDANGPasal I

Peraturan-peraturan jang termaktub dalam Undang-undang Darurat tentang penurunan tjukai tembakau” (Undang-undang Darurat No. 22 tahun 1950) ditetapkan sebagai Undang-undang dengan perubahan-perubahan dan tambahan-tambahan, se- hingga berbunji sebagai berikut:

Pasal tunggal.Tabaksaccijns-ordonnantie” (Staatsblad 1932 No. se”

hc*o-oi <;pmnlT. telah diubah dan ditambah, terachir den~,an Ordonansf teng^al 1 September 1949 (Staatsblad No. 234), diubah lagi sebagai berikut:

APasal 7 dibatja : . .

Pada pemasukan barang-barang jang dikenakan tjukai oleh lain orang dari pada importir jang mempunjai surat izin berusaha, sebagai termaktub dalam pasal 19, b^laku sebagai haiga etjeran untuk menghitung tjukai harga

347

Page 348: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

pendjualan ketika penjerahan barang-barang itu dinegeri ini, ditambah dengan bea-masuk, bea-statistik dan pan- tjang berat barang jang harus dibajar pada waktu pema­sukan, ditambah pula dengan seratus empatpuluh persen mengenai rokok-rokok sigaret jang dibuat dengan mesin serta tembakau iris, seratus persen sekedar mengenai rokok- rokok sigaret sekedar mengenai hasil-hasil tembakau jang lain”.

BPasal 10 dibatja :

„(1) Tjukainja berdjumlah :a. untuk rokok-rokok sigaret jang dibuat dengan

mesin dan tembakau iris : limapuluh persen dari harga etjeran ;

b. untuk rokok-rokok sigaret lain dari pada jang di­buat dengan mesin : empatpuluh persen dari harga etjeran ;

c. untuk hasil-hasil lain jang dikenai tjukai : tiga- puluh persen dari harga etjeran.

(2) Dalam hal keragu-raguan atau perbedaan pendapat apa hasil-hasil tembakau jang dikenakan tjukai ter­masuk dibawah a. dari ajat dimuka ini atau dibawahb. atau c. dari ajat itu, diputuskan oleh Menberi Keuangan.

(3) Djikalau menurut pasal 31 pendjualan diidinkan dengan har.ga jang lebih tinggi dari harga etjeran jang tersebut dipita jang dilekatkan menurut pasal 12 maka dengan tidak memperhatikan perbedaan pada ajat (1) harus dibajar tjukai sebanjak limapuluh per­sen dari djumlah jang melampaui harga itu”.

Pasal IIUndang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan

dan berlaku surut sampai 1 Djuli 1950.. ^ gar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, mem&rintah- *an pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan aaiam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 17 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 22 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

348

Page 349: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 17 TAHUN 1951

TENTANGMENETAPKAN „UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANGPENGELUARAN UANG KERTAS ATAS TANGGUNGAN

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT” SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: baih-wa Pemerintah dengan mempergunakan hak- lija, termaktub pada pasal 139 ajat 1 Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat, telah menetapkan ,.Undang-undang Darurat tentang pengeluaran uang kertas atas tanggungan Repu- lik Indonesia Serikat” (Undang-undang Darurat No. 21 tahun 1950) ;

Menimbang: bahwa D&wan Perwakilan Rakjat menjetudjuiisi Undang-undang Darurat itu dengan beberapa perubahan dan tambahan jang diadjukan oleh Pemerintah ;

Mengingat : pasal 97 jo. pasal 89, pasal 109 dan pasal 118 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan : Dewan Perwakilan Rakjat ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG MENETAPKAN ..UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENGELUARAN UANGKERTAS ATAS TANGGUNGAN REPUBLIK INDONESIA

SERIKAT” SEBAGAI UNDANG-UNDANG

Pasal I

Peraturan-peraturan jang termaktub dalam „Undang-undang Darurat tentang pengeluaran uang kertas atas tanggungan Republik Indonesia Serikat” (Undang-undang Darurat No. 21 tahun 1950) ditetapkan sebagai Undang-undang sebagai berikut:

Pasal 1

Menteri Keuangan diberi kuasa, menurut adanja kebutuhan, untuk mengeluarkan uang kertas atas nama pembawa jang memberi hak piutang terhadap Republik Indonesia kepada pembawanja sampai djumlah jang tertulis diatasnja dalam rupiah Republik Indonesia.

349

Page 350: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Uang-uang kertas termaksud dalam pasal 1 dikeluarkan da­lam petjahan (coupure) dari lima rupiah dan sepuluh rupiah sampai djumlah semua setinggi-tingginja Rp. 230.000.000.— (duaratus tigapuluh djuta rupiah).

Pasal 3Uang-uang kertas itu merupakan alat-alat pembajaran jang

sah sampai setiap djumlah.

Pasal 4Peraturan-peraturan landjut tentang pengeluaran uang-uang

kertas jang dimaksud dalam pasal 1 ditetapkan oleh Menteri Keuangan, jang diserahi pula pelaksanaan Undang-undang ini.

Pasal IIUndang-undang ini mulai berlaku pada hari pengundangan-

nja dan dianggap berlaku surut sampai tanggal 31 Mei 1950.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 12 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,, JUSUF WIBISONODiundangkan

pada tanggal 15 Oktober 1951MENTERI KEHAKIMAN a.i

M.A. PELLAUPESSY

Pasal 2

350

Page 351: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 18 TAHUN 1D51

TENTANGPERUBAHAN UNDANG-UNDANG No. 15 TAHUN 1950

REPUBLIK INDONESIA UNTUK PENGGABUNGAN DAERAH- DAERAH KABUPATEN KULON-PROGO DAN ADIKARTO DALAM LINGKUNGAN DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA

MENDJADI SATU KABUPATEN DENGAN NAMA KULON-PROGO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Kabupaten Kulon-Progo dan Kabu-pabsn Adikarto masing-masing hanja meru­pakan daerah Kabupaten jang terlampau ketjil untuk langsung berdiri sendiri-sendiri dengan sempurna sebagai daerah jang ber- otomi ;

b. bahwa dengan digabungkannja kedua Kabu­paten tersebut diatas berarti pula efficiency susunan pemerintahan didaerah-daerah ter­sebut sesuai dengan perkembangan ketata- negaraan dewasa in i ;

c. bahwa, guna penggabungan daerah-daerah Kabupaten tersebut sub a diatas, perlu mengubah Undang-undang No. 15 tahun 1950 Republik Indonesia tentang pembentukan daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Daerah Istimewa Jogjakarta ;

Mengingat : pasal-pasal 89, 131 dan 132 Undang-undangDasar Sementara Republik Indonesia ; U n d a n g -u n d a n g No. 22 tahun 1948 ; U n d a n g -u n d a n g No. 3 dan No. 15 tahun 1950 Republik Indonesia jo. pasal 142 Undang-undang Dasar Semsntara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan : Dewan Perwakilan Rakjat RepublikIndonesia ;

351

Page 352: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

M e m u t u s k a n

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UNDANG- UNDANG No. 15 TAHUN 1950 REPUBLIK INDONESIA

UNTUK PENGGABUNGAN DAERAH-DAERAH KABUPATEN KULON-PROGO DAN ADIKARTO DALAM LINGKUNGAN DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA MENDJADI SATU KABUPATEN JANG BERHAK MENGATUR DAN MENGURUS

RUMAH-TANGGANJA SENDIRI DENGAN NAMA KABUPATEN KULON-PROGO

Pasal 1Undang-undang No. 15 tahun 1950 Republik Indonesia diubah

sebagai berikut:1. Pasal 1 benbunji :

..Daerah-daerah jang meliputi daerah Kafoupaten 1. Bantul, 2. Sleman, 3. Gunungki-dul dan 4. Kulon-Prc*go serta Adikarto ditetapkan bertumt-turut mendjadi Ka- (buipafcsn 1. Bantul, 2. Sleman, 3. Gunungkidul dan 4. Kulon-Progo jang berhak mengatur dan mengurus rumah-tanggan j a sendiri” .

2. Pasal 2 ajat (1) berbunji:„(1) Pemerintah daerah Kabupaten tersebut dalam pasal

1 diatas berturut-turut berkedudukan diibu-tempat1. Bantul, 2. Sleman, 3. Wonosari dan 4. Wates” .

3. Dalam pasal 3 ajat (1) kalim at:„5. Adikarto terdiri dari 20 orang” dihapuskan.

Pasal 2^ v ETa P^awai-daerah bekas Kabupaten Adikarto atas hu­

kum beralih daai bekerdja pada Kabupaten Kulon-Progo aengan sjarat-sjarat, kefcsntuan-ketentuan dan tingkatan jang sama, sebagaimana mereka telah bekerdja selaku pe- tf'T J er^ l3ada Kabupaten Adikarto, ketjuali apabila remadap kedudukan-hukum mereka sebelumnja telah diadakan ketentuan-ketentuan lain.

^ kekuasaan dan kewadjiban, pun djuga segala urusaniiTTrtnn a ^naan lain-lainnja, jang menurut perundang- TTr,^^?.an iang berlaku, sebelum penggabungan menurut

berada dalam tanp-pn Pemerintahan n- beserta pendjabat-pendjabatnja, untuk

dJselenSgarakan dan dipenuhi oleh Pemerin-

kapar, f a n S a s a a S ’fa^™ ®0 P6rleng"352

Page 353: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan jang ter- tjantum dalam pasal 5 Undang-undang No. 15 tahun 1950 Republik Indonesia, maka segala milik, laba dan rugi serta hak-hak dan kewadjiban dari bekas Kabupaten Adikarto itu diserahkan kepada Kabupaten Kulon-Progo.

Pasal 3

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan, dengan pengertian bahwa tindakan-tindakan dari pihak jang berkuasa, jang telah diambil berhubungan dengan dan menda­hului penggabungan daerah-daerah Kahupaten itu, dengan Undang-undang ini dinjatakan sah.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 12 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO

MENTERI DALAM NEGERI.ISKAQ TJOKROHADISURJO

Diundangkan pada tanggal 15 Oktober 1951MENTERI KEHAKIMAN a.i.,

M. A. PELLAUPESSY

•U.U. 1951 -23353

Page 354: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 19 TAHUN 1951

TENTANGPTTNFTAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT No. 32 TAJiUN 1950 TENTANG PENGGABUNGAN PULAU WEH KEDALAM DAERAH PABEAN INDONESIA” SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Pemerintah dengan m ^Pergunakanhaknja termaktub pada pasal 96 ajat (1) dan Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia, telah menetapkan „Undang-undang Darurat tentang perubahan ,Tarief ordonnan­tie” (Staatsblad 1910 No. 628, sebagai telah diubah dan ditambah, terachir dengan Ordo­nansi 15 Desember tahun 1949 (Staatsblad No. 391)” ( U n d a n g - u n d a n g Darurat No. 3 2

tahun 1950) ; . .b bahwa Dewan P erw a k ila n R a k ja t m e n je tu d ju i

isi U n d a n g -u n d a n g D a ru ra t itu dengan bebe­rapa p e ru b a h a n dan ta m b a h a n ja n g d im a d ju kan o le h P e m e rin ta h ;

Mengingat : pasal 97 ajat (4) jo. pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ,

Dengan persetudjuan : Dewan Perwakilan R ak jat,

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN ,,UNDANG- UNDANG DARURAT TENTANG PERUBAHAN ,,TARIEF- ORDONNANTIE” (STAATSBLAD 1910 No. 628, SEBAGAI TELAH DIUBAH DAN DITAMBAH, TERACHIR DENGAN ORDONANSI 15 DESEMBER 1949 (STAATSBLAD No. 391),

(UNDANG-UNDANG DARURAT No. 32 TAHUN 1950)” SEBAGAI UNDANG-UNDANG

Pasal IPeraturan-peraturan jang termaktub dalam „Undang-undang

Darurat tentang perubahan ,,Tariefordonnantie” (Staatsblad 1910 No. 628, sebagai telah diubah dan ditambah, terachir dengan Ordonansi 15 Desember 1949 (Staatsblad No. 391), (Undang-undang Darurat No. 32 tahun 1950)” ditetapkan se­bagai Undang-undang dengan perubahan-peruibahan dan tam- bahan-tambahan, sehingga berbunji seperti berikut:

354

Page 355: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal tunggal

Pada Ordonansi 7 Desember 1910 (Staatsblad No. 628), se­bagai telah diubah dan ditambah, terachir dengan Ordonansi 15 Desember tahun 1949 (Staatsblad No. 391) jang dimaksud pada pasal I diadakan perubahan seperti berikut:a. Bagian kalimat: „(met uitzondering van het eiland W e)”

jang terdapat dibagian Ten Tweede : I. ajat le dihapuskan ;b. Bagian kalimat: „(met uitzondering van het eiland W e)”

jang terdapat dibaigian Ten Tweede : II. ajat A dihapuskan ;c. Bagian kalimat: „(met uitzondering van het eiland W e)”

jang terdapat dibagian Ten Derde dibawah IV. T a r i e f v o o r : ajat c dan d dihapuskan ;

d. Perkataan : „Europeesch” jang terdapat dalam kalimat jang terachir dibagian Ten Derde : dihapuskan.

Pasal IIUndang-undang ini mulai berlaku pada hari pengundangannja

dan berlaku surut sampai tanggal 21 Nopember 1950.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indoensia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 12 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN, JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 16 Oktober 1951MENTERI KEHAKIMAN a.i.,

M. A. PELLAUPESSY

Page 356: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 20 TAHUN 1951

TENTANG

PEMBEBASAN TJUKAI GUNA PEGAWAI-PEGAWAI DIPLOMATIK ATAU KONSULER DARI NEGERI-NEGERI ASING JANG MENDJALANKAN TUGASNJA DINEGERI INI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dipandang perlu mengadakan peraturan tentang kesempatan, atas perdjandjian perlaikuan timbal-balik, untuk memberi pembebasan tjukai guna pegawai-pegawai diplomatik atau ikonsuler dari negeri-negeri asing jang mendjalankan (tugasnja dinegeri in i ;

Mengingat : pasal 89 dan pasal 117 dari Undang-undangDasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan : Dewan Perwakilan Rakjat RepublikIndonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERIAN PEMBEBASANTJUKAI GUNA PEGAWAI-PEGAWAI DIPLOMATIK ATAU

KONSULER DARI NEGERI-NEGERI ASING JANG MENDJALANKAN TUGASNJA DINEGERI INI

Pasal 1

Sekedar tentang hal itu diberikan pembebasan jang sama dinegeri-negeri asing kepada pegawai-pegawai diplomatik dan Ekonsuler Negara Republik Indonesia, dapatlah Menteri K e­uangan, dengan sjarat-sjarat jang ditetapkan olehnja, mem­berikan pembebasan atau pengembalian tjukai atas barang- barang jang ditudjukan untuk pemakaian sendiri oleh pegawai-pegawai diplomatik atau ikonsuler dari negeri-negeri asmg jang mendjalankan tugasnja dinegeri ini, djika mereka orang asing dan tidak melakukan perusahaan atau pekerdjaan di-Indonesia.

Dengan pemakaian .sendiri diartikan djuga pemakaian oleh anggauta-anggauta keluarganja.356

Page 357: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Undang-undang ini mulai iberlaku pada hari diundangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja memerintah-

kan pengudangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 30 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. SOEKARNO

Pasal 2

MENTERI KEUANGAN, JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 7 Nopember 1951

MENTERI KEHAKIMAN a. i., M.A. PELLAUPESSY

357

Page 358: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 21 TAHUN 19ol

TENTANGPENGHAPUSAN „CENTRALE V O ^”

O N D E R N E M IN G S L A N D B O U W P R O D U C T E N (C . . .

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VAN

Menimbang: a.

b.

bahwa badan ,,Centrale Verk° 3 ° r$ ^ ™ !vnn Ondememingslandbouwpi oducten merio h a d a n f penjelesaian tugas kewadjibannja dan ttto^sesua3! lagi dengan keadaan sekwax* : bahwa, oleh karena itu, perlu ^ada« tersebu_ dihapuskan dan ditetapkan p.ratuian pei aturan tentang penghapusannja ,

pasal 89 U n d a n g -u n d a n g Dasar Sexnentaia Repu­blik Indonesia; . . . .

Dengan persetudjuan: Dewan Perwakilan Rakjat RepubUIndonesia ;

M e n g in g a t :

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PENGHAPUSAN „CENTRALE VERKOOPORGANISATIE VAN ONDERNEMINGSLANDBOUW­PRODUCTEN (C.V.O.)” DAN PERATURAN PENGHAPUSANNJA

Pasal 1Centrale Verkooporganisatie van O rd e rn e m in g s la n d b o u w p ro -

ducten (C.V.O.), jang dibentuk dengan Ordonnantie Staatsblad1947 No. 140 tanggal 4 Agustus tahun 1947, dibubarkan Pada saat mulai berlakunja Undang-undang ini badan tersebut me­nurut h u k u m berada dalam keadaan penghapusan.

Pasal 2Ordonnantie Staatsblad 1947 No. 140 tanggal 4 Agustus 1947,

setelah diubah dan ditambah, kemudian dengan Ordonnantie Staatsblad 1949 No. 78 dan peraturan ,pelaksanaannja jang berdasarkan peraturan tersebut terachir dalam Staatsblad1949 No. 79, ditjabut, dengan ketentuan, ibahwa semua per­aturan-peraturan Ordonansi-ordonansi tersebut diatas tetap toerlaku selama dan seberapa djauh diperlukan untuk peng- hapusan ,,Centrale Verkooporganisatie van Ondernemings- landbouwproducten (C.V.O.)” .

358

Page 359: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pekerdjaan penghapusan jang dimaksud dalam pasal 2 ter­sebut diatas diserahkan kepada suatu „Panitia Penghapusan C.V.O.” jang dibentuk oleh Menteri Perekonomian, terdiri dari: seorang wakil dari Kementerian Perekonomian, seorang wakil dari Kementerian Keuangan dan seorang wakil dari „Ordernemersbond voor Indonesie”.

Pasal 41. Panitia Penghapusan C.V.O. dalam tiga bulan sesudah me­

lakukan pembajaran penghabisan, memberikan perhitungan dan pertanggungan-djawab kepada Menteri Perekonomian dan Menteri Keuangan.

2. Pekerdjaan penghapusan berachir dengan adanja persetu­djuan Menteri Perekonomian dan Menteri Keuangan me­ngenai perhitungan dan pei-tamggungan-djawab jang diberikan itu.

Pasal 5Berchirnja keadaan penghapusan ini akan diumumkan dalam

Berita Negara Republik Indonesia.Pasal 6

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari pengundangannja.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah-

kan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 30 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA MENTERI, SUKIMAN WIRJOSANDJOJO

MENTERI PEREKONOMIAN, WILOPO

Diundangkan pada tanggal 12 Nopember 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M.A. PELLAUPESSY

Pasal 3

359

Page 360: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG

TENTANGPENGHAPUSAN ,,CENTRALE VERKOOPORGANISATIE VAN

ONDERNEMINGSLANDBOUWPRODUCTEN (C.V.O.)

1. „Ordonnantie Cemtrale Verkooporganisatie van Onderne- mingsland'bouwproducten Java, Madura en Sumatra, 1947 (Staatsblad No. 140 tertanggal 4 Agustus 1947) dimaksudkan sebagai suatu peraturan sementara jang diada;kan sebagai Pen_ dorong tersedianja hasil-hasil perkebunan di-Djawa, Madura dan Sumatera, jang telah dihasilkan dalam keadaan jang lang­sung atau tidak langsung mendjadi akibat dari pada pendu- dukan kepulauan ini oleh fihak Djepang.

2. Dengan diadakannja suatu organisasi ,,publiekrechtelijk” iansr diperlengkapi dengan kekuasaan-kekuasaan istimewa, dikehendaki untuk menghapuskan rintangan-rintangan jang timbul dari kesangsian tentang hak-miliik mengenai sebagian besar dari hasil-hasil perkebunan itu tadi §erta dan tidak ter- dapatnja suatu apparaat ekonomis jang normaal pada masa itu, jang dalam hal ini seharusnja dapat mendjalankan peker­djaan pengangkutan dan pendjualan hasil-hasil perkebunan.

3. Kini setelah apa jang dinamakan „oud-product” , jakni hasil perkebunan jang dihasilkan sebelum pimpinan atas suatu perusahaan perkebunan telah dipegang kembali oleh pemiliknja •;elah dikerdjakan dan didiual sama *!:kQli oJeh organisasi itu serta pekerdjaan organisasi tadi dapat dikatakan telah selesai, maka tugas sementara dari C.V.O. dapat dianggap telah ber­achir dan Ordonansi jang mendjelmakan organisasi itu tadi serta peraturan penglaxsanaan jang berdasar pada itu, dapat ditjabut kembali.

4. Undang-undang jang bersangkutan dalam pasal 1 meng- hapuskan organisasi itu, sedangkan dalam pasal 2 Ordonansi cadi serta peraturan penglaksanaannja, ditjabut kembali.

5. Oleh karena organisasi itu belum dapat menutup buku- bukunja, herhubung dengan masih djalannja proces-tproces mengenai penggantian kerugian jang dipegang olehnja untuk hasil-hasil perkebunan jang dahulu telah diserahkan kepada- nja, maka mendjadi keharusan pula, supaja organisasi ini di­masukkan dalam „keadaan penghapusan” dan menentukan tetap berlakunja ketetapan-ketetapan Ordonansi itu serta ketetapan-ketetapan peraturan penglaksanaan, dimana diperlu- kannja untuk penghapusan itu tadi. Hal ini ditentukan pula dalam pasal-pasal 1 dan 2.

P E N D J E L A S A N

360

Page 361: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

6. Dalam pasal 3 penghapusan diserahkan kepada suatu ,.Panitia Penghapusan C.V.O.”, terdiri dari masing-masing se­orang wakil dari fihak-fihak jang erat hubungannja dengan pekerdjaan C.V.O. itu ialah Kementerian Perekonomian, Ke- menterian Keuangan dan Ondernemersbond.

7. Dengan diberikannja perhitungan dan pertanggungan- djawab kepada Menteri Perekonomian dan Menteri Keuangan, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4, dikehendaki, supaja pemeriksaan (controle) keuangan ini didjalankan oleh Kemen- terian-kementerian jang dalam hal ini mempunjai hubungan jang sangat rapat dengan organisasi tadi.

8. Dengan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia, jang diharuskan dalam pasal 5, akan diberitahukan selesainja likwidasi ini.

o361

9

Page 362: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 22 TAHUN 1951TENTANG

MENETAPKAN „UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENETAPAN KEDJAHATAN-KEDJAHATAN DAN PELANG­GARAN-PELANGGARAN JANG DILAKUKAN DALAM MASA PEKERDJAAN OLEH PARA PENDJABAT JANG MENURUT PASAL 148 KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SERIKAT DALAM TINKAT PERTAMA DAN TERTINGGI DIADILI OLEH

MAHKAMAH AGUNG INDONESIA” SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang: bahwa Pemerintah dengan mempergunakan hak-

nja termaktub pada pasal 139 ajat 1 Konstitusi Republik Indonesia Serikat telah menetapkan Undang-undang Darurat tentang penetapan

ked jahatan-fkedjahatan dan pelanggaran-pelang- garan jang dilakukan dalam masa pekerdjaan oleh para pendjabat jang menurut pasal 148 Konstitusi Republik Indonesia Serikat dalam tingkat pertama dan tiertinggi diadili oleh Mah­kamah Agung Indonesia” (Undang-undangDarurat No. 29 tahun 1950) ;

Mengingat : pasal 106 dan pasal 97 ajat 4 jo. pasal 89 Undang- undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat RepublikIndonesia ;

M e m u t u s k a n :M e n e ta p k a n :UNDANG-UNDANG TENTANG MENETAPKAN „UNDANG- UNDANG DARURAT TENTANG PENETAPAN KEDJAHATAN- KEDJAHATAN DAN PELANGGARAN-PELANGGARAN JANG DILAKUKAN DALAM MASA PEKERDJAAN OLEH PARAPENDJABAT JANG MENURUT PASAL 148 KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SERIKAT DALAM TINGKAT PERTAMA

DAN TERTINGGI DIADILI OLEH MAHKAMAH AGUNG INDONESIA” SEBAGAI UNDANG-UNDANG

Pasal IPeraturan-peraturan jang termaktub dalam „Undang-undang

Darurat tentang penetapan kedjaihatan-kedjahatan dan pe­langgaran-pelanggaran jang dilakukan dalam masa peker­djaan oleh para pendjabat jang menurut pasal 148 Konstitusi Republik Indonesia Serikat dalam tingkat pertama dan tertinggi diadili oleh Mahkamah Agung Indonesia” (Undang-undang

Tjatatan: Dalam mempergunakan U .U . N o: 22/1951 ini, maka pendje­lasan atas U.U .D . N o : 29/1950 dapat dipergunakan.

362

Page 363: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Darurat No. 29 tahun 1950) ditetapkan sebagai undang-undang dengan perubahan-perubahan dan tambahan-tambahan, hingga berbunji sebagai berikut:

Undang-undang tentang penetapan kedjahatan-kedjahatan dan pelanggaran-pelanggaran jang dilakukan dalam masa pe­kerdjaan oleh para pendjabat jang menurut pasal 106 ajat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dalam tingkat pertama dan tertinggi diadill oleh Mahkamah Agung.

Pasal tunggalPara pendjabat, jang termaktub dalam pasal 106 ajat 1 Un­

dang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia, diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh Mahkamah Agung, r>un sesudah mereka berhenti-, berkenaan dengan kedjahatan- kedjahatan dan pelanggaraai-p'elanggar^-djabato tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, BUKU KEDUA, Titel XXVIII DAN BUKU KETIGA, Titel VIII serta kedjahatan- kedjahatan dan pelanggaran-pelanggaran jang lain dilakukan- nja dalam masa pekerdjaannja, jaitu sebagai disebutkan dibawah in i :a. kedjahatan-kedjahatan jang diantjam dengan hukuman

b. kl^ahatan-kedjahatan jang termaktub dalam Kitab Un­dang-undang Hukum Pidana, BUKU KEDUA, Titel-titel I,

c. kedjahatan-kedjahatan dan Pelanggaran-pelanggar^ dilakukannia dalam keadaan jang memberatkan kesalahan nja sebagai termaktub dalam pasal 52 Kitab U n d a n g -u n d a n g Hukum Pidana.

Pasal IIU n d an g-u n d an g ini m ulai berlaku pada hari pengundangannja

dan berlaku surut sam pai tan ggal 27 D esem ber 1949.Ao-ar suoaia setiap orang dapat mengetahuinja. memerintah-

k a t ° pengundangan U n dan g-un dan g ini dengan penem patan dalam Lem baran N egara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 28 Nopember 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEHAKIMAN, MOHAMMAD NASROEN

Diundangkan pada tanggal 3 Desember 1951

MENTERI KEHAKIMAN,MOHAMMAD NASROEN

363

Page 364: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGPENJERAHAN URUSAN PENILIKAN PILEM KEPADA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, PENGADJARAN DAN KEBUDAJAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa urusan penilikan pilem, jang sekarang mendjadi tugas-kewadjiban Kementerian Da­lam Negeri, berdasarkan atas keamanan dan ketertiban umum daiam suasana sekarang perlu diberi dasar jang lebih luas, jaitu dasar pendidikan masjarakafc dan kebudajaan ;

b. ibahwa iberhubung dengan alasan sub a, urusan pilem lebih tepat diserahkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan K ebudajaan;

Mengingat : pasal 89 dan 142 Undang-undang Dasar Semen- tara Republik Indonesia;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia;

M e x n u t u s k a n :Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENJERAHAN URUSAN PENILIKAN PILEM KEPADA KEMENTERIAN PENDIDIKAN

PENGADJARAN DAN KEBUDAJAAN

Pasal 1

Uiusan penilikan pilem dimasukkan tugas-kewadjiban Ke- menterian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

Pasal 2

noni!f^~k^w^d,1iban M?n eri Dalam Negeri (Directeur van Bin- 1940” B«stuur)>. dalam Undang-undang- pitematHrnn ?SJ}. ^-1 ° ’ staatsWad 1940 No. 507). ,.per-No M9 t ? 213Prordenlng 1940' Staatsblad 1940Ja” ? telah diubah dengan Staatsblad 1948 No 155 dan

dan ..Keputusan Pilem 1940” P a S m L w - ' n ? 4490> jang telah diubah dengan

D No- s u - 4/2/ 41 tahun 19511Kebudajaan. MCnterl Pendidikan, Pengadjaran dan

UNDANG-UNDANG No. 23 TAHUN 1951

364

Page 365: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari pengundangannja.setiaP ° ranS dapat m engetahuinja, m em erintah-

^gundjmgjm Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 28 Nopember 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO

PERDANA MENTERI, SUKIMAN WIRJOSANDJOJOMENTERI DALAM NEGERI,

ISKAQ TJOKROHADISURJOMENTERI PENDIDIKAN

PENGADJARAN DAN KEBUDAJAAN.

WONGSONEGORODiundangkan pada tanggal 10 Desember 1951

MENTERI KEHAKIMAN,MOHAMMAD NASROEN

Pasal 3

n365

O

0

Page 366: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PENDJELASAN RANTJANGAN

UNDANG-UNDANG TENTANG PENJERAHAN PENILIKAN PILEM KEPADA KEMENTERIAN PENDIDIKAN,

PENGADJARAN DAN KEBUDAJAAN

Alasan-alasan Pemerintah dahulu untuk pilem terutama didasarkan atas pendinan, bahwa p-rtundjuk_ an-pertundjukan pilem dapat memmbulkan I^ngaVrmlitioneel) rang baik atas keamanan dan ketertibanBerhubung dengan alasan-alasan mi, maka P ^ ^ k a n pilem dahulu dimasukkan tugas-kewadjiban Kementerian Dalam Negeri (Departement van Binnenlandsch Bestuur).

Adapun Pemerintah sekarang terpendapat, penibkanpilem itu tidak semata-mata haruskeamanan dan ketertiban umum sadja, tetapi titik terletak dilapangan pendidikandan apakah pertundjukan-pertundjukanl p i l e m d a j a t mem beri manfaat jang baik kepada masjaiakat J*dones *

Dari sebab itu dipandang selajaknja, bahkan lebih tepat, djikalau urusan penilikan pilem dim^ukkanKementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan se bagaimana ditetapkan dalam pasal 1 dan Undang-undang mi-.

Densan perubahan ini Undang-undang Pilem 1940 (Film- ordo^mantie 1940, S. 1940 No. 509) dan lain-lain peraturan peng-laksanaannja sehaxusnja diubah d j u g a , sehingga lsmja dapat sesuai dengan tudjuan itu. Perubahan sedemikian akan me- makan banjak waktu, maka tentang hal ini dipandang tterlu untuk membentuk sebuah panitia terdiri atas lnstansi-instansi jang bersangkutan, gang akan dapat melaksanakan tugas- kewadjiban itu.

Dari sebab dianggap perlu pokok jang ditetapkan dalam pasal 1 tersebut diatas dapat segera didjalankan maka untuk sementara tjukuplah apabila ditentukan setjara formil, bahwa kekuasaan-kekuasaan dan kewadjiban-kewadjiban mengenai urusan penilikan pilem jang sekarang ada ditangan Msnteri Dalam Negeri didjalankan oleh Menteri Pendidikan, Pengadja- ran dan Kebudajaan.

Maksud dari pasal 2 ialah untuk menetapkan lebih landjut perubahan-perubahan pokok jang perlu, agar apa jang pada asasnja telah ditetapkan dalam pasal 1 itu dapat segera di­djalankan.

366

Page 367: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG No. 24 TAHUN 1951

TENTANGNASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Republik Indonesia sebagai negara jang merdeka dan berdaulat harus mempunjai bank sentral jang bersifat nasional;

b. bahwa untuk mendjamin kepentingan umum bank itu harus dimiliki oleh negara;

c. bahwa hingga saat ini De Javasche Bank N.V. sebagai bank sentral bersifat partikelir dan berada ditangan modal asing;

d. bahwa untuk mengachiri kedudukan De Javasche Bank N.V. jang demikian itu lem­baga ini harus dinasionalisasi;

Mengingat: a. pasal 27 dan pasal 89 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia;

b. pasal 3 dan pasal 18 ajat (8) Persetudjuan Keuangan dan Perekonomian pada Konperensi Medja Bundar;

Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat RepublikIndonesia;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG NASIONALISASI

DE JAVASCHE BANK N.V.Pasal 1

1. Keperluan umum menghendaki, supaja De Javasche Bank N.V. dinasionalisasi, untuk tudjuan mana harus ditjabut hak dari saham-saham De Javasche Bank N.V., agar mendjadi milik penuh dan bebas dari Negara.

2. Peraturan-peraturan dalam „Onteigeningsordonnantie 1920” (Staatsblad No. 574) untuk nasionalisasi ini tidak berlaku.

Pasal 2Saiham-saham dalam modal pangkal dari De Javasche Bank

N.V., jang belum dimiliki oleh Republik Indonesia, terhitung mulai berlakunja Undang-undang ini ditjabut haknja oleh Republik Indonesia dan pindah mendjadi milik penuh dan bebas dari Negara.

367

Page 368: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dengan tidak mengurangi jang: tersebut dalam pasal 4, ke­pada pemilik-pemilik saham De Javasche Bank N.V., jang sahamnja menurut pasal 2 tersebut diatas ditjabut haknja, diberi pengganti kerugian s&besar 120% dari harga nominal sahamnja dalam mata-uang Belanda atau terhadap Warga Negara Indonesia, jang menurut Peraturan Devisen berkedu- dukan di-Indonesia, 360% dari harga tersebut dalam mata- uang Indonesia.

Pasal 4

1. Pemilik-pemilik saham De Javasche Bank N.V., jang .sahamnja menurut pasal 2 tersebut diatas ditjabut haknja dan jang tidak menjetudjui besarnja pengganti kerugian ter­sebut dalam pasal 3 diatas, dalam waktu dua bulan mulai dari hari berlakunja Undang-undang ini, diberi kesempatan untuk mengadjukan pengaduan menurut peraturan-peraturan atjara jang berlaku dalam pengadilan di-Indonesia untuk minta di­tetapkan oleh Hakim besarnja pengganti kerugian jang seadil- adilnja.

2. Hakim mendahulukan penjelesaian urusan ini.

Pasal 5

1. Oleh Pemerintah Republik Indonesia disediakan uang pada De Javasche Bank N.V. sebesar djumlah jang diperlukan untuk pembajaran pengganti kerugian kepada pemegang- pemegang saham, jang saham-sahamnja ditjabut haknja, di­hitung berdasar atas peraturan tersebut dalam pasal 3 dari Undang-undang ini. Selama waktu satu bulan terhitung dari mulai berlakunja Undang-undang ini De Javasche Bank N.V. membajarkan pengganti kerugian tersebut kepada pemegang- pemegang saham itu, jang menjerahkan sahamnja untuk Re­publik Indonesia, 'beserta talon dan bukti-dividen jang belum dibajar.

2. Setelah waktu .satu bulan tersebut dalam ajat (1) ber- achir, maka De Javasche Bank N.V. mengumumkan nomornja saham-saham jang ditjabut haknja menurut peraturan dalam pasa.1 2 dari Undang-undang ini, akan tetapi jang sesudahnja waktu satu bulan terhitung dari mulai berlakunja Undang- undang ini- belum diserahsan menurut mar, (1) dan jang djumlah pengganti kerugiannja jang ditetapkan menurut pasal 3 telah disediakan pada bank itu. Pengumuman itu di- tempatkan dalam Berita Negara dan dalam surat-surat kabar jang dipandang perlu oleh Menteri Keuangan.

3. Setelah tindakan tersebut dalam ajat (2) selesai, maka segala nsiko dan biaja terhadap uang jang disediakan itu mendjadi tanggungan jang berkepentingan.

Pasal 3

368

Page 369: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 6Terhadap modal jang berasal dari luar negeri neminrfahan ^ “ ®e?r; darj Pengganti kerugian tersebut dalam pas£l 3

dan 4, dnzmkan dalam waktu tiga tahun setelah terdiadi hak p nSgantian kerugian jang telah ditetapkan, dengan koers

pada hari terdjadmja hak menerima pengganti kerugian.Pasal 7

. Menteri Keuangan diberi kuasa mengambil segala tindakan jan g perlu untuk pelaksanaan Undang-undang ini tmdakan

Pasal 81. Undang-undang ini dapat disebut .Undane-undan* Nn sionalisasi De Javasche Bank N V ” ” uliaanS unaang Na-

d a ^ g a S fa ^ " 1111 ^ mUlai i)0rla3cu pada hari Pengun-

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja memerintah noil pe“ Sundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 6 Desember 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN.JUSUF WIBISONODiundangkan

pada tanggal 15 Desember 1951

MENTERI KEHAKIMAN,MOHAMMAD NASROEN

U.U. 1951 - 24 369

Page 370: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

UNDANG-UNDANG TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

I. ALASAN-ALASAN UNTUK SELEKAS MUNGKIN ME- NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

1. Pemerintah berpendapat tidak perlu mcmbe r ik an ^ r a i^pandjang-le-bar lagi untuk i^V Sun^guh perlubahwa nasionalisasi De Javasche Bank N.V. sun0gun peuu dan tidak boleh ditunda lebih lama lagi. Suatu bank sentral dan sirkulasi jang bersifat partikelir dan daiam tan, a bangsa asing adalah bertentangan den0an . H1_suatu negara jang berdaulat. Suatu ba^ jen tia* 3a °k at nasionalisasi akan mendjadi suatu tundJatt=an j g bagi pembangunan bank-bank dan perekonomian nasionaldinegara kita. , ,. , ,

2. Alasan jang terpenting, bahwa b a n k - b a n k pusat ^seluruh dunia, makin lama, makin banjak ditarik . f a^ lapal^ j ^ partikelir dan dinasionalisasi, chususnja^ terle a perkembangan bank-bank itu menurut se°Jara^ a- Pada bank-bank pusat fungsi bekerdjaumum semata-mata makin lama, makm tampil kemu.ka. Selama fungsi itu hanja mengenai soal mendjamin pei- sediaan uang jang dapat ditukarkan (inwisselbaar), maka tugas jang sedemikian dapat diserahkan kepada bank pu­sat, sedang Pemerintah dalam urusan kebidjaksanaan pim­pinan tidak usah ikut tjampur. .Demi politik moneter bertambah rapat perta£iannJa dengan politik keuangan dan kedua-duanja, politik moneter dan keuangan, ternjata adalah alat untuk mempengaruhi ke adaan ekonomi umum dalam suatu negara, m a o oaniK pusat — sung-guhpun otonoom — semata-mata mendjadi bahan penjelenggara politik moneter dan keuangan Pe­merintah.

3. Bank sirkulasi harus menjelenggarakan kepentingan umum, maka tudjuan menarik laba harus dikebelakangkan. Seperti halnja di-Indonesia sekarang, maka De Javasche Bank N.V. dapat memungut la.ba jang besar; sebaliknja Bank mungkin tsrpaksa mengabaikan kemungkinan- kemungkinan untuk menarik laba, djika sEikiranja menarik laba itu tidak sesuai dengan politik jang dituruti pada sesuatu waktu.L aba jan g besar d jum lah nja itu tidak sep atu tn ja d jatuh kedalam tan g an partikelir, karena lab a itu tim bu l dari u saha B an k itu dalam m en d jalan kan tugas untuk kepen-

m num- Sebalikn ja tid aklah pula adil, d jik a akib at- t ^ 1 lUangnj a keuntungan dipikulkan kepada kalan gan

370

Page 371: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

^ jan®karena mendjalankan funksi untuk keoentins-an melamkjln Risiko-risiko ini tidak boleh

ja n g diperoleh A J a v a s ' c h e ^ S k N . ^ S ^ a g S ? t a S S jang lampau sesudah perang, sebahagian ibesartim £ni*» ■ pada -bunga jang dibajar oleh Pem Sm tahTntuk h l t ^S Negara.aSC ^ N'V' 'kaiBna teI™rangan peng-Laba-laba itu diperoleh oleh De Javasche Bank NV dari­pada fungsi untuk kepentingan umum; laba-laba itu mp nurut pembahagian laba dalam oktroi sPh ^ , ! v , !L

c p j j tu5 -keda^ m tansan para pemegang sahamo. Pekerdjaan De Javasche Bank N.V ian°- sekavano- ini

kanlah semata-mata terletak dalam la^an-an sultu bank pusat. selain itu ada lagi pekerdjaan-pl|erd?aan S dalam men dj alankannj a, De Javasche Bank NV bersainean dengan ibank-bank partikelir. uersainganUraian Pemerintah, sebagaimana tersebut diatas mun°-kin memmbulkan pikiran : djika demikian, apa sebab^ja se li- luh De Javasche Bank N.V. harus dinasionalisasi Terhadan pikiran demikian itu, harus dikemukaian, bahwa tidaklah mungkin untuk menasionalisasi suatu persentase sadja dari pada perusahaan De Javasche Bank N.V.Lagi pula seluruh organisasi De Javasche Bank NV nkan terganggu olehnja. ^

6. Berapa djauh n ja harus diadakan perubahan m engenai tuaas De Javasche-B ank N.V. dikem udian hari, tidak pada tem - p atn ja untuk dibitjarakan disini.Adalah maksud Pemerintah untuk selekas mungkin menea- djukan kepada Parlemsn, suatu statut baru ba»i bank pusat di-Indonesia, demi nasionalisasi- itu terlaksana Dalam Parlemen da.patlah kelak ditindjau dengan luas’hal- hal jang asasi, misalnja tugas, perlu atau tidaknja diadakan djamman emas, pengawasan terhadap urusan kredit dan lam-lamnja.

7. Pemerintah berpendapat, bahwa jang tersebut diatas tiu- kup meaigandung alasan-alasan, apakah sebaibnja sekaransr diusulkan kepada Parlemen untuk menasionalisasi De Javasche Bank N.V.

8. Menasionalisasi De Javasche Bank N.V. tersebut akan di­djalankan dengan memiliki saham-sahamnja dalam modal- nja pangkal sebesar f. 9.— djuta (rupiah Belanda) nominal Karena sebagai jang tertjantum dalam ajat IV tersebut dibawah ini, pada waktu ini bagian terbesar dari saham- s ah am ters&but telah dimiliki oleh Republik Indonesia dsngan djalan membeli, maka mentjabut haknja hanja

371

Page 372: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

harus didjalankan terhadap bagian terketjil dan saham saham itu. Bagian terketjil ini, jang dimiliki oleh bebei apa ratus pemegang saham, mempunjai suara leibih banjak dan pada Republik Indonesia, jang memiliki bagian teioe- sar dari saham-saham, akan tetapi jang menurut pasal 54 dari Wetboek van Koophandel hanja mempunjai 6 suara, karena menurut peraturan itu seorang pem'egang saham hanja dapat mempunjai paling banjak 6 suara.

9. Dari sebab keadaan jang pintjang sebagai diuraikan diatas, Republik Indonesia belum dapat kuasa penuh atas oamc sirkulasinja. Karena kekuasaan demikian perlu seKan untuk kepentingan umum, maka harus diadakan peraturan jang memungkinkan hak milik atas segenap saham-sanam De Javasche Bank N.V. sekaligus beralih kepada RepubiiK Indonesia dengan tiada menan-tikan pembajaran pengganti kerugian lebih dulu, akan tetapi dengan seketika menjedia­kan lumpsum pada De Javasche Bank_ N.V. fetjuiupnja untuk membajar segala pengganti kerugian untuk seluruh saham jang ditjabut haknja sedang bagi- mereka Jan® tidak menjetudjui besarnja pengganti kerugian jang^itetapka dibuka kesempatan untuk menuntut _ kepada Ha.Kim, jan_, akan menetapkan besarnja pengganti kerugian itu.

II. TJARA UNTUK MENDJALANKAN NASIONALISASI PADA UMUMNJA

10. Jang mendjadi soal bagi Pemerintah semata-mata ialah bagaimana tjaranja tudjuan ini harus ditjapai. Peontjabutan hak milik, nasionalisasi, penghapusan atau pada umumnja setiap penanggalan hak, pemindahan bsnda atau hak jang dipaksakan, disemua negara diduni-a diatur dalam Undang-undang.Maka perlu diadakan suatu psraturan Undang-undang, jang menetapkan pada satu pihak, bahwa Pemerintah dapat mengadakan nasionalisasi dan lain-lain, djika kepentingan umum menghendakinja dan pada lain pihak didjamm pula, bahwa hal itu tidak akan diputuskan dengan sewenang- wenang, melainkan diberikan suatu kerugian sepenuhnja kepada pihak jang ditjabut haknja.Tjara penetapan pengganti kerugian pada umumnja ialah bahwa pihak-pihak jang bersangkutan harus berusaha dahulu mentjapai suatu persetudjuan : seorang pembesar jang bebas sepenuhnja, jaitu Hakim, menentukan ganti- kerugian itu, djika tidak tertjapai persetudjuan.

III. PERATURAN NASIONALISASI JANG SEKARANG BERLAKU DI-INDONESIA

11. Atjara pentjabutan hak di-Indonesia dimuat dalam ,,Ont- eigeningsordonnantie 1920” (Staatsblr.d No. 574).

372

Page 373: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

M enurut ..Onteigeningsordonnantie” ini prosedur npnHa SitaSah tal didia,ankan berturut-turut ^ K &1. Jang berkepentingan diberi kesempatan memadiukan

dfalankaS. t6rhadaP Pent^butan hak ja n T ^ k a n d f2. Dengan Undang-undang diadakan pernjataan, baihwa

kepentmgan umum menuntut diadakan pentjabuteE hak dan benda-benda jang ditentukan.

3. Didjalankan usaha untuk mendapat benda-benda ter­sebut dengan djalan suka-rela. 1

4. Djika usaha tersebut pada angka 3 gagal, dimadiukan bmda t S - S af rt-K &Hi? 1 agar HaJcim menetapkan benda-pingg fLrugS Ja dan menetaPkan

5' neSiahfi?™ ^11}ik/ )eJ da tersebut ke,tangan jang minta dibajar terdjadi, setelah pengganti kerugian

12. Disampmg ,,Onteigi2ningsordonnantie 1920” tersebut ber-nerem fM pm ?R an J P ^ a n dan Perekonomian nada K on-pasal 18 a f a f s s T a l a i 'b e S k u t - e taP kan datem PaSal 3 dana' hak dan sebagainja hanja dapat

ri"n.- t kePentin,gan umum menurut prose-hSho ditetapkan dalam Undang-undang dan djika

Pa Persetudjuan antara pihak-pihak jang ber- kepentingan, maka besarnja pengganti kerugian menurut ESf-v. i? Undang-undang akan ditetapkan oleh Hakim ^ 1r ^ huulu:^ erda?ar atas harSa sebenarnja dari benda jan0 ditjabut haknja, jang harus dibajar atau didjamin

sebslumnja,b. transfer dari pengganti kerugian keluar negeri akan

duzinkan dalam waktu 3 tahun terhadap modal jang berasal dari luar Negeri.

CHUSUS JANG AKAN DIGUNAKAN DALAM MENASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

13. Dengan mendahului nasionalisasi, Pemerintah telah men- djalankan tmdakan-tindakan untuk memindahkan saham- saham dan sertipikat-sertipikat dari saham-saham De Javasche Bank N.V. ketangan Republik Indonesia dengan djalan suka-rela. Maka pada tanggal 3 Agustus 1951 F=me- rintah mengeluarkan pengumuman dalam beberapa surat- kabar jang terbit pada hari tersebut di-Indonesia dan di- Nederland, jang maksudnja memberi kesempatan kepada pemegang-pemegang .saham dan/atau sertipikat-sertipikat dari saham-sahatfi De Javasche Bank N.V. untuk mendjual

373

Page 374: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

saham-saham/sertipikat-sertipikatnja kepada Republik In­donesia dengan harga 120% dari harganja nominal dalam mata-uang Belanda atau — dalam keadaan jang tertentu — 360% dari harganja nominal dalam mata-uang Indonesia. Kepada siapa jang suka menggunakan kesempatan itu, pengganti kerugian tersebut akan dibajarkan tunai dalam mata-uang negeri asalnja, mendjadi menjimpang dari pei- setudjuan Konperensi Medja Bundar, jang memberi kelong­garan kspada Republik Indonesia untuk mentransfer peng­ganti kerugian barang-barang jang ditjabut haknja dalam waktu 3 tahun. Sehelai dari pengumuman tanggal 3 Agustus 1951 itu dan pemberitaan tanggal 6 Agustus 1951 jang ber- hubungan dengan itu, dilampirkan pada pendjelasan mi.

14. Tawaran jang oleh Pemerintah dipandang sangat lajak itu menurut pengumuman tersebut akan berlaku sampai tang­gal 1 Oktober, kemudian diperpandjang sampai tanggal 15 Oktober 1951. Hasil dari pengumuman itu ialah, bahwa sampai tanggal tersebut dari saham-saham De Ja.vasche Bank N.V. sedjumlah harga f 9.— djuta telah didjual kepada Republik Indonesia sedjumlah bulat f 8,8 djuta, mendjadi lebih dari 97% dari djumlah saham-saham De Javasche Bank N.V.

15. Karena telah temjata, bahwa sebagian besar dari peme- gang-pemegang sah am telah suka mendjual saham/sertiii- katnja kepada Republik Indonesia d&ngan sjarat-sjarat sebagai tersebut dalam pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tanggal 3 Agustus 1951 tersebut diatas, maka dapatlah dianggap, bahwa sjarat-sjarat jang ditawarkan oleh Pemerintah dalam pen.gumumannja tersebut :buat pem- belian saham-saham De Javasche Bank N.V. oleh bagian ter- besar dari pemegang saham disetudjui lajaknja.

16. Djuga dari komentar-'komentar jang dit&rbltkan dalam beberapa harian atau surat-berkala di-Nederland dapat ditarik kesimpulan, bahwa umum mengakui lajaknja tawaran Pemerintah Republik Indonesia termaksud diatas.

17. Berhubung dengan itu Pismerintah berpendirian, bahwa pemegang-pemegang saham tiada dirugikan, djika dalam Undang-undang — dengan menjimpang dari „Onteigenings- ordonnantie 1920” — ditetapkan prosedur pentjabutan hak saham-saham De Javasche Bank N.V. berturut-turut sebagai tersebut dibawah ini :Dalam Undang-undang ditetapkan :a. bahwa kepentingan umum menuntut pentjabutan hak

saham-saham De Javasche Bank N.V. jang b'3lum dimi- liki oleh Republik Indonesia ;

b. bahwa semua saham-saham De Javasche Bank N.V., jang b&lum dimiliki oleh Republik Indonesia ditjabut haknja dan mulai pada hari berlakunja Undang-undang itu saham-saham itu beralih mendjadi milik penuh dan bebas dari Negara;

374

Page 375: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

c. bahwa mereka jang sahamnja ditjabut haknja, diberi pengganti kerugian sebesar jang ditetapkan dalam pengumuman Pemerintah tanggal 3 Agustus 1951 ter- sebut diatas ;

d. bahwa siapa dari pemegang-pemegang saham jang tiada menje-tudjui besarnja pengganti kerugian tersebut diatas, diberi kesempatan mengadu kepada Hakim di-Indonesia dalam waktu dua bulan tenhitung mulai berlakunja Undang-undang nasionalisasi ini, buart minta ditetapkan besarnja kerugian berdasar harga jang seadil-adilnja ;

e. bahwa pada mulai berlakunja Undang-undang itu oleh Pemerimtah Republik Indonesia disediakan di-De Java­sche Bank N.V. uang sedjumlah jang diperlukan buat membajar pengganti kerugian untuk semua saham- saham jang akan ditjabut haknja.Selama waktu satu bulan uang itu akan dibajarkan ke­pada pemegang-pemegang saham jang menjerahkan sahamnja kepada Republik Indonesia menurut dasar tersebut diatas. Adapun saham-saham jang ditjabut haknja, jang dalam waktu satu bulan sesudah mulai berlakunja Undang-undang nasionalisasi belum diserah­kan, setelah waktu satu bulan itu berachir akan di- umumkan nomornja dengan diterangkan, bahwa peng­ganti keirugiannja telah disediakan pada De Javasche Bank N.V. atas risiko jang berkepentingan.

18. Maka rantjangan Undang-undang nasionalisasi terlampir ini, m!=netapkan prosedur sebagai tersebut diatas, jang akan didjalankan chusus untuk nasionalisasi De Javasche Bank N.V. dengan djalan memiliki (naasten) dan men- tjabut hak saham-sahamnja. Prosedur itu menjimpang dari ,,OnteLgeningsordonnamtie 1920” , akan tetapi memberi djaminan jang sederadjat dengan djaminan, jang diberi­kan oleh „Onteigeningsordonnantie 1920” dan sesuai dengan djaminan jang ditetapkan dalam Persetudjuan Keuangan dan Perekonomian pada Konperensi Medja Bundar. Maka prosedur ini dipilih, karena dengan djalan itu tudjuan hendak memindahkan segala, saham-saham ditangan Republik Indonesia, akan tertjapai dengan tjara jang paling singkat dan tegas. Teristimewa prosedur ter­sebut dalam ..Onteigeningsordonnantie 1920” keberatan buat didjalankan, karena tak mungkin didapat nama-nama pemegang saham, berhubung dengan pemindahan tangan saham-saham tiada diwadjibkan buat memberi tahu ke­pada De Javasclle Bank N.V.

375

Page 376: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

19. Terhadap beberapa pasal, diberi pendjelasan sebagai diba- wah in i :

Pasal 1Tugas dari De Javasche Bank N.V., sebenarnja tidak

psmah bersifat partikelir. Karena hak istimewanja untuk mengeduarkan uang-kertas dan oleh sebafa ia bekerdja se­bagai ,,bankers bank” , maka pada hakekatnja tugasnja mengenai urusan-urusan kepentingan umum. Disamping itu orang, bertambah lama, bertambah misnginsjafi, bahwa politik moneter danat diarunakan seba.orn aiat untuk mem- pengaruhi konjungtur dengan akibat-akibatnja, baik dalam lapangan ekonomi umuin, maupun dalam lapangan sosial. Teranglah bahwa hal-hal ini termasuk dalam urusan Pemerintah.

Berdasarkan tugas dari De Javasche Bank N.V. jang 'ber­sifat umum itu, keperiuan umum menuntut, supaja milik atas Bank itu beralih kedalam tangan Negara. Jang dipilih ialah bentuk dalam mana Pemerintah adalah satu-satunja pemilik dari saham-saham.

Untuk mentjapai tudjuan akan memindahkan saham- saham jang belum dimiliki oleh Republik Indonesia dengan djalan jang singkat dengan tiada merugikan jang berke­pentingan „Onteigeningsordonnantie 1920” tiada didjalan­kan untuk nasionalisasi De Javasche Bank N.V. ini, akan tetapi dalam Undang-undang ini ditetapkan prosedur jang chusus.

Pasal 2, 3 dan 4

Karena telah ternjata, bahwa besarnja- pengganti keru­gian sebagai tersebut dalam pasal 3 dari Undang-undang ini, sesuai dengan harga pembelian jang telah diumumkan oleh Pemerintah pada tanggal 3 Agustus 1951, harga mana ternjata disetudjui oleh sebagian besar dari pemegang- pemegang saham De Javasche Bank N.V. dan melihat komentar-komentar dibeberapa harian pengganti kerugian itu dipandang lajak oleh umum pula, maka untuk kepen­tingan umum, berdasar pengganti kerusian tersebut sege- nap saham-saham jang belum dimiliki oleh Republik Indonesia, pada hari mulai berlakunia Undang-undang ini, ditjabut haknja dan beralih mendjadi milik bebas dan penuh dari Republik Indonesia.

Pasal 4 memberi kesempatan kepada mereka jang tidak setudju dengan bewrnja pengganti kerugian, untuk meng- adu kepada Hakim di-Indonesia buat minta agar Hakim menetapkan kerugian itu menurut harga seadil-adilnja

V. PEN DJELASAN SE PA SA LD E M I SE PA SA L

Page 377: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dari saham jang ditjabut haknja. Kesempatan itu diberi­kan dalam waktu dua bulan, akan tetapi tidak berarti, bahwa beralihnja hak milik itu dari tangan pemilik saham ketangan Republik Indonesia menanti sampai berachimja waktu dua bulan itu. Hak milik itu beralih tangan kepada Republik Indonesia, sedjak hari mulai berlakunja Undang- undang nasionalisasi ini. Berhubung dengan ini adalah adil, djika penjelesaian pem?aduan tersebut dalam pasal 4 oleh Hakim harus didahulukan.

Pasal 5

Untuk mendjamin agar pemegang-pemegang saham, jang sahamnja ditjabut haknja, akan mendapat pengganti keru­gian, maka pada mulai berlakunja Undang-undang itu oleh. Pemerintah Rspublik Indonesia disediakan di-De Javasche Bank N.V, uang sedjumlah jang diperlukan buat membajar pengganti kerugian untuk semua saham jang ditjabut hak­nja, agar supaja dibajarkan kepada pemegang-pemegang saham jang menjerahkan sahamnja kepada Republik Indo­nesia. Pembajaran pengganti kerugian kepada pemegang- pemegang saham itu, didjalankan selama satu bulan setelah Undang-undang nasionalisasi ini berlaku. Setelah ber- achirnja waktu itu, maka saham-saham jang belum diserahkan kepada Republik Indonesia akan diumumkan nomornja dengan diterangkan, bahwa pengganti kerugian jang ditetapkan menurut pasal 3 telah disediakan dalam De Javasche Bank N.V. atas risiko jang berkepentingan.

Pasal 6

Djika pengganti kerugian tersebut dalam pasal 5 berhu- bungan dengan pemasukan modal dari luar Nsgeri, maka djumlah uang itu diizinkan akan ditransfer keluar Negeri dalam waktu 3 tahun. jaitu sesuai dengan pasal 18 ajat 8 dari Persetudjuan Keuangan dan Perekonomian dari Konperensi Medja Bundav.

377

Page 378: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

UNDANG-UNDANG TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

P E M B E R I T A H U A N UNTUK PEMEGANG-PEMEGANG SAHAM DAN/ATAU SERTIPIKAT SAHAM PADA DE JAVASCHE BANK N.V.

Menurut pengumuman Pemerintah tertanggal 3 Agustus 1951, dengan mendahului „Undang-undang Nasionalisasi De Javasche Bank”, jang beberapa hari lagi akan diadjukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia, Pemerin-tah Republik Indonesia telah menawarkan kepada pemegang-pemegang saham dan/atau sertipikat saham pada De Javasche Bank N.V. untuk membeli saham-saham dan/atau sertipikat-sertipikat saham mereka dengan koers 120% dengan mata-uang Belanda atau dalam babsrapa hal jang tertentu, dengan koers 360% dengan uang Rupiah, satu dan lain dengan sjarat-sjarat jang disebut dibawaih ini.

Semua pemegang saham dan/aitau sertipikat saham, terke- tjuali mereka jang berkebangsaan Indonesia dan lagi menurut peraturan devisen adalah penduduk Indonesia, selama masa penawaran dapat didjual saham-saham dan/atau sertipikat- sertipikat saham jang dimaksud dengan hak-milik penuh dan tidak terbatas, dengan pembajaran tunai, di-Nageri Belanda berdasarkan koers dengan mata-uang Belanda jang diterang­kan diatas atau dengan pembajaran tunai dengan mata-uang Negara tempat kediamannja, jang pasti dalam hal ini harga pendjualan dengan mata-uang Belanda akan dihitung ber­dasarkan koers-pendjualan (T.T.) 'jang <terbjatat di-Negeri Belanda pada tanggal 27 Djuli 1951, asal sadja pada waktu pendjualan oleh banik jang mengurus administrasi saham dan/atau sertipikat saham diberikan keterangan, bahwa peme- S StS ham dan/atau sertipikat saham pada tanggal 27 Djuli . telah mendjadi pemilik saham dan/atau sertipikat saham

ersan°kutan atau bahwa pemilik saham dan/atau serti­pikat saham memperolehnja sesudaii tanggal tersebut dari suatu pihak ketiga, jang mempunjai kedudukan hukum me­nurut peraturan devisen sama dengan pemilik tersebut.

-pemegang saham dan/atau sertipikat saham jang r!fna dalam alinea diaitas ini, jang ingin mempergunakan

mi hendaklah mendjual saham-saham dan/atau j e saham kepada Pemerintah Republik Indo-

saat sedemikian, hingga surat-surat effek itu ? ada t&n&®al 1 Oktober 1951 telah diserahkan

nama S m i -P? 5 2 e Javasche Bank di-Djakarta, jang atas i Republik Indonesia akan bertindak untuk

menienma dan membajar harga-lawan tf.ari saham-saham

LAM PIR AN PENDJELASAN

378

Page 379: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dan/atau sertipikat-sertipikat saham, satu dan lain .sesuai dengan petundjuk-petundjuk terniuat dalam surat-surat penje­rahan jang disediakan pada De Javasche Bank.

pemegang-pemegang saham dan/atau sertipikat saham jang b&rkebangsaan Indonesia dan djuga menurut peraturan devisen adalah psnduduk Indonesia, selama masa penawaran dapat mendjual saham-saham dan/atau sertipikat-sertipikat saham jang dimaksud dengan hak-milik penuh dan tidak terbatas dengan'pembajaran tunai di-Indonesia dengan dasar perhi­tungan koers tersebut diatas dengan uang Rupiah.

Semua biaia jang ber.sangkut-paut dengan penjerahan, sebagai propisi dan bea-meterai, baik jang memberafckan pen­djualan oleh pemegang saham dan/atau sertipikat saham, maupun jang memberatkan pembelian saham dan/atau serti­pikat saham oleh Pemerintah Republik Indonesia, akan dipikul oleh Pemerintah.

Saham-saham pada De Javasche Bank jang tidak mendjadi hak-milik Pemerintah Republik Indonesia me.nurut tjara se­bagai dimaksud diatas, akan ditjabut haknja (onteigend) untuk kepentingan umum menurut aturan termuat dalam Undang- undang, segera setelah mulai berlaku „Undang-undang Nasio­nalisasi De Javasche Bank” , jang beberapa hari lagi akan diadjukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, djika perlu, dengan mempergunakan perantaraan hakim di-Indonesia untuk me­netapkan harga sebenarnja dari hak jang ditjabut itu, sesuai dengan peraturan-peraturan jang akan ditetapkan dalam Undang-undang. Peonindahan uang (transfer) kepada jang mempunjai hak diluar Negeri berhubung dengan prosedur pentjabutan hak (onteigening) ini, akan dilakukan, sesuai dengan pasal 18, ajat 8, Persetudjuan Keuangan dan Pereko­nomian dari Konperensi Medja Bundar, dalam tiga tahun ter­hitung mulai didapatnja hak atas pengganti kerugian jang akan ditetapkan oleh hakim di-Indonesia.

Untuk memberikan pemandangan bagi jang berkepentingan maka pada halaman-dalam surat-:edaran ini dimuat Neratja De Javasche Bank pada tanggal 31 Maret 1951.

MENTERI KEUANGAN, JUSUF WIBISONO

Djakarta, 15 Agustus 1951

379

Page 380: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

A c t i v a N E R A T J A P A D A

M ata Uang M as dan Bahan Uang Mas.Mata Uang M as ......................Bahan Uang M as......................Sertipikat-sertipikat Depisenkarena pembelian mas.............Dana Depisen Rckeninq ValutaPiutang jang dapat dibajardengan Uang A sing.................Kas-kasUang logam perak .................Uang ketjil (logam ) .............Uang ketjil (kertas) .............Diskonto dan Uang Dana de» ngan djaminan jang dapat di- bajar dengan Uang sendiri Surat-surat berharga dagangSurat-surat lelang ..................Pindjaman-pindjaman .............Uang muka kepada Pemerin- tah Republik Indonesia Uang muka kepada Pemerin' tah Republik Indonesia, R e­kening Chas Sertipikat-serti- pikat tentang bantuan E .C .A . Perbungaan M odal, Dana Tjadangan, Dana Tjadangan Chas dan Dana Pensiun dan Tundjangan ;Modal jang diperbungakan.... Dana Tjadangan jang diper­bungakan .................................Dana Tjadangan Pensiun dan Tundjangan jang diperbunga­kan :dalam surat-surat Effek : dalam Hipotik :Gedung2 Kantor, Rumah2 dan Perabot :Gedung2 kantor dan rumah2... Perabot gedung2 kantor1 dan'■umah2 .........................Rekening rupa-rupa ........

Valuta luar ne­geri diperhitung-

kan dalamRp.

1.080.280,—

4.961.305,—

638.000,—

145.000.-27.976.245,24

Mata uang Indonesia

R P.

147.042.457,03723.508.472,21

288.857,310,24

188.651.821,80

428.962.322,48

110.000,—11.983,3563.908,25

58.825.176,756.803,16

117.595.393,77

2.376.553.465,02

165.572.375,30

3.412.247,-

10.065.922,-

6.498.280,—170.000,—288.363,66

1.263.908,'

34,~27.232.090,16

DjumlahRp.

870.550.929.24

188.651.821,80

428.962.322,48

288.857.310.24

185.891,60

176.427.373,68

2.376.553.465,02

165.572.375,30

28.075.957,66

2.046.942,—55.208.335,40

*.381.092.724,42380

Page 381: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

T A N G G A L 31 M A R E T 1951 a s s 1 v a(Valuta luar ne- gcri diperhitung-

kan dalam Rp.

M ata uang Indonesia

Rp.Djumlah

Rp.

M odalDana Tjadangan ......................Dana Tjadangan Chas.............Dana Pensiun dan Tund;angan Dana Depisen, Passiva Luar NegeriUang kertas Bank jang beredar Pengeluaran pada kantor-kantor sendiri .........................Baki-Baki Rekening Koran : Pemerintah Republik Indone­sia.Pemerintah Republik Indone­sia, Rekening Chas tentang bantuan E .C .A .dari lain-lain...............................Dividen-dividen tahun pembu­kaan ke-110 s /d ke-122 jang tidak diambilTjadangan untuk Padjak Per­seroanPemegang-pemegang Sero, ka­rena Saldo Laba Tahun Pern- bukuan ke-122 jang tidak dibagiRekening rupa -rupa.................Laba bersih tahun Pembukuan ke-123 1950 — 1951 : Pemegang-pemegang sero .. Pemerintah Republik Indone­siaDana Tjadangan .................Tantieme para Komisaris, Direksi dan Pegawai Bank...

1.087.000,-

27.784.033,47

9.000.000.—15.047.754,—

22.767.564,534.302.330,—

343.129.713,792.672.587.816,50

8.176.957,49

928.121.145,06

36.375,50

&066.815,-

1.890,22536.890.480,94

1.356.976,84

1.758.837,91515.162,95

461.870,22

9.000.000,—15.047.754,—22.767.564,53

5.389.330,—

343.129.713,792.672.587.816,50

8.176.957,49

928.157.520,56

8.066.815,-

1.890,22564.674.514,41

4.092.847,92

4.581.092.724,42381

Page 382: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

B E R I C H T AAN HOUDERS VAN AANDELEN, RESP. CERTIFICATEN

VAN AANDELEN IN D E J A V A S C H E B A N K N. V.

Blijkens een door de Regering van de Republik Indonesia dd. 3 Augustus 1951 gedane publicatie heeft evengenoemde Regering. voorafgaande aan een dezer dagen bij het Parlement in Indo­nesia in te dienen „Wet nopens de nationalisatie van De Java­sche Bank” aan houders van aandelen, resp. certificaten van aandelen in de Javasche Bank N.V., een aanbieding gedaan tot het overnemen van de in hun bezit zijnde stukken tegen een koers van 120% in Ned. Crt., of in bepaalde gevallen een koers van 360% in Rupiah's, zulk op de na te noemen voorwaarden.

Alle houders van aandelen, resp. certificaten van aandelan, met uitzondering van hen, die de Indonesische nationaliteit bezitten en daarbij tevens deviezenrechtslijk ingezetene van Indonesia zijn, zullen voor de duur van deze aanbieding de des- betreffende stukken aan de Republik Indonesia in voile en vrije eigendom kunnen doen overdragen tegen contante betaling in Nederland conform de bovenvermelde koers in Ned, Crt., dan wsl tegen contante betaling in de munteenheid van het land hunner vaste woonplaats, waarbij het verkoopbedrag uitgedrukt in Ned. Crt., zal worden omgerekend tegen de in Nederland op 27 Juli 1951 officieel genoteerde (T.T.) verkoopkoers van de desbetreffende valuta, mits bij de aanbieding door het lid van de Vereeniging voor den Effectenhandel (Bedrijfsgroep Effec- tenhandel) een verklaring wordt overgelegd, dat de houder reeds op 27 Juli 1951 eigenaar van het stuk was, of dat de houder het stuk na deze datum heeft verworven van een derde, die dezelfde deviezenrechtelijke status bezit als eerstgenotemde.

De in de vorige alinea bedoslde houders, die van deze aan­bieding gebruik wensen te maken, dienen hun aandelen, resp. certificaten, door bemiddeling van een lid van de Vereeniging voor den Effectenhandel te verkopen aan de Reoublik Indonesia op een dusdanig tijdstip, dat dit lid van de Vereeniging voor den Effectenhandel uiterlijk Maandag, 1 October 1951, de ver- koclite effecten zal kunnen inleveren bij De Javasche Bank, BlJbank, te Amsterdam, die zich namens de Republik Indonesia zal belasten met de inontvangstname der stukken en de betaling van de tegenwaarde daarvan, een en ander conform riohtlijnen vervat in aanbiedingsbrieven, wielke bij genoemde Bijbank ver- krijgbaar zullen worden gesteld.

Houders van aandelen, resp. certificaten van aandelen, die r® nationaliteit toezitten en daarbij tevens devie-

4-irlg,ezete6en van Indonesia zijn, kunnen de des- i - f stukken aan de Republiek Indonesia voor de duur

vff v volle €n vrUe eigendom overdragen tegen ontante betaling m Indonesia be^ekend op basis van de boven-382

Page 383: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

aangegeven koers in Rupiah’s. Voor de procedure te dezen aanzien zullen in Indonesie per circulaire richtlijnen worden verstrekt.

Alle kosten aan de overdracht verbonden, zoals provisie, baursbelastingzegel, bijdrage tenbehoeve Waarborgfonds Rechts- hsrstel, vergunningskosten enz., zowel vallende op de verkoop door de houders van aandelen, resp. certificaten, als op de aankoop van deze stukken door de Republic Indonesia, komen voor rekening van laatstgenoemde.

De aandelen in De Javasche Bank, wellcs niet op voren- omschreven wijze in eigendom van de Republik Indonesia komen, zullen zodra de een dezer dagen bij het Parlement in Indonesia in te dienen „Wet nopens de nationalisatie van De Javasche Bank” in werking is getreden, te algemene nutte en volgens wettelijke vorm van proces, worden onteigend, zo nodig met inschakeling van de rechter in Indonesia voor vaststelling van de werkelijke waarde van het ontnomene volgens voor- schriften bij wet te bepalen.

De transfer aan rechthebbenden in het buitenland uit hoofde van dsze onteigeningsprocedure zal ingevolge art. 18 lid 8, van de Financieel-Economische Overeenkomst ter R.T.C. geschieden binnen drie jaren na de datum van hat ontstaan van het recht op de door de rechter in Indonesia vast te stellen schadeloos- stelling.

Ter orientering van belanghebbenden zijn de balanscijfers per 31 Maart 1951 van De Javasche Bank aan da binnenzijde dezer circulaire opgenomen.

’s-Gravenhage, 6 Augustus 1951

Voor de Republik Indonesia De Gemachtigde,Mr. M. Saubari

o383

Page 384: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

A c t i v a B A L A N S PEE

Vreem de Valuta Omgerekend in

f.

IndonesischCourant

f.

Totaalf.

M unt en muntmateriaal goudMuntgoudBaargoud

Deviezencertificaten wegens gekocht goud

Deviezenfonds, valutareke- ningVorderingen in vreemd cou ­rant betaalbaar

Kassen :Z ilveren tekenmunt Pasmunt (metaal)

Idem (papier)D isconto’s en voorschotten

op onderpand betaalbaar in cigen couran t:HandelspapierVendupapierBeleningen

Voorschotten aan de R e - gering van de Republiek In­donesie.

Voorschotten aan de Rege- ring van de Republiek Indo­nesie, bijzondere rekening cer­tificaten inzake E .C .A .-hulp

Belegging van kapitaal, re- servefonds, bijzondere reserve en pensioen- en onderstand- fonds :Belegd Kapitaal Belegd Reservefonds Belegde Bijzondere Reserve Belegde Pensioen- en Onder- standfonds :

in Effecten in Hypotheken

Kantoren, W oonhuizen en inventaris :

Kantoren en ^Voonhuizen Inventaris Kantoren en W oonhuizen

Diverse rekeningen

288.857.310,24

1.080.280,—4.961.305,—

1.599.560,-

638.000,—145.000,—

27.976.245,24

147.042.457,03723.508.472,21

188.651.821,80

428.962.322,48

110.000,—11.983,3563.908,25

58.825.176,756.803,16

117.595.393,77

2.376.553.465,02

870.550.929.24

188.651.821,80

428.962.322,48

288.857.310.24

185.891,60

176.427.373,68

2.376.553.465,02

165.572.375,30 165.572.375,30

3.412.247,—10.065.922,—

6.498.280,-

170.000,—288.363,66

1.263.908,—

34,—27.232.090,16

28.075.957,66

2.046.942,—'55.208.335,40

4.581.092.724,42384

Page 385: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

31 M A A R T 1951 P a s s i v a

KapitaalReservefondsBijzonderc reservePensiocn- en OnderstandfondsDeviezenfonds, BuitenlandsePassivaBankbiljettcn in Om loop Afgiften op ejgen Kantoren Rekcning-Courantsaldi :

van de Regering van de Republiek Indonesie van de Regering van de Republiek indonesie Bijzondere rekening inzakc E .C.A.-huIp van anderen onafgehaalde dividenden 110e t/m 122e bockjaar

Reserve v oor Vennootschaps- belastingAandeelhouders, wegens O n - verdeeld W instsaldo over het 122e Bockjaar Diverse Rekeningen Netto winst over het 123e Bockjaar 1950 — 1951 :

Aandeelhouders Regering van de Republiek Indonesie ReservefondsTantiemes van Commissa- rissen. Directie en Perso- neel der Bank

Vreemde Valuta Omgerekend in

f.

IndonesischCourant

f.

1.087.000,-

27.784.033,47

9.000.000,-15.047.754,—22.767.564,534.302.330,—

343.129.713,792.672.587.816,50

8.176.957,49

92S.121.145.06

36.375.50

8.066.815,-

1.890,22536.890.480,94

1.356.976,84

1.758.837,91 515.162, 5

46i.870.22

Totaalf.

9.000.000,—15.047.754,—22.767.564,535.389.330,—

343.129.713,792.672.587.816,50

8.176.957,49

928.157.520,56

8.066.815,—

1.890,22564.674.514,41

4.092.847,92

4.581.092.724,42U .U . 1951 -25

Page 386: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PENGUMUMAN PEMERINTAH

Pemerintah Republik Indonesia dengan ini mengumumkari, bahwa, dengan mendahului Undang-undang Nasiona isas* Javasche Bank, jang dalam beberapa hari ini akan disampai n kepada Parlemen Indonesia, kepada p e m e g a n g - p e m e g a n g sa ham dan/atau pemegang-pemegang sertipikat-sertipika 1saham-saham pada De Javasche Bank N.V., terhitung mu al tanggal Pengumuman ini sampai tanggal 1 Oktober , 1beri kesempatan untuk mendjual saham-saham dan/a au sertipikat-seortipikat dari saham-saham mereka fcspada Repu i ’ Indonesia dengan koers sebanjak 120% dalam mata-uang e landa atau dalam beberapa hal jang tertentu dengan ’ oeis sebanjaik 360% dalam uang Rupiah. Ongkos-ongkos jang er sangkut-paut dengan transaksi ini ditanggung ole epu x Indonesia.

Untuk pembajaran, dan/atau prosedur jang akan didjalan­kan, dipersilakan membatja pemberiantahu untuk pemegang- pemegang saham-saham, dan/atau pemegang-pemegang sertipi­kat-sertipikat dari saham-saham De Javasche Bank di-Djakarta N.V., jang akan bisa didapat pada Kantor De Javasche Bank di-Djakarta dan Kantor Tjabangnja di-Amsterdam.

Saham-saham De Javasche Bank lainnja jang tidak mendjadi hak milik Republik Indonesia menurut tjara sebagai dimaksud diatas, akan ditjabut haknja (onteigend) segera mulai berlaku­nja Undang-undang Nasionalisasi De Javasche Bank, untuk kepentingan umum dan menurut peraturan jang ditetapkan dalam Undang-undang, djika perlu, dengan mempergunakan perantaraan hakim di-Indonesia untuk menetapkan harga sebenarnja dari apa jang ditjabut haknja itu, sesuai dengan peraturan-peraturan jang ditetapkan dalam Undang-undang. Transfer kepada jang mempunjai hak diluar Negeri berhubung dengan prosedur „onteigening” ini, akan dilakukan sesuai dengan pasal 18 ajat 8 dari Persetudjuan Keuangan dan Per­ekonomian dari Konperensi Medja Bundar, dalam 3 tahun, terhitung mulai dari didapatnja hak atas penggantian kerugian jang akan ditetapkan oleh hakim di-Indonesia.

DJAKARTA, 3 Agustus 1951

MENTERI KEUANGAN, Mr. JUSUF WIBISONO

386

Page 387: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

REGERINGSPUBLICATIEDe Regering van de Republik Indonesia maakt bekend, dat

Zij, voorafgaande aan de een dezer dagen bij het Parlement in Indonesie in te dienen „Wet nopens de nationalisatie van De Javasche Bank”, houders van aandelen, resp. certificaten van aandelen in de Javasche Bank N.V. in de gelegenheid stelt van dagtekening dezes tot 1 October 1951 hun stukken aan de Republik Indonesia te verkopen tegen een koers van 120% in Ned. Crt., of in bepaalde gevallen tegen een koers van 360% in Rupiah’s. Alle op deze transactie betrekking hebbende kosten zijn voor rekening van de Republik Indonesia.

Voor de betaling, resp. voor de verder te volgen procedure, wordt verwezen naar de inhoud van een dezer dagen bij het Hoofdkantoor van De Javasche Bank te Djakarta, resp. bij de Bijbank te Amsterdam, te verkrijgen bericht aan houders van aandelen, resp. certificaten van aandelen in De Javasche Bank N.V.

De aandelen in De Javasche Bank, die niet op bovenaange- geven wijze in eigendom van de Republik Indonesia komen, zullen, zodra de „Wet nopens de nationalisatie van De Javasche Bank” in werking is getreden, te algemene nutte en volgens wettelijke vorm van proces worden onteigend, zo nodig met inschakeling van de rechter in Indonesie voor vaststelling van de werkelijke waarde van het ontnomene volgens voorschriften bij wet te bepalen. De transfer aan rechthebbenden in het buitenland uit hoofde van deaa onteigeningsprocedure zal inge- volge art. 8 lid 8 van de Financieel-Economische Overeenkomst ter R.T.C. geschieden binnen drie jaren na de datum van het ontstaan van het recht op de door de rechter in Indonesie vast te stellen schad'eloosteHing.

’s-Gravenhage, 3 Augustus 1951

Voor de Republik Indonesia

De Gemachtigde,Mr. M. SAUBARI

387

Page 388: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 1 TAHUN 1951

TENTANGPEMBEKUAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT PROPINSI

DAN BADAN EKSEKUTIP PROPINSI SUMATERA TENGAH DAN TJARA BAGAIMANA MENGATUR PEMERINTAHAN

DAERAH DIPROPINSI SUMATRA TENGAH UNTUK SEMENTARA WAKTU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa berhubung dengan pembentukan Pro­pinsi Sumatera Teng'ah, jang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Un­dang-undang No. 4 tahun 1950, jang berlaku mulai tanggal 15 Agustus 1950, pemerintahan daerah Sumatera Tengah perlu segera disusun •baru menurut dasar-dasar dalam Undang- undang No. 22 tahun 1948 ;

b. bahwa pemerintahan daerah Propinsi Suma­tera Tengah sedjak hari tersebut masih dila­kukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Propinsi dan Badan Eksekutip Propinsi (Dewan Perms- rintah Daerah), ian°r dibentuk atas dasar Undang-undang No. 10 tahun 1948, lagi pula djabatan Gubernur masih teiiuang, sshingga djalannja pemerintahan daerah tidak lantjar ;

c. bahwa usaha-usaha Dewan Perwakilan Rakjat dan Badan Eksekutip Propinsi Sipiatera Tengah dalam membentuk pemerintahan daerah baru menudju kearah pelaksanaan Undang-undang pokok pemerintahan daerah tidak berhasil, sehingga perksmbanganpelak­sanaan otonomi daerah Sumatera Tengah tertahan ;

d. bahwa Acting-Gubernur jang telah diangkat oleh Pemerintah untuk memangku djabatan Kepala Daerah Propinsi Sumatera Tengah dengan tugas djuga membentuk pemerintahan baru menurut instruksi Menteri Dalam Negeri tanggal 19 September 1950 No. Des. 12/4/27 tidak dapat mendjalankan kewadjibannja, karena penolakan Dewan Perwakilan Rakjat propinsi Sumatera Tengah terhadap keang- katannja itu dan karena timbang-terima dilarang oleh Dewan Perwakilan Rakjat Propinsi ;

Tjatatan: P.P. N o : 1/1951 kemudian ditambah dennan P.P. N o : 27/1951.

388

Page 389: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

e. bahwa dengan perbuatan dan sikap tersebut Dewan Perwakilan Rakjat dan Badan Ekse­kutip Propinsi Sumatera Tengah telah keliru memakai kekuasaannja dan telah mengha- lang-halangi terbentuknja pemerintahan dae­rah baru, jang dalam keadaan tersebut diatas merugikan daerah dan Negara ;

f. bahwa berhubung dengan keadaan didaerah itu dan hasrat Pemerintah untuk segera mengadakan pemerintahan daerah jang me- menuhi sjarat-sjarat seperti tersebut dalam Undang-undang No. 22 tahun 1948 sebagai pelaksanaan Program-Kabinet, Pemerintah menganggap perlu mengadakan tindakan- tindakan dan peraturan seperti tersebut diba­wah ini ;

Mengingat : pasal 142 dan 98 Undang-undang Dasar Semen­tara Republik Indonesia dan pasal 46 ajat 1, pasal 25 ajat 1 Undang-undang No. 22 tahun 1948 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 4 tahun 1950 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBEKUAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT PROPINSI DAN BADAN EKSEKUTIP PROPINSI SUMATERA TENGAH DAN TJARA BAGAIMANA

MENGATUR PEMERINTAHAN DAERAH, DIPROPINSI SUMATERA TENGAH UNTUK SEMENTARA WAKTU

Pasal 1Dewan Perwakilan Rakjat Propinsi dan Badan Eksekutip

Propinsi (Dewan Pemerintah Daerah) Sumatera Tengah dibe- kukan sampai terbentuk Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah menurut peraturan berdasarkan atas Undang-undang No. 22 tahun 1948.

Pasal 21) Pemerintahan daerah Propinsi Sumatera Tengah untuk se­

mentara waktu didjalankan oleh seorang Gubernur Kepala Daerah, jang diangkat oleh Pemerintah, bersama-sama dengan satu Dewan, jang terdiri dari seorang Ketua, jaitu Kepala Daerah dan sekurang-kurangnja 4 dan sebanjak- banjaknja 6 orang- anggauta jang diangkat dan diperhenti- kan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Kepala Daerah.

2) Dalam mendjalankan tugasnja seperti tersebut dalam ajat 1 Dewan bertangg\ing-djawcb kepada Menteri Dalam Negeri.

389

Page 390: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Disamping mendjalankan tugas pemerintahan pada nja Dewan jang tersebut dalam pasal 2 ajat 1 dA eii ta^as kewadjiban dalam waktu jang singkat, selama-lamanja 6 bula menjelenggarakan pembentukan Dewan “ Ra^Daerah menurut peraturan-peraturan berdasaikan Undang-undang No. 22 tahun 1948.

Pasal 4

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, lnemerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah mi dengan p-nem patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 5 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA MENTERI, MOHAMMAD NATSIR

MENTERI DALAM NEGERI, ASSAAT

Diundangkan pada tanggal 8 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

Pasal 3

390

Page 391: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 2 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN PEMBERIAN PENSIUN KEPADA DJANDA-

DJANDA DAN ONDERSTAN KEPADA ANAK-ANAK JATIM/PIATU DARI PARA ANGGAUTA

TENTARA ANGKATAN DARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan tentang pe-nsiun untuk djanda-djanda dan onderstan untuk anak- anak jatim/piatu dari para anggauta tentara Angkatan Darat;

Mengingat : pasal 36 dan pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan pasal 7 Undang-undang Darurat Republik Indonesia Serikat No. 4 tahun 1950 (Lembaran Negara 1950 No. 5) ;

Mendengar : Dewan Menteri ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN PENSIUN

KEPADA DJANDA-DJANDA DAN ONDERSTAN KEPADA ANAK-ANAK JATIM/PIATU DARI PARA ANGGAUTA

TENTARA ANGKATAN DARAT

Pasal 1Peraturan ini berlaku untuk:

a. semua anggauta tentara dari Angkatan Darat danb. mereka jang pada waktu berlakunja peraturan ini ata'.i

sesudahnja diperhentikan dari dinas ketentaraan dengan mendapat pensiun atau onderstan terus-menerus.

Pasal 21). Para anggauta tentara tersebut dalam pasal la diwadjib­

kan membajar tudjuh per seratus dari djumlah pengha­silan kotor mereka (gadji, uang tunggu atau bagian gadji), agar supaja kelak dapat diberikan pensiun kepada djanda- djandanja dan onderstan kepada anak-anak jatim/piatunja.

2). Iuran jang termaksud dalam ajat 1) dan jang disebut „iuran-biasa” dipotong pada waktu pembajaran penghasilan termaksud diajat itu.

Tjatatan Dengan P.P. N o : 11/1951, maka P.P. N o: 2/1951 ini dinjata- kan berlaku pula bagi para anggauta Angkatan Laut dan AngkatanoUdara.

391

Page 392: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

3). Kewadjiban untuk membajar „iuran-biasa” itu diperhenti- kan pada achir bulan, djika berkepentingan :a. tidak lagi masuk golongan tersebut dalam pasal *a 5b. tidak lagi mendapat penghasilan seperti tersebut dalam

ajat 1 pasal ini.1). Djikalau seorang* anggauta tentara — jang wadjib mem-

bajar iuran biasa atau kewadjibannja itu telah berachir menurut pasal 2 ajat 3) sub b — dikeluarkan dari dinas ketentaraan dengan mendapat pensiun atau onderstan terus-menerus, maka ia wadjib membajar iuran-biasa sebesar tudjuh per seratus dari pensiun atau onderstan jang diperolehnja.

2). Kewadjiban untuk membajar iuran tersebut dalam ajat 1), jang dipotong tiap-tiap bulan dari pensiun atau onderstan dibatalkan :a mulai dari bulan sesudah jang bekepentingan mendjabat

pekerdjaan dan mendapat ikeanggautaan disesuatu Peraturan pensiun djanda dan anak jatim/piatu 3ang dibawah penilikan Pemerintah, sehingga djika la paaa waktu meninggal isterinja dan/atau anak-anatnja mempunjai ihak atas pensiun-djanda dan/atau onder- stan-anak jatim/piatu ;

b. mulai dari bulan sesudahnja pensiun atau onderstan terus-m'enerus itu dibataLkan ;

c. djika usia enampuluh tahun tertjapai dan pada. waktu itu tak ada isteri jang berhak atas pensiun dan tak ada anak jang berhak atas onderstan ;

d. sesudahnja usia enampuluh tahun tertjapai, lalu tak ada anak jang berhak atas onderstan.

3). Djikalau kewadjiban seperti termaksud dalam ajat 1) telah dibatalkan, maka kewadjiban itu tidak dapat diadakan lagi.

Pasal 4Jang dimaksud ,.pembajar-iuran-wadjib” dalam peraturan

ini, ialah anggauta tentara atau bekas anggauta tentara jang diwadjibkan membajar iuran-biasa menurut pasal 2 dan 3.

Pasal 5Apabila pembajar-iuran-wadjib mendapat kenaikan gadji,

maka ia harus membajar iuran sebesar sama dengan kenaikan gadji itu.

Iuran ini disebutkan „iuran-luar-biasa” dan dipotong sekali- gus dari peng-hasilan bulan pertama dari kenaikan itu.

Dari kenaikan gadji untuk bulan itu tidak dipotong iuran- biasa.

Pasal 3

392

Page 393: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1). Selandjutnja untuk tiap-tiap penundjukan seorang istri sebagai jang berhak menerima pensiun maka pembajar iuran-wadjib pada waktu penundjukan itu harus membajar iuran sebesar satu bulan gadji, tetapi djika pada ketika itu ia tidak menerima gadji aktip, besarnja iuran ialah satu bulan gadji jang paling achir dibajarkannja.Iuran ini disebut „iuran-nikah”.

2). Mulai dari bulan sssudah penundjukan itu, maka iuran- nikah ini dipotong dari penghasilan, seperti dimaksud da­lam ajat 1) dari pasal 2 dan 3, dalam tigapuluh enam angsuran jang sedapat mungkin sama besarnja.

Pasal 7

Apabila kewadjiban membajar iuran-biasa telah dibatalkan, maka pemotongan iuran-nikah ini diperhentikan, tetapi kewa­djiban itu dimulai lagi, djika jang berkepentingan membajar iuran-biasa lagi.

Pasal 8

1). Seorang anggauta tentara atau bekas anggauta tentara jang pada waktu berlakunja peraturan ini atau sesudah berhenti mendjadi pembajar-iuran-wadjib, dapat menerus- kan membajar iuran untuk keperluan pemberian pensiun- djanda kepada isterinja jang pada waktu pembatalan ke­wadjiban membajar iuran biasa telah ditundjuk sebagai isteri jang berhak menerima pensiun atau jang harus dianggap sedemikian dan onderstan-anak jatim/piatu kepada anak-anaknja jang berhak menerimanja, djika dengan tjara jang akan ditentukan lebih landjut dalam petundjuk penglaksanaannja, ia menjatakan kehendaknja dalam waktu enam bulan sesudah waktu tersebut.

2). Djikalau seorang ang'gauta tentara atau bekas anggauta tentara seperti termaksud dalam ajat 1) diatas meninggal dunia dalam waktu tersebut pada ajat itu dan sebelum meninggalnja tidak menjatakan kehendaknja untuk terus membajar iuran, maka biarpun demikian ia dianggap se­bagai telah menjatakan kehendaknja sebelum waktu itu berachir.

3). Jang dimaksud dengan „pembajar iuran-sukarela” da­lam peraturan ini ialah orang-orang jang menurut keten­tuan-ketentuan dalam ajat-ajat tersebut diatas telah atau dianggap sebagai telah menjatakan kehendaknja meneruskan membajar iuran.

4). Ketjuali ketentuan-ketentuan jang termaksud dalam ajat- ajat dibawah ini, maka pembajar-iuran-sukarela harus membajar iuran biasa sebesar tudjuh pea* seratus dari

Pasal 6

393

Page 394: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

gadji terachir jang diperolehnja, -tetapi apabila ia sebagai pembajar-iuran-wadjib membajar iuran-biasa dari pen­siun atau onderstan, maka dalam hal ini ia sebagai pem­bajar-iuran-sukarela djuga harus membajar iuran-biasa itu sebesar tudjuh per seratus dari pensiun atau onderstan tersebut.

Selain dari pada itu seorang pembajar iuran-sukarela diwadjibkan melandjubkan pembajaran iuran-nikah jang dartiulu dikenakan kepadanja sebagai pembajar-iuran- wadjib dan belum dibajar lunas.

5). Djikalau seorang pembajar iuran-sukarela, jang dahulunja belum mempunjai pensiun ketika ia bsrhenti mendjadi pembajar-iuran-wadjib, pada pemberhentian dengan hor­mat dari dinas ketentaraan seharusnja telah akan dapat hak atas pensiun berdasarkan pasal 1 sub a „Peraturan pemberian pensiun/dan onderstan kepada para anggauta tentara Angkatan Darat” (Lembaran Negara 1950 No. 28), maka iuran-biasa tersebut dalam ajat dimuka ini dihitung dari djumlah pensiun jang seharusnja telah akan dibari- kannja pada saat itu.

6). Seorang pembajar-iuran-sukarela, jang tidak membajar iuran dari pensiun atau onderstan jang dahulu seharusnja diperoleh atau dari pemberian pembajaran-pembajaran jang kajal seperti tecrmaksud dalam ajat dimuka ini, di- psrkenankan membajar iuran dari djumlah jang lebih rendah dari pada djumlah-djumlah jang untuk ia tersebut dalam ajat 4 diatas, akan tetapi tidak boleh kurang dari limapuluh rupiah.Dasar pemungutan iuran ini dihari kemudian tidak da.pat dinaikkan.

7). Djikalau pembajar-iuran-sukarela akan memakai haknja tersebut dalam ajat 6 diatas, maka ia harus menetapkan dengan pemberitahuan jang dimaksud pada ajat 1 atau apabila kelak hendak meneruskannja djuga dengan pem­beritahuan sematjam itu, dalam hal-hal mana tiap-tiap kali harus ditetapkan dasar pembajaran iuran jang dike- hendakinja.

S). Setelah seorang pembaj ar-iuran-sukarela, j ang tidak mem - bajar iuran dari pensiun atau onderstan jang seharusnja diperoleh atau dari pemberian pembajaran-pembajaran jang kajal seperti termaksud dalam ajat 5), telah men­tjapai umur 50 tahun dan telah membajar iuran sekurang- kurangnja selama 25 tahun, maka ia harus membajar separoh dari djumlah iuran-sukarela jang dahulunja harus dipungut, mulai dari toulan berikutnja setslah usia itu tertjapai.kewadjiban membajar iuran-biasa dari seorang pemba-L+«}?£a?~sI ^ rel* muIai berlaku pada bulan berikutnja setelah ia berhenti .sebagai pembajar iuran-wadjib.

394

Page 395: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

10). Djikalau seorang pembajar-iuran-sukarela harus memba­jar iuran berdasarkan djumlaih jang lebih rendah dari pada djumlah seperti termaksud dalam ajat 6, maka pem­bajaran iuran itu berlaku mulai dari bulan ttsrikutnja setelah pemberitahuan jang bersangkutan diterima.

11). Kewadjiban membajar iuran biasa oleh seorang pemba- jar-iuran-sukarela iberachir :a. pada bulan waktu ia mendjadi pembajar-iuran-wadjib

la g i;b. pada bulan sesudahnja ; ke-1. ia meninggal dunia ;ke-2. suratnja permohonan pemberhentian pembajaran

iuran diterima ; ke-3. ia tidak mempunjai lagi isteri jang pada waktu ba-

talnja kewadjiban membajar iuran-biasa telah ditundjuk sebagai jang berhalc menerima pensiun, begitu djuga anak-anak jang beriiak menerima onderstan atau

ke-4. ia menunggak satu tahun dalam pembajaran iuran- biasa, iuran-luar-biasa atau djuga mempunjai tunggakan satu angsuran atau lebih dari iuran- nikah jang masih harus dilunasinja pada ketika kewadjiban membajar iuran-biasa dibatalkan.

12). Mulai ketika ia tidak lagi diharuskan membajar iuran- biasa, maka jang iberkepentingan dianggap bukan lagi•pem bajar-iuran-sukarela.

Apabila iuran-biasa, iuran-luar-biasa dan angsuran- angsuran iuran-nikah jang pada ketika tersebut diatas masih harus dilunasinja, maka sedapat mungkin dipungut dengan potongan lima perseratus, baik dari penghasilan jang kalak mungkin diperolehnja seperti jang termaksud dalam ajat 1 pasal 2, baik dari pensiun atau onderstannja, maupun dari pembajaran-pembajaran menurut psraturan ini jang diberikan kepada keluarga jang ditinggalkannja.

Pasal 9

1) Djikalau seorang pembajar-iuran-wadjib meninggal dunia, maka isteri jang menurut penetapan peraturan ini telah ditundjuk sebagai jang berhak menerima pensiun atau jang dianggap sedemikian tersebut dalam ajat 9 dari pasal ini dan penundjukan itu masih berlaku, berhak mendapat pensiun.

2) Penundjukan seorang isteri sebagai jang berhak menerima pensiun hanja dapat dilakukan oleh seorang pembajar- iuran-wadjib jsTng belum berumur 60 tahun.

395

Page 396: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

3). Penundjukan pertama kali dari seorang isteri sebagai jang berhak menerima pensiun harus dilakukan dalam waktu enam bulan sesudahnja peraturan ini untuk pertama kali berlaku bagi psmbajar-iuran-wadjib sebagai orang jang beristri.

4). Penundjukan dari seorang isteri lain sebagai jang berhak menerima pensiun hanja diperkeaiankan setelah seorang pembajar-iuran-wadjib jang bersangkutan telah bertjerai dengan isteri jang dahulu telah ditundjukkan atau sesudah ia nikah sedangkan penundjukan seorang isteri lainnja masih berlaku.

Dalam hal jang berachir ini, maka hanja isteri baharu itu dapat ditundjuk sebagai jang berhak nisnerima pensiun.

Untuk mendjalankan ajat ini maka penundjukan jang lalai tidak diadjukan, disamakan deaigan penundjukan jang telah diberikan.

5). Penundjukan seperti jang dimaksud dalam ajat 4 diatas harus diberikan dalam waktu tiga bulan mulai dari adanja kesempatan melakukan penundjukan itu.

6). Tiap-tiap penundjukan seorang isteri jang berhak mene­rima pensiun, dianggap telah diberikannja pada waktu dan berlaku mulai hari diterimanja pemberitahuan jang diberi­kan menurut tjara jang telah ditentukan.

7). Seorang pembajar-iuran-wadjib jang beristeri dan jang melalaikan penundjukan isterinja sebagai jang berhak me­nerima pensiun dalam waktu jang telah ditentukan dalam ajat 3 dan 5, dikenakan denda penundjukan sepuluh per

seratus dari iuran-nikah, jang harus dibajarnja berangsur- angsur dan tjara jang sama seperti pemungutan iuran- nikah.

8). Tiap-tiap penundjukan seorang isteri sebagai jang berhak menerima pensiun berhenti :a. djikalau perkawinan dengan isteri jang ditundjukkan-

nja putus, mulai dari hari perkawinan itu putus ;b. djikalau pembajar-iuran-wadjib jang bersangkutan

menundjulc isteri lain sebagai jang berhak menerima pensiun, mulai dari hari penundjukan itu ;

c. setelah jang berkepentingan bukan lagi pembajar- iuran-wadjib, dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 8.

9). Djikalau seorang pembajar-iuran-wadjib jang beristeri meninggal dunia, sedangkan tidak ada penundjukan isteri- nja atau salah seorang dari isteri-isterinja sebagai jang

1J e|lerima- pensiun, maka jang dianggap sebagai wife- -f me^erima pensiun itu ialah isteri jang pada waKtu itu dikawinnja, atau, djikalau ia beristeri lebih dari seoiang, isteri jang pada waktu itu paling lama dan tidak berputus-putus dinikahnja.

396

Page 397: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 10

1). Pensiun-djanda tersebut dalam pasal 9 tiap-tiap bulan adalah sebesar dua puluh per seratus dari gadji terachir dari suaminja jang telah meninggal dunia, dengan keten­tuan, bahwa pensiun-djanda itu serendah-rendahnja dua- puluh rupiah dan sebanjak-banjaknja dua ratus rupiah

2). Djika meninggalnja itu disebabkan didalam dan oleh ka­rena dinas, maka pensiun-djanda itu ditambah dengan lima-puluh per-seratus, dengan ketentuan, bahwa pensiun- djanda itu tidak boleh lebih dari duaratus limapuluh rupiah.

Pasal 11

1). Isteri seorang pc-mbajar-iuran-sukarela seperti jang di­maksud dalam ajat 1 pasal 8 berhak mendapat pensiun, djikalau suaminja pada waktu meninggal dunia masih mendjadi pembajar-iuran-sukarela.

2). Besarnja pensiun-djanda tersebut dalam ajat diatas tiap- tiap ibulan duapuluh per seratus dari dasar pembajaran terachir jang telah ditetapkan dengan ketentuan, bahwa pensiun-djanda itu sebanjak-banjaknja duaratus rupiah.

Pasal 12

1). Kepada anak-anak jatim/piatu jang ditinggalkan oleh seorang pembajar-iuran-wadjib atau oleh seorang pem­bajar-iuran-sukarela jang pada waktu meninggalnja masih mendjadi pembajar-iuran-sukarela akan diberi onderstan, ketjuali mereka termasuk dalam pasal 16.

2). Jang diartikan anak-anak jatim/piatu dalam peraturan ini ialah anak-anak (jang berhak menerima onderstan) dari seorang pembajar-iuran-wadjib jang meninggal dunia, djikalau dan selama mereka belum berumur tjukup dua­puluh satu tahun.

Pasal 13

1). Jang berhak menerima onderstan-jatim/piatu ialah anak-anak dari pembajar-pembajar-iuran-wadjib seperti jan°- dimaksud dalam ajat-ajat dibawah ini, jang belum men­tjapai umur tjukup duapuluh satu tahun dan jang telah atau haius sudah didaftarkan menurut peraturan ian0- telah ditetapkan. •> °

2). Jang ditjatat sebagai jang berhak menerima onderstan- jatim/piatu seperti termaksud dalam ajat diatas, jaitu anak-anak jan§ dilahirkan dari perkawinan seorang

397

Page 398: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

pembajar-iuran-wadjib dengan seorang isteri, jang pada waktu — atau selambat-lambatnja tigaratus hari sebelum lahirnja anak-anak itu — ditundjuk sebagai isteri jang ber­hak menerima pensiun atau jang dapat dianggap sedemikian.

3). Selain dari pada itu dapat pula ditjatat sebagai jang berhak menerima onderstan-jatim/piatu tersebut dalam ajat 1, anak-anak jang belum kawin, jang belum mentjapai umur tjukup duapuluh satu tahun dan jang sebelum waktu peraturan berlaku bagi pembajar-iuran-wadjib jang bersangkutan, dilahirkan dari perkawinan dengan seorang isteri, jang pada waktu itu telah dinikah dan ditundjuk sebagai isteri pertama jang berhak menerima pensiun, seperti jang dimaksud dalam ajat 3 pasal 9 atau jang dapat dianggap sedemikian.

5). Pembajar-iuran-wadjib jang bersangkutan wadjib mengi- rimkan keterangan-keterangan jang diperlukan untuk di­masukkan dalam daftar dalam waktu jang telah ditetapkan dalam ajat-ajat enam dan tudjuh dibawah ini.

Apabila pembajar-iuran-wadjib jang bersangkutan telah meninggal dunia sebelum kewadjiban itu dipenuhi, maka keterangan-keterangan jang diperlukan itu dalam waktu jang telah ditentukan harus dikirimkan oleh atau atas nama ibu dari anak jang bersangkutan.

6). Pendaftaran sebagai jang berhak menerima onderstan- jatim/piatu bagi seorang anak tersebut dalam ajat 2, jang dilahirkan pada waktu berlakunja peraturan ini atau se- sudahnja, harus telah selesai dalam waktu enam bulan sesudah kelahiran itu.

7). Pendaftaran sebagai jang berhak menerima onderstan- jatim/piatu bagi anak termaksud dalam ajat 3 harus telah selesai dalam waktu enam bulan setelah mulai berlakunja peraturan ini bagi pembajar-iurfin-wadjib jang ber­sangkutan.

8). Djikalau keterangan-keterangan jang diperlukan untuk pendaftaran seorang anak sebagai jang berhak menerima onderstan-jatim/piatu tidak dikirim dalam waktu jang telah ditentukan, maka harus dikenakan denda-pendaf- taran sebesar satu bulan iuran biasa jang seharusnja di­bajar oleh ajahnja pada permulaan kewadjiban pendaftaran.

Pembajaran untuk ini dilakukan dengan dua kali ang­suran jang sedapat mungkin sama djumlahnja dan dipo- tong dari penghasilannja tiap-tiap bulan tersebut dalam ajat 1 pasal 2 dan 3 dan, djika perlu, dengan potongan atas pembajaran-pembajaran jang menurut peraturan ini di­berikan kepada keluarga jang ditinggalkannja.

398

Page 399: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 141). Barang siapa dengan sengadja memberikan keterangan-

keterangan jang tidak benar tersebut dalam pasal 13 atau siapa djuga dengan sengadja turut membantu perbuatan itu, dihukum dengan hukuman pendjara selama-lamanja satu tahun.

2). Perbuatan tersebut dalam ajat 1 pasal ini dianggap sebagai kedjahatan.

3). Masa liwat-waktunja (verjaring) penuntutan hukuman karena kedjahatan itu mulai dari hari sesudahnja hak atas pembajaran onderstan-jatim/piatu diperoleh seorang anak, untuk anak mana diberikan keterangan-keterangan jang tidak benar itu.

Pasal 151). Onderstan untuk anak-anak jatim jang dimaksud dalam

pasal 12, jang ibunja berhak mendapat pensiun menurut peraturan ini adalah sebesar :utk. 1 anak = 25% dari pensiun-djanda

„ 2 „ — 40% „„ 3 „ = 50% „„ 4 „ = 55% „

5 „ atau lebih = 60% ,,2). Untuk anak-anak piatu jang (ibunja meninggal) atau

untuk anak-anak jatim, jang ibunja menurut peraturan ini tidak berhak mendapat pensiun, onderstan termaksud dalam pasal 12 adalah sebesar :utk. 1 anak = 40% dari pensiun-djanda

„ 2 „ = 70% „„ 3 „ = 100% „„ 4 „ = 115% „„ 5 „ atau lebih = 120% „

3). Pemberian onderstan kepada anak-anak jatim/piatu jang seajah tetapi berlainan ibu, ditetapkan untuk tiap-tiap go­longan tersendiri, dengan tjatatan, bahwa onderstan untuk semua golongan anak-anak piatu dihitung dari pensiun- djanda, untuk pensiun mana ajahnja sebelum meninggal membajar iuran.

4). Selama seorang djanda jang ditinggalkan oleh pembajar- iuran-wadjib menerima pensiun-djanda menurut peraturan ini, maka banjaknja djumlah onderstan-onderstan itu ti­dak boleh melebihi dari pada banjaknja pensiun-djanda itu.

5). Djika djanda itu meninggal dunia atau djika menurut peraturan ini ia tidak mendapat pensiun, maka banjaknja djumlah onderstan-onderstan tidak boleh lebih dari dua kali pensiun-djanda, untuk pensiun mana pembajar-iuran- wadjib pada viaktu meninggal telah membajar iuran.

399

Page 400: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

6). Djika seluruh djumlah onderstan-anak jatim/piatu dari pelbagai perkawinan dari pembajar-iuran-wadjib melebihi maksimum jang dimaksud dalam ajat 4) atau ajat 5) dalam pasal ini, maka pengurangan itu harus diadakan sedemi­kian rupa, sehingga imbangan antara onderstan-onderstan itu, tidak •berobah.

Pasal 16Onderstan tidak akan diberikan :

a. kepada anak-anak jatim/piatu jang bekerdja dan mendapat penghasilan paling sedikit Rp. 100,— sebulan ;

b. kepada anak-anak jatim/piatu jang telah menikah.

Pasal 17Pensiun-djanda dan onderstan-anak jatim /piatu termaksud

dalam peraturan ini, atas permintaan dari atau atas namanja jang berhak menerima pembajaran akan diberikan oleh Djawatan Urusan Umum Pegawai Bagian Pensiun dan Onderstan, dengan tjara sebagai jang akan ditetapkan lebih landjut dalam peraturan penglaksanaan.

Pasal 181). Djika kemudian ternjata, bahwa pensiun-djanda atau

onderstan-anak jatim/piatu terlampau tinggi ditetapkan, maka keputusan tentang pemberian pensiun atau onder­stan itu akan ditindjau kembali dan diperbaharui dengan disebutkan alasan-alasan karena apa terdjadinja pero- bahan-perobahan itu.

Dalam hal ini jang diterima lebih tidak akan ditagih kembali.

2). Djika pensiun atau onderstan jang telah diberikan ternjata terlampau rendah ditetapkannja, maka djumlah pensiun atau onderstan itu akan dinaikkan sampai djumlah jang besar dengan keputusan baru dari jang berwadjib tersebut dalam pasal 17.

Dalam hal ini hanja jang diterima kurang selama wakl.u lima tahun terachir dapat diberikan kepada jang berke­pentingan dengan tidak ditambah bunganja.

Pasal 19j.'. Pembajaran pensiun-djanda dan onderstan-anak jatim /

piatu seperti termaksud dalam peraturan ini, mulai b er­laku pada tanggal 1 dari bulan, dalam mana hak itu di- dapatkannja dan, djika mengenai anak jang dilahirkan setelah pembajaran-iuran-wadjib meninggal dunia, terhi­tung mulai bulan berikutnja setelah anak itu dilahirkan.

400

\ti< t

i

Page 401: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

2). Pembajaran pensiun dan onderstan dilakukan tiap-tiap bulan menurut peraturan jang akan ditetapkan lebih landjut.

3). Pensiun dan onderstan itu akan dibajarkan sampai dengan bulan meninggalnja jang berhak atau hak menerima pem­bajaran itu hilang.

4). Pensiun-djanda atau onderstan-anak jatim/piatu jang tidak diambil dalam waktu lima tahun sesudah hari pen­siun atau onderstan itu dapat diambil, tidak akan dibajar lagi.

Pasal 20

1>. Pensiun seorang djanda jang ditetapkan menurut pera­turan ini hilang, djika djanda itu bersuami lagi mulai dari bulan setelah perkawinan itu terdjadi.

2). Djikalau perkawinan tersebut dalam ajat diatas diputus- kan, maka djanda tersebut mendapat kembali pensiunnja jang telah hilang atau kepadanja diberikan pensiun jang lebih tinggi, jang menurut peraturan ini didapatnja se­bagai akibat perkawinannja jang terachir dan ditetapkan mulai pada tanggal 1 dalam bulan putusnja perkawinan itu.

Pasal 21

Presiden Republik Indonesia dapat mentjabut hak atas :a. pensiun jang telah diberikan kepada seorang djanda me­

nurut ketentuan-ketentuan peraturan ini, djika djanda itu dengan sengadja memberikan keterangan-keterangan jang tidak benar atau dengan sengadja melalaikan memberi keterangan-keterangan itu ;

b. onderstan jang telah diberikan kepada seorang anak, djika pada ketika pendaftaran anak itu sebagai jang berhak menerima onderstan, dengan sengadja diberikan kete­rangan-keterangan itu, jang dapat mempengaruhi pemberian atau pembajaran itu atau penetapan djumlah pensiun/ onderstan.

Pasal 22

1). Hak atas pensiun atau onderstan jang ditetapkan menurut peraturan ini tidak dapat dipindahkan.

2). Hak atas pensiun atau onderstan seperti tersebut dalam ajat diatas djuga tidak dapat digadaikan, ketjuali pada badan-badan atau bank-bank jang' untuk keperiuan itu ditundjuk oleh Menteri Sosial dan dengan mengingat peraturan-peraturan dan sjarat-sjarat jang untuk keper­iuan itu ditetapkan oleh Menteri tersebut.

401U.U. 1951 - 2 6

Page 402: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

3). Djikalau jang berhak menerima pensiun atau onderstan telah memberi kuasa pada orang lain untuk menerima pensiunnja, maka sewaktu-waktu kuasa itu dapat ditarik kembali.

Pasal 23

Untuk mengerdjakan dan menjelenggarakan ketentuan- ketentuan dari peraturan ini, maka seperlunja diadakan pera­turan-peraturan lebih landjut jang akan ditetapkan oleh Men­teri Pertahanan dengan persetudjuan Menteri keuangan dan Wakil Direksi Dana Pensiun Indonesia.

Pasal 24

1). Dalam hal-hal jang luar biasa dan jang tidak termuat dalam peraturan ini, maka Presiden mempunjai kuasa untuk mengambil ksputusan jang tersendiri dengan didjelaskan alasan-alasannja.

2). Untuk kepentingan jang bersangkutan, maka dalam hal- hal jang luar biasa, djika ada alasannja, Presiden djuga mempunjai kuasa untuk menjimpang dari peraturan ini dengan surat keputusan jang memuat alasan-alasannja.

Pasal 25Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diun­

dangkan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1950.Agar supaja setiap orang dapat mengotahuinja, memerintah­

kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 8 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA MENTERI MEWAKILI MENTERI PERTAHANAN,

MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEUANGAN, SJAFROEDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 9 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

402

Page 403: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 3 TAHUN 1951

TENTANGPERNJATAAN BERLAKUNJA PER ATURAN KETJELAKAAN TAHUN 1947” (PERATURAN PEMERINTAH No. 2 TAHUN 1948) DARI REPUBLIK INDONESIA, SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DALAM PERATURAN PEMERINTAH No 18 TAHUN

1948, UNTUK SELURUH INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa berhubung dengan berlakunja „Undang-undang pernjataan berlakunja Undang-undang Ketjelakaan 1947 No. 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia” perlu ditetapkan peraturan-peraturan untuk mendjalankan Un­dang-undang tersebut;bahwa untuk keperiuan itu disebagian besar daerah Negara telah berlaku „Peraturan Ketje­lakaan 1947’’ (Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1948) dari Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1948 ;bahwa berhubung dengan ini perlu „Peraturan Ketjelakaan 1947” tersebut dinjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia ;

Mengingat : Undang-undang No. 2 tahun 1951 dan pasal98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Dengan membatalkan segala peraturan jang berlawanan dengan peraturan ini, menetapkan :

PERATURAN PERNJATAAN BERLAKUNJA PERATURAN KETJELAKAAN 1947 (PERATURAN PEMERINTAH No. 2 TAHUN 1948) DARI REPUBLIK INDONESIA, SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DALAM PERATURAN PEMERINTAH No. 18

TAHUN 1948, UNTUK SELURUH INDONESIA

PASAL IMenjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia Peraturan Ketje­

lakaan 1947 (Peraturan Pemerintah Na 2 tahun 1948) dari Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dalam Pera­turan Pemerintah No. 18 tahun 1948. jang bunjinja sebagai berikut:

403

Page 404: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(1) Pengawasan umum dan pimpinan terhadap berlakunja „Undang-undang Ketjelakan 1947” dan Peraturan ini di­djalankan atas petundjuk Menteri Perburuhan.

(2) Pegawai-pengawas ialah pegawai jang ditundjuk oleh Menteri Perburuhan untuk mendjalankan pengawasan ter­hadap berlakunja Undang-undang Ketjelakaan 1947 didalam daerah jang tertentu. Penetapan sebagai pegawai- pengawas dapat ditjabut sewaktu-waktu.

(3) Pegawai-pengawas jang ditundjuk berdasarkan ajat (2), boleh menundjuk pegawai jang dibawahnja atau jang diperbantukan padanja sebagai pegawai-pengawas didalam hal-hal jang tertentu untuk mendjalankan pengusutan ditempat ketjelakaan seperti jang dimaksudkan didalam pasal 22 ajat (1) dari Undang-undang Ketjelakaan, Penundjukan itu dapat ditjabut sewaktu-waktu.

Pasal 2

(1) Madjikan atau pengurus perusahaan jang diwadjibkan membajar ganti kerugian, diharuskan memasukkan daftar rangkap tiga kepada pegawai-pengawas :a. selambat-lambatnja empat bulan dihitung sedjak di­

undangkan peraturan ini, djikalau perusahaan itu sudah berdiri pada waktu peraturan ini diundangkan.

b. selambat-lambatnja dua bulan dihitung mulai perusa­haan didirikan atau mendjadi perusahaan jang diwa­djibkan membajar ganti-kerugian, djikalau perusahaan itu didirikan atau mendjadi perusahaan jang diwa­djibkan membajar ganti kerugian sesudah peraturan ini diundangkan.Daftar tersebut dibuat menurut tjontoh jang ditetapkan oleh Menteri Perburuhan dan harus diisi dengan se- sungguhnja, dibubuhi tanggal dan tandatangan. Selain itu harus dimuat pula segala keterangan jang dianggap perlu untuk mendjalankan „Undang-undang Ketjelaka­an 1947” dan Peraturan ini.

(2) Djikalau terdapat perubahan-perubahan, sehingga kete­rangan-keterangan jang diadjukan menurut ajat (1) tidak sesuai lagi dengan keadaan jang sebenarnja, maka madji­kan atau pengurus perusahaan diwadjibkan tiap-tiap setengah tahun sekali memasukkan kepada pegawai- pengawas daftar rangkap tiga jang diisi dengan sesung- guhnja, dibubuhi tanggal dan tanda tangan.

(3) Djikalau perusahaan jang diwadjibkan memberi tun­djangan itu ditutup atau tidak lagi ditetapkan sebagai perusahaan menurut Undang-undang p Ketjelakaan 1947,

Pasal 1

404

Page 405: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

maka jang terachir mendjabat madjikan atau pengurus perusahaan pada waktu penutupan atau penetapan itu diharuskan memberi tahukan hal itu dengan surat ter- tjatat kepada pegawai-pengawas, selambat-lambatnja satu bulan sesudah waktu tersebut.

Pasal 3

(1) Dalam mendjalankan „Undang-undang Ketjelakaan 1947” pegawai-pengawas menghitung bagian-bagian dari .upah jang tidak tetap seperti berikut:a. djikalau pembajaran upah dilakukan setahun sskali,

maka sebagai upah diambil djumlah rata-rata menurut hak buruh jang bersangkutan atau djumlah rata-rata jang dibajarkan selama tiga tahun penanggalan jang terachir, djikalau tahun penanggalan tidak bersamaan dengan tahun pembukuan, maka tiga tahun penang­galan iang terachir diganti dengan tiga tahun pembukuan jang terachir ;

b. djikalau pembajaran upah dilakukan tiap-tiap setengah tahun, tiga bulan, satu bulan, satu minggu atau tiap- tiap hari sekali, maka upah ditetapkan menurut djum­lah rata-rata jang harus diterimakan kepada buruh itu atau jang telah diterimakan kepadanja sebelum ketjelakaan terdjadi selama 18 bulan, 9 bulan, 3 bulan, 18 hari atau 12 hari jang terachir.

(2) Djikalau buruh belum bekerdja selama waktu tersebut da­lam ajat (1) a atau b, maka lamanja waktu bekerdja diperpendek seperlunja.

(2) Perubahan-perubahan dalam penghasilan jang tidak tetap disebabkan oleh suatu pemogokan diperusahaan jang diwadjibkan memberi tundjangan, tidak boleh mengurangi perhitungan djumlahnja upah.

(4) Dalam kata pakaian pertjuma, jang tersebut dalam Pasal7, ajat (1) sub b dari „Undang-undang Ketjelakaan 1947” tidak termasuk pakaian-djawatan, uniform dan sebagainja.

(5) Djikalau bagi buruh jang dimaksudkan dalam pasal 6, ajat (2) sub c dari „Undang-undang Ketjelakaan 1947” , besarnja upah sehari tidak ditetapkan terlebih dahulu oleh pemborong pekerdjaan atau djikalau buruh tadi menerima sedjumlah uang jang tidak dapat dianggap sebagai upah sehari, maka dalam mendjalankan ,.Undang-undang Ks- tjelakaan 1947”, upahnja buruh ditetapkan sebesar upah terrendah diperusahaan madjikan pemborong atau per­usahaan jang sematjam dengan perusahaan itu untuk mendjalankan -pekerdjaan jang sama atau hampir sama.

405

Page 406: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(1) Dokter-penasehat ialah dokter jang ditundjuk oleh Menteri Kesehatan untuk mendjalankan segala sesuatu berhubung dengan berlakunja „Undang-undang Ketjelakaan 1947” .

(2) Dokter-penasehat seperti jang dimaksudkan dalam ajat (1) boleh menundjuk dokter lain untuk melakukan kewadjiban dokter-penasehat. Penundjukan itu berlaku untuk daerah dan dalam hal-hal jang tertentu.Penundjukan itu dapat ditjabut sewaktu-waktu.

(3) Dokter-penasehat jang dimaksudkan dalam ajat (1) me­masukkan laporan tentang pekerdjaan jang telah didjel- makan kepada Menteri Perburuhan msnurut peraturan- peraturan jang ditetapkan.

Pasal 5

Pemberitahuan tentang ketjelakaan-ketjelakaan jang dimak­sudkan didalam pasal 19 ajat 2 dari Undang-undang Ketjela­kaan 1947. harus dilakukan dengan djalan memasukkan daftar rangkap tiga jang dibubuhi tanda tangan, diberi tanggal dan diisi dengan sesungguhnja menurut tjontoh jang ditetapkan oleh Menteri Perburuhan,

Pasal 6

Madjikan atau pengurus perusahaan diwadjibkan menjim- pan daftar-daftar jang dimaksudkan dalam pasal 20 dari „Undang-undang Ketjelakaan 1947”, diperusahaan atau diba- gian dari perusahaan jang berdiri sendiri. supaja pegawai- pengawas sewaktu-waktu dengan tidak memberi tahukan terlebih dahulu dapat memeriksanja.

Pasal 7(1) Djumlah uang tundjangan jang dimaksudkan dalam pasal

21, ajat (1) dari ,,Undang-undang Ketjelakaan 1947” dan segala keterangan untuk menentukan djumlah itu, harus ditulis dalam daftar jang ditetapkan oleh Meinteri Per­buruhan.

(2) Sebelum liwat 2 kali 24 djam, madjikan atau pengurus perusahaan diwadjibkan memasukkan kepada pegawai- pengawas daftar jang dimaksudkan dalam ajat (1) rangkap tiga sesudah diisi, dibubuhi tanggal dan tanda-tanda- tangan :a. dijkalau koadaan sementara tidak mampu bekerdja bagi

buruh jang ditimpa ketjelakaan, menurut keterangan dokter jang memberi pertolongan, dapat ditetapkan telah berachir;

Pasal 4

406

Page 407: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. djikalau keadaan selama-lamanja tidak mampu bekerdja sama sekali atau sebagian bagi buruh jang ditimpa ke­tjelakaan, menurut keterangan dokter jang memberi pertolongan, telah dapat ditetapkan ;

c. djikalau buruh jang ditimpa ket-jeiakaan, karena akibat dari ketjelakaan itu, meninggal dunia.

(3) Daftar tersebut tidak us ah dibuat, djikalau telah diterima ketentuan dari pegawai-pengawas, bahwa buruh jang di­timpa ketjelakaan itu atau, bilamana ia meninggal dunia, keluarga jang ditinggalkannja tidak berhak menerima ganti kerugian menurut ^Undang-undang Ketjelakaan 1947”.

(41 Buruh jang ditimpa ketjelakaan atau, bilamana ia mening- gal dunia, keluarga jang ditinggalkannja menjatakan dengan menandatangani surat keterangan dalam daftar jang telah diisi itu tentang setudju atau tidaknja dengan perhitungan uang tundjangan.

(5) Djikalau buruh jang ditimpa ketjelakaan atau, bilamana ia meninggal dunia, keluarga jang ditinggalkannja tidak dapat menulis, maka iketeramgan itu dapat diganti dengan keterangan jang harus ditandatangani oleh dua orang saksi jang menjatakan, bahwa buruh atau keluarga tersebut diatas menjatakan setudju atau tidak setudju dengan per­hitungan uang tundjangan.

Pasal 8

Setelah daftar jang dimaksudkan dalam ajat 2 pasal 7 dite­rima, maka pegawai-pengawas selekas-lekasnja mengirimkan surat putusan tentang ganti kerugian kepada madjikan atau pengurus perusahaan jang bersangkutan.

Tembusan surat putusan itu diterimakan kepada buruh atau keluarga buruh jang berkepentingan.

Pasal 9

Djikalau madjikan jang diwadjibkan memberi tundjangan dinjatakan pailit, maka Weeskamer dengan segera iruembecri- tahukan pernjataan pailit itu kepada Menteri Perburuhan.

Pa-sal 10

(1) Madjikan jang karena sebab-sebab jang dimaksudkan da­lam pasal 36 ajat 2 „Undang-undang Ketjelakaan 1947” tidak mampu memberi tundjangan, diwadjibkan dengan segera memberitahukan hal ini kepada pegawai-pengawas.

(2) Pegawai-pengawas selekas-lekasnja mendjalankan pengu- sutan tentang sebab-sebab madjikan tidak mampu memberi tundjangan. ^

407

Page 408: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(3) Orang-orang jang diminta memberi keterangan atau mem­beri bantuan keachliannja oleh pegawai-pengawas berhu­bung dengan pengusutan jang dimaksudkan dalam ajat (2) diwadjibkan memenuhi permintaan itu.

Pasal 11Pegawai-pengawas memberitahukan hasilnja p'sngusutan jang

dimaksudkan dalam pasal 10, ajat (2) selekas-lekasnja kepada Menteri Perburuhan jang dapat membebaskan madjikan dari kewadjiban memberi tundjangan berdasarkan ,.Undang-undang Ketjelakaan 1947”.

Pasal 12Menteri Perburuhan mengambil tindakan-tindakan, agar

Pemerintah dapat membajarkan kepada jang berhak ganti kerugian jang dimaksudkan dalam pasal 36, ajat (2) dari „Undang-undang Ketjelakaan 1947” .

Pasal 13Pembajaran-pembajaran tundjangan berdasarkan ,.Undang-

undang Ketjelakaan 1947” jang kurang dari satu sen harus dibulatkan keatas mendjadi satu sen.

Pasal 14Daftar-daftar jang dimaksudkan dalam pasal 2, 5 dan 7 dapat

diminta pada pegawai-pengawas.

Pasal 15(1) Mereka jang tidak atau tidak dengan saksama mendjalan­

kan kewadjiban-kewadjiban jang diwadjibkan kspadanja tersebut dalam pasal 2. 6, 7 ajat (1) dan (2) dan pasal 10 ajat (1) dan (3), peraturan ini, dihukum dengan hukuman kurungan setinggi-tingginja tiga bulan atau dengan denda sebanjak-banjaknja Rp. 500.— (limaratus rupiah).

(2) P&rbuatan-perbuatan jang dapat dikenakan hukuman me­nurut ajat 1 pasal ini dianggap sebagai pelanggaran.

Pasal 16(1) Djikalau perbuatan-perbuatan jang dapat dikenakan hu­

kuman menurut pasal 15 peraturan ini dilakukan oleh badan-hukum, maka jang dituntut dimuka pengadilan dan jang dikenakan hukuman ialah anggauta-anggauta pencu- rus jang berkedudukan didaerah Negara Republik Indonesia atau, djikalau anggauta-anggauta itu tidak ada, wakil dari badan-hukum itu jang berkedudukan didaerah Negara Republik Indonesia.

<2> ?*tefap^ d"alam aiat (1) berlaku pula dalam hal- hal, djika,lau badan-badan itu bertindak sebagai pengurus atau wakil dari badan-hukum lain. °

408

Page 409: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Selain daripada pegawai-pegawai jang pada umumnja diwadjibkan mengusut p&rbuatan-perbuatan jang dapat dike­nakan hukuman, maka pegawai-pegawai-pengawas dan dok- tei -dokter-penasehat, berhubung dengan pekerdjaan jan®- diwadjibkan kepadanja berdasarkan Undang-undang Ketjela­kaan 1947. diserahi pula mengusut perbuatan-perbuatan jang dapat dikenakan liukuman menurut Undang-undang Ketiela- kaan 1947 tersebut.

Pasal II

Peraturan ini mulai berlaku pada hari mulai berlakunja „Undang-undang pernjataan berlakunja Undang-undang Ke­tjelakaan 1947 No. 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia”.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di-Djakarta pada tanggal 6 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERBURUHAN, SOEROSO

Diundangkan pada tanggal 8 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

Pasal 17

409

Page 410: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 4 TAHUN 1951

TENTANGPERNJATAAN BERLAKUNJA PERATURAN PEMERINTAH TAHUN 1948 No. 7, SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN PERA­TURAN PEMERINTAH TAHUN 1950 No. 12 DAN PERATURAN PEMERINTAH TAHUN 1950 No. 13 DARI REPUBLIK INDONESIA

UNTUK SELURUH INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang: bahwa beberapa pasal dari Undang-undang

Kerdja 1948 dari Republik Indonesia jang telah dinjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia, telah berlaku dissbagian besar daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedang didaerah lainnja belum didjalankan ;bahwa kegandjilan itu segera harus dilenjapkan , bahwa pasal-pasal jang telah didjalankan itu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tahun. 1948 No. 7, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1950 dan Peraturan Pemerintah tahun 1950 No. 13 dari Republik Indonesia ;bahwa oleh karena itu perlu kedua Peraturan Pemerintah tersebut dinjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia ;

Mengingat : Undang-undang No. 1 tahun 1951 tentang..Pernjataan Berlakunja Undang-undang Kerdja 1948 No. 12 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia” dan pasal 98 Undang-undang Dasar Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Dengan membatalkan segala peraturan jang berlawanan

dengan peraturan ini, menetapkan :PERATURAN PERNJATAAN BERLAKUNJA PERATURAN PEMERINTAH TAHUN 1948 No. 7, SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN PEMERINTAH No. 12 TAHUN1950 DAN PERATURAN PEMERINTAH TAHUN 1950 No. 13 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA

BAB IDengan mengingat pada ketentuan termaktub dalam pasal III

Peraturan ini, menjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia Peraturan Pemerintah tanggal 20 April 1948 No. 7, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah tanggal 21 April 1950 No. 12 dari Republik Indonesia jang bunjinja sebagai berikut :

410

Page 411: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 1

(1) Aturan-aturan tersebut dalam Undang-undang Kerdja tahun 1948 pasal 8 ajat (1) dan (2), pasal 13 ajat (1),(2), (3) dan (4), pasal 15 ajat (1) berlaku buat seluruh daerah Republik mulai tanggal 1 Mei 1948.

(2) Dalam mendjalankan aturan tersebut dalam Undang- undang Kerdja tahun 1948 pasal 13 ajat (1), maka madji­kan dianggap tidak mengetahui tentang keadaan haid dari buruhnja wanita, bilamana jang berkepentingan tidak memberitahukan hal itu kepadanja.

(3) Buruh v/anita jang hendak menggunakan haknja, seperti tersebut dalam Undang-undang Kerdja tahun 1948 pasal 13 ajat (2), berwadjib menjampaikan surat permohonan istirahat kepada madjikan selambat-lambatnja dalam waktu 10 hari sebelum waktu istirahat itu mulai ; aturan waktu 10 hari ini tidak berlaku terhadap buruh wanita jang baru gugur kandung. Surat permohonan tersebut diatas disertai dengan surat ketsrangan dari dokter, dji­kalau tidak ada dokter, dari bidan dan djikalau fcedua- duanja tidak ada, dari pegawai Pamong Pradja jang serendah-rendahnja berpangkat Asisten Wedono.

(4) Kepada buruh wanita jang diberi istirahat menurut aturan-aturan tersebut dalam pasal ini diberi upah penuh untuk waktu istirahat itu, ketjuali djikalau dalam pada itu untuk buruh wanita tadi berlaku peraturan chusus tentang kedudukan dan gadji pegawai-pekerdja negeri.

Pasal 2(1) Dsngan mentjabut maklumat Kementerian Sosial No. 17

tanggal 25 April 1946, aturan tersebut dalam Undang- undang Kerdja tahun 1948 pasal 15 ajat (2), berlaku buat seluruh daerah Republik Indonesia.

(2) Dalam mendjalankan peraturan tersebut dalam ajat (1), maka kepada buruh harian diberikan upah penuh untuk hari itu.

(2) Terhadap buruh jang karena sifatnja pekerdjaan, tidak dapat dibebaskan dari kewadjiban bekerdja, maka 1 Mei itu dianggap sebagai hari libur dan kepadanja diberi uang kerdja lembur disamping upahnja untuk hari itu.

Pasal 3Aturan-aturan tersebut dalam Undang-undang Kerdja tahun

1948 pasal 1, pasal 17 ajat (1) dan (2), pasal 18 ajat (1), (2) dan(3), pasal 19 ajat (1) dan (2) dan pasal 20 mulai berlaku padatanggal 1 Mei 1948 terhadap soal-soal tersebut dalam pasal 1dan pasal 2 dari Peraturan Pemerintah ini.

411

Page 412: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PASAL II

Dengan mengingat pada ketentuan termaktub dalam pasal III Peraturan ini, menjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia Peraturan Pemerintah tanggal 21 April 1950 No. 13 „Peraturan waktu kerdja dan waktu istirahat” Republik Indonesia jang bunjinja sebagai berikut:

Pasal 1

(1) Aturan-aturan waktu kerdja tersebut didalam Undang- undang Kerdja tahun 1948 pasal 10 ajat (1) kalimat per­tama, ajat (2) dan (3), pasal 11 dan 12 ajat (1) kalimat pertama berlaku mulai tanggal 1 Mei 1950.

(2) Menjimpang dari jang tersebut didalam pasal 1 ajat 3 Undang-undang Kerdja tahun 1948, ketentuan termaksud didalam ajat 1 pasal ini tidak berlaku buat buruh ditempat pekerdjaan jang tidak bersifat perusahaan,

Pasal 2

Dengan izin dari Kepala Djawatan Pengawasan Perburuhan atau pegawai jang ditundjuk olehnja bagi perusahaan jang penting untuk pembangunan negara, madjikan dapat menga­dakan aturan waktu kerdja jang menjimpang dari pasal 10 ajat (1) kalimat pertama, ajat (2) dan (3) Undang-undang Kerdja tahun 1948.

Pasal 3

Sebelum Peraturan Pemerintah termaksud pasal 12 ajat (2) Undang-undang Kerdja tahun 1948 ditetapkan, didalam hal-hal termaksud pada pasal 12 ajat (1) kalimat pertama Undang- undang tersebut diperlukan izin dari Kepala Djawatan Perburuhan atau Pegawai jang ditundjuk olehnja.

Pasal 4

iZi? tersebut Pada Pasal 2 dan 3 Peraturan ini ? 3aVa1?a*1 Pen£awasan Perburuhan atau pegawai jang

periu olehnJa- menetapkan sjarat-sjarat jang dipandang

Pasal 5

Menteri jang diserahi urusan Perburuhan menetaokan?Ahnfn”ai liran U!noUk melaksanakan ketentuan-ketentuan ter­sebut pada pasal 2, 3 dan 4 Peraturan ini..412

Page 413: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 6

Aturan-aturan tersebut dalam Undang-undang Kerdja tahun1948 pasal 1, pasal 17, 18, pasal 19 dan pasal 20 mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1950 terhadap soal-soal tersebut dalam Peraturan ini.

Bab III.

(1) Bagi daerah Djakarta, daerah bekas negara-bagian Indo­nesia Timur, Sumatera Timur dan Kalimantan Barat saat berlakunja aturan-aturan tersebut dalam Undang-undang Kerdja tahun 1948 pasal 8 ajat (1) dan (2), pasal 13 ajat (1),(2), (3) dan (4), pasal 15 ajat (1) dan aturan-aturan waktu kerdja tersebut didalam Undang-undang Ksrdja tahun 1948 pasal 10 ajat (1) kalimat pertama, ajat (2) dan(3), pasal 11 dan 12 ajat (1) kalimat pertama ditetapkan mulai pada hari pengundangan Peraturan ini.

(2) Bagi daerah-daerah tersebut dalam ajat 1 pasal ini aturan- aturan tersebut dalam Undang-undang Kerdja 1948 pasal 1, pasal 17, pasal 18, pasal 19 dan 20 mulai berlaku pada hari pengundangan Peraturan ini terhadap pada soal-soal ter­sebut dalam Peraturan Pemerintah tanggal 20 April 1948 No. 7, diubah dengan Peraturan Pemerintah tanggal 21 April 1950 No. 13 „Peraturan waktu kerdja dan waktu isti­rahat” dari Republik Indonesia jang dinjatakan berlaku menurut Peraturan ini.

Bab IV

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Bagi daerah Djakarta, daerah bekas negara-bagian Indonesia Timur, Sumatera Timur dan Kalimantan Barat, selama belum mempunjai izin tersebut pada pasal 2, 3 dan 4 Peraturan Pe­merintah tanggal 21 April 1950 No. 13 tentang waktu kerdja dan waktu istirahat, maka dalam waktu Istirahat, maka dalam waktu tiga bulan dihitung mulai hari pengundangan Peraturan ini, madjikan dapat meneruskan aturan waktu kerdja jang telah ada didalam perusahaannja pada hari tersebut dan jang menjimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut dalam Per­aturan Pemerintah tahun 1950 No. 13, akan tetapi ia diwadjibkan memberi upah lembur, sedikit-dikitnja satu setengah kali upah biasa buat tiap-tiap waktu kerdja jang lebih dari tudjuh djam sehari atau empat p.uluh djam seminggu.

413

Page 414: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja setiap orang dapat mengctahuinja, memcrin- tahkan pengundangan Peraturan Pemerinta:^ “ I1 pnempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 6 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERBURUHAN, SOEROSO

Diundangkan pada tanggal 8 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

414

Page 415: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 5 TAHUN 1951

TENTANGDJAMINAN UANG KERTAS BANK, SISA-SISA REKENING- KORAN DAN HUTANG-HUTANG LAIN DARI DE JAVASCHE

BANK JANG SEKALIGUS DAPAT DITAGIH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dianggap perlu mengubah imbangan antara djumlah semua hutang Javasche Bank jang sekaligus dapat ditagih dan djaminannja dengan mata uang atau logam uang ;

Mengingat : surat keputusan Gubernur Djenderal Hindia Belanda -tanggal 25 Djuni 1928 No. 4x (Staatsblad No. 229), sebagaimana telah diubah dengan surat keputusannja tanggal 14 Djanuari 1942 No. 34 (Staatsblad No. 18) ;

Msngingat pula : pasal 28 Javasche Bankwet 1922 (StaatsbladNo. 180) ;

Selandjutnja mengingat: pasal 142 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnja tanggal 14 No­pember 1950 ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DJAMINAN UANGKERTAS BANK, SISA-SISA REKENIN G-KORAN DANHUTANG-HUTANG LAIN DARI DE JAVASCHE BANK,

JANG SEKALIGUS DAPAT DITAGIH

Pasal 1

Keputusan-keputusan Gubernur Djenderal Hindia Belanda tanggal 14 Djanuari 1942 No. 34 (Staatsblad No. 18) dan tanggal 5 Maret 1941 No. 2 (Staatsblad No. 57) serta pasal-pasal 2 dan 3 surat keputusan tanggal 25 Djuni 1928 No. 4x (Staatsblad No. 229) ditjabut.

Pasal 2

Djumlah sekalian uang kertas bank, sisa-sisa rekening-koran dan hutang-hutang lain dari De Javasche Bank jang sekaligus dapat ditagih untuk satu perlima bagian harus didjamin oleh mata uang atau logckm uang. '

415

Page 416: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Djaminan logam termaksud dalam pasal kedua sedikit dikit nja satu perlima harus ada di-Indonesia.

Pasal 4Pelaksanaan peraturan ini diserahkan kepada Menteri

Keuangan jang diberi kuasa untuk mengambil dan surun mengambil tindakan jang perlu.

Pasal 5Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diun­

dangkan dan berlaku surut sampai tanggal 2 Djanuari 19o0.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, meme­

rintahkan pengundangan Peraturan ’Pemerintah mi dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 12 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN, SJAFROEDDIN PRAWIRANEGARA

MENTERI PERDAGANGAN DANPERINDUSTRIAN.

SOEMITRO DJOJOHADIKOESOEMODiundangkan

pada tanggal 14 Djanuari 1951MENTERI KEHAKIMAN,

WONGSONEGORO

Page 417: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 6 TAHUN 1951.

TENTANGMENGUBAH DAN MENAMBAH LEBIH LANDJUT „ALGEMENE BEPALINGEN TER UITVOERING VAN DE POSTORDONNANTIE 1935” (POSTVERORDENING 1935, STAATSBLAD 1934 No. 721)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dianggap perlu untuk mengubah danmenambah peraturan-peraturan jang sekarang berlaku mengenai beberapa porto dan bea jang dipungut oleh Djawatan Pos, Telegrap dan Telepon ;

Mengingat : pasal 4, 7, 17 dan 21 dari „Postordonnantie 1935’’(Staatsblad 1934 No. 720), sebagaimana pasal- pasal itu berbunji menurut Undang-undang Darurat No. 3 Tahun 1951 ;

Mengingat pula : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH UNTUK MENGUBAH DAN MENAMBAH LEBIH LANDJUT ,,ALGEMENE BEPALINGEN

TER UITVOERING VAN DE POSTORDONNANTIE 1935” (POSTVERORDENING 1935, STAATSBLAD 1934 No. 721)

,,Algemene Bepalingen ter uitvoering van de Postordonnantie 1935” ditetapkan dengan Regeringsverordening tanggal 29 De­sember 1934 (Staatsblad 1934 No. 721), sebagai telah ditambah dan diubah, terachir dengan Regeringsverordening tanggal10 Maret 1949 (Staatsblad 1949 No. 77), diubah dan ditambah lebih landjut sebagai berikut:

I

Dalam pasal 6 , ajat (1), bawah „Brieven” dalam ladjur2, sesudah huruf a, „7H” diubah mendjadi „15” ; sesudah huruf to, dalam ladjur 2, „ 10” diubah mendjadi „20” ; sesudah huruf c, dalam^ladjur 1 Can 2 harus dibatja :

LI. U . 1 9 5 1 - 2 7 417

Page 418: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dalam hal lain-lain : sampai tidak lebih dari 20 gramlebih dari 20 s/d 40

40 „ 6060 8080 100

100 „ 200200 300300 400400 500500 750

•» >♦ 750 „ 10001000 „ 1250

It 1250 15001500 1750

tt n 1750 2000

3045607590

135180230270330380440490550600

II

Dalam pasal 6, ajat (1), bawah „Briefkaarten” sesudah huruf a dan b dalam ladjur 2, „5” diubah mendjadi ,,10 .

I l l

Dalam pasal 6, ajat (1), bawah „Drukwerken” dalam ladjui idan 2 harus dibatja : . .__

s/d 500 gram untuk tiap-tiap 50 gram atau bagian ^dari 50 g ra m ............................................................................... °lebih dari 500 gram sampai 1000 gram selandjutnjauntuk tiap-tiap 250 gram atau bagian dari 250 gram ....... olebih dari 1000 gram selandjutnja untuk tiap-tiap500 gram atau bagian dari 500 gram ................................. °

IV

Dalam pasal 6, ajat (1), bawah ,,Nieuwsbladen en bijvoegsels’ dalam ladjur 1 dan 2 harus dibatja : a berperangko berlangganan :

s/d 250 gram untuk tiap-tiap 50 g ra m ................................. -lebih dari 250 gram untuk tiap-tiap 250 gram ............... .

b dalam hal lain-lain ..................................... seperti bawah(barang-barang tjetakan).

V

Dalam pasal 6, ajat (1), bawah „Dokumenten” dalam ladjur 1 dan 2 harus dibatja :

s /d 300 gram ............................................. .............................. 30

418

Page 419: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

lebih dari 300 gram s/d 500 gram untuk tiap-tiap 50 gramatau bagian dari 50 gram ....................................................... 5lebih dari 500 gram s/d 1000 gram, selandjutnja untuktiap-tiap 250 gram ...................................................................... 15lebih dari 1000 gram, selandjutnja untuk tiap-tiap 500 gram ............................................................................................ 35

VI

Dalam pasal 6, ajat (1), sesudah ..Braille-drukwerken" dalam ladjur 2, „ 1” diubah mendjadi „2” (barang-barang tjetakan).

VII

Dalam pasal 6, ajat (1), bawah „pakjes” dalam ladjur 1 dan2 harus dibatja :

s/d 100 gram ............................................................................. 10lebih dari 100 s/d 500 gram untuk tiap-tiap 50 gram ataubagian dari 50 gram ................................................................. 5lebih dari 500 gram selandjutnja untuk tiap-tiap 250 gram atau bagian dari 250 gram ...................................................... 15

VIII

Dalam pasal 6, ajat (1), bawah „Fonopostzendingen” dalam ladjur 2, ,,10” diubah mendjadi „15” dan „5” mendjadi „10”.

IX

Ajat (la) pasal 6 dihapuskan.

X

Dalam pasal 7, ajat (1), bawah a sebagai pengganti „In het verkeer in de Buitengewesten” harus dibatja „dalam perhu­bungan dalamnegeri lainnja” dan djumlah jang disebut dibawah a harus dibatja :

150 sen 200 „300 „450 „

Djumlah jang disebut bawah b harus dibatja :200 sen 300 „400 „600 „

419

Page 420: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

XI

Tabel jang terdapat dalam pasal 13, ajat (1) diubah sebagai berikut:

a 1 „3” diubah mendjadi „5”c „25” „ „40”d 1 „ 20” .,40”d 2 „25” „ „40”e ,,15” „ „25”f 1 „40” „ „75”f 2 „40” „75”

O*o harus dibatja :

untuk djumlah s /d 25 rupiah .............................................. 25lebih dari 2o rupiah sampai 50 rupiah ... 50

sen,

50 100 .............. 75100 150 .............. 100 .150 200 .............. 125 .200 300 .............. 175 ,300 »> 500 .............. 225 .500 1000 .............. 300 ,

1000 20000untuk tiap-tiap 1000 .............. 300 ,

diubah mendjadi „35” „35”

Untuk djumlah jang berlebih, kurang dari 1000 rupiah, tarip itu dihitung menurut skala diatas. dibelakang h 1

h 2 i 1i 2 j k m n 1 noo 0 r s t u v Xy

„25 ” „25 ” ,,25 ” „25 ” „25 ” ,,15 ” .,25 ” „ 3 .- ” „3.- ” „3.- ” „15 ” >>3.- ” ,,4.50” ,,25 ” „25 ” ,,25 ” ,,25 ” ,,25 ” ,,25

,35’,,35”„35”,,25”,.40”

„25”,,5.-”

,,35”„40”„40”..40”„35”„50”

la^^ ir^dan aiJa 3"ang tersebut dibelakangnja, muat dalam

420

Page 421: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

z. Bea menjerahkan bungkusan 053a- ^ “ ntuk membungkus lagi Ketentuannja dila-

pospaket-pospaket kukan olehJ K 1 *Kepala Djawatan, dengan pengertian, bahwa beanja paling besar 60 sen.

XII

n-, S aIa.1?1 auaL39, ^ (3)l bawah hui'uf a dan d, vijfentwinti<* gulden diubah mendjadi „tigapuluh satu rupiah”. 0

Pasal 2

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ian<* akan ditetapkan lebih landjut oleh Kepala Djawatan Pos° Telegrap dan Telepon.

Agai supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 17 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERHUBUNGAN DAN PENGANGKUTAN,

DJUANDADiundangkan

pada tangal 18 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

421

Page 422: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

*

PERATURAN PEMERINTAH No. 7 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH „ ALGEMENE BEPALINGEN TER UITVOERING

VAN HET INTERNATIONAAL POSTBESLUIT 1948 (INTERNATIONALE POSTVERORDENING 1948,

STAATSBLAD 1949 No. 76)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dianggap perlu mengubah beberapa pasal dari ..Internationale Postverordenmg 1948 , Staatsblad 1949 No. 76) ;

Mengingat : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Repu­blik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :PERATURAN PEMERINTAH UNTUK MENGUBAH -^GEM EN E BEPALINGEN TER UITVOERING VAN HET INTERNATIONAAL POSTBESLUIT 1948” (INTERNATIONALE POSTVERORDENING

1948, STAATSBLAD 1949 No. 76)

Pasal 1..Algemene Bepalingen ter uitvoering van het Internationaal

Postbesluit 1948" (Internationale Postverordenmg 1948), dite­tapkan dengan Regeringsverordening tanggal 10 Maret 194J No. 11 (Staatsblad 1949 No. 76), diubah sebagai berikut :

Dalam pasal 2, ajat (1), jang disebut bawah I, Ha dan lib harus dibatja sebagai berikut:

I. dihapuskan ;Ila. dalam hal mengirim surat-surat, kartupos-kartupos,

warkatpos-warkatpos jang dikeluarkan oleh Djawatan Pos, Telegrap dan Telispon dan kiriman-kiriman fonopos, dengan pos darat dan pos laut ke-Nederland, Suriname dan Antillen Belanda ;

lib. dalam hal mengirim dokumen-dokumen, barang-barang tjetakan, barang-barang tjetakan Braille, tjontoh-tjontoh dan bungkusan-bung-kusan dengan pos laut ke Nederland ; porto jang harus dibajar dimuka, jang ditetap'kan atau jang akan ditetapkan untuk kiriman-kiriman jang sama djenisnja dalam perhubungan dalamnegeri.

422

Page 423: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

IIDalam pasal 2, ajat (1), bawah III, djumlah-djumlah uang

dibelakang a,

dibelakang b, dibelakang c,

dibelakang d, dibelakang e,

dibelakang f,

,20 ,,12%”5,i2y2”„ 4 ” „20 ”

dandiubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi diubah mendjadi

Tambahkan : g. kotak-kotak, 25 sen untuk tiap-tiap 50 gram dengan minimum 125 sen.

„ 2 8„40 „10

5

„35 „20 1 ,,20 : „ 7»/2‘1 „35 ’ *.15 5 „ 3 1 „15 1 „75 ’ „25 ’ „15

IIIDalam pasal 2, ajat (2), perkataan-perkataan „Het port,

bedoeld in lid (1), sub II, onder b” , diganti dengan : „Porto jang dimaksudkan untuk barang-barang tjetakan dalam ajat (1), bawah lib ”.

IVDalam pasal 3, apa jang dimuat dibelakang I diganti dengan

perkataan ,.dihapuskan”.

VDalam pasal 3 dibelakang II perkataan : „andere” dihapuskan.

VIKepala pasal 6 diubah mendjadi ,.Pengiriman dengan pesawat

udara” dan „Het luchtrecht” harus dibatja „Tarip”

VIITabel jang terdapat dalam pasal 7, ajat (1), diubah sebagai

berikut: .dalam ladiur kedua dibelakang a 1 „20” diubah mendjadi „40 dalam ladjur kedua dibelakang b „20” diubah mendjadi „25°

dan perkataan „het post- wisselrecht” diganti dengan „bea-bea” ;bawah a, teksnja diganti dengan :„25 sen, ditambah dengan 12V2 sen untuk djumlah uang sampai dengan 25 rupiah, dengan 25 sen un­tuk djumlah uang lebih dari 25 rupiah sampai de­ngan 50 rupiah, dengan

dalam ladjur kedua dibelakang c

42 :

Page 424: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

50 sen untuk djumlah uang lebih dari 50 rupiah sampai dengan 100 rupiah dan dalam hal-hal lainnja de­ngan 50 sen untuk tiap- tiap 100 rupiah atau bagian dari 100 rupiah dari djum­lah uang jang akan dise- torkan ;

dalam ladjur kedua dibelakang d „40” diubah mendjadi ,, 75”dan

,,70” diubah mendjadi ,,100” ;

e ,40” diubah mendjadi „70” ;

sesudah e dan apa jang dimuat dibelakangnja, dalam ladjur 1 dan 2 diisikan:f. bea menjerahkan burgkusan-bungkusan 25 sen.

Pasal 2

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal jang akan ditetapkan lebih landjut oleh Kepala Djawatan Pos, Telegrap dan Telepon.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 17- Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERHUBUNGAN DAN PENGANGKUTAN,

DJUANDADiundangkan

pada tanggal 18 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

424

Page 425: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 8 TAHUN 1951

TENTANGPERUBAHAN ..TABAKSACCIJNS-VERORDENING”

(STAATSBLAD 1932 No. 560)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk mendjalankan pasal 14, ajat (1) „Tabaksaccijns-ordonnantie” (Staatsblad 1932 No. 517), terachir diubah dengan Undang-undang Darurat No. 22 Tahun 1950 (Lembaran Negara No. 37), perlu mengadakan perubahan lagi pada „Tabaksaccijns-ordonnantie” (Staatsblad 1932 No 560) ;

Mengingat : pasal 98 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ..TABAKSACCIJNS-VERORDENING (STAATSBLAD 1932

No. 560)

Pasal I

Pasal 6, ajat (3) „Tabaksaccijns-verordening” (Stag.h>blad 1932 No. 560), sebagai terachir diubah dengan Peraturan Pemerintah tertanggal 22 Djuni 1950 (Lembaran Negara No. 36), diubah lagi mendjadi sebagai berikut:

„(3) Pita-pita itu, jang diperuntukkan guna memenuhi tjukai dari barang-barang tembakau jang bersama-sama disebutberikut, dikeluarkan dalam djenis-djenis sebagai berikut:

dengan warna hidjau :

,,seri A : serutu jang dipitai satu demi satu ;„seri B : rokok-rokok daun dan tembakau senggeruk, begitu

pula serutu-serutu dalam bungkusan etjeran dari paling banjak 10 batang;

,,;-.eri C : rokok-rokok daun, begitu pula serutu-serutu dalambungkusan etjeran berisi kurang dari 50 batang ;

,,seri D : serutu-serutu dalam bungkusan etjeran dari 50batang atau lebih;

,,seri E : serutu-serutu dalam bungkusan etjeran dari 50batang atau lebih ;

425

Page 426: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

■w

,,seri B

,,seri C

„seri E

, S3ri B

,,E21'i C

„S2ri E

dengan warna hitam :lain dari sigaret-sigaret jang diperbuat denganmesin ;lain dari sigaret-sigaret jang diperbuat denganmesin ;lain dari sigaret-sigaret jang diperbuat denganmesin ;

dengan warna biru :

sigaret-sigaret jang diperbuat dengan mesin, begitu pula tembakau iris ;sigaret-sigaret jang diperbuat dengan mesin, begitu pula tembakau iris ;sigaret-sigaret jang diperbuat dengan mesin, begitu pula tembakau iris” .

Pasal II

Peraturan ini mulai berlaku pada hari sesudah diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djuli 1950.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 20 Djanuari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan di-Djakarta pada tanggal 22 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN WONGSONEGORO

426

Page 427: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 9 TAHUN 1951

TENTANGPENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu untuk mengadakan peraturan ten­tang pengeluaran surat perbendaharaan untuk tahun 1951 ;

Mengingat : Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1950 tanggal 28 Maret 1950 (Lembaran Negara No. 26) ;

Mengingat pula : Ordonansi Surat perbendaharaan 1928 (Lem­baran Negara 1928 No. 21) dan Ordonansi Alat- alat pembajaran luarnegeri 1940 (Lembaran Negara 1940 No. 205) ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELUARAN

SURAT PERBENDAHARAAN

Pasal ISelama tahun 1951 dapat dikeluarkan surat perbendaharaan

dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal jang berikut.

Paragrap I Pasal 1

1 Tergantung pada kebutuhan, segala sesuatu berhubung dengan keadaan hutang Negara pada De Javasche Bank, dapat dikeluarkan diatas djumlah tersebut dalam pasal 3 biljet-biljet perbendaharaan, sebagai djaminan untuk persekot-persekot (voorschotten) jang diberikan kepada Negara berdasarkan pasal 13 Undang-undang De Javasche Bank 1922.

2 Dengan tjara jang sama, seperti dalam ajat 1 termaksud, biljet-biljet perbendaharaan dan promes-promes perbendaha­raan dapat dikeluarkan, sebagai djaminan untuk persekot- persekot jang diberikan pada Negara q.a. kepada Dana Alat-alat Pembajaran luarnegeri atas dasar pasal 18 dari Ordonansi Alat-alat pembajaran luarnegeri 1940 (Lembaran Negara 1940 No. 205).

Pasal 21 Menteri Keuangan diberi kuasa untuk, tiap-tiap kali

dengan sjarat-sjarat jang ditetapkannja tersendiri, mengeluar- kan biljet-biljet perbendahLraan dan promes-promes perben-

427

Page 428: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

daharaan, surat-surat perbendaharaan mana dapat dipakai sebagai djaminan oleh Negara terhadap kredit-kredit jang- akan aibuka di De Javasche Bank untuk kepentingan fihak ketiga.

Pengeluaran surat perbendaharaan, ssperti termaksud da­lam ajat jang lalu, hanja dapat dilakukan dalam hal-hal, aimana djaminan oleh Negara untuk kepentingan fihak ketiga

'bersangkutan telah disetudjui dalam anggaran belandja umum atau anggaran tambahan.

Paragrap II Pasal 3

Selain surat-surat perbendaharaan jang dikeluarkan berdasar- , ,1>pa®a\-Pasal 1 dan 2 dari Peraturan Pemerintah ini tidak

oien beredar bersamaan surat-surat perbendaharaan jang ajumlahnja lebih dari seribu djuta rupiah.

Pasal 4

Pefbendaharaan dan promes-promes perbsndaha- laan aibagi-bagi dalam lembaran-lembaran dari Rp. 1.000.—,S ' i nn nnA ’ 10-000-— ^P- 2 5 . 0 0 0 . — , Rp. 5 0 . 0 0 0 , — ,p S ’ i ! ! 0 ! ' ? R p - 5 0 0 - ° 0 0 . — Rp. 1 . 0 0 0 . 0 0 0 . — , Rp. 5 . 0 0 0 . 0 0 0 . — , S iio f k - ? - ^ Djlka ternjata perlu dapat djuga dikeluarkan

Pert>endaharaan dan promes-promes perbendaha­raan dalam lembaran-lembaran lebih tinggi.

Pasal 5

1. Biljet-biljet perbendaharaan akan mempunjai djangka Palmg lama lima tahun.e p v ' i>romes“Pr‘omes peraendaharaan akan mempunjai djangka

kurang-kurangnja satu bulan dan paling lama sebelas bulan.

Pasal 6

ri*Mo-o*>eriife*uaran b^jet-biljet perbendaharaan akan dilakukan setahun nga PalinS tinggi 4J/2% (empat setengah persen)

penseluaran promes-promes perbendaharaan akan dilaku-Xv?an kurs PalinS rendah 98]/2% (sembilanpuluh delapan

knrc E Persen) untuk promes dari sembilan bulan dan dengani an^ seimbang dengan itu untuk promes jang bsr- ajangka lebih pendek.

Pasal 7

d iS a ^ n ^ ^ 11 ®urat Pei'bendaharaan akan dilakukan dengan ajalan penempatan dibawah tangan.428

Page 429: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Paragrap III Pasal 8

Menteri Keuangan diberi kuasp. pada pengeluaran snrni- npr™„rl ah/ 1? an dibalvah tanSan un‘ uk, djika dTanyao neriu men0adakan sjarat dan — dengan dimasukk’an nnII(,ni • ’nnnftnS^Uta? daIan? keteranSan bersama jang akan dibuat meg nurut ajat 4, pasal 4, Ordonansi Surat perbendaharaan 199° (Lembaran Negara 1928 No. 21) — menetankar.-hoi,™ \ *perbendaharaan tidak dapat didjual atau digadaikan padaUDe Javasche Bank dan mengenai surat perbendaharaan ini dfika sjarat-sjarat1' keterangan tersebut menjantumkan

L d n u S s fs S a lS m '^ T a ta ^ S ia ? dlkeluarkan tidak daPa‘2* ^ n ^ ^ UraL perbienda^araa.n janS telah dikeluarkan untuk nommalnja dapat dipakai dinegeri ini sebagai

penjetoran buat pendaftaran untuk pindjaman-pindiaman umum jang memberatkan Republik Indonesia. pmcljaman

Pasal 9Deratiiran ? iber* kuasa untuk, dengan mengindahkanL kan ™ i rf 3 Jiang dlberikan tentang itu, mengambil tin- snrat . S i J .m men?atui* selandjutnja pengeluaran

a^aiaaii erniaksud dalam Peraturan Pemerintah 5U, da^ dPalannJa usaha jang bersangkutan dengan pengeluaranrin’tnh ^ aa^ -p UTa^un -k menandatangani atas nama Peme- h n n * I n d o n e s i a akta-akta jang akan dibuat berhu­bung dengan pengeluaran itu.

Pasal IIPeraturan Pemerintah tanggal 28 Maret 1950 No. 8 (Lembaran

d ah arL i ? 0, I ’ l ang menSatur pengeluaran surat perben- berikut ■ selama tahun 1950, ditambah dan diubah sebagai

a. pasal 1 ditambah dengan ajat baru b 1, jang berbunji :„b. 1 Djika ternjata perlu, dapat pula biljet-biljet perben­

daharaan dan promes-promes perbendaharaan dike­luarkan aalam lembaran-lembaran lebih ting°-i dar; jang termaksud dalam ajat jang lalu” ;

b. dalam pasal 2 perkataan ,.sedjumlah” diganti dengan „dari”.

_ Pasal IIIi j ^ a? ,m?ngubah’ dimana Perlu, pasal 1, ajat e, Peraturanbilip /w iip? aj?gg^ ,28 MareJ 1950 No- 8- menentukan, bahwa li'so riSnat peibendaharaan, terhitung dari tanggal 1 Nopember 1950, dapat dikeluarkan dengan bunga sstinggi-tingginja 4U%(empat setengah persen) setahun.

429

Page 430: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat me" ^ hJ ^ 3d e^ a n % m em - kan pengundangan peraturan pemerintah ini denaan penempatan dalam Lembaran Negara R epu blik Indonesia.

Ditetapkan d^ ^ aka tjL _. pada tanggal 3 Pebruari 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan di-Djakarta pada tanggal 6 Pebruari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

Pasal IV

430

Page 431: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 9 TAHUN 1951

TENTANGPENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN

Peraturan pemerintah ini dalam beberapa hal agak menjim- pang daripada peraturan jang berlaku buat tahun 1950.

Untuk mentjapai suatu penglihatan atas seluruhnja, maka susunan dan urutan pasal-pasal telah diubah demikian rupa, sehingga didalam suatu bab tersendiri dapat dimasukkan hal-hal jang mengenai peraturan-peraturan umum tentang besarnja lembaran-lembaran (coupures) surat perbendaharaan, mengenai djangka berlakunja dan mengenai founganja. Disam- ping itu, atas permintaan Dewan Pengawas Keuangan, kemung­kinan pengeluaran lembaran-lembaran jang lebih besar telah disebutkan dengan kata-kata jang lebih tegas, sedang selain dari itu telah dimuat djuga beberapa peraturan baru jang pen- djelasannja akan diberikan pasal demi pasal dibawah ini.

Pasal 1

Hal jang baru dalam pasal ini ialah, bahwa pengeluaran surat perbendaharaan, sebagai djaminan atas uang-muka-uang-muka jang diberikan oleh Bank-peredaran kepada Pemerintah, telah dipisahkan dari uang-muka-uang-muka jang diberikan oleh Bank-peredaran guna membelandjai Fonds Alat-alat pemba­jaran luarnegeri. Hal ini terlihat diajat kedua „mengatur pengeluaran surat perbendaharaan sebagai djaminan, berdasar­kan pasal 18 Deviezen verordening 1940 (Staatsblad 205), atas uang-muka-uang-muka berupa rekening-courant jang diberikan kepada Pemerintah q.q. Fonds Alat-alat Pembajaran luarne- geri guna membelandjai pembelian alat-alat pembajaran luar- negeri”. Uang-muka-uang-muka itu dahulu dipandang sebagai bagian daripada uang-muka-uang-muka Kas kepada Pemerin­tah dan karenanja termasuk djuga uang-muka-uang-muka, terhadap mana harus diberikan djaminan menurut pasal 13 Javasche Bankwet 1922.

Oleh karena uang-muka-uang-muka, untuk membelandjai Fonds Alat-alat pembajaran luarnegeri pada asasnja mem­punjai tjorak jang berlainan dengan uang-muka-uang-muka kepada Pemerintah, untuk membelandjai kekurangan-keku- rangan dalam hal anggaran belandja Pemerintah, maka pembajaran uang-muka-uang-muka jang disebut duluan tadi dipisahkan dari rekening Perbendaharaan Umum dan kemudian pembelian alat-alat pembajaran luarnegeri untuk seterusnja semata-mata dibaiar oleh Bank untuk diperhitungkan lebih

431

•>

Page 432: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

landjut dengan Fonds Alat-alat Pembajaran luarnegeri. Pem ­berian uang-muka guna pembelian alat-alat pembajaran luar­negeri (bukan untuk sertipikat-sertipikatnja) sebetulnja djuga harus didjalankan dengan djaminan Pemerintah oleh karena Bank tidak boleh memberikan kredit dengan tiada djaminan.

Pasal 2

Maksud pasal ini adalah guna memberikan kemungkinan, agar supaja dapat ditjapai suatu peraturan dengan tjara jang termudah, menurut peraturan mana, berdasarkan kepentingan nasional, dapat diberikan surat perbendaharaan kepada parti- kelir-partikelir bonafide, masing-masing dengan diadakan sjarat-sjarat tersendiri, jang dapat dipergunakan sebagai d ja ­minan guna mendapatkan kredit pada Javasche Bank untuk keperiuan memperkuat c.q. menambah modal-kerdja. Demi­kian ini berarti, bahwa pengawasan teknis atas kredit tadi semestinja masih tetap berada pada suatu bank sentral, akan t&tapi dsngan djalan demikian hubungan antara sipengambil kredit dan langganannja tetap terpelihara baik, jang, dalam ksadaan-keadaan dewasa ini, demikian ini dapat dianggap sudah selajaknja.

Dalam tahun 1950 beberapa bank telah mengadjukan permin­taan kepada Pemerintah guna mendapatkan bantuan uang.

Ketjuali dengan Bank Negara Indonesia — kepada Bank mana telah dibsrikan surat perbendaharaan dengan memakai sjarat- sjarat jang tertentu berdasarkan kekuasaan chusus dari Pe­merintah untuk itu (harap periksa Peraturan-peraturan Peme­rintah tanggal 18 Djuli dan 10 Agustus 1950 No. 13 dan 19, Lembaran Negara No. 42 dan 55) — lebih baik tidak diadakan hubungan langsung antara Pemerintah dan sipeminta kredit, akan tetapi supaja sipeminta tersebut berhubungan dengan bank-bank dengan diberikan kesanggupan dalam beberapa hal jang tertentu untuk mendapatkan bantuan dari Pemerintah berupa djaminan, djika hal tersebut tidak ada dengan tjukup.

Oleh karena djaminan-djaminan sematjam ini mungkin melahirkan lebih banjak kewadjiban-kewadjiban jang membe- ratkan anggaran belandja negara dan dengan demikian mo- nurut Undang-undang Perbendaharaan kemungkinan penge- j-uaran tersebut seharusnja telah ikut terhitung terlebih dahulu ciaiam anggaran, maka selandjutnja ajat kedua pasal ini mengadjukan sebagai sjarat, bahwa baru dapat dikeluarkan surat perbendaharaan sematjam ini, djika djaminan tersebut

-f ten? uat dalam anggaran belandja negara. Oleh 15 undanS-undang anggaran belandja masih tetap

v las5r d,a^Pada kredit c.q. djaminan jang akan diberi- eanjr S i ? k undanS-undang masih djuga tetap meme-|oliUk-kr,ed“ " ‘ anA erteUntuakan pendaPatnja mengenai suatu432

Page 433: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Djumlah surat perbendaharaan jang akan diedarkan daiam tahun 1951 tidak dapat ditentukan dengan pasti.

Pada awal 1950 telah diutjapkan pendugaan, bahwa penge- luaran akan lebih berkurang daripada tahun-tahun jane telah lalu. Lagi pula tindakan-tindakan penjehatan uang telah mem- pengaruhi djalannja peredaran dengan sangat, sedang kebu­tuhan akan uang jang bertambah banjak mengakibatkan penebusan surat-surat perbendaharaan, pada hal lebih tepat djika djangka surat perbendaharaan itu diperpandjang. Dapat- lah kiranja ichtisar sebagai termaktub dibawah ini membenar- kan uraian tersebut diatas ini :

dalam djutaan rupiah Keadaan pada 1-1-1950 ± Rp. 529.— m/mDikeluarkan s/d Nopember 1950 ± R p. 208. m/m.

± Rp. 737.— m/mDitebus s/d Nopembsi- 1950 ± Rp. 549.__Dibukukan kerekening pin­djaman menurut keputusan penjehatan uang ± Rp, 48.__

Pasal 3

- Rp. 597.— m/m.Sisa jang masih beredar pada achirNopember 1950 ± r p . 140.— m/m.

Minat umum dan bank-bank besar untuk memperbungakan kekajaan-kekajaannja jang liquide dalam surat perbendaharaan dapat dikatakan masih tetap tidak sebegitu besar adanja. Sebagian besar hal ini disebabkan karena ketjilnja bunga, terutama pada surat-surat jang „berdjangka pandjang” (biljet- biljet perbendaharaan dengan djangka 3 dan 5 tahun), untuk mana menurut peraturan 1950 jang asli diberikan bunga seba- njak 3% (tiga persen) setiap tahun. Djuga atas nasehat Java­sche Bank, maka mulai 1 Nopember 1950 bunga surat-surat jang berdjangka 5 tahun dinaikkan hingga 4»/a% (empat setengah persen) (periksalah djuga pasal 6), oleh karena mana setidak-tidaknja bank-bank dan badan-badan penanam modal lebih tertarik akan surat perbendaharaan jang berdjangka pandjang. Berapa djumlahnja pendaftaran-pendaftaran baru, belum lagi dapat dipastikan. Untuk djangka-djangka jang pendek dari 9 bulan hingga 3 tahun djuga ditetapkan kenaikan persenan jang seimbang. Diusulkan supaja djumlah surat-surat perbendaharaan, seperti dalam tahun-tahun jang lalu, ditetap­kan sebanjak satu miljar rupiah.

433U .U . 1951 - 28

Page 434: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Bunji pasal-pasal ini — ketjuali kenaikan dasar bunga mak­simum dari V/2% (tiga setengah persen) hingga 4y2% (empat setengah persen) dalam pasal 6 — hampir semua sama dengan pasal-pasal dalam peraturan 1950 dan sekiranja tak perlu didjelaskan lagi.

Pasal II dan III

Pasal-pasal ini bermaksud hendak mengadakan perubahan- perubahan dalam Peraturan Pemerintah tanggal 28 Maret 1950 No. 8, berhubung dengan kenjataan, bahwa pengeluaran da.lam 1950 dalam beberapa hal harus dilakukan dengan agak menjim­pang daripada peraturan jang telah ditetapkan (misalnja perubahan dasar bunga mulai tanggal 1 Nopember 1950, sebagai telah didjelaskan diatas tadi).

Pasal 4 s/d 9.

434

Page 435: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 10 TAHUN 1951 *)

TENTANGPEMBERIAN TUNDJANGAN LUAR-BIASA KEPADA PARA

PEGAWAI BANGSA ASING

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa, selama Republik Indonesia berhubungdengan pambangunan negara masih membutuh­kan tenaga-tenaga pekerdja bangsa asing jang mempunjai ketjakapan tertentu dan pengalaman, perlu mengadakan peraturan-peraturan luar- biasa untuk mendapatkan tenaga-tenaga ter­sebut ;

Mengingat : peraturan dalam Staatsblad 1949 No. 2, sebagai­mana berulang-ulang telah diubah dan ditambah, terachir dengan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1950 serta peraturan dalam Bijblad No. 15098 ;

Mengingat pula : pasal 119 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Mendengar: Dewan Menteri ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN TUNDJANGAN LUAR-BIASA KEPADA PARA PEGAWAI

BANGSA ASING

Pasal 11. Kepada tenaga bangsa Asing jang didatangkan dari luar­

negeri dan bekerdja aktip pada Pemerintah Republik Indonesia, jang karena keachliannja dibutuhkan untuk djabatan-djabatan di Indonesia, jang akan ditundjuk ke­mudian oleh Perdana-Menteri, dapat diberikan tundjangan luarbiasa -tiap-tiap bulan jang bebas dari padjak sebesar :a. duapuluhlima perseratus dari pendapatan bersih bulan-

an, jang diperoleh dinegeri ini, dibajarkan di Indonesia dengan mata uang Indonesia ;

b. duapuluh perseratus, dengan maksimum Rp. 500,—, dari gadji-pokok bulanan, dibajarkan dinegeri asal dan dengan mata uang negeri itu, sedangkan penukaran dari

* } Tjatatan: P.P. N o. 10/1951 ini kemudian diubah dengan P.P.N o. 62/1951.

435

Page 436: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

mata uang Indonesia ke mata uang tersebut dilakukan menurut kurs resmi dan biaja sertipikat depisen ditang- gung oleh Pemerintah.

2. Tundjangan luar-biasa itu diberikan oleh Perdana-Menteri atas usul menteri atau badan jang bersangkutan.

3. Dengan pendapatan bersih, dimaksud gadji jang diberikan oleh Pemerintah ditambah dengan tundjangan kemahalan dan tundjangan anak dan dikurangi dengan iuran-iuran jang diwadjibkan untuk dana pensiun, padjak-peralihan dan delegasi-delegasi.

4. Apabila diantara mata uang Indonesia dan sesuatu mata uang asing tidak terdapat perbandingan nilai resmi, maka penukaran dilakukan dengan memperhatikan nilai rupiah Indonesia dan mata uang asing itu terhadap rupiah Belanda atau mata uang lainnja, jang terhadapnja nilai rupiah Indonesia dan mata uang asing itu keduanja telah ditetap­kan dengan resmi.

5. Selama belum ditetapkan peraturan-peraturan selandjutnja mengenai gadji para pegawai negeri, maka gadji sebagai termaksud dalam ajat 1 dan 2 diartikan : gadji, upah atau uang bulanan jang diberikan berdasar atas pasal 1 surat- putusan tanggal 6 Djanuari 1949 No. 2 (Staatsblad 1949 No. 2).

6. Kepada para pegawai jang mendapat hak atas pemberian tundjangan luar-biasa itu akan diberikan gadji, djika hal ini belum dilakukan, sebagai termaksud dalam ajat 5 pasal ini.

Pasal 21. Untuk tenaga-tenaga bangsa asing jang didatangkan dalam

ikatan dinas untuk waktu terbatas menurut peraturan ter- muat dalam Bijblad No. 15098 dan jang diberikan tundjangan luar-biasa seperti dimaksudkan dalam pasal 1 ajat 1, pem- bajaran, termaksud dalam kalimat kedua ajat 1 pasal 7 peraturan dalam Bijblad tersebut (bonus), dihapuskan. •

2. Gadji sementara dan biaja-biaja perlengkapan serta tun­djangan ikatan dinas terbatas, jang diberikan kepada tenaga-tenaga termaksud dalam ajat 1, akan dibajarkan dinegeri asal dengan mata uang negeri tersebut, sedangkan biaja sertipikat depisen ditanggung oleh Negeri dan penu­karan dari mata uang Indonesia kemata uang asing itu, djika perlu, akan dilakukan atas tjara sebagai ditetapkan dalam ajat 4 pasal 1 peraturan ini.

Pasal 31. Tenaga-tenaga bangsa asing jang telah didatangkan dari

luar-negeri dan sekarang masih bekerdja aktip, jang tidak436

Page 437: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dapat diberi tundjangan luarbiasa termaksud dalam pasal 1 ajat 1, akan tetapi karena ketjakapannja atau pengalaman- nja masih dibutuhkan untuk djabatan Negeri, dapat diberi­kan tundjangan luarbiasa tiap-tiap bulan duapuluhlima perseiatus dari pendapatan bersih bulanan jang diperoleh dinegeri ini, dibajarkan di-Indonesia dengan mata uan°- Indonesia. °

2. Tundjangan luarbiasa termaksud dalam pasal ini diberikan oleh Perdana-Menteri atas usul menteri atau badan iang bersangkutan. D

Pasal 4

Tenaga bangsa asing jang telah didatangkan dari luarnegeri dan jang tidak termaksud dalam golongan pegawai termaksud dalam pasal 1 ajat 1 atau pasal 3 ajat 1, diperhentikan dari djabatan Negeri atas sjarat-sjarat menurut persetudjuan Konperensi Medja Bundar dan djika mereka bukan bangsa Belanda, atas sjarat-sjarat jang ditetapkan dalam aturan- aturan lam.

Pasal 5

Penglaksanaan peraturan pemerintah ini akan diatur lebih landjut oleh Perdana-Menteri.

Pasal 6Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tangkai

1 Djanuari 1951. 00Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja memerin­

tahkan pengundangan peraturan psmerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 3 Pebruari 1951

WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MOHAMMAD HATTA PERDANA-MENTERI, MOHAMMAD NATSIR MENTERI KEUANGAN

SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARADiundangkan

pada tanggal 9 Pebruari 1951MENTERI KEHAKIMAN,

WONGSONEGORO

437

Page 438: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 10 TAHUN 1951

TENTANGPEMBERIAN TUNDJANGAN LUAR-BIASA KEPADA PARA

PEGAWAI BANGSA ASING

PENDJELASAN UMUM :Selama Republik Indonesia berhubung dengan pembangunan

masih membutuhkan tenaga-tenaga ahli jang pada dewasa mi tidak feisa didapatkan didalamnegeri sendiri, sedang peraturan- peraturan jang berlaku untuk tenaga bangsa asing ternja a tidak dapat menarik mereka setjukupnja, maka Pemei intan memandang perlu mengadakan peraturan tambahan beiup tundjangan luar-biasa disamping peraturan-peratuian jangtG l& h cLCl£L

Tundjangan luar-biasa itu akan dapat diberikan kepada tenaga-tenaga pekerdja bangsa asing jang akan didatangkan dari luarnegeri, maupun kepada beberapa dan mereka jan* sekarang telah bekerdja dinegeri ini.

Mengingat pentingnja soal pemberian tundjangan luar-biasa itu dan supaja dalam mempertimbangkan keahliannja serta kebutuhan akan pegawai-pegawai jang bersangkutan diadakan ukuran jang sama buat semua kementerian dan djawatan Pemerintah, maka pemberian tundjangan itu dilakukan oleh Perdana-Menteri atas usul menteri atau badan-badan jang bersangkutan. Dengan badan-badan itu dimaksudkan Djawa.- an-djawatan jang tidak termasuk dalam salah satu Kemen­terian, umpamanja Dewan Pengawas Keuangan, Lembaga Alat- alat Pembajaran Luarnegeri dsb.

Sebagai akibat pemberian tundjangan ini, didalam mana ter­masuk pernjataan, bahwa pegawai-pegawai jang bersangkutan dibutuhkan oleh djabatan Negeri karena keachliannja c.q. masih dibutuhkan berhubung dengan ketjakapan atau penga- lamanja, maka pegawai-pegawai bangsa asing jang tidak di­berikan tundjangan itu, dipandang sebagai tenaga jang tidak dibutuhkan lagi, sehingga mereka harus diperhentikan karena kelebihan pegawai dengan melakukan sjarat-sjarat persetudjuan K.M.B.

Petundj uk-petundj uk selandj utnj a untuk melaksanakan peraturan ini akan diberikan selekas mungkin oleh Perdana- Menteri.PENDJELASAN PASAL DEMI PASAL :

Pasal 1Tundjangan luar-biasa termaksud dalam pasal ini, akan

diberikan kepada para pemangltu djabat~n-djabatan Negeri,438

Page 439: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

jang masih akan ditetapkan oleh Perdana-Menteri dan jang pada umumnja akan terdiri dari djabatan-djabatan jang me­merlukan achli-achli (expert) dalam salah satu lapangan pe- ngetahuan atau pekerdjaan, misalnja guru-besar, dokter- spesialis, pemimpin salah suatu laboratorium dsb.

Tundjangan ini diberikan baik, kepada pegawai jang telah bekerdja pada djabatan Negeri tetap atau sementara (vaste of tijdelijke dienst), maupun kepada pegawai dalam ikatan dinas terbatas (kortverband) jang telah atau masih akan di­datangkan, disamping penghasilan jang telah diberikan kepada mereka menurut peraturan-peraturan jang berlaku.

Pasal 2

Karena tundjangan luar-biasa ini telah diberikan kepada pegawai termaksud dalam pasal 1, maka tidak ada alasan lagi untuk memberikan ,,bonus” (hadiah) satu bulan gadji untuk tiap-tiap tahun bekerdja.

Pasal 3

Tenaga-tenaga bangsa asing jang tidak termasuk dalam pasal 1, djadi pada umumnja bukan ahli atau ,.expert” , akan tetapi masih dibutuhkan oleh djabatan Negeri berhubung de­ngan ketjakapan atau pengalamannja, diberikan tundjangan luar-biasa menurut pasal ini jang hanja berupa suatu tun­djangan jang diberikan di-Indonesia. Tundjangan inipun diberi­kan, baik 'kepada pegawai jang telah bekerdja dalam djabatan Negeri tetap atau sementara, maupun kepada pegawai, jang telah atau akan didatangkan dalam ikatan dinas terbatas (kortverband) disamping penghasilan jang telah atau akan diterima menurut peraturan-peraturan jang berlaku.

Pasal 4

Tjukup djelas.

Pasal 5

Oleh Perdana-Menteri akan seg-era dikeluarkan petundjuk- petundjuk lebih landjut tentang penetapan djabatan-djabatan termaksud dalam pasal 1 dan tentang tjara bagaimana usul- usul mengenai pegawai termaksud dalam pasal 2 harus diadju­kan dan diselesaikan.

Pasal 6

Tidak memerluk.an pendjelasan.

439

Page 440: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 11 TAHUN 1951

TENTANGPENETAPAN BERLAKUNJA PERATURAN PEMERINTAH No. 2TAHUN 1951 UNTUK PARA ANGGAUTA ANGKATAN LAUT

DAN ANGKATAN UDARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1951tentang peraturan pemberian pensiun kepada djanda-djanda dan onderstan kepada anak- anak jatim/piatu dari para anggauta tentara Angkatan Darat, sebagai termaktub dalam Lembaran Negara No. 5 tahun 1951, perlu di­tetapkan berlaku djuga untuk para anggauta dari Angkatan Laut dan Angkatan Udara ;

Mengingat : pasal 36 dan 98 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia dan pasal 7 dari Undang- undang Darurat Republik Indonesia Serikat No. 4 tahun 1950 (Lembaran Negara No. 5 tahun 1950) ;

Mendengar: Dewan Menteri :

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN BERLAKUNJA PERATURAN PEMERINTAH No. 2 TAHUN 1951

UNTUK PARA ANGGAUTA ANGKATAN LAUT DAN ANGKATAN UDARA

Pasal 1

Semua ketentuan termuat dalam Peraturan Pemerintah wo. 2 tahun 1951 tentang peraturan pemberian pensiun kepada ajanda-djanda dan onderstan kepada anak-anak jatim /piatuo.an para anggauta tentara Angkatan Darat, sebagai termaktub

Lemb^ran Negara No. 5 tahun 1951, berlaku djuga untuk p a anggauta Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Tjatatan.^Lhituk^s^ selengkapnja peraturan ini hendaknja dipeladjari P .P .

440

Page 441: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1950.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penean- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 5 Pebruari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA-MENTERI MEWAKILI MENTERI PERTAHANAN,

MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 6 Pebruari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

441

Page 442: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 12 TAHUN 1951

TENTANGTUGAS DEWAN DAN BIRO REKONSTRUKSI NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang: a. bahwa pada waktu ini setelah kemerdekaanIndonesia tertjapai, djumlah jang besar dari para pedjuang kemerdekaan nasional, ja ’ni para bekas anggauta Angkatan Perang, para bekas anggauta badan-badan pembantu Ang­katan Perang dan para bekas anggauta badan-badan perdjuangan bersendjata, belum mempunjai lapangan pekerdjaan jang terten­tu, dimana mereka dengan teratur dapat me- njumbangkan tenaganja untuk mengisi ke­merdekaan bangsa Indonesia dalam usaha- usaha untuk memperkuat dan membangun Indonesia ;

b. bahwa perlu dengan segera diadakan usaha- usaha oleh Pemerintah setjara luas untuk memberikan kesempatan kepada para pe­djuang kemerdekaan nasional jang tersebut diatas untuk menjumbangkan tenaganja da­lam usaha untuk memperkuat dan memba­ngun Indonesia dan dalam pada itu djuga membuka djalan agar para pedjuang kemer­dekaan nasional itu dikemudian hari dapat hidup dalam masjarakat dengan mata pentja- harian jang lajak ;

c. bahwa tugas Biro Demobilisasi Nasional, jang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1950, kurang luas untuk maksud ter­sebut sub a dan b diatas ;

Mengingat : 1. Keputusan Dewan Menteri Republik Indonesia dalam sidangnja jang ke-34 pada tanggal25 Djanuari 1950 ;

2. Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1950 ;

Tjatatan: P.P. N o. 12/1951 ini kemudian diubah dengan P .P . N o. 20/1951,

442

Page 443: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TUGAS DEWAN DAN BIRO REKONSTRUKSI NASIONAL

Pasal 1

(1) Terhitung sedjak saat mulai berlakunja Peraturan Peme­rintah ini dibentuk :a. Dewan Rekonstruksi Nasional jang terdiri dari Wakil

Perdana-Menteri sebagai Ketua merangkap anggauta, Mentsri Sosial sebagai Wakil Ketua merangkap anggau­ta dan Menteri-menteri Pertahanan, Perdagangan dan Perindustrian, Pertanian, Pekerdjaan Umum dan Dalnm- negeri sebagai anggauta ;

b. Biro Rekonstruksi Nasional jang terdiri dari seorang Direktur sebagai Pemimpin dan sebuah Staf, didalam mana duduk seorang wakil dari kementerian- kementerian jang oleh Dewan Rekonstruksi Nasional dianggap ada hubungan kewadjiban dalam usaha rekonstruksi nasional.

(2) Atas usul Biro Rekonstruksi Nasional, maka oleh Dewan Rekonstruksi Nasional dapat didirikan Tjabang Biro Rekonstruksi Nasional ditiap-tiap Propinsi dan didaerah- daerah lain jang dianggap perlu. Tjabang Biro Rekonstruksi Nasional ini mendjalankan kewadjibannja atas nama dan dibawah pimpinan serta pengawasan Biro Rekonstruksi Nasional.

(3) Tjabang Biro Rekonstruksi Nasional disuatu daerah dapat dihapuskan oleh Dewan Rekonstruksi Nasional atas usul Biro Rekonstruksi Nasional.

Pasal 2(1) Tugas Dewan Rekonstruksi Nasional adalah :

a. Membuat rentjana-rentjana usaha rekonstruksi nasio­nal ;

b. Mengatur dan mengawasi pekerdjaan Biro Rekonstruksi Nasional.

(2) Dewan Rekonstruksi Nasional bertanggung djawab kepada Dewan Menteri.

Pasal 3(1) Tugas Biro Rekonstruksi Nasional adalah :

a. Melakukan rentjana-rentjana dan putusan-putusan Dewan Rekonstruksi Nasional;

443

Page 444: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. Memadjukan usul-usul kepada Dewan Rekonstruksi Nasional dalam lapangan rekonstruksi nasional.

(2) Biro Rekonstruksi Nasional bertanggung djawab kepada Dewan Rekonstruksi Nasional.

Pasal 4(1) ,.Rekonstruksi” nasional jang dimaksudkan dalam pera­

turan pemerintah ini adalah pelaksanaan maksud Peme­rintah untuk membuka djalan bagi mereka jang tersebut dalam ajat (2) pasal ini untuk hidup dalam masjarakat dengan mata pentjaharian jang lajak.

(2) Maksud Pemerintah tersebut dalam ajat (1> pasal ini dilaksanakan oleh Dewan dan Biro Rekonstruksi Nasional dengan mentjiptakan pekerdjaan-pekerdjaan dalam la­pangan pertahanan dan pembagunan jang dapat dilakukan oleh :a. para anggauta Angkatan Perang diluar susunan orga­

nise dan bekas anggauta Angkatan Perang jang belum mendapat lapangan pekerdjaan didalam m asjarakat;

b. para tenaga bekas anggauta badan-badan perdjuangan bersendjata jang ada didalam pemeliharaan Pemerin­tah sebagai akibat pelaksanaan Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1950 ;

c. para tenaga bekas anggauta badan-badan perdjuangan bersendjata selain jang termaksud sub b diatas jang belum mendapat lapangan pekerdjaan dalam masja­rakat.

Pasal 5(1) Selainnja usaha rekonstruksi nasional, maka semua urusan

jang mengenai mereka jang termaksud dalam pasal 4 aja£ (2) sub a dilakukan oleh Menteri Pertahanan atau oleh salah seorang Kepala Staf Angkatan Perang jang ditundjuk olehnja.2Jn+-Ua ,urusan Jang mengenai tenaga-tenaga bekas ang­gauta badan perdjuangan bersendjata jang termaksud p o t 1 Pasal. 4 a3at 2 sub b dan c dilakukan oleh Dewan pJJ0nsIru? s* Nasional atau atas namanja oleh Biro Rekonstruksi Nasional.

Pasal 6perbecSan^ntara^ Usaha rekonstrilksi nasional ini diadakan1 Srta I? uptuk personil dan materiil Dewan

belanrH* Nasiona l ; biaja ini dalam anggaranja negara diberatkan keoada Psrdana-Menteri ;

Page 445: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. Biaja untuk mendjalankan rentjana-rentjana rekonstruksi nasional; biaja ini didalam anggaran belandja negara di- beratkan kepada kementerian jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan atas usul Dewan Rekonstruksi Nasional.

Pasal 7

Dengan mulai berlakunja peraturan pemerintah ini ditjabut kembali Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1950.

Pasal 8Peraturan Pemerintah ini dianggap mulai berlaku pada

tanggal 1 Desembsr 1950.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­

kan pengundarugan peraturan pemerintah ini dengan peneni- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 10 Pebruari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO

PERDANA-MENTERI MOHAMMAD NATSIR

Diundangkan di-Djakarta pada tanggal 12 Pebruari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

)

445

Page 446: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 12 TAHUN 1951PENDJELASAN UMUM.

1. Peraturan pemerintah ini bermaksud untuk melaksanakan putusan Dewan Menteri didalam sidangnja ke-20 pada tanggal 28 Nopember 1950, jang bunjinja sebagai berikut : ..Kabinet memutuskan menindjau kembali Peraturan Pe­merintah R.I.S. dulu No. 15 tanggal 12 Djuli 1950 (Lemba- ran Negara No. 44 tahun 1950) oleh karena tugas Biro Rekonstruksi Nasional adalah lebih luas daripada tugas Biro Demcbilisasi Nasional” .

2. Biro Demobilisasi Nasional, jang didirikan atas dasar Per­aturan Pemerintah No. 15 tahun 1950, diberi tugas memung- kinkan kembalinja mereka jang oleh Menteri Pertahanan ditundjuk untuk didemobilisir kedalam masjarakat dengan djalan peralihan teratur serta dipandang dari sudut sosial- ekonomi dapat dipertanggung-djawabkan (pasal 4 ajat 1).

3. Terang dari pemberian tugas itu, bahwa jang diurus oleh Biro Demobilisasi Nasional hanja gedemobiliseerden sadja.

4. Kini Pemerintah menghadapi soal jans lebih luas daripada soal .gedemobiliseerden, jaitu soal jang mengenai nasib pada masa ini dan nasib dikemudian hari daripada gedemobili- see-rden, gerationaliseerden, tentara diluar formasi, tentara jang berada ditrainingscentra dan djuga bekas anggauta- anggauta badan-badan perdjuangan bersendjata. Adapun jang dimaksudkan ,,badan-badan perdjuangan bersendjata” adalah : badan-badan atau organisasi-organisasi rakjat jang didirikan antara tanggal 17 Agustus 1945 dan 27 Desember 1949 ^Penjerahan Kedaulatan) jang bertudjuan mismperdjuangkan kemerdekaan nasional dengan menggu- nakan sendjata.

5. Pemerintah menganggap dirinja berkewadjiban melahirkan dan mewudjudkan penghargaannja kepada mereka semua itu sebagai pedjuang-pedjuang kemerdekaan nasional. Didalam masa jang silam mereka itu merupakan tenaga jang berdjuang dengan sendjata untuk mentjapai kemer­dekaan nasional; setelah kemerdekaan nasional tertjapai, maka kepada mereka perlu diusahakan kesempatan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan mendjalankan usaha- usaha jang teratur untuk memperkuat dan membangun Indonesia.

6. Dengan demikian ternjata, bahwa tugas Biro Demobilisasi Nasional kurang luas dan perlu dibentuk suatu organisasi baru jang lebih luas tugasnja, ja ’ni jang dinamakan tugas rekonstruksi nasional.

7. Oleh karena rekonstruksi nasional ini, selain mengurus nasib orang-orang termaksii.d diatas pada masa ini, djuga

446

Page 447: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

perlu memiklrkan nasib mereka dikemudian hari, maka harus diadakan „werkobjecten” untuk melatih bekerdja mereka dan kemudian diusahakan lapangan pekerdjaan bagi mereka dalam masjarakat. Karena tugas jang sekian luasnja itu mengenai kewadjiban foeberapa kementerian, maka rekonstruksi nasional ini sudah selajaknja diseleng- garakan setjara „interdepartementaal” .

3. Bersandarkan atas itu, maka perlu diadakan ,.Dewan Rekon­struksi Nasional” dibawah pimpinan Perdana-Menteri, dewan mana beranggauta menteri-menteri jang akan ber­sangkutan, langsung kewadjibannja dengan usaha rekon­struksi nasional ini.

9. Untuk menjelenggarakan rentjana-rentjana dan putusan- putusan dewan tersisbut dibentuk suatu Biro Rekonstruksi Nasional jang bersifat interdepartemental pula.

10. Dimana dianggap perlu, dipropinsi dan didaerah-daerah jang lebih ketjil dari propinsi dibentuk suatu badan pe- njelenggara usaha rekonstruksi, terdiri dari kepala daerah (atau seorang wakil jang ditundjuk olehnja) sebagai ketua dan sebagai anggauta pemimpin-pemimpin djawatan- djawatan didaerah itu jang dapat memberi bantuan kepada usaha rekonstruksi.Djika disesuatu daerah ada kantor tjabang Biro Rekon­struksi Nasional kantor ini melakukan pekerdjaan sehari- hari dari badan penjelenggara usaha-usaha rekonstruksi itu.

11. Selandjutnja perlu diterangkan, bahwa didalam peraturan Pemerintah ini hanja ditjantumkari pokok-pokok sebagai dasar pekerdjaan rekonstruksi nasional; adapun tjara bsicerdja dan organisasi selandjutnja akan diatur oleh Dewan Rekonstruksi Nasional.

Pendjelasan pasal demi pasal

Pasal 1Batjalah pendjelasan umum ajat 7, 8 dan 9.

Pasal 2Tidak perlu didjelaskan.

Pasal 3Tidak perlu didjelaskan.

Pasal 4ajat 1. tidak perlu didjelaskan.ajat 2. Perlu diterangkan, bahwa jang dimaksud dengan per-

kataan „pertahanan” didalam pasal ini adalah „stra- fcsgi” dan bukan „defensi” sadja.Tentang -beberapa golongan jang diurus dalam rekon­struksi nasional perlu. diterangkan sebagai berikut:

447

Page 448: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Golongan a : Dalam praktek jang terang termasuk golongan ini adalah :1. Mereka jang ditransmigrasi oleh Staf

A Angkatan Darat ke Lampung dan Kalimantan Selatan ;

2 Mereka jang dirawat oleh divisi-divisi ’ Angkatan Darat dalam trainingssentra;

3. Anggauta Angkatan Perang jang di­luar susunan organik Angkatan Darat dan sedang menunggu penjelesaian administrasi tentang kedudukannja ;

4 Mereka jang diurus oleh Staf A Ang­katan Darat bersandarkan Peraturan P e m e rin ta h No. 6/1950 ;

5 M erek a ja n g d iurus o le h Staf A Ang­k a ta n D a ra t b ersa n d a rk a n k ep u tu sa n M e n te r i P e rta h a n a n No. 193.

Para pedjoang peladjar, seperti jang ter- •y&vciz dalam Brigade 11, Mobil dan korps M&h.asiswa tidak termasuk golonganIni.

Golongan b : Dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1950 (terlampir) didapat hasil beberapa ribu orang anggauta badan- badan perdjoangan bersendjata jang menghadapkan diri dengan sendjatanja ; selain itu banjak pula orang jang dita- wan didalam pembersilian jang dilakukan oleh tentara dan polisi. Mereka semua itu pemeliharaannja mendjadi tanggungan Pemerintah.

Golongan c : Selain mereka jang tersebut sub b ada pula tenaga-tenaga bekas anggauta ba­dan perdjoangan bersendjata jang sebe­lum tanggal 14 Nopembea* 1950 telah kem­bali kepada masjarakat, akan tetapi belum mempunjai lapangan pekerdjaan jang lajak.

Pasal 5

Ajat 1. Golongan ini sekarang dalam praktek sudah mendjadi urusan Kepala Staf Angkatan Darat, jang untuk itu telah dibentuk sebuah direktorat Korps Tjadangan Nasional dibawah pimpinan seorang perwira.

Ajat 2. Tidak perlu didjelaskan.# #

Page 449: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 6

Isi pasal ini perlu untuk mendjaga, djangan sampai ada pengeluaran uang negara „dubbel” untuk sesuatu pekerdjaan C„dubbel” karena dibiajai oleh Biro Rekonstruksi Nasional dan oleh kementerian jang berkewadjiban mendjalankan suatu werkobject).

Pasal 7

Tidak perlu didjelaskan.

Pasal 8

Didalam praktek Biro Rekonstruksi Nasional sudah mulai bekerdja tanggal 1 Desember 1950.

U .U . 1951— 29449

Page 450: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 13 TAHUN 1951.

TENTANGMEMPERP AND JANG WAKTU MASIH TERBUKANJA DINAS

TAHUN-ANGGARAN 1949

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Membatja : a) surat Menteri Keuangan tanggal 25 Septem­ber 1950 No. 212692/PKN ;

b) surat Dewan Pengawas Keuangan tanggal 28 Oktober 1950 No. 2156/50 ;

Menimbang: bahwa buat kepentingan pengurusan tata-keuangan jang tepat adalah perlu, sekali ini menjimpang lagi dari peraturan jang dimuat dalam ajat terachir dari pasal 11 ,,Indische Comptabiliteitswet” (Staatsblad 1925 No. 448_, sebagaimana diubah dengan Staatsblad 1935 No. 1) ;

Mengingat : surat keputusan Wakil Tinggi Mahkota di-Indonesia dulu tanggal 13 September 1949 No. 9, jang dimuat dalam Staatsblad 1949 No. 248 ;

Mengingat pula : pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MEMPERPANDJANG WAKTU MASIH TERBUKANJA DINAS TAHUN-ANGGARAN 1949

Pasal 1

Menjimpang dari ajat terachir dari pasal 11 „Indische Comptabiliteitswet” (Staatsblad 1925 No. 448, sebagaimana diubah dengan Staatsblad 1935 No. 1), menetapkan, bahwa ter­hadap anggaran-belandj a buat tahun 1949, dinas masih terbuka hingga 1 Djanuari dari;tahun kedua jang berikut pada tahun dinas untuk menjelesaikan segala sesuatu jang berhubungan dengan mendjalankan penerimaan-penerimaan, pelunasan dan pembajaran pengeluaran-pengelua ’an.450

Page 451: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari sesudah diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 8 Pebruari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA-MENTERI, MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan di-Djakarta pada tanggal 10 Pebruari 1951

MENTERI KEHAKIMAN WONGSONEGORO

Page 452: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 14 TAHUN 1951.

TENTANG TARIP UANG TERA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa djumlah-djumlah dalam tarip uang tera, seperti termaktub dalam pasal 3 „IJkverordening 1949” (Staatsblad 1949 No. 176), tidak sesuai de­ngan keadaan pada dewasa ini dan tidak seim- bang dengan pekerdjaan pemeriksaan jang dilakukan, sehingga karenanja perlu diubah ;

Mengingat : a. akan pasal 11 „IJkordonnantie 1949 (Staats­blad 1949 No. 175) ;

b. akan pasal-pasal 98, 117 dan 142 Undang- undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Mendengar: a. Dewan Menteri dalam sidangnja ke-27tanggal 21 Desember 1950 ;

b. Dewan Keuangan dan Perekonomian dalam sidangnja ke-2 tahun 1951 tanggal 11 D ja­nuari 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Dengan m em batalkan pasal 3 seluruhnja dari „IJkverordening1949” (Staatsblad 1949 No. 176), menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TARIP UANG TERA

Pasal 1

Tarip uang tera (dihitung dalam rupiah) ditetapkan sebagai berikut:

T e r a Tera-ulangan

Matjam benda : Penge- 1 sahan/| pemba-i talan |

Men-djustir

Penge­sahan

Men-djustir

I. Ukuran pan- djang :lebih pandjang dari 1 meter 1 meter dan kurang

8 —

1 —

— 4,—

0,50

452

Page 453: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

T e r a t Tera-ulanganPenge­Matjam benda : sahan/ Men­ Penge­ Men­pemba­ djustir sahan djustir

talanII. Takaran :

lebih besar dari25 liter 10,— _ 5 —25 liter sampaidengan 5 liter 4 , — — 2 —2 liter dankurang 1 — — 0,50

III. Pemaras : 0,50 _ . _ _IV. Anak timbangan

biasa :lebih berat dari10 kg 6 — 6 — 3 — 3 —10 sampai dengan2 kg 2 , - 2,— 1 — 1,—1 kg dan bagian-bagiannja 1 — 1 — 0,50 0,50

V. Anak timbangan halus :lebih berat dari1 kg 4,— 4 — 2,— 2,—1 kg dan bagian-bagiannja 2,— 2 — 1,— 1 —

VI. Timbangan biasa :1000 kg sampaidengan 3000 kg 24 — 12,— 12,— 6 —250 kg — kurangdari 1000 kg 20,— 10 — 10,— 5 -100 kg — kurangdari 250 kg 16,— 8,— 8,— 4,—26 kg — kurangdari 100 kg 10,— 8,— 5,— 4,—25 kg dan kurang 8,— 8,— 4,— 2,—VII. Timbanganhalus: 20,— 20,— 10,— 10 —

VIII. Timbangan biasa dengan kekuatan menimbang lebih dari 3000 kg. :Pengesahan dan pembatalan pada tera Rp. 8,— tiap 1000 kg. Pengesahan pada tera-ulangan Rp. 4,— tiap 1000 kg.Untuk mendjustir Rp. '20,— tiap-tiap pesawat.

453

Page 454: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

IX. Timbangan dengan dua pembagian skala,jang masing-masing pembagian harus diperiksa tersendin untuk keduanja pembagian dihitung tarip.

X. pompa bensin :Pengesahan dan pembatalan pada tera dan __tera-ulangan ................................................................ P-untuk tiap-tiap pesawat.Djika sedikitnja 5 pesawat dikumpulkan danbersama-sama diperiksa: Pengesahan dan pem- __batalan pada tera dan tera-ulangan..................... RP-untuk tiap-tiap pesawat.

XI. Wagon tangki:Pengesahan dan pembatalan pada tera dantera-ulangan ............................................................... “ J* 4Q’__untuk tiap m3 isi dengan minimum ...................... ' ’untuk tiap-tiap wagon.

XII. Pemeriksaan chusus :Rp. 20,— tiap-tiap djam.

Pasal 2Tarip dimaksud dalam pasal 1 angka VI, VIII dan IX pada

tera dan tera-ulangan ditambah :a. Untuk timbangan tjepat (timbangan kwadran madjemuk)

dengan kekuatan menimbang :26 kg atau lebih dengan Rp. 30,— tiap-tiap pesawat,25 kg atau kurang dengan Rp. 15,— tiap-tiap pesawat.

b. Untuk timbangan madjemuk jang dibuat h a n j a untuk di­pakai dengan bobot ingsut <3an untuk timbangan- timbangan pegas ;dengan kekuatan menimbang :26 kg atau lebih dengan Rp. 20,— tiap-tiap pesawat,25 kg atau kurang dengan Rp. 10,— tiap-tiap pesawat.

Pasal 3Untuk pemeriksaan ditempat selain biaja jang dimaksud

dalam pasal-pasal 1 dan 2 berlaku penggantian ongkos luar- biasa sebagai berikut:a. Rp. 20,— untuk tiap-tiap pesawat, dengan ketentuan, bahwa

djumlah biaja setempat tidak boleh kurang dari Rp. 70,— ;b. Biaja perdjalanan dan penginapan pegawai-pegawai beserta

biaja pengangkutan perkakas-perkakas dihitung menurut Peraturan Perdjalanan Dinas buat Pegawai Negeri Sipil jang berlaku. Djika karena penggabungan pekerdjaan-pekerdjaan, biaja-biaja termaksud dalam ajat ini dipikul oleh beberapa badan bersama-sama, maka Kepala Djawatan Tera atau seorang pendjabat jang ditunr’ juk olehnja jang menentu- kan bagian masing-masing dalam membajar biaja itu.

454

Page 455: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Biaja jang dimaksud dalam pasal-pasal 1, 2 dan 3 harus dipenuhi, sebelum benda atau pesawat jang diperiksa dikem- balikan kepada sipenjerah.

Pasal 5

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal1 Maret 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 24 Pebruari 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN,

SOEMITRO DJOJOHADIKOESOEMO

Diundangkan pada tanggal 24 Pebruari 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

Pasal 4

455

0

Page 456: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANG TARIP UANG TERA

Menurut pasal 11 „IJkordonnantie 1949” (Staatsblad 1949 No. 175) untuk tera, pengesahan pada tera-ulangan, mendjustir dan pekerdjaan pemeriksaan chusus dipungut biaja berdasarkan suatu tarip jang ditetapkan menurut „regeringsverordening .

Hingga kini berlaku tarip uang tera seperti termaktub dalam pasal 3 „IJkverordening 1949” (Staatsblad 1949 No. 176).

Sudah lama dirasakan, bahwa terhadap tarip itu harus di­adakan perubahan-perubahan karena :

a. d a sa r ta rip itu k u ra n g tepat a.i. k e w a d jib a n D ja w a ta n T e ra— ialah mengerdjakan peperiksaan jang bersifat ,,verificatie— tidak dihargai (gewaardeerd) seperti semestinja ;

b. adanja perbedaan penghargaan terhadap pekerdjaan dimak- sud diatas, walaupun pada hakekatnja pekerdjaan itu sama ;

c. tarip tersebut dalam susunannja agak ,,gedifferentieerd hingga pembukuan-pembukuan dalam daftar-daftar register membutuhkan banjak waktu ;

d. djumlah-djumlah jang tertjantum dalam tarip tadi tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini.

Berhubung dengan semua itu, dalam melaksanakan perubah­an-perubahan itu, dipikirkan hal-hal sebagai berikut:

a. mengadakan dasar baru, dimana dapat diperlihatkan peng­hargaan jang seimbang dengan pekerdjaan jang dilakukan ;

b. meniadakan perbedaan antara biaja pengesahan dan pem­batalan pada tera ;

c. menjusun kembali pembagian dalam golongan terhadap benda-benda chusus jang mengenai ukuran pandjang, takaran dan anak timbangan demikian rupa, sehingga ada perbedaan jang njata antara benda-benda jang lazim dipakai oleh pedagang-pedagang ketjil dan benda-benda jang hanja dipergunakan oleh pedagang-pedagang besar atau perusa- haan-perusahaan ;

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 14 TAHUN 1951

456

Page 457: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

d. berhubung dengan posisi mata uang Republik Indonesia dewasa ini menaikkan djumlah dari tarip lama seluruhnja dengan pedoman dua kali dari semula, dengan pertimbangan, ■kenaikan itu sedapat mungkin tidak dilakukan penuh ter­hadap benda-benda jang lazim dipergunakan oleh pedagang iketjil;

e. menaikkan djumlah-djumlah untuk mendjustir, karena pekerdjaan demikian hakekatnja pekerdjaan pemeriksaan ulangan, karena setelah suatu benda pada pemeriksaan dalam tingkatan pertama terdapat tidak baik, kemudian diperbaiki, harus diudji kembali;

f. pemungutan surut, karena kesulitan-kesulitan „administra- tief” tidak dapat dikerdjakan dan peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 1951.

i i

457

Page 458: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

I

PERATURAN PEMERINTAH No. 15 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN JANG MENGATUR PENGHASILAN PEGAWAI NEGERI WARGA NEGARA JANG TIDAK ATAS KEMAUAN

SENDIRI DIPERHENTIKAN DENGAN HORMAT DAJRI PEKERDJAANNJA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa hingga dewasa ini masih berlaku ber- dampingan peraturan-peraturan tentang pem­berian uang-tunggu (wachtgeld) jang ter- muat dalam :1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

(dahulu) No. 10 tahun 1949 dan No. 1 tahun 1950,

2. Staatsblad 1934 No. 209, setelah ditambah dan diubah kemudian ;

b. bahwa, menunggu adanja satu peraturan jang pasti, jang mengganti kedua peraturan terse­but, dianggap perlu untuk mengatur tjara pemberian penghasilan kepada pegawai-pega- •wai Negeri warganegara jang tidak atas kemauan sendiri diperhentikan dari peker­djaannja ;

Mangingat : pasal 98 Konstitusi Sementara Republik Indo­nesia;

M e m u t u s k a n :

Dengan membatalkan segala ketentuan jang bertentangan dengan peraturan ini,

Menetapkan peraturan pemerintah sebagai ibsrikut :

PERATURAN JANG MENGATUR PENGHASILAN PEGAWAI NEGERI WARGA NEGARA JANG TIDAK ATAS KEMAUAN

SENDIRI DIPERHENTIKAN DENGAN HORMAT DARI PEKERDJAANNJA

( 1)Pasal 1

Uang-tunggu diberikan kepada pegawai negeri tetap jang diperhentikan dengan hormat dari pekerdjaannja karena :a. perubahan susunan kantor atau penghapusan kantor

atau perubahan. djumlah pegawai, sehingga tenaganja untuk sementara waktu tidak diperlukan ;

• tiaak tjakap, akan tetapi masih pula memenuhi sjarat- sjarat untuk sesuatu djabatan Negeri jang lain :c. sakit. '

458

Page 459: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2Pegawai Negeri tetap menurut peraturan ini ialah :

a. pegawai jang telah mendapat kedudukan pegawai negeri tetap menurut pasal 15 dan pasal 16 „Peraturan uang- tunggu” (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (da­hulu) No. 10 tahun 1949 juncto No. 1 tahun 1950) ;

b. Pegawai Negeri termaksud dalam ajat (1), ajat (2) dan ajat (3) dari pasal 1 „Wachtgeldreglement” (Staatsblad 1934 No. 209, setelah ditambah dan diubah kemudian).

Pasal 3(1) Kepada pegawai negeri sebagai dimaksudkan dalam

pasal 1, diberikan uang-tunggu paling lama satu tahun. Masa ini, dalam hal-hal tersebut dibawah, dapat diperpan- djang, tiap-tiap kali paling lama dengan satu tahun, akan tetapi djumlaih masa pemberian uang-tunggu semuanja itu dengan memperhatikan ajat-ajat berikut tidak boleh lebih dari lima tahun :a. apabila pegawai negeri tersebut dalam pasal 1 huruf c

menurut surat keterangan Madjelis Pemeriksa Kesehatan karena masih sakit, belum dapat bekerdja kembali;

b. apabila pegawai negeri tersebut dalam pasal 1 huruf a atau b, belum dapat ditempatkan kembali pada sesuatu djabatan, sekalipun ia telah berusaha sungguh-sungguh untuk mendapat pekerdjaan.

(2) Djumlah segala masa menerima uang-tunggu bagi mereka teorsebut dalam pasal 1 huruf b, tidak boleh lebih dari lima tahun.

Pasal 4Uang-tunggu diberikan mulai bulan berikutnja bulan pegawai

negeri diperhentikan dari pekerdjaan.

Pasal 5(1) Ketjuali ketentuan-ketentuan dalam ajat (2) dan (3) pasal

ini, maka banjaknja uang-tunggu adalah :a. 60% dari gadji-pokok terachir (termasuk gadji tam-

ibahan peralihan) untuk tahun jang pertama danb. 50% dari gadji-pokok terachir (termasuk gadji tambahan

peralihan) untuk masa selandjutnja.(2) Apabila terhadap pegawai negeri jang diperhentikan

dengan hormat dari pekerdjaannja, karena alasan tsrmak- sud dalam pasal 1, huruf a, dapat diterangkan pada waktu pemberhentiannja, bahwa besar kemungkinan ia segera akan dapat dipekerdjakan kembali dalam pangkat jang sesuai dengan djabatan terachir pada suatu djawatan Negeri lain, maka kepadanja diberikan uang-tunggu untuk tahun pertama 80%, tahun kedua 70%, tahun ketiga 60% dan seterusnja 50% dan gadji-pokok terachir termaksud.

450

Page 460: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(3) Banjaknja uang-tunggu jang dimaksudkan dalam ajat-ajat diatas ialah paling sedikit:a. Rp. 67,50 sebulan untuk tahun jang pertama dan

Rp. 45,— sebulan untuk masa selandjutnja.b. Rp. 97,50 sebulan untuk tahun jang pertama dan

Rp. 65,— sebulan untuk masa selandjutnja bagi jangberisteri (bersuami) atau mempunjai anak termaksud dalam pasal 4 Peraturan Pemerin­tah No. 16 tahun 1950 jang mendjadi tang­gungan penuh.

(4) Apabila Pegawai negeri jang menerima uang-tunggu, djika ia bekerdja terus, mendapat kenaikan gadji menurut peraturan jang berlaku, maka uang-tunggunja dapat di­ubah dan ditetapkan kembali atas dasar gadji baru. Ketentuan ini diketjualikan bagi pegawai Negeri jang diperhentikan karena tidak tjakap.

(5) Apabila pegawai Negeri jang menerima uang-tunggu 'karena sakit telah sembuh menurut Madjelis Pemeriksa Kesehatan, akan tetapi tidak atau belum dapat dipekerdjakan kembali, karena tidak/belum ada lowongan, maka pemberian uang- tunggu kepadanja dapat diatur kembali menurut penetapan dalam ajat (2) pasal ini, dengan ketentuan, bahwa djum­lah masa pemberian uang-tunggu semua itu tidak boleh lebih dari lima tahun.

Pasal 6Petjahan rupiah dari djumlah uang-tunggu dibulatkan men­

djadi satu rupiah.

Pasal 7Pegawai negeri jang menerima uang-tunggu mendapat tun­

djangan keluarga dan tundjangan kemahalan menurut per­aturan jang berlaku.

Pasal 8Pegawai negeri jang menerima uang-tunggu diwadjibkan :

a. senantiasa bersiap sedia untuk dipekerdjakan kembali dan berusaha sungguh-sungguh untuk mendapat "pekerdjaan pada sesuatu kantor Negeri;

b. minta izin lebih dahulu ikepada Kepala Kantor jang ber­sangkutan, apabila ia mau pindah kelain tempat.

Pasal 9(1) Pegawai negeri termaksud dalam pasal 1, huruf a dan b,

selama ia menerima uang-tunggu dibolehkan bekerdja se- Pada suatu kantor Negeri atau perusahaan

j - i 1'’ akan tetapi hal ini tidak akan mengurangi kewadjiban jang ditentukan ualam pasal 8.

460

Page 461: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Apabila pegawai negeri tersebut dipekerdjakan untuk se­mentara waktu pada suatu kantor negeri atau perusahaan partekelir dengan mendapat penghasilan disamping uang- tunggu, maka besarnja uang-tunggu diubah sedemikian, sehingga djumlah uang-tunggu (termasuk tundjangan menurut pasal 7 peraturan ini) ditambah dengan pengha­silan disamping uang-tunggu, paling toanjak sama dengan penghasilan jang akan diterimanja, apabila ia bekerdja terus dalam djabatannja semula.

Pasal 10

(1) Ketjuali ketentuan dalam ajat (2) pasal ini, maka apabila pegawai negeri jang dimaksudkan dalam pasal 1 pindah kelain tempat tidak dengan izin kepala kantor jang ber­sangkutan atau menolak pekerdjaan jang diberikan kepa­danja jang, menurut pendapat kepala kantor jang bersang­kutan, dengan mengingat pendidikan dan pengalaman pegawai negeri itu, patut diserahkan kepadanja, maka pemberian uang-tunggu itu ditjabut mulai bulan berikutnja ia pindah kelain tempat atau diperintahkan untuk bekerdja.

(2) Ketentuan tersebut dalam ajat (1) pasal ini tidak di­djalankan :a. apabila pegawai negeri jang bersangkutan dapat menge-

mukakan alasan-alasan jang dapat diterima oleh kepala kantor;

b. karena kesehatan pegawai Negeri tidak mengizinkan mendjalankan pekerdjaan itu, jang harus dinjatakan dengan surat keterangan Madjelis Pemeriksa Kesehatan.

(3) Dalam hal tsrmaksud dalam ajat (2) huruf to, uang-tunggu menurut pasal 3 huruf a, mulai bulan berikutnja bulan ia menerima surat keterangan dari Madjelis Pemeriksa Kese­hatan jang menjatakan, 'bahwa ia toelum dapat dipekerdja­kan kembali.

Pasal 11

Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 10 ajat (1) dan (2), maka uang-tunggu tidak diberikan, bilamana pegawai Negeri jang telah diberitahukan lebih dahulu akan pemberhentiannja dari pekerdjaan menolak pekerdjaan jang lain jang diberikan kepadanja.

Pasal 12

Uang-tunggu diberikan dan ditjabut oleh pembesar jang berhak mengangkatrserendah-i-endahnja oleh kepala djawatan.

461

Page 462: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Terhadap putusan jang diambil oleh jang berwadjib untuk mentjabut atau tidak memberikan uang-tunggu, pegawai Negeri jang berkepentingan dapat memadjukan keberatannja dengan tertulis kepada pembesar jang lebih atas.

Pasal 14Biaja perdjalanan dari pegawai negeri jang harus diperiksa

oleh Madjelis Pemeriksa Kesehatan, dipikul oleh negeri menu­rut peraturan perdjalanan dinas jang berlaku.

Pasal 15(1) Kepada pegawai negeri tetap termaksud dalam pasal 2

peraturan ini jang tidak atas kemauan sendiri diperhentikan dengan hormat dari pekerdjaannja jang,

karena ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini tidak berhak menerima lagi uang-tunggu dan, berdasarkan penetapan-penetapan jang berlaku baginja, belum ber­hak menerima pensiun,

dapat diberikan tundjangan, djika ia ternjata tidak mem­punjai mata-pentjaharian tjukup untuk penghidupannja sekeluarga.

(2) Pemberian tundjangan menurut ajat (1) pasal ini dilaku­kan atas permintaan, tiap-tiap kali untuk 1 tahun lamanja dan paling lama untuk waktu 5 tahun, termasuk didalam- nja waktu, dalam mana diterima uang-tunggu menurut peraturan ini.

(3) Tundjangan tersebut diberikan mulai bulan berikutnja per­mintaan akan pemberian tundjangan dimadjukan.

(4) Besarnja tundjangan ialah 40% dari gadji termaksud dalam pasal 5, ajat (1) dan (2) peraturan ini dan d j u m l a h n j a dibulatkan keatas mendjadi rupiahan bulat.

Pasal 16(1) Kepala pegawai negeri tidak tetap tersebut dibawah ini,

jaitu :a. jang tidak termasuk dalam ketentuan-ketentuan

pasal 2 peraturan in i ;b. jang diberi gadji atau upah harian atas dasar P.G.P.

1948 ;c. jang diberi gadji atau upah bulanan atas dasar P.G.P.

1948 ;d. jang dipekerdjakan sebagai „niet organieke maand-

gelders” atau „daggelders” menurut B.B.L. 1938/B.A.G.1949 ;

e. jang diberi gadji menurut tinggi-upah setempat („plaat- selijk loonpeil” ) ;

jang diperhentikan dengan hormat dari djabatannja ka­rena alasan-alasan termaksud dalam pasal 1 peraturan ini, diberikan uang lepas. 1

Pasal 13

462

Page 463: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Uang-lepas termaksud dalam ajat (1) pasal ini diberikansekaligus :a. bagi pegawai jang menerima gadji/upah bulanan, mulai

bulan ;b. bagi pegawai jang menerima gadji/upah harian, mulai

hari bsrikutnja ia diperhentikan dari djabatannja.(3) Djumlah uang-lepas tersebut ialah:

a. bagi jang menerima gadji/upah toulanan, 1 bulan peng­hasilan bersih untuk tiap-tiap 6 bulan bekerdja terus- menerus jang bersambungan dengan waktu pemberhen- tian dari djabatan, sebanjak-banjaknja 6 bulan peng­hasilan bersih ; dalam hal ini waktu jang kurang dari 1/2 tahun dibulatkan mendjadi M tahun;

b. bagi jang menerima gadji/upah harian, 1 minggu peng­hasilan bersih untuk tiap-tiap 6 minggu bekerdja terus- menerus bersambungan dengan saat pemberhentian dari djabatan, sebanjak-banjaknja 6 minggu pengha­silan bersih ; dalam hal ini 1 bulan dihitung 4 minggu dan waktu jang kurang dari 6 minggu diperhitungkan mendjadi 6 minggu.

Pasal 17Hal-hal jang tidak ditetapkan dalam peraturan ini akan

diputus oleh Kepala Urusan Pegawai setelah mendapat per­setudjuan Menteri Keuangan.

Pasal 18Peraturan ini tidak berlaku bagi pegawai negeri tetap jang

telah diperhentikan dari pekerdjaannja sebelum tanggal peraturan ini mulai berlaku.

Pasal 19Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­

kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 September 1950.Agar setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan

pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 1 Maret 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA PERDANA-MENTERI, MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 3 Maret 1951 MENTERI KEHAKIMAN,

WONGSONEGOROo ------ i:----------

463

Page 464: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

*

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 15 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN JANG MENGATUR PENGHASILAN PEGAWAI NEGERI WARGA NEGARA JANG TIDAK ATAS KEMAUAN

SENDIRI DIPERHENTIKAN DENGAN HORMAT DARI PEKERDJAAN

Pendjelasan Umum

Peraturan ini bermaksud untuk mempersatukan peraturan- peraturan jang berlainan dan masih berlaku hingga dewasa ini mengenai :a. pemberian penghasilan kepada bekas pegawai negeri tetap,b. pemberian penghasilan terachir kepada bekas pegawai

negeri tidak tetap,jang diperhentikan dengan hormat dari pekerdjaannja, karena alasan-alasan jang bukan kesalahan atau kemauannja sendiri.

Karena pada asasnja kepada bekas pegawai negeri tetap termaksud seharusnja diberikanlah kesempatan pertama untuk dengan segera ditempatkan kembali pada suatu djabatan Negeri Iain, maka pada tempatnja untuk memberikan kepadanja penghasilan (uang-tunggu) selama waktu menunggu penem- patan kembali itu. Dalam hal ini dapat dianggap, bahwa hu- bungan-kerdja antara pegawai dan djabatannja masih dapat berlangsung terus selama masa menunggu tersebut; sesuai dengan penetapan jang berlaku hingga sekarang, maka djuga dalam peraturan ini ditetapkan masa tunggu paling lama5 tahun.

Berlainan dengan hal jang diterangkan diatas mengenai pegawai negeri tetap, maka bagi ipegawai negeri tidak tetap berachirlah hubungan-kerdja (dienstbetrekking) dengan dja­batan negeri, dimana ia bekerdja pada saat ia diperhentikan dari djabatan itu. Mengingat, bahwa pegawai jang bersang­kutan memperlukan ketika untuk menjesuaikan diri dengan pemberhentiannja itu dan sekedar sebagai tambahan penghar- gaan atas tenaga jang telah diberikan selama ia bekerdja dalam djabatan Negeri, maka dianggap selajaknja untuk memberikan uang-lepas kepadanja.

Pendjelasan pasal demi pasal

Pasal 1

Dalam pasal ini dimuat alasan-alasan pemberhentian jang bukan kesalahan atau kemauan pegawai negeri sendiri.464

Page 465: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Ketentuan „pegawai negeri tetap” dalam peraturan ini, tidak mengubah kedudukan sebagai „pegawai negeri tetap” jang telah dimiliki oleh pegawai masing-masing berdasarkan peraturan-peraturan lain.

Pasal 3 dan 4Tjukup djelas.

Pasal 5Ajat (1) dan (2) :Pada umumnja uang-tunggu aiberikan hingga djum-

lah-djumlah tersebut dalam ajat (1) pasal ini. Hanja dalam satu dua hal, djika terhadap seorang pegawai jang diperhentikan menurut pasal 1 peraturan ini, pada saat pemberhentiannja dapat dinjatakan dengan tegas bahwa — mengingat akan keachlian, penga- laman, didikan, dan ketjakapan — besar kemung- kinannja ia segera dapat dipekerdjakan kembali dalam suatu djabatan Negeri lain, maka dibuka kemungkinan untuk memberikan kepadanja uang- tunggu jang lebih tinggi menurut penetapan- p'enetapan dalam ajat (2) pasal ini. . .

Aiat (3) Diika untuk tahun pertama dianggap pada tempatnja untuk menjesuaikan djumlah uang-tunggu dengan diumlah minimum penghasilan jang dapat diberikan menurut peraturan gadji jang berlaku, maka untuk tahun-tahun selandjutnja djumlah uang-tunggu dite­tapkan lebih rendah daripada penghasilan minimum bagi seorang jang bekerdja aktip.

Ajat (4) dan (5) : Tjukup djelas.Pasal 6 dan 7

Tjukup djelas.Pasal 8

Berhubun°- dengan penetapan dalam pasal ini, maka apabila suatu djawatan Negeri membutuhkan tambahan pegawai- neeawai la^i haruslah kebutuhan itu ditjukupi dengan me- nempatkan kembali pegawai-pegawai jang masih menerima uang-tunggu terlebih dahulu.

Pasal 9P e m b a ta s a n penghasilan ditetapkan dalam pasal ini, karena

t id a k d im a k s u d k a n , bahwa peraturan ini akan m e m b u k a ke- m u n ^ k in a n , bahwa seorang p e g a w a i jang telah menerima u a n g °-tu n g g u merKrima pu'.a penghasilan-penghasilan lam

Pasal 2

465U.U. 1951-30

Page 466: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dalam waktu menunggu („non-aktip” ), sehingga djumlah semua pendapatan mendjadi lebih besar daripada penghasilan jang mungkin ia terima djika ia bekerdja aktip terus.

Pasal 10

Tidak memerlukan pendjelasan.

Pasal 11, 12, 13 dan 14Tjukup djelas.

P^shI 15npffomv ^hgan^ menurut pasal ini, hanja diberikan djika bekas

tidak berhak menerima lagi uang-tunggu, ternjata + Perlukan bantuan dalam usahanja mentjukupi kebutuhan

1“ 1*ul5 Penghidupannja sekeluarga; satu dan lain C* ^ atakan dalam surat keterangan dari pembesar

daerah (Bupati) jang bersangkutan.

rr- , , Pasal 16Tjukup djelas.hnh^SfoS u ?ei^ beri an. uai*g-lepas ini, maka berachirlahdiawafnn noJ -a ^?ari PeSawai jang bersangkutan dengan ajawatan negen, dimana ia semula bekerdja.

Tini™~ ,*■ , Pasal 17 dan 18Tjukup djelas.

456

Page 467: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGPERUBAHAN LAMPIRAN D DARI PP. R.I.S. No. 16/1950 DAN

TABEL I DARI PP. R.I.S. No. 17/1950

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa ternjata perlu sekali pembagian rayon, sebagaimana termaksud dalam lampiran D dari Peraturan Pemerintah R.I.S. No. 16 tahun 1950 dan Tabel I dari Peraturan Pemerintah R.I.S. No. 17 tahun 1950, ditindjau kembali;

Mengingat : a. Peraturan Pemerintah (R.I.S.) No. 16 tahun1950 ;

b. Peraturan Pemerintah (R.I.S.) No. 17 tahun 1950 ;

c. Peraturan Pemerintah (R.I.S.) No. 25 tahun 1950 ;

Mengingat pula : akan pasal 93 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

Peraturan pemerintah sebagai berikut:

Pasal I

Lampiran D dari Peraturan Pemerintah R.I.S. No. 16 tahun 1950 dan Tabel I dari Peraturan Pemerintah R.I.S. No. 17 tahun1950 diganti berturut-turut dengan lampiran D baru dan Tabel I baru jang terlampir pada peraturan ini.

Pasal II

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1951.

Tjatatan: P.P. 16/1951 ini kemudian diubah lagi dengan P.P. N o. 51/1951.

PERATURAN PEMERINTAH No. 16 TAHUN 1951

467

t

Page 468: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

T

Agar supaja. setiap orang dapat mengetahuinja, memerin- tahkan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 1 Maret 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

PERDANA-MENTERI,MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 3 Maret 1951

MENTERI k e h a k im a n ,WONGSONEGORO

468

Page 469: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Lampiran D /a dari Peraturan Pemerintah R.I.S. no. 16 tahun 1950 dan

Lampiran I/a dari Peraturan Pemerintah R.I.S. no. 17 tahun 1950.

Pembagian Rayon

Mulai berlaku terhitung dari tanggal 1 Djanuari 1951.Daftar daerah (Rayon) menurut tingkatan kemahalan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 6.

L A M P I R A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 16 TAHUN 1951

D J A W A .D jakarta-Raya

I. PROPINSI D J A W A B A R A T .a. Daerah Keresidenan Banten dahulu

,, Djakarta „Bogor „

tt Bandung ,,,, Tjirebon ,,„ Kuningan „

b. daerah lainnja Propinsi D jawa Barat „II. PROPi'NSI D J A W A T E N G A HIII. PRO PIN SI D J A W A TIM U R

Daerah Istimcwa Jogjakarta „S U M A T E R A .

IV . PRO PIN SI S U M A T E R A U T A R A .a) Atjeh: 1. Daerah W ilajah (Afdeling) G root

Atjeh (Kutaradja) „2. Daerah lainnja Keresidenan Atjeh

en Onderhorigheden „b ) Daerah Keresidenan Sumatera Timur dahulu :

1. Onderafdeling Labuhanbatu(Rantauprapat) „

2, Daerah lainnja KeresidenanSumatera Timur Rayon

c ) Daerah Keresidenan Tapanuii „V . PRO PIN SI S U M A T E R A T E N G A H

a. Onderafd. Tandjungpinang >■Karimun (Tandjungbalai) „Puiau Tudjxih (Tarempa)Lingga (D abo-singkep) „Painan »Kerintji-Indrapura (Sungeipenuh) „ Muaralabuh »ATahanpandjawg „

Rayon VI.

Rayon V I. VI.

„ VI. „ VI. „ VI.

• „ VI. V.

„ V .V .

.. V .

v m .

VII.

IX.

VIII. VII.

h i.IV.IV.IV.VI.VI.V I.VI.

469

Page 470: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

T

a. O nderafd. Padang dahulu„ Djambi„ Muaratembesi„ Sarolangun„ M uaratebo

b. W ilajah (A fdeling) Bengkalisc. W ilajah (A fdeling) Inderagiri (Rengat)d. Daerah lainnja Propinsi Sumatera Tengah

V I. PRO PIN SI S U M A T E R A S E L A T A N .a. Onderafdeling M uko-M uko

Kaur (Bintukan)ManaRaw as (Surulangun)O gan Ilir (Tandjungradja) K om ering-ilir (Kajuagung)Musi-Ilir en Kubustreken (Sekaju)

Lematang-IIir (M uaraenim )W est Bangka (M untok)N oord Bangka (Belinju)Sungeiliat M idden Bangka (Pangkalpinang)

Zuid Bangka (K oba)b. Daerah lainnja Propinsi Sumatera Selatan

VII. K A L IM A N T A N .PRO PIN SI K A L IM A N T A N .a. I. Onderafdeling Pulu Laut Tanah

Bumbu (Kota Baru)2. Daerah lainnja Keresidenan

Kalimantan Selatanb. Daerah Keresidenan Kalimantan Tim ur dahulu :

Onderafdeling O ost KutaiBalikpapan W e s t Kutai (Tengarong)Boven Mahakam (Longiram )Pasir (T an ah gro- got)Tarakan Tidungselanden (M alinau) ,

Bulongan (T a n - djungseilor) ,Berau (Tandjung Redeb) tApau Kajan (Long

c. Daerah Keresidenan Kalimam” ^ Barat .

R a yon VliT. » IX.

IX. IX .

„ IX. IX . IX. VII.

„ VI- VII.

„ VII.„ IX .

IX . IX .

IX.IX .IX .IX.

„ IX .

IX .i'X.VIII.

V I.

VIII.

VII.VII.

VII.

VII.

VIIi.vm\

VIIi'.

VIIi'.

V IIi-.

VIIi*.IX.

470

Page 471: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

VIII. SULAWESI'.

PRO PIN SI SU L A W E SI.

a. Daerah Minahasab. Daerah Sulawesic. Daerah Sulawesi

1. daerah-bagian f} if

3 . „4. ,, »5. „6. i, »*/ . i» »»

d. Daerah Sanghihee. Daerah Sulawesi

1. daerah-bagian2.3.4.5.

Rayon

6.

7.

9.10. 11.12 .13.14.

15.16.

17.18.19.20. 21. 22.

23.24.25.26. 27.

Utara Tengah :KolonedaleDonggalaPaluParigiT oli-T o li (Kampungbaru) Banggai (Luwuk)Posodan Talaud (Tahuna) Selatan :DjenepontoM arosPangkadjeneSindjaiSaleier (Benteng)EnrekangBarru (SumpangbinangaE)Makale-Rantapao(Makale)MakassarBonthainG oa (Sungguminasa)BulukumbaBone (W atam pone)Soppeng (W atansop-peng)W a d jo (Senkang) Adjataparang (Pare- Pare)MadjenePolewaliMamudjuMamasaPalopoMasambaKolakaMuna (Raha) ^KendariMaliliButop. (Baubau)

Vlli*.vnr.

VI.VII.VII.vnr.VIII.VIII.IX.VI.

v .v .v .v .v .v .v .

V .VI.VI.VI.VI.VI.

VI.VI.

VI.VI.VI.VI.VI.VI.VI.VI.VI.VII. VII. VII.

471

Page 472: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

IX. PRO PIN SI M A L U K U .a. Daerah Maluku Utara :1. daerah-bagian Sula-eidanden (Sanana) R ayon V I.2. „ „ Batjan (Labuha) ,, VII.3. „ „ W ed a ,, VII

» » M orotai ’ ’ V lf.5- „ ,, Ternate >t VII.6- !» D jailolo ,t VII.7- »» •• T ob e lo V lli.b. Daerah Maluku Selatan :J. daerah-bagian Saparua V I.2- • » „ Tanimbar-eilanden (Saum -

lakki) m V I.’ > »» Zuid-W ester-eilandcn

(W on re li) VI.” j> Banda (Bandaeira) ,, V I.» » Amahai ;> V I.» j» Oost-Ceram , Ceram Laut

dan Goram (G eser) ,, VII.• " •* W est-C eram (Piru) ,, VII.

q* ” >• W ahai M VII.»» » Kei-eilanden (T u al) ” VII.” » Aru-eilanden (D o b o ) „ VII.

.J* ” -» Am boina „ VIII.12- » Baru (Nam lea) ’ ’ VIII.

X . PRO PIN SI S U N D A KETJIL.a. Daerah Bali :

daerah-bagian Buleleng (Singaradja) „ VI.Badung (Denpasar) „ VI.

Tabanan VI.Gianjar ” VI.

„ Klungkung ” V I.„ Karangasam ” VI.

Djembrana (N egara) ” V IIb. Daerah Lom bok v

d. Daerah ^ « a n o , » ” V , .e. Daerah Flores : >f

I. daerah-bagian Ngada (Badjawa) iV

' annja So'.'or ( l S S S ^ mUr d“ ” 'i . daerah-bagian Maumere ” V

5- ” " j S ? 9arai (Ruten9> ” V*f. Daerah Sumbawa » V I.

„ V .

472

Page 473: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 17 TAHUN 1951 *)

TENTANGMENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 16 TAHUN 1950

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu mengadakan perubahan dalamPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 16 tahun 1950 (L.N. No. 46) mengenai penetapan-penetapan tentang pemberian tun­djangan anak, tundjangan kemahalan daerah serta gadji tambahan peralihan ;

Mengingat : pasal 98 dan pasal 119 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH T E N T A N G M E N G U B A H PERATURAN PEMERINTAH No. 16 TAHUN 1950

Pasal I

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia SerikatNo. 16 tahun 1950 (L.N. No. 46) diadakan perubahan sebagaiberikut:1. Pasal 4 ajat 1 sub a diubah, sehingga berbunji sebagai

berikut:|(a. anak jang sah, anak jang disahkan. anak jang lahir

luar nikah dan diakui menurut hukum, anak tiri, anak jang diangkat menurut hukum *) dan anak angkat lainnja **), jang berumur kurang dari 21 tahun” .

2. Dibawah keterangan pada pasal 4 jang dip.ertandai „*)'* dimuat keterangan baru sebagai berikut:„**) Jang dimaksud dengan anak angkat ialah anak jatim-piatu jang atas keterangan jang diberikan dibawah sumpah/djandji dari pegawai jang bersangkutan telah diangkat dan diperlakukan dalam segala-galanja .sebagai anak pegawai itu sendiri” .

3. pasal 7 diubah mendjadi sebagai berikut:1. Dalam hal suami-isteri mendjadi pegawai negeri

tundjangan kemahalan. daerah bagi jang kawin dan/

T ja ta tan : P .P . 17/1°51 ini kem uiian diubah lagi dengan P.P. No. 64/1951.473

Page 474: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

atau tundjangan anak, hanja diberikan kepada pegawai jang bergadji (jaitu gadji pokok ditambah gadji tambahan peralihan) jang paling besar antara suami- isteri itu ; djika gadjinja sama besarnja, tundjangan tersebut dibajarkan kepada suami.Pegawai suami-isteri jang tidak termasuk dalam ajat ini diberi tundjangan kemahalan daerah jang sama dengan pegawai jang tidak kawin.

2. Djika diantara suami-isteri jang satu mendjadi pegawai negeri dan jang lain mempunjai pendapatan pula atas usahanja sendiri, akan tetapi bukan sebagai pegawai Negeri, maka jang tersebut pertama berhak atas :a. tundjangan kemahalan daerah buat jang kawin,

djika gadjinja lebih besar daripada pendapatan isterinja/suaminja,

b. tundjangan kemahalan daerah buat jang tidak kawin, djika gadjinja kurang daripada pendapatan isterinja/suaminja.

Dalam hal tersebut pada awal ajat ini, tundjangan anak menurut pasal 4 peraturan ini senantiasa di­berikan kepada suami ataupun isteri jang mendjadi pegawai negeri.

3. Pegawai negeri jang djanda atau jang telah bertjerai tetapi mempunjai anak termaksud pada pasal 4 ajat 1, berhak mendapat tundjangan kemahalan daerah jang dalam lampiran C ditentukan bagi jang kawin. Dalam hal ini djumlah tundjangan anak jang dapat diberikan menurut peraturan ini dikurangi dengan djumlah tundjangan-anak untuk satu anak”.

Pasal 9 diubah, sehingga berbunji sebagai berikut:..Pegawai jang dengan berlakunja peraturan ini mendapat

ans kuranS djumlahnja dari gadji pokok uicambah gadji tambahan peralihan jang diterimanja ter-

™®nurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 1950 (L.N. No. 11), diberi gadji tambahan

(ba u) sedjumlah perbedaan antara gadji pokok dnn ga,d^ tambahan peralihan (lama) jang terachir aan gadji pokok menurut peraturan ini”.

Dalam lampiran C :sm arnvfrio^t’ ■ d/ - lam kalimafc -Untuk jang tidak kawin : ba^i iar.5 i 1 kemahalan daerah jang ditetapkan

g jang kawin diubah mendjadi : „tig3'. perempat”.

Page 475: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P a s a l I I

Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1951, ketjuali ketentuan-k2tentuan dalam pasal 1, sub 3, jang berlaku surut sampai tanggal 1 Djuli 1950.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 1 Maret 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

PERDANA-MENTERI, MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 3 Maret 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

475

a

Page 476: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 17 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 16 TAHUN 1950

(LEMBARAN NEGARA No. 46)

Hal tundjangan anak bagi anak angkatMenurut aturan jang berlaku, jakni pasal 4 Peraturan Peme­

rintah No. 16 tahun 1950, begitu djuga menurut P.G.P. 1948, maka untuk anak angkat tidak diberikan tundjangan anak.

Aturan itu pada asasnja kurang memuaskan, dilihat dari adat-istiadat orang Timur dan bangsa Indonesia chususnja.

Sesungguhnja oleh Republik Indonesia dahulu pernah diakui kebenarannja, apabila untuk anak angkat diberikan tun­djangan anak. Akan tetapi mengingat akan kenjataan, bahwa kepada ,,anak angkat” dalam praktek diberi pengertian jang tidak sewadjarnja, hingga orang-orang jang sesungguhnja tidak berhak menerima tundjangan anak bagi jang mereka sebut „anak angkat” , maka dihentikanlah pembajaran tundjangan anak bagi anak angkat umumnja.

Kiranja selaras dengan maksud keadilan, bila sekarang dibuka kembali kemungkinan memberi tundjangan anak bagi anak angkat, akan tetapi dengan sjarat-sjarat sedemikian, hingga dapat ditjegahlah perbuatan jang tidak pada tempatnja.

Tundjangan kem ahalan daerah dalam h a l suam i-isteri m endjadi pegawai Negeri dsb.

Sebagai telah dipermaklumkan dalam surat edaran Kepala ^jawatan Urusan Umum Pegawai tertanggal 19 Agustus 1950 n. ' „ , n n } (Tambahan Lembaran Negara No. 46), maka

Peraturan Pemerintah No. 16 tidak menggambarkan iwrf«Hov?ei • apa J a,nS *nendjadi maksud tudjuannja.

m nu rSo1—11 Perybahan resmi dengan Peraturan Pemerintah pnimarto s,uF,at edaran tersebut telah diberi petundjuk ba-

P?dfl r>nP>atal -ltu seha™snja ditafsirkan.dengan tan jiT tu Pnd°JkhtldimenUrUt peraturan ini ialah sesuai

Gadji tambahan peralihanp e ^ X n E L Pn Sj!>HiiPefratKraJ1 Pemer*ntah No. 16, dalam mem- itu, dipakai s e h t tambahan peralihan menurut peraturan1950. bagai dasar gadji pokok pada tanggal 30 Djuni

ta n g g a l^ D j^ n i 1950gm a?htkan' bahwa pegawai Jane Pa<*a.

476

Page 477: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dengan 75% dan 50% berturut-turut terhitung dari tanggal 1 Djanuari 1950 dan 1 Maret 1950, dengan sekaligus mundur dalam pendapatannja, karena pada hakekatnja penetapan pasal 9 tadi berarti penghapusan gadji tambahan peralihan tersebut mulai tanggal 1 Djuli 1950.

Adapun alasan jang dipergunakan dulu ialah karana gadji tambahan peralihan jang dimaksud sebetulnja sudah sedjak dahulu harus dihapuskan, i.e. mulai tanggal 1 Djanuari 1950 jaitu pada saat gadji pokok pegawai dinaikkan dengan 75% ’

Berhubung dengan uraian diatas dipandang adil, djika gadji tambahan peralihan (lama) jang diterima pada. 30 Djuni 1950 untuk penjelesaian ini diperhitungkan pula dalam menetapkan djumlah gadji tambahan peralihan menurut Peraturan Penre- rintah No. 16 dengan tidak mengurangi ^sas terurai dalam kalimat 22 surat edaran Djawatan Urusan Umum Pegawai tertanggal 19 Agustus 1950 No. P. 1A/2941.

Tidaklah dimaksudkan memberikan gadji tambahan per­alihan menurut perhitungan jang dianggap adil itu terhitung dari tanggal 1 Djuli 1950, melainkan mulai tanggal 1 Djanuari 1951.

Tundjangan kemahalan daerali bagi pegawai jang tidak kawinMenurut peraturan jang berlaku, pegawai jang tidak kawin

diberi tundjangan kemahalan daerah sedjumlah separuh dari djumlah tundjangan jang ditetapkan bagi pegawai jang kawin.

Dengan tidak menjimpang daripada pendapat, bahwa dibe- narkan adanja perbedaan dalam djumlah tundjangan bagi pegawai jang kawin dan pegawai jang tidak kawin, maka ada tjukup alasan untuk mengurangi perbedaan itu, sehingga djum­lah tundjangan kemahalan daerah bagi pegawai jang tidak kawin mendjadi sebesar tiga perempat daripada djumlah tun­djangan bagi pegawai jang kawin.

477

ii

Page 478: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN SEMENTARA TENTANG RUMAH DINAS BAGI KETUA MAHKAMAH AGUNG, DJAKSA AGUNG DAN KETUA

DEWAN PENGAWAS KEUANGAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang: bahwa berhubung dengan sifat kedudukannja,sebagaimana ternjata dari pasal 44 Undang- undang Dasar Sementara Republik Indonesia, perlu diberikan tundjangan-tundjangan chusus kepada beberapa pembesar Republik Indonesia ;

Mengingat : 1) pasal 142 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

2) pasal 21 dan 22 Peraturan Gadji Pegawai 1948 ;3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Serikat No. 4 tahun 1950 ;

PERATURAN PEMERINTAH No. 18 TAHUN 1951

M e m u t u s k a n :

M enetapkan :

PERATURAN SEMENTARA TENTANG RUMAH DINAS BAGI KETUA MAHKAMAH AGUNG, DJAKSA AGUNG DAN KETUA

PENGAWAS KEUANGAN

Pasal 1

Untuk Ketua Mahkamah Agung, Djaksa Agung dan Ketua Dewan Pengawas Keuangan disediakan sebuah rumah Negeri beserta perabot rumah (meubilair).

Pasal 2

inffl6r? Urai? ini berlaku terhitung mulai tanggal 27 Desember1949 dan akan berlaku terus hingga waktu gadji-gadji, biaja perdjalanan dan biaja penginapan c.q. tundjangan-tundjangan lain buat para pembesar termaksud pada pasal 44 Undang-lan dju t Sem entara Republi^ Indonesia ditetapkan lebih

473

\

Page 479: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 5 Maret 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA-MENTERI, MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 6 Maret 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

Page 480: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 19 TAHUN 1951

PERATURAN TENTANG KEDUDUKAN PRESIDEN UNIVER- SITET NEGERI GADJAH MADA DI JOGJAKARTA DAN

PRESIDEN BALAI PERGURUAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA DI DJAKARTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: perlu menetapkan kedudukan Presiden Univer- sitet Negeri Gadjah Mada di Jogjakarta dan Presiden Balai Perguruan Tinggi Republik Indo­nesia di Djakarta ;

Mengingat': a. Pasal 31 Peraturan Pemerintah No. 37 tahun1950 (R.I. dahulu) ;

b. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1950 (R.I.S. dahulu).

M e m u t u s k a n

Menetapkan :

fE R ^U R A N TENTANG KEDUDUKAN PRESIDEN UNIVER- SJL,?-EGERI GADJAH MADA DI JOGJAKARTA DAN r'KESIDEN BALAI PERGURUAN TINGGI REPUBLIK

INDONESIA DI DJAKARTA

Pasal 1

Presiden Universitet Negeri Gadjah Mada di Jogja- rfi f ^ P Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesiaitn *. dlberikan kedudukan selama mendjabat djabatantahun 1950 ®°*onSan/ruang V l/g Peraturan Pemerintah No. 16

Pasal 2

on?kosrpTi?A«^fabat pend abat tersebut dalam pasal 1 diberi ditetapkan kemudhu? an men” rut aturan chusus jang akan

Pasal 3

ka^da^bM lak^Ynn1?11 ini mulai berIaku Pada hari diundang- erlaku surut sampai tanggal 1 Aguotus 1950.480

Page 481: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 15 Maret 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAJAAN,

BAHDER DJOHAN

MENTERI KEUANGAN, SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 16 Maret 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

481U.U. 1951 — 31

Page 482: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 20 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 12 TAHUN 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu diadakan tambahan pada pasal 5Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1951 (Pera­turan Pemerintah tentang Tugas Dewan dan Biro Rekonstruksi Nasional) ;

Mengingat : Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 12 TAHUN 1951

Pasal IPasa;l 5 ajat (2) dari Peraturan Pemerintah No. 12 tahun

1951 ditambah dengan kalimat, jang bunjinja demikian :„Dari urusan ini diketjualikan tenaga-tenaga tersebut jang

memadjukan diri untuk masuk dalam tentara. Mereka ini aiperlakukan seperti mereka jang tersebut dalam ajat (1) pasal

Pasal IIP eraturan Pem erintah ini m ulai berlaku pada h ari d iundangkan aan berlaku surut sam pai tan ggal 1 Desember 1950.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- Kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 13 Maret 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,SOEKARNO

PERDANA-MENTERI,. , MOHAMMAD NATSIRDiundangkan

pada tanggal 16 Maret 1951MENTERI KEHAKIMAN

WONGSONEGORO ’

482

Page 483: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

TENTANGMENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 12 TAHUN 1951

Ternjata, bahwa dalam Peraturan Pemerintah No. 12 tahun1951, jang berisi ,.Peraturan tentang tugas Dewan dan Biro Rekonstruksi Nasional” , ada kekurangan.

Dalam pasal 4 diadakan tiga golongan ja ’ni :a) Para anggauta Angkatan Parang diluar kekuasaan organik ;b) Para tenaga bekas anggauta badan-badan perdjuangan jang

mentjatatkan diri berdasarkan Maklumat Pemerintah tertanggal 14 Nopember 1950 ;

c) Para tenaga bekas anggauta badan-badan perdjuangan lainnja.

Dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah tersebut diatas, urusan terhadap golongan sub a diserahkan kepada Menteri Pertahanan dan urusan golongan sub b dan c kepada Dewan Rekonstruksi Nasional.

Belum terang dari aturan ini oleh instansi mana diurus me­reka jang termasuk dalam golongan b dan c, tetapi memadjukan keinginannja untuk masuk dalam tentara.

Sudah selajaknja mereka itu harus selandjutnja diurus oleh Menteri Pertahanan. Meskipun hal itu memang sudah selajak­nja, akan tetapi perlu soal tersebut didjelaskan dalam pera­turan, karena ternjata, bahwa dalam pelaksanaan peraturan itu telah timbul kesulitan-kesulitan berhubung dengan tidak adanja kemungkinan untuk mengurus mereka jang berkepen­tingan itu oleh Menteri Pertahanan.

Maksud perobahan ini adalah memberi kemungkinan tersebut.

PERATURAN PEMERINTAH No. 20 TAHUN 1951

Page 484: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 21 TAHUN 1951

TENTANGPEMBERIAN TUNDJANGAN KEPADA BEKAS MENTERI

NEGARA REPUBLIK INDONESIA JANG TELAH MELETAKKAN DJABATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: perlu diadakan peraturan sementara tentang pemberian tundjangan kepada para Menteri Negara Republik Indonesia, jang telah meletak- kan djabatan, sebelum hal ini diatur dengan undang-undang;

Mengingat : Peraturan Pemerintah .Republik Indonesia ter- tanggal 31 Mei 1950 No. 22 ;

Mengingat pula : pasal 54 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Mendengar : pertimbangan Dewan Menteri dalam sidangnja tanggal 30 Djanuari 1951 ;

M e m u t u s k a n :M enetapkan :

PERATURAN SEMENTARA TENTANG PEMEBERIAN TUN­DJANGAN KEPEDA BEKAS MENTERI NEGARA REPUBLIK

INDONESIA JANG TELAH MELETAKKAN DJABATAN

Pasal 1U ntuk m endjalankan peratu ran ini, m aka ja n g dim aksudkan :

1. ,,m asa-djabatan” ia lah m asa d ian tara h ari-b u la n p ertam a dalam bulan berikutn ja bulan seseorang d ia n g k a t den gan

. ^ ^ j a d i Menteri dan hari pertama dalam bulan pula ■ ^ulan meletakkan djabatan itu dengan resmi

2. ..dasar tundjangan” ialah djumlah jang sama dengan peng- hasilan-tetap bulanan ;

3- .vPenghasilan-tetap b u lan an ” ia la h pengh asilan bersih m enu- £Ynrreraturan Jail° berlaku dengan tid ak ditam bah den gan rf??2jan gan ~tundj a n sa'n dan pengh asilan ja n g s ifa tn ja dap at

a sam a dengan tu n djan gan ;^enten ialah Menteri Negara termasuk jang tidak mempu- njai portefeuille dan (Wakil-) Perdana Menteri.

Pasal 2iot?2EoSa^ u n eri N.esara Republik Indonesia jang telah me- letaKKan djabatan diberi tundjangan bulanan jang memberat-

Page 485: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

kan anggaran belandja Negara menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal-pasal dibawah ini.

Pasal 3(1) Tundjangan termaksud dalam pasal 2 diatas ini diberikan

atas dasar lamanja masa-djabatan.(2) Djumlah tundjangan ini ialah untuk tiap-tiap satu bulan

masa-djabatan 1% (satu persen) dari dasar tundjangan, dengan ketentuan, bahwa sedikit-dikitnja diberikan 6% (enam persen) dari dasar tundjangan.

(3) Djumlah tundjangan termaksud dalam peraturan ini tidak boleh lebih dari Rp. 750,— (tudjuhratus limapuluh rupiah).

Pasal 4(1) Tundjangan ini diberikan oleh Presiden dengan surat

putusan.(2) Untuk mendapat tundjangan menurut peraturan ini, maka

Sekretaris Dewan Menteri harus mengadjukan permohonan dengan tertulis untuk para Menteri jang berkepentingan kepada Presiden dengan perantaraan Kepala Kantor Urusan Pegawai dengan disertai salinan surat pengangkatan dan pemberhentian.

Pasal 5Tundjangan ini mulai dibajarkan untuk bulan berikutnja

bulan seorang Menteri meletakkan djabatan dengan resmi.

Pasal 6Pembajaran tundjangan berachir :

a. pada penghabisan bulan berikutnja bulan penerima tun­djangan meninggal dunia ;

b pada penghabisan bulan 'fcerdjadinja sebab-sebab pember­hentian pembajaran itu seperti termaksud dalam pasal 7 dan 8 dibawah ini.

Pasal 7(1) Tundjangan termaksud dalam peraturan ini diperhentikan

pemberiannja apabila penerima tundjangan diangkat lagi mendjadi Menteri.

(2) Dalam hal ia meletakkan djabatan lagi, maka kepadanja diberi tundjangan baru. Untuk perhitungan tundjangan baru ini maka masa-masa-djabatan sebagai Menteri di- diumlahkan semuanja hingga merupakan satu masa- d abatan jang berlangsung, dengan ketentuan, bahwa jang ditetapkan termaksud dalam pasal 3 ajat 3 diatas tadi, baru dilakukan setelah terdjadi pendjumlahan ini.

485

0

Page 486: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(1) Pemberian tundjangan dapat diperhentikan apabila diang­gap perlu berhubung dengan kepentingan Negara.

(2) Keputusan ini diambil setelah ada pertimbangan Dewan Menteri.

Pasal 9(1) Pasal 7 ajat 1 berlaku pula terhadap penerima tundjangan

jang diangkat mendjadi (Wakil-) Presiden.(2) Apabila ia, setelah meletakkan djabatan (Wakil-) Presiden,

mendapat tundjangan jang telah ditetapkan untuk bekas (Wakil-) Presiden, maka kedua matjam tundjangan itu dapat dib&rikan bersamaan kepadanja, asal sadja djumlah kedua matjam tundjangan itu tidak melebihi tundjangan tertinggi jang telah ditetapkan untuk bekas (Wakil-) Presiden.

Pasal 10Tundjangan term aksud dalam p eratu ran ini d ap at d ib a ja r­

kan pula disam ping pensiun ja n g m ungkin d iterim a oleh jan g bersangkutan berdasarkan atas p eratu ran pensiun bagi p egaw ai negeri.

Pasal 11(1) Apabila penerima tundjangan termaksud dalam peraturan

ini meninggal dunia, maka kepada isterinja jang sah di­beri tundjangan sebanjak separuh daripada tundjangan jang ditetapkan menurut peraturan ini.

f^) Apabila isteri jang ditinggalkan itu kawin lagi atau nie- ninggal dunia, maka mulai dari bulan berikutnja bulan hal ini terdjadi tundjangan itu tidak dibajarkan.

Pasal 12(1) D alam h a l isteri penerim a tu n d jan gan tersebut dalam

pasal 11 d iatas telah m eninggal dunia, m aka kep ada a n a k - piatu nja diberikan tu n d jan gan seban jak separuh d aripada un^ anSan jan g telah ditetapkan bagi bekas Menteri.

' I anak termaksud dalam ajat diatas ini telah beker­dja atau mentjapai umur 21 tahun, kawin ataupun mening­gal dunia, maka tundjangan termaksud tidak dibajarkan lagi mulai dari bulan hal itu terdjadi.

Pasal 13Peraturan tundjangan kemahalan dan keluarga jang berlaku

a0i pegawai berlaku pula terhadap penerima tundjangan ter­maksud dalam peraturan ini.

Pasal 8

486

Page 487: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 14(1) Peraturan tundjangan kepada bekas Menteri, seperti ter­

maksud dalam Peraturan Pemerintah tanggal 31 Mei 1950 No 22, masih tetap berlaku terhadap mereka jang sedjak tanggal 27 Dssember 1949 tidak mempunjai kedudukan Menteri Negara Republik Indonesia Serikat atau Menteri Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Terhadap mereka jang telah menerima tundjangan menu­rut ketentuan termaksud dalam ajat 1 dan setelah tanggal 27 Desember 1949 diangkat mendjadi Menbsri Republik Indonesia Serikat atau Negara Kesatuan berlaku ketentuan- ketentuan dalam pasal 7 peraturan ini.

(3) Djumlah tundjangan jang mungkin diberikan menurut peraturan Pemerintah tanggal 31 Mei 1950 No. 22 Republik In d on esia dahulu jo. pasal 7 peraturan ini, tidak boleh melebihi djumlah termaksud dalam pasal 3 ajat 3 peraturan ini.

Pasal 15peraturan ini dapat disebut „PERATURAN TUNDJANGAN

BEKAS MENTERI” dan mulai berlaku pada hari diundangkan dan berlaku surut hingga tanggal 27 Desember 1949.

Aear supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­k a n pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 17 Maret 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA-MENTERI.MOHAMMAD NATSIR

MENTERI KEUANGAN.SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA

Diundangkan pada tanggal 19 Maret 1951MENTERI KEHAKIMAN,

WONGSONEGORO

487

• #

Page 488: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

p e n d j e l a s a n

PERATURAN PEIHERXNTAH No. 21 TAHUN 1951

t e n t a n g

NEGARf K^PUBLK fN DON P^rfEPADA BEKAS MENTERI" s r t e l a h

f m enerim a^ bebterapa bekas Menteri hing-D e S w g PT lu untuk mengadakan nerUt tund'iangan, maka di-

itu ’ sebeIum

Indonesia riah°n7eSia daJluIu (Peraturan P Pend abafc IaUl , pernbeTaanahtS Uaa at2D2 ‘ ah™ ^ Pe™ n n tah Republik

d“ k“ r ah “ ditei'angkan lebih“ an keadaan sekarang haWlaI m g perlu disesuaikan

P asal 3

keterangan lebih dan t m g '

D Pasal 7

mend]ad^aMen^eri0rima Uu d^ a n S lbed ijCae^cija5a*' *ermsJ a ia diangkatterm aksud

lagi

Denga PaSal 10

Page 489: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 14

u n t u k P e r t ^ a k a ^ ° d a n R e p u b l i k I n d o n e s i a K e s a t u a n , I n d o n e s i a S e r u s a t K a b i n e t R e p u b l i k I n d o n e s i a d a h u l us e d a n g p a r a a n S S a u t a m e n u r u t P e r a t u r a n R e p u b l i kj a n g t e l a h t u n d j a n g a n m e n u r u tI n d o n e s i a l a m a P t j h d i a n g k a t l a g i d a l a m

'pada Negafa Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia Kesatuan. s e t dj umi ah

D a l a m h a U m , im a k a m a s s a j J a k u d a w a k t u j a n g

belerdja dalam djabatannja pada Pemerintah Republik Indonesia dahulu.

Seperti diterangkan diatas,

489

Page 490: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 22 TAHUN 1951

TENTANG PEMBERIAN TUNDJANGAN DJABATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dianggap perlu mengatur lagi tundjangan-djabatan dan pemberian penggantian biaja keper­luan representasi bagi beberapa pemangku djabatan ;

Mengingat : a. peraturan dalam Bijblad No. 15052, sebagai­mana diubah dan ditambah, terachir dalam Bijblad No. 15250 ;

b. surat keputusan Presiden Rapublik Indonesia dahulu tertanggal 15 Agustus 1950 No. 41/1950:

c. surat keputusan Menteri Dalam Negeri Re­publik Indonesia dahulu tertanggal 16 Agustus

i„ A 1950 No. Up 23/6/21 ;engmgat pula : pasal 119 Undang-undang Dasar Sementara

Republik Indonesia ;M e m u t u s k a n :

bertentanVnJf rimbatalkan semua Peraturan-peraturan jang oertentangan dengan peraturan ini, menetapkan :PERATURAN TENTANG PEMBERIAN TUNDJANGAN

DJABATAN Pasal 1

,-P.G.padl948’,aiant?^tprqph kfU .^ abatan JanS digadji menurut kan tundjangan-diabftan a? ^ tiaP "fciaP bulan diberi-untuk ma

Djabatan :Besar

1- Ketua Mahkamah Agun<, ''2- Djaksa Agun0- Darin IVTnhw, u * .............................. Rp. 250,—4 22050° 'z5. Direktur Kabinrt Presiden PamonSPradi a „ 250.’-• Ketua Balai Psrsuman .................................. ” 225,—

<*■' “ I . -

ii.: " ™eN e g e r i Lembag'a A*at-alat Pembajaran Luar ” 175’

490 .................................................................................... " 225-

Page 491: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

D j a b a t a n : B .e s a rt u n d j a n g a n :

1 2 . S e k r e t a r i s - d j e n d e r a l K e m e n t e r i a n ....................................... „ 2 2 5 ,1 3 . T hesaurier-d jenderal ................................................... >> ^01),—14 Kepala Djawatan Kepolisian Negara ................. „ ^uo,—1 5 . K e p a l a D j a w a t a n K e r e t a A p i .............. . ............................................ ^ u , —1 6 K e p a l a D j a w a t a n P o s , T e l e g r a p d a n T e l e p o n „ 2 0 0 —17 K e p a l a D j a w a t a n P e l a j a r a n ........................................................ „ 2 0 0 ,—1 8 K e p a l a D j a w a t a n P u s a t j a n g o r g a n i k ........................... „ 15U ,—1 9 ! W a l i K o t a D j a k a r t a .............................................................................. » 2 5 0 ,—20 R e s i d e n d a l a m d j a b a t a n a k t i p ............................................ » 7r2 ’—9 1 ' B u p a t i d a l a m d j a b a t a n a k t i p ............................................ . „ l / t > —99 ’ Walikota, jang digadji menurut golongan VI/c

' k e a t a s d a r i P . G . P . 1 9 4 8 ( k e t j u a l i W a l i k o t aDjakarta) ................................................ ................•;•/• »

93 W a l i k o t a j a n g d i g a d j i m e n u r u t g o l o n g a n V / c „ 1 5 0 ,—24 ’ W e d a n a d a l a m a k t i p P a m o n g p r a d j a „ 1 0 0 ,—25 ’ A s i s t e n - w e d a n a d a l a m a k t i p P a m o n g p r a d j a .......... „ 5 0 ,—

P a s a l 2

A - n n b i la d a l a m H a l j a n g l u a r b i a s a d a n u n t u k k e p e n t i n g a n , - p n r e s e n t a s i j a n g c h u s u s p e r l u d i k e l u a r k a n b i a j a j a n g m e l e b i h i l i n m l a h t e r s e b u t d a l a m p a s a l 1 , m a k a s e b e l u m p e n g e l u a r a n

H i’ o k u k a n d a p a t l a h d i a d j u k a n p e r m i n t a a n u n t u k m e n d a p a u p e n g g a n t i a n b i a j a j a n g t i d a k d a p a t d i b a j a r d a n d j u m l a h

t 0 p e e a w a i j^ a n ff t e r s e b u t d i b e l a k a n g n o m o r 4 , 1 3 , 1 7 , 1 8 , 1 9 , 2 0 , 01 92 d a n 2 3 d a l a m p a s a l 1 d a p a t m e n g a d j u k a n p e r m i n t a a n}\ H i s e r t a i k e t e r a n g a n - k e t e r a n g a n j a n g l e n g k a p d a n a n g g a r a n i S f l i a k e p a d a M e n t e r i D a l a m N e g e r i , j a n g m e n g a m b i l k e p u t u s a n

p t u a i d e n ° a n p e t u n d j u k - p e t u n d j u k j a n g a k a n d i k e l u a r k a n o l e l i A v n t e r i K u a n g a n . P e g a w a i j a n g l a i n , t e r s e b u t d a l a m p a s a l i t u . m e n g a d j u k a n p e r m i n t a a n t e r s e b u t k e p a d a M e n t e r i K e u a n g a n .

Pasal 3o e c r n w a i - p e g a w a i l a i n , j a n g t i d a k t e r s e b u t d a l a m p a s a l 1 ,

t H i t u n d i u k o l e h P e r d a n a M e n t e r i a t a s u s u l M e n t e r i j a n g d a P i t n p r k u t a n s e b a g a i p e g a w a i j a n g b e r h a k m e m i n t a p e n g g a n - 1501 S f ? „ c r i a n i a n g d i k e l u a r k a n o l e h m e r e k a u n t u k k e p e r i u a n r e ^ r e s e n t a s i s e t i n g g i - t i n g g i n j a s e d j u m l a h R p . 2 0 0 , - t i a p - t i a p

bulan-

Pci Sell 4, xjprm intaan penggantian untulc keperiuan respresentasi se-1. Perip 17 pa„ ^ a£ uci dalam pasal 3 harus diadjukan kepada

Menteri jang .bersangki#-an disertai surat-surat bukti jang diperlukan.

491• •

0 • 0

Page 492: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

2. Penggantian pengeluaran if., iS 1UaT itu p e n d a n a fn ? ^ * d^ajarkan, bUadalam ajat 1 sesuai dpno-ov. i p Pembesar jang tersebut dengan P edom a^ Nege'ri d a n "Keuangan. ° aKan diberikan oleh MenteriMenteri

Pasal 5

p n ' a t u r a n i n i a t a uKantor TTr gambil keputusan t, ’ maka Menteri Urusan Pegawai. pucusan- setelah mendengar Kepala

Pasal 6

h a r . d .u n d aAgar s ^ “ Sgai i Djanuari 1951.

aran Negara Penem‘

^ s s a ^ 51PRESIDEN s o PES o INDONESIA-

7W n«^NA-MENTERr-MOHAMMAD NATSIR

~ ^ s r s ' s , , ,

492

Page 493: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 22 TAHUN 1951

TENTANG PEMBERIAN TUNDJANGAN DJABATAN

Berhubung dengan terbentuknja Negara Kesatuan, maka di- Dandang perlu untuk menetapkan satu peraturan baiu tentang pemberian tundjangan djabatan jang akan berlaku untuk seluruh negara Indonesia.

Dengan ditetapkan peraturan ini, maka peraturan-peraturan dahulu mengenai hal ini, jang termaktub dalam :a. Bijblad No. 15052 sebagaimana diubah dan ditambah, terachn

dalam Bijblad No. 15250 ; b surat keputusan Presiden Republik Indonesia dahulu

tane^al 15 Agustus 1950 No. 41/1950 ; c surft keputusan Menteri Dalam Negeri Republik. I^ n e s ia

dahulu tanggal 16 Agustus 1950 No. U.P. 23/6/21, tidak akanberlaku lagi.

melainkan hanja djika diminta oleh pegawai jang menurut keperluan dengan memperhatikaw memAiftft.pasal 4. . . , , . ,

Jang dimaksudkan dengan pegawai-pegawai tersebut dalam nasal 3 ialah Kepala-kepala Djawatan Pemerintah Pusat jang hams serins berhubungan dengan umum atau lain-iam pegawai-tinggi pada Pemerintah Pusat jang diserahi pimpinan dan pengawasan atas lebih dari satu djawatan, P ^ a i-p e g a w a ini akan ditundjuk kemudian dengan penetapan Peidana Menteri atas usul Menteri jang bersangkutan.

T

493

Page 494: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

PERATURAN PEMERINTAH No. 23 TAHUN 1951

TENTANGPEDJABATAN-PEDJABATAN HIDROGRAFI

PELAJARAN SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa berhubung dengan luasnja lapangan pe­kerdjaan hidrografi, jang selain daripada me- liputi kepentingan-kepentingan pelajaran sipil djuga meliputi kepentingan-kepentingan perta­hanan, perlu diadakan penetapan tentang penundjukan pedjabatan-pedjabatan jang akan menjelenggarakan pekerdjaan dimaksud dalam masing-masing lapangan tersebut;

Mengingat : Pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Re- publik Indonesia ;

Mendengar : Dewan M enteri;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

PERATURAN PEDJABATAN-PEDJABATAN HIDROGRAFI PELAJARAN SIPIL

Pasal 1Di Indonesia diadakan dua pedjabatan hidrografi, jaitu

djabatan hidrografi sipil jang bernama :. Bagian Hidrografi, jang mendjadi bagian dari Djawatan Pe­

lajaran, Kementerian Perhubungan danpidrografi Angkatan Laut, jang mendjadi bagian

aan fataf Angkatan Laut, Kementerian Pertahanan.

Pasal 2) ^ i(?.roSi'afi bertugas menjelenggarakan pembikinan

hnv Pfrbaikan peta-peta laut, pedoman-pedoman pelaut, DUKu-Duku dan penerbitan-penerbitan hidrografi lain jang

• "imata menge^ai claerah laut Indonesia serta me- komersiH perpetaan J*an^ bersifat ilmu pengetahuan dan

kBnianpmJ?f°Srafl An° katan Laut bertugas menjelenggara- ‘D a n d if^ ?w ri?n u an Perbaikan peta-peta laut, pandu- daerah asfnff ^?n buklV buku hidrografi lain jang mengenai uenerbifan ? Indonesia), mengusahakan penerbitan- D e rta h a n a V f! semata-mata bertalian dengan soal-soal defensif dan Perpetaan jang bersifat

494

Page 495: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Perwakilan Negara Republik Indonesia dalam lapangan hidrografi pada konperensi-konperensi internasional dan pe- meliharaan perhubungan dengan biro-biro 'hidrografi negara- negara asing akan diatur dengan djalan perundingan bersama antara Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan.

Pasal 4

Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

A°-ar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerin­tahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 31 Maret 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERIPERHUBUNGAN DAN PENGANGKUTAN,

DJUANDA

MENTERI PERTAHANAN a.i., MOHAMMAD NATSIR

Diundangkan pada tanggal 10 April 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

Page 496: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

T

TENTANG T A N p .

ATURAN MENGENAI KEDUDUKAN PEGAWI NEGbttJ- DIPERBANTUKAN PADA NEGARA-BAGIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa berhubung dengan pembentukan NegaiaKesatuan perlu diadakan aturan mengenai K®«u- dukan pegawai Negeri jang diperbantukan paud, Negara-negara Bagian dulu dan para pegawai jang memang pegawai Negara-negara Bagian 1111 sendiri;

Mengingat : pasal 98 Undang-undang Dasar Sem entaraRepublik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut :

Pasal 1Segala surat putusan jang menetapkan perbantuan pegawai

Negeri pada Negara-negara Bagian dulu dianggap telah batal terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950, dengan pengertian, bahwa pegawai-pegawai jang bersangkutan, selama terhadapnja belum ada ketentuan lain, tetap diwadjibkan melakukan peker­djaan dulu dalam djabatan dan pangkat seperti jang dipangku- nja dalam waktu mereka diperbantukan pada Negara-negara Bagian itu.

Pasal 2P e p wai jang memang pegawai bekas Negara Bagian

endiri, selama terhadapnja belum ada ketentuan lain, terhi-dalammfSnhQfonSMaI 1?- ^ gustus 1950 dianggap telah berpindah hnrfiS djabatan Negeri, dengan pengertian, bahwa, selama ter-diwnrtiihSo belum ada ketentuan lain, mereka itu tetapdpno-pi m®5?dJaIankan pekerdjaan-pekerdjaan semulasebphim f5 ^ anf^ an“Perdjandjian dinas jang berlaku baginjaianeT i - i S 27 AgUstus 1950> ‘ Wat mengurangijang teisebut dalam pasal 3 dibawah ini.

Pasal 3pegawafUbekasegN S i a Re iriemang termasuk dalam golongan17 Agustus 1950 r t w w gian Sendiri jang pada tanggal kementerian m i c n t m e n d j a d i pegawai kementerian- isementenan pusat, badan-badan Pemerintah Agung atau

PERATURAN PEMERINTAH No. 24 TAHUN 1951

1

Page 497: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

djawatan-djawatan jang termasuk dalam lingkungannja atau­pun pada tanggal sesudah tanggal 17 Agustus 1950 diangkat mendjadi pegawai kemsnterian-kementerian, badan-badan Femerintah-Agung atau djawatan-djawatan jang termasuk dalam lingkungannja, terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 atau sesudahnja diatur menurut peraturan-peraturan dan ketentuan jang berlaku untuk pegawai Negeri.

Pasal 4

Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintali- kan pengundangan Pera-uran Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 9 April 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA-MENTERI, MOHAMMAD NATSIR

Diundangkan pada tanggal 10 April 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

497LI. U. 1951 — 32

Page 498: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Berhubung dengan pembentukan Negara Kesatuan, maka dianggap perlu sekali adanja suatu peraturan jang mengatur kedudukan pegawai negeri jang dahulu diperbantukan pada Negara Bagian serta pegawai dari Negara Bagian itu sendiri, sehingga terhadap kedudukan mereka itu ada dasar hukumnja.

Terhadap pegawai negeri jang dulu diperbantukan pada Negara Bagian tidaklah terdapat kesulitan. Maka sedjak tang­gal 17 Agustus 1950 perbantuan mereka itu ditjabut kembali, ssdang mereka itu, selama terhadapnja belum ada ketentuan lain, diharuskan terus melakukan pekerdjaannja dulu dalam djabatan dan pangkat seperti jang dipangkunja dalam waktu m&reka diperbantukan.

Sebaliknja untuk mengatur kedudukan pegawai jang memang mendjadi pegawai bekas Negara Bagian sendiri tidaklah mudah.

Mengingat akan keadaan, maka sebagian besar dari mereka h ksjniidian akan diterima mendjadi pegawai dari Pemerintah daerah propinsi, sedang sebagian lainnja akan diangkat sebagai pegawai kementerian-kementerian atau dj awatan-dj awatan jang termasuk dalam lingkungan kekuasaan kementerian- kementerian itu.

Sebelum segala sesuatu dapat diatur sebagaimana mestinja, maka sambil menunggu akan ketentuan jang akan diambil terhadapnja, mereka itu harus dianggap sebagai berpindah aaiam djabatan Negeri. Selama belum ada ketentuan lain, mereka itu diwadjibkan mendjalankan pekerdjaannja seperti auiu dengan perdjandjian-perdjandjian dinas jang berlaku bagin j a sebelum tanggal 17 Agustus 1950.ufo^" i dalam djabatan Negeri ini, mengingat akan kesu-

an-kesulitan praktis, tidaklah perlu diatur dengan surat pi^usan untuk mereka masing-masing.

a- pengangkatan sebagai pegawai bementerian-tenan pusat atau djawatan-djawatan jang termasuk

surat putf n kekuasaannj a> barulah hal ini diatur dengan

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 24 TAHUN 1951

4i)8

Page 499: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 25 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN TENTANG BANK RAKJAT INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Membatja : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tang­gal 22 Pebruari 1946 No. 1 tentang Bank Rakjat Indonesia ;

Berkehendak : menetapkan peraturan lebih landjut tentang Bank Rakjat Indonesia tersebut;

Membatja : surat Menteri Perdagangan dan Perindustrian tanggal 19 Maret 1951 No. 2777/S.D.;

Mengingat : akan pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN TENTANG BANK RAKJAT INDONESIA

Bab IMaksud, tudjuan dan kedudukan

Pasal 1(1) Bank Rakjat Indonesia termaksud dalam Peraturan Pe-

merintah Republik Indonesia tanggal 22 Pebruari 1946 No. 1 adalah bank untuk golongan menengah (midden- stand) dan sebagai demikian mempunjai tugas membantu memadjukan kemakmuran rakjat Indonesia dengan djalan membantu menjelenggarakan rentjana perekonomian Pemerintah.

(2) Bank Rakjat Indonesia berkedudukan di Djakarta.

Bab II U s a h aPasal 2

(1) Usaha Bank Rakjat Indonesia ialah :a. mendjalankan usaha perkreditan bagi golongan mene­

ngah, baikpun perseovangan atau berbentuk organisasi; pemberian pindjaman kepada golongan-golongan lain hanja diberikan, djika kebutuhan akan pindjaman itu oleh badan perkreditan lain tidak dapat ditjukupi setja­ra memuaskan ;

b. menerima (in belegging) uang-uang daerah otonom dengan badan-badannja dan menjimpan serta menger-

499

r

Page 500: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

J

djakan administrasi dari effecten, saham dan lain-lain surat jang berharga dari badan-badan itu ;

c. menerima simpanan dari chalajak, perseorangan, mau­pun badan-badan dan dari fihak lain ;

d. memberi nasihat dan pertolongan, pengawasan dan pe­nilikan kepada badan-badan psrkreditan untuk rakjat, perkumpulan-perkumpulan koperasi, badan-badan per- kreditan desa, dengan mengingat sekalian peraturan jang sah jang tersebut dalam peraturan ini ;

e. mendjalankan usaha bank pada umumnja.(2) Bank Rakjat Indonesia berhak akan menjerahkan sebagian

pekerdjaannja kepada badan-badan perkreditan lainnja, jang didirikan dengan pe-rantaraannja, pengawasannjadan modalnja.

Bab III Usaha islimewa

Pasal 3(1) Menurut peraturan dari Menteri Perdagangan dan Perin­

dustrian dan dengan diberi pengganti kerugian jang ditentukan olehnja, maka Bank Rakjat Indonesia dibebani dengan pekerdjaan administrasi dari uang-uang Negeri atau uang-uang jang berguna buat dipindjamkan kepada rakjat, supaja mempertinggi tingkat kemakmuran atau buat me- nolong mereka itu apabila mereka tertimpa oleh bentjana alam.

(2) Menteri Perdagangan dan Perindustrian dapat mempergu­nakan Bank Rakjat Indonesia — diluar tanggungannja — dalam pengawasan dan penindjauan tentang menjelengga­rakan fonds jang dimaksudkan diatas ; untuk pekerdjaan mi Bank Rakjat Indonesia mendapat upah jang ditentukan oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian.

Bab IV Pekerdjaan

Pasal 4*^enc*jalankan usahanja termuat dalam pasal 2 itu,

maka Bank Rakjat Indonesia dapat:a" S)ligas?^kan pindjaman- termasuk djuga mengeluarkan

b' ^ 0lamermi1?fakan uanS'nja- akan tetapi hanja semata-mata dalam r?n i cnU??8 IlJdonesia> baik Pada bank-bank, baik Pemerintah TnrtnnfU- ]ang berharSa dari perbendaharaan dalam m a t S t ^ ma^pun berupa surat-surat effecten hnifiVb-n uang Indonesia, dimana Javasche Bank dioer- bolehkan memperbungakan uanj tjadangpnnja ; P

500

Page 501: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

c. mengadakan pembelian benda-benda, baik jang bergerak, maupun jang tetap, jang dipsrlukan untuk mendjalankan perusahaannja ;

d. membeli benda-benda jang bergerak dan jang tetap dari para debiturnja dalam kedjadian lelang-sita, akan tetapi demikian itu semata-mata hanja untuk mentjegah atau memperketjil adanja kerugian dan wadjib kemudian selekas- lekasnja mendjual lagi barang-barang itu.

Pasal 5Bank Rakjat Indonesia melakukan pekerdjaannja seperti di­

maksud dalam pasal 2 dan 3 itu dengan mengingat akan azas- nja, tiada menarik bunga dan ongkos-ongkos lebih daripada jang dibutuhkan untuk mentjukupi pembajaran uang bunga, untuk menutup biaja-biajanja, untuk penjusutan-penjusutan jang dianggap perlu untuk dapat mendjalankan politik-perusa- haan jang sehat.

Bab V M o d a l

Pasal 6(1) Modal Bank Rakjat Indonesia terdiri dari :

a. Modal jang telah didapat sebagai bank Pemerintah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tang­gal 22 Pebruari 1946 No. 1 ;

b. Tundjangan dari Pemerintah.(2) Setiap tahun akan dibajar kembali sebagian daripada

modal-pertama jang diberikan oleh Negara seperti dimak­sud dalam pasal ini ajat 1 huruf a, jang angsurannja sama besarnja dengan satu perdua 'hasil perusahaan jang di­peroleh dalam tahun-buku jang telah lalu setelah dikurangi untuk menutup kerugian-kerugian jang masih bersisa diderita dalam suatu tahun-buku.Angsuran dari mcdal-pertama dilakukan sedemikian rupa, sehingga bagian-bagian modal jang dikenakan bunga jang lebih tinggi didahulukan pembajarannja.

(3) Dewan Menteri dapat membebaskan kewadjiban membajar angsuran-angsuran atas modal-pertama seperti dimaksud dalam ajat 2 pasal ini untuk tiap-tiap tahun, djika keadaan keuangan Bank Rakjat Indonesia menghendaki hal demikian.

Bab VI Pimpinan Pasal 7

(1) Bank Rakjat Indonesia dipimpin oleh suatu direksi jang terdiri dari seorang presiden dan sekurang-kurangnja dua orang direktu*;, jang ba“njaknja ditentukan oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian.

501

r

Page 502: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Direksi menetapkan hal-hal jang mengenai kebidjaksanaan (beleid) dalam pimpinan Bank Rakjat Indonesia.Pimpinan penjelenggaraan dipegang oleh presiden-direktur.

(3) Djika presiden tak ada, sakit atau berhalangan, maka pekerdjaan presiden itu dilaksanakan oleh direktur jang ditundjuk sebagai pengganti-presiden jang pertama dan djika kedua-duanja tak ada, sakit atau berhalangan di­djalankan oleh direktur, jang ditundjuk sebagai pengganti- presiden jang kedua.Dalam keadaan jang sama mengenai pekerdjaan direktur- direktur, maka pekerdjaan direktur didjalankan oleh pengganti-direktur, jang banjaknja dua orang dan diangkat oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian.

(4) Keputusan dari direksi ialah menurut suara jang terbanjak. Apabila suara jang setudju sama djumlahnja dengan suara jang tidak setudju, maka suara presidenlah jang memutuskan.

(5) Anggauta-anggauta direksi, pengganti-pengganti-presiden dan pengganti-pengganti-direktur diangkat oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian buat empat tahun lamanja, tetapi tiap-tiap kali waktu itu boleh ditambah lagi empat tahun ; selama itu mereka boleh djuga dischors atau di­perhentikan. Angkatan itu dilakukan atas usul badan pengawas dan pembantu tersebut dalam pasal 8. Demikian djuga untuk menambah lamanja bekerdja, schorsing dan pemberhentian harus didengar badan itu dan bolehlah pula ia membuat usul buat menschors atau memperhentikan.

(6) Gadji dan perdjandjian-kerdja anggauta direksi ditanggung oleh Bank Rakjat Indonesia menurut peraturan jang di­tetapkan oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian dan dengan mendengarkan badan psngawas dan pembantu.

Bab VII Pengawasan

Pasal 8Pengurusan (bcheer) Bank Rakjat Indonesia diawasi oleh :

a. Komisaris negara.b. Badan pengawas dan pembantu.

Pasal 9(1) Badan pengawas dan pembantu terdiri dari anggauta-

anggauta tersebut dibawah ini :a. seorang wakil dari Kementerian Perdagangan dan

Perindustrian merangkap ketua ;b. seorang wakil dari Kementerian keuangan ;c. seorang wakil dari Kementerian Pertanian ;a. seorang wakil dari Kementerian Dalam N egeri;e. •ajrka perlu seorang anggauta sebagai wakil dari

golongan penting jang perlu mendapat perwakilan.502

Page 503: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Anggauta diangkat oleh Menteri Perdagangan dan Perin­dustrian untuk masa tiga tahun, dengan kemungkinan memperbaharui pengangkatannja untuk waktu jang sama.

Pasal 10

(1) Komisaris negara diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia atas usul Menteri Perdagangan dan Perindustrian. Uang penghormatan untuk k-omisaris negara dibajar dari anggaran belandja negara.

(2) Komisaris negara dan anggauta direksi satu sama lain tidak boleh mempunjai hubungan keluarga sampai dalam dera- djat ketiga atau hubungan ipar.Apabila setelah penetapan terdjadi suatu hubungan ipar, maka mereka tidak diperkenankan melandjutkan djabatan­nja, terketjuali seizin Menteri Perdagangan dan Perin­dustrian.

(3) Komisaris negara dapat hadlir pada semua rapat dari badan pengawas dan pembantu daa dalam rapat-rapat itu mempunjai suara penasehat.

(4) Direksi dan badan pengawas dan pembantu atas permin- taan komisaris negara diwadjibkan memberikan segala pendjelasan jang diperlukan untuk mendjalankan penga­wasan dengan semestinja, termasuk djuga melihatkan buku-buku dan surat-surat bank.

(5) Instruksi untuk komisaris negara diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 11

(1) Badan pengawas dan pembantu memberikan pertimbangan tentang segala masalah jang oleh Pemerintah diminta pertimbangannja.

(2) Badan pengawas dan pembantu dapat memadjukan usul- usul kepada Pemerintah jang dipandang perlu untuk per- baikan usaha Bank Rakjat Indonesia.

(3) Atas permintaan direksi, badan pengawas dan pembantu memberikan nasehat;Badan pengawas dan pembantu dapat atas inisiatip sendiri memberikan andjuran atau usul-usul kepada direksi.

Pasal 12

Untuk dapat mempertimbangkan soal-soal dilapangan bank dan dilapangan keuangan dengan lebih saksama, maka badan pengawas dan pembantu dapat membentuk sebuah panitya penasehat financi?el-techniek untuk memberi pertimbangan- pertimbangan kepada badan itu.

503

Page 504: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 13(1) Badan pengawas dan pembantu bertugas :

a. menimbang apakah Bank Rakjat Indonesia memenuhi kewadjiban sosial-ekonomi sebaik-baiknja dengan m eng­indahkan persediaan tenaga pegawai dan a la t-a la t;

b. mempererat kerdja-sama dengan djawatan-djawatan dan badan-badan tidak resmi jang bekerdja dilapangan kemakmuran ra k ja t;

c. menimbang apakah Bank Rakjat Indonesia, djika di- tindjau dari sudut teknik bank, diurus betul dan se­tjara hemat dan apakah soliditet, likwiditet, adminis­trasi, inrichting dan kontrol memenuhi sjarat-sjarat. Untuk maksud ini badan pengawas dan pembantu dapat minta bantuan kepada para achli dilapangan akuntansi.

(2) Kepada badan pengawas dan pembantu harus diminta persetudjuan :a. untuk mengeluarkan pindjaman dengan obligasi ;a. untuk memperbungakan (bzleggen) setjara lain dari­

pada menjimpan pada bank-bank besar di Indonesia atau setjara lain daripada membeli schatkistpapier atau obligasi Pemerintah Indonesia ;

c. untuk menjerahkan sebagian dari tugas Bank Rakjat Indonesia kepada badan-badan lain.

(3) Direksi bertanggung djawab (rekenplichtig) kepada badan pengawas dan pembantu. Pengesahan oleh badan penga­wasan dan pembantu tentang rekening-rekening dan verantwoording-keuangan tahunan mengenai tahun jang silam disertai neratja dan daftar untung dan rugi jang bersangkutan, akan membebaskan pertanggungan djawab direksi terhadap soal-soal keuangan seperti jang dimuat dalam surat-surat bukti jang diadjukan tadi.

Pasal 14

Menteri Perdagangan dan Perindustrian dapat menetapkan instruksi untuk badan pengawas dan pembantu dan peraturan tentang uang hadlir dan penggantian-penggantian biaja dialan dan anggauta-anggautanja.

Bab VIII Perwakilan

Pasal 15(1) Bank Rakjat Indonesia diwakili oleh direksinja didalam

dan diluar hukum. Untuk beberapa soal jang tertentu di­reksi dapat melimpahkan hak mewakili bank dan hak menanda-tangani untuk bank' kepada seorang atau lebih

504

Page 505: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dari seorang anggauta direksi jang chusus ditundjuk untuk itu atau kepada anggauta dari pegawai, baik sendiri, mau- pun bersama-sama (gezamenlijk).

(2) Dalam hal tagihan dan perkara hukum antara Bank Rakjat Indonesia dan anggauta direksi atau pengganti direktur, bank diwakili oleh seorang anggauta dari badan pengawas dan pembantu.

(3) Bank Rakjat Indonesia diwakili pula oleh : ^a. pemimpin-pemimpin tjabang atau pemimpin-pemimpm

ranting dalam hal menetapkan dan menghapuskan credietverband atau hypotheek ;

b. wakil-wakil pemimpin dan Kepala-kepala rombongan kas dari tjabang-tjabang dan ranting-ranting dalam hal menetapkan credietverband.

Bab IX

Pembubaran

Pasal 16

(1) Bank Rakjat Indonesia dapat dihapuskan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Djika dihapuskan, maka Bank Rakjat Indonesia tidak usah melakukan pembajaran angsuran modal pertama kepada Neaara seperti dimaksud dalam pasal 6 ajat 2. sebelum semua hutang-hutang dan kewadjiban keuangan lainnja

(3) DjUca^hapuskan, maka hasil bersih dari perusahaan akan dipergunakan untuk maksud jang sedapat m g samaan dengan tudjuan Bank Rakjat Indonesia.

(1)

(2)

Bab X

Peraturan peralihan

Pasal 17

Perkreditan ketjil dan pulaatas bank-bank dan Lumbung lu £,q=;ih ’didialankan waktu mulai berlakunja p.era^ a sur_anffsur diserahkan oleh Bank Rakjat Indonesia, o ° . perdagangankepada organisasi jang ditundjuk oleh Menteri Perda=angdan Perindustrian. itu selesai,Sebelum Penieraha" rpdejaearn tersebut masih tetap mendja-maka peKerdjaan-pekerdjaandi tanggungan Bank Rakjat Indonesia.

505

/

Page 506: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dalam masa peralihan, dimana Djawatan Koperasi belum dapat menjelenggarakan perkreditan didesa seluruhnja, B.R.I.

i i p^ mengerdjakan perkreditan ini setjara membantu (aanvullend), berdasarkan pasal 2 ajat la.

Pasal 2

d e S t i S j S ^ l ' i S ta g a i,banl5 untuk g °lon8'an menengah (m id- aenstandsbank). d itegaskan la g i d ia ja t a.ad alah lan d ju ta n dari dahulu, k a ren a dens-an Hnhnno-

t^abangnja diseluruh kab up aten , B .R .I. (Sulu A V B ? d * fa c to m erupakan bank d a n d aerah otonoom.

Pasal 3

2 m lka lafZim seperti diti antumkan dipasalt atanl-tiabknJntn l ^ ada^ TflIJancieeI"administratief dengan pekerdfaaii ‘,U °nesla dapat dib=bani dengan

dan d^ a»

Pasal 4

s e ^ ^ ^ u b ^ n g a ^ b la ^ ' s^ agai bank, makadjam an dan° m enerim a ’ Jaifcu m em berikan p in -m endapat keluasan H dicm im panan suatu b a n k m asih perlu sendiri dari l K t S ^ , ? 1^ ^ 11!?1141 d&n gan p in d jam obligasi (a jat a). stltu t lam atau dengan m en g elu ark an

kan dalam 1 u s ^ l^ lm in d ia m S n £h £m be*um d aP at d ip ergu n a- untuk m enghindarkan k e r ^ n ( a ? a ™ . diperbunSak a n

Pasal 5

untungan d a r^ m ^ m u n ^ u ^ b im ? ^ riidak untuk m en d ap at k e- besarnja b u n w ^ bunga dan ongkos-on°-kn<;

dan Penjusutan-penjusStan" b ^ ffa°S d iten tukan ole^ b ia ja - b ia ja

modal! S r T ^ p f t ^ g ^ b e ^ u s a h n diPaSal 6 untuk mendapat Tjara pembaiamn b.«hTu ^erusaha menurut pasal 4 niaf- a Pemerintah senertl rfi K1 3 darl modal ja n ? d idam f1 L h - B . ^

p, t Pcissl 7

Page 507: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

karan fikiran jang saksama. Untuk mendjamin langsungnja pekerdjaan direksi, maka dalam ajat 3 dan £ diadakan per­aturan-peraturan tentang tjara mewakili anggauta direksi apabila tak ada, sakit atau berhalangan.

Pasal 8 dan 10

Diadakan djabatan Komisaris Negara untuk mengawasi pengurusan (beheer) B.R.I, Komisaris Negara dalam hubungan ini adalah wakil Pemerintah.

Pasal 9, 11, 12, 13 dan 14

Karena bank bukan satu djawatan, jang mempunjai hu­bungan hierarchik dibawah satu kementerian, tetapi adalah satu bagian dari bedrijfsleven jang mengenai berbagai sektor dari masjarakat, maka seksdar untuk menghilangkan kepin- tjangan ini B.R.I. ditempatkan dibawah satu badan pengawas dan pembantu terdiri dari anggauta-anggauta jang mewakili beberapa kementerian jang mempunjai hubungan erat dengan B.R.I. dan jang mewakili golongan-golongan penting.

Pasal 15

Dalam pasal ini ditentukan siapa mewakili B.R.I. atau direksi B.R.I. pada umumnja atau dalam soal-soal chusus.

Pasal 16

Dalam pasal ini diatur tjara penjelesaian kekajaan B.R.I. — djika dibubarkan — antara modal jang didapat dan negara dan hutang-hutang dan kewadjiban keuangan kepada pihaklainnja. Semua hutang-hutang kePa^ \ pl^ f^ -^ .ir^ b ruS penuhi dahulu, baru modal Pemerintah dibajai kembali.

pasal 17

Periksalah pendjelasan pasal 1.

Page 508: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

PERATURAN PEMERINTAH No. 26 TAHUN 1951

T E N T A N GMENGUBAH „PERATURAN FILM 1940” (FILMVERORDENING

1940, STBL. 1940 No. 539)

Menimbans:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

bahwa berhubung dengan keadaan sekaiang biaja pemeriksaan f i l m dan u a n g - i m b a l a n kepada anggauta panitia dan p e n a s e h a t - a n l i dalam pemeriksaan film perlu ditambah, sehingga Bera-" turan Film 1940 (Fijmverordening 1940, Stbl. 1940 No. 539) perlu diubah pula ; pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

PERATURAN TENTANG MENGUBAH PERATURAN FILM 1940 (FILMVERORDENING 1940, STBL. 1940 No. 539)

Mengingat

1. Peraturan diubah

2 .

4.

510

Pasal I

Djumlah-djumlah uang tersebut dalam pasal 8 P •film 1940 (Filmverordening 1940, Stbl. 1940 No. 539 sebagai berikut:

Rp. 0,03 diubah mendjadi Rp. 0,12 Rp- ° ’10 » » Rp- 0,20Rp. 0,15 „ h Rp. 0,30

_j,!^^k-djum lah uang tersebut dalam pasal 9 diubah sebagai berikut:

gp. 0,40 diubah mendjadi Rp. 0,80 3P- ? '8° „ „ Rp. 1,60Kp. Rp 2 _

s e b ^ ^ b e r ik u t^ uang tersebut dalam pasal 13 diubah 5£* 9>02 diubah mendjadi Rp. 0,04S ? n?5 ” ” RP- 0,10

ni i ” » RP- ° '20sebagai b e r t S t ^ " ang tersebut daIam

r S* n ?n diubah mendjadi Rp. 0,03R p - ° ’ 10 P n fl 90Rp- ° '2° 1%

pasal 14 diubah

Page 509: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal II

Pasal 12 Peraturan Film 1940 (Filmverordening 1940 Stbl. 1940 No. 539) diubah, sehingga berbunji sabagai berikut:

„Ketua Panitia Pengawas Film menerima tundjangan bulan­an jang tetap jang diberatkan pada mata anggaran negara : selain daripada itu ketua dapat pula memeriksa film dan dalam hal ini haknja disamakan dengan seorang anggauta” .

Pasal III

Pasal 16 ajat 2 Peraturan Film 1940 (Filmverordening 1940, Stbl. 1940 No. 539) diubah, sehingga berbunji sebagai berikut:

„Dalam keadaan luar-biasa jang menjebabkan uang imbalan tersebut dalam ajat 1 itu tidak seimbang lagi dengan banjaknja atau pentingnja pekerdjaan jang didjalankan, Menteri Dalam Negeri dapat memberikan uang. imbalan sebesar Rp. 15,— untuk tiap-tiap djam, dengan pembulatan waktu keatas sampai setengah djam”.

Pasal IVPasal 39 ajat 2 diubah, sehingga berbunji sebagai berikut:

Djika surat tanda pemeriksaan itu hilang dan setelah diberi­kan keterangan-keterangan jang sah, kepada pemilik film dengan pembajaran uang jang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dapat diberikan surat duplikat, dimana perkataan ,,diiplikat” disebutkan dengan terang”.

Pasal VPeraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­

kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 April 1951.

Aear supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 19 April 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI DALAM NEGERI, ASSAAT

Diundangkan pada tanggal 26 April 1951

MENTERI KEHAKIMAN,WONGSONEGORO

511

Page 510: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 26 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH „PERATURAN FILM 1940” (FILMVERORDENING

1940, STBL. 1940 No. 539)Pada dewasa ini biaja untuk kantor Panitia Pemeriksaan

iuim senantiasa naik, sedang biaja jang diterima dari pemilik inm masih tetap sadja. Menurut statistik pendapatan (keun­tungan) para penjelenggara bioskop-bioskop sama meningkattinggi, sehingga perlu biaja untuk memeriksa film dinaikkan djuga.

^ erdasarkan atas Peraturan Film 1940 (Filmverordening 1940 in f Na 539)’ jang terachir diubah dalam tahun 1948

S \ ?• 155)’ diwakfcu mana nilai uang b3lum sebegituf®epe5 1 sekaranS> anggauta Panitia Pemeriksaan Film

uxiuuk tiap-tiap djam pemeriksaan menerima uang imbalan «£* * ' Djlka dibandingkan dengan kewadjibannja uang ter-djaannja1^ re ’ ticiak sesuai dengan pentingnja peker-

ini. film_filrn itu berdjenis-djenis misalnja : 4tehnik* Propaganda, reklame dan lan-lain,

pan*tia 2rPaksa mempergunakan ahli-ahli karena lihnt rilt bahasanja dan lain sebagainja. Disamping me-nnat dan memikirkannja diadakan puia perundin^an-nerun-karena } £ ? memakan U k tu jang UdaT s K ,sendiri P- anggau.ta mempertahankan pemandangannjaS t a 1 j ang sering-sering mengakibatkan adanja pe-

tt« t 1 ulangan dimuka seluruh anggauta.menerimaP6i??nak aa^ i Ulangan ini angoauta“anggauta tidakPeratuSn karena menurut pasal 17 ajat 1pemilik tid^L^ (Filmverordening 1940, Stbl. 1940 No. 559)

DSffian dinr?ieri U membaJar uang pemeriksaan.minggu senrSS ^n an®*auta 30 dan pemeriksaan 12 kali se-atau 15 d im h p ^ S U v ? apa1; giliran kira"kira 5 kali sebulan

D engan k S a ^ S n terh ltu n S w aktu p erun d in gan n ja.keadaan bah^ i S * g pemeriksaan film, maka akan timbul“ C m e S i,™ lang mendaPat tundjangan bulanan janggauta i t d l n S L t T anum lebih kuranS daripada para ang-mengenai S d r L ! djawab ketua lebih berat, baikkantor P an itia p Pn^ n tS ? ’ m aupun m engenai ad m in istrasimaka keUia djika i^ if -^ J 1 . Den®an perubahan pasal 12 ini,uang pemeriksaan ■ ^emeriksa film dapat djuga menerimariksfaS “ pel jan" ’ sX 1Im L d]U8a 1P“ lu « ika diadakan pem e-

Tentane: naia- wnKti fiaius dipimpm oleh ketua sendiri.rangkan h a h w ^ n S i ,kDpada ahli-penasehat dapat dite- rangKan, bahwa pada waktu ini mefeka itu s-.ngat dibutuhkan512

Page 511: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

sekali untuk memeriksa film-film jang misalnja asal dari Tiongkok, Rusia dan lain-lain. Pekerdjaan mereka itu ialah menterdjemahkan perkataan-perkataan asing itu dalam bahasa Indonesia dan djuga memberi pemandangannja. Oleh karena kesempatan untuk memeriksa film-film itu tidak banjak, maka uang imbalan jang tiap-tiap bulan diterimanja tidak begitu banjak. Dari sebab itu dipandang perlu menambah banjaknja uang imbalan untuk ahli-ahli tersebut.

Perubahan-perubahan dan tambahan djumlah-djumlah biaja jang diusulkan ini telah mendapat persetudjuan pula dari Kepala Kantor Pengendalian Harga Republik Indonesia.

U.U. 1951-33513

Page 512: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 27 TAHUN 1951

TENTANGMEMPERPANDJANG DJANGKA WAKTU JANG DITENTUKAN DALAM PASAL 3 DARI PERATURAN PEMERINTAH No. 1

TAHUN 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa tugas-kewadjiban jang dibebankankepada Dewan Pemerintah Daerah Sementara Propinsi Sumatera Tengah, seperti dinjatakan dalam pasal 3 dari Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1951, karena beberapa hal tidak dapat diselesaikan dalam djangka waktu 6 (enam) bulan jang telah ditetapkan ;

b. bahwa Dewan Pemerintah Daerah Sementara Propinsi Sumatera Tengah dengan keputusan- nja tanggal 7 Djuni 1951 No. 24/D.P.S./51 telah memutuskan menjerahkan k'epada Pe­merintah Pusat tentang pembentukan D.P.R- Daerah Propinsi Sumatera Tengah jang diwa­djibkan kepada Dewan Pemerintah Daerah Sementara Propinsi Sumatera Tengah dengan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1951 dan kedudukan Dewan Pemerintah Daerah Seanen- tara Propinsi Sumatera Tengah seterusnja ;

c. bahwa untuk menjelesaikan tugas-kewadjiban seperti tersebut pada a dalam hubungan per­aturan baru jang segera akan ditetapkan ole<h pemerintah untuk mengganti Peraturan Pe­merintah No. 39 tahun 1950, djangka waktu tersebut dalam pasal 3 dari Peraturan Peme- rintah No. 1 tahun 1951 perlu diperpandjang.

Menaingat . pasal 142 dan 98 Undang-undang Dasar Semen­tara Republik Indonesia dan pasal 46 ajat 1, pasal 25 ajat 1 Undang-undang No. 22 tahun 1948, peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 4 tahun 1951.

514

Page 513: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Menetapkan :PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MEMPERPANDJANG DJANGKA WAKTU JANG DITENTUKAN DALAM PASAL 3

DARI PERATURAN PEMERINTAH No. 1 TAHUN 1951

Pasal 1

Djangka waktu jang tersebut dalam pasal 3 dari Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1951 diperpandjang dengan suatu djangka waktu, jang lebih landjut akan ditentukan oleh Men­teri Dalam Negeri.

Pasal 2

Peraturan Pemerintah ini. mulai berlaku pada hari diundang­kan 8 Djuli 1951. ,

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 4 Djuli 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHD. HATTA

PERDANA-MENTERI,SOEKIMAN

MENTERI DALAM NEGERI,ISKAQ TJOKROHADISURJO

Diundangkan pada tanggal 7 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN AD INTERIM,M.A. PELLAUPESSY

M e m u t u s k a n :

n

515

Page 514: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH No. 27 TAHUN 1951

Oleh karena factor-factor jang obiektif a.i. berhubung clengan Mosi-Hadikusumo c.s. mengenai Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1950, tugas-kewadjiban jang dibebankan kepada Dewan Bsmerintah Daerah Sementara Propinsi Sumatera Tengah dalam djangka waktu 6 bulan, jang ditentukan pasal 3 dari Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1951, tidak dapat dipenuhi.

Bsrhubung dengan hal itu, maka Pemerintah berpendapat untuk memberikan kesempatan kepada D.P.D. Sementara Pro­pinsi Sumatera Tengah untuk melaksanakan tugas-kewadjiban tersebut diatas berhubung dengan Peraturan baru jang dalam waktu jang singkat ditetapkan untuk mengganti Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1950.

516

Page 515: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 28 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH PERATURAN LALU-LINTAS DJALAN

(WEGVERKEERSVERORDENING, STAATSBLAD 1936 No. 451)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Undang-undangLalu-lintas Djalan, sebagaimana jang telah di­tambah dan diubah dengan Lembaran Negara 1951 No. 42, perlu diadakan perubahan pada Peraturan Lalu-lintas Djalan (Wegverkeersver- ordening, Staatsblad 1936 No. 451) ;

Mengingat : Undang-undang Lalu-lintas Djalan (Wegver-keersordonnantie, Staatsblad 1933 No. 86), seba­gaimana jang telah diubah dan ditambah, terachir dengan Undang-undang No. 7 tahun1951 ;

Mendengar : Dewan Menteri tanggal 30 Djanuari 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH UNTUK MENGUBAH PERATURAN LALU-LINTAS DJALAN (WEGVERKEERSVERORDENING,

STAATSBLAD 1936 No. 451)

Pasal I

Pada pasal 2 ajat (1), dibawah g, ditiadakan anak kalimat : ” , atau, dimana ini tidak ada digubernemen Jogjakarta dan Surakarta dengan penetapan gubernur jang bersangkutan dan ditempat lain dengan penetapan residen jang bersangkutan”.

Pasal 4 ajat (1) dibawah ke-3, harus dibatja : ke-3. ketika hendak masuk kedjalan raja datang dari djalan

simpangan, kepada lalu-lintas didjalan raja ; jang diang­gap djalan raja adalah djalan-djalan jang ditundjuk se­bagai demikian oleh Gubernur-gubernur propinsi untuk kepentingan lalu-lintas langsung, dalam lingkungan kota- kota djuga djalan-djalan jang sebagai demikian ditundjuk dengan keputusan Dewan Pemerintah Daerah kota-kota itu.

Pada pasal 5 ajat (2) ditiadakan anak kalim at: ” , atau di­mana ini tidak ada, digubernemen Jogjakarta dan Surakarta dari Gubernur jan$ bersangkutan dan ditempat lain dari Resi­den jang bersangkutan”.

517

Page 516: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pada pasal 8 ajat (1) ditiadakan anak k a lim a t: ” , dan di­mana ini tidak ada, dengan aturan-aturan dan peraturan- peraturan kepolisian seperti jang dimaksudkan pada pasal 129 Tata-Negara Indonesia’’.

Pada pasal 8 ajat (2) ditiadakan anak k a lim at: ” , atau, djika ini tidak ada, digubernemen Jogjakarta dan Surakarta dengan penetapan Gubernur dan ditempat lain dengan penetapan Residen”.

Pada pasal 11 ajat (8) ditiadakan anak k a lim at: ” , dan dimana ini tidak ada, dengan aturan-aturan dan peraturan- peraturan kepolisian seperti jang dimaksudkan pada pasal 129 Tata-Negara Indonesia” .

Pasal 13 ajat (2) harus dibatja :(2) Izin ini diberikan djika sekalian djalan-djalan jang diguna­

kan sebagai tempat mengadakan perlombaan atau patjuan itu :a. terletak didalam sesuatu kota oleh Walikota ;b. terletak didalam sesuatu kabupaten oleh Bupati ;c. terletak didalam lebih dari satu kabupaten tetapi dalam

satu propinsi oleh Gubernur ;d. terletak didalam lebih dari satu propinsi oleh Menteri

Dalam Negeri.Pada pasal 23 ajat (3) ditiadakan anak kalimat : ” , atau,

dimana ini tidak ada, digubernemen Jogjakarta dan Surakarta dengan penetapan Gubernur dan ditempat lain dengan pene­tapan Residen”.

Pada pasal 30 ajat (8) ditiadakan anak kalim at: ” atau di­mana tidak ada daerah otonom, digubernemen Jogjakarta dan Surakarta oleh Gubernur dan ditempat lain oleh Residen” .

Pada pasal 30 ajat (7) ditiadakan anak kalimat : ” dan dimana mi tidak ada dengan aturan-aturan dan peraturan- peraturan kepolisian seperti jang dimaksudkan dalam pasal 129 dari Tata-Negara Indonesia”.------------ Aiiuuiicoia .

Pada pasal 31 ajat (4) ditiadakan anak kalim at: ” atau, dimana ini tidak ada dengan aturan-aturan dan peraturan- peraturan kepolisian seperti jang dimaksudkan dalam pasal 129 dan Tata-Negara Indonesia”.

37 ajat (3) harus dibatja : diberikan, djika permohonan ini mengenai djalan-

djalan :a.

b.

c.

jang diurus oleh seorang pemelihara-djalan oleh atau atas nama pemelihara djalan itu ;jang diurus oleh lebih dari seorang pemelihara djalan. tetapi terletak dalam satu propinsi, oleh Dewan Pemerintah Daerah itu ;T?fileta£ dalani lebih dari1 satu propinsi oleh Menteri Pekerdjaan Umum dan Tenaga.

518

Page 517: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 37 ajat (3a) ditiadakan.Pada pasal 42 ajat (1) ditiadakan anak kalim at: ’’dalam

bahasa Belanda atau bahasa Indonesia” .Pada pasal 48 ajat (2) dan pasal 51 ajat (3) „bestuursressort”

harus dibatja : ,.wilajah-kekuasaan” .Pada pasal 56 ajat (2) „Dienst der Volksgezondheid” harus

dibatja : „Kementerian Kesehatan” .Pada pasal 57 ajat (2) dua kali „lagere wetgevers” harus

dibatja : „daerah-daerah otonom” .Pada pasal 58 ajat (1) ditiadakan perkataan „Pamongpradja

dan”.Pada pasal 59 ajat (1) ditiadakan anak kalimat : „dalam

bahasa Belanda atau bahasa Indonesia”.Pasal 66 ajat (1) harus dibatja :

( 1 ) , , O r g a n i s a s i D j a w a t a n P e m e r i k s a a n K e n d a r a a n B e r m o t o r diatur oleh Menteri Perhubungan”.

Pasal 66 ajat (2) ditiadakan.Pasal 66 ajat (4) harus dibatja :

(4) ..Djuru-periksa kendaraan motor mengadakan sidang pada waktu jang tertentu ditiap-tiap kabupaten pada satu atau lebih tempat”.

Pada pasal 67 ajat (3) perkataan „de afdeling” harus dibatja . ..wilajah kekuasaan” .

Pasal 70 ajat (1) harus dibatja :(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan termaksua

dalam pasal 74 ajat (1) dan (3), maka untuk tiap-tiap pemeriksaan dan pemeriksaan-ulangan liarus dibajar Up. 100.— untuk otobis, mobil gerobak atau traktor tak memakai kereta gandengan atau kereta-tempelan dan Rp. 50,— untuk setiap kendaraan-motor jang lain dan untuk kereta-gandengan atau kereta-tempelan” .

Pasal 70 ajat (3) harus dibatja :<3) „Pembajaran harus dilakukan pada kantor-kantor Peme­

rintah jang ditundjukkan untuk ini” .Dalam pasal 74 ajat (3) untuk „RP- 100—” harus dibatja

,,Rp. 200,—” .Pasal 80 ajat (7) harus dibatja :

(7) ,,Pada mobil umum harus dipasang pada sesuatu tempat jang djelas kelihatan oleli penumpang satu papan atau tulisan, jang menjebut nomor dan huruf seperti jang di­maksudkan dalam pasal 8 ajat (1) ,»Undang-undangLalu-lintas”.

Pada pasal 84 ajat (1) ditiadakan anak kalim at: ” , atau, dimana tidak ada, dengan aturan-aturan dan peraturan- perturan kepolisian seperti jang dimaksudkan dalam pasal 129 Tata-Negara Indonesia” .

519

Page 518: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

. Pada pasal 84 ni*f w,penaektanda’ digubernemen1 Jogjakarta"8* kalimat : "dimana. ini P^etapan Oubemur flan ^ ^ r ^ a n

o f X W « ? „ * “ »« dibatja :

^nU niar5 ri>!ak men£izinkan peri?an Peme™ ^ Daerah£ £ £ £ ! “ dlM ehkan didalaVtem nPIM? n itu' janS berke- k eoa d A ? f lnman ketetapan in, ga bulan sesudah

Perhubungan’ ltU memmta Perbandingan<2J -Sesuatu permohnn?8 d/ ba« a =

PeManek t“ ntUk “ ^"gubah^ah11 maksud dari Pihak jang

dan mpniorr P mi> diumumkan rie.io djuga sesuatu kepu- selama h ■ j nn a untuk dikpta?^1-1 tjara menempelkan kepSSsinhi?ri ? kantor pembes£m ! 5 u\ oleh setiap orang jah kekim n Pada kantor v f ? ? bei'kuasa mengambil

,dilaI^ oleh S ” Bupati Jang wila- diambil itu n ift keputusan jang h e n S % dlS3but dalam Pinsi selain dar kftomeaigenai Pwdiallnan ^ jang teIahkan Pula daia™ -£J a Jan& demikian ^ otobis mterpro-

Pato pasal 89 ™ Bf rita Nefara™ kWn ltu" hal ^ diumum-„sub a”. “ ajafc (3) ditiaHoU„Pasal 97 ajat f5) h n perkataan“perkataan

-Penetipan d £ f US vbatj'a :

r IV dilakLlkanPenetapan in ? * kePada Menteri Pp -I / kutlPan ketetapan

nSSS^Terhadap sesuatu ilin d ba^ a '

seasuddahahaf 3fni n6? 6^ 3ang dimaksud-p S » ga» k» a 1 m S

dimoda pasal 98 aiaf IAS Keidjaan Umum dan

S S “ C L » i ™ s „ ‘ x * «

Pi& 'tSi a“ a“«“ X . a3^“ s(7J ..Keputusan untuk “ I dlbat^ =

Persetudfua™ ^ (6) «dak MaifuUk djalan menurnt Pene- bersangkutan” an Peme z ^ t ^ ukan/e b e lu m mendapat

520 '• Propinsi jang

Page 519: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 98 ajat (8) harus dibatja :(8) ,.Terhadap sesuatu keputusan seperti jang dimaksudkan da­

lam ajat (7), jang berkepentingan dapat meminta perban- dingan kepada Menteri Pekerdjaan Umum dan Tenaga dalam tempo satu bulan sssudah tanggal keputusan itu” .

Pada pasal 99 ajat (2) untuk „Directeur van Verkeer en Waterstaat”, harus dibatja : ,.Menteri Pekerdjaan Umum dan Tenaga” .

Pasal 99 ajat (3) harus dibatja :(3) ,,Dari pemberian izin, jang dikeluarkan oleh pemelihara-

pemelihara djalan jang tidak dipelihara oleh Negara atau Daerah-daerah otonom, sehelai salinan dikirim kepada Dewan Pemerintah Daerah Propinsi jang bersangkutan” .

Dalam pasal 99 ajat (4) ditiadakan perkataan-perkataan : „dan pembesar-pembesar”.

Pasal 99 ajat (5) dan (6) harus dibatja :(5) „Terhadap penolakan, pentjabutan atau pembatalan sesuatu

izin, bagi jang berkepentingan diadakan kasempatan untuk meminta perbandingan kepada Menteri Pekerdjaan Umum dan Tenaga.

(6) Djika permintaan perbandingan tentang penolakan atau pentjabutan sesuatu izin ini ternjata beralasan, maka izin ini diberikan oleh Menteri Pekerdjaan Umum dan Tenaga” .

Pasal 102 ajat (2) harus dibatja :(2) ,.Mengenai djalan-djalan jang dipelihara oleh selain dari

Negara atau Daerah otonom hal ini dilakukan hanja setelah mendapat pengesahan dari Bupati” .

Pasal 103 ajat (2) harus dibatja :(2) ..Mengenai djalan-djalan jang dipelihara oleli selain Negara

atau Daerah otonom, hal ini dilakukan hanja setalah men­dapat pengesahan dari Dewan Pemerintah Daerah Propinsi jang bersangkutan”.

Pasal 106 ajat (1) harus dibatja :(1) ..Ketetapan-ketetapan jang- dimaksudkan dalam pasal-pasal

4 ajat (1). 5 ajat (2), 8 ajat-ajat (2) dan (3), 10 ajat (1), 23 ajat (3). 84 ajat (2) dan 98 ajat-ajat (4) dan (5) di- umumkan di Berita Negara” .

Pada pasal 110 ajat (1) dibawah ke-1 untuk ,.digubernemen Jogjakarta dan Surakarta oleh Gubernur dan ditempat lain oleh Residen” harus dibatja : ,,oleh Gubernur”.

Pada pasal 110 ajat (1) dibawah ke-3 untuk : ,.dari propinsi” harus dibatja : ,,dari” .

Pasal 110 ajat (1) dibawah ke-5 harus dibatja : ke-5. ..Crang-orang jang diangkat sebagai pegawai polisi tak

bergadji oleh Gubernur — dengan memperhatikan petun- djuk-pelundjuk jang diberikan dalam hal ini oleh Menteri Dalam Negeri — dan, djika mengenai wilajah jang lebih luas dari propinsi, ijang diangkat oleh Menteri Dalam Negeri.

Page 520: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

" F B s g s S f f e - - '■> ~Pa5S nn o aat Ut m T l D^amUrNaegeP“ gangkatannia darl Gu'

(6> ajat ( i , dalam men-pelanggaran terhadap Undanp- -. mentJari pelanggaran- j^rada dibawah perintah K e S n J n? Lalu-lintas Djalan”

■ ^ erf ka anS tidak menpri™ ?0 151an dalam w ilajah- dan Menteri- Dalam Negeri setian ^ SJ\rat PenSangkatannja

<?> <3? dat ja ■S ^ a^-kendaraan tWa? beriaI™ terhadapmpini acrah otonom dan 71 ^uPa an oleh Negara,

untuk keperiuan djabatiSi ' C’ aerah SwapradjaSelama menurut P e ra fu r -F ^ 1 11

s s a r “ "

ourant harus dibatja : „Berita Ne,ara»Peraturan PemerinfaK Sa Ul1 Djuli 1951. ermtah m i mula.Agar supaja seti Pada tan^ alItqm __ ^ *•. ®etiaD ornnrr ___ _

jrcinerint«^ • Pem erintah- NeSara Republik InaS iStagan penem"

p K S * * di-°TakartaPRESIDEN R E m i ! DjUli 1951'

S O F »^ ?K INDONESIA,, . Dvr feOEKARNo Diundangkan TERi )T f RHUBUNGAN,

S i r s / * “ »■ ■ » . “

» “ « s a s u-

Page 521: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURA1J PEMERINTAH No. 28 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH PERATURAN LALU-LINTAS DJALAN

(WEGVERKEERSVERORDENING, STAATSBLAD 1936 No. 451)

P e r u b a h a n - p e r u b a h a n jang dimaksudkan pada „Peraturan Lalu-lintas Djalan” dengan rantjangan Peraturan Pemerintah ini sama sifatnja dengan perubahan-perubahan pada „Undang- undang Lalu-lintas Djalan” jang diadakan dengan Undang- undang No. 7 tahun 1951, oleh sebab itu perubahan-perubahan jang diusulkan itu tidak perlu disertai dengan pendjelasan chusus pasal demi pasal.

Hanja ada satu soal jang harus mendapat perhatian.Berhubung dengan pemisahan Kementerian Perhubungan,

Tenaga dan Pekerdjaan Umum jang dahulu mendjadi Kemen­terian Perhubungan dan Kementerian Pekerdjaan Umum dan Tenaga, maka kekuasaan-kekuasaan jang diberikan kepada Direktur Perhubungan dan Perairan, seharusnja dipindahkan sebagian kepada Menteri Pekerdjaan Umum dan Tenaga. Kekuasaan-kekuasaan ini ialah jang berkenaan dengan peme­liharaan djalan-djalan. Hal ini didapat dalam pasal-pasal 37 aiat (3) dibawah c, 97 ajat (5), 98 ajat (8) dan 99 ajat-ajat <2), (5) dan (6).

Pasal 37 mengatur pemberian-pemberian izin untuk mendja­lankan kendaraan motor jang mempunjai pasangan lebih dari satu kereta-gandengan didjalan raja. Oleh karena hal ini sangat memberatkan pemeliharaan djalan, maka kekuasaan untuk memberi izin ini diberikan kepada pemelihara djalan. Peraturan-peraturan jang lain adalah mengenai penentuan kelas-kelas-djalan, penentuan mana tudjuannja ialah untuk mendjamin terpeliharanja djalan-djalan dan djembatan- djembatan.

Kekuasaan-kekuasaan jang lain jang oleh Peraturan Lalu- lintas Djalan diberikan kepada Direktur Perhubungan dan Perairan jang dahulu adalah berkenaan dengan keamanan dan kebebasan lalu-lintas dan dengan sendirinja harus berpindah kepada Menteri Perhubungan.

Peralihan ini diatur dalam pasal II dibawah a.

523i i

* r 1

Page 522: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 29 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN

PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERTANIAN KEPADA PROPINSI DJAWA-BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan-keten­tuan dalam pasal 4 ajat (1) dan (2) dan pasal 5 dan Undang-undang- No. 11 tahun 1950, perlu segera diserahkan bebsrapa urusan Pemerintah Pusat mengenai pertanian kepada Propinsi D jawa-Barat;

Mengingat : Undang-undang No. 22 tahun 1948 R.I. (-Jogja­karta) dan pasal 98 dan 131 dari Undang-undang pasar Sementara ;

Mengingat lagi : Keputusan-keputusan Dewan Menteri dalam rapat k&-38 dan 45 masing-masing pada tanggal 8 Pebruari 1951 dan 10 Maret 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan Peraturan Pemerintah sebaerai berikut • P E N j J r a ^ N S a S f m p f ™ 6 P E L A K S A N A A N

P u l l ^ p e m e r i n t a hDALAM LAPANGAN PERTANIAN KEPADA PROPINSI DJAWA-BARAT

BAB 1Tentang hal pertanian rakjat

Pasal 1daer'ahnjf, pert» nl“ rakjat didalammemperhatikan Petundjuk-petundjulTdai^Men^eH'pert’anfan’811

Pcis^l 2

j S S ' S S ' S S r n ®k e w a d jib a n n ja . ‘ P io p m s i m e n je l e n g g a r a k a n

Pasal 3

d e ™ r P e " t e h h Da\“ a t tantUan Dewan'kungan daerah PropinsT membant , P ^ Wahf n. £ alam ling-mengumpulkan tjatatan-tjatatan dan a n ^ a t g k a " d a r fp S -524

Page 523: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ianian dan dari pertjobaan-pertjobaan pemotongan padi (proefsnitten) untuk kepentingan statistik pertanian atau politik penetapan harga-harga pasar dari hasil pertanian.

BAB IITentang hal penjelidikan dan pertjobaan

Pasal 4Untuk mengadakan pertjobaan-pertjobaan guna memetjah

soal teknis dalam lapangan pertanian, Dewan Pemerintah Daerah Propinsi terlebih dahulu harus mendapat persetudjuan dari Menteri Pertanian.

Pasal 5Dewan Pemerintah Daerah Propinsi diserahi urusan melak-

sanakan pertjobaan-pertjobaan dan penjelidikan-penjelidikan perusahaan dan cultuur (bedrijfs- dan cultuurontledingen) dalam lapangan pertanian jang dipandang perlu oleh Menteri Pertanian menurut petundjuk-petundjuk jang ditetapkan oleh Menteri tersebut.

Pasal 6Djika dipandang perlu oleh Menteri Pertanian, Dewan

Pemerintah Daerah Propinsi memberi bantuannja terhadap segala penjelidikan-penjelidikan jang dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 7Belandja-belandja untuk membiajai usaha-usaha dan tin-

dakan-tindakan jang chusus berkenaan dengan ketentuan- ketentuan dalam pasal 5 dan pasal 6 ditanggung oleh Menteri Pertanian.

BAB IIITentang hal persediaan benih, !bibit dan bidji tanam-tanaman

clan alat-alat pertanian

Pasal 8Untuk mendjaga agar setiap waktu tersedia tjukup benih,

bibit dan bidji tanam-tanaman jang terbaik, Propinsi menga­dakan kebun-kebun bibit dan benih (zaadhoeven).

Pasal 9propinsi menjediakan alat-alat pertanian untuk dibagi-

bagikan kepada daerah-daerah otonom bawahan dalam lingkungan daerahnja. ^

525

Page 524: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAB IVTentang hal pembatasan dan pentjegahan penjakit-penjakit

dan gangguan-gangguan tanam-tanamanPasal 10

Propinsi mengadakan tindakan-tindakan dan memimpin pembanterasan dan pentjegahan penjakit-penjakit dan gang­guan-gangguan tanam-tanaman dalam lingkungan daerahnja.

Pasal 11(1) Propinsi mengawasi dan membantn daerah-daerah

otonom bawahan didalam lingkungan daerahnja dalam usahanja membanteras dan mentjegah penjakit-penjakit dan gangguan-gangguan tanam-tanaman.

(3) Djika dipandang perlu oleh Menteri Pertanian, Dewan Pemerintah Daerah Propinsi memesan obat-obatan dan lain- lain sebagainja untuk keperiuan pembanterasan dan pentje­gahan penjakit-penjakit dan gangguan-gangguan seperti jang tersebut dalam ajat (1) dari persediaan Negara dengan peran- taraan Menteri tersebut.

Pasal 12berdjan£kit penjakit atau gangguan tanam -

• den° an hebat, sehingga sangat dikuatirkan akan n keadaan makanan rakjat, maka Dewan Peme­

rintah Daerah Propinsi selekas-lekasnja mengadakan perun-berfflSn « fnea? Menteri Pertanian untuk membitjarakan diadakan tentang tindakan-tindakan jang dipandang perlu gan“ n K u? embanteras dan mentjegah penjakit atau

BAB Veniang hal propaganda-propaganda dan dcmonstrasi-

demonstrasi pertanian. . Pasal 13

djiwaPtani usalia:~usaha untuk menggerakkanantara lain, d e ^ g a n lja la n f 1 ^ dan dinamis’

S s f -o r g a S s S " aPnT?bentUkan ^ berkemban8™a organi-b' latihan- la« h an, darmawi-

tjontoh ^ T a p at’- raPat " nd]Ukan‘ pertundjukan- ‘ j™ 4011-P“ to® taan-perlombaan

' “ opne?“ f-kUo^erasibt o r ni'a perkumPulan-Pei* '™ P 'ilan dan 526

Page 525: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 14(1) Propinsi mendirikan balai-balai perpustakaan dan

balai-balai pertundjukan jang bersangkutan dengan pertanian.(2) Propinsi mengeluarkan madjalah-madjalah, brosur-

brosur jang memuat patundjuk-petundjuk dan rentjana- rentjana dalam lapangan pertanian.

Pasal 15Propinsi berusaha agar pegawai-pegawai ahli Propinsi pada

waktu-waktu jang tertentu menurut rentjana jang telan ditetapkan, mengadakan inspeksi didalam lingkungan daerah Propinsi tentang keadaan pertanian dan membuat laporan tentang hasil inspeksi tersebut.

Pasal 16Dalam melaksanakan usaha-usaha jang- tersebut dalam pasal

13 dan 14 ajat 1 dan 2 Propinsi sedapat mungkin mengadakan perhubungan jang rapat dengan instansi-instansi lain dan organisasi-organisasi tani.

BAB VI Tentang hal pendidikan

Pasal 17Propinsi menjelenggarakan pendidikan pertanian dengan

mendirikan sekolah-sekolah perusahaan pertanian (landbouw- bedrijfsscholen), sekolah-sekolah pertanian rendah dan kursus- kursus tani menurut pedoman-pedoman jang diberikan oleh Menteri Pertanian.

BAB VIITentang hal rapat-rapat dengan Menteri Pertanian

Pasal 18(1) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi mengusahakan,

supaja Kepala Djawatan Pertanian Propinsi memenuhi pang- gilan-panggilan dari Menteri Pertanian untuk mengadakan pembitjaraan-pembitjaraan bersama tentang urusan teknisdalam lapangan pertanian.

(2) Biaja untuk memenuhi panggilan-panggilan itu ditang- gung oleh Menteri Pertanian.

BAB VIIITentang hal penjerahan urusan-urusan lain dari pertanian

kepada propinsiPasal 19

Mengingat keadaan dan setelah berunding dengan Menteri Dalam°Negeri, maka urusan-urusan lain dalam lapangan per­tanian dengan Peraturan Menteri Pertanian berangsur-angsur diserahkan kepada Pemermtahan Daerah Propinsi.

527

Page 526: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAB IXTentang hal penjerahan urusan-urusan pertanian kepada

daerah-daerah otonom bawahan

Pasal 20(1) Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi, dengan

memperhatikan petundjuk-petundjuk jang diberikan oleh Menteri Pertanian dan setelah mendengar pertimbangan- pertimbangan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat- Daerah oto­nom bawahan jang bersangkutan, lebih landjut menjerahkan kepada daerah-daerah otonom bawahan tersebut, urusan- urusan jang termasuk dalam pasal 8, pasal 10 dan pasal 1-1 ajat-ajat 1 dan 2, beserta segala sesuatu jang bersangkutan dengan urusan-urusan itu.

(2) Peraturan-peraturan Daerah Propinsi jang melaksana- rHn uP: njerahan urusan-urusan jang tersebut dalam ajat 1 tidak berlaku, sebelum mendapat persetudjuan dari Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri.

(3) Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi mengadakan Koorainasi dan pengawasan terhadap daerah-daerah otonom oawahan dalam menjelenggarakan urusan-urusan jang dise- rahkan kepadanja menurut ajat 1 .

Pasal 21r ip ? ^ an P?riyakilan Rakjat Daerah Propinsi, setelah men-

Pertimbangan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat Daerah oleh Mpr^o?aS ail jang bersangkutan dan setelah disetudjui nipmV.iSn' I Pei’tanian dan Menteri Dalam Negeri, dapat me-

rin? ^)a1 t 1daerah~daerah otonom bawahan tersebutdalam urn?an i 1? engenai urusan pertanian jang termasuk urusan rumah tangga Propinsi.

Pasal 22diseraStn9' ™usan-urusan jang tersebut dalam pasal 20 ajat 1 ketenttoSketpS?S« ^ a h -d a e r a h otonom bawahan, maka dan pasal 21 ^ anf . janS dl™aksud dalam pasal 15, pasal 16

d aerah o^ on ^ m ^ a w a h a rT 'ja n ^ t^ ersa n g k u ta n !11 ^ “

_ BAB Xen ang hal bentuk flan susunan Djawatan Pertanian Propinsi

Pasal 23Propinsi, Pro^ns^memDerh H11f n'*usun Diawatan Pertanian Menteri Pertanian. mempeihatlkan Petundjuk-petundjuk dari

528

Page 527: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAB XITentang hal bangunan-bangunan, tanah-tanah, alat-alat,

hutang-piulang dan perusahaan-perusahaan

Pasal 24(1) Kepada Propinsi diserahkan untuk diurus dan dipelihara

segala bangunan-bangunan dan tanah-tanah guna menjeleng­garakan kewadjiban Propinsi dalam urusan pertanian.

(2) Kepada Propinsi diserahkan untuk mendjadi miliknja segala alat-alat dan perkakas-perkakas jang dipakai guna ke­pentingan urusan tersebut dalam ajat (1).

(3) Hutang-piutang jang bersangkutan dengan urusan-urusan pertanian jang diserahkan, jang ada pada waktu pe­njerahan ini, mendjadi urusan Propinsi.

(4) Kepada Propinsi diserahkan untuk diselenggarakan,perusahaan-perusahaan pertanian kepunjaan Pemerintah Pusat, jang lebih landjut akan ditentukan oleh Menteri Pertanian.

BAB XII Tentang hal pegawai

Pasal 25(1) Untuk menjelengarakan kewadjiban Propinsi dalam

urusan pertanian dengan keputusan Menteri Pertanian kepadapropinsi: ,a. diserahkan pegawai-pegawai negara untuk diangkat men­

djadi pegawai Propinsi;b. diperbantukan pegawai-pegawai negara untuk dipekerdja­

kan kepada Propinsi.(2) Pemindahan pegawai-pegawai negara jang diperbantu­

kan kepada Propinsi kelain Propinsi diatur oleh Menteri Per­tanian, sesudah mendengar pertimbangan Dewan PemerintahDaerah Propinsi. .

(3) Pemindahan pegawai-pegawai negara jang diperbantu­kan kepada Propinsi dalam lingkungan Daerah Propinsi, diatur oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi, dengan mem­beritahukan kepada Menteri Pertanian.

BAB XIII Tentang hal keuangan

Pasal 26Untuk penjelenggaraan urusan pertanian dalam Propinsi

Djawa-Barat, untuk tahun dinas 1951 diserahkan kepada Pro­pinsi Djawa-Barat uang sedjumlah jang akan ditetapkan dalam ketetapan Menteri Rertanian. *

529U.U. 1951-34

Page 528: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAB XIV P e n u t u p

Pasal 27Peraturan Pemerintah ini dinamakan „Peraturan Pemerintah

tentang pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Peme­rintah Pusat dalam lapangan pertanian kepada Propinsi Djawa-Barat”.

Pasal 28Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal

1 Djuli 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 27 Djuni 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI DALAM NEGERI, Mr. ISKAQ TJOKROHADISURJO

MENTERI PERTANIAN,Ir. SOEWARTO

Diundangkan pada tanggal 23 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

530

Page 529: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

TENTANGHAL PELAKSANAAN PENJERAHAN DARI URUSAN

PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERTANIAN KEPADA PROPINSI DJAWA-BARAT

Pendjelasan Umum

1. Maksud Peraturan Pemerintah ini ialah untuk melaksanakan penjerahan urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan pertanian kepada Propinsi Djawa-Barat. penjerahan mana dalam azasnja dan dalam garis-garis besarnja telah ditentu­kan dalam pasal 4 ajat (1) dan (2) dari Undang-undang pembentukan No. 11 tahun 1950.

2. Dalam melakukan penjerahan urusan pertanian jang dimak­sud itu, maka urusan Propinsi dibagi atas :a. urusan pertanian jang termasuk urusan rumah tangga

Propinsi sendiri (otonomi) ;b. urusan pertanian jang karena sifatnja mendjadi urusan

Pemerintah Pusat (Kementerian Pertanian), akan tetapi hanja tjara pelaksanaannja diserahkan kepada Propinsi (medebewind) dan

c. urusan dalam hal pertanian jang semata-mata bersifat pertolongan terhadap usaha-usaha dari Pemerintah Pusat, jang tiada mengakibatkan suatu penjerahan tanggung djawab.

3. Untuk dapat membeda-bedakan dasar sifat urusan-urusan jang dimaksud diatas, maka dalam Peraturan Pemerintah ini digunakan perkataan-perkataan masing-masing :a. „Propinsi” (lihat pasal-pasal 1, 2, 8, 9, 10, 11 ajat (1), 13,

14, 15, 16, 17, 23 dan 24) ;b. „Dswan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi” , „Dewan

Pemerintah Daerah Propinsi”, satu dan lain sesuai dengan ketentuan dalam pasal 24 Undang-undang No. 22 tahun 1948 (lihat pasal-pasal 4, 5, 12, 18 dan 25 ajat (3) ;

c. ,.Dewan Pemerintah Daerah propinsi” (lihat pasal-pasal3, 6 dan 11 ajat (2).

4. Djika dipandang dari sudut pasal 131 Undang-undang Dasar Sementara, Undang-undang No. 22 tahun 1948 dan djuga Undang-undang Pembentukan No. 11 tahun 1950, maka penjerahan hak dan kekuasaan-kekuasaan jang mengenai soal pertanian ini nampaknja adalah masih agak terbatas dan terikat; sebenarnja tidaklah demikian halnja.

Keadaan pada dewasa ini, berhubung dengan kesukaran- kesukaran mengenai soa? pegawai, penempatan tenaga-

PERATURAN PEMERINTAH No. 29 TAHUN 1951

531

Page 530: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

tenaga ahli, tenaga-tenaga teknik dan sebagainja, penje­rahan dalam urusan pertanian harus didjalankan dengan saksama, sehingga pelaksanaannja tidak akan terlibat dalam kesukaran-kesukaran.

5. Mengingat keadaan, urusan-urusan pertanian jang masih belum diserahkan kepada Propinsi; penjerahan ini dilak- sanakan dengan keputusan Menteri Pertanian sesudah tentang soal-soal jang akan diserahkan itu diadakan perundingan-perundingan dengan Menteri Dalam Negeri (pasal 19 Peraturan Pemerintah).

6. Selandjutnja diterangkan disini, bahwa segala urusan- urusan pertanian jang sebenarnja harus diselenggarakan oleh daerah-daerah otonom dibawah tingkat Propinsi, (lihat pasal 20 ajat (1) Peraturan Pemerintah), dengan Peraturan Pemerintah ini, untuk sementara, turut diserahkan kepada Propinsi, dengan maksud supaja Propinsi telah landjut me­njerahkan urusan-urusan otonom jang berkepentingan.

Untuk mendjaga agar Dewan Perwakilan Rakjat Propinsi jang dikuasakan untuk melaksanakan kewadjiban tersebut, betul-betul mendjalankannja, maka dalam hal penjerahan landjutan itu, Dewan Perwakilan Rakjat Propinsi memper- hatikan petundjuk-petundjuk dari Menteri Pertanian dan setelah mendengar pertimbangan-pertimbangan Dewan- dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi jang mengatur lebih landjut itu dapat didjalankan, djikalau sudah mendapat persetudjuan dari Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri.

7. Lain daripada jang disebut dalam pendjelasan sub 6 diatas, Peraturan Pemerintah ini memberi kesempatan kepada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi untuk menjerah­kan sebagian dari hal-hal jang termasuk dalam urusan rumah tangga Propinsi sendiri kepada daerah-daerah oto­nom bawahan (pasal 21).

532

Page 531: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PENDJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Walaupun urusan pertanian rakjat didalam Propinsi telah diserahkan sebanjak-banjaknja kepada Propinsi, namun masih ada hal-hal jang untuk sementara diunis langsung oleh Pemerintah Pusat, jaitu misalnja hal-hal jang masuk dalam Rentjana Kesedjahteraan Istimewa. Ini disebabkan oleh karena hal-hal tadi tidak melulu mengenai kedaerahan sadja, akan tetapi mengenai umum Pusat, bahkan kadang-kadang bersifat internasional, sehingga Pemerintah lebih mempunjai overzicht daripada Propinsi. Lagi pula biaja jang bersangkutan dengan hal-hal itu sering begitu besar, sehingga sukar sekali untuk dipikul oleh Propinsi. Akan tetapi djika penjelenggaraan Rentjana Kesedjahteraan Istimewa tadi telah selesai, maka pemeliharaannja eksploitasi selandjutnja akan diserahkan kepada Propinsi, umpama kebun-kebun benih baru, perusahaan- perusahaan ditanah kering, balai pendidikan masjarakat desa, pengairan ketjil-ketjil didesa-desa dsb. Semua ini tidak berarti, bahwa didalam melaksanakan Rentjana Kesedjahteraan Isti­mewa (R.K.I.) Propinsi tidak turut tjampur, itu tidak. Bahkan sebaliknja Propinsi diwadjibkan membantu tenaga dan pimpinan untuk melantjarkan pekerdjaan.

Pasal 2 s/d 3

Tjukup djelas.

Pasal 4

Persetudjuan jang harus didapat lebih dahulu dari Menteri Pertanian ini tidak berarti, bahwa Pemerintah Pusat mengu­rangi hak Dewan Pemerintah Daerah Propinsi tentang hal-hal jang tersebut didalam pasal ini. Alasan jang sebenarnja ialah, oleh karena Propinsi pada ini waktu belum mempunjai alat- alat laboratorium-laboratorium, tenaga-tenaga jang tjukup untuk mengadakan penjelidikan-penjelidikan dan pertjobaan- pertjobaan jang bersifat wetenschappelijk. Sebaliknja Pemerin­tah Pusat mempunjai alat-alat, laboratorium-laboratorium dan tenaga-tenaga ahli jang tjukup untuk mengadakan penjelidikan, dan pemetjahan soal teknis dalam lapangan pertanian, jaitu penjelidikan pertanian di Bogor. Penjelidikan-penjelidikan dan pertjobaan-pertjobaan itu dapat diterangkan seperti berikut:a. untuk memperoleh djenis-djenis matjam-matjam tanam-

tanaman atau benih-benih, bibit-bibit dan bidji-bidji jang memberi hasil dan mutu jang lebih baik dan jang tjotjok dengan keadaan^dan iklim setempat-setempat;

533

Page 532: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. untuk mentjari tjara-tjara bertjotjok tanam jang lebih baik(cultuurmethode), tanaman ganti berganti (vruchtwisseling) atau tjara-tjara menjelenggarakan pertanian (landbouw- methode) ; .

c. tentang pemakaian pupuk buatan (kunstmest), pupuk hidjau (groenbemesters), pupuk kandang (stalmest) dan pupuk lain-lain ;

d. untuk penanaman tanaman obat-obatan guna pemberan- tasan penjakit-penjakit dan gangguan-gangguan tanaman- tanaman.

Perlu diterangkan disini, bahwa hal-hal jang disebutkan dalam a.b.c.d. ini mengenai penjelidikan-penjelidikan dan pertjobaan-pertjobaan jang bersifat wetenschappelijk, djadi tidak berarti, bahwa Pemerintah Daerah Propinsi tidak oebas untuk mempergunakan djenis-djenis tanaman, bibit-bibit, bidji- ■bidji jang terpilih, pupuk-pupuk dan mengadakan vrucht­wisseling, cultuurmethode dsb. dikebun-kebun Propinsi, bahkan sebaliknja Pemerintahan Daerah Propinsi diandjurkan mem­pergunakan (toepassen) semua itu seluas-luasnja sebagai hasil dari penjelidikan, pertjobaan dan pengalaman jang sudah- sudah.

Djadi sekali lagi hanja penjelidikan dan pertjobaan jang bersifat wetenschappelijk jang harus dapat persetudjuan dari Menteri Pertanian.

Pasal 5 s /d 16Tjukup djelas.

Pasal 17Jang dimaksudkan dengan sekolah perusahaan pertanian

(bedrijfsschool) ialah sekolah pertanian untuk mendidik tjalon- tjalon tani mendjadi orang-orang tani jang dapat mengatur perusahaannja sendiri dan mendapat penghidupan lajak dari perusahaannja tadi. Dengan sendirinja bedrijfsschool ini didi­rikan ditempat-tempat, dimana milik orang tani agak luas dan letaknja terhadap pusat perdagangan hasilnja bumi tidak djauh atau hubungan tidak sukar.

Jang dimaksudkan dengan sekolah-sekolah rendah pertanian ialah sekolah-sekolah pertanian untuk mendidik tjalon-tjalon pegawai teknik pertanian rendah (jaitu mantri-mantri pertanian) dan guru-guru dari kursus-kursus tani.

Kursus tani ialah kursus, dimana mata peladjarannja di- sesuaikan dengan keadaan pertanian setempat-setempat. Lamanja kursus, letak dan mata peladjarannja disesuaikan dengan kebutuhan masjarakat tani.

Semua jang diterangkan diatas tadi akan diatur didalam pedoman jang melulu dibuat untuk keperluan ini.534

Page 533: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tjukup djelas.

Pasal 19 s/d 22

Dipersilahkan melihafc pendjelasan umum ajat-ajat 4, 5 dan 6.

Pasal 23

Dalam membentuk dan menjusun Djawatan Pertanian Propinsi, maka Propinsi pada azasnja dapat menjelenggarakan sendiri urusan ini. Walaupun demikian perlu dikemukakan disini, bahwa pada masa sekarang hal p&njusunan djawatan i.e. pengangkatan pegawai baru masih merupakan salah satu-satu- nja soal jang meminta penuh perhatian jang chusus dari Peme­rintah Pusat. Untuk mentjegah soal ini, seperti dimaklumi, telah ditjari djalan bagaimana dapatnja mengadakan tjara- tjara pengangkatan pegawai-pegawai jang rasionil dan efficient. Supaja Propinsi untuk kepentingan umum dapat melaraskan penjusunan djawatannja terhadap aturan-aturan dari Peme­rintah Pusat, maka penjusunan itu diikat oleh petundjuk- petundjuk Menteri Pertanian, umpamanja tentang hal formasi dsb.

Pasal 24 s/d 25

Tjukup djelas.

Pasal 26

Anggaran belandja Pemerintah Pusat untuk tahun dinas 1951 pada waktu sekarang belum ditetapkan.

Maka dari itu belandja mengenai hal urusan pertanian bagi Propinsipun belum ditentukan. Akan tetapi supaja Propinsi dapat membelandjai urusan pertanian jang diserahkan itu, maka djumlah uang untuk tahun dinas ini selekas-lekasnja akan ditentukan oleh Menteri Pertanian.

Pasal 18

I?

535

Page 534: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 30 TAHUN 1951

TENTANGP E ^ I N T A ^ p fr Q a i15 11 SEBAQIAN DARI URUSAN RINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN

KEPADA PROPINSI DJAWA-BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

'mban0 . bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuann n H ^ jpasai a]at (1) dan (2) dan Pasal 5 daridiserahkan S N° ' 11 tahun 1950’ Perlu se^ r a m = \ b? erapa urusan Pemerintah PusatBara! ■ kebewanan kepada Propinsi Djawa-

Mengingat : u^dang-undang No. 22 tahun 1948 RepublikUndan^m rt*gJa^ rta) dan pasal 98 dan 131 dari

Mengingat lagi : K e p u t u s l n Sementara Iraoat |pn“j kePutusan Dewan Menteri dalamK r a i b p L n ke~45 masing-masing pada tanggal 8 Pebruari 1951 clan 10 Maret 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut :

PELAKSANAANPUSAT DALAM LAPANGAN AN PEMERINTAH

D J A W A - .B ™ KEPADA PROPINSI

Tentang hal usaha nujmLiii.t ^niadjukan peternakan

ternak\-enS,S“ „ me“ adiukan peternakan, Jo? m jang tersebut dm dalam daerahnja, ter-(2) Tidak termasuk dalam t am / jat (2)-

a ™ X 'Propinsi ialah urusan-urufaiT? Jlb! n jang diserahkan b Uf Ka memasukkan bibit tenJat i ^ tersebut dibawah ini:

^emperternakkan atan daerah Propinsi !p j j f dlbagi-bagikan dalam i w 5 iakan bibit ternak

c met?11? iiang bersanSkutan ; nSkungan diluar daerah

uruPsan PeSrna^an^erJn^9,1 tindakan-tindakan r?o ¥ ’ Jang memPengaruh4 lineirJJi? ^juga ternak djenisdaerah Propinsi jang bersangkutan Jang lebih luas dari

536

Page 535: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(3) Jang dimaksud dengan bibit ternak dalam ajat (2) diatas tidak termasuk ternak djenis unggas.

IP cLSSll 2m propinsi berusaha, supaja daerah-daerah otonom

bawahan jang berada dalam lingkungan daerahnja turut mem- bantu usaha-usaha Propinsi dalam memadjukan urusan peter- nokan termasuk djuga ternak djenis unggas. ^

(2) Propinsi mengatur tjara memberikan pimpinan olehpegawai-pegawai ahli Propinsi kepada pegawai-pegawai ahli Hcri riaprah-daerah jang tersebut dalam ajat (1). _

(3) Untuk pimpinan jang tersebut dalam ajat (2), Propinsi tidak mendapat pengganti kerugian dan daerah-daerah oto- nom bawahan jang bersangkutan.

BAB IITentane1 hal urusan kesehatan hewan ternak dan hal-hal jang

bersangkutan dengan itu

PctS l 3propinsi diserahi menjelenggarakan urusan kesehatan hewan

ternak dan hal-hal jang bersangkutan dengan itu dalamdaerahnja.

rMQnrtiflirmkan pengawasan terhadap kewadjiban- propinsi daerah-daerah otonom bawahan jang berada

kewadjiban dari hnj£l( dalam hal urusan pendjagaandalam lingkunea iflin_iain hal jang bersangkutan dengan " n “ d?se?ahkan kepada daerah-daerah otonom bawahan jang bersangkutan.

Pasal 5■. prnii-daerah otonom bawahan jangUntuk kepentingan da hnj j ang tidafc atau belum

berada dalam Iins^ ^ p eawai ahli propinsi mengatur tjaramempunjai pegawai-p|r s. m mberikan bantuan kepada pegawai-pegawai ann ^ , * ncr bersangkutan dalamdaerah-daerah dalam dlerah masing-melaksanakan urusan k bajaran jang diberikan kepadamasing-masing™enaga aWi jang melakukan pekerdjaan jangdiserahkan itu.

Pasal 6P21SS11 o• • ™ono-nHakan peraturan-peraturan tentang peme-

propmsi ^ P ngkutan, tentang usaha-usahariksaan , ment1etrah serta mengawasi pengamajaan-— —

537

Page 536: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAB IIITentang hal pentjegahan dan pembanterasan penjakit liewan

menular dan penjakit hewan lain

Pasal 7Usaha mentjegah penjakit-penjakit hewan menular, pendja-

gaan mendjalarnja penjakit-penjakit itu sewaktu mengadakan pengangkatan hewan melalui laut kedalam negeri atau bahan- bahan jang berasal dari hewan, demikian pula segala matjam rumput dan rumput kering untuk makanan hewan, usaha men- tjegah penjakit ternak djenis unggas jang menular dan penjakit anajing gila pada andjing, kutjing dan kera, adalah semata- mata kewadjiban Pemerintah Pusat.

Pasal 8(1) Selama Pemerintah Pusat belum metigadakan peraturan-

peraturan pembanterasan, maka Dewan Perwakilan Rakjat JJaerah Propinsi berusaha mengadakan peraturan-peraturan dan usaha-usaha tentang :a. pembanterasan penjakit hewan dan ternak djenis unggas

dan^kera11111 ’ andjing gila pada andjing, kutjingb. pembanterasan penjakit hewan dan ternak djenis unggas iainnj a.rtaioL ^ F ^ ra n -p era tu ran dan usaha-usaha jang dimaksud norJ? Jr tidak boleh didjalankan, sebelum mendapatpersetudjuan dan Menteri Pertanian.mpTri^riP^^21 Pemer!ntj*h Daerah Propinsi mendjalankan dan teknis inni1 ? ’+SU? aja d.ldi aIankan segala petundjuk-petundjukusaha k * n ? Menteri Pertanian tentang usaha-usaha tersebut dalam ajat (1) diatas.

Pasal 9alat-ala? oh D aerah p r °Pinsi memesan obat-obatan,hatan hPl ? ’ sera dan paksin untuk keperiuan kese-Menteri S n i a n 1:1 P6rSediaan NeSara dengan perantaraan

^ Pasal 10d a e r ^ noto ^ enmntahh Daerah Pl'opinsi berusaha, supaja daerah-daerahnia tiirnf n ',ang berada dalam lingkunganpentjegahan dan nemhanfpr«rakan usaha' usaha clalam urusan j bdxian aan pembanterasan penjakit hewan.

m t v - t, ' P asa l 11penjaki? jhekwan menulS- denlan ^rd jangkitdengan memperbatikan P e n ^ D ^ £ S h ^538

Page 537: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

propinsi berhak menarik untuk sementara waktu pegawai- pegawai’ ahli dari Propinsi itu guna membantu daerah jang

t81(2?^ Biaja untuk tindakan-tindakan jang tersebut dalam ajat (1) ditanggung oleh Menteri Pertanian, dengan tidak mengurangi haknja untuk meminta kembali biaja itu dan daerah jang menggunakan bantuan tersebut.

BAB IVTentang hal penjerahan urusan-urusan kehewanan kepada

propinsi

P&Stll 12Mengingat keadaan dan setelah berunding dengan Menteri

Dalam Negeri, maka urusan-urusan lain dalam lapangan ke hewanan, dengan Peraturan Menteri Pertanian berangsur- angsur diserahkan kepada Pemerintahan Daerah Propinsi.

BAB VTentang hal penjerahan urusan-urusan lain dari kehewanan

kepada daerah-daerah otonom bawahan

Pasal 13(1) Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi, dengan

memperhatikan petundjuk-petundjuk jang diberikan oleh Menteri Pertanian dan setelah mendengar pertimbangan- nertimbangan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat daerah otonom bawahan jang bersangkutan, lebih landjut menjerahkan kepada rtaprah-dae>rah otonom bawahan tersebut urusan-urusan jang termasuk dalam pasal 1 ajat (1) dan pasal 3, beserta segala sesuatu jang bersangkutan dengan urusan-urusan itu

(2) P e r a tu r a n -p e r a tu r a n Daerah Propinsi jang melaksana­kan penjerahan urusan-urusan jang tersebut dalain ajat (1) tidak berlaku sebelum mendapat persetudjuan dan Menteri pprtanian dan Menteri Dalam Negeii.

(3) Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi mengadakan koordinasi dan pengawasan terhadap daerah-daerah otonom bawahan dalam menjelenggarakan urusan-urusan jang dise­rahkan kepadanja menurut ajat (1).

PcLS£ll 1 4Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi, setelah men-

den-ar pertimbangan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat daerah otonom bawahan jang bersangkutan dan setelah disetudjui o l e h Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri dapat me­njerahkan kepada pemerintahan-pemenntahan daerah oto- S m bawahan tersebut sebagian dari hal-hal mengenai urusan kehewanan jang termasuk' dalam urusan rumah tangga Propinsi.

539

Page 538: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b a b vtTentang hal bentuk dan susunan Djawatan Kehewanan Propinsi

Dalam membentuk dan m^Sa-1 15 Propinsi, Propinsi m e m n p !w ? ]usun Djawatan Kehewanan Menteri Pertanian. perhatikan petundjuk-petundjuk dari

Tentang hal P e n c U f l f k a ^ g ^ ^ p ^ ^ i ahIi

Propinsi, jan» dalam rnPasal 16 dokter hewan den»an Kehewanannja mempunjaimengadakan pendidikan 3 an Menteri Pertanian bolehmantri hewan dan diurn wai~pegawai ahli, jakni mantri- susu (kirmester). -ajuru pemeriksa hewan, daging dan

Tentang hal rapat-raSf*5^ 11denffan Menteri Pertanian

(1). Dewan Pemerm+.i, Pl sal 17 Pamr^i Kepala Djawatan Kpvfah Propinsi mengusahakan, Pe^bl a Pang§ilan dar* Menteri ppa? an Propinsi memenuhi tehnic i ' pembitJaraan h**. Peitanian untuk mengadakan

t6ntang urusaif-urusan

g™ g oleh Menteri"PmanTan*1 P ^ la n -p a i^ g U a n itu ditang-

Tentang hal ban?4 3 IXbantuan dalam penjeIidika„

(1) Dewan pemp,,illtn, Pasal 18

ten S g keadaan °leh U te r i ' PenS?8* memfaerikan ban~keadaan itu ewan dan sebab .n guna penjelidikan«> Biaja untuk usah* ■ ^ mempenSaruhi

ditanggung cleh M e n t e T ^ ^ diperlukan untuk itu

Tentang hal bangunan-bang^a^ t ,,butang-piuta“ ah' tanah. alat-alat dan

m v ' Pasa* 19segala ban gu n an ^ ban ^ n an ^ dan diPelihararakan kewadjiban p /op in si dalam

«

Page 539: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Kepada Propinsi diserahkan untuk mendjadi miliknja segala alat-alat dan perkakas-perkakas jang dipakai guna kepentingan urusan jang tersebut dalam ajat (1).

(3) Hutang-piutang jang bersangkutan dengan urusan- urusan kehewanan jang diserahkan, jang ada pada waktu penje­rahan ini, mendjadi urusan Propinsi.

BAB XI Tentang hal Pegawai

Pasal 20(1) Untuk menjelenggarakan kewadjiban Propinsi dalam

urusan kehewanan, dengan ketetapan Menteri Pertanian, kepada Propinsi:a. diserahkan pegawai-pegawai negara untuk diangkat men­

djadi pegawai-pegawai Propinsi ;b. diperbantukan pegawai-pegawai negara untuk dipekerdjakan

pada Propinsi.(2) Pemindahan pegawai-pegawai negara jang diperbantu­

kan kepada Propinsi kelain Propinsi diatur oleh Menteri Pertanian, sesudah mendengar pertimbangan Dewan PemerintahDaerah Propinsi.

(3) Pemindahan pegawai-pegawai negara jang diperbantu­kan kepada Propinsi dalam lingkungan daerah Propinsi, diatur oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dengan memberitahu- kan kepada Menteri Pertanian.

BAB XII Tentang hal Keuangan

Pasal 21Untuk penjelenggaraan urusan kehewanan dalam Propinsi

Djawa-Barat untuk tahun dinas 1951 diserahkan kepada Frupinsi Djawa-Barat uang sedjumlah jang akan ditetapkan dalam Ketetapan Menteri Pertanian.

BAB XIII P e n u t u p

Pasal 22Peraturan Pemerintah ini dinamakan : „Peraturan Pemerin­

tah tentang pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan kehewanan kepada Propinsi Dj awii-Barat” .

Pasal 23Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal

1 Djuli 1951. „ '541

Page 540: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja setiap orang dapat m engetahuinja memerintah­kan pengunaangan Peraturan Femermt:ah mi deiigan penem - patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 27 Djuni 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI DALAM NEGERI,Mr. ISKAQ TJOKROHADISURJO

MENTERI PERTANIAN,Ir. SOEWARTO

Diundangkan pada tanggal 23 Djuli 1951

M E N T E R I K E H A K I M A N a . i . ,M. A. PELLAUPESSY

542

I

Page 541: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

TENTANGHAL PELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN

PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN KEPADA PROPINSI DJAWA-BARAT

Pendjelasan Umum

1. Maksud Peraturan Pemerintah ini ialah untuk melaksanakan penjerahan urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan kehe­wanan kepada Propinsi Djawa-Barat, penjerahan mana dalam azasnja dan dalam garis-garis besarnja telah ditentu­kan dalam pasal 4 ajat (1) dan (2) dari Undang-undang No. 11 tahun 1950.

2. Dalam melakukan penjerahan urusan kehewanan jang di­maksud itu, maka urusan Propinsi dibagi atas :a. urusan kehewanan jang termasuk urusan rumah tangga

Propinsi sendiri (otonomi) ; b urusan kehewanan jang karena sifatnja mendjadi urusan

Pemerintah Pusat (Kementerian Pertanian), akan tetapi hanja tjara pelaksanaannja diserahkan kepada Propinsi (medebewind) dan

c urusan dalam hal kehewanan jang semata-mata bersifat pertolongan terhadap usaha-usaha dari Pemerintah Pusat, jang tiada mengakibatkan suatu penjerahan tanggung djawab.

3. Untuk dapat membeda-bedakan dasar sifat urusan-urusan jang dimaksud diatas, maka dalam Peraturan Pemerintah ini digunakan perkataan-perkataan masing-masing :a. „Propinsi” (lihat pasal-pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 15 dan 16) ;b. „Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi” atau

,,Dewan Pemerintah Daerah Propinsi” , satu dan lain sesuai dengan ketentuan dalam pasal 24 Undang-undang No. 22 tahun 1948 (lihat pasal-pasal 8 ajat (1) dan (3),10, 13, 14 dan 20 ajat (3) ) ;

c. ,,Dewan Pemerintah Daerah Propinsi” (lihat pasal-pasal 9, 17 dan 18).

4. Penjerahan urusan kehewanan jang dilakukan dengan Peraturan Pemerintah ini disesuaikan pada keadaan seka­rang, berhubung dengan kesukaran-kesukaran mengenai soal pegawai, penempatanrtenaga-tenaga ahli. tenaga-tenaga teknik dan sebagainja. °Hal inilah bsrarti, bahwa mengingat

PERATURAN PEMERINTAH No. 30 TAHUN 1951

543

Page 542: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

rahkan mennn.'f- p t Wanan iang masih belum dise- diserahkan kpn=L o atU1'an ini' berangsur-angsur akan S k p S . ,r,0pi? si- PenJ'erahan ini dilaksanakan

Menteri Pertanian sesudah tentangperundingan dl\eFahtkan ^ diadakan perundingan-Peratoan Pem^rtaSh, rl ^alam Negeri (Pasaf 12

5' k e S n “n a i l n f %neghkan disini’ ba!™ a segala urusan-urusandaerah-daerah otonnm^HTh8, ^ar+S dlselenSSarakan oleh P eratu r^ p e m e r i n t a h ^ V ngkat Propinsi dengan Propinsi dene-an m a V e ? tuiut diserahkan kepadam e n S k a n ® ! ^ rUd sup? a Propinsi lebib landJufc otonom jang berkepentingan* k8Pada daerah“daerahj&np dik \ S s a k in °^ t^ Rakjat Propinsi•betul-betul mendialanirnr»Yii<f i1 kewadjiban tersebutdjutan itu, X S S ? P e * «a h a n lan-kan petundjuk-netundint h Propinsi memperhati-mendSngar pertobaSSin ^ enterl Pertanian setelah wakilan Rakjat Daerah b a w S anga£ Dewan-dewan Per- peraturan-peraturan D a e r a h p f J-an bersanSkutan, sedang rahan lebih landjut ? t ? baru JH ? menSa^ r penje-sudah mendapat persetudinan h! t a .ankan. djikalau Menteri Dalam Negeri. Menteri Pertanian dan

Pe1 tu ra^ apa i a p ^ ^ ^ 8^ |;. da*am Pendjelasan sub 5 diatas,Dewan Perwakilan Rakjat D aSahpm ,ke.semPatan kepadakan sebagian dari h a l-h a l ?Ia h Plopm si untuk menjerah- rumah tangga Pronin<?? ei ? X termasuk dalam urusan otonom bawahan (pasal 14} n kepada daerah-daerah

544

Page 543: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pendjelasan pasal demi pasal

Pasal 1

Menurut peraturan dahulu jang ditetapkan dalam ..Reglement op de Veeartsenijkundige Overheidsbemoeienis en de Veeart- senijkundige politie in Nederlandsch-Indie” dimuat dalam Staatsblad=tahun 1912 No. 432, reglement mana sedjak beberapa kali telah diubah dan ditambah, a.i. menurut Staatsblad tahun 1936 Nos. 205, 715 dan Staatsblad tahun 1938 No. 371, usaha memadjukan peternakan meliputi usaha jang bersifat umum dan usaha jang bersifat kedaerahan.

Usaha memadjukan peternakan jang bersifat umum itu adalah tugas-kewadjiban Pemerintah Pusat. Menurut pasal 1 Propinsi diserahi urusan memadjukan peternakan jang bersifat kedaerahan dalam lingkungan daerahnja, asal sadja tidak mengenai urusan-urusan Pemerintah Pusat, jaitu urusan-urusan jang dimaksudkan dalam sub a, b dan g dalam ajat (21 pasal 1.

Menurut ketentuan dalam pasal ini, maka Propinsi berhak untuk mengadakan aturan-aturan Propinsi tentang hal-hal pemeliharaan ternak, pengembirian hewan-hewan ternak dan tentan0- hal mengadakan pemeriksaan dan larangan-larangan pemotongan (penjembelihan) hewan ternak djantan dengan maksud °untuk memperbaiki keadaan ternak dalam daerah propinsi serta mengadakan peraturan Propinsi untuk mengada­kan tjatjah djiwa banjaknja hewan-hewan ternak seperti: c-api lembu, kerbau, kuda, kambing (geiten en schapen) dsbnja.

Untuk memadjukan hewan ternak dalam daerahnja Propinsi dapat berusaha mendirikan pasar-pasar hewan untuk umum dan memungut biaja pendjualan hewan (retributie pasar hewan) dalam pasar tersebut.

Pasal 2

Menurut ketentuan ini daerah-daerah otonom bawahan rtalam lingkungan daerah Propinsi diharuskan turut membantu usaha-usaha Propinsi dalam urusan memadjukan peternakan dalam daerahnja.

Pasal 3

Urusan-urusan kesehatan hewan ternak dan hal-hal jang bersangkutan dengan itu meliputi urusan-urusan jang bersifat u m u m dan urusan-urusan jang bersifat kedaerahan. Urusan tentang kesehatan peternakan jang bersifat umum adalahkewadiiban Pemerintah Pusat.

Dalam pasal-pasal 3 dan ,4 -dari Bab II mi jang dimaksud dengan „urusan Kesehatan hewan ternak dan hal-hal jang

545U . U . 1 9 5 1 - 3 5

Page 544: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

bersangkutan dengan itu” tidak lain ialah urusan kesehatan ?n -janS b®rsifat kedaerahan atau dengan perkataan

hygiene” m e^ut ” de Plaatselijke zorg voor de veterinaireUrusan ini seluruhnja diserahkan kepada Propinsi.

bPWflrSafli« mengenai hal pengaturan pemotonganh ^ m , ? en’ Pemotongan hewan untuk umum), hal-seoprfi morn? bersa^gkutan dengan pemotongan hewan itu, akan dinntfS??1!?an da=m=! . Pemeriksaan hewan-hewan jang fkeurin? van (jever^ e keuring slachtvee), pemeriksaan daging S d ^ hiI^ eShC?l,■, P^etapan tentang biaja-biaja peme-l'iksaan da£ p S S t a S ;n? emotong“ <retributies untuk Peme-p S f mengadakan aturan-aturan tentang halperusahaan ksnrinl t n mengusahakan perusahaan-perusahaan ! £ tau Pe,meliha^aan babi-babi, perusahaan-pen^anekutan A'ari now/?11-? an tentanS pemeriksaan susu, susu. aturan-atnmS dJualan susu dan hasil-hasil dari bahankandang-kandans saDi^Pm lra ra"tjaran3a mengusahakanperaturan Prnninci ? pemerasan» mengadakan peraturan-tjikar dan pemeliharaann^Q perYsaJ:iaan“Perusahaan dokar,rikan jang dipor»unakfln nfi uda“kuda da^ hewan-hewan ta- J is a ip .io anakan dalam perusahaan tersebut.

Pasal 4 dan pasal 5Tjukup djelas.

Pasal 6

h e w a n * m a k a ^ u ^ ^ untuk melindungldalam Undang-undan-'lalu lfn f^ t tentuan j!mg' d‘ tetapkan untuk dokar, tjikar dsb-niT tentang hal hewan tarikanukuran dan muatan-muatan rinr- v naan denSan ukuran- tadi, satu sama lain tidaklah i 1k®ndaraan-kendaraan tsb.

ra.uran-peraturan jang b e r t in g k a ^ ^ b lh t o ^ ® 311 dengan

Pasal 7Umumnja Psnierintah -d

keadLnnienga;nbil t^dakana- t in d ^ PUnjai ^gas-kewadjiban

2T546 andjmg, kutjing dan kera.

Page 545: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pentjegahan mengenai umpama mengadakan aturan tentang p&masukan ternak dari luar-negeri atau tentang pengangkutan ternak atau barang-barang berasal dari hewan dan segala matjam rumput dan rumput kering untuk makanan hewan melalui darat, udara atau laut diseluruh daerah negaraIndonesia. .. _ _ _

Dalam peraturan-peraturan tersebut diatas bisa djuga D.F.u. Propinsi diberi kekuasaan untuk menundjuk tempat-tempat memasukkan atau mendaratkan hewan ternak jang berasal dan luar daerah Propinsi atau tempat-tempat, dimana hewan ternak boleh dikeluarkan dari daerahnja.

Penjelenggaraan Peraturan-peraturan Pemerintah Pusat mengenai hal-hal tersebut diatas ini sebanjak-banjaknja akan diserahkan in medebewind kepada Propinsi dan daerah-daerah otonom bawahan dalam lingkungannja.

Pasal 8

Ketentuan dalam pasal 8 ini memberi kekuasaan kepada propinsi untuk mengadakan peraturan daerah Propinsi me­ngenai hal pembanterasan penjakit hewan menular dan penja­kit andjing gila dalam lingkungan daerahnja, djika oleh Pemerintah Pusat peraturan-peraturan serupa itu belumdiadakan. , A

Menurut ketentuan dalam ajat (2) pasal tersebut, peraturan- peraturan daerah Propinsi baru boleh didjalankan, djika sudah mendapat persetudjuan dari Menteri Pertanian, ini untuk mendjaga djangan sampai aturan-aturan Propinsi tentang hal itu berlainan dengan peraturan-peraturan jang ditetapkan oleh Propinsi lain. Propinsi harus memperhatikan petundjuk- petundjuk jang ditetapkan oleh Menteri Pertanian tentang hal itu.

Pasal 9 dan 10

Tjukup djelas.Pasal 11

Pasal 11 dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada. Menteri Pertanian mengerdjakan sementara seorang pegawai dari sesuatu Propinsi ke Propinsi jang terserang penjakit he­wan menular dengan hebat dan jang tidak mempunjai tjukup tenaga untuk berusaha membanteras penjakit tersebut dengan sebaik-baiknja. Biaja untuk tindakan-tindakan tersebut semen­tara ditanggung oleh Menteri Pertanian, dengan tidak mengu- rangi haknja untuk meminta kembali biaja itu dari daerah Propinsi jang meKggunakari bantuan itu.

547

Page 546: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

Dipersilahkan melihat pendjelasan umum ajat (4).

Pasal 13 dan 14

Dipersilahkan melihat pendjelasan umum a ja t 5 dan 6.

Pasal 15

Dalam membentuk dan menjusun Djawatan Kehewanan Propinsi, maka Propinsi sendiri pada azasnja dapat m enjeleng- garakan urusan ini.

Walaupun demikian, perlu dikemukakan disini, bahwa pada masa sekarang, hal penjusunan djawatan i.e. pengangkatan pegawai-pegawai baru masih merupakan salah satu-satunja soal jang meminta penuh perhatian jang chusus dari Pemerintah Pusat. Untuk memetjah soal ini, seperti dimaklumi, telah ditjari djalan bagaimana dapat mengadakan tjara-tjara pengangkatan pegawai jang rasionil dan efficient. Supaja Propinsi untuk fP entingan umum dapat melaraskan penjusunan djawatannja terhadap aturan-aturan dari Pemerintah Pusat, maka penju­sunan ltudiikat oleh petundjuk-petundjuk Menteri Pertanian, umpamanja tentang hal formasi dsb.

m. Pasal 16 s /d 20Tjukup djelas.

Pasal 21

Anggaran belandja Pemerintah Pusat untuk tahun dinas 1951 m p n e r •'? sekarang belum ditetapkan. Maka dari itu belandja rtit-oj?*611!?1 urusan kehewanan bagi Propinsipun belum dapat urMvan Akan tetapi supaja Propinsi dapat membelandjaiiintnv 4-^5 w,anan diserahkan itu, maka djumlah uang

tahun dmas ini ditentukan oleh Menteri Pertanian.

Pasal 12

548

Page 547: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERIKANAN

DARAT KEPADA PROPINSI DJAWA-BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuandalam pasal 4 ajat (1) dan (2) dan pasal 5 dari Undang-undang No. 11 tahun 1950, perlu segera diserahkan beberapa urusan Pemerintah Pusat mengenai perikanan darat kepada Propinsi D jawa-Barat;

Mengingat : Undang-undang No. 22 tahun 1948 R.I. (Jogja­karta) dan pasal 98 dan 131 dari Undang-undang Dasar Sementara ;

Mengingat la g i: Keputusan-keputusan Dewan Menteri dalam rapat ke-38 dan ke-45 masing-masing pada tanggal 8 Pebruari 1951 dan 10 Maret 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH

PUSAT DALAM LAPANGAN PERIKANAN DARAT KEPADA PROPINSI DJAWA-BARAT

BAB I

Tentang hal usaha memadjukan perikanan darat

Pasal 1Dswan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi diserahi mengurus

hal perikanan darat didalam lingkungan daerahnja, menurut rentjana tahunan jang telah disetudjui dan menurut petundjuk- petundjuk teknis jang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

Pasal 2Peraturan-peraturan jang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan

Rakjat Daerah Propinsi tentang urusan perikanan darat didalam daerahnja untuk berlaku petlu mendapat persetudjuan dari Menteri Pertaniam *

PERATURAN PEMERINTAH No, 31 TAHUN 1951

549

Page 548: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(1) Dewan Pemerintah Dasrah Propinsi berusaha, supaja daerah-daerah otonom bawahan didalam lingkungan daerah­nja turut membantu Propinsi dalam usaha memadjukan perikanan darat.

(2) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi mengatur tjara pagawai-pegawai ahli Propinsi memberi pimpinan kepada pegawai-pegawai ahli dari daerah-daerah otonom bawahan dalam memberi bantuan seperti tersebut dalam ajat (1).

(3) Untuk pimpinan jang dimaksud dalam ajat (2) Propinsi tidak mendapat pengganti kerugian dari daerah-daerah otonom bawahan jang bersangkutan.

„ Pasal 4daerSfn ^n^nmmthh Dt erah ProPinsi dengan bantuan daerah- aaerah otonom bawahan didalam lin°-kun°-an daerahniak e t o “ anPe n rintali PUSat dalam ™ ngumpulka£ k,terangan-

BAB II

Tentang hal penjelidikan

Pasal 5

Pasal 3

semata-mat^muLan11 Pemerintah'PusatPerikanan dal'at adalah

technis perikanankdaraternpbaan~Ser^ ° baan dalam lapangan terlebih dahuta ban ,, Peme™ a h Daerah PropinsiPertanian. memmta persetudjuan dari Menteri

P&s&l 7pertjobaan-pertjobaaii^anr riPriilrr?Mnsi dise?ahi melaksanakanan (toedrijfsontledingen) dafam ii pen ielidikan perusaha- dipandang perlu oleh Menter? p £ t nS-an perikanan darat jang petundjuk jang ditetapkan oleh petundj’uk“

r m t lh ^ e r a h ^ P r o p t a a “m em b™ 48? Pertanian Dewan Pame- penjelidikan jang dilaksanakan A ‘l t e S K ln,^ I1 a' a

Page 549: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 9

Belandja untuk membiajai usaha-usaha dan tindakan- tindakan jang chusus berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 7 dan pasal 8 ditanggung oleh Menteri Pertanian.

BAB IIITentang hal Ifcibit ikan, bahan-bahan dan alat-alat perikanan

darat

Pasal 10Dewan Pemerintah Daea*ah Propinsi mengatur dan mengurus

'perse-diaan dan peredaran bibit ikan dengan bantuan daerah- daerah otonom bawahan didalam lingkungan daerahnja.

Pasal 11Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dengan perantaraan

Menteri Pertanian menjediakan bahan-bahan dan alat-alat untuk 'kepentingan perikanan darat dalam lingkungan daerahnja.

BAB IVTentang hal urusan penerangan dan propaganda perikanan

darat

Pasal 12Untuk kepentingan kemadjuan dan perbaikan mutu perikanan

darat didalam lingkungan daerahnja. Propinsi mengadakan pe­nerangan, demonstrasi, propaganda dan lain-lain usaha jang termasuk urusan Pemerintah Pusat.

BAB VTentang hal pembanterasan dan pentjegahan penjakit dan

gangguan ikan

Pasal 13Dewan Pemerintah Daerah Propinsi berusaha, supaja daerah-

daerah otonom bawahan didalam lingkungan daerahnja mem­bantu Propinsi dalam melaksanakan urusan pembanterasan dan pentjegahan penjakit dan gangguan ikan.

Pasal 14Djika dipandang perlu oleh Menteri Pertanian, Dewan Peme­

rintah, Daerah Propinsi -memesan oba-t-obatan dan lain-lain sebagainja untuk keperluan pembanterasan dan pentjegahan penjakit dan gangguan ikan .dari persediaan negara dengan perantaraan Menteri tsrsebuV

551

Page 550: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAB VITentang- hal penjerahan urusan-urusan lain dari

perikanan darat kepada PropinsiPasal 15

Mengingat keadaan dan setelah berunding dengan Menteri Dalam Negeri, maka urusan-urusan lain dalam lapangan per­ikanan darat, dengan Peraturan Menteri Pertanian berangsur- angsur diserahkan kepada Pemerintahan Daerah Propinsi.

BAB VIITentang hal penjerahan urusan-urusan perikanan darat

kepada daerah-daerah otonoom bawahanPasal 16

Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi, setelah mendengar pertimbangan Dewan-dewan Perwakilan Rakjat daerah otonom bawahan jang bersangkutan dan setelah disetudjui oleh Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri, dapat menjerahkan berangsur-angsur kepada daerah-daerah otonom bawahan tersebut, sebagian dari hal-hal mengenai urusan perikanan darat jang termasuk dalam urusan rumah tangga Propinsi.

BAB VIIITentang hal bentuk dan susunan Djawatan Perikanan Darat

PropinsiPasal 17

Dalam membentuk dan me-njusun Djawatan Perikanan Darat Propinsi, Propinsi memperhatikan petundjuk-petundjuk dari Menteri Pertanian.

BAB IXTentang hal pendidikan pegawai alili dan kursus-kursus

Pasal 18(1) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi, dengan persetu­

djuan Menteri Pertanian, mengadakan pendidikan pegawai- pegawai ahli rendahan, jaitu mantri perikanan untuk kepen- mgan urusan perikanan darat didalam lingkungan daerahnja.

KZ) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dapat mengadakan ursus-kursus perikanan dalam tingkatan rendah dalam

lingkungan daerahnja.

BAB XTentang hal rapat-rapat dengan Menteri Pertanian

PtLScll 19Dewan Pemerintah Daerah Propinsi mengusahakan,

paja Kepala Djawatan Perikanan Propinsi memenuhi pang- c i an-panggilan dari Menteri Pertanian, r.ntuk mengadakan552

Page 551: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

pembitjaraan-pembitjaraan bersama tentang urusan-urusan technis dalam lapangan perikanan darat.

(2) Biaja untuk memenuhi panggilan-panggilan itu ditang- gung oleh Menteri Pertanian.

BAB XITentang lial bangunan-bangunan, tanah-tanah, alat-alat

dan hutang-piutang

Pasal 20(1) Kepada Propinsi diserahkan untuk diurus dan dipelihara

segala bangunan-bangunan dan tanah-tanah guna menjeleng- garakan kewadjiban Propinsi dalam urusan perikanan darat.

(2) Kepada Propinsi diserahkan untuk mendjadi miliknja segala alat-alat dan perkakas-perkakas jang dipakai guna urusan jang tersebut dalam ajat (1).

(3) Hutang piutang jang bersangkutan dengan urusan- urusan perikanan darat jang diserahkan jang ada pada waktu penjerahan ini, mendjadi urusan Propinsi.

BAB XII Tentang hal pegawai

Pasal 21(1) Untuk menjelenggarakan kewadjiban Propinsi dalam

urusan perikanan darat, dengan ketetapan Menteri Pertanian, kepada Propinsi:a. diserahkan pegawai-pegawai negara untuk diangkat men­

djadi pegawai-pegawai Propinsi;b. diperbantukan pegawai-pegawai negara untuk dipekerdja­

kan pada Propinsi; . j . ^ A(2) Pemindahan pegawai-pegawai negara jang diperbantu­

kan kepada Propinsi kelain Propinsi, diatur oleh Menteri^ Per­tanian, sesudah mendengar pertimbangan Dewan PemerintahDaerah Propinsi. .

(3) Pemindahan pegawai-pegawai negara jang diperbantu­kan kepada Propinsi dalam lingkungan daerah Propinsi, diatur oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dengan memberitahu­kan kepada Menteri Pertanian.

BAB XIII Tentang hal keuangan

Pasal 22Untuk penjelenggaraan urusan perikanan darat dalani Pro­

pinsi Djawa-Barat untuk tahun dinas 1951 diserahkan kepada Propinsi Djawa-Barat. uang sedjumlah jang akan ditetapkan dalam ketetapan. Menteri Pertanian.

553

Page 552: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAB XIV

P e n u t u p

Pasal 23

? erfa uran Pemei'lntah ini dinamakan : ,.Peraturan Pemerin­tah tentang pelaksanaan penjerahan sebagian dari urusan pemerintah Pusat dalam lapangan psrikanan darat kepada Propinsi Djawa Barat”.

Pasal 24

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djuli 1951.

, Agar suPaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- , Pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem-

patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 27 Djuni 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI DALAM NEGERI,Mr. ISKAQ TJOKROHADISURJO

MENTERI PERTANIAN,. , Ir. SOEWARTO

DiundangkanPada tanggal 23 Djuli 1951

MES TERI KEHAKIMAN a i M. A. PELLOUPESSY

554

Page 553: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 31 TAHUN 1951

TENTANGHAL PELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN

PERIKANAN KEPADA PROPINSI DJAWA-BARAT

Pendjelasan umum

1 Maksud Peraturan Pemerintah ini ialah untuk melaksanakan npnierahan urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan perikanan kepada Propinsi Djawa-Barat, penjerahan mana rtniam azasnja dan dalam garis-gans besarnja telah diten “ dalam pasal 4 ajat (1) dan (2) dari Undang-undangNo. 11 tahun 1950.

2 Dalam melakukan penjerahan urusan perikanan, maka urusan Propinsi dibagi atas :« urusan ian* karena sifatnja mendjadi urusan Pemerintah

Pnsat (Kementerian Pertanian), akan tetapi hanja tjaia p e l a k s i — j a diserahkan kepada Propinsi (mede-

b. S a n Vang termasuk urusan rumah tangga Propinsi

urusan janTsSii'ate-mata bersifat pertolongan terhadap usaha"usata dari Bamerintah Pusat, jang tiada menga- kibatkan suatu penjerahan tanggung djawab.

o TTntnk daoat membeda-bedakan dasar sifat urusan-urusan f a n g dimaksud diatas, maka dalam Peraturan Pemerintah ini digunakan perkataan-perkataan, masing-masing .a Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi” atau

'Dewan pemerintah Daerah Propinsi", satu dan lain sesuai dengan ketentuan dalam pasal 24 Undang-undang No. 22 tahun 1948 (lihat pasal-pasal 1, 2, 3 dst.) ,

b .Propinsi” (lihat pasal 12 dan 17) - oea1 ac. „Dewan Pemerintah Daerah Propinsi (lihat pasal

dan 19).4 Diika dipandang dari sudut pasal 131 Undang-undang Dasar

S m e n t a r a dan Undang-undang No. 22 tahun 1943, maka d a l a m Undang-undang No. 11 tahun 1950, dan peraturan ■nplaksanaan jang bersangkutan ini, terdapat hanja sedik t u r u s a n perikanan jang diserahkah untuk mendjadi urusan rumah tangga.-Propinsi .sendiri.

555

Page 554: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

H al-hal'ini disebabkan oleh karena urusan perikanan darat ini masih dalam masa pertumbuhan dan karenanja belum dapat diserahkan penuh kepada Propinsi atau daerah otonom lain-lainnja.

5. Apabila dikemudian hari beberapa urusan perikanan sudah dapat mendjadi urusan rumah tangga Propinsi sendiri, makaProptnsi akan diserahkan berangsur-angsur kepada

Penjerahan ini dilaksanakan dengan keputusan Menteri pertanian sesudah tentang soal-soal jang akan diserahkan itu diadakan perundingan-perundingan dengan Menteri Dalam Negeri (Pasal 19 Peraturan Pemerintah).

6. Djika hal jang disebut dalam ajat jang lalu terdjadi, maka dalam kader penjerahan itu dipakai procedure lebih landiut sebagai berikut :Urusan-urusan perikanan jang sebenarnja harus diseleng­garakan oleh daerah-daerah otonom dibawah tingkat

(lihat pasal 20 ajat (1) Peraturan Pemerintah), cuDerikan sementara sadja kepada Propinsi dengan maksud supaja Propinsi lebih landjut menjerahkan urusan-urusan itu kepada daerah-daerah otonom jang berkepentingan.

Untuk mendjaga agar Dewan Perwakilan Rakjat Propinsi jang dikuasakan untuk melaksanakan kewadjiban tersebut, mendjalankannja dengan saksama, maka dalam hal penje-

anan itu Dewan Perwakilan Rakjat Propinsi memp&rhatikan petundjuk-petundjuk dari Menteri Pertanian dan setelah r:.er.?eng£ r P^imbangan-pertimbangan Dewan-dewan Per- ™ S an RakJ'at Daerah bawahan jang bersangkutan, sedang ? f w ? riaS"u^ uran Daerah Propinsi jang mengatur penje-

2, landjut itu baru dapat didjalankan, djikalau su-M e n t e r D S P N e g e r i d j U a n n j a d a r i M 6 n t e r i P e r t a n i a n d a n

7 Peratura»rnPapo ja “ S disebut dalam pendjelasan sub 6 diatas, Dewan membe‘-i kesempatan kepadarahkart ■ 5 Rakjat Daerah Propinsi untuk m enje-rumah ta n z l f1 £an -ha? 'hal JanS termasuk dalam urusan otonom b a w lfa n ^ S S " 21, “ ndl11 kepada da-a h -d a e ra h

556

Page 555: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pendjelasan pasal demi pasal

Pasal 1Mengingat, bahwa Kementerian Pertanian mempunjai tenaga-

tenaga ahli perikanan darat dan balai-balai pengetahuan tentang perikanan darat, maka Menteri Pertanian berkewa­djiban mengamat-amati djalannja penjuluhan Perikanan Darat di Propinsi. Agar Menteri Pertanian dapat mendjalankan bswa- djiban itu sebaik-baiknja, sudah selajaknja, bahwa kepadanja diberi kekuasaan untuk menindjau rentjana pekerdjaan per­ikanan darat Propinsi dan hak memutuskan serta memberi petundjuk-petundjuk tehnis untuk kebaikan penjuluhan perikanan Propinsi.

Pasal 2 dan 3Tjukup djelas.

Pasal 4TJntuk mendapatkan ichtisar tentang perikanan darat seluruh

Indonesia, Pemerintah Pusat memerlukan laporan-laporan, keterangan-keterangan dan angka-angka tentang perikanan darat dari daerah-daerah otonom.

Untuk memudahkan pekerdjaan diadakan tjara jang sama dalani hal membikin laporan dan mengumpulkan keterangan- keterangan serta angka-angka mengenai perikanan darat, jang diatur menurut petundjuk-petundjuk Menteri Pertanian.

Pasal 5, 6 dan 7Karena di Kementerian Pertanian terdapat ahli-ahli dan

balai-balai pengetahuan perikanan darat jang dapat menger- djakannja, maka penjelidikan jang dimaksud itu tetap men- djadi urusan Pemerintah Pusat.

Pasal 8Tjukup djelas.

Pasal 9Sudah selajaknja tindakan-tindakan Pemerintah Pusat jang

dilakukan diluar kehendak Propinsi dibiajai oleh Menteri Pertanian.

Pasal 10Tjukup djelas.

Pasal 11Keperiuan bahan-bahan dan alat-alat perikanan darat

sangat banjak dan harus didatangkan dari luar negeri. Untuk mendapatkan har^a jang semurah-murahnja, maka pesanan

557

Page 556: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dan pembeliannja perlu dipusatkan. Sebagai bahan-bahan dan alat-alat itu, terutama benang perikanan dan pantjing (kail), telah tersedia di Indonesia Sebagian lainnja telah dipesan dan berangsur-angsur datang dari luar-negeri. Agar pekerdjaan ini tak teirganggu djalannja, maka baik pesanan dan pembelian bahan-bahan dan alat-alat perikanan darat tetap diurus oleh Kementerian Pertanian, sedangkan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dapat membagikan bahan-bahan dan alat-alat im lebih landjut kepada rakjat.

Pasal 12Penerangan, demonstrasi, propaganda dan usaha-usaha lam

untuk memadjukan perikanan darat semata-mata adalah kewadjiban Propinsi, tetapi bilamana perlu kepada Pemerintah Pusat harus diberi kesempatan pula untuk menjelenggarakan usaha-usaha itu jang tidak merupakan kedaerahan (brochures, madjalah dsb. jang mengenai perikanan darat seumumnja).

13Tjara pemberantasan dan pentjegah penjakit, hama dan

gangguan ikan sering memerlukan keahlian. Oleh karena itu sudah pada tempatnja hal tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian jang baginja tersedia ahli-ahli dan balai-balainja pengetahuan, tentu sadja atas permintaan dan dengan bantuan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dan daerah otonom bawahannja.

Pasal 14Dipersilakan melihat pendjelasan pasal 11.

Pasal 15Mengingat Djawatan Perikanan Darat masih dalam masa

pertumbuhan dan kurangnja ahli-ahli perikanan darat, maka sebagian hak, tugas, kewadjiban dan kekuasaan dalam lapangan perikanan darat belum dapat diserahkan kepada Propinsi. Tetapi apabila keadaan telah mengizinkan, Pemerintah Pusat tidak ajal-ajal akan menjerahkan hal-hal tersebut kepada Propinsi. Tentang tjara penjerahan jang dimaksud ini, lihatlah Pendjelasan Umum ajat 5.

Pasal 16Dipersuahkan melihat Pendjelasan Umum ajat 6.

Pasal 17Dalam pembentukan dan menjusun Djawatan Perikanan

Propinsi, maka Propinsi sendiri pada asasnja dapat menjeleng­garakan urusan ini. Walaupun demikian, perlu dikemukakan disini, bahwa pada masa sekarang hal penjusLinan djawatan i.e.558

Page 557: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

pengangkatan pegawai baru masih merupakan salah satu- satunja soal jang meminta psnuli perhatian jang chusus dari Pemerintah Pusat.

Untuk memetjah soal ini, seperti dimaklumi, telah ditjari djalan bagaimana dapatnja mengadakan tjara-tjara pengang­katan pegawai-pegawai jang rasionil dan efficient. Supaja propinsi untuk kepentingan umum dapat melaraskan penjusun­an Djawatannja terhadap aturan-aturan dari Pemerintah Pusat, maka penjusunan itu diikat oleh petundjuk-petundjuk Menteri Pertanian, umpamanja tentang hal formasi dsb.

Pasal 18

Untuk mendjaga persamaan dalam hal mutu dan tjara pen­didikan Menteri Perikanan Darat serta kursus-kursus itu, perlu diadakan peraturan-peraturan tentang soal-soal tersebut jang sama bagi seluruh Indonesia.

Pasal 19

Untuk memetjahkan soal-soal jang mengenai tehnik seluruh perikanan darat di Indonesia, sering diperlukan pertukaran P’kiran antara pemimpin perikanan darat. Dari itu Propinsi. supaja memberi kesempatan kepada Kepala Djawatan Perikan- an Darat Propinsi untuk menghadiri rapat-rapat jang diseleng­garakan Pemerintah Pusat guna keperluan tersebut dengan biaja-biaja Menteri Pertanian.

Pasal 20 dan 21Tjukup djelas.

Pasal 22

Anggaran belandja Pemerintah Pusat untuk ^ahun dinas 1951 pada waktu sekarang belum ditetapkan. Maka dan lfclf elar^ mengenai urusan perikanan darat bagi Propinsipun b . dapat ditentukan. Akan tetapi supaja Pr.°P13£ s i d*P:?.. ™ ka belandjai urusan-urusan perikanan jang akandjumlah uang untuk tahun dinas mi selekas-lekasnja ditentukan oleh Menteri Pertanian.

559

Page 558: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 32 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERTANIAN

KEPADA PROPINSI DJAWA-TENGAH

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 32 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 32 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 29 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempeladjari dan mempergunakan P.P. No. 32 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan ,,DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja ..DJAWA-TENGAH” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja ,.UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja ..UNDANG- UNDANG No. 10 tahun 1950”.

560

Page 559: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 33 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN

KEPADA PROPINSI DJAWA-TENGAH

Tjatatan : Oleli karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 33 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 33 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 30 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari atau mempergunakan P.P. No. 33 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan „DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951 itu dibatja „DJAWA-TENGAH” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 30 tahun 1951 dibatja „UNDANG- UNDANG No. 10 tahun 1950”.

U.U. 1951-36561

Page 560: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 34 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERIKANAN

DARAT KEPADA PROPINSI DJAWA-TENGAH

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 34 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 34 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup ikiranja dengan dimuatnja P.P. No. 31 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempeladjari dan mempergunakan P.P. No. 34 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan „DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja ,.DJAWA-TENGAH” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja ,,UNDANG- UNDANG No. 10 tahun 1951”.

1

562

I

Page 561: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 35 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI UTUSAN

PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERTANIAN KEPADA PROPINSI DJAWA-TIMUR

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 35 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 35 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 29 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari dan mempergunakan P.P. No. 35 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan „DJAWA BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja „DJAWA-TIMUR” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja ,.UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja „UNDANG- UNDANG No. 2 tahun 1950 JUNCTO UNDANG- UNDANG No. 18 tahun 1950”.

563

Page 562: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 36 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN

KEPADA PROPINSI DJAWA-TIMUR

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 36 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahu 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 36 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 30 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe­ladjari atau mempergunakan P.P. No. 36 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan „DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951 itu dibatja „DJAWA-TIMUR” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 30 tahun 1951 dibatja ,,UNDANG- UNDANG No. 2 tahun 1950 JUNCTO UNDANG- UNDANG No. 18 tahun 1950” .

584

i

Page 563: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTA No. 37 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERIKANAN

DARAT KEPADA PROPINSI DJAWA-TIMUR

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 37 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 37 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 31 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari dan mempergunakan P.P. No. 37 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan ,,DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja „DJAWA-TIMUR” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja „UNDANG- UNDANG No 2 tahun 1950 JUNCTO UNDANG- UNDANG No. 18 tahun 1950” .

O

565

Page 564: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 38 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERTANIAN

KEPADA DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 38 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 38 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 29 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempeladjari dan mempergunakan P.P. No. 38 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan Propinsi ,,DJAWA- BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja „DAERAH ISTIMEWA JOGJA­KARTA” ;

b) untuk semua kalimat jang 'bunjinja ,.UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja „UNDANG~ UNDANG No. 3 tahun 1950 JUNCTO UNDANG- UNDANG No. 19 TAHUN 1950.

I

Page 565: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 39 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN

KEPADA DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 39 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan ssgala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 39 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 30 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari atau mempergunakan P.P. No. 39 tahun 1951 hendaknja :a) untuk semua perkataan ,,PROPINSI DJAWA-

BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951 itu dibatja ,,DAERAH ISTIMEWA JOGJA­KARTA” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 30 tahun 1951 dibatja ,.UNDANG- UNDANG No. 3 tahun 1950 JUNCTO UNDANG- UNDANG No. 19 tahun 1950” .

Page 566: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 40 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERIKANAN

DARAT KEPADA DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 40 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 40 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 31 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari dan msmpergunakan P.P. No. 40 tahun 1951 hendaknja :a) untuk semua perkataan „PROPINSI DJAWA-

BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja ,,DAERAH ISTIMEWA JOGJA­KARTA” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja ,.UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja ,.UNDANG- UNDANG No. 3 tahun 1950 JUNCTO UNDANG- UNDANG No. 19 tahun 1950” .

568

Page 567: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 41 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERTANIAN

KEPADA PROPINSI SUMATRA-SELATAN

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 41 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 41 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 29 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari dan mempergunakan P.P. No. 41 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan ,.DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja „SUMATRA-SELATAN” ;

b) untuk ssmua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja „PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 3 tahun 1950” .

o

569

Page 568: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 42 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN

KEPADA PROPINSI SUMATRA-SELATAN

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 42 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 42 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 30 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari atau mempergunakan P.P. No. 42 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan „DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951 itu dibatja ,,SUMATRA-SELATAN” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 30 tahun 1951 dibatja ,,PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 3 tahun 1950”.

570

Page 569: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 43 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERIKANAN

DARAT KEPADA PROPINSI SUMATRA-SELATAN

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 43 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 43 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 31 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempeladjari dan mempergunakan P.P. No. 43 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan „DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja „SUMATRA-SELATAN” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja „PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 3 tahun 1950” .

571

Page 570: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 44 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN

PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERTANIAN KEPADA PROPINSI SUMATRA-TENGAH

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 44 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 44 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 29 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari dan mempergunakan P.P. No. 44 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan ,.DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja ,,SUMATRA-TENGAH” ;

to) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja ,.PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 4 tahun 1950”.

572

Page 571: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 45 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN

KEPADA PROPINSI SUMATRA-TENGAH

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 45 tahun 1951, .begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala s&suatu jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 45 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 30 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari atau mempergunakan P.P. No. 45 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan ,,DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951 itu dibatja ,,SUMATRA-TENGAH” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja ,.UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 30 tahun 1951 dibatja „PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 4 tahun 1950” .

573

Page 572: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERIKANAN

DARAT KEPADA PROPINSI SUMATRA-TENGAH

Tjatatan : Ol&h karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 46 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 46 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 31 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari dan mempergunakan P.P. No. 46 tahun 1951 heijdaknja :

a) untuk semua perkataan „DJAWA-BARAT’ jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja ,.SUMATRA-TENGAH” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja ..PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 4 tahun 1950” .

PERATURAN PEMERINTAH No. 46 TAHUN 1951

574

Page 573: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN

PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERTANIAN KEPADA PROPINSI SUMATRA-UTARA

Tjatatan : Oleh karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 47 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersabut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 47 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 29 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempeladjari dan mempergunakan P.P. No. 47 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan ,,DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja ,,SUMATRA-UTARA” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja ,.UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No. 29 tahun 1951 itu dibatja „PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 5 tahun 1950”.

PERATURAN PEMERINTAH No. 47 TAHUN 1951

575

Page 574: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 48 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN KEHEWANAN

KEPADA PROPINSI SUMATRA-UTARA

Tjatatan : Oleih karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 48 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 48 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 30 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempeladjari atau mempergunakan P.P. No. 48 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan „DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 30 tahun 1951 itu dibatja ,,SUMATRA-UTARA” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja ,.UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam PP. No. 30 tahun 1951 dibatja ..PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 5 tahun 1950”.

576

Page 575: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERIKANAN

DARAT KEPADA PROPINSI SUMATRA-UTARA

Tjatatan : Oleih karena susunan, bunjinja pasal-pasal dalam P.P. No. 49 tahun 1951, begitupun pendjelasan atas peraturan tersebut pada hakekatnja sama dengan segala sesuatu jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951, maka untuk ringkasnja P.P. No. 49 tahun 1951 ini tidak dimuat selengkapnja disini, akan tetapi tjukup kiranja dengan dimuatnja P.P. No. 31 tahun 1951, dengan tjatatan, bahwa dalam mempe- ladjari dan mempergunakan P.P. No. 49 tahun 1951 hendaknja :

a) untuk semua perkataan ,,DJAWA-BARAT” jang tertjantum dalam P.P. No. 31 tahun 1951 itu dibatja „SUMATRA-UTARA” ;

b) untuk semua kalimat jang bunjinja „UNDANG- UNDANG No. 11 tahun 1950” jang dikutip dalam P.P. No 31 tahun 1951 itu dibatja „PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 5 tahun 1950”.

PERATURAN PEMERINTAH No. 49 TAHUN 1951

Page 576: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 50 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN SEMENTARA TENTANG PENETAPAN GADJI

TENTARA ANGKATAN DARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa sambil menunggu Peraturan Gadji untukanggauta Tentara Angkatan Darat baru sebagai peraturan pengganti Peraturan Gadji jang ada sekarang, psrlu sekali mengadakan peraturan sementara jang mengatur djabatan dan gadji anggauta tentara Angkatan Darat, ketjuali ter­hadap anggauta Misi Militer, jang karena perse­tudjuan Konperensi Medja Bundar, berlaku aturan-aturan chusus lain jang berhubungan dengan kedudukannja ;

Mengingat : a. Peraturan Sementara tentang gadji pegawainegeri sipil, jang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tanggal 22 Djuli 1950 No. 16 ;

b. Undang-undang Darurat No. 10 tahun 1951 tentang pentjabutan bsmbali Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1950 tentang Peraturan Gadji Militer tahun 1950 ;

Mengingat pula : pasal-pasal 142 dan 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN SEMENTARA TENTANG PENETAPAN GADJI TENTARA ANGKATAN DARAT

Hal pangkat dan gadji

Pasal 1

(1) Untuk pangkat-pangkat, termasuk dalam lampiran A dari peraturan ini, diberikan gadji pokok bulanan, jang-diatur menurut susunan gadji pada daftar-daftar lampiran terse- but serta penghasilan-penghasilan resmi lainnja.

T ja ta ta n : P P . ^ N o 50/1951 ini kemudian diubah dengan P .P .

578

Page 577: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Ketentuan dalam ajat (1) diatas tidak berlaku terhadap anggaua Misi Militer, jang karena Persetudjuan Konperensi Medja Bundar, diperlakukan menurut aturan-aturan chusus lain jang berhubungan dengan kedudukannja.

Pasal 2Kepada mereka jang diangkat dalam sesuatu pangkat, diberi­

kan gadji permulaan jang ditentukan untuk pangkat itu me­nurut peraturan ini, dalam hal-hal jang ditetapkan dalam pasal3 ajat (3) dan pasal 5.

Penetapan gadji pada waktu naik pangkat

Pasal 3(1) Djikalau anggauta tentara Angkatan Darat dinaikkan

pangkatnja, maka kepadanja dalam pangkat baru diberikan gadji dalam ruang/golongan gadji baru menurut daftar lampiran B dari peraturan ini jang segaris dengan gadji lama.

(2) Masa kerdja jang kelebihan untuk penetapan gadji pokok baru dihitung serta untuk kenaikan gadji berikut.

(3) Apabila dalam ruang/golongan gadji baru tidak terdapat angka gadji jang segaris dengan gadji lama, maka kepada­nja diberikan gadji jang paling rendah jang ditentukan untuk pangkat itu.

Penetapan gadji pada waktu turun pangkat Pasal 4

Pada waktu penurunan pangkat kepada jang bersangkutan diberikan gadji jang akan diperolehnja dalam pangkat jang lebih rendah, dengan ketetapan bahwa ia dianggap selalu memangku pangkat dalam ruang itu.

Penetapan gadji jang menjimpang dari peraturanPasal 5

Dalam salah satu hal dibawah ini penetapan gadji boleh menjimpang dari apa jang ditetapkan dalam pasal 3 diatasa. Djikalau ada alasan jang tjukup untuk mengangkat sese-

orang jang mempunjai pengalaman, jang penghargaannja diatur dalam peraturan chusus ;

b. Djikalau pada waktu diangkatnja itu pensiunnja tidak di­bajar la g i;

c Djikalau pada waktu diangkatnja dia ‘berpensiun, tetapi menerima pensiun tsrus, dalam hal mana djumlah gadji dan pensiun tidak boleh melebihi gadji jang akan diperoleh­nja dalam pangkat barti.

579

Page 578: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Hadiah dan kenaikan gadji luar-biasa

Pasal 6

Apabila anggauta tentara Angkatan Darat menundjukkanketjakapan-ketjakapannja luar-biasa atau bekerdja radjin seka­li, sehingga ia patut didjadikan teladan, kepadanja dapatdiberikan salah satu penghargaan bawah in i :a. Hadiah uang sekaligus paling banjak sebanjak gadji pokok

sebulan ;b. Kenaikan gadji istimewa, dengan mengadjukan saat kenaik­

an gadji jang akan datang, tetapi dengan tidak mengubah saat kenaikan gadji seterusnja ;

c. Kenaikan gadji fceristimewa, dengan mengadjukan saat kenaikan gadji jang akan datang dan saat-saat kenaikan gadji seterusnja.

Peraturan tentang menghitung masa kerdja untuk penjesuaian/ penetapan kenaikan gadji

Pasal 7

1. Dihitung penuh :a. Masa kerdja tentara sebenarnja di Indonesia, dimana

termasuk masa kerdja s ip il;b. Waktu selama diluar Indonesia untuk mendjalankan

perintah Pemerintah ;c. Waktu selama tentara mendapat istirahat dan mendapat

penghasilan dari negara ;d. Waktu selama dalam tahanan atau dalam pendjara, djika

olah Mahkamah Tentara atau pengadilan sipil dibebaskan dari tuntutan atau dibebaskan dari gijzeling, djika ter- bukti, bahwa penahanan gijzeling tidak benar ;

e. Masa kerdja selama mereka menerima uang tunggu ;f. Waktu selama dalam tahanan, sebagai tawanan perang.

2. Tidak dihitung :a. Waktu selama mendapat istirahat diluar tanggungan

negara ;b. Waktu selama hilang (vermist) lebih dari 30 X 24 djam ;c. Waktu msndjalani hukuman pendjara, waktu penahanan,

djika waktu penahanan pengurungan hukuman jang didjatuhkan;

d. Waktu selama didalam gijzeling ;e. Masa kerdja jang telah dihitung untuk memperoleh

pensiun.3. Masa kerdja jang terputus tidak lebih dari 3 tahun dihitung

untuk kenaikan gadji, ketjuali masa kerdja jang telah di­hitung untuk memperoleh pen^irn.

580

Page 579: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Peraturan tentang kenaikan gadji, penundaan kenaikan gadji dan pemberian gadji jang lebih daripada gadji jang telah

ditentukan diruang-ruang gadji

Pasal 8

1. Kenaikan gadji menurut ruang dan golongan jang telah ditentukan dapat diberikan, djika jang iberke-pentingan memenuhi sjarat-sjarat tersebut dibawah in i :a. Kelakuan baik ;t>. Membuktikan ketjakapannja bekerdja ;c. Insjaf akan kewadjibannja ;d. Telah mentjapai masa kerdja jang telah ditentukan

dalam ruang-ruang buat pangkat jang dipangkunja.2. a. Djika sjarat-sjarat tersebut diajat (1) huruf a, b dan/

atau c untuk kenaikan gadji tidak dipenuhi, maka ke­naikan gadji ditunda paling lama satu tahun. Kemudian kenaikan gadji diperulangkan la g i;

b. Djika sesudah itu kenaikan gadji diberikan, maka di- surat penetapan harus ditentukan apakah masa penun­daan kenaikan gadji dihitung penuh atau hanja sebagian.

3. a. Djika terbukti, bahwa jang bersangkutan tidak mempu­njai ketjakapan jang ditentukan diajat (1) huruf b dan dapat dipastikan, bahwa ia dimasa jang akan datang djuga tidak akan dapat memenuhi sjarat itu, maka Kepala Staf Angkatan Darat dapat menetapkan, bahwa ia selandjutnja tidak akan diberi kenaikan gadji la g i;

b Penetapan gadji diatas dapat ditindjau kembali, djika ada keadaan luar-biasa jang mendjadi sebab.

4. Kenaikan gadji jang telah diberikan tidak boleh ditjabutkembali.

Tundjangan keluarga/kemahalan daerah

Pasal 9

Kepada anggauta tentara diberi tundjangan anak dan tun­djangan kemahalan daerah menurut Peraturan Pemerintah tentang tundjangan anak dan tundjangan kemahalan daerah jang berlaku buat pegawai Negeri.

Tundjangan lain-lain

Pasal 10(1) Pada lazimnja sen»>ua anggauta - tentara bawahan ialah

Peradjurit II, Peradjurit I dan Kopral, diasramakan, maka kepadanja diberi djamin&n untuk k&perluan hidup dalam asrama.

5811

Page 580: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Kepada anggauta tentara termaksud pada ajat (1) diatas jang berkeluarga diberikan uang penggantian perumahan dan rumah tangga sebesar Rp. 30.— sebulan, apabila keluarga harus tinggal berdiam diluar asrama.

(3) Jang dimaksud keluarga dalam hal ini ialah isteri jang pertama jang sjah dan/atau anak-anak termaksud pada ajat (1) pasal 9 diatas.

Pasal 11

Tundjangan lain-lain diatur dalam peraturan jang tersendiri.

Hal penghargaan pengalaman bekerdja

Pasal 12

Penghargaan pengalaman bekerdja untuk penetapan gadji para anggauta tentara, „Peraturan Penghargaan Pengalaman Bekerdja” jang berlaku.

Peraturan peralihan dan lain-lain

Pasal 13

Hal-hal jang tidak ditetapkan dalam peraturan ini atau kurang adil penetapannja akan diputus oleh Menteri Perta-

anan atau atas namanja, setelah mendapat persetudjuan Menteri Keuangan.

Pasal 14

Peraturan ini mendjadi pedoman bagi penetapan gadji tentara, dengan ketentuan, bahwa tidak dapat diberikan gadji clan penghasilan-penghasilan lain jang lebih tinggi daripada jang berhak diterimanja menurut peraturan ini.

Pasal 15

bPfi0,rta,!Uran tini mulai berlak« Pada hari diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1951.

Pasal 16

a n s e a u ^ T p n S r / P en;iTesu? ian seperlunja, berlaku buat anggauta tentara Angkatan Laut dan'aneeauta tpntnm Ano■katan Udara, selama belum ada p e r a t u i n K ^ Sbuat masing-masing angkatan te ^ b u t . ^rsenain

582

Page 581: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 23 Djuli 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

PERDANA-MENTERI, SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO

MENTERI PERTAHANAN,SEW AKA

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WTBISONO

Diundangkan pada tanggal 24 Djuli 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

583

Page 582: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Lampiran A

GADJI UNTUK BAWAHAN DARI SEMUA DINAS DAN SENDJATA, KETJUALI DARI DINAS TOPOGRAP

D A F T A R 1

GOLONGAN I :

Tahun masa kerdja

1 Peradjurit

1 11

Peradjuriti'

K opral

0 50,— 60,—1 52,50 6 4 , -2 55,— 67,50 80 ,—3 57,50 71,50 85,—4 60,— 75,— 9 0 , -5 62,50 79,— 9 5 , -6 65,— 82,50 100,—7 65,— 82,50 100,—8 70,— 9 0 , - 110,—9 7 0 , - 90,— 110,—

10 7 5 , - 97,50 120,—11 75,— 97,50 120,—12 8 0 , - 1 0 5 , - 130,—13 80,— 105,— 130,—14 85,— 1 1 2 , - 140,—15 8 5 , - 112,— 140,—16 9 0 , - 120,— 150,—17 90,— 120,— 150,—18 95,— 127,— 160,—19 9 5 , - 127,— 160,—2021222324252627282930313233

100,— 135,— 170,— 170,— 180,—

584

Page 583: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

X. Serendah-rendahnja idjazah sekolah rakjat 3 tahun atau pendidikan sekolah jang dianggap sederadjat dengan itu

atau

2. Mempunjai ketjakapan dan pengalaman pekerdjaan jang diperlukan untuk pangkat/djabatan itu.

Sjarat-sjarat pengangkatan

Keterangan : D jika dalam „,Aturan Chusus? Sebagai sjarat pengangkatanditentukan suatu idjazah sekolah, pendidikan ketentaraan, sekolah kader (kaderschool) dsb.. dimaksudkan djuga „pen?etahuan jarfg dianggap sederadjat dengan itu” .

Page 584: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

D A F T A R 2 GADJI UNTUK BAWAHAN DARI DINAS TOPOGRAP DAN

BINTARA DARI SEMUA DINAS DAN SENDJATA GOLONGAN II :

Lampiran A

Tahunmasa

kerdja

Peradjuritj Kopral

Sersan Sersan-m ajor

Pem bantu-letnanD ari D inas

T opogra p

0 1 5 0 , - 160,— 175,— 190,— 215,—185,— 202,50 230,—

2 1 9 5 , - 2 1 5 , - 245,—3 205,— 227,50 260,—4 215,— 240,— 2 7 5 , -5 2 2 5 , - 252,50 290,—6 2 3 5 , - 265,— 305,—7 235,— 265,— 305,—8 255,— 290,— 335,—9 255,— 290,— 3 3 5 , -

10 2 7 5 , - 3 1 5 , - 365,—11 275,— 315,— 3 6 5 , -12 295,— 340,— 39 5 ,—13 295,— 340,— 395,—14 315,— 3 6 5 , - 425,—15 3 1 5 , - 3 6 5 , - 425,—16 335,— 3 9 0 , - 4 5 5 , -17 335,— 390,— 455,—18 3 5 5 , - 415,— 485,—19 355,— 415,— 485,—20 3 7 5 , - 4 4 0 , - 5 1 5 , -21 3 7 5 , - 4 4 0 , - 5 1 5 , -22 3 9 5 , - 465,— 545,—232425

1.

2.

Sjarat-sjarat pengangkatanSerendah-rendahnja idjazah sekolah menengah bg. pertama atau pendidikan sekolah jang dianggap sederadjat dengan itu

atauMempunjai ketjakapan dan pengalaman pekerdjaan jang diperlukan untuk pangkat/djabatan itu.

Keterangan : Djika dalam „A turan Chusus” sebagai s ja ra t pengangkatan ditentukan suatu idjazah seko'iah, pendidikan keten taraan , sekolah kader (kaderschool) dsb., dim aksudkan djuga »pengetahuan jang dianggap sederadjat dengan itu ”

Page 585: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

GADJI UNTUK AMBTENAAR (SIPIL) SEBAGAI PENGGANTI ANGGAUTA TENTARA DARI DINAS TOPOGRAP

Lampiran AD A F T A R 3

GOLONGAN ILA :

Tahun Ambtenaar (sipil) sebagai pengganti anggauta tentara darimasa Dinas Topograp.kerdja Kelas 5 Kelas 4 Kelas 3 Kelas 2 Kelas 1

0 150,— 160,— 175,- 190,— 2 1 5 , -1 185,- 202,50 230,—2 195,- 215,— 245,—J 205,- 227,50 260,—4 215,— 240,— 275,—5 225,— 252,50 290,—6 235,— 265,- 305,—7 235,- 265,- 305,—s 255,- 290,— 335,-9 255,- 290,- 335,—

10 275,- 315,— 365,-tl 275,- 315,— 365,-12 295,— 340,— 395,-13 295,— 340,— 395,—X J14 315,— 365,— 425,-i 115161718 19 70

315,— 365,- 425,—335,— 390,- 455,-335,— 390,— 455,-355,— 415,— 485,-355,— 415,— 485,-375,- 440,— 515,—

ir \ J

2122

375,- 440,— 515,—395,- 465,- 545,-

232425

Sjarat-sjarat pengangkatan1. Serendah-rendahnja idjazah sekolah menengah bg. pertama

atau pendidikan sekolah jang dianggap sederadjat dengan ituatau

2. Mempunjai ketjakapan dan pengalaman pekerdjaan jang diperlukan untuk pangkat/djabatan itu.

Keterangan : D jika dalam Aturan Chusus” sebagai sjarat pengangkatanditentukan suatu idjazah sekolah, pendidikan ketentaraan, sekolah kader (kaderschool) dsb., dimaksudkan djuga „penfletahuan jao<| dianggap sederadjat dengan itu” .

587

Page 586: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

> e 2fC -0 L l L

Zc C a .Si.

o'0 * 0

<Q

•j afSMtn

zo 2 * L L L L Lo" O o' O o

KtNVO O&<

■Jo

•o .2,c aO

a o’° 0 - « N

< <i i u . i i L L L

O* O* O o o o” O O o"§ 3o G

1 JDfi;>

nrfl“ “"ONO'NNinIt! M

<fp

oOWO'O'O'C'OG —

2<O ra c

a ,0L L L L L LL L L L L

in in tX"tnvMriinir\iriiniriz NNC'C'^'O^^OOK

§ m : o~» Vl-J

NNNNCO«JO\OiOOO

1 i-joo Ur 1 1 1 1 ) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

c_, w Q H cl, M - ^ "S'

( 1 1 1 1 I I I I o' o' o o o' o” o’ o" o' o* o’ o” o o oCOCC ’fOOvO'OfNNCOOOt'fO

2 inm'O'ONNNNcocococcO'C'O

MQ S H co L L I L L L L L L L L L L L L L I L L L L

a. cT r>T in cm o~ rC in m o © in’ in o O m in o o’ in in ©to inNO^'OM'--'KtsrsMcocon^cr>C'T-ro

S « nni"r'r 'rnnin>nt£ikD'O^ONNNKoo<oc\

W q> & W « fn H oj

zo sra L L L L L L L L L L L L L L I L L L L L L' zO n o B _ O ITi o in o in' o* o" O O O O o' o o* © o o o o o'z O ocMinrv.or>jininOOininoOinmooinmo*—4o mMMn-’f'^^'finifiifiirno'O'O'ONNKNco

n M

1-1oa cre i L L i i i i i i i i i i i i

o •• C —i£ g g £ £ £

<3 & <0J

G ScS gis £ a O

c3 1/5 gBM

a £ J=

£S ^ 0-CS(n-4'lfl\ONCOO\0“ NMtin\ONoOO'0-r'l

cs Q J O

B jj» — — OJCSCM

Sjarat-sjarat pengangkatan1. Beridjazah Akademi Militer

2. Mempunjai ketjakapan dan pengalaman pekerdjaan jang diperlukan untuk pangkat/djabatan itu.

Keterangan : D jika dalam „A turan C husus" 'sebagai sjarat pengangkatanditentukan suatu idjazah sekolah, pendidikan keten ta iaan , sekolah kader (kaderschuol) dsb., dim aksudkan djuga

coo „pengetahuan jang dianggap sederadjat dengan itu” .

Page 587: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 50 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN SEMENTARA TENTANG PENETAPAN GADJI

TENTARA ANGKATAN DARAT

(1) Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1950 telah keluar dan berlaku untuk para pegawai negeri sipil.

(2) Penindjauan „P.G.M. 1950”, termuat dalam Lembaran Negara No. 6 tahun 1950, menjatakan angka-angka gadji jang terdapat lebih rendah daripada angka-angka gadji jang termuat dalam Peraturan Pemerintah termaksud dalam ajat (1) diatas; maka dari itu perlu diadakan peraturan sementara tentang penetapan pangkat dan gadji militer, jang tingkatnja gadji disesuaikan dengan Peraturan Peme­rintah No. 16 tahun 1950 itu dan pula disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan susunan gadji militer sebagai termak­tub dalam Militaire Bezoldigingsregeling 1938 (M.B.R. 1938, R.B. ddo. 18 Pebruari 1938 No. 21, Stbl. No. 107).

(2) Pada P.G.M. 1950 hanja ada ,.Lampiran A” , lampiran mana pada peraturan sementara ini diganti dengan ,.Lampiran A” baru terdiri dari daftar-daftar gadji golongan I, II, HA,III, IV dan V beserta „Lampiran B” ialah daftar jang memuat angka-angka gadji pokok.

(4) Setelah seluruh organisasi K.N.I.L. pada tanggal 26 Djuli 1950 diserahkan kepada A.P.R.I.S., maka dalam lingkungan „Djawatan Topografische Dienst” terdapat golongan pang­kat „Ambtenaar (sipil) klas I s/d klas V sebagai pengganti anggauta tentara dari Dinas Topograp”, menurut M.B.R. 1938 termaksud dalam ajat (2) diatas.Dalam hal ini dengan sendirinja 'golongan pangkat ,,Ambtenaren (sipil)” itu dimasukkan dalam Peraturan Gadji Militer (P.G.M.) pula, dan sekarang untuk mereka diselenggarakan sebuah daftar jang tersendiri ialah Lam­piran A „Golongan IIA”.Ditjatat disini, bahwa golongan pangkat itu tidak termuat dalam ,,B.B.L. 1938” dan djuga tidak diatur dalam ,,P.G.U. 1948” ; tidak termuatnja itu adalah betul, karena golongan pangkat itu specifiek hanja ada dalam lingkungan militer (Top. Dienst). %

(5) Gadji jang terendah ditetapkan Rp. 60,— (enampuluh ru­piah sebulan, 4ni adalah kurang daripada gadji jang te-

589

Page 588: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

rendah sebagai jang ditetapkan dalam Peraturan Pemerin­tah No. 16 tahun 1950 Rp. 67,50 (enampuluhtudjuh rupiah limapuluh sen), karsna kepada bawahan (peradjurit dan kopral) umumnja telah mendapat djaminan makan, dengan tjatatan, bahwa anggauta militer itu adalah alat negara jang seharusnja selalu harus siap, oleh karenanja mendapat pemeliharaan tersendiri dalam asrama (kazerne). Sebaliknja gadji jang tertinggi adalah Rp. 1.350,— (seribu tigaratus limapuluh rupiah) seperti jang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah diatas.Sudah termuat dalam ajat 2 diatas.

(6) Ketentuan-ketentuan tentang pemberian tundjangan- tundjangan kemahalan daerah dan anak disesuaikan tepat dengan apa jang telah ditentukan menurut Peraturan Pemerinah No. 16 tahun 1950.

(7) Tundjangan sebagai pengganti perumahan dan rumah tangga bagi keluarga anggauta tentara bawahan, jang harus tinggal diluar asrama terpisah dari suaminja sebesar Rp. 20.— (duapuluh rupiah) sebulan, menurut ketentuan pada bab B ajat 1 dari Lampiran A lama P.G.M. 1950, di- naikkan mendjadi Rp. 30.— (tigapuluh rupiah) sebulan, mi2nurut ketentuan pada pasal 13, ajat (2) peraturan se­mentara ini.

(8) Demikianlah dalam garis besarnja perubahan-perubahan „P.G.M. 1950”, jang akan berlaku bagi seluruh anggauta tentara Angkatan Darat dalam lingkungan A.P.R.I. menurut peraturan sementara ini.

590

Page 589: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 51 TAHUN 1951

TENTANG PEROBAHAN RAYON KEMAHALAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa berhubung dengan kenaikan harga peng-hidupan pada umumnja, ternjata perlu sekali menambah djumlah rayon kemahalan, seperti termuat dalam lampiran C dari Peraturan Pe­merintah Republik Indonesia Serikat No. 16 tahun 1950 dan dalam tabel II dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 17 tahun 1950 ;bahwa djuga perlu sekali untuk menindjau kem­bali pembagian rayon termaksud dalam lampiran D dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 16 tahun 1950 dan tabel I dari Per­aturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 17 tahun 1950, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1951 ;

Mengingat : a. Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaSerikat No. 16 tahun 1950 (Lembaran Negara No. 46/1950) ;

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Se­rikat No. 17 tahun 1950 (Lembaran Negara No. 47/1950) ;

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 25 tahun 1950 (Lembaran Negara No. 64/1950) ;

d. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1951 (Lembaran Negara No. 28/1951) ;

Mengingat pula : pasal 98 dari Undang-undang Dasar Semen­tara Republik Indonesia;

Mendengar : Dewan Menteri dalam sidangnja pada tanggal-24 Djuli 1951 ;

M e m u t u s k a n

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RAYON KEMAHALAN

Pasal I

Lampiran-lampiran C « dan D dari <• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 16 tahun 1950 dan tabel-tabel I dan II dari Peraturan Pemeriatah Republik Indonesia Serikat No 17 tahun 1950 TLampirarf D dan Tabel I, sebagaimana telah

591

Page 590: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

diubah dalam Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1951), ber- turut-turut diganti dengan Lampiran-lampiran baru C dan D dan Tabel-tabel baru I dan II jang dilampirkan pada Peraturan Pemerintah ini.

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djuli 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerin­tahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 30 Djuli 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI URUSAN PEGAWAI, SOEROSO

MENTERI KEUANGAN, JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 1 Agustus 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M.A. PELLAUPESSY

592

Page 591: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

L A M P I R A N

TENTANG PERUBAHAN RAYON KEMAHALAN

Lampiran D baru jang kedua dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 16 tahun 1950 dan

Tabel I baru jang kedua dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 17 tahun 1950.

Pembagian Rayon Mulai berlaku terhitung dari tanggal 1 Djuli 1951.Daftar Daerah (Rayon) menurut tingkatan kemahalan, se­

bagaimana dimaksud dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1950 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1950.DJAWA

Djakarta Raya ....................................................... Rayon VI1TI. Propinsi Djawa-Barat.

a. Karesidenan Banten........................................ „ VIIKaresidenan D jakarta.................................... „ VIIKaresidenan Bogor ........................................ ,, VIIKabupaten Bandung .................................... „ VIIKabupaten T jirebon .................................................. VIIKabupaten Kuningan ..................................... „ VII

b. Daerah lainnja Propinsi D jawa-Barat................. VIII. Propinsi Djawa-Tengah .............................................. . VIIII. Propinsi Djawa-Timur .......................................... „ VI

Daerah Istimewa Jogjakarta ............................. „ VISUMATERAIV. Propinsi Sumatera-utara.

a. At jell : 1. Daerah Wilajah (afdeling)Groot Atjeh (Kutaradja)dahulu ........................................ „ IX

2. Daerah lainnja KaresidenanAtjeh & Onderhorigh. dahulu ,, VIII

b. Daerah Karesidenan Sumatera Timurdahulu :

1. Onderafdeling Labuhanbatu(Rantauprapat) ......................... „ X

2. Daerah lainnja KaresidenanSumatera Timur dahulu ...... „ IX

c. Daerah Karesidenan Tapanuli dahulu :1. Onderafdeling-onderafdeling

Sibo>ga dan Dairilanden (Sidi-kalang) ......................................... „ IX

2. Daerah lainnja Karesidenan* Tapanuli dahulu ..................... „ VIII

PERATURAN PEMERINTAH No. 51 TAHUN 1951

U .U . 1951-38593

Page 592: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

V. Propinsi Sumatera-tengah.1. Onderafdeling-onderafdeling :

Tandjungpinang .............................. dahulu Rayon IIIKarimun (Tandjungbalai) .............. „ IVLingga (Dabo-Singkep) .................. ,, „ IVPulau Tudjuh (Terampa) .............. ,, „ IVKerintji-Indrapura (Sungai-Penuh) „ VIIIPainan ................................................. ,, >, VI ilMentawai-eilanden (Sikakap-Sa-wangtunggu) ..................................... ,, .. VIIIPadang ................................................. ,, „ XMenindjau ......................................... ,, XIDjambi ................................................. „ >. XIMuara Tembesi ................................. ,, .. XIMuara Tebo ......................................... „ .. XIBangko ................................................. XIMuara Bango ..................................... >, ». XISarolangun ......................................... » X IIndragirische Bovenlanden (Rengat) ,, XIIIndragirische Benedenlanden(Tembilahan) ...................................... .. .» XIIKuantan districten (Taluk) .......... „ „ XIIBengkalis ............................................. » XIISelat Pandjang .................................. „ „ X irSiak (Siak-Sri-Indrapura) .............. ,, „ XIIBagan Siapiapi .................................. „ •> XIIRokan (Pasir P an gara jan )..................... XIIKampar-kiri (Pakan-baru) ......................., ,, XII

2. Daerah lainnja dari propinsi Suma-tera-Tengah......................................... IX

VI. Propinsi Sumatera-selatan.1. Onderafdeling-onderafdeling :

Mana ..................................................... -• ,• VIIIKaur (Bintuhan) .............................. ,, ,, VIIIMuko-muko ......................................... „ ,• VIIITelukbetung (Tandjungkarang) ..... VIIIKota-Agung ......................................... VIIISukadana ............................................. VIIIMenggala ............................................. ,, VIIIBelitung (Tandjungpandan) .......... ,, IXBengkulu-Seluna (Bengkulu) ................ ,, IXRedjanglebong (K epah ian g )......................, „ IXKroe (Liwa) ......................................... ,t ,, i xLais ........................................................ „ i xOgan-Ulu (Baturadja) ...................... „ „ IXMuara dua ........... ....................................... . ,, i xKomering Ulu (Martapura) .......... ’ „ i x

594

Page 593: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Kotabumi ............................................. dahulu Rayon IXLematang Ilir (Muara Enim) ...... „ „ XIRawas (Surulangun) ......................... „ „ XIMusi Ilir & Kubu-streken (Sekaju) „ „ XI

2. Daerah lainnja dari PropinsiSumatera-selatan ............................. „ „ X

VII. Propinsi Kalimantan.a. Onderafdeling-onderafdeling :

Pulau-Laut Tanahbumbu(Kotabaru) ......................................... „ „ VIIIOost Kutai (Samarinda) .................. „ „ VIIIBalikpapan ......................................... „ „ VIIIWest-Kutai (Tenggarong) .............. ,, ,, VIIIPasir (Tanahgregot) ......................... ,, „ VIIIBoven Mahakam (Lengiram) .......... „ „ VIIIBulongan (Tandjungseilir) .............. ,, ,, VIIIBerau (Tandjung Redeb) .............. „ „ VIIITarakan ............................................ „ „ IXTidungse-landen (Malinau) .......... „ „ IXApau Kajan (Longnawang) .......... ,, „ IXSanggau & Sekadau (Sanggau) ...... „ „ IXBoven Kapuas (Putusibau) .......... „ „ IXBeneden Matan + Boven Matan(Ketapang) ......................................... „ „ IXSukadana ............................................. „ „ IX

b. Daerah lainnja dari Propinsi Kalimantan ,, X

VIII. Propinsi Sulawesi.a. Daerah Minahasa ....................................................... „ VIIIb. Daerah Sulawesi-utara ....................................... . VIIIc. Daerah Sulawesi-tengah :

1. Daerah bagian Kolonedale .................. „ VII2. Daerah bagian D onggala...................... ,, VIEI3. Daerah bagian Palu .............................. „ VIII4. Daerah bagian P erigi............................. „ VIII5. Daerah bagian Banggai (Luwuk) ....... ,, VIII6. Daerah bagian Toli-toli (Kampung-

baru) .................................................................. IX7. Daerah bagian Poso ............................... „ IX

d. Daerah Sangihe 4- Talaud (Tahuna) „ IXe. Daerah Sulawesi-selatan :

1. Daerah bagian D jeneponto............................ VI2. Daerah bagian Maros ...................................... VI3. Daerah bagian Pangkadjene ............... VI4. Daerah bagian Sindjai .......................... ,, VI5. Daerah Saleier ^Bgnteng) .................... „ VI6. DaeraK bagian Enrekang...................... „ VI

595

Page 594: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

IX.

X.

1

7. Daerah bagian Barru (Sumpang-binanggae) .............................................. Rayon VI

8. Daerah bagian Makale-Rantapao(Makale) ................................................................ „ VI

9. Daerah lainnja dari Sulawesi-selatan „ VIIPropinsi Maluku.a. Daerah Maluku Utara :

1. Daerah bagian Sulu-eilanden(Sanana) ............................................ ,, VII

2. Daerah bagian Batjan (Labuha) ....... VIII3. Daerah bagian Weda ................... ,, VIII4. Daerah bagian M orota i................... „ VIII5. Daerah bagian Ternate ..................... ,, VIII6. Daerah bagian Djaelolo .................... ,, VIII7. Daerah bagian Tobelo ........................ ,, IX

b. Daerah Maluku Selatan :1. Daerah bagian Saparua ....................... „ VII2. Daerah bagian Tanimbar-eilanden

(Sanmlakki) ..................................... „ VII3. Daerah bagian Zuidwester-eilanden

(Wonreli) ...................................................... VII4. Daerah bagian Banda (Bandaneira) „ VII5. Daerah bagian Amahai .................... „ VII6. Daerah bagian Oost-Ceram, Ceram

Laut dan Ceram (Geser) ............. ,. VIII7. Daerah bagian West-Ceram (Piru) ,, VIII8. Darerah bagian Wahai ................... ,, VIII9. Darerah bagian Kei-eilanlen (Tual) ,, V ltl

10. Daerah bagian Aru-eilanden (Dobo) „ VIII11. Daerah bagian Amboina ............... ,, IX12. Daerah bagian Buru (Namlea) . IX

Propinsi Sunda Ketjil.a. Daerah B a li :

1- Daerah bagian Tabanan ...................... „ VI2. Daerah bagian G ian jar........................ „ VI3. Daerah bagian Buleleng (Singaradja) VI4. Daerah bagian Bandung (Denpasar) „ VI5. Daerah bagian Klungkung ................. ,, VI6- Daerah bagian Karangasem .............. „ VI7. Daerah bagian Djembrana (Negara) „ VII

b. Daerah L om bok............................................. M VIc. Daerah Timor dan kepulauannja................. VIId- Daerah Sumba ............................................. ’ y jxe. Daerah Flores : ”

1. Daerah bagian Ngada (Badjawa) ....... ,, VI2. Daerah bagian lainnja dari Flores VII

t. Daerah Sumbawa ............ ........................... ( y i596

Page 595: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Daftar persentasi tundjangan kemahalan daerah dan tun­djangan anak termaksud pada pasal-pasal 4 dan 5 dari

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 16tahun 1950

LAMPIRAN C BARU DARI PERATURAN PEMERINTAHREPUBLIK INDONESIA SERIKAT No. 16 TAHUN 1950

R ayon

Persentasi untuk jang kawin

R p. 200—pertama dari gadji pokok

Rp. 200 — berikutnja

dari gadji-pokok

selebihnja s /d

Rp. 1000.—

Selebihnjadari

R p. 1000—

I 25 10 5 nihil11 34 16 9

III 44 23 13IV 55 31 18V 67 40 24

V I 80 50 30V II 94 60 36

VIII 109 70 42IX 124 80 48X 140 90 55

X I 158 100 62XII 177 110 69

UNTUK JANG TIDAK KAWIN : tigaperampat dari tundjangan kemahalan daerah jang ditetapkan bagi jang kawin.

TUNDJANGAN ANAK

R ayon PersentasiPaling rendah

untuk satu anak

Paling tinggi untuk satu

anak

I 3 R p. 10 — Rp. 2 5 -II 5 „ 12— „ 30.—

III 7 „ 14— „ 35.-IV 9 „ 16— „ 40.-V 10 „ 18— » 45.—

V I n „ 2 0 - „ 50.-V II n „ 20— „ 50.-

VIII n „ 20— „ 50—IX n „ 20— M 50—X „ 2 0 .- „ 50—

X I ii „ 20— „ 50—XII n . - „ 20 .- „ 50—

597

Page 596: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tabel persentasi tundjangan kemahalan daerah dan tun­djangan anak termasuk pada pasal 1 dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 17/1950.

TABEL II BARU DARI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIKINDONESIA SERIKAT No. 17 TAHUN 1950

R ayon

Persentasi untuk jang kawin

Rp. 200— pertama dari

gadji pokok

R p. 2 0 0 . -berikutnja

dari gadji pokok

Selebihnjas /d

Rp. 1000.—

Selebihnja dari

R p . 1000.—

I 25 10 5 nihilII 34 16 9 99

III 44 23 13IV 55 31 IS f t

V 67 40 24 99

VI 80 50 30 i )

VII 94 60 36 ,,

VIII 109 70 42 9 9

IX 124 80 48 99

X HO 90 55 99

X I 158 100 62 f f

XII 177 110 69 f *

UNTUK JANG TIDAK KAWIN : Separuh dari tundjangan kemahalan daerah jang ditetapkan bagi jang kawin.

T U N D J A N G A N A N A K

R ayon PersentasiPaling tinggi

untuk satu anak

I 3 R p. 27—II 5 „ 45—

III 7 „ 63—IV 9 „ 81 —V 10 „ 90.—

V I 11 „ 99.—VII 11 „ 99.—IX 11 „ 9 9 .-

VIII 11 „ 99—X 11 „ 99—

X I 11 „ 9 9 .-XII 11 „ 99—

598

Page 597: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 52 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN LEBIH LANDJUT HAL RETRIBUSI GUNA MEMBIAJAI PELAKSANAAN PERATURAN PEMBATASAN PERUSAHAAN BERDASARKAN „BEDRIJFSREGLEMENTE-

RINGSORDONNANTIE 1934” (STAATSBLAD 1938 No. 86)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa peraturan jang ditetapkan dengansurat keputusan Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesia dahulu tertanggal20 Oktober 1949 No. 2 (Staatsblad 1949 No. 309) mulai tanggal 1 Djanuari 1951 tidak berlaku la g i;

b. bahwa dianggap perlu melaksanakan usaha- usaha lebih landjut mengenai pemungutan retribusi guna membiajai pelaksanaan „Be- drijfsreglementeringsordonnantie 1934” ;

Mengingat : pasal 98 dan pasal 142 Undang-undang DasarSamentara Republik Indonesia ;

Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnja ke-13 tanggal26 Djuni 1951 ;

M e m u t u - s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN LEBIHLANDJUT HAL RETRIBUSI GUNA MEMBIAJAI PELAKSANAANPERATURAN PEMBATASAN PERUSAHAAN BERDASARKAN

BEDRIJFSREGLEMENTERINGSORDONNANTIE 1934” (STAATSBLAD 1938 No. 86)

Pasal 1

(li Pasal 9 ajat (1) ,,Bedrijfsreglementeringsverordening Rijst- pellerijen 1940” (Staatsblad 1940 No. 104 jo. 1940 No. 239, 1941 No. 90, 1949 No. 309 dan 318) harus dibatja :„Guna membiajai pelaksanaan peraturan ini oleh penggi- iingan padi harus dibajar Rp. 5.— tiap-tiap tahun bagi tiap- tiap daja-kuda dari daja pendorong jang menentukan besarnja penggilingan padi” .

(2) Pasal 9 ajat (1) „Bedrijfsreglementeringsverordenmg Druk- kerijen 1935” (Staatsblad 1935 No. 127 jo. 1936 No. 364, 1939 No. 439 dan No. 543, 1940 No. 239 dan 1949 No. 309) harus d ibatja : *

599

Page 598: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

„Guna membiajai pelaksanaan peraturan ini, maka bagi tiap-tiap lisensi atau izin mendirikan tiap-tap tahun harus dibajar 3 sen bagi tiap-tiap meter persegi dari semua ke- mampuan (capaciteit) jang dapat ditjapai oleh perusahaan jang bersangkutan” .

(3) Pasal 11 ajat (1) ,,Bedrijfsreglementeringsverordening Textiel-bedrijven 1940” (Staatsblad 1940 No. 518 jo. 1949 No. 309) harus dibatja :„Guna membiajai pelaksanaan peraturan ini, maka bagi tiap-tiap tahun penanggalan atau bagian-bagiannja harus dibajar :a. Rp. 15.— bagi tiap-tiap alat pertenunan sekali-lebar jang

didjalankan dengan mesin, Rp. 22.50 bagi tiap-tiap alat pertenunan dua kali-lebar jang didjalankan dengan mesin dan Rp. 3.— bagi tiap-tiap alat pertenunan jang tidak didjalankan dengan mesin,

b. Rp. 5.— bagi tiap-tiap 100 psnggulungan benang (spindels),

c. Rp. 10.— bagi tiap-tiap 500 djarum jang ada pada mesin-penjirat (breimachine) dengan paling sedikit Rp. 10.— tiap-tiap mesin,

d. Rp. 75.— bagi tiap-tiap mesin untuk mengetjap kain” .(4) Pasal 9 ajat (1) ,,Bedrijfsreglementeringsverordening IJs-

fabrieken 1935” (Staatsblad 1935 No. 568 jo. 1939 No. 154, 1940 No. 239 dan 1949 No. 309) harus dibatja :„Guna membiajai pelaksanaan peraturan ini harus dibajar 3 sen bagi tiap-tiap 100 kg air jang dipergunakan oleh pabrik es untuk mmbuat es jang diperbatasi”

(5) Pasal 9 ajat (1) ,,Bedrijfsreglementeringsverordening Veem- bedrijven 1935 II” (Staatsblad 1935 No. 313 jo. 1939 No. 439, 1940 No. 239 dan 1949 No. 309) harus dibatja :,,Guna membiajai pelaksanaan peraturan ini bagi tiap-tiap lisensi atau izin mendirikan tiap-tiap tahun harus dibajar Rp. 50.— bila kemampuan (capaciteit) jang diperkenankan bagi perusahaan jang bersangkutan tap-tiap bulan 1000 ton atau kurang dan Rp. 150.—, djikalau kemampuan tertinggi jang diperkenankan meliwati 1000 ton tiap-tiap bulan” .

(6) Pasal 9 ajat (1) „Bedrijfsreglementeringsverordening Siga- rettenfabrieken 1935” (Staatsblad 1935 No. 427 jo. 1938 No. 545, 1940 No. 141 dan No. 239, 1949 No. 309) harus dibatja :„Guna membiajai pelaksanaan peraturan ini, maka bagi tiap-tiap lisensi atau izin dikenakan pembajaran jang diper­hitungkan tiap-tiap triwulan : sebesar Rp. 0.50 untuk tiap- tiap Rp. 1000.— atau seba^iannja dari harga -banderol produksi selama triwulan jang iampau” .

Page 599: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(7) Pasal 9 ajat (1) „Bedrijfsreglementeringsverordening Me- taalgieterijen 1935” (Staatsblad 1935 No. 459 jo. 1939 No. 439, 1940 No. 239 dan 1949 No. 309) harus dibatja :,,Guna membiajai pelaksanaan peraturan ini dikenakan pembajaran 1 sen tiap-tiap kilogram barang tuangan logam (metaalgietwerk) jang diperbatasi, jang dibuat oleh per­usahaan penuangan logam”.

(8) Pasal 8 ajat (1) „Bedrijfsreglementeringsverordemng Rub- berherbereiding 1940” (Staatsblad 1940 No. 451 jo. 1949 No. 309) harus dibatja :„Guna membiajai pelaksanaan peraturan ini, maka tiap-tiap tahun harus dibajar Rp. 0.50 untuk tiap-tiap kg ton dari produksi jang menentukan besarnja perusahaan”.

Peraturan P em erintah ini m ulai berlaku p ad a hari diundang­kan dan berlaku surut sam pai tan ggal 1 D jan u ari 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 26 Djuli 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

PERDANA-MENTERI,SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO

MENTERI PEREKONOMIAN, WILOPO

Diundangkan pada tanggal 2 Agustus 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

601

O

Page 600: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 52 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN LEBIH LANDJUT HAL RETRIBUSI GUNA

MEMBIAJAI PELAKSANAAN PERATURAN PEMBATASAN PERUSAHAAN BERDASARKAN ,,BEDRIJFSREGLEMENTE-

RINGSORDONNANTIE 1934” STAATSBLAD 1938 No. 88)

Perusahaan-perusahaan jang tunduk kepada Peraturan Pembatasan Perusahaan (Bedrijfsreglementeringsordonnantie 1934) dikenakan retribusi jang dasarnja ditetapkan dalam per­aturan-peraturan Pemerintah jang bersangkutan, untuk pelak­sanaan ordonansi tersebut diatas dan jang diperuntukkan guna menutup biaja-biaja jang berhubungan dengan penjelengga- raan itu.

Dasar retribusi-restrrbusi ini pada waktu itu ditetapkan atas dasar suatu anggaran bermula dari biaja-biaja langsung dari turut tjampurnja Pemerintah dalam lapangan ini. Akan tetapi dalam tahun 1940 sudah terasa keharusan untuk membaharui dasar ini, oleh karena untuk beberapa perusahaan-perusahaan jang tunduk kepada peraturan pembatasan retribusi jang dikenakan kepadanja harus dianggap terlalu rendah.

Usul-usul pembaharuan ini jang dimadjukan tidak sampai dalam Staatsblad disebabkan masuknja Djepang.

Sesudah perang pekerdjaan-pekerdjaan jang .bersangkutan dengan penjelenggaraan Bedrijfsreglementeringswetgeving telah meningkat dengan pe-sat.

Sesungguhnja keadaan dari perusahaan-perusahaan jang kePada peraturan pembatasan sesudah Djepang m enje-

rah disebabkan oleh antara lain : peralihan tentang hak milik dan hak exploitasi pemindahan, pengluasan bagian atau se- iuruhnja, penghapusan dari luasnja perusahaan bangunan- bangunan baru, pendjualan jang dipaksa kepada penduduk Djepang, hilangnja pengusaha-pengusaha adalah begitu ka- jau-halau, sehingga hanja dengan djalan bekerdja keras dari

pinak Pemerintah dapat tertjapai ketertiban, jang sekarang- pun belum tertjapai sungguh-sungguh.H ^ daripada itu sebagain foesar dari perlengkapan material f ^ d0£“ asi dar* B*ro Pembatasan Perusahaan-perusahaan HcirTL "5 oleh karena tindakan-tindakan perang. Djuga aaiam hal ini kmi belum seluruhnja diperlengkapi.b in in ^ iofi1 disertai kenaikan jang sangat dan keadaan

umum, hal mana dianggap telah diketahui betul-lain me^iPhfhto1 pe? u -lagi Pendjela.?an lebih landjut antara dalam Secretaris van Staat van Finaneien sediakala,keoada ^ ang£ al 2 ^ el X?49 Na 54040- ^empersilahkanepala dmas-dinas Peme'riiitah jang lain untuk me-602

Page 601: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

n a ik k a n d a la m d ja n g k a pendek sem ua retribusi dan la in -la in p en g g a n tia n gu n a p e k e rd ja an -p ek erd ja an ja n g dilakukan atas dasar d ju m la h ja n g terten tu .

Ini mengakibatkan Staatsblad 1949 No. 309, dimana retribusi- retribusi dipelbagai perusahaan-perusahaan telah dinaikkan.

M e n g in g a t akan p e ru b a h a n -p eru b ah a n ja n g m ungkin akan terd jad i, baik d a la m p em b agian atas pekerdjaan , m aupun d a la m d a sa r -d a sa r p em u n g u ta n -p em u n g u ta n , m ak a terhadap U n d a n g -u n d a n g tersebut d iad ak an p em b atasan w aktu berlaku­n ja U n d a n g -u n d a n g itu , ja itu untuk ta h u n -ta h u n 1949 dan 1950 setelah m a n a soal tersebut akan d itin d jau kem bali.

Kesimpulan dari tindjauan ini ialah, bahwa dalam keadaan- keadaan jang mengakibatkan kenaikan retribusi tersebut diatas tidak terdapat perubahan jang menguntungkan, sehingga peraturan jang diadakan dalam Staatsblad 1949 No. 309 harus dilandjutkan.

O leh k arena tidak d iharapk an , bahw a d a lam d jan gk a penaeK ak an terd jad i h a l-h a l ja n g m en gh aru sk an m en gu b ah peraturan ini d a n se la n d ju tn ja kelak akan dibaharui U n d an g -u n d a n g p em b ata sa n p eru sah aan selu ru h n ja . m a k a untuk kelandju tan tid ak diadakan p em b atasan w aktu berlak un ja U n d an g -u n d a n g ini, dalam h al m a n a tid ak lah berarti, bah w a d a sar-d asar retri­busi tidak harus diubah, d jik a keadaan m en gak ib atk an n ja .

603

Page 602: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 53 TAHUN 1951

TENTANGPEMBERIAN ISTIRAHAT KARENA HAMIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa pada waktu ini berlaku dua rupa per­aturan jang berbedaan satu sama lain mengenai pemberian istirahat karena hamil : bahwa perlu mengadakan satu peraturan menge­nai hal itu jang akan berlaku untuk semua

, . pegawai Negeri wanita ;gmgat . pasal 98 dan 119 Undang-undang Dasar Semen- . tara Republik Indonesia ;engar . ^ e^ n j. ri Pada rapatnja pada tanggal

M e m u t u s k a n :

membatalkan segala ketentuan jang bertentangan ° ail S i menetaPkan peraturan sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT KARENA HAMIL

Pasal 1

wanita jang telah kawin dan bekerdja pada S™ ?Bf rt ™ upun dalam djabatan tetap atau semen-dannV rdja sedikit-dikitnja 1 tahun lamanja,neeawni it J karena hamil, dengan sjarat, bahwak t f S t a j a b e ra c h in 1 ^ SSd‘ a ak a n 'bekenJj a kem bali sete lah

Pasal 2

waktun^1 ^ !^ ? *1s*'ira*iat ^u adalah iy2 bulan sebelum tiba anak atan o-ita r£an anak dan 1 y2 bulan sesudah melahirkan

f2) w g gF kandung.1 Vk bulan daPJat1 puIa diperpandjang dengandinjatakan U i 1 ,alau dalam suatu keterangan dokterjang berkenenth^nr, itu perlu untuk mendjaga kesehatan lagi. iniSan jang belum mengizinkan untuk bekerdja

P^s^l 3

(affpegaw af1w L i t ^ t o e ^rsebut dalam pasal 2 ajat (1) dan serta p e n g h a s i l a n - p e i g l i ^ ^ S E ® 611 gadji P6nUh 604

Page 603: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 4

Djika pegawai wanita jang bersangkutan mengabaikan per­djandjian termaksud dalam pasal 1 dan tidak bekerdja kembali dalam masa 6 bulan setelah istirahatnja berachir, maka semua gadji dan penghasilan lain jang telah diterimanja selama masa istirahat itu, dengan tidak bersjarat ditagih kembali dan isti­rahatnja itu dianggap seolah-olah diberikan sebagai istirahat diluar tanggungan Negeri.

Pasal 5

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari di­undangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 2 Agustus 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI URUSAN PEGAWAI, SOEROSO

MENTERI KEUANGAN, JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 7 Agustus 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i., M.A. PELLAUPESSY

Page 604: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 53 TAHUN 1951

TENTANGPEMBERIAN ISTIRAHAT KARENA HAMIL

Untuk pegawai Negeri wanita jang digadji menurut P.G.P.1948 jo. Peraturan Pemerintah 1950 No. 16 dan 23, berlaku dua matjam peraturan jang berbedaan satu sama lain, ialah :

a. surat edaran Direktur Urusan Sosial dahulu tanggal 18 De­sember 1946 No. P.C. 59/46 untuk pegawai wanita, jang pada tanggal 27 Desember 1949 digadji menurut B.A.C. (uang tunggu sedjumlah 33I/ a% dari gadji terachir selama 6 bulan buat mereka jang telah diangkat dalam djabatan tetap, sedang mereka jang ada dalam djabatan sementara hanja dapat diberikan istirahat diluar tanggungan Negara > ;

b. Putusan dalam daerah Republik Indonesia lama, jang di­ambil sesuai dengan ketentuan dalam pasal 13 Undang- undang Kerdja Republik Indonesia tahun 1948 No. 12 jo. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 1948 No. 7 (istirahat selama 3 bulan dan dalam hal-hal jang tertentu selama ±]/2 bulan dengan mendapat gadji penuh).

Sudah -barang tentu keadaan serupa itu setelah terbentuknja S fS -ra Ke^atuai? Republik Indonesia tidak beralasan lagi.

p,emerniYtah ini mempunjai maksud untuk mengha- « keadaan itu dan memperlakukan satu aturan untuk

? ? i pegawai Negeri wanita diseluruh Indonesia.Setelah dipertimbangkan masak-masak, maka sebagai dasar

? iaT bU ^tentuan-kk^ntuan ja lg setuaiKerdt? hi^a T~ 6 -Ua? daIam Pasal 13 Undang-undang Kerdja Republik Indonesia tahun 1948 No. 12 (jang kini telahD a n d ^ w S - ^ 1 ] n“ a), jang untuk'sementara di- wanitT terbaik untuk diperlakukan terhadap seluruh pegawai

karlnaj0inS r ? aS^1 ,demi Pasal dirasa tidak perlu diberikan, .ena pasal-pasal termaksud dipandang sudah dielas dan tidak memmbulkan sesuatu kesulitan. 3wai6 *nf‘ndaPat perhatian, bahwa hanja pega-termasuk c^lam per^turan^ni!1 den8an tjara Sah’

________..__________ * J

606

i

Page 605: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 54 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN MENGENAI DINAS PENTJAHARI DAN PEMBERI PERTOLONGAN UNTUK KEPENTINGAN KAPAL-KAPAL LAUT

DAN UDARA JANG MENDAPAT KETJELAKAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: perlu mengadakan peraturan mengenai DinasPentjahari dan Pemberi Pertolongan kepen­tingan :a) kapal-kapal laut dan udara jang mendapat

ketjelakaan, jang berturut-turut ada didalam perairan Indonesia ataupun diudara diatas daerah hukum Republik Indonesia ;

b) korban-korban bentjana-bentjana alam ;a) Perdjandjian Keamanan London, jang ter­

achir diperbaharui dalam tahun 1929 ;b) Convention on International Civil Aviation

dari 28 Pebruari 1945 ;Dewan M enteri;

Mengingat

Mendengar

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :PERATURAN MENGENAI DINAS PENTJAHARI DAN PEMBERI

PERTOLONGAN UNTUK KEPENTINGAN KAPAL-KAPAL LAUT DAN UDARA JANG MENDAPAT KETJELAKAAN

Pasal 1Guna mengatur soal-soal mengenai Pentjahari dan Pemberi

Pertolongan, maka dibentuk BADAN GABUNGAN PENTJAHARI DAN PEMBERI PERTOLONGAN.

Fd»S2«l 2Kepaniteraan BADAN GABUNGAN PENTJAHARI DAN PEM­

BERI PERTOLONGAN bertempat dikantor Kepala Staf Umum III AURI.

p3*s l 31) Didalam BADAN GABUNGAN PENTJAHARI DAN PEMBERI

PERTOLONGAN akan bersidang :Menteri Pertahanan — sebagai Ketua,Menteri Perhubungan — sebagai Wakil Ketua,Menteri Luar Negeri" — sebagai Anggauta,Menteri Dalam Negeri — sebagai Anggauta,Menteri Penerangan — ^ebagai Anggauta,Menteri Keuangan sebagai Anggauta,

607

j

Page 606: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

■m

2) Menteri-menteri tersebut dalam ajat 1 dapat diwakili oleh wakil-wakil tertentu jang ditundjuk oleh Menteri jang ber­sangkutan.

Tugas BADAN GABUNGAN PENTJAHARI DAN PEMBERI PERTOLONGAN jang tersebut dalam pasal 3 ialah memberi pimpinan dan p&doman kepada sub-komisi-sub-komisi jang tersebut dalam pasal 6.

Pasal 51) Sedikit-dikitnja enam bulan sekali BADAN GABUNGAN

PENTJAHARI DAN PEMBERI PERTOLONGAN akan dipang- gil bersidang oleh Ketua guna mempeladjari nasehat-nasehat jang diberikan oleh Sub-komisi-sub-komisi jang tersebut dalam pasal 6.

2) Apabila dianggap perlu, maka dapat diadakan sidang istimewa.

Pasal 6Guna memberi nasehat-nasehat kepada BADAN GABUNGAN

PENTJAHARI DAN PEMBERI PERTOLONGAN akan dibentuk empat bua'h sub-komisi ialah :a) Sub-komisi jang berkewadjiban mempeladjari soal-soal

procedure ;b) Sub-komisi jang berkewadjiban mempeladjari kemungkinan-

kemungkinan pentjahari dan memberi pertolongan dengan menggunakan kesatuan-kesatuan jang bekerdja d idarat;

c) Sub-komisi jang berkewadjiban mempeladjari kemungkinan- kemungkinan pentjahari dan pemberi pertolongan dengan menggunakan kesatuan-kesatuan jang bekerdja diudara ;

d) Sub-komisi jang berkewadjiban mempeladjari kemungkinan- kemungkinan pentjahari dan pemberi pertolongan dengan menggunakan kesatuan-kesatuan jang bekerdja diair atau didalam air.

Pasal 71) Dalam Sub-komisi jang tersebut dalam pasal 6 a akan duduk

wakil d a r i:Kementerian Perhubungan sebagai Ketua dan wakil dari Kementerian Luar Negeri sebagai Anggauta.

2) Dalam Sub-komisi jang tersebut dalam pasal 6 b akan duduk wakil-wakil dari instansi-instansi:a. Kementerian Pertahanan/Angkatan Darat sebagai Ketua;b. Kementerian Pertahanan/'Angka;tan Laut sebagai

Anggauta ;c. Kementerian Pertahanan/Angkatan Udara seba°-&i

Anggauta ; *

608

Page 607: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

d. Kementerian Dalam Negeri sebagai Anggauta ;e. Kementerian Perhubungan/Bagian Penerbangan Sipil

sebagai Anggauta ;f. Kementerian Perhubungan/Djawatan P.T.T. ssbagai

Anggauta ;g. Kementerian Penerangan sebagai Anggauta ;h. Polisi Negara sebagai Anggauta.

3) Dalam Sub-komisi jang tersebut dalam pasal 6 c akan duduk wakil-wakil dari instansi-instansi:a. Kementerian Pertahanan/Angkatan Udara sebagai Ketua;b. Kementerian Perhubungan/Bagian Penerbangan Sipil

sebagai Anggauta ;c. Kementerian Perhubungan/Djawatan P.T.T. sebagai

Anggauta.4) Dalam Sub-komisi jang tersebut dalam pasal 6 d akan duduk

wakil-wakil dari instansi-instansi :a. Kementerian Pertahanan/Angkatan Laut sebagai Ketua;b. Kementerian Pertahanan/Angkatan Udara sebagai

Anggauta ;c. Kementerian Perhubungan/Bagian Penerbangan Sipil

sebagai Anggauta ;e. Kementerian Perhubungan/Djawatan P.T.T. sebagai

Anggauta.

Pasal 8

Wakil-wakil jang tersebut dalam pasal 7 ditundjuk dengan surat oleh instansi jang bersangkutan.

Pasal 9

1) Tugas Sub-kcmisi-sub-komisi jang tersebut dalam pasal 6 ialah merentjanakan peraturan-peraturan mengenai Dinas Pentjahari dan Pemberi Pertolongan untuk kepentingan kapal-kapal laut dan udara jang mendapat ketjelakaan se­suai dengan perdjandjian-perdjandjian internasional — baik bilateral, maupun multilateral — jang berlaku untuk hal ini.

2) Tugas selandjutnja Sub-komisi-sub-komisi itu ialah, berda­sarkan rentjana peraturan-peraturan mengenai hal ini dan sjarat-sjarat jang ditundjuk oleh International Civil Aviation Organization, menjelidiki keperiuan materiil dan mengadjukan anggaran belandja mengenai hal ini kepada BADAN GABUNGAN PENTJAHARI DAN PEMBERI PER­TOLONGAN.

3) Selain dari tugas jai>g tersebut dalam ajat 1 dan 2 Sub- komisi-sub-komisi berkewadjiban merentjanakan peraturan- peraturan mengenai pentjjajiarian dan pemberian pertolong­an kepada korSan-korban bentjana alam.

609U .U . 1951 — 39

4

Page 608: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

%

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal pengundangannj a.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal. 14 Agustus 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI PERTAHANAN, SEWAKA

MENTERI PERHUBUNGAN, DJUANDA

MENTERI LUAR-NEGERI,A. SUBARDJO

MENTERI DALAM NEGERI, ISKAQ TJOKROADISURJO

MENTERI PENERANGAN,A. MONONUTU

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 20 Agustus 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

Pasal 10

610

Page 609: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANG PERATURAN PERBAIKAN PELABUHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dibeberapa pelabuhan, teristimewa dipe-labuhan Tandjung-Priok, keadaan mengenai administrasi, pengangkutan barang-barang, ke­amanan dan organsasi tenaga buruh sedemikian sulitnja hingga menimbulkan bahaja perekono­mian negara ;bahwa keadaan itu telah sekian mendesak, se­hingga perlu diambil tindakan dengan tjepat dan tegas untuk kepentingan Negara ; bahwa dipandang perlu mempersatukan pim- pinan jang bertanggung djawab atas segala dinas dan djawatan pemerintah demikian djuga atas ssgala pekerdjaan dan perusahaan partikulir di- masing-masing pelabuhan ;bahwa dipandang perlu pula kepada masing- masing Pemimpin itu diberikan sebutan serta kekuasaan seluasnja sebagai tersebut diper- aturan ini dan diberikan tanggung djawab atas perbaikan keadaan jang dimaksudkan diatas ; bahwa mengingat sulit dan pentingnja tugas peminipin itu, maka perlu sekali pendjabat ini dalam melakukan djabatannja dibantu oleh sebuah staf, terdiri dari wakil kementenan- kementerian jang Menteri-menterinja duduk dalam Panitya Pengawas Pelabuhan ;

Mengingat : Undang-undang tahun 1939 1No- Jah1un 1945No. 93, Peraturan Pemerintah tahun 1940 No. tahun 1945 No. 136 dan pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ,

Mendengar : Dewan Menteri Republik Indonesia dalam sidang-nja ke-20 pada tanggal 24 Djuli 1951.

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERBAIKANKEADAAN DIPELABUHAN-PELABUHAN

Fes I 1Menteri Perhubungan c&mana dipandangn j a

kat untuk tiap-tiap pelabuhan, baik jang *a£oSunD Pr0Di.nsi urusan Pemerintah Pusat, maupun 3ang ^ b a w a h ^ op m si, seorang pemimpin tdengan s?bdtan Penguasa

PERATURAN PEMERINTAH No. 55 TAHUN 1951

611

Page 610: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2

(1) Penguasa Pelabuhan itu pemimpin tertinggi didaerah pe- labuhannja, jang berkewadjiban mengatur, mengamat- amati, mendjaga dan bertanggung-djawab tentang ke­amanan, tata-tertib dan lantjarnja segala pekerdjaan untuk perbaikan keadaan didaerah pelabuhannja.

(2) Atas permintaan Penguasa Pelabuhan diwadjibkan pem­besar tentara atau polisi memberikan bantuan ketentaraan atau kepolisian seperlunja.

(3) Penguasa Pelabuhan berhak dalam daerahnja mengatur urusan dan penempatan pegawai-pegawai Bea dan Tjukai dan tenaga buruh sekadar hal-hal itu tidak bertentangan dengan Undang-undang Bea dan Tjukai (Rechtenordon­nantie) atau undang-undang lain.

Pasal 3(1) Penguasa Pelabuhan diwadjibkan melaksanakan dan me-

menuhi instruksi dan petundjuk-petundjuk lain-lain jang fry \ i i rii L pa? a^ a oletl Menteri Perhubungan.

? 1 1!li ia bei'tan§gung-djawab tentang per-? ^ kewadjibannja dan tentang segala apa

jang terdjadi dalam daerahnja.

Pasal 4djabatannja Penguasa Pelabuhan dibantu

Menteri Perhuhntia^? ^an-ggauta-anggautanj a diangkat oleh ian°- Mentprinin J J? i 1 wakil masing-masing Kementerian jan^ dibentuk oiph ^ dalam Panitya Pengawas Pelabuhan,

27 1951

_ . Pasal 5seba^a^iane T ertfsm f^ 11 kewadjiban Gouverneur-Generaalbedryven” (Staatsblad m o e™erktin?

p t t r chusus untu*

(i)Pasal 6

T a ^ ^ a u 'r f nRp. 50.000.— terhadan dpW da sebanJak- banJakma peraturannja dengarf atau^ufjfk^n pe peraturan-barang jang ditentukan engan meramPas barang-

612

Page 611: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Djika sesuatu peristiwa, jang dapat dihukum menurut ajat1, dilakukan oleh atau karena suatu badan hukum, maka tuntutan hukuman dilakukan dan hukuman dilafadkan terhadap pengurus-pengurusnja dan komisarisnja. Hukum­an tidak boleh dilafadkan terhadap seseorang diantara mereka itu, tentang siapa kenjataan, bahwa peristiwa itu adalah diluar maunja atau tahunja.

(3) Perbuatan jang dapat dihukum menurut ajat 1 dipandang sebagai pelanggaran.

Pasal 7

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­kan dan boleh disebut ..Peraturan Perbaikan Pelabuhan”.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Repubik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 30 Agustus 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA-MENTERI, SUKIMAN WIRJOSANDJOJO

MENTERI PERHUBUNGAN, DJUANDA .

MENTERI PERTAHANAN, SEWAKA

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

MENTERI PEREKONOMIAN, WILOPO

MENTERI PERBURUHAN.I. TEDJASUKMANA

Diundangkan pada tanggal 26 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M.A. PELLAUPESSY -> *

613

Page 612: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 56 TAHUN 1951

TENTANGPEMBEKUAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH DANDEWAN PEMERINTAH DAERAH SULAWESI-SELATAN,PERSIAPAN PEMBUBARAN DAERAH SULAWESI-SELATAN

DAN PEMBAGIAN WILAJAHNJA DALAM LINGKUNGAN DAERAH OTONOM PROPINSI SULAWESI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan po­litik dan ketatanegaraan dalam daerah Sula- wesi-Selatan ternjata penjelenggaraan peme­rintahan dan susunan alat-alat pemerintahan seperti sekarang dalam daerah tersebut pada waktu ini tidak memuaskan ;

b. bahwa, djika keadaan-keadaan itu tidak sege­ra diperbaiki, hal itu akan merugikan daerah itu dan negara ;

c. bahwa Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan-Dewan Pemerintah Daerah Sulawesi- selatan dalam mengurus dan mengatur ke­pentingan daerah itu, ternjata tidak menga­dakan tindakan-tindakan jang perlu untuk mengatasi dan menghindarkan kesulitan- kesulitan seperti dimaksud sub a ;

d. bahwa rakjat Daerah Sulawesi-Selatan ber- ulang-ulang telah menjatakan tidak menjukai lagi adanja Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah Sulawesi- Selatan, berhubung dengan keinginannja supaja Daerah itu selekas mungkin dibubar- kan dan wilajahnja dibahagi dalam beberapa daerah otonom lain, hal mana pada asasnja disetudjui oleh Pemerintah :

e. bahwa berhubung dengan keadaan didaerah tersebut dan hasrat Pemerintah untuk segera menjusun pemerintahan daerah-daerah jang sesuai dengan keinginan rakjat, Pemerintah menganggap perlu mengadakan tindakan- tindakan dan peraturan seperti tersebut di­bawah in i ;

Mengingat : pasal 142 dan 98 Undang-undang Dasar Semen­tara dan pasal 20 jo. pasal 2 , 18 dan 34 ajat 2 dan 3 Undang-undang Pemerintahan Daierah-daerah Indonesia Timur” tertanggal 15 Djuni 1950 (Staatsblad Indonesia Timur dahulu No. 44 tahun 1950) ;

Mendengar : Dewan M enteri;

6! 4

Page 613: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBEKUAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH DAN DEWAN PEMERINTAH DAERAH SULAWESI-SELATAN UNTUK SEMENTARA WAKTU, PERSIAPAN PEMBUBARAN DAERAH SULAWESI-SELATAN DAN PEMBAGIAN WILAJAHNJA DALAM LINGKUNGAN

DAERAH OTONOM PROPINSI SULAWESIPasal 1

Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah Sulawesi-Selatan dibekukan sampai waktu jang diten­tukan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 2Tugas kewadjiban dari Dewan-Dewan tersebut dalam pasal 1

untuk sementara w'aktu didjalankan oleh Gubernur Propinsi Sulawesi.

Pasal 3Disamping mendjalankan tugas kewadjiban tersebut dalam

pasal 2, Kepada Gubernur propinsi Sulawesi ditugaskan menga- aakan tindakan-tindakan dan persiapan-persiapan jang di­perlukan untuk pembubaran Daerah Sulawesi-Selatan dan pembagian wilajahnja dalam daerah-daerah otonom lain dalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sulawesi, jang segera dibentuk.

Pasal 4(1) Tugas kewadjiban termuat dalam pasal 2 dan 3 oleh Gu­

bernur dilakukan dengan dibantu oleh suatu Badan Pena­sehat menurut instruksi jang ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri.

(2) Badan tersebut terdiri dari sebanjak-banjaknja sepuluh anggauta jang diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur Propinsi Sulawesi.

Pasal 5Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari di­

undangkan.Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­

kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 6 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI DALAM NEGERI, ISKAQ TJOROHADISURJO

Diundangkan pada tanggal 10 September 1951 MENTERI KEHAKIMAN fU-?

M.A. PELLAUPESSY

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

615

Page 614: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 56 TAHUN 1951

TENTANGPEMBEKUAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH DANDEWAN PEMERINTAH DAERAH SULAWESI-SELATAN,PERSIAPAN PEMBUBARAN DAERAH SULAWESI-SELATAN

DAN PEMBAGIAN WILAJAHNJA DALAM LINGKUNGAN DAERAH OTONOM PROPINSI SULAWESI

PENDJELASAN UMUM.

1. Menurut peraturan pembentukan ,.Gabungan Selebes-S^- latan” tanggal 18 Oktober 1948, jang disahkan oleh Residen Selebes-Selatan dahulu dengan penetapan tanggal 12 No­pember 1948, maka pemerintahan „Gabungan Selebes- Selatan” terdiri dari Hadat Tinggi dengan Madjelis Harian- nja dan Dewan Selebes-Selatan, jang terdiri dari sebanjak- banjaknja 39 anggauta.

2. Susunan Pemerintahan Daerah Selebes-Selatan tersebut. jang anggautanja pada dasarnja ditundjuk oleh Pemerin­tah, tidak dapat diterima oleh masjarakat. Maka untuk menjalurkan ketatanegaraan Sulawesi-Selatan menurut hukum dan atas dasar-dasar demokrasi, setelah diadakan pambitjaraan antara semua partai-partai politik dan orga- nisasi-organisasi Rakjat di Makasar pada tanggal 29 April 1950, telah diadakan susunan baru berupa Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah, susunan mana dengan beberapa perubahan kemudian disahkan oleh Menteri Urusan Dalam Neigeri Negara Indonesia Timur menurut keputusan tanggal 24 Djuni 1950 No. UPU 1/9/37.

3. Segala perubahan tersebut ternjata belum memenuhi ke- hendak m asjarakat; suara partai-partai politik dan orga- nisasi-organisasi rakjat segera timbul, jang menghendaki dibubarkannja Dewan Perwakilan Rakjat Sulawesi-Selatan, terutama terdorong oleh terbentuknja Negara Republik Indonesia Serikat kearah suatu Negara Kesatuan. jang m e- lahirkan Daerah Propinsi Sulawesi menurut Peraturan Pemerintah tanggal 14 Agustus 1950 No. 21/1950.J->e<wan Perwakilan Rakjat Sulawesi-Selatan sendiripun ? 8incLlSak kePada Pemerintah Pusat dalam sidangnja tang­gal 27 Nopember 1950 untuk mengadakan koreksi atas susunan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tersebut.

4. Sementara itu, dengan berlakunja „Undang-undang Peme- nntahan Daerah-daerah Indonesia Timur” tertanggal 15 Djuni 1950 (Staatsblad Indonesia Timur dahulu No. 44

616

Page 615: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

tahun 1950), Daerah Sulawesi-Selatan itu ditetapkan lan­djut sebagai daerah atas dasar undang-undang itu, sedang alat-alat pemerintahannja, jaitu Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah jang ada pada waktu itu, dengan ketentuan peralihan dalam pasal 34 ajat 2 jo. ajat 3 ditetapkan berdjalan terns.

Kemudian, terutama karena tidak mendapat kepuasan atas susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakj at Sulawesi- Selatan dengan Dewan Pemerintahnja, 31 (tigapuluh satu) anggauta mengundurkan diri dan selandjutnja dalam rapatnja tanggal 1 Maret 1951, jang dikundjungi oleh27 anggauta, Dewan Perwakilan Rakjat itu memutuskan untuk membubarkan ikatan Daerah Sulawesi-Selatan, supaja daerah itu dibagi dalam kabupaten-kebupaten, langsung dibawah Propinsi, begitu djuga membubarkan Dewan Pemerintah Daerahnja dengan mengangkat buat sementara waktu satu Dewan Pemerintah baru, jang diberi tugas mendjalankan likwidasi pemerintahan didaerah Sula­wesi-Selatan.Tindakan Dewan Perwakilan Rakjat tersebut telah menim- bulkan keragu-raguan dan ketegangan digolongan pegawai Balai Pemerintah Daerah Sulawesi-Selatan, pun pula dika- langan Pamong-Pradja, sedangkan oleh beberapa partai politik dan organisasi rakjat dalam rapatnja tanggal 9 Maret 1951 diambil sebuah mosi, jang menolak segala putusan jang diambil oleh Dewan Perwakilan Rakjat Sula­wesi-Selatan tersebut.

Pemerintah pada pokoknja dapat menjetudjui pembubaran ikatan Daerah Sulawesi-Selatan sebagai suatu daerah otonom menurut pasal 1 ajat 1 dan 2 dari „Undang-undang Pemerintahan Daerah-daerah Indonesia Timur tersebut, supaja segera diadakan pembagian daerah itu kearah uniformiteit buat seluruh Republik Indonesia, jang dibagi dalam daerah-daerah Propinsi dan daerah-daerah otonom lainnja.Untuk mengatasi segala kesulitan jang telah timbul, seperti diutarakan diatas dan untuk dapat mentjapai maksud Pemerintah Pusat termuat dalam sub 7 diatas dan dengan demikian mendjamin lantjarnja penjelenggaraan pemerin­tahan dan penjusunan daerah-daerah otonom baru jang dikehendaki perlu diadakan tindakan-tindakan jang tepat berdasarkan perundang-undangan, jaitu dengan membeku- kan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dan Dewan Peme­rintah Daerah Sulawesi-Selatan serta membebankan penje- len^garaan tugas kewadjiban Dewan-Dewan tersebut fkwidasi Daerah itu dan persiapan pembentukan daerah-

Page 616: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

daerah otonom baru untuk sementara waktu langsung kepada Gubernur, dibantu oleh suatu Badan Penasehat terdiri dari sebanjak-banjaknja sepuluh anggauta jang diangkat olsh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur, satu dan lain pada azasnja sesuai dengan pendapat Dewan Pemerintah Daerah Sulawesi-Selatan, seperti pada waklu jang terachir ternjata dari maklumatnja tanggal 2 Agustus

Pendjelasan pasal demi pasal

9. Setjara formil perlu diatur dalam pasal X, bahwa djangka waktu pembukuan itu ditetapkan oleh Msnteri Dalam Negeri. Akan tetapi hasrat Pemerintah ialah supaja waktu pembekuan itu selekas mungkin dapat disambung dengan pembentukan daerah-daerah otonom baru dalam lingkung­an daerah otonom Propinsi Sulawesi.

10. Disamping mendjalankan tugas kewadjiban Dewan Perwa­kilan Rakjat dan Dewan Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan, kepada Gubernur diberi tugas istimewa jang men­djadi inti daripada peraturan pemerintah ini, ialah meng­adakan segala persiapan untuk pembubaran daerah Sulawesi-Selatan dan pembagian wilajahnja dalam daerah- daerah otonom lain, supaja segera dapat disusun daerah otonom Propinsi Sulawesi (Pasal 3).

11. Dalam mendjalankan tugas kewadjiban seperti dimaksud dalam pasal 2 dan 3, Gubernur dibantu oleh suatu Badan Penasehat. Tjara mendjalankan tugas itu akan diatur lebih landjut dalam instruksi-instruksi, jang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri (pasal 4 ajat 1).

618

Page 617: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 57 TAHUN 1951

TENTANGPEMBERIAN TUNDJANGAN KEMAHALAN DAN TUNDJANGAN KELUARGA KEPADA PENERIMA

PENSIUN DAN TUNDJANGAN

Menimbang:

Mengingat

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

perlu diadakan peraturan jang bersamaan ten­tang pemberian tundjangan kemahalan dan tundjangan keluarga kepada penerima pensiun atau tundjangan ;a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

(bentuk lama) No. 24 tahun 1950 , b Staatsblad 1949 No. 2, sebagai diubah dengan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 17 tahun 1950 (Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat 1950 No. 47) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 tahun 1951 (Lembaran Negara 1951 NO. 28) ;

Mengingat pula : pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Mendengar : Dewan M enteri;M e m u t u s k a n :

Denman membatalkan Peraturan Pemerintah Republik Indo­nesia Tbentuk lama) No. 24 tahun 1950, menetapkan .

Peraturan Pemerintah sebagai berikut:

Pasal 1

Pemberian tundjangan kemahalan dan tundjangan keluarga keoada penerima pensiun atau tundjangan, jang ditetapkan menurut Peraturan-peraturan Pemerintah Republik Indonesia (bentuk lama) :

No. 14 tahun 1947 juncto No. 30 tahun 1948 ; No. 34 tahun 1949 No. 35 tahun 1949 No. 22 tahun 1950 No. 23 tahun 195fc

1.2 .3.4.5.didasarkan atas Staatstya* 1949 No. 2, sebagaimana telah dan kemudian akan diubah atau ditambah.

619

J

Page 618: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundan®-

kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 September 1950.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 6 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO

MENTERI URUSAN PEGAWAI SOEROSO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 13 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

620

Page 619: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 57 TAHUN 1951 Umum

Hingga kini berlaku dua peraturan jang berlainan tentang pemberian tundjangan kemahalan dan tundjangan keluarga kepada penerima pensiun dan tundjangan jaitu :I. Staatsblad 1949 No. 2 sebagai diubah dengan Peraturan Pe­

merintah Republik Indonesia Serikat dahulu No. 17 tahun1950 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 tahun 1951 bagi penerima pensiun/tundjangan jang ditetap­kan menurut peraturan pensiun/tundjangan Republik Indonesia Serikat.

II. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (bentuk lama) No. 24 tahun 1950 bagi penerima pensiun/tundjangan menu­rut peraturan pensiun/tundjangan Republik Indonesia bentuk lama.

Dengan terbentuknja Negara Republik Indonesia Kesatuan, maka sudah selajaknja diadakan peraturan bersamaan untuk segenap penerima pensiun/tundjangan.

Pasal demi pasal Pasal 1

Dalam pasal ini ditetapkan bahwa penerima pensiun dan tundjangan menurut Peraturan-peraturan Pemerintah :1. No. 14 tahun 1947 jo. No. 30 tahun 1948, tentang pemberian

tundjangan kepada bekas pegawai negeri dan djanda serta anak-piatunja,

2. No. 34 tahun 1949, tentang pemberian pensiun kepada pegawai negeri,

3. No. 35 tahun 1949, tentang pemberian pensiun/tundjangan kepada djanda/anak pegawai negeri jang meninggal dunia,

4. No. 22 tahun 1950, tentang pemberian tundjangan kepada bekas Presiden dan pendjabat-pendjabat lain,

5. No. 23 tahun 1950, tentang pemberian tundjangan istimewa kepada djanda dan anak-anak pegawai negeri jang mening­gal dunia dalam dan karena keadaan luar biasa,

diberi tundjangan kemahalan dan keluarga jang sama dengan apa jang diterima oleh penerima pensiun/tundjangan menurut peraturan pensiun/tundjangan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dahulu, jang lebih mengikuti tingkatan kemahalan daerah (rayon).

Pasal 2Peraturan Pemerintah ini ditetapkan mempunjai kekuataii

surut hingga 1 September 1950 jaitu tanggal hari pertama dan bulan berikutnja bulan terbentuknja Negara Kesatuan.

621

i

Page 620: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 58 TAHUN 1951

TENTANGOPCENTEN ATAS BEA KELUAR ATAS KARET RAKJAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu melandjutkan pemungutan opcentenatas bea keluar atas karet rakjat jang ditetapkan dengan pasal 3 dari ordonansi 7 Desember 1910 (Staatsblad No. 628), jang telah diubah dan di­tambah, terachir dengan Undang-undang Daru­rat No. 32 tahun 1950 (Lembaran Negara 1950 No. 65) ;

Mengingat : pasal 98 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia dan pasal 5 Indische Tarief- wet (Staatsblad 1924 No. 487) jang telah diubah dan ditambah, terachir dengan Staatsblad 1949 No. 383 ;

M e m u t u s k a nMenetapkan :

PERATURAN p EMERINTAH TENTANG OPCENTEN ATAS BEA KELUAR ATAS KARET RAKJAT

PciScll 1opcenten a t a s ^ b e a ^ P ^ ^ diPunS“ ‘ 25 (duapuluh lima> tarief I, II III dan IV dari a a sk a ret rakjat tersebut dalam(Staatsblad No. 628) jang telSHirnh01? * ? ^ 1 Desember 1!?10 dengan Undane--iinfin-nJ dllubaJl dan ditambah, terachirNeglra 1950 No 65) rU1'at Na 32 tahun 1^0 (Lembaran

3.

C2

' atas pengeluaran karetdalam pasal 1 untuk selun?h?f V epertl Jang ditentukan fonds. uruhnja dimasukkan dalam suatu

• Fonds jang dimaksudkan rioinn, • *satu Badan, jang susunan J f ? 1 akan diawasi olehbekerdjanja akan d ifcetan k ^ ' dan tugasnja serta tjara Pemerintah. Badan terspW dengan suatu Peraturanatas nama Pemerintah p n niendjalankan kewadjibannja

• Pe^dapatan-pendapatan j?nH « S nama Menteri Pertanian. pnnsipnja untuk sekuranfr-wemun^utan °Pcenten itu pada buat membiajai usaha-usnhJ, « gn a 60% akan digunakan

" Propinsi br.gi kepentingan

Page 621: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

perbaikan karet rakjat dan produksinja dan untuk sebanjak-banjaknja 40% digunakan buat ongkos-ongkos dan lain-lain biaja pada usaha-usaha pusat pada lapangan itu djuga.

Pasal 3

Usaha-usaha Propinsi jang dimaksud dalam pasal 2 ajat 3 ialah antara lain :a meni elenggarakan perkumpulan-perkumpulan P^anam

karet jang seboleh-bolehnja berupa koperasi didaerah dan 'membentuk suatu gabungan organisasi sebagai badan-badan pusat;menggiatkan pemakaian tjara-tjara jang tertentu me- naenai bertjotjok dan pemasakan karet, memadjukan pasaran karet dan orgamsasi-orgamsas!

dimana^perlu mengusahakan tenaga-tenaga diluar formasi dfnas untuk memberi penerangan dan mengad.- kan penilikan dan pengawasan ;

" T Ek " n " : jang mengadakan kebun-kebun

2 » kebun pembibitan

3 u ^ r = ^ r n h K S - d ' a i a m tentoon-

■ stelling, iaa™ arnktdf eary i buangaal‘pengumuman hal-hal4- “ a " X f d X n " gf n keradjinan karet rakjat

dan p e r d a g a n g a n k a r e t ^ ^ ( s t u d i e o p d r a c h t ) b a g i

peTaw al'pegaw . penjuluh dan penanam-penanam karet?ang berhasrat ^ madju ; ^mengadakan P^gelua1 kesedjahteraan pada umum-p r o d u k s i pada chuuiisi ja t melang_sungkan r c d t T ^ ^ p e r t a h l n k a n perkebunan- perkebunan karet.

Hal-hal jang mendjadi tanggungan usaha dari pusat, adalah antara lain : „ ,_lidikan-penjelidikan jang berdasarkana . m e n g a d a k a n peweliaiKan^p j kebunan karet

ilmu pengetahuiiri da.lam p hasil-hasilnja, saturakjat, Pemasaka?- fslapan guna mendirikan setasion per- tfobian ^roefstatio?i) untuk kepentingan karet rakjat,

Page 622: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. mengadakan pertjobaan-pertjobaan jang tertentu dan setjara teknis dalam lapangan perkebunan dan tjara memasaknja (bereiding) pada daerah-daerah jang ditundjuk untuk keperiuan itu ;

c. membiajai pengeluaran berhubung dengan pengiriman panitia penjelidikan (studiecommissies) keluar-negeri termasuk delegasi jang tiap-tiap tahun dikirimkan untuk keperiuan Rubber Study Group ;

d. menjebarkan pengumuman-pengumuman berdasarkan keterangan-keterangan jang diperoleh dari jang tersebut pada sub a, b dan c termasuk pelaporan-pelaporan jang penting dari daerah-daerah dan inspeksi-inspeksi, per- hitungan-perhitungan pasar (marktanalyses) dan seba­gainja.

Pasal 4

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1951.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 10 September 1951

WAKIL-PRE3IDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI KEUANGAN JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 17 September 1 9 5 1

MENTERI KEHAKIMAN a.i M. A. PELLAUPESSY

624

Page 623: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

TENTANGOPCENTEN ATAS BEA KELUAR ATAS KARET RAKJAT

Pemungutan opcenten atas bea keluar (uitvoerrecht) dari karet rakjat 1951 dan 1952.

1. Berdasarkan Ordonansi jang dimuat didalam Staatsblad1949 No. 449, maka pada tahun 1950 dipungut opcenten untuk ongkos-ongkos jang dikeluarkan guna memperbaiki dan mempertinggi produksi dari karet rakjat, atas bea keluar jang menurut Ordonansi jang termuat dalam Staats­blad 1934 No. 471, banjaknja 5% dari harga karet jang dikeluarkan.

2. Untuk tahun 1950 opcenten itu berdjumlah 25 ;

a. 60% dari opcenten jang dipungut itu akan diserahkan kepada negera-nsgara dan daerah-daerah jang tak ter­masuk golongan negara untuk dipergunakan sebagai penutup ongkos-ongkos, sebagaimana jang telah dite­rangkan diatas ;

b. sisanja, sebagaimana menurut petundjuk dari Pemerin­tah Pusat, dipergunakan untuk menutup ongkos-ongkos

• jang diksluarkan oleh persediaan-persediaan terpusat (centrale voorzieningen) bagi kepentingan penerangan- penerangan kepada rakjat dan tindakan-tindakan lain iang maksudnja memperbaiki dan mempertinggi pro­duksi karet rakjat, didalam mana termasuk kelandjutan serta exploitasi dari pertjobaan menderes (tapproeven) sebelum perang, pentjatatan pemilikan karet rakjat dansebagainja.

3 Untuk tahun 1951 hasil pemungutan opcenten itu dapat ditaksir setjara kasar kira-'kira Rd. 15.000.000.— suatu djum­lah jang sama dengan hasil pada tahun 1950.

4 Semendjak bulan Oktotar 1950 Onderafdeling Karet Rakjat dahulu jang sampai waktu itu menjelenggarakan pene- ran°-an’ terpusat mengenai karet rakjat, diubah bentuknja mendjadi dinas jang berdiri sendiri, jang seharusnja men­dapat anggaran belandja jang tersendiri pula. Karena tindakan ini, makao keuangan jang didapat dari pemu­ngutan opcenten itu°mempunjai sifat lain, sehingga alat- alat itu sepantasnja diarahkan langsung untuk kepentingan pada penghasil (producsnten) jang bersangkutan.

PERATURAN PEMERINTAH No. 58 TAHUN 1951

625U. U. 1951 ^ 40 ^

Page 624: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

5‘ ?ia^ a perubahail~Perubahan dalam struktur kensgaraan DAPRA^tam^?1 ^ 1 11 neSara-negara dan DAERAH- S fn • D? r .SENT)IRI- Perlulah diturut tjaradaerah ft ? p ba° ian hasil pemungutan opcenten daerah-

^kan^npmh^rft1 ?11 ■’ang’. tersebut diatas, maka pemben- membe?ikan h™ n ProP.i.nsi membuka kemungkinan untuk daerah kenada p p ^ ? a f lkuasainJa hak-hak dari beberapa daerah tersphnt menntah Propinsi jang meliputi daerah-

p^iin^utantonnpnfaW^Si dan memPerSunakan hasil-hasil

aces ? S » S S “ matisra

ada pada5"(Sw^ntaD ^ S ^ emarkaiari fonds itu sepenuhnja tersebut; mpman (raad van bestuur) jajasan

sebuTaha?usa mempi$naia f t ^ dibiajai oleh 3a3asan ter- dengan jan°- disebutkaS hqV 3uan"tudjuan jang sesuai kutan serta harus mendnml3” 1 ordonansi jang bersang- Rakjat. S mendaPat persetudjuan Kantor Karet

Perlu dite^askan haidiatas memberikan tirnta,?rOC0dur sebagai Jan& tersebut memperdalam rentiarm t L Ja g menguntungkan untuk teratur dan terus menierus set*™*13? <werkprogram) jang tidak perlu tergantury* iL l ? beberapa tahun, dengan adalah suatu tindakan penSaruh konjuctuur.inimanfaatnja bagi cultuur onu ak daPat dipungkiri lagi

9- Tudjuan-tudjuan (objectenf T g bersanSkutan-aei?uTatf0(cento°na? f I 6™ S ^

1- Penjelidikan iart^pada lapangan p eru sa h S n ^ t 'an * ilmu Pengetahuan dan tingkatan hasil j karet rakjat, pemasakanuntuk mendirikan stasmn an,.Iain sebaS'ai p&rsiapan

• ;MsnJelenggarakan D erti^pei ,obaan karet rakjat.pangan penanaman Hoi aan~Pertj°baan dalam la-

o paerab .jang ditundiuk didalam daerah-^ blaJaan p e n g S * in£uk keperluan itu.

man studie-komisi-t:i-nHJr^ubu.nS dengan pengi- ermasuk djuga tiencrivi^. w ' komisi keluar-negeri.

626

fcehiar-negeri,Rubber Study Group 4t?ap tahun11 UlltUk keperluan

Page 625: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

4. Penjebarantsrangan-keterangan dan sub 1 sampai den=a* termasuk djuga lapor-lapor jang penting berasal dari daerah dan inspeksi serta analisa mengenai pasaran (markt-analyse) dan sebagainja.

b' f aMenjelen°ggarakan perkumpulan-perkumpulan pena­nam karet didaerah-daerah dan membentuk satu

2 MranadfukanBtjara-tjara chusus tentang penanaman

3. S S n S d T u S ^ i a r e t dan organisasi pendjualan

4. Dimana perlu mengangkat pegawai penerangan dan pengawas diluar formasi-dinas ,

5- aeliepada " a jang mendirikan kebun-kebun x S f 'r e U 'k f^ n ^ m e n d S k in tempat pembi-

' bitan karet £ id a « a h ^ d a e r ^ ^ada" ’tentomistelling-tentoonstelling, jaarmarkt dan se-

d / k e W ^ ^P S r T n M n ^ S a n g S tjotjok-tanam dan per- dagangan karet.

tahun 1950, jaitu 25.

627

Page 626: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 59 TAHUN 1951

TENTANGPENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI TETAP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: perlu diadakan peraturan tentang pengangkatanpegawai Negeri tetap ;

Mengingat : pasal 98 dan 142 Undang-undang DasarSementara ;

Mendengar : Dewan Menteri pada rapatnja tanggal 31 Agustus1951 ;

M e m u t u s k a n :

Dengan membatalkan segala peraturan jang bertentangan dengan peraturan ini, menetapkan peraturan tentang pengang­katan pegawai negeri tetap sebagai berikut :

Pasal 1

Dalam peraturan ini jang dimaksudkan dengan :a. ,.pegawai” ialah warganegara jang memegang djabatan

negeri jang tidak bersifat sementara dan gadjinja dibajar dari anggaran negara menurut peraturan gadji pegawai negeri jang berlaku ;

b. „masa ksrdja” ialah waktu sebagai pegawai.

Pasal 2

Pogawai diangkat mendjadi pegawai negeri tetap pada saat ' , 31e?'tjukupi masa kerdja sekurang-kurangnja satu tahun dan

anj a £—banj aknj a tiga tahun, apabila ia memenuhi sjarat- sjarat dibawah ini :a‘ .menundjukkan ketjakapannja dalam melakukan

pekerdjaan djabatan serta memenuhi sjarat-sjarat budi- pekerti jang diperlukan untuk djabatan jang dipangkunja ■

o. belum melampaui umur 35 tahun ;° rtio?181?11 sJ’araJ_sjarat ketjakapan djasmani untuk m en- ajaiankan djabatan negeri.

P&ssl 3t ja k a n a n n f^ ^ Q V ^ ^ 111! ,3 tal?un belum dianggap tjukup ke- wai nee-Pri t i ? nn?m- iSar Jang berkuasa mengangkat pega- u n L rm p m n p v n L ^ b6ri kekuas.aan dalam hal-hal luar-bilsa 1 tahun. djang waktu itu dengan sebanjak-banjaknja

628

Page 627: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Apabila waktu 3 tahun termaksud dalam pasal 2 telah dilam- paui luar kemauan jang berkepentingan, maka pengangkatan sebagai pegawai negeri tetap hanja dapat dilakukan dengan persetudjuan Menteri Urusan Pegawai.

Pasal 5

Batas umur 35 tahun termaksud dalam pasal 2 huruf b dapat dilampaui dengan waktu sebanjak masa kerdja jang dapat disahkan untuk pensiun pada saat pegawai jang bersangkutan hendak diangkat sebagai pegawai negeri tetap.

Pasal 6

Pengangkatan sebagai pegawai negeri tetap harus dinjatakan dalam surat keputusan jang bersangkutan dengan sebutan : „diangkat sebagai pegawai tetap”.

Djika pernjataan itu tidak disebut, maka pegawai jang ber­kepentingan tidak dianggap mempunjai kedudukan pegawai negeri tetap dan tidak dapat menuntut hak-hak berdasarkan kedudukan itu.

Pasal 7

Pegawai jang menolak pengangkatan sebagai pegawi negeri tetap pada azasnja dapat langsung dipekerdjakan.

Djika dipandang perlu oleh djawatan jang bersangkutan, maka pegawai jang menolak pengangkatan itu hanja dapat diberhentikan dari djabatannja oleh karena penolakan itu de­ngan permufakatan Menteri Urusan Pegawai.

Pasal 8

Tenaga, baik jang pernah diperhentikan tidak dengan hormat dari sesuatu djabatan Pemerintahan, maupun jang belum per­nah bekerdja pada suatu djabatan sedemikian dan karena melakukan kedjahatan telah didjatuhi hukuman, hanja dapat diangkat sebagai pe.gawai negeri tetap, setelah ia dipekerdjakan dalam pertjobaan 5 tahun dalam djabatan negeri ssmentara serta memenuhi sjarat-sjarat termaksud dalam pasal 2 huruf a dan c, pula sjarat-sjarat jang tersebut dibawah in i :I. Kesanggupan pegawai^ jang bersangkutan, djika ia telah

atau dalam waktu jang singkat akan berhak mendapat' pensiun, untuk bekerdja pada Pemerintah selama sekurang-

kurangnja 3 tal\un ;II. Belum mentjapai umur 47 tahun.

Pasal 4

629

Page 628: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 9

Pemeriksaan ketjakapan djasmani didjalankan menurut peraturan jang berlaku.

Pasal 10

Hal-hal jang tidak ditentukan dalam atau jang memberi alasan untuk menjimpang dari peraturan ini, harus mendapat keputusan dari Menteri Urusan Pegawai.

Aturan chusus

Pasal 11

(1) Jang dianggap mempunjai kedudukan pegawai negeri tetap, selain daripada jang mendapat kedudukan itu menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini, ialah :

a. mereka jang menurut sesuatu peraturan lama telah mendjadi pegawai negeri tetap ;

b. mereka jang pada tanggal 1-1-1948 memegang djabatan Negeri dan terus-menerus bekerdja sebagai pegawai Negeri hingga 1-1-1950 ;

c. mereka jang pada tanggal 1-1-1948 bekerdja sebagai pegawai negeri dan diberhentikan dengan hormat dari djabatan negeri antara 1-1-1948 dan 1-1-1950 dan kalau sebagai pegawai Negeri tetap ia akan menerima pensiun menurut salah satu peraturan jang berlaku ;

d. mereka jang sebelum tanggal 20-6-1950 telah memenuhi sjarat-sjarat termaksud dalam pasal 2, tetapi kemudian berhubung dengan surat edaran Perdana-Menteri tang­gal 20-6-1950 No. 3966/5 belum diangkat sebagai pegawai negeri tetap.

(2) Djika pegawai menurut ketentuan dalam ajat (1) harus dianggap mempunjai kedudukan sebagai pegawai negeri tetap, maka hal ini harus dinjatakan dalam surat kepu­tusan dari pembesar jang berkuasa mengangkat pegawai tetap dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.

Pasal 12

Terhadap pegawai, jang pada tanggal berlakunja peraturanmi masih memegang djabatan negeri dan tidak termasuk da-am pasal 11 ajat (1), sjarat masa kerdja 3 tahun termaksud

v>a a? pasa* 2 dihitung mula* dari tanggal pengundangan ■reiaturan Pemerintah ini. '630

Page 629: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasai 13

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supa setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 13 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI URUSAN PEGAWAI, SOEROSO

Diundangkan pada tanggal 22 September 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.M. A. PELLAUPESSY

*

631

Page 630: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 59 TAHUN 1951

Pemerintah Federal (Belanda) dulu telah mengadakan peraturan tentang pengangkatan pegawai tetap („in vasten dienst ). Menurut peraturan ini pegawai dapat diangkat tetap, apaona la dapat memenuhi sjarat-sjarat jang ditentukan. Oleh Pemerintah Republik Indonesia Serikat peraturan ini bagi pe­gawai asal dari pemerintahan federal masih dilandjutkan semngga tanggal 20 Djuni 1950. Pada tanggal ini dengan surat- on na Menteri Republik Indonesia Serikat (tanggal-^U-b-1950 No. 3966/50) kemungkinan pengangkatan sebagai pegawai tetap dihentikan.

Bagi pegawai Republik Indonesia dulu belum ada peraturan ® .tang pengangkatan tetap. Hanja ada peraturan-peraturan

S i 1.?* untuk sesuatu maksud jang tertentu. Misalnja dalamioIq + a? Pemerintah (Republik Indonesia dulu) No. 34 tahun J*™ tea\tanS pemberian pensiun ditetapkan, bahwa pegawai

tanggal 1 Djanuari 1946 telah bekerdja dipandang /r fga^ , NeSeri tetap, ssdang dalam Peraturan Peme-

untan (Republik Indonesia dulu) No. 10 tahun 1949 tentan^ pembenan uang tunggu ditetapkan bahwa pegawai iang pada

Peraturan Pemerintah tersebut telah mempunjai t-srus-menerus dua tahun dianggap sebagai pega-

ea l'l DianiinHau»R?2rfa iUra?. tersebufc mulai berlaku pada tang-l Djanuari 1948 tpiahai S 1Tl f na pegawai Jarig Pada tanggal

Teranelah hahi-o >? • Ja dlanSaP sebagai pegawai tetap. uprin t. gl pegawai Republik Indonesia dulupegawai neeeri tpl-nn cnj?erat? ran umum untuk pengangkatan dulu. p sebagai telah terdjadi bagi pegawai federal

maksudUu n tu k ^ en ra tek an nf tditetaP{can sekarang ini berisi katan pegawai neelri titan hJ • paraturan tentang pengang- sekarang (asal dari ? f pegawai Republik Indonesiafederal) w I Indonesia dulu dan pemerintahanjangdaiam ^pm ktek dannf Uan dalam Peraturan federal dulukan dalarn^peraturaji ano- d^tpt^6 df ngan baik

Berhubung deneanVpHhI ? 8i apkan sekarang ini. pegawai Republik Indonesia p^Fatui;an Jang umum bagidalam djabatan t^tap ba^f anJ?!:hentlkan Pengangkatantidak dapat memenuhi f i n ^ ,dll.uar kesalahannja akan peraturan itu. Maka oleh ia r Ja* Jang dltetaPkan dalamPeralihan (c L s u s f sebagai S t perJU diadakan peraturan

Untuk men-tapkan w S „ n Um dalam pasal n - bahwa pegawai itu dapat rif™*1!? 3arg tepat sebagai batas, adalah waktu jang dipakai dainS, S4. sebagai Pegawai tetap uang f.ungau Republik Tl_H am. peraturan tentang pemberian •wepuDiik Indonesia dulu, jaitu pada tanggal

Page 631: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1 Djanuari 1948 dan hingga tanggal 1 Djanuari 1950 terus-mene- rus bekerdja. Tetapi sjarat terus-menerus ini dapat dikesam- pingkan, apabila pegawai jang bersangkutan itu waktu ber- henti diantara 1 Djanuari 1948 dan 1 Djanuari 1950, kalau sebagai pegawai tetap ia akan menerima pensiun menurut salah satu peraturan jang berlaku.

Pasal demi pasal

Pasal 1Tidak memerlukan pendjelasan.

Pasal 21. Waktu 1 (satu) hingga 3 (tiga) tahun dianggap tjukup untuk

merasntukan apakah pegawai jang bersangkutan memenuhi sjarat-sjarat termaksud dalam huruf b pasal ini. Waktu itu dihitung mulai saat pegawai memangku djabatan sesuatu susunan pegawai.

2. Pembatasan umur 35 tahun tersebut dalam huruf b ditetap­kan atas pertimbangan, agar pegawai akan dapat memper- oleh hak pensiun pada usia jang tidak terlalu tinggi.

3 Sjarat tersebut dalam huruf c diadakan sebagai sekedar djaminan, bahwa pegawai akan dapat mendjalankan dja­batan negeri untuk waktu jang tjukup lama.

4. Berhubung dengan ketentuan pasal ini. maka kedudukan pegawai-pegawai sementara harus ditindjau setahun sekali tentang kemungkinan pengangkatan dalam djabatan tetap.

5 Hal-hal jang dapat menjimpang dari sjarat-sjarat tersebut dalam pasal ini, ditetapkan dalam pasal 3 sampai dengan5 dan 9.

Pasal 3Pasal ini mengandung maksud, bahwa pada umumnja .ter­

hadap pegawai bersangkutan harus diusulkan untuk diberhen- tikan dari djabatannja.

P e m b e sa r -p e m b e s a r jang berkuasa mengangkat pegawai Ne­geri tetap telah ditetapkan dalam pasal 2 ajat '(1) jo. pasal 3 dari Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dahulu No. 41 tahun 1950, seperti telah diubah dengan Lembaran Ne­gara No 47 tahun 1950, jaitu :a. Presiden, jang mengenai pegawai-pegawai jang mendjabat

p a n g k a t :Presiden-direktur Bank Sirkulasi, Djaksa Agung, Direktur Kabinet Presiden Republik Indonesia, Sekretaris-djenderal, Tssaurier-djenderal, Direktur-djenderal, Kepala Djawatan Kepolisian Negara. Kepala Kantcr Urusan Pegawai, dan -nane'kat-pangkat lain jang gadji tertingginja sedikit-dikit- n ja sama dengan gadji r tertinggi pangkat-pangkat jang tersebut diatafs;

' - 633

»

Page 632: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. Menteri masing-masing, jang mengenai pegawai-pegawai jang termasuk dalam lingkungan kekuasaan kementerian- nja, ketjuali jang termaskud sub a ;

c. Senat dan Dewan Perwakilan Rakjat, jang mengenai Sc- kretaris-sekretaris badan-badan itu dan pegawai-psgawai jang diperbantukan kepadanja ;

d. Mahkamah Agung, jang mengenai pegawai-pegawai pada mahkamah itu ;

e. Dewan Pengawas Keuangan, jang mengenai pegawai-pegawai pada dewan itu ;

f. Direktur Kabinet Presiden Republik Indonesia, jang menge- nai pegawai-pegawai pada Kabinet itu termasuk Sekretariat Wakil-Presiden serta pegawai sipil jang dipekerdjakan padaIndonesia113 Presiden dan Wakil-Presiden Republik

Pasal 4

ke^ila1nini,ialtucl3i lkan ke.pada mereka jang berhubung dengan sebagai ie!Jau,nriJa (misalnja : sakit, pengangkatankat t e t a n S m * n sf ba=ainja) tidak dapat diang-Jrat tetap dalam waktu jang ditentukan dalam ajat 2.

Pasal 5Mengingat pendjelasan pasal 2 ajat 2 dan 5, pasal ini tjukup

Tjukup djelas. Pasal 6

Pemerintah memandan^ bahwa pegawai akan diberhpnnt u untuk menentukan, menolak pengangkatan tetan n<?i? djabatannja, djika ia atas alasan-alasan jang tidak a* p nolakan itu didasarkan

b8rsan&kutan dapat m ?™ ^ ^ dl4t.erima, maka pembesar setelah mendapat perm ufakata?^ n ikan Pegawai tersebut

Katan Menteri Urusan Pegawai.Pasal 8

Dengan "nasal ini ditpntnb.™ S S n it6l? baliJ sementara danSS at' sjarat untuk pengang-

M a s S ? -\ tenaga Jan-g tidak- / I untuk menghindarkan3 tab™ Perftj?baa^ 5 tahuV d^ „^ u r a n g ) dikehendaki.

Perlu dit Pegawai jang baik ?h f ®e,lmbang dengan sjarat w tt dlteSaskan, bahwa dai * wajatnJa.seSen ™ rfnri Pe! awai ini kel™asaan Men-tetap. an tldak untuk Pengan|katan?Uki,p;ngangli;atan'gkatannja kemudian jang634

Page 633: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Sjarat-sjarat ^ asa p e r m f n U a n pembeihentian denganh r t terlalu singkat sesudah pengan.-

k atan tetap.Pasal 9

Pasal 10

Tjukup djelas.pasal 11

s s s r s s ^ s r s t s “ =*

sedikit dJ ^ * £ ? ta n n ja harus mendf p£ oandang perlu untukS J H S a i r a t K S i f f S - w

*rt r» ci a 1 1pasal 13

T idak m em erlukan pendjelasan.

635

»

Page 634: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 60 TAHUN 1951

_ _ _ TENTANGm e n g e n a i p e m b e r ia n PENSIUN KEPADA PEGAWAI NEGERI DAN DJANDA SERTA ANAK

PIATUNJA

Menin.bang-:

Mengingat

636

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa pada waktu ini ada beberapa peraturan pensiun, jang menurut pasal 142 Undang- undang Dasar Sementara berlaku terus bagi pegawai-pegawai jang bersangkutan berasal dari djabatan Pemerintah Pusat Republik Indonesia Serikat dan djabatan Pemerintah Negara-negara Bagian ;

b. bahwa perlu segera diadakan satu peraturan jang bersamaan tentang pemberian pensiun ;

e. bahwa sebelum ada peraturan ini, perlu diada­kan peraturan sementara untuk menentukan hak pensiun pegawai dan pensiun djanda menurut peraturan-peraturan jang berlak-i pada waktu mi ;

I. a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (bentuk lama) No. 14 tahun 1947, joF b P m i?^ Pe“ e£ intah Republik Indonesia (bentuk lama) No. 30 tahun 1948 ;

Pe™erintah Republik Indonesiar P ^ r s f l a : ? a ) N o 3 4 t a h u ! 1 1 9 « :

( b e n f n f l T \ rintah Republik Indonesia r? * lama> No. 35 tahun 1949 ;

' (b e n fn t^ Pe™®rintali Republik IndonesiaII a Sant w 5ma) No> 23 tahun 1950 ;

d ln ^ ad,A 926 Na 550 setelah diubah lift 5 ltanibah kemudian (Indisch Burger- hjk Pensioenreglement) ;Noa^ » a m1934 N°- 557 ^ Staatsblad 1933 de?e l\8rkS e°ne“ ’e*lement ^Uzon-

b w g erlifk V i!40 N°- 449 ,Niet~Europees

dere leefkrachtS )1; niet~Europees b^ ~ Staatsblad 1921 No. l o jo. Staatsblad 1948 Land^npn f egelinS tot toekenning van t e ^ e r ^ l en 'ey ° f ondeustanden t o r - ° en aan. weduwen en wezen) ;

Page 635: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Mengingat pula : pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

Mendengar : Dewan M enteri;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut :

PERATURAN SEMENTARA TENTANG PEMBERIAN PENSIUN KEPADA PEGAWAI NEGERI DAN DJANDA SERTA

ANAK-PIATUNJA

Pasal 1

Pemberian pensiun kepada pegawai negeri dan djanda serta anak-piatunja didasarkan atas peraturan-peraturan pensiun jang telah ditetapkan bagi mereka masing-masing pada achir tahun 1949 antara lain seperti tersebut dibawah in i :I. a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (bentuk lama)

No. 14 tahun 1947, jo. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (bentuk lama) No. 30 tahun 1948 ;

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (bentuk lama) No. 34 tahun 1949 ;

c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (bentuk lama) No. 35 tahun 1949 ;

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (bentuk lama) No. 23 tahun 1950 ;

II. a. Staatsblad 1926 No. 550, setelah diubah dan ditambahkemudian (Indisch Burgerlijk Pensioenreglement) ;

b. Staatsblad 1934 No. 557 jo. Staatsblad 1939 No. 358 (Pensioenreglement voor Bijzondere leerkrachten) ;

c. Staatsblad 1940 No. 449 (Niet-Europees burgerlijk weduwen- en wezenreglement) ;

d. Staatsblad 1942 No. 55 (Weduwen- wezenregeling voor niet-Europese bijzondere leerkrachten) ;

e. Staatsblad 1921 No. 10 jo. Staatsblad 1948 No. 108 (Regeling tot toekenning Landspensioen en /o f onderstanden/ smartegelden aan weduwen en wezen).

Pasal 2

Pemberian pensiun termaksud dalam pasal 1 ditetapkan oleh Kepala Kantor Urusan Pegawai.

Pasal 3

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari di­undangkan.

637

Page 636: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

1

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 11 Djuli 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,MOHAMMAD HATTA

MENTERI URUSAN PEGAWAI, SOERCSO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 12 Oktober 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELAUPESSY

I

638

Page 637: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 60 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN SEMENTARA TENTANG PEMBERIAN PENSIUN

KEPADA PEGAWAI NEGERI DAN DJANDA SERTA ANAK-PIATUNJA

Pendjelasan umum

Sebelum terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ber- laku beberapa matjam peraturan pensiun untuk pegawai negeri dan djanda serta anak-piatunja. Peraturan-peraturan jang ber- lainan ini menurut Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia, pasal 142, jang berbunji: ..Peraturan-peraturanundang-undang dan ketentuan-ketentuan tata-usaha jang sudah ada pada tangal 17 Agustus 1950. tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan- ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak ditja­but ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan- ketentuan tata-usaha atas kuasa Undang-undang Dasar ini, kini masih tetap berlaku bagi masing-masing golongan pegawai jang bersangkutan” .

Kini Pemerintah sedang menjelenggarakan rentjana- peraturan pensiun jang bersamaan, jang akan diselesaikan dalam waktu jang sesingkat-singkatnja

Akan tetapi sebelum hal ini dapat diselesaikan dan untak mentjegah adanja keragu-raguan dari pihak jang berkepen­tingan, jang mungkin dapat memperlambat pemberian pensiun, maka perlu diadakan peraturan sementara mengenai soal ini, jang menegaskan bagaimana seharusnja pemberian pensiun itudilakukan. , , . , . ,

Maksud Peraturan Pemerintah ini ialah untuk menetapkan, peraturan pensiun manakah jang harus dilakukan terhadap sesuatu pegawai, djika ia akan diperhentikan dan djabatan negeri dengan mendapat hak atas pensiun.

Pendjelasan pasal demi pasal

Pasal 1

Oleh karena mulai tanggal 27 Desember 1949 terdjadi pemindahan-pemindahan pegawai dari satu Pemerintahan ke- lainnia jang masing-masing mempunjai peraturan pensiun jang berlainan, maka agar tidak dikurangi hak-hak pensiun diambil dasar peraturan-jperaturanj v ig berlaku pada tanggal 27 Desem-

639

' i

Page 638: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

DentfJm’ se° ranS Pegawai jang akan diberikanberlaku’untuk- in ^ w f + dilakukan peraturan pensiun jang oeriaku untuk ia pada tanggal tersebut.

Pasal 2

pensiunU da}a?tMrp^pi” ix^eilaku’ maka janS berhak memberilama d a n K e p a lf D i ^ f KeU?Tngan RePublik Indonesia bentak f-epaia Djawatan Urusan Umum Ppmwoi

pensiun \ iS dfserahkaa ^ 8? ararfKeSatuan kekuasaan pemberianKantor Urusan Pegawai P * SatU instans1' jaitU Kepaia

Pasal 3Tidak perlu pendjelasan.

I

640

Page 639: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 61 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN TATA-TERTIB DEWAN MENTERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang" perlu menetapkan peraturan untuk rapat-rapat Dewan Menteri;

Mengingat : pasal 52 Undang-undang Dasar Sementaia Repu­blik Indonesia;

Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnja pada tanggal14 September 1951 ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

P E R A T U R A N T A T A - T E R T I B D E W A N M E N T E R I

s&bagai berikut:Pasal 1

(1) Dewan Renter! I^nmnja ter^ l^ ^ p^ l^ n a-M en teri).ketuai oleh Perdana-Mentei-1 diantara M enteri-m enteri

(2) Dewan Menteri (Wakil Perdana-Menteri)akan mewakili Perdan* ,!f aDabila ia berhalangan. sebagai Ketua D e w a n per_ Apabila tugas d a n kekuasaan F ^ seoraELg

S a a r " L - M e n t e r i W aB l Perdana-Menteri) jangditetapkan dalam Peratl*1'a‘1„ ‘m:.aDat satu kali seminggu

(3) Dewan Menteri dianggap perlu oleh Perdanadan selandjutnja setiap kali dmn=0 Pau wakilnja tersebutMenteri (Wakil Per^a" a: atau lebih dari dua Menteri.dalam ajat 2 ataupun oleh dua atau dalam

(4) Dengan seizin ketua, m . rapat-diikuti olehs . . ™ —

maka dengan s e : ‘ i f a t oleh Sekretaris-djenderal rapat atau sebagian dari iapiat pegawai tinggi ba-

( 6 ) m e m 'punjai suara*penaseluw. ^%

U. U. 1951 — 41

Page 640: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2(1) Dewan Menteri mengangkat seorang sekretaris dan seorang

atau beberapa orang wakil sekretaris dari tjalon-tjalon jang dimadjukan oleh Perdana-Menteri.

(2) Sekretaris menetapkan atjara rapat menurut petundjuk ketua dan menjiapkan segala sesuatu guna melantjarkan pembitjaraaan dalam rapat.

(3) Sekretaris berkewadjiban mentjatat segala putusan-pu- tusan jang diambil oleh Dewan Menteri.Disamping tjatatan tersebut diatas sekretaris mengusaha­kan tjatatan singkat dan/atau tjatatan tulisan-tjepat dan pembitjaraan-pembitjaraan dalam rapat-rapat Dewan Menteri. Asli tjatatan-singkat dan/atau tjatatan tulisan- tjepat itu disimpan dalam arsip sekretaris Dewan Menteri

(4) Tjatatan-tjatatan mengenai putusan-putusan Dewan Men­teri tersebut diatas disampaikan oleh Sekretaris Dewan Menteri kepada Presiden, Wakil-Presiden, semua Menteri, Direktur Kabinet Presiden, Sekretaris Perdana-Menteri dan semua Sekretaris-Djenderal Kementerian.

(5) Segala usul perobahan dalam tjatatan-tjatatan tersebut pada ajat j.l. diberitahukan kepada sekretaris Dewan Men­teri, jang akan memberitahukannja pula kepada semua Pembesar termaksud pada ajat 4, serta mentjatatnja pula dalam tjatatan-tjatatan tersebut pada ajat 3.

Pasal 3(1) Pada umumnja Dewan Menteri berunding serta mengambil

putusan dalam hal jang memerlukan, supaja dapat terdja-kebulatan dalam kebidjaksanaan Pemerintah.

(2) Pada chususnja Dewan Menteri berunding serta mengambil putusan tentang :a. pokok rantjangan peraturan jang diusulkan untuk men-

djadi undang-undang (Darurat) ;§?n£ kT>ran*janga2 perafcuran iang’ diusulkan untuk men-

c ^ Pemerintali dan Keputusan Presiden ; .i S t ? an 'perseitudjuan dengan luar-negen ki£n n lr i aS U pentinS jang diberikan kepada Per- Ind?ne?n ^ Perutusan-perutusan R e p u b liknia men^Pntli ^ egeri> serta hal-hal penting lain-pemilihan Kp. d]aksanaan politik luar-negeri;E , t w m p ^ h afn Ji7akil- Ketua Dewan Perwakilanusul pengangkatan n Pengesahan Presiden; pemindahan pediabat e.ntian (sementara) dandalam Undang-undnn~<?^ ]an° menurut k e t e n t u a n

donesia dalam atau w , ? asar Sementara Republik in - P u n peraturan lain ? ? asar:kc*n undang-undang atau- ketjnali jang termaksud hU? dilakuka* oleh Presiden, -d a n g Sementara"1 e p V b S k V d o n e s U ^ 3 4

d.

e.

642

Page 641: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

f. usul pemberian tanda kehormatan jang akan dimadju- kan kepada Presiden.

Pasal 4n\ Tpntflne hal-hal jang tidak termaksud hal-hal jang ter-

maksuddalarnpasal 3 jang mungkin bersangkutan dengan kebid aksanaan umum Pemerintah, Menten-menten meng- adakan pembitjaraan dengan Perdana-Menteri untuk mengambil putusan. putusan-putusan itu dibentahukan

(2, S aW ta ” pembftjaraan termaksud pada ajat jang lain ( fidak tertjapai persesuaian paham, maka hal-hal tad.

dimadjukan kepada Dewan Menten.paSaJ Q

Semua surat 3anf memerlukan P ^ b a n g n D e - M « nteri

Me^ter?10 ^ u u i ^ent&ri^K^ua^ I^ewa^Meiite^^a^uMenteri la n g “bersangkutan menganggap peredaran terlebih dahulu itu tidak perlu.

Pasal 6

Menteri jang menghendaki supaja pembitjaraantjuali apabila lasenai „ ^ De Menteritentang hal itu a ja n ^ d segera diselesaikan.menganggati hal.itu perlum“ e?|warat atau mengambil pu-

(2) ? u s l " g a n rsah? djika hadir lebih dari seperdua djumlahMenteri. M-nteri diambil dengan djumlah suara

(3> f a ^ h i dengan suara(4) A p a b i l a suara janff setu 3 perdana-Mentari memberi

h ^ ^ t i ^ s ^ ^ e X ^ i b i t j a r a k a n dalam raPat

berikutnja. . setudiu sama lagi dengan^ “ ‘V n T ^ d a k setudju, maka usul dianggap tidak

(5, pemungutan suara tentang orang dilakukan dengan rahasia dan tertulis.

0 Pasal 7

643

Page 642: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Seorang Menteri sekali-kali tidak diperkenankan mengada- kan tindakan jang bertentangan dengan putusan Dewan Menteri, apabila menurut pendapat Dewan Menteri hal ini bersangkutan dengan kebulatan kebidjaksanaan Pemerintah.

Pasal 8(1) Rapat-rapat Dewan Menteri biasanja tertutup dan bersifat

rahasia.^ ^^Sumuman-pengamuman mengenai suatu rapat hanja

dikeluarkan oleh sekretaris Dewan Menteri atas tanggungan ketua Dewan Menteri atau oleh Menteri Penerangan.

Pasal 9(1) Presiden (Wakil-Presiden) dapat menghadiri sesuatu rapat

Dewan M enteri:a. bilamana ia menjatakan kehendak untuk itu,

m n « i « as undanTf an Ket^a Dewan Menteri.Dalam rapat Dewan Menteri Presiden dan Wakil-Presiden mempunjai suara penasehat.

Pasal 10Q) ctinsan ^ ™r,t1« apat mfenjerahkan persiapan atau perun-

komSi WnmiS tS fc ntang hal-hal jang tertentu kepadas e S S cP i 3ai lgf dibentuk dari antara mereka(2) ]ang selandjutnja dinamakan „Dewan” .M e re r i kP H ^,iS” g' ^ aSili g komisi iSlah Perdana-

D enteri lainnja SeOTanSS o ™ S e etarismdanngangkat ataS us “ dana-M enteri

Pasal 11Para Menteri jane: tidnir iir„f 4. • •

tetap tersebut pada pasal in h? S+ a dalam suatu komlsJ komisi itu. dapat menghadiri rapat-rapat

(1) Apabila pembitiaraan 12sud pada pasal 10 meneenai f.es,uafcu komisi tetap termak- jang tidak ikut serta S i , 1 ?e.rniasuk urusan M enteri itu harus mengundane tersebut> maka komisi

maka komisi berkewadtihin dalam Dewan Menteri,Dewan Menteri. ] ban mengadjukannja kepada

644

Page 643: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 13

Menteri jang menurut pasal 12 menghadiri rapat-rapat komisi tetap mempunjai hak-hak sama dengan anggauta-anggautakomisi.

Pasal 14Anahila dalam pembitjaraan sesuatu hal dalam komisi tetap Apapna p knmisi hal itu bersangkutan dengan kebu-

lata^kebidjaksanaan Pemerintah, maka komisi memadjukan

lp£ts£il 15(1, Dewan Menteri dapat E u sdingan mengenai sesuatu hal p . beberapa

Dewan Menteri rnen^ dJ.vni. atas usui Perdana-Menteri se- <3) omng11 s^ ^ ta r is^ a n seorang atau beberapa orang wakil

sekretaris dari komisi chusus.

Pasal 2, 5 dan 6 b e r t a t a X a untuk rapat-rapat komisi- komisi tetap dan chusus.

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari tanggal diundangkan.

Agar supaja seti£Ppaten T S Z Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 29 September 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

PERDANA-MENTERI, SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO

Diundangkanpada tanggal 15 Oktober 1951

645

Page 644: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 62 TAHUN 1951

UNTUK MENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 10TAHUN 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: perlu mengubah Peraturan Pemerintah No. 10tahun 1951

Mengingat : pasal 119 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnja ke-22 tanggal31 Djuli 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH UNTUK MENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 10 TAHUN 1951

Pasal I

Dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1951 „tentang pemberian tundjangan luar biasa kepada tenaga achli bangsa asing (Lembaran Negara tahun 1951 No. 20) diantara pasal 4 dan 5 ditambah pasal 4a jang berbunji:

Pasal 4a

H i^ lami PSlakfS-anaan pasal 1 dan 3- maka oleh Perdana-Menteri dimana kepentingan djawatan menibutuhkan dapat disamakan,ef &ga achl1 bangsa asing, jang didatangkan dari luar

Tnfnno*- “ ai~pegawaJ . banSsa asing jang diterima di- rfinf n\01? pu? ja i keachlia'^/pengalaman jang sedera-r iM Q iS o I I keachlian/pengalaman tenaga bangsa asing jang nin luar-negeri dan jang keachlian/pengalam an-d e n g ^ ketentuS h J UntUk kePentinS'an djawatan,sa L f , persamaan dengan tenaga achli bang-Dada Tancraoi V ^ dari luar~negeri, mulai berlakum en ean th n \-51, kefcj uali di ika Perdana-Menteriber?akim°fn ?ph^i ? San tjukup untuk menetapkan saat mulairiahSh^nrfnoH ? tangFal 1 Dj uli 1951- akan tetapi tidak lebih dahulu daripada tanggal 1 Djanuari 1951

Page 645: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari di­undangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 18 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI URUSAN PEGAWAI, SOEROSO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 20 Oktober 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i.,M. A. PELLAUPESSY

647

Page 646: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

p e n d j e l a s a n

UNTUK MENGUBAH raRAJURAN PEMERINTAH No. 10

tahun^gsi^malfa penglafcaiSan p era.turan Pemerintah No. 10 diatur oleh Perdana-Menteri eiaturan Pemerintah ini akan

peraturan " fa n r ^ e n e r ^ 'd a ir m ^ k 1 a' 1f enteri teIah ditetaPkan No. 10/PM/1951. keputusan Perdana-Menteri

kemungkinan bagi P erd a n fl-i^ «?e^utlisai1 tci'sebiit membuka timbangan dari panitia W sp W 6r\ ^ntuk mendapatkan per- Perdana-Menteri No IO/Pm/iqiS dalam pasal 1 keputusandimaksud dalam Peraturan P e m e r in fth ^ 2^ dalam hal jans Pasal . emernitah No. 62 tahun 1951 ini.

M en to f “ e m b e rP p e r t fm b ^ 611111 diatas berbuni i :d soai ng 1 pertimbangan kepada Perdana-

seumumni pSda pasaJn 4tl*dan1 i?af? a penglaksanaannja ‘ nja P^aturan Pemerinf-av. ? ? a Pen£laksanaannja

nermtah tahun 1951 No. 10.

PERATURAN PEMERINTAH No. 62 TAHUN 1951

648

Page 647: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

S S “ ”PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: ^ ^ ape^ Unfe“ nPusat; . undang-undang Darurat

taliun 1951) ;M e m u t u s k a n .

Menetapkan : p a n it y a PENJELESAIANPEnTRsSSwBUEUHANP®T

T e n t a n g i s t i l a h - i f t u S ^ a U m p e r a t u r a n i n i

P a s a l 1

• w ? g | B g g S ? r =

: S M S S S S S S S f e s s a !Panitya Pusat.

BAGIAN II Tentang P a n i t y a P u s a t

, p « „

» W 2 G s n s s s s £ & s s “ “

* sssJv !« S « ^ S ^ s ‘' ® s{ U p * k e b k a l i r a p a t .sekurang-kurangnj t 64?

PERATURAN PEMERINTAH No. 63 TAHUN 1951

Page 648: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Djika seorang anggauta menghendaki, supaja Panitya Pusat mengadakan rapat, maka ia mengadjukan permintaan ke­pada ketua sekurang-kurangnja 24 djam sebelum rapat itu diadakan.

(3) Djika ketua tidak ada, sakit atau berhalangan, maka per­mintaan itu diadjukan kepada sekretaris Panitya Pusat, jang segera berusaha untuk meneruskan permintaan itu kepada anggauta-anggauta lain.

Pasal 4Djika ketua Panitya Pusat tidak ada, sakit atau berhalangan,

maka rapat dipimpin oleh anggauta Panitya Pusat jang dipilih oleh rapat itu.

Pasal 5(1) Rapat Panitya Pusat hanja dapat diadakan, djika sekurang-

kurangnja hadlir 4 orang anggauta, dengan ketentuan, bahwa 3 orang diantaranja dapat diwakili oleh wakil ang- f>auta’ ketjuali dalam hal termaksud pada pasal 6 ajat (1).

u ) Rapat Panitya Pusat hanja dapat mengambil putusan jang terachir mengenai penjelesaian perselisihan, djika seku­rang-kurangnja hadlir 6 orang anggauta, dengan ketentuan, bahwa 3 orang diantaranja dapat diwakili oleh wakil anggauta, ketjuali dalam hal termaksud dalam pasal 6 ajat (2). y

(3) Djika rapat Panitya Pusat tidak dapat diadakan, karena tidak ada atau tidak tjukup anggauta dan/atau wakil ang-

(a\ Jang hadlir» niaka ketua menentukan hari rapat baru.» w rjipat , Panitya Pusat tidak dapat mengadakan

*. t®rachir* karena tidak tjukup anggauta dan wakil anoeauta jang hadlir, maka ketua menentukan rapat baru

diadakan dalam 2 kali 24 djam sesudah rapat jang tidak berhak memutuskan itu.

PclS l 0(1) aTaafclam U ^ w ^ w ? af baru termaksud pada pasal 5

* a u t a W 3 up anSSauta dan/atau wakil ang-fah * namun rapat Panitya Pusat itu adalah

(2) S a ta f4>L1I}iH Sla 1, rapat baru bermaksud pada pasal 5 hariHr l o i tjukup anggauta dan wakil anggauta jangPutusan rH^nfc Panitya Pusat ltu b&rhak m engadakanputusan, djika dianggap sah menurut pasal 5 a jat (1).

/i \ m:n , Pasal 7terbanjak ya Pusat diarabil denSan «uara

(3) DalamSpemurSu}nring’ maka :ketua mengambil putusan.m engeluark^suara saoranf ^ akiI ar>ggauta hanjahadlir pada rapat ftu anSSauta J ^ g diwakilinja tidak

650

Page 649: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

f 4 ) D i i k a s e o r a n g a n g g a u t a d i w a k i l i o l e h d u a o r a n g w a k i l t e t a p , m a k a w a k i l - w a k i l t e t a p i t u h a n j a m e n g e l u a r k a n s a t u s u a r a .

BAGIAN III Tentang Panitya Harian

P a s a l 8T i a p a n g g a u t a m e n u n d j u k s e b a n j a k - b a n j a k n j a d u a o r a n g

w a k i l t e t a p d a l a m P a n i t y a P u s a t .

P a s a l 9

( 1 ) P a r a w a k i l a n g g a u t a m e r u p a k a n s u a t u P a n i t y a H a r i a n j a n g d i k e t u a i o l e h w a k i l d a r i k e t u a P a n i t y a P u s a t .

( 2 ) D j i k a d i a n g g a p p e r l u , k e t u a P a n i t y a P u s a t m e n g h a d h n d a n m e n g e t u a i r a p a t P a n i t y a H a r i a n .

1 .3) D a l a m k e a d a a n t e r s e b u t p a d a a j a t ( 2 ) , w a k i l d a r i k e t u a P a n i t y a P u s a t t i d a k m e m p u n j a i h a k s u a r a .

P a s a l 1 0

P a n i t v a H a r i a n m e n g a d a k a n r a p a t , d j i k a d i p a n d a n g p e r l u o l e h k e t u a P a n i t y a H a r i a n a t a u d i m i n t a o l e h k e t u a P a n i t y a P u s a t , t e t a p i s e k u r a n g - k u r a n g n j a s a t u k a l i d a l a m t i a p - t i a p

m i n g g u .

P a s a l 1 1

P a n i t y a H a r i a n h a n j a d a p a t m e n g a d a k a n r a p a t , d j i k a s e k u r a n g - k u r a n g n j a h a d l i r w a k i l d a r i e m p a t o r a n g a n g g a u t a

P a n i t y a P u s a t .

P a s a l 1 2( 1 ) P a n i t y a H a r i a n m e n g a m b i l p u t u s a n d e n g a n s u a r a t e r b a n j a k .( 2 ) D j i k a s u a r a s e i m b a n g , m a k a k e d u a p e n d a p a t d i s a m p a i k a n

k e p a d a P a n i t y a P u s a t .( 3 ) K e t e n t u a n p a d a p a s a l 7 a j a t ( 4 ) b e r l a k u u n t u k r a p a t

P a n i t y a H a r i a n .( 4 ) P a r a a n g g a u t a j a n g t i d a k m e n j e t u d j u i s e s u a t u k e p u t u s a n ,

d a p a t m e n g a d j u k a n p e n d a p a t n j a j a n g b e r l a i n a n i t u d e n g a n a l a s a n - a l a s a n k e p a d a P a n i t y a P u s a t .

Pasal 13P a n i t y a H a r i a n d a p a t m e n g a d j u k a n u s u l - u s u l k e p a d a P a n i t y a

P u s a t g u n a m e l a n t j a r k a r p e n j e l e s a i a n p e r s e l i s i h a n d a n s e g a l a

a p a j a n g d i p a n d a n g n j a p e r l u .

P a s a l 1 4 *■

Panitya Pusat dapat memerintahkan kepada. Panitya Harian untuk mengurus sesuatu pe/selisihan.

S51

Page 650: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 15

p eS e lis ih a n H i^ en u ru ^ p a sa^ M ^ ^ ^ ^ ^ PenSu™san sesuatu penielesaian itn Panit, ? • ’ maka dalam mengusahakan

kepada PanTt™% ? empuniai hak-hak jang di-tersebut pada pasal 13 aiat m ^ ^ ^ nd,anS-undang Darurat mendengar kedua belah n ih lt ^ .berhak memanggil ser^a buku-buku dan melihat £ ; Sa? S1 an achli’ memeriksaa i a t d , d a n ( 2 ) t ^ d a n g - u n d a n g ^ a r u r a t Ui t u . d e n “ a n 1 7

BAGIAN- IV Tentang Panitya ad hoc

(1) Djika dipandang nerln p f . V „suatu Panitya ad hoc jane terdfri ^ ?Sat ? apat membentuk tiga orang, diantaranja s e o r ^ i sfkurang-kurangnjagaua Panitya Pusat iano- m? an5gauta atau wakil ang- Pusat mengenai penjelesaian ^ 11® ? b3ri kePada Pa™tya

(2 ) d a la m

(3) H a r S ^ a d i Z n ^ 1 ? ^ ^ h° C

dari^anitya Pusa^" * * * ” * £ * } £ £ P a n jg a T iT c

Panitya ad hoe nuan-

S a l 3e I Smelihat- q Pihak, saksi dan ahli ng^il serta mendengarUnd?n£ SUT sesuai dengan S ^ ^ a buku-buku danundang-undang Darurat itu. pasal 17 ajat ( l ) dan (2 )

paaa Panitya Harian.Ton, b a g ia n V

™ ‘ ang: sekretariat Panitya Pusat

a t M S . * " * 1* diban‘ « oleh 19

oleh M erW 7perbu?uheanr K; 3ang°^ a n g k ltr dan Sd-dan seorang djangan jang besarnja652 en Menter: Perburuhan.

Page 651: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 20Menteri Perburuhan menundjuk beberapa orang pegawai jang

diperbantukan pada sekretariat Panitya Pusat. Kepada mereka diberikan uang tundjangan jang besarnja ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.

21Sekretariat Panitya Pusat menjelenggarakan administrasi

jang berhubungan dengan Panitya Pusat serta segala hal jang dapat melantjarkan penjelesaian perselisihan dan jang tidas diserahkan kepada badan atau pegawai lain.

Pasal 22Sekretaris dan wakil sekretaris Panitya Pusat mendjadi pula

sekretaris dan wakil sekretaris Panitya Harian.

23Kepada Panitya ad hoc dapat diperbantukan seorang pegawai

sekretariat untuk didjadikan sekretaris.BAGIAN VI

Tentang tata-atjaraPasal 24 .

Segera sesudah Menteri Perburuhan menerima laporan dan ketua Panitya Daerah seperti termaksud pada pasal 4 ajat (3) dan pasal 6 dari Undang-undang Darurat tersebut, la meneru.v- kan laporan itu kepada Panitya Pusat dan menentukan hari rapat untuk membitjarakan perselisihan itu.

Pasal 25(1) Dalam rapat termaksud pada, pasal 24, Panitya Pusat

mendengarkan laporan jang diberikan oleh MenteriPerburuhan. j , ,

(2) Djika dalam rapat tersebut Panitya Pusat t>erpendapat, bahwa perselisihan itu tidak perlu diselesaikan sendiri, maka Panitya Pusat menjerahkan pengurusan perselisihan itu kepada Menteri Perburuhan menurut pasal_ 15 dan Undang-undang Darurat tersebut, atau memerintahkan penjelesaian perselisihan itu kepada Panitya Harian menurut pasal 14 peraturan ini.

(3) Djika diputuskan akan memerintahkan kepada Panitya Harian untuk menjelesaikan perselisihan itu, maka ketua Panitya Pusat dengg.n segera mengatur hal ini dengan ketua Panitya Harian.

Pasal 26(1) Djika Panitya Pus&t menganggap perlu untuk mendengar

pihak buruh dan/atau madjikan, maka ketua Panitya Pusat menentukan hari un^ulj mendengar mereka.

653

Page 652: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(2) Panitya Pusat dapat memerintahkan pegawai atau Panityaf mendengar pihak buruh dan/atau madjikan

da w JT m p®r-!anJ.Jan-Pertanjaan jang ditetapkan lebih dahulu oleh Panitya Pusat.

t- . _ .. Pasal 27bahan-bahan1 nnfnVUSat berpendaPat; bahwa sudah tjukup mer^d^ra^T mengambil putusan, maka Panitya Pusatmengadakan permusjawaratan tentang keputusan itu

o Pasal 28PUt^San- sekretaris Panitya Pusat

tan tersebut pada p a s a l ber“ an permusjawara- ketua Panitya Pusat ataS pet™ djuk-petundjuk

membentuTpanitya^red1aksia k6tUa Panifcya p usat dapat

t3> tangarU oTeh ketua^dan

27 dan 28 * Pada Panitya Harian disesuaikan dengan pasal 26,

Pasal 30

Tata-atjara Panitya ad hoc diatur sendiri oIehnja.

SAGIAIST v ii

Tentang putusan Panitya Pusaf . mt dan Panitya Harian

(1) Dalam tiga hari sesu d?^ 1 31

kanaL u n an Ut I*ada Pasal ^ ^ a u f ? 1311,,. putusan Panifcyai'9'i tj» +■ man putusan tersphn* j ’ sekretaris mensirim- d “u m ™ t Panifya kedua beSh pihak.buruh?t»an °L6h Panitya P u s a t ^ S ,- f IUUman tidak b o l s hsesudah S P ak m adjikan dalan? *■ d im in ta oleh p ih a k

(3» p o e m p a t b e ia s h a r i

2 ?a ja tb ( 3 f kanri S8telah P e n a n S ’ ? aka dalam waktunjatakan i n ' a belah p* a k f a n t V erse?)ut pada pasalmenolak anrji°an rtulis- apakah ™ .rse^sih harus m e-

« ) Apabila tidak a^a n?' k ^ “ ima ataU

p a d a a j a t ( 3>Jang tldak membericahukan itu ditoIak

Page 653: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

(5) Djika putusan itu bersifat mengikat, maka dalam waktu empat belas hari setelah penanggalan tersebut pada pasal28 ajat (3 ), kedua belah pihak harus mulai melaksanakan putusan jang mengikat itu.

t.6 t Djika sesudah empat belas hari termaksud pada ajat (5) sesuatu pihak belum mulai melaksanakan putusan jang mengikat itu, maka dapat diadakan tindakan seperti termaksud pada pasal 14 Undang-undang Darurat tersebut.

Pasal 32(1) Apabila andjuran Panitya Pusat ditolak dengan tertulis

oleh pihak buruh dan/atau pihak madjikan, maka Panitya Pusat mengadakan tindjauan lagi jang terachir berdasar­kan alasan-alasan jang dikemukakan oleh pihak jang menolak.

(2i Apabila Panitya Pusat menganggap, bahwa andjurannja ditolak seperti tersebut pada pasal 31 ajat (4), maka Panitya Pusat dapat:a. menganggap, bahwa tjampur tangannja sudah selesai

dan soalnja kembali kepada kedua belah pihak.b. bilamana perlu menjatakan putusan itu bersifat

mengikat.

Pasal 33(1) Putusan Panitya Harian mengenai sesuatu perselisihan

merupakan usul kepada Panitya Pusat.( 2 i Dalam usul-usul tersebut pada ajat (1) dikemukakan pula,

apakah putusan Panitya Pusat itu nanti berbentuk putusan jang 'berupa andjuran atau keputusan jang bersifat mengikat.

(3) Dalam tiga hari sesudah putusan mengenai sesuatu perse­lisihan diambil oleh Panitya Harian, putusan itu disam- paikan kepada Panitya Pusat untuk disahkan.

(4) Sesudah disetudjui oleh Panitya Pusat, putusan Panitya Harian itu mendjadi putusan Panitya Pusat.

Pasal 34Tiap-tiap putusan dari Panitya Pusat memuat kata-kata jang

tegas, apakah putusan itu berupa andjuran atau bersifat mengikat.

BAGIAN VIII Tentang mendjalankan putusan Panitya Pusat

Pasal 35Apabila Panitya Pusat menghendaki, supaja putusannja jang

mengikat didjalankan oleh hakim, maka Panitya Pusat me- merintahkan kepada sekretaris untuk mengirimkan salinan putusan itu kepada ketua Pengadilan Negeri di-Djakarta, supaja dinjatakan, bahvja putusai! fersebut dapat didjalankan.

Page 654: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 36(1) Djika sesuatu pihak hendak meminta kepada hakim, supaja

putusan Panitya Pusat jang mengikat didjalankan, makapihak j a n g b e r s a n g k u t a n m i n t a k e p a d a s e k r e t a r i s P a n i t y a

fo\ ? u-.s- su,atu salinan dari putusan itu.dlber,i.kan oleh sekretaris dengan dibubuhi tja -

, ^.a salinan tersebut diberikan untuk memintaw V 17 im!tsupaJa d i n j a t a k a n , bahwa putusan P a n i t y a Pusat itu dapat d i d j a l a n k a n .

it f + , BAGIAN IXKetentuan-ketentuan terachir dan peralihan

U) S d M ^ p a ^ Panitya ad hoc jang meng-ad hoc dannt ? Pusat> Panitya Harian atau Panitya oleh Menteri Perbilrui£|“ dang* Jang besarni a ditentukan

t2) Hariaifata?^Panftvf ^ P^nggil 0leh Panitya Pusat, Panitya dan/atau laporan daSnt^?uUMtuk men^berikan keterangan nja ditentlS^n 5 e h ^ e n te d ep^buruhan.iiadlil' ^ ^

jan g pada s a a ^ ^ ^ a lS n ia ^ n n 3 3'11 perselisih a n p erb u ru h an ada ditangan Panitya p L n ? S n g ' untlang Darurat tersebu t m enurut peratu ran P e m e rin ta h '^ araskan den&an ta ta -a t ja r a

Segala hal jang belum din^asaJi 39 oleh Panitya Pusat. Ur dalam peraturan ini ditetapkan

P eratu ran Pem erintah i ^ asaI 40 berlaku n ja U jx d a n g -u n d a n ^ n S n ^ V ^erlaku p a d a s a a t m u la i selisihan perburuhan. aru rat ten tan g p en je lesa ia n p er-

Agar supaja setiap ora no- ~Peraturan Pem Sf^flita?luinia’ memerintahkan

dalam Lem baran N egara R e ^ b lik in d10nes<iangari p en erap atan

n ari?^ e apkan di-D jakartaPRE^TnTPM ggal 20 ° k t°b er 1951 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEKARNOtv E?TERI PERBURUHAN

natfo . ^ lu* da*Skan *• -TEDJASUKMANAPada tanggal 2 2 Oktober iq*i ^ v ia w am e n t e r i k e h a k im a n a

M .A . PELLAU PESSY

Page 655: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

TENTANGPERATURAN TATA-TERTIB PANITYA PENJELESAIAN

PERSELISIHAN PERBURUHAN PUSAT

Pasal 1 ajat (2j dari Undang-undang Darurat tentang penjelesaian Perselisihan Perburuhan menerangkar., bahwa peraturan tata-tertib Panitya Penjelesaian Perselisihan Perbu­ruhan Pusat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, jang djuga mengatur perwakilan Menteri-menteri oleh pegawai- pegawai jang tetap.

Menurut pasal 1 ajat (1) dari Undang-undang tadi, Panitya Pusat terdiri atas Menteri-menteri sebagai anggauta.

Tiap anggauta menundjuk sebanjak-banjaknja dua orang wakil tetap dalam Panitya Pusat. Wakil-wakil anggauta mi merupakan suatu Panitya Harian.

Adapun tugas Panitya Harian ini ialah mengurus perseli- sihan-perselisihan jang diperintahkan kepadanja oleh Panitya Pusat dan mengadjukan usul-usul kepada Panitya Pusat guna melantjarkan penjelesaian perselisihan dan segala apa jang dipandangnja perlu.

Panitya Pusat dapat membentuk suatu Panitya ad hoc jang chusus diberi tugas menjelidiki sesuatu perselisihan sen.a mengadjukan usul-usul kepada Panitya Pusat mengenai penjelesaian sesuatu perselisihan dalam batas waktu jang d '- tentukan oleh Panitya Pusat.

Selain panitya ad hoc jang dibentuk oleh Panitya Pusat, Peraturan Pemerintah ini mengenai djuga Panitya ad hoc jang dibentuk oleh Panitya Harian, atas persetudjuan ketua Panitya Pusat.

Hak dan kewadjiban panitya ad hoc jang dibentuk oleh Panitya Harian adalah sama dengan hak dan kewadjiban dari Panitya ad hoc jang dibentuk oleh Panitya Pusat.

Inilah dalam garis besarnja alat-alat jang tata-tertibnia diatur dengan Peraturan Pemerintah ini.

Berhubung dengan sederhananja redaksi jang dipergunakan dalam Peraturan Pemerintah ini, pendjelasan pasal demi pasal agaknja tidak perlu diberikan.

PERATURAN PEMERINTAH No. 63 TAHUN 1951

«?

657U . U . 1951 — 42 •

Page 656: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 64 TAHUN 1951

TENTANGMENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 17 TAHUN 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dianggap perlu mengadakan perubahandalam Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1951 (Lembaran Negara No. 29) mengenai ketentuan tentang arti anak angkat;

Membatja : surat Menteri Urusan Pegawai tanggal 22 Oktober1951 No. 1812/M/51 ;

Mengingat : pasal 93 dan pasal 119 Undang-undang DasarSementara Republik Indonesia ;

Mendengar: Mentert _ dalam rapatnja pada tanggal

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAft p e r a t u r a n p e m e r in ta J ? ? t a n g MENGUBAH RINTAH No. 17 TAHUN 1951

Pasal IKeterangan baru termuat Hit™

Pemerintah Republik In d ™ 3 pasal 4 dari Peraturan(Lembaran Negara No 46) erikat N o- 16 tahun 1950kan dalam pasal I ajat 2 & *andai »**>” , jang ditetap-tahun 1951 (Lembaran Peraturan Pemerintah No. 1?mendjadi sebagai berikut: ° diubah seluruhnja

.,**) Jang dimaksud dengan nnnt « ,piatu atau anak jatim inno-^ ? kat ialah anak jatimnuhnja dari dan menurnt tanggungan sepe-sangkutan, jang diberikan riiht6,raSgan Pegawai jang ber- diangkat dan diperlakukan nfi sumPah/djandji, telahanak pegawai itu sendiri” am seSala-galanja sebagai

Pasal IIPeraturan Pempt*i,ntciv.

1 Nopember i 95l. mulai berlaku pada tanggal

Page 657: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

a j - S s S s i - S S S S "Ditetapkan di-Djakarta

pada tangga! 21 Oktober 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI URUSAN PEGAWAI, SOEROSO

Diundangkanpada tanggal 7 Nopember 1951

MENTERI KEHAKIMAN a.i., M. A. PELLAUPESSY

O

O o

659

Page 658: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

p e n d j e l a s a n

MENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 17 TAHUN 1951

atoanU1peiMrintaha n ianw-VarTalcu hingSa sekarang, ja 'ni Per- tahun 1 9 5 0 io P^rahirnvl p Indonesia Serikat dahulu No. 16tundjangan anak ba°-i an^ifem6^ uh No‘ 1 7 tahun 1951- makaanak angka^tu iaUm D1 atu hanja dibei’ikan> M * * anak-

Kini ternjata bahwa diantnr mempunjai ibu dan bapak).bagai anak angkat oleh anak~anak jang diangkat se-jatim, jaitu anak jan°- t i a d a n — 'VSering t^dapat anak ibunja jang djanda din m a s S S f f f t .apak lagi) sedanSkan melihara sendiri anak jatim itu tldak mampu untuk me-

diangkat mendjSli Sfa'k a ^ k a t ' Sebagai termaksud jang ^ ta^ ^ nsannja sepenuhnja P' gawai negerimemberikan p u l? tund?an^an aUntv m'2mbuka kemungkinan angkat mendjadi anak angkat SiPh g* anak jatim jang di"SKat oieh pegawai negeri.

PERATURAN PEMERINTAH No. 64 TAH UN 1951

060

Page 659: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 65 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARIPADA

URUSAN PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PENDIDIKAN PENGADJARAN DAN KEBUDAJAAN

KEPADA PROPINSI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

: a xn 'tthun l2950°serta PeratSran Pe:merintghPeng­ganti Undang-undang No. 3, 4 dan 5 tahl1^ 1 50’ uerlu segsra diserahkan beberapa urusan Peme­rintah Pusat mengenai pendidikan, pengadjarad a n k e b u d a j a a n kepada Propinsi ; (Joffia-

Mengingat : • f i g g & g i j S S '

Mendengar : keputasan Dewan Menteri dalam' rapatnja ke-26tanggal 10 Agustus 1951 ,

M e m u t u s k a n :

Menetapkan peraturan sebagai berikut :

PERATURAN TENTANG PELAKSANAAN PENJERAHAN SEBAGIAN DARI URUSAN PEMERINTAH PUSAT'DALAM

LAPANGAN PENDIDIKAN, PENGADJARAN DAN KEBUDAJAAN KEPADA PROPINSI-PROPINSI

B A B I Ketentuan umum

P tSdd XTane- dimaksud dengan perkataan ,.Propinsi” dalam Peraturan

s S K A a f s s M S s gSelatan, Sum atera-Tengah dan Sumatera utara.

Tentang hal penjerahan tugas dan kewadjiban !Pcts£tl 2

(1) Dengan m e n g i n g a t "ketentuan-ketentuan selandjutnja da am peraturan ini kepada Propinsi diserahkan .

la tih an ; J*

661

Page 660: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b. tugas Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebuda­jaan untuk memberikan subsidi kepada sekolali-sekolah rendah partikelir ;

c. Sekolah-sekolah rendah dengan segala urusan mengenai penjelenggaraannja ;

d. tugas Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebuda­jaan dan urusan-urusannja mengenai :1 . pendirian dan penjelenggaraan kursus-kursus pengeta-

K^j-umuin (K.P.U.) tingkat B dan C dan pemberian subsidi kepada kursus-kursus partikelir sematjam itu ;

2 . perpustakaan rakjat tingkat menengah dan atas ; pendirian dan penjelenggaraan kursus-kursus pengadjar untuk kursus pengatur kekewadjiban beladjar (kpkpkb).

0' ?ne.nd adi Penghubung antara Pemerintah dan gerakanpemucia \

f. J^gas untuk memimpin dan memadjukan kesenian daerah.ini ialahanJkdni?hk®Ud deneanSekolah Rendah dalam peraturan rendah ? ’ ^ m e m b e r ik a n peladjaran umum tingkatNo 4 ten w } am UndanS-undang R.I. tahun 1950masuk Sekolah PpnHaSaSar P®ndldlkan dan pengadjaran, ter- wareanppnri a peralihan, jaitu Sekolah Rendah untukwarganegara Indonesia keturunan bangsa asing.

Pasal 3

tidak termaStkl;1USan"UrUSan dimaksud dalam pasal 2 ,a. pengawasan atas isi dan djalannja peladjaranb. pimpinan tehnis, pt^a ja ian ,

peladjaranmenetapkan’ menSubah atau menambah rentjanad. hak untuk menetapkan kitab-kitab peladiaran

^ s^k'olah-sekolali sistimnja Indonesia, jang

- dalam <1 > diatas dise- Kebudajaan. ntenan tenaicuKan, Pengadjaran dan

Pasal 4

pasal 2 P^aturan

662

Page 661: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 5

Bilamana perlengkapan (apparatuur) Pemenntahan -Daerah Propinsi belum mengizinkan untuk melaksanakan jraan urusan-urusan tersebut dalam pasal 2 1neni eleneearaann j a untuk sementara waktu dilakukan o.-n Kementerian Pendidikan, Pengadjaran ^an Kebudajaan dengan kerdia sama dengan Propinsi, dengan tjatatan, bahwa. pen e r a S * jang sesungguhnja (daadwerkelijke overdracht)^dUa- kukan setjara berangsur-angsur, mengingat kesan^upaPropinsi.

Pasal 6

Pada waktu-waktu jang tertentu, Daerahinstruksi untuk Kepala Kantor In^ eksl.Sek° J ^ i„Sik]mene?ima Propinsi, Dewan Pemerintah Daer|-hlaporan-laporan tentang keadaan Sekolah - dilakukan dalam lingkungan Propinsi Pemenksaan g toleh Kepala Kantor Inspeksi Sekolah R a k j a t uaeran sendiri atau oleh Inspeksi Sekolah Rakjat dibawannja.

B A B III Tentang hal pegawai

Pasal 7(1) Untuk menjelenggarakan kewadjiban kepada

urusan peaididikan, pengadjaran dan kebudajaan k p

^ d isera h k a n pegawai-pegawai Negara untuk diangkat men- b Negara untuk dipekerdja-

( r S ^ ^ w a l - p e g a w a l N e ^ a ^ ^ b a ^ - .

oleh Dewan Pemerintah Da~ran rroyi Kemente-

p r s r « ! a r a n dan bersangkutan ialah Inspeksi s ^ ; Inspeksi pendidikanS2532SS Kebudajaan

™ t a t a — 'aa'j

Page 662: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

dilakukan oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dengan pertimbangan atau atas usul instansi Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan jang bersangkutan didaerah seperti tersebut dalam ajat (3 ) diatas ini.

B A B IV Tentang hal keuangan

Pasal 8

Dula* hntfnl? Pengeluaran atau penerimaan uang, demikian Den^adiaran Vntuk keperiuan urusan pendidikan,

d«*erahkan kepada Propinsi,

diaran^anllk-Ph?.ri -0leng? ara^ai? urusan pendidikan, penga- sesunffcuhnia p.ropinsi, pada waktu penjerahan jangakan ditetankn^ Fa^a Pr°Pinsi uang sedjumlah jangKebudafaan Menteri Pendidikan, Pengadjaran dandiberatkan n J f PenJelenggaraan urusan-urusan tersebut

Kementerian Pendidikan,

B A B V Tentang hal perbendaan

Pasal 9m u Pasal 9oleh KemMterian^Pendidikanh p^rf U J?Pan£an i anS dikuasai jang pada waktu peraturan J^^Sadjaran dan K ebudajaan urusan pendidikan neno-adiPra i ai berlaku digunakan untukdjadi urusan ProptasfdfeeShkan kebudaiaan JanSkai dan diurus guna kenentin^o kepada Propinsi untuk dipa- . (2 ) Alat-alat dan S a k 5 ^ ? r? san-urusan tersebut.

nan Pendidikan Pen*ad£ro«‘ P? akas kepunjaan Kemente- waktu peraturan’ ini mulai hPH*i?n ,KebudaJaan jang pada seperti tersebut pada aiat i hS £ digunakan untuk urusan mendjadi miliknja. ’ dlserahkan kepada Propinsi untuk

panganBd i m S T d t k m nal'af j ^ - t a n a h dan lapangan-la- seperti keadaan pada waktn digunakan untuk urusanPai dapat diatur lebih la n d iiS "^ £ ran } n i mulai berlaku sani- tah jang berwadjib mengurusnja instansi-instansi Pemerin-

Pasal 10

mSa nioftab~kitab P elad jaran>?tn^ a? +1? ltuk: s&kolah Rendah ?ainnin rt" ang mengenai h" ^ tulis dsb.-n ja , begitu diiairnt* i pangan Pendidikan J'-U^ uan urusan-urusandidikan ^ h Propinsi> Pada u m ! l a'dJaran dan kebudajaandidikan, Pengadjaran d a n K e b ^ a a n ri Kementei’ian Pen- 664

Page 663: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

^ S C p e n g ~ t J i r ^ r T a p M ^ S

s s r s s r s r V f f i M r &S f f l a t o jang’ ditetapkan ol,h MenteriPekerdjaan Umum dan Tenaga.

B A B VI Tentang hal timbang terima

Pasal 11Penjerahan jang f ®l® = fu aturan iTdU a’ksam kardlngan

sebut dalam pasal 2 dan 5 'per, ^ a? Ql_hal tentang keuangan,timbang terima jang me" J® ^ k“ ik jan« tetap, maupun jang hutang-piutang, barang-barang, baik j _ = DeKawai jang di- bergerak, barang-barang lnpentans, pega P T i m b a n g serahkan dan jang Pendi-terima tersebut dilakukan oleh Peg Dewan pemerintahU U n . P e n j .4 1 ™ ® ; « » » « ■ » “ 1 ‘. S K m « „ » » *a s M s s r . , r s “ s s s s i * , . = » -

BAB VIITelitanff hal Djawatan Pendidikan, Pengadjaran dan Tentang nai Kebuda;jaan Propmsi

Pasal 12(1) Untuk n- l ™ a r a k a n — -u ^ n ^ p e n d .d .k a n ,

pengadjaran dan J<- S - Djawatan Pendidikan,djiban Propinsi, menurut petundjuk-petundjukPengadjaran dan Kebud j| - &ran dan Kebudajaan.dari Menteri PeJ d kat ’ h daerah Propinsi mengusahakan,(2) Dewan Pemerintah Dae) an _ r p pengadjaran dansupaja Kepala D j a w . . . uanggiian Menteri Pendidikan,Kebudajaan P r o p i n s i mengadakan pembitjaraanPengadjaran dan Keb^da]f aJJsan dalam lapangan pendidikan,

— u w p a n s situ ditanggung ;,oleh PemJiJntah Pu

Page 664: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

b a b VIII Tentang- hal bantuan

Pasal 13bantuan D*ael'ah Pr0pinsi memberikan segalaPengad1aran° dan K>h rf • U as nama Menteri Pendidikan, dan pertiobaan daf fl S aan gUna men8adakan penjelidikan kebudajaan. lap an gan pendidikan, p e n g a d ja ra n dan

sung oMiS K™kP ePerlUan ‘ ersebut dalam ^ (1) dltang- Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan

BAB IX Tentang hal kerdja-sama

(1) Dais P asal 14adjaran c ian ^ eb u d a^ an ^ T ^ n ^ H -1 urJJ?an Pendid ikan , p en g- D aerah Propinsi bila top™ dlsera h k a n D ew an P em erin tahketerangan-keteran gan n e rtin ^ m ^ 1^ perIu’ d a p a t m e™ in tausul instansi-instansi K prniS n ' pertimbanSan atau usul- dan Kebudajaan jang bersanEknt^n rt^endldikan’ Pengadjaran

(2 ) Untuk kesem purnaan dldaerah dan seb alikn ja .an, p engadjaran dan kebTidaiaaJfnS-g ara a n u ru san p en d id ik - P engadjaran dan K eb u d ajaan d tn p e^te ria n P en d id ikan ,dapat kerd ja-sam a jan°- erat anH ° pm si b erusaha, a g a r d i- ten an Pendidikan, P e n g a d ja r a n J ^ J ^ ^ n s i - in s t a n s i K e m e n -

e?3 ): v n 1, Pen° adjaran dan Kebudala ^ aan dan D5awatan <3) Bilamana ada n e r s e i i^ ^ da] aan Propinsi.

di5 ansi, Kementei'ian Pendidikan Pon bam antara instansi- dannt1^ dan Dewan Pemerintah n i aran dan Kebudajaanurusan1 net SaikaU didaerah m a k f , Propinsi i anS tidakurusan instansi-instani diatasnTa pen:>elesaiannja mendjadi

b a b xp e n u t Up

Peraturan Pem erint^ • ? asal 15

Peraturan Pemerinto-h • .Pasal 16

1 »i.»™ »;■“ ■" ■ ■ » ■ , ASi Ss666

Page 665: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja l i^'i-rr--

Ditetapkan di-Djakarta, pada tanggal 9 Nopember 1951

P R E S ID E N R E P U B L IK IN D O N E S IA , S O E K A R N O

M E N T E R I D A L A M N E G E R I,I S K A Q T J O K R O H A D IS U R J O

M E N T E R I P E N D ID IK A N P E N G A D J A R A N D A N K E B U D A J A A . ,

W O N G S O N E G O R O

Diundangkan pada tanggal 14 Nopember 1951

M E N T E R I K E H A K IM A N a.i.,M . A . P E L L A U P E S S Y

6 «667

t

Page 666: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 65 TAH UN 1951

TENTANG

URUSAN 13 APE lfm m TA H RAm ? ^ SEBAGIAN DARIPADAP E N D ID IK A N F E ^ P f l n S T D A L A M L A P A N G A N

K PPAm nn DAN KEBUDAJAAN K E P A D A P R O P I N S I

1 M t P e n d j e l a s a n x I m u m Maksud Peraturan p

^akattpenjerahan urusan0? ^ ? ^ !ni ialah untuk melaksa- pendidrkan, pengadjaran J11!. Pusat dalam lapangan penjerahan mana telah ditentnk?ebudajaan Cepacia propinsi,No I? 1 H.ndan£~undang pembenhiS Pasal 4 a ' at (1) dan

’ , 10’ 11 dan P r a 2 Dkan No- 2 jo. 18, No. 3 jo.2 p T d a ^ u L 3- 4 dan 5 ta^ n lS o rintah Pe” gganti Un'

urSannp?h ■Pu?atnjkepdad a^ r?n /n S Saflakan PenJerahan urusan a uru ? insi sebagai berikut ■ dapat diadakan perbedaan

b - S r “ s termasuk urusan rumah tangga Pr°p insi sendiriui u&d.n jan0- karenape^aksan^arj11 ■ Peme'r^ t ^ iI1plJ f ru^akan atau masih m en- dan Ja diserahkan^kepa’d a ^ etapi han a « aS?

c- urusan janf? semQ, Propinsi (medebewind)

k S hsuatuhpenferi i pert? longan terhadap, 3 - t o t l a d a “ e n ^ U>at-

s ifa t u ru san -u ru san

penjerahan Ia™sanratUran P ® e r ta ta h T ri? tah Pusat sedapat'daerah otonom itu S 8311 Pem erintah% *g hal Pelaksanaan a- ..Propinsi” ajika ha m » g a t a k an h Pusat kePada daerah '

dengan medebp-J? Daerah PnS- Pl!0 Pinsi’' atau dalam pasal 2 4 ^ 1™ ’ Safcu dan lain^insi” d;iika berkenaan

c- >,Dewan Pemerin? u ng' undane iS ®uai dengan ketentuan u r u s a n -u r S ^ ah Daerah Bp? ° ’ -2 2 > h«n 1948, dan

4- Urusan n seinata-.mata Klns.i’,> djika mengenaiPinsi, walaunimmah tanSga Prnn- b jrsifat pertolongan. dalam U n d a n ^ u n jf^ a n -u p s a n ^ '^ d a waktu dibentuk Fro- belum dapat diumJ ^ pemW t u k n n f " sudah ditetapkan

am konsepsi u .u Nnaii o diatur olebaWp£ersangkutan' masil*6fiR - No- 22/1948 ma^ P PRD Propinsi, tetapi668 - aSlh diperlukan pelaksanaan

Page 667: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

p e n j e r a h a n n j a . P e l a k s a n a a n me-garakan dengan djalan PenJ®ia£ f DeratUran jang ditetapkan nurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan j* soleh Pemerintah Pusat. m e n d ju m p a i toerbagai-

Dalam pada itu p ®me“ n^ feringkali menghadapi kenja-bagai kesukaran-kesukaran dan menentukan urusan-taan, bahwa tidaklah sampang daiam urusan rumahurusan jang manakah ]ang beimasuk daiamtangga Propinsi. . . . . i . , , meneenai urusan pendi-

Sulitnja disini ialah, bahwa d diserahkan itu tidakdikan, pengadjaran dan kebuda] , . J dan memuaskan, jang dapat diadakan perbedaan 3an« 1_ enuhnja dan jang mana- manakah termasuk urusan otonom sepenunnjkah termasuk urusan medebewmd. 2 peraturan

5. Djika dalam ketentuan-ketentuan ^al jang demikianPemerintah ini dikatakan . . P r o p m * - no. bersangkutan ituitu tidak berarti bahwa urusari-uriisa akan tetapiadalah semata-mata hak ot° “ ° ktlf ini masih belum dapat berhubung dengan keadaan Pada ah_ianakah pertama dalam diberikan 1 0 0 % dan sebagai lan.kah o urusan-urusanpenjelenggaraan urusan niman ta (pertimbangan) dantersebut masih perlu dan Kebudajaan.Kementerian Pendidikan, Pentad] _ pn(«dikan pengadjaran

6. Pelaksanaandan kebudajaan didasarkan pada ’ atuur) pada umum-a. p s r l e n g k a p a n P em erin tah Da sem purna untuk dengan

nja belum dapat disusun d o ^j^an menjelenggarakan sekaligus menerima tugas kewadji*“ uS ja in seluruhnja. urusan pendidikan, P®n'»?, J 1irusan jang dimaksud diatas,

b. terhadap beberapa bagian (belum pernah dilakukajang sifatnja adalah ser^a ^ 2ndidikan masjarakat, usaha sebelumnja, m isalnja tentang p nian) Kementerian P.P. te°arah kewadjiban beladjai d pr.iPieno-crarakannja masihdan K slndlri dal^n pada " 1 ^ e n ^ t]aramemerlukan pengalaman p gjang seibaik-baiknja. Q,v,„imkan diatas, maka penje-

7. Mengingat apa jang ^ ^ f d a n kebudajaan harusrahan urusan Pendldlk^ a n t e t a p ! saksama, sehingga pelak didjalankan pelahan-pelahan tetajH ,kesukaran-kesuKaran.sanaannja tidak akan te pengadjaran dan kebudajaan

8 . Urusan-urusan pendidika ^ P ^ ^ peraturan Pemerintahjang masih bslum disera, diserahkan kepada Propins]i, Pini berangsur-angsur ak; enean keputusan Menteri P.P. dannjerahan ini dilaksanakan deng ^ diserahkan itu diadakan K. sesudah t e n t a n g soal-soa j Menteri Daiam Negeri.perundingan-perundinca diketahui> menurut perobahan Un-

9. Sebagaimana telah ndang-Undang No; 19 tahun 1950) dang-undang No. 3/195 V niengenai inspeksi dan pengawasan dengan sengadjv urusan j & .

Page 668: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

terhadap sekolah rendah (medebewind), jang termuat dalam lampiran A, dihapuskan. Ini berarti, bahwa Daerah Istimewa Jogjakarta tidak lagi berhak menjelenggarakan inspeksi sekolah- sekolah rendah dalam lingkungan daerahnja. Oleh karena itu, maka urusan inspeksi ini, jang dulu didjalankan oleh Daerah

Jogjakarta> sesudah berlakunja Undang-undang No. 19/1950 (perubahan), mestinja sudah harus dikembalikan kepada Kementerian P.P. dan K., dimana hingga pada waktu ini penje-fivnflt, rfS1 j riu, belum dilakukan, maka pada penjerahan Per n n K. kepada Daerah Istimewa Jogjakarta menurutPeraturan Pemerintah ini Kementerian P.P. dan K. seketika itu

l S e w a ajoSakIrtael' U1'USan inSpekSi itU dari DaerahnpikpnJhf!?frkarena sebaSai akibat perdjalanan politik mengenai nlsia tp f^ i1 s,u.sui?ai? ketatanegaraan Negara Republik Indo-

■ Ja ’ bahwa daerah-daerah otonom dibawahurusan S.R., m is T ln ? !^ ^ ataU mungkin masih a W g a , mengatur

a” zam an^enw hi e^ ggaraan gedung S.R. 3 tahun dalamtanggungan

InSSdsche Scho^en dan^Vervokr Sh V jang dahulu 2e kl* gedung dan pegawai-peLwaf*pi§ » ’ termasuk gedung" ladiaran mendlarii +<?„ rta Pengawasan terhadap pe-

Stadsgemeenbe dan Regent-Kabupaten atau K ota -k o ta k ^ tl ? f8ndj# di daerah otonoom

c. didalam djaman Pemerintah n i2 Kota-kota besar ; njai djuga urusan-urusan S R . J pang Keresidenan mempu-

pada hal m B nSri^uSam »-Sdanekan pengawasan afcas s -a nom berdasar Undan»-unr?iir<?^f pembentukan daerah oto- urusan sekolah rendah Uu HHpf ; 2 2 tahun 1 9 4 8 urusan'Propinsi, maka disamping nenfp?^n m®ndiadi urusannjaP-P. dan K. harus pula aril ^ an dari Kementeriantersebut dari daerah-dapraf f r an dari urusan-urusan Propinsi kepada Prooinsi w0? ? om dibawah tingkatan mstruksi Menteri Dalam Np<tp5 akan diatur dengan

Demikian pula hak dnv» °s r - JanS masih dilakn£oielein? garaan pengawasan

sebut harus diserahkan keDada Daerah-daerah ter-Bersangkutan dan K .

mtw1? -^egeri dan Menteri p p do ~5ut tadi> maka Menteri menetapkan instruksi-instruksi' * ,selekas'lekasnja akanbersangkutan untuk melaksanakan n - mstansi~instansi jang ^ ________ * nakan penjerahan j ang dimaksudTjatatan : 1) D gSa ^ .

Inlandsche Gem eente -i tortdonnarer ^ tS9CmeenSC^ aP m enuru t«7n

Page 669: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pendjelasan pasal dem i pasal

Pasal 1

Propinsi.Pasal 2, 3, 4 dan 5

Jang dimaksud dalam pasal 2 ajat (1) termasuk .

a. urusan penerimaan murid-murid, b! urusan keuangan,c. urusan tata-usaha,d urusan alat-alat perlengkapan, Qirr.ia'he. urusan .gedung-gedung dan lapangan sekolah,i. urusan pemberian idjazah Cuitreiking), s. urusan uang sekolah, h urusan alat-alat peladjaian,i." u r u s a n pemberian idjazah (uitreiking) ,

i urusan perpustakaan S.R.propinsi diberi tugas dan kewadjibanjnragatur segala urusan

sekolah rendah, selain urVsan" ^ TTrUSan urusan jang tersebutp p .

d fc to la h rendah jang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah

“ i d t p ^ j a ^ d t o a f f i a n dengan ..inrichting van het onder w ^ W a S hal mengatur organisasi dan peilhal menetapkan schooltypen, "s^al_hal jang ber-guru-guru, hal minimum fonnasi 0uru g , niana jang

P,^ p f f l t 5 e I S £ a “ S t S m enjerahkan urusan kpkpkb

Pt b e T u m ;“ ™ e ? l e n ? S

K e m e n te r ia n P.P. dan K. bersama-sama dengan D ja b a ta n P.v. dan K. Propinsi (pasal 5a •

671

Page 670: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Mengenai urusan-urusan jang masih ada dalam pertumbuhan jang pertama, peraturan-peraturan jang chusus tentang penje- lenggaraannja akan diadakan pada waktu penjerahan jang sesungguhnja.

Pasal 6Mengenai urusan-urusan jang masih diselenggarakan oleh

Kementerian P.P. dan K. kepada D.P.D. Propinsi disampaikan pula oleh instansi-instansi Kementerian P.P. dan K. jang ber­sangkutan (didaerah) salinan laporan-laporan tentang ke­adaannja jang mereka kirimkan kepada Kementerian P.P. dan K.

Pasal 7Dalam soal penjerahan ini akan diperhatikan kedudukan

pegawai-pegawai negeri jang akan diserahkan kepada Propinsi untuk diangkat mendjadi pegawai Propinsi. Perubahan status pegawai-pegawai tersebut tidak boleh mengakibatkan kemun- duran dalam kedudukannja.

Periksa selandjutnja pendjelasan pasal 12.Penjerahan pegawai dimaksud, hendaknja dilakukan setjara

bersama (integral).

Tjukup djelas Pasal 8

Pasal 9 dan 10* »*«*** w U.O.11 XUr^fi6 S gkapan ^antor guna Djawatan P.P. dan K Propinsi danLne^uiiEannpron^n?g se'k°lah (meubiler) adalah urusan dan tanggungan Propinsi sendiri sepenuhniat u I f u a T L S s a f n Perl^ nJ ane chusus mengenai isi dan

M ah ditmfuk^rf11 diluar kitab-kitab jangPP dan K h!??K (v°orgeschreven) oleh Kementerian KemenTertantoslbut" 11114^ " 11 ^ ^ a n dahulu dari

2 ' ? e Z ea1seunf daar,Z j a n g d i m a k S U dPeneiriman rpnticn, w v h i n Ke™entenan P.P. dan K. maksud, jaitu untuk k e p e ^ W n ^ a h !^ ^ J?eladjaran iang dif perlu karena D ja w tM jang ^ ellkut’terian P.P. dan K dalam n«ah?T?P ? Bangunan Kemen-diaan meng^gat dju^a k en erW . p ■ mengadakan perse-setudjuan W g v f dengan per“ dahulu. kementerian Dalam Negeri di-Jogjakarta

672

Page 671: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tjukup djelasPasal 12

Pasal 11

dapat m en jelenggarakan sendn ^ sekarang halpenj^sun^^Dj^wa^ai^^x^ penga^^atan^pegaw ^-^ga^a^ ^ ^ u

masih merupakan salah satu sa 3 PuSat. Untuk mengatasi

i f f f f r r S S M — “

laraskan penjusunan djawatan terhact P ^ petundjuk_ ^ e S j u f n " ? P daPn K., umpamanja tentang hal Jormasi dan sebagainja. v a m e n t r r f a n P P dan K. akan di-

S S S H s n = E a r > “ —Pasal 13, 14, 15 dan 16

Tjukup djelas

Page 672: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANG LAMBANG NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa menurut Undang-undang Dasar perluditetapkan Lambang Negara untuk Republic Indonesia ;

Mengingat : Pasal 3 ajat 3 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnja pada tanggal10 Djuli 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LAMBANG NEGARA

Pasal 1Lambang Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga bagian,

3aitu :1. Burung Garuda, jang menengok dengan kepalanja lurus

kesebelah kanannja;2. Perisai berupa djantung jang digantung dengan rantai pada

leher Garuda; ° &3. Sembojan ditulis diatas pita jang ditjengkeram oleh Garuda.

Pasal 2

tpr^pw n^ IiIgan~Per^a? dlngan ukuran adalah menurut gambarWarna terutama jang dipakai adalah

wa?r n KuninS emas, sedang dipakai pulap! n, Wa,rna Jang sebenarnja dalam alam.

m I L ? ■ / iPf a i, untuk seluruh burung Garuda dan eiah-Putih didapat pada ruangan perisai ditengah-tengah.

Pasal 3

*"S ' “ » ■ “= “ = “ K i

o S S s s S S f 5SS V » rpasal 6 . • dilukiskan dalam gambar tersebut dalam

PERATURAN PEMERINTAH No. 66 TAHUN 1951

674

Page 673: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P3.S9.1 4Ditengah-tengah perisai, jang ^ en^ ^ | „ j a melukiskan

dapat sebuah garis hitam teoai j* =" a b u a h aruanag0pada perisai itu masing-masing mewudju - kan dasar Pantja Sila • Maha Esa terlukis dengan NurL T j X j a " n g a n teng“ah berbentuk bintang jang bersudat

n Dasar Kerakjatan d ilu k isk a n d en g a n kepala banteng^ f S r s l a n n d!fukisk]a n ’ dengan pohon beringin,

t o S r a V T r f K e S u s i a a n dilukiskan dengan t a l i rantai

' bermat5 e a d n a rSosralPdirukiskan dengan kapas dan padi,V' ?ebagai tanda tudjuan kemakmuran.

Pasal 5

Dibar ia m ababasl ™bojan dalam TUNGGAL IKA

Pasal 6

Peraturan Pemerintah mi.

„ „ » . * » » a * " ' “ ‘ ,

r i r s r s » p.»» » » r r s -pada tanggal 17 Oktobei 19

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. y SOEKARNO

PERDANA-MENTERI, SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO

Diundangkan *pada tanggal 28 Nopember 1951

MENTERI KEHAKIMAN _MOEHAMMAD NASieOEN__________

r * 675

Page 674: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

TENTANG LAMBANG NEGARA

Menurut pasal 3 a jat 3 U ndang-undang Dasar Sem entara Republik Indonesia, maka Pemerintahlali jang m enetapkan Lambang Negara.

Pendjelasan pasal de-mi pasal

Pasal 1Mengambil gambaran cllewan untuk Lam bang Negara bukan-

r r i ia ! fangv l a, ^ . gan d jil M isalnja untuk lam bang Republik tereamhl? ? S r t I lembu, kuda dan gadjah, sepertiSarna” h d eklt B m a r e f d3a Priyadarsi Asj° ka berasal dari

diambj } dari benda peradaban Indonesia, Indonesia dan V°logi> sym bologi dan kesusasteraan

s . Lati“Pasal 2

k e lu h u ra n ^ la ra aW arnaSw arm akSUdK kebesaran bangsa atau hitam atau meniru senertM n™ o k antu dilukiskan dengan

jang sebenarnja dalam alam.Pcissil 3

Burung garuda, jane dienntn«cr» tenaga pembangun (c r e a t ie fZrl Perlsai itu> ialah la™ban= peradaban Indonesia. ermogen) seperti dikenal pada

berdekatan^denga^burung^elang1 rsuihiUrUv perasaan Indonesia kan ditjandi Dieng PrambanfJf radJawali. Burung itu dilukis- dengan memakai lukis berupa manntil Panataran- Ada kalanja dan bersajap (Dieng) • d i t ia n ^ S ? QenSan berparuh burung Timur rupanja seperti burunf ri? nan dan ditjandi D-iawa berambut raksasa dan bertiaknr r ^ St n lberParuh pandjang tjandi Mendut, Prambanan dan 'd i t & ^ ti . lukisan garuda di- di Djawa-Timur. aan dlt3andi-tjandi Sukuh, Kedal

s a s S n ffs^ m y th lto g fin d m e ^ a 1 ^ ° leh archeol°gi. *esu- Lentjana garuda pernah dipakai' nl.h

676 ole}l Perabu Airlangga pada

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 66 TAHUN 1951

Page 675: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

ihad kesebelas dengan bernama G a r u d a m u k h a . Menurut Patung B e t a h a n b e S dilukiskan dengan mengendarai seekor garuda.

pergerakan Indonesia Muda (1928) pernah .memaka pandji- pandjT sajap garuda jang ditengah-tengahnja berdiu sebilankeris diatas tiga gurisan gans. . herbulu 3Sajap garuda berbulu 17 (tanggal 17) dan ekornja beitnnu(bulan 8 = Agustus).

Pasal 4

Perisai atau tameng dikenal oleh kebudajaan dan Peradaban

f S B I S S iS !

im S S S tW mtan, Sulawesi dan Irian. -DoQifiir Han Amerika Selatan■nidaerah Kongo, di kepulauan Pasiiik n ?adi

bprdaulat terletak dikatulistiwa dipermukaan humi.Mata bulatan dalam rantai menundjukkan bahagian perem-

p u a n d a n " b a r berdjumlah 9 ; mata pesagi jang digambar bprdiumlah 8 menundjukkan bahagian laki-laki.

S S X i lane bermata 17 itu sambung menjambung tidal, putus-putusnja, sesuai dengan manusia jang bersifat turun

16 Kedua tumbuhan kapas dan padi itu sesuai dengan hymne j a n e m e m S -m u d ji pakaian (sandang) dan makanan (pangan).

Pasal 5

Perkataan Bhinneka itu ialah gabungan dua perkataan : bhlnna dan ika. Kalimat seluruhnja itu dapat dualm : berbeda-

b 1 aep^ h S n f adPalamU s3 i artinja, karena menggambarkan

Tantular dalam ar t i : diantar^ pusparagam adalah kesatuan.

Q677

Page 676: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 67 TAHUN 1951

TENTANGPEMBAGIAN BERAS UNTUK PEGAWAI NEGERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa kesulitan-kesulitan, jang diderita olehpegawai negeri aimasa sekarang ini, disebabkan naiknja ongkos penghidupan sehari-hari pada umumnja terutama karena meningkatnja harga beras pada chususnja ;

Menimbang: bahwa untuk membantu meringankan bebaiidari pegawai umumnja dianggap perlu mengada­kan peraturan untuk pembagian beras kepada pegawai negeri;

Mengingat : a. Pasal 98 Undang-undang Dasar SementaraRepublik Indonesia ;

b. Keputusan Sidang Dewan Menteri pada tanggal 21 Agustus 1951 dan 25 September 1951 *,

c. Instruksi bersama dari Kementerian Perta­nian, Dalam Negeri dan Urusan Pegawai tentang pembagian beras kepada pegawai wegeri di Djawa/Madura dan diluar D jawa/ « n S F i te,rtanggal 29 September 1951 dan J “ e ! f1 9 5 1 No. 5630/M Pem. 3 4 / 2 0 / 2 2 dan No. 5829/M Pem. 3 4 / 2 1 / 4 ;

M e m u t u s k a nMenetapkan :

ATURAN PEMBAGIAN BERAS UNTUK PEGAWAI NEGERt

Pasal 1

dari Pemerintah1 d e n g a ^ h a 171 kesemPatan m em beli beras setiap kg. engan harSa Rp. i,__ (satu rupiah)

tiap-Jiap pegawai^eg^ri^dlber^a^ ? emba6 ian beras kepadasebanjak Rp. i __ (Satll r i kar,>tundjangan berupa uang'3) Tundjangan termaksud Z a * kg beras-

Padjak. pada aJat 2 pasal ini bebas d a n

678

Page 677: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Fasai t

n i Tintnk tiao-tiap pegawai negeri dan tiap-tiap anggauta k e i u a r g a n j a j a n g m e n d j a d i t a n g g u n g a n n j a s e m u a p e g a w a i n e g e r i d i p e r b o l e h k a n m e m b e i i b e r a s d a r i P e m e r i n t a h .

a. dipulau Djawa dan Madura sebanjak-banjaknjb. S r SS a ^ ^ - ^ n & n f a T 00bUgram setiap hari

( 2 ) K e t e n t UU a9n k p a d e a ,a a1ja t U a 5 1 p a s a l i n i b e r l a k u ^ a t e r h a d a p

p e n ^ e r t i a n ™ b a h w a a b a g i a n b e r a s i t u h a n / a

djawatannja masing-masing.

P ^ s^ l 3Ainkasi beras akan diselenggarakan oleh Jajasan Bahan

M a k a n a n d a r i K e m e n t e r i a n P e r t a n i a n k e p a d a K e p a l a - k e p a l a

Daerah.P & ssl 4

Pembagian beras untuk pegawai negeri^akan oleh Pamong-Pradja bersama-sama Jajasan Baha (B.A.M.A.).

Pasal 5 , , nJang dimaksudkan dengan pegawai ^ h ^ ib e r i* ffadji

ini ialah mereka jang bekerdja pada menurut peraturan gadji jang berlaku bagi pegawai =, memberatkan anggaran belandja untuk pegawai.

Pasal 6 • v.ini, ichpriKeluarga jang mendjadi tanggungan pegawai ialah(isferi-Sferi) jang sah dan anakdiberikan tundjangan anak menurut Peraturan Gadji Negeri jang berlaku.

p e n g e l u a r a n - p e n g e l u a r a n b e r d a s a r k a n P e r ^ a n M m e m ;

sS t s £ S ,5 ^ 2 w s s s suntu 6 vtpviu mengadjukan permintaan tambahanKementenan tidak peilu ^ e i^ ^ W i ^ ^ di

’ n e iL r a n inf^k a n dipusatkan dan ditut-;p> dengan kre“ edit jang akan dibebankan pada mata anggaraA \ 3 12 (Kementerian Keuan^a-n).

Q 679

Page 678: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Dalam hal-hal luar-biasa Menteri Pertanian dengan perse­tudjuan Menteri Keuangan dapat menentukan penjimpangan dari peraturan ini.

Pasal 9

1 ™ef ai ura?i Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal l Oktober 1951 dan berlaku untuk waktu enam bulan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- Kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 8 Nopember 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

MENTERI PERTANIAN, SUWARTO

MENTERI DALAM NEGERI, ISKAQ TJOKROHADISURJO

MENTERI URUSAN PEGAWAI, Diundangkan SOEROSO

pada tanggal 28 Nopember 1 9 5 1

MENTERI KEHAKIMAN MOEHAMMAD NASROEN

Pasal 8

Page 679: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

p e n d j e l a s a n

PERATURAN PEMERINTAH No. 67 TAHUN 1951

TENTANGPEMBAGIAN BERAS UNTUK PEGAWAI NEGERI

meringankan beban pegawai negeri dengan djalan mengada pembagian beras dengan harga muran.

p asal \

Makanan (B.A.M.A.).p£lS3«l 2

s s s j s s s g g g lbanjak terdapat makanan„1natmi i^ ^ a k a n sebagai tambahan ubi dan lain-lain, jang dapat dipCT^nakan seiraga keadaanbahan makanan pokok. Pada umumnja tidak demikian diluar Djawa/Madura.

pasal 3Tjukup djelas.

P^S^l 4 , ,

Penjelenggaraan pembagian dilak£kan bersama-sama dei^ a n J^asan B s d pat dibebani karena pada masa mi tidak ada lain badan jang u<iy penjelenggaraan tersebut.

pegawai Negeri jang dimaksudkan *al^ dAani|n^1berlaku^ ^ G ^ ^ B ^ A G ^ d ^ ^ m a s i f o ^ e ^ i^ j^ a k t f p . ^Terhrtimg p i ^ a

pegawai-pegawai dari daerah-daerah otonom (termasuk Istimewa Jogjakarta).

Pasal 6

T ju k u p djelas. p agal 7

T ju k u p djelas. " p a sa l g

T ju k u p djelas. „ p aga l g. *•

T ju k u p djelas. ^ _________

681

Page 680: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 6 8 TAHUN 1951

TENTANGPELAKSANAAN PERATURAN JANG DIKELUARKAN

BERDASARKAN ..ORDONANSI DEVISEN 1940”

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu diadakan suatu peraturan jang lebih landjut mengenai kedudukan menurut hukum devisen dari perwakilan-perwakilan Republik Indonesia diluar-negeri dan anggauta-ang­gautanja ;

Mengingat : Ordonansi Devisen 1940 (Staatsblad Indonesia 1M0 No. 205), seperti jang kemudian telah di­ubah dan ditambah terachir dengan Staatsblad Indonesia 1948 No. 141 dan chususnja pasal 1 ajat 1 dan 2 Ordonansi terssbut ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

Peraturan Pemerintah sebagai berikut :

Pasal 1

k a V e i£ \ £ u ab e S ^ 3a“ E dikeluarkanperwakilan diplomatik dan k o n s u l e r r ™ S T19“ Perwak,llan- negeri dipandang sebagai b e r k e M S ^ a S T 1

Pasal 2

Untuk melaksanakan peratnmn karena atau berdasarkan Ordo™"™? n r*n Jang dikeluarkan pegawai diplomatik pada perw akibf? *Dev.1£>en 1940, pegaw ai- konsuler Republik IndoSesia d & P rwakllan ^p lom atik dankonsuler-tetap administratip lane h p r t^ 1’ Peeawai"Pega'wai lsteri-isteri serta anak-anaknia ia L I angsaari Indonesia, pandang sebagai berkedudukan cfidalam n ^ ? ada mereka

Pasal 3

Peraturan Pemerintah ini u , ‘ k a n ^ rlakU 5urut

69/195^8 /I 9 5 ! mi kemudian ditambah dengEgan P .P . N o .

682

Page 681: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Agar supaja^Gt^p oran^§ ^niGnsst&huinja^^^^ penem_

patan^alainLem bara^ Negara Republic mdoneaa.

padaD» n d^ “ 195!

W A K I L - P R B S I D E N R E P O T L I K I N D O N E S I A , MOHAMMAD HATTA

p e r d a n a m e n t e r c ,SUKIMAN WIRJOSANDJOJO

Diundangkan pada tanggal 28 Nopember 1951

MENTERI KEHAKIMAN MOEHAMMAD NASROEN

683

e

Page 682: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 69 TAHUN 1951

TENTANGPENGLAKSANAAN PERATURAN JANG DIKELUARKAN

BERDASARKAN ,.ORDONANSI DEVISEN 1940”

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan „Ordonansi Devisen 1940” (Staatsblad Indonesia 1940 No. 205), seperti jang kemudian telah diubah dan ditambah, terachir dengan Staatsblad Indonesia 1948 No. 141, perlu diadakan peraturan lebih landjut mengenai kedudukan menurut hukum devisen dan perwakilan-perwakilan resmi negara-negara asing di Republik Indonesia beserta anggauta- anggautanja ;

Menimbang pula: bahwa dipandang perlu untuk mengadakan peraturan mengenai perbuatan-perbuatan hu-

bungan densan uang-uang jang 1 orang"c>rang ketiga bagi kepen-

Meno-ineat ■ n ^ I L ? eg*a? ' n.eBara asing dinegeri in i ;1940 No n2S0 5 )DeV1Sen 1940” (Staatsblad Indonesia

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

Peraturan Pemerintah sebagai berikut :P&S&l 1

k a r e n a m a t a u S ^ r d a r a r k a n ^ U rn n H P e r a ^ r a n ; i a n g d i k e l u a r k a nwakilan-perwakilan dminmaflf1° nansi Devisen 1940” , per- asing dine«ara ini dinSnn konsuler negara-negara

2- FerwakUan^-perwakilan P ^ du d u k .dibebaskan dari k e w a d i i w f t ^ .dalam ajat pertama pasal 8 ,.Ordonansi Devisen l S fn, ! ane berdasarkan penduduk. dapat dibsbankan kepada

pertamaP tidakWb M ia £ Pf n r a-kllan termaksud dalam aj at sub a 1 ° dan 2 ° s/d d dnrPn‘1? 11® dltentukan dalam pasal 9 jang sekedar bermaksnriHo5 ° ? ansi ^ evisen 1940, semuanja negara jang diwakilinia inns li' Jl? n®an atau keperiuan penarikan uang jang ditpt»^t1'periUn n bagi memenuhi aturan .u i^ an g-u n d^ g * arena atau berdasarkanbagi dinas atau pekerdiaari d k*luarkan oleh negara itu, dalam lingkungan tu^as ianp E * ]aan neSara tersebut

6 g 4 ° 3ang; b-^ruasarkan hukum publik.

Page 683: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2

i Untuk melaksanakan peraturan-peraturanJang dikeluarton

wS-pegawai p a ^ ^ ^ n ^

„ a n asing isteri-isteri serta anak-anaknja jang oeraiam

s°htoggam e^etoTengan t id a f izto^apat memak£ ^ ^ ;a

9 M e r e k a tennaksud dalam ajat pertama dibebaskan dan

' atasbukdar

s i l S i i l i s PPasal 3

palan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di-Djakarta

pada tanggal 17 Nopember 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

PERDANA-MENTERI,SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO

Diundangkan pada tanggal 28 Nopember 1951

MENTERI KEHAKIMAN MOEHAMMAD NASROEN

685

Page 684: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 70 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN ISTIMEWA SEMENTARA BAGI PEMINDAHAN

PEGAWAI NEGERI SIPIL KELUAR PULAU DJAWA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan istim'swa se­mentara untuk mengurangi kesukaran-kesukaran, jang diderita oleh pegawai Negeri sipil jang di- pindahkan keluar pulau Djawa ;

Mengingat : a. Pasal 98 dan 119 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan

b. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1950 ten­tang ..Peraturan Perdjalanan Dinas Dalam Negeri buat pegawai negeri sipil” (Lembaran

_ Negara No. 70 tahun 1950) ;Mendengar : Q ^ ^ ^ e n t e r i dalam rapatnja pada tanggal 20

Menetapkan : M e m u t u s k a n :

Pasal 1

dteai in^menerima^^enggantian^bS ^6 fUar Pt ^ ^iElWa'Peraturan Pemerintah Nn Ir foT? ter™aksud dalamNo. 70 tahun 195<£ dju»a ^ 50. (Le^ a r a n Negarauntuk : ® menerima biaja pindah istimewa

tah u ^ tin g^ ^ dU u ar p S a ^ D ia tetapi, lebih dari satu gadji pokok ; Puiau Djawa, sebesar tiga bulanb. semasa dua tahun atan l^ v . 4.-

f9. e ssbesar enam bulan gadiinni!1 ^ 1 diluar pulau Di awa-(2) Selandjutnja kepada pegawai tpv I ' ,diberikan : g ai tersebut dalam ajat jang lalu

1- kerugian penuh bao-i k , .hilang diperdjalanan • ranS~barang jang rusak atau

2. tambahan biaja Deneanoi^jang- dibebaskan dari rJtiu11 • agasi (termasuk bagasi dalam Peraturan Pempri-n*?ubJJaran) jang ditentukan

3 tu r 1i(UgaPUluh Persen)™ 28 tahun 1950, dengan

aturan j angPb erlaS?*1 selain a n ar£a menurut per-dipulau Djawa. ’ arna keluarga masih tinggal

686

Page 685: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal di­undangkan dan berlaku surut hingga tanggal 1 Oktober 1951.

Agar setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 17 Nopember 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI URUSAN PEGAWAI, SOEROSO

MENTERI KEUANGAN,JUSUF WIBISONO

Diundangkan pada tanggal 28 Nopember 1951

MENTERI KEHAKIMAN,MOEHAMMAD NASROEN

i 687

Page 686: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 70 TAHUN 1951

TENTANGPERATURAN ISTIMEWA SEMENTARA BAGI PEMINDAHAN

PEGAWAI NEGERI SIPIL KELUAR PULAU DJAWA

Seperti ternjata dari pertimbangannja, maka Peraturan Pe­merintah ini diadakan untuk mengurangi kesukaran-kesukaran jang diderita oleh pegawai negeri sipil pada waktu ini, djikalau mereka dipmdahkan dari pulau Djawa keluar pulau itu.

Disamping mendapat penggantian biaja perdjalanan dan f 1 on&kos foagasi menurut peraturan jang kini ber-

S n nni! Pemerintah No. 28 tahun 1950), mereka diberi-nl?aT ^ r ifn n l fT +ja istimewa seperti ditetapkan dalam5 \ ? Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini

:entf^arl dalam Pasal-pasal tersebut dirasa sudahP e T a h f r a n 5 ^ me,merlukan Pendjelasan lebih landjut.

'basi Pemindahan dari pulaukesatu temPat diluar daerah Republik Indonesia.

688

Page 687: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 71 TAHTJN 1951

TENTANGPEMBUBARAN , RAAD EN DIRECTORIUM VOOR HET MEET-

EN KAARTEERWEZEN”

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu mengganti ,,Gouvern9inentsbesluit” tanggal 17 Djanuari 1948 No. 3 dengan peraturan baru jang lebih tegas ;

Mengingat : Pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara R e­publik Indonesia ;

Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnja pada tanggal 23Oktober 1951 ;

M e m u t u s k a n :

Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai b erik u t:

Pasal 1

Terhitung pada hari mulai berlakunja Peraturan Pemerintah ini dibubarkan ,,Raad en Directorium voor het m eet- en kaar- teerwezen” jang dibentuk menurut penetapan Pemerintah tanggal 17 Djanuari 1948 No. 3 pasal 2 dan 4.

Pasal 2

Terhitung pada hari mulai berlakunja Peraturan Pemerintah ini dibentuk suatu „Dewan pengukuran dan penggambaran peta” , selandjutnja disebut ,,Dewan” di-Indonesia jang bertem­pat kedudukan di-D jakarta dan terdiri dari enam orang anggauta termasuk ketuanja.

Pasal 3

Tugas „Dewan” ialah untuk mengkoordinasi segala peker­djaan pengukuran dan penggambaran peta dalam wilajah negara Republik Indonesia.

Pasal 4

Terhitung pada hari mulai berlakunja Peraturan Pemerintah mi dibentuk suatu „Direktorium urituk pengukuran dan peng- gambaran peta di-Indonesia” , sslandjutnja disebut „Direk- torium” , jang bertempat kedudukan di-D jakart? dan* terdiri dari tiga orang anggauta termasuk ketuanja. V"

Page 688: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Tugas ,.Direktorium” ialah untuk menjelenggarakan koordi- nasi jang dimaksud dalam pasal 3 dan mendjalankan segala pekerdjaan mengenai lapangan ilmu geodesi dan jang bersang­kutan dengan itu, jang menurut pertimbangan Dewan berhu­bung dengan kepentingan negara harus diserahkan kepada Direktorium.

Pasal 6

Kepala Staf Angkatan Perang dan para Sekretaris-djenderal Kementerian Kehakiman, Perekonomian, Pertanian, Perhu­bungan dan Pekerdjaan Umum dan Tenaga, atau wakil- wakilnja, karena djabatannja mendjadi anggauta dari Dewan.

Ketua dan anggauta-anggauta Direktorium mengundjungi rapat Dewan, ketjuali djika Dewan menentukan lain.

Pasal 7Dewan akan dibantu oleh seorang sekretaris jang diangkat

oleh Perdana-Menteri atas usul Dewan.

Pasal 8

tam T % aaT^haWf ^ a Tt0P? gyapi dan KePala D jaw atan P endaf- lau ta S n i ™ ? karena d jabatannja m endjadi an g-

lengan ditUndjUlC

Pasal 9

Dew^n^ Ketua^^nr^Q^tf11 ^^ ° leh Perdana~Menteri atas usuljang besarnja ditetaukana n i \ 1=>i rektorium diberi tundjangan, dengar Dewln. dltetapkan olsh Perdana-Menteri setelah m en-

Pasal io

djadi sekretSis^ew^n01611 seorang sekretaris, jang djuga men-

Pasal 11

peta di-lndones^ad^et^kanaseba8n°-UfCUran dan Penggambaran Pemerintah ini. sebagai terlampir pada Peraturan

Pasal 5

Pasal 12Dewan U2J1 DirpWtnrintM jtuan dalam Peraturan ianTSrfimmi?ngirigat ketentuan-keten- seiandjutnja mengatur tiara iLi2?2a^ ? d pada Pasal sebelas, 690 J o^ke.d^a dan organisasinja sendiri.

Page 689: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diun­dangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah­kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem - patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 23 Nopember 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

PERDANA MENTERI,SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO

Diundangkan pada tanggal 28 Nopember 1951

MENTERI KEHAKIMAN,MOEHAMMAD NASROEN

Page 690: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN TENTANG KOORDINASI PENGUKURAN DAN PENGGAMBARAN PETA DI-INDONESIA

BAB I

Ketentuan UmumPasal 1

Dalam Peraturan ini jang dimaksud dengan :1- „Dewan” ialah „Dewan pengukuran dan penggambaran

peta , jang dibentuk menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah No. tahun 1951 ;

2. „Direktorium” ialah „Direktorium pengukuran dan peng- gambaran peta” , jang dibentuk menurut pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 1951 ;

djawatan atau perusahaan pemerintah ? gas untYk melakukan pekerdjaan pengukuran dan

penggambaran peta, baik segenapnja, maupun sebahagian ;4’ R^nnhiUr] TnH berdiri ,sendiri” ialah bahagian dari daerah

k p ffian L ol ®ia 3ang dior&anisasikan menurut ilmu pemer^tah^ 3anS alafc-alatnj a melakukan kewenangan

5' kaa^h im ^hn^oohS am bar pada bidang datar dari permu-menurnt g}an’ mauPun seluruhnja, jang dibuatmenurut dasar-dasar ilmu pengetahuan ;

6‘ s^gal^M^n'iata^an1 tprft1113' 5 eta dari In donesia serta d engan kuran llm u ukur"ta n ah - k etju a li p e n g u -taan te n ta n ? f an dari udara “ dan sega la p e rn ja -pun ian^-muno-kin airarf3,51’ ! ' ,an ^ Perlu atau bergu n a atau segairperpeT afn Uu ^ perlu atau be^ u n a untuk menjusun

' ^ e l a j k a n ^ pad? Permukaan bumi jangdar titik-titik it™ ri? iam an3a setjara m athem atik, seke-

pengukuran bahagian-baha|“ anktaa n a h f Uk persambungan

^ ' ? e '^ ^ k a n °u r it i i^ m e n e ? tS ” n* tlent .pef rd5aa?9. Pi n l ChUT ja harUS w ^ * ^ “ » t 5 n t u a;taU ^ S

kafca^jap" adipCTlukarihuntuala pesawat> alat-alat dan per- , ivctjudii alat-alat gambar sederhana.

L A M P I R A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 71 TAHUN 1951

692

Page 691: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 2

Segala pekerdjaan pengukuran dan penggambaran peta dalam arti kata jang seluas-luasnja, jang dikerdjakan dalam daerah Indonesia, sedapat-dapat harus tunduk kepada koordi- nasi jang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturanini.

BAB II Tentang Dewan

Pasal 3 .Kepala Staf Angkatan Perang karena djabatannja mendjadi

Ketua Dewan.P^S&l 4

Sekurang-kurangnja sekali tiap-tiap Perten=.a^aJ _„ta5 }^Dewan bersidang; selandjutnja raPat. ^ 0 Wa^nf, seorane nHa hal-hal ian-s dianggap perlu oleh ketua atau bila seorang anggauta Dewan atau lebih menjatakan kehendaknja untukmengadakannja.

Peis&I 5Dewan mengadjukan usul-usul kepada Y w r t

untuk memperbaiki organisasi pengukuran dan penggambaran

pengukuran dan penggambaran peta.Pasal 6 , . iA

struksi itu.p agal ^

kalangannja.

Perdjalanan dinas jang

= ' 3 i i s = c m m t r ‘ " ■ev e * -is

Segala pengeluaran u n t u / f p t l u a n Dewan vfcendjadi beban anggaran Perdana-Menteri.

a 693

Page 692: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

BAB III

Tentang Direktorium

Pasal 10

Tugas Direktorium meliputi :

a. Pimpinan pekerdjaan janig diselenggarakan oleh :1. Djawatan Geodesi,2. Djawatan Geograpi3 . Djawatan Photogrammetrasentral;

b. hal mempeladjari tiap-tiap soal jang bersangkut-paut dengan koordinasi pekerdjaan pengukuran dan penggam­baran peta, baik jang berdasarkan ilmu pengetahuan, mau­pun jang berdasarkan kepentingan m asjarakat;

c. hal mengadakan dan membina perhubungan dengan segala jajasan ilmu pengetahuan dan para sardjana jang diang­gap perlu, demikian pula dengan pemakaian peta jang lain-lain ;

d. hal merantjang segala rentjana dan aturan untuk memben­tuk dan membina dasar-dasar teknik dalam arti kata jang seluas-luasnja, demikian pula segala pekerdjaan geodesi dalam taraf tinggi jang lain-lain serta dengan pekerdjaan geograpi; ° 1

Q' elei?Sgarakan, agar segala pekerdjaan jang dimak-i? am pasal ini diserahkan kepada organi-

t U jang akan diadakan dan kepadap e k e ? d & e S 3a m T u f nar SU<Jah WaS& mendialankan

f petun(Jj u>c-P etundjuk dan persediaan , agardeno-an tiara S“ n(.an dan Pembinaan segala petaperekonomian; Pat dan mc™enuhi s j a r a t - s j a r a t

B arsip 6p o tre tan pengaw asan atas pengurusan p erp etaa n dan

h X W ± » « J S T lbamla peta peta-peta" S s S rntaPS am p aunAjaP

;■ ukur“ ut "

d i d i S n ^ a w l f T k n ^ 3 ^ ! ! 111' o ' 3* UHtUk kesatuan p fi.

S P 6 g a W a i W t e ^ ^ a d T ^ r ™694

Page 693: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

s r s - s r s — ' s s - s . s » v s - » «hal mengawasi pelaksanaan itu , loin-lain lagi janga\aanmd t e " n Soleh D ^ d a la n l bftas-batas ketentuan

m. hal merantjang daja_utpa. ^ a ^ ^ a n g timbul1

n.

aturan ini.Pasal 11P3 .S £ li X J*

s - - = " a s - s 5kepada Dewan tentang segala tmdakannja.P iScil 12

Pada achir tiap-tiap ^ k l r S a SS a m t K f f b a ™ \ X d is e r ta i suatu rentjana (program- “ pekSSjaLi untuk tahun benkutnja.

P e r d j a l a n a n dinas ^ a ^ — -

Direktoriuni termasuk Boloilga£ £ la3nan Dinas Dalam Negeri m a k s u d No. 28 t a h u n 1950buat Pegawai sipu (Feiatuian rexNo. 70).

Segala .pengeluaran u n t f ^ u a n Direktorium mendjadibeban anggaran Perdana-Menten.

BAB IV

Tentang: Djawatan

supaja Direktorium dapar^iM nuM ttan^ugasn^dalam ^soal

mengkoordinasi deng hprikan kepada Direktorium segala ke w atan d iharuskan m e^ * “ sS a w arkah dalam segala ha teran ga n dan^^memperhhatkan se a^ n pasal. pasaldan dengan tjara sebagai jan3berikut. Pasal 16 rpn-

T ia p -tia p tahun d J a ^ « £ ^ S n ^ p e n g - t ja n a (P rosra.m m a)n f " ‘ ja k san aan n ja sebagai tugas d jaw atan -

e a r “PS*— ®“ d ib ^ r i t a h X n kepada O irektorium . ^

Page 694: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Djawatan tidak memulai dengan pelaksanaan pekerdjaan pengukuran dan penggambaran peta, sebelum hal itu dirun- dingkan dengan Direktorium.

Pasal 18

Ketjuali dalam hal jang dirahasiakan, maka djaw atan d i­wadjibkan memberikan kepada Direktorium segala keterangan dan memperlihatkan segala warkah jan g oleh Direktorium dianggap perlu untuk m endapat gam baran tentang organisasi dan tjaranja djawatan bekerdja, lagi pula untuk penjelesaian, pembinaan dan penjim panan Perpetaan.

Pasal 19

n irP ktnH ^^i13, kali ,djawatan harus m enjam paikan kepada maksud dalam pasal pekerdi aan sebaSai d i'

Pasal 20

tentang TDemeriksaan^1 Jn mVer^ abll^an kepada Direktorium telah dilakukannja m englnaffana^ 11 llmU PenSetahuan iang gambaran peta dan se ia fa penSukuran dan peng-diumumkan gala kara^ a n tentang soal itu jang

Pasal 21Djawatan akan selek as-iP ta^^

rektorium suatu daftar inr.pS^,- -m ?n;,ampaikan kePad a Dl'mpentans mstrumentariumnja.Pasal 22

Perubahan dalam insh’n™Dv,f . kepada Direktorium b e r s ™ ^ um harus diberitahukan laporan jang dimaksud dalam p a s^ f 19 gan m enj am Pa ik an

Pasal 23Penambahan instrumentarin™

tidak akan terdjadi sebelum d i m i n g ar\ pada um um n3adari Direktorium. mintakan pertimbangan dahuluPasal 24

Pengh^hs^n instrumehtarium rinvi ^ ~ pun pernjataau.-,tak-guna la°i h a r fJ inPentaris atau-dmgkan dengan Direktorium° dilakukan setelah dirun-696

Pasal 17

Page 695: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 25

Bersama-sama dengan «n tja n a jang dimaksud dalam p m l 16 djawatan-djawatan menjampaikan daftar sl'®"“ a P e®a” ta iane diserahi pekerdjaan pengukuran dan penggambaran pet dan peraturan gadji jang berlaku untuk pegawa! itu.

Pasal 26Atas permintaan jang c h u s u s mengenai soataja maka dj^-

« -* » "»s ; , r “' mmiliki oleh pegawai menengah dan rendah.Pasal 27

ft^ T aru sini ibertindak memperdamaikan.

dirundingkan dengan Direktorium.BAB V

Ketentuan-ketentuan peralihan dan penutup

Pasal 29

Sekedar dalam Perat " [ “ at1“ .^ a ^ t a n ,a<m ^ a ketentuan- ketentuannja tentang dj . untuk djawatan-djawatanketentuan itu dJa^ a£ eT)Ut,iik Indonesia jang mendjalankan kepunjaan Pem'er^ “ R^ n penggambaran peta, ]ang dapatdianggap se'lfa^a^sumbangan untuk perpetaan.

Pasal 30 . . . o-pnniKetentuan-ketentuan dalam P ^ ^ ^ a w a t e n 'peng'ukuran

djawatan diperlakukan dJug . daerah-daerah jang berdi i

perpetaan. 6. _________Cfll

Page 696: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

P E N D J E L A S A N

PERATURAN PEMERINTAH No. 71 TAHUN 1951

Umum

Didalam negara jang mempunjai banjak djawatan-djawatan, jang bertugas mendjalankan pekerdjaan pengukuran dan penggambaran peta, dirasa sangat perlu untuk mengadakan

Jalng berkewadJiban mengkoordinasi pekerdjaant i n f f & n f n i ' 7 J9 ^ Q S n T.Tt U ' o ^ a k a d e n g a n k e p u t u s a n P e m e r i n t a h d i n f m a i £ 2 - 1 9 3 8 N o - 2 9 t e l a h d i b e n t u k s u a t u b a d a n j a n g

r ? [ 2 f V ’ m j n e n K a a r t e r i n g s c o m m i s s i e ” .C’anat dldalam Praktek badan ini telah terbukti tidakGouvernempntJhP ? P* 3? n g diharaPkan semula, maka dengan S r E m * ■ r tan§sal 17-1-1948 No. 3 „ P e r m a n e n t e

i f ^ S S ie 11 d i b u b a r k a n .

17-1-1948 N o ^ n n r f i^3"112 di.la.h rkan dengan keputusan tanggal dengan itu m aK mgSa belu*n dapat bekerdja. Berhubung baru (nasal ?) perlu untuk membentuk suatu badanakan ^ 2d ’u^ ngs mempunj ai tugas koordinasi, nuhi jano- W tera diatas 1 1 1 (pasal 5). Untuk dapat meme- baru itu° mempunjai alat atet ^ian,?g.ap perlu- bahwa badan bahan-bahan berupa dasar teknik m f 1’ ]ai? f dapat m em beri

rD= dS ! ^ - ankeuangan negara, akan mudah rfa5\cl? n dan Penghem atan

Alat-alat jan°- lan^suncr J dapat terlaksana. badan koordinasi baru itu i o S 1 ditaroh dibawah pimpinan dan Photogrammetri umum DJawatan Geodesi, Geograpi

Badan koordinasi baru itn .duduk para wakil KementPHow ■ 1 suatu Dewan, dimanadjawatan jang bertugas m endiauJi?11® ™emPunj ai djawatan- dan penggambaran peta. Jaiankan pekerdjaan pengukuran

Dipandang dari sudut nrott l.Dewan sebagai wakil dari i S t l v ™aka. jang duduk didalam djenderal, ketjuali KempntArio? J»iai} ialah para Sekretaris- oleh Kepala Staf Angkatan P e r a n p -^ 'al?anan 3ang diwakili didalam susunan kementerian +t g u ?uai dengan tugas beliau

. Untuk melaksanakan tuffa? J f S? ut i pasal 6> ■dibentuk suatu D irektorium untnw^^laCi (pasal 3), m aka perlu baran peta (pasal 4) ja n » hprfno- pe^gukuran dan p e n g g a m - k o o rd m ^ -^ a k a n tetapi djue-a mpT?rrS i ak sad ja m en ga d a k anE f PUm geodeS dfn]f an^ n Se^ala peker' djaanltu, seperti geograpi dan Photogr?mrie5fe n denganROO

Page 697: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

seorang sekretaris. dpn^an djawatan-« S £ « S dlberatkankepada anggaran pos Perdana-Menteri.

Pendjelasan pasal dem i pasal

Pasal 1

TTntnk membentuk badan koordinasi baru, maka ,.Raad en o S o r i u m vcoT het meet- en ^ t e e r w e z e n ^ 3a n ^ e n t u Lberdasarkan ,.G ou v ern em en tsb es lu it tanggal i ( i

No. 3, perlu dibubarkan.Pasal 2

Mengenai pembentukan Dewan baru.

Pasal 3

Menetapkan tugas Dewan.

pe^gS ^bai"an^eta”US ^ g ^ 'h e a^ ™ n®n ^ '^ ^ ™ * ' a a LaI"kan koordinasi.

Pasal 5

f S B S 5 s B X 8 ? ~ * m ~Pasal 6

Mengenai susunan Dewan. » -nPrHmbangan-pertimbangan( Agar Dewan dapatj, dar.-sbagainja,

mengenai keahlian Sal^ Dirgktorium dipejK^ehkan mengun- maka ketua dan angga ^ ^ a Dewan rlienentukan lai .djungi rapat Dewan, k o ^ a l* djika u

Page 698: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal 8

Mengenai susunan Direktorium.

Pasal 9

k e a r g f a u ? a \ a n a S i r e M o r 1 u “ r e k t 0 r i U m * “ P ° r i h a l k e U £ m g a n

Pasal 10

s a t u t h S D Wun ha,nja.^berapat beberapa kali sadja didalam tarts D?rekSrium 5ekretaris Dewan djuga mendjadi sekre-

Pasal l i , 1 2 dan 13 Tidak perlu pendjelasan.

Pasal 7

DewanL entangl!:ari perilial PenSangkatan seorang sekretaris

700

Page 699: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

PERATURAN PEMERINTAH No. 72 TAHUN 1951

TENTANGPERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH No. 50 TAHUN 1951

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu diadakan perubahan-perubahandidalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 1951;

M engingat : Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 1951 tentangPeraturan Sementara tentang Penetapan Gadji Tentara Angkatan D arat;

Mengingat pula : Pasal-pasal 142 dan 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia ;

M e m u t u s k a n :Menetapkan :

PERATURAN TENTANG PERUBAHAN-PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH No. 50 TAHUN 1951

Pasal I

A jat (3) pasal 10 jang berbunji : ,,Jang dimaksud „keluarga” dalam hal ini, ialah isteri jang pertama jang sah dan/atau anak-anak termaksud pada ajat (1) pasal 9 diatas” dihapuskan.

Pasal II

Pasal 12 jang berbu n ji: „penghargaan pengalaman bekerdja untuk penetapan gadji para anggauta tentara ,,Peraturan Penghargaan Pengalaman Bekerdja” jang berlaku diroba.i sehingga berbunji : „Penghargaan pengalaman bekerdja untuk penetapan gadji para anggauta tentara, diatur menurut Peraturan Penghargaan Pengalaman Bekerdja jang berlaku”

Pasal III

Lampiran A — daftar I — Golongan I dalam ruang „Pradjurit I ” , dibelakang „tahun masa kerdja 14” , angka gadji ,,112,-” diganti ,,112,50” .

Pasal IV

Lampiran B — Golongan III dalam ruang ^KaptP^” , dibela­kang ,,tahun masa kerdja 5” , angka gadji , ^ r ci 481,- -diganti „Rp. 487,-” . v „ « *

Page 700: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Pasal V

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 20 Nopember 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

PERDANA-MENTERI,SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO

MENTERI PERTAHANAN,SEW AKA

MENTERI KEUANGAN,. . JUSUF WIBISONODiundangkan

pada tanggal 6 Desember 19 5 1

MENTERI KEHAKIMAN MOEHAMMAD NASROEN

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundang­kan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Djanuari 1951.

702

Page 701: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

\

PERATUKAN PEMERINTAH No. 73 TAHUN 1951

t e n t a n gattttmta FPIDEMIE ORDONNANTIE”

MENJATAKAN j BERLAK™J ,, t e r h a d a p

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

rat Menteri Kesehatan tertanggal 3 Desember Membatja : . u r a t M e t j t e n ^ .

M enimbang: bahwa ^

s s ? s » r s B rs 'n “ » «tempat lain ; tprsebut diatas

Menimbang pula :perlu dmjataKan ,, y 2 g 9 1 berlaku djuga re.

■ hadap pofiomyelitis tersebut,

Mengingat : g - f . ^ "- . iT ^ v a n N egara 1927 WO. ______Dasar Sem entara

Mengingat Pul^ pu b S Indonesia ;M e m u t - u s k a n :

pasai. x

Cd

It

Page 702: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari di­undangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintah- kan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penem- patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di-Djakarta pada tanggal 18 Desember 1951

WAKIL-PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMMAD HATTA

MENTERI KESEHATAN,J. LEIMENA

Diundangkan pada tanggal 22 Desember 1 9 5 1

MENTERI KEHAKIMAN MOEHAMMAD NASROEN

P a sa l 2

'y -J F A K . h u k .

Page 703: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf
Page 704: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf
Page 705: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf
Page 706: Perundang-undangan nasional, 1953.pdf