persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat allah swt

12
KELOMPOK 3 Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt. Ayu Hidayati Hafizhatul Kiromi MZ Lalu Pandu Rifki Hidaya Muhda Hadi Saputra Oskar Setia Wirana Ria Duana Yayuk Setiawati

Upload: haafizha-kiromi

Post on 07-Jan-2017

242 views

Category:

Spiritual


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

KELOMPOK 3

Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt.

Ayu HidayatiHafizhatul Kiromi MZLalu Pandu Rifki Hidayat S.Muhda Hadi Saputra

Oskar Setia WiranataRia DuanaYayuk Setiawati

Page 2: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

مخالفته بقاءقدموجودللحوادث

قيامه بنفسه

حياةعلمإرادةقدرةوحدانية

م بصرسمع كونهكالقادرا

كونهمريدا

كونهعالما

كونهحيا

كونهسميعا

كونهبصيرا*

كونهمتكلما

SIFAT WAJIB BAGI ALLAH SWT

Page 3: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH SWT.

كونهأبكم

كونهأعمى

كونهأصم

كونهميتا

كونهجاهال

كونهمكرها

كونهعاجزا البكم العمي

الموت جهل كراهه عجز

تعدد قيامهبغيره

مماثلتهللحوادث فناء حدوث عدم

الصمم

Page 4: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

Sifat Jaiz Allah hanya ada satu yaitu Fi’lu kulli 

mumkinin au tarkuhu, artinya memperbuat sesuatu yang mungkin

terjadi atau tidak memperbuatnya.

SIFAT JAIZ BAGI ALLAH SWT.

Page 5: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

Aliran Musyabbihah (Karramiyah)Kaum Musyabbihah artinya kaum yang menyerupakan. Kaum

Musyabbihah digelari kaum Musybih (menyerupakan) karena mereka menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya. Mereka mengatakan bahwa tuhan adalah bertangan, bermuka, berkaki, bertubuh seperti manusia.

Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menurut lahirnya berisi persamaan Tuhan dengan makhluk yang menjadi dasar kepercayaan golongan tersebut, seperti ayat-ayat yang mengatakan bahwa Tuhan berada dalam suatu arah tertentu, yaitu di atas, di langit, di Arsy, bahkan berpindah-pindah. Ayat-ayat tersebut adalah :

Q.S Al-Mulk: 16 “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di

langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang”

PERSOALAN DALAM ILMU KALAM TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH SWT.

Page 6: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

Aliran Mu’tazillahKaum Mu’tazillah adalah suatu kaum yang membikin heboh dunia

Islam selama 300 tahun pada abad-abad permulaan Islam. Perkataan Mu’tazillah berasal dari kata “I’tizal”, artinya menyisihkan diri. Kaum Mu’tazillah berarti kaum yang menyisihkandiri.[3]

Pendirian golongan Musyabbihah yang berlebih-lebihan menimbulkan reaksi hebat pada golongan Mu’tazillah yang menyipati Tuhan dengan ‘ESA’, ‘QADIM’ dan ‘BERBEDA DARI MAKHLUK’. Sifat-sifat ini adalah sifat salaby (negatif) karena tidak menambahkan sesuatu pada zat Tuhan. Dikatakan salaby, karena ESA, artinya tidak ada sekutu, QADIM artinya tidak ada permulaannya dan BERBEDA DARI MAKHLUK artinya tida ada yang menyamaiNYA [3] I’tiqad Ahlusunnah Wal jama’ah, K.H. Siradjuddin Abbas, hal173 & 174

Jadi menurut Mu’tazillah Tuhan itu Esa, tidak mempunyai sifat-sifat sebagaimana pendapat golongan lain. Apa yang dipandang sifat dalam pendapat golongan, bagi Mu’tazillah tidak lain adalah Zat Allah sendiri.

PERSOALAN DALAM ILMU KALAM TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH SWT.

Page 7: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

Selanjutnya, Mu’tazillah berpendapat karena bersifat immateri, Tuhan tidak dapat dilihat denganmata kepala. Dua argument pokok yang diajukan oleh Mu’tazillah untuk menjelaskan bahwa Tuhan tidak dapat dilihat denga mata jasmani, adalah berikut ini. Pertama, Tuhan tidak mengambil tempat, sehinnga tidak dapat dilihat. Kedua, bila Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala, itu berarti tuhan dapat dilihat sekarang di dunia ini. Ayat- ayat Al-Qur’an yang dijadikan pedoman adalah: Ayat 103 surat Al-An’am,

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.”

Page 8: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

Aliran Asy’ariah 

Aliran Asy’ariyah, seperi golongan Mu’tazillah, juga mengadakan pemisahan antara sifat-sifat salaby(negatif) dan sifat-sifat ijaby(positif). Pendiriannya tentang sifat-sifat negative sama dengan golongan Mu’tazillah, akan tetapi dalam sifat-sifat positif berbeda pendiriannya. Menurut pendapatnya, sifat ijaby berbeda dengan dengan Zat Tuhan dan antar sifat-sifat itu sendiri berlainan satu sama lain. Sifat-sifat itu bukan hakekat zat Tuhan sendiri. Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa, berbicara, mendengar, maelihat, hidup artinya Ia mempunyai sifat-sifat ilmu, iradat(berkehendak), qodrat(kekuasaan), dan seterusnya. Ia mempunyai sifat-sifat yang disebutkan Qur’an.

Bertentangan dengan pendapat Mu’tazillah, aliran Asy’ariyah mengatakan bahwa tuhan dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ary menjelaskan bahwa sesuatu dilihat. Lebih jauh dikatakan bahwa Tuhan dapat melihat apa yang ada sehingga melihat diri-Nya juga. Bila Tuhan melihat diri-Nya, tentulah Ia sendiri dapat membuat manussia mempunyai kemampuan untuk melihat diri-Nya sendiri. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan Asy’ary dalam menopang pendapat diatas adalah surat Al-Qiyamah ayat 22-23:

 “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.

Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.”

Page 9: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

Aliran Maturidiyah 

Ia mengatakan bahwa pembicaraan tentang sifat harus didasarkan atas pengakuan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat-Nya sejak zaman azaly, muzallamah (ada bersama), tanpa pemisahan antara Zat seperti Qodrat, dan sifat-sifat active ( af’al), seperti menciptakan, menghidupkan, memberi rezqi dan lain-lain. Sifat-sifat tersebut tidak boleh diperbincangkan apakah hakekat zat atau bukan.

Akan tetapi kemudian ia membelok kepada Asy’ary dengan mengadakan bahwaapa yang dimaksud dengan perkataan “tidak berbeda dari zat” ialah bahwa sifat-sifat itu tetap ada pada zat dan tidak bisa lepas daripadanya. Timbul persoalanyang sama seperti di atas. Kalau sifat-sifat itu bukan hakekat zat, tidak pula berbeda dari zat, apa jadinya sifat-sifat itu? Jawaban Maturidy: “sifat-sifat itu sifat Tuhan, tidak lebih dari itu.”

Dengan kata lain, ia tidak bisa menyelesaikan contradictie. Sebenarnya ia bisa membelok kepada golongan Mu’tazillah atau orang-orang filosof, dengan mengatakan, tidak dapat dipersamakan antara Tuhan dengan manusia dan sifat Tuhan adalah hakekat zat-Nya. Ia juga bisa mekangkah ke arah aliran Salaf dengan pengakuan bahwa mazhab itu lebih selamat dan bahwa pembahasan sifat akan menyeret kita kepada bid’ah, seperti yang dilakukan oleh Mu’tazillah dan Asy’ariyyah.

Page 10: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

FILOSOF-FILOSOF ISLAM

Pendapat filosof-filosof Islam, seperti Al-Kindy dan Faraby, mendekati pendapat Mu’tazillah. Mereka mengingkari berbilangnya sifat Tuhan dan mensucikan-Nya semurni-murninya. Akan tetapi mereka tidak disebut golongan Mu’attilah, sebab mereka mengakui sifat-sifat yang dikatakan lawan-lawannya dan tidak berkeberatan disebutkan untuk Tuhan, tetapi mereka menandaskan bahwa pengertiannya (hakekatnya) adalah satu juga, yaitu Zat Tuhan sendiri.

Filosof-filosof tersebut mengadakan pemisahan benar-benar antara Allah dan manusia. Pada manusia kita mengetahui dirinya sendiri lain daripada sifat-sifatnya, dan tiap-tiap sifat lainnya. Tidak demikian halnya bagi Tuhan, karena Tuhan adalah wujud pertama yang ada dengan sendirinya dan illat (sebab) pertama. Sifat-sifat yang disebutkan Al-Qur’an tidak bisa diingkari, akan tetapi harus diartikan, bahwa sifat-sifat itu adalah gambaran fikiran (I’tibaral annizzihiyah) yang diperlukan manusia untuk mempunyai gambaran tentang Tuhan. Ringkasnya para filosof-filosof tidak meniadakan sifat-sifat, tetapi lebih suka mensucikan Tuhan sejauh mungkin.

Page 11: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

IBNU RUSYDNama sebenarnya ialah Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd.

Dilahikan dikota Cordoba, kota pusat kemajuan pikiran di Spanyol. [11] Ibn Rusyd adalah seseorang yang pertama-tama merasakan bahwa pembahasan tentang sifat-sifat Tuhan tidak ada gunanya dan merupakan suatu bid’ah, karena tidak pernah dibicarakan kaum Muslimin pada masa-masa permulaan Islam. Ia lebih tegas pendiriannya daripada Maturidy, meskipun Maturidy telah membuka jalan penyelesaian yang berhasil. Sebagaiman dikatakan diatas, sebenarnya Maturidy tinggalsatu langkah kea rah pendirian Ulama Salaf, yaitu menjauhkan diri dari persoalan sifat. Baru pada Ibn Rusyd langkah ini diadakan. Ia tidak sependapat dengan Asy’ary, juga tidak menyetujui aliran Mu’tazillah.

Menurut Ibn Rusyd, sifat-sifat Tuhan yang disebutkan dalam Al-Qur’an tidak perlu menimbulkan bilangan yang tidak menghilangkan Keesaan Tuhan, karena sifat-sifat Tuhan dibagi dua : 

a. Sifat zat dan wujud, yaitu sifat-sifat yang meniadakan dari Tuhan segi-segi kelemahan, yang biasa terdapat pada manusia.

b.      Sifat-sifat perbuatan, yaitu yang menentukan hubungan Tuhan dengan makhluk. 

Sebenarnya Ulama-ulama kalam dalam kedua sifat tersebut selalu memegangi prinsip pemisahan yang tegas antara alam manusia dengan alam ketuhanan. Akan tetapi aliran Asy’ariyah menyimpang dari prinsip tersebut dan menyatakan jelas-jelas bahwa sifat-sifat itu adalah sifat ma’nawiyah, artinya yang menyatakan pengertian yang ada pada zat Tuhan, dengan tidak menyadari bahwa pendirian tersebut bisa menimbulkan kejang-kejang yang sukar diselesaikan orang biasa, yang akhirnya membawa mereka kea rah pen-jisim-an Tuhan.

[11] Pengantar Theology Islam, A. Hanafi MA, hal186

Page 12: Persoalan dalam ilmu kalam mengenai sifat-sifat Allah swt

IBNU RUSYD

Sebab dengan adanya penyipatan semacam itu, kedudukan Tuhan sama dengan jauhar dan ardl. Kita mengetahui bahwa jauhar ialah yang berdiri sendiri, sedang ardl ialah yang tidak mempunyai wujud sendiri, tetapi selalu berada pada lainnya. Apa yang terdiri dari jauhar dan ardl adalah jisim. Kalau kita mengatakan bahwa hubungan sifat-sifat dengan Tuhan sama dengan hubungan tuhan itu dengan jisim. Hal-hal semacam ini sudah barang tentu jauh dari maksud-maksud Syara’ sendiri. Demikian Ibn Rusyd.

Ibn Rusyd juga tidak menyetujui pendapat Mu’tazillah sepenuhnya, karena mempersamakan zat Tuhan dengan sifat-sifatNya, tidak dapat diterima orang-orang biasa, sebab bukan dalil axioma, bukan pula dalil Syara’. Telah disebutkan, bagaimana orang-orang Mu’tazillah terpaksa menetapkan dua sifat, yaitu ilmu dan qodrat. Mempersatukan zat dengan sifat mengakibatkan persamaan ilmu dengan qodrat, selama masing-masingnya adalah hakekat zat. Pendapat tersebut jauh dari pemahaman orang biasa.