persatuan pelajar dan mahasiswa indonesia ppmi...

132
PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI RIYADH ARAB SAUDI ة السعوديةكة العربيممليسيين بالندونطلبة اد التحا اKUMPULAN MAKALAH IJTIHAD, FIKIH IKHTILAF DAN KETAATAN KEPADA PEMIMPIN 02 RAJAB 1438 H / 30 MARET 2017 M

Upload: hacong

Post on 19-Jul-2019

264 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA

PPMI RIYADH – ARAB SAUDI

اتحاد الطلبة اإلندونيسيين بالمملكة العربية السعودية

KUMPULAN MAKALAH

IJTIHAD, FIKIH IKHTILAF DAN KETAATAN KEPADA PEMIMPIN

02 RAJAB 1438 H / 30 MARET 2017 M

Page 2: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

1

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1

Kata Pengantar 5

Ijtihad Kolektif Untuk Problematika Kontemporer ( الجماعي للنوازل االجتهاد

( وتحقيق وحدة األمة إندونيسيا

Oleh Ustadz Ahmad Qodhi, Lc., M.A. 6

- Pendahuluan 7

- Bab Satu : Definisi dan Jangkauan Judul Makalah 10

- Pasal Pertama : Pengertian Ijtihad 10

- Pasal kedua : Syarat-Syarat Mujtahid 10

- Pasal Ketiga : Pengertian Ijtihad Kolektif 15

- Pasal Keempat : Masalah-Masalah Yang Menjadi Obyek Dalam Ijtihad

Kolektif 15

- Bab Dua : Legalitas Ijtihad Kolektif dalam Islam dan Beberapa Contoh

Ijtihad Kolektif 17

- Pasal pertama : Legalitas ijtihad kolektif dalam islam 17

- Pasal kedua : Beberapa contoh ijtihad kolektif 18

- Bab Tiga : Kewajiban Bersatu dan Berpegang Teguh dengan Tali Allah dan

Larangan Berpecah Belah 20

- Pasal pertama : Kewajiban bersatu dan berpegang teguh dengan tali Allah

20

- Pasal kedua : Larangan berpecah belah 21

- Bab Empat : Kontribusi Ijtihad Kolektif terhadap Persatuan Umat di

Indonesia 22

- Pasal pertama : Hal-hal yang menjadikan ijtihad kolektif bisa menyatukan

umat 23

- Pasal kedua : Contoh permasalahan di indonesia sebagai kontribusi

Page 3: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

2

ijtihad kolektif dalam menyatukan umat 23

Oleh Ustadz Eko Misbahuddin, Lc., M.A. 25

- Muqaddimah 26

- Hakikat Ijtihad Kolektif 27

- Definisi 27

- Kriteria 27

- Istilah-Istilah terkait 28

- Hukum Ijtihad Kolektif 31

- Urgensi Ijtihad Kolektif 35

- Lembaga-Lembaga Ijtihad Kolektif 37

- Lembaga-Lembaga Ijtihad Kolektif Di Dunia 37

- Lembaga-Lembaga Ijtihad Kolektif Di Indonesia 39

- Rekomendasi 44

- Penutup 46

- Referensi Utama 47

Makna Ketaatan Kepada Ulil Amri Dalam Konteks Demokrasi Di

Indonesia ( مفهوم طاعة أولي األمر في ظل النظام الديمقراطي بإندونيسيا )

Oleh Ustadz Abdullah Roy, Lc, M.A. 48

- Kata Pengantar 49

- Bab Satu : Kewajiban Mendengar Dan Taat Kepada Penguasa 51

- Pasal Pertama : Dalil-Dalil Kewajiban Mendengar Dan Taat Kepada

Pemerintah 51

- Pasal Kedua : Makna Mendengar Dan Taat Kepada Penguasa 53

- Pasal Ketiga : Ulul Amri (Penguasa) Yang Harus Ditaati 55

- Bab Dua : Berhukum Dengan Hukum Allah 59

- Pasal Pertama : Kewajiban Berhukum Dengan Hukum Allah 59

- Pasal Kedua : Hukum Demokrasi 60

- Pasal Ketiga : Pemungutan Suara 61

- Bab Tiga : Hukum Taat Kepada Penguasa Dalam Negara Demokrasi 63

Page 4: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

3

- Penutup 66

- Referensi 67

Oleh Ustadz Berian Muntaqa Fatkhuri, Lc. 68

- Prolog 69

- Sejarah Singkat Ketaatan Politik Di Indonesia 71

- Makna Ketaatan Kepada Ulil Amri Dan Penerapannya Dalam Konteks

Demokrasi Di Indonesia 75

- Dalil Dan Istidlal 75

- Pertama : Makna “Taatilah” 77

- Kedua : Makna Ulul Amri 81

- Ketiga : Makna “Minkum” Dalam Ayat 83

- Penerapan Ketaatan Politik Dalam Konteks Demokrasi 84

- Jenis Pemimpin Ditinjau Dari Ketaatan Politik 88

- Epilog 95

Fiqih Iktilaf Dan I’tilaf Dalam Tinjauan Maqashid Syariah ( فقه االختالف

( واالئتالف في ميزان مقاصد الشريعة

Oleh Ustadz Eko Haryanto, Lc., M.A. 96

- Muqaddimah 97

- Hakikat Perbedaan (Khilaf) 98

- Pendapat Ulama Bukan Dalil 101

- Sebab-Sebab Terjadinya Ikhtilaf 103

- Hikmah Adanya Ikhtilaf Dan Implikasinya Dalam Kehidupan Masyarakat

110

- Etika Dalam Perbedaan Pendapat 111

- Makna I’tilaf 112

- Langkah-Langkah Untuk Mewujudkan Persatuan 116

Oleh Ustadz Ahmad Hanafi, Lc., M.A. 119

- Muqaddimah 120

- Siapa Yang Bertanggung Jawab Untuk Mewujudkannya? 121

Page 5: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

4

- Wujudnya Perbedaan Sebenarnya Bukan Masalah 122

- Ibadah Jamaiyyah Syiar Persatuan Yang Terlupakan 123

- Menghidupkan Sikap Tathaawu’ Dan Gerakan Islah (Rekonsialiasi)

Merupakan Langkah Prioritas Yang Tidak Bisa Lagi Ditunda 127

- Kesimpulan Dan Penutup 131

Page 6: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

5

KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah Subehanahu wata'ala, Rabb semesta alam yang dengan

limpahan karunia dan rahmatNya sehingga buku ini dapat dirampungkan. Shalawat serta salam

kepada Nabi Muhammad Shallallahu a’laihi wasallam, kepada para keluarga, sahabatnya yang

telah mengajarkan kepada umat ini arti sebuah kehidupan.

Menjadi sebuah kebutuhan ilmiyah bagi para mahasiswa bahkan masyarakat secara umum

untuk mengetahui lebih detail pembahasan yang berkaitan dengan kondisi kontemporer

terutama dalam kaitannya dengan Fatwa dan ketaatan kepada Pemimpin yang sah. Pembahasan

ini sudah sejak lama dinantikan, olehnya itu Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI)

Riyadh berinisiatif untuk menyelenggarakan forum Pacasarjana Se-Arab Saudi membahas

secara lebih mendalam yang berkaitan dengan hal tersebut diatas.

Alhamdulillah, pada tanggal 2 Rajab 1438 H bertepatan dengan 30 Maret 2017 Forum

Pascasarjana pun digelar dengan menghadirkan sekitar 60 peserta dari Mahasiswa pascasarjana

Se-Arab Saudi dari 7 Kampus Besar diantaranya; King Saud University Riyadh, Imam

Muhammad bin Saud Islamic University Riyadh, Umm Al Qura University Mekkah, Islamic

University of Madinah, Qassim University, King Abdul Aziz University Jeddah, dan King

Fahd University Dammam.

Makalah yang dipaparkan dalam forum tersebut sangat penting dan menarik untuk dipelajari

dan menjadi bahan pertimbangan keilmuan yang sangat baik, sehingga PPMI Riyadh sebagai

pelaksana kegiatan tersebut menerbitkan kumpulan Makalah tersebut dengan Judul "Ijtihad,

Fikih Ikhtilaf, dan Ketaatan kepada Pemimpin" . semoga bermanfaat dan menjadi amal sholeh

bagi kita semua.

Riyadh, 03 Rajab 1438 H

Ketua PPMI Riyadh

Ardian Kamal Bakhtiar

Page 7: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

6

PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA

PPMI RIYADH – ARAB SAUDI العربية السعودية اتحاد الطلبة اإلندونيسيين بالمملكة

FORUM MAHASISWA PASCASARJANA INDONESIA SE-ARAB SAUDI

ملتقى طالب الدراسات العليا اإلندونيسيين بجامعات المملكة العربية السعودية

IJTIHAD KOLEKTIF UNTUK PROBLEMATIKA

KONTEMPORER

إندونيسيااالجتهاد الجماعي للنوازل وتحقيق وحدة األمة

AHMAD QODHI, LC., M.A.

KANDIDAT DOKTOR AQIDAH

ISLAMIC UNIVERSITY OF MADINAH

RIYADH, 02 RAJAB 1438 H / 30 MARET 2017 M

Page 8: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

7

بسم هللا الرحمن الرحيم

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kitabnya sebagai petunjuk

bagi orang-orang yang bertaqwa dan beriman kepada yang ghoib dan mendirikan

sholat dan menginfakkan sebagian dari rizki yang diberikan oleh Allah

kepadanya.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan atas sebaik-baik nabi dan

utusan yaitu kekasih dan nabi kita Muhammad, demikian juga keluarganya yang

suci-suci dan para sahabatnya yang terpilih serta orang-orang yang mengikuti

mereka dengan baik sampai hari pembalasan.

Adalah suatu yang maklum bahwa bersatunya kaum muslimin adalah

perintah Allah dan Rasul-Nya dan juga merupakan dambaan dan harapan bagi

setiap orang beriman yang menginginkan kebaikan bagi Islam dan pemeluknya,

Allah ta'ala berfirman:

قوا جميعا وال تفره واعتصموا بحبل للاه

Artinya: "Berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian

bercerai berai"1.

Rasulullah shollallah alaihi wasallam bersabda:

عليكم بالجماعة

Artinya: "Tetaplah kalian bersama jamaah (muslimin)".

حبل هللا جميعا آمركم بثالث، وأنهاكم عن ثالث: آمركم أن تعبدوا هللا وال تشركوا به شيئا، وتعتصموا ب

.ضاعة المالوال تفرقوا، وتطيعوا لمن واله هللا عليكم أمركم. وأنهاكم عن قيل وقال، وكثرة السؤال، وإ

Artinya: "Aku perintahkan kalian dengan tiga hal dan aku melarang kalian dari

tiga hal: aku perintahkan kalian untuk beribadah kepada Allah dan tidak

menyekutukan dengan-Nya suatupun, dan berpegang teguhlah dengan tali Allah

1 QS. Al Imron: 103.

Page 9: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

8

kalian semua dan jangan bercerai-berai, dan taatlah kepada orang yang Allah

telah memilih dia sebagai pemimpin kalian, dan aku melarang kalian dari banyak

bicara, dan dari meminta-minta, serta menyia-nyiakan harta".

Dikarekan bersatunya umat islam merupakan kawajiban bagi setiap

muslim untuk mewujudkannya dengan segala kemampuan yang dimiliki dan

segala cara yang diperbolehkan untuk meraih dan mewujudkannya baik dalam

skala nasional, regional maupun internasional, dengan melalui kajian ilmiah dan

ceramah agama, khutbah jum'ah, karya tulis, bedah buku, seminar-seminar dan

pertemuan-pertemuan elemen masyarakat dan para pelajar dan mahasiswa.

Diantara hal positif yang digagas dan diprakasai oleh PPMI Arab Saudi

untuk mendukung dan mewujudkan cita-cita tersebut yaitu berupa seminar

dengan tema “Umat yang Satu” dengan salah satu judulnya adalah “Ijtihad

Kolektif untuk Masalah Kontemporer dan Kontribusinya Terhadap Persatuan

Umat di Indonesia”, dan dikarenakan panitia pelaksana menunjuk saya sebagai

salah satu pembicara dalam acara tersebut maka saya mencoba menulis beberapa

poin penting yang berkenaan dengan judul tersebut dengan bernaung dengan

dalil-dalil dari Al-qur'an dan As-sunnah serta kaedah-kaedah islam yang tetap,

dengan pendapat para ulama islam khususnya salaf kita yang sholeh.

Dan dalam tulisan ini saya akan membagi kedalam beberapa bagian yaitu:

pendahuluan dan empat bagian penting dan disetiap bagian ada beberapa cabang

masalah dan penutup kemudian diakhiri dengan referensi, seperti yang tertulis

dibawah ini:

BAB SATU : Definisi dan Jangkauan Judul Makalah

Pasal pertama : Pengertian ijtihad

Pasal kedua : Syarat-syarat mujtahid

Pasal ketiga : Pengertian ijtihad kolektif

Pasal keempat : Masalah kontemporer (النازلة)

BAB DUA : Legalitas Ijtihad Kolektif dalam Islam dan Beberapa Contoh Ijtihad

Kolektif

Page 10: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

9

Pasal pertama : Legalitas ijtihad kolektif dalam islam

Pasal kedua : Beberapa contoh ijtihad kolektif

BAB TIGA : Kewajiban Bersatu dan Berpegang Teguh dengan Tali Allah dan

Larangan Berpecah Belah.

Pasal pertama : Kewajiban bersatu dan berpegang teguh dengan tali Allah.

Pasal kedua : Larangan berpecah belah

BAB EMPAT : Kontribusi Ijtihad Kolektif terhadap Persatuan Umat di Indonesia

Pasal pertama : Hal-hal yang menjadikan ijtihad kolektif bisa menyatukan

umat.

Pasal kedua : Contoh permasalahan di indonesia sebagai kontribusi ijtihad

kolektif dalam menyatukan umat.

Page 11: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

10

BAB SATU

DEFINISI DAN JANGKAUAN JUDUL MAKALAH

PASAL PERTAMA: PENGERTIAN IJTIHAD

Ijtihad merupakan kata serapan dalam bahasa indonesia yang berasal dari

bahasa arab – اجتهد يجتهد اجتهادا – artinya secara bahasa adalah mengerahkan

segenap kekuatan, maka bisa difahami bahwa ijtihad tidak hanya sekedar

berusaha tapi harus disertai dengan menggunakan dan mengeluarkan segenap

kekuatan dan kesempatan untuk mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu.

Sedangkan dalam istilah para fuqoha', ijtihad didefinisikan dengan

menghabiskan segala kekuatan dan kemampuan yang dilakukan oleh seorang

faqih untuk mendapatkan perkiraan terhadap suatu hukum syari'.

Penjelasan Definisi

Menghabiskan segala kemampuan artinya menggunakan segala

kemampuan dan kekuatan sehingga batas dimana dia tidak memiliki kemampuan

dan kekuatan lagi.

Dari seorang faqih artinya bahwa yang melakukan ijtihad adalah ahli fiqih

atau alim yang memenuhi syarat untuk berijtihad, maka selain faqih tidak masuk

dalam pengertian ijtihad.

Untuk mendapatkan perkiraan artinya bahwa ijtihad hanya dalam hal-hal

dzonniyah saja atau suatu perkiraan yang belum diketahui bukan terhadap suatu

jelas dan tetap.

Terhadap hukum syari' artinya bahwa permasalahan ijtihad hanya

mencakup hukum syari' saja, tidak masuk didalamnya masalah-masalah logika

dan yang lainnya.

PASAL KEDUA: SYARAT-SYARAT MUJTAHID

Ijtihad merupakan usaha yang dilakukan oleh mujtahid dalam menetapkan

suatu hukum syari seperti yang telah dijelaskan dalam pembahasan definisi

Page 12: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

11

ijtihad diatas, pertanyaannya disini apakah setiap manusia boleh berijtihad dalam

menentukan hukum syar'i? atau adakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

seseorang sehingga ijtihadnya diakui (mu'tabar) secara syar'i?

Dari sini bisa kita renungkan firman Allah ta'ala:

كر إن كنتم ال تعلمون فاسألوا أهل الذ

Artinya: "Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui"2.

Dalam ayat ini, Allah ta'ala menjelaskan bahwa tidak semua manusia itu

ahli ilmu, kemudian Allah ta'ala mengkhususkan ahli ilmu sebagai tujuan untuk

bertanya, hal ini menunjukkan siapa ahli ilmu, kriteria apa yang menjadikan

seseorang termasuk ahli ilmu sehingga menjadi tujuan bertanya dan meminta

fatwa, oleh sebab para ahli fikih menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi

oleh sesorang sehingga dia dikatakan sebagai mujtahid atau ahli ilmu yang

menjadi rujukan untuk bertanya.

Diantara syarat-syarat mujtahid yang telah dijelaskan para ulama ada dua

jenis syarat yaitu syarat diterimanya ijtihad (qobul) dan syarat sah ijtihad.

Syarat Diterima Ijtihad

Syarat diterima ijtihad ada tiga macam, yaitu (1) islam; (2) taklif; dan (3) al-

'adalah.

a. Islam

Dikarenakan ijtihad merupakan ibadah yang dianjurkan dan dipuji oleh

Rasulullah shollallah alaihi wasallam seperti dalam hadits beliau:

جتهد ثمه أخطأ، فله أجر إذا حكم الحاكم فاجتهد ثمه أصاب؛ فله أجران، وإذا حكم فا

Artinya: "jika seorang hakim menghukumi sesuatu lalu berijtihad kemudian

benar maka baginya dua pahala, dan jika menghukumi lalu berijtihad kemudian

salah maka baginya satu pahala".

Dan ibadah tidak diterima kecuali dari seorang muslim yang beriman

2 QS. An Nahl: 43.

Page 13: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

12

kepada Allah dan beriman kepada rasulNya, maka islam merupakan syarat sah

dan diterimanya ijtihad.

b. Taklif

Mujtahid disyaratkan orang yang baligh dan berakal, supaya bisa

mamahami teks-teks dalil dan mengambil hukum darinya dengan benar, karena

memahami tujuan-tujuan dari syariat islam tidak bisa dilakukan oleh orang gila,

demikian juga oleh anak-anak yang belum baligh dikarenakan akal anak-anak

yang belum cukup dalam memahami dan membedakan antara mashlahat dan

mafsadat dalam hukum syar'i.

Jika dalam beberapa kewajiban amaliyah saja disyaratkan adanya sifat

taklif maka dalam masalah ijtihad yang merupakan ilmiyah sekaligus amaliyah

penekanan terhadap adanya sifat taklif tentu lebih besar dan dijadikan sebagai

syarat.

c. 'adalah

Al-'adalah merupakan suatu sifat yang dimiliki seseorang untuk menjauhi

dosa besar dan meninggalkan terus-menerus dalam dosa kecil serta jauh dari

perbuatan-perbuatan yang menjatuhkan kehormatan dia.

Sehingga orang yang fasik atau selalu melakukan perbuatan terlarang tidak

diterima fatwanya dan tidak dianggap perkataannya. Karena mujtahid

menjelaskan hukum Allah jika hal itu dilakukan oleh orang yang memenuhi sifat

tersebut akan lebih tenang dalam hati.

Demikian juga jika seorang rowi hadits yang hanya menyampaikan hadist

atau saksi yang hanya sebagai saksi suatu permasalahan harus memenuhi sifat al-

'adalah, maka seorang mujtahid sebagai penyambung dan penyampai hukum

Allah dan sebagai saksi atas ucapan dan fatwa yang dia sampaikan lebih

disyaratkan memenuhi hal ini.

Syarat-Syarat Sah Ijtihad

Dikarenakan ijtihad adalah upaya mujtahid untuk menjelaskan hukum-

Page 14: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

13

hukum syar'I yang dia fahami dari sumbernya, maka dia harus memenuhi syarat-

syarat ini untuk bisa sampai kepada kesimpulan hukum syar'I yang benar.

a. Mengetahui al Qur'an

Dikarenakan al-Qur'an adalah sumber utama dalam syariat Islam, maka

seorang mujtahid haruslah memahami makna al-Qur'an dan tafsirnya dari mulai

sebab turun ayat, naskh dan mansukh, lafadz-lafadz umum dan khusus, mujmal

dan mubayyan, dan yang lain-lainnya.

Apakah harus mengetahui dan menghafal semua isi al-Qur'an? Ada

perbedaan pendapat dalam hal ini, dan kebanyakan me-rojih-kan hal tersebut

bukanlah suatu keharusan, tapi minimal syarat ini yang harus terpenuhi adalah

mujtahid mengetahui ayat-ayat hukum yang berkenaan dengan permasalahan

yang sedang dia teliti sehingga tidak ada ayat yang tertinggal untuk dijadikan

sumber dalil dalam masalah tersebut.

b. Mengetahui Sunnah Rasulullah shollallah 'alaihi wasallam.

Dikarenakan sunnah adalah salah satu sumber utama dalam fikih islam

selain al-qur'an, maka mengetahui sunnah merupakan syarat yang harus dipenuhi

oleh seorang mujtahid.

Seperti halnya syarat pertama tidak diharuskan hafal semua sunnah atau

hadits Rasulullah shollallah 'alaihi wasallam, tapi ada batas minimal yang harus

dipenuhi bagi seorang mujtahid yaitu mengetahui hadits-hadits yang berkenaan

dengan hukum masalah yang sedang dia teliti dari mulai keshohihannya dan

makna yang terkandung didalamnya dan hal-hal lain yang dibutuhkan dari ilmu

hadits untuk memahaminya.

c. Mengetahui Bahasa Arab

Dikarenakan Allah ta'ala menurunkan kitabNya dalam bahasa arab

demikian juga Rasulullah berbicara hanya dengan bahasa arab, maka mengetahui

bahasa arab murupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid, dari

mulai makna kata dan susunanya yang dimaksudkan dalam al-qur'an dan hadits,

kaidah-kaidah bahasa arab dan hal-hal lain yang berkenaan dengan ilmu bahasa

Page 15: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

14

arab, karena orang yang tidak tahu bahasa arab tidak mungkin bisa memahami al-

Qur'an dan hadits.

d. Mengetahui Ilmu Ushul Fikih

Ilmu ushul fikih adalah ilmu pondasi dalam berijtihad, karena dengannya

diketahui dan disimpulkan atau ditetapkan hukum dari suatu lafadz atau kata-kata

yang ada dalam dalil, apakah itu bermakna perintah atau larangan, umum atau

khusus, dan yang lainnya, sehingga tanpa ilmu ini seseorang tidak bisa

mengetahui bagaimana mengeluarkan suatu hukum dari teks dalil.

e. Mengetahui Maqoshid (Tujuan-Tujuan) Syari'ah

Syari'ah Islam semuanya adalah maslahat bagi hamba, baik di dunia

maupun di akhirat, oleh karena itulah syariat Islam senantiasa berusaha

mewujudkan maslahat dan menghilangkan semua kerugian (madhorot) dari

hamba di dunia maupun di akhirat. Maka mengetahui maqashid dan maslahat

disyaratkan dalam diri mujtahid agar tujuan ijtihad dia selaras dengan tujuan

syariat islam dan tidak saling bertentangan.

f. Mengetahui Masalah Ijma'

Dikarenakan umat ini tidak akan sepakat dalam suatu kesesatan

sebagaimana sabda nabi shollallah 'alaihi wasallah:

إن هللا قد أجار أمتي من أن تجتمع على ضاللة

Artinya: "sungguh Allah telah melindungi umatku dari bersepakat dalam

kesesatan".

Hal ini menunjukkan bahwa jika mereka sepakat dalam satu masalah, maka

masalah tersebut adalah haq dan benar tidak boleh diselisihi. Oleh karena itulah,

maka mengetahui ijma' merupakan syarat ijtihad, sehingga tidak berijtihad dan

menetapkan suatu hukum syar'I yang menyelisihi ijma' umat ini.

g. Mengetahui Kondisi dan Keadaan Masanya

Maksud dari syarat ini adalah seorang mujtahid harus mengetahui kondisi

dan keadaan lingkungan sosial masyarakat yang ada di sekelilingnya serta

beberapa hal lain, sehingga mempunyai gambaran dan bisa mendudukkan

Page 16: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

15

permasalahan sesuai dengan realitas yang ada dan menetapkan hukum syari'

sesuai dengan kaidah dan tujuan syariat islam. Karena keadaan dan kondisi bisa

menjadi sebab atau pantangan dalam menetapkan hukum syari' yang belum pasti

ketetapannya dalam Islam.

PASAL KETIGA: PENGERTIAN IJTIHAD KOLEKTIF

Dari definisi ijtihad di atas kita bisa memahami bahwa ijtihad dilakukan

oleh seorang faqih (ijtihad perorangan), adapun ijtihad kolektif maka mempunyai

beberapa karakteristik yang berbeda dengan ijtihad perorangan. Definisi yang

mungkin bisa digunakan untuk ijtihad kolektif adalah "menghabiskan segala

kekuatan dan kemampuan yang dilakukan oleh sekolompok ahli fikih untuk

mendapatkan perkiraan terhadap suatu hukum syari', dengan adanya kesepakatan

semua atau jumlah mayoritas mereka terhadap suatu hukum setelah mereka

bermusyawarah".

Dari sini bisa dibedakan antara ijtihad perorangan dan ijtihad kolektif

(jama'i) bahwa ijtihad perorangan hanya dilakukan oleh seorang faqih saja, dan

secara otomatis tidak ada tukar pendapat dan pandangan, karena dia hanya

seorang diri.

Adapun ijtihad kolektif (jama'i) dilakukan oleh sekelompok ahli fikih,

masing-masing mengeluarkan seluruh tenaga yang ada untuk meneliti dan

menetapkan hukum-hukum dalam masalah ijtihadiyah, kemudian mereka

berkumpul untuk bermusyawarah dan tukar pandangan hingga dicapai

kesepakatan semua atau mayoritas dalam memilih satu hukum tertentu.

PASAL KEEMPAT: MASALAH-MASALAH YANG MENJADI OBYEK

DALAM IJTIHAD KOLEKTIF

Jika agama Islam tela sempurna sebagaiman firman Allah:

سالم دينا اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم اإل

Artinya: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan

Page 17: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

16

kucukupkan nikmatKu atasmu, dan Aku ridhoi Islam bagimu sebagai agama"3.

Dan Allah ta’ala telah munurunkan segala yang dibutuhkan manusia yang

berkenaan dengan agama mereka. Lalu bagaimaina menetukan hukum persoalan-

persoalan baru yang dialami oleh manusia?

Di sini para ulama menjelaskan bahwa selain masalah tertentu yang telah

dijelaskan secara mendetail oleh Islam, terdapat pula kaidah-kaidah umum yang

menjadi patokan dalam menentukan hukum hal-hal yang belum pernah ada

sebelumnya, atau yang disebut sebagai nazilah (masalah kontemporer), dan di

sinilah fungsi ijtihad yaitu menentukan hukum masalah kontemporer sesuai

dengan kaidah fikih islam (ushul fiqih).

Ada tiga permasalahan utama yang menjadi obyek ijtihad:

1. Masalah kontemporer atau nazilah.

2. Men-tarjih pendapat-pendapat ulama terdahulu untuk difatwakan kepada

umat

3. Menyelaraskan hukum yang sudah tetap, dengan kondisi dan keadaan

umat, tempat dan waktu dengan melihat sebab dan pantangan dalam menerapkan

hukum tersebut sesuai dengan kaidah fikih yang ada.

3 QS. Al Maidah: 3.

Page 18: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

17

BAB DUA

LEGALITAS IJTIHAD KOLEKTIF DALAM ISLAM DAN

BEBERAPA CONTOH KOLEKTIF

PASAL PERTAMA: LEGALITAS IJTIHAD KOLEKTIF DALAM ISLAM

Dalil-dalil yang menujukkan masyru'nya ijtihad kolektis adalah:

1. Al Qur'an

Firman Allah ta'ala:

وأمرهم شورى بينهم

Artinya: "Dan urusan mereka diputuskan dalam musyawarah di antara mereka"4.

وشاورهم في األمر

Artinya: "Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam menyelesaikan urusan"5.

Dalam ayat pertama, Allah memuji kaum mukminin yang menyelesaikan

urusan mereka dengan musyawarah, dan dalam ayat kedua perintah

bermusyawarah, hal ini tidak hanya berlaku dalam masalah-masalah dunia saja

akan tetapi juga dalam masalah-masalah ijtihadiyah.

2. Al-Hadits

إن هللا تعالى ال يجمع أمتي على ضاللة ويد هللا على الجماعة

Artinya: "Sungguh Allah tidak mengumpulkan ummatku dalam kesesatan, dan

tangan Allah diatas jamaah".

3. Perbuatan Sahabat

Diriwayatkan oleh ad Darimi6 bahwa Abu Bakar radhiyallah 'anhu jika

datang masalah kepadanya dan tidak ketentuan hukum dalam al-Qur'an atau al-

hadits, beliau mengumpulkan para sahabat pilihan untuk bermusyawarah dalam

menetapkan hukum. Jika mereka sepakat, maka Abu Bakar mengambil

kesepakatan mereka, demikian pula Umar bin Khottob radhiyallah 'anhu

4 QS. Asy Syuro: 38. 5 QS. Al Imron:159. 6 Sunan ad-darimi no: 163

Page 19: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

18

melakukan hal yang sama7.

4. Dalil Aqli

Bahwa ijtihad kolektif adalah cara untuk mencapai kesepakatan kaum

muslimin atau ijma' mereka –meskipun sulit dengan artian ijma' yang

sebenarnya-, yang mana ijma' tersebut adalah hujjah yang harus diikuti, dalam

kaedah fiqih dikatakan jika sesuatu tidak bisa didapatkan seluruhnya maka tidak

ditinggalkan semuanya.

PASAL KEDUA: CONTOH IJTIHAD KOLEKTIF DIMASA KINI

1. Skala Internasional

a- Al-Majma' Al-Fiqhi Al-Islami

Lembaga ini dibentuk oleh Robithoh Alam Islami dan berkantor di Makkah

al-Mukarromah, didirikan pada tahun 1393 H. Beranggotakan ulama-ulama yang

mumpuni dan bertaqwa dari seluruh dunia islam. Tujuannya adalah mewujudkan

ijtihad kolektif dalam pembahasan masalah-masalah kontemporer dan

menetapkan hukum syari' di dalamnya yang dihadapi oleh umat islam.

b- Majma' Al-Fiqh Al-Islami di Jedah

Lembaga ini dibentuk oleh organisasi Mu'tamar Islam yang mana

anggotanya adalah negara-negara Islam. Dibentuk pada tahun 1401 H dan

anggotanya adalah ulama-ulama yang menonjol yang ditentukan oleh negara-

negara anggota. Dan tujuannya sama dengan lembaga yang dibentuk oleh Robitoh

Alam Islami.

2. Skala Nasional

a- Haiah Kibar Ulama di Kerajaan Arab Saudi

Haiah Kibar Ulama di kerajaan Arab Saudi adalah lembaga resmi yang

dibentuk oleh keputusan raja pada tahun 1391 H dan beranggotakan ulama-ulama

besar pilihan yang mempunyai pengetahuan khusus dalam syariat islam dan

7 Ibnul Qayyim Jauziyah, I'lam al Muwaqi'in, hal. 49 juz 1.

Page 20: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

19

dipilih langsung oleh keputusan raja.

Tugas lembaga ini adalah:

Memberikan pendapat dalam masalah-masalah yang diembankan kepada

mereka dari pemerintah untuk diteliti dan menentukan pandangan yang

berdasarkan dalil-dalil syari'.

Memberikan masukan tentang keputusan-keputusan keagamaan untuk

dijadikan acuan dan landasan oleh pemerintah dalam menentukan aturan-aturan

umum.

Dibawah lembaga ini ada al-Lajnah ad-Daimah Lil Ifta’ yang

beranggotakan ulama-ulama yang dipilih dari Haiah Kibar Ulama guna

menjawab pertanyaan dan mengeluarkan fatwa yang diajukan kepada mereka.

b- Majlis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun

para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak

dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama.

Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 H bertepatan dengan

tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah

para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah

air, antara lain meliputi 26 orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia,

10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat

yaitu NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah, Math’laul

Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani

Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang

merupakan tokoh perorangan.

Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima

fungsi dan peran utama MUI yaitu:

1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)

2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)

3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah)

4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid

5. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar

Page 21: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

20

BAB TIGA

KEWAJIBAN BERSATU DAN BERPEGAN TEGUH

DENGAN TALI ALLAH DAN LARANGAN BERPECAH BELAH

PASAL PERTAMA: KEWAJIBAN BERSATU DAN BERPEGANG

TEGUH DENGAN TALI ALLAH

Allah ta'ala berfiman:

قوا جميعا وال تفره واعتصموا بحبل للاه

Artinya: "Berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian

bercerai berai"8.

Rasulullah shollallah 'alaihi wasallam bersabda:

حبل هللا جميعا تشركوا به شيئا، وتعتصموا ب آمركم بثالث، وأنهاكم عن ثالث: آمركم أن تعبدوا هللا وال

وال تفرقوا، وتطيعوا لمن واله هللا عليكم أمركم

Artinya: "Aku memerintahkan kalian tiga hal dan melarang kalian dari tiga hal:

aku perintahkan kalian supaya kalian hanya beribadah kepada Allah dan tidak

menyekutukannya, dan berpegang teguh dengan tali Allah semua dan tidak

berpecah-belah, dan mentaati pemimpin yang Allah pilih untuk mengurusi urusan

kalian"9.

Tidak diragukan lagi bahwa persatuan umat islam adalah perintah Allah

ta'ala dan RasulNya, hal ini seperti dalam ayat al Qur'an diatas dan hadits Nabi

shollallah 'alaihi wasallam, dan masih banyak lagi dalil-dalil dan perkataan

ulama salaf yang menjelaskan kewajiban bersatu di atas tali Allah dan hal ini

merupakan bagian dari pokok aqidah ahlus sunnah wal jamaah, mereka

dikatakan al-jamaah karena berkumpulnya mereka dalam satu kalimat dan diatas

tali Allah dan tidak berkelompok-kelompok.

Selain itu dengan adanya persatuan akan manjadikan umat Islam kuat

8 QS. Al Imron: 103. 9 HR. Ibnu Hibban no. 4560.

Page 22: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

21

dalam menghapi musuh-musuhnya, kuat dalam membangun bangsa dan negara

mereka, kuat dalam menjaga keamaanan dan ketertiban jauh dari perpecahan dan

kekacaun, dan ini sudah terbukti.

Sedangkan perpecahan adalah senjata musuh Islam dalam menghancurkan

kaum muslimin dimanapun mereka berada.

PASAL KEDUA: LARANGAN BERPECAH BELAH.

Jika dalam masalah pertama adalah perintah untuk bersatu dan berpegang

teguh dengan tali Allah, maka dalam masalah yang kedua adalah larangan untuk

berpecah belah.

Allah ta'ala berfirman:

جميعا وال قوا واعتصموا بحبل للاه تفره

Artinya: "Berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian

bercerai berai"10.

Dan Dia berfiman dalam ayat yang lain:

وال تنازعوا فتفشلوا وتذهب ريحكم

Artinya: "dan janganlah kalian berbantah-bantahan yang mengakibatkan gentar

dan hilang kekuatan kalian"11.

Rasulullah sallallah alaih wa salam bersabda:

ال تختلفوا، فإنه من كان قبلكم اختلفوا فهلكوا

Artinya: "Janganlah kalian berselisih, maka sesungguhnya orang sebelum kalian

pernah saling berselisih dan merekapun binasa"12.

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa saling berselisih dan berpecah belah

adalah larangan bahkan sangat keras larangan dan keharamannya, bagaiman tidak

demikian dalam berbagai pernyataan Allah dan rasul-Nya menyatakan hal itu,

sekali dengan larangan, sekali dengan perintah bersatu dan berpegang teguh

dengan tali Allah, sekali dengan ancaman karena akibat berpecah belah, sekali

dengan kisah umat terduhulu yang saling berselisih sehingga mereka binasa.

10 QS. Al Imron: 103. 11 QS. Al Anfal: 46. 12 HR. Bukhori no. 2410.

Page 23: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

22

BAB EMPAT

KOTRIBUSI IJTIHAD KOLEKTIF

TERHADAP PERSATUAN UMAT DI INDONESIA

PASAL PERTAMA: HAL-HAL YANG MENJADIKAN IJTIHAD

KOLEKTIF BISA MENYATUKAN UMAT.

Ijtihad kolektif merupakan suatu amalan masyru' (legal) dalam Islam

sebagaimana dalam penjelasan pada bagian kedua dari makalah ini, dan juga telah

dilakukan umat ini khususnya pada generasi pertama pada masa kekhilafahan

Abu bakar as-Siddiq dan masa Umar bin Khottob rodhiyallah 'anhuma.

Akan tetapi ijtihad kolektif tidak akan berfungsi menyatukan umat jika

tidak terpenuhi beberapa hal:

1. Keanggotaan ijtihad kolektif memenuhi syarat minimal seorang mujtahid

dalam menentukan hukum syari' dan adanya profesional khusus dalam bidangya

untuk mendudukkan dan menggambarkan masalah.

2. Tidak ada tekanan dari manapun terhadap anggota dalam menentukan

keputusan pendapat yang berlandaskan dalil-dalil syari'. Karena jika ada tekanan

dari luar, maka tujuan ijtihad kolektif akan keluar dari asalnya dan keputusannya

tidak berdasrkan dalil-dalil syari tapi berdasarkan kepentingan tertentu.

3. Keputusan ijtidah kolektif menjadi ketetapan hukum yang kuat dan

menjadi landasan pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkenaan

dengan umat islam. Karena jika tidak, keputusan ijtihad kolektif hanya akan

menjadi daftar pustaka diperpustakaan.

4. Hanya ada satu lembaga resmi yang menaungi ijtihad kolektif tersebut, jika

ada beberapa ijtihad kolektif dalam satu umat atau negara karena hal itu tidak

akan bisa menyatukan umat bahkan justru akan menkotak-kotak umat sehingga

berpecah belah yang dilarang dalam islam.

5. Memperkecil adanya ijtihad fardi (perorangan) dengan memasukkan orang

yang memenuhi syarat minimal ijtihad dalam anggota ijtihad kolektif. Karena

Page 24: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

23

kalau dibiarkan tidak akan menyatukan umat bahkan menjadikan umat bingung

dan berselisih.

6. Melarang orang yang tidak memenuhi syarat ijtihad untuk mengeluarkan

fatwa kepada umat dari luar lembaga ijtihad kolektif, hal ini bukanlah untuk

manghalangi atau menutup ijtihad dari orang lain, tapi untuk menutup celah dari

orang yang bukan ahlinya untuk mengeluarkan fatwa keagamaan karena hal itu

bisa menyesatkan umat.

Hal-hal tersebut diatas bukanlah suatu yang baku dan tetap, akan tetapi bisa

ditambah atau disesuaikan agar ijtihad kolektif mempunyai kontribusi dan bisa

berpengaruh dalam menyatukan umat.

PASAL KEDUA: CONTOH PERMASALAHAN DI INDONESIA

SEBAGAI KONTRIBUSI IJTIHAD KOLEKTIF DALAM

MENYATUKAN UMAT.

Disini tidak akan diberikan semua contoh kontribusi ijtihad kolektif dalam

menyatukan umat, tapi hanya akan mengambil dua contoh saja, yaitu:

1. Penentuan Awal dan Akhir Bulan Romadhon

Karena permasalahan ini adalah masalah umat yang selalu berulang setiap

tahun yang dan menjadi perdebatan dan perselisihan diantara umat islam di negeri

kita Indonesia maka saya ambil sebagai contoh.

Dalam menentukan awal bulan dan akhir bulan Romadhon Rasulullah

shollallah 'alaihi wasallam telah menjelaskan dalam hadits beliau:

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثالثين

Artinya: "Bepuasalah karena melihat (hilal) dan berbukalah kerena melihat

(hilal), dan jika tertutup atas kalian maka sempurnakanlah Sya'ban tiga puluh

hari"13.

Dengan dibentuknya panitia khusus sesuai dengan ahlinya oleh pemerintah

13HR. Bukhori no. 1909.

Page 25: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

24

untuk menentukan awal atau akhir bulan, dengan metode yang mu’tabar dalam

fikih islam dan menyatukan metode tersebut, sehingga keputusan apapun yang

disepakati oleh panitia menjadi landasan pemerintah dalam menentukan awal

atau awal bulan yang harus dilaksanakan oleh umat islam, sehingga kaum

muslimin bisa bersatu dalam ibadah mereka berdasarkan dalil-dalil syari'.

Hanya disayangkan keputusan pemerintah tidak melazimkan seluruh kaum

muslimin bahkan cenderung memberikan keluasaan untuk menyelisihi keputusan

mereka dalam hal ini, ditambah lagi jahilnya sebagian kaum muslimin pentingnya

menyatukan kalimat dan wajibnya mentaati waliyul amr bagi setiap muslim.

2. Masalah Penista al-Qur'an.

Masalah ini sedang hangat di dalam negeri dan merupakan masalah

keimanan bagi setiap muslim. Ketika masalah ini bergulir ke publik Indonesia,

banyak pernyataan pro dan kontra apakah itu penghinaan atau tidak, bahkan sikap

pro kontra tersebut terjadi di kalangan kaum muslimin sendiri, sehingga perlu

lembaga ijtihad kolektif untuk memutuskan pandangan agama yang bisa

menyatukan umat, maka dimintalah MUI yang merupakan lembaga ijtihad

kolektif terbesar yang ada di Indonesia yang di dalamnya berbagai ahli agama

dari berbagai latar belakang.

Kemudian MUI mengeluarkan fatwa dan pandangan sikap keagamaan

bahwa ucapan pelaku adalah termasuk penistaan al Qur'an dan ulama'14 sehingga

bisa menyatukan pandangan sikap kaum muslimin terhadap pelaku, meskipun

kaum muslimin belum bersatu dalam merealisasikan sikap bahkan sebagian

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan manhaj ahlusunnah, tapi minimal bisa

menyatukan pandangan sikap bahwa ujaran pelaku adalah bentuk penistaan yang

harus ditindak.

Hanya saja dalam masalah tersebut masih ada beberapa orang yang bukan

ahlinya berbicara dan mengeluarkan fatwa menyelisihi pandangan MUI sehingga

masih ada celah untuk merusak kontribusi ijtihad kolektif dalam menyatukan

umat. Allah Musta'an.

14 Lihat http://mui.or.id/index.php/2016/11/13/pendapat-dan-sikap-keagamaan-mui-terkait-

pernyataan-basuki-tjahaja-purnama/.

Page 26: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

25

PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA

PPMI RIYADH – ARAB SAUDI اتحاد الطلبة اإلندونيسيين بالمملكة العربية السعودية

FORUM MAHASISWA PASCASARJANA INDONESIA SE-ARAB SAUDI

ملتقى طالب الدراسات العليا اإلندونيسيين بجامعات المملكة العربية السعودية

IJTIHAD KOLEKTIF UNTUK PROBLEMATIKA

KONTEMPORER

االجتهاد الجماعي للنوازل وتحقيق وحدة األمة إندونيسيا

EKO MISBAHUDDIN, LC., M.A.

KANDIDAT DOKTOR FIQIH DAN USHUL FIQIH

KING SAUD UNIVERSITY

RIYADH, 02 RAJAB 1438 H / 30 MARET 2017 M

Page 27: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

26

بسم هللا الرحمن الرحيم

Muqaddimah

Allah Azza wa Jalla berfirman:

ة واحدة وأنا ربكم فاعبدون تكم أم ذه أم (92)األنبياء: إن ه

"Dan sesungguhnya umatmu ini adalah umat yang satu dan Aku adalah

Tuhanmu, maka mengabdilah kepada-Ku" (QS. al-Anbiya: 92)

Ikhtilaf/perbedaan adalah sunnatullah bagi seluruh manusia termasuk umat

Islam. Kendati demikian, banyak sekali unsur pemersatu yang tertuang dalam

segala sisi ajaran Islam, baik rukun iman, rukun Islam, dll. Yang dengan

sendirinya menunjukkan bahwa pada esensinya umat Islam adalah umat yang

harus tetap bersatu.

Di antara unsur pemersatu yang sangat penting adalah musyawarah. Segala

perbedaan dan perselisihan dapat diatasi dengan baik secara musyawarah disertai

semangat persaudaraan yang tinggi. Apalagi jika masalah yang diperselisihkan

adalah masalah agama yang berhubungan dengan khlayak ramai.

Berbagai problematika kontemporer yang bersentuhan langsung dengan

maslahat umum umat Islam dapat didiskusikan secara bersama oleh ulama dan

para intelektual muslim, melalui sistem yang dikenal dengan istilah ijtihad

kolektif. Makalah singkat ini berusaha menyingkap tabir tentang ijtihad kolektif

dari sudut teori maupun implementasi.

Page 28: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

27

HAKIKAT IJTIHAD KOLEKTIF

a. Definisi:

Istilah Ijtihad kolektif berasal dari bahasa Arab yakni (االجتهاد الجماعي)

Ijtihad Jama’i. Istilah ini terdiri dari dua kata, yaitu ijtihad dan jama’i.

Secara terminologi, telah banyak definisi ijtihad yang dicetuskan ulama

pakar ushul fikih, namun semua definisi tersebut intinya hampir sama, bahwa

ijtihad adalah: “Pengerahan usaha semaksimal mungkin oleh ulama mumpuni

untuk menyimpulkan hukum syar’i bagi kasus tertentu.” Dalam KBBI ijtihad

didefinisikan: “Usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk

mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syarak mengenai kasus yang

penyelesaiannya belum tertera dalam Al-Qur’an dan Sunnah.”

Sedangkan jama’i/kolektif berarti: “Secara bersama atau secara

gabungan.”

Dengan demikian ijtihad kolektif dapat didefiniskan dengan: “Usaha

maksimal yang dikerahkan oleh sekelompok ulama mumpuni secara

bersama untuk menyimpulkan hukum syar’i kasus tertentu.” 15

b. Kriteria:

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan beberapa kriteria utama ijtihad

kolektif, di antaranya:

1. Ijtihad kolektif dilaksanakan secara berjama’ah dengan sistem

musyawarah. Lebih banyak ulama yang berpartisipasi tentu hasilnya lebih

baik dan meyakinkan.

2. Semua peserta berkumpul dan bermusyawarah pada tempat dan waktu

yang sama. Jika berkumpul di satu tempat tidak memungkinkan, maka

sebagian peserta bisa mengikuti diskusi via perangkat komunikasi modern.

3. Tujuan ijtihad kolektif adalah mencapai keputusan hukum bersama dari

15 Silahkan rujuk: Dr. Khalid Husain Khalid, al-Ijtihad al-Jama’ Fii al-Fiqh al-Islami, h. 100, DR. Sholeh bin

Abdillah bin Humaid, al-Ijtihad al-Jama’i Wa Ahammiyatuhu Fii Nawazil al-Ashr, h. 16.

Page 29: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

28

setiap masalah kontemporer, baik bersifat parsial maupun universal, dan

hukum yang ingin dicapai tidak terbatas pada hukum fikih.

4. Peserta ijtihad kolektif haruslah seorang alim yang memiliki kapasitas dan

memenuhi syarat untuk berijtihad dalam masalah yang sedang dibahas.

5. Tidak dipersyaratkan adanya mandat resmi dari pemerintah, bahkan

independensi para peserta dalam berijtihad lebih diutamakan.

Dalam proses ijtihad kolektif sangat dibutuhkan bantuan para ahli di

bidangnya masing-masing, seperti kedokteran, ekonomi, militer, dll. Untuk

memberikan paparan jelas tentang masalah kontemporer yang akan dibahas.

Kecuali jika ada di antara ulama peserta aktif yang memiliki keahlian khusus di

bidang tersebut.

c. Istilah-istilah Terkait

Ada beberapa istilah yang memiliki korelasi erat dengan ijtihad kolektif,

yakni fatwa, syura, dan ijma’.

1. Fatwa.

Fatwa adalah: jawaban berupa keputusan atau pendapat yang disampaikan

(mufti) tentang suatu masalah. Fatwa dan ijtihad kolektif memiliki banyak

persamaan, seperti:

- Inti pebahasan adalah hukum-hukum syariat baik bersifat parsial

maupun universal.

- Tidak diharuskan adanya izin resmi pemerintah, dan tidak bersifat

ilzam/mengikat, kecuali ada unsur eksternal yang mewajibkannya,

seperti legalitas pemerintah.

Keduanya juga memiliki perbedaan signifikan, di antaranya:

- Fatwa bisa dilakukan secara personal.

- Ijtihad kolektif adalah salah satu sarana mencapai fatwa, dan fatwa adalah

hasil yang dicapai dari proses ijtihad kolektif.

- Dalam ijtihad kolektif diharuskan adanya pengerahan usaha maksimal

untuk mencapai suatu hukum, sedangkan fatwa tidak harus demikian.

Page 30: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

29

- Fatwa tidak terealisasi kecuali dengan penyampaian hukum kepada

penanya, sedangkan ijtihad kolektif sudah terlaksana dengan tercapainya

kesepakatan bersama atas suatu hukum.

2. Syura.

Syura atau musyawarah berarti: pembahasan bersama dengan maksud

mencapai keputusan atas penyelesaian masalah.

Ijtihad kolektif dan musyawarah adalah satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Karenanya, musyawarah menjadi salah satu kriteria utama ijtihad

kolektif. Kajian historis juga membuktikan bahwa ijtihad kolektif yang terjadi di

masa salaf adalah permusyawaratan bersama dalam mendiskusikan hukum suatu

kasus.

Hanya saja, bila diteliti secara lebih spesifik, dapat dipastikan bahwa

musyawarah bersifat lebih umum dan luas. Musyawarah bisa terealisasi dengan

atau tanpa mujtahid. Pembahasan musyawarah juga mencakup berbagai masalah

duniawi, adapun ijtihad kolektif hanya terbatas pada masalah-masalah syar’i.

3. Ijma’.

Ijma’ adalah: kesepakatan para mujtahid di kalangan ummat Islam pada

suatu masa setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat terhadap suatu

hukum syar’i.

Ijma’/konsensus yang memenuhi kriteria yang ditetapkan para ulama

secara sempurna(tamm) mempunyai beberapa keistimewaan, yakni ia bersifat

qath’i/pasti, tashrihi/eksplisit, menjadi hujjah mulzimah/hukum yang wajib

ditaati dan tidak boleh diingkari, serta semua pendapat yang bertentangan

dengannya dianggap syaz/janggal dan ditinggalkan, serta berlaku untuk semua

tempat dan zaman. Semua kriteria ini memberikan perbedaan jelas antara ijma’

qath’i dengan ijtihad kolektif.

Perbedaan lebih mendasar antara keduanya adalah bahwa ijma’ umumnya

meliputi hukum-hukum dasar syari’at yang bersifat qath’I berdasarkan nas-nas

yang jelas dan tegas. Sedangkan ijtihad baik personal maupun kolektif tidak boleh

Page 31: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

30

dilakukan pada masalah-masalah yang memiliki hukum dan nas yang qath’i,

pasti, jelas dan tegas.

Jika tidak memenuhi kriteria ijma’ tamm atau qath’i, maka ijma’ tersebut

disebut naqish/tidak sempurna, atau biasa disebut ijma’ sukuti, dan zhanni.

Dimana hukum sautu kasus disepakati oleh sebagian besar ulama, sedangkan

ulama lain tidak mengeluarkan pernyataan, atau tidak diketahui ada yang kontra.

Hukum ijma’ jenis kedua ini menjadi perbedaan antara ulama dulu dan

kini. Karenanya, sebagian ulama kontemporer seperti DR. Wahbah al-Zuhaili,

DR. Yusuf al-Qardhawi, DR. Khalid al-Khalid, dll. menganggap bahwa ijtihad

kolektif bisa disejajarkan dengan ijma’ sukuti atau ijma’ naqish. Meskipun dari

tinjauan ilmu ushul fikih hasil ijtihad kolektif tidak dapat disebut ijma’. Wallahu

A’lam

Page 32: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

31

HUKUM IJTIHAD KOLEKTIF

Ijtihad kolektif adalah proses pengambilan hukum yang dibolehkan bahkan

dianjurkan dalam syari’at Islam. Banyak dalil dari Al-Qur’an dan hadits

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bisa dijadikan landasan hukum,

baik dalil yang bersifat umum maupun khusus. Dalil-dalil tersebut juga

menunjukkan bahwa hukum yang disepakati oleh ulama via ijtihad kolektif

menjadi hujjah zhanniyah, dan lebih kuat daripada ijtihad individual.

a. Dalil dari Al-Qur’an.

1. Firman Allah Azza wa Jalla dalam beberapa ayat Al-Qur’an tentang

menyerukan sekelompok ulama agar melakukan ijtihad kolektif, di

antaranya:

ة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون )آل عمران: ولتكن منكم أمه

104.)

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang

munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104).

و واليوم الخر ذلك خير وأحسن تأويال فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى للاه سول إن كنتم تؤمنون بالله الره

(59)النساء:

Artinya: Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu

benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih

utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. an-Nisa’:59).

سول وإلى أولي األمر منهم لعلمه الهذين وإذا جاءهم أمر من األمن أو الخوف أذاعوا به ولو ردوه إلى الره

(83يستنبطونه منهم )النساء:

Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan

ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka

Page 33: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

32

menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-

orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari

mereka (Rasul dan Ulil Amri). (QS. an-Nisa’: 83).

Dalam ketiga ayat ini, Allah Azza wa Jalla memerintahkan hendaklah

sekelompok kaum muslimin bangkit untuk berdakwah kepada kebaikan,

menegakkan syiar amar ma’ruf dan nahi munkar. Allah juga menyerukan kaum

muslimin untuk menyerahkan penyelesaian perkara-perkara yang menjadi

perdebatan kepada ulil amri (ulama&umara’), yang kemudian secara bersama

bermusyawarah dan berdiskusi mencari solusi atas perekara tersebut. Pertemuan

sekelompok ulama dan atau disertai umara’ ini dapat kita sebut dengan ijtihad

kolektif.

2. Firman Allah Azza wa Jalla tentang musyawarah:

(159فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم في األمر )آل عمران:

Artinya: Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. (QS. Ali Imran: 159).

ا رزقناهم ينفقون )الشورى:والهذين الة وأمرهم شورى بينهم وممه (38استجابوا لرب هم وأقاموا الصه

Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya

dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat

antara mereka. (QS. al-Syura: 38).

Perintah Allah kepada Rasulullah untuk bermusyawarah dengan para

sahabatnya, serta pujian yang Allah sematkan kepada kaum mukminin yang

senantiasa menyelesaikan urusan dengan musyawarah, mengindikasikan urgensi

musyawarah dalam segala urusan, apalagi urusan yang berkaitan dengan hukum

syariat. Sebelumnya telah disebutkan, bahwa ijtihad kolektif dan musyawarah

adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

b. Dalil dari hadits Rasulullah dan atsar sahabat:

1. Musyawarah yang diterapkan Rasulullah bersama para sahabat tentang

hukum atau solusi suatu perkara. Seperti musyawarah Rasulullah tentang

sanksi yang sebaiknya dijatuhkan atas musyrikin tawanan perang Badar

Page 34: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

33

yang berjumlah 70 orang. Abu Bakar berpendapat bahwa mereka

dibebaskan setelah membayar fidyah. Sedangkan Umar berpendapat

mereka harus dieksekusi mati, dan Rasulullah memilih pendapat Abu

Bakar. Peristiwa ini menjadi sabab nuzul surat at-Taubah: 67. 16

2. Ijtihad dua kelompok sahabat setelah perang Ahzab, ketika Rasulullah

memerintahkan mereka bergerak menuju Bani Quraizhah, beliau bersabda:

«ال يصلين أحد العصر إال في بني قريظة»

“Janganlah sekali-kali kalian shalat ashar kecuali telah tiba di (kampung) Bani

Qurizhah.”17

Waktu shalat ashar masuk saat mereka masih di perjalanan, sekelompok

sahabat berijtihad dan melaksanakan shalat di perjalanan, sementara sekelompok

yang lain berijtihad untuk tidak shalat kecuali telah tiba di Bani Quraizhah.

Ketika peristiwa tersebut sampai kepada Rasulullah, beliau tidak

mengingkari ijtihad kolektif yang dilakukan oleh masing-masing kelompok, tidak

pula menyalahkan keputusan yang mereka ambil.

3. Hadits yang diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib

radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wasallam mengenai urusan yang menimpa kaum muslimin, akan tetapi

tidak ada keterangan hukumnya dalam Al-Qur`an dan Sunnah, Rasulullah

kemudian menjawab:

«رأي واحدببينكم وال تقضوا فيه العابدين من المؤمنين فاجعلوه شورى »أو قال: « اجمعوا له العالمين»

“Kumpulkanlah ulama -atau ahli ibadah- dari kaum mukminin,

bermusyawarahlah, dan janganlah putuskan berdasarkan pendapat satu

orang.”18

16 Lihat: Shahih Muslim, cet. Dar Ihya’ Turats al-Arabi, jilid III, h. 1383, no. 1763. 17 HR. Bukhari, jilid II, h. 15, no. 946. 18 Hadits lemah riwayat Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 12042, Dhiya’ al-Maqdisi dalam al-Ahadits al-

Mukhtarah, no. 153, keduanya dari riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan juga oleh Ibn

Abdil Barr dalam Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi, no. 1612, dari riwayat Ali bin Abi Thalib dari jalur Imam

Malik. Ibn Abdil Barr berkata: sanad hadits ini tidak dikenal dalam riwayat Imam Malik, dan tidak ada

sumbernya dalam riwayat beliau tidak pula riwayat yang lain, sedang diua perawinya lemah dan tidak menjadi

Page 35: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

34

4. Ijtihad jama’i dalam bentuk musyawarah juga dilakukan oleh Khulafa’ al-

Rasyidin dalam berbagai kasus. Seperti ijtihad kolektif yang dilakukan

Khalifah Abu Bakar ketika hendak memerangi kaum murtad, dan jadi

tidaknya misi jihad yang diembankan kepada Usamah. Juga ijtihad kolektif

yang sering kali diterapkan Khalifah Umar bin Khattab, seperti

musyawarah tentang tanah luas perolehan perang di Irak.

Sunnah ini diikuti oleh Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, begitu

ditunjuk menjadi Gubernur Madinah, beliau langsung mengumpulkan 10 fuqaha

Madinah, dan berkata kepada mereka: “Sesungguhnya aku mengundang kalian

untuk urusan yang akan berbuah pahala, dimana kalian menjadi penolong dalam

kebenaran, aku tidak akan memutuskan satu perkara, tanpa mendengar pendapat

seluruh atau sebagian kalian.”19

5. Al-Musayyab bin Rafi’ berkata:

ا رأوا، فالحق أثر، اجتمعوا لها وأجمعوا، فالحق فيم كانوا إذا نزلت بهم قضية ليس فيها من رسول هللا »

«فيما رأوا

“Jika satu kasus terjadi dan tidak ada atsar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wasallam, maka mereka (para sahabat) berkumpul dan mengumpulkan yang

lainnya, maka kebenaran ada pada keputusan mereka, maka kebenaran ada pada

keputusan mereka.”20

Dalil-dalil ini secara kolektif menunjukkan bahwa ijtihad kolektif atau

musyawarah dalam urusan agama merupakan sunnah yang biasa dilakukan oleh

Rasulullah, sahabat, tabi’in dan ulama di setiap masa. Keputusan yang dihasilkan

dari ijtihad kolektif menajdi hujjah yang kuat dan lebih dekat pada kebenaran

daripada ijtihad personal.

hujjah, yakni Ibrahim al-Barqi dan Sulaiman bin Bazi’ (Jami’ Bayan al-Ilmi, jiid II, h. 853).

19 Ibn Katsir, Musnad al-Faruq, cet. Dar al-Wafa’, jilid II, h. 697. Di antara 10 fuqaha’ tersebut adalah; Urwah

bin Zubair, Sulaiman bin Yasar, Salim bin Abdullah, Kharijah bin Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Amir bin

Rabi’ah, Qasim bin Muhammad, dan Abu Bakar bin Sulaiman bin Khaitsamah. 20 Sunan ad-Darimi, jilid I, h. 238, no. 116, Husain ad-Darani (muhaqqiq) menyatakan: sanadnya dha’if.

Page 36: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

35

URGENSI IJTIHAD KOLEKTIF

Ijtihad yang dilakukan secara kolektif oleh ulama dapat merealisasikan

manfaat yang besar bagi umat Islam. Berikut beberapa manfaat dan sisi positif

dari ijtihad kolektif:

1. Sarana perekat persatuan dan kesatuan umat Islam. Dengan adanya

ijtihad kolektif, kedekatan antara sesama ulama dan cendikiawan

muslim akan semakin erat. Keputusan bersama yang disepakati

kemudian juga sangat berperan penting dalam menciptakan persatuan

dan mempererat persaudaraan kaum muslimin. Sebab, solusi bagi isu-

isu krusial kontemporer telah diputuskan secara bersama dan diamalkan

secara bersama pula. Dimana biasanya kaum muslimin saling berselisih

akibat kontradiksi fatwa antara satu alim atau lembaga dengan alim atau

lembaga lain, bahkan dalam perkara yang sangat sensitif sekalipun.

2. Solusi terbaik bagi kasus-kasus kontemporer. Perkembangan

zaman, kemajuan teknologi, dan adopsi produk dan budaya Barat,

menimbulkan masalah-masalah baru yang tiada pernah berhenti,

seyogyanya kaum kaum muslimin sangat membutuhkan hukum syar’i

yang jelas dari perkara-perkara tersebut. Ijtihad kolektif menjadi solusi

terbaik bagi problem ini, dengan memberikan hukum yang lebih dekat

kepada kebenaran.

3. Ijtihad kolektif memiliki berbagai keistimewaan yang tidak

ditemukan pada ijtihad individual. Di antaranya, kekuatan hukum yang

lebih tinggi, keputusan hukum yang diambil bebas dari fanatisme

mazhab, maslahat pribadi atau golongan, dan tekanan politik atau

ormas, serta terciptanya sistem musyawarah mencapai mufakat yang

dianjurkan syariat.

4. Menjaga stabilitas ijtihad. Ijtihad kolektif dengan spesifikasi mutu

yang tinggi menjadi kontrol social-spiritual bagi para praktisi ijtihad.

Page 37: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

36

Sehingga ijtihad tidak berubah menjadi objek mainan yang dapat

dilakoni dengan seenaknya oleh siapapun.

5. Menciptakan rasa tenang dan yakin bagi kaum muslimin akan

keshahihan hasil ijtihad. Sebab, ijtihad secara kolektif melibatkan

para pakar di bidangnya masing-masing, ditambah lagi standar proses

penetapan hukum yang tinggi.

Meski demikian ada beberapa sisi negatif atau tantangan yang menjadi

bahan pertimbangan, di antaranya:

1. Intimidasi politik pemerintah.

Mayoritas lembaga ijtihad kolektif baik yang dibentuk pemerintah maupun

independen tidak bisa 100% lepas dari tekanan politik penguasa. Sehingga

tidak sedikit kasus penting yang berhubungan dengan maslahat publik

diabaikan atau ditunda.

2. Minimnya legalisasi dan sosialisasi.

Lembaga-lembaga fatwa yang ada dinilai kurang aktif dalam

memperjuangkan legalisasi fatwa yang telah disepakati, padahal dengan

adanya legalisasi, fatwa tersebut akan memiliki kekuatan hukum sama

seperti undang-undang positif sebuah Negara. Begitu pula sosialisasi dan

publikasi yang belum massif, sehingga banyak fatwa yang telah

dikeluarkan melalui proses ijtihad kolektif, namun hasilnya tidak sampai

kepada khlayak ramai.

3. Koordinasi dan Konsolidasi yang lemah.

Lembaga ijtihad dan fatwa kolektif kini sangat banyak dan tersebar di

seluruh dunia, namun konsolidasi antar lembaga tersebut masih sangat

lemah, padahal dengan adanya koordinasi dan konsolidasi maksimal,

persatuan sikap dan aksi menghadapi isu bersama umat Islam dunia sangat

mungkin terwujudkan.

Masih banyak problem kaum muslimin dunia yang masih perlu perhatian

lebih besar dengan kesatuan sikap dan aksi bersama. Seperti penjajahan Zionis

atas Palestina, Intimidasi rezim penguasa atas minoritas kaum muslimin di

seluruh pelosok dunia, tuduhan terorisme yang dilekatkan kepada umat Islam,

dilema ISIS, dll.

Page 38: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

37

LEMBAGA-LEMBAGA IJTIHAD KOLEKTIF

Pada abad ke-14 Hijriah, ide ijtihad kolektif dalam bentuk majma’ fiqhi (Fiqh

Council/Academy), mulai dicetuskan oleh beberapa ulama, seperti:

Sa’id Badi’uzzaman al-Nursi (1294-1379H) dalam Risalat al-Ijtihad.

Imam Muhammad Thahir bin ‘Asyur (1296-1393H) dalam Maqashid

as-Syari’ah al-Islamiah.

Syekh Abdul Wahhab Khallaf (1305-1375H) dalam Mashadir at-

Tasyri’ al-Islami Fima La Nassha Fihi, dan

Syekh Ahmad Muhammad Syakir (1309-1377H) dalam Asy-Syar’u wa

al-Lughah.

Ide ini kemudian mendapat sambutan hangat dari para ilmuan dan

cendikiawan muslim di seantero dunia. Masing-masing mengusulkan ide dan

strategi realisasi terbaik. Di antaranya adalah dengan mendirikan lembaga ijtihad

kolektif bertaraf lokal, nasional, regional, dan internasional, sesuai dengan tingkat

kasus yang ditangani, kawasan dan strategi masing-masing.

a. Lembaga-Lembaga Ijtihad Kolektif Di Dunia.

Lembaga ijtihad kolektif yang tersebar di Dunia ada yang bersifat global dan

membahas semua kasus yang berhubungan dengan dunia Islam. Ada pula yang

yang didirikan secara spesifik untuk bidang tertentu.

1. Azhar Islamic Research Academy ( مجمع البحوث اإلسالمية باألزهر ).

Lembaga yang didirikan berasaskan Undang-undang Mesir no.103 tahun

1961M/1381H tentang pengembangan al-Azhar ini memiliki beberapa divisi, di

antaranya adalah divisi fatwa. Fatwa yang dikeluarkan melalui proses ijtihad

kolektif meliputi semua pertanyaan yang sampai baik dari dalam maupun luar

Mesir, tanpa terikat dengan mazhab fikih tertentu.

Anggotanya terdiri dari 50 orang, 20 orang mewakili Negara-negara Islam

selain Mesir. Porsi ijtihad kolektif sangat kecil dibanding kegiatan lainnya dan

Page 39: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

38

rata-rata anggotanya tidak konsentrasi penuh.

2. Islamic Fiqh Council (المجمع الفقهي اإلسالمي ).

Lembaga ini berada di bawah Muslim Word League (رابطة العالم اإلسالمي) yang

bertempat di Makkah al-Mukarramah. Resmi dibentuk pada 01/12/1397 H-

12/11/1977 M dengan ketua umum Syekh Abdul Aziz Alu Syekh.

Strukturnya terdiri dari ketua, dua sekjen, dan 30 anggota dari ulama.

Pertemuan umum diadakan sekali dua tahun, dan anggotanya tidak konsentrasi

penuh dalam aktifitas ijtihad kolektif.

3. International Islamic Fiqh Academy ( مي الدوليمجمع الفقهي اإلسال ).

Didirikan berdasarkan rekomendasi muktamar ke-3 Organisation of Islamic

Cooperation/OKI (منظمة التعاون اإلسالمي) yang berlangsung pada 19-22 Rabiul

Awal 1401 H/25-28 Januari 1981 M, di Makkah al-Mukarranah. Berpusat di

Jeddah, KSA. Ada 43 negara yang tergabung dalam lembaga ini, anggotanya

terdiri dari ulama dan para ahli di berbagai disiplin ilmu dari seluruh dunia.

Komparasi Tiga Dewan Ijtihad Kolektif

1. Dari ketiga lembaga ini, hanya Islamic Fiqh Academy-Jeddah, yang secara

eksplisit memuat visi dan misi persatuan bertaraf internasional, seperti:

Realisasi konvergensi intelektual segenap kaum muslimin dunia di bawah

syariat Islam, di tengah keragaman mazhab fikih yang saling membangun.

Koordinasi antara berbagai otoritas fatwa yang tersebar di dunia Islam.

2. Dari sisi keanggotaan syarat yang ditetapkan hampir sama baik dari segi

kwantitas maupun kwalitas. Di antaranya harus berakidah yang lurus dan

berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan wawasan keislaman yang luas,

serta kapabilitas ilmiah di bidangnya. Syarat penguasaan Bahasa Arab juga

menjadi syarat dua lembaga terakhir.

3. Mayoritas anggota ketiga lembaga ini tidak berkonsentrasi penuh dalam

aktifitas lembaga, hanya aktif ketika ijtihad kolektif dibutuhkan.

Selain tiga lembaga ini masih ada lembaga ijtihad kolektif yang bersifat

nasional di masing-masing Negara, atau regional bagi beberapa Negara seperti:

Page 40: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

39

Lajnah Da’imah Lilbuhuts wa al-Ifta’-KSA ( اللجنة الدائمة للبحوث واإلفتاء).

Islamic Fiqh Academy-India (مجمع الفقه اإلسالمي بالهند ).

European Council for Fatwa and Research (المجلس األوربي لإلفتاء والبحوث).

Assembly of Muslims Jurists of America (مجمع فقهاء الشريعة بأمريكا).

Islamic Organization for Medical Sceinces-Kuwait ( المنظمة اإلسالمية للعلوم

.(الطبية

International Zakat Organization-Kuwait (الشرعية العالمية للزكاة الهيئة).

b. Lembaga-Lembaga Ijtihad Kolektif Di Indonesia.

Di Indonesia sudah ada beberapa lembaga fatwa yang menerapkan sistem

ijtihad kolektif bertaraf nasional dan telah eksis sejak lama, seperti Majelis Tarjih

Muhammadiah, Lembaga Bahtsul Masail NU, dan Komisi Fatwa MUI. Selain

itu, umumnya organisasi dan lembaga dakwah memiliki dewan syariah tersendiri.

1. Majelis Tarjih Muhammadiah.

Majelis Tarjih atau komite pencari pendapat terkuat didirikan atas dasar

keputusan kongres Muhammdiah XVI tahun 1927, atas usul dari K.H. Mas

Mansur, dan disahkan setahun berikutnya pada kongres XVII di Yokyakarta.

Dilihat dari sisi usia, Majelis tarjih dianggap sebagai salah satu pionir ijtihad

kolektif abad modern untuk seluruh dunia Islam.

Fungsi dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum,

khususnya bagi warga muhammadiah, tentang masalah-masalah tertentu yang

didasarkan atas syari’ah, yaitu Qur’an dan Hadits. Keputusan diambil secara

kolektif dengan menggunakan metode ilmu ushul fiqh tanpa terikat dengan

mazhab fikih tertentu.

Tugas utama lembaga ini ada dua: pertama, meneliti hukum Islam demi

menemukan kemurnian untuk diajdikan rekomendasi kebijaksanaan pimpinan

dan pedoman bagi anggota. Kedua, membina mutu ulama Muhammadiah untuk

dapat meningkatkan kadar keilmuannya.

Page 41: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

40

2. Lembaga Bahtsul Masail NU.

Lembaga Bahtsul Masail secara resmi disahkan dengan SK no.

30/A.I.05/5.1990. Meski demikian kegiatan-kegiatan kajian ilmiah sudah

berjalan sejak lama. Otoritas Lembaga Bahtsul Masail hanya setingkat

merumuskan dan menampung berbagai macam pendapat tentang hukum agama,

pemutusan hukum agama adalah otoritas Syuriah secara kolektif berdasarkan

musyawarah bersama. Solsialisasi keputusan akhir Syuriah kolektif adalah

otoritas Rais ‘Am atau juru bicaranya.

3. Komisi Fatwa MUI.

Komisi Fatwa MUI berdiri bersamaan dengan berdirinya MUI Pusat, yakni

pada 26 Juli 1975 M/ 17 Rajab 1375 H, dengan Ketum Pertama Prof. DR.

HAMKA. Pembentukan ini tidak terlepas dari arahan Presiden Soeharto.

Sebelumnya Mendagri Amin Machmut mengarahkan agar daerah memulai

terlebih dahulu, sehingga pada Mei 1975 M, sebanyak 26 provinsi telah

membentuk Majelis Ulama Daerah.

Piagam pembentukan MUI dihadiri ulama dan cendikiawan muslim, meliputi

26 orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia, 10 orang ulama dari

unsur ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat

Islam, Perti, Al-Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al-

Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI,

serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

MUI berkomitmen menjalankan berbagai peran, di antaranya: Sebagai

qudwah hasanah, ahli waris tugas para Nabi ‘alaihimussalam, mufti,

pembimbing dan pelayan umat, penegak amar makruf nahi munkar, pelopor

gerakan pembaharuan dan ishlah. Juga berusaha mengembangkan ukhuwwah al-

Islamiyyah dan bekersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat

Islam dalam wadah NKRI.

MUI tidak boleh terlibat dalam program praktis seperti menyelenggarakan

madrasah, masjid, rumah sakit dan lainnya, karena ada organisasi Islam lain yang

Page 42: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

41

telah mengelolanya, disamping itu MUI juga dilarang berpolitik praktis, karena

itu adalah peran partai-partai politik.

Komparasi Tiga Lembaga Ijtihad Kolektif Indonesia

Di bawah naungan tema ijtihad kolektif dan proyek persatuan kaum

muslimin Indonesia, diperlukan komparasi objektif terhadap ketiga lembaga

ijtihad kolektif terbesar yang ada di Indonesia, yang tertuang dalam beberpa poin

berikut:

1. Keputusan fatwa MUI bersifat umum dan bertaraf nasional, sedangkan

hasil fatwa Majelis Tarjih Muhammadiah dan Lembaga Bahtsul Masail

NU bertaraf nasional namun bersifat internal, yang pada dasarnya terbatas

bagi anggota ormas masing-masing.

2. Dalam penetapan hukum, Komisi Fatwa MUI dan MT Muhammadiah

tidak terikat pada mazhab fikih tertentu, namun tetap menjadikan pendapat

fikih empat mazhab sebagai bahan pertimbangan. Sedangkan LBM NU

lebih terikat dengan mazhab Syafi’i.

3. Secara umum metode ijtihad ketiga lembaga dalam masalah sejalan dengan

sistem yang diterapkan mazhab yang empat. Namun ada perbedaan

prioritas:

- Muhammadiah lebih mengutamakan istinbath hukum langsung dari nas

Al-Qur’an dan hadits. Dalam menyikapi ta’arudh al-adillah, diterapkan

sistem berikut: al-jam’u wa at-taufiq, al-tarjih, an-naskh, al-tawaqquf.

- NU mendahulukan pendapat ulama mu’tabar dari kitab-kitab mu’tabarah,

dimulai dengan pemilihan qaul/wajh, ilhaq masa’il binazha’iriha, dan

istinbath hukum dengan pertimbangan qawa’id ushuliah dan fiqhiyah.

- MUI lebih konsisten dengan metodologi ushul fiqh klasik yang di bangun

oleh ulama-ulama terdahulu dalam istinbath hukum, dengan tetap meminta

bantuan para ahli di bidang masing-masing.

4. Dalam ijtihad kolektif, KF-MUI dan MT-Muhammadiah sama-sama

menerapkan metode pendekatan bayani(pendekatan bahasa meliputi

Page 43: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

42

konteks dan kaidah bahasa), ta’lili (pendekatan penalaran dengan qias,

istihsan, dan ilhaq), dan istishlahi (pendekatan maslahatdan maqashid),

sedangkan LBM NU menerapkan metode manhaji bermazhab.

5. Hasil fatwa MT-Muhammadiah dan LBM NU memiliki kekuatan hukum

yang kuat karena mengikat para pengikutnya yang tersebar di seluruh

pelosok Indonesia, sedangkan kekuatan hukum Fatwa MUI tidak

demikian.

6. NU dan Muhammadiah merupakan dua organisai masyarakat yang sejak

berdiri sengaja atau tidak telah terkesan saling berbeda. Sedangkan MUI

merupakan ikon persatuan umat muslim Indonesia.

7. NU dan Muhammadiah adalah wadah afiliasi bagi banyak kaum muslimin

Indonesia dan masing-masing telah membentuk partai politik. Meski

lembaga fatwa kedua ormas ini tetap memperjuangkan independensi dan

profesionalitas, namun hegemoni atau ego ormas dikhawatirkan sedikit

banyak mempengaruhi fatwa atau keputusan hukum yang dicapai. Adapun

MUI bersifat independen, bukan ormas dan tidak memiliki partai, sehingga

fatwa yang dikeluarkan -insyaAllah- lebih objektif, adil, dan maslahat bagi

semua golongan.

8. Anggota lembaga fatwa NU dan Muhammadiah terbatas dari ulama dan

intelektual internal ormas, sedangkan anggota komisi fatwa MUI

merupakan kolaborasi dari berbagai organisasi dan lembaga dakwah

Indonesia. Fatwa yang dikeluarkan MUI seyogyanya telah mewakili

berbagai metode ijtihad dan mengakomodasi semua pendapat.

Intinya, lembaga ijtihad kolektif yang bisa diandalkan untuk memperjuangkan

persatuan umat muslim Indonesia saat ini adalah MUI, karena mempunyai faktor

pendukung yang memadai. Meski demikian, ada beberapa titik lemah yang perlu

menjadi perhatian, di antaranya:

1. Ditinjau dari jenis dan hierarki perundang-undangan di Indonesia,

kedudukan Fatwa MUI tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,

Page 44: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

43

tidak mempunyai sanksi dan tidak harus ditaati oleh seluruh umat Islam.

Ia hanya mengikat komunitas umat Islam yang merasa mempunyai

keterikatan terhadap MUI itu sendiri.

2. Rekrutmen anggota dan pengurus terkesan kurang ketat, sehingga tak

jarang ada anggota MUI yang mengeluarkan sikap atau perbuatan yang

kontradiksi dengan tujuan lembaga, atau berusaha menghalang-halangi

keluarnya fatwa tertentu.

3. Beberapa kasus besar yang berpotensi atau terbukti menjadi pemicu

perpecahan belum dapat diakomodir oleh MUI. Di antaranya:

- Hukum demonstrasi damai di Indonesia.

- Penyatuan sikap dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan.

- Kesesatan Syi’ah Imamiah 12, dll.

Selain itu, MUI juga diharapkan mampu berperan aktif dalam memberikan

nasehat dan solusi atas berbagai problematika nasional yang dihadapi Negara,

seperti masalah utang luar negeri dengan mengusulkan sistem hiwalah ad-dain

(transfer utang) ke Negara Islam yang tidak mengambil bunga/riba, atau cara

lainnya. Juga rekomendasi jitu untuk menanggulangi perusakan akidah umat,

dekadensi moral generasi muda, dll.

Page 45: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

44

REKOMENDASI

Untuk saat ini lembaga ijtihad kolektif yang ada dan diharapan bisa

menjadi sarana perekat persatuan kaum muslimin Indonesia adalah Majelis

Ulama Indonesia. Apalagi secara eksplisit MUI menyebutkan salah satu

fungsinya: Sebagai wadah silaturrahmi para ulama, zu’ama dan cendekiawan

muslim untuk mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam dan menggalang

ukhuwah Islamiyah. Maka, di penghujung tulisan ini, ada beberepa rekomendasi

yang kami coba ajukan berkaitan dengan kontribusi lembaga ijtihad kolektif

untuk persatuan umat Islam Indonesia, yaitu:

1. Revitalisasi fungsi fatwa MUI bagi umat Islam Indonesia dengan usaha

legalisasi fatwa MUI sebagai hukum positif bagi kaum muslimin

khususnya dan warga Indonesia umumnya.

2. Maksimalisasi kontribusi & partisipasi intelektual alumni Universitas-

universitas Timur Tengah yang memiliki kapabilitas di jurusan masing-

masing. Dengan demikian, diharapkan kualitas fatwa MUI semakin

kuat dan dapat diterima oleh semua elemen umat Islam.

3. Ormas dan lembaga Islam lainnya hendaknya mengadopsi fatwa-fatwa

MUI dan mensosialisasikannya kepada anggota. Dewan syariah ormas

dan lembaga Islam tidak perlu berijtihad sendiri dalam perkara yang

sama, kecuali untuk maslahat tanzil/implementasi.

4. Sosialisasi fatwa-fatwa MUI secara massif via media masa dan

elektronik yang tersedia.

5. Membangun komunikasi dan koordinasi antara MUI dengan lembaga

ijtihad kolektif internasional yang telah eksis, seperti International

Islamic Fiqh Academy (مجمع الفقهي اإلسالمي الدولي ) Jeddah, dan Islamic

Fiqh Council ( ع الفقهي اإلسالميالمجم ) Makkah al-Mukarramah.

6. Membentuk lembaga ijtihad kolektif untuk Negara-negara ASEAN,

lembaga ini bisa dibentuk di bawah Ikatan Ulama dan Dai Asia

Page 46: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

45

Tenggara.

7. MIUMI termasuk lembaga ijtihad kolektif yang berpotensi besar

menjadi sarana persatuan, selain baru MIUMI juga beranggotakan

intelektual muda muslim dari berbagai elemen dan ormas umat Islam

Indonesia. Visi dan misinya juga sangat mendukung proyek ini. Salah

satu visinya menyebutkan: Menjadi wadah pemersatu para intelektual

dan ulama Indonesia dalam membangun peta perjuangan menuju

kejayaan Islam. Di antara misinya adalah: Menyatukan potensi para

intelektual dan ulama dalam membentuk peta perjuangan dakwah yang

mendatangkan pertolongan Allah dalam memenangkan Islam dan

menjayakan umat Islam.

Page 47: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

46

PENUTUP

Dari Wahsyi bin Harb Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya para Sahabat Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami

makan tapi tidak kenyang.” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya:

“Mungkin kalian makan berpisah?” Mereka berkata: “Ya.” Beliau bersabda:

“Berkumpullah kalian ketika makan dan bacalah bismillah, maka makanan

kalian akan diberkahi.”21

Jika dalam masalah yang kelihatan sepele seperti urusan perut saja,

jama’ah dan kebersamaan sangat penting, apatah lagi dengan masalah agama

yang menjadi maslahat umum umat Islam.

Jika MUI dan MIUMI belum bisa menjadi wadah pemersatu para

intelektual dan umat muslim Indonesia, maka membentuk lembaga ijtihad

kolektif alternatif dengan spirit persatuan, menjadi kewajiban kita semua, dan itu

bukan tugas yang mudah.

21 HR. Ibnu Majah, jilid II, h. 1093, no. 3286, Abu Dawud, jilid III, h. 346, no. 3766. Syekh al-Albani menyatakan

hadits ini hasan lighairihi, lihat Silsilah al-Ahadits ash-Sahihah, jilid II, h. 269, no. 664.

Page 48: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

47

REFERENSI UTAMA

Al-Khalid, Khalid Husain. 2008. al-Ijtihad al-Jama’i Fi al-fiqhi al-Islami. Dubai:

Markaz Jum’at al-Majed.

Alkronz, Nashr Mahmud. 2008. al-Ijtihad al-Jama’i wa Tathbiqatuhu al-

Mu’ashirah. Ghaza: The Islamic University.

Al-Syarafi, Abdul Majid. 1418 H. al-Ijtihad al-Jama’i Fi al-Tasyri’ al-Islami.

Qatar: Kementrian Waqaf dan Urusan Islam.

Arake, H. Lukman. 2013. Ijtihad Kolektif: Sebagai Wacana Pembumian Teks Al-

Qur’an dan Hadits. Vol. 1. No. 1 (2013) Bone: STAIN Watampone. Diambil dari:

http://e-jurnal.stainwatampone.ac.id/index.php/index/search/search.

Humaid, Sholeh bin Abdillah. 2009. al-Ijtihad al-Jama’i wa Ahammaiyatuhu Fi

Nawazil al-‘Ashr. Makkah al-Mukarramah: Islamic Fiqh Council.

Isma’il, Sya’ban Muhammad. 1998. al-Ijtihad al-Jama’i wa Daur al-Majami’ al-

Fiqhiyyah Fi Tathbiqih. Beirut: Dar al-Basyair al-Islamiah.

Mujahidin, Sultan. Penerapan Ijtihad Kolektif Di Kalangan Muhammadiyah,

NU, dan MUI (Studi Komparatif Pada Masalah-Masalah Kontemporer). 2016.

Banjarmasin:IAIN Antasari.

Page 49: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

48

PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA

PPMI RIYADH – ARAB SAUDI اتحاد الطلبة اإلندونيسيين بالمملكة العربية السعودية

FORUM MAHASISWA PASCASARJANA INDONESIA SE-ARAB SAUDI

ملتقى طالب الدراسات العليا اإلندونيسيين بجامعات المملكة العربية السعودية

MAKNA KETAATAN KEPADA ULIL AMRI DALAM

KONTEKS DEMOKRASI DI INDONESIA

مفهوم طاعة أولي األمر في ظل النظام الديمقراطي بإندونيسيا

ABDULLAH ROY, LC., M.A.

KANDIDAT DOKTOR AQIDAH

ISLAMIC UNIVERSITY OF MADINAH

RIYADH, 02 RAJAB 1438 H / 30 MARET 2017 M

Page 50: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

49

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا وعلى آله وصحبه أجمعين.

Segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan agama ini, sehingga

tidak ada perkara yang kita butuhkan dalam agama kecuali sudah diterangkan

oleh Allah ta’ala, Allah berfirman:

سالم ديناضيت لك اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ور م اإل

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku

sempurnakan kenikmatanKu atas kalian, dan Aku ridhai Islam sebagai agama

bagi kalian”22.

Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam bersabda:

يقرب من الجنة ويباعد من النار إال وقد بين لكم ما بقي من شيء

“Tidak ada sesuatu yang mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka

kecuali sudah diterangkan kepada kalian”23.

Ayat dan hadits di atas menunjukkan kepada kita tentang kesempurnaan

agama Islam. Islam telah mengatur seluruh perkara yang kita butuhkan.

Termasuk diantaranya masalah imamah (kepemimpinan) dan masalah siyasah

(politik).

Oleh karena itu kewajiban kita adalah kembali kepada Al Quran dan As

Sunnah dalam masalah ini, tentunya dengan berpegang dengan pemahaman para

salaf shalih, generasi yang dipuji oleh Allah dan RasulNya.

Dan pada kesempatan acara Multaqa Thullab Dirasat Ulya pada tahun 1438

H/ 2017 M yang diadakan di Riyadh ini, penulis mendapat amanat untuk

menyampaikan materi yang berjudul:

22 QS. Al Maidah: 3. 23 Ath Thabrani, al Mu’jamul Kabiir, hal. 155, juz 2, disahihkan Syeikh Al Albani, Silsilah Al Ahaadiits Ash Shahiihah, hal. 416, juz 4.

Page 51: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

50

مفهوم الطاعة ألولي األمر في ظل ديمقراطية في إندونيسيا

Tinjauan Makna Keta’atan Kepada Ulil Amri dan Penerapannya Dalam Konteks

Demokrasi di Indonesia

Materi ini adalah materi yang cukup menarik dan penting dipahami oleh

seorang muslim, karena sebagian memahami salah tentang ulul amri yang harus

ditaati dan apa batas-batas ketaatannya. Padahal kalau mau kembali kepada dalil

niscaya dia akan menemukan di sana cahaya dan petunjuk.

Untuk memahami makna ketaatan kepada ulul amri dan penerapannya dalam

konteks demokrasi di Indonesia, maka penulis menjadikan tulisan ini menjadi tiga

bab:

BAB SATU : Kewajiban Mendengar Dan Taat Kepada Penguasa

Pasal Pertama : Dalil-Dalil Kewajiban Mendengar Dan Taat Kepada

Pemerintah

Pasal Kedua : Makna Mendengar Dan Taat Kepada Penguasa

Pasal Ketiga : Ulul Amri (Penguasa) Yang Harus Ditaati

BAB DUA : Berhukum Dengan Hukum Allah

Pasal Pertama : Kewajiban Berhukum Dengan Hukum Allah

Pasal Kedua : Hukum Demokrasi

Pasal Ketiga : Pemungutan Suara

BAB TIGA : Hukum Taat Kepada Penguasa Dalam Negara Demokrasi

Page 52: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

51

BAB SATU

KEWAJIBAN MENDENGAR DAN TAAT KEPADA PENGUASA

Pasal Pertama: Dalil-Dalil Kewajiban Mendengar Dan Taat Kepada

Pemerintah

Cukup banyak dalil-dalil yang menunjukkan kewajiban mendengar dan

taat kepada pemerintah, diantaranya adalah:

1. Firman Allah ta’ala:

سول وأ وأطيعوا الره يا أيها الهذين آمنوا أطيعوا للاه مر منكم ولي األ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan

para penguasa kalian”24.

Sebagian salaf seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallah ‘anh menafsirkan Ulul

Amri dengan ulama, dan sebagian yang lain seperti Abu Hurairah radhiyallah

‘anh menafsirkan dengan umara (penguasa)25.

Dan kedua makna ini benar, karena dalil lain menunjukkan bahwa kita

diperintah untuk menaati ulama dan umara, Allah berfirman:

كر إن كنتم ال تعلمون فاسألوا أ هل الذ

Artinya: “Maka hendaklah kalian bertanya kepada ahludzdzikr (ulama) apabila

kalian tidak mengetahui”26.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Dan zhahirnya-wallahu a’lam- bahwa

ayat ini berkaitan dengan seluruh ulul amri, baik para umara maupun para

ulama”27.

2. Hadits ‘Ubaadah bin Ash Shaamit radhiyallah ‘anh, beliau berkata:

صلى هللا عليه وسلم فبايعناه فكان فيما أخذ عل طنا منش يينا أن بايعنا على السهمع والطهاعة ف دعانا رسول للاه

إاله أن تروا كفرا بواحا ع :مر أهله قال ومكرهنا وعسرنا ويسرنا وأثرة علينا وأن ال ننازع األ ندكم من للاه

. فيه برهان

24 QS. An Nisa: 59. 25 Lihat Ibn Jarir, Jami’ Bayan fi Ta’wil al Quran, hal. 496-501, juz 8. 26 QS. Al Anbiya: 7. 27 Ibn Katsir, Tafsir al Quran al Adzim, hal. 345, juz 2.

Page 53: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

52

Artinya: “Rasulullah memanggil kami, maka kamipun membaiat beliau, maka

diantara apa yang beliau ambil janjinya dari kami adalah supaya kami membaiat

untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan kami semangat dan terpaksa, baik

dalam keadaan susah maupun mudah, dan meski penguasa tersebut mengambil

hak kami, dan supaya kami tidak merebut kekuasaan dari penguasa, beliau

berkata: “Kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang nyata, kalian memiliki

bukti jelas atas kekufuran tersebut dari Allah”28.

3. Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallah ‘anhuma beliau berkata: Rasulullah

bersabda:

مع وال س يؤمر بمعصية، فإذا أمر بمعصية فال السهمع والطهاعة على المرء المسلم فيما أحبه وكره، ما لم

طاعة

Artinya: “Mendengar dan taat adalah kewajiban seorang muslim, di dalam apa

yang dia senangi dan apa yang dia benci, selama tidak diperintah untuk berbuat

maksiat, apabila diperintah untuk berbuat maksiat maka tidak boleh menaati dan

tidak boleh mendengarnya”29.

4. Hadits Al ‘Irbaadh bin Saariyah radhiyallah ‘anh, Rasulullah bersabda:

والسهمع والطهاعة وإن عبدا حبشيا أوصيكم بتقوى للاه

Artinya: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar

dan taat, meskipun (penguasa) tersebut adalah seorang budak Ethiopia”30.

5. Hadits Abu Hurairah radhiyallah ‘anh

ومن يمن أطاعن ومن يعصني فقد عصى للاه فقد طع األمير فقد أطاعني ومن يعص األمير ي فقد أطاع للاه

عصاني

Artinya: “Barangsiapa menaati aku maka sungguh dia telah menaati Allah, dan

barangsiapa yang bermaksiat padaku maka sungguh dia telah bermaksiat kepada

Allah. Dan barangsiapa yang menaati amir (penguasa) maka sungguh dia telah

menaati aku, dan barangsiapa yang bermaksiat kepada amir maka sungguh dia

28 HR. Al Bukhari no. 6647 dan Muslim. 29 HR. Al Bukhari no. 6725 dan Muslim. 30 HR. Abu Daawud no. 4607, dan At Tirmidzi no. 2676.

Page 54: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

53

telah bermaksiat kepadaku”31.

Ini semua menunjukkan bahwa mendengar dan taat kepada pemerintah

adalah perintah agama.

Pasal Kedua: Makna Mendengar Dan Taat Kepada Penguasa

Ketaatan seorang muslim kepada Allah dan RasulNya adalah ketaatan

yang sifatnya mutlak, Allah ta’ala berfirman:

ورسوله وال تولهوا عنه وأنتم تسمعون يا أيها الهذين آمنوا أطيعوا للاه

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan RasulNya

dan janganlah kalian berpaling dariNya sedangkan kalian mendengar”32.

Allah juga berfirman:

ورسوله يدخله جنهات تجري من تحتها األن هار خالدين فيها وذلك الفوز العظيم ومن يطع للاه

Artinya: “Dan barangsiapa yang menaati Allah dan RasulNya maka Allah akan

memasukkan dia ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai,

mereka kekal di dalamnya. Dan yang demikian adalah keberuntungan yang

besar”33.

Adapun ketaatan seorang muslim kepada penguasa maka dia adalah ketaatan

terikat (muqayyadah) dan terbatas, maksudnya terikat dengan syariat; apabila

perintahnya bukan di dalam kemaksiatan kepada Allah dan RasulNya maka

ditaati, dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar yang telah berlalu34.

Dan sabda Nabi shallallah ‘alaih wa sallam dalam hadits Ali bin Abi Thaalib

radhiyallah ‘anh:

إنهما الطهاعة ف المعروف يال طاعة في معصية للاه

Artinya: “Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, sesungguhnya ketaatan itu di

dalam kebaikan” 35.

31 HR. Al Bukhari no. 2718 dan Muslim. 32 QS. Al Anfal: 20. 33 QS. An Nisa: 13. 34 Lihat hal. 5. 35 HR. Al Bukhari no. 6830 dan Muslim no. 1840.

Page 55: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

54

Hal ini umum mencakup setiap mahluk selain Nabi Muhammad seperti

ketaatan rakyat kepada penguasa, ketaatan seorang anak kepada orang tua,

ketaatan seorang istri kepada suami, ketaatan seorang kepada ulamanya, maka

dia adalah ketaatan yang terikat.

Oleh karena itu, orangtua yang haknya begitu besar atas kita, apabila

memerintahkan kita berbuat dosa, maka tidak boleh kita menaatinya dengan tetap

menjaga penghormatan kita kepada beliau, Allah berfirman:

اما وصاحبهما في الدنيا معروف وإن جاهداك على أن تشرك بي ما ليس لك به علم فال تطعه

Artinya: “Dan apabila keduanya memaksamu supaya kamu menyekutukanKu

dengan apa yang kamu tidak punya ilmu tentangnya maka janganlah engkau

manaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik“36.

Ini semua menunjukkan bahwa ketaatan seseorang kepada penguasa adalah

ketaatan yang terikat dan terbatas, yaitu selama bukan dalam kemaksiatan dan

dosa. Sedangkan redaksi “bukan maksiat” mencakup tiga hal, yaitu:

1. Perkara yang wajib, seperti memerintah untuk shalat lima waktu,

membayar zakat dan lainnya.

2. Perkara yang mandub, seperti memerintah untuk membaca Al Quran,

melaksanakan shalat rawatib dan sebagainya.

3. Perkara yang mubah, seperti peraturan-peraturan lalu lintas (yang

hukumnya boleh), peraturan-peraturan imigrasi (yang hukumnya boleh)37.

Abul ‘Abbas Al Qurthubi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan Al

Ma’ruf disini adalah sesuatu yang bukan mungkar dan maksiat, masuk di

dalamnya ketaatan-ketaatan yang wajib, yang disunnahkan, dan perkara-perkara

yang boleh secara syari’at. Seandainya beliau menyuruh dengan perkara yang

mubah, jadilah ketaatan kepada beliau dalam masalah ini wajib, dan tidak boleh

36 QS. Luqman: 15. 37 Guru kami, Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili memiliki kutaib yang berjudul “Al Ihkaam fii Sabri Ahwaalil Hukkaam wa Maa Yusyra’u li ar Ra’iyyati fiihaa min al Ahkaam”, beliau membahas secara tuntas dan ringkas tentang sikap seorang rakyat terhadap perintah dan larangan penguasa.

Page 56: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

55

menyelisihi beliau”38.

Dan Sulaiman bin Muhammad Al Bujairami Asy Syafi’i rahimahullahu

berkata: “Dan kesimpulannya: apabila penguasa memerintah untuk melakukan

kewajiban maka semakin kuat kewajibannya, dan apabila memerintah untuk

melakukan yang mandub (sunnah) maka wajib untuk dilaksanakan”39.

Pasal Ketiga: Ulul Amri (Penguasa) Yang Harus Ditaati

Ulul Amri secara bahasa adalah yang memegang dan mengatur urusan kita.

Ulul Amri adalah seorang penguasa muslim, baik dia orang yang shalih atau orang

yang fasik, yang adil ataupun yang zhalim, baik dia mendapatkan kepemimpinan

dengan cara yang dibenarkan secara syari’at atau tidak dibenarkan secara

syari’at.

Semuanya adalah termasuk ulul amri yang kita diperintahkan untuk

mendengar dan taat kepada beliau dalam kebaikan.

1. Dalil bahwa penguasa muslim yang fasik adalah ulul amri yang kita

diperintahkan untuk mendengar taat kepadanya adalah sabda Nabi

shallallah ‘alaih wa sallam dalam hadits Ummu Salamah:

ضى وتابع قد برئ ومن أنكر فقد سلم ولكن من ر ف إنهه يستعمل عليكم أمراء فتعرفون وتنكرون فمن كره

أال نقاتلهم؟ :قالوا ال: ال ما صلهواق ،يا رسول للاه

Artinya: “Akan datang para penguasa, maka ada diantara amalan mereka yang

ma’ruf (tidak mungkar), dan ada diantara amalan mereka yang kalian ingkari;

barangsiapa yang membenci (kemungkaran tersebut) maka dia telah berlepas diri,

dan barangsiapa yang mengingkari maka sungguh dia telah selamat, akan tetapi

orang yang ridha dan mengikuti”, mereka berkata: “Wahai Rasulullah, apakah

boleh kita memerangi mereka?”, beliau menjawab: “Tidak, selama masih

shalat”40.

38 Abul Abbas al Qurthubi, Al Mufhim limaa Usykila min Talkhish Kitab Muslim, hal 41, juz 4. 39 Al Bujairami, Tuhfatul Habiib ‘alaa Syarhil Khathiib, hal. 474, juz 2. 40 HR. Muslim no. 1854.

Page 57: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

56

2. Dalil bahwa penguasa muslim yang zhalim adalah ulul amri yang kita

diperintahkan untuk mendengar taat kepadanya adalah hadits Hudzaifah

bin Al Yamaan radhiyallah ‘anh ketika Nabi bersabda:

ة ال يهتدون بهداي وال يستنون بسنهتي وس في جثمان فيهم رجال قلوبهم قلوب الشهياطين يقوم يكون بعدي أئمه

إن أدركت ذلك :إنس، قال ك ال: تسمع وتطيع لألمير وإن ضرب ظهر ، ق ؟قلت: كيف أصنع يا رسول للاه

وأخذ مالك فاسمع وأطع.

Artinya: “Setelahku akan ada para penguasa yang tidak mengambil petunjukku,

dan tidak menjalankan sunnahku, dan akan ada orang-orang yang hati-hati

mereka adalah hati-hati syetan di dalam jasad manusia”, Hudzaifah berkata: Aku

bertanya: “Apa yang aku lakukan wahai Rasulullah, apabila aku menemui

keadaan tersebut?”, Beliau menjawab: “Engkau mendengar dan taat kepada

penguasa, meskipun dipukul punggungmu dan diambil hartamu, maka dengarkan

dan taatilah”41.

Dan dalam hadits yang lain:

أ يف سأل سلمة بن يزيد الجع فقال: يا نبي للاه هم ويمنعونا رأيت إن قامت علينا أمراء يسألونا حقه رسول للاه

األشعث بن قيس الثهالثة فجذبه يسأله في الثهانية أو ف فأعرض عنه ثمه سأله فأعرض عنه ثمه ؟حقهنا فما تأمرنا

لوا وعليكم ما وقال: لتم.ح اسمعوا وأطيعوا فإنهما عليهم ما حم م

Artinya: “Salamah bin Yazid Al Ju’fi pernah bertanya kepada Rasulullah seraya

berkata: “Wahai nabi Allah, apa pendapatmu seandainya kami memiliki

penguasa, yang mereka meminta kami untuk menunaikan hak mereka, dan

mereka tidak memberikan hak kami, apa yang engkau perintahkan?”. Maka

beliau berpaling, kemudian Salamah bertanya lagi, maka beliau berpaling lagi,

kemudian Salamah bertanya lagi yang kedua atau ketiga, maka Al Asy’ats bin

Qais menariknya. Kemudian Rasulullah bersabda: “Dengarkanlah dan taatilah,

karena sesungguhnya atas mereka kewajiban mereka, dan atas kalian kewajiban

kalian” (42)

Dan beliau juga bersabda:

41 HR. Muslim no. 1847. 42 HR. Muslim no. 1849.

Page 58: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

57

من رأى من أميره شيئا يكرهه فليصبر عليه

Artinya: “Barangsiapa yang melihat sesuatu yang dia benci dari penguasanya,

maka hendaklah dia bersabar”43.

Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Adapun memberontak dan

memerangi penguasa, maka hukumnya haram dengan ijma’ (konsensus) kaum

muslimin, meskipun mereka adalah orang-orang fasik lagi zhalim, dan telah

banyak hadits-hadits dengan makna yang aku sebutkan, dan ahlussunnah

berkonsensus bahwa penguasa tidak dilengserkan hanya karena kefasikan”44.

3. Dalil bahwa penguasa muslim yang mendapatkan kepemimpinan dengan

cara yang tidak disyari’atkan adalah ulul amri yang kita diperintahkan

untuk mendengar taat kepadanya, di antaranya adalah hadits Al ‘Irbaadh

bin Saariyah, Rasulullah shallallah ‘alaih wa sallam bersabda:

والسهمع والطهاعة وإن عبدا حبشيا أوصيكم بتقوى للاه

Artinya: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar

dan taat, meskipun (penguasa) tersebut adalah seorang budak Ethiopia”45.

Segi pendalilan hadits ini: Ijma’ kaum muslimin bahwa seorang amir atau

imam atau penguasa apabila dipilih oleh Ahlul Halli wal Aqdi (para pemuka, para

ulama, tokoh masyarakat yang diakui keilmuan dan keadilannya) maka

disyaratkan seorang yang merdeka bukan hamba sahaya, dan seorang dari suku

Quraisy46. Namun seandainya ada seorang budak memberontak dan berhasil

mendapatkan kekuasaan maka kita tetap diperintahkan untuk mendengar dan taat

kepadanya, meskipun tidak terpenuhi sebagian syarat penguasa pada dirinya.

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata: “Setiap yang menguasai dengan pedang

sehingga dinamakan khalifah, dan manusia bersepakat, maka dia dinamakan

khalifah”47.

43 HR. Al Bukhari no. 6646. 44 An Nawawi, Al Minhaaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, hal. 229, juz 12. 45 HR. Abu Daawud dan At Tirmidzi. 46 Lihat al Mawardi, Al Ahkaam As Sulthaaniyyah, dan Abu Ya’la, Al Ahkaam As Sulthaaniyyah. 47 Al Baihaqi, Manaaqib Asy Syaafi’i, hal 448.

Page 59: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

58

Dan Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata: “Dan barangsiapa yang

mengalahkan penguasa dengan pedang sehingga menjadi khalifah, dan

dinamakan amirul mukminin, maka tidak halal bagi seseorang yang beriman

kepada Allah dan hari akhir, bermalam dan tidak mengakui keimaman beliau,

baik dia orang yang shalih atau fajir”48.

Imam Nawawi rahimahullahu berkata: “Syarat-syarat ini dan yang lain,

sesungguhnya disyaratkan bagi orang yang menjadi penguasa dengan dipilih oleh

ahlul halli wal ‘aqd. Adapun yang menguasai manusia dengan kekuatannya dan

para tentaranya dan berkuasa dan jadi pemimpin maka hukum-hukumnya

terlaksana, wajib ditaati, dan diharamkan menyelisihi beliau, di dalam perkara

selain maksiat, baik dia seorang budak atau merdeka, atau seorang yang fasik,

dengan syarat dia adalah seorang muslim”49.

Dengan demikian kita mengetahui bahwa penguasa jika mendapatkan

kekuasaan dengan cara yang tidak dibenarkan secara syariat dan keadaan stabil

maka kita diharuskan mendengar dan taat.

Ulul Amri yang tidak syar’i dan tidak wajib didengar dan ditaati adalah bila

dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah:

للكافرين على المؤمنين سبيال ولن يجعل للاه

Artinya: “Dan Allah tidak menjadikan bagi orang-orang yang kafir jalan untuk

mengalahkan orang-orang yang beriman jalan”50.

Dan Allah berfirman:

هخذوا الكافرين أولياء من دون عليك يا أيها الهذين آمنوا ال تت م سلطانا مبينا المؤمنين أتريدون أن تجعلوا لله

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan orang-orang kafir

sebagai wali selain orang-orang yang beriman, apakah kalian ingin menjadikan bagi Allah atas

kalian alasan yang jelas (untuk menghukummu)?“51.

48 Abu Ya’laa, Al Ahkaam As Sulthaaniyyah, hal. 23. 49 An Nawawi, Al Minhaaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, hal. 149, juz 5. 50 QS. An Nisa: 141. 51 QS. An Nisa: 144.

Page 60: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

59

BAB DUA

BERHUKUM DENGAN HUKUM ALLAH

Pasal Pertama: Kewajiban Berhukum Dengan Hukum Allah

Kewajiban kita sebagai seorang muslim adalah berhukum dengan hukum-

hukum dan syari’at yang sudah Allah turunkan dan tidak mengikuti hawa nafsu

manusia dan akal manusia. Allah berfirman:

هبع أهو ثمه جعلناك على شريعة من األمر فاتهبعها وال اء الهذين ال يعلمون تت

Artinya: “Kemudian Kami jadikan kamu (Muhammad) mengikuti syariat dari

agama itu, maka janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak

mengetahui”52.

Dan Allah juga berfirman:

هبعوا من دونه أو لياء قليال ما تذكهرون اتهبعوا ما أنزل إليكم من رب كم وال تت

Artinya: “Hendaklah kalian mengikuti apa yang telah diturunkan kepada kalian

dari Rabb kalian, dan janganlah mengikuti wali-wali selain Allah, sedikit sekali

kali ingat”53.

وما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى للاه

Artinya: “Dan apa yang kalian perselisihkan maka hukumnya kepada Allah”54.

حكما لقوم ي وقنون أفحكم الجاهليهة يبغون ومن أحسن من للاه

Artinya: “Apakah mereka mencari hukum jahiliyyah, dan hukum siapa yang lebih

baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin”55.

Hukum-hukum syari’at tidaklah hanya terbatas hukum-hukum kenegaraan

dan qishash, tapi mencukup mencakup aqidah, ibadah, akhlaq dan lain-lain.

Keadilan dan kebaikan hanya didapatkan di dalam penegakan hukum Allah

dan syariatNya di permukaan bumi, Allah berfirman:

ل لكلماته وهو السه ت كلمة رب ك صدقا وعدال ال مبد ميع العليم وتمه

52 QS. Al Jatsiyah: 18. 53 QS. Al A’raf: 3. 54 QS. Asy Syuara: 10. 55 QS. Al Maidah: 50.

Page 61: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

60

Artinya: “Dan telah sempurna kalimat Rabbmu, sempurna kebenarannya dan

keadilannya, tidak ada yang mengubah kalimat-kalimatNya, dan Dia Maha

Mendengar lagi Maha Menegetahui”56.

Dialah yang mencipta, Dialah yang Maha Penyayang, dan Maha

Mengetahui kemashlahatan dan keburukan bagi mahlukNya, Maha Bijaksana,

Allah berfirman:

أال يعلم من خلق وهو اللهطيف الخبير

Artinya: “Ketahuilah, Bukankah Dzat Yang Mencipta Dialah yang mengetahui,

dan Dia Maha Halus dan Maha Mengetahui”57. (QS. Al Mulk: 14)

يعلم وأنتم ال تعلمون وللاه

Artinya: “Dan Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui”58.

Pasal Kedua: Hukum Demokrasi

Demokrasi bukan dari ajaran Islam, demokrasi dibuat oleh manusia yang

penuh dengan kekurangan dan keterbatasan. Demokrasi menjadikan rakyat

sebagai penguasa, dan menjadikan hukum di tangan mereka, di dalamnya ada

kebebasan yang tidak terbatas, persamaan antara laki-laki dan wanita tanpa

melihat fitrah dan agama. Allah berfirman:

إن الحكم إاله لله

Artinya: “Tidaklah hukum kecuali untuk Allah”59.

Sehingga tidak boleh menjadikan demokrasi sebagai dasar negara, Allah

berfirman:

فأولئك هم الكافرون ومن لم يحكم بما أنزل للاه

Artinya: “Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan

maka mereka adalah orang-orang kafir”60.

56 QS. Al An’am: 115. 57 QS. Al Mulk: 14. 58 QS. Al Baqarah: 216. 59 QS. Al An’am: 57. 60 QS. Al Maidah: 44.

Page 62: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

61

فأولئك هم ا لظهالمون ومن لم يحكم بما أنزل للاه

Artinya: “Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan

maka mereka adalah orang-orang yang zhalim”61.

فأولئك هم الفاسقون ومن لم يحكم بما أنزل للاه

Artinya: “Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan

maka merekalah orang-orang yang fasiq”62.

Musyawarah di dalam agama Islam berbeda dengan demokrasi.

Musyawarah di dalam agama Islam adalah di dalam perkara yang tidak ada nash

di dalam Al Quran maupun Sunnah. Dan orang-orang yang bermusyarah adalah

orang-orang yang dipilih orang penguasa, seperti para ulama, para pemuka dan

lain-lain. Adapun demokrasi maka yang bermusyawarah adalah para wakil yang

dipilih oleh rakyat.

Pasal Ketiga: Pemungutan Suara

Memilih pemimpin yang syar’i di dalam Islam adalah dengan dua cara,

yaitu:

1. Dipilih oleh ahlul halli wal aqdi, seperti ketika Abu Bakr, Utsman bin

Affan, dan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah.

2. Ditunjuk oleh penguasa sebelumnya, seperti ketika Umar bin Al

Khaththab ditunjuk oleh Abu Bakr sebagai khalifah setelahnya63.

Adapun memilih penguasa dengan pemungutan suara maka ini bukan cara

Islami, bertentangan dengan syari’at dari beberapa segi:

1. Memecah belah ummat Islam dengan banyaknya partai, padahal Islam

menyuruh ummatnya untuk bersatu dan mencela perpecahan, Allah

berfirman:

قوا جميعا وال تفره واعتصموا بحبل للاه

61 QS. Al Maidah: 45. 62 QS. Al Maidah: 47. 63 Lihat an Nawawi, Raudhah ath Thaalibiin, hal. 46, juz 10, dan al Mawardi, Al Ahkaam As Sulthaaniyyah, hal. 21.

Page 63: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

62

Artinya: “Dan berpegangteguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian

berpecah belah”64.

2. Yang terpilih adalah yang paling banyak suaranya, tanpa melihat siapakah

yang memilih. Dalam sistem demokrasi, memilih seorang penguasa

dilakukan dengan cara pemungutan suara dan menjadikan suara terbanyak

sebagai ukuran terpilihnya seorang pemimpin, tanpa melihat siapa yang

memilih apakah dia kafir atau muslim, shalih atau fajir, padahal hal

tersebut bertentangan dengan apa yang telah dilakukan oleh para

pendahulu kita. Di dalam Islam yang memilih adalah ahli ilmu dan orang

yang memiliki akal yang dalam.

Dalam banyak ayat Allah menyebutkan sebagian besar manusia bukan di atas

jalan yang lurus, Allah berfirman:

ه إن يت بعون إاله الظهنه وإن هم إاله يخرصون وإن تطع أكثر من في األرض يضلوك عن سبيل للاه

Artinya: “Dan apabila engkau mengikuti sebagian besar penduduk bumi, niscaya

mereka menyesatkanmu dari jalan Allah, tidaklah mereka mengikuti kecuali

persangkaan belaka, dan tidaklah mereka kecuali berdusta”65.

ولكنه أكثر النهاس ال يشكرون

Artinya: “Akan tetapi sebagian besar manusia tidak bersyukur”66.

Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya orang bukan menjadi ukuran kebenaran

dan kebaikan. Apalagi pada kenyataan banyak orang memilih bukan karena ilmu

tapi karena hawa nafsu dan dunia.

3. Di dalamnya ada keinginan untuk mendapat kekuasaan bahkan berlomba,

dan ini dilarang di dalam agama. Dari Abdurrahman bin Samurah, beliau

berkata: Rasulullah bersabda kepadaku: “Wahai Abdurrahman janganlah

engkau meminta kekuasaan, karena sesungguhnya engkau jika diberi

kekuasaan karena meminta maka engkau akan dijadikan bertawakkal

kepadanya, tapi kalau engkau diberi tanpa meminta maka engkau akan

ditolong”67.

4. Banyak mudharat, seperti kerugian materi bagi yang kalah dan depresi dan

stres, penggunaan politik uang dan lain-lain68.

64 QS. Al Imran: 103. 65 QS. Al An’am: 116. 66 QS. Al Baqarah: 243. 67 HR. Al Bukhari no. 6727 dan Muslim no. 1652 68 Guru kami, Syeikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Badr memiliki sebuah kutaib berjudul “Al ‘Adl fii Syarii’atil Islaam laa fii ad Dimuuqaraathiyyah al Maz’uumah”, berisi tentang keadilan Islam dan kerusakan-kerusakan demokrasi serta kewajiban berhukum dengan hukum Allah.

Page 64: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

63

BAB TIGA

HUKUM TAAT KEPADA PENGUASA DALAM NEGARA

DEMOKRASI

Menggunakan demokrasi termasuk berhukum dengan selain hukum Allah.

Dan berhukum dengan selain hukum Allah terdapat perincian di dalamnya:

Pertama: Barangsiapa yang menganggap selain hukum Allah lebih baik daripada

hukum Allah maka dia telah keluar dari agama Islam.

Kedua: Barangsiapa yang menganggap selain hukum Allah sama baiknya

dengan hukum Allah maka dia telah keluar dari agama Islam.

Ketiga: Barangsiapa yang menggunakan selain hukum Allah karena keinginan

dunia, dan dalam hatinya dia mengakui hukum Allah lebih baik maka berdosa,

dan tidak keluar dari agama Islam.

Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkomentar mengenai masalah

ini: “Ini ada perincian, yaitu barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum

Allah dan dia mengetahui bahwa dia wajib berhukum dengan hukum Allah, dan

dia menyelisihi syariat, akan tetapi membolehkan hal ini dan menganggap tidak

berdosa, dan boleh baginya berhukum dengan selain syariat Allah, maka dia telah

kafir dengan kekufuran yang besar menurut seluruh ulama, seperti berhukum

dengan undang-undang buatan manusia yang dibuat oleh orang-orang Nasrani,

Yahudi, dan lain-lain yang menganggap boleh berhukum dengannya, atau

menyangka bahwa hukum tersebut lebih baik daripada hukum Allah, atau

menyangka bahwa hukum tersebut sejajar dengan hukum Allah, dan bahwa

manusia diberi pilihan, boleh berhukum dengan Al Quran dan Sunnah dan boleh

berhukum dengan undang-undang buatan, barangsiapa yang meyakini ini maka

dia kafir dengan kesepakatan para ulama, sebagaimana telah berlalu. Adapun

berhukum dengan selain yang Allah turunkan, karena hawa nafsu atau karena

dunia yang segera, dan dia tahu bahwa dia bermaksiat kepada Allah dan

RasulNya, dan tahu bahwa dia melakukan kemungkaran yang besar, dan bahwa

Page 65: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

64

wajib atasnya berhukum dengan hukum Allah, maka dia tidak kafir dengan

kekufuran yang besar, tetapi dia telah melanggar kemungkaran yang besar,

kemaksiatan yang besar, dan kekufuran kecil”69.

Dan Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata:

“Penguasa yang tidak berhukum dengan kitabullah dan sunnah rasulNya wajib

ditaati di dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan RasulNya, tidak

wajib memerangi hanya karena itu, bahkan tidak boleh kecuali jika dosanya

sampai derajat kekufuran, dalam keadaan demikian maka wajib untuk

melawannya, tidak ada kewajiban bagi kaum muslimin untuk mentaatinya. Dan

berhukum dengan selain apa yang ada di dalam kitabullah dan sunnah RasulNya

sampai kepada derajat kufur dengan dua syarat (1) Dia mengetahui tentang

hukum Allah dan RasulNya, kalau dia jahil maka tidak dikafirkan; dan (2) Yang

menjadikan dia berhukum dengan selain yang Allah turunkan adalah keyakinan

bahwa hukum Allah tidak sesuai di zaman sekarang, atau hukum selainnya lebih

baik dan lebih bermanfaat bagi hambaNya. Dengan dua syarat ini jadilah

berhukum dengan selain hukum Allah sebuah kekufuran yang mengeluarkan

seseorang dari Islam, sebagaimana firman Allah: “Barangsiapa yang tidak

berhukum dengan hukum Allah maka merekalah orang-orang yang kafir”. Dan

batallah kekuasaan seorang penguasa, dan manusia tidak berkewajiban untuk taat

kepadanya, dan wajib memeranginya dan menjauhkannya dari kekuasaan.

Adapun apabila berhukum dengan selain hukum Allah, sedangkan dia

yakin bahwa berhukum dengan hukum Allah adalah wajib, dan bahwa hukum

Allah lebih baik bagi para hamba, akan tetapi dia menyelisihi karena hawa nafsu

di dalam dirinya atau ingin melakukan kezhaliman kepada yang dihukumi, maka

ini tidak kafir. Tetapi dikatakan dia adalah orang fasiq atau zhalim, dan kekuasaan

beliau tetap, dan ketaatan kita kepada beliau di dalam perkara yang bukan maksiat

adalah wajib. Tidak boleh memerangi beliau, melengserkan beliau dengan

69 Abdul Aziz Abdullah bin Baz, Majmu Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah, hal. 355, juz 5.

Page 66: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

65

kekuatan, dan memberontak kepada beliau, karena Nabi melarang dari

memberontak kepada pemerintah kecuali apabila kita melihat kekufuran yang

jelas, kita memiliki bukti yang jelas dari Allah”70.

Apabila demikian, selama penguasa muslim di dalam negara demokrasi

masih mengakui bahwa hukum Allah yang lebih baik daripada hukum manusia

di setiap zaman dan tempat, maka dia adalah penguasa yang harus kita dengar

dan taati. Menaati mereka adalah bagian dari ketaatan kita kepada Allah dan

RasulNya.

70 Muhammad Shalih al Utsaimin, Majmu' Fatawa Wa Rasail, hal. 147-148, juz 2.

Page 67: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

66

PENUTUP

Alhamdulillah yang denganNya terlaksana semua kebaikan. Penulis akan

sebutkan pada penutup makalah ini beberapa kesimpulan penting:

1. Wajibnya mendengar dan taat kepada penguasa yang sah.

2. Ketaatan kepada penguasa adalah ketaatan yang terikat dengan syari’at,

yaitu ketaatan dalam kebaikan bukan kemaksiatan dan kemungkaran.

3. Penguasa yang wajib didengar dan ditaati adalah penguasa muslim,

dengan tanpa melihat keshalihan dia atau bagaimana cara dia

mendapatkan kekuasaan tersebut.

4. Wajibnya berhukum dengan hukum Allah.

5. Demokrasi bukan dari ajaran Islam.

6. Penguasa di negara demokrasi adalah penguasa kita yang wajib

didengar dan ditaati dalam kebaikan, selama dia seorang muslim yang

mengakui bahwa hukum Allah yang lebih baik di setiap zaman dan

tempat.

Akhirnya, penulis berdoa semoga Allah memberikan taufiq kepada

penguasa kita dan para penguasa kaum muslimin di seluruh dunia untuk

berhukum dengan hukum Allah, dan menjadikan tulisan yang penuh kekurangan

ini ikhlash karena Allah, dan semoga bermanfaat bagi penulis dan orang-orang

yang Allah kehendaki.

وصلى هللا على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Al Madinah An Nabawiyyah

Ahad, 27 Jumadil Akhir 1438 H/ 26 Maret 2017 M

Abdullah Roy, Lc, M.A

Page 68: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

67

REFERENSI

1. Al ‘Adl fii Syarii’atil Islaam laa fii Ad Dimuuqaraathiyyah Al

Maz’uumah, Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad

2. Al Ahkaam As Sulthaaniyyah, Abu Ya’laa

3. Al Ahkaam As Sulthaaniyyah, Al Maawardi

4. Al Ihkaam fii Sabri Ahwaalil Hukkaam, wa maa Yusyra’u li ar

Ra’iyyati fiihaa minal Ahkaam, Syeikh Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili

5. Al Minhaaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Al Imam An Nawawi

6. Al Mu’jamul Kabiir, Ath Thabrani

7. Al Mufhim limaa Usykila min Talkhish Kitab Muslim, Al Qurthubi

8. Majmu Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syeikh Abdul Aziz bin

Baz

9. Majmu' Fatawa Wa Rasail Fadhilah Asy Syeikh Muhammad bin Shalih

Al ‘Utsaimin

10. Manaaqib Asy Syaafi’i, Al Baihaqi

11. Raudhatuththaalibiin, Imam An Nawawi

12. Shahih Al Bukhari

13. Shahih Muslim

14. Silsilah Al Ahaadiits Ash Shahiihah, Syeikh Al Albani

15. Sunan Abi Daawud

16. Sunan At Tirmidzi

17. Tafsir Ath Thabari

18. Tafsir Ibnu Katsir

19. Tuhfatul Habiib ‘alaa Syarhil Khathiib, Al Bujairami.

Page 69: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

68

PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA

PPMI RIYADH – ARAB SAUDI اتحاد الطلبة اإلندونيسيين بالمملكة العربية السعودية

FORUM MAHASISWA PASCASARJANA INDONESIA SE-ARAB SAUDI

ملتقى طالب الدراسات العليا اإلندونيسيين بجامعات المملكة العربية السعودية

MAKNA KETAATAN KEPADA ULIL AMRI DALAM

KONTEKS DEMOKRASI DI INDONESIA

مفهوم طاعة أولي األمر في ظل النظام الديمقراطي بإندونيسيا

BERIAN MUNTAQA FATKHURI, LC.

MAGISTER AQIDAH

QASSIM UNIVERSITY

RIYADH, 02 RAJAB 1438 H / 30 MARET 2017 M

Page 70: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

69

بسم هللا الرحمن الرحيم

PROLOG

Masyarakat yang tidak memiliki pemimpin ibarat ikan kecil yang hidup di

samudera, tidak ada perlindungan sehingga mudah menjadi santapan ikan besar.

Tujuan inti dari dibentuknya pemerintahan dalam Islam adalah merealisasikan

cita-cita untuk menjamin keamanan beragama dan terpenuhinya kesejahteraan

sosial, sehingga Al Mawardi menyebutkan: ”Al Imamah (pemerintahan) dibentuk

untuk menggantikan kenabian dalam menjaga agama dan mengatur kehidupan

dunia, dan hukum menegakkannya adalah wajib secara ijma’ (konsensus)”71.

Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Ibnu Khaldun yang berbunyi: ”Al Khilafah

(pemerintahan) adalah suatu sistem yang mampu memobilisasi seluruh rakyat,

agar memiliki orientasi syar’i dalam menggapai kepentingan akhirat dan dunia

yang akan kembali manfaatnya kepada mereka. Karena menurut syariat

kemaslahatan dunia harus ditimbang dengan kemaslahatan akhirat, dan pada

dasarnya pemerintahan adalah meneruskan tongkat estafet perjalanan pemilik

syariat dalam menjaga agama dan mengatur dunia dengan syariat tersebut”72.

Maka ditetapkanlah dua aturan negara sebagaimana disampaikan oleh Abu Bakar

Ath Tharthusyi: ”Ketika aku pelajari kisah umat terdahulu, bagaimana raja

terdahulu merancang aturan negara dan undang-undang yang mereka pegang

untuk menjaga agama, maka aku dapati aturan Negara itu dua jenis, yaitu (1)

ahkam (yang berkaitan dengan halal dan haram); dan (2) siyasat (aturan negara

secara umum)”73.

71 Al Mawardi, Al Ahkam as Sulthaniyah, hal. 15. 72 Ibn Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, hal. 239. 73 Abu Bakar Muhammad ath Tharthusyi, Sirajul Muluk, hal. 3.

Page 71: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

70

Pembangunan nasional sangat bergantung pada kestabilan politik elit

pemerintahan tingkat atas, sebagaimana bergantung pula pada tingkat ketaatan

rakyat terhadap agama (ketaatan religi) juga terhadap perundang-undangan dan

hukum yang berlaku (ketaatan politik). Kedua poros ini saling berkolaborasi dan

bersinergi untuk selalu menjaga suasana harmonis demi tercapainya cita-cita.

Perjalanan kehidupan masyarakat seperti ini pernah dianalogikan oleh Nabi

shallallahu alaihi wasallam dengan sekelompok manusia yang berlayar diatas

kapal laut: “Permisalan orang yang menegakkan hukum Allah dan yang terjatuh

ke dalam pelanggaran hukum Allah adalah seperti kaum yang berundi di atas

kapal, maka sebagian dari mereka mendapat bagian atas, dan sebagian yang lain

mendapat bagian bawah. Orang yang tinggal di bagian bawah jika mau

mengambil air, mereka melewati orang yang di atas mereka. maka mereka

berkata: “Seandainya kita melobangi bagian kita sehingga tidak mengganggu

orang yang di atas”. Maka jika orang yang di atas membiarkan mereka (yang di

bawah) melakukan apa yang mereka inginkan pastilah mereka semua akan

binasa, dan jika orang yang di atas mencegah tangan mereka maka mereka dan

semua orang akan selamat”74.

Ada beberapa Isu yang biasanya diangkat ketika membahas ketaatan kepada ulil

amri dalam kontek ke-Indonesia-an, diantaranya adalah (1) azaz tunggal

Pancasila; (2) penetapan awal dan akhir puasa dan penetapan idul adha; (3) makar

atau kudeta (coup d’eta); (4) penegakkan syariat Islam; dan (5) demonstrasi.

74 HR. Bukhari, no. 2493.

Page 72: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

71

SEJARAH RINGKAS KETAATAN POLITIK DI INDONESIA

Indonesia telah melalui beberapa zaman dalam interaksi “ketataan politik” antara

pemimpin dan rakyatnya, sedangkan Islam secara empirik telah tampil mendarah

daging menjadi bagian dasar filosofis, yuridis, sosiologis dan politis bangsa

Indonesia :

1. Zaman sebelum kedatangan agama Islam, yaitu zaman kerajaan Hindu

dan Budha.

2. Zaman setelah kedatangan agama Islam, dalam hal ini sebagian ahli

sejarah menyebutkan sejak abad pertama hijriah atau pada sekitar abad

ketujuh atau kedelapan masehi dengan munculnya pengaruh Islam baik

kepada para raja maupun rakyat, diikuti dengan berdirinya kerajaan Islam

pertama di tanah air pada abad ketiga belas yaitu kerajaan Samudera

Pasai yang terletak di Aceh Utara, dan kemudian disusul oleh beberapa

kerajaan Islam yang lain seperti Kesultanan Malaka, lalu di pulau Jawa

berdiri Kesultanan Banten, Demak, Mataram dan Cirebon, kemudian di

Sulawesi dan Maluku berdiri Kerajaan Gowa dan Kesultanan Ternate

serta Tidore. Kerajaan-kerajaan tersebut tentu saja kemudian menetapkan

hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku, dan kondisi terus

berlangsung hingga para pedagang Belanda datang ke kawasan nusantara.

3. Zaman penjajahan Belanda, tercatat telah terjadi upaya kompromi antara

masyarakat yang sudah berhukum dengan syariat dengan penjajah dan

upaya pembatasan penerapan hukum Islam hanya pada aspek-aspek

batiniah (spiritual) saja. Kemudian diberlakukan KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana) yang bersumber dari hukum kolonial Belanda,

yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Pengesahan

undang-undang ini dilakukan melalui staatsblad (sosialisasi) Tahun 1915

nomor 732 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Setelah

kemerdekaan, KUHP tetap diberlakukan disertai penyelarasan kondisi

Page 73: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

72

berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan. Hal ini

berdasarkan pada Ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945 yang

menyatakan bahwa: "Segala badan negara dan peraturan yang masih ada

langsung diberlakukan selama belum diadakan yang baru menurut

Undang-Undang Dasar ini".

4. Zaman pendudukan Jepang, diwarnai dengan janji Panglima Militer

Jepang untuk melindungi dan memajukan Islam sebagai agama mayoritas

penduduk pulau Jawa, mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama

Islam) yang dipimpin oleh bangsa Indonesia sendiri, menyetujui

berdirinya Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada bulan

oktober 1943, menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai pasukan cadangan

yang mendampingi berdirinya PETA, walaupun begitu perkembangan

penerapan hukum Islam pada zaman ini tidak terlalu signifikan.

5. Zaman Kemerdekaan (1945), diwarnai dengan berjalannya kontrol negara

oleh para tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. BPUPKI (Dokuritsu Zyunbi

Tyoosakai) sebagai komite yang bertugas untuk menyusun Undang-

Undang Dasar bagi negara Indonesia yang merdeka hanya memiliki 11

orang yang mewakili kelompok Islam dari total 62 anggota. Perdebatan

panjang tentang dasar negara di BPUPKI kemudian berakhir dengan

lahirnya Piagam Jakarta (22 juni 1945), kompromi paling penting ada

pada kalimat “Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban

menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, hingga kalimat ini

berakhir dengan tragis. Menurut Muhammad Yamin kalimat ini

menjadikan Indonesia merdeka bukan sebagai negara sekuler dan bukan

pula negara Islam. Meski demikian tampak nafas Islam dengan jelas pada

Undang-Undang Dasar 1945, di antaranya adalah:

a. Preambule Undang-Undang Dasar 1945 pada redaksi ”Atas berkat

rakhmat Allah Yang Maha Kuasa”, “Dengan berdasarkan kepada

Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Page 74: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

73

b. BAB XI, AGAMA, Pasal 29, yang berbunyi (1) Negara berdasar atas

Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk

beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Beberapa hal di atas seakan menunjukkan keterlibatan negara dalam urusan-

urusan keagamaan, sehingga “kelebihan” ini membuka peluang untuk

merumuskan hukum Islam dalam wujud peraturan dan undang-undang yang

sempat dimanfaatkan oleh wakil-wakil umat Islam saat mengajukan rancangan

undang-undang tentang Perkawinan Umat Islam pada tahun 1954, namun upaya

ini gagal akibat “hadangan” kaum nasionalis yang juga mengajukan rancangan

undang-undang Perkawinan Nasional.

6. Zaman Orde Lama dan Orde Baru, diwarnai dengan:

a. Lahirnya UU No.14/1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai

salah satu badan peradilan yang berinduk pada Mahkamah Agung.

Dengan UU ini, dengan sendirinya hukum Islam telah berlaku secara

langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri.

b. Pada 26 juli 1975 lahir MUI (Majlis Ulama Indonesia).

c. Tap MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4, kemudian ditegaskan dengan

UU No. 3 tahun 1985 pancasila sebagai asa tunggal untuk organisasi

kemasyarakatan.

d. Penegasan terhadap berlakunya hukum Islam semakin jelas ketika UU no.

14 Tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan.

7. Zaman Reformasi diwarnai dengan:

a. Tap MPR RI No. XVIIV/MPR/1998 tentang pencabutan Tap MPR

tentang P4.

b. Amandemen UUD 1945 Ke 2 18/7/2000, tentang hak asasi manusia

dalam kebebasan beragama dan menyampaikan pendapat, pasal 28E (1)

Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,

memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

Page 75: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

74

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali; (2) Setiap orang berhak atas

kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai

dengan hati nuraninya; (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Namun kebebasan ini dibatasi

oleh pasal 28J (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia

orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara; (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang

wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang

dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi

tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

c. Lahirnya Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan

Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan yang semakin membuka

peluang lahirnya aturan undang-undang yang berlandaskan hukum Islam.

d. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe

Aceh Darussalam tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Nomor 11 Tahun

2002.

Page 76: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

75

MAKNA KETAATAN KEPADA ULIL AMRI DAN PENERAPANNYA

DALAM KONTEKS DEMOKRASI DI INDONESIA

DALIL DAN ISTIDLAL

Islam dalam pengertian luas sebagai agama para Nabi sejak Nabi Adam hingga

Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam secara tekstual mewajibkan

ketaatan kepada para pemimpin75. Sangat banyak dalil dalam Al Qur’an, As

Sunnah dan ijma’ yang menyatakan kewajiban taat kepada pemimpin dan keluar

dari ketaatan mereka adalah baghy (pemberontakan) dan wajib diperangi, Allah

subhanahu wa ta’ala berfirman: ”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang

beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau

yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar

perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia

telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu

berlaku adil”76.

Ketika membahas ketaatan kepada pemimpin dan implementasinya dalam

pandangan Islam, maka akan langsung terbersit di benak kita ayat yang sangat

familiar dari surat An Nisa yang berbunyi:

﴿ياأيها الهذين آمنوا أطيعوا للاه سول وأولي األ مر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه وأطيعوا الره إلى للاه

واليوم الخر ذلك خير سول إن كنتم تؤمنون بالله أحسن تأويال﴾و والره

75 Di dalam perjanjian lama Ecclesiastes 8:2: “Patuhilah perintah raja demi sumpahmu kepada Allah”.

Larangan melaknat penguasa beriringan dengan larangan menghina Allah, dalam Keluaran 22:28: ”Janganlah

engkau mencela Allah dan janganlah engkau mengutuk pemimpin ditengah bangsamu”, bahkan larangan

mengutuk pemimpin tetap berlaku meskipun hanya dalam fikiran, Ecclesiastes 10:20 mengatakan: ”Dalam

pikiranpun janganlah engkau mengutuki raja”.

Adapun pada perjanjian baru, Al Masih memerintahkan ketaatan kepada Kaisar. Hal ini termaktub dalam Matius

22:17-21: ”Katakanlah kepada kami pendapatmu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada kaisar atau

tidak?; Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: ”Mengapa kamu mencobai aku, hai

orang-orang munafik?”; Tunjukkanlah kepadaku mata uang untuk pajak itu”, mereka membawa suatu dinar

kepadanya; Maka ia bertanya kepada mereka :”Gambar dan tulisan siapakah ini?”; Jawab mereka: ”Gambar dan

tulisan kaisar”, lalu kata Yesus kepada mereka: ”Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada

kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”. 76 QS. Al Hujurat: 9.

Page 77: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

76

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulul amri

di antara kalian. Kemudian jika kalian bersilang pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada

Allah dan hari akhirat. Hal itu lebih utama dan lebih baik akibatnya (bagi

kalian)”77.

Imam Ibnu Jarir ath Thabari menyebutkan sebuah riwayat dari dari As Suddi

berkaitan dengan asbab nuzul ayat ini yang menyatakan: ”Bahwa Rasulullah

shallallahu alaihi wasallam mengutus satu kompi pasukan yang dikomandani

oleh Khalid bin Walid, dan diantara pasukannya ada Ammar bin Yasir, mereka

menuju kaum yang dimaksud, setelah tiba dekat dengan kaum tersebut mereka

bermalam, mata-mata mengabarkan bahwa kaum tersebut telah melarikan diri

kecuali satu orang, dia perintahkan keluarganya untuk mengumpulkan barang dan

berjalan di kegelapan malam hingga sampai di tenda Khalid, dia cari Ammar bin

Yasir dan mendatanginya kemudian berkata: ”Wahai Abul Yaqdzan, aku telah

masuk Islam dan telah mengucapkan syahadatain, dan kaumku ketika mendengar

kedatangan kalian mereka melarikan diri, adapun aku akan tetap tinggal, apakah

keislamanku bermanfaat besok? jika tidak, maka aku akan lari juga”. Ammar

berkata: ”Bahkan bermanfaat bagimu, tinggallah!”, kemudian diapun tetap

tinggal. Keesokan harinya, ketika Khalid menyerbu, dia tidak menemukan

kecuali satu orang, kemudian dia tawan dan rampas hartanya, maka sampailah

info ini kepada Ammar, kemudian dia datangi Khalid, dan berkata:” Bebaskan

laki-laki itu karena dia sudah masuk Islam dan dalam suakaku”, Khalid menjawab

: ”Atas dasar apa engkau memberinya suaka?”, keduanya saling cela dan

mengangkat kasus ini kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian Nabi

melegalkan suaka Ammar namun melarang dia untuk memberi suaka tanpa izin

komandan… Kemudian Allah menurunkan ayat di atas”78.

77 QS. An Nisa’: 59. 78 Ibnu Jarir ath Thabari, Jami’ al Bayan fi Tafsir Ay al Quran, hal. 499, juz 4.

Page 78: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

77

Ayat di atas adalah dalil yang memerintahkan orang beriman untuk wajib taat

kepada perintah Allah dan perintah Rasul-Nya secara mutlak dan wajib taat

kepada ulul amri setelah mereka diperintah oleh Allah untuk berbuat adil pada

ayat sebelumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan

hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”79.

Adapun fokus pembahasan pada halaman-halaman berikut akan berkutat pada

segi istidlal dari 3 kata (taat, ulul amri dan diantara kalian) dari ayat an Nisa ayat

59 sebagai pintu masuk dalam penerapan ketaatan pada para pemimpin dalam

konteks demokrasi di Indonesia.

PERTAMA: MAKNA “TAATILAH”

Dalam Bahasa arab (الطاعة) adalah bentuk masdar dari kata ( طوع), dan thaa’, waw

dan ‘ain menunjukkan makna ishaab (ikut) dan inqiyaad (tunduk). Dalam kalimat

tha’ahu–yathuu’uhu bermakna jika tunduk dengannya dan mengikuti

perintahnya80. Dalam KBBI taat adalah senantiasa tunduk (kepada Tuhan,

pemerintah, dsb.

Makna ketaatan secara terminologi politik adalah موافقة األمر (menuruti kesesuaian

objek perintah), bukan موافقة اإلرادة (menuruti kesesuaian keinginan), ataupun

karena orang yang memerintah ,(menuruti orang yang memerintah) موافقة المر

suatu saat bisa terjatuh dalam kesalahan atau maksiat. Oleh karenanya dapat

dilihat, jika perintah tersebut sesuai syariat dan kemaslahatan maka perintah

tersebut dapat dilaksanakan, dan bila tidak maka perintah tersebut menjadi tidak

wajib dilaksanakan. Hal ini berbeda dengan ketaatan menurut terminologi agama,

karena berkait langsung dengan menuruti sumber perintah dalam hal ini Allah

dan RasulNya81.

79 QS. An Nisa: 58. 80 Ahmad ar Razi, Mu’jam Maqayis Lughoh, hal. 341, juz 13. 81 Hani al Mughallis, ath Tho’ah as Siyasiyah fil Fikr al Islami, hal. 163.

Page 79: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

78

Berangkat dari hal tersebut, muncul sebuah pertanyaan susulan yaitu apakah

ketaatan ulul amri dalam Islam ini bersifat mutlak? Ketaatan kepada ulil amri

secara ijma’ hukumnya fardlu ‘ain atas setiap warga, namun ketaatan ini berlaku

selama dalam perintahnya ulul amri memenuhi ketaatan kepada Allah dan Rasul-

Nya, dengan kalimat lain ketaatan kepada mereka selama masih dalam kategori

ma’ruf (baik menurut syariat). Ibnu Hajar al Asqalani berkata: “Ath Thiby

berkata: “Allah mengulangi kata kerja pada firmanNya –dalam surat an Nisa ayat

59-”Taatilah Allah dan taatilah rasul” sebagai petunjuk bahwa ketaatan kepada

Rasul berdiri sendiri, dan Allah tidak mengulanginya kepada ulul amri sebagai

isyarat bahwa ada di antara pemegang kekuasaan yang tidak wajib ditaati.

Kemudian dijelaskan dalam firmanNya ”Kemudian jika kalian bersilang

pendapat tentang sesuatu”, seakan-akan menyatakan bahwa jika mereka tidak

menegakkan kebenaran maka janganlah taati mereka dan kembalikan

permasalahan tersebut kepada hukum Allah dan Rasul-Nya”82.

Sebuah contoh konkret yang memperjelas makna ketaatan ini kita dapati dalam

sirah Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya. Imam Bukhari

meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengutus

pasukan, dan diangkatlah seseorang untuk memimpin mereka, kemudian dia

menyalakan api seraya berkata: “Masuklah kalian ke dalam api itu”, beberapa

orang hendak masuk ke dalamnya dan sebagian lain berkata: “Kita telah

melarikan diri dari api (neraka)”. Kemudian sampailah berita ini kepada

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata kepada orang yang akan

memasuki api: ”Jika kalian memasukinya kalian akan tetap tinggal di dalamnya

hingga hari kiamat”, sedangkan kepada yang lain beliau memuji dan berkata:

”Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah, ketaatan hanya dalam

kebaikan”83.

82 Ibnu Hajar al Asqalani, Fathul Bari, hal. 112, juz 13. 83 HR. Bukhari no. 6716.

Page 80: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

79

Hadits ini mengajarkan kepada kita sikap ideal manakala menghadapi pemimpin

yang berbuat dzalim dengan memberi perintah kemaksiatan, para sahabat tidak

memakzulkan komandannya, mencela atau sampai mengkafirkannya, namun

yang mereka lakukan adalah memberi nasihat (kritik) lembut dan tidak mentaati

perintah tersebut, dan Nabi shallallahu alaihi wasallam menyebutkan bahwa jika

seseorang mentaati pemimpin dalam kemaksiatan maka dia akan masuk kedalam

golongan pelaku maksiat, Allah berfirman: “Sesungguhnya perbuatan yang

semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan

kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti

mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”84.

Abu ja’far AthThabari berkata: ”Hadits yang berkaitan dengan ketaatan kepada

pemimpin jika tidak menyelisihi perintah Allah dan perintah Rasul-Nya, jika

terjadi penyelisihan terhadapnya maka tidak diperkenankan mentaati seseorang

dalam kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya, demikian mayoritas pendapat

salaf”85.

Sedangkan Ibnu Abdil Bar berkata: ”Ulama telah ijma’ bahwa tidak wajib

mentaati orang yang memerintahkan untuk berbuat mungkar, Allah Azza Wajalla

berfirman :”Dan saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan

ketakwaan, dan jangan saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”86.

KARAKTER KETAATAN POLITIK

Ketaatan politik yang ideal harus tumbuh secara alamiah bukan dengan paksaan

dan didasari atas 4 karakter, yaitu (1) harapan yang membangkitkan optimisme;

(2) takut yang mendorong untuk tidak menyelisihi; (3) cinta yang memotivasi

untuk memberi sumbangsih; dan (4) agama yang menuntut untuk taat87.

84 QS. Al An’am: 121. 85 Ibn Bathal, Fathul Bari Syarh Shohih al Bukhari, hal. 214, juz 8. 86 Yusuf Abdullah al Qurthuby, at Tamhid, hal. 277, juz 23. 87 Abu Bakar Muhammad ath Tharthusyi, Sirajul Muluk, hal. 59.

Page 81: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

80

DAMPAK KETAATAN POLITIK

Abu Bakar Ath Thurthusyi telah mempelajari faidah ketaatan politik dan berhasil

mengumpulkan sebanyak 30 faidah yang terangkum dalam perkataanya:

“Ketaatan kepada pemimpin menumbuhkan pengagungan kepada Allah,

menyatukan agama, membuat urusan kaum muslimin menjadi teratur, (menjadi)

tanda kesempurnaan agama, (dan) benteng keselamatan, (mengantarkan pada)

puncak kebahagiaan, jalan paling ideal, tali pegangan yang paling kuat, tegaknya

stabilitas umat, tegaknya As sunnah, tameng dari segala fitnah (cobaan),

keselamatan dari segala syubuhat (kerancuan), benteng perlindungan dan penjaga

dari musuh, tegaknya hukum hudud, terlaksananya kewajiban, terjaganya

pertumpahan darah, aman sentosa negeri, tempat bernaung warga, kemakmuran

negeri, petunjuk jalan, tempat kembali. Ketaatan adalah tali Allah yang kuat, dan

agama-Nya yang lurus, benteng-Nya yang aman, kecukupan-Nya yang

sempurna, orang yang keluar dari ketaatan maka dia terputus dari perlindungan,

tidak ada yang menanggung, (karena dia telah) mengganti kenikmatan dengan

kekufuran, menghancurkan tiang agama, keluar dari kehangatan taat menuju

rimba maksiat”88.

Dan sejarah mencatat banyak kegagalan dalam usaha makar, tindakan subversif

atau coup d’eta, baik di tanah air maupun di belahan dunia lain, yang ada hanya

munculnya konflik berkepanjangan dan pertumpahan darah. Berikut ini adalah

beberapa bukti bahwa masyarakat Indonesia belum siap untuk perubahan menuju

perbaikan dengan jalan kekerasan dan dalam tempo singkat:

1. Peristiwa 3 Juli 1946.

2. Pemberontakaan PKI di Madiun 1948.

3. Peristiwa17 Oktober 1952.

88 Ibid.

Page 82: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

81

4. Pemberontakan DI/TII 7 Agustus 1949, di Aceh 20 September 1953, di

Kalimantan Selatan pada Oktober 1950, di Sulawesi Selatan 7 Agustus

1953, dan Jawa Tengah 1950-1959.

5. Pemberontakan PRRI 15 Februari 1958.

6. Pemberontakan rakyak PERMESTA 17 Februari 1958.

7. G30S PKI/GESTAPU.

8. Pemberontakan GAM.

9. Pemberontakan APRA, RMS, OPM dan beberapa usaha lainnya.

KEDUA: MAKNA ULUL AMRI

Para mufassirun berbeda pandangan tentang makna ulul amri, namun perbedaan

ini masih mungkin untuk disatukan:

1. Ibnu Abbas dan Jabir radhiyallah ‘anhuma serta tabi’in Al Hasan, Adl

Dlahhak dan Mujahid berpendapat bahwa ulul amri adalah para

fuqaha dan ulama yang mengajarkan manusia jalan agama mereka,

dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya: “Dan apabila datang

kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,

mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya

kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang

yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari

mereka (Rasul dan Ulil Amri)”89.

2. Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu berkata bahwa ulul amri adalah

umara dan pemimpin90. Ketika Ibnu Hajar menguatkan (tarjih)

pendapat Al Bukhari dan Ath Thabari yang berpendapat bahwa makna

ulul amri adalah para pemimpin dan bukan para ulama, beliau berkata:

”Berkata Ibnu Uyainah: ”Aku bertanya kepada Zaid bin Aslam

tentang ayat itu, dan tidak ada di Madinah seorangpun yang

89 QS. An Nisa: 83. 90 Al Baghawi, Ma’lumat Tanzil fi Tafsir al Qur’an, hal. 650, juz 1.

Page 83: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

82

mentafsirkan Al Qur’an setelah Muhammad bin Ka’ab seperti dia”,

beliau berkata: ”Bacalah ayat sebelumnya, kamu akan mengetahui”,

kemudian aku membaca: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu

menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan

(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia

supaya kamu menetapkan dengan adil"91, beliau berkata ayat ini

ditujukan kepada para pemimpin”92.

Dalam Lisanul Arab, Ibn Mandzur berkata setelah menyebut perbedaan pendapat

dalam menentukan makna ulul amri: “Dan makna ulul amri dari kaum muslimin

secara umum adalah siapa saja yang mengatur urusan mereka dalam perkara

agama dan segala yang menunjang kesejahteraan mereka”93.

Dalam kaitannya dengan tafsir ulil amri pada ayat di atas, maka para mufassir

memberi kesimpulan yang terangkum sebagai berikut:

1. Ibnu Katsir menyatakan bahwa ulul amri pada ayat ini bersifat umum

pada semua yang memegang otoritas dari para pemimpin ataupun

ulama94.

2. Asy-Syaukani berkata bahwa ulul amri adalah para imam, sultan dan

hakim dan setiap yang memiliki kepemimpinan yang syar’i bukan

kepemimpinan thaghut95.

3. Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa mengatakan bahwa ulul amri

adalah mereka yang memiliki hak untuk memerintah manusia, baik yang

memegang perintah dan memiliki otoritas (ahlul yad wal qudrah)

maupun para ulama dan cendekia (ahlul ilmi wal kalam), oleh karenanya

91 QS. An Nisa: 58. 92 Ibnu Hajar al Asqalani, Fathul Bari, hal. 111, juz 13. 93 Ibn Mandzur, Lisanul Arab, hal. 27, juz 11. 94 Ibn Katsir, Tafsir al Quran al Adzim, hal. 245, juz 2. 95 Muhammad Ali asy Syaukani, Fathul Qadir, hal. 556, juz 1. Thaghut adalah setiap yang disembah, diikuti, dan

ditaati secara melampaui batas oleh hamba. Thaghut ada banyak dan pentolannya ada lima, yaitu (1) Iblis

la’natullah; (2) seseorang yang ridha disembah; (3) seseorang yang mengajak manusia agar menyembahnya; (4)

seseorang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib; dan (5) seseorang yang berhukum dengan selain hukum yang

Allah turunkan [Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqqi’in, hal. 50, juz 1.

Page 84: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

83

maka ulul amri adalah dua kelompok yaitu ulama dan umara’ yang

apabila mereka baik maka akan baik keadaan manusia, dan jika keadaan

mereka rusak maka rusak pula keadaan manusia96. Maka tidak

mengherankan jika para pemimpin di zaman sahabat adalah para ulama

dari kalangan mereka.

4. Muhammad Rasyid Ridla berpendapat bahwa ketaatan kepada ulul amri

adalah melaksanakan point yang telah disepakati oleh para ahlil hall wal

aqd dan pemegang perintah dari kalangan ulama dan pemimpin (ruasa’)

kita setelah musyawarah diantara mereka dalam permasalahan yang

bersifat ijtihad, untuk menentukan yang paling baik sehingga dapat

memperbaiki keadaan kita, namun jika terjadi silang pendapat dan

perselisihan maka wajib dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya dan

memutuskan hukum sesuai Al Kitab dan As Sunnah, dan dengan dalih

apapun kaum muslimin dilarang berlama-lamaan dalam perpecahan dan

perselisihan97.

5. Muhammad bin Umar Nawawi Al Jawi Al Bantani menyatakan bahwa

maksud dari ulul amri adalah semua ulama yang tergabung dalam ahlul

hall wal aqd serta para pemimpin yang haq adil, adapun pemimpin yang

dzalim maka mereka tidak berhak mendapat kewajiban taat98.

KETIGA: MAKNA “MINKUM” DALAM AYAT

Abu Bakar Jabir Al Jazairi berkata: “Pemegang kekuasaan adalah para umara’

dan ulama dari kaum muslimin”99.

Dalam hal ini mereka adalah yang disebut di permulaan khithab ayat ini yaitu

orang-orang yang beriman dan bukan yang lainnya.

96 Ibn Taimiyah, Majmu’ Fatawa, hal. 170, juz 18. 97 Muhammad Rasyid Ridho, Tafsir al Manar, hal.9, juz 3. 98 Nawawi al Bantani, Murah Labid li Kasyf Ma’nal Quran, hal. 99 Jabir Musa Abdul Qadir, Aysar at Tafasir li Kalam al ‘Aly al Qadir, hal. 496, juz 4.

Page 85: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

84

PENERAPAN KETAATAN POLITIK DALAM KONTEKS

DEMOKRASI

Pembahasan problematika penerapan ketaatan kepada ulul amri dalam konteks

demokrasi di Indonesia seringkali mandeg karena tersandung beberapa narasi

syariah (nushush syar’iyah) yang berkaitan dengan prinsip-prinsip agama,

seperti:

1. Al kufr al bawah (kekafiran yang jelas) yang mengeluarkan

seseorang dari Islam dan menjadikan ketaatan pemimpin jatuh,

untuk kemudian dapat dimakzulkan.

2. Kefasikan atau terjerumus dalam dosa besar yang menjadi

ideologi dasar al khawarij untuk mementahkan otoritas

penguasa.

Agar tidak terjadi blunder ketika mengambil sebuah hukum, maka masalah ini

hendaknya dipecahkan terlebih dahulu; apakah pemerintah otoritas Indonesia

layak disebut ulul amri dalam kontek syariat yang kemudian berimplikasi pada

keharusan untuk taat pada hal yang ma’ruf?

Sebagai catatan, jelas bahwa pemerintah Indonesia menyatakan dalam UUD

amandemen 1945 yang berbunyi: “BAB I, BENTUK DAN KEDAULATAN,

Pasal 1 (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik

(pemerintahan oleh rakyat); (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar; (3) Negara Indonesia adalah

negara hukum”.

Selain itu, Indonesia juga menganut sistem demokrasi dengan tiga pilar utama

(trias politica) yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif dan ekseminatif/inspektif. Hal

ini dijelaskan dalam UUD 1945 BAB II (MPR), III (kewenangan presiden dan

wakil presiden), VII (DPR, DPD), XI (KEKUASAAN KEHAKIMAN), DAN

VIIIA (BPK) yang secara tekstualis bertentangan dengan ayat-ayat tuntutan

Page 86: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

85

kewajiban menjadikan Allah sebagai sumber dari segala hukum, di antaranya

adalah:

1. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga

mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka

perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu

keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima

dengan sepenuhnya100.

2. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan

Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir... Barangsiapa

tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka

mereka itu adalah orang-orang yang zalim101.

3. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan

Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik102.

4. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah

yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang

yakin?103.

5. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang

sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik104.

6. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar

kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahui105.

7. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah

aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang

bertawakkal berserah diri106.

100 QS. An Nisa: 65. 101 QS. Al Maidah: 44-45. 102 QS. Al Maidah: 47. 103 QS. Al Maidah: 50. 104 QS. Al An’am: 57. 105 QS. Yusuf: 40. 106 QS. Yusuf: 67.

Page 87: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

86

Berdasar ayat-ayat di atas dan bermodal dengan kebobrokan sistem demokrasi

yang sangat banyak, maka lahirlah ideologi yang bukan saja menihilkan ketaatan

kepada pemerintah Indonesia, bahkan menjalar kepada takfirul hukkam

walmahkumin107.

Diceritakan dari Ubaidullah bin Abi Rafi’ maula Rasulullah shallallahu alaihi

wasallam bahwa Haruriyah ketika keluar, sedangkan dia bersama Ali bin Abi

thalib radhiyalla ‘anh mereka berkata: ”Tidak ada hukum kecuali kepunyaan

Allah”, Ali menjawab: “PERKATAAN YANG HAQ NAMUN MAKSUDNYA

BATIL”108.

Untuk menjawab polemik ini kita serahkan kepada para ulama yang rasikhin

untuk menjawab109, dan dengan berdasar pada beberapa nushush di atas maka

diambil kesimpulan berikut:

1. Kewajiban berhukum dengan hukum Allah dalam hal kecil maupun

besar.

2. Perbuatan orang kafir kufur akbar, fasiq fisq akbar (keluar dari

ketaatan) dan dzalim dzulm akbar yang mencakup keyakinan hati (Al

kufur Al I’tiqadi) menyebabkan keluar dari millah, semisal:

a. Membuat undang-undang dan mengajak manusia untuk berhukum

dengan selain hukum Allah atau berhukum dengan selain hukum

Allah tanpa batasan “berapa kali” dengan meyakini kehalalannya

(istihlal).

b. Meyakini bahwa hukum positif lebih baik atau lebih utama dari

hukum Allah (afdlaliyah).

c. Meyakini bahwa hukum positif sama kedudukannya dengan hukum

Allah (taswiyah).

107 Muhtasib asy Syam, Manhaj at Takfir, sumber http://islamsyria.com/portal/article/show/4721. 108 HR. Muslim no. 1066. 109 Fayid Auni al Rasyidi, Aqwal Ulama fi Hukm man Hakkam al Qawanin, sumber http://www.al-

sunan.org/vb/showthread.php?t=7005, di dalam tulisan tersebut terdapat fatwa yang berasal dari 21 ulama dan

juga cuplikan diskusi Ibnu Baz (Ad Dam’ah Al Baziyah) dengan beberapa murid beliau, lihat pula Hilm, Aqwal

Ulama Mu’tabarin fi Tahkim al Qawanin, sumber http://www.dd-sunnah.net/forum/showthread.php?t=91750.

Page 88: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

87

d. Meyakini bolehnya berhukum dengan hukum positif (takhyir).

e. Meyakini hukum Allah tidak relevan dengan zaman atau tempat

tertentu.

Namun jika seseorang meletakkan undang-undang atau berhukum dengan selain

hukum Allah dengan keyakinan bahwa hukum Allah mulia tiada banding, tapi

karena dorongan hawa nafsu, memenangkan teman, mengalahkan musuhnya,

terima suap, tekanan dari pihak luar dan semisalnya, maka dia terjatuh dalam

“dosa besar” karena berhukum dengan selain hukum Allah, dan terjatuh pada

kekafiran kufur asghar dan tidak mengeluarkannya dari millah hingga jelas

keluar dari isyarat yang menunjukkan salah satu dari 5 point di atas.

Terkait dengan pemerintah Indonesia maka kita tidak bisa gebyah uyah dengan

mengkafirkan seluruh elemen pemerintah tanpa pandang bulu, tanpa

memperhatikan tawaffur asy syurut wa imtina’ mawani’ takfir (terpenuhi syarat

dan hilangnya penghalang) apalagi dengan tanpa solusi, ibarat memancing di air

keruh atau yazidu fith thini ballah (menambah pelik masalah).

Page 89: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

88

JENIS PEMIMPIN DITINJAU DARI KETAATAN POLITIK

Ditinjau dari akibat dan implikasi yang akan timbul, maka pemegang

pemerintahan dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Pemimpin muslim yang adil, pemimpin model ini wajib ditaati pada

hal-hal yang ma’ruf, berhak mendapat dukungan, nasihat dan doa

kaum muslimin. Al Mawardi memberi tujuh syarat kepemimpinan,

yaitu: (1) kredibelitas; (2) Ilmu untuk berijtihad; (3) Sehat panca

indra; (4) sehat jasmani; (5) memiliki ide; (6) memiliki keberanian; (7)

Nasab quraisy. Adapun kementerian maka memenuhi semua syarat ini

kecuali nasab quraisy dan ditambah satu yaitu kecakapan dalam

bidangnya110.

2. Pemimpin muslim yang dzalim dan fasik, menghadapi model

pemimpin seperti ini kaum muslimin diwajibkan untuk sabar

terhadapnya dan taat kepada perintahnya yang ma’ruf dan secara ijma’

ulama haram mengadakan coup d’eta.

Al Nawawi ketika menjelaskan hadits shahih Muslim kitab Al Imarah, bab

kewajiban ketaatan pada umara, berkata: ”Adapun khuruj atas mereka dan

memerangi mereka maka haram dengan ijma’ kaum muslimin, meskipun mereka

fasik dan dzalim, sangat banyak hadits menunjukkan apa yang aku sampaikan,

dan ahlus sunnah telah ijma’ bahwa kepemimpinan tidak dimakzulkan dengan

sebab kefasikan”111.

Ibnu Hajar berkata: ”Ibnu Bathal berkata: “Dan hadits ini adalah hujjah untuk

tidak khuruj atas pemimpin walau dia dzalim, dan para fuqaha telah ijma’ tentang

kewajiban taat kepada pemimpin yang “berkuasa” dan jihad bersamanya,

ketaatan kepadanya lebih baik dibanding kudeta, karena dapat menekan

110 Al Mawardi, Al Ahkam As Sulthaniyah, hal. 19 dan 50. Imam An Nawawi berkata: ”Al Qadli berkata: “Ulama

telah ijma’ (konsesus) bahwa kepemimpinan tidak sah bagi orang kafir, dan jika terjatuh pada kekafiran juga

terlengserkan dengan sendirinya” (an Nawawi, Syarah Muslim, hal 229, juz 12). 111 An Nawawi, Syarah Muslim, hal. 229, juz 12.

Page 90: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

89

pertumpahan darah dan meredakan kekacauan, dalilnya adalah hadits ini dan

hadits lain yang semakna, tanpa ada alasan apapun kecuali jika pemimpin tersebut

terjatuh dalam kekafiran yang nyata”112.

Ketika Al Qur’an, Al Hadits dan perkataan ulama mengkabarkan kewajiban taat

kepada pemimpin dan berpegang teguh dengan jamaah tidak berarti ridla dengan

kesalahan pemerintah, tapi untuk menghindari kekacauan politik, di sinilah

diterapkan beberapa hadits tentang nasehat kepada para pemimpin, Rasulullah

bersabda: “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”.

Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya,

pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”113.

”Sebaik-baik jihad adalah menyatakan yang hak di depan pemimpin dzalim”114.

3. Pemimpin kafir, jika terpenuhi dua syarat maka wajib keluar dari

ketaatan kepada mereka, sedangkan syarat tersebut adalah:

a. Jika kekafirannya adalah kekafiran yang jelas menurut para ulama

yang terpercaya.

b. Adanya kemampuan atau kekuatan yang cukup untuk

menggulingkannya dan mengangkat pemimpin baru yang shalih

tanpa mendatangkan mafsadah yang lebih besar atau keburukan

yang lebih jelek.

Dalil sebagai pegangan dalam pembagian adalah hadits Nabi shallallahu

alaihiwasallam yang berbunyi: Dari Ubadah bin Ash Shamith berkata: ”Kita

baiat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mendengar dan taat di saat

semangat maupun benci, sulit ataupun lapang, meskipun kami terpaksa, dan kami

tidak akan mengusik kepemimpinan dari yang memegangnya, Beliau bersabda:

”Melainkan jika kalian melihat kekafiran yang jelas (kufr bawah), sedang kalian

memiliki bukti dihadapan Allah”115.

112 Ibn Hajar al Asqalani, Fathul Bari, hal. 9, juz 13. 113 HR. Muslim, no. 55 dan 95. 114 HR. Abu Daud, at Tirmidzi dan Ibn Majah, shahih li ghairih. 115 HR. Bukhari no. 7056 dan Muslim no. 1709.

Page 91: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

90

BENTUK KETAATAN KAUM MUSLIMIN KEPADA PEMERINTAH

INDONESIA

Secara umum penerapan ketaatan kepada pemerintah Indonesia direalisasikan

dalam kewajiban ketaatan kepada hukum116, menjalankan kewajiban sebagai

warga negara117 yang diberi kebebasan HAM dengan batasan tertentu118, dan di

antara tuntutan agama dalam hal ini adalah:

Pertama : Ketaatan dalam perkara ma’ruf sebagai tanda memenuhi perjanjian

yang diperintahkan Allah dalam ayat:

”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”119.

Kedua : Mendukung dan berpartisipasi dalam menggawangi program-

program positif pemerintah, sejalan dengan ayat:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”120.

Ketiga : Ikhlas dalam al hisbah (amar ma’ruf nahi munkar) memberi

masukan program-program positif dan ketika ada perkara mungkar yang

bersumber dari pemimpin maka wajib diingkari dengan at ta’rif (memberi

pemahaman) dan an nush (nasehat yang lembut)121.

116 Pasal 28 ayat 1: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. 117 Pasal 27 ayat 3: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”, Pasal 30

ayat 1: ”Tiap­tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”,

Pasal 28J ayat 1: ”Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. 118 Pasal 28 ayat 2: ”Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada

pembatasan yang ditetapkan dengan undang­undang dengan maksud semata­mata untuk menjamin pengakuan

serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan

pertimbangan moral, nilai­nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. 119 QS. Al Maidah: 1. 120 QS. Al Maidah: 2. 121 Al Ghazali, Ihya ulumuddin, hal. 318, juz 2. Amar ma’ruf nahi munkar memiliki lima tingkat, yaitu (1) at-

ta’rif (memberi pemahaman); (2) al wa’dz (nasehat dengan lembut); (3) Dengan bahasa keras; (4) larangan

dengan tindakan keras; dan (5) ancaman dan tindakan langsung ditempat. Sedangkan syarat bagi orang yang

akan melakukan al hisbah adalah (1) Mukallaf (sudah mencapai umur kewajiban beribadah); (2) Muslim; (3)

Memiliki kredibilitas; dan (4) Kemampuan (sumber

https://www.sahab.net/forums/index.php?app=forums&module=forums&controller=topic&id=126193).

Page 92: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

91

Kesalahan yang timbul dari penguasa adalah suatu keniscayaan bagi seorang

yang tidak ma’shum dari cela dan cacat, serta efek kecerobohannya menimbulkan

dampak luas, Rasulullah pun menghawatirkannya:

“Sungguh hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah tergelincirnya seorang

ulama, debatnya orang munafik dengan Al Qur’an dan para pemimpin yang

sesat”122.

Adapun beberapa atsar tentang nasehat kepada pemimpin terangkum dalam tiga

metode sebagai berikut:

1. Riwayat tentang memberi nasehat secara langsung, seperti ketika Ubadah

bin Shamit mengingkari Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang diabadikan

oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya no. 1587, dan sikap Abu Said

Al Khudri terhadap Marwan bin Al Hakam sebagaimana diceritakan oleh

Imam Bukhari dan dalam kitab shahihnya no. 956, pengingkaran Abu

Syuraih Khuwailid bin Amru Al Khuza’i terhadap Amru bin Said yang

merupakan gubernur Madinah untuk Yazid seperti diriwayatkan oleh

Imam Bukhari no. 104 dan Muslim no. 1354, dan nasehat Urwah bin

Zubair kepada Umar bin Abdul Aziz dan juga Abu Mas’ud Al Anshari

kepada Mughirah bin Syu’bah sebagaimana dikabarkan oleh Imam

Bukhari no. 522 dan Muslim no. 611, dan juga Aidz bin Amru kepada

Ubaidullah bin Ziyad dalam shahih Muslim no. 1830.

Dan jika diperhatikan, maka semua kasus ini berlaku ketika kemungkaran terjadi

secara langsung di depan mata, dan dengan nasehat lembut. Ibnu hajar

memberikan komentar: “Dalam hadits tersebut terdapat bukti pengingkaran para

ulama terhadap para umara jika melakukan perbuatan yang menyelisihi As

Sunnah”123.

122 HR. Thabrani no. 16701 dan Ad Darimi no. 674, maqthu’ shahih lighairih. 123 Ibn Hajar al Asqalani, Fathul Bari, hal. 450, juz 2.

Page 93: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

92

Beliau juga berkata: ”Dalam hadits juga dalil pengingkaran seorang alim terhadap

penguasa jika dia merubah aturan agama dan nasehat dalam kelembutan dan

bertingkat”124.

Di tempat lain, beliau berkata: ”Dalam hadits dalil agar berlemah lembut dalam

mengingkari perbuatan para umara yang dzlim, agar dapat lebih diterima”125.

2. Riwayat tentang memberi nasehat dengan cara empat mata, diantara

dalilnya adalah: “Dari Iyadl bin Ghanam berkata: “Rasulullah bersabda:

”Siapa yang hendak menasehati pemilik kekuasaan dalam satu kasus

maka hendaknya tidak menampakkannya di depan khalayak, tapi

hendaknya mengambil tangannya dan berbicara empat mata dengannya,

jika diterima maka itulah yang diharapkan dan jika tidak dia telah

menunaikan kewajibannya”126.

Dari Usamah bin Zaid berkata: ”Dikatakan kepada beliau: “Tidakkah engkau

menemui Utsman dan menasehatinya?”, beliau menjawab: “Apa kalian kira

setiap aku menasehatinya maka harus aku beritahu kalian?! Demi Allah aku telah

menasehatinya hanya diantara aku dan dengannya dan aku tidak suka membuka

permasalahan dan aku menjadi orang pertama yang mengadakannya”127.

Imam Nawawi menjelaskan: ”Yakni mengumumkan inkarul munkar terhadap

para pemimpin di depan khalayak sebagaimana yang dilakukan oleh pembunuh

Utsman”128.

Iyadl berkata: ”Maksud Usamah agar dia tidak membuka pintu mengumumkan

kritik di depan pemimpin, karena dikhawatirkan akibat buruk darinya, bahkan

bersikap lembut dan menasehatinya secara rahasia agar lebih bisa diterima”129.

3. Riwayat yang bersifat mutlak, seperti hadits “Afdlalul jihad” dan “Ad

Dinu An Nashihah”.

124 Ibid, hal. 45, juz 4. 125 Ibid, hal. 198, juz 1. 126 HR. Ahmad, shahih. 127 HR. Bukhari dan Muslim, dan lafadznya milik Muslim. 128 An Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hal. 118, juz 18. 129 Ibn Hajar al Asqalany, Fathul Bari, hal 52, juz 13.

Page 94: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

93

Keempat : Sabar terhadap tindak-tanduk pemerintah dalam artian menahan

lisan tanpa ghibah muharramah, juga menahan diri dari mencela, mengkritik

dengan cara tidak patut, menyebarkan aib, atau mendoakan keburukan baginya.

Kelima : Memanfaatkan peluang kemerdekaan berekspresi yang ada di

Indonesia guna memperkuat ke-Islam-an kaum muslimin, Allah berfirman:

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yg dikatakan kepada mereka: "Tahanlah

tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!".

Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka

(golongan munafik) takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya kepada

Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami,

mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau

tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu

lagi?". Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih

baik untuk orang-orang yg bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”130.

Keenam : Doa yang mustajab teruntuk para pemimpin. Diantara faedahnya

adalah:

1. Ketika seorang muslim berdoa untuk kebaikan pemimpinnya, pada

dasarnya dia sedang beribadah kepada Allah melalui doa tersebut, juga

merupakan bukti ketaatan kepada Allah, Rasul dan pemimpin. Nasiruddin

bin Al Munir berkata: ”Doa untuk pemimpin adalah kewajiban bentuk

ketaatan, disyariatkan bagaimanapun keadaannya”.

2. Sebagai bukti terlepasnya beban dan tanggung jawab, karena pada

dasarnya seorang muslim memiliki tanggung jawab untuk menasehati

pemimpin, Ahmad bin Hanbal berkata: ”Aku berdoa untuknya

(pemimpin) agar dilimpahi taufik, kelurusan dan kemenangan siang dan

malam, dan aku berpandangan bahwa hal tersebut wajib atasku”.

130 QS. An Nisa: 77.

Page 95: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

94

3. Termasuk tanda ahlus sunnah wal jamaah, Al Barbahari berkata: ”Jika

engkau lihat seseorang mendoakan kejelekan bagi pemimpin ketahuilah

bahwa dia pengikut hawa nafsu, dan jika engkau melihat seseorang

mendoakan kebaikan bagi pemimpin ketahilah bahwa dia adalah

pemegang as sunnah insya Allah”.

4. Manfaat doa akan kembali kepada masyarakat, Abu Bakar radhiyallah

‘anh berkata: ”Kemakmuran kalian akan langgeng selama para pemimpin

kalian istiqamah”.

Umar bin Al Khattab radhiyallah ‘anh juga berkata: ”Ketahuilah bahwa manusia

senantiasa dalam kebaikan, selama para pemimpin dan penunjuk jalan mereka

istiqamah”.

5. Para pemimpin akan senang jika mendengar bahwa rakyatnya

mendoakannya, sehingga dia akan berusaha semaksimal mungkin guna

kebaikan mereka dan mungkin dia juga akan mendoakan kebaikan untuk

rakyatnya.

Page 96: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

95

EPILOG

Akhirnya, rakyat harus sadar bahwa pemerintah sekarang bukanlah seperti

pemerintahan dahulu, sebagaimana pemimpin pun harus sadar bahwa rakyat

sekarang pun tidak sama dengan kualitas rakyat terdahulu. Ibarat sebuah kendi,

bagian bibir kendi tentu lebih bersih dari pada bagian bawah.

“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi

teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan”131.

Diriwayatkan dalam atsar: ”Sebagaimana keadaan kalian, demikian pula kualitas

pemimpin kalian”.

Wallahu a’lam bish showab, wa shallallah ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala

alih wa ashhabih ajma’in.

131 QS. Al An’am: 129.

Page 97: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

96

PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA

PPMI RIYADH – ARAB SAUDI اتحاد الطلبة اإلندونيسيين بالمملكة العربية السعودية

FORUM MAHASISWA PASCASARJANA INDONESIA SE-ARAB SAUDI

ملتقى طالب الدراسات العليا اإلندونيسيين بجامعات المملكة العربية السعودية

FIQIH IKHTILAF DAN I’TILAF DALAM TINJAUAN

MAQASHID SYARIAH

فقه االختالف واالئتالف في ميزان مقاصد الشريعة

EKO HARYANTO, LC., M.A.

KANDIDAT DOKTOR FIQIH

IMAM MUHAMMAD IBN SAUD ISLAMIC UNIVERSITY

RIYADH, 02 RAJAB 1438 H / 30 MARET 2017 M

Page 98: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

97

بسم هللا الرحمن الرحيم

MUQADDIMAH

ا ألهفت ألهف الحمد هلل أن ألف بين قلوب المؤمنين، ﴿لو أنفقت ما في األرض جميعا مه كنه للاه بين قلوبهم ول

سول 132بينهم﴾ ن األمن أو الخوف أذاعوا به ولو ردوه إلى الره وإلى . الحمد هلل القائل ﴿وإذا جاءهم أمر م

عليكم ورحمته التهبعتم الشهيطان إاله قليال﴾ أولي األمر منهم لعلمه الهذين يستنبطونه .133منهم ولوال فضل للاه

حم ر ة واحدة وال يزالون مختلفين * إاله من ره لك خ وقال تعالى ﴿ولو شاء ربك لجعل النهاس أمه لقهم بك ولذ

ت كلمة رب ك ألمألنه جهنهم من الجنهة والنهاس أجمعين﴾ 134وتمه

Seringkali kita dapatkan ketika ada seseorang yang mengoreksi sebuah

kesalahan dalam sebuah hukum syar’i atau memberikan nasehat untuk

meninggalkan sesuatu yang salah, mereka akan mengatakan “Sudahlah biarkan

saja, ini kan khilafiyah” atau “Jangan merasa benar sendiri lah, ini kan

khilafiyah”. Pernyataan-pernyataan tersebut biasanya diungkapkan oleh orang-

orang yang enggan menerima nasehat karena tidak bisa membantah karena tidak

cukup ilmu atau memang tidak mau menerima yang haq berdasarkan dalil yang

shahih dan rajih (kuat) serta ta’ashub (fanatik) terhadap pendapatnya atau

pendapat kelompoknya.

132 QS. Al Anfal: 63. 133 QS. An Nisa: 83. 134 QS. Hud: 118-119.

Page 99: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

98

HAKIKAT PERBEDAAN (KHILAF)

Khilaf dan Ikhtilaf secara bahasa berarti perbedaan, perselisihan,

kontroversi, dan kontradiksi serta tidak sepakat dalam suatu masalah atau yang

lainnya. Fairuz Abadi mengatakan: “Ihktilaf maksudnya adalah masing-masing

mengambil jalan selain jalan temannya baik dalam kondisi maupun perbuatan”135.

Secara umum, khilaf berarti perbedaan pendapat di antara para ulama

dalam berbagai permasalahan, baik permasalahan agama maupun permasalahan

lainnya.

Dalam fiqih Islam, khilaf (disebut juga ikhtilaf) adalah perbedaan pendapat

ulama mengenai masalah-masalah fiqih yang tidak tidak disepakati oleh para

ulama yang mu’tabar136. Perbedaan itu melahirkan mazhab-mazhab fiqih, seperti

mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali dan azh-Zhahiri. Perbedaan pendapat

itu pun bahkan terjadi juga dalam satu mazhab.

Dalam studi hukum Islam, khilaf atau ikhtilaf telah berkembang menjadi

ilmu tersendiri yaitu ilmu al-khilaf (ilmu perbedaan pendapat fiqih). Ilmu al-

khilaf adalah ilmu tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan ijtihad.

Ilmu khilaf ini disebut juga al-fiqh al-muqaran (fiqih perbandingan)137.

Para ulama bersepakat bahwa perbedaan pendapat dalam hal ijtihad itu

diperbolehkan, sejauh tidak menyebabkan terjadinya perpecahan dan rusaknya

persaudaraan Islam. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shalallahu ‘alihi

wasallam:

كم فاجتهد ثم قال : قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: إذا حكم الحاعن عمرو بن العاص رضي هللا عنه

.أصاب فله أجران، وإذا حكم فاجتهد ثم أخطأ فله أجر

135 Fairuz Abadi, Bashair Dzawi at Tamyiz, hal. 562, juz 2. 136 Mu’jam Lughotul Fuqaha, hal. 198. 137 Lihat pembahasan yang bagus tentang kaidah ini dalam Kitab Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam

karya Ibnu Hazm pada juz 5, dan juga Kitab Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi karya Ibnu

Abdil Barr pada Bab Dzikri Ad-Dalil fi Aqwal As-Salaf ‘ala Anna Al-Ikhtilaf Khatha’ wa

Shawab.

Page 100: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

99

“Dari ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shalallahu ‘alihi wasallam

bersabda: “Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu perkara

dan hasil ijtihadnya itu benar, maka dia mendapat dua pahala, dan apabila hasil

ijtihadnya salah, maka dia mendapat satu pahala”138.

Hadits ini menjelaskan bahwa dalam berijtihad seseorang bisa benar bisa

salah, tetapi orang yang salah pun tetap mendapat pahala atas ijtihad yang

dilakukannya.

Sebenarnya, perbedaan seperti ini ditemukan pula di kalangan para sahabat

ketika Rasulullah shalallahu ‘alihi wasallam masih hidup, di kalangan tabi`in

dan juga pada masa generasi-generasi selanjutnya.

Khilaf dalam hukum Allah bisa dilihat dari dua sisi, yaitu hukum syar’i dan

hukum qadari (takdir), artinya bisa dibedakan antara kehendak Allah dalam

agama dan syariatnya dan takdir akan terjadinya perselisihan pada umat ini. Dan

dari kedua hal diatas bisa kita simpulkan bahwa khilaf dalam islam ada tiga

macam:

1. Bahwa khilaf adalah sesuatu yang telah ditakdirkan Allah dan dikehendaki

dan pasti itu akan terjadi.

2. Khilaf dan perselisihan adalah sesuatu yang buruk yang dibenci Allah

maka kita harus berusaha menjauhi dan meminimalisirnya.

3. Khilaf yang terjadi di kalangan sahabat dan para imam adalah datang

dengan tidak disengaja namun terjadi karena perbedaan pandangan dan

ijtihad dalam mengambil kesimpulan hukum dari al qur’an maupun

sunnah.

Lalu, apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi masalah khilafiyah?

Banyak sekali firman Allah ta’ala dan sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi

wa sallam yang memerintahkan kita untuk berhukum dengan Qur’an dan Sunnah

ketika terjadi perselisihan. Allah Ta’ala berfirman:

138 HR. Bukhari dan Muslim.

Page 101: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

100

سول إن كنتم والره واليوم الخر ذلك خير و ت فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى للاه أحسن تأويال.ؤمنون بالله

“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada

Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada

Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya”139.

) الشورى وما اختلفتم فيه من شيء ( 10الية : -فحكمه إلى للاه

“Tentang sesuatu yang kalian perselisihkan maka kembalikan putusannya kepada

Allah”140.

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

اش فعليكم فإنهه من يعش منكم بعدي فسيرى اختالفا كثيرا، دين، تمسهكوا بسنهتي وسنهة الخلفاء المهدي ين الره

.بها وعضوا عليها بالنهواجذ

“Sesungguhnya sepeninggalku akan terjadi banyak perselisihan, maka hendaklah

kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin. Peganglah ia

erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham kalian”141.

Hadits ini juga memberi faidah bahwa Qur’an dan Sunnah dipahami

dengan pemahaman para salaf. Selain itu, Rasulullah bersabda:

لنار إال ملة أمتي على ثالث وسبعين ملة كلهم في اإن بني إسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة، وتفترق

.واحدة، قال من هي يا رسول هللا؟ قال: ما أنا عليه وأصحابي

“Bani Israil akan berpecah menjadi 74 golongan, dan umatku akan berpecah

menjadi 73 golongan. Semuanya di nereka, kecuali satu golongan”. Para sahabat

bertanya: “Siapakah yang satu golongan itu, ya Rasulullah?”. Beliau menjawab:

“Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku”142.

Jelas sekali bahwa jika ada perselisihan maka solusinya adalah kembali

kepada dalil, dan tentunya dipahami dengan pehamaman generasi terbaik umat

Islam yaitu sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Maka tidak tepat sebagian

orang yang jika ada perselisihan selalu menuntut toleransi terhadap semua

pendapat, seolah semua pendapat itu benar semua dan semuanya halal, hanya

dengan dalih ‘ini kan khilafiyyah‘.

139 QS. An Nisa: 59. 140 QS. Asy Syuara: 10. 141 HR. Abu Daud no. 4607 dan Ibn Majah 42, shahih menurut al Albani. 142 HR. Tirmidzi no. 2641, al Iraqi dalam takhrij al Ihya’ mengatakan bahwa semua sanad

hadits ini jayyid.

Page 102: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

101

PENDAPAT ULAMA BUKAN DALIL

Imam Abu Hanifah berkata: “Tidak halal bagi siapapun mengambil

pendapat kami, selama ia tidak tahu darimana kami mengambilnya (dalilnya)”143.

Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Jangan taqlid kepada pendapatku, juga

pendapat Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i maupun Ats Tsauri. Ambilah darimana

mereka mengambil (dalil)”144.

Para ulama bukan manusia ma’shum yang selalu benar dan tidak pernah

terjatuh dalam kesalahan. Terkadang masing-masing dari mereka berpendapat

dengan pendapat yang salah karena bertentangan dengan dalil. Mereka kadang

tergelincir dalam kesalahan.

Imam Malik berkata: “Saya ini hanya seorang manusia, kadang salah dan

kadang benar. Cermatilah pendapatku, tiap yang sesuai dengan Qur’an dan

Sunnah, ambillah. Dan tiap yang tidak sesuai dengan Qur’an dan Sunnah,

tinggalkanlah”145.

Orang yang hatinya berpenyakit akan mencari-cari pendapat salah dan

aneh dari para ulama demi mengikuti nafsunya menghalalkan yang haram dan

mengharamkan yang halal.

Sulaiman At Taimi berkata: “Andai engkau mengambil pendapat yang

mudah-mudah saja dari para ulama, atau mengambil setiap ketergelinciran dari

pendapat para ulama, pasti akan terkumpul padamu seluruh keburukan”146.

Kapan Khilafiyyah Ditoleransi? Syaikh Musthafa Al Adawi hafizhahullah

berkata:

143 Lihat Ibnu ‘Abdil Barr, Al Intiqa, hal. 145, dan Hasyiah Ibnu ‘Abidin, hal. 293, juz 6, dinukil

dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, hal. 24. 144 Ibnul Qayyim, Al I’lam, hal. 302, juz 2, dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, hal. 32. 145 Lihat Ibnu ‘Abdil Barr, Al Jami, hal. 32, juz 2, dan Ibnu Hazm, Ushul Al Ahkam, hal. 149,

juz 6, dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, hal. 27. 146 Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya, no. 3172.

Page 103: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

102

“Ada banyak permasalahan yang para ulama berlapang dada dalam menyikapi

perselisihan di dalamnya, karena ada beberapa pendapat ulama di sana. Setiap

pendapat bersandar pada dalil yang shahih atau pada kaidah asal yang umum, atau

kepada qiyas jaliy. Maka dalam permasalahan yang seperti ini, tidak boleh kita

menganggap orang yang berpegang pada pendapat lain sebagai musuh, tidak

boleh menggelarinya sebagai ahli bid’ah, atau menuduhnya berbuat bid’ah, sesat

dan menyimpang. Bahkan selayaknya kita mentoleransi setiap pendapat selama

bersandar pada dalil shahih, walaupun kita menganggap pendapat yang kita

pegang itu lebih tepat”147.

Sedangkan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah berkata: “Ucapan sebagian orang

bahwa masalah khilafiyah itu tidak boleh diingkari, tidaklah benar. Dan

pengingkaran biasanya ditujukan kepada pendapat, fatwa, atau perbuatan. Dalam

pengingkaran pendapat, jika suatu pendapat menyelisihi sunnah atau ijma’ yang

telah dikenal kebenaran nukilannya, maka pendapat tersebut wajib untuk

diingkari menurut kesepakatan para ulama. Meskipun tidak secara langsung

pengingkarannya, menjelaskan lemahnya pendapat tersebut dan penjelasan

bahwa pendapat tersebut bertentangan dengan dalil, ini juga merupakan bentuk

pengingkaran. Sedangkan pengingkaran perbuatan, jika perbuatan tersebut

menyelisihi sunnah atau ijma’ maka wajib diingkari sesuai dengan kadarnya”.

“Bagaimana mungkin seorang ahli fiqih mengatakan bahwa tidak boleh

ada pengingkaran pada masalah khilafiyyah, padahal ulama dari semua golongan

telah sepakat menyatakan secara tegas bahwa keputusan hakim jika menyelisihi

Al-Qur`an atau As-Sunnah menjadi batal. Walaupun keputusan tadi telah sesuai

dengan pendapat sebagian ulama. Sedangkan jika dalam suatu permasalahan

tidak ada dalil tegas dari As-Sunnah atau ijma’ dan memang ada ruang bagi ulama

untuk berijtihad dalam masalah ini, maka orang yang mengamalkannya tidak

boleh diingkari. Baik dia seorang mujtahid maupun muqallid”148.

147 Mushthafa al Adawi, Mafatih al Fiqh, hal. 100. 148 Ibn Qayyim al Jauziyah, I’lamul Muwaqi’in, hal. 224, juz 3.

Page 104: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

103

SEBAB-SEBAB TERJADINYA IKHTILAF

Dalam sejarah perkembangan hukum islam, perbedaan pendapat mengenai

penetapan hukum beberapa masalah hukum, telah terjadi di kalangan para sahabat

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau masih hidup. Tetapi perbedaan

pendapat itu segera dapat dipertemukan dengan mengembalikannya kepada

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.

Setelah beliau wafat, maka sering timbul di kalangan sahabat perbedaan

pendapat dalam menetapkan hukum terhadap masalah (kasus) tertentu, misalnya

Abu Bakar tidak memberikan warisan kepada para saudara si mayat, karena

kakek dia jadikan seperti ayah, dimana nash menyatakan, bahwa ayah meng-

hijab (menghalagi) kewarisan para saudara. Sedangkan Umar bin Khathtab

memberikan warisan dari si mayat kepada para saudara tersebut, karena kakek

termasuk dalam kata-kata ayah yang dinyatakan dalam nash.

Perbedaan pendapat dikalangan Shahabat Nabi itu, tidak banyak

jumlahnya, karena masalah yang terjadi pada masa itu tidak sebanyak yang

timbul pada generasi berikutnya. Disamping itu, perbedaan pendapat yang terjadi

dikalangan sahabat dan tabi’in (setelah masa sahabat) serta para ulama

mujtahidin tidak menyentuh masalah yang tergolong sebagai dasar-dasar agama

yang termasuk ما علم من الدين باالضرورة (yang telah diketahui dalam agama tanpa

perlu dalil) dan hal-hal yang telah dikonsensus (ijma’) serta ditunjukan oleh nash-

nash yang qath’i.

Terjadinya perbedaan pendapat dalam menetapkan hukum Islam, di

samping disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat manusiawi, juga oleh faktor

lain karena adanya segi-segi khusus yang bertalian dengan agama. Faktor

penyebab itu mengalami perkembangan sepanjang pertumbuhan hukum pada

generasi berikutnya. Makin lama makin berkembang sepanjag sejarah hukum

Islam, sehingga kadang-kadang menimbulkan pertentangan keras, utamanya di

kalangan orang-orang awam. Tetapi pada masa kemajuan ilmu pengetahuan dan

Page 105: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

104

teknologi sekarang ini, masalah khilafiyah tidak begitu dipersoalkan lagi, apabila

ikhtilaf ini hanya dalam masalah furu’iyyah yang terjadi karena perbedaan dalam

berijtihad.

Setiap mujtahid berusaha keras mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk

menemukan hukum Allah dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang

memerlukan penjelasan dan penegasan hukumnya. Dasar dan sumber

pengambilan mereka yang pokok adalah sama, yaitu al-Qur’an dan sunnah. Akan

tetapi terkadang hasil temuan mereka berbeda satu sama lain dan masing-masing

beramal sesuai denga hasil ijtihadnya, yang menurut dugaan kuatnya adalah benar

dan tepat.

Syekh Muhammad al-Madany dalam bukunya Asbab ikhtilaf al-Fuqaha

membagi sebab-sebab ikhtilaf itu kepada empat macam yaitu:

1. Pemahaman Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

Seperti dimaklumi, sumber utama Syari’at Islam adalah al-Qur’an dan sunnah

Rasul dan keduanya berbahasa Arab. Di antara kata-kata yang terdapat di

dalamnya ada yang mempunyai arti lebih dari satu (musytarak). Selain itu dalam

ungkapannya terdapat kata ‘am (umum) tetapi yang dimaksudkanya “khusus”,

ada juga perbedaan tinjauan dari segi lughawi (bahasa), ‘urfi, serta dari segi

mantuq dan mafhum-nya.

Berikut ini dikemukakan dua contoh mengenai kata musytarak dalam nash al-

Qur’an yang menimbulkan ikhtilaf tersebut. Allah berfirman:

يضة فنصف ما فرضتم إاله أن يعفون أو يعفوا ٱلهذى وإن طلهقتموهنه من قبل أن تمسوهنه وقد فرضتم لهنه فر

بما تعملون بصير بيدهۦ عقدة ٱلن كاح وأن تعفوا أقرب للتهقوى وال تنسوا ٱلفضل بينكم إنه ٱلله

"Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan

mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka

bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-

isterimu itu mema’afkan atau dima’afkan oleh orang yang memegang ikatan

nikah dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu

Page 106: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

105

melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala

apa yang kamu kerjakan"149.

Kata الذي بيده عقدة النكاح dapat diartikan wali nikah dan dapat pula diartikan

suami. Kalau kata يعفو diartikan يسقطه, lebih sesuai kalau yang dimaksud dengan

itu adalah wali, yaitu sebagai wali yang membebaskan kepada الذي بيده عقدة النكاح

suami dari keharusan membayar mahar yang separuhnya lagi yang merupakan

hak anaknya, artinya dibebaskan. Tetapi kalau kata يعفو diartikan dengan يهب

maka sesuailah kalau yang dimaksud dengan الذي بيده عقدة النكاح itu adalah suami,

karena suami dalam kasus perceraian seperti itu hanya diwajibkan membayar

separuh dari mahar yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan ia membayar

mahar penuh. Dan jika suami itu membayar mahar penuh, berarti ia (suami)

menghibahkan haknya yang separuhnya lagi kepada istrinya.

2. Sebab-sebab Khusus Mengenai Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi

wasallam.

Sebab khusus mengenai sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang

menonjol antara lain:

a. Perbedaan dalam Penerimaan Hadits.

Seperti dimaklumi, para sahabat yang menerima dan menyampaikan

(meriwayatkan) hadits, kesempatannya tidak sama. Ada yang banyak menghadiri

majlis rasul, tentunya mereka inilah yang banya menerima hadits sekaligus

meriwayatkannya. Tetapi banyak pula diantara mereka yang sibuk dengan

urusan-urusan pribadinya, sehingga jarang menghadiri majlis rasul, padahal

biasanya dalam majlis itulah rasul menjelaskan masalah-masalah yang

ditanyakan atau menjelaskan hukum sesuatu.

b. Perbedaan dalam Menilai Periwayatan Hadits.

Adakalanya sebagian ulama memandang periwayatan suatu hadits shahih

sedangkan menurut ulama yang lain tidak, misalnya karena tidak memenuhi

149 QS. Al Baqarah: 237.

Page 107: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

106

semua persyaratan yang telah mereka tentukan. Penilaian ini meliputi segi sanad,

maupun matan-nya.

Contoh dari segi sanad, adalah seperti hadits yang dijadikan dasar oleh Imam

Syafi’i tentang wajibnya membaca al-fatihah bagi ma’mum dalam shalat:

ا انصرف عن عبادة بن صامت قال: صلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الصبح فثقلت عليه القراءة فلم

بأم القرآن فإنه ال صالة قال: إني أراكم تقرؤون وراء إمامكم. قال: قلنا يا رسول هللا، وهللا، قال: ال تفعلوا إال

يقرأ بها.لمن لم

“Dari Ubadah bin Shamit, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi

wasallam sholat subuh yang agak panjang bacaannya, maka setelah selesai shalat

Rasulullah berkata: ’’Aku memperhatikan kalian membaca dibelakang imam’’,

kami menjawab: ‘’Ya rasul, demi Allah memang kami baca”, Rasulullah berkata:

‘’Janganlah kamu membaca, kecuali ummul Qur’an (al-fatihah) karena

sesungguhnya tidak sah sholat seseorang yang tidak membaca”150

Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali dalam kitabnya al-Mughni

menyatakan bahwa hadits Ubadah ini tidak ada yang meriwayatkan kecuali Ibnu

Ishaq dan Naf’i bin Mahmud bin al-Rabi. Sedangkan Ibnu Ishaq adalah mudallis,

dan Naf’i lebih rendah lagi (lebih buruk lagi) keadaanya dari Ibnu Ishaq.

c. Perbedaan Mengenai Qawa’id Ushuliyyah dan Qawa’id Fiqhiyyah

Sebab-sebab perbedaan pendapat yang berkaitan dengan kaidah-kaidah ushul di

antaranya adalah mengenai istitsna’ (pengecualian); yakni apakah istitsna yang

terdapat setelah beberapa kata atau kalimat yang di athaf-kan satu sama lainnya

dikembalikan kepada semuanya ataukah kepada kata dan kalimat yang terakhir

saja.

Jumhur fuqaha berpendapat bahwa istitsna itu kembali kepada

keseluruhannya. Sedangkan menurut Abu Hanifah, istitsna itu hanya kembali

kepada jumlah terakhirnya saja.

150 HR. Abu Daud.

Page 108: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

107

Perbedaan kaidah ini jelas sekali pengaruhnya dalam menafsirkan firman

Allah SWT, di antaranya yaitu:

ت ثمه لم يأتوا بأربعة شهداء فٱج نين جلدة وال تقبلوا لهم شه وٱلهذين يرمون ٱلمحصن أبدا وأولدوهم ثم ئك دة ل

سقون هم ٱلف

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)

dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang

menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian

mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik”151.

Dari ayat di atas, dapat disimpulkan, bahwa hukuman bagi orang yang

menuduh zina tanpa membuktikan dengan empat orang saksi adalah sebagai

berikut:

a. Di dera delapan puluh kali.

b. Dicabut haknya untuk menjadi saksi apapun.

c. Orang itu dinyatakan fasik.

Kemudian datang istitsna (pengecualian) bagi orang-orang yang bertaubat,

yaitu pada ayat berikutnya:

غفور ره لك وأصلحوا فإنه ٱلله حيم إاله ٱلهذين تابوا من بعد ذ

“Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya),

Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”152.

Bagi kalangan yang berpendapat bahwa istitsna (pengecualian) itu kembali

kepada jumlah yang terakhir saja, maka mereka berpendapat bila orang yang

menuduh zina itu telah bertaubat, maka dia tidak lagi dinyatakan fasik namun

tetap harus dikenakan dera serta belum bisa dijadikan saksi. Adapun pendapat

kedua, yang menyatakan bahwa istitsna kembali kepada semuanya, maka orang

yang sedang bertaubat itu tidak lagi dinyatakan fasik dan juga dikembalikan

151 QS. An Nur: 4. 152 QS. An Nur: 5.

Page 109: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

108

haknya untuk menjadi saksi, namun masih tetap dihukum dera, karena hukuman

dera ini menyangkut hak manusia yang tidak bisa digugurkan dengan taubat.

Adapun sebab-sebab perbedaan pendapat (ikhtilaf) yang berkaitan dengan

kaidah-kaidah fiqhiyyah contohnya antara lain sebagai berikut:

Mazhab Syafi’i menggunakan kaidah:

األصل في األشياء اإلباحة حتى يدل الدليل على التحريم

“Hukum yang terkuat dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat dalil

yang mengharamkannya”.

Sedangkan menurut kaidah dalam mazhab Hanafi adalah:

األصل في األشياء التحريم حتى يدل الدليل على اإلباحة

“Hukum yang terkuat dari segala sesuatu adalah haram, sehingga ada dalil yang

menunjukan kebolehannya”.

Jadi menurut mazhab Syafi’i, asal hukum sesuatu adalah boleh

mengerjakannya

sampai ada dalil yang mengharamkannya. Hal ini berdasarkan firman

Allah SWT:

ا في األرض جميعا هو الهذي خلق لكم مه

Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk

kamu”153.

Dan Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:

هو حرام وما فعن أبي الدرداء قال: قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم: ما أحل هللا فهو حالل وما حرم

سكت عنه فهو عفو فاقبوا من هللا عافيته فإن هللا لم يكن ينسى شيئا

“Apa yang telah dihalalkan oleh Allah adalah halal dan apa yang telah

diharamkan Allah adalah haram serta apa yang didiamkan oleh Allah adalah

dimaafka maka terimalah kemaafan dari Allah itu, sesungguhya Allah tidak akan

lupa pada sesuatu”154.

153 QS. Al Baqarah: 29. 154 HR. At Thabrani dan al Bazzar.

Page 110: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

109

Sedangkan mazhab Hanafi berpendapat bahwa asal hukum sesuatu adalah

haram sampai ada dalil yang membolehkanya. Hal seperti ini dapat menimbulkan

perbedaan dalam menetapkan hukum.

d. Perbedaan Penggunaan Dalil di luar al-Qur’an.

Ulama terkadang berbeda pendapat pula mengenai fiqh disebabkan perbedaan

penggunan dalil di luar al-Qur’an dan sunnah, seperti amal Ahli Madinah

dijadikan dasar fiqh oleh Imam Malik tidak dijdikan dasar oleh para imam yang

lainnya. Begitu pula perbedaan dalam penggunaan Ijma, Qiyas, Mashlahah

Mursalah, Istihsan, Sad al—Dzari’ah, Istishab, Urf dan sebagainya, yang oleh

sebagian ulama dijadikan dasar, sedang sebagian ulama lain tidak menjadikan

dasar dalam mengistinbatkan hukum, sekalipun sebenarnya perbedaan itu

hanyalah dalam tingkat penggunaan saja.

Page 111: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

110

HIKMAH ADANYA IKHTILAF DAN IMPLIKASINYA DALAM

KEHIDUPAN MASYARAKAT

Khilafiyah dalam hukum Islam adalah merupakan khazanah. Bagi orang

yang kurang memahami watak kitab-kitab fiqh yang banyak memuat masalah-

masalah hukum yang diperselisihkan, sering beranggapan bahwa fiqh itu sebagai

pendapat pribadi yang ditrasfer ke dalam agama. Padahal jika mereka mau

mengkaji secara mendalam, pasti mereka menemukan bahwa ketentuan hukum

islam itu bersumber dari kitabullah dan Sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi

wasallam.

Ikhtilaf yang mengikuti ketentuan-ketentuan akan memberikan manfaat,

jika didasarkan pada beberapa hal berikut ini:

a. Niatnya jujur dan menyadari akan tanggung jawab bersama. Ini bisa dijadikan

salah satu dalil dari sekian banyak model dalil.

b. Ikhtilaf itu digunakan untuk mengasah otak dan untuk memperluas cakrawala

berpikir.

c. Memberikan kesempatan berbicara kepada lawan bicara atau pihak lain yang

berbeda pendapat dan bermuamalah dengan manusia lainnya yang menyangkut

kehidupan di seputar mereka.

Faedah dan manfaat dari ikhtilaf dapat diperoleh bila dalam berikhtilaf itu

berpijak pada ketentuan dan adab yang terkandung di dalamnya. Namun jika

ketentuan dan batasan itu dilanggar, maka sudah pasti akan menimbulkan

perpecahan. Hal ini akan melahirkan kesulitan dan kejahatan, sehingga dapat

mengganggu kehidupan ummat. Jika begitu keadaannya, maka ikhtilaf akan

berubah menjadi ajang kehancuran.

Perbedaan pendapat dalam menetapkan sebagian hukum masalah furu’

adalah suatu kemestian. Orang yang ingin menyatukan kaum muslimin dalam

satu pendapat tentang hukum ibadah, mua’malat dan cabang hukum lainnya,

sebenarnya dia menginginkan suatu yang mustahil. Upaya mereka untuk

menghapuskan perbedaan (khilafiah fiqhiyah) ini tidak akan menghasilkan apa-

apa, selain dari bertambah luas perbedaan dan perselisihan itu sendiri. Karena

perbedaan dalam memahami hukum-hukum syar’iat yang tidak prinsipil ini

adalah suatu kemestian (dharury) dan tidak dapat dihindari.

Page 112: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

111

ETIKA DALAM PERBEDAAN PENDAPAT

Dalam sejarah Islam, persoalah khilafiyah terjadi terutama dalam masalah

fiqih. Persoalan ini sering menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Apabila

hal ini tetap terjadi, maka perbedaan pendapat menjadi tercela. Pedoman yang

harus dipegang dalam hal ini adalah firman Allah subhanahu wata’ala:

“Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar

dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah”155.

Agar hal itu tidak terjadi, umat Islam harus memperhatikan beberapa etika

dalam menghadapi perbedaan pendapat, di antaranya adalah:

1. Kaum muslimin harus menghormati orang yang melakukan ijtihad, meskipun

hasil ijtihadnya itu tidak cocok dengan sikapnya atau salah. Sebab, dengan ijtihad

itu seorang mujtahid telah mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wata’ala.

2. Kaum muslimin dalam menghadapi perbedaan pendapat hendaknya dengan

lapang dada dan tidak menyalahkan orang lain.

3. Kaum muslimin harus bersikap ikhlas dan berniat bahwa yang dituju dari

semuanya ini adalah kebenaran.

4. Kaum muslimin hendaknya mengembangkan sikap toleran dalam masalah-

masalah khilafiyah terhadap golongan lain yang berbeda pendapat dengan

mereka.

5. Kaum muslimin tidaklah pantas menjadikan perbedaan pendapat dalam bidang

fiqih menjadi persoalan yang diperdebatkan terus-menerus sehingga menjadikan

perbedaan dalam hal-hal yang lainnya.

6. Kaum muslimin tidak boleh terlalu fanatik dengan pendapatnya karena

perbedaan dalam masalah fiqih. Sebab, fanatisme itu sendiri dapat menyebabkan

tertutupnya mata dari kebenaran.

7. Kaum muslimin apabila memberi komentar atau mengkritik pendapat orang

lain hendaklah berharap dan berprasangka baik serta berkata-kata dengan sopan

dan tidak melukai perasaaan orang lain156.

155 QS. Al Anfal: 46. 156 Ensiklopedi Hukum Islam, hal. 920, jilid 3, dan Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar

Perbandingan Mazhab.

Page 113: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

112

MAKNA I’TILAF

I’tilaf artinya : sepakat, sesuai, saling membantu, dan bergabung satu

dengan yang lain . I’tilaf adalah antonim dari kata ikhtilaf (perselisihan).

Islam menganjurkan umatnya untuk bersatu dan saling membantu satu

dengan yang lain serta membenci perpecahan dan perselisihan.

Fiqh I’tilaf maksudnya: pemahaman tentang bagaimana cara

menyatukan kaum muslimin dalam syari’ah Islam serta menghindari perselisihan

dan perpecahan diantara mereka.

Persatuan Islam termasuk dari maqoshid syar’iyyah (tujuan syari’at) yang

paling penting yang terkandung dalam agama yang mulia ini 157.

اس إيمانا عن أبي سعيد الخدري رضي هللا عنه قال : قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم : )) أكمل الن

]رواه الطبراني ((أحاسنهم أخالقا الموطئون أكنافا ، الذين يألفون ويؤلفون وال خير فيمن ال يألف وال يؤلف

حمه ( وصححه الشيخ األلباني ر7983( والبيهقي في "الشعب" )4422( و"األوسط" )605في "الصغير" )

(250/ 2السلسلة الصحيحة" )"هللا في

Dari Abu Sa’id al Khudriy radhiyallahu ‘anu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda : “Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling

baik akhlaqnya, yang rendah hati dan pundak-pundak mereka terbentang 158

yang bersahabat dan mudah dijadikan menjadi teman tidak ada kebaikan pada

seseorang yang tidak bisa bersahabat dan tidak bisa menjadi teman“ ( HR.

157 Majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M, https://almanhaj.or.id/2651-persatuan-

dalam-islam.html

158 الموطهئون yaitu dengan sighoh isim maf’ul diambil dari kalimat التوطئة yang maknanya

membentangkan (merendahkan). Disebut فراش وطيء tempat tidur yang terbentang jika tidak

mengganggu lambung yang tidur di atasnya. Dan yang dimaksud dengan األكناف adalah sisi-sisi tubuh

seseorang dan maskud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang sisi-sisi mereka

terbentang yang memungkinkan dijadikan sahabat dengan tidak merasa terganggu, dan ini merupakan

balagoh yang sangat baik (Faidul Qodir 3/464-465)

Page 114: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

113

Thabrani dan Baihaqi dan disahihkan oleh syekh al Bani dalam sisilah shahihah

(2/250)

Persatuan dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlak, semuanya

diperhatikan dan diserukan oleh Islam. Diharapkan akan terbentuk persatuan di

atas petunjuk dan kebenaran. Bukan persatuan semu, yang tidak ada kenyataan,

karena tidak ada faidahnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala satu, Nabi kita satu, kiblat dan aqidah kita juga

satu, ini semua termasuk dari salah satu sisi persatuan dalam berakidah. Begitu

juga persatuan dalam masalah ibadah. Kita dapat melihat, bagaimana kaum

Muslimin berkumpul setiap harinya sebanyak lima kali di masjid-masjid mereka;

ini adalan salah satu fonemena dari persatuan. Juga bagaimana mereka berkumpul

dengan jumlah yang lebih besar pada setiap hari Jum’at, berpuasa secara

serempak di seluruh penjuru dunia dalam waktu yang sama, atau mereka saling

memanggil ke suatu tempat bagi orang yang mampu untuk melaksanakan

kewajiban haji, dengan menggabungkan usaha harta dan badan di satu tempat dan

waktu yang sama; ini semua adalah bagian dari fonemena persatuan Islam di

dalam mewujudkan hakekat akidah yang terbangun atas dasar tauhid. Karena

sesungguhnya persatuan kalimat tidaklah akan menjadi benar, melainkan dengan

kalimat tauhid, dengan fenomena persatuan akidah dan ibadah seperti yang telah

ditunjukkan di atas 159.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

هم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل ا ه سائر تداعى ل لجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو )) مثل المؤمنين في تواد

ى (( الجسد بالسههر والحمه

“Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan

saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala

159 Fiqih I’tilaf dan pengaruhnya dalam merealisasikan keamanan berfikir, Dr. Abdurrahman

Ahmad Madkhaly, makalah disampaikan pada Muktamar Nasional pertama dalam merealisasikan

keamanan berfikir tgl 22-25 Jumada Ula 1430H di King Saud University.

Page 115: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

114

salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya

akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur” [ HR Imam Muslim

dalam Shahih-nya [

Perbedaan memang sudah kepastian yang akan terjadi pada umat. Tapi,

perbedaan yang mengarah kepada perselisihan yang terjadi sekarang ini sudah

melampaui batas sehingga memerlukan perenungan dan penyikapan secara arif,

sehingga tidak menimbulkan problem baru bagi umat Islam.

Timbulnya perselisihan bahkan perpecahan di kalangan umat Islam tentu

merupakan bentuk penyimpangan dari al-Qur’an dan sunnah. Sebab Al-Qur’an

mengisyaratkan agar umat Islam selalu menjaga persatuan.

Hal ini dijelaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an, di antaranya firman Allah

Subhanahu wa Ta’ala:

قوا واذكروا نعمت هللا عليكم إذ كنتم أعدآء فألهف بين قلوبكم فأصبحتم )) واعتصموا بحبل هللا جميعا وال تفره

بنعمته إخوانا ((

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah

kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu

(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu

menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (QS Ali

Imran:103)

Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang tafsir ayat ini:

Allah Ta’ala menghendaki dengan ayat ini, Dan berpeganglah kamu semuanya

kepada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan (berpeganglah kamu

semuanya) kepada janjiNya yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian

atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas

kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. [Jami’ul

Bayan 4/30.]Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabda-sabdanya

juga merintahkan umatnya untuk menyatukan barisan dan melarang dari

perpecahan dan perselisihan. Di antara sabda beliau yang memerintahkan

persatuan adalah sabda beliau ;

Page 116: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

115

والسهمع والطهاعة وإن عبدا حبشيا فإنهه من يعش منكم بعدي فس يرى اختالفا كثيرا فعليكم ] أوصيكم بتقوى للاه

اشدين تمسهكوا بها وعضوا عليها بالنهواجذ وإيهاكم ومحدثات األمور فإنه بسنهتي وسنهة الخلفاء الم كله هدي ين الره

محدثة بدعة وكله بدعة ضاللة [

Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah; mendengar dan taat

(kepada penguasa kaum muslimin), walaupun seorang budak Habsyi. Karena

sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang

banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para

khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan

gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama). Karena semua

perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat.

(HR. Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya dari

Al ‘Irbadh bin Sariyah).

Perbedaan pendapat pun telah terjadi sejak zaman para shahabat. Tapi

mereka menghadapi perbedaan pendapat itu dengan hati dan jiwa mereka tetap

bersih sehingga tidak sampai menyebabkan perpecahan di antara mereka.

Di dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar pernah mengutip penjelasan Al-

Qurtubi, orang yang memperhatikan dan mengkaji perselisihan yang terjadi

antara Abu Bakar r.a. dan Ali r.a. dengan adil, maka dia akan mengetahui bahwa

mereka saling mengakui keutamaannya masing-masing, dan hati mereka tetap

terbangun untuk saling menghormati dan mencintai.

Dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya berkata, saya pernah mencela

Hasan radhiyallahu ‘anhu di depan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, maka dia

berkata, “Jangan kamu mencelanya, karena dia telah mendapatkan bau harum

dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR Bukhari).

Demikianlah apabila perbedaan pendapat disikapi dengan baik tidak akan

menimbulkan perpecahan. Bukan hanya di masa shahabat, perbedaan pendapat

yang terjadi pada masa lalu dan disikapi dengan hati yang jernih oleh para ulama’

yang ikhlas pun tidak menimbulkan perpecahan ummat. Imam Nawawi

mengomentari hadits berikut, “Dan janganlah kalian berpecah belah,” hadits

tersebut merupakan perintah untuk melazimi jama’ah kaum muslimin dan saling

lemah lembut antara satu dengan lainnya. Hal ini merupakan salah satu kaedah

dalam Islam. (Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi).

Perbedaan pendapat berakhir pada perpecahan apabila hawa nafsu masuk

ke dalam hati, dan menonjolkan kepentingan pribadinya.

Page 117: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

116

LANGKAH UNTUK MEWUJUDKAN PERSATUAN

Persatuan bukanlah hasil sebuah permainan sulap, sim salabim lalu

terwujud. Untuk mewujudkan persatuan memerlukan perjuangan lahir batin.

Banyak hal yang harus disiapkan untuk itu, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pentingnya persatuan.

Orang yang tidak memahami pentingnya sesuatu tidak akan termotivasi untuk

mewujudkannya. Gampangnya, orang yang tak tahu pentingnya uang, dia tak

akan berpayah-payah mencari uang. Demikian juga yang tak faham pentingnya

persatuan, dia tak akan berusaha menjaga dan mewujudkan persatuan umat.

2. Menguatkan tali hubungan.

Di antara sarana yang dapat membantu terwujudnya penyatuan barisan adalah

dengan menguatkan hubungan antara para aktivis dan da’i serta kaum muslimin

secara umum. Hal ini bisa dilakukan di sela-sela hubungan pribadi, silaturrahmi,

berkumpul, menegakkan syari’at bersama, dan saling membantu dalam pekerjaan

ataupun yang lainnya.

Hubungan saudara sesama muslim yang disertai dengan rasa cinta akan

membuka pintu dialog ketika terjadi perselisihan. Kecintaan tersebut akan

menjembatani perselisihan yang terjadi di antara mereka. Berbeda halnya bila

mereka tidak pernah berhubungan. Kemungkinan besar akan sulit untuk

disatukan.

3. Menimbang perkataan yang benar.

Tidaklah seorang muslim merasa keberatan untuk menyatukan barisan,

kecuali di hatinya ada nifaq. Tidaklah seseorang cukup berhujah dengan

kebenaran, tapi dia juga harus memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Hendaknya kebenarannya benar-benar jelas dan nyata.

b. Hendaknya kebenaran tersebut disertai dengan penjelasan dan ilmu.

c. Hendaknya menjelaskan kebenaran dengan metode yang sesuai.

d. Hendaknya dalam menjelaskan kebenaran dilakukan oleh orang yang pantas.

Page 118: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

117

e. Setelah sempurnanya penjelasan kebenaran, hendaknya tidak terburu-buru

menjelaskan hal yang dapat menimbulkan perselisihan.

4. Adil dalam menghukumi kesalahan.

Tidak ada manusia yang bisa terlepas dari kesalahan, kecuali Nabi

Muhammad saw., sekalipun orang tersebut bertakwa, berilmu, dan wara’.

Sebagaimana telah diketahui, kesalahan merupakan perkara yang bertingkat-

tingkat. Salah dalam perkara yang sudah nyata kebenarannya tidak sama dengan

kesalahan pada perkara yang masih samar. Menyelisihi dalil yang sudah jelas-

jelas shahih tidak sama dengan menyelisihi dalil yang masih muhtamal atau fatwa

para ulama. Karena itulah dalam menyikapinya harus adil dan bijaksana.

5. Saling menghormati.

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, manusia tidak ada yang ma’shum,

kecuali Nabi saw. Akan tetapi, kebanyakan para aktivis tidak menyadari hal ini.

Tatkala ada seorang ulama yang berbuat salah, mereka langsung mengkritik dan

menjatuhkannya tanpa memperhatikan aturan-aturannya. Hendaknya para ulama

dan aktivis saling bermuamalah dengan baik, saling menghormati, baik dengan

orang yang lebih tua atau yang lebih kecil.

6. Jangan sibuk mencari-cari kesalahan manusia.

Seorang muslim diperintahkan untuk menjaga lisannya dan menjaga

kehormatan kaum mukminin. Maka, hendaknya orang yang sering disibukkan

mencari-cari kesalahan orang lain mengintrospeksi diri, boleh jadi hal itu hanya

dilatarbelakangi oleh hawa nafsu.

7. Menjauhi perselisihan.

Perselisihan biasanya berawal dari kesalahan, hawa nafsu, dan sifat berlebih-

lebihan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rhm. berkata, “Dalam hal ini ada beberapa

hal yang harus dijaga, di antaranya orang yang diam sama sekali pada

permasalahan ini—apakah orang kafir melihat Tuhan mereka—… Oleh sebab

itu, tidak sepantasnya bagi orang berilmu menjadikan permasalahan ini sebagai

tameng untuk mengutamakan saudara-saudaranya yang ia sukai dan memojokkan

Page 119: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

118

kaum muslimin lainnya yang tidak ia sukai. Karena, yang seperti inilah yang

dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan, hendaknya jangan membawa

permasalahan ini kepada kaum muslimin yang masih awam, dikhawatirkan akan

muncul fitnah di antara mereka. Kecuali, kalau ada seseorang yang bertanya,

maka jawablah sesuai dengan kadar ilmu yang kamu miliki.” (Majmu’ Fatawa,

Ibnu Taimiyah, VI/503-504). 160

160 Diadaptasi dari Wihdatush Shaffi Dharurah Syaikh Muhammad bin Abdullah Ad-Duwaisy

(Majalah Islamiyah Syahriyah Al-Bayan, [Juli, 2002], hal. 30-36). [muslimdaily]

Page 120: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

119

PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA

PPMI RIYADH – ARAB SAUDI اتحاد الطلبة اإلندونيسيين بالمملكة العربية السعودية

FORUM MAHASISWA PASCASARJANA INDONESIA SE-ARAB SAUDI

السعوديةملتقى طالب الدراسات العليا اإلندونيسيين بجامعات المملكة العربية

FIQIH IKHTILAF DAN I’TILAF

DALAM TINJAUAN MAQASHID SYARIAH

فقه االختالف واالئتالف في ميزان مقاصد الشريعة

AHMAD HANAFI, LC, M.A.

KANDIDAT DOKTOR FIQIH DAN USHUL FIQIH

KING SAUD UNIVERSITY

RIYADH, 02 RAJAB 1438 H / 30 MARET 2017 M

Page 121: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

120

بسم هللا الرحمن الرحيم

MUQADDIMAH

Tidak dapat dipungkiri bahwa persatuan umat adalah salah satu tujuan

agung syariat Islam. Bahkan tujuan diutusnya para nabi adalah untuk

menegakkan agama dan persatuan. Imam al-Baghawiy –Rahimahullah- berkata:

بعث هللا األنبياء كلهم بإقامة الدين واأللفة والجماعة وترك الفرقة والمخالفة

“Allah mengutus para Nabi untuk menegakkan agama dan persatuan serta

meninggalkan perpecahan dan perselisihan”. (Ma’aalim at-Tanziil 4/141).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –Rahimahullah- berkata:

من القواعد العظيمة التي هي من جماع الدين: تأليف القلوب واجتماع الكلمة وصالح ذات البين؛ فإن هللا

وأصلحوا ذات بينكم ﴾ ]األنفال: جميعا وال 1تعالى يقول: ﴿ فاتهقوا للاه [، ويقول: ﴿ واعتصموا بحبل للاه

قوا قوا واختلفوا من بعد ما جاءهم البي نات وأولئك 103﴾ ]آل عمران: تفره [، ويقول: ﴿ وال تكونوا كالهذين تفره

[، وأمثال ذلك من النصوص التي تأمر بالجماعة واالئتالف، وتنهى 105لهم عذاب عظيم ﴾ ]آل عمران:

وأهل هذا األصل: هم أهل الجماعة، كما أنه الخارجين عنه هم أهل الفرقةعن الفرقة واالختالف،

“Di antara kaidah agung yang masuk dalam perkara pokok utama agama

adalah: persoalan mendekatkan hati, persatuan umat, dan harmonisnya

hubungan antar sesama, karena sesungguhnya Allah telah berfirman, (yang

artinya): “Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara

sesamamu” (QS. Al-Anfaal: 1), “Dan berpeganglah kamu semua kepada tali

(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai” (QS. Ali Imran: 103), “Dan

janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih

sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-

orang yang mendapatkan sisksa yang berat” (QS. Ali Imran: 106). Begitu juga

nash-nash yang semakna yang menyerukan untuk persatuan dan saling

merekatkan dan melarang untuk berpecah belah dan berselisih. Dan orang yang

masuk dalam ruang lingkup ini mereka itulah “ahlul jamaah” sebagaimana

orang yang keluar darinya mereka itulah “ahlul furqah”. (Majmu’ Fatawa

28/51).

Page 122: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

121

SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB UNTUK

MEWUJUDUKANNYA?

Sesungguhnya semua komponen umat berkewajiban untuk mewujudkan

persatuan umat, baik dalam ruang lingkup yang terkecil hingga yang terbesar.

Nash-nash yang menyeru untuk bersatu dan meninggalkan perpecahan tentunya

diarahkan kepada seluruh umat tanpa terkecuali.

Tetapi, tentunya sosok ulama dan da’i mempunyai peran yang sangat

strategis dan signifikan dalam mewujudkan tujuan mulia ini. Umat (baca:

masyarakat awam) pasti akan melihat dan berkaca kepada mereka dalam

persoalan persatuan jika mereka bersatu dan tentunya ketika mereka berselisih

dan berpecah maka fenomena ini akan merambat ke akar rumput masyarakat

awam. Mengingat strategisnya peran dan tanggung jawab ini, Rasulullah –

Shallallahu’alai wasallam- ketika mengutus sahabat Abu Musa al-Asy’ari dan

Muadz Ibn Jabal –Radhiyallahu’anhuma- ke negeri Yaman, beliau berwasiat

kepada kedua sahabat ini:

يسرا وال تعسرا، وبشرا وال تنفرا، وتطاوعا وال تختلفا

“Berikan kemudahan dan jangan persulit, berikan berita gembira dan jangan

membuat mereka jauh, saling memahami dan bersepakatlah dan jangan kalian

justru berselisih”. (HR. Bukhari No. 3038 & Muslim No. 1733).

Perintah baginda Rasul –Shallallahu’alaihiwasallam- untuk memudahkan

dan memberikan berita gembira dan melarang lawan dari keduanya, kembali

kepada metode dan uslub penyampaian dakwah kepada objek dakwah. Tetapi

perintah saling memahami dan tidak berselisih adalah khitab langsung ditujukan

kepada kedua sahabat yang mulia ini selaku ulama dan juru dakwah yang

tentunya harus menjadi panutan dalam hal ini.

al-Hafidz Ibn Hajar –Rahimahullah- berkata:

وتطاوعا أي توافقا في الحكم وال تختلفا ألن ذلك يؤدي إلى اختالف أتباعكما فيفضي إلى العداوة ثم المحاربة

“Dan (makna) تطاوعا adalah saling bersepakatlah kalian berdua dalam sebuah

hukum dan janganlah kalian saling berselisih, karena hal itu akan menyebabkan

perselisihan para pengikut kalian yang dapat menjurus kepada permusuhan

bahkan peperangan”. (Fath al-Baary 13/162).

Page 123: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

122

WUJUDNYA PERBEDAAN SEBENARNYA BUKAN MASALAH

Pada hakikatnya persoalan yang dialami oleh kaum muslimin saat ini

adalah bukannya pada wujudnya perbedaan (ikhtilaf) di kalangan para ulama

dahulu dan sekarang, karena hal itu adalah sebuah keniscayaan, bahkan di antara

para Nabi, para sahabat sejak dahulu telah berselisih dalam batasan yang

dibenarkan. Tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana persoalan ikhtilaf

ini tidak mencederai suasana i’tilaf dan persatuan umat yang merupakan tujuan

utama risalah Islam. Sering kita dapati, jika terjadi perbedaan maka perbedaan

tersebut justru meruncing hingga memunculkan perselisihan dan benih-benih

perpecahan di dalam tubuh kaum muslimin, hatta sesama pihak yang mengklaim

dirinya sebagai pengusung kebenaran.

Fenomena tafarruq ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus membesar

hingga merusak suasana dan usaha merajut persatuan umat. Diperlukan sikap dan

langkah yang serius, mengingat tantangan masa depan dakwah Islam semakin

besar seiring dengan semakin nampaknya ghirah dan semangat kembali berislam

terutama di kalangan pemuda kaum muslimin dewasa ini. Di sisi lain, musuh

Islam dan kaum muslimin terus berupaya untuk melemahkan usaha persatuan ini.

Pembahasan tentang ikhtilaf apalagi dalam persoalan furu’iyyah dan

ijtihadiyah yang dibenarkan seharusnya selalu dibarengi dengan seruan untuk

beri’tilaf dan memelihara persaudaraan dan solidaritas umat. Olehnya itu dalam

makalah ini akan dipaparkan beberapa anasir yang penulis anggap penting untuk

dijadikan sebagai bahan renungan sekaligus mudah-mudahan menjadi acuan

dalam merajut persatuan umat meskipun dalam kenyataannya perbedaan tersebut

pasti ada.

Page 124: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

123

IBADAH JAMAIYYAH SYIAR PERSATUAN YANG TERLUPAKAN

Dalam konteks ibadah jamaiyyah -yang merupakan sarana melatih diri

untuk bersatu dalam skala yang lebih besar- kita dapati beberapa anasir penting

dalam mewujudkan persatuan meskipun dalam nuansa adanya perbedaan.

Ibadah jamaiyyah yang dimaksudkan di sini adalah ibadah yang

disyariatkan dilakukan secara bersama-sama baik dari sisi cara pelaksanaan

(seperti: sholat berjamaah), tempat (seperti: haji) atau waktu (seperti: puasa

Ramadhan dan zakat fitri). Bahkan zakat hartapun dapat dikategorikan sebagai

ibadah jamaiyyah dari sisi bahwa peruntukannya tidak terlepas dari prinsip i’tilaf

dan persatuan umat.

Tujuan i’tilaf dan ijtima’ dalam ibadah jamaiyyah dapat kita saksikan

dalam beberapa bentuk:

Pertama: Dalam literatur ulama yang menjelaskan pokok–pokok aqidah

ahlussunnah waljamaah adalah menjaga sholat berjamaah, haji dan jihad bersama

imam kaum muslimin yang baik atau pelaku maksiat.

Imam at-Thahawiy -Rahimahullah- berkata:

على من مات منهمونرى الصالة خلف كل بر وفاجر من أهل القبلة و

“Dan kami berpandangan untuk ikut bermakmum kepada imam yang baik dan

pelaku maksiat dari ahlul qiblah, dan mensholatkan siapa saja yang meninggal

di antara ini dari mereka”. (Matan at-Thahawiy: 67)

Bahkan perintah sholat berjamaah ini tetap ditekankan menurut sebagian

pendapat para ulama walaupun imam memiliki penyimpangan dalam persoalan

aqidah, jika jamaah tersebut tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan mengikuti

imam yang menyimpang ini disebabkan posisinya sebagai “ulil amri” seperti

dalam sholat jum’at ataupun hari raya. Ibnu Qudamah -Rahimahullah- berkata:

فأما الجمع واألعياد فإنها تصلى خلف كل بر وفاجر. وقد كان أحمد يشهدها مع المعتزلة، وكذلك العلماء

فتركها خلفهم في عصره، ...؛ وألن هذه الصالة من شعائر اإلسالم الظاهرة؛ وتليها األئمة دون غيرهم،

يفضي إلى تركها بالكلية

Page 125: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

124

“Adapun sholat Jumat dan hari raya maka sholat dilaksanakan bersama setiap

imam yang baik dan pelaku maksiat, dan Imam Ahmad dan para ulama di masa

beliau pernah melaksanakannya bersama Imam dari kalangan muktazilah,

…karena sholat (jumat dan hari raya) ini merupakan bagian dari syiar Islam

yang dzahir, yang dipimpin oleh pemimpin dan bukan selain mereka, maka

meninggalkan sholat di belakang mereka dapat menghilangkan (syiar ini) secara

keseluruhan”. (al-Mughni 3/22).

Kedua: Dalam ibadah jamaiyyah menampakkan perbedaan di saat jamaah

bersatu adalah hal yang tercela, meskipun ia mempunyai alasan yang kuat untuk

berbeda.

Salah satu nilai penting dari ibadah jamaiyyah adalah penghormatan

terhadap “imamah” atau otoritas yang diberi kuasa untuk memimpin

pelaksanaan ibadah tersebut.

Dalam hadits yang menjelaskan kewajiban makmum mengikuti imam,

Rasulullah –Shallallahu’alaihi wasallam- bersabda:

إنما جعل اإلمام ليؤتم به، فال تختلفوا عليه

“Ditunjuknya seorang imam untuk diikuti, maka janganlah kalian

menyelisihinya”. (HR. Bukhari No. 722 dan Muslim No. 414)

Imam Ibn abd al-Bar –Rahimahullah- berkata:

فقد أجمع العلماء على أن االئتمام واجب على كل إمام بإمامه في ظاهر أفعاله الجائزة وأنه ال يجوز خالفه

لغير عذر

“Para ulama telah berijma’ wajibnya mengikuti imam dalam posisinya sebagai

imam dalam gerakan-gerakan yang nampak dan dibolehkan, dan tidak boleh

menyelisihinya tanpa udzur”. (al-Istidzkaar 2/ 170).

Bahkan pada saat terjadinya kesalahan yang didasarkan pada ijtihad maka

jamaah tidak boleh melakukan hal yang dapat merusak suasana persatuan yang

telah terbangun. Imam al-Khattabiy –Rahimahullah- berkata:

معنى الحديث أن الخطأ موضوع عن الناس فيما كان سبيله االجتهاد فلو أن قوما اجتهدوا فلم يروا الهالل

ثين فلم يفطروا حتى استوفوا العدد ثم ثبت عندهم أن الشهر كان تسعا وعشرين فإن صومهم إال بعد الثال

Page 126: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

125

وفطرهم ماض فال شيء عليهم من وزر أو عتب. وكذلك هذا في الحج إذا أخطؤوا يوم عرفة فإنه ليس

إذا أخطؤوا عليهم إعادته ويجزيهم أضحاهم كذلك؛ وإنما هذا تخفيف من هللا سبحانه ورفق بعباده ولو كلفوا

العدد أن يعيدوا أن يأمنوا أن يخطؤوا ثانيا وأن ال يسلموا من الخطأ ثالثا ورابعا فإن ما كان سبيله االجتهاد

كان الخطأ غير مأمون فيه

“Makna hadits tersebut adalah bahwasanya kesalahan yang ditimbulkan dari

sebuah ijtihad adalah perkara yang dimaklumi. Jika sekiranya satu kaum

berijtihad dan mereka tidak melihat hilal dan menggenapkan bulan 30 hari

sehingga mereka tidak berbuka kecuali setelah menggenapkan bilangan bulan,

kemudian ternyata terbukti setelah itu bahwa bulan (Ramadhan) hanya 29 hari,

maka puasa dan tidaknya mereka tetap sah dan tidak ada dosa dan celaan buat

mereka. Begitupun jika sekiranya kesalahan ini terjadi pada ibadah haji, yaitu

jika mereka salah dalam menentukan hari Arafah maka mereka tidak perlu

mengulanginya dan begitu juga kurban mereka dihukumi tetap sah. Semua ini

merupakan bagian keringanan dari Allah dan bentuk kelembutan-Nya untuk

para hamba-Nya. Karena jika sekiranya mereka diwajibkan untuk mengulang

jika terjadi kesalahan perhitungan, maka bukan tidak mungkin mereka akan

terjatuh dalam kesalahan yang kedua kali dan begitupula pada kali ketiga dan

keempat. Karena selama berdasarkan ijtihad maka kemungkinan salah bisa saja

terjadi”. (Ma’aalim as-Sunan 2/ 95-96).

Ketiga: Perbedaan dalam masalah furu’ tidak menghalagi seseorang untuk

melakukan ibadah secara berjamaah.

Contoh masalah ini terlalu banyak untuk dinukilkan, cukuplah sekiranya

apa yang dinukilkan oleh salah satu tokoh pemersatu umat di zamannya dapat

dijadikan landasan dalam pentingnya sebuah persatuan. Syaikhul Islam Ibnu

Taimiyah -Rahimahullah- berkata:

وإذا فعل اإلمام ما يسوغ فيه االجتهاد يتبعه المأموم فيه وإن كان هو ال يراه، مثل: القنوت في الفجر، ووصل

الوتر، وإذا ائتم من يرى القنوت بمن ال يراه تبعه في تركه

“Apabila Imam melakukan sesuatu perkara dalam wilayah yang dibolehkan

untuk berijtihad sementara makmum tidak berpendapat demikian maka ia tetap

Page 127: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

126

mengikuti imam, seperti: qunut dalam sholat shubuh, menyambung rakaat witir,

dan jika makmum berpendapat disyariatkannya qunut kemudian ia bermakmum

kepada imam yang tidak berpendapat seperti itu, maka makmum mengikutinya

untuk tidak melakukannya”. (al-Fatawa al-Kubra 5/348).

Di bagian lain beliau juga mengatakan :

قنت معه سواء قنت قبل الركوع أو بعده. وإن كان ال وكذلك إذا اقتدى المأموم بمن يقنت في الفجر أو الوتر

يقنت لم يقنت معه. ولو كان اإلمام يرى استحباب شيء والمأمومون ال يستحبونه فتركه ألجل االتفاق

واالئتالف: كان قد أحسن

“Begitu juga jika makmum mengikuti imam yang qunut pada sholat shubuh atau

witir, maka hendaklah ia ikut qunut bersamanya baik ia melakukannya sebelum

atau sesudah ruku’. Jika imam tidak berqunut maka makmum pun tidak

melakukannya. Jika imam berpendapat bahwa satu perkara disunnahkan

sementara makmum tidak memandangnya sebagai perkara sunnah, lalu (imam)

tidak melakukannya demi menjaga kesepakatan dan persatuan, maka ia telah

melakukan hal yang baik”. (Majmu’ Fatawa 22/268).

Page 128: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

127

MENGHIDUPKAN SIKAP TATHAAWU’ DAN GERAKAN ISLAH

(REKONSIALIASI) MERUPAKAN LANGKAH PRIORITAS YANG

TIDAK BISA LAGI DITUNDA

Sebenarnya jika diteliti lebih dalam makna tathaawu’ bukan hanya terbatas

kepada kesepakatan dua orang atau lebih pada suatu perkara, tetapi hakikatnya

adalah adanya kesiapan dari pihak yang berselisih untuk tidak menampakkan dan

menajamkan perselisihan itu demi kemaslahatan bersama.

Sikap ini sangat dibutuhkan dalam menyikapi banyak persoalan khilafiyah

dan ijtihadiyah. Sikap ini tidak berarti kita harus mengorbankan idealisme dan

keyakinan kita. Tetapi adakalanya kemaslahatan bersama harus dan tetap

dikedepankan. Dalam tataran praktek, sahabat yang mulia Ibnu Mas’ud –

Radhiyallahu’anhu- dapat dijadikan sebagai panutan dalam hal ini. Meskipun

beliau mengingkari perbuatan Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan –

Radhiyallahu’anhu- yang menyempurnakan sholat di Mina, beliau dengan

sepenuh hati tetap ikut bermakmum di belakang Utsman Ibn Affan –

Radhiyallahu’anhu-. Syeikh Ibn Utsaimin –Rahimahullahu- mengomentari

kisah ini:

لما كره إتمام عثمان بمنى كان يصلي خلفه أربعا، فقيل له: -رضي هلل عنه -وانظر إلى كالم ابن مسعود

وأنت تنكر على عثمان؟ فقال : -رضي هللا عنه -يا أبا عبد الرحمن ما هذا؟ يعني كيف يصلي أربعا

وهي أنه ينبغي لإلنسان أن ال يخالف إخوانه وال يشذ عنهم، ولقد كان ة مهمة."الخالف شر"، وهذه قاعد

الرسول عليه الصالة والسالم يرسل البعوث للدعوة إلى هللا أو للجهاد في سبيل هللا ويأمرهم أن يتطاوعوا؛

وا؛ ألن الخالف يعني يؤمر أميرين ويقول لهما: "تطاوعا وال تختلفا" ، يعني فليطع بعضكم بعضا، وال تختلف

ال شك أنه شر، وتفريق لألمة وتمزيق لشملها، وهذا الدين اإلسالم له عناية كبيرة باالجتماع وعدم التفرق

وعدم التباغض

“Lihatlah ke perkataan Ibn Mas’ud –Radhiyallahu’anhu- tatkala beliau tidak

senang dikarenakan sahabat Utsman menyempurnakan sholat di Mina, akan

tetapi beliau tetap ikut sholat di belakang Utsman empat rakat. Ketika dikatakan

kepada beliau: “Apa gerangan ini wahai Abu Abdirrahman? Maksudnya

Page 129: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

128

bagaimana mungkin engkau tetap sholat empat rakaat sementara engkau

mengingkari Utsman?, maka beliau menjawab: “Berselisih itu jelek”. Dan ini

adalah kaidah penting. Yaitu bahwa seseorang tidak pantas untuk menyelisihi

apalagi menjadi berbeda sendiri dibandingkan yang lain. Dan Rasulullah –

‘alaihisholatuwassalaam- bila mengutus utusan untuk berdakwah atau berjihad

di jalan Allah memerintahkan para utusan tersebut untuk saling memahami dan

bersepakat, beliau berpesan kepada keduanya ”untuk saling memahami

bersepakat dan jangan saling berselisih”. Yaitu hendaknya sebagian patuh

kepada yang lain dan tidak saling berselisih, karena tidak diragukan lagi bahwa

perselisishan itu adalah kejelekan, penyebab perpecahan umat dan merusak

persatuan mereka. Dan agama Islam ini memberikan perhatian yang sangat

besar terhadap persatuan dan agar umatnya tidak saling berpecah dan saling

memusuhi”. (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin 14/ 179).

Dari kisah di atas juga dapat diambil satu sikap tathaawu’ dalam merajut

persatuan, yaitu terkadang dibolehkan mendahulukan perkara yang mafdhul

(tidak utama) dan tidak melakukan hal yang fadhil (yang utama) dengan maksud

menjaga suasana persatuan. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah –Rahimahullah-

mentaqrir hal dan mencontohkannya dengan persoalan menjaharkan basmalah,

beliau berkata:

ويسوغ أيضا أن يترك اإلنسان …ومع هذا فالصواب أن ما ال يجهر به قد يشرع الجهر به لمصلحة راجحة

األفضل لتأليف القلوب واجتماع الكلمة خوفا من التنفير عما يصلح كما ترك النبي صلى هللا عليه وسلم بناء

ورأى أن مصلحة تنفيرهم بذلكالبيت على قواعد إبراهيم؛ لكون قريش كانوا حديثي عهد بالجاهلية وخشي

لما أكمل الصالة -االجتماع واالئتالف مقدمة على مصلحة البناء على قواعد إبراهيم. وقال ابن مسعود

الخالف شر؛ ولهذا نص األئمة كأحمد وغيره على ذلك -خلف عثمان وأنكر عليه فقيل له في ذلك فقال

ل عن األفضل إلى الجائز المفضول مراعاة ائتالف بالبسملة وفي وصل الوتر وغير ذلك مما فيه العدو

المأمومين أو لتعريفهم السنة وأمثال ذلك وهللا أعلم

“Dengan demikian, maka yang tepat adalah apa yang tidak dijaharkan,

terkadang disyariatkan untuk dijaharkan demi kemaslahan yang rajih…

sebagaimana seseorang dibenarkan untuk meninggalkan perkara yang utama

Page 130: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

129

dengan maksud menjaga keakraban dan persatuan dan dengan tidak menjauh

dari kemaslahatan yang diharapkan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Nabi

-Shallallahu’alaihiwasallam- yang tidak membangun ka’bah sebagaimana

pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, dengan sebab pada saat itu orang-

orang Quraisy yang baru saja keluar dari suasana jahiliyah dan beliau khawatir

(jika beliau merubah ka’bah) akan menyebabkan mereka menjadi jauh. Beliau

melihat bahwa maslahat persatuan harus didahulukan dari pada maslahat

membangun ka’bah sesuai dengan pondasi Ibrahim. Dan tatkala Ibn Mas’ud

menyempurnakan sholat bermakmum di belakang Utsman padahal beliau

mengingkarinya, lalu beliau ditanya tantang hal itu, beliau menjawab:

“Berselisih itu jelek”. Berdasarkan hal ini, para ulama seperti Imam Ahmad dan

yang lainnya menyatakan secara jelas masalah ini dalam persoalan basmalah,

menyambung witir dan yang lainnya, di mana dalam persoalan ini dibolehkan

untuk meninggalkan perkara yang afdhal dan melakukan perkara yang tidak

afdhal yang dibolehkan demi menjaga kesolidan makmum atau memperkenalkan

kepada mereka sebuah sunnah”. (Majmu’ Fatawa 22/436-437)

Jika perbedaan sudah semakin tajam dan dikhawatirkan efeknya akan

merusak suasana persatuan dan ukhuwah kaum muslimin, maka gerakan islah

menjadi sebuah solusi syar’i yang wajib untuk ditempuh. Gerakan Islah

seharusnya ditumbuh suburkan dalam tubuh kaum muslimin, baik itu dalam skala

individu bahkan antar kelompok (baca: yayasan, ormas dan selainnya) yang

berselisih. Analogi sederhananya seperti ini: Jika harmonisasi kehidupan suami

istri yang “bertikai’ disyariatkan lewat islah, padahal ia hanya menyangkut

beberapa individu yang terbatas, maka bagaimana mungkin hal itu tidak menjadi

penting bahkan wajib dalam skala yang lebih besar yang menyangkut urusan

umat dan melibatkan orang banyak.

Lagi-lagi acungan jempol kita patut untuk kita berikan kepada Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyah –Rahimahullah- yang bisa dijadikan panutan dalam gerakan

islah ini, beliau berkata:

Page 131: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

130

والناس يعلمون أنهه كان بين الحنبلية واألشعرية وحشة ومنافرة، وأنا كنت من أعظم الناس تأليفا لقلوب

المسلمين، وطلبا التفاق كلمتهم، وات باعا لما أمرنا به من االعتصام بحبل هللا، وأزلت عامة ما كان في

.النفوس من الوحشة

“Dan orang-orang mengetahui bahwa di antara pengikut mazhab Hambali dan

Asy’ariyah terdapat perseteruan (konflik) dan jarak yang renggang. Dan saya

termasuk di antara pihak yang paling berusaha untuk mendekatkan hati sesama

kaum muslimin, mengharapkan kesepakatan di antara mereka serta sebagai

bentuk ketataan terhadap perintah berpegang teguh kepada tali (agama) Allah.

dan saya berhasil menghilangkan sebagian besar bentuk perseteruan yang

mengganjal tersebut”. (Majmu’ Fatawa 3/227)

Page 132: PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA PPMI …ppmiriyadh.com/wp-content/uploads/2017/10/Kumpulan-Makalah-Forum...kumpulan makalah ijtihad, fikih ikhtilaf dan ketaatan kepada pemimpin

131

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Jalan menuju persatuan umat memerlukan nafas panjang dan usaha

maksimal. Setiap kita, apalagi dalam posisi sebagai insan yang dikaruniai

kelebihan ilmu dan bashirah, seharusnya tetap memiliki optimisme yang tinggi

akan terwujudnya persatuan ini. Minimal pada setiap komunitas yang kita

bergabung di dalamnya. Kesadaran akan pentingnya bersatu lewat pemahaman

yang matang akan sebuah konsep ibadah jamaiyyah yang salah satu tujuan

utamanya adalah persatuan, harus terus menjadi ruh dan nilai yang kita tebarkan

di tengah umat (baca: objek dakwah). Fikih ahkam ibadah jamaiyyah begitu

penting untuk kita ajarkan dan praktekkan, tetapi fikih maqashid dari ibadah

jamaiyyah itupun harus mendapatkan porsi yang pantas untuk selalu kita

dengungkan di setiap mimbar-mimbar dakwah dan majlis-majlis ilmu yang

diamahkan kepada kita.

Begitu juga dengan sikap tathaawu’ dan gerakan islah, tidak hanya dalam

tataran konsep, tetapi seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam

setiap langkah nyata. Ribuan koleksi karya ulama sarat dengan konsep ini. Tetapi

sungguh sangat disayangkan jika mencari penerapan konsep ini dalam lapangan

nyata saat ini, masih terlalu sedikit contoh yang bisa kita jadikan sebagai bukti.

Ini seharusnya mencambuk kita agar lebih serius lagi untuk menerjemahkan

konsep ini terutama dalam membangun harmonisai sesama dai, meningkatkan

kerjasama antar lembaga dan organisasi dakwah dan keislaman. Bahkan dalam

konsep kerjasama dengan sesama ahlul qiblah pun dalam agenda dan

kepentingan yang menjadi kepedulian bersama harus lebih dimatangkan.

Semua yang disebutkan di atas bukan berarti menghilangkan sensitifitas

kita terhadap kemungkaran dan penyimpangan yang ada. Tradisi munasahah,

amar makruf nahi munkar tetap harus menjadi syarat yang mendampingi

semangat kita merajut ukhuwah dan persatuan.

Semoga Allah memberikan rahmat dengan kepedulian kita untuk bersatu.

Wallahuta’ala a’lam.