perkembangan moral

25
Makalah Psikologi PERKEMBANGAN MORAL MENURUT PIAGET, LAWRENCE KOHLBERG, VYGOTSKY DISUSUN OLEH : KELOMPOK : 7 ANGGOTA : 1) NANDA MAULIZA 2) IRA SURYANI 3) MULYAN 4) MEILIZA FADHLA MENBIDANG STUDI : PSIKOLOGO PROGRAM STUDY TADRIS BAHASA INGGRIS 1

Upload: suci-siti-nurjannah

Post on 05-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

merupakan makalah yang menerangkan tentang perkembangan moral, mulai dari definisi dan faktor faktor terkait lainnya yang mempengaruhi perkembangan moral.

TRANSCRIPT

Page 1: Perkembangan Moral

Makalah Psikologi

PERKEMBANGAN MORAL MENURUT PIAGET, LAWRENCE

KOHLBERG, VYGOTSKY

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK : 7

ANGGOTA :

1) NANDA MAULIZA2) IRA SURYANI3) MULYAN4) MEILIZA FADHLA

MENBIDANG STUDI : PSIKOLOGO

PROGRAM STUDY TADRIS BAHASA INGGRISJURUSAN TARBIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MALIKUSSALEHLHOKSEUMAWE

2014/2015

1

Page 2: Perkembangan Moral

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur terpanjat kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan

rahmatnya kepada penulis sehingga penulis bisa membuat makalah ini. shalawat dan salam

tak lupa terpanjat ke jungjunan alam yakni Nabi Muhammad SAW, dan juga kepada para

sahabat, tabi’in dan umat muslim yang senantiasa meneguhkan hatinya dalam ajaran agama

Islam.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah

ini, semoga amal baik semua bisa di balas Allah SWT.

Tak ada gading yang tak retak, itulah ungkapan bagi isi maupun redaksi dari

makalah ini. oleh karena itu penulis membuka hati atas saran dan kritik dari semuanya.

i

2

Page 3: Perkembangan Moral

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

I.I.Latar Belakang .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2

A. Pengertian Moral Perkembangan Moral....................................... 2

B. Tahapan Perkembangan Moral Menurul Piaget....................... 3

C. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg.................. 7

D.     .................................................................................................. 5

BAB III: PENUTUP............................................................................................ 12

Kesimpulan ............................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii

3

Page 4: Perkembangan Moral

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minat psikologi pada perkembangan moral awalnya dipusatkan pada disiplin yaitu

jenis disiplin yang terbaik untuk mendidik anak yang mematuhi hukum, dan pengaruh

disiplin tersebut pada penyesuaian pribadi dan sosial. Secara bertahap minat psikologi

bergeser ke arah perkembangan moral kepola yang normal untuk aspek perkembangan ini

dan usia seorang anak dapat diharapkan bersikap sesuai dengan cara yang disetujui

masyarakat. Dengan adanya peningkatan yang serius dalam kenakalan remaja, minat untuk

mempelajari penyebab, penanganan, dan pencegahan menjadi sasaran perhatian psikologi

dan sosiologi. Mula-mula minat ini terbatas pada penelitian remaja karena sesungguhnya,

anak-anak tidak dianggap “anak nakal” betapapun jauhnya penyimpangan perilaku mereka

dari standar yang disetujui masyarakat.

Dalam dua dasawarsa terakhir, studi psikologi mengenal perkembangan moral telah

dipacu oleh teori-teori yang didasarkan atas hasil-hasil penelitian sehubungan dengan pola

perkembangan moral pada masa kanak-kanak dapat diramalkan. Teori terbaik dan yang

paling berpengaruh adalah teori Piaget dan teori Kohlberg.

Manusia sulit bersikap netral terhadap perkembangan moral. Banyak orang tua kuatir bahwa

anak-anak mereka bertumbuh tanpa nilai-nilai tradisional. Para guru mengeluh bahwa

murid-murid mereka tidak sopan. Didalam makalah ini kita akan membahas tentang

perkembangan moral, pandangan Piaget tentang pertimbangan moral anak-anak

berkembang, hakikat perilaku moral anak-anak, dan perasaan anak-anak menyubang bagi

perkembangan moral mereka.

4

Page 5: Perkembangan Moral

BAB II

PEMBAHASAN

E. Pengertian Perkembangan Moral

Sebelum memahami pengertian perkembangan moral maka terlebih dahulu perlu

dipahami pengertian moral. Menurut Purwadarminto (dalam Sunarto, 2008) moral adalah

ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya.

Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan

yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.

Santrock mengemukakan pengertian moralitas yaitu perilaku proporsional ditambah

beberapa sifat seperti kejujuran, keadilan, dan penghormatan terhadap hak-hak dan

kebutuhan-kebutuhan orang lain. Kolhberg (dalam Santrock, 2002:370) menekankan bahwa

perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara

bertahap.

Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi

tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.

Dalam mempelajari aturan-aturan ini para pakar perkembangan akan menguji tiga bidang

yang berbeda yaitu: (1) Bagaimana anak-anak bernalar atau berpikir tentang aturan-aturan

untuk perilaku etis; (2) Bagaimana anak-anak sesungguhnya berperilaku dalam keadaan

bermoral; (3) Bagaimana anak merasakan hal-hal moral itu.

Perkembangan moral (moral development) melibatkan perubahan seiring usia pada pikiran,

perasaan, dan perilaku berdasarkan prinsip dan nilai yang mengarahkan bagaimana

seseorang seharusnya bertindak. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai

dasar dalam diri seseorang dan makna diri) dan dimensi interpersonal (apa yang seharusnya

dilakukan orang dalam interaksinya dengan orang orang lain) (King, 2006).

5

Page 6: Perkembangan Moral

F. Tahapan Perkembangan Moral Menurul Piaget

Menurut Piaget Sebagaimana kemampuan kognitif, Piaget berpendapat bahwa

perkembangan moral berlangsung dalam tahap-tahap yang dapat diprediksi, yakni dari tipe

penalaran moral yang sangat egosentris ke tipe penalaran moral yang didasarkan pada

sistem keadilan berdasarkan kerjasama dan ketimbalbalikan. Piaget menamai tahap pertama

perkembangan moral sebagai moralitas heteronom; hal ini juga disebut tahap “realisme

moral” atau “moralitas paksaan”. Heteronom berarti tunduk pada aturan yang diberlakukan

oleh orang-orang lain. Selama periode ini, anak-anak yang masih muda terus menerus

diberitahu tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Pelanggaran aturan diyakini membawa hukuman otomatis. Keadilan dilihat sebagai sesuatu

yang otomatis, dan orang-orang yang jahat pada akhirnya akan dihukum. Piaget juga

menggambarkan anak-anak pada tahap ini menilai moralitas perilaku berdasarkan

konsekuensi-konsekuensi berikutnya. Mereka menilai perilaku sebagai sesuatu yang jahat

kalau hal itu menghasilkan konsekuensi negatif sekalipun maksud semula pelakunya adalah

baik.

Piaget menemukan bahwa anak-anak usia 10 atau 12 tahun cenderung mendasarkan

penilaian moral pada maksud pelakunya alih-alih konsekuensi tindakan tersebut. Tahap

kedua ini dinamakan aturan moralitas otonomi atau “moralitas kerja sama”. Moralitas

tersebut muncul ketika dunia sosial anak itu berkembang hingga meliputi makin banyak

teman. Dengan terus-menerus berinteraksi dan bekerja sama dengan anak-anak lain, gagasan

anak tersebut tentang aturan dan kerena itu juga moralitas mulai berubah. Kini aturan adalah

apa yang kita buat sebagai aturan. Hukuman atas pelanggaran tidak lagi otomatis tetapi

harus diberikan dengan pertimbangan maksud pelanggar dan lingkungan yang meringankan.

Anak mengalami kemajuan dari tahap moralitas heteronom ke tahap moralitas otonom

dengan perkembangan struktur kognitif tetapi juga karena interaksi dengan teman-teman

yang mempunyai status yang sama. Dia percaya bahwa menyelesaikan konflik dengan

teman-teman memperlemah sikap anak-anak mengandalkan otoritas orang dewasa dan

meningkatkan kesadaran mereka bahwa aturan padat diubah dan seharusnya ada hanya

sebagai hasil persetujuan bersama.

6

Page 7: Perkembangan Moral

Menurut Kohlberg Kohlberg mengemukakan ada tiga tingkat perkembangan moral,

yaitu tingkat prakonvensional, konvensional dan post-konvensional.

1. Pengembangan aturan permainan

Sebelumnya telah dibahas bahwa Piaget mencoba mempelajari tingkah laku anak

melalui permainan kelereng. Hal itu dilakukan Piaget untuk memahami bagaimana anak-

anak berpikir dan menyesuaikan konsepsinya mengenai aturan-aturan yang berlaku. Jean

Piaget memilih permainan kelereng, selain untuk memperoleh jawaban atas penelitiannya,

juga untuk memberikan kebebasan anak-anak untuk menjelaskan dan membuat aturan

sendiri. Dari hasil wawancaranya dengan anak-anak pada tingkat usia yang berbeda,

diperolehlah jawaban yang berbeda-beda pula.

Berikut ini hasil pengamatan Piaget (dalam Cahyono dan Suparyo, 1985:28),

diketahui bahwa :

a. Anak-anak disekitar usia 3 tahun, belum mengembangkan permainannya sendiri dan

cenderung bermain individual tanpa kerjasama. Anak-anak pada usia ini cenderung

menerima aturan tanpa proses pertimbangan terlebih dahulu.

b. . Anak-anak usia 3-5 tahun, mulai bermain secara berkelompok, meskipun masing-

masing anak masih menganggap pendapatnya yang paling benar. Anak-anak ini

belum memiliki empati dan belum mampu menempatkan diri dalam pergaulan.

Anak-anak pada usia ini cenderung memperhatikan aturan yang berasal dari orang

dewasa, meskipun pada usia ini mereka sering melanggar aturan tersebut.

c. .  Anak usia 7-8 tahun, mulai muncul perhatian untuk menyeragamkan aturan

permainan meskipun aturan permainannya umumnya masih belum jelas (kabur).

7

Page 8: Perkembangan Moral

d. Anak usia 11-12 tahun, mulai dapat menentukan dan membuat kesepakatan bersama

tentang aturan permainan. Anak sudah dapat melihat bahwa aturan sebagai suatu

yang bisa diubah dan dibuat berdasarkan kesepakatan.

2.      Intensi dan konsekuensi

Konsepsi anak tentang aturan dapat berubah-ubah sesuai dengan tahap

perkembangan moralnya. Untuk memahami perubahan konsepsi yang terjadi, Piaget

menghadapkan anak pada masalah-masalah moral seperti berbohong.Dari hasil

penelitiannya, Piaget (dalam Cahyono dan Suparyo, 1985:31)menyatakan, bahwa anak-anak

dengan usia lebih muda cenderung menilai suatu perbuatan berdasarkan konsekuensi yang

hanya bersifat material. Anak-anak dengan usia yang lebih tua berpikir sebaliknya, mereka

sudah mampu memperhatikan intensi kesalahan yang muncul dari suatu perbuatan.

Intensi dan komsekuensi merupakan gambaran perubahan perkembangan moral dari

tahap heteronomous ke tahap autonomous. Dalam mengetahui pendapat anak tentang makna

berbohong, Piaget (dalam Cahyono dan Suparyo, 1985:32) melakukan tanya jawab dengan

anak-anak. Pada tanya jawab itu, diperolehlah hasil bahwa anak-anak yang lebih muda

usianya memberi makna bahwa bohong sesuatu yang jelek dan tidak seorangpun sanggup

mengatakannya. Anak-anak yang usianya lebih tua memberi makna bohong adalah sesuatu

yang tidak dapat dipercaya dan tidak baik untuk diucapkan.

3. Hukuman-hukuman ekspiatoris dan resiprokal

Melalui cerita-cerita sederhana yang berhubungan dengan pelanggaran dalam

keluarga, yaitu antara orang tua dan anak, Piaget mencoba untuk mengidentifikasi konsepsi

anak-anak mengenai keadilan. Piaget (dalam Cahyono dan Suparyo, 1985:33)

mengklasifikasikan hukuman ke dalam dua bentuk, yaitu hukuman-hukuman yang bersifat

ekspiatoris (expiatory punishment) dan hukuman-hukuman yang bersifat resiprositas

(reciprocity punishment).

8

Page 9: Perkembangan Moral

Hukuman yang bersifat ekspiatoris, Sherwood (dalam Cahyono dan Suparyo,

1985:33) mengemukakan, bahwa hukuman harus atas pertimbangan yang wajar antara

bobot kesalahan dan juga bobot penderitaan si pelanggar atas hukuman yang ditimpakan.

Contoh hukuman ekspiatoris dalam keluarga antara lain memukul, menampar, tidak

memberi uang jajan, dilarang bermain untuk sementara waktu, dan sebagainya. Hukuman

yang bersifat resiprositas (dalam Cahyono dan Suparyo, 1985:34) senantiasa membuat

keterkaitan antara hukuman dengan tindakan kesalahan yang dibuat. Melalui hal tersebut,

diharapkan si pelanggar sadar akan akibat-akibat perbuatannya. Bentuk hukuman

resiprositas dapat berupa ganti rugi dan pengucilan.

Berdasarkan hasil pengamatan Piaget (dalam Cahyono dan Suparyo, 1985:34),

diketahui bahwa hukuman resiprositas dikembangkan oleh anak-anak yang tingkat

perkembangan moralnya pada tahap Autonomous. Dari 100 anak yang diwawancarai, Piaget

mencatat bahwa anak pada usia 6-7 tahun 30% memilih hukuman ini, anak pada usia 8-10

tahun mencapai 50% memilih hukuman ini, dan anak pada usia 11-12 tahun mencapai 80%

memilih hukuman ini. Sebaliknya, hukuman ekspiatoris dipilih anak-anak yang

perkembangan moralnya pada tahap heteronomous. Anak-anak pada tingkat usia ini,

percaya bahwa keadilan selalu berhubungan dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan

seseorang, dan orang tersebut akan memperoleh hukuman atas kesalahannya tersebut secara

alamiah.

4. Antara Equality dan Equity

Membahas mengenai keadilan, Piaget menekankan pada dua bentuk keadilan

distributif yaitu equality dan equatity. Menurut pandangan Piaget (dalam Cahyono dan

Suparyo, 1985:35), equality yaitu pemikiran bahwa tiap manusia harus diperlakukan secara

sama, sedangkan equity yaitu pemikiran yang lebih mempertimbangkan tiap-tiap individu.

9

Page 10: Perkembangan Moral

G. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg

Mengembangkan teori dari Piaget, Lawrence Kohlberg membagi perkembangan

moral menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat prekonvensional, tingkat konvensional, dan

tingkat postkonvensional (Slavin, 2006:54). Menurut pandangan Kohlberg dari tiga

tingkatan tersebut, anak harus melewati enam tahap dalam dirinya. Setiap tahap

memberikan jalan untuk menuju ke tahap selanjutnya ketika anak mampu menemukan

‘aturan’ pada tahap itu, kemudian anak harus meninggalkan penalaran moral dari tahap awal

menuju ke tahap berikutnya. Dengan cara tersebut, penalaran moral anak berkembang

melalui tiga tingkat yang berbeda meskipun tidak semua anak mampu menguasainya

(Manning, 1977:108).

Tahapan-tahapan perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg jauh lebih

kompleks dibanding dengan tahapan-tahapan perkembangan moral dalam teori Piaget.

Berikut ini adalah tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg (dalam Cahyono dan

Suparyo, 1985:37-45), di mana masing-masing tingkat memuat dua tahap perkembangan

moral:

1. Tingkat Prekonvensional

Pada tingkat pertama ini, anak sangat tanggap terhadap norma-norma budaya,

misalnya norma-norma baik atau buruk, salah atau benar, dan sebagainya. Anak akan

mengaitkan norma-norma tersebut sesuai dengan akibat yang akan dihadapi atas tindakan

yang dilakukan. Anak juga menilai norma-norma tersebut berdasarkan kekuatan fisik dari

yang menerapkan norma-norma tersebut.

Pada tingkat prekonvensional ini dibagi menjadi dua tahap yaitu:

a. Tahap Punishment and Obedience Orientation

Pada tahap ini, secara umum anak menganggap bahwa konsekuensi yang

ditimbulkan dari suatu tindakan sangat menentukan baik-buruknya suatu tindakan

yang dilakukan, tanpa melihat sisi manusianya..

b. Tahap Instrumental-Relativist Orientation atau Hedonistic Orientation

Pada tahap ini, suatu tindakan dikatakan benar apabila tindakan tersebut mampu

memenuhi kebutuhan untuk diri sendiri maupun orang lain. Tindakan yang tidak

memberikan pemenuhan kebutuhan baik.

10

Page 11: Perkembangan Moral

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat perkembangan moral konvensional, memenuhi harapan keluarga,

kelompok, masyarakat, maupun bangsanya merupakan suatu tindakan yang terpuji.

Tindakan tersebut dilakukan tanpa harus mengaitkan dengan konsekuensi yang muncul,

namun dibutuhkan sikap dan loyalitas yang sesuai dengan harapan-harapan pribadi dan

tertib sosial yang berlaku.

Pada tingkat ini, usaha seseorang untuk memperoleh, mendukung, dan mengakui

keabsahan tertib sosial sangat ditekankan, serta usaha aktif untuk menjalin hubungan positif

antara diri dengan orang lain maupun dengan kelompok di sekitarnya. Pada tingkat

konvensional ini dibagi menjadi dua tahap yaitu:

a.   Tahap Interpersonal Concordance atau Good-Boy/Good-Girl Orientation

Pandangan anak pada tahap ini, tindakan yang bermoral adalah tindakan yang

menyenangkan, membantu, atau tindakan yang diakui dan diterima oleh orang lain.

Anak biasanya akan menyesuaikan diri dengan apa yang dimaksud tindakan

bermoral. Moralitas suatu tindakan diukur dari niat yang terkandung dalam tindakan

tersebut. Jadi, setiap anak akan berusaha untuk dapat menyenangkan orang lain.

b. Tahap Law and Order Orientation

Pada tahap ini, pandangan anak selalu mengarah pada otoritas, pemenuhan aturan-

aturan, dan juga upaya untuk memelihara tertib sosial. Tindakan bermoral dianggap

sebagai tindakan yang mengarah pada pemenuhan kewajiban, penghormatan

terhadap suatu otoritas, dan pemeliharaan tertib sosial yang diakui sebagai satu-

satunya tertib sosial yang ada.

3.      Tingkat Postkonvensional

Pada tingkat ketiga ini, terdapat usaha dalam diri anak untuk menentukan nilai-nilai

dan prinsip-prinsip moral yang memiliki validitas yang diwujudkan tanpa harus mengaitkan

dengan otoritas kelompok maupun individu dan terlepas dari hubungan seseorang dengan

kelompok. Pada tingkat ketiga ini, di dalamnya mencakup dua tahap perkembangan moral,

yaitu:

11

Page 12: Perkembangan Moral

a.       Tahap Social-Contract, Legalistic Orientation

Tahap ini merupakan tahap kematangan moral yang cukup tinggi. Pada tahap ini

tindakan yang dianggap bermoral merupakan tindakan-tindakan yang mampu

merefleksikan hak-hak individu dan memenuhi ukuran-ukuran yang telah diuji secara

kritis dan telah disepakati oleh masyarakat luas. Seseorang yang berada pada tahap ini

menyadari perbedaan individu dan pendapat. Oleh karena itu, tahap ini dianggap tahap

yang memungkinkan tercapainya musyawarah mufakat. Tahap ini sangat

memungkinkan seseorang melihat benar dan salah sebagai suatu hal yang berkaitan

dengan nilai-nilai dan pendapat pribadi seseorang. Pada tahap ini, hukum atau aturan

juga dapat dirubah jika dipandang hal tersebut lebih baik bagi masyarakat.

b.      Tahap Orientation of Universal Ethical Principles

Pada tahap yang tertinggi ini, moral dipandang benar tidak harus dibatasi oleh hukum

atau aturan dari kelompok sosial atau masyarakat.yang paling penting

H. MENURUT VYGOTSKY

Manusia adalah makhluk sosial dan tanpa interaksi dengan masyarakat dia tidak

dapat mengembangkan kemampuan-kemampuannya. Ini dikembangkan sebagai hasil dari

perkembangan historis umat manusia. fungsi psikis yang lebih tinggi muncul terutama

sebagai bentuk dari perilaku kolektif seorang anak, yaitu perilaku dalam bekerja sama

dengan orang lain.

Vygotsky (1896-1934), mengenal tentang pikiran anak lebih dari setengah abad yang

lalu. Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920 dan 1930an. Namun karyanya baru

dipublikasikan pada tahun 1960an, dan sangat berpengaruh. Vygotsky merupakan

pengagum piaget. Namun mereka berpikir berbeda-beda, dan Vygotsky tidak setuju dengan

pandangan piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendiri dan menggambarkan realitas

batinnya sendiri.

12

Page 13: Perkembangan Moral

1. PERKEMBANGAN MORAL MENURUT VYGOTSKY

Bahasa pada dasarnya merupakan suatu bentuk komunikasi antar manusia. Namun

sewaktu-waktu perkembangan berlangsung, perkembangan tersebut terinternalisasi dan

dilaksanakan oleh kemampuan intelektual. Hubungan anak dengan lingkungannya pun

berubah dengan meningkatnya usia dan oleh karena itu peran dari lingkungan dalam

perkembangan berubah pula. Lingkungan harus dianggap sebagai hal yang relative. Karena

pengaruh dari lingkungan ditentukan oleh pengalaman si anak. Untuk menyoroti interaksi

yang berubah ini, Vygotsky mengajukan gagasan pengalaman-pengalaman yang pokok.

Konsep pengalaman  dari Vygotsky merupakan realitas psikologi. Pengalaman harus

dimulai dengan penelitian tentang peranan lingkungan dalam perkembangan anak.

Pengalaman merupakan inti dari semua pengaruh yang berbeda-beda dari keadaan-keadaan

internal&ekstrnal.

Perkembangan anak tidak tunduk pada hukum-hukum biologis, terjadi pada binatang di

mana perkembangannya tunfuk pada hukum-hukum biologis pada manusia, tunduk pada

hukum-hukum sosial historis.

Perkembangan biologis mengacu pada adaptasi terhadap alam melalui sifat-sifat

khusus keturunan dari species yang bersangkutan dan dengan melalui pengalaman dari

masing-masing individu.seorang manusia tidak memiliki bentuk perilaku yang dibawa sejak

lahir di dalam lingkungannya. Perkembangannya berlangsung melalui kemahiran dari

bentuk-bentuk  kegiatan dan cara kegiatan yang terbentuk secara historis.

Kebutuhan-kebutuhan tidak dibawa sejak lahir, tapi dibentuk. Kebutuhan yang

pertama adalah kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang dewasa. Lalu komunikasi

dibina oleh interaksi dengan objek-objek dan dengan menggunakan bahasa. Dorongan-

dorongan yang memotivasi perkembangan psikis adalah belajar dan pendidikan yang

dialami oleh anak itu sendiri, seperti belajar dengan bantuan orang dewasa. Vygotsky

membuat suatu perbedaan antara perkembangan dan pendidikan. Perkembangan memiliki

ciri-ciri yaitu hukum yang sudah menjadi sifat-sifat seseorang mengenai mengekspresikan

diri dan proses pembentukan dari seorang manusia serta suatu kepribadian. Selama

perkembangan berlangsung, kelitas baru bermunculan, yang pada tahap-tahap awal tidak

ada dalam bentuk yang sudah siap.

13

Page 14: Perkembangan Moral

2. KRITIK TERHADAP PENDAPAT VYGOTSKY

Meskipun sangat bermanfaat, konsep Vygotsky mempunyai tiga kekurangan, yaitu:

1. Kesadaran terlihat dalam suatu cara yang intelektualistis. Tidak ada tempat untuk

emosi dan motivasi.

2. Generalisasi dari proses perkembangan terbatas pada fungsi-fungsi interaksi dan

komunikasi verbal. Inilah sebabnya maka Vygotsky disebut seorang idealis.

3. Kurangnya data empiris yang menyokong hipotesisnya. Psikologi anak yang

mutakhir di Rusia mencoba mengatasi kekurangan-kekurangan ini

14

Page 15: Perkembangan Moral

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi

tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.

Dalam mempelajari aturan-aturan ini para pakar perkembangan akan menguji tiga bidang

yang berbeda yaitu:

(1) Bagaimana anak-anak bernalar atau berpikir tentang aturan-aturan untuk perilaku

(2) Bagaimana anak-anak sesungguhnya berperilaku dalam keadaan bermoral;

Menurut Piaget Sebagaimana kemampuan kognitif, Piaget berpendapat bahwa

perkembangan moral berlangsung dalam tahap-tahap yang dapat diprediksi, yakni dari tipe

penalaran moral yang sangat egosentris ke tipe penalaran moral yang didasarkan pada

sistem keadilan berdasarkan kerjasama dan ketimbalbalikan. Piaget menamai tahap pertama

perkembangan moral sebagai moralitas heteronom

Sebelumnya telah dibahas bahwa Piaget mencoba mempelajari tingkah laku anak

melalui permainan kelereng. Hal itu dilakukan Piaget untuk memahami bagaimana anak-

anak berpikir dan menyesuaikan konsepsinya mengenai aturan-aturan yang berlaku.

15

Page 16: Perkembangan Moral

DAFTAR PUSTAKA

16