peringatan tradisi maulid nabi saw serta...

198
i PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL (Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat (AF) Oleh: Noor Aula Kamaluddin NIM: 034111033 FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

Upload: ngophuc

Post on 28-May-2019

450 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

i

PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA

PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON

KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL(Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah)

SKRIPSIDiajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat (AF)

Oleh:

Noor Aula KamaluddinNIM: 034111033

FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010

ii

PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA

PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON

KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL(Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah)

SKRIPSIDiajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat (AF)

Oleh:

Noor Aula KamaluddinNIM: 034111033

Semarang, 16 Juni 2010Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Mukhsin Jamil M,Ag H. M. Sukendar, M.Ag. MANIP.19700215 199703 1 003 NIP. 19740809 199803 1 004

iii

PENGESAHAN

Skripsi Saudara: Noor Aula KamaluddinNomor Induk Mahasiswa 034111033 telahdimunaqosahkan oleh Dewan Penguji SkripsiFakultas Ushuluddin IAIN WalisongoSemarang, pada tanggal:

16 Juni 2010

Dan telah diterima serta disahkan sebagaisalah satu syarat guna memperoleh gelarSarjana Strata Satu (SI) dalam ilmuUshuluddin jurusan Aqidah dan Filsafat(AF).

Penbantu Dekan III/ Ketua Sidang

Dr. H. Yusuf Suyono M.A NIP. 19530313 198103 1 005Pembimbing I Penguji I

Mukhsin Jamil, M.Ag. Drs. Bakir Yusuf Barmawi, MANIP.19700215 199703 1 003 NIP : 19521211 198003 1 005

Pembimbing II Penguji II

H. Sukendar, M. Ag. M.A Drs. Safii M.AgNIP. 19740809 199803 1 004 NIP. 19650506 199403 1 002

Kajur AF/ Sekretaris Sidang

Drs. Machrus M.Ag NIP. 19630105 199001 1 002

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ø Kedua orang tuaku (Bapak Muhtadin dan Ibu Nurjanah) serta keluarga dan

saudara tercinta yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan do’a restu

kepada penulis dalam menempuh studi S1 di IAIN Walisongo Semarang. Atas

semua curahan kasih sayang dan pengorbanan serta berkat do’anya, penulis dapat

menyelesaikan tugas belajar sampai akhir yakni dengan diperolehnya gelar

sarjana.

Ø Adiku-adikku yang tercinta Rina Uly Af’idah, Muhammad Taufiqur Rahman,

Fajrah Ulya Darajah, Wildan Qurrata A’yun yang telah memberikan semangat dan

support kepada penulis hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Ø Kepada yang terhormat Bapak K. H. Subhan Noer, K. H. Izzudin Abdus Salam

Pengasuh Pon-Pes An-Nur Kersan, K. H. Muhammad Mimbar, pengasuh Pon-Pes

Roudhotut Tholibin, K. H. Zaenal Mahmud Pengasuh Pon-Pes al-Qur’anniyah,

yang telah memberikan bimbingan ilmu dan pengetahuan agama kepada penulis

ketika dipondok pesantren. Serta kepada pimpinan Cabang dan dewan tabligh

Muhammadiyah desa Pegandon, bapak Muhargono H. Burhani, dan H. Fadhil, dan

tak lupa kepada segenap pengurus NU ranting Pegandon bapak Nasukha, bapak K.

Rodhi, beserta keluarga serta Para Ustadz ustadzah Madrasah Diniyah

Asyyafi’iyah desa Pegandon yang telah memberi bimbingan dan do’a restu bagi

penulis.

Ø Teman-teman seperjuangan dan sahabatku yang setia (Muhaiminul Azis, Agung,

Kholil Amin, Muslikhun, Nanang, Prasetyo, Faisal, Fanani, Nasukha Mubarok,

Ahmad Nur Sofi, Topek, Sukoco, Slamet Riadi, dan teman-teman PKM FU dan

yang tak dapat kusebutkan satu-persatu yang telah memotivasiku dikala suka dan

duka yang selalu bersama dalam canda dan tawa dalam meraih kesuksesan.

Ø Sahabat-sahabatku di IAIN Walisongo serta semua pihak yang selalu memberi

motivasi, semoga apa yang dikerjakan mendapat ridha dari Allah SWT dan

senantiasa menjadi manusia yang shalih dan sholihah.

v

MOTTO

äí÷Š$#4’n<Î)È@‹ Î6 y™y7În/ u‘Ïp yJ õ3 Ïtø:$$Î/Ïp sà Ïã öq yJ ø9$#urÏp uZ|¡ ptø:$#(O ßgø9ω» y_urÓÉL©9$$Î/}‘Ïdß |¡ ômr&4¨b Î)y7­/ u‘

uq èdÞO n=ôã r&yJ Î/¨@|Êtã¾Ï& Î#‹ Î6 y™(uq èd urÞOn=ôã r&tûï ωtG ôgßJ ø9$$Î/ÇÊËÎÈ

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yangbaik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yanglebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebihmengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. an-Nahl :125).1

ä3 tFø9uröN ä3Y ÏiB×pBé&tbq ãã ô‰tƒ’n<Î)ÎŽö•sƒø:$#tbrã• ãBù' tƒ urÅ$rã• ÷èpRùQ$$Î/tb öq yg÷Ztƒ urÇ tãÌ• s3Y ßJ ø9$#4y7Í´ ¯» s9'ré&urãN èd

šcq ßsÎ=øÿßJ ø9$#ÇÊÉÍÈ

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepadakebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalahorang-orang yang beruntung.” (Q.S Ali Imran : 104).2

1Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemahnya, Yayasan PenyelenggaraPenterjemah/Pentafsir al-Qur’an, ( Semarang: CV. Al Waah, 1992), hlm.383

2 Ibid. hlm. 79

vi

DEKLARASI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya

sendiri dan di dalamnya tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga

pendidikan lainnya. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran

orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan

rujukannya.

Semarang, 16 Juni 2010

Penulis,

Noor Aula Kamaluddin

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah Yang Maha pengasih dan Penyayang, bahwa

atas limpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Skripsi ini. Shalawat serta salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad

SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan,

khususnya ilmu-ilmu ke-Islaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita, baik di

dunia dan di akherat kelak.

Skripsi ini berjudul " PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA

PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON KECAMATAN

PEGANDON KABUPATEN KENDAL (Studi Komparatif Menurut Nahdlatul

Ulama dan Muhammadiyah), disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, Jurusan Aqidah filsafat.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua

pihak yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, motivasi, moral serta do’a

kepada penulis, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Dan segala

bantuan berupa apapun yang sangat besar artinya bagi penulis. Ucapan terima kasih

terutama penulis sampaikan kepada:

1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M. A, selaku Rektor

IAIN Walisongo Semarang.

2. Yang terhormat Bapak Dr. H. Abdul Muhaya, M. A, selaku Dekan

Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Sekaligus sebagai wali

Study yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan pada saat

belajar.

3. Pembantu Dekan I (Drs. Nasihun Amin, M.Ag), PD II (Drs. H. Adnan, M.

Ag), PD III (Dr. H. Yusuf Suyono, M. A)

viii

4. Kepala dan Sekretaris jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin

IAIN Walisongo Semarang.

5. Bapak Muhsin Jamil, M.Ag, dan Bapak H. Sukendar M. Ag. M.A selaku

pembimbing I dan pembimbing II. Penulis mengucapkan banyak terima

kasih atas semua saran, arahan, bimbingan, keikhlasan serta

kebijaksanaannya untuk meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam

membimbing penulis melakukan penelitian guna penyusunan skripsi ini.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh karyawan di lingkungan

Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, yang telah membekali

berbagai pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

7. Ayahanda Muhtadin dan ibunda Nurjanah tercinta beserta seluruh

keluarga yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materiil

yang tulus dan ikhlas berdoa dan kasih sayang demi terselesainya Skripsi

ini

8. Segala Pimpinan dan Pengurus Perpustakaan Fakultas Institut dan

perpustakaan fakultas Ushuluddin serta semua pihak yang telah

memberikan ijin dan pelayanan Perpustakaan dengan baik, sehingga

terwujudnya penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan di Teater Metafisis, JHQ, rayon PMII, teman-

teman KKN dan semua teman-teman Kampus yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu yang telah membantu dengan doa, materi maupun

support.

10. Serta kepada semua pihak Pengurus PC NU, kepada rekan-rekan

pengurus Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan

Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), juga Ikatan Remaja

Muhammadiyah (IRM) desa Pegandon, Penelitian ini juga tidak bisa lepas

dari Pimpinan Wilayah NU Jawa Tengah, sebuah organisasi di mana

peneliti hidup dan dibesarkan dan juga PC Muhammadiyah desa

ix

Pegandon yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberi

bimbingan dan arahan bagi penulis.

11. Segenap perangkat desa, pemuka agama, dan masyarakat Desa Pegandon

Kecamatan Pegandon Kabupaten kendal, yang telah membantu penulis

dalam memberikan ijin research, informasi serta data yang penulis

perlukan selama penelitian ini berlangsung.

12. Om Bagus Dhanar Dhana, Chistopher Bollemeyer, Eno Gitara Ryanto,

dan Netralizer Semarang yang setia memberikan Inspirasi, dan penghibur

bagi penulis lewat lagu-lagunya yang indah dan penuh makna.

Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa dengan

keterbatasan waktu yang ada tentunya karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karenanya saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan nantikan

demi meminimalisir kekurangan dan kesalahan Namun penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Sehingga karya ini mampu menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi

pembangunan keilmuan secara khusus dan bidang lainnya. Amin.

Semarang, 16 Juni 2010

Penulis

Noor Aula Kamaluddin

NIM : 034111033

x

ABSTRAKSI

Noor Aula Kamaluddin (NIM. 034111033). Peringatan Tradisi Maulid Nabi SertaPembacaan Kitab Al-Barzanzi di desa Pegandon Kecamatan Pegandon KabupatenKendal (Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah) Skripsi.Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2010.

Manusia dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari persoalan agama, yangselalu menjadikan pro dan kontra dalam memberikan argumen-argumen untukmenanggapi suatu persoalan yang terjadi terhadap budaya atau tradisi pada suatuajaran-ajaran dan syariat agama. Kajian yang menjadi rumusan masalah dalampenelitian ini yaitu, Pertama, Bagaimana Peringatan tradisi Maulid Nabi menurutNahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, Kedua, Bagaimana penerimaan TradisiPembacaan kitab al-Barzanji dalam pandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyahdi desa Pegandon kabupaten Kendal, dan Ketiga, Sejauh mana persamaan danperbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di desa Pegandon kabupaten Kendaldalam menyikapi Peringatan Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-Barzanji dalamtinjauan aqidah Islam.

Adapun metode penelitian skripsi ini terdiri dari: jenis data, menggunakan dataKualitatif, Subyek dalam penelitian ini adalah pelaku pada tradisi Maulid sertapembacaan kitab al-Barzanji di desa Pegandon Kecamatan Pegandon KabupatenKendal, dari beberapa informan yaitu dari kalangan Nahdlatul Ulama maupunMuhammadiyah. Pengambilan sampel menggunakan metode Proporsif sampling,disamping itu juga menggunakan metode survey dengan teknik analisis pengumpulandata, menggunakan instrumen interview, observasi dan dokumentasi. Data penelitianyang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode Deskriptif Kualitatif,Fenomenologi dan metode Komparasi.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: ternyata ada persamaan danperbedaan dalam menyikapi peringatan tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh yangpositif terhadap aqidah Islam, walaupun banyak kalangan ulama yang mempersoalkantentang tradisi tersebut. Ternyata dari data di Desa Pegandon, baik dikalangan wargaNahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah, sama-sama menjalankan tradisi Mauliddan Pembacaan kitab al-Barzanji hanya saja dalam deskriptifnya terdapat perbedaanyang sangat nyata yaitu dengan lontaran yang dikemukakan Muhammadiyah bahwapersoalan tersebut merupakan suatu produk budaya yang di pertanyakan keabsahanyakarena dinilai bid’ah. Akan tetapi dalam hal ini digolongkan sebagai masalahijtihadiyah, karena tidak ada nash yang menunjukkan atau dapat dijadikan dasarsecara langsung dalam penetapan hukumnya.

Sedangkan mengenai kitab al-Barzanji dalam pandangan Muhammadiyahdinilai melanggar batas puji-pujian kepada rasulullah, karena melalui syair-syairyayang dianggap ghullu dan ikhtiara serta menggapnya sebagai suatu bentuk pemujaanyang berlebihan, karena itu tidak ada pada zaman rasulullah dan generasi para-tabiattabiin. Walaupun isi dari kitab tersebut memang ada baiknya, uraiannya yang

xi

mengandung pujian–pujian yang baik bagi rasul, tetapi ada yang keterlaluan sehinggamengurangi isi bahkan kalau tidak dapat dikatakan menghilangkan maknapenghormatan kepada Nabi. Sehingga peran penting aqidah Islam dalam upayamembentengi diri terhadap perilaku yang menyimpang yang dianggap bid’ah yangtidak sesuai dengan ajaran Islam. Walaupun tak jarang dalam realitasnya ternyatabanyak dari kalangan Muhammadiyah terlibat dalam aktifitas ini. Berbeda denganpemahaman Nahdlatul Ulama bahwa tradisi tersebut dimanfaatkan Nahdlatul Ulamasebagai metode dakwah serta syiar agama dan menganggapnya sebagai Bid’ahhasanah maka dalam perkembangannya pembacaan kitab al-Barzanji dapat di terimaoleh masyarakat di kalangan Nahdlatul Ulama.

xii

TRANSLITERASI

Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih-hurufan dari abjad yang satu keabjad yang lain. Transliterasi Arab-latin di sini ialah penyalinan huru-huruf Arabdengan huru-huruf Latin beserta perangkatnya.

Prinsip PembakuanPembakuan pedoman transliterasi Arab-latin ini disusun dengan prinsip

sebagai berikut:1. Sejalan dengan Ejaan Yang Disempurnakan2. Huruf Arab yang belum ada padanannya dalan huruf Latin dicarikan padanannya

dengan cara memberi tambahan tanda diakritik, dengan dasar “satu fonem satulambang”

3. Pedoman translitersai ini diperuntukan bagi masyarakat umum.Rumusan Pedoman Transliterasi Arab-latin ini meliputi: Hal-hal yang dirumuskansecara konkrit dengan pedoman

Transliterasi Arab-Latin ini meliputi:1 Konsonan2 Vokal (tunggal dan rangkap)3 Maddah4 Ta’ marbutah5 Syaddah6 Kata sandang (di depan huruf syamsiah dan qamariah)7 Hamzah8 Penulisan kata9 Huruf capital10 Tajwid

Berikut ini penjelasannya secara berurutan1. Konsonan

Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam system tulisan Arab dilambangkandengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dansebagian dengan tanda, dan sebagian lain lagi dengan huruf dan tanda sekaligus.Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan Transliterasinya dengan huruf Latin.

xiii

2. VokalVocal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesoia, terdiri dari vocal tunggal ataumonoftong dan vocal rangkap atau diftong.a. Vokal tunggal

Vocal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,transliterasinya sebagai berikut:Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama-------------------- fathah a a-------------------- kasrah i i-------------------- dhammah u u

Huruf Arab Nama Hurup Latin Nama

Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkanBa b beTa t teSa s es (dengan titik di atas)Jim j jeHa h ha (dengan titik di bawah)Kha kh ka dan hDal d deZal z Zet (dengan titik diatas)Ra r erZai z zetSin s es

Syin sy es dan yesad s s (dengan titik di bawah)dad d de (dengan titik di bawah)ta t te (dengan titik di bawah)za z zet (dengan titik di bawah)

‘ain ‘ koma terbalik (di atas)gain g gefa f ef

qaf q kikaf k kalam l elmim m emnun n enwau w weha h ha

hamzah apostrofya y ye

xiv

b. Vokal rangkap Vocal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harokatdan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama--------- fathah dan ya ai a dan i---------- fathah dan wau au a dan u

- Kataba – yazhabu- fa’ala – su’ila- Zukira – kaifa - Haula

3. MaddahMaddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama------ ------ fathah dan alif atau

yaa a dan garis di atas

----- kasrah dan ya i i dan garis di atas------ dhammah dan wau u u dan garis di atas

Contoh: - qala - rama

- qila - yaqulu

4. Ta’ marbutahTransliterasi untu ta marbutah ada dua:a. Ta marbutah hidup

Ta marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah dan dhammah,transliterasinya adalah /t/

b. Ta marbutah matiTa marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah/h/.

c. Kalau pada kata yang terakir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yangmenggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka tamarbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h)

Contoh: raudah al-atfal raudah atfal

xv

al-Madinah al-Munawarah atau al-Madinatul Munawarah Talhah

5. Syaddah (tasydid)Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengansebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid, dalam transliterasi ini tandasyaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan hurufyang diberi tanda syaddah itu.Contoh

- rabbana - nazzala - al-birr - al-hajj

6. Kata sandang Kata sandang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ----- namundalam transliterasi ini kata sandang ini dibedakan atas kata sandang yang diikutihuruf syamsiah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah.a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan denganbunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yanglangsung mengikuti kata sandang itu.

b. Kata sandang yang diikuti huruf qamariahKata sandang yang diikuti huruf qamariah ditransliterasikan sesuai denganaturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikutioleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah, kata sandang ditulis terpisah darikata mengikuti dan dihubungkan dengan kata sandang.Contoh:

- ar-rajulu - as-sayyidatu - asy-syamsu

7. HamzahDinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof, namun ituhanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akkir kata, bila hamzah ituterletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupaalif.Contoh:

- ta’khuzuna - an-nau

- syai’un - inna

- umirtu

xvi

8. Penulisan kataPada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun harf, ditulis terpisah, hanyakata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Araf sudah lazimnyadirangkaikan dengn kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkanmaka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan dengan kata lainyang mengikutinya.Contoh:

- Wa innallaha lahuwa khair arraziqin - Ibrahim al-khalil

- manistata‘a ilaihi sabila

9. Huruf kapitalMeskipun dalam system penulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalamtransliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital sepertiapa yang dalam EYD, diantaranya: huruf capital digunakan untuk menuliskanhuruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului olehkata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diritersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

- Wa ma Muhammadun illa rasul - Wa laqad ra‘ahu bi al-ufuq al-mubini

Wa laqad ra‘ahu bil ufuqil mubini - Alhamdu lillahi rabbi al-‘alamin

Alhamdu lillahi rabbil ‘alaminPenggunaan huruf capital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnyamemang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain,sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf capital tidakdipergunakan.Contoh:

- Wallahu bikulli sya’in alim - Lillahi al-amru jami’an

10. TajwidBagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman transliterasiini merupakan bagian yang terpisahkan dengan Ilmu tajwid. Karena itu peresmianpedoman transliterasi Arab Latin (Versi Internasional) ini perlu disertai denganpedoman tajwid.

xvii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. iv

HALAMAN MOTTO ................................................................................. v

HALAMAN DEKLARASI ......................................................................... vi

KATA PENGANTAR................................................................................. vii

HALAMAN ABSTRAK ............................................................................. x

TRANSLITERASI...................................................................................... xii

DAFTAR ISI .............................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Pokok Permasalahan ............................................................ 11

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 12

D. Manfaat penelitian ............................................................... 12

E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 13

F. Metode Penelitian ................................................................ 16

G. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................. 26

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TRADISI MAULID NABI SAW

SERTA PEMBACAAN KITAB AL BARZANJI

A. Definisi dan Sejarah Perayaan Maulid Nabi .......................... 28

1. Pengertian Maulid Nabi ................................................ 28

2. Tinjauan Historis Dasar Maulid ..................................... 30

3. Macam-macam kitab Maulid dan pembacanya ............... 41

4. Kumpulan fatwa ulama seputar Perayaan Maulid Nabi... 53

5. Argumen para penentang dan yang membolehkan

tradisi Maulid Nabi ........................................................ 64

xviii

B. Tinjauan umum tentang kitab al-Barzanji.............................. 76

1. Biografi Ja’far al-Barzanji dan karya-karyanya ............... 76

2. Pokok-pokok pembahasan dalam kitab al-Barzanji.......... 81

3. Kajian dan kritik dalam kitab al-Barzanji ........................ 82

BAB III TRADISI MAULID NABI SAW SERTA PEMBACAAN KITAB AL

BARZANJI NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH DI

DESA PEGANDON KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN

KENDAL

A. Gambaran Umum Masyarakat Desa Pegandon Kabupaten Kendal

1. Letak Geografis ............................................................. 86

2. Kondisi Demografis ...................................................... 87

3. Kondisi Sosial Ekonomi dan budaya, Keadaan Sosial Keagamaan

masyarakat dan Pendidikan, serta politik Di Desa Pegandon 89

4. Fasilitas Sarana dan Prasarana ....................................... 105

B. Praktek peringatan Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-

Barzanzi di Desa Pegandon Kabupaten Kendal ..................... 110

1. Praktek Nahdlatul Ulama dalam memperingati Tradisi Maulid Nabi

serta Pembacaan kitab al-Barzanji ................................. 110

a) Gambaran Umum Nahdlatul Ulama di Desa Pegandon 110

b) Pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab

al-Barzanji dalam Nahdlatul Ulama.......................... 116

2. Praktek Muhammadiyah dalam memperingati Tradisi Maulid Nabi

serta Pembacaan kitab al-Barzanji ................................. 129

a) Gambaran Umum Muhammadiyah di Desa Pegandon 129

b) Pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab

al-Barzanji dalam Muhammadiyah ........................... 135

C. Peringatan Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan Kitab al-Barzanji

dalam Dimensi Teologis Sosio-Kultural Dan Politis ............. 141

xix

1. Dimensi Teologis Maulid Nabi Serta Pembacaan kitab al-Barzanji

...................................................................................... 142

2. Dimensi Sosio Kultural dalam Penyelenggaraan tradisi Maulid Nabi

dan pembacaan kitab al-Barzanji.................................... 143

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF

A. Peringatan tradisi Maulid Nabi menurut Nahdlatul Ulama

dan Muhammadiyah ............................................................. 145

B. Penerimaan Tradisi Pembacaan Kitab al-Barzanji dalam pandangan

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Pegandon Kabupaten

Kendal .................................................................................. 153

C. Persamaan dan perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah

dalam menyikapi Peringatan Maulid dengan Pembacaan kitab al-

Barzanji ................................................................................ 157

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 159

B. Saran-Saran ......................................................................... 162

C. Penutup ................................................................................ 163

Daftar Pustaka

Lampiran-Lampiran

Daftar Riwayat Hidup Penulis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kecintaan dan penghormatan umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW

begitu menggelora dan mendalam sepanjang hayatnya, bahkan setelah wafatnya.

Bentuk cinta dan hormat itu diwujudkan dengan bersholawat.3 Nabi Muhammad

SAW adalah nikmat terbesar dan anugerah teragung yang Allah berikan kepada

alam semesta. Ketika manusia saat itu berada dalam kegelapan syirik, kufur, dan

tidak mengenal Tuhan pencipta mereka.

Manusia mengalami krisis spiritual dan moral yang luar biasa. Nilai-nilai

kemanusiaan sudah terbalik. Penyembahan terhadap berhala-berhala suatu

kehormatan, perzinaan suatu kebanggaan, mabuk dan berjudi adalah kejantanan,

dan merampok serta membunuh adalah suatu keberanian. Di saat seperti ini rahmat

ilahi memancar dari jazirah Arab. Allah mengutus seorang Rasul yang ditunggu

oleh alam semesta untuk menghentikan semua kerusakan ini dan membawanya

kepada cahaya ilahi. Hal ini pun telah dijelaskan Allah dalam al-Qur’an surah ali-

Imran ayat 164 :

ô‰s)s9£ tBª!$#’n? tãtûü ÏZÏB÷s ßJ ø9$#øŒÎ)y] yèt/öN ÍkŽ ÏùZwq ß™u‘ô ÏiBôM ÎgÅ¡ àÿRr&(#q è=÷G tƒöN ÍköŽ n=tæ¾Ïm ÏG» tƒ#uä

öN ÍkŽ Åe2t“ ムurãNßgßJ Ïk=yèムur|=» tG Å3 ø9$#spyJ ò6 Ïtø:$#urb Î) ur(#q çR% x.ÏBã@ö6 s%’Å"s99@» n=|ÊAûü Î7 •B

Artinya: ”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang berimanketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golonganmereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitabdan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,

3 Ahmad Fawaid Syadzili terj., Ensiklopedi Tematis al-Qur an, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu,t.th ) hlm.7.

2

mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S. Ali Imran(3) :164) 4

Tetapi setelah meninggalnya Rasulullah SAW terjadi berbagai macam

penyimpangan dan penyelewengan dalam ajarannya. Orang-orang munafik atau

orang-orang bodoh memasukkan ke dalam agama Islam apa yang bukan menjadi

ajaran agama, dalam istilah agama disebut bid ah5. Keluhuran akhlak Nabi SAW

telah mendorong umatnya untuk mengenang dan mengkaji kembali tentang kelahiran,

perjuangan dan akhlaknya. Dalam tradisi religius sebagian umat Islam di dunia

dikenal ritual “Perayaan Maulid Nabi”. Hal itu dilakukan untuk memperingati

sekaligus mengenal, mengenang, dan memuliakan diri pribadi Rasulullah yang

sangat agung.

Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim adalah seorang khatib

Mesjid Nabawi di Madinah yang lahir pada th (1690 M) dan meninggal pada th

(1776 M) di Madinah, ia menjadi terkenal karena kumpulan syairnya yang

menggambarkan sentralnya kelahiran Nabi Muhammad bagi umat manusia.

Kumpulan cerita tersebut dinamai “cerita tentang kelahiran Nabi”(qissat Al-

Maulid an nabawi) namun menjadi terkenal dengan sebutan Barzanji.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi sebuah upacara yang

kerap dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia. Di beberapa masyarakat

Islam, termasuk Indonesia, Barzanji bersama-sama dengan karya lain seperti al-

Burdah dan Dziba’, sering dibaca dalam upacara keagamaan tertentu khususnya

pada peringatan hari lahirnya Nabi (Maulid Nabi). Dalam membaca Barzanji dan

sejenisnya dimasukkan juga berbagai ritus yang bercorak gerakan, improvisasi

pembacaan dan penyediaan materi-materi tertentu. Selama bulan Maulid (Rabiul

4 Yayasan Penyelenggara Penerjemah /Penafsir al-Qur’an, Al-Qur an dan Terjemahnya,Departemen Agama RI, ( Semarang: CV. Al Waah, 1992), hlm.91.

5 Bid ah, yaitu segala sesuatu (aktivitas) yang diada-adakan dalam bentuk yang belum adacontohnya dalam persoalan ibadah. Dalam pengertian ini bid ah adalah urusan (baik agama maupunadat) yang sengaja dimasukkan dalam agama yang dipandang menyamai syari’at, sehinggamengerjakannya sama dengan mengerjakan syari’at agama, padahal perbuatan tersebut bertentangandengan Qur’an, Sunnah, ataupun ijma’. Lihat Ensiklopedi Islam 1, 1993, hlm. 248.

3

Awal) bisa saja Barzanji dibaca tiap malam sebulan penuh, berpindah-pindah dari

satu rumah ke rumah yang lain dalam suatu lingkungan kelompok muslim.6

Ada beragam jenis bentuk bacaan Maulid Nabi. Ada yang tertuang dalam

lirik-lirik qashidah murni yang indah, seperti Maulid Burdah, oleh Imam

Muhammad Al-Bushiri, (wafat th. 1296 M ) dan Maulid Syaraful Anam. Ada pula

yang bercorak prosa lirik yang dipadu qashidah, seperti al Barzanzi Natzar karya

Syaikh Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim Al-Barzanji al-Madani, (wafat th 1776

M), Maulid Ad-Diba i, karya Al-Imam Jalil Abdurrahman bin Ali Ad-Diba’i Asy-

Syaibani Az-Zubaidi (wafat th1537 M), Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad

Al-Azabi (wafat th 1870 M), Maulid Al-Buthy, karya Syaikh Abdurrauf Al-Buthy

(wafat th 1764 M), Maulid Simthud Durar, karya Al-Habib Ali bin Muhammad

bin Husain Al-Habsyi (wafat th. 1954 M ) dan yang mutakhir Maulid Adh-Dhiya-

ul Lami, karya Al-Habib Umar bin Hafidz (lahir th 1963M )dan lain-lain.7

Diantara masalah-masalah yang menimbulkan kontroversi (perdebatan)

adalah masalah peringatan maulid Nabi. Yang mana setiap tahunnya masalah ini

selalu menjadi bahan perdebatan yang seolah tidak ada habisnya. Persoalan

penerimaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji memang

mencakup berbagai masalah yang sangat kompleks. Karena kenyataannya,

penerimaan tradisi ini tidak hanya sekedar persoalan teologi, melainkan terkait

pula dengan masalah tradisi, keyakinan, struktur dan kultur sosial, “kepentingan”

(dalam tanda kutip) tingkat pemahaman umat terhadap hukum Islam, hubungan

kemasyarakatan, dan sebagainya.

Meskipun demikian, dalam realitasnya perbedaan faham mengenai

penerimaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji dalam

masyarakat muslim secara langsung atau tidak langsung ternyata telah melahirkan

banyak konflik, baik yang berlatar teologis, kultural, atau bahkan politis.

6 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah,Djambatan, Anggota IKAPI, 1992) hlm.168-169.

7 http://ahmadiftahsidik.blogspot.com/2007/03/Maulid-nabi.html, Diakses tanggal 3 Januari2008

4

Konflik mengenai penerimaan tradisi ini di Indonesia jelas tidak dapat

dilepas dari munculnya organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama,

Muhammadiyah, Al Irsyad, LDII dan lain-lainya Sejak munculnya organisasi

tersebut, mulai muncul perbedaan faham mengenai aktivitas keagamaan yang

sebenarnya sudah sangat memasyarakat.8 Tradisi tersebut diantaranya, tahlil,

peringatan Suro, Grebek Maulud, Khaul, Manakiban, Barzanji dan sebagainya.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Yang untuk pertama kali

diperkenalkan oleh seorang penguasa Dinasti Fatimiyah (909-117 M.) telah

menimbulkan kontrofersi. Peringatan tersebut saat itu memang masih dalam taraf

ujicoba. Ujicoba kelayakan ini tampak ketika penguasa Dinasti Fatimiyah

berikutnya melarang penyelenggaraan peringatan Maulid tadi9.

Bukti lain bahwa keabsahan peringatan Maulid masih diperdebatkan

adalah, bahwa banyak ulama dari berbagai mazhab secara eksplisit menunjukkan

sikap pro dan kontra terhadap tradisi ini. Al-Suyuti, seorang ulama' dari mazhab

Syafi’i, menulis kitab Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid untuk mengesahkan

tradisi Maulid. Sebaliknya, al-Fakihany, seorang ulama dari mazhab Maliki,

menolak peringatan Maulid yang secara terurai dia jelaskan alasan alasannya

dalam kitabnya al-Mawrid fi Kalam 'al-Mawlid .10

Dalam era modern, peringatan Maulid Nabi bukan hanya dipersoalkan

oleh kelompok reformis-puritan, seperti orang-orang Wahhabi yang dengan tegas

mengharamkannya, tetapi juga oleh mereka yang moderat. Argumen "klise" yang

mereka ajukan adalah bahwa peringatan Maulid tidak diperintahkan dalam nass

8 Zainuddin Fananie, Sumber Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-Nu PerspektifKeberterimaan Tahlil, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2000) hlm.iv.

9 Hasan al Sandubi, Tarikh al-Ihtifal bi al-Mawlid al-Nabawi (Kairo: Mathba'ah al-Istiqamah,1948), hlm.64-65.

10 Lihat al-Suyuthi, Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid (Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1985), hlm45-61

5

(teks) al-Qur'an, tidak pula dicontohkan oleh Rasul Allah dan juga tidak pernah

ditradisikan oleh para Salaf. 11

Peringatan Maulid berubah menjadi sebuah perayaan yang di

selenggarakan hampir disetiap kawasan Islam, setelah dipopulerkan oleh Abu Sa'id

al-Kokburi, Gubernur wilayah Irbil di masa pemerintahan Sultan Salah al-Din al-

Ayyubi.(1138-119M) Peringatan yang sepenuhnya memperoleh dukungan dari

kelompok elit politik saat itu, diselenggarakan untuk memperkokoh semangat

keagamaan umat Islam yang sedang menghadapi ancaman serangan tentara Salib

(Crusaders) dari Eropa. Namun perlu disebutkan bahwa peringatan ini

diselenggarakan dengan menyisipkan kegiatan hiburan, dimana atraksi atraksinya

melibatkan para musisi, penyanyi serta pembawa cerita (story tellers). Ukuran

kemeriahan peringatan bisa dilihat dari banyaknya jumlah pengunjung yang datang

dari berbagai kawasan, bahkan sampai dari luar wilayah kekuasaannya.

Perdebatan tentang peringatan Maulid Nabi juga berlangsung cukup sengit

di Indonesia di era sebelum tahun 1970-an. Walaupun perdebatan serupa sekarang

resonansinya sudah tidak nyaring lagi, namun perdebatan tersebut sesekali muncul

dalam saat-saat tertentu dan tentu dalam sekala yang sangat kecil dan materi yang

berbeda12. Adanya perbedaan paham mengenai keberadaan tradisi inilah yang

kemudian memicu munculnya berbagai ketegangan antara pengikut Nahdlatul

Ulama dan Muhammadiyah. Kenyataan ini secara tidak langsung jelas merugikan

persatuan umat Islam sendiri karena adanya saling tuduh menjadikan hubungan

pengikut kedua organisasi ini menjadi tidak harmonis. Apalagi jika para pengikut

tersebut mempunyai fanatisme organisasi yang sangat tinggi.

11 http://sunnah.org/ibadaat/tradisi_mawlid.htm “Pesantren dan Tradisi Maulid: Telaah AtasKritik Terhadap Tradisi Membaca Kitab Maulid di Pesantren. dalam Makalah; disampaikan dalamacara dies natalis ke-32 IAIN Sunan Ampel Surabaya. Oleh DR. Thoha Hamim (Wakil Ketua ProgramPascasarjana IAIN Sunan Ampel). Diakses tanggal 2 Januari 2008

12 Lihat artikel-artikel yang dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah dan Aula. Tim PPMajlis Tarjih "Peringatan Maulid Nabi" Suara Muhammadiyah (Juli 1993). hlm. 271, Zulfahmi."Maulid ke1466" Suara Muhammadiyah (September 1993), hlm. 28-29. Sahal Mahfudh., "Nabi SendiriSudah Mengisyaratkan Perlunya Peringatan Maulid". Aula (Oktober 1990) hlm. 67-68. "Maulud NabiAlih Semangat Zaman Ini", Aula (Oktober 1990).

6

Rumusan hukum yang dilontarkan Muhammadiyah bahwa peringatan

tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-Barzanji merupakan perbuatan

bid’ah secara tidak langsung tampaknya melukai perasaan warga Nahdlatul Ulama

sehingga persoalan tersebut kemudian menjadi isu perbedaan paham antara

keduannya. Meskipun demikian, ketegangan yang muncul memang tidak bisa

digeneralisasikan pada daerah-daerah tertentu misalnya, perayaan tradisi maulid

serta pembacaan kitab al-Barzanji bukan persoalan yang prinsip sehingga

keberadaanya bisa diterima oleh semua pihak baik Nahdlatul Ulama maupun

Muhammadiyah.

Kritik terhadap peringatan Maulid di Indonesia pada era sebelum tahun

1970-an diarahkan kepada tradisi membaca tiga kitab Maulid, yang dilakukan oleh

kalangan pesantren, yaitu al-Barzanji, al-Daba’i, dan al-Burdah. Mereka yang

menolak peringatan Maulid menganggap bahwa peringatan Maulid yang dilakukan

dengan cara membaca tiga kitab tadi adalah perbuatan tercela (bid'ah dalalah).

Selanjutnya mereka menuduh bahwa dengan tetap mempertahankan tradisi

Maulid, maka berarti kalangan pesantren telah mengesahkan amalan yang dicela

Islam.

Perlu diinformasikan bahwa kalangan pesantren bukan hanya membaca

tiga kitab tersebut, tetapi juga memasukkan kajian Maulid ke dalam kurikulum

pesantren, misalnya kajian kitab Madarij as-Su ud ila Iktisa al-Burud, karangan

syaikh Muhammad An-nawawi al-Bantani.13

Alasan yang mereka kemukakan adalah bahwa pujian yang termuat dalam

tiga kitab tadi melanggar batasan puji pujian yang digariskan oleh Syari'ah.

Menurut mereka, materi pujian yang menggambarkan Nabi sebagai pemberi

syafa'ah, ampunan dan keselamatan adalah perbuatan syirik, karena pujian seperti

13 Lihat Muhammad An-nawawi al-Bantani, Madarij as-Su ud ila Iktisa al-Burud (Semarang:Matba ah Thaha Putra, t.th).

7

itu menempatkan Nabi dalam kapasitas sebagai pemberi keselamatan, sebuah

status yang menjadi hak mutlaknya Tuhan saja.14

Meskipun perdebatan tersebut sampai saat ini belum pernah tuntas, karena

masing-masing masih tetap meyakini kebenaran interpretasinya, dalam realitasnya

kenyataan seperti ini sebenarnya suatu kontradiksi, terutama pada organisasi

Muhammadiyah bahwa kebijakan dengan realitas di lapangan tidak sama dan

sering menjadi identifikasi apakah seseorang simpatisan Muhammadiyah atau

bukan. Atas dasar fenomena itulah kajian tentang penerimaan tradisi Maulid Nabi

serta pembacaan kitab al-Barzanji ini dilakukan.

Untuk menyikapi faktor tersebut, kedua gerakan Islam ini mempunyai titik

pandang yang berbeda. Secara sadar atau tidak perbedaan itu telah menjadi

semacam “ideologi” masing-masing yang khas. Barangkali Nahdlatul Ulama

nampaknya lebih menekankan pada faktor pertama yaitu sebagai pelanjut tradisi

para nabi beserta ulama pewarisnya (‘al ulama warosatul anbiya ) yaitu secara

konsisten berpegang teguh pada tradisi keislaman, yaitu berupa keyakinan pada

doktrin yang tertuang di dalam al-Qur’an dan sunnah serta perbedaan faham yang

dikembangkan sebagai interpretasi darinya. Karena itu NU sering dikategorikan

sebagai gerakan tradisionalis. Sementara itu Muhammadiyah nampaknya lebih

menekankan pada faktor kedua, yaitu pembaharuan yang dilandasi oleh upaya

pemurnian ajaran (purifikasi), sehingga sering disebut sebagai gerakan modernis.

14 Untuk mengetahui pendapat kelompok penolak tentang Maulid, lihat pendapatnya A. Hasan,tokoh utama Persis Bangil dan Moenawar Chalil, ketua Majlis Utama Persis dan anggota Majlis TarjihPusat Muhammadiyah. Fiderspiel, The Persatuan Islam, hlm. 57, Moenawar Chalil "Fatwa Oelamajang Haq tentang Bid'ah Maoeloedan" Pembela Islam. hlm. 65. Penolakan terhadap konsep syafa ahmemang bisa dipahami ketika dengan syafa ah itu dimaksudkan untuk memposisikan Nabi sejajardengan Tuhan. Namun demikian, ulama fikih dan ulama kalam sepakat tentang adanya syafa’ah dalamsyariat Islam. Hal ini didasarkan pada sejumlah ayat al-Qur’an dan Hadis yang mengungkapkan adanyasyafa ah tersebut, misalnya firman Allah SWT, “… tiada yang dapat memberi syafa ah di sisi Allahtanpa izin-Nya…” (Q.S. [2]: 255), “…dan mereka tiada memberi syafa ah melainkan kepada orangyang diridhai Allah …” (Q.S. [21]: 28), “Katakanlah, hanya kepunyaan Allah syafa’ah itu semuanya..”(Q.S. [39]: 44), dan “... Barangsiapa memberi syafa ah yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian(pahala) daripadanya. Dan barang siapa yang memberi syafa ah yang buruk, niscaya ia akan memikulbagian (dosa) daripadanya...” (Q.S. [4]: 85).

8

15 Sehingga dalam urusan yang berkaitan dengan tauhid dan fiqh, dilaksanakan

pemberantasan syirik, khurafat, bid ah serta membuka pintu ijtihad sepanjang

zaman.

Akar ketegangan antara kedua organisasi tersebut sudah ada sejak lahirnya

Muhammadiyah pada tahun 1912 dan NU lahir tahun 1926. Tradisi yang

dikembangkan oleh NU sangat relevan dengan masyarakat Indonesia, yakni petani

dan pengikut imam Syafi’i yang tinggal di pedesaan, yang tidak memungkinkan

Islam berkembang secara rasional dan modern. Faham Syafi’iyyah lebih

menekankan pada loyalitas kepada pemuka agama (ulama dan kiai) daripada

substansi ajaran Islam yang bersifat rasionalistik, dan dalam taraf tertentu

menimbulkan sikap taqlid kepada ulama atau kiai tanpa syarat. Ajaran yang

disampaikan masyarakat lebih banyak ritual dan disesuaikan dengan masyarakat

setempat. Hal ini dapat lancar mengingat faham Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah

lebih toleran dari yang lain.

Sedangkan kaum modernis yang diwakili oleh Muhammadiyah, dalam

rangka memurnikan akidah dari pengaruh budaya maka sebagai metode

dakwahnya mereka bersemboyan kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah,

dengan berupaya menumbuhkan ijtihad sebagaimana yang didengungkan oleh Ibn

Taimiyyah dan Muhammad Abduh, yaitu ingin mengikis habis bid’ah, khurafat

Karena tradisi, adat istiadat dan seni sering dianggap sarat nilai-nilai yang tidak

Islami, sebagaimana yang telah dilakukan oleh kelompok tradisionalis tersebut,

seperti upacara untuk orang-orang meninggal, seperti tahlilan, peringatan Maulid,

serta pembacaan kitab al-Barzanji. Faham ini terlihat oleh kaum modernis sebagai

sesuatu yang bid’ah, tidak perlu diamalkan.16

Implikasinya, tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji

kemudian muncul sebagai identitas dan ciri fanatisme keagamaan warga NU.

15 A. Syafi’I Ma’arif dkk., Muhammadiyah dan Nu Reorientasi Wawasan Keislaman,(Yogyakarta: kerjasama LPPI UMY LKPSM NU dan PP al Muhsin, Cet I 1993), hlm. 57.

16 M. Darori Amin MA, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000) hlm.299-301.

9

Sebaliknya, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang bersifat modernis

beranggapan bahwa kegiatan itu merupakan kegiatan bid’ah (mendekati haram)

karena itu sebaiknya ditinggalkan.17

Di Indonesia yang merupakan negeri muslim terbesar di dunia perayaan

Maulid pun kerap dilakukan di berbagai daerah. Masyarakat di setiap daerah

memiliki cara tersendiri untuk merayakan kelahiran manusia agung tersebut.

Meskipun seringkali tidak ada hubungan langsung antara kelahiran Nabi

Muhammad dan upacara yang mereka lakukan, tidak sedikit perayaan tersebut

dianggap merupakan bentuk kesyirikan yang dikaitkan dengan budaya.

Pertentangan tersebut muncul terutama setelah organisasi keagamaan

seperti Muhammadiyah dan Al-Irsyad yang secara keras menentang adanya tradisi

keagamaan yang selama ini sudah tumbuh subur dalam masyarakat muslim.

Puncak pertentangan tersebut adalah dengan munculnya penilaian bahwa kegiatan

seperti tahlil, Manakiban, khaul, barzanji, Grebeg Maulid dan peringatan hari-hari

besar Islam adalah berlebihan, tidak mendasar tuntunan Rasulullah, cenderung

pada takhayul, khurafat, kultus, dan akhirnya sampai pada penilaian bahwa semua

aktivitas tersebut dinyatakan bid’ah18. Padahal tradisi tersebut oleh organisasi NU

justru dipakai sebagai strategi dakwahnya. Akibatnya, terjadilah perdebatan antara

kaum ulama NU yang sering di sebut ahlussunah atau faham konservatif oleh

kaum reformis. 19

Sebagian masyarakat merayakan Maulid dengan membaca Barzanji,

Diba’i atau al-Burdah. Barzanji dan Diba’i adalah karya tulis seni sastra yang

isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya,

masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga

mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai

17 Mustofa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Persatuan1976) hlm. 35.

18 Perbedaan faham berkenaan dengan masalah bid’ah itu umumnya disebut masalahKhilafiyah.

19 Zainuddin Fananie, op. cit., hlm.iv.

10

peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji dan Diba’i

diambil dari nama pengarang naskah tersebut. Tetapi yang menjadi kritikan di

dalamnya mengenai kepercayaan terhadap Nur Muhammad SAW atau Hakikat

Muhammad SAW yaitu yang meyakini bahwa Nur Muhammad adalah makhluk

pertama yang Allah ciptakan dan semua alam semesta tercipta sebab Nur

Muhammadiyah ini.

Sedangkan al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada

Rasulullah SAW yang dikarang oleh al-Bushiri. Dalam syair-syair Burdah terdapat

syair yang menjadi kritikan para ulama karena adanya ghuluw dan ithra (berlebih-

lebihan) dalam pujian terhadap Rasulullah SAW. 20

Dalam realitas masyarakat di Indonesia, khususnya di Jawa acara

“pembacaan kitab Barzanji, Diba’i atau al-Burdah dilakukan di berbagai

kesempatan itu dilaksanakan secara rutin dalam jangka waktu tertentu. Ada yang

mingguan, bulanan, atau pada acara-acara tertentu seperti pada saat kelahiran bayi,

mencukur rambut bayi (akikah), khitanan, pernikahan, selamatan dan acara-acara

keagamaan lainnya. Bahkan dalam bulan Rabiul Awal (Jawa: bulan Maulud) acara

tersebut diadakan besar-besaran. Orang-orang yang melakukan perayaan Maulid

mengklaim bahwa mereka berbuat hal tersebut karena mereka cinta kepada Nabi

Muhammad SAW. Sebagaimana firman Allah SWT:

¨b Î)©!$#¼ çm tG x6 Í´ ¯» n=tBurtbq •=|Á ヒn? tãÄcÓÉ< ¨Z9$#4$pkš‰ r' ¯» tƒšúï Ï% ©!$#(#q ãZtB#uä(#q •=|¹Ïm ø‹ n=tã(#q ßJ Ïk=y™ur

$JŠÎ=ó¡ n@

Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi danucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.S Al Ahzab (33) : 56 )

20 Lihat http://WWW. Islamhouse.com/p/6288. Diakses tanggal 8 Januari 2008

11

ô‰s)©9tb% x.öN ä3 s9’ÎûÉAq ß™u‘«!$#îo uq ó™é&×puZ|¡ ymyJ Ïj9tb% x.(#q ã_ö• tƒ©!$#tPöq u‹ ø9$#urt• ÅzFy$#t• x. sŒur

©!$##ZŽ•ÏV x.

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baikbagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah. (Q.S. AlAhzab (33) : 21)

Agama Islam adalah agama yang sempurna sejak Rasulullah SAW

meninggal dunia. Tiada suatu kebaikan pun kecuali telah diajarkan dan tiada suatu

kejelekan pun kecuali telah dijelaskan. Allah berfirman:

tPöq u‹ ø9$#àMù=yJ ø. r&öN ä3 s9öN ä3 oYƒ ÏŠàMôJ oÿøCr&uröN ä3 ø‹ n=tæÓÉLyJ ÷èÏRàMŠÅÊu‘urãN ä3 s9zN» n=ó™M}$#$YYƒ ÏŠ4

Artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadiagama bagimu. (QS. Al-Maa’idah (5) : 3)

Rasulullah SAW telah menjelaskan kepada umatnya bagaimana cara

mencintainya dengan benar. Mencintai Rasulullah SAW adalah dengan mentaati

perintahnya, menjauhi larangannya dan menghidupkan sunahnya, karena beliau

melarang umatnya melakukan bid’ah dalam agamanya. Karena itu perlu

dirumuskan dalam kerangka ini adalah apakah penempatan tradisi Maulid Nabi

serta pembacaan kitab al-Barzanji sebagai perbuatan bid’ah terletak pada substansi

materi, dasar hukum pelaksanaannya ataukah dari faktor tradisi budayanya.

Dari permasalahan di atas maka dapat menimbulkan keragaman

pemahaman di kalangan masyarakat terutama yang pro maupun kontra mengenai

tradisi ini. Baik disengaja maupun tidak persoalan tersebut ternyata didasarkan

untuk melegalisasi kepentingannya sendiri-sendiri, baik berkaitan dengan

kepentingan dakwah, mazhab, politik, maupun yang lainnya. Dari latar belakang

tersebut, maka untuk itu penulis mengambil judul :

12

PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA PEMBACAAN

KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON KECAMATAN PEGANDON

KABUPATEN KENDAL (Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan

Muhammadiyah)

B. Pokok Masalah

Untuk lebih memfokuskan dan menghindari pembahasan masalah yang

melebar, maka penulis merumuskan tiga pokok masalah yang akan menjadi acuan

dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana peringatan tradisi Maulid Nabi menurut Nahdlatul Ulama dan

Muhammadiyah?

2. Bagaimana penerimaan tradisi pembacaan Kitab al-Barzanji dalam pandangan

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Pegandon kabupaten Kendal ?

3. Sejauh mana persamaan dan perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah

di desa Pegandon kabupaten Kendal dalam menyikapi peringatan Maulid Nabi

serta pembacaan kitab al-Barzanji dalam tinjauan aqidah Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari sebuah penelitian adalah mencari jawaban atas pokok-pokok

permasalahan yang telah diajukan. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini tidak

lain adalah:

1. Untuk mengungkap bagaimana peringatan tradisi Maulid Nabi menurut

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

2. Untuk menggambarkan bagaimana penerimaan tradisi pembacaan Kitab al-

Barzanji dalam pandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa

Pegandon kabupaten Kendal.

3. Untuk mengetahui sejauh mana letak persamaan dan perbedaan Nahdlatul

Ulama dan Muhammadiyah di desa Pegandon kabupaten Kendal dalam

menyikapi peringatan Maulid Nabi dan pembacaan kitab al-Barzanji dalam

tinjauan aqidah Islam,

13

Adapun manfaat dari penulisan dan penelitian ini, sebagai berikut :

1. Mendapatkan gambaran dan pengetahuan lebih dalam terkait dengan

penerimaan dan pelaksanaan tradisi Maulid Nabi dan pembacaan kitab al-

Barzanji di desa Pegandon, terutama menurut pendapat masyarakat dan ulama

terkait dengan corak metode tradisi Maulid Nabi serta ritual pembacaan kitab

al-Barzanji.

2. Diharapkan dapat menjadi motivasi untuk memahami dan melestarikan sebuah

rutinitas kegiatan keagamaan masyarakat, terutama bagi pemerhati acara tradisi

Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji.

3. Bagi masyarakat desa Pegandon khususnya lebih tahu tingkat pemahaman dan

penerapan aqidah Islamiah pada kehidupan mereka sehari-hari sehingga pada

akhirnya mereka lebih bisa memacu tentang apa dan bagaimana sikap yang

akan di ambil sesudahnya.

4. Penulisan ini sebagai bagian dari perluasan khazanah pengetahuan. Sehingga

untuk yang akan datang hasilnya mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi

mahasiswa Ushuluddin pada khususnya dan mahasiswa lain pada umumnya.

terutama yang berhubungan dengan keilmuan aqidah dan filsafat.

D. Tinjauan Pustaka

Berikut ini akan penulis sajikan beberapa telaah pustaka yang memiliki

keterkaitan dengan permasalahan yang penulis jadikan obyek penelitian, beberapa

karya itu antara lain:

Buku karya Hamam Rochani, Babad Tanah Kendal, Inter Media

Paramadina bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Kendal, Cet. I, 2003. Pada buku ini di jelaskan mengenai desa Pegandon

Kabupaten Kendal baik seting sosial sejarah masyarakat maupun kondisi

keagamaan yang berkembang di desa Pegandon.

Buku kedua, Tanya Jawab Agama Jilid 1,2,3,4,5 tim PP Muhammadiyah

Majlis Tarjih, oleh H. Asymuni Abdurrohman, dkk, penerbit : Yayasan Penerbitan

14

Pers ”Suara Muhammadiyah ”Periode tahun 1990-1995 buku ni merupakan

pengembangan keputusan Majlis tarjih yang ada, dan dapat dijadikan rujukan

fatwa Muhammadiyah sesuai dengan al-Qur’an dan as-sunnah dan wadah Istidlal

Majlis Tarjih, menyangkut berbagai masalah yang menyangkut aqidah, ibadah,

dan mu’amalah. Buku tersebut merupakan Himpunan Putusan Majlis Tarjih

Muhammadiyah dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagai langkah rujukan

Peneliti untuk mengadakan suatu penelitian mengenai landasan hukum

Muhammadiyah berkaitan dengan peringatan Maulid Nabi dan Pembacaan kitab

al-Barzanji.

Buku karya Ja’far Mutadha al amily: penerjemah Masykur Ab, Perayaan

Maulid, Kaul dan Hari-Hari Besar Islam Bukan Suatu Yang Haram, Penerbit:

Pustaka Hidayah, Bandung, 1996. dalam buku ini menjelaskan mengenai dasar

hukum, terutama dalam perayaan Maulid, sekaligus ritual-ritual sekitar tradisi

Maulid. Buku lainnya mengenai masalah ini adalah buku karya As-Sayyid

Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Wajibkah Memperingati Maulid Nabi

SAW, Penerbit: Cahaya Ilmu, Surabaya, 2007.dan buku Maulid dan Ziarah ke

Makam Nabi, karya Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani Penerbit: PT Serambi

Ilmu Semesta, Jakarta, 2007.

Dalam buku karangan Moh Zuhri, Mauludul Barzanji Terjemah Barzanji

Disertai Nama-Nama Anak Laki-Laki dan Perempuan, CV Toha Putra, Semarang.

Dalam buku ini menjelaskan tentang tafsiran makna kitab Al-Barzanji

memudahkan dalam pemahaman makna. Juga dalam buku H. M. H al-Hamid al

Husaini dalam bukunya Sekitar Maulid Nabi Muhammad SAW dan Dasar

Hukum Syari atnya . Dalam buku ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan dasar

hukum syari’atnya.

Buku karya Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik, Pengalaman

Keagamaan Jamaah maulid al-Diba Girikusumo , dalam buku ini dipaparkan

mengenai aktifitas jamaah maulid.

15

Terdapat juga buku yang membahas tema tersebut. Diantaranya buku,

Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi, Penerbit: Al maktabah al atsariyah ma’had

Tanwir as-sunnah, PKG goa-Sulawesi Selatan, 2007. ditulis oleh Hammad Abu

Muawiyah As-Salafi. Dalam buku tersebut terlampir ulasan menarik selain

pembahasan utama yang mengurai hal ihwal perayaan Maulid Nabi, baik dari sisi

sejarah, eksistensi spiritualnya, dan juga berbagai syubhat pembolehannya, beserta

bantahannya. dalam buku tersebut, yang menjadi inti pembahasan,yaitu tempat

beradu argumen antara pihak yang pro dan yang kontra terhadap masalah ini.

Sumber Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-NU Perspektif

Keberterimaan Tahlil, buku karya Zainuddin Fananie, Penerbit PT Lentera

britama, buku ini menerangkan bagaimana sebenarnya realitas konflik diantara

penganut Muhammadiyah dan NU. Sehingga seiring pemahaman masyarakat dan

kondisi sosial persoalan tradisi ini tidak menjadi ajang konflik terutama terkait

juga dengan masalah tradisi Maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji yang penulis

teliti .

Buku Fikih Tradisionalis Jawaban, karya Muhyidin Abdusshomat, Buku

ini merupakan bentuk jawaban komunitas Islam Tradisional terhadap anggapan

para modernis yang memandang perilaku keagamaan mereka dianggap

menyimpang jauh dari tuntutan dan ajaran Islam. Sebab amaliah yang mereka

lakukan adalah bid’ah, takhayul dan khurafat. Pendapat kaum modernis seolah-

olah meragukan kemurnian ajaran Islam yang tumbuh dan berkembang dan

bahkan telah menjadi tradisi yang menyatu dengan masyarakat muslim Indonesia.

Juga dalam buku Tradisi Orang-orang NU pengarang: Munawir Abdul

Fatah, buku terbitan Pustaka Pesantren (kelompok penerbit LKIS. Buku ini

merupakan sebuah buku yang membahas tentang meneguhkan kembali tradisi

orang-orang NU yang belakangan diusik sejumlah kelompok puritan yang

menolak keras segala yang berbau tradisi dan budaya lokal. Dengan argument

16

aqliyah dan naqliyah, buku ini menampilkan suatu ciri masyarakat NU sebagai

salah satu wajah Islam nusantara yang ramah dan toleran.

Selain itu Buku Karya A. Syafi’i Ma’arif dkk., Muhammadiyah dan NU

Reorientasi Wawasan Keislaman, (Yogyakarta : kerjasama LPPI UMY LKPSM

NU dan PP al Muhsin, Cet I 1993) juga karya M Rusli Karim dalam Buku

Muhammadiyah Dalam Kritik dan Komentar, cet 1 Jakarta, Penerbit Rajawali,

1986. serta Buku Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam (1976) yang ditulis

Mustafa Kamal, juga buku Muhammadiyah, Sejarah, Pemikiran dan Amal usaha

yang di himpun oleh Tim Pembina al-Islam dan Kemuhammadiyahan, UMM.

Skripsi Mochammad Ali Afif, mahasiswa Fakultas Dakwah, 2006 yang

berjudul Akhlak Nabi Dalam Kitab Maulid Al-Barzanji Natsr Sebagai Materi

Da wah . Dalam penelitian tersebut menitikberatkan pada bagaimana akhlak

Nabi dalam kitab Maulid al-Barzanji Natsr sebagai materi dakwah. Tujuan

penelitian tersebut adalah hanya sebatas untuk mengetahui akhlak Nabi dalam

kitab Maulid al-Barzanji Natsr dan untuk mengetahui relevansi dengan materi

dakwah. Jadi sangat berbeda dengan yang peneliti lakukan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Moh. Sahid (3101043), mahasiswa

Fakultas Tarbiah, 2006 yang berjudul “Intensitas Pembacaan Maulid Al-Barzanji

dan Pengaruhnya terhadap Akhlak Santri Pondok Pesantren Miftahus Sa adah

Mijen Semarang . Penelitian tersebut menitikberatkan pada Intensitas Pembacaan

Maulid al-Barzanji; 2) akhlak santri di Pondok Pesantren Miftakhus Sa’adah

sehari-hari; 3) Pengaruh Intensitas Pembacaan Maulid al-Barzanji dan

Pengaruhnya Terhadap Akhlak Santri Pondok Pesantren Miftahus Sa’adah Mijen

Semarang.

Beberapa tulisan di atas akan dijadikan sebagai kajian pustaka dalam

membuat skripsi ini. Meskipun sudah banyak penelitian yang membahas tentang

Tradisi Maulid Nabi serta kitab al-Barzanji, akan tetapi dapat dipahami bahwa

skripsi ini memiliki corak yang berbeda, sehingga memiliki nilai orisinalitas yang

17

masih murni dan layak untuk mendapat perhatian lebih dan tindak lanjut yang

jelas. Perbedaan tersebut terletak pada obyek yang dikaji dalam penelitian ini,

yakni pada sudut pandang aspek aqidah masyarakat Nahdlatul Ulama dan

Muhammadiyah.

Berdasarkan pada pemaparan beberapa tinjauan di atas, maka sangat jelas

bahwa belum ada pihak yang mengadakan penelitian secara khusus, terlebih lagi

pada dataran kasuistik sebagaimana yang penulis laksanakan. Oleh sebab itulah

penulis memberanikan diri untuk melakukan penelitian dengan permasalahan

tersebut.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada aturan yang dirumuskan secara sistematis

dan eksplisit, yang terdapat dalam berkaitan erat dengan masalah peringatan

Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji.

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu

sebuah penelitian yang data-datanya pokoknya digali melalui pengamatan-

pengamatan dan sumber-sumber data di lapangan yaitu pengumpulan data

yang dilakukan dengan penelitian di tempat terjadinya gejala yang diteliti.

Penelitian ini pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara

khusus realitas yang telah terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.21

Sebagai sumber cross-check atas data-data yang peneliti dapatkan terlebih

dahulu melalui metode penelitian pustaka (library research).

Metode penelitian skripsi ini terdiri dari: jenis data menggunakan data

kualitatif. Oleh karena itu ditinjau dari penggolongan menurut tarafnya,

penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analisis.

2. Sumber Data

21 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung, Mandar Maju, 1990, hlm.32.

18

Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian ini yang akan dijadikan

penulis sebagai pusat informasi pendukung data yang dibutuhkan dalam

penelitian. Sumber rujukan data tersebut adalah :

a. Data primer yaitu :

Jenis data primer adalah data pokok yang berkaitan dan diperoleh

secara langsung dari obyek penelitian. Sedangkan sumber data primer

adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara

langsung.22 Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh data yang

berkaitan dengan pelaksanaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab

al-Barzanji di desa Pegandon kabupaten Kendal serta data tentang pendapat

NU dan Muhammadiyah mengenai tradisi tersebut. Sedangkan sumber data

primer dalam penelitian ini adalah pelaku tradisi Maulid Nabi serta

pembacaan kitab al-Barzanji, naskah kitab-kitab al-Barzanji, Masyarakat

NU dan Muhammadiyah, Pengurus NU dan Muhammadiyah, Himpunan

Putusan Majlis tarjih Muhammadiyah dan Bathsul Masa’il NU.

Obyek penelitian ini dipilah menjadi dua bagian. Pertama, adalah

materi tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji dengan

berbagai variasi yang ada termasuk syarat-syarat yang menyertainya. Fokus

kajian obyek pertama adalah persoalan interpretasi teologis, sosio kultural,

dan dampak politis yang menyertainya. Kedua, adalah Pelaku acara Tradisi

Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji, baik pada warga

organisasi NU dan Muhammadiyah, di desa Pegandon kabupaten Kendal

dan simpatisannya. Identifikasi terhadap responden didasarkan status dan

kedudukan keanggotaan peserta pada organisasi tersebut.

b. Data sekunder

Jenis data sekunder adalah jenis data yang dapat dijadikan sebagai

pendukung data pokok. Atau dapat pula didefinisikan sebagai sumber yang

22 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta, Rineka Cipta,1991), hlm. 87-88.

19

mampu atau dapat memberikan informasi atau data tambahan yang dapat

memperkuat data pokok.23 Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data

sekunder adalah segala sesuatu yang memiliki kompetensi dengan masalah

yang menjadi pokok dalam penelitian ini, baik berupa manusia maupun

benda (majalah, buku, karya ilmiah, artikel, koran, ataupun data-data

berupa foto) yang berkaitan dengan masalah penelitian. Yaitu

mengumpulkan dokumentasi serta mengadakan wawancara langsung

kepada pihak-pihak yang berkompeten dengan penelitian ini dengan

mengadakan survey langsung ke masyarakat NU dan Muhammadiyah di

desa Pegandon kabupaten Kendal.

3. Populasi dan Sample

Populasi adalah seluruh anggota dari obyek penelitian.24 Populasi

penelitian ini adalah seluruh warga NU dan Muhammadiyah jama’ah Maulid

serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa Pegandon kabupaten Kendal.

Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.25

Adapun tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan

tehnik Purposive Sampling. Yaitu salah satu tehnik pemilihan sampel

dilakukan dengan mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau

daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Tehnik ini bisanya

dilakukan karena beberapa pertimbangan misalnya alasan keterbatasan waktu,

tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sample yang besar dan jauh.

Yaitu peneliti bisa menentukan sample berdasarkan tujuan tertentu, tetapi ada

syarat-syarat yang harus dipenuhi.26

Mengingat populasi yang sangat luas, maka penulis menekankan pada

tujuan perolehan data secara optimal, benar dan tepat. Sehingga untuk

23 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 85.24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

1997), hlm. 130.25 Ibid hlm. 131..26 Ibid. hlm. 139.

20

memenuhi tujuan tersebut penulis menggunakan metode ini dengan cara

mengambil data pada orang-orang tertentu yang mengetahui tentang obyek

yang akan diteliti. Yaitu mencari dan mewawancarai sejumlah ulama yang

terlibat dalam acara peringatan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-

Barzanji dengan mengambil sampel dari tokoh masyarakat, tokoh agama, serta

Pengurus Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Selain itu Penulis juga

mengambil sampel pada masyarakat setempat yang berhubungan dengan

masalah itu.

4. Tehnik Pengumpulan data

Metode yang akan penulis pergunakan dalam usaha mengumpulkan data,

yakni :

a. Wawancara atau interview

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan

pula.27 Metode wawancara menghendaki komunikasi langsung antara

penyelidik dengan subyek (responden).28 Sedangkan jenis pedoman

wawancara yang akan digunakan oleh penulis adalah jenis pedoman

interview tidak terstruktur, yakni pedoman wawancara yang hanya memuat

garis-garis besar pertanyaan yang akan diajukan.29

Metode ini penulis gunakan untuk menggali data tentang

pandangan, pendapat para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat

tentang pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-

Barzanji.

Informan yang diwawancarai adalah mereka yang diidentifikasi

sebagai obyek yang dipandang mempunyai pengetahuan tentang

keberadaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji, baik

27 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 165.28 P. Joko Subagyo, op. cit., hlm. 39.29 Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 155.

21

secara teologis, sosio-kultural, maupun terkait dengan visi politis. Adapun

wawancara dilakukan dengan cara unstructured interview, maksudnya

peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara bebas tanpa terikat oleh

pertanyaan tertulis. Keadaan ini dimaksudkan agar wawancara dapat

berlangsung luwes dengan arah yang lebih terbuka. Dengan demikian,

akan diperoleh informasi data yang lebih kaya dan bervariasi dan

pembicaraan tidak akan terpaku pada draf yang telah disiapkan.

Namun secara garis besar materi wawancara akan dikembangkan

dan difokuskan pada persoalan interpretasi responden tentang tradisi

Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji, persoalan-persoalan yang

menyebabkan munculnya perbedaan faham, dan dampak-dampak yang

menyertainya seperti dampak sosio kultural dan politis antara organisasi

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, pertanyaan yang kedua

berhubungan dengan kondisi aqidah masyarakat yang mengikuti tradisi

Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa Pegandon

Kabupaten Kendal. Disamping itu juga alasan keterlibatannya dalam tradisi

yang diikuti, serta kontroversi seputar pelaksanaan tradisi Maulid Nabi

serta pembacaan kitab al- Barzanji.

Selain model wawancara secara terbuka, pengembangan wawancara

juga dilakukan dengan model snowball, yaitu pengembangan materi

berdasarkan informasi dari responden yang telah diwawancarai.

Pengambilan data wawancara akan dihentikan jika data-data yang

diperlukan telah dipandang cukup memadai.

Karena salah satu obyek utama dalam penelitian ini adalah para

pelaku tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji dan aktivitas

yang menyertainya, kemungkinan distorsi data adalah besar sekali. Untuk

itu mengeliminasi ketidak sahihan data yang masuk, maka akan dilakukan

kritik dengan crossing data. Hal ini dilakukan dengan mencocokkan hasil

wawancara antara responden yang satu dengan yang lainnya. Dari crossing

22

data ini akan dianalisis data mana yang dianggap mempunyai akurasi

kebenaran paling tinggi. Untuk menunjang kelengkapan data juga

dilakukan kajian dokumen sejarah, baik berupa hasil penelitian ataupun

sumber-sumber diidentifikasi sebagai sumber data seperti naskah-naskah

kitab al-Barzanji, kumpulan hadits, buku-buku yang membahas keberadaan

tradisi Maulid Nabi dan kitab al- Barzanji.

b. Observasi

Adalah pengamatan, meliputi kegiatan, pemuatan perhatian

terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra.30 Tehnik ini

digunakan untuk mengetahui keadaan umum desa Pegandon kabupaten

Kendal dan kondisi keagamaan masyarakatnya.

Metode pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi

merupakan metode pengumpulan data yang erat hubungannya dengan

proses pengamatan dan pencatatan peristiwa yang dilihat maupun dialami

oleh penulis. Observasi terdiri dari dua jenis yakni observasi partisipatoris

yang berarti peneliti ikut terlibat aktif dalam kegiatan yang sedang diteliti

dan observasi non partisipatoris di mana peneliti tidak perlu terlibat dalam

kegiatan yang sedang diteliti.31

Sedangkan jenis observasi yang penulis gunakan adalah observasi

partisipatoris, yakni sebuah observasi yang melibatkan penulis secara

langsung sebagai peserta acara tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab

al-Barzanji.

c. Dokumentasi.

Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data (informasi)

yang berwujud sumber data tertulis atau gambar. Sumber tertulis atau

gambar tersebut dapat berbentuk dokumen resmi, buku, majalah, surat

kabar, arsip, dokumen pribadi, dan photo. yang terkait dengan

30 Ibid. hlm.146.31 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), hlm. 147.

23

permasalahan penelitian. 32 Dokumen-dokumen yang terdapat dalam

penelitian ini sebagai data meliputi: Profil organisasi NU dan

Muhammadiyah di desa Pegandon Kabupaten Kendal, bagan kepengurusan

NU dan Muhammadiyah di desa Pegandon Kabupaten Kendal, dan

visualisasi kegiatan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji.

Serta perekaman suara pada saat dilakukan penyelenggaraan acara

berlangsung, sedang pada aktivitas partisipatif, peneliti akan mengamati

setiap detail acara yang dilakukan seperti urutan pelaksanaan, doa-doa

yang diucapkan, urutan materi, perilaku dan keterlibatan peserta. Tehnik

ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi tentang gambaran umum

desa tersebut (letak geografis, kondisi sosial, mata pencaharian, pendidikan

dan agama).

5. Analisis Data

Dalam rangka menganalisis data-data yang ada baik data-data yang

diperoleh dari kepustakaan maupun hasil dari penelitian lapangan, penulis

menggunakan metode sebagai berikut:

a) Deskriptif

Metode deskriptif menurut John W. Best adalah usaha

mendeskripsikan dan menginterpretasikan mengenai apa yang ada tentang

kondisi, pendapat yang sedang berlangsung serta akibat yang terjadi atau

kecenderungan yang tengah berkembang.33

Dengan kata lain analisis deskriptif adalah suatu metode dalam

meneliti kelompok manusia, suatu obyek, setting sosial, sistem pemikiran,

atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Adapun tujuannya adalah

untuk membuat deskripsi (gambaran /lukisan) secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang

32 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 71.33 John W. Best, Research in Education , dalam Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur W.

(ed.), Metodologi Penelitian dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 119.

24

diselidiki.34 Dengan demikian, analisis deskriptif ini dilakukan ketika

peneliti saat berada di lapangan dengan cara mendeskripsikan segala data

yang telah didapat, lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis,

cermat dan akurat.

b) Kualitatif

Adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati.35 Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui dan memahami

sesuatu yang bersifat realitas sosial dan dunia tingkah laku manusia itu

sendiri terhadap upacara tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-

Barzanji.

Berdasarkan pada spesifikasi jenis penelitian, maka dalam

melakukan analisis terhadap data-data yang telah tersaji secara kualitatif

tentunya juga menggunakan teknik analisis data kualitatif pula, tepatnya

menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif yaitu proses analisa

data dengan maksud menggambarkan analisis secara keseluruhan dari data

yang disajikan tanpa menggunakan rumusan-rumusan statistik atau

pengukuran.36

c) Metode Induktif

Pola berfikir dalam analisis data dalam penelitian ini menggunakan

pola berfikir induktif. Berpikir induktif merupakan suatu jenis pola berfikir

yang bertolak dari fakta empiris yang didapat dari lapangan (berupa data

penelitian) yang kemudian dianalisis, ditafsirkan dan berakhir dengan

penyimpulan terhadap permasalahan berdasar pada data lapangan tersebut.

Dengan kata lain metode analisis dengan pola berfikir induktif merupakan

34 Sumardi Subagya, op.cit. hlm.1835 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2002), hlm. 3.36 Margono, op. cit., hlm. 39.

25

metode analisis yang menguraikan dan menganalisis data-data yang

diperoleh dari lapangan dan bukan dimulai dari deduksi teori.37

Proses pelaksanaan analisis data deskriptif kualitatif menempuh dua

tahap yang kesemuanya dilandasi dengan teknik kategorisasi dan pola pikir

induktif. Tahap pertama merupakan analisis terhadap seluruh data

“mentah” yang diperoleh dari lapangan dan belum terolah. Pada tahap

pertama ini, langkah pertama adalah membuat kategori-kategori (batasan)

data yang akan diolah menjadi data “matang” untuk kemudian (langkah

kedua) menyajikannya dalam bentuk data yang telah terolah dan

tersistematisir. (terkait dengan hasil penggalian data). Sedangkan tahap

kedua dari proses analisis deskriptif kualitatif berhubungan dengan analisis

terhadap data-data yang telah tersaji (sesuai dengan pokok permasalahan).

Pada tahap ini penulis menerapkan pola pikir induktif terhadap

data yang ada di mana dalam proses ini data-data yang ada dikelompokkan

menjadi data-data khusus untuk kemudian memberikan kesimpulan umum

(proses generalisasi). Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengembangkan

dan menjabarkan gambaran-gambaran data yang berkaitan dengan pokok

permasalahan untuk mencari jawaban pokok masalah.

d) Fenomenologi

Yaitu penelitian yang menggunakan perbandingan sebagai sarana

mempelajari sikap dan perilaku agama manusia yang ditemukan dari

pengalaman dan kenyataan dari lapangan dan sebagai sarana interpretasi

utama untuk mempelajari arti ekspresi-ekspresi agama, seperti

persembahan, upacara agama, makhluk gaib dan lain-lainnya dikemukakan

dari pengalaman serta kenyataan di lapangan. Metode ini digunakan untuk

mengetahui dan memahami makna dibalik gejala tersebut, baik yang

37 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 40.

26

berhubungan dengan makna teologi maupun makna sosial budaya, 38

terutama dalam pelaksanaan tradisi maulid nabi serta pembacaan kitab al-

Barzanji

e) Metode Komparasi

Yaitu metode yang digunakan untuk menentukan kesamaan dan

perbedaan dengan membandingkan instrument-instrumen yang terkait.39

Disini Penulis melakukan komparasi antara pendapat NU dan

Muhammadiyah terhadap fenomena yang muncul baik dalam kaitannya

mengenai ideologinya, munculnya dimensi sosial dalam pelaksanaan

tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji, dan dampak politik

yang menyertainya, khususnya yang berkaitan dengan pandangan dan

aktivitas responden yang dianalisis, dan dihubungkan dengan berbagai

macam fenomena seperti fungsi, bentuk, simbolisme, dan munculnya

perbedaan faham.

Dari analisis yang dilakukan diharapkan akan diketahui bagaimana

sebenarnya realitas tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji

di antara penganut NU dan Muhammadiyah serta harapan-harapan apa

yang diinginkan mereka. Dari kerangka inilah kemudian dirumuskan

beberapa solusi dan model-model yang diharapkan dapat dipakai sebagai

kerangka sosialisasi penyelesaian persoalan di kalangan umat Islam

khususnya antara warga NU dan Muhammadiyah.

38 Dadang Kahmadi, Metode Penelitian Agama, Perspektif Ilmu Perbandingan Agama,(Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 55.

39 Anton Baker dan Ahmad Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius,1990), hlm 51.

27

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan laporan hasil penelitian (skripsi) ini terdiri dari: Bagian awal

yang berisi cover, halaman judul, surat persetujuan pembimbing, surat pengesahan,

halaman persembahan, halaman motto, deklarasi kata pengantar, abstraksi,

transliterasi, dan daftar isi. Bagian isi yang terdiri dari 5 (lima) bab dengan

penjabaran isi sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan yang berisikan : Latar Belakang Masalah, alasan pemilihan

judul, Pokok Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,

Metodologi Penelitian (meliputi: jenis penelitian, sumber data, tehnik

pengumpulan data, analisis data) dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Landasan Teori tentang Tinjauan Umum tentang Peringatan Tradisi

Maulid Nabi dan Pembacaan kitab al-Barzanji meliputi: Definisi dan

sejarah perayaan Maulid Nabi terdiri dari: Pengertian tradisi Maulid

Nabi, Tinjauan historis Dasar maulid, macam-macam kitab Maulid dan

pembacanya, Kumpulan fatwa ulama seputar perayaan Maulid Nabi,

Argumen para penentang dan yang membolehkan tradisi Maulid Nabi.

Tinjauan umum tentang kitab al-Barzanji meliputi: Biografi Ja’far al-

Barzanji dan karya-karyanya, pokok-pokok pembahasan dalam kitab al-

Barzanji serta kajian dan kritik dalam kitab al-Barzanji.

Bab III : Merupakan penyajian lapangan yang didapat dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh penulis yaitu: Tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab

al-Barzanji di desa Pegandon meliputi: Gambaran Umum masyarakat

desa Pegandon, yaitu: menjelaskan tentang Keadaan geografis dan

kondisi demografis desa, yang terdiri dari: jumlah penduduk, tingkat

pendidikan, kondisi sosial ekonomi dan budaya, sarana ibadah, Keadaan

sosial keagamaan masyarakat serta adat istiadat yang berkembang di desa

Pegandon kabupaten Kendal. Pembahasan utama mengenai Praktek

peringatan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa

28

Pegandon kabupaten Kendal. Yaitu meliputi:1) Praktek Nahdlatul Ulama

dalam memperingati tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-

Barzanji, meliputi : Sejarah Nahdlatul Ulama, Pelaksanaan tradisi Maulid

Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji dalam Nahdlatul Ulama di Desa

Pegandon Kabupaten Kendal. 2) Praktek Tradisi Maulid Nabi serta

pembacaan kitab al-Barzanji Muhammadiyah di desa Pegandon Kendal

meliputi: Sejarah Muhammadiyah, Pelaksanaan tradisi Maulid serta

pembacaan kitab al-Barzanji dalam Muhammadiyah di desa Pegandon

kabupaten Kendal. Serta Tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-

Barzanji dalam dimensi Teologis, Sosio Kultural dan politis.

Bab IV : Analisis Komparatif, Bab ini terdiri dari tiga sub bab yaitu: Pertama,

analisis tentang Bagaimana peringatan tradisi Maulid Nabi menurut

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua, analisis tentang

penerimaan tradisi pembacaan Kitab al-Barzanji dalam pandangan

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Pegandon kabupaten

Kendal terhadap Ketiga, letak persamaan dan perbedaan antara Nahdlatul

Ulama dan Muhammadiyah di desa Pegandon kabupaten Kendal dalam

menyikapi peringatan Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji

dalam tinjauan aqidah Islam.

Bab V : Merupakan penutup yang menandai akhir dari keseluruhan proses

penelitian ini yang berisikan Kesimpulan (menerangkan hasil penelitian),

kritik maupun Saran-Saran, dan Penutup. Bagian akhir yang terdiri dari

Daftar Pustaka, Lampiran dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.

29

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TRADISI MAULID NABI SAW SERTA

PEMBACAAN KITAB AL BARZANJI

A. Definisi dan Sejarah Perayaan Maulid Nabi

1. Pengertian Maulid Nabi

Secara etimologis, Maulid Nabi Muhammad SAW bermakna (hari),

tempat atau waktu kelahiran Nabi yakni peringatan hari lahir Nabi Muhammad

SAW. Secara terminologi, Maulid Nabi adalah sebuah upacara keagamaan

yang diadakan kaum muslimin untuk memperingati kelahiran Rasulullah

SAW. Hal itu diadakan dengan harapan menumbuhkan rasa cinta pada

Rasululllah SAW. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang

di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW. wafat. Secara

subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan

kepada Rasulullah Muhammad SAW., dengan cara menyanjung Nabi,

mengenang, memuliakan dan mengikuti perilaku yang terpuji dari diri

Rasulullah SAW.40

Al-Qasthalani sebagaimana dikutip oleh Ja’far Murtadha al-‘Amaly

berkata, bahwa selama umat Islam masih melakukan perayaan peringatan

Maulid Nabi dan melaksanakan pesta-pesta, memberikan sedekah pada malam

itu dengan berbagai macam kebaikan, menampakkan kebahagiaan,

menambahkan perbuatan yang baik, melaksanakan pembacaan sejarah Maulid

Nabi, dan memperlihatkan bahwa Maulid tersebut mendatangkan berkah

kepada mereka dengan keutamaan yang bersifat universal…sampai pada

perkataannya. “…maka Allah pasti memberikan rahmat pada seseorang yang

40 Peringatan Maulid Nabi SAW, Agar Tidak Menjadi Tradisi dan Seremoni Belaka. HizbutTahrir Indonesia. Bulletin Al-Islam, hal 1, Edisi 348/Tahun XIV, tahun 2007

30

mengadakan perayaan Maulid tersebut sebagai hari besar, dan bila penyakit

hatinya bertambah, ia akan menjadi obat yang dapat melenyapkannya.41

Ibn Al Hajj dalam bukunya, Al Mudkhal”, menggambarkannya secara

ekstrim. Ia menentang keras anggapan bid’ah, atau penurut hawa nafsu, bagi

orang yang mengadakan peringatan Maulid. Menurutnya bahwa sekalipun para

penyanyi dengan alat-alat musiknya yang diharamkan turut meramaikan

peringatan maulid, maka Allah tetap memberikan pahala, karena tujuannya

yang baik. Ibnu Ubaid dalam karyangya: Rasailuhu al-kubra

menggambarkan sebagai berikut: ”….menurut saya, peringatan Maulid adalah

salah satu hari besar dari sekian banyak hari besar lainnya. Dengan semua yang

dikerjakan pada waktu itu, karena merupakan ungkapan dari rasa senang dan

gembira karena adanya hari besar tersebut, dengan memakai baju baru,

mengendarai kendaraan yang baik, adalah masalah mubah (yang dibolehkan)

tak seorangpun yang menentangnya.”

Ibnu hajar berkata “Apa saja yang dikerjakan pada Maulud itu, dengan

mencari pemahaman arti syukur kepada Allah, membaca al- Qur’an, sejarah

hidup Nabi, makan-makanan, bersedekah, menyanyikan sesuatu yang bersifat

pujian kepada Nabi dan kezuhudannya, dan kalaulah hal itu diikuti dengan

permainan-permainan yang diperbolehkan, maka tentu hukumnya peringatan

itu mubah, dengan tetap tidak mengurangi nilai kesenangan pada hari itu. Hal

itu tidak dilarang dan perlu di teruskan. tapi kalau diikuti dengan hal-hal yang

diharamkan atau dimakruhkan, maka dilarang. Begitulah apa yang menjadi

perbedaan dengan yang pertama.42

41 Ja’far Murtadha al-‘Amaly, Perayaan Haul dan Hari-hari Besar Islam Bukan Suatu yang Haram,(Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 21

42 Ibid., hlm 22

31

2. Tinjauan Historis Dasar Maulid Nabi

Kegiatan Maulid Nabi belum dilaksanakan pada zaman Nabi, tetapi pekerjaan

itu dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya secara umum. Walaupun tidak ada nash yang

nyata tetapi secara tersirat Allah dan Rasul-Nya menyuruh kaum muslimin untuk

merayakan suatu hari yang menjadi peringatan-peringatan seperti Maulid Nabi, Isra’

Mi’raj, Nuzulul Qur’an, tahun baru Islam, hari Asyura’ dan lain-lain.43 Di antara 40

dalil yang menjadi dasar Maulid Nabi antara lain:

Artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. Beliau berkata: bahwasanya Rasulullah ketika diMadinah beliau dapat orang Yahudi puasa pada hari Asyura, maka Nabibertanya kepada mereka: hari apakah yang kamu puasakan ini? Jawabmereka: ini hari besar di mana Allah telah membebaskan Musa dan kaumnya,maka Musa berpuasa pada hari semacam ini karena bersyukur kepada Allahdan kamipun mempuasakan pula untuk menghormati Musa disbandingkamu. Maka Nabi berpuasa pada hari Asyura itu dan beliau menyuruh umatIslam untuk berpuasa pada hari itu. (HR. Bukhari Muslim)”.44

Al-Hafid Ibnu Hajar Asqalani yaitu pengarang Shahih Bukhari yang bernama

Fatkhul Bari’ mengatakan bahwa dari hadis tersebut dapat dipetik hukum:

a. Umat Islam dibolehkan bahkan dianjurkan agar memperingati hari-hari

bersejarah, hari-hari yang dianggap besar seperti Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj dan

lain-lain.

b. Nabi pun memperingati hari karamnya Fir’aun dan bebasnya Musa dengan

melakukan puasa Asyura sebagai rasa syukur atas hapusnya yang bathil

dan tegaknya yang hak.45

Selanjutnya dalil yang berkaitan dengan Maulid Nabi sebagaimana

disebutkan dalam Firman Allah SWT. Surat al-A’raf ayat 157:

43 Sirajudin Abbas, 40 Masalah Agama 2, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2004), hlm.182.44 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Libanon: Darul Fikr, t.th.), hlm. 241.45 Sirajudin Abbas, op. cit., hlm. 183.

32

tûï Ï%©!$#šcq ãèÎ7 ­FtƒtAq ß™§•9$#¢ÓÉ< ¨Z9$#¥_ ÍhG W{ $#“Ï% ©!$#¼ çmtRr߉Åg s†$¹/q çG õ3 tBöN èd y‰Y Ïã’Îû

Ïp1 u‘öq ­G9$#È@‹ ÅgU M}$#urN èdã• ãBù' tƒÅ$rã• ÷èyJ ø9$$Î/öN ßg8pk÷]tƒ urÇ tãÌ• x6Y ßJ ø9$#‘@Ïtä†urÞO ßgs9

ÏM» t6 Íh‹ ©Ü9$#ãPÌh• ptä†urÞO ÎgøŠn=tæy] Í´ ¯» t6 y‚ø9$#ßìŸÒ tƒ uröN ßg÷ZtãöN èd uŽñÀ Î)Ÿ@» n=øñF{ $#urÓÉL©9$#ôMtR% x.

óO ÎgøŠn=tæ4šúï Ï% ©!$$sù(#q ãZtB#uä¾Ïm Î/çnrâ‘“ tã urçnrã• |Á tRur(#q ãèt7 ¨?$#uru‘q ‘Z9$#ü“Ï% ©!$#tAÌ“Ré&ÿ¼çm yètB

 y7Í´ ¯» s9'ré&ãN èdšcq ßsÎ=øÿßJ ø9$#ÇÊÎÐÈ

Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummiyang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada disisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarangmereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segalayang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuangdari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka [574].Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnyadan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran),mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-A’raf: 157).

Dalam ayat ini dinyatakan dengan tegas bahwa orang yang memuliakan

Nabi Muhammad SAW., adalah orang yang beruntung. Merayakan Maulid

Nabi termasuk dalam rangka memuliakannya. Ayat di atas sangat umum dan

luas. Artinya, apa saja yang dikerjakan kalau diniatkan untuk memuliakan

Nabi maka akan mendapat pahala. Yang dikecualikan ialah kalau memuliakan

Nabi dengan suatu yang setelah nyata haramnya dilarang oleh Nabi seperti

merayakan Maulid Nabi dengan judi, mabuk-mabukan dan lain sebagainya.46

Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh

Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa pemerintahan

Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193M). Adapula yang berpendapat

bahwa idenya sendiri justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya

adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW., serta

46 Sirajuddin Abbas, op. cit., hlm. 183-184.

33

meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat

dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya

memperebutkan kota Yerusalem.

Fakta yang sesungguhnya dari kehidupan Rasulullah SAW.

menegaskan bahwa tidak ada riwayat yang menyebutkan beliau pada tiap

ulang tahun kelahirannya melakukan ritual tertentu. Bahkan para shahabat

beliau pun tidak pernah kita baca dalam sejarah pernah mengadakan ihtifal

(seremoni) secara khusus setiap tahun untuk mewujudkan kegembiraan karena

memperingati kelahiran Nabi SAW. Bahkan upacara secara khusus untuk

merayakan ritual maulid Nabi SAW. juga tidak pernah kita dari generasi tabi'in

hingga generasi salaf selanjutnya.47

Perayaan seperti ini secara fakta memang tidak pernah diajarkan, tidak

pernah dicontohkan dan juga tidak pernah dianjurkan oleh Rasulullah SAW.,

para shahabat bahkan para ulama salaf di masa selanjutnya. Perayaan maulid

Nabi SAW. Secara khusus baru dilakukan di kemudian hari, dan ada banyak

versi tentang siapa yang memulai tradisi ini. Sebagian mengatakan bahwa

Shalahuddin Al-Ayyubi yang mula-mula melakukannya, sebagai reaksi atas

perayaan natal umat Nasrani. Karena saat itu di Palestina, umat Islam dan

Nasrani hidup berdampingan. Sehingga terjadi interaksi yang majemuk dan

melahirkan berbagai pengaruh satu sama lain.

Versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid ini dimulai pada masa

dinasti Daulah Fatimiyyah di Mesir pada akhir abad keempat hijriyah. Hal itu

seperti yang ditulis pada kitab Al-A'yad wa atsaruha alal Muslimin oleh

Sulaiman bin Salim As-Suhaimi hal. 285-287. Disebutkan bahwa para khalifah

Bani Fatimiyyah mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, di antaranya

adalah perayaan tahun baru, asyura, maulid Nabi SAW. bahwa termasuk

47 http://afrivolities.blogspot.com/2007/04/maulid-nabi-benarkah.html Ahmad Sarwat, Lcdiakses pada tanggal 28 Pebruari 2008

34

maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husein serta maulid Fatimah

dll..48

Versi lainnya lagi menyebutkan bahwa perayaan maulid dimulai tahun

604 H oleh Malik Mudaffar Abu Sa'id Kukburi. Hukum Merayakan Maulid

Nabi SAW bagi mereka yang sekarang ini banyak merayakan maulid Nabi

SAW, seringkali mengemukakan dalil. Di antaranya: 1. Mereka

berargumentasi dengan apa yang ditulis oleh Imam Al-Suyuti di dalam kitab

beliau, Hawi li al-Fatawa Syaikhul Islam tentang Maulid serta Ibn Hajar Al-

Asqalani ketika ditanya mengenai perbuatan menyambut kelahiran Nabi SAW.

Beliau telah memberi jawaban secara bertulis: Adapun perbuatan menyambut

maulid merupakan bid'ah yang tidak pernah diriwayatkan oleh para salafush-

shaleh pada 300 tahun pertama selepas hijrah. 49

Namun perayaan itu penuh dengan kebaikan dan perkara-perkara yang

terpuji, meski tidak jarang dicacat oleh perbuatan-perbuatan yang tidak

sepatutnya. Jika sambutan maulid itu terpelihara dari perkara-perkara yang

melanggar syari'ah, maka tergolong dalam perbuatan bid'ah hasanah. Akan

tetapi jika sambutan tersebut terselip perkara-perkara yang melanggar syari'ah,

maka tidak tergolong di dalam bid'ah hasanah. Selain pendapat di atas, mereka

juga berargumentasi dengan dalil hadits yang menceritakan bahwa siksaan Abu

Lahab di neraka setiap hari Senin diringankan. Hal itu karena Abu Lahab ikut

bergembira ketika mendengar kelahiran keponakannya, Nabi Muhammad

SAW. Meski dia sediri tidak pernah mau mengakuinya sebagai Nabi. Bahkan

ekspresi kegembiraannya diimplementasikan dengan cara membebaskan

budaknya, Tsuwaibah, yang saat itu memberi kabar kelahiran Nabi SAW..

Perkara ini dinyatakan dalam sahih Bukhari dalam kitab Nikah. Bahkan

Ibnu Katsir juga membicarakannya dalam kitabnya SiratunNabi jilid 1 halaman

124. Syamsuddin Muhammad bin Nasiruddin Ad-Dimasyqi menulis dalam

48 Ibid49 Ibid

35

kitabnya Mawrid as-sadi fi Mawlid al-Hadi: "Jika seorang kafir yang memang

dijanjikan tempatnya di neraka dan kekal di dalamnya" (surat Al-Lahab ayat

111) diringankan siksa kuburnya tiap Senin, apalagi dengan hamba Allah yang

seluruh hidupnya bergembira dan bersyukur dengan kehadiran Ahmad dan

meninggal dengan menyebut "Ahad". Hujjah lainnya yang juga diajukan oleh

para pendukung Maulid Nabi SAW. adalah apa yang mereka katakan sebagai

pujian dari Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani.

Menurut mereka, Ibnu Hajar telah menulis di dalam kitabnya, 'Al-

Durar al-Kamina Fi 'ayn al-Mi'at al-Thamina' bahwa Ibnu Kathsir telah

menulis sebuah kitab yang bertajuk maulid Nabi di penghujung hidupnya,

"Malam kelahiran Nabi SAW. merupakan malam yang mulia, utama, dan

malam yang diberkahi, malam yang suci, malam yang menggembirakan bagi

kaum mukmin, malam yang bercahaya-cahaya, terang benderang dan bersinar-

sinar dan malam yang tidak ternilai.

Para pendukung maulid Nabi SAW. juga melandaskan pendapat

mereka di atas hadits bahwa motivasi Rasulullah SAW. berpuasa hari Senin

karena itu adalah hari kelahirannya. Selain karena hari itu merupakan hari

dinaikkannya laporan amal manusia. Abu Qatadah Al-Ansari meriwayatkan

bahwa Rasulullah SAW. Ketika ditanya mengapa beliau berpuasa pada hari

Senin, menjawab, "Itulah hari aku dilahirkan dan itulah juga hari aku diangkat

menjadi Rasul. "Hadits ini bisa kita dapat di dalam Sahih Muslim, kitab as-

siyam (puasa) Pendapat yang Menentang. Namun argumentasi ini dianggap

belum bisa dijadikan landasan dasar pensyariatan seremoni Maulid Nabi SAW.

Misalnya cerita tentang diringankannya siksa Abu Lahab itu, mereka

mengatakan bahwa Abu Lahab yang diringankan siksanya itu pun hanya sekali

saja bergembiranya, yaitu saat kelahiran. Dia tidak setiap tahun merayakan

kelahiran Nabi dengan berbagai ragam seremoni. Kalau pun kegembiraan Abu

Lahab itu melahirkan keringanan siksanya di neraka tiap hari Senin, bukan

36

berarti orang yang tiap tahun merayakan lahirnya Nabi SAW. akan

mendapatkan keringanan siksa.

Demikian juga dengan pujian dari Ibnu Katsir, sama sekali tidak bisa

dijadiakan landasan perintah untuk melakukan seremonial khusus di hari itu.

Sebab Ibnu Katsir hanya memuji malam hari di mana Nabi SAW. lahir, namun

tidak sampai memerintahkan penyelenggaraan seremonial. Demikian juga

dengan alasan bahwa Rasulullah SAW. Berpuasa di hari Senin, karena hari itu

merupakan hari kelahirannya. Hujjah ini tidak bisa dipakai, karena yang saat

dilakukan bukan berpuasa, tapi melakukan berbagai macam aktifitas setahun

sekali.50

Kalau pun mau berittiba' pada hadits itu, seharusnya umat Islam

memperbanyak puasa sunnah hari Senin, bukan menyelenggarakan seremoni

maulid setahun sekali. Bahkan mereka yang menentang perayaan maulid Nabi

ini mengaitkannya dengan kebiasaan dari agama sebelum Islam. Di mana umat

Yahudi, Nasrani dan agama syirik lainnya punya kebiasaan ini. Buat kalangan

mereka, kebiasaan agama lain itu haram hukumnya untuk diikuti. Sebaliknya

harus dijauhi. Apalagi Rasulullah SAW. tidak pernah menganjurkannya atau

mencontohkannya. Dahulu para penguasa Mesir dan orang-orang Yunani

mengadakan perayaan untuk tuhan-tuhan mereka. Lalu perayaan-perayaan ini

di warisi oleh orang-orang Kristen, di antara perayaan-perayaan yang penting

bagi mereka adalah perayaan hari kelahiran Isa al-Masih, mereka

menjadikannya hari raya dan hari libur serta bersenang-senang. Mereka

menyalakan lilin-lilin, membuat makanan-makanan khusus serta mengadakan

hal-hal yang diharamkan. Dan akhirnya, para penentang maulid mengatakan

bahwa semua bentuk perayaan maulid Nabi yang ada sekarang ini adalah

50 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi, Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi (PKG goa-SulawesiSelatan: Al Maktabah al-Atsariyah Ma’had Tanwir as-Sunnah, 2007) hlm. 201

37

bid'ah yang sesat. Sehingga haram hukumnya bagi umat Islam untuk

menyelenggarakannya atau ikut mensukseskannya. 51

Jawaban dari Pendukung Maulid Tentu saja para pendukung maulid

Nabi SAW, tidak rela begitu saja dituduh sebagai pelaku bid'ah. Sebab dalam

pandangan mereka, yang namanya bid'ah itu hanya terbatas pada ibadah

mahdhah (formal) saja, bukan dalam masalah sosial kemasyarakatan atau

masalah muamalah.

Adapun seremonial maulid itu oleh para pendukungnya diletakkan di

luar ritual ibadah formal. Sehingga tidak bisa diukur dengan ukuran bid'ah.

Kedudukannya sama dengan seorang yang menulis buku tentang kisah Nabi

SAW. Padahal di masa Rasulullah SAW, tidak ada perintah atau anjuran untuk

membukukan sejarah kehidupan beliau. Bahkan hingga masa salah berikutnya,

belum pernah ada buku yang khusus ditulis tentang kehidupan beliau.

Lalu kalau sekarang ini umat Islam memiliki koleksi buku sirah

nabawiyah, apakah hal itu mau dikatakan sebaga bid'ah? Tentu tidak, karena

buku itu hanyalah sarana, bukan bagian dari ritual ibadah. Dan keberadaan

buku-buku itu justru akan membuat umat Islam semakin mengenal sosok

beliau. Bahkan seharusnya umat Islam lebih banyak lagi menulis dan mengkaji

buku-buku itu.

Dalam logika berpikir pendukung maulid, kira-kira seremonial maulid

itu didudukkan pada posisi seperti buku. Bedanya, sejarah Nabi SAW. tidak

ditulis, melainkan dibacakan, dipelajari, bahkan disampaikan dalam bentuk

seni syair tingkat tinggi. Sehingga bukan melulu untuk konsumsi otak, tetapi

juga menjadi konsumsi hati dan batin. Karena kisah Nabi disampaikan dalam

bentuk syair yang indah. Dan semua itu bukan termasuk wilayah ibadah formal

(mahdhah) melainkan bidang muamalah. Di mana hukum yang berlaku bahwa

51 Ibid ., hlm 203

38

segala sesuatu asalnya boleh, kecuali bila ada dalil yang secara langsung

melarangnya secara eksplisit.

Kesimpulan sebagai bagian dari umat Islam, barangkali kita ada di

salah satu pihak dari dua pendapat yang berbeda. Kalau pun kita mendukung

salah satunya, tentu saja bukan pada tempatnya untuk menjadikan perbedaan

pandangan ini sebagai bahan baku saling menjelekkan, saling tuding, saling

caci dan saling menghujat.

Perbedaan pandangan tentang hukum merayakan Maulid Nabi SAW.,

suka atau tidak suka, memang telah kita warisi dari zaman dulu. Para

pendahulu kita sudah berbeda pendapat sejak masa yang panjang. Sehingga

bukan masanya lagi buat kita untuk meninggalkan banyak kewajiban hanya

lantaran masih saja meributkan peninggalan perbedaan pendapat di masa lalu.

Sementara di masa sekarang ini, sebagai umat Islam, bukanlah waktu

yang tepat bila kita saling bertarung dengan sesama saudara kita sendiri, hanya

lantaran masalah ini. Sebaliknya, kita justru harus saling membela,

menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan

pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. Kalau kita

terjebak untuk terus bertikai.

Menurut catatan sejarah, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

pertama kali diperkenalkan seorang penguasa Dinasti Fatimiyah. Jauh sebelum

Al-Barzanji lahir dan menciptakan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW.

Langkah ini secara tidak langsung dimaksudkan sebagai sebuah penegasan

kepada khalayak, bahwa dinasti ini betul-betul keturunan Nabi Muhammad

SAW. Setidaknya ada dimensi politis dalam kegiatan tersebut.

Selanjutnya peringatan Maulid menjadi sebuah rutinitas umat Islam di

berbagai belahan dunia. Hal itu terjadi setelah Abu Sa’id al-Kokburi, Gubernur

Irbil, Irak, mempopulerkannya pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin al-

Ayyubi (1138-1193M). Waktu itu tujuan untuk memperkokoh semangat

keagamaan umat Islam umumnya, khususnya mental para tentara menghadapi

39

serangan tentara salib dari Eropa, yang ingin merebut tanah suci Jerusalem dari

tangan kaum muslimin.

Memuliakan keagungan pribadi junjungan kita Nabi besar Muhammad

SAW. Sudah menjadi ketentuan syari’at. Menyambut kegembiraan kelahirannya

merupakan salah satu pertanda rasa terima kasih dan syukur kepada Allah SWT.

sekaligus merupakan bukti tentang keikhlasan menerima hidayah Illahi yang

dibawa Nabi Muhammad SAW.52

Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi

dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan

shalawat Nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan

Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga

dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten.

Sebagian masyarakat muslim Sunni dan Syiah di dunia merayakan

Maulid Nabi. Muslim Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal

sedangkan muslim Syiah merayakannya pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang

juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang keenam, yaitu Imam

Ja'far ash-Shadiq.

Kaum ulama yang berpaham Salafiyah dan Wahhabi, umumnya tidak

merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah

Bid'ah, yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW.

Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam

menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya.

Maulid sebagai bagian dari tradisi keagamaan dapat dilihat dari dua

segi, yakni segi historis dan segi sosial kebudayaan. Dari sudut historis, pada

cacatan al Sandubi dalam karyanya Tarikh al- ikhtilaf fi al-Maulid al-Nabawi,

al-Mu’izz li-Dinillah (341-365/953-975), penguasa dari Fatimiyah yang

pertama menetap di Mesir, adalah orang yang pertama yang

52 Al-Hamid al-Husaini, Sekitar Maulid Nabi Muhammad SAW dan Dasar HukumSyari atnya, (Semarang: Toha Putra, 1987), hlm. 82.

40

menyelenggarakan perayaan kelahiran Nabi yang tercatat dalam sejarah

Islam. Kemudian kurun-kurun berikutnya tradisi yang semula dirayakan hanya

oleh sekelompok Sya’i ini juga dilaksanakan oleh kaum Sunni, di mana

khalifah Nur al-Din, penguasa Syiria (511-569/1118-1174) adalah penguasa

pertama yang tercatat merayakan Maulid Nabi. Pelaksanaan secara besar-

besaran dilaksanakan untuk pertama kalinya oleh Raja Mudhaffar Abu Said

al Koukburi bin Zaid al-Din Ali bin Baktakin (549-643/1154-1232) penguasa

Irbil 80 km tenggara mosul Iran yakni pada awal abad ke 7/ke 13.53

Adapun karya-karya mengenai maulid tercatat memiliki keterkaitan

tarekat adalah al-Barzanji, yakni yang diadopsi dari tharekat tertua,

Qadiriyyah, sedangkan kitab maulid al-Diba’i tidak memiliki kaitan dengan

thariqah.54

Namun hampir terdapat kepastian, bahwa munculnya kitab-kitab

Maulid pada abad ke 15M/ ke 9-10H sebagai ekspresi penggugah semangat

kecintaan dan kerinduan pada rasul terilhami dari budaya sufisme. Tentu

saja antara tasawuf dan tarekat dengan kitab-kitab Maulid Nabi serta, serta

tradisi pembacaannya memiliki garis hubungan spiritual yang menjadi titik

tolak bertemunya doktrin tasawuf dengan isi atau kandungan kitab Maulid

tersebut. Antara sufisme dan maulid itu, dihubungkan dengan doktrin cinta

(mahabbah dan al-hubb). Maka disini, posisi kitab Maulid dengan segala

tradisinya menghubungkan antara pembaca dengan yang dicintai yakni Nabi

Muhammad.

Kecintaan kepada Nabi Muhammad ini dalam tradisi Maulid menjadi

inti, sebagai sarana wushuliyyah menuju kecintaan kepada Allah. Sebab di

53 Lihat kajian Nico Kaptein, Perayaan hari sejarah lahir nabi Muhammad SAW, Asal usulsampai abad ke 10/16, terj Lillian D. Tedjasudhana, INIS, Jakarta 1994, hal 10/ ke – 16 terjemah lilianD. Tedjasudhana, INIS, Jakarta 1994, hlm 10-18, 20-23, 27-29, dan hal 41 bandingkan denganMacahasin , Dibaan / Barjanjen dan identitas keagamaan umat, dalam jurnal Theologia, FakUshuluddin IAIN Walisongo, vol 12, no 1 Pebruari, 2001, Hlm 24

54Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik Pengalaman Keagamaan Jamaah Maulid al-Diba Girikusumo, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2003) hlm.64

41

dalamnya terdapat doktrin tentang Nur Muhammad sebagai pusat dan

maksud penciptaan alam dan manusia.55

Belum didapatkan keterangan yang memuaskan mengenai bagaimana

perayaan maulid berikut pembacaan kitab-kitab maulid masuk ke Indonesia.

Namun terdapat indikasi bahwa orang-orang Arab Yaman yang banyak

datang di wilayah ini adalah yang memperkenalkannya, disamping

pendakwah-pendakwah dari Kurdistan. Ini dapat dilihat dalam kenyataan

bahwa sampai saat ini banyak keturunan mereka maupun syaik-syaikh

mereka yang mempertahankan tradisi pembacaan Maulid. Di samping dua

penulis kenamaan Maulid berasal dari Yaman (al-Diba i) dan dari Kurdistan

(al-Barzanji), yang jelas kedua penulis tersebut mendasarkan dirinya sebagai

keturunan rasulullah, sebagaimana terlihat dalam kasidah-kasidahnya.56

Dapat dipahami bahwa tradisi keagaman pembacaan Maulid

merupakan salah satu sarana penyebaran Islam di Indonesia, Islam tidak

mungkin dapat tersebar dan diterima masyarakat luas di Indonesia, jika saja

proses penyebarannya tidak melibatkan tradisi keagamaan tradisi keagamaan.

Yang jelas terdapat fakta yang juat bahwa tradisi pembacaan maulid

meruapakan salah satu ciri kaum muslim tradisional di indonesia.57 Dan

umumnya dilakukan oleh kalangan sufi. Maka dari segi ini dapat diperoleh

kesimpulan sementara bahwa masuknya Perayaan Maulid berikut pembacaan

kitab-kitab maulid bersamaan dengan proses masuknya Islam ke Indonesia

yang dibawa oleh pendakwah yang umumnya merupakan kaum sufi58

55 Mengenai doktrin ini lihat Ahmd Muhammad Yunus Langka, Daqaiq al-Akbar,tt., hlm 2-3lihat juga Abd Rahman al-Diba’i, Maulid al-Diba’i, dalam al-Mawlid Wa Ad iyyah, tt, Surabaya, hlm.169. sedangkan mengenai hadits-hadits yang berkaitan dengan doktrin tersebut lihat Muhammad Nafisal Banjari, Durr al- Nafs, Singapura , 1928 hlm.21-22

56 Bandingkan dengan Machasin, , op. cit., Mengenai klaim penulis sebagai keturunanrasulullah. Dalam kitab maulid al-Barzanji maupun al-Diba’i.

57 Ibid ., hlm 2358Corak dengan kaum tradisional itu tidak lepas pula dari strategi dakwah yang diterapkan

oleh para penyebar Islam mula-mula di Indonesia saat itu yang sebagian besar petani yang tinggal didaerah pedesaan dan tingkat pendidikannya yang sangat rendah, maka pola penyebaran Islampun

42

Hal itu dilakukan karena dasar pandangan ahl al-sunnah wa al-jama’ah,

corak Islam yang mendominasi warna Islam Indonesia, lebih fleksibel dan

toleran dibanding dengan kelompok lain. Mempertahankan tradisi menjadi

sangat penting maknanya dalam kehidupan keagamaan mereka, berdasarkan

pada kaidah ushuliyah al-muhafadzah li al qadim al- shalih, wa al-ahdza min

jadid al ashlah. Inilah kemudian dalam wacana kilmuan disebut sebagai Islam

Tradisional.

Justru karena kemampuan dalam menyesuaikan ajaran Islam dengan

tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat inilah, maka kelompok

tradisional Islam berhasil menggalang simpati dari berbagai pihak yang

menjadi kekuatan pedukung. Rozikin Daman memandang bahwa hal inilah

yang mendorong timbulnya kelompok tradisionalisme dan sekaligus menjadi

salah atu faktor pendorong bagi tumbuhnya gerakan tradisionalisme Islam.59

Salah satu sarana efektif penggalangan simpati tersebut adalah

pelestarian tradisi keagamaan yang populer dimasyarakat, termasuk yang

paling penting didalamya adalah peringatan maulid serta pembacaan kitab-

kitab maulid, yang umumnya lebih dikenal sebagi diba’an atau berjanjen.

Ada beberapa faktor pendukung yang menyebabkan kitab-kitab

Maulid sangat populer di Indonesia, serta menjadikannya sebagai tradisi ritual

keagamaan, antara lain:

a. Kenyataan sejarah bahwa proses penyebaran Islam di Indonesia

dimotori oleh Islam Sufistik.

b. Kecenderungan masyarakat pada Islam sufistik, khususnya tharekat,

dimana tharekat memeng memiliki tradisi penghormatan terhadap

disesuaikan dengan kemampuan pemahaman masyarakat. sehingga materi dakwah pada waktu itu lebihdiarahkan keyakinan serta ajaran ibadah yang bersifat pemujaan secara ritual. Selain itu ditopang olehperilaku ibadah dan upacara ritual keagamaan yang dianggap akan makin memperkokoh keimanandan keislaman mereka sangat dianjurkan, seperti tahlilan, yasinan, ziarah kubur, talqin, shadaqahan(kenduri/ kondangan, selamatan) haul upacara yang terkait dengan kematian dan sebagainya .

59 Rozikin Daman, Membidik NU Dilema Percaturan Politik Nu Pasca Khittah, Yogyakarta :Gama Media, 2001).hlm 35

43

rasulullah, wali, syaikh/guru, yang salah satunya adalah pembacaan

riwayat hidup, yang bentuknya ada pada buku-buku maulid dan

manaqib.

c. Nilai sastra dalam kitab–kitab al-maulid, maupun syair- syair yang

memiliki pengaruh psikologis kuat, terhadap parapembacanya apalagi

yang tahu tentang maknanya.

d. Kecenderungan masyarakat (tradisional) pada tradisi mistik, dimana

nilai, nilai tentang syafaat, tawasul, tabaruk, tabarruj sangat lekat

dengan corak keagamaan60

3. Macam-Macam Kitab Maulid Dan Pembacanya

Sebagian Kitab-kitab berkenaan maulid terlalu banyak, dan tertulis

dalam berbagai bentuk penulisan. Yang Masyhur Berkenaan Maulid Di sini

kita tidak akan menyebut semua kitab tersebut, tetapi kita akan menyebutkan

sebagian saja, terutamanya dari pada huffazul hadits, serta para Imam, yang

ada menulis kitab maulid dan terkenal pula karangan mereka ini. Cukuplah

sekian banyak kitab ini menjadi pedoman kita akan keutamaan dan kemuliaan

maulid Nabi ini.

Antara yang mengarang kitab-kitab tersebut adalah:

1) Al-Imam al-Muhaddis al-Hafiz Abdul Rahman bin Ali yang terkenal dengan

Abulfaraj ibnul Jauzi (wafat th 597H/1201M), dan maulidnya yang

masyhur dinamakan Al-Arus . Telah dicetak di Mesir berulang kali.

2) Al-Imam al-Muhaddis al-Musnid al-Hafiz Abulkhattab Umar bin Ali bin

Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dahyatilkalbi (wafat th.

633H/1236M). Beliau mengarang maulid yang hebat yang mempunyai

tahqiq yang begitu berfaedah yang dinamakan At-Tanwir Fi Maulidil

Basyirin Nadzir .

60 Ahmad Anas , op. cit., hlm 72

44

3) Al-Imam Syeikhul Qurra’ Waimamul Qiraat pada zamannya, al-Hafiz al-

Muhaddis al-Musnid al-Jami’ Abulkhair Syamsuddin Muhammad bin

Abdullah al-Juzuri asy-Syafi’e (wafat th 660H/1262M). Maulidnya dalam

bentuk manuskrip berjudul Urfutta rif bilmaulidis syarif .

4) Al-Imam al-Mufti al-Muarrikh al-Muhaddis al-Hafiz ‘Imaduddin Ismail

bin Umar ibn Katsir, penyusun tafsir dan kitab sejarah yang terkenal (wafat

th 774H/1373M). Ibn Katsir telah menyusun satu maulid Nabi yang telah

pun diterbitkan dan ditahqiq oleh Dr Solahuddin al-Munjid. Kemudiannya

maulid ini telah ditanzimkan dan disyarahkan oleh al-’Allamah al-Faqih as-

Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafidz, Mufti Tarim, dan diberi

komentar pula oleh al-Marhum al-Muhaddis as-Sayyid Muhammad bin

Alawi al-Maliki, yang telah diterbitkan di Syria pada tahun

1387H/1967M).

5) Al-Imam al-Kabir wal’alim asy-Syahir, Hafizul Islam wa Umdatul Anam,

wa Marja il Muhaddisin al-A lam, al-Hafiz Abdul Rahim ibn Husain bin

Abdul Rahman al-Misri, yang terkenal dengan al-Hafiz al-Iraqi (wafat th

808H/1406M). Maulidnya yang mulia dan hebat, dinamakan Al-Mauridul

Hana dan telah disebutkan oleh ramai huffaz seperti Ibn Fahd dan As-

Suyuthi.

6) Al-Imam al-Muhaddis al-Hafiz Muhammad bin Abi Bakr bin Abdillah al-

Qisi ad-Dimasyqi asy-Syafie, yang terkenal dengan al-Hafiz Ibn Nasiriddin

ad-Dimasyqi (wafat th. 842H/1439M). Beliau merupakan ulama yang

membela Ibn Taymiyah malah menulis kitab bagi menjawab pertuduhan ke

atas Ibn Taimiyah. Beliau telah menulis beberapa kitab maulid, antaranya:

1. Jami ul Atsaar Fi MaulidinNabiyil Mukhtar dalam 3 Jilid

2. Al-Lafdzurra iq Fi Maulid Khairil Khalaiq - berbentuk ringkasan.

3. “Maurid As-Sabiy Fi Maulid Al-Hadi

7) Al-Imam al-Muarrikh al-Kabir wal Hafiz asy-Syahir Muhammad bin

Abdul Rahman al-Qahiri yang terkenal dengan al-Hafiz as-Sakhawi (wafat

45

th 902H/1497M) yang mengarang kitab Addiyaullami dan kitab-kitab lain

yang berfaedah. Beliau telah menyusun maulid Nabi dan dinamakan Al-

Fakhrul Alawi Fi al-Maulid an-Nabawi (Disebutkannya dalam kitab ad-

Diyaullami’, Juzuk 8, halaman 18).

8) Al-Allamah al-Faqih as-Sayyid Ali Zainal Abidin as-Samhudi al-Hasani,

pakar sejarah dari Madinah al-Munawarrah (wafat th 911H/1505M).

Maulidnya yang ringkas (sekitar 30 muka surat) dinamakan Al-Mawarid

Al-Haniyah Fi Maulid Khairil Bariyyah . Kitab ini dalam tulisan khat

nasakh yang cantik dan boleh didapati di perpustakaan-perpustakaan di

Madinah, Mesir dan Turki.

9) Al-Hafiz Wajihuddin Abdul Rahman bin Ali bin Muhammad asy-Syaibani

al-Yamani az-Zabidi asy-Syafie, yang terkenal dengan Ibn Daibai’e. beliau

dilahirkan pada bulan Muharram 866H/1462M, dan meninggal dunia pada

hari Jumaat, 12 Rejab 944H/1537M. Beliau merupakan salah seorang

Imam pada zaman beliau, dan merupakan kemuncak masyaikhul hadits.

Beliau telah meriwayatkan hadits-hadits al-Bukhari lebih seratus kali, dan

membacanya sekali dalam masa enam hari. Beliau telah menyusun maulid

yang amat masyhur dan dibaca di merata dunia (Maulid Dibai). Maulid ini

juga telah di-tahqiq, diberi komentar serta ditakhrijkan haditsnya oleh al-

Marhum al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.

10) Al-’Allamah al-Faqih al-Hujjah Syihabuddin Ahmad ibn Hajar al-Haitami

(wafat th 974H/1567M). Beliau merupakan mufti Mazhab Syafie di

Makkah al-Mukarramah. Beliau telah mengarang maulid yang sederhana

(71 mukasurat) dengan tulisan khat naskh yang jelas yang boleh didapati di

Mesir dan Turki. Beliau namakannya Itmamun Ni mah Alal Alam

Bimaulid Saiyidi Waladi Adam . Selain itu beliau juga menulis satu lagi

maulid yang ringkas, yang telah diterbitkan di Mesir dengan nama An-

Ni matul Kubra Alal Alam Fi Maulid Saiyidi Waladi Adam .

46

As-Syeikh Ibrahim al-Bajuri pula telah mensyarahkannya dalam bentuk

hasyiah dan dinamakannya : Tuhfatul Basyar ala Maulid Ibn Hajar

11) Al-’Allamah al-Faqih asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad ys-Syarbini al-

Khatib (wafat th. 977H/1569). Maulidnya dalam bentuk manuskrip

sebanyak 50 halaman, dengan tulisan yang kecil tetapi boleh dibaca.

12) Al-’Allamah al-Muhaddits al-Musnid al-Faqih asy-Syaikh Nuruddin Ali

bin Sultan al-Harawi, yang terkenal dengan al-Mulla Ali al-Qari (wafat th

1014H/1605M) yang mensyarahkan kitab al-Misykat. Beliau telah

mengarang maulid dengan judul Al-Maulidurrawi Fil Maulidin Nabawi .

Kitab ini juga telah ditahqiq dan diberi komentar oleh al-Marhum al-

Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, dan dicetak di

Matba’ah As-Sa’adah Mesir tahun 1400H/1980M.

13) Al-’Allamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan bin Abdil

Karim al-Barzanji, Mufti Mazhab As-Syafi’e di Madinah al-Munawarah

(wafat th. 1184H/ 1776M). Beliau merupakan penyusun maulid yang

termasyhur yang digelar Maulid al-Barzanji. Sebahagian ulama

menyatakan nama sebenar kitab ini ialah Aqdul Jauhar Fi Maulidin

Nabiyil Azhar . Maulid ini merupakan maulid yang termasyhur dan paling

luas tersebar di negara-negara Arab dan Islam, di timur dan barat. Malah

dihafal dan dibaca oleh orang Arab dan ‘Ajam pada perhimpunan-

perhimpunan mereka yang berbentuk kemasyarakatan dan keagamaan.

14) Al-’Allamah Abul Barakat Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-’Adawi

yang terkenal dengan ad-Dardir (wafat th 1201H/1787). Maulidnya yang

ringkas telah dicetak di Mesir dan terdapat hasyiah yang luas padanya oleh

Syeikul Islam di Mesir, al-Allamah As-Syeikh Ibrahim bin Muhammad bin

Ahmad al-Baijuri atau al-Bajuri (wafat th 1277H/1861M).

15) Al-’Allamah asy-Syeikh Abdul Hadi Naja al-Abyari Al-Misri (wafat th.

1305H/1888M). Maulidnya yang ringkas dalam bentuk manuskrip.

47

16) Al-Imam al-’Arifbillah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid asy-Syarif

Muhammad bin Ja’far al-Kattani al-Hasani (wafat th. 1345H/1927M).

Maulidnya berjudul (Al-Yumnu Wal-Is ad Bimaulid Kharil Ibad dalam

60 halaman, telah diterbitkan di Maghribi pada tahun 1345H/1927M.

17) Al-’Allamah al-Muhaqqiq asy-Syeikh Yusuf an-Nabhani (wafat th.

1350H/1932M). Maulidnya dalam bentuk susunan bait dinamakan

Jawahirun Nazmul Badi Fi Maulidis Syafi diterbitkan di Beirut

berulangkali.61

a. Kitab-kitab Maulid yang beredar di Indonesia

Kitab maulid yang selama ini beredar luas di masyarakat (sekitar paling

tidak 24 edisi teks) terbatas pada teks-teks Arab serta teks terjemahannya, baik

ke bahasa Indonesia maupun Jawa.

Dalam penelitian berjudul ”Kurdish ulama and their indonesian

students , dalam De Turcicis Aiique Rebus: Commentari Henry Hofman

Dedicati,62 Martin Van Brunessen menemukan teks kitab Maulid al-barzanji

yang terbit di Indonesia dalam edisi yang berbeda-beda yakni:

1). Muhammad Nawani bin Umar al-Jawi al-Bantani (1813-1897M), Madarij

as-Su'ud ila Iktisa' al-Burud (Jalan Naik untuk Dapat Memakai Kain

yang Bagus), komentar dalam bahasa Arab berbagai edisi dan peterbitan.

2). Abu Ahmad Abdul hamid al-Qandali (Kendal), Sabil al-Munji (Jalan bagi

Penyelamat), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan

oleh Menara Kudus,t.t

61 Daikhilullah bin Bakhit al Matharafy, Peringatan Maulid Bid ah atau Sunnah, (Solo:Pustaka Tibyan, 2006).,hlm37

62 Penelitian ini diterjemahkan dalam artikel “ Ulama Kurdi dan Murid Indonesia mereka“dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tharekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung ,cet III, 1999, hlm 88-111 lihat Ahmad Anas, op. cit., hlm 73

48

3). Ahmad Subki Masyhadi (pekalongan), Nur al-Lail ad-Daji wa Miftah

Bab al-Yasar (Cahaya di malam gelap dan kunci pintu kemudahan),

terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Hasan al-

Attas, Pekalongan,t.t

4). Asrari Ahmad, (wonosari Tempuran, Magelang) Munyah al-Martaji al-

Tarjamah Maulid al-Barzanjî (Harapan bagi Pengharap dalam Riwayat

Hidup Nabi Tulisan al-Barzanjî), terjemahan dan komentar dalam bahasa

Jawa, diterbitkan oleh Menara Kudus,t.t

5). Mundzir Nadzii, al-Qaula al-Munji 'ala Ma'ani al-Barzanjî (Ucapan yang

Menyelamatkan dalam Makna-Makna al-Barzanjî), terjemahan dan

komentar bahasa Jawa. diterbitkan oleh Sa'ad bin Nashir bin Nabhan.

Surabaya,t.t

(6) M. Mizan Asrani Muhammad, Badr ad-Daji fi Tarjamah Maulid al-

Barzanjî (Purnama Gelap Gulita dalam Sejarah Nabi yang Ditulis al-

Barzanjî), terjemahan Indonesia diterbitkan oleh Karya Utama,

Surabaya,t.t.63

Kitab maulid karya Imam Nawawi banten merupakan syarah (komentar

yang umumnya bersifat penafsiran) atas kitab Maulid al Iqd al- Jawahir

Syaikh Ja’far al-Barzanji. Sedangkan kitab kedua sampai kitab kelima

merupankan kitab berbahasa Arab dari Maulid al-Barzanji yang diberi

terjemahan berbahasa Jawa secara menggantung (model jenggotan) dengan

huruf Arab pegon. Dan kitab keenam adalah kitab terjemahan secara bebas atas

kitab Maulid al-Barzanji kealam bahasa Indonesia.

63 Ahmad Anas , op. cit., hlm 73

49

Namun disamping enam kitab yang diketemukan dalam penelitian

Bruineseen tersebut,64 ternyata masih banyak edisi kitan al-Diba’i dan al-

Barzanji maupun edisi terjemahannya kedalam bahasa Jawa dan bahasa

Indonesia yang lain.

Hingga saat ini disamping keenam kitab yang terlah tersebut diatas

dapat disebutkan edisi-edisi kitab yang disebut secara genetik sebagai kitab

”al-Barzanji” yang beredar di Indonesia, yaitu:

1. Majmu at Maulid Syarf Al-Anam (Anonim berbahasa Arab), Thoha

Putra Semarang, tt, 256 halaman. Kitab inilah yang paling populer

dipakai oleh masyarakat awam (terutama generasi tua kelompok

tradisioal) untuk berbagai keperluan dan tradisi keagamaan dan

kemasyarakatan. Sehingga penerbit yang sama mencetaknya dalam

berbagai bentuk (kecil, sedang dan besar) dan beragam edisi. Edisi

yang sama, judul sama, dan jumlah halaman yang sama juga diterbitkan

oleh CV. Menara Kudus, serta penerbit Dahlan Surabaya dengan judul

Majmu at al- Mawalid.

2. Majmu at Mawalid Wa Da iyyah (Anonim, berbahasa Arab),

diterbitkan oleh PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1406H, dengan

tebal 278 halaman. Kitab ini menghimpun lima kitab utama yakni:

(Maulid al-Diba i, Al-Barzanji Natsr, Al-Azab Syarf al-Anam dan al-

Barzanji Nadzam), al Asma al-Husna, kitab tauhid Aqidah al- Awam,

kitab Ratib al hadad, talqin mayit, sholat sunnah nishfu Sya’ban, 14

64 Pada kesempatan lain, Bruinessen menyebutkan di Indonesia sekarang setidak- tidaknya ada7 edisi teks ini yang berbeda. Lihat Bruinessen, Kitab Kuning hlm. 211

50

macam doa’ doa untuk berbagai keperluan, al-Tahrim, sholawat

Badriyyah.65

Judul yang sama juga diterbitkan oleh PT Ma’rifat Bandung (t.t, 243

halaman) perbedaan kitab ini dengan Majmu at Syarf al- Anam, hanya

terletak pada susunan bagian satu dengan yang lain. Kitab Majmu

Syaraf al-Anam dimulai dengan kitab Maulid al-Barzanji Natsar (oleh

Syekh al-Barzanji) dan kitab Syaraf al- Anam (karya al-Diba i), sedang

yang kedua biasanya dimulai dengan kitab Maulid al-Diba i dan

sebagainya. Selain itu muatan didalamnya lebih banyak, disamping

memuat semua kitab pada al- Majmu at wa al Da awat.

3. Majmu (dengan membatasi isinya hanya pada Kitab populer yakni

Maulid Natsar, Diba i, al-Ahzab, Mahal al-Qiyam, doa Nisfu Sya ban,

Sholawat Nariyah, Sholawat Munjiyat, dan Sholawat Badriyyah)

diterbitkan oleh PT. Thoha Putra Seemarang, t.t. setebal 120 halaman.

Kitab ini juga diterbitkan oleh pustaka Alawiyyah Semarang t.t dengan

ketebalan 80 halaman)

4. Majmu (berisi kitab Maulid al-Diba i, al-Ahzab, Syaraf al-Anam, dan

Sholawat Badriyyah), penerbit Appollo, Surabaya t.t jumlah halammn

34 halaman.

5. Terjemah Maulid al- Barzanji (Arab dan Indonesia) diterjemahkan

oleh H Abdullah Shonhaji, penerbit Al-Munawar Semarang, t.t tebal

100 halaman. Kitab ini hanya menerjemahkan secara umum

(terjemahan ditaruh dibawah teks) dengan disertai dengan cara

membacanya dalam huruf latin.

65 Hampir semua kitab Majmu at memuat hal-hal tersebut, dimana kitab kumpulan tersebutumum disebut dengan kitab Barzanji Lihat Ahmad Anas, hlm 75

51

6. Maulid al-Barzanji Terjemah Barzanji Disertai Nama untuk Anak Laki

laki dan Perempuan, diterjemahkan oleh DRS. H. Moh Zuhri, penerbit

CV. Toha Putra Semarang, 1992 tebal 149 halaman. Kitab ini berisi

terjemahan dalam bahasa Indonesia pada kolom sebelah kiri, sedang

pada kolom sebelah kanan pada halaman yang sama berisi teks bahasa

Arab beserta cara membacanya dalam huruf latin. Pada akhir buku,

disertai dengan tambahan bab”Tuntunan Islam dalam memberi nama

anak”, ditambah dengan al-Asma ul Husna, nama-nama nabi dan Rasul

serta nama anak ayang baik untuk anak laki-laki dan perempuan. Tentu

ini dimaksudkan bahwa kitab al-Barzanji ini bisa sebagai pedoman

yang dipergunakan dalam acara-acara yang berhubugan dengan

kelahiran anak, sebagaimana umumnya tradisi masyarakat Islam di

Jawa khususnya.

7. Majmu at Maqru atin Yaumiyyah wa Usbuiyyah fi al-Ma had al-

Islami al- Salafi La itan, Muhammad bin Abdaullah faqih, Pon-Pes

langitan, Tuban, t.t tebal 304. kitab ini bisa dibilang eklusif baik secara

penyusunannya maupun struktur susunan didalamnya yang lain

umumnya kitab al-Barzanji. Demikian pula pemakaiannya bersifat

terbatas pada lingkungan pesantren yang memiliki afiliasi dengan

pesantren langitan. Nampaknyaa kitab ini penyusunannya selesai pada

tahun 1992.

8. Samt al-Durar, karya syaikh Ahmad al-Habsyi, t.t, Banjarmasin. Kitab

ini mengacu pada kitab Maulid al-Habsyi yang dipakai secara luas

terutama diwilayah Jawa, Sumatera dan Kalimantan, khususnya pada

tharekat Sammaniyah.66

66 Ibid., hlm 76-78

52

Sedangkan yang khusus mengenai kitab Maulid al-Diba i yang beredar

di Indonesia adalah:

1. Al-Qawl al badi fi Tarjamah al-Maulid al-Dina i, diterjemahkan oleh

Ahmad Fauzan Bin Zain Muhammad Al-Rabbani, al-Munawar

Semarang t.t 64 halaman berupa terjemahan model jeggotan kedalam

Bahasa Jawa secara harfiyyah

2. Qath al-Marba wa Nayl al-Arb, Tarjamah Maulid al Diba wa Maulid

al-Ahzab, penerjemah H. Ahmad Subkhi Mashary, penerbit Hasyim

Puta, Semarang t.t tebal 116 halaman. Terjemah ke dalam bahasa Jawa

secara umum.

3. Yaqulu al-Da i tarjamah al-Maulid al-Diba i oleh KH. Misbah bin

Zain al-Mustafa, penerbit al-Ikhsan Surabaya, t,t tebal 72 halaman.

Terjemahan kedalam bahasa Jawa ini bisa dibilang cukup sistematis,

yakni disamping menerjemahkan secara jenggotan (menggantung ke

bawah teks secara harfiyah) pada setiap alenia juga disertai terjemahan

umum (bebas) dan mudah dicerna masyarakat yang membacanya67

4. Al-Maulid al-Diba i, Diba Arab Latin beserta Terjemahannya

penerjemah Baedlowi Syamsuri, penerbit apollo, Surabaya,t.t setebal

100 halaman. Terjemahan umum kedalam bahasa Indonesia disertai

juga dengan cara membacanya dalam huruf latin. Terjemahan ini cukup

bagus baik gaya maupun kedekatan sastrawinya dengan bahasa asli.

5. Terjemah Maulid ad-Diba iy, oleh Abdullah Shonhaji, Penerbit

Munawar, Semarang tt., tebal 78 haalaman sifat terjemahanya mirip

67 Pola ini umumnya dipakai oleh para ulama tradisional salaf seperti juga dipakai oleh K HBisri Mustofa dari Rembang.

53

dengan yang dilakukan oleh Baedlowi Samsuri hanya terkesan lebih

harfiyyah

6. Maulid Diba dan Terjemahnya, penerjemah Moh. Wahyudi, PT. Indah

Surabaya,1997, tebal 100 halaman. Terjemahan bahasa Indonesia tanpa

disertai cara membacanya. Sifat terjemahnyya pun langsung dan umum

7. Maulid al-Diba i, maulid diba Arab dan Latin berikut Terjemahanya,

oleh H Ainul ghoerry Soechami penerjemah karya Abditama, Surabaya

t.t. tebal 75 halaman. Terjemahan bahasa Indonesia dengan cara

membacanya pada setiap alenia.68

b. Tradisi Pembacaan kitab Maulid

Pembacaan kitab-kitab maulid dilaksanakan dalam suasana yang

dikondisikan secara khusus, terutama pada hari-hari dan momentum yang

dipilih. Misalnya sebagai wirid rutin, dipilihlah malam senin yang dipercaya

sebagai malam hari kelahiran Rasulullah, atau malam Jum’at sebagai hari

agung umat Islam. Demikian pula, pembacaan dilaksanakan secara terus

menerus selama bulan Rabi’ al-Awal sebagai bulan kelahiran rasulullah

terutama pada tanggal 1 sampai12 pada bulan tersebut. Selain itu, kitab

maulid dibacakan saat kelahiran bayi, serta sedala upacara yang dihubungkan

dengan siklus kemanusiaan.69

Kesakralan suasana terbangun oleh alunan pelantun dan pembaca prosa

lirik maulid dan kekhusukan peserta, yang untuk beberapa daerah sering pula

memberikan senggakan berupa lafadz ”Allah” setiap satu kalimat selesai

dibaca. Disamping itu, sakralitas pembacaan maulid juga terjadi pada lagu-

lagu pujian (sholawat) terhadap rasulullah yang dinyanyikan berkali-kali. Pada

kelompok masyarakat tertentu, sering pula disertai dengan iringan musik serta

68 Ibid hlm.,7969 ibid

54

tarian, yang menambah kekhusukan peserta. Hal-hal yang mendatangkan

kekhusyukan itulah yang sering mendatangkan kerinduan pada peserta, untuk

tetap merengkuh pembacaan kitab maulid sebagai bagian yang tak terpisahkan

dari tradisi keagamaanya.

Yang juga tidak kalah menarik adalah fenomena saat Srakalan ( mahal

al-qiyam) Suasana yang terbangun sangat sakral. pada saat berdiri untuk

menyanyikan sholawat asraqal badru, setelah imam atau orang yang membaca

prosa lirik sampai cerita kelahiran Nabi, suasananya sangat khusyuk. Hal ini

merupakan ekspresi kegembiraan yang luar bisa atas kelahiran Nabi.

Walaupun hal ini merupakan sesuatu yang sulit diterima pemikiran logis,

namun bagi kalangan pengikut pembacaan dipegang secara kuat. 70

Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani seorang ulama makkah

masa kini yang juga melestarikan tradisi pembacaan maulid, berusaha

memberikan penjelasan yang masuk akal tentang fenomena ini. Bahwa berdiri

pada saat penyebutan kelahiran Nabi tidak dilakukan oleh ulama terdahulu

(kaum salaf). Tapi hal itu tidak berarti dilarang walaupun hukumnya tidak

wajib, tidak sunnah, dan bahkan tidak boleh meyakini dengan kedua hukum

itu. Sikap berdiri diambil sebagai gerakan tubuh untuk mengungkapkan sikap

hotrmat kaum muslimin dan karena kegembiraan dan suka cita (farhah wa

surur) atas kelahiran beliau serta bersyukur kepada allah bahwa ia telah

mengutus nabi yang menerangi kehidupan manusia, bukan kareana belaiu yang

hadir secara fisik pada saat itu jadi niatnya adalah untuk menghormati dan

menghargai kebesaran kedudukannya sebagai rasul.71 Jadi memang pesertalah

yang berusaha menghadirkan nabi dalam dirinya. Jadi memang secara umum

70 Machasin, loc.Cit.71 Lihat Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Bayan wa al ta rif fi Dzikra al Maulid

al Nabawiyay al-syarif tp., ttp 1995, hlm 20-23, juga dalam karya Haul Ihtifal bidzikra al- Maulid al-Nabawy al-Syarif diterjemahkan oleh Drs. K.H.A idhoh Anas, MA dengan judul Bolehkah PerayaanMaulid Nabi saw? tp., Pekalongan, 1999, hlm 18-22.

55

bisa dikatakan kebiasaan itu sebagai bid’ah, namun merupakan bid’ah yang

bisa ditoleransi. Sebab tidak semua bid’ah sesat banyak diantara tradisi baru

yang baik dan tidak melanggar rambu- rambu teologis.

4. Kumpulan Fatwa Ulama Seputar Perayaan Maulid Nabi

A. Imam al Suyuti dalam al Hawi li al Fatawi

Al–Suyuti menulis satu bab khusus dengan judul, Niat baik dalam

memperingati maulid, Pada bagian awalnya ia mengatakan, ada persoalan yang

dinyatakan mengenai peringatan Maulid Nabi SAW.. Pada bulan Rabiul awal,

yakni bagaimanakah hukumya menurut agama, apakah itu baik atau buruk dan

apakah orang yang merayakannya akan mendapat pahala atau tidak.

Jawaban saya sebagai berikut, memperingati maulid yang pada

dasarnya adalah mengumpulkan orang, membacakan al Qur’an, menceritakan

kisah kelahiran Nabi SAW. dan peristiwa-peristiwa yang mengiringi,

kemudian menyajikan makanan dan setelahnya bubar, itu adalah suatu bid’ah

yang baik. Orang yang melakukannya akan beroleh pahala, karena perbuatan

tersebut mengagungkan kedudukan Nabi SAW. dan mengungkapkan

kegembiraan atas kelahirannya yang mulia.72

B. Ibn Taymiah dalam Iqtidha al Shirath al Mustaqim

Ibn Taymiah menyatakan, berkaitan dengan hal baru seperti yang telah

dilakukan oleh masyarakat, baik dalam rangka mengimbangi orang- orang

kristen dalam memperingati kelahiran yesus atau semata menyatakan cinta

kepada Nabi SAW. dan mengagungkannya Allah SWT. barangkali akan

memberi pahala atas mereka karena kecintaannya itu dan ijtihadnya.

Sejauh kepedulian kita mengenai maulid, kita memperingatinya bukan

untuk alasan lain selain apa yang dikatakan oleh Ibn Taymiah, karena cinta dan

keinginan mengagungkan Nabi SAW. semoga Allah melimpahkan pahala

72 Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi, (Jakarta: PTSerambi Ilmu Semesta, 2007). hlm 18

56

kepada kita sesuai dengan cinta dan usaha ini, dan memberkati orang yang

mengatakan janganlah memperdulikan klaim orang kristen tentang Nabi

mereka, kamu dapat memuji-muji Muhammad SAW. dengan cara apa saja

yang kamu inginkan dan dapat melekatkan segala penghargaan pada dirinya

dan segala kebesaran pada kedudukannya karena keistimewaan nya tidak

memiliki batas yang dapat dicapai oleh ungkapan-ungkapan orang yang

memujinya.(Imam Busyiri)73

C. Hafids Ibn hajar al-Hamtsami,

Pada sumber yang sama yang telah disebutkan di awal, imam Suyuti

mengatakan , “ seseorang bertanya kepada Ibn Hajar, mengenai peringatan

Maulid Nabi. Ibn Hajjar menjawab, pada dasarnya memperingati maulid

adalah suatu bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang muslim

yang saleh pada masa tiga abad pertama. Meskipun demikian, peringatan ini

melibatkan hal-hal yang baik maupun kebalikannya. Oleh kareana itu, siapa

yang mencari kebaikannya dan menghindarkan keburukannya maka itu

bid’ah yang baik, sayapun tergerak untuk menelusuri sumbernya pada sumber

yang kuat, yang telah ditegaskan dalam kitab hadits shahih, yaitu Shahih al

bukhari dan shahih muslaim,tatkala rasulullah sampai di Madinah beliau

mendapatkan orang- orang yahudi berpuasa hari asyura. Ketika beliau mencari

tahu mengenai hal itu, mereka mengatakan, hari ini adalah tatkala Allah swt

menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Musa untuk menunjukkan rasa

syukur kepada Allah.

D. Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin

Syekh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin ditanya tentang bagaimana

hukum merayakan maulid Nabi SAW.? Beliau menjawab: Kita berkeyakinan

bahwa tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai rasulullah SAW.,

dan mengagungkan beliau sesuai dengan kedudukan yang diberikan oleh Allah

73 Ibid., hlm 19

57

kepada beliau, dan tidak diragukan lagi bahwa diutusnya beliau dan aku tidak

mengatakan kelahiran beliau karena beliau tidak menjadi rasul kecuali setelah

datangnya wahyu sebagaimana yang dikatakan oleh ahli ilmu bahwa beliau

diutus menjadi Nabi dengan diturunkannya surat Al-'Alaq dan menjadi rasul

dengan turunnya surat Al-Muddatsir diutusnya beliau merupakan kebaikan

bagi seluruh umat manusia secara umum.74 sebagaimana firman-Nya dalam

surat Al-A'raf:158

ö@è%$yg•ƒ r' ¯» tƒÚZ$Z9$#’ÎoTÎ)ãAq ß™u‘«!$#öN à6 ö‹ s9Î)$·èŠÏHsd“Ï% ©!$#¼ çm s9Û• ù=ãB

ÏNºuq» yJ ¡¡9$#ÇÚö‘F{ $#ur(Iwtm» s9Î)žwÎ)uqèd¾Ç‘ósãƒàM‹ ÏJ ムur((#q ãY ÏB$t«sù«!$$Î/Ï& Î!q ß™u‘urÄcÓÉ< ¨Y9$#

Çc’ÍhG W{ $#” Ï% ©!$#ÚÆÏB÷s ル!$$Î/¾Ïm ÏG» yJ Î=Ÿ2urçnq ãèÎ7 ¨?$#uröN à6 ¯=yès9šcr߉tG ôgs?

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamusemua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak adaTuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan danmematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yangummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".

Jika demikian maka termasuk dari pengagungan, penghormatan, dan

menjadikan beliau sebagai imam adalah dengan cara kita tidak melampaui apa

yang beliau syariatkan dari berbagai macam ibadah karena beliau SAW.. wafat

dan tidaklah ada kebaikan untuk umatnya kecuali beliau jelaskan serta

menyuruh mereka untuk melakukannya dan tidak ada suatu keburukan pun

kecuali beliau peringatkan umatnya agar meninggalkan dan menjauhinya, oleh

sebab itu kita tidak berhak untuk mendahului beliau dengan merayakan

kelahiran atau diutusnya beliau (padahal beliau sendiri tidak menyuruhnya,

sedangkan perayaan maksudnya adalah bersenang-senang dan riang gembira

74 Fahd Nashir As Sulaiman, Majmu Fatawa wa Rasail Fadhiltisy Syaikh Muhammad binShalih Al Utsaimin,terj Fatwa-fatwa Syaikh Shalih Al-Utsaimin ,: Hasanah Ilmu, Solo 1994 hlm 108 .

58

serta menampakkan pengagungan kepadanya yang ini semua merupakan

ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT., sedangkan kita tidak

diperbolehkan untuk melakukan ibadah kecuali apa yang telah Allah dan

Rasul-Nya syariatkan sedangkan perayaan ini tidak disyariatkan olehnya-

bahkan merupakan perbuatan bid'ah sedangkan Rasulullah SAW. telah

bersabda bahwa :

)("semua bid'ah adalah sesat" dan ini merupakan kata-kata yang umum

sedangkan beliau merupakan orang yang paling fasih dan paling tahu terhadap

apa yang beliau sabdakan oleh karena itu ungkapan ini mencakup semua

macam bid'ah dan seperti yang kita ketahui bahwa kesesatan adalah lawan dari

petunjuk oleh karena itu Imam Nasa'I meriwayatkan dalam hadits lain:

)("dan setiap kesesatan tempatnya di neraka"

Seandainya perayaan maulid Nabi termasuk perkara yang dicintai oleh

Allah dan Rasul-Nya niscaya hal itu telah disyariatkan, dan seandainya

disyariatkan niscaya akan terpelihara (dan sampai kepada kita, pent.)

dikarenakan Allah SWT.. menjamin untuk menjaga agamanya, dan

seandainya hal itu dijaga niscaya para khualafaurrasyidin, sahabat, dan tabi'

tabi'in tidak akan meninggalkannya. Setelah kita ketahui bahwa mereka tidak

melakukannya atau merayakannya maka dikatahuilah bahwa hal itu bukanlah

merupakan bagian dari agama Allah. Dan yang aku nasehatkan bagi saudara-

saudaraku kaum muslimin adalah supaya mereka meninggalkan hal-hal seperti

ini yang tidak diketahui sumbernya baik dari al-Qur’an maupun sunnah Rasul

SAW.. Serta perbuatan para shahabat dan saya nasihatkan supaya mereka

melakukan hal-hal yang jelas-jelas disyari'atkan oleh agama baik ibadah yang

wajib maupun yang sunnah dan hal itu sudah cukup untuk menggapai

kesolehan individu dan masyarakat.

59

Dan jika Anda perhatikan keadaan orang-orang yang suka melakukan

bid'ah seperti ini akan Anda dapati bahwa mereka banyak meninggalkan

sunnah-sunnah Nabi bahkan juga kewajiban-kewajiban agama, terlebih lagi

jika ditambah dengan apa yang terjadi pada perayaan-perayaan tersebut berupa

pengagungan terhadap Nabi SAW. yang bisa menghantarkan kepada

kesyirikan yang mengeluarkan dari agama dimana Rasulullah SAW. sendiri

memerangi manusia karena memberantas kesyirikan ini serta membolehkan

menumpahkan darah atau mengambil harta serta keluarga mereka karenanya.

Kita mendengar pada perayaan-perayaan semacam itu dibacakan

qasidah-qasidah yang isinya dapat mengeluarkan seseorang dari agama Islam

seperti qasidahnya al-Bushairi yang berbunyi:

"Wahai mahluk yang paling mulia siapakah yang akan aku mintaipertolongan ketika terjadinya musibah yang besar dan menyeluruh selainengkau. Jika engkau tidak memegang tanganku pada hari pembalasan (untukmenyelamatkanku) niscaya aku akan binasa. Maka sesungguhnya karenakemurahanmu-lah dunia dan pasangannya (akhirat) itu ada dan termasukbagian dari cakupan ilmu pengetahuan (tentang takdir) yang tercatat denganpena dalam Lauh al Mahfuz.”

Sifat-sifat seperti ini tidaklah pantas kecuali untuk Allah SWT. dan

saya merasa heran terhadap orang-orang yang melantunkan syair ini jika ia

mengetahui maknanya bagaimana ia berani untuk berkata kepada Rasulullah

SAW. dengan mengucapkan: "Maka sesungguhnya karena kemurahanmulah

dunia dan pasangannya (akhirat) itu ada" karena jika dunia dan akhirat

merupakan bagian dari kemurahan atau kedermawanan beliau dan bukan

semuanya maka apa yang tersisa untuk Allah SWT.. maka tidaklah tersisa

sedikitpun untuk Allah SWT.. tidak di dunia maupun diakhirat demikian juga

perkataan "termasuk bagian dari cakupan ilmu pengetahuan (tentang takdir)

yang tercatat dengan pena dalam Lauhul mahfuz" dan ini juga baru sebagian

dari ilmunya maka apa yang tersisa dari ilmu Allah. Wahai saudaraku muslim

jika engkau bertakwa kepada Allah maka tempatkanlah Rasulullah SAW. pada

60

kedudukan yang Allah berikan untuknya.... Beliau adalah hamba Allah dan

Rasul-Nya maka katakanlah bahwa ia adalah hamba dan Rasul-Nya dan

yakinilah tentang beliau seperti yang Allah perintahkan kepadanya untuk

menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia seperti firman-Nya: Al-

Qur’an surat Al-An'am:50

@è%HwãAq è%r&óO ä3 s9“ωZÏãßûÉî !#t“ yz«!$#IwurãN n=ôã r&|=ø‹ tóø9$#IwurãAq è%r&öN ä3 s9’ÎoTÎ)î7n=tB(

÷b Î)ßìÎ7 ¨?r&žwÎ)$tB#Óyrq ュ’n<Î)4ö@è%ö@yd“Èq tG ó¡ o„4‘yJ ôã F{ $#玕ÅÁ t7 ø9$#ur4Ÿxsùr&tbrã• ©3 xÿtG s?ÇÎÉÈ

Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaanAllah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula)aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikutikecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orangyang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"

dan surat Jin: 21-22

ö@è%’ÎoTÎ)Iwà7Î=øBr&ö/ ä3 s9#uŽŸÑŸwur#Y‰x©u‘*ö@è%’ÎoTÎ)s9’ÎTuŽ•Ågä†z ÏB«!$#Ó‰tnr&ô s9ury‰É r&

ÏB¾Ïm ÏRrߊ#‰ystG ù=ãBÇËËÈ

Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatukemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan".

Katakanlah: "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapatmelindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tiada akan memperolehtempat berlindung selain daripada-Nya".

Bahkan Rasulullah SAW. sendiripun jika Allah menghendaki sesuatu

terhadapnya tidak ada seorangpun yang dapat melindunginya dari Allah. Maka

intinya adalah bahwa perayaan-perayaan maulid Nabi tidaklah hanya terlarang

karena ia merupakan perbuatan bid'ah semata tapi juga karena adanya

kemungkaran-kemungkaran yang bisa menghantarkan seseorang pada

kesyirikan, demikian juga yang sering kita dengar bahwa pada perayaan itu

61

terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan sehingga bertumpuklah

kemungkaran-kemungkaran padanya yang mengharuskan seorang muslim

untuk mengingkarinya dan sudah cukup bagi kita apa-apa yang telah

disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar bisa menggapai keshalehan hati

serta kemakmuran negeri dan hamba.

Oleh karena itu, tempat maulid Nabi sallallahu alaihi wasallam adalah

mekkah. Sedangkan waktu maulid beliau adalah pada hari senin bulan rabiul

awal pada tahun gajah tahun 53SH yang bertepatan dengan bulan April tahun

571 M.

Adapun tanggal kelahiran beliau, maka para ulama berselisih dalam

penentuannya. Dan cukuplah hal ini menjadi tanda dan bukti nyata yang

menunjukkan bahwa Nabi sallallahu alaihi wasallam, para sahabat beliau, dan

para ulama setelah mereka, tidaklah menaruh perhatian besar dalam masalah

hari maulid (kelahiran) Nabi sallallahu alaihi wasallam, karena seandainya hari

maulid beliau adalah perkara yang penting, memiliki keutamaan yang besar,

dan memiliki arti yang mendalam tentang Islam, maka pasti akan ditegaskan

oleh rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam hadits-hadits beliau, sebagai

konsekuensi dari kesempurnaan Islam dan semangat beliau sebagai

konsekuensi sikap amanah mereka dalam menyampaikan ilmu.

Jadi perbedaan pendapat para ulama mengenai tentang kapan tanggal

maulid beliau menunjukkan bahwa tidak ada keterangan yang jelas dari Nabi

SAW. dan tidak pula dari sahabat beliau tentang masalah ini.

a) Perselisihan Pendapat tentang maulid Nabi

Ada beberapa pendapat dalam masalah ini, tapi yang paling mashur

adalah:75

1. Maulid Nabi adalah tanggal 8 rabiul awal.

75 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi, Ibid.,.hlm 186

62

Maulid inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Abdullah bin

Muhammad bin Abdul Wahab sebagaimana yang dhahirnya dikuatkan

oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitab beliau Sholih As-sirah

An-Nabawiyah hlm. 13. Beliau berkata dalam ta’lik (catatan kaki),

“Adapun waktu kelahiran beliau telah disebutkan tentangnya dan

tentang bulannya oleh beberapa pendapat. Hal ini disebutkan oleh

Ibnu Katsir dalam kitab asal. dan semuanya mualaq, tanpa ada sanad

yang bisa diperiksa dan diukur dalam ukuran ilmu mustholah hadits,

kecuali pendapat yang mengatakan bahwa hal itu (hari kelahiran

Nabi) pada tanggal 8 rabiul awal. Karena tanggal 8 ini telah

diriwayatkan oleh malik dan selainnya dengan sanad yang shohih dari

Muhammad bin Jubair bin Muth im dan beliau adalah seseorang

tabiin yang mula. Dan mungkin karena inilah, pendapat ini dikuatkan

oleh para pakar sejarah dan mereka berpegang padanya. Dan

pendapat ii yang dipastikan oleh al hafidz al kanir muhammad bin

musa al khowarizmy dan juga dikuatkan oleh abul khothob bin

dihyah

2. Maulid Nabi tanggal 9 tabiul awal

Pengarang Nurul ainain fii sirah sayidin mursalin berkata, hal 6

“almarhum Mahmud Basya seorang pakar ilmu falaq menguatkan

bahwa hal itu (hari kelahiran Nabi) adalah, subuh hari senin, tanggal 9

rabiul awal yang bertepatan dengan tanggal 20 april tahun 571

Miladiyah dan juga bertepatan dengan tahun pertama dari peristiwa

gajah”

Syaikh shofiyyur rahman al mubarakfury hafidhohullah berkata

dalam kiatab beliau ar-rahiqul muktum. Hal 54” pimpinan para rasul

dilahirkan dilingkungan bani Hasyim di mekkah pada subuh hari senin

tanggal 9 bulan rabiul awal tahun pertama dari peristiwa perang gajah

dan bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan april tahun 571M.

63

Pendapat inilah yang dukuatkan oleh syaikh Abdullah bin muhammad

bin utsaimin

Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid rahimahumullah

berkata ketika menyebutkan tentang Abu Said al- Kaukabury,” dia

mengadakan perayaan tersebut pada malam kesembilan (rabiul awal)

menurut yang dikuatkan oleh para ahli hadits. Bahwa beliau SAW.

dilahirkan pada malam itu (kesembilan) dan beliau wafat pada tanggal

12 rabiul awal menurut kebanyakan ulama.

Syaikh Muhammad bin Utsaimin berkata-setelah menyebutkan

konsekuensi kecintaan kepada Nabi SAW., maka ketika itu, jika bulan

ini (rabiul awal) adalah bulan diutusnya rasul SAW., demikian juga dia

adalah bulan dilahirkannya rasul SAW. berdasarkan pendapat yang

dinyatakan oleh pakar sejarah. Hanya saja tidak diketahui malam

berapa beliau dilahirkan. Pendapat yang paling bagus adalah yang

menyatakan bahwa beliau dilahirkan pada malam ke 9 dari bulan ini

(rabiul awal) bulan malam ke 12. berbeda halnya dengan pendapat yang

terkenal disisi kebanyakan kaum muslimin saat ini. Karena ini (yakin

hari lahirnya beliau pada tanggal 12) tidak memiliki landasan yang

benar dari sisi sejarah. Berdasarkan perhitungan para ahli falak

belakangan, kelahiran beliau adalah pada hari ke 9 dari bulan ini.76

3. Maulid Nabi adalah tanggal 12 rabiul Awal

Muhammad bin Ishaq bin Yasar berkata sebagaimana dalam sirah

nabawiyah (1/58) karya Ibnu Hisyam Rahimahumullah, bahwa

Rasulullah dilahirkan pada hari senin tanggal 12 rabiul awal tahun

gajah.

76 Lihat Majmu al fatawa (7/357) karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin,kumpulan Fahd Nashir bin Ibrahim as Sulaimany

64

Akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh syaikh Abdullah bin Abdul

wahab, dalam kitab beliau Mukhtashor Siratur rasul hal 18 beliau

menyatakan bahwa rasul dilahirkan pada tanggal 8 rabiul awal77

b) Sikap Pro Kontra

Penyelenggaran peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. bukan

tanpa masalah, Sikap pro dan kontra terhadap tradisi ini selalu timbul

sepanjang sejarah. Ulama mazhab Syafi’i secara tegas mengungakapkan

dukungan dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang sah dilakukan.

Tetapi ulama dari mazhab Maliki menolak dengan berbagai argumentasi.

Salah satu sasaran kritik terhadap perayaan Maulid Nabi di

Indonesia, adalah masuknya nilai lain yang justru dianggap akan merusak

makna maulid. Misalnya kegiatan peringatan itu bercampur dengan

upacara-upacara berbau mistik atau tradisi khas budaya Islam Jawa.

Al Quran memang tidak memerintahkan secara eksplisit agar umat

Islam memperingati maulid Nabi Muhammad dengan perayaan atau

seremonial tertentu. Allah dan Rasul-Nya juga tidak memerintahkan umat

Islam setiap tahun memperingati hari Hijrah, hari Isra’ Mi’raj, hari wafat

Nabi dan hari bersejarah lainnya. Namun andaikata peringatan Maulid

Nabi itu diadakan dengan cara Islami dan tujuan positif untuk syiar dan

dakwah agama, tentunya perbuatan itu bukan termasuk bid’ah.78 Sebab

77 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi., , op. cit., hlm.187-18978 Bid’ah dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan

maupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat sekarangini. Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahandalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentusyarat dan rukunnya. Maknanya: sesuatu yang dianggap baik yang kebaikannya belum pernah ada yangmenyerupai sebelumnya. Dari makna bahasa seperti itulah pengertian bid’ah diambil oleh para ulama.Secara umum, bid'ah bermakna melawan ajaran asli suatu agama (artinya mencipta sesuatu yang barudan disandarkan pada perkara agama/ibadah). Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisimelampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal inimenyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat. Menuduh Rasulullah Muhammad SAW. menghianatirisalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belumsempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bid'ah dalam perkara ibadah/agama adalahharam atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada

65

yang dapat dikatakan bid’ah menurut kesepakatan ulama hanyalah

melakukan rekayasa dalam ibadah mahdhoh, seperti sholat fardhu, sedang

memperingati Maulid Nabi Muhammad bukan termasuk ibadah Mahdhoh.

Firman Allah:

yx ä. ur•È à)Ry7ø‹ n=tãô ÏBÏä !$t6 /Rr&È@ß™”•9$#$tBàMÎm7 sV çR¾Ïm Î/x8 yŠ#xs èù4x8 uä !% y ur’ÎûÍn É‹» yd

‘, ysø9$#×psà Ïã öq tBur3“t• ø. ÏŒurtûü ÏY ÏB÷s ßJ ù=Ï9ÇÊËÉÈ

“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialahkisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat IniTelah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagiorang-orang yang beriman.” (QS Hud:120).

Ayat tersebut memberi pengertian bahwa membaca dan

membacakan kisah para Rasul Allah serta mengambil hikmah darinya,

dapat meneguhkan iman. Dengan demikian, mengadakan peringatan

maulid Nabi dengan cara mengungkapkan kembali kisah perjuangannya

termasuk menifastasi mengamalkan firman Allah tadi.

Dalam hubungan ini, kalangan yang sangat anti mengkaji

perjuangan Nabi (peringatan Maulid Nabi), semoga tidak mencaci maki

atau mencela kegiatan tersebut. Sebab pekerjaan lain yang bermanfaat

masih sangat banyak. Daripada saling mengejek sesama seiman, tentu lebih

baik saling mengingatkan akan ancaman musuh Islam yang terus-menerus

menggerogoti umat Islam. sudah tiba saatnya sesama umat Islam dari

perintah dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bid'ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atauagama sebagaimana pandangan orang banyak, namun masih relevan jika dikaitkan dengan hal-hal baruselama itu berupa urusan keduniawian murni misal dulu orang berpergian dengan unta sekarang denganmobil, maka mobil ini adalah bid'ah namun bid'ah secara bahasa bukan definisi bid'ah secara istilahsyariat dan contoh penggunaan sendok makan, mobil, mikrofon, pesawat terbang pada masa kini yangdulunya tidak ada inilah yang hakekatnya bid'ah hasanah. Dan contoh-contoh perkara ini tiada lainmerupakan bagian dari perkara Ijtihadiyah.

66

berbagai aliran menyatukan langkah. Merapatkan barisan, dan berjuang

bahu membahu untuk meraih kemajuan.

Yang dilakukan dalam memperingati maulid Nabi Muhammad

SAW. itu bukan hura-hura, tetapi umat Muslim berkumpul untuk

mendengarkan pembacaan al-Qur’an, membaca kembali kisah-kisah

perjuangan Nabi Muhammad, mukjizatnya, akhlaknya yang mulia dan

seterusnya. Tujuannya antara lain adalah agar umat dapat meneladani sifat-

sifat terpuji Rasulullah tersebut dan mengamalkannya secara nyata dalam

kehidupan sehari-hari. Sebab pribadi dan kepemimpinan Nabi menjadi

sangat relevan diterapkan pada masa sekarang. Bahkan bila dilaksanakan

sungguh-sungguh oleh semua pribadi Muslim, maka akan membantu

bangsa ini keluar dari keterpurukan.79

5. Argumen Para Penentang dan yang Membolehkan tradisi Maulid

Penetapan bahwa orang-orang yang merayakan maulid menganggapnya

perayaan itu bagian dari agama.80 Sudah menjadi tradisi yang berkembang di

masyarakat Indonesia pada setiap tanggal 12 Rabiul Awwal diadakan sebuah

acara yang bernafaskan Islam. Perayaan ini lebih sering dikenal dengan nama

Maulid Nabi. Sekilas, tidak ada masalah dengan perayaan maulid ini. Namun

di balik itu semua, terdapat sebuah permasalahan agama yang sangat besar

yang telah dilanggar oleh para pelaku perayaan ini. Masalah tersebut adalah

pelanggaran terhadap syariat Alloh dengan melakukan sebuah kebid'ahan.

Beberapa hal yang merupakan pelanggaran syariat terkait dengan perayaan

Maulid ini adalah sebagai berikut.

79http://harapanumat.wordpress.com/2007/05/04/memaknai-maulid-nabi-muhammad-saw/80 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi., op. cit., hlm.201

67

Pertama, perayaan Maulid tidak pernah dilakukan oleh Rosululloh

sholallohu 'alaihi wa sallam semasa hidup beliau. Tidak pernah diriwayatkan

dalam satu hadits yang shahih bahwa beliau merayakan ulang tahun kelahiran

beliau sendiri. Cukuplah hal ini menjadi dasar bagi kita untuk menolak

perayaan maulid ini karena perayaan Maulid ini merupakan bentuk ibadah dan

pendekatan diri pada Alloh yang tidak ada contohnya dari Rosululloh

shollallohu 'alaihi wa sallam. Padahal Rosululloh shollallohu 'alaihi wa

sallam bersabda, "Barangsiapa yang beramal suatu perbuatan yang tidak ada

keterangannya dari kami, maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim) dan sabda

beliau yang lainnya, "Barang siapa mengada-adakan suatu perbuatan dalam

agama kami yang bukan merupakan agama ini, maka amalan itu tertolak."

(HR. Bukhori dan Muslim).

Kedua, setelah wafatnya Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam,

para shahabat maupun para ulama yang memegang teguh sunnah Rosululloh

shollallohu 'alaihi wa sallam seperti imam yang empat (Abu Hanifah, Malik,

Syafii dan Ahmad) dan yang lainnya, tidak pernah merayakannya. Jika

perayaan Maulid Nabi ini merupakan kebaikan dalam agama ini, niscaya para

shahabat sudah terlebih dahulu mendahului kita dalam melakukannya.

Ketiga, perayaan Maulid Nabi ini merupakan bentuk penyerupaan

terhadap orang Nasrani yang juga merayakan kelahiran Nabi Isa 'alaihi salam

yang mereka sebut dengan perayaan Natal. Padahal Rosululloh shollallohu

'alaihi wa sallam telah bersabda, "Barang siapa yang menyerupai suatu kaum,

maka ia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Daud, shohih). Namun, suatu

hal yang sangat memprihatinkan, sebagian kaum muslimin berdalih dengan

adanya peringatan Maulid Nabi Muhammad untuk membenarkan bahkan

mengikuti perayaan Natal kaum Nasrani,.

Keempat, adanya tindakan-tindakan yang mengarah kepada kesyirikan

-bahkan sudah termasuk dalam kesyirikan- pada peringatan maulid ini. Hal ini

dapat dilihat pada beberapa bait syair yang didendangkan dalam peringatan

68

Maulid (Lihat Al-Firqotun Najiyah karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

maupun pada prosesi Maulid itu sendiri, seperti berdirinya orang-orang dengan

keyakinan bahwa Rosululloh datang menghadiri perayaan Maulid tersebut.

Kelima, pemborosan harta yang sia-sia yang digunakan untuk perayaan

ini. Karena perayaan ini adalah sebuah kebatilan, maka harta yang digunakan

untuk membiayai kegiatan ini adalah harta yang digunakan secara sia-sia.

Padahal, jika kita memperhatikan kegiatan maulid yang dilakukan di seluruh

nusantara, maka kita dapati bahwa biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

kegiatan ini tidaklah kecil. Alloh Ta'ala berfirman yang artinya, "Dan

berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang

miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-

hamburkan secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah

saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada

Tuhannya." (QS Al Isra: 26, 27)

a. Tradisi Fathimiyyah

Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa, di Mesir ada sekelompok

pendukung Fathimah putri Nabi, mereka disebut Fathimiyyin, mereka lah

pertama kali yang mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad.

Mereka mengadakan peringatan secara besar-besaran, mereka membagi-

bagikan aneka makanan. Di samping memperingati kelahiran Nabi, mereka

juga memperingati hari-hari kelahiran keluarga “ahlul bait” Nabi SAW.

Inilah kenyataan sejarah yang menjadikan sebagian ulama fiqh

menolak mutlak peringatan Maulid Nabi, dan memasukkan katagori bid’ah

dalam urusan agama yang tidak ada dasar hukumnya. Rasulullah SAW. tidak

pernah memperingati hari kelahirannya sepanjang hidupnya, begitu juga para

sahabat dan tabi’in.

69

:“ "

“Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan agama kami yang tidakada dasar hukumnya, maka ia tertolak.” Artinya tidak termasuk dari ajaranIslam.

Para penentang perayaan maulid juga bersandar para praktek perayaan

maulid ketika masa Fathimiyyin yang lebih cenderung berlebihan dalam

menyebarkan ajaran syi’ah. Tujuan dari peringatan ini, sebagaimana yang

dilihat oleh ahli fiqh sekaligus da’i, Abdul Karim Al Hamdan, adalah

penyebaran aqidah syi’ah dengan kedok cinta keluarga Nabi dan disertai

dengan praktek-praktek yang tidak diperbolehkan hukum, seperti berlebihan di

dalam menghormati pemimpin dengan cara-cara sufistik yang sudah menjurus

pada kultus individu, berdo’a kepada selain Allah, bernadzar kepada selain

Allah SWT. Inilah bentuk-bentuk peringatan maulid Nabi semenjak kelompok

Fathimiyyin sampai sekarang, baik di Mesir atau di belahan dunia lainnya.

Dalam sudut pandang yang berbeda, Dr. Muhammad ‘Alawi Al Maliki

Al Husni, seorang ahli fiqh, memandang bolehnya memperingati maulid Nabi

dengan diisi kegiatan yang bertujuan mendengarkan sejarah perjalanan hidup

Nabi SAW. dan memperdengarkan pujian-pujian terhadapnya. Ada kegiatan

memberi makan, menyenangkan dan memberi kegembiraan terhadap umat

Islam. Meskipun ia menekankan tidak adanya pengkhususan peringatan pada

malam hari tertentu, karena itu termasuk katagori bid’ah yang tidak ada

dasarnya dalam agama.81

Riwayat dari Rasulullah SAW., bahwa beliau mengagungkan hari

kelahirannya, beliau bersyukur kepada Allah pada hari itu, atas nikmat

diciptakan dirinya dimuka bumi dengan membawa misi rahamatan lil’alalmin,

81 Sayyid Muahammad bin Alwi Almaliki al Hasani, Wajibkah Memperingati Maulid NabiSaw, (Surabaya :Cahaya Ilmu2007), hlm21

70

mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Ketika Rasulullah

SAW. ditanya tentang sebab beliau berpuasa pada hari Senin dalam setiap

pekan, beliau bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

dan Muslim, ( ). “Itu hari, saya dilahirkan.”

Terkait bahwa para sahabat dan tabi’in tidak melaksanakan maulid, Dr

Al Husni mengatakan, “Apa yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh generasi

awal Islam, tidak otomatis menjadi bid’ah yang tidak boleh dikerjakan. Justru

perlu dikembalikan kepada persoalan aslinya, yaitu sesuatu yang membawa

mashlahat secara syar’i menjadi wajib hukumnya, sebaliknya sesuatu yang

menjerumuskan kepada haram, maka hukumnya haram.”

Menurut padangan Dr. Al Husni, jika memperingati Maulid Nabi

membawa mashlahat secara syar’i, maka hukumnya dianjurkan, karena di

dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji Rasul, memberi makan fakir-

miskin, dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena membawa manfaat.

Sebagian ulama mengingkari peringatan maulid, karena di dalamnya

bercampur dengan bid’ah dan kemungkaran yang terjadi sebelum abad

Sembilan Hijriyah, dengan bersandar pada hukum asli, yaitu “Menolak

kerusakan lebih di dahulukan dari pada meraih mashalahat.”

Ulama ahli Fiqh dari madzhab Maliki, Tajuddin Al Fakihani juga

membolehkan. Sebagian ada yang malah menganjurkan, seperti Imam

Jalaluddi As Suyuthi dan Ibnu Hajar Al Asqalani, namun mereka mengingkari

praktek-praktek bid’ah. Pendapat mereka ini bersandar pada firman Allah

SWT., { } “Dan ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah.”

71

Sejumlah ulama Al Azhar, terutama Syaikh ‘Athiyyah Shaqr

rahimahullah, telah berfatwa tentang dibolehkannya memperingati maulid

Nabi dengan syarat.

Fatwa itu tertuang sebagai berikut, “Rasulullah SAW. telah

menetapkan bahwa hari di mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan

dibanding dengan hari-hari lainnya. Setiap mukmin hendaknya bersungguh-

sungguh dalam meraih keagungan pahala, mengutamakan amal. Itulah alasan

memperingati hari ini. Dan bersyukur kepada Allah SWT. atas pemberian-Nya

yang sangat besar, berupa kelahiran Nabi akhir zaman yang memberi petunjuk

kepada kita menuju syari’at-Nya yang membawa kelestarian. Namun dengan

syarat tidak membuatkan gambar-gambarnya secara khusus. Bahkan dengan

lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. atas apa yang disyariatkan,

mengenalkan manusia keutamaan dan keagungan pribadi Rasul, tidak keluar

dari koridor syariat dan berubah menjadi hal yang diharamkan secara hukum,

seperti ikhthilat atau campur baur laki-laki dan perempuan, cenderung kepada

kegiatan yang tidak ada gunanya dan hura-hura, tidak menghormati baitullah,

dan termasuk yang dikatagorikan bid’ah adalah tawasul terhadap kuburan,

sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan adab.

Jika yang dominan adalah kegiatan-kegiatan seperti di atas, maka yang

diutamakan adalah mencegah kerusakan sebagaimana kaidah ushul.

“Mencegah kerusakan lebih didahulukan dari pada meraih maslahat.”

Namun jika hal-hal positif lebih dominan dan manfaat secara syar’i

didapatkan, maka tidak ada larangan memperingati maulid Nabi dengan tetap

mengantisipasi hal-hal negatif sesuai kemampuan.

72

b. Perkataan dan Fatwa para ulama tentang bid’ahnya Perayaan Maulid

Ada tradisi umat Islam di banyak negara, seperti Indonesia, Malaysia,

Brunai, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya, untuk

senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti Peringatan Maulid Nabi

SAW., peringatan Isra' Mi'raj, peringatan Muharram, dan lain-lain. Bagaimana

sebenarnya aktifitas-aktifitas itu? Secara khusus, Nabi Muhammad SAW.

memang tidak pernah menyuruh hal-hal demikian. Karena tidak pernah

menyuruh, maka secara spesial pula, hal ini tidak bisa dikatakan "masyru'"

(disyariatkan), tetapi juga tidak bisa dikatakan berlawanan dengan teologi

agama. Yang perlu kita tekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah

"mengingat kembali hari kelahiran beliau atau--peristiwa-peristiwa penting

lainnya dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada

kejadian itu". Misalnya, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Itu bisa kita

jadikan sebagai bentuk "mengingat kembali diutusnya Muhammad SAW."

sebagai Rasul. Jika dengan mengingat saja kita bisa mendapatkan semangat-

semangat khusus dalam beragama, tentu ini akan mendapatkan pahala. Apalagi

jika peringatan itu betul-betul dengan niat "sebagai bentuk rasa cinta kita

kepada Nabi Muhammad SAW.". 82

Dalam Shahih Bukhari diceritakan, sebuah kisah yang menyangkut

tentang Tsuwaibah. Tsuwaibah adalah budak [perempuan] Abu Lahab [paman

Nabi Muhammad [SAW.]. Tsuwaibah memberikan kabar kepada Abu Lahab

tentang kelahiran Muhammad [keponakannya], tepatnya hari Senin tanggal 12

Robiul Awwal tahun Gajah. Abu Lahab bersuka cita sekali dengan kelahiran

beliau. Maka, dengan kegembiraan itu, Abu Lahab membebaskan Tsuwaibah.

Dalam riwayat disebutkan, bahwa setiap hari Senin, di akhirat nanti, siksa Abu

Lahab akan dikurangi karena pada hari itu, hari kelahiran Nabi Muhammad

SAW., Abu Lahab turut bersuka cita. Kepastian akan hal ini tentu kita

82 Hammad abu Muawiyah, op. cit., hlm. 273

73

kembalikan kepada Allah SWT., yang paling berhak tentang urusan akhirat.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. secara seremonial sebagaimana

yang kita lihat sekarang ini, dimulai oleh Imam Shalahuddin Al-Ayyubi,

komandan Perang Salib yang berhasil merebut Jerusalem dari orang-orang

Kristen. Akhirnya, setelah terbukti bahwa kegiatan ini mampu membawa umat

Islam untuk selalu ingat kepada Nabi Muhammad SAW., menambah

ketaqwaan dan keimanan, kegiatan ini pun berkembang ke seluruh wilayah-

wilayah Islam, termasuk Indonesia. Kita tidak perlu merisaukan aktifitas itu.

Aktifitas apapun, jika akan menambah ketaqwaan kita, perlu kita lakukan.

Tentang pendapat Ulama dan Pemerintah Arab Saudi itu, memang

benar, sebagaimana yang kami tulis di atas. Tetapi, jika kita ingin 100% seperti

zaman Nabi Muhammad SAW., apapun yang ada di sekeliling kita, jelas tidak

ada di zaman Nabi. Yang menjadi prinsip kita adalah esensi. Esensi dari suatu

kegiatan itulah yang harus kita utamakan. Nabi Muhammad SAW. bersabda :

'Barang siapa yang melahirkan aktifitas yang baik, maka baginya adalah pahala

dan [juga mendapatkan] pahala orang yang turut melakukannya' (Muslim dll).

Makna 'aktifitas yang baik' --secara sederhananya--adalah aktifitas yang

menjadikan kita bertambah iman kepada Allah SWT. dan Nabi-Nabi-Nya,

termasuk Nabi Muhammad SAW., dan lain-lainnya.

Ibnu Atsir dalam kitabnya "Annihayah fi Gharibil Hadist wal-Atsar"

pada bab Bid'ah dan pada pembahasan hadist Umar tentang Qiyamullail (sholat

malam) Ramadhan "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", bahwa bid'ah terbagi

menjadi dua : bid'ah baik dan bid'ah sesat. Bid'ah yang bertentangan dengan

perintah qur'an dan hadist disebut bid'ah sesat, sedangkan bid'ah yang sesuai

dengan ketentuan umum ajaran agama dan mewujudkan tujuan dari syariah itu

sendiri disebut bid'ah hasanah. Ibnu Atsir menukil sebuah hadist Rasulullah

"Barang siapa merintis jalan kebaikan maka ia akan mendapatkan pahalanya

dan pahala orang orang yang menjalankannya dan barang siapa merintis jalan

sesat maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang menjalankannya".

74

Rasulullah juga bersabda "Ikutilah kepada teladan yang diberikan oleh dua

orang sahabatku Abu Bakar dan Umar". Dalam kesempatan lain Rasulullah

juga menyatakan "Setiap yang baru dalam agama adala Bid'ah". Untuk

mensinkronkan dua hadist tersebut adalah dengan pemahaman bahwa setiap

tindakan yang jelas bertentangan dengan ajaran agama disebut "bid'ah".

Izzuddin bin Abdussalam bahkan membuat kategori bid'ah sbb : 1)

wajib seperti meletakkan dasar-dasar ilmu agama dan bahasa Arab yang belum

ada pada zaman Rasulullah. Ini untuk menjaga dan melestarikan ajaran

agama.Seperto kodifikasi al-Qur’an misalnya. 2) Bid'ah yang sunnah seperti

mendirikan madrasah di masjid, atau halaqah-halaqah kajian keagamaan dan

membaca al-Qur’an di dalam masjid. 3) Bid'ah yang haram seperti melagukan

al-Qur’an hingga merubah arti aslinya, 4) Bid'ah Makruh seperti menghias

masjid dengan gambar-gambar 5) Bid'ah yang halal, seperti bid'ah dalam tata

cara pembagian daging Qurban dan lain sebagainya.

Syatibi dalam Muwafawat mengatakan bahwa bid'ah adalah tindakan

yang diklaim mempunyai maslahah namun bertentangan dengan tujuan

syariah. Amalan-amalan yang tidak ada nash dalam syariah, seperti sujud

syukur menurut Imam Malik, berdoa bersama-sama setelah shalat fardlu, atau

seperti puasa disertai dengan tanpa bicara seharian, atau meninggalkan

makanan tertentu, maka ini harus dikaji dengan pertimbangan maslahat dan

mafsadah menurut agama. Manakala ia mendatangkan maslahat dan terpuji

secara agama, ia pun terpuji dan boleh dilaksanakan. Sebaliknya bila ia

menimbulkan mafsadah, tidak boleh dilaksanakan.(2/585)

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa bid'ah terjadi hanya dalam

masalah-masalah ibadah. Namun di sini juga ada kesulitan untuk membedakan

mana amalan yang masuk dalam kategori masalah ibadah dan mana yang

bukan. Memang agak rumit menentukan mana bid'ah yang baik dan tidak baik

dan ini sering menimbulkan percekcokan dan perselisihan antara umat Islam,

bahkan saling mengkafirkan. Selayaknya kita tidak membesar-besarkan

75

masalah seperti ini, karena kebanyakan kembalinya hanya kepada perbedaan

cabang-cabang ajaran (furu'iyah). Kita diperbolehkan berbeda pendapat dalam

masalah cabang agama karena ini masalah ijtihadiyah (hasil ijtihad ulama).

Sikap yang kurang terpuji dalam mensikapi masalah furu'iyah adalah

mengklaim dirinya dan pendapatnya yang paling benar.

M. Luthfi Thomafi berpendapat tentang sifat dan hukum Maulid Nabi,

yakni pertama, malam maulid Rasulullah tidak bisa diketahui secara pasti.

Namun sebagian orang pada zaman sekarang menetapkan maulid beliau itu

adalah pada tanggal sembilan Rabiul awal dan bukan tanggal dua belas. Maka

acara peringatan yang diadakan pada malam tanggal dua belas rabiul awal

adalah tidak akurat dilihat dari segi sejarah. 83

Kedua dilihat dari sisi syariat, hal ii tidak memiliki dasar sama sekali,

sebab andaikata hal itu termasuk syari’at, tentunya Nabi shallallahu alihi

wasalam akan meyelenggarakannya atau menyampaikannya kepada umatnya.

Jika beliau menyelenggarakannya atau menyampaikannya, tentrunya acara

peringatan itu harus dijaga dan dipelihara terus, sebagaimana al-Qur’an yang

dijaga dan dipelihara oleh Allah.

Selagi acara peringatan itu tidak diketahui sebagai bagian dari agama

Allah, maka tidak boleh beribadah dan bertaqarub kepada Allah dengan acara

peringatan itu. Andaikata Allah sudah meletakkan jalan tertentu untuk sampai

kepadanya, yaitu seperti yang telah dibawa Rasulullah salallahu alaihi

wasallam, lalu bagaimana mungkin kita yang sebagai hamba berani lancang

membuat jalan sendiri untuk sampai kepada laah? Ini adalah kejahatan

terhadap hak Allah, yaitu selagi kita membuat syari’at dalam agamanya, yang

termasuk bagian dari agama, sebagaimana hal itu juga termasuk pendustaan

terhadap firman Allah Qs. Al Maidah:(3):

83Fahd Nashir As Sulaiman, op.cit., hlm. 109

76

tPöq u‹ ø9$#àMù=yJ ø. r&öN ä3 s9öN ä3 oYƒ ÏŠàMôJ oÿøCr&uröN ä3 ø‹ n=tæÓÉLyJ ÷èÏR

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku.

Maka dapat kita katakan, bahwa apabila acara peringatan ini dianggap

sebagai kesempurnaan agama, maka ia sudah harus ada sejak sebelum

kewafatan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Apabila ia tidak termasuk

kesempurnaan agama, berarti ia tidak termasuk bagian dari agama Allah.

Orang yang beranggapan bahwa menyelenggarakan acara peringatan sebagai

kesempurnaan agama dan ini telah terjadi sesudah rasulullah sallallahu alaihi

wasallam, berarti hal ini merupakan pendustaan terhadap ayat yang

menyelenggarakan acara peringatan pada saat Maulid beliau bermaksud

hendak mengagungkan beliau, menampakkan kecintaan dan membangkitkan

semangat pada acara peringatan itu.

Ini semua termasuk ibadah. Mencintai rasulullah alalahu alaihi

wasallam adalah ibadah. Bahkan iman tidak bisa menjadi sempurna sehingga

menjadikan Nabi Sallallahu alaihi wasallam yang lebih dicintai manusia

daripada kecintaan terhadap dirinya sendiri, cinta kepada anak, orang tua dan

semua manusia. Mengagungkan beliau, termasuk bagian dari agama. Karena

hal ini akan menciptakan kecondongan terhadap syari’atnya.84

Jadi menyelenggarakan acara peringatan maulid Nabi Sallallahu alaihi

wasallam yang dimaksudkan untuk taqorrub kepada allah dan mengagungkan

beliau, merupakan ibadah. apabila hal itu merupakan ibadah, maka tidak boleh

menciptaklan sesuatu yang baru dalam agama Allah dengan sesuatu yang tidak

termasuk bagian darinya.

Acara peringatan maulid Nabi adalah bid’ah dan diharamkan

disamping itu, kita sering mendengar munculnya berbagai kemungkaran yang

84 Hammad Abu Muawiyah As-Salafi, op.cit ., hlm 286

77

besar dalam acara peringatan itu, yang tidak ditatapkan syari’at, tidak diterima

perasaan nalar. Mereka melantunkan pantun-pantun yang didalamnya berisi

sanjungan berlebih-lebihan terhadap rasulullah Sallallahu alaihi wasallam,

bahkan mereka menjadikan beliau lebih tinggi daripada Allah, na’udzu billah.

Disamping itu, kita juga seringkali mendengar kebodohan sebagian orang-

orang yang ikut dalam acara peringatan, bahwa apabila membaca kisah maulid

beliau sampai kepada lafadh: wulidal Mustofa (beliau dilahirkan) maka semua

orang berdiri serentak serta mengucapkan:

Sesungguhnya Rasulullah telah datang. Maka kita harus berdiri untuk

mengagungkannya.” Jelas ini adalah suatu kebodohan. Sikap berdiri itupun

bukan merupakan adab. Sebab beliau membenci sikap berdiri yang ditujukan

kepada beliau. Padahal para sahabat adalah orang-orang yang paling mencintai

dan mengagungkan beliau. Tapi merekapun tidak berdiri untuk menyambut

beliau, karena mereka tahu itu merupakan sesuatu yang beliau benci. Kalau

begitu keadaanya saat beliau masih hidup, lalu bagaimana dengan khayalan-

khayalan semacam ini?

Jelas ini merupakan bid’ah yang muncul tiga abad setelah itu, yang

disertai dengan hal-hal mungkar yang merusak dasar agama, ditambah lagi

dengan adanya kumpul-kumpul antara laki-laki dan perempuan serta

kemungkaran-kemungkaran lain.85

Dilihat dari sudut pandang hukum syarak ada dua pendapat yang

bertentangan dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi. Pendapat

pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid Nabi merupakan bid’ah

mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya

melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW. itu tidak

ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan

juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah

85 Fahd Nashir As-Sulaiman, op.cit hlm 110

78

yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid Nabi adalah bid’ah

mazmumah, menyesatkan. Penolakan ini ditulisnya dalam Kitab Maurid Al-

Kalam Ala amal Al-Maulid.

Pendapat kedua, yang menerima dan mendukung, beralasan bahwa

maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah, inovasi yang baik, dan tidak

bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua diwakili oleh Ibnu Hajar Al-

Atsqolani dan As-Suyuti. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid

Nabi adalah bid’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah

SAW., tetapi keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-

Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad SAW. bisa dianalogikan dengan

diamnya Rasulullah ketika mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada

hari Asyura sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi

Musa dari kejaran Fir’aun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan

syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW. ke muka bumi. Penuturan ini

dapat dilihat dalam Kitab Al-Ni mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid

Wuld Adam.

Terlepas dari polemik di atas, pelaksanaan maulid Nabi adalah

perbuatan Bid'ah walaupun disinyalir mendatangkan dan memberikan manfaat

kehidupan beragama kaum muslimin secara filosofis, peringatan maulid Nabi

dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah yang kemudian ditunjukkan

dengan mengikuti segala sunahnya dan menumbuhkan kesadaran akan

beragama menuju kesempurnaan takwa, tapi tetap didahului dengan perbuatan

Bid'ah. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini,

dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hidonistik, dan

materialistik, punya andil cukup besar terhadap penurunan tingkat kesadaran

seseorang, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang

penting.

Kekhawatiran ini tidak terlalu berlebihan bila kita lihat sabda Nabi:

79

Pada mulanya Islam itu asing dan akan kembali asing dan akan kembaliasing, maka berbahagianlah bagi orang-orang asing, yakni mereka yang telahmenghidupkan sunah Nabi, setelah dirusak orang. Orang yang berpegangteguh dengan sunahku ketika terjadi wabah dekadensi moral, pahalanya samadengan pahala seratus orang yang mati syahid. (HR. Ibnu Abbas)

B. Tinjauan Umum Tentang Kitab Barzanji

1. Biografi Ja’far Al-Barzanji Dan Karya-Karyanya

Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim adalah seorang

khatib Mesjid Nabawi di Madinah yang lahir (1690 M) dan meninggal (1776

M) di Madinah, ia menjadi terkenal karena kumpulan syari’atnya yang

menggambarkan sentralnya kelahiran Nabi Muhammad bagi umat manusia.

Kumpulan cerita tersebut dinamai “cerita tentang kelahiran Nabi”(Qissat Al

Maulid an nabawi) namun menjadi terkenal dengan sebutan Barzanji.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi sebuah upacara

yang kerap dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia. Di beberapa

masyarakat Islam, termasuk Indonesia, Barzanji bersama-sama dengan karya

lain seperti al-Burdah dan Dziba’, sering dibaca dalam upacara keagamaan

tertentu khususnya pada peringatan hari lahirnya Nabi (Maulid Nabi). Dalam

membaca Barzanji dan sejenisnya dimasukkan juga berbagai ritus yang

bercorak gerakan, improvisasi pembacaan dan penyediaan materi-materi

tertentu. Selama bulan Maulid (rabiul awal) bisa saja Barzanji dibaca tiap

malam sebulan penuh, berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah yang lain

dalam suatu lingkungan kelompok muslim.86

Dalam hubungannya dengan keluarga Barzanji, bahwa keluarga Barzinji

merupakan salah satu dari keluarga yang sangat terkemuka di Kurdistan bagian

selatan, sebuah keluarga ulama dan syaikh tarekat Qadiriyah yang mempunyai

pengaruh politik yang sangat besar. Pada tahun 1920-an, Syaikh Mahmud

Barzanji memberontak terhadap Inggris dan menyatakan dirinya sendiri sebagai

86 Prof. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah,Djambatan, Anggota IKAPI, 1992) hlm.168-169.

80

raja Kurdistan. Pada tahun-tahun berikutnya, keluarga tersebut juga menjalankan

peranan penting dalam kehidupan politik Irak. Sebagaimana juga dalam perang

Irak-Iran baru-baru ini, ditemukan seorang anggota keluarga tersebut, Syaikh

Muhammad Najib Barzanji, memimpin kelompok gerilya kecil ciptaan Iran

melawan pemerintah Irak. Anggota keluarga lainnya Ja'far 'Abd Al-Karim

Barzanji , di lain pihak, mencapai posisi yang tinggi dalam pemerintahan Irak;

Dia ketika itu adalah presiden dari Dewan Eksekutif Wilayah Kurdi yang

otonom. Fakta-fakta ini membenarkan persepsi baik pemerintah Irak maupun

Iran bahwa mereka memerlukan karisma keluarga tersebut jika mereka ingin

menanamkan pengaruh di kalangan orang-orang Kurdi.87

Isi kitab Maulid al-Barzanji Natsr memiliki ketebalan berjumlah tujuh

lima halaman dan bentuknya merupakan sebuah karya tulis seni sastra yang

memuat kehidupan Nabi Muhammad SAW.. Karya sastra ini dibaca dalam

berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagai

bagian yang menonjol dalam kehidupan beragama tradisional. Dengan

membacanya dapat ditingkatkan iman dan kecintaan kepada Nabi

Muhammad SAW. dan diperoleh banyak manfaat. Kitab ini memuat riwayat

kehidupan Nabi Muhammad SAW. silsilah keturunannya serta kehidupannya

semasa kanak-kanak, remaja, dan pemuda. hingga ia diangkat menjadi rasul.

Al-Barzanji juga mengisahkan sifat Nabi SAW. serta perjuangannya dalam

menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya yang agung untuk

diteladani oleh umat manusia. 88

Kitab 'Iqd al-Jawahir (Kalung Permata) yang lebih terkenal dengan

sebutan a!-Barzanji ditulis oleh Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul

Karim yang lahir (1690) dan meninggal (1766) di Madinah. Nama al

Barzanji dinisbatkan kepada nama penulisnya. yang juga diambil dari tempat

87 Martin Van Bruinessen, 1995, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam diIndonesia, (Bandung: Mizan, 1996 ),hlm. 95

88 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), 1997, Ensiklopedi Hukum Islam, Juz I, (Jakarta:Ikhtiar Baruvan Hoeve), hlm. 199

81

asal keturunannya yakni daerah Barzinj (Kurdistan). Nama tersebut menjadi

populer di dunia Islam pada tahun 1920-an ketika Syekh Mahmud al-

Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang

pada waktu itu menguasai Irak. Kitab al-Barzanji ditulis untuk meningkatkan

kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. dan agar umat Islam meneladani

kepribadiannya, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surah al-

Ahzab (33) ayat 21: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri

teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah

dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.89

Di dalam al-Barzanji dilukiskan riwayat hidup Nabi Muhammad

SAW. dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi serta prosa (nasr) dan

kasidah yang sangat menarik perhatian pembaca/pendengarnya, apalagi yang

memahami arti dan maksudnya. Secara garis besar paparan al-Barzanji dapat

diringkas sebagai berikut.

1). Silsilah Nabi Muhammad SAW. adalah: Muhammad bin Abdullah bin

Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin

Murrah bin Ka'b bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin

Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma'ad bin

Adnan.

2). Pada masa kanak-kanaknya banyak kelihatan hal luar biasa pada diri

Muhammad SAW. misalnya malaikat membelah dadanya dan

mengeluarkan segala kotoran dari dalamnya.

3). Pada masa remajanya, ketika berumur 12 tahun, ia dibawa pamannya

berniaga ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan pulang. seorang pendeta

melihat tanda-tanda keNabian pada dirinya.

4). Pada waktu berumur 25 tahun ia melangsungkan pernikahannya dengan

Khadijah binti Khuwailid.

89 Ibid.,

82

5). Pada saat berumur 40 tahun ia diangkat menjadi rasul. Sejak saat itu ia

menyiarkan agama Islam sampai ia berumur 62 tahun dalam dua periode,

yakni Mekah dan Madinah. dan meninggal dunia di Madinah sewaktu

berumur 62 tahun setelah dakwahnya dianggap sempurna oleh Allah

SWT.

Kitab al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibaca di mana-mana

pada berbagai kesempatan. antara lain pada peringatan maulid Nabi SAW.

(hari lahir). upacara pemberian nama bagi seorang anak/bayi, acara khitanan

(Khitan). upacara pernikahan. upacara memasuki rumah baru. Berbagai

upacara syukuran. dan ritus peralihan lainnya. sebagai sebuah acara ritual

yang dianggap dapat meningkatkan iman dan membawa banyak manfaat.

Dalam acara-acara tersebut al-Barzanji dilagukan dengan bermacam-macam

lagu yaitu:

1). lagu Rekby, dibacakan dengan perlahan-lahan;

2). lagu Hejas. dibacakan dengan menaikkan tekanan suara dari lagu Rekby;

3). lagu Ras, dibacakan dengan tekanan suara yang lebih tinggi dari lagu

Hejas, dengan irama yang beraneka ragam;

4). lagu Husain, dibacakan dengan tekanan suara yang tenang;

5). lagu Nakwan, dibacakan dengan suara tinggi dengan irama yang sama

dengan lagu Ras; dan

6). lagu Masyry, dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan

perasaan yang dalam.

Ada yang membacanya secara berkelompok sampai tujuh kelompok

yang bersahut-sahutan, dan ada, pula yang tidak dalam kelompok, tetapi

membacanya secara bergiliran satu per satu dari awal sampai akhir. Kitab al-

Barzanji telah dikomentari oleh ulama Indonesia dalam bahasa Jawa

Indonesia, dan Arab. Mereka antara lain adalah:

83

1). Nawani al-Bantani (1813s-1897), Madarij as-Su'ud ila Iktisa' al-Burud

(Jalan Naik untuk Dapat Memakai Kain yang Bagus), komentar dalam

bahasa Arab dan telah diterbitkan beberapa kali;

2). Abu Ahmad Abdulhamid al-Kandali/Kendal, Sabil al-Munji (Jalan bagi

Penyelamat), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan

oleh Menara Kudus;

3). Ahmad Subki Masyhadi, Nur al-Lail ad-Daji wa Miftah Bab al-Yasar

(Cahaya di malam gelap dan kunci pintu kemudahan), terjemahan dan

komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Hasan al-Attas,

Pekalongan;

4). Asrari Ahmad, Munyat al-Martaji al Tarjamah Maulid al-Barzanji

(Harapan bagi Pengharap dalam Riwayat Hidup Nabi Tulisan al-

Barzanji), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh

MenaraKudus;

5). Mundzir Nadzii, al-Qaula al-Munji 'ala Ma'ani al-Barzanjî (Ucapan yang

Menyelamatkan dalam Makna-Makna al-Barzanjî), terjemahan dan

komentar bahasa Jawa. diterbitkan oleh Sa'ad bin Nashir bin Nabhan.

Surabaya; dan (6) M. Mizan Asrani Muhammad, Badr ad-Daji fi

Tarjamah Maulid al-Barzanjî (Purnama Gelap Gulita dalam Sejarah

Nabi yang Ditulis al-Barzanjî), terjemahan Indonesia diterbitkan oleh

Karya Utama, Surabaya.90

2. Pokok-pokok pembahasan dalam kitab al-Barzanji

Kitab Berzanji atau Barzanji ialah suatu doa-doa, puji-pujian dan

penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW. yang dilafalkan dengan suatu

irama atau nada yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan

dan maulid Nabi Muhammad SAW. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan

90 Ibid., hlm.200

84

Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa

kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya

juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta

berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

Pembacaan Barzanji pada umumnya dilakukan di berbagai kesempatan,

sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik.

Misalnya pada saat kelahiran bayi, mencukur rambut bayi (akikah), acara

khitanan, pernikahan, dan upacara lainnya. Di masjid-masjid perkampungan,

biasanya orang-orang duduk bersimpuh melingkar. Lalu seseorang

membacakan Barzanji, yang pada bagian tertentu disahuti oleh jemaah lainnya

secara bersamaan. Di tengah lingkaran terdapat nasi tumpeng dan makanan

kecil lainnya yang dibuat warga setempat secara gotong-royong. Terdapat adat

sebagian masyarakat, dimana pembacaan Berzanji juga dilakukan bersamaan

dengan dipindah-pindahkannya bayi yang baru dicukur selama satu putaran

dalam lingkaran. Sementara baju atau kain orang-orang yang sudah memegang

bayi tersebut, kemudian diberi semprotan atau tetesan minyak wangi atau

olesan bedak.

Pada saat ini, perayaan Maulid dengan Barzanji seperti itu sudah

berkurang, dan umumnya lebih terfokus di pesantren-pesantren kalangan

Nahdlatul Ulama (Nahdliyin). Buku Barzanji tidaklah sukar didapatkan,

bahkan sekarang ini sudah banyak beredar dengan terjemahannya

3. Kajian dan kritik dalam kitab al BarzanjiSedangkan al-Barzanzi adalah sebuah kitab yang menerangkan tentang

kisah (sejarah) lahirnya Rasulullah SAW., keistimewaan oleh keagungan

Rasulullah. Al-Barzanzi juga merupakan sebuah kitab yang dibaca oleh kaum

muslimin dalam memperingati maulid Nabi SAW.. Di antara kitab al-Barzanzi

adalah Natsar, Barzanzi Nadzam dan sebagainya. Kitab ini dikarang oleh Abu

85

Sayyid Zain al-Syayyid Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim bin Sayyid Muhammad

bin Abi Muhammad.91

Beliau lebih terkenal dengan sebutan al-Barzanzi, karena dinisbatkan

tempat tinggalnya. Beliau semakin popular dengan karangan tersebut di seluruh

dunia, juga termasuk Indonesia. Menurut Sidda Osman Noor Muhammad, Sayyid

Ja’far Hasan hidup pada tahun 1690 sampai 1766.

The maulid eulogy by imam as-Sayyid Ja far ibn Hasan ibn Abdal Karim al-

Barzanzi (1690-1766 CE.), Rahmatullah alaih cs popular muslim poetry in praise

of the holy prophet Muhammad SAW..

Dari segi kaidah syair, susunan kata, kalimahnya, irama lagunya, kitab al-

Barzanzi merupakan kitab yang sangat unik dan menarik, karena di seluruh bait-

bait kitab al-Barzanzi hanya ada dua pola akhir kalimah, yaitu pola pertama

diakhiri dengan ta marbuthah, sedangkan pola kedua diakhiri huruf ha yang

disukun.

Dari segi isinya, kitab al-Barzanzi menceritakan tentang Rasulullah SAW..

Bait pertama berisi muqaddimah pengarang dalam menulis kitab al-Barzanzi. Bait

kedua, menceritakan tentang nasab Rasulullah dan keagungannya, dan dilanjutkan

dengan bait ketiga yang menceritakan tentang Nabi Muhammad SAW. dilahirkan.

Irhasy menceritakan kelahiran Rasulullah SAW.. yang ditandai dengan kejadian-

kejadian aneh ketika Nabi lahir, Nabi SAW. diasuh oleh wanita Arab ketika itu,

pengangkatan beliau menjadi Rasul, kisah golongan sahabat yang mau

mengikutinya. Hijrah Rasul ke Madinah dan perjuangan Rasul melawan orang

kafir Quraisy sampai gambaran kondisi fisik Rasulullah yang luar biasa. Dan pada

akhir bait Syaikh al-Barzanzi menceritakan budi pekerti (akhlak) Rasulullah yang

menjadi usawatun hasanah (suri tauladan yang baik).

Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan bahwa judul kitab

maulid karya al-Barzanji adalah Qishat al maulid al Nabawi. Sedangkan

menurut Azzumardi Azra dan Martin van Brruisnessen berjudul al-iqd al

91 Ahmad Anas , Op cit ., hlm 87

86

jawahir tetapi tidak dijelaskan untuk yang mana keduanya, antara Barzanji

natsar dengan Nadzam.

Di samping tadisi-tradisi bersifat lokal, keseharian masyarakat kita

diwarnai pula oleh tradisi-tradisi yang merupakan bentuk ekspresi dari

penghayatan ajaran agama mayoritas,agama Islam. Salah satunya adalah tradisi

pembacaan Al Barzanji atau syair tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad

SAW, sang pembawa risalah agama tersebut. Tradisi ini menarik untuk

diperbincangkan, dikupas lebih dalam karena meski kaum muslim telah rutin

melakukannya hampir pada setiap moment penting seperti pengajian, syukuran

pernikahan, kelahiran anak, menjelang keberangkatan haji dan sebagainya, di

kalangan ulama masih terus terjadi perbedaan pendapat menyangkut

keabsahannya sebagai suatu ibadah yang disyariatkan.

Perkembangan tradisi Al Barzanji terkait erat dengan seremonial

perayaan hari kelahiran (Maulid) Nabi yang juga masih menjadi kontroversi.

Berdasar catatan Nico Captein, peneliti dari Universitas Leiden, Belanda

dipaparkan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali diselenggarakan oleh

penguasa muslim Syi’ah dinasti Fatimiyah (909 - 117 M) di Mesir untuk

menegaskan jika dinasti itu benar-benar keturunan Nabi. Bisa dibilang, ada

nuansa politis dibalik perayaannya sehingga kurang direspon khalayak luas.

Perayaan Maulid baru kembali mengemuka ketika tampuk pemerintahan Islam

dipegang Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi pada 580 H/1184 M. Ia

melangsungkan perayaan Maulid dengan mengadakan sayembara penulisan

riwayat dan puji-pujian kepada Nabi SAW. Tujuannya adalah untuk

membangkitkan semangat Jihad (perjuangan) dan Ittihad (persatuan) umat

muslim terutama para tentara yang telah bersiap menghadapi serangan lawan

dalam medan pertempuran fenomenal, Perang Salib.

Dalam kompetisi ini, kitab berjudul Iqd al Jawahir (untaian permata)

karya Syekh Ja`far al-Barzanji tampil sebagai pemenang. Sejak itulah Iqd al

Jawahir mulai getol disosialisasikan pembacaanya ke seluruh penjuru dunia

87

oleh salah seorang gubernur Salahudin yakni Abu Sa`id al-Kokburi, Gubernur

Irbil, Irak. Di Indonesia kitab ini populer dengan sebutan nama pengarangnya

Al Barzanji sebab lidah orang kita agak sulit bila harus mengucapkan sesuai

lafal judul aslinya.

Al Barjanji sendiri merupakan karya tulis berupa puisi yang terbagai

atas 2 bagian yaitu Natsar dan Nazhom. Bagian natsar mencakup 19 sub-

bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi ah pada tiap-

tiap rima akhir. Keseluruhnya merunutkan kisah Nabi Muhammad SAW,

mulai saat-saat menjelang Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau

mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nazhom terdiri dari 16 subbagian

berisi 205 untaian syair penghormatan, puji-pujian akan keteladanan ahlaq

mulia Nabi SAW, dengan olahan irama akhir berbunyi nun.

Lalu bagaimanakah kondisi pro-kontra Al Barjanji? Pihak yang pro

menganggap pembacaan Al Barzanji adalah refleksi kecintaan umat terhadap

figur Nabi, pemimpin agamanya sekaligus untuk senantiasa mengingatkan kita

supaya meneladani sifat-sifat luhur Nabi Muhammad SAW. Kecintaan pada

Nabi berarti juga kecintaan, ketaatan kepada Allah. Adapun pihak kontra

memandang kitab al-Barjanji hanyalah karya sastra yang walau mungkin

mengambil inspirasi dari 2 sumber hukum haq Islam yakni Al Qur’an dan

hadist tetap saja imajinasi fiktif sang pengarang lebih dominan disuguhkan.

Namun faktanya pembacaan Barjanji di berbagai kesempatan malah jauh

disakralkan, diutamakan ketimbang pembacaan Al Quran. Belum lagi

pembacaan Barjanji sering tanpa diikuti pemahaman arti syair dalam tiap

baitnya.

Wajarlah bila kemudian pihak kontra menghukumi pembacaan Barjanji

juga bacaan sejenis lainya semisal Diba', Burdah, Simthuddurar itu Bid’ah

atau mengada-ada dalam ibadah yang justru sangat jelas dilarang agama.

Sebuah hadist Nabi riwayat Bukhari Muslim menyatakan,”Barang siapa

melakukan amalan tidak sebagaimana sunnahku,maka amalan itu tertolak”.

88

BAB III

TRADISI MAULID NABI SERTA PEMABACAAN KITAB AL- BARZANJI

NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH

DI DESA PEGANDON KABUPATEN KENDAL

A. Gambaran Umum Masyarakat Desa Pegandon Kecamatan Pegandon

Kabupaten Kendal

1. Letak Geografis

Secara administrasi desa Pegandon merupakan bagian wilayah dari

kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, dan merupakan bagian wilayah dari

Propinsi Jawa Tengah, yang terletak di sebelah selatan dari Ibukota Kabupaten

Kendal. Secara geografis wilayah Desa Pegandon terletak pada ketinggian 19

meter diatas permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata berkisar 218 mm

pertahun dengan suhu rata-rata berkisar 34 C pertahunnya. Secara umum

kondisi topografi Desa Pegandon sangat datar. Desa Pegandon mempunyai

luas wilayah 82,329 Ha. atau 1,28 % dari total keseluruhan luas kecamatan

Pegandon.

Adapun batas-batas wilayah Desa Pegandon ini yaitu:

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegorejo

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Penanggulan

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Penanggulan.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gubugsari92

Secara geografis desa Pegandon termasuk desa yang maju, merupakan

desa yang cukup strategis, karena terletak di pusat keramaian dan menjadi

pusat pemerintahan wilayah Kecamatan. Wilayah Desa Pegandon terbagi atas

05 RW dan 14 RT. Jarak Desa Pegandon dengan Kecamatan kurang lebih 2

Km, sedangkan jarak dari Kabupaten Kendal yaitu 10 Km.

92 Data Statistik Monografi Desa Pegandon, Januari 2008

89

Tersedianya pasar berskala kecamatan menjadikan perkembangan

pembangunan Desa Pegandon lebih cepat dari desa-desa yang lainnya, serta

dengan jumlah penduduk yang banyak dan setiap hari ada berbagai macam

aktivitas yang terjadi. Mata pencaharian utama desa Pegandon adalah Petani

dan buruh tani dan Pedagang, tapi disamping itu banyak juga yang menjadi

PNS dan wiraswasta dan lain-lainya.93

Luas wilayah desa Pegandon yaitu 81,329 HA, sedangkan penggunaan

lahan desa Pegandon antara lain digunakan sebagai lahan pertanian,

pemukiman, perdagangan, pekarangan, tegalan, pendidikan dan pemakaman.

Penggunaan lahan di desa Pegandon didominasi oleh sawah dan pemukiman,

lahan pertanian. Jenis tanah yang relatif subur dapat dimanfaatkan untuk

menanam berbagai jenis tanaman dengan komoditas utama padi, tembakau,

dan bawang merah.94 Lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel I95

Luas Wilayah Desa Pegandon

No. Keterangan Jumlah

1.

2.

3.

Tanah Sawah dan tegalan

Tanah Pekarangan/pemukiman

Pekuburan dan lain-lain

34,997 Ha

45,675 Ha

654 Ha

Jumlah 81,329 Ha

Sumber: Monografi Desa Pegandon 2008

2. Kondisi Demografi

93 Wawancara dengan Bapak Ahmad Rizal SE, Kepala Desa Pegandon, pada tanggal 2Februari 2008

94 Wawancara dengan Bapak Jambari, Sekertaris Desa Pegandon, pada tanggal 2 Februari 200895 Data Statistik Monografi Desa Pegandon, Januari 2008

90

Jumlah penduduk Desa Pegandon dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan, disebabkan ada banyak angka kelahiran dan sebaliknya kecil

angka kematian. Berdasarkan data demografi Desa Pegandon.

Hingga penulis mengadakan penelitian, Sampai dengan awal tahun

2008 secara keseluruhan jumlah penduduknya mencapai 2.926 jiwa dengan

jumlah penduduk laki-laki berjumlah 1.419 jiwa dan jumlah penduduk

perempuan 1.507 jiwa. Yang terbagi dalam 946 kepala keluarga. Adapun

perincian berdasarkan usia yaitu : usia 0-15 tahun berjumlah 314 orang, usia

16-30 tahun berjumlah 893 orang, usia 31-45 tahun berjumlah 1056, usia 46-58

tahun berjumlah 423 orang, dan usia 59 tahun ke atas berjumlah 240 tahun.

Jumlah penduduk Desa Pegandon, berdasarkan jenis kelamin dan usia dapat

dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel IIJumlah Penduduk desa Pegandon Berdasarkan Jenis Kelamin96

No Jenis Kelamin Jumlah

1

2

Laki-laki

Perempuan

1.419

1.507

Jumlah 2.926

Tabel IIIJumlah Penduduk Berdasarkan Usia97

No Usia Jumlah

1

2

3

4

0-15 tahun

16-30 tahun

31-45 tahun

46-58 tahun

3.14

8.93

1.056

4.23

96 Data Demografi Desa Pegandon 200897 Data Demografi Desa Pegandon 2008

91

5 59 tahun ke atas 2.40

Jumlah 2.926

Sumber: Demografi Desa Pegandon 2008

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk di desa

Pegandon mempunyai kelompok umur produktif, yaitu penduduk yang

berumur 15-58 tahun, kelompok umur yang kurang dari 15 tahun merupakan

kelompok umur yang belum produktif, dalam arti masih menjadi tanggungan

kelompok umur produktif, hal ini merupakan sumber modal dasar

pembangunan sebagai sumber daya manusia masyarakat desa Pegandon,

sedangkan kelompok umur tua yaitu usia lebih dari 59 tahun ternyata mencapai

240 orang dan kebanyakan kelompok ini tenaga yang kurang produktif .

3. Kondisi Sosial Ekonomi dan budaya, Keadaan Sosial Keagamaan

masyarakat dan Pendidikan, serta politik Di Desa Pegandon

a. Kondisi Sosial Ekonomi

Sepanjang pengamatan peneliti, bahwa keadaan sosial

kemasyarakatan Desa Pegandon terlihat cukup baik yaitu mereka memiliki

rasa kebersamaan, solidaritas sosial dan toleransi cukup tinggi karena Desa

Pegandon letaknya pedesaan masih memegang kultur kebersamaan, jiwa

sosial masyarakat masih cukup kuat. Pada umumnya karakteristik

masyarakat desa Pegandon masih lekat dengan budaya gotong royong dan

semangat kekeluargaan.

Masyarakat desa Pegandon termasuk masyarakat yang heterogen,

baik soal agama, pendidikan, ekonomi dan lain-lain. Banyak kegiatan yang

melibatkan seluruh lapisan masyarakat seperti kegiatan ibu-ibu PKK,

posyandu, pengajian, tahlilan, yasinan dan selapanan. Salah satu wujud

kebersamaan masyarakat yaitu apabila salah satu di antara warga desa

mempunyai hajat mereka secara bersama-sama berbondong-bondong untuk

saling membantunya.

92

Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, secara

garis besar dapat dikatakan bahwa toleransi antar umat beragama di Desa

Pegandon sangat mengagumkan. Hal ini bisa dilihat dengan adanya

hubungan sesama umat beragama yang dilandasi saling pengertian, saling

menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya

dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

Masyarakat desa Pegandon termasuk masyarakat yang dapat

dikatakan cinta kedamaian, Kehidupan bertetangga dilandasi rasa toleransi

yang tinggi, saling menghargai dan menghormati karena penulis tidak

pernah melihat adanya konflik dengan warga lain yang mengakibatkan

permusuhan. Akan tetapi perlu juga diingat, karena masyarakat yang

heterogen, disini juga masih terdapat penyakit sosial, seperti minum-

minuman keras, judi-togel, yang berkembang dimasyarakat juga sangat

meresahkan, maka upaya masyarakat memang sangat dibutuhkan untuk

menangani dan memberantas penyakit masyarakat tersebut. 98

Sedangkan Kegiatan kesenian di desa Pegandon antara lain

kesenian rebana dan terbang jawa. Kegiatan olah raga yang banyak

digemari di desa Pegandon adalah bulu tangkis dan volley. Semua kegiatan

desa yang berhubungan dengan kepentingan dan keagamaan masyarakat

dimusyawarahkan sehingga semua warga dapat menyumbangkan aspirasi

pemikiran dan tenaga mereka.

TABEL IVPotensi Sumber Daya Sosial99

No. Kelompok Kegiatan

1. Keagamaan Tahlilan, manaqib, mauludan, Istighosah, hafidz,

98 Wawancara dengan Bapak Ahmad Rizal SE, Kepala Desa Pegandon pada tanggal 2Pebruari 2008

99 Profil potensi sumber daya sosial desa Pegandon 2008

93

berjanjen, dibaan, burdahan

2 Remaja IPNU, IPPNU, IRM, IRPT, IRMUS, KT, IRMAS,

FATAYAT, ANSOR

3 Kesenian Rebana, Terbang Jawa

4 Ibu- ibu PKK, Posyandu, Pengajian

5 Bapak-bapak Selapanan

6 Olah raga Volley, Bulu tangkis

Sumber: Profil Desa Pegandon 2008

Di desa Pegandon terdapat kelompok remaja yang bergabung dalam

wadah organisasi yang berbeda-beda yakni remaja IPNU (Ikatan Pelajar

Nahdlatul Ulama), IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama), IRM

(Ikatan Remaja Muhammadiyah), ikatan remaja masjid, Fatayat, Anshor

dan Karang taruna.

Hubungan antar remaja IPNU, IPPNU, IRM dan karang taruna

tampaknya tidak dapat lepas dari remaja senior atau para pembina dalam

berorganisasi, sehingga terbentuk suatu organisasi yang harmonis.

Sebagaimana dalam berbagi kesempatan remaja yang usianya lebih tua

umurnya, ia lebih sering membimbing, menasehati kepengurusan baru dan

anggotanya dapat belajar mandiri mengembangkan bakat dan potensi yang

ada, meningkatkan program kerja dan tekun melakukan ibadah,

meningkatkan kegiatan positif. Sebagai generasi muda muslim dan sebagai

remaja di desa Pegandon harus berakhlakul karimah, sopan santun dalam

lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.100

Keadaan perekonomian di Desa Pegandon berdasarkan hasil

penelitian penulis pada umumnya berada pada tarap ekonomi menengah ke

bawah. Pemerintah desa selalu berusaha untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat, yaitu dengan adanya program pinjaman modal untuk pedagang

100 Wawancara dengan Bapak H. Asmuni, Tokoh agama desa Pegandon pada tanggal 5Pebruari 2008

94

kecil dan menengah secara bergulir kepada masyarakat yang

membutuhkan.

Mata pencaharian Penduduk Desa Pegandon sebagian besar adalah

pedagang, buruh tani, buruh industri/bangunan dan PNS. Sebagian besar

penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang karena dianggap lebih

menguntungkan di sepanjang jalan raya Pegandon dan sekitar pemukiman

penduduk banyak terdapat toko, dan warung-warung kecil, sedangkan

pedagang yang menjual kebutuhan sehari-hari seperti sembako

memasarkan dagangannya ke pasar Pegandon.

Jenis pekerjaan lain selain berdagang adalah buruh tani yang

menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan komoditas utama padi

dan tembakau. Sebagian penduduk ada yang bekerja sebagai buruh pabrik

dan wiraswasta. Sedangkan tenaga kerja wanita lebih bayak lari keluar

negeri bekerja sebagai TKI.

Klasifikasi penduduk Desa Pegandon Kecamatan Pegandon

Kabupaten Kendal, berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat dalam

tabel di bawah ini.

Tabel VKlasifikasi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian101

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Karyawan

Wiraswasta

Petani

Buruh tani

Pertukangan

PNS / ABRI

191 Orang

410 Orang

497 Orang

255 Orang

21 Orang

167 Orang

101 Data Demografi desa Pegandon 2008

95

7.

8.

9.

10

Pensiunan

Pedagang

Jasa/ Pengusaha

Lain-lain

38 Orang

780 Orang

24 Orang

543 Orang

Jumlah 2.926 Orang

Sumber: Monografi Desa Pegandon bulan Januari 2008

b. Keadaan Sosial Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat desa Pegandon

diketahui bahwa sebagian besar penduduk adalah lulusan SD dan SMP,

sedangkan lulusan SMU dan Perguruan tinggi hanya sedikit. Tingkat

pendidikan masyarakat mengalami peningkatan antara lain disebabkan

meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang

lebih baik serta ditunjang dengan keberadaan fasilitas pendidikan yang

dapat dikatakan sudah memadai dari TK, SD, SMP, Madrasah Diniyah

hingga SMU. Peningkatan kesadaran untuk mendapatkan pendidikan yang

lebih baik diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia

desa Pegandon sehingga mampu bersaing di pasar tenaga kerja.

Sarana Pendidikan di desa Pegandon meliputi sarana pendidikan

umum dan agama. Adapun sarana pendidikan yang ada dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel VI

Sarana Pendidikan Umum di desa Pegandon102

No Sarana Pendidikan Jumlah

102 Data Monografi desa Pegandon 2008

96

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9

TK

SD NEGERI

MI

SLTP NEGERI

SLTP SWASTA

MTS

SMU NEGERI

SMU SWASTA

MA

2 Buah

1 Buah

-

-

1 Buah

-

1 Buah

-

-

JUMLAH 4 Buah

Kemudian dengan hubungan yang bersifat pendidikan, pihak

remaja berperan sebagai pemberi informasi atau pencetus ide, baik yang

bersifat agama maupun umum, sarana dan prasarana di lingkungannya

masing-masing. Sedangkan warga masyarakat dalam hal ini penerima

informasi, pendukung dan sekaligus menjadi pelaksana, misalnya dalam

bentuk pengajian umum dan penyuluhan keagamaan dan pendidikan.

Pendidikan yang dilaksanakan oleh remaja di desa Pegandon

meliputi pendidikan terhadap remaja, orang tua dan anak-anak. Untuk

pendidikan orang tua diadakan kegiatan istighosah, waqiah yang intinya

adalah membaca surat waqiah bersama-sama, dan dilaksanakan satu bulan

sekali, mengadakan Bahtsul Masail yaitu membahas masalah-masal fiqih,

aqidah, ibadah dan muamalah serta mengadakan kegiatan ziarah dan wisata

takwa setiap tahun sekali. Untuk anak-anak melakukan kegiatan TPQ

(Taman Pendidikan Al-Qur’an) yang sudah didirikan di desa Pegandon,

dan untuk remaja sendiri adanya seminar, diskusi yang diadakan oleh

Karang Taruna.103

103 Wawancara dengan Bapak Abdul Rosid, pada tanggal 6 Pebruari 2008

97

Masyarakat Desa Pegandon apabila dilihat dari tingkat

pendidikannya dapat diketahui dalam tabel sebagai berikut:

TABEL VIIPENDUDUK DESA PEGANDON

BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN TAHUN 2008.104

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8

Tidak sekolah/ Belum sekolah

Tidak tamat SD/

Belum Tamat SD

Tamat SD/sederajat

Tamat SLTP

Tamat SLTA

Tamat Perguruan Tinggi

Buta Huruf

217

534

398

666

371

285

51

30

JUMLAH 2.926

Sumber : Data Statistik monografi Desa Pegandon tahun 2008.

Dari segi pendidikan, Desa Pegandon Kecamatan Pegandon

Kabupaten Kendal merupakan Desa yang kurang maju, Sebagian penduduk

wilayah Desa Pegandon berpendidikan rendah, hal ini bisa dilihat dari

jumlah penduduk desa Pegandon yang hampir mayoritas kelas ekonomi

menengah kebawah sehingga kemampuan untuk menikmati pendidikan

yang lebih tinggi sampai ke perguruan tinggi peluangnya sangat kecil

karena biaya yang dibutuhkan cukup banyak namun ada dari sebagian

penduduk yang telah memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Terbukti dengan adanya pelajar yang melanjutkan sekolah di kota-kota

besar seperti Semarang, Purwokerto, Solo, Yogyakarta dan lain-lain.

104 Data Demografi desa Pegandon 2008

98

Faktor lainnya yaitu minimnya fasilitas pendidikan yang ada, lebih khusus

lagi mengenai sarana pendidikan yang ada di Desa Pegandon.

Banyaknya terdapat pengangguran pada usia produktif, karena

keterdesakan kebutuhan ekonomi menyebabkan mereka memilih bekerja

menjadi TKI/TKW yang bekerja diluar negeri, dengan permasalahan

tersebut berdampak langsung pada kualitas pendidikan generasi muda.

c. Keadaan Sosial Budaya dan Adat Istiadat

Keadaan masyarakat Pegandon mayoritas muslim. Hal ini

membawa dampak positif terhadap masyarakat. Kehidupan masyarakat

yang religius inilah yang membuat rasa solidaritasnya tinggi sehingga

kegiatan yang bersifat gotong-royong, maupun berorganisasi merupakan

bagian dalam kehidupan masyarakatnya. Karena mayoritas penduduknya

beragama muslim, maka wajar apabila budaya dan tradisi yang ada banyak

yang bersifat Islam. Desa Pegandon mempunyai kesenian yang bersifat

tradisional sebagai peninggalan dari pendahulunya.

Sedangkan kegiatan-kegiatan ritual yang masih membudaya dan

masih dilestarikan di tengah-tengah masyarakat adalah sebagai berikut:

1) Upacara perkawinan. Sebelum di adakan upacara perkawinan biasanya

terlebih dahulu diadakan upacara peminangan (tukar cincin menurut adat

jawa), yang sebelumnya didahului dengan permintaan dari utusan calon

mempelai laki-laki atau orang tuanya sendiri terhadap calon mempelai

perempuan. Kemudian akan dilanjutkan ke jenjang peresmian perkawinan

yang diisi dengan kegiatan yang Islami seperti Tahlilan, Berjanjen,

Yasinan, manaqiban, yang bertujuan untuk keselamatan kedua mempelai,

dengan dihadiri oleh seluruh sanak keluarga, tetangga maupun para

sesepuh setempat.

2) Upacara anak dalam kandungan. Dalam upacara mi meliputi beberapa

tahap, di antaranya adalah: acara Anak Dalam Kandungan a). Ngupati,

yaitu suatu upacara yang di adakan pada waktu anak dalam kandungan

99

berumur kurang lebih 4 bulan, karena dalam masa 4 bulan ini, menurut

kepercayaan umat Islam malaikat mulai meniupkan roh kepada sang janin.

b) Mitoni atau Tingkepan, yaitu upacara yang di adakan pada waktu anak

dalam kandungan berumur kurang lebih 7 (tujuh) bulan dan upacara ini

dilaksanakan pada waktu malam hari, yang dihadiri oleh sanak keluarga,

tetangga, para sesepuh serta para tokoh agama juga.

3) Upacara Kelahiran Anak (Babaran atau Brokohan) Upacara ini

dilaksanakan ketika sang anak berusia 7 hari dari hari kelahirannya, yaitu

berupa selamatan yang biasa disebut dengan istilah "Brokohan". Upacara

ini diisi dengan pembacaan kitab Al Barjanzi. Kemudian dilanjutkan

dengan acara “Aqikahan” jika anak itu laki-laki maka harus menyembelih

dua ekor kambing sedangkan untuk anak perempuan hanya satu ekor

kambing.

4) Upacara Tudem/anak mulai jalan. Selama anak mulai lahir dan belum bisa

berjalan, setiap hari kelahirannya (selapanan, tigalapan, limalapan.

tujuhlapan dan sembilanlapan) biasanya diadakan selamatan berupa nasi

gungan dan lauk-pauk sekedamya untuk dibagikan kepada tetangga

terdekat. Sedangkan ketika sang anak berusia 7 bulan akan diadakan

selamatan lebih besar lagi.

5) Upacara Khitanan/Tetakan. Upacara ini diadakan terutama bagi anak laki-

laki. Upacara ini biasanya diadakan secara sederhana atau besar-besaran,

tergantung pada kemampuan ekonomi keluarga.

6) Selamatan menurut Penanggalan (Kalender Jawa). Di antara kalender-

kalender umat Islam yang biasanya dilakukan selamatan antara lain: 1

Syura, 10 Syura untuk menghormati Hasan dan Husein cucu Nabi

Muhammad SAW, tanggal 12 Maulud (Robi'ul Awal) untuk merayakan

hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tanggal 27 Rajab untuk

memperingati Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW, tanggal 29 Ruwah

(dugderan), 17 Ramadhan (memperingati Nuzul Qur'an), 21, 23, 24, 27

100

dan 29 maleman, 1 Syawal (hari raya Idul Fitri), 7 Syawal (katupatan)

biasanya diramaikan dengan membuat ketupat dan digunakan untuk

selamatan di mushala terdekat, dan begitu juga dibulan 10 Muharam (Hari

Raya Idul Qurban), masyarakat yang dianggap mampu dianjurkan untuk

berkorban.

7) Upacara Penguburan Jenazah. Salah satu dari upacara penguburan jenazah

adalah upacara brobosan, upacara ini dilakukan oleh sanak saudara

terdekat yang tujuannya untuk mengikhlaskan kematiannya. Selanjutnya

acara ini biasanya dilanjutkan dengan Selamatan 7, 40, 100, hari, setelah

kematian.

8) Upacara sedekah bumi. Biasanya upacara tersebut dilaksanakan pada saat

acara-acara tertentu, misalnya ketika ada musibah ataupun bencana.

Upacara ini bertujuan demi kemakmuran keselamatan dan ketentraman

desa, bagi masyarakat sebagai syarat dalam acara ini biasanya warga

masyarakat desa dianjurkan untuk masak-masak makanan dan setelah

magrib disiapkan sebagian untuk selametan di mushala terdekat.

Adat kebiasaan di atas merupakan nilai-nilai yang berasal dari

leluhur yang telah diimplementasikan dalam tata nilai dan laku perbuatan

sekelompok masyarakat tertentu. Akan tetapi dengan perkembangan

zaman, nilai tradisi-tradisi yang berkembang di Desa Pegandon kadang-

kadang diisi dengan kegiatan yang memiliki nilai-nilai keagamaan

sehingga agak kesulitan untuk dibedakan antara nilai budaya dengan nilai

keagamaan. 105.

Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat cukup harmonis, sebab

rasa solidaritas dan kebersamaan pada masyarakat sangat kuat terjalin. Hal

ini bisa dibuktikan ketika ada salah seorang penduduk yang terkena

musibah, baik itu ada keluarga yang meninggal, mereka membantu dengan

105 Wawancara dengan Bapak. Jazuri, Tokoh agama desa Pegandon, tanggal 21 Pebruari 2008.

101

cara mengadakan yasinan, tahlilan bersama-sama di rumah orang yang

terkena musibah. Walaupun tanpa diundang/disuruh, mereka datang

dengan sendirinya. Inilah bukti bahwa masyarakat Pegandon mempunyai

rasa kebersamaan yang terjalin dengan baik.

d. Kondisi Sosial Keagamaan

Penduduk Desa Pegandon yang berjumlah 2.926 jiwa tersebut

mayoritas beragama Islam, untuk mengetahui lebih jelas penganut agama

pada masyarakat Desa Pegandon dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL VIIPENDUDUK DESA PEGANDON

MENURUT AGAMA PADA TAHUN 2008.106

No. Agama Jumlah

1.

2.

3.

4.

5..

Islam

Kristen

Khatolik

Hindu

Budha

2.926 Orang

tidak ada

tidak ada

tidak ada

tidak ada

Jumlah 2.926 Orang

Sumber data: Data Statistik monografi Desa Pegandon 2008

Kondisi keagamaan masyarakat Desa Pegandon berdasarkan

pemeluk agama tersebut, tercermin pula dalam sarana peribadatan yang

kebanyakan terdiri dari masjid dan mushalla. Untuk mengetahui lebih

lanjut dapat dilihat dalam tabel berikut:

106 Data Monografi desa Pegandon 2008

102

TABEL VIIIJENIS TEMPAT PERIBADATAN

DI DESA PEGANDON TAHUN 2008.107

No. Tempat Ibadah Jumlah

1.

2.

3.

4.

5..

Masjid

Mushola

Gereja

Wihara

Kuil Pura

2 Buah

13 Buah

tidak ada

tidak ada

tidak ada

Jumlah 15 Buah

Sumber data: Data Statistik monografi Desa Pegandon 2008

Dengan melihat data statistik sebagaimana table di atas, maka dapat

dikatakan bahwa mayoritas penduduk Desa setempat 100% adalah

pemeluk agama Islam, sedangkan umat Kristen, Katolik dan Hindu dan

Budha pada desa Pegandon tidak ada.

Maka dengan melihat sarana peribadatan yang ada, kondisi dan

keadaan dari data yang diperoleh mayoritas beragama Islam, kemungkinan

besar hal ini dipengaruhi oleh beberapa kyai/ulama yang berhasil dalam

menanamkan ajaran Islam, salah satunya yaitu Sunan Abinawa atau

Pangeran Benowo putra Sultan Pajang, Hadiwijaya yang makamnya

terletak di desa Pakuncen, Pegandon, sebagai seorang Ulama yang pertama

kali babad Desa Pegandon dan juga Kyai Jebeng Pegandon yang ceritanya

tersebar di wilayah Pegandon sekarang ini dipercayai bahwa Kyai Jebeng

Pegandon adalah santri atau pengikut Pangeran Benowo.

Dan dituturkan bahwa nama Kyai Jebeng Pegandon yang

sebenarnya adalah Surogondo. Disebut Jebeng Pegandon, karena

merupakan tokoh yang membuka desa dan kemudian dinamakan

107 Data Monografi desa Pegandon 2008

103

Pegandon, beliau meninggal dunia dalam usia muda, artinya belum

berkeluarga, sehingga ada kesulitan untuk mencari asal usulnya. Namun,

pada akhir-akhir ini diketahui bahwa beliau berasal dari daerah keraton

Surakarta. Tanda kebesaran dan kealiman Kyai Jebeng Pegandon ini

kadang-kadang masih dapat dirasakan oleh para penduduk sekitar, sampai

saat ini. 108

Kehidupan keberagamaan di Desa Pegandon boleh dibilang

harmonis, karena masyarakat yang mayoritas memeluk agama Islam

(Muslim) yang telah mewarnai Desa Pegandon sebagai desa Islami dan

sadar akan tanggung jawabnya sebagai umat Islam yaitu dengan

melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, terbukti dengan banyaknya

jamiyah-jamiyah dan majelis ta’lim serta kegiatan pengajian-pengajian

umum oleh masyarakat, baik disetiap desa maupun setiap RT mengadakan

yasinan, tahlilan, maulid nabi, yang hampir setiap minggu selalu ada,

semakin menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha

Esa.

Kendati demikian secara simbolis ritual keagamaan sampai saat ini

masih sering dilaksanakan secara meriah, baik dalam bentuk pengajian

rutin maupun insidental, sehingga nuansa religius dalam kehidupan sehari-

hari serta nuansa keagamaan tercermin dalam masjid, musholla, lembaga-

lembaga pendidikan Islam, seperti MI, TPQ, TPA, Madrasah Diniah,

Pondok pesantren, kegiatan kelompok pengajian, seperti pengajian

wagenan, selapanan, jam’iyah manakib, jam’iyah yasinan, dan aktifitas

keagamaan yang lain.

Kegiatan keagamaan dapat dikatakan berpusat pada langgar dan

masjid-masjid. Dan para ulama memimpin pengajian di langgar-langgar

108 Ahmad Hammam Rochani., Babad Tanah Kendal, (Semarang: Intermedia Paramadinabekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Kendal, 2003 ) hlm.144

104

dan majelis-majelis dan dari tempat ini pula fatwa diajarkan dan disiarkan

kepada warga masyarakat. Satu hal lagi yang menambah semaraknya

kegiatan keagamaan yaitu terdapat pula pesantren-pesantren di sekitar

wilayah desa Pegandon yaitu di desa Penanggulan dan Tegorejo. disinilah

kader-kader ulama itu dididik berbagai macam ilmu agama, antara lain di

Pon-Pes An-Nuur Kersan Tegorejo, Pon-Pes Roudlotut-Tholibin dan Pon-

Pes Al-Qur’aniah serta Pon-Pes Az-Zahro di desa Penanggulan, serta Pon-

Pes Darussalam di desa Pucangrejo. Selain itu juga terdapat Taman

Pendidikan Al-Quran (TPQ) dan juga Madrasah Diniyah (MADIN).

Hal ini jelas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Pegandon

sangat religius, benar-benar mengamalkan ajaran Islam, dibuktikan dengan

berbagai kegiatan atau aktifitas keagamaan. Dalam kegiatan keagamaan

tersebut semua orang mempunyai kesempatan untuk bisa mengikuti

kegiatan keagamaan. Dari anak-anak, orang dewasa, santri maupun non

santri atau masyarakat Islam abangan.

Pengaruh agama Islam sangat mewarnai terhadap perilaku sosial

masyarakat Pegandon yang lebih berwatak sosial religius. Di samping itu

struktur masyarakat Pegandon yang paternalistik menyebabkan para ulama,

pemuka agama atau tokoh masyarakat memperoleh kedudukan yang tinggi

sebagai panutan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa para ulama dan tokoh

masyarakat turut menentukan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan

dalam bidang keagamaan.

Sebagai sebuah tatanan masyarakat dengan berbagai karakter, tidak

jarang terjadi perselisihan diantara para warga. Jika hal ini terjadi maka

musyawarah dengan mendasarkan pada prinsip kekeluargaan dan

persaudaraan selalu menjadi cara penyelesaian konflik. Musyawarah juga

diterapkan manakala terjadi perubahan kebijakan yang menyangkut

kepentingan anggota masyarakat. Dalam prakteknya, masyarakat lebih

105

cenderung mempercayakan kepada para pemuka agama dan tokoh

masyarakat yang dituakan (sesepuh) sebagai wakil mereka jika ada sebuah

proses musyawarah. Di samping sebagai wakil dalam setiap musyawarah,

para tokoh agama juga sangat memberikan pengaruh terhadap

keberlangsungan kehidupan beragama masyarakat desa Pegandon. 109

Data yang digunakan untuk menggambarkan masalah diatas berasal

dari hasil penelitian penulis mengenai kehidupan sosial dan keagamaan

masyarakat desa Pegandon, Kabupaten Kendal, meminjam istilah atau

klasifikasi yang dikemukakan oleh Clifford Geertz yaitu masyarakat yang

terdiri dari kelompok santri priyayi dan abangan.

Suatu masyarakat yang walaupun seluruhnya beragama Islam

tetapi seolah-olah terbagi menjadi dua, yaitu atas penganut faham

Muhammadiyah dan penganut faham Nahdlatul Ulama. Satu sama lain

menciptakan dua struktur sosial yang berbeda karena perbedaan

pemahaman dan interpretasi atas ajaran-ajaran Islam dan perbedaan ini

digunakan dalam melihat, menginterpretasi dan mengadaptasi satu sama

lain dimana bagian-bagian dari ajaran Islam yang diketahui dijadikan

pegangan dalam menghadapi lingkungan, seolah-olah menciptakan

segmentasi dan batas-batas yang jelas satu sama lain untuk menciptakan

konflik-konflik yang sekaligus dapat mendorong terwujudnya integrasi

dalam masyarakat.

Penulis berpendapat bahwa konflik-konflik tersebut terwujud

sebagai akibat terlihatnya unsur-unsur politik dalam perbedaan-perbedaan

penafsiran ajaran tersebut. Dan pertentangan-pertentangan tersebut pada

hakikatnya terpusat pada persaingan kepemimpinan dalam dan melalui

organisasi yang ada, yang terbentuk dari golongan yang saling

bertentangan itu. Selain itu akan ditunjukkan pula bahwa perwujudan

109 Wawancara dengan Bp. Jazuri, Tokoh agama desa Pegandon, tanggal 2 Maret 2008

106

konflik dan integrasi tersebut tergantung pada hubungan dinamik unsur-

unsur struktur sosial masyarakat yang bersangkutan, yakni identitas sosial,

status dan peran sosial, pengelompokan sosial serta situasi dan arena sosial.

Apabila landasan identitas suatu golongan sosial adalah agama,

sedangkan agama merupakan etos yang memberikan bobot keyakinan kuat

kepada para penganutnya, maka batas-batas dan perbedaan sosial atau

bahkan pertentangan dapat terjadi sebagai akibat dari doktrin-doktrin

agama yang diterjemahkan kedalam kenyataan sosial manusia yang

kompleks. Agama dan kebudayaan bisa dibedakan, tetapi tidak bisa

dipisahkan karena keduanya terdapat pada diri manusia yang sama. Politik

misalnya, seringkali menjadi faktor yang mencampuri perbedaan agama

dan faham agama. 110

Terjadinya aliran-aliran dalam suatu agama dapat ditimbulkan oleh

perbedaan penafsiran ajaran-ajaran tertentu dalam agama yang

bersangkutan, dan perbedaan-perbedaan tersebut dipertegas oleh anggapan

mengenai kebenaran mutlak suatu faham oleh penganutnya. Bertolak dari

segi ini, penulis berpendapat bahwa upaya mengidentifikasi potensi konflik

agama dalam masyarakat kita yang majemuk ini sangat penting, apalagi

kalau upaya tersebut dilandasi oleh hasil penelitian lapangan mengenai

kehidupan keagamaan dalam kenyataan sosial sehari-hari.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan bahwa

masyarakat di desa Pegandon bisa dikatakan mempunyai keyakinan dan

pandangan yang berbeda atas permasalahan keagamaan. Akan tetapi,

bahwa mereka juga sangatlah antusias terhadap faham keagamaan yang

dianutnya dan menjaga kerukunan antara satu dengan yang lain, karena

110 R.S Achmad Fedyani Saifuddin M.A., Konflik Dan Integrasi Perbedaan Faham DalamAgama Islam, (Jakarta: PT Rajawali, 1986 ) hlm.IX-3

107

pada kenyataannya bahwa di desa Pegandon tidak pernah terjadi konflik

yang tajam atas penganut NU dan Muhammadiyah.111

e. Keadaan Sosial Politik

Politik yang dimaksudkan disini adalah pengetahuan dan model-

model pengetahuan yang dimiliki warga masyarakat dalam menentukan

strategi-strategi dalam memperoleh sumber daya dalam masyarakat dan

yang dipandang dalam memperkuat kedudukan mereka dalam menghadapi

lingkungan. Politik ini antara lain terwujud melalui organisasi-organisasi

dalam masyarakat.112

Kecenderungan politik masyarakatnya umumnya masing- masing

organisasi akan melaksanakan kreatifitas sesuai dengan formatnya sendiri,

kenyataan ini terbawa ke persoalan politik. Dalam era reformasi ini jelas

terlihat bahwa massa Muhammadiyah lebih banyak berafiliasi ke PAN dan

massa NU ke PKB, PKNU, atau PNU, meskipun secara historis keduanya

pernah berafiliasi ke PPP. Pada kasus yang terjadi di Kendal termasuk

daerah Pegandon, sebagaimana yang diungkapkan oleh pengurus PDM

Muhammadiyah, perbedaan tersebut justru terlihat sangat tajam.113

Selain itu terdapat perkumpulan-perkumpulan yang bernaung

dibawah organisasi Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama, seperti

pemuda ansor NU, Muslimat NU, Fatayat NU, Perkumpulan membaca

yasin dan tahlil, Pemuda Muhammadiyah, Aisyiah, dan sebagainya.

Orientasi kepenganutan faham agama Islam ini juga memasuki dalam

organisasi-organisasi yang bukan berlandaskan keagamaan, seperti karang

111 Wawancara dengan Bapak Junaidi Iskandar, tokoh agama masyarakat desa Pegandon. Padatanggal 29 Pebruari 2008

112 Perbandingan jumlah penganut Muhammadiyah dan NU di Pegandon memang tidak bisadideteksi secara statistik. Namun, jika dilihat dari jumlah cabang organisasi, jumlah pendidikan, danlembaga-lembaga sosial, institusi yang dimiliki oleh NU adalah mayoritas. Dengan demikian secaratidak langsung dapat disebutkan bahwa mayoritas muslim Pegandon adalah penganut NU dan sebagianlagi Muhammadiyah

113 Wawancara dengan Bapak Ahmad Zain, Mantan ketua ranting Muhammadiyah Pegandon.Pada tanggal 29 Pebruari 2008

108

taruna, ternyata beberapa pengurus intinya adalah juga pengurus pemuda

Anshor NU, maupun Ikatan Remaja Muhammadiyah.

4. Fasilitas Sarana dan Prasarana

• Fasilitas Pendidikan

Fasilitas sarana pendidikan di desa Pegandon terbilang cukup memadai

karena dilihat dari faktor fisik bangunan dan tenaga pengajar yang memadai

maka dapat dikatakan sudah memenuhi syarat dan layak dijadikan tempat

media belajar mengajar. Untuk mengetahui jumlah sarana pendidikan yang

ada di Desa Pegandon, maka akan penulis kemukakan dalam tabel berikut:

TABEL IXSARANA PENDIDIKAN DI DESA PEGANDON114

No. Nama Sekolah Jumlah Tempat RT/

RW

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Tk Asyiah Bustanul Athfal

Tk Tarbiyatul Athfal Muslimat NU

TPA Jami’ Al Mutaqqin

SDN Pegandon

SMP Muhammadiyah

SMUN Pegandon

Madrasah Diniyah Asysyafi’iyah

1 Unit

1 Unit

1 Unit

1 Unit

1 Unit

1 Unit

1 Unit

01/ 02

02/03

01/ 04

03/ 03

03/ 02

01/ 02

02/ 03

Jumlah 7 Unit

. Sumber: Profil Desa Pegandon 2008

Tabel di atas dapat digeneralisasikan bahwa jumlah sarana

pendidikan yang berada di Desa Pegandon dianggap cukup dalam

menampung seluruh warga. Terbukti dengan adanya sarana pendidikan dari

tingkat dasar sampai tingkat menengah atas.

114 Profil potensi sumber daya sosial desa Pegandon 2008

109

• Fasilitas Peribadatan

Untuk kegiatan rohani, desa Pegandon memiliki 13 Musholla yang

terdapat di setiap Rt dan dan 2 buah masjid yang pembangunannya

dilakukan secara swadaya dan gotong royong masyarakat. Tempat ini

menjadi sarana bimbingan kerohanian ritual untuk meningkatkan

keimanan dan amal ibadah kepada tuhan YME.

TABEL XSARANA PERIBADATAN DI DESA PEGANDON

No. Masjid / Mushola Jumlah Tempat

(RT/ RW)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Musholla Roudlotul Iman

Musholla Nurul Taqwa

Musholla Darul Muttaqin

Musholla Bitul Muttaqin

Musholla Nurul Huda

Musholla Baiturrokhim

Musholla Darul Amanah

Musholla Baitus Salam

Musholla Nurul Falakh

Musholla Al Falakh

Musholla Darul falakh

Musholla Nurul Taqwa

Musholla Hurul Huda

Masjid Al Muttaqin

Masjid Al IKHLAS

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

1 unit

01/ 01

02/ 01

01/ 02

02/ 02

03/ 02

03/ 02

01/ 03

02/ 03

03/ 03

03/ 04

01/ 05

02/ 05

03/ 05

01/ 04

01/ 03

Jumlah 15 unit

Sumber: Profil Desa Pegandon 2008

110

Tiap sarana peribadatan tersebut dikelola dan dipelihara oleh pengurusnya

dan kondisinya saat ini cukup bagus.

• Fasilitas Kesehatan

Sarana kesehatan di desa Pegandon antara lain: Polindes yang dikelola

oleh seorang bidan desa, praktek dokter, balai pengobatan, dukun bayi,

apotik, toko obat dan posyandu yang dikelola oleh PKK dengan

dukungan kader-kader posyandu.

TABEL XISARANA KESEHATAN DI DESA PEGANDON

No. Jenis Jumlah Tempat RT/

RW

1.

2.

3.

4.

5.

6..

Posyandu

Dukun Bayi

Balai Pengobatan

Apotik

Praktik Dokter

Polindes

5 buah

1 buah

1 buah

2 buah

1 buah

1 buah

Setiap RW

RW 01

RW 04

RW 05

RW 05

RW 03

Jumlah 11 buah

Sumber: Profil Desa Pegandon 2008

• Fasilitas Perekonomian

Sarana Perekonimian di desa Pegandon sudah Cukup lengkap

walaupun jumlahnya tidak banyak. Jenis-jenis sarana kegiatan ekonomi

dapat dilihat pada tabel berikut

111

TABEL XIISARANA KEGIATAN EKONOMI

DI DESA PEGANDON

No. Jenis Tempat RT/ RW

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Pertokoan

Warung

Bengkel

Pasar

Toko Bangunan

Wartel

Rental komputer dan warnet

JL. Raya Pegandon

Sekitar Pemukiman Penduduk

JL. Raya Putat

JL. Raya Pegandon

JL. Raya Pegandon dan JL. Raya Putat

RW 03, Rw 04, Rw 05

JL. Raya Putat

Sumber: Profil Desa Pegandon 2008

• Sarana Prasarana Umum

- Jalan

Hubungan Desa Pegandon dengan desa lain dapat dilakukan

beberapa prasarana jalan yang kondisinya lumayan baik. Jalan kecil

atau gang yang berada di tiap RT berupa jalan Paving yang cukup

memadai. Selain jalan paving terdapat juga jalan beraspal yang

kondisinya sudah buruk maupun jalan yang belum permanen.

Lampu penerangan jalan juga masih sangat kurang terutama

sepanjang jalan raya putat.

- Telephone

Jaringan telekomunikasi sudah tersedia tetapi belum dimanfaatkan

oleh masyarakat. Mereka sebagian memanfaatkan wartel serta

telepon genggam

- Air bersih

- Listrik

112

• Transportasi

Desa Pegandon Menggunakan jasa ojek, becak, andong/dokar,

dan angkutan desa untuk transportasi. Jasa transportasi itu hanya

beroperasi hanya sampai pukul 17.30 WIB, lebih dari jam itu hanya ada

ojek yang biayanya relatif mahal. Keberadaan andong dokar dan becak

menimbulkan kesan semrawut dan seringkali menimbulkan kemacetan

di sekitar pasar (pusat perdagangan dan jasa) desa Pegandon. Sarana

transportasi di desa Pegandon didukung dengan keadaan jalan yang

sudah dapat dikatakan cukup memadai. Angkutan desa yang berhenti

sembarangan di sekitar pasar menyebabkan kemacetan di desa

Pegandon.

B. Praktek Peringatan Tradisi Maulid Nabi Serta Pembacaan Kitab al-Barzanzi di

Desa Pegandon Kabupaten Kendal

1. Praktek Nahdlatul Ulama dalam memperingati Tradisi Maulid Nabi serta

Pembacaan kitab al-Barzanji

a) Gambaran Umum Nahdlatul Ulama di desa Pegandon

NU adalah suatu jam iyyah diniyyah Islamiyah (organisasi

keagamaan Islam) wadah bagi para ulama yang didirikan di Surabaya pada

16 rajab 1344H./31 Januari 1926 M, berakidah Islam menurut faham

ahlussunah wal jama’ah dan menganut salah satu madzah empat : Hanafi,

Maliki, Syafi’i dan Hambali.115

Sebelum jam iyyah ini terbentuk, ada beberapa hal yang langsung

maupun tidak langsung diyakini menjadi latar belakang berdirinya NU,

misalnya, gerakan pembaharuan di Mesir dan sebagian timur tengah

lainnya dengan gagasan Pan-Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin

al-Afghani untuk mempersatukan seluruh umat Islam. Sementara di Turki

115 Ahmad Zahro, Tradisi Intlektual NU (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm 15. baca Anggarandasar Nu Bab 1 pasal 3 dan 4 hasil muktamar xx di Kediri 21-27 Nopember 1999.

113

bangkit gerakan nasionalisme yang kemudian meruntuhkan khalifah

usmaniyyah.116

Jika di mesir dan Turki gerakan pembaharuan muncul akibat

kesadaran sosial politik atas ketertinggalan mereka dari barat, di Arab

Saudi tampil gerakan wahabi yang bergulat dengan persoalan internal umat

Islam sendiri, yaitu reformasi faham tauhid dan konservasi hukum yang

menurut mereka tidak dirusak oleh khurafat dan kemusyrikan yang

melanda umat Islam117

Sementara di Indonesia sendiri tumbuh organisasi sosial

kebangsaan dan keagamaan yang bertujuan untuk memajukan kehidupan

umat, seperti Budi Utomo (20 mei 1908), Syarekat Islam (11 Nopember

1912) yang sebelumnya bernama Syarekat dagang Islam (SDI) dan

kemudian disusul Muhammadiyah (18 November 1912)118

Hal-hal tersebut diatas membangkitkan semangat beberapa pemuda

Islam Indonesia untuk membentuk organisasi pendidikan dan dakwah,

seperti Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air, berdiri sekitar tahun

1914) dan taswirul afkar (potret pemikiran, berdiri 1918). Kedua organisasi

ini dirintis bersama oleh Abdul wahab (yang kemudian dikenal dengan

KHA. Wahab Hasbullah) dan Mas Mansur.119

Fase berikutnya adalah masa-masa terjadinya perbedaan dan

perdebatan antara kaum tradisionalis (yang diwakili Abdul wahab dan

kawan-kawan) dengan kaum reformis (dipimpin Achmad Soorkati pendiri

al-Irsyad dan Achmad Dahlan pendiri Muhammadiyah) yang semakin seru

pada awal dekade dua puluhan. Kongres al-Islam tahun 1922 di Cirebon

116 M. Ali Haidar , Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, Pendekatan Fikih dalam Politik(Jakarta: Gramedia, 1994), hlm 40

117 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan ( Jakarta:Bulan Bintang, 1975) hlm.23-26

118 Haidar, Nahdlatul Ulama , op,cit hlm. 41119 Umar Burhan, hari- hari sekitar lahirnya NU, aula no (1981) hlm.21 lihat Dr. Ahmad

Zahro,Ibid., hlm.16

114

menjadi salah satu panggung perdebatan keras antara kedua kelompok,

dimana tuduhan-tuduhan kafir dan syirik terdengar.120

Tanggapan kaum tradisionalis yang muncul kemudian disebabkan

oleh peristiwa besar yang terjadi setelah tahun 1924, yaitu penghapusan

khilafah oleh Turki dan serbuan kaum Wahabi ke Makkah. Yang penting

bagi kaum tradisionalis Indonesia adalah mempertahankan tata cara ibadah

keagamaan yang dipertanyakan oleh kaum wahabi puritan, yaitu

membangun kuburan, ziarah kubur, membaca doa seperti dalail al Khairat

juga kepercayaan terhadap wali.121

Pada bulan januari 1926, sebelum kongres al–Islam di bandung,

rapat antar organisasi pembaru di Cianjur memutuskan untuk mengirim dua

orang utusan ke Makkah. Dalam kongres al–Islam (februari 1926) gagasan

Abdul Wahab, agar usul-usul kaum tradisiolalis mengenai praktek

keagamaan di bawa delegasi Indonesia, tidak disetujui kaum Reformis.122

Penolakan inilah yang mendorong kaum tradisionalis menempuh

jalan sendiri guna memperjuangkan kepentingan mereka menghadap Raja

Ibn Sa’ud agar melestarikan tradisi keagamaan yang berkembang di

Makkah. Untuk memudahkan tugas tersebut dibentuk komite Hijaz yang

pada 31 januari 1926 (16 Rajab 1344} telah mengadakan rapat dan

memutuskan untuk membentuk suatu organisasi kemasyarakatan Islam

Ahlussunah wal jama’ah, Yaitu Nahdlotoel Oelama (kebangkitan para

Ulama)123

Sebagai suatu Jam’iyyah keagamaan dan organisasi

kemasyarakatan, NU memiliki Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan

upaya memahami dan mengamalkan ajaran Islam, baik yang berhubungan

120 Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942 (Jakarta: LP3ES,1980) hlm247

121 Ibid, hlm.243122 Haidar, Nahdlatul Uama, op. cit., hlm 58123 Noer, Gerakan Modern, op. cit., hlm 244

115

dengan komunikasi Vertikal dengan Allah SWT maupun komunikasi

horisontal dengan sesama manusia.

NU mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber ajaran

Islam yaitu al Qur’an, as sunnah, al-ijama dan al-Qiyas. Dasar paham

keagamaan ini terasa janggal bila dikaitkan dengan aggaran Dasar Nu bab

II pasal 3 yang menegaskan bahwa NU mengikuti salah satu dari madzhab

empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali yang masing-masing telah

menentukan dasar penetapan Hukum yang satu dengan yang lainnya

berbeda dan tidak terbatas pada empat hal diatas. Bila yang dimaksud

dengan keempat sumber tersebut adalah dasar-dasar penetapan hukum

madzab Syafi’I, maka ada benarnya. Lagi pula jika l Qur’an, as sunnah, al

ijma’ dan al qiyas dianggap sebagai sumber tentu kurang tepat, karena

menurut hemat penulis sumber ajaran Islam hanya dua, yaitu Al Qur’an

dan as sunnah-sedangkan al-ijma dan al-qiyas (dapat ditambah al-

istihsan, al-istislah, al-istishab dan sebagainya) adalah metode istimbath

hukum atau dasar penetapan hukum dan bukan sumber hukum itu sendiri.

Dalam memahami dan menafsirkan ajaran Islam dari sumber-

sumbernya, NU mengikuti paham Ahlussunah wal jama’ah dan

menggunakan jalan pendekatan Madzhabiy (bermazhab):

a. Di bidang aqidah, NU mengikuti paham Ahlussunah wal jama’ah yang

dipelopori oleh Abu Hasan al-asy’ari (260-324H./873-935 M) dan Abu

Mansur al-Maturidi (w.333h./ 944M)

b. Di bidang fiqih, NU mengikuti salah satu dari mazhab empat, yaitu

Abu Hanifah An Nu’ man (80-150H/700-767M) Malik bin Anas (93-

179 H./767-820 M. dan Ahmad bin hambal (164-241H./780-855M).

c. Di bidang tasawuf, NU mengikuti antara lain al-Junaid al Baghdadi (w.

297 h) dan Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H/1058-1111M.124

124 Ibid., hlm 19

116

Bentuk lain dari kekokohan NU dalam memperhatikan nilai- nilai

yang terdahulu yang diyakini baik adalah sikap toleran dan kooperatifnya

terhadap tradisi keberagamaan yang telah berkembang di masyarakat,

seperti membaca kitab al-Barzanji dan dziba an (sejarah dan puji-pujian

bagi Nabi SAW) wiridan kolektif antara azan dan iqamat, tahlilan

(membaca kalimah la ilaha illAllah, dirangkai dengan bacaan tertentu) dan

sebagainya, menurut kaum modernis tidak perlu dilestarikan, bahkan

sebagian menganggapnya bid ah yang harus diberantas.125

Sedangkan dasar-dasar sikap kemasyarakatan NU tercakup dalam

nilai-nilai universal berikut ini.

a. Tawasut dan I’tidal

Sikap tengah dan lurus yang berintikan prinsip hidup yang

menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah

kehidupan bersama, dan menghindari segala bentuk pendekatan

yang bersifat tatarruf (ektsrem)

b. Tasamuh

Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam

masalah keagamaan (terutama, mengenai hal-hal yang bersifat

furu’/ cabang masalah masalah khilafiyah/ diperselisihkan) ,

kemasyarakatan, maupun kebudayaan.

c. Tawazun

Sikap seimbang dalam berkhidmah (mengabdi) baik kepada

Allah SWT. Yang dikaitkan dengan kehidupan bermasyarakat,

kepada sesama manusia, maupun kepada lingkungan.

Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa

mendatang.

125 Ibid., hlm 23

117

d. Amar ma’ruf nahi munkar

Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang

baik dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dengan

mencegah semua hal-hal yang yang dapat menjerumuskan dan

merendahkan nilai-nilai kehidupan.

Keempat dasar sikap kemasyarakatan tersebut sering mengemuka

dalam wujud interaksi sosial budaya, NU dikenal luwes (fleksibel) dan

memiliki daya terima yang tinggi terhadap banyak bentuk budaya lokal

yang bagi sementara kalangan dianggap mengganggu kemurnian Islam,

seperti ziarah kubur para wali, peringatan haul dan selamatan (doa

bersama dan menyajikan makanan tertentu berkaitan dengan peringatan

kematian seseorang), talqin mayit (memberi pelajaran” khusus kepada

mayat yang baru dikuburkan) pemasangan bedug dan kentongan di

masjid, tingkeban (selamatan untuk mendoakan perempuan yang

sedang hamil sekitar tujuh bulan) dan sebagainya.

Lajnah Bathsul masa’il merupakan forum resmi yang mewakili

kewenangan menjawab segala permasalahan keagamaan yang dihadapi

warga Nahdliyin. Dari sudut pandang hierarki yuridis-praktis, dalam

arti struktur jenjang pengambilan keputusan, Baths al-Masail yang

diadakan oleh PBNU merupakan forum yang mempunyai otoritas

tinggi dan memiliki daya ikat lebih kuat bagi warga NU dalam

memutuskan masalah keagamaan, lajnah Bath al-masail PBNU juga

merupakan lembaga yang menangani masalah keagamaan yang belum

terpecahkan dalam Baths al-masail tingkat wilayah, cabang atau di

pesantren.126

Dalam Struktur Organisasi NU, yang bertugas mengadakan Bath al-

masail adalah lembaga Syuriyah (salah satu bagian dari struktur

126 Wawancara dengan Bapak Sayidi, Ustadz MDA Assyafiiyah Pegandon. Pada tanggal 28Pebruari 2008

118

organisasi NU di semua tingkatan, yang memiliki otoritas paling tinggi)

sedangkan managemen atau kepengurusan lajnah Bath al-masail secara

sederhana hanya ditangani oleh ketua (rais), sekretaris( katib), anggota

( da atau a wan).127

Proses masuknya masalah di Bath al-masail adalah sebagai beikut.

Jika ada permasalahan yang dihadapi oleh anggota masyarakat, maka

mereka mengajukan kepada majlis syuriah NU tingkat cabang

(kabupaten, kota pesantren Besar) guna menyelenggarakan sidang

Bath al-masail yang hasilnya diserahkan kepada Majlis Syuriah NU

tingkat wilayah ( propinsi) untuk kemudian diadakan sidang al-masail

Bath al-masail guna membahas permasalah tertentu yang dianggap

urgen bagi kehidupan umat. Beberapa permasalahan yang belum

tuntas atau masih diperselisihkan, diserahkan kepada majelis syuriah

PBNU pusat) untuk diinventarisasi dan diseleksi berdasarkan sakala

prioritas pembahasanya.

Dalam hal ini Perkembangan NU di desa Pegandon dalam

pengambilan keputusan mengenai pemecahan masalah Bathsul masail

tidak lepas dari PBNU (pusat) dan sebagian besar adalah langsung

merujuk pada kitab-kitab Mu tabarah dari kalangan empat madzhab,

terutama madzhab syafi’i. Mengenai perkembangan masyarakat NU

didesa Pegandon terbilang cukup banyak jumlahnya.

b) Pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi Serta Pembacaan Kitab al-Barzanji

dalam Nahdlatul Ulama

Islam sebagai agama wahyu (agama samawi) yang mempunyai

misi “Rahmatan lil alamin, yang mempunyai tingkat apresiasi

(penghargaan) yang tinggi terhadap “tradisi” masyarakat, selama tradisi

127Wawancara dengan Bapak Nasukha, ketua ranting NU Pegandon. Pada tanggal 29 Pebruari2008

119

tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, hal itu

sangat ma qul (logis), mengingat kedudukan Islam sebagai agama global,

yang dakwahnya menyentuh masyarakat dunia tanpa kecuali, sekaligus

sebagai agama yang terakhir (penutup) yang membingkai kehidupan

manusia sampai hari kiamat, dengan segala perkembangan dan kemajuan

dan dinamika peradabannya, termasuk segala bentuk tradisi lokal dan

nasional yang berkembang sepanjang waktu dan di semua tempat.128

Dalam kajian ushul fiqih, masalah tradisi ini (al‘urfu) mendapat

perhatian cukup besar diantara empat mazhab fiqih yang populer (Hanafi

maliki syafi’I dan hambali) dua diantaranya, yaitu mazhab Hanafi dan

Maliki yang luas sekali menggunakan tradisi sebagai landasan/dalil

istimbath dan memandangnya sebagai prinsip dasar pijakan dalam ber

ijtihad, selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan nash yang pasti

(nash qoth i). dalam mazhab syafi’I, tradisi (al urfu) juga diperhatikan

apabila tidak terdapat nash atau dasar-dasar lain berupa ijma’, atau qiyash

yang dapat dijadikan pijakan dalam melakukan ijtihad. Hal yang serupa

juga berlaku pada mazhab hambali. Masalah apresiasi terhadap tradisi

sebagai acuan dan pijakan istimbath.

Sedangkan pengertian al-urfu itu sendiri dalam bahasan ushul fiqh

maupun fiqih ialah: sesuatu yang telah mantap diterima secara nalar, dan

dinilai bik oleh perasaan yang sehat” dalam definisi lain seperti

dikemukakan oleh prof Mustofa Az zarqa dengan singkat” al urfu itu

adalah tradisi mayoritas masyarakat (qaum) dalam bentuk ucapan maupun

perbuatan “selanjutnya dijelaskan, bahwa tidak mungkin terjadi suatu

tradisi dalam masalah apapun, kecuali apabila hal tersebut berlaku secara

berturut turut dalam suatu komunitas di suatu tempat, dimana mayoritas

128 Muhammad Thalhah Hasan, Ahlussunnah Wal Jamaah Dalam Persepsi Tradisi NU,(Jakarta: Lantabora Press 2005)

120

mereka menjaga dan menerima berlakunya hal tersebut. Imam as Syibiti

membagi tradisi itu dalam dua macam yaitu:

1. Tradisi yang berdasarkan syara’, yakni tradisi yang dikuatkan oleh dalil

sar’i atau dinafikannya, baik dalam wujud kewajiban, atau kesunatan

atau melarangnya dalam wujud keharuman atau kemakruhan. Atau

mengizinkan untuk melakukan atau meninggalkan.

2. Tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat tapi syara’129

Ulama-ulama mengekspresikan tradisi ini menggunakan

beberapa alasan atau dalil, antara lain ayat al qur’an dalam surat al a’raf

ayat 199

É‹è{uq øÿyèø9$#ó•ßDù&urÅ$ó• ãèø9$$Î/óÚÌ• ôã r&urÇ tãšúü Î=Îg» pgø:$#

Artinya: Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yangma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.

Dalam hal ini Nahdlatul ulama sebagai jam’iyyah keagamaan

mempunyai misi dakwah Islam yang bergerak ditengah-tengah lapisan

bawah, lapisan masyarakat tradisional, memilih pendekatan kultural, siap

mengakomodasi tradisi-tradisi lokal dan mengisinya dengan roh dan nilai

nilai keIslaman secara damai, tidak dengan cara penggusuran budaya lokal

dan tidak membuat demarkasi tradisionalis-modern berlawanan. Ulama dan

juru dakwah Nahdliyyin melanjutkan pendekatan yang dirintis oleh

Walisongo, yakni datang merembes masuk secara damai dan perlahan–

lahan tapi pasti.

Maka beberapa tradisi yang berkembang di desa Pengandon, baik

yang bernuansa keagamaan seperti tahlilan, sholawatan/dibaan, yasinan,

istighosahan, manaqiban, sampai ke tradisi yang bernuansa kebudayaan,

129 Ibid., hal 211

121

seperti ziarah kubur, khitanan masal, peringatan hari besar Islam, halal

bihalal, dan lain–lain semua dipandang dan dijadikan media berkomunikasi

dengan warga umat) dan saran pembinaan keberdayaan umat.

Tradisi–tradisi Islam yang sering kali dicap sebagai bid’ah, karena

alasan masalah itu tidak ada pada zaman Rasulullah dan zaman salaf

(angkatan pertama), karena tradisi itu hasil cangkokan tradisi masyarakat

pra Islam di Indonesia, adalah banyak sekali seperti: selametan, upacara-

upacara pernikahan, kematian, kelahiran bayi, membangun rumah dan lain-

lainnya. Ada diantara tradisi- tradisi tersebut yang merupakan hasil

Islamisasi, yakni tradisi tersebut sudah diisi penuh dengan nilai-nilai Islam,

meskipun namanya masih tetap atau sebagian penampilannya belum

berubah penuh, seperti selamatan yang sudah dihilangkan sesajennya,

diganti dengan shodaqoh makanan, diisi dengan membaca ayat- ayat al

Qur’an, dzikir, Sholawat dan doa kepada Allah Swt. Ada juga Tradisi baru

yang berjiwa Islami, seperti peringatan hari maulid Nabi Muhammad

SAW, dengan beraneka ragam macam penampilannya.130

Dilingkungan warga Nahdliyin di desa Pegandon terdapat

beberapa macam sholawatan ini, seperti “dibaan (membaca Sholawat yang

ditulis oleh syaikh Abdurrahman ad dibai, berjanjian (membaca sholawat

karangan syekh al-Barzanji) rotiban dan burdahan atau yang lain lagi. Isi

sholawatan tersebut umumnya terdiri dari;

a. Pujian dan doa penambahan rahmat untuk nabi Muhammad Saw

b. Pernyataan rasa cinta dan kekaguman kepada beliau.

c. Harapan memperoleh Syafaat dan barokah dari beliau.

Semua itu merupakan hal–hal yang diceritakan oleh nabi saw

sendiri, bahwa beliau sangat bergembira karena didatangi oleh malaikat

Jibril yang tiba- tiba memberi kabar gembira.

130 KH. Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisional, (Surabaya: Khalasita, 2004) cet. 1, hlm.56

122

Memang yang cukup lama menjadi polemik diantara ulama, adalah

masalah al Qiyam (berdiri, waktu membaca bagian tertentu dari bacaan

sholawat) syaikh Muhammad Alwi Maliki, mengatakan, bahwa al qiyam

tersebut tidak wajib dan juga tidak sunah, tetapi hal itu merupakan refleksi

kegembiraan dan rasa hormat yang menjadi tradisi masyarakat muslim

pada waktu menyampaikan pujian dan penghormatan kepada nabi

Muhammad Saw.

Al Qur’an sendiri menyatakan, bahwa kehadiran Nabi Muhammad

SAW di dunia ini merupakan nikmat dan anugerah ini dengan segala

kegembiraan dan penghormatan. Disamping itu para ulama ahlussunah

meyakini, bahwa roh Nabi Muhammad SAW itu sampai sekarang masih

selalu berhubungan dengan umatnya, masih mengikuti sikap dan perilaku

umatnya termasuk masih menjawab salam umatnya.

Maka dalam kehidupan alam barzahnya yang sempurna itu, bisa

saja roh beliau bergerak kemana saja termasuk mengunjungi majelis

shalawatan. Tapi yang jelas bukan jasadnya sebagaimana yang diyakini

sebagian orang. Imam Malik juga berkeyakinan bahwa roh orang yang

sudah mati itu masih dapat bergerak lepas kemana-mana. Syekh qayyim

dalam kitab “Ar-ruh” nya juga mengutip pendapat sahabat salman al farisi

yang mengatakan, bahwa arwah orang-orang mukmin di alam barzakh itu

dapat pergi kemana-mana.

Jadi kembali kemasalah al-qiyam tadi pada dasarnya itu tidak lebih

dari masalah tradisi masyarakat dalam mengungkapkan rasa hormat dan

kegembiraan. Dalam masyarakat Indonesia tradisi menghormati orang

yang dimuliakan dengan cara berdiri sudah berlaku sejak sebelum

kedatangan agama Islam sampai sekarang, bukan hanya pada komunitas

muslim saja, tetapi juga pada komunitas lain non-muslim. Dalam

masyarakat modern sekarang, orang-orang biasa berdiri untuk

menyanyikan lagu kebangsaan, atau mengibarkan bendera nasional, atau

123

menghormati pemimpin-pemimpin mereka yang datang di suatu tempat,

tanpa menganggap itu merupakan ritual keagamaan. 131

Dr. Izzat Ali Id Athiyah, mengutip beberapa hadits yang

menunjukkan bahwa para sahabat Nabi saw juga melakukan sikap

hormatnya atau simpati kepada orang lain dengan cara berdiri, antara lain:

a. Siti aisyah r.a. mengatakan, bahwa siti fatimah putri rasulullah saw

apabila masuk ke rumah beliau maka beliau berdiri menjemputnya,

kemudian beliau memegangi tangannya, menciumnya dan

mendudukkannya di tempat duduk beliau. Dan sebaliknya apabila

Rasulullah saw datang ke rumahnya (fatimah r.a) maka ia berdiri,

menjemput beliau, memegangi tangan beliau, mencium beliau dan

mendudukkan beliau di tempat duduknya (dari sunan Abu Dawud dan

at turmudzi)

b. Ka’ab bin Ubay ra berceritera pada waktu ia telah mendapat

pengampunan dari Allah gara-gara absennya dari mengikuti perang

tabuk tanpa ada udzur, maka teman-temannya berbondong–bondong

menyampaikan ucapan selamat, dengan mengucapkan: ikut bergembira

atas penerimaan taubatmu (melalui wahyu) dari Allah. Setelah aku

kaab sampai dimasjid ternyata rasulullah saw berada disitu dan

dikelilingi banyak sahabat, maka tiba-tiba Tholhah bi Ubaidillah ra

berdiri dan cepat-cepat menjabat tanganku dan memberikan ucapan

selamat (HR al Bukhari dan muslim)

Memang ada juga hadits lain yang diartikan bahwa nabi

Muhammad saw kurang menyukai cara berdiri untuk menghormati

orang lain termasuk kepada beliau . seperti riwayat dari abu ummu

rahmah r.a rasulullah keluar

131 Wawancara dengan bapak Munfaat, pada tanggal 28 mei 2008

124

Imam al Qarafi setelah memahami hadits-hadits tersebut

mengatakan, bahwa berdiri untuk menghormati orang lain itu ada

beberapa macam hukumya:

a. Haram, kalau berdiri menghormati orang yang memang suka

dihormati karena kesombongannya. Kecuali kalau ada situasi

darurat.

b. Makruh, kalau berdiri untuk menghormati orang yang tidak suka

diperlakukan demikian, karena alasannya sendiri

c. Mubah/ boleh, kalau dilakukan untuk orang yang tidak

mengharapkannya, tetapi dia layak dihormati.

d. Sunnah, untuk menjemput orang yang datang dari bepergian jauh

sebagai rasa gembira atas kedatangannya. Atau orang yang

banyak berjasa. Atau orang yang sedang tertimpa musibah

sebagai pernyataan duka citanya.

e. Wajib, apabila meninggalkan berdiri tersebut dapat diartikan

sebagai penghinaan atau pelecehan, yang membawa terputusnya

hubungan baik dan menyulut kebencian (al muqotho ah wa al

mudabaroh)

Pendapat ini sejalan dengan fatwa imam Izzudin bin Abdussalam,

imam Nawawi, imam Ibnu Hajar al Asqolani dan lain-lain.

Dalam kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan warga

Nahdliyyin di desa Pegandon, tampak kedua amalan tersebut, yakni

tahlilan dan sholawatan banyak mewarnai kegiatan dan acara-acara sosial

mereka. Seperti dalam acara walimah nikah, khitanan, kematian, kelahiran

bayi, selamatan kehamilan, menempati rumah baru, haul (peringatan hari

wafatnya seseorang) tasyakuran dan lain sebagainya, yang pada akhir-

akhir ini sering kali ditambah dengan mau’idhoh hasanah (nasehat

keagamaan) oleh ulama atau muballigh sesuai dengan maksud acara itu

diselenggarakan.

125

Oleh karenanya tidak aneh apabila dikalangan warga Nahdliyin

banyak sekali jamaah tahlil atau jamaah Sholawat. Sayangnya jamaah-

jamah tersebut umumnya masih terbatas kegiatan membaca dan menghafal

saja, jarang sekali yang memahami makna dan maksudnya, apalagi dalil-

dalil yang mendasarinya. Andaikata dalam waktu yang cukup lama mereka

menjadi anggota jamaah tersebut secara bertahap dididik untuk memahami

artinya, mengetahui maksudnya, dan juga mengerti dan menguasai dasar-

dasar atau dalil-dalil yang menjadi pijakan mereka beramal, maka

kualitasnya akan menjadi lebih afdhol dan lebih bermanfaat.

Dzikir Maulidurrosul SAW Yaitu pembacaan maulid nabi

Muhammad sebagai ungkapan rasa cinta mereka kepada beliau yakni

dengan membaca shalawat dan memperingati hari kelahiran beliau yang

tersusun dalam kitab maulid yang populer yaitu Kitab Maulid al-Barzanji

di mana masyarakat menggunakan sebutan ini untuk menyebut secara

umum kitab-kitan Maulid dan acara Maulud yang membaca kitab al-

Maulud) di susun oleh Syeikh Ja’far bin hasan bin Abd al Karim bin

Muhammad al Berjanji al Kurdi (1130-1180 H / 1690–1766 M), Mufti

Syafi’i Madinah, dan khatib Masjid Nabawi di Madinah. Karya tulisannya

tentang maulid ada dua, yaitu yang di kenal di Indonesia dengan Maulid

Barzanji Natsr dalam bentuk prosa-lirik dan maulid al-Barjanji nazam

dalam bentuk puisi.

Menurut penulis bahwa pertemuan-pertemuan dalam rangka

maulid Nabi itu merupakan media dan momentum yang sangat bagus dan

tepat untuk berdakwah, mengajak manusia kepada jalan Allah. Kesempatan

emas seperti itu hendaknya tidak dilepaskan begitu saja. Hal ini justru

menjadi kewajiban para pendakwah dan ulama untuk lebih mengingatkan

manusia untuk mengenali Nabi Muhammad SAW. Khususnya mengenai

akhlak, keadaan, sikap beliau ketika bergaul dengan masyarakat dan segala

bentuk ibadahnya. Para pendakwah dan ulama hendaklah menasihati

126

umatnya membimbingnya mereka menuju keberuntungan dan kebahagiaan

yang sebenarnya, serta mengingatkan mereka supaya tidak terjerumus ke

dalam bencana, bahaya, bid’ah dan fitnah.

Bagi kaum muslimin, kecintaan kepada Rasulullah SAW, yang

berarti juga kecintaan kepada Allah SWT, merupakan suatu keniscayaan,

melebihi segala-galanya sebagai tanda cinta luar biasa itu, Allah SWT

memerintahkan kepada kaum beriman untuk bershalawat kepada beliau.

Salah satu ekspresi kecintaan kepada Rasulullah SAW itu terangkum dalam

sejumlah karya sastra religius yang digubah oleh beberapa ulama’

terkemuka. Dengan untaian bahasa yang sangat indah menggugah, karya-

karya itu selalu dibaca, bahkan dilagukan dengan iringan tetabuhan rebana,

menjelang dan selama Rabi’ul Awwal/Maulid, bulan kelahiran Rasulullah

SAW. Karena berkisah tentang maulid (kelahiran) dan kemuliaan akhlaq

Rasulullah SAW, karya sastra religius itu lazim disebut maulid.

Bagi mereka yang mampu meresapi makna naskah maulid, adegan

ini sungguh mengharukan dan menggetarkan hati. Disaat mahallul qiyam132

itulah para jama’ah majelis maulid menghormati “kehadiran” Rasulullah

SAW. Mereka mengatupkan kedua belah telapak tangan di dada, sementara

ada diantaranya yang mengucurkan air mata, sambil bersama-sama

menyampaikan salam. Ya Nabi Salam Alaika, ya Rasul salam alaika, ya

Habib salam alaika shalawatullah alaika (wahai Nabi, salam padamu,

wahai Rasul, salam padamu wahai kekasih, salam padamu, semoga

shalawat Allah terlimpah atasmu).

Memperingati hari lahir Nabi/ Maulid Nabi sangat lekat dengan

kehidupan warga NU, hari senin, 12 rabiul awal (mulud), sudah dihapal

luar kepala oleh anak- anak warga NU. Acara yang disuguhkan dalam

132 Istilah yang di gunakan dalam pembacaan kitab maulid yakni para jama’ah meyakini bahwaRuh Rasulullah adir dalam majelis tersebut sehingga para jama’ah beranjak berdiri sebagai ungkapanrasa hormat kepada Rasulullah hal ini juga diyakini oleh para jama’ah al Khidmah Jawa Tengah.Sebagaimana dituturkan oleh bapak Nasukha ketua ranting Nu Pegandon

127

peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan diselenggarakan

sampai hari-hari bulan rabi’ as-tsani (bakdo mulud) biasanya, ada yang

hanya mengirim masakan-masalkan spesial untuk dikirim ke beberapa

tetangga kanan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana

dirumah masing- masing ada yang agak besar seperti diselenggarakan

dimushola dan masjid- masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan

secara besar- besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.133

Dari hasil observasi di lapangan dengan didukung hasil wawancara

mendalam tentang pelaksanaan upacara tradisi maulid Nabi serta

pembacaan kitab al-Barzanji, penulis menemukan beberapa variasi

pandangan ataupun tanggapan masyarakat Kecamatan Pegandon tentang

pelaksanaan upacara tradisi tersebut. Variasi pandangan tersebut tentu saja

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah tingkat ekonomi,

pendidikan dan wawasan keislaman mereka. Latar belakang inilah yang

banyak mempengaruhi idealisme maupun pola pikir masyarakat dalam

menilai suatu peristiwa, khususnya tradisi maulid serta pembacaan kitab al-

Barzanji di desa Pegandon.

Jadi, sebetulnya hakekat perayaan maulid Nabi saw itu merupakan

bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya Nabi

Muhammad saw ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara

mengumpulkan orang banyak. Kalau diisi dengan pengajian keimanan dan

keIslaman, mengkaji sejarah dan akhlak Nabi SAW untuk diteladani.

pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang

mendapatkan anugrah dari Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT:

ö@è%È@ôÒ xÿÎ/«!$#¾Ïm ÏFuH÷qt• Î/ ury7Ï9ºx‹Î7 sù(#q ãmt• øÿu‹ ù=sùuq èd׎ö•yz$£J ÏiBtbq ãèyJ øgs†ÇÎÑÈ

133 Wawancara dengan bapak K.Muh Rodhi, tokoh agama desa Pegandon, Pada tanggal 28 mei2008

128

Artinya: Katakanlah "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklahdengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalahlebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".

Ayat ini jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira

dengan adanya rahmat Allah. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah

rahmat atau anugerah Tuhan kepada manausia yang tiada taranya.

Sebagaimana firman Allah swt:

!$tBurš•» oY ù=y™ö‘r&žwÎ)Zp tHôqy‘šúü ÏJ n=» yèù=Ïj9ÇÊÉÐÈ

Artinya: dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)rahmat bagi semesta alam.

Sesungguhnya, perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama

dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh rasulullah

SAW. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:

“diriwayatkan dari Abu qatadah al Anshori RA bahwasanya RasullullahSAW pernah ditanya tentang puasa senin . maka beliau menjawab .” padahari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku (shahih Muslim(1977)

Betapa rasulullah SAW begitu memulyakan hari kelahirannya.

Beliau bersyukur kepada Allah swt pada hari tersebut atas karunia tuhan

yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan

dengan bentuk puasa.

Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid) nabi

Muhammad termasuk suatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan

maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik barzanji datau dziba’

sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang

merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh syri’at Islam. Sayid

Muhammad alawi al maliki mengatakan :

129

“pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan maulid nabi sawmerupakan suatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasukkebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yangakhirnya kembali kepada umat sendiri dengan berbagai keutamaan(didalamnya). Sebab kebiasaan seperti itu merupakan sarana yang baikuntuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnyatidak boleh terlewatkan. Bahkan menjadi kewajiban para dai dan ulamauntuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah nabi Muhammad saw, danhendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalumelakukan kebaikan dan keberuntungan, dan memperingatkan umat akandatangnya bala’ (ujian) bid’ah, kejahatan dan berbagai fitnah.

Jadi Pada dasarnya berdasarkan pemaparan informan warga

Nahdlatul Ulama di desa Pegandon sangat antusias terhadap tradisi

tersebut, banyaknya sholawat yang diakomodasi dalam kitab maulid ini,

merupakan salah satu daya tarik pokok dari popularitas kitab Maulid al-

Barzanji dan Diba yang lebih disukai oleh masyarakat di sekitar desa

Pegandon, karena disamping lebih ringkas uraian maulidnya, didalamnya

juga banyak terdapat syair- syair sholawat yang integral dengan kitab

maulid al- Barzanji itu sendiri. Didalamnya juga terdapat ajarean tasawuf

paling pokok mengenai doktrin Nur Muhammad. Hal ini mengakibatkan

pembacanya merasa lebih cocok dan pas dalam suasana sufi.

Karya tentang Maulid pada dasarnya bertujuan untuk mengenang

dan merayakan kelahiran Nabi saw. Hanya saja pada perkembangan

kemudian mendapatkan permohonan kepada Allah dalam momen-momen

tertentu. Salah satu momentum populer pembacaan kitab Maulid adalah

saat kelahiran seorang bayi, dengan mengundang ikut membaca maulid

itu. Didalamnya tersirat permohonan agar bayi itu mendapatkan

keberkahan dari sang Nabi134

134Sebagimana dituturkan oleh bapak Muhtadin Abdillah, Ustad MDA Asyafi’iyyahPegandon,wawancara pada tanggal 20 Maret 2008

130

Ini nampaknya pada gajala bahwa sang bayi dikeluarkan pada saat

mahalul qiyam, dimana paragraf mengenai kelahiran Nabi dibacakan. Bayi

dibawa keliling jamaah sambil dilantunkan shalawat asraqal badru. Selain

itu sekaligus juga dilaksanakan upacara pemotongan rambut pertama

secara bergantian oleh jamaah. Selain momentum ini juga dibacakan pada

saat pernikahan dengan harapan agar keluarga terbentuk dapat menurunkan

anak-anak yang shalih. Juga saat akan berangkat haji dengan harapan

menjadi haji Mabrur.

Yang terpenting dari fenomena tersebut adalah bahwa dengan

ritual Maulidan dan Pembacaan kitab al-Barzanji tersebut merupakan

sarana wasilah, atau perantrara agar doanya diterima oleh Allah. sebab

terdapat keyakinan doa akan mudah terkabul apabila dipanjatkan setelah

melakukan perbuatan baik, serta setelah banyak membacakan sholawat

kepada Nabi.

Sehingga yang lebih ditekankan disini bukanlah pada murni

tidaknya foralitas teologis, akan tetapi bagaimana jiwa seseorang

mengalami kepuasan dari kebaragamaannya, sehingga substansi ajaran

tradisi ini dekat dengan fenomena tasawuf. Bagi kalangan pelaksananya,

kedalaman rasa serta komunikasi anatar mereka juga merupakan faktor

pendorong mengapa mereka menyukai tradisi ini. Sehingga arena

pembacaan kitab al-Barzanji sebagaimana juga terjadi di desa Pegandon,

mendatangkan efek- efek positif yang utama adalah pemupukan

persaudaraan (ukhuwah) sertta memunculkan rasa keagamaan jamaah.

Maka wajar jika kemudian tradisi ini menjadi milik muslim

traisional, khususnya Nahdlatul ulama, sebab diluar mereka umumnya

adalah kelompok yang yang mendefinisikan diri sebagai pemurni agama

melalui akar teologis.

Secara psikologis, sebenarnya pelaku keagamaan dalam

melaksanakan syariatnya tersimpan keinginan untuk menikmati sedalam-

131

dalamnya kedamaian dari cara beragamanya. Forum pembacaan kitab

maulid memberikan ruang khusus bagi ekspresi emosi dan psikis para

pesertanya yang tentu saja menjadi seni keagamaan yang tidak terikat pada

formalisme ajaran.

Sedangkan secara dzahiriyah ajang pelaksanaan pembacaan kitab

Maulid menjadi ajang pemupukan kreatifitas, dimana melalui para pelantun

tersebut, kasidahan dan prosa lirik Maulid menjadi sedemikian hidup

untuk dinikmati. Disinilah ruang gerak dan kebebasan berekspresi dalam

seni mendapatkan lahan suburnya. Bahkan fenomena akhir-akhir ini

budaya shalawat telah berkembang manjadi industri musik baru, baik

dalam industri cassete atau VCD maupun dalam bisnis entaimen.

Tentu ini merupakan gejala yang menarik dari perkembangan baru

sholawatan yang muncul serta terambil dari karya- karyta maulid,

disamping mendatangkan kreatifitas menciptakan prosa, syair, atau

sholawat baru yang terilhami dari karya-karya maulid tersebut. Maka tak

heran jika perkembangan baru ini, nampak bahwa generasi dari sebagian

muslim yang dulu menolak, kemudian menjadi menerima, bahkan ikut

serta menjadi pelaku pembacaan Maulid. Tentu fenomena ini bisa dibidik

dari beberapa segi penyebabnya. Bisa jadi karena mereka telah mengalami

kebosanan dengan rutinitas keagamaan yang kering dan formalistis,

sehingga kurang menyentuh kedalaman rasa serta kedamaian batin mereka.

Bisa juga kartena munculnya kesadaran baru untuk menyatukan kotak-

kotak pemisah yang dibuat oleh sejarah, atau bisa juga hanya semata-mata

faktor seni yang mempengaruhinya, untuk ini nampaknya perlu penelitian

lebih lanjut.135

135 Sebagaimana dituturkan oleh Bapak Abdul Majid, ketua cabang Nahdlatul Ulama desaPegandon wawancara pada tanggal 26 Maret 2008

132

2. Praktek Muhammadiyah Dalam Memperingati Tradisi Maulid Nabi

Serta Pembacaan Kitab al-Barzanji

a) Gambaran Umum Muhammadiyah di Desa Pegandon

Muhammadiyah didirikan oleh Ahmad Dahlan tahun 1912.

Organisasi yang lahir di Yogyakarta ini, tumbuh dari semangat pemurnian

(purifikasi) dan pembaharuan (reformasi) Islam di Timur Tengah,

dekadensi tauhid masyarakat Indonesia, penetrasi Barat terhadap Islam,

Kristenisasi umat oleh penjajah dan pendidikan Islam yang statis.136

Pemikiran dakwah Muhammadiyah mencakup beberapa dimensi.

Pertama, dimensi aqidah. Dalam sisi ini Muhammadiyah berusaha

melakukan pemurnian (Purifikasi) tauhid,137 memberantas ritual agama

yang berbau syirik, bid’ah, khurafat dan tahayul. Teologi Muhammadiyah

hampir sama dengan Hanbali dan berorientasi pada ulama salaf, meski

pada dasarnya organisasi ini tidak bermadzhab.138

Kaitannya dengan fungsi akal dalam memahami kekuasaan Allah,

teologi yang dibangunnya merupakan sintesa paham Jabariyah dan

Qodariah.139 Kedua, dimensi tasawuf dan filsafat. Untuk keduanya,

Muhammadiyah tidak mengembangkan secara jauh, namun selalu

berorientasi pada Al qur’an dan Sunah.140 Ketiga, dalam dimensi fiqh.

Muhammadiyah merangkul seluruh sumber hukum Islam, madzhab fiqh

yang ada dan mengakui secara penuh Al Qur’an serta Sunah. Untuk prinsip

ijma, takwil dan qiyas banyak kesamaan dengan Hanbali. Masalah konsep

istihsan condong Abu Hanifah, maslahah mursalah cenderung sama dengan

136 Mustofa Kamal Pasha dan A. Adaby. 2000. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, DalamPerspektif Historis dan Idiologis. Yogyakarta : LPPI, hlm. 71-77

137 Tauhid adalah kepercayaan untuk meyakini keesaan Allah dan menetapkan bahwa sifatAllah SWT itu hanyalah milik Allah belaka, tidak ada yang lain, hanya satu. Baca : Muhammad IbnuAbdul Wahhab. Syarah Kitab , hlm 24.

138 Syafiq A. Mughni. 2001. Nilai-Nilai Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 87.139 G.F Pijper.1985. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950.Tudjiman

(Penerjemah). Jakarta : UII Press, hlm 112.140 Syafiq A. Mughni. Nilai-Nilai , hl m. 195.

133

Imam Malik dan saddu Al Zari’ah sama seperti Imam Syafi’i. 141 Selain

ketiga dimensi tersebut, dalam sisi pendidikan dan amal usaha,

Muhammadiyah juga giat mendakwahkannya. Meski dimensi tersebut

tidak dibahas secara khusus. Menurut Mahmud Yunus, banyak sekolah

tertua dan baru serta unit-unit usaha yang didirikan Muhammadiyah sejak

berdiri sampai sekarang.142

Pokok ajaran tersebut atau tepatnya gerakan pemurnian dan

pembaharuan Islam akhirnya masuk ke Indonesia tahun 1906. Tidak lama

kemudian muncul Muhammadiyah (berdiri 1912), suatu gerakan sosial dan

dakwah Islamiyah puritan yang berusaha gigih mengajak dan menyeru

umat kepangkal Islam semula .143

Usaha pemurnian Islam ini dimulai dari desa Kauman Yogyakarta

oleh Ahmad Dahlan (w.1923). Dalam mewujudkan gerakan dan

dakwahnya Muhammadiyah melakukan perubahan diberbagai bidang.

Dalam bidang sosial dimulai dengan menata kembali pelaksanaan zakat.

Pada lingkungan peribadatan, diawali dengan pembetulan arah kiblat,

penentuan satu Syawal dan teknis bentuk amalannya. Dalam urusan yang

berkaitan dengan tauhid dan fiqh, dilaksanakan pemberantasan syirik,

khurafat, bid’ah dan membuka pintu ijtihad sepanjang zaman.

Menurut Thahir Badrie ada kesamaan dan keterpengaruhan ajaran

Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dalam Muhammadiyah khususnya

masalah purifikasi. Gambaran ini memunculkan sebutan bahwa

Muhammadiyah merupakan gerakan kaum Wahhabi. Hanya perlu diingat

apakah semua warga Muhammadiyah sudah merasa dirinya Wahhabiyah

dan predikat itu apa sudah tepat untuk diberikan.

141 Maryadi dan Abdul Aly (Ed.). 2000. Muhammadiyah dalam Kritik. Surakarta : UII Press,hlm 10..

142 Deliar Noer. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.Jakarta : Pustaka, hlm.172.

143 Muhammad Ibnu Abdul Wahhab. Syarah Kitab , hlm. xvi - xvii.

134

Muhammadiyah sudah identik dengan gerakan Islam yang

berorientasi pada pembaharuan, terutama pembaharuan dalam bidang

aqidah dan tauhid umat. Umat Islam mengamalkan ajaran agamanya

dengan menyertakan hal-hal yang tidak mendapat justifikasi teologisnya

dalam Islam seperti dalam al Qur’an maupun sunnah. Sebagai gerakan

tajdid Muhammadiyah telah disebut sebagai organisasi Islam yang “

memusuhi budaya lokal, walaupun sesungguhnya hal itu tidak seluruhnya

benar. yang “ dimusuhi oleh Muhammadiyah adalah nilai-nilai tersebut

telah hidup dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke

generasi lainnya. Bagi Muhammadiyah, nilai budaya dimungkinkan untuk

diisi dengan nilai-nilai Islam, maka hal itu dipertahankan dengan

modifikasi tertentu agar lebih “ Tauhid”

Dalam soal pembaharuan ini, nampaknya masih menyisakan

banyak persoalan terutama dikalangan Muhammadiyah. Posisinya sebagai

gerakan purifikasi menempatkan Muhammadiyah sebagai gerakan garis

depan untuk memberantas habis seluruh hal yang berbau takhayul bid’ah

dan khurafat. Tetapi usaha tersebut menemui banyak kendala, karena

warga Muhammadiyah sendiri belum sepenuhnya meninggalkan warisan

leluhur mereka.

Bukti dari kondisi demikian, dengan baik digambarkan oleh Abdul

Munir Mulkhan melalui laporan penelitian di kecamatan wuwuhan Jember,

Munir menemukan sesuatu yang baru terutama dikaitkan dengan

Muhammadiyah yang selama ini dianggap sebagai simbol dari gerakan

kembali kepada ajaran Islam murni’ (Islam autientik) atau sebagai gerakan

purifikasi, Mulkhan melihat varian anggota Muhammadiyah terkelompok

dalam empat kategori :

Pertama, Islam Murni (al Ikhlas) Islam Murni tidak mengerjakan

sendiri tapi toleran terhadap praktek TBC (takhayul bid’ah khurafat)

termasuk dalam kiai Ahmad Dahlan. Kedua, Neo tradisionalis (kelompok

135

Muhammadiyah Nahdlatul Ulama). Ketiga, neo sinkretis (kelompok

Muhammadiyah Nasional Dan keempat kelompok marheinis

Muhammadiyah144

Untuk mendapatkan gambaran tentang akar spiritualitas Islam

dalam Muhammadiyah secara organisatoris, tidak terlepas dari sosok sang

pendiri, KH. Ahmad Dahlan yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam

ideologi gerakan Muhammadiyah. Spiritualitas Islam yang telah

dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan senantiasa mengilhami setiap

langkah Muhammadiyah di kemudian hari yang kemudian menjadi

beberapa ideologi gerakan Muhammadiyah. Ideologi gerakan

Muhammadiyah telah dirumuskan melalui keputusan bersama, baik

melalui muktamar maupun melalui sidang tanwir. Berikut ini Pokok-pokok

pikiran Muhammadiyah yang bersifat ideologis, yaitu: Pertama, KH.

Ahmad Dahlan; Kedua, Muqoddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah

tahun 1951; Ketiga, Kepribadian Muhammadiyah tahun 1961; Keempat,

Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah tahun 1969; dan,

Kelima, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah tahun 2000.

Pada kesempatan lain kiyai Dahlan mengungkapkan bahwa Islam

yang ia perjuangkan ini ialah “Islam Sejati” yang bersumber pada “Qur’an

Suci” yang mudah dimengerti oleh orang yang menggunakan “Akal dan

Hati Suci”, yakni manusia yang tidak terpaut oleh keluhuran duniawi

(Mulkhan, 2003: 7).

Sebagai pendiri Muhammadiyah, pemikiran KH. Ahmad Dahlan

merupakan ruh gerakan Muhammadiyah selanjutnya. Apa yang telah

dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai hasil pemikirannya, dijadikan

sebagai dasar pemikiran para tokoh Muhammadiyah di kemudian hari

dalam mengembangkan organisasi

144 Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni Dalam Masyarakat Petani (Yogyakarta : Bentang,2000)

136

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah ini adalah naskah

yang bisa jadi terlengkap di antara naskah-naskah yang lain sebagai

tuntunan spiritual bagi umat Islam umumnya dan warga Muhammadiyah

khususnya. Untuk lebih jelas baca: Pedoman Hidup Islami Warga

Muhammadiyah145

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah ini memuat

tuntunan kehidupan yang diajarkan dalam Muhammadiyah, sebagai

berikut:

Pertama, untuk Kehidupan Pribadi, yang meliputi Bidang Aqidah

yang berisi tuntunan agar setiap warga Muhammadiyah memiliki prinsip

hidup dan kesadaran imani berupa tauhid kepada Allah SWT yang benar,

ikhlas dan penuh ketundukan sehingga terpancar sebagai ibad al-Rahman,

menjalani kehidupan dengan benar-benar menjadi mu’min, muslim dan

muhsin dan muttaqin yang paripurna. Selain itu setiap warga

Muhammadiyah wajib menjadikan iman dan tauhid sebagai sumber seluruh

kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu

dan tetap menjauhi serta menolak takhayul, bid’ah dan khurafat yang

menodai iman dan tauhid kepada Allah SWT.

Dalam Bidang Akhlak, setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk

meneladani perilaku Nabi dan mempraktekkan akhlak mulia, sehingga

menjadi uswah hasanah, yang diteladani oleh sesama berupa shiddiq,

amanah, tabligh dan fathanah.

Dalam Bidang Ibadah, setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk

senantiasa membersihkan jiwa/hati ke arah terbentuknya pribadi yang

muttaqien dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan diri dari

145 Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, (Jakarta: PP Muhammadiyah,2003) atau (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006).

137

jiwa/nafsu yang buruk, sehingga terpancar keribadian yang salih yang

menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya. Setiap

warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdhah dengan sebaik-

baiknya dan menghidup suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai

tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu

yang luas dan amal salih yang tulus sehingga tercermin dalam kepribadian

dan tingkah laku yang terpuji.

Kedua, seluruh tuntunan dalam kehidupan pribadi di atas, kemudian

harus tercermin dalam tingkah laku duniawi lainnya, misalnya: Dalam

Bidang Mu’amalah Duniawiyah, Kehidupan dalam Keluarga, Kehidupan

Bermasyarakat, Kehidupan Berorganisasi, Kehidupan dalam Mengelola

Amal Usaha, Kehidupan Dalam Berbisnis, Kehidupan dalam

Mengembangkan profesi, Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara,

Kehidupan dalam Melestarikan Lingkungan, Kehidupan dalam

Mengemban Ilmu dan Teknologi, dan Kehidupan dalam Seni dan Budaya.

Spiritualitas Islam KH. Ahmad Dahlan dan Ideologi-ideologi

Muhammadiyah secara organisatoris di atas menggambarkan bentuk

spiritualitas Islam dalam Muhammadiyah. Segala aspek kehidupan

dirangkul sedemikian rupa, sehingga tercermin kepribadian Islami yang

meliputi keimanan, keihlasan dan perbuatan ihsan sebagai hamba dan

Khalifah Allah di muka bumi.

Dalam hal ini perkembangan muhammadiyah di desa Pegandon

bisa dikatakan cukup maju terlihat dari banyaknya pengikut organisasi ini,

juga dengan dibangunnya sarana pendidikan menjadikan Muhammadiyah

cukup mendapatkan apresiasi dari masyarakat untuk menjadi anggota

Muhaammadiyah.

b) Pelaksanaan Tradisi Maulid Nabi Serta Pembacaan Kitab al-Barzanji

Dalam Muhammadiyah

138

Mengenai Pelaksanaan Tradisi Maulid dan pembacaan kitab al-

Barzanji bagi warga Muhammadiyah di desa Pegandon setelah penulis

mengadakan wawancara dengan ketua cabang Muhammadiyah desa

Pegandon, berikut penuturannya, Mumpung masih bulan maulud Nabi,

saya kutipkan pendapat Majlis Tarjih Muhammadiyah soal peringatan

Maulud Nabi. Satu hal yang cukup melegakan saya adalah,

Muhammadiyah mengakui bahwa masalah ini termasuk masalah

ijtihadiyah, sehingga Muhammadiyah sama sekali tidak mengatakan bahwa

merayakan Maulud Nabi itu bid'ah.146

Memang aneh kalau Muhammadiyah mengatakan bid'ah sementara

Muhammadiyah merayakan Milad (hari lahirnya) organisasi itu sendiri.

Saya kira ini angin segar bagi dunia Islam di Indonesia, di mana tuduhan

bid'ah bagi penyelenggara Maulid Nabi sudah berkurang. Dengan

mengakui bahwa ini masalah ijtihadiyah, kita tentu saja bebas berpendapat

tanpa harus takut dicap keluar dari sunnah Rasul ataupun dianggap

mengerjakan bid'ah.

Akan tetapi, anjuran PP Muhammadiyah agar penyelenggaraan

maulud Nabi harus jauh dari hal-hal yang berbau kemusyrikan dan

kemaksiatan merupakan hal yang baik untuk kita perhatikan. Selamat

menyimak, dan selamat mempersiapkan perayaan Maulud Nabi bagi yang

melakukannya.

Dalam buku "Tanya-Jawab Agama jilid IV," Penerbit Suara

Muhammadiyah,1997 memberikan penjelasan mengenai peringatan

MAULUD NABI apakah dibenarkan ataukah termasuk bid'ah?

Sebagaimana dituturkan oleh Ikhwanuddin, Limpung, Batang, Jawa

Tengah

146 Wawancara dengan Ketua Cabang Muhammadiyah Pegandon, Bapak Muhargono padatanggal 10 maret 2008

139

Memperingati hari kelahiran seseorang termasuk kelahiran Nabi

tidak ada tuntunan untuk itu. Artinya yang berupa perbuatan maupun

perintah untuk mengadakannya. Tetapi juga tidak ada nash yang

melarangnya. Karena tidak ada nash yang menyuruh maupun yang

melarang. Maka dapat dimasukkan pada masalah ijtihadiyyah Karena tidak

ada nash maka ijtihad yang dapat dilakukan ialah ijtihad qiyasiy,

maksudnya dengan menggunakan metode qiyas.

Menggunakan metode qiyas haruslah memenuhi rukun qiyas antara

lain ada Ashal, yakni nash yang berupa ayat atau hadits yang menerangkan

hal yang dapat disamakan hukumnya. Dalam suatu kitab "Attambihaat al-

waajibaat liman yashna'ul maulida bilmunkaraat" (Peringatan yang

bersifat wajib bagi orang yang menyelenggarakan maulid dengan hal-hal

yang munkar) yang ditulis oleh almarhum KH. Hasyim Asy'ari, disebutkan

pendapat Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail An Nabhaniy. An Nabhaniy dalam

kitabnya "Al-Anwaar Al Muhammadiyah" menyatakan, bahwa Nabi

dilahirkan di kota Makkah di rumah Muhammad bin Yusuf. dan disusui

oleh Tsuwaibah budak Abu Lahab yang dimerdekakan oleh Abu Lahab

ketika ia merasa senang atas kelahiran Nabi itu. Diceritakan dalam kitab

tersebut, bahwa pernah Abu Lahab bermimpi dalam tidurnya. sesudah mati

dia ditanya: "Bagaimana keadaanmu?" Maka ia menjawab. Bahwa ia

berada di neraka tetapi pada setiap malam Senin mendapat keringanan.

karena ia memerdekakan Tsuwaibah sebagai rasa syukur atas kelahiran

Nabi dan Tsuwaibah yang menyusuinya. Ibnul Jazari menggunakan

qiyasnya. kalau Abu Lahab yang kafir saja mendapat kebaikan karena

merasa senang dihari kelahiran Nabi, tentu orang Islam akan mendapat

balasan dari Allah kalau juga merasa senang di hari kelahirannya itu. Tentu

qiyas ini tidak dapat dijadikan pegangan, karena dasar ashalnya yakni

riwavat itu bukan dasar yang kuat untuk dijadikan ashal pada qiyas. Maka

kalau tidak ada dasarnya dengan qiyas karena tidak dasarnya dalam nash

140

dapat dilakukan ijtihad istishlahi, yakni ijtihad yang didasarkan illah

mashlahah. Karena mashlahah dalam masalah ini tidak ditunjukkan oleh

nash baik yang menyuruh atau melarang, maka dapat digolongkan kepada

mashlahah mursalah.

Ada beberapa hal yang perlu diingat pada penetapan hukum atas

dasar kemaslahatan ini. Kemaslahatan itu harus benar-benar, yang dapat

untuk menjaga lima hal, yakni agama, jiwa, akal dan kehormatan serta

keturunan. Karena ukuran kemaslahatan itu dapat berubah, maka berputar

pada illahnya, dan ketentuannya ialah pada kemaslahatan yang dominan

(rajinah) yakni dapat mendatangkan kebaikan dan menghindari kerusakan.

Sehubungan dengan masalah peringatan maulud Nabi dapat diterangkan

sebagai berikut:

a. Pada suatu masa dimana masyarakat kurang lagi perhatiannya pada

ajaran Nabi dan tuntunan-tuntunannya, mengadakan peringatan Maulud

Nabi dengan cara menyampaikan informasi apa yang perlu mendapat

perhatian dalam rangka mencontoh perbuatan Nabi, hal demikian dapat

dilakukan.

b. Mengadakan peringatan maulid Nabi itu harus jauh dari hal-hal yang

bertentangan dengan ajaran agama sendiri, seperti menjurus kepada

kemusyrikan, menjurus kepada maksiat dan kemunkaran.

c. Kalau peringatan maulid Nabi tidak dapat dihindari dari hal-hal

seperti di atas, kiranya peringatan maulid Nabi tidak perlu diadakan.147

Menurut Penuturan bapak H. Fadhil,148 mengenai perayaan maulid nabi

dan pembacaan kitab al-Barzanji ini sebagai berikut: bahwa memperingati hari

ulang tahun kelahiran seseorang atau organisasi, atau hari kematian termasuk

147 (Diambil dari Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, "Tanya-Jawab Agama IV," PenerbitSuara Muhammadiyah, 1997, h. 271-272)

148 Wawancara dengan H Burhani dan H Fadhil (Ketua Ranting dan Dewan TablighMuhammadiyah desa Pegandon, pada tanggal 28 Maret 2008

141

masalah ijtihadiyah, tidak ada nash yang menunjukkan atau dapat dijadikan

dasar secara langsung dalam menetapkan hukumnya. Demikian pula tidak ada

perbuatan sahabat yang dapat dijadikan teladan atau pedoman. Namun

demikian dasar-dasar umum agama islam terkandung dalam al-qur’an dan as-

sunah dapat dijadikan dasar dalam menetapkan hukumnya. Diantara nash yang

mengandung dasar umum inilah firman Allah SWT. Dalam surat al imran ayat

104.

ä3 tFø9uröN ä3Y ÏiB×p ¨Bé&tbq ãã ô‰tƒ’n<Î)ÎŽö•sƒø:$#tbrã• ãBù' tƒ urÅ$rã• ÷èpRùQ$$Î/tb öq yg÷Ztƒ urÇ tãÌ• s3Y ßJ ø9$#4

y7Í´ ¯» s9'ré&urãN èdšcq ßsÎ=øÿßJ ø9$#ÇÊÉÍÈ

104. dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyerukepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yangmunkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Ayat diatas menyuruh kita agar menyeru manusia untuk melakukan

perbuatan yang dalam mendekatkan kepada Allah dan mencegah melakukan

perbuatan yang dapat menjauhkan darinya dari hal–hal yang dilarang agama.

Mengenai perayaan sekaten tidak lepas dari peringatan maulid nabi

saw. maulid Nabi sendiri adalah suatu peringatan kelahiran Muhammad saw

dan sudah mentradisi dikalangan umat Islam. Selama hayat Nabi, peringatan

maulid tidak ada. Bahkan sampai 200 tahun sepeninggal Nabi saw. Peringatan

maulid yang pertama diadakan oleh mudzaffar abu said, seorang raja Irbil,

pada awal abad ke III Hijriah, atau lebih dari 200 tahun sepeninggal Nabi saw.

Peringatan maulid waktu itu dimaksudkan untuk menggugah, menggairahkan,

meningkatkan semangat hidup beragama, keagamaannya, dan perlu

mengambil suri tauladan dari kehidupan Nabi saw. Sejak itulah kegiatan

memperingati maulid Nabi itu tumbuh berkembang, sehingga menjadi tradisi

142

yang merata dikalangan umat Islam dengan variasi yang bermacam- macam

sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, tradisi yang ada, kebudayaan

setempat dsb. Bahkan di negara yang banyak umat Islamnya, peringatan

maulid itu dilaksanakan secara resmi oleh pemerintah, misalnya di indonesia

diselenggarakan di istana negara, dan peringatan hari besar lain dilaksanakan

di mesjid Istiqlal.

Sekaten adalah peringatan maulid nabi saw khas jawa, perayaan ini

berasal dari kerajaan demak yang merupakan kerajaan Islam. Karena gamelan

merupakan hal yang digemari masyarakat waktu itu, maka para wali

menggunakan gamelan sebagai sarana untuk mengumpulakan warga

masyarakat. Setelah orang berkumpul di depan masjid, kesempatan ini

digunakan sebagai sarana dakwah.

Mengenai Ritual pembacaan kitab al-Barzanji bagi warga

Muhammadiyah memang dalam perkembangannya masyarakat

muhammadiyah menilai perbuatan itu sebagai bid’ah, hal ini dinyatakan oleh

beberapa responden yang peneliti wawancarai, jadi dalam aktifitas warga

muhammadiyah memang tidak ada anjuran untuk mengadaknnya, mengenai

penjelasan terhadap kitab al-Barzanji dituturkan dalam SM no 1 th ke 67 1987,

diterangkan bahwa Barzanji, manaqiban, Diba’an dan sebagainya itu ada unsur

negatifnya, disitu dijelaskan bahwa barzanji, manaqiban, dan diba an itu

mengandung unsur negatif, antara lain diterangkan dalam buku At Tanbiehatul

Wajibaat, susunan KH Hasyim Asy’arti, tebuireng, jombang berbahasa Arab

yang diterbitkan oleh penerbit Salim bin Nabhan Surabaya, dengan

rekomendasi beberapa ulama Azhar mesir tahun 1936.

Pendapat dan fatwa, diawali dengan uraian, kalau dalam memperingati

maulid Nabi dengan berkumpul dan membaca sejarah dan pujian yang benar

dengan menunjukkan kesyukuran dan kesenangan akan kelahiran nabi

dibarengi dengan pengeluaran sedekah, tidaklah mengapa, tetapi kalau sudah

dicampur dengan pemukulan alat-alat musik yang menjadi gaduh dan nyanyian

143

yang dinyanyikan oleh wanita dan pria diselingi dengan sialan-siulan atau

suara yang melengking, menjadikan perbuatan itu termasuk yang diharamkan.

Banyak pendapat yang mengharamkan peringatan yang dicampur

dengan perbuatan yang dilarang itu, antara lain ulama Malikiyah ialah al

Fakihany dan abu Abdullah al hajj, dari ulama syafiiyah seperti ibnu hajar al

asqalany dan tajuddin As Subkhi dan ulama-ulama lain seperti al al-Qadli Iyadl

dan sebagainya. Kitab yang disusun diatas menunjukkan bentuk dan cara

mengadakan peringatan. Sedangkan untuk mengetahui isi kitab-kitab yang

memuat hal- hal yang menjurus pada pujian-pujian yang berlebihan sehingga

bertentangan dengan isi ayat al qur’an, yang dikemukakan oleh KH Said al

Hamdany dengan judul sorotan terhadap kisah maulid yang untuk lebih

jelasnya dapat diringkas antara ain sebagai berikut:

1. Awal mula dilakukan peringatan Maulid Nabi itu pada masa kerajaan

Fatimiyah pada abad ke 4 hijriah, ada pula yang menerangkan pada

masa raja Al Mudzaffar abi Said di kota Irbil di Iraq tahun 700H

2. kiatab-kitab yang memuat riwayat maulid antara lain at tanwir fi

maulid asssirajil munir, al arus, risalah Ibnu Jabir al Andalusia dan

kitab-kitab yang terkenal di indonesia Syaraful Anam, barzanji, al azab

dan al Diba’i

isi dari kitab-kitab itu memang ada baiknya, uraian yang mengandung

pujian-pujian yang baik bagi rasul, tapi ada yang keterlaluan sehingga

mengurangi nilai isi bahkan kalau tidak dapat dikatakan menghilangkan makna

penghormatan Nabi, karena sangat berlebihan seperti menggambarkan Nabi

bukan lagi sebagai manusia yang telah dimasukkan dalam lingkungan

ketuhanan yang mirip dengan itu.

144

C. TRADISI MAULID NABI SERTA PEMBACAAN KITAB AL–BARZANJI

DALAM DIMENSI TEOLOGIS SOSIO-KULTURAL DAN POLITIS

Meskipun perdebatan mengenai keberadaan dan penerimaan tradisi

Maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji antara para reformis (Muhammadiyah)

dengan ulama tradisionalis (NU) belum memberikan suatu solusi nyata yang bisa

diterima oleh semua pihak, dalam realitasnya tradisi maulid dan pembacaan kitab

al-Barzanji ini terus berjalan. Realitas tersebut secara tidak langsung

mengindikasikan bahwa pada masyarakat muslim awam, pada dasarnya

penerimaan tradisi tersebut tidak perlu diperdebatkan. hal ini berdasarkan bukti

bahwa penerimaan tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji tidak hanya

sebatas penganut NU, melainkan juga sebagian penganut dan simpatisan

Muhammmadiyah149

Warga Muhammadiyah yang secara langsung atau tidak langsung tidak

mau terlibat dalam aktivitas tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji

umumnya adalah mereka yang mempunyai fanatisme organisasi yang tinggi atau

yang menduduki jabatan pengurus organisasi150 kendati demikian, dalam

perkembangan terakhir tidak jarang pengurus Muhammadiyah juga terlibat dalam

aktivitas tradisi maulid maupun pembacaan kitab al-Barzanji meskipun hanya

sebagai partisipan.151

149 Kenyataan tersebut dilihat oleh bapak Khumasi 52 tahun, salah seorang respondensimpatisan Muhammadiyah yang tinggal di desa Pegandon yang merupakan lingkungan penganutMuhammadiyah. Menurut bapak Khumasi di lingkungannya warga Muhammadiyah, terutama pengurustidak pernah menyelenggarakan acara tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji dalam komunitaswarga Muhammadiyah. Namun pada acara tradisi Maulid dan Pembacaan kitab al-Barzanji yang diselenggarakan oleh komunitas warga NU di musholla dan masjid kampungnya, banyak pula wargaMuhammadiyah yang terlibat di dalamnya.

150 Hal ini dinyatakan oleh bapak Nasukha ketua Ranting NU desa Pegandon.151 Bapak Nasukha, salah seorang responden dari organisasi NU. Dalam realitas keseharian ia

melihat bahwa tidak semua orang Muhammadiyah anti tradisi maulid dan pembacaan kitab al barzanji.Diantara mereka dalam realitas masyarakat banyak yang aktif dalam acara tersebut. Mencermatifenomena tersebut, peneliti secara langsung pernah terlibat dalam kegiatan tradisi maulid danpembacaan kitab al-barzanji yang diselenggarakan oleh anggota Muhammadiyah fanatik tinggal di RT01 RW 02 Pegandon, bapak KH Jabir Mas’ud seorang tokoh masyarakat yang dikenal pula sebagaianggota Muhammadiyah.

145

Keterlibatan sebagian warga Muhammadiyah dalam aktivitas tradisi

maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji di lingkungan masing- masing bisa sadar

didasarkan banyak alasan, akan tetapi munculnya fenomena tersebut

mengindikasikan bahwa persoalan penerimaan tradisi Maulid dan Pembacaan

kitab al-Barzanji lambat laun bukan lagi merupakan konflik mendasar pada

masyarakat muslim. Itulah sebabnya, pada penelitian ini dipaparkan berbagai

dimensi tradisi Maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji, seperti dari sisi teologis,

sosio-kultural, dan aspek-aspek lainnya.

C. Dimensi Teologis Maulid Nabi dan Kitab al-Barzanji

Pembahasan tradisi maulid dan pembacaan kitab al Barzanji dari

dimensi teologis tampaknya relevan jika dimulai dari pernyataan apakah

penerimaan tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji di masyarakat

muslim dilandasi oleh pemahaman mengenai kejelasan hukum tentang tradisi

maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji atau hanya sekedar persoalan tradisi.

Masyarakat muslim yang awam tentang kerangka teologis aktivitas tradisi

maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji bisa jadi menyelenggarakan tradisi ini

karena dalam dirinya muncul kegelisahan dan keragu-raguan setelah ada

pernyataan bahwa peringatan tersebut merupakan bid’ah dan dinilai sebagai

perbuatan yang menjurus kepada kesesatan

D. Dimensi Sosio-Kultural Dalam Penyelenggaraan Tradisi Maulid Nabi dan

Pembacaan Kitab al-Barzanji

Maulid sebagai bagian dari tradisi keagamaan dapat dilihat dari dua segi

yakni segi historis dan segi sosio kultural budaya.

Dari sudut historis, pada catatan al Sandubi dalam karyanya Tarikh al

ikhtilaf fi al maulidi al nabawi, al Muiz li al dinillah (341-365/ 953- 975)

penguasa bani Fatimiyah yang pertama menetap di mesir yang pertama

menetap di mesir, adalah orang pertama yang menyelenggarakan perayaan

kelahiran Nabi yang tercatat dalam sejarah Islam. Kemudian kurun-kurun

berikutnya, tradisi yang semula dirayakan hanya oleh kelompok syi i ini juga

146

dilaksanakan oleh kaum sunni, dimana khalifah Nur al-din, penguasa Syiria

(511-569/1118-1174) adalah pengasa yang pertama yang tercatat merayakan

Maulid Nabi. Pelaksanaan maulid secara besar-besaran dilaksanakan untuk

pertama kalinya oleh raja al mudhafar abu said Kokburi bin Zain al din Ali bin

Baktakin (549-630/1154-1232). 152

Adapun mengenai karya-karya mengenai maulid yang tercatat memiliki

keterkaitan dengan tharekat adalah al-Barzanji, yakni yang diadopsi dari

tharekat tertua, qadariyah, sedangkan kitab maulid al- diba i tidak memiliki

kaitan dengan thariqah. Namun hampir terdapat kepastian, bahwa munculnya

kitab- kitab maulid pada abad ke 15 m/ ke 9-10h sebagai ekspresi pengaruh

semangat kecintaan dan kerinduan pada rasul terilhami dari dan sebagai

budaya sufisme.

Ada dua kondisi politik mendasar yang melatar belakangi penulisan

munculnya kitab-kitab Maulid pada abad ke 15, pertama, bahwa abad- abad ke

14 hingga abad ke 16, di berbagai belahan dunia Islam sedang marak dan

berada pada puncak penyebaran tradisi Maulid, yang perintisannya sejak awal

abad ke 12.

Kegiatan maulid mancapai puncak popularitasnya dikalangan

masyarakat sehingga penguasa-penguasa pun kemudian mengakomodasinya

sebagai kegiatan resmi negara, salah satu motifnya adalah kepentingan politik,

penelitian Nico Captain mengenai Maulid di Magrib dan Spanyol

menunjukkan bahwa budaya Maulid telah menyebar ke hampir seluruh dunia

muslim, baik sebagai bentuk budaya baru yang terilhamai kaum sufi, maupun

sebagai pelarian kekecewaan politik, akibat invensi dunia Barat modern ke

berbagai belahan dunia Islam. sehinnga ummat islam memerlukan formula

152 Ahmad Anas, op.cit. hlm 63

147

untuk memunculkan semangat kecintaan kepada Rasulullah, guna memompa

semangat perjuangan Islam. 153

153 Ibid hlm.88

148

BAB IV

ANALISIS KOMPARATIF

A. Peringatan Tradisi Maulid Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah

1. Peringatan Maulid Nabi Menurut NU

Dalam hal ini pandangan NU Ketika memasuki bulan Rabiul awal,

umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai cara, baik

dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah.

Pembacaan shalawat, Barzanji dan pengajian-pengajian yang mengisahkan

sejarah Nabi Muhammad SAW menghiasi bulan-bulan itu sebenarnya,

bagaimana hukum merayakan Maulid nabi Muhammad SAW.

Megenai Hukum perayaan maulid Secara historis pandangan NU

mengenai tradisi ini adalah mengutip pernyataan imam Jalaluddin al-Suyuthi

(849h-911) menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi SAW boleh dilakukan.

Jadi sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi SAW itu merupakan

bentuk pengungkapan rasa senang dan syukur atas terutusnya nabi Muhammad

SAW ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang

banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji

sejarah dan akhlak Nabi SAW untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira

itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugrah dari

Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT:

ö@è%È@ôÒ xÿÎ/«!$#¾Ïm ÏFuH÷qt• Î/ ury7Ï9ºx‹Î7 sù(#q ãmt• øÿu‹ ù=sùuq èd׎ö•yz$£J ÏiBtbq ãèyJ øgs†ÇÎÑÈ

Artinya: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu merekabergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yangmereka kumpulkan".

149

Ayat ini jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan

adanya rahmat Allah SWT. Sementara Nabi Muhammad SAW adalah rahmat

dan anugrah dari Tuhan kepada manusia tiada taranya. Sebagaimana firman

Allah SWT:

!$tBurš•» oY ù=y™ö‘r&žwÎ)ZptHôqy‘šúü ÏJ n=» yèù=Ïj9ÇÊÉÐÈ

Artinya: Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk

(menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Sesungguhnya, Perayaan maulid itu sudah ada dan telah lama

dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam oleh Rasulullah SAW.

Dalam sebuah hadist diriwayatkan:

Diriwayatkan dari Abu Qatadah al- Ansari RA, bahwa Rasulullah SAW pernahditanya tentang puasa senin. Maka beliau menjawab, “ Pada hari itulah akudilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku (Shahih Muslim (1977)

Betapa Rasulullah SAW begitu memulyakan hari kelahirannya. Beliau

bersyukur kepada Allah SWT pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah

menyebabkan keberadaanyya. Rasa syukur itu beliau ungkapkan dengan

bentuk puasa.

Pernyataan ini menyiratkan bahwa merayakan hari kelahiran (maulid)

Nabi Muhammad SAW termasuk suatu yang boleh dilakukan. Apalagi

perayaan itu isinya adalah bacaan shalawat, baik Barzanji, atau Diba’, sedekah

dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan

amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh syari’at Islam.

Ketika membaca shalawat Barzanji, orang-orang biasanya

melantunkannya sambil berdiri. Inilah yang dikenal dengan Mahal al-Qiyam.

Bagaimana Hukumnya bila ada sebagian orang mengatakan bahwa berdiri

150

ketika membaca shalawat adalah bid’ah sayyi’ah sebab tidak ada dalil yang

membenarkannya.

Dalam hal ini ditengah acara Dibaan atau berjanjen ada ritual berdiri,

srakalan, orang Jawa menyebutnya, dari kalimat ”asraqal badru alaina”

Dimana kalau sudah sampai disitu semua hadirin dimohon berdiri. Berdiri

karena kehadiran Nabi Muhammad ditengah- tengah majelis. Ada juga yang

menyebutnya sebagai ” marhabanan” dari kata ” marhaban” yang artinya

selamat datang” atas kehadiran nabi kita. Menurut keputusan Muktamar NU

ke-5 1930 di Pekalongfan, berdiri Berjanjen/ Diba’an hukumnya sunnah

termasuk uruf syar’i.154 Demikian pula dalam hal ”berdiri misalnya ketika

membaca Maulid Nabi, walaupun bid’ah hukumnya tidaklah mengapa karena

orang-orang yang melakukanya itu sebagai penghormatan kepada Nabi

Muhammad.

Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan ibadah

yan terpuji. Allah berfirman:

¨b Î)©!$#¼ çm tG x6 Í´ ¯» n=tBurtbq •=|Á ヒn? tãÄcÓÉ< ¨Z9$#4$pkš‰ r' ¯» tƒšúï Ï%©!$#(#q ãZtB#uä(#q •=|¹Ïm ø‹n=tã

(#q ßJ Ïk=y™ur$JŠÎ=ó¡ n@ÇÎÏÈ

Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untukNabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi danucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.s.Al Ahzab 56 )

Jelas sekali ayat ini menyuruh umat Islam untuk membaca shalawat

dimanapun dan kapanpun saja. Dalam pelaksanaannya meski dilakukan dengan

khidmat, sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Tujuan membaca shalawat itu

adalah untuk mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Salah satu cara

154 Munawir Abdul ftah,Tradisi Orang- orang Nu, (Yogyakarta , Lkis, cet 1,2006) hlm 302-303

151

mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri. Karena itu boleh hukumnya

berdiri ketika membaca shalawat Nabi SAW.

Sayyid Muhammad Alawi al- Makki al-Maliki menyatakan :

Imam al- barzanji di dalam kitab Maulidnya yang berbetuk prosamenyatakan,” sebagian para Imam ahli Hadits yang mulia itu menganggap baik(Istihsan) berdiri ketika disebutkan sejarah kelahiran Nabi SAW, betapaberuntungnya orang yang mengagungkan Nabi SAW, dan Menjadikan hal itusebagai puncak tujuan hidupnya. Yang dimaksud dengan istihsan di sini adalahjaiz( boleh) dilihat dari aspek perbuataanya itu sendiri serta asal usulnya, dandianjurkan dari sisi tujuan dan dampaknya. Bukan Istihsan dalam pengertianilmu Ushul Fiqih.

Perayaan hari kelahiran (maulid) Nabi baru terjadi pada permualaan

abad ke enam Hijriah. Para sejarawan sepakat pada yang pertama kali

mengadakannya adalah Raja Ibil di Iraq, yang dikenal alim, bertakwa dan

berani, yaitu Raja Muzhaffar Abu Said kukuburi bin Zainuddin Ali Buktikin

(wafat 630H/ 1232M).

Para Ulama dikalangan shufi, fuqoha dan ahli hadits menilai perayaan

maulid ini termasuk bid’ah hasanah, yang dapat memberikan pahala bagi

orang yang melakukannya. Diantara ulama menilai perayaan maulid ini bid’ah

hasanah adalah al-Hafizh Ibn al-Jauzi al-Hambali, al-Hafizh Ibn Dihyah, al-

Hafizh Abu Syamah (guru imam al-Nawawi) al-Hafizh Ibn Katsir, al-Hafizh

Ibn Rajab al-Hambali, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafizh al- Sakhawi, al-Hafizh

al- Shuyuthi dan lain-lain. 155

Tentu saja Pandangan ulama wahabi yang mengikuti Para Jargon tahrif

nushus seperti Ibn Baz, al-Utsaimin, al-Albani dan lain-lainnya dalam

menghukumi maulid, terlalu ceroboh dan berangkat dari paradigma sempit

dalam memahami ajaran agama. Setidaknya ada nilai Positif yang

membenarkan perayaan maulid Nabi. Allah SWT berfirman:

155 Abdullah Syamsul Arifin M.HI, Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai NuMenggugat Sholawat dan dzikir syirik (H. Mahrus Ali), (Surabaya: Khalista 2008) hlm. 103

152

!$tBurš•» oY ù=y™ö‘r&žwÎ)Zp tHôqy‘šúü ÏJ n=» yèù=Ïj9ÇÊÉÐÈ

Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)rahmat bagi semesta alam” (Q.S. al- anbiya’:107).

Dan Rasulullah SAW telah Bersabda:

. )/ ( .Dengan demikian Rasulullah SAW adalah al-rahmat al uzma (rahmat

yang paling agung) bagi umat manusia. Sedangkan Allah SWT telah merestui

kita untuk merayakan lahirnya rahmat itu. Dalam hal ini Allah berfirman:

ö@è%È@ôÒ xÿÎ/«!$#¾Ïm ÏFuH÷qt• Î/ ury7Ï9ºx‹Î7 sù(#q ãmt• øÿu‹ ù=sùuq èd׎ö•yz$£J ÏiBtbq ãèyJ øgs†ÇÎÑÈ

Artinya: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu merekabergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yangmereka kumpulkan".

Ibn Abbas menafsirkan ayat ini dengan . ”dengan karunia Allah ( yaitu

ilmu) dan rahmatnya (yaitu Muhammad) hendaknya dengan itu mereka

bergembira” (Al hafidzal- niyuti, al durar al mantsur, 2/ 308)

Allah SWt berfirman :

yx ä. ur•È à)Ry7ø‹ n=tãô ÏBÏä !$t6 /Rr&È@ß™”•9$#$tBàMÎm7 sV çR¾Ïm Î/x8 yŠ#xs èù4x8 uä !% y ur’ÎûÍn É‹» yd‘, ysø9$#

×p sàÏã öq tBur3“t• ø. ÏŒurtûü ÏY ÏB÷s ßJ ù=Ï9ÇÊËÉÈ

Artinya: Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialahkisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telahdatang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orangyang beriman.

153

Ayat ini menegaskan bahwa penyajian kisah-kisah para rasul dalam al-

qur’an adalah untuk meneguhkan hati dari beliau, melalui penyajian sirah dan

biografi beliau.

Selain dari perayaan maulid nabi adalah mendorong kita untuk

memperbanyak solawat dan salam kepada beliau sesuai dengan firman Allah:

¨b Î)©!$#¼çm tG x6 Í´ ¯» n=tBurtbq •=|Á ヒn? tãÄcÓÉ< ¨Z9$#4$pkš‰ r' ¯» tƒšúï Ï% ©!$#(#q ãZtB#uä(#q •=|¹Ïmø‹ n=tã

(#q ßJ Ïk=y™ur$JŠÎ=ó¡ n@

Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untukNabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi danucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.S Al Ahzab (33) : 56 )156

Dan sesuai dengan kaedah yang telah ditetapkan, bahwa sarana yang

dapat mengantar pada anjuran agama, juga dianjurkan sebagaimana diakui oleh

utsaimin dalam ibda’hlm 18 sehingga perayaan maulid menjadi dianjurkan.

Alllh swt juga berfirman:

tA$s%Ó|¤ŠÏãßûøó$#zN tƒ ó• tB¢O ßg=9$#!$oY ­/ u‘öAÌ“Rr&$oY ø‹ n=tãZo y‰Í¬!$tBz ÏiBÏä !$yJ ¡¡9$#ãbqä3 s?$oY s9#Y‰ŠÏã

$oY Ï9rX{$tRÌ• Åz#uä urZp tƒ#uä ury7ZÏiB($oY ø%ã— ö‘$#ur|MRr&urçŽö•yztûü Ï%Ηº§•9$#ÇÊÊÍÈ

Artinya: Isa putera Maryam berdoa: "Ya Tuhan Kami turunkanlah kiranyakepada Kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hariraya bagi Kami Yaitu orang-orang yang bersama Kami dan yang datangsesudah Kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah Kami,dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama".

Dari ayat ini, ditegaskan bahwa turunnya hidangan dianggap sebagai

hariraya bagi orang yang bernama isa as dan orang-orang yang datang sesudah

beliau dibumi agar mengeksplorasikan kegembiraan dengnnya.

156 (Q.S al-Ahzab (33) : 56 )

154

Pada Akhirnya, kaum wahabi yang mengharamkan Maulid Nabi tidak

konsisten dengan tesis mereka bahwa semua bid’ah pasti sesat. Pada saat

mereka mengharamkan dan menilai sirik perayaan maulid Nabi SAW, mereka

justru merayakan haul guru mereka, Muhammad bin Abdul Wahab pendiri

ajaran Wahabi, dalam acara tahunan selama satu pecan yang mereka namakan

Usbu al syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (pecan Syaikh Muhammad bin

Abdul Wahhab) selama sepekan, secara bergantian, ulama-ulama wahabi

mengupas secara panjang lebar tentang manaqib dan berbagai aspek

menyangkut Muhammad bin Abdul Wahhab, dan kemudian mereka terbitkan

dalam jurnal ilmiah.

Berdasarkan hasil penelitian didesa Pegandon ternyata Memperingati

hari lahir Nabi/ Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga NU, hari

senin, 12 rabiul awal (mulud), sudah dihapal luar kepala oleh anak- anak

warga NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini

amat variatif, dan diselenggarakan sampai hari-hari bulan rabi’ as-tsani (bakdo

mulud) biasanya, ada yang hanya mengirim masakan-masalkan spesial untuk

dikirim ke beberapa tetangga kanan kiri, ada yang menyelenggarakan

upacara sederhana dirumah masing- masing ada yang agak besar seperti

diselenggarakan dimushola dan masjid- masjid, bahkan ada juga yang

menyelenggarakan secara besar- besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.

Dari hasil observasi di lapangan dengan didukung hasil wawancara

mendalam tentang pelaksanaan upacara tradisi maulid Nabi serta pembacaan

kitab al-Barzanji, penulis menemukan beberapa variasi pandangan ataupun

tanggapan masyarakat Kecamatan Pegandon tentang pelaksanaan upacara

tradisi tersebut. Variasi pandangan tersebut tentu saja dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang diantaranya adalah tingkat ekonomi, pendidikan dan

wawasan keislaman mereka. Latar belakang inilah yang banyak mempengaruhi

155

idealisme maupun pola pikir masyarakat dalam menilai suatu peristiwa,

khususnya tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa Pegandon.

2. Peringatan Maulid Nabi Menurut Muhammadiyah

Berdasarkan hasil penelitian temuan di lapangan, bahwa sebenarnya

perayaan Maulid Nabi bukan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh warga

Muhammadiyah di desa Pegandon memang dilandasi karena bagi warga

Muhammadiyah, memperingati hari kelahiran seseorang termasuk kelahiran

Nabi tidak ada tuntunan untuk itu. Artinya yang berupa perbuatan maupun

perintah untuk mengadakannya. Tetapi juga tidak ada nash yang melarangnya.

Karena tidak ada nash yang menyuruh maupun yang melarang. Maka dapat

dimasukkan pada masalah ijtihadiyyah Karena tidak ada nash maka ijtihad

yang dapat dilakukan ialah ijtihad qiyasi, maksudnya dengan menggunakan

metode qiyas.

Menggunakan metode qiyas haruslah memenuhi rukun qiyas antara

lain ada Ashal, yakni nash yang berupa ayat atau hadits yang menerangkan hal

yang dapat disamakan hukumnya. Dalam suatu kitab "Attambihaat al-

waajibaat liman yashna'ul maulida bilmunkaraat" (Peringatan yang bersifat

wajib bagi orang yang menyelenggarakan maulid dengan hal-hal yang munkar)

yang ditulis oleh almarhum KH. Hasyim Asy'ari, disebutkan pendapat Asy-

Syaikh Yusuf bin Ismail An Nabhaniy. An Nabhaniy dalam kitabnya "Al-

Anwaar Al Muhammadiyah" menyatakan, bahwa Nabi dilahirkan di kota

Makkah di rumah Muhammad bin Yusuf. dan disusui oleh Tsuwaibah budak

Abu Lahab yang dimerdekakan oleh Abu Lahab ketika ia merasa senang atas

kelahiran Nabi itu.

Diceritakan dalam kitab tersebut, bahwa pernah Abu Lahab bermimpi

dalam tidurnya. sesudah mati dia ditanya: "Bagaimana keadaanmu?" Maka ia

menjawab. Bahwa ia berada di neraka tetapi pada setiap malam Senin

mendapat keringanan. karena ia memerdekakan Tsuwaibah sebagai rasa syukur

atas kelahiran Nabi dan Tsuwaibah yang menyusuinya. Ibnul Jazari

156

menggunakan qiyasnya. kalau Abu Lahab yang kafir saja mendapat kebaikan

karena merasa senang dihari kelahiran Nabi, tentu orang Islam akan mendapat

balasan dari Allah kalau juga merasa senang di hari kelahirannya itu.

Tentu qiyas ini tidak dapat dijadikan pegangan, karena dasar ashalnya

yakni riwavat itu bukan dasar yang kuat untuk dijadikan ashal pada qiyas.

Maka kalau tidak ada dasarnya dengan qiyas karena tidak dasarnya dalam nash

dapat dilakukan ijtihad istishlahi, yakni ijtihad yang didasarkan illah

mashlahah. Karena mashlahah dalam masalah ini tidak ditunjukkan oleh nash

baik yang menyuruh atau melarang, maka dapat digolongkan kepada

mashlahah mursalah.

Ada beberapa hal yang perlu diingat pada penetapan hukum atas dasar

kemaslahatan ini. Kemaslahatan itu harus benar-benar, yang dapat untuk

menjaga lima hal, yakni agama, jiwa, akal dan kehormatan serta keturunan.

Karena ukuran kemaslahatan itu dapat berubah, maka

berputar pada illahnya, dan ketentuannya ialah pada kemaslahatan yang

dominan (rajinah) yakni dapat mendatangkan kebaikan dan menghindari

kerusakan. Sehubungan dengan masalah peringatan maulud Nabi dapat

diterangkan sebagai berikut:

d. Pada suatu masa dimana masyarakat kurang lagi perhatiannya pada

ajaran Nabi dan tuntunan-tuntunannya, mengadakan peringatan Maulud

Nabi dengan cara menyampaikan informasi apa yang perlu mendapat

perhatian dalam rangka mencontoh perbuatan Nabi, hal demikian dapat

dilakukan.

e. Mengadakan peringatan maulid Nabi itu harus jauh dari hal-hal yang

bertentangan dengan ajaran agama sendiri, seperti menjurus kepada

kemusyrikan, menjurus kepada maksiat dan kemungkaran

157

Kalau peringatan maulid Nabi tidak dapat dihindari dari hal-hal

seperti di atas, kiranya peringatan Maulid Nabi tidak perlu diadakan.157

B. Penerimaan tradisi Pembacaan Kitab al-Barzanji dalam Pandangan

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Desa Pegandon Kabupaten Kendal

Meskipun secara tradisi, kegiatan pembacaan kitab al-Barzanji sudah

dilakukan hampir di setiap daerah, keberadaan pembacaan kitab al-Barzanji ini

ternyata belum bisa diterima oleh semua lapisan umat Islam. Hal ini didasarkan

kenyataan bahwa masih terdapat pemahaman yang berbeda dalam penerimaan dan

penyelenggaraan tradisi ini. Di satu sisi, sebagian umat Islam berpandangan bahwa

pembacaan kitab al-Barzanji yang memuat bentuk tawasul tidak ada dasarnya.

Begitu pula pelaksanaan tradisi maulid yang dikaitkan dengan hitungan hari atau

hari-hari tertentu dipandang menyalahi syari’ah Islam.

]Sebaliknya, sebagian umat Islam berpandangan bahwa bentuk tawasul

kepada orang yang telah meninggal baik itu kepada Nabi maupun orang-orang

shaleh merupakan salah satu tuntunan Rasulullah. Meskipun kedua pandangan

tersebut diyakini oleh masing-masing kelompok mempunyai dasar hukum, yang

pasti kontrofersi tentang keberadaan tradisi pembacaan kitab al-Barzanji ini tetap

saja terjadi. Masing-masing kelompok masih bersikukuh terhadap pandangannya

sendiri sehingga tidak ada upaya berdialog atau mencari titik temu.

Tampaknya perbedaan tersebut masih saja berlangsung sehingga tidak

jarang karena persoalan tradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji ini

muncul ketidakharmonisan dalam hubungan sosial maupun kemasyarakatan

lainnya. Kontrofersi penerimaan tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji

memang tidak memunculkan satu konflik secara terbuka, terutama antara elit

pimpinan keagamaan. Namun dalam tataran masyarakat bawah, tidak jarang

persoalan tradisi ini justru memicu ketegangan hubungan sosial kemasyarakatan.

157 (Diambil dari Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, "Tanya-Jawab Agama IV," PenerbitSuara Muhammadiyah, 1997, h. 271-272)

158

dalam hal ini, tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji sering kali

diletakkan sebagai identitas organisasi yang kemudian memunculkan ketegangan

dan akhirnya merembet ke persoalan-persoalan lain seperti hubungan sosial dan

politik. Semuanya hanya karena tingginya fanatisme organisasi keagamaan yang

dianut, terutama antara penganut Muhammadiyah dan Nahdlatul ulama (NU)

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu perbedaan pada dua

organisasi keagamaan terbesar di Indonesia tersebut adalah masalah tradisi Bahkan

persoalan tradisi maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji tersebut dipandang

sebagai salah satu trade-mark organisasi, meskipun diantara keduanya juga

mempunyai perbedaan-perbedaan yang lain, seperti model pengembangan

pendidikan, tradisi keagamaan, organisasi, kaderisasi, dan model-model da’wah bil

hall. Berdasarkan model tersebut kemudian muncul label yang selama ini dikenal

masyarakat bahwa Muhammadiyah adalah organisasi reformis sementara NU

dipandang berlabel tradisional yang bersendi ahlussunah wal jamaah.

Muhammadiyah yang dikenal sebagai organisasi yang bersifat modernis

adalah salah satu organisasi keagamaan yang secara terbuka menentang

pelaksanaan pembacaan kitab al-Barzanji. Menurut Muhammadiyah, pembacaan

kitab al-Barzanji dipandang sebagai salah satu kegiatan yang tidak ada

tuntunannya dan lebih mengarah pada perbuatan bid’ah. Sebaliknya, NU justru

menganjurkan pembacaan kitab al-Barzanji sebagai tradisi keagamaan yang harus

dikembangkan dan dilestarikan..

Dilihat dari konteks tersebut, perbedaan pemahaman tentang bid’ah

memang menjadi tajam. Bahwa kerangka hukum antara bid’ah158 dengan

dianjurkan adalah dua hal yang bertentangan.159 meskipun demikian dalam

158 Pengrtian Bid’ah dalam konteks rumusan hukum islam pada dasarnya sangat beragam.Perbuatan yang tidak pernah dilakukan Rasulullah yang berkaitan dengan kebaikan atas dasar sesuatudan tidak bertentangan dengan kaidah hukum syari’at (berdosa) maka sesuatu dapat dinilai baik dandapat diterima.

159 Pengertian bertentangan sengaja peneliti pakai untuk menggambarkan bahwa perbedaanpandangan tersebut tidak dalam kerangka pertantangan antara halal dan haram, melainkan hanya dalamkerangka interpretasi hukum. Namun interpretasi lebih jauh akhirnya memang menyentuh pada

159

realitasnya tidak sedikit anggota Muhammadiyah yang terlibat dalam aktivitas

tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji.160 Kenyataan ini jelas merupakan

satu kontradiksi dalam tubuh Muhammadiyah antara kebijakan organisasi, disatu

pihak dengan realitas lapangan dipihak lain tidak berjalan dengan baik. Dengan

kata lain, meskipun Muhammadiyah memandang tradisi maulid dan pembacaan

kitab al barzanji sebagai aktivitas bid’ah., tidak semua anggota Muhammadiyah

setuju dengan kebijakan tersebut, meskipun tidak diungkapkan secara terbuka.161

Mencermati perkembangan Muhammadiyah tentu tidak mungki lepas dari

kerangka dan misi Muhmmadiyah yang didirikan. Salah satu nisi utama

didirikannya Muhammadiyah adalah berpangkal dari misi utama didirikannya

Muhammadiyah adalah berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama pada

waktu itu bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Adanya pendirian tersebut

menyebabkan munculnya pemutlakan pendapat ulama dan pemikiran umat Islam

menjadi beku karena hanya mampu bertaklid. Agama Islam dipandang tidak

merupakan warisan yang berjiwa dan hidup karena adanya hal-hal yang merusak

agama seprti bid’ah khurafat dan syirik.

Esensi pokok pengkategorian Barzanji sebagai perbuatan bid’ah dan harus

di tinggalkan, memang bukan terletak pada pelarangan membaca kalimat sholawat,

melainkan pada hal pokok yang menyertai pembacaan kitab al-Barzanji

persoalan amalan yang bermuara pada dosa dan pahala karena bid’ah yang dirumuskan Muhammadiyahdalam aktivitas barzanji bukan bid’ah hasanah, melainkan bid’ah dhalalah (bid’ah sesat).

160 Dalam realitas kehidupan sehari-hari, meskipuan bersifat individual banyak anggotamuhammadiyah terlibat dalam kegaiatan pembacaan kitab al barzanji baik yang rutin ataupuan yangkhusus. Bahkan beberapa responden seperti K.H jabir mas’ud menyatakan ia sendiri memimpinpembacaan kitab al-Barzanji, meskipun teks barzanji yang telah dimodifikasi sendiri.

161 Bapak Ahmad Zain salah seorang anggota Muhammadiyah menyatakan bahwa secarapribadi ia sendiri tidak menentang aktivitas barzanji. Ia sendiri yang sering ikut dalam aktivitaspembacaan kitab al Barzanji. Namun karena majlis tarjih Muhammadiyah belum pernah mengubahfatwa tentag kebid’ahan barzanji, ia sendiri tidak pernah menyekenggarakan pembacaan kitab AlBarznji.

160

Persoalan tersebut tampaknya dijadikan pegangan oleh penganut

Muhammadiyah sampai saat ini. Hal tersebut didasarkan kenyataan bahwa sejak

didirikannya muhammmadiyah tidak pernah ada perubahan kebijakan hukum yag

dikeluarkan oleh Majlis tarjih, meskipun secara riil dikalangan penganut

muhammadiyah terdapat pergeseran pandangan tentang penerimaan aktivitas

pembacaan kitab al-Barzanji.

Himpunan putusan tarjih yang sekarang sudah berjudul buku itu memuat

keputusan-keputusan muktamar tarjih sejak muktamar pertama hingga muktamar-

muktamar berikutnya, yang telah ditanfidzkan oleh PP Muhammadiyah, ia berlaku

sebagai putusan yang merupakan tuntunan pengalaman agama dalam kalangan

muhammadiyah. Apa yang ada dalam HPT itu merupakan hasil kesimpulan yang

dilakukan oleh anggota lajnah tarjih seluruh indonesia dalam muktamar-muktamar

tarjih.

Himpunan putusan Tarjih merupakan wahana untuk mempersatukan

pemahaman agama berdasarkan sumber aslinya, yakni al qur’an dan hadits

dengan demikian, himpunan putusan tarjih bukanlah dalil yang dijadikan dasar

dalam pengalaman agama tetapi tuntutan untuk pengalaman agama yang

berdasarkan pada la qur’an dan sunnnah as sahihah. Dalam HPT dijelaskan, bahwa

agama yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ialah apa yang

diturunkan allah swt dalam al qur’an yang tersebut dalam sunah sahih

D. Persamaan dan Perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di desa

Pegandon kabupaten Kendal Dalam Menyikapi Peringatan Maulid Nabi

serta pembacaan kitab al-Barzanji dalam tinjauan aqidah Islam

1. Persamaan.

Data-data yang telah penulis kumpulkan atau telusuri, ternyata antara

NU dan Muhammadiyah saling mengakui dan melaksanakan tradisi ini. Hal ini

bisa dilihat dengan adanya dalil yang mereka gunakan sebagai dasar dalam

menanggapi tradisi Maulid Nabi serta Pembacaan kitab al-Barzanji tersebut.

161

NU dan Muhammadiyah dalam mengambil suatu hukum di dasarkan

pada al-Qur’an dan Sunnah, begitupun dalam masalah Barzanji. Mengingat

bahwa tidak ada satu hukum yang digali oleh seorang mujtahid kecuali

bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah atau bersumber dari keduaduanya.

Kebenaran hukum tersebut tidak boleh disalahkan begitu saja oleh orang

yang tidak mengetahui dasar-dasar pengambilannya. Barang siapa menemukan

pertentangan di dalam hadits-hadits Nabi SAW. atau di dalam pendapat-

pendapat para ulama' yang tidak bisa dijawab, berarti ia kurang wawasannya.

Seandainya ia mengetahui dalil-dalil yang dijadikan sandaran oleh seorang

mujtahid, pasti ia akan memahami hadits-hadits tersebut dari pendapat

mujtahid. Sehingga ada dua martabat/ tingkatan dalam syari’at, yakni ringan

dan berat, karena khitah kepada umat manusia menurut kadar fikiran kepada

dan derajat mereka di dalam Islam, iman dan ihsan.162 Artinya NU dan

Muhammadiyah dalam menggali hukum adalah dari al-Qur'an dan Sunnah.

Hal tersebut berdasarkan pada pemahaman bahwa kedua lembaga

tersebut dalam menetapkan hukum tradisi Maulid Nabi serta pembacaan Kitab

al-Barzanji adalah sebagai ritual bukan merupakan suatu ibadah dan berasal

dari Sunnah Rasul. Bagi NU tidak mempersoalkan Maulid serta Kitab al-

Barzanji dalam pelaksanakannya,. Sedangkan Muhammadiyah yang lebih

cenderung pada penangguhan Maulid serta pembacaaan Kitab al-Barzanji

merupakan perbuatan bid’ah. Inilah persamaan dari keduanya dalam

menetapkan suatu hukum adalah dari al-Qur'an dan Sunnah.

2. Perbedaan.

Masalah khilafiyah bukan hal yang baru terjadi di kalangan para ulama'.

Perbedaan pendapat (ikhtilaf) telah terjadi sejak masa para shahabat.

162 Abil Mawahib Abdul Wahab As-Sya’roni, Al Mizanul Kubra (Perbandingan Madzhabdalam Pertimbangan Hukum Islam), Dunia Ilmu, Surabaya, 1997, hlm. 13 65 66

162

Setelah penulis melihat dari data-data yang ada tentang Barzanji, baik

menurut NU atau pun Muhammadiyah ternyata sama-sama melaksanakan

perayaan itu, meskipun dalam memaknai tradisi Maulid serta pembacaan Kitab

al-Barzanji tersebut berbeda, jelas ada perbedaan kalangan mereka memaknai

tradisi tersebut.

163

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melalui pembahasan dan analisis dari bab I sampai bab IV, maka

ada beberapa hal yang sekiranya perlu penulis tekankan untuk menjadi

kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu :

Persoalan hukum mengenai peringatan tradisi Maulid Nabi serta

pembacaan kitab al-Barzanji pada dasarnya adalah persoalan khilafiyah.

Meskipun demikian, tidak terbantahkan bahwa dalam dimensi penerimaan tradisi

maulid nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji banyak aspek yang menyertainya

seperti aspek teologi, tradisi kultural, bahkan politik. Munculnya dimensi

tersebut ternyata tidak lepas dari munculnya organisasi keagamaan seperti

Muhammadiyah yang dikenal dengan pemikiran reformis dan mempunyai misi

melaksanakan ajaran Islam secara murni dan konsekuen berdasarkan al-qur’an

dan hadits. Hal ini menyebabkan persolan seputar peringatan Maulid Nabi serta

pembacaan kitab al-Barzanji sangat kompleks, apalagi setelah muncul perbedaan

interpretasi teologis tentang penerimaan tradisi Maulid Nabi serta pembacaan

kitab al-Barzanji, terutama antara ulama NU dan Muhammadiyah. Implikasinya,

muncullah dualisme sudut pandang antara menerima serta penolakan terhadap

tradisi ini, terutama pada masyarakat muslim awam penganut atau simpatisan

Muhammadiyah.

Disatu sisi, Muhammadiyah telah memutuskan bahwa tradisi Maulid

Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji termasuk tradisi keagamaan yang

dipandang bid’ah, namun dalam realitasnya tidak sedikit anggota simpatisan

Muhammadiyah yang terlibaat dalam aktivitas tersebut. Meskipun dengan alasan

yang berbeda-beda, keterlibatan sebagai anggota dan simpatisan Muhammadiyah

dalam aktivitas tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji secara

tidak langsung menunjukkan bahwa dalam kalangan Muhammadiyah sendiri

164

masih belum terdapat pemahaman yang yang sama mengenai penerimaan tradisi

Maulid Nabi serta pebacaan kitab al-Barzanji. Sebagian dari mereka memandang

bahwa tradisi tersebut adalah tradisi keagamaan yang sangat diperlukan, baik

kaitannya dengan konteks peningkatan mutu keimanan maupun hubungan

kemasyarakatan. Sementara Muhammadiyah sendiri dipandang belum

mempunyai formula dakwah yang bisa mentradisi seperti peringatan Tradisi

Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji.

Berdasarkan realitas yang ditemukan, banyak masyarakat muslim

berpandangan bahwa pada dasarnya perdebatan mengenai peringatan tradisi

Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji tersebut tidak perlu lagi

diperpanjang. Yang penting adalah bagaimana mencari jalan yang terbaik,

terutama berkaitan dengan kebutuhan umat akan media yang dipandang

representatif, mentradisi, dan mampu memberikan rasa damai, peningkatan

kualitas keimanan, ukhuwah islamiyah dan kerukunan umat.

Banyak warga Muhammadiyah berpandangan bahwa tradisi Maulid

Nabi adalah tradisi yang tidak mungkin hilang dari aktivitas masyarakat muslim.

Ini adalah bentuk realitas, bahkan fenomena peneriman tradisi ini tidak hanya

persoalan khilafiyah, karena itu, yang mereka perlukan adalah bagaimana

mereaktualisasi substansi materi peringatan Maulid Nabi serta tradisi

pembacaan kitab al-Barzanji hingga bersih dari unsur-unsur yang dipandang

negatif. Apalagi kondisi budaya, kondisi ekonomi, pemikiran, dan daya kritis

umat terus berubah. Meskipun tradisi maulid bukan persoalan kontemporer,

warga atau simpatisan Muhammadiyah yang terlibat tradisi Maulid Nabi serta

pembacaan kitab al-Barzanji baik secara terbuka atau secara diam-diam

sebenarnya cukup besar jumlahnya.

Masih terdapat perbedaan pendapat mengenai perayaan Maulid Nabi.

Yang menentang menganggap bahwa mengadakan kumpul kumpul/pesta pesta

pada malam kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga malam

lainnya merupakan suatu perbuatan baru (bid’ah) dalam agama. Sedangakan

165

yang mendukung baeanggapan bahwa yang namanya bid’ah itu hanya terbatas

pada ibadah mahdhah (formal) saja, bukan dalam masalah sosial kemasyarakatan

atau masalah muamalah melainkan bidang syariah. Di mana hukum yang berlaku

bahwa segala sesuatu asalnya boleh, kecuali bila ada dalil yang secara langsung

melarangnya secara eksplisit.

Persamaan menurut NU dan Muhamadiyah adalah: keduanya dalam

pengambilan hukum didasarkan pada al-Qur'an dan sunnah, perbedaan

pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. kita justru harus

saling membela, menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masing-

masing. Al Quran memang tidak memerintahkan secara ekspisit agar umat Islam

memperingati Maulid Nabi Muhammad saw setiap tanggal 12 Rabiul Awal

dengan perayaan atau seremonial tertentu. Allah dan RasulNya juga tidak

memerintahkan umat Islam setiap tahun memperingati hari Hijrah, hari Isra’

Mi’raj, hari watat Nabi dan hari-hari bersejarah lainnya. Namun andaikata

peringatan Maulid Nabi itu diadakan dengan cara-cara yang Islami dan dengan

tujuan yang positif untuk syi’ar dan dakwah agama, tentunya perbuatan itu

bukan termasuk bid’ah yang diharamkan.

Yang perlu kita tekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah

“mengingat kembali hari kelahiran beliau atau peristiwa-peristiwa penting

lainnya dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada

kejadian itu. Aktifitas apapun, jika akan menambah ketaqwaan kita, perlu kita

lakukan.

Peringatan maulid Nabi pertama kali digagas oleh Shalahuddin Al Ayubi

(1137-1193) ratusan tahun setelah nabi wafat. Nabi Muhammad SAW., semasa

hidupnya tidak pernah menyelenggarakan peringatan hari lahirnya itu. Ide

peringatan maulid nabi itu pada mulanya dimaksudkan untuk membangkitkan

semangat juang umat Islam yang mulai turun menghadapi musuh-musuh Islam

pada perang Salib. Kemudian ulama terkemuka pada saat itu menjelaskan

perjuangan Nabi Muhammad saw. dan segala bentuk rintangan yang dihadapi

166

Nabi dalam menyebarkan dakwah Islam. Usaha ini berhasil membangkitkan

semangat umat dalam menghadapi musuh Islam. Tradisi itu berlangsung secara

turun temurun, hingga generasi kita sekarang. Namun penting diketahui bahwa

peringatan Maulid Nabi itu bukanlah bertujuan mengkultuskan pribadi Nabi,

karena beliau sendiri tidak memperbolehkan melakukan pengkultusan terhadap

beliau. Ucapan sholawat dan salam atas Rasulullah adalah merupakan

pendekatan diri kepada Allah yang paling baik, dan merupakan perbuatan yang

baik.

Isi kitab Maulid al-Barzanji merupaka karya sastra yang dibaca dalam

berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagai

bagian yang menonjol dalam kehidupan beragama. Di dalam al- Barzanji

dilukiskan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dengan bahasa yang indah

dalam bentuk puisi serta prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik perhatian

pembaca/pendengarnya, apalagi yang memahami arti dan maksudnya. Demikian

pula yang ada dalam kitab Diba dan Burdah, sudah ratusan tahun kitab itu

dipakai rupanya belum ada yang menggeser lewat keindahan kalimat-kalimat

yang disusunnya sampai sekarang.

Kitab maulid al-Barzanji mengandung muatan akhlak yang secara

ringkas dapat ditangkap makna yang terkandung di dalamnya. Meskipun

digambarkan secara gelobal namun kitab itu memiliki daya tarik tersendiri.

Relevansi peringatan tradisi Maulid Nabi dalam kitab maulid al-Barjanzi

dengan aqidah adalah bahwa cermin akhlak Rasul yang antara lain ada dalam

kitab al-Barjanji merupakan materi dakwah karena akhlak itu sendiri bagian dari

dinul Islam dan menjadi bagian dari kerangka dakwah Islam. Satu materi

dakwah Islam dalam rangka memanifestasikan. penyempurnaan martabat

manusia serta membuat harmonis tatanan hidup masyarakat, di samping aturan

legal formal yang terkandung dalam syariat, salah satu ajaran etis Islam adalah

akhlak.

B. Saran-Saran

167

1. Kitab Maulid Barjanji mengandung muatan akhlak Rasululullah saw

karena itu lepas dari pro dan kontra maka ada baiknya jika pembacaan

kitab itu jangan hanya dibaca tanpa memahami isinya. Karena itu setiap

pembacaan kitab tersebut disertakan pula pemahaman dan penghayatan

makna atau substansinya

2. Tampaknya perlu penegasan, terutama dari majlis tarjih bahwa, jika

peringatan tradisi maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji

dipandang sebagai bid’ah dan negatif, Muhammadiyah harus menegaskan

aspek-aspek apa saja yang dipandang bid’ah dan tidak memberlakukan

penilaian tersebut dalam aktivitas maulid secara keseluruhan.

3. Modivikasi tradisi maulid seperti apa yang bisa digunakan penganut

Muhammadiyah, sehingga pada warga Muhammadiyah yang melakukan

tradisi Maulid Nabi serta pembacaan kitab al-Barzanji tidak ada keraguan

di dalam menjalankan aktivitas tersebut.

4. Relevansinya pembacaan Kitab Maulid Barjanji ada dengan aqidah, yaitu

hendaknya pihak yang memimpin setiap pembacaan kitab tersebut

berusaha memberi penerangan tentang butir-butir yang terkandung dari

kitab al-Barjanji, hal ini perlu dilakukan untuk memberikan nilai tambah

dari sekedar membaca tanpa makna.

C. Penutup

Demikianlah skripsi ini kami buat, tentu saja hasilnya masih jauh dari

maksimal dan tentu pula masih terdapat kekhilafan di sana-sini. Untuk itu kritik

dan saran sangat penulis butuhkan guna menyempurnakan penulisan ini lebih

lanjut dan harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya

dan bagi semua pihak pada umumnya. Amin, amin, amin, ya Robbal Alamin.

168

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni dalam masyarakat petani Bentang, Yogyakarta,

2000.

Abd Rahman al-Diba i, Maulid al-Diba i, dalam al-Mawlid Wa Ad iyyah, tt,

Surabaya, t.t

Abdullah Syamsul Arifin M.HI, Membongkar Kebohongan Buku Mantan Kiai Nu

Menggugat Sholawat dan dzikir syirik” (H. Mahrus Ali), Khalista Surabaya,

2008

Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), 1997, Ensiklopedi Hukum Islam, Juz I, Ikhtiar Baru

van Hoeve, Jakarta t.t

Abil Mawahib Abdul Wahab As-Sya’roni, Al Mizanul Kubra (Perbandingan Madzhab

dalam Pertimbangan Hukum Islam), Dunia Ilmu, Surabaya, 1997.

Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik Pengalaman Keagamaan Jamaah

Maulid al-Diba Girikusumo, Pustaka Pelajar, Semarang 2003

Ahmad Fawaid Syadzili terj., Ensiklopedi Tematis al-Qur an, PT Kharisma Ilmu,

Jakarta, t.th

Ahmad Hammam Rochani., Babad Tanah Kendal, (Semarang: Intermedia Paramadina

bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Kendal,

2003 )

Ahmad Zahro, Tradisi Intlektual NU , LKiS, Yogyakarta 2004.

Anton Baker dan Ahmad Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius,

Yogyakarta, 1990.

al-Suyuthi, Husn al-Maqsid fi 'Amal al-Mawlid , Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1985.

A.Syafi’I Ma’arif dkk., Muhammadiyah dan Nu Reorientasi Wawasan Keislaman,

kerjasama LPPI UMY LKPSM NU dan PP al Muhsin, Yogyakarta, Cet I,

1993.

Al-Hamid al-Husaini, Sekitar Maulid Nabi Muhammad SAW dan Dasar Hukum

Syari atnya, Toha Putra, Semarang, 1987

169

A Idhoh Anas, MA, Haul Ihtifal bidzikra al- Maulid al-Nabawy al-Syarif

diterjemahkan dengan judul Bolehkah Perayaan Maulid Nabi saw? tp.,

Pekalongan, 1999,

Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942, LP3ES, Jakarta 1980

Daikhilullah bin Bakhit al Matharafy, Peringatan Maulid Bid ah atau Sunnah,

Pustaka Tibyan, Solo, 2006

Dadang Kahmadi, Metode Penelitian Agama, Perspektif Ilmu Perbandingan Agama,

Pustaka Setia, Bandung 2000.

Fahd Nashir As Sulaiman, Majmu Fatawa wa Rasail Fadhiltisy Syaikh Muhammad

bin Shalih Al Utsaimin,terj Fatwa-fatwa Syaikh Shalih Al-Utsaimin ,: Hasanah

Ilmu, Solo 1994

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan Bulan

Bintang, Jakarta 1975

______________, Ensiklopedi Islam Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah, Djambatan,

Anggota IKAPI, Jakarta, 1992.

Hasan al Sandubi, Tarikh al-Ihtifal bi al-Mawlid al-Nabawi, Mathba'ah al-Istiqamah,

Kairo, 1948.

Hammad Abu Muawiyah As-Salafi, Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi, Al Maktabah

al-Atsariyah Ma’had Tanwir as-Sunnah, PKG goa-Sulawesi Selatan, 2007

Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, PP Muhammadiyah, Jakarta

2003 atauSuara Muhammadiyah, Yogyakarta 2006.

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Darul Fikr, Libanon t.th.

Ja’far Murtadha al-‘Amaly, Perayaan Haul dan Hari-hari Besar Islam Bukan Suatu

yang Haram, Pustaka Hidayah, Bandung, 1996.

John W. Best, Research in Education , dalam Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur

W. (ed.), Metodologi Penelitian dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya,

1982.

Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Mandar Maju, Bandung, 1990.

170

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Remaja Rosdakarya,

Bandung

Macahasin, Dibaan / Barjanjen dan identitas keagamaan umat, dalam jurnal

Theologia, Fak Ushuluddin IAIN Walisongo , vol 12, no 1 Pebruari, 2001,

Maryadi dan Abdul Aly (Ed.). Muhammadiyah dalam Kritik. UII Press, Surakarta

Martin Van Bruinessen, 1995, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi

Islam di Indonesia, Mizan, Bandung 1996

Majalah Suara Muhammadiyah dan Aula. Tim PP Majlis Tarjih "Peringatan Maulid

Nabi" Suara Muhammadiyah (Juli 1993).,

Muhammad An-nawawi al-Bantani, Madarij as-Su ud ila Iktisa al-Burud Matba’ah

Thaha Putra, Semarang, t.th.

Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Bayan wa al ta rif fi Dzikra al Maulid

al Nabawiyay al-syarif tp., ttp 1995.

Moenawar Chalil "Fatwa Oelama jang Haq tentang Bid'ah Maoeloedan" Pembela

Islam.

M. Darori Amin MA, Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000.

Mustofa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Persatuan

Yogyakarta, 1976.

Mustofa Kamal Pasha dan A. Adaby, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Dalam

Perspektif Historis dan Idiologis, LPPI, Yogyakarta, 2000.

Muhammad Thalhah Hasan, Ahlussunnah Wal Jamaah Dalam Persepsi Tradisi NU,

Lantabora Press, Jakarta 2005

Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisional,Khalasita, cet. 1 Surabaya 2004

Mustofa Kamal Pasha dan A. Adaby.. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam,

Dalam Perspektif Historis dan Idiologis. LPPI, Yogyakarta 2000

M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, Pendekatan Fikih dalam

Politik , Gramedia, Jakarta 1994

Nico Kaptein, Perayaan hari sejarah lahir nabi Muhammad SAW, Asal usul sampai

abad ke 10/16, terj Lillian D. Tedjasudhana, INIS, Jakarta 1994,

171

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,

1991.

Peringatan Maulid Nabi SAW, Agar Tidak Menjadi Tradisi dan Seremoni Belaka.

Hizbut Tahrir Indonesia. Bulletin Al-Islam, hal 1, Edisi 348/Tahun XIV, tahun

2007

Rozikin Daman, Membidik NU Dilema Percaturan Politik NU Pasca Khittah, Gama

Media, Yogyakarta 2001

R.S Achmad Fedyani Saifuddin M.A., Konflik Dan Integrasi Perbedaan Faham Dalam

Agama Islam,PT Rajawali, Jakarta 1986

Sahal Mahfudh., "Nabi Sendiri Sudah Mengisyaratkan Perlunya Peringatan Maulid".

Aula (Oktober 1990) "Maulud Nabi Alih Semangat Zaman Ini", Aula (Oktober

1990). 2002.

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian,Raja Grafindo Persada, Jakarta 1998.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,

Jakarta, 1990.

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1992.

Syafiq A. Mughni.. Nilai-Nilai Islam. Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2001

Sirajudin Abbas, 40 Masalah Agama 2, Pustaka Tarbiyah, Jakarta 2004.

Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi, PT Serambi

Ilmu Semesta, Jakarta 2007

Sayyid Muahammad bin Alwi Almaliki al Hasani, Wajibkah Memperingati Maulid

Nabi Saw, Cahaya Ilmu, Surabaya 2007

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Majmu’ al fatawa (7/357), Beirut,tt

kumpulan Fahd Nashir bin Ibrahim as Sulaimany

Tudjiman. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950. UII Press,

G.F Pijper.. Jakarta 1985

172

Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, "Tanya-Jawab Agama IV," Penerbit Suara

Muhammadiyah, 1997

Umar Burhan, hari- hari sekitar lahirnya NU, aula no (1981)

Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir al-Qur’an, Al-Qur an dan Terjemahnya,

Departemen Agama RI, CV. Al Waah, Semarang, 1992.

Zainuddin Fananie, Sumber Konflik Masyarakat Muslim Muhammadiyah-Nu

Perspektif Keberterimaan Tahlil, Muhammadiyah University Press, Surakarta,

2000.

Zulfahmi. "Maulid ke1466" Suara Muhammadiyah (September 1993),

http://ahmadiftahsidik.blogspot.com/2007/03/Maulid-nabi.html, Diakses tanggal 3

Januari 2008.

http://harapanumat.wordpress.com/2007/05/04/memaknai-maulid-nabi-Muhammad-

saw/

http://sunnah.org/ibadaat/tradisi_mawlid.htm “Pesantren dan Tradisi Maulid: Telaah

Atas Kritik Terhadap Tradisi Membaca Kitab Maulid di Pesantren. Oleh DR.

Thoha Hamim. Diakses tanggal 2 Januari 2008

http://WWW. Islamhouse.com/p/6288 Diakses tanggal 8 Januari 2008

http://afrivolities.blogspot.com/2007/04/maulid-nabi-benarkah.html Ahmad Sarwat,

Lc diakses pada tanggal 28 Pebruari 2008

Sumber Lain:

Wawancara dengan Ketua Cabang Muhammadiyah Pegandon, Bapak Muhargono

pada tanggal 10 maret 2008

Wawancara dengan Bapak H. Asmuni, Tokoh agama desa Pegandon pada tanggal 5

Pebruari 2008

Wawancara dengan Bapak Abdul Rosid, pada tanggal 6 Pebruari 2008

Wawancara dengan Bp. Jazuri, Tokoh agama desa Pegandon, tanggal 21 Pebruari

2008.

173

Wawancara dengan H Burhani dan H Fadhil (Ketua Ranting dan dewan tabligh

Muhammadiyah desa Pegandon, pada tanggal 28 Maret 2008

Wawancara dengan Bapak Junaidi Iskandar, tokoh agama masyarakat desa Pegandon.

Pada tanggal 29 Pebruari 2008

Wawancara dengan Bapak Ahmad Zain, Mantan ketua ranting Muhammadiyah

Pegandon. Pada tanggal 29 Pebruari 2008

Wawancara dengan Bapak Ahmad Rizal SE, Kepala Desa Pegandon, pada tanggal 2

Februari 2008

Wawancara dengan Bapak Jambari, Sekertaris Desa Pegandon, pada tanggal 2

Februari 2008

Wawancara dengan Bapak Ahmad Rizal SE, Kepala Desa Pegandon pada tanggal 2

Pebruari 2008

Wawancara dengan bapak Munfaat, pada tanggal 28 mei 2008

Wawancara dengan bapak K.Muh Rodhi, tokoh agama desa Pegandon, Pada tanggal

28 mei 2008

Wawancara dengan Bapak. Jazuri, Tokoh agama desa Pegandon, tanggal 2 Maret

2008

Wawancara dengan Bapak. Muhtadin Abdillah, Ustad MDA Asyafi’iyyah

Pegandon,wawancara pada tanggal 20 Maret 2008

174

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Noor Aula Kamaluddin

Tempat/Tanggal Lahir : Kendal, 25 Juni 1985

Alamat Asal : Jl. K.H Abdul Kudus Rt : 01/ R w : 02 No:14

Desa Pegandon Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal 51357

Telepon : (0294) 388479

Contact Person : 085 225 733 736

Jenjang Pendidikan :

1. Pendidikan Formal

Ø SDN Penanggulan Pegandon lulus tahun 1997

Ø MTS NU 06 Sunan Abinawa Pegandon lulus tahun 2000

Ø SMU NU 01 Al Hidayah Kendal 2 lulus tahun 2003

Ø Fak Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang lulus tahun 2010

2. Pendidikan Non Formal

Ø Pondok Pesantren AN- Nuur Kersan Tegorejo Pegandon Tahun (1999-2003).

Pengalaman Organisasi :

1. Intra Kampus

Ø Ketua UKM JHQ Periode 2005-2006.

Ø Ketua UKM Musik teater Metafisis Periode 2006-2007.

2. Extra Kampus

Ø Departemen bakat dan minat PMII Rayon Ushuluddin Periode 2004-2005.

Ø Departemen Litbang dan Pengkaderan PMII Komisariat Walisongo Periode

2006-2007

Semarang, 16 Juni 2010

Penulis

Noor Aula Kamaluddin

NIM. 034111033

175

Lampiran 1PEDOMAN INTERVIEW

PERINGATAN TRADISI MAULID NABI SAW SERTA

PEMBACAAN KITAB AL-BARZANJI DI DESA PEGANDON

KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL

(Studi Komparatif Menurut Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah)

1. Bagaimana sebenarnya hukum menyelenggarakan acara peringatan MaulidNabi? Kapan perayaan Maulid Nabi pertama kali diadakan?

2. Banyak dari kalangan para ulama yang mempermasalahkan tentang perayaanMaulid Nabi, baik yang pro maupun kontra terhadap masalah ini, bagaimanasikap saudara terhadap permasalahan tersebut?

3. Umumnya para penentang Maulid mengatakan bahwa semua bentuk perayaanMaulid Nabi yang ada sekarang ini adalah bid’ah sesat. Sehingga haramhukumnya bagi umat Islam untuk menyelenggarakan atau ikutmensukseskannya, bagaimana pendapat saudara menanggapi tentangpernyataan tersebut?

4. Kaum Wahabi menyatakan jihad terhadap segala macam bid’ah yakni semuaupacara atau tata cara ibadah yang dahulu tidak dicontohkan oleh rasulullahatau tidak ada keterangan dari agama. Ibadah menurut kaum Wahabi haruspersis seperti dalam sunnah rasulullah dan tidak dikurangi. Kaum salafiyahatau wahabi, umumnya tidak merayakannya karena menganggap perayaanMaulid Nabi merupakan sebuah bid’ah yaitu kegiatan yang bukan merupakanajaran Nabi Muhammad SAW, mereka berpendapat bahwa kaum muslim yangmerayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensikegiatannya, bagaimana respon anda?

5. NU dikenal sebagai kelompok konservatif dan Muhammadiyah modernis.Sehingga NU bisa dikatakan memiliki ikatan emosional dengan tradisi-tradisilokal. Sedangkan Muhammadiyah cenderung apatis terhadap tradisi lokal,menurut pendapat Anda bagaimana ?

6. Salah satu bentuk kembali ke salaf yaitu mengagumi Nabi Muhammad Saw.Tapi mengapa dalam tradisi Muslim, hanya kelahiran Nabi yang diperingati,sedangkan hari wafatnya tidak diperingati?

7. Bagaimana bentuk perayaan Maulid Nabi yang dilakukan NU danMuhammadiyah ?

8. Bagaimana sikap warga NU dan Muhammadiyah dalam menyikapi tentangperayaan Maulid Nabi serta Pembacaan Kitab al-Barzanji ? Jika adapersamaan, persamaannya seperti apa, jika terdapat perbedaan, perbedaannyaseperti apa ?

176

9. Kenapa perayaan Maulid Nabi di masyarakat NU itu lebih meriah dan lebihsimbolis ketimbang di masyarakat Muhammadiyah?

10. Kalau banyak berasal dari kultur Syi’ah, apakah masyarakat yang sadar akanberalih ke gaya mencintai Nabi ala Muhammadiyah?

11. Tapi tradisi-tradisi seperti itu mulai menghilang setelah datangnya Wahabismedan modernitas yang berusaha menghilangkan dan menolak tradisi tersebut,Bagaimana sikap anda?

12. Bagaimana kiat Anda dalam mendidik keluarga agar mencintai Nabi danAhlulbaitnya. ?

13. Bagaimana Anda menyikapi realitas keberagaman kultural dengan gayamodernis Muhammadiyah yang sering dinilai tidak respek terhadap tradisi?

14. Bagaimana hakekat tawasul, dan bid’ah menurut NU dan Muhammadiyah?15. Kitab al-Barzanji adalah kitab yang berisi riwayat kelahiran Nabi dalam bentuk

natsar (prosa) dan nazham (puisi), Sejarah dan biogafi Rasulullah yangmenjadi tradisi di lingkungan masyarakat muslim. Apakah saudaramembiasakan diri membacanya ? Itu dibaca tiap kapan? Bagaimana sikap andaketika isi dari kitab itu dinilai berlebihan dalam menyanjung rasululullah?

16. Doktrin yang dikembangkan dalam Islam dalam bidang keagamaan adalahpelaksanaan hukum yang tertuang dalam al Qur’an dan al hadits secara murnidan konsekuen, karena itu persoalan keagamaan yang tercampuri budaya danbukan merupakan tradisi kenabian dipandang menyalahi hukum Islam, Dalammasyarakat ada Peringatan Tradisi Maulid Nabi, pembacaan kitab al-Barzanji,manakiban, khaul dan ritual–ritual grebek maulud dan lain-lainya. Bagaimanasikap saudara terhadap persoalan tersebut ?

17. Di dalam masyarakat Muslim ritual membaca kitab al-Barzanji adalah menjadirutinitas. Bagaimana Tanggapan saudara jika ada yang menganggap tradisitersebut bid ah, khurafat dan takhayul, yang tidak ada pada zaman Rasulullah.Sehingga hal itu dikhawatirkan dapat merusak kemurnian tauhid. Bagaimanayang saudara lakukan ?

18. Bagaimana sikap saudara kalau ada orang yang mengatakan tidak bolehmenjalankannya karena ghuluw dan ithra (berlebih-lebihan)?

19. Menutrut anda perlukah acara peringatan tradisi Maulid Nabi serta pembacaankitab al-Barzanji?

20. Adakah kemungkinan dilakukan modifikasi materi dan pelaksanaan tradisiMaulid dan pembacaan kitab al-Barzanji sehingga unsur-unsur yang dianggapbid ah dan negatif dapat dihilangkan. Bagaimana sikap saudara terhadappersoalan tersebut ?

21. Bagaimana tanggapan saudara tentang adanya suatu jam’iyah Maulid danpengajian-pengajian kitab al- Barzanji dikampung saudara ?

22. Apa yang menjadi sentral perbedaan antara Muhammadiyah dan NU mengenaitradisi Maulid serta Pembacaan kitab al-Barzanji, baik dilihat dari konteksteologi maupun tradisi sosio kultural?

177

23. Sejauh mana pengaruh tradisi Maulid dan Pembacaan kitab al-Barzanji dalamaktivitas massa Muhammadiyah dan NU dan pengikut Islam lainnya?

24. Adakah kemungkinan untuk mereinterpretasikan konsep pelaksanaantradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji terutama dariorganisasi Muhammadiyah dengan warga NU, sehingga tidak lagimenjadi bagian perbedaan prinsip. Bagaimana sikap anda, bila ada orangyang tidak melakukannya?

25. Upaya apa yang perlu dilakukan agar persoalan tradisi Maulid dan pembacaankitab al-Barzanji tidak lagi menjadi isu perbedaan faham dikalangan umatIslam, terutama yang kontra terhadap tradisi ini. Menurut anda bagaimanasikap saudara terhadap persoalan tersebut?

26. Bagaimana sikap saudara bila, pembacaan Barzanji, Diba’i atau al-Burdahdilakukan di berbagai kesempatan upacara-upacara tertentu, misalnya pada saatkelahiran bayi, mencukur rambut bayi (akikah), acara khitanan, pernikahan,dan upacara lainnya ?

27. Apakah saudara sering mengikuti kegiatan tersebut bersama keluarga?Bagaimana sikap saudara bila ada peringatan tradisi maulid disitu jugadimasuki unsur-unsur hiburan didalamnya?

28. Dengan melaksanakan tradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanjiapakah mempengaruhi terhadap aqidah saudara ?

29. Bagaimana sikap saudara apabila dalam suatu lembaga keagamaan khususnyaNU, Muhammmadiyah maupun organisasi lainnya sebagai organisasikeagamaan, beranggapan bahwa kegiatan itu merupakan kegiatan bid ah(mendekati haram) karena itu sebaiknya ditinggalkan. bagaimana sikap anda ?

30. Apakah anda bisa membaca kitab al-Barzanji ?Apakah anda selalu mengikutikegiatan tradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji di desa anda?

31. Bagaimana bila ada pernyataan Peringatan Tradisi maulid serta Pembacaankitab al-Barzanji adalah salah satu sarana untuk dakwah dan menyatukan umatIslam. Bagaimana sikap saudara terhadap pernyataan tersebut ?

32. Apakah desa atau tempat tinggal saudara sering melakukan tradisi tersebut,Apakah saudara termasuk andil didalamnya ?

33. Apakah anda tiap hari atau pada hari tertentu untuk menyempatkan dirimembaca kitab al-Barzanji? Bagaimana sikap saudara bila ada perbedaanprinsip dalam masyarakat mengenai tradisi maulid dan pembacaan kitab al-Barzanji ?

34. Bagaimana sikap saudara bila Peringatan Maulid Nabi Saw. yangdiselenggarakan setiap tahun kehilangan maknanya. Maulid Nabi saw danpembacaan kitab al- Barzanji hanya menjadi tradisi seremonial saja. Menurutanda Relevankah dengan Kondisi Saat ini?

35. Bagaimana sikap saudara dengan pendapat “Apabila bentuk-bentuk keagamaanyang simbolis malah meruncingkan perbedaan antar mazhab. Salah satupenanaman nilai-nilai Islam adalah lewat peringatan-peringatan, dan itu jugamenjadi momentum persatuan umat”, bagaimana tanggapan saudara?

178

36. Apa hikmah dibalik Pelaksanaan Tradisi Maulid serta Pembacaan kitab al-Barzanji?

37. Sejauh mana persamaan dan perbedaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyahdi desa Pegandon kabupaten Kendal dalam menyikapi Peringatan Maulid Nabiserta Pembacaan kitab al-Barzanji dalam tinjauan aqidah Islam?

38. Peringatan Maulid maupun pembacaan kitab al-Barzanji merupakan salah satubudaya yang berkembang dikalangan masyarakat dan sudah mentradisi. Setiapdaerah memiliki cara-cara tersendiri dalam merayakannya, Bagaimana sikapsaudara dengan acara tersebut ?

39. Bagaimana sebenarnya penerimaan Tradisi Pembacaan kitab al-Barzanji dalampandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di desa Pegandon kabupatenKendal? apa yang melatar belakangi sikap mereka sehingga sebagian darimereka secara diam-diam juga ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.Bagaimana dengan saudara ?

40. Bagaimana sebenarnya relevansi tradisi Maulid serta pembacaan kitab al-Barzanji terhadap dakwah Islamiyah?apa nilai-nilai yang bisa diambil daritradisi tersebut?

179

Lampiran 2DAFTAR TABEL

1. Tabel I Luas Wilayah desa Pegandon............................................ 87

2. Tabel II Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin.................. 88

3. Tabel III Jumlah Penduduk berdasarkan Usia .................................. 88

4. Tabel IV Potensi Sumber Daya Sosial ............................................. 90

5. Tabel V Klasifikasi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ....... 92

6. Tabel VI Sarana Pendidikan Umum di desa Pegandon..................... 93

7. Tabel VII Penduduk desa Pegandon berdasarkan tingkat Pendidikan 94

8. Tabel VIII Penduduk di desa Pegandon menurut Agama ................... 99

9. Tabel IX Jenis Tempat Peribadatan di desa Pegandon...................... 99

10. Tabel X Sarana Pendidikan di desa Pegandon ................................ 106

11. Tabel XI Sarana Peribadatan di desa Pegandon ............................. 107

12. Tabel XII Sarana Kesehatan didesa Pegandon ................................ 108

13. Tabel XIII Sarana Kegiatan Ekonomi di desa Peganon ...................... 108