percobaan v kolorimetri

53
PERCOBAAN 5 ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN : KOLORIMETRI I. TUJUAN I.1 Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan warnanya. I.2 Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN 2+ . I.3 Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN 2+ . II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Ilmu Kimia

Upload: karolina-hutagalung

Post on 13-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

analisa kimia

TRANSCRIPT

PERCOBAAN 5

ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN :

KOLORIMETRI

I. TUJUAN

I.1 Mampu membandingkan konsentrasi larutan berdasarkan kepekatan

warnanya.

I.2 Mampu menentukan konsentrasi larutan FeSCN2+.

I.3 Mampu menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Ilmu Kimia

Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari komposisi, struktur,

perubahan, dan energi yang terlibat dalam perubahan tersebut. Bila suatu

zat atau beberapa dibiarkan atau dicampurkan maka dapat terjadi

perubahan yang disebut dengan reaksi kimia. Persoalan yang timbul adalah

bagaimana menentukan jumlah zat yang mengalami perubahan tersebut.

Jumlah zat dapat langsung ditimbang bila zat awal adalah padat atau cair

dan zat hasil perubahan adalah gas. Jumlah zat juga dapat ditentukan

melalui tekanan dan warna. Untuk menentukan jumlah zat melalui tekanan

adalah dengan persamaan :

PV = nRT

Dengan :

P = tekanan

V = volume

N = mol zat terlarut

R = tetapan gas ideal

T = temperatur

Cara lain untuk menentukan jumlah zat adalah dengan metode

kolorimetri. Kolorimetri atau pengukuran jumlah zat dari warnanya adalah

salah satu metode analisa kimia yang didapatkan pada perbandingan

intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar. Metode

analisa ini merupakan bagian dari analisa kimia fotometri.

(Damin, 1997)

II.2 Kolorimetri

Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang didasarkan pada

perbandingan intensitas warna suatu larutan dengan warna larutan standar.

Metode analisa ini adalah bagian dari analisa fotometri. Pengukuran zat

dan warnanya yaitu dengan melewatkan sinar melalui pelarutnya.

Pengamatan dilakukan dengan memakai mata kita yang disebut fotosel.

Cahaya masuk dari sebelah kiri.

larutanC sensor mata

Cahaya masuk dari bawah

Mata ( fotosel )

Cahaya yang diteruskan

Cahaya masuk

Jika sinar, baik monokromatis maupun polikromatis, mengenai suatu

media, maka intensitasnya akan berkurang. Berkurangnya intensitas sinar

Larutan C

terjadi karena adanya serapan media tersebut dan sebagian kecil

dipantulkan atau dihamburkan.

I0 = Ia + If + Ir

Keterangan :

I0 = intensitas mula-mula

Ia = sinar yang diserap

If = sinar yang diteruskan

Ir = sinar yang dipantulkan

(Underwood, 1998)

Analisis fotometrik dibagi menjadi empat metode :

a. Analisa kolorimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar

tampak.

b. Analisa turbudimetri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar

terusan.

c. Analisa nefelometri, apabila intensitas sinar yang diukur adalah sinar

hambur koloid.

d. Analisa fluometri, apabila intensitas sinar yang digunakan adalah sinar

UV, maka mengalami fluorensi.

(Damin, 1997)

II.3 Hukum Bougrer Lambert

Apabila sinar monokromatis melalui media yang transparan, maka

berkurangnya intensitas sebanding dengan bertambahnya tebal media yang

dilewati.

DI = K.I.di

Dengan :

I = Intensitas sinar mula-mula

K = koefisien senapan

T = tebal media yang ditembus

(Khopkar, 1990)

II.4 Hukum Beer

Menyelidiki suau hubungan antara intensitas serapan dan konsentrasi

media berupa larutan pada tebak media tetap degan persamaan :

Log (Po/P )= Σ bc = A

Keterangan :

A = absorbansi

B = tebal media

c = konsentrasi materi

Σ = absorbansi edar

Syarat – syarat untuk penggunaan hukum Beer adalah :

a) Syarat konsentrasi

Konsentrasi harus rendah karena hukum Beer baik pada larutan

yang encer.

b) Syarat kimia

Zat yang diukur harus stabil.

c) Syarat cahaya

Cahaya yang digunakan harus yang monokromatik.

d) Syarat kejernihan

Larutan yang akan diukur harus jernih.

(Khopkar, 1990)

II.5 Hukum Lambert – Beer

Hubungan antara jumlah zat / cahaya yang diserap olah larutan disebut

absorban (ƒ) dengan jumlah zat – zat c dapat dinyatakan dengan :

A = abc

Keterangan :

a = tetapan semua jenis zat

b = tebal atau tinggi larutan yang dilalui sinar

Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan absorbannya akan tampak

secara visual dengan kepekatan warna yang sama, dirumuskan :

A1 = a1b1c1 A2 = a2b2c2

Bila kepekatan sama, A1 = A2 maka :

C2 =

(Brady, 1984)

II.6 Senyawa Kompleks

Keistimewaan yang khas dari atom-atom logam transisi grup d adalah

kemampuannya untuk membentuk senyawa kompleks. Pembentukan ini

dengan berbagai molekul netral, fosfin tersubtitusi, aisin dan stibin, karbon

monoksida, isosianida, nitrat oksida dan berbagai jenis molekul dengan

orbital π yang terdelokalisasi, seperti piridin, 2.2 hipiridin dan 1,10

fenantrolin. Dalam banyak kompleks ini, atom logam berada dalam

oksidasi formal yang positif rendah, nol atau bahkan negatif. Ini adalah

kekhasan ligan-ligan yang dapat menstabilkan keadaan oksidasi yang

rendah.

(Cotton, 1989)

II.7 Metode Kolorimetri

Metode kolorimetri merupakan metode spektroskopi sinar tampak,

berdasarkan panjang sinar tampak oleh suatu larutan berwarna, hanya

senyawa berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak

berwarna dapat dibuat berwarna dengan pereaksi yang menghasilkan

senyawa berwarnya, misalnya ion Fe3+ dan SCN- menghasilkan larutan

berwarna merah. Lazimnya, kolorimetri dilakukan dengan membandingkan

larutan standar dengan cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama

dengan menggunakan tabung Messler atau kolorimetri Dubuscog. Dengan

kolorimetri elektronik, jumlah cahaya yang diserap berbanding lurus

dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk

menentukan konsentrasi besi di dalam air minum.

(Damin, 1997)

II.8 Metode Kolorimetri

2.8.1 Metode Deret Standar (Tabung Messier)

Digunakan untuk penampung larutan berwarna dengan jumlah volume

tertentu. Kemudian dibandingkan dengan larutan standar yang dibuat dari

komponen yang sama dengan yang dianalisis tetapi konsentrasinya telah

diketahui. Pengukuran Messier bekerja berdasarkan prinsip perbandingan

warna.

2.8.2 Metode Pengenceran (Metode Silinder Hehner)

Larutan sampel dan larutan standar dengan konsentrasi Cx dan Cy

ditempelkan pada tabung kaca dengan ukuran yang sama. Larutan yang

lebih pekat diencerkan sampai warnanya memiliki intensitas yang sama

dengan yang lebih encer. Untuk memperoleh kesamaan intensitas tinggi

larutan akan dihitung by(b2) dapat divariasikan sedemikian rupa sehingga :

Cx . bx = Cy . by atau Cy =

2.8.3 Metode Kesetimbangan (Kolorimetri Duboscq)

Pada metode ini, Cxby dijaga agar tetap dan konsentrasi larutan yang

diukur adalah Cy, panjang jalan yang ditempuh sinar divariasikan hingga

intensitas warna pada kedua tabung sama.

(Sumardjo, 1997)

II.9 Kolorimetri Visual

Pada kolorimetri, suatu duplikasi warna dilakukan dengan larutan

yang mengandung sejumlah zat yang sama pada kolom dengan acameter

penampang yang sama serta tegak lurus dengan arah sinar. Biasanya zat-zat

yang bisa menimbulkan warna ialah ion-ion kompleks, dimana warna

tersebut timbul karena adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan.

Konsentrasi larutan berwarna dapat diperkirakan secara visual dengan

membandingkan cuplikan dengan sederet larutan yang diketahui

konsentrasinya yang disebut larutan standar. Cara menentukan

konsentrasinya antara lain dengan menggunakan kolorimetri visual

dubuscq dengan mengukur kepekatan melaui mata. Pada alat ini ditemui

dua tabung yang dapat dinaikkan dan diturunkan. Jumlah zat pada suatu

sampel dapat ditentukan dengan “Hukum Leimber Beer”, dimana salah

satu larutan telah diketahui konsentrasinya untuk kedua larutan tersebut,

maka :

A1 = a.b1.c1

A2 = a.b2.c2

Keterangan :

a = tetapan jenis zat

b = tebal larutan yang disinar

c = konsentrasi zat

Bila kedua larutan tersebut memiliki kepekatan yang sama maka

A1 = A2 a.b1.c1 = a.b2.c2

b1.c1 = b2.c2

=

(Khopkar, 1990)

II.10 Spektrofometri

Spektrofometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari

visual suatu studi lebih mngenai penyerapan energy cahaya oleh spesies

kimia yang memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian

dan pengukuran kuantitatif. Dengan menggunakan mata manusia dan

dengan depektor. Depektor lain dimungkinkan study adsorbs (serapan) di

luar daerah spektrum tampak dan sering kali eksperimen spektrometri

dilakukan secara autometik.

(Underwood, 1983)

II.11 Faktor yang Mempengaruhi Kolorimetri

Pemakaian indikator tidak mempengaruhi pH kolorimetri, karena

umumnya indikator adalah asam atau basa yang sangat lemah. Faktor lain

yang mempengaruhi adalah pemakaian indikator yang tidak cocok dengan

pH larutan. Dengan adanya protein dan asam amino, karena bersifat

amfoter sehingga dapat bereaksi dengan indikator asam maupun basa.

(Sukardjo, 1986)

II.12 Komposisi dan Kompleks Berwarna

Komposisi dan kompleks berwarna dapat ditentukan dengan

spektrofometri. Metode yang biasa digunakan adalah metode perbandingan

Molle Job. Pada perbandingan mol adsorbansinya diukur pada deret larutan

yang bervariasi konsentrasi salah satu konstituen baik logamnya maupun

reagennya, sedangkan jumlah zat lain tetap. Pada metode job variasi

kontinyu sederet larutan dengan berbagai fraksi mol logam atau

pereaksi dimana jumlah antara keduanya tetap. Semua metode ini

memiliki keterbatasan dan tidak dapat digunakan untuk menentukan

komposisi spesies berwarna. Aplikasi lain untuk spektrofometri adalah

menentukan pH larutan dengan persamaan :

pH = pKa + log

(Khopkar, 1991)

II.13 Tetapan Kesetimbangan

Tetapan kesetimbangan adalah suatu reaksi untuk mendapatkan

tetapan derajat lengkap. Reaksi itu berjalan pada seperangkat kondisi-

kondisi yang diberikan konsentrasi keseimbangan menunjukkan

kecenderungan intrinsik atom-atom berada pada molekul pereaksi atau

hasil reaksi.

Untuk mendapat reaksi umum dalam air :

A(aq) + B(aq) C(aq) + D(aq)

K = ; K = tetapan kesetimbangan

(Underwood,1996)

2.14 Faktor – faktor Kesetimbangan

2.14.1 Luas Permukaan Bidang Sentuh

Pada reaksi kimia terjadi tumbukan antar partikel atom unsur atau

antar partikel molekul-molekul senyawa. Jika ada tumbukan terjadi

maka ada bidang sentuh yang beraksi. Luas permukaan sentuh makin

besar maka makin besar pula kesetimbangannya.

(Keenan, 1990)

2.14.2 Konsentrasi Pereaksi

Konsentrasi yang besar akan meningkatkan frekuensi tumbukan antar

molekul karena molaritas semakin pekat. Semakin besar konsentrasi,

kesetimbangan makin besar.

(Keenan,1990)

2.14.3 Katalis

Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat kesetimbangan tetapi

zat itu tidak mengalami perubahan yang tepat. Makin tinggi nilai

aktifasi, makin kecil fraksi molnya. Dengan demikian, kesetimbangan

pun makin lambat.

(Petrucci, 1985)

2.14.4 Suhu

Kesetimbangan dapat juga dipercepat dengan mengubah suhunya.

Reaksi akan berlangsung cepat jika suhunya lebih tinggi dan oleh

sebab itu tumbukan yang terjadi akan lebih sering.

(Petrucci, 1985)

2.15 Analisa Bahan

2.15.1 Fe(NO3)3

Berbentuk kristal, berwarna ungu tua sampai putih keabu-abuan, titik

didih 47OC, dipakai untuk reagen dalam kimia analisa.

(Budaveri, 1989)

2.15.2 KSCN

Berupa kristal berwarna, titik lebur 172OC, lembaran garamnya secara

bergilir dari coklat, hijau, biru lalu kembali putih dalam keadaan

pendinginan. Digunakan dalam percetakan dan pencucian tekstil,

menyebabkan iritasi bagi kulit.

(Parker,1993)

2.15.3 Na2HPO4

Berupa bubuk higroskopis dalam udara terbuka, mampu menyerap 2-7

mol H2O, bergantung pada kelembaban suhu, kelarutan lebih besar di air

panas, dalam bentuk kristal, stabil di udara, larutan bersifat alkali dengan

pH ± 9,8.

(Budaveri, 1989)

2.15.4 Aquades (H2O)

Tidak berwarna, pH netral = 7, jernih, titik didih 100OC, titik beku 0OC,

pelarut universal.

(Budaveri, 1989)

III. METODE PERCOBAAN

III.1Alat

1. Gelas kimia

2. Tabung reaksi

3. Gelas ukur

4. Pipet tetes

5. Labu ukur

6. Corong

III.2Bahan

1. Fe(NO3)3

2. KSCN

3. Aquades (H2O)

III.3 Gambar Alat

a. Gelas kimia b. Gelas ukur c. Tabung reaksi

e. Pipet tetes f. Labu ukur g. Corong

III.4 Skema Kerja

III.4.1 Reaksi- reaksi pendahuluan

10 mL KSCN 0,002 MGelas kimia

Campuran I Campuran II Campuran IIICampuran

IVTabung reaksi

Tabung reaksi

Tabung reaksi

Tabung reaksi

Sebagai penambahan penambahan penambahan

pembanding 1 tetes KSCN 3 tetes Fe(NO3)3 sebutir

Pekat 0,2 M Na2HPO4

Hasil Hasil hasil hasil

3.4.2 Penentuan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+

5 mL Fe(NO3)3 0,2 MLabu ukur

Penambahan 0 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran

Penambahan aquades

Penggojogan hingga bercampur

Penuangan dalam tabung reaksi I

Hasil

5 mL Fe(NO3)3 0,2 MLabu ukur

Penambahan 1 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran

Penambahan aquades

Penggojogan hingga bercampur

Penuangan dalam tabung reaksi II

Hasil

5 mL Fe(NO3)3 0,2 MLabu ukur

Penambahan 2 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran

Penambahan aquades

Penggojogan hingga bercampur

Penuangan dalam tabung reaksi III

Hasil

5 mL Fe(NO3)3 0,2 MLabu ukur

Penambahan 3 mL KSCN 0,002 M

Penggojog ancampuran

Penambahan aquades

Penggojogan hingga bercampur

Penuangan dalam tabung reaksi IV

Hasil

5 mL Fe(NO3)3 0,2 MLabu ukur

Penambahan 4 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran

Penambahan aquades

Penggojogan hingga bercampur

Penuangan dalam tabung reaksi V

Hasil

5 mL Fe(NO3)3 0,2 MLabu ukur

Penambahan 5 mL KSCN 0,002 M

Penggojogan campuran

Penambahan aquades

Penggojogan hingga bercampur

Penuangan dalam tabung reaksi VI

Hasil

5 mL Fe(NO3)3 0,2 MLabu ukur

Penambahan larutan x

Penggojogan campuran

Penambahan aquades

Penggojogan hingga bercampur

Penuangan dalam tabung reaksi VII

Hasil

IV. DATA PENGAMATAN

IV.1 Reaksi – reaksi Pendahuluan

Tabung Perlakuan Hasil

Reaksi

1

10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar

Fe(NO3)3 0,2 M

Warna larutan merah

pekat.

2

10 mL KSCN 0,002 M +3 mL lar

Fe(NO3)3 0,2 M + 1 tetes KSCN pekat

Waran larutan merah

pekat, sedikit lebih

encer dari tabung reaksi

sebelumnya.

3

10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar

Fe(NO3)3 0,2 M + 3 tetes Fe(NO3)3 0,2

M

Warna larutan merah

pekat, lebih encer.

4

10 mL KSCN 0,002 M + 3mL lar

Fe(NO3)3 0,2 M + 1 butir Na2HPO4

Warna larutan kuning,

encer dan terdapat

endapan putih.

IV.2 Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan FeSCN2+

Tabung

Reaksi

Perlakuan Pengamatan

14 mL KSCN 0,002 M + 5 mL Fe(NO3)3

0,2 M

Warna larutan kuning.

2

4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan

dari pengenceran (10 mL Fe(NO3)3 0,2

M ) + aquades hingga 25 mL

pembanding dengan kalorimetri

duboscq ).

Warna larutan merah tua,

encer.

3

4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan

hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran

2 + aquades hingga 25 mL pembanding

dengan kalorimetri duboscq ).

Warna larutan merah tua,

sedikit lebih pekat dari

tabung reaksi

sebelumnya.

4

4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan

hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran

3 + aquades hingga 25 mL pembanding

dengan kalorimetri duboscq ).

Warna larutan merah tua,

lebih pekat.

5

4 mL KSCN 0,002 M + 5 mL larutan

hasil pengenceran ( 10 mL pengenceran

4 + aquades hingga 25 mL pembanding

dengan kalorimetri duboscq ).

Warna larutan merah tua

dan semakin pekat.

V. PEMBAHASAN

V.1Reaksi – reaksi Pendahuluan

Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan konsentrasi larutan

berdasarkan kepekatan warna yang dilakukan dengan menggunakan campuran

bahan uji 10 mL KSCN 0.002 M dan 3 mL Fe(NO3)3 0,2 M.

Larutan dibagi ke dalam 4 tabung reaksi. Tabung reaksi I digunakan

sebagai pembanding, tampak warna merah pekat. Reksi :

KSCN + Fe(NO3)3 3KNO3 + Fe(SCN)2+ + 2SCN-

Warna merah adalah warna ion Fe(SCN)2+. Tabung reaksi I digunakan

sebagai pembanding. Untuk tabung reaksi yang lain karena pada percobaan ini

menggunakan metode deret standar yang mana larutan yang akan dianalisa

dibandingkan warnanya dengan suatu larutan standar yang volume larutannya

sama.

(Fatih, 2008)

Pada tabung reaksi II ditambahkan 1 tetes KSCN pekat, warna larutan

tetap merah pekat namun lebih encer. Hal ini disebabkan penambahan volume

larutan yang mengakibatkan konsentrasi berubah dan mempengaruhi

kepekatan, sesuai dengan persamaan :

V1 . N1 = V2 . N2

Keterangan :

V1 = volume larutan standar

V2 = volume larutan sesudah N1 = normalitas asli

N2 = normalitas yang diubah

(Brady, 1990)

Begitu juga pada tabung reaksi III yang ditambahkan 3 tetes Fe(NO3)3 0,2 M

warna larutan tetap merah tua namun kepekatanya bertambah.

Sedangkan pada tabung reaksi IV yang ditambahkan sebongkah

Na2HPO4 menunjukan warna larutan menjadi kuning dan sangat encer. Selain

itu, muncul endapan berwarna putih yang merupakan Na. Reaksi :

Fe(NO3)3 + 3KSCN + Na2HPO4 3KNO3 + Fe(SCN)2+ + 2SCN- + HPO42+ +

2Na

V.2Penentuan Tetapan Kesetimbangan Reaksi Pembentukan (FeSCN)2+

Percobaan ini diawali dengan menyediakan 7 labu ukur ukuran 10 mL.

Kemudian masing – masing diisi dengan 5 mL larutan Fe(NO3)3 0,2 M.

Untuk labu ukur pertama, larutan berwarna kuning dan digunakan

sebagai larutan pembanding. Konsentrasi ion Fe3+ dapat dihitung :

Fe(NO3)3 Fe3+ + 3NO3-

Mol = M . V

Keterangan :

M = konsentrasi larutan

V = volume larutan

Karena dalam hal ini volume larutan adalah 1 atau konstan sehingga

mol ~M. Mol sendiri berbanding lurus terhadap koefisien persamaan reaksi,

maka :

Perbandingan koefisien perbandingan mol perbandingan M

(Chang, 1994)

Fe(NO3)3 Fe3+ + 3NO3-

0,2 M 0,2 M

Sehingga diperoleh konsentrasi ion Fe3+ sebesar 0,2 M. Setelah ditambahkan

air hingga 10 mL, konsentrasi ion Fe3+ tersebut akan berubah menjadi :

M2 = =

M2 = 0,1 M

Pada tabung reaksi ditambahkan 1 mL larutan KSCN 0,002 M, warna

yang dihasilkan adalah merah tua dan encer. Pada tabung reaksi sebelumnya

(tabung reaksi I), larutan ditambahkan aquades hingga batas labu ukur 10 mL

dan dilakukan penggojongan yang bertujuan agar larutan menjadi homogen.

Reaksi :

Fe(NO3)3 + 3KSCN 3KNO3 + Fe(SCN)2+ + 2SCN-

Konsentrasi ion Fe3+ :

M1 . V1 = M2 . V2

M2 = =

M2 = 0,1 M

Keterangan :

M1 = konsentrasi awal

V1 = volume awal

M2 = konsentrasi akhir

V2 = volume akhir

Sedangkan konsentrasi ion (FeSCN)2+ :

Fe(NO3)3 + 3KSCN 3KNO3 + (FeSCN)2+ + 2SCN-

Awal 1 0,002 - - -

Bereaksi 0.0007 0,002 0,002 0,0007 0,002

Setimbang 0,0003 0,38 0,002 0,0007 0,002

Mol (FeSCN)2+ = 0,007 mmol, konsentrasinya,

M =

M =

M = 0,00011 M

Sehingga konsentrasi (FeSCN)2+ dalm 10 mL larutan (ditambah aquades

hingga batas labu ukur) adalah :

M1 . V1 = M2 . V2

M2 = = =

M2 = 0,0007 M

Pada tabung reakdi III ditambahkan 3 mL larutan KSCN 0,002 M

kemudian ditambahkan aquades hingga batas labu ukur. Warna larutan yang

diperoleh adalah merah agak pekat.

Konsentrasi ion Fe3+ :

M1 . V1 = M2 . V2

M2 = =

M2 = 0,1 M

Konsentrasi ion (FeSCN)2+ adalah :

Fe(NO3)3 + 3KSCN 3KNO3 + (FeSCN)2+ + 2SCN-

Awal 0,01 0,004 - - -

Bereaksi 0,0013 0,004 0,004 0,0013 0,004

Setimbang 0,0087 - 0,004 0,0013 0,004

Mol (FeSCN)2+ = 0,0013 mmol

Konsentrasinya, M = =

M = 0,0013 mmol

Konsentrasi (FeSCN)2+ dalam larutan :

M1 . V1 = M2 . V2

M2 = =

M2 = 0,00013 M

Tetapan kesetimbangan :

Kc =

Kc =

Kc = 612,0459 x 10-21

Pada tabung reaksi IV ditambahkan masing – masing 3; 4 dan 5 mL

larutan KSCN 0,002. Perubahan yang terjadi secara berurutan adalah warna

pada tabung reaksi IV menjadi merah pekat. Pada tabung reaksi V, larutan

berwarna makin pekat dan pada tabung reaksi VI warna larutan paling pekat.

Hali ini juga menunjukan bahwa konsentrasi (FeSCN)2+ pada masing –

masing tabung reaksi berubah, seperti pembuktian pada tabung reaksi II dan

III. Seangkan pada tabung reaksi ke VII yang mana penambahan larutan

KSCN belum diketahui, diperoleh warna larutan yang sama dengan tabung

reaksi IV yang ditambahkan 3 mL larutan KSCN 0,002 M.

VI. KESIMPULAN

VI.1 Pembandingan konsentrasi larutan dilakukan dengan pengamatan

sesuai dengan kepekatan warnanya.

VI.2 Konsentrasi larutan FeSCN2+ dapat ditentukan dengan metode

kolorimetri.

VI.3 Menentukan tetapan kesetimbangan reaksi pembentukan FeSCN2+.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 1990. General Chemistry Principle and Structure. United

States : Wiley.

Budaveri, Susan. 1989. The Merck Index Second Edition. USA : The Merck

Index Co.

Chang, Raymond. 1994. Chemistry Fifth Edition. USA : Mc Grawhill.

Cotton, Albert F. 1989. Kimia Organik Dasar. Jakarta : UI Press.

Fatih, Ahmad. 2008. Kamus Kimia. Jakarta : Panji Pustaka.

Keenan, Wood. 1990. Kimia Universitas. Jakarta : Erlangga.

Khopkar, S.M, terjemahan oleh Saptoraharjo, a., 1990. Konsep Dasar Kimia

Analitik. Jakarta : UI Press.

Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Yogyakarta : Bina Aksara.

Sumarjo, Damin. 1997, 1998. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar. Semarang :

UNDIP Press.

Parker, Sybil P. 1993. Encyclopedia of Chemistry. Mc. Graw Hill : USA.

Petrucci, Ralph H. 1985. General Chemistry. Jakarta : Erlangga.

Underwood, A L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Ke-6. Jakarta :

Erlangga.

LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 16 Desember 2009

Mengetahui

Asisten,

M. Perdana

J2C006035

Praktikan 1,

Okky Amelia PratiwiJ2C009036

Praktikan 2,

Laksmi Dewi ParamithaJ2C009037

Praktikan 3,

Nike Septia Mayang AsriJ2C009038

Praktikan 4,

Dewiana PurbosariJ2C009039

Praktikan 5,

Palupi Dyah ArumsariJ2C009040

Praktikan 6,

Indah MurtikariniJ2C009041

Praktikan 7,

Abdul Rakhman NurmantoJ2C009042

Praktikan 8,

Pinkan Arin PrastiwiJ2C009043

PERCOBAAN 5

ANALISIS KUANTITATIF BERDASARKAN

WARNA LARUTAN :

KOLORIMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PERCOBAAN V

ANALISIS KUANTITAIF BERDASARKAN WARNA LARUTAN : KOLOROMETRI

Laporan ini dibuat untuk memenuhi nilai praktikum Kimia Dasar I

Disusun oleh :

Okky Amelia P (J2C009036)Laksmi Dewi P (J2C009037)Nike Septia MA (J2C009038)Dewiana Purbosari (J2C009039)Palupi Dyah A (J2C009040)Indah Murtikarini (J2C009041)A. Rakhman Nurmanto (J2C009042)Pinkan Arin P (J2C009043)

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2009