percobaan iii antioksdan-kel 1

32
PERCOBAAN III AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TERHADAP DPPH A. Tujuan 1. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) terhadap radikal bebas DPPH. 2. Untuk menghitung IC 50 aktivitas antioksidan ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus). B. Dasar Teori 1. Antioksidan Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors), secara bologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendorong satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidasi tersebut bisa dihambat. Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berikatan dengan fungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi seperti ini terutama untuk menjaga integritas dan fungsinya membran lipid, protein sel dan asam nukleat serta mengontrol transduksi signal dan ekspresi gen dalam imun sel.

Upload: beria-kundharindi

Post on 27-Nov-2015

91 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

PERCOBAAN IIIAKTIVITAS ANTIOKSIDAN TERHADAP DPPH

A. Tujuan

1. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak daun tapak dara

(Catharanthus roseus) terhadap radikal bebas DPPH.

2. Untuk menghitung IC50 aktivitas antioksidan ekstrak daun tapak dara

(Catharanthus roseus).

B. Dasar Teori

1. Antioksidan

Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa

pemberi elektron (electron donors), secara bologis, pengertian

antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam

dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara

mendorong satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan

sehingga aktivitas senyawa oksidasi tersebut bisa dihambat.

Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena

berikatan dengan fungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi seperti ini

terutama untuk menjaga integritas dan fungsinya membran lipid, protein

sel dan asam nukleat serta mengontrol transduksi signal dan ekspresi gen

dalam imun sel.

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan menjadi

3 kelompok yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.

a. Antioksidan primer (antioksidan endogenus)

Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis. Suatu

senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat

memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal,

kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah

menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer bekerja

dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru

atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul

yang kurang reaktif.

Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dimutase

(SOD), katalase, glution peroksida (GSH-Px). Sebagai antioksidan

enzim-enzim tersebut menghambat pembentukkan radikal bebas

dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi) kemudian

mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil.

b. Antioksidan sekuder (antioksidan eksogenus)

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau

non-enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut

pertahanan preventif. Antioksidan non-enzimatis dapat berupa

komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi dari sayuran dan buah-

buahan. Kerja sistem antioksidan non-enzimatik yaitu dengan cara

memotong reaksi okidasi berantai dari radikal bebas atau dengan

cara menangkapnya. Akibatnya, radikal bebas tidak akan berekasi

dengan komponen selular.

Antioksidan dan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C,

karoten, flavanoid, asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawa

antioksidan dan non-enzimatis bekerja dengan cara menangkap

radikal bebas (free radical scavenger), kemudian mencegah

reaktivitas amplifikasinya. Ketika jumlah radikal bebas berlebihan,

kadar antioksidan non-enzimatik yang dapat diamati dalam cairan

biologis menurun.

c. Antioksidan tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-

repair dan mentionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini

berfungsi dalam perbaikan biomolekular yang rusak. Akibat

reaktivitas radikal bebas kerusakan DNA yang terinduksi senyawa

radikal bebas didirikan oleh rusaknya single dan double strand, baik

gugus non-basa maupun basa.

(Winarsi, 2007)

2. DPPH

DPPH (1,1-dipheni-2-P-pikrihidrazil) merupakan senyawa radikal

bebas yang paling stabil dibandingkan dengan contoh-contoh radikal

bebas yang lainnya, sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi cukup

dilarutkan dan tidak perlu dibuat recenter paratus dengan cara

mereaksikan perekasi-pereaksi sebagaimana yang dilakukan pada radikal

bebas nitrit oksida. Senyawa ini jika disimpan dalam keadaan kering dan

kondisi penyimpanan yang baik akan tetap stabil selama bertahun-tahun.

(Haryono, 2007)

Senyawa radikal DPPH biasanya digunakan sebagai substrat untuk

mengevaluasi aktivitas antioksidan. Radikal DPPH adalah radikal bebas

stabil dan menerima satu elektron atau hidrogen menjadi molekul yang

tetap. Pengujian aktivitas penangkap radikal bebas DPPH secara

spektrofotometer dilakukan dengan mereaksikan ekstrak dengan larutan

DPPH.

Efek penangkapan radikal bebas DPPH meningkat dengan

peningkatan jumlah ekstrak. Aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH

umumnya naik dengan penambahan ekstrak sampai dengan kondisi

tertentu, kemudian aktivitas akan turun dengan penambahan konsentrasi

yang lebih besar lagi.

(Suryanto, 2009)

Potensi antioksidan penangkapan radikal ditentukan dengan

menggunakan DPPH, suatu radikal sintetik yang stabil dalam larutan air

atau metanol dan mampu menerima sebuah elektron atau radikal

hidrogen untuk menjadi molekul diamagnetik yang stabil. DPPH pada uji

ini ditangkap oleh antioksidan yang melepaskan hidrogen, sehingga

membentuk DPPH tereduksi (Dp-Hidrazin). Perubahan warna violet

DPPH menjadi kuning diikuti penurunan serapan pada panjang

gelombang maksimum (517 nm) ini menunjukkan adanya aktivitas

antioksidan yang dapat dilihat dari 1% rendaman (Prastiwi, 2010).

3. Tapak Dara (Catharanthus roseus)

a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Gentianales

Famili : Apocynaceae

Genus : Catharanthus

Spesies : Catharanthus roseus

b. Morfologi

Tanaman tapak dara merupakan semak yang tidak terlalu besar.

Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah ini menyebar di dataran

rendah sampai ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Tapak dara

dapat tumbuh di tempat yang agak terlindung maupun terbuka.

(Muhlisah, 2007)

Tapak dara memiliki nama daerah ratul-ratul, usia, cakar ayam,

kembang serdadu, dan kembang sari cina. Tapak dara termasuk

tanaman semak atau terna tahunan yang tingginya bisa mencapai 200

cm. Batangnya berbentuk bulat tidak berkayu. Daunnya merupakan

daun tunggal berantai pendek. Helai daun berbentuk elips dengan

ujung runcing dan tepi rata (Dewani, 2008).

c. Kandungan kimia

Ada 70 macam alkaloid ditemukan di akar, batang, daun dan biji

tapak dara, termasuk 28 bi-indole alkaloid. Selain itu, tapak dara

mengandung alkaloid antikanker yaitu vinblistin (VLB), vincristine

(VCR), leurosine (VLR), vicadioline, leurosidine, dan catharantine.

(Muhlisah, 2007)

4. Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang umumnya digunakan

untuk analisa kimia kuantitatif, namun juga dapat digunakan untuk

analisa kimia semi kuantitatif. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis

didasarkan pada fenomena penyerapan sinar oleh spesi kimia tertentu di

daerah ultra lembayung (ultraviolet) dan sinar tampak (visible).

Meskipun tidak sepeka analisa dengan teknologi nuklir, analisa

dengan spektrofotometri sinar tampak (colourimetry) memiliki kepekaan

yang cukup tinggi dan mudah dilakukan.

Interaksi radiasi dengan suatu spesi dapat berupa penyerapan

(absorbansi), pemendaran (luminesensi), pancaran (emisi), dan

penghamburan (scattering), tergantung pada sifat materi.

(Huda, 2001)

Jika suatu molekul sederhana dikenakan suatu radiasi

elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi

elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antar molekul dan

radiasi akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat

keadaan tereksitasi (Gandjar, 2011).

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Batang pengaduk

b. Cawan porselin

c. Corong kaca

d. Gelas kimia 100 mL

e. Kuvet

f. Labu ukur 25 mL

g. Labu ukur gelap 100 mL

h. Pipet tetes

i. Pipet volume 10 mL

j. Propipet

k. Rak tabung

l. Spatel

m. Spektrofotometri UV-Vis

n. Tabung reaksi bertutup

2. Bahan

a. Aluminium foil

b. Ekstrak daun tapak dara

c. DPPH 40 ppm

d. Metanol

e. UC 1000

D. Prosedur Kerja

1. Pembuatan larutan DPPH

a. Ditimbang 4 mg Kristal DPPH

b. Dimasukkan ke dalam labu ukur gelap 100 mL

c. Ditambahkan metanol hingga tanda batas

d. Dihomogenkan dengan cara membolak-balikkan labu

2. Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH

a. Dimasukkan 2 mL larutan DPPH 40 ppm ke dalam tabung reaksi

bertutup

b. Ditambahkan 2 mL metanol, dihomogenkan dan dibiarkan di tempat

gelap selama 30 menit pada suhu kamar

c. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 510-520 nm dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis, ditentukan panjang

gelombang maksimumnya

3. Pembuatan larutan stok bahan uji

a. Ditimbang ekstrak sebanyak 25 mg, digunakan metanol sebagai

pelarut

b. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL lalu ditambahkan metanol

hingga tanda batas

c. Dihomogenkan dengan membolak-balik labu ukur

4. Pembuatan variasi konsentrasi

a. Dihitung volume larutan stok yang digunakan untuk membuat

variasi konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, dan 200 ppm dalam

25 mL

b. Dimasukkan ekstrak sesuai perhitungan ke dalm labu ukur 25 mL

c. Dihitung volume pelarut yang ditambahkan pada masing-masing

konsentrasi

d. Dihomogenkan antara pelarut dan ekstrak dengan cara membolak-

balik labu

5. Pembuatan control UC 1000 vitamin C

a. Dipipet 3,5 mL UC 1000 lalu ditambahkan metanol secukupnya

b. Dimasukkan dalam labu ukur 25 mL lalu ditambahkan methanol

sampai tanda batas

6. Pembuatan variasi konsentrasi vitamin C

a. Dihitung volume larutan stok yang digunakan untuk membuat

variasi konsentrasi 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, dan 8 ppm dalam

25 mL

b. Dimasukkan vitamin C sesuai perhitungan ke dalm labu ukur 25 mL

c. Dihitung volume pelarut yang ditambahkan pada masing-masing

konsentrasi

d. Dihomogenkan antara pelarut dan vitamin C dengan cara membolak-

balik labu

7. Pengujian aktivitas antioksidan

a. Dimasukkan 2 mL larutan ekstrak bahan uji dengan variasi

konsentrasi pada masing-masing tabung reaksi bertutup

b. Ditambahkan 2 mL larutan DPPH 40 ppm

c. Dihomogenkan dan dibiarkan ditempat gelap selama 30 menit pada

suhu kamar

d. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 515 nm

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan blanko yang terdiri

dari 2 mL larutan DPPH dan 2 mL metanol

e. Dihitung persen aktivitas antioksidan IC50 pada ekstrak bahan uji

8. Pengujian antioksidan untuk vitamin C

a. Dimasukkan 2 mL larutan vitamin C dengan variasi konsentrasi pada

masing-masing tabung reaksi bertutup

b. Ditambahkan 2 mL larutan DPPH 40 ppm

c. Dihomogenkan dan dibiarkan ditempat gelap selama 30 menit pada

suhu kamar

d. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 515 nm

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan blanko yang terdiri

dari 2 mL larutan DPPH dan 2 mL metanol

e. Dihitung persen aktivitas antioksidan IC50 pada vitamin C

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Pengamatan

a. Aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tapak dara

Konsentrasi

(ppm)

Absorbansi (A) % Aktivitas

Antioksidan I II III x

Blanko (0) - - - 0,366 0

50 0,190 0,152 0,141 0,161 56,01

100 0,167 0,162 0,159 0,162 55,74

150 0,213 0,244 0,219 0,225 38,52

200 0,255 0,236 0,227 0,239 34,69

b. Aktivitas antioksidan vitamin C

Konsentrasi

(ppm)

Absorbansi (A) % Aktivitas

Antioksidan I II III x

Blanko (0) - - - 0,528 0

4 0,372 0,342 0,374 0,364 31,08

5 0,288 0,298 0,304 0,297 43,75

6 0,235 0,207 0,207 0,216 59,04

7 0,185 0,176 0,168 0,176 66,67

8 0,113 0,087 0,082 0,094 82,14

2. Perhitungan

a. Pembuatan stok larutan ekstrak

25 mg50 mL

=25 mg0,05 L

= 500 ppm

b. Pembuatan stok larutan kontrol vitamin C

1000 mg140 mL

=1000 mg0,14 L

= 7143 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

7143 ppm x V1 = 1000 ppm x 25 mL

V1 = 3,5 mL

c. Pembuatan seri konsentrasi larutan ekstrak

1) 50 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

500 ppm x V1 = 50 ppm x 25 mL

V1 = 2,5 mL

2) 100 ppm

M1 x V1= M2 x V2

500 ppm x V1 = 100 ppm x 25 mL

V1 = 5 mL

3) 150 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

500 ppm x V1 = 150 ppm x 25 mL

V1 = 7,5 mL

4) 200 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

500 ppm x V1 = 200 ppm x 25 mL

V1 = 10 mL

d. Pembuatan seri konsentrasi larutan kontrol vitamin C

1) 4 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

1000 ppm x V1 = 4 ppm x 25 mL

V1 = 0,1 mL

2) 5 ppm

M1 x V1= M2 x V2

1000 ppm x V1 = 5 ppm x 25 mL

V1 = 0,125 mL

3) 6 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

1000 ppm x V1 = 6 ppm x 25 mL

V1 = 0,15 mL

4) 7 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

1000 ppm x V1 = 7 ppm x 25 mL

V1 = 0,175 mL

5) 8 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

1000 ppm x V1 = 8 ppm x 25 mL

V1 = 0,2 mL

e. Persen aktivitas antioksidan

Persen aktivitas = A blanko-A sampelA blanko

x 100 %

1) Persen aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tapak dara

a) Konsentrasi 50 ppm

Persen aktivitas = 0,366 - 0,1610,366

x 100 %

Persen aktivitas = 56,01 %

b) Konsentrasi 100 ppm

Persen aktivitas = 0,366 - 0,1620,366

x 100 %

Persen aktivitas = 55,74 %

c) Konsentrasi 150 ppm

Persen aktivitas = 0,366 - 0,2250,366

x 100 %

Persen aktivitas = 38,52 %

d) Konsentrasi 200 ppm

Persen aktivitas = 0,366 - 0,2390,366

x 100 %

Persen aktivitas = 34,69 %

2) Persen aktivitas antioksidan vitamin C

a) Konsentrasi 4 ppm

Persen aktivitas = 0,528 - 0,3640,528

x 100 %

Persen aktivitas = 31,06 %

b) Konsentrasi 5 ppm

Persen aktivitas = 0,528 - 0,2970,528

x 100 %

Persen aktivitas = 43,75 %

c) Konsentrasi 6 ppm

Persen aktivitas = 0,528 - 0,2160,528

x 100 %

Persen aktivitas = 59,04 %

d) Konsentrasi 7 ppm

Persen aktivitas = 0,528 - 0,1760,528

x 100 %

Persen aktivitas = 66,67 %

e) Konsentrasi 8 ppm

Persen aktivitas = 0,528 - 0,0,940,528

x 100 %

Persen aktivitas = 82,19 %

f. Penentuan IC50

1) Ekstrak metanol daun tapak dara

a = 66,535 b = -0,162 r = -0,932

y = bx + a

50 = -0,162x + 66,535

-0,162x = -16,535

x = -16,35-0,162

x = 102,06 ppm

Jadi, IC50 dari ekstrak metanol daun tapak dara yaitu pada

konsentrasi 102,06 ppm.

2) Vitamin C

a = -18,556 b = 12,518 r = 0,995

y = bx + a

50 = 12,518x – 18,556

12,518x = 68,556

x = 68,55612,518

x = 5,476ppm

Jadi, IC50 dari vitamin C yaitu pada konsentrasi 5,476 ppm.

3. Reaksi

a. DPPH + Antioksidan

F. Pembahasan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menyumbangkan satu atau lebih

elektron kepada radikal bebas serta mampu mencegah terjadinya oksidasi dari

pangan sehingga tidak terjadi radikal bebas. Antioksidan dibedakan menjadi

tiga berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antioksidan primer, sekunder dan

tersier. Antioksidan primer (endogenus atau enzimatik) dengan mekanisme

kerja memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal dan segera

menjadi senyawa yang stabil. Contoh antioksidan primer adalah enzim

superoksida dimutase (SOD), katalse, dan glucation peroksidase (eksogenus

alan non-enzimatis). Antioksidan sekunder dengan mekanisme kerjanya

menghambat pembentukan oksigen reaktif dengan cara pengkhelatan metal

atau dirusak pembentukannya. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin

E, vitamin C dan β-karoten. Antioksidan berfungsi dalam perbaikan

biomolekular yang rusak akibat reaktivitas dari radikal bebas.

Radikal bebas ialah molekul yang pada orbit terluarnya mempunyai satu

atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Sifatnya sangat labil dan sangat

reaktif. Senyawa radikal bebas ini berpotensi merusak DNA sehingga

mengacaukan sistem info genetika dan berlanjut pada pembentukan sel

kanker.

Ekstrak metanol daun tapak dara diperoleh melalui ekstraksi dengan

metode soxhlet. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan atau penarikan

suatu senyawa dari dalam organisme dengan menggunakan pelarut yang

sesuai. Prinsip ekstraksi menggunakan soxhlet adalah menggunakan pelarut

yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi terus-menerus

dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Digunakan

pelarut metanol, karena metanol bersifat semipolar sehingga diharapkan dapat

menarik senyawa kimia baik yang polar maupun non polar dari daun tapak

dara. Kemudian ekstrak yang masih bercampur dengan pelarut metanol

dipisahkan dengan rotary evaporator. Prinsip kerja rotary evaporator adalah

penurunan tekanan pada labu alas bulat dan putaran dengan kecepatan

tertentu, karena teknik tersebut pelarut akan menguap dan zat yang tidak

menguap akan mengendap karena putaran dengan kecepatan tertentu

menyebabkan tumbukan antar partikel. Berdasarkan teori daun tapak dara

mengandung alkaloid, flavonoid, steroid dan terpenoid. Kandungan alkaloid

yang terkandung seperti vincristine dan vinblastine yang berkhasiat sebagai

antikanker. Kandungan alkaloid tersebutlah alasan pengambilan ekstrak daun

tapak dara untuk diuji aktivitas antioksidannya. Mekanisme alkaloid sebagai

antioksidan adalah dengan cara mendonorkan atom H pada radikal bebas.

Mekanisme ini menunjukkan bahwa alkaloid bekerja sebagai antioksidan

primer.

Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan suatu

bahan adalah dengan cara menggunakan radikal bebas DDPH atau 1,1-

diphenyl-picryhidrazil. DPPH adalah radikal bebas sintetik yang bersifat

stabil dan beraktivitas dengan cara menarik elektron bebas pada molekul lain,

sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas. Proses

tersebut akan terjadi terus menerus tanpa adanya antioksidan. DPPH tidak

larut dalam air atau disebut senyawa hidrofobik. Metode DPPH memiliki

beberapa keuntungan yaitu cepat pengerjaan, sensitif dan hanya

membutuhkan sedikit sampel. Kerugiannya adalah penggunaan DPPH harus

dilakukan secara hati-hati karena DPPH mudah teroksidasi oleh cahaya,

oksigen, dan pH.

Percobaan ini menggunakan kontrol positif yaitu vitamin C karena

kemampuan senyawa ini telah terbukti sebagai antioksidan. Sehingga dapat

dibandingkan dengan ekstrak uji yang diharapkan memiliki potensi sebagai

antioksidan lebih tinggi daripada vitamin C. Vitamin C termasuk antioksidan

sekunder karena mekanisme kerjanya dengan cara menghilangkan senyawa

oksigen reaktif dengan atau tanpa bantuan enzim.

Prinsip pengukuran antioksidan dengan cara pengukuran penangkapan

radikal bebas sintetik yaitu DPPH dalam pelarut organik seperti metanol

karena DPPH bersifat hidrofobik yang dilakukan pada suhu kamar oleh suatu

senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan. Proses penangkapan terjadi

melalui mekanisme pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan

oleh DPPH, sehingga DPPH menangkap satu elektron dari senyawa

antioksidan. Reduksi DPPH menjadi DPPH-H menyebabkan perubahan

warna pada DPPH yang semula ungu akan memudar menjadi kuning.

Perubahan warna akan sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap

dengan DPPH sehingga dapat diukur dengan spektrofotometer pada kisaran

panjang gelombang 512-520 nm.

Prinsip kerja spektrofotometri, didasarkan pada fenomena penyerapan

sinar oleh spesi kimia tertentu di daerah ultra lembayung dan sinar tampak,

dimana sumber tenaga radiasi berasal dari sinar lampu hidrogen atau lampu

fungesten kemudian sumber tenaga tersebut menghasilkan radiasi

polikromatik. Radiasi ini dirubah menjadi monokromatik oleh

monokromator. Selanjutnya radiasi monokromatik melewati cuplikan atau sel

penyerap. Radiasi yang melewati cuplikan diteruskan ke detektor untuk

dicatat hasilnya.

Parameter untuk menggambarkan hasil pengujian dengan metode DPPH

adalah IC50 (Inhibition Concentration). IC50 merupakan konsentrasi larutan

sampel untuk menghambat 50 % radikal bebas sintetik DPPH. Semakin kecil

nilai IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya karena dengan

konsentrasi kecil sudah dapat menghambat 50 % radikal bebas sintetik

DPPH.

Tahap pertama adalah pembuatan larutan stok ekstrak daun tapak dara

dan Vitamin C. Pembuatan larutan stok bertujuan untuk memudahkan

pengerjaan dalam pembuatan larutan variasi konsentrasi. Pembuatan larutan

stok dilakukan dengan cara melarutkan sejumlah gram ekstrak dan vitamin C

ke dalam sejumlah volume metanol yang telah dihitung, sehingga diperoleh

larutan stok dengan konsentrasi 500 ppm. Penggunaan pelarut metanol karena

DPPH bersifat hidrofobik sehingga dapat larut dalam metanol. Setelah itu

dibuat larutan variasi konsentrasi dengan cara diencerkan dari larutan stok

sehingga didapat 4 variasi konsentrasi yaitu 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan

200 ppm. Larutan variasi konsentrasi digunakan sebagai larutan uji yang

bertujuan untuk membandingkan aktivitas antioksidan pada konsentrasi yang

berbeda.

Tahap kedua adalah pembuatan larutan DPPH. Pembuatan dilakukan

dengan cara melarutkan kristal DPPH dengan metanol. Pengunaan pelarut

metanol karena DPPH bersifat hidrofobik sehingga dapat larut dalam

metanol. Kemudian dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum

pada larutan DPPH. Hal tersebut bertujuan untuk mendapat serapan

maksimum dari panjang gelombang maksimum sehingga diperoleh

konsentrasi maksimum. Berdasarkan hukum Lambert-Beer yang menyatakan

bahwa absorbansi sebanding dengan konsentrasi. Hasil percobaan didapatkan

panjang gelombang maksimum larutan DPPH adalah 516 nm. Larutan DPPH

harus diletakkan dalam botol cokelat dan pembuatan harus dilakukan

ditempat gelap agar DPPH tidak mengalami autooksidasi. Autooksidasi

adalah oksidasi suatu senyawa karena udara atau cahaya. Jika DPPH

mengalami autooksidasi maka akan mengganggu hasil pengamatan. Larutan

DPPH yang digunakan adalah konsentrasi 40 ppm. Karena telah mewakili

jumah radikal bebas yang akan distabilkan dengan donor proton (H+) oleh

senyawa dari ekstrak.

Tahap ketiga adalah pengujian aktivitas antioksidan dengan penambahan

larutan DPPH (sebagai radikal bebas) dalam masing-masing variasi

konsentrasi ekstrak uji dan vitamin C, dihomogenkan dan didiamkan di

tempat gelap selama 30 menit. Proses pendiaman selama 30 menit bertujuan

agar terjadi reaksi yang optimal antara DPPH dan vitamin C maupun senyawa

antioksidan yang berasal dari ekstrak uji. Diletakkan ditempat gelap DPPH

tidak mengalami autooksidasi. Jika DPPH mengalami autooksidasi maka

akan menggangu hasil pengamatan. Setelah didiamkan didapatkan larutan

yang semula ungu memudar menjadi kuning. Hal tersebut karena elektron

ganjil dari DPPH telah berpasangan dengan hidrogen dari antioksidan pada

ekstrak uji atau oksigen reaktif telah ditangkap oleh vitamin C sehingga

membentuk DPPH-H yang tereduksi yang stabil. Kemudian dilakukan

pengukuran absorbansi pada larutan uji menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang maksimum yaitu 516 nm. Pengukuran absorbansi juga

dilakukan pada larutan blanko yang hanya berisi larutan DPPH dan metanol,

karena metanol merupakan pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak

yang dikhawatirkan memiliki absorbansi juga begitu juga dengan DPPH

sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam pengamatan. Jika digunakan

larutan blanko, maka absorbansi yang terbaca hanya absorbansi yang dimiliki

oleh sampel. Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding. Tujuan

pembuatan larutan blanko ini adalah untuk mengetahui besarnya serapan oleh

zat yang bukan analit (ekstrak). Dalam pengukuran dibuat tiga replikasi untuk

mengurangin nilai kesalahan pada percobaan sehingga didapat hasil yang

akurat.

Nilai absorbansi yang digunakan dalam menentukan persamaan regresi

linier dan persen aktivitas antioksidan. Absorbansi yang terbaca di

spektrofotometer adalah DPPH. Dimana penyerapan sinar oleh ekstrak di

daerah ultra lembayung dan sinar tampak, dimana sumber tenaga radiasi

berasal dari sinar lampu hidrogen atau lampu fungesten kemudian sumber

tenaga tersebut menghasilkan radiasi polikromatik. Radiasi ini dirubah

menjadi monokromatik oleh monokromator. Selanjutnya radiasi

monokromatik melewati cuplikan atau sel penyerap. Radiasi yang melewati

cuplikan diteruskan ke detektor untuk dicatat hasilnya. Pada konsentrasi

ekstrak uji dan vitamin C yang rendah didapatkan absorbansi yang besar. Hal

tersebut karena jumlah antioksidan yang kecil sehingga hanya sedikit atom

hidrogen yang dapat diberikan kepada DPPH sehingga hanya sedikit DPPH

yang dapat diubah menjadi DPPH-H, warna larutan yang dihasilkan masih

ungu pekat yang menandakan konsentrasi DPPH yang masih tinggi, pekatnya

larutan tersebut menyebabkan energi yang digunakan sinar untuk

melewatinya semakin tinggi sehingga absorbansi yang dihasilkan semakin

besar, sedangkan pada konsentrasi yang tinggi didapatkan absorbansi yang

kecil karena jumlah antioksidan yang besar sehingga banyak atom hidrogen

yang dapat diberikan kepada DPPH sehingga hanya banyak DPPH yang dapat

diubah menjadi DPPH-H, warna larutan yang dihasilkan mendadak memudar

menjadi kuning yang menandakan konsentrasi DPPH yang kecil, warna

larutan yang semakin memudar tersebut menyebabkan energi yang digunakan

sinar untuk melewatinya semakin rendah sehingga absorbansi yang dihasilkan

semakin kecil.

Hasil yang diperoleh dari persen aktivitas antioksidan ekstrak metanol

daun tapak dara (Catharantus roseus L.) dari konsentrasi 50 ppm, 100 ppm,

150 ppm, dan 200 ppm secara berurutan ialah 56,01%, 55,79%, 38,52%, dan

37,69% dengan nilai IC50 102,067 ppm. Sedangkan persentase aktivitas

antioksidan vitamin C dengan konsentrasi 4 ppm, 5ppm, 6 ppm, 7 ppm dan 8

ppm secara berurutan ialah 31,06%, 43,75%, 59,09%, 66,67%, dan 82,19%

dengan nilai IC50 5,476 ppm.

Berdasarkan teori suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat

kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat jika nilai IC50 50-100 ppm,

sedang IC50 100-150 ppm dan lemah jika IC50 150-200 ppm. Berdasarkan

teori tersebut, vitamin C tergolong antioksidan sangat kuat sedangkan ekstrak

daun tapak dara tergolong antioksidan sedang. Sehingga dapat disimpulkan,

kemampuan antioksidan ekstrak daun tapak dara lebih lemah dibandingkan

vitamin C.

Data yang diperoleh tidak saling berhubungan baik, karena pada ekstrak

peningkatan konsentrasi menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan.

Dikaitkan dengan teori semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi

aktivitasnya. Hal ini tidak sesuai dengan ekstrak karena bisa saja terjadi

banyak kesalahan pada saat pengujian misalnya banyak senyawa pengganggu

yang tidak terisolasi sehingga mengurangi aktivitas antioksidan ekstrak.

Selain itu juga terjadi reaksi autooksidasi pada DPPH sehingga dapat

mengurangi aktivitas radikal bebasnya. Dapat juga terjadi karena waktu

pendiaman antara DPPH dan ekstrak yang kurang lama sehingga aktivitas

antioksidan yang diberikan kurang optimal.

G. Kesimpulan

Berdasarkan pecobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Nilai IC50 ekstrak daun tapak dara adalah 102,067 ppm.

2. Nilai IC50 vitamin C adalah 5,476 ppm.

3. Kemampuan antioksidan ekstrak daun tapak dara lebih lemah

dibandingkan vitamin C.

DAFTAR PUSTAKA

Dewiani dan Maloedyn Sitanggang. 2008. Terapi Jus dan 38 Ramuan Tradisionaluntuk Diabetes. Agro Media Pustaka: Jakarta.

Gandjar, Ibnu Gholib. 2011. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:

Yogyakarta.

Haryoto, Broto Santoso dan Hafid Nugroho. 2007. Aktivitas Antioksidan FraksiPolar Ekstrak Metanol dari Kulit Kayu Batang Shorea accuminatissimadengan Metode DPPH. Jurnal Ilmu Dasar Vol. 8 No. 2.

Huda, Nurul. 2001. Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometri UV-Vis GBC 911AMenggunakan Pewarna Tartazine CL 19140 Sigma Epsilon IISN 0853-9013No. 22-21.

Muhlisah, Fauziah. 2007. Tanaman Obat Keluarga. Penebar Swadaya: Depok.

Prastiwi, Rahmawai dkk. 2010. Perbandingan Daya Antioksidan Ekstrak MetanolDaun Tembakau (Nicotiana tabacum L.) dengan Rutin Terhadap RadikalBebas 1,1-diphenil-2-Pikrihidrazil (DPPH). Pharmacy Vol. 7 No. 1.

Soenanto, Hardi. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, danObesitas. PT. Elex Media Kompetindo: Jakarta.

Suryanto, Edi dan Frenly Wehantouw. 2009. Aktivitas Penangkap Radikal Bebasdari Ekstrak Fenolik Daun Sukun (Artocarpus allitilis). C. F. Chem. Prog Vol.2 No.1.

Winarsih, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius:Yogyakarta.