peragaan penggunaan beberapa alat di laboratorium psikologi eksperimen

32
LAPORAN PRAKTIKUM Peragaan Penggunaan Beberapa Alat di Laboratorium Psikologi Eksperimen Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Psikologi Dasar” Disusun oleh : Tengku Nurfa Rahim 14/366220/PS/06791

Upload: tengku-nurfa-rahim

Post on 17-Dec-2015

257 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

1. Memori2. Depth Perception Apparatus3. Puzzle4. Muller-Lyer5. Mirror Tracer

TRANSCRIPT

21

LAPORAN PRAKTIKUM

Peragaan Penggunaan Beberapa Alat di Laboratorium Psikologi Eksperimen

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliahPsikologi Dasar

Disusun oleh :

Tengku Nurfa Rahim14/366220/PS/06791

PROGRAM STUDI PSIKOLOGIFAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA2014

1. Memori

A. PengantarManusia memiliki kemampuan untuk menangkap berbagai stimulus dari luar dan menterjemahkannya. Ternyata, stimulus itu tidak langsung dikeluarkan saja, melainkan disimpan sebagai memori yang suatu waktu bisa dikeluarkan kembali bila dibutuhkan. Hal itulah yang disebut sebagai memori atau ingatan. Jadi memori merupakan sesuatu yang berkaitan dengan masa lampau. Karena kapasitas kemampuan manusia dalam mengingat terbatas, maka eksperimen ini bertujuan untuk mengobservasi sejauh mana kemampuan mengingat pada beberapa subjek penelitian.

B. Landasan TeoriGazzaniga (2012:291) mengemukakan bahwa memori adalah kemampuan sistem saraf untuk memperoleh dan mempertahankan atau menyimpan suatu informasi yang dapat digunakan, serta pengetahuan yang memungkinkan organisme untuk mendapatkan suatu pelajaran dari pengalaman. Kita ingat jutaan informasi, dari informasi biasa hingga yang paling penting.

Memori merupakan pengetahuan atau ingatan yang amat berkaitan dengan masa lampau. Ketika mengalami suatu kejadian, manusia bisa menangkap pengalaman itu, lalu menyimpannya, serta bila suatu saat diperlukan, informasi itu bisa dikeluarkan kembali. Proses ini dibagi menjadi 3 tahap, encoding dimana informasi ditangkap dan diproses untuk disimpan, storage yakni proses penyimpanan informasi yang telah diproses dalam melibatkan mekanisme kerja sistem saraf, serta retrieval, dimana informasi yang disimpan bisa dikeluarkan kembali bila diperlukan. Akan tetapi, tidak semua hal atau pun pengalaman manusia bisa disimpan seluruhnya sebagai memori, adakalanya suatu informasi tidak tersimpan dan menimbulkan kelupaan. Ini membuktikan bahwa kapasitas mengingat manusia juga terbatas, juga bergantung pada banyak faktor, baik internal maupun eksternal.

Memori juga bisa digambarkan dengan proses memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkan kembali (Walgito, 2005).

MemasukkanMengeluarkan(learning)kembali(remembering)Menyimpan (retention)Berdasarkan lama interval waktu antara penyimpanan suatu stimulus sebagai memori dan pengeluarannya kembali sebagai memory output, jenis ingatan (memori) terbagi 3, yakni :I. Short-term memory yakni memori yang ditangkap dan disimpan dalam waktu yang relatif singkat, setelah suatu stimulus ditangkap, diproses, lalu dikeluarkan kembali sebagai memory-output.II. Long-term memory yakni memori yang disimpan dalam waktu relatif lama. Setelah stimulus ditangkap dan diproses tidak langsung dikeluarkan, melainkan disimpan dalam ingatan melalui encoding. Ketika suatu waktu dibutuhkan, memori itu bisa dikeluarkan kembali dalam proses yang disebut retrieval.III. Sensory-memory yakni proses yang paling cepat diantara ketiganya, dimana rentang waktu antara penyimpanan dan pengeluaran memori hanya berkisar 20-30 detik.

Dalam eksperimen ini, yang paling ditekankan adalah teori Short-term memory. Disebabkan subjek eksperimen hanya diberi interval waktu singkat untuk mengingat, lalu dikemukakan kembali apa saja yang masih disimpan dalam memorinya.

Bicara mengenai ingatan/memori, juga sekaligus berkaitan dengan kelupaan. Hal ini dikarenakan terbatasnya kapasitas ingatan manusia. Banyak faktor yang menyebabkan manusia mengalami hilangnya memori atau kelupaan. Seperti bertambahnya pengalaman yang memberikan stimulus-stimulus baru, atau berkurangnya kemampuan mengingat seiring bertambahnya usia.C. Variabel Eksperimena. Variabel Independen: Stimulus yang diberikan berupa kumpulan-kumpulan kata, interval waktu yang diberikan, berbagai gangguan berupa stimulus dari luar.b. Variabel Dependen: Banyak kata yang dapat diingat subjek eksperimen.

D. HipotesisSubjek yang mendapat kumpulan kata tidak bermakna, serta tidak memiliki hubungan, akan semakin sulit mengemukakan kembali kumpulan kata tersebut. Sedangkan subjek yang mendapat kumpulan kata bermakna, apalagi memiliki hubungan, akan lebih mudah dan lebih banyak mengingat kumpulan kata-kata yang didapatnya.

E. Rancangan EksperimenDalam rancangan ini sebanyak 3 subjek diberikan stimulus yang berbeda satu sama lain, stimulus berupa : pasangan kata-kata tak bermakna, pasangan kata-kata bermakna namun tidak berhubungan, dan kata-kata bermakna yang saling berhubungan).

F. Pelaksanaan EksperimenTahap-tahap melakukan eksperimen ini adalah sebagai berikut :1) Tiap subjek penelitian diberi 1 dari 3 buah kumpulan 10 pasang kata, masing-masing mendapat tingkat kesulitan berbeda.2) Subjek diminta untuk mengingat dan menghafal kata-kata tersebut.3) Tiap subjek mendapat giliran sesuai urutan kumpulan kata yang akan diberikan.4) Kumpulan kata tersebut sesuai urutan adalah sebagai berikut :5) Untuk subjek pertama, pasangan kata-kata tak bermakna :a. kis-labf.lut-gosb. yer-tipg.siw-tusc. wic-cuch.mos-jard. poc-duxi.wap-jese. mov-pipj.mip-rus

6) Untuk subjek kedua, pasangan kata-kata bermakna, namun tidak berhubungan :a. mulai-ayahf.beli-tidurb. pisau-suratg.kakak-tanahc. asing-niath.siap-watakd. gemar-maksudi.sore-negarae. pohon-bajuj.maksud-bangsa

7) Untuk subjek ketiga, pasangan kata-kata bermakna, dan saling berhubungan :a. surat-posf.mencuri-polisib. musuh-racung.buku-sekolahc. nakal-hukumanh.air-mancurd. ujian-lulusi.belajar-pandaie. bapak-ibuj.meja-kursi8) Setelah semua kata diberikan kepada masing-masing subjek, subjek pertama diminta untuk mengulangi kembali kata-kata yang tadi diberikan kepadanya.9) Berikutnya pengulangan kata juga dilakukan oleh subjek kedua dan ketiga secara berurutan.10) Tester lalu mencatat dan menilai berapa banyak kata-kata yang diingat oleh masing-masing subjek, dan membuat kesimpulan.

G. Hasil dan PembahasanNoNamaJenis Kumpulan KataJawaban Benar

1-34-67-10

1LuckyTak bermakna, tak berhubunganBenar semua--

2RakaBermakna, tak berhubungan1 dan 25 dan 67

3IsmiBermakna, berhubunganBenar semuaBenar semua8

Berdasarkan eksperimen tersebut, subjek pertama terlihat lebih sulit mengingat kembali kata-kata yang diberikan, dibanding subjek kedua dan ketiga. Sedangkan subjek ketiga lebih mudah mengingat kata-kata dibanding subjek kedua dan pertama. Hal ini disebabkan karena jenis dan tingkat kesulitan dari kata yang diberikan. Subjek ketiga bisa lebih mudah mengingat kata dikarenakan kata-kata yang diberikan memiliki hubungan satu sama lain dan telah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga telah pernah tersimpan dalam memori berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Berbeda dengan subjek pertama yang mendapat kata-kata yang kurang familiar. Selain itu, juga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan ingatan individu, seperti kondisi kognitif dan proses mental individu serta keadaan lingkungan sekitar.

H. Kesimpulan dan SaranKemampuan mengingat individu sangat didukung oleh seberapa familiar hal itu terhadap individu, selain itu dibutuhkan waktu yang cukup bagi suatu individu untuk bisa lebih banyak menyimpan stimulus dalam proses memori. Eksperimen terkait kemampuan mengingat (memori) ini sangat perlu dilakukan dalam mengobservasi hal-hal terkait kemampuan menyimpan suatu memori pada manusia, serta variabel-variabel lain yang mungkin terkait dengan hal tersebut.

2. Depth Perception Apparatus

A. PengantarPersepsi merupakan suatu proses mental yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap hari manusia berhadapan dengan stimulus-stimulus dari luar yang lalu diterjemahkan agar bisa tebaca situasi disekitarnya. Akan tetapi, ternyata dalam melakukan persepsi, hasil terjemahan pada tiap-tiap individu bisa berbeda satu sama lain, tergantung pada pengetahuannya pengalaman-pengalamannya dan kondisi reseptornya. Pada eksperimen kali ini akan diobservasi sejauh mana ketepatan subjek penelitian dalam mempersepsikan kesejajaran dua buah stik pada depth-perception apparatus. Dimana akan dinilai sebesar mana kesalahan (error) yang dibuat oleh subjek.

B. Landasan TeoriSalah satu proses mental yang terjadi pada manusia adalah persepsi. Menurut Gazzaniga (2012:188), persepsi terbentuk setelah adanya stimulus atau rangsangan dimana stimulus itu diterima oleh reseptor berupa indera (proses sensasi), lalu diubah menjadi sinyal-sinyal elektrik dan melalui tahap coding (penterjemahan) di dalam otak. Setelah otak menterjemahkan makna stimulus itu, barulah akan terbentuk persepsi manusia dan biasanya juga diiringi tindakan terhadap stimulus tersebut. Dalam proses persepsi, individu haruslah memiliki perhatian terhadap suatu stimulus agar bisa menterjemahkannya secara tepat. Ada lima reseptor yang berperan dalam persepsi yang disebut panca indera, yakni pmata untuk penglihatan, hidung untuk penciuman, telinga untuk pendengaran, kulit untuk perabaan, dan lidah untuk pengecapan.

Depth-perception apparatus merupakan alat tes yang terdiri dari dua buah stik dalam satu kotak yang bagian depannya transparan, dimana tugas testee adalah mensejajarkan dua buah stik tersebut. Dalam eksperimen ini, reseptor yang berperan adalah mata sebagai indera penglihatan. Beberapa bagian yang membangun struktus fisiologis mata diantaranya kornea yang merupakan selaput tipis dibagian luar mata, retina yakni permukaan bagian tipis di belakang bola mata, yang mengandung fotoreseptor yang mentrasduksikan cahaya menjadi sinyal saraf, pupil yakni lubang kecil pada mata sebagai tempat masuknya gelombang cahaya, serta iris yang membentuk warna mata serta menyeleksi kapastitas cahaya yang masuk dengan membesarkan atau mengecilkan pupil mata.Dalam proses persepsi melalui indera penglihatan, ada 3 proses yang harus dilalui :1. Proses fisik, dimana stimulus mengenai alat indera.2. Proses fisiologis, dimana stimulus itu dibawa ke otak oleh syaraf sensoris.3. Proses psikologis, dimana individu membentuk persepsi terhadap stimulus yang telah diterima setelah terjadi proses penterjemahan oleh pusat susunan urat syaraf di otak.

Terkait penggunaan alat depth perception apparatus, kemampuan visual manusia juga harus bisa mempersepsikan kedalaman serta ketinggian suatu stimulus pada jarak tertentu. Berdasarkan Passer & Smith (2008:157), retina mata hanya menerima informasi dalam dua dimensi yakni panjang dan lebar suatu benda. Akan tetapi, otak memiliki kemampuan memberi terjemahannya dalam tiga dimensi. Proses ini menggunakan monocular depth cues, yang membutuhkan satu mata, dan binocular depth cues, yang menggunakan dua mata. Pada proses persepsi visual, beberapa faktor lain juga turut berpengaruh, diantaranya kondisi mata subjek, pencahayaan, dan kondisi lingkungan sekitar yang turut mempengaruhi perhatian individu terhadap stimulus.

C. Variabel Eksperimen a. Variabel Independen: Kondisi pencahayaan di sekitar, stimulus dari luar berupa suara-suara dsb, serta kondisi reseptor visual subjek.b. Variabel Dependen: Tingkat ketepatan dalam kesejajaran antara dua buah stik, banyaknya error yang dibuat subjek.

D. HipotesisSubjek akan melakukan paling tidak sedikit error dalam menentukan kesejajaran dua buah stik, mengingat keterbatasan kemampuan visual tiap individu dan ketelitian pada alat eksperimen dalam mendeteksi error.

E. Rancangan EksperimenDalam eksperimen ini, subjek diletakkan pada posisi 1,5 m dari alat tes, dengan kondisi pencahayaan sekitar yang normal (tidak redup, tidak terang) dan tidak berpolusi suara. Depth Perception Apparatus berupa alat tes persepsi visual terkait kesejajaran dua benda, terdiri dari dua buah stik, berwarna oren dan ungu, dimana tugas subjek adalah mensejajarkan posisi yang ungu terhadap yang oren.

F. Pelaksanaan EksperimenTahap-tahap melakukan eksperimen ini adalah sebagai berikut :1) Sebelum memulai eksperimen, testee diposisikan sejauh 1,5 meter menghadao alat tes, dalam keadaan duduk agar lebih nyaman dan fokus.2) Testee lalu dimintai untuk mengotrol pergerakan stik berwarna ungu pada alat tes untuk disejajarkan bersama stik berwarna oren (sebagai acuan) menggunakan sebuah remote control.3) Tes dilakukan sebanyak dua kali, pada tahap pertama, testee menggerakkan stik maju kedepan.4) Setelah dirasa sejajar, tester lalu mencatat hasil error kesalahan posisi stik yang diarahkan testee tersebut.5) Tahap kedua, testee menggerakkan stik mundur kebelakang, lalu tester kembali mencatat hasil error yang dibuat testee.

G. Hasil dan PembahasanNilai error yang dihasilkan testee

Percobaan 1 (Maju)Percobaan 2 (Mundur)

+0,06 mm-0,01 mm

Berdasarkan hasil tes, terlihat bahwa testee melakukan error pada saat memposisikan stik ungu dengan stik oren sebagai acuannya. Artinya, ada sedikit penyimpangan kesejajaran antara dua stik itu setelah diposisikan oleh testee. Ini membuktikan bahwa manusia memiliki kemampuan mempersepsikan posisi antara benda-benda, namun kemampuan itu masih terbatas, khususnya apabila jarak benda dan subjek semakin jauh. Kondisi kualitas alat indera sebagai reseptor dan juga pencahayaan sekitar juga turut berpengaruh dalam ketepatan persepsi subjek.

H. Kesimpulan dan SaranTingkat ketinggian dan kesejajaran dua buah benda bisa diterjemahkan oleh manusia melalui proses persepsi yang melibatkan reseptor, otak, efektor. Proses ini tentunya akan berbeda hasilnya antara satu individu dengan yang lainnya, tergantung pada faktor internal berupa kondisi indera, pengetahuan/pengalaman, serta faktor eksternal berupa kondisi cahaya dan stimulus lain misalnya suara-suara.

3. Puzzle

A. PengantarDalam kehidupan sehari-hari, manusia sering dihadapkan pada persoalan tertentu yang menuntut kemampuan penyelesaian masalah (problem solving) yang tepat. Tindakan yang dibuat dalam problem solving biasanya berasaskan dari pengalaman-pengalaman belajar individu sebelumnya. Eksperimen ini berkaitan dengan ketepatan dan ketangkasan individu dalam menyelesaikan penyusunan puzzle yang telah diacak. Dimana ada 3 jenis puzzle dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Tiap-tiap subjek akan mendapat 1 puzzle dan akan diobservasi bagaimana subjek menyelesaikan penyusunan puzzle.

B. Landasan teoriEksperimen puzzle berkaitan dengan psikologi belajar (learning) dan kemampuan individu dalam memecahkan masalah (problem solving). Menurut Gazzaniga (2012:245), belajar merupakan perubahan pada perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman sebelumnya, ketika individu mendapat suatu keuntungan dari tindakan sebelumnya, maka ia cenderung akan memutuskan untuk kembali menerapkan perilaku itu dalam lingkungannya. Jadi proses belajar diperlihatkan dari hasil perilaku yang ditampakkan individu. Psikologi belajar juga dikaitkan dengan pemecahan masalah (problem solving). Ketika individu telah mempelajari suatu keadaan, maka ia akan memahami cara untuk mendapatkan sesuatu berdasarkan pengalaman tersebut.

Dalam suatu eksperimen, untuk menilai kemampuan pemecahan masalah oleh subjek, biasanya digunakan peraga problem solving model linier, dimana terdapat susunan sinyal dan isyarat yang sudah terstruktur rapi dan dalam domain terbatas yang dapat diketahui individu. Meskipun terkadang tidak sesuai dalam pemecahan masalah sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari, namun cara ini sangat banyak digunakan oleh ilmuwan kognitif.

Dalam proses pemecahan masalah, ada dua jenis condisioning (pengkondisian). Yakni kondisioning klasik yang dikembangkan oleh Ivan Petrovich Pavlov serta kondisioning operan yang dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike dan Burrhus Frederick Skinner. Kondisioning klasik merupakan tipe belajar yang melibatkan tanggapan yang ditimbulkan secara refleksif, akibat adanya kemunculan suatu stimulus yang menyebabkan respons pada individu muncul secara otomatis. Sedangkan kondisioning operan merupakan tipe belajar dimana individu memberi tanggapan yang dipancarkan sendiri oleh stimulus yang tidak diketahui, atau tanpa adanya rangsangan tertentu. Artinya, respons itu datang dari individu sendiri dan belum tentu didahului oleh stimulus eksternal. Dalam proses problem solving, kondisi kognitif pada individu harus dalam keadaan prima agar bisa menemukan penyelesaiannya secara tepat.

C. Variabel Eksperimena. Variabel Independen: Berbagai jenis puzzle dengan tingkat kesulitan berbeda, dengan guide, semi-guide, dan tanpa guide.b. Variabel Dependen: Ketepatan pemasangan puzzle, jumlah erorr, serta waktu yang digunakan dalam menyelesaikan puzzle.D. HipotesisSemakin banyak petunjuk guide yang terdapat pada puzzle, maka akan semakin mudah bagi subjek untuk menyelesaikan pemasangan puzzle. Sebaliknya, subjek yang mendapat puzzle tanpa guide, akan lebih sulit dalam menyelesaikan pemasangan puzzle.

E. Rancangan EksperimenRancangan tiga kelompok dengan random assignment.

K1X1 YRK2X2 YK3X3 Y

denganX1: Perlakuan dengan jenis puzzle: tanpa guideX2: Perlakuan dengan jenis puzzle: dengan semi guideX3: Perlakuan dengan jenis puzzle: dengan guideY: Observasi, waktu pemecahan masalah

F. Pelaksanaan EksperimenTahap-tahap melakukan eksperimen ini adalah sebagai berikut :1) Disediakan tiga buah puzzle, diantaranya puzzle yang polos, puzzle yang memiliki sedikit petunjuk acuan, dan puzzle yang memiliki banyak petunjuk acuan.2) Tiga orang testee mendapat masing-masing satu buah puzzle.3) Puzzle tersebut diacak-acak dan masing-masing testee dimintai untuk memasang kembali puzzle itu pada tempatnya secara tepat.4) Tester lalu mengamati dan mencatat total kesalahan penempatan (error) yang dibuat testee selama menyusun puzzle tersebut.

G. Hasil dan PembahasanNoSubjekJenis PuzzleWaktu (menit)Jumlah error

1RakaDengan guide01.402

2OmarSemi-guide05.008

3TofaTanpa guide05.0013

Berdasarkan hasil eksperimen ini, testee yang mendapat petunjuk acuan pada puzzle nya bisa lebih cepat dan akurat dalam menyelesaikan penyusunan puzzle, error yang dibuat juga lebih sedikit. Sedangkan testee yang mengerjakan puzzle polos memerlukan waktu lebih lama dan melakukan error lebih banyak. Analisis faktor dari hal ini adalah adanya petunjuk-petunjuk tertentu lebih memudahkan individu melakukan problem-solving.

H. Kesimpulan dan SaranDalam proses problem solving, individu akan menggunakan berbagai cara termasuk melakukan percobaan-percobaan, mencari petunjuk, dan belajar dari berbagai pengalaman. Tak jarang akan terjadi error saat melakukan proses itu. Eksperimen seperti ini berguna untuk mengobservasi hal itu, dan mengembangkan kajian terkait kemampuan problem solving. Variabel lain mungkin bisa dilibatkan untuk lebih mendalami hal ini.

4. Muller-Lyer

A. PengantarDalam melakukan suatu penterjemahan terhadap suatu stimulus, atau yang dikenal dengan proses persepsi, seringkali individu melakukan kesalahan (distorsi) dalam menterjemahkan stimulus. Artinya, hasil terjemahan individu terkadang tidak sesuai dengan keadaan aslinya. Hal ini tentunya berbeda pada tiap individu. Kejadian ini disebut sebagai ilusi. Eksperimen ini memperagakan sebuah alat yang memiliki dua garis yang sebenarnya sama panjang tetapi terlihat berbeda. Dari sini akan diobsevasi sejauh mana kemampuan subjek tes dalam memperkirakan panjang garis.

B. Landasan teoriTownsend (1953:114) mengemukakan, Muller-Lyer merupakan sebuah alat peraga ilusi yang terdiri dari dua buah garis yang sebenarnya memiliki panjang yang sama tapi terlihat tidak sama dikarenakan satu garis berujung kepala anak panah dan satunya lagi berujung ekor anak panah. Landasan teori terkait penggunaan alat ini adalah terkait distorsi pada proses persepsi yang dinamakan ilusi.

Ilusi merupakan kesalahan dalam menterjemahkan suatu stimulus. Walgito (2005:149) menyebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya ilusi, diantaranya :a. Faktor kealaman, terjadi karena faktor alam, misalnya gema dan ilusi kaca.b. Faktor stimulus, misalnya pada stimulus yang memiliki arti lebih dari satu (ambigous), atau stimulus yang memberikan impresi secara total.c. Faktor individu, terkait kesiapan psikologis atau kebiasaan individu.

Eksperimen kali ini akan memperagakan ilusi Muller-Lyer. Ada tiga macam ilusi Muller-Lyer menurut Walgito (2005:151), diantaranya :

i.

ii.

iii.

Keterangan : i. Terlihat seolah garis A lebih panjang dari garis B, padahal sesungguhnya keduanya sama panjang, ini diakibatkan oleh sayap pada tiap ujung garis yang arahnya berbeda, ada yang mengarah keluar dan kedalam.ii. Jika dibandingkan, lingkaran B seolah lebih kecil dari A, padahal sebenarnya keduanya memiliki besar yang sama. Ini diakibatkan posisi lingkaran B yang terletak disebelah lingkaran C yang lebih besar.iii. Garis A terlihat lebih pendek dari garis B, hal ini karena garis B ada ditengah-tengah garis yang lebih panjang.

Yang digunakan dalam eksperimen kali ini adalah ilusi Muller-Lyer yang pertama, yakni terkait panjang dua garis yang berujung sayap berupa anak panah.

C. Variabel Eksperimena. Variabel Independen: Pengaturan panjang garis yang diberikan pada ilusi Muller-Lyer.b. Variabel Dependen: Ketepatan subjek dalam memperkirakan panjang garis.

D. HipotesisSubjek tidak bisa secara komprehensif memperkirakan secara tepat panjang garis pada ilusi Muller-Lyer. Oleh subjek, garis akan terlihat lebih pendek bila ujungnya berupa anak panah yang mengarah kedalam.

E. Rancangan EksperimenBerikut gambaran garis pada alat tes Muller-Lyer, dengan A, B, dan C mewakili tiap wing/anak panah, agar bisa disesuaikan dengan prosedur.

Rancangan satu kelompok (one shot case study)

XY

X: Perlakuan dengan arah gerakan anak panah stimulus-variabel dari dalam keluar (outward) dan dari luar (inward)Y: Observasi, estimasi panjang ruas garis.

F. Pelaksanaan EksperimenTahap-tahap melakukan eksperimen ini adalah sebagai berikut :1) Testee diposisikan menghadap alat tes dengan jarak sekitar 1,5 meter.2) Tester akan menggerakkan anak panah C pada alat tes.3) Pada tahap pertama, tester menggerakkan anak panah C kearah menuju anak panah B (Inward).4) Selama menuju anak panah B, anak panah C akan dihentikan oleh tester pada titik-titik posisi tertentu dan selama itu testee diminta untuk memperkirakan jarak antara titik C ke titik B di setiap penghentian. Hal itu dilakukan sebanyak 5 kali.5) Tahap kedua dilakukan sama dengan tahap pertama, dengan pergerakan titik C menjauhi titik B (outward).6) Tester mencatat perkiraan testee dan membandingkan dengan jarak sesungguhnya yang tertera pada alat.

G. Hasil dan PembahasanNoPercobaan 1 (Inward)Percobaan 2 (Outward)

Alat (cm)Persepsi Subjek (cm)Alat (cm)Persepsi Subjek (cm)

124251311

220202020

317172427

415132830

51193233

Persepsi pada manusia dipengaruhi oleh kemampuan alat indera dalam menterjemahkan stimulus. Akan tetapi adakalanya stimulus yang diberikan bisa menimbulkan ilusi. Pada ekspermin Muller-Lyer, subjek penelitian sesekali melakukan error dalam memperkirakan jarak antar titik. Salah satu faktor penyebabnya ialah rancangan anak panah pada alat yang mengarah keluar dan kedalam sehingga mempengaruhi persepsi subjek.

H. Kesimpulan dan SaranKetepatan subjek atau individu dalam melakukan persepsi sesekali bisa melibatkan ilusi. Untuk bisa menterjemahkan stimulus secara tepat, dibutuhkan kondisi reseptor yang baik serta ketelitian dalam memusatkan perhatian kepada stimulus. Eksperimen seperti ini bisa lebih dikembangkan dengan alat ilusi jenis yang lain. Seperti beberapa yang telah dijabarkan di atas, ataupun ilusi lainnya.

5. Mirror-Tracer

A. PengantarPergerakan tangan dan mata terkadang bisa salah dalam mengkoordinasikannya, contohnya bila pergerakan tangan tidak sesuai dengan stimulus yang ditangkap oleh mata. Kemampuan koordinasi tangan dan mata sangat dibutuhkan manusia, khususnya pada beberapa profesi seperti pilot, dokter, dsb. Adapun eksperimen kali ini adalah untuk melatih pergerakan tangan agar sesuai dengan arah bintang yang sebenarnya pada mirror tracer, dimana subjek akan melihat pergerakan tangannya melalui cermin, sehingga arah tangan yang dilihatnya pada pantulan cermin akan berlawanan dengan aslinya.

B. Landasan TeoriDalam eksperimen mirror tracer ini, landasan teori yang terkait adalah tentang transfer of training positive. Dalam proses belajar, organisme akan mendapat pengalaman yang mempengaruhi perilakunya. Apabila organisme berhadapan dengan suatu permasalahan baru, maka tidak bisa dipungkiri dalam penyelesaiannya pasti melibatkan apa yang pernah didapat dari pengalaman sebelumnya. Efek yang diberikan oleh pengalaman sebelumnya terhadap pengalaman baru disebut sebagai transfer of training. Transfer of training muncul ketika ada suatu hasil pelatihan dari perlakuan respon sebelumnya memberi efek saat mempelajari respon yang baru. Positive transfer muncul ketika ada suatu perolehan positif (facilitate), misalnya suatu kemampuan baru, ketika organisme telah terlatih dalam menyelesaikan suatu persoalan.Selain itu, dalam eksperimen ini dibutuhkan koordinasi tangan dan mata. Pergerakan tangan dan mata manusia terkait dengan kerja sistem saraf pada tubuh kita. Bagian penting dalam sistem saraf adalah neuron. Tiga bagian penting pada neuron adalah : badan sel, dendrit, dan akson. Berikut penjelasan tentang masing-masing bagian.i. Dendrit berfungsi untuk mengumpulkan pesan yang dibawa neuron lain dan mengirimkannya ke badan sel.ii. Badan sel terdiri dari struktur biokimia sebagai asupan bagi neuron, dan terdapat nukleus sebagai pembawa informasi genetik.iii. Akson memberi rangsangan elektrik dari badan sel kepada neuron lain, otot, maupun kelenjar.Neuron terdiri dari dua jenis, ada neuron sensorik dan motorik. Neuron sensorik biasanya mengkoordinasikan gerak yang tidak kita sadari, yang telah terspesialisasi menjadi sangat sensitif terhadap stimulus. Sedangkan neuron motorik cenderung pergerakannya kita sadari, contohnya pada otot. Neuron motorik memiliki badan sel yang terletak didalam sumsum tulang belakang. Mata kita berfungsi sebagai reseptor. Ketika mata melihat ke arah pantulan di cermin mirror tracer, saraf sensorik akan mengantarkannya ke otak lalu diterjemahkan. Hasil terjemahan akan dibawa ke saraf motorik menuju otot tangan sebagai efektor untuk menggerakkan pensil searah dengan bentuk bintang. Namun dikarenakan pantulan pada cermin arahnya terbalik dengan kenyataan, maka subjek tes harus mampu mengkondisikan itu agar meminimalisir error yang terjadi.

C. Variabel Eksperimena. Variabel Independen: Bentuk gambar pada mirror tracer, keadaan sekitar subjek.b. Variabel Dependen: Banyak error yang dibuat subjek, waktu yang diperlukan subjek.

D. HipotesisSubjek akan melakukan banyak error pada percobaan pertama dengan tangan kiri, lalu setelah terlatih sebanyak 5 kali menggunakan tangan kanan, pada percobaan terakhir error yang dibuat subjek akan semakin berkurang. Waktu yang digunakan juga akan lebih sedikit.

E. Rancangan EksperimenEksperimen ini melibatkan 1 orang subjek dengan percobaan koordinasi tangan dan mata dengan mirror tracer sebanyak 7 kali, dengan rincian, 1 kali menggunakan tangan kiri, 5 kali menggunakan tangan kanan, dan 1 kali menggunakan tangan kiri.

F. Pelaksanaan EksperimenTahap-tahap melakukan eksperimen ini adalah sebagai berikut :1) Testee diposisikan menghadap alat tes.2) Testee lalu diminta menggerakan pensil pada alat mengikuti bentuk bintang searah jarum jam, hingga kembali ke titik awal.3) Selama proses, subjek hanya diperkenankan melihat pergerakan tangannya pada pantulan di cermin.4) Proses ini dilakukan sebanyak 7 kali, dengan rincian 2 kali dengan tangan kiri, yakni di awal dan di akhir, dan 5 kali dengan tangan kanan.

G. Hasil dan PembahasanNoTangan yang digunakanJumlah ErrorWaktu (detik)

1Kiri82109

2Kanan1966

3Kanan856

4Kanan1449

5Kanan1245

6Kanan1564

7Kiri1364

Berdasarkan hasil eksperimen, testee paling banyak melakukan error pada percobaan pertama dengan tangan kiri. Lalu setelah diikuti dengan percobaan sebanyak 5 kali dengan tangan kanan, terlihat testee mulai terlatih dan pada percobaan terakhir dengan tangan kiri error yang dibuat lebih sedikit. Analisis dari hal ini adalah ketika testee melakukan percobaan berkali-kali menggerakkan pensil searah bentuk bintang, maka akan terbentuk kondisioning (kebiasaan) pada interaksi individu dengan penggunaan alat, sehingga individu mulai terbiasa dan error yang dibuat pun semakin berkurang. Pada penggunaan waktu, terlihat tidak stabil bisa jadi dikarenakan stimulus dari luar berupa suara dan keramaian yang mungkin mempengaruhi konsentrasi individu. Mengingat eksperimen ini sebenarnya berupa demo penggunaan alat eksperimen psikologi.

H. Kesimpulan dan SaranPembentukan perilaku pada individu bisa dibentuk dengan conditioning (kebiasaan). Apabila individu telah membiasakan diri terhadap suatu hal, maka akan bertambah kemampuan dan ketepatannya dalam melakukan hal tersebut. Eksperimen seperti ini sangat membantu dalam mengobservasi hal itu. Eksperimen ini mungkin bisa dikembangkan dengan menambah berbagai variabel untuk mengembangkan kajian.

DAFTAR PUSTAKA

Bhinnety, M. (2001). Petunjuk Praktikum Psikologi Eksperimen. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.Gazzaniga, M. S., Heatherton, T. F., Halpern, D. F., & Heine S. J. (2012). Psychological Science Third Canadian Edition. New York: W.W. Norton & Company.Kalat, J.W. (2007). Biological Psychology. Singapore: Cengage Learning Asia Pte Ltd.Kirsch, I., Lynn, S. T., Vigorito, M., & Miller, R. R. (2004). The role of cognition in classical and operant conditioning. Journal of Clinical Psychology, 60(4), 369-392.Passer, M. W., & Smith, R.E. (2004). Psychology: The Science of Mind and Behavior. Second Edition. New York: McGraw-Hill.Rajamanickam, M. (2005). Experimental Psychology with Advanced Experiments. New Delhi: Ashok Kumar Mittal.Roth, M. & McGinn, M. K. (1997). Toward a new perspective on problem solving. Canadian Journal of Education, 22.1, 18.Townsend, J. C. (1953). Introduction to Experimental Method for Psychology and the Social Science. New York: McGraw-Hill.Walgito, B. (2005). Pengantar Psikologi Umum. Edisi Revisi Ke-5. Yogyakarta: Andi Offset.

.