penyelenggaraan pemerintahan desa (seri buku saku uu desa)

56
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan Seri Buku Saku UUDesa Joko Purnomo & Tim Infest

Upload: infest-yogyakarta

Post on 26-Jul-2016

273 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Maju Perempuan Indonesiauntuk Penanggulangan Kemiskinan

Seri Buku Saku UUDesa

Joko Purnomo & Tim Infest

Page 2: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)
Page 3: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Joko Purnomo & Tim Infest

Page 4: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Seri Buku Saku UU Desa

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Penulis: Joko PurnomoPenyunting : Heru Prasetya & M. Irsyadul IbadReviewer : Ahmad Affandi Proof Reader: Sofwan HadiIlustrasi Sampul : Dani YuniartoSampul dan Isi : Akbar BinbachrieWahyu Hidayat

Didukung oleh:

Maju Perempuan Indonesiauntuk Penanggulangan Kemiskinan

Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

Buku ini dikembangkan dan diterbitkan oleh INFEST dengan dukungan dari Program Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU). Program Mampu merupakan inisiatif bersama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan perempuan. Informasi yang disampaikan dalam buku ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab tim penyusun dan tidak serta merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia.

ISBN: 978-602-14743-7-2

Diterbitkan pertama kali Tahun 2016 oleh:

Page 5: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

SEKAPUR SIRIH

afas baru pengelolaan desa melalui Undang-Undang Nomor 6 NTahun 2014 tentang Desa menjamin kemandirian desa. Melalui asas

rekognisi dan subsidiaritas, peran desa bergeser dari objek menjadi

subjek pembangunan. Melalui kewenangan berdasarkan hak asal usul dan

kewenangan lokal berskala desa, desa diharapkan menjadi pelaku aktif dalam

pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta

kebutuhan pada lingkup masing-masing.

Desa yang kini tidak lagi menjadi sub-pemerintahan kabupaten berubah

menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas

yang berlaku pada paradigma lama melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Kedua prinsip ini

memberikan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada

desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri.

Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu

yang mudah dilakukan. Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah

dan masyarakat sipil untuk dapat menggerakkan desa agar benar-benar

menjadi subjek pembangunan. Berbagai praktik dan pembelajaran telah

muncul sebagai bagian dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 6: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

ii

pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan

desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat. Desa dalam kerangka

UU Desa adalah kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang

terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing

community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government).

Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang

problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan

pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan

bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan

perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang

partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam

pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli

atas ruang “menjadi subjek” yang sebenarnya telah terbuka luas.

Sebagai upaya untuk mendukung desa sebagai subjek, itulah alasan buku

ini hadir. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi pegiat dan elemen di desa.

Buku ini salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest

Yogyakarta. Serial Buku Saku UU Desa terdiri dari: Lebih Dekat dengan

Kewenangan Desa, Mengenal dan Mengelola Aset Desa, Pendirian dan

Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan.

Terima kasih kami sampaikan kepada tim penulis yang telah menyelesaikan

penulisan buku ini. Untuk Desa dan Indonesia, pengetahuan ini kami

persembahkan.

Muhammad Irsyadul Ibad

Direktur Eksekutif Infest Yogyakarta

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 7: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

iii

3

Sekapur Sirih

Pendahuluan

Kedudukan Desa dan Pemerintah Desa

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Mekanisme Pengelolaan Pemerintahan Desa

Satuan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa

Kepala Desa

Perangkat Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Pemilihan Kepala Desa

Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Pengangkatan Perangkat Desa

Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

1

43

40

37

35

27

27

26

23

18

17

1311

6

Tentang Penulis 45

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 8: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 9: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

1

ejarah mencatat berbagai regulasi telah ditetapkan dalam rangka Spengaturan desa. Mulai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948

tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan

Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-

Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979

tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, hingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah. Namun implementasi berbagai regulasi

tersebut ternyata belum menjawab kebutuhan pengaturan desa yang dapat

mewadahi kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan berbagai regulasi

turunannya hadir dengan semangat baru untuk mengembalikan kedaulatan,

otonomi, dan kewenangan desa. Dari kacamata politik, desa adalah arena

partisipasi publik warga untuk untuk ikut serta terl ibat dalam

penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan

kemasyarakatan. Dari sisi kewenangan, desa memiliki berbagai kewenangan

Pendahuluan

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 10: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

2

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan

potensi dan karakteristik lokal. Sedangkan dari sisi posisi, desa kini

ditempatkan sebagai pelaku utama (subyek) dalam melaksanakan

pembangunan, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian

hadirnya UU Desa ini akan mengubah wajah tata kelola pemerintahan,

pembangunan, pemberdayaan, dan kemasyarakatan di desa. Desa

berpeluang untuk menata ulang sistem pemerintahan, mengembangkan

kelembagaan, dan memaksimalkan pengelolaan sumber daya secara mandiri.

Desa mandiri dibangun dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-

governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan

masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah desa,

ditata sedemikian rupa menjadi desa dan desa adat. Perbedaan antara desa

dan desa adat adalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama menyangkut

pelestarian sosial, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang

perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi

masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan

berdasarkan susunan asli.

Desa adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan, pembangunan, serta

mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam

posisi seperti ini, desa dan desa adat mendapat perlakuan yang sama dari

Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, di masa depan desa dan

desa adat dapat melakukan perubahan wajah tata kelola penyelenggaraan

pemerintahan yang efektif, pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna,

serta pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Penyelenggaraan pemerintahan di desa merupakan kewenangan desa.

Pemerintahan desa memiliki kekuasaan untuk mengatur penyelenggaraan

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Dalam

konstruksi Permendesa Nomor 1 Tahun 2015, penyelenggaraan pemerintahan

desa merupakan kewenangan lokal skala desa. Dengan demikian desa dapat

mengatur dan mengurus urusan penyelenggaraan pemerintahan di

wilayahnya.

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 11: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

3

Kedudukan Desa dan Pemerintah Desa

Menempatkan kedudukan desa dan kepala desa dalam ketatanegaraan

Indonesia perlu dipahami sebagai penyelenggaraan urusan yang dilaksanakan

dalam rangka pemerintahan dalam arti luas, yaitu untuk melayani masyarakat.

Perlekatan mengenai ketatanegaraan tampaknya lebih baik dikesampingkan

terlebih dahulu karena beberapa alasan. Salah satu yang utama adalah karena

urusan dan kelembagaan ketatanegaraan berbeda dengan urusan dan

kelembagaan pemerintahan. Hal ini dapat dikuatkan oleh penjelasan Bagir

Manan bahwa karena konstitusi/Undang-Undang Dasar merupakan kaidah

dasar bagi semua bidang hukum, belum tentu kaidah yang diatur merupakan

kaidah ketatanegaraan. Begitu pula lembaga-lembaga yang terdapat dalam

Undang-Undang Dasar belum tentu merupakan lembaga yang bersifat

ketatanegaraan (Manan, 2009).

Mengenai kedudukan desa (atau nama lainnya), Rosjidi Ranggawidjaja

menautkannya dari pengakuan dan penghormatan Pasal 18B ayat (2) UUD

1945 ; Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang (Ranggawidjaja, 2013).

Meskipun UUD 1945 tidak mengenal otonomi asli, tetapi konsep ini dikenal

luas dalam banyak literatur dan perbincangan tentang desa. Otonomi desa

merupakan otonomi asli, utuh serta bukan merupakan pemberian dari

pemerintah. Pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli berdasar

hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik

maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut

dan menuntut di muka pengadilan (Soetardjo kartohadikoesoemo, 1962; T.

Ndraha, 1991; HAW Widjaja, 2003).

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mengandung asas rekognisi dan

subsidiaritas untuk menegaskan kedudukan desa dalam sistem

ketatanegaraan dan pemerintahan NKRI, sama halnya dengan konsep

desentralisasi. Desentralisasi merupakan konsep untk memahami dan

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 12: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

4

menjabarkan asas otonomi yang terdapat dalam Pasal 18 UUD 1945, terutama

untuk mendudukan daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan

rekognisi merupakan konsep pengakuan dan penghormatan negara terhadap

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat, yang tidak lain adalah desa atau

nama lain. Penerapan asas rekognisi harus juga disertai asas subsidiaritas,

yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan

secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa.

Rekognisi terhadap desa yang dilembagakan dalam UU Desa tentu bersifat

kontekstual dan konstitusional. Sesuai amanat konstitusi, negara (presiden,

menteri, lembaga-lembaga negara, tentara, polisi, kejaksaan, perbankan dan

lembaga-lembaga lain), swasta atau pelaku ekonomi maupun pihak

ketiga(LSM, perguruan tinggi, lembaga donor dan sebagainya) wajib

melakukan pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan desa

sebagai kesatuan masyarakat hukum. Keberadaan desa dalam hal ini

mencakup hak asal-usul (bawaan maupun prakarsa lokal yang berkembang)

wilayah, pemerintahan, peraturan maupun pranata lokal, lembaga-lembaga

lokal, identitas budaya, kesatuan masyarakat, prakarsa desa, maupun

kekayaan desa. Rekognisi bukan hanya mengakui dan menghormati terhadap

keragaman desa, kedudukan, kewenangan dan hak asal-usul maupun

susunan pemerintahan namun juga melakukan redistribusi ekonomi dalam

bentuk alokasi dana yang bersumber dari APBN maupun APBD.

Penerapan asas rekognisi juga disertai asas subsidiaritas. Makna asas

subsidiaritas antara lain: Pertama, urusan lokal atau kepentingan masyarakat

setempat yang berskala lokal lebih baik ditangani oleh desa yang paling dekat

dengan masyarakat. Kedua, negara bukan menyerahkan kewenangan

melainkan menetapkan kewenangan desa secara langsung melalui undang-

undang tanpa melalui mekanisme penyerahan kewenangan dari

Kabupaten/Kota. Ketiga, pemerintah tidak melakukan campur tangan

(intervensi) dari atas terhadap kewenangan lokal skala desa, melainkan

memberikan dukungan dan fasilitasi terhadap desa.

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 13: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

5

Dalam UU No. 6 Tahun 2016 dinyatakan bahwa:

“Desa adalah Desa dan Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui

dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Pasal 1). Kedudukan desa tercermin dalam bunyi Pasal 2 dan Pasal 5:

“Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan

Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat

Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

Bhinneka Tunggal Ika” (Pasal 1). “Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota” (Pasal 5).

Ketentuan di atas menegaskan kedudukan desa sebagai bagian dari

Pemerintahan Daerah. Hal ini pula yang menjadikan peraturan desa atas dasar

Ketetapan MPR No. III/MPR/ 2000 (vide Pasal 3 ayat (7) huruf c) dan UU No. 10

Tahun 2004 (vide Pasal 7 ayat (2) huruf c) sebagai salah satu jenis peraturan

perundang-undangan sebagai bagian dari peraturan daerah. Dalam

perkembangan selanjutnya, peraturan desa tidak dikategorikan sebagai

peraturan daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, walaupun undang-undang tersebut

mengakui keberadaan “peraturan yang ditetapkan oleh… kepala desa atau

pejabat yang setingkat” (vide Pasal 8 ayat (1)).

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 14: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

6

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014, desa memiliki empat domain dan

kewenangan; pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan

kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Inilah yang

melahirkan perspektif yang melihat bahwa desa adalah entitas atau kesatuan

masyarakat hukum yang menyelenggarakan pemerintahan (mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat).

Menurut perspektif pemerintahan, desa merupakan organisasi pemeritahan

yang paling kecil, paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan

masyarakat. Paling “kecil” berarti bahwa wilayah maupun tugas-tugas

pemerintahan yang diemban desa mempunyai cakupan dan ukuran terkecil

dibanding dengan organisasi pemerintahan Kabupaten/Kota, provinsi

maupun pusat. Paling “bawah” berarti desa menempati susunan atau lapisan

pemerintahan yang terbawah dalam Tata Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Namun “bawah” bukan berarti desa merupakan

bawahan Kabupaten/Kota, atau kepala desa bukan bawahan bupati/walikota.

Desa tidak berkedudukan sebagai pemerintahan yang berada dalam sistem

pemerintahan kabupaten/kota sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 200 UU

No. 32 Tahun 2004. Menurut UU No. 6 Tahun 2014, desa berkedudukan dalam

wilayah kabupaten/kota. Hal ini sebangun dengan keberadaan

kabupaten/kota dalam wilayah provinsi.

“Bawah” juga berarti bahwa desa merupakan organisasi pemerintahan yang

berhubungan secara langsung dan menyatu dengan kehidupan sosial,

budaya, dan ekonomi masyarakat sehari-hari. Sebagian besar warga

masyarakat indonesia selalu datang kepada pemerintah desa setiap akan

memperoleh pelayanan maupun menyelesaikan berbagai masalah sosial.

Sedangkan istilah “dekat” berarti bahwa secara administratif dan geografis,

pemerintah desa dan warga masyarakat mudah saling menjangkau dan

berhubungan.

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 15: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

7

Dua perspektif tersebut saling bersinggungan dan beririsan. Namun sesuai

dengan pertimbangan konstitusional, historis dan sosiologis, porsi desa

sebagai self governing community jauh lebih besar dan kuat daripada porsi

desa sebagai local self government. Desa sebagai self governing community

sangat berbeda dengan pemerintahan formal, pemerintahan umum maupun

pemerintahan daerah dalam hal kewenangan, struktur, dan perangkat desa,

serta tata kelola pemerintahan desa. Dalam hal tata pemerintahan, desa

memiliki Musyawarah Desa sebagai sebuah wadah kolektif antara pemerintah

desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan, lembaga adat

dan komponen-komponen masyarakat luas, untuk menyepakati hal-hal

strategis yang menyangkut hajat hidup desa.

Desa menjadi arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat dengan

pemegang kekuasaan (pemerintah desa). Pemerintah desa menjadi bagian

dari birokrasi negara yang mempunyai daftar tugas kenegaraan, yakni

menjalankan birokratisasi di tingkat desa, melaksanakan program-program

pembangunan, dan memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat. Tugas

pokok pemerintah desa adalah melaksanakan urusan pemerintahan (rumah

tangga maupun umum), pembangunan, pelayanan masyarakat, dan

pembinaan masyarakat berdasarkan kewenangannya serta menjalankan

tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan, atau

pemerintah kabupaten.

Penyelenggaraan pemerintahan desa dilakukan oleh pemerintah desa. Karena

dekatnya arena, secara normatif masyarakat desa dapat menyentuh langsung

serta berpartisipasi dalam proses pemerintahan dan pembangunan di tingkat

desa. Penyelenggaraan pemerintahan desa lebih mengedepankan

pendekatan rekognisi, fasilitasi, dan emansipasi guna menjamin efektifitas

penyelenggaraan pemerintahan desa. Pemerintah desa memberikan

pengakuan (rekognisi) terhadap kelembagaan, partisipasi, dan proses-proses

pemberdayaan yang sudah ada di masyarakat.

Rekognisi dilakukan dengan cara mendayagunakan kelembagaan ataupun

asosiasi kewargaan yang sudah ada untuk diakui dan didukung sebagai

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 16: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

8

peningkatan pemenuhan pelayanan publik. “Emansipasi” dari bawah dan dari

dalam, dengan mendorong desa untuk melibatkan masyarakat secara aktif

dalam perencanaan dan penganggaran guna mewujudkan pelayanan publik

yang berkualitas. Di samping itu, pemerintah desa memfasilitasi dan

mengakomodasi kebutuhan masyarakat terutama dalam pelayanan dasar dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kewenangannnya.

Penyelenggaraan pemerintahan desa harus dilandasi dengan semangat

menciptakan Good Governance (Tata Pemerintahan yang baik). Governance

merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan. Ada

tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Sementara itu paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya

berkembang adalah bahwa pemerintah merupakan satu-satunya

penyelenggara pemerintahan.

Selama ini, warga dan pamong desa mempunyai hubungan kedekatan secara

personal yang mungkin diikat dengan tali kekerabatan maupun ketetanggaan,

sehingga kedua unsur itu saling menyentuh secara personal dalam wilayah

yang lebih privat ketimbang publik. Batas-batas urusan privat dan publik di

desa seringkali kabur. Sebagai contoh, masyarakat desa umumnya menilai

kinerja pamong desa tidak menggunakan kriteria modern (transparansi dan

akuntabilitas), melainkan memakai kriteria tradisional dalam kerangka

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 17: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

9

hubungan klientelistik, terutama kedekatan pamong dengan warga yang bisa

dilihat dari kebiasaan dan kerelaan pamong untuk beranjangsana.

Jika pemerintah desa menjadi sentrum kekuasaan politik, maka kepala desa

(lurah) merupakan personifikasi dan representasi pemerintah desa. Semua

perhatian di desa ditujukan kepada kepala desa secara personal. Hitam dan

putihnya desa tergantung pada lurahnya. Kepala desa harus mengetahui

semua hajat hidup orang banyak. Karena itu kepala desa selalu sensitif

terhadap legitimasi di mata rakyatnya. Legitimasi berarti pengakuan rakyat

terhadap kekuasaan dan kewenangan kepala desa untuk bertindak mengatur

dan mengarahkan rakyat.

Kepala desa yang terpilih secara demokratis belum tentu memperoleh

legitimasi terus-menerus ketika menjadi pemimpin di desanya. Legitimasi

mempunyai asal-usul dan sumbernya. Legitimasi kepala desa bersumber

pada ucapan yang disampaikan, nilai-nilai yang diakui, serta tindakan yang

diperbuat.

Umumnya, para kepala desa yakin bahwa pengakuan rakyat sangat

dibutuhkan untuk membangun eksistensi dan menopang kelancaran

kebijakan maupun tugas-tugas yang diemban, meski setiap kepala desa

mempunyai ukuran dan gaya yang berbeda-beda dalam membangun

legitimasi. Kepala desa umumnya membangun legitimasi dengan cara-cara

yang sangat personal ketimbang institusional. Kepala desa dengan gampang

diterima secara baik oleh warga bila ringan tangan membantu dan

menghadiri acara-acara privat warga, sembada dan pemurah hati, ramah

terhadap warganya, dan lain-lain.

Sementara itu, konsep governance memandang bahwa negara (pemerintah)

dan masyarakat berada dalam posisi sejajar yang secara bersama-sama dan

belajar mengelola pemerintahan. Intinya adalah melibatkan masyarakat

dalam proses pemerintahan. Perhatian governance adalah pengelolaan

negara yang bersandar pada empat dimensi ganda: (1) kekuasaan-

kewenangan; (2) Pertukaran-resiprositas; (3) akuntabilitas-inovasi; (4)

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 18: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

10

kepercayaan-kerelaan. Keempat dimensi ini tidak dimainkan sendiri oleh

tangan-tangan negara, melainkan melibatkan juga elemen-elemen

masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat ekonomi.

Goran Heyden (1992) mengidentifikasi tiga dimensi empirik good governance:

(1) partisipasi warga negara dalam proses politik (partisipasi politik, agregasi

dan akuntabilitas publik); (2) kepemimpinan yang bertanggungjawab dan

responsif (penghormatan terhadap warga, keterbukaan pembuatan

keputusan; dan menjunjung tinggi rule of law); dan (3) resiprositas sosial

masyarakat (kesetaraan politik, toleransi antarkelompok; dan inklusivitas

keanggotaan asosiasional).

Dengan bergesernya paradigma dari government menjadi governance yang

menekankan pada kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara

pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil society), maka

dikembangkan pandangan atau paradigma baru administrasi publik yang

disebut dengan keperintahan yang baik (good governance). Good governance

mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara,

sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah

kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip – prinsip

profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi,

efesiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh

masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa.

Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan

yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain (Pasal

25 UU No. 6 Tahun 2014). Hal ini tentu tidak berimplikasi pada perubahan

status kepala desa menjadi “pejabat negara”. Walaupun memimpin satuan

pemerintahan yang bersifat otonom (desa), kepala desa tidak bertindak

untuk dan atas nama negara sebagaimana karakter yang melekat pada

“pejabat negara.” Namun tetap sebagai pejabat pemerintahan karena

merupakan salah satu penyelenggara pemerintahan desa yang

merepresentasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat desanya.

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 19: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

11

Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik harus sejalan dengan asas

pengaturan desa sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 tentang Desa, antara lain kepastian hukum, tert ib

penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan,

proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi,

kearifan lokal, keberagaman serta partisipasi. Dalam melaksanakan

pembangunan desa, diutamakan nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan

kegotongroyongan guna mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial. Secara

garis besar penjelasan asas penyelenggaraan pemerintahan desa adalah

sebagai berikut:

1. Kepastian hukum adalah asas di dalam negara hukum yang

mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan,

kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan

pemerintahan desa.

2. Tertib penyelenggaraan pemerintahan adalah asas yang menjadi

landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam

pengendalian penyelenggaraan pemerintahan desa.

3. Tertib kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan

kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan

selektif.

4. Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak

diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan

tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan

antara hak dan kewajiban penyelenggaraan pemerintahan desa.

6. Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian

berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan.

7. Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan

dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 20: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

12

dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Efektivitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang

dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang diinginkan

masyarakat desa. Efisiensi adalah asas yang menentukan bahwa

setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana

dan tujuan.

9. Kearifan lokal adalah asas yang menegaskan bahwa di dalam

penetapan kebijakan harus memperhatikan kebutuhan dan

kepentingan masyarakat desa.

10. Keberagaman adalah penyelenggaraan pemerintahan desa yang

tidak boleh mendiskriminasi kelompok dan masyarakat tertentu.

11. Partisipatif adalah penyelenggaraan pemerintahan desa yang

mengikutsertakan kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa.

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 21: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

13

Mekanisme Pengelolaan Pemerintahan Desa

Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Kepala desa dan

perangkatnya bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan

pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan

masyarakat desa guna peningkatan pemerataan dan keadilan dengan

mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki desa.

Pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan desa mencakup perencanaan

pemerintahan, pengorganisasian atau kelembagaan pemerintahan,

penggunaan sumber-sumber daya, pelaksanaan urusan rumah tangga

pemerintahan dan urusan pemerintahan umum, serta pengawasan

penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kewenangan dalam bidang

pemerintahan desa. Pasal 8, Permendesa No. 1 Tahun 2015 menyebutkan ada 21

kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dimiliki oleh desa.

Kewenangan lokal berskala desa di bidang pemerintahan desa meliputi:

1. Penetapan dan penegasan batas desa;

2. Pengembangan sistem administrasi dan informasi desa;

3. Pengembangan tata ruang dan peta sosial desa;

4. Pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja desa;

5. Pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non

pertanian;

6. Pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja,

pencari kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja;

7. Pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut

lapangan pekerjaan jenis pekerjaan dan status pekerjaan;

8. Pendataan penduduk yang bekerja di luar negeri;

9. Penetapan organisasi pemerintah desa;

10. Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa;

11. Penetapan perangkat desa;

12. Penetapan BUM Desa;

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 22: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

14

13. Penetapan APB Desa;

14. Penetapan peraturan desa;

15. Penetapan kerja sama antardesa;

16. Pemberian izin penggunaan gedung pertemuan atau balai desa;

17. Pendataan potensi desa;

18. Pemberian izin hak pengelolaan atas tanah desa;

19. Penetapan desa dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana,

konflik, rawan pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan

kejadian luar biasa lainnya dalam skala desa;

20. Pengelolaan arsip desa;

21. Penetapan pos keamanan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat desa.

Selain menjalankan kewenangan tersebut, pemerintah desa juga

menjalankan tugas-tugas rutin pemerintahan di tingkat desa, yaitu

pelayanan administrasi masyarakat desa (surat pengantar KTP, surat

keterangan tidak mampu, surat lainnya).

Kewenangan tersebut harus dikelola secara partisipatif, transparan dan

akuntabel dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Secara umum

pengelolaan pemerintahan desa mencakup beberapa aspek sebagai

berikut, antara lain:

1. Perencanaan pemerintahan desa.

Pemerintah desa harus merencanakan berbagai program dan

kegiatan yang berhubungan dengan rumah tangga pemerintahan,

pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, pembinaan

masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat melalui penyusunan

perencanaan pembangunan desa (RPJM Desa dan RKP Desa). Setelah

memiliki dokumen perencanaan pembangunan desa, selanjutnya

pemerintah desa menyusun perencanaan anggaran (RAPB Desa).

2. Pengorganisasian kelembagaan pemerintahan desa.

Pemerintah desa melakukan pengorganisasian kelembagaan yang ada

di desa, mengatur pola hubungan dengan pemerintah desa dengan

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 23: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

15

tujuan menjadi mitra dalam pelaksanaan pembangunan desa. Pelibatan

peran-peran kelembagaan masyarakat desa dalam pelaksanaan

pembangunan, pemberdayaan, dan pembinaan masyarakat desa mutlak

diperlukan. Peranan kelembagaan desa (pemerintah desa, badan

permusyawaratan desa, dan lembaga kemasyarakatan desa) dalam

rangka penyusunan dan implementasi kebijakan berkaitan erat dengan

pembangunan, pemerintahan, pengembangan kemasyarakatan. Pada era

reformasi hal tersebut semakin menguat dibandingkan era orde baru.

Perubahan ini sejalan tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigma

pembangunan dari “membangun desa” ke “desa membangun”.

3. Penggunaan sumber-sumber daya pemerintahan desa (sumber daya

aparatur, sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya sosial,

keuangan, dan peralatan). Dalam konteks ini, pemerintah desa mengelola

sumber-sumber daya yang ada di desa termasuk sumber daya aparatur

pemerintah desa. Pembagian tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintah

desa sangat diperlukan untuk menunjang kinerja pemerintahan yang

optimal. Selain itu pengorganisasian sumber daya, aset dan potensi yang

ada di desa untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

4. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai representasi permusyawara-

tan masyarakat harus menjalankan tugas dan fungsinya sebagai mitra

pemerintah desa dalam melaksakan tugas pemerintahan, pembangunan,

pemberdayaan, dan pembinaan masyarakat. Musyawarah Desa sebagai

instrumen pengambilan keputusan bersama di tingkat desa harus

dijalankan untuk menciptakan suasana kehidupan pemerintahan yang

demokratis dan partisipatif.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 perangkat desa terdiri dari sekretaris

desa, kaur-kaur, dan kepala wilayah (kadus). Dalam menjalankan otonomi

daerahnya, pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan roda

pemerintahan secara efektif dan efisien, mampu mendorong peran serta

masyarakat dalam pembangunan serta peningkatan pemerataan dan

keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki masing-

masing daerah.

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 24: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

16

Dalam Ketentuan umum Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 32

Tahun 2004 dan diperbaharui lagi dengan UU No.12 tahun 2008, yang

dimaksud dengan otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Organisasi pemerintahan desa meliputi kepala desa, perangkat desa dan

Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Peranan kelembagaan desa

(pemerintah desa, badan permusyawaratan desa, dan lembaga

kemasyarakatan desa) dalam rangka penyusunan dan implementasi

kebijakan berkaitan erat dengan pembangunan, pemerintahan,

pengembangan kemasyarakatan. Pada era reformasi hal tersebut semakin

menguat dibandingkan era orde baru. Perubahan ini sejalan dengan

tuntutan dan kebutuhan perubahan paradigma pembangunan dan

pemerintahan abad 21, baik dalam lingkungan intra dan ekstra sosial.

Pemberian otonomi daerah tidak berarti permasalahan bangsa akan selesai

dengan sendirinya. Otonomi daerah tersebut harus diikuti dengan

serangkaian reformasi di sektor publik. Dimensi sektor publik tersebut tidak

saja sekedar perubahan format lembaga, akan tetapi mencakup perubahan

alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga

tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel

sehingga cita- cita reformasi yaitu menciptakan good governance benar-

benar tercapai.

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 25: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

ebagai organisasi kekuasaan dan organisasi pemerintahan, desa Smemiliki sejumlah kewenangan melekat (atributif). Penetapan

organisasi pemerintah desa dan perangkat desa merupakan

kewenangan melekat yang dimiliki desa. Dengan demikian susunan

organisasi pemerintahan di setiap desa tidak selalu sama. Maka bukanlah hal

yang tabu jika sering dijumpai perbedaan susunan organisasi pemerintahan

di berbagai desa. Membentuk dan menetapkan susunan dan personel

perangkat desa harus menggunakan pendekatan pemenuhan pelayanan

yang efektif dan efisien bagi masyarakat.

Idealnya penyusunan organisasi perangkat desa didasarkan pada kebutuhan

pemerintah desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat baik

dalam hal pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan

pembinaan kemasyarakatan serta kemampuan keuangan desa. Desa yang

memiliki jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas tentu

mempunyai kebutuhan personel perangkat desa berbeda dengan desa yang

jumlah penduduknya kecil dan wilayahnya tidak terlalu luas.

Penyusunan dan penetapan personel perangkat desa hendaknya

menggunakan paradigma “miskin struktur tapi kaya fungsi” atau dengan

kata lain struktur organisasi pemerintahan desa yang ramping. Dengan

stuktur pemerintahan yang ramping, efisiensi anggaran bisa optimal, dan

efektifitas kinerja perangkat desa akan mudah terdongkrak.

Satuan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa

17

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 26: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Organisasi pemerintahan desa meliputi kepala desa, perangkat desa, dan

Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pasal 48, UU No. 6 Tahun 2014

tentang desa dan Pasal 61, PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

menyatakan bahwa perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana

kewilayahan, dan pelaksana teknis.

A. Kepala Desa

1. Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa,

melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan

desa, dan pemberdayaan masyarakat.

2. Dalam melakukan tugasnya, kepala desa mempunyai wewenang:

Ÿ Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;

Ÿ Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;

Ÿ Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa;

Ÿ Menetapkan peraturan desa

Ÿ Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

Ÿ Membina kehidupan masyarakat;

Ÿ Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;

Ÿ Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta

mengintegrasikan agar mencapai perekonomian skala produktif

untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;

Ÿ Mengembangkan sumber pendapatan desa;

Ÿ Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kewenangan

negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;

Ÿ Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;

Ÿ Memanfaatkan teknologi tepat guna;

Ÿ Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

Ÿ Mewakili desa didalam dan diluar pengadilan atau menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan

Ÿ Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

18

a

b

c

d

e

f

g

h

i

j

k

l

m

n

o

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 27: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

3. Dalam melaksanakan tugas tersebut, kepala desa berhak:

a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja

pemerintah desa;

b. Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan desa;

c. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan dan

penerimaan lainya yang sah, serta mendapatkan jaminan

kesehatan;

d. Mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang

dilaksanakan; dan

e. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban

lainnya kepada perangkat desa.

4. Dalam melaksanakan tugasnya kepala desa berkewajiban:

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasi la,

melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan

memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;

c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;

d. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-

undangan;

e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan

gender;

f. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang

akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien,

bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme;

g. Menjalin kerjasama dan koordinasi dengan seluruh

pemangku kepentingan desa;

h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang

baik;

i. Mengelola keuangan dan aset desa;

j. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan desa;

k. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa;

19

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 28: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

l. Mengembangkan perekonomian masyarakat di desa;

m. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa;

n. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di

desa;

o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan

lingkungan hidup; dan

p. Memberikan informasi kepada masyarakat.

5. Dalam melaksanakan tugas, hak, dan kewajibannya, kepala desa wajib:

a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa

setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota;

b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa

pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota;

c. M e m b e r i k a n l a p o r a n k e t e r a n g a n p e n y e l e n g g a r a a n

pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan

Desa setiap akhir tahun anggaran; dan

d. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan

pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat desa setiap

akhir tahun anggaran.

Selain tugas, hak dan kewajiban, juga ada larangan bagi kepala desa, yaitu:

a. Merugikan kepentingan umum;

b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota

keluarga, pihak lain dan/atau golongan tertentu;

c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau

kewajibannya;

d. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau

golongan masyarakat tertentu;

e. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa;

f. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang,

barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi

keputusan atau tindakan yang akan dilakukanya;

g. Menjadi pengurus partai politik;

h. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;

20

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 29: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

i. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan

Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam

peraturan perundangan-undangan;

j. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum

dan/atau pemilihan kepala daerah;

k. Melanggar sumpah/janji jabatan; dan

l. Meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut

tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kepala desa yang tidak melaksanakan kewajibannya dan melanggar larangan,

dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran

tertulis. Manakala sanksi administratif tidak dilaksanakan oleh kepala desa

maka dapat dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat

dilanjutkan dengan pemberhentian.

Kepala desa selalu tampil dominan dalam urusan publik dan politik, dan harus

mengembangkan sebuah tata pemerintahan yang bersendikan transparansi,

akuntabilitas, daya tanggap, kepercayaan, dan kebersamaan. Untuk itu

pemerintah desa harus bekerja dengan semangat partisipatif dan

transparansi, atau harus mempertanggungjawabkan tindakan dan

kebijakannya di hadapan publik.

21

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 30: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Bagan di bawah ini menunjukkan struktur organisasi pemerintah desa

sesuai UU No. 6 Tahun 2014. Sekretaris desa memimpin sekretariat yang

membawahi sebanyak-banyaknya 3 urusan. Setiap urusan dipimpin oleh

kepala urusan (kaur), yang bertanggungjawab kepada sekretaris, dan

(dapat) memiliki 1 orang atau lebih staf sesuai kebutuhan dan kemampuan

keuangan desa. Salah seorang staf kaur ditetapkan sebagai bendahara

desa, umumnya kaur keuangan.

Pelaksana teknis merupakan unit baru yang diperkenalkan UU No. 6 Tahun

2014, terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 seksi. Setiap seksi dipimpin oleh

kepala seksi (kasi) yang langsung bertanggungjawab langsung kepada

kepala desa.

KADES

SEKDES

KAUR KAUR

KASI KASI KASI

KADUS KADUS KADUS

KAUR

Sekretariat Desa

Pelaksana Teknis

Pelaksana Wilayah

Struktur organisasi pemerintah desa sesuai UU No. 6 Tahun 2014

22

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 31: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

B. Perangkat Desa

Dalam menjalankan roda pemerintahan desa, kepala desa dibantu oleh

perangkat desa; perangkat desa membantu kepala desa dalam menjalankan

tugas dan wewenangnya. Perangkat desa berkedudukan sebagai unsur

pembantu kepala desa. Perangkat desa diangkat oleh kepala desa setelah

dikonsultasikan dengan camat atas nama bupati/walikota. Dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa bertanggungjawab

kepada kepala desa , Perangkat desa terdiri dari:

1. Sekretaris Desa;

Sekretaris desa memimpin kesekretariatan desa yang dibantu oleh unsur

staf sekretariat yang bertugas membantu kepala desa dalam bidang

administrasi pemerintahan. Sekretaris desa berkedudukan sebagai unsur

pelayanan yang bertugas membantu kepala desa dalam menjalankan

tugas, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintah desa. Sekretariat

desa paling banyak terdiri atas 3 bidang urusan sesuai kebutuhan

pemerintahan setempat. Unsur pelayanan dapat terdiri dari beberapa

urusan tergantung pada kebutuhan desa yang bersangkutan. Beberapa

urusan yang dimaksud antara lain: urusan pemerintahan, pembangunan,

perekonomian, kesejahteraan rakyat, keuangan, dan umum. Masing-

masing urusan tersebut bertugas membantu sekretaris desa sesuai dengan

tugasnya masing-masing.

Sekretaris Desa: bertanggung jawab atas pengelolaan buku administrasi

desa. Sekretaris desa juga bertugas mengelola Buku Data Peraturan Desa,

Buku Data Peraturan Kepala Desa, Buku Data Keputusan Kepala Desa, Buku

Monografi Desa, Buku Profil Desa.

Kaur Umum: bertanggung jawab atas pengelolaan buku Data Inventaris

Desa, buku Data Tanah Milik Desa, buku Data Aparat Pemerintahan Desa,

buku Agenda Surat Masuk, buku Agenda Surat Keluar, buku Ekspedisi, buku

Tamu.

23

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 32: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Kaur Keuangan: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Kas Umum ,

Buku Kas Pembantu Perincian Obyek Penerimaan, Buku Kas Pembantu

Perincian Obyek Pengeluaran, Buku Kas Harian Pembantu, Buku Catatan

Pajak (PPN dan pph).

Kaur Pemerintahan: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Data Tanah

di Desa, Buku Harian Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting

penduduk WNI, Buku Mutasi Penduduk WNI, Buku Induk Penduduk WNI,

Buku Catatan PBB

2. Pelaksana Kewilayahan;

Unsur kewilayahan yaitu unsur pembantu kepala desa di wilayah bagian

desa sebagai satuan tugas kewilayahan yang sering disebut kepala dusun

atau nama lain. Tugas kepala dusun adalah membantu melaksanakan

tugas-tugas operasional kepala desa di dalam wilayah kerjanya sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Jumlah pelaksana kewilayahan

ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang

dibutuhkan dan kemampuan keuangan desa.

3. Pelaksana Teknis.

Unsur pelaksana teknis adalah unsur pembantu kepala desa yang

melaksanakan urusan teknis pelaksanan tugas operasional di lapangan

seperti: pamong tani desa, urusan pengairan, urusan keamanan, urusan

keagamaan, kebersihan, urusan pengembangan ekonomi desa,

kesejahteraan sosial, kesehatan dan pungutan desa. Unsur pelaksana

mempunyai tugas memimpin dan melaksanakan kegiatan teknis lapangan

dalam bidang tugasnya.

Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi, misalnya:

Kasi Pembangunan: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Rencana

Pembangunan; Buku Kegiatan Pembangunan; Buku Inventaris Proyek,

Buku Kader-kader Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat.

24

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 33: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Kasi Kesra: bertanggung jawab atas pengelolaan Buku Data Pengurus dan

Anggota Lembaga Kemasyarakatan, Buku Data Penduduk Miskin, Buku

Data Penduduk Penyandang Cacat dan program pemberdayaan

masyarakat.

Dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa, sekretaris desa, kepala urusan,

unsur pelaksana, dan unsur wilayah wajib menerapkan prinsip koordinasi,

integrasi, dan sinkronisasi, baik di lingkungan masing-masing maupun antar

satuan organisasi desa sesuai dengan tugasnya masing-masing.

25

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 34: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

C. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut nama lain adalah

lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya

merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah

dan ditetapkan secara demokratis. Badan permusyawaratan ini merupakan

wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila dan

berkedudukan sejajar serta menjadi mitra dari pemerintah desa yang turut

membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di

tingkat desa, BPD memperkuat kebersamaan serta meningkatkan

partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/atau BPD

memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa.

BPD berfungsi mengayomi adat istiadat, membahas, dan menyepakati

Rancangan Peraturan Desa bersama kepala desa, menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintah desa.

Masa keanggotaan BPD selama 6 tahun terhitung sejak tanggal

pengucapan sumpah janji. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah

gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang,

dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan

keuangan desa.

26

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 35: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa

dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Pemilihan Kepala Desa

Pemilihan kepala desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah

kabupaten/kota dan dapat dilaksanakan secara bergelombang paling banyak

3 (tiga) kali dalam waktu 6 (enam) tahun. Jika terjadi kekosongan jabatan

maka bupati/walikota menunjuk pejabat kepala desa yang berasal dari

pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintahan kabupaten/kota.

Pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Persiapan;

2. Pencalonan;

3. Pemungutan suara; dan

4. Penetapan

Tahapan persiapan terdiri atas kegiatan:

a. Pemberitahuan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala desa

tentang akhir masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum

berakhir masa jabatan;

b. Pembentukan panitia pemilihan kepala desa oleh Badan

Permusyawaratan Desa ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari

setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;

c. Laporan akhir masa jabatan kepala desa kepada bupati/walikota

27

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 36: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah

pemberitahuan akhir masa jabatan;

d. Perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia kepada bupati/

walikota melalui camat atau sebutan lain dalam jangka waktu 30 (tiga

puluh) hari setelah terbentuknya panitia pemilihan; dan

e. Persetujuan biaya pemilihan dari bupati/walikota dalam jangka waktu 30

(tiga puluh) hari sejak diajukan oleh panitia.

Tahapan pencalonan terdiri atas kegiatan:

a. Pengumuman dan pendaftaran bakal calon dalam jangka waktu 9

(sembilan) hari;

b. Penelitian kelengkapan persyaratan administrasi, klarifikasi, serta

penetapan dan pengumuman nama calon dalam jangka waktu 20 (dua

puluh) hari;

c. Penetapan calon kepala desa sebagaimana dimaksud pada huruf b paling

sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang calon;

d. Penetapan daftar pemilih tetap untuk pelaksanaan pemilihan kepala

desa;

e. Pelaksanaan kampanye calon kepala desa dalam jangka waktu 3 (tiga)

hari; dan

f. Masa tenang dalam jangka waktu 3 (tiga) hari.

Tahapan pemungutan suara terdiri atas kegiatan:

a. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara;

b. Penetapan calon yang memperoleh suara terbanyak; dan/atau

c. Dalam hal calon yang memperoleh suara terbanyak lebih dari 1 (satu)

orang, calon terpilih ditetapkan berdasarkan wilayah perolehan suara

yang lebih luas.

29

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 37: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Tahapan penetapan terdiri atas kegiatan:

a. Laporan panitia pemilihan mengenai calon terpilih kepada Badan

Permusyawaratan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pemungutan

suara;

b. Laporan Badan Permusyawaratan Desa mengenai calon terpilih kepada

bupati/walikota paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan

panitia;

c. Bupati/walikota menerbitkan keputusan mengenai pengesahan dan

pengangkatan kepala desa paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak

diterima laporan dari Badan Permusyawaratan Desa; dan

d. Bupati/walikota atau pejabat lain yang ditunjuk melantik calon kepala

desa terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan

keputusan pengesahan dan pengangkatan kepala desa dengan tata cara

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pejabat lain yang ditunjuk tersebut adalah wakil bupati/walikota atau camat

atau sebutan lain. Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan kepala desa,

bupati/walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30

(tiga puluh) hari.

Kepala desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti sejak ditetapkan

sebagai calon sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon

terpilih. Ketika kepala desa sedang cuti, sekretaris desa melaksanakan tugas

dan kewajiban kepala desa.

Pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa

harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. Jika

pegawai negeri sipil terpilih dan diangkat menjadi kepala desa, yang

bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi kepala

desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.

30

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 38: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Perangkat desa yang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa diberi

cuti terhitung sejak yang bersangkutan terdaftar sebagai bakal calon kepala

desa sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.

Tugas perangkat desa tersebut dirangkap oleh perangkat desa lainnya yang

ditetapkan dengan keputusan kepala desa.

Pemilihan Kepala Desa Antar-Waktu melalui Musyawarah Desa

Musyawarah Desa yang diselenggarakan khusus untuk pelaksanaan

pemilihan kepala desa antar-waktu dilaksanakan paling lama dalam jangka

waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak kepala desa diberhentikan dengan

mekanisme sebagai berikut:

a. Sebelum penyelenggaraan Musyawarah Desa,

dilakukan kegiatan yang meliputi:

1. Pembentukan panitia pemilihan kepala desa antar-waktu oleh

Badan Permusyawaratan Desa paling lama dalam jangka waktu 15

(lima belas) hari terhitung sejak kepala desa diberhentikan;

2. Pengajuan biaya pemilihan dengan beban APB Desa oleh panitia

pemilihan kepada penjabat kepala desa paling lambat dalam jangka

waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak panitia terbentuk;

3. Pemberian persetujuan biaya pemilihan oleh penjabat kepala desa

paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

diajukan oleh panitia pemilihan;

4. Pengumuman dan pendaftaran bakal calon kepala desa oleh

panitia pemilihan dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari;

5. Penelitian kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon oleh

panitia pemilihan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari; dan

6. Penetapan calon kepala desa antar-waktu oleh panitia pemilihan

paling sedikit 2 (dua) orang calon dan paling banyak 3 (tiga) orang

calon yang dimintakan pengesahan musyawarah desa untuk

ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih dalam Musyawarah

Desa.

31

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 39: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

b. Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa

yang meliputi kegiatan:

1. Penyelenggaraan Musyawarah Desa dipimpin oleh Ketua Badan

Permusyawaratan Desa yang teknis pelaksanaan pemilihannya

dilakukan oleh panitia pemilihan;

2. Pengesahan calon kepala desa yang berhak dipilih oleh Musyawarah

Desa melalui musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara;

3. Pelaksanaan pemilihan calon kepala desa oleh panitia pemilihan

melalui mekanisme musyawarah mufakat atau melalui pemungutan

suara yang telah disepakati oleh musyawarah Desa;

4. Pelaporan hasil pemilihan calon kepala desa oleh panitia pemilihan

kepada Musyawarah Desa;

5. Pengesahan calon terpilih oleh Musyawarah Desa;

6. Pelaporan hasil pemilihan kepala desa melalui Musyawarah Desa

kepada Badan Permusyawaratan Desa dalam jangka waktu 7 (tujuh)

hari setelah Musyawarah Desa mengesahkan calon kepala desa

terpilih;

7. Pelaporan calon kepala desa terpilih hasil Musyawarah Desa oleh

ketua Badan Permusyawaratan Desa kepada bupati/walikota paling

lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan dari panitia

pemilihan;

8. Penerbitan keputusan bupati/walikota tentang pengesahan

pengangkatan calon kepala desa terpilih paling lambat 30 (tiga

puluh) hari sejak diterimanya laporan dari Badan Permusyawaratan

Desa; dan

9. Pelantikan kepala desa oleh bupati/walikota paling lama 30 (tiga

puluh) hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan pengangkatan

calon kepala desa terpilih dengan urutan acara pelantikan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

32

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 40: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Pemberhentian Kepala Desa

Kepala desa berhenti dikarenakan beberapa hal berikut:

a. Meninggal dunia;

b. Permintaan sendiri; atau

c. Diberhentikan.

Kepala desa diberhentikan karena memang diberhentikan

antara lain karena :

a. Berakhir masa jabatannya;

b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan

tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa;

d. Melanggar larangan sebagai kepala desa;

e. Adanya perubahan status desa menjadi kelurahan, penggabungan 2

(dua) desa atau lebih menjadi 1 (satu) desa baru, atau penghapusan

desa;

f. Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa; atau

g. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila kepala desa berhenti dikarenakan 3 hal tersebut, Badan

Permusyawaratan Desa melaporkan kepada bupati/walikota melalui camat

atau sebutan lain. Pemberhentian kepala desa ditetapkan dengan keputusan

bupati/walikota. Jika sisa masa jabatan kepala desa yang berhenti tidak lebih

dari 1 (satu) tahun, bupati/walikota mengangkat pegawai negeri sipil dari

pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai pejabat kepala desa sampai

terpilihnya kepala desa yang baru. Sedangkan jika sisa masa jabatan kepala

desa yang berhenti lebih dari 1 (satu) tahun, bupati/walikota mengangkat

pegawai negeri sipil dari pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai pejabat

kepala desa sampai terpilihnya kepala desa yang baru melalui hasil

Musyawarah Desa. Dalam hal terjadi kebijakan penundaan pelaksanaan

pemilihan kepala desa, kepala desa yang habis masa jabatannya tetap

diberhentikan dan selanjutnya bupati/walikota mengangkat pejabat kepala

desa.

33

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 41: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Kebijakan penundaan pelaksanaan pemilihan kepala desa ditetapkan oleh .

bupati/walikota mengangkat pejabat kepala desa dari pegawai negeri sipil

dari pemerintah daerah kabupaten/kota. Pegawai negeri sipil yang diangkat

sebagai pejabat kepala desa paling sedikit harus memahami bidang

kepemimpinan dan teknis pemerintahan. pejabat kepala desa melaksanakan

tugas, wewenang, dan kewajiban serta memperoleh hak yang sama dengan

kepala desa.

Kepala desa yang berstatus pegawai negeri sipil, setelah berhenti sebagai

kepala desa, ia dikembalikan kepada instansi induknya. Kepala desa yang

berstatus pegawai negeri sipil apabila telah mencapai batas usia pensiun

sebagai pegawai negeri sipil diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai

negeri sipil dengan memperoleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pemberhentian kepala desa diatur dalam peraturan menteri.

34

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 42: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Pengangkatan Perangkat Desa

Perangkat desa diangkat dari warga desa yang memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. Berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang

sederajat;

b. Berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua)

tahun;

c. Terdaftar sebagai penduduk desa dan bertempat tinggal paling kurang

1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan

d. Syarat lain yang ditentukan dalam peraturan daerah kabupaten/kota.

Syarat lain pengangkatan perangkat desa yang ditetapkan dalam Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota harus memperhatikan hak asal usul dan nilai sosial

budaya masyarakat. Pengangkatan perangkat desa dilaksanakan dengan

mekanisme sebagai berikut:

a. Kepala desa melakukan penjaringan dan penyaringan atau seleksi

calon perangkat desa;

b. Kepala desa melakukan konsultasi dengan camat atau sebutan lain

mengenai pengangkatan perangkat desa;

c. Camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis yang

memuat mengenai calon perangkat desa yang telah dikonsultasikan

dengan kepala desa; dan

d. Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan dasar oleh

kepala desa dalam pengangkatan perangkat desa dengan keputusan

kepala desa.

Pegawai negeri sipil Kabupaten/kota setempat yang akan diangkat menjadi

perangkat desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina

kepegawaian. Manakala seorang pegawai negeri sipil kabupaten/kota

setempat yang terpilih dan diangkat menjadi perangkat desa, yang

bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi

perangkat desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil.

35

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 43: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Pemberhentian Perangkat Desa

Perangkat desa dapat diberhentikan karena:

a. Meninggal dunia;

b. Permintaan sendiri; atau

c. Diberhentikan.

Perangkat desa yang diberhentikan karena memang diberhentikan antara

lain karena:

a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;

b. Berhalangan tetap;

c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat desa; atau

d. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.

Pemberhentian perangkat desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai

berikut:

a. Kepala desa melakukan konsultasi dengan Camat atau sebutan lain

mengenai pemberhentian perangkat desa;

b. Camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis yang

memuat mengenai pemberhentian perangkat desa yang telah

dikonsultasikan dengan kepala desa; dan

c. Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan dasar oleh

kepala desa dalam pemberhentian perangkat desa dengan keputusan

kepala desa.

Dalam hal pengangkatan perangkat desa, tentunya kepala desa harus

mengetahui terlebih dahulu rekam jejak bakal calon perangkat desa. Dengan

demikian kepala desa benar-benar mengetahui kapasitas dan karakter orang

yang akan membantu menjalankan roda pemerintahan desa. Sebagai

pemimpin pemerintahan desa, kepala desa mempunyai hak untuk

mengusulkan bakal calon perangkat desa yang sekiranya bisa bekerja dengan

kepala desa. Dengan demikian suasana kepersonaliaan didalam

pemerintahan desa akan lebih baik dan menjadi lebih sinergis, dan kompak.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian

perangkat desa diatur dalam peraturan menteri.

36

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 44: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dilaksanakan secara

demokratis melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah

perwakilan dengan menjamin keterwakilan perempuan. Dalam rangka proses

pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan, kepala desa

membentuk panitia pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa

dan ditetapkan dengan keputusan kepala desa.

Panitia pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa terdiri atas unsur

perangkat desa dan unsur masyarakat lainnya dengan jumlah anggota dan

komposisi yang proporsional. Panitia pengisian melakukan penjaringan dan

penyaringan bakal calon anggota Badan Permusyawaratan Desa dalam

jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum masa keanggotaan Badan

Permusyawaratan Desa berakhir. Panitia pengisian menetapkan calon

anggota Badan Permusyawaratan Desa yang jumlahnya sama atau lebih dari

anggota Badan Permusyawaratan Desa yang dilaksanakan paling lambat 3

(tiga) bulan sebelum masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa

berakhir.

Dalam hal mekanisme pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa

ditetapkan melalui proses pemilihan langsung. Panitia pengisian

menyelenggarakan pemilihan langsung calon anggota Badan Permusyawara-

tan Desa. Sedangkan jika mekanisme pengisian keanggotaan Badan

Permusyawaratan Desa ditetapkan melalui proses musyawarah perwakilan,

calon anggota Badan Permusyawaratan Desa dipilih dalam proses

musyawarah perwakilan oleh unsur masyarakat yang mempunyai hak pilih.

Hasil pemilihan langsung atau musyawarah perwakilan disampaikan oleh

panitia pengisian anggota Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala desa

paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditetapkannya hasil pemilihan langsung atau

musyawarah perwakilan. Selanjutnya hasil tersebut disampaikan oleh kepala

37

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 45: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

desa kepada bupati/walikota paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil

pemilihan dari panitia pengisian untuk diresmikan oleh bupati/walikota. Lebih

lanjut mengenai Penetapan mekanisme pengisian keanggotaan Badan

Permusyawaratan Desa dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan

daerah kabupaten/kota.

Pengisian Keanggotaan

Badan Permusyawaratan Desa Antar-Waktu

Pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa antar-waktu

ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota atas usul pimpinan Badan

Permusyawaratan Desa melalui kepala desa.

Peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 73 ayat (6) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota paling

lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan hasil pemilihan langsung

atau musyawarah perwakilan dari kepala desa.

Pemberhentian Anggota Badan Permusyawaratan Desa

Anggota Badan Permusyawaratan Desa berhenti karena:

a. Meninggal dunia

b. Permintaan sendiri; atau

c. Diberhentikan.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa diberhentikan antara lain karena:

a. Berakhir masa keanggotaan;

b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau

berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota Badan

Permusyawaratan Desa; atau

d. Melanggar larangan sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa.

Pemberhentian anggota Badan Permusyawaratan Desa diusulkan oleh

pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada bupati/walikota atas dasar

hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa. Peresmian pemberhentian

anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan keputusan

bupati/walikota.

38

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 46: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Efek�vitas Kelembagaan pemerintah desa dalam struktur organisasi lokal akan

terwujud apabila struktur organisasi dibuat atas dasar komitmen dan

kebutuhan dengan mengedepankan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan

internalnya secara efek�f dan efisien. Citra pemerintah desa akan terangkat bila penyelenggaraan pemerintahan,

pembangunan, pemberdayaan masyarakat serta kemasyarakatan dapat

dilakukan dengan op�mal. Miskin struktur tetapi kaya fungsi jauh lebih baik

untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintah desa dengan lebih op�mal.

39

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 47: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

ntuk mengetahui efektifitas dan optimasi kinerja pemerintah desa Uharus dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan

desa .Evaluasi dapat dilaksanakan oleh pemerintah supradesa

( K e c a m a t a n d a n K a b u p a t e n ) d a n m a s y a r a k a t m e l a l u i B a d a n

Permusyawaratan Desa. Pemerintah desa harus memberikan ruang bagi

partisipasi publik dalam memberikan masukan terhadap penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan desa. Kepala desa selaku penanggungjawab

dalam penyelenggaraan pemerintah desa harus lebih terbuka saat

mendapatkan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak,

dan kewajibannya, kepala desa wajib :

a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir

tahun anggaran kepada bupati/walikota;

b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir

masa jabatan kepada bupati/walikota;

c. Menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan

secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun

anggaran.

Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa akhir tahun anggaran

disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling

lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

40

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 48: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa akhir tahun anggaran paling

sedikit memuat:

a. Pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa;

b. Pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan;

c. Pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan

d. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.

Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa akhir tahun anggaran

digunakan sebagai bahan evaluasi oleh bupati/walikota untuk dasar

pembinaan dan pengawasan. Selain itu, kepala desa wajib menyampaikan

laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir masa jabatan kepada

bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain. Laporan penyelenggaraan

pemerintahan desa tersebut disampaikan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan

sebelum berakhirnya masa jabatan. Laporan penyelenggaraan pemerintahan

desa akhir masa jabatan paling sedikit memuat:

a. Ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya;

b. Rencana penyelenggaraan pemerintahan desa dalam jangka waktu untuk

5 (lima) bulan sisa masa jabatan;

c. Hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan

d. Hal yang dianggap perlu perbaikan.

Kepala desa juga menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan

pemerintahan desa set iap akhir tahun anggaran kepada Badan

Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah

berakhirnya tahun anggaran. Laporan keterangan penyelenggaraan

pemerintahan desa paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan desa.

Laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam

melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala desa. Kepala desa

menginformasikan secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah

diakses oleh masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa

kepada masyarakat desa.

41

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 49: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Masyarakat berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan

pelaksanaan pembangunan desa dan melakukan pemantauan terhadap

pelaksanaan pembangunan desa. Masyarakat juga bisa melakukan

pemantauan dan pengawasan penyelenggaraan pembangunan desa.

Masyarakat desa dapat melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan

terhadap pelaksanaan pembangunan desa kepada pemerintah desa dan

Badan Permusyawaratan Desa. Pembahasan laporan pelaksanaan

pembangunan dan tanggapan laporannya dapat dibahas dalam forum

Musyawarah Desa, dengan demikian masyarakat harus berpartisipasi aktif

dalam setiap pelaksanaan Musyawarah Desa.

Jangan sampai warga desa tidak peduli dengan kinerja pemerintahan desa.

Masyarakat harus terlibat dalam melakukan pengawasan, pemantauan, dan

evaluasi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan

masyarakat yang ada di desanya baik secara langsung maupun dengan

memanfaatkan ruang-ruang publik yang ada. Ketentuan lebih lanjut

mengenai laporan penyelenggaraan pemerintahan desa diatur dalam

peraturan menteri.

42

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 50: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

esa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur Ddan mengurus kepentingannya sendiri, maka peran dan

keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa menjadi keharusan. Tata kelola desa secara tegas juga menuntut kepala

desa (pemerintah desa), BPD, dan unsur-unsur masyarakat (termasuk

perempuan, kelompok marginal, dan sebagainya) untuk membahas hal-hal

strategis kepentingan desa.

Peran dan keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting, karena:

Ÿ Menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat atas segala hal yang

telah diputuskan dan dilaksanakan.

Ÿ Menumbuhkan rasa memiliki, sehingga masyarakat sadar dan sanggup

u n t u k m e m e l i h a r a d a n m e n g e m b a n g k a n p r o d u k - p r o d u k

pembangunan dari pemerintahan desa maupun maupun masyarakat

sendiri.

Ÿ Memberikan legitimasi dan keabsahan atas segala yang telah

diputuskan bersama.

Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa

43

1

2

3

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 51: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Peran masyarakat dalam bidang pemerintahan desa, misalnya adalah:

Ÿ Memberikan informasi yang akurat terkait dengan data keluarga, data

ekonomi sosial masyarakat untuk kebutuhan sistem administrasi dan

informasi desa.

Ÿ Terlibat aktif dalam melakukan pemutakhiran data kependudukan.

Ÿ Terlibat aktif dalam pendataan potensi desa.

Ÿ kut aktif dalam setiap penyelenggaraan Musyawarah Desa.

Seringkali dalam komunitas desa ada kelompok masyarakat yang tersisih

(marginal) karena persoalan ekonomi (kelompok miskin), umur (manula,

pemuda), jenis kelamin (perempuan dalam masyarkat patriarki), atau yang

memiliki keterbatasan fisik maupun mental. Kelompok ini justru yang harus

menjadi tujuan utama bagi Pemerintah Desa untuk lebih diprioritaskan dan

diperhatikan. Minimal mereka dilibatkan dalam penyusunan perencanaan

pembangunan dan mendapatkan akses dari anggaran desa untuk

peningkatan kesejahteraan mereka.

44

1

2

3

4

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 52: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

Joko Purnomo

Pria kelahiran Boyolali ini aktif sebagai peneliti, fasilitator, dan evaluator dalam penguatan masyarakat, komunitas serta pemerintahan desa. Selain itu, ia juga aktif menjadi penulis modul, buletin, serta buku untuk berbagai lembaga masyarakat sipil. Joko sarat pengalaman dalam melakukan riset maupun pendampingan komunitas antara lain di Jawa, Nangroe Aceh Darrusalam, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. Joko dapat dihubungi melalui : [email protected]

Tentang Penulis

45

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 53: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

CATATAN

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 54: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

CATATAN

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 55: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)

CATATAN

Lebih Dekat dengan Kewenangan Desa

Page 56: Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Seri Buku Saku UU Desa)