penyakit telinga dalam dan vertigo posisi paroksismal jinak (jurnal reading)

65
JURNAL Penyakit Telinga Dalam dan Vertigo Posisional Paroksismal Jinak: Insidensi, Karakteristik Klinik dan Manajemennya M.Riga, A.Bibas, J.Xenellis, dan S.Korres ENT Department, University of Alexandroupolis,Greece (International Journal of Otolaryngology Vol.10.1155/2011/709469) Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya Lab/SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan FK UNEJ - RSD dr.Soebandi Jember Disadur Oleh : Aries Rahman Hakim, S.Ked 082011101017 1

Upload: fitrah-tulijalrezya

Post on 24-Oct-2015

94 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

penyakit telinga dalam

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

JURNAL

Penyakit Telinga Dalam dan Vertigo Posisional Paroksismal Jinak: Insidensi, Karakteristik Klinik dan

Manajemennya

M.Riga, A.Bibas, J.Xenellis, dan S.Korres ENT Department, University of Alexandroupolis,Greece

(International Journal of Otolaryngology Vol.10.1155/2011/709469)

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik MadyaLab/SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan FK UNEJ - RSD

dr.Soebandi Jember

Disadur Oleh :Aries Rahman Hakim, S.Ked

082011101017

SMF ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG,

TENGGOROKAN RSD dr. SOEBANDI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

20131

Page 2: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Penyakit Telinga Dalam dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak:

Sebuah Tulisan Kritis tentang Insidensi, Karakter Klinik, dan

Manajemennya

1. Pendahuluan

Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) adalah penyakit vestibular yang

paling umum terjadi pada dewasa dengan prevalensi 2,4%. Penelitian klinis dan

laboratorium mengumumkan bahwa VPPJ disebabkan oleh litiasis vestibular.

Partikel padat yang lebih dikenal dengan istilah otolit, menimbulkan

penyimpangan yang abnormal pada cupula (a) terutama ketika otolit tersebut

melayang dalam kanalis semisirkularis (canalitiasis), (b) ketika otolit tersebut

menggabungkan diri atau melewati cupula (cupulolitiasis), atau (c) keadaan yang

lebih jarang lagi apabila terjebak / terapit dalam kanal atau cupula (canalith jam).

Dalam beberapa keadaan tertentu, penyimpangan abnormal pada cupula

menginduksi terjadinya vertigo, yang dapat terjadi lebih parah/keras dan jelas

seperti nistagmus di dalam bagian bawah kanalis semisirkularis. Mekanisme

detasemen otoconia tidak sepenuhnya dipahamil. Terdapat beberapa penyakit

telinga dalam yang menimbulkan otoconia dan belum sepenuhnya kerusakan

kanalis semisirkularis dapat menginduksikan VPPJ sekunder. Keadaan yang

berhubungan dengan VPPJ sekunder yang paling sering dikenali adalah trauma

kepala, neuritis vestibular, penyakit Meniere, dan post operasi. Lesi/kerusakan

lain yang berpengaruh terhadap telinga dalam dan berimplikasi terhadap

patogenesis dari VPPJ sekunder adalah tuli sensorineural mendadak dan migrain.

1

Page 3: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Idealnya, untuk menguatkan hubungan kausatif (sebab-akibat), VPPJ seharusnya

ipsilateral (memiliki kesamaan) dengan keadaan yang berhubungan dan gejalanya

seharusnya berkembang pada waktu yang sama atau setelah perkembangan

keadaan primer. Dalam beberapa keadaan, hal tersebut tidak jelas apakah ada efek

kausatif atau adakah hubungan koinsedental. Kebanyakan pasien VPPJ memiliki

hubungan langsung dengan proses penyakit labirin ipsilateral yang tidak dapat

diidentifikasi dan VPPJ idiopatik adalah diagnosis yang paling umum digunakan.

Dewasa ini, beberapa penelitian telah memfokuskan penelitian pada VPPJ

sekunder, yang sering sulit dalam penegakan diagnosisnya. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengingat kembali insidensi, karakter klinik, tata laksana VPPJ

sekunder. Disamping persamaan yang nyata, perbedaan antara manifestasi klinik

dan hasil dari maneuver reposisi antara beberapa tipe VPPJ sekunder dan VPPJ

idiopatik memperlihatkan perbedaan diagnosis, konseling, tata laksana, dan

strategi follow up. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

koesistensi VPPJ dengan beberapa patologis yang spesifik berhubungan dengan

pusing yang menyertai. Dalam kasus ini, VPPJ sulit didiagnosis karena pusing

yang ada menandakan patologi primer. Beberapa pasien VPPJ menjelaskan bahwa

vertigo yang dialami atipikal (tidak khas) sedangkan tes yang dilakukan mungkin

menunjukkan VPPJ yang khas. Walaupun frekuensinya sedikit, kebalikannya

mungkin dapat terjadi. Pada beberapa pasien VPPJ tes audiologi dan neurotologi

mungkin tidak berpengaruh dan menunjukkan ciri idiopatik, padahal penyakit

telinga dalam susah didiagnosis. Kecurigaan tanda pada koesistensi VPPJ dengan

patologi penyakit telinga dalam yang menyertai, bersamaan dengan tes yang

2

Page 4: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

tersedia, mungkin menunjukkan diagnosis yang terintregasi dan menghasilkan

penatalaksanaan yang secara konsekuensi lebih efisien.

2. Metode

Penelitian komprehensif dari artikel yang memperhatikan tentang VPPJ ini

dipimpin oleh Perpustakaan PubMed dengan didukung 599 artikel (Cari

hubungan: Vertigo posisi paroksismal jinak atau vertigo posisi atau vertigo

paroksismal jinak) dengan pembatasan penggunaanya pada Title dan Inggris).

Penelitian yang tidak termasuk ke dalam informasi abstrak sebuah insidensi,

karakter klinik dan penatalaksanaan VPPJ sekunder disingkirkan dalam penelitian

ini. Sebuah referensi silang untuk mencari bibliografi termasuk makalah yang

diselenggarakan untuk mengidentifikasi penelitian tambahan yang berpotensi

relevan.

3. Hasil

Berdasarkan isi informasi insidensi yang diterangkan pada bagian abstrak,

karakteristik klinik, dan manajemen sekunder dari VPPJ, 33 makalah termasuk

dalam tulisan review ini. Manual referensi silang (uji silang) mencari bibliografi

termasuk tulisan ini menambah jumlah tulisan secara substansial menjadi 55

tulisan ilmiah. Untuk melaporkan isnsidensi, penelitian ini menggunakan lebih

dari 100 pasien. Variasi metodologi dalam penelitian ini memiliki perbandingan

yang kompleks dalam beberapa kasus. Sebagai contoh, beberapa penelitian tidak

menyatakan jika penyakit telinga dalam menimbulkan VPPJ atau hanya patologi

yang sama hanya terjadi kebetulan. Dalam beberapa penelitian, trauma kepala

3

Page 5: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

diduga sebagai peristiwa yang menyebabkan terjadinya VPPJ idiopatik dan oleh

karena itu bukan merupakan penyebab VPPJ sekunder. Prognosis dari peran

diagnosis yang simultan dari VPPJ dan neuritis vestibular, tuli sensorineural

idiopatik, atau penyakit Meniere tidak secara adekuat tercantum dalam literatur

yang membahas antara rehabilitasi vestibuler dan perbaikan dari penyakit primer

dalam telinga tengah. Hal yang sama digunakan juga untuk mengetahui hasil

terapeutik dari maneuver reposisi pada pasien VPPJ post operasi.

4. Diskusi

4.1 Insiden dan Mekanisme Patogenesis yang Memungkinkan

Luasnya variasi insidensi VPPJ sekunder (3-66%) diobservasi pada

penelitian silang. Hal tersebut dicatat dalam dua penelitian besar oleh Karlberg

dkk (menggunakan 2847 subjek) dan Caldas dkk (menggunakan 1271 subjek),

insiden VPPJ sekunder bervariasi antara 3% dan 25,2%. Hal ini kemungkinan

merefleksikan pola yang berbeda, perbedaan criteria diagnosis yang digunakan

untuk menegakkan penyakit telinga dalam, dan perbedaan populasi pasien.

Patologi yang paling sering terjadi berdasarkan yang menginduksi terjadinya

VPPJ sekunder (berdasarkan presentasi semua kasus VPPJ) meliputi trauma

kepala (8,5%-27%), Penyakit Meniere (0,5%-30%), neuritis vestibular (0,8%-

20%), dan tuli sensorineural idiopatik (0,2-5%).

Mekanisme terjadinya otoconia yang dikarenakan trauma kepala

merupakan keadaan yang paling berhubungan, dengan insiden trauma kepala pada

pasien VPPJ yang dilaporkan yakni berkisar 8,5%-27%. Mekanisme dan

kekerasan trauma yang menyebabkan trauma-VPPJ berbeda, dibedakan dari

4

Page 6: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

trauma kepala ringan hingga trauma kepala dan leher yang berat dengan

kehilangan kesadaran. Untuk memperkuat hubungan etiologi antara trauma kepala

dengan VPPJ, penulis mencantumkan catatan mengenai insidensi VPPJ dalam 150

penelitian yang diambil secara urut dari pasien trauma kepala berat telah

dilaporkan bahwa kejadian VPPJ secara signifikan memiliki angka kejadian lebih

tinggi dibandingkan dengan masyarakat (populasi) umum yang tidak mengalami

trauma kepala (6,6%). Berdasarkan angka kejadian yang dilaporkan, VPPJ

sekunder seharusnya kemungkinan dapat terjadi pada trauma kepala yang

bersamaan dengan vertigo posisi, dan uji perasat Dix-Hallpike seharusnya

termasuk dalam protocol pasien-pasien tersebut, dalam beberapa kasus, pasien

merasa tidak nyaman saat dilakukan uji tersebut.

Angka kejadian Penyakit Meniere diantara pasien VPPJ telah dilaporkan

memiliki rentang angka 0,5-30%. Vice versa, berdasarkan penelitian terhadap 500

pasien dengan penyakit Meniere, diperkirakan sekitar 65%-70% pasien akan

mengalami VPPJ diantara serangan penyakitnya. Observasi lain yang juga

menarik menyebutkan persentase pasien penyakit Meniere (9/162 atau berkisar

5,5%), yang kebanyakan wanita, rupanya berkembang menjadi VPPJ yang tidak

dapat diobati. Oleh karena itu, tes untuk pasien penyakit Meniere seharusnya juga

melibatkan aplikasi dari perasat Dix-Hallpike untuk menyingkirkan diagnosis

VPPJ sekunder. Pentingnya melakukan perasat tersebut untuk menyingkirkan

diagnosis yang salah, secara nyata, perbedaan terapi yang digunakan, kesegaraan

pasien menyadari dalam mengikuti maneuver reposisi, dan menopang

keberhasilan terapi medis jangka panjang untuk penyakit Meniere.

5

Page 7: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Berdasarkan mekanisme patofisiologi memperhatikan bahwa hidrop

endolimfatik memicu rusaknya macula dari utrikulus dan saculus melalui

mekanisme pembuluh darah atau melalui distorsi langsung dari permukaan

macula tersebut, mengakibatkan pelepasan otolit ke dalam endolimfe. Rasio

insidensi terjadinya hal tersebut meningkat seiring semakin lamanya penyakit

Meniere yang diderita. Hal ini dapat dijelaskan melalui hipotesis yang

menyatakan bahwa pelebaran hidrops secara periodik, seperti yang terjadi pada

penyakit Meniere mungkin terjadinya pelepasan otolit adalah akibat fibrosis

makular. Pemeriksaan tulang temporal untuk membuktikan keberadaan endapan

yang melayang di dalam kanalis semisirkularis pasien dengan VPPJ dan penyakit

Meniere, sebagaimana diketahui terdapat perbedaan signifikan pengaruh keadaan

cupular dan endapan yang melayang dalam kanalis semisirkularis posterior dan

lateral antara orang dengan penyakit Meniere dan orang yang sehat. Keadaan

tersebut lebih memiliki hubungan keterkaitan dengan lama (durasi) sakit daripada

dengan usia. Oleh karena itu, pengelompokan VPPJ sekunder seharusnya

disesuaikan dengan pemeriksaan fisik pada pasien dengan penyakit Meniere

tersebut, terutama yang memiliki riwayat penyakit seperti itu pada masa lalu.

Angka kejadian neuritis vestibular pada pasien VPPJ telah dilaporkan

berkisar antara 0,8%-24,1%. Vice versa, pada pasien dengan neuritis vestibular

angka kejadian VPPJ muncul lebih sering pada frekuensi (9,8%-20%)

dibandingkan pada orang sehat. Persentase tersebut membenarkan aplikasi tes

perasat Dix-Hallpike pada pasien neuritis vestibular, hal yang sama ditunjukkan

pada pemeriksaan klinik lengkap dan laboratorium neurotologi pada pasien

dengan VPPJ. Kenyataannya, aplikasi nistagmografi pada pasien VPPJ idiopatik

6

Page 8: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

telah dilaporkan dapat menimbulkan paresis kanal ipsilateral pada 13-47% kasus.

Lebih lanjut lagi, persentase abnormalitas VEMPs (Vestibular-Evoked Myogenic

Potentials) pada pasien VPPJ dilaporkan secara stastistik lebih tinggi daripada

telinga pasien yang dijadikan kontrol (orang sehat). Walaupun penemuan ini telah

dijadikan dugaan sementara kepada koresponden dengan lesi pada telinga dalam,

diagnosis mereka dan/atau nilai prognosis masih belum jelas.

Mekanisme pathogenesis terjadinya VPPJ sekunder pada pasien dengan

neuritis vestibular disesuaikan dengan distribusi dari nervus vestibularis pada

telinga dalam. Nervus vestibularis superior menginervasi crista kanalis

semisirkularis anterior dan lateral dan makula dari utrikulus. Lesi pada kanalis

semisirkularis lateral dan nervus vestibularis superior berhubungan dengan

abnormalitas yang ditemukan pada nystagmografi. Lesi pada nervus vestibularis

superior terutama bagian inferior dari nervus tersebut merupakan mekanisme

pathogenesis utama yang menimbulkan VPPJ pada pasien dengan neuritis

vestibuler. Kerusakan pada utrikulus mungkin mengakibatkan terlepasnya

otoconia. Walaupun demikian, prognosis VPPJ pada pasien dengan neuritis

vestibular masih belum dapat diinvestigasi. Setelah otoconia terlepas dari

utrikulus, dia dapat memasuki ductus kanalis semisirkularis posterior. Tanda dan

gejala klinis pada VPPJ kanalis semisirkularis posterior akan muncul, karena

kanalis semisirkularis ini mendapat inervasi dari nervus vestibularis inferior.

Kerusakan pada nervus vestibular superior yang menginervasi kanalis

semisirkularis anterior dan lateral mungkin menghapuskan jaras reflex

vestibuloocular dari kanalis semisirkularis tersebut. Oleh karena itu, akan terjadi

nistagmus VPPJ pada kanalis semisirkularis posterior pada pasien dengan neuritis

7

Page 9: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

vestibuler. Hal ini mengimplikasikan bahwa paling tidak beberapa fungsi nervus

vestibuler inferior masih tersisa, hal tersebut juga didukung oleh Vestibuler

Evoked Myogenic Potentials yang terpelihara pada pasien postneurolabyrinthitis.

Potensial tersebut barangkali berasal dari saculus dan antara macula pada sacula

dan crista pada kanal posterior yang diinervasi oleh nervus vestibularis inferior.

Keadaan setelah operasi kelihatan seperti keadaan lain yang sulit

didiagnosis. Operasi yang melibatkan penanaman dan terutama pada daerah

maksilofacial dan operasi gigi termasuk penempatan implan pada gigi (tambal

gigi) dan implant koklea, memiliki hubungan dengan VPPJ sekunder. Angka

kejadian yang telah dilaporkan berkisar antara 3% dan 0-28%. Angka kejadian

VPPJ sekunder pada pasien otosklerosis adalah berkisar 6,3% dan 8,5%, angka

ini terus berkembang selama 5 tahun terakhir dan 21 hari setelah operasi dan

menyebabkan trauma utrikulus. Ahli bedah seharusnya tidak menghilangkan

pengelompokan VPPJ pada pasien dengan keluhan pusing setelah operasi

oleh/saat dilakukan pemeriksaan klinis yang sederhana, sebelum menyarankan

mereka untuk melakukan foto dan sebelum diagnosis akhir yang melibatkan

komplikasi dari pascaoperasi ditegakkan.

Berdasarkan mekanisme hipotesis, “drilling” (penanaman) mungkin

melepaskan otoconia yang ada dalam utriculus secara mekanik, dengan cara yang

sama seperti mekanisme trauma kepala. Mekanisme penyusunan hipotesis yang

menjadi penyebab utama VPPJ sekunder setelah implantasi koklea menimbulkan

beberapa aspek tambahan yang menarik. Mengenai tipe VPPJ yang timbul pasca

operasi, perbedaan (heterogen) yang benar dan interval dalam jangka waktu yang

lama telah dilaporkan diantara operasi dan pemunculan gejala VPPJ (28-165 hari

8

Page 10: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

pada penelitian dari Viccaro dkk dan 1-880 hari pada penelitian oleh Limb dkk).

Untuk pasien dengan perkembangan VPPJ yang tertunda, secara langsung

jatuhnya partikel tulang ke dalam koklea selama kokleostomi, seperti melalui

penyingkiran otolit melalui stimulasi listrik telah diduga bertanggung jawab atas

terjadinya VPPJ. Setelah terjatuh ke dalam koklea, partikel tulang kemungkinan

melalui mikroruptur pada membrane basal akan berpindah ke dalam kompartemen

endolimfe pada skala media dan masuk ke dalam lumen kanalis semisirkularis

posterior karena itu dapat menghasilkan kanalolitiasis dan berikutnya dapat

menimbulkan VPPJ. Hipotesis penyingkiran otoconia karena stimulasi listrik

rupanya memiliki kemungkinan, berdasarkan pertimbangan kira-kira 1/3 dari

pasien yang ada telah dilaporkan pernah mengalami gejala tersebut sebelum

aktivasi implan.

Walaupun pada beberapa penelitian, tidak terdapat perbedaan antara tuli

mendadak dan tuli sensorineural mendadak (SSNHL), atau meskipun

pendengaran yang berkurang merupakan satu-satunya gejala atau bagian dari

patologi yang sama, dan terdapat hubungan antara tuli sensorineural idiopatik dan

VPPJ. Patologi ini dijumpai pada 0,2%-5% pasien dengan VPPJ. Vice versa,

diagnosis VPPJ telah dilaporkan terjadi pada 12,7% pasien dengan SSNHL. Oleh

karena itu, pasien dengan tuli mendadak idiopatik dan pusing yang telah

dilakukan pemeriksaan klinis diagnosis VPPJ dapat ditegakkan, walaupun gejala

khas VPPJ mungkin tidak dijelaskan oleh pasien. Mengenai dasar mekanisme

pathogenesis, logis bila dihipotesiskan bahwa otoconia dalam kasus ini lepas

karena peran pembuluh darah atau diakibatkan oleh lesi karena virus; namun

9

Page 11: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

bagaimanapun, dasar mekanisme terjadinya gangguan pendengaran tersebut masih

belum diketahui.

Angka kejadian VPPJ juga diketahui lebih tinggi pada pasien yang

mempunyai migraine. Lempert dkk menemukan prevalensi migraine pada pasien

VPPJ dua kali lebih tinggi berdasarkan usia dan jenis kelamin daripada kelompok

kontrol. Hubungan antara migraine dan VPPJ masih sangat minim dipahami. Hal

tersebut diyakini bahwa migraine menyebabkan vasospasme arteri yang

memvaskularisasi labirin, sehingga menginduksi munculnya iskemia local yang

memfasilitasi pelepasan otoconia dari macula utriculus.

Kemungkinan melalui mekanisme yang sama pada deplesi (pengurangan)

vaskularisasi pada telinga dalam, terjadinya VPPJ dilaporkan berhubungan

dengan giant-cell arteritis, diabetes, osteopenia/osteoporosis dan hiperurisemia.

Sejauh osteoporosis dialami, mengganggu struktur dalam dari otoconia atau

interkoneksi mereka dan pengikatan pada matriks gelatin dan mengurangi

kapasitas pemisahan/pelepasan otoconia yang disebabkan oleh peningkatan

konsentrasi kalsium bebas pada endolimfe yang juga dapat diusulkan sebagai

dasar mekanisme terjadinya VPPJ.

4.2 Karakteristik Klinis

VPPJ sekunder yang timbul setelah trauma kepala telah dilaporkan

cenderung terjadi pada remaja dengan distribusi umur dan jenis kelamin yang

dibandingkan dengan bentuk idiopatik. Perbedaan penting ditulis oleh beberapa

penulis adalah angka kejadian lebih tinggi bila terjadi secara bilateral. Kasus

bilateral yang paling sering terjadi diantara idiopatik dan VPPJ sekunder adalah

10

Page 12: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

pada kanalis semisirkularis posterior. Beberapa penulis melaporkan tidak ada

perbedaan dalam kanalis semisirkularis mana, namun penulis yang lain

menuliskan angka kejadian pada kanalis semisirkularis posterior lebih tinggi

secara konsisten daripada kanalis semisirkularis horizontal pada kedua kelompok.

Perasaan pusing yang kronis telah dilaporkan memiliki kesamaan diantara dua

kelompok tersebut.

Kerusakan bilateral juga merupakan karakteristik yang jelas pada VPPJ

sekunder pada penyakit Meniere. Dari 41 pasien dengan penyakit Meniere yang

dilaporkan oleh Gross dkk, 18 memiliki kelainan bilateral VPPJ, 16 orang

menderita VPPJ pada telinga yang sama, dan 7 orang menderita hanya pada

telinga yang kontralateral. Kanalis semisirkularis horizontal telah dilaporkan lebih

berpengaruh. Mulai terjadinya serangan pada kebanyakan pasien terjadi dalam

satu minggu serangan (60%), padahal onset yang simultan lebih jarang terjadi

(10%). Karakteristik klinis ini mungkin dicantumkan untuk kebutuhan apabila

dibutuhkan lebih sari satu diagnosis, sebelum VPPJ muncul pada pasien dengan

penyakit Meniere. Wanita lebih dominan terkena VPPJ sekunder yang mengikuti

epidemiologi penyakit meniere. Ada banyak literature berbeda mengenai kanal

mana yang lebih banyak berpengaruh. Kanalis semisirkularis posterior dan lateral

dilaporkan lebih sering berpengaruh menurut beberapa penulis lainnya.

VPPJ sekunder pada neuritis vestibuler terjadi rata-rata sekitar hari ke 18

setelah onset pada penyakit primer timbul. Kejadian VPPJ setelah neuritis

vestibuler mungkin sangat dianjurkan untuk melakukan tes perasat Dix-Hallpike

pada waktu follow-up, terutama bila pasien menunjukkan perbaikan yang lambat.

VPPJ pada kasus tersebut, merupakan faktor prognosis yang buruk karena hal

11

Page 13: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

tersebut pasien didiagnosis pasien tidak sepenuhnya pulih dari penyakit tersebut.

Karena itu hal tersebut dianalisis sebagai mekanisme pathogenesis yang mungkin

VPPJ disebabkan karena pengaruh dari kanalis semisirkularis posterior pada

telinga ipsilateral.

Disisi lain,lebih dari separuh pasien dengan VPPJ sekunder yang

dikarenakan tuli sensorineural mendadak idiopatik berkembang lebih singkat

secara relative, antara 24 jam setelah munculnya ketulian. Informasi mengenai

kanalis semisirkularis mana yang paling berpengaruh terhadap terjadinya VPPJ

masih tidak jelas dalam beberapa laporan yang relevan.

Yang terakhir, VPPJ pasca operasi telinga tengah, implantasi koklea,

operasi pada gigi dan maksilofacial juga secara dominan kemungkinan

berpengaruh terhadap kanalis semisirkularis posterior karena kanalis

semisirkularis posterior terletak lebih rendah daripada vestibulum pada posisi

supinasi. Waktu kejadian VPPJ yang utama setelah operasi gigi dan maksilofasial

dilaporkan terjadi pada hari ke empat setelah pasien keluar dan VPPJ berkembang

selama 7 hari atau beberapa hari setelah operasi.

Mengenai implantasi koklea dan karena hal-hal yang spesifik, dan sebab

yang lain, mekanisme patogenesis ysng mengimplikasikan perkembangan tipe

VPPJ sekunder ini, penulis mengadopsi interval kriteria yang sempit, dengan

melaporkan hasil dari pasien yang menderita VPPJ lebih dari 165 hingga 880 hari

setelah operasi. Keterlibatan bilateral pada operasi ini masih jarang, sebaliknya

apa yang mungkin diharapkan melalui mekanisme pathogenesis dari transmisi

energy mekanik yang melalui tulang dan cairan perilimfatik menuju ke maculi.

Usia pasien, sisi yang diimplant, tipe alat, dan etiologi pendengaran yang

12

Page 14: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

berkurang secara acak terdistribusi seperti VPPJ post operasi. Menariknya, tidak

ada kasus VPPJ yang dilaporkan terjadi setelah implantasi postkoklear walaupun

pada anak-anak.

Penatalaksanaan

Pasien dengan VPPJ idiopatik akan menunjukkan tingkatan perbaikan gejala

yang lebih tinggi secara signifikan dengan CPR (Canalith Repositioning

Procedures) daripada VPPJ yang terjadi sekunder karena trauma kepala, neuritis

vestibuler, atau penyakit Meniere. Waktu penanganan yang utama sampai tercapai

resolusi/perbaikan yang komplit dari tanda dan gejala sudah dilaporkan terjadi

pada 2280 untuk VPPJ idiopatik dan 4870 hari untuk VPPJ sekunder. Perbedaan

tersebut terjadi juga diantara beberapa variasi tipe VPPJ sekunder. Dalam

penelitian retrospektif pada 69 pasien dengan VPPJ sekunder durasi utama terapi

sudah dilaporkan terjadi pada 6280 hari untuk tuli mendadak sensorineural

idiopatik dengan VPPJ, 5070 hari untuk VPPJ dengan neuritis vestibuler dan 2280

hari untuk VPPJ dengan penyakit Meniere. Perbedaan yang signifikan dilaporkan

diantara pasien dengan VPPJ post traumatic dan pasien dengan VPPJ idiopatik

keduanya memiliki rasio resolusi komplit setelah satu kali CRP dan kembalinya

serangan selama 6-42 bulan follow up. Dalam kasus ini, bagaimanapun baik CRP

tunggal tidak cukup untuk memperoleh resolusi yang komplit, penambahan

beberapa kali CRP tidak menunjukkan pencapaian data statistic yang signifikan

diantara kelompok VPPJ sekunder maupun kelompok VPPJ idiopatik.

Seperti disebutkan di awal, bahwa perbedaan tata laksana dan prognosis dari

VPPJ idiopatik dan VPPJ sekunder mengarahkan pada hipotesis bahwa hal

tersebut mungin merupakan hasil dari lesi yang secara kuantitatif maupun

13

Page 15: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

kualitatif. Secara lanjut, pembagian latihan bermacam-macam subtype VPPJ

sekunder mungkin dijelaskan melalui perbedaan hubungan antara patofisiologi

dengan penyakit telinga dalam yang lain. Prognosis yang lebih buruk terjadi pada

VPPJ yang diiringi dengan vestibulopati unilateral diakui oleh penulis lain yang

melaporkan, pada kelompok kecil yang berjumlah 35 pasien, dilaporkan bahwa

pasien dengan neuritis vestibular akut sepertinya memiliki tendensi pada keadaan

sembuh yang lebih baik daripada pasien VPPJ dengan etiologi yang lain. Penulis

yang sama melaporkan bahwa angka perbaikan nistagmus paroksismal posisional

setelah CRP hampir sama pada pasien VPPJ idiopatik dan sekunder. Walaupun

demikian, dengan adanya perbandingan yang kontradiksi tersebut penulis

mencantumkan bahwa VPPJ sekunder masih lebih sulit diterapi sebab dalam

jumlah 42% pasien dengan VPPJ sekunder, masih terjadi vertigo yang persisten

setelah CRP yakni setelah hilangnya nistagmus pada maneuver Dix-Hallpike.

5. Kesimpulan

VPPJ sekunder sepertinya sulit didiagnosis terutama diantara pasien dengan

penyebab vertigo yang diketahui seperti pada penyakit Meniere, neuritis

vestibuler, tuli saraf mendadak idiopatik, dan pasien pasca operasi. Index

kecurigaan yang lebih tinggi dan ditemukan melalui tes Dix-Hallpike pada semua

pasien vertigo, dapat diketahui dari penyakit telinga dalam primer (yang muncul

lebih dahulu), mungkin akan mengarahkan diagnosis VPPJ sekunder dan

menawarkan pasien terapi yang optimal dan efisien.

Sebaliknya, VPPJ kemungkinan berhubungan dengan kelainan pada telinga

dalam pada beberapa kasus yang dipercayai. Pada banyak pasien, penemuan yang

14

Page 16: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

khas pada VPPJ dianggap menjadi diagnosis akhir dan pemeriksaan neurotologi

dilalaikan (tidak dilakukan). Namun demikian, tetap direkomendasikan untuk

melengkapi pemeriksaan walaupun diagnosis VPPJ sudah ditegakkan dengan

pemeriksaan provokatif. Terutama pasien VPPJ dengan gejala persisten, tes

audiologi yang rutin, dan evaluasi neurologi seharusnya mungkin ditunjukkan

supaya mampu mengenali adanya hubungan dengan patologi pada telinga dalam.

Sayangnya, perbedaan klinik antara VPPJ idiopatik dan VPPJ sekunder

didemonstrasikan dalam jumlah kasus yang banyak yang dinilai adalah indefinti

dan nilai klinis yang terbatas. Pada banyak kasus menyetujui bahwa VPPJ

sekunder pada banyak penelitian adalah indefinite dan nilai klinik yang terbatas.

Kabanyakan penelitian menyetujui bahwa VPPJ sekunder lebih susah

diterapi daripada VPPJ idiopatik dan pasien membutuhkan interval waktu yang

lama sebelum dinyatakan sembuh dari gejala klinis. Manifestasi klinis dari lesi

pada telinga dalam mungkin bisa dijelaskan. Oleh karena itu, riwayat pengobatan

dahulu dan hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan follow up tampak

sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan keberhasilan terapi dari VPPJ

sekunder. Penelitian medis lebih jauh dibutuhkan untuk mencari tahu prognosis

yang mungkin dari vppj sekunder pada penyakit / kelainan telinga tengah seperti

sama halnya dengan perbedaan antara waktu pemeriksaan dan efisiensi terhadap

rehabilitasi pasien.

15

Page 17: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Vertigo Posisi Paroksismal Jinak

(VPPJ)

I.PENDAHULUAN

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang

sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,

unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting

diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena

di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering

digunakan secara bergantian.

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk

pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,

umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam

defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan

sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh

Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita

atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan

keseimbangan.

Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem

keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infelsi, keganasan, metabolik, toksik,

veskuler atau autoimun.sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu

sistem vestibuler (pusat dan perifer) dan non vestibuler (visual [retina, otot bola

mata] dan somatokinetik [kulit, sendi, otot]). Sistem vestibuler sentral terletak

16

Page 18: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya sistem vestibuler perifer

meliputi labirin dan saraf vestibular.

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign

Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer

yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba

pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat

posisi tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo. Biasanya vertigo dirasakan

sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita

merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah,

sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini yang

menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini

sering berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya. Vertigo pada

BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam,

yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada

tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan

menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.

II. EPIDEMIOLOGI

Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan

keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000

penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang

ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat

cedera kepala.

17

Page 19: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (Iabirin),

terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara

umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat

keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin

membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk

labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa,

sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa

lebih tinggi dari pada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin

membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap

labirin terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss

anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula

utrikulus dan sakulus.

18

Page 20: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Keseimbangan dan orientasi tubuh se¬seorang terhadap lingkungan di

sekitarnya ter¬gantung pada input sensorik dari reseptor vesti¬buler di labirin,

organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik

tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggam¬barkan keadaan posisi tubuh

pada saat itu.

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang

merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin

tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya

terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis

semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang ber¬hubungan

dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang

terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se¬luruhnya tertutup oleh suatu

substansi gelatin yang disebut kupula.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan

cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.

Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion

kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-

sasi dan akan merangsang pelepasan neuro-transmiter eksitator yang selanjutnya

akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di

otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi

hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi

mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis

semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi

19

Page 21: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan sudut.

Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang

sedang berlangsung.

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga

kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala

yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa

bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.

IV. ETIOLOGI

Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera

kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem

vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya

usia.

V. PATOFISIOLOGI

Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :

• Teori Cupulolithiasis

Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk

menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi

kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula

utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia

menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan

gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan

benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit

20

Page 22: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi

mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing

ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes

Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula

bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan

pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal

ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan

nistagmus.

• Teori Canalithiasis

Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith

bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel

ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah.

Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di

sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir

menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini

menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan

kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus

yang bergerak

ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti

kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu

jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf

dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih

dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency) nistagmus transient, karena

partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala,

21

Page 23: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo

serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan

“fatigability” dari gejala pusing.

VI. DIAGNOSIS

A. Anamnesis

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20

detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di

tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan

belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.

B. Pemeriksaan fisis

Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan,

dan pada evaluasi neurologis normal.6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV

adalah ix-Hallpike. Dan Tes kalori.

Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut:

- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,

dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.

- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika

posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta tetap

membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.

- Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang

terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau

ia memang sedang berada di KSS posterior.

22

Page 24: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita

direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.

- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut

dipertahankan selama 10-15 detik.

- Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan

ipsilateral.

- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang

yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.

- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri

45o dan seterusnya

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya

lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila

sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu

menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

Tes kalori.

Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2

macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 derajat C, sedangkan suhu

air panas adalah 44 derajat C. volume air yang dialirkan kedalam liang telinga

masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama

nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa

telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas,

lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau

23

Page 25: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk

menghilangkan pusingnya).

PEMERIKSAAN FISIK

Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi

dan menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Kebanyakan kasus BPPV

saat ini disebabkan oleh kanalitiasis bukan kupolitiasis. Perbedaan antara berbagai

tipe BPPV dapat dinilai dengan mengobservasi timbulnya nistagmus secara teliti,

dengan melakukan berbagai perasat provokasi menggunakan infrared video

camera.

Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovokasi timbulnya nistagmus yaitu :

perasat Dix Hallpike, perasat side lying, dan perasat roll. Perasat Dix Hallpike

merupakan perasat yang paling sering digunakan. Side lying test digunakan untuk

menilai BPPV pada kanal posterior dan anterior. Perasat Roll untuk menilai

vertigo yang melibatkan kanal horisontal.

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan

dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan

respon vertigo dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat

memilih perasat Dix-Hallpike atau side lying. Perasat Dix-Hallpike lebih sering

digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk

Canalith Repositioning Treatment (CRT) .

Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi

timbulnya respon nistagmus pada kacamata Frenzel yang dipakai oleh pasien

dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan system video infra

24

Page 26: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

merah (VIM). Penggunaan VIM memungkinkan penampakan secara simultan dari

beberapa pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang.

Gambar 6. Kacamata Video Frenzel

Perasat Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan. Perasat

Dix-Hallpike kanan pada bidang kanalis semisirkularis (kss) anterior kiri dan

kanal posterior kanan dan perasat DixHallpike kiri pada bidang posterior kiri dan

anterior kanan. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak

pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat

pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien

menggantung 20-30° pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai

respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama + 1

menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini maka

dapat langsung dilanjutkan dengan Canalith Repositioning Treatment (CRT) bila

terdapat abnormalitas. Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila perasat

tersebut tidak diikuti dengan CRT maka pasien secara perlahan-lahan didudukkan

kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri dengan kepala

25

Page 27: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal

hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT,

bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan

CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.

Perasat side lying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu perasat side lying kanan

yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri atau kanalis

posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior

pada posisi paling bawah dan perasat side lying kiri yang menempatkan kepala

pada posisi di mana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang

tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah.

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi

meja, kemudian dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala ditolehkan 45° ke kiri

(menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kiri atau kanalis posterior

kanan), tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi

duduk untuk diakukan perasat Sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke

sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45° ke kanan (menempatkan kepala pada posisi

kanalis anterior kanan/kanalis posterior kiri). Tunggu 40 detik sampai timbul

respon abnormal.

26

Page 28: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Gambar 7. Perasat side lying kanan

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya

lambat, + 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila

sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu

menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat

arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke

depan.

Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis

posterior kanan.

Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis

posterior kiri.

Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis

anterior kanan.

27

Page 29: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis

anterior kiri.

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike atau side lying

pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat.

Perlu diperhatikan, bila respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh

nistagmus sekunder dengan arah fase cepat berlawanan dengan nistagmus

pertama. Nistagmus sekunder terjadi oleh karena proses adaptasi sistem vertibuler

sentral.

Perlu dicermati bila pasien kembali ke posisi duduk setelah mengikuti

pemeriksaan dengan hasil respon positif, pada umumnya pasien mendapat

serangan nistagmus dan vertigo kembali. Respon tersebut menyerupai respon

yang pertama namun lebih lemah dan nistagmus fase cepat timbul dengan arah

yang berlawanan. Hal tersebut disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula.

Pada umumnya BPPV timbul pada kanalis posterior dari hasil penelitian

terhadap 77 pasien BPPV. Terdapat 49 pasien (64%) dengan kelainan pada

kanalis posterior, 9 pasien (12%) pada kanalis anterior, 18 pasien (23%) tidak

dapat ditentukan jenis kanal mana yang terlibat, serta didapatkan satu pasien

dengan keterlibatan pada kanalis horizontal. Kadang-kadang perasat Dix-

Hallpike / side lying menimbulkan nistagmus horizontal.

Nistagmus ini bisa terjadi karena nistagmus spontan, nistagmus posisi atau

BPPV pada kanalis horizontal. Bila timbul nistagmus horizontal, pemeriksaan

harus dilanjutkan dengan pemeriksaan roll test.

28

Page 30: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

VII. DIAGNOSIS BANDING

• Vestibular Neuritis

Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya

merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat

dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-

gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu

dirawat di Rumah Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan

menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama

beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya

tidak ada perubahan pendengaran.

• Labirintitis

Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme

telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda.

Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut

disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau

meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan

gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh

produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme

hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke

dalam struktur-¬struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan

fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari

berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau

perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.

• Penyakit Meniere

29

Page 31: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum

diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran,

tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.

Patofisiologi : pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe

dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat.

Manifestasi klinis : vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15

menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan

pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga.

Serangan pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan

lebih ringan meskipun frekuensinya bertambah.

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi

debris yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah

manuver seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin

diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa

ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk

menghilangkan debris.

Terlebih dulu , dengan orang duduk, kepala dibalik sekitar 45 ke sebelah

kanan atau kiri, tergantung pada sisi pemicu vertigo. Orang kemudian berbaring

dengan kepala bergantung di balik pinggir meja periksa (tempat tidur). Akhirnya,

kepala dan badan dibalik sampai hidung menunjuk ke lantai. Orang kemudian

duduk tegak tetapi menjaga kepala agar tetap dibelokkan sejauh mungkin. Satu

kali orang lurus, kepala bisa menghadap ke depan.

30

Page 32: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Kepala kemudian diubah ke arah yang lain dengan sudut yang sama. Kepala

dibelokkan lebih jauh ke sebelah kiri, agar telinga sejajar dengan lantai.

Penanganan BPPV di rumah

1. Latihan Brandt Daroff

Latihan Brand Daroff merupakan suatu metode untuk mengobati BPPV,

biasanya digunakan jika penanganan di praktek dokter gagal. Latihan ini 95%

lebih berhasil dari pada penatalaksanaan di tempat praktek. Latihan ini dilakukan

dalam 3 set perhari selama 2 minggu. Pada tiap-tiap set, sekali melakukan

manuver dibuat dalam 5 kali. Satu pengulangan yaitu manuver dilakukan pada

masing-masing sisi berbeda (membutuhkan waktu 2 menit). Jadwal latihan Brandt

Daroff yang disarankan :

Waktu Latihan Durasi

Pagi 5 kali pengulangan 10 menit

Sore 5 kali pengulangan 10 menit

Malam 5 kali pengulangan 10 menit

Mulai dengan posisi duduk kemudian berubah menjadi posisi baring

miring pada satu sisi, dengan sudut kepala maju sekitar setengah. Tetap pada

posisi baring miring selama 30 detik, atau sampai pusing di sisi kepala, kemudian

kembali ke posisi duduk. Tetap pada keadaan ini selama 30 detik, dan kemudian

dilanjutkan ke posisi berlawanan dan ikuti rute yang sama. Latihan ini harus

dilakukan selama 2 minggu, tiga kali sehari atau selama tiga minggu, dua kali

sehari. Sekitar 30% pasien, BPPV dapat muncul kembali dalam 1 tahun.

2. Manuver Epley di rumah

31

Page 33: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Prosedur ini lebih efektif dari prosedur di ruangan, karena diulang setiap

malam selama seminggu. Metode ini (untuk sisi kiri), seseorang menetap pada

posisi supine selama 30 detik dan pada posisi duduk tegak selama 1 menit.

Dengan demikian siklus ini membutuhkan waktu 2 ½ menit. Pada dasarnya 3

siklus hanya mengutamakan untuk beranjak tidur, sangat baik dilakukan pada

malam hari daripada pagi atau siang hari, karena jika seseorang merasa pusing

setelah latihan ini, dapat teratasi sendiri dengan tidur. Ada beberapa masalah yang

timbul dengan metode lakukan sendiri. Jika diagnosis BPPV belum dikonfirmasi,

seseorang dapat melakukan latihan ini untuk mengobati keadaan lain (seperti

tumor otak atau stroke) dengan latihan posisi. Ini tidak berhasil dapat menunda

penanganan yang tepat. Masalah kedua adalah Epley memerlukan pengetahuan

dari sisi jelek. Komplikasi seperti perubahan ke kanal lain dapat terjadi selama

maneuver Epley, yang lebih baik ditangani oleh dokter daripada dirumah.

Akhirnya sering terjadi selama maneuver Epley, gejala neurologis dipicu ole

kompresi pada arteri vertebralis. Berdasarkan pendapat kami, lebih aman

melakukan Epley di dokter daripada melakukan sendiri.

Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat.

Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat

kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV

disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler posterior, nervus

ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler. Oleh

karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus

vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi

pendengaran.

32

Page 34: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Tatalaksana

Tiga macam perasat dilakukan untuk menanggulangi BPPV yaitu Canalith

Repositioning Treatment (CRT), perasat liberatory, dan latihan Brandt-Daroff.

CRT sebaiknya segera dilakukan setelah hasil perasat Dix-Hallpike menimbulkan

respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalitiasis pada

kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak

kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan dengan tujuan untuk

mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat

di mana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang

terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan. Perasat ini dimulai pada

posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala

ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan

diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah

itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi

menghadap ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah

melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala

menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan menahan leher

dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan

selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi

yang sehat untuk 5 hari.

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalitiasis

pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri

dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan, yaitu

33

Page 35: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

dimulai dengan kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh ke kanan

sebelum duduk.

Gambar 8. Canalith Repositioning Treatment (CRT) atau Epley maneuver

Gejala-gejala remisi yang terjadi setelah CRT kemungkinan disebabkan

oleh perasat itu sendiri, bukan oleh perasat pada saat pasien duduk tegak. Kadang-

kadang CRT dapat menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah ke

kanal yang lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot

akibat kepala di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi.

Pasien dianjurkan untuk melepas penopang leher dan melakukan gerakan

horisontal kepalanya secara periodik. Bila dirasakan adanya gangguan leher,

ekstensi kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan. Digunakan meja

pemeriksaan yang bertujuan untuk menghindari keharusan posisi ekstensi dari

34

Page 36: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

leher. Pada akhirnya beberapa pasien mengalami vertigo berat dan merasa mual

sampai muntah pada saat tes provokasi dan penatalaksanaan. Pasien harus diminta

untuk duduk tenang selama beberapa saat sebelum meninggalkan klinis.

Perasat liberatory juga dibuat untuk memindahkan otolit (debris/kotoran)

dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal

mana yang terlibat, apakah kanal anterior atau posterior.

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, perasat liberatory kanan

perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada

meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45°. Pasien yang

duduk dengan kepala menghadap ke kiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan

dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit, pasien digerakan

secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan

kepala menoleh 45° ke kiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1

menit dan perlahan-lahan kembali ke posisi duduk. Penopang leher kemudian

dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan

CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama, namun

kepala diputar menghadap ke kanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat,

perasat liberatory kiri harus dilakukan, (pertama pasien bergerak ke posisi

sidelying kiri kemudian posisi side lying kanan dengan kepala menghadap ke

kanan). Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan

dengan kepala diputar menghadap ke kiri. Angka kesembuhan 70-84% setelah

terapi tunggal perasat liberatory.

35

Page 37: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Gambar 9. Perasat liberatory

Latihan Brandt dan Daroff dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa

bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan dari duduk ke samping yang

dapat mencetuskan vertigo (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan

tahan selama 30 detik, lalu kembali ke posisi duduk dan tahan selama 30 detik,

lalu dengan cepat berbaring ke sisi yang berlawanan (dengan kepala menoleh ke

arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu secara cepat duduk

kembali. Pasien melakukan latihan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari sampai

vertigo hilang paling sedikit 2 hari.

36

Page 38: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

Gambar 10. Perasat Brand Daroff

Angka remisi 98% remisi timbul akibat latihan-latihan akan melepaskan

otokonia dari kupula dan keluar dari kanalis semirkularis, di mana mereka tidak

akan menimbulkan gejala. Remisi juga timbul akibat adaptasi sistem vestibuler

sentral. Lebih baik, kanalitiasis pada anterior dan posterior kanal diterapi dengan

CRT. Bila terdapat kupulolitiasis, kita dapat menggunakan perasat liberatory.

Latihan Brandt Daroff dilakukan bila masih terdapat gejala sisa ringan. Obat-

obatan dilakukan untuk menghilangkan gejala-gejala seperti mual, muntah. Terapi

pembedahan, seperti pemotongan n. vestibularis, n. Singularis, dan penutupan

kanal yang terlibat jarang dilakukan.

Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan kanalitiasis pada BPPV

kanalis horizontal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga

yang terlibat berada di sebelah bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan

secara perlahan kepala pasien digulirkan ke kiri sampai ke posisi hidung di atas

dan posisi ini dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Kemudian

37

Page 39: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

kepala digulirkan kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di sebelah atas.

Pertahankan posisi ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan

badan diputar bersamaan ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan

selama 15 detik. Akhirnya, kepala dan badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana

telinga yang sakit berada di sebelah bawah. Setelah 15 detik, pasien perlahan-

lahan duduk, dengan kepala agak menunduk 30°. Penyangga leher dipasang dan

diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis posterior dan kanalis

anterior. Latihan Brandt-Daroff dapat dimodifikasi untuk menangani pasien

dengan BPPV pada kanalis horizontal karena kupulolitiasis. Pasien-pasien

tersebut diminta melakukan gerakan ke depan-belakang secara cepat pada bidang

kanalis horizontal pada posisi supinasi. Perasat ini bertujuan untuk melepaskan

otokonia dari kupula. Namun bukti menunjukan efektifitas perasat-perasat terapi

untuk kanalis horizontal masih dipertanyakan.

Perasat CRT, liberatory, dan Brandt Daroff merupakan latihan yang baik

untuk pasien BPPV.

CRT merupakan terapi standar di berbagai negara. CRT digunakan untuk

terapi kanal posterior and anterior akibat kanalithiasis. Perasat Liberatory

digunakan untuk kupolitiasis agar menggerakkan otokonia. Latihan Brandt Daroff

digunakan untuk pasien dengan gejala yang menetap.

Terapi Famakologi

Obat-obatan simptomatis yang biasa digunakan adalah supresor saraf

misalnya Betahistine dan Merislon.

38

Page 40: Penyakit Telinga Dalam Dan Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (Jurnal Reading)

IX. PROGNOSIS

Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure)

biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa

kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.

39