penyakit pembuluh kayu (oncobasidium theobromae) pada tanaman kakao (theobroma cacao l.)
DESCRIPTION
PertanianTRANSCRIPT
PENYAKIT PEMBULUH KAYU ( Oncobasidium theobromae ) PADA
TANAMAN KAKAO ( Theobroma cacao L. )
MAKALAH
Oleh :
Cut Tia Mardi110301062AET 1A
LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN SUB PENYAKIT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
i
PENYAKIT PEMBULUH KAYU ( Oncobasidium theobromae ) PADA
TANAMAN KAKAO ( Theobroma cacao L. )
MAKALAH
Oleh :
CUT TIA MARDI110301062AET I / IA
Makalah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Pra Praktikal Test di Laboratorium Dasar Perlindungan Sub Penyakit Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Ditugaskan Oleh :Dosen Penanggung Jawab
( Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr )NIP : 195511211981031002
Diketahui Oleh : Diperiksa Oleh: Asisten Koordinator Asisten Korektor
( Muklis Adi Putra ) ( Rifai Fauzi ) NIM : 080302017 NIM : 080302019
LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN SUB PENYAKIT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
ii
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah “Penyakit Pembuluh Kayu (Oncobasidium theobromae) Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)” sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal tes di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman yaitu Ir. Mukhtar Iskandar Pinem M.Agr dan (All Dosen), serta mengucapkan terima kasih kepada kakak dan abang asisten yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Maret 2012
( Cut Tia Mardi )
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah “Penyakit Pembuluh Kayu
(Oncobasidium theobromae) Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)”
sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal tes di Laboratorium
Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu
Dosen mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman yaitu Ir. Mukhtar Iskandar
Pinem M.Agr, serta mengucapkan terima kasih kepada kakak dan abang asisten
yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk penyempurnaan makalah
ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Medan, Maret 2012
( Penulis )
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................... iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang..................................................................................... 1Tujuan Penulisan.................................................................................. 2Kegunaan Penulisan............................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman.................................................................................. 3 Syarat Tumbuh.................................................................................... 4
Tanah .......................................................................................... 5Iklim ........................................................................................... 5
Biologi Penyebab Penyakit ................................................................. 8Daur Hidup Penyakit............................................................................ 9Gejala Serangan ................................................................................... 10Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ........................ 11Pengendalian ....................................................................................... 12
PERMASALAHAN
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Halaman
1 Hifa O.theobromae 8
2 Hifa vegetatif dan monilioid O. theobromae 9
3 Daun dan batang yang terinfeksi VSD 10
4 Daur hidup penyakit VSD 17
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia vascular streak dieback (VSD) untuk pertama kali
ditemukan di pulau sebatik, di perbatasan antara Sabah dan Kalimantan Timur,
pada tahun 1983. Pada tahun 1984 penyakit ditemukan di Maluku dan Sulawesi
Tenggara (Anon,1987). Pada tahun 1985 mendadak penyakit ditemukannya di
perkebunan Bunisari, Garut, Jawa Barat. Setelah dilakukan pengamatan dengan
teliti diketahui bahwa VSD juga sudah terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pengamatan yang dilakukan di Sumatera Utara tidak menemukan penyakit ini
(Soenaryo dan Sri Soekamto,1985).
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya
cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan
kerja, sumber pendapatan, dan devisi negara.. Disamping itu kakao juga berperan
dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.
Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara
Pantai Gading (1.276.000 ton ) dan Ghana (586.000 ton) produksi biji kakao
sekitar 456.000 ton per tahun (Departemen Perindustrian, 2007; Suryana
dkk,2005).
Penyakit telah di kenal di Malaysia Barat sejak tahun 1956. Seterusnya
pada tahun 1960 penyakit ditemukan di Papua Nugini , dan pada tahun 1970 di
Sabah. Karna merupakan penyakit baru , di Indonesia besarnya kerugian karena
penyakit ini belum diketahui. Di Malaysia penyakit menimbulkan kerugian 10-
35% (Chan dan Wazir 1976).
1
Penyebab penyakit ,Oncobasidium theobromae Talbot et Keane. Menurut
Talbot dan Keane (1971) yang membuat uraian berdasarkan atas jamur yang
terdapat di Papua Nugini. Sampai sekarang belum diketahui tanaman lain yang
dapat menjadai inang bagi jamur ini. mengingat VSD hanya terdapat di Asia
Tenggara dan Kepulauan Melanesia, sedang di daerah-daerah ini kakao baru
dibudidayakan selama kurang dari seratus tahun pada penyakit Oncobasidium
theobromae Talbot et Keane mempunyai tanaman inang di antara tumbuhan asli
di daerah itu.(Talbot dan keane,1971).
Pada pengujian ketahanan yang dilakukan di Papua Nugini , diketahui juga
bahwa kultivar-kultivar Trinitario lebih tahan terhadap VSD. Terdapat petunjuk
yang kuat bahwa ketahanan ini bersifat horizontal yang dikendalikan oleh banyak
gen(Keane dan Prior,1992)
2
Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penyakit (Oncobasidium
theobromae Talbot et Keane) pada tanaman Kakao (Theobroma cacao L.). dan
mengetahui ge;jala serangan serta pengendaliaanya.
Kegunaan Penulisan
- Sebagai bahan penulisan laporan untuk melengkapi persyaratan dalam
menempuh pra praktikal di Sub Penyakit, Fakultas Universitas Sumatera
Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkannya
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal tes di
Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Susanto (1994) , Sistematika Tanaman Kakao adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyte
Subdivisi : Dicotyledoneae
Kelas : Angiospermae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Species : Theobroma cacao L.
Kakao termasuk tanaman kauliflori yang artinya bunga dan buah tumbuh
pada batang dan cabang tanaman. Dalam setiap buah terdapat sekitar 20 – 50 butir
biji, yang tersusun dalam lima baris dan menyatu pada bagian poros buah
(Susanto, 1994).
Kakao bersifat dimorfisme, artinya memiliki dua macam percabangan atau
tunas vegetatif, yaitu tunas ortotrop yang tumbuh ke atas dan tunas plagiotrop yang
tumbuh ke samping cabang kipas atau fan. Kedua macam cabang tersebut memiliki
perbedan dalam rumus daun, misalnya cabang ortotrop memiliki rumus daun 3/8
dan plagiotrop ½, disamping itu juga ukuran dan tangkai daun (Susanto, 1994).
Pada tanah yang dalam drainasenya baik, perakaran kakao dewasa
mencapai 1,0 – 1,5 m. Akar lateral sebagian bear sekitar 56% tumbuh pada
lapisan tanah atas sedalam 0 – 10 cm Sedangkan 26% pada bagian yang lebih
4
dalam (11 - 20 cm), dan sekitar 14% pada bagian yang lebih dalam lagi (21 – 30
cm ), dan hanya sekitar 4% tumbuh pada kedalaman leebih dari 30 cm. Jangkauan
akar lateral jauh di luar proyeksi tajuk tanaman (Susanto, 1994).
Daun kakao mempunyai dua persendian yang terletak pada pangkal dan
ujung tangkai daun. Hal ini memungkinakan pergerakan daun menyesuaikan
dengan arah datangnya sinar matahari. Kuncup – kuncup daun dilindungi oleh
stipula yang segera gugur apabila daunnya tumbuh. Warna daun muda kemerahan
sampai merah, tergantung dari varietasnya, dan bila telah dewasa menjadi hijau
tua (Susanto, 1994).
Warna buah kakao beraneka ragam, namun pada dasarnya hanya ada dua
macam yaitu: buah muda berwarna hijau putih dan bila masak menjadi warna
kuning, dan buah muda yang berwarna merah setelah masak menjadi oranye
(Susanto, 1994).
Syarat Tumbuh
Tanah
Tanah yang baik untuk kakao adalah tanah yang bila musim hujan drainase
baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat terpenuhi bila
tanah memiliki tekstur sebagai berikut: fraksi pasir sekitar 50 %, fraksi debu sekitar
10-20% dan fraksi lempung sekitar 30-40%. Jadi tekstur tanah yang cocok bagi
tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir (Susanto, 1994).
Kakao memerlukan pH tanah yang netral atau berkisar 5,6-6,8 agar dapat
tumbuh dengan baik. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil),
sedangkan tanah bawah (subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam
5
atau agak basa. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik
tinggi, yaitu diatas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki
struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya
simpan lengas tanah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Tanaman kakao menghendaki tanah yang mudah diterobos oleh air tanah
dan tanah harus dapat menyimpan air tanah terutama pada musim kemarau. Aerasi
dan drainase yang baik sehingga tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao
adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir (Wood and Lass, 1987).
Kakao pada umumnya ditanam pada ketinggian 0-800 m dpl. Tekstur
tanah yang diperlukan adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40%
fraksi liat, 50% pasir dan 10-20% debu. Tanah yang banyak mengandung humus
dan bahan organik dengan pH antara 6,0-7,0, kedalaman air + 3 meter dan
berdrainase baik, cocok bagi pertumbuhan kakao (Poedjiwidodo, 1996).
Iklim
Distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun lebih penting daripada
jumlah hujan tahunan sebab tanaman kakao lebih cocok bila bulan kering tidak
melebihi dari 3 bulan. Daerah produsen kakao umumnya memiliki curah hujan
antara 1250 – 3000 mm setiap tahunnya (Susanto, 1994).
Pada umumnya penanaman kakao diusahakan pada ketinggian kurang dari
300 m dari permukaan air laut. Suhu maksimal untuk kakao sekitar 30 C - 32 C,
sedangkan suhu minimal sekitar 18 – 21 C (Susanto, 1994).
Daerah penghasil kakao memiliki kelembapan udara relatif maksimum
100%, pada malam hari 70% - 80% pada siang hari. Kelembapan yang rendah
6
akan mempengaruhi evapotranspirasi menjadi lebih cepat, sedangkan kelembapan
yang tinggi mengundang perkembangan cendawan patogen (Susanto, 1994).
Tanaman muda yang baru ditanam memerlukan sinar matahari sekitar
25% - 35% dari sinar matahari penuh. Sedangkan untuk tanaman dewasa yang
sudah berproduksi sekitar 65% - 75% (Susanto, 1994).
Biologi Penyebab Penyakit
Menurut P.H.B. Talbot & Keane ( 1971 ) , Jamur Oncobasidium
theobromae dapat diklasifikasikan sebagai berikut .
Kingdom : Fungi
Phylum : Basidiomycota
Subphylum : Agaricomycotina
Class : Agaricomycetes
Ordo : Cantharellales
Family : Ceratobasidiaceae
Genus : Oncobasidium
Scientific name: - Oncobasidium theobromae P.H.B. Talbot & Keane 1971
Cendawan ini memproduksi basidiospora pada basidium yang berkembang
pada cabang kakao yang terserang dan terjadi setelah tengah malam pada kondisi
sangat lembab. Basidiospora disebarkan oleh angin dan bila spora ini datang pada
permukaan yang kering, maka akan segera kehilangan viabilitasnya. Pada daun
yang lunak dan mengandung tetesan air, basidiospora berkecambah cepat sekali
7
dan tabung kecambah berpenetrasi pada epidermis dan kemudian masuk ke dalam
xylem.
Gambar. Hifa O.theobromae menginfeksi xylem, diwarnai
dengan lactophenol cotton blue. (Dr C. Prior)
Dalam waktu 6 sampai 16 minggu yang tergantung pada umur tanaman
kakao, gejala akan muncul pada daun ke 2 dan ke 3 dari pucuk. Bila hujan terus ,
maka perkecambahan terjadi dan akan mengalami siklus yang sempurna
(Purdy, 2000; Frison et al., 1999).
O. theobromae adalah parasit obligat, tetapi Musa (1983) mengem-
bangkan medium air kelapa dan cendawan ini dapat tumbuh secara terbatas
(Gambar 2). Tanaman inang lainnya selain kakao yang sejauh ini diketahui adalah
hanya alpokat (Persea Americana) (Keane dan Prior, 1991).
Daur Hidup Penyakit
Penyebaran penyakit melalui spora yang terbawa angin dan bahan
vegetatif tanaman. Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh kelembaban.
Embun dan cuaca basah membantu perkecambahan spora. Pelepasan dan
penyebaran spora sangat dipengaruhi oleh cahaya gelap. 0. theobromae membentuk
8
basidiospora yang hanya dilepaskan pada waktu malam, dan disebarkan oleh angin.
Dengan cara ini jamur tidak dapat tersebar jauh, karena kelembapan tinggi pada
umumnya hanya terjadi bila udara tenang (Chan dan Wasir, 1976).
Gambar Hifa vegetatif dan monilioid O. theobromae dalam kultur.
Spora tidak akan tersebar lebih dari 200 m. Infeksi hanya dapat terjadi pada
daun muda yang belum mengeras. Spora berkecambah dan jamur mengadakan
penetrasi melalui epidermis, mesofil, selanjutnya ke tulang daun. Mengingat jamur
penyebab penyakit ini terdapat dalam berkas pembuluh, diperkirakan bahwa jamur
mudah terbawa dalam bahan tanaman, seperti setek dan mata okulasi. Namun bukti
mengenai hal ini belum terdapat. Dikatakan bahwa setek yang diambil dari ranting
sakit ternyata tidak dapat tumbuh (Chan dan Wazir,1976).
Meskipun dapat masuk ke plasenta, namun tidak terdapat bukti bahwa
jamur menginfeksi biji. Biji-biji yang diambil dari pohon yang sakit dapat tumbuh
seperti biasa dan tidak berkembang menjadi tanaman sakit (Chan dan Wazir,1976).
Sampai sekarang belum diketahui tanaman lain yang dapat menjadi inang
bagi jamur ini. VSD tidak terdapat di daerah asal kakao (Amerika Tropika) dan
hanya terdapat di Asia Tenggara dan Kepulauan Melanesia, sedang di banyak
daerah ini kakao baru dibudidayakan selama kurang dari seratus tahun.
9
Disimpulkan bahwa tentunya 0ncobasidium theobromae berasal dari tumbuhan
pribumi dalam flora Asia Tenggara, dan dari sini jamur menyesuaikan diri pada
kakao yang diimpor. Sampai sekarang tumbuhan asli yang dapat menjadi inang.
0ncobasidium itu belum ditemukan (Keane, 1992;Prior, 1992).
Gejala Serangan
Daun-daun akan menguning lebih awal dari waktu yang sebenarnya
dengan bercak berwarna hijau, dan gugur sehingga terdapat ranting tanpa daun
(ompong). Bila permukaan bekas menempelnya daun diiris tipis, akan terlihat
gejala bintik 3 kecoklatan. Permukaan kulit ranting kasar dan belang, bila diiris
memanjang tampak jaringan pembuluh kayu yang rusak berupa garis-garis kecil
(streak) berwarna kecoklatan (Smith,1981).
Pada bekas dudukan daun yang sakit akan tampak 3 bintik kecoklatan
Permukaan ranting menjadi kasar dan belang-belang. Bila ranting dibelah
membujur akan tampak garis-garis kecoklatan . Penyakit ini menyebabkan
matinya ranting. Apabila serangan berlanjut akan menyebabkan kematian
jaringan sampai cabang dan batang pokok (Smith,1981).
Gejala khas adalah adanya garis-garis berwarna coklat pada berkas pembuluh
(vascular streak) yang terlihat pada penampang membujur cabang dananting-
ranting mati dari ujungnya (die back) (Smith,1981).
10
O. theobromae menginfeksi pucuk dan cabang kakao, tetapi gejala hanya
terlihat pada daun yang tampak klorotik dan dapat berkembang pada gejala khas
berupa belang hijau dengan latar belakang kuning. Pada tanaman yang sudah tua,
gejala pada daun sering ditemukan pada bagian tengah cabang, sedangkan pada
tanaman muda gejala dapat terjadi pada daun mana saja. Selain gejala tersebut di
atas, terjadi pula perubahan warna jaringan vaskuler pada scars daun segar yang
jatuh, pembenkakan lentisel pada kulit dalam daerah daun yang jatuh, serta
sprouting tunas aksilar. Nekrosis antara tulang daun terminar tampak menyerupai
gejala kekurangan kalsium. Selain itu garis-garis coklat terlihat pada cabang yang
terinfeksi, bila cabang ini dibelah secara longitudinal. (Smith,1981)
Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan hanya curah
hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika jumlah malam
basah lebih dari 50% dalam satu bulan, dapat diperkirakan bahwa tiga sampai
lima bulan kemudian penyakit akan tampak meningkat . Hal ini disebabkan
karena untuk pembentukan basidiospora tubuh buah jamur harus basah diwaktu
malam. Adanya hujan malam, yang diikuti dengan embun, akan membantu
penyebaran penyakit.Spora jamur yang mempunyai dinding tipis itu mudah mati
karena sinar ultra violet pada siang hari (Prior, 1977).
Dari pengamatan-pengamatan di Indonesia diketahui bahwa VSD lebih
banyak terdapat pada kakao lindak (bulk), dan kurang terdapat pada kakao mulia
(edel, Trinitario). Klon DR 1 lebih tahan ketimbang DR 2 dan DR 38. Juga
tampak bahwa tipe Amelonado lebih rentan dari pada kakao Upper Amazon dan
Trinitario (Keane dan Prior, 1992).
11
Pada pengujian ketahanan yang dilakukan di Papua Nugini (Prior, 1977)
diketahui juga bahwa kultivar-kultivar Trinitario lebih tahan terhadap VSD.
Terdapat petunjuk yang kuat bahwa ketahanan ini bersifat horizontal,
dikendalikan oleh banyak gen, sehingga stabil. Klon-klon yang pada pertengahan
tahun 1960-an terbukti tahan, sampai sekarang belum tampak mundur
ketahanannya (Keane dan Prior, 1992).
Kultivar-kultivar Upper Amazon dan Trinitario lebih tahan daripada
Amelonado dengan hibrida-hibridanya. Dikatakannya bahwa hal ini disebabkan
karena Upper Amazon dan Trinitario lebih kuat pertumbuhannya, sehingga
mampu membentuk ranting-ranting baru untuk mengganti yang mati karena
penyakit (Chan dan Wazir, 1976).
Pengendalian
Menurut Keane dan Prior (1992) , Pengendalian VSD dapat dilakukan
dengan cara :
1. Pangkasan Sanitasi
Pengendalian penyakit VSD di daerah basah (tipe curah hujan B di
Sumatera Utara, Jawa Barat) dengan pangkasan sanitasi 2 minggu sekali
(Pawirosoemardjo & Purwantara, 1987) dan di daerah kering (tipe curah hujan D
di Jawa Timur) dengan pangkasan 1-3 bulan sekali ternyata efektif.
Pemangkasan bertujuan untuk menghilangkan ranting atau cabang sakit
yang mengandung jamur (sanitasi) dan untuk mengurangi kelembapan kebun.
Untuk menghilangi jaringan yang sakit, ranting atau cabang dipotong 30 cm
12
dibawah pangkal garis cokelat yang tampak dalam kayu. Dalam keadaan yang
parah usaha sanitasi ini cukup mahal, manfaatnya kurang, bahkan sering
menyebabkan tanaman sangat menderita. Bahan-bahan pangkasan tidak perlu
dibakar atau diangkut dari kebun, karena jamur tidak dapat berkembang dan
membentuk tubuh buah ranting yang sudah dipotong.
Pangkasan sanitasi dilakukan dengan cara memotong ranting sakit sampai
batas garis cokelat pada xylem ditambah 30 cm. Intensitas serangan ditentukan
berdasarkan persentase ranting sakit dan kerusakan pada xylem.
Ringan : Jumlah ranting sakit <10 persen dan jamur menyerang
hanya sampai pada cabang tersier
Sedang : Jumlah ranting sakit 10-30 persen dan jamur menyerang
sampai pada cabang sekunder.
Berat : Jumlah ranting sakit >30 persen dan jamur menyerang
sampai pada cabang primer atau batang pokok.
2. Penanaman klon toleran
Kultivar kakao mulia yang banyak ditanam di Jawa dewasa ini ( DR 1,
DR 2, DR 38, DRC 13, dan DRC 16), semuanya termasuk Trinitario yang
mempunyai ketahanan yang cukup. Sedangkan kakao lindak yang dianjurkan
antara lain adalah ICS 60 x Sca 6, DR 2 x Sca 12, Sca 12 x ICS 60, ICS 60 x Sca
12, DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, dan Sca 6 x ICS 6 (Anon., 1987a; Iswanto dan
Winarno, 1992; Soenaryo dan Soedarsono, 1980; Soenaryo dan Sri-Sukamto,
1985).
13
Sulistiowaty (2006) menganjurkan untuk penanaman baru digunakan hibrida/klon
yang toleran misalnya DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, ICS 60 x Sca 6, Sca 12 x ICS
60, Sca 6 x ICS 6, klon DRC 15
3. Memperbaiki Kultur Teknis Tanaman
Memperbaiki kultur teknik tanaman dengan perbaikan drainase,
pemangkasan pelindung, penjarangan jarak tanam dan pemberian pupuk
berimbang dapat mengurangi intensitas serangan penyakit. Pemangkasan
membantu mengurangi kondisi gelap dalam kebun. Kondisi gelap dapat
membantu perkembangan penyakit. Pada tanaman yang terserang pemberian
pupuk N, P dan K harus dilakukan sesuai jadwal pemupukan. Pemupukan dapat
membantu memulihkan kondisi pertumbuhan tanaman. Khusus pupuk Kalium
dapat diberikan 1,5 kali dosis normal. Kalium dapat meningkatkan kekerasan sel
dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit.
4. Penggunaan fungisida
Dewasa ini pengendalian dengan fungisida belum dapat dianjurkan, karena
jamur terdapat di dalam berkas pembuluh kayu (xilem), sehingga sukar dicapai
oleh fungisida. Selain itu infeksi terjadi melalui daun muda yang tumbuh dengan
cepat, sehingga sukar dilindungi dengan protektan secara merata. Fungisida
sistemik yang cocok pun belum ditemukan. Pada umumnya fungisida sistemik
yang ada dewasa ini diangkut melalui berkas pembuluh tapis (floem), jadi tidak
akan mengenai jamur.
14
Untuk melindungi tanaman di pembibitan dapat dipakai bitertanol atau
propikonazol (Keane dan Prior, 1992; Sri-Sukamto, 1985b). Bahkan Varghese et
al. (1992) di Malaysia menyatakan bahwa senyawa triazol dapat dipakai dalam
kebun dewasa untuk mengurangi aras sumber penyakit dan intensitas penyakit.
Fungisida kimia dan ZPT (b.a.Azoksistrobin 200 gl dan Difenokonazol
125 g/l) sedang di uji coba perusahaan Sygenta di Sumatera Utara (Batu-bara).
Fungisida ini diinformasikan perusahaan tersebut sukses mengendalikan VSD di
Sulawesi.
5. Penggunaan Jamur dan Bakteri Antagonis
Penggunaan jamur dan bakteri antagonis seperti jamur Trichoderma dan
bakteri Pseudomoinas flourensens (PF) untuk mengendalikan jamur O.
theobromae perlu diuji lebih mendalam untuk mendapatkan teknik pengendalian
secara hayati yang lebih efektif dan aman terhadap lingkungan.
6. Pengelolaan Pembibitan Kakao
Dianjurkan agar pembibitan kakao dibuat jauh dari kebun yang berpenyakit agar
pembibitan menghasilkan bibit yang sehat. Jangan menaruh bibit di bawah pohon
kakao yang berpenyakit.
15
PERMASALAHAN
Penyakit VSD pada tanaman kakao disebabkan oleh jamur Oncobasidium
theobroma dan merupakan ancaman yang serius terhadap produksi kakao di
Indonesia. Infeksi oleh basidiospora pada daun muda terjadi pada malam hari.
Jamur tumbuh sampai ke jaringan xilem sehingga menyebabkan kematian bibit
atau ranting pada tanaman yang berproduksi. Kehilangan hasil mencapai 25-40%.
Di Indonesia, penyakit VSD ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an.
Daerah sentra pengembangan kakao di Indonesia sudah terserang penyakit
Vascular-streak dieback. Hal ini dapat terjadi karena serangan jamur O.
theobrome dipengaruhi oleh virulensi, strain lokal, parasit dan kerentanan varietas
atau klon kakao. Selain itu inokulum dari patogen yang terdapat dalam jaringan
tanaman, misalnya daun atau tangkai yang masih segar yang sekarang banyak
digunakan untuk bahan sambung samping.
Patogen berkembang pesat pada kondisi kelembapan tinggi sehingga
epidemi umumnya terjadi setelah musim hujan. Gejala khas VSD adalah klorosis
pada daun dengan bintik-bintik berwarna hijau, pembengkakan lentisel sehingga
kulit ranting menjadi kasar, tiga bintik berwarna coklat pada tempat menempelnya
daun klorotik pada ranting, pertumbuhan tunas aksiler, klorosis atau nekrosis
diantara tulang daun pada daun flush, garis coklat pada ranting atau batang, dan
mati pucuk.
Penyakit pembuluh kayu VSD menular dari tanaman satu ke tanaman lain
melalui spora yang diterbangkan oleh angin pada tengah malam. Kira-kira hanya
10 m dari sumbernya. Tetapi jika ada angin kencang spora bias terbawa sampai
16
182 m. Spora jamur O. theobromae peka terhadap cahaya menjadi tidak infektif
setelah terkena sinar matahari selama 30 menit.
Spora yang jatuh pada daun muda akan segera berkecambah apabila
tersedia air dan akan masuk dan berkembang kedalam jaringan xilem. Di dalam
xilem, jamur tumbuh kebatang pokok. Setelah 3-5 bulan muncul gejala daun
menguning dengan bercak hijau. Daun-daun tersebut mudah rontok dan
menyebabkan ranting mati.
Sporofor berupa benang-benang putih muncul pada malam hari dari bekas
duduk daun sakit yang telah gugur. Pada kondisi yang sesuai akan terbentuk
basidiospora. Bahkan ada yang melaporkan sporofor akan muncul pada ranting
sepanjang malam. Penyakit VSD lebih mudah tersebar di daerah beriklim basah
dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun dibandingkan dengan daerah
yang beriklim kering.
17
PEMBAHASAN
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang lebih dikenal dengan
sebutan hama, penyakit dan gulma merupakan salah satu kendala yang dihadapi
dalam pembangunan perkebunan di Sulawesi Selatan.
Gejala yang terlihat adalah daun-daun akan menguning lebih awal dari
waktu yang sebenarnya dengan bercak berwarna hijau, dan gugur sehingga
terdapat ranting tanpa daun. Hal ini sesuai dengan literatur Smith (1981) yang
menyatakan bahwa daun-daun akan menguning lebih awal dari waktu yang
sebenarnya dengan bercak berwarna hijau, dan gugur sehingga terdapat ranting
tanpa daun (ompong). Bila permukaan bekas menempelnya daun diiris tipis, akan
terlihat gejala bintik 3 kecoklatan. Permukaan kulit ranting kasar dan belang, bila
diiris memanjang tampak jaringan pembuluh kayu yang rusak berupa garis-garis
kecil (streak) berwarna kecoklatan.
Di Indonesia ditemukan berbagai jenis OPT pada tanaman perkebunan,
baik yang tergolong hama, penyakit dan gulma. Namun umumnya yang dianggap
berbahaya adalah hama dan penyakit tanaman. Oleh sebab itulah sehingga hama
dan penyakit tanaman perkebunan perlu mendapat perhatian yang serius, untuk
mengurangi kerugian hasil yang diakibatkannya.
Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan hanya curah
hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika curah hujan
meningkat, maka penyakit akan tampak meningkat . Hal ini sesuai dengan
literatur Prior (1977) Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan
hanya curah hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika
18
jumlah malam basah lebih dari 50% dalam satu bulan, dapat diperkirakan bahwa
tiga sampai lima bulan kemudian penyakit akan tampak meningkat . Hal ini
disebabkan karena untuk pembentukan basidiospora tubuh buah jamur harus
basah diwaktu malam. Adanya hujan malam, yang diikuti dengan embun, akan
membantu penyebaran penyakit.Spora jamur yang mempunyai dinding tipis itu
mudah mati karena sinar ultra violet pada siang hari.
Oleh sebab itu dilakukanlah suatu kajian tentang pengaruh aplikasi
teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang difokuskan pada
Pengendalian penyakit VSD. pada Tanaman Kakao dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh teknologi PHT terhadap perkembangan penyakit VSD dan
busuk buah pada tanaman kakao.
Menurut Keane dan Prior (1992) , Pengendalian VSD dapat dilakukan
dengan cara :
1. Pangkasan Sanitasi
2. Penanaman klon toleran
3. Memperbaiki Kultur Teknis Tanaman
4. Penggunaan fungisida
5. Penggunaan Jamur dan Bakteri Antagonis
6. Pengelolaan Pembibitan Kakao
19
KESIMPULAN
1. Untuk menanam Kakao diperlukan pH tanah yang netral atau berkisar 5,6-6,8
agar dapat tumbuh dengan baik. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar
bahan organik tinggi, yaitu diatas 3%.
2. Pada umumnya penanaman kakao diusahakan pada ketinggian kurang dari
300 m dari permukaan air laut. Suhu maksimal untuk kakao sekitar 300C -
320C, sedangkan suhu minimal sekitar 18 – 210C
3. Penyakit VSD pada tanaman kakao disebabkan oleh jamur Oncobasidium
theobroma dan merupakan ancaman yang serius terhadap produksi kakao di
Indonesia. Kehilangan hasil mencapai 25-40%.
4. Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Jika curah hujan
meningkat, maka penyakit akan tampak meningkat . Infeksi oleh basidiospora
pada daun muda terjadi pada malam hari
5. Pengendalian penyakit VSD dapat dilakukan dengan cara pangkasan sanitasi,
penanaman klon toleran, memperbaiki kultur teknis tanaman, penggunaan
fungisida, penggunaan jamur dan bakteri antagonis, pengelolaan pembibitan
kakao
20
DAFTAR PUSTAKA
Frison, E.A., Diekman, M., and Nowell, D., 1999. Cacao. FAO/IPGRI Technical Guidelines for the Safe Movement of Germplasm No 20. 32 pp.
Keane, P.J. (1981). Epidemiology of Vascular Streak Dieback of cocoa. Ann. Appl. Biol., 98 : 227-241.
Pawirosoemardjo, S. & A. Purwantara (1987). Occurrence and control of Vascular Streak Dieback of cocoa in Java and Southeast Sulawesi, In Workshop on assessment of Plant Protection Risks for Cocoa. Lembang, Indonesia, 28 th
September-2nd October 1987, 15 p.
Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping kakao. Trubus Agriwidiya. Ungaran.
Prior, C. (l977). Vascular Streak Diaback Disease in Papua New Guinea. 6 th I International cocoa Research Conference.Caracas, Venezuela, Nov. 1977, 300-311.
Purdy, L.H. 2000. Fungal disease of cacao. Online Publication. 9 pp.
Semangun, H. (2000). Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta University Press. Yogyakarta.
Smith, E.S.C. 1981. An integrated control scheme for cocoa pests and diseases in Papua New Guinea. Tropical Pest Management 27: 351-359.
Sri-Sukamto & Y.D. Junianto. (1986). Evaluasi perkembangan penyakit VSD di Jawa. Balai Penelitian Perkebunan Jember, 21 p.
Sulistyowati E. dan Sri Sukanto (2006). Pengelolaan Organisme Penggangu Tanaman Kakao Secara Terpadu. Makalah Pertemuan Regional Perlindungan Tanaman Perkebunan se Sumatera di Bukit Tinggi.
Sunanto, H. (1994). Coklat, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius. Yogyakarta
Van Steenis, C. G. G. J. 2003. Flora. Cet. 9.. PT Pradnya Paramitha, Jakarta.
Wahyudi, T. , T.R. Panggabean, Pujiyanto, 2004. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wood, G.A.R. and Lass, R.A. 1985. Cocoa. Longman, London and New York. 620 pp.
21