penyakit paru obstruktif kronik

33
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) A. PENDAHULUAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan behubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/ berbahaya. Istilah penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructif Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelempokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal pada akhir 1950an dan permulaan tahun 1960an. Masalah yang menyebabkan terhambatmya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimasksud adalah Bronkitis Kronik (masalah dalam saluran pernapasan), emfisema (masalah dalam parenkim). Ada beberapa ahli yang menambahkan ke dalam kelompok ini yaitu Asma Bronkial Kronik, Fibrosis Kistik dan Bronkiektasis. Secara logika penyakit asma bronkial seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam golongan PPOK. Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK bila obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis

Upload: agnes-rosamelinda-p

Post on 26-Jul-2015

164 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

(PPOK)

A.    PENDAHULUAN

            Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara

ini bersifat progresif dan behubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas

yang beracun/ berbahaya. Istilah penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic

Obstructif Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelempokkan penyakit-penyakit

yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal

pada akhir 1950an dan permulaan tahun 1960an. Masalah yang menyebabkan terhambatmya arus

udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok

penyakit yang dimasksud adalah Bronkitis Kronik (masalah dalam saluran pernapasan),

emfisema (masalah dalam parenkim). Ada beberapa ahli yang menambahkan ke dalam kelompok

ini yaitu Asma Bronkial Kronik, Fibrosis Kistik dan Bronkiektasis. Secara logika penyakit asma

bronkial seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi

pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam golongan PPOK.

            Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK bila

obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis

kronik, emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam kelompok PPOK jika keparahan

penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit

ini belum dapat digabungkan ke dalam PPOK.

            Patofisiologi terjadinya obstruksi adalah peradangan pada saluran pernapasan kecil. Pada

PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik yang ditarik

oleh IL-8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang meningkat hanya sel T CD8

helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosonofi, sel mast, dan sel T CD4 helper

tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pada PPOK maka jumlah eosonofil meningkat tiga puluh

kali lipat. Perbedaan jenis sel yang menginfilttrasi inilah yang menyebabkan perubahan respon

terhadap pengobatan kortikosteroid.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,

artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun

Page 2: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

ke tahun. Dalam  perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi  akut. Berbagai faktor 

berperan  pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan

atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi,

genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi

komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit

lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut

membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu

diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.

B. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik

keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini

disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu

lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian terakhir

menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru yang disebut sebagai efek

sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi

suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang

tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan

dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun  terutama disebabkan

oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi

sistemik yang bermakna.

Keterbatasan aktiviti merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat

mempengaruhi kualiti hidup. Disfungsi otot rangka  merupakan hal utama yang berperan dalam

keterbatasan aktiviti penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan

risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK.

Efek sistemik ini penting dipahami dalam penatalaksanaan PPOK sehingga didapatkan strategi

terapi  baru yang memberikan kondisi dan prognosis lebih baik untuk penderita PPOK.

C.     EPIDEMOLOGI

            Penderita pria : wanita = 3-10 : 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan erat dengan

faktor alergi dan hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOM 1 ½ kali lebih

Page 3: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

banyak daripada pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-anak sering batuk, berdahak, sering

sesak, kelak pada masa tua timbul emfisema.

            Faktor risiko penyakit paru obstruktif (PPOK) adalah hal-hal yang berhubungan dan atau

yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok

tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi:

a.         Kebiasaan merokok, merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih

penting dari factor penyebab yang lainnya.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:

1. Riwayat merokok

- Perokok aktif

- Perokok pasif

- Bekas perokok

2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang

rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >600

b.    Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

c.    Hipereaktiviti bronkus

d.    Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

D.    ANATOMI PULMO

            Pulmo adalah parenkim yang berada bersama-sama dengan bronchus dan percabangan-

percabangannya. Dibungkus oleh pleura, mengikuti gerakan dinding thorax pada waktu inspirasi

dan expirasi. Bentuknya dipengaruhi oleh organ-organ yang berada disekitarnya. Pulmo terdiri

dari pulmo kiri dan pulmo kanan. Pulmo kiri terdiri dari 2 lobus, sedangkan pulmo kanan terdiri

dari 3 lobus. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru-paru kiri dan dibagi oleh fissura

oblique dan fissura horisontalis menjadi 3 lobus, Lobus superior, medius dan inferior. Paru-paru

kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan lobus inferior.  

Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping mediastinum.

Oleh karena itu ,masing-masing paru-paru satu sama lain dipisahkan

Page 4: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain dalam mediastinum Masing-

masing paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viceralis. Paru-paru terbenam bebas dalam

rongga pleuranya sendiri,hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing

paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke atas,masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas

clavicula, facies costalis yang konveks,yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies

mediastinalis yang konkaf,yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur-struktur

mediastinum lain Sekitar pertengahan permukaan kiri,terdapat hillus pulmonalis, suatu lekukan

dimana bronkus,pembuluh darah dan saraf masuk ke paru-paru untuk membentuk radix

pulmonalis.

Gambar 1. Anatomi Paru-paru

            Vaskularisasi diperoleh dari cabang-cabang arteria intercostalis, arteria mammaria

interna, arteria musculophrenica dan arteria bronchialis. Innervasi dilakukan oleh n.pherenicus,

n.intercostalis, N.vagus dan trunchus sympathicus.5

 

E.    PATOFISIOLOGI

RESPONS INFLAMASI PARU PADA PPOK 

Page 5: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

            Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada PPOK tidak hanya

berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik, yang ditandai dengan peningkatan kadar C-

reactive protein (CRP), tumor necrosis factor-α (TNF- α), interleukin 6 (IL-6) serta IL-8.

Respons sistemik ini menggambarkan progresiviti penyakit paru dan selanjutnya berkembang

menjadi penurunan massa otot rangka (muscle wasting), penyakit jantung koroner dan

aterosklerosis.

Gambar 2. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK

Page 6: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Gambar 1. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK

 

Pajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan napas dalam

membentuk faktor kemotaktik, penglepasan faktor kemotaktik menginduksi mekanisme infiltrasi

sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel

ini dapat menjadi sumber faktor kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru

menjadi penyakit kronik dan progresif.6 Makrofag alveolar penderita PPOK meningkatkan

penglepasan IL-8 dan TNF-α. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta

ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK. Proteinase

menginduksi inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan struktur paru. Kim & Kadel. dikutip

dari 6  menemukan peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas penderita PPOK

dapat menyebabkan penglepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan

hipersekresi mukus.

Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa peningkatan

jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 α (MIP1-α) dan monocyte

chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah Limfosit T yang didominasi oleh CD8+

tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel

sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin dan

granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3 yang menyebabkan

hipersekresi mukus pada penderita bronkitis kronik.

MEKANISME INFLAMASI SISTEMIK 

            Penyakit Paru Obstruktif Kronik tidak hanya menyebabkan respons inflamasi paru yang

abnormal tapi juga menimbulkan inflamasi sistemik termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi

sel-sel inflamasi di sirkulasi sistemik dan peningkatan sitokin proinflamasi.3 Efek sistemik PPOK

dapat dilihat pada tabel 1. Respons inflamasi sistemik ditandai dengan mobilisasi dan aktivasi sel

inflamasi ke dalam sirkulasi. Proses inflamasi ini merangsang sistem hematopoetik terutama

sumsum tulang untuk melepaskan leukosit dan trombosit serta merangsang hepar untuk

memproduksi acute phase protein seperti CRP dan fibrinogen. Acute phase protein akan

meningkatkan pembekuan darah yang merupakan prediktor angka kesakitan dan kematian pada

Page 7: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

penyakit kardiovaskular sehingga menjadi pemicu terjadi trombosis koroner, aritmia dan gagal

jantung.

Tabel 1. Efek sistemik PPOK

Inflamasi sistemik

 

Stress oksidatif

Aktivasi sel inflamasi

Peningkatan kadar plasma sitokin dan akut fase protein

Nutrisi abnormal dan penurunan berat badan

 

Peningkatan resting energy expenditure

Komposis tubuh abnormal

Metabolisme asam amino abnormal

Disfungsi otot rangka

 

Hilangnya massa otot

Struktur/ fungsi abnormal

Keterbatasan latihan

Efek sistemik potensial lainnya

 

Efek kardiovaskular

Efek sistem saraf

Efek osteoskeletal

  Dikutip dari (3)

Banyak penelitian menemukan bahwa respons inflamasi  paru terhadap pajanan gas atau

asap rokok ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil, makrofag dan limfosit T yang

didominasi oleh CD8+, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti leukotrien B4, IL-8

dan TNF-α dan bukti bahwa stress oksidatif disebabkan oleh inhalasi asap rokok atau sel

inflamasi yang diaktifkan. Perubahan respons inflamasi yang sama juga ditemukan pada sirkulasi

sistemik. Konsep ini merupakan kunci untuk memahami efek sistemik PPOK.

Stres oksidatif mencakup semua perubahan fungsi atau struktur yang disebabkan oleh

ROS. Penilaian kadar ROS secara in vivo adalah sulit karena waktu paruhnya sangat pendek

Page 8: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

sementara yang bisa dilihat adalah konsekuensi biologiknya  atau melalui fingerprint.3

Ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan diduga sebagai patogenesis PPOK yang tidak hanya

ditemukan pada jalan napas dan jaringan paru tetapi juga pada darah tepi. Banyak penelitian

menyatakan bahwa peningkatan oksidan dapat terjadi karena peningkatan jumlah neutrofil dalam

jaringan paru perokok dan penderita PPOK. Efek ini dapat dideteksi dalam plasma berupa

peningkatan petanda stres oksidan diikuti dengan penurunan kapasiti antioksidan.11 Rahman

dkk.dikutip dari 12 menemukan ketidak seimbangan status reduksi oksidasi pada perokok dan

penderita PPOK eksaserbasi akut. Peningkatan stres oksidatif yang menetap dalam plasma

penderita PPOK dibuktikan dengan penemuan kadar lipid peroxidation yang tinggi.

            Peningkatan kadar beberapa mediator sitokin ditemukan pada penderita PPOK stabil.

Nougera dkk melakukan penelitian terhadap penderita PPOK stabil menemukan peningkatan

ekspresi Mac-1 (CD11b/CD18) dalam sirkulasi dan kadar yang rendah dari soluble intercellular

adhesion mollecule (SICAM)-1 dibanding kontrol. Penilaian ekspresi guanine nucleotide binding

proteins (G protein) dengan mengabaikan kondisi klinis penderita PPOK menemukan hilangnya

imunoreactivity G-α yang bermakna dalam sirkulasi neutrofil.3 Sauleda dkk. dikutip dari 11

melaporkan peningkatan aktiviti enzim sitokrom oksidase penderita PPOK dibanding dengan

orang sehat. Sitokrom oksidase adalah suatu enzim terminal dalam rantai pernapasan di

mitokondria. Keadaan ini berhubungan secara bermakna dengan beratnya penyakit dan derajat

obstruksi. Aktiviti sitokrom oksidase meningkat pada otot rangka penderita PPOK dibandingkan

dengan orang normal. 

Perubahan sejumlah mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-8 ditemukan berupa

peningkatan kadar acute phase protein walaupun pada penderita PPOK stabil. TNF-α mengatur

proses inflamasi pada tingkat multiseluler dengan cara merangsang peningkatan ekspresi

molekul adesi leukosit dan sel endotel selain itu juga dengan meningkatkan pengaturan sitokin

proinflamasi lainnya (IL-8 dan IL-6) serta menginduksi angiogenesis.13 Proses eksaserbasi PPOK

sebagian berhubungan dengan peningkatan inflamasi pada bronkus dan sistemik. Secara umum

proses inflamasi akan ditentukan oleh keseimbangan antara mediator pro dan antiinflamasi

Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi

saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus otot polos bronkioler merupakan gejala serangan

asma akut dan berperan terhadap resistensi aliran, hiperinflasi pulmoner dan ketidakseimbangan

ventilasi dan perfusi (V/Q). Apabila tidak dilakukan koreksi terhadap obstruksi saluran

Page 9: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

pernapasan ini akan terjadi gagal napas yang merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja

pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot-otot pernapasan. Interaksi

kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan dengan obstruksi saluran napas.

Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.

Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai

dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti peak expiratory flow rate (PEFR) dan FEV1

(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatof

cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya

tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya

hiperinflasi dapat  dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume

cadangan. Fenomena ini dapat pula dapat terlihat pada foto thoraks, yang memperlihatkan

gambaran volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.

            Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot

pernapasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiperinflasi paru

akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi

langsung terhadap pembuluh darah paru.

Gambar 4. Patofisiologi PPOK

Page 10: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

F.     ETIOLOGI

            Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab paling umum dari eksaserbasi PPOK.

Namun, polusi udara, merokok, gagal jantung, emboli pulmonal, infeksi nonpulmonal, dan

pneumothorax dapat memicu eksaserbasi akut. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa

setidaknya 80 % dari PPOK eksaserbasi disebabkan oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50%

disebankan oleh bakteri, 30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi bersamaan

oleh lebih dari satu patogen menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20% pasien. Meskipun

ada data epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan polusi yang berkaitan dengan

peningkatan ringan pada eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit, mekanisme yang

terlibat sebagian besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga dapat menyebabkan eksaserbasi

PPOK akut, dan, dalam satu penelitian terbaru, Emboli Pulmonal sebesar 8,9% menunjukkan

pasien rawat inap dengan eksaserbasi PPOK.

Gambar 5. PPOK terkait faktor inhalasi

Page 11: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

G.     KLASIFIKASI

            Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease (GOLD) 2006,

PPOK dibagi atas 4 derajat yaitu :

Klasifikasi PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Lung Disease

Derajat Karakteristik

0 : BeresikoSpirometri normal

Gejala kronik (batuk, produksi sputum)

1 : Ringan

FEV1/FVC <70%

FEV1 ≥ 80%

Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi sputum)

2 : Sedang

FEV1/ FVC < 70%

FEV1 ≥30%-80%

(IIa) FEV1 ≥50%-80%

(Iib) FEV1 ≥ 30%-50%

Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi sputum, sesak)

Page 12: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

3 : Berat FEV1/FVC <70%

FEV1 <30% atau FEV1 <50% ditambah gejala gagal napas atau

gejala gagal jantung kanan10

Tabel 1 . Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 2006 H.    DIAGNOSIS

            Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga

berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis

PPOK di tegakkan berdasarkan :

1. Gambaran klinis

a. Anamnesis

          Keluhan, Riwayat penyakit, Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisis

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

b. Pemeriksaan khusus

1. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

-    Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

-    Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

-    Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

-    Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),

infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

-    Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

-    Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

• Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

Page 13: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed –

lips breathing

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang.

Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai

mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan

ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

• Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

• Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong

ke bawah

• Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : %

VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

Page 14: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

-    VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan

memantau perjalanan penyakit.

-    Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang

tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak

lebih dari 20%

• Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.

-    Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat

perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

-    Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

     Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

Pada emfisema terlihat gambaran :

  Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar

  Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :

• Normal

• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),

VR/KRF,VR/KPT meningkat

- DLCO menurun pada emfisema

- Raw meningkat pada bronkitis kronik

- Sgaw meningkat

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

Page 15: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti

bronkus derajat ringan.

4. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau

metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1

pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan

faal paru setelah pemberian kortikosteroid

5. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

-    CT - Scan resolusi tinggi

-    Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak

terdeteksi oleh foto toraks polos

-    Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan

9. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk

mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang

merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.1,2

           

I.    PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

Page 16: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Nutrisi

5. Rehabilitasi

1. Edukasi

            Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.

Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik

yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan

mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat

reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan

pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

            Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada

setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan

di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara

intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu

yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi

kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas.

Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti

hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit,

tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum

bahan edukasi yang harus diberikan adalah

Page 17: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktivitas

            Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala

priority bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2. Pengunaan obat - obatan

-    Macam obat dan jenisnya

-    Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

-    Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu atau kalau perlu saja )

-    Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

-    Kapan oksigen harus digunakan

-    Berapa dosisnya

-    Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

-    Batuk atau sesak bertambah

-    Sputum bertambah

-    Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok

permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang

dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan.

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

Ringan

Page 18: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok

- Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

- Menggunakan obat dengan tepat

- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

- Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

- Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat - obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan

klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,

nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan

pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi

sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai

monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet

yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak

dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Page 19: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya

mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk

mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi

akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi

     Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi

menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk

inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu

terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin, makrolid

- Lini II :amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid

Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih

- Amoksilin dan klavulanat

- Sefalosporin generasi II & III /IV injeksi

- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas

- Aminoglikose per injeksi

- Kuinolon per injeksi

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat

diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang

rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Page 20: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

f. Antitusif

Diberikan dengan hati – hati

3. Terapi Oksigen

            Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk

mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -

organ lainnya.

Manfaat oksigen

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktiviti

- Mengurangi hipertensi pulmonal

- Mengurangi vasokonstriksi

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

- Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi

- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal,

Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

Macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

5. Nutrisi

            Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan

energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni

menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

            Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat

penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah

Page 21: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

- Penurunan berat badan

- Kadar albumin darah

- Antropometri

- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)

- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

            Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi

masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi

akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn

kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal

feedings) dengan pipa nasogaster.

            Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen

comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan

gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.Gangguan

keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus

respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi

adalah :

- Hipofosfatemi

- Hiperkalemi

- Hipokalsemi

- Hipomagnesemi

            Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan

komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.

6. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki

kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah

mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai:

- Simptom pernapasan berat

- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

Page 22: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

- Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin

yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri

dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. Ditujukan untuk

memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan

menghasilkan :

- Peningkatan VO2 max

- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

- Peningkatan cardiac output dan meningkatan efisiensi distribusi darah

- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Endurance exercise

Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan. Latihan ini diprogramkan bagi

penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat

menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang

dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya

kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas. Pada

penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar

manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya

akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila

ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar,

sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan

maka latihan endurance yang diutamakan. Endurance exercise

Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.

Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat.

Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan

karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya

konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian

oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.

Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ

menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada

Page 23: Penyakit Paru Obstruktif Kronik

penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk

menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot

skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot,

diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur

dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control

kardiovaskuler.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :

- Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan

- Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan

- Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing

latihan segera dihentikan

- Pakaian longgar dan ringan

Psikososial

Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat

diberikan obat

Latihan Pernapasan

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan

meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan

kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat

otot ekstrimiti.

J.       PROGNOSIS

            Bila sudah terdapat hipoksemia, prognosis biasanya kurang memuaskan dan mortalitas

pada 2 ½ tahun kurang lebih 50%. Namun di samping survival perlu diketahui pula morbiditas

pasien PPOK. Sebagai ilustrasi bahwa Inggris kehilangan 26 juta hari kerja orang/tahun oleh

karena PPOK, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 3 ½ juta hari kerja orang/tahun.