penyakit paru obstruktif kronik
TRANSCRIPT
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK)
A. PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara
ini bersifat progresif dan behubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas
yang beracun/ berbahaya. Istilah penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic
Obstructif Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelempokkan penyakit-penyakit
yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Istilah ini mulai dikenal
pada akhir 1950an dan permulaan tahun 1960an. Masalah yang menyebabkan terhambatmya arus
udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok
penyakit yang dimasksud adalah Bronkitis Kronik (masalah dalam saluran pernapasan),
emfisema (masalah dalam parenkim). Ada beberapa ahli yang menambahkan ke dalam kelompok
ini yaitu Asma Bronkial Kronik, Fibrosis Kistik dan Bronkiektasis. Secara logika penyakit asma
bronkial seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi
pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam golongan PPOK.
Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK bila
obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis
kronik, emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam kelompok PPOK jika keparahan
penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit
ini belum dapat digabungkan ke dalam PPOK.
Patofisiologi terjadinya obstruksi adalah peradangan pada saluran pernapasan kecil. Pada
PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik yang ditarik
oleh IL-8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang meningkat hanya sel T CD8
helper tipe 1. Berbeda pada asma, yang dominan adalah eosonofi, sel mast, dan sel T CD4 helper
tipe 2. Ketika terjadi eksaserbasi akut pada PPOK maka jumlah eosonofil meningkat tiga puluh
kali lipat. Perbedaan jenis sel yang menginfilttrasi inilah yang menyebabkan perubahan respon
terhadap pengobatan kortikosteroid.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,
artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun
ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor
berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan
atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi,
genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi
komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit
lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut
membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu
diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.
B. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik
keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini
disebabkan inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu
lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum. Beberapa penelitian terakhir
menemukan bahwa PPOK sering disertai dengan kelainan ekstra paru yang disebut sebagai efek
sistemik pada PPOK. American Thoracic Society (ATS) melengkapi pengertian PPOK menjadi
suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang
tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan
dengan respons inflamasi paru abnormal terhadap partikel atau gas beracun terutama disebabkan
oleh rokok. Meskipun PPOK mempengaruhi paru, tetapi juga menimbulkan konsekuensi
sistemik yang bermakna.
Keterbatasan aktiviti merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat
mempengaruhi kualiti hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam
keterbatasan aktiviti penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan
risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK.
Efek sistemik ini penting dipahami dalam penatalaksanaan PPOK sehingga didapatkan strategi
terapi baru yang memberikan kondisi dan prognosis lebih baik untuk penderita PPOK.
C. EPIDEMOLOGI
Penderita pria : wanita = 3-10 : 1. Pekerjaan penderita sering berhubungan erat dengan
faktor alergi dan hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOM 1 ½ kali lebih
banyak daripada pedesaan. Bila seseorang pada saat anak-anak sering batuk, berdahak, sering
sesak, kelak pada masa tua timbul emfisema.
Faktor risiko penyakit paru obstruktif (PPOK) adalah hal-hal yang berhubungan dan atau
yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok
tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi:
a. Kebiasaan merokok, merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari factor penyebab yang lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
1. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang
rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
c. Hipereaktiviti bronkus
d. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
D. ANATOMI PULMO
Pulmo adalah parenkim yang berada bersama-sama dengan bronchus dan percabangan-
percabangannya. Dibungkus oleh pleura, mengikuti gerakan dinding thorax pada waktu inspirasi
dan expirasi. Bentuknya dipengaruhi oleh organ-organ yang berada disekitarnya. Pulmo terdiri
dari pulmo kiri dan pulmo kanan. Pulmo kiri terdiri dari 2 lobus, sedangkan pulmo kanan terdiri
dari 3 lobus. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru-paru kiri dan dibagi oleh fissura
oblique dan fissura horisontalis menjadi 3 lobus, Lobus superior, medius dan inferior. Paru-paru
kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan lobus inferior.
Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping mediastinum.
Oleh karena itu ,masing-masing paru-paru satu sama lain dipisahkan
oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain dalam mediastinum Masing-
masing paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viceralis. Paru-paru terbenam bebas dalam
rongga pleuranya sendiri,hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing
paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke atas,masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas
clavicula, facies costalis yang konveks,yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies
mediastinalis yang konkaf,yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur-struktur
mediastinum lain Sekitar pertengahan permukaan kiri,terdapat hillus pulmonalis, suatu lekukan
dimana bronkus,pembuluh darah dan saraf masuk ke paru-paru untuk membentuk radix
pulmonalis.
Gambar 1. Anatomi Paru-paru
Vaskularisasi diperoleh dari cabang-cabang arteria intercostalis, arteria mammaria
interna, arteria musculophrenica dan arteria bronchialis. Innervasi dilakukan oleh n.pherenicus,
n.intercostalis, N.vagus dan trunchus sympathicus.5
E. PATOFISIOLOGI
RESPONS INFLAMASI PARU PADA PPOK
Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada PPOK tidak hanya
berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik, yang ditandai dengan peningkatan kadar C-
reactive protein (CRP), tumor necrosis factor-α (TNF- α), interleukin 6 (IL-6) serta IL-8.
Respons sistemik ini menggambarkan progresiviti penyakit paru dan selanjutnya berkembang
menjadi penurunan massa otot rangka (muscle wasting), penyakit jantung koroner dan
aterosklerosis.
Gambar 2. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK
Gambar 1. Mekanisme molekuler dan seluler pada PPOK
Pajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan napas dalam
membentuk faktor kemotaktik, penglepasan faktor kemotaktik menginduksi mekanisme infiltrasi
sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel
ini dapat menjadi sumber faktor kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru
menjadi penyakit kronik dan progresif.6 Makrofag alveolar penderita PPOK meningkatkan
penglepasan IL-8 dan TNF-α. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta
ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK. Proteinase
menginduksi inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan struktur paru. Kim & Kadel. dikutip
dari 6 menemukan peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas penderita PPOK
dapat menyebabkan penglepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan
hipersekresi mukus.
Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa peningkatan
jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 α (MIP1-α) dan monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah Limfosit T yang didominasi oleh CD8+
tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel
sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin dan
granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3 yang menyebabkan
hipersekresi mukus pada penderita bronkitis kronik.
MEKANISME INFLAMASI SISTEMIK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik tidak hanya menyebabkan respons inflamasi paru yang
abnormal tapi juga menimbulkan inflamasi sistemik termasuk stress oksidatif sistemik, aktivasi
sel-sel inflamasi di sirkulasi sistemik dan peningkatan sitokin proinflamasi.3 Efek sistemik PPOK
dapat dilihat pada tabel 1. Respons inflamasi sistemik ditandai dengan mobilisasi dan aktivasi sel
inflamasi ke dalam sirkulasi. Proses inflamasi ini merangsang sistem hematopoetik terutama
sumsum tulang untuk melepaskan leukosit dan trombosit serta merangsang hepar untuk
memproduksi acute phase protein seperti CRP dan fibrinogen. Acute phase protein akan
meningkatkan pembekuan darah yang merupakan prediktor angka kesakitan dan kematian pada
penyakit kardiovaskular sehingga menjadi pemicu terjadi trombosis koroner, aritmia dan gagal
jantung.
Tabel 1. Efek sistemik PPOK
Inflamasi sistemik
Stress oksidatif
Aktivasi sel inflamasi
Peningkatan kadar plasma sitokin dan akut fase protein
Nutrisi abnormal dan penurunan berat badan
Peningkatan resting energy expenditure
Komposis tubuh abnormal
Metabolisme asam amino abnormal
Disfungsi otot rangka
Hilangnya massa otot
Struktur/ fungsi abnormal
Keterbatasan latihan
Efek sistemik potensial lainnya
Efek kardiovaskular
Efek sistem saraf
Efek osteoskeletal
Dikutip dari (3)
Banyak penelitian menemukan bahwa respons inflamasi paru terhadap pajanan gas atau
asap rokok ditandai dengan peningkatan jumlah neutrofil, makrofag dan limfosit T yang
didominasi oleh CD8+, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi seperti leukotrien B4, IL-8
dan TNF-α dan bukti bahwa stress oksidatif disebabkan oleh inhalasi asap rokok atau sel
inflamasi yang diaktifkan. Perubahan respons inflamasi yang sama juga ditemukan pada sirkulasi
sistemik. Konsep ini merupakan kunci untuk memahami efek sistemik PPOK.
Stres oksidatif mencakup semua perubahan fungsi atau struktur yang disebabkan oleh
ROS. Penilaian kadar ROS secara in vivo adalah sulit karena waktu paruhnya sangat pendek
sementara yang bisa dilihat adalah konsekuensi biologiknya atau melalui fingerprint.3
Ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan diduga sebagai patogenesis PPOK yang tidak hanya
ditemukan pada jalan napas dan jaringan paru tetapi juga pada darah tepi. Banyak penelitian
menyatakan bahwa peningkatan oksidan dapat terjadi karena peningkatan jumlah neutrofil dalam
jaringan paru perokok dan penderita PPOK. Efek ini dapat dideteksi dalam plasma berupa
peningkatan petanda stres oksidan diikuti dengan penurunan kapasiti antioksidan.11 Rahman
dkk.dikutip dari 12 menemukan ketidak seimbangan status reduksi oksidasi pada perokok dan
penderita PPOK eksaserbasi akut. Peningkatan stres oksidatif yang menetap dalam plasma
penderita PPOK dibuktikan dengan penemuan kadar lipid peroxidation yang tinggi.
Peningkatan kadar beberapa mediator sitokin ditemukan pada penderita PPOK stabil.
Nougera dkk melakukan penelitian terhadap penderita PPOK stabil menemukan peningkatan
ekspresi Mac-1 (CD11b/CD18) dalam sirkulasi dan kadar yang rendah dari soluble intercellular
adhesion mollecule (SICAM)-1 dibanding kontrol. Penilaian ekspresi guanine nucleotide binding
proteins (G protein) dengan mengabaikan kondisi klinis penderita PPOK menemukan hilangnya
imunoreactivity G-α yang bermakna dalam sirkulasi neutrofil.3 Sauleda dkk. dikutip dari 11
melaporkan peningkatan aktiviti enzim sitokrom oksidase penderita PPOK dibanding dengan
orang sehat. Sitokrom oksidase adalah suatu enzim terminal dalam rantai pernapasan di
mitokondria. Keadaan ini berhubungan secara bermakna dengan beratnya penyakit dan derajat
obstruksi. Aktiviti sitokrom oksidase meningkat pada otot rangka penderita PPOK dibandingkan
dengan orang normal.
Perubahan sejumlah mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-8 ditemukan berupa
peningkatan kadar acute phase protein walaupun pada penderita PPOK stabil. TNF-α mengatur
proses inflamasi pada tingkat multiseluler dengan cara merangsang peningkatan ekspresi
molekul adesi leukosit dan sel endotel selain itu juga dengan meningkatkan pengaturan sitokin
proinflamasi lainnya (IL-8 dan IL-6) serta menginduksi angiogenesis.13 Proses eksaserbasi PPOK
sebagian berhubungan dengan peningkatan inflamasi pada bronkus dan sistemik. Secara umum
proses inflamasi akan ditentukan oleh keseimbangan antara mediator pro dan antiinflamasi
Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh inflamasi
saluran pernapasan dan atau peningkatan tonus otot polos bronkioler merupakan gejala serangan
asma akut dan berperan terhadap resistensi aliran, hiperinflasi pulmoner dan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi (V/Q). Apabila tidak dilakukan koreksi terhadap obstruksi saluran
pernapasan ini akan terjadi gagal napas yang merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja
pernapasan, inefisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot-otot pernapasan. Interaksi
kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan dengan obstruksi saluran napas.
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai
dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti peak expiratory flow rate (PEFR) dan FEV1
(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatof
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah kembalinya
tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya
hiperinflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume
cadangan. Fenomena ini dapat pula dapat terlihat pada foto thoraks, yang memperlihatkan
gambaran volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernapasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiperinflasi paru
akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi
langsung terhadap pembuluh darah paru.
Gambar 4. Patofisiologi PPOK
F. ETIOLOGI
Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab paling umum dari eksaserbasi PPOK.
Namun, polusi udara, merokok, gagal jantung, emboli pulmonal, infeksi nonpulmonal, dan
pneumothorax dapat memicu eksaserbasi akut. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
setidaknya 80 % dari PPOK eksaserbasi disebabkan oleh infeksi. Infeksi tersebut 40-50%
disebankan oleh bakteri, 30% oleh virus, dan 5-10% karena bakteri atipikal. Infeksi bersamaan
oleh lebih dari satu patogen menular tampaknya terjadi dalam 10 sampai 20% pasien. Meskipun
ada data epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan polusi yang berkaitan dengan
peningkatan ringan pada eksaserbasi PPOK dan perawatan di rumah sakit, mekanisme yang
terlibat sebagian besar tidak diketahui. Emboli pulmonal juga dapat menyebabkan eksaserbasi
PPOK akut, dan, dalam satu penelitian terbaru, Emboli Pulmonal sebesar 8,9% menunjukkan
pasien rawat inap dengan eksaserbasi PPOK.
Gambar 5. PPOK terkait faktor inhalasi
G. KLASIFIKASI
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstruction Lung Disease (GOLD) 2006,
PPOK dibagi atas 4 derajat yaitu :
Klasifikasi PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Lung Disease
Derajat Karakteristik
0 : BeresikoSpirometri normal
Gejala kronik (batuk, produksi sputum)
1 : Ringan
FEV1/FVC <70%
FEV1 ≥ 80%
Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi sputum)
2 : Sedang
FEV1/ FVC < 70%
FEV1 ≥30%-80%
(IIa) FEV1 ≥50%-80%
(Iib) FEV1 ≥ 30%-50%
Dengan atau tanpa gejala kronik (batuk, produksi sputum, sesak)
3 : Berat FEV1/FVC <70%
FEV1 <30% atau FEV1 <50% ditambah gejala gagal napas atau
gejala gagal jantung kanan10
Tabel 1 . Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 2006 H. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis
PPOK di tegakkan berdasarkan :
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Keluhan, Riwayat penyakit, Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisis
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed –
lips breathing
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang.
Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan
ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong
ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : %
VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang
tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak
lebih dari 20%
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF,VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti
bronkus derajat ringan.
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.1,2
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Nutrisi
5. Rehabilitasi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik
yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat
reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada
setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan
di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara
intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu
yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas.
Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti
hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit,
tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum
bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala
priority bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu atau kalau perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok
permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang
dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan.
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan
klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi
sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai
monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II :amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III /IV injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat
diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang
rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -
organ lainnya.
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal,
Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi
masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi
akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn
kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal
feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen
comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan
gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.Gangguan
keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus
respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi
adalah :
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan
komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah
mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai:
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri
dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. Ditujukan untuk
memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan
menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan meningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Endurance exercise
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan. Latihan ini diprogramkan bagi
penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat
menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang
dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya
kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas. Pada
penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar
manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya
akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila
ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar,
sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan
maka latihan endurance yang diutamakan. Endurance exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.
Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat.
Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan
karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya
konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian
oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.
Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ
menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada
penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk
menghentikan latihannya.
Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot
skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot,
diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur
dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control
kardiovaskuler.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :
- Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
- Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
- Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing
latihan segera dihentikan
- Pakaian longgar dan ringan
Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat
diberikan obat
Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan
meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan
kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat
otot ekstrimiti.
J. PROGNOSIS
Bila sudah terdapat hipoksemia, prognosis biasanya kurang memuaskan dan mortalitas
pada 2 ½ tahun kurang lebih 50%. Namun di samping survival perlu diketahui pula morbiditas
pasien PPOK. Sebagai ilustrasi bahwa Inggris kehilangan 26 juta hari kerja orang/tahun oleh
karena PPOK, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 3 ½ juta hari kerja orang/tahun.