peninggalan kerajaan (laporan)

Upload: blech-ilham

Post on 15-Oct-2015

121 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Peninggalan Sejarah

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    1/35

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    2/35

    KATA PENGANTAR

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    3/35

    DAFTAR ISI

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    4/35

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    5/35

    PENDAHULUAN

    Kerajaan Kutai

    Kerajaan Kutai terletak di Muara Kaman, di tepi Sungai

    Mahakam, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai merupakan kerajaan

    Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai didirikan oleh Kudungga pada

    abad ke-4 M. Bukti berdirinya Kerajaan Kutai adalah ditemukannya

    tujuh buah prasasti yang berbentuk yupa. Yupa yaitu tiang batu

    pengikat hewan korban yang dipersembahkan oleh para brahmana.

    Yupa ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Raja Hindu

    pertama di Kerajaan Kutai adalah Aswawarman. Ini dibuktikan oleh

    gelar yang dimilikinya, yakni wangsakerta atau pendiri keluarga

    kerajaan (dinasti).

    Dari tulisan pada yupa yang berbunyi

    rmatah r-narendrasya; kuugasya mahtmana; putro vavarmmo

    vikhytah; vaakartt yathumn; tasya putr mahtmna; trayas traya

    ivgnaya; ten traym pravara; tapo-bala-damnvita; r mlavarmm

    rjendro; yav bahusuvarnakam; tasya yajasya ypo yam; dvijendrais

    samprakalpita.

    Artinya:

    Yupa Kerajaan Kutai

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    6/35

    Sang Mahrja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, SangAwawarmman namanya, yang seperti Anguman (dewa Matahari) menumbuhkankeluarga yang sangat mulia. Sang Awawarmman mempunyai putra tiga, seperti

    api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mlawarmman,

    raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mlawarmman telah

    mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk

    peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.

    Dari tulisan pada yupa tersebut dapat disimpulkan adanya tiga generasi. Silsilah dimulai

    dari Kudungga yang mempunyai anak bernama Aswawarman. Aswawarman mempunyai tiga

    anak, satu di antaranya Mulawarman.

    Kalung Uncal

    Kalung Uncal yang merupakan atribut dari Kerajaan Kutai

    Martadipura (Mulawarman) ini digunakan oleh Sultan Kutai

    Kartanegara setelah Kerajaan Kutai Martadipura berhasil ditaklukkan

    dan dipersatukan dengan Kerajaan Kutai Kartanegara. Kalung

    UncalTerbuat dari emas 18 karat dengan berat 170 gram. Kalung ini

    dihiasi dengan relief cerita Ramayana.

    Mahkota Kerajaan Kutai

    Ini adalah Ketopong (mahkota) yang dibuat pada

    pertengahan abad ke-19, ketika itu masa pemerintahan

    Sultan Muhammad Sulaiman (1845-1899), karya agung

    ini dibuat oleh seniman lokal dan tukang emas dari

    Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Mahkota ini

    merupakan salah satu simbol paling penting dari

    keberadaan kerajaan, dibentuk sebagai brunjungan, dan

    Kalung Uncal

    Ketopong Kerjaan Kutai

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    7/35

    Pedang Sultan Kutai

    membutuhkan hampir dua kilogram emas untuk penciptaannya.

    Pedang Sultan Kutai

    Pedang Kerajaan Kutai ini terbuat dari emas padat. Pada gagang

    pedang terukir seekor harimau yang sedang siap menerkam,

    sementara pada ujung sarung pedang dihiasi dengan seekor buaya.

    Budaya

    Masuknya pengaruh budaya India ke Nusantara, menyebabkan budaya Indonesia

    mengalami perubahan. Dalam kehidupan budaya dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju.

    Hal ini dibuktikan melalui upacara penghinduan (pemberkatan memeluk agama Hindu) atau

    disebut Upacara Vratyastoma.

    Upacara Vratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena Kudungga

    masih mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya sedangkan yang memimpin upacara

    tersebut, menurut para ahli dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada

    masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh

    pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli.

    Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

    1. Prasasti Ciaruteun

    Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara

    Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka

    bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh

    yang terdiri dari empat baris dan pada bagian

    atas tulisan terdapat pahatan sepasang

    telapak kaki, gambar umbi dan sulur-suluran

    (pilin) dan laba-laba.

    Prasasti Ciaruteun

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    8/35

    Teks:

    Terjemahan:

    Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu

    (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawarmman, raja di negri

    Taruma, raja yang gagah berani di dunia

    Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti

    tersebut. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu

    maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.

    2. Prasasti Kebon Kopi

    Prasasti Kebonkopi ditemukan di kampung Muara Hilir

    kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang menarik dari prasasti

    ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan

    dengan tapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan

    dewa Wisnu.

    Prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa

    Sanskerta yang disusun ke dalam bentuk seloka metrum

    vikkrantasyavanipat eh

    srimatah purnnavarmmanah

    tarumanagarendrasya

    visnoriva padadvayam

    Prasasti Kebon Kopi

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    9/35

    Anustubh yang diapit sepasang pahatan gambar telapak kaki gajah.

    Teks:

    Terjemahan:

    Di sini nampak tergambar sepasang telapak kaki yang seperti Airawata,

    gajah penguasa Taruma yang agung dalam.dan kejayaan

    3. Prasasti Tugu

    Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan

    Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah

    batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang

    dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain.

    Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam

    bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh

    yang teridiri dari lima baris melingkari mengikuti bentuk

    permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti dari

    masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak

    mencantumkan pertanggalan. Kronologinya didasarkan pada

    analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui

    bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi.

    Teks:

    pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//

    pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//

    prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih

    ~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~

    Airwavatabhasya vibhatidam ~ padadvayam

    Prasasti Tugu

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    10/35

    ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//

    pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//

    Terjemahan:

    Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang

    memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut,

    setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari

    tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan

    kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) beliau pun

    menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya,

    setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang

    Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik,

    tanggal 8 paro-gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra,jadi

    hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur.

    Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan

    Prasasti Lebak

    Prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi

    sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten

    Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun

    1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan

    huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti

    tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.

    Isi :

    Terjem

    ahan :

    Vikranto yam vanipateh/prabhuh satya parakramah narendra

    ddhvajabhutena/ srimatah purnnawvarmanah

    Prasasti Lebak

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    11/35

    Prasasti Jambu

    Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di

    bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km

    sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahasa

    Sansekerta dan huruf Pallawa. Isinya mengagungkan dan

    menyanjung keperkasaan Raja Purnawarman baik dalam

    memerintah maupun dalam pemerintahan.

    Teks

    Terjemahan

    Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya

    dari raja dunia, yang MuliaPurnawarman yang menjadipanji sekalian raja-raja.

    siman=data krtajnyo narapatir=asamo yah pura tarumayam/ nama sri purnnavarmma pracura ri pusara

    bhedya bikhyatavarmmo/

    tasyedam= pada vimbadvayam= arinagarot sadane nityadaksam/ bhaktanam yandripanam= bhavati

    sukhakaram salyabhutam ripunam//

    Prasasti Jambu

    http://id.wikipedia.org/wiki/Purnawarmanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Panjihttp://id.wikipedia.org/wiki/Panjihttp://id.wikipedia.org/wiki/Purnawarman
  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    12/35

    Prasasti Pasir Awi

    Prasasti Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi.Prasasti ini terletak di lereng selatan

    Pasir Awi dikawasan hutan perbukitan di Cipamingkis, desa sukamakmur, Jonggol Bogor.

    Prasasti ini telah diketahui tahun 1867 M. Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan

    dengan ranting dan dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar

    sepasang telapak kaki.

    Prasasti Muara Cianten

    Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor. Prasasti

    Muara Cianten terletak di tepi(sungai) Cisadane.Tertulis

    dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Di samping

    tulisan terdapat lukisan telapak kaki.

    Kerajaan Mataram Kuno ( Dinasti Sanjaya )

    Prasasti Canggal

    Prasasti Canggal adalah prasasti dalam bentuk

    candrasangkala berangka tahun 732 yang ditemukan di

    Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang

    termashyur Sri Purnawarman yang sekali waktu (memerintah) di Taruma dan yang baju zirahnya yang

    terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasamenggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tapi merupakan duri dalam daging bagi

    musuh-musuhnya.

    Prasasti Muara Cianten

    Prasasti Canggal

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    13/35

    halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah.

    Prasasti yang ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta. Prasasti dipandang

    sebagai pernyataan diri Raja Sanjaya pada tahun 732 sebagai seorang penguasa universal dari

    Kerajaan Mataram Kuno.

    Prasasti ini menceritakan tentang pendirian lingga (lambang Siwa) di desa Kunjarakunja oleh

    Sanjaya. Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah Sanna, kemudian

    digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan Sanna.

    Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:

    Bait 1: Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung

    Bait 2-6: Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu

    Bait 7: Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan

    padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari

    penduduk Kunjarakunjadesa

    Bait 8-9: Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam

    tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat

    Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung

    Bait 10-11: Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan

    matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak

    perempuannya (Sannaha)

    Bait 12: Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah

    jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya.

    Rakyat hidup serba senang.

    Kunjarakunja-desadapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai

    tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan. Dalam

    epik Ramayana, diceritakan bahwa Rama, Sinta, dan Laksmana mengunjungi pertapaan Agastya

    di gunung Kunjara.

    Prasasti Balitung atau Prasasti Mantyasih

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    14/35

    Prasasti Mantyasih, juga disebut

    Prasasti Balitung atau Prasasti

    Tembaga Kedu,[1] adalah prasasti

    berangka tahun 907 M yang berasal

    dari Wangsa Sanjaya, kerajaan

    Mataram Kuno. Prasasti ini

    ditemukan di kampung Mateseh,

    Magelang Utara, Jawa Tengah dan

    memuat daftar silsilah raja-raja

    Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung

    sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat

    penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno.

    Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa

    perdikan (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang

    batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu

    disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung

    Sindoro dan Sumbing).

    Prasasti ini bertarikh 828 Saka, bagian yang memuat silsilah raja adalah pada bagian B baris 7-9:

    ta < 7 > sak rahyang ta rumuhun. sirangbsa ing wanua. sang mangdyan

    kahyaan.

    sang magawai kadatwan. sang magalagah pomahan. sang tomanggng susuk.

    sang tumkeng wanua gana kandi landap nyan paka apatha kamu. rahyang

    < 8 > ta rumuhun. ri mdang. ri poh pitu. rakai mataram. sang ratu sajaya.

    ri mahrja rakai panangkaran. ri mahrja rakai panunggalan.

    ri mahrja rakai warak. ri mahrja rakai garung. ri mahrja rakai

    pikatan

    < 9 > ri mahrja rakai kayuwai. ri mahrja rakai watuhumalang.

    lwiha sangk rik landap nyn paka apatha ri mahrja rakai watukura

    dyah dharmmodaya mahambhu.

    Penafsiran prasasti :

    Prasasti Balitung / prasasti Mantyasih

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    15/35

    Di Kerajaan Medang dua dinasti yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra sama-sama

    berkuasa. Wangsa Sanjaya didirikan oleh Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang yang beragama

    Hindu Siwa. Maharaja selanjutnya ialah Rakai Panangkaran, yang menurutnya dikalahkan oleh

    Wangsa Sailendra. Maka di Medang terdapat Wangsa Sanjaya berkuasa di utara Jawa dan

    Wangsa Sailendra berkuasa di selatan Jawa. Namun Putri Maharaja Samaratungga dari Wangsa

    Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya,

    yang kemudian mewarisi takhta mertuanya dan Wangsa Sanjaya pun berkuasa kembali di

    Medang.

    Daftar silsilah raja-raja Wangsa Sanjaya berdasarkan prasasti Mantyasih adalah:

    1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya,

    2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran,

    3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan,

    4. Sri Maharaja Rakai Warak,

    5. Sri Maharaja Rakai Garung,

    6. Sri Maharaja Rakai Pikatan,

    7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi,

    8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang, dan

    9. Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Dharmmodaya Mahasambhu.

    Candi Prambanan

    Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks

    candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9

    masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa

    utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu

    sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah.

    Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini

    adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'),

    dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam

    arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa

    Candi Prambanan

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    16/35

    di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

    Arsitektur candi Prambanan berpedoman kepada tradisi

    arsitektur Hindu yang berdasarkan kitab Wastu Sastra.

    Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk

    candi yang tinggi menjulang merupakan ciri khas candi

    Hindu. Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan

    dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti

    bentuk gunung suci Mahameru, tempat para dewa

    bersemayam. Seluruh bagian kompleks candi mengikuti

    model alam semesta menurut konsep kosmologi Hindu,

    yakni terbagi atas beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.

    Baik lahan denah secara horisontal maupun vertikal

    terbagi atas tiga zona:

    Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana;

    manusia, hewan, juga makhluk halus dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn hawa

    nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi melambangkan

    ranah bhurloka.

    Bhuwarloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi,

    pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran.

    Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bhuwarloka.

    Swarloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat para

    dewa bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam dan atap candi melambangkan

    ranah swarloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi dengan kemuncak mastaka

    berupa ratna (Sanskerta: permata), bentuk ratna Prambanan merupakan modifikasi bentuk

    wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna

    adalah sandingan Hindu untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka

    candi.

    Relief candi Prambanan

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    17/35

    Ramayana dan Krishnayana

    Candi ini dihiasi relief naratif yang

    menceritakan epos Hindu; Ramayana dan

    Krishnayana. Relif berkisah ini diukirkan

    pada dinding sebelah dalam pagar

    langkan sepanjang lorong galeri yang

    mengelilingi tiga candi utama. Relief ini

    dibaca dari kanan ke kiri dengan gerakan

    searah jarum jam mengitari candi. Hal ini

    sesuai dengan ritual pradaksina, yaitu

    ritual mengelilingi bangunan suci searah

    jarum jam oleh peziarah. Kisah Ramayana bermula di sisi timur candi Siwa dan dilanjutkan ke

    candi Brahma temple. Pada pagar langkan candi Wisnu terdapat relief naratif Krishnayana yang

    menceritakan kehidupan Krishna sebagai salah satu awatara Wishnu.

    Relief Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana. Panglima

    bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk membantu Rama mencari Shinta.

    Kisah ini juga ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran wayang orang Jawa yang

    dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap malam bulan purnama. Latar

    belakang panggung Trimurti adalah pemandangan megah tiga candi utama yang disinari cahaya

    lampu.

    Lokapala, Brahmana, dan Dewata

    Di seberang panel naratif relief, di atas tembok tubuh

    candi di sepanjang galeri dihiasi arca-arca dan relief

    yang menggambarkan para dewata dan resi

    brahmana. Arca dewa-dewa lokapala, dewa surgawi

    penjaga penjuru mata angin dapat ditemukan di candi

    Siwa. Sementara arca para brahmana penyusun kitab

    Weda terdapat di candi Brahma. Di candi Wishnu

    terdapat arca dewata yang diapit oleh dua apsara

    Relief Ramayana dan Khrishnayana

    Panil Dewata yang diapit oleh dua aspara

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    18/35

    atau bidadari kahyangan.

    Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru

    Di dinding luar sebelah bawah candi

    dihiasi oleh barisan relung (ceruk)

    yang menyimpan arca singa diapit oleh

    dua panil yang menggambarkan pohon

    hayat kalpataru. Pohon suci ini dalam

    mitologi Hindu-Buddha dianggap

    pohon yang dapat memenuhi harapan

    dan kebutuhan manusia. Di kaki pohon

    Kalpataru ini diapit oleh pasangan

    kinnara-kinnari (hewan ajaib bertubuh

    burung berkepala manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti burung, kijang, domba,

    monyet, kuda, gajah, dan lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang hanya

    ditemukan di Prambanan, karena itulah disebut "Panil Prambanan".

    Candi Gedong Songo

    Candi Gedong Songo adalah nama sebuah

    komplek bangunan candi peninggalan budaya

    Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan

    Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah,Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di

    kompleks candi ini terdapat sembilan buah candi.

    Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun

    1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu

    dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).

    Relief Singa dan Kalpataru

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    19/35

    Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada

    ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin

    (berkisar antara 19-27 C)

    Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang

    indah. Selain itu, obyek wisata ini juga dilengkapi dengan pemandian air panas dari mata air yang

    mengandung belerang, area perkemahan, dan wisata berkuda.

    Kerajaan Kediri

    1. Prasasti Sirah Keting yang memuat tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa

    oleh Raja Jayawarsa sekaligus pengesahan desa Marjaya sebagai tanah perdikan atau sima

    swatantra.

    2. Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertasana berisi masalah keagamaan yang

    diperkirakan berasal dari Raja Bameswara.

    3. Prasasti Ngantang

    Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti

    Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kediri

    menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan

    anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kediri

    selama perang melawan Jenggala.

    Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah

    raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya

    kembali dengan Kediri.Prasasti Ngantang

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    20/35

    Prasasti Kamulan

    4. Prasasti Jaring

    Prasasti Jaring terletak di Dusun Jaring, Kelurahan

    Kembangarum, Kecamatan Sutojayan, Blitar. Prasasti ini

    disebut juga Prasasti Gurit karena dahulu tempat ini

    merupakan hutan yang dinamakan Gurit. Prasasti Jaring

    menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuna. Isinya

    menyebutkan peresmian sima Jaring pada tanggal 11

    Suklapaksa bulan Marggasira tahun 1103 Saka ( 19

    November 1181M) oleh Sri Maharaja Sri Kroncaryyadipa

    Handabhuwanamalaka Parakramanindita Digjayo-

    ttungadewanama Sri Gandra. Hurufnya dipahatkan

    mengelilingi batunya, pada bagian depan berjumlah 25 baris

    dan bagian belakang 30 baris. Prasasti yang bertarik 1181 M

    ini berisikan tentang penduduk Desa Jaring yang telah menghadap raja dengan perantaraan

    senapati sarwwajala (panglima angkatan laut), memberitahukan bahwa mereka telah

    memperoleh anugerah Raja Kadhiri sebelumnya tetapi belum menikmati sepenuhnya sampai

    saat itu. Karena mereka menunjukkan kesetiaannya dan ikut memerangi musuh raja akhirnyapermohonannya dikabulkan. Dalam prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan

    untuk pertama kalinya dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan

    Puguh, Lembu Agra, dan Macan Kuning.

    5. Prasasti Kamulan

    Prasasti ini dikeluarkan oleh RajaSarweswara Trikramawataranindita Srngga

    Lancana Dikwijayotunggadewa atau biasa

    dikenal dengan nama Kertajaya tahun 1116

    Saka atau 1194 Masehi.

    Berdasarkan prasasti ini ditetapkanlah "Hari

    jadi Kabupaten Trenggalek pada hari" Rabu

    Kliwon "tanggal 31 bulan Agustus tahun

    Prasasti Jaring

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    21/35

    1194.

    Karya Sastra

    Kitab Kakawin Bharatayudha Karya Empu Sedan dan Empu Panuluh

    Pada hakikatnya isi cerita kakawin Barathayudha ini menceritakan tentang peperangan antara

    keluarga pandawa melaean keluarga kurawa. Sebenarnya kedua duanya ( pandawa dan

    kurawa ) adalah satu keluarga yaitu keluarga Bharata, maka peperangan diantara mereka itu

    dinamakan perang Bharatayudha. Dua keluarga tersebut dikatakan keluarga Bharata karena

    berdasarkan pada garis keturunan sampai pada Bhisma yang menjadi Brahmacarin.

    Sumber cerita Bharatayuudha ini kemungkinan besar tidak langsung dari sloka Mahabharata

    Sansekerta. , tetapi kemungkinan besar justru mengambil dari kitab kitab parwa dalam bahasa

    Jawa Kuna sebelumnya, salinan yang berbahasa prosa dari Jaman Dharmawangsa Teguh.

    Mahabharata terkenal pula dengan nama Astadasaparwa. Oleh karena kitab itu terbagi atas 18

    parwa. Kakawin Kresnyana ditulis oleh mpu Triguna pada saat prabu Warsajaya memerintah

    di Kediri pada kurang lebih tahun 1104 Masehi.

    Kitab Kakawin Kresnayana

    Kakawin Kresnyana adalah sebuah karya sastra Jawa Kuna yang menceritakan pernikahan

    prabu Kresna dan penculikan calonnya yaitu Rukmini. Kresnyana secara harafiah berarti

    perjalanan Kresna, maksudnya perjalanannya ke negeri Kundina, tempat sang Rukmini.

    Isi :

    Dewi Rukmini, putri prabu Bismaka di negeri Kundina, sudah dijodohkan dengan Suniti, raja

    negerei Cedi. Tetapi ibu Rukmini, Dewi Pretukirti lebih suka jika putrinya menikah dengan

    Kresna. Maka karena hari besar sudah hampir tiba, lalu Suniti dan Jarasanda, pamannya, sama-

    sama datang di Kundina. Pretukirti dan Rukmini diam-diam memberi tahu Kresna supaya

    datang secepatnya. Kemudian Rukmini dan Kresna diam-diam melarikan diri.

    Mereka dikejar oleh Suniti, Jarasanda dan Rukma, adik Rukmini, beserta para bala tentara

    mereka. Kresna berhasil membunuh semuanya dan hampir membunuh Rukma namun dicegah

    oleh Rukmini. Kemudian mereka pergi ke Dwarawati dan melangsungkan pesta pernikahan.

    Kitab Kakawin Smaradahana

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    22/35

    Kakawin Smaradahana adalah sebuah karya sastra Jawa Kuna dalam bentuk kakawin yang

    menyampaikan kisah terbakarnya Batara Kamajaya. Penulis Smaradahana bernama mpu

    Dharmadja.

    Isi :

    Ketika Batara Siwa pergi bertapa, Indralaya didatangi musuh, raksasa dengan rajanya bernama

    Nilarudraka, demikian heningnya dalam tapa, batara Siwa seolah-olah lupa akan kehidupannya

    di Kahyangan. Supaya mengingatkan batara Siwa dan juga agar mau kembali ke

    Kahyangan ,maka oleh para dewa diutuslah batara Kamajaya untuk menjemputnya.

    Berangkatlah sang batara untuk mengingatkan batara Siwa, dicobanya dengan berbagai panah

    sakti dan termasuk panah bunga, tetapi batara Siwa tidak bergeming dalam tapanya. Akhirnya

    dilepaskannya panah pancawisesa yaitu:

    hasrat mendengar yang merdu

    hasrat mengenyam yang lezat

    hasrat meraba yang halus

    hasrat mencium yang harum

    hasrat memandang yang serba indah

    Akibat panah pancawisesa tersebut dewa Siwa dalam sekejap rindu kepada permaisurinya dewi

    Uma, tetapi setelah diketahuinya bahwa hal tersebut adalah atas perbuatan batara Kamajaya.

    Maka ditataplah batara Kamajaya melalui mata ketiganya yang berada di tengah-tengah dahi,

    hancurlah batara Kamajaya. Dewi Ratih istri batara Kamajaya melakukan "bela" dengan

    menceburkan diri kedalam api yang membakar suaminya. Para dewa memohonkan ampun atas

    kejadian tersebut, agar dihidupkan kembali, permohonan itu tidak dikabulkan bahkan dalam

    sabdanya bahwa jiwa batara Kamajaya turun ke dunia dan masuk kedalam hati laki-laki,

    sedangkan dewi Ratih masuk kedalam jiwa wanita. Ketika Siwa duduk berdua dengan dewi

    Uma, datanglah para dewa mengunjunginya termasuk dewa Indra dengan gajahnya, Airawata

    yang demikian dahsyatnya sehingga dewi Uma terperanjat dan ketakutan melihatnya,

    kemudian dewi Uma melahirkan putera berkepala gajah, dan kemudian diberi nama Ganesha.

    Datanglah raksasa Nilarudraka yang melangsungkan niatnya "menggedor" khayangan. Maka

    Ganesha 'lah yang harus menghadapinya, dalam perang tanding tersebut ganesha setiap saat

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    23/35

    berubah dan bertambah besar dan semakin dahsyat. Akhirnya musuh dapat dikalahkan, dan

    para dewa bersuka cita.

    Kitab Lubdaka dan Kitab Wertasancaya

    Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka sebagai seorang

    pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa

    dan rohnya diangkat ke surga. Dan Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang cara

    membuat syair yang baik. Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.

    Peningggalan Kerajaan Singosari

    Candi Kidal

    Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan

    Singasari. Candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan

    atas jasa besar Anusapati, Raja kedua dari Singhasari, yang

    memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian

    Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari

    perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai

    bagian dari kutukan Mpu Gandring.

    Candi Kidal secara arsitektur, kental dengan budaya Jawa

    Timuran, telah mengalami pemugaran pada tahun 1990.

    Candi kidal juga memuat cerita Garudeya, cerita mitologi Hindu, yang berisi pesan moral

    pembebasan dari perbudakan.

    Struktur

    Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Kaki candi nampak

    agak tinggi dengan tangga masuk keatas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga masuk

    sesungguhnya. Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki serta atap candi sehingga

    memberi kesan ramping. Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan medallion serta sabuk

    melingkar menghiasi badan candi. Atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin keatas

    semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap

    seperti ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas candi Budha). Masing-masing tingkat

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    24/35

    disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon tiap pojok tingkatan atap tersebut dulu

    disungging dengan berlian kecil.

    Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang dipahatkan di atas pintu masuk dan bilik-bilik

    candi. Kala, salah satu aspek Dewa Siwa dan umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci.

    Hiasan kepala kala Candi Kidal nampak menyeramkan dengan matanya melotot, mulutnya

    terbuka dan nampak dua taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan dominan. Adanya

    taring tersebut juga merupakan ciri khas candi corak Jawa Timuran. Di sudut kiri dan kanannya

    terdapat jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam. Maka sempurnalah tugasnya sebagai

    penjaga bangunan suci candi.

    Relief Garuda

    Pada bagian kaki candi terpahatkan 3 buah relief indah yang

    menggambarkan cerita legenda Garudeya (Garuda). Cerita ini

    sangat popular dikalangan masyarakat Jawa saat itu sebagai cerita

    moral tentang pembebasan atau ruwatan Kesusastraan Jawa kuno

    berbentuk kakawin tersebut, mengisahkan tentang perjalanan

    Garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan

    penebusan air suci amerta.

    Narasi cerita Garudeya pada candi Kidal dipahatkan dalam 3 relief

    dan masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki candi

    kecuali pintu masuk. Pembacaannya dengan cara prasawiya

    (berjalan berlawanan arah jarum jam) dimulai dari sisi sebelah

    selatan atau sisi sebelah kanan tangga masuk candi. Relief pertama

    menggambarkan Garuda dibawah 3 ekor ular, relief kedua melukiskan Garuda dengan kendi di

    atas kepalanya, dan relief ketiga Garuda menggendong seorang wanita. Di antara ketiga relief

    tersebut, relief kedua adalah yang paling indah dan masih utuh.

    Relief I: Garuda melayani para

    ular

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    25/35

    Relief II: Garuda mengambil tirta

    amerta Relief III: Garuda menyelamatkan

    ibunya

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    26/35

    Candi Jago

    Candi Jago berasal dari kata "Jajaghu",

    didirikan pada masa Kerajaan Singhasari

    pada abad ke-13. Berlokasi di Kecamatan

    Tumpang, Kabupaten Malang.

    Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya

    hanya tersisa sebagian dan menurut cerita

    setempat karena tersambar petir. Relief-

    relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat

    ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan

    bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.

    Struktur

    Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Keseluruhannya memiliki panjang

    23,71 m, lebar 14 m, dan tinggi 9,97 m. Bangunan Candi Jago nampak sudah tidak utuh lagi;

    yang tertinggal pada Candi Jago hanyalah bagian kaki dan sebagian kecil badan candi. Badan

    candi disangga oleh tiga buah teras. Bagian depan teras menjorok dan badan candi terletak di

    bagian teras ke tiga. Atap dan sebagian badan candi telah terbuka. Secara pasti bentuk atap

    belum diketahui, namun ada dugaan bahwa bentuk atap Candi Jago menyerupai Meru atau

    Pagoda.

    Pada dinding luar kaki candi dipahatkan relief-

    relief cerita Kresnayana, Parthayana,

    Arjunawiwaha, Kunjarakharna, Anglingdharma,

    serta cerita fabel. Untuk mengikuti urutan

    cerita relief Candi Jago kita berjalan

    mengelilingi candi searah putaran jarum jam

    (pradaksiana).

    Pada sudut kiri candi (barat laut) terlukis awal cerita binatang seperti halnya cerita Tantri.

    Cerita ini terdiri dari beberapa panel. Sedangkan pada dinding depan candi terdapat fabel, yaitu

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    27/35

    kura-kura. Ada dua kura-kura yang diterbangkan oleh seekor angsa dengan cara kura-kura tadi

    menggigit setangkai kayu. Di tengah perjalanan kura-kura ditertawakan oleh segerombolan

    serigala. Kura-kura membalas dengan kata-kata sehingga terbukalah mulutnya. Ia terjatuh

    karena terlepas dari gigitan kayunya. Kura-kura menjadi makanan serigala. Maknanya kurang

    lebih memberikan nasihat, janganlah mundur dalam usaha atau pekerjaan hanya karena hinaan

    orang.

    Candi Singosari

    Candi Singhasari atau Candi Singosari adalah candi Hindu

    - Buddha peninggalan bersejarah Kerajaan Singhasari

    yang berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari,

    Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia.

    Cara pembuatan candi Singhasari ini dengan sistem

    menumpuk batu andhesit hingga ketinggian tertentu

    selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru

    turun ke bawah.

    Struktur

    Candi Singosari dibangun dengan bentuk menyerupai limas, batu disusun dari bawah hingga ke

    atas lalu dipahat dengan bagian atas lebih kecil dari bagian bawah candi. Batur (pondasi), kaki

    candi, tubuh candi dan atap memiliki fungsi yang berbeda-beda kegunaannya.

    Pada bagian Batur berfungsi sebagai pondasi yang menjadi tonggak berdirinya Candi Singosari.

    Kaki Candi Singosari menjadi ruangan relung-relung yang ada disini. Tubuh Candi Singosari

    sengaja dikosongkan, ini untuk menghormati roh-roh suci di Candi Singosari. Sedangkan pada

    Relief pada dinding candi

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    28/35

    Hiasan Muka Kala

    bagian puncak candi ini disediakan persemayaman para dewa dewi yang dianut oleh agama

    Hindu-Budha.

    Salah satu relief binatang berbentuk singa dengan pahatan

    saling bertolak pandang. Ada juga burung jaringan, yaitu

    burung yang dipercaya hidup pada saat candi ini dibangun.

    Pahatan wajah-wajah seram yang disebut Muka Kala atau Kirti

    Murka juga menghiasi Candi Singosari. Pahatan ini berfungsi

    sebagai pengusir roh-roh jahat yang akan datang membawa

    bencana terhadap Candi Singosari.

    Peninggalan Kerajaan Majapahit

    Prasasti Butok (1244 tahun).

    Prasasti ini dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini

    memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk

    mendirikan kerajaan

    Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama.

    Kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan tahun-

    tahun awal perkembangan Majapahit

    Karya Sastra

    Karya sastra

    Kitab Pararaton

    Serat Pararaton, atau Pararaton saja

    (bahasa Kawi: "Kitab Raja-Raja"),

    adalah sebuah kitab naskah Sastra

    Jawa Pertengahan yang digubah

    dalam bahasa Jawa Kawi. Naskah ini

    cukup singkat, berupa 32 halaman

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    29/35

    seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan

    Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja", yang dalam

    bahasa Sanskerta juga berarti "kitab raja-raja". Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa

    penulis Pararaton.

    Pararaton diawali dengan cerita mengenai inkarnasi Ken Arok, yaitu tokoh pendiri kerajaan

    Singhasari (12221292. Selanjutnya hampir setengah kitab membahas bagaimana Ken Arok

    meniti perjalanan hidupnya, sampai ia menjadi raja pada tahun 1222. Penggambaran pada

    naskah bagian ini cenderung bersifat mitologis. Cerita kemudian dilanjutkan dengan bagian-

    bagian naratif pendek, yang diatur dalam urutan kronologis. Banyak kejadian yang tercatat di

    sini diberikan penanggalan. Mendekati bagian akhir, penjelasan mengenai sejarah menjadi

    semakin pendek dan bercampur dengan informasi mengenai silsilah berbagai anggota keluarga

    kerajaan Majapahit.

    Penekanan atas pentingnya kisah Ken Arok bukan saja dinyatakan melalui panjangnya cerita,

    melainkan juga melalui judul alternatif yang ditawarkan dalam naskah ini, yaitu: "Serat

    Pararaton atawa Katuturanira Ken Angrok", atau "Kitab Raja-Raja atau Cerita Mengenai Ken

    Angrok". Mengingat tarikh yang tertua yang terdapat pada lembaran-lembaran naskah adalah

    1522 Saka (atau 1600 Masehi), diperkirakan bahwa bagian terakhir dari teks naskah telah

    dituliskan antara tahun 1481 dan 1600, dimana kemungkinan besar lebih mendekati tahun

    pertama daripada tahun kedua.

    Kitab Negarakertagama

    Kakawin Nagarakretagama (Ngaraktgama)

    atau juga disebut dengan nama kakawin

    Desawarnana (Deawarana) bisa dikatakan

    merupakan kakawin Jawa Kuna karya Empu

    Prapaca yang paling termasyhur. Kakawin ini

    adalah yang paling banyak diteliti pula.

    Isi :

    Kakawin ini menguraikan keadaan di keraton Majapahit dalam masa pemerintahan Prabu

    Hayam Wuruk, raja agung di tanah Jawa dan juga Nusantara. Ia bertakhta dari tahun 1350

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    30/35

    sampai 1389 Masehi, pada masa puncak kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang

    pernah ada di Nusantara. Bagian terpenting teks ini tentu saja menguraikan daerah-daerah

    "wilayah" kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti. Naskah kakawin ini terdiri dari

    98 pupuh. Dilihat dari sudut isinya pembagian pupuh-pupuh ini sudah dilakukan dengan sangat

    rapi. Pupuh 1 sampai dengan pupuh 7 menguraikan raja dan keluarganya. Pupuh 8 sampai 16

    menguraikan tentang kota dan wilayah Majapahit. Pupuh 17 sampai 39 menguraikan

    perjalanan keliling ke Lumajang. Pupuh 40 sampai 49 menguraikan silsilah Raja Hayam Wuruk,

    dengan rincian lebih detailnya pupuh 40 sampai 44 tentang sejarah raja-raja Singasari, pupuh

    45 sampai 49 tentang sejarah raja-raja Majapahit dari Kertarajasa Jayawardhana sampai Hayam

    Wuruk. Pupuh 1 - 49 merupakan bagian pertama dari naskah ini.

    Bagian kedua dari naskah kakawin ini yang juga terdiri dari 49 pupuh, terbagi dalam uraian

    sebagai berikut: Pupuh 50 sampai 54 menguraikan kisah raja Hayam Wuruk yang sedang

    berburu di hutan Nandawa. Pupuh 55 sampai 59 menguraikan kisah perjalanan pulang ke

    Majapahit. Pupuh 60 menguraikan oleh-oleh yang dibawa pulang dari pelbagai daerah yang

    dikunjungi. Pupuh 61 sampai 70 menguraikan perhatian Raja Hayam Wuruk kepada leluhurnya

    berupa pesta srada dan ziarah ke makam candi. Pupuh 71 sampai 72 menguraikan tentang

    berita kematian Patih Gadjah Mada. Pupuh 73 sampai 82 menguraikan tentang bangunan suciyang terdapat di Jawa dan Bali. Pupuh 83 sampai 91 menguraikan tentang upacara berkala yang

    berulang kembali setiap tahun di Majapahit, yakni musyawarah, kirap, dan pesta tahunan.

    Pupuh 92 sampai 94 tentang pujian para pujangga termasuk prapanca kepada Raja Hayam

    Wuruk. Sedangkan pupuh ke 95 sampai 98 khusus menguraikan tentang pujangga prapanca

    yang menulis naskah tersebut.

    Kakawin ini bersifat pujasastra, artinya karya sastra menyanjung dan mengagung-agungkan

    Raja Majapahit Hayam Wuruk, serta kewibawaan kerajaan Majapahit. Akan tetapi karya ini

    bukanlah disusun atas perintah Hayam Wuruk sendiri dengan tujuan untuk politik pencitraan

    diri ataupun legitimasi kekuasaan. Melainkan murni kehendak sang pujangga Mpu Prapanca

    yang ingin menghaturkan bhakti kepada sang mahkota, serta berharap agar sang Raja ingat

    sang pujangga yang dulu pernah berbakti di keraton Majapahit. Artinya naskah ini disusun

    setelah Prapanca pensiun dan mengundurkan diri dari istana. Nama Prapanca sendiri

    merupakan nama pena, nama samaran untuk menyembunyikan identitas sebenarnya dari

    penulis sastra ini. Karena bersifat pujasastra, hanya hal-hal yang baik yang dituliskan, hal-hal

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    31/35

    yang kurang memberikan sumbangan bagi kewibawaan Majapahit, meskipun mungkin

    diketahui oleh sang pujangga, dilewatkan begitu saja. Karena hal inilah peristiwa Pasunda

    Bubat tidak disebutkan dalam Negarakretagama, meskipun itu adalah peristiwa bersejarah,

    karena insiden itu menyakiti hati Hayam Wuruk. Karena sifat pujasastra inilah oleh sementara

    pihak Negarakretagama dikritik kurang netral dan cenderung membesar-besarkan kewibawaan

    Hayam Wuruk dan Majapahit, akan tetapi terlepas dari itu, Negarakretagama dianggap sangat

    berharga karena memberikan catatan dan laporan langsung mengenai kehidupan di Majapahit.

    Kitab Sutasoma

    Kakawin Sutasoma adalah sebuah kakawin dalam bahasa

    Jawa Kuna. Kakawin ini termasyhur, sebab setengah bait

    dari kakawin ini menjadi motto nasional Indonesia:

    Bhinneka Tunggal Ika.

    Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab

    diambil dari kitab kakawin ini. Kakawin ini mengenai

    sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai

    protagonisnya. Amanat kitab ini mengajarkan toleransi

    antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan

    Buddha. Kakawin ini digubah oleh Empu Tantular pada

    abad ke-14.

    Isi :

    Kisah Sutasoma menjelaskan nilai pengorbanan dan belas kasih antar sesama yang sepatutnya

    dijalankan oleh seorang Boddhisattva guna mencapai kesempurnaan sejati yang menjadi ciri

    ajaran Mahayana. Oleh karena itu, Mpu Tantular membuat ajaran Siwa dan Buddha menjadi

    satu (tunggal), seperti terungkap dalam kalimat: Hyang Buddha tanpahi Siwa rajadewa,

    mangka Jinatwa lawan Siwatatwa tunggal, bhinneka tunggal ika tanhana dharmma mangrwa,

    yang artinya adalah Hyang Budha tak ada bedanya dengan Siwa, raja para dewa., karena

    hakikat Jina (Budha) dan Siwa adalah satu, berbeda-beda namun satu, tiada kebenaran

    bermuka dua.

    Kitab Kujarakarna

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    32/35

    Kujarakarna adalah sebuah teks prosa Jawa Kuna yang menceritakan seorang yaksa, semacam

    raksasa yang bernama Kunjarakarna. Cerita ini berdasarkan agama Buddha Mahayana.

    Isi :

    Pada suatu hari Kujarakarna bertapa di gunung Mahameru supaya pada kelahiran berikutnya

    ia bisa berreinkarnasi sebagai manusia berparas baik. Maka datanglah ia menghadap

    Wairocana.

    Maka ia diperbolehkan menjenguk neraka, tempat batara Yama. Di sana ia mendapat kabar

    bahwa temannya Purnawijaya akan meninggal dalam waktu beberapa hari lagi dan disiksa di

    neraka.

    Kunjarakarna menghadap Wairocana untuk meminta dispensasi. Akhirnya ia diperbolehkan

    memberi tahu Purnawijaya. Purnawijaya terkejut ketika diajak melihat neraka. Lalu ia kembali

    ke bumi dan berpamitan radengan istrinya.

    Akhirnya ia mati tetapi hanya disiksa selama 10 hari dan bukannya ratusan tahun. Lalu ia

    diperbolehkan kembali. Cerita berakhir dengan bertapanya Kunjarakarna dan Purnawijaya di

    lereng gunung Mahameru.

    Candi Penataran

    Candi Penataran atau Candi Panataran atau

    nama aslinya adalah Candi Palah adalah

    sebuah gugusan candi bersifat keagamaan

    Hindu Siwaitis yang terletak di Desa

    Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten

    Blitar, Jawa Timur. Candi termegah dan

    terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng

    barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara

    Blitar, pada ketinggian 450 meter di atas

    permukaan laut. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun

    pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut

    digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar

    tahun 1415.

    Kom leks candi Penataran

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    33/35

    Dalam kitab Nagarakretagama yang ditulis pada tahun 1365, Candi ini disebut sebagai

    bangunan suci "Palah" yang dikunjungi Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan kerajaan

    bertamasya keliling Jawa Timur.

    Kompleks Candi

    a) Candi Angka Tahun

    Candi Angka Tahun berangka tahun 1291 Saka atau 1369

    Masehi. Masyarakat Jawa Timur lebih mengenalnya

    dengan nama Candi Brawijaya yang merupakan

    bangunan yang paling dikenal dalam kompleks Candi

    Penataran dan juga digunakan sebagai lambang kodam V

    Brawijaya.Candi Angka Tahun berangka tahun 1291 Saka

    atau 1369 Masehi. Masyarakat Jawa Timur lebih

    mengenalnya dengan nama Candi Brawijaya yang

    merupakan bangunan yang paling dikenal dalam

    kompleks Candi Penataran dan juga digunakan sebagai

    lambang kodam V Brawijaya.

    Pada bagian atas bilik candi pada batu penutup cungkup

    terdapat relief Surya Majapahit yakni lingkaran yang

    dikelilingi oleh jurai pancaran sinar yang berupa garis-garis lurus dalam susunan beberapa

    segitiga sama kaki.Candi Angka Tahun seperti umumnya bangunan-bangunan candi lain, terdiri

    dari bagian-bagian yang disebut kaki candi yaitu bagian candi yang bawah, kemudian tubuh

    candi, terdapat bilik atau kamar candi (garbagriha) dan kemudian mastaka atau kemuncak

    bangunan yang berbentuk kubus.

    b) Candi Naga

    Pada bagian dalam halaman tengah ini terdapat Candi

    Naga yang hanya tersisa bagian kaki dan badan

    dengan ukuran lebar 4,83 meter, panjang 6,57 meter

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    34/35

    dan tinggi 4,70 meter. Nama Candi Naga digunakan untuk menamakan bangunan ini karena

    sekeliling tubuh candi dililit naga dan disangga tokoh-tokoh berbusana raya seperti raja

    sebanyak sembilan buah, masing-masing berada di sudut-sudut bangunan, bagian tengah

    ketiga dinding dan di sebekah kiri dan kanan pintu masuk. Para Batara ini menggambarkan

    sosok makhluk kahyangan, yaitu para dewa dilihat berdasarkan dari ciri busana raya dan

    perhiasan mewah yang dikenakannya.

    c) Candi Utama

    Pada halaman ketiga ini terdapat

    bangunan candi induk yang terdiri dari

    tiga teras tersusun dengan tinggi 7,19

    meter. Pada masing-masing sisi tangga

    terdapat dua arca mahakala, yang pada

    lapiknya terdapat angka tahun 1269

    Saka atau 1347 M. Sekelling dinding

    candi pada teras pertama terdapat

    relief cerita Ramayana.

    Pada sisi sebelah barat daya halaman

    terdapat dua buah sisa bangunan.

    Sebuah candi kecil dari batu yang belum

    lama runtuh yang oleh orang Belanda

    dulu dinamakan klein heligdom atau

    bathara kecil. Nampaknya candi inilah

    yang mula-mula dibuat bersamaandengan parasasti Palah melalui upacara

    pratistha tersebut. Sebuah sisa yang lain

    berupa pondasi dari bata. Kedua sisa bangunan ini menghadap ke arah barat daya. Sederet

    dengan sisa kedua bangunan ini berdiri sebuah lingga batu yang disebut Prasasti Palah. Dalam

    area komplek percandian juga terdapat sebuah kolam berangka tahun 1337 Saka atau 1415

    Masehi yang terletak di belakang candi sebelah tenggara dekat aliran sungai.

    Bangunan utama candi Penataran berbentuk piramida berundak

    Relief pada candi utama berbentuk kotak panel dan medalion

  • 5/25/2018 Peninggalan Kerajaan (Laporan)

    35/35

    Candi Tikus

    Candi Tikus adalah sebuah peninggalan

    Kerajaan Majapahit yang terletak di dukuh

    Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan,

    Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Candi

    Tikus diperkirakan dibangun pada abad

    ke-13 atau abad ke-14. Candi ini

    dihubungkan dengan keterangan Mpu

    Prapanca dalam kitab Nagarakretagama,

    bahwa ada tempat untuk mandi raja dan upacara-upacara tertentu yang dilaksanakan di kolam-

    kolamnya. Arsitektur bangunan melambangkan kesucian Gunung Mahameru sebagai tempat

    bersemayamnya para dewa.

    Candi ini disebut Candi Tikus karena sewaktu ditemukan merupakan tempat bersarangnya tikus

    yang memangsa padi petani. Di tengah Candi Tikus terdapat miniatur empat buah candi kecil

    yang dianggap melambangkan Gunung Mahameru tempat para dewa bersemayam dan sumber

    segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-

    pancuran/jaladwara yang terdapat di sepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai air suci

    amrta, yaitu sumber segala kehidupan.