penggunaan pelet kombinasi kapur tohor (cao) … · potensi biogas sangat besar sebagai sumber...

51
PENGGUNAAN PELET KOMBINASI KAPUR TOHOR (CaO) DAN SERBUK GERGAJI UNTUK MENANGKAP KARBON DIOKSIDA (CO 2 ) PADA BIOGAS SKRIPSI RIZA KHAEDAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: ngokhanh

Post on 25-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGGUNAAN PELET KOMBINASI KAPUR TOHOR (CaO) DAN SERBUK GERGAJI UNTUK MENANGKAP KARBON

DIOKSIDA (CO2) PADA BIOGAS

SKRIPSI

RIZA KHAEDAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

PENGGUNAAN PELET KOMBINASI KAPUR TOHOR (CaO) DAN SERBUK GERGAJI UNTUK MENANGKAP KARBON

DIOKSIDA (CO2) PADA BIOGAS

SKRIPSI

RIZA KHAEDAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

RINGKASAN

Riza Khaedar. D14080271. 2012. Penggunaan Pelet Kombinasi Kapur Tohor (CaO) dan Serbuk Gergaji untuk Menangkap Karbon Dioksida (CO2) pada Biogas. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Salundik, M.Si. Pembimbing Anggota : Bramada Winiar Putra, S.Pt., M.Si.

Potensi biogas sangat besar sebagai sumber energi terbarukan karena kandungan metana (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 4.500–6.300 kkal/m3. Metana yang hanya memiliki satu karbon dalam setiap rantainya, dapat membuat pembakarannya lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Kemurnian biogas yang dihasilkan dari biodigester belum optimal, kandungan CH4 sekitar 50-60% serta CO2 sekitar 40-60%. Kandungan CO2 pada biogas masih cukup besar, hal ini menyebabkan efisiensi panas yang dihasilkan masih rendah sehingga kualitas nyala api biogas masih belum optimal. Optimalisasi penggunaan biogas dilakukan dengan cara pemurnian, salah satu caranya adalah dengan menggunakan pelet dari kombinasi CaO dan serbuk gergaji kayu.

Penelitian ini menggunakan kapur tohor (CaO) dan limbah serbuk gergaji kayu albasia dan tepung tapioka sebagai bahan dasar pembuatan pelet dengan sistem penjerapan untuk menangkap CO2. Perlakuan pada penelitian ini adalah kombinasi penggunaan CaO dan serbuk gergaji yang terdiri atas; K35S55 = (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K45S45 = (CaO : Serbuk gergaji = 45% : 45%), K55S35 = (CaO : Serbuk gergaji = 55% : 35%). Peubah yang diamati adalah konsentrasi CO2 pada biogas sebelum dan sesudah pemurnian dan efektivitas pengurangan CO2.

Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan yang nyata terhadap perbedaan konsentrasi karbon dioksida pada saat sebelum dimurnikan dan sesudah pemurnian. Persentase efektivitas penggunaan rata-rata sebesar 67,50% hingga 68,13%. Hasil analisis ragam menunjukan rasio penggunaan CaO dan serbuk gergaji kayu tidak berpengaruh nyata, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa perbedaan rasio penggunaan CaO dan serbuk gergaji mempunyai pengaruh yang sama dalam menurunkan kosentrasi CO2 dalam biogas.

Kata-kata kunci: pemurnian biogas, CO2, CaO, pelet, serbuk gergaji

ABSTRACT

Capturing Carbon Dioxide (CO2) in Biogas Using Calcium Oxide and Sawdust Pellet Combination

Khaedar, R., Salundik and B. W. Putra.

Biogas is one of the alternative energy and has been applied to the community, especially for farming communities. Methane (CH4) and carbon dioxide (CO2) are the main constituents. Carbon dioxide is an undesirable compound (contaminant). The presence of carbon dioxide is a major problem because generate harmful environmental emissions and causing low calorific value. This research investigated effect and affectivity of combination calcium oxide (CaO) and sawdust in the form of pellet to purify biogas and capture CO2. Biogas purification in this research based on adsorption system. This research is divided into three different treatments with combination ratio between calcium oxide and sawdust code for treatment are K35S55, K45S45 and K55S35. Effect of the use pellets combination calcium oxide and sawdust significantly can reduce CO2 content on biogas. The reduction effect was analyzed by paired t test. The results showed that there were non significant differences between variation percentage combination CaO and sawdust with CO2 reduction.

Keywords: biogas purification, purification pellets, CO2, CaO, sawdust

PENGGUNAAN PELET KOMBINASI KAPUR TOHOR (CaO) DAN SERBUK GERGAJI UNTUK MENANGKAP KARBON

DIOKSIDA (CO2) PADA BIOGAS

SKRIPSI

RIZA KHAEDAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Judul : Penggunaan Pelet Kombinasi Kapur Tohor (CaO) dan Serbuk Gergaji untuk Menangkap Karbon Dioksida (CO2) pada Biogas Nama : Riza Khaedar

NIM : D14080271

Menyetujui,

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 6 Agustus 2012 Tanggal Lulus:

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Salundik, M.Si.) NIP. 19640406 198903 1 003

Pembimbing Anggota,

(Bramada Winiar Putra, S.Pt., M.Si.) NIP. 19801102 200501 1 001

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1990 di Banyumas, Jawa Tengah.

Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Slamet

Syaefudin, S. Pd. I, dan Ibu Dra. Yoni Zakariani.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 di Sekolah Dasar

Negeri 2 Purwokerto Lor dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan

tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Purwokerto. Penulis melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Purwokerto pada tahun 2005 dan

diselesaikan pada tahun 2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi

dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Penulis aktif dalam

organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM–D) sebagai ketua

Departemen Politik dan Kajian Strategis, periode 2010-2011. Penulis juga aktif

dalam forum diskusi dan kajian IPB Social and Politic Center (ISPC), periode 2010-

2011. Penulis pernah mengikuti fasilitasi pelatihan Program Pemasyarakatan

Pancasila Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, pada tahun 2011. Penulis

juga pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul

Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, pada tahun 2011. Penulis berkesempatan

mengikuti publikasi hasil penelitian melalui sesi poster pada acara EBTKE CONEX

2012 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan

Konservasi Energi di Jakarta Convention Center (JCC) pada tanggal 17-19 Juli 2012.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya.

Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Penggunaan Pelet

Kombinasi Kapur Tohor (CaO) dan Serbuk Gergaji untuk Menangkap Karbon

Dioksida (CO2) pada Biogas”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan

untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Pengolahan Limbah Ternak, Kandang Ruminansia Besar

dan Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH-IPB). Penelitian

dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai bulan Juni 2012.

Kandungan CO2 pada biogas masih cukup besar, hal ini menyebabkan

efisiensi panas yang dihasilkan masih rendah sehingga kualitas nyala api biogas

masih belum optimal serta dapat menyebabkan korosi pada instalasi biogas yang

terbuat dari logam. Pemurnian biogas merupakan cara untuk mengurangi kandungan

CO2. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji penggunaan kombinasi

CaO dan serbuk gergaji dalam bentuk pelet untuk menangkap CO2 pada biogas.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu efek penggunaan pelet terhadap

kandungan biogas serta efektivitas penjerapan CO2 oleh pelet pemurni.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis

mengharapkan adanya kritik dan masukan yang membangun dari para pembaca.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kalangan akademis maupun

kalangan umum.

Bogor, Agustus 2012

Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN …………………………………………….......................... i

ABSTRACT …………………………………………………………….... ii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………... iii

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….... iv

RIWAYAT HIDUP …………………………………………………........ v

KATA PENGANTAR ………………………………………………….... vi

DAFTAR ISI ………………………………………………….................. vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………….......... x

DAFTAR LAMPIRAN ….............……………………………………..... xi

PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

Latar Belakang ………………………………………..................... 1 Tujuan ……………………….......................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

Biogas ....………………………………………………….............. 3Pembentukan Biogas ............................................................ 3

Komposisi Biogas ...……………………………………..... 6 Pemurnian Biogas ................................................................ 7

Kotoran Sapi .................................................................................... 8Bahan Baku Pembuat Pelet Pemurni …………………………...... 9

Kapur Tohor (CaO)……………………………………….. 9 Serbuk Gergaji Kayu …………………………………...... 10 Perekat Tapioka ………………………………………...... 12

MATERI DAN METODE ..…………………………................................. 13

Lokasi dan Waktu ...………………………………………............. 13Materi ............................................................................................... 13

Prosedur ........................................................................................... 14Penelitian Pendahuluan ........................................................ 14Penelitian Utama .................................................................. 16Peubah yang Diamati ........................................................... 21

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ……………………....... 23 Perlakuan ……………………………………………….... 23 Rancangan ……………………………………………….. 23 Analisis Data ……………………………………………... 24

viii

HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………....... 25

Perbedaan Kandungan CO2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian ....... 25Perbedaan Kandungan CO2 melalui Indikator Warna .......... 25Konsentrasi CO2 pada Biogas .............................................. 26

Efektivitas Pelet Penjerap dan Pengaruh Rasio Kombinasi Pelet .... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 32

Kesimpulan ...................................................................................... 32Saran ................................................................................................ 32

UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 34

LAMPIRAN ................................................................................................ 37

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kandungan Biogas ...................…………………….... 6

2. Uji Coba Material Modifikasi Adsorben Zeolit ............................... 10

3. Komposisi Kimia Serbuk Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria) ........................................................................................ 11

4. Komposisi Campuran Bahan Pembuat Pelet ……………………... 23

5. Perubahan Warna pada Reagen ....................................................... 25

6. Perbedaan Konsentrasi CO2 Hasil Pemurnian ................................ 27

7. Efektivitas Penangkapan CO2 oleh Pelet dengan Kombinasi Penggunaan CaO dan Serbuk Gergaji .............................................

28

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Reaksi Pembentukan Biogas ………............................................... 4

2. Proses Pembentukan Biometana dari Limbah Organik ................... 4

3. Reaksi Pembentukan Ca(OH)2 ...................................................................................... 9

4. Bahan-Bahan Penyusun Alat Penampung Pelet Pemurni ................ 14

5. Alat Penampung Pelet Pemurni yang Siap Digunakan .................... 15

6. Penampung Biogas .......................................................................... 16

7. Serbuk Gergaji Kayu yang Telah Dicuci dan Dikeringkan ............. 17

8. Skema Pembuatan Pelet ................................................................... 18

9. Pelet Pemurni yang Terbentuk dan Telah Dikeringkan ................... 19

10. Peralatan Impinger ........................................................................... 20

11. Skema Pengambilan Contoh Gas dan Analisis ................................ 21

12. Perbedaan Warna dalam Larutan Reagen antara Contoh Biogas Sebelum Pemurnian dan Sesudah pemurnian .................................. 26

13. Rataan Pengurangan Konsentrasi CO2 pada Biogas Sesudah Pemurnian dengan Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji ..........................................................................

27

14. Rataan Persentase Efektivitas Penjerapan CO2 oleh Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji ........................... 29

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Uji t K35S55 ...................……………………........... 38

2. Hasil Analisis Uji t K45S45 ............................................................... 38

3. Hasil Analisis Uji t K55S35……………………................................ 38

4. Hasil Analisis Deskriptif Persentase Efektivitas Pengurangan CO2 .................................................................................................................................................... 38

5. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Rata-rata Persentase Pengurangan CO2 .................................................................................................................... 38

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisis energi yang melanda dunia pada tahun 1970 menyebabkan per-

masalahan ekonomi untuk beberapa negara, khususnya negara berkembang yang

masih bergantung pada impor bahan bakar minyak dan gas. Peningkatan permintaan

energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan pesatnya

perkembangan teknologi industri, maka kebutuhan akan energi terbarukan menjadi

pertimbangan yang sangat penting. Usaha untuk mengurangi ketergantungan

terhadap bahan bakar minyak (BBM), pemerintah telah menerbitkan Peraturan

Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional

untuk mengembangkan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak.

Sumber energi alternatif yang dikembangkan salah satunya adalah biogas. Biogas

jika dikembangkan dengan baik dan benar, maka akan memberi solusi bagi dua

masalah sekaligus, yakni menghasilkan sumber energi yang terbarukan dan

mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

Biogas merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari fermentasi

anaerobik dari bahan organik. Biogas banyak dikenal sebagai sumber energi

alternatif. Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi biogas biasanya

dikelompokkan sebagai material limbah seperti kotoran manusia, kotoran hewan,

limbah sayuran atau tumbuhan dan limbah lumpur organik, bahan-bahan tersebut

merupakan bahan yang kaya akan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba anaerob

untuk pertumbuhannya. Keberadaaan bahan-bahan organik tersebut mudah didapat

dan terjamin kontinuitasnya, selain itu yang terpenting bahan-bahan organik tersebut

ramah lingkungan. Faktor utama keberadaan bahan-bahan organik dipertimbangkan

sebagai energi masa depan dalam rangka mewujudkan teknologi hijau. Biogas

termasuk teknologi energi yang multifungsi karena residu proses biogas juga dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk berkualitas tinggi. Pemanfaatan metana dalam biogas

juga merupakan tindakan ramah lingkungan. Metana hasil penguraian limbah secara

natural yang tidak dimanfaatkan akan terlepas dan mencemari atmosfer sebagai salah

satu gas rumah kaca.

2

Potensi biogas sangat besar sebagai sumber energi terbarukan karena

kandungan metana (CH4) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi yaitu

berkisar antara 4.500–6.300 kkal/m3 (Hesse, 1982). Metana yang hanya memiliki

satu karbon dalam setiap rantainya, dapat membuat pembakarannya lebih ramah

lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Kemurnian biogas

yang dihasilkan dari biodigester belum optimal, kandungan CH4 sekitar 50-60% serta

gas CO2 sekitar 40-60% (Muryanto et al., 2006).

Kandungan CO2 pada biogas masih cukup besar, hal ini menyebabkan

efisiensi panas yang dihasilkan masih rendah sehingga kualitas nyala api biogas

masih belum optimal. Optimalisasi penggunaan biogas dapat dilakukan dengan cara

pemurnian biogas yang bertujuan untuk mengurangi kandungan CO2 pada biogas.

Proses pemunian tersebut salah satu caranya adalah dengan menggunakan pelet dari

kombinasi CaO dan serbuk gergaji yang mempunyai kemampuan dalam menjerap

CO2.

Proses pemurnian yang dilakukan adalah membuat sistem adsorpsi pada

biogas. Prinsip proses pemurnian adalah kapur tohor akan mengikat CO2. Serbuk

gergaji kayu merupakan material yang digunakan sebagai adsorben. Material yang

digunakan sebagai adsorben umumnya material yang berpori terutama pada letak

tertentu dalam partikel (Hardjono, 1989).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efek penggunaan kombinasi CaO dan

serbuk gergaji yang berbentuk pelet dalam menurunkan konsentrasi CO2 pada

biogas. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji efektivitas penggunaan pelet

kombinasi kapur tohor dan serbuk gergaji dalam menangkap CO2 pada biogas.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Biogas

Produksi biogas merupakan suatu proses yang dikendalikan oleh mikroba.

Biogas mengeksploitasi proses biokimia untuk menguraikan berbagai jenis biomasa.

Biogas berpotensi dijadikan sebagai sumber energi, karena biodegradasi alami bahan

organik dalam kondisi anaerob setiap tahunnya diperkirakan menghasilkan 590-800

juta ton metana ke atmosfer (ISAT/GTZ, 1999).

Biogas merupakan bahan bakar gas dan bahan bakar yang dapat diperbaharui

yang dihasilkan secara anaerobic digestion atau fermentasi anaerob dari bahan

organik dengan bantuan bakteri metana seperti Methanobacterium sp. Bahan yang

dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas yaitu bahan biodegradable

seperti biomassa (bahan organik bukan fosil), kotoran, sampah padat hasil aktivitas

perkotaan dan lain-lain. Biogas biasanya dibuat dari kotoran ternak seperti kerbau,

sapi, kambing, kuda dan lain-lain. Kandungan utama biogas adalah gas CH4 dengan

konsentrasi sebesar 50-80 % vol. Kandungan lain dalam biogas yaitu CO2, gas

hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon monoksida (CO) dan gas hidrogen

sulfida (H2S). Gas dalam biogas yang dapat berperan sebagai bahan bakar yaitu gas

CH4, H2 dan CO (Price dan Cheremisinoff, 1981).

Proses anaerobik menghasilkan energi, yaitu biogas yang dihasilkan oleh

bioreaktor yang dirancang khusus untuk substrat biomasa, termasuk limbah

pertanian, industri dan limbah perkotaan, yang terdegradasi secara anaerobik. Di

negara berkembang perluasan biogas telah diterapkan pada reaktor skala kecil yang

dirancang untuk mengolah limbah peternakan seperti kotoran sapi, babi dan ekskreta

unggas (ISAT/GTZ, 1999).

Pembentukkan Biogas

Biogas yang dibuat dari kotoran ternak sapi mengandung CH4 sebesar 55-65

%, CO2 sebesar 30-35 % dan sedikit H2, N2 dan gas-gas lain. Panas yang dihasilkan

sebesar 600 BTU/cuft. Gas alam yang mengandung CH4 sebesar 80 % dengan panas

sebesar 1000 BTU/cuft. Kandungan CH4 dari biogas dapat ditingkatkan dengan

memisahkan CO2 dan H2S yang bersifat korosif (Price dan Cheremisinoff, 1981).

4

Proses degradasi bahan organik secara anaerob dilakukan oleh mikroorganisme

dalam proses fermentasi (Polprasert, 1989), yang terlihat pada Gambar 1.

BO + H2O CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S + Sludge (padat dan cair)

Gambar 1. Reaksi Pembentukkan Biogas. Sumber : Polprasert, 1989

Pembentukkan biogas setidaknya melibatkan tiga komunitas bakteri yang di-

perlukan oleh rantai proses biokimia yang melepaskan metana (Nelson, 2011).

Digester anaerobik biasanya dirancang untuk beroperasi di zona suhu mesofilik (20-

40°C) atau termofilik (>40°C). Sludge yang dihasilkan dari proses penguraian

anaerobik yang berbentuk cair sering digunakan sebagai pupuk (Nelson, 2011).

Proses pembentukkan biometan dari perombakan limbah organik yang terlihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Proses Pembentukkan Biometana dari Limbah Organik Sumber : Brown dan Tata, 1985

Anaerob

Mikroorganisme

Asam organik, alkohol, neutral compound

Hidrolisis dan fermentasi

Asetat dekarboksilasi Formasi reduktif

metana

Metana + karbon dioksida

Limbah organik (Karbohidrat, protein, lemak)

Asetogenik dehidrogenasi

Asetogenik hidrogenasi

Hidrogen + karbon dioksida

Asetat

5

Proses fermentasi anaerobik adalah proses penggunaan bahan baku organik

dan merubahnya menjadi biogas, komponen utama yang terbentuk adalah CO2 dan

CH4 (Nelson, 2011). Proses fermentasi terdiri dari beberapa proses seperti hidrolisis

polimer (I), fermentasi (II), asetogenesis (III), dan metanogenesis (IV). Fase-fase

tersebut merupakan proses utama yang terjadi selama penguraian sampah organik

dan pembentukkan biogas (Nelson, 2011).

Hidrolisis. Tahap pertama dalam degradasi anearobik sebagian besar limbah organik

adalah hidrolisis. Hidrolisis merupakan pemecahan baha-bahan polimer secara

enzimatik menjadi bahan-bahan terlarut (biasanya monomer atau dimer) yang

kemudian dapat ditransportasi melewati membran sel. Hasil proses hidrolisis adalah

pembentukkan gula-gula dari karbohidrat, asam-asam lemak dari minyak/lemak, dan

asam-asam amino dari protein. Proses ini dilakukan oleh mikroorganisme yang

mampu menghasilkan enzim hidrolitik. Bakteri hidrolitik dapat dikelompokkan

berdasarkan tipe enzim ekstra atau eksoseluler yang dihasilkannya, dan bakteri ini

dapat terinhibisi oleh akumulasi gula dan asam amino. Faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap proses hidrolisis antara lain adalah pH dan suhu. Efisiensi

hidrolisis tertinggi untuk selulosa terjadi pada pH 6,7 dan terendah pada pH 5,1-5,2

(Eastman dan Ferguson, 1981). Suhu juga berpengaruh pada laju hidrolisis. Pada pH

netral dilaporkan bahwa hidrolisis optimum untuk selulosa terjadi pada suhu 40o C.

Fermentasi. Fermentasi merupakan proses utama disimiliasi bahan organik pada

lingkungan anaerobik. Bahan-bahan organik terlarut difermentasi menjadi berbagai

produk akhir, meliputi asam-asam format, asetat, propionat, butirat, laktat, suksinat,

etanol, karbon dioksida, dan gas hidrogen (Romli, 2010).

Asetogenesis. Bakteri metanogen tidak dapat menggunakan produk-produk

fermentasi dengan atom karbon lebih dari dua untuk pertumbuhannya. Bakteri ini

hanya menggunakan sumber-sumber energi sederhana, misalnya asetat, metanol,

metilamin, CO2 dan H2 atau format. Dalam proses oksidasi ini dihasilkan hidrogen

dan karbon dioksida, dan bakteri yang berfungsi untuk proses konversi ini dikenal

dengan bakteri asetogen.

6

Metanogenesis. Fungsi utama bakteri hidrolitik dan fermentatif adalah untuk

memecah biopolimer menjadi unit-unit monomer dan konversi monomer ini menjadi

produk-produk yang lebih sederhana. Proses dalam reaktor anaerobik aktivitas

bakteri fermentasi harus dilengkapi dengan aktivitas bakteri metanogen yang

mengkonversi produk-produk fermentasi menjadi gas metana yang tidak larut yang

akan terlepas ke atmosfer. Dua kelompok utama bakteri yang bertanggung jawab

dalam pembentukkan metana yaitu bakteri metanogen asetoklastik dan bakteri

metanogen pengguna hidrogen (Romli, 2010).

Komposisi Biogas

Biogas mengandung CH4 50-70% dan 30-50% CO2, serta sejumlah kecil gas

lainnya termasuk H2S, tergantung pada substrat (Sasse, 1988). Metana adalah

komponen terutama yang dapat menghasilkan nilai kalori sebesar 21-24 MJ/m3 atau

sekitar 6 kWh/m3 (Dimpl, 2010). Menurut Wellinger dan Lindenberg (2000),

komposisi biogas yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang

digunakan.

Komponen lainnya yang ditemukan dalam kisaran konsentrasi kecil (trace

element) antara lain senyawa sulfur organik, senyawa hidrokarbon terhalogenasi, H2,

N2, CO dan O2. Komposisi utama yang terdapat dalam biogas ditunjukkan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kandungan Biogas

No. Komponen Satuan Komposisi 1* 2*

1 Gas Methan (CH4) %Vol 50-75 54-70 2 Karbon dioksida (CO2) %Vol 24-40 27-45 3 Nitrogen (N2) %Vol <2 0-1 4 Hidrogen (H2) %Vol <1 0-1 5 Karbon monoksida (CO) %Vol 0,1 6 Oksigen (O2) ppm <2 0,1 7 Hidrogen sulfida (H2S) ppm <2 sedikit

Keterangan : 1*: Hambali et al., 2007. 2*: Widarto dan Sudarto, 1997

7

Pemurnian Biogas

Kemurnian biogas menjadi pertimbangan yang sangat penting karena

berpengaruh terhadap nilai kalor/panas yang dihasilkan, sehingga biogas yang

dihasilkan perlu dilakukan pemurnian terhadap impuritas-impuritas yang lain.

Impuritas yang berpengaruh terhadap nilai kalor/panas adalah CO2, keberadaan CO2

dalam biogas sangat tidak diinginkan karena semakin tinggi kadar CO2 dalam CH4

maka semakin rendah nilai kalor biogas dan akan mengganggu proses pembakaran.

Pemisahan CO2 dari biogas terdapat berbagai teknologi yang dikembangkan, yaitu :

Absorbsi. Metode absorbsi biogas baik secara fisika maupun kimia efektif untuk laju

alir gas yang rendah dimana biogas dioperasikan pada kondisi normal. Salah satu

metode yang sederhana dan murah yaitu menggunakan air bertekanan sebagai

absorben (Shannon et al., 2006).

Adsorpsi pada Permukaan Zat Padat. Proses adsorpsi permukaan zat padat

melibatkan transfer zat terlarut dalam gas menuju ke permukaan zat padat, dimana

proses transfer digerakkan oleh gaya Van der wall. Adsorben yang digunakan

biasanya berbentuk granular yang mempunyai luas permukaan besar tiap satuan

volume. Pemurnian gas dapat menggunakan padatan yang berupa silika, alumina,

karbon aktif atau silikat yang kemudian dikenal dengan nama molecular sieve

(Wellinger dan Lindeberg, 2000).

Pemisahan Secara Kriogenik. Kriogenik merupakan salah satu metode pemurnian

yang melibatkan campuran gas dengan kondensasi fraksional dan destilasi pada

temperatur rendah. Proses kriogenik diawali dengan crude biogas ditekan hingga

mencapai 80 bar. Proses kompresi ini berjalan secara multistage dengan intercooler.

Biogas bertekanan kemudian dikeringkan untuk menghindari terjadinya pembekuan

selama proses pendinginan berlangsung. Kemudian biogas didinginkan oleh chiller

dan heat exchanger hingga -45 oC, CO2 yang terkondensasi dihilangkan di dalam

separator. Kemudian CO2 diproses lebih lanjut untuk menemukan kembali CH4 yang

terlarut, hasil dari proses recovery CH4 kemudian dimanfaakan kembali menuju inlet

gas. Melalui proses ini gas metana yang dihasilkan mencapai kemurnian 97 %

(Huang, 2005).

8

Pemisahan dengan Membran. Metode ini beberapa komponen atau campuran dari

gas ditransportasikan melalui lapisan tipis membran (< 1mm). Transportasi tiap

komponen dikendalikan oleh perbedaan tekanan parsial pada membran dan

permeabilitas tiap komponen dalam membran. Pencapaian gas metana dengan

kemurnian yang tinggi maka harus diikuti pula dengan permeabilitas yang tinggi.

Membran padat dapat disusun dari polimer selulosa asetat yang mempunyai

permebilitas untuk CO2 dan H2S mencapai 20 dan 60 kali berturut-turut lebih tinggi

dibanding permeabilitas CH4. Tekanan sebesar 25-40 bar diperlukan untuk proses

membran tersebut (Huang, 2005). Inti dari konsep pemisahan dengan membran

adalah selektifitas dan permeabilitas yang tinggi. Pemisahan CO2 dengan membran

konvensional sering dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut

mendorong para peneliti mengembangkan material baru untuk pemisahan CO2

dengan membran. Material baru tersebut adalah kombinasi antara polimerik

membran dan inorganik membran yang disebut dengan MMMs (Mixed Matrix

Membranes).

Pemilihan proses yang tepat untuk aplikasi tertentu tergantung pada skala

operasi yang digunakan, komposisi gas yang akan dimurnikan, tingkat kemurnian

yang dibutuhkan dan kebutuhan untuk pengurangan CO2 (MNES, 2001).

Kotoran Sapi

Sahidu (1983) mengemukakan hasil pengamatan beberapa peneliti bahwa

rata-rata satu ekor sapi menghasilkan kotoran sebanyak 27 kg/ekor/hari. Kotoran sapi

yang tinggi kandungan hara dan energinya berpotensi untuk dijadikan bahan baku

penghasil biogas (Sucipto, 2009). Kotoran sapi adalah limbah peternakan yang

merupakan buangan dari usaha peternakan sapi yang bersifat padat dan dalam proses

pembuangannya sering bercampur dengan urin dan gas seperti CH4 dan NH3.

Kandungan unsur hara dalam kotoran sapi bervariasi tergantung pada keadaan

tingkat produksinya, macam, jumlah makanan yang dimakannya, serta individu

ternak sendiri (Abdulgani, 1988). Rata-rata biogas yang dihasilkan oleh kotoran sapi

adalah 0,20-1,11 m3/kg dari bahan padatan kering, dengan kandungan CH4 sekitar

57-69% (Polprasert, 1989). Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat

yang potensial untuk dimanfaatkan seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa

nitrogen, vitamin, mineral mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain. Kandungan

9

nutrisi ini yang mengakibatkan limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan

makanan ternak, pupuk organik, energi dan media berbagai tujuan (Munawaroh,

2010).

Kotoran (feses) sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa feses sapi mengandung selulosa

(22,59%), hemiselulosa (18,32%), lignin (10,20%), total karbon organik (34,72%),

total nitrogen (1,26%), rasio C/N 27,56 (Munawaroh, 2010). Kotoran hewan

dianggap substrat paling cocok untuk pemanfaatan biogas substrat dalam kotoran

sapi telah mengandung bakteri penghasil gas metana yang terdapat didalam perut

hewan ruminansia (Munawaroh, 2010).

Bahan Baku Pembuatan Pelet Pemurni

Kapur Tohor (CaO)

Kapur tohor merupakan material berwarna putih dengan rumus kimia CaO.

Kapur tohor mempunyai umur simpan yang relatif pendek jika dibiarkan dalam

ruangan terbuka. Penyimpanan CaO dalam ruang terbuka akan merubah CaO sedikit

demi sedikit menjadi Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk putih karena bereaksi dengan

uap air yang ada di udara (Chang dan Tikkanen, 1988).

Kapur tohor atau CaO merupakan bahan yang bersifat sangat reaktif dengan

air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk (Chang dan Tikkanen,

1988). Reaksi yang terbentuk seperti pada Gambar 3.

CaO(s) + H2O (l) Ca(OH)2 (s)

Gambar 3. Reaksi Pembentukkan Ca(OH)2. Sumber : Chang dan Tikkanen, 1988

Kapur mati (Ca(OH)2 atau hydrated lime) akan terdekomposisi karena

bereaksi dengan CO2 dan menghasilkan CaCO3 yang merupakan bahan awal CaO

(kapur tohor) (Mackenzie dan Sharp, 1970). Pemanfaatan kapur tohor dalam skala

besar adalah untuk pembangunan gedung dan usaha pertanian. Pemanfaatan kapur

tohor telah semakin berkembang, khususnya untuk industri kimia. Kapur tohor juga

digunakan untuk penanganan air, penanganan limbah dan pemurnian gas (Mackenzie

dan Sharp, 1970).

10

Kapur tohor mempunyai kemampuan untuk mengurangi kandungan karbon

dioksida pada biogas, hal ini seperti yang dilaporkan pada penelitian yang dilakukan

oleh Wahono (2010) yang membandingkan kapur yang dicampur dengan zeolit alam

termodifikasi dan bahan-bahan lain sebagai penangkap karbon dioksida (CO2) pada

biogas. Data hasil penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji Coba Material Modifikasi Adsorben Zeolit (Uji Generator untuk Gerinda 670 watt)

Material tambahan Bentuk material Vavg Aavg Wavg NaOH (kerikil) Kerikil 147 1,1 162 Bentonit Pelet 176,9 1,13 200 Kaolin Pelet 181,9 1,13 206 Kapur tohor Pelet 164,7 1,1 181

Keterangan: Vavg tegangan listrik rata – rata (Volt), Aavg arus listrik rata – rata (Ampere), Wavg daya listrik rata-rata (Watt). Sumber: Wahono (2010)

Modifikasi adsorben zeolit dengan materi tambahan kapur tohor

menghasilkan daya listrik yang tinggi merupakan tujuan dari hasil konversi listrik

dari biogas, Daya listrik yang tinggi (180 – 200 Watt) tersebut memiliki korelasi

dengan kadar metana biogas yang dipergunakan sebagai bahan bakar (Wahono,

2010). Perbedaan kadar metana dalam biogas tersebut dapat terjadi karena perbedaan

kemampuan material penyerap dalam menyerap gas-gas pengotor. Kadar metana

biogas yang dihasilkan oleh hasil penyerapan material dalam alat filter biogas tinggi,

maka daya listrik yang dihasilkan juga tinggi dan begitu juga sebaliknya (Wahono,

2010).

Serbuk Gergaji Kayu

Serbuk gergaji kayu merupakan serbuk halus yang ukurannya relatif seragam.

Sedangkan limbah sabetan dan potongan kayu mempunyai ukuran besar dan

bervariasi. Limbah gergaji yang terdapat di industri penggergaji kecil biasanya

berasal dari jenis kayu campuran dengan berat jenis yang beraneka ragam

(Gusmaelina et al., 2003). Limbah pengolahan kayu dapat berbentuk serbuk gergaji,

kulit kayu, potongan kayu, serpihan, dan sabetan kayu. Menurut Mustofa (2001)

komposisi limbah pengolahan kayu yang paling tersedia dalam industri pengolahan

kayu adalah limbah sabetan sekitar 25,9% dari 50,8% limbah penggergaji kayu

11

seluruhnya. Limbah serbuk gergaji kayu sekitar 10% dan potongan kayu sekitar

14,3%.

Serbuk gergaji kayu mengandung komponen-komponen kimia seperti

selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif sehingga berpotensi digunakan

sebagai bahan penjerap (Zhao et al., 2011). Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sebagai

bahan material penjerap merupakan salah satu teknologi yang murah karena bahan

bakunya mudah didapat. Serbuk gergaji telah dimanfaatkan dalam proses penjerapan

ion logam krom (Cr2+) pada pengelolaan limbah cair hasil pengolahan kulit. Pemanfaatan

serbuk gergaji kayu sebagai bahan material penjerap merupakan salah satu teknologi

yang murah karena bahan bakunya mudah didapat mengingat negara Indonesia

merupakan negara yang memiliki hutan yang sangat luas.

Hasil analisis komposisi kimia serbuk gergaji kayu albasia (Paraserianthes

falcataria) dapat dilihat pada Tabel 3, yang memperlihatkan bahwa tumbuhan ini

termasuk dalam kelas dengan kandungan selulosa tinggi, sedangkan kadar lignin

pada tanaman ini termasuk sedang yaitu berada diantara 18-33% (Pari, 1996).

Tabel 3. Komposisi Kimia Serbuk Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria)

Komponen Kandungan (%)

Holoselulosa 70,52

Selulosa 40,99

Lignin 27,88

Pentosan 16,89

Abu 1,38

Air 5,64 Sumber: Pari (1996).

Serbuk gergaji kayu sebagai hasil samping dari industri gergaji kayu sampai

saat ini hanya sebagian kecil saja dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti digunakan

dalam pembuatan batu-bata, industri keramik, campuran dalam pembuatan pupuk

organik, sedangkan selebihnya terbuang secara percuma (Sukarta, 2008).

12

Perekat Tapioka

Perekat tapioka umumnya digunakan sebagai perekat pada pembuatan briket

arang dan pembuatan pelet karena banyak terdapat di pasaran dan harganya lebih

murah. Menurut Tano (1997), tepung bila diproses secara hidrolisis, dinding sel

tepung berangsur-angsur akan membentuk gelatin karena molase dari tepung

mengubah sifat dirinya menjadi koloidal dan kemudian terbentuk pasta, sifat ini

disebut dengan gelatinasi. Terbentuknya gelatinasi untuk tepung kanji memerlukan

panas sekitar 60-64 0C. Perekat kanji atau tapioka mempunyai sifat tidak tahan

terhadap kelembaban, hal ini disebabkan tapioka mempunyai sifat dapat menyerap

air dari udara (Suryani, 1986).

13

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Fakultas

Peternakan IPB untuk pembuatan alat dan pembuatan pelet pemurni. Contoh biogas

yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari instalasi biogas yang ada di

kandang ruminansia besar Fakultas Peternakan IPB. Analisis kandungan gas

dilakukan di Laboratoriun Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH-IPB).

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai bulan Juni 2012.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pelet pemurni biogas antara

lain CaO, tepung kanji, serbuk gergaji kayu albasia, aquades. Bahan-bahan untuk

pembuatan alat filter (alat untuk menampung pelet) terdiri dari pipa PVC 3 inci, dop

3 inci, pipa tembaga (nepel), lem PVC, lem epoxy (plastic steel), gabus filter. Bahan-

bahan yang digunakan untuk pembuatan penampung biogas antara lain adalah plastik

polyethylene, pipa PVC ½”, pipa PVC sambungan siku ½”, PVC sambungan T ½”,

PVC ulir ½”, lem PVC, stop kran, ban dalam, tali karet ban dalam, dan selang

(selang plastik & selang gas). Bahan-bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah larutan penyerap CO2 dan larutan phenolphthalein (PP), serta biogas yang

berasal dari digester yang terdapat di kandang ruminansia besar.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah solder, tang, kompor,

baskom, gelas ukur, ayakan, saringan, alat pencetak/pembentuk pelet, panci, sarung

tangan, amplas, kikir, gergaji, serok plastik, loyang, botol plastik, tabung impinger,

tripod, peralatan impinger, set temperature oven, dan vacuum pump.

14

Prosedur

Tahapan kerja penelitian ini terdiri atas dua tahap yaitu tahap penelitan

pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari persiapan alat

dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian utama terdiri atas

proses pengukuran konsentrasi CO2 pada biogas.

Penelitian Pendahuluan

Tahapan penelitian pendahuluan terdiri atas pembuatan alat penampung pelet

pemurni, dan pembuatan penampung biogas. Alat filter biogas adalah alat yang

digunakan sebagai pemurni biogas. Pembuatan alat ini menggunakan pipa PVC

berukuran 3 inci. Proses pembuatan dimulai dengan pengukuran panjang pipa. Pipa

yang akan digunakan sepanjang 35 cm. Tahap berikutnya adalah penggergajian

untuk memotong pipa, lalu pembersihan bagian pipa pada kedua ujungnya dari sisa-

sisa proses penggergajian dengan menggunakan amplas dan kikir. Dop yang

digunakan untuk menutup kedua ujung pipa dilubangi bagian tengahnya terlebih

dahulu dengan menggunakan solder. Bagian yang telah dilubangi kemudian

dibersihkan dengan menggunakan kikir. Pipa tembaga (nepel) dimasukan pada

bagian tengah dop tersebut lalu dikencangkan dengan menggunakan tang. Bahan-

bahan yang sudah disatukan kemudian pada sela-sela sambungannya dilapisi dengan

lem epoxy (plastic steel) untuk menghindari resiko kebocoran. Bahan-bahan yang

digunakan untuk pembuatan alat penampung dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Bahan-Bahan Penyusun Alat Penampung Pelet Pemurni.

Sumber: Dokumentasi penelitian

15

Dop dan pipa tembaga yang sudah terpasang digabungkan dengan gabus

filter, yang sebelumnya telah dipotong dengan bentuk lingkaran. Pemasangan dop

pada pipa dilakukan dengan mengelem bagian ujung pipa kemudian menekan dop

sehingga dapat terpasang menyatu dengan pipa. Pemasangan dop pertama hanya pa-

da salah satu ujung pipa. Ujung pipa lainnya dibiarkan terbuka untuk pengisian pelet.

Prosedur yang sama dilakukan untuk menutup ujung pipa yang masih terbuka. Alat

pemurni yang telah terisi dengan pelet pemurni kemudian dicat dengan

menggunakan cat semprot (pylox). Alat filter yang siap digunakan dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Alat Penampung Pelet Pemurni yang Siap Digunakan.

Sumber: Dokumentasi penelitian

Penampung gas dibuat dari bahan plastik polyethylene yang berdiameter 0,65

meter dan panjang 5 meter. Plastik polyethylene pertama-tama disiapkan sepanjang

10 meter, kemudian plastik tersebut dibagi menjadi dua bagian sama panjang. Plastik

yang telah terbagi tersebut digunakan sebagai penampung dengan dua lapisan.

Penampung plastik kemudian diikat dengan menggunakan tali karet dari ban

dalam lalu dihubungkan dengan pipa PVC ½” pada kedua ujungnya. Ujung dari

plastik penampung dihubungkan langsung dengan digester, sehingga gas dapat

mengalir ke dalam plastik, sedangkan ujung yang satunya ditujukan untuk digunakan

sebagai penghubung ke peralatan impinger, setelah semua terpasang dengan benar,

kemudian penampung diletakan di atas langit-langit kandang. Pembuatan penampung

gas bertujuan sebagai penampung dan indikator ketersediaan biogas yang digunakan

16

dalam penelitian. Penampung gas yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Gambar 6.

Gambar 6. Penampung Biogas.

Sumber: Dokumentasi penelitian

Penelitian Utama

Penelitian utama terdiri dari pembuatan pelet pemurni, pengambilan contoh

biogas untuk dianalisis kandungan CO2. Proses pembuatan pelet pemurni berbahan

dasar CaO dan serbuk gergaji kayu albasia terdiri dari beberapa proses. Proses-proses

pembuatan pelet pemurni terdiri atas pembersihan serbuk gergaji, penentuan

persentase bahan pada tiap-tiap perlakuan sampai pada pembentukan pelet dengan

bantuan alat. Proses pertama dalam membuat pelet adalah mencuci serbuk gergaji

kayu. Serbuk gergaji kayu yang digunakan berasal dari sisa/limbah pemotongan kayu

albasia. Serbuk gergaji kayu dicuci dengan menggunakan aquades, tujuan pencucian

dengan aquades adalah untuk membersihkan serbuk gergaji kayu dari kotoran-

kotoran (Zhao et al., 2011).

Pencucian dilanjutkan dengan penyaringan dan kemudian serbuk gergaji

dipindahkan ke dalam loyang untuk dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada

suhu 75 0C. Serbuk gergaji yang sudah kering kemudian diayak. Gambar serbuk

gergaji yang telah dicuci dan dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 7.

17

Gambar 7. Serbuk Gergaji Kayu yang Telah Dicuci dan Dikeringkan.

Sumber: Dokumentasi penelitian

Bahan-bahan pembuat pelet adalah CaO, serbuk gergaji kayu, dan tepung

tapioka (tepung kanji). Bahan-bahan tersebut diukur dengan menggunakan gelas

ukur sesuai dengan persentase pada tiap perlakuan. Penggunaan tepung kanji yaitu

sebesar 10% untuk tiap-tiap perlakuan. Campuran bahan dimasukan ke dalam

baskom untuk pembuatan adonan pelet. Perekat dibuat dengan mencampurkan

tepung tapioka dan air dengan perbandingan 1 : 5, kemudian campuran tersebut

dipanaskan hingga menggumpal. Perekat dituangkan ke dalam baskom yang berisi

CaO dan serbuk gergaji, kemudian bahan-bahan tersebut diaduk hingga tercampur

merata. Adonan didinginkan untuk dibentuk pelet dengan cara manual, yaitu dengan

memasukan adonan ke dalam alat pencetak/pembuat pelet. Pelet dibiarkan dalam

suhu ruang selama 24 jam lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 75 0C selama 2

jam. Pelet yang terbentuk memiliki ukuran diameter 1 cm dengan panjang 3 cm.

Pembuatan pelet secara skematis dapat dilihat pada Gambar 8.

18

Gambar 8. Skema Pembuatan Pelet.

Pelet yang telah terbentuk kemudian dimasukan ke dalam alat filter melalui

ujung yang belum tertutup dop. Pelet yang diisikan ke dalam alat penampung

diisikan hingga alat pemurni terisi penuh. Pipa yang telah terisi penuh kemudian

ditutup dengan dop. Alat filter yang telah terisi pelet siap dihubungkan dengan

instalasi biogas. Gambar pelet yang terbentuk setelah proses pengeringan dapat

dilihat pada Gambar 9.

Persiapan serbuk gergaji

Dicuci dengan aquades

Pengeringan dengan oven 24 jam, 75 ºC

Penentuan komposisi pelet menurut perlakuan

Pencampuran bahan

Pembuatan perekat

Pembuatan adonan (bahan + perekat)

Pengeringan

Pencetakan pelet

19

Gambar 9. Pelet Pemurni yang Terbentuk dan Telah Dikeringkan

Sumber: Dokumentasi penelitian

Biogas yang telah tertampung dalam penampung gas kemudian diambil

contohnya untuk dianalisis kandungan CO2 baik sebelum melalui proses pemurnian

dan setelah melalui proses pemurnian. Pengukuran contoh biogas sebelum memasuki

alat pemurni berasal langsung dari instalasi biogas, sedangkan pengukuran contoh

biogas setelah memasuki alat pemurni dilakukan dengan mengalirkan biogas terlebih

dahulu ke dalam alat pemurni.

Pengambilan contoh biogas dilakukan dengan menggunakan peralatan

impinger yang terdiri dari kotak impinger, tabung impinger, vacuum pump, dan

tripod. Pengambilan contoh gas diawali dengan proses kalibrasi untuk menentukan

lamanya waktu yang digunakan untuk mengalirkan biogas ke dalam tabung impinger

sehingga bereaksi dengan larutan penyerap CO2 dan larutan indikator PP serta

menentukan laju alir biogas yang mengalir dalam larutan penyerap dan reagen.

Larutan absorben yang digunakan adalah larutan sodium karbonat yang

ditambahkan larutan indikator PP (phenolphthalein). Hasil kalibrasi didapatkan

waktu untuk mengalirkan gas ke dalam tabung impinger selama 10 detik.

Pengambilan contoh biogas kemudian dilakukan dengan mengalirkan gas ke dalam

tabung impinger dengan laju alir yang telah diatur pada proses kalibrasi yaitu sebesar

0,5 l/m. Contoh biogas sebelum dimurnikan diambil dengan cara mengalirkannya

langsung pada impinger melalui selang plastik yang dihubungkan pada kran gas.

Contoh biogas yang melewati proses pemurnian dihubungkan terlebih dahulu dengan

alat pemurni sebelum dihubungkan dengan impinger melalui selang plastik. Biogas

sebelumnya dialirkan dulu ke dalam alat pemurni selama 15 menit.

20

Contoh biogas yang masuk terhisap ke dalam tabung impinger yang berisi

larutan sodium karbonat dan indikator PP merubah warna larutan tersebut dari yang

sebelumnya berwarna merah muda menjadi jernih (tidak berwarna).

Gambar 10. Peralatan Impinger

Sumber: Dokumentasi penelitian

Contoh biogas yang telah didapat berupa larutan penyerap yang ditambahkan

indikator PP yang telah bereaksi dengan karbon dioksida sehingga berubah warna

menjadi larutan yang berwarna merah muda kemudian diambil dan disimpan dalam

botol plastik 25 ml. Larutan tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui

kandungan karbon dioksida pada biogas dalam mg/m3 yang kemudian dikonversi

menjadi satuan ppm. Prosedur pengambilan contoh biogas hingga analisis secara

skematis dapat dilihat pada Gambar 11.

21

Gambar 11. Skema Pengambilan Contoh Gas dan Analisis.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain:

1. Kandungan Gas Karbon Dioksida pada Biogas

Kandungan CO2 dianalisis dengan mengguanakan metode titrimetrik. Contoh

biogas dititrasi dengan larutan titran (HCl) sehingga diketahui ml titrasi contoh yang

kemudian dibandingkan dengan titrasi blanko sehingga diperoleh mg/m3 CO2 yang

terkandung dalam biogas melalui rumus sebagai berikut:

Biogas

Penampung biogas

Melalui alat pemurni (Proses pemurnian)

Impinger

Contoh CO2 sesudah

pemurnian

Contoh CO2 sebelum

pemurnian

Analisis Laboratorium

Kandungan CO2

22

mg/m3 CO2 = ( – )

( ) ( ) /

Keterangan:

Tb = Titrasi blanko (ml)

Ts = Titrasi sampel (ml)

BE = Berat ekuivalen

Kandungan CO2 dalam mg/m3 kemudian dikonversi dalam satuan ppm, dengan

rumus sebagai berikut:

ppm CO = mgm CO x 24,47

BM [CO ]

2. Efektivitas Penggunaan Pelet Pemurni

Efektivitas digunakan untuk mengetahui hubungan keberhasilan CO2 yang

terjerap oleh pelet pemurni dengan target/tujuan yang ditetapkan. Target/tujuan

didapatkan dengan menggunakan asumsi bahwa CO2 yang ingin dihilangkan adalah

sebesar 100%, oleh karena itu target/tujuan sama dengan besarnya kandungan CO2

awal, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:

Efektivitas =[CO ] awal− [CO ] akhir

[CO ] awal 푥 100%

Keterangan:

[CO2] awal = Konsentrasi CO2 sebelum pemurnian (ppm)

[CO2] akhir = Konsentrasi CO2 sesudah pemurnian (ppm)

23

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan tiga macam kombinasi campuran bahan pembuat

pelet berdasarkan variasi penggunaan CaO dan serbuk gergaji kayu albasia.

Komposisi campuran yang digunakan pada penelitian ini akan disajikan pada Tabel

4.

Tabel 4. Komposisi Campuran Bahan Pembuat Pelet

Bahan Perlakuan K35S55 K45S45 K55S35

-------------------------------------%--------------------------------- Kapur tohor 35 45 55 Serbuk gergaji 55 45 35

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penggunaan kapur tohor dan serbuk gergaji

dengan kombinasi K35S55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K45S45 (CaO : Serbuk

gergaji = 45% : 45%), K55S35 (CaO : Serbuk gergaji = 55% : 35%). Masing-masing

perlakuan akan mendapat tiga kali ulangan. Model matematika yang digunakan

dalam penelitian ini menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah:

Yij = μ + Pi + εij

Keterangan :

Yij = Respon perlakuan pemberian taraf CaO dan serbuk gergaji kayu ke-i pada

ulangan ke-j

μ = Nilai tengah umum

Pi = Pengaruh pemberian CaO dan serbuk gergaji ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan pada pemberian CaO dan serbuk gergaji ke-i pada

ulangan ke-j.

24

Analisis Data

Data diuji dengan menggunakan uji t berpasangan (paired t-test) untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan konsentrasi CO2 dalam ppm sebelum dan

sesudah dimurnikan. Model matematika uji t berpasangan yang digunakan menurut

Walpole (1993) adalah:

푡 =훴푑

n(∑푑 ) − (Σ푑)n − 1

Keterangan:

t = Nilai t hitung

Σd = Jumlah selisih data pengamatan

n = Jumlah pasangan data yang diamati

Σd2 = Kuadrat jumlah selisih data pengamatan

Data kemudian diuji analysis of variance (ANOVA) dengan menggunakan

perangkat lunak statistika SPSS 16.0. Jika hasilnya berbeda nyata dilakukan uji

banding Duncan.

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Kandungan CO2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian

Perbedaan Kandungan CO2 melalui Indikator Warna

Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga

didapatkan angka kandungan CO2, dilakukan dengan menyerap biogas ke dalam

larutan sodium karbonat yang ditambahkan dengan larutan indikator PP yang

dituangkan dan ditampung dalam tabung impinger sebagai reagen. Pengambilan

contoh dengan impinger hakekatnya adalah menarik udara terkontaminasi ke dalam

larutan penangkap dalam impinger. Gas kontaminan dalam gelembung-gelembung

udara bereaksi dengan reagen dalam larutan penangkap (Agustini et al., 2005).

Pengambilan contoh biogas dengan menggunakan larutan sodium karbonat dan

penambahan indikator PP didapatkan hasil yang berbeda pada warna yang dihasilkan

pada reagen yang digunakan. Data hasil pengamatan perubahan warna reagen dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Warna pada Reagen

Perlakuan Indikator warna reagen

Sebelum pemurnian Sesudah Pemurnian K35S55 ++ +++ K45S45 ++ +++ K55S35 ++ +++

Keterangan: ++++: merah muda, +++: agak merah muda, ++: agak jernih, +:jernih

Larutan sodium karbonat yang ditambahkan dengan larutan indikator PP akan

berwarna merah muda (fuchsia) karena larutan sodium karbonat memiliki pH lebih

dari 10,0. Sodium karbonat memiliki kemampuan untuk menyerap CO2, sehingga

ketika reagen dialiri dengan CO2 yang terkandung dalam biogas warna merah muda

reagen tersebut akan berangsur-angsur menghilang, bahkan dengan kandungan gas

CO2 yang tinggi warna reagen akan menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan

warna ini disebabkan oleh sodium karbonat yang ditambahkan indikator PP bereaksi

dengan CO2 (Michael et al., 1969). Perubahan warna reagen dalam tabung impinger

dapat dilihat pada Gambar 12.

26

Gambar 12. Perbedaan Warna dalam Larutan Reagen antara Contoh Biogas Sebelum

Pemurnian dan Sesudah Pemurnian. Sumber: Dokumentasi penelitian

Reaksi CO2 yang terjerap dengan reagen (larutan indikator PP) menyebabkan

pH turun secara drastis diambang batas sehingga terjadi perubahan warna karena

apabila pH pada PP turun hingga dibawah 8,2 akan merubah warna merah muda

menjadi jernih (tidak berwarna). Perubahan warna ini sebagai indikator adanya

pelepasan ion H+ melalui reaksi berikut:

OH-(aq) + CO2 (g) CO3

2-(aq)

+ H+(aq)

Sumber : Michael et al., 1969

Konsentrasi CO2 pada Biogas.

Pengambilan contoh dengan tabung impinger yang berisi reagen sodium

karbonat dan indikator PP dapat dijadikan indikator awal dalam pendugaan

kandungan CO2 yang terdapat pada biogas pada saat sebelum dan sesudah

dimurnikan. Data kuantitatif kandungan CO2 pada biogas disajikan dalam satuan

ppm (parts per million), bagian per juta juga dapat dinyatakan sebagai miligram per

liter (mg / L). Pengukuran ini adalah massa kimia atau pencemar per unit volume air

(Satterfield & Black, 2004). Data konsentrasi CO2 biogas sebelum dan sesudah

pemurnian dapat dilihat pada Tabel 6.

27

Tabel 6. Perbedaan Konsentrasi CO2 Hasil Pemurnian.

Perlakuan Konsentrasi CO2 (ppm)

Sebelum pemurnian Sesudah pemurnian

K35S55 6,55 ± 0,26a 2,13 ± 0,26b

K45S45 6,70 ± 0,26a 2,13 ± 0,26b

K55S35 6,55 ± 0.26a 2,13 ± 0,26b Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan beda nyata (P<0,05). Hasil

analisis Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB (2012). K35S55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K45S45 (CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K55S35 (CaO 55% : serbuk gergaji kayu 35%)

Hasil uji t berpasangan menunjukan bahwa respon perbedaan konsentrasi

CO2 sebelum dan sesudah pemurnian dengan menggunakan pelet berbahan campuran

CaO dan serbuk gergaji kayu berbeda nyata (P<0,05). Konsentrasi CO2 biogas

sebelum pemurnian berbeda nyata dengan konsentrasi CO2 biogas yang sudah

dimurnikan dengan menggunakan pelet pemurni biogas berbahan campuran CaO

serbuk gergaji kayu. Rata-rata pengurangan konsentrasi CO2 pada penelitian dapat

dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Rataan Pengurangan Konsentrasi CO2 Pada Biogas Sesudah Pemurnian

dengan Pelet Pemurni Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji. Keterangan : K35S55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K45S45 (CaO : Serbuk

gergaji = 45% : 45%), R3 = (K55S35) (CaO : Serbuk gergaji = 55% : 35%).

6.55 6.7 6.62

2.13 2.13 2.13

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Kon

sent

rasi

karb

on d

ioks

ida

(ppm

)

Perlakuan

Sebelum PemurnianSesudah Pemurnian

K35S55 K45S45 K55S35

28

Pembuatan campuran CaO dan serbuk gergaji dalam bentuk pelet memiliki

beberapa pertimbangan, pertimbangan tersebut antara lain adalah kemudahan

pembuatan campuran (bentuk pelet), material yang dihasilkan kuat (tidak berubah

menjadi debu/serbuk). Pemilihan pelet juga bertujuan untuk menjaga agar aliran gas

dapat melalui alat pemurni, karena apabila digunakan dalam bentuk serbuk maka

kemungkinan besar dapat menyumbat aliran biogas, karena tekanan gas yang

dihasilkan digester biogas skala rumahan yang berkapasitas 5-10 m3 memiliki

tekanan gas yang rendah yaitu sekitar 4-6 cm air (0,0004-0,0005 atm) (Wahono,

2010).

Efektivitas Pelet Penjerap dan Pengaruh Rasio Kombinasi Pelet

Efektivitas merupakan hubungan keberhasilan CO2 yang terjerap oleh pelet

pemurni dengan target pengurangan CO2 maksimal yang diinginkan. Asumsi untuk

target pengurangan CO2 yang dapat dijerap oleh pelet pemurni adalah sebesar 100%

yang menunjukan besarnya konsentrasi CO2 maksimal yang dapat dijerap oleh pelet

pemurni.

Pemurnian biogas dengan menggunakan pelet berbahan campuran CaO dan

serbuk gergaji kayu memiliki persentas efektivitas pengurangan rata-rata sebesar

67,50% hingga 68,13%. Hasil rata-rata pengurangan dan efektivitas penyerapan CO2

pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Efektivitas Penangkapan CO2 oleh Pelet dengan Kombinasi Penggunaan CaO dan Serbuk Gergaji.

Ulangan Perlakuan K35S55 K45S45 K55S35

1

64,38

% 66,72

66,72

2 71,41 73,28 64,38 3 66,72 64,38 71,41

Rata-rata 67,50 ± 3,58 68,13 ± 4,61 67,50 ± 3,58 Keterangan: K35S55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K45S45 (CaO 45% : serbuk gergaji kayu

45%), K55S35 (CaO 55% : serbuk gergaji kayu 35%)

29

Data pada Tabel 7 menunjukan persentase perubahan konsentrasi CO2 dari

respon penggunaan pelet pemurni biogas pada tiap-tiap perlakuan dan ulangan. Taraf

perlakuan yang dipakai yaitu K35S55 (CaO 35% : serbuk gergaji kayu 55%), K45S45

(CaO 45% : serbuk gergaji kayu 45%), K55S35 (CaO 55% : serbuk gergaji kayu

35%). Persentase pengurangan terbesar terdapat pada taraf perlakuan K45S45 dan

ulangan kedua yaitu sebesar 73,28%.

Hasil analisis ragam didapatkan bahwa kombinasi persentase penggunaan

CaO dan serbuk gergaji kayu dalam pelet tidak berbeda nyata (P>0,05). Artinya

bahwa pada kombinasi persentase yang dipakai dalam perlakuan mempunyai

pengaruh yang sama dalam menurunkan konsentrasi CO2 pada biogas. Data

persentase rata-rata efektivitas pengurangan konsentrasi CO2 juga dapat dilihat pada

Gambar 14.

Gambar 14. Rataan Persentase Efektivitas Penjerapan CO2 oleh Pelet Pemurni

Biogas Berbahan Dasar CaO dan Serbuk Gergaji. Keterangan : K35S55 (CaO : Serbuk gergaji = 35% : 55%), K45S45 (CaO : Serbuk

gergaji = 45% : 45%), R3 = K55S35 (CaO : Serbuk gergaji = 55% : 35%).

67.50

68.13

67.50

65.00

65.50

66.00

66.50

67.00

67.50

68.00

68.50

Pers

enta

se e

fekt

ivita

s (%

)

Perlakuan

K55S35K35S55 K45S45

30

Pemurnian biogas dari kandungan CO2 merupakan tindakan yang penting,

karena kandungan CO2 dalam biogas masih cukup tinggi. Privalova (2011)

menjelaskan penangkapan CO2 penting, karena kemampuannya untuk membentuk

asam karbonat dalam kondisi basah, yang dapat menyebabkan korosi pada pipa dan

instalasi biogas (kompor, kran, katup) yang terbuat dari besi.

Metode pemurnian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

adsorpsi. Sukarta (2008) menjelaskan adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat

(molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Serbuk gergaji kayu mengandung

komponen lapisan dalam. Komponen lapisan dalam tersebut terbagi dalam fraksi

karbohidrat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, sedangkan fraksi non

karbohidrat terdiri atas lignin (Fengel & Wegener, 1995).

Struktur hemiselulosa dan selulosa mempunyai gugus OH terikat yang dapat

bereaksi dengan adsorbat. Gugus OH pada selulosa dan hemiselulosa menyebabkan

sifat polar pada adsorben. Budiyono et al., (2010) menjelaskan bahwa gas CO2

memiliki sifat lebih permeable dengan gas CH4 karena gas CH4 merupakan senyawa

non polar.

Sifat CO2 dan air (H2O) yang lebih polar menyebabkan CO2 dan H2O dapat

terjerap serbuk gergaji yang mempunyai kandungan selulosa dan hemiselulosa.

Selulosa dan hemiselulosa dalam serbuk gergaji kayu mempunyai sifat lebih kuat

menjerap zat yang bersifat polar. CaO merupakan senyawa yang sangat reaktif. CaO

mampu bereaksi secara kimia dengan CO2. CaO merupakan bahan yang bersifat

sangat reaktif dengan air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk

(Chang & Tikkanen, 1988). CO2 adalah gas asam yang akan membentuk asam

karbonik (H2CO3) karena kemampuannya larut dalam air. Dasar penjerapan gas CO2

yang cocok harus menggunakan prinsip reaksi netralisasi asam basa yang dapat

menangkap dan mengurangi CO2. Proses reaksi pembentukan asam karbonik

(H2CO3) dijelaskan pada reaksi berikut:

CO2 + H2O 2H+ + CO32- H2CO3

Sumber : Bajracharya, 2007

31

Bahan kimia yang digunakan dalam penjerapan pada pelet adalah kalsium

oksida (CaO), Kalsium hidroksida Ca(OH)2. Perubahan CaO menjadi Ca(OH)2 dapat

memberikan hasil positif pada reaksi dengan CO2 (Bajracharya, 2007). Dasar reaksi

kimia dalam kemisorpsi CO2 yang dipakai dalam penelitian didasarkan pada reaksi

berikut:

CaO + H2CO3 CaCO3 + H2O

Ca(OH)2 + H2CO3 CaCO3 + H2O Sumber : Bajracharya, 2007

Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan

secara fisika (fisisorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi) (Atkins, 1999).

Kemisorpsi merupakan adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisik. Adsorpsi

fisik merupakan mendekatnya adsorbat ke permukaan adsorben, setelah adsorbat

mendekat pada adsoben kemudian dalam adsorpsi kimia partikel yang melekat pada

permukaan bereaksi membentuk ikatan kimia.

32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan pelet berbahan dasar campuran CaO dan serbuk gergaji kayu

mempunyai efek mengurangi konsentrasi CO2 dalam biogas. Persentase efektivitas

penjerapan pelet rata-rata berkisar antara rata-rata sebesar 67,50% hingga 68,13%.

Penggunaan kombinasi rasio CaO dan serbuk gergaji pada penelitian berpengaruh

sama dalam mengurangi konsentrasi CO2 dalam biogas.

Saran

Penggunaan alat pemurni yang berisikan pelet pemurni berbahan dasar

campuran CaO dan serbuk gergaji sebaiknya digunakan oleh peternak pada instalasi

biogas skala rumah tangga. Penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan taraf

perlakuan rasio penggunaan kapur tohor dan serbuk gergaji dengan perbedaan yang

lebih siginifikan serta dengan ulangan yang lebih banyak agar data yang didapatkan

lebih lengkap. Penelitian berikutnya juga perlu dihitung masa jenuh dari pelet

sehingga dapat diketahui waktu maksimal penggunaan alat pemurni, serta perlu juga

diteliti keadaan pelet pada saat sebelum digunakan untuk pemurnian dan sesudah

digunakan untuk pemurnian. Penelitian lebih lanjut sebaiknya juga menggunakan

metode analisis kandungan gas yang lengkap, sehingga dapat diketahui persentase

volume gas yang tersusun dalam biogas serta mengetahui persentase CH4, CO2 dan

gas-gas lain pada saat sebelum dan sesudah pemurnian.

31

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia,

rahmat dan Nikmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Salundik, M.Si., dan Bramada Winiar Putra,

S.Pt., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, masukan, saran

dan bantuan yang telah diberikan kepada Penulis dari penyusunan proposal hingga tahap

akhir penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada M. Sriduresta S.Pt., M.Sc., selaku dosen

pembahas seminar. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ahmad Yani, S.TP.,

M.Si., Ir. Lidy Herawati, MS., dan Dr. Ir Sri Darwati, M.Si., selaku dosen anggota

penguji sidang yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi.

Terimakasih juga Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si., selaku dosen

Pembimbing Akademik dan seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Hendrik

dan Bapak Denni selaku staf Lab. PPLH IPB atas bimbingan dan bantuannya dalam

penelitian ini.

Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta yang

selalu mendoakan, memberikan nasehat dan semangat untuk Penulis sehingga skripsi ini

dapat selesai. Terima kasih kepada teman-teman tim penelitian limbah, Kameisah, Lutfi,

dan Mujib atas kerjasama dan bantuannya. Terimakasih juga Penulis ucapkan kepada

Atika Primafebriana yang telah banyak membantu memberikan dukungan dan

semangatnya dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Terimakasih kepada

teman-teman dari Bhinneka Visca (BV), Artadi, Khairul, Made Joni dan Wisnu serta

teman-teman IPTP 45 atas kebersamaannya dan bantuannya selama Penulis melakukan

penelitian.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2012

Penulis

34

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, I. K. 1988. Seluk Beluk Mengenai Kotoran Sapi serta Manfaat Praktisnya. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Agustini, T., A. Gunawan, dan S. Imamkhasari. 2005. Pembuatan Sampling Gas dalam Udara Ambient. Penerbit Warta Kimia Analitik, Jakarta.

Atkins, P. W. 1990. Inorganic Chemistry. Oxford Uniersity Press, Oxford.

Budiyono, T. D., Kusworo, A.F. Ismail, I.N. Widiasa, J. Seno dan Sunarso. 2010. Synthesis and characterization of polyimide-zeolite mixed matrix membrane for biogas purification. IJBAS-IJENS. 10:1-7.

Bajracharya, T. R. 2007. Purification and compression of biogas. J. IOE. 1:1-9.

Brown, N. L. dan P. B. S. Tata. 1985. Biomethanation. ENSIC Review no. 17/18. Asian Institute of Technology, Bangkok.

Chang, R. dan W. Tikkanen. 1988. The Top Fifty Industrial Chemicals. Random House, New York.

Dimpl, E. 2010. Small-scale Electricity Generation from Biomass. Part II: Biogas. Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit, Berlin.

Eastman, J. A. dan J. F. Ferguson. 1981. Solubilization of particulate organic carbon during the acid phase of anaerobic digestion. J. Water Pollution Control Federation. 53,352-366.

Fengel, D. dan Wegener. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.“Ed ke-1. Terjemahan: Soenardi Prawirohatmodjo. Gajah mada University Press, Yogyakarta.

Gusmaelina, M. Ali, Saepulloh, dan Mahpudin. 2003. Pemanfaatan Serbuk Gergaji untuk Arang dan Arang Kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Hambali, E. S., Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi, Agro Media Pustaka, Jakarta.

Hardjono. 1989. Operasi Teknik Kimia II. Edisi Pertama. Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta.

Hesse, P. R. 1982. Storage and Transport of Biogas. Project Field document no. 23. Food and Agriculture Organisation of United Nation, Roma.

Huang, Z. 2005. Enhanced Gas Separation Properties by Using Nanostructured PES-Zeolite 4A Mixed Matrix Membranes. Department of Packaging Engineering, Tianjin University of Commerce, Tianjin.

35

ISAT/GTZ. 1999. Biogas Digest Volume I. Biogas Basics Information and Ad-visory Service on Appropriate Technology (ISAT), Deutsche Gesellschaft für Technische Zu-sammenarbeit (GTZ), Berlin.

Mackenzie, L. dan D. W. A. Sharp. 1970. A New Dictionary of Chemistry. Longman, London.

Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.

Michael, J., Welch, F. Judith, J. Lifton, dan A. Seck. 1969. Tracer studies with radioactive oxygen-15. Exchange between carbon dioxide and water. J. Phys. Chem.73 (10), pp 3351–3356

Ministry of Non-conventional Energy Sources (MNES). 2001. Renewable Energy in India and business opportunities. MNES (Ministry of Non-conventional Energy Sources), Government of India, New Delhi.

Munawaroh, J. 2010. Perancangan dan pembuatan miniatur penghasil biogas sebagai media pembelajaran. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Muryanto, J. P. 2006. Biogas, Energi Alternatif Ramah Lingkungan. Cetakan 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Ungaran.

Mustofa, H. K. 2001. Determinasi suhu kempa panas dan ketebalan vinir optimum terhadap kualitas comply dari limbah kayu dan plastik. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nelson, M. C. 2011. An integrated investigation of the microbial communities under-pinning biogas production in anaerobic digestion systems. Disertasi. Graduate Program in Environmental Science, Ohio State University, Ohio.

Pari, G. 1996. Analisis komponen kimia dari kayu albasia dan kayu karet pada beberapa macam umur. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14: 321-327.

Polprasert, C. 1989. Organik Waste Recycling. John Willey and Sons, Chicester.

Price, E.C. dan P.N. Cheremisinoff. 1981. Biogas Production and Utilization. Ann Arbour Science Publisher, Inc. Ann arbour, Michigan.

Privalova, E., M. Arvela, P. Murzin dan Mikkola. 2010. Capturing CO2: conventional versus non-conventional technologies for biogas plants. Åbo Akademy University, Abo.

Romli, M. 2010. Teknik Penanganan Limbah Anaerobik. TML Publikasi, Bogor.

Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Gas Bio. Dewaruci, Jakarta.

Sasse, L. 1988. Biogas Plants Eschborn Germany. Deutsche Gesellschaft für Tech-nische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Berlin.

Satterfield, Z. dan J. Black. 2004. What does ppm or ppb Mean. National Environtmental Service, West Virginia.

36

Shannon, D., H. Kalipcilar, dan L. Yilmaz. 2006. Development of Zeolite Filled Polycarbonate Mixed Matrix Gas Separation Membranes. Department of Chemical Engineering, Middle East Technical University Ankara, Turkey.

Sucipto, I. 2009. Biogas hasil fermentasi hidrolisat biogas menggunakan konsorsium bakteri termofilik kotoran sapi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sukarta, I. N. 2008. Adsorpsi on Cr3+ oleh serbuk gergaji kayu albizia (albizzia falcata): studi pengembangan bahan alternatif penjerap limbah logam berat. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suryani, A. 1986. Pengaruh tekanan pengempaan dan jenis perekat dalam pembuatan briket arang dari tempurung kelapa sawit (Elaeis quinensis jacq). Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Tano, E. 1997. Pedoman Pembuatan Perekat Sintetis. Rineka Cipta, Jakarta.

Wahono, S. K. 2010. Modifikasi Zeolit Lokal Gunung Kidul sebagai Upaya Peningkatan Performa Biogas untuk Pembangkit Listrik. UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Yogyakarta.

Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Penerbit PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Wellinger, A. dan A. Lindeberg. 2000. Biogas Upgrading and Utilization-IEA Bioenergy, Task 24. International Energy Association, Prancis.

Widarto, L. dan Sudarto. 1997. Membuat Biogas. Penerbit Kanisius, Bandung.

Zhao, X., T. Zeng, Z. J. Hua, H. W. Gao, dan C. Y. Zou. 2011. Modeling and mechanism of the adsorption of proton onto natural bamboo sawdust. J. Carbpol. 87: 1199-1205.

37

LAMPIRAN

38

Lampiran 1. Hasil Analisis Uji t K35S55

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat Sebelum Pemurnian 3 6,55 0,26 0,15 Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 2. Hasil Analisis Uji t K45S45

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat Sebelum Pemurnian 3 6,7 0,26 0,15 Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 3. Hasil Analisis Uji t K55S35

Konsentrasi CO2 N Rataan Standar Deviasi Rataan Standar Galat Sebelum Pemurnian 3 6,55 0,26 0,15 Sesudah Pemurnian 3 2,13 0,26 0,15

Lampiran 4. Hasil Analisis Deskriptif Persentase Efektivitas Pengurangan CO2

Perlakuan N Rataan Standar Deviasi Standar Galat

K35S55 3 67,50 3,58 2,07 K45S45 3 68,13 4,61 2,66 K55S35 3 67,50 3,58 2,07 Total 9 67,71 3,44 1,15

Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Rata-rata Persentase Pengurangan CO2

JK db Rataan

Kuadrat F P

Antara Kelompok 0.78 2 0.39 0.02 0,98 Dalam Kelompok 93.83 6 15.64 Total 94.61 8