penggunaan hukum internasional oleh pengadilan … · labour of ce mengenai status hukum negara,...

214
PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan Organisasi Perburuhan Internasional 2011

Upload: vuminh

Post on 06-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL

OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Organisasi Perburuhan Internasional

2011

Page 2: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

2

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Copyright © International Labour Organization 2012

Cetakan Pertama 2012

Publikasi-publikasi International Labour Of� ce memperoleh hak cipta yang dilindung oleh Protokol 2 Konvensi Hak Cipta

Universal. Meskipun demikian, kutipan-kutipan singkat dari publikasi tersebut dapat diproduksi ulang tanpa izin, selama

terdapat keterangan mengenai sumbernya. Permohonan mengenai hak reproduksi atau penerjemahan dapat diajukan ke ILO

Publications (Rights and Permissions), International Labour Of� ce, CH-1211 Geneva 22, Switzerland, or by email: pubdroit@

ilo.org. International Labour Of� ce menyambut baik permohonan-permohonan seperti itu.

Perpustakaan, lembaga dan pengguna lain yang terdaftar di Inggris Raya dengan Copyright Licensing Agency, 90 Tottenham

Court Road, London W1T 4LP [Fax: (+44) (0)20 7631 5500; email: [email protected]], di Amerika Serikat dengan Copyright

Clearance Center, 222 Rosewood Drive, Danvers, MA 01923 [Fax: (+1) (978) 750 4470; email: [email protected]] arau di

negara-negara lain dengan Reproduction Rights Organizations terkait, dapat membuat fotokopi sejalan dengan lisensi yang

diberikan kepada mereka untuk tujuan ini.

ISBN 978-92-2-826339-8 (print)

978-92-2-826340-4 (web pdf)

ILO

Penggunaan Hukum Internasional oleh Pengadilan-Pengadilan Domestik: Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan/Kantor

Perburuhan Internasional – Jakarta: ILO, 2012

214 p

Diterjemahkan dari edisi bahasa Inggris:: Use of International Law by Domestic Courts: Compendium of Court Decisions. English. 2011. No ISBN. Published by the ITC Turin

ILO Katalog dalam terbitan

Penggambaran-penggambaran yang terdapat dalam publikasi-publikasi ILO, yang sesuai dengan praktik-praktik Perserikatan

Bangsa-Bangsa, dan presentasi materi yang ada di dalamnya tidak mewakili pengekspresian opini apapun dari sisi International

Labour Of� ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas

negara tersebut.

Tanggung jawab aas opini-opini yang diekspresikan dalam artikel, studi, dan kontribusi lain yang ditandatangani merupakan

tanggunjawab penulis, dan publikasi tidak mengandung suatu dukungan dari International Labour Of� ce atas opini-opini

yang terdapat di dalamnya.

Rujukan ke nama perusahaan dan produk komersil dan proses tidak menunjukkan dukungan dari International Labour

Of� ce, dan kegagalan untuk menyebutkan suatu perusahaan, produk komersil atau proses tertentu bukan merupakan tanda

ketidaksetujuan.

Publikasi ILO dapat diperoleh melalui penjual buku besar atau kantor lokal ILO di berbagai negara, atau secara langsung dari

ILO Publications, International Labour Of� ce, CH-1211 Geneva 22, Switzerland; atau Kantor ILO Jakarta, Menara Thamrin,

Lantai 22, Jl. M.H. Thamrin Kav. 3, Jakarta 10250, Indonesia. Katalog atau daftar publikasi tersedia secara cuma-cuma dari

alamat di atas, atau melalui email: [email protected]

Kunjungi halaman web kami: www.ilo.org/publns

Dicetak di Indonesia

Page 3: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

3

Pengantar

Dokumen ini adalah sebuah rangkuman putusan pengadilan atau badan peradilan domestik yang mengandung elemen-elemen hukum internasional untuk menyelesaikan kasus-kasus yang mereka tangani. Sejumlah putusan pengadilan internasional juga disertakan dalam dokumen ini. Rangkuman ini sebagian besar terdiri dari kasus-kasus yang masuk dalam wilayah hukum ketenagakerjaan dan secara umum juga putusan-putusan mengenai hak asasi manusia yang paling dasar. Putusan ditampilkan dalam bentuk ringkasan yang menggarisbawahi penggunaan hukum internasional dalam setiap kasus yang spesi� k.

Dokumen ini bertujuan untuk memberikan informasi tambahan dalam kegiatan-kegiatan pelatihan hakim dan juri dalam hukum ketenagakerjaan internasional. Tujuan utamanya adalah mendorong hakim, pengacara, professor hukum untuk memberikan pemikiran mengenai keanekaragaman hipotesa dan tehnik di mana instrumen internasional dapat digunakan untuk penyelesaian di tingkat nasional. Rangkuman ini tidak mengklaim telah memberikan gambaran yang mendalam dan lengkap mengenai tren kasus hukum di negara-negara yang dikutip. Sebaliknya, mengingat tujuan yang ingin dicapai, dokumen ini hanya ingin menggarisbawahi putusan-putusan yang terbuka terhadap prinsip-prinsip dan semangat hukum ketenagakerjaan internasional dan hak asasi manusia yang mendasar.

Selanjutnya juga harus ditekankan bahwa penerjemahan dari kutipan putusan-putusan yang diintegrasikan dalam rangkuman ini dilakukan oleh Program ILO tentang Standar-standar dan Prinsip-prinsip Dasar di Tempat Kerja (Standards and Fundamental Principles at Work Programme) dan karenanya dokumen ini bersifat tidak resmi. Naskah lengkap putusan-putusan tersebut tersedia dalam bahasa aslinya berdasarkan permintaan. Dan terakhir, indeks yang mengklasi� kasikan putusan-putusan di tiap negara, subyek dan bagaimana hukum internasional digunakan disediakan di bagian awal Rangkuman ini.

Kami mengharapkan komentar Anda untuk memperbaiki ketidakakuratan, dan kami juga mengucapkan terimakasih kepada Anda semua. Selanjutnya, setiap informasi mengenai putusan nasional yang baru yang merujuk pada hukum internasional akan secara khusus diterima dengan tujuan untuk memperkaya dan memperbaharui penelitian ini.

Turin, 2011

Page 4: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

4

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Daftar Isi

Afrika Selatan 18

Jerman 24

Argentina 28

Australia 46

Azerbaijan 54

Belgia 57

Benin 58

Botswana 62

Brazil 68

Bulgaria 72

Burkina Faso 74

Kanada 80

Cile 89

Wilayah Administratif Khusus Hong Kong, Cina 93

Kolombia 95

Kosta Rika 101

Kroasia 107

Spanyol 110

Estonia 114

Amerika Serikat 117

Ethiopia 118

Federasi Rusia 120

Perancis 123

Honduras 131

India 133

Italia 138

Kenya 142

Lesotho 144

Lithuania 149

Madagaskar 151

Malawi 157

Mexico 160

Maroko 161

Mauritius 164

Niger 166

Nigeria 167

Norwegia 169

Selandia Baru 171

Paraguay 174

Belanda 179

Peru 181

Filipina 186

Romania 189

Rwanda 191

Slovenia 193

Taiwan 196

Trinidad dan Tobago 197

Ukraina 199

Uruguay 201

Zambia 203

Zimbabwe 204

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa 206

Pengadilan HAM Inter-Amerika 209

Pengadilan Uni Eropa 212

Page 5: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

5

Kriteria pengklasifi kasian putusan-putusan pengadilan dalam Rangkuman Ringkasan ini.

Penjelasan:

Setiap putusan diklasi� kasikan menurut empat kriteria berikut ini:

1. Negara tempat putusan itu dikeluarkan;

2. Subyek utama di mana hukum internasional dirujuk;

3. Peranan hukum internasional (putusan langsung dari perselisihan atas dasar hukum internasional; penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik; penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional; rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat putusan berdasarkan hukum domestik); dan

4. Jenis instrumen internasional yang digunakan dalam putusan (perjanjian internasional yang diratifkasi; perjanjian internasional yang tidak dirati� kasi; instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi; perundang-undangan asing; kasus hukum internasional; kasus hukum asing; laporan Kantor Perburuhan Internasional; putusan publik internasional).

Meskipun klasi� kasi menurut kategori 1,2 dan 4 cukup jelas, tapi tidaklah demikian dengan kategori nomer 3. Tujuan mengklasi� kasikan putusan berdasarkan penggunaan hukum internasional adalah untuk menggarisbawahi berbagai peranan di mana peradilan nasional dapat melengkapi hukum internasional. Setelah menganalisa putusan-putusan yang digunakan dalam penelitian ini, kami membuat empat kategori peran utama hukum internasional, yang dapat dide� niskan sebagai berikut:

Putusan langsung atas perselisihan berdasarkan hukum internasional

Standar internasional menjadi acuan utama untuk menyelesaikan perselisihan. Penerapan langsung hukum internasional memungkinkan dua hal, yakni mengesampingkan hukum domestik yang kurang melindungi hak-hak pekerja atau individu, dan untuk mengisi kekosongan dalam perundang-undangan nasional.

Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum nasional

Peran utama untuk menyelesaikan perselisihan berada di tingkat nasional. Namun, dalam pelaksanaannya mengasumsikan bahwa isi dan lingkupnya dapat diklari� kasi dengan menggunakan instrumen internasional.

Penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Dengan mengingat kekurangan atau ketidakcukupan dalam hukum konstitusi domestik, hakim bergantung pada standar internasional (yang umumnya belum dirati� kasi atau tidak tunduk pada rati� kasi) untuk mengembangkan aturan yudisial di mana perselisihan dapat diselesaikan.

Rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat putusan berdasarkan hukum domestik

Perselisihan dapat diselesaikan atas dasar hukum domestik, tapi dengan rujukan alternatif pada hukum internasional. Dengan metode itu, seorang hakim dapat menggarisbawahi sifat fundamental dari prinsip atau hak yang telah diakui oleh hukum domestik atau mendukung penafsiran hukum nasional yang dia buat dalam putusannya.

Page 6: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

6

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Berbagai penjelasan di atas tidak bisa dianggap benar-benar akurat karena dalam beberapa penyelesaian hukum, mereka bisa saling tumpang tindih dan sulit untuk membuat pembedaan yang jelas. Namun, dengan mengingat tujuan pembelajaran dari dokumen ini, kami meyakini bahwa pengklasi� kasian ini berguna sebagai cara untuk menekankan berbagai peranan yang dapat dimainkan oleh hukum internasional dalam tindakan nasional secara lebih spesi� k.

Dan akhirnya, apapun sistem hukum negara-negara yang dimasukkan dalam Rangkuman ringkasan ini menetapkan bagaimana hukum internasional dapat dimasukkan ke dalam hukum nasional atau otoritas yang melekat padanya. Putusan negara-negara tersebut yang berlaku, dengan menyisipkan berbagai ketentuan yang relevan.

Page 7: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

7

Indeks Putusan

Indeks putusan menurut negara (dalam urutan abjad Prancis)

Afrika Selatan

1. Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan, NUMSA vs Bader Pop, 13 Desember 2002, Kasus No. CCT 14/02

2. Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan, Jacques Charl Hoffman vs Afrika Selatan Airways, 28 September 2000, Kasus No. CCT 17/00

3. Pengadilan Banding Ketenagakerjaan, Modise and Others vs Steve’s Spar, 15 Maret 2000, Kasus No. JA 29/99

4. Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan, Afrika Selatan National Defence Union vs Minister of Defence, 26 May 1999, Kasus No. CCT 27/98

Jerman

5. Mahkamah Konstitusi Republik Federal Jerman, Putusan tanggal 18 November 2003, 1 BvR 302/96

6. Mahkamah Konstitusi Republik Federal Jerman, 1 Juli 1998, 2 BvR 441/90

7. Pengadilan Administrasi Federal, Keputusan tanggal 28 Mei 1991, BVerwG1C 20.89

Argentina

8. Mahkamah Agung, Adriana María Rossi vs National State – Argentine Navy, 9 Desember 2009, R. 1717. XLI

9. Mahkamah Agung , Aníbal Raúl Pérez vs Disco SA., 1 September 2009, P. 1911. XLII

10. Mahkamah Agung , Association of State Workers vs the Ministry of Labour, 11 November 2008, A. 201. XL

11. Pengadilan Banding Nasional, Kamar kelima, Parra Vera Maxima vs San Timoteo SA conc., 14 Juni 2006, Kasus No. 144/05 s.d. 68536

12. Mahkamah Agung , Aquino, Isacio vs Cargo Servicios Industriales S.A., 21 September 2004, A. 2652. XXXVIII

13. Pengadilan Banding Perburuhan Nasional, Kamar keenam, Balaguer, Catalina T. vs Pepsico de Argentina S.R.L., 10 Maret 2004

14. Pengadilan Perburuhan Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri Bagian Selatan, Susana Elena Ordóñez vs Pemerintah Provinsi Tierra del Fuego,mengenai perselisihan administrasi, 29 Agustus 2000, Putusan Interim No. 787

15. Pengadilan No. 20, Asociación de Trabajadores del Estado (A.T.E.) and others vs Government of Argentina (Executive Branch), 29 Agustus 2000, Putusan No. 19.896

16. Pengadilan Perburuhan Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri Bagian Selatan, Vargas, Bernardo Silenio vs Provincial Executive Branch, Provincial Ministry of Health and Social Welfare,mengenai perselisihan administratif, 30 September 1998, Kasus No. 556, Putusan Final No. 565

17. Mahkamah Agung, Ekmekdjian, Miguel A. vs Sofovich, Gerardo and others, 7 Juli1992, E.64.XXIII

Page 8: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

8

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Australia

18. Mahkamah Konstitusi Australia, The Commonwealth of Australia vs HumanRights & Equal Opportunity Commission, 15 Desember 2000, [2000] FCA 1854

19. Pengadilan Federal Australia, Konrad vs Victoria Police & Ors, 6 Agustus 1999, [1999] FCA 988

20. Pengadilan Tinggi Australia, Qantas Airways Limited vs Christie, 19 Maret 1998, [1998] HCA 18

21. Peradilan Hubungan Industrial, Vera Sapevski, Velika Trajkosta,Cvetanka Levnarovska, Todonka Ristevska, Mirian Morales, Rosa Sagredo and Myriam Araneda vs Katies Fashions, 8 Juli 1997, IRC No. 219/97

22. Pengadilan Tinggi Australia, Minister for Immigration and Ethnic Affairs vs Teoh, 7 April 1995, (1994) 128 A.L.R. 353

23. Komisi Konsiliasi dan Arbitrasi Australia, Kasus pemutusan hubungan kerja, perubahan kerja dan pengurangan pekerja, 2 Agustus 1984, [1984] 8 I.R. 34

Azerbaijan

24. Mahkamah Konstitusi Republik Azerbaijan,mengenai konsistensi Pasal 143.1 terhadap Undang-undang Perburuhan Republik Azerbaijan Pasal 25, 37 dan Pasal 149.1 Konstitusi Republik Azerbaijan, 23 Februari 2000

25. Mahkamah Konstitusi Republik Azerbaijan, mengenai konsistensi Pasal 109 UU Pemeliharaan Pensiun Warga Negara dengan Pasal 25, 38 dan 71 Konstitusi Republik Azerbaijan, 29 Desember 1999

Belgia

26. Pengadilan Perburuhan Brusel, Kamar keduapuluh, D.D vs SA Vanduc-Top� lm, 20 Februari 1992, Roll No. 79-759/91

Benin

27. Pengadilan Perburuhan Tingkat Pertama, Kelas Pertama, 7 Desember 2009, Kasus No. 05-2005

28. Pengadilan Perburuhan Tingkat Pertama, Kelas Pertama, 20 Juli 2009, Kasus No. 54-2002

29. Mahkamah Konstitusi Benin, 11 Januari 2001, Putusan No. DCC 01-009

Botswana

30. Pengadilan Industrial Botswana, Sarah Diau vs Botswana Building Society, 19 Desember 2003, No. IC 50/ 2003

31. Pengadilan Industrial Botswana, Joel Sebonego vs News Paper Editorial and Management Services Ltd, 23 April 1999, No. IC 64/98

32. Pengadilan Banding, Attorney-General vs Dow, 3 Juli 1992, BLR 119 (CA)

Brazil

33. Pengadilan Perburuhan Regional Wilayah Ketiga, Rogério Ferreira Gonçalves (1) Infocoop Servíços – Cooperativa de Pro� ssionais de Prestação de Servíços Ltda (2) Caixa Económica Federal CEF (Responsável Subsidiária), 30 September2003, 00652-2003-017-03-00-0RO

Page 9: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

9

34. Pengadilan Perburuhan Regional Wilayah Ketiga, Lacir Vicente Nunes vs SandovalAlves Da Rocha and others, 7 Mei 2003, TRT-RO-3951/03

35. Pengadilan Tinggi Perburuhan, Sub-seksi 1 khusus untuk perselisihan individual, São Paulo Transporte S.A. vs. Gilmar Ramos Da Silva, 5 Maret 2003

Bulgaria

36. Mahkamah Konstitusi Republik Bulgaria, 27 Juli 1992, Putusan 8, Kasus Konstitusi No. 7

Burkina Faso

37. Pengadilan Perburuhan Koudougou, J.B. K. Sankara vs Orphelinat Pèdg Wendé, 5 Februari 2009, No. 003

38. Pengadilan Banding Bobo - Dioulasso, Kamar Sosial, Messrs. Karama and Bakouan vs Société Industrielle du Faso (SIFA), 5 Juli 2006, No. 035

39. Pengadilan Perburuhan Ouagadougou, Zongo and others vs owner of the Bataille du Railmobil garage, 17 Juni 2003, No. 090

40. Pengadilan Perburuhan Ouagadougou, Compaore vs Sitarail, 25 Maret 2003, No. 037

41. Pengadilan Perburuhan Ouagadougou, Savadogo Zonabo vs Grands moulins du Burkina,10 September 2002, No. 140

Kanada

42. Mahkamah Agung Kanada, Health Services and Support – Facilities Subsektor Bargaining Assn. vs British Columbia, 8 Juni 2007, 2007 SCC 27; [2007] 2S.C.R. 391

43. Mahkamah Agung Kanada, Dunmore vs Ontario (Attorney General), 20 Desember 2001, 2001 SCC 94; [2001] 3 S.C.R. 1016

44. Peradilan Hak Asasi Manusia Quebec, Human Rights and Youth Rights Commission vs University of Laval, 2 Agustus 2000, No. 200-53-000013-982, 2000 CanLII 3 (QC T.D.P.)

45. Mahkamah Agung Kanada,Baker vs The Minister of Citizenship and Immigration, 9 Juli 1999, [1999] 2 S.C.R. 817

46. Mahkamah Agung Kanada,Slaight Communication Incorporated vs Ron Davidson, 4 Mei 1989, [1989] 1 S.C.R. 1038

Cile

47. Mahkamah Agung Cile, Carlos Castro Cortés vs Wackenhut - Chile, 1 Agustus 2001, Kasus No. 2549-01

48. Pengadilan Banding Santiago, José Patricio Olivares Tapia and Carlos Octavio Abarca González vs María Soledad Hurtado Gálvez, 6 November 2000, Kasus No. 2840-2000

49. Mahkamah Agung Cile, Víctor Améstida Stuardo and others vs Santa Isabel S.A., 19 Oktober 2000, Kasus No. 10.695

Page 10: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

10

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Wilayah Administratif Khusus Hong Kong, Cina

50. Pengadilan Banding wilayah Administratif Khusus Hong Kong, Banding Sipil No. 218 of 2005 (banding keputusan HCAL No. 30/2003)

Kolombia

51. Mahkamah Konstitusi Kolombia, Sidang Umum, Benjamín Ochoa Moreno re publik action of unKonstitusiality, 17 Mei 2000, C-567/00

52. Mahkamah Konstitusi Kolombia, 5 April 2000, C-385/00

53. Mahkamah Konstitusi Kolombia, Fourth Appellate Supervisory Chamber, Sindicato de las Empresas Varias de Medellín vs Ministry of Labour and Social Security, the Ministry of Foreign Relations, the Municipio of Medellin and Empresas Varias de Medellín E.S.P., 10 Agustus 1999, T-568/99

54. Mahkamah Konstitusi Kolombia, Kamar Banding Ketujuh, Alfonso Ruiz and others vs Empresa Sucesores de José de Jesús Restrepo and Cía. S.A., 13 Maret 1995, T-102/95

Kosta Rika

55. Mahkamah Agung, Kamar Konstitusional, Antonio Blanco Rodríguez and others vs The President of the Republik, the Minister of Government and Politics, the Institute of Agrarian Development and the National Commission of Indigenous Affairs, 11 Agustus 1999, Putusan No. 06229-aa

56. Mahkamah Agung, Kamar Konstitusional, Hernán Oconitrillo Calvo vs The Municipality of San José, 23 April 1999, Putusan No. 1999-02971

57. Mahkamah Agung, Kamar Konstitusional,José Manuel Paniagua Vargas and other civil servants of the National Commission for Indigenous Affairs vs The Ministry of Culture, Youth and Sport and the National Commission for Indigenous Affairs (CONAI), 16 Januari 1998, Putusan No.0241-98

58. Mahkamah Agung, Kamar Konstitusional, 8 Oktober 1993, Putusan No. 5000-93

Kroasia

59. Mahkamah Konstitusi Kroasia, 10 Januari 2001, No. U-III 727-1997

60. Mahkamah Konstitusi Kroasia, 8 November 2000, No. U-I 745-1999

Spanyol

61. Mahkamah Agung Spanyol, Secundino C.R. vs TOVIC S.L., 2 Oktober 1989

62. Mahkamah Konstitusi Spanyol, Kamar kedua, 23 November 1981, Kasus No.38/1981

Estonia

63. Pengadilan Negeri Tallin, Divisi Administratif, Ly Kovanen vs Ownership Reform Department of the City of Tallin, 6 November 2000, Kasus No. II-3-286/2000

64. Mahkamah Agung Estonia, Kamar Kajian Konstitusi, 27 Mei 1998, No. 3-4-1-4-98

Amerika Serikat

65. Mahkamah Agung New Hampshire, The State of New Hampshire vs Robert H., 30 Oktober 1978, No. 78-090

Page 11: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

11

Ethiopia

66. Pengadilan Banding Addis Ababa, 31 Juli 2006, File No. 48008

Federasi Rusia

67. Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia,Mengenai Konstitusionalitas Klausul 2 dan 3 Pasal 11 (1) UU Federasi Rusia, Juni 1993 mengenai Badan-badan Federal kebijakan Perpajakan, 17 Desember 1996

68. Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia, Kasus tentang veri� kasi konstitusionalitas Pasal 12 UU Republik Federasi Rusia (USSR) tanggal 9 Oktober 1989 “Mengenai perintah penyelesaian perselisihan perburuhan kolektif (Kon� ik)”, 17 Mei 1995

Perancis

69. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, 4 Juni 2009, Banding No. 08-41.359

70. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, Syndicat des producteurs de miel de Prancis vs Syndicat national de l’apiculture et Union nationale de l’apiculture française, 13 Januari 2009, Banding No. 07-17.692

71. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, Mr. Samzun vs Ms deWee, 1 Juli 2008, Banding No. F 07-44.124

72. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, 29 Maret 2006, Banding No. 04-46.499

73. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, 25 Januari 2005, Banding No. 04-41.012

74. Dewan Negara (“Conseil d’Etat”), Layanan Litigasi, Ms. Cinar, 22 September 1997, No. 161364

75. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Castanié vs Widow Hurtado, Permintaan tanggal 27 Februari 1934

Honduras

76. Pengadilan banding Perburuhan, Hugo Humberto Rodríguez Rojas and others vs. Wackenhut de Honduras S. A. de C. VS re ordinary labour claim, 10 Oktober 2006

India

77. Mahkamah Agung India, Vishaka and others vs State of Rajasthan and others, 13 Agustus 1997, [1997] 6 SCC 241

78. Mahkamah Agung India, Gaurav Jain vs Union of India and others, 9 Juli 1997, [1997] 8 SCC 114

79. Mahkamah Agung India, Nilabeti Behera alias Lalita Behera vs State of Orissa and others, 24 Maret 1993, [1993] 2 SCC 746

80. Mahkamah Agung India, Mackinnon Mackenzie vs Audrey D’Costa and another, 26 Maret 1987, [1987] 2 SCC 469

Italia

81. Pengadilan Tinggi Milan, Vitali-Airoldi vs Maserati Spa and of� cine Al� eri Maserati, 21 Juli 1994

82. Pengadilan Tinggi Milan, AMSA vs Miglio, 28 Maret 1990

Page 12: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

12

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

83. Pengadilan Tinggi Savona, Fiumanò Rossotti vs società Fiat, 8 November 1982

84. Pengadilan Banding Turin, Lani� cio Tallia Gruppo vs Ceria Mary, 29 Mei 1964

Kenya

85. Pengadilan Industrial, 6 Desember 2004, Kasus No. 79/2002

Lesotho

86. Pengadilan Perburuhan Lesotho, Serame Khampepe vs Muela Hydropower Project Contractors and four others, 2 September 1999, Kasus No. LC 29/97

87. Pengadilan Perburuhan Lesotho, Matete and Bosiu vs Lesotho Highlands Development Authority and the Chief Executive, 9 Februari 1996, Kasus No. LC 131/95

88. Pengadilan Perburuhan Lesotho, Maisaaka’Mote vs Lesotho Flour Mills, 9 November1995, Kasus No. LC 59/95

89. Pengadilan Perburuhan Lesotho, Palesa Peko vs The National University of Lesotho, 1 Agustus 1995, Kasus No. LC 33/95

Lithuania

90. Mahkamah Konstitusi Republik Lithuania, 14 Januari 1999, No. 8/98

Madagaskar

91. Pengadilan Perburuhan Antsirabe, 22 Mei 2006, Kasus No. 13/RG/TT/06

92. Pengadilan Perburuhan Antsirabe, Ramiaranjatovo Jean-Louis vs Fitsaboana Maso, 7 Juni 2004, Putusan No. 58

93. Mahkamah Agung Madagaskar, Dugain and others vs Compagnie Air Madagaskar, 5 September 2003, Putusan No. 231

94. Pengadilan Tinggi Konstitusi, 14 Februari 2001, Putusan No. 01-HCC/D2

95. Pengadilan Tinggi Konstitusi, 7 Mei 1997, Putusan No. 07-HCC/D3

Malawi

96. Mahkamah Banding Malawi, Blantyre, Malawi Telecommunications Ltd vs Makande and another, 7 Mei 2007

97. Pengadilan Hubungan Industrial Malawi, Davison Tchete vs Safeguard Services, 1 April 2002, No. 6 of 2000

Mexico

98. Mahkamah Agung, Kamar Kedua, Democratic Federation of Unions of Publik Servants, 4 Maret 2005, Amparo en revisión 1878/2004

Maroko

99. Pengadilan Tingkat Pertama Sidi Slimane, Mounir Ouharro C. vs Ismaïl Alaoui, 25 May 2005, No. 58/2005

Page 13: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

13

Mauritius

100. Mahkamah Agung Mauritius, Kamar Konstitusi, Pointu vs The Minister of Education and Science, 27 Oktober 1995, No. S.C.J. 350

Niger

101. Mahkamah Konstitusi Niger, 16 Januari 2002, Putusan No. 2002-004/CC

Nigeria

102. Mahkamah Agung Nigeria, Abacha vs Fawehinmi, 28 April 2000, No. SC45/1997

Norwegia

103. Mahkamah Agung Norwegia, Diasos vs the Diakonhjemmet Senior Administrative Of� cer, 27 November 1986

Selandia Baru

104. Pengadilan Banding Wellington, Tavita vs Minister of Immigration, 17 Desember1993, [1994] 2 NZLR 257

105. Mahkamah Agung Selandia Baru, Van Gorkom vs Attorney General and another, 10 Februari 1977, [1977] 1 NZLR 535

Paraguay

106. Mahkamah Agung Paraguay, Application of unconstitusiality raised by the Central Unitaria de Trabajadores (CUT) and the Central Nacional de Trabajadores (CNT) vs Presidential decree No. 16769, 23 September 2000, Kasus No. 35

107. Pengadilan Banding Perburuhan, Kamar Kedua, Inca S.A.C.I. vs Virgilio Villalba, mengenai justi� kasi alasan pemecatan, 30 May 2000, Perjanjian dan putusan No. 41

108. Pengadilan Banding Perburuhan, Kamar Kedua, Carmen Sachelaridi Knutson vs Cooperativa Santísimo Redentor Ltda. Mengenai pembayaran jaminan untuk beberapa hal, 26 Mei 2000, Perjanjian dan putusan No. 40

Belanda

109. Pengadilan Banding Pusat, 29 Mei 1996, LJN: AL0666

Peru

110. Mahkamah Konstitusi, 17 April 2006, Kasus No. 4635-2004-AA/TC

111. Mahkamah Konstitusi, The United Workers Union of Telefónica del Peru SA and Fetratel, 11 Juli 2002, Kasus No. 1124-2001-AA/TC

Filipina

112. Mahkamah Agung Republik Filipina, Internasional School Alliance of Educators vs Hon Leonardo A. Quisumbing and others, 1 Juni 2000, G.R. No. 128845

113. Mahkamah Agung Republik Filipina, UST Faculty Union and others vs Dir Benedicto Ernesto R. Bitonio, Jr, and others, 16 November 1999, G.R. No. 131235

Page 14: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

14

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Romania

114. Mahkamah Konstitusi Romania, 25 Februari 1993, Putusan No. 6

Rwanda

115. Mahkamah Agung Rwanda, Kamar Mahkamah Konstitusi, 19 Februari 2002, Putusan No. 009/11.02/02

Slovenia

116. Mahkamah Konstitusi Slovenia, Independent Trade Unions of Slovenia vs the Act on Representativeness of Trade Unions, 5 Februari 1998, No. U-I- 57/95

117. Mahkamah Konstitusi Slovenia, Slovenian Railway Workers’ Union, 7 Desember 1995, No. U-I-92/94

Taiwan

118. Pengadilan Yuan, 2 Agustus 2002, No. 549

Trinidad dan Tobago

119. Pengadilan Industrial Trinidad dan Tobago, Bank and General Workers Union vs Publik Service Association of Trinidad and Tobago, 27 April 2001, Perselisihan serikat pekerja No. 15 of 2000

120. Pengadilan Industrial Trinidad dan Tobago, Bank and General Workers Union vs Home Mortgage Bank, 3 Maret 1998, No. 140 of 1997

Ukraina

121. Mahkamah Konstitusi, 18 Oktober 2000, Kasus No. 1-36/2000

Uruguay

122. Pengadilan Banding Perburuhan Tingkat Pertama, CHH vs TSA for payment of leave not taken and vacation salary, 12 Maret 1993, Keputusan No. 475

Zambia

123. Mahkamah Agung Zambia, Jurisdiksi Perdata, Standard Chartered Bank Zambia Limited vs Peter Zulu and 118 others, 13 November 1997, No. 59 of 1996

Zimbabwe

124. Pengadilan Hubungan Perburuhan, Frederick Mwenye vs Textile Investment Company, 8 Mei 2001, No. LRT/MT/11/01

Page 15: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

15

Indeks putusan menurut pengadilan internasional (dalam urutan abjad Perancis)

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa

125. Pengadilan hak Asasi Manusia Eropa, Bagian Ketiga, Enerji Yapi-Yol Sen vs Turkey, 21 April 2009, penerapan No. 68959/01

126. Pengadilan HAM Eropa, Kamar Utama, Demir and Baykara vs Turkey, 12 November 2008, Penerapan No. 34503/97

Pengadilan HAM Inter-Amerika

127. Pengadilan HAM Inter-Amerika, Huilca Tecse Vs. Peru, 3 Maret 2005

128. Pengadilan HAM Inter-Amerika, Baena Ricardo and others vs Panama, 2 Februari 2001

Pengadilan Uni Eropa

129. Pengadilan Uni Eropa, Gerhard Schultz-Hoff vs Deutsche Rentenversicherung Bund and Stringer and Others v Her Majesty’s Revenue and Customs (rujukan untuk penetapan awal dari Landesarbeitsgericht Düsseldorf and the House of Lords), 20 Januari 2009, Joined Kasuss No. C-350/06 and C-520/06.

Indeks Putusan berdasarkan subyek (dalam urutan abjad Perancis)

Kontrak kerja: kondisi kerja, kondisi pemutusan hubungan kerja (PHK)

� Syarat dan ketentuan kerja pelaut: 64

� Hari libur yang dibayar: : 24/ 34/ 81/ 82/ 83/ 122

� Pemecatan: 3/ 11/ 16/ 19/ 20/ 23/ 26/ 27/ 28/ 30/ 31/ 39/ 46/ 47/ 49/ 53/ 58/ 59/ 61/ 62/ 63/ 66/ 69/ 71/ 72/ 73/ 86/ 87/ 88/ 92/ 96/ 97/ 99/ 107/ 111/ 119/ 120

� Perlindungan upah: 9/ 85

� Klasi� kasi hubungan kerja: 33/ 91

� Upah minimum: 39

� Kesehatan dan keselamatan kerja: 12/ 110

� Jam kerja: 110/ 129

Hak atas perlindungan kesehatan: 12/ 56

Hak-hak dasar yang umum dan kebebasan sipil

� Kewenangan pengasuhan: 65

� Syarat penahanan: 29/ 102

� Martabat manusia: 17/ 35

� Hak-hak anak: 22/ 45/ 74/ 78/ 104/ 118

� Hak kepemilikan: 60/ 67

Page 16: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

16

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

� Hak untuk menjawab: 17

� Hak atas tempat tinggal: 22/ 45/ 104

� Kebebasan berekspresi: 17/ 46/ 59

Kesetaraan kesempatan dan perlakuan

� Hak masyarakat adat dan suku: 55/ 57

� Pengupahan yang setara: 40/ 41/ 44/ 80/ 84/ 105

� Pelecehan seksual: 77/ 108/ 124

� Prinsip-prinsip kesetaraan yang umum: 14/ 32/ 35/ 78/ 100/ 114/ 117/ 118

� Perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan: 2/ 5/ 18/ 20/ 21/23/ 27/ 30/ 35/ 36/ 37/ 40/ 41/ 43/ 44/ 54/ 77/ 80/ 84/ 92/ 93/ 95/ 103/ 105/ 108/112

� Pekerja dengan tanggung jawab keluarga: 89

Aturan hukum

� Akses terhadap keadilan: 13/ 14/ 73

� Hak atas ganti rugi yang efektif: 12/ 13/ 94/ 101

� Hak atas kerusakan: 2/ 12/ 79

� Imunitas dari jurisdiksi: 73

� Kemandirian peradilan: 115

Kebebasan berserikat dan perundingan bersama

� Hak mogok: 1/ 4/ 38/ 53/ 68/ 125

� Kebebasan berserikat: 1/ 4/ 8/ 10/ 11/ 16/ 42/ 43/ 47/ 48/ 49/ 51/ 52/ 54/58/ 61/ 62/ 70/ 76/ 90/ 98/ 106/ 111/ 113/ 116/ 117/ 121/ 125/ 126/ 127/ 128

� Perundingan bersama: 1/ 15/ 42/ 126

� Perlindungan terhadap diskriminasi anti serikat pekerja: 8/ 11/ 13/ 63/ 76

Larangan pekerja paksa: 6/ 123

Perlindungan persalinan: 5/ 27/ 28/ 109

Perlindungan sosial: 25/ 75/ 109

Pekerja migran: 7/ 50/ 52

Page 17: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

17

Indeks putusan berdasarkan peranan hukum internasional

Putusan langsung atas perselisihan berdasarkan hukum internasional: 7/ 8/ 9/ 12/ 13/15/ 17/ 27/ 34/ 41/ 50/ 51/ 52/ 53/ 55/ 57/ 58/ 60/ 64/ 63/ 66/ 69/ 71/ 72/ 73/ 74/ 75/76/ 82/ 83/ 89/ 92/ 93/ 96/ 101/ 109/ 122/ 124

Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik: 1/ 4/ 5/ 6/ 10/ 14/18/ 19/ 20/ 21/ 22/ 32/ 38/ 39/ 42/ 45/ 46/ 49/ 56/ 58/ 61/ 62/ 68/ 70/ 77/ 78/ 80/ 85/ 86/87/ 88/ 90/ 97/ 100/ 102/ 103/ 104/ 107/ 110/ 111/ 113/ 114/ 116/ 117/ 118/ 123/ 125/126/ 127/ 128/ 129

Penetapan prinsip jurisprudensi berdasarkan hukum internasional: 3/ 11/ 23/26/ 31/ 35/ 85/ 91/ 119/ 120

Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat putusan berdasarkan hukum domestik: 2/5/ 16/ 24/ 25/ 28/ 29/ 30/ 31/ 33/ 34/ 36/ 37/ 39/ 40/ 43/ 44/ 47/ 48/ 54/ 59/ 65/ 67/ 79/ 81/84/ 90/ 94/ 95/ 98/ 99/ 105/ 106/ 108/ 112/ 115/ 121/126

Page 18: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

18

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Afrika Selatan

Konstitusi Republik Afrika Selatan

Pasal 39, Ayat 1

Ketika menafsirkan Bill of Rights, pengadilan, persidangan, atau forum

(a) harus mengedepankan nilai-nilai yang menggarisbawahi masyarakat yang terbuka dan demokratis berdasarkan martabat manusia, kesetaraan, dan kebebasan;

(b) harus mempertimbangkan hukum internasional; dan

(c) dapat mempertimbangkan hukum asing.

Pasal 233

Ketika menafsirkan perundang-undangan, setiap pengadilan harus mengutamakan penafsiran perundang-undangan yang selaras dengan hukum internasional dan bukan penafsiran alternatif yang tidak konsisten dengan hukum internasional.

1. Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan, NUMSA vs Bader Pop, 13 Desember 2002, Kasus No. CCT 14/02

Subyek: Kebebasan berserikat; perundingan bersama; hak mogok

Peranan hukum internasional: Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian internasional yang dirati� kasi;1 Kasus hukum internasional2

Mekanisme aksi serikat-serikat pekerja minoritas/ Pentingnya Konvensi-konvensi ILO dan pelaksanaan badan pengawas ILO dalam menafsirkan hukum nasional/Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Serikat pekerja minoritas ingin melakukan pemogokan dalam rangka melaksanakan hak mereka untuk memiliki pengurus di tempat kerja. Perundang-undangan di Afrika Selatan mensyaratkan bahwa serikat pekerja yang cukup terwakili dapat menuntut haknya untuk berserikat melalui mediasi, arbitrasi, atau pemogokan, tetapi undang-undang tidak menyatakan bagaimana mekanisme aksi bagi serikat pekerja minoritas. Perusahaan harus mengambil tindakan untuk melarang pemogokan. Menurut penafsiran atas Hukum Ketenagakerjaan dari Pengadilan Banding, serikat pekerja minoritas tidak memiliki hak untuk mogok. Serikat Pekerja membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi.

Sebelum mempertimbangkan alasan-alasan untuk kasus tersebut, Mahkamah Konstitusi menjelaskan aturan hukum yang berlaku untuk perselisihan tersebut, dan menganggap bahwa undang-undang serikat

1 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berserikat, 1948; Konvensi ILO No. 98 tentang Hak untuk Berserikat dan Berunding Bersama, 1949.

2 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi; Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat.

Page 19: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

19

pekerja di Afrika Selatan bertujuan untuk memenuhi kewajiban Afrika Selatan sebagai negara anggota Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan karenanya perundang-undangan nasional seharusnya ditafsirkan sesuai dengan kewajiban negara menurut hukum internasional publik. Pengadilan menganggap bahwa dalam hal ini, Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berserikat dan No. 98 tentang Hak untuk Berserikat dan Berunding Bersama harus diperhitungkan.3

Setelah merujuk pada pasal-pasal yang relevan dalam dua Konvensi ini, Mahkamah Konstitusi menjelaskan fungsi dari Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat dan Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi. Pengadilan Tinggi menganggap bahwa:

“Putusannya adalah pengembangan yang sah atas prinsip-prinsip kebebasan berserikat yang terdapat dalam Konvensi-konvensi ILO. Kasus hukum yang ditangani oleh Komite ini juga akan menjadi sumber yang penting dalam mengembangkan hak-hak pekerja yang ada dalam Konstitusi kita.”

Mahkamah kemudian memeriksa “kasus hukum” dari dua badan pengawas yang terkait dengan mogok dan cara-cara tindakan yang tersedia bagi serikat pekerja dan menunjukkan bahwa:

“Prinsip-prinsip ini dikumpulkan dari kasus hukum yang ditangani oleh dua komite ILO yang terkait secara langsung dengan penafsiran ketentuan-ketentuan Undang-undang dan Konstitusi yang relevan.”

Dalam pandangan Mahkamah, mengizinkan mekanisme aksi bagi serikat-serikat pekerja minoritas lebih sesuai dengan “kasus hukum” dari dua badan pengawas ILO. Selanjutnya, juga ditemukan bahwa penafsiran ini memiliki kelebihan karena tidak membatasi hak-hak yang dilindungi oleh Konstitusi.

Oleh karena itu, Mahkamah menganggap bahwa penafsiran Pengadilan Perburuhan atas Undang-undang Perburuhan cukup beralasan, tapi tidak cukup mempertimbangkan panduan hukum internasional:

“Namun, pengadilan gagal memasukkan pertimbangan-pertimbangan yang muncul dari diskusi-diskusi mengenai Konvensi-konvensi ILO yang disebutkan di atas, dan secara khusus, tidak menghindari pembatasan hak-hak konstitusional. Oleh karenanya, pertanyaan yang harus kita jawab adalah apakah Undang-undang mampu membuat penafsiran yang menghindari pembatasan hak-hak konstitusional.”

Mahkamah Konstitusi secara konsekuen mencari penafsiran yang membatasi pelanggaran hak-hak konstitusional dan menyimpulkan bahwa serikat-serikat pekerja minoritas dapat memulihkan hak-haknya melalui perundingan bersama. Mahkamah memutuskan bahwa:

“Pemahaman yang lebih baik bisa dilihat pada bagian 204 sebagai kon� rmasi yang tegas atas hak-hak serikat-serikat pekerja yang diakui secara internasional untuk mendapatkan akses ke tempat kerja, pengakuan atas pengurus mereka, serta fasilitas organisasi lainnya melalui tehnik-tehnik perundingan bersama.”

Maka diputuskan apabila pengusaha dan serikat-serikat pekerja memiliki hak untuk bernegosiasi atas suatu isu, maka secara alamiah dapat diasumsikan bahwa serikat-serikat pekerja juga memiliki hak mogok atas isu yang sama.

3 Mahkamah Konstitusi juga menyebutkan Konvensi ILO No. 135 tentang Perwakilan Pekerja, 1971, dan Konvensi ILO No. 154 tentang Perundingan Bersama, 1981, tetapi tidak mendasarkan pada konvensi tersebut karena Afrika Selatan belum merati� kasi konvensi-konvensi tersebut.

4 Bagian 20 Undang-undang Perburuhan yang merupakan bagian dari Bab III, Bagian A, tentang perundingan bersama: “Tidak satu pun dalam bagian ini yang melarang kesepakatan dalam perundingan bersama yang mengatur mengenai hak-hak organisasional.”

Page 20: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

20

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan memutuskan bahwa pemahaman Undang-undang Perburuhan sejalan dengan penafsiran standar perburuhan internasional yang mengakui bahwa serikat-serikat pekerja minoritas dapat meminta pemulihan hak-haknya melalui perundingan bersama, dan bahwa jika negosiasi gagal, mereka berhak untuk mogok. Mahkamah membatalkan putusan yang dibuat oleh Pengadilan Banding.

2. Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan, Jacques Charl Hoffman vs South African Airways, 28 September 2000, Kasus No. CCT 17/00

Subyek: Perlindungan melawan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; hak atas kerugian

Peranan hukum internasional: Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi5

Penolakan untuk mempekerjakan orang yang positif HIV/ Banding di Mahkamah Konstitusi atas dugaan diskriminasi/ Pengujian kewajiban internasional negara/ Kewajiban untuk menghapuskan efek-efek diskriminasi/ Perintah Pengadilan untuk mempekerjakan orang yang mengajukan banding (pemohon)

Pada akhir proses seleksi, pemohon dianggap sebagai kandidat yang paling cocok untuk dipekerjakan sebagai awak kabin perusahaan penerbangan. Pengikatan kerja mensyaratkan adanya tes medis sebelum hubungan kerja. Tes medis menyatakan bahwa dia secara klinis � t dan karenanya cocok untuk pekerjaan tersebut. Namun tes darah menunjukkan bahwa dia positif HIV. Perusahaan memberitahunya bahwa dia tidak bisa dipekerjakan karena statusnya yang positif HIV. Pengadilan Perburuhan memutuskan praktik perusahaan penerbangan tersebut tidak tergolong sebagai tindakan diskriminasi yang tidak sah. Oleh karenanya, pemohon merujuk kasusnya kepada Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan dengan dugaan bahwa penolakan tersebut merupakan diskriminasi yang tidak sah, dan melanggar hak-hak konstitusional mengenai kesetaraan, martabat manusia dan praktik perburuhan yang sah.6

Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa penolakan oleh perusahaan penerbangan untuk mempekerjakan pemohon melanggar haknya atas kesetaraan sebagaimana dijamin dalam bagian 9 Konstitusi. Mahkamah memutuskan untuk memberikan ganti rugi yang seharusnya diterima oleh pemohon; Konstitusi Afrika Selatan mengatur bahwa apabila hak yang terdapat dalam Undang-undang Hak telah dilanggar, Pengadilan dapat mengabulkan ganti rugi yang sesuai.

Mahkamah menjelaskan bahwa dalam menghapuskan diskriminasi yang tidak sah, Konstitusi tidak hanya mencegah diskriminasi yang tidak sah, tetapi juga menghapuskan efek-efek yang ditimbulkannya. Dalam konteks hubungan kerja, pencapaian tujuan tidak hanya berkaitan dengan penghapusan praktik-praktik hubungan kerja yang diskriminatif, tetapi juga mensyaratkan jika seseorang yang telah mengalami tindakan yang salah sebagai hasil dari diskriminasi yang tidak sah, sebisa mungkin, ia harus dikembalikan ke posisi di mana seharusnya dia mendapatkannya bila tidak ada diskriminasi yang tidak sah tersebut.

Dalam rangka memperkuat argumen tersebut, Mahkamah merujuk kepada kewajiban internasional Afrika Selatan tentang diskriminasi:

5 Piagam Afrika tentang Hak-Hak Asasi Manusia dan Masyarakat, 1981; Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958.

6 Prinsip-prinsip martabat manusia ditegaskan dalam Bagian 1 (4) Konstitusi Afrika Selatan, prinsip kesetaraan dalam Bagian 9, dan praktik-praktik perburuhan yang sah dalam Bagian 23 (1) undang-undang yang sama.

Page 21: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

21

“Kebutuhan untuk menghapuskan diskriminasi yang tidak sah, tidak hanya muncul dalam Bab 2 Konstitusi kita. Juga muncul dalam kewajiban internasional. Afrika Selatan telah merati� kasi banyak konvensi anti diskriminasi, termasuk Piagam Afrika tentang Hak-hak asasi manusia dan masyarakat. Dalam pembukaan Piagam Afrika, Negara anggota wajib, antara lain, untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi. Pasal 2 melarang segala bentuk diskriminasi. Dalam Pasal 1, Negara anggota memiliki kewajiban untuk memberikan efek terhadap hak-hak dan kebebasan yang dikandung dalam Piagam tersebut. Dalam konteks hubungan kerja, Konvensi ILO 111, Konvensi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 melarang diskriminasi yang memiliki efek membatalkan atau melanggar kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan dan jabatan. Dalam Pasal 2, Negara anggota memiliki kewajiban untuk membuat kebijakan nasional yang dirancang untuk mengedepankan kesetaraan kesempatan dan perlakuan dalam bidang ketenagakerjaan, dengan tujuan untuk menghilangkan setiap diskriminasi.”

Merujuk pada Konstitusi nasional dan hukum internasional, Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan menyimpulkan bahwa agar secara efektif dapat menghapuskan diskriminasi, ganti rugi yang sesuai dalam kasus ini adalah secara langsung memerintahkan perusahaan penerbangan itu untuk mempekerjakan pemohon sebagai awak kabin.

3. Pengadilan Banding Perburuhan, Modise and others vs Steve’s Spar, 15 Maret 2000, Kasus No. JA 29/99

Subyek: Pemecatan

Peranan hukum internasional: Menetapkan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian internasional yang belum dirati� kasi7

Partisipasi pekerja dalam pemogokan yang tidak sah/ pemecatan tanpa wawancara terlebih dahulu/ cara-cara banding pekerja terhadap praktik-praktik perburuhan yang tidak sah/ kekurangan dalam perundang-undangan nasional/ rujukan kepada ketentuan Konvensi ILO No. 158 untuk memperluas cakupan sidang sebelum pemecatan

Pekerja mengambil bagian dalam suatu pemogokan di mana pengadilan telah menyatakan pemogokan itu tidak sah. Setelah mengultimatum pekerja untuk kembali bekerja, pengusaha memecat pekerja yang tidak mematuhinya tanpa memberikan mereka atau perwakilan mereka, kesempatan untuk menjelaskan kasus mereka. Pengadilan pada awalnya telah memutuskan bahwa pemutusan hubungan kerja tersebut sah. Menghadapi kekosongan dalam perundang-undangan nasional, dan kontradiktifnya kasus hukum, Pengadilan Banding Perburuhan harus memutuskan apakah dalam suatu pemogokan yang tidak sah, pengusaha tetap harus mematuhi aturan tentang pelaksanaan sidang dengar pendapat dengan pekerja atau perwakilannya sebelum melakukan PHK.

Dengan seraya mengakui adanya kewajiban sidang dengar pendapat dengan pekerja sebelum pemecatan meskipun tidak ada ketentuan internal mengenai isu ini, Hakim Zondo mendasarkan keputusannya pada Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja8 dalam sebagian besar keputusannya, meskipun faktanya Afrika Selatan belum merati� kasi Konvensi tersebut.

7 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

8 Pasal 7 Konvensi No. 158: “Hubungan kerja pekerja tidak boleh diputuskan untuk alasan yang terkait dengan perilaku atau kinerja pekerja sebelum dia diberikan kesempatan untuk membela dirinya terhadap dugaan yang dibuat, kecuali pengusaha tidak dapat diharapkan secara layak bisa memberikan kesempatan ini.”

Page 22: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

22

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

“Pendekatan audi adalah untuk menjaga (hukum nasional) sesuai dengan standar internasional. Hal ini tidak bisa dikatakan bahwa pendekatan ini adalah non-audi. Saya menyampaikan hal ini karena cukup jelas bahwa Konvensi ILO No. 158 tahun 1982 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja berisi aturan umum bahwa pengusaha tidak boleh memecat pekerja karena alasan perilaku atau kinerja pekerjaan tanpa terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada pekerja tersebut untuk membela dirinya terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukannya. Dalam hal ini, Konvensi tidak mengatakan bahwa aturan ini tidak berlaku dalam kasus di mana pekerja dipecat karena mogok. Sebaliknya, penafsiran hal ini juga harus diberlakukan dalam hal seorang pekerja dipecat akibat mogok karena hal tersebut termasuk dalam pemecatan karena alasan perilaku pekerja. Konvensi ini memat ketentuan pengecualian yang cukup luas, yaitu merujuk kepada semua pengecualian yang berlaku normal terhadap aturan audi. Pendekatan non-audi secara langsung bertentangan dengan konvensi atau sekurang-kurangnya tidak selaras dengan konvensi.”

Merujuk kepada ketentuan Konvensi ILO No. 158, Pengadilan Banding Perburuhan mempertimbangkan bahwa aturan yang mewajibkan pekerja didengar keterangannya berlaku terhadap pemecatan pekerja yang telah mengambil bagian dalam suatu pemogokan yang tidak sah. Dalam kasus ini, pekerja dipekerjakan kembali.

4. Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan, South African National Defence Union vs Minister of Defence, 26 Mei 1999, Kasus No. CCT 27/98

Subyek: Kebebasan berserikat; hak mogok

Peranan hukum internasional: Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi9

Secara konstitusional, perundang-undangan nasional melarang kebebasan berserikat untuk personil angkatan bersenjata/ pentingnya menafsirkan perundang-undangan nasional sejalan dengan Konvensi-konvensi internasional ILO

Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan harus memutuskan apakah ketentuan yang melarang anggota angkatan bersenjata berpartisipasi dalam tindakan protes publik dan bergabung dengan serikat pekerja tergolong kategori membatasi hak-hak konstitusional. Jika ya, Mahkamah harus memutuskan apakah pembatasan tersebut bisa dibenarkan.

Pasal 23 (2) Konstitusi Nasional menyatakan:

“Setiap pekerja mempunyai hak: 1) untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja; 2) untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan dan program-program serikat pekerja; 3) untuk mogok.”

Untuk dapat memutuskan apakah undang-undang membatasi hak-hak yang dilindungi oleh Konstitusi, Mahkamah harus memutuskan apakah personil angkatan bersenjata termasuk dalam kategori “pekerja” sebagaimana diatur dalam Bagian 23 (2) Konstitusi. Untuk mena� srkan Pasal 23 Konstitusi, Mahkamah mendasarkan pertimbangannya pada Konvensi dan Rekomendasi ILO:

9 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berserikat, 1948; Konvensi ILO No. 98 tentang Hak untuk Berserikat dan Perundingan Bersama, 1949.

Page 23: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

23

“Bagian 39 Konstitusi mengatur bahwa ketika pengadilan menafsirkan Bab 2 Konstitusi, maka harus mempertimbangkan hukum internasional. Dalam pandangan saya, konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) –salah satu organisasi internasional tertua – adalah sumber yang penting untuk mempertimbangkan arti dan lingkup “pekerja” sebagaimana digunakan dalam bagian 23 Konstitusi kita.”

Mahkamah merujuk pada Pasal-pasal 210, dan 9 (1)11 Konvensi ILO No. 87 dan menyimpulkan bahwa:

“Oleh karenanya, ketentuan ini cukup jelas bahwa Konvensi memasukkan “angkatan bersenjata dan polisi” dalam lingkup “pekerja”, tetapi sejauh mana ketentuan-ketentuan dalam Konvensi yang berlaku untuk layanan-layanan tersebut adalah kewenangan hukum nasional, dan tidak diatur secara langsung dalam Konvensi.”

Memperhatikan bahwa Konvensi ILO No. 98 mengadopsi pendekatan yang sama, Mahkamah Konstitusi menyimpulkan:

“ILO memasukkan personil angkatan bersenjata dan polisi sebagai pekerja untuk tujuan Konvensi-konvensi ini, namun mempertimbangkan bahwa posisi mereka bersifat khusus, maka Konvensi menyerahkan kepada negara anggota untuk menentukan sejauh mana ketentuan-ketentuan dalam Konvensi diberlakukan pada personil angkatan bersenjata dan polisi.”

Mengadopsi pendekatan yang sama dengan Konvensi-konvensi ILO No. 87 dan 98, Mahkamah menganggap bahwa kata “pekerja” dalam Pasal 23 (2) Konstitusi harus ditafsirkan untuk memasukkan personil angkatan bersenjata. Namun, hak-hak konstitusional yang dilindungi dalam Pasal ini dapat dibatasi oleh perundang-undangan nasional, sepanjang pembatasan tersebut logis dan bisa dibenarkan dalam masyarakat yang terbuka dan demokratis sebagaimana diatur dalam bagian 36 Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan kemudian menyimpulkan bahwa larangan total terhadap serikat pekerja untuk angkatan bersenjata adalah tidak logis dan tidak bisa dibenarkan untuk mencapai tujuan negara yang sah tentang kedisiplinan angkatan militer. Oleh karenanya, Mahkamah menyatakan bahwa ketentuan nasional tidak konstitusional. Sebaliknya, Mahkamah memutuskan larangan hak mogok bagi angkatan bersenjata tidak melanggar Konstitusi.

10 Pasal 2 Konvensi No. 87: “Pekerja dan pengusaha, tanpa pembedaan apapun, harus memiliki hak untukmendirikan dan, tunduk hanya pada aturan organisasi yang bersangkutan, untuk bergabung dengan organisasi yang mereka pilih sendiri tanpa perlu otorisasi authosiasi sebelumnya.”

11 Pasal 9 (1) Konvensi No. 87: “Sejauh mana jaminan yang diatur dalam Konvensi ini seharusnya berlaku untuk angkatan bersenjata dan polisi harus ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan nasional.”

Page 24: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

24

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Jerman

Konstitusi Republik Federal Jerman

Pasal 25: Hukum Internasional Publik

Aturan umum hukum internasional publik merupakan satu kesatuan dari hukum federal. Hukum internasional publik memiliki preseden terhadap undang-undang dan secara langsung menciptakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi penduduk wilayah federal.

5. Mahkamah Konstitusi Republik Federal Jerman, Keputusan tanggal 18 November 2003, 1 BvR 302/96

Subyek: Perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, perlindungan persalinan

Peranan hukum internasional: Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik, rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis-jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;12 Perjanjian-perjanjian internasional yang belum dirati� kasi.13

Perundang-undangan mewajibkan pengusaha memberikan tunjangan tunai yang dibayarkan selama cuti melahirkan/ Hak atas kebebasan dalam pekerjaan harus dibaca bersama-sama dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang Dasar tentang kesetaraan gender/ Perlunya penghapusan diskriminasi dalam praktik/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik.

Perundang-undangan Jerman mengatur bahwa perempuan yang sedang menjalani masa cuti persalinan berhak atas tunjangan persalinan yang berasal dari dana publik (asuransi kesehatan). Selain itu, pengusaha juga diwajibkan membayarkan kepada perempuan tersebut selisih antara tunjangan persalinan dengan upah rata-rata pekerja perempuan tersebut. Jumlah yang ditanggung pengusaha meningkat setiap waktu, dikarenakan meningkatnya upah, sedangkan tunjangan yang dibayarkan oleh asuransi kesehatan tetap berada pada tingkat yang sama. Dalam hal ini, harus diperhatikan bahwa dalam rangka menghapuskan beban bagi perusahaan kecil (yang memiliki pekerja sampai dengan 30 orang), telah ditetapkan sebuah skema asuransi wajib di mana pembayaran selisih itu menjadi tanggungan pengusaha.14

Perusahaan Jerman memasukkan keluhan konstitusional dengan dugaan bahwa kewajiban pengusaha untuk berpartisipasi dalam pembayaran tunjangan tunai selama masa persalinan adalah pelanggaran terhadap hak konstitusional mengenai kebebasan dalam pekerjaan (Pasal 12 (1) Undang-undang Dasar).15

12 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan, 1958; Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979.

13 Konvensi ILO No. 183 tentang Perlindungan Persalinan (Maternitas), 2000.

14 Kontribusi pengusaha terhadap skema diperhitungkan berdasarkan jumlah total orang yang dipekerjakan dalam perusahaan tersebut.

15 Pasal 12 (1) Undang-undang Dasar menyatakan: “Semua orang Jerman memiliki hak untuk secara bebas memilih pekerjaan atau profesi, tempat kerja mereka, tempat pelatihan mereka. Praktik pekerjaan atau profesi dapat diatur lebih lanjut melalui atau menurut suatu undang-undang.”

Page 25: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

25

Mahkamah menganggap bahwa, secara prinsipil, berbagi biaya antara negara dan pengusaha dalam perlindungan persalinan sesuai dengan Konstitusi. Namun Mahkamah memutuskan bahwa dalam kasus ini, pengaturan yang dibuat tidak konstitusional karena mereka melanggar ketentuan kesetaraan dalam Undang-undang Dasar yang diatur dalam Pasal 3 (2) sebagai berikut: “Laki-laki dan perempuan harus memiliki hak yang setara. Negara harus mengedepankan implementasi hak-hak yang setara bagi perempuan dan laki-laki dan mengambil langkah-langkah untuk menghapuskan kerugian-kerugian yang ada.” Mahkamah menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan ini bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan dalam masyarakat dan pelaksanaan kesetaraan gender dalam praktik. Menurut Pengadilan, hal ini sesuai dengan kewajiban internasional Jerman, khususnya yang sesuai dengan Konvensi ILO No.111 mengenai Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan) dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang keduanya mensyaratkan penghapusan diskriminasi langsung dan diskriminasi dalam praktik. Mahkamah menganggap bahwa, menurut konvensi-konvensi ini, meskipun negara memiliki batasan yang luas untuk menentukan bagaimana mengedepankan kesetaraan, diskriminasi dalam praktik sebagai konsekuensi dari tindakan-tindakan yang diambil, haruslah dihindari.

Mahkamah juga mengamati bahwa kewajiban � nansial yang meningkat di sisi pengusaha sehubungan dengan perlindungan persalinan dapat membatasi kesempatan kerja bagi perempuan. Posisi ini didukung dengan rujukan pada Pasal 8 (6) Konvensi ILO No. 183 mengenai Perlindungan Persalinan,16 yang belum dirati� kasi Jerman, yang menurut Mahkamah, didasarkan pada kepercayaan bahwa kewajiban individual pengusaha atas pembayaran tunjangan tunai dapat menjadi hambatan untuk kesempatan kerja bagi perempuan. Oleh karenanya, Pengadilan menganggap bahwa tidak perlu membuat putusan mengenai probabilitas tunjangan tunai secara terpisah yang berkontribusi terhadap tiadanya kesempatan kerja bagi perempuan.

Mahkamah Konstitusi Jerman kemudian menilai bahwa skema asuransi yang ada bagi perusahaan yang mempekerjakan 30 orang atau kurang adalah langkah yang memadai untuk mencegah diskriminasi tidak langsung terhadap perempuan dalam pasar kerja, sesuai dengan Pasal 3 (2) Undang-undang Dasar. Sebaliknya, mendasarkan alasannya pada hukum internasional, Mahkamah memutuskan bahwa sepanjang situasi perusahaan dengan lebih dari 30 orang pekerja, ketentuan-ketentuan perundang-undangan tersebut sianggap tidak konstitusional. Persyaratan bahwa perusahaan yang lebih besar membayar tambahan upah dianggap tidak konstitusional karena melanggar hak-hak yang dijamin secara konstitusional untuk memilih pekerjaan atau profesi.

16 Pasal 6(8), Konvensi No. 183 menyatakan: “Untuk melindungi situasi perempuan dalam pasar kerja, tunjangan yang terkait dengan cuti yang dirujuk dalam Pasal 4 dan 5 harus diberikan melalui asuransi sosial wajib atau dana publik, atau dengan cara yang ditentukan oleh perundang-undangan dan praktik nasional. Pengusaha tidak secara individual bertanggungjawab untuk biaya langsung dari tunjangan keuangan tersebut terhadap pekerja perempuan tanpa adanya perjanjian khusus dengan pengusaha kecuali jika: (a) hal tersebut diatur dapam perundang-undangan dan praktik nasional di negara anggota sebelum tanggal adopsi Konvensi ini oleh Konferensi Perburuhan Internasional; atau (b) hal tersebut selanjutnya disetujui di tingkat nasional oleh pemerintah dan perwakilan organisasi pekerja dan pengusaha”.

Page 26: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

26

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

6. Mahkamah Konstitusi Republik Federal Jerman, 1 Juli 1998, 2 BvR441/90

Subyek: Larangan kerja paksa

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi17

Mempekerjakan tahanan di perusahaan-perusahaan swasta tanpa persetujuan tahanan/ Kasus diajukan ke Mahkamah Konstitusi atas dugaan pelanggaran Konvensi ILO No. 29/ Penafsiran Konstitusi sehubungan dengan Konvensi yang telah ada sebelum Konstitusi diadopsi

Mahkamah Konstitusi Federal harus memutuskan apakah Hukum Jerman mengenai hubungan kerja tahanan sesuai dengan undang-undang dasar atau tiidak. Permasalahannya di sini adalah mempekerjakan tahanan pada perusahaan-perusahaan swasta tanpa persetujuan tahanan. Pekerja paksa diatur dalam Pasal 12 Konstitusi Jerman, yang bunyinya sebagai berikut:

“(1) Setiap warga negara Jerman memiliki hak untuk secara bebas memilih usaha atau profesinya, tempat kerjanya dan tempat pelatihannya. Praktik usaha atau profesi dapat diatur dengan undang-undang.

(2) Tidak boleh ada seorang pun yang diwajibkan melaksanakan suatu pekerjaan dalam kerangka layanan publik wajib yang tradisional yang berlaku secara umum dan sama ke semua orang. (...)

(4) Pekerjaan paksa dapat dikenakan hanya dalam hal seseorang tidak memiliki kebebasan karena hukuman pengadilan.”

Orang-orang yang memasukkan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi menganggap bahwa Hukum Jerman telah melanggar Konvensi ILO No. 29 tentang Pekerja Paksa. Mahkamah pertama-tama mengakui bahwa Konstitusi dapat ditafsirkan sejalan dengan hukum internasional:

“Standar-standar hukum internasional telah lama dipertentangkan terhadap mempekerjakan tahanan tanpa syarat. Pasal 2 Ayat 2 (c) Konvensi ILO No. 29 tanggal 28 Juni1930 memperbolehkan adanya pengecualian bagi kerja paksa atau wajib dari larangan dasar, hanya “Jika pekerjaan atau layanan tersebut dilaksanakan dibawah pengawasan dan kontrol otoritas publik”. Standar internasional ini, yang telah ada pada saat pembahasan Undang-undang Dasar, memberikan dasar untuk tujuan dari pembuat undang-undang dan juga merupakan bantuan untuk menafsirkan Undang-undang Dasar.”

Meskipun Mahkamah Konstitusi Jerman mendasarkan pada Konvensi ILO No. 29 untuk menafsirkan ketentuan-ketentuan domestik, mahkamah menetapkan bahwa dalam kasus ini, ketentuan “mempekerjakan” dalam undang-undang bukan termasuk tidak konstitusional, karena dilaksanakan dalam pengawasan dan kontrol otoriitas publik.18

17 Konvensi ILO No.29 mengenai Pekerja Paksa, 1930

18 Namun harus digarisbawahi bahwa dalam pengamatan individual tahun 1999 mengenai penerapan Konvensi No. 29 di Jerman, Komite Ahli ILO tentang Konvensi dan Rekomendasi menganggap bahwa: “(…) hanya ketika pekerjaan dilakukan dengan sukarela dalam kondisi yang menjamin adanya upah yang normal, jaminan sosial, dsb., pekerjaan oleh tahanan untuk perusahaan-perusahaan swasta dapat dianggap sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1(1) dan Pasal 2(1) dan (2)(c).”

19 Konvensi ILO No. 97 tentang Migrasi untuk Pekerjaan (Revisi), 1949.

Page 27: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

27

7. Pengadilan Administratif Federal, Putusan tanggal 28 Mei 1991, BVerwG 1 C 20.89

Subyek: pekerja migran

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi19

Pekerja migran yang tidak bekerja/ Perintah untuk kembal ike negara asal/ Kriteria untuk menentukan penerapan langsung atas ketentuan perjanjian internasional/ Penerapan langsung Pasal 8 Konvensi ILO No. 97/ Arti istilah “izin secara permanen” dalam hal Pasal 8 Konvensi ILO No. 97/ ketiadaan pelanggaran Konvensi ILO

Penggugat adalah warga negara asing yang bekerja di Jerman sejak tahun 1968 sampai dia menjadi pengangguran pada tahun 1981. Dia memegang izin tinggal permanen tetapi sejak tahun 1984 tidak memiliki izin kerja. Penggugat menerima pembayaran bantuan sosial sejak tahun 1985. Dalam permohonannya ke Pengadilan Administratif, dia menggugat pembatasan atas status izin tinggal permanennya dan perintah untuk kembali ke negara asalnya, mengingat pada Konvensi No. 97. Pasal 8 (1) yang mengatur bahwa, “Seorang pekerja migran yang telah memperoleh izin permanen dan anggota keluarganya yang telah diberi wewenang untuk menemani atau bergabung dengannya, tidak boleh dikembalikan ke tempat asalnya atau tempat darimana dia pergi karena pekerja migran tersebut tidak dapat mengikuti pekerjaannya karena alasan sakit atau terluka yang berkelanjutan, setelah dia masuk ke negara tersebut, kecuali yang bersangkutan memang menginginkannya, atau ada perjanjian internasional di mana negara anggota menjadi pihak dalam perjanjian tersebut.”

Pengadilan menegaskan ada putusan kasus hukum sebelumnya yang menetapkan bahwa ketentuan dalam perjanjian-perjanjian internasional menjadi langsung berlaku jika kata-kata, tujuan dan isinya sesuai dan memadai untuk menentukan efek hukum tanpa tindakan legislatif lebih lanjut. Hal ini yang terjadi dalam Pasal 8 Konvensi No. 97. Oleh karenanya, penggugat dapat menuntut hak-hak individual dalam Pasal 8.

Pengadilan Administratif Federal menganggap bahwa pembatasan lanjutan atas izin tinggal penggugat tidak bertentangan dengan Konvensi No. 97 karena, menurut penafsiran pengadilan, pekerja migran hanya dapat dianggap sebagai “diizinkan secara permanen” dalam arti Pasal 8, yakni jika dia telah mendapatkan status izin tinggal permanen serta izin kerja permanen.20

20 Harus digarisbawahi bahwa penafsiran pengadilan ini tidak sejalan dengan posisi Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, sebagaimana dinyatakan dalam Permintaan langsung kepada Jerman tahun 2001: “komite ingin merujuk pada permintaan langsung sebelumnya dan mengingatkan penjelasan yang diberikan dalam Ayat 458 Survei Umum tahun 1980 tentang pekerja migran, di mana dikatakan bahwa izin permanen secara ekslusif terkait dengan status izin tinggal permanen, di mana Pemerintah menyatakan bahwa (setidak-tidaknya masuknya sebelum berlakunya UU orang Asing tahun 1990) menurut hukum nasional status izin permanen dianggap memiliki dua makna, yakni memiliki izin tinggal permanen dan izin kerja permanen.”

Page 28: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

28

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Argentina

Konstitusi Negara Argentina

Pasal 31

Konstitusi ini, hukum negara yang diundangkan oleh Kongres secara sah, dan perjanjian-perjanjian dengan kekuasaan asing, adalah supremasi hukum di Negara; dan otoritas setiap provinsi terikat olehnya, meskipun ketentuan bertentangan dengan hukum atau konstitusi provinsi, kecuali Provinsi Buenos Aires, perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi setelah Pakta tanggal 11 Nopember 1859.

Pasal 75, Ayat 22

(…) Perjanjian-perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan internasional mempunyai hierarki yang lebih tinggi dari undang-undang.

Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Manusia; Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia; Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia; Pakta Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya; Pakta Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan Protokol Pemberdayaannya; Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman untuk Genocide (pemusnahan massal); Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial; Konvensi tentang penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; Konvensi tentang Penyiksaan dan Kekejaman Lain, Ketidakmanusiaan atau Perlakuan dan hukuman yang Menghinakan; Konvensi atas Hak-hak Anak; dengan segala kekuatan hukum atas ketentuan-ketentuannya, semua itu memiliki hierarki konstitusional; tidak ada pencabutan seksi manapun juga dalam Bagian Pertama Konstitusi dan semua itu untuk dipahami sebagai pelengkap hak-hak dan jaminan-jaminan yang diakui di negara ini. (…)

8. Mahkamah Agung, Adriana María Rossi vs National State-Argentina Navy, 9 Desember 2009, R. 1717. XLI

Subyek: kebebasan berserikat; perlindungan terhadap diskriminasi anti serikat pekerja

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi21; Kasus hukum internasional22

Kebebasan berserikat/ Kondisi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan serikat pekerja/ perlindungan serikat pekerja/ perlindungan serikat pekerja hanya untuk perwakilan serikat pekerja dengan personería gremial (status resmi)/ penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Penggugat, perwakilan serikat pekerja, memohon pencabutan ketentuan mengenai tindakan disipliner sebagai alasan untuk skorsing dan perubahan tempat kerja yang ditetapkan majikannya, yaitu Angkatan Laut

21 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berserikat, 1948; Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969; Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia dalam Bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (“Protokol San Salvador”),1988.

22 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat.

Page 29: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

29

Argentina, tanpa ada otorisasi hukum sebelumnya. Penggugat menduga bahwa otorisasi tersebut diperlukan karena sebagai Presiden dari Asosiasi Rumah Sakit Angkatan Laut untuk Profesi Kesehatan dan anggota tituler dari Dewan Federal dari Federasi Serikat Pekerja Medis, dia seharusnya mendapatkan perlindungan serikat pekerja sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi dan dijunjung oleh hukum yang menjamin bahwa: “pekerja dilindungi oleh jaminan-jaminan yang disebutkan dalam Pasal 48. Pasal ini memberikan jaminan kepada pekerja yang melaksanakan tugas-tugas perwakilan yang secara resmi diakui oleh serikat pekerja, tidak boleh dipecat atau diskors, serta kondisi kerja mereka tidak boleh diubah kecuali melalui keputusan pengadilan sebelumnya yang mengeluarkan mereka dari jaminan tersebut [...]”.

Baik pengadilan di tingkat pertama dan tingkat Banding menetapkan bahwa tidak mungkin melaksanakan perlindungan serikat pekerja karena pemohon terkait dengan serikat pekerja yang yang sudah digantikan oleh serikat yang lain, yang diakui secara resmi, dan menjadi perwakilan dari serikat pekerja yang belakangan yang memperoleh perlindungan serikat pekerja sesuai dengan Pasal 52 Undang-undang Organisasi Serikat Pekerja.

Mahkamah Agung menyelesaikan kasus ini dengan merujuk pada tempat pertamanya, karena kasus “Association of State Workers vs Ministry of Labour” tertanggal 11 Nopember 2008 merupakan preseden yang penting dalam pemeriksaan kasus ini. Dalam kasus ini, Pengadilan menetapkan bahwa Pasal 41.a hukum 23.551 tidak konstitusional karena memberikan keistimewaan kepada serikat-serikat pekerja yang paling terwakili dan merugikan serikat-serikat pekerja lain yang juga terdaftar dan melindungi seluruh atau sebagian kegiatan yang sama seperti yang dilakukan serikat-serikat yang paling terwakili.

Mahkamah merujuk pada kasus hukum Pengadilan Inter-Amerika tentang HAM yang menekankan bahwa kebebasan berserikat wajib mendapatkan perlindungan dari negara. Membandingkan kasus tersebut dengan ketentuan dalam Pasal 52 Undang-undang Organisasi Serikat Pekerja yang menyimpulkan bahwa kewajiban tersebut tidak sesuai dengan:

“Pengadilan Inter-Amerika tentang HAM menyatakan dengan tegas bahwa kebebasan serikat pekerja dan kebebasan berserikat diatur dalam Pasal 16 Konvensi Amerika tentang HAM, bahwa kewajiban ‘negatif’ negara untuk tidak campur tangan disejajarkan dengan kewajiban ‘positif’ negara. Dengan kata lain bahwa ketika mengadopsi suatu tindakan yang tepat untuk melindungi dan memelihara pelaksanaan kegiatan serikat pekerja “tanpa rasa takut” di pihak perwakilan serikat, pada saat yang sama hal itu bisa mengakibatkan “kemampuan kelompok untuk berorganisasi dalam rangka melindungi kepentingan mereka dapat menurun”.

Dalam membatasi lingkup perlindungan yang diberikan dalam Pasal 52 kepada perwakilan yang secara resmi diakui oleh serikat pekerja, undang-undang 23.551 mengatur dengan jelas kebebasan serikat pekerja yang diakui secara konstitusional, dan tidak bisa membenarkan terjadinya pelanggaran di mana pembuat undang-undang secara langsung memberikan keutamaan hanya kepada organisasi yang paling terwakili.”23

Terakhir, dalam menyimpulkan pernyataannya tentang inskonstitusionalitas Pasal 52 Undang-undang Serikat Pekerja dan Asosiasi, Mahkamah juga merujuk pada ketentuan dalam Konvensi No. 87. Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, juga yang telah berulangkali memperingatkan Pemerintah Argentina bahwa Pasal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi 87:

“Hal ini dilengkapi dengan kontribusi dari Konvensi ILO No 87, yang sangat fundamental dalam kasus ini, (…) instrumen ini berperan penting karena mewajibkan negara untuk “mengambil tindakan yang diperlukan dan sesuai guna memastikan bahwa pekerja […] dapat secara bebas melaksanakan hak untuk berserikat” (Pasal 11), [...] dan juga untuk “menghilangkan setiap campur tangan yang akan membatasi […] atau menghambat pelaksanaan yang sah” dari hak-

23 Pembukaan No. 4 dari Putusan.

Page 30: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

30

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

hak organisasi pekerja“ untuk berserikat […] kegiatan-kegiatan mereka dan membuat program-program mereka” (Pasal 3.1 and 2). (…)

Dalam hal ini, kita harus secara khusus memperhatikan pengamatan Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi karena keterkaitan yang khusus dengan masalah dalam perselisihan ini. Kesimpulan yang ekstrem yang diambil oleh badan ini (2008) secara efektif menganggap bahwa meskipun ada perlindungan umum yang diberikan dalam Pasal 47 Undang-undang 23.551, “Pasal 48 dan 52 undang-undang tersebut menetapkan suatu ketentuan yang bias yang hanya menguntungkan perwakilan organisasi yang diakui secara resmi di dalam tindakan anti diskriminasi serikat yang berada di luar keistimewaan yang mungkin diberikan kepada organisasi paling mewakili” (…).

Sejak dari awal, pada tahun 1989, Komite Ahli ILO tentang PenerapanKonvensi dan Rekomendasi telah melihat ketidakadilan atas kompatibilitas undang-undang 23.551, tahun 1988, dengan Konvensi No 87 (…).

Doktrin Komite Kebebasan Berserikat ILO menunjukkan hasil yang sama ketika mengamati paragraf sebelumnya, dan keputusan Mahkamah seringkali menyebut kasus-kasus asosiasi pekerja negara.”24

Begitu undang-undang tersebut dinyatakan tidak konstitusional dengan berbagai alasan yang disebutkan di atas, Mahkamah Agung membatalkan keputusan banding dan merujuk pada kasus dalam Pengadilan Banding, sehingga keputusan yang baru dapat diberikan sesuai dengan ketentuannya. Dengan kata lain, mengakui hak status serikat pekerja tanpa menghiraukan apakah perwakilan tersebut milik serikat pekerja yang diakui secara resmi atau yang hanya terdaftar.

9. Mahkamah Agung, Aníbal Raúl Pérez vs Disco S.A., 1 September 2009, P. 1911.XLII

Subyek: perlindungan upah

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi25; instrumen-instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi26; kasus hukum internasional27

Konsep dan sifat hukum remunerasi/ Kupon makanan sebagai bagian dari remunerasi/ Tunjangan sosial kepada pekerja/ Penyelesaian langsung peselisihan berdasarkan hukum internasional

Seorang pekerja mengajukan gugatan hukum karena majikannya memasukkan kupon makanan dalam perhitungan paket kompensasi yang dibayarkan dalam sebuah pemutusan hubungan kerja (PHK) karena sebelumnya kupon makanan tersebut menjadi bagian dari paket remunerasi. Keputusan di pengadilan pertama dimenangkan sang pekerja, namun Pengadilan Banding Perburuhan Nasional

24 Pembukaan No. 6 dari Putusan.

25 Pembukaan Perjanjian Organisasi Negara Amerika, 1948; Konvensi ILO No. 95 tentang Perlindungan Upah, 1949; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969; protocol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM dalam Bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (“Protokol San Salvador”), 1988.

26 Deklarasi Philadelphia ILO, 1944; Deklarasi Universal tentang HAM, 1948; Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kkewajiban Manusia, 1948; Deklarasi ILO tetnang keadilan Sosial dan Globalisasi yang Adill, 2008.

27 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi

Page 31: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

31

membatalkan putusan tersebut. Pengadilan ini memutuskan bahwa perhitungan itu telah didasarkan pada undang-undang yang disahkan Kongres. Undang-undang ini mengizinkan pengusaha untuk memberikan tunjangan sosial tertentu kepada pekerja dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka tanpa memperhitungkan remunerasi mereka. Pengadilan juga menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak melanggar Konstitusi.

Namun, Mahkamah agung mengambil jarak dengan premis di atas, dan menjelaskan bahwa masalah tersebut tidak bergantung pada apakah pembuat undang-undang tidak memberikan peluang penyediaan “manfaat sosial”, tapi lebih pada apakah hal ini tidak dipakai untuk mengubah “dasar hukum intrinsik dari pengupahan”.

Mahkamah memeriksa keabsahan konstitusional Pasal 131 Undang-undang 24.700, yang digunakan sebagai dasar untuk tunjangan sosial dan untuk mengeluarkannya dari bagian paket remunerasi. Untuk melaksanakan pemeriksaannya, Mahkamah merujuk pada Pasal 14 Konstitusi dan prinsip perlindungan yang diatur di dalamnya serta keterkaitannya dengan berbagai instrumen internasional. Dari pemeriksaan itu, Mahkamah menunjukkan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut berisi hak-hak yang seharusnya dihormati oleh pembuat undang-undang. Mahkamah menyatakan bahwa “sifat hukum lembaga harus secara mendasar dijelaskan oleh elemen-elemen konstituen, tanpa menghiraukan nama yang diberikan oleh pembuat undang-undang atau individual” dan merujuk pada 3 sumber, termasuk Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Manusia, Deklarasi Univesal tentang HAM, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), khususnya Pasal 6 dan 7, dan Deklarasi Philadelphia ILO tahun 1944. Mahkamah menyimpulkan dari analisa ini bahwa kupon makanan secara efektif merupakan bagian dari remunerasi untuk pekerja:

“Perhatian harus difokuskan pada Pasal 6 dan 7 ICESCR karena ‘saling bergantung’28, mereka diposisikan, dengan segala kesederhanaan dan kejelasan, sebagai panduan yang menentukan untuk menjelaskan masalah kategorisasi ini, dan karenanya bisa digunakan untuk menyelesaikan kasus yang diperselisihkan. Konsekuensinya, ada dua hal. Ketentuan pertama menyatakan bahwa hak untuk bekerja “termasuk hak bagi setiap orang atas kesempatan untuk mendapatkan kehidupannya melalui pekerjaan [...]” (poin 1, huruf miring ditambahkan). Kedua, yang diklasi� kasikan sebagai ‘upah’ atau ‘remunerasi’ yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja pada kesempatan yang disebutkan di atas adalah dalam konteks hubungan kerja; Karena itu, harus disimpulkan bahwa tidak mudah menggambarkan bahwa setiap pembayaran, seperti kupon makanan, yang menjadikan jumlah yang jelas terhadap “pendapatan” bagi pemohon dan secara setara jelas bahwa hal tersebut termotivasi atau timbul sebagai konsekuensi dari kontrak atau hubungan kerja tersebut, berada di luar lingkup kondisi-kondisi di atas.”

Mahkamah menegaskan bahwa isi dari jaminan yang bersifat konstitusional tidak dapat diubah oleh keinginan pembuat undang-undang atau pengusaha. Mahkamah menunjukkan bahwa kerangka timbal-balik kontrak kerja harus diatur oleh prinsip keadilan sosial, dan segala sesuatu yang terkait dengan pengupahan harus mengikuti aturan pasar kerja dan membuat pengupahan tunduk pada kebutuhan yang lebih tinggi atas perlindungan martabat seseorang dan kebaikan bersama. Mahkamah membuat komentar mengenai keadilan sosial yang merujuk pada Deklarasi ILO tentang Keadilan Sosial:

“Nilai yang senantiasa memandu ILO dari sejak pendiriannya (Perjanjian Versailles, Bagian I, Ayat pertama) sampai saat ini dan ditegaskan kembali dalam Deklarasi ILO tentang Keadilan Sosial untuk Globalisasi yang Adil (diadopsi di Jenewa, 10-06-2008) sebagai cara untuk menghadapi tantangan abad ke-21 tidak lain adalah keadilan sosial.”

28 Sebagaimana ditetapkan dalam Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam Komentar Umum No 18, Hak untuk Bekerja, 2005, E/C.12/GC/18, Paragraf 8.

Page 32: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

32

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Mahkamah menambahkan bahwa de� nisi remunerasi menurut sistem hukum Argentina “tidak boleh dipahami kurang dari de� nisi yang ada dalam Pasal 1 Konvensi ILO No. 9529 tentang perlindungan upah” dan untuk alasan ini dianggap layak untuk merujuk pada komentar yang berulangkali disampaikan kepada pemerintah oleh Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi sejak tahun 1995, yang telah secara spesi� k dirujuk pada Pasal yang bersangkutan:

“(…) Selain itu, badan internasional, secara terus menerus diikuti melalui kritik yang telah diangkat pada tahun 1995, tentang tunjangan non-remunerasi dalam keputusan No. 1477 dan No. 1478 tahun 1989, serta No. 333 tahun 1993, “untuk meningkatkan nutrisi pekerja dan keluarganya “, menyimpulkan bahwa “ada hubungan antara tunjangan yang dirancang untuk memperbaiki nutrisi pekerja dan keluarganya dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan menurut kontrak kerja. “Tunjangan” ini – terus menerus – diberikan jangka waktu tertentu (bonus, tunjangan tambahan, dsb). Semua itu merupakan komponen remunerasi menurut Pasal 1 Konvensi. (…)

Dalam komentar yang telah diberikan sebelumnya pada tahun 1998 dan 1999, badan internasional menyatakan bahwa “mencatat dengan penyesalan bahwa perundang-undangan baru [Pasal 103bis LCT (Undang-undang Kontrak Kerja) menurut teks dari Undang-undang No 24.700) membawa situasi kembali pada ketidaksesuaian dengan persyaratan dalam Konvensi”, yang telah berulang kali disebutkan sehubungan dengan keputusan No. 1477 dan No. 1478 tahun 1989, dan No. 333 tahun1993.”

10. Mahkamah Agung, Association of State Workers vs the Ministry of Labour, 11 Nopember 2008, A. 201. XL

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi30; instrumen-instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi31; kasus hukum internasional32

Organisasi pekerja/ Keputusan yang sesuai dengan konstitusi/ Kebebasan berserikat/ Hak-hak pekerja/ Kebebasan serikat pekerja/ Status hukum serikat pekerja/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Dalam hukum domestik Argentina, Pasal 41, Bagian A, Undang-undang 23.551 (UU Serikat Pekerja) menyatakan bahwa staf perwakilan dan anggota komisi internal dan badan serikat pekerja yang sejenis yang diatur dalam UU harus bera� liasi dengan asosiasi serikat pekerja yang diakui secara hukum dan dipilih dalam pemillihan.

29 Pasal 1: “Dalam konvensi, istilah upah berarti remunerasi atau pendapatan, yang dibuat atau diperhitungkan, dan dapat dinyatakan dalam bentuk uang atau bentuk tetap lain melalui kesepakatan bersama atau hukum atau peraturan nasional, yang dibayarkan menurut kontrak kerja tertulis atau tidak tertulis oleh pengusaha kepada orang yang dipekerjakan untuk pekerjaan yang dilakukan atau akan dilakukan atau untuk jasa yang diberikan atau akan diberikan”.

30 Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM dalam Bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (“Protokol San Salvador”); Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan perlindungan Hak untuk Berserikat, 1948.

31 Konstitusi ILO, 1919; Deklarasi Philadelphia ILO, 1944; Deklarasi Universal tentang HAM, 1948; Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Manusia, 1948; Deklarasi ILO tentangPrinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja, 1998.

32 Komite tentang Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya; Pengadilan Intern Amerika tentang HAM; Komite Ahli ILO tentang Kebebasan Berserikat; Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi.

Page 33: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

33

Model serikat pekerja di Argentina memperbolehkan keberadaan beberapa serikat pekerja dengan kegiatan yang sama, dengan ketentuan mereka harus terdaftar pada Kementerian Perburuhan, tetapi hanya satu serikat pekerja (yang memiliki keterwakilan yang paling banyak) yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai serikat yang berhak untuk menjalankan secara penuh keterwakilan serikat pekerja.

Dalam kasus ini, serikat pekerja tanpa kedudukan hukum – Asosiasi Pekerja Negara (ATE) – memohon agar penunjukan perwakilan itu dilakukan melalui pemilihan. Permohonan ini ditentang oleh serikat pekerja yang memiliki kedudukan hukum – Serikat Personel Sipil Angkatan Bersenjata (PECIFA) – dan dinyatakan tidak sah oleh Kantor Nasional Serikat Pekerja, yang kemudian diperkuat oleh Kementerian Perburuhan. Pengadilan Banding Perburuhan Nasional menguatkan apa yang telah diputuskan oleh Kementerian Perburuhan dan kasus tersebut berakhir di Mahkamah Agung Nasional sebagai lembaga Banding Luar Biasa.

Mahkamah menganalisa isi hak kebebasan berserikat yang diatur dalam Pasal 14 Konstitusi, serta dimensi individual dan kolektifnya. Dalam melakukan hal tersebut, mereka merujuk kasus hukum Pengadilan Inter-Amerika tentang HAM:

“Sebagaimana telah diputuskan oleh Pengadilan HAM Inter-Amerika, syarat dalam Pasal 16.1 Konvensi Amerika menetapkan “secara literal” bahwa “mereka yang dilindungi oleh Konvensi tidak hanya memiliki hak untuk berserikat secara bebas, tanpa intervensi dari otoritas publik untuk membatasi atau menghalangi pelaksanaan hak-hak yang bersangkutan. Oleh karenanya, ini adalah hak atas setiap individual”, tetapi ”mereka juga memiliki hak dan kebebasan untuk mencari hasil bersama atas tujuan yang sah, tanpa tekanan atau campur tangan yang mungkin mengubah atau merevisi tujuannya “(Kasus Huilca Tecse vs Peru, cit., para. 69 dan kutipannya). Kebebasan berserikat dalam “istilah perburuhan”, oleh karenanya dalam dimensi individualnya, “tidak terbatas pada pengakuan teoritis atas hak untuk membentuk serikat, tetapi juga termasuk, yang tidak terpisahkan, hak untuk menggunakan segala cara yang pantas untuk melaksanakan kebebasan tersebut; “dalam dimensi sosialnya hal tersebut membuktikan menjadi “cara yang membuat kelompok atau pekerja secara kolektif mampu mencapai tujuan tertentu bersama-sama dan untuk menikmati manfaat-manfaatnya (…)”

Mahkamah memutuskan bahwa hukum domestik Argentina yang diprotes tersebut (Pasal 41, Bagian A, UU 23.551) melanggar hak atas kebebasan serikat pekerja baik secara individual dan kolektif. Sehingga, Mahkamah menganggap bahwa ketentuan ini secara tidak sah membatasi:

“Pertama-tama, kebebasan pekerja yang secara individual ingin menjadi kandidat, karena hal ini memaksa mereka, meskipun secara tidak langsung, untuk bergabung dengan asosiasi serikat pekerja yang memiliki kedudukan hukum, tanpa menghiraukan keberadaan serikat yang lain dalam bidang yang sama yang hanya sekadar terdaftar. Kedua, kebebasan yang belakangan [serikat pekerja yang terdaftar tanpa status hukum], mencegah mereka dari pelaksanaan kegiatan mereka dalam satu aspek yang paling mendasar dan tujuan mengapa mereka dibentuk.”

Mengenai aspek kolektif dari hak atas kebebasan berserikat, Mahkamah menafsirkan bahwa hak konstitusional merujuk pada standar-standar perburuhan internasional dan kasus hukum dari badan-badan pengawas ILO, khususnya sehubungan dengan isu prerogatif yang dapat diberikan kepada serikat pekerja yang paling mewakili tanpa melanggar hak pekerja untuk bergabung dengan serikat yang mereka pilih dan hak serikat pekerja untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan mereka dan memilih perwakilan mereka secara bebas:

“Perintah konseptual ini sesuai dengan penafsiran Konvensi No. 87 dan hasil pekerjaan kedua badan-badan pengawas internasional ILO. [...] Tentu saja, Komite Ahli baru-baru ini telah “mengingatkan” pemerintah Argentina bahwa “untuk serikat yang memperolehnya, status “yang paling mewakili” tidak boleh dijadikan sebuah keistimewaan, selain dari untuk memprioritaskan

Page 34: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

34

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

keterwakilan dalam perundingan bersama, berkonsultasi dengan otoritas yang berwenang dan penunjukan delegasi badan-badan internasional” (pengamatan individual mengenai Konvensi Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berserikat, 1948 (No. 87), Argentina (rati� kasi: 1960), 2008). [...] (Dan), di tahun1989, mengomentari tentang UU 23.551, Komite Ahli mencatat bahwa hal tersebut kelihatannya tidak sesuai dengan Konvensi No. 87 di mana menurut Konvensi itu “hak untuk mewakili pekerja dalam hanya dapat dilakukan oleh anggota dari serikat yang memiliki status serikat pekerja”. […]

Kriteria Komite Ahli ini tidak disangsikan seluruhnya sesuai dengan Komite kebebasan Berserikat; sedangkan sehubungan dengan diskusi mengenai draft Konvensi 87 dan Konstitusi ILO (Pasal 5.3), “fakta bahwa UU Negara membuat pembedaan antara organisasi serikat pekerja yang paling mewakili dan organisasi serikat pekerja lainnya bukanlah hanya masalah kritik”, pembedaan tidak boleh menghasilkan situasi di mana “organisasi yang paling mewakili mendapatkan keutamaan yang melebihi di luar prioritas dalam perwakilan […] untuk tujuan perundingan bersama atau konsultasi dengan pemerintah, atau untuk tujuan menominasikan delegasi ke badan-badan internasional. […] (Kebebasan Berserikat: Intisari keputusan-keputusan dan prinsip-prinsip Komite Kebebasan Berserikat dari Badan Pimpinan ILO, Jenewa, ILO, Edisi ke-4revisi,1996, para. 309).”

Menafsirkan Konstitusi sehubungan dengan Konvensi ILO No. 87 dan yurisprudensi Komite Ahli ILO serta Komite Kebebasan Berserikat ILO, Mahkamah menyatakan bahwa pasal tersebut tidak konstisional dan kalimat yang dipersoalkan agar dicabut.

11. Pengadilan Banding Nasional, kamar Kelima, Parra Vera Maxima vs San Timoteo SAconc., 14 Juni 2006, Kasus No. 144/05 s.d. 68536

Subyek: pemecatan; kebebasan berserikat; perlindungan terhadap diskriminasi anti serikat

Peranan hukum internasional: menetapkan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;33 kasus hukum internasional34

Pemecatan/ Diskriminasi anti serikat/ / Penyelesaian pelanggaran kebebasan dan hak-hak dasar (“recurso de amparo”)/ Pembuktian terbalik/ Penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Pekerja yang dipecat karena program restrukturisasi, membawa kasusnya ke pengadilan, mengklaim bahwa dia menjadi korban diskriminasi anti serikat pekerja. Pemohon mengajukan banding atas keputusan pengadilan tingkat pertama, yang menolak tuntutannya, menolak dia untuk dipekerjakan kembali, dan menolak tuntutan pembayaran gaji yang terhutang sejak tanggal pemecatan. Pengadilan menolak gugatannya atas dasar pernyataan saksi-saksi yang tidak memungkinkan hakim untuk menentukan apakah pemecatan tersebut terkait dengan perilaku diskriminasi dari termohon. Pengadilan pada tingkat pertama menyatakan bahwa untuk membatalkan pemecatan yang dianggap diskriminatif, pemohon harus menyerahkan bukti yang tidak bisa disangkal melalui penelitian yang sangat ketat terhadap fakta-fakta, suatu kondisi yang menurut pengadilan tidak bisa dipenuhi dalam kasus ini.

33 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berserikat, 1948; Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969.

34 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi; Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat; Pengadilan Inter-Amerika tentang HAM.

Page 35: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

35

Pengadilan Banding kemudian memutuskan apakah pemecatan pemohon adalah tindakan diskriminatif sebagai balasan atas kegiatan-kegiatan keserikatannya.

Dalam memutuskan kasus ini, pengadilan banding menekankan relevansi hukum internasional dan menyatakan bahwa hal itu harus menjadi dasar untuk semua keputusan pengadilan Argentina karena keutamaan Konstitusi yang menggunakan instrumen internasional dalam sistem hukum Argentina:

“hanya menggunakan ketentuan-ketentuan UU kontrak kerja yang mengatur hak atas perlindungan terhadap pemecatan yang sewenang-wenang dan hak untuk bekerja, untuk menolak tuntutan pemohon, tidak hanya tidak sah dipandang dari sudut sistem hukum nasional, tetapi juga akan sangat serius mengkompromikan tanggung jawab internasional Argentina.”35

Khususnya, hakim pada tingkat kedua memberikan keputusan yang penting terhadap hasil kerja dari badan-badan pengawas ILO dengan menyatakan bahwa:

“Reformasi Konstitusi Argentina pada tahun 1994 memberikan status konstitusional terhadap beberapa perjanjian internasional, deklarasi dan kesepakatan internasional mengenai HAM dan khususnya Konvensi Amerika tentang HAM (…) Laporan, penelitian dan pandangan lain yang membentuk bagian dari doktrin badan-bdan pengawas Organisasi Perburuhan Internasional, dan secara umum, opini dan keputusan yang diadopsi oleh badan-badan internasional yang bertugas untuk memonitor penerapan perjanjian internasional, kesepakatan dan deklarasi universal tentang HAM yang memiliki nilai konstitusional dan supralegal menjadi panduan yang penting untuk penafsiran dan penerapannya dalam pengadilan-pengadilan di Argentina.”36

Lebih khusus, Pengadilan menyatakan bahwa “kasus hukum” dari Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi dan Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat menyatakan bahwa “pengetahuan tentang kasus hukum sangat penting untuk mengapresiasi lingkup berbagai ketentuan yang termuat dalam Konvensi.”37

Atas dasar sumber-sumber tersebut, Keputusan Pengadilan Banding berbeda dengan pengadilan di tingkat pertama, yaitu bahwa kesulitan pembuktian merupakan salah satu hambatan yang paling besar untuk mendapatkan perlindungan yang efektif terhadap tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh pihak swasta. Pengadilan memutuskan bahwa ketika seorang pekerja menganggap dirinya sebagai korban diskriminasi, untuk memenuhi persyaratan perlindungan atas hak dasarnya, dan kesulitan pembuktian atas fakta awal, harus ada transfer atas aturan yang tradisional atas distribusi beban pembuktian ketika pekerja dapat “menyediakan petunjuk yang beralasan bahwa tindakan perusahaan melanggar hak-hak dasarnya. Dengan kata lain, bukti prima facie bertujuan untuk mengeluarkan alasan tersembunyi dari tindakan perusahaan, bila memang ada”.

Dalam rangka mekon� rmasikan kebijaksanaan atas pembuktian terbalik, yang dianggap menjadi hal yang menentukan dalam kasus ini, Pengadilan Banding merujuk pada Survei Umum Komite Ahli Penerapan Konvensi dan Rekomendasi tentang Konvensi ILO No.111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan).38

Atas dasar prinsip tersebut, Pengadilan Banding menganggap bahwa sifat diskriminatif atas pemecatan pekerja telah terbukti. Sedangkan untuk sanksi pemecatan tersebut, Hakim merujuk pada beberapa ketentuan, termasuk Pasal 1 Konvensi ILO No. 98, yang mengatur bahwa pekerja harus mendapatkan perlindungan yang cukup terhadap tindakan-tindakan diskriminasi anti serikat pekerja. Dalam hal ini, Pengadilan menyebutkan posisi Komite Kebebasan Berserikat, “yang menekankan bahwa kelihatannya tidak

35 Halaman 25 Keputusan.

36 LIhat halaman 10 keputusan.

37 Lihat halaman 7 keputusan

38 ILO: Kesetaraan dalam Pekerjaan dan Jabatan,survei Umum Komite Ahli Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, Konferensi Perburuhan Internasional, Sesi ke-75, Jenewa, 1988, Laporan III(4B).

Page 36: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

36

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

cukup perlindungan terhadap tindakan-tindakan anti serikat pekerja, yang menjadi obyek dari Konvensi No. 98, yang dijamin oleh hukum yang memperbolehkan pengusaha, dalam praktik, menurut kondisi pembayaran kompensasi yang diatur oleh hukum untuk semua kasus pemecatan yang tidak sah, untuk memecat pekerja jika alasan sesungguhnya adalah keanggotaannya atau kegiatan serikat pekerja.”

Mengambil inspirasi dari pekerjaan badan pengawas ILO, Pengadilan Banding Argentina memutuskan untuk menolak keputusan di tingkat pertama, menyatakan bahwa pemecatan tidak sah dan mengembalikan pekerja ke pekerjaannya, dengan mempertimbangkan fakta-fakta sebelum PHK, sebenarnya terdapat tindakan anti serikat pekerja.

12. Mahkamah Agung, Aquino, Isacio vs Cargo Servicios Industriales S.A., 21 September2004, A. 2652. XXXVIII

Subyek: kesehatan dan keselamatan di tempat kerja; hak atas perlindungan kesehatan; hak atas ganti rugi hukum yang efektif; hak atas kerugian

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi39; instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi40; kasus hukum internasional41; kasus hukum asing42

Kecelakaan kerja/ Tindakan sipil/ Penyedia asuransi kecelakaan kerja/ Konstitusi nasional/ Konstitusionalitas/ Kerugian dan kerusakan/ Ganti rugi/ Kerusakan di tempat kerja/ Perbaikan yang penuh/ Tanggung jawab sipil/ Penilaian kerugian/ Penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional.

Pekerja mengalami kecelakaan yang serius di tempat kerja ketika jatuh dari atap seng setinggi sepuluh meter, ketika sedang bekerja, setelah mengikuti instruksi dari pengusahanya, tanpa ada perlengkapan keselamatan, atau jaring pelindung yang dipasang bila ada yang jatuh. Pada saat kecelakaan, usia pemohon adalah 29 tahun.

Akibat kecelakaan di tempat kerja tersebut, pemohon dinyatakan 100 persen tidak mempunyai kemampuan untuk bekerja lagi.

Dalam sistem hukum Argentina, kecelakaan dan penyakit di tempat kerja diatur dalam UU Risiko-risiko di Tempat Kerja (LRT), No. 24.557. Dalam UU ini diatur sistem kompensasi (penggantian) kerugian berdasarkan asuransi: pengusaha mengontrak asuransi untuk menanggung pekerjanya dengan Asuransi Risiko Kerja (ART), dan ART memenuhi tugas pencegahan risiko dan pembayaran ganti rugi jika pekerja mengalami kecelakaan atau penyakit di tempat kerja.

LRT hanya memberikan ganti rugi material, dan itu artinya hanya penggantian pendapatan yang hilang. Jika dihitung, pada akhirnya, jumlahnya sangat terbatas.

39 Perjanjian Internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979; Konvensi tentang Hak-hak atas Anak, 1989; Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969; Pembukaan Perjanjian Organisasi Negara-negara Amerika, 1948; Deklarasi Social-Perburuhan Mercosur, 1998.

40 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948; Pembukaan terhadap Konstitusi.ILO, 1919.

41 Komite Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya; Pengadilan Inter-Amerika tentang HAM.

42 Pengadilan Arbitrasi Belgia, Arrêt No. 33792, 7-5-1992, IV, B.4.3; Arrêt No. 40/94, 19-5-1994, IV, B.2.3, Mahkamah Konstitusi Portugal, Acórdão No. 39/84; Mahkamah Konstitusi Prancis, Putusan No. 94-359 DC of 19-1-1995; Pengadilan HAM Eropa, James and others, Putusan tanggal 21-2-1986.

Page 37: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

37

Dalam sistem LRT, dengan mengikuti asuransi ART, pengusaha dibebaskan dari semua tanggung jawab yang disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit di tempat kerja yang diderita oleh pekerja. Pekerja hanya menerima pembayaran tunjangan dari LRT melalui ART. Karena itu, pekerja tidak memiliki kesempatan untuk mengklaim ganti rugi sesuai dengan UU Sipil Argentina.

Mahkamah berpendapat bahwa sistem kompensasi LRT yang diterapkan dalam kasus ini tidak mencukupi dan tidak kondusif untuk perbaikan yang penuh dan menyeluruh yang seharusnya dijamin untuk pekerja sesuai dengan prinsip konstitusi yang melarang orang melanggar hak-hak pihak ketiga (Pasal 19). Mahkamah juga berpendapat bahwa sistem tersebut tidak cocok dengan prinsip “perlindungan pekerja” dan jaminan ”kondisi kerja yang layak dan sejahtera” yang diatur dalam Pasal 14bis Konstitusi nasional43 dan aturan lain dalam berbagai instrumen internasional atas status konstitusional (khususnya Kovenan Internasional mengenai Hak-hak atas Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang dimuat dalam Pasal 75, Bagian 22, sebelumnya.

Mahkamah juga menyimpulkan bahwa LTR tidak sesuai dengan prinsip keadilan sosial:

“[...] Sistem LRT tidak sesuai dengan prinsip mendasar lainnya dalam Konstitusi nasional kita dan hukum internasional tentang HAM: keadilan sosial, yang memiliki penerapan yang penting dalam bidang hukum perburuhan dan termaktub dalam permulaan dari abad terakhir Pembukaan Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional sebagai cara untuk menciptakan kedamaian universal, tetapi juga sebagai tujuan. Di antara banyak instrumen internasional, Pembukaan Piagam Organisasi Negara-negara Amerika dan Konvensi Amerika tentang HAM, tidak menghilangkan pernyataan dan penegasan mengenai prinsip ini, yang juga muncul dalam pasal 34 Piagam di atas (Sebagai Protokol Buenos Aires). Namun, tidak perlu untuk merujuk pada konvensi-konvensi di atas, karena sebagaimana dijelaskan oleh Mahkamah dalam kasus tambahan “Berçaitz”, pengaturan mengenai hal itu sudah ada dalam Konstitusi kita sejak dari awal.”

Konsekuensinya, Mahkamah menyatakan bahwa pembatasan yang dikenakan kepada pekerja atas klaim untuk mendapatkan ganti rugi dari pengusaha atas kerugian yang diderita akibat kecelakaan di tempat kerja sebagai tidak konstitusional dan karenanya mengecualikan pengusaha dari tanggung jawab sipil.

43 Konstitusi Argentina, Pasal 14 bis: “Pekerjaan dalam berbagai bentuknya harus menikmati perlindungan hukum, yang menjamin pekerja atas: kondisi kerja yang bermartabat dan sejahtera, libur dan istirahat yang dibayar, upah yang adil, upah untuk kehidupan, upah yang setara untuk pekerjaan yang setara nilainya, bagian dalam pendapatan perusahaan, kontrol atas produksi dan kolaborasi dalam manajemen, perlindungan terhadap pemecatan yang sewenang-wenang, stabilitas ketenagakerjaan publik, organisasi serikat pekerja yang bebas dan demokratik, pengakuan hanya dengan mendaftarkan dalam pendafataran khusus.”

Serikat pekerja dengan ini dijamin haknya; untuk membuat perjanjian kerja bersama, untuk berkonsiliasi dan arbitrasi, untuk mogok. Perwakilan serikat pekerja harus memiliki jaminan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas serikat dan yang berkenaan dengan stabilitas pekerjaan.

Negara harus menjamin tunjangan jaminan sosial, yang harus menjadi bagian yang satu dan tidak terpisahkan. Khususnya, UU harus menetapkan: asuransi sosial wajib, yang akan dilaksanakan oleh badan-badan di tingkat nasional dan provnsi dengan otonomi keuangan dan ekonomi, dikelola oleh orang-orang yang memiliki partisipasi publik, tanpa tumpang tindih dalam kontribusi, pensiun, perlindungan keluarga penuh, perlindungan perumahan, tunjangan keluarga dan akses ke perumahan.”

Page 38: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

38

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

13. Pengadilan Banding Perburuhan Nasional, kamar Keenam, Balaguer, Catalina T. vs Pepsico de Argentina S.R.L., 10 Maret2004

Subyek: akses pada keadilan; hak atas ganti rugi hukum yang efektif; perlindungan terhadap diskriminasi anti serikat pekerja

Role of internasional law: direct resolution of a dispute on the basis of internasional law

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi44; instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi45

“Amparo”/ Hak atas non diskriminasi/ Perintah atas alasan-alasan umum pemecatan/ Prinsip kebebasan serikat pekerja/ Pekerja bekerja kembali/ Penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Pemohon adalah pekerja yang bukan pengurus serikat pekerja dan karenanya tidak menikmati hak atas jaminan pekerjaan (ketidakmungkinan dipecat atau diskors atau mendapatkan kontrak kerja dengan syarat-syarat yang dimodi� kasi tanpa penilaian terlebih dahulu atas pengecualian dari perlindungan) yang dijamin oleh hukum Argentina kepada pimpinan serikat pekerja menurut peraturan domestik: UU Serikat Pekerja No. 23.551. Namun, Pemohon adalah istri dari pemimpin serikat pekerja yang mendapatkan perlindungan hukum tersebut, dan dia juga melakukan pembelaan atas hak-hak teman sekerjanya secara regular.

Kemudian, setelah ada perselisihan kolektif di mana pemohon secara aktif berpartisipasi, perusahaan memberitahu Ny. Balaguer bahwa dia dipecat karena kinerja yang buruk. Ny. Balaguer menolak pemecatan tersebut, menyatakan bahwa alasan pemecatannya yang sebenarnya adalah kegiatan dia dalam membela hak-hak pekerja dan karena dia adalah istri dari pimpinan serikat pekerja, dan dia memulai proses hukum untuk perlindungan (amparo), menuntut dipekerjakan kembali karena sifat diskriminatif dalam pemecatan tersebut.

Undang-undang perburuhan Argentina yang spesi� k, dalam aspek hukum perburuhan individual, tidak secara langsung mengatur pemecatan yang bersifat diskriminatif (meskipun faktanya peraturan tersebut melarang diskriminasi), dan dalam hukum perburuhan kolektif, UU Serikat Pekerja tidak mengatur soal pengembalian pekerjaan setelah muncul perilaku anti serikat yang dilakukan pengusaha.

Pada tingkat pertama, hakim mengabulkan tuntutan Ny. Balaguer, mensahkan perlindungan atas hak-hak sipilnya dan memerintahkan perusahaan untuk mempekerjakan kembali, berdasarkan aturan umum hukum Argentina (tidak secara spesi� k dalam hukum perburuhan) yang melarang segala tindakan diskriminasi, memperhatikan ketidakabsahannya (Undang-undang 23592).

Pada tingkat banding, Pengadilan Banding Perburuhan Nasional menguatkan putusan tersebut. Dalam putusannya, Pengadilan menganalisa pemberitahuan pemecatan, menyatakan bahwa perintah berdasarkan alasan-alasan umum yang luas (dalam kasus ini “kinerja yang buruk”), tidaklah memadai untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang perburuhan Domestik Argentina untuk mensahkan pemecatan tersebut. Dan karena tidak adanya alasan pemecatan, diskriminasi yang diajukan oleh pemohon adalah sah, dan perlindungan yudisial atas hak-hak sipilnya pantas diberikan.

Tentang alasan atas keputusannya tersebut, Pengadilan Banding Perburuhan Nasional merujuk tidak hanya pada undang-undang anti diskriminasi domestik Argentina (Undang-undang 23551), tetapi juga pada

44 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan perlindungan Hak untuk Berserikat, 1948; Konvensi ILO No.98 tentang Hak untuk Berserikat dan Perundingan Bersama, 1949; Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segla Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965; Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969; Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979; Konvensi tentang Hak-hak Anak, 1989.

45 Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Manusia, 1948.

Page 39: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

39

instrumen internasional yang dirati� kasi oleh Argentina: sistem Amerika dan PBB untuk perlindungan HAM yang menjadi dasar hak anti diskriminasi.

Mengenai perlindungan terhadap pekerja yang menjalani kegiatan-kegiatan serikat pekerja namun tanpa posisi formal dalam serikat pekerja, Pengadilan mendasarkan keputusannya pada Konvensi-konvensi ILO No. 87 dan 98, yang memperluas dasar atas subyek-subyek yang dilindungi oleh perundangan-undangan Domestik Argentina. Pengadilan menyatakan:

“[Bahwa] Pasal 1 Konvensi No. 98, pada Ayat 1, menyatakan bahwa “Pekerja harus memiliki perlindungan yang memadai terhadap diskriminasi anti-serikat sehubungan dengan pekerjaan”, dan Ayat 2, bagian (b) mengatur bahwa perlindungan tersebut harus berlaku khususnya terhadap tindakan-tindakan yang dimaksudkan “yang bisa menimbulkan alasan pemecatan kepada atau mempunyai prasangka terhadap pekerja karena keanggotaannya dalam serikat atau partisipasi dalam kegiatan-kegiatan serikat di luar jam kerja atau dalam jam kerja”.

Karena pemecatan dianggap sebagai tindakan diskriminasi, yang disebabkan oleh kegiatan serikat pekerja dari pemohon, dinyatakan tidak sah, maka mempekerjakan pekerja kembali adalah keputusan yang benar.

“Dalam kasus ini, tidak relevan bagi posisi termohon bahwa Balaguer tidak memiliki posisi yang stabil dalam serikat pekerja dan karenanya Pasal 47 UU 23551 tidak memperbolehkan mempekerjakan kembali, karena legislasi menyebutkan bahwa perlindungan terhadap perilaku diskriminatif lebih luas daripada perlindungan yang diatur dalam UU 23 551, di situ diatur hukuman untuk setiap perlakuan yang tidak setara berdasarkan kondisi-kondisi yang berbeda, termasuk ide atau kegiatan serikat pekerja. Menjelaskan hal ini, harus ditunjukkan bahwa pemecatan bersifat diskrimiantif menurut UU 23592 dan perjanjian-perjanjian internasional yang berlaku (cf. pasal 75, bagian 22 Konstitusi), mengatakan bahwa diskriminasi harus “hilang”, dan menurut pendapat saya, cara untuk mencapai hal ini adalah dengan mengembalikan pekerja pada pekerjaannya, karena pemecatan diskriminatif adalah tidak sah.”

14. Pengadilan Perburuhan Tingkat Pertama dari Pengadilan Negeri Bagian Selatan, Susana Elena Ordóñez vs Government of the Province of Tierra del Fuego, concerning an administrative dispute, 29 Agustus 2000, Keputusan Interim No. 787

Subyek: akses ke keadilan; prinsip umum kesetaraan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menerjemahkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi46

Akses ke keadilan/ Prinsip kesetaraan/ Hukum yang menetapkan pembayaran atas biaya hukum bagi pekerja di sektor publik/ Prinsip konstitusional tentang akses gratis dan jaminan kesetaraan/ Penafsiran jaminan kesetaraan konstitusional sehubungan dengan hukum internasional untuk mengklari� kasi de� nisi istilah

Pemohon mempertanyakan suatu UU47 yang dianggapnya tidak konstitusional karena dalam undang-undang itu diatur tentang keharusan pekerja di sektor publik untuk membayar biaya hukum jika ia berperkara

46 Konvensi ILO No. 151 mengenai Hubungan Perburuhan (Layanan Publik), 1978.

47 Pasal 41 UU mengenai Biaya Hukum No. 460, yang diadopsi tanggal 27 Desember 1999.

Page 40: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

40

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

dengan pemberi kerja. Undang-undang ini dianggap melanggar ketentuan konstitusi di tingkat provinsi48 yang menetapkan, sebagai jaminan kepada pekerja, prinsip pembebasan biaya administratif atau litigasi hukum, terutama buruh, pekerja professional atau serikat pekerja.

Untuk menentukan apakah undang-undang tersebut melanggar konstitusi provinsi, Pengadilan Perburuhan Tingkat Pertama mempelajari ketentuan konstitusional yang mengakui prinsip akses gratis terhadap pengadilan, untuk menentukan apakah hal tersebut juga berlaku bagi pekerja pemerintah. Dalam melakukah hal itu, Pengadilan merujuk pada Konvensi ILO No. 151 untuk menafsirkan arti dari istilah “pekerja” yang dimasukan dalam ketentuan konstitusional.

Pengadilan mempertimbangkan bahwa penafsiran mengkon� rmasikan bahwa ketika prinsip akses gratis merujuk pada pekerja, maka tidak ada pembedaan antara pegawai pemerintah dan pekerja swasta. Oleh karena itu, manfaat atas akses gratis terhadap litigasi merujuk pada kedua kategori pekerja, dan pekerja di sektor publik tidak boleh dikecualikan dari manfaat ini.

Pengadilan merujuk pada “(…) Ayat 9 Pasal 16 Konstitusi Provinsi berlaku bagi pekerja di kedua sektor dan bahwa dalam kasus ini kata “pekerja” harus dipahami sebagai merujuk pada pertanyaan yang terkait dengan pekerjaan seseorang dalam hubungan ketergantungan melalui kontrak kerja atau kontrak hubungan kerja publik dan tidak untuk kasus-kasus yang diatur secara ekslusif oleh hukum perburuhan. Penafsiran ini sejalan dengan penggunaan kata “pekerja” yang dibuat oleh Organisasi Perburuhan Internasional, yang membedakan pekerja di sektor publik dengan pekerja di sektor privat hanya dalam kasus tertentu yang memerlukan perlakuan berbeda atau khusus karena kekhususan yang berasal dari sifat hukum pemberi kerja (lihat Konvensi ILO No. 151).”

Penafsiran konstitusi tingkat provinsi terkait dengan Konvensi ILO No. 151, Pengadilan Perburuhan Negeri bagian Selatan menunjukkan bahwa manfaat akses gratis ke pengadilan berlaku kepada pekerja baik di sektor publik and privat dan, oleh karenanya hukum yang meminta pembayaran biaya olehpekerja di sektor publik dinyatakan tidak konstitusional.

15. Pengadilan No. 20, Asociación de Trabajadores del Estado (A.T.E.) and others vs Government of Argentina (Executive Branch), 29 Agustus 2000, Putusan No. 19.896

Subyek: perundingan bersama

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;49instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi50

Perundingan bersama dalam sektor publik/ Pengurangan upah melalui keputusan eksekutif/ Penerapan langsung hukum internasional untuk mengesampingkan hukum nasional yang lebih rendah

Badan eksekutif menerbitkan beberapa keputusan yang mengurangi remunerasi pekerja di sektor publik atau pegawai pemerintah, jumlahnya telah disetujui melalui perundingan bersama. Sebagai hasilnya, pekerja disektor publik mengajukan litigasi terhadap Pemerintah atas pelanggaran hak-hak dan kebebasan

48 Pasal 16(9) Konstitusi tingkat Provinsi: ‘Pekerjaan adalah hak dan kewajiban sosial, itu adalah cara yang sah dan penting untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan material dari seseorang dan masyarakat. Tierra del Fuego, Antarctica dan the Islands di Atlantik Selatan adalah provinsi yang mendasarkan pekerjaan mengakui hak-hak berikut untuk semua penduduknya: akses gratis untuk mendapatkan litigasi administratif dan hukum atas urusan perburuhan, professional dan serikat pekerja.”

49 Konvensi ILO No. 95 tentang Perlindungan Upah, 1949; Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966.

50 Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Manusia, 1948.

Page 41: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

41

mendasar, meminta keputusan itu dinyatakan tidak konstitusional dan pembatalan keputusan tersebut karena melanggar kesepakatan bersama.51

Untuk menentukan apakah keputusan pengurangan remunerasi pekerja di sektor public itu sah, Pengadilan merujuk pada Konvensi ILO No. 95 tentang perlindungan upah.52 Pengadilan memutuskan bahwa Konvensi mengakui hak pekerja untuk menerima gaji sebagaimana telah disepakati.

Mengenai penerapan Konvensi ILO No. 95, Pengadilan memutuskan sebagai berikut:

“(…) hak pekerja untuk menerima remunerasi mereka pada tingkat yang dicapai sebelum keputusan baru itu ditetapkan, secara nyata dilindungi oleh Konvensi ILO No. 95 mengenai perlindungan upah53 (dirati� kasi oleh perintah eksekutif 11.594/56), yang berlaku bagi semua orang yang dibayar atau harus dibayar gajinya.”

Pengadilan mempertimbangkan dua perjanjian internasional tambahan:

“(…) pengurangan yang diatur dalam keputusan 430/00 dan 461/00 sangat jelas melanggar ketentuan khusus dari konvensi internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya54 yang juga diketahui memiliki pengaruh dalam Konstitusi Argentina Pasal 75 (22).

(…) Bahwa Pasal XIV Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Manusia (mengenai hak untuk bekerja dan retribusi yang adil) menetapkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menerima remunerasi yang adil yang menjamin standar hidup yang layak untuknya dan bagi keluarganya.”

Oleh karena itu, Pengadilan No. 20 secara langsung memberlakukan Konvensi ILO No. 95 untuk menyatakan ketidakkonstitusionalan dan pembatalan keputusan yang mengurangi remunerasi pekerja di sektor publik yang telah disepakati melalui perjanjian bersama. Selanjutnya, Pengadilan memerintahkan pembayaran upah yang belum dibayarkan.

51 Menurut sistem hukum Argentina, pekerja sektor publik diatur oleh hukum publik untuk aspek formal hubungan kerja dan oleh hukum privat untuk dimensi domestik hubungan tersebut. Menurut hukum privat, terdapat kemungkinan menentukan kondisi-kondisi kerja melalui perundingan bersama.

52 Sesuai dengan Pasal 75 (22) Konstitusi Argentina, perjanjian-perjanjian internasional memiliki preseden terhadap undang-undang.

53 Pasal 8 Konvensi memperbolehkan pengurangan-pengurangan hanya dalam kondisi yang ditentukan oleh “hukum nasional atau ditetapkan oleh perundingan bersama atau keputusan arbitrasi”. Sehubungan dengan ketentuan ini, Pengadilan memutuskan ketidakmungkinan menetapkan pengurangan dalam remunerasi melalui suatu keputusan. Konvensi yang dirati� kasi tersebut, sesuai dengan keetentuan Pasal 75 (22) Ayat 1 Konstitusi Argentina memiliki rangking yang lebih tinggi (supralegal).

54 Pasal 7 Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: “Pihak Negara dalam Perjanjian ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati keadilan dann kondisi yang menguntungkan dalam pekerjaan yang menjamin, khususnya: (a) remunerasi yang memberikan semua pekerja, pada tingkat minimum: (i) upah yang adil dan remunerasi yang setara untuk pekerjaan yang setara nilainya tanpa pembedaan apapun, khususnya perempuan yang dijamin kondisi kerjanya tidaklebih rendah daripada yang didapatkan oleh laki-laki, dengan kesetaraan upah untuk pekerjaan yang setara; (…)”.

Page 42: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

42

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

16. Pengadilan Perburuhan pada Tingkat Pertama pada Pengadilan Negeri bagian Selatan, Vargas, Bernardo Silenio vs Provincial Executive Branch, Provincial Ministry of Health and Social Welfare, mengenai perselisihan administratif, 30 September 1998, Kasus No. 556, Keputtusan Final No. 565

Subjects: kebebasan berserikat; pemecatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: kasus hukum internasional55

Pemecatan/ Kebebasan berekspresi dalam kerangka kebebasan berserikat/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Seorang pekerja yang bertanggungjawab untuk manajemen sumber daya manusia berada di rumah sakit. Karena kurangnya mesin, pekerjaan karyawan tersebut tidak dapat dilakukan secara layak, dan pekerja memperlihatkan kepada serikat pekerja foto-foto tidak berfungsinya mesin, yang berlawanan dengan ketentuan kesehatan. Serikat pekerja kemudian mendistribusikan foto-foto tersebut ke media.

Kejadian tersebut kemudian mengakibatkan pemecatan terhadap pekerja. Alasan pemecatan itulah yang mendorong pekerja meminta agar pemecatan itu dibatalkan. Pekerja itu merasa bahwa sanksi yang diperolehnya tidak sebandingkan apa yang dilakukannya. Ia mengklaim bahwa telah terjadi pelanggaran atas kebebasan berekspresi dan kebebasan berserikat.

Untuk menentukan apakah pemecatan tersebut berlawanan dengan kebebasan berekspresi dalam kerangka kebebasan berserikat, Pengadilan Perburuhan pada Tingkat Pertama menggunakan “kasus hukum” dari Komite ILO tentang kebebasan berserikat yang menggunakan prinsip yang telah dimasukkan dalam UU yang mengatur mengenai serikat pekerja56 berdasarkan prinsip bahwa pekerja dan organisasinya harus menikmati kebebasan beropini dan berekpresi dalam rapat, publikasi, dan kegiatan lain.

Pengadilan memutuskan sebagai berikut:

“Dalam hal ini, temuan saya adalah bahwa aksi tersebut tidak bisa dinyatakan sebagai penghinaan, ketidakloyalan, atau memiliki niat politis seperti yang dianggap oleh termohon, dan bahwa, sebagai hasil dari publikasi foto-foto tersebut, perubahan telah dibuat di rumah sakit di mana foto-foto tersebut dihasilkan (penyediaan alat pembakar sampah baru dan perubahan dalam sistem pembuangan sampah). Publikasi ini, oleh karenanya sah menurut doktrin yang menetapkan bahwa “pelaksanaan penuh atas hak-hak serikat pekerja membutuhkan aliran yang bebas atas informasi, opini dan ide (ILO 1985 Digest, Ayat 175)”57 dan bahwa “kebebasan berserikat berarti tidak hanya hak pekerja dan pemberi kerja untuk secara bebas mendirikan organisasi yang mereka pilih, tetapi juga hak untuk berorganisasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sah untuk membela kepentingan pekerjaan mereka (ILO 1985 Digest, Ayat 345).”58

55 Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat.

56 UU yang mengatur serikat pekerja No. 23551, diadopsi tanggal 14 April 1988. Pasal 1: “Kebebasan berserikat harus dijamin oleh semua peraturan yang mengatur tentang organisasi dan kegiatan-kegiatan serikat pekerja.” Pasal 3: “Dalam kepentingan pekerja, artinya segala sesuatu yang terkait dengan kehidupan dan kondisi kerja. Kegiatan-kegiatan serikat pekerja harus mempromosikan penghapusan semua hambatan yang menghalangi perwujudan potensi seluruh pekerja.” Pasal 5 (d): “Serikat pekerja memiliki hak-hak berikut: untuk menerapkan program kegiatan mereka dan melaksanakan segala kegiatan hukum untuk membela kepentingan pekerja dan khususnya untuk melaksanakan hak berunding bersama, untuk berpartisipasi, mogok dan mengadopsi segala tindakan yang sah bagi kegiatan serikat pekerja.”

57 ILO: Kebebasan Berserikat, Intisari keputusan dan prinsip- prinsip dari Komite Kebebasan Berserikat dari Badan Pimpinan ILO, edisi ketiga (Geneva, 1985), para. 175. Dalam versi terbaru dari Intisari tersebut (edisi revisi kelima tahun 2006), lihat para. 154.

58 ILO: Kebebasan Berserikat, Intisari keputusan dan prinsip- prinsip dari Komite Kebebasan Berserikat dari Badan Pimpinan ILO, op. cit., para. 345. Dalam versi terbaru dari Intisari tersebut (edisi revisi kelima tahun 2006), lihat para. 495.

Page 43: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

43

Sebagai hasilnya, berdasarkan UU yang mengatur serikat pekerja dan rujukan pada prinsip-prinsip yang dianut dalam “kasus hukum” Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat mengenai kebebasan berekpresi dalam rangka kebebasan berserikat, Pengadilan Perburuhan pada Pengadilan Negeri Bagian Selatan membatalkan keputusan administratif yang menyebabkan terjadinya pemecatan tersebut.

17. Mahkamah Agung, Ekmekdjian, Miguel A. vs Sofovich, Gerardo and others, 7 Juli 1992, E.64.XXIII

Subyek: kebebasan berekpresi, martabat manusia, hak jawab

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;59 Kasus hukum internasional60

Kebebasan pers/ martabat manusia/ Hak jawab/ Superioritas perjanjian internasional yang telah dirati� kasi atas hukum domestik/ Penerapan langsung ketentuan perjanjian internasional

Berdasarkan hak jawab, yang dia merasa dapat gunakan atas dasar Pasal 14 Ayat 1 Konvensi Amerika tentang HAM yang dirati� kasi oleh Argentina, pemohon mengajukan petisi untuk mendapatkan perlindungan karena pelanggaran atas kebebasan sipil mendasar dan hak untuk mengajukannya kepada Pengadilan Banding Nasional terhadap seorang pembawa acara program televisi, yang menolak membacakan surat selama program acaranya. Surat tersebut berisi jawaban kepada pernyataan seorang jurnalis yang dibuat sebelumnya. Hal ini dianggap sebagai penghinaan oleh pemohon.

Permintaan pemohon ditolak pada tingkat pertama atas dasar bahwa, antara lain, hak jawab tidak dapat diterapkan karena Konvensi Amerika tentang HAM menetapkan ”dalam kondisi yang diatur menurut hukum”, yang mencegahnya dari pelaksanaan yang otomatis selama aturan dasarnya tidak diatur, dan tidak ada prosedur untuk melaksanakannya, di mana Kongres Argentina memang belum menetapkannya pada saat itu.

Pemohon kemudian mengajukan penolakan tersebut kepada Mahkamah Agung, yang tidak hanya memutuskan apakah hak jawab adalah balasan yang efektif untuk menggantikan ketidakmampuan dalam membela martabat manusia yang dialami seseorang ketika berkonfrontasi dengan media, tetapi juga memeriksa apakah hak jawab yang ditetapkan dalam Konvensi Amerika tentang HAM, bisa secara langsung diterapkan dalam hukum domestik Argentina atau perlu ada peraturan pelengkap.

Pada saat pembahasan putusan tersebut, sedang terjadi reformasi konstitusional pada 1994, di mana ketika itu belum ada pengakuan secara tegas bahwa status perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi berada di atas hukum. Sehingga, sampai keputusan dibuat, kasus hukum Mahkamah Agung Argentina menganut pendekatan dualisme. Telah diputuskan dalam beberapa putusannya bahwa penerapan perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi dalam hukum domestik tetap berada di bawah (subordinasi), sampai isinya dimasukkan ke dalam hukum (UU) oleh Kongres.

Dalam kasus ini, Mahkamah memperkenalkan perubahan dasar dengan mengabaikan pendekatan dualisme dan mengakui hierarki superior atas perjanjian internasional yang telah dirati� kasi di atas legislasi domestik, dan mengadopsi penafsiran yang luas atas penerapan secara langsung ketentuan-ketentuan dalam perjanjian internasional yang telah dirati� kasi.

59 Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969; Konvensi Vienna tentang Hukum Perjanjian Internasional, 1969.

60 Pengadilan Inter-Amerika tentang HAM.

Page 44: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

44

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Seraya mengakui superioritas perjanjian internasional yang telah dirati� kasi di atas hukum domestik, dan mempertimbangkan tidak adanya ketegasan dalam ketentuan konstitusional mengenai hal ini, Mahkamah mendasarkan keputusan pada Konvensi Vienna mengenai Hukum Perjanjian Internasional yang telah dirati� kasi oleh Argentina dan menyatakan:

“Konvensi Vienna tentang Perjanjian Internasional, diadopsi oleh UU 19865, dirati� kasi melalui keputusan eksekutif pada tanggal 5 Desember 1972 dan dibelakukan sejak 27 Januari 1980, memberikan keutamaan pada konvensi internasional di atas hukum domestik. Oleh karena itu, prioritas hirarki telah menjadi satu bagian dari sistem hukum Argentina. Konvensi adalah perjanjian internasional, secara konstitusional sah, yang memberikan prioritas kepada perjanjian internasional di atas hukum domestik dalam kerangka hukum domestik. Ada pengakuan di sini tentang keutamaan hukum internasional di atas hukum domestik.”

Konvensi tersebut memodi� kasi situasi sistem hukum Argentina yang sebelumnya berlaku dalam keputusan-keputusan 257:99 and 271:7 (UU 43-458 dan 131-773), karena menurutnya, hipotesa hukum bahwa “tidak ada dasar hukum untuk memberikan prioritas” terhadap suatu perjanjian internasional di atas legislasi domestik, tidak lagi menjadi benar. Dasar hukum ini bisa ditemukan dalam Pasal 27 Konvensi Vienna, di mana dikatakan “suatu pihak tidak bisa menggunakan hukum internalnya sebagai justi� kasi atas kegagalannya dalam menerapkan perjanjian internasional”. Dalam hal ini, Mahkamah menyatakan “bahwa penerapan Pasal 27 Konvensi Vienna mewajibkan organ pemerintah Argentina untuk memberikan keutamaan kepada perjanjian-perjanjian internasional dalam kasus yang bertentangan dengan ketentuan Domestik atau dalam hal penghapusan draft ketentuan tersebut, di mana efeknya adalah sebanding dengan pelanggaran atas perjanjian internasional menurut ketentuan dalam Pasal 27 seperti yang disebutkan di atas.”

Prinsip umum tersebut telah dikemukakan, namun masih penting untukmenentukan apakah Pasal 14 (1) Konvensi Amerika tentang HAM mengakui hak untuk secara langsung menerapkannya dalam pengadilan Argentina, bahkan bila isinya belum dimasukkan ke dalam legislasi domestik.

Untuk menentukan posisinya, Mahkamah merujuk pada pandangan dari Pengadilan Inter-Amerika tentang HAM, yang menganggap bahwa Pasal 14, Ayat 1, bisa secara langsung diterapkan. Pengadilan Inter-Amerika, sebagai badan yang berwenang untuk menafsirkan Konvensi Amerika mengenai HAM, menyatakan dalam salah satu pandangannya bahwa Pakta mengakui hak dan kebebasan seseorang dan tidak memberikan wewenang kepada negara untuk melakukannya, selanjutnya menyatakan ketika Pakta menetapkan hak jawab berlaku “dalam kondisi-kondisi yang diatur dalam hukum”, hal tersebut merujuk hanya pada prosedur yang ketat (publikasi atas jawaban, jangka waktu dalam melaksanakan hak tersebut) yang spesi� k kepada sistem hukum nasional.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Mahkamah Agung menyatakan:

“Ketika Argentina merati� kasi perjanjian internasional yang juga telah ditandatangani oleh negara lain, diasumsikan bahwa untuk melaksanakan kewajiban pada tingkat internasional, badan-badan administratif dan peradilan akan menerapkannya untuk situasi-situasi yang diatur dalam perjanjian internasional tersebut, selama hal tersebut mengandung ketentuan yang cukup tepat mengenai situasi-situasi yang membuatnya menjadi berlaku dengan segera. Ketentuannya bisa berlaku sejak saat diperkirakan adanya situasi yang nyata di mana ketentuan tersebut bisa belaku segera, tanpa memerlukan Kongres untuk melembagakannya.61(…)

Pena� siran tekstual dari “setiap orang memiliki hak untuk” menghapuskan keraguan tentang hakekat pemberlakuan ketentuan ini.”62

61 Halaman 8 Keputusan.

62 Halaman 9 Keputusan.

Page 45: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

45

Atas dasar Konvensi Vienna dan kasus hukum dalam Pengadilan Inter-Amerika tentang HAM, Mahkamah Agung Argentina tidak hanya mengubah posisinya tentang keputusan sebelumnya yang telah menolak pemberlakuan karakter atas hak jawab dalam hukum domestik, tetapi juga secara radikal mengubah kasus hukum mengenai nilai perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi dalam sistem hukum Argentina. Mahkamah menerima tuntutan pemohon, mencabut keputusan Pengadilan Banding dan meminta termohon untuk membacakan surat yang ditulis oleh pemohon dalam program televisinya.

Page 46: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

46

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Australia

18. Pengadilan Federal Australia, The Commonwealth of Australia vs Human Rights & Equal Opportunity Commission, 15 Desember 2000, [2000] FCA 1854

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;63 Kasus hukum internasional64

Perwira tidak dipilih untuk promosi/ Banding karena diskriminasi atas dasar usia/ Penggunaan hukum

internasional untuk menentukan apakah diskriminasi tidak langsung diatur dalam hukum nasional

Perwira angkatan laut Australia, berusia empat puluh tujuh tahun, tidak lolos untuk promosi ke tingkat senior di Badan Promosi. Dia menyatakan banding atas keputusan tersebut dengan dugaan diskriminasi atas dasar usia yang melanggar Pasal 3(1) Undang-undang HAM dan Kesetaraan Kesempatan, 1986.65

Hukum nasional tidak secara tegas menetapkan bahwa istilah “diskriminasi” dari Pasal 3 (1) Undang-undang mencakup “diskriminasi tidak langsung”. Pengadilan Federal Australia menggunakan instrumen internasional untuk menyelesaikan permasalahan penafsiran ini. Merujuk pada Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), dan juga dokumen-dokumen badan-badan pengawas ILO untuk menjelaskan arti dari Konvensi.

Hakim pengadilan menyatakan bahwa:

“Undang-undang disahkan untuk menjadi kendaraan di mana kewajiban-kewajiban Australia menurut (…) Konvensi (…) dilaksanakan. Karenanya tidaklah mengejutkan bahwa dua Ayat dari Pasal 1 Konvensi di mana saya kutip dalam Ayat sebelumnya atas alasan ini harus menjadi sumber de� nisi “diskriminasi” dalam bagian 3 (1) Undang-undang, di mana de� nisinya secara substansial menghasilkan dua Ayat tersebut. Dalam Kasus ini, de� nisi “diskriminasi” dalam Undang-undang harus dikonstruksikan sesuai dengan hukum internasional mengenai de� nisi “diskriminasi” dalam Konvensi.66(…)

Sebagai hasilnya, bagi saya terlihat seperti dukungan yang sangat kuat, terutama dalam pernyataan pendapat oleh Komite Ahli, termasuk tahun 1996,67 tetapi juga dalam laporan Komisi Pemeriksaan mengenai Rumania, di mana kesimpulan yang dihasilkan oleh Komisi dalam masalah ini de� nisi “diskriminasi” di Konvensi dan karenanya bagian 3(1) dari Undang-undang bisa digolongkan sebagai diskriminasi tidak langsung.68

63 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan jabatan), 1958.

64 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi; Komisi ILO menetapkan untuk memeriksa pengaduan mengenai Pengamatan oleh Romania atas Konvensi Diskriminasi (pekerjaan dan Jabatan) (No.111), 1958.

65 Pasal ini mende� nisikan diskriminasi sebagai berikut: “(a) setiap pembedaan,pengecualian atau keutamaan yang dibuat atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pendapat politik, asal kewarganegaraan dan asal sosial yang memiliki efek membatalkan atau merusak kesetaraan kesempatan dan perlakuan; dan (b) setiap pembedaan, pengecualian atau keutamaan lainnya yang: (i) memiliki efek membatalkan atau merusak kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan;dan (ii) telah dinyatakan oleh peraturan sebagai diskriminasi untuk tujuan UU ini, tetapi tidak setiap pembedaan, pengecualian atau keutamaan; (c) sehubungan dengan pekerjaan tertentu berdasarkan persyaratan yang nyata untuksuatu pekerjaan.”.

66 Ayat 30 dan 31 Keputusan.

67 Hakim merujuk pada Survei khusus tahun 1996 dari Komite Ahli tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, yang memberi perhatian pada kesetaraan dalam pekerjaan dan jabatan, dan khususnya pada Ayat 25 dan 26 dari Survey (ILO: Kesetaraan dalam pekerjaan dan jabatan, Survei Khusus Komite Ahli tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, Laporan III(4B), Konferensi Perburuhan Internasional, Sesi ke-83, Geneva, 1996).

68 Ayat 45 keputusan.

Page 47: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

47

Dalam Survei Umum tentang Kesetaraan dalam Pekerjaan dan Jabatan di tahun 1988, Komite Ahli mengatakan bahwa ”konsep diskriminasi tidak langsung merujuk pada situasi di mana peraturan dan praktik netral yang sangat jelas menghasilkan ketidaksetaraan terhadap orang-orang dengan karakteristik tertentu atau yang termasuk dalam kelas tertentu dengan karakteristik khusus (contohnya ras, warna kulit,jenis kelamin, agaman).”69

Menggunakan Konvensi ILO No. 111 dan pernyataan-pernyataan terkait lainnya dari badan-badan pengawas ILO, Pengadilan Federal Australia menyimpulkan bahwa perundang-undangan nasional tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan mencakup diskriminasi tidak langsung. Atas dasar tersebut, Pengadilan menetapkan adanya diskriminasi dalam keputusan Badan Promosi.

19. Pengadilan Federal Australia, Konrad vs Victoria Police & Ors, 6 Agustus 1999, [1999] FCA 988

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;70 Kasus hukum asing71

Tindakan oleh petugas polisi dalam pemecatan yang tidak sah/ Penggunaan instrumen hukum internasional dan kasus hukum asing sebagai panduan dalam menafsirkan istilah “pekerja” yang dimuat dalam perundang-undangan nasional

Petugas polisi mengajukan tuntutan untuk mendapatkan sebuah penetapan bahwa pemecatan terhadap dirinya tidak sah. Dia mengklaim bahwa pemecatan tersebut melanggar Bagian 170 DE72 Undang-undang Hubungan Industrial tahun 1988 (Cth) (selanjutnya disebut “UU”).

Dalam rangka mengadili gugatan tersebut, Pengadilan Federal Australia memeriksa apakah Bagian 170 DE dari UU bisa diterapkan dalam kasus ini, yaitu apakah istilah “pekerja” yang dimuat dalam bagian tersebut meliputi petugas polisi. Pengadilan merujuk pada instrumen internasional yang mendasari UU, yaitu Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, juga pada kasus hukum asing dalam rangka memberikan putusannya.

Pengadilan pertamakali merujuk pada Bagian 3 UU [bagian yang berisi seksi 170 DE] yang telah diadopsi dalam rangka menerapkan Konvensi ILO No. 158 dan Rekomendasi No.166 tentang Pemutusan Hubungan Kerja dan konsekuensinya, hal termasuk harus ditafsirkan sesuai dengan kedua instrumen tadi:

“Bagian 3 diundangkan untuk mengefektifkan pemberlakuan Konvensi ILO No. 158 (1982) dan Rekomendasi No. 166. Ketika Undang-undang melaksanakan perjanjian internasional, maka hal tersebut menjadi konstruksi yang dapat diterima bahwa parlemen mengharpkan ketentuan

69 ILO: Kesetaraan dalam pekerjaan dan jabatan, Survey Umum Komite Ahli tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, laporan III (4B), Konferensi Perburuhan Internasional, sesi ke-75, Geneva, 1988, Ayat 28, catatan 1, dikutip dalam Ayat 37 Keputusan.

70 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

71 Amerika Serikat dan Kanada

72 Bagian 170 DE UU: “Seorang pengusaha tidak boleh memutuskan hubungan kerja kecuali ada alasan yang sah, yang terkait dengan kapasitas atau perilaku pekerja atau berdasarkan persyaratan operasional perusahaan atau layanan.”

Page 48: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

48

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

tersebut memiliki efek yang sama dengan perjanjian internasional yang bersangkutan (…). Efek ini secara jelas dimuat dalam UU Hubungan Industrial bagian 170CB yang menyatakan bahwa:

“pernyataan bahwa Bagian ini artinya sama dengan Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja. Oleh karena itu, untuk menentukan apakah petugas polisi adalah “pekerja” untuk tujuan Bagian 3, maka dalam kasus ini setelah konstruksi yang tepat dari Konvensi, pantas untuk dipertimbangkan bahwa petugas tersebut adalah “orang yang dipekerjakan”, kepada siapa Konvensi ini memang dimaksudkan untuk diberlakukan.”73

Untuk menentukan apakah petugas polisi adalah seorang pekerja dalam arti yang dimaksudkan oleh Konvensi, Pengadilan membatasi analisanya pada “arti yang biasa yang diberikan dalam istilah perjanjian internasional dalam konteks mereka dan terkait dengan maksud dan tujuannya”.74 Hakim tidak menggantungkan pada cara-cara lain untuk penafsiran (kerja persiapan dan/atau penjelasan arti dan lingkup instrumen yang diberikan oleh badan-badan pengawas ILO), karena mereka menganggap bahwa analisa atas ketentuan-ketentuan Konvensi memperbolehkan mereka untuk menentukan secara jelas arti dari istilah “pekerja” sebagaimana digunakan dalam instrumen.75

“Tidak ada keraguan bahwa Konvensi berlaku untuk orang yang dipekerjakan di sektor publik atau swasta. (…) Beralih ke naskah dalam Konvensi, tanpa melihat pada bahan persiapan, bahasa dari Pasal 2(1) secara mencukupi mencakup secara umum pekerja di sektor publik; pernyataan “semua orang yang dipekerjakan” layak untuk mencakup orang yang dipekerjakan pada sektor publik. Pena� siran ini dikon� rmasi dengan konteks yang dipakai. Konteksnya termasuk fakta bahwa ketentuan ini dibuat untuk pengecualian kategori pekerja sehubungan bila mereka mempunyai “masalah khusus” (Pasal 2 (4)) dan fakta bahwa penerapan standar-satndar umum (diatur dalam Bagian II) juga berlaku untuk pekerja di sektor publik dan swasta.”76

Pengadilan kemudian menetapkan bahwa “sekali ditetapkan bahwa Konvensi meliputi pekerja di sektor publik (kecuali dikecualikan), maka ini juga meliputi anggota kepolisian sebagai satu kategori pekerja di sektor publik”.77 Pengadilan juga mengutip contoh-contoh lain dalam kasus hukum di Amerika78 dan Kanada79 dalam mendukung argumennya bahwa petugas polisi termasuk dalam istilah “pekerja” sebagaimana dimuat dalam UU.

Bergantung pada Konvensi ILO No. 158 sebagai cara menafsirkan akan mendorong Pengadilan Federal untuk mengkhususkan bahwa perundang-undangan domestik Australia tentang pemutusan hubungan kerja berlaku pada petugas polisi.

73 Hakim Finkelstein, Ayat 71 keputusan.

74 Pasal 31(1) Konvensi Vienna tentang Perjanjian Internasional, 1969.

75 Untuk bisa memproses dalam cara ini para hakim bergantung pada prinsip-prinsip penafsiran Pasal 31 dan 32 dari Konvensi Vienna tentang Perjanjian Internasional, 1969. Lihat juga Ayat 72 sampai 77 keputusan.

76 Hakim Finkelstein, Ayat 76 Keputusan.

77 Hakim Finkelstein, Ayat 78 Keputusan. Harus dilihat bahwa Hakim Ryan dan North setuju dengan argumen/pengamatan dari Hakim Finkelstein.

78 Lihat Ayat 90 sampai 93 Keputusan.

79 Lihat Ayat 94 sampai 99 Keputusan.

Page 49: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

49

20. Pengadilan Tinggi Australia, Qantas Airways Limited vs Christie, 19 Maret 1998, [1998] HCA 18

Subyek: pemecatan; perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;80 instrumen yang yang tidak tunduk pada rati� kasi81

Pemecatan pilot/ Tindakan hukum atas dasar diskriminasi berdasarkan usia/ Rujukan kepada hukum internasional untuk menjelaskan arti pemberlakuan ketentuan-ketentuan nasional

Seorang pilot yang dipecat pada ulang tahunnya yang ke-60 menuntut perusahaannya, Qantas Airways Ltd (selanjutnya disebut “Qantas”), mengklaim bahwa pemecatannya adalah tindakan diskriminatif atas dasar usia yang melanggar UU Hubungan Industrial tahun 1988 (Cth) (selanjutnya disebut “UU”), yang mengatur bahwa perusahaan tidak boleh memutuskan hubungan kerja atas alasan usia.82

Untuk menentukan apakah UU bisa diterapkan dalam kasus perselisihan, Pengadilan Tinggi Australia harus menentukan terlebih dahulu apakah ada kasus tentang “pemutusan hubungan kerja” dalam pemahaman UU. Pengadilan kemudian mengklari� kasi bahwa arti dari istilah “persyaratan yang jelas”, karena berdasarkan hukum domestik, pemutusan hubungan kerja atas dasar usia dinyatakan sah jika usia pekerja dianggap sebagai persyaratan yang jelas untuk posisi tersebut.83

Sehubungan dengan kedua poin diatas, tiga dari lima hakim Pengadilan merujuk pada hukum internasional untuk menafsirkan perundang-undangan domestik dan kemudian menyelesaikan perselisihan. Mengomentari secara umum mengenai penafsiran ketentuan legislasi nasional sehubungan dengan intrumen internasional, Hakim Kirby menyatakan bahwa:

“Seperti disini, di mana hukum nasional berisi kata-kata yang berasal sumber-sumber internasional, adalah sah bagi pengadilan untuk memperhatikan sumber-sumber tersebut dalam menegaskan arti dari kata-kata tersebut. Tidak hanya hal ini adalah sebagai pendekatan yang pantas yang dimandatkan oleh otoritas yang berwenang pada pengadilan. Dalam kasus ini, hal tersebut mendatangkan pengesahan yang khusus dari ketentuan UU di mana pernyataannya harus memiliki “arti yang sama dengan Konvensi, sejauh yang menjadi perhatian dari Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja”.84

Para hakim kemudian merujuk pada hukum internasional untuk menafsirkan ketentuan-ketentuan nasional yang mengatur penyelesaian perselisihan.

Mengenai pertanyaan apakah PHK merupakan obyek dari perselisihan tunduk pada ketentuan hukum nasional mengenai PHK, Hakim Gummow berpendapat bahwa:

“Bagian 170CB mengatur bahwa pernyataan memiliki arti yang sama dalam Bagian 3 seperti yang dimaksud dalam Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja 1982, yang diatur dalam Bag. 10

80 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958; Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982; Konvensi tentang Penerbangan Sipil Internasional, 1944.

81 Rekomendasi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958.

82 Bagian 170 DF(1)(f) UU: “Seorang pengusaha tidak boleh memutuskan hubungan kerja untuk satu atau lebih alasan berikut ini, atau alasan termasuk : (…) (f) usia.”

83 Bagian 170 DF(2) UU: “Sub Bagian 1 (UU) tidak mencegah alasan yang disebutkan dalam Ayat (1)(f) dari menyatakan alasan yang sah untuk PHK jika merupakann kuali� kasi yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan.”

84 Hakim Kirby, Ayat 152(3) Keputusan.

Page 50: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

50

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

UU. Pasal 3 menyatakan: “Untuk tujuan Konvensi istilah “pemutusan” dan “pemutusan hubungan kerja” berarti pemutusan hubungan kerja atas insiatif dari pengusaha.””85

Merujuk pada sumber hukum tertentu, hakim menyimpulkan bahwa Qantas telah mem-PHK pilot dalam pemahaman UU dan bahwa UU berlaku terhadap perselisihan.

Sehubungan dengan istilah “persyaratan yang jelas”, Hakim McHugh menyatakan bahwa:

“Meskipun bagian 170 DF(1)(f) melarang PHK karena alasan usia, bagian 170 DF(2) membuat larangan ini tidak berlaku di mana alasan PHK didasarkan pada “persyaratan yang jelas untuk posisi tertentu”, frase yang berarti harus ditentukan melalui rujukan terhadap artinya dalam ketentuan Konvensi yang menjadi dasar ketentuan PHK dalam UU. Ketentuan Konvensi yang relevan adalah Pasal 1(2) Konvensi ILO No. 111. Mengatur: Setiap pembedaan, pengecualian atau pengutamaan sehubungan dengan pekerjaan tertentu berdasarkan persyaratan yang nyata tidak boleh dianggap sebagai diskriminasi.”86

Hakim menetapkan bahwa dalam hal ini usia pilot dapat menjadi persyaratan yang jelas untuk posisinya, karena dia tidak lagi secara sah dianggap mampu untuk menjadi pilot bagi mayoritas penerbangan internasional yang dioperasikan oleh Qantas karena usianya yang telah mencapai 60. Di luar pengecualian di tiga negara, semua negara di mana Qantas mengoperasikan penerbangan adalah pihak-pihak dalam Konvensi penerbangan Sipil Internasional, yang melarang pilot yang berusia di atas 60 tahun untuk melakukan penerbangan internasional.

Merukuk pada Konvensi ILO No. 158 memungkinkan Pengadilan Tinggi Australia untuk mengklari� kasi arti hukum domestik yang berlaku dalam perselisihan, dan karenanya menetapkan bahwa dalam kasus ini kontrak kerja telah diakhiri namun alasan usia merupakan persyaratan yang jelas dalam kasus pilot pesawat udara. Atas dasar ini, Pengadilan menetapkan bahwa PHK tersebut tidaklah bersifat diskriminatif.

21. Pengadilan Hubungan Industrial, Vera Sapevski, Velika Trajkosta, Cvetanka Levnarovska, Todonka Ristevska, Mirian Morales, Rosa Sagredo and Myriam Araneda vs Katies Fashions, 8 Juli 1997, IRC No. 219/97

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;87 kasus hukum internasional88

Pekerja dipecat/ Tuntutan hukum terhadap pemecatan yang bersifat diskriminatif/ Penggunaan hukum internasional untuk menentukan apakah hukum nasional melarang diskriminasi tidak langsung

Beberapa pekerja perempuan telah dipecat setelah adanya relokasi pusat distribusi suatu perusahaan ke

85 Ayat 96 dan 97 Keputusan.

86 Hakim McHugh, Ayat 70 Keputusan.

87 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (pekerjaan dan jabatan), 1958.

88 Komite ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi.

Page 51: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

51

tempat yang dekat dengan pabrik dan peralatan yang membuat pekerjaan lebih cepat dan e� sien. Beberapa perempuan berkeberatan terhadap pemecatan mereka, mengklaim bahwa itu bersifat diskriminatif atas dasar jenis kelamin dan karenanya melanggar bagian 170 DF(1) Undang-undang Hubungan Kerja 1996 (selanjutnya disebut “UU”).89

Untuk mengadili kasus ini, Pengadilan Hubungan Industrial pertama-tama harus menentukan apakah bagian 170 DF(1) UU melarang diskriminasi tidak langsung. Untuk menjawab pertanyaan ini, pengadilan mendasarkan pada penafsiran dari Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), karena 170 CA(1) UU menetapkan bahwa UU diadopsi untuk memberi efek pada Konvensi ini. Pengadilan juga mendasarkan pada Survei Umum Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi yang mengklari� kasi tujuan dari instrumen itu. Peneliti menetapkan bahwa Konvensi ILO No. 111 melarang baik diskriminasi langsung dan tidak langsung” “setiap diskriminasi – dalam hukum dan praktik, langsung dan tidak langusng – berada dalam lingkup instrumen tahun 1958.”90

Menarik kesimpulan dari berbagai elemen-elemen hukum internasional, Pengadilan Hubungan Industrial menyimpulkan bahwa UU Hubungan Industrial melarang diskriminasi tidak langsung. Pemecatan tersebut dinyatakan tidak sah.

22. Pengadilan Tinggi Australia, Minister for Immigration and Ethnic Affairs vs Teoh, 7 April 1995, (1994) 128 A.L.R. 353

Subyek: hak atas tempat tinggal; hak atas anak

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi91

Permintaan status residen oleh seorang imigran/Pertimbangan untuk merati� kasi Konvensi belum masuk dalam legislasi nasional

Warga Negara Malaysia, dengan izin masuk sementara, menikahi warga negara Australia dan memiliki anak. Permohonannya untuk menjadi residen ditolak oleh Menteri Imigrasi atas dasar pelanggaran penggunaan obat-obatan berbahaya yang serius. Pemohon membanding keputusan administratif tersebut.

Pengadilan Tinggi Australia harus memutuskan apakah pemerintah mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam Konvensi tentang Hak atas Anak akan memiliki dampak yang positif terhadap keputusan, ketika memutuskan status residen pemohon.92

Konvensi tersebut dirati� kasi oleh Australia tetapi belum menjadi bagian dari hukum Australia.

89 Bagian 170 DF (1) UU: “Seorang pengusaha tidak boleh memutuskan hubungan kerja untuk satu atau lebih alasan berikut ini: (…) jenis kelamin, (…).”

90 ILO: Kesetaraan dalam Pekerjaan dan Jabatan, Survei Khusus Komite Ahli Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, 1996, op.cit., Ayat 25.

91 Konvensi tentang Hak-hak Anak, 1989.

92 Pasal 3(1) Konvensi tentang Hak-hak Anak, 1989: “Dalam semua tindakan mengenai anak-anak, baik dilakukan oleh lembaga sosial publik atau privat, pengadilan, otoritas pemerintahan atau badan legislasi, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan yang paling utama.”

Pasal 9 (1) dari Konvensi yang sama: “Pihak Negara harus memastikan bahwa anak tidak boleh dipisahkan dari orangtuanya sesuai kehendak mereka, kecuali jika otoritas yang berwenang berdasarkan pemeriksaan pengadilan memutuskan, sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku, bahwa pemisahan tersebut diperlukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. Penentuan tersebut mungkin diperlukan dalam kasus yang khusus yang melibatkan kekerasan atau kelalaian terhadap anak oleh orangtuanya, atau ketika orangtuanya hidup terpisah dan keputusan harus dibuat mengenai tempat tinggal anak.”

Page 52: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

52

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pengadilan menyatakan bahwa pemerintah harus memeriksa kembali permohonan sehubungan dengan prinsip-prinsip dalam Konvensi.

Untuk dapat menyimpulkan, beberapa hakim di Pengadilan mengelaborasi nilai hukum, dalam hukum nasional, dari perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi tapi belum dimasukkan ke dalam legislasi nasional. Hakim menyatakan bahwa dalam kasus tidak dimasukkannya perjanjian-perjanjian internasional dalam hukum Australia, instrumen-instrumen tersebut dapat mempengaruhi hukum Australia dalam dua cara yang berbeda: sebagai alat untuk menafsirkan perundang-undangan dan sebagai panduan yang sah dalam membuat hukum (common law).“

“Sebagaimana telah ditetapkan bahwa ketentuan perjanjian internasional di mana Australia menjadi salah satu penandatangan, perjanjian itu belum menjadi bagian hukum Australia, kecuali ketentuan tersebut telah secara sah dimasukkan dalam hukum induk kita oleh undang-undang. (…) Tetapi fakta bahwa Konvensi belum dimasukkan dalam hukum Australia tidak berarti bahwa rati� kasi ini tidak signi� kan bagi hukum Australia. Ketika undang-undang atau peraturan yang lebih rendah bersifat ambigu; Pengadilan harus memutuskan konstruksi yang sesuai dengan kewajiban Australia dalam perjanjian internasional atau konvensi internasional di mana Australia menjadi pihak penandatangan, paling tidak dalam kasus ini di mana legislasi diundangkan setelah atau sehubungan dengan, ditandatanganinya, atau dirati� kasinya instrumen internasional yang relevan. Hal tersebut karena parlemen, prima facie, bermaksud untuk memberikan efek atas kewajiban Australia menurut hukum internasional. (…) Jika bahasa legislasi tunduk pada konstruksi yang konsisten dengan instrumen internasional dan kewajiban yang dikenakan kepada Australia, maka konstruksi tersebut yang harus berlaku.”

Mengenai peranan konvensi-konvensi internasional yang telah dirati� kasi oleh Australia tetapi belum dimasukkan dalam putusan peradilan internal atau panduan yang sah dalam membuat hukum, para hakim menambahkan:

“ketentuan-ketentuan konvensi internasional di mana Australia menjadi pihak penandatangan, khususnya yang menyatakan hak-hak mendasar universal, dapat digunakan oleh pengadilan sebagai panduan yang sah dalam membuat hukum. Tetapi pengadilan harus melakukannya dengan hati-hati ketika parlemen melihat ketentuan-ketentuan dalam konvensi itu tidak sesuai untuk dimasukkan dalam hukum domestik. Pengembangan judisial (common law) itu juga tidak boleh dilihat sebagai cara memasukkan konvensi internasional ke dalam hukum Australia melalui pintu belakang.”

Pengadilan Tinggi Australia menyimpulkan bahwa pemerintah harus memeriksa kembali permohonan status residen yang dibuat oleh pemohon, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip Konvensi tentang Hak-hak atas Anak.

23. Komisi Konsiliasi dan Arbitrasi Australia, Termination, Kasus Perubahan dan Pengurangan Pekerja, 2 Agustus 1984, [1984] 8 I.R. 34.R. 34

Subyek: pemecatan; perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian yang telah dirati� kasi93

93 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958; Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

Page 53: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

53

Perselisihan kolektif/ Penerbitkan keputusan Komisi / Rujukan pada hukum internasional dalam membuat keputusan/ Penetapan prinsip yurispredensi berdasarkan hukum internasional

Dalam konteks pengujian perselisihan ketenagakerjaan yang melibatkan serikat pekerja dan beberapa perusahaan oleh Komisi Konsiliasi dan Arbitrasi Australia, Dewan Serikat Pekerja Australia (selanjutnya disebut “ACTU”) memohon kepada Komisi untuk membuat keputusan94 yang mengakui hak jaminan kerja pekerja dan, khususnya perlindungan dari PHK yang tidak sah.

Untuk menentukan daftar alasan PHK yang dianggap tidak sah, Komisi merujuk pada dua Konvensi ILO, yaitu Konvensi No. 111 mengenai Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan) dan Konvensi No. 158 tentang pemutusan Hubungan Kerja:

“Dalam hal ini, kami memutuskan untuk bertindak sesuai dengan Kasus Dewan Kota Rockhampton City, Undang-undang Diskrimiansi rasial 1975, dan Undang-undang Diskriminasi Jenis Kelamin 1984 serta dengan Konvensi-konvensi ILO dan untuk memasukan daftar alasan yang tidak sah untuk PHK. Instrumen tersebut merujuk pada Konvensi ILO No. 158, yaitu: “ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, status perkawinan, tanggung jawab keluarga, kehamilan, pandangan politik, kewarganegaraan dan asal sosial”. Sesuai dengan keputusan Dewan Kota Rockhampton dan Konvensi ILO 111 kami harus memasukkan pengecualian mengenai pembedaan, pengecualian atau pengutamaan berdasarkan persyaratan yang jelas dari jenis pekerjaan tertentu.”

94 Salah satu peranan dari Komisi Hubungan Industrial Australia adalah untuk membuat keputusan yang menetapkan kondisi kerja yang minimum untuk pekerja yang tidak dalam posisi untuk menegosiasikan kondisi kerja mereka sendiri. Keputusan tersebut dikenal sebagai “Keputusan/award”.

Page 54: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

54

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Azerbaijan

Konstitusi Republik Azerbaijan

Pasal 12, ayat 2: Tujuan Tertinggi Negara

Hak-hak dan kebebasan asasi manusia dan sipil yang diatur dalam Konstitusi harus dilaksanakan sesuai dengan perjanjian internasional di mana Republik Azerbaijan menjadi pihak penandatangan.

Pasal 148, ayat 2: Undang-undang Dimasukkan ke dalam Sistem Legislatif Republik Azerbaijan

Perjanjian-perjanjian internasional, di mana Republik Azerbaijan menjadi pihak penandatangan, harus menjadi bagian dari sistem legislatif Republik Azerbaijan.

Pasal 151:Kekuatan Hukum Undang-undang Internasional

Ketika timbul perselisihan antara undang-undang normatif-legislatif yang ada dalam sistem legislasi Republik Azerbaijan dengan perjanjian-perjanjian internasional, di mana Republik Azerbaijan menjadi pihak penandatangan, maka yang terakhir yang berlaku. Pasal ini mengecualikan Konstitusi Republik Azerbaijan dan Undang-undang yang disahkan melalui referendum.

24. Mahkamah Konstitusi Republik Azerbaijan, Mengenai kesesuaian Pasal 143.1 UU Perburuhan Republik Azerbaijan dengan Pasal 25, 37, dan 149.1 Konstitusi Republik Azerbaijan, 23 Februari 2000

Subyek: hari libur yang dibayar

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;95 perjanjian internasional yang belum dirati� kasi;96 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi97

Pembatasan hak libur yang dibayar pada akhir kontrak kerja/ Lembaga proses sebelum diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi/ Rujukan kepada hukum internasional untuk menggarisbawahi sifat mendasar dari hak-hak yang telah dilanggar

Undang-undang Perburuhan Republik Azerbaijan mengatur bahwa ketika terjadi PHK, pekerja berhak untuk mendapatkan pembayaran atas hari-hari libur yang belum diambil. Namun ketentuan ini tidak berlaku jika PHK dilakukan sebagai akibat likuidasi perusahaan atau kegagalan pekerja untuk memenuhi tanggung jawab atau kewajibannya. Ketua Mahkamah Agung merujuk kasus ini ke Mahkamah Konstitusi untuk keputusan mengenai konstitusionalitas undang-undang.

95 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966.

96 Konvensi ILO No. 132 tetnang hari Libur yang Dibayar (Revisi), 1970.

97 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

Page 55: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

55

Mahkamah berpendapat bahwa pembatasan ini tidak konsisten dengan Pasal 37 (1) dan 37 (2) Konstitusi dan berbagai instrumen hukum internasional.

Untuk menunjukkan sifat mendasar dari hak atas hari libur yang dibayar, Mahkamah Konstitusi merujuk pada pasal-pasal dalam beberapa instrumen internasional:

“Hak bagi setiap pekerja untuk hari libur regular yang dibayar juga dire� eksikan pada Pasal 24 Deklarasi Universal tentang hak Asasi Manusia,98 Pasal7 (d) Pakta Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya99, serta Pasal 3100 Konvensi ILO mengenai hari libur yang dibayar.”101

Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa perselisihan antara ketentuan yang ada dalam undang-undang mengenai hari libur yang dibayar dengan pasal-pasal pada instrumen internasional yang disebutkan di atas, telah melanggar prinsip kesetaraan yang ditetapkan dalam Konstitusi.

Setelah merujuk pada hukum internasional untukmenggarisbawahi sifat mendasar hak-hak yang telah dilanggar, Mahkamah Konstitusi Azerbaijan memutuskan bahwa ketentuan-ketentuan dari UU Perburuhan yang menghapuskan hak-hak pekerja atas hari libur yang dibayar adalah tidak konstitusional.

25. Mahkamah Konstitusi Republik Azerbaijan, Mengenai Kesesuaian Pasal 109 UU Pemeliharaan Pensiun Warga Negara dengan Pasal-pasal 25, 38, dan71 Konstitusi Republik Azerbaijan, 29 Desember 1999

Subyek: perlindungan sosial

Peranan hukum internasional: rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;102 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi103

Pengurangan pensiun orang-orang yang menjalani hukuman penjara/ Lembaga proses sebelum diserahkan ke Mahkamah Konstitusi /Rujukan pada hukum internasional untuk menggarisbawahi sifat mendasar dari ketentuan-ketentuan Konstitusi yang telah dilanggar

Hukum memperbolehkan warga negara yang menjalani hukuman penjara menerima hanya 20 persen dari tunjangan pensiun mereka. Jaksa Penuntut Umum merujuk kasus ini ke Mahkamah Konstitusi Azerbaijan untuk memeriksa konstitusionalitas hukum tersebut. Mahkamah berpendapat bahwa pembatasan tersebut tidak konsisten dengan pasal dalam Konstitusi yang menjamin hak-hak atas perlindungan sosial dan juga menambahkan bentuk hukuman baru di mana ketentuan tersebut tidak diatur dalam Hukum Pidana.

98 Pasal 24 Deklarasi Universal tentang HAM: “setiap orang berhak untuk beristirahat dan berlibur, termasuk pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur periodik yang dibayar.”

99 Pasal 7 (d) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: “Pihak Negara dalam perjanjian ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan nyaman, yang memastikan, khususnya: (…) d) istirahat, liburan dan pembatasan jam kerja yang layak dan hari libur berkala yang dibayar, juga remunerasi untuk hari libur publik.”

100 Pasal 3 Konvensi No. 132: “1. Setiap orang di mana konvensi ini berlaku harus berhak atas hari libur tahunan yang dibayar untuk jangka waktu tertentu. 2. Setiap Anggota yang merati� kasi Konvensi ini harus mengatur secara spesi� k jangka waktu hari libur dalam bentuk pernyataan yang dilampirkan dalam rati� kasi. 3. Hari libur tidak boleh kurang dari tiga hari kerja untuk satu tahun bekerja. (…).”

101 Mahkamah Konstitusi Republik Azerbaijan tidak menyebutkan Konvensi ILO mengenai hari libur yang dibayar yang mereka jadikan rujukan. Kami mengira Konvensi tersebut adalah Konvensi Hari Libur yang Dibayar (Revisi), 1970 (No. 132), di mana Azerbaijan belum merati� kasinya.

102 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,1966.

103 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

Page 56: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

56

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Untuk menunjukkan sifat mendasar dari hak-hak perlindungan sosial, Mahkamah merujuk pasal-pasal yang relevan dalam Deklarasi Universal HAM dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya:

“Dalam Deklarasi Universal tentang HAM dan Pakta Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, pembatasan hak untuk pemeliharaan sosial pensiunan yang menjadi terhukum tidak diatur. Pasal 22 Deklarasi Universal tentang HAM menyatakan “Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, memiliki hak terhadap jaminan sosial dan berhak atas perwujudannya, melalui upaya nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan organisasi dan sumber-sumber setiap negara, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari martabatnya dan kebebasan perkembangan personalitasnya.”

Dalam Pasal 9 Pakta Internasional “Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya” ditetapkan bahwa setiap orang memiliki hak atas kesejahteraan sosial, termasuk asuransi sosial. Mahkamah Konstitusi Republik Azerbaijan menganggap penting rujukan pada praktik internasional yang tidak mengakui orang yang dihukum sebagai alasan untuk merampas hak atas pemeliharaan sosialnya.”

Setelah merujuk pada hukum internasional untuk menggarisbawahi sifat mendasar hak perlindungan sosial, Mahkamah Konstitusi Azerbaijan menetapkan bahwa hukum yang membatasi pensiun bagi orang yang menjalani hukuman penjara adalah melanggar Konstitusi.

Page 57: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

57

Belgia

26. Brussels Labour Court, 20th Chamber, D.D. vs SA Vanduc-Topfi lm, 20 Februari 1992, Roll No. 79-759/91

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penetapan yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang tidak dirati� kasi104

Pemecatan tanpa wawancara terlebih dahulu/ Kesenjangan dalam legislasi domestik/ Rujukan pada Konvensi ILO No. 158 untuk menetapkan prinsip yurisprudensi yang menegaskan hak pekerja untuk wawancara terlebih dahulu

Seorang pekerja telah dipecat atas kesalahan berat. Pengusaha menuduhnya melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. Dalam mengajukan kasus pemecatan kepada Pengadilan Perburuhan, pekerja tersebut mengaku bahwa dia tidak mendapatkan kesempatan bersidang guna menjawab tuduhan yang dialamatkan kepadanya.

Dalam keadaan Kekosongan ketentuan dalam hukum Belgia yang mensyaratkan pekerja diwawancara sebelum pemecatan, Pengadilan Perburuhan mengambil inspirasi dari Pasal 7 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, meskipun Konvensi ini belum dirati� kasi oleh Belgia.

Setelah mempelajari ketentuan yang dimuat dalam Pasal 7 Konvensi ILO No. 158, Pengadilan menegaskan bahwa, meskipun Konvensi ini belum dirati� kasi oleh Belgia, dan karenanya aturan yang terdapat di dalamnya tidak memiliki kekuatan hukum di dalam negeri, namun tetap saja menjadi:

“Suatu sumber inspirasi untuk Pengadilan sejauh hal tersebut mengandung konsensus tertentu di tingkat internasional mengenai hak dan kewajiban minimum yang seimbang antara pengusaha dan pekerja”.

Mendasarkan pada kerja persiapan atas Konvensi ILO No. 158, Pengadilan menjelaskan bahwa penerapan konvensi semuanya lebih bisa dijusti� kasi:

“Bahwa konvensi telah disetujui oleh keempat delegasi Belgia (pemerintah, pengusaha dan pekerja) pada Rapat Umum ILO105, yang sekurang-kurangnya mengindikasikan bahwa, pada satu sisi Belgia mengakui ILO dan, di sisi lain, bahwa peraturan yang ditetapkan dalam Konvensi tidaklah bertentangan secara luas dengan sistem hukum Belgia”.

Dengan melihat pada ketentuan Pasal 7 Konvensi ILO No. 158, Pengadilan Perburuhan menganggap bahwa, dengan tidak memberikan kesempatan bersidang sebelum memecat pekerja karena kesalahan berat, maka hal itu telah menyebabkan kerugian di pihak pekerja dan karenanya harus diberikan ganti rugi dengan pembayaran kompensasi. Alasannya adalah apa yang dituduhkan kepada pekerja tersebut belum tentu seperti disangka oleh pengusaha.

104 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

105 Berita Acara Rapat Sesi ke-68 Konferensi Peburuhan Internasional ILO, Geneva, 1982, hal. 36/15 dan 36/20.

Page 58: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

58

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Benin

Konstitusi Republik Benin

Pembukaan

(…) Kami menyatakan kepatuhan kami pada prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) sebagaimana dijelaskan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 1945 dan Deklarasi Universal tentang HAM tahun 1948, Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat, yang diadopsi tahun 1981 oleh Organisasi Persatuan Afrika dan dirati� kasi di Benin pada tanggal 20 Januari 1986, dan di mana ketentuan-ketentuan tersebut menjadi satu kesatuan dengan Konstitusi ini dan Hukum Benin serta memiliki kewenangan yang lebih tinggi daripada hukum domestik; (…)

Pasal 7

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dinyatakan dan dijamin oleh Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat yang diadopsi tahun 1981 oleh Organisasi Persatuan Afrika dan dirati� kasi di Benin pada tanggal 20 Januari 1986, menjadi satu kesatuan dengan Konstitusi ini dan Hukum Benin.

Pasal 147

Perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah dirati� kasi melalui prosedur yang telah ditetapkan harus, setelah dipublikasikan, memiliki kewenangan yang lebih tinggi daripada undang-undang, dengan syarat bahwa setiap perjanjian atau kesepakatan internasional telah diterapkan oleh pihak yang lainnya.

27. Pengadilan pada Tingkat pertama (Cotonou Court of First Instance), Kelas Pertama, 7 Desember 2009, Kasus No. 05-2005

Subyek: pemecatan, perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, perlindungan persalinan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi106

Diskriminasi berdasarkan jenis kelamin/ Perlindungan Persalinan/ Pemecatan yang tidak sah/ Larangan mem-PHK perempuan selama masa kehamilan, cuti melahirkan/ Persalinan atau periode setelahnya/ Penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Seorang perempuan menjadi korban kecelakaan lalu lintas dan dinyatakan tidak mampu bekerja hampir selama dua tahun. Hubungan kerja antara dirinya dengan pengusaha tidak dibuat dalam bentuk tertulis. Selama masa ketidakmampuannya, perempuan tersebut hamil dan memberitahukan kepada pengusaha.

106 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (pekerjaan dan jabatan), 1958.

Page 59: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

59

Meskipun pengusaha tahu akan kondisi perempuan tersebut, pengusaha menghentikan pembayaran kepada perempuan tersebut, dengan menyatakan bahwa dia secara sah memecat pekerja karena pekerja tersebut telah melalaikan tempat kerjanya, ketidakhadiran yang tidak sah, dan menolak melaksanakan perintah.

Setelah melahirkan, perempuan tersebut kembali dan berbicara kepada pengusaha dan menuntut bahwa dia harus menandatangani perjanjian agar dia “dipekerjakan kembali” dalam hubungan kerja. Pemohon menganggap bahwa hal ini adalah pelanggaran terhadap kewajiban pengusaha dan perlindungan persalinan, di luar fakta bahwa dia tidak dibayar selama 6 bulan upah.

Hakim memperlakukan kasus tersebut sebagai masalah diskriminasi dan segera merujuk pada Konvensi ILO No.111. Hakim kemudian mengkaji legislasi domestik dan menemukan bahwa hal tersebut sangat sejalan dengan standar perburuhan internasional. Dia menjelaskan bahwa dia akan mendasari putusannya pada hukum perburuhan internasional dan hukum domestik:

“Mengingat bahwa diskriminasi melanggar hak-hak individu yang mendasar dan keadilan sosial; bahwa Konvensi No. 111 dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tentang diskriminasi, yang berlaku efektif pada tanggal 15 Juni 1960 dan telah dirati� kasi oleh Benin, melarang setiap pembedaan, pengecualian atau pengistimewaan berdasarkan kriteria seperti jenis kelamin, ras atau pandangan politik, yang memiliki efek pembatalan atau melanggar kesetaraan kesempatan dan perlakuan dalam pekerjaan dan jabatan; bahwa legislasi sosial yang berlaku di Benin, yaitu Hukum Perburuhan dan Perjanjian Kerja Bersama Umum, mere� eksikan komitmen terhadap Organisasi Perburuhan Internasional; bahwa Pasal 171 Hukum Perburuhan menyatakan bahwa tidak seorang pegusaha pun dapat memecat perempuan yang sedang hamil, bila kehamilannya terlihat nyata atau ditegaskan secara medis; bahwa selanjutnya Perjanjian Kerja Bersama Umum tertanggal 17 Mei 1974 menyatakan dalam Pasal 44 Ayat 2 bahwa “pengusaha harus mempertimbangkan status kehamilan perempuan terkait dengan kondisi kerja. Kehamilan tidak bisa menjadi alasan untuk pemecatan’.”

Dalam mengkaji kasus ini, hakim menemukan bahwa fakta-fakta berikut ini telah terbukti: bahwa ketidakmampuan dan kehamilan didokumentasikan dalam surat keterangan medis yang sah dan telah secara layak diberitahukan kepada pengusaha, dan hal ini kemudian diikuti dengan penghapusan pembayaran dan alasan untuk mengakhiri hubungan kerja adalah fakta bahwa kehamilan berada dalam periode berturut-turut dengan ketidakmampuan dari pekerja. Mendasarkan putusannya pada Konvensi ILO No. 111 dan legislasi domestik, maka dia menyatakan bahwa pengusaha tidak memenuhi kewajibannya dan tidak memberikan perlindungan untuk kehamilan perempuan, dan pemecatan dalam kondisi tersebut merupakan diskriminasi atas dasar jenis kelamin, yang juga pekerja, sesuai dengan undang-undang di Benin. melibatkan persalinan, status perkawinan dan situasi keluarga. Karena hubungan kerja diputuskan secara tidak sah, hakim menetapkan bahwa kompensasi harus diberikan untuk PHK tersebut dan juga kompensasi karena kerugian yang dialami

Page 60: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

60

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

28. Pengadilan Tingkat Pertama (Cotonou Court of First Instance), Kelas Pertama, 20 Juli 2009, Kasus No. 54-2002

Subyek: perlindungan persalinan; pemecatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang tidak dirati� kasi107

Perlindungan persalinan/ PHK yang tidak sah/ Larangan untuk memecat perempuan selama masa kehamilan/ Cuti melahirkan atau periode setelahnya/ Rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Setelah melahirkan, seorang perempuan didiagnosa menderita penyakit yang membuatnya untuk sementara waktu tidak bisa membuat segala jenis gerakan yang akan memberikan dampak pada tubuhnya. Pekerjaan sebelumnya mengharuskan dia berpergian dengan sepeda motor setiap hari. Mengingat hal ini, pengusaha mengirimkan surat pada masa cuti melahirkan yang diperpanjang, yang menyatakan bahwa dia diputuskan hubungan kerjanya atas dasar ketidakmampuan � sik dan mengatakan bahwa tidak mungkin merelokasi dia ke pekerjaan lain karena status kesehatannya.

Pemohon menuduh bahwa hal ini merupakan PHK yang tidak sah dan meminta pembayaran kompensasi.

Hakim pada tingkat pertama merujuk pada Pasal 8 Konvensi ILO No. 183 dan pada Pasal170 sampai 172 UU Perburuhan Benin:

“(…) Pasal 8 Konvensi No. 183 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) (…) tentang perlindungan persalinan menyatakan bahwa tidaklah sah bagi pengusaha untuk memecat perempuan selama masa kehamilannya, cuti melahirkan atau periode sesudah dia kembali dari cuti, kecuali untuk alasan-alasan yang tidak terkait dengan kehamilan, kelahiran anak, dan konsekuensinya serta perawatan anak. Beban pembuktian bahwa PHK tidak terkait dengan kehamilan, kelahiran anak, dan konsekuensinya serta perawatan anak, berada pada pihak pengusaha. Setelah cuti melahirkan, perempuan harus dijamin untuk bisa kembali bekerja pada posisi yang sama atau setara dan dibayar dengan upah yang sama. (…) [Hukum di Benin mengatur perlindungan persalinan yang identik dengan yang diatur secara internasional melalui UU Perburuhan, UU No. 98-004 tanggal 27 Januari 1998, Pasal 170-172.”

UU Perburuhan Benin mengatur hak cuti melahirkan sebelum dan setelah melahirkan anak dalam jangka waktu tertentu, yang bisa diperpanjang dalam kasus terdapat surat keterangan medis akibat dari kehamilan atau kelahiran anak. Tidak ada pengusaha yang dapat memecat perempuan selama periode ini.

Atas dasar ini, hakim menyatakan bahwa memecat perempuan selama periode cuti setelah melahirkan anak berarti pemecatan tersebut tidak sah, Hakim menghukum pengusaha untuk membayar sejumlah uang sebagai kompensasi atas pemecatan yang tidak sah dan untuk kerugian yang ditimbulkan.

107 Konvensi ILO No.183, Perlindungan Persalinan, 2000.

Page 61: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

61

29. Mahkamah Konstitusi Benin, 11 Januari 2001, Keputusan No. DCC 01-009

Subyek: Kondisi-kondisi dalam penahanan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi108

Penahanan yang tidak sah dan perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak bermartabat/ Gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran Konstitusi/ Penggunaan Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat

Seorang warga negara Benin telah ditahan tanpa alasan dan tidak mendapatkan air, makanan, dan kunjungan selama empat hari. Dia mengatakan bahwa dia telah dipukuli oleh tahanan lain dan menerima penghinaan dan ancaman kematian dari inspektur polisi. Dia membawa kasus ini ke Mahkamah Konstitusi Benin agar Mahkamah menyatakan tindakan tersebut sebagai tindakan yang tidak konstitusional.

Mahkamah Konstitusi merujuk pada pasal-pasal yang relevan dalam Konstitusi; dinyatakan bahwa Pasal 18109 Konstitusi telah dilanggar dan merujuk pada Pasal 5110 Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat untuk menegaskan adanya pelanggaran serius.

“Bahwa muncul dari analisa unsur-unsur dalam kasus ini bahwa pemohon dibawa ke dalam tahanan dengan kejam, yang merupakan tindakan penahanan yang sewenang-wenang dan tidak layak sebagai akibat dari niat yang terbaca dari Inspektur Polisi (…) untuk “menghilangkan kebebasannya dalam rangka memperbaikinya”; bahwa, konsekuensinya, meskipun ada penolakan dari pengawas, kondisi di mana pemohon ditahan dan dibawa dalam tahanan merupakan perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan seperti yang termaktub dalam Pasal 18 Konstitusidan Pasal 5 Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat.”

Atas dasar ini Mahkamah Konstitusi Benin menetapkan bahwa Tindakan inspektur polisi merupakan pelanggaran atas Konstitusi dan Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat.

108 Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat, 1981.

109 Pasal 18 Konstitusi Benin: “Tidak seorangpun boleh menjadi obyek penyiksaan atau perlakuan yang sadis atau kejam, tidak manusiawi dan tidak berrmartabat. Tidak seorangpun memiliki hak untuk mencegah tahanan atau tertuduh untuk menjalankan pemeriksaan oleh dokter atas pilihannya sendiri. Tidak seorang pun boleh ditahan dalam suatu lembaga penahanan kecuali dia masuk dalam lingkup Hukum pidana yang berlaku. Tidak seorangpun boleh ditahan dalam waktu lebih dari 48 jam kecuali atas perintah hakim, di mana perintah itu harus ditunjukkan kepadanya. Jangka waktu ini hanya bisa diperpanjang dalam kasus-kasus yang dikecualikan yang diatur oleh hukum dan tidak boleh lebih dari delapan hari.”

110 Pasal 5 Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat: “setiap individu memiliki hak yang menhormati martabat sebagai manusia dan untuk diakui status hukumnya. Segala bentuk eksploitasi dan merendahkan martabat manusia, khususnya perbudakan, perdagangan budak, penyiksaan, kekejaman, ketidakmanusiawian atau hukuman dan perlakuan yang merendahkan harus dilarang.”

Page 62: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

62

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Botswana

30. Pengadilan Industrial Botswana, Sarah Diau vs Botswana Building Society, 19 Desember 2003, No. IC 50/ 2003

Subyek: pemecatan; perlindungan dari diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi111; instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi112

Status HIV sebagai bagian dari pemeriksaan medis/ Pemecatan/ Hak kerahasiaan/ perlindungan martabat manusia/ Rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Pada Februari 2002, pemohon mendapatkan penawaran kerja dengan enam bulan masa percobaan sebagai asisten keamanan di Building Society, Termohon dalam kasus ini. Penawaran hubungan kerja menyatakan bahwa hubungan kerja permanen akan diperoleh jika Pemohon lolos dari pemeriksaan medis yang dilakukan oleh dokter yang dipilih dan dibayar oleh Building Society. Pemohon memulai bekerja pada bulan yang sama dan pada Agustus 2002, dia diminta Building Society, melalui pernyataan tertulis, untuk menyerahkan serti� kat status HIV-nya, sebagai bagian dari pemeriksaan medis. Pemohon menjawab melalui surat, bahwa dia menolak untuk memberikan dokumen tersebut. “Sejauh yang saya ketahui, status HIV adalah hak personal, dan tidak untuk diketahui atau prasyarat untuk mendapatkan pekerjaan”. Pada Oktober 2002, pemohon menerima surat dari Building Society yang memberitahukan bahwa dia tidak mendapatkan hubungan kerja permanen. Tidak ada alasan yang diberikan dalam pemutusan hubungan kerja tersebut.

Dalam pernyataannya atas kasus ini, Pemohon meminta penyelesaian untuk “Dipekerjakan kembali atau pembayaran atas pemecatan yang tidak sah” termasuk:

1. Perintah Termohon kepada Pemohon untuk menjalani tes HIV adalah tidak sah, karena melanggar hak konstitusi Pemohon mengenai kerahasiaan.

2. Perintah Pemohon untuk mengakhiri hubungan kerja dengan alasan bahwa Termohon kemungkinan terjena HIV sebagai diskriminasi atas dasar kecacatan, dan diskriminasi tersebut merupakan pengingkaran atas perlindungan yang setara atas hukum sebagaimana dimuat dalam Konstitusi, dan juga sebagai perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan.

3. Perintah yang menyatakan bahwa kegagalan oleh Termohon untuk menyediakan konseling pra-tes dan post-tes merupakan perlakuan yang merendahkan.

4. Perintah yang meminta Termohon untuk mempekerjakan kembali Pemohon dan membayar kompensasi sebesar enam bulan kompensasi.

Karena tidak ada peraturan perundang-undangan tentang HIV/AIDS dan ketenagakerjaan, Pengadilan Perburuhan berargumen bahwa Konstitusi, sebagai Hukum tertinggi, relevan untuk memeriksa kasus HIV/AIDS di tempat kerja karena mencakup jaminan kepada setiap orang atas kesetaraan didepan hukum dan kesetaraan perlindungan hukum dan martabat manusia, dan karena Konstitusi melarang diskriminasi.

111 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (pekerjaan dan jabatan), 1958.

112 Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja, 1998.

Page 63: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

63

Pengadilan juga merujuk bahwa ada kebijakan HIV/AIDS nasional yang menangani masalah ini yang sejalan dengan panduan internasional. Pengadilan menganggap bahwa penghapusan terhadap diskriminasi yang tidak sah dan promosi non-diskriminasi adalah tujuan utama dari kebijakan ini, dan mereka memberi efek atas kewajiban internasional Botswana. Pengadilan juga mengkaji bahwa prinsip konstitusional atas penghapusan diskriminasi di tempat kerja sejalan dengan Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja, yang menegaskan prinsip konstitusional ILO atas penghapusan diskriminasi di tempat kerja. Hal ini juga ditemukan sejalan dengan nilai-nilai dalam Konvensi ILO No. 111, yang telah dirati� kasi oleh Botswana. Pengadilan mencatat bahwa ketentuan yang relevan perlu diakui ketika menafsirkan ketentuan mendasar yang serupa menurut Konstitusi.

Merujuk pada ketentuan bagian 3 (a) dan 7 (1) Konstitusi Botswana, Pengadilan menyimpulkan bahwa persyaratan penyerahan dokumen status HIV adalah pelanggaran atas hak kebebasan, dan bahwa pemutusan hubungan kerja adalah tidak sah.

Pengadilan memerintahkan Termohon mempekerjakan kembali Pemohon, dan membayar kompensasi.

31. Pengadilan Industrial Botswana, Joel Sebonego vs News Paper Editorial and Management Services Ltd, 23 April 1999, No. IC 64/98

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: menetapkan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional; rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang belum dirati� kasi113; legislasi asing114; kasus Hukum asing115

Pemecatan atas dasar alasan sakit/ Kekurangan dalam legislasi nasional/ Penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan konvensi ILO No. 158 dan legislasi Afrika Selatan/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Seorang editor dua surat kabar menderita sakit selama beberapa bulan berturut-turut dan tidak pernah memberitahu perusahaan alasan sebenarnya atas ketidakhadirannya. Setelah beberapa lama, Pimpinan Redaksi memutuskan untuk memecat editor tersebut karena “ketidakhadiran yang terus menerus dengan alasan sakit”. Pemecatan dilakukan tanpa pemberitahuan. Redaktur tersebut menganggap pemecatannya tidak fair dan illegal.

Pengadilan Perburuhan menemukan bahwa legislasi di Botswana tidak memiliki ketentuan mengenai pemecatan karena alasan medis. Oleh karenanya, Pengadilan harus melihat pada sumber hukum yang lain, termasuk hukum internasional, untuk menentukan panduan yang berlaku dalam perselisihan ini:

“Pengadilan harus mencari panduan dalam laporan ini. Karena pemecatan dengan alasan sakit mirip dengan pemecatan karena ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan, pengadilan akan menetapkan prinsip internasional mengenai keadilan dalam kasus pemecatan karena ketidakmampuan melakukan pekerjaan.”

113 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

114 Afrika Selatan

115 Inggris

Page 64: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

64

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pengadilan kemudian menetapkan kompetensinya dalam mempertimbangkan Konvensi-konvesi perburuhan internasional:

“Karena Pengadilan Industrial tidak cuma pengadilan hukum tetapi juga pengadilan untuk keadilan, maka dia menerapkan aturan keadilan alamiah atau aturan keadilan, ketika menentukan perselisihan. Aturan-aturan keadilan ini berasal dari hukum (common law) dan juga dari Konvensi dan Rekomendasi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Persyaratan mendasar untuk PHK yang sah secara substansial, yang akan termasuk PHK karena ketidakmampuan bekerja dengan alasan kesehatan, dinyatakan secara ringkas dalam Pasal 4 Konvensi ILO No. 158 tahun 1982, yang mengatur:

“Hubungan kerja dengan pekerja tidak boleh diakhiri kecuali dengan alasan yang sah untuk PHK tersebut yang berhubungan dengan kapasitas atau perilaku pekerja atau berdasarkan persyaratan operasional perusahaan, atau layanan tersebut.”

“Alasan yang juga tercakup dalam Konvensi ILO No. 158 adalah mengenai ketidakmampuan yang disebabkan oleh sakit karena menggarisbawahi kata “kemampuan”, di mana dalam konteks itu juga termasuk ketidakmampuan.”

Merujuk pada Konvensi No. 158 (Pasal 4116 dan 6),117 kasus Hukum di Inggris dan legislasi di Afrika Selatan, Pengadilan Industrial Botswana menetapkan aturan hukum yang berlaku untuk pemecatan berdasarkan alasan medis, merangkum prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:

“Untuk meringkas prinsip-prinsip ini, yang pertama kali dan yang utama adalah harus ada alasan medis yang sah untuk menyatakan ketidakmampuan seorang pekerja melakukan pekerjaan, yaitu sakit di mana pekerja tidak dapat lagi, sebagai akibat dari sakit tersebut, melakukan tugas di mana dia dipekerjakan. Ketidakhadiran sementara dari pekerjaan karena sakit bukanlah alasan yang sah untuk PHK. Pengusaha harus terlebih dahulu menilai apa penyakit yang diderita pekerjanya tersebut, kemudian menilai seberapa serius penyakit tersebut, dan dia harus membuat prognosis. Semua hal ini harus dilakukan dengan berkonsultasi dengan pekerja dan jika dimungkinkan juga dengan dokter. Jika pengusaha yakin bahwa pekerja tidak mampu untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya dia kerjakan dan tidak ada alternatif pekerjaan lain untuknya, pengusaha diizinkan secara sah memecat pekerja karena ketidakmampuan dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini menjadi alasan yang sah untuk pemecatan.”

Dapat dilihat bahwa terkait dengan alasan ketidakhadiran sementara dari pekerjaan karena alasan kesehatan, Pengadilan merujuk pada Pasal 6 konvensi ILO No. 158, yang menetapkan bahwa “ketidakhadiran sementara dari pekerjaan karena penyakit atau terluka bukan merupakan alasan yang sah untuk PHK.” Kondisi yang lainnya untuk keabsahan PHK yang berasal dari kasus Hukum Afrika Selatan dan kemudian dimasukkan dalam Hukum Perburuhan Afrika Selatan.

Sehubungan dengan pemberitahuan, Pengadilan menganggap bahwa pasal-pasal dalam Hukum Perburuhan Botswana yang terkait dengan pemecatan karena kesalahan tidak bisa diberlakukan atas alasan sakit. Pengadilan menganggap bahwa pekerja yang sakit tidaklah bersalah karena kesalahan berat. Pengadilan merujuk pada keputusan sebelumnya di mana ditetapkan bahwa pengusaha harus memiliki alasan yang sah bila gagal memberikan pemberitahuan PHK. Pengadilan merujuk pada Konvensi ILO No. 158 yang mendukung pengamatannya:

116 Pasal 4 Konvensi No. 158: “Hubungan kerja seorang pekerja tidak boleh diakhiri kecuali terdapat alasan yang sah untuk PHK tersebut berhubungan dengan kapasitas atau perilaku pekerja atau berdasarkan persyaratan operasional perusahaan, atau layanan tersebut.”

117 Pasal 6 Konvensi No. 158: “1. Ketidakhadiran sementara dari bekerja karena sakit atau terluka bukan merupakan alasan yang sah untuk mengakhiri hubungan kerja. 2. De� nisi apa yang merupakan ketidakhadiran sementara dari bekerja, sejauh surat keterangan medis diperlukan dan kemungkinan pembatasan penerapan Ayat 1 dari Pasal ini harus ditetapkan sesuai dengan metode pelakasanaan yang dirujuk dalam Pasal 1 Konvensi.”

Page 65: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

65

“Kon� rmasi atas kesimpulan mengenai alasan yang sah dapat ditemukan dalam Pasal 4 Konvensi ILO 158, yang dirujuk di atas. Dan kon� rmasi mengenai kesimpulan mengenai pemberitahuan dapat ditemukan dalam Pasal 11 Konvensi ILO 158118(…).”

Merujuk pada Konvensi No. 158 Pengadilan Industrial Botswana menetapkan prinsip-prinsip yang berlaku untuk PHK karena alasan sakit dan mengenai justi� kasi PHK pada satu sisi dan di sisi lain hak pekerja atas pemberitahuan. Pengadilan menganggap dalam kasus ini, meskipun PHK dapat dibenarkan, penolakan untuk memberitahukan kepada pekerja adalah illegal. Pengusaha diperintahkan untuk membayar kompensasi kepada pekerja.

32. Pengadilan Banding, Attorney-General vs Dow, 3 Juli 1992, BLR 119 (CA)

Subyek: prinsip umum kesetaraan

Jenis penggunaan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi119

Hukum tidak memberikan kewarganegaraan Botswana bagi anak-anak dari pernikahan antara perempuan Botswana dan suami orang asing/ Tindakan tidak konstitusional/ Ketentuan konstitusional tidak secara tegas melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin/ Penafsiran dari Konstitusi sehubungan dengan hukum internasional

Seorang perempuan Botswana yang menikah dengan warga negara Amerika meminta Pengadilan untuk menyatakan bahwa Bagian 4 Undang-undang Kewarganegaraan Botswana tidak konstitusional. Bagian ini telah digunakan sebagai dasar untuk menolak pemberian kewarganegaraan Botswana kepada anak-anak yang lahir dari pernikahan perempuan Botswana dengan suami orang asing. Sebaliknya, jika sang ayah warga negara Botswana, anak-anaknya akan diakui sebagai warga negara Botswana. Pemohon menduga bahwa ketentuan ini mengakibatkan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin terhadap dua anaknya, yang lahir di Botswana tetapi menjadi ”orang asing di tanah sendiri”.

Tuntutan hukum dalam kasus ini adalah apakah Konstitusi Botswana dapat diartikan memperbolehkan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Sangat jelas ada kontradiksi yang sangat nyata antara Bagian 3 dan Bagian 15 dalam Konstitusi mengenai hal ini. Pada Bagian 3 terdapat pengakuan akan salah satu hak dasar, yakni hak tanpa diskriminasi atas dasar jenis kelamin, sementara itu Bagian 15 yang secara khusus mengatur soal diskriminasi malah tidak memasukkan jenis kelamin dalam daftar alasan diskriminasi yang secara tegas dilarang.

Pengadilan pada tingkat pertama menyatakan bahwa Konstitusi tidak bisa diartikan telah memperbolehkan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, dan menyatakan bahwa bagian yang menyangkut hal itu dalam UU Kewarganegaraan dinyatakan tidak konstitusional. Untuk menyokong argumennya, pengadilan mengindikasikan bahwa penafsiran yang utama dari Konstitusi sesuai dengan kewajiban internasional negara mengenai non-diskriminasi.

118 Pasal 11 Konvensi No. 158: “Seorang pekerja yang hubungan kerjanya diakhiri berhak atas pemberitahuan dalam jangka waktu yang layak atau kompensasi sebagai penggantinya, kecuali bila dia telah melakukan kesalahan berat, sehingga tidak layak meminta perusahaan meneruskan hubungan kerja selama masa pemberitahuan.”

119 Charter Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat, 1981; Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979.

Page 66: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

66

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Keputusan tersebut dibanding oleh Menteri Kehakiman. Ia menyatakan bahwa larangan jenis kelamin sebagai alasan diskriminasi telah dihapuskan dari Bagian 15 oleh Majelis Rakyat untuk mere� eksikan sifat patrilineal dari budaya tradisional Botswana120.

Pada sidang banding, dan untuk menentukan apakah Konstitusi memang memperbolehkan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, Pengadilan Banding pertama-tama melihat logika internal dari naskah Konstitusi dan prinsip-prinsip umum penafsiran untuk dipertimbangkan dalam menyelesaikan kontradiksi antara bagian 3 dan 15 dari naskah tersebut. Pengadilan mengemukakan tiga argumen yang membuat hakim memutuskan bahwa Undang-undang Kewarganegaraan tidak konstitusional.

Pertama, Pengadilan menunjukkan bahwa dari daftar hak-hak dasar, Bagian 3 mengakui hak atas kesetaraan perlindungan di hadapan Hukum. Seperti halnya hak-hak lain yang disebutkan dalam ketentuan tersebut, kesetaraan perlindungan di hadapan Hukum harus dijamin tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Pengadilan Banding oleh karenanya menyimpulkan bahwa Bagian 3 adalah larangan umum atas diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.

Kedua, Pengadilan menyatakan bahwa Bagian 3 adalah prinsip umum yang dirancang untuk menjelaskan tujuan penafsiran dari seluruh ketentuan dalam Konstitusi bagian hak-hak dasar individu. Oleh karenanya, Bagian 15 tidak bisa dibaca secara terpisah dari bagian 3.

Terakhir, Pengadilan mencatat bahwa Bagian 15 yang membatasi perlindungan yang diberikan pada Bagian 3 vis-à-vis perbedaan-perbedaan perlakuan berdasarkan jenis kelamin, pembatasannya harus jelas dan tidak ambigu. Dalam kasus ini tidaklah demikian, karena Bagian 15 tidak secara tegas mengeluarkan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dari cakupannya.

Untuk memperkuat penafsiran Konstitusi, Pengadilan kemudian membuat rujukan pada kewajiban internasional Botswana tentang non-diskriminasi. Pengadilan mencatat bahwa Botswana telah merati� kasi Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat, serta Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Pengadilan mengesahkan perlunya mengambil instrumen internasional untuk dipertimbangkan dalam menafsirkan Konstitusi, dan memutuskan untuk membatalkan Bagian 4 UU Kewarganegaraan:

“(...) terdapat kewajiban yang jelas dari negara ini seperti halnya negara-negara Afrika yang lain sebagai penandatangan Piagam untuk memastikan penghapusan setiap diskriminasi terhadap warganegara perempuan. Dalam pandangan saya cukup jelas tugas pengadilan ini ketika kita menghadapi tugas yang sulit untuk menafsirkan ketentuan Konstitusi, kita harus mengingat kewajiban internasional. Jika ketentuan-ketentuan Konstitusional bisa ditafsirkan untuk memastikan dipenuhinya kewajiban internasional oleh negara, maka konstitusi harus ditafsirkan. Atau mungkin sebaliknya, jika kita tahu kewajiban internasional negara di bawah ketentuan yang membuat perjanjian internasional, konvensi, perjanjian atau protokol, negara secara hati-hati dan dalam bahasa yang jelas harus mengundangkan hukum dari perjanjian internasional, konvensi, perjanjian atau protokol tersebut. Namun dalam kasus ini, ketentuan yang jelas dari Bagian 3 Konstitusi sesuai dengan kewajiban internasional negara, sedangkan menafsirkan Bagian 15 dalam cara yang dimohonkan oleh termohon akan menyebabkan kegagalan negara untuk menyesuaikan diri dengan kewajiban internasionalnya menurut ketentuan internasional yang dibuat oleh PBB dan Organisasi Negara-negara Afrika (OAU). Dalam hal ini, saya terikat untuk menerima posisi bahwa negara ini tidak akan mengundangkan hukum yang bertentangan dengan kewajiban internasionalnya menurut ketentuan tersebut. Oleh karena itu, Pengadilan harus menafsirkan perundang-undangan domestik dalam cara yang cocok dengan tanggung ajawab negara untuk tidak melanggar hukum internasional(...).

120 Bagian 15 Konstitusi diubah pada tahun 2004 untuk memasukkan alasan pelarangan berdasarkan jenis kelamin.

Page 67: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

67

Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka Konstitusi harus dilaksanakan dengan tidak memperbolehkan diskriminasi atas dasar jenis kelamin yang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Oleh karena itu, Bagian 4 UU Kewarganegaraan harus dianggap melampaui kekuatan hukum (ultra vires) Konstitusi dan karena itu dinyatakan batal dan tidak sah.”

Page 68: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

68

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Brazil

Konstitusi Brazil

Pasal 5

(1) Norma-norma yang mende� nisikan hak-hak dan jaminan-jaminan mendasar harus dengan segera berlaku.

(2) Hak-hak dan jaminan-jaminan yang secara tegas dimuat dalam Konstitusi ini tidak mengecualikan hak-hak lain yang dibatasi dalam sistem dan prinsip yang diadopsi oleh teks di sini atau dibatasi oleh perjanjian-perjanjian internasional di mana Republik Federal Brazil menjadi penandatangan.

(3) Perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi internasional mengenai hak-hak individual yang disahkan oleh Kongres dan DPR, dalam dua putaran sidang, dan oleh tiga perlima jumlah suara anggota Kongres dan DPR, akan setara dengan perubahan Konstitusional

33. Pengadilan Perburuhan Regional Wilayah Ketiga, Rogério Ferreira Gonçalves (1) Infocoop Servíços – Cooperativa de Profi ssionais de Prestação de Servíços Ltda (2) Caixa Económica Federal CEF (Responsável Subsidiária), 30 September 2003, 00652-2003- 017-03-00-0RO

Subyek: klasi� kasi hubungan kerja

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat putusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi121

Seorang pekerja melakukan kegiatannya dalam kerangka koperasi yang memberikan layanan untuk pemerintah / Tuntutan atas adanya hubungan kerja/ Keberadaan hubungan subordinasi/ Penggunaan Rekomendasi ILO untuk mensahkan posisi Pengadilan

Seorang operator kcomputer bergabung dengan koperasi yang menyediakan layanan bagi sebuah lembaga pemerintah. Dalam kerangka kerja sama tersebut, dia bekerja untuk lembaga pemerintah, namun sebagai anggota koperasi, ia digaji oleh koperasi.

Kolaborasi dengan koperasi berakhir setelah 20 bulan. Pekerja merujuk kasusnya kepada Pengadilan agar bisa memperoleh pengakuan bahwa faktanya dia terhubung dengan koperasi karena adanya hubungan kerja yang tergolong legal, yang mengharuskan adanya pemberian manfaat dan kompensasi dalam jumlah tertentu.

Pengadilan pada tingkat pertama memenangkan operator dan mengklasi� kasi ulang hubungan kontraktual yang menghubungkan pekerja tersebut koperasi. Koperasi mengajukan banding atas putusan tersebut. Koperasi berargumen bahwa operator adalah anggota penuh dari koperasi, sehingga ia menerima manfaat atas bagiannya dalam organisasi dan menekankan juga bahwa hubungan kontraktual yang mengikat koperasi dan badan pemerintah benar-benar bersifat perdata, dan tidak ada bukti adanya hubungan kerja yang bergantung dengan operator.

121 Rekomendasi ILO No. 193 mengenai Koperasi, 2002.

Page 69: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

69

Sebelum memeriksa fakta-fakta dalam perselisihan, Pengadilan Perburuhan Regional menganggap pasal dalam legislasi perburuhan Brazil mengindikasikan bahwa anggota koperasi tidak terikat hubungan kerja dengan koperasi. Pengadilan pada tingkat kedua menekankan bahwa aturan memiliki satu dugaan sederhana dari ketiadaan hubungan kerja yang saling bergantung dan tidak bisa mencegah klasi� kasi ulang dari ikatan kontraktual yang menghubungkan anggota dengan koperasi, khususnya dalam hal pemalsuan yang bertujuan untuk menghindari penerapan legislasi perburuhan.

Untuk memperkuat pena� siran atas legislasi perburuhan di atas, Pengadilan Perburuhan Regional merujuk pada Rekomendasi ILO No. 193 tentang Promosi Koperasi. Mengutip Ayat 8 (b) instrumen tersebut,122 Pengadilan menyatakan: “sehingga, ketika mempromosikan pembentukan koperasi, ILO telah menunjukkan kekhawatirannya bahwa instrumen hukum tidak digunakan untuk melanggar hak-hak pekerja. Dalam tiap kasus, perlu untuk memeriksa cara di mana ketentuan layanan terjadi untuk menentukan kuali� kasi hukum yang benar.”

Pengadilan Banding menerapkan prinsip di atas dalam kasus ini dan memutuskan bahwa remunerasi bagi operator komputer sama sekali tidak berbeda dengan yang biasanya dibayarkan kepada pekerja, dan tidak ada pekerjaan yang dilakukan oleh operator dalam organisasi yang membuatnya mungkin dianggap sebagai pekerja mandiri.

Atas dasar tersebut, hakim pada Pengadilan Perburuhan Regional memutuskan: “Sehingga, mendasarkan argumen saya pada prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, dan juga rekomendasi dari ILO dan mengadopsi posisi yang sama dengan keputusan pada pengadilan tingkat pertama, saya mencapai kesimpulan atas keberadaan hubungan kerja, kondisi-kondisi dari Pasal 3 hukum perburuhan yang terkonsolidasi, telah terpenuhi.”

34. Pengadilan Perburuhan Regional wilayah Ketiga, Lacir Vicente Nunes vs Sandoval Alves Da Rocha and others, 7 Mei 2003, TRT-RO-3951/03

Subyek: hari libur yang dibayar

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional; rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi123

Pemutusan hubungan kerja sebelum pekerja mengambil hari libur yang dibayar/ Permintaan kompensasi/ Ketentuan yang berbeda antara hukum domestik dan konvensi internasional yang telah dirati� kasi/ Penerapan ketentuan yang lebih menguntungkan pekerja

Setelah dipecat sesudah bekerja delapan bulan, seorang pekerja rumah tangga menuntut pemberian kompensasi atas hari libur dibayar yang belum diambil selama masa hubungan kerja. Pengadilan pada tingkat pertama menolak tuntutan tersebut, menyatakan bahwa pekerjaan rumah tangga tidak dilindungi oleh ketentuan mengenai kompensasi untuk hari libur dibayar. Pekerja mengajukan banding ke pengadilan perburuhan regional.

Pengadilan perburuhan regional pertama-tama melihat penerapan aturan hukum perburuhan yang umum mengenai hari libur dibayar bagi pekerja rumah tangga. Pengadilan awalnya merujuk pada Konstitusi

122 Ayat 8 (b) Rekomendasi No. 193: “Memastikan bahwa koperasi tidak menetapkan untuk, atau menggunakan, ketidakpatuhan pada peraturan perburuhan atau menggunakan untuk menciptakan hubungan kerja yang tidak jelas, dan menghapuskan koperasi palsu (pseudo) yang melanggar hak-hak pekerja, dengan memastikan bahwa legislasi perburuhan berlaku di semua perusahaan.”

123 Konvensi ILO No. 132 tentang Hari Libur yang Dibayar (Revisi), 1970.

Page 70: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

70

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Brazil pasal 7 yang telah memiliki efek memperluas ketentuan “Hukum perburuhan yang terkonsolidasi” mengenai hari libur dibayar untuk pekerja rumah tangga. Untuk memperkuat keputusannya, Pengadilan merujuk pada Konvensi ILO No. 132, yang dirati� kasi oleh Brazil pada tahun 1999, yang dalam teksnya hanya mengecualikan pelaut dari lingkup penerapannya.124

Namun ada dua unsur yang dapat menghambat pemohon memperoleh kompensasi untuk hari libur dibayar. Pertama, Pasal 130 “Hukum perburuhan yang terkonsolidasi” mengatur periode dua belas bulan bekerja untuk memperoleh hak hari libur yang dibayar. Kedua, Pasal 147 dari naskah yang sama mengatur bahwa orang yang kontrak kerjanya berakhir sebelum 12 bulan memiliki hak kompensasi hari libur dibayar, kecuali pengusaha memutuskan kontrak tersebut “karena alasan yang sah”. Dalam kasus ini, pekerja dipecat tanpa menolak keabsahan pemutusan kontrak tersebut.

Kendati demikian, Pengadilan mengakui isi Konvensi ILO No. 132 dan menyatakan bahwa kon� ik harus diselesaikan atas dasar prinsip “aturan yang paling menguntungkan” bagi pekerja. Dalam hal ini, pengadilan mengatakan:

“Harus dicatat bahwa prinsip aturan yang paling menguntungkan berlaku dalam Hukum Perburuhan. Adalah keputusan hakim untuk menerapkan aturan yang paling menguntungkan pekerja. Dalam hal ini, Pasal 11 bersama Pasal 5 dari Konvensi tersebut diatas, menetapkan periode untuk mendapatkan hari libur dibayar, dikurangi enam bulan, apapun alasan pemutusan kontrak.”

Melihat penerapan “prinsip aturan yang paling menguntungkan”, pengadilan perburuhan regional wilayah ketiga mendasarkan keputusannya pada Konvensi ILO No. 132, mengakui hak pemohon atas kompensasi untuk hari libur dibayar, jumlah yang dihitung sesuai dengan ketentuan dalam hukum domestik.

35. Pengadilan Tinggi Perburuhan, Sub-bagian 1 spesialis perselisihan individual, São PauloTransporte S.A. vs Gilmar Ramos Da Silva, 5 Maret 2003

Subyek: martabat manusia; prinsip umum kesetaraan; perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: menetapkan prinsip yurisprudensl berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;125 instrumen-instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi126

Diskriminasi/ HIV-AIDS/ Konstitusi/ Martabat individu/ Penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Perusahaan São Paulo Transporte S.A., mengetahui ada seorang pekerja yang terkena HIV/AIDS, dan memecat orang tersebut, dengan alasan teknis. Pekerja tersebut kemudian mengajukan tuntutan hukum, menuntut dipekerjakan kembali dan pembayaran ganti rugi oleh perusahaan.

Pengadilan pada tingkat pertama menerima tuntutan pemohon, dan setelah serangkaian banding, kasus ini masuk ke PengadilanTinggi Perburuhan.

124 Pasal 2(1) Konvensi No. 132: “Konvensi ini berlaku untuk semua orang yang dipekerjakan, dengan pengecualian untuk pelaut.”

125 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958; Konvensi ILO No. 117 tentang Kebijakan Sosial (Tujuan dan Standar Dasar), 1962.

126 Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja, 1998.

Page 71: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

71

Perusahaan menolak gugatan pekerja, berargumen bahwa sistem hukum Brazil tidak mengandung ketentuan hukum yang mengakui hak pekerja atas stabilitas, dan ketentuan dalam Konstitusi Federal mengenai aturan hukum demokratik atas hukum dan martabat manusia bersifat terlalu umum dalam penyusunannya, untuk menyokong hak dipekerjakan kembali, khususnya bila tidak ada kecelakaan di tempat kerja atau penyakit akibat kerja yang terjadi. Perusahaan berargumen bahwa pekerja yang terkena penyakit lain dengan dampak sosial yang sama seperti HIV/AIDS tidak mendapatkan hak atas jaminan kerja.

Pengadilan menganggap bahwa perbuatan perusahaan yang tetap memecat pekerjanya meskipun mengetahui penyakitnya adalah bertentangan dengan upaya menjunjung tinggi martabat manusia –yang merupakan prinsip mendasar di Republik Federal Brazil, dan juga ada dalam Konstitusi Federal tahun 1988.

Sebagai tambahan, Pengadilan menyadari bahwa ini bukanlah kasus mengenai keseriusan penyakit yang bisa membuat pekerja tetap bekerja di perusahaan meskipun perilaku tersebut tidak diperbolehkan. Namun dalam kasus ini, perusahaan yang telah diinformasikan tentang penyakit pekerja, kemudian memecatnya atas dasar alasan teknis, yang gagal dibuktikan dalam persidangan, yang membawa pada kesimpulan bahwa perusahaan tidak memiliki alasan untuk memecat pemohon selain karena alasan penyakit tersebut.

Pengadilan berargumen bahwa sistem hukum Brazil memiliki aturan hukum yang memadai yang melarang perilaku diskriminasi. Aturan hukum ini tidak hanya terdapat dalam Konstitusi Federal, tetapi juga dalam Konvensi No. 111, dan 117, serta dalam Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja, 1998. Oleh karenanya, Pengadilan menilai, dengan perhatian global kini tercurah pada upaya penghapusan praktik-praktik diskriminasi, tidaklah mungkin bagi hakim untuk menolak perlindungan pengadilan kepada pekerja dengan HIV/AIDS, bahkan jika pun ada kevakuman perundang-undangan.

Dalam menjawab argumen perusahaan mengenai kekosongan ketentuan Hukum untuk mempekerjakan kembali pekerja, Pengadilan menganggap bahwa hak untuk dipekerjakan kembali timbul dari ketidaksahan tindakan diskriminatif. Menurut Hukum Perdata, tidak ada tindakan yang tidak sah yang memiliki efek Hukum.

Sebagai hasilnya, Pengadilan menganggap pemecatan tersebut sewenang-wenang dan diskriminatif. Karena itu, Pengadilan mengabulkan permohonan pemohon dan memerintahkan dia dipekerjakan kembali dan mendapatkan pembayaran ganti kerugian dari perusahaan.

Page 72: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

72

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Bulgaria

Konstitusi Republik Bulgaria

Pasal 5, Ayat 4

Setiap instrumen internasional yang telah dirati� kasi dengan prosedur secara konstitusional, diundangkan dan berlaku efektif dalam Republik Bulgaria, harus dianggap sebagai bagian dari aturan hukum domestik. Berbagai instrumen itu akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari legislasi domestik kecuali ditetapkan lain.

36. Mahkamah Konstitusi Bulgaria, 27 Juli 1992, Keputusan 8, Kasus Konstitusial No. 7

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi127

Larangan mantan pemimpin partai komunis menduduki jabatan eksekutif di bank/ Tindakan di hadapan Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran Konstitusi/ Supremasi hukum internasional terhadap hukum nasional

UU baru, Law on Banks and Credit (LBC),128 melarang orang yang sebelumnya memegang jabatan eksekutif dalam organ-organ partai komunis untuk memegang jabatan yang serupa dalam bank-bank. Anggota Parlemen memasukkan proses hukum ke Mahkamah Konstitusi meminta peraturan tersebut dinyatakan tidak konstitusional dan tidak sesuai dengan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan juga dengan Konvensi ILO No. 111.

Mahkamah menegaskan status dari dua instrumen internasional tersebut di atas dalam sistem hukum domestik:

“Sesuai dengan Pasal 5(4) Konstitusi, Perjanjian Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, serta Konvensi Vienna tentang Hukum Perjanjian Internasional membentuk bagian yang tidak terpisahkan dari hukum nasional kita setelah dirati� kasi, diundangkan, dan diumumkan. Oleh karenanya mereka juga memiliki supremasi atas undang-undang kita.”

Setelah menegaskan supremasi dari standar internasional di atas hukum domestik, Mahkamah Konstitusi Bulgaria menguji ketentuan undang-undang yang baru dengan instrumen internasional dan menyimpulkan bahwa:

127 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958.

128 UU tentang Bank dan Kredit (Law on Banks and Credit), diundangkan dalam Lembaran Negara, terbit No. 25/1992.

Page 73: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

73

“(…) Ini adalah kasus pembatasan hak untuk memegang jabatan eksekutif di bank-bank milik pemerintah, yang merupakan diskriminasi mengenai akses terhadap jabatan tertentu sesuai Pasal 1 Konvensi ILO No. 111. UU jug atidakkonsisten dengan Pasal 2 (2) dan Pasal 6 (1) Pakta Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan dengan Pasal 2 dan 25 Pakta Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

Berdasarkan hal diatas, teks dari Ayat 9 ketentuan Provisional dan Ketentuan LBC tidak konsisten dengan Pasal 6 (2) Konstitusi129 dan dengan konvensi internasional yang disebutkan di atas. Konvensi-konvensi ini dianggap sebagai satu kesatuan dengan hukum nasional dan memiliki supremasi di atas standar nasional yang tidak selaras dengannya. Konsekuensinya, berbagai ketentuan di atas seharusnya mengikuti ketentuan Konstitusi dan supremasi standar internasional di atas Hukum nasional yang harus diakui bahwa (…) [Pasal yang salah dari UU yang baru] diadopsi dengan melanggar Pasal 6 (2) Konstitusi dan konvensi-konvensi internasional yang disebutkan di atas.”

Atas dasar ini, Mahkamah Konstitusi Bulgaria menetapkan bahwa ketentuan legislatif yang melarang akses seseorang yang sebelumnya memegang jabatan eksekutif dalam organ-organ Partai Komunis adalah tidak konstitusional dan tidak konsisten dengan konvensi-konvensi internasional tersebut di atas.

129 Pasal 6 (2) Konstitusi Bulgaria: “Semua warga negara memiliki kesetaraan di hadapan hukum. Tidak boleh ada pengutamaan atau pembatasan atas hak-hak berdasarkan ras, warga negara, etnis, identitias diri, jenis kelamin, asal muasal, agama, pendidikan, opini, a� liasi politik, status personal atau sosial, atau status properti.”

Page 74: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

74

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Burkina Faso

Konstitusi Burkina Faso

Pasal 151

Perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah dirati� kasi secara sah atau diadopsi, setelah diumumkan, akan memiliki wewenang yang lebih tinggi daripada undang-undang. Dengan syarat kesepakatan atau perjanjian internasional tersebut telah diberlakukan oleh negara lain.

37. Pengadilan Perburuhan Koudougou, J.B. K. Sankara vs Orphelinat Pèdg Wendé, 5 Februari 2009, No. 003

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi130

Perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan/ Pemecatan/ Pembedaan tidak berdasarkan kuali� kasi yang khusus/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Seorang guru bekerja di panti asuhan telah dipecat atas dasar dia tidak hadir ke gereja secara berkala, dan kondisinya sebagai orang yang tidak menikah namun memiliki anak tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh tempatnya kerjanya. Yakin bahwa pemecatannya melanggar hukum dan bersifat diskriminatif, dia membawa kasus ini ke Pengadilan Perburuhan. Panti asuhan tetap beranggapan bahwa guru tersebut, ayah dari empat orang anak yang tidak menikah, tidak berperilaku seperti yang seharusnya dilakukan orang Kristen, yang amat diperlukan bila dia membantu anak-anak yatim piatu. Namun, pengadilan tidak menerima argumen ini.

Setelah merujuk pada Pasal 4 Hukum Perburuhan yang melarang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, dan Pasal 71, Ayat 2 dari UU yang sama, Pengadilan menyatakan bahwa pemecatan berdasarkan diskriminasi adalah melanggar Hukum. Pengadilan juga merujuk pada Konvensi ILO No. 111. Dan menegaskan bahwa:

“Meskipun hak tersebut benar bahwa, sesuai dengan Ayat 2 Pasal pertama Konvensi ILO No. 111, agama bisa dikeluarkan dari persyaratan dalam itikad baik untuk pelaksanaan suatu pekerjaan atau jabatan. Dalam kasus ini, jabatan sebagai guru sekolah dasar di Panti Asuhan tidak membutuhkan pengetahuan khusus tentang agama, karena pengajaran Injil tidak masuk dalam bagian kurikulum, ataupun dalam agenda yang dilampirkan dalam dokumen, ataupun disebutkan dalam Konstitusi yayasan”.

130 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjan dan Jabatan), 1958.

Page 75: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

75

Untuk memperkuat keputusannya, pengadilan merujuk pada Ayat 2 Pasal pertama Konvensi ILO No. 111, yang mengecualikan dari de� nisi diskriminasi pembedaan, pengecualian atau keutamaan berdasarkan kuali� kasi yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan. Merujuk pada teks ini, Mahkamah mencoba menetapkan apakah kuali� kasi tertentu dalam agama diperlukan untuk guru yang dipekerjakan di Panti Asuhan. Dan ditemukan bahwa hal itu tidak diperlukan.

Dengan mendasarkan pemikirannya pada legislasi nasional yang melarang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan dan ketentuan khusus dalam Pasal 1 & 2 Konvensi ILO No. 111, Pengadilan Perburuhan menetapkan bahwa Panti Asuhan, dengan menerapkan perlakuan yang mengutamakan pemeluk agama Kristen Protestan milik gereja tertentu ketika mempekerjakan orang, adalah melanggar kesetaraan kesempatan dan perlakuan. Oleh karenanya, Pengadilan menyatakan bahwa pemecatan pemohon tidak sah, karena berdasarkan diskriminasi.

38. Pengadilan Banding Bobo – Dioulasso, Social Chamber, Messrs. Karama and Bakouan vs Société Industrielle du Faso (SIFA), 5 Juli 2006, No. 035

Subyek: hak mogok

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;131 kasus hukum internasional132

Pemogokan umum/ Legalitas pemogokan/ Rujukan kepada Konvensi ILO No. 87/ Penafsiran ketentuan hukum nasional sehubungan dengan intisari keputusan Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat

Atas inisiatif beberapa serikat pekerja di Burkina Faso, pemberitahuan rencana pemogokan tingkat nasional selama 48 jam oleh pekerja di sektor publik dan swasta disampaikan kepada Kepala Negara dan Direktur Jenderal Hubungan Kerja, Perburuhan dan Jaminan Sosial. Meskipun perusahaan telah diberitahukan, dua pekerja sektor swasta dipecat karena mengambil bagian dalam pemogokan ini.

Ketika Pengadilan Perburuhan Bobo-Dioulasso menetapkan bahwa pemecatan tersebut sah, pekerja tersebut membawa kasusnya ke Pengadilan Banding, dengan berargumen bahwa pemogokon sektor swasta adalah pemogokan solidaritas, disahkan oleh pemogokan di sektor swasta yang mereka dukung. Perusahaan mengklaim sebaliknya bahwa ketentuan dalam Hukum Perburuhan melarang setiap pemogokan yang bukan muncul dari perusahaan itu sendiri dan bahwa dalam kasus ini, pemogokan dimotivasi oleh faktor-faktor eksternal, yang menjadikannya tidak sah.

Pengadilan Banding, mencatat bahwa pemogokan tersebut adalah pemogokan nasional yang melibatkan seluruh sektor dan mengenai sejumlah keluhan yang terkait dengan upah, pajak dan hak-hak pekerja, merujuk pada Konvensi ILO No. 87. Menjelaskan dasar alasannya, Pengadilan menunjukkan pada satu sisi bahwa:

“Prinsip kecocokan penafsiran mengasumsikan bahwa pembuat undang-undang tidak melanggar atau berniat untuk melanggar semangat perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi”

131 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, 1948.

132 Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat.

Page 76: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

76

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Dan disisi lain:

“bahwa hakim dapat merujuk pada instrumen internasionaldan komentar ahli ketika terjadi kontradiksi, kekurangan, kesenjangan atau kemunduran sehubungan dengan kemajuan yang diadvokasi perjanjian-perjanjian internasional”.

Menerapkan prinsip-prinsip ini, Pengadilan Banding menganggap bahwa pemogokan, yang merupakan pemogokan umum berdasarkan kepentingan profesional dan ekonomi bertujuan untuk mencari penyelesaian terhadap isu-isu kebijakan sosial, adalah sah dan tidak melawan Hukum sesuai dengan pernyataan dari Komite Kebebasan Berserikat dari badan Pimpinan ILO sebagaimana dinyatakan dalam Intisari Keputusan.133

Pengadilan kemudian memutuskan bahwa, meskipun pembuat undang-undang nasional tidak secara jelas mengatur mekanisme untuk memulai pemogokan dalam kasus ini, pemogokan yang dimulai dalam sektor swasta mengambil keabsahannya dari pemogokan yang dimulai di sektor publik sesuai dengan hukum nasional. Untuk mendukung analisa ini, Pengadilan merujuk pada pernyataan Komite Kebebasan Berserikat Badan Pimpinan ILO,134 yang menunjukkan bahwa dalam kasus ini tidak ada pengadilan atau lembaga pemerintah yang independen (pihak yang berkepentingan dalam pemogokan) telah dibanding untuk menilai apakah pemogokan tersebut sah atau tidak.

Menafsirkan ketentuan-ketentuan hukum nasional mengenai pemogokan dengan dipandu Konvensi ILO No. 87 dan Intisari Keputusan Komite Kebebasan Berserikat, Pengadilan Banding kemudian menetapkan bahwa pemogokan tersebut sah menurut hukum dan menyatakan bahwa pemecatan terhadap para pemohon telah melawan hukum.

39. Pengadilan Perburuhan, Zongo and others vs owner of the Bataille du Rail Mobil garage, 17 Juni 2003, No. 090

Subyek: pemecatan; upah minimum

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik; penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi135

PHK yang tidak sah/ Kegagalan untuk mematuhi upah minimum yang telah ditetapkan/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Tiga pemohon dipekerjakan oleh termohon sebagai penjaga pompa bensin. Pada tanggal 30 April 2001, termohon memberitahukan mereka, melalui catatan individual, bahwa kontrak kerja mereka diakhiri, tanpa penjelasan atau pemberitahuan sebelumnya. Para pemohon menganggap bahwa PHK tersebut tidak sah, dan meminta Pengawas Perburuhan untuk membantu penyelesaiannya. Namun upaya tersebut tidak berhasil, dan mereka membawa kasusnya ke Pengadilan Perburuhan.

133 ILO, Kebebasan Berserikat, Intisari Keputusan dan Prinsip Komite Kebebasan Badan Pimpinan ILO, edisi revisi keempat, (Geneva, 1996), para. 494. Dalam versi terbaru dari intisari tersebut (edisi revisi kelima tahun 2006), lihat para. 543.

134 Op. cit., para. 522 ff. Dalam versi terbaru dari intisari tersebut (edisi revisi kelima tahun 2006), lihat para.. 628 ff.

135 Konvensi ILO No. 26 tentang Mekanisme Penetapan Upah Minimum, 1928; Konvensi ILO No. 131 tentang penetapan Upah Minimum, 1970.

Page 77: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

77

Setelah memutuskan bahwa PHK tidak sah, Pengadilan melihat pada berbagai macam tuntutan yang berbeda-beda dari para pemohon, termasuk hak untuk mendapatkan upah yang belum dibayar karena tidak dipatuhinya upah minimum yang telah ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang mereka lakukan. Pengadilan melihat bahwa upah yang dibayarkan kepada para pemohon di bawah upah minimum yang ditetapkan oleh keputusan Komite Gabungan Interprofesional tertanggal 12 Maret 1997 dan 24 Mei1999. Pengadilan menyimpulkan bahwa Pasal 20 (5) UU Perburuhan telah dilanggar. Pasal tersebut menyatakan: “Pengusaha harus membayar upah dan tunjangan yang ditetapkan dalam peraturan, perjanjian, dan kontrak.”

Selanjutnya, untuk mengkon� rmasi pemahamannya atas Pasal 20 (5) dan mengingat sifat wajib dari upah minimum, Pengadilan merujuk pada Konvensi ILO No. 26 dan 131 tentang cara-cara menetapkan upah minimum. Burkina Faso telah merati� kasi kedua Konvensi teresebut.

Pengadilan mencatat bahwa Pasal 3 (3) Konvensi ILO No. 26 mewajibkan pengusaha dan pekerja untuk mematuhi tingkat upah minimum yang telah ditetapkan:

“Pasal 3 (3) Konvensi ILO No. 26 tentang mekanisme penetapan upah minimum (…) menetapkan bahwa tingkat upah minimum yang telah ditetapkan harus mengikat pengusaha dan pekerja yang bersangkutan; tidak boleh diturunkan oleh mereka, baik melalui perjanjian individual maupun perjanjian bersama, kecuali dengan persetujuan dari otoritas yang berkompeten.”

Pengadilan juga merujuk pada Pasal 2 (1) Konvensi ILO No. 131, yang menetapkan bahwa “upah minimum harus berlaku efektif dan tidak boleh dikurangi”.

Terakhir, untuk memastikan para pemohon menerima jumlah yang terhutang kepada mereka, Pengadilan juga merujuk pada Konvensi ILO No. 26 dan 131:

“[Menimbang] bahwaPasal 4 [Konvensi No. 26] mengatakan (…) bahwa pekerja di mana upah minimum diberlakukan kepadanya dan mereka telah dibayar dengan upah yang lebih rendah dari upah minimum, berhak untuk mendapatkan kekurangannya, dan hal ini harus diputuskan melalui peradilan atau proses hukum lainnya, tunduk pada pembatasan waktu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan nasional. Juga ditambahkan bahwa Konvensi No. 131, mengenai penetapan upah minimum, dengan rujukan khusus kepada Negara-negara berkembang, tahun 1970, yang dirati� kasi melalui keputusan 74-42 tanggal 4 Maret 1974, menetapkan dalam Pasal 2 (1) bahwa kegagalan dalam menerapkan upah minimum, maka akan membuat orang yang bersangkutan bertanggungjawab atas hukuman atau sanksi yang pantas.”

Pengadilan Perburuhan Ouagadougou menyimpulkan bahwa hukum domestik, ditafsirkan sesuai dengan perjanjian-perjanjian internasional di mana Burkina Faso telah merati� kasinya, tidak mengizinkan secara kontraktual penurunan upah minimum yang telah ditetapkan oleh Komite Gabungan Interprofesional. Selanjutnnya, ketika upah minimum tidak dipatuhi, korban pelanggaran tersebut memiliki hak untuk meminta pembayaran kekurangan, dan pengusaha harus membayar hak-hak hasil dari pelanggaran tersebut.

Page 78: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

78

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

40. Pengadilan Perburuhan Ouagadougou, Compaore vs Sitarail, 25 Maret 2003, No. 037

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; remunerasi yang setara

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memeperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi136

Pemecatan yang mealawan Hukum/ Catatan pekerjaan/ Diskriminasi antara pekerja nasional dan asing/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Seorang pekerja di perusahaan kereta api Sitarail telah mendapatkan tiga kali penugasan berturut-turut dengan hasil gajinya dikurangi secara substansial. Dia menolak penugasan yang ketiga dan kemudian dipecat. Setelah memutuskan bahwa pemecatan tersebut tidak sah, Pengadilan Perburuhan Ouagadougou menangani kompensasi yang akan diberikan kepada pekerja. Hakim kemudian memeriksa catatan pekerjaan pemohon, dan kemudian menyadari bahwa terdapat perbedaan upah antara pekerja berkewarganegaraan Burkina Faso dengan pekerja asing.

Setelah memastikan bahwa perbedaan perlakuan ini tidak sejalan dengan perjanjian bersama yang berlaku dalam perusahaan dan dengan legislasi nasional yang melarang diskriminasi, Pengadilan Perburuhan Ouagadougou merujuk kepada Konvensi ILO Convention No. 111 untuk memperkuat keputusannya:

“menimbang bahwa perusahaan kereta api Sitarail telah salah menilai semangat dari instrumen tersebut, dengan membuat diskriminasi antara para pekerja dengan dua kewarganegaraan yang berbeda dan tidak ada aturan yang menetapkan prosedur tersebut, tapi tetap membiarkan hal itu terjadi. Selanjutnya, menimbang bahwa Konvensi ILO No. 111 meminta negara anggota yang telah merati� kasinya untuk melarang segala bentuk diskriminasi dalam pekerjaan dan pelatihan, dan menimbang bahwa Burkina Faso dan Pantai Gading terikat oleh Konvensi tersebut, dengan membuat pekerja dengan keahlian jabatan yang sama untuk menerima perlakuan yang berbeda di Sitarail adalah telah melanggar semangat dan isi dari Konvensi No. 111.”

Mempertimbangkan bahwa perusahaan Sitarail telah melanggar hukum nasional dan Konvensi ILO No. 111, Pengadilan Perburuhan Ouagadougou memerintahkan perusahaan untuk membayar perbedaan dalam remunerasi kepada pekerja yang bersangkutan.

136 Konvensi ILO No.111 tentang Diskriminasi (pekerjaan dan Jabatan), 1958

Page 79: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

79

41. Pengadilan Perburuhan Ouagadougou, Savadogo Zonabo vs Grands Moulins du Burkina, 10 September 2002, No. 140

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; remunerasi yang setara

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi137

Praktik perusahaan dengan menempatkan pekerja yang dipromosikan ke satu tingkat manajerial dalam kategori yang lebih tinggi/ Tindakan hukum pekerja perempuan yang hanya mendapatkan satu kesempatan perubahan tingkat/ Penerapan langsung Konvensi ILO No. 100 dan 111

Pemohon telah ditunjuk dalam jabtan eksekutif di mana terdapat praktik tidak tertulis bahwa setiap orang yang ditunjuk dalam jabatan tersebut dinaikkan ke kategori yang lebih yang tinggi. Beberapa hari setelah pengangkatannya, manajemen memutuskan bahwa pemohon hanya akan mendapatkan perubahan dalam tingkat dan bukan kategori. Namun beberapa bulan kemudian, salah satu dari rekan pekerja laki-laki yang ditunjuk untuk jabatan eksekutif dinaikkan ke kategori yang lebih tinggi seperti praktik manajerial sebelumnya. Perusahaan mengkaim bahwa perubahan tingkat pemohon telah mendapatkan kenaikan gaji yang lebih tinggi daripada kenaikan gaji kalau dia mengikuti praktik sebelumnya.

Pengadilan Perburuhan Ouagadougou menganggap bahwa argumen tersebut tidak tepat dan pengadilan mengikuti Konvensi ILO No.100 tentang Kesetaraan Pengupahan dan No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan jabatan) secara langsung:

“Menimbang bahwa Konvensi No. 100, yang telah dirati� kasi oleh Burkina Faso, melarang segala bentuk diskriminasi dalam pengupahan antara laki-laki dan perempuan;

Menimbang dalam kasus Ms Savadogo Zonabo [pemohon] telah menjadi korban diskriminasi dalam perlakuan pengupahannya oleh les Grands Moulins du Burkina [perusahaan] karena fakta dia adalah perempuan pertama yang mendapatkan jabatan eksekutif tersebut; (...)

Menimbang, dengan menolak meningkatkan kategori Ms Zonabo (…) meskipun faktanya dia memenuhi semua kondisi untuk peningkatan kategori, les Grands Moulins du Burkina, telah melanggar konvensi-konvensi No. 100 and 111.”

Atas dasar konvensi-konvensi No. 100 dan 111 Pengadilan Perburuhan Ouagadougou memerintahkan perusahaan untuk memberikan kepada pemohon hak-haknya dengan menaikkannya ke kategori yang relevan dan untuk membayar perbedaan gaji plus kompensasi dan ganti rugi.

137 Konvensi ILO No.100 tentang Kesetaraan Pengupahan,1951; Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (pekerjaan dan jabatan), 1958.

Page 80: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

80

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Kanada

42. Mahkamah Agung Kanada, Health Services and Support – Facilities Subsektor Bargaining Assn. vs British Columbia, 8 Juni 2007, 2007 SCC 27; [2007] 2 S.C.R.391

Subyek: kebebasan berserikat; perundingan bersama

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;138 kasus hukum internasional139

Piagam Kanada tentang Hak dan Kebebasan / Kebebasan Berserikat/ Hak untuk berunding bersama/ Apakah jaminan konstitusional atas hak berserikat termasuk hak untuk berunding bersama/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menerjemahkan hukum domestik

Banding diajukan kepada Mahkamah Agung Kanada di mana para pemohon mempertanyakan kekonstitusionalan Bagian 2 UU Peningkatan Penyampaian Layanan Kesehatan dan Sosial SBC 2002 karena mereka menganggap UU tersebut melanggar Piagam Kanada tentang Hak dan Kebebasan.

Bagian 2 UU memberikan pengusaha keleluasaan yang lebih luas dalam menyelenggarakan hubungan dengan pekerja dan bahkan dalam beberapa kasus memperbolehkan mereka melakukan dalam cara yang tidak mungkin diterapkan sesuai dengan perjanjian bersama sebelumnya dan saat ini. Pengusaha memperkenalkan perubahan dalam hak-hak mutasi dan penugasan multi-tempat kerja (bagian 4 dan 5), subkontrak (bagian 6), status pekerja dalam perjanjian subkontrak (bagian 6), program jaminan kerja (bagian 7 dan 8), dan PHK dan hak mogok (bagian 9). Bagian 10 juga membatalkan setiap bagian perjanjian bersama saat ini atau yang di masa depan yang tidak sesuai dengan UU yang baru, dan juga setiap perjanjian kerja yang bertujuan untuk mengubah pembatasan-pembatasan ini.

Persoalan hukum yang dihadapi oleh Mahkamah adalah untuk menentukan apakah jaminan kebebasan berserikat yang dimuat dalam bagian 2 (d) Piagam Kanada melindungi hak berunding bersama dan, jika memang demikian, untuk menentukan apakah hak-hak ini telah dilanggar oleh UU yang telah disetujui. Dalam menetapkan poin yang pertama, mahkamah membuat perubahan signi� kan dalam kasus hukumnya karena alasan-alasan yang dipakai di masa lalu dengan mengecualikan hak untuk berunding bersama dari jaminan kebebasan berserikat, tidak bisa lagi didukung karena tidak sejalan dengan pengakuan historis Kanada mengenai pentingnya perundingan bersama. Selanjutnya, Mahkamah menyatakan bahwa perundingan bersama sudah menjadi satu kesatuan dengan kebebasan berserikat dalam hukum internasional, yang dapat digunakan untuk menafsirkan jaminan dalam Piagam Kanada:

“Menurut sistem pemerintahan federal Kanada, penggabungan perjanjian-perjanjian internasional ke dalam hukum domestik adalah peran dari parlemen federal atau pembuat undang-undang di tingkat provinsi. Namun, kewajiban internasional Kanada dapat membantu pengadilan-pengadilan menafsirkan jaminan-jaminan dalam Piagam Kanada (lihat Suresh vs Kanada (Menteri Kewarganegaraan dan Imigrasi) […]). Menerapkan alat penafsiran di sini menyokong pengakuan atas proses perundingan bersama sebagai bagian jaminan kebebasan berserikat dalam Piagam.

138 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1996.

139 Komite Kebebasan Berserikat ILO; Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi; Komisi Pencari Fakta dan Konsiliasi ILO tentang Kebebasan Berserikat.

Page 81: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

81

Kepatuhan Kanada kepada dokumen-dokumen internasional yang mengakui hak berunding bersama mendukung pengakuan hak dalam bagian 2(d) Piagam. […]”140

Mahkamah menyatakan bahwa sumber-sumber yang paling penting untuk memahami bagian 2 (d) Piagam adalah Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), dan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat. Karena Kanada telah merati� kasi ketiganya, Mahkamah mengakui bahwa dokumen-dokumen ini mere� eksikan tidak hanya konsensus internasional, tetapi juga prinsip-prinsip bahwa Kanada telah berkomitmen untuk menjunjung:

“ICESCR, ICCPR, dan Konvensi No. 87 memberikan perlindungan atas berfungsinya serikat pekerja dalam menjalankan hak berunding bersama adalah bagian dari kebebasan berserikat. Pena� siran ketiga konvensi ini, di Kanada dan secara internasional, tidak hanya mendukung usulan bahwa ada hak berunding bersama dalam hukum internasional, tetapi juga menyarankan bahwa hak tersebut harus diakui dalam konteks Kanada bagian 2(d).”141

Mahkamah menganalisa isi Konvensi No. 87 dengan rujukan kepada penafsiran oleh badan-badan pengawas ILO:

“Konvensi No. 87 juga telah dipahami untuk melindungi perundingan bersama sebagai bagian dari kebebasan berserikat. Bagian I Konvensi, berjudul “Kebebasan Berserikat”, menetapkan hak-hak pekerja untuk secara bebas membentuk organisasi yang beroperasi menurut Konstitusi dan aturan yang ditetapkan oleh pekerja dan memiliki kemampuan untuk bera� liasi secara internasional. Dickson C.J., menyatakan ketidaksetujuan (dissenting opinion) dalam Referensi Alberta, hal. 355, yang merujuk pada Konvensi No. 87 untuk prinsip bahwa kemampuan “untuk membentuk dan menyelenggarakan serikat, bahkan dalam sektor publik, harus memasukkan kebebasan untuk mendorong kegiatan-kegiatan serikat, seperti perundingan bersama dan mogok, tunduk pada pembatasan yang pantas”.

Konvensi No. 87 telah menjadi subyek dari sejumlah besar penafsiran Komite Kebebasan Berserikat ILO, Komite Ahli dan Komisi Penyelidikan. Penafsiran-penafsiran ini telah dijelaskan sebagai “batu pijakan hukum internasional tentang kebebasan berserikat dan perundingan bersama”. […] Meskipun tidak mengikat, mereka menjelaskan lingkup bagian 2(d) Piagam karena mereka memiliki maksud untuk menerapkan perundingan bersama […]”142

Mahkamah kemudian menyimpulkan bahwa bagian 2 (d) harus dipahami untuk memasukkan perlindungan hak-hak pekerja untuk berserikat dengan tujuan memajukan tujuan-tujuan yang terkait pekerjaan melalui proses perundingan bersama, dan mencatat tugas negosiasi dengan itikad baik. Ditambahkan bahwa perlindungan ini mencakup campur tangan yang substansial dari negara dan sekali lagi mencatat bahwa campur tangan substansial tersebut harus ditentukan setelah mempertimbangkan pentingnya masalah-masalah dipengaruhi oleh proses perundingan bersama dan kapasitas anggota serikat untuk mencapai tujuan, dan cara di mana dampak yang terukur dari hak kolektif bernegosiasi dan konsultasi dengan itikad baik.. Mahkamah menyimpulkan bahwa:

“[B] 4, 5, 6 (2), 6 (4) dan 9, sejalan dengan bagian 10, campur tangan dengan proses perundingan bersama, baik dengan mengabaikan proses perundingan bersama di masa lalu, dengan mengabaikan proses perundingan bersama di masa depan, atau keduanya. Hal ini mensyaratkan

140 Ayat 69 dan 70 Keputusan.

141 Ayat 72 Keputusan.

142 Ayat 75 dan 76 keputusan.

Page 82: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

82

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

kita untuk menentukan apakah perubahan-perubahan ini secara substansial mencampurtangani hak asosiasi pekerja untuk menangani perundingan bersama di tempat kerja dan syarat-syarat kerja.[…]

Ketentuan yang berhubungan dengan kontrak dengan pihak luar (bag. 6 (2) dan 6 (4)), PHK (bag. 9 (a), 9 (b) dan 9 (c)) dan mogok (bag. 9 (d)) berhubungan dengan masalah-masalah utama kebebasan berserikat. Pembatasan dalam perjanjian bersama membatasi kewenangan pengusaha untuk mem-PHK pekerja mempengaruhi kapasitas pekerja untuk mempertahankan jaminan kerja, salah satu perlindungan yang paling penting yang disediakan kepada pekerja oleh serikatnya. Begitu juga, pembatasan-pembatasan dalam perjanjian bersama pada hak-hak pengusaha untuk melakukan subkontrak, akan membuat pekerja memperoleh jaminan kerja. Akhirnya, hak mogok merupakan satu kesatuan dari sistem senioritas yang biasanya ditetapkan dalam perjanjian bersama, yang merupakan perlindungan yang signi� kan bagi serikat. […]

Hal yang sama tidak bisa dikatakan untuk mutasi dan penugasan kembali seperti dimuat dalam bagian 4 dan 5 UU. Ketentuan-ketentuan ini (…) berhubungan denga modi� kasi yang minor terhadap skema di tempat kerja untuk mutasi dan penugasan kembali pekerja. Perlindungan yang sigini� kan tetap dipertahankan. Adalah benar bahwa UU menempatkan isu-isu ini bisa dibicarakan di luar meja perundingan bersama di masa depan. Namun, untuk menyeimbangkan bagian 4 dan 5 tidak bisa dikatakan jumlah campur tangan yang substansial dengan kemampuan serikat untuk terlibat dalam perundingan bersama sehingga menarik perlindungan menurut bagian 2(d) Piagam.”143

Mahkamah menyimpulkan dengan menyatakan bagian 6 (2), 6 (4) dan 9 bagian 2 (dibaca berkaitan dengan bagian 10) UU adalah tidak konstitusional karena mereka secara substansial dan tidak sah melanggar hak berunding bersama yang dilindungi oleh bagian 2 (d) Piagam Kanada, dan menyatakan ketentuan-ketentuan lain yang dipertanyakan tetap konstitusional karena pelanggarannya tidak substantial.

43. Mahkamah Agung Kanada, Dunmore vs Ontario (Attorney General), 20 Desember 2001, No. 2001 SCC 94; [2001] 3 S.C.R. 1016

Subyek: kebebasan berserikat; perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: rujukan internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi;144 Perjanjian-perjanjian internasional yang tidak dirati� kasi;145 Kasus hukum internasional146

Kebebasan berserikat/ Pengecualian pekerja pertanian dari kerangka hukum hubungan kerja/ kewajiban positif negara untuk melindungi kebebasan berserikat/ Pelanggaran Piagam Kanada tentang Hak dan Kebebasan/ Rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

143 Ayat 128, 130 dan 131 Keputusan.

144 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948.

145 Konvensi ILO No. 11 tentang Hak Berserikat (Pertanian), 1921; Konvensi ILO No. 141 tentang Organisasi Pekerja di daerah Pedalaman, 1975.

146 Komite Kebebasan Berserikat ILO

Page 83: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

83

Pada tahun 1995, Bagian 80 UU Perubahan atas UU Hubungan Kerja dan Ketenagakerjaan (LRESLAA), menghapuskan UU Hubungan Kerja di Bidang pertanian (ALRA) tahun 1994. Padahal, UU ALRA untuk pertama kalinya, secara tegas mengakui hak pekerja pertanian Ontario untuk berserikat. Bersama-sama, Bagian 80 UU tersebut di atas dan Bagian 3 (b) UU Hubungan Kerja tahun 1995 (LRA) mengakhiri perjanjian bersama terhadap perundingan bersama dalam sektor pertanian, menghapuskan hak-hak serikat yang telah diakreditasi, dan mengecualikan pekerja pertanian dari perlindungan yang diatur dalam LRA terhadap larangan umum untuk berserikat dan terhadap praktik-praktik anti serikat dari pengusaha.

Pekerja pertanian, atas nama mereka sendiri dan atas nama Serikat Internasional Pekerja Makanan dan Komersial (the United Food and Commercial Workers Internasional Union), mengajukan banding, baik atas penghapusan ALRA, maupun pengecualian mereka dari LRA ke pengadilan Ontario. Mereka berargumen bahwa ketentuan-ketentuan tersebut melanggar kebebasan berserikat dan hak mereka atas kesetaraan menurut Piagam Kanada tentang Hak dan Kebebasan (selanjutnya disebut “Piagam”), yang merupakan bagian dari Konstitusi. Setelah Pengadilan pada Tingkat Pertama dan Pengadilan Banding Ontario menolak tuntutan mereka, pemohon menyerahkan kasusnya kepada Mahkamah Agung Kanada.

Setelah menetapkan bahwa perundingan bersama dan pelaksanaan hak mogok tidak berada dalam lingkup tuntutan, Mahkamah Agung memutuskan apakah telah terjadi pelanggaran bagian 2 (d) Piagam, yang memberikan setiap orang kebebasan berserikat yang mendasar.

Dalam analisanya, Mahkamah melihat secara khusus apakah kegiatn-kegiatan kolektif serikat secara efektif dilindungi oleh bagian 2 (d) Piagam, dan apakah bagian mengenai kewajiban positif bagi negara untuk melindungi kebebasan berserikat yang berlaku setara untuk pekerja di sektor pertanian. Atas kedua poin ini, Mahkamah Agung merujuk pada hukum perburuhan internasional untuk mendukung dan memperkuat alasannya.

Pertama-tama, Mahkamah menetapkan untuk menentukan apakah bagian 2 (d) terbatas pada pelaksanaan hak-hak dan kebebasan-kebebasan individual, atau apakah hal tersebut juga melindungi kegiatan-kegiatan kolektif serikat yang tidak bisa dilaksanakan secara individual. Mahkamah tiba pada penafsiran yang luas atas lingkup bagian ini, dan merujuk pada hukum perburuhan internasional untuk memperkuat kesimpulannya. Mahkamah secara khusus mencatat keputusan dari Komite Kebebasan Berserikat ILO yang menunjukkan bahwa pengakuan penuh atas kebebasan berserikat mewajibkan perlindungan yang efektif untuk kegiatan-kegiatan dengan dimensi kolektif yang dilaksanakan oleh serikat.

Mahkamah kemudian melihat pertanyaan hukum utama yang ada dalam kasus, yaitu apakah, menurut bagian 2 (d) Piagam, negara memiliki kewajiban positif untuk melindungi kebebasan berserikat bagi pekerja di sektor pertanian. Peraturan dalam kasus ini tidaklah secara nyata melarang pekerja pertanian untuk berserikat; hanya tidak memberikan perlindungan kepada mereka seperti perlindungan yang diberikan kepada pekerja yang lain terhadap praktik-praktik anti serikat.

Mendasarkan alasannya pada kasus hukumnya sendiri, Mahkamah menyimpulkan bahwa manakala dapat dibuktikan bahwa ada penolakan terhadap perlindungan kelompok yang diberikan oleh UU yang membuatnya tidak mungkin menjalankan kebebasan yang diakui oleh Piagam, negara harus memperluas cakupan perlindungan hukum. Untuk mendukung pengakuan atas kewajiban negara untuk memperluas sistem perlindungan kebebasan berserikat kepada pekerja pertanian, Mahkamah merujuk kepada beberapa konvensi ILO. Mahkamah menggunakan Pasal 2 dan 10 Konvensi No. 87, Konvensi No. 11, dan Konvensi No. 141 untuk menekankan sifat utama atas prinsip non-diskriminasi dalam pengakuan yang efektif atas kebebasan berserikat.

Setelah mengumpulkan bukti bahwa pengecualian pekerja pertanian dari perlindungan hukum mengurangi pelaksanaan yang efektif dari kebebasan berserikat, Mahkamah Agung Kanada, menggunakan Konvensi-konvensi ILO untuk mengkon� rmasikan alasannya, menyatakan bahwa Bagian 80 LRESLAA dan Bagian 3(b) LRA tidak konstitusional.

Page 84: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

84

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

44. Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Quebec, Human Rights and Youth Rights Commission vs University of Laval, 2 Agustus 2000, No. 200-53-000013-982, 2000 CanLII 3 (QC T.D.P.)

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; kesetaraan pengupahan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;147 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi148

Penetapan kesetaraan sistem penguapan di Universitas/ Banding sifat diskriminasi dalam sistem/ Rujukan pda hukum internasional oleh pengadilan domestik sebagai argumen hukum tambahan

Komisi HAM dan hak-hak kaum muda membawa kasus ke Pengadilan HAM menuntut bahwa Universitas Laval telah memperkenalkan kesetaraan sistem pengupahan namun dengan efek diskriminatif berdasarkan jenis kelamin. Lebih khususnya, di mana pekerjaan dilaksanakan oleh para pekerja dalam kelompok kerja yang berbeda tapi telah dinilai kesetaraan kondisinya, pekerja di sektor administratif, yang kebanyakan adalah perempuan, mendapatkan struktur gaji yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan sektor layanan yang didominasi kaum pria.149

Pengadilan merujuk pada hukum internasional untuk memperkuat argumannya berdasarkan Pasal 19 Piagam HAM dan Kebebasan Quebec tahun 1975 bahwa sistem pengupahan yang ditetapkan oleh Universitas melanggar hak untuk memperoleh kesetaraan upah untuk pekerjaan yang setara.150

Pengadilan HAM Quebec merujuk pada Konvensi ILO No.100, Rekomendasi ILO No. 90 dan perjanjian-perjanjian internasional PBB lainnya dalam menentukan bahwa hukum domestik harus ditafsirkan sejalan dengan kewajiban internasional negara.

Pengadilan merujuk pada de� nisi Konvensi ILO No. 100 tentang Prinsip Kesetaraan Pengupahan dalam arti sebagai berikut:

“Pengadopsian prinsip ini dijadikan dasar untuk menjamin kesetaraan perlakuan antara laki-laki dan perempuan dan membuatnya mungkin untuk menangani masalah pekerjaan yang dinilai rendah karena pekerjaan itu secara tradisional dilakukan oleh perempuan .[…]

Menurut Konferensi Perburuhan Internasional, klasi� kasi pekerjaan harus dipisahkan jika upah ditentukan menurut prinsip kesetaraan pengupahan seperti termuat dalam Konvensi No.100. Proses yang harus melibatkan metode yang membuatnya mungkin untuk melakukan penilaian yang obyektif terhadap pekerjaan yang bersangkutan. Konvensi No.100 dan Rekomendasi No. 90 membuat perbedaan atas pengakuan sebab-sebab diskriminasi upah terhadap perempuan. Dengan menempatkan prinsip “upah yang setara untuk pekerjaan yang setara” dengan prinsip yang lebih rinci “upah yang setara untuk pekerjaan yang setara nilainya”, ILO mengakui basis

147 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskrriminasi terhadap Perempuan, 1979.

148 Rekomendasi ILO No. 90 tentang Kesetaraan Pengupahan, 1951.

149 Lihat Ayat 1 keputusan.

150 Pasal 19 Piagam HAM dan Kebebasan Quebec menyatakan bahwa: “setiap pengusaha harus, tanpa diskriminasi, memberikan gaji atau upah yang setara kepada anggota stafnya yang melakukan pekerjaan yang setara di tempat yang sama. Perbedaan pada upah atau gaji berdasarkan pengalaman, senioritas, lama bekerja, kebijaksanaan, produkti� tas atau lembur tidak dianggap sebagai diskriminasi jika kirterianya berlaku umum untuk semua anggota staf, Penyesuaian dalam kompensasi dan rencana kesetaraan pengupahan dianggap tidak diskriminatif atas dasar jender jika mereka ditetapkan sesuai dengan UU Kesetaraan Pengupahan (Chapter E-12.001).”

Page 85: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

85

sistemik atas diskriminasi pengupahan yang berasal dari berbagai komponen-komponen dari sistem pengupahan.”151

Karena Pasal 19 Piagam HAM dan Kebebasan, dan merujuk pada hukum internasional untuk memberlakukan kasusnya, Pengadilan menetapkan bahwa Universitas Laval telah melanggar hak atas kesetaraan perlakuan pekerja di sektor administratif dengan tidak membayar mereka remunerasi yang setara dengan sejawat mereka di sektor spesialis dan layanan, mengingat mereka melakukan pekerjaan yang setara nilainya.

45. Mahkamah Agung Kanada, Baker vs The Minister of Citizenship and Immigration, 9 Juli 1999, [1999] 2 S.C.R. 817

Subyek: hak domisili; hak anak

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi tetapi belum dimasukkan ke dalam legislasi domestik;152 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi;153 kasus hukum asing154

Tindakan mengusir ibu dengan empat orang anak dari suatu wilayah/ Gugatan ke Mahkamah Agung agar perintah pengusiran dinyatakan ilegal/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik/ Pendapat yang tidak berbeda (dissenting)

Perintah pengusiran telah dikeluarkan terhadap warga negara Jamaika yang menderita kelainan mental yang parah dan seorang ibu dari empat anak yang berkebangsaan Kanada. Ibu tersebut meminta agar perintah tersebut ditolak. Karena UU Imigrasi mengatur bahwa dalam hal pengusiran, prosedur administratif harus mempertimbangkan alasan-alasan kemanusiaan, Nyonya Baker menegaskan bahwa pengusiran itu akan menyebabkan penderitaan yang permanen baik kepada anak-anaknya maupun kondisi mentalnya sendiri.

Dalam pendapat yang berbeda (dissenting opinion),155 Hakim L’heureux-Dubé mendasarkan bahwa Konvensi PBB tentang Hak Anak harus dipertimbangkan dalam menentukan alasan kemanusiaan yang berlaku dalam kasus ini, meskipun Konvensi telah dirati� kasi oleh Kanada, namun belum dimasukkan dalam legislasi domestik:

“Indikasi yang lain akan pentingnya pertimbangan kepentingan anak-anak ketika membuat keputusan yang bernada simpati dan berperikemanusiaan adalah rati� kasi atas Konvensi tentang Hak Anak, dan pengakuan pentingnya hak anak-anak dan kepentingan terbaik bagi anak-anak dalam instrumen internasional yang telah dirati� kasi oleh Kanada. Perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi internasional bukanlah bagian dari Hukum Kanada kecuali mereka telah

151 Ayat 122, 125 dan 126 keputusan.

152 Konvensi tentang Hak Anak, 1989.

153 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948; Deklarasi tentang Hak Anak, 1959.

154 Selandia baru dan India.

155 Meskipun anggota lainnya, menerima pendapat Hakim L’heureux-Dubé atas kebijaksanaan, mereka menganggap bahwa, “Prinsip bahwa konvensi internasional telah dirati� kasi oleh eksekutif tidak memiliki kekuatan atau efek dalam sistem hukum Kanada sampai dimasukkan ke dalam hukum domestik tidaklah mempertahankan kesatuan prinsip hukum yang memperbolehkan rujukan kepada konvensi yang belum dimasukkan selama proses penafsiran perundang-undangan.”

Page 86: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

86

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

dilaksanakan melalui UU (…). Oleh karenanya ketentuan-ketentuannya tidak bisa diterapkan langsung dalam Hukum Kanada.156

“Nilai-nilai yang dire� eksikan dalam Hukum HAM internasional dapat membantu menginformasikan pendekatan kontekstual penafsiran perundang-undangan dan uji material undang-undang. (…) Pembuat undang-undang diasumsikan menghormati nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada dalam hukum internasional, baik yang bersifat kebiasaan maupun konvensi. Hal ini merupakan bagian dari konteks hukum di mana legislasi diundangkan dan dibaca. Oleh karenanya, sejauh mungkin penafsiran-penafsiran yang mere� eksikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip ini diutamakan. (…)

Peranan penting dari Hukum HAM internasional sebagai bantuan dalam menafsirkan hukum domestik juga telah ditekankan oleh negara-negara lain: lihat, contohnya, Tavita vs Menteri Imigrasi, [1994] 2 N.Z.L.R. 257 (C.A.), at p. 266; Vishaka vs Rajasthan, [1997] 3 L.R.C. 361 (S.C. India), pada hal. 367. Hal tersebut juga merupakan pengaruh yang kritisl atas penafsiran lingkup hak-hak yang dimasukkan dalam Piagam: Slaight Communications, supra; R. vs Keegstra, [1990] 3 S.C.R. 697.

“Nilai-nilai dan prinsip-prinsip Konvensi mengakui pentingnya memperhatikan hak-hak dan kepentingan anak-anak ketika keputusan dibuat yang terkait dengan dan akan mempengaruhi masa depan mereka. Selanjutnya, Pembukaan dalam Deklarasi Universal tentang HAM, mengakui bahwa ”masa kanak-kanak perlu mendapatkan perawatan dan bantuan khusus”. Penekanan yang serupa tentang pentingnya menempatkan nilai yang mempertimbangkan perlindungan anak-anak serta kebutuhan dan kepentingan mereka, juga termuat dalam instrumen internasional lain. Deklarasi PBB tentang Hak Anak (1959), dalam Pembukaannya menyatakan “kebutuhan penjagaan dan perawatan khusus”. Prinsip-prinsip Konvensi dan instrumen internasional lain menempatkan kepentingan khusus atas perlindungan anak-anak dan masa kanak-kanak, dan khususnya pertimbangan atas kepentingan, kebutuhan dan hak-hak mereka. Mereka membantu menunjukkan nilai-nilai yang penting dalam menentukan apakah keputusan ini praktik yang wajar dari kekuasaan H & C.”157

Hakim L’heureux-Dubé menganggap bahwa, meskipun Konvensi tentang Hak Anak belum dimasukkan ke dalam hukum domestik, pemerintah seharusnya mempertimbangkan tindakan pengusiran. Mahkamah Agung Kanada kemudian membatalkan perintah pengusiran.

156 Ayat 69 keputusan.

157 Ayat 70 Keputusan.

Page 87: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

87

46. Mahkamah Agung Kanada, Slaight Communication Incorporated vs Ron Davidson, 4 Mei 1989, [1989] 1 S.C.R. 1038

Subyek: pemecatan; kebebasan berekspresi

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi158

PHK tanpa alasan yang sah/ Perintah oleh arbitrer kepada perusahaan untuk memberikan pengusaha potensial pekerja dengan informasi tertentu/ tindakan karena pelanggaran kebebasan berekspresi/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Seorang pekerja telah dipecat oleh pengusaha karena ketidakcukupan profesional dan seorang arbitrer telah ditunjuk untuk menyelesaikan perselisihan. Diketahui bahwa pemecatan tersebut sebagai hasil dari intrik yang diciptakan pengusaha agar bisa memecat pekerja. Arbiter memerintahkan pengusaha untuk membayar sejumlah uang kepada pekerja. Dia juga meminta bahwa dalam setiap korespondensi antara pengusaha yang lama dengan pengusaha lain yang ingin mempekerjakan pekerja tersebut, pengusaha yang lama harus menyebutkan kinerja pekerja di perusahaan yang lama. Dan terakhir, pengusaha yang lama diperintahkan untuk menginformasikan kepada pengusaha lain itu bahwa keputusan arbitrasi memerintahkan bahwa pemecatan pekerja dibatalkan atas dasar yang sah. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mencegah pengusaha yang lama merusak karir pekerja. Pengusaha mengajukan banding atas tindakan tersebut, mengingat bahwa keputusan arbitrer melanggar hak mendasarnya atas kebebasan berekspresi sebagaimana diakui dalam Piagam Kanada tentang Hak-hak dan Kebebasan.

Untukmenentukan apakah hak pekerja untuk mencari pekerjaan baru dapat dibatasi secara sah oleh kebebasan berekspresi bekas majikannya, hakim utama di Mahkamah mendasarkan pada hukum internasional, dan mayoritas anggota mengikutinya.

“Terdapat berbagai nilai yang beraneka ragam atas hak perlindungan dalam masyarakat yang bebas dan demokratik seperti Kanada, tapi hanya beberapa yang secara tegas diatur dalam Piagam Kanada. Nilai-nilai yang mendasari masyarakat yang bebas dan demokratik, baik yang menjamin hak-hak dalam Piagam, dan dalam kondisi yang layak, mensahkan pembatasan-pembatasan atas hak-hak tersebut. Sebagaimana dikatakan di Oakes, supra, (…) di antara nilai-nilai yang mendasari masyarakat kita yang bebas dan demokratik adalah “martabat manusia yang nyata” dan “komitmen terhadap keadilan sosial dan kesetaraan”. Khususnya sehubungan dengan rati� kasi Kanada atas Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966), dan komitmen di dalamnya untuk melindungi, inter alia, hak bekerja dalam berbagai dimensi yang ditemukan dalam Pasal 6 Perjanjian, tak bisa disangkal bahwa tujuan dalam kasus ini sangat penting. Dalam rujukan Hubungan Kerja Layanan Publik (Alta.), supra, Saya memiliki kesempatan untuk mengatakan:

“Isi kewajiban HAM internasional Kanada, menurut pendapat saya adalah indikasi yang penting akan arti “manfaat penuh dari perlindungan Piagam”. Saya percaya bahwa Piagam Kanada harus secara umum diasumsikan memberikan perlindungan sekurang-kurangnya setingkat dengan yang diberikan oleh ketentuan yang sama dalam dokumen-dokumen HAM internasional yang telah dirati� kasi olehKanada.”

158 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966.

Page 88: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

88

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

(…) kewajiban HAM internasional Kanada harus menginformasikan tidak hanya penafsiran isi hak-hak yang dijamin oleh Piagam, tetapi juga penafsiran apa yang dapat merupakan penekanan dan substansial Bagian 1 tujuan yang mungkin mensahkan pembatasan-pembatasan atas hak-hak ini. Selanjutnya, untuk tujuan tahap permohonan ini, fakta bahwa suatu nilai memiliki status HAM internasional atau di bawah perjanjian internasional di mana Kanada adalah negara anggota, harusnya secara umum mengindikasikan derajat kepentingan yang tinggi yang melekat pada tujuan tersebut. Hal ini sejalan dengan kepentingan yang telah ditetapkan Mahkamah atas perlindungan pekerja sebagai kelompok yang riskan dalam masyarakat.””

Alasan yang sama juga ditemukan pada keputusan Mahkamah Agung:

“Secara ringkas, hakim tidak menelaah lebih lanjut seperti yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan di atas. Akhirnya, efek-efek atas tindakan tersebut tidak berbahaya untuk menjadikannya lebih penting daripada tujuan gugatan. Tujuan dalam kasus ini amat penting, khususnya terkait dengan komitmen perjanjian internasional Kanada untuk melindungi hak bekerja dalam berbagai dimensinya. Untuk tujuan tahap akhir atas permohonan ini, fakta bahwa suatu nilai memiliki status HAM internasional, baik dalam hukum internasional kebiasaan atau dalam perjanjian internasional di mana Kanada adalah pihak penandatangan, harus secara umum diindikasikan bahwa derajat yang tinggi dari kepentingan yang melekat pada tujuan teresbut.”

Mahkamah Agung Kanada menetapkan bahwa fakta internasional mengakui hak bekerja menunjukkan sifat mendasar dari hak dan bahwa, konsekuensinya perlindungan hak tersebut dapat mensahkan pembatasan kebebasan berekspresi pengusaha. Dalam hal ini, Mahkamah menolak membatalkan keputusan arbitrasi.

Page 89: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

89

Cili

Konstitusi Politik Republik Cili

Pasal 5, Ayat 2

Pelaksanaan kedaulatan mengakui pembatasan penghargaan hak-hak mendasar yang berasal dari sifat manusiawi. Adalah kewajiban pemerintah untuk menghormati dan mempromosikan hak-hak tersebut, yang dijamin oleh Konstitusi ini dan perjanjian internasional yang dirati� kasi oleh Cili dan berlaku di negara ini.

47. Mahkamah Agung Cili, Carlos Castro Cortés vs Wackenhut - Cili, 1 Agustus 2001, Kasus No. 2549-01

Subyek: kebebasan berserikat; pemecatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi159

Pemecatan pimpinan serikat pekerja/ tindakan diskriminasi anti serikat/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Seorang pekerja mengajukan permohonan terhadap pengusahanya yang telah memecatnya dengan kondisi dia sebagai pemimpin serikat pekerja, meminta agar dia dipekerjakan kembali dalam hubungan kerja. Pengadilan pada tingkat pertama menerima permohonan ini dan begitu juga dengan Pengadilan Banding yang memperkuat keputusan tersebut. Setelah itu, pengusaha membuat permohonan, meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan keputusan tersebut.

Untuk menentukan apakah pemecatan pemimpin serikat pekerja dapat dikuali� kasikan sebagai diskriminasi anti serikat, Mahkamah Agung menerapkan UU Perburuhan160 dan Konstitusi Nasional.161 Selanjutnya, Mahkamah membuat referensi pada Konvensi-konvensi ILO No. 87 dan 98 untuk menekankan karakter mendasar dari otonomi serikat pekerja dan larangan pemecatan yang diskriminatif terhadap serikat pekerja, menyatakan bahwa pemimpin serikat pekerja dilindungi oleh keutamaan serikat pekerja.

Pengadilan menggarisbawahi instrumen internasional untuk menelaah persoalan ini:

“Bahwa Pasal 1 Konvensi ILO No. 98 tentang Penerapan Prinsip-prinsip atas hak Berserikat dan Perundingan Bersama mengatur bahwa pekerja harus mendapatkan perlindungan yang memadai terhadap tindakan-tindakan diskriminasi anti serikat sehubungan dengan pekerjaan mereka. (…) Norma hukum internasional ini berlaku terhadap pemecatan karena diskriminasi anti serikat, di mana tidak boleh menghasilkan efek yang mengakibatkan terjadi PHK. Telah diperingatkan bahwa ketentuan ini penting dan tidak terpisahkan dalam melengkapi otonomi serikat pekerja, sesuai

159 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama, 1949.

160 Pasal 243 UU Perburuhan Cili menetapkan keutamaan yang diberikan kepada pemimpin serikat yang telah dipilih, dari tanggal pemilihan sampai enam bulan setelah dia meninggalkan jabatannya.

161 Pasal 19 (19) Konstitusi Cili menyatakan bahwa UU harus memberikan mekanisme yang memastikan otonomi serikat pekerja.

Page 90: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

90

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

dengan ketentuan dalam Konvensi ILO No. 87, di mana Pasal 3 menyatakan prinsip dasar di mana organisasi pekerja memiliki hak untuk memilih secara bebas perwakilan mereka.”

Sebagai hasilnya, Mahkamah Agung Cili, setelahmendasarkan keputusannya pada kasus hukum domestik, merujuk pada Konvensi-konvensi ILO No. 87 dan 98 untuk menekankan karakter dasar perlindungan terhadap perwakilan serikat atas diskriminasi anti serikat. Atas dasar ini, Pengadilan menolak banding dan menguatkan keputusan pembatalan pemecatan.

48. Pengadilan Banding Santiago, José Patricio Olivares Tapia and Carlos OctavioAbarca González vs María Soledad Hurtado Gálvez, 6 November 2000, Kasus No. 2840-2000

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi;162 kasus hukum internasional163

Kebebasan berserikat/ Banding serikat pekerja/ Otonomi serikat pekerja/ Rujukan terhadap hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Dua direktur federasi pegawai negeri sipil di Cili mengajukan permohonan perlindungan jaminan konstitusional terhadap pengawas perburuhan, berargumen bahwa pengawas tidak mematuhi tugasnya dengan mempertanyakan persyaratan legalitas untuk pemilihan direktur Asosiasi Federasi Nasional Pegawai Negeri Sipil Cili.

Untuk menentukan apakah penolakan pengawas untuk memeriksa legalitas pemilihan adalah sejalan dengan prinsip kebebasan berserikat, Pengadilan Banding mendasarkan keputusannya pada legislasi domestik164 dan memutuskan bahwa petugas telah menghormati otonomi serikat pekerja dengan tidak campur tangan dalam pemilihan, karena otoritas untuk menilai pemilihan ada pada Pengadilan Pemilihan Regional dan bukan pada otoritas administratif. Begitupun, untuk menekankan bahwa pemilihan benar-benar bebas, yang merupakan elemen dasar otonomi serikat pekerja dalam kerangka kebebasan berserikat, Pengadilan mempertimbangkan Pasal 19 (19) Konstitusi Nasional165 dan membuat rujukan pada Konvensi ILO No. 87166 dan menjadi “Kasus hukum” Komite Kebebasan Berserikat ILO.167

162 Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948.

163 Komite Kebebasan berserikat ILO.

164 Pasal 10(2) UU 18593 yang diundangkan tanggal 5 Januari 1987: “Pengadilan Pemilihan Regional adalah untuk (…) menilai klaim yang dibuat sebagai hasill pemilihan serikat pekerja dan kelompok intermediari lainnya.”

165 Pasal 19 (19) Konstitusi Cili: “Konstitusi memastikan (…) hak berserikat dalam kasus-kasus dan bentuk khusus menurut hukum kepada semua orang. Keanggotaan serikat pekerja harus selalu sukarela. Serikat pekerja akan memiliki status hukum hanya dengan mendaftarkan anggaran dasar mereka dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. UU akan mengatur mekanisme dalam mengikuti kegiatan-kegiatan politik.”

166 Pasal 3 (1) Konvensi No. 87: “Organisasi pekerja dan pengusaha harus memiliki hak untuk membuat konstitusi dan aturan mereka sendiri, untuk memilih perwakilannya secara bebas, untuk menyelenggarakan administrasi dan kegiatan-kegiatannya dan untuk memformulasikan program-program mereka.”

Pasal 3 (2) Konvensi yang sama: “otoritas pemerintah harus menahan diri dari campur tangan yang akan membatasi hak atau menghambat pelaksanaan yang sah.”

167 “(…) dalam kasus-kasus di mana hasil pemilihan serikat pekerja dipertanyakan, pertanyaan ini harus diserahkan kepada otoritas peradilan, yang harus menjamin prosedur yang tidak berpihak, obyektif dan cepat.” Lihat ILO: Laporan Komite Kebebasan Berserikat, Kasus No. 1305, Laporan ke-239, Of� cial Bulletin, Vol. LXVIII, 1985, Series B, No. 2, para. 297(a).

Page 91: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

91

Pengadilan memutuskan sebagai berikut:

“(…) peraturan memperbolehkan hanya penerapan nyata dari otonomi serikat pekerja dikon� rmasikan sebagai jaminan konstitusional dalam Pasal 19 (19) Konstitusi, dan kekuatan yang lebih luas, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Konvensi No. 87 yang berlaku di negara kita sejak 1 Februari 1999.”168

Selanjutnya Pengadilan menyatakan:

“(…) bahwa dalam penerapan Konvensi ILO No. 87 dalam menantang pemilihan serikat pekerja, Komite Kebebasan Berserikat, bagian dari organisasi internasional, telah mengamati kasus di mana hasil pemilihan serikat pekerja dipertanyakan, pertanyaan-pertanyaan ini harus dirujuk kepada otoritas pengadilan, yang harus menjamin prosedur yang tidak memihak, obyektif, dan cepat.”

Dengan itu, Pengadilan Banding Santiago, sesuai dengan legislasi Domestik dan dengan rujukan pada Konvensi ILO No. 87 dan ‘kasus Hukum” Komite Kebebasan Berserikat menolak permintaan otonomi serikat pekerja sebagai jaminan non-intervensi dari otoritas publik dalam kegiatan-kegiatan serikat pekerja.

49. Mahkamah Agung Cili, Víctor Améstida Stuardo and others vs Santa Isabel S.A., 19 Oktober 2000, Kasus No. 10.695

Subyek: kebebasan berserikat; pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi169

Kebebasan berserikat/ Pemecatan pekerja dengan keutamaan serikat pekerja/ UU diskriminasi anti serikat/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Beberapa pekerja, yang telah ditunjuk sebagai perwakilan pekerja sebelum pembentukan serikat pekerja, mengajukan permohonan karena telah dipecat dengan tidak adil. Pengadilan pada tingkat pertama menilai bahwa para pemohon telah dilindungi oleh keutamaan serikat pekerja dan menganggap pemecatan mereka tidak sah. Namun, pengadilan banding menolak keputusan yang pertama. Maka, para pekerja meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan keputusan Pengadilan Banding dan memberikan keputusan yang baru yang mengkon� rmasikan keputusan di tingkat pertama.

Untuk menentukan apakah perlindungan keutamaan serikat pekerja bisa diberlakukan kepada pekerja yang menjadi kandidat perwakilan pekerja, bahkan sebelum serikat pekerja terbentuk, Mahkamah memeriksa UU Perburuhan dan menemukan bahwa teks yang terdapat dalam ketentuan dapat bertentangan karena, pada satu sisi, menetapkan bahwa keutamaan serikat pekerja diciptakan pada saat mengadakan rapat pembentukan, dan di sisi lain, prinsip keutamaan melindungi kandidat dar waktu sebelum pemilihan, yakni dari saat komunikasi tertulis mengenai tanggal pemilihan.

168 Kebanyakan spesialis di Cili dan Kasus Hukum Pengadilan Cili menafsirkan Pasal 5 Konstitusi berargumen bahwa perjanjian internasional yang telah dimasukkan ke dalam peraturan perundang-undangan Cili memiliki kekuatan hukum dan mengandung HAM yang penting, yang dirati� kasi oleh Cili dan yang berkekuatan hukum, memiliki status Konstitusional.

169 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Konvensi ILO No.98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama, 1949; Konvensi ILO No. 135 tentang Perwakilan Pekerja,197

Page 92: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

92

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Melihat situasi ini, Mahkamah Agung menafsirkan ketentuan-ketentuan domestik yang terkait dengan Konvensi-konvensi ILO No. 87, 98 dan 135, dan menyimpulkan, sebagai jaminan atas hak memilih secara bebas perwakilan mereka, dan untuk dapat memiliki efek yang penuh, keutamaan serikat pekerja harus mencakup periode sebelum pembentukan serikat pekerja, karena secara berlawanan, kasus ini tidak akan memastikan hak yang sama dari asosiasi.

Sehingga Mahkamah memutuskan sebagai berikut:

“(…) cukup jelas bahwa, menghadapi berbagai keraguan yang dapat ditawarkan hukum domestik kita, ketentuan norma-norma internasional yang terdapat dalam Konvensi Perburuhan Internasional No. 87, 98 dan 135 harus dipertimbangkan, khususnya memperhitungkan ketentuan Pasal 5 Konstitusi Republik.170

Pasal 3 Konvensi No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat merujuk pada otonomi organisasi ini, satu aspeknya adalah secara bebas memilih perwakilannya. Sangat jelas terlihat bahwa jika karena pembentukan serikat pekerja dan pemilihan pemimpinnya, pemimpin mereka dipecat melalui keputusan perusahaan, dan tidak berkelanjutan, peraturan kita jelas tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan internasional.”

Begitupun, mahkamah merujuk pada Pasal 1 (1) dan Pasal 1 (2a) Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama,171 dan Pasal 1 Konvensi No. 135 tentang Perwakilan Pekerja.172

Selanjutnya, Mahkamah Agung Cili menyatakan bahwa pemecatan tersebut tidak sah karena diskriminasi anti serikat. Mahkamah menafsirkan UU Perburuhan sehubungan dengan Konvensi-konvensi ILO No. 87, 98, dan 135, menunjukkan bahwa untuk membuatnya memiliki efek penuh atas otonomi serikat pekerja, keutamaan serikat pekerja juga dilindungi segera sebelum pembentukan serikat pekerja.

170 Pasal 5 Konstitusi Cili: “Kewajiban Pemerintah untuk menghormati dan mempromosikan hak-hak tersebut, dijamin oleh Konstitusi ini serta perjanjian internasional yang telah dirati� kasi oleh Cili dan memiliki kekuatan hukum.”

171 Pasal 1 (1) Konvensi No. 98: “Pekerja harus memperoleh perlindungan yang memadai terhadap tindakan diskriminasi anti serikat sehubungan dengan pekerjaan mereka.”

Pasal 1 (2a) Konvensi No. 98: “Perlindungan tersebut harus berlaku khususnya atas tindakan yang diperhitungkan untuk: (a) membuat hubungan kerja pekerja tunduk pada kondisi bahwa dia tidak boleh bergabung dengan serikat atau harus melepaskan keanggotaan serikat pekerja.”

172 Pasal 1 Konvensi No. 135: “Perwakilan pekerja dalam perusahaan harus mendapatkan perlindungan efektif terhadap setiap tindakan yang diduga kepada mereka, termasuk pemecatan, berdasarkan status atau kegiatan mereka sebagai perwakilan pekerja atau anggota serikat atau partisipasi dalam kegiatan serikat, sejauh tindakan mereka sejalan dengan UU yang berlaku atau perjanjian bersama atau pengaturan lainnya yang disepakati bersama.”

Page 93: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

93

Cina, Wilayah Administratif Khusus Hong Kong

Hukum Dasar Wilayah Administratif Khusus Hong Kong

Pasal 39

Ketentuan PerjanjianInternasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dan Konvensi-konvensi perburuhan internasional yang berlaku di HongKong tetap memiliki kekuatan dan harus dilaksanakan melalui undang-undang Wilayah Administratif Khsusus Hong Kong.

Hak-hak dan kebebasan yang dimiliki oleh penduduk Hong Kong tidak boleh dibatasi kecuali dimuat dalam undang-undang. Pembatasan tersebut tidak boleh bertentangan dengan Ayat sebelumnya dari Pasal ini.

50. Pengadilan Banding Wilayah Administrasi Khusus Hong Kong, Banding Sipil No. 218 of 2005 (keputusan banding HCAL No. 30/2003)

Subyek: pekerja migran

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi;173 kasus hukum internasional174

Pekerja migran/ pengenaan pajak kepada pengusaha yang merekrut pekerja asing/ dugaan pelanggaran prinsip kesetaraan perlakuan antara pekerja nasional dan non-nasional yang diakui oleh Konvensi ILO No. 97/ Pemberlakuan Konvensi ILO No. 97 dalam hukum domestik/ Ketiadaan pelanggaran Konvensi

Pekerja asing dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga, merujuk masalah ini kepada pengadilan Hong Kong, mempertanyakan pengenaan pajak pada pengusaha yang merekrut pekerja asing. Pemohon mendasarkan tuntutannya, dengan argumen antara lain bahwa pajak menciptakan perbedaan dalam perlakuan antara pekerja asing dan pekerja domestik, pelanggaran terhadap prinsip kesetaraan perlakuan yang ada dalam Pasal 6 (1) Konvensi ILO No. 97 tentang Migrasi untuk Pekerjaan, yang berlaku di Hong Kong.

Sebelum memutuskan akar permasalahan kasus ini, Pengadilan harus menilai pemberlakuan konvensi ILO No. 97 dalam hukum domestik. Untuk itu, pengadilan menyatakan sebagai berikut:

Saran telah diberikan atas nama responden bahwa kekosongan legislasi lokal yang sejalan dengan Konvensi, sehingga tidak ada efek domestik di Hong Kong, meskipun dipahami bahwa penerapannya di Hong Kong sebagai hukum internasional memberikan harapan yang sah yang mungkin menguntungkan bagi mereka yang berada dalam posisi termohon yang mencari bantuan. Kelihatannya bagi kami bisa diterima bahwa Konvensi memiliki efek domestik sejauh jika ada ketentuan dalam hukum di Hong Kong yang tidak

173 Konvensi ILO No. 97 tentang Migrasi untuk Pekerjaan (Revisi), 1949.

174 Komite Ahli ILO tentang Penerapan konvensi dan Rekomendasi.

Page 94: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

94

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

membatasi hak-hak pekerja dalam cara yang dilarang oleh Konvensi yang berlaku di Hong Kong, bahwa pembatasan akan bertentangan dengan Pasal 39 melalui persyaratan pasal bahwa pembatasan atas hak-hak yang dimiliki oleh penduduk Hong Kong tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 39 (1); tetapi perlu untuk memutuskan poin ini, karena pemohon menerima bahwa sekurang-kurangnya diciptakan pengharapan yang sah di mana kita akan merujuknya.

Setelah memutuskan bahwa Konvensi ILONo. 97 berlaku dalam hukum domestik, Pengadilan memeriksa isu utama kasus ini untuk menentukan apakah pajak rekrutmen atas pekerja asing melanggar Pasal 6 (1) Konvensi. Pengadilan menemukan bahwa kesetaraan perlakuan yang diatur dalam ketentuan tersebut berlaku kepada pekerja migran yang telah memperoleh hak bekerja di suatu negara yang telah merati� kasi Konvensi. Pajak yang dipertanyakan adalah prasyarat dan suatu kondisi untuk memberikan izin kerja kepada pekerja asing, dan tidak masuk dalam lingkup penerapan Konvensi. Sebagai dasar alasannya, pengadilan merujuk pada Survei Umum Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi mengenai pekerja migran dan dipublikasikan tahun 1999: “Konvensi-konvensi ini memiliki tujuan perlindungan kondisi pekerja migran yang telah sah tinggal di negara penerima untuk menjalankan pekerjaan di mana mereka direkrut. Mereka tidak memiliki tujuan untuk mendikte siapa yang seharusnya dan tidak seharusnya direkrut atau orang yang seharusnya menerbitkan visa.”175

Sehingga, setelah mempertimbangkan Konvensi ILO No. 97 berlaku dalam hukum domestik, Pengadilan Banding Wilayah Adminisratif Khusus Hong Kong merujuk pada hasil kerja Komite ahli untuk memutuskan bahwa pajak yang terkait dengan rekrutmen pekerja asing tidak bertentangan dengan Konvensi dan karenanya menjadi sah.

175 ILO: Pekerja migran,Survei Umum Komite Ahli tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, ILC, sesi ke-87, Geneva, 1999, laporan III (1B).

Page 95: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

95

Kolombia

Konstitusi Politik Republik Kolombia

Pasal 53

(...) Konvensi-konvensi perburuhan internasional, yang telah secara sah dirati� kasi, merupakan bagian dari legislasi domestik (…).

Pasal 93, Ayat 1

Perjanjian-perjanjian internasional dan konvensi-konvensi yang dirati� kasi oleh Kongresyang mengakui hak asasi manusia dan melarang pembatasannya dalam keadaan darurat berlaku dalam aturan domestik.

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Piagam ni harus ditafsirkan sesuai dengan perjanjian-perjanjian internasional tentang hak-hak asasi manusia yang telah dirati� kasi oleh Kolombia.

51. Mahkamah Konstitusil Kolombia, Plenary Session, Benjamín Ochoa Moreno republik action of unKonstitutionality, 17 Mei 2000, C-567/00

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi176

Kebebasan berserikat/ beragam serikat pekerja/ pendaftaran serikat/ penerapan langsung konvensi ILO No. 87

Pemohon mempertanyakan konstitusionalitas hukum Kolombia yang tidak mengizinkan lebih dari satu serikat pekerja dalam satu perusahaan dan meminta pencatatan serikat pekerja dalam daftar negara.

Pada awalnya, pemohon mengklaim bahwa larangan lebih dari satu serikat pekerja melanggar kebebasan serikat pekerja dengan membatasi kemungkinan mendirikan serikat pekerja baru jika telah ada satu serikat dalam perusahaan.

Kementerian Perburuhan, ketika menjawab tuntutan tersebut, mendukung konstitusionalitas hukum, berargumen bahwa mengizinkan hanya satu serikat pekerja memastikan kesatuan dalam perwakilan serikat pekerja dan karenanya berkontribusi atas suksesnya kegiatan serikat pekerja.

Atas dasar pasal 39 Konstitusi Kolombia yang menjamin hak seluruh pekerja untuk mendirikan serikat pekerja, dan pasal 2 Konvensi No. 87 ILO, yang membentuk bagian yang dinamakan “blok konstitusionalitas”, Mahkamah menetapkan bahwa pembatasan pembentukan serikat pekerja membatasi kebebasan serikat pekerja dan tidak konstitusional.

176 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Konvensi ILO No.98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama, 1949.

Page 96: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

96

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Kedua, pemohon menyatakan bahwa persyaratan atau keharusan untuk mendaftarkan serikat pekerja dalam daftar negara melanggar kebebasan berserikat. Tuntutan administratif tersebut dikenakan karena pengakuan dan pengaturan kegiatan serikat pekerja berimplikasi pada penyeleksian melalui otoritas negara.

Pemohon mendasarkan tuntutannya pada Konstitusi Kolombia dan Konvensi ILO No. 87, sebagai hukum yang menjamin hak untuk mendirikan serikat pekerja tanpa campur tangan negara.

Mahkamah mengamati bahwa sistem hukum Kolombia mengatur kegiatan serikat pekerja dalam dua tahapan. Pertama, pada saat pembentukan serikat pekerja dan bagaimana mereka memperoleh status hukum; dan kedua, ketika serikat pekerja sudah dibentuk dan memiliki kapasitas hukum, dan diminta untuk mendaftarkan diri ke dalam daftar publik untuk tujuan memastikan publisitas keberadaan badan serikat pekerja kepada pihak ketiga. Pengaturan itu bukanlah pelanggaran terhadap Konstitusi atau Konvensi ILO No. 87.

Menganalisa proses pendaftaran, Mahkamah memperhatikan bahwa legislasi mengatur kapan otoritas pemerintah dapat menolak pendaftaran, dengan menyatakan alasan “praktik yang baik”. Untuk Mahkamah, hal ini bersifat subyektif dan kriteria yang luas tidaklah konstitusional, karena hal ini menjadi campur tangan negara yang melebihi kewenangannya dalam pembentukan serikat pekerja dengan membatasi pelaksanaan hak, bertentangan dengan isi Pasal 39 Konstitusi, dan Konvensi ILO No. 87. Selanjutnya, aturan hukum juga dinilai tidak konstitusional dalam hal lemhanya proses pendaftaran, penundaan atau pembatalan pendafataran serikat pekerja yang datang dari keputusan administratif, dan hal itu melanggar persyaratan bahwa sanksi-sanksi ini hanya bisa diputuskan melalui ketetapan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 39, Bagian tiga Konstitusi dan Pasal 4 Konvensi ILO No. 87.

Konsekuensinya, Mahkamah, berdasarkan Konstitusi Kolombia dan Konvensi ILO No. 87, menyatakan kekuasaan pemerintah untuk menolak, menunda, atau membatalkan pendaftaran serikat pekerja karena alasan “praktik yang baik” dan tanpa intervensi hukum adalah tidak konstitusional.

52. Mahkamah Konstitusi Kolombia, 5 April 2000, C-385/00

Subyek: kebebasan berserikat; pekerja migran

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;177 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi178

Kebebasan berserikat/ hak-hak sipil orang asing/ Diskriminasi terhadap pekerja asing dan pengecualian dari posisi perwakilan serikat

Mengajukan tuntutan hukum atas ketidakkonstitusionalan, dua warga negara mempertanyakan beberapa pasal dalam UU Perburuhan, menganggap bahwa pasal-pasal tersebut melangggar Konstitusi, berbagai instrumen internasional, dan khususnya Konvensi-konvensi ILO No. 87, 98, dan 111.179 Pasal-

177 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama, 1949; Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965.

178 Deklarasi Universal HAM, 1948; Deklarasi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1963.

179 Pasal 384, 388, 422, dan 432 UU Perburuhan Kolombia.

Page 97: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

97

pasal tersebut mensyaratkan serikat pekerja terdiri dari sekurang-kurangnya dua pertiga anggotanya berkebangsaan Kolombia dan melarang orang asing menduduki posisi perwakilan serikat pekerja.180

Penyelesaian kasus ini perlu mempertimbangkan Pasal 100 Konstitusi Kolombia, yang menyatakan bahwa “undang-undang dapat, untuk alasan ketertiban publik, menolak atau mengsubordinasikan kondisi-kondisi khusus pelaksanaan hak-hak sipil tertentu untuk orang asing. Sehingga, di Kolombia, orang asing harus mendapatkan manfaat yang sama atas jaminan seperti warga negara Kolombia, kecuali ada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh Konstitusi atau oleh undang-undang.”

Pada awalnya, Mahkamah mencatat bahwa Kongres tidak dapat membatasi pelaksanaan hak-hak sipil orang asing dengan mengajukan alasan yang abstrak tentang ketertiban umum, tapi “pembatasan hak-hak dasar harus dinyatakan, diperlukan, dan sangat vital, serta harus mengarah pada pencapaian tujuan konstitusional yang sah dalam masyarakat demokratik, dan untuk menjamin harmoni dalam masyarakat.”

Selanjutanya, Mahkamah memutuskan bahwa:

“sesuai dengan Pasal 53 (4),181 93,182 dan 94183 Konstitusi, isi dan lingkup kebebasan berserikat harus sejalan dengan konvensi-konvensi dan perjanjian-perjanjian internasional tentang HAM di tempat kerja.”184

Mahkamah secara eksplisit merujuk pada Pasal-pasal 2, 3, 6, dan 8 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat185 dan menyatakan:

“bahwa tidak terdapat keraguan atas ketentuan-ketentuan yang dipertanyakan bertentangan dengan Konvensi-konvensi yang dikutip sebelumnya, yang tidak mengatur satu contoh pun atas kemungkinan bahwa kebebasan berserikat bagi pekerja asing dapat dibatasi.”186

Sehubungan dengan penjelasan di atas dan berdasarkan Konstitusi nasional serta Konvensi ILO No. 87, Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa ketentuan-ketentuan hukum domestik yang membatasi kebebasan berserikat pekerja asing adalah tidak sah.

180 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi telah mempertimbangkan ketentuan ini bertentangan dengan Konvensi ILO No. 87. Lihat pengamatan oleh Komite Ahli mengenai penerapan oleh Kolombia atas Konvensi ILO No. 87, diterbitkan tahun 2000.

181 Pasal 53 (4) Konstitusi Kolombia: “Kongres harus mengadopsi UU Perburuhan. UU tersebut akan mempertimbangkan sekurangnya prinsip-prinsip minimum sebagai berikut: (…) konvensi-konvensi perburuhan internasional yang telah secara sah dirati� kasi sebagai bagian dari legislasi domestik.”

182 Pasal 93 (1) Konstitusi Kolombia: perjanjian dan konvensi internasional, yang dirati� kasi oleh Kongres, yang mengakui HAM dan melarang pembatasannya pada saat keadaan darurat, memiliki preseden atas urutan legislasi Domestik. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dikon� rmasikan dalam Piagam ini harus ditafsirkan sesuai dengan perjanjian internasional tentang HAM yang dirati� kasi oleh Kolombia.

183 Pasal 94 Konstitusi Kolombia: “daftar hak-hak dan jaminan-jaminan yang dimuat dalam Konstitusi dan dalam konvensi-konvensi internasional yang berlaku tidak mengabaikan hak-hak lain yang tidak secara tegas dinyatakan di sini namun nyata bagi semua manusia.

184 Halaman 13 Keputusan.

185 Pasal 2 Konvensi No. 87: “Pekerja dan pengusaha tanpa pembedaan apapun, harus memiliki hak untuk membentuk dan, tunduk hanya pada aturan organisasinya, untuk bergabung dengan organisasi yang mereka pilih sendiri tanpa otorisasi sebelumnya.”

Pasal 3 No. 87: “Organisasi pekerja dan pengusaha harus memiliki hak untuk membuat Konstitusi dan aturan, untuk memilih perwakilan mereka dengan kebebasan penuh, untuk menyelenggarakan administrasi dan kegiatan-kegiatan mereka dan memformulasikan program-program mereka. Otoritas publik harus menahan diri dari setiap campur tangan yang akan membatasi hak ini atau mengganggu pelaksaan yang sah atas hak-hak ini.”

Pasal 6 Konvensi No. 87: “ketentuan-ketentuan dari Pasal 2, 3 dan 4 berlaku kepada federasi dan konfederasi organisasi pekerja dan pengusaha.”

Pasal 8 (2) Konvensi No. 87: “Hukum tidak boleh mengganggu, atau berlaku untuk mengganggu jaminan yang diatur dalam Konvensi ini.”

186 Halaman 14 keputusan. Harus ditunjukkan bahwa Komite Kebebasan Berserikat ILO menpertimbangkan legislasi yang bisa diterima yang memungkinkan akses bagi pekerja asing untuk posisi di serikat sekurangnya dibatasi dengan periode (lamanya) tinggal yang di negara penerima. Lihat ILO: Intisari keputusan dan prinsip kebebasan berserikat dari badan Pimpinan ILO, edisi kelima (revisi) (Geneva, 2006), Ayat 420.

Page 98: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

98

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

53. Mahkamah Konstitusi Kolombia, Kamar Supervisi Banding Keempat, Sindicato de las Empresas Varias de Medellín vs Ministry of Labour and Social Security, the Ministry of Foreign Relations, the Municipio of Medellin and Empresas Varias de Medellín E.S.P., 10 Agustus 1999, T-568/99

Subyek: hak mogok; pemecatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;187 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi;188 kasus hukum internasional189

Hak mogok/ Pemecatan anti serikat sebagai hasil pernyataan mogok illegal oleh otoritas pemerintah/ Penerapan langsung hukum internasional untuk mengabaikan ketentuan nasional yang kurang melindungi pekerja

Pekerja mengajukan permohonan keadilan setelah dipecat karena berpartisipasi dalam pemogokan yang dinyatakan ilegal oleh otoritas pemerintah, dan menuntut dipekerjakan kembali pada pekerjaannya.

Kasus ini telah dipelajari oleh Komite Kebebasan Berserikat ILO, yang membuat rekomendasi mendesak pemerintah untuk mengembalikan pekerja ke pekerjaannya, pekerja yang telah dipecat karena berpartisipasi dalam mogok sebagaimana disebutkan sebelumnya.190 Untuk membenarkan tuntutan mereka, pemohon menyerahkan rekomendasi Komite Kebebasan Berserikat.

Namun, permohonan tersebut ditolak dan dianggap tidak sah, berargumen bahwa serikat pekerja telah menggunakan semua upaya yang biasa dilakukan. Selanjutnya Pengadilan menolaknya, dengan alasan Rekomendasi ILO tidak wajib diikuti. Menghadapi situasi ini, pekerja berkeras pada tuntutan mereka dan membuat permohonan untuk perlindungan.

Untuk menentukan apakah pemecatan karena berpartisipasi dalam pemogokan yang telah dinyatakan ilegal oleh otoritas pemerintah bisa dikategorikan sebagai pemecatan karena anti serikat yang melanggar Konstitusi Nasional,191 Mahkamah Konstitusional menerapkan konvensi-konvensi ILO No. 87, dan 98.192

Mahkamah menganggap bahwa para pekerja telah kehilangan kan jaminan atas imparsialitas dan perlindungan terhadap diskriminasi anti serikat.

Pada saat yang sama, Mahkamah yang menyatakan bahwa Rekomendasi dari Komite Kebebasan Berserikat mengikat, menyimpulkan bahwa rekomendasi yang dibuat dan diserahkan ke Badan Pimpinan ILO merupakan perintah tegas mengikat Pemerintah Kolombia dan menyatakan sebagai berikut “(…) [Komite] adalah badan yang dapat membuat rekomendasi dengan karakter yang mengikat menurut norma-norma yang mengatur organisasi.”

187 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Konvensi ILO No.98 tentang hak berserikat dan Perlindungan Bersama,1949; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969.

188 Konstitusi ILO, 1919; Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

189 Komite Kebebasan Berserikat ILO

190 Keluhan terhadap Pemerintah Kolombia diajukan oleh Serikat Pekerja Medellín

Municipal Enterprises (EEVVMM) (Lihat ILO: Laporan Komite Kebebasan Berserikat), Kasus No.1916, Report No. 309, Of� cial Bulletin, Vol. LXXXI, 1998, Series B, No. 1, para. 105).

191 Pasal 39 dan 56 Konstitusi Kolombia secara tegas menetapkan hak berserikat, pembentukan serikat pekerja dan pemogokan, sedangkan Pasal 53 dan 93 Konstitusi secara tegas menyatakan bahwa Konvensi-konvensi Perburuhan Internasional merupakan bagian dari legislasi domestik yang memberikan preseden dalam urutan domestik kepada perjanjian internasional tentang HAM.

192 Menurut Konstitusi Kolombia, Konvensi Perburuhan Internasional yang secara sah telah dirati� kasi merupakan bagian dari legislasi domestik (Pasal 53) dan perjanjian dan konvensi internasional yang dirati� kasi oleh Kongres, yang mengakui HAM dan melarang pembatasan mereka dalam keadaan darurat, harus berlaku dalam urutan hukum domestik (Pasal 93). Seperti dapat dilihat, perjanjian internasional mengenai HAM adalah kesatuan dalam peraturan domestik dengan hierarki yang lebih tinggi.

Page 99: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

99

Dengan demikian, Mahkamah menambahkan bahwa “dalam kasus ini, dewan menerima laporan dari Komite dan rekomendasinya dan menerbitkan laporan itu sebagai bagian dari laporan resmi (…).”193 “Kolombia berkewajiban, karena posisinya sebagai negara anggota dari Konstitusi ILO, untuk menghormati rekomendasi Badan Pimpinan.”

Mahkamah, dalam upayanya mendasarkan putusannya mengenai pemecatan karena anti serikat, menyatakan sebagai berikut:

“(…) serikat pekerja dikecualikan dari veri� kasi pemogokan yang dilaksanakan oleh Kementerian Perburuhan dan Jaminan Sosial dengan kepesertaan dari pengusaha, tetapi bukan pekerja. (…) tindakan tersebut melanggar hak partisipasi dari pekerja yang bera� liasi dengan serikat pekerjat (baik yang berpartisipasi dalam mogok maupun yang tidak), dan untuk pemohon serikat pekerja, serta Konvensi-konvensi No. 87 dan 98, yang merupakan bagian dari pengeblokan konstitusionalitas.

(…) Konstitusi dan Konvensi No.87 dan 98 ILO tentang Kebebasan Berserikat (perjanjian dan konvensi internasional yang secara sah dirati� kasi oleh Kongres, yang menjelaskan hak-hak yang tidak bisa ditunda, bahkan dalam keadaan darurat), harus juga dimasukkan, sebagai tambahan dari pasal-pasal Deklarasi Universal tentang HAM, PerjanjianInternasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Konvensi Amerika tentang HAM. Mereka dihadapkan pada Pasal 430 dan 450 UU Perburuhan di mana pemecatan didasarkan, dan tentu saja, rekomendasi Komite Kebebasan Berserikat Organisasi Perburuhan Internasional.”

Sebagai hasilnya, Mahkamah Konstitusi Kolombia menerapkan Konvensi-konvensi ILO No. 87 dan 98, serta Rekomendasi Komite Kebebasan Berserikat, mempertimbangkan bahwa hal tersebut mengikat untuk menentukan pelanggaran terhadap Konstitusi nasional. Atas dasar ini, Mahkamah menyatakan pemecatan tersebut tidak sah dan memerintahkan pekerja yang dipecat dikembalikan ke pekerjaannya dan ia berhak atas pembayaran atas gaji dan tunjangan yang belum diterimanya.

54. Mahkamah Konstitusi Kolombia, Kamar Banding Ketujuh, Alfonso Ruiz and others vs Empresa Sucesores de José de Jesús Restrepo and Cía. S.A., 13 Maret 1995, T-102/95

Subyek: kebebasan berserikat; perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi;195 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi196

Kebebasan berserikat/ Diskriminasi upah antara pekerja yang berserikat dan tidak berserikat/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Pekerja yang tidak berserikat dalam suatu perusahaan menerima kenaikan gaji sebesar 28 persen pada bulan Februari 1992. Menghadapi situasi ini, pekerja yang berserikat memulai perundingan bersama untuk menuntut kenaikan gaji. Namun, perundingan itu gagal menghasilkan perjanjian bersama. Mendapatkan fakta bahwa kon� ik tetap tidak terselesaikan, pekerja yang berserikat mengajukan permohonan pada bulan

193 ILO: Laporan Komite Kebebasan Berserikat, Kasus No. 1916, Laporan No. 309, op. cit.

194 Kovensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958.

195 Konstitusi ILO, 1919.

Page 100: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

100

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Oktober 1992, meminta gaji mereka dinaikkan dengan persentase yang sama dengan yang diterima oleh pekerja yang tidak berserikat. Permintaan tersebut ditolak pada tingkat pertama dan kedua. Namun pekerja yang berserikat terus melanjutkan prosedur dan membuat permohonan ke Mahkamah Konstitusi.

Untuk menentukan apakah pekerja yang berserikat memiliki hak untuk menerima kenaikan gaji yang diberikan secara sepihak oleh perusahaan kepada pekerja yang tidak berserikat, Mahkamah Konstitusi mengacu kepada Konstitusi ILO dan kasus hukum domestik (suatu keputusan dari Kamar yang sama dalam kasus yang serupa) di mana Konvensi ILO No. 111 diterapkan.

Dalam hal ini, Mahkamah menyatakan sebagai berikut:

“Semua orang sama di hadapan hukum, dan tidak boleh ada diskriminasi karena alasan jender, ras, kebangsaan, asal keluarga, bahasa, agama, pandangan politik atau � loso� . Daftar ini ada dalam Pasal 13 Konstitusi Nasional Kolombia tidaklah ekslusif. Sebagai tambahan, karena aspek-aspek ini terkait dengan pekerjaan, Pasal 53 menyatakan bahwa harus ada kesetaraan kesempatan untuk semua pekerja (…).

Selanjutnya, Konstitusi Organisasi Perburuhan Internasional, yang diadopsi tahun 1919, secara tegas menyatakan dalam Pembukaannya pengakuan atas prinsip kesetaraan pengupahan untuk “pekerjaan yang setara nilainya” dan Konvensi ILO No. 111, yang diadopsi oleh UU 22/67, merujuk secara konkrit kepada non-diskriminasi mengenai kesempatan dan perlakuan dalam pekerjaan dan jabatan.”196 (…)

Prinsip konstitusi atas kesetaraan pekerja telah dikembangkan oleh Konvensi Perburuhan Internasional No. 111 mengenai diskriminasi sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan. Sebagai hasilnya, di Kolombia Konvensi teresebut adalah sumber hukum untuk diterapkan langsung sesuai dengan Pasal 53 Konstitusi Nasional Kolombia, yang menetapkan bahwa “Konvensi Perburuhan Internasional yang dirati� kasi secara sah merupakan bagian dari legislasi domestik.” Selanjutnya, isinya adalah norma penafsiran dari hak konstutisional sesuai dengan Pasal 93 Konstitusi Nasional.”

Berdasarkan Konstitusi Nasional Kolombia dan rujukan pada Konstitusi ILO dan Konvensi ILO No. 111, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pekerja yang berserikat harus menerima kenaikan upah seperti yang diberikan kepada pekerja yang tidak berserikat. Jika hal tersebut bukan menjadi kasusnya, pembedaan yang jelas harus dibuat berkaitan dengan prinsip non-diskriminasi.

196 Pasal 1 (3) Konvensi No. 111: “Untuk tujuan Konvensi ini, isitilah pekerjaan dan jabatan termasuk akses kepada pelatihan kejuruan, akses ke pekerjaan, dan khususnya kepada jabatan dan syarat dan kondisi kerja.”

Page 101: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

101

Kosta Rika

Konstitusi Politik Republik Kosta Rika

Pasal 7, Ayat 1

Perjanjian internasional, kesepakatan dan kesepahaman- perjanjian-perjanjian lain yang telah disahkan oleh Dewan Legislatif harus memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada undang-undang setelah mereka diumumkan pada hari mereka disahkan.

55. Mahkamah Agung, Kamar Konstitusional, Antonio Blanco Rodríguez and others vs The President of the Republik, the Minister of Government and Politics, the Institute of Agrarian Development and the National Commission of Indigenous Affairs, 11 Agustus 1999, Decision No. 06229-aa

Subyek: hak masyarakat dan suku adat

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi197

Hak-hak masyarakat dan suku adat/ Hak kepemilikan/ Penerapan hukum internasional untuk mengabaikan ketentuan nasional yang lebih rendah

Tempat tinggal yang menjadi lokasi konservasi masyarakat adat yang dilestarikan, luas wilayahnya telah dikurangi melalui keputusan pemerintah, telah mengajukan perlindungan kepada pengadilan atas hak-hak mendasar mereka (recurso de amparo), karena adanya dugaan pelanggaran atas hak wilayah mereka.

Setelah menetapkan bahwa Konstitusi hanya berisi ketentuan-ketentuan umum tentang kepemilikan,198

Kamar Konstitusional Mahkamah Agung merujuk pada ketentuan-ketentuan Konvensi ILO No. 107 untuk menentukan apakah pengurangan ukuran daerah pelestarain masyarakat adat yang diputuskan oleh pemerintah melanggar hak-hak mendasar pemohon. Salah satu kewajiban negara penandatangan menurut Konvensi adalah mengadopsi tindakan-tindakan untuk melindungi hak milik masyarakat hukum adat dan untuk mengakui hak-hak mereka atas kepemilikan tanahyang mereka kuasai secara tradisional.

Mahkamah menganggap bahwa pengurangan ukuran wilayah pelestarian bagi masyarakat Hukum adat oleh keputusan eksekutif tidak sesuai dengan Konvensi ILO No. 107 dan melanggar hak kepemilikan masyarakat hukum adat, yang dilindungi oleh instrumen internasional.

Mahkamah menetapkan sebagai berikut:

“Keputusan No. 7962 mengatur dalam Pasal 1 bahwa batas-batas pelestarian masyarakat hukum adat Guatuso telah diubah. Pengurangan luas wilayah pelestarian masyarakat hukum adat sekitar 250 hektar sehinga mengubah Keputusan No. 5904-G tanggal 10 April 1996, merupakan faktor yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam UU No. 6172, yang telah berlaku sejak

197 Konvensi ILO No. 107 tentang Masyarakat dan Suku Adat,1957; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966.

198 Menurut Pasal 7 Konstitusi Kosta Rika, Konvensi Internasional yang telah dirati� kasi oleh Kosta Rika memiliki otoritas yang lebih tinggi dari perundang-undangan domestik.

Page 102: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

102

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

20 Desember 1977.(…) Ketika keputusan yang dipertanyakan tersebut diterbitkan, Konvensi No. 107 mengenai Perlindungan dan Integrasi Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Suku lain dan Semi Suku199 berlaku dan telah diadopsi melalui Dewan Legislatif Kosta Rika melalui UU No. 2330 tanggal 9 April 1959. Sesuai dengan Pasal 7 Konstitusi, bahwa Konvensi memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada UU dan juga dari keputusan reformasi. (...)

Pasal 11 Konvensi tersebut mengatur bahwa kewajiban negara untuk mengakui hak kepemilikan bersama atau individual dari anggota masyarakat hukum adat terhadap tanah yang mereka kuasasi secara tradisional (…) Pemerintah Kosta Rika mengakui penguasaan secara tradisional wilayah oleh kelompok-kelompok ini dalam Keputusan No.5904-G dengan menentukan batas-batas pelestarian masyarakat hukum Guatuso. Setiap perubahan yang merugikan area asli akan bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 Konvensi Internasional, di mana Kosta Rika telah merati� kasinya.”

Sebagai kesimpulan, Mahkamah Agung Kosta Rika memberlakukan Konvensi ILO No. 107, yang mengakui hak kepemilikan masyarakat Hukum adat terhadap wilayah yang mereka kuasai secara tradisional. Atas dasar ini, Keputusan Eksekutif yang mengurangi ukuran wilayah pelestarian masyarakat hukum adat akan diabaikan atas dasar pelanggaran standar hukum dengan otoritas yang lebih tinggi, dan pelanggaran hak-hak mendasar masyarakat yang bersangkutan.

56. Mahkamah Agung, Kamar Konstitusional, Hernán Oconitrillo Calvo vs the Municipality of San José, 23 April 1999, keputusan No. 1999-02971

Subyek: hak perlindungan kesehatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;200 perjanjian internasional yang tidak dirati� kasi;201 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi202

Pelanggaran hak perlindungan kesehatan/ kurangnya penghargaan atas rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Perburuhan/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Seorang pekerja mengajukan proses amparo (recurso de amparo) karena pelanggaran atas hak-haknya terhadap perlindungan kesehatan, karena pemerintah daerah San José tidak mematuhi rekomendasi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perburuhan mengenai kondisi-kondisi yang tidak sehat di tempat kerja di mana petugas-petugas kesehatan telah memeriksa pekerjaannya dan mengapa para pekerja menderita penyakit yang serius.

199 Pasal 3 Konvensi No. 107: “Selama kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang bersangkutan mencegah mereka dari memiliki keuntungan atas ketentuan-ketentuan umum negara di mana mereka berada, langkah khusus harus diadopsi untuk memberikan perlindungan atas lembaga, hak milik, dan pekerja populasi ini.”

200 Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969; Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM dalam bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya (“Protocol San Salvador”), 1988.

201 Konvensi ILO No. 155 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja,1981.

202 Deklarasi Amerika tentang Hak dan Kewajiban Manusia, 1948; Rekomendasi ILO No. 97 tentang Perlindungan Kesehatan Pekerja, 1953.

Page 103: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

103

Untuk menentukan apakah amparo harus diberikan, Mahkamah Agung mencatat pengakuan umum atas hak perlindungan kesehatan dalam Konstitusi nasional.203

Namun, dikon� rmasikan bahwa tidak ada UU yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan di tempat kerja. Sebagai hasilnya, Mahkamah menafsirkan prinsip yang dimuat dalam Konstitusi Nasional sehubungan dengan instrumen internasional instrumen regional, dan Konvensi ILO No. 155204 serta Rekomendasi ILO No. 97.205 Instrumen-instrume tersebut berisi ketentuan yang mewajibkan pengusaha untuk menjamin lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi semua pekerja.

Mahkamah kemudian memutuskan sebagai berikut:

“Sesuai dengan semangat kebajikan dalam karakter programatik dari norma konstitusional yang dikutip, perlu untuk mengembangkan yurisprudensi melalui analisa kasuistis untuk menentukan tindakan atau penghapusan yang mana yang diduga mempengaruhi kebebasan, martabat, stabilitas, dan upah yang memadai yang dide� nisikan sebagai elemen dasar dari hak untuk bekerja.”

Mahkamah menambahkan:

“Mengenai hakekat amparo sebelum kami, harus ditunjukkan bahwa, cukup jelas, perlindungan kesehatan pekerja adalah tidak terpisahkan dari upaya menjamin penghargaan atas martabat mereka. Dari penafsiran yang harmonis dari Pasal-pasal 21, dan 56 Konstitusi, Pasal 1, 11, dan 14 Deklarasi Amerika tentang Hak dan Kewajiban Manusia, Pasal 4 Konvensi Amerika tentang HAM dan Pasal 10 Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM dalam bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya, Pengadilan menyimpulkan bahwa pekerja memiliki hak untuk mejalankan fungsinya dalam lingkungan yang layak, yang menjamin perlindungan atas hak kesehatannya. Dalam hal ini, Mahkamah mempertimbangkan Pasal 16 Konvensi ILO No. 155.”

Di sisi lain, Mahkamah membuat rujukan pada Rekomendasi ILO No. 97 tentang Perlindungan Kesehatan Pekerja.206

Menimbang kekosongan hukum domestik yang mengatur perlindungan kesehatan di tempat kerja, Mahkamah Agung Kosta Rika menafsirkan ketentuan dalam Konstitusi sejalan dengan instrumen internasional, khususnya Konvensi ILO No. 155, dan Rekomendasi No. 97, untuk menyatakan pelanggaran hak atas lingkungan kerja yang sehat oleh pemerintah daerah.

203 Pasal 56 Konstitusi Kosta Rika: “Pekerjaan adalah hak individu dan kewajiban masyarakat. Pemerintah harus memastikan bahwa semua orang memiliki pekerjaan yang jujur dan berguna, diupah secara layak dan pencegahan dari kondisi-kondisi yang tercipta dari penurunan kebebasan atau martabat manusia atau penurunan pekerjaannya ke kondisi yang produk sederhana. Pemerintah menjamin kebebasan memilih pekerjaan.”

204 Pasal 16(1) Konvensi No. 155: “Pengusaha harus diminta untuk memastikan bahwa, sejauh praktik yang pantas, tempat kerja, mesin, peralatan dan proses di bawah kontrol mereka adalah aman tanpa risiko kesehatan.”

205 Ayat 1 Rekomendasi No. 97: “UU atau peraturan nasional harus menyediakan metode-metode pencegahan, pengurangan, atau penghapusan risiko-risiko kesehatan di tempat kerja, termasuk metode yang diperlukan dan layak yang akan diterapkan sehubungan dengan risiko-risiko khusus terhadap bahaya kesehatan (…)”

206 Mahkamah menunjukkan bahwa Rekomendasi menetapkan tindakan-tindakan teknis dari perlindungan terhadap risiko-risiko yang mengancam kesehatan pekerja.

Page 104: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

104

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

57. Mahkamah Agung, Kamar Konstitusional, José Manuel Paniagua Vargas and other civil servants of the National Commission for Indigenous Affairs vs The Ministry of Culture, Youth and Sport and the National Commission for Indigenous Affairs (CONAI), 16 Januari 1998, Keputusan No. 0241-98

Subyek: hak masyarakat dan suku adat

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;207 kasus hukum internasional208

Hak masyarakat dan suku adat/ Pengurangan 85 persen dari anggaran yang dialokasikan untuk Komisi Nasional Urusan Masyarakan Adat/ Penerapan hukum Internasional untuk mengesampingkan ketentuan domestik yang lebih rendah tingkatnya

Mengikuti pemotongan anggaran Komisi Nasional Urusan Masyarakat Adat (CONAI) yang drastis, beberapa anggota Komisi mengajukan proses amparo yang meminta Mahkamah memberikan perlindungan atas hak-hak dasar (recurso de amparo), dengan dugaan pelanggaran hak-hak mendasar dari masyarakat adat.

Mahkamah Agung menerapkan Konvensi ILO No. 169 untuk menentukan apakah pengurangan anggaran Komisi Nasional untuk Urusan Masyarakat Adat yang diputuskan oleh pemerintah melanggar hak-hak dasar masyarakat hukum adat. Instrumen ini mensyaratkan semua negara yang telah merati� kasinya untuk mengembangkan program untuk menjaga lembaga-lembaga, hak milik, pekerja, budaya dan lingkungan dari masyarakat adat, dan menetapkan bahwa masyarakat adat harus dimintai pendapatnya sebelum pemerintah mengambil keputusan yang khusus mengenai mereka.

Atas dasar kewajiban-kewajiban umum yang ditetapkan dalam Konvensi internasional, Mahkamah menganggap bahwa pengurangan anggaran CONAI secara tidak sah melanggar peranan lembaga yang mengembangkan inisiatif-inisiatif untuk keuntungan masyarakat adat. Situasi ini merupakan pelanggaran kewajiban yang disepakati oleh negara Kosta Rika menurut Konvensi No. 169 dan karenanya melanggar prinsip itikad baik atas dasar di mana perjanjian internasioal seharusnya diterapkan.

Mahkamah juga menunjuk pada kewajiban yang dimuat dalam Konvensi untuk meminta pendapat masyarakat adat sebelum mengambil keputusan yang khusus tentang mereka, dalam kasus ini, tidak dipatuhi.

Mahkamah menetapkan sebagai berikut:

“(…) Telah dapat dibuktikan bahwa pengurangan anggaran untuk CONAI secara substansial dari satu tahun ke tahun berikutnya, melibatkan pembatasan yang tidak sah terhadap lembaga atau mekanisme untuk pembangunan lembaga dan inisiatif masyarakat adat di negara kita.;

Mengingat, menurut Pasal 33 Konvensi ILO No. 169, pengurangan anggaran lembaga tersebut telah melanggar prinsip itikad baik di mana perjanjian internasional harus diterapkan;

Mengingat situasi internal pada kenyataannya cenderung membenarkan ketidakpatuhan pada syarat perjanjian internasional, seperti contohnya dalam kasus ini, padahal lembaga itu seharusnya bertugas menjaga, inter alia, kepentingan, pekerja dan budaya masyarakat adat (Pasal 26 dan 27 Konvensi Vienna tentang Hukum Perjanjian Internasional);

207 Konvensi Vienna tentang Hukum Perjanjian Internasional, 1969; Konvensi ILO No. 169 tentang Masyarakat dan Suku Adat,1989.

208 Pengadilan HAM Inter-Amerka: Pendapat Nasihat OC-2/82, 24 September 1982.

Page 105: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

105

Mengingat, mengenai kewajiban umum atas penafsiran perjanjian internasional Konvensi ILO No. 169 Pasal 6, Ayat 2 yang berisi kewajiban khusus untuk berkonsultasi dengan masyarakat hukum adat tentang pengurangan anggaran CONAI tidaklah terjadi; (...)

Karena Kosta Rika telah merati� kasi instrumen internasional tersebut, negara Kosta Rika telah mengambil tindakan-tindakan khusus, menurut Pasal 4. Komitmen ini harus ditafsirkan sebagai kegiatan yang terus menerus yang bertujuan untuk melindungi kelompok etnis minoritas dan,inter alia, lembaga, hak milik, pekerja, dan lingkungan mereka dari pengaruh masyarakat kita dan budayanya;

Tindakan khusus ini mengindikasikan bahwa negara dilarang mengabaikan atau meninggalkan lembaga publik yang memiliki tujuan menjadi forum diskusi dan inisiatif mengenai isu-isu masyarakat adat dalam negeri.”

Mahkamah kemudian merujuk pada pendapat Pengadilan HAM Inter-Amerika (Pendapat nasihat OC-2/82 tanggal 24 September 1982), di mana Mahkamah merujuk pada perjanjian internasional HAM, yang menyatakan:

“(…) bukan perjanjian internasional multilateral dari jenis tradisional yang disepakati untuk mencapai pertukaran hak-hak secara resiprokal untuk keuntungan bersama dari negara anggota. Maksud dan tujuan mereka adalah perlindungan hak-hak dasar dari manusia individu tanpa menghiraukan kebangsaan mereka dan semua negara anggota lainnya.”

Mahkamah Agung menyatakan, sebagai konsekuensi atas aturan yang ditetapkan dalam Konvensi ILO No. 169, pengurangan anggaran CONAI yang diputuskan oleh pemerintah telah melanggar kewajiban-kewajiban yang disepakati oleh negara Kosta Rika untuk melindungi masyarakat adat, dan atas dasar itu, Mahkamah mengakui recurso de amparo dan memerintahkan negara untuk mengembalikan anggaran CONAI.

58. Mahkamah Agung, Kamar Konstitusional, 8 Oktober 1993, Keputusan No.5000-93

Subyek: kebebasan berserikat; pemecatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional; penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional;209 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi210

Kebebasan Berserikat/ Pemecatan/ Ganti rugi pelanggaran kebebasan dan hak dasar – Banding atas dasar inskonstitusionalitas (”Recurso de amparo”)/ Perlindungan status perwakilan serikat/ Dipekerjakan kembali dalam pekerjaan

Banding atas dasar ketidakkonstitusionalan (“recurso de amparo”) diajukan ke Kamar Konstitusional Mahkamah Agung untuk kepentingan tiga anggota komite permanen pekerja di suatu perusahaan di mana

209 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama,1949; Konvensi ILO No. 135 tentang Perwakilan Pekerja, 1971; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Konvensi Amerika tentang HAM (Pakta San José, Kosta Rika”), 1969.

210 Deklarasi Amerka tentang Hak dan Kewajiban Manusia,1948; Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

Page 106: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

106

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

mereka telah dipecat pada saat mereka mengambil langkah untuk menegosiasi-ulang perjanjian bersama yang sedang berlaku. Pemohon mengklaim telah terjadi PHK yang tidak sah, yang menghalangi kebebasan berserikat dan hak berunding bersama dari seluruh pekerja di perusahaan. Sedangkan untuk termohon, perusahaan mendasarkan pembelaannya pada penjelasan bahwa PHK tidak didasarkan pada kegiatan-kegiatan serikat pekerja, tetapi, dijusti� kasi karena alasan-alasan ekonomi dan bahwa pengakhiran kontrak kerja dibarengi dengan pembayaran kompensasi sebagaimana disyaratkan dalam UU.

Masalah timbul dari kenyataan bahwa legislasi Kosta Rika pada saat itu tidak memiliki aturan khusus yang bertujuan untuk melindungi perwakilan pekerja, situasi yang mengarah pada kemungkinan pemecatan perwakilan pekerja tanpa alasan seperti halnya pekerja lain melalui pembayaran kompensasi yang sederhana sebagaimana diatur oleh UU.211

Setelah menunjukkan bahwa Konstitusi Kosta Rika mengakui kebebasan berserikat dan hak berserikat, Mahkamah mempelajari isi dari instrumen internasional yang melindungi pelaksanaan kebebasan berserikat, yang berfokus khususnya pada Pasal 1 Konvensi ILO No. 135,212 Pasal 1 Konvensi ILO No. 98213, dan Pasal 8 (2) Konvensi ILO No. 87.214

Kamar Konstitusional menganggap bahwa berbagai instrumen itu menciptakan kebutuhan untuk menetapkan perlindungan khusus bagi perwakilan pekerja dari PHK yang tidak sah. Dalam kasus ini, pemutusan hubungan kerja tidaklah sah kecuali dapat dibuktikan bahwa perwakilan pekerja telah melanggar kewajiban khusus dan umumnya.215

Menggunakan Pasal 7 Konstitusi Kosta Rika, yang melengkapi keutamaan perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi, atas hukum domestik, Mahkamah menekankan bahwa Konvensi-konvensi internasional yang dirujuk seharusnya berlaku. Mahkamah kemudian menentukan bahwa pasal-pasal yang sifatnya umum dari Konstitusi216 dan UU Perburuhan Kosta Rika,217 yang mengakui kebebasan berserikat dan melarang pengusaha memprovokasi pekerja untuk menarik diri dari serikat pekerja, adalah sejalan dengan yang diatur dalam instrumen internasional.

Utamanya atas dasar Konvensi-konvensi ILO No. 87, 98, dan 135 Kamar Konstitusional Mahkamah Agung Kosta Rika membatalkan pemecatan atas ketiga perwakilan pekerja dan memerintahkan mereka dipekerjakan kembali di posisinya dan fungsinya sebagai perwakilan pekerja. Mahkamah memutuskan juga bahwa argumen hukum yang sama juga berlaku kepada PHK pekerja biasa ketika kontrak diakhiri karena keanggotaan mereka, secara tegas atau tidak, dalam suatu perkumpulan atau serikat pekerja.

211 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi menganggap bahwa situasi ini bertentangan dengan Konvensi ILO No. 98. Lihat pengamatan Komite Ahli yang dipublikasikan tahun 1991: “Komite khususnya ingin menekankan bahwa legislasi yang berlaku tidak mengatur perlindungan bagi anggota serikat pekerja dan juga tidak menjamin keamanan yang pasti dari pengurus serikat pekerja dan anggota serikat ketika keputusan untuk memecat mereka didasarkan pada partisipasi dalam kegiatan-kegiatan serikat, karena pemecatan yang tidak dijelaskan, “atas kehendak pengusaha” dibenarkan, hanya melalui pembayaran kompensasi yang diatur dalam UU (Pasal 85 UU Perburuhan), yang tidak sesuai dengan Pasal 1 Konvensi.”

212 Pasal 1 Konvensi No. 135: “Perwakilan pekerja di perusahaan harus mendapatkan perlindungan yang efektif terhadap setiap tindakan yang ditujukan kepada mereka, termasuk pemecatan, berdasarkan atas status atau kegiatan-kegiatan mereka sebagai perwakilan pekerja atau atas keanggotaan serikat atau partisipasi dalam kegiatan-kegiatan serikat, sejauh mereka bertindak sesuai dengan perundang-undangan atau perjanjian bersama atau pengaturan yang disepakati bersama.”

213 Pasal 1 Konvensi No. 98: “1. Pekerja harus mendapatkan perlindungan yang memadai terhadap tindakan-tindakan anti diskriminasi sehubungan dengan pekerjaan mereka. 2. Perlindungan tersebut harus berlaku khususnya sehubungan dengan tindakan-tindakan yang diperhitungkan untuk (a) membuat pekerjaan pekerja tunduk pada kondisi bahwa dia tidak boleh bergabung dengan serikat atau harus melepaskan keanggotaanya dari serikat; (b) membuat PHK atau praduga kepada pekerja atas alasan keanggotaan serikat atau karena partisipasi dalam kegiatan-kegiatan serikat di luar jam kerja atau dalam jam kerja dengan persetujuan pengusaha.”

214 Pasal 8 (2) Konvensi No. 87: “UU Negara tidak boleh melanggar, atau dalam penerapannya melanggar, jaminan-jaminan yang diberikan dalam Konvensi ini.”

215 Harus ditekankan bahwa keputusan Mahkamah dikon� rmasikan oleh UU No. 7360 tanggal 4 November 1993.

216 Pasal 60 Konstitusi Kosta Rika.

217 Pasal 70 UU Perburuhan Kosta Rika.

Page 107: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

107

Kroasia

Konstitusi Republik Kroasia

Pasal 140

Perjanjian-perjanjian internasional yang ditandatangani dan dirati� kasi sesuai dengan Konstitusi dan telah dipublikasikan, merupakan satu kesatuan dengan sistem Hukum Republik Kroasia dan memiliki supremasi hukum atas hukum nasional. Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian internasional itu dapat diubah atau dibatalkan hanya dengan kondisi dan dengan cara tertentu yang dimuat di dalamnya sesuai dengan aturan umum hukum internasional.

59. Mahkamah Konstitusi Kroasia, 10 Januari 2001, No. U-III 727-1997

Subyek: pemecatan; kebebasan berekspresi

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi218

Pemecatan/ Gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas dugaan pelanggaran kebebasan berekspresi/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Seorang pengemudi pada Kementerian Dalam Negeri telah dipecat oleh pemerintah karena dinilai tidak profesional. Setelah serangkaian proses hukum, pemohon mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi Kroasia, menyatakan bahwa kontrak kerjanya telah diakhiri karena dia mengemukakan pendapat pribadinya selama masa tugasnya. Dia berargumen karena pengadilan tidak mempertimbangkan fakta-fakta penting dalam kasusnya (dan khususnya alasan sebenarnya dari pemecatan itu), mereka tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk membela diri dan mendapatkan penyelesaian hukum yang efektif.

Untuk mendukung tindakannya, pemohon merujuk pada pelanggaran Konstitusi, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar.

Mahkamah Konstitusi Kroasia menganalisa ketentuan-ketentuan yang terkait dengan Konstitusi untuk menentukan apakah kebebasan berekpresi pemohon telah dilanggar. Mahkamah juga menetapkan bahwa hak kebebasan berekspresi yang tidak hanya terdapat dalam Pasal 38 (1) Konstitusi, tapi juga beberapa instrumen internasional telah dilanggar:

“Mahkamah Konstitusi menunjukkan bahwa pekerjaan seseorang tidak dapat diputuskan karena mengemukakan pendapat pribadinya, dan juga bukan dalam kapasitas pemohon sebagai pegawai

218 Konvensi Eropa untuk Perlindungann HAM dan Kebebasan Dasar, 1950; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966.

Page 108: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

108

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Kementerian Dalam Negeri. Hak atas kebebasan berekspresi dijamin dalam Pasal 38 Ayat 1 Konstitusi, Pasal 10 Konvensi Eropa219, dan Pasal 19 Perjanjian Internasional,220 dan dapat dibatasi hanya pada kasus-kasus tertentu (demi kepentingan keamanan negara, kesatuan wilayah, ketertiban umum, mencegah kejahatan atau sejenisnya), dan mereka bukan alasan untuk memutuskan kontrak pekerja dalam kasus ini, ataupun didiskusikan atau ditetapkan dalam pengadilan.”

Mahkamah Konstitusi kemudian menetapkan bahwa pengadilan pada tingkat yang lebih rendah belum memeriksa alasan PHK si supir dan menemukan bahwa pemecatan tersebut bertentangan dengan pasal-pasal dalam Konstitusi yang menjamin kesetaraan di hadapan hukum, hak banding, dan hak atas pengadilan yang adil. Hal tersebut memberikan kekuatan atas penyelesaiannya dengan menggarisbawahi hak-hak ini yang juga dimuat dalam Konvensi Eropa bagi Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar dan dalam Perjanjian Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik.

“Atas dasar alasan yang sama yang menjadi dasar pelanggaran dari ketentuan Konstitusional, penetapan yang diperselisihkan juga melanggar ketentuan dalam Pakta Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan Konvensi Eropa untukPerlindungan HAM dan Kebebasan Dasar.”

Setelah menetapkan bahwa hak-hak yang dijamin oleh Konstitusi telah dilanggar, Mahkamah Konstitusi Kroasia mendasarkan pada kedua instrumen internasional tersebut untuk memperkuat keputusannya dan menekankan kepentingan hak-hak dasar yang telah dilanggar. Oleh karenanya Mahkamah menetapkan bahwa kebebasan berekspresi tidak dapat menjadi alasan PHK dan fakta bahwa alasan sebenarnya dari PHK tidak diungkapkan telah melanggar hak atas penyelesaian hukum yang efektif. Mahkamah membatalkan keputusan seperti yang diminta oleh pemohon.

219 Pasal 10 Konvensi Eropa bagi Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar:

“1. Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berekspresi. Hak ini harus termasuk kebebasan memiliki pendapat dan untuk menerima dan memberikan informasi dan ide-ide tanpa campur tangan otoritas publik dan mengabaikan batasan-batasannya. Pasal ini tidak boleh mencegah negara untuk mensyaratkan izin penyiaran, televisi atau perusahaan sinema.

2. Karena tugas dan tanggung jawabnya, pelaksanaan kebebasan dapat tunduk pada formalitas, kondisi, pembatasan, atau hukuman tertentu sebagaimana diatur dalam UU dan diperlukan dalam masyarakat yang demokratik, demi kepentingan keamanan nasional, kesatuan wilayah, atau keamanan publik, untuk pencegahan pelanggaran kriminal, perlindungan kesehatan dan moral, perlindungan reputasi atau hak-hak orang lain, untuk menyajikan informasi yang diterima secara rahasia, atau untuk menjaga otoritas dan ketidakberpihakan lembaga peradilan.”

220 Pasal 19 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik:

“1. Setiap orang memiliki hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan.

2. Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berekspresi; hak ini harus termasuk kebebasan untuk mencari, menerima, memberikan segala jenis informasi dan ide, tanpa menghiraukan batasannya, baik secara oral, tertulis atau tercetak, dalam bentuk seni, atau media lain yang menjadi pilihannya.

3. Pelaksanaan hak-hak yang diatur dalam Ayat 2 dibarengi dengan tugas dan tanggung jawab. Oleh karenanya tunduk pada pembatasan tertentu, tapi ini hanya sebatas yang diatur oleh UU dan dipandang perlu:

(a) untukmenghormati hak atau reputasi orang lain;

(b) Untuk perlindungan keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan dan moral.”

Page 109: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

109

60. Mahkamah Konstitusi Kroasia, 8 November 2000, No. U-I 745-1999

Subyek: hak kepemilikan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: Perjanjian internasional yang telah dirat� kasi;221 kasus hukum internasional222

Penyitaan/ Kompetensi Mahkamah Konstitusi untuk memveri� kasi kepatuhan hukum atas perjanjian internasional/ Penerapan hukum internasional untuk mengabaikan ketentuan hukum domestik yang lebih rendah tingkatnya

Seorang warga negara menganggap UU Penyitaan223 melanggar Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar serta protokolnya. Dia menegaskan fakta bahwa tata cara penyitaan yang tidak tunduk pada pengawasan pengadilan telah melanggar Pasal 6224 Konvensi serta Protokol No. 1, 4, 6, 7, dan 11. Dia mengajukan permintaan uji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk menjadikan UU yang dikenakan padanya dinyatakan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi.

Karena Konstitusi tidak mengatur kompetensi Mahkamah Konstitusi untuk menilai apakah hukum memenuhi instrumen internasional, Mahkamah pertama-tama harus menjawab pertanyaan tersebut. Untuk menemukan yuridiksinya, Mahkamah menganggap bahwa Konstitusi menugaskannya untuk memastikan bahwa hierarki standar dipenuhi dan karenanya menganggap bahwa: “Keputusan Mahkamah Konstitusi adalah mengenai kepatuhan peraturan lain kepada Konstitusi dan UU, bahkan keputusan mengenai kepatuhan peraturan yang lebih rendah tingkatnya kepada Konstitusi, sebagai peraturan yang tertinggi tingkatnya. Mahkamah Konstitusi mengkaji kepatuhan UU pada hukum internasional adalah konsekuensi yang logis di mana perjanjian internasional, yang telah dirati� kasi dan dipublikasikan menjadi bagian dari sistem hukum domestik dan kekuatan hukumnya lebih tinggi daripada UU.”225

Mahkamah Konstitusi Kroasia kemudian memeriksa pasal-pasal Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar dan kasus Hukum Pengadilan HAM Eropa.226 Pada yang belakangan, Mahkamah menemukan bahwa pengadilan yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan perselisihan mengenai hak atau kewajiban sipil harus membuat penemuan fakta-fakta yang bersifat mandiri dan prosedur harus dilaksanakan secara oral dan salah satu pihak harus didengarkan keterangannya. Mahkamah menganggap bahwa prosedur administratif yang diatur dalam UU Penyitaan tidak memenuhi kondisi ini.

Mahkamah Konstitusi Kroasia menetapkan bahwa UU Penyitaan bertentangan dengan konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar dan juga Konstitusi.

221 Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar 1950.

222 Pengadilan HAM Eropa.

223 UU Penyitaan, Lembaran Negara Republik Kroasia No. 9/94 dan 35/94.

224 Pasal 6 (1) Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar; “Dalam menentukan Hak dan kewajiban sipil atas setiap tuntutan pidana yang dikenakan padanya, setiap orang berhak atas sidang yang adil dan terbuka dengan waktu yang memadai oleh pengadilan yang mandiri dan tidak berpihak. Keputusan harus diumumkan secara terbuka namun pers dan publik dapat dikecualikan dari seluruh atau sebagian persidangan untuk kepentingan moral, ketertiban umum, atau keamanan nasional dalam masyarakat yang demokratik, di mana ada kepentingan dari anak-anak atau perlindungan terhadap kehidupan pribadi para pihak diperlukan, atau dalam pandangan pengadilan ada keadaan khusus yang perlu di mana publik akan membuat praduga atas kepentingan peradilan.”

225 Pasal 140 Konstitusi Kroasia mengatur bahwa perjanjian-perjanjian internasional yang telah ditandatangani dan dirati� kasi memiliki supremasi atas hukum nasional.

226 Pengadilan HAM Eropa: Le Compte, Van Leuven and De Meyere v. Belgium, 18 Oktober 1982 A 54;

Page 110: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

110

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Spanyol

Konstitusi Spanyol

Pasal 10, Ayat 2

Ketentuan yang terkait dengan hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar diakui oleh Konstitusi harus ditafsirkan sejalan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta perjanjian dan kesepakatan internasional yang dirati� kasi oleh Spanyol.

Pasal 96, Ayat 1

Perjanjian internasional yang ditandatangani secara sah, bila telah dipublikasikan di Spanyol, harus menjadi satu kesatuan dengan sistem hukum. Ketentuan-ketentuan mereka hanya dapat dibatalkan, diubah, atau ditunda dengan cara yang diatur dalam perjanjian internasional itu sendiri, sesuai dengan norma-norma umum hukum internasional.

61. Mahkamah Agung of Spanyol, Secundino C.R. vs TOVIC S.L., 2 Oktober 1989

Subyek: kebebasan berserikat; pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi227

Pemecatan/ Kebebasan berkumpul/ Durasi waktu yang diperuntukkan sebagai perwakilan serikat pekerja/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Sebuah perusahaan memecat pekerja, dengan dugaan melanggar itikad baik yang telah disepakati karena tidak hadir di tempat kerja. Pekerja membuat permohonan untuk penolakan karena pemecatan tersebut dianggap tidak pantas karena dugaan kesalahan tidak hadir di tempat kerja dijusti� kasi dengan kehadirannya pada rapat-rapat komisi negosiasi perjanjian bersama pada sektor metalurgi. Keputusan Pengadilan pada Tingkat Pertama menerima argumen perusahaan, di mana menurut perusahaan pekerja harus kembali menunaikan tugas-tugasnya ketika pekerjaannya sebagai perwakilan serikat telah selesai, daripada tetap tinggal di rumah atau berkunjung ke bar, yang merupakan penyelewengan atas waktu yang semestinya didedikasikan untuk kegiatan serikat pekerja.

Menimbang situasi ini, pemohon membuat banding, dengan berargumen bahwa waktu yang didedikasikan untuk perwakilan serikat pekerja seharusnya dipertimbangkan dengan menggunakan kriteria yang luas, termasuk bertukar pikiran dengan sejawat. Oleh karenanya, perilakunya telah sesuai dengan UU.

227 Konvensi ILO No. 135 tentang Perwakilan Pekerja, 1971.

Page 111: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

111

Untuk menentukan apakah pemecatan untuk penggunaan waktu yang diberikan kepada perwakilan serikat pekerja dalam menjalankan kegiatan-kegiatan serikat pekerja yang tidak benar adalah tidak layak, Mahkamah Agung menafsirkan UU Dasar Kebebasan Serikat Pekerja228 sejalan dengan Konstitusi nasional dan Konvensi ILO No. 135. Mahkamah menganggap bahwa Konvensi mengatur konsesi cuti yang dibayar yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan negosiasi oleh perwakilan serikat pekerja yang memadai. Mahkamah menganggap bahwa, dalam kerangka Konvensi, penggunaan cuti seharusnya tidak menjadi subyek atas kontrol yang berlebihan dan harus mempertimbangkan kriteria yang masuk akal.

Mahkamah menyatakan sebagai berikut:

(…) penafsiran yang tidak sesuai dengan tujuan aturan, di mana tujuannya adalah memfasilitasi fungsi negosiasi perwakilan, seharusnya tidak mengganggu e� siensi operasional perusahaan yang bersangkutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 (3) Konvensi ILO No. 135.229 Oleh karena itu, perlunya justi� kasi diatur dalam Pasal 37(3) UU Pekerja230 harus masuk dalam kasus-kasus ini, tidak hanya untuk akti� tas yang mengarah pada cuti tetapi juga justi� kasi untuk kegiatan dengan waktu yang digunakan sesuai dengan kriteria yang layak.

“(…) Tidak bisa meminta catatan perhitungan waktu yang digunakan, yang seharusnya � eksibel dan harus menjaga kemandirian perwakilan, (…) perwakilan pekerja memiliki hak untuk melaksanakan fungsi mereka tanpa harus diawasi scara ketat, karena hal itu akan menghalangi atau membatasi hak mereka atas kebebasan atau pelaksanaan bebas dari tanggung jawab, kesimpulan yang diperoleh sehubungan dengan Pasal 28(1) Konstitusi231 dan Konvensi ILO No. 135.”

Kesimpulannya, Mahkamah Agung Spanyol menafsirkan peraturan domestik dengan rujukan pada Konvensi ILO No. 135 untuk menunjukkan bahwa cuti untuk kegiatan serikat pekerja tidak seharusnya tunduk pada kontrol yang ketat, memutuskan bahwa perilaku pemohon tidak membenarkan adanya sanksi ataupun pemecatan.

228 Pasal 9 (2) UU Dasar Kebebasan Serikat Pekerja No. 11/1985 tanggal 2 Agustus 1985: “Perwakilan serikat pekerja yang berparrtisipasi dalam komisi negosiasi perjanjian bersama, memelihara ikatan mereka sebagai pekerja aktif di perusahaan, harus memiliki hak atas konsesi cuti yang dibayar yang dianggap perlu untuk melaksanakan tugas mereka secara cukup sebagai negosiator, sepanjang perusahaan dipengaruhi oleh negosiasi tersebut.”

229 Pasal 2(3) Konvensi No. 135: “Pemberian fasilitas-fasilitas tersebut tidak boleh mengganggu e� siensi operasional perusahaan yang bersangkutan.”

230 Pasal 37(3) UU Pekerja: “Seorang pekerja, setelah menyampaikan pemberitahuan dan dengan justi� kasi, dapat tidak hadir di pekerjaannya, dengan tetap menerima remunerasi, karena alasan dan dalam waktu sebagai berikut: (…) (e) dalam rangka menjalankan fungsi serikat pekerja atau perwakilan staf dalam syarat yang ditentukan oleh UU atau perjanjian.”

231 Pasal 28(1) Konstitusi Spanyol: “Semua orang memiliki hak untuk secara bebas bergabung dengan serikat pekerja. UU dapat membatasi atau mengecualikan pelaksanaan hak ini pada angkatan bersenjata atau lembaga atau badan militer lainnya, dan harus menetapkan kondisi khusus atas pelaksanaannya untuk pegawai negeri sipil. Kebebasan serikat pekerja termasuk hak untuk mendirikan dan bergabung dengan serikat pilihannya sendiri, serta hak serikat pekerja untuk membentuk konfederasi atau menemukan organisasi serikat pekerja internasional, atau menjadi anggotanya. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk bergabung dengan serikat pekerja.”

Page 112: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

112

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

62. Mahkamah Konstitusi Spanyol, Kamar Kedua, 23 November 1981, Kasus No.38/1981

Subyek: kebebasan berserikat; pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasionalsebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi;232 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi;233 kasus hukum internasional234

Pemecatan/ kebebasan Berserikat/ Penyelesaian pelanggaran kebebasan dan hak-hak dasar – banding atas dasar ketidakkonstitusionalan (“Recurso de amparo”)/ Beban pembuktian terbalik/ Pengembalian ke pekerjaan/ Pengadilan menggunakan instrumen internasional yang tidak mengikat

Beberapa pekerja telah dipecat karena alasan ekonomi, satu hari setelah memberitahukan pencalonan mereka sebagai fungsionaris perwakilan serikat pekerja. Mereka mempertanyakan pemecatan ke Pengadilan Perburuhan, dan setelah banding ke Pengadilan Perburuhan Pusat. Pengadilan telah membatalkan tuntutan pemohon, karena meskipun diskriminasi anti serikat tidak terbukti, pengadilan tetap menyatakan bahwa pemecatan tersebut tidak sah karena tidak dipatuhinya aturan tentang tata cara pemecatan. Karena legislasi yang berlaku saat itu, pembatalan tersebut memberikan pengusaha kesempatan untuk memberikan kepada pekerja suatu kompensasi sebagai penyelesaian pengganti dan bukan mempekerjakan kembali. Pada saat itu, kewajiban mempekerjakan kembali pekerja hanya untuk kasus-kasus pemecatan yang tidak sah dari perwakilan serikat pekerja.

Menjawab keputusan tersebut, Pekerja kemudian melakukan banding atas dasar ketidakkonstitusionalan (“recurso de amparo”) di hadapan Mahkamah Konstitusi Spanyol, menduga adanya pelanggaran atas prinsip kebebasan berserikat dan menuntut mereka dipekerjakan kembali secepatnya.

Penyelesaian kasus ini mengharuskan Mahkamah Konstitusi memutuskan dua isu hukum utama: yang pertama, memutuskan mengenai apakah perlindungan konstitusional dari kebebasan berserikat memberikan implikasi pembuktian terbalik dalam kasus dugaan diskriminasi anti serikat, dan kedua, menentukan apakah perlindungan konstitusional atas prinsip tersebut mengharuskan pengembalian ke pekerjaan mereka (batal dan tidak sah) dalam hal pemecatan karena alasan anti serikat kepada kandidat untuk posisi perwakilan pekerja.

Menemukan bahwa “sesuai dengan Pasal 10, Ayat 2 Konstitusi, teks internasional yang dirati� kasi oleh Spanyol adalah instrumen yang sah untuk menentukan pengertian dan ruang lingkup hak-hak yang ditetapkan dalam Konstitusi”,235 Mahkamah membuat rujukan pada instrumen ILO untuk menafsirkan bahwa Pasal Konstitusi Spanyol mengakui kebebasan berserikat. Mahkamah mempertimbangkan tidak hanya konvensi-konvensi ILO yang dirati� kasi oleh Spanyol, yang merupakan instrumen hukum yang mengikat, tetapi juga sumber-sumber tidak mengikat, seperti Rekomendasi Perburuhan internasional dan keputusan-keputusan Komite Kebebasan Berserikat ILO. Mengenai nilai dari Rekomendasi ILO, Mahkamah menyatakan bahwa “teks ini dapat memberikan panduan sebagai kriteria untuk penafsiran atau klari� kasi konvensi, namun tidak mengikat sifatnya.”236

232 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama, 1949; Konvensi ILO No. 135 tentang Perwakilan Pekerja,1971.

233 Rekomendasi ILO No. 143 tentang Perwakilan Pekerja, 1971.

234 Komite Kebebasan Berserikat ILO

235 Konvensi ILO yang dirati� kasi oleh Spanyol adalah naskah yang mungkin dikutip mengenai hak-hak yang diakui dalam Pasal-pasal 14 and 28, 1) yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional. Hak individual yang timbul dari norma-norma ini. Lihat hal.1 keputusan.

236 Halaman 2 keputusan.

Page 113: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

113

Sedangkan untuk kewajiban pembuktian dalam kasus diskriminasi anti serikat, Mahkamah mendasarkan keputusannya pada “kasus hukum” Komite Kebebasan Berserikat dan Rekomendasi ILO No. 143 untuk menafsirkan Konstitusi nasional. Mahkamah menyatakan bahwa:

“kesulitan pembuktian diskriminasi anti serikat dapat dihindari dengan memindahkan beban pembuktian atas adanya alasan yang pantas untuk pemecatan kepada pengusaha, tanpa menghiraukan justi� kasi resminya dan “viabilitas substansial” atas PHK. Solusi ini muncul dari keputusan Komite Kebebasan Berserikat ILO yang mendasarkan pada Rekomendasi ILO No. 143, Pasal 6, Ayat 2 (e), dalam kerangka umum “tindakan yang diperlukan dan pantas untuk menjamin kebebasan berserikat pekerja”, dijadikan kewajiban oleh Konvensi ILO No. 87 (Pasal 11), 98 (Pasal 1) dan 135 (Pasal 1).”

Selanjutnya, Mahkamah mempertimbangkan bahwa kekosongan aturan hukum yang menyatakan bahwa jaminan dan fakta bahwa legislasi yang protektif tidak berlaku bagi kandidat perwakilan pekerja tidak menjadikan hambatan untuk mengakui, dalam kasus kebebasan berserikat, bahwa pengusaha harus membuktikan bahwa PHK yang diduga bersifat diskriminatif terkait dengan sebab yang pantas, dan tidak ada kaitannya dengan diskriminasi anti serikat.

Sedangkan untuk deklarasi pembatalan dan pernyataan tidak sah (dengan konsekuensi pekerja dipekerjakan kembali) sebagai sanksi atas pemecatan karena anti serikat terhadap kandidat perwakilan pekerja, Mahkamah mendasarkan keputusannya pada penafsirannya atas Pasal 28 Konstitusi Spanyol, yang melindungi kebebasan berserikat. Mahkamah menegaskan bahwa kebebasan berserikat adalah hak subyektif dari seluruh pekerja dan manfaat ini tidak hanya terbatas kepada perwakilan mereka. Mahkamah menambahkan bahwa pelanggaran hak dasar akan mensyaratkan pengembalian penuh atas hak-hak korban. Oleh karenanya, setiap pekerja yang dipecat karena kegiatan serikat memiliki hak untuk dikembalikan ke pekerjaannya. Untuk mendukung putusannya, Mahkamah mengutip Ayat 7 (1) Rekomendasi ILO No. 143, yang menyarankan pemberian perlindungan tambahan kepada kandidat perwakilan pekerja.

Dengan menggunakan Konvensi-konvensi ILO serta instrumen yang tidak mengikat untuk memperkaya penafsiran ketentuan-ketentuan konstitusional, Mahkamah Konstitusi Spanyol menyatakan bahwa pemecatan anti serikat adalah batal dan tidak sah meskipun para korban bukan perwakilan serikat dan menetapkan pembuktian terbalik dalam kasus dugaan diskriminasi anti serikat.

Page 114: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

114

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Estonia

Konstitusi Republik Estonia

Pasal 3

Kekuasaan negara harus dilaksanakan semata-mata sesuai dengan Konstitusi dan undang-undang yang sesuai dengannya. Prinsip-prinsip dan aturan-aturan hukum internasional yang diakui adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem Hukum Estonia. (…)

Pasal 123

Republik Estonia tidak boleh menandatangani perjanjian internasional yang bertentangan dengan Konstitusi.

Jika undang-undang atau peraturan lain di Estonia bertentangan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang dirati� kasi melalui Parlemen, maka ketentuan dalam perjanjian internasional yang akan berlaku.

63. Pengadilan Negeri Tallinn, Divisi Administratif, Ly Kovanen vs Ownership Reform Department of the City of Tallinn, 6 November 2001, Kasus No. II-3-286/2000

Subyek: pemecatan; perlindungan terhadap diskriminasi anti serikat

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasr hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi237

Pemecatan wakil serikat/ Tidak adanya otorisasi dari pengawas perburuhan/ Penentuan status wakil serikat/ Penerapan Konvensi-konvensi ILO No. 87 dan 135

Nona Ly Kovanen, yang merupakan wakil serikat dalam administrasi telah dipecat. Pengusaha memecatnya tanpa melalui prosedur dan tanpa otorisasi dari pengawas perburuhan. Masalah hukum timbul dari fakta administrasi bahwa Nona Kovanen dianggap bukan perwakilan pekerja, karena pada hari pemohon dipilih sebagai wakil serikat, serikat pekerjanya belum memiliki anggaran dasar dan pemilihannya tidak dimasukkan dalam berita acara yang resmi. Pertanyaannya, apakah pemecatan tanpa otorisasi oleh pengawas perburuhan adalah sah dan apakah pemecatan tersebut tidak merujuk pada penetapan apakah Nona Kovanen telah memiliki kapasitas sebagai perwakilan pekerja.

Divisi Administratif dari Pengadilan Negeri Tallinn menyatakan dalam keputusannya bahwa fakta Nona Kovanen telah ditolak statusnya sebagai wakil tidaklah sah dan bahwa pengakuan status pekerja yang dilindungi tidak boleh dibuat bersyarat atas pengujian yang amat mendalam dari formalitas administratif tetapi tergantung pada kinerja yang efektif atas tugas-tugas perwakilan staf.

237 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; KOnvensi ILO No. 135 tentang Perwakilan Pekerja, 1971.

Page 115: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

115

Mahkamah Administratif mendasarkan keputusannya secara langsung pada hukum internasional:

“Pertimbangan ini tidak akan sesuai dengan bagian 29238 Konstitusi Republik Estonia dan instrumen internasional yang relevan yang memberikan pekerja jaminan tambahan dalam mewujudkan kebebasan berserikat mereka.

Menurut Pasal 2 Konvensi ILO No. 87 (dirati� kasi oleh Republik Estonia pada tanggal 22 September 1993) pengusaha dan pekerja berhak untuk membentuk dan bergabung dengan organisasi tanpa otorisasi terlebih dahulu atas pilihan mereka sendiri, tanpa pengecualian, menurut aturan organisasi yang bersangkutan.

Sejalan dengan Pasal 3 Konvensi di atas, organisasi yang dimaksud berhak membuat aturan mereka sendiri dan secara bebas memilih perwakilan mereka.

Pasal 3 Konvensi ILO No. 135 menetapkan bahwa untuk tujuan Konvensi, perwakilan pekerja adalah orang yang diakui sebagai perwakilan pekerja oleh undang-undang dan praktik negara yang bersangkutan dan yang mungkin menjadi perwakilan serikat pekerja.

Pasal 1 Konvensi di atas menyatakan bahwa perwakilan tersebut akan dilindungi dari tindakan yang berbahaya, inter alia, terhadap pemecatan.”

Atas dasar ini, pengadilan Negeri Tallinn menganggap bahwa pemohon pada kenyataannya diakui sebagai perwakilan serikatnya baik oleh administrasinya maupun serikatnya. Untuk menetapkan hal ini, Pengadilan mendasarkan pada korespondensi antara administrasi Nona Kovanen dengan serikat dan menyimpulkan bahwa perlindungan yang diberikan pada perwakilan serikat pekerja harus diterapkan kepada pemohon, karena ia secara efektif menjalankan tugas-tugasnya. Pemecatan yang telah dilakukan tanpa otorisasi dari pengawas perburuhan adalah tidak sah. Pengadilan mendasarkan keputusannya secara langsung pada aturan yang ditetapkan dalam kedua konvensi ILO yang disebut di atas. Pengadilan tidak mengembalikan Nona Ms Kovanen kepada pekerjaannya, karena dia tidak ingin dipekerjakan kembali, tapi memberikan dia kompensasi � nansial.

64. Mahkamah Agung Estonia, Kamar Uji Konstitusional, 27 Mei 1998, No. 3-4-1-4-98

Subyek: Syarat dan kondisi kerja pelaut

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi239

Kewajiban pelaut asing untuk memiliki dokumen administratif Estonia untuk bekerja di kapal Estonia/ Tindakan di hadapan Kamar Uji Material Konstitusional atau ketidakpatuhan pada Konvensi ILO No. 108/ Penerapan Konvensi ILO No. 108

Peraturan yang berlaku di Estonia240 mengatur bahwa pelaut asing yang ingin bekerja pada kapal Estonia, harus mendaftar untuk mendapatkan serti� kat pendaftaran kerja. Mereka tidak dapat meninggalkan wilayah

238 Ayat yang terkait dengan kebebasan berserikat dalam Pasal 29 Konstitusi Estonia adalah Ayat 5: “Pengusaha dan pekerja dapat secara bebas bergabung dengan serikat dan asosiasi. Serikat dan asosiasi pekerja dan pengusaha dapat menggunakan segala cara yang tidak dilarang oleh undang-undang untuk melindungi hak-hak dan kepentingan hukum mereka(…)”

239 Konvensi ILO No. 108 tentang Dokumen Identitas Pelaut, 1958.

240 Peraturan No. 414 Pemerintah Republik tanggal 3 November 1994: “Amendemen sebagian terhadap peraturan No. 268 Pemerintah Republik tanggal 16 September 1992.”

Page 116: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

116

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

di atas kapal Estonia tanpa dokumen tersebut meskipun mereka telah memasukkan kapalnya secara sah di Estonia. Pengadilan Administratif Tallinn menemukan bahwa peraturan ini bertentangan dengan prinsip Konstitusi tentang kebebasan memilih pekerjaan, prinsip perlakuan yang sama atas kebangsaan asal dan orang asing, serta Konvensi ILO No. 108 tentang Dokumen Identitas Pelaut; Pengadilan merujuk pada isu Konstitusionalitas dari peraturan kepada Mahkamah Agung untuk pengujian.

Kamar Uji Material Konstitusional Mahkamah Agung memeriksa ketentuan dalam peraturan dan membandingkan dengan ketentuan dalam Konvensi ILO No. 108:

“Perlakuan yang tidak setara kepada orang asing (…) tidak sejalan dengan Pasal 5 Konvensi No.108, di mana menurut Konvensi itu, setiap pelaut yang memegang dokumen identitas pelaut yang sah yang dikeluarkan oleh otoritas yang kompeten dari suatu wilayah di mana Konvensi berlaku, harus diakui dalam wilayah itu, tanpa menghiraukan apakah dia telah dimasukkan dalam daftar ABK yang berbendera Estonia.

Menurut Pasal 6 Konvensi, setiap negara anggota harus mengizinkan pelaut masuk ke dalam wilayah di mana Konvensi ini berlaku sepanjang pelaut tersebut memegang dokumen identitas pelaut yang sah. Dokumen itu diperlukan ketika ia masuk ke suatu negara untuk meninggalkan pantai sementara waktu ketika kapalnya berlabuh di pelabuhan.

Konvensi tidak mengatur isu-isu soal pelaut yang meninggalkan wilayah negara anggota. Hak ini, khususnya terkait dengan lepas jangkar, adalah tidak secara tegas diatur dan proses dari tujuan Konvensi, yaitu untuk meyederhanakan formalitas yang terkait dengan perjalanan pelaut untuk dan dari kapal.”

Merujuk pada tujuan Konvensi ILO No. 108, Mahkamah Agung Estonia menganggap bahwa ketentuan dari instrumen tersebut harus mengatur tidak hanya hak masuk ke negara dalam Konvensi, tetapi juga hak untuk meninggalkan negara. Karena Konstitusi mengatur bahwa perjanjian internasional yang telah dirati� kasi memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada UU, Mahkamah menjunjung keputusan ini lebih tinggi dari Pengadilan Administratif Tallinn, dan menyatakan peraturan yang dibanding tidak konstitusional.

Page 117: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

117

Amerika Serikat

65. Mahkamah Agung New Hampshire, The State of New Hampshire vs Robert H., 30 Oktober 1978, No. 78-090

Subyek: wewenang orangtua

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi241

Tindakan oleh seorang ayah yang hak asuh tiga anaknya dicabut / Analisa peraturan yang berlaku/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Hak pengasuhan seorang ayah atas ketiga anaknya telah dicabut, karena lembaga layanan sosial menganggap bahwa setelah melihat keadaan keuangannya dan keadaan keluarganya, dan untuk kepentingan anak-anaknya, mereka diminta untuk tidak tinggal bersama ayahnya lagi. Sang ayah membanding keputusan tersebut ke Mahkamah Agung New Hampshire.

Mahkamah menganalisa prinsip-prinsip dasar yang mengatur hubungan antara keluarga dan negara, yang menetapkan aturan bahwa orangtua memiliki wewenang atas anak-anaknya tanpa campur tangan negara, karena hal itu nyata dalam kapasitas mereka sebagai orang tua. Untuk menambah kekuatan analisa ini mahkamah merujuk pada hukum internasional yang menyatakan bahwa:

“Pada tingkat Internasional, Konvensi PBB tentang Hak-hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa “keluarga adalah bagian yang alami dan mendasar dari masyarakat dan negara” Pasal 23, Bag. 1, (1966). Begitu juga, Konvensi PBB tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui bahwa “perlindungan dan bantuan yang luas harus merujuk kepada keluarga sebagai bagian yang alamiah dan fundamental dari masyarakat”, Pasal 10, bag. 1 (1966).”

Rujukan kepada kedua Konvensi memperkuat pandangan Mahkamah Agung New Hampshire bahwa keputusan untuk mencabut hak pengasuhan atas anak-anak dari orang tua harus didasarkan pada bukti yang jelas dan meyakinkan. Mahkamah menganggap bahwa dalam kasus ini kondisi tersebut tidaklah dipenuhi dan menetapkan bahwa pemohon harus mendapatkan kembali hak pengasuhan atas anak-anaknya.

241 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, 1966.

Page 118: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

118

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Ethiopia

Konstitusi Republik Democratik Federal Ethiopia

Pasal 9, Ayat 4

Semua perjanjian internasional yang telah dirati� kasi oleh Ethiopia merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dari hukum negara

Pasal 13: Lingkup penerapan dan penafsiran

Semua legislasi Federal dan Negara, organ eksekutif dan yudikatif pada semua tingkatan memiliki tanggung jawab dan tugas untuk menghormati dan melaksanakan ketentuan dalam bab ini.

Hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar yang disebutkan dalam bab ini harus ditafsirkan dengan menyesuaikan terhadap prinsip-prinsip dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Perjanjian Internasional tentang hak Asasi Manusia dan instrumen internasional lainnya yang diadopsi oleh Ethiopia.

66. Pengadilan Banding Addis Ababa, 31 Juli 2006, Berkas No. 48008

Subyek: Pemecatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi242

PHK karena menolak melakukan tugas-tugas tertentu dan meninggalkan pekerjaan/ Tuduhan yang dibanding oleh pekerja/ Kesulitan pembuktian/ Penerapan Konvensi ILO No. 158 yang mengarahkan tugas pembuktian dibebankan kepada pengusaha

Seseorang yang dipekerjakan sebagai perawat mempertanyakan pemutusan kontrak kerjanya ke pengadilan. Menurut pengusaha, kontraknya diakhiri karena fakta bahwa pemohon meninggalkan posisinya setelah menolak melakukan tugas bersih-bersih. Pekerja menyatakan bahwa dia dipecat secara verbal setelah mengindikasikan kepada pengusaha bahwa tugas membersihkan bukanlah bagian tugasnya yang ditetapkan dalam kontrak kerjanya. Di pengadilan tingkat pertama, saksi yang dihadirkan oleh pemohon dan termohon dianggap oleh pengadilan tidak memenuhi unsur pembuktian yang memadai untuk menyelesaikan kon� ik. Pengadilan menganggap bahwa PHK tersebut sah karena pekerja menolak melaksanakan tugas yang ditetapkan dalam kontraknya.

Setelah pekerja membanding keputusan tersebut, pengadilan banding menunjukkan bahwa pengadilan pada tingkat pertama telah secara langsung memutuskan perselisihan dan bukan menegaskan ketiadaan bukti, baik atas isi kontrak kerja dan mengenai pekerja meninggalkan pekerjaan.

242 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

Page 119: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

119

Pengadilan Banding mengingatkan pada legislasi domestik dan Pasal 4 Konvensi ILO No. 158 yang telah dirati� kasi oleh Ethiopia yang menganggap pelaksanaan tugas yang tidak memadai oleh seorang pekerja adalah alasan yang sah untuk pemecatan.

Pengadilan Banding kemudian mengkaji pertanyaan mengenai penugasan beban pembuktian dalam kasus pemecatan. Karena peraturan perburuhan Ethiopia tidak mengatur hal ini, Pengadilan merujuk pada Konvensi ILO No. 158 dan menyatakan:

“… pengusaha harus memberikan bukti yang cukup untuk membuktikan kedua fakta. Posisi beban pembuktian ada pada pengusaha sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 9/2//a/ Konvensi di atas, di mana Ethiopia telah merati� kasinya. Oleh karena itu, sebagaimana berkas perkara menunjukkan bahwa pengusaha tidak memberikan bukti untuk menunjukkan alasan yang sah untuk PHK, pemohon banding tidak bisa diminta untuk memberikan bukti yang mendukung tuduhan kepadanya.”

Setelah merujuk pada Konvensi ILO No. 158 untuk menugaskan beban pembuktian atas alasan pemecatan kepada pengusaha dan setelah mencatat ketiadaan bukti yang diberikan kemudian, Pengadilan Banding Addis Ababa menyatakan bahwa pemecatan ini tidak sah.

Page 120: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

120

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Federasi Rusia

Konstitusi Federasi Rusia

Pasal 15, Ayat 4

Secara universal mengakui bahwa prinsip-prinsip dan norma-norma hukum internasional serta perjanjian-perjanjian internasional harus menjadi satu kesatuan dengan sistem hukum Federasi Rusia. Jika perjanjian internasional federasi Rusia menetapkan aturan, yang berbeda dengan yang ditetapkan undang-undang, maka aturan perjanjian internasional yang harus berlaku

Pasal 17, Ayat 1

Dalam federasi Rusia, hak-hak dan kebebasan-kebebasan sipil dan manusia harus diakui dan dijamin menurut prinsip-prinsip dan norma-norma yang diakui secara universal oleh hukum internasional dan Konstitusi ini.

67. Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia, tentang Konstitusionalitas Klausul 2 dan 3 Pasal 11 (1) UU Federasi Rusia Juni,1993 “Tentang Badan Polisi Pajak Federal Rusia”, 17 Desember 1996

Subyek: hak kepemilikan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi;243 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi244

Prosedur administratif untuk mengumpulkan pajak dari perusahaan/ Pelembagaan proses di hadapan Mahkamah Konstitusi untuk inskonstitusionalitas undang-undang/ Rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat penafsiran ketentuan Konstitusi/ Rujukan pada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Menurut UU,245 organ polisi pajak dapat memungut pajak terhutang langsung ke perusahaan, sedangkan dalam kasus individual, prosedur ini hanya dapat dilakukan melalui cara pengadilan. Pendiri kelompok badan perusahaan mengajukan uji material ke Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia menuntut bahwa prosedur administratif pemungutan pajak dan tidak melalui pengadilan melanggar hak konstitusional mereka mengenai kepemilikan, yang diakui dalam Pasal 35 Konstitusi Federasi Rusia.246

243 Perjanjian Internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966.

244 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, 1948.

245 UU Federasi Rusia tanggal 24 Juni 1993 tentang Organ-organ Polisi Pajak.

246 Pasal 35 Konstitusi Federasi Rusia:

1. Hak kepemilikan pribadi dilindungi oleh UU.

2. Setiap orang memiliki hak atas properti, memiliki, menggunakan atau melepasnya, baik secara pribadi maupun bersama-sama dengan orang lain.

3. Tidak seorangpun dapat diambil propertinya kecuali menurut perintah pengadilan. Pengambilan secara paksa properti untuk kepentingan negara hanya dapat terjadi dengan melalui pemberian kompensasi dan yang adil.(…)”

Page 121: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

121

Mahkamah Konstitusi memutuskan ruang lingkup hak ini dan kemungkinan pembatasannya. Untuk menjawab pertanyaan ini, Mahkamah merujuk tidak hanya pada pasal-pasal dalam Konstitusi tetapi juga dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya:

“Pada saat yang sama, hak atas kepemilikan pribadi tidaklah mutlak dan tidak termasuk hak-hak yang tidak dapat dibatasi menurut Pasal 56 (3) Konstitusi Federasi Rusia. Oleh karena itu, sesuai dengan arti Pasal 55 (3) Konstitusi Federasi Rusia, Pasal 35 dapat dibatasi oleh UU Federal tetapi hanya sejauh diperlukan untuk melindungi sifat mendasar dari sistem konstitusional, moral, kesehatan, serta hak dan kepentingan yang sah dari orang lain, dan untuk membela negara dan memastikan keamanan negara. Hal ini sesuai dengan prinsip dan aturan yang diakui secara umum dari hukum internasional, khususnya Deklarasi Universal HAM, tertanggal 10 Desember 1948, bahwa semua orang memiliki tugas untuk masyarakat yang memungkinkan kebebasan dan pengembangan diri (Pasal 29 (1)); dalam pelaksanaan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, semua orang tunduk tidak hanya pada pembatasan-pembatasan tersebut sebagaimana ditentukan oleh UU semata-mata untuk kepentingan mengamankan pengakuan yang sah dan menghormati hak dan kebebasan orang lain dan memenuhi persyaratan keadilan atas moralitas, ketertiban umum, dan kesejahteraan umum dalam masyarakat demokratik (Pasal 29(2)). Ketentuan yang serupa tentang diperbolehkannya pembatasan hak-hak manusia dan warga negara juga ditetapkan dalam Pakta Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tertanggal 19 Desember ,1966 (Pasal 4).”247

Setelah memperkuat pendapatnya dengan merujuk pada ketentuan dalam Deklarasi Universal HAM dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia menilai bahwa, meskipun prosedur untuk menagih pajak tertunggak termasuk dalam kekuasaan administratif, badan-badan perusahaan dapat mengajukan banding dengan membawa proses Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 46 Konstitusi dan bahwa, konsekuensinya, hak konstitusional mereka atas pelindungan kepemilikan pribadii tidaklah dilanggar.

68. Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia, Kasus mengenai Verifi kasi atas Konstitusionalitas Pasal 12 UU USSR tanggal 9 Oktober, 1989 “tentang Perintah Penyelesaain Perselisihan Perburuhan Kolektif (Konfl ik)”, 17 Mei 1995

Subyek: hak mogok

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumenyang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi248

UU yang membatasi pelaksanaan hak mogok/ Pelembagaan proses ke Mahkamah Konstitusi untuk ketidakkonstitusionalan UU? Analisa ketentuan nasional dan internasional yang terkait/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan konstitusionalitas UU

247 Pasal 4 Perjanjian Internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: “Pihak negara dalam perjanjian ini mengakui bahwa, dalam mendapatkan hak-hak yang disediakan oleh negara sesuai dengan perjanjian ini, negara dapat membatasi hak-hak tersebut hanya dengan pembatasan yang ditentukan dalam UU sejauh hal ini sesuai dengan sifat dari hak dan semata-mata untuk tujuan mempromosikan kesejahteraan umum dalam masyarakat yang demokratik.”

248 Perjanjian Internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966.

Page 122: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

122

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Awak pesawat beberapa perusahaan penerbangan melakukan pemogokan, tetapi pemogokan tersebut dianggap tidak sah oleh pengadilan negeri, karena dinilai telah melanggar UU tentang Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Perburuhan di Rusia249 Proses uji material diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa UU tersebut tidak konstitusional.

Mahkamah Konstitusi pertama-tama merujuk pada ketentuan Konstitusi, yang mengakui keabsahan hak mogok tetapi yang disahkan oleh legislator untuk membatasinya untuk kategori-kategori tertentu250 dan ditambahkan bahwa ketentuan Konstitusi ini sesuai dengan hukum internasional dan yang belakangan dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi legislator dalam menentukan setiap pembatasan yang mungkin dibuat terhadap hak mogok:

“Tidak ada pembatasan hak mogok yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dan aturan umum hukum internasional. Sehingga, proses dari peraturan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya, larangan atas hak mogok diperbolehkan, sejauh berhubungan dengan orang yang bekerja pada angkatan bersenjata, kepolisian, dan pemerintahan (Bagian dua Pasal 8),251 dan juga yang diberlakukan atas orang-orang lain yang dimungkinkan jika diperlukan dalam masyarakat demokratik untuk kepentingan keamanan negara atau ketertiban sosial atau untuk perlindungan hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain (Ayat “c” Bagian satu Pasal 8). Selanjutnya, hukum internasional atas HAM menganggap peraturan atas hak mogok berasal dari legislasi internal. Tetapi legislasi ini tidak boleh melebihi pembatasan-pembatasan yang diperbolehkan oleh aturan ini.”

Setelah mempertimbangkan sumber-sumber hukum nasional dan internasional, Mahkamah Tinggi Konstitusi menganggap bahwa setiap pembatasan atas hak mogok para staf penerbangan adalah tidak sah. Pasal yang dipermasalahkan dalam legislasi adalah tidak konstitusional, namun di dalamnya tidak menyebutkan perbedaan-perbedaan yang memadai antara berbagai kategori staf yang bekerja dalam penerbangan sipil dan karenanya secara berlebihan memberikan lingkup pembatasan atas hak mogok.

Mahkamah Konstitusi mendesak Dewan Federal Federasi Rusia untuk memperbaiki teks dalam pasal undang-undang yang terkait dengan pembatasan hak mogok, dengan mempertimbangkan pasal-pasal yang relevan dalam Konstitusi252 dan prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang diterima secara umum untuk menentukan lingkup pembatasan yang mungkin dibuat terhadap hak mogok.

249 UU tanggal 9 Oktober 1989 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Kolektif.

250 Pasal 37 (4) Konstitusi Federasi Rusia: “Hak atas perselisihan perburuhan individu dan kolektif dengan penggunaan metode untuk penyelesaiannya, yang diatur oleh hukum federal, termasuk hak mogok, harus diakui.”

251 Pasal 8 (1) (d) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: “1. Pihak Negara dalam Perjanjian ini berkewajiban untuk memastikan: (…) (d) Hak mogok, dengan syarat pelaksanaannya sesuai dengan undang-undang di negara yang bersangkutan.”

Pasal 8 (2) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: “Pasal ini tidak boleh menghalangi pemberlakuan pembatasan menurut hukum atas pelaksanaan hak-hak ini oleh anggota angkatan bersenjata atau polisi atau pemerintahan.”

252 Pasal 55 (2) Konstitusi Federasi Rusia: “Tidak ada UU yang menyangkal atau merendahkan hak-hak asasi manusia dan sipil yang bisa dikeluarkan oleh Federasi Rusia.”

Pasal 55 (3) Konstitusi Federasi Rusia: “Hak-hak dan kebebasan asasi manusia dan sipil dapat dibatasi oleh UU Federal hanya sepanjang diperlukan untuk perlindungan mendasar dari sistem konstitusi, moral, kesehatan, hak dan kepentingan yang sah dari orang lain, untuk memastikan pertahanan negara dan keamanan negara.”

Page 123: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

123

Prancis

Konstitusi Prancis

Pasal 54

Jika Dewan Konstitusi, atas permintaan Presiden Republik, Perdana Menteri, Presiden salah satu atau dewan lain atau enam puluh wakil atau enam puluh senator, telah menyatakan bahwa komitmen internasional berisi klausul yang bertentangan dengan Konstitusi, kewenangan untuk merati� kasi atau menyetujui komitmen Internasional tersebut hanya dapat diberikan setelah perubahan Konstitusi.

Pasal 55

Perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah secara sah dirati� kasi atau disetujui, setelah diundangkan, harus berlaku di atas undang-undang yang diterbitkan Parlemen, menjadi subyek dalam kaitannya dengan masing-masing perjanjian atau kesepakatan tersebut, untuk penerapannya oleh pihak lain.

.

69. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, 4 Juni 2009, Banding No.08-41.359

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi253

PHK sepihak/ Masa percobaan

Seorang pria direkrut untuk posisi manajemen di suatu perusahaan. Menurut aturan perjanjian bersama perusahaan, kontraknya menyatakan bahwa dia wajib menyelesaikan masa “percobaan”254 selama 12 bulan. Perjanjian yang sama juga menyebutkan kewajiban yang mirip untuk posisi dalam kategori lainnya, tetapi hanya enam bulan. Kontrak juga menetapkan bahwa selama masa ini, aturan pemecatan tidak berlaku karena periode ini diperlukan untuk melihat kinerja pekerja, dan untuk memutuskan apakah kontrak kerja akan diberikan atau tidak.

Pengusaha memecat pekerja sebelum periode “percobaan” berakhir, dan pekerja menggugat kasus ini ke pengadilan dan meminta pengadilan untuk menetapkan bahwa lamanya masa percobaan itu berlebihan dan dia berhak atas pembayaran kompensasi karena durasi dalam periode ini tidak layak, berlawanan dengan kondisi yang ditetapkan dalam Konvensi ILO No. 158 yang mengecualikan pekerja dalam masa percobaan dari aturan PHK sepihak.

253 Konvensi ILO No. 158 tentang pemutusan Hubungan Kerja,1982.

254 Menurut Pasal 10 perjanjian bersama, pekerja yang direkrut harus menyelesaikan pekerjaan pada periode pertama yang disebut “percobaan”. Jika “percobaan” memuaskan, pekerja tersebut akan mendapatkan status permanen dan fungsi mereka dikon� rmasikan. Kalau tidak, manajemen akan mengakhiri kontraknya.

Page 124: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

124

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pengadilan banding tidak menerima tuntutan pemohon karena menganggap bahwa perjanjian bersama tidak melanggar hukum dan durasi masa “percobaan” juga sah. Pemohon mengajukan kasasi atas keputusan tersebut, dengan menyatakan bahwa apapun nama yang diberikan untuk posisi tersebut, faktanya adalah hal tersebut mensyaratkan masa percobaan yang sangat panjang. Dia membandingkan situasi ini dengan periode masa percobaan enam bulan yang berlaku pada pekerja dalam kategori lain, dalam perusahaan yang sama yang membuat perjanjian bersama, tanpa membuat alasan untuk pembedaan tersebut. Dasar Hukum atas banding pemohon diatur dalamPasal 2 (b) 255 Konvensi ILO No.158.

Mahkamah Agung memberikan keputusan, dengan mempertimbangkan prinsip yang ditetapkan dalam Konvensi ILO No. 158 dan dalam Pasal 2 Ayat 2 b. Mahkamah menyatakan bahwa:

“jangka waktu satu tahun untuk masa percobaan menurut perjanjian bersama nasional Crédit Agricole untuk agen Kelas III, dalam suatu kontrak yang tidak terbatas waktunya adalah tidak layak mengingat tujuan dari masa percobaan dan pengecualian aturan pemecatan selama masa tersebut”.

Mahkamah menyatakan bahwa, di sisi lain, penetapan masa percobaan selama enam bulan sesuai dengan peraturan internasional. Mahkamah menetapkan bahwa perjanjian bersama tersebut tidak sesuai dengan Konvensi No. 158 dan Pengadilan Banding telah melanggar Konvensi di atas dalam keputusannya. Oleh karenanya Cour de Cassation membatalkan keputusan tersebut dan merujuknya pada keputusan baru.

70. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, Syndicat des producteurs de miel de Prancis vs Syndicat national de l’apiculture et Union nationale de l’apiculture française, 13 Januari 2009, Appeal No. 07-17.692

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi256

Kebebasan berserikat/ Kondisi untuk membentuk serikat pekerja atau kesatuan serikat pekerja/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Serikat pekerja dari produsen madu mengajukan gugatan untuk mencegah dua organisasi pemelihara lebah lain menjadikan diri mereka sebagai serikat pekerja atau kesatuan serikat pekerja. Mereka menganggap bahwa kedua organisasi profesional tersebut tidak bisa dianggap sebagai serikat pekerja karena keanggotaan mereka tidak secara ekslusif terdiri dari orang-orang yang terbiasa menjalankan kegiatan profesional sebagai pemelihara lebah sebagaimana dide� nisikan dalam peraturan pajak Prancis.257 Organisasi-organisasi yang bersangkutan utamanya hanya terdiri dari pemelihara lebah “amatir” yang memelihara lebah hanya sebagai “hobi” dan hanya memberikan penghasilan tambahan. Mereka memenangkan kasus sebelumnya di pengadilan banding, yang telah menolak permohonan untuk penolakan status sebagai serikat pekerja yang

255 Pasal 2: “Setiap anggota dapat mengecualikan kategori pekerja berikut ini dari seluruh atau beberapa ketentuan dalam Konvensi ini: a) pekerja yang bekerja menurut kontrak kerja untuk waktu tertentu, yang ditentukan di muka selama periode yang layak atau tugas tertentu; b)pekerja yang dalam masa percobaan; c) pekerja yang bekerja berdasarkan kasualitas (borongan) untuk periode yang singkat.”

256 Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak berserikat,1948.

257 UU pajak Prancis membedakan antara penjaga tawon professional dengan pemelihara lebah non-profesional atau amatir. Hanya pemelihara lebah yang mengelola lebih dari sepuluh sarang yang tunduk pada pajak.

Page 125: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

125

dibuat oleh serilat pekerja saingannya. Serikat pekerja saingan tersebut kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

Untuk menyelesaikan perselisihan ini, Mahkamah Agung menafsirkanPasal L. 411-2 UU Perburuhan Prancis258 dengan panduan dari Konvensi ILO No. 87. Mahkamah Agung Prancis menunjukkan bahwa menurut Pasal 2 dan 5 Konvensi ini, pekerja dan pengusaha tanpa pembedaan apapun, memiliki hak untuk membentuk organisasi atas pilihan mereka sendiri. Artinya, mereka bebas untuk membentuk kelompok-kelompok lain.

Oleh karenanya, Mahkamah mempertimbangkan bahwa Pasal L. 411-2 UU Perburuhan Prancis, yang mengasumsikan bahwa keberadaan kegiatan-kegiatan yang dibayar atas pengecualian kegiatan yang tidak berkepentingan atau � lantropis, harus ditafsirkan seperti tidak membedakan apakah kegiatan tersebut dijalankan secara ekslusif, tambahan atau musiman, atau apakah penghasilan yang didapat merupakan penghasilan utama atau tambahan.

Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik membawa Mahkamah Agung untuk memutuskan bahwa semua produsen madu lebah dapat membentuk serikat pekerja dan pemelihara lebah yang memasarkan produk-produknya dapat dianggap sebagai serikat, tanpa menghiraukan apakah kegiatannya hanya tambahan atau musiman. Kedua organisasi, karenanya, diakui memiliki hak untuk membentuk serikat pekerja atau kesatuan serikat.

71. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, Mr. Samzun vs Ms. DeWee, 1 Juli 2008, Appeal No. F 07-44.124

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang dirati� kasi259

Kontrak kerja/ Pemecatan/ Alasan/ Penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Seorang pekerja direkrut sebagai sekretaris dalam kontrak kerja waktu tertentu. Kontrak ini diakhiri oleh tanda tangan kontrak yang diciptakan oleh legislator nasional, yang disebut “kontrak baru”(“contrat nouvelles embauches”). Satu bulan kemudian, pengusaha tanpa alasan mengakhiri kontraknya. Pekerja menuntut pengusaha ke pengadilan. Dia mengklaim bahwa “kontrak baru”, sebagaimana yang ditetapkan dalam “Ordonansi tanggal 2 Agustus 2005, tidak sesuai dengan Konvensi ILO No. 158 di mana Ordonansi memperbolehkan pengusaha untuk mengakhiri kontrak tanpa alasan dalam dua tahun setelah penandatangan. Pengadilan pada tingkat pertama dan pengadilan banding mendukung posisinya, menetapkan bahwa “kontrak baru” tidak sesuai dengan ketentuan Konvensi.

Pengusaha mengajukan banding atas keputusan tersebut ke Mahkamah Agung. Dalam forum ini, dia berargumen bahwa Konvensi ILO No. 158 tidak bisa diterapkan kepada “kontrak baru”, yang dimasukkan dalam pengecualian yang diatur dalam Pasal 2 § 2 dan § 5 dari Konvensi. Argumennya tidak diterima.

Mahkamah Agung kemudian memutuskan perselisihan ini dengan menerapkan secara langsung Pasal 4, 7 dan 9 Konvensi ILO No. 158. Mahkamah menetapkan bahwa Pasal 2 Ordonansi tanggal 2 Agustus 2005

258 Setelah reorganisasi UU Perburuhan Prancis di tahuan 2008, Pasal L. 411-2 menjadi Pasal L. 2131-2 UU Perburuhan yang sama.

259 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

Page 126: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

126

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

yang melembagakan “kontrak baru”260 tidak memenuhi persyaratan-persyaratan dalam kombinasi ketentuan Konvensi internasional karena mengesampingkan ketentuan umum yang terkait dengan prosedur sebelum pemecatan, yakni perlu adanya alasan yang nyata dan serius, dan dengan cara apa pekerja diberitahu dan diawasi, memberikan hak pada pekerja untuk pembelaan sebelum pemecatan; dan mewajibkan pekerja membuktikan bahwa pemecatan tersebut tidak sah.

Mendasarkan pertimbangannya pada Pasal 4, 7 dan 9 Konvensi ILO No. 158, Mahkamah Agung mengesampingkan ketentuan dalam teks nasional, menyatakan bahwa ketentuan itu bertentangan dengan legislasi internasional, dan menyatakan bahwa PHK tunduk pada peraturan publik yang diatur dalam UU Perburuhan dan bahwa pemecatan terhadap pekerja tidak sah karena dilakukan tanpa sebab yang nyata dan serius. Pengusaha diperintahkan untuk membayar kompensasi yang diatur untuk kasus pemecatan yang tidak sah.261

Ketentuan “kontrak baru” dibatalkan oleh undang-undang tertanggal 26 Juni 2008.262

260 Pasal 2 Ordonansi No. 2005-893 tertanggal 2 Agustus 2005: “Kontrak kerja dide� nisikan dalam Pasal 1 harus dibuat tanpa jangka waktu tertentu. Harus dibuat secara tertulis. Kontrak ini harus tunduk pada ketentuan UU Perburuhan, tanpa pengecualian selama dua tahun pertama, dari ketentuan Pasal L. 122-4 sampai L. 122-11, L.122-13 sampai L. 122-14-14 dan L. 321-1 sampai L. 321-17 dari UU yang bersangkutan. Kontrak ini dapat diakhiri atas inisiatif dari pengusaha atau pekerja, selama masa dua tahun pertama, dengan syarat sebegai berikut:

1° Pemberitahuan pengakhiran harus diberikan melalui surat terdaftar dengan permintaan tanda terima; 2° Ketika pengusaha yang berinisiatif atas pengakhiran, kecuali dalam kasus kesalahan berat atau tidak dalam keadaan memaksa, dalam

memberikan surat terdaftar, jika pekerja sudah bekerja di perusahaan sekurang-kurangnya selama satu bulan, harus memperhatikan jangka waktu pemberitahuan. Jangka waktu ini adalah dua minggu dalam kasus kontrak yang telah berlaku kurang dari enam bulan sejak tanggal pemberian surat terdaftar, atau satu bulan dalam kasus kontrak yang berlaku telah berjalan selama enam bulan atau lebih;

3° Ketika pengusaha berinisiatif mengakhiri, kecuali dalam kasus kesalahan berat, dia harus membayar pekerja, sekurang-kurangnya pada saat berakhirnya periode pemberitahuan dan tambahan atas jumlah yang masih terhutang dari gaji dan hari libur yang dibayar, suatu ganti kerugian sebesar 8% dari gaji kotor yang terhutang kepada pekerja sejak kontraknya berlaku. Skema � skal dan sosial yang berlaku terhadap ganti kerugian ini adalah untuk ganti kerugian yang disebutkan dalam Pasal L. 122-9 UU Perburuhan. Ganti kerugian yang dibayarkan kepada pekerja harus ditambahkan kepada konstribusi pengusaha sebesar 2% dari remunerasi kotor yang terhutang kepada pekerja sejak permulaan kontrak. Kontribusi ini harus diambil kembali oleh badan yang disebutkand alam Ayat pertama Pasal L. 351-21 UU Perburuhan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal L. 351-6 dan L. 351-6-1 UU tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mendanai kegiatan dukungan tambahan kepada layanan penempatan kerja publik untuk membantu pekerja mendapatkan kembali pekerjaan. Hal ini tidak boleh dianggap sebagai komponen gaji sebagaiamana dide� nisikan dalam Pasal L. 242- 1 UU Jaminan Sosial.”

261 Confédération générale du travail Force ouvrière menyerahkan kepada Kantor Perburuhan Internasional, menurut Pasal 24 Konstitusi ILO, dugaan bahwa Ordonansi No. 2005-892, menyesuaikan aturan untuk perhitungan angkatan kerja dalam perusahaan, dan No. 2005-893, terkait dengan “kontrak baru” melanggar beberapa ketentuan Konvensi yang telah dirati� kasi oleh Prancis, termasuk Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja. Sehubungan dengan Konvensi ini, Komite menetapkan untuk memeriksa keluhan dan mencatat bahwa::

“[71] (…) tujuan dari Konvensi dalam Pasal 2, Ayat 2 (b), adalah untuk memastikan bahwa setiap pengecualian dari perlindungan Konvensi untuk pekerja yang menjalani masa percobaan atau periode tertentu adalah dalam jangka waktu yang pantas. Alasan utamanya adalah kepantasan dapat dilihat seperti dikaitkan dengan pengecualian dari perlindungan. Oleh karenanya, dasar pertimbangan kebijakan merujuk pada hal di atas, juga langkah-langkah yang diambil untuk menyeimbangkan pengecualian dari perlindungan atau untuk membatasi lingkup pengecualian, dapat membantu untuk menjusti� kasi periode yang relatif panjang dari pengecualian. Namun, kekhawatiran utama adalah untuk memastikan bahwa durasi pengecualian dari manfaat Konvensi dibatasi terhadap apa yang pantas untuk dipertimbangkan bila diperlukan sehubungan dengan tujuan di mana periode yang diperbolehkan ditetapkan, yaitu khususnya (untuk memampukan) pengusaha untuk mengukur viabilitas ekonomi dan prospek pengembangan perusahaan dan untuk memampukan pekerja yang bersangkutan mendapatkan keahlian atau pengalaman. Komite mencatat bahwa panjangnya durasi yang umumnya dianggap pantas di Prancis untuk periode kerja yang diperbolehkan adalah tidak melebihi enam bulan. Komite tidak akan mengecualikan kemungkinan bahwa periode yang lebih lama dapat dijusti� kasi untuk memampukan pengusaha mengukur viabilitas dan perkembangan ekonomi, tetapi Komite tidak dapat menyimpulkan, dari pertimbangan-pertimbangan yang diperhitungkan oleh Pemerintah dalam menetapkan durasi tersebut, bahwa periode selama dua tahun bisa dianggap pantas.

[72] Oleh karenanya Komite menyimpulkan bahwa tidak ada dasar yang mencukupi untuk mempertimbangkan periode konsolidasi kerja sebagai periode yang diperbolehkan dari durasi yang pantas, dalam arti Pasal 2, Ayat 2 (b), menjusti� kasi pengecualian pekerja dari manfaat Konvensi selama periode tersebut”. Selanjutnya, Komite mencatat bahwa sesuai dengan Pasal 4 Konvensi (dibaca berkaitan dengan Pasal 7 Konvensi), sebelum waktu pemecatan, pekerja harus diberikan alasan yang sah, setidak-tidaknya dalam kasus ini mengenai perilaku kerja dari pekerja, bahkan juga hal ini hanya berlaku untuk pemecatan karena disiplin. Komite mencatat bahwa “77. Dalam situasi di atas, Komite menyimpulkan bahwa ordonansi No. 2005-893 secara signi� kan meninggalkan persyaratan dalam Pasal 4 Konvensi No. 158, yang diindikasikan oleh Komite Ahli sebagai batu pijakan bagi Konvensi 78.Pada saat yang sama, Komite mencatat bahwa ketentuan-ketentuan dalam Konvensi telah dinyatakan oleh Conseil d Etat dan Cour de Cassation untuk secara langsung berlaku menurut Hukum Prancis dan bahwa beberapa keputusan pengadilan No. 158. Oleh karenanya Komite menganggap bahwa pada saat ini, Prancis tidak menjamin kepatuhan yang efektif dari Konvensi No.158, mungkin saja tapi tidak pasti pada saat ini bahwa ganti rugi yang mencukupi tersedia bagi pekerja yang bersangkutan dari Pengadilan Prancis.”

Laporan komite menetapkan untuk memeriksa keluhan atas dugaan ketidakpatuhan Prancis atas Konvensi Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948 (No. 87), Konvensi Hak Berserikat dan Perlindungan Bersama, 1949 (No. 98), Konvensi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 (No. 111), dan Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 (No. 158), yang dibuat dalam Pasal 24 Konstitusi ILO oleh General Confederation of Labour -- Force ouvrière, para. 71 dan 72.

262 Undang-undang No. 2008-596 tanggal 26 Juni 2008

Page 127: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

127

72. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, 29 Maret 2006, Banding No. 04-46.499

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;263 Kasus hukum internasional264

Pemutusan kontrak kerja tanpa pemberitahuan sebelumnya/ hukum domestik mensyaratkan manfaat masa pemberitahuan sebelumnyamengarah pada lamanya bekerja/ Penerapan langsung ketentuan Konvensi ILO No. 158/ Kesesuaian ketentuan domestik dengan Konvensi ILO No. 158

Kontrak kerja seorang pekerja telah diputuskan tanpa pemberitahuan sebelumnya, tiga bulan setelah dia direkrut. Pekerja memasukkan tuntutan kompensasi untuk periode masa pemberitahuan meskipun faktanya UU Perburuhan Prancis menetapkan kewajiban periode pemberitahuan hanya untuk pekerja yang telah bekerja sekurang-kurangnya enam bulan. Untuk mendukung tuntutannya, pekerja merujuk pada Konvensi ILO No. 158, yang telah dirati� kasi oleh Prancis, di mana dalam Pasal 11 diatur bahwa pekerja yang telah dipecat masih memiliki hak untuk periode pemberitahuan yang pantas.

Mempertimbangkan kasus ini dalam banding, Pengadilan Banding menerima tuntutan pekerja dan mengabulkan kompensasinya untuk kekurangan periode pemberitahuan atas dasar Konvensi ILO No.158. Pengusaha mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Untuk menyelesaikan perselisihan, Kamar Sosial Mahkamah Agung pertama-tama menetapkan daftar aturan hukum yang mengatur soal perselisihan, sehingga bisa menjawab pertanyaan tentang pemberlakuan ketentuan Konvensi ILO No. 158 oleh pengadilan domestik. Dalam hal ini, Mahkamah menyatakan sebagai berikut:

“Pasal 1, Pasal 2, Ayat 2 (b), dan Pasal 11 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja atas inisiatif pengusaha, yang diadopsi di Jenewa pada tanggal 22Juni 1982 dan diberlakukan di Prancis pada tanggal 16 Maret 1990, berlaku secara langsung di pengadilan-pengadilan domestik, bersama dengan Pasal L. 122-5 dan L. 122-6 UU Perburuhan.”

Poin pertama terselesaikan, Mahkamah kemudian mengkaji pertanyaan apakah ketentuan UU Perburuhan menurunkan hak atas periode pemberitahuan untuk jangka waktu kerja minimum enam bulan sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan Konvensi ILO No. 158. Pengadilan menunjuk pada Pasal 2, Ayat 2 (b), dari Konvensi yang memperbolehkan pihak negara untuk mengecualikan kategori-kategori pekerja tertentu dari lingkup penerapannya, baik sebagian atau seluruh Konvensi, yaitu mereka yang tidak memiliki periode kerja yang disyaratkan menurut kondisi bahwa lamanya hubungan kerja adalah pantas dan telah ditetapkan di muka. Mahkamah Agung menganggap bahwa masa kerja enam bulan yang diatur dalam UU Perburuhan untuk mendapatkan manfaat dari adanya periode pemberitahuan sebelum PHK merupakan periode yang pantas sesuai dengan Konvensi ILO No. 158. Atas dasar tersebut, Mahkamah Agung Prancis memutuskan bahwa pasal-pasal dalam UU Perburuhan adalah sesuai dengan ketntuan dalam Konvensi dan keputusan Pengadilan Banding tidak benar:

263 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

264 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi. Bahkan jika sumber hukum ini tidak secara tegas dikutip dalam keputusan Pengadilan Banding, siaran pers yang diterbitkan oleh Pengadilan mengenai keputusan tersebut membuat rujukan kepada Survei Umum Komite Ahli tahun 1995 mengenai pemecatan yang tidak sah untuk memperkuat argumen pengadilan terhadap Konvensi ILO No. 158.

Page 128: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

128

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

“Dengan memutuskan seperti yang telah dilakukan, meskipun dengan reservasi atas periode pemberitahuan hasil dari penerapan Pasal-pasal L. 122-5 dan L. 122-6 UU Perburuhan, hak atas periode pemberitahuan dikecualikan dalam kasus hubungan kerja yang memiliki durasi kurang dari enam bulan, yang merupakan periode kerja yang pantas sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 2 Konvensi, Pengadilan Banding telah melanggar naskah yang tertulis di atas.”

73. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Kamar Sosial, 25 Januari 2005, Banding No. 04-41.012

Subyek: pemecatan; imunitas dari jurisdiksi; akses ke pengadilan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;265 Ketertiban publik internasional

Pekerja yang dipekerjakan oleh organisasi internasional/ Pemutusan kontrak kerja/ Imunitas dari jurisdiksi/ Ketiadaan di organisasi atas peradilan internal/ Akses ke pengadilan sebagai aturan ketertiban publik internasiona/ penyelesain langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Setelah pemutusan kontrak kerja oleh African Development Bank, seorang staf berkebangsaan Prancis mengajukan tuntutan dalam pengadilan perburuhan Prancis untuk mendapatkan pembayaran kompensasi dan bonus. Meskipun ada perjanjian di kantor pusat yang ditandatangani oleh Prancis dan African Development Bank yang mengatur imunitas Bank terhadap jurisdiksi, Pengadilan Banding tetap menggelar sidang atas kasus tersebut, mengakui jurisdiksinya berdasarkan Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar, di mana Pasal 6 mengakui hak semua orang atas persidangan yang adil.266

African Development Bank mengajukan banding atas keputusan tersebut, khususnya mengklaim bahwa Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar tidak berlaku dalam perselisihan karena pekerja telah bekerja di Afrika.

Kamar Sosial Mahkamah Agung diminta untuk memutuskan kompetensi pengadilan Prancis mengenai perselisihan yang melibatkan hubungan kerja antara African Development Bank dan pekerja Prancis. Pengadilan memutuskan bahwa imunitas dari jurisdiksi yang diatur dalam perjanjian kantor pusat hanya dapat berlaku jika staf Bank memilih persidangan sebelumnya di mana mereka bisa menyerahkan perselisihan mereka, hal ini adalah kondisi yang penting untuk memastikan akses ke pengadilan, mende� nisikan aturan ketertiban publik internasional dihormati:

“Namun mengingat bahwa African Development Bank tidak dapat menuntut imunitas dari jurisdiksi dalam perselisihan dengan pekerja yang telah dipecatnya, ketika dia tidak menciptakan peradilan internal dengan jurisdiksi untuk menyidangkan kon� ik, ketidakmungkinan bagi suatu pihak untuk memiliki akses ke pengadilan yang bertanggungjawab guna memutuskan tuntutannya dan untuk melaksanakan haknya yang timbul dari ketertiban publik internasional merupakan pengingkaran terhadap keadilan, memberikan juridiksi ke pengadilan Prancis ketika ada hubungan dengan Prancis.”

265 Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar, 1950.

266 Perjanjian Khartoum ditandatangani pada tanggal 4 Agustus 1963 antara African Development Bank dan Prancis.

Page 129: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

129

Setelah mempertimbangkan bahwa akses ke pengadilan adalah aturan ketertiban publik internasional, Mahkamah Agung Prancis memutuskan bahwa dalam ketiadaan peradilan internal di Bank, Pengadilan Prancis memiliki kompetensi untuk menyidangkan kon� ik antara African Development Bank dan pekerja Prancis.

74. Dewan Negara (“Conseil d’Etat”), Seksi Litigasi, Ms. Cinar, 22 September 1997, No. 161364

Subyek: hak atas anak

Peranan hukum internasional: penerapan langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi267

Seseorang berkebangsaan Turki yang tinggal secara sah di Prancis/ Masuknya anaknya ke Prancis tanpa kewenangan administratif/ keputusan administratif untuk pengusiran/ Kepentingan terbaik bagi anak/ Penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Seorang warga Negara Turiki, Ny. Cinar, telah memperoleh izin tinggal di Prancis setelah reuni� kasi keluarga dengan orang tuanya, membawa anaknya yang berusia empat tahun ke Prancis tanpa meminta otorisasi untuk izin tinggal. Permintaannya untuk izin tinggal ditolak oleh Prefect (otoritas resmi di Prancis) karena pelanggaran atas aturan masuk ke Prancis, dan Prefect memerintahkan pengusiran atas anak kecil atas dasar tersebut.

Ny. Cinar membanding keputusan Prefect –yang dikuatkan oleh peradilan administratif pada tingkat pertama. Berdasarkan Konvensi Hak atas Anak yang dirati� kasi oleh Prancis, Ny.Cinar membanding keputusan tersebut dan banding tersebut akhirnya sampai ke Dewan Negara.

Untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, Dewan Negara pertama-tama mempertimbangkan konvensi internasional terhadap kewenangan administratif dan kemungkinan membatalkannya pada tingkat banding di hadapan peradilan administratif. Dewan Negara memutuskan sebagai berikut:

“Mempertimbangkan bahwa ketentuan dalam Pasal 3 (1) Konvensi tentang Hak atas Anak tertanggal 26 Januari 1990, diterbitkan oleh undang-undang pada tanggal 8 Oktober 1990, dalam semua keputusan mengenai anak-anak, baik yang berasal dari lembaga perlindungan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan, kewenangan administratif atau badan legislatif, kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan yang paling penting. Sebagai hasil dari keputusan ini, yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung tuntutan atas tindakan ultra vires (“recours pour excès de pouvoir”), otoritas administratif, dalam pelaksanaan kekuasaannya, harus memperhatikan kepentingan terbaik si anak dalam pengambilan semua keputusan yang terkait dengan mereka.”

Poin tersebut telah disebutkan, dan Dewan Negara mendasarkan keputusannya secara langsung pada Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak untuk menilai validitas keputusan Prefect:

“Catatan dalam kasus ini menunjukkan bahwa si anak tidak diketahui siapa ayahnya, yang tidak pernah memberikan bantuan untuk pendidikannya, maupun anggota keluarga dekat lainnya yang bisa menerima si anak di Turki. Dengan kondisi seperti itu, keputusan Prefect untuk mengusir

267 Konvensi tentang Hak atas Anak, 1989.

Page 130: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

130

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Tolga muda ke Turki dan memisahkannya, bahkan untuk sementara waktu, dengan ibunya, merendahkan kepentingan terbaik bagi anak dan harus dianggap bertentangan dengan Pasal 3 (1) Konvensi Hak atas Anak.”

Atas dasar pelanggaran Pasal 3 (1) Konvensi Hak atas Anak, Dewan Negara Prancis menolak keputusan pengadilan pada tingkat pertama dan membatalkan keputusan Prefect yang menjadi alasan banding.

75. Mahkamah Agung (“Cour de cassation”), Castanié vs Widow Hurtado, Request of 27 Februari 1934

Subyek: perlindungan sosial

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi268

Kecelakaan kerja/ Hukum domestik menurunkan penerapan penuhnya kepada pekerja asing terhadap keberadaan perjanjian bilateral/ Konvensi ILO mengatur kesetaraan perlakuan untuk penduduk negara lain yang telah merati� kasi Konvensi/ Penerapan langsung hukum internasional

Seorang janda pekerja Spanyol yang meninggal setelah kecelakaan kerja yang terjadi di Prancis memasukan klaim ke pengadilan untuk mendapatkan kompensasi yang serupa dengan yang berlaku bagi pekerja Prancis. Atas dasar Konvensi ILO No. 19, yang telah dirati� kasi oleh Prancis, Pengadilan Banding setuju dengan argumennya. Mendasarkan keputusannya pada fakta bahwa legislasi domestik mengenai kecelakaan yang menimpa pekerja asing menyerahkan penanganannya sepenuhnya berdasarkan perjanjian bilateral dengan negara di mana pekerja berasal, perusahaan asuransi pengusaha menyerahkan kasus ini ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung Prancis mengesampingkan legislasi domestik tentang kompensasi untuk kecelakaan kerja, secara langsung menerapkan pasal 1 (1) Konvensi ILO No. 19 tentang Kesetaraan Perlakuan (Kompensasi kecelakaan). Pasal tersebut menetapkan bahwa negara yang merati� kasi Konvensi setuju untuk memberikan perlakuan yang sama kepada korban warga negara asing yang mengalami kecelakaan kerja jika negara tersebut juga menandatangani Konvensi, seperti yang diberikan kepada warga negara Prancis.

“Bahwa keputusan yang dibanding merupakan keputusan yang tepat karena didasarkan pada rati� kasi ganda dan layak [yaitu dari Prancis dan Spanyol], atas ketentuan Pasal 3 Undang-undang tanggal 29 April1898, telah diabaikan di Prancis, dan bahwa dalam hal terjadi kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan setelah tanggal 22 Februari 1929, semua pekerja Spanyol atau ahli warisnya yang sah harus mendapatkan manfaat atas perlakuan yang sama dengan pekerja Prancis, tanpa syarat tempat tinggal, bahkan jika pun tidak ada perjanjian khusus [antara kedua negara].”

Atas dasar Konvensi ILO No. 19, Mahkamah Agung Prancis menguatkan keputusan Pengadilan Banding dan memberikan kompensasi yang serupa dengan yang berlaku untuk warga Negara Prancis kepada janda pekerja Spanyol.

268 Konvensi ILO No. 19 tentang Kesetaraan Perlakuan (Kompensasi Kecelakaan),1925.

Page 131: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

131

Honduras

76. Pengadilan Banding Perburuhan, Hugo Humberto Rodríguez Rojas and others vs. Wackenhut de Honduras S. A. de C. VS re ordinary labour claim, 10 Oktober 2006

Subyek: kebebasan berserikat; perlindungan terhadap diskriminasi anti serikat pekerja

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi269; instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi270

Proses membentuk serikat pekerja di perusahaan pengamanan swasta/ Pemecatan pengurus serikat sementara tanpa otorisasi peradilan/ Banding oleh pengusaha atas hak pekerja di perusahaan pengamanan untuk berserikat/ Penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Empat puluh dua pekerja perusahaan pengamanan swasta meluncurkan prosedur pendaftaran serikat. Sebelum organisasi mereka secara formal mendapatkan status hukum, beberapa anggota pengurus sementara dari serikat dipecat setelah mereka menolak untuk bekerja di salah satu klien perusahaan.

Beberapa dari pekerja ini memasukkan kasusnya ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan bahwa pemecatan mereka tidak sah, atas dasar bahwa mereka dilindungi oleh UU Perburuhan Honduras, yang mengatur bahwa pemecatan pengurus serikat termasuk serikat yang belum resmi memiliki status hukum, harus didasarkan pada keputusan pengadilan sebelumnya.

Pengusaha mengklaim bahwa dokumen pendaftaran serikat belum lengkap dan karenanya serikat belum terbentuk pada saat pemecatan, dan penunjukan pengurus serikat sementara hanya bisa berlaku selama tiga puluh hari, sehingga penunjukan tersebut telah kedaluarsa pada saat pemecatan. Pengusaha juga menyangkal hak berserikat pekerja pada perusahaan pengamanan swasta atas dasar “Undang-undang Polisi” dan Pasal 534 UU Perburuhan, yang mengecualikan korps dan layanan polisi atas hak kebebasan berserikat. Pengusaha menunjuk bahwa kontrak kerja pekerja dengan perusahaan berisi ketentuan menyerahkan pelaksanaan kebebasan berserikat.

Mendasarkan keputusannya pada perjanjian internasional yang dirati� kasi oleh Honduras terkait dengan kebebasan berserikat, pengadilan pada tingkat pertama menyidangkan kasus dan mengakui hak kebebasan berserikat pemohon dan memberikan mereka kompensasi keuangan dan ganti rugi yang diklaim. Baik pengusaha dan pekerja membanding keputusan tersebut. Pekerja banding karena mereka tidak mendapatkan semua yang mereka klaim.

Di depan pengadilan tingkat kedua, pengusaha sekali lagi menolak hak pekerja perusahaan pengamanan swasta untuk berserikat dan pemberlakuan perlindungan khusus terhadap pemecatan yang diatur oleh UU Perburuhan kepada anggota serikat yang belum memperoleh status hukum. Terakhir, dia meminta hasil pengawasan administrasi perburuhan, yang mencatat bahwa beberapa pekerja telah meninggalkan serikat, untuk dipertimbangkan dalam menganalisa kasus ini.

269 Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969; Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama, 1949.

270 Deklarasi Amerika tentang Hak dan Kewajiban Manusia, 1948.

Page 132: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

132

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Untuk menangani ketiga poin tersebut, Pengadilan banding merujuk pada Konvensi ILO No. 87 dan 98:

“Menimbang: pekerja yang berserikat bersama-sama dalam suatu dalam suatu serikat secara otomatis mendapatkan perlindungan negara, tidak mungkin bagi pengusaha untuk memutuskan kontrak kerja mereka tanpa terlebih dahulu berhubungan dengan pengadilan yang kompeten (...). Setiap kegiatan oleh pengusaha dengan dukungan dari otoritas pemerintah yang mencari untuk dalih menetapkan atau menjamin tindakan-tindakan penolakan bagi pekerja adalah bertentangan dengan perlindungan yang harus diberikan oleh negara. Konvensi ILO No. 98, yang dikutip oleh pengadilan pada tingkat pertama dalam keputusan yang dibanding, ditetapkan dalam Pasal 1. Oleh karenanya, tidaklah mungkin untuk menerima bukti tersebut dalam cara yang ditetapkan oleh pengusaha.”

“Menimbang: Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, tidak membuat pembedaan apapun atas pekerja dan tidak membuat otorisasi sebelumnya untuk syarat membentuk serikat, dikatakan bahwa perlindungan berlaku efektif sejak pekerja mengkomunikasikan keputusannya untuk berserikat, tanpa memerlukan terlebih dulu pengakuan status hukumnya. Mengenai jenis kegiatan yang dilakukan oleh pekerja dalam kasus ini, prinsip perlindungan yang disebutkan di atas harus selalu ditafsirkan dalam cara yang mendorong untuk menghormati hak-hak tersebut. Pasal 9 Konvensi tidak mengecualikan anggota angkatan bersenjata negara dari hak atas kebebasan berserikat dan perlindungan hak berserikat. Konvensi hanya meminta legislasi nasional untuk menentukan (vis-à-vis) lingkup Konvensi, yang ditetapkan dalam Pasal 534 UU Perburuhan. Tidak ada keraguan bahwa pengawasan atas perusahaan pengamanan swasta dilakukan oleh polisi nasional. Namun hal ini tidak mengubah status pekerja dalam perusahaan tersebut menjadi polisi atau tidak berarti bahwa mereka secara implisit dilindungi oleh ketentuan UU Perburuhan seperti dikutip di atas. Selanjutnya, bahkan jika mereka demikian, karena kebebasan berserikat adalah hak dasar di mana kebebasan serikat pekerja berasal, jika UU membatasi pelaksanaannya “untuk alasan apapun” (...) akan sangat penting untuk menerapkan secara langsung ketentuan yang melindungi hak tersebut secara penuh.”

Oleh karenanya Pengadilan Banding memutuskan bahwa Konvensi ILO No. 87 dimaksudkan bahwa pekerja perusahaan pengamanan swasta tidak dapat dikecualikan dari lingkup kebebasan berserikat, dan bahwa perlindungan terhadap pemecatan anggota pimpinan sementara dari serikat yang belum memiliki status hukum adalah bentuk perlindungan yang sesuai dengan Konvensi ILO. Pengadilan pada tingkat kedua menguatkan keputusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan pemecatan itu tidak sah dan sebagaimana diminta oleh pemohon, pengadilan menaikkan kompensasi yang harus dibayarkan oleh pengusaha.

Page 133: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

133

India

77. Mahkamah Agung India, Vishaka and others vs State of Rajasthan and others, 13 Agustus 1997, [1997] 6 SCC 241

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; pelecehan seksual

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;271 Kasus hukum internasional.272

Pelecehan seksual/ Lacuna dalam legislasi nasional/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hak konstitusional dan menentukan aturan yang berlaku dalam pelecehan seksual

Sekelompok aktivis sosial dan organisasi non-pemerintah membuat petisi class action (tuntutan bersama) berdasarkan Pasal 32 Konstitusi India yang merujuk pada kekuasaan Mahkamah Agung untuk menerbitkan arahan bagi penegakan hak-hak dasar tertentu yang dimasukkan dalam Konstitusi yang telah dilanggar oleh dugaan praktik pelecehan seksual terhadap perempuan di tempat kerja di India. Pasal 32 Konstitusi memberikan kekuasaan pada Mahkamah Agung untuk mengeluarkan panduan untuk penegakan atas hak-hak yang dijamin secara konstitusional.

Karena hukum domestik tidak menangani isu-isu ini dan tidak membuat tindakan-tindakan yang efektif untuk mencegah pelecehan seksual bagi pekerja perempuan di tempat kerja, Mahkamah memutuskan untuk membuat prinsip-prinsip umum untuk mende� nisikan konsep pelecehan seksual dan penghapusannya. Untuk melakukan hal tersebut, Mahkamah merujuk pada Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan pernyataan dari Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (badan internasional yang bertanggungjawab untuk mengawasi penerapan Konvensi ini).

Untuk menjelaskan rujukannya pada hukum internasional, Mahkamah menyatakan sebagai berikut:

“Kesetaraan Jender termasuk perlindungan dari pelecehan seksual dan untuk memberi kesempatan perempuan bekerja dengan penuh martabat, yang diakui secara universal sebagai hak asasi manusia. Persyaratan minimum yang umum atas hak ini telah diterima secara global. Oleh karenanya, Konvensi-konvensi dan norma-norma internasional menjadi rujukan yang sangat penting dalam pembuatan panduan untuk mencapai tujuan ini.”

“(…). Pemerintah India merati� kasi Resolusi di atas pada 25 Juni 1993 dengan beberapa syarat yang tidak material dalam konteks saat ini. Pada Konferensi Perempuan Dunia Ke-4 di Beizing, Pemerintah India juga membuat komitmen resmi, inter alia, untuk membuat dan mengoperasionalisasikan kebijakan nasional tentang perempuan yang akan terus menerus memandu dan memberitahukan tindakan pada setiap tingkat dan sektor; membentuk Komisi Hak-hak Perempuan untuk bertindak sebagai pembela umum atas hak asasi perempuan; dan untuk melembagakan mekanisme di tingkat nasional yang bertugas memonitor pelaksanaan Platform Aksi. Oleh karenanya, kami tidak memiliki keraguan dalam menempatkan rujukan di atas untuk tujuan menafsirkan sifat dan wilayah jaminan Konstitusional atas kesetaraan jender dalam Konstitusi kami.”

271 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979.

272 Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan.

Page 134: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

134

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Mahkamah menambahkan:

“Sekarang hal ini sudah menjadi aturan konstruksi hukum yang diterima bahwa konvensi-konvensi dan norma-norma internasional harus diperhatikan ketika menafsirkan hukum domestik pada saat terjadi inskonsistensi di antara aturan hukum domestik dan internasional dan ada hukum-hukum domestik yang tidak sah.”

Mahkamah kemudian merujuk pada keputusan di Australia dan menyimpulkan:

“Tidak ada alasan mengapa konvensi-konvensi dan norma-norma internasional ini tidak bisa digunakan untuk menafsirkan hak-hak dasar yang secara tegas dijamin dalam Konstitusi India yang membentuk konsep dasar dari kesetaraan jender dalam semua bidang kegiatan manusia.”

Dengan adanya pembenaran terhadap rujukan kepada instrumen internasional, Mahkamah Agung India sangat bergantung pada Rekomendasi Umum Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap perempuan untuk mende� nisikan tindakan dan situasi yang harus dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Selain itu, Mahkamah Agung mengikuti panduan yang diterbitkan oleh Komite PBB ketika mengelaborasi tindakan-tindakan yang perlu diambil untuk melindungi perempuan dari pelecehan dan ganti rugi hukum yang akan diberikan kepada korban pelecehan seksual.

78. Mahkamah Agung India, Gaurav Jain vs Union of India and others, 9 Juli 1997, [1997] 8 SCC 114

Subyek: prinsip umum kesetaraan; hak atas anak

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;273 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi274

Hak atas anak-anak pelacur/ Pengujian ketentuan internasional mengenai hak atas anak/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Mahkamah Agung India harus menentukan hak atas anak-anak pelacur. Haruskah anak-anak itu dipisahkan dari ibunya, atau mereka dapat tinggal bersama ibunya? Bila tinggal dengan ibunya, apa yang menjadi syaratnya? Khususnya, Mahkamah harus mende� nisikan panduan untuk tindakan pemerintah dalam bidang ini.

Mahkamah pertama-tama melihat hukum internasional yang berisi hak-hak yang secara langsung berlaku bagi pelacur dan anak-anaknya:

“Konvensi Hak atas Anak, Hak-hak Dasar dalam Bagian III Konstitusi, Deklarasi Universal tentang HAM, Prinsip Arahan atas Kebijakan Negara sama-sama menyediakan dan membuat instrumen yang berarti dan bertujuan memperbaiki kondisi mereka – sosial, pendidikan, ekonomi, dan budaya, serta mengarahkan mereka ke dalam aliran sosial yang memberikan kesempatan yang sama sebagaimana yang dimiliki anak-anak yang lain.”

273 Konvensi Hak atas Anak, 1989; Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan,1979.

274 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948; Deklarasi tentang Hak atas Pembangunan, 1986.

Page 135: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

135

“Mahkamah menganggap[dalam keputusan sebelumnyat] Ketentuan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan menganggap hal tersebut sebagai skema integral dari hak-hak dasar dan Prinsip Arahan.”

Setelah memeriksa situasi ekonomi dan sosial serta kondisi mental dari anak-anak pelacur, juga tindakan yang diambil di seluruh negara bagian untuk membantu mereka, Mahkamah menyatakan sebagai berikut:

“Pembentukan rumah penampungan bagi anak-anak menjadi kewajiban negara bagian yang sesuai dengan ketentuan dalam Konstitusi, Konvensi Hak atas Anak yang sejalan dengan prinsip Deklarasi PBB dan Kebijakan Nasional Pemerintah India (…).”

Dalam analisanya terhadap berbagai jenis tindakan yang telah diambil untuk melindungi anak-anak pelacur, Mahkamah menggarisbawahi sebagai berikut:

“Sangat disayangkan rumah penampungan anak-anak yang didirikan dan dijalankan oleh Pemerintah tidak secara efektif dikelola dan memberikan hasil yang diharapkan. Mereka hanya menjadi hiasan untuk tujuan statistik yang merusak tujuan Konstitusional dan Konvensi Internasional yang merupakan bagian dari hukum masyarakat.”

Mahkamah menyimpulkan dari analisa yang panjang yang mencakup aspek hukum, sosial, ekonomi dan budaya, bahwa anak-anak pelacur seharusnya tidak dipisahkan dari ibunya kecuali hal ini merupakan solusi yang terbaik. Mahkamah Agung menyarankan kepada pemerintah untuk melaksanakan tindakan yang relevan, menunjuk pada:

“Hasil pengamatan yang dibuat dalam Perintah ini, ketentuan Konstitusi, Konvensi HAM dan Konvensi Internasional lain yang merujuk pada Perintah ini dan kebijakan nasional akan membantu Serikat India dan pemerintah negara bagian sebagai dasar dan panduan bagi mereka untuk mendiskusikan masalah-masalah ini di konferensi di tingkat Kementerian dan Sekretariat dan disarankan dalam Perintah ini untuk mengembangkan prosedur dan prinsip untuk memastikan bahwa perempuan juga mendapatkan hak-hak dasar dan hak asasinya seperti yang disebutkan dalam Perintah ini.”

Mahkamah Agung India kemudian memutuskan bahwa Konvensi-konvensi internasional harus memberikan panduan untuk tindakan oleh pemerintah pusat dan federal untuk mengintegrasikan anak-anak pelacur ke dalam masyarakat.

79. Mahkamah Agung India, Nilabeti Behera alias Lalita Behera vs State of Orissa and others, 24 Maret 1993, [1993] 2 SCC 746

Subyek: hak atas kerugian

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;275 legislasi asing276

275 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966.

276 Konstitusi Trinidad dan Tobago.

Page 136: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

136

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Kematian laki-laki muda yang disebabkan oleh petugas polisi/ hak atas kerugian/ Rujukan kepada ketentuan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik untuk menemukan juridiksi pengadilan untuk memerintahkan kompensasi � nansial

Seorang laki-laki muda ditemukan tewas di jalur kereta api setelah ditahan oleh polisi. Tubuhnya penuh luka dan sayatan serius. Mahkamah Agung India menganggap bahwa kematiannya disebabkan oleh petugas polisi dan keluarganya menuntut ganti rugi. Masalah Hukum terletak pada fakta bahwa prosesnya telah diajukan ke Mahkamah277 dengan cara yang tidak secara tegas menyebutkan kemungkinan Mahkamah memerintahkan pemberian ganti rugi � nansial ketika prosedur untuk pengajuan gugatan ini telah dilakukan. Untuk dapat menemukan jurisdiksi Mahkamah merujuk pada praktik nasional mengenai ganti rugi dan kemudian merujuk pada Konstitusi Trinidad dan Tobago, yang berisi ketentuan serupa dengan Pasal 32 Konstitusi India dan yang mengatur kemungkinan bagi Mahkamah untuk memerintahkan pemberian kompensasi � nansial. Mahkamah kemudian merujuk pada hukum internasional untuk menambah kekuatan pada kasus ini, dengan menyatakan sebagai berikut:

“Kita juga bisa merujuk pada Pasal 9 (5) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966 yang mengindikasikan bahwa pemberlakuan hak atas kompensasi bukanlah sesuatu yang asing bagi konsep penegakan hak-hak yang dijamin.”

Dengan merujuk pada Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Mahkamah Agung India menambahkan kekuatan pada kesimpulannya yang mengatakan bahwa Mahkamah memiliki kewenangan untuk memerintahkan pemberian kompensasi � nansial untuk menangani pelanggaran terhadap hak dasar ketika gugatan diajukan menurut Pasal 32 Konstitusi. Keluarga laki-laki muda tersebut dapat mengambil manfaat dari kesempatan ini.

80. Mahkamah AgungIndia, Mackinnon Mackenzie vs Audrey D’Costa and another, 26 Maret 1987, [1987] 2 SCC 469

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; kesetaraan pengupahan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;278 kasus Hukum asing;279 kasus hukum internasional280

Kesetaraan pengupahan/ Perbedaan dalam pembayaran antara juru ketik steno perempuan dengan sejawat laki-laki/ Rujukan kepada Konvensi ILO No. 100 sebagai aturan yang berlaku dalam kasus ini/ Penggunaan Konvensi ILO No. 100 sebagai panduan dalam menafsirkan Hukum nasional

Saat kontrak kerjanya telah selesai, juru ketik steno perempuan mempertanyakan sistem pengupahan yang berlaku diperusahannya, berargumen bahwa telah terjadi diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Diskriminasi tersebut telah diakui di tiga pengadilan. Perusahaan mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung untuk membatalkan manfaat yang diterima oleh Ny.D’Costa. Juru ketik steno adalah merujuk pada “posisi rahasia” dalam perusahaan. Masalahnya adalah tidak ada laki-laki yang dipekerjakan dalam

277 Pasal 32 Konstitusi India mengatur ketentuan tentang kemungkinan memindahkan Mahkamah Agung untuk penegakan hak yang diberikan dalam Konstitusi.

278 Konvensi ILO No.100 tentang Kesetaraan Pengupahan, 1951

279 Inggris

280 Pengadilan Masyarakat Eropa

Page 137: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

137

pekerjaan yang serupa. Namun telah diakui bahwa juru ketik steno laki-laki akan dibayar lebih tinggi untuk pekerjaan yang sama.

Mahkamah pertama-tama melihat pada Konvensi ILO No. 100 sebagai salah satu sumber hukum yang berlaku dalam perselisihan:

“Sebelum menangani para pihak yang berselisih, Mahkamah perlu menetapkan ketentuan hukum yang relevan terhadap kasus ini. Pasal 39 (d) Konstitusi India mengatur bahwa negara harus mengarahkan kebijakannya untuk menjamin terciptanya kesetaraan pengupahan untuk pekerjaan yang setara untuk laki-laki dan perempuan. Konvensi mengenai Kesetaraan Pengupahan untuk Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Setara Nilainya diadopsi dari Konferensi Umum ILO pada tanggal 29 Juni 1951. India adalah salah satu pihak dari Konvensi tersebut.”

Setelah merujuk pada Pasal 2 Konvensi ILO No. 100,281 Mahkamah kemudian mencoba menjelaskan situasi hukum negara-negara Eropa dalam bidang kesetaraan pengupahan:

“Di Inggris, Konvensi di atas memberikan pengaruh terhadap penerbitan UU Kesetaraan Pengupahan, 1970. Hampir semua negara masyarakat Eropa menandatangani Konvensi ini. Perjanjian Masyarakat Ekonomi Eropa juga mengatur bahwa “selama tahap pertama, yaitu sebelum tanggal 31Desember 1961 setiap negara anggota harus memastikan dan selanjutnya menjaga penerapan prinsip bahwa laki-laki dna perempuan harus menerima kesetaraan pengupahan untuk pekerjaan yang setara.””

Dalam memeriksa kasus hukum Eropa, Mahkamah mencatat bahwa:

“Dalam kasus mengenai upah bagi perempuan yang mengklaim bahwa kesetaraan pengupahan dengan pekerja sebelumnya, seorang laki-laki, Pengadilan Eropa menganggap bahwa konsep kesetaraan pengupahan dan Perjanjian Masyarakat Ekonomi Eropa tidaklah terbatas pada kasus di mana laki-laki dan perempuan dipekerjakan secara bersamaan, tetapi juga berlaku ketika perempuan menerima upah yang lebih rendah dari laki-laki yang telah dipekerjakan sebelumnya untuk pekerjaan yang setara.”

Menafsirkan legislasi nasional sehubungan dengan Konvensi ILO No. 100 dan praktik jurisprudensi Eropa dalam bidang ini, Mahkamah Agung India menganggap bahwa Ny. D’Costa telah menerima upah yang lebih rendah dibandingkan sejawat laki-laki yang melaksanakan pekerjaan yang setara nilainya. Fakta bahwa tidak ada pekerja laki-laki dalam pekerjaan yang sama di dalam perusahaan tidaklah relevan, karena prinsip kesetaraan pengupahan menganggap bahwa tingkat upah yang sama harus dijamin tidak hanya untuk orang-orang yang melaksanakan pekerjaan yang sama tetapi juga untuk orang-orang yang melaksanakan pekerjaan yang berbeda tetapi dianggap memiliki nilai yang sama. Mahkamah menolak membatalkan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan untuk keuntungan Ny. D’Costa.

281 Pasal 2 Konvensi No. 100:

“1. Setiap Anggota harus, melalui cara yang pantas dalam metode pengoperasian untuk menentukan tingkat pengupahan, promosi, dan sejauh tetap konsisten dengan metode tersebut, memastikan penerapan kepada semua pekerja prinsip kesetaraan pengupahan untuk laiki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang setara nilainya.

2. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara:

(a) peraturan perundang-undangan nasional;

(b) secara sah ditetapkan atau diakui mekanisme untuk penetapan upah;

(c) perjanjian bersama antara pengusaha dan pekerja; atau

(d) kombinasi dari berbagai cara-cara di atas.”

Page 138: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

138

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Italia

Konstitusi Republik Italia

Pasal 10, Ayat 1

Sistem Hukum Italia menyesuaikan diri dengan aturan hukum internasional yang diakui secara umum.

81. Pengadilan Negeri Milan, Vitali-Airoldi vs Maserati Spa and Offi cine Alfi eri Maserati, 21 Juli 1994

Subyek: hari libur dibayar

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi282

Penentuan jumlah tunjangan hari libur yang dibayar/ Kekurangan dalam legislasi nasional/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Suatu perusahaan telah memindahkan sejumlah besar properti dan hubungan kerja ke perusahaan lain. Namun, pekerja menuntut pembayaran upah yang terhutang. Pengadilan merujuk pada hukum internasional untuk memperkuat penafsirannya atas perjanjian kerja bersama yang berlaku dalam kontrak kerja, yang mengatur bahwa lembur regular harus diperhitungkan dalam perhitungan hari libur yang dibayar dan menyatakan bahwa Pasal 7 Konvensi ILO No. 132 tahun 1970283 adalah alasan lain untuk menyetujui argumen dari pemohon.

Setelah merujuk pada Konvensi ILO No. 132 untuk menambah kekuatan pada masalah ganti rugi, Pengadilan Negeri Milan menetapkan bahwa lembur yang telah dikerjakan secara regular harus dihitung dalam tunjangan yang dibayarkan sebagai hari libur yang dibayar.

282 Konvensi ILO No. 132 tentang Hari Libur yang Dibayar (Revisi), 1970.

283 Pasal 7 Konvensi No. 132:

“1. Setiap orang yang mengambil hari libur seperti yang tertera dalam Konvensi ini harus menerima, yang berkaitan dengan periode yang penuh dari hari libur tersebut, upah sekurang-kurangnya yang jumlahnya normal atau rata-rata (termasuk uang tunai dalam bentuk yang setara dengan upah tersebut yang dibayarkan dalam bentuk non-tunai dan bukan sebagai tunjangan permanen yang terus menerus, baik orang itu mengambil libur atau tidak), yang dihitung dengan cara yang akan ditetapkan oleh otoritas yang kompeten atau melalui mekanisme yang pantas dalam setiap negara.

2.Jumlah yang terhutang sesuai dengan Ayat 1 Pasal ini harus dibayarkan kepada orang yang bersangkutan di muka sebelum hari libur, kecuali diatur lain dalam perjanjian yang berlaku antara pengusaha dan pekerja.”

Page 139: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

139

82. Pengadilan Negeri Milan, AMSA vs Miglio, 28 Maret 1990

Subyek: hari libur dibayar

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi284

Menghitung lembur dalam perhitungan hari libur yang dibayar/ Kekurangan dalam legislasi nasional/ Penerapan langsung hukum internasional untuk menggantikan kekurangan dalam legislasi nasional

Seorang pekerja terus secara konstan bekerja lembur dan mengklaim bahwa waktu tersebut seharusnya dihitung dalam perhitungan hari liburnya yang dibayar. Karena tidak ada peraturan di Italia mengenai hal ini, pengadilan secara langsung merujuk pada hukum internasional untuk menyelesaikan perselisihan itu:

“Sehubungan dengan pembayaran hari libur, Pengadilan menegaskan dalam kasus hukumnya dan menganggap bahwa menghitung lembur regular dalam pembayaran hari libur secara langsung didasarkan pada Pasal 7 Konvensi ILO No. 132 tanggal 24 Juni 1972, yang diberlakukan di Italia melalui UU No. 157 tanggal 10 April 1981. Pasal tersebut menetapkan bahwa setiap orang harus menerima sekurang-kurangnya upah normal atau rata-rata selama masa hari libur. Panduan tersebut memberikan kita pemahaman bahwa dalam hal variabel pembayaran pengupahan dari hari libur tidak boleh lebih rendah dari rata-rata upah, peraturan atas faktor-faktor lain (lamanya hari libur, dsb) diserahkan kepada otoritas negara.”

Setelah mendasarkan pada Konvensi ILO No. 132, Pengadilan Negeri Milan menetapkan bahwa lembur yang dikerjakan secara regular harus dihitung dalam perhitungan upah yang diterima selama periode hari libur yang dibayar.

83. Pengadilan Negeri Savona, Fiumanò Rossotti vs società Fiat, 8 November 1982

Subyek: hari libur dibayar

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi285

Efek dari penyakit pada hari libur yang dibayar/ Penggabungan terkini dari Konvensi ILO No. 132 dalam peraturan/ Penerapan langsung hukum internasional untuk mengganti kerugian dalam legislasi nasional

Pengadilan Negeri Savona harus memutuskan apakah suatu penyakit yang terjadi selama hari libur yang dibayar mengganggu masa hari libur yang dibayar tersebut atau tidak. Pengadilan pertama-tama menganalisa hukum domestik yang berlaku, yang terutama didasarkan pada kasus hukum. Pada saat itu, pengadilan kasasi menganggap bahwa di Italia suatu penyakit yang terjadi selama masa cuti yang dibayar tidak mengganggu masa periode tersebut. Pengadilan Savona menjelaskan bahwa “permasalahan yang harus ditangani ini akan diselesaikan dengan elemen hukum yang baru (…), di mana untuk sementara, cukup untuk mendukung argumen bahwa penyakit yang menunda masa hari libur yang dibayar dan ketika cukup untuk memaksakan argumen tersebut.”

284 Konvensi ILO No. 132 tentang Hari Libur yang Dibayar (Revisi), 1970.

285 Konvensi ILO No. 132 tentang Hari Libur yang Dibayar (Revisi), 1970.

Page 140: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

140

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Italia baru saja merati� kasi Konvensi ILO No. 132 tentang Hari Libur yang Dibayar, di mana dalam Pasal 6(2) menetapkan sebagai berikut:

“Menurut syarat-syarat yang akan ditentukan oleh Otoritas yang berkompeten atau melalui mekanisme yang tepat di masing-masing negara, periode atas ketidakmampuan bekerja sebagai akibat dari sakit atau kecelakaan tidak boleh dihitung sebagai bagian dari hari libur tahunan minimum yang dibayar sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Ayat 3, Konvensi.”

Pengadilan menganggap bahwa Konvensi No. 132 bukanlah merupakan pengulangan yang berlebihan dari Konvensi ILO No. 52 tentang Hari Libur yang Dibayar, di mana Italia telah merati� kasinya; pengadilan menganggap bahwa instrumen yang baru diadopsi ini secara tegas mengatur efek dari faktor-faktor ini [hari libur dan penyakit] mengenai masa jangka waktu hari libur.

Pengadilan kemudian menganalisa Konvensi dan menyimpulkan sebagai berikut: “Pernyataan “ketidakmampuan untuk bekerja” yang digunakan dalam Konvensi bukanlah interupsi/gangguan, yang digunakan dalam Konvensi sebelumnya, tidak hanya menekankan pada fakta bahwa tidak ada pekerjaan yang dilakukan tetapi juga, dan khususnya, kondisi � sik dari pekerja yang tidak mampu bekerja karena sakit. Fakta bahwa hal itu diserahkan kepada pembuat UU di setiap negara untuk menetapkan syarat-syarat di mana penyakit dapat dianggap sebagai sebab dari penundaan hari libur menekankan bahwa Konvensi melarang untuk masa jangka waktu hari libur dihitung bersamaan dengan periode ketidakmampuan � sik pekerja. Tujuan atas jaminan ini adalah kesempatan untuk mengambil manfaat dari istirahat tahunannya.”

Pengadilan menetapkan bahwa:

“Justi� kasi untuk istirahat tahunan harus dipahami tidak hanya, atau sekurangnya tidak secara ekslusif, sebagai memberikan pekerja cara untuk menyegarkan energi mental dan � siknya untuk kembali bekerja, tetapi juga penting untuk memberikan mereka periode di mana mereka mempunyai waktu sendiri, yang bisa digunakan untuk keluarganya, kepentingan sosial, atau budaya, dsb.”

Menerapkan secara langsung Konvensi ILONo. 132, Pengadilan Negeri Savona menetapkan bahwa suatu penyakit yang terjadi selama hari libur yang dibayar menginterupsi masa cuti yang dibayar tersebut.

84. Pengadilan Banding Turin, Lanifi cio Tallia Gruppo vs Ceria Mary, 29 May 1964

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; kesetaraan pengupahan

Peranan hukum internasional: rujukan terhadap hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi286

Perjanjian bersama mengatur upah yang lebih rendah bagi perempuan/ Tindakan yang dilakukan oleh pekerja perempuan/ Penafsiran Konstitusi/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Suatu perjanjian bersama mengatur perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan di suatu perusahaan; pekerja perempuan mendapatkan upah sekitar 92.8% dari upah yang dibayarkan kepada

286 Konvensi ILO No. 100 tentang Kesetaraan Pengupahan,1951; Perjanjian yang menetapkan Masyarakat Ekonomi Eropa,1957.

Page 141: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

141

pekerja laki-laki, meskipun faktanya mereka mempunyai keahlian yang sama. Menurut perusahaan, perbedaan upah ini dibenarkan oleh perbedaan dalam produkti� tas.

Pengadilan Banding Turin mengemukakan bahwa perbedaan upah ini merupakan tindakan diskriminatif karena didasarkan pada jenis kelamin. Keputusannya didasarkan pada Pasal 36 (1) dan 37 Konstitusi Italia287 dan Pengadilan mendasarkan putusannya pada hukum internasional untuk menambah kekuatan dalam kasusnya, menyatakan sebagai berikut:

“Di sisi lain, setiap evaluasi umum yang membedakan penghasilan pekerja laki-laki dan perempuan akan tidak konsisten dengan hak individual pekerja perempuan untuk menerima upah yang setara dengan yang dibayarkan kepada pekerja laki-laki dengan tugas yang serupa. Sebagaimana dikon� rmasi dalam penafsiran selanjutnya, dapat ditambahkan:

a) bahwa Pasal 119 dari Perjanjian Internasional yang menetapkan (Masyarakat Ekonomi Eropa/MEE), yang dirati� kasi oleh parlemen Italia melalui UU No. 1203 tanggal 14 Oktober 1957, menyatakan bahwa “Upah yang setara tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin berarti: a) bahwa upah untuk pekerjaan yang sama harus dihitung atas dasar unit pengukuran yang sama; b) bahwa upah pekerjaan atas unit waktu yang sama harus sama untuk pekerjaan yang sama;

b) bahwa, setelah mendasarkan pada prinsip kesetaraan pengupahan untuk pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya, Konvensi ILO No.100, yang diadopsi di Jenewa pada tanggal 29 Juni 1951 dan disetujui oleh Parlemen Italia melalui UU No. 741 tanggal 22 Mei 1956, menambahkan bahwa ‘istilah kesetaraan pengupahan untuk pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang setara nilainya merujuk pada tingkat pengupahan yang ditetapkan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.””

Setalah merujuk pada hukum internasional untuk menambahkan kekuatan atas perbaikannya, Pengadilan Banding Turin menetapkan bahwa pemohon berhak atas pengupahan yang sama sebagaimana yang dibayarkan kepada pekerja laki-laki. Pengusaha diperintahkan untuk membayar kembali selama periode di mana dia bekerja.

287 Pasal 36(1) Konstitusi Italia: “Pekerja memiliki hak atas upah yang didasarkan pada kuantitas dan kualitas pekerjaan mereka dan dalam semua kasus terhadap pengupahan yang memadai yang memastikan pekerja dan keluarganya memiliki keberadaan yang bebas dan bermartabat.”

Pasal 37(1) Konstitusi Italia: “Perempuan yang bekerja memiliki hak yang sama dan berhak atas upah yang setara untuk pekerjaan yang setara. Kondisi kerja harus memperbolehkan perempuan memenuhi peran penting mereka dalam keluarga dan memastikan perlindungan tepat yang khusus untuk ibu dan anak.”

Page 142: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

142

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Kenya

85. Pengadilan Industrial, 6 Desember 2004, Kasus No. 79/2002

Subyek: perlindungan upah

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam mena� sirkan hukum domestik; penetapan prinsip jurisprudensial berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang belum dirati� kasi;288 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi;289 kasus hukum internasional;290 kasus hukum asing291

Usaha yang ditempatkan di bawah administrasi pemerintah/ Tuntutan upah yang tidak dibayar/ Kesenjangan dalam peraturan perburuhan dan kontradiksi antara hukum dagang dan hukum perburuhan tentang perlindungan tuntutan upah/ Penetapan prinsip jurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Sebuah usaha yang sedang dalam kesulitan � nansial diserahkan kepada pemerintah, dan administrator yang ditunjuk memberhentikan sejumlah besar pekerja. Para pekerja tersebut mengajukan banding ke pengadilan dan menuntut pembayaran upah, berbagai tuntutan lain yang belum dibayarkan, dan kompensasi karena PHK sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja bersama di perusahaan.

Administrator yang ditunjuk menyatakan kewajibannya untuk mendahulukan membayar hutang-hutang perusahaan ketimbang menyelesaikan kewajibannya seperti yang dituntut di atas. Untuk mengesahkan keutamaan hutang-hutang yang lain dibanding para pekerja, termohon mendasarkan pembelaannya pada ketentuan hukum bisnis, membatasi keutamaan tuntutan upah maksimum sejumlah 4000 shilling Kenya atau empat bulan upah, yang lebih rendah dari rujukan.

Setelah mengingatkan bahwa hukum bisnis telah cukup lama tidak diperbaharui, pengadilan menekankan bahwa pada saat persidangan, 4000 shilling Kenya sebanding dengan kurang dari satu bulan gaji. Pengadilan kemudian menunjukkan bahwa peraturan perburuhan yang diadopsi baru-baru ini tetap tidak mengatur mengenai beberapa aspek mengenai perlindungan tuntutan upah. Namun, kesenjangan tersebut tak mencegah terjadinya kontradiksi antara peraturan perburuhan dan hukum bisnis292. Meskipun ketentuan yang bertentangan sudah diidenti� kasi oleh Pengadilan, namun tidak secara langsung berlaku dalam kasus ini, mereka menyatakan pendekatan umum yang lebih menguntungkan untuk perlindungan tuntutan upah dan sangat jelas tidak sesuai dengan pasal dalam Hukum Dagang seperti disebutkan di atas.

Guna memperbaiki kontradiksi tersebut, untuk menafsirkan ketiadaan dalam peraturan perburuhan, dan akhirnya untuk dapat menentukan sejauh mana tuntutan pekerja harus dilindungi, Pengadilan memutuskan untuk memeriksa posisi hukum perburuhan internasional mengenai masalah ini. Dalam justi� kasi atas pendekatannya, Pengadilan merujuk pada berbagai keputusan pengadilan dari negara-negara common law yang merujuk pada hukum internasional dalam menghadapi kesenjangan dalam peraturan.293 Pengadilan menguji Konvensi ILO No. 95 (Perlindungan Upah) dan 173 (Perlindungan Tuntutan Pekerja (Kebangkrutan

288 Konvensi ILO No. 95 tentang Perlindungan Upah,1949; Konvensi ILO No. 173 tentang Perlindungan Tuntutan Pekerja (Kebangkrutan Pengusaha), 1992.

289 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

290 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi.

291 India dan Inggris

292 Pengadilan menunjukkan, contohnya, bahwa pengadilan yang memerintahkan pengusaha untuk membayar hutang-hutang usaha, hutang-hutang tersebut tidak bisa dibayar sampai tuntutan upah telah dibayar.

293 Khususnya, kasus Vishaka Mahkamah Agung India

Page 143: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

143

Pengusaha)) meskipun belum dirati� kasi oleh Kenya. Pengadilan menekankan pada Pasal 7 Konvensi ILO No. 173. Pasal tersebut menetapkan bahwa jika peraturan domestik membatasi keutamaan perlindungan tuntutan upah sampai jumlah tertentu, batasan tersebut harus secara sosial diterima dan direvisi secara berkala.

Dalam memperkuat analisanya mengenai hukum perburuhan internasional, Pengadilan merujuk pada kerja dari Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, khususnya Survei Umum mengenai kedua Konvensi yang disebutkan di atas.294 Dengan rujukan pada Komite Ahli, Pengadilan menyatakan sebagai berikut:

“ILO juga memiliki Komite Kelompok Ahli yang terdiri dari ahli-ahli terkenal secara internasional tentang hukum perburuhan dari negara-negara anggota yang menganlisa laporan tahunan anggotanya dan sesuai dengan surveyidan laporan lain, membuat rekomendasi tentang pelaksanaan yang tepat dari Konvensi tertentu. Rekomendasi ini kemudian secara luas digunakan oleh pengadilan-pengadilan di seluruh dunia dan membentuk bagian dari jurisprudensi yang terus berkembang di sekitar Konvensi-konvensi ILO, khususnya, dan Hukum HAM internasional secara umum.”

Dari Survei Umum Komite Ahli, Pengadilan menunjukkan kebutuhan untuk menyediakan perlindungan khusus bagi tuntutan pekerja merupakan prinsip yang diterima secara luas pada tingkat internasional, mempertimbangkan kepentingan umum upah untuk pemeliharaan pekerja. Pengadilan juga menekankan ayat penelitian yang menghubungkan perlindungan upah dan hak atas penghasilan yang layak, sebagaimana diakui dalam Pasal 23 Deklarasi Universal tentang HAM.

Setelah mencatat orientasi dari hukum perburuhan internasional atas isu-isu ini, Pengadilan menganggap bahwa pengadilan harus menafsirkan ketiadaan dan kontradiksi peraturan dengan cara yang akan menjamin penerimaan secara sosial295 perlindungan pekerja dari kebangkrutan usaha. Pengadilan menyatakan:

“Kita harus mengasumsikan bahwa jika UU tidak mengatur, maka UU harus menolak untuk memberikan keutamaan, sebagaimana para Responde telah memberikan argumennya di hadapan kita? Jika benar, (…) para pekerja (…) sekarang harus diperbolehkan untuk melanjutkan tanpa perbaikan dalam UU? Berdasarkan tata urutan Konstitusi, kita tidak bisa mempertimbangkan situasi seperti itu, untuk UU yang dibuat di bawahnya, penafsiran serta penerapannya harus mengacu pada konteks hukum internasional.”

Mendasarkan alasannya pada Konvensi ILO No. 95 dan 173 dan berdasarkan pandangan Komite Ahli mengenai instrumen-instrumen ini, Pengadilan Industrial Kenya memutuskan bahwa gaji dan tunjangan lain yang terkait dengan periode sebelum PHK harus dijamin sampai batas empat bulan. Seluruh tuntutan lain yang timbul dari UU, perjanjian bersama perusahaan, dan kontrak kerja, harus dijamin dalam batas yang tidak melebihi jumlah yang setara dengan dua belas bulan gaji.

294 ILO: Upah Minimum, Survei Umum Komite Ahli Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, Laporan III (4B), Konferensi Perburuhan Internasional, Sesi ke-79, Geneva, 1992.

295 Harus dicatat bahwa pengadilan mengulang syarat dalam Pasal 7 Konvensi ILO No. 173.

Page 144: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

144

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Lesotho

Undang-undang Perburuhan Lesotho

Pasal 4. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penafsiran dan administrasi UU

Berikut ini prinsip-prinsip yang harus digunakan dalam penafsiran dan administrasi Undang-undang: (…)

(b) tidak ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bawah UU yang harus ditafsirkan atau diterapkan dengan cara yang bertentangan dengan Konvensi perburuhan internasional yang telah berlaku di Kerajaan Lesotho;

(c) Dalam kasus terjadi ambigu, ketentuan-ketentuan dalam UU dan peraturan di bawahnya harus ditafsirkan dalam cara yang sedekat mungkin dengan ketentuan Konvensi yang diadopsi oleh Konferensi ILO dan Rekomendasi yang diadopsi oleh Konferensi ILO;(...)

86. Pengadilan Perburuhan Lesotho, Serame Khampepe vs Muela Hydropower Project Contractors and four others, 2 September 1999, No. LC 29/97

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang belum dirati� kasi;296 kasus hukum asing297

Pemecatan kolektif/ Hak konsultasi individual sebelum pemecatan/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Suatu perusahaan melakukan prosedur pemecatan kolektif. Salah satu pekerja mengajukan banding atas pemecatan tersebut, berargumen bahwa pengusaha seharusnya berkonsultasi dengan pekerja sebelum PHK. Pengadilan perburuhan harus menentukan apakah pengusaha tunduk pada kewajiban tersebut.

Setelah mengkaji ketentuan UU Perburuhan mengenai konsultasi sebelum PHK, pengadilan merujuk pada Konvensi ILO No. 158 sebagai panduan untuk menafsirkan hukum nasional:

“Sudah jelas bahwa sidang dengar pendapat sebagaimana diatur dalam Bagian 66 (4) UU bukanlah persyaratan pra-pemecatan ketika pemecatan tersebut merupakan hasil persyaratan operasional. Namun, Pengadilan mendasarkan pendapatnya pada instrumen ILO dan keputusan negara-negara tetangga khususnya Afrika Selatan, mengembangkan preseden di mana pekerja yang di-PHK dengan alasan e� siensi (perampingan) harus diberitahukan dalam waktu yang baik atas tindakan yang diniatkan dan dikonsultasikan mengenai alternatif-alternatif lain. (Lihat Pasal 13 (1) (a) Konvensi ILO No. 158 tahun 1982 mengenai Pemutusan Hubungan Kerja).298 Namun

296 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

297 Afrika Selatan.

298 Pasal 13 (1) (a) Konvensi No. 158: “ketika pengusaha melaksanakan PHK karena alasan ekonomi, teknologi, struktural atau alasan yang serupa, pengusaha harus: (a) memberitahukan kepada perwakilan pekerja informasi yang relevan termasuk alasan PHK, jumlah dan kategori pekerja yang kelihatannya

akan terpengaruh dan periode kapan PHK akan dilakukan dalam waktu yang baik;”

Page 145: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

145

prinsip yang ditetapkan, adalah apakah pekerja anggota serikat pekerja atau badan bersama lainnya di mana mereka berkomunikasi dengan pengusaha atau hal-hal mengenai kepentingan bersama, cukup bagi pengusaha untuk berkonsultasi dengan serikat pekerja dan/atau badan bersama tersebut.”

Dengan menafsirkan hukum nasional sesuai dengan Konvensi ILO No. 158, pengadilan perburuhan Lesotho menemukan bahwa ketika pengusaha sudah mengajak perwakilan pekerja berkonsultasi mengenai pemecatan kolektif, pengusaha tersebut tidak disyaratkan untuk melakukan konsultasi individual pra-pemecatan. Atas dasar ini, dan karena pemohon berasal dari suatu serikat yang telah diajak berkonsultasi sebelum PHK, maka banding tersebut ditolak.

87. Pengadilan Perburuhan Lesotho, Matete and Bosiu vs Lesotho Highlands Development Authority and the Chief Executive, 9 Februari 1996, No. LC 131/95

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang belum dirati� kasi299

Pegawai negeri sipil (PNS) yang diperbantukan pada otoritas pemerintah/ Akhir kontrak perbantuan/ Kemungkinan mendapatkan beberapa tunjangan pesangon secara bersamaan/ Ketergantungan pada Konvensi ILO No. 158 sebagai panduan untuk menafsirkan legislasi nasional

Pemerintah telah memperbantukan dua orang PNS pda otoritas pemerintahan (Selanjutnya disebut “Otoritas”) dan kemudian memutuskan untuk mengakhiri tugas perbantuan tersebut dan mengembalikan mereka pada tempat asalnya. Kedua PNS menganggap bahwa sebagai tambahan dari bonus akhir tugas yang sudah ditetapkan dalam kontrak yang mengikat mereka dengan Otoritas, mereka juga seharusnya menerima tunjangan pesangon yang diatur dalam UU perburuhan. Pengadilan kemudian harus memutuskan apakah para pekerja berhak untuk mendapatkan kedua jenis tunjangan tersebut secara bersamaan.

Pengadilan merujuk pada Pasal 12 (1.a) dan 2 (4) Konvensi ILO No. 158300 untuk menafsirkan ketentuan UU Perburuhan mengenai tunjangan pesangon dan selanjutnya menyelesaikan perselisihan.

“Dalam pandangan kami, kata-kata “tunjangan pesangon atau tunjangan perpisahan lainnya” dalam 12 (1) adalah bersifat perintah. Sangat jelas dalam kata-kata ini bahwa uang pesangon sebagaimana diatur dalam bagian 79 UU bukanlah tunjangan perpisahan yang mengikat pengusaha secara hukum. Ada ruang untuk pembayaran tunjangan perpisahan lainnya sebagai uang pesangon. Pasal 2 (4) memperbolehkan pengecualian bagi pengusaha dari kewajiban membayar ketika pengusaha tersebut telah memiliki pengaturan yang memberikan tunjangan perpisahan yang lebih baik, yaitu yang sekurang-kurangnya sama dengan yang diberikan dalam UU.”

299 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

300 Pasal 12 (1) Konvensi No. 158: “Seorang pekerja yang hubungan kerjanya telah diakhiri berhak atas, sesuai dengan hukum dan praktik nasional: (a) tunjangan pesangon atau tunjangan perpisahan lainnya, yang jumlahnya didasarkan pada inter alia lamanya masa kerja dan tingkat upah, dan dibayarkan langsung oleh pengusaha atau melalui dana yang merupakan kontribusi pengusaha;”

Pasal 2 (4) Konvensi No. 158: “sejauh diperlukan, tindakan-tindakan dapat diambil oleh otoritas yang kompeten atau mekanisme yang tepat di dalam negeri, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja, apabila ada, untuk mengecualikan Konvensi ini atau beberapa ketentuan untuk keategori orang-orang yang dipekerjakan yang syarat dan kondisi kerjanya diatur dengan pengaturan khusus yang memberikan perlindungan yang sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan yang diberikan dalam Konvensi.”

Page 146: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

146

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pengadilan menyimpulkan bahwa perbedaan jenis tunjangan tidak bisa diperoleh secara bersamaan dan bahwa kedua pekerja seharusnya hanya menerima tunjangan yang paling menguntungkan:

“Oleh karenanya, Otoritas, sejalan dengan Pasal 2 (4) Konvensi No.158 yang dikecualikan oleh Bagian 4 (a) UU, dari kewajiban membayar tunjangan pesangon karena uang penghargaan sebesar 25% yang berhak didapatkan pemohon menurut kontrak mereka merupakan tunjangan perpisahan alternatif yang lebih menguntungkan bagi pemohon daripada tunjangan pesongan yang diatur dalam bagian 79 UU.”

Dengan menafsirkan UU perburuhan sejalan dengan Konvensi ILO No. 158, Pengadilan Perburuhan Lesotho menganggap bahwa PNS tidak berwenang untuk mendaparkan tunjangan pengakhiran kontrak konvensional plus tunjangan pesangon wajib secara bersamaan, di mana kedua tunjangan tersebut memiliki tujuan yang sama. Pengusaha telah memenuhi kewajibannya dengan membayarkan tunjangan yang diatur dalam kontrak, yang jumlahnya lebih tinggi daripada tunjangan yang diatur dalam UU Perburuhan.

88. Pengadilan Perburuhan Lesotho, Maisaaka’Mote vs Lesotho Flour Mills, 9 November 1995, No. LC 59/95

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi301

Kesalahan professional/ Wawancara disipliner/ Hak pekerja untuk dibantu/ Ketergantungan pada Rekomendasi ILO sebagai panduan dalam menafsirkan hukum nasional untuk memutuskan jenis perwakilan yang berhak didapatkan pekerja

Meskipun Pengadilan mengabaikan penerapan Pasal 4 (b) UU Perburuhan, Pengadilan merujuk pada Rekomendari ILO No.166 sesuai dengan Pasal 4 (c) dari UU yang sama302 untuk menafsirkan ketentuan dalam UU yang terkait dengan wawancara sebelum pemecatan. Pengadilan menyatakan sebagai berikut:

“Sangat penting bahwa Rekomendasi ILO No. 166 tahun 1982 tidak menspesi� kasikan jenis perwakilan yang didapatkan pekerja pada sidang disipliner.”303

Pengadilan kemudian menemukan bahwa, meskipun pekerja berhak untuk dibantu pada saat wawancara sebelum pemecatan, dia tidak memiliki kemungkinan untuk memilih jenis perwakilan yang bisa didapatkan. Pengadilan menganggap bahwa:

“Sejalan dengan permohonan Baxter, dinyatakan dalam Dlali dan Lainnya vs Railit (Pty) Ltd (1989) 10 ILJ 353 bahwa jenis perwakillan yang diperbolehkan bagi pekerja pada sidang disipliner adalah

301 Rekomendasi ILO No.166 tentang Pemutusan Hubungan Kerja,1982 (Konvensi ILO No.158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja,1982 belum dirati� kasi saat itu).

302 Pasal 4 (c) UU Perburuhan Lesotho: “Dalam kondisi terjadi ambiguitas, ketentuan UU dan peraturan lainnya yang dibuat di bawahnya harus ditafsirkan dalam cara yang sedekat mungkin dengan Konvensi yang diadopsi dari Konferensi Perburuhan Internasional dan Rekomendasi yang diadopsi dalam Konferensi Organisasi Perburuhan Internasional.”

303 Ayat 9 Rekomendasi No.166: “Seorang pekerja berhak mendapatkan bantuan dari orang lain ketika membela dirinya, sesuai dengan Pasal 7 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982, terhadap dugaan mengenai kewajiban perilaku atau kinerjanya yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerjanya; hak ini dapat dispesi� kasikan melalui metode pelaksanaan yang dirujuk dalam Ayat 1 Rekomendasi.”

Page 147: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

147

atas kebijaksanaan pengusaha. Namun, hak pekerja atas perwakilan sebagaimana diatur dalam panduan yang tersedia di Rekomendasi ILO 166 tahun 1982 tidak bisa dibantah.”

Bergantung pada Rekomendasi ILO No. 166, Pengadilan menganggap bahwa hak untuk dibantu selama masa wawancara pra-pemecatan tidak bisa dibanding. Meskipun, pengusaha yang berhak menentukan jenis perwakilan yang bisa didapatkan pekerja, pekerja bisa memilih perwakilan yang bisa membantunya.

Dalam hal ini, Pengadilan Perburuhan Lesotho menetapkan bahwa fakta pekerja tidak pernah dibantu oleh pengacaranya tidak mempengaruhi validitas wawancara di mana dia mengambil bagian. Permohonan pekerja ditolak.

89. Pengadilan Perburuhan Lesotho, Palesa Peko vs The national university of Lesotho, 1 Agustus 1995, No. LC 33/95

Subyek: pekerja dengan tanggung jawab keluarga

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan atas dasar hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang belum dirati� kasi;301 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi305

Ketidakhadiran pekerja karena anaknya sakit/ Skorsing pekerja/ Kewajiban bagi pengadilan untuk menerapkan aturan hukum internasional/ Penerapan langsung hukum internasional untuk menggantikan kekurangan dalam legislasi nasional/ Pembatalan skorsing

Seorang pekerja perempuan tidak hadir dalam di tempat kerjanya selama dua minggu untuk menjaga anaknya yang menjalani operasi usus buntu. Dia mengatakan bahwa dia sakit dan minta diperbolehkan tinggal di rumah dan menjaga anaknya. Pengusaha telah menskorsnya dan memotong gajinya sejumlah hari ketidakhadirannya.

Pengadilan Perburuhan menetapkan pertama-tama bahwa semua hal tersebut tidak diatur dalam legislasi nasional dalam bidang ini:

“Menurut bagian 4 dari UU yang terkait dengan”prinsip-prinsip yang digunakan dalam penafsiran dan administrasi UU”, diatur dalam Ayat (c) bahwa:

“Dalam kasus ambiguitas, ketentuan UU dan setiap peraturan di bawahnya harus ditafsirkan dengan cara yang paling mendekati dengan ketentuan konvensi yang diadopsi dari Konferensi ILO dan Rekomendasi yang diadopsi dari Konferensi ILO”.”

304 Konvensi ILO No. 156 tentang Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga,1981.

305 Rekomendasi ILO No. 165 tentang Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981.

Page 148: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

148

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pengadilan kemudian merujuk pada Konvensi ILO No. 156 mengenai Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga untuk menutupi kekurangan dalam legislasi nasional, bergantung khususnya pada Pasal 1, 2, 3 dan 4 (b) Konvensi.306

Dan akhirnya, Pengadilan menemukan otoritasnya untuk menerapkan Pasal 9 Konvensi:

“Berdasarkan Pasal 9 Konvensi, ketentuan konvensi dapat diberlakukan oleh peraturan perundang-undangan, perjanjian bersama, aturan kerja, keputusan arbitrasi, keputusan pengadilan atau kombinasi dari metode-metode ini. Oleh karenanya Pengadilan memberikan efek kepada ketentuan Konvensi dan Rekomendasi.”

Atas dasar ini, Pengadilan Perburuhan Lesotho menerapkan ketentuan Konvensi ILO No.156 secara langsung, menetapkan bahwa skorsing pemohon tidaklah sah dan memerintahkan pengusaha untuk membayar gajinya sesuai dengan periode yang dia habiskan dengan anaknya.

306 Pasal 1 Konvensi No. 156: “1. Konvensi ini berlaku untuk pekerja laki-laki dan perempuan sehubungan dengan tanggung jawab mereka kepada anak-anak yang menjadi tanggungannya, di mana tanggung jawab tersebut membatasi kemungkinan mereka dalam menyiapkan, memasuki atau berpartisipasi dalam atau memajukan kegiatan ekonomi.

2. Ketentuan Konvensi ini juga harus berlaku bagi pekerja laki-laki dan perempuan dengan tanggung jawab yang terkait dengan anggota keluarga dekat lainnya yang sangat membutuhkan perawatan dan dukungan mereka, di mana tanggung jawab tersebut membatasi kemungkinan mereka dalam menyiapkan, memasuki atau berpartisipasi dalam atau memajukan kegiatan ekonomi. (…)”

Pasal 2 Konvensi No. 156: “Konvensi ini berlaku untuk semua cabang kegiatan ekonomi dan semua kategori pekerja.”

Pasal 3 Konvensi No. 156: “1. Dengan maksud untuk menciptakan kesetaraan kesempatan dan perlakuan yang efektif bagi pekerja laki-laki dan perempuan, setiap negara anggota harus membuatnya sebagai tujuan dari kebijakan nasional untuk memampukan orang-orang dengan tanggung jawab keluarga yang terlibat dalam ketenagakerjaan untuk melaksanakan hak mereka tanpa diskriminasi dan, sebisa mungkin, tanpa kon� ik antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga.

2. Untuk tujuan Ayat 1 pasal ini, istilah diskriminasi adalah diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan sebagaimana dide� nisikan dalam Pasal 1 dan 5 Konvensi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan) 1958.”

Pasal 4 Konvensi No.156:

“Dengan maksud untuk menciptakan kesetaraan kesempatan dan perlakuan yang efektif bagi pekerja laki-laki dan perempuan, semua tindakan yang sesuai dengan kondisi nasional dan kemungkinnan yang bisa diambil:

Untuk memampukan pekerja dengan tanggung jawab keluarga melaksankan hak untuk bebas memilih pekerjaan; dan

Untuk memperhitungkan kebutuhan mereka dalam syarat dan kondisi kerja dan dalam jaminan sosial.”

Page 149: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

149

Lithuania

Konstitusi Republik Lithuania

Pasal 138, Ayat 3

(…) Perjanjian internasional yang dirati� kasi oleh Parlemen Republik Lithuania harus merupakan bagian dari sistem Hukum Republik Lithuania.

90. Mahkamah Konstitusi Republik Lithuania, 14 Januari 1999, No. 8/98

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik; rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi307

Proses disipliner/ Kemungkinan bagi serikat pekerja untuk membela pekerja yang bukan anggota/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Seorang pekerja yang berada dalam proses disipliner gagal melapor kepada komisi yang bertugas dalam perselisihan perburuhan. Dia berpikir bahwa, karena status dari peraturan yang berlaku, tidak ada serikat pekerja yang dapat mewakilinya untuk membela hak-haknya karena dia bukan anggota serikat pekerja. Dia membawa tindakan agar tindakan disipliner yang dikenakan kepadanya bisa dibatalkan. Dia menganggap fakta bahwa dia tidak bisa dibela oleh serikat pekerja, tidak konstitusional. Sesuai dengan permintaan pekerja, Pengadilan pada Tingkat Pertama meminta Mahkamah Konstitusi, sebagai pembelaan, untuk mengadili konstitusionalitas dari UU Serikat Pekerja. Mahkamah pertama memutuskan kapasitas serikat pekerja untuk membela pekerja yang bukan anggota serikat dan kemudian memeriksa apakah semua ketentuan dalam UU Serikat Pekerja konsisten dengan Konstitusi.

Menganalisa legislasi dan Konstitusi, Mahkamah Konstitusi menemukan bahwa serikat pekerja memiliki wewenang untuk mewakili semua pekerja. Khususnya dalam perundingan bersama, dan tidak hanya anggota mereka.

Mahkamah kemudian mendasarkan pada hukum internasional untuk memperkuat alasan hukumnya:

“Tujuan serikat pekerja untuk membela, dalam cara berserikat, tidak hanya untuk anggota mereka, tapi juga untuk seluruh pekerja, juga dire� eksikan oleh Konvensi-konvensi ILO yang telah dirati� kasi oleh Republik Lithuania pada tanggal 23 Juni 1994. Contohnya, Pasal 5 dari Konvensi Perundingan Bersama tanggal 23 Juni 1981 yang mengatur langkah-langkah yang diadaptasi oleh kondisi-kondisi nasional yang harus diambil untuk meningkatkan perundingan bersama, sedangkan tujuan dari langkah-langkah tersebut adalah: (a) perundingan bersama harus mungkin didapatkan oleh semua kelompok pekerja dalam cabang-cabang kegiatan yang dilindungi oleh Konvensi; (b) Perundingan bersama secara progresif diberikan untuk semua masalah yang diatur

307 Konvensi ILO No. 154 tentang Perundingan Bersama,1981; Konvensi ILO No. 135 tentang Perwakilan Pekerja, 1971.

Page 150: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

150

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

dalam sub-ayat (a), (b) dan (c) Pasal 2 Konvensi ( yaitu dalam kasus menentukan kondisi dan syarat kerja, mengatur hubungan antara pengusaha dan pekerja, mengatur hubungan antara pengusaha atau organisasi mereka dan pekerja atau organisasi pekerja).”

Mahkamah Konstitusi Lithuania kemudian menentukan apakah bagian-bagian lain dalam UU sesuai dengan Konstitusi; di mana pemohon mengklaim perlindungan yang diberikan hanya untuk anggota serikat pekerja; terutama terkait dengan legislasi Lithuania yang menjamin perwakilan pekerja menambahkan perlindungan dari pemecatan.

Untuk menilai konstitusionalitas ketentuan ini, Mahkamah mendasarkan pada isi Konvensi ILO No. 135, sehingga menempatkan instrumen tersebut dengan peranan sebagai panduan untuk menafsirkan; Mahkamah menyatakan hal berikut ini:

“Pasal 1 Konvensi 135 mengenai Perlindungan dan Fasilitas yang Diberikan kepada Perwakilan Pekerja dalam Perusahaan yang diadopsi oleh ILO, yang juga dirati� kasi oleh Republik Lithuania pada tanggal 23 Juni 1994, dibaca: “Perwakilan pekerja dalam perusahaan (menurut Pasal 3 Konvensi, mereka juga dianggap sebagai perwakilan serikat pekerja yang ditunjuk atau dipilih oleh serikat pekerja atau anggota-anggota serikat pekerja) harus mendapatkan perlindungan yang efektif terhadap setiap tindakan yang diprasangkai terhadap mereka, termasuk pemecatan, berdasarkan status atau kegiatan sebagai perwakilan pekerja atau keanggotaan serikat atau partisipasi dalam kegiatan serikat, sejauh mereka sesuai dengan perundangan yang berlaku dan perjanjian bersama atau perjanjian lain yang disepakati bersama.

Sehingga ketentuan dalam Bagian 2,3,4,5 dan 6 Pasal 21 UU Serikat Pekerja sejalan dengan persyaratan dalam Konvensi untuk melindungi perwakilan pekerja dari bahaya yang mungkin terjadi sehubungan dengan kegiatan mereka dalam serikat pekerja.”

Mahkamah Konstitusi Lithuania, karenanya, merujuk pada Konvensi ILO No. 154 dan 135 untuk mengkon� rmasikan bahwa misi dari serikat pekerja adalah juga membela pekerja yang bukan anggota dan menegaskan bahwa perluasan perlindungan yang diberikan kepada perwakilan serikat pekerja sejalan dengan Konstitusi.

Page 151: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

151

Madagaskar

Konstitusi Republik Madagaskar

Pembukaan

(…) Mempertimbangkan situasi geopolitik di wilayah regional dan komitmen untuk berpartisipasi dalam entitas internasional, serta mengadopsi:

- Piagam Internasional tentang Hak Asasi Manusia (HAM);

- Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat;

- Konvensi-kovensi tentang Hak-hak Perempuan dan Anak, serta mempertimbangkan konvensi-konvensi ini sebagai satu kesatuan dengan undang-undang, (…)

Pasal 82, Ayat 3 (VIII)

(…) Perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah dirati� kasi secara sah, setelah dipublikasikan, memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada UU, dengan ketentuan setiap perjanjian atau kesepakatan internasional diberlakukan oleh pihak yang lain.

91. Pengadilan Perburuhan Antsirabe, 22 Mei 2006, Kasus No. 13/RG/TT/06

Subyek: klasi� kasi hubungan kerja

Peranan hukum internasional: penetapan prinsip jurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: laporan Kantor Perburuhan Internasional308

Kontrak antara perusahaan keamanan dan seseorang untuk dipekerjakan sebagai penjaga/ Kontrak dianggap oleh para pihak sebagai “layanan jasa”/ Pengakuan atas keberadaan prinsip keutamaan fakta-fakta yang diinspirasi dari kerja ILO/ Klasi� kasi ulang kontrak sebagai kontrak kerja oleh Pengadilan

Seseorang direkrut oleh perusahaan jasa keamanan untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai penjaga di bawah perjanjian jasa. Setelah lebih dari lima tahun bekerja, perusahaan secara sepihak memutuskan kontrak kerja. Penjaga menanyakan kepada Pengadilan Perburuhan untuk mengkon� rmasikan keberadaan hubungan kerja dengan perusahaan dan untuk mendapatkan kompensasi atas PHK yang tidak sah.

Perusahaan jasa keamanan pertama-tama menyatakan bahwa Pasal 11 perjanjian yang ditandatangani oleh pemohon secara tegas mengecualikan keberadaan hubungan kerja, dan bahwa tidak ada hubungan kerja yang terus menerus dengan penjaga. Jasa yang diberikan oleh pemohon dikelompokkan dalam kategori “berdasarkan kebutuhan klien”.

308 ILO: Hubungan Kerja, Laporan V (1), Konferensi Perburuhan Internasional, sesi ke-95, Jenewa, 2006. Harus dicatat bahwa laporan persiapan menuju pada adopsi di Konferensi Perburuhan Internasional dari Rekomendasi No.198 tentang Hubungan Kerja pada bulan Juni 2006.

Page 152: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

152

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Setelah mempertimbangkan de� nisi-de� nisi dari istilah “pengusaha” dan “pekerja” sebagaimana dide� nisikan oleh UU Perburuhan Madagaskar, Pengadilan menunjuk keberadaan prinsip umum dari keutamaan fakta-fakta sebagaimana dide� nisikan oleh Laporan Kantor Perburuhan Internasional tentang hubungan kerja yang disajikan dalam Konferensi Perburuhan Internasional pada tahun 2006 di mana di situ dituliskan: “keberadaan hubungan kerja harus ditentukan oleh realitas dari apa yang telah disepakati dan dilaksanakan oleh para pihak dan tidak sesuai dengan cara di mana satu atau yang lainnya atau kedua situasi yang dijelaskan.”

Atas dasar prinsip tersebut, Pengadilan menentukan apakah pemohon faktanya telah melaksanakan kegiatan yang otonom dalam memberikan layanan jasa atau apakah sebaliknya, dia telah melaksanakan kerja sebagai pekerja.

Setelah mencatat bahwa pemohon melaksanakan kegiatannya hanya semata-mata untuk keuntungan termohon, pengadilan juga mencatat bahwa jam kerja ditetapkan secara sepihak oleh perusahaan jasa keamanan dan perusahaan juga memiliki kekuatan penegakan disiplin atas penjaga, sebagaimana ditunjukkan dalam surat peringatan.

Berdasarkan bukti tersebut, Pengadilan Perburuhan pada tingkat Pertama di Antsirabe menganggap bahwa para pihak secara nyata telah memiliki kontrak hubungan kerja dan bahwa pemutusan kontrak yang dilakukan perusahaan tidak sah karena ketentuan UU perburuhan tentang pemecatan tidak dipatuhi.

92. Pengadilan Perburuhan Antsirabe, Ramiaranjatovo, Jean-Louis vs Fitsaboana Maso, 7 Juni 2004, Keputusan No. 58

Subyek: pemecatan; perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;309 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi310

Pemecatan berdasarkan perubahan agama pekerja yang bekerja pada lembaga agama/ Penilaian oleh pengadilan tentang kuali� kasi yang dibutuhkan untuk pekerjaannya/ Diskriminasi berdasarkan agama/ Penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Seorang pekerja yang dipekerjakan sebagai staf statistik sebuah lembaga milik gereja Luther telah dipecat karena menurut pengusaha dia tidak bisa dipercaya lantaran berbohong mengenai alasan atas salah satu ketidakhadirannya. Pekerja meminta pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi atas pemecatan yang tidak adil tersebut, atas dasar alasan nyata dalam pemecatannya adalah karena dia meninggalkan kepercayaan Luther dan mengganti dengan kepercayaan lain.

Pengadilan memutuskan bahwa alasan pemecatan yang sebenarnya adalah benar karena pemohon berpindah agama. Oleh karenanya pengadilan harus memutuskan apakah pemecatan tersebut sah, memperhatikan aturan internal lembaga tersebut, yang mempromosikan kepercayaan Lutheran, dan keanggotaan dari kepercayaan tersebut menjadi syarat dalam rekrumen.

309 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958.

310 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

Page 153: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

153

Meskipun konstitusi nasional menetapkan prinsip melarang diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan agama, secara umum, Pengadilan memilih untuk mendasarkan pada ketentuan yang lebih tepat dari Konvensi ILO No. 111, di mana secara khusus menandai pembatasan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. Dalam menyelesaikan perselisihan, keputusan pengadilan merujuk pada Pasal 1 (2) Konvensi, yang mengatakan bahwa “Setiap pembedaan, pengecualian, atau keutamaan sehubungan dengan pekerjaan tertentu berdasarkan atas persyaratan nyata yang dibutuhkan dari pekerjaan, tidak boleh dianggap sebagai diskriminasi.”

Dalam menerapkan pasal ini, Pengadilan Perburuhan Antsirabe menganggap bahwa meskipun sifat agama ada pada lembaga yang mempekerjakan, kepercayaan Luther tidak dapat dianggap sebagai persyaratan nyata yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan sebagai petugas statistik. Mendasarkan keputusannya secara langsung pada Konvensi ILO No. 111, Pengadilan Perburuhan menyatakan bahwa pemecatan pekerja tidak sah, dan mengabulkan permohonan ganti rugi yang diajukan pekerja.

93. Mahkamah Agung Madagaskar, Dugain and others c. Compagnie Air Madagaskar, 5 September 2003, Judgment No. 231

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi311, instrumenyang tidak tunduk pada rati� kasi312

Perjanjian bersama mengatur perbedaan usia pensiun antara pekerja laki-laki dan perempuan/ Tindakan yang dibawa karena alasan diskriminasi/ Penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Perjanjian bersama di sebuah perusahaan penerbangan menetapkan usia pensiun bagi awak kabin perempuan pada usia 45 tahun dan 50 tahun untuk awak kabin laki-laki. Pekerja perempuan yang telah pensiun mengajukan proses hukum untuk membatalkan pasal dalam perjanjian bersama tersebut. Pengadilan Banding menolak klaim mereka tanpa menetapkan apakah pasal tersebut bersifat diskriminatif atau tidak. Kedua pekerja membawa kasusnya ke Mahkamah Agung, dengan berargumen bahwa aturan umum undang-undang telah dilanggar.

Untuk menilai apakah ketentuan tersebut bersifat diskriminatif, Mahkamah Agung Madagaskar mendasarkan pemikirannya pada Pembukaan Konstitusi313 dan juga instrumen internasional mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan di mana Madagaskar telah menyatukannya dalam hukum domestik.

311 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979; Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaaan dan Jabatan),1958.

312 Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Dasar di Tempat Kerja, 1998.

313 Berikut ini adalah yang dinyatakan dalam Pembukaan Konstitusi Madagaskar: “(…) Mempertimbangkan situasi geopolitik di wilayah regional dan komitmen untuk berpartisipasi dalam entitas internasional, dan mengadopsi:

- Piagam Internasional tentang Hak asasi Manusia;

- Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat;

- Konvensi-konvensi Hak-hak Perempuan dan Anak, dan mempertimbangkan hal ini menjadi satu kesatuan dari undang-undang, (…)”

Page 154: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

154

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pengadilan pertama-tama merujuk pada Pembukaan Konstitusi Madagaskar yang mengatakan:

“Aturan kesetaraan dan non-diskriminasi adalah aturan umum, aturan ketertiban umum di mana hakim terikat untuk menerapkannya dalam tugas-tugasnya.”

Pengadilan melanjutkan kasusnya dengan merujuk pada instrumen internasional yang terkait dengan diskriminasi yang telah dimasukkan ke dalam hukum domestik, seperti Pembukaan Konstitusi:

“(…) mempertimbangkan bahwa, konvensi-konvensi internasional tentang hak-hak pekerja termasuk tidak hanya Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (…) tetapi juga Konvensi ILO No.111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan; (…) dan, akhirnya Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Dasar di Tempat Kerja, termasuk penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, yang berlaku secara otomatis; mempertimbangkan bahwa, dalam arti, standar-standar internasional ini tidak cuma diskriminasi untuk menetapkan batas usia atau pembatasan berdasarkan jenis kelamin, tetapi penetapan tersebut hanya bisa dijusti� kasi bila pengusaha dapat membuktikan bahwa jenis kelamin pekerja adalah persyaratan pekerjaan yang nyata, khususnya pekerjaan yang menimbulkan risiko-risiko, persyaratan tersebut dijusti� kasi untuk alasan keselamatan, dan terbukti efek usia pada keselamatan dengan mempertimbangkan jenis kelamin memang dibutuhkan; (…)”.

Utamanya mendasarkan pada Konvensi ILO No. 111 dan instrumen internasional lain, Mahkamah Agung Madagaskar menetapkan bahwa klausul dalam perjanjian bersama yang terkait dengan usia pensiun adalah diskriminatif dan Mahkamah membatalkan keputusan dari Pengadilan Banding.

94. Pengadilan Tinggi Konstitusional, 14 Februari 2001, Keputusan No. 01-HCC/D2

Subyek: hak atas ganti rugi hukum yang efektif

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;314 perjanjian internasional yang belum dirati� kasi;315 instrumenyang tidak tunduk pada rati� kasi;316 kasus hukum internasional317

Pembelaan atas ketidakkonstitusionalan/ Hak kepemilikan/ Hak atas ganti rugi hukum yang efektif/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Sebuah perusahaan menuntut perusahaan lain dalam perselisihan sewa menyewa. Pengadilan banding telah menolak permohonan tersebut, atas dasar bahwa kantor pusat pemohon tidak berlokasi di tempat yang dinyatakan dan bahwa pemohon adalah perusahaan � ktif tanpa status hukum dan karenanya tidak bisa mengambil tindakan hukum. Pembelaan atas ketidakkonstitusionalan dimajukan di hadapan Pengadilan Banding dan permohonan dimasukkan ke Pengadilan Tinggi Konstitusional. Perusahaan yang permohonannya ditolak menganggap bahwa keputusan Pengadilan Banding mencegah perusahaan untuk mendapatkan hak dasarnya untuk membawa proses hukum untuk melindungi hak kepemilikannya.

314 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Protokol Tambahan untuk Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat, 1981.

315 Protokol Tambahan Kedua untuk Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, bertujuan untuk menghapuskan hukuman mati, 1989.

316 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia,1948.

317 Pengadilan HAM Eropa

Page 155: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

155

Setelah menemukan jurisdiksinya, Pengadilan Tinggi Konstitusional menganggap bahwa penolakan dari Pengadilan Banding atas hak menggugat bertentangan dengan Pasal 9, 13 (6), 13 (7), dan 34 Konstitusi318 dan Keputusan pengadilan melanggar aturan hukum.

Pengadilan Tinggi Konstitusional Madagaskar mendasarkan pada hukum internasional untuk menambah kekuatan pada keputusannya:

“(…) bahwa keputusan (…) secara efektif melanggar hukum internasional tentang HAM319, dan Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat yang menjadi satu kesatuan dengan sistem hukum domestik di Madagaskar sebagaimana ditetapkan dalam Pembukaan Konstitusi Republik Madagaskar; bahwa menurut Pasal 8 Deklarasi Universal tentang HAM: “Setiap orang memiliki hak atas perbaikan yang efektif oleh pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh Konstitusi atau oleh UU; bahwa, selanjutnya, Pasal Deklarasi menetapkan bahwa “setiap orang berhak atas kesetaraan penuh atas keadilan dan sidang publik oleh peradilan yang mandiri dan imparsial, dalam menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajibanya dan atas setiap tuduhan kriminal yang dituduhkan kepadanya; bahwa, selanjutnya, membaca Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, sidang yang adil dapat ditafsirkan dalam konteks Ayat 1Pasal 14 Perjanjian yang mensyaratkan sejumlah kondisi termasuk kesempatan untuk bersaing dalam syarat kesetaraan dan penghormatan atas proses yang bertentangan; bahwa dengan mencegah perusahaan perseroan terbatas, X [perusahaan pemohon] yang ingin membawa tindakan hukum, atas dasar penghindaran hukum, Pengadilan Banding yang tidak mengabulkan adanya persidangan yang adil; bahwa Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat menjelaskan hak-hak individual yang mendasar, khususnya kesetaraan di hadapan hukum, kesetaraan perlindungan dari UU, hak atas sidang yang adil, dan hak atas kepemilikan; (…)”

Setelah memperkuat alasannya dengan mendasarkan pada Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat, dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Pengadilan Tinggi Konstitusional kemudian menetapkan bahwa Pengadilan Banding telah mengabaikan hak mendasar, yakni upaya gugatan yang diajukan perusahaan itu dan keputusan Pengadilan Banding itu bertentangan dengan “sistem hukum domestik, dan khususnya ketentuan UU Dasar, prinsip-prinsip konstitusional, dan komitmen yang diatur dalam konvensi dan perjanjian internasional.”

Pengadilan Tinggi Konstitusional Madagaskar membatalkan keputusan Pengadilan Banding atas dasar pelanggaran Konstitusi.

318 Pasal 9 Konstitusi Madagaskar: “Pelaksanaan dan perlindungan hak individual dan kebebasan mendasar harus diselenggarakan melalui UU.”

Pasal 13 (6) Konstitusi Madagaskar: “UU harus menjamin setiap orang memiliki akses ke keadilan; kekurangan sumber-sumber tidak boleh menjadi hambatan.”

Pasal 13 (7) Konstitusi Madagaskar: “Negara harus menjamin secara penuh hak atas pembelaan di seluruh jurisdiksi dan setiap tahap prosedur, termasuk penyelidikan awal, peradilan, kepolisian dan pengadilan.”

Pasal 34 Konstitusi Madagaskar: “Negara harus menjamin hak atas milik pribadi. Tidak seorangpun bisa ditarik kepemilikannya kecuali untuk penggunaan untuk kepentingan umum dan dengan kondisi yang adil dan dan harus ada kompensasi.”

319 Hukum Internasional tentang HAM terdiri dari: Dreklarasi Universal tentang HAM, 1948; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Protokol Tambahan untuk Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966;dan Protokol Tambahan Kedua untuk Perjanjian Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik, bertujuan untuk menghapuskan hukuman mati, 1989.

Page 156: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

156

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

95. Pengadilan Tinggi Konstitusional, 7 Mei 1997, Keputusan No. 07-HCC/D3

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi320; perjanjian internasional yang belum dirati� kasi321; instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi322

Undang-undang baru yang mengatur kondisi akses kepada layanan sipil/ Veri� kasi konstitusionalitas/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Pengadilan Tinggi Konstitusional Madagaskar harus memeriksa konstitusionalitas perintah yang menetapkan status umum personil parlemen.323 Aturan-aturan ini memperkenalkan kondisi-kondisi baru atas akses ke layanan sipil: “masa kerja, layanan yang baik, perilaku yang baik, moralitas, produkti� tas, dan keahlian khusus.”

Pengadilan merujuk pada Pasal 27 (2) Konstitusi324, serta Pembukaan Konstitusi325 dalam pertimbangannya. Karena Pembukaan memberikan nilai konstitusional pada hukum internasional tentang HAM, Pengadilan memeriksa ketentuan hukum untuk menetapkan apakah perintah tersebut melanggar prinsip konstitusil dan menetapkan bahwa telah terjadi pelanggaran, tidak hanya terhadap Konstitusi, tetapi juga pada Pasal 21 (2) Deklarasi Universal tentang HAM. Pengadilan menetapkan bahwa kriteria yang ditetapkan dalam perintah tersebut merupakan “kondisi-kondisi baru yang telah ditambahkan secara semena-mena melalui keputusan Presiden Majelis Nasional terhadap sejumlah hal yang diatur secara eksklusif oleh Pasal 27 (2) Konstitusi dan terhadap kondisi-kondisi yang ditetapkan dalam Pasal 21 (2) hukum internasional tentang HAM,326 yang telah diadopsi dalam Pembukaan Konstitusi”; dan bahwa “suatu ketentuan yang membuka peluang terjadinya penyalahgunaan, ketidaksetaraan, dan diskriminasi, padahal Pembukaan Konstitusi dengan tegas menyatakan “tindakan untuk menghapuskan ketidakadilan, ketidaksetaraan dan segala bentuk diskriminasi”.”

Merujuk pada Deklarasi Universal tentang HAM yang menguatkan Pengadilan Tinggi Konstitusional Madagaskar untuk menggarisbawahi pelanggaran yang serius atas prinsip kesetaraan yang dimuat dalam Pembukaan Konstitusi dan dalam Pasal 27 (2) Konstitusi.Pengadilan menetapkan bahwa Pasal tersebut tidak konstitusional.

320 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya,1966; Perjanjian Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik,1966; Protokol Tambahan untuk Perjanjian Internasional tentang hak-hak Sipil dan Politik, 1966.

321 Protokol Tambahan Kedua untuk Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, bertujuan untuk menghapuskan hukuman mati, 1989.

322 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948

323 Perintah No. 16-AN/P tertanggal 6 Mei 1997.

324 Pasal 27 (2) Konstitusi Madagaskar: “Akses ke lembaga publik harus terbuka kepada semua warga negara tanpa syarat selain keamampuan dan perilaku.”

325 Pembukaan Konstitusi Madagaskar: “(…) dan mengadopsi:

- Piagam Internasional tentang HAM;

- Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat;

- Konvensi-konvensi hak-hak perempuan dan anak, dan mempertimbangkan hal ini menjadi satu kesatuan dengan UU, (…)”

326 Harus digarisbawahi bahwa Pasal yang terkait adalah Pasal 21 (2) dari Deklarasi Universal tentang HAM, yang dibaca sebagai berikut: “setiap orang memiliki hak atas kesetaraan akses kepada layanan publik di negaranya.”

Page 157: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

157

Malawi

96. Mahkamah Agung Malawi, Blantyre, Malawi Telecommunications Ltd vs Makande and another, 7 Mei 2007

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi326; kasus hukum komparatif327

Alasan pemecatan/ Persyaratan operasional Restrukturisasi/ Konsultasi/ Penggunaan kasus hukum asing/ Penerapan langsung Konvensi ILO No. 158

Para pemohon adalah mantan pekerja termohon. Mereka diduga dipecat karena alasan restrukturisasi. Para pemohon membanding pemecatan, menduga bahwa termohon masih membutuhkan jasa dari para pemohon. Pengadilan pada tingkat pertama, Pengadilan Hubungan Industrial, menemukan bahwa pemecatan tersebut tidak sah karena termohon tidak mengikuti tata cara yang sah sebelum memecat para pemohon. Pengadilan Hubungan Industrial mendasarkan keputusannya pada Konvensi ILO No. 158, yang mengatur panduan untuk menentukan prosedur yang disyaratkan dalam kasus pemecatan. Termohon tidak puas dengan keputusan tersebut dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Pengadilan banding menolak banding, dan menyetujui keputusan Pengadilan Hubungan Industrial.

Alasan kasasi ke hadapan Mahkamah Agung ada empat, yaitu: keputusan memiliki kesalahan hukum “(a) dengan menyatakan bahwa hal itu adalah logis dan bisa diterima untuk mendapatkan panduan dari hukum asing lain atau konvensi/perjanjian internasional sehingga bisa mengisi setiap kekurangan dalam (…) hukum; (b) dengan menerapkan Konvensi ILO No. 158 (…) untuk tujuan transparansi di negara Malawi yang demokratis tanpa perlu mempertimbangkan apakah Konvensi tersebut berlaku atau tidak di Malawi; (c) dengan sepenuhnya mengadopsi keputusan dalam Kasus Bristol Channel Ship Repairs vs O’Keefe (…) tanpa mempertimbangkan bahwa keputusan dalam kasus itu didasarkan pada ketentuan undang-undang yang tidak berlaku di Malawi; dan (d) setelah menemukan dalam diri pemohon kedua (…) yang mengindikasikan bahwa dia diberitahu melalui Serikat pekerja fakta bahwa pengurangan pekerja akan menargetkan orang-orang yang tidak memiliki kinerja yang baik, namun hakim menolak bahwa ada konsultasi yang dilakukan atau dibuat dengan para pekerja.”328 Termohon meminta keputusan dari pengadilan Tinggi bahwa pemecatan yang tidak sah itu dibatalkan.

Menanggapi poin di atas, Mahkamah Agung menyatakan bahwa Konvensi ILO No. 158 harus dianggap berlaku di Malawi menurut bagian 211 (2) Konstitusi tahun 1994. Mahkamah mengamati bahwa tidak ada UU dari Parlemen yang mengatur sebaliknya.330 Mahkamah menyatakan bahwa keputusan asing berdasarkan ketentuan hukum asing dapat dipertimbangkan dalam menyelesaikan kasus ini, sepanjang hakim sadar bahwa keputusan itu tidak memiliki kekuatan mengikat tetapi secara tegas diamati bahwa keputusan hanya memiliki kekuatan persuasif atau otoritas. Akhirnya Mahkamah menyatakan bahwa konsultasi (sebelum

327 Konvensi ILO No. 158 tetnang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

328 Inggris

329 Halaman 2 Keputusan

330 Pasal 211 Konstitusi Malawi tahun 1994 mengatakan: “1) Setiap perjanjian internasional yang dirati� kasi oleh UU dari Parlemen harus menjadi bagian dari hukum Republik jika diatur dalam UU dari Parlemen yang merati� kasi Perjanjian

(2) Perjanjian Internasional yang ditandatangani sebelum berlakunya Konstitusi dan mengikat Republik harus menjadi bagian dari Hukum Republik, kecuali Parlemen selanjutnya mengatur hal yang sebaliknya atau perjanjian tersebut berakhir sebelum waktunya.

(3) Hukum kebiasaan internasional, kecuali bila tidak konsisten dengan Konstitusi atau UU dari Parlemen, harus terus berlaku.” Harus dicatat bahwa Malawi telah merati� kasi Konvensi ILO No. 158 di tahun 1986.

Page 158: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

158

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

pemecatan berdasarkan persyaratan operasional) harus menjadi “keterlibatan pekerja yang sungguh-sungguh dalam proses restrukturisasi. Hal tersebut tidak hanya semata-mata untuk mencoba memberikan efek atas pemberitahuan sepihak dari pengusaha kepada pekerja, dalam cara yang tidak mencari umpan balik yang sama dari pekerja”.331

Sehubungan dengan penjelasan di atas, Mahkamah Agung menyetujui keputusan Pengadilan Industrial sebagaimana ditegaskan kembali oleh Pengadilan tinggi bahwa termohon tidak mengikuti prosedur yang sah sebelum memecat para pemohon, di mana prosedur yang ditentukan mempertimbangkan persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 13 dan 14 Konvensi ILO No. 158. Sehingga, Mahkamah Agung menolak banding.

97. Pengadilan Hubungan Industrial Malawi, Davison Tchete vs Safeguard Services, 1 April 2002, No. 6 of 2000

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi332

Pemecatan tanpa alasan yang sah/ Tidak dihormatinya hak pekerja untuk membela diri terhadap tuduhan/ penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Pada bulan Juli 1999, Tuan Tchete, seorang pekerja pada perusahaan “Safeguard Services”, mengambil cuti sakit selama tiga hari, memberitahukan perusahaan alasan ketidakhadirannya. Selama tiga hari tersebut, Tuan Tchete mendapati bahwa saudara perempuannya meninggal dunia. Dia memberitahukan perusahaan bahwa dia memperpanjang ketidakhadirannya karena alasan yang baru ini. Ketika dia kembali bekerja, dia ditolak masuk dalam rapat dan beberapa hari kemudian dia menerima surat PHK.

Tuan Tchete membawa kasus itu ke pengadilan untuk mendapatkan uang pesangon, surat rujukan dari tahun 1985 sampai 1989, dan lima hari cuti tahunan yang masih dimilikinya. Meskipun permohonannya tidak meminta penetapan tentang keabsahan pemecatannya, Pengadilan melihat tetap melihat hal itu karena kompetensi pengadilan dalam menangani isu keadilan. Pada saat itu terjadi, UU Ketenagakerjaan (2000), yang mengatur syarat dan prosedur pemecatan belum berlaku. Oleh karenanya, untuk menentukan keabsahan pemecatan, Pengadilan merujuk pada Pasal 31 Konstitusi Republik Malawi, yang menetapkan bahwa ”setiap orang memiliki hak atas praktik perburuhan yang adil dan aman, serta untuk penghasilan yang adil”. Untuk menafsirkan ketentuan mengenai praktik perburuhan yang adil, dan untuk memutuskan apakah termasuk pemutusan hubungan kerja, Pengadilan melihat kepada Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja yang telah dirati� kasi oleh Malawi.

Pertama, Pengadilan melihat alasan pemecatan Tuan Tchete. Dalam melakukan hal tersebut, pengadilan menafsirkan ketentuan “praktik perburuhan yang adil” dengan merujuk pada Pasal 4 Konvensi No. 158, yang menyatakan bahwa “hubungan kerja pekerja tidak boleh diputuskan kecuali ada alasan yang sah atas pemutusan tersebut yang terkait dengan kapasitas atau perilaku pekerja atau berdasarkan persyaratan

331 Pasal 10 Keputusan.

332 Konvensi ILO no.158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982

Page 159: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

159

operasional perusahaan atau layanan.” Atas dasar ini, Pengadilan menganggap bahwa ketidakhadiran di tempat karena sakit atau kematian saudara perempuan bukanlah alasan yang sah untuk pemecatan. Oleh karenanya PHK tersebut dinyatakan tidak sah.

Kedua, Pengadilan melihat prosedur PHK yang diikuti oleh perusahaan. Pengadilan melihat bahwa pemohon tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan sebelum dia dipecat. Untuk menentukan apakah prosedur pemecatan tersebut sah, Pengadilan merujuk pada Pasal 7 Konvensi No. 158, yang menyatakan bahwa “hubungan kerja pekerja tidak boleh diputuskan karena alasan yang terkait dengan perilaku atau kinerja pekerja sebelum dia diberikan kesempatan untuk membela diri terhadap tuduhan yang dibuat, kecuali pengusaha tidak dapat secara logis diharapkan untuk memberikan kesempatan ini.” Atas dasar ini, Pengadilan menganggap bahwa ketiadaan kesempatan untuk didengar adalah bertentangan dengan hak atas praktik perburuhan yang adil.

Dalam menafsirkan Pasal 31 Konstitusi nasional dengan rujukan pada Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, Pengadilan Hubungan Industrial Malawi menganggap bahwa pemecatan pekerja, yang diputuskan tanpa kesempatan untuk didengar, dan hanya didorong oleh ketidakhadiran pekerja yang sah, melanggar haknya atas praktik perburuhan yang adil, dan memberikan kepadanya hak atas kerugian.

Page 160: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

160

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Mexico

98. Mahkamah Agung Kamar Kedua, Democratic Federation of Unions of Public Servants, 4 Maret 2005, Amparo en revisión 1878/2004

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi333; instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi334

Amparo/ Serikat pekerja/ Kebebasan berserikat/ Konstitusi Nasional/ Prinsip kesetaraan

Federasi Demokratik Serikat Pegawai Negeri memulai persidangan perlindungan Hukum dengan mengklaim ketidakkonstitusionalan Hukum Federal mengenai Pekerja Sektor Publik, di mana hukum ini hanya mengakui satu serikat pekerja (Federasi Serikat Pekerja Pelayanan Negara) sebagai satu-satunya serikat pekerja di mana serikat-serikat pekerja bisa bera� liasi, dan meminta perlindungan hukum terhadap tindakan administratif yang menolak pendafataran mereka sebagai entitas serikat pekerja tingkat sekunder.

Pemohon mendasarkan perlindungan atas hak kebebasan berserikatnya sesuai dengan Pasal 9, 14, 16, dan 123, seksi B, Bagian X Konstitusi Politik dari Negara Serikat Mexico, Pasal 1 dan 2 Deklarasi Universal PBB tentang HAM, dan Konvensi ILO No. 87, mengutip dukungan atas klaim mereka dari keputusan Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat dan komentar dari Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi.

Pengadilan pada tingkat pertama mengabulkan klaim dari pemohon, memerintahkan Pengadilan Federal Konsiliasi dan Arbitrasi menyatakan bahwa tindakan penolakan pendaftaran adalah tidak sah, dan memutuskan atas penerapan untuk pendaftaran Federasi Demokratik Serikat Pegawai Negeri. Federasi Serikat Pekerja Pelayanan Negara membanding keputusan ini.

Pengadilan perburuhan menegaskan bagian keputusan tentang kompetensi dan memerintahkan dokumen kasus ini dikirim ke Mahkamah Agung Nasional.

Mahkamah Agung menegaskan keputusan banding, yang menggunakan Konvensi ILO No. 87 dan yurisprudensi dari Badan-badan Pengawas ILO untuk memperkuat alasan hukumnya, dan menetapkan bahwa Hukum Federal tentang Pekerja Sektor Publik tidak konstitusional, di mana hak kebebasan berserikat juga diatur untuk serikat pekerja dengan aspek positif dan negatif yang sama yang diakui untuk pekerja individual, yaitu bahwa serikat pekerja dapat: 1) bergabung dengan federasi atau membentuk yang baru; 2) tidak bergabung dengan federasi tertentu atau tidak begabung sama sekali; dan 3) bebas untuk memisahkan diri atau menjadi bagian federasi. Oleh karenanya, pembuat UU tidak berwenang untuk melarang keberadaan dari organisasi yang disahkan oleh pembuat UU335.

333 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948.

334 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, 1948.

335 Keputusan Mahkamah Agung sejalan dengan pandangan dari pengamatan Komite Ahli atas Penerapan Konvensi ILOn No. 87 di Mexico.

Page 161: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

161

Maroko

Konstitusi Kerajaan Maroko

Pembukaan

(…) Mengingat kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya dalam kerangka organisasi internasional di mana Maroko adalah anggota yang aktif dan dinamik, Kerajaan Maroko menjunjung prinsip-prinsip, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berasal dari perjanjian organisasi-organisasi tersebut dan menegaskan pengakuannya atas hak-hak asasi manusia yang diakui secara universal. (…)

Pasal 31, Ayat 3

Perjanjian internasional yang mungkin mempertanyakan ketentuan dalam Konstitusi, disetujui sesuai dengan tata cara yang disediakan untuk membuat perubahan terhadap Konstitusi.

UU Perburuhan Kerajaan Maroko

Pembukaan

UU Perburuhan ini mematuhi prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan dalam Konstitusi dan dengan standar-standar internasional seperti yang termuat dalam konvensi-konvensi PBB dan agen khususnya dalam bidang perbuurhan. (…)

Menetapkan hak-hak yang dilaksanakan dalam dan di luar kegiatan usaha yang dijamin dalam UU ini termasuk hak-hak yang termuat dalam konvensi perburuhan internasional yang telah dirati� kasi dan hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi inti ILO, termasuk yang berikut ini: (a) kebebasan berserikat dan perlindungan hak berserikat dan perundingan bersama, (b) larangan atas segala bentuk pekerja paksa, (c) penghapusan yang efektif atas pekerja anak, (d) larangan diskriminasi sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan dan (e) kesetaraan pengupahan.(…)

Ketika teks hukum bertentangan satu sama lain, prioritas harus diberikan kepada yang lebih menguntungkan bagi pekerja. Dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan individual atau kolektif, urutan prioritas harus diberikan kepada: ketentuan yang terkait dengan UU ini dan konvensi dan piagam internasional yang telah dirati� kasi, perjanjian bersama, kontrak kerja, keputusan arbitrase dan kasus Hukum; (…)

Page 162: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

162

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

99. Pengadilan Tingkat Pertama Sidi Slimane, Mounir Ouharro C. vs Ismaïl Alaoui, 25 Mei 2005, No. 58/2005

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi336

PHK pekerja tanpa alasan pembenar yang sah; bukti dari pengusaha atas kelalaian pekerjaan/ Mengabaikan tata cara PHK, yaitu sidang yang diselenggarakan bagi pekerja untuk didengar keterangannya, yang melanggar Hukum/ Penerapan langsung UU Perburuhan/ Penegakan ketentuan UU Perburuhan mengenai PHK dengan menerapkan Konvensi ILO No. 158

Fakta-fakta terkait PHK terhadap seorang pekerja setelah tiga tahun bekerja di perusahaan jasa telepon. Pekerja mengklaim PHK yang tidak sah karena ketiadaan alasan yang sah dan tidak dipatuhinya ketentuan UU Perburuhan mengenai PHK. Sebagai tambahan dari kerugian, pekerja meminta pembayaran atas perbedaan gaji yang dibayarkan kepadanya dengan yang seharusnya dia terima pada tingkat upah minimum, ditambah kompensasi PHK, tunjangan senioritas, berbagai macam pembayaran lain sebagai kompensasi atas hari libur dan ketidakhadiran yang dibayar karena dia ditolak dan kehilangan pekerjaan. Pengadilan menunjuk pada sifat tidak sah dari PHK dan menerima sebagian besar argumen dari pemohon berdasarkan ketentuan dalam UU Perburuhan, di mana pengadilan menggunakan rujukan pada konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

Termohon menganggap bahwa pemohon adalah pekerja mandiri sementara waktu, yang mendapatkan uang dari téléboutique dan secara sukarela meninggalkan pekerjaannya, namun setelah iitu ia menuntutnya ke pengadilan. Pemohon mempertanyakan istilah “pemutusan kontrak kerja yang tidak sah”. Termohon lalu meminta pengadilan untuk menunda keputusan menunggu hasil dari kasus pidana yang dituduhkan kepada pekerja, sebagai yang utama dalam kasus ini, dan meminta pengadilan untuk menolak permohonan pekerja karena kurangnya dasar hukum dan pertimbangan yang serius, sebagai masalah pelengkap.

Setelah memeriksa fakta-fakta dengan hati-hati, Pengadilan menetapkan bahwa ada hubungan kerja antara para pihak dan bahwa perpisahan tersebut telah terjadi. Mengenai dugaan pengabaian pekerja, Pegadilan mengingatkan bahwa menurut UU Perburuhan, pengusaha menanggung beban pembuktian. Pengadilan merasa bahwa satu-satunya fakta yang menjadikan PHK itu tidak sah adalah tidak diterapkannya prosedur hukum dalam PHK, yakni secara spesi� k memberitahukan soal PHK tersebut secara tertulis yang disebabkan oleh kesalahan berat, dalam waktu 48 jam sejak keputusan, dan sebelum sidang dengar pendapat dengan pekerja. Dalam hal ini, Pengadilan merujuk pada ketentuan-ketentuan dalam UU Perburuhan dan Kovensi ILO No. 158 sebagai berikut:

“Dugaan atas pengabaian secara sukarela atas pekerjaan harus ditetapkan oleh pengusaha sesuai dengan Pasal 63, Ayat 2; hal itu tidak dilakukan oleh termohon. Setiap kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja, menurut termohon, seharusnya diberikan sanksi disiplin berupa PHK sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 61 UU Perburuhan, di mana selanjutnya pengusaha seharusnya pekerja kemungkinan untuk membela dirinya pada sidang dengar pendapat sesuai dengan Pasal 62. Sama halnya dengan Pasal 63 yang mengatur bahwa pemberitahuan tertulis PHK seharusnya diberikan kepada pekerja dalam waktu 48 jam sejak saat keputusan tersebut

336 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja,1982.

Page 163: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

163

diambil. Termohon tidak melakukan hal tersebut. Akibatnya, PHK ini kurang memiliki dasar hukum, bahkan jika pun pekerja telah melakukan dugaan pecurian, karena prosedur yang disebutkan di atas untuk PHK tidak diikuti.

Juga harus dicatat dalam hal ini bahwa ketentuan UU Perburuhan di atas didukung oleh Konvensi ILO No. 158 mengenai pemutusan hubungan kerja, yang dirati� kasi oleh Maroko pada tanggal 7 Oktober 1993, di mana dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa “hubungan kerja pekerja tidak boleh diputuskan kecuali ada alasan yang sah atas pemecatan tersebut yang terkait dengan kapasitas atau perilaku pekerja atau berdasarkan persyaratan operasional dari perusahaan, atau layanan”, dan dalam Pasal 7 disebutkan bahwa “hubungan kerja pekerja tidak boleh diputuskan karena alasan perilaku atau kinerja pekerja sebelum dia diberikan kesempatan untuk membela dirinya terhadap dugaan yang dibuat, kecuali pengusaha secara pantas tidak dapat diharapkan untuk memberikan kesempatan ini” (…)”

Atas dasar UU perburuhan, didukung dengan Konvesi ILO No. 158, Pengadilan Sidi Slimane kemudian memutuskan bahwa, mempertimbangkan tidak adanya kesempatan untuk membela dirinya dan pemberitahuan PHK secara tertulis, pemecatan pekerja dinyatakan tidak sah.

Page 164: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

164

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Mauritius

100. Mahkamah Agung Mauritius, Kamar Konstitusial, Pointu vs The Ministry of Education and Science, 27 Oktober 1995, No. S.C.J. 350

Subyek: prinsip umum kesetaraan

Perana hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian interasional yang telah dirati� kasi;337 kasus hukum internasional;338 kasus hukum asing339

Peraturan baru yang mengatur ujian kompetisi/ Tindakan atas pelanggaran prinsip kesetaraan/ Penggunaan kasus hukum asing dan internasional sebagai panduan dalam menafsirkan ketentuan dalam Konstitusi

Para murid di Mauritius mengambil bagian dalam ujian kompetisi tahunan untuk masuk sekolah terbaik kedua di negara itu. Jenis tes yag ditetapkan dalam ujian dan metode untuk menghitung nilai baru saja diubah. Penduduk Mauritius mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung, mengklaim bahwa aturan baru bertentangan dengan prinsip kesetaraan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 3 dan 16 Konstitusi340 karena mereka memperkenalkan koe� sien yang berbeda-beda tergatung pada mata pelajaran yang diambil para murid dalam ujian.

Setelah menganalisa pasal-pasal terkait dalam Konstitusi, Mahkamah Agung Mauritius kemudian menguji kemungkinan menafsirkan hak-hak dasar yang ditetapkan dalam Konstitusi berkaitan dengan sumber-sumber asing dan internasional. Mahkamah mempelajari preseden yudisial dan mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:

“Menurut pendapat kami, pendekatan terbaik adalah bahwa Konstitusi, dan khususnya bagian yang membentuk hak-hak dasar, harus ditafsirkan secara historis, sumber-sumbernya, dan apabila mungkin, keputusan atau ketentuan sejenis baik oleh pengadilan nasional atau oleh lembaga internasional.”

Melalui kasus ini, Pengadilan “mempertimbangkan, inter alia, standar hak asasi manusia di tingkat internasional dari pandangan Komite Hak Asasi Manusia dalam Kasus Zwaan de Vries versus the Belanda,341 di mana Komite menganggap bahwa Pasal 26 [dari Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik] mewajibkan perilaku yang baik negara dalam melaksanakan fungsi legislatif, kepemerintahan, dan yuridis.”

337 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966.

338 Komite PBB tentang Hak Asasi Manusia.

339 India dan Amerika

340 Pasal 3 Konstitusi Mauritius: “oleh karenanya diakui dan dinyatakan bahwa di Mauritius tidak boleh ada diskriminasi oleh alasan ras, tempat asal, pendapat politik, warna kulit, jenis kelamin, tetapi tunduk pada penghormatan atas hak-hak dann kebebasan orang lain untuk kepentingan umum, setiap dan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar (…).”

Pasal 16 Konstitusi Mauritius: “1. Tunduk pada sub ayat (4),(5) da (7), tidak boleh ada UU yang membuat ketentuan yang diskriminatif baik dalam UU itu sendiri ataupun efek dari UU.

2. Tunduk pada sub ayat (6), (7), dan (8) tidak seorangpun boleh diperlakukann secara diskriminatif oleh setiap orang yang bertindak dalam ragka fungsi publik yag diberikan oleh UU atas lainnya dalam melakukan fungsi layanan publik atau otoritas publik.”

341 Komite HAM PBB, Komunikasi No. 182/1984: Zwaan de Vries v. the Belanda, 9 April 1987, CCPR/C/29/D/182/1984.

Page 165: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

165

Mahkamah Agung kemudian memeriksa kasus hukum Amerika Serikat dan India, mengadopsi pendekatan kategori dari yang belakangan.342 Atas dasar ini, Mahkamah menilai bahwa aturan baru memperkenalkan perbedaan perlakuan antara para murid meskipun para murid tersebut sebenarnya berada dalam kategori yang sama, itu bertentangan dengan “prinsip kesetaraan di depan hukum dan kesetaraan perlindungan hukum343 yang diatur dalam Konstitusi kita.”

Merujuk pada kasus hukum internasional dan asing menjadikan Mahkamah Agung Mauritius mampu menetapkan bahwa aturan ujian kompetisi adalah diskrimiatif karena memberikan perbedaan perlakuan terhadap orang-orang yang memiliki kategori yang sama. Oleh karenanya aturan baru dinyatakan tidak konstitusional.

342 Pendekatan kategori dide� nisikan oleh Mahkamah Agung India dalam putusannya tentang Kasus of R. K. Garg v.Union of India (1981): “Orang-orang yang berada dalam situasi yang sama harus diperlakukan secara setara, dan orang-orang yang berbeda tidak boleh diperlakukan secara setara.

Kedua kondisi berikut ini harus dipenuhi untuk menguji kategori yang sah secara sukses: (i) Kategorisasi harus berdasarkan perbedaan yang teruji yang membedakan orang atau beda yang dikelompokkan bersama dari mereka yang tidak dalam kelompok dan (ii) perbedaan ini harus secara logis dihubungkan dengan obyek hukum yang bersangkutan. Di mana kategorisasi berdasarkan beberapa criteria, faktor yang penting adalah harus ada hubungan antara kategorisasi dengan obyek hukum.”

343 Pasal 26 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik: “Semua orang setara di hadapan hukum dan berhak mendapatkan kesetaraan perlindungan hukum tanpa diskriminasi. Dalam hal ini, hukum harus melarang setiap diskriminasi dan menjamin semua orang mendapatkan perlindungan yang setara dan efektif terhadap diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau lainnya, asal kebangsaan dan sosial, properti, kelahiran atau status lainnya.”

Page 166: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

166

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Niger

Konstitusi Niger

Pembukaan

(…) Kami, Rakyat Niger yang berdaulat: memproklamasikan kepatuhan kami kepada prinsip demokrasi pluralisme dan terhadap Deklarasi hak Asasi Manusia tahun 1948, Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat tahun 1948, sebagaimana dijamin olehKonstitusi saat ini; (…)

Pasal 132

Perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah dirati� kasi secara sah, setelah diundangkan, akan memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada undang-undang, dengan ketentuan bahwa setiap perjanjian dan kesepakatan internasional diterapkan oleh pihak lain.

101. Mahkamah Konstitusi Niger, 16 Januari 2002, Keputusan No. 2002-004/CC

Subyek: hak atas ganti rugi hukum yang efektif

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi344

Pengujian oleh Mahkamah Konstitusi atas undang-undang baru Mahkamah Agung/ Hak atas ganti rugi hukum yang efektif/ Penerapan langsung instrumen internasional dengan nilai konstitusional

Mahkamah Konstitusi Niger harus memutuskan konstitusialitas undang-undang yang mengubah komposisi, tugas, dan fungsi Mahkamah Agung. Salah satu pasal dalam UU mengatur bahwa dalam hal tindakan terhadap nominasi ajudikasi harus dilakukan dalam waktu 60 hari. Dalam kondisi ketiadaan ajudikasi, maka banding dianggap ditolak ipso jure dan penolakan bersifat � nal.

Mahkamah menguji kesesuaian ketentuan ini dengan Deklarasi Universal HAM (yang dimasukkan dalam apa yang disebut blok Konstitusialitas)345, dan menganggap bahwa pasal yang dibanding ini melanggar: “ketentuan dalam Pasal 8 Deklarasi Universal tentang HAM (1948), yang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang memiliki hak atas ganti rugi yang efektif oleh pengadilan nasional yang kompeten atas tindakan yang melanggar hak-hak mendasar yang diberikan oleh Konstitusiatau oleh UU.””

Atas dasar Deklarasi Universal tentang HAM, Mahkamah Konstitusi Niger menetapkan bahwa ketentuan UU yang menetapkan bahwa banding terhadap nominasi ajudikasi dianggap ditolak dalam ketiadaan ajudikasi dalam waktu 60 hari adalah tidak konstitutional.

344 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

345 Pembukaan Konstitusi Niger: (…) Kami, Rakyat Niger yang berdaulat: memproklamasikan kepatuhan kami kepada prinsip demokrasi pluralisme dan terhadap Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948, Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat tahun 198, sebagaimana dijamin oleh Konstitusi saat ini; (…)

Page 167: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

167

Nigeria

Konstitusi Republik Federal Nigeria

Pasal 12, Ayat 1

Perjanjian internasional antara Federasi dengan negara lain tidak memiliki kekuatan hukum, kecuali perjanjian internasional tersebut telah diundangkan menjadi undang-undang oleh Majelis Nasional.

102. Mahkamah Agung Nigeria, Abacha vs Fawehinmi, 28 April 2000, No. SC45/1997

Subyek: kondisi penahanan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;346 kasus hukum asing347

Penahanan sewenang-wenang/ Tindakan ke hadapan Mahkamah Agung/ Penentuan nilai dari Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat dalam hukum domestik/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Seorang aktivis HAM telah ditahan di penjara selama seminggu tanpa ada surat penahanan dan tanpa ada sebab. Selama periode tersebut dia diisolasi secara total sebelum dimasukkan ke penjara. Dia mengajukan proses ini ke Pengadilan Tinggi Federal Lagos untuk menuntut penghormatan atas hak dasar, dengan argumen inter alia, bahwa penahanannya bertentangan dengan Pasal 4, 5, 6, dan 12348 dari Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat (di mana Nigeria telah merati� kasinya).

346 Konvesi Vienna tentang Hukum Perjanjian Internasional, 1969; Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat, 1981.

347 Prancis dan Inggris

348 Pasal 4 Piagam Afrika tentang Hak-hak Mannusia dan Masyarakat: “Hak Asasi Manusia tidak bisa diganggu gugat. Setiap manusia berhak atas penghormatan terhadap kehidupan dan integritasnya sebagai pribadi. Tidak seorangpun dengan sewenang-wenang bisa mencabut hak ini.”

Pasal 5 Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat: “Setiap individu memiliki hak atas penghormatan keseluruhan martabatnya sebagai manusia dan pengakuan atas status hukumnya. Segala bentuk eksploitasi dan penghinaan manusia, khususnya perbudakan, perdagangan budak, penyiksaan, kekejaman, hukuman dan perlakuan yang tidak manusiawi dan menurunkan martabat harus dilarang.”

Pasal 6 Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat: “Setiap individu harus memiliki hak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorangpun dapat dicabut kebebasannya kecuali dengan alasan dan kodisi yang ditetapkan oleh UU. Khususnya, tidak seorangpun bisa secara sewenang-wenang ditangkap dan ditahan.”

Pasal 12 Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat:

“1.Setiap individu memiliki hak atas kebebasan bergerak dan tempat tinggal dalam batas-batas negara dengan syarat dia tunduk pada UU.

2. Setiap individu memiliki hak untuk meninggalkan negara termasuk negaranya sendiri, dan kembali ke negaranya. Hak ini hanya bisa tunduk pada pembatasan yang diatur dalam undang-undang untuk perlindungan keamanan nasioal, ketertiban dan hukum, kesehatan publik dan moralitas.

3. Setiap individu memiliki hak, ketika teraniaya, untuk mecari dan mendapatkan suaka di negara lain sesuai dengan hukum negara dan kovensi internasional.

4. Seorang non-warga Negara yang secara hukum diakui dalam wilayah pihak negara dalam Piagam ini hanya dapat diusir dari negara tersebut melalui keputusan yang diambil berdasarkan UU.

5. Pengusiran masal non-warga Negara harus dilarang. Pengusiran masal haruslah ditujukan pada kelompok nasional, rasial, etnis, atau agama.”

Page 168: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

168

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Masalah utama yang dihadapi oleh Mahkamah Agung Nigeria adalah nilai-nilai Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat dalam sistem hukum domestik. Pada titik ini Mahkamah menemukan bahwa penerapannya diperbolehkan.

Mahkamah Agung Nigeria pertama-tama mende� nisikan istilah “perjanjian internasional” sesuai dengan Konvensi Vienna tentang Hukum Perjanjian Internasional tahun 1969. Setelah merujuk pada kasus hukum di Inggris tentang Perjanjian Internasional yang menetapkan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dengan rujukan pada Inggris, salah satu hakim Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

“Sangat jelas dalam kebanyakan kasus hukum yag dirujuk di atas bahwa perjanjian internasional saat ini bisa menciptakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban tidak hanya antara negara anggota sendiri, tapi juga antara warga negara dan negara anggota dan antara warga negara biasa.”

Mahkamah kemudian menemukan bahwa:

“Semangat Konvensi atau perjanjian internasional menuntut bahwa penafsiran dan penerapan ketentuannya harus memenuhi konsep hukum internasional dan beradab. Hal ini berarti konsep-konsep yang secara luas diterima dan pada saat yang sama, memiliki kepastian yang jelas dalam penerapannya. Sehingga, Mahkamah tidak akan menafsirkan UU dan membawa kon� ik ini pada hukum internasional.”

Mahkamah melanjutkan kasusnya dengan mendasarkan penafsirannya pada kasus hukum Inggris. Dia mengakui bahwa, sejak Nigeria memadukan perjanjian internasional ke dalam sistem hukum domestik melalui UU, perjanjian internasional “menjadi mengikat dan pengadilan kita harus memberikan efek kepadanya seperti hukum lain yang berada dalam kekuatan yudisial pengadilan.”

Sedangkan untuk tingkat Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat dalam hierarki hukum di Nigeria, Mahkamah Agung menemukan bahwa karena Piagam tersebut telah diintegrasikan ke dalam UU melalui sistem hukum domestik, maka itu adalah UU dengan rasa internasional. Oleh karenanya, jika ada kon� ik antara Piagam dengan UU lain, ketentuan Piagam akan berlaku karena diasumsikan bahwa pembuat UU tidak berniat untuk melanggar kewajiban internasionalnya. Sehingga, Piagam memiliki kekuatan yang lebih besar daripada UU domestik lainnya.”

Mahkamah lalu menemukan bahwa, karena Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat adalah instrumen untuk melindungi hak asasi manusia, ketentuan ini dapat dirujuk oleh pengadilan Nigeria. Menegaskan bahwa Mahkamah bergantung secara langsung pada pasal-pasal dalam Piagam yang mengatur bahwa orang-orang yang haknya telah dilanggar berhak atas ganti rugi hukum untuk membuat hak mereka diakui349

Sangat menarik untuk dicatat sebagai kesimpulan bahwa Mahkamah Agung Nigeria menganggap bahwa fakta tidak adanya aturan ganti rugi yang spesi� k dalam legislasi tidaklah mencegah warga negara untuk mendapatkan keuntungan dari adanya hak-hak yang ditetapkan dalam Piagam. Kemungkinan ini bahkan dapat diterapkan menurut prosedur yang disediakan untuk menegakkan hak-hak dasar yang dimuat dalam Konstitusi

Setelah menafsirkan hukum nasional sesuai dengan hukum internasional dan asing, Mahkamah Agung Nigeria menganggap bahwa perjanjian internasional yang telah dirati� kasi dan diintegrasukan ke dalam perundang-undangan domestik memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada hukum nasional lain. Atas dasar ini, setelah mengabulkan banding dari aktivis hak asasi manusia, Mahkamah menetapkan bahwa ketentuan Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat secara langsung diterapkan.

349 Pasal 7 (1) (a) Piagam Afrika tentang Hak-hak Manusia dan Masyarakat: “Setiap individu harus memiliki hak untuk membuatnya didengar. Hal ini terdiri dari:

(a) hak untuk banding ke badan nasional yang kompeten atas tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak dasarnya sebagaimana diakui dan dijamin dalam Konvensi, UU, peraturan, dan kebiasaan yag berlaku;”

Page 169: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

169

Norwegia

Konstitusi Kerajaan Norwegia

Pasal 110, Ayat c

Adalah menjadi tanggung jawab Otoritas Negara untuk meghormati dan menjamin hak asasi manusia. Ketentuan khusus mengenai pelaksanaan perjanjian internasional harus ditetapkan oleh hukum.

103. Mahkamah Agung Norwegia, Diasos vs the Diakonhjemmet Senior Administrative Offi cer, 27 November 1986

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yag telah dirati� kasi350

Diskriminasi berdasarkan agama di sekolah Kristen swasta/ Persyaratan nyata dari jabatan/ Penafsiran legislasi nasional terkait dengan konvensi internasional yang telah diintegrasikan ke dalam sistem hukum domestik

Sekolah menengah Kristen mengadopsi peraturan yang menetapkan bahwa orang-orang yang dipekerjakan di sekolah dapat ditanya tentang kepercayaan agamanya. Ketentuan ini telah menyebabkan pengunduran diri dari petugas administrasi senior sekolah. Kasus tersebut dibawa ke pengadilan negeri dan diminta agar peraturan tersebut dibatalkan. Pengadilan menilai bahwa sekolah boleh mempertanyakan keyakinan mereka untuk pekerja peneliti dan guru sekolah, tapi tidak dalam kasus petugas administrasi senior. Dalam proses banding, Pengadilan menemukan bahwa aturan ini illegal sehubungan dengan semua jabatan yang terkait. Sekolah melembagakan proses hukum di hadapan Mahkamah Agung Norwegia, tetapi hanya untuk kasus bagi guru-guru.

Mahkamah Agung pertama-tama mengklari� kasi makna bagian dalam hukum di Norwegia yang terkait dengan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, menafsirkan bagian itu sesuai dengan hukum internasional:

“Sebelum UU Perlindungan pekerja dan Lingkungan Kerja diterbitkan,351 Norwegia telah merati� kasi Konvesi ILO No. 111, dan harus diasumsikan bahwa Bagian §55A dalam UU352 tidak bertentangan dengan kewajiban yang berkaitan dengan masa depan legislasi yang kemungkinan akan disahkan oleh Norwegia melalui rati� kasi. Saya juga merujuk pada apa yang telah dikatakan dalam kerja persiapan (…) dari UU. Oleh karenanya, saya menganggap bahwa tidak bisa tidak, bahwa penafsiran § 55A sangat penting dan harus dilampirkan kepada Konvensi.

Menurut § 55A, ketentuan yang melarang perolehan informasi tidak berlaku jika informasi tersebut dijusti� kasi oleh sifat dari pekerjaan. Pertanyaan hukum yang penting dalam kasus ini adalah

350 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958.

351 UU tahun 1977 tentang Perlindungan Pekerja dan Lingkungan Kerja.

352 UU tentang Perlindungan Pekerja dan Lingkungan Kerja tahun 1977 Bagian 55: “Seorang pengusaha tidak boleh, ketika mengumumkan lowongan kerja atau dengan cara lain, meminta pelamar memberikan infromasi mengenai pandangan politik, agama, dan budaya mereka, atau mengenai apakah mereka anggota dari serikat pekerja. Pengusaha juga tidak boleh mengambil langkah untuk memperoleh informasi tersebut dengan cara-cara lain. Ketentuan ini tidak berlaku jika informasi tersebut dijusti� kasi karena sifat pekerjaannya.”

Page 170: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

170

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

apakah klausul pengecualian ini dapat dimengerti dalam situasi di mana informasi yang dicari harus secara mutlak terkait dengan kuali� kasi untuk posisi individual, atau jika mecukupi bahwa kualitas yang dipertanyakan diperlukan dalam kategori posisi yang terkait.”

Mahkamah Agung kemudian memproses untuk menafsirkan Bagian 55 dari Hukum Norwegia, dan menganggap bahwa:

“Tujuan umum dari posisi ini dapat dipertimbangkan sebagai faktor dalam penilaian posisi individual.” Penafsiran ini memungkinkan adanya evaluasi posisi, tidak hanya sehubungan dengan persyaratan nyata untuk posisi yg khusus tersebut, tetapi juga sehubungan dengan sifat dari posisi tersebut secara umum.

Mahkamah Agung kemudian menguji apakah penafsirannya sesuai dengan Kovensi ILO No. 111:

“Pena� sran § 55A yang saya jadikan dasar di sini kelihatannya sesuai dengan apa yang mungkin dikatakan sebagai konsekuensi alamiah dari ketentuan pengecualian dalam Konvensi ILO No. 111, pasal 1, ayat 2. Dalam teks Inggris ketentuan ini dibaca: “Setiap pembedaan, pengecualian, atau keutamaan berkaitan dengan pekerjaan tertentu berdasarkan persyaratan nyata darinya, tidak boleh dianggap sebagai diskriminasi.”

Pernyataan “persyaratan nyata” harus dipahami merujuk pada kuali� kasi yang yang jelas atau secara alamiah melekat pada posisi tersebut. Oleh karenanya saya tidak dapat menafsirkan ketentuan ini dengan cara yang mengakui pengecualian secara ekslusif, di mana kualitas diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan yang melekat pada posisi individual tersebut.Saya mencatat bahwa kerja persiapan atas Konvensi, yang telah dikutip oleh pengacara pemohon, memberikan sedikit panduan tentang pernyataan “persyaratan nyata”. Dalam teks Prancis yang sama kekuatan hukumnya dalam teks Inggris dibaca: “Les distinctions, exclusions ou préférences fondées sur les quali� cation exigées pour un emploi déterminé ne sont pas considérées comme des discriminations.”

Disini, kata-kata “les quali� cations exigées” digunakan. Dalam draft sebelumnya prasayarat yang ada dalam pernyataan memperkuat kata “nécessairement”, yang kemudian dihapuskan dalam penyusunan � nal. Saya berpendapat bahwa perubahan ini mendukung pena� siran saya atas ketentuan Konvensi.”

Mahkamah Agung Norwegia kemudian menggunakan hukum internasional sebagai panduan untuk menafsirkan legislasi nasional dan menetapkan bahwa tujuan umum posisi suatu pekerjaan dapat dijadikan pertimbangan sebagai faktor untuk menilai persyaratan nyata untuk posisi tersebut. Mahkamah menekankan bahwa penting untuk mempertimbangkan Konvensi ILO No. 111 dalam penafsiran legislasi nasional tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.353

353 Sangat menarik untuk mencatat bahwa Serikat Pekerja Norwegia memasukkan keluhan (menurut Pasal 24 Konstitusi ILO) mengenai Bagian 55 (A). Pernyataan berikut ini tercantum dalam laporan komite yang bertugas memeriksa klaim yang diajukan oleh federasi serikat pekerja Norwegia: “Sehubungan dengan hukum di Norwegia tahun 1977 tentang Perlindungan Pekerja dan Lingkungan Kerja, di mana diatur dalam Bagian 55A bahwa seorang pengusaha memiliki kasus yang meminta kandidat pekerja yang akan mengisi suatu lowongan pekerjaan, memberikan informasi tentang pandangan politik, agama atau budaya. Jika hal ini diperlukan sehubungan dengan sifat dari pekerjaan atau ketika tujuan dari kegiatan pengusaha tersebut adalah untuk mempromosikan pandangan politik, agama, atau budaya dan posisi tersebut penting untuk mencapai tujuan, Komite menganggap bahwa untuk memenuhi Pasal 1, Ayat 2 Konvensi No. 111, perhatian harus diberikan kepada tugas-tugas aktual dari pekerjaan tersebut dan jika diperlukan, terhadap tanggung jawab langsung dari tugas-tugas tersebut bagi pencapaian tujuan lembaga. Secara alamiah, fakta bahwa suatu organisasi memiliki ideologi tertentu akan menjadi alasan bagi organisasi mensyaratkan bahwa posisi tersebut harus diisi oleh orang yang memiliki ideologi yang sama. Namun untuk menjaga konsistensi dengan Konvensi ini, tanggung jawab dari posisi ini harus terkait secara langsung dengan tujuan lembaga. Sebagai konsekuensinya, Komite menyarankan bahwa dalam organisasi tertentu, pertimbangan atas “persyaratan nyata” dari suatu pekerjaan dapat melibatkan pertanyaan apakah ada risiko yang akan menyebabkan tujuan lembaga menjadi terganggu, tergusur, atau ternodai dengan mempekerjaan seseorang yang tidak memiliki ideologi yang sama dengan organisasi, untuk posisi tertentu. Jelaslah dari pandangan yang dikemukaan oleh Komite Ahli, bahwa pembedaan yang dibuat dalam situasi ini hanya dapat dibenarkan menurut Konvensi, untuk pekerjaan-pekerjaan yang memiliki tanggung jawab khusus.” (ILO:“Laporan komite yang bertugas dalam pemeriksaan keluhan yang dibuat oleh Federasi Serikat Pekerja Norwegia (ILO) menurut Pasal 24 Konstitusi ILO, menduga ketidakpatuhan Norwegia atas Konvensi Diskriminasi (pekerjaan dan jabatan),1958 (No. 111)”, dalam Of� cial Bulletin, Vol. LXVI, Series B, 1983, No.1, para. 10 dan 29.)

Page 171: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

171

Selandia Baru

104. Pengadilan Banding Wellington, Tavita vs Minister of Immigration, 17 Desember 1993, [1994] 2 NZLR 257

Subyek: Hak atas tempat tinggal; hak atas anak

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan Hukum

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjjian internasional yang telah dirati� kasi354; Kasus hukum internasional355

Imigrasi/ Laki-laki asing yang menikah dengan warga negara Selandia Baru dan ayah dari seorang anak yang terancam terusir dari wilayah/ Kewajiban otoritas administrasi untuk mempertimbangkan standard hak asasi manusia internasional

Kementerian Imigrasi telah menetapkan perintah pengusiran bagi warga negara Kepulauan Samoa, yang telah menikah dengan warga negara Selandia Baru. Pasangan ini memiliki seorang anak perempuan. Dia memohon kasus ini dipertimbangkan ulang untuk alasan kemanusiaan, tapi dia gagal. Masalah utama dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Banding adalah apakah dalam keadaan kekosongan perundang-undangan nasional yang berisi kewajiban yang tegas, otoritas pemerintah harus mempertimbangkan instrumen internasional yang telah dirati� kasi oleh Selandia Baru dalam melaksanakan kekuasaan mereka.

Pengadilan Banding Wellington pertama-tama memeriksa aturan yang relevan atas instrumen internasional untuk menentukan apakah keputusan pengusiran dapat diubah bila otoritas pemerintah mempertimbangkan hal tersebut. Pengadillan kemudian menyidangkan kasus ini untuk menguji ketentuan dalam Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Pasal 23 (1) dan 24 (1))356 dan Konvensi tentang Hak atas Anak (Pasal 91),357 diikuti dengan kasus hukum yang relevan dari Pengadilan HAM Eropa.358

Pengadilan mencatat bahwa dalam dua keputusan di Pengadilan Eropa telah ditemukan kansensus ekstradisi terhadap warga negara asing untuk situasi mereka dan situasi keluarga mereka akan menjadi tidak proporsional dengan tujuan yang ingin dicapai. Pendekatan yang sama dapat diadopsi dari Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, dan Konvensi PBB tentang Hak atas Anak dan bahwa, atas dasar tersebut, titik awal pemeriksaan kasus haruslah dimulai dari situasi keluarga dan anak.

354 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Protokol Pilihan terhadap Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Konvensi hak atas Anak, 1989.

355 Pengadilan HAM Eropa

356 Pasal 23 (1) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik: “Keluarga adalah kelompok alamiah dan mendasar dari umit masyarakat dan berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan negara.”

Pasal 24 (1) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik: “Setiap anak harus memiliki, tanpa diskriminasi terhadap ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, asal kebangsaan atau sosial, properti atau kelahiran, hak atas perlindungan sebagaimana dibutuhkan karena status minoritasnya, sebagai bagian dari keluarga, masyarakat, dan negara.”

357 Pasal 9 (1) Konvensi Hak atas Anak: “Negara anggota harus memastikan bahwa anak tidak boleh dipisahkan dari orangtuanya dan berlawananan dengan keinginan mereka, kecuali jika otoritas yang kompeten berdasarkan tinjauan pengadilan, sesuai dengan hukum dan tata cara yang berlaku, bahwa pemisahan tersebut diperlukan untuk kepentingan terbaik anak. Penentuan tersebut mungkin diperlukan dalam kasus tertentu seperti adanya kekerasan atau pengabaian anak oleh orangtuanya atau bila orangtuanya hidup terpisah dan keputusan harus dibuat mengenai tempat tinggal si anak.”

358 Pengadilan HAM Eropa: Berrehab v. the Belanda (1988) 11 EHRR 322; Beldjoudi v. Prancis (1992) 14 HRR 801.

Page 172: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

172

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Setelah menetapkan bahwa pertimbangan dalan instrumen internasional dapat mengubah keputusan pengusiran oleh pemerintah, Pengadilan banding kemudian meminta pemerintah untuk melihat instrumen HAM internasional dalam pertimbangannya dalam melaksanakan kekuasaannya. Menurut Pengadilan tidaklah meyakinkan untuk memberikan argumen yang bertentangan, karena ini berarti bahwa kepatuhan Selandia Baru pada instrumen internasional hanyalah di permukaan saja.

Meskipun Pengadilan tidak menangani pengaruh konvensi HAM internasional terhadap legislasi nasional secara umum, Pengadilan tetap menganggap bahwa rati� kasi Selandia Baru atas Protokol Pilihan terhadap Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik memiliki konsekuensi untuk pelaksanaan kekuasaan pengadilan-pengadilan nasional.

“Karena kesepakatan Selandia Baru pada Protokol Pilihan Komite HAM PBB merupakan bagian penting dari struktur Hukum Negara, maka individu-individu yang tunduk pada jurisdiksi Selandia Baru memiliki hak langsung atasnya. Kegagalan memberikan efek praktis terhadap instrumen internasional di mana Selandia Baru adalah anggotanya dapat menimbulkan kritik. Kritik yang sah dapat dimasukkan pada pengadilan di Selandia Baru, jika mereka menerima argumen tersebut, karena perundang-undangan nasional memberikan kekuasaan yang terbuka secara umum tidak menyebutkan norma-norma atau kewajiban HAM internasional , pihak eksekutif bebas untuk mengabaikannya.”

Pengadilan Banding Wellington kemudian menetapkan bahwa meskipun ketentuan dalam aturan imigrasi tidak mengharuskan pemerintah mempertimbangkan kewajiban internasional Selandia baru dalam pelaksanaan kekuasaannya, tidak berarti mereka dapat mengabaikannya. Atas dasar ini, Pengadilan mendesak Kementerian Imigrasi untuk mempertimbangkan kembali keputusan pengusiran dengan melihat Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, serta Konvensi PBB tentang Hak atas Anak.

105. Mahkamah Agung of Selandia Baru, Van Gorkom vs Attorney General and another, 10 Februari 1977, [1977] 1 NZLR 535

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan; kesetaraan pengupahan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi358

Sistem pendidikan nasional/ Pemberian tunjangan pindah rumah hanya kepada guru laki-laki/ Pelembagaan proses di hadapan Mahkamah Agung/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Ketentuan dalam peraturan pemerintah mengatur bahwa pemberian tunjangan pindah rumah hanya bisa diberikan dalam kasus laki-laki yang menikah. Mahkamah menemukan bahhwa perbedaan dalam perlakuan adalah diskriminatif menurut legislasi nasional.

Untuk menambah kekuatan dalam keputusannya, Mahkamah merujuk pada hukum internasional, menyatakan bahwa:

“(…) rujukan kepada dokumen internasional tertentu, meskipun tidak esensial, dimungkinkan. Deklarasi Universal tentang HAM, yang diadopsi dan diundangkan pada tahun 1948 oleh Sidang

358 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948; Deklarasi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan,1967.

Page 173: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

173

Umum PBB sebagai standar bersama pencapaian, termasuk dalam pernyataan dalam Pasal 2 dan 23 (2) bahwa setiap orang berhak atas semua hak yang disebutkan dalam deklarasi, tanpa pembedaan apapun, seperti (antara lain) jenis kelamin, dan bahwa semua orang, tanpa diskriminasi, memiliki hak atas upah yang setara untuk pekerjaan yang setara. Deklarasi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, yang diadopsi oleh Sidang Umum pada tahun 1967, menyatakan dalam Pasal 10.1:

“Semua tindakan yang pantas harus diambil untuk memastikan perempuan, menikah atau tidak, memiliki hak yang setara dengan laki-laki dalam bidang ekonomi dan kehidupan sosial, dan khususnya (…): b) hak atas kesetaraan pengupahan dengan laki-laki dan kesetaraan dalam perlakuan sehubungan dengan pekerjaan yang setara nilainya.”

Jelaslah bahwa pernyataan yang sangat umum ini tidak menunjukkan secara spesi� k terhadap pertanyaan mengenai pembayaran tunjangan pindah rumah. Juga, tidak menjadi bagian dari hukum domestik kami. Hal itu merepresentasikan tujuan di mana anggota PBB diharapkan untuk bekerja. Tetapi, sehubungan dengan hak sosial yang dinyatakan dalam Deklarasi Universal PBB tentang HAM, pendapat tersebut dinyatakan (…):

“Namun hal itu mungkin tetap dipertimbangkan sebagai mewakili kebijakan legislatif yang mungkin mempengaruhi pengadilan dalam menafsirkan undang-undang”.”

Mahkamah Agung Selandia Baru menilai, dalam kasus ini, peraturan yang menetapkan perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan adalah tidak sejalan dengan hukum nasional dan tidak sesuai dengan semangat Deklarasi Universal tentang HAM, dan Deklarasi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan. Mereka mengakui bahwa instrumen-instrumen ini memainkan peranan penting dalam menafsirkan Hukum nasional. Oleh karenanya, Mahkamah menetapkan keputusan mengenai pemberian tunjangan pindah rumah adalah diskriminatif.

Page 174: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

174

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Paraguay

Konstitusi Nasional Paraguay

Pasal 137, Ayat 1

Hukum tertinggi Republik adalah Konstitusi. Disini, perjanjian, konvensi, dan kesepakatan internasional yang diadopsi dan dirati� kasi, UU yang diadopsi oleh Kongres dan ketentuan hukum lain lebih rendah hierarkinya, membuat hukum positif domestik untuk memberikan preseden.

Pasal 141

Perjanjian internasional yang dinegosiasikan secara sah, diadopsi oleh UU melalui Kongres dan instrumen yang rati� kasinya ditukar atau disimpan, membentuk bagian dari peratuan hukum domestik dengan hierarki yang ditentukan dalam Pasal 137.

UU Perburuhan

Pasal 6

Kurangnya ketentuan hukum atau norma perburuhan kontraktual yang berlaku dalam suatu kasus, maka kasus harus diselesaikan menurut keadilan, prinsip umum UU Perburuhan, ketentuan Konvensi ILO yang berlaku terhadap Paraguay, prinsip hukum yang tidak bertentangan dengan UU Perburuhan, doktrin dan kasus hukum dan kebiasaan atau penggunaan lokal.

106. Mahkamah Agung Paraguay, Penerapan Ketidakkonstitusional yang diajukan oleh Central Unitaria de Trabajadores (CUT) dan Central Nacional de Trabajadores (CNT) vs Keputusan Presiden No. 16769, 23 September 2000, Kasus No. 35

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi359

Kebebasan berserikat/ Keputusan Presiden yang menetapkan prosedur pemilihan pemimpin organisasi pekerja/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Pemohon serikat pekerja mengajukan permohonan atas ketidakkonstitusionalan keputusan presiden yang mengatur soal pemilihan pemimpin serikat pekerja.360 Pemohon menduga bahwa keputusan presiden melanggar Konstitusi terkait dengan prinsip kebebasan berserikat .

359 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948.

360 Keputusan No. 16769 tahun 1993.

Page 175: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

175

Untuk menentukan apakah ketentuan dalam keputusan presiden yang mengatur pemilihan pemimpin serikat pekerja tidaklah konstitusional, Mahkamah Agung mempelajari Konstitusi Nasional361, dan penggunaan Konvensi ILO No. 87,362 yang menjamin otonomi yang efektif dari organisasi untuk memilih secara bebas perwakilan mereka dan menetapkan tidak adanya campur tangan dari otoritas publik.

Mahkamah menganggap bahwa, berdasarkan Konvensi internasional, keputusan presiden yang menjadi norma spesi� k yang mengatur pemilihan serikat pekerja secara rinci merupakan pembatasan terhadap hak serikat pekerja untuk secara bebas memilih pemimpin mereka, dan campur tangan yang tidak sah dari otoritas publik.

Mahkamah Agung memutuskan sebagai berikut:

“Dengan judul yang diberikan dalam keputusan presiden, yaitu menetapkan aturan untuk pemilihan pemimpin serikat pekerja, status serikat pekerja yang tidak memenuhi ketentuan dalam aturan tersebut dibatalkan, badan baru dimasukkan dalam sistem pemilihan serikat pekerja, otoritas pemerintah di bidang perburuhan diperbolehkan untuk mengintervensi pembentukan badan tersebut, (…) cara untuk membuat aturan ditetapkan (…), tenggat waktu ditetapkan untuk tugas-tugas dan klaim-klaim, cara untuk memaksa federasi atau konfederasi memberitahukan sebelumnya kepada Menteri Peburuhan bahwa penggunaannya sudah ditetapkan, (…) tanggal pembentukan ditetapkan, pemberitahuan dalam surat kabar dan kewajiban untuk menunjuk perwakilan. Mengenai kandidat, dimungkinkan bagi otoritas pemerintah untuk mengambil alih pemilihan menurut situasi tertentu (…)”

Selanjutnya Mahkamah Agung menyatakan:

“Keputusan presiden ini memang tidak bermaksud untuk tidak melaksanakan ketentuan konstitusional, tetapi keputusan tersebut telah menghapuskan hak-hak yang dijamin dalam Konstitusi dan dalam perjanjian internasional yang disepakati oleh Paraguay (Pasal 97 dan sesuai dengan Konstitusi Nasional dan Konvensi ILO No. 87, Pasal 3, 4, 7).363 Selanjutnya mengenai pelanggaran Konstitusi Nasional, keputusan presiden itu juga bertentangan dengan ketentuan Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat.” Mahkamah secara tegas mengutip Pasal 2, dan 3 Konvensi.364

Hasilnya, Mahkamah Agung Paraguay mendasarkan keputusannya pada Konstitusi Nasional dan membuat rujukan pda Konvensi ILO No. 87 menolak keputusan presiden, menyatakan tidak konstitusional, karena menetapkan norma dan tata cara pemilihan pemimpin serikat pekerja, campur tangan dalam hak berorganisasi untuk memilih secara bebas perwakilan mereka.

361 Pasal 97 Konstitusi Paraguay:Serikat Pekerja memiliki hak untuk mengedepankan perundingan bersama dan untuk membuat perjanjian mengenai kondisi kerja. Pemerintah harus mempromosikan penyelesaian konsiliasi dari perselisihan perburuhan dan harmoni sosial. Arbitrasi bersifat pilihan.”

362 Menurut Konstitusi Paraguay, Perjanjian internasional membentuk hukum domestik . Pasal 137 (1) Konstitusi: “UU tertinggi Republik adalah Konstitusi. Disini, perjanjian, konvensi dan kesepakatan internasional yang diadopsi dan dirati� kasi, UU yang diadopsi oleh Kongres dan ketentuan hukum lain yang lebih rendah hierarkinya, membuat hukum positif domestik untuk memberikan preseden.”

363 Pasal 3 (1) Konvensi No. 87: “Organisasi pekerja dan pengusaha memiliki hak untuk membuat Konstitusi dan aturan mereka sendiri, untuk memilih perwakilan mereka dalam kebebasan penuh, untuk menyelenggarakan administrasi dan kegiatan dan menyusun program mereka.”

Pasal 3 (2) konvensi No. 87: “Otoritas publik harus menahan diri dari campur tangan yang akan membatasi hak atau menghalangi pelaksanaan yang sah.”

Pasal 4 Konvensi No. 87: “Oragnisasi pekerja dan pengusaha tidakboleh dibubarkan atau dibekukan oleh otoritas pemerintah.”

Pasal 7 Konvensi No. 87: Perolehan status hukum organisasi pekerja dan pengusaha, federasi dan konfederasi tidak boleh tunduk pada syarat yang membatasi penerapan dalam Pasal 2, 3 dan 4.”

364 Pasal 2 Konvensi No. 87: “Pekerja dan Pengusaha, tanpa pembedaan apapun, berhak untuk mendirikan dan, tunduk pada satu-satunya aturan dalam organisasi yang bersangkutan, untuk bergabung dengan organisasi pilihan mereka sendiri tanpa otorisasi sebelumnya.”

Page 176: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

176

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

107. Pengadilan Banding Perburuhan, Kamar Kedua, Inca S.A.C.I. vs Virgilio Villalbatentang justifi kasi alasan peemcatan, 30 Mei 2000, Perjanjian dan keputusan No.41

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang belum dirati� kasi;365 kasus hukum asing366

Pemecatan karena penghinaan dan kecurangan dari pekerja/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Untuk membenarkan pemecatan terhadap seorang pekerja, perusahaan mengajukan permohonan penetapan. Permohonan tersebut untuk membenarkan pemecatan, yang terjadi karena pekerja tidak menghormati, menghina, dan mencurangi atasannya dan tidak mematuhi perintah kerja.

Dugaan tidak menghormati dikarenakan penghinaan yang dibuat oleh pekerja kepada atasannya selama diskusi yang mebahas perubahan tugas oleh perusahaan di mana pekerja terpengaruhi, dan pekerja merasa tidak puas dengan hal tersebut. Hakim pada tingkat pertama menerima argumen dari pengusaha. Mempertimbangkan situasi ini, pekerja mengajikan permohonan banding.

Untuk menentukan apakah justi� kasi pemecatan karena tidak adanya rasa hormat dari pemohon kepada atasannya, Pengadilan Banding menggunakan kasus Hukum Spanyol367 untuk menafsirkan UU Perburuhan.368 Pengadilan menganggap bahwa meskipun penghinaan adalah sebab yang sah untuk pemecatan, diskusi sederhana yang dimulai oleh pekerja dengan atasannya mengenai ketidasetujuannya dengan keputusan perusahaan bukanlah merupakan alasan pemecatan.

Dengan demikian, Pengadilan menafsirkan UU Perburuhan sesuai dengan Konvensi ILO No.158, untuk menjelaskan bahwa keluhan pekerja tentang ketidaksetujuan dengan atasannya tidak bisa dimasukkan sebagai tindakan yang tidak sopan, yang dapat mengarah pada pemecatan.

Pengadilan memutuskan sebagai berikut:

“Sedangkan untuk perlakuan yang salah, baik dalam kata-kata maupun tertulis, adalah sebab yang potensial untuk pemecatan jika hal tersebut diikuti dengan tindakan kekerasan, ancaman, penghinaan, ketidaksopanan dan berbagai tindakan lainnya yang tidak menyenangkan atau mengganggu. Mahkamah Agung Spanyol memutuskan bahwa diskusi sederhana yang dimulai oleh pekerja ketika manajer memberitahukannya atas skorsing dari pekerjaannya tidaklah tergolong sebab untuk pemecatan. Karena untuk berdikusi, berdebat, atau mempertanyakan masalah adalah hak personal yang tidak terpisahkan, kecuali telah melewati batas kesopanan, tidak ada tindakan yang mengancam penghormatan yang seharusnya ditunjukkan oleh perwakilan pengusaha. Tidak adanya rasa hormat yang bisa menuju pada pemecatan ketika pekerja menunjukkan ketidaksepakatan atas pandangan atasannya, bila fakta bahwa dia melakukan penghinaan adalah benar, sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi ILO No. 158, yang melarang pemecatan ketika

365 Konvensi ILO No.158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

366 Mahkamah Agung Spanyol.

367 Kumpulan Ringkasan Hukum Perburuhan, hal. 971: “Tidak termasuk sebab pemecatan yang konstitusional untuk kasus diskusi sederhana yang dimulai oleh pekerja ketika diberitahukan oleh manajernya mengenai skorsing atas pekerjaannya, maka diskusi, debat, atau pemberitahuan masalah atau pertanyaan tampaknya adalah hak personal yang tidak terpisahkan; dan kecuali di luar batasan sopan santun, tidak ada tindakan yang bertentangan dengan rasa hormat yang seharusnya dipegang oleh perwakilan pengusaha.”

368 Pasal 81 (c) UU Perburuhan Paraguay: “(…) tindakan kekerasan, ancaman, penghinaan atau kecurangan oleh pekerja kepada pengusaha, perwakilannya, atau keluarga atau kepala usaha, kantor atau tempat kerja yang dilakukan selama kerja.”

Page 177: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

177

hal tersebut terkait dengan keluhan atau mempertanyakan prosedur pengusaha atas pelanggaran perundang-undangan.”

Sebagai hasilnya, Pengadilan Banding Perburuhan menafsirkan peraturan domestik dengan merujuk pada Konvensi ILO No.158 dan kasus hukum Spanyol untuk menyimpulkan bahwa diskusi antara pekerja dengan pengusaha tidak bisa dikategorikan tindakan yang tidak memiliki rasa hormat, atau penghinaan atau kecurangan, yang dapat digunakan sebagai alasan pembenar untuk melakukan pemecatan. Pengadilan membatalkan hukuman bagi pekerja.

108. Pengadilan Banding Perburuhan, kamar Kedua,Carmen Sachelaridi Knutson vs Cooperativa Santísimo Redentor Ltda. Mengenai pembayaran Guaranis untuk beberapa hal, 26 Mei 2000, Perjanjian dan keputusan No. 40

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, pelecehan seksual

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;369 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi370

Diskriminasi/ Pelecehan seksual/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Tiga pekerja menuduhkan tindakan pelecehan seksual oleh manajer koperasi. Menghadapi tuduhan ini, koperasi mengadakan pemeriksaan fakta-fakta, dengan hasil yang tidak menguntungkan para pemohon. Mempertimbangkan situasi ini, para pekerja mengundurkan diri dari koperasi, tetapi salah satu dari mereka mengajukan gugatan hukum. Pemohon mengatakan bahwa dia diajak ke suatu motel oleh manajer dan memaksanya masuk ke dalam kamar, karena dia berteriak, manajer pergi. Permohonan tersebut dinyatakan tidak layak karena kurangnya bukti. Pekerja kemudian mengajukan banding.

Untuk menentukan apakah ada pelecehan seksual, Pengadilan Banding menerapkan UU Perburuhan371. Sesuai dengan hal itu, Pengadilan menafsirkan apa yang disebut dengan pelecehan seksual vertikal atau pemerasan oleh posisi otoritas antara subyek yang aktif dan pasif. UU Perburuhan juga menspesi� kasikan bentuk-bentuk di mana pelecehan seksual dapat terjadi: melalui ancaman, pelecehan, pemerasan, perlakuan dengan niat seksual oleh atasan secara hierarki terhadap pekerja. Kerenanya Pengadilan berdasarkan UU Perburuhan, menetapkan bahwa pekerja berhak mengakhiri kontrak kerja dengan mendapatkan pembayaran yang terkait dengan tunjangan hukum.

369 Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958.

370 Resolusi ILO mengenai kesetaraan kesempatan dan pekerjaan untuk pekerja laki-laki dan perempuan di tempat kerja tanggal 27 Juni 1985.

371 Pasal 81 (w) UU Perburuhan Paraguay: “(…) sebagai justi� kasi pemutusan kontrak secara sepihak atas kehendak pekerja: tindakan pelecehan seksual yang terdiri dari ancaman, tekanan, pelecehan, pemerasan atau perlakuan niat seksual terhadap pekerja dengan satu atau berlainan jender oleh perwakilan pengusaha, kepala perusahaan, kantor, atau tempat kerja atau orang lain yang memiliki posisi hierarki sebagai atasan.”

Page 178: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

178

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Selanjutnya, Pengadilan membuat rujukan pada Konvensi ILO No. 111 untuk menekankan bahwa pelecehan seksual merupakan bentuk khusus diskriminasi berdasarkan jender. Kamar pengadilan mempelajari bahwa Konvensi menekankan pentingnya mencegah perilaku yang tidak pantas karena hal tersebut merugikan lingkungan kerja dan hubungan kerja.

Pengadilan memutuskan kasusnya sebagai berikut:

“Paraguay telah merati� kasi Konvensi ILO No.111 mengenai Diskriminasi sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan, yang melarang diskriminasi berdasarkan, antara lain karena alasan jender dan memiliki efek mengubah atau membatalkan kesetaraan kesempatan atau perlakuan dari pekerjaan dan jabatan, termasuk dalam kedua istilah ini adalah akses terhadap pelatihan dan hubungan kerja yang profesional dan berbagai macam jabatan, karena tempat kerja memiliki de� nisi yang sangat luas. Konsep pelecehan seksual diakui sebagai bentuk khusus dari diskriminasi berdasarkan jender.

(…) Resolusi ILO mengenai kesetaraan kesempatan dan pekerjaan untuk pekerja laki-laki dan perempuan dalam hubungan kerja, diadopsi pada tanggal 27 Juni 1985, dalam Ayat 5, pada bagian kondisi dan lingkungan kerja, dinyatakan bahwa pelecehan yang bersifat seksual di tempat kerja akan mengganggu kondisi kerja dan perspektif promosi pekerja (…)”

Sebagai kesimpulan, Pengadilan Banding Perburuhan menerapkan UU Perburuhan untuk menentukan apakah ada pelecehan seksual melalui pemerasan oleh manajer terhadap pekerja. Selanjutnya, Pengadilan membuat rujukan kepada Konvensi ILO No. 111 untuk menekankan bahwa pelecehan seksual merupakan diskriminasi berdasarkan jender.

Page 179: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

179

Belanda

Konstitusi Belanda

Pasal 93

Ketentuan Perjanjian Internasional dan keputusan oleh badan hukum internasional publik yang lingkupnya mencakup semua orang adalah mengikat setelah diundangkan.

Pasal 94

Ketentuan Hukum yang berlaku di Kerajaan tidak berlaku jika penerapannya tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian internasional atau keputusan oleh badan hukum internasional publik yang lingkupnya mencakup semua orang.

109. Pengadilan Banding Pusat, 29 Mei 1996, LJN: AL0666

Subyek: perlindungan persalinan; perlindungan sosial

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi372, kasus hukum internasional373

Perlindungan persalinan/ Perawatan setelah melahirkan/ Jaminan sosial

Untuk mendorong melahirkan di rumah, peraturan perawatan dan kesehatan rumah sakit diubah pada tahun 1980 untuk mengenalkan ketentuan (pasal 3a) yang menetapkan kontribusi pribadi atas biaya perawatan paska melahirkan di rumah sakit, seperti yang dianjurkan oleh doeter. Ketentuan ini dibatalkan pada tahun 1996 untuk memenuhi standar minimum yang ditetapkan dalam konvensi internasional. Beberapa tertanggung sosial yang telah merasakan aturan sebelumnya mengajukan gugatan ke pengadilan. Tuntutan mereka tidak dikabulkan. Karenanya mereka mengajukan banding. Mereka mngutip Konvensi ILO No. 102 dan 103, UU Jaminan Sosial Eropa dan perjanjian internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik sebagai dasar atas tindakan mereka.

Pengadilan menetapkan bahwa menurut Pasal 93 dan 94 Konstitusi Belanda, ketentuan-ketentuan tersebut secara hukum mengikat untuk semua dan pemohon sah mengajukan banding perlindungan dari standar-satndar tersebut. Pengadilan secara tegas mengutip Pasal 10, Ayat 1 b) dan Pasal 49, Ayat 2, Konvensi No. 102 dan Pasal 1, 3 dan 4 Konvensi No. 103, yang menetapkan manfaat minimum yang harus dijamin bagi perempuan hamil. Pengadilan juga mengutip permintaan langsung dari Komite Ahli ILO di tahun 1988, 1990, dan 1999 kepada pemerintah Belanda tentang penerapan konvensi No.102, dan103, di mana komite menekankan larangan yang termuat dalam Konvensi untuk mensyaratkan pasien berkontribusi terhadap biaya perawatan setelah melahirkan yang disediakan di rumah sakit untuk alasan medis. Pengadilan menetapkan bahwa Pasal 3a dari ketetapan tentang asuransi perawatan dan kesehatan

372 Konvensi ILO No.102 tentang Jaminan Sosial (standar minimum), 1952; Konvensi ILO No 103 tentang Perlindungan Persalinan (Revisi), 1952; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966.

373 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi.

Page 180: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

180

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

rumah sakit tidak konsisten dengan ketentuan yang mengikat secara universal dari Konvensi ILO No.102 dan 103, dan karena alasan tersebut, maka ketentuan itu menjadi tidak berlaku. Pengadilan karenanya membatalkan keputusan sebelumnya.

Page 181: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

181

Peru

Konstitusi Peru

Pasal 3

Daftar hak yang tercantum dalam bab ini tidak mengecualikan hal-hal lain yang dijamin oleh Konstitusi, yang serjalan atau didasarkan pada martabat manusia, prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, negara demokrasi, dan bentuk pemerintahan republik.

Pasal 55

Perjanjian internasional yang dirati� kasi oleh Peru dan berlaku efektif menjadi bagian dari hukum domestik.

Pasal 56

Perjanjian internasional harus diadopsi oleh Kongres sebelum dirati� kasi oleh Presiden Republik, bilamana perjanjian internasional itu terkait dengan masalah berikut ini: 1.Hak asasi Manusia; 2 Kedaulatan bangsa, integritas willayah; 3. Pertahanan nasional; 4. Kewajiban Finansial Pemerintah.

Pasal 57, ayat 2

Bilamana perjanjian internasional memberikan pengaruh pada ketentuan konstitusional, maka harus disetujui melalui tata cara yang sama dengan ketentuan yang mengatur mengenai reformasi konstitusional sebelum dirati� kasi oleh Presiden Republik.

Ketentuan transisi fi nal No. 4

Ketentuan mengenai hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui oleh Konstitusi harus ditafsirkan sesuai dengan Deklarasi Universal tentang HAM dan dengan perjanjian dan kesepakatan internasional yang berhubungan dengan isu-isu yang sama yang telah dirati� kasi oleh Peru.

110. Pengadilan Konstitusional, 17 April 2006, Kasus No. 4635-2004-AA/TC

Subyek: jam kerja; keselamatan dan kesehatan kerja

Peranan hukum internasional: Penggunaan hukum Internasional sebagai panduan dalam mena� sirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan : perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;374 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi;375 kasus hkum internasional;376 laporan Kantor Perburuhan Internasional377

374 Konvensi ILO No. 1 tentang jam kerja (Industri), 1919; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966; Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM dalam bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya (“Protocol San Salvador”), 1988.

375 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

376 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi; pengamatan penerapan di Peru atas Konvensi ILO No. 1, diterbitkan tahun 2002.

377 Kantor Perburuhan Internasional, Equipo Técnico Multidisciplinario para los Países Andinos: Informe sobre las Condiciones de Trabajo, Seguridad y Salud Ocupacional en la Minería del Perú (Lima, 2002).

Page 182: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

182

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Perusahaan pertambangan/ Jam kerja 12 jam sehari dan 48 jam per minggu/ Penyelesaian secara konstitusional atas pengaturan waktu kerja tersebut/ Penggunaan hukum internasional untuk menafsirkan Konstitusi/ Penerapan penuh dan kumulatif dari berbagai instrumen internasional/ Prinsip ketentuan yang paling menguntungkan/ Hubungan antara waktu kerja, kesehatan, dan keselamatan kerja dan martabat manusia

Dua perwakilan serikat pekerja dari kelompok pertambangan meminta perintah pengadilan untuk mendapatkan pelaksanaan perjanjian kerja bersama perusahaan yang mengatur delapan jam hari kerja untuk penambang dan menetapkan apa yang disebut sistem “4x3” yang terdiri dari empat hari kerja dengan durasi masing-masing 12 jam diikuti dengan tiga hari istirahat. Setelah kalah di pengadilan biasa, perwakilan serikat kemudian merujuk kasusnya pada Pengadilan Konstitusional, mengklaim adanya pelanggaran waktu kerja maksimum yang ditetapkan dalam Konstitusi Peru,378 penghinaan terhadap martabat manusia, dan pelanggaran atas prinsip kesetaraan.

Pengusaha mengindikasikan bahwa pengaturan jam kerja yang ditetapkan oleh perusahaan pertambangan sudah sesuai dengan Konstitusi Peru karena tidak melebihi 48 jam seminggu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 25 Konstitusi. Termohon menekankan bahwa Pengadilan Konstitusi telah menyatakan bahwa jenis pengaturan jam kerja seperti ini adalah konstitusional. Termohon juga menunjukkan bahwa jadwal yang diberlakukan oleh perusahaan sesuai dengan peraturan yang mengatur kegiatan pertambangan dan perjanjian bersama perusahaan memperbolehkan pengusaha untuk mengubah jam kerja dalam situasi tertentu.

Sebelum memulai mempelajari perselisihan, Pengadilan merujuk pada laporan Kantor Perburuhan Internasional tentang kondisi kerja, kesehatan, dan keselamatan kerja di sektor pertambangan di Peru. Pengadilan merujuk pada laporan tersebut yang menunjukkan bahwa pekerjaan di pertambangan dianggap sebagai kegiatan beresiko tinggi yang membutuhkan perlindungan khusus, terutama karena upaya � sik luar biasa yang diperlukan oleh pekerja dan banyaknya penyakit akibat kerja yang ditimbulkan.

Pengadilan kemudian mempelajari pertanyaan mengenai kesesuaian sistem “4x3” dengan Pasal 25 Konstitusi mengenai jam kerja. Pengadilan menunjukan bahwa karena ketentuan transisi � nal Konstitusi No. 4, bahwa pasal tersebut harus ditafsirkan dengan melihat Deklarasi Universal tentang HAM dan perjanjian internasional yang telah dirati� kasi oleh Peru yang terkait dengan pertanyaan tersebut. Sebagai tambahan dari Deklarasi yang disebutkan di atas,379 Pengadilan menganggap bahwa instrumen berikut ini patut dipertimbangkan: Konvensi ILO No. 1 tentang Jam Kerja (Industri),380 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya381, dan Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM yang mencakup hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.382

Untuk menentukan rasionalitas dan ruang lingkup ketentuan konstitusional yang membatasi jam kerja, Pengadilan menerapkan berbagai sumber internasional ini dengan cara yang terintegrasi, mengikuti prinsip memilih aturan yang paling menguntungkan.

Pengadilan kemudian melihat ketentuan yang terkait dan aspek perlindungan dan menyatakan bahwa:

(a) Jam kerja delapan jam per hari dan 48 jam per minggu sebagaimana dide� nisikan sebagai periode maksimum. (b) Dimungkinkan untuk bekerja lebih dari delapan jam per hari dan 48 jam

378 Pasal 25 Konstitusi Peru: “Panjangnya jam kerja normal maksimum delapan jam sehari dan 48 jam per minggu. Dalam hal jam kerja bersifat akumulatif atau tidak normal, rata-rata jam kerja selama periode tidak boleh melebihi batas maksimum tersebut.”

379 Pasal 24 Konstitusi Peru.

380 Pasal 2, 2 (c) dan 4 Konstitusi Peru.

381 Pasal 7 (d) Konstitusi Peru

382 Pasal 7 (g) Konstitusi Peru.

Page 183: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

183

per minggu menurut situasi tertentu, dengan syarat rata-rata jumlah jam kerja, dihitung selama periode tiga minggu atau periode yang lebih pendek, tidak melebihi delapan jam per hari dan 48 jam per minggu. Kemungkinan ini bergantung pada jenis pekerjaan yang dijalankan. (c) Hari kerja harus mematuhi batasan yang rasional. (d) Jam kerja harus dikurangi untuk pekerjaan yang berbahaya, tidak sehat dan malam hari. (e) Dalam hal di negara kami, Konstitusi mengenakan periode maksimum waktu kerja adalah 48 jam per minggu. Ketentuan tersebut adalah ketentuan yang paling maksimum menyediakan perlindungan dan menjadi preseden terhaden bagi semua ketentuan perjanjian internasional yang mengenakan periode mingguan yang lebih banyak (contohnya, Pasal 4 Konvensi No. 1).

Pertama, mempertimbangkan sifat bahaya dari pekerjaan di pertambangan, dan kedua ketentuan konstitusional mengenai jam kerja, sebagaimana ditafsirkan dengan merujuk pada hukum internasional, Pengadilan Konstitusi memutuskan bahwa jam kerja yang rasional di pertambangan tidak boleh melebihi delapan jam per hari. Hal ini juga memastikan adanya kepatuhan pada ketentuan konstitusional mengenai kesehatan dan prinsip “pekerjaan yang layak” yang dipromosikan oleh ILO. Pengadilan menyatakan ketidakkonstitusionalan tidak hanya untuk sistem “4x3” bagi penambang, tetapi juga hukum mengenai sektor pertambangan yang memungkinkan pengaturan jam kerja.

111. Mahkamah Konstitusi, The United Workers Union of Telefónica del Peru SA and Fetratel, 11 Juli 2002, File No. 1124-2001-AA/TC

Subyek: kebebasan berserikat; pemecatan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah diratti� kasi383, Perjanjian internasional yang belum dirati� kasi384

Kebebasan berserikat/ Proses yang pantas/ Perlindungan dari pemecatan yang sewenang-wenang/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Permohonan luar biasa diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi setelah pengadilan pada tingkat pertama dan kedua menolak ganti rugi amparo yang dimasukkan oleh serikat pekerja melawan perusahaan Telefónica del Peru SAA dan Telefónica Peru Holding SA. Pemohon menuntut perusahaan ini harus menghentikan ancaman dan pelanggaran hak konstitusional tentang kebebasan berserikat dan pekerjaan dengan menerapkan rencana PHK massal yang termuat dalam ringkasan eksekutif yang disiapkan oleh Departemen Sumber Daya Manusia termohon pertama. Daftar 77 pekerja yang akan dipecat dilampirkan dalam pemohonan.

383 Konvensi No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948; Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM atas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (“San Salvador”), 1988.

384 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

Page 184: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

184

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Ketika kasusnya mencapai Mahkamah Agung, sejumlah PHK telah terjadi. Mahkamah menyidangkan untuk menilai apakah pemecatan tersebut telah melanggar kebebasan berserikat dan hak untuk bekerja, dan memeriksa kekonstitusionalan aturan yang memperbolehkan pemecatan ini.

Konstitusi Peru mengakui kebebasan berserikat dalam pasal 28, ayat 1). Mahkamah menganggap bahwa pengakuan ini meliputi hak setiap orang untuk membentuk organisasi untuk tujuan membela kepentingan pekerjaan dan hak untuk bergabung atau tidak bergabung dengan organisasi tersebut, yang pada gilirannya, memberikan implikasi perlindungan pada pekerja yang tera� liasi atau tergabung dalam serikat pekerja dari tindakan-tindakan yang mungkin melanggar hak mereka. Itulah alasan sebenarnya mengapa mereka bergabung atau tidak dengan suatu serikat atau organisasi sejenis. Untuk memeriksa substansi hak ini secara mendalam, Mahkamah merujuk pada Konvensi ILO No. 87, sebagai berikut:

“Sesuai dengan Ketentuan Final Keempat dan transisi dari Konstitusi, hak konstitusional harus ditafsirkan dalam konteks perjanjian internasional yang telah ditandatangani oleh Peru dalam bidang ini. [...]

Aspek organik dari kebebasan berserikat secara tegas diakui dalam pasal 2 Konvensi No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, yang menyatakan bahwa “hak untuk mendirikan dan … untuk bergabung dengan organisasi pilihan mereka sendiri ...’. […] menurut Pasal 1, ayat 2), huruf “b”, perlindungan kepada pekerja dari setiap tindakan yang melanggar kebebasan berserikat, yakni “setiap tindakan yang bertujuan” memecat pekerja atau memiliki efek yang merugikan dalam cara lain karena a� liasi mereka dengan serikat atau partisipasinya dalam kegiatan-kegiatan serikat [huruf miring dalam putusan].”385

Mahkamah mencatat hal itu merupakan kriteria keanggotaan serikat yang telah menentukan bahwa penerapan ukuran pemecatan, dinyatakan sebagai pelanggaran kebebasan berserikat yang dilindungi konstitusi, dan untuk memperkuat keputusan, Mahkamah menambahkan:

“... Lebih spesi� k, dalam kasus ini, kebebasan berserikat dilanggar melalui pemecatan orang-orang yang memiliki status anggota serikat yang disebut di atas, suatu keadaan yang memicu pelanggaran atas hak konstitusional tersebut, kesimpulannya menjadi jelas ketika seseorang mempertimbangkan substansinya mulai dari, atau yang telah ditetapkan oleh, Konvensi yang disebutkan di atas mengenai kebebasan berserikat.”386

Mahkamah, kemudian memeriksa apakah aturan tentang pemecatan yang akan mempengaruhi hak bekerja hanya dengan menetapkan ganti rugi sebagai satu-satunya perbaikan untuk pemecatan yang sewenang-wenang, dengan tidak ada ketentuan untuk mempekerjakan kembali. Mahkamah menyimpulkan bahwa hak konstitusional tidak dihormati, karena penetapan tersebut merendahkan arti dari hak untuk bekerja. Dinyatakan bahwa kompensasi dapat menjadi bentuk tambahan dari restitusi, jika pekerja diberikan kebebasan untuk menentukan, tapi hak itu tidak bisa menjadi perbaikan dari tindakan yang tidak konstitusional. Karena itu, Mahkamah menetapkan bahwa mendapatkan pekerjaan kembali adalah konsekuensi yang penting dari pemecatan yang tidak sah.

Pada poin sebelumnya, Mahkamah juga merujuk pada hukum internasional untuk menunjukkan bahwa hukum internasional menetapkan standar minimum perlindungan dan tidak ada yang menghalangi hukum domestik memberikan perlindungan yang lebih baik dan menetapkan kompensasi dan mempekerjakan kembali bagi pekerja:

“Bentuk perlindungan hanya dapat diserahkan kepada negara sebelum tindakan inkonstitusional dilakukan, sehingga mempekerjakan kembali adalah hasil yang nyata dari tindakan yang tidak

385 Ayat 9 dan 10 Putusan.

386 Ayat 11 Putusan.

Page 185: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

185

sah. Kompensasi akan menjadi bentuk tambahan atau alternatif dari perbaikan jika pekerja menentukan secara bebas, tetapi hak tersebut bukan perbaikan dari tindakan yang tidak sah ab initio (yang sejak semula) karena ketidakkonstitusionalan.

Meskipun, sebagaimana argumen yang disampaikan oleh Telefonica del Peru SAA, ayat “d” Pasal 7 Protokol Tambahan Konvensi Amerika tentang HAM dalam bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, mengatur kemungkinan ganti rugi perbaikan, serta dipekerjakan kembali, untuk pemecatan yang sewenang-wenang, harus dicatat bahwa Hukum HAM internasional menetapkan hak-hak minimum, yang selalu dapat ditambahkan dengan perlindungan yang lebih tinggi tingkatnya, dan tidak untuk merendahkan hak-hak yang diberikan dalam Konstitusi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 Protokol [387], membiarkan ketika efeknya merendahkan substansi inti dari hak konstitusional. Penafsiran yang terakhir harus selalu bertujuan pada tingkat perlindungan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya doktrin menganggap bahwa hak konstitusional harus ditafsirkan sebagai mandat untuk optimalisasi.

Alasan ini dapat diberikan pada ketentuan Konvensi No.158 tentang pemutusan hubungan kerja, di mana, meskipun tidak dirati� kasi dan dalam bentuk Rekomendasi, juga memperbolehkan ganti rugi sebagai perlindungan terhadap pemecatan yang sewenang-wenang.”388

Berdasar Pasal 2 Konstitusi, dan penafsiran atas Konvensi ILO No. 87, Mahkamah menyatakan bahwa pemecatan tidak sah dan memerintahkan pekerja untuk dipekerjakan kembali.

387 Pasal 4 Protokol Tambahan untuk Konvensi Amerika tentang HAM dalam bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: “Inadmissibility of Restrictions – Suatu hak yang diakui atau berlaku dalam suatu negara melalui legislasi internal atau Konvensi internasional yang tidak dibatasi atau dilindungi pada pre-teks Protokol yang tidak mengakui hak atau mengakuinya pada tingkat yang lebih rendah.”

388 Ayat 12, bagian (C) putusan.

Page 186: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

186

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Filipina

Konstitusi RepublikFilipina

Pasal II, Bagian 2

Filipina menyerahkan perang sebagai instrumen kebijakan nasional, mengadopsi prinsip yang diterima secara umum dari hukum internasional sebagai bagian dari hukum negara dan mematuhi kebijakan perdamaian, kesetaraan, keadilan, kebebasan, kerja sama dan hubungan yang baik dengan semua bangsa.

112. Mahkamah Agung Republik Filipina, Internasional School Alliance of Educators vs Hon Leonardo A. Quisumbing and others, 1 Juni 2000, G.R. No.128845

Subyek: perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan

Peranan hukum internasional: rujukan kepda hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;389 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi390

Diskriminasi antara pekerja lokal dan asing/ Tindakan untuk diskriminasi/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Sebuah sekolah internasional diFilipina mempekerjakan pekerja lokal dan asing, pekerja asing mendapatkan upah yang lebih tinggi dan juga menerima tunjangan-tunjangan lain. Pekerja Filipina mengajukan gugatan hukum dengan berargumen bahwa telah terjadi diskriminasi. Pengadilan menganggap bahwa ketentuan yang memberikan pekerja asing upah yang lebih tinggi dan tunjangan lainnya adalah tidak konstitusional dan memprosesnya dengan merujuk pada hukum internasional untuk menambah kekuatan pada kasusnya:

“Hukum internasional, yang berasal dari prinsip-prinsip hukum umum, juga menyebutkan tentang diskriminasi. Prinsip hukum umum termasuk prinsip keadilan, yaitu prinsip umum atas keadilan dan kesetaraan, berdasarkan tes yang pantas. Deklarasi Universal tentang HAM, Perjanjian Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, Konvensi terhadap Diskriminasi dalam Pendidikan, Konvensi (No. 111) tentang Diskriminasi yang berkaitan dengan Pekerjaan dan Jabatan – semuanya membentuk prinsip umum melawan diskriminasi, yang merupakan lawan dari keadilan dan kesetaraan. Filipina, melalui Konstitusinya, telah memasukkan prinsip ini sebagai bagian dari hukum nasionalnya.”

389 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,1966; Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial,1965; Konvensi terhadap Diskriminasi dalam Pendidikan,1960; Konvensi ILO No.111 tentang Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958.

390 Deklarasi Universal tentang HAM, 1948.

Page 187: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

187

Mahkamah selanjutnya memeriksa ketentuan dari berbagai instrumen internasional ini secara lebih rinci:

“Sangat jelas, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, supra, dalam Pasal 7 mengatur:

“Pihak negara dalam Perjanjian ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati keadilan dan kondisi kerja yang baik, yang memastikan khususnya:

a) Penghasilkan yang memberikan kepada semua pekerja, paling minimum dengan: Upah yang adil dan penghasilan yang setara untuk pekerjaan yang nilainya setara tanpa pembedaan apapun, khususnya perempuan dijamin dengan kondisi kerja yang tidak lebih rendah dengan yang didapatkan dari laki-laki, dengan upah yang setara dengan pekerjaan yang setara.”

Ketentuan sebelumnya melembagakan dalam jurisdiksi sistem Hukum “kesetaraan upah untuk pekerjaan yang setara nilainya”. Orang-orang yang bekerja dengan kuali� kasi yang secara substansial setara, keahlian, upaya dan tanggung jawab yang setara, harus dibayar dengan gaji yang setara. Aturan ini berlaku di sekolah, dengan “karakter internasional”.”

Setelah mendasarkan pada hukum nasional, Mahkamah Agung Filipina merujuk pada instrumen internasional untuk menunjukkan sifat mendasar dari prinsip kesetaraan upah. Mahkamah menemukan dalam kasus ini bahwa perbedaan perlakuan antara orang Filipina dengan pekerja asing adalah bersifat diskriminatif tetapi pekerja asing dapat terus mendapatkan tunjangan yang terkait dengan kewarganegaraan mereka seperti pembayaran atas pengeluaran perpindahan mereka.

113. Mahkamah Agung Republik Filipina, UST Faculty Union and others vs Dir Benedicto Ernesto R. Bitonio, Jr, and others, 16 November 1999, G.R. No131235

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi391

Pelanggaran aturan yang ditetapkan dalam konstitusi serikat pekerja untuk pemilihan perwakilannya/ Banding keputusan administratif yang telah membatalkan pemilihan/ Lingkup hak berserikat secara bebas/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Para anggota serikat pekerja mengajukan banding atas pemilihan perwakilan mereka, dengan berargumen bahwa prosedur yang telah diikuti tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Konstitusi Serikat pekerja. Mereka membawa kasusnya ke hakim, yang menyatakan pemilihan perwakilan tidak sah, dan keputusan ini didukung oleh otoritas yang kompeten dari Kementerian Perburuhan. Anggota serikat pekerja yang telah dipilih sebagai perwakilan membanding keputusan tersebut, berargumen bahwa pembatalan hasil pemilihan oleh otoritas eksternal di luar serikat pekerja adalah pelanggaran hak berserikat secara bebas.

391 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat,1948.

Page 188: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

188

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Mahkamah Agung mengklari� kasi lingkup hak berserikat secara bebas, mengkaji dasar hukum prinsip tersebut dan hasil dari hak dan kewajiban untuk para anggota serikat pekerja dan termasuk efek dari keputusan, di mana hakim telah menafsirkan hukum nasional terkait dengan Konvensi ILO No. 87:

“Hak konstitusional lebih baik dipahami dalam konteks Konvensi ILO No. 87 (Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat), di mana Filipina telah menandatanganinya. Pasal 3 Konvensi mengatur bahwa organisasi pekerja harus memiliki hak untuk membentuk konstitusi dan aturan mereka dan untuk memilih perwakilan mereka dengan kebebasan penuh, serta bebas dari semua campur tangan otoritas publik. Kebebasan yang diberikan dalam ketentuan tersebut cukup luas; tanggung jawab yang dikenakan kepada anggota serikat pekerja untuk menghormati konstitusi dan aturan yang mereka buat sendiri juga secara setara diberikan. Poin yang ditekankan adalah konstitusi dan anggaran rumah tangga serikat pekerja adalah hukum mendasar yang mengatur hubungan antara para anggota serikat. Di mana hak, tugas, dan kewajiban, kekuasaan, fungsi dan otoritas pengurus dan juga anggota dide� nisikan. Ini adalah hukum organik yang menentukan validitas dari tindakan yang dilakukan oleh pengurus atau anggota serikat. Tanpa menghormati konstitusi dan ART, serikat sebagai lembaga yang demokratik menurunkan nilainya menjadi sekedar kelompok individu yang diatur oleh hukum rimba.”

Rujukan kepada Konvensi ILO No. 87 mendorong Mahkamah Agung Filipina untuk menekankan sifat mengikat dari aturan yang terdapat dalam konstitusi serikat pekerja. Atas dasar ini, Mahkamah menetapkan bahwa, karena aturan yang disediakan untuk pemilihan perwakilan serikat pekerja tidak dipatuhi, pemerintah telah dibenarkan untuk membatalkan pemelihan mereka dan keputusan tersebut tidak mengurangi hak berserikat secara bebas.392

392 Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat menyatakan pendapatnya tentang pertanyaan invaliditas pemilihan pengurus serikat pekerja oleh otoritas pemerintah. Lihat, ILO: Kebebasan Berserikat, Intisari Keputusan dan Prinsip Komite Kebebasan Berserikat Badan Pimpinan ILO, Edisi kelima (revisi) (Jenewa, 2006):

Ayat 431: “Terkait dengan perselisihan internal organisasi serikat pekerja antara dua kepengurusan, Komite menganggap bahwa, dengan pandangan yang menjamin kenetralan dan obyekti� tas prosedur, pengawasan pemilihan pengurus serikat pekerja harus dipercayakan kepada otoritas hukum yang kompeten.”

Ayat 440: “Tindakan yang diambil oleh otoritas pemerintah ketika hasil pemilihan dibanding mempunyai risiko kesewenang-wenangan. Di sini, dan untuk memastikan prosedur yang netral dan obyektif, hal-hal yang terkait dengan masalah ini harus diperiksa oleh otoritas yudisial.”

Ayat 443: “Dalam rangka menghindari pembatasan yang serius atas hak-hak pekerja untuk memilih perwakilan mereka dengan kebebasan penuh, kasusnya dibawa ke pengadilan oleh otoritas pemerintah yang melibatkan banding terhadap pemilihan pengurus serikat seharusnya tidak – menunggu hasil akhir dari proses sidang – memiliki efek melumpuhkan kegiatan serikat pekerja.”

Page 189: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

189

Rumania

Konstitusi Rumania

Pasal 11: Perjanjian-perjanjian Internasional

(1) Negara Rumania menyepakati untuk mematuhi dan dalam itikad baik kewajiban-kewajibannya yang timbul dari perjanjian internasional di mana dia menjadi pihak di dalamnya.

(2) Perjanjian internasional yang telah dirati� kasi oleh Parlemen, menurut hukum, adalah bagian dari hukum nasional.

Pasal 20: Preseden Hak Asasi Manusia

(1) Ketentuan Konstitusi mengenai hak dan kebebasan warga negara harus ditafsirkan dan ditegakkan sesuai dengan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, dengan perjanjian internasional dan kesepakatan internasional lainnya di mana Rumania menjadi pihak di dalamnya.

(2) Ketika terjadi inkonsistensi antara perjanjian dan kesepakatan internasional tentang hak asasi mendasar di mana Rumania adalah pihak di dalamnya dan menjadi hukum internal, peraturan internasional harus menjadi preseden.

114. Mahkamah Konstitusi Rumania, 25 Februari 1993, Keputusan No. 6

Subyek: prinsip umum kesetaraan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional untuk menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi393

Tingkat pajak naik untuk orang-orang tertentu yang memegang jabatan secara bersamaan/ pelembagaan proses di hadapan Mahkamah Konstitusi/ Penggunaan hukum internasional untuk mende� nisikan konsep diskriminasi

Proses yang dilembagakan di hadapan Mahkamah Konstitusi Rumania mengenai hukum yang membuat aturan kenaikan 30% pajak penghasilan wajib untuk penghasilan yang berasal dari beberapa posisi yang dipegang secara bersamaan. Aturan ini secara khusus terkait dengan politisi yang memegang mandat pemilihan dan menerima gaji dari negara dan dari pengusaha pada waktu besamaan.

393 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966

Page 190: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

190

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Mahkamah Konstitusi memeriksa aturan yang terkait dalam Konstitusi untuk menentukan apakah aturan itu bersifat diskriminatif dan apakah ketentuan tersebut harus dilengkapi dengan instrumen internasional yang telah dirati� kasi Rumania:

“Kriteria non-diskriminatif ditetapkan dalam Pasal 4 (2) Konstitusi: ras, kebangsaan, asal etnis, bahasa, agama, jenis kelamin, opini, a� liasi politik, properti, dan asal sosial. Namun, harus ditekankan dalam konteks ini, bahwa ketentuan Konstitusi harus dilengkapi dengan instrumen HAM internasional, karena in ini adalah satu-satunya cara bahwa prinsip kesetaraan hak dapat memiliki dimensi hukum secara otentik. Hasil ini secara jelas terlihat dalam Ayat pertama Pasal 20 Konstitusi, yang mengatur bahwa “ketentuan konstitusil mengenai hak dan kebebasan warga negara harus ditafsirkan dan dilaksanakan sesuai dengan Deklarasi Universal tentang HAM dan dengan perjanjian dan kesepakatan internasional lain di mana Rumania menjadi pihak di dalamnya.” Konsekuensinya, ketentuan Pasal 26 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, yang berlaku efektif pada tanggal 23 Maret 1976, harus berlaku dalam kasus ini. Pasal ini menetapkan bahwa: “Semua orang adalah setara di hadapan hukum dan berhak tanpa diskriminasi untuk mendapatkan kesetaraan perlindungan hukum. Dalam hal ini, hukum harus melarang setiap diskriminasi dan jaminan kepada semua orang atas perlindungan yang setara dan efektif atas diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau lainnya, asal kebangsaan dan sosial, properti, kelahiran atau status lainnya.”

Pasal 2 (2) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang berlaku efektif sejak tanggal 3 Januari 1976, berisi ketentuan yang serupa.”

Setelah menggarisbawahi aturan umum bahwa ketentuan instrumen internasional melengkapi alasan-alasan diskriminasi yang dilarang oleh Konstitusi, Mahkamah Konstitusi Rumania mendasarkan perbaikan dalam kasus ini pada ketentuan Konstitusi. Mahkamah menganggap bahwa aturan itu berisi diskriminasi antara kategori pegawai negeri sipil dan ini tidak sesuai dengan Pasal 16 (1)394 Konstitusi mengenai kesetaraan di hadapan Hukum dan Pasal 53 (2)395 mengenai kesetaraan dalam perpajakan.

394 Pasal 16 (1) Konstitusi Rumania: “Warga negara setara di hadapan hukum dan otoritas publik, tanpa perlakuan istimewa atau diskriminasi.”

395 Pasal 53 (2) Konstitusi Rumania: “Sistem hukum perpajakan harus memastikan distribusi yang adil atas beban pajak.”

Page 191: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

191

Rwanda

Konstitusi Republik Rwanda

Pembukaan

(…) Menegaskan kepatuhan kami pada prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagaimana dide� nisikan dalam Piagam PBB tanggal 26 Juni 1945, Konvensi PBB tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genocide tanggal 9 Desember 1948, Deklarasi Universal tentang HAM tanggal 10 Desember 1948, Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial tanggal 7 Maret 1966, Perjanjian Internasional tentang hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya tanggal 19 Desember 1966, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik tanggal 19 Desember 1966, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tanggal 1 Mei 1980, Piagam Afrika tentang Hak-hak manusia dan Masyarakat tanggal 27 Juni 1981, dan Konvensi tentang Hak-hak Anak tanggal 20 November 1989; (…)

Pasal 190

Perjanjian atau kesepakatan internasional yang telah dirati� kasi atau secara sah harus, setelah diundangkan, memiliki otoritas yang lebih tinggi daripada UU, dengan syarat setiap perjanjian atau kesepakatan internasional diterapkan oleh pihak yang lain.

115. Mahkamah Agung Rwanda, Kamar Pengadilan Konstitusi, 19 Februari 2002, Keputusan No. 009/11.02/02

Subyek: kemandirian peradilan

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi.396

Keputusan yang menetapkan aturan peradilan/ Pelembagaan proses dihadapan Mahkamah Konstitusi sebagai dasar bahwa aturan tersebut harus ditetapkan oleh UU/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Suatu UU397 menetapkan aturan personel angkatan bersenjata, polisi nasional, dan peradilan akan ditetapkan melalui suatu keputusan. Presiden Majelis Nasional membanding validitas UU tersebut ke Kamar Mahkamah Konstitusi pada Mahkamah Agung.

Kamar Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi menemukan fakta bahwa keputusan penetapan aturan peradilan tidaklah sesuai dengan UU Otoritas Negara, yang mengatur bahwa aturan peradilan harus ditetapkan melalui UU.

396 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1966.

397 UU tentang Peraturan Umum Layanan Sipil Rwanda.

Page 192: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

192

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Untuk menambah kekuatan pada keputusannya, Mahkamah menambahkan bahwa keputusan bertentangan dengan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Politik dan Sipil:

“(…) bahwa mereka [Pasal-pasal yang dibanding] melanggar prinsip kemandirian peradilan, yang mengarah pada penetapan status khusus yang terdiri dari unsur-unsur individual dan lembaga yang mandiri, prinsip yang dimuat dalam pasal yang sama dalam hukum dasar dan Pasal 14 Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Politik dan Sipil”.398

Atas dasar ini, Mahkamah Agung Rwanda menetapkan bahwa keputusan yang menetapkan aturan peradilan bertentangan dengan Konstitusi dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

398 Pasal 14 (1) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik: “Semua orang harus setara di hadapan pengadilan dan peradilan. Dalam menentukan tuduhan kriminal kepadanya, atau hak dan kewajibannya dalam suatu tuntutan hukum, setiap orang berhak atas persidangan yang adil dan terbuka dari sebuah peradilan yang kompeten, mandiri, dan tidak memihak, sebagaimana ditetapkan oleh UU.”

Page 193: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

193

Slovenia

Konstitusi Republik Slovenia

Pasal 8

Perundang-undangan harus mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional yang diterima dan perjanjian internasional yang mengikat Slovenia. Perjanjian internasional yang telah dirati� kasi dan diundangkan harus berlaku secara langsung.

Pasal 153, Ayat 1 dan 2

Hukum, peraturan dan tindakan-tindakan hukum umum lainnya, harus sesuai dengan Konstitusi.

Undang-undang harus sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang diterima dan perjanjian internasional yang telah dirati� kasi secara sah oleh Majelis Nasional, dan peraturan dan tindakan-tindakna hukum umum lainnya juga harus sesuai dengan perjanjian internasional yang telah dirati� kasi.

116. Mahkamah Konstitusi Slovenia, Independent Trade Unions of Slovenia vs the Act on Representativeness of Trade Unions, 5 Februari 1998, No. U-I-57/95

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;399 kasus hukum internasional400

Hukum nasional menetapkan syarat untuk mendirikan serikat pekerja, kriteria yang menyangkut kapasitas perwakilan mereka, dan keuntungannya/Tindakan oleh serikat pekerja karena ketidakpatuhan dengan Konstitusi dan Konvensi ILO No. 87 dan 98/ Pengujian ketentuan legislatif/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Serikat pekerja Slovenia telah mengajukan permintaan uji meteriil ke Mahkamah Konstitusi, mengklaim bahwa UU Slovenia tentang Serikat Pekerja401 melanggar Konvensi ILO No. 87 dan 98 dan juga Pasal 76 Konstitusi Slovenia.402 Mahkamah Konstitusi pertama-tama harus menentukan apakah membuat pengakuan atas personalitas hukum serikat pekerja sebagai syarat pendaftaran atas konstitusinya pada otoritas yang kompeten adalah tidak konsisten dengan prinsip kebebasan berserikat. Dan kedua, Mahkamah harus memutuskan apakah yang paling mewakili serikat pekerja memperoleh jaminan atas hak-hak tertentu dalam bidang perjanjian bersama.

399 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat,1948; Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Perundingan Bersama,1949; Piagam Sosial Eropa, 1961 (dirati� kasi, tetapi belum dimasukkan dalam legislasi domestik).

400 Pengadilan HAM Eropa

401 UU tentang Kapasitas Perwakilan Serikat Pekerja, Lembaran Negara Republik Slovenia No. 13/93.

402 Pasal 76 Konstitusi Slovenia: “Kebebasan untuk mendirikan, mengoperasikan, dan bergabung dengan serikat pekerja harus dijamin.”

Page 194: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

194

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Untuk menilai validitas ketentuan yang terkait dengan pengakuan serikat pekerja, Mahkamah merujuk pada Konvensi ILO No. 87 sebagai panduan dalam menafsirkan hukum nasional:

“Negara memiliki hak untuk mengaitkan pengakuan atas personalitas hukum dengan pemberian status kepada badan pemerintah yang berwenang. Dalam melakukan hal itu, dengan persyaratan lembaga itu tidak boleh secara tidak langsung mengintervensi hak untuk mendirikan serikat pekerja secara bebas. Hal ini mengikutiPasal 7 Konvensi ILO No. 87.

ZRS [UU banding terhadap] dalam Pasal 2 dan 3 mengatur bahwa serikat harus menjadi subyek hukum pada tanggal terbitnya keputusan penyerahan anggaran dasar atau akta pendirian lainnya. Kondisi yang dimuat dalam rujukan dengan terbitnya keputusan dalam UU adalah penyerahan anggaran dasar sebagaimana yang disyaratkan, penyerahan bukti bahwa serikat pekerja telah berdiri, dan membuktikan fakta bahwa permohonan telah diserahkan oleh orang yang diberi wewenang oleh serikat pekerja. Tidak ada dari ketiga kondisi ini mencampuri hak setiap orang untuk membentuk serikat pekerja, untuk menyusun anggaran dasarnya dengan orang-orang lain, dan untuk memilih perwakilan serikat pekerja, ataupun mencegah mereka mendirikan serikat pekerja. Badan pemerintah hanya mencatat fakta-fakta tersebut dan, atas dasar ini, melalui keputusan serikat pekerja menjadi subyek hukum.

Ketentuan Pasal 2 dan 3 ZRS in oleh karenanya bukanlah tidak sesuai dengan Pasal 76 Konstitusi, ataupun tidak sesuai dengan Konvensi ILO No.87.”

Mahkamah Konstitusi Slovenia kemudian memeriksa bagian-bagian hukum mengenai peranan yang diberikan kepada perwakilan yang paling mewakili serikat pekerja dalam bidang perundingan bersama. Untuk membentuk pandangannya, Mahkamah merujuk baik pada keputusan Pengadilan HAM Eropa403 (Pasal 11 Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Mendasar)404 dan maupun Konvensi ILO No. 98:

“Salah satu prinsip mendasar Konvensi ILO No. 98 adalah perundingan bersama (negosiasi) dan menandatangani perjanjian bersama secara bebas dan sukarela. Konsekuensinya, perjanjian bersama berlaku hanya untuk para pihak yang menandatanganinya, kecuali secara universal diberlakukan menurut hukum. Namun titik awal prinsip ini berarti bahwa hak atas kebebasan serikat pekerja tidak dapat ditafsirkan seperti bila hal tersebut juga menjamin hak untuk menandatangani setiap perjanjian bersama. Untuk hak tersebut, serikat pekerja memerlukan perkiraan kewajiban penandatanganan di pihak pengusaha: dan hal ini akan dilakukan secara bebas dan sukarela tetapi atas permintaan pihak yang lain. Karena inilah Mahkamah Konstitusi menganggap bahwa Pasal 76 Konstitusi tidak seharusnya ditafsirkan secara luas daripada yang ada dalam kasus untuk menafsirkanPasal 11 Konvensi Eropa.”

Rujukan kepada instrumen internasional sebagai sumber untuk menafsirkan legislasi nasional membuat Mahkamah Konstitusi Slovenia mampu menemukan bahwa negara dapat menetapkan aturan yang mengatur subyek hukum serikat pekerja, dengan syarat bahwa hal ini tidak akan mengganggu hak untuk secara bebas mendirikan organisasi. Mahkamah juga menetapkan bahwa negara dapat memberikan peranan kepada perwakilan yang paling mewakili dari serikat pekerja dalam perundingan bersama.

403 Pengadilan HAM Eropa: Belgian National Police Union v. Belgium, 27 Oktober 1975; Swedish Engine Drivers’ Union v. Sweden, 6 Februari 1976; Kasus Schmidt and Dahlström v. Sweden, 6 Februari 1976.

404 Pasal 11 Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Mendasar:

“1.Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berserikat, termasuk hak untuk mendirikan dan bergabung dengan serikat pekerja untuk perlindungan kepentingannya.

2. Tidak ada pembatasan yang ditempatkan pada pelaksanaan hak-hak ini selain yang dimuat dalam UU dan diperlukan dalam masyarakat demokratik untuk kepentingan keamanan nasional atau keselamatan publik, untuk pencegahan kejahatan, untuk perlindungan kesehatan atau moral atau perlindungan hak dan kebebasan orang lain. Pasal ini tidak boleh menghalangi pemberlakuan pembatasan yang sah atas pelaksanaan hak-hak ini oleh anggota angkatan bersenjata atau kepolisian atau badan pemerintah.”

Page 195: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

195

UU Slovenia tentang Serikat Pekerja dianggap sudah sesuai dengan Konstitusi Slovenia dan dengan instrumen internasional yang disebut di atas.

117. Mahkamah Konstitusi Slovenia, Slovenian Railway Workers Union, 7 Desember 1995, No. U-I-92/94

Subyek: kebebasan berserikat; prinsip umum kesetaraan

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi405

UU mengubah keterwakilan pekerja dalam organ manajemen perusahaan kereta api nasional/ Pelembagaan proses dihadapan Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran prinsip kesetaraan/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan legislasi yang dibanding

Undang-undang nasional khusus telah mengubah aturan mengenai partisipasi pekerja dalam organ manajemen perusahaan kereta api nasional406 dengan mengurangi jumlah perwakilan pekerja yang duduk dalam badan-badan tersebut. Serikat pekerja mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi Slovenia, berargumen bahwa pengaturan ini tidak memberikan pekerja di perusahaan itu hak yang sama di perusahaan publik lain, dan karenanya melanggar prinsip kesetaraan yang dimuat dalam Konstitusi Slovenia.

Mahkamah Konstitusi pada awalnya menganalisa isi dari peraturan khusus mengenai kereta api nasional dan menguji apakah sesuai dengan Konstitusi, Mahkamah kemudian menafsirkan legislasi terkait dengan hukum internasional:

“Oleh karenanya (…) ketentuan yang dibanding (…) merupakan manfaat yang didapatkan perwakilan pekerja untuk secara cepat dan efektif melaksanakan fungsi mereka sebagai anggota dewan pekerja, karenanya melaksanakan hak untuk berpartisipasi dalam manajemen sebagaimana diatur dalam Konstitusi. Sesuai dengan Pasal 2 konvensi ILO yang telah dirati� kasi No. 135407 tentang Perlindungan dan Kebebasan Perwakilan Pekerja di Perusahaan (Lembaran Negara SFRY, No. 14/82), kebebasan haruslah memadai baik dalam pandangan perusahaan maupun pandangan perwakilan pekerja. Pengaturan kebebasan ini harus memperhitungkan karakteristik sistem hubungan dalam industri di negara tersebut, juga kebutuhan, ukuran, dan kemungkinan perusahaan tertentu dan e� siensi kinerja perusahaan, yang mungkin tidak mengurangi hasil dari kebebasan tersebut.”

Meskipun aturan umum telah diterapkan, jumlah pekerja dalam perusahaan kereta api yang duduk dalam organ manajemen lebih banyak daripada yang rata-rata, dan akan memiliki konsekuensi � nansial yang besar bagi anggaran perusahaan. Berdasarkan penafsiran Konvensi ILO No. 135, Mahkamah Konstitusi Slovenia menyimpulkan bahwa alasan pembuat UU adalah sah.

405 Konvensi ILO No. 135 tentang Perwakilan Pekerja, 1971.

406 UU tentang tindakan untuk pelaksanaan dan pembiayaan transportasi pada jaringan kereta api yang ada dan pada penyelenggaraan dan perubahan kepemilikan perusahaan kereta api Slovenia, Lembaran Negara Republik Slovenia No. 71/93.

407 Kata-kata yang pasti dalam Pasal 2 Konvensi No. 135 adalah sebagai berikut:

“1. Fasilitas dalam perusahaan harus diberikan kepada perwakilan pekerja secara layak agar membuat mereka mampu melaksanakan fungsinya dengan segera dan e� sien.

2. Dalam hal ini harus dipertimbangkan karakteristik sistem hubungan industrial negara dan kebutuhan, ukuran, dan kemampuan perusahaan yang bersangkutan.

3. Pemberian fasilitas tersebut tidak boleh mengganggu e� siensi operasional perusahaan yang bersangkutan.”

Page 196: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

196

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Taiwan

118. Pengadilan Yuan, 2 Agustus 2002, No. 549

Subyek: prinsip umum kesetaraan; hak atas anak

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi408

Asuransi kematian/ Hukum yang menghalangi anak-anak yang diadopsi dan telah didaftarkan kurang dari 6 bulan menerima manfaat asuransi/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Ketentuan UU menetapkan bahwa anak-anak yang diadopsi dan baru didaftarkan kurang dari 6 bulan sebelum kematian orangtuanya tidak mendapatkan manfaat dari asuransi kematian orangtuanya, ketentuan yang bertujuan untuk menghapuskan penipuan. Merujuk kepada konvensi-konvensi internasional dan hukum asing, Pengadilan Yuan, badan yang berwenang untuk menafsirkan Konstitusi, menganggap bahwa UU lebih sesuai dengan prinsip konstitusional jika anak-anak yang baru diadopsi dapat diakui oleh pengadilan sebagai penerima manfaat yang dimungkinkan dalam asuransi kematian.

Pengadilan Yuan menemukan bahwa ketentuan legislatif mengenai anak-anak adopsi harus diubah, dan bahwa” standar perburuhan internasional dan konvensi jaminan sosial yang relevan (…) harus diperhitungkan.”

Hakim Yueh-Chin Huang memberikan pandangan terpisah sejalan dengan penafsiran ini, selanjutnya menggarisbawahi pentingnya konvensi perburuhan internasional dalam menafsirkan legislasi nasional:

“Terdapat ratusan konvensi atau rekomendasi legislatif yang dibuat oleh ILO, yang memainkan peranan penting di dunia untuk melindungi hak asasi manusia. Dalam penafsiran ini, konvensi internasional digunakan sebagai sumber hukum. Ini merupakan fenomena yang menggembirakan untuk tumbuhnya sistem penafsiran konstitusi kita. (…) Jika kita mengambil posisi dari pandangan internasional, karena nilai-nilai yang dianut dunia adalah untuk melaksanakan tujuan konvensi, tugas negara anggota terhadap konvensi adalah untuk secara tegas menyatakan niat baiknya terhadap konvensi, oleh karenanya ruang untuk kebijakan legislatif sangat terbatas. (…)“Agen Penafsiran Konstitusi” harus menggunakan konvensi sebagai sumber hukum untuk mengkaji UU yang disahkan oleh Agen Legislatif [Parlemen Taiwan].”

408 Konvensi ILO No. 102 tentang Jaminan Sosial (standar minimum), 1952.

Page 197: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

197

Trinidad dan Tobago

119. Industrial Court of Trinidad and Tobago, Bank and General Workers’ Union vs Publik Service Association of Trinidad and Tobago, 27 April 2001, Trade disputeNo. 15 of 2000

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang belum dirati� kasi409 instrumen yang tidak tunduk pada rati� kasi410

Pemecatan karena pelanggaran tugas/ Tidak adanya kesempatan untuk membela diri/ Penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Seorang petugas keamanan dipecat tanpa melalui prosedur sidang. Pengusaha menuduh pekerja melakukan pelanggaran atas tugasnya, baik yang secara terpisah maupun kumulatif, dianggap cukup serius untuk memberikannya pemecatan segera. Pengadilan harus menetapkan apakah pekerja yang dipecat tanpa didengarkan keterangannya bertentangan dengan praktik hubungan industrial yang baik.411

Untuk melakukan ini, Pengadilan mendasarkan pada beberapa kasus berdasarkan Rekomendasi ILO No. 119 tentang Pemutusan Hubungan Kerja. Dalam salah satunya (TD98/1997 Bank Barclays dan Serikat pekerja Barclays) Pengadilan menyimpulkan bahwa:

“Prinsip mendasar dari keadilan alamiah dibangun menurut hukum umum bahwa seseorang memiliki hak untuk didengarkan untuk melakukan pembelaan diri, dan rekomendasi ILo hanya menyatakan prinsip ini.”

Pengadilan merujuk pada kasus sejenis lain dan menyimpulkan bahwa prinsip hubungan industrial yang baik mensyaratkan pengusaha tidak hanya menginformasikan pekerja tentang pemecatan, tetapi juga memberikan kesempatan yang adil untuk didengarkan dalam proses pemecatan dirinya. Prinsip-prinsip ini berdasarkan keputusan pengadilan dan Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja:

“Efek dari keputusan yang banyak disebut pada Pengadilan (…), serta Konvensi ILO 158 (…), adalah untuk menetapkan, bahwa dalam sistem hubungan industrial kita, setiap pekerja memiliki hak atas kesempatan yang adil untuk membela diri terhadap setiap tuduhan atau dugaan kepadanya, juga untuk didengarkan dalam mitigasi setiap kemungkinan hukuman (khususnya pemecatan) oleh orang/ dalam manajemen yang bertanggungjawab atas keputusan tersebut, sebelum hal tersebut diberlakukan. Hal ini bukanlah hal yang diambil secara gampang atau lebih teknis. Ini adalah prinsip mendasar dari hubungan industrial yang baik.”

Mendasarkan pada Konvensi ILO No. 158, Pengadilan menetapkan bahwa pemecatan seorang pekerja harus didahului dengan memberikan kepadanya kesempatan yang adil untuk didengarkan pembelaannya. Penghapusan oleh pengusaha akan menyebabkan pelanggaran mendasar atas prinsip-prinsip hubungan industrial yang baik. Pengusaha mencari cara agar pemecatan pekerja bisa dibenarkan dalam situasi seperti

409 Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, 1982

410 Rekomendasi ILO No.119 tentang Pemutusan Hubungan Kerja,1963.

411 UU Hubungan Industrial Trinidad dan Tobago memberikan wewenang kepada pengadilan untuk menetapkan pekerja yang di-PHK dipekerjakan kembali atau mendapatkan pembayaran kompensasi atau ganti rugi di mana pekerja telah dipecat dalam situasi yang “kasar dan/atau penuh tekanan dan/atau tidak sesuai dengan prinsip hubungan industrial yang baik”

Page 198: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

198

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

itu, beban pembuktian yang tidak bisa diberikan secara layak untuk memberikan pekerja412 kesempatan untuk didengar, dan bahkan bila dia telah melakukannya, tidak akan memberikan perbedaan pada hasilnya.

Dalam kasus ini, Pengadilan Industrial Trinidad dan Tobago menemukan bahwa pengusaha tidak memberikan bukti keadaan yang dapat secara pantas menghalanginya untuk menghormati audi rule. Pengadilan memerintahkan bahwa pekerja berhak mendapatkan ganti rugi.

120. Pengadilan Industrial Trinidad dan Tobago, Bank and General Workers’ Union vs Home Mortgage Bank, 3 Maret 1998, No. 140 of 1997

Subyek: pemecatan

Peranan hukum internasional: penetapan prinsip yurisprudensi berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang belum dirati� kasi413

Kontrak hubungan kerja yang mengatur pemutusan hubungan kerja yang bebas oleh para pihak/ Pemutusan kontrak oleh pengusaha/ Pembentukan prinsip jurisprudensi yang diinspirasi dari Konvensi ILO No. 158/ Tidak ada hubungan kerja yang bisa diakhiri kecuali dengan alasan yang sah

Pengusaha meminta jasa pekerja sebagai supir. Kontrak mengatur bahwa PHK dapat dilakukan pada setiap saat oleh salah satu pihak. Beberapa bulan kemudian setelah penandatanganan kontrak, pengusaha memberikan pekerja surat yang memberitahukan pemutusan hubungan kerja.

Pengadilan menetapkan bahwa menurut hukum, pengusaha tidak terikat untuk memberikan alasan atas pemecatan pekerja. Namun, Pengadilan harus menyatakan apakah pemecatan tersebut sesuai dengan prinsip hubungan industrial yang baik yang diakui dalam legislasi nasional.414

Untuk menentukan apakah prinsip hubungan industrial yang baik berlaku dalam pemecatan, Pengadilan mendasarkan pada Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

“Prinsip praktik hubungan industrial yang baik mengatakan bahwa tidak ada hubungan kerja seorang pekerja dapat diakhiri kecuali dengan alasan yang sah yang terkait dengan kapasitasnya untuk melakukan pekerjaan di mana dia telah dipekerjakan atau di mana didasarkan pada persyaratan operasional dari usaha pengusaha. Prinsip ini dimuat secara tertulis dalam Konvensi ILO No. 158 (Konvensi ILO No. 158). Konvensi ILO No. 158 telah menyatakan secara tertulis prinsip hubungan industrial yang baik dan tidak ada konsekuensi bagi Konvensi yang belum dirati� kasi oleh Trinidad dan Tobago. Hal ini tidak berlaku sebagai bagian dari hukum domestik Trinidad dan Tobago tetapi sebagai bukti prinsip praktik hubungan industrial yang baik telah diterima pada tingkat internasional.”

Menurut aturan yang diinspirasi oleh Konvensi ILO No.158, Pengadilan Industrial Trinidad dan Tobago menyatakan bahwa pengusaha telah melanggar kewajibannya dalam memutuskan kontrak tanpa alasan yang sah dan tidak memberikan pekerjaan kesempatan yang adil untuk menyampaikan pembelaannya.

412 Menarik untuk dicatat bahwa pengadilan menggunakan Pasal 7 Konvensi No. 158 mengutip hampir setiap kata per kata untuk menyusun prinsip ini. Pasal ini dibaca sebagai berikut: “Hubungan kerja pekerja tidak boleh diakhiri karena alasan yang terkait dengan perilaku atau kinerja pekerja sebelum dia diberikan kesempatan untuk membela dirinya terhadap tuduhan yang dibuat, kecuali pengusaha tidak dapat secara layak diharapkan memberikan kesempatan ini.”

413 Konvensi ILO No. 158 tentang pemutusan Hubungan Kerja, 1982.

414 Pasal 10 (3)(b) UU Hubungan Industrial Trinidad dan Tobago: “Pengadilan (…) harus (…) bertindak sesuai dengan keadilan, kesadaran yang baik, dan (…) mempertimbangkan prinsip dan praktik hubungan industrial yang baik.”

Pasal 10 (5) UU Hubungan Industrial mengatur bahwa dalam hak PHK pekerja, pengadilan harus menentukan apakah pekerja telah dipecat dalam situasi yang “(…) tidak sesuai dengan prinsip praktik hubungan industrial yang baik”.

Page 199: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

199

Ukraina

Konstitusi Ukraina

Pasal 9

Perjanjian Internasional yang berlaku dan diakui oleh Verkhovna Rada (Parlemen) Ukraina adalah bagian dari peraturan domestik Ukraina.

Penandatanganan perjanjian internasional yang bertentangan dengan Konstitusi Ukraina dimungkinkan hanya setelah adanya perubahan yang relevan terhadap Konstitusi Ukraina.

Hukum perjanjian internasionalUkraina415

Pasal 17, Ayat 1 dan 2

(1) Perjanjian internasional yang ditandatangani dan dirati� kasi oleh Ukraina menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hukum domestik Ukraina dan harus berlaku secara sama dengan ketentuan dalam ketentuan Domestik.

(2) Jika Ukraina merati� kasi perjanjian internasional melalui suatu UU yang berisi aturan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan Ukraina, maka aturan perjanjian internasional akan berlaku.

121. Mahkamah Konstitusi, 18 Oktober 2000, Kasus No. 1-36/2000

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian-perjanjian internasional yang telah dirati� kasi416

UU yang membatasi kemungkinan membentuk lebih dari satu serikat pekerja pada tingkat lokal dan provinsi, serta pengakuan subordinasi organisasi baru atas kewenangan Kementerian Kehakiman/ Keputusan yang inkonstitusional/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat solusi berdasarkan hukum domestik

Beberapa anggota parlemen Ukraina dan juga lembaga ombudsman (Komisioner Parlemen untuk HAM) meminta kepada pengadilan untuk memutuskan isu inkonstitusionalitas mengenai UU Serikat Pekerja yang baru saja diadopsi oleh parlemen, mengklaim bahwa naskah UU melanggar tidak hanya Pasal-pasal dalam Konstitusi Ukraina yang mengakui kebebasan berserikat tetapi juga konvensi ILO No. 87 dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, keduanya telah dirati� kasi oleh Ukraina.

415 Hukum perjanjian internasional Ukraina tanggal 22 Desember 1993.

416 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat, dan Perlindungan Hak Berserikat,1948; Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966.

Page 200: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

200

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pemohon meminta uji materiil atas Pasal 11 UU yang menyatakan syarat-syarat untuk pembentukan serikat pekerja pada tingkat lokal, provinsi, dan nasional. Menurut pasal tersebut, untuk mendapatkan status hukum, serikat pekerja lokal harus memiliki sekurang-kurangnya tiga bagian serikat lokal atau sekurang-kurangnya sembilan anggota yang bekerja pada beberapa usaha. Akibatnya, asosiasi pekerja yang berserikat dalam satu jenis usaha tidak mendapatkan status hukum dan mereka dipaksa untuk bergabung dengan serikat pekerja yang lebih besar. Alasan lain membanding ketentuan Pasal 11, pemberian status serikat pekerja pada tingkat provinsi hanya bisa pada organisasi dengan mayoritas anggota serikat pekerja pada cabang atau wilayah. Pemohon menduga bahwa ketentuan tersebut menghalangi pluralisme serikat pekerja pada tingkat provinsi.

Selain itu, pemohon juga mengajukan uji materiil atas validitas Pasal 16 UU tersebut mengenai tata cara pendaftaran serikat pekerja. Menurut ketentuan tersebut, pendafataran organisasi pada Kementerian Kehakiman adalah prasyarat untuk memperoleh status hukum, dan menteri dapat menolak pendaftaran jika dia menganggap bahwa aturan Pasal 11 yang disebutkan di atas tidak dipenuhi.

Mahkamah mendasarkan keputusannya pada pasal 36 dan 37 Konstitusi Ukraina yang mengakui kebebasan berserikat. Dinyatakan bahwa ketentuan tersebut melindungi pluralism serikat pekerja dan ketentuan ini secara serius dihalangi oleh Pasal 11 UU yang menjadi obyek banding. Mahkamah Konstitusi kemudian menyatakan bahwa Pasal 16 dari naskah UU tersebut memiliki efek merendahkan pembentukan serikat pekerja karena adanya izin, suatu syarat yang secara tegas dilarang dalam Konstitusi.

Untuk memperkuat alasannya, Mahkamah Konstitusi menunjukkan bahwa ketentuan tersebut juga bertentangan dengan Konvensi ILO No. 87 dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Mahkamah menunjukkan bahwa jaminan, termasuk yang ada dalam kedua instrumen tersebut, telah secara penuh dimasukkan dalam Konstitusi Ukraina. Mahkamah menyatakan sebagai berikut:

“Substansi dari ketentuan perjanjian internasional yang telah dimasukkan dalam naskah Konstitusi Ukraina, khususnya dalam Pasal 36 dan 37, yang berisi jaminan dan perhatian yang serupa terkait dengan pelaksanaan hak warga negara atas kebebasan berserikat, termasuk dalam serikat pekerja. Memandang fakta bahwa ketentuan tertentu dalam UU ditemukan tidak konstitusional, sehingga melanggar hak warga negara atas kebebasan berserikat. Mahkamah Konstitusi Ukraina mencatat bahwa persyaratan yang ditetapkan dalam Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Konvensi ILO [No. 87] tidak secara memadai dimasukkan ke dalam Undang-undang.”

Mendasarkan keputusannya pada naskah Konstitusi dan pada ketentuan perjanjian internasional yang relevan, Mahkamah Konstitusi Ukraina memutuskan bahwa pasal-pasal dalam UU Serikat Pekerja tidak konstitusional.

Page 201: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

201

Uruguay

122. Pengadilan Banding Perburuhan pada Tingkat Pertama, CHH vs TSA untuk pembayaran cuti yang tidak diambil dan gaji liburan, 12 Maret 1993, Keputusan No. 475

Subyek: Cuti yang dibayar

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi417

Cuti liburan/ Syarat untuk memperoleh hak cuti yang dibayar/ Keutamaan norma internasional ketika hal itu lebih menguntungkan bagi pekerja/ Penerapan langsung hukum internasional untuk mengesampingkan ketentuan Domestik yang lebih rendah

Seorang pekerja mengajukan permohonan untuk memperoleh pembayaran atas cuti yang belum diambil dan gaji selama cuti setelah dipecat tanpa ada pembayaran atas hal-hal tersebut. Pemohon berargumen bahwa dalam kasusnya dan terkait dengan perhitungan untuk menentukan haknya atas cuti, perusahaan memperhitungkan hari kerja pemohon dan kemudian, sesuai dengan perjanjian bersama, telah mempertimbangkan bahwa 30 hari pertama ketidakhadiran karena sakit telah didokumentasikan dengan sah oleh pekerja, tetapi tidak untuk ketidakhadiran berikutnya. Harus ditunjukkan bahwa peraturan domestik mengatur penyelesaian yang serupa dengan yang ada dalam perjanjian bersama.

Mempertimbangkan situasi ini, pemohon mengajukan banding, menyatakan bahwa, dalam kasusnya, Konvensi ILO No. 132 harus berlaku sebagai norma yang paling menguntungkan pekerja. Pemohon menyatakan bahwa Konvensi mengatur bahwa untuk terciptanya hak cuti, semua cuti sakit harus diperhitungkan. Namun hakim pada tingkat pertama memilih solusi yang ada dalam perjanjian bersama. Sebagai hasilnya, pemohon mengajukan banding.

Untuk menentukan bagaimana menghitung ketidakhadiran karena sakit, Pengadilan bandiing mempelajari Konvensi ILO No. 132,418 membandingkannya dengan perjanjian bersama419, dan peraturan domestik. Pengadilan mengindikasikan bahwa aturan yang pertama (Konvensi No. 132) bisa menjadi preseden karena menetapkan manfaat yang lebih besar terkait dengan perhitungan cuti sakit.

Pengadilan memutuskan sebagai berikut:

“Pengadilan memutuskan bahwa pembelaannya dapat diterima, sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi Perburuhan Internasional No. 132, yang kewajiban hukumnya tidak bisa dikurangi oleh ketentuan perjanjian bersama dan di mana tidak menjadi preseden terhadap norma heteronym yang melanggar yang menetapkan manfaat yang lebih luas daripada yang ditetapkan dalam konvensi bersama. Sehingga, kon� ik antara Konvensi Perburuhan Internasional No. 132 dan hukum domestik harus diselesaikan dalam norma yang paling menguntungkan pekerja: dalam kasus ini adalah Konvensi, yang mengatur bahwa seluruh cuti sakit harus diperhitungkan untuk menciptakan hak cuti, sedangkan hukum domestik (UU No. 12.290) mengatur bahwa cuti sakit yang terdokumentasikan dengan sah tidaklah menciptakan pemotongan terhadap efek cuti,

417 Konvensi ILO No. 132 tentang Hari Libur yang Dibayar (Revisi), 1970.

418 Pasal 5(4) Konvensi No. 132: “Menurut syarat yang ditentukan oleh otoritas yang kompeten atau melalui mekanisme yang memadai di dalam negeri, ketidakhadiran karena alasan yang di luar kontrol pekerja seperti sakit, kecelakaan, atau persalinan, harus dihitung sebagai bagian dari masa kerja.”

419 Perjanjian bersama menyatakan bahwa: “Hari-hari ketidakhadiran karena sakit sampai maksimum 30 hari per tahun harus diperhitungkan.”

Page 202: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

202

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

sampai dengan 30 hari. Sama halnya dengan Keputusan UU No. 14.407, yang menetapkan bahwa hak cuti dan liburan yang dibayar harus ditetapkan dan dibayarkan secara proporsional dengan periode bekerja.

Meskipun Konvensi No. 132 menerima bahwa negara yang berbeda-beda melaksanakan Konvensi yang sama dapat mengadopsi ketentuan mereka sendiri (mereka bahkan bisa mengatur melalui perjanjian bersama), karena meskipum peraturan adalah norma yang lebih rendah daripada Konvensi, hal tersebut tidak dapat membatalkan seluruh atau sebagain, tapi hanya dapat membuatnya lebih jelas untuk penerapannya.”

Sebagai hasilnya, Pengadilan Banding Perburuhan mendasarkan keputusannya atas penafsiran Konvensi ILO No. 132, melindungi penerapan terpisah dari perjanjian bersama dan memerintahkan bahwa seluruh ketidakhadiran karena sakit dihitung untuk menetapkan hak cuti.

Page 203: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

203

Zambia

123. Mahkamah Agung Zambia, Yurisdiksi Sipil, Standard Chartered Bank Zambia Limited vs Peter Zulu and 118 others, 13 November 1997, No. 59 of 1996

Subyek: Larangan kerja paksa

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum domestik

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;420 perjanjian internasional yang belum dirati� kasi421

Transfer kontrak kerja dari satu perusahaan ke perusahaan lain tanpa persetujuan pekerja/ Perusahaan dianggap melakukan kerja paksa pada tingkat banding/ Pengakuan Konvensi ILO oleh Mahkamah agung sebagai sumber untuk menafsirkan Konstitusi Zambia

Pekerja bank mengambil tindakan hukum ketika kontrak kerja mereka ditransfer keperusahaan lain tanpa persetujuan mereka. Pengadilan Banding menganggap bahwa transfer seperti ini bertentangan dengan Pasal 14 Konstitusi Zambia, yang melarang kerja paksa, serta Konvensi ILO di mana Zambia telah merati� kasinya.

Perusahaan mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung Zambia, yang memutuskan inter alia legalitas atas rujukan kepada konvensi-konvensi internasional:

“Zambia telah merati� kasi konvensi-konvensi ini tetapi agar mereka menjadi bagian dari hukum kami harus memenuhi syarat-syarat yang ada dalam Konstitusi (…). Konvensi yang telah dirati� kasi dapat dipakai dalam penafsiran Pasal 14 (2) Konstitusi.Hal tersebut membicarakan kerja paksa. Pasal 14 (2) mengatur:

“Seseorang tidak boleh diminta untuk melakukan kerja paksa.”

Pasal tersebut mencoba mende� nisikan “kerja paksa” tetapi suatu keadaan dapat timbul ketika de� nisi tidak mencakup situasi baru dan mungkin diperlukan atau diinginkan untuk melihat konvensi di mana Zambia menjadi anggotanya.”

Setelah menyimpulkan bahwa hukum internasional dapat menjadi sumber hukum untuk menafsirkan Konstitusi, Mahkamah Agung Zambia menolak argumen pemohon mengenai rujukan kepada hukum internasional.

420 Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa, 1957; Konvensi ILO No. 122 tentang Kebijakan Ketenagakerjaan,1964; Konvensi ILO No. 158 tentang Pemutusan Hubungan Kerja,1982.

421 Konvensi ILO No. 92 tentang Akomodasi Awak Kabin (Revisi), 1949.

Page 204: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

204

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Zimbabwe

Konstitusi Zimbabwe

Pasal 111 (b): Pengaruh Konvensi-konvensi Internasional

Kecuali diatur lain dalam Konstitusi ini atau menurut UU yng ditetapkan parlemen, setiap konvensi, perjanjian, atau kesepakatan internasional yang disetujui, ditandatangani, atau dilaksanakan oleh atau menurut otoritas Presiden dengan satu atau lebih negara atau pemerintahan asing atau organisasi internasional: (…)

(b) tidak akan membentuk Hukum Zimbabwe kecuali telah dimasukkan ke dalam UU atau menurut UU yang ditetapkan oleh parlemen.

124. Pengadilan Hubungan Perburuhan, Frederick Mwenye vs Textile Investment Company, 8 Mei 2001, No. LRT/MT/11/01

Subyek: pelecehan seksual

Peranan hukum internasional: penyelesaian langsung perselisihan berdasarkan hukum internasional

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi;422 kasus hukum internasional423

Pelecehan seksual/ Kekosongan dalam legislasi nasional/ Penerapan langsung hukum internasional untuk mende� nisikan pelecehan

Seorang sekretaris mengeluhkan kepada manajer umum perusahaan tempatnya bekerja bahwa salah seorang manajer senior telah melakukan pelecehan seksual secara terus menerus kepadanya. Manajer senior kemudian dipecat. Ia mengajukan banding atas keputusan tersebut, dia membawa kasusnya ke pengadilan.

Pengadilan harus menilai apakah perilaku pemohon dapat dianggap sebagai pelecehan seksual. Karena tidak ada ketentuan nasional yang menangani isu ini, Pengadilan bergantung pada hukum internasional.

Pengadilan kemudian menetapkan sebagai berikut:

“Saya tidak tahu kasus lokal yang telah diberikan de� nisi yuridis dari istilah pelecehan seksual. Dalam arti bahasa biasa, istilah tersebut merujuk pada perbuatan atau perilaku seseorang yang tidak menyenangkan secara seksual.

Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)424, Rekomendasi Umum No. 19 tahun 1992 mende� nisikan pelecehan seksual termasuk “perilaku seksual yang tidak bisa diterima (seperti) kontak � sik, tanda-tanda seksual, menunjukkan

422 Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979.

423 Komite PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan: Rekomendasi Umum No. 19.

424 Penting untuk mencatat bahwa Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan bukanlah Konvensi dan bahwa Rekomendasi Umum No. 19 adalah Rekomendasi Umum No. 19 dari Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Badan pengawas dari Konvensi tersebut diatas.

Page 205: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

205

pornogra� , baik dengan kata-kata atau tindakan.” Dalam kasus ini bukti secara jelas menunjukkan bahwa pemohon membuat tindakan seksual yang tidak diinginkan secara berulang-ulang kepada Nona Gwelo yang menyebabkan dia merasa terganggu dan tidak nyaman. Meskipin dia telah secara tegas berkeberatan, pemohon terus memaksakan perbuatannya. (…)

Pelecehan seksual adalah bentuk perilaku tidak bermoral yang mengganggu martabat dan integritas manusia. Pelecehan merendahkan nilai kebebasan berserikat. (…). Rekomendasi Umum CEDAW Nomer 12 tahun 1989 mengakui pelecehan seksual sebagai kekerasan terhadap perempuan.”

Setelah menetapkan adanya kekosongan dalam hukum nasional, hakim secara langsung menerapkan ketentuan Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, menetapkan bahwa perilaku penggugat merupakan pelecehan seksual dan menolak banding yang dia ajukan.

Page 206: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

206

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa

125. Pengadilan HAM Eropa, Bagian Ketiga, Enerji Yapi-Yol Sen vs Turkey, 21 April 2009, Application No. 68959/01

Subyek: kebebasan berserikat; hak mogok

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan UU HAM Eropa

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi425 kasus hukum internasional426

Kebebasan berserikat/ Hak mogok/ Larangan bertemu/ Penafsiran Pasal 11 Konvensi Eropa tentang HAM sehubungan dengan hukum internasional

Beberapa pegawai negeri Turki yang bekerja di badan pertanahan dan sektor energi dan infrastruktur, serta departemen konstruksi jalan motor telah mendirikan serikat pekerja yang selanjutnya bergabung dengan federasi serikat pekerja sektor publik. Pada tahun 1996, lima hari sebelum aksi yang direncanakan oleh federasi ini untuk mencapai pengakuan atas hak berunding bersama bagi pegawai negeri, Pemerintah Turki menerbitkan surat edaran yang melarang pegawai negeri ikut serta dalam pertemuan mengenai rencana pemogokan. Beberapa anggota serikat pekerja, setelah mengambil bagian dalam pemogokan dan membuat pernyataan di hadapan media, mendapatkan tindakan disipliner. Serikat pekerja meminta surat edaran tersebut dibatalkan, Dewan Negara menolak petisi tersebut. Pada tingkat banding oleh serikat pekerja, Majelis Umum Dewan Negara menyetujui aturan tersebut.

Serikat pekerja kemudian menyerahkan kasusnya kepada Pengadilan HAM Eropa, mengklaim bahwa Pemerintah Republik Turki telah melanggar Pasal 11 dan 14 Konvensi Eropa tentang HAM.

Menerapkan prinsip penafsiran yang dimuat dalam kasus Demir vs Baykara/Turkey, Pengadilan menyokong keputusannya dengan mempertimbangkan elemen-elemen hukum internasional yang diambil dari sumber-sumber lain, selain Konvensi Eropa tentang HAM. Setelah menegaskan bahwa pemogokan, yang membuat serikat pekerja dapat menyuarakan kepentingannya, adalah faktor penting bagi anggota serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya, pengadilan merujuk pada Konvensi ILO No. 87. Pengadilan mencatat bahwa hak mogok diakui oleh badan-badan pengawas ILO sebagai jaminan terhadap hak kebebasan berserikat yang dilindungi oleh Konvensi ILO No. 87.

Menafsirkan Pasal 11 sejalan dengan prinsip ini, pengadilan menegaskan bahwa, meskipun larangan untuk mogok mungkin berlaku untuk beberapa kategori pegawai negeri tertentu, larangan tersebut tidak bisa diperluas untuk diberlakukan secara umum, sebagaimana dalam kasus ini, atau pun kepada pekerja sektor publik dari perusahaan negara baik di sektor komersial maupun industrial. Pengadilan menambahkan bahwa surat edaran yang dibuat secara umum, menempatkan larangan mutlak atas hak mogok untuk semua pegawai negeri, tanpa ada alasan mengenai kebutuhan akan hal tersebut, dalam masyarakat yang demokratik, atas pembatasan dan kriminalisasi kegiatan mogok.

425 Konvensi ILO No.87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948 (dirati� kasi oleh Turki pada tanggal 12 Juli 1993)

426 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi; Komite ILO tentang Kebebasan Berserikat.

Page 207: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

207

Pengadilan menggunakan elemen hukum internasional selain dari Konvensi Eropa tentang HAM yang menuntun pengadilan untuk meyimpulkan bahwa pengadopsian surat edaran tahun 1996 dan penerapannya oleh pemerintah Turki tidaklah untuk menjawab “kebutuhan sosial yang sangat dominan” dan telah menghalangi hak yang efektif dari serikat pekerja sebagaimana dimuat dalam Pasal 11 Konvensi.

126. Pengadilan HAM Eropa, Kamar Utama, Demir and Baykara vs Turkey, 12 November 2008, Penerapan No. 34503/97

Subyek: kebebasan berserikat; perundingan bersama

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan UU Ham Eropa; rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan Konvensi Eropa tentang HAM

Jenis instrumen yang digunkan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi427, Kasus hukum internasional428

Kebebasan berserikat/ Hak berunding bersama/ Penggunaan hukum internasional dalam menafsirkan Konvensi Eropa tentang HAM/ Rujukan kepada hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan Konvensi Eropa tentang HAM

Serikat pekerja yang didirikan di Turki pada tahun 1990 oleh pegawai pemerintah kota, telah mencapai perjanjian bersama dengan pihak Walikota. Ketika pihak Walikota tidak memenuhi kewajibannya menurut perjanjian ini, serikat pekerja mengajukan kasusnya ke pengadilan negeri. Penetapan dari pengadilan menguntungkan bagi serikat pekerja, namun ditolak pada tingkat Mahkamah Agung. Mahkamah menolak hak serikat pekerja untuk terlibat dalam perundingan bersama dengan pihak pemerintah kota.

Pengadilan Audit, meneruskan keputusan tersebut, memerintahkan anggota serikat pekerja untuk membayar kembali penghasilan tambahan yang telah mereka terima menurut perjanjian bersama. Walikota yang menandatangani perjanjian bersama ini disidangkan di pengadilan pidana dan perdata karena penyalahgunaan kekuasaan.

Seorang anggota dan ketua serikat pekerja membawa kasus ini ke Pengadilan HAM Eropa. Setelah penetapan awal, Pengadilan menemukan pelanggaran atas Pasal 11 Konvensi Eropa tentang HAM, dan kasusnya kemudian dirujuk ke Kamar Utama Pengadilan atas permintaan pemerintah Republik Turki, yang mengklaim bahwa pengadilan tidak dapat, bahkan dalam hal penafsiran, menentang pemerintah dengan perjanjian-perjanjian internasional selain dari Konvensi Eropa tentang HAM. Argumen ini ditolak oleh Kamar Utama.

Menjelaskan metode penafsirannya, Kamar Utama menunjukkan bahwa ketentuan dalam Konvensi Eropa tentang HAM dapat ditafsirkan sejalan dengan perjanjian internasional yang terkait dengan subyek yang dibahas, dan juga terkait dengan aturan hukum internasional yang relevan yang dianggap sebagai “prinsip hukum umum yang diakui oleh negara-negara yang beradab” atau ‘prinsip yang ditetapkan melalui naskah yang lingkupnya universal” atau ”norma yang diterima secara internasional”. Pengadilan menjelaskan bahwa,

427 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948 (dirati� kasi oleh Turki pada tanggal 12 Juli 1993); Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Berunding Bersama,1949 (dirati� kasi oleh Turki pada tanggal 23 Januari 1952); Konvensi ILO No.151 tentang Hubungan Perburuhan (Layanan Publik),1978 (dirati� kasi oleh Turki pada tanggal 12 Juli 1993). Pengadilan HAM Eropa juga merujuk pada instrumen internasional lain yang telah dirati� kasi oleh Turki, seperti Piagam Sosial Eropa, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik,1966 dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, 1966.

428 Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi: Komite Kebebasan Berserikat ILO.

Page 208: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

208

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

dalam mencari persamaan di antara norma-norma hukum internasional, pengadilan tidak membedakan sumber-sumber hukum, apakah mereka telah ditandatangani dan dirati� kasi oleh pemerintah.

Menerapkan prinsip ini bahwa hak pegawai pemerintah daerah untuk membentuk serikat pekerja menjadi perhatian serius, Pengadilan, dalam penafsirannya atas Pasal 11 Konvensi, merujuk pada Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat. Pengadilan juga mendasarkan penafsirannya pada pendapat Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, yang dalam pengamatannya membuat perhatian untuk pemerintah Turki, menganggap bahwa satu-satunya pengecualian dalam hak berserikat yang diatur oleh Konvesi No. 87 adalah terkait dengan angkatan bersenjata dan polisi, dan bukan anggota pegawai negeri lainnya.429 Berkaitan dengan pegawai pemerintah daerah, pengadilan merujuk kepada keputusan Komite Kebebasan Berserikat dari Badan Pimpinan ILO.430 Pengadilan mengasumsikan dari berbagai elemen bahwa pembatasan yang diatur dalam 11§2 Konvensi Eropa tentang HAM meminta penafsiran yang ketat: pegawai pemerintah daerah tidak bisa diperlakukan sebagai pegawai pemerintah pusat, dan memiliki hak untuk berserikat dan membentuk serikat pekerja.

Atas isu pembatalan yang retroaktif atas perjanjian bersama sebagai hasil dari penetapan Mahkamah Agung, Pengadilan mendasarkan putusannya pada Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berserikat dan Berunding Bersama. Pengadilan melihat bahwa, melalui Konvensi ini, sebagaimana diindikasikan dalam Pasal 6, tidak berhubungan dengan posisi pegawai negeri sipil, Komite Ahli ILO menafsirkan ketentuan ini dengan pengecualian hanya kepada pegawai yang memiliki akti� tas administrasi negara. Dengan rujukan ini, dan juga Konvensi ILO No.151, Pengadilan menganggap bahwa yurisprudensinya, di mana hak berunding dan mencapai perjanjian bersama bukanlah elemen yang nyata dalam Pasal 11, perlu untuk dikaji sehingga mempertimbangkan evolusi yang ada, baik dalam hukum internasional dan sistem hukum nasional.

Mendasarkan pada Konvensi ILO No. 87, 98, dan 151, dan pada pengamatan badan-bdan pengawas ILO, pengadilan menetapkan bahwa telah terjadi pelanggaran pada Pasal 11 Konvensi Eropa mengenai HAM, karena campur tangan, maka pegawai pemerintah daerah harus menderita dalam melaksanakan hak mereka untuk mendirikan serikat pekerja, dan juga karena pembatalan retroaktif dari perjanjian bersama yang ditandatangani oleh serikat pekerja sebagai hasil dari perundingan bersama dengan pemerintah.

429 Komite Ahli ILO tentang penerapan Konvensi dan Rekomendasi: pengamatan penerapan oleh Turki atas konvensi ILO No. 87, diterbitkan tahun 2005.

430 Kebebasan Berserikat, Intisari Keputusan dan prinsip Komite Kebebasan Berserikat badan Pimpinan ILO, Edisi revisi keempat (Jenewa, 1996), Ayat 217. Dalam versi terbaru intisari (edisi revisikelima tahun 2006), Lihat Ayat 230.

Page 209: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

209

Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Inter-Amerika

127. Pengadilan HAM Inter-Amerika, Huilca Tecse Vs. Peru, 3 Maret 2005

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum inter-Amerika

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi431 kasus hukum internasional432

Kebebasan Berserikat/ Kebebasan Serikat Pekerja/ Hak hidup/ Hak dan kebebasan dari sekelompok orang untuk berserikat secara bebas, tanpa takut terhadap intimidasi/ kewajiban negara untuk memperbolehkan serikat pekerja, federasi, konfederasi untuk beroperasi secara bebas/ Kewajiban negara secara Internasional/ Penggunaan hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum inter-Amerika

Komisi HAM Inter-Amerika membawa kasus hukum kepada pengadilan Inter-Amerika terhadap Pemerintah Peru atas eksekusi extrayudisial bagi pemimpin serikat pekerja Peru. Tn. Pedro Huilca Tecse, yang pada saat kejadian selaku Sekretaris jenderal Konfederasi Pekerja Umum Peru. Komisi mengindikasikan bahwa eksekusi ini mungkin dijalankan oleh anggota Grupo Colina, pasukan tembak yang terhubung dengan Badan Intelijen Angkatan Bersenjata Peru. Tindakan Hukum juga merujuk pada dugaan kurangnya penyelidikan yang penuh, tidak memihak, dan efektif atas kejadian tersebut.

Dalam jawaban terhadap tindakan hukum tersebut, negara menerima klaim pemohon dan juga rincian perbaikan dan biaya sipil. Pengadilan menetapkan bahwa terdapat bukti yang cukup untuk menyimpulkan bahwa eksekusi extrayudisial terhadap Tn Pedro Huilca Tecse adalah memiliki motif politis, yang timbul dari operasi intelijen militer yang ditoleransi oleh berbagai otoritas dan lembaga nasional. Pengadilan menyimpulkan bahwa hak hidup dan kebebasan berserikat yang dimuat dalam Konvensi Amerika tentang HAM telah dilanggar. Sehubungan dengan hal tersebut, pengadilan menetapkan bahwa isi dari hak kebebasan berserikat telah dilanggar terkait dengan kebebasan serikat pekerja, karena penembakan dimotivasi oleh fakta bahwa korban adalah pemimpin serikat pekerja oposisi. Hal tersebut memperkuat tidak hanya kebebasan berserikat individu yang telah dibatasi tetapi juga gerakan serikat pekerja Peru karena efek intimidasi dari eksekusi Tn.Pedro Huilca Tecse. Untuk memperkuat keputusannya, Pengadilan merujuk pada standar regional dan internasional dan kasus hukum:

“Pengadilan mengingatkan isi Protokol San Salvador tanggal 17November 1977, dan Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat tanggal 17 Juni 1948, di mana dalam Pasal 8 (1)(a) dan 11, memasukkan kewajiban negara untuk mengizinkan serikat pekerja, federasi, dan konfederasi untuk berfungsi secara bebas. Peru merati� kasi Konvensi ILO No. 87 pada tanggal 2 Maret 1960.

431 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berserikat, 1948 (diratifkasi oleh Peru tanggal 2 Maret 1960); Konvensi Amerika tentang HAM “Pakta San José, Kosta Rika”, 1969 (dirati� kasi oleh Peru tanggal 8 Mei 1978); Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM dalam bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (“San Salvador Protocol”), 1988 (dirati� kasi oleh Peru tanggal 28 Oktober 1992).

432 Komite Kebebasan Berserikat ILO; Pengadilan HAM Eropa.

Page 210: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

210

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Komite Kebebasan Berserikat ILO menyatakan bahwa: “Kebebasan berserikat hanya dapat dijalankan dalam situasi di mana hak asasi dasar dijamin secara penuh dan dihormati, khususnya yang terkait dengan kehidupan dan keselamatan individual.”

Pengadilan HAM Eropa menyatakan bahwa pelaksanaan yang efektif dari kebabasan berserikat tidak dapat: “dikurangi hanya karena kewajiban di pihak negara untuk tidak mencampuri, suatu konsep negatif yang tidak sesuai dengan sasaran dan tujuan dari Pasal 11 [Konvensi Eropa, di mana] tentang beberapa situasi yang mensyaratkan adopsi tindakan-tindakan positif, bahkan dalam hubungan individual apabila kasusnya mempertimbangkan hal tersebut.”

[…]Negara harus memastikan bahwa orang-orang dapat secara bebas melaksanakan kebebasan berserikat tanpa rasa takut atas suatu kekerasan; bila tidak, kemampuan suatu kelompok untuk mengaorganisasi diri mereka untuk melindungi kepentingan mereka dapat dibatasi.”433

Atas dasar Konvensi Amerika tentang HAM, dan dengan rujukan pada Konvensi ILO No. 87 dan yurisprudensi dari Komite kebebasan Berserikat ILO dan Pengadilan HAM Eropa, Pengadilan memandang bahwa Pemerintah Peru memegang tanggung jawab internasional karena telah melanggar hak hidup dan kebebasan berserikat, dan menetapkan cara untuk mengganti kerugian para koban.

128 Pengadilan HAM Inter-Amerika, Baena Ricardo and others vs Panama, 2 Februari 2001

Subyek: kebebasan berserikat

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum inter-Amerika

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang telah dirati� kasi434, kasus hukum internasional435

Hak-hak pekerja/ Hak-hak serikat pekerja/ Kebebasan berekspresi/ Kebebasan berserikat/ Hak atas akses ke keadilan/ Hak banding efektif/ Penggunaan hukum internasional untuk memperkuat keputusan berdasarkan hukum inter-Amerika

Komite HAM Panama mengadukan Pemerintah Panama kepada Komisi HAM Inter- Amerika (IACHR) atas pemecatan sewenang-wenang terhadap 270 pekerja publik dan pemimpin serikat pekerja yang mengambil bagian dalam protes terhadap kebijakan pemerintah untuk menjunjung hak-hak perburuhan mereka. Pemecatan dilakukan setelah pemerintah menuduh orang-orang ini ikut dalam demonstrasi protes dan terlibat dalam kudeta militer. Setelah memecat pekerja, UU (No. 25) diterbitkan setelah kejadian tersebut, yang menetapkan bahwa tindakan terhadap pekerja yang dilakukan sebagai akibat pemecatan harus ditangani oleh pengadilan umum, dan bukan di pengadilan perburuhan, sebagaimana peraturan yang sekarang berlaku.

433 Ayat 74 sampai 77 Keputusan.

434 Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan hak Berserikat, 1948, yang dirati� kasi oleh Panama tanggal 03.06.1958; Konvensi ILO No. 98 tentang hak Berserikat dan Berunding Bersama,1949, dirati� kasi oleh Panama tanggal 16.05.1966; Konvensi Amerika tentang HAM (“Pakta San José, Kosta Rika”), 1969, dirati� kasi Panama tanggal 08.05.1978; Protokol Tambahan terhadap Konvensi Amerika tentang HAM dalam Bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (“San Salvador Protocol”), 1988, dirati� kasi Panama tanggal 28.10.1992

435 Komite Kebebasan Berserikat ILO; Komite Ahli ILO tentang penerapan Konvensi dan Rekomendasi.

Page 211: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

211

Seluruh pekerja yang kasusnya dibawa kepada pengadilan umum di-PHK. Tiga tindakan mempertanyakan konstitusionalitas UU 25 juga dibawa kepada Mahkamah Agung. Tindakan ini adalah akumulatif dan Mahkamah menyatakan dalam keputusannya tanggal 23 Mei 1991 bahwa UU 25 adalah konstitusional kecuali untuk satu ayat, seraya menambahkan bahwa tindakan inkonstitusional harus dibatasi pada yang menyatakan apakah UU tersebut konstitusional atau tidak’ dan karenanya Mahkamah tidak menetapkan keputusan yang terkait dengan situasi yang spesi� k atas pekerja yang dipecat.

IACHR mencoba untuk mencapai penyelesaian yang damai antara pekerja dan pemerintah, namun tidak berhasil dan pada tanggal 10 Desember 1997, Pemerintah Panama menolak laporan Komisi, dan memberikan sebagai bukti “hambatan, alasan dan dasar Hukum yang mencegahnya melaksanakan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi”. Memandang hal ini, Komisi memutuskan untuk membawa kasusnya ke Pengadilan HAM Inter-Amerika.

Pengadilan menemukan bahwa di antara pekerja pemerintah yang telah dipecat, terdapat serikat pekerja yang terlibat dalam beberapa klaim. Lebih lanjut, pemimpin serikat pekerja dan pekerja yang dipecat karena aksi –yang bukan merupakan dasar untuk pemecatan, menurut UU pada saat kejadian berlangsung. Sehingga, Pengadillan menentukan bahwa tujuan dari pembuatan UU 25 yang retroaktif telah memberikan dasar bagi pemecatan massal atas pemimpin serikat pekerja dan pekerja di sektor publik, suatu aksi yang merusak aksi potensial organisasi serikat pekerja pada sektor tersebut diatas.

Pengadilan juga mempertimbangkan pendapat dari Komite Kebebasan Berserikat ILO, yang telah mengeluarkan keputusan atas kasus tertentu (Kasus 1569), dan pada komentar Komite Ahli ILO:

“Komite Kebebasan Berserikat ILO, dalam menyelesaikan Kasus No. 1569 –keputusan yang diserahkan sebagai bukti untuk kasus di hadapan pengadilan—menganggap bahwa “pemecatan masal atas pemimpin serikat pekerja dan pekerja pada sektor publik karena pada tanggal 5 Desember 1990 menghentikan pekerjaan adalah tindakan yang dapat secara seius menggangu kemungkinan aksi organisasi serikat pekerja sektor publik di lembaga di mana mereka berada” dan konsekuensinya pemecatan tersebut adalah pelanggaran yang serius terhadap Konvensi No. 98 yang terkait dengan penerapan prinsip hak berserikat dan berunding bersama.

Atas bagiannya, Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi, dalam meyatakan pendapatnya dalam Kasus No. 1569, sebagaimana terlihat dalam keputusan Komite Kebebasan Berserikat di atas, mempertanyakan Pemerintah yang telah mengeluarkan UU 25, “di mana pemecatan masal didasarkan, karena Komite menganggap hal tersebut sebagai pelanggaran yang serius terhadap asosiasi pekerja publik dalam melaksanakan hak berserikat dari kegiatan mereka “”.436

Sehingga, merujuk pada pandangan Komite Kebebasan Berserikat ILO dan Komite Ahli ILO tentang Penerapan Konvensi dan Rekomendasi untuk memperkuat keputusannya, pengadilan menetapkan bahwa Pemerintah Panama telah melanggar hak kebebasan berserikat yang dimuat dalam Pasal 16 Konvensi Amerika tentang HAM, dan juga hak atas jaminan yudisial dan perlindungan yudisial, bersama dengan prinsip legalitas dan non-retroaktif UU yang merugikan 270 pekerja. Pengadilan, karenanya, menetapkan bahwa pemerintah harus mempekerjakan kembali pekerja dalam pekerjaannya dan membayar mereka sejumlah ganti rugi sesuai dengan penghasilan mereka yang hilang.

436 Ayat 162 dan 163 Putusan.

Page 212: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

212

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Pengadilan Uni Eropa

129. Pengadilan Uni Eropa, Gerhard Schultz-Hoff vs Deutsche Rentenversicherung Bund and Stringer and Others v Her Majesty’s Revenue and Customs (rujukan pada penetapan awal dari Landesarbeitsgericht Düsseldorf and the House of Lords), 20 Januari 2009, Kasus Bersama No. C-350/06 and C-520/06

Subyek: Jam Kerja

Peranan hukum internasional: penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum komunitas

Jenis instrumen yang digunakan: perjanjian internasional yang tidak dirati� kasi437

Syarat-syarat kerja/ Penyelenggaraan waktu kerja/ Petunjuk 2003/88/EC/ Hak cuti tahunan yang dibayar/ Cuti sakit/ Cuti tahunan bersamaan dengan cuti sakit/ Kompensasi untuk cuti tahunan yang belum diambil/ Sebelum akhir kontrak karena sakit/ Penggunaan hukum internasional sebagai panduan dalam menafsirkan hukum komunitas

Seorang pekerja Jerman dan dua pekerja inggris, satu diakui memiliki cacat yang serius, yang lainnya sakit, tidak bekerja selama beberapa bulan karena sakit. Tidak dapat mengambil cuti tahunan yang dibayar selama periode tersebut, mereka mengklaim tunjangan cuti tahunan yang dibayar yang belum diambil. Ketika ditolak oleh pengusahanya masing-masing, mereka mengambil tindakan hukum di negaranya masing-masing untuk mendapatkan penetapan yang mensyaratkan pengusahanya untuk membayar tunjangan tersebut. Permohonan mereka ditolak atas dasar bahwa hukum domestik masing-masing negara yang bersangkutan tidak mengaturnya. Ketentuan hukum di Jerman dan Inggris menetapkan bahwa hari libur yang dibayar harus diambil selama tahun berjalan, dan tidak ada kompensasi yang dibayarkan pada PHK dengan cara memberikan tunjangan � nansial.

Menanyakan aturan atas tiga isu tersebut kepada Landesarbeitsgericht Düsseldorf (Jerman) dan House of Lords (Inggris) mengenai penafsiran Pasal 7 Petunjuk 2003/88/CE dari Parlemen dan Dewan Eropa tanggal 4 November 2003 mengenai aspek-aspek tertentu dari penyelenggaraan waktu kerja, Pengadilan Uni Eropa bergantung pada Konvensi ILO No. 132.

Menegaskan bahwa petunjuk 2003/88, dalam pembukaan paragraf keenam, telah mempertimbangkan prinsip ILO mengenai penyelenggaraan waktu kerja,438 Pengadilan merujuk pada Pasal 5 Ayat 4 Konvensi ILO No. 132 mengenai cuti tahunan yang dibayar. Pengadilan kemudian menafsirkan Petunjuk dengan melihat ketentuan Konvensi No. 132. Pengadilan menyatakan bahwa, karena pekerja berada dalam cuti sakit yang sah, hak atas cuti tahunan yang dibayar yang diberikan oleh Petunjuk 2003/88 kepada seluruh pekerja tidak dapat dibuat tunduk pada negara anggota terhadap kewajiban yang berlaku secara efektif selama periode yang ditetapkan oleh negara yang bersangkutan.439

Penggunaan Konvensi ILO No. 132 sebagai sumber untuk menafsirkan Petunjuk menunjukkan Pengadilan Uni Eropa pada aturan bahwa:

437 Konvensi ILO No. 132 tentang Hari Libur yang Dibayar (Revisi), 1970.

438 Petunjuk 2003/88/CE Parlemen dan Dewan Eropa tanggal 4 November 2003 mengenai aspek-aspek tertentu dari penyelenggaraan waktu kerja. Pembukaan No. 6 – Prinsip ILO perlu diperhitungkan atas penyelenggaraan waktu kerja, termasuk kerja malam.

439 Kesimpulan Pembelaan Umum Ny. Verica Trstenjak, disajikan pada tanggal 24 Januari 2008, menekankan bahwa:

- meskipun Masyarakat Eropa bukan anggota ILO, seluruh negara anggota masuk ke ILO,

- mempertimbangkan rujukan kepada prinsip ILO dalam Pembukaan Ke-6 Petunjuk adalah penting untuk memperhitungkan prinsip penting dari Konvensi ILO No. 132, yang menetapkan rujukan pada standar internasional di bidang perburuhan.

Page 213: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

213

� Pasal 7 §1 Petunjuk 2003/88 harus ditafsirkan dengan melihat bahwa hal itu melebihi ketentuan hukum atau praktik nasional di mana hak atas cuti tahunan yang dibayar berakhir pada periode cuti dan/atau periode yang dibawa yang ditetapkan dalam hukum nasional, bahkan ketika pekerja sakit selama seluruh atau sebagian pada periode cuti dan ketidakmampuannya untuk bekerja terus ada sampai pemutusan pada hubungan kerjanya, sehingga dia tidak dapat melaksanakan hak atas cuti tahunan yang dibayar,

� Pasal 7 §2 Petunjuk 2003/88 harus ditafsirkan dengan melihat bahwa hal itu melebihi ketentuan hukum atau praktik nasional di mana, ketika hubungan kerja diakhiri, tidak ada tunjangan atas cuti tahunan yang dibayar yang belum diambil bisa dibayarkan kepada pekerja yanag sakit pada periode cuti dan/atau periode yang dibawa, sehingga dia tidak dapat melaksanakan hak atas cuti tahunan yang dibayar. Remunerasi biasa pekerja, yaitu remunerasi yang harus dijaga selama periode istirahat yang sesuai dengan cuti tahunan yang dibayar, juga merupakan hal yang menentukan terkait dengan perhitungan tunjangan tersebut.

Page 214: PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN … · Labour Of ce mengenai status hukum negara, wilayah atau teritori manapun atau otoritasnya, atau mengenai batas-batas negara tersebut

214

PENGGUNAAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN-PENGADILAN DOMESTIK

Rangkuman Ringkasan Putusan Pengadilan

Untuk komentar, perbaikan ketidakakuratan, atau informasi atas keputusan nasional yang baru yang merujuk pada hukum internasional, silahkan menghubungi:

Standards and Fundamental Principles and Rights at Work Programme

Internasional Training Centre of the ILO, Viale Maestri del Lavoro 10,10127 Turin, Italia.

Phone: +39 011 6936626Fax: +39 011 6936906

E-mail: [email protected]