pengembangan formulasi biopestisida berbahan … · berbahan aktif bacillus subtilis ab89 dan...

38
PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF Bacillus subtilis AB89 DAN Staphylococcus epidermidis BC4 UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TOMAT EKA WIJAYANTI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: truongnhi

Post on 28-Mar-2019

244 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA

BERBAHAN AKTIF Bacillus subtilis AB89 DAN Staphylococcus

epidermidis BC4 UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT

LAYU BAKTERI PADA TOMAT

EKA WIJAYANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan

Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan

Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Layu Bakteri pada Tomat

adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Eka Wijayanti

NIM A34090069

ABSTRAK

EKA WIJAYANTI. Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif

Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk

Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat. Dibimbing oleh ABDJAD

ASIH NAWANGSIH.

Ralstonia solancearum adalah patogen penyebab penyakit layu bakteri pada

tomat yang sulit untuk dikendalikan. Alternatif pengendalian yang sedang

dikembangkan saat ini adalah penggunaan agens hayati. Beberapa agens hayati

yang telah diuji keefektifannya dalam mengendalikan penyakit layu bakteri adalah

Bacillus subtilis AB89 (PGPR) dan Staphylococcus epidermidis BC4 (endofit).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji viabilitas bakteri B. subtilis AB89 dan S.

epidermidis BC4 di dalam formulasi tepung dan cair selama penyimpanan, serta

menguji keefektifan formulasi tersebut sebagai agens pengendali hayati Ralstonia

solanacearum pada tomat. B. subtilis AB89 (BS) dan bakteri endofit S.

epidermidis BC4 (BC) masing-masing diformulasikan secara tunggal dalam

bentuk cair (BS dan BC) dan tepung (TBS dan TBC) dengan bahan pembawa talc

powder dan/atau xanthan gum. Berdasarkan hasil pengujian, formulasi cair BS

dan BC lebih efektif menekan kejadian penyakit dibandingkan dengan formulasi

tepung dan kontrol dengan nilai indeks penekanan penyakit berturut-turut sebesar

55.55% dan 54.94%. Formulasi cair BC, BS dan formulasi tepung TBS

meningkatkan pertambahan tinggi tanaman dengan nilai keefektifan pertumbuhan

berturut-turut sebesar 52.82%, 47.27% dan 42.53%. Berdasarkan uji viabilitas

bakteri di dalam formulasi, populasi bakteri S. epidermidis BC4 stabil pada

formulasi tepung maupun cair selama 8 minggu penyimpanan. B. subtilis AB89

pada formulasi tepung dan cair populasinya menurun pada minggu ke-1 setelah

penyimpanan, kemudian stabil hingga 8 minggu penyimpanan.

Kata kunci: bakteri endofit, PGPR, R. solanacearum, xanthan gum

ABSTRACT

EKA WIJAYANTI. Development of Biopesticide Formulations Containing

Bacillus subtilis AB89 and Staphylococcus epidermidis BC4 for Controlling the

Bacterial Wilt Disease on Tomato. Under the direction of ABDJAD ASIH

NAWANGSIH.

Ralstonia solancearum is a pathogen of bacterial wilt disease on tomato. One of the alternatives for disease control is the application of biocontrol agents.

Biocontrol agents which have been able to control the disease are Bacillus subtilis

AB89 (PGPR) and Staphylococcus epidermidis BC4 (endophyte). This research

was conducted to evaluate the viability of those bacteria in formulation and the

effectiveness of the formulation to control the bacterial wilt disease of tomato. B.

subtilis AB89 (BS) and S. epidermidis BC4 (BC) ware formulated singly in liquid

(BS and BC) and powder (TBS and TBC) formulation contained talc powder

and/or xanthan gum. The liquid formulation of B. subtilis AB89 (BS) and S.

epidermidis BC4 (BC) effectively suppressed the incidence of the disease, with

control effectiveness was up to 55.55% and 54.94%, respectively. The liquid

formulation BC, BS and the powder formulation TBS were able to promote the

plant growth. Populations of S. epidermidis BC4 was stable within powder and

liquid formulations during 8 weeks of storing. Population of B. subtilis AB89 in

powder and liquid formulations declined on 1 week after storage, but stable until 8

weeks after storage.

Keywords: endophytic bacteria, PGPR, R. solanacearum, xanthan gum.

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA

BERBAHAN AKTIF Bacillus subtilis AB89 DAN Staphylococcus

epidermidis BC4 UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT

LAYU BAKTERI PADA TOMAT

EKA WIJAYANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus

subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk

Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat

Nama : Eka Wijayanti

NIM : A34090069

Disetujui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi

Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema

yang dipilih dalam penelitian ini ialah pengendalian hayati, dengan judul

Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan

Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri

pada Tomat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi

selaku dosen pembimbing, Prof Dr Ir Dadang selaku dosen penguji tamu, Dra

Dewi Sartiami, MSi selaku dosen pembimbing akademik, dosen-dosen di

Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan serta teknisi rumah kaca yang membantu

selama proses penilitian dan penyusunan laporan tugas akhir ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada keluarga, sahabat-

sahabat terbaik (Tami, Nopi, Opi, Meda, Eti, Arbi, Herlin), teman-teman di

Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan (Elok, Auzan, Arfi, Dika, Nadzir, Kak

Tatit, Kak Ida, Kak Yuni, Kak Syaiful, Ibu Sri), teman-teman Proteksi Tanaman

angkatan 46, teman-teman Al Iffah, Birena Al-Hurriyyah, tim Windows 8 dan

pihak-pihak lain yang telah berperan dalam mendukung dan membantu

pelaksanaan penelitian serta penyusunan laporan tugas akhir ini yang tidak bisa

penulis sebutkan satu-persatu.

Penelitian ini didanai dari Proyek Penelitian Unggulan Strategis Nasional

dengan Biaya DIPA IPB Nomor: 023-04.2.189772/2013 tanggal 05 Desember

2012 dengan Ketua Peneliti: Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi.

Penulis berharap laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat baik bagi penulis

maupun bagi pembaca pada umumnya dan salah satu diantaranya adalah petani.

Atas segala kesalahan, penulis memohon kebijaksanaan dari semua pihak untuk

memaafkannya.

Bogor, Februari 2014

Eka Wijayanti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

METODE 3 Tempat dan Waktu 3 Peremajaan Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 3

Pembuatan Suspensi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 3 Pembuatan Formulasi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 4 Penyiapan Tanaman Uji 4 Perbanyakan Inokulum Patogen 5 Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada

Tanaman Tomat 5 Uji Viabilitas B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dalam

Formulasi 6 Uji Penekanan terhadap Kejadian Penyakit 6 Uji Pemacuan Pertumbuhan 7 Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Bakteri S. epidermidis

BC4 dan B.subtilis AB89 8

Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Tomat 9 Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 11 terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman 11

Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati 14 SIMPULAN 14 SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15 LAMPIRAN 17

RIWAYAT HIDUP 20

DAFTAR TABEL

1 Kriteria keefektifan pengendalian 7

2 Populasi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai

formulasi selama 8 minggu. 8

3 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tomat 10

4 Nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) pada perlakuan

formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 10

5 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tomat 13

6 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) pada

perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 13

7 Hasil analisis formulasi yang memberikan pengaruh lebih baik

dibandingkan dengan kontrol terhadap peubah yang diamati 14

DAFTAR GAMBAR

1 Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman tomat; daun layu tanpa

penguningan (kiri) dan muncul akar adventif (kanan) 1

2 Biakan murni dan koloni tunggal B. subtilis AB89 (a,b) dan S.

epidermidis BC4 (c,d) 3

3 Formulasi padat dan formulasi cair B. subtilis AB89 (a,c) dan S.

epidermidis BC4 (b,d) 4

4 Koloni tunggal R. solanacearum pada media TZC 5

5 Grafik tingkat kejadian penyakit layu bakteri pada pengamatan minggu

ke-1 sampai minggu ke-7 setelah tanam 9

6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada perlakuan formulasi B. subtilis

AB89 dan S. epidermidis BC4 selama tujuh minggu setelah tanam 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam tingkat kejadian penyakit tanaman tomat di rumah kaca

pada minggu ke-1 sampai ke-7 18

2 Analisis ragam Area Under Disease Progress curve (AUDPC) 18

3 Analisis ragam pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah kaca pada

minggu ke-1 sampai minggu ke-7 19

4 Analisis ragam Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) 19

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia.

Tomat mengandung vitamin, karbohidrat, protein, lemak dan kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh. Selain berfungsi sebagai sayuran, tomat juga digunakan

sebagai bahan minuman, bahan pewarna makanan, kosmetik dan obat-obatan.

Menurut BPS (2013) produksi tomat di Indonesia masih tergolong rendah yaitu

893 504 ton pada tahun 2012. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan

produksi tahun 2011 yang produksinya mencapai 954 046 ton. Rendahnya

produksi tomat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang menjadi

kendala dalam budidaya tomat adalah serangan organisme pengganggu tanaman

(OPT).

Ralstonia solanacearum merupakan salah satu OPT penting pada tanaman

tomat. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan R. solanacearum ialah

sebesar 5-100% (Nurjanani 2011). Serangan yang ditimbulkan oleh patogen ini

adalah layu pada daun termuda ketika cuaca sangat panas selama beberapa hari

tanpa mengalami penguningan. Layu keseluruh bagian tanaman akan cepat

mengikuti jika kondisi lingkungan mendukung. Tanaman menjadi kerdil dan pada

batang akan tumbuh akar adventif (Gambar 1). Perubahan warna terjadi pada

jaringan pembuluh menjadi coklat dan jika batang dipotong melintang, keluar

massa bakteri berwarna putih (oose) (EPPO 2013).

Gambar 1 Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman tomat; daun layu tanpa

penguningan (kiri) dan muncul akar adventif (kanan)

R. solanacearum sulit dikendalikan karena patogen ini memiliki ras yang

banyak dan mampu bertahan lama di dalam tanah. Selain itu, R. solanacearum

juga memiliki kisaran inang dan sebaran geografis yang luas. R. solanacearum

pada tomat mampu menyebar melalui, tanah, air dan alat pertanian (Supriyadi

2011). Pengendalian yang telah dilakukan adalah penggunaan varietas yang

resisten, rotasi tanaman, penggunaan bakterisida, dan penggunaan agens hayati

(Tahat dan Sijam 2010).

2

Pengendalian penyakit dengan menggunakan agens hayati memiliki peranan

yang potensial untuk dikembangkan. Pengendalian dengan menggunakan hayati

relatif efektif dan ramah terhadap lingkungan. Beberapa agens hayati telah diuji

keefektifannya dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada tomat. Agens

hayati tersebut adalah Pseudomonas fluorescens RH4003, Bacillus subtilis AB89,

Trichoderma viride, Staphylococcus epidermidis BC4. Berdasarkan analisis resiko

yang dilakukan oleh Supriyadi (2006), P. fluorescens, B. subtilis dan Trichoderma

spp. aman bagi manusia dan lingkungan.

Pengendalian dengan menggunakan agens hayati belum banyak dilakukan

oleh petani karena dinilai kurang praktis dan tidak tahan lama dalam penyimpanan

sehingga perlu dilakukan formulasi agens hayati. Formulasi adalah pencampuran

organisme dalam bahan pembawa yang dilengkapi dengan bahan tambahan untuk

memaksimalkan kemampuan bertahan hidup di penyimpanan, mengoptimalkan

aplikasi organisme target, dan melindungi organisme agens hayati setelah aplikasi

(Jones dan Burges 1998). Agens hayati yang digunakan dalam penelitian ini

adalah B. subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4.

B. subtilis AB89 merupakan bakteri plant growth promoting rizobacteria

(PGPR) yang diisolasi oleh Nawangsih (2006) dari rizosfer tomat sehat pada

pertanaman tomat yang terserang penyakit layu bakteri. B. subtilis AB89

berpotensi untuk dikembangkan karena berdasarkan uji penghambatan dengan

mekanisme antibiosis, B. subtilis AB89 mampu menekan pertumbuhan R.

solanacearum pada berbagai media agar. B. subtilis AB89 juga dapat menekan

kejadian penyakit layu bakteri di rumah kaca sebesar 62%.

S. epidermidis BC4 adalah bakteri endofit gram negatif yang diisolasi dari

dalam jaringan akar tomat di Cipanas oleh Nawangsih (2011). Uji penghambatan

terhadap R. solanacearum secara in vitro menunjukkan bahwa S. epidermidis BC4

mampu menghasilkan zona hambatan dengan diameter terpanjang dibandingkan

dengan isolat lainnya. Uji penekanan kejadian penyakit di rumah kaca juga

menunjukkan bahwa S. epidermidis BC4 mampu menekan kejadian penyakit layu

bakteri dengan indeks penekanan penyakit sebesar 33.33% (Nawangsih 2011).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji viabilatas B. subtilis AB89 dan S.

epidermidis BC4 di dalam formulasi tepung dan cair selama penyimpanan, serta

menguji keefektifan formulasi tersebut sebagai agens pengendali hayati R.

solanacearum pada tomat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formulasi biopestisida dengan

bahan pembawa yang tepat untuk menunjang kelangsungan hidup bakteri di

dalam penyimpanan dan tidak mengurangi keefektifannya saat diaplikasikan.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen

Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah

Kaca, University Farm, Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari 2013 sampai

bulan September 2013.

Peremajaan Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

Isolat bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 yang digunakan

dalam penelitian ini merupakan koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Fakultas Pertanian, IPB. B. subtilis AB89 diremajakan pada media Triptic Soy

Agar (TSA) dan S. epidermidis BC4 pada media Nutrient Agar (NA) dengan

menggunakan metode kuadran. Peremajaan bakteri dilakukan secara berulang 2

sampai 3 kali sehinga koloni kembali bugar (dilihat dari kecepatan pertumbuhan

bakteri di dalam media). Koloni yang telah bugar selanjutnya digunakan untuk

membuat formulasi. B. subtilis AB89 merupakan bakteri gram positif dengan

koloni berwarna putih dan pinggiran bergerigi seperti berkerak (tidak rata),

sedangkan S. epidermidis BC4 merupakan bakteri gram negatif dengan koloni

berwarna merah muda, berbentuk bulat, dan pinggiran licin (Gambar 2).

Gambar 2 Biakan murni dan koloni tunggal B. subtilis AB89 (a,b) dan S.

epidermidis BC4 (c,d)

Pembuatan Suspensi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

Isolat B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 yang telah diinokulasikan

pada media NA diinkubasikan selama 24 jam pada suhu ruang. Isolat tersebut

kemudian dipindahkan ke dalam media cair Tryptic Soy Broth (TSB) untuk B.

subtilis AB89 dan Nutrient Broth (NB) untuk S. epidermidis BC4. Media yang

mengandung isolat bakteri tersebut diinkubasikan selama 24-48 jam pada

inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm. Setelah 24 jam, isolat bakteri

dihitung kerapatannya dengan metode pencawanan (plate count method) untuk

mengetahui populasi awal bakteri.

a

. b

.

.

c

.

d

.

4

Pembuatan Formulasi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

Formulasi tepung

Suspensi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 yang telah

diinkubasikan selama 24 jam dicampur dengan larutan xanthan gum steril 20%

(dalam aquades). Menurut Kloepper dan Schroth (1981), perbandingan antara

suspensi bakteri dan xanthan gum yang digunakan adalah 1:1. Suspensi bakteri

sebanyak 100 mL ditambahkan pada 100 mL XG 20% steril, kemudian

diinkubasikan selama 20 menit. Campuran tersebut ditambahkan pada 1 kg talc

powder, kemudian diaduk hingga merata. Formulasi dikering-anginkan di dalam

laminar air flow selama ±1 jam dan selanjutnya disimpan pada suhu 14 ºC

(Gambar 3).

Formulasi cair Sebanyak 0.1 g xanthan gum ditambahkan ke dalam 1 L media cair NB dan

TSB. Campuran tersebut diturunkan pH-nya dengan mengunakan H2SO4 hingga

diperoleh pH 4. Penurunan keasaman formulasi bertujuan untuk membuat bakteri

inaktif/dorman. Media kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.

Suspensi bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm pada suhu ruang

selama 15 menit. Pelet yang diperoleh diambil kemudian dicampurkan pada media

cair. Jumlah suspensi bakteri yang disentrifugasi adalah 100 mL (B. subtilis

AB89) dan 2 mL (S. epidermidis BC4). Formulasi yang terbentuk kemudian

diinkubasikan pada inkubator bergoyang selama 24 jam pada suhu ruang dengan

kecepatan 100 rpm. Formulasi cair disimpan pada suhu 4 ºC (Gambar 3).

Gambar 3 Formulasi tepung dan formulasi cair B. subtilis AB89 (a,c) dan S.

epidermidis BC4 (b,d)

Penyiapan Tanaman Uji

Benih tomat yang digunakan dalam pengujian adalah varietas Arthaloka.

Varietas ini dipilih karena relatif rentan terhadap R. solanacearum (Nawangsih

2006). Benih yang akan ditanam dipilih benih yang sehat dan tidak memiliki cacat

secara morfologi. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah steril dan

pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Benih ditanam pada pot tray yang berisi

32 lubang. Satu lubang ditanami satu benih tomat. Persemaian dilakukan selama 2

minggu. Bibit disiram sesuai dengan kebutuhan dan dilihat dari tingkat

kelembaban tanah.

a b c

c

d

5

Perbanyakan Inokulum Patogen

Inokulum patogen yang digunakan dalam penelitian berasal dari tanaman

sakit pada pertanaman tomat di Cipanas. Pengecekan tanaman sakit dilakukan

dengan cara memotong bagian pangkal batang tanaman sakit kemudian direndam

di dalam air. Tanaman yang terserang layu bakteri akan mengeluarkan oose

(massa bakteri) dari pangkal batang yang dipotong. Oose digoreskan pada media

Tetrazolium Chloride (TZC) dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 48 jam.

Koloni tunggal yang diambil adalah yang virulen dengan ciri berwarna merah

muda dan dikelilingi lendir yang berwarna putih (Gambar 4).

Perbanyakan inokulum patogen dilakukan dengan cara memotong-motong

tanaman sakit kemudian ditambah dengan air. Potongan tanaman sakit

dicampurkan ke dalam pot berisi tanah steril yang akan digunakan untuk

menanam tomat. Perbanyakan dengan cara ini dilakukan untuk menjaga tingkat

virulensi R. solanacearum pada saat pengujian karena tingkat virulensi R.

solanacearum cepat menurun bila tidak terdapat inang.

Gambar 4 Koloni tunggal R. solanacearum pada media TZC

Sumber: Wang dan Lin (2005)

Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada Tanaman

Tomat

Media tanam yang digunakan dalam uji penekanan kejadian penyakit adalah

tanah steril, pupuk kandang dan tanah yang telah diinfestasi R. solanacearum.

Tanah steril dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 dicampur secara

merata. Isi polybag (30 cm x 30 cm) dibagi menjadi 3 bagian yaitu 1/3 bagian

bawah diisi dengan campuran tanah steril dan pupuk kandang, 1/3 bagian tengah

diisi dengan tanah yang diinfestasi R. solanacearum dan 1/3 bagian atas diisi

kembali dengan campuran tanah steril dan pupuk kandang. Perlakuan pada uji ini

meliputi formulasi cair B. subtilis (BS) dan S. epidermidis BC4 (BC), formulasi

tepung B. subtilis (TBS) dan S. epidermidis BC4 (TBC) dan tanah yang tidak

diberi perlakuan formulasi (K) dengan 3 ulangan. Jumlah tanaman yang

digunakan untuk setiap ulangan adalah 10 tanaman.

Formulasi diaplikasikan di sekitar perakaran tomat saat pindah tanam

sebanyak 10 ml formulasi cair atau 10 g formulasi tepung per tanaman.

Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman 2 hari sekali dengan air pada

setiap tanaman.

6

Uji Viabilitas B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dalam Formulasi

Pengujian viabilitas bakteri dalam formulasi dilakukan pada minggu ke-1,

ke-2, ke-4 dan ke-8 setelah penyimpanan. Pengujian dilakukan dengan metode

pengenceran berseri dan pencawanan (plate count method) pada media TSA (B.

subtilis AB89) dan media NA (S. epidermidis BC4). Jumlah koloni yang

terbentuk menunjukkan jumlah bakteri yang bertahan hidup selama masa

penyimpanan. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam

bentuk cfu/mL dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

x = jumlah koloni pada pengenceran tertentu

p = faktor pengenceran

v = volume suspensi yang disebar (ml)

Uji Penekanan terhadap Kejadian Penyakit

Perkembangan kejadian penyakit diamati setiap minggu sejak munculnya

gejala. Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus (Cooke 1998):

KP = kejadian penyakit

n = jumlah tanaman yang terserang patogen

N = jumlah tanaman yang diamati

Setelah kejadian penyakit diketahui kemudian dihitung nilai Area Under

Disease Progress Curve (AUDPC) dengan rumus sebagai berikut (Cooke 1998):

KP = kejadian penyakit

t = hari

Nilai AUDPC yang telah diketahui kemudian digunakan untuk menghitung

indeks penekanan penyakit. Indeks penekanan penyakit adalah suatu angka yang

dapat digunakan untuk menyatakan tingkat keefektifan pengendalian suatu agens

biokontrol terhadap patogen. Indeks penekanan penyakit dihitung dengan rumus:

DIc = AUDPC pada kontrol

DIb = AUDPC pada perlakuan agens biokontrol

7

Tabel 1 Kriteria keefektifan pengendalian

Nilai indeks penekanan penyakit (IP) Kategori keefektifan

IP ≥ 80%

60%≤ IP < 80%

40% ≤ IP < 60%

20% ≤ IP < 40%

IP < 20%

Sangat efektif

Efektif

Agak efektif

Kurang efektif

Tidak efektif

Sumber: Nurjanani (2011)

Uji Pemacuan Pertumbuhan

Pengamatan uji pemacuan pertumbuhan dilakukan dengan mengukur laju

pertambahan tinggi tanaman setiap minggunya. Data pertambahan tinggi tanaman

selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai Area Under Height of Plant

Growth Curve (AUHPGC). Nilai AUHPGC dihitung menggunakan rumus (Cooke

1998):

Keterangan:

y= pertambahan tinggi tanaman

t = hari

Keefektifan pemacuan pertumbuhan dihitung dengan menggunakan rumus:

Yperlakuan = Nilai AUHPGC pada perlakuan

Ykontrol = Nilai AUHPGC pada kontrol

Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan rancangan acak kelompok (RAK). Data yang

diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 kemudian dilakukan analisis

ragam (anova) dengan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS)

versi 9.1.3. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar perlakuan

dilakukan uji Duncan pada taraf 5%.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Bakteri S.epidermidis

BC4 dan B.subtilis AB89

Formulasi adalah campuran antara biomassa agens pengendali hayati

dengan bahan-bahan yang dapat meningkatkan keefektifan dan kemampuan hidup

agens pengendali hayati. Formulai agens pengendali hayati dapat berupa produk

kering atau cair. Tujuan pembuatan formulasi adalah memudahkan dalam

pengemasan, transportasi, aplikasi di lapangan, dan menambah keefektifan dari

bahan aktif yang digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian, populasi bakteri B. subtilis AB89 tidak stabil

di dalam formulasi baik pada formulasi tepung maupun formulasi cair. Populasi

awal B. subtilis AB89 sebelum formulasi disimpan adalah 5.0×106 cfu/mL (Tabel

2). Populasi B. subtilis AB89 turun setelah disimpan selama satu minggu,

kemudian pada minggu ke-2, 4 dan 8 setelah penyimpanan populasi B. subtilis

AB89 stabil pada kisaran 104

cfu/mL. Pada penelitian ini, formulasi cair

diturunkan kemasamannya hingga pH 4 dan suhu penyimpanan 4 ºC. B. subtilis

AB89 pada umumnya tumbuh pada suhu 45 ºC dengan pH 5.7 (Leary dan Chun

1988).

Populasi bakteri S. epidermidis BC4 stabil baik pada formulasi cair maupun

formulasi tepung. Populasi awal S. epidermidis BC4 sebelum disimpan adalah

3.3×106

pada formulasi cair dan 2.0×108 pada formulasi tepung (Tabel 2).

Populasi S. epidermidis BC4 pada formulasi tepung stabil selama penyimpanan

yaitu pada kisaran 108 sedangkan pada formulasi cair, populasi S. epidermidis

BC4 meningkat setelah satu minggu penyimpanan. Populasi S. epidermidis BC4

kemudian stabil hingga minggu ke-8 penyimpanan.

Tabel 2 Populasi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai

formulasi selama 8 minggu

Kode

Formulasi

Waktu simpan (Minggu)

0 1 2 4 8

Populasi bakteri cfu/ml

BC1 3.3 × 10

6 2.9 × 10

8 9.2 × 10

8 4.9 × 10

8 3.0 × 10

8

BS 5.6 × 106 2.9 × 10

4 3.4 × 10

4 3.3 × 10

4 8.6 × 10

4

Populasi bakteri cfu/g

TBC1

2.0 × 108

1.4 × 108 1.6 × 10

8 1.4 ×10

8 2.5 × 10

8

TBS 5.0 × 106 3.8 × 10

4 1.4 × 10

4 1.9 × 10

3 2.5 × 10

4

1Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89,

TBC= formulasi padat S. epidermidis BC4, TBS= formulasi padat B. subtilis AB89, K= Kontrol.

Viabilitas bakteri dalam formulasi dipengaruhi oleh banyak faktor

diantaranya adalah lama penyimpanan dan bahan pembawa. Bahan pembawa

yang digunakan dalam penelitian ini adalah xanthan gum dan talc powder.

Penambahan xanthan gum ke dalam formulasi diharapkan dapat mendukung

kelangsungan hidup bakteri di dalam formulasi sebagai penyuplai nutrisi.

9

Xanthan gum mengandung D-Glukosa, D-Mannosa, D-Glucuronic acid,

Acetyl lingked Pyruvat acid dan d-Acetyl group yang merupakan komposisi dari

pentasakrida. Xanthan gum juga memiliki sifat tidak mudah terdegradasi oleh

enzim dan stabil pada kondisi asam maupun basa (Laela dan Sharma 2000).

Xanthan gum merupakan heteropolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri

Xanthomonas campestris. Pada Xanthomonas campestris sendiri xanthene (lendir)

digunakan untuk mempertahankan diri dari faktor lingkungan (Kloepper dan

Schroth 1981).

Talc powder merupakan mineral yang sangat lunak dengan komposisi kimia

Mg3SiO10(OH)2 (Nakkeeran et al. 2005). Talc powder digunakan sebagai bahan

pembawa formulasi karena harganya murah dan mudah didapatkan. Pemanfaatan

talc powder sebagai bahan pembawa formulasi Pseudomonas fluerescens yang

dicampur dengan xanthan gum 20% tidak menurunkan populasi bakteri pada

penyimpanan selama 240 hari dengan suhu 4 ºC (Kloepper dan Schroth 1981).

Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Tomat

Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat di rumah kaca

disajikan pada Tabel 3. Perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis

BC4 baik tepung maupun cair menunjukkan tingkat kejadian penyakit yang lebih

rendah dibandingkan dengan kontrol (Gambar 5).

Gambar 5 Grafik tingkat kejadian penyakit layu bakteri pada pengamatan

minggu ke-1 sampai minggu ke-7 setelah tanam

Tab

el 3

P

engar

uh a

pli

kas

i fo

rmula

si B

. su

bti

lis

AB

89 d

an S

. ep

ider

mid

is B

C4 t

erhad

ap k

ejad

ian p

enyak

it l

ayu b

akte

ri p

ada

tom

at

Ko

de

form

ula

si

KP

(%

)

1 M

ST

2

MS

T

3 M

ST

4

MS

T

5 M

ST

6

MS

T

7 M

ST

BC

1

6.6

7 ±

0.0

0b

2

13

.33 ±

0.0

0b

2

3.3

3 ±

5

.77

b

30

.00 ±

5

.77

a 4

3.3

3 ±

5

.77

a 5

3.3

3 ±

11

.54

a 5

6.6

7 ±

11

.54

a

BS

0.0

0 ±

5.7

7b

1

0.0

0 ±

5.7

7b

2

0.0

0 ±

10

.00

b

23

.00

± 2

0.0

0a

40

.00 ±

17

.32

a 5

0.0

0 ±

23

.09

a 5

0.0

0 ±

26

.45

a

TB

C

0

.00

± 0

.00

b

3

.33 ±

5.7

7c

13

.33 ±

5

.77

b

20

.00 ±

5

.77

a 3

0.0

0 ±

17

.32

a 3

6.6

7 ±

10

.00

a 4

0.0

0 ±

10

.00

a

TB

S

0

.00

± 0

.00

b

0

.00 ±

0.0

0c

10

.00

± 1

0.0

0b

1

6.6

7 ±

10

.00

a 2

6.6

7 ±

5

.77

a 3

6.6

7 ±

15

.27

a 3

6.6

7 ±

11

.54

a

K

16

.67 ±

5.7

7a

33

.33 ±

5.7

7a

43

.33

± 1

5.2

7a

43

.33

± 1

5.2

7a

50

.00 ±

17

.32

a 5

3.3

3 ±

15

.27

a 6

0.0

0 ±

20

.00

a 1K

od

e fo

rmula

si:

BC

= f

orm

ula

si c

air

S.

epid

erm

idis

BC

4,

BS

= f

orm

ula

si c

air

B.

sub

tili

s A

B8

9,

TB

C=

fo

rmula

si t

epu

ng

S.

epid

erm

idis

BC

4,

TB

S=

fo

rmula

si t

epun

g

B.

sub

tili

s A

B8

9,

K=

Ko

ntr

ol.

2A

ngka-a

ng

ka

pad

a ko

lom

yang s

am

a yang d

iiku

ti o

leh h

uru

f yang s

am

a ti

dak b

erb

eda

nyat

a b

erd

asar

kan

uji

Du

ncan

pad

a ta

raf

5%

.

Tab

el 4

N

ilai

Are

a U

nd

er D

isea

se P

rogre

ss C

urv

e (A

UD

PC

) dan

ind

eks

pen

ekan

an p

enyak

it p

ada

per

lakuan

form

ula

si B

. su

bti

lis

AB

89

dan

S. ep

ider

mid

is B

C4

Ko

de

form

ula

si

Nil

ai A

UD

PC

(%

har

i)

Ind

eks

pen

ekanan

pen

yakit

(%

)

BC

1

851

.7 ±

6

1.7

b2

54

.93

BS

84

0.0

± 7

6.2

b

55

.55

TB

C

1

225

.0 ±

286

.5ab

3

5.1

8

TB

S

1

225

.0 ±

242

.5ab

3

5.1

8

K

18

90

.0 ±

48

5.0

a -

1K

od

e fo

rmula

si:

BC

= f

orm

ula

si c

air

S.

epid

erm

idis

BC

4,

BS

= f

orm

ula

si c

air

B.

sub

tili

s A

B8

9,

TB

C=

fo

rmula

si t

epu

ng

S.

epid

erm

idis

BC

4,

TB

S=

fo

rmula

si t

epun

g

B.

sub

tili

s A

B8

9,

K=

Ko

ntr

ol.

2A

ngka-a

ng

ka

pad

a ko

lom

yang s

am

a yang d

iiku

ti o

leh h

uru

f yang s

am

a ti

dak b

erb

eda

nyat

a b

erd

asar

kan

uji

Du

nca

n p

ad

a ta

raf

5%

.

10

Pada pengamatan 1 MST, tingkat kejadian penyakit masih rendah. Serangan

penyakit layu bakteri hanya ditemukan pada tanaman kontrol dan perlakuan

formulasi cair S. epidermidis BC4. Berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%,

perlakuan formulasi berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3). Pada pengamatan 2

dan 3 MST, semua perlakuan formulasi yang diberikan berbeda nyata dengan

kontrol. Pada pengamatan 4, 5, 6, dan 7 MST, semua perlakuan formulasi yang

diberikan tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Berdasarkan nilai AUDPC, aplikasi BC dan BS berbeda nyata dengan

kontrol (Tabel 4). Kedua formulasi tersebut menghasilkan nilai indeks penekanan

terhadap penyakit sebesar 54.94% dan 55.55%. Menurut Nurjanani (2011) nilai

indeks penekanan penyakit antara 40% sampai 60% menunjukkan bahwa

formulasi tersebut agak efektif dalam mengendalikan penyakit. Perlakuan terbaik

dalam menekan kejadian penyakit layu bakteri pada penelitian ini adalah aplikasi

formulasi cair B. subtilis AB89 (BS).

B. subtilis AB89 selain berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman,

juga diketahui dapat meningkatkan ketahanan tanaman dengan menginduksi

aktivitas enzim peroksidase pada tanaman tomat. B. subtilis AB89 juga

menghasilkan siderofor yang berperan dalam menekan pertumbuhan

mikroorganisme lain (Nawangsih 2006). Silva et al. (2004) menyatakan bahwa

tingginya aktivitas peroksidase biasanya berasosiasi dengan lambatnya proses

infeksi dan berhubungan dengan lignifikasi serta pembentukan hidrogen peroksida

(H2O2) yang menghambat patogen secara langsung atau pembentukan radikal

bebas yang memiliki efek anti mikroba. Hammond-Kosack dan Jones (1996)

menyatakan H2O2 secara langsung dapat bersifat toksik terhadap mikroorganisme

dan dapat juga berperan dalam memperkuat dinding sel dengan pembentukan

prekursor lignin melalui aktivitas enzim peroksidase.

Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman

Aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan formulasi

B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 menunjukkan pertumbuhan yang lebih

cepat dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan tinggi maksimum tanaman

tomat pada penelitian ini terjadi pada minggu ke-3 setelah tanam (Gambar 6).

Berdasarkan hasil analisis ragam dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%,

perlakuan BC, BS, dan TBS menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan

kontrol pada pengamatan minggu ke-2 setelah tanam. Pada pengamatan minggu

ke-3 setelah tanam, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata

dengan kontrol (Tabel 5). Pada pengamatan minggu ke-1, ke-4, ke-5, ke-6, dan

ke-7 setelah tanaman, pertambahan tingginya tidak berbeda nyata. Berdasarkan

nilai AUHPGC, perlakuan formulasi dengan kode BC, BS, dan TBS menunjukkan

hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 6). Nilai keefektifan pemacuan

pertumbuhan masing-masing formulasi sebesar 52.82%, 47.27%, dan 42.53%.

11

12

Gambar 6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada perlakuan formulasi B. subtilis

AB89 dan S. epidermidis BC4 selama tujuh minggu setelah tanam

B. subtilis AB89 merupakan Plant Growth Promoting Rizobacteria (PGPR)

yang berhasil diisolasi oleh Nawangsih (2006) dari perakaran tomat. PGPR adalah

bakteri pengoloni akar yang memberikan efek menguntungkan terhadap

pertumbuhan tanaman. Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan

pertumbuhan tanaman adalah sebagai biostimulan, yaitu dengan menghasilkan

atau mengubah konsentrasi hormon tanaman seperti asam indolasetat

(indoleasetic acid=IAA), asam giberelat, sitokinin, dan etilen atau prekursornya

(1-aminosiklopropena-1-karboksilat deaminase) di dalam tanaman, tidak

bersimbiotik dalam fiksasi N2, melarutkan fosfat mineral, memengaruhi

pembintilan atau menguasai bintil akar (Fernando et al. 2005). B. subtilis

memiliki kemampuan yang baik dalam menghasilkan IAA dan melarutkan fosfat

(Almoneafy et al 2012). IAA dan fosfat memiliki peran yang penting dalam

pertumbuhan tanaman.

Bakteri endofit mengolonisasi jaringan tanaman yang sehat dan tidak

menyebabkan gejala atau kerusakan pada inang (Hallmann et al. 1997). Bakteri

endofit dapat memacu pertumbuhan tanaman melalu produksi fitohormon (Feng et

al. 2006) dan juga dapat meningkatkan resistensi terhadap patogen (Raiter et al.

2002). Berdasarkan hasil penelitian, formulasi cair S. epidermidis BC4

menghasilkan nilai AUHPGC tertinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Nawangsih et al. (2011) yaitu isolat BC4 dan BC10 menyebabkan nilai

AUHPGC tertinggi. Hal ini menujukkan bahwa S. epidermidis BC4 meningkatkan

pertumbuhan tanaman terbaik. S. epidermidis BC4 merupakan bakteri endofit

spesies baru yang diisolasi dari tanaman tomat. Penelitian tentang S. epidermidis

BC4 belum banyak dilakukan sehingga informasi mengenai bakteri ini sedikit. S.

epidermidis BC4 diduga menghasilkan fitohormon tertentu yang dapat memacu

pertumbuhan tanaman.

Tab

el 5

P

engar

uh a

pli

kas

i fo

rmula

si B

. su

bti

lis

AB

89 d

an S

. ep

ider

mid

is B

C4 t

erhad

ap p

erta

mbah

an t

inggi

tanam

an t

om

at

Ko

de

form

ula

si

Per

tam

bah

an t

inggi

tanam

an (

cm

)

To

tal

per

tam

bah

an

tin

ggi

tanam

an (

cm

) 1

MS

T

2 M

ST

3

MS

T

4 M

ST

5

MS

T

6 M

ST

7

MS

T

BC

1

3.5

3 ±

0

.24

a2

10

.48 ±

0.7

6a

1

9.1

8 ±

1.5

9a

5

.63

± 1

.30

a 2

.21

± 0

.25

a 3

.08

± 0

.38

a 1

.80

± 0

.70

a 4

5.9

4 ±

1.3

8a

BS

2

.97

±

0.5

6a

10

.67 ±

2.6

6a

1

9.6

8 ±

3.1

8a

5

.43

± 2

.15

a 0

.81

± 1

.05

a 2

.34

± 1

.19

a 2

.54

± 1

.90

a 4

4.4

6 ±

8.4

9a

TB

C

3.9

6 ±

0

.05

a 8

.81

±

0.8

4ab

1

7.2

1 ±

3.4

5ab

4

.28

± 0

.34

a 0

.90

± 1

.70

a 1

.53

± 0

.93

a 1

.13

± 0

.32

a

37

.85

± 5

.11

ab

TB

S

3.7

9 ±

0

.39

a 1

0.7

7 ±

1.3

0a

1

7.3

8 ±

1.7

3ab

4

.80

± 2

.01

a 2

.04

± 0

.95

a 2

.33

± 1

.04

a 2

.27

± 0

.40

a 4

3.3

9 ±

5.3

6a

K

2.7

7 ±

0

.90

a 6

.35

± 0

.94

b

11

.62 ±

2.2

0b

3

.26

± 2

.19

a 2

.29

± 2

.57

a 2

.7a

± 0

.27

a 1

.22

± 1

.70

a 3

0.3

2 ±

5.2

2b

1K

od

e fo

rmula

si:

BC

= f

orm

ula

si c

air

S.

epid

erm

idis

BC

4,

BS

= f

orm

ula

si c

air

B.

sub

tili

s A

B8

9,

TB

C=

fo

rmu

lasi

tep

un

g S

. ep

ider

mid

is B

C4

, T

BS

= f

orm

ula

si t

epun

g

B.

sub

tili

s A

B8

9,

K=

Ko

ntr

ol.

2A

ngka-a

ng

ka

pad

a ko

lom

yang s

am

a yang d

iiku

ti o

leh h

uru

f yang s

am

a ti

dan b

erb

eda

nyat

a b

erd

asar

kan

uji

Du

ncan

pad

a ta

raf

5%

.

Tab

el 6

N

ilai

Are

a U

nd

er H

eight

of

Pla

nt

Gro

wth

Curv

e (A

UH

PG

C)

dan

kee

fekti

fan p

emac

uan

per

tum

buhan

pad

a per

lakuan

form

ula

si

B. su

bti

lis

AB

89 d

an S

. ep

ider

mid

is B

C4

1K

od

e fo

rmula

si:

BC

= f

orm

ula

si c

air

S.

epid

erm

idis

BC

4,

BS

= f

orm

ula

si c

air

B.

sub

tili

s A

B8

9,

TB

C=

fo

rmu

lasi

tep

un

g S

. ep

ider

mid

is B

C4

, T

BS

= f

orm

ula

si t

epun

g

B.

sub

tili

s A

B8

9,

K=

Ko

ntr

ol.

2A

ngka-a

ng

ka

pad

a ko

lom

yang s

am

a yang d

iiku

ti o

leh h

uru

f yang s

am

a ti

dak

ber

bed

a n

yat

a b

erd

asar

kan

uji

Du

ncan

pad

a ta

raf

5%

.

Ko

de

Fo

rmula

si

AU

HP

GC

(cm

har

i)

Kee

fekti

fan p

em

acuan p

ertu

mb

uhan

(%

)

BC

1

30

2.9

± 1

1.2

a2

52

.82

BS

2

91

.9 ±

51

.5a

47

.27

TB

C

24

7.0

± 3

7.5

ab

24

.62

TB

S

28

2.5

± 3

6.6

a

42

.53

K

19

8.2

± 3

6.7

b

-

13

Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati

Tabel 7 Hasil analisis formulasi yang memberikan pengaruh yang lebih baik

dibandingkan dengan kontrol terhadap peubah yang diamati

Peubah Jenis formulasi

Cair+BC41 Cair+BS Tepung+BC4 Tepung+BS

Penekanan kejadian penyakit layu

bakteri √ √

Pertambahan tinggi tanaman √ √ √

Populasi bakteri selama

penyimpanan √ √

1BC4= S. epidermidis BC4, BS= B. subtilis AB89

Berdasarkan hasil analisis pengaruh formulasi terhadap peubah yang diamati

(Tabel 7), formulasi yang paling baik dalam penelitian ini adalah formulasi BC.

Formulasi cair yang mengandung S. epidermidis BC4 berpengaruh terhadap

penekanan kejadian penyakit layu bakteri, pertambahan tinggi tanaman, dan

populasi bakteri selama penyimpanan. Formulasi tepung yang mengandung S.

epidermidis BC4 berpengaruh terhadap penekanan kejadian penyakit dan

pertambahan tinggi tanaman. Formulasi cair yang mengandung B. subtilis AB89

hanya berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman. Formulasi tepung B.

subtilis AB89 hanya berpengaruh terhadap populasi bakteri selama penyimpanan.

SIMPULAN

Aplikasi formulasi bakteri mampu menekan kejadian penyakit layu bakteri

pada tanaman tomat di rumah kaca. Formulasi cair S. epidermidis BC4 dan B.

subtilis AB89 yang mengandung xanthan gum memberikan penekanan terhadap

penyakit lebih tinggi dibandingkan formulasi tepung dan kontrol. Formulasi BC,

BS dan TBS memacu pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan

formulasi TBC dan Kontrol. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi

cair meningkat pada minggu pertama dan stabil pada minggu berikutnya selama

penyimpanan. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 konstan selama penyimpanan

dalam formulasi tepung. Populasi B. subtilis AB89 menurun pada minggu pertama

kemudian stabil pada minggu berikutnya selama penyimpanan baik pada

formulasi cair maupun pada formulasi tepung. Formulasi yang paling baik dalam

penelitian ini adalah formulasi cair yang mengandung S. epidermidis BC4.

SARAN

Untuk meningkatkan potensi agens antagonis dalam formulasi perlu

dilakukan aplikasi berkala pada tanaman dan kesesuaian waktu dalam aplikasi.

Selain itu juga perlu dilakukan penelitian dengan aplikasi formulasi setelah

penyimpanan sehingga dapat dilihat potensi agens antagonis berkurang atau tidak

selama penyimpan. Kadar air pada formulasi tepung perlu dihitung.

1

14

15

DAFTAR PUSTAKA

Almoneafy AA, Xie GL, Tian WX, Xu LH, Zhangi GQ, Ibrahim M. 2012.

Characterization and evaluation of Bacillus isolates for their potential plant

growth and biocontrol activities against tomato bacterial wilt. African J

Biotech.11(28): 7193-7201.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi sayuran di Indonesia 1997-2012.

[Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [diunduh

2013 Desember 2]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php

?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=70

Cooke BM. 1998. Disease assessment and yield loss. Di dalam: Jones DG, editor.

The Epidomiology of Plant Diseases. Ed ke-2. London (GB): Kluwer

Academic Publisher. hlm 42-72.

[EPPO] European and Mediterian Plant Protection Organization. 2013. Data Sheet

of Quarantine Pest Ralstonia solanacearum. European Union. [diunduh

2013 Desember 2] http://www.eppo.int/quarantine/ bacteria/ Ralstonia

_solanacearumPSDMSO_ds.pdf.

Feng Y, Shen D, Song W. 2006. Rice endophyte Pantoea agglomerans YS19

promotes host plant growth and affectsallocations of host photosynthates. J

Appl Microbiol. 100(5): 938-945.

Fernando DWG, Nakkeeran S, Yilanzhang. 2005. Biosynthesis of antibiotics by

PGPR and its relation in biocontrol of plant diseases. Di dalam: Siddiqu ZA,

editor. PGPR: Biocontrol And Biofertilization. Dordrecht (NL): Springer:

hlm 67-109.

Hallmann J, Mahaffee WF, Kloepper JW, Quadthallmann A. 1997. Bacterial

endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol.43(10): 895-914.

Hammond-Kosack KE, Jones JDG. 1996. Resistance gene-dependent plant

defense responses. J Plant Cell.8(10):1773-1791.

Jones KA, Burges HD. 1998. Technology of formulation and application. Di

dalam: Beneficial Microorganisms, Nematodes and Seed Treatments.

London (GB): Klower Academic Publisher.

Kloepper JW, Schroth MN. 1981. Development of a powder formulation of

rhizobacteri for inoculation of potato seed pieces. Phytopathol 71(6): 590-

592.

Laela JK, Sharma G. 2000. Studies on xanthan production from Xanthomonas

campestris. Bioprocess Engineering. 23(2000): 687-689.

Leary JV, Chun WWC. 1988. Bacillus. Di dalam: Schaad W, editor. Pathogenic

Bacteria. Ed ke-2. Minnesota (US): APS Press hlm 120-127.

Nakkeeran S, Fernando DWG, Siddiqui ZA. 2005. Plant growth promoting

rhizobacteria formulations and its scope in commercialization for the

management of pests and diseases. Di dalam: Siddiqu ZA, editor. PGPR:

Biocontrol and Biofertilization. Dordrecht (NL): Springer. hlm 257-296.

Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk

mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat

[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

16

Nawangsih AA, Damayanti I, Wiyono S, Kartika JG. 2011. Selection and

characterization of endophytic bacteria as biocontrol agents of tomato

bacterial wilt disease. J Hayati 2(18): 66-70.

Nurjanani 2011. Kajian pengendalian penyakit bakteri Ralstonia solanacearum

menggunakan agens hayati pada tanaman tomat. J Superman 11(4): 1-8.

Raiter B, Pfeifer U, Schwab H, Sessitsch A. 2002. Response of endophytic

bacterial communities in potato plants to infection with Erwinia carotovora

subsp. atroseptica. Appl Environ Microbiol 68(5): 2261-2268.

Silva HSA, Romeiro RS, Macagnan D, Halfeld-Vieira BA, Pereira MCB,

Mounteer A. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in

tomato plants: non-specific protection and increase in enzyme activities. J

Biocontrol 29(2): 288-295.

Supriyadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada

tanaman. J Litbang Pert 25(3): 75-80.

Supriyadi. 2011. Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum): dampak,

bioekologi dan peranan teknologi pengendaliannya. J Pengemb Inov Perta

4(4): 279-293.

Tahat MM, Sijam K. 2010. Ralstonia solanacearum: the bacteria wilt causal

agent. Asian J Plant Dis. 4: 385-393.

Wang JF dan Lin CH. 2005. Intregrated management of tomato bacterial wilt.

Taiwan (TW): AVRDC publication.

LAMPIRAN

18

Lampiran 4 Analisis ragam tingkat kejadian penyakit pada tanaman tomat di

rumah kaca pada minggu ke-1 sampai ke-7

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 13.3333333 6.6666667 0.44 0.6561

Perlakuan 4 640.0000000 160.0000000 10.67 0.0027

Eror/Galat 8 120.0000000 15.0000000

Total Terkoreksi 14 773.3333333

Minggu 2

Blok 2 120.000000 60.000000 6.00 0.0256

Perlakuan 4 2040.000000 510.000000 51.00 <.0001

Eror/Galat 8 80.000000 10.000000

Total Terkoreksi 14 2240.000000

Minggu 3

Blok 2 120.000000 60.000000 0.55 0.5997

Perlakuan 4 2040.000000 510.000000 4.64 0.0313

Eror/Galat 8 880.000000 110.000000

Total Terkoreksi 14 3040.000000

Minggu 4

Blok 2 13.333333 6.666667 0.03 0.9671

Perlakuan 4 1333.333333 333.333333 1.68 0.2464

Eror/Galat 8 1586.666667 198.333333

Total Terkoreksi 14 2933.333333

Minggu 5

Blok 2 40.000000 20.000000 0.08 0.9198

Perlakuan 4 1106.666667 276.666667 1.17 0.3927

Eror/Galat 8 1893.333333 236.66666

Total Terkoreksi 14 3040.000000

Minggu 6

Blok 2 520.0000000 260.0000000 1.07 0.3879

Perlakuan 4 893.3333333 223.3333333 0.92 0.4985

Eror/Galat 8 1946.666667 243.333333

Total Terkoreksi 14 3360.000000

Minggu 7

Blok 2 1013.333333 506.666667 2.11 0.1836

Perlakuan 4 1240.000000 310.000000 1.29 0.3502

Eror/Galat 8 1920.000000 240.000000

Total Terkoreksi 14 4173.333333

Lampiran 2 Analisis ragam Area Under Disease Progress curve (AUDPC)

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 119560.000 59780.000 0.36 0.7057

Perlakuan 4 2281276.667 570319.167 3.48 0.0630

Eror/Galat 8 1312873.333 164109.167

Total Terkoreksi 14 3713710.000

19

Lampiran 3 Analisis ragam pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah kaca

pada minggu ke-1 sampai ke-7

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 2.05212000 1.02606000 2.90 0.1131

Perlakuan 4 3.19504000 0.79876000 2.26 0.1521

Eror/Galat 8 2.83228000 0.35403500

Total Terkoreksi 14 8.07944000

Minggu 2

Blok 2 15.39377333 7.69688667 9.43 0.0079

Perlakuan 4 42.85237333 10.71309333 13.13 0.0014

Eror/Galat 8 6.52982667 0.81622833

Total Terkoreksi 14 64.77597333

Minggu 3

Blok 2 23.4897600 11.7448800 2.28 0.1651

Perlakuan 4 123.2895733 30.8223933 5.97 0.0158

Eror/Galat 8 41.2947067 5.1618383

Total Terkoreksi 14 188.0740400

Minggu 4

Blok 2 9.77233333 4.88616667 1.89 0.2124

Perlakuan 4 10.93666667 2.73416667 1.06 0.4359

Eror/Galat 8 20.65933333 2.58241667

Total Terkoreksi 14 41.36833333

Minggu 5

Blok 2 2.64357333 1.32178667 0.52 0.6144

Perlakuan 4 6.45646667 1.61411667 0.63 0.6533

Eror/Galat 8 20.41109333 2.55138667

Total Terkoreksi 14 29.51113333

Minggu 6

Blok 2 0.68848000 0.34424000 0.43 0.6651

Perlakuan 4 4.10856000 1.02714000 1.28 0.3537

Eror/Galat 8 6.41412000 0.80176500

Total Terkoreksi 14 11.21116000

Minggu 7

Blok 2 2.76033333 1.38016667 0.93 0.4316

Perlakuan 4 4.66400000 1.16600000 0.79 0.5632

Eror/Galat 8 11.81000000 1.47625000

Total Terkoreksi 14 19.23433333

Total Pertambahan tinggi Tanaman

Blok 2 16.7830000 8.3915000 0.23 0.8018

Perlakuan 4 492.8335067 123.2083767 3.33 0.0692

Eror/Galat 8 295.6559333 36.9569917

Total Terkoreksi 14 805.2724400

Lampiran 4 Analisis ragam Area Under Height of Plant Growth Curve

(AUHPGC)

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 1134.50500 567.25250 0.36 0.6561

Perlakuan 4 21740.35871 5435.08968 3.44 0.0027

Eror/Galat 8 12624.08903 1578.01113

Total Terkoreksi 14 35498.95274

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 24 April 1990 dari ayah Kusmin

dan ibu Lilik Nurhayati. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Penulis

lulus dari SMA N I Geger Madiun pada tahun 2009 kemudian diterima di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) Departemen

Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi

kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis menjabat sebagai sekretaris departemen

Birena Lembaga Dakwah Kampus Al Hurriyyah pada tahun 2010-2011 sekaligus

menjadi staff divisi syiar Forum Koordinasi Rohis Departemen (FKRD-A). Pada

tahun 2011-2012 penulis menjadi sekretaris umum LSO Birena DKM Al

Hurriyyah sekaligus menjadi staff divisi Kominfo Forum Koordinasi Rohis

Departemen (FKRD-A). Pada tahun 2012-2013 penulis menjadi staff divisi

PSDM Birena Al Hurriyyah serta SC Forum Silaturrahir Lembaga Dakwah

Kampus IPB (FSLDKI). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan.

Beberapa kepanitiaan yang pernah penulis ikuti diantaranya adalah panitia

Pesantren Kilat Ramadan Birena Al Hurriyyah 2011, anggota divisi Humas Open

House IPB 2010, sekretaris II kepanitiaan Migratoria Proteksi Tanaman tahun

2011, Sekretaris divisi Penanggung Jawab Kelompok Masa Perkenalan Fakultas

Pertanian (MPF A) pada tahun 2011, Penanggung Jawab Kelompok Masa

Perkenalan Departemen Proteksi Tanaman (MPD) pada tahun 2011, sekretaris

Islamic Youth Camp Birena Al Hurriyyah pada tahun 2012, Ketua divisi

Konsumsi IPB Islamic Festival pada tahun 2012 Bendahara dalam kepanitian

Migratoria 2012. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengendalian

Hayati dan Pengelolaan Habitat (PHPH) tahun ajaran 2012/2013, asisten

praktikum Hama dan Penyakit Setahun tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum

mata kuliah Proteksi Tanaman Diploma tahun ajaran 2013/2014, asisten

praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Diploma tahun ajaran

2013/2014.