pengaruh k2so4 dalam sintesis mcm-41

64
SKRIPSI PENGARUH DURASI HIDROTERMAL TERHADAP KRISTALINITAS DAN PENAMBAHAN K 2 SO 4 TERHADAP KETEBALAN DINDING PORI DALAM SINTESIS MCM-41 Indra Affandi Hasibuan 03/165254/PA/09302 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009

Upload: indra-dravern

Post on 05-Dec-2014

148 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Penelitian mengenai pengaruh durasi hidrotermal dan pengaruh penambahan K2SO4 dalam sintesis MCM-41

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

SKRIPSI

PENGARUH DURASI HIDROTERMAL TERHADAP KRISTALINITAS DAN PENAMBAHAN K2SO4 TERHADAP KETEBALAN DINDING

PORI DALAM SINTESIS MCM-41

Indra Affandi Hasibuan 03/165254/PA/09302

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2009

Page 2: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

SKRIPSI

PENGARUH DURASI HIDROTERMAL TERHADAP KRISTALINITAS DAN PENAMBAHAN K2SO4 TERHADAP KETEBALAN DINDING

PORI DALAM SINTESIS MCM-41

Indra Affandi Hasibuan 03/165254/PA/09302

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

derajat Sarjana Sains Ilmu Kimia

Pembimbing:

Drs. Suyanta, M.Si.

Dr. Sutarno, M.Si.

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2009

ii

Page 3: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

UNDERGRADUATE THESIS

EFFECTS OF HYDROTHERMAL DURATION TO THE CRYSTALLINITY AND ADDITION OF K2SO4 TO THE PORE

WALL THICKNESS ON THE SYNTHESIS OF MCM-41

Indra Affandi Hasibuan 03/165254/PA/09302

Submitted to fulfill one of the requirements to obtain

the degree of Sarjana Sains in Chemistry

Supervisors:

Drs. Suyanta, M.Si.

Dr. Sutarno, M.Si.

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2009

iii

Page 4: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH DURASI HIDROTHERMAL TERHADAP KRISTALINITAS

DAN PENAMBAHAN K2SO4 TERHADAP KETEBALAN DINDING PORI DALAM SINTESIS MCM-41

Indra Affandi Hasibuan 03/165254/PA/09302

Dinyatakan lulus ujian skripsi dalam Ujian Skripsi pada tanggal 20 April 2009

DEWAN PENGUJI

Drs. Suyanta, M.Si. Ketua/Pembimbing I

Prof. Dr. Karna Wijaya, M.Eng Anggota

Dr. Sutarno, M.Si. Anggota/Pembimbing II

Drs. Priatmoko, MS Anggota

iv

Page 5: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya sehingga skripsi berjudul “Pengaruh

Durasi Hidrothermal Terhadap Kristalinitas dan Penambahan K2SO4 Terhadap

Ketebalan Dinding Pori Dalam Sintesis MCM-41” dapat diselesaikan dengan baik.

Shalawat beserta salam kepada Nabi SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya

hingga akhir zaman.

Terselesaikannya penelitian hingga penulisan skripsi ini tidak lepas dari

pihak–pihak lain yang telah memberikan bimbingan, bantuan, motivasi kepada

penulis. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam–dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. Suyanta, M.Si sebagai dosen pembimbing I yang telah

membimbing penulis dan memberikan dukungan serta arahan dalam

pelaksanaan dan penulisan skripsi.

2. Bapak Dr. Sutarno, M.Si sebagai dosen pembimbing II yang telah

membimbing penulis dan memberikan saran yang membantu dalam

penulisan skripsi.

3. Kedua orang tua, Bapak Saparuddin dan Ibu Nurbi untuk pengorbanan

yang begitu besar dalam mendidik anak–anaknya dengan penuh cinta,

kesabaran dan kasih sayang serta kedua adikku tersayang, Mahran dan Ijal

untuk doa dan dukungan yang diberikan. Semoga Allah SWT selalu

v

Page 6: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

melindungi kita untuk berada dalam jalanNya yang lurus dan kelak

dipertemukan dalam surgaNya.

4. Seluruh dosen, staf karyawan/wati dan laboran jurusan KIMIA FMIPA

UGM khususnya Laboratorium Kimia Anorganik yang telah membantu

dalam penelitian.

5. Roni, Anton, Sugiati, Fadhie, Yudi, Yayan, Heri, Yufan, Intan, Niken,

terima kasih atas kerja sama, diskusi, saran, dan motivasi yang diberikan.

6. Teman–teman kontrakan Pakuningratan, kontrakan Karanggayam, Kosan

42, teman-teman Kimia 2003 dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis

baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan dan

kelemahan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua

terutama untuk para peneliti selanjutnya.

Jogjakarta, April 2009

Penulis

vi

Page 7: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL iHALAMAN PENGESAHAN ivPRAKATA vDAFTAR ISI viiDAFTAR GAMBAR ixDAFTAR TABEL xDAFTAR LAMPIRAN xiINTISARI xiiABSTRACT xiiiBAB I PENDAHULUAN 1 I.1 Latar Belakang 1 I.2 Tujuan Penelitian 4 I.3 Manfaat Penelitian 5BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 II.1 Material Mesopori MCM-41 (Mobil Composition of Matter) 6 II.1.1 Sintesis Material Mesopori MCM-41 7 II.1.2 Mekanisme Pembentukan Material Mesopori

MCM-41 12

II.2 Efek Penambahan Garam dalam Sintesis MCM-41 15 II.3 Karakterisasi Material Mesopori MCM-41 17 II.3.1 Spektrofotometri Inframerah 17 II.3.2 Difraksi SinarX 18 II.3.3 Adsorpsi-Desorpsi Isoterm Gas Nitrogen 19BAB III LANDASAN TEORITIK, HIPOTESIS, DAN RANCANG-

AN PENELITIAN 21

III.1 Landasan Teoritik 21 III.2 Hipotesis 24 III.3 Rancangan Penelitian 24BAB IV METODE PENELITIAN 25 IV.1 Bahan 25 IV.2 Alat 25 IV.3 Prosedur Penelitian 26

vii

Page 8: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

IV.3.1 Pengaruh Durasi Hidrotermal pada Sintesis MCM-41

26

IV.3.2 Pengaruh Penambahan Garam pada Sintesis MCM-41

26

IV.3.3 Karakterisasi MCM-41 Menggunakan Difraktometer Sinar-X

27

IV.3.4 Karakterisasi Padatan Menggunakan Spektrofotometer Inframerah

27

IV.3.5 Karakterisasi Pori dengan Menggunakan Gas Sorption Analyzer

28

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 29 V.1 Pengaruh Durasi Hidrotermal pada Sintesis

MCM-41 29

V.2 Pengaruh Penambahan K2SO4 dalam Sintesis MCM-41 34 V.3 Pengaruh Kalsinasi Terhadap Pola Spektra Inframerah

MCM-41 38

V.4 Karakterisasi Pori MCM-41 41BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 47 VI.1 Kesimpulan 47 VI.2 Saran 47DAFTAR PUSTAKA 48LAMPIRAN 52

viii

Page 9: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar II.1 Pembentukan dan Pembesaran Surfaktan 9Gambar II.2 Pengelompokan Material Mesopori 11Gambar II.3 Deret Fase dalam Sistem Biner Air-Surfaktan 11Gambar II.4 Mekanisme Sintesis Mesofase Heksagonal Liquid Crystal

Template 13

Gambar II.5 Mekanisme Pembentukan MCM-41 14Gambar II.6 Efek Anion, X- dari Garam MX dalam post-sintesis MCM-

41 16

Gambar II.7 Difraksi Sinar-X oleh Kisi Kristal 18Gambar V.1 Hasil Difraksi Sinar-X MCM-41 dengan Variasi Durasi

Hidrotermal 30

Gambar V.2 Hasil Difraksi Sinar-X MCM-41 Hasil Sintesis Penambahan K2SO4 dengan Variasi Jumlah Mol

35

Gambar V.3 Spektra Inframerah MCM-41 Tanpa Garam 39Gambar V.4 Spektra Inframerah MCM-41 dengan Penambahan Garam 40Gambar V.5 Adsorpsi-Desorpsi Isotermis Nitrogen MCM-41 42Gambar V.6 Distribusi Ukuran Pori MCM-41 45

ix

Page 10: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II.1 Panjang Rantai Karbon dan Ukuran Pori 9Tabel V.1 Data Struktural Padatan MCM-41 Hasil Sintesis pada

Berbagai Variasi Durasi Hidrotermal 31

Tabel V.2 Data Struktural Padatan MCM-41 Hasil Sintesis dengan Variasi Penambahan K2SO4

36

Tabel V.3 Karakter Permukaan dan Pori Padatan 44

x

Page 11: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Perhitungan Indeks Bidang dan Parameter Kisi (ao)

52

Lampiran 2 Perhitungan Parameter Mesopori 54Lampiran 3 Penentuan Distribusi Pori 55Lampiran 4 Data difraktogram MCM-41 durasi 4 jam 56Lampiran 5 Data difraktogram MCM-41 durasi 8 jam 60Lampiran 6 Data difraktogram MCM-41 durasi 12 jam 64Lampiran 7 Data difraktogram MCM-41 durasi 24 jam 68Lampiran 8 Data difraktogram MCM-41 durasi 36 jam 72Lampiran 9 Data difraktogram MCM-41 durasi 48 jam 76Lampiran 10 Data difraktogram MCM-41 durasi 72 jam 80Lampiran 11 Data difraktogram MCM-41 penambahan garam 0,5 mol 84Lampiran 12 Data difraktogram MCM-41 penambahan garam 1 mol 88Lampiran 13 Data difraktogram MCM-41 penambahan garam 1,5 mol 91Lampiran 14 Data difraktogram MCM-41 penambahan garam 2 mol 95Lampiran 15 Data difraktogram MCM-41 penambahan garam 4 mol 99Lampiran 16 Spektra FTIR MCM-41 tanpa garam, sebelum dan

sesudah kalsinasi 103

Lampiran 17 Spektra FTIR MCM-41 dengan garam, sebelum dan sesudah kalsinasi

106

Lampiran 18 Data analisis luas permukaan dan porositas MCM-41 tanpa garam

109

Lampiran 19 Data analisis luas permukaan dan porositas MCM-41 dengan garam

119

xi

Page 12: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

PENGARUH DURASI HIDROTHERMAL TERHADAP KRISTALINITAS DAN PENAMBAHAN K2SO4 TERHADAP KETEBALAN DINDING

PORI DALAM SINTESIS MCM-41

Indra Affandi Hasibuan 03/165254/PA/9302

INTISARI

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh durasi hidrotermal dan pengaruh penambahan K2SO4 dalam sintesis MCM-41. Pengaruh durasi hidrotermal dilakukan dengan melakukan sintesis MCM-41 dengan durasi 4jam; 8jam; 12jam; 16jam; 24 jam; 36 jam; 48 jam dan 72 jam. Pengaruh penambahan garam K2SO4 dilakukan dengan menambahkan garam sebanyak 0,5 mol; 1 mol; 1,5 mol; 2 mol dan 4 mol selama proses hidrotermal. Material MCM-41 yang dihasilkan dikalsinasi dan dikarakterisasi dengan menggunakan metoda difraksi sinar-X, spektroskopi inframerah dan adsorpsi isotermis nitrogen. Pada pengaruh durasi hidrotermal, MCM-41 yang memiliki kristalinitas tertinggi dihasilkan pada durasi hidrotermal selama 36 jam. Durasi 36 jam ini, digunakan untuk menentukan lamanya proses hidrotermal dalam mengkaji penambahan K2SO4. Penambahan K2SO4 pada berbagai variasi mol menurunkan kristalinitas MCM-41 bila dibandingkan dengan MCM-41 tanpa penambahan K2SO4. MCM-41 tanpa penambahan garam memiliki diameter pori 3,714 nm dan ketebalan dinding pori 1,176 nm sedangkan MCM-41 dengan penambahan garam memiliki diameter pori 3,356 nm dan ketebalan dinding pori 0,83 nm.

xii

Page 13: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

xiii

EFFECTS OF HYDROTHERMAL DURATION TO THE CRYSTALLINITY AND ADDITION OF K2SO4 TO THE

PORE WALL THICKNESS ON THE SYNTHESIS OF MCM-41

Indra Affandi Hasibuan 03/165254/PA/9302

ABSTRACT

Effects of hydrothermal durations and of K2SO4 additions on crystallinity of synthesized MCM-41 have been investigated. They are observed by realizing MCM-41 synthesis in different durations: 4 hours; 8 hours; 12 hours; 24 hours; 36 hours; 48 hours and 72 hours. Effects of K2SO4 salt addition are researched by adding the salt of various amounts, i.e. 0,5 mol; 1 mol; 1,5 mol; 2 mol and 4 mol in the hydrothermal synthesis processes. The MCM-41 produced is then calcinated and characterized using X-ray diffraction, infrared spectroscopy and nitrogen adsorption isotherm methods. The highest crystallinity of MCM-41 on hydrothermal duration is yielded at 36 hours. The 36 hours is used as hydrothermal duration in the addition of K2SO4. All MCM-41 with the addition of salt have lower crystallinity than MCM-41 without salt addition. MCM-41 without salt has pore diameter 3,714 nm and pore wall thickness 1,176 nm. MCM-41 with addition of salt has pore diameter 3,356 nm and pore wall thickness 0,83 nm.

Page 14: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dewasa ini, perkembangan ilmu material berkembang pesat guna memenuhi

tuntutan kebutuhan manusia khususnya dunia industri. Ilmu dan teknologi yang

dikembangkan mampu meningkatkan sifat maupun kemampuan material dengan

cara memanfaatkan materi yang sudah ada ataupun membuat suatu material yang

baru. Hal tersebut dikarenakan penggunaan material saat ini yang cenderung

khusus pada aplikasi tertentu dan memiliki banyak fungsi. Misalnya material

dengan luas permukaan yang tinggi digunakan sebagai adsorben, insulator termal

ataupun katalis (Schubert dan Husing, 2000).

Material berpori didefinisikan sebagai padatan yang mengandung pori. Pada

umumnya material berpori mempunyai porositas 2–95 %. Material berpori telah

menjadi fokus penelitian pada saat ini dan menghasilkan banyak material bepori

yang baru maupun yang dikembangkan dengan sifat serta kemampuan yang lebih

baik sehingga kegunaannya bertambah luas selain sebagai absorben atau katalis.

Penggunaan dalam bidang lainnya telah memberikan kontribusi yang cukup

penting seperti pada mikroelektronik dan diagnosa medis (Davis, 2002)

Material berpori dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran pori, bentuk pori,

material dan metode produksinya. IUPAC (International Union of Pure and

Applied Chemistry) mengklasifikasikan material berpori (Ishizaki et al., 1998)

berdasarkan ukuran pori yakni mikropori yang memiliki diameter pori lebih kecil

1

Page 15: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

2

dari 2 nm, mesopori memiliki diameter pori antara 2 dan 50 nm, makropori

memiliki diameter pori lebih besar dari 50 nm. Salah satu contoh material

mikropori adalah zeolit yang telah banyak dimanfaatkan sebagai adsorben,

penukar ion maupun penyaring molekul.

Nama zeolit berasal dari bahasa Yunani yaitu zeo dan lithos yang berarti batu

mendidih karena apabila zeolit dipanaskan akan menghasilkan buih. Zeolit

ditemukan pada tahun 1756 oleh A.E.Cronsted (Xu et al., 2007). Zeolit memiliki

luas permukaan yang besar dan memiliki stabilitas termal yang tinggi sehingga

dapat berperan sebagai katalis. Pada saat ini zeolit menjadi material yang sangat

penting sebagai absorben dan katalis dalam industri perminyakan. Dalam proses

katalisis yang menggunakan zeolit hanya terbatas pada molekul–molekul

berukuran kecil dikarenakan ukuran porinya yang kecil. Dalam

perkembangannya, dunia industri membutuhkan material berpori dengan ukuran

pori yang lebih besar dari ukuran mikropori zeolit serta memiliki keseragaman

dalam bentuk dan ukuran porinya. Para peneliti telah banyak berusaha untuk

mengatasi hal tersebut dan pada tahun 1990, Yanagisawa et al. berhasil

memperbesar ukuran pori dari suatu material mikropori menjadi mesopori dengan

menggunakan molekul organik yang diinterkalasikan pada lempung.

Pada tahun 1992, terobosan penting dicapai para peneliti dari Mobil Oil

Corporation dalam mensintesis material berpori dengan geometri yang baik.

Mereka mengembangkan konsep yang telah ada dalam mensintesis anggota baru

penyaring molekul yang disebut M41S (Kresge et al., 1992; Beck et al., 1992).

MCM-41 (Mobil Composition of Matter Number 41) merupakan salah satu

Page 16: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

3

anggota dari M41S yang memiliki penataan pori berbentuk heksagonal yang

seragam. Ukuran porinya dapat diatur melalui penggunaan surfaktan dengan

panjang rantai alkil yang berbeda atau dengan menambahkan senyawa organik

tambahan seperti alkil benzena contohnya 1,3,5-trimetilbenzena (Vartuli et al.,

1998 dalam Selvam et al., 2001). MCM-41 dapat disintesis dengan ukuran pori 15

Å hingga lebih besar dari 100 Å yang dapat menghasilkan luas permukaan dan

volume pori yang besar.

MCM-41 dapat disintesis melalui reaksi hidrotermal pada temperatur 70-150

°C dengan membuat larutan yang komponen utama berupa senyawa organik

(surfaktan), sumber silika dan atau alumina, dan pelarut. Senyawa organik

(surfaktan) yang digunakan memiliki rantai karbon yang panjang (n>8) dan

berperan sebagai pengarah stuktur. Selain itu faktor pH, temperatur, lamanya

reaksi juga berpengaruh dalam sintesis MCM-41 (Huo et al., 1994a; Monnier et

al., 1993; Tanev et al., 1994 dalam Zhao et al., 1996).

Pemahaman mengenai sintesis dan mekanisme pembentukan MCM-41 sangat

diperlukan mengingat kegunaanya yang sangat luas. Dalam industri pelumas,

kegunaan dari material ini dalam proses katalitik telah menjadi paten di Amerika

Serikat yakni MCM-41 yang diimpregnasikan dengan logam Cr memiliki

aktivitas katalitik yang baik pada oligomerisasi olefin untuk menghasilkan zat

aditif pelumas ( Pelrine et al., 1992 dalam Zhao et al., 1996). Aplikasi dalam

bidang kimia organik yakni sebagai katalis dalam proses oksidasi antrasena untuk

menghasilkan 9,10-antraquinon (Araujo et al., 2007).

Page 17: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

4

MCM-41 memiliki stabilitas termal dan stabilitas hidrotermal uap air yang

tinggi, akan tetapi stabilitas termal di dalam air rendah. Kim dan Ryoo (1996)

melaporkan bahwa struktur Si-MCM-41 stabil terhadap uap air pada temperatur

770 K sedangkan pemanasan di dalam air menyebabkan kerusakan struktur

mesoporinya. Banyak metode yang dikembangkan untuk meningkatkan stabilitas

hidrotermal di dalam air, diantaranya optimasi durasi hidrotermal dan dengan

penambahan garam. Ryoo dan Jun (1997) melakukan penambahan berbagai

garam dengan konsentrasi bervariasi selama proses kristalisasi untuk

meningkatkan stabilitas hidrotermal MCM-41 hasil sintesis.

Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh durasi hidrothermal terhadap

kristalinitas dan penambahan K2SO4 terhadap tebal pori dalam sintesis MCM-41.

I.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Mengkaji pengaruh durasi hidrotermal terhadap kristalinitas MCM-41

yang dihasilkan sehingga didapatkan durasi hidrotermal yang optimum

untuk mensintesis MCM-41.

2. Mengkaji pengaruh penambahan garam K2SO4 terhadap kristalinitas

MCM-41.

3. Mengkaji pengaruh penambahan K2SO4 terhadap jari–jari pori dan

ketebalan dinding pori MCM-41 yang dihasilkan.

Page 18: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

5

I.3 Manfaat Penelitian

Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu

pengetahuan serta memberikan tambahan informasi mengenai kondisi sintesis

material mesopori MCM-41 dan pengaruh garam dalam proses sintesis. Selain itu,

penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman mengenai sintesis MCM-41.

Page 19: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Material Mesopori MCM-41 ( Mobil Composition of Matter )

Kresge et al. (1992) dan Beck et al. (1992) melaporkan penemuan kelompok

material M41S yang merupakan material mesopori yang memiliki volume pori,

luas permukaan, dan keteraturan yang tinggi. Penemuan kelompok material M41S

oleh para peneliti Mobil Oil Corporation dilatarbelakangi oleh kebutuhan industri

khususnya industri perminyakan yang membutuhkan material dengan ukuran pori

lebih besar daripada mikropori. Material mikropori seperti zeolit tidak cukup

efektif dalam proses katalitik yang melibatkan ukuran molekul–molekul yang

besar.

Kelompok material M41S dibagi menjadi 3, yakni: MCM-48 yang berdimensi

tiga dengan struktur pori kubus, MCM-41 berdimensi satu dengan struktur pori

heksagonal dan MCM-50 dengan struktur lamelar yang tidak stabil (Oye et al.,

2001). Salah satu dari kelompok material M41S yang menarik perhatian dan

paling banyak diteliti adalah MCM-41. Material mesopori MCM-41 adalah

material heksagonal yang mempunyai penataan mesopori yang teratur dengan

diameter yang seragam. MCM-41 sering digunakan sebagai katalis dan

pendukung katalis. Rentang diameter pori dari MCM-41 yang cukup luas dapat

dimasuki dengan mudah oleh molekul–molekul yang besar sehingga terjadi

peningkatan efesiensi dalam proses katalitik. Sutarno (2005) melaporkan

penggunaan MCM-41 sebagai katalis dalam hidroengkah fraksi berat minyak

6

Page 20: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

7

bumi. Selain itu Araujo et al. (2007) melaporkan penggunaan Al-MCM-41 dan

Ti-MCM-41 sebagai katalis dalam oksidasi antrasena. Penggunaan MCM-41

sebagai pengemban katalis dalam sintesis katalis basa Ba-MCM-41 telah

dilakukan oleh Li et al. (2003).

Karakteristik dari MCM-41 adalah memiliki stabilitas termal yang tinggi, luas

permukaan yang besar, distribusi pori yang cukup homogen dan diameter porinya

pada rentang 15-100 Å bergantung pada prosedur sintesis. Stabilitas termal dari

MCM-41 telah dilaporkan oleh beberapa peneliti di antaranya Si-MCM-41 dapat

dipanaskan hingga 1123 K dan struktur MCM-41 tidak berubah secara signifikan

dengan pemanasan hingga 1170 K pada aliran udara dan oksigen dengan tekanan

uap air 2,3 kPa (Kim dan Ryoo, 1996). Adanya logam aluminium pada rangka Al-

Si-MCM-41 dapat mengurangi stabilitas termal dari MCM-41.

Hal yang sangat penting dalam sintesis MCM-41 adalah peranan dari cetakan

pori (template) sebagai pengarah struktur. Cetakan pori ini berupa surfaktan yang

memiliki bagian hidrofobik yang panjang dengan rumus molekul

CnH2n+1(CH3)3N+ dimana n>8 dan bagian hidrofilik. Semakin panjang rantai

karbon surfaktan maka pori MCM-41 semakin besar. Besarnya konsentrasi

surfaktan dapat mempengaruhi struktur pori yang terbentuk.

II.1.1 Sintesis Material Mesopori MCM-41

Banyak metode yang telah diajukan dan berhasil dalam pembentukan struktur

pori berukuran nanometer. Sintesis material mesopori hampir sama dengan

sintesis mikropori yakni dengan proses hidrotermal. Campuran dari surfaktan,

Page 21: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

8

silika dan atau silika-alumina dipanaskan pada temperatur 70 – 150°C dengan

waktu tertentu hingga membentuk jel. MCM-41 dapat pula disintesis pada

temperatur kamar melalui proses sol-gel. Produk yang dihasilkan dengan

pemanasan dan dengan temperatur kamar memiliki katarekteristik yang sama.

Akan tetapi sintesis yang dilakukan dengan menggunakan metode hidrotermal

telah terbukti dapat menghasilkan material padatan dengan kristalinitas yang lebih

tinggi baik dalam sintesis bahan mesopori maupun mikropori seperti zeolit

(Reding et al., 2003 dalam Sugiati, 2009). Hal tersebut dikarenakan proses

kristalisasi yang dapat berlangsung lebih sempurna akibat adanya pemanasan pada

temperatur yang cukup tinggi dalam ruang yang tertutup. Sistem tertutup tersebut

menyebabkan komposisi campuran dalam sistem tetap terjaga dan tidak ada yang

hilang karena adanya penguapan.

Produk yang dihasilkan dari proses kristalisasi kemudian disaring serta dicuci

dengan air bebas ion dan dikeringkan selama 24 jam pada temperatur 80°C.

Selanjutnya dilakukan kalsinasi dengan aliran gas N2 atau udara atau dapat juga

dengan ekstraksi menggunakan pelarut untuk menghilangkan surfkatan sehingga

diperoleh mesopori silika dan atau silika-alumina. Penghilangan surfaktan dengan

metode kalsinasi lebih baik dibandingkan dengan metode ekstraksi karena

surfaktan dapat dihilangkan hingga mencapai 99% pada temperatur 412°C selama

satu jam (Souza et al., 2004).

Diameter pori dari MCM-41 yang berada pada rentang 15-100 Å dapat diatur

dengan menggunakan 3 metode, sebagai berikut:

Page 22: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

9

(i) dengan memperpanjang rantai gugus alkil dari 8 hingga 22 atom karbon (Beck,

et al., 1992). Memperpanjang rantai gugus alkil menyebabkan peningkatan ukuran

pori seperti tercantum dalam tabel II.I.

Tabel II.1 Panjang rantai karbon dan ukuran pori

Panjang rantai surfaktan, CnH2n+1(CH3)3N+

Ukuran pori a0 (Å)

n = 8 18 n = 9 21 n = 10 22 n = 12 22 n = 14 30 n = 16 37

(ii) dengan menambahkan senyawa organik (auxilary organics) seperti alkil

benzena yang ditunjukkan pada gambar II.2. Contohnya Mesitilena atau 1,3,5-

trimetilbenzena yang melarut di dalam bagian hidrofobik misel sehingga ukuran

misel membesar dan akibatnya terjadi peningkatan ukuran pori.

Gambar II.1 Pembentukan dan Pembesaran surfaktan ( Vartuli et al. 1998 dalam Selvam et al. 2001 )

(iii) dengan mengatur kondisi pemeraman ( seperti temperatur dan waktu ). Zhao

et al. 1996 menyatakan bahwa ukuran pori MCM-41 juga bergantung pada faktor

lainnya seperti temperatur, pH dan waktu pengkristalan.

Page 23: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

10

Sintesis MCM-41 dapat disintesis dalam medium air dengan kondisi alkali

sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Kresge et al. (1992) dan Beck et al.

(1992). Semenjak itu banyak paten dan publikasi dihasilkan oleh para peneliti.

Huo et al. (1994) dalam Zhao et al. (1996) menyatakan bahwa sintesis MCM-41

dapat dilakukan pada kondisi asam sedangkan Taney dan Pinnavaia (1995) dalam

Mantri (2001) mengajukan mekanisme sintesis menggunakan cetakan yang netral.

Material mesopori yang dihasilkan melalui menggunakan cetakan yang netral

dinamakan Hexagonal Mesoporous Silica (HMS). Si-MCM-41 merupakan

material mesopori yang netral sehingga para peneliti memodifikasi struktur atau

rangka silika dengan penambahan logam aluminium atau logam lainnya melalui

metode sintesis secara langsung, pertukaran ion, impregnasi ataupun grafting.

Menurut Zhao et al. (1996) surfaktan yang digunakan dalam sintesis silikat

atau aluminosilikat mesopori memegang peranan yang sangat penting sebagai

senyawa pengarah struktur. Oleh karena itu, pengetahuan terhadap kimiawi

surfaktan merupakan prasyarat utama dalam memahami sintesis dan mekanisme

dalam pembentukan MCM-41 dari prekursor–prekursornya. Berdasarkan

perbedaan rasio molar surfaktan dengan silika, Selvam et al. (2001)

mengklasifikasikan struktur produk yang dihasilkan menjadi empat kategori, yang

ditunjukkan pada gambar II.2. Pada Sur/Si<1 dihasilkan fase heksagonal, MCM-

41; pada Sur/Si=1-1,5 dihasilkan fase kubus, MCM-48; pada Sur/Si=1,2-2

dihasilkan material yang tidak stabil; pada Sur/Si=2 dihasilkan fase kubus

oktamer, [(CTMA)SiO2.5]8.

Page 24: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

11

Dalam suatu sistem biner (air-surfaktan), surfaktan dapat membentuk struktur

tertentu bergantung pada konsentrasinya. Menurut Beck et al. (1992) surfkatan

berperan sebagai senyawa pengarah struktur dalam bentuk misel bukan dalam

bentuk molekul tunggal. Gambar II.3 menunjukkan adanya perubahan fase

surfaktan seiring bertambahnya konsentrasi surfaktan.

Page 25: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

12

Pada konsetrasi yang rendah, surfaktan dalam bentuk tunggal (monomolekul)

seiring peningkatan konsentrasi maka molekul–molekul surfaktan beragregat

membentuk misel yang menurunkan entropi (ketidakteraturan) sistem.

Konsentrasi dimana misel mulai terbentuk disebut konsentrasi kritis misel yang

menurut Myers (1992) dalam Zhao et al. (1996) dipengaruhi oleh sifat surfaktan

(seperti panjang rantai karbon, gugus pada bagian hidrofilik, dan ion

penyeimbang) serta keadaan sistem (seperti pH, temperatur, kekuatan ionik dan

adanya zat aditif).

II.1.2 Mekanisme Pembentukan Material Mesopori MCM-41

Banyak literatur yang mengajukan mekanisme pembentukan material

mesopori MCM-41. Liquid Crystal Templating (LCT) atau pembentukan kristal

cair diajukan oleh para peneliti Mobil Oil Corporation. Pembentukan material

mesopori diawali dengan pembentukan misel silindris surfaktan, yang kemudian

membentuk kristal cair dengan fase heksagonal. Lalu silikat menyelimuti kristal

cair fase heksagonal yang terbentuk sehingga kristal cair pada mekanisme ini

lebih berperan sebagai cetakan pori. Proses ini disebut proses 1.

Berdasarkan penelitian Chen et al. (1993) dalam Mantri (2001) bahwa

pembentukan diawali dengan pembentukan misel silindris surfaktan yang

kemudian terjadi interaksi dengan silikat dimana silikat menyelimuti misel

silindris yang terbentuk. Misel-misel silindris yang diselimuti oleh silikat saling

berinteraksi. Interaksi antara misel–misel silindris adalah interaksi Coulomb dan

interaksi ini cukup kuat. Misel–misel secara spontan membentuk fase heksagonal.

Page 26: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

13

Proses ini disebut proses 2 dan lebih disukai dibandingkan proses 1 karena terjadi

penurunan energi ikat heksagonal lebih menguntungkan. Gambar II.4

menunjukkan proses 1 dan 2.

Gambar II.4 Mekanisme sintesis mesofase heksagonal Liquid Crystal Template (Beck et al.,1992)

Mekanisme pembentukan fase heksagonal lainnya ada tiga yang ditunjukkan

pada gambar II.5. Pertama, melalui pembentukan misel silindris surfaktan seperti

mekanisme Beck et al. (1992), tetapi setelah diselubungi oleh silikat terbentuk

MCM-41 yang tidak teratur kemudian terjadi penataan ulang batang silindris

silikat menjadi MCM-41 yang teratur. Mekanisme ini diajukan oleh Davis dan

Burkett (1995) dalam Hartanto (2002) yang ditunjukkan dengan dengan

diperolehnya material mesopori dengan kristalinitas yang rendah dan hanya

muncul dua bidang kristal (100) dan (200) berdasarkan data difraksi sinar-X.

Kedua, melalui zat antara silikat dua lapisan. Pada mekanisme ini akan dihasilkan

MCM-41 yang memiliki bidang kristal (300) yang mengindikasikan adanya fase

lamellar. Ketiga, melalui zat antara fase lamellar yang diajukan oleh Yanagisawa

Page 27: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

14

et al. (1990) dan Inagaki et al. (1993) dalam Zhao et al. (1996) dengan sumber

silikat dari kanemit. Mereka berhasil mensintesis FSM-16 (Folded Sheet

Materials). Akan tetapi material yang dihasilkan tidak memiliki keteraturan

sebaik MCM-41. Dari mekanisme-mekanisme pembentukan material mesopori

yang telah dijelaskan tampak bahwa pembentukan material mesopori MCM-41

melalui pembentukan Liquid Crystal Template (LCT) pada proses kedua.

Mekanisme LCT dengan jelas menggambarkan bagaimana MCM-41 terbentuk

dengan keteraturan yang sangat baik.

.

Gambar II.5 Mekanisme pembentukan MCM-41:(1) Pembntukan MCM-41 yang tidak teratur, (2) transformasi dari fase lamelar ke fase heksagonal, pembentukan silikat dua lapisan ( Vartuli et al., 1998 dalam Selvam et al., 2001)

Page 28: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

15

II.2 Efek Penambahan Garam dalam Sintesis MCM-41

Penambahan garam ke dalam sintesis MCM-41 telah banyak dilakukan oleh

peneliti. Penambahan garam selama proses kristalisasi telah dilakukan oleh

beberapa peneliti. Ryoo dan Jun (1997) menambahkan garam NaCl, KCl,

CH3COONa dan Na4EDTA ke dalam sintesis MCM-41. Penambahan natrium

asetat menghasilkan MCM-41 yang memiliki stabilitas hidrotermal yang baik.

MCM-41 yang dihasilkan masih dapat mempertahankan strukturnya setelah

direfluks selama 12 jam di dalam air panas. Penelitian Das et al. (1999) juga

menambahkan garam yakni NaBr dalam sintesis MCM-41 meningkatkan

stabilitas hidrotermal. MCM-41 tersebut dapat mempertahankan strukturnya

setelah dipanaskan dalam air pada temperatur 373 K selama 4 hari. MCM-41 ini

dihasilkan dengan menambahkan tetraalkilammonium (TAA+) dan NaBr.

Penelitian–penelitian yang disebutkan di atas lebih menekankan pada efek garam

terhadap stabilitas hidrotermal.

Penambahan garam NaCl atau NH4Cl oleh Yu et al. (2001) dalam sintesis

MCM-41 menghasilkan MCM-41 yang dapat dipanaskan selama 120 jam dan

masih dapat mempertahankan strukturnya. Penelitian ini membahas efek garam

NaCl terhadap MCM-41 dan distribusi pori dari MCM-41. Penambahan garam

pada konsentrasi tertentu menghasilkan MCM-41 dengan keteraturan yang baik.

Semakin tinggi konsentrasi dari garam maka struktur dari MCM-41 berubah

menjadi heksagonal dengan keteraturan yang rendah. Penambahan garam NaCl

memberikan tiga efek. Yang pertama, meningkatnya derajat polimerisasi silikat

sehingga mengurangi distorsi sudut ikatan Si-O-Si dalam kalsinasi dan

Page 29: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

16

meningkatkan stabilitas hidrotermal dari material. Yang kedua ialah efek

penutupan atau screening oleh anion pada bagian kepala surfaktan kationik yang

menyebabkan penurunan nilai ao (parameter kisi). Efek ini dapat terjadi pada

konsentrasi garam tertentu. Bila efek ini terjadi maka efek yang pertama tidak

signifikan. Adanya efek ini menyebabkan perubahan dari bentuk mesofase dari

tak beraturan (amorf) menjadi heksagonal. Yang ketiga, meningkatnya

ketidakteraturan struktur mesofase karena konsentrasi garam dan kekuatan ion.

Lin dan Mou (2002) meneliti efek penambahan garam dalam proses post-

sintesis MCM-41. Penambahan garam LiCl, NaCl, KCl, (CH3)4Cl dilakukan

setelah proses sintesis dilakukan. Penelitiannya menyatakan bahwa dinding pori

dipengaruhi kondensasi dari silikat–silikat. Semakin banyak kondensasi maka

ketebalan dinding pori meningkat. Adanya garam dapat meningkatkan ketebalan

dinding pori MCM-41 karena adanya silikat–silikat bebas (tidak berikatan dengan

surfaktan) yang berkondensasi pada dinding pori. Timbulnya silikat yang bebas

karena anion dari garam berikatan dengan surfaktan. Jadi ada suatu kompetisi

antara silikat dan anion dari garam Gambar II.6 menyatakan efek garam dalam

post-sintesis MCM-41.

Gambar II.6. Efek anion, X- dari garam, MX dalam post-sintesis MCM-41

( Lin dan Mou, 2002)

Page 30: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

17

II.3 Karakterisasi Material Mesopori MCM-41

II.3.1 Spektrofotometri Inframerah

Spektrofotometri inframerah digunakan untuk menentukan gugus-gugus

fungsional yang ada pada suatu senyawa. Di samping itu spektra infra merah

dapat memberikan informasi yang sangat karakteristik untuk setiap senyawa

dikarenakan setiap senyawa mempunyai frekuensi yang spesifik dari vibrasi dan

rotasi internal gugus-gugus atau atom penyusunnya.

Spektrofotometri inframerah dapat memberikan informasi tentang keasaman,

keberadaan gugus hidroksi paa permukaan dan substitusi isomorfis pada material

mesoporiI ( Mantri, 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Holmes et

al. (1998) regangan-regangan yang dihasilkan oleh gugus-gugus penyusun

material mesopori MCM-41 pada berbagai macam frekuensi yang karakteristik.

Regangan pada 1030 cm-1 dan 1105 cm-1 menunjukkan vibrasi internal Si-O.

Vibrasi eksternal Si-O ditunjukkan pada regangan ~1180 dan 1220 cm-1.

Hilangnya surfaktan CTAB pada proses kalsinasi MCM-41 dapat

teridentifikasi dengan hilangnya pita serapan asimetris dan simetris dari gugus

kepala CH3-(N+) pada 3017 dan 2944 cm-1, hilangnya pita serapan pada panjang

gelombang 2924 cm-1 yang menunjukkan vibrasi ulur simetris dan asimetris gugus

metilen (-CH2-), dan hilangnya pita serapan pada daerah 1500-1450 cm-1 yang

merupakan vibrasi menggunting dari gugus -CH2- dan viibrasi tekuk asimetris

CH3-(N+).

Page 31: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

18

II.3.2 Difraksi Sinar-X

Karakterisasi menggunakan difraktometer sinar-X akan menghasilkan pola

difraksi sinar-X atau difraktogram yang berisi puncak-puncak atau garis-garis

yang masing-masing berbeda intensitas dan posisi (d-spacing atau sudut Bragg,

θ). Setiap bahan kristalin memiliki pola difraksi yang khas, karena setiap posisi

garis refleksi tergantung kepada ukuran sel satuan dan intensitasnya tergantung

kepada tipe atom yang ada dan susunannya di dalam kristal. Hubungan antara

dengan d = jarak antar bidang kristal, 2θ = sudut difraksi, λ = panjang gelombang

mengikuti persamaan Bragg, n = 1,2,3,... sebagai berikut :

nλ = 2d sin θ

Gambar II.7 Difraksi sinar-X oleh kisi kristal

Pola difraksi sinar-X dari struktur MCM-41 berupa puncak yang tinggi pada sudut

kecil 2-3º (bidang d100) dan pengulangan puncak dengan intensitas yang kecil

pada sudut yang lebih tinggi (bidang 110, 200, dan 210). Bidang refleksi dari

Page 32: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

19

penataan pori sistem heksagonal dapat dilakukan perhitungan indeks bidang hkl

sebagai puncak difraksi karakteristik dengan menggunakan rumus:

( )1

2 2 22

2 2

43hkl

h hk k lda c

−⎡ ⎤+ + ⎛ ⎞⎢ ⎥= + ⎜ ⎟⎢ ⎥⎝ ⎠⎣ ⎦

II.3.3 Adsorpsi-Desorpsi Isotermis Gas Nitrogen

Sifat padatan berpori dapat ditentukan oleh dua karakter yaitu karakter fisik dan

karakter kimia. Karakter fisik ditentukan oleh struktur makro permukaan yang

meliputi luas permukaan dan porositas. Metode adsorpsi merupakan metode yang

sangat berperan dalam karakterisasi material mesopori. Metode ini dapat

digunakan untuk menentukan luas permukaan material, ukuran pori, volume pori,

dan distribusi ukuran pori dari suatu material berpori. Persamaan adsorpsi

isotermis yang sering digunakan pada permukaan padatan adalah persamaan yang

diusulkan oleh Brunauer, Emmet dan Teller (BET) yang dituliskan dibawah ini

(Lowell dan Shield, 1984 dalam Yufan, 2008).

1 1( )(1 )

oo

om m

P P C P PW P P W C W C

−= +

Dengan W = Berat gas yang diadsorpsi pada tekanan relatif P/P0 (gram), Wm =

Berat gas yang diadsorpsi pada lapis tunggal (gram), C = Konstanta BET, Po =

Tekanan uap jenuh adsorpsi (mmHg), P = tekanan gas (mmHg).

MCM-41 merupakan material dengan pola adsorpsi mengikuti pola adsorpsi

material mespori yakni pola adsorpsi tipe IV. Gas yang diadsorpsi umumnya gas

nitrogen. Adsorpsi nitrogen oleh MCM-41 terdiri dari tiga tahapan. Tahapan

Page 33: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

20

pertama terbentuknya lapisan monolayer pada dinding pori dan permukaan MCM-

41. Tahapan ini berlangsung pada tekanan relatif (P/Po) yang rendah. Tahapan

yang kedua adanya kenaikan yang tajam pada P/Po 0,25-0,5. kenaikan ini

disebabkan karena kondensasi kapiler gas nitrogen. Tahapan yang terakhir berupa

terbentuknya adsorpsi multilayer dan kondensasi pada permukaan material.

Page 34: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

BAB III

LANDASAN TEORETIK, HIPOTESIS, DAN RANCANGAN PENELITIAN

III.1. LANDASAN TEORITIK

Material mesopori MCM-41 yang memiliki jaringan nanopori yang

menyerupai struktur sarang lebah (honeycomb structure) dapat sintesis dengan

proses hidrotermal sebagaimana yang sering dilakukan dalam sintesis zeolit.

Senyawa organik amina dan sumber silika/silika-alumina dicampurkan sehingga

membentuk larutan yang sangat jenuh pada temperatur 70-150 ºC selama selang

waktu tertentu. Padatan hasil disaring, dicuci, dan dikeringkan. Selanjutnya

padatan dikalsinasi pada temperatur 540ºC di bawah aliran gas nitrogen dan udara

untuk menghasilkan struktur pori (Kresge et al., 1992). Pembentukan silikat

mesopori MCM-41 dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya pH larutan, rasio

surfaktan/Si, dan waktu hidrotermal.

Umumnya sintesis MCM-41 dilakukan pada pH antara 9–11. Pada pH 10

spesies silikat berada dalam bentuk yang lebih besar sehingga sehingga interaksi

antara gusus kepala surfaktan kationik dengan anion silikat yang besar

menghasilkan gugus kepala yang makin besar dan semakin cocok untuk

pembentukan MCM-41 menghasilkan MCM-41 dengan kristalinitas lebih tinggi

dan rasio surfaktan/Si<1 (Sugiati, 2008).

Sintesis MCM-41 melibatkan proses polimerisasi silikat sehingga menurut

Hartanto (2002) waktu hidrotermal yang lama akan menyebabkan terjadinya

depolimerisasi padatan MCM-41. Kresge et al. (1992) menggunakan waktu

21

Page 35: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

22

hidrotermal selama 48 jam dan Corma et al. (2002) dalam Zhao et al. (1996)

selama 166 jam. Waktu hidrotermal yang terlampau lama dalam sintesis MCM-41

dapat mengalami penurunan kristalinitas dari MCM-41 yang terbentuk. Sugiati

(2008) telah mensintesis MCM-41 dalam rentang waktu antara 6 jam, 12 jam, 24

jam, 30 jam, dan 42. Akan tetapi penelitian tersebut tidak memperoleh waktu

sintesis yang optimum dalam mensintesis MCM-41 sehingga diperlukan

penelitian lebih lanjut dengan waktu sintesis yang lebih lama 4 hingga 72 jam.

Penambahan garam telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Ryong dan Jun

(1997) melakukan penambahan garam NaCl, KCl, CH3COONa dan Na4EDTA

selama proses kristalisasi untuk meningkatkan stabilitas hidrotermal MCM-41

hasil sintesis. Das et al. (1999) juga menambahkan garam yakni NaBr dalam

sintesis MCM-41 meningkatkan kestabilan hidrotermal sedangkan penambahan

garam NaCl atau NH4Cl oleh Yu et al. (2001).

Penambahan garam untuk meneliti efek yang ditimbulkan terhadap MCM-41

dilakukan oleh Lin dan Mou (2002). Penambahan LiCl, NaCl, KCl, (CH3)4Cl

dilakukan setelah proses sintesis MCM-41 dilakukan. Efek dari penambahan

garam – garam ini terjadinya penebalan dinding pori, penurunan ukuran pori dan

diikuti dengan menurunnya keteraturan dari struktur MCM-41.

Garam K2SO4 dapat digunakan untuk membentuk struktur kristal material

mesopori. Penelitian ini dilakukan oleh Yu et al. (2002). Garam K2SO4 yang

ditambahkan ke dalam sintesis material mesopori berukuran besar (Large pore

mesoporous single crytal) menghasilkan material dengan kristalinitas yang sangat

baik. Penambahan garam K2SO4 dalam proses sintesis tersebut meningkatkan

Page 36: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

23

interaksi antara silikat dengan surfaktan netral. Interaksi antara surfakatan netral

dengan silikat merupakan interaksi ikatan hidrogen yang kekuatannya lebih lemah

dibandingkan dengan interaksi elektrostatik surfaktan ionik dengan silikat. Garam

K2SO4 memiliki kekuatan ionik yang cukup tinggi sehingga interaksi yang

meningkat dapat menyebabkan keteraturan yang tinggi dan membentuk kristal.

Terbentuknya MCM-41 melibatkan mekanisme pembentukan kristal cair fasa

heksagonal atau Liquid Crystal Template. Mekanisme Liquid Crystal Template

merupakan struktur terorientasi dari silikat anionik dengan surfaktan kationik.

Berdasarkan hasil penelitian Chen et al. (1993) dan Steel et al. (1994) dalam

Hartanto (2002), surfaktan kationik yang membentuk misel yang diselimuti oleh

silikat anionik saling berinteraksi dengan misel – misel lainnya membentuk fasa

heksagonal. Interaksi yang terjadi pada pembentukan fasa heksagonal adalah

interaksi Coulomb.

Penambahan senyawa ionik seperti garam anorganik atau surfakatan kationk

yang berbeda dalam sintesis MCM-41 mempengaruhi interaksi yang terjadi antara

silikat dengan misel maupun interaksi misel dengan misel lainnya. Penambahan

surfaktan kationik tetrapropilamonium dapat membentuk penurunan kristalinitas

dan menambah ketidateraturan struktur MCM-41 yang terbentuk (Das et al.,

1999). Yu et al. (2001) menyatakan bahwa penambahan garam mempengaruhi

pembentukan fasa heksagonal dan kestabilan hidrotermal bergantung pada

konsentrasi dan sifat garam yang digunakan. Penurunan kristalinitas disebabkan

adanya kompetisi antara anion dan silikat untuk berikatan dengan surfaktan.

Page 37: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

24

III.2 HIPOTESIS

Hipotesis 1: Durasi proses hidrotermal dalam sintesis MCM-41 akan

mempengaruhi kristalinitas MCM-41 yang dihasilkan.

Hipotesis 2: Jika dilakukan penambahan garam K2SO4 dalam proses sintesis

maka MCM-41 yang dihasilkan akan mengalami penurunan kristalinitas

dibandingkan dengan MCM-41 tanpa penambahan garam.

Hipotesis 3: Jika dilakukan penambahan garam K2SO4 dalam proses sintesis

maka mempengaruhi tebal dinding pori yang terbentuk bila dibandingkan dengan

tanpa penambahan garam.

III.3 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh durasi waktu hidrotermal

dan penambahan garam dalam proses sintesis MCM-41. MCM-41 disentesis

dengan mencampurkan sumber silika yakni natrium silikat, surfaktan

setiltrimetilamonium bromida (CTAB) dalam kondisi basa pH 10. Untuk

mempelajari pengaruh waktu hidrotermal pada sintesis MCM-41 maka dilakukan

variasi durasi hidrotermal sehingga diperoleh waktu yang optimum untuk sintesis

MCM-41. Pengaruh penambahan garam dilakukan dengan menambahkan variasi

mol garam ke dalam campuran larutan dan dilakukan proses hidrotermal dengan

waktu sintesis MCM-41 yang optimum. Padatan hasil sintesis dikarakterisasi

menggunakan spektrofotometer inframerah, difraktometer sinar-X dan N2-Gas

Sorption Analyzer.

Page 38: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1 Bahan

Dalam penelitian ini bahan-bahan yang digunakan adalah larutan natrium

silikat 25,5-28,5% SiO2 (E.Merck) sebagai sumber silika, setiltrimetilamonium

bromida (E.Merck) sebagai surfaktan, K2SO4 (Aldrich) dan air bebas ion produk

Laboratorium Pangan dan Gizi PAU UGM, natrium hidroksida pelet (E.Merck)

dan asam sulfat 98 % (E.Merck).

IV.2 Alat

Penelitian ini menggunakan beberapa jenis peralatan untuk kerja laboratorium,

diantaranya adalah seperangkat alat gelas, lumpang porselen, penyaring Buchner,

pengaduk magnet, timbangan digital, oven, furnace merk Carbolite, tungku

kalsinasi, hot plate. Instrumen yang digunakan untuk karakterisasi material-

material yang diperoleh antara lain difraktometer sinar-X Shimadzu model XRD-

6000 (Laboratorium Kimia Analitik FMIPA UGM), difraktometer sinar-X Philips

model X-pert (Laboratorium XRD ITS, Surabaya), spektrofotometer inframerah

Shimadzu model FTIR-8201 PC (Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM)

dan Gas Sorption Analyzer (GSA) NOVA 1200e (Laboratorium Penelitian

Terpadu UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta).

25

Page 39: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

26

IV.3 Prosedur Penelitian

IV.3.1 Pengaruh durasi hidrotermal pada sintesis MCM-41

Sintesis MCM-41 dilakukan dengan membuat campuran yang mengandung

Na2SiO3, NaOH, CTAB, dan H2O dengan perbandingan molar 4 Na2SiO3: 0,5

NaOH: 0,5 CTAB: 200 H2O. Campuran tersebut diatur pada pH 10 dengan

penambahan larutan H2SO4 (1:1). Kemudian campuran diaduk dengan konstan

selama 1 jam pada suhu kamar. Selanjutnya campuran dipanaskan dalam autoklaf

pada temperatur 100oC. Untuk mempelajari pengaruh durasi hidrotermal

dilakukan pada waktu selama 4, 8, 12, 24 jam, 36 jam, 48 jam, dan 72 jam.

Padatan hasil sintesis disaring, dicuci dengan air bebas ion dan dikeringkan dalam

oven pada temperatur 80oC selama 24 jam. Tahap terakhir yakni penghilangan

surfaktan CTAB dengan metode kalsinasi di udara pada temperatur 550ºC selama

10 jam dengan laju pemanasan 2ºC/menit.

IV.3.2 Pengaruh penambahan garam pada sintesis MCM-41

Pengaruh penambahan garam dilakukan dengan membuat campuran yang

mengandung Na2SiO3, NaOH, CTAB, K2SO4 dan H2O dengan perbandingan

molar 4 Na2SiO3: 0,5 NaOH: 0,5 CTAB: x K2SO4: (240) H2O, dengan x

merupakan variasi mol dari 0,5–4 mol Campuran tersebut diatur pada pH 10

dengan penambahan larutan H2SO4 (1:1). Kemudian campuran diaduk dengan

konstan selama 1 jam pada suhu kamar. Selanjutnya campuran dipanaskan dalam

autoklaf pada temperatur 100oC selama 36 jam. Padatan hasil sintesis disaring,

dicuci dengan air bebas ion dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 80oC

Page 40: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

27

selama 24 jam. Tahap terakhir yakni penghilangan surfaktan CTAB dengan

metode kalsinasi di udara pada temperatur 550ºC selama 10 jam dengan laju

pemanasan 2ºC/menit.

IV.3.3 Karakterisasi MCM-41 menggunakan difraktometer sinar-X

MCM-41 hasil sintesis pengaruh durasi hidrotermal dikarakterisasi

menggunakan difraktometer sinar-X Shimadzu model XRD-6000 menggunakan

radiasi Cu kα pada tegangan 40 kV, arus 30 mA, dan pada rentang 2θ=1,7°-10°

(scan speed 2°/menit) di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA UGM.

MCM-41 hasil sintesis penambahan garam dikarakterisasi menggunakan

difraktometer sinar-X Philips model X`pert menggunakan radiasi Cu kα pada

tegangan 40 kV, arus 30 mA, dan pada rentang 2θ =1°-10° (scan speed 2°/menit)

yang ada di Laboratorium XRD ITS Surabaya.

Karakterisasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kristalinitas dan

mengamati pembentukan dimensi heksagonal yang merupakan ciri dari MCM-41.

Metode yang digunakan yaitu metode bubuk. Sampel dihaluskan dan ditempatkan

pada kaca preparat yang selanjutnya dikarakterisasi menggunakan difraktometer

sinar-X.

IV.3.4 Karakterisasi padatan menggunakan spektrofotometer inframerah

Gugus-gugus fungsional pada MCM-41 sebelum dan sesudah kalsinasi pada

pengaruh durasi hidrotermal serta pada pengaruh penambahan garam

dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer inframerah Shimadzu FTIR-

Page 41: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

28

8201PC di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM. Metode karakterisasi

yang digunakan adalah metode pelet. Sebanyak 2 mg sampel dihomogenkan

dengan 200 mg serbuk KBr (perbandingan 1%). Campuran ini kemudian dibentuk

pelet dengan diberi tekanan hingga 2000 psi. Pelet tipis dan transparan ini

kemudian diletakkan pada sel di dalam instrumen FTIR, dan analisis dilakukan

pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1.

IV.3.5 Karakterisasi pori menggunakan Gas Sorption Analyzer

Sampel padatan sebanyak beberapa gram dikarakterisasi dengan alat Gas

Sorption Analyzer (GSA) NOVA 1200e milik laboratorium penelitian terpadu

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sampel ditempatkan ke

dalam tabung sampel dari alat N2-Gas Sorption Analyzer. Selanjutnya sampel

dilakukan proses degassing pada temperatur 300 oC selama 3 jam. Sampel

dijenuhkan dengan nitrogen pada temperatur nitrogen cair (77,3 K). Kemudian

dihitung volume adsorpsi dan desorpsi nitrogen pada sampel. Dengan terukurnya

perubahan tekanan dan volume atau berat gas yang teradsorpsi oleh sampel, maka

luas permukaan spesifik, rerata jejari pori, volume total pori, dan distribusi ukuran

pori untuk masing-masing sampel dapat ditentukan.

Page 42: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V.1 Pengaruh Durasi Hidrotermal pada Sintesis MCM-41

Sintesis MCM-41 dilakukan menggunakan proses hidrotermal. Durasi proses

hidrotermal yang digunakan bervariasi yakni selama 4 jam, 8 jam, 12 jam, 24 jam,

36 jam, 48 jam dan 72 jam. Hal ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh durasi

hidrotermal terhadap karakter MCM-41. Kajian pengaruh waktu hidrotermal

dilakukan dengan menganalisis pola difraksi sinar-X yang akan memberikan

informasi d (jarak antar bidang), ao (parameter kisi), dan kristalinitas relative dari

padatan MCM-41 hasil sintesis. Karakteristik dari material mesopori yakni

timbulnya puncak–puncak pada sudut antara 2-10º (Oye et al., 2001). Puncak

utama dari MCM-41 ditunjukkan pada sudut antara 2-3º yang merupakan refleksi

bidang 100.

Difraktogram hasil analisis XRD MCM-41 pada gambar V.1 menunjukkan

munculnya puncak utama pada sudut 2-3º yang merupakan bidang karakteristik

dari MCM-41 dan puncak–puncak dengan intensitas yang rendah pada sudut yang

lebih tinggi 4-7º yang merupakan bidang 110 dan 200. Timbulnya puncak utama

pada sudut yang kecil menunjukkan karakter mesopori sedangkan puncak–puncak

dengan intensitas yang rendah menunjukkan adanya keteraturan struktur pori yang

baik (highly ordered) dari padatan hasil sintesis MCM-41. Hasil difraksi juga

menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan kristalinitas dari MCM-41

akibat pengaruh durasi hidrotermal dalam sintesis MCM-41.

29

Page 43: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

30

Gambar V.1 Hasil difraksi sinar-X MCM 41 dengan variasi durasi hidrotermal

2 3 4 5 6 7 8 9 10 2θ (deg)

Page 44: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

31

Tabel V.1 Data stuktural padatan MCM-41 hasil sintesis pada berbagai variasi durasi hidrotermal (d=jarak antar bidang, ao= parameter kisi)

*) ao =3

2 d100

Waktu hidrotermal

(jam)

d100 (Ǻ)

ao * (Ǻ)

Intensitas Total

(Count)

Kristalinitas ** (%)

4 35,998 41,568 1696 51,022 8 36,035 41,611 2517 75,722 12 35,826 41,370 1698 51,083 24 36,066 41,647 876 26,353 36 39,254 45,328 3324 100 48 37,356 43,136 1328 39,951 72 36,479 42,124 762 22,924

**)

Pada penelitian ini, pengaruh durasi hidrotermal dalam sintesis MCM-41

sangat mempengaruhi padatan yang dihasilkan yakni terjadi peningkatan dan

penurunan kristalinitas padatan MCM-41 yang dihasilkan. Peningkatan dan

penurunan kristalinitas padatan dapat diamati pada difraktogram pada gambar V.1

dan tabel V.1. Peningkatan kristalinitas terjadi pada durasi 4 jam hingga 8 jam

yang ditunjukkan kenaikan intensitas puncak pada difraktogram serta kristalinitas

relatifnya. Akan tetapi seiring dengan bertambah lamanya durasi hidrotermal

yakni 12 jam dan 16 jam, kristalinitas menurun dan kemudian terjadi peningkatan

kristalinitas pada durasi 36 jam. Durasi hidrotermal selama 36 jam merupakan

durasi yang optimum dalam mensintesis MCM-41. Pada durasi hidrotermal 36

jam dihasilkan padatan MCM-41 dengan kristalinitas yang sangat baik. Hal ini

ditunjukkan dari hasil difraktogram sinar-X yang ditandai dengan timbulnya

puncak utama (d100) dengan intensitas yang sangat tinggi dan puncak–puncak

Page 45: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

32

bidang 110 dan 200 pada sudut yang lebih besar. Tingginya intensitas puncak

difraktogram sinar-X menunjukkan bidang–bidang yang terbentuk banyak dan

identik sehingga intensitas sinar-X yang dipantulkan cukup kuat. Intensitas yang

kuat menyebabkan tingginya intensitas total dari padatan. Durasi hidrotermal yang

lebih lama dari 36 jam mengalami penurunan kristalinitas pada padatan yang

dihasilkan.

Bidang d100 telah terbentuk pada durasi 4 jam yang ditandai dengan adanya

puncak difraktogram pada sudut <3º. Pada durasi 8 jam terjadi peningkatan

intensitas puncak dikarenakan bidang d100 semakin banyak terbentuk. Pada proses

hidrotermal, silikat–silkat melapisi misel silindris membentuk batangan.

Batangan–batangan tersebut berinteraksi satu dengan lainnya membentuk kristal

cair dengan struktur heksagonal. Oleh karena itu pada durasi 8 jam lebih banyak

kristal cair yang terbentuk dibandingkan dengan durasi 4 jam sehingga padatan

yang dihasilkan intensitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan durasi 4 jam.

Pada durasi 12 jam hingga 24 jam terjdi penurunan intensitas puncak. Hal ini

diakibatkan depolimerisasi karena kristal cair mengandung gugus–gugus siloksan

(Si-O-Si) yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Akibatnya terjadi

reaksi hidrolisis oleh air pada gugus–gugus siloksan sehingga struktur kristal cair

mengalami kerusakan struktur. Hal ini dapat dilihat dari difraktogram durasi 12

jam dan 24 jam pada tabel V.1 yang memiliki intensitas total dan kristalinitas

yang rendah.

Setelah mengalami depolimerisasi, silikat–silkat yang terhidrolisis berinteraksi

kembali dengan batangan misel membentuk kristal cair fasa heksagonal seiring

Page 46: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

33

bertambah lamanya durasi hidrotermal. Hal ini dapat dilihat dari difraktogram

pada durasi hidrotermal selama 36 jam menunjukkan puncak bidang d100 yang

tinggi. Selain itu, besar sudut puncak bergeser pada sudut yang lebih kecil

(2θ=2,248º). Menurut Corma et al. (1997) bahwa sudut yang bergeser ke arah

sudut kecil menunjukkan meningkatnya ao (parameter kisi) yang merupakan

jumlah antara dinding pori dan diameter pori.

Pada durasi hidrotermal yang melebihi 36 jam, padatan yang terbentuk

memiliki kristalinitas yang rendah yang ditunjukkan dengan puncak pada

difraktogram dan intensitas total yang menurun. Pada proses hidrotermal yang

lebih lama, kristal cair mengalami kerusakan struktur sehingga lebih bersifat

amorf akibat depolimerisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Kim dan Ryoo (1996) yang menyatakan MCM-41 memiliki kestabilian

hidrotermal yang rendah di dalam air.

Pola spektra pada difraktogram durasi 36 jam yang dihasilkan pada penelitian

ini memiliki kemiripan dengan hasil penelitian dari peneliti sebelumnya. Padatan

yang disintesis menunjukkan kesesuaian dengan karakteristik material MCM-41.

Berdasarkan hasil analisis bidang refleksi dan parameter kisi, difraktogram

padatan yang disintesis pada durasi 36 jam memiliki 3 puncak yang merupakan

difraksi bidang 100, 110, dan 200 dengan parameter kisi 41-45 Ǻ. Beck et al.

(1992) menghasilkan MCM-41 dengan 4 puncak pada difraktogramnya, yang

merupakan bidang 100, 110, 200, dan 210 dengan parameter kisi sebesar 40 Ǻ.

Kresge et al. (1992) melaporkan hasil sintesis MCM-41 dengan munculnya 4

puncak pada difraktogram MCM-41 dan parameter kisi 45 Ǻ. Pada durasi 36 jam,

Page 47: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

34

nilai parameter kisi lebih besar dibandingkan yang lainnya. ao erat kaitannya

dengan tebal dan diameter pori. Nilai ao besar menandakan terjadi penebalan pada

dinding pori. Dengan bertambahnya waktu, silikat banyak yang mengalami

kondensasi semakin banyak sehingga dinding pori menjadi lebih tebal.

V.2 Pengaruh Penambahan K2SO4 dalam Sintesis MCM-41

Kajian pengaruh penambahan K2SO4 dilakukan dengan menambahkan garam

dengan berbagai variasi mol saat proses hidrotermal. Durasi proses hidrotermal

yang digunakan selama 36 jam yang merupakan durasi hidrotermal yang optimum

dalam mensintesis MCM-41. Gambar V.2 merupakan difraktogram MCM-41

dengan penambahan K2SO4.

Penambahan garam sangat mempengaruhi struktur MCM-41. Intensitas

puncak karakteristik MCM-41 pada sudut kecil menurun dibandingkan dengan

tanpa penambahan garam (MCM-41 durasi 36 jam). Semakin banyak mol yang

ditambahkan yakni hingga 2 mol, intensitas puncak utama meningkat. Akan tetapi

penambahan garam yang lebih banyak (4 mol) menyebabkan intensitas puncak

utama menurun. Hal ini mengindikasikan pembentukan fase heksagonal pada

sintesis MCM-41 sangat sensitif terhadap jumlah K2SO4 yang ditambahkan.

Pada penambahan 0,5 mol garam, puncak utama MCM-41 memiliki intensitas

yang rendah sedangkan pada penambahan garam sebanyak 1 mol, puncak utama

masih tampak akan tetapi tidak membentuk struktur MCM-41 dengan keteraturan

yang baik. Penambahan garam cenderung mengubah struktur MCM-41 dari

heksagonal berdimensi 1 menjadi bentuk mesopori berdimensi 3 yang tidak

Page 48: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

35

beraturan (Yu et al., 2001). Akan tetapi dengan meningkatnya penambahan mol

garam sebanyak 1,5 mol, struktur MCM-41 terbentuk kembali dengan keteraturan

yang lebih baik dibandingkan penambahan 0,5 mol dan 1 mol garam.

Gambar V.2 Hasil difraksi sinar-X MCM-41 hasil penambahan K2SO4 dengan

variasi jumlah mol

Pada penambahan 0,5 mol garam, puncak utama MCM-41 memiliki intensitas

yang rendah sedangkan pada penambahan garam sebanyak 1 mol, puncak utama

masih tampak akan tetapi tidak membentuk struktur MCM-41 dengan keteraturan

yang baik. Penambahan garam cenderung mengubah struktur MCM-41 dari

Page 49: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

36

heksagonal berdimensi 1 menjadi bentuk mesopori berdimensi 3 yang tidak

beraturan (Yu et al., 2001). Akan tetapi dengan meningkatnya penambahan mol

garam sebanyak 1,5 mol, struktur MCM-41 terbentuk kembali dengan keteraturan

yang lebih baik dibandingkan penambahan 0,5 mol dan 1 mol garam.

Penambahan 1,5 mol garam menghasilkan puncak bidang 100 dan

pengulangan puncak sebanyak 2 buah dengan intensitas yang rendah. Hasil

difraktogram pada penambahan 2 mol garam menunjukkan puncak dari bidang

100 dengan intensitas yang lebih tinggi dari penambahan 1,5 mol garam. Dari

hasil difraktogram, MCM-41 yang dihasilkan dengan penambahan garam

sebanyak 2 mol menunjukkan keteraturan yang baik.

Tabel V.2 Data stuktural padatan MCM-41 hasil sintesis dengan variasi

penambahan K2SO4. (d=jarak antar bidang, ao= parameter kisi)

*) ao =3

2 d100

Waktu hidrotermal

(jam)

d100 (Ǻ)

ao * (Ǻ)

Intensitas Total

(Count)

Kristalinitas ** (%)

0 mol 39,254 45,328 7500 100 0,5 mol 38,528 44,490 1929,84 25,731 1 mol 38,012 43,894 943,7 12,582

1,5 mol 38,828 44,836 2827,99 37,706 2 mol 39,355 45,443 4694,82 62,597 4 mol 39,636 45,769 1249,41 16,658

**)

Penambahan mol garam lebih dari 2 mol yakni sebanyak 4 mol menghasilkan

MCM-41 dengan kristalinitas menurun dibandingkan dengan penambahan 2 mol

garam. Selain itu, struktur MCM-41 yang dihasilkan pada penambahan 4 mol

Page 50: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

37

garam menunjukkan struktur yang terbentuk cenderung amorf dan keteraturan

bentuk pori yang rendah karena tidak terdapat puncak–puncak dengan intensitas

yang kecil pada sudut yang yang lebih tinggi

Puncak–puncak difraktogram pada penambahan garam sebanyak 2 mol

menunjukkan puncak–puncak karakteristik MCM-41. Bila dibandingkan dengan

penambahan mol garam lainnya, penambahan 2 mol garam menghasilkan padatan

MCM-41 yang cukup baik. Proses pembentukan MCM-41 melibatkan proses self-

assembly dari surfaktan yang dipengaruhi oleh faktor lainnya. Pada penambahan

garam 2 mol tersebut cukup efektif dalam melakukan self-assembly. Hal ini

diakibatkan interaksi–interaksi yang terjadi antara surfakatan, silikat dan garam

pada kondisi tersebut lebih memungkinkan untuk pembentukan kristal cair fase

heksagonal.

Secara umum, penambahan garam dalam sintesis MCM-41 menyebabkan

terbentuknya struktur dengan keteraturan yang rendah dan cenderung amorf.

Penambahan garam dalam proses hidrotermal mengakibatkan pembentukan kristal

cair fase heksagonal oleh misel dan silikat lebih sulit terbentuk karena adanya

suatu halangan yakni counter anion yang berasal dari garam yang ditambahkan.

Seperti yang telah diketahui bahwa pembentukan mesostruktur silikat-surfaktan

fase heksagonal melibatkan interaksi elektrostatik antara misel dan silikat.

Interaksi tersebut terganggu akibat adanya penambahan garam (Das et al., 1999).

Silikat–silikat yang bermuatan negatif dan counter anion saling berkompetisi

dalam berinteraksi dengan misel surfaktan kationik yang pada permukaannya

bermuatan positif. Pada gambar V.2 menunjukkan adanya difraktogram yang

Page 51: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

38

mengalami pelebaran puncak dan intensitas puncak yang rendah bila

dibandingkan dengan difraktogfram padatan MCM-41 tanpa penambahan garam.

Menurut Ryoo dan Jun (1997), adanya pelebaran puncak dikarenakan efek dari

penambahan garam yakni terbentuknya struktur MCM-41 dengan keteraturan

yang rendah.

V.3 Pengaruh Kalsinasi Terhadap Pola Spektra Inframerah MCM-41

MCM-41 yang dianalisis adalah MCM-41 hasil sintesis yang memiliki puncak

yang tinggi dengan intensitas yang tinggi pada difraktogramnya. Pada sintesis

dengan pengaruh durasi hidrotermal diwakili oleh durasi 36 jam atau tanpa

penambahan garam sedangkan pada pengaruh penambahan garam yakni 2 mol

K2SO4. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hilangnya surfaktan CTAB pada

pori MCM-41 yang dapat ditunjukkan dari hasil spektra IR dengan

membandingkan spektra IR sebelum dan sesudah kalsinasi.

Spektra IR sampel ditunjukkan pada gambar V.3 dan V.4 dengan bilangan

gelombang antara 500 cm-1 hingga 4000 cm-1. Pada gambar V.3. terdapat pola

spektra IR untuk padatan MCM-41 sebelum dan sesudah kalsinasi yang

menunjukkan beberapa serapan gugus-gugus fungsional yang karakteristik dengan

surfaktan. Pada spektra MCM-41 tanpa garam (A) terdapat serapan yang

menunjukkan serapan gugus–gugus fungsional surfaktan CTAB. Serapan pada

bilangan gelombang 3032,10 cm-1 menunjukkan adanya rotasi bebas dari gugus

metil (–CH3). Serapan pada bilangan gelombang 2924 cm-1 dan 2854,65 cm-1

menunjukkan vibrasi ulur asimetris dan simetris gugus -CH2-. Serapan pada

Page 52: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

39

daerah bilangan gelombang antara 1450 cm-1–1500 cm-1 menunjukkan adanya

vibrasi menggunting -CH2- dan vibrasi tekuk asimetris CH3-(N+). Pada bilangan

gelombang 1481,33 cm-1 menandai adanya gugus CH3-(N+).

BILANGAN GELOMBANG (cm-1)

Gambar V.3 Spektra infra merah MCM-41 tanpa garam sebelum kalsinasi (A) dan setelah kalsinasi (B)

Serapan–serapan dari gugus fungsional penyusun surfaktan pada spektra IR

MCM-41 tanpa garam sebelum dikalsinasi tampak pula pada spektra IR MCM-41

dengan penambahan garam sebelum dikalsinasi (gambar V.4.A). Pada spektra IR

MCM-41 tanpa garam setelah kalsinasi (gambar V.3.B), serapan–serapan tersebut

menghilang sedangkan pada spektra IR MCM-41 dan garam setelah kalsinasi

Page 53: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

40

(gambar V.4.B) masih terdapat residu dari surfaktan yakni masih adanya serapan-

erapan dari surfaktan dengan intensitas yang rendah yakni pada bilangan

gelombang 2931,80 cm-1 dan 2862,36 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur asimetris

dan simetris gugus -CH2-.

Gambar V.4 Spektra infra merah MCM-41 dengan penambahan 2 mol garam. Spektra sebelum kalsinasi (A) dan setelah kalsinasi (B)

Pada spektra IR sebelum dan sesudah kalsinasi terdapat serapan–serapan

gugus fungsional lainnya. Bilangan gelombang antara 3000 cm-1 dan 4000 cm-1

menunjukkan gugus–gugus hidroksil internal dan eksternal dari struktur mesopori.

Page 54: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

41

Serapan pada 1635 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk gugus hidroksi dari air yang

masih tetap ada walaupun telah dilakukan kalsinasi. Hal ini dimungkinkan karena

padatan MCM-41 dapat mengadsorbi uap air di udara. Serapan 1050-1250 cm-1

menunjukkan regangan asimetris Si-O-Si pada struktur rangka. Serapan pada 960-

970 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur Si-O-R internal (R=H+, Ti+4, Al+3). Serapan

karakteristik dari silika amorf pada bilangan gelombang 794,67 cm-1. Pada 455

cm-1 merupakan vibrasi tekuk Si-O-Si tetrahedral.

Kalsinasi padatan mengubah komposisi rangka sehingga serapan–serapan pada

spektra IR mengalami pergeseran bilangan gelombang ke arah yang lebih besar.

Pada gambar V.3, puncak serapan dari gugus Si-O sebelum kalsinasi sebesar

1064,71 cm-1 bergeser menjadi 1080,14 cm-1 sedangkan pada gambar V.4 puncak

serapan Si-O 1072,4 cm-1 setelah dilakukan kalsinasi mengalami pergeseran

bilangan gelombang menjadi 1087,85 cm-1 .

Kalsinasi juga memperbaiki struktur rangka dari padatan yang dihasilkan.

Temperatur yang cukup tinggi pada saat kalsinasi mengakibatkan terjadinya

penyusunan ulang dari komposisi rangka padatan. Serapan karakteristik silika

amorf dengan bilangan gelombang 794,67 cm-1 muncul sebelum dilakukannya

kalsinasi. Setelah kalsinasi, serapan terbut menghilang. Hal ini teramati dengan

jelas pada spektra MCM-41 tanpa garam (gambar V.3).

V.4 Karakterisasi Pori MCM-41

Untuk menentukan padatan yang disintesis merupakan padatan berpori dengan

diameter mesopori ( 2-50 nm) maka diperlukan data yang dapat menunjukkan hal

Page 55: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

42

tersebut. Data difraksi sinar-X tidak dapat digunakan secara langsung untuk

menentukan bahwa padatan yang dihasilkan merupakan material mesopori. Dari

data difraksi sinar-X hanya diperoleh informasi mengenai geometri padatan dan

nilai basal spacing (d). Untuk menentukan apakah padatan tergolong mesopori

maka dibutuhkan data diameter pori dengan mengurangkan jarak antara dua pusat

pori dengan ketebalan dinding pori. Akan tetapi, ketebalan pori tidak diperoleh

dari data difraksi sinar-X melainkan asumsi dari penelitian–penelitian

sebelumnya.

Dari data analisis adsorpsi-desoprsi gas nitrogen dapat diperoleh jari–jari pori

rata–rata sehingga ketebalan pori dapat ditentukan dengan mengurangkan ao

dengan diameter pori, Wt = ao (data XRD)–Dp (diameter pori). Padatan yang

dianalisis pada penelitian ini adalah padatan tanpa penambahan garam atau durasi

36 jam dan penambahan 2 mol garam.

Analisis adsorpsi-nitrogen gas nitrogen dapat menentukan luas permukaan

area, volume pori, jejari pori, dan distribusi ukuran pori. Gambar merupakan hasil

analisis adsorpsi-desorpsi gas nitrogen.

Pada gambar,

a b

G(b s Nitrogen MCM-41 dengan

ambar V.5 (a) Adsorpsi-Desorpsi Isotermis Nitrogen MCM-41 tanpa garam ) Adsorpsi-Desorpsi Isotermi

Gambar V.5 Adsorpsi-Desorpsi Isotermis Nitrogen MCM-41 (a) tanpa garam (b) dengan penambahan garam

Page 56: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

43

Kedua gambar menunjukkan adsorpsi isoterm tipe IV yang merupakan adsoprsi-

desorpsi gas nitrogen dari padatan yang memiliki pori dengan ukuran mesopori.

Pada P/Po = 0–0,2 merupakan tahap awal adsorpsi gas nitrogen. Pada P/Po =

0,22–0,35 jumlah gas nitrogen yang teradsoprsi meningkat dikarenakan

kondensasi kapiler dari gas nitrogen (Chen., 1997). Pada gambar V.5.b kenaikan

jumlah gas yang teradsorpsi meningkat yang ditunjukkan dengan garis yang

cukup vertikal bila dibandingkan dengan gambar V.5.a Hal ini menunjukkan

bahwa pori MCM-41 dengan penambahan garam cukup homogen. Pada P/Po ≥ 4,

jumlah gas nitrogen yang teradsorpsi meningkat tetapi tidak mengalami kenaikan

yang tajam. Besarnya gas nitrogen yang teradsorpsi erat kaitannya dengan

pembentukan multilayer pada permukaan padatan dan kondensasi kapiler dalam

padatan berpori. Pada gambar V.5.a terdapat hysteresis loop yang menurut Zhao

et al. (1998) dikarenakan agregasi antar partikel MCM-41. Hysteresis loop yang

terbentuk pada gambar V.5.b tidak sebesar gambar V.5.a. Hal ini menunjukkan

adanya penambahan garam menyebabkan agregasi antar partikel MCM-41

berkurang.

Luas permukaan dari padatan dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya

gas nitrogen yang teradsorpsi. Gas nitrogen membentuk lapisan monolayer pada

permukaan padatan dan pori. Tahap pembentukan ini berada pada daerah P/Po

0,05–0,3. Oleh karena itu dalam menghitung luas permukan dari padatan

dilakukan pada rentang P/Po tersebut. Perhitungan luas permukaan menggunakan

persamaan BJH yang merupakan perhitungan untuk material mesopori. Luas

permukaan dan pori MCM-41 yang disintesis disajikan pada tabel V.3.

Page 57: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

44

Tabel V.3 Karakter permukaan dan pori padatan

Sampel Vp (cm3 g-

1)

S (m2 g-1)

ao (nm)

r (nm)

Dp (nm)

Wt (nm)

MCM-41 0,794 946,607 4,5328 1,6784 3,3568 1,1760

MCM-41 + garam

0,903 972,812 4,5443 1,8571 3,7142 0,8301

Berdasarkan Tabel V.3, jari–jari pori rerata (r), volume pori total (Vp), dan luas

permukaan (S) MCM-41 dengan penambahan garam lebih besar dibandingkan

dengan tanpa penambahan garam. Luas permukaan yang meningkat menunjukkan

pori – pori yang semakin besar. Penambahan garam K2SO4 dalam sintesis MCM-

41 mengakibatkan penurunan ketebalan pori.

Tebal pori dipengaruhi dari kondensasi silikat–silikat pada batangan misel.

Semakin banyak silikat – silikat yang berkondensasi maka ketebalan pori semakin

meningkat. Penambahan garam ke dalam campuran mengakibatkan silikat–silikat

sulit berinteraksi dengan batangan misel sehingga derajat kondensasi pada batang

silikat menurun. Sulitnya silikat berinteraksi dengan batangan karena adanya

suatu halangan yakni counter anion yang berasal dari garam yang ditambahkan.

Silikat–silikat yang bermuatan negatif dan counter anion saling berkompetisi

dalam berinteraksi dengan misel surfaktan kationik yang pada permukaannya

bermuatan positif. Sintesis MCM-41 tanpa penambahan garam relatif

menghasilkan ketebalan pori yang lebih baik karena silikat–silikat tidak

berkompetisi dengan anion lainnya dalam proses kondensasi membentuk dinding

pori.

Page 58: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

45

Gambar V.6 Distribusi ukuran pori MCM-41 tanpa dan dengan penambahan garam

Untuk mengetahui homogenitas pori, dilakukan perhitungan mengenai

distribusi ukuran pori. Perhitungan distribusi ukuran pori menggunakan metode

BJH (Barrett-Joyner-Halenda). Gambar V.6 menyajikan data distribusi ukuran

pori MCM-41 tanpa penambahan garam dan dengan penambahan garam. Kurva

distribusi pori MCM-41 tanpa penambahan garam dan dengan penambahan tidak

memiliki puncak yang tajam dan menyempit. Hal ini menunjukkan bahwa MCM-

41 yang terbentuk memiliki keseragaman yang tidak jauh berbeda. Jari-jari pori

dari kedua kurva distribusi pori berkisar 10 nm hingga 15 nm.

Distribusi pori MCM-41 dengan penambahan garam lebih tinggi dan jari–

jarinya lebih besar dibandingkan dengan MCM-41 tanpa penambahan garam.

Distribusi ukuran pori MCM-41 tanpa penambahan garam berada pada daerah

jari-jari 12,398 Å atau berada pada daerah diameter 24,796 Å sedangkan MCM-41

dengan penambahan garam berada pada daerah jari–jari 13,625 Å atau berada

Page 59: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

46

pada daerah diameter 27,25 Å. Perbedaan yang cukup tinggi antara diameter pori

rata-rata dengan distribusi ukuran pori disebabkan adanya pori-pori dengan

ukuran yang besar namun dalam kuantitas kecil. Pori-pori dengan ukuran yang

besar tersebut memberikan kontribusi meningkatnya nilai diameter pori rata-rata.

Page 60: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat dibuat suatu

kesimpulan sebagai berikut :

1. Durasi hidrotermal berpengaruh terhadap kristalinitas material MCM-41 yang

dihasilkan. Kristalinitas tertinggi disintesis dengan durasi hidrotermal selama 36

jam (2θ=2,248 º ; d100=39,254Å; ao= 45,328 Å )

2. Material MCM-41 yang dihasilkan dengan penambahan K2SO4 mengakibatkan

penurunan kristalinitas dibandingkan dengan tanpa penambahan K2SO4.

3. Jari–jari pori rerata MCM-41 dengan penambahan garam lebih panjang 1,8571

nm dibandingkan MCM-41 tanpa penambahan garam 1,6784 nm sedangkan

dinding porinya lebih tipis 0,8301 nm dibandingkan dengan tanpa penambahan

garam.1,176 nm

VI.2 Saran

Saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya ialah :

1. Perlu dilakukan analisis pada material MCM-41 hasil sintesis dengan

TEM dan SEM.

2. Penambahan K2SO4 dilakukan setelah proses sintesis MCM-41.

3. Perlu dilakukan kajian kestabilan hidrotermal material MCM-41 yang

disintesis dengan penambahan K2SO4.

47

Page 61: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

52

LAMPIRAN LAMPIRAN 1

Perhitungan indeks bidang dan parameter kisi (ao)

Perhitungan yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa bentuk kristal adalah

heksagonal dengan indeks bidang hkl sebagai puncak difraksi karakteristik.

Perhitungan berdasarkan persamaan matematika Hukum Bragg untuk sistem

heksagonal : nλ = 2d sin θ

( )1

2 2 22

2 2

43hkl

h hk k lda c

−⎡ ⎤+ + ⎛ ⎞⎢ ⎥= + ⎜ ⎟⎢ ⎥⎝ ⎠⎣ ⎦

dengan λ = panjang gelombang sinar difraksi (Ǻ) n = 1,2,3,... d = jarak antar bidang (Ǻ) 2θ = sudut difraksi (º) a,c = parameter kisi satuan sistem kristal heksagonal (Ǻ)

Hubungan d dan a (parameter kisi kristal heksagonal) untuk bidang-bidang

heksagonal dalam MCM-41 hasil sintesis ditunjukkan pada tabel

Bidang (h,k,l) Rumus parameter kisi (ao) 100

110

200

210

300

Page 62: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

53

Pengindeksan MCM-41 durasi hidrotermal 36 jam

Peak No 2θ (º) d (Ǻ) hkl a(Ǻ) 1 2,248 39,254 100 45,328 110 78,508 200 90,656 210 101,275 2 3,951 22,340 100 25,797 110 44,680 200 51,594 210 57,637 3 4,560 19,362 100 22,358 110 38,724 200 44,716 210 49,954

Pengindeksan MCM-41 dengan penambahan garam 2 mol

Peak No 2θ (º) d (Ǻ) hkl a(Ǻ) 1 2,242 39,355 100 45,444 110 78,710 200 90,889 210 101,614 2 3,862 22,858 100 26,394 110 45,716 200 52,789 210 58,973 3 4,480 19,704 100 22,752 110 39,408 200 45,505 210 50,836 4 5,854 15,082 100 17,415 110 30,164 200 34,831 210 38,911

Page 63: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

54

LAMPIRAN 2

Perhitungan Parameter Mesopori

Dari data XRD Dari data BET diameter = 2 jari - jari

a(100) tanpa garam = 45,328 Å = 4,532 nm a(100) dengan garam = 45,443 Å = 4,544 nm

Jari- jari MCM-41 tanpa garam = 16,784 Å = 1,678 nm

Jari- jari MCM-41 tanpa garam = 18,571 Å = 1,857 nm

Tebal pori Wt = ao

– diameter

Wt tanpa garam = 45,328 - 33,568 = 11,760 Å = 1,176 nm Wt dengan garam = 45,443 - 37,142 = 8,301 Å = 0,830 nm

Page 64: PENGARUH K2SO4 DALAM SINTESIS MCM-41

LAMPIRAN 3

Penentuan Distribusi Pori

Dari data analisis adsorpsi diperoleh P/Po (x) dan Volume teradsorbsi (VD).

Untuk menentukan distribusi pori maka dapat menggunakan metode BJH, yakni

dengan membuat plot rp (jari-jari pori) dengan ΔV/Δrp (volume pori kumulatif)

yang persamaannya adalah sebagai berikut .

Keterangan:

. 4.1