penerapan sistem klasifikasi fiaf classification … · sistem klasifikasi fiaf classification...

98
PENERAPAN SISTEM KLASIFIKASI FIAF CLASSIFICATION SCHEME FOR LITERATURE ON FILM AND TELEVISION DI PERPUSTAKAAN SINEMATEK INDONESIA Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP) Oleh: DWI CAHYO PRASETYO 109025000007 JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M

Upload: others

Post on 20-Jan-2020

53 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PENERAPAN SISTEM KLASIFIKASI FIAF CLASSIFICATION SCHEME FOR

LITERATURE ON FILM AND TELEVISION DI PERPUSTAKAAN

SINEMATEK INDONESIA

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)

Oleh:

DWI CAHYO PRASETYO

109025000007

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M

PENERAPAN SISTEM KLASIFIKASI FIAF CLASSIFICATION SCHEME FOR

LITERATURE ON FILM AND TELEVISION DI PERPUSTAKAAN

SINEMATEK INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP)

Oleh:

DWI CAHYO PRASETYO

NIM. 109025000007

Dibawah Bimbingan

Parhan Hidayat, M. Hum

NIP.19780621011011004

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M

 

ABSTRAK

DWI CAHYO PRASETYO

Penerapan Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television di Perpustakaan Sinematek Indonesia

 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television dan metode penerapannya di Perpustakaan Sinematek Indonesia serta untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pustakawan dalam proses penerapan sistem klasifikasi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan bentuk deskriptif yang pengambilan datanya melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television merupakan adaptasi dari sistem klasifikasi UDC dengan tambahan subjek dasar F dan T dan alasan utama diterapakannya sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television di Perpustakaan Sinematek Indonesia adalah sebagai apresiasi bergabungnya lembaga tersebut ke dalam FIAF. Perpustakaan Sinematek Indonesia menerapkan FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television hanya untuk koleksi yang berbentuk buku. Pedoman sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television yang diterapkan di Perpustakaan Sinematek Indonesia masih menggunakan pedoman yang lama dan belum ada pembaharuan karena keanggotaan Sinematek Indonesia di FIAF sempat terhenti beberapa tahun. Adapun beberapa kendala yang dihadapi oleh perpustakaan Sinematek Indonesia dalam penerapan sistem klasifikasi ini yang utama adalah banyaknya koleksi yang berbahasa asing, kemudian adalah masih banyak subjek yang belum tercantum karena masih menggunakan pedoman yang lama, kemudian kendala yang terakhir adalah kekurangan pada sumber daya manusia yang ada di perpustakaan. Kata Kunci: Perpustakaan Khusus, SistemTemu Kembali Informasi, Klasifikasi,

Film.

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul: “Penerapan Sistem

Klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television di

Perpustakaan Sinematek Indonesia” ini dengan baik dan lancar. Topik skripsi ini

penulis pilih atas keterkaitan antara dunia perfilman yang berkembang dengan

pesat dengan dunia kepustakaan terutama tentang sistem temu kembali informasi.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan,

petunjuk, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada

kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu terwujudnya penulisan skripsi ini, kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Oman Fathurrahman, selaku Dekan Fakultas Adab &

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Pungki Purnomo, MLIS selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan,

Fakultas Adab & Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Mukmin Suprayogi, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu

Perpustakaan, Fakultas Adab & Humaniora UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Bapak Parhan Hidayat, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukannya dengan sabar

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama proses

penulisan skripsi ini.

iii

5. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan ilmu & pengetahuan kepada penulis.

6. Ibu Nia Nur’aini selaku Kepala Perpustakaan Sinematek Indonesia yang

memberikan informasi dan masukan-masukan kepada penulis.

7. Bapak Satiri dan Bapak Ardian selaku petugas Perpustakaan Sinematek

Indonesia.

8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Dede Muslih S.pd dan Ibunda tercinta

Pancawati beserta seluruh keluarga penulis yang telah memberikan do’a,

motivasi, inspirasi dan perhatian kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Juga untuk seseorang yang selalu memotviasi,

memberikan doa dan dukungan dari jauh di sana.

9. Teman-teman seperjuangan penulis, mahasiswa Jurusan Ilmu

Perpustakaan UIN Jakarta, khususnya Libnation 09 angkatan ke 10 JIP

UIN Jakarta yang telah menjadi lebih dari sahabat, layaknya keluarga yang

selalu ada untuk memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis.

10. Keluarga besar KKN SEKILAS, yang telah memberikan kenangan yang

tak terlupakan.

11. Keluarga besar Juventini Indonesia, khususnya keluarga besar Juventus

Club Indonesia dari seluruh Indonesia yang memberikan penulis motivasi

dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman, sahabat,

saudara serta seluruh keluarga besar Juventini Kopro Family dan

JCIKampus UIN Jakarta.

iv

12. Teman-teman dan sahabat dari Pandorasquad: Graphic Alliance yang telah

memberikan penulis kesempatan untuk terjun dalam bidang kreatif serta

motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, hanya do’a dan

ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan, semoga Allah SWT

membalas segala amal kebaikan semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan skripsi ini. Amin.

Jakarta, Mei 2014

Dwi Cahyo Prasetyo

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ....................................................................................................... i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7

D. Metode Penelitian ........................................................................ 8

E. Penelitian Terdahulu .................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II TINJAUAN LITERATUR ................................................................. 14

A. Perpustakaan Khusus ................................................................... 14

1. Pengertian Perpustakaan Khusus .............................................. 14

2. Tugas, Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Khusus ..................... 15

3. Ciri-ciri Perpustakaan Khusus .................................................. 17

4. Koleksi Perpustakaan Khusus ................................................... 18

B. Temu Kembali Informasi .............................................................. 20

1. Pengertian Temu Kembali Informasi ....................................... 20

vi

2. Klasifikasi Bahan Pustaka ........................................................ 21

3. Analisis Subjek ......................................................................... 22

4. Fungsi dan Tujuan Klasifikasi .................................................. 27

C. Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme ........................... 25

1. Sejarah Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme ........... 31

2. Bentuk Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme ............ 32

BAB III GAMBARAN UMUM SINEMATEK INDONESIA ....................... 40

A. Sinematek Indonesia ..................................................................... 40

1. Profil Sinematek Indonesia ....................................................... 40

2. Sejarah Sinematek Indonesia .................................................... 41

3. Struktur Organisasi dan Tujuan Sinematek Indonesia .............. 42

B. Perpustakaan Sinematek Indonesia .............................................. 44

1. Profil Perpustakaan ................................................................... 44

2. Sumber Daya Manusia di Perpustakaan ................................... 45

3. Koleksi Perpustakaan ................................................................ 45

4. Sarana & Prasarana Perpustakaan ............................................. 48

5. Pengguna Perpustakaan ............................................................ 49

6. Layanan Perpustakaan .............................................................. 50

C. Profil Singkat FIAF ...................................................................... 51

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 56

A. Latar belakang Penggunaan FIAF Classification Scheme di

Perpustakaan Sinematek Indonesia ............................................. 56

vii

B. Metode Penerapan Sistem klasifikasi FIAF Classification

Scheme di Perpustakaan Sinematek Indonesia ......................... 59

C. Kendala-kendala yang dialami dan Upaya Perpustakaan

Sinematek Indonesia ................................................................ 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 72

A. Kesimpulan ................................................................................... 72

B. Saran .............................................................................................. 73

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76

LAMPIRAN ..................................................................................................... 79

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Koleksi Buku & Karya Cetak Lainnya Tahun 2013 ......... 46

Tabel 2 Jumlah Koleksi Kliping Tahun 2013 ............................................. 47

Tabel 3 Jumlah Koleksi Data Tahun 2013 .................................................. 47

Tabel 4 Sarana dan Prasarana Perpustakaan Sinematek Indonesia ............. 48

Tabel 5 Sumber Daya Manusia di Perpustakaan Sinematek Indonesia ...... 70

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Organisasi ....................................................................... 43

Gambar 2 Buku Koleksi Perpustakaan Sinematek Indonesia ....................... 60

Gambar 3 Buku Koleksi Perpustakaan Sinematek Indonesia ....................... 62

Gambar 4 Buku Koleksi Perpustakaan Sinematek Indonesia ....................... 63

Gambar 2 Buku Pedoman FIAF Classification Scheme ............................... 68

Gambar 3 Buku Pedoman FIAF Classification Scheme yang telah ditulis

kedalam Bahasa Indonesia ........................................................... 69

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Tugas Menjadi Pembimbing

3. Pertanyaan Wawancara

4. Surat Keterangan Penelitian dari Sinematek Indonesia

5. Garis Besar Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television.

6. Gambar-gambar

7. Riwayat Hidup Penulis

1  

  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film adalah sebuah cerita atau peristiwa yang direkam dengan

kamera dalam urutan foto-foto, yang kemudian diproyeksikan ke layar

dengan kecepatan tertentu untuk menciptakan ilusi gerak dan kontinuitas1.

Film saat ini adalah hal yang tak terpisahkan dengan perkembangan

masyarakat. Karena sifatnya yang audio visual, film merupakan salah satu

media komunikasi yang ampuh terhadap masa yang menjadi sasarannya.

Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu

singkat. Film diakui sebagai sebuah bentuk seni yang unik dan kuat setara

dengan tulisan, patung, musik, sastra dan drama2.

Di Indonesia film berkembang dengan sangat pesat semenjak

diproduksinya film yang berjudul Loetoeng Kasaroeng yang disutradarai

oleh G. Kruger dan L. Heuveldorp3 yang merupakan film Indonesia

pertama kali diproduksi pada masa Hindia Belanda pada tahun 1926.

Kemudian dari masa ke masa dunia perfilman Indonesia terus berkembang

hingga saat ini film dianggap sebagai sebuah simbol kemajuan budaya

bangsa. Untuk itu, pelestarian terhadap film dan koleksi yang memiliki

                                                            1 Richard Meran Barsam. Looking at Movies: an introduction to film. (W W Norton & Co

Inc, New York, NY, 2007), h.48. 2 Joseph M. Bogga. The Art of Watching films. (McGraw-Hill: New York, 2008), h.3. 3 Misbach Yusa Biran, Anak Sabiran, di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip). (Forum

Lenteng: Jakarta,2013), h.36.

2  

  

informasi tentang dunia perfilman Indonesia sudah seharusnya

diperhatikan.

Hal ini selaras dengan yang diterangkan dalam UU No 33 Tahun

2009 tentang perfilman yang menyatakan bahwa film sebagai media

komunikasi massa merupakan sarana pencerdasan kehidupan bangsa,

mengembangkan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan

kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia dalam dunia

internasional, sehingga perfilman di Indonesia perlu dikembangkan dan

dilindungi.4

Sama seperti buku yang memiliki masa dan pembacanya, maka

film pun memiliki zaman dan pemirsanya. Terlepas dari kualitas sebuah

film, apapun jenis dan bentuknya, film tetaplah bagian dari budaya sebuah

bangsa. Sebagai bagian dari khasanah budaya bangsa, seharusnya film

juga mendapat perlakuan yang sama dengan koleksi lain. Film harus

mudah diakses masyarakat luas5. Ketika kita membahas tentang film,

bukan berarti hanya tentang film yang berbentuk seluloid ataupun digital,

tetapi banyak pula buku-buku serta koleksi lainnya yang membahas

tentang film. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Film adalah dokumen.

Seiring dengan berkembangnya dunia film, koleksi-koleksi yang

berisi informasi tentang film ikut berkembang dengan pesat pula. Sehingga

untuk mengelola berbagai macam koleksi yang memuat berbagai

informasi tentang film diperlukan sebuah sistem temu kembali yang tepat

                                                            4 Republik Indonesia, Undang-Undang RI No. 33 n tahun 2009 Tentang Perfilman 5 Kalarensi Naibaho. Film: Aset Budaya Bangsa yang Harus Dilestarikan! artikel di akses

pada 20 Desember 2013 dari http://perfilman.pnri.go.id/artikel/detail/106

3  

  

untuk koleksi-koleksi yang mengandung informasi tentang film apalagi

untuk sebuah perpustakaan khusus film.

Temu kembali Informasi atau Information Retrieval didefinisikan

sebagai proses penemuan informasi dalam dokumen yang tidak terstruktur

(natural) yang cukup besar.6 Dalam perpustakaan, proses temu kembali

informasi adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan karena berfungsi

untuk menemukan informasi baik dalam bentuk dokumen atau bahan

pustaka atau data yang dimiliki oleh perpustakaan.

Sistem temu kembali informasi bertujuan untuk mengumpulkan

dan mengorganisasikan informasi dalam satu atau lebih wilayah subyek

agar tersedia bagi pengguna ketika mereka mencarinya.7 Salah satu di

antara alat-alat yang diciptakan orang untuk maksud tersebut adalah

klasifikasi.8 Klasifikasi berasal dari kata Latin '"classis". Klasifikasi

adalah proses pengelompokan, artinya mengumpulkan benda/entitas yang

sama serta memisahkan benda/entitas yang tidak sama. Secara umum

dapat dikatakan bahwa batasan klasifikasi adalah usaha menata alam

pengetahuan ke dalam tata urutan sistematis.9

Salah satu sistem klasifikasi yang diterapkan di dunia film dan

televisi adalah FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

                                                            6 Christopher D. Manning, Introduction to Information Retrieval (Cambridge University

Press, 2009), h. 1. 7 Ibid, h. 1. 8 Hamakonda dan J.N.B. Tairas, Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey (Jakarta:

Gunung Mulia, 2006), h. 1. 9 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1991), h. 395.

4  

  

Television. Sistem klasifikasi ini merupakan sebuah sistem klasifikasi

pustaka yang mengkhususkan di bidang subjek film. FIAF Classification

Scheme for Literature on Film and Television adalah hasil dari berbagai

kongres yang dilaksanaan oleh Komisi Dokumentasi (Documentation

Commission) di Federasi Internasional Arsip Film (FIAF – Federation

Internationale des Archives du Film).10

Sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television bukanlah sebuah sistem klasifikasi yang populer,

bahkan penulis baru mendengar sistem klasifikasi ini setelah melakukan

kunjungan ke salah satu instansi karena tidak dipelajari ketika penulis

kuliah di kelas. Salah satu perpustakaan yang penulis temukan

menggunakan sistem klasifikasi ini adalah Perpustakaan Sinematek

Indonesia. Hal yang cukup menarik adalah mengapa perpustakaan ini tidak

menggunakan sistem klasifikasi yang biasanya banyak dipakai oleh

perpustakaan umum maupun perpustakaan khusus lainnya, seperti

pemakaian Dewey Decimal Classification atau dikenal dengan DDC.

Perpustakaan Sinematek Indonesia yang merupakan perpustakaan

khusus di bidang perfilman yang memiliki tujuan membantu badan

induknya untuk melaksanakan dengan baik, dalam bidang pengolahan,

pelayanan, maupun penyediaan informasi. Sinematek Indonesia (SI)

adalah lembaga swasta non-profit yang disponsori Pemerintah. Sejak

1995, SI berada dalam lingkungan Yayasan PPHUI (Pusat Perfilman H.

Usmar Ismail). Mulai 1977 SI ikut bergabung dalam FIAF (Federation                                                             

10 Michael Moulds. FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television,

(Aslib, Belgium:1980) h. 1.

5  

  

Internationale des Archives du Film), termasuk juga tergabung dalam

SEAPAVAA (South East Asia-Pacific Audio Visual Archives

Ascociation).11

Selain memiliki koleksi buku yang berisi informasi tentang film

yang tersimpan di Perpustakaan, dalam struktur yang berbeda dengan

perpustakaannya Sinematek Indonesia juga mengelola arsip film yang

cukup banyak. Saat ini Sinematek Indonesia memiliki 1764 judul film

yang tersimpan dengan format asli seluloid.

Karena kurang populernya Sistem klasifikasi ini, ditambah lagi

dengan berkembangnya dunia Film dan Televisi yang begitu pesat

membuat Pustakawan harus mampu beradaptasi, terus belajar dan

berkembang. Hal ini menarik penulis untuk melakukan peneltian tentang

sistem klasifikasi ini dan juga mempelajari sejarah dan informasi tentang

FIAF dan Sinematek Indonesia. Berdasarkan penjelasan diatas maka

penulis memilih judul penelitian sebagai berikut: “Penerapan Sistem

Klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television di Perpustakaan Sinematek Indonesia”

B. Batasan dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penulisan skripsi ini tidak terlalu luas, maka

penulis membatasi penelitian ini:

                                                            11 Sinematek Indonesia, “Profil Sinematek”, artikel di akses pada 16 November 2013

http://www.sinematekindonesia.com/index.php/profile/sinematek

6  

  

a) Penerapan sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television di Perpustakaan Sinematek

Indonesia

b) Hanya membahas tentang koleksi yang menggunakan FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television di

Perpustakaan Sinematek Indonesia.

c) Ragam proses yang dilakukan dalam penerapan sistem klasifikasi

FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television.

d) Berbagai kendala yang dihadapi oleh Perpustakaan Sinematek

Indonesia dalam penggunaan FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television.

2. Rumusan Masalah

Dengan penjelasan dari latar belakang, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah:

a) Bagaimana latar belakang penggunaan sistem klasifikasi FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television di

Perpustakaan Sinematek Indonesia?

b) Bagaimana metode penerapan sistem klasifikasi FIAF Classification

Scheme for Literature on Film and Television di Perpustakaan

Sinematek Indonesia?

c) Bagaimana kendala-kendala yang ditemui oleh Perpustakaan

Sinematek Indonesia dalam penggunaan sistem klasifikasi FIAF

7  

  

Classification Scheme for Literature on Film and Television di

Perpustakaan Sinematek Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang penggunaan sistem

klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television yang diterapkan di Perpustakaan Sinematek Indonesia

b. Untuk mengkaji dan menganalisa metode penerapan sistem klasifikasi

FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television di

Perpustakaan Sinematek Indonesia.

c. Mengetahui berbagai kendala dalam penggunaan sistem klasifikasi

FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television di

Perpustakaan Sinematek Indonesia.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Menambah Khazanah pengetahuan di bidang perpustakaan khususnya

tentang klasifikasi.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna,

khususnya sebagai pijakan untuk merumuskan kebijakan yang tepat

dalam penerapan sistem klasifikasi di perpustakaan.

c. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan baru bagi penulis

khususnya dan para pengelola perpustakaan pada umumnya dalam

upaya pengembangan sistem klasifikasi.

8  

  

d. Penelitian ini juga diharapkan dapan menjadi opsi dalam bidang

klasifikasi khususnya untuk perpustakaan di bidang Film dan Televisi

yang saat ini semakin berkembang.

D. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Bentuk dari penelitian ini adalah deskriptif, yaitu penelitian yang

bermaksud untuk membentuk gambaran-gambaran sifat sesuatu yang

sedang berlangsung dengan tujuan agar objek yang dikaji dapat dibahas

secara mendalam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

penelitian kualitatif.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer, yaitu hasil dari observasi dan wawancara informan,

seperti sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar

utama melakukan interpretasi data.

b. Data sekunder, adalah data yang mendukung data primer dan

diperoleh melalui studi kepustakaan, seperti : buku, jurnal, dokumen

dan artikel lain yang berhubungan dengan penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk

mendapatkan informasi atau data-data dalam penelitian ini adalah:

9  

  

a. Riset lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan ini bertujuan untuk mendapatkan data-data secara

angsung dari objek dengan cara:

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data berupa tanya jawab

antara pihak pencari informasi dengan sumber informasi yang

berlangsung secara lisan.

2. Pengamatan/Observasi

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

pengamatan terbuka, yaitu pengamatan yang diketahui oleh subjek

dimana subjek akan suka rela, memberikan kesempatan pada

peneliti untuk mengamati proses yang terjadi dan menyadari bahwa

ada yang mengamati hal yang dilakukan mereka.12

b. Riset Kepustakaan (Library Research)

Hal ini diperlukan untuk mempertajam kajian literatur dan

pembahasan masalah dengan cara mengumpulkan buku-buku dan

artikel serta sumber-sumber informasi lain yang terkait dengan

penelitian penulis.

4. Pengolahan dan Analisa Data

Untuk menerjemahkan seluruh data yang terkumpul dan kemudian

disajikan, data data akan diolah dan dianalisan. Data akan diolah dan

dianalisa melalui tiga tahapan yaitu :

                                                            12  Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya 2007),

h. 132. 

10  

  

a. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. 13

Data yang diperoleh penulis melalui observasi, wawancara dan kajian

pustaka dicatat dengan rinci, mengelompokkan dan memfokuskan

pada hal penting dengan demikian data yang didapat bisa memberikan

gambaran yang jelas.

b. Penyajian data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bias dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan

sejenisnya.14 Penulis melakukan penyajian dalam bentuk teks bersifat

naratif.

c. Penarikan kesimpulan

Data-data yang terangkum dan dijabarkan dalam bentuk naratif penulis

buatkan kesimpulan. Kesimpulan digunakan untuk menjawab rumusan

masalah.

E. Penelitian Terdahulu

1) Skripsi yang berjudul “Kerjasama Pelestarian Film: Studi Kasus

Sinematek Indonesia” yang disusun oleh Rifka Rifiana, mahasiswa

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia tahun

2011. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

adalah penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan                                                             13 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2012), h.247

14 Ibid. h.249. 

11  

  

adalah metode studi kasus. Teknik pengumpulan data yang

dilakukan adalah dengan metode wawancara. Penelitian ini lebih

mengarah pada beragam bentuk kerjasama antara Sinematek

Indonesia dengan beberapa lembaga lain, salah satunya adala FIAF.

Sedangkan penelitian yang penulis susun lebih mengarah tentang

hasil kerjasama antara Sinematek Indonesia dan FIAF di

Perpustakaan Sinematek Indonesia berupa digunakannya FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television di

Perpustakaan Sinematek Indonesia.

2) Selanjutnya adalah skripsi berjudul “Penerapan Sistem Klasifikasi

National Technical Information Services (NTIS) Di Badan

Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT)” disusun oleh Abdur

Rohim, mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Dalam skripsi ini jenis penelitian

yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian

yang dilakukan adalah dengan metode deskriptif. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah metode riset dan

wawancara. Penelitian ini membahas tentang sistem klasifikasi

National Technical Information Services (NTIS) yang merupakan

sistem klasifikasi pustaka di bidang subjek sains dan teknologi

yang dibuat oleh National Technical Information Services.

Sedangkan penelitian yang penulis susun membahas tentang sistem

klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

12  

  

Television sebuah sistem klasifikasi pustaka untuk bidang

perfilman.

F. Sistematika Penulisan

Agar bahasan bab demi bab terjalin secara sistematis, maka dalam skripsi

ini penulis membaginya dalam lima bab, adapun urutannya adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan latar belakang, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN LITERATUR

Bab ini memuat teori-teori yang berasal dari kajian

kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian mengenai

sistem klasifikasi bahan Pustaka di Perpustakaan Khusus.

BAB III GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN

SINEMATEK INDONESIA

Bab ini memuat gambaran umum mengenai Perpustakaan

Sinematek Indonesia yang meliputi sejarah singkat, struktur

organisasi, visi dan misi, gedung, fasilitas, keanggotaan,

dan pelayanan perpustakaan.

13  

  

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini memuat hasil penelitian yang terdiri dari manfaat

penerapan sistem klasifikasi di Perpustakaan Sinematek dan

upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi

pustakawan.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan penelitian dan saran-saran dari penulis.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

14 

 

  

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

A. Perpustakaan Khusus

1. Pengertian Perpustakaan Khusus

Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang berada pada satu

instansi atau lembaga tertentu, baik pemerintah maupun swasta dan

sekaligus sebagai pengelola dan penanggung jawabnya.15 Perpustakaan

khusus juga dapat diartikan sebagai perpustakaan departemen, lembaga

negara, lembaga penelitian, organisasi massa, militer, industri, perusahaan

swasta, BUMN, pusat informasi sampai pada perpustakaan pribadi.16

Menurut Sulistyo Basuki, perpustakaan khusus dapat merupakan

perpustakaan sebuah departemen, lembaga negara, lembaga penelitian,

organisasi massa, militer, industri, maupun perusahaan swasta.17 Hal ini

senada dengan Arief Surachman yang menjelaskan bahwa Perpustakaan

khusus merupakan perpustakaan yang didirikan untuk mendukung visi dan

misi lembaga-lembaga khusus dan berfungsi sebagai pusat informasi

khusus terutama berhubungan dengan penelitian dan pengembangan18.

                                                            15 Sutarno NS, Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Samitra

Media Utama 2004) h. 38 16 Karmidi Martoatmojo, Manajemen Perpustakaan Khusus, (Jakarta: Universitas

Terbuka,1999) h. 1. 3. 17 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1991) h.49 18 Arief Surachman, Pengelolaan Perpustakaan Khusus, artikel diakses pada 27 Januari

2014 dari http://eprints.rclis.org/8633/

15 

 

  

Menurut UU No. 43 tentang perpustakaan menerangkan bahwa

perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara

terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga

masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau

organisasi lain.19

Dari berbagai pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang dimiliki lembaga khusus

(pemerintah atau swasta) atau asosiasi yang menangani & mempunyai

tujuan di dalam bidang tertentu, untuk memenuhi kebutuhan pengguna di

lingkungannya, baik dalam pelayanan maupun dalam hal pengolahan

Informasi. Perpustakaan khusus juga dapat dikatakan sebagai salah satu

penyebar informasi utama dan memiliki fungsi dasar untuk memberikan

para penggunanya informasi secara tepat dan relevan dengan instansi atau

organisasi yang menaunginya tersebut.

2. Tugas, Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Khusus

Tugas pokok perpustakaan khusus adalah melakukan kegiatan

pengumpulan/pengadaan, pengolahan, penyimpanan dan pendayagunaan

bahan pustaka bidang ilmu pengetahuan tertentu untuk memenuhi misi

lembaga yang harus diemban, dalam rangka mendukung organisasi

induknya dan masyarakat yang berminat mengkaji/mempelajari disiplin

                                                            19 Republik Indonesia, Undang-Undang RI No. 43 n tahun 2007 Tentang Perpustakaan,

Pasal 1, Ayat 7.

16 

 

  

ilmu bidang yang menjadi misi perpustakaan.20 Sedangkan Tujuan

perpustakaan khusus lazimnya sama yaitu membantu tugas badan induk

tepat perpustakaan bernaung.21

Menurut Sutarno NS perpustakaan khusus memiliki fungsi sebagai

tempat penelitian, pengembangan, pusat kajian, serta penunjang

pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia.22 Arief Surachman

berpendapat bahwa fungsi perpustakaan khusus adalah untuk menyimpan,

menemukan, memberikan dan menyebarkan informasi secara cepat.23

Sedangkan menurut Badan Standarisasi Nasional menyatakan

bahwa fungsi dari perpustakaan khusus antara lain:

a. Mengembangkan koleksi yang menunjang kinerja lembaga

induknya.

b. Menyimpan semua terbitan dari dan tentang lembaga induknya.

c. Menjadi vocal point untuk informasi terbitan lembaga induknya.

d. Menjadi pusat referal dalam bidang yang sesuai dengan lembaga

induknya.

e. Mengorganisasi materi perpustakaan.

f. Mendayagunakan koleksi.

                                                            20 Sukarman, dkk. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus, (Jakarta:

Perpustakaan Nasional RI, 2000) h.7 21 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1991) h.50 22 Sutarno NS, Perpustakaan dan Masyarakat (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003),

h. 39 23 Arief Surachman, Pengelolaan Perpustakaan Khusus, artikel diakses pada 27 Januari

2014 dari http://eprints.rclis.org/8633/ h. 2.

17 

 

  

g. Menerbitkan literatur sekunder dan tersier dalam bidang lembaga

induknya, baik cetak maupun elektronik.

h. Menyelenggarakan pendidikan pengguna.

i. Menyelenggarakan kegiatan aliterasi informasi untuk

pengembangan kompetensi SDM lembaga induknya.

j. Melestarikan materi perpustakaan, baik preventif maupun kuratif.

k. Ikut serta dalam kerjasama perpustakaan serta jaringan informasi.

l. Menyelenggarakan otomasi perpustakaan.

m. Melaksanakan digitalisasi materi perpustakaan.

n. Menyajikan layanan koleksi digital.

o. Menyediakan akses informasi pada tingkat lokal, nasional, regional

dan global.24

Dari beragam penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

sejatinya tugas sebuah perpustakaan khusus adalah memenuhi misi

lembaga yang harus diemban dengan tujuan untuk membantu tugas badan

induknya sehingga fungsinya sebagai pusat informasi dapat berjalan

sebagaimana mestinya.

3. Ciri-ciri Perpustakaan Khusus

Menurut Sulistyo Basuki, ciri utama sebuah perpustakaan khusus

adalah sebagai berikut :

a. Memiliki buku yang terbatas pada satu atau beberapa disiplin ilmu

saja. Misalnya perpustakaan yang membatasi pada satu subjek (contoh

                                                            24 Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia: Perpustakaan Khusus

Instansi Pemerintah (Jakarta: Badan Standarisasi Nasional, 2009) h. 3.

18 

 

  

pertanian), subjek yang luas (biologi pertanian), maupun berorientasi

ke misi (misalnya pengangkutan).

b. Keanggotaan perpustakaan terbatas pada sejumlah anggota yang

ditentukan oleh kebijakan perpustakaan atau kebijakan badan induk

tempat perusahaan tersebut.

c. Peran utama perpustakaan ialah melakukan penelitian kepustakaan

untuk anggota.

d. Penekanan koleksi bukan pada buku (dalam arti sempit) melainkan

pada majalah, pamflet, laporan penelitian, abstrak, atau indeks, karena

jenis tersebut umumnya menyuguhkan informasi yang lebih mutakhir

dibandingkan dengan buku.

e. Jasa yang diberikan lebih mengarah kepada minat anggota

perorangan. Karena itu perpustakaan khusus menyediakan jasa yang

sangat berorientasi ke pemakainya dibandingkan jenis perpustakaan

lain.25

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri utama

dari sebuah perpustakaan khusus terdapat pada subjek koleksi yang

dimiliki, serta mampu menyediakan jasa yang berorientasi pada pemakai

sehingga mampu menjadi pusat informasi di tempat perpustakaan tersebut

bernaung.

4. Koleksi Perpustakaan Khusus

Bahan pustaka merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah

sistem perpustakaan selain ruangan atau gedung, peralatan atau perabot,                                                             

25 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1991), h.49

19 

 

  

tenaga dan anggaran. Unsur-unsur tersebut satu sama lain saling berkaitan

dan saling mendukung untuk terselenggaranya layanan perpustakaan yang

baik.26

Menurut Yuyu Yulia, koleksi diartikan sebagai kumpulan bahan

pustaka yang terdapat di perpustakaan.27 M. Yusuf Pawit menyatakan

bahwa koleksi perpustakaan adalah sekumpulan sumber informasi dalam

berbagai bentuk yang telah dipilih sesuai yang terdapat di lembaga

pendidikan bersangkutan.28 Sementara itu, Rahmat Nata Djumena

Sukarman, memberikan definisi bahwa koleksi itu sendiri mengandung

pemahaman tentang semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah,

disimpan untuk disebarluaskan kepada masyarakat guna memenuhi

kebutuhan pemakai.29 Arief Surachman menerangkan bahwa koleksi

perpustakaan khusus adalah koleksi yang mempunyai informasi tertentu

dalam bidang tertentu (tergantung dari spesifikasi perpustakaan) dan

termuat dalam berbagai media.30

Dari beragam pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

koleksi perpustakaan khusus adalah koleksi yang mempunyai informasi

tertentu dalam bidang tertentu kemudian dikumpulkan, diolah, disimpan

untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam bidang tertentu pula.

                                                            26 Karmidi Martoadmodjo, Pelestarian Bahan Pustka (Jakarta: Universitas Terbuka,

1999) h. 1 27 Yuyu Yulia, Pengadaan Bahan Pustaka (Jakarta: Universitas Terbuka, 1993) h. 3. 28 M. Yusuf Pawit, Pedoman Mencari Sumber Informasi (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1998) h. 11 29 Rahmat Nata Djumena Sukarman, Pedoman Umum Pengelolaan Perpustakaan

Perguruan Tinggi, (Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2000) h. 5 30 Arief Surachman, Pengelolaan Perpustakaan Khusus, artikel diakses pada 27 Januari

2014 dari http://eprints.rclis.org/8633/ h. 2. 

20 

 

  

B. Temu Kembali Informasi

1. Pengertian Temu Kembali Informasi

Menurut Ingwersen sistem temu kembali informasi (information

retrieval) adalah sistem yang mengelola tentang penyajian, penyimpanan,

pencarian dan cara menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhan

informasi yang diinginkan oleh pengguna.31

Manning berpendapat bahwa temu kembali Informasi atau

information retrieval didefinisikan sebagai sebuah proses penemuan

informasi dalam dokumen yang tidak terstruktur (natural) dalam koleksi

yang cukup besar.32 Sistem temu kembali informasi dirancang untuk

menemukan kembali dokumen atau informasi yang diperlukan oleh

komunitas pengguna. Informasi yang tepat harus tersedia untuk pengguna

yang tepat pula.33 Menyediakan informasi secara tepat mengenai

keberadaan suatu dokumen atau bahan pustaka yang sesuai dengan

kebutuhan pemustaka adalah maksud dari temu kembali Informasi. Salah

satu di antara alat-alat yang diciptakan orang untuk maksud tersebut

adalah klasifikasi.34

Dari beragam pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

temu kembali informasi merupakan usaha membentuk atau menentukan

                                                            31 Peter Ingwersen, Information Retrieval Interaction. (London: Taylor Graham, 1992)

h.49. 32 Christopher D. Manning, Introduction to Information Retrieval (Cambridge University

Press, 2009), h. 1. 33 G. G. Chowdhury, Introduction to Modern Information Retrieval (London: Library

Association Publishing, 1999) h. 2. 34 Towa P. Hamakonda dan JNB Tairas, Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey

(Jakarta: Gunung Mulia, 2006), h. 1.

21 

 

  

suatu sistem untuk mengelola beberapa dokumen atau rekaman yang

mengandung informasi yang telah diorganisasikan dalam satu susunan

yang cocok agar mudah ditemukan kembali. Dari beragam usaha yang

dilakukan dalam sistem temu kembali informasi salah satunya adalah

dengan klasifikasi.

2. Klasifikasi Bahan Pustaka

Klasifikasi bahan pustaka adalah mengelompokkan bahan pustaka

menurut jenis atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama atau

hampir bersamaan dan sekaligus memisahkan dari bahan pustaka lain

berdasarkan tingkat perbedaannya.35 Menurut Sulistyo Basuki klasifikasi

berasal dari kata Latin '"classis". Klasifikasi adalah proses

pengelompokan, artinya mengumpulkan benda/entitas yang sama serta

memisahkan benda/entitas yang tidak sama. Secara umum dapat dikatakan

bahwa batasan klasifikasi adalah usaha menata alam pengetahuan ke

dalam tata urutan sistematis.36

Sedangkan menurut P.Hamakonda dan JNB Tairas menjelaskan

bahwa klasifikasi adalah penggolongan yang sistematis dari beberapa

objek, ide, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan

tertentu sesuai dengan ciri yang sama.37

                                                            35 Abdul Azis Batjo. Klasifikasi Islam: Adaptasi Klasifikasi Persepuluhan Dewey dan

Perluasan 297. (Jakarta: UI-PRESS, 1985), h 2. 36 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1991), h. 395. 37 Towa P. Hamakonda dan JNB Tairas, Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey.

(Jakarta: Gunung Mulia, 2006). h. 1.

22 

 

  

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

klasifikasi adalah kegiatan mengelompokkan benda atau objek yang

memiliki sifat-sifat atau subjek yang sama dengan harapan agar

mempermudah menyusun dan menemukan kembali benda atau objek

tersebut. Kesamaan ciri yang terdapat dalam objek dikelompokkan

sedemikian rupa sehingga objek-objek yang sama akan berkumpul dalam

satu kelompok yang sama & letaknya berdekatan sekaligus memisahkan

berbagai objek yang memiliki perbedaan ciri.

3. Analisis subjek

Dalam kegiatan pengindeksan subjek yang mencakup klasifikasi

dan tajuk subjek memerlukan adanya pemahaman mengenai:

a. Teori yang mendasari analisis subjek

b. Mekanisme skema klasifikasi dan daftar tajuk subjek yang

digunakan untuk menentukan nomor kelas dan tajuk subjek38

Selain itu, kegiatan pengindeksan subjek harus disesuaikan dengan

sarana temu kembali yang akan disusun dalam sistem temu kembali

informasi di perpustakaan, khususnya yang berhubungan dengan

pendekatan subjek. Berdasarkan pemahaman diatas dimaksudkan bahwa

sarana temu kembali yang hendak disusun dalam praktek adalah:

a. Susunan koleksi menurut klasifikasi subjek (penempatan relatif)

b. Katalog subjek berabjad

                                                            38 L.K. Somadikarta, Titik Akses Dalam Organisasi Informasi di Perpustakaan (Jakarta:

Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998), h. 10.

23 

 

  

Penjelasan mengenai teori yang mendasari analisis subjek, DDC

dan daftar tajuk subjek untuk perpustakaan selanjutnya disarankan dapat

digunakan sebagai dasar teori dalam kegiatan klasifikasi dan tajuk subjek

untuk penyusunan buku dan sarana temu kembali koleksi di perpustakaan.

Analisis subjek yang juga disebut analisis konseptual mempengaruhi

semua langkah pengindeksan selanjutnya. Kandungan intelektual atau

subjek dokumen dapat menunjukan tiga jenis konsep yang dikenali sebagai

disiplin atau bidang pengetahuan, fenomena atau konsep subjek, dan

bentuk. Dalam analisis subjek konsep-konsep tersebut dinyatakan dengan

urutan kombinasi atau urutan sitiran (citation order).

Subjek dokumen tidak selalu menampilkan ketiga konsep tersebut

secara bersamaan. Pengantar Psikologi misalnya, hanya menunjukkan

adanya konsep disiplin, yaitu ilmu Psikologi. Sedangkan pada peternakan

sapi misalnya, terdapat konsep disiplin, yaitu ilmu peternakan, dan

fenomena atau konsep subjek, yaitu sapi. Disiplin (termasuk subdisiplin)

adalah bidang pengetahuan yang meliputi subjek dokumen. Fenomena

juga disebut sebagai konsep subjek yang dikaji dalam suatu disiplin.

Fenomena menunjukkan subjek dokumen itu mengenai apa. Fenomena

yang dikaji dalam satu disiplin merupakan perwujudan faset-faset disiplin

terkait. Oleh karena itu terhadap fenomena perlu diadakan analisis faset.

Apabila fenomena merupakan perwujudan lebih dari satu faset, maka perlu

ditetapkan suatu urutan faset yang juga disebut kombinasi faset atau

formula faset.

24 

 

  

Mengenai analisis faset pada dasarnya adalah produk atau hasil

pembagian suatu disiplin menurut satu ciri pembagian. Bidang

perpustakaan misalnya dapat dibagi dengan menggunakan jenis

perpustakaan sebagai ciri pembagian. Ranganathan menyebutkan bahwa

terdapat lima faset fundamental yang mungkin terwujud dalam fenomena.

Kelima faset fundamental tersebut adalah:

P = Personality (wujud; meliputi jenis, produk, atau tujuan)

M = Matter (meliputi bahan atau material)

E = Energy (meliputi kegiatan atau masalah)

S = Space (meliputi tempat geografis)

T = Time (meliputi waktu)39

Untuk faset personality, matter, dan energy merupakan faset-faset

khas untuk disiplin masing-masing. Dalam arti subjek yang tampil pada

faset P di bidang peternakan misalnya, adalah berbagai jenis peternakan,

sedangkan faset P di bidang pertanian menampilkan berbagai jenis

komoditi pertanian seperti teh, gandum, padi dan komoditi pertanian

lainnya. Demikian juga dengan faset M dan E yang hanya menampilkan

subjek-subjek yang terkait pada disiplin masing-masing.

Akan tetapi untuk faset S dan T digunakan untuk faset-faset umum

yang sama untuk disiplin apa saja. Pernyataan nama geografis, seperti

Asia, Cina, Jakarta, India, himalaya misalnya, akan sama apakah nama itu

tampil pada faset S dibidang perpustakaan ataukah dibidang yang lain.

Begitu juga dengan faset T berlaku hal yang sama seperti pada faset S.

                                                            39 Ibid, h.5 

25 

 

  

Didalam suatu dokumen tidak semua faset tersebut selalu ada, akan tetapi

terkadang terdapat sebagian saja. Analisis faset tersebut diperlukan untuk

menentukan faset-faset apa saja yang terwujud dalam konsep subjek.40

Berdasarkan penjelasan diatas untuk melakukan kegiatan tersebut

perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut, berdasarkan pendapat Abdul

Azis Batjo, khususnya didalam menentukan subjek buku melalui langkah-

langkah berikut ini:

a. Judul buku

Perhatikan judul sebuah karya, karena judul kadang-kadang

dapat memberikan petunjuk untuk menentukan subyek yang

terkandung dalam karya tersebut, walaupun tidak selalu

demikian.

b. Daftar isi dan kata pendahuluan

Apabila melalui judul belum dapat ditentukan subyek buku

bacalah daftar isi atau kata pengantarnya. Dari kedua sumber

ini umumnya dapat ditentukan subyek sebuah buku.

c. Isi buku

Apabila melalui judul, daftar isi dan kata pengantar belum juga

dapat ditentukan subyek sebuah buku, bacalah sebagian atau

keseluruhan isi buku.

d. Ahli bidang tertentu

Langkah yang terakhir untuk menentukan subyek buku adalah

menanyakan kepada orang yang ahli dalam bidang tersebut.41

                                                            40 Ibid, h. 5 

26 

 

  

Berdasarkan langkah-langkah diatas dapat diambil beberapa hal

penting untuk dijadikan acuan dalam menentukan subjek suatu buku yaitu

dengan melihat judul buku, daftar isi, kata pendahuluan, dan isi buku serta

bertanya dengan orang yang ahli dibidang tersebut. Melalui tahapan ini

diharapkan dapat menentukan subjek yang tepat sehingga nomor kelasnya

sesuai dengan subyek buku tersebut.

Setelah subyek buku didapatkan maka langkah selanjutnya adalah

menentukan nomor kelas. Menurut pendapat Abdul Azis Batjo, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan nomor kelas,

diantaranya sebagai berikut:

1) Tentukan nomor kelas berdasarkan subyek atau pokok masalah

yang dibahas buku.

2) Bila terdiri dari dua subyek, kelaskan pada subyek yang menonjol.

3) Bila kedua subyek setaraf, maka pilihlah subyek yang lebih dahulu

disebutkan dalam halaman judul.

4) Tentukan nomor kelas berdasarkan subyek atau pokok masalah,

kemudian berdasarkan bentuk penyajiannya.

5) Tentukan nomor kelas berdasarkan subyek yang lebih spesifik.

6) Apabila sebuah buku membahas lebih dari dua subyek yang saling

berkaitan, maka masukkan karya tersebut ke dalam subyek yang

lebih luas cakupannya dan mencakup subyek-subyek tersebut.

7) Apabila sebuah buku membahas dua subyek atau lebih yang tidak

saling berkaitan, maka tentukan nomor kelas berdasarkan bidang

                                                                                                                                                                   41 Abdul Azis Batjo, Klasifikasi Islam: Adaptasi Klasifikasi Persepuluhan Dewey dan

Perluasan 297 (Jakarta: Universitas Indonesia, 1985), h. 3. 

27 

 

  

yang aspeknya diutamakan dalam pembahasan atau yang lebih luas

bahasannya

8) Apabila subyek sebuah buku tidak tercantum dalam bagan

klasifikasi, masukkan buku tersebut pada subyek yang paling dekat

dengannya.42

4. Fungsi dan Tujuan Klasifikasi

Dapat dikatakan bahwa klasifikasi merupakan suatu sistem yang

dirancang untuk menempatkan dan menemukan kembali benda atau objek

yang dibutuhkan oleh pengguna. Sebagai kegiatan pengelompokan benda

atau objek, klasifikasi di perpustakaan digunakan untuk mengelompokkan

dokumen atau bahan pustaka yang memiliki fungsi ganda sebagai berikut:

a. Sebagai pekerjaan penyusunan buku di rak.

b. Sebagai sarana penyusunan entri bibliografi dan indeks dalam tata

susunan yang sistematis.43

Sebagai sarana pengaturan di rak klasifikasi mempunyai dua sasaran

yang akan dicapai yaitu:

a. Membantu pemakai mengidentikkan dan melokalisasi sebuah

dokumen berdasarkan nomor panggil.

b. Mengelompokkan semua dokumen sejenis menjadi satu.

Kegiatan yang paling sering dilakukan dalam dua fungsi tersebut

adalah klasifikasi sebagai pekerjaan penyusunan buku di rak perpustakaan.

                                                            42 Ibid., h. 4. 43 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1991), h. 395.

28 

 

  

Akan tetapi kegiatan penyusunan entri bibliografi dan indeks merupakan

hal yang penting juga untuk dilakukan karena dapat memberikan

kemudahan bagi pengguna di dalam mencari informasi yang dibutuhkan.44

Selain itu menurut Sulistyo Basuki, klasifikasi perpustakaan

mempunyai tujuan sebagai berikut:

a. Menghasilkan urutan yang bermanfaat

Mengandung arti bahwa tujuan pokok dari klasifikasi adalah

menempatkan dokumen sesuai dengan nomor kelasnya masing-

masing.

b. Penempatan yang tepat

Maksudnya adalah perpustakaan pada umumnya melakukan

kegiatan sirkulasi dimana ada buku yang keluar atau dipinjam dan

ada buku yang masuk atau dikembalikan, ketika buku sedang

dipinjam maka akan ada ruang yang kosong karena ada dokumen

yang diambil atau dipinjam maka ruang yang kosong tersebut tidak

boleh digantikan dengan buku yang lain dengan nomor kelas yang

berbeda sampai buku yang dipinjam dikembalikan oleh pengguna

dan ditempatkan kembali di ruang yang kosong seperti tempat

semula buku tersebut diambil.

c. Penyusunan mekanis

Adalah penyusunan yang dipikirkan sebelumnya untuk

menyisipkan atau menempatkan dokumen baru pada susunan yang

                                                            44 Ibid, h. 395.

29 

 

  

sudah ada. Dengan menentukan urutan berikutnya dari dokumen

yang sudah ada.

d. Tambahan dokumen baru

Seiring dengan terus berkembangnya karya-karya intelektual maka

umumnya perpustakaan akan menambah koleksinya dengan yang

baru mengikuti perkembangan yang ada, akan tetapi koleksi-

koleksi buku yang lama bukan berarti tidak digunakan lagi,

keduanya harus berjalan bersamaan agar keduanya dapat

dimanfaatkan. Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan terkait

dengan hal tersebut yaitu: dokumen baru disisipkan pada subyek

yang telah ada atau membuat kelas baru karena kelas tersebut

belum termuat dalam bagan klasifikasi.

e. Penarikan dokumen dari rak

Klasifikasi perpustakaan memungkinkan penarikan dokumen dari

rak yang tidak mengganggu susunan dokumen tersebut.

f. Tujuan lain mencakup:

1) Kompilasi bibliografi, katalog, katalog induk, dan sebagainya.

2) Klasifikasi informasi;

3) Klasifikasi saran yang diterima dari pengunjung perpustakaan,

4) Penjajaran bahan non buku seperti CD-ROM, foto, mikrofilm,

dan multimedia lainnya;

5) Klasifikasi statistik berbagai jenis, misalnya klasifikasi buku

yang dipinjam dapat digunakan untuk analisis permintaan pemakai;

6) Penyusunan entri dalam bagian berkelas dari katalog berkelas;

30 

 

  

7) Membantu pengkatalog menyusun tajuk subyek dengan proses

indeks berangkai;

8) Membantu pengkatalog untuk meonganalisis isi buku untuk

menentukan tajuk subyek buku;

9) Membantu pemakai katalog menentukan lokasi sebuah buku di

rak, dan

10) Membantu staf menyusun daftar buku untuk perpustakaan

cabang.45

Beragam fungsi dan tujuan di atas menjelaskan bahwa fungsi dan

tujuan awal dari klasifikasi adalah untuk membantu dan memudahkan

kegiatan organisasi informasi dalam proses temu kembali informasi yang

ada di perpustakaan. Sehingga perpustakaan sebagai pusat informasi dan

mendukung visi dan misi dari lembaga induk perpustakaan tersebut dapat

berjalan sebagaimana mestinya.

C. Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film

and Television

Sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television adalah sistem klasifikasi yang khusus tentang film

yang dirancang oleh FIAF atas ketidakpuasan mereka terhadap sistem

klasifikasi yang ada terhadap dunia perfilman. Sistem klasifikasi ini

dirancang oleh panitia khusus yang dibentuk oleh FIAF untuk kemudian

disebarkan untuk digunakan oleh lembaga arsip film yang berada dalam

                                                            45 Ibid. h. 397-398.

31 

 

  

naungan FIAF di seluruh dunia.46 Sistem klasifikasi ini merupakan

adaptasi dari sistem klasifikasi UDC yang telah ada. Berikut adalah

penjelasan tentang sejarah dan bentuk sistem klasifikasi FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television:

1. Sejarah Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television

Sistem penomoran ini pertama kali digagas pada tahun 1968

ketika dilangsungkan kongres tahunan FIAF di London, Inggris.

Hasil dari kongres ini adalah mendirikan Komisi Dokumentasi

(Documentation Commission) dari FIAF.47

Kursus musim panas FIAF Tahun 1977 menjadi tonggak

bersejarah untuk sistem klasifiikasi khusus dibidang film. Dimana

panitia khusus yang dibentuk oleh komisi dokumentasi FIAF itu

merampungkan rancangan klasifikasi yang kemudian disebut dengan

FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television.

Rancangan klasifikasi tersebut lalu diterima sebagai rekomendasi

Komisi Dokumentasi48 dan disebarkan ke seluruh badan arsip film

dunia. Rancangan ini kemudian berkembang menjadi sistem klasifikasi

yang diterapkan hampir semua badan arsip film di seluruh dunia yang

berada di bawah naungan FIAF.

                                                            46 Michael Moulds. FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television,

(Belgium, Aslib:1980) h. 5. 47 Ibid, h.1.  48 Ibid, h.3. 

32 

 

  

2. Bentuk Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television

Sistem klasifikasi ini disusun atas dasar perlunya sebuah

skema yang agak sederhana, yang cocok untuk digunakan dalam arsip

yang ada di seluruh dunia. Skema yang digunakan dalam sistem

klasifikasi ini merupakan adaptasi dari sistem klasifikasi UDC

(Universal Decimal Clasification).

UDC adalah klasifikasi yang dikembangkan oleh dua orang

sarjana yaitu Paul Otlet dan Henri la Lafontine sekitar abad ke-19.

Pengembangan UDC ini diadaptasi dari bagan klasifikasi DDC yang

diciptakan oleh Melvil Dewey. UDC pertama kali diterbitkan dalam

bahasa Perancis pada tahun 1904, mereka menyelesaikan publikasi

awal yang lengkap pada tahun 1907. Sejak diterbitkan, UDC telah

direvisi dan dikembangkan secara ekstensif oleh FID (Federation

International de Documentation). UDC menjadi sistem klasifikasi

yang sangat fileksibel serta efektif untuk mengkelas semua jenis

bibliografis dalam bentuk apapun (monograf, audio, video, mikrofilm,

dan lain-lain).49 Sebagai perbandingan, berikut adalah sepuluh kelas

utama yang terdapat pada UDC:

0 UMUM

1 FILSAFAT, PSIKOLOGI, LOGIKA, ETIKA

2 AGAMA, TEOLOGI

                                                            49 UDC, “About Universal Decimal Classification” artikel di akses pada 24 Maret

2014 dari http://www.udcc.org/about.htm/

33 

 

  

3 ILMU-ILMU SOSIAL

4 (kini kosong, semula untuk linguistik, filologi)

5 MATEMATIKA & ILMU ALAM

6 ILMU TERAPAN, KEDOKTERAN, TEKNOLOGI

7 SENI, REKREASI, HIBURAN, OLAHRAGA

8 LINGUISTIK, FILOLOGI, SASTRA

9 GEOGRAFI, BIOGRAFI, SEJARAH

Hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan yang ada memiliki

tempat dalam UDC mulai dari notasi 0 sampai 9. Untuk notasi 4 yang

semula dia bagan DDC tersedia untuk kelas Ilmu Bahasa, setelah

diadaptasi dalaam UDC, notasi ini digabung dalam notasi 8

(kesusastraan).

FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television juga mengadaptasi sistem penomoran UDC dengan hanya

menempatkan satu digit untuk nomor utama. Kemudian FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television

menambahkan dua subjek dasar yaitu Film dan Televisi agar lebih

jelas dalam sistem klasifikasinya. Untuk membedakannya maka

digunakanlah awalan F dan T. Cara penggunaannya dapat dijelaskan

dengan contoh berikut ini:

- Ensiklopedia tentang Film akan diberi nomor F 02.

- Ensiklopedia tentang Televisi akan dberi nomor T 02.

- Jika mengenai kedua-duanya, misal: Ensiklopedia tentang

Film dan Televisi maka akan diberi nomor awalan FT 02

34 

 

  

Modifikasi selanjutnya yang diadaptasi dari UDC adalah

urutan kelas utama yang dimiliki oleh FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television jauh berbeda denga UDC. Urutan

kelas yang ada begitu khusus tentang film. Berikut adalah sepuluh

kelas utama FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television:

FT 0 REFERENSI & MATERI UMUM

FT 1 LEMBAGA, FESTIVAL, KONFERENSI

F 20/25 INDUSTRI FILM: ANGGARAN BIAYA,

PRODUKSI

T 26/29 INDUSTRI TV: ANGGARAN BIAYA

PRODUKSI

F 3 DISTRIBUSI EKSIBISI

FT 4 MASYARAKAT & FILM / TV

FT 5 EDUKASI / PENDIDIKAN

FT 6 AESTETIKA, TEORI

FT 7 SEJARAH, GENRE, FILM KHUSUS/

PROGRAM TV

FT 8 BIOGRAFI

FT 9 BUNGA RAMPAI, KOLEKSI KHUSUS

Hampir seluruh kelas terdapat dua subjek dalam subdivisinya,

yaitu notasi 0,notasi 1,notasi 3, notasi 4, notasi 5, notasi 6, notasi 7,

35 

 

  

notasi 8 dan notasi 9. sedangkan pada notasi 2, dibagi menjadi dua

yaitu: notasi 2/25, subjek yang ada dikhususkan untuk subjek yang

berkaitan dengan film, dan notasi 26/29 dikhususkan untuk subjek

yang berkaitan dengan televisi. Sedangkan untuk kelas F 3 meskipun

dikhususkan untuk subjek yang hanya berkaitan dengan Film, namun

terdapat beberapa subdivisi yang dapat digunakan untuk subjek

televisi (T) yaitu notasi 339 dan 34, terdapat pula yang dapat

digunakan kedua subjek (FT) yaitu notasi 33 dan 37.

Secara umum FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television menggunakan dua cara dalam menunjukan

subjek, yaitu:

1. Dengan memberi langsung suatu kelas dengan notasi pokok,

contoh:

Dalam kelas T 27, yang berkaitan dengan Aspek Tehnik

Produksi Televisi terdapat subjek yang berkaitan dengan

Penulisan (Scripting) ditunjukan oleh notasi T 274. Kemudian

mencantumkan subjek yang lebih spesifik, misalnya:

T 274 Penulisan (Scripting)

.1 Adaptasi tulisan ke-Skrip

.2 Vettting Scripts

.3 Penyuntingan Skrip

.4 Penulisan Dialog

.5 Penulisan Komentar

.6 Titel

36 

 

  

.7 Penulisan Versi Alternatif

2. Dengan memberikan notasi tambahan dengan lambang khusus

yang berfungsi sebagai indikator faset. Penggunaan lambang

ini merupakan hasil adaptasi dari UDC. Berikut adalah

lambang yang digunakan dalam FIAF Classification Scheme

for Literature on Film and Television:

a) Tanda kolon “:” dan kurung persegi “[ ]”

Tanda kolon “:” digunakan untuk menghubungkan dua atau

lebih notasi bila isi subjek suatu bahan pustaka berisi

bahasan mengenai beberapa subjek relevan yang bobot

bahasannya setara atau hampir setara. Contoh:

Judul koleksi : Cameras Used for Animation

Nomor Klasifikasi : F 246 : F 233

Tanda kolon “:” juga dapat diganti menjadi tanda kurung

persegi “[]” jika hanya ingin menggunakan satu subjek.

Contoh:

Judul Koleksi : Cameras Used for Animation

Nomor Klasifikasi : F 246 [ F 233 ]

b) Tanda plus “ + ”

Digunakan untuk menggabungkan dua atau lebih subjek

yang dibahas dalam satu dokumen, bukan subjek yang

berurutan, kemungkinan masih ada keterkaitannya atau

memang terpisah/berbeda sama sekali tetapi bersama-sama

berada dalam satu dokumen. Contoh:

37 

 

  

Judul Koleksi : History of Film in Spain and Mexico

Nomor Klasifikasi : F 71 (46 + 72)

c) Notasi 0

Diambil dari rancangan FT 0, menunjukan bentuk yang

menampilkan subjeknya dan akan ditulis dalam tanda

kurung. Contoh:

Judul Koleksi : Dictionary of Cinematography

Nomor Klasifikasi : F 23 (03)

d) Tempat (Place)

Angka notasi tempat atau lokasi geografis maupun negara

yang terdapat dalam koleksi. Untuk menggunakannya

menggunakan tabel. Notasi ini akan ditempatkan di dalam

tanda kurung. Contoh:

Judul Koleksi : TV Networks in Netherland

Nomor Klasifikasi : T 266.4 (492)

e) Tanda “ = “

Menggunakan tanda “=” dapat menjelaskan aspek aspek

rasial dari subjek yang terdapat pada koleksi. Notasi ini

akan ditempatkan di dalam tanda kurung. Contoh:

Judul Koleksi : Asians in Films

Nomor Klasifikasi : F 451-054 (=95)

f) Tanda petik “ ”

38 

 

  

Untuk menunjukan waktu atau tahun dari koleksi film

tersebut. Contoh:

Judul Koleksi : 1976 Cannes Film Festival

Nomor Klasifikasi : F 151 (44) Cann “1976”

g) (A/Z) Sub-pembagian menurut abjad alfabetis.

Maksudnya adalah nomor klasifikasi tak selamanya hanya

angka, tetapi juga dapat mencantumkan abjad yang

nantinya akan tersusun secara alfabetis. Penggunaan tanda

ini digunakan untuk:

Nama Organisasi: “British Film Institute” menjadi: BFI

Nama Kota: “Cannes” menjadi : Cann

semua perangkat ini jarang digunakan dan digunakan

seperlunya saja untuk lebih memudahkan dalam sistem

temu kembali.

h) Perangkat yang bersifat “Istimewa”

Yaitu perangkat penggunaannya ditujukan untuk merujuk

pada tabel yang terdapat dalam pedoman klasifikasi.

Perangkat ini mengunakan dua simbol yaitu tanda

penghubung “ - ” dan angka setelah titik “ .0 ”. Lebih

jelasnya sebagai berikut:

a) Tanda penghubung (The Hypen) “ - ”

Untuk menjelaskanya bahwa perlu melihat contoh tabel di

FT 110. Contoh:

39 

 

  

Judul Koleksi : Preservation of Archives Poster

Collections

Nomor Klasifikasi : F 113.4 – 4

b) Tanda angka setelah titik

Untuk menjelaskan bahwa perlu melihat tabel pada FT 5.

Contoh:

Judul Koleksi : Teaching Television Production in

High Schools

Nomor Klasifikasi : FT 514.0850

                                                            50 Michael Moulds. FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television,

(Belgium, Aslib:1980) h. 9. 

40 

 

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Sinematek Indonesia

1. Profil Sinematek Indonesia

Sinematek Indonesia adalah lembaga ilmiah yang bergerak dalam

kegiatan pengarsipan, dokumentasi, perpustakaan, dan penelitian tentang

film.51 Penggunaan nama Sinematek diilhami istilah Cinematheque

Francaise di Perancis. Kata Cinematheque yang awalnya berasal dari

bahasa Perancis ini kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi

Sinematek. Indonesia menggunakan istilah sinematek karena istilah ini

segera memberikan pengertian yang khusus dan mudah dikenal.

Dikhawatirkan jika menggunakan istilah ‘Museum Film’ lembaga ini

terlihat pasif dan hanya berurusan dengan benda kuno.52

Lembaga ini berdiri ditujukan untuk menjadi salah satu sarana

pengembangan perfilman nasional, menjadi pusat kegiatan penelitian atas

segala aspek perfilman dan merupakan salah satu sarana praktis dalam

meningkatkan pengetahuan dan apresiasi. Sinematek Indonesia juga

merupakan lembaga arsip film pertama di Asia Tenggara.

Berbeda dengan lembaga arsip lainnya yang hanya sebagai

pelestarian karya-karya bermutu, Sinematek Indonesia merupakan suatu

aktifitas kebudayaan yang aktif. Oleh karena itu lazimnya lembaga ini

dapat menjadi pusat studi dan pusat aktifitas pengembangan perfilman di                                                             

51 Sinematek Indonesia, “Profil Sinematek”, artikel di akses pada 16 November 2013 http://www.sinematekindonesia.com/index.php/profile/sinematek 

52 Misbach Yusa Biran, Sebuah Gagasan Tentang: Model Badan Pengarsipan Film Di Negara Asia dan Federasinya. (Jakarta: Sinematek Indonesia, 1976) h.6. 

41 

 

Indonesia. Sinematek Indonesia memiliki prioritas perhatiannya pada film

dalam negeri, dan menghimpun semua data dan informasi yang berguna

untuk tujuan tersebut. Sinematek Indonesia akan menyimpan film

Indonesia apa saja yang bisa didapat tanpa ada seleksi. Karena sejelek

apapun film tersebut ternyata mempunyai nilai sebagai bahan studi untuk

kepentingan perfilman nasional, bahkan untuk berbagai disiplin ilmu.53

2. Sejarah Sinematek Indonesia

Sinematek Indonesia dirintis sejak Januari 1971 dalam lingkungan

Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta atau LPKJ (sekarang IKJ) dengan

nama Pusat Dokumentasi Film. Sinematek Indonesia awalnya bukan arsip

film, melainkan hanya menghimpun dokumen-dokumen untuk

kepentingan penulisan sejarah film Indonesia guna diajarkan di LPKJ.

Sejak tahun 1973, setelah mendapatkan orientasi di Eropa, barulah muncul

gagasan untuk mendirikan sebuah arsip film Indonesia. Pada 20 Oktober

1975 berdirilah Sinematek Indonesia dengan SK Gubernur DKI bersamaan

dengan berdirinya gedung/lembaga Pusat Perfilman H. Sofia W.D.54

Sinematek Indonesia merupakan penghuni utama Pusat Perfilman

H. Sofia W.D, dan kepala Sinematek merupakan pimpinan bersama

direktur Pusat Perfilman H. Sofia W.D. Pusat Perfilman menyediakan

fasilitas ruangan bagi sekretariat semua organisasi perfilman dan Yayasan

Artis Film. Sejak Juli 1997, Sinematek Indonesia berada di bawah naungan

yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI). kemudian di tahun                                                             

53 Misbach Yusa Biran, Kenapa Kita Harus Punya Sejuta Pengarsipan Film?. (Jakarta: Sinematek Indonesia, 1986) h. 5 

64 Sinematek Indonesia, “Tentang Sinematek Indonesia” artikel diakses pada 11 Juni 2014 dari http://sofiawd.perfilman.pnri.go.id/about_sinematek_indonesia/ 

42 

 

yang sama, Sinematek Indonesia pindah ke gedung baru Pusat Perfilman

Haji Usmar Ismail, Jl. HR. Rasuna Said, kav. C-22 Kuningan - Jakarta

1294055 hingga sekarang.

Pada tahun 1977, Sinematek Indonesia diterima dalam lingkungan

La Fédération Internationale des Archives du Film (FIAF) sebuah

lembaga internasional yang bergerak dalam pengarsipan dan

pengapresiasian film diseluruh dunia. Berkat tergabungnya Sinematek

Indonesia dalam FIAF, maka Sinematek Indonesia masuk dalam pergaulan

perfilman mancanegara. Berbagai hubungan perfilman kita dengan dunia

luar, sebagian besar dihubungkan oleh Sinematek Indonesia. Seluruh

anggota FIAF dan berbagai negara selalu mengirimkan brosur dan

penerbitannya ke Sinematek Indonesia.56 Dari bagian dokumentasi

Sinematek Indonesia, kita bisa menemukan kegiatan arsip film di seluruh

dunia. Melalui Sinematek Indonesia pula, kalangan perfilman nasional

bisa melakukan hubungan festival atau lembaga perfilman di negeri lain.

3. Struktur Organisasi dan Tujuan Sinematek Indonesia

Sinematek Indonesia merupakan tempat infomasi data, pengarsipan

dan dokumentasi perfilman nasional, awalnya Sinematek Indonesia

bernama Pusat Dokumentasi Film dengan tugas utama untuk

mengumpulkan diklat pengajaran tentang film. Namun dalam

perkembangannya tujuan utama Sinematek Indonesia adalah untuk

mengumpulkan, merawat, menjaga film, dan apapun yang berhubungan                                                             

55 Sinematek Indonesia, “Tentang Sinematek Indonesia” artikel diakses pada 11 Juni 2014 dari http://sofiawd.perfilman.pnri.go.id/about_sinematek_indonesia/ 

56 Misbach Yusa Biran, Ikhtisar Sejarah Sinematek Indonesia. (Jakarta: Sinematek Indonesia, 1998) h.3. 

43 

 

dengan film seperti naskah film, skenario film cerita, poster film, majalah

film dalam dan luar negeri, serta beragam hal lainnya yang berhubungan

soal film.

Sejak tahun 1997 Sinematek Indonesia tergabung dibawah yayasan

yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) yang juga

membawahi salah satu lembaga lainnya yaitu BP SDM Citra. Struktur

Organisasi Sinematek Indonesia ditangani oleh Kepala Sinematek

Indonesia yang saat ini membawahi 6 bagian, yaitu:

Gambar 1. Struktur Organisasi

Tujuan didirikan Sinematek Indonesia adalah:

1. Menjadi pusat perekaman data sehingga menjadi pusat referensi bagi

penelitian perfilman dalam negeri.

2. Menjadi pusat kegiatan penelitian terutama segala aspek perfilman.

3. Menjadi pusat pengarsipan film.

4. Memberi pelayanan umum seluas-luasnya guna meningkatkan

apresiasi terhadap film.

5. Menjadi pusat hubungan antara dunia film dengan Ilmu Pengetahuan.57

                                                            57 Misbach Yusa Biran, Sebuah Gagasan Tentang: Model Badan Pengarsipan Film Di

Negara Asia dan Federasinya. (Jakarta: Sinematek Indonesia, 1976) h.7. 

Sinematek Indonesia

Sekretariat Data Umum

Audio Visual

Foto & Poster

Perpustakaan Perawatan Film

44 

 

B. Perpustakaan Sinematek Indonesia

1. Profil Perpustakaan Sinematek Indonesia

Perpustakaan Sinematek Indonesia adalah perpustakaan khusus

film yang dimiliki oleh lembaga Sinematek Indonesia. Perpustakaan ini

berdiri bersamaan dengan didirikannya lembaga Sinematek Indonesia itu

sendiri. Awalnya perpustakaan ini hanya sebagai penunjang untuk

pengarsipan & pendokumentasian film, namun setelah dikaji lebih lanjut

ternyata film tak hanya berbentuk seluloid akan tetapi juga buku, skenario

dan sebagainya, untuk itu kemudian perpustakaan ini berfungsi lebih luas

sebagai pusat informasi pustaka tentang perfilman yang dimiliki oleh

Sinematek Indonesia. Seiring berkembangnya waktu, Perpustakaan

Sinematek Indonesia memiliki beragam koleksi tentang film, baik dalam

berbentuk buku, skenario, kliping dan majalah.

Saat ini Perpustakaan Sinematek Indonesia berada di lantai 5

Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Jl. HR. Rasuna Said, kav. C-

22, Kuningan - Jakarta 12940. Perpustakaan Sinematek Indonesia terbuka

untuk para peneliti, mahasiswa dan masyarakat umum. Untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan, pengguna perpustakaan dapat

berkunjung langsung, memanfaatkan koleksi dan fasilitas yang dimiliki

atau bisa juga menghubungi via telepon dan email.58

                                                            58 Sinematek Indonesia, “Profil Sinematek”, artikel di akses pada 16 November 2013

http://www.sinematekindonesia.com/index.php/profile/sinematek 

45 

 

2. Sumber Daya Manusia di Perpustakaan Sinematek Indonesia

Sumber daya manusia (SDM) pada bagian Perpustakaan Sinematek

Indonesia berada langsung dibawah kepala Sinematek Indonesia. Sumber

daya manusia di Perpustakaan Sinematek Indonesia saat ini hanya terdiri

dari 3 orang, yaitu:

a. Kepala Perpustakaan Sinematek Indonesia

Nia Nur’aini

b. Petugas Perpustakaan

Satiri

Ardian.

3. Koleksi Perpustakaan Sinematek Indonesia

Koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan Sinematek Indonesia

hanya terdapat koleksi tercetak saja yang difokuskan pada dunia

perfilman. Meskipun demikian, koleksi tercetak yang dimiliki oleh

perpustakaan Sinematek Indonesia cukup beragam, tidak hanya buku

tentang dunia film dan televisi, tetapi juga skenario film, kliping, majalah,

synopsis sinetron dan film, dialogue sheet dan hal lainya.

Beragam koleksi yang didokumentasikan di Perpustakaan

Sinematek Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa ragam, diantaranya

koleksi buku & karya cetak, koleksi kliping dan yang terakhir koleksi data.

Koleksi buku dan karya cetak yang terdapat di perpustakaan Sinematek

Indonesia adalah sebagai berikut:

46 

 

Tabel 1.

Jumlah Koleksi Buku & Karya Cetak Lainnya

Tahun 2013

No. Ragam Koleksi Jumlah

1 Buku 3605 Judul

2 Skenario Film 3195 Judul

3 Skenario Sinetron / TV Play 1710 Judul

4 Treatment Film 62 Judul

5 Shooting Script Film 60 Judul

6 Shooting Script Sinetron / TV Play 8 Judul

7 Break Down Film 4 Judul

8 Break Down Sinetron 1 Judul

9 Synopsis Film 364 Judul

10 Synopsis Sinetron 738 Judul

11 Majalah 268 Judul

12 Buletin 201 Judul

13 Programa 53 Macam

14 Dialogue Sheet Bahasa Indonesia 50 Judul

15 Dialogue Sheet Bahasa Inggris, dll 11 Judul

Selain memiliki koleksi buku dan karya cetak, perpustakaan

Sinematek Indonesia juga memiliki koleksi kliping yang cukup beragam.

Kliping yang ada umumnya adalah kliping yang diambil dari media cetak

seperti koran dan majalah, tetapi perpustakaan Sinematek Indonesia juga

memiliki koleksi kliping elektronik. Kliping elektronik yang dimaksud

yaitu kliping hasil print-out dari beragam tulisan yang ada di Internet dan

media elektronik lainnya untuk kemudian dibukukan oleh petugas

perpustakaan Sinematek Indonesia. Untuk lebih jelas tentang koleksi

47 

 

kliping di perpustakaan Sinematek Indonesia dapat dilihat dari tabel

berikut:

Tabel 2.

Jumlah Koleksi Kliping Tahun 2013

No. Ragam Koleksi Jumlah

1 Kliping Elektronik 33313 Lembar

2 Kliping Umum 295820 Lembar

3 Kliping Ifdan 13216 Lembar

4 Kliping Resensi/Synopsis 21474 Judul

5 Kliping Film Asing 27157 Judul

6 Kliping Photography 2103 Judul

7 Kliping Theater & Drama Panggung 350 Judul

Selain buku dan karya cetak serta beragam kliping, Perpustakaan

Sinematek Indonesia juga mengoleksi data-data yang dianggap penting

tentang perfilman baik nasional maupun internasional, lebih jelasnya dapat

dilihat dari tabel berikut:

Tabel 3.

Jumlah Koleksi Data Tahun 2013

No. Ragam Koleksi Jumlah

1  Biografi 3178 Macam

2  Lembaga Perfilman 3 Macam

3  FFI 20 Macam

4  FFA 21 Macam 

5  FF ASEAN 9 Macam

6  FSI 5 Macam

7  FF Lain-lain 147 Macam

8  Lembaga Pendidikan 1 Macam

9  Pengarsipan Film Luar Negeri 14 Macam

10  Perusahaan Film 395 Macam

48 

 

5. Sarana & Prasarana Perpustakaan Sinematek Indonesia

Perpustakaan sebagai sumber informasi dan tempat belajar

informal memerlukan sarana dan prasarana yang dapat menunjang

kegiatan, baik yang menunjang untuk petugas maupun para pemakai. Yang

dimaksud dengan sarana dan prasarana perpustakaan adalah semua

peralatan dan perlengkapan pokok dan penunjang agar kegiatan di

perpustakaan berjalan baik. Sarana tersebut antara lain gedung, meja,

kursi untuk membaca dan lain sebagainya. Sarana dan prasarana yang

dimiliki oleh perpustakaan Sinematek Indonesia lebih jelasnya terdapat

dalam tabel berikut:

Tabel 4.

Sarana dan Prasarana Perpustakaan

No. Jenis Perlengkapan/Sarana Jumlah

1 Rak Buku 6 Unit

2 Rak Skenario 3 Unit

3 Rak Majalah 5 Unit

4 Rak Kliping 6 Unit

5 Filling Dokumentasi 10 Unit

6 Kursi Tamu 4 Unit

7 Meja & Kursi Baca 6 Unit

8 Meja & Kursi Sirkulasi 2 Unit

9 Meja & Kursi Kerja 3 Unit

10 Mesin Fotocopy 1 Unit

11 Katalog Kartu 1 Unit

12 Lemari Diorama 3 Unit

13 Komputer 3 Unit

14 TV 1 Unit

49 

 

Untuk mempermudah pengguna koleksi bahan pustaka yang

dimiliki, setiap perpustakaan harus memiliki sarana dan prasarana yang

dapat dipergunakan dengan baik. Salah satu sarana yang sangat penting

adalah ruangan. pada perpustakan Sinematek Indonesia dibagi beberapa

bagian yaitu ruangan sirkulasi/meja sirkulasi, ruang baca dan memorabilia,

ruang koleksi dan ruang kliping majalah.

4. Pengguna Perpustakaan Sinematek Indonesia

Perpustakan Sinematek Indonesia merupakan perpustakaan khusus

yang tidak hanya melayani informasi untuk para peneliti film saja, akan

tetapi perpustakaan ini juga terbuka untuk siapapun yang ingin tahu &

mengenal tentang dunia film. Perpustakaan Sinematek Indonesia belum

membuka sistem keanggotaan karena masih terkendala aturan untuk

sistem iuran anggota perpustakaan.

Pengguna di perpustakaan Sinematek Indonesia dapat digolongkan

kedalam beberapa golongan sebagai berikut:

a) Peneliti dan Mahasiswa

Yang termasuk kedalam golongan ini adalah pengguna yang

datang dan bertujuan untuk melakukan penelitian tentang

perfilman. Banyak peneliti dan mahasiswa yang menempatkan

sinematek sebagai objek kajiannya. Pengguna yang termasuk

ke dalam jenis ini biasanya mengunjungi perpustakaan secara

intensif.

50 

 

b) Wartawan

Selain peneliti dan mahasiswa, Perpustakaan Sinematek

Indonesia juga memiliki pengguna dari kalangan wartawan.

Biasanya yang berkunjung adalah wartawan dari media cetak

dan elektronik yang ingin menulis artikel tentang dunia

perfilman Indonesia.

c) Peminat film

Pengguna ini biasanya datang dari kalangan masyarakat yang

menyukai dunia perfilman. Biasanya pengguna dari peminat

film hanya berkunjung untuk melihat-lihat koleksi atau

berekreasi tentang dunia perfilman.

d) Komunitas film

Pengguna dari komunitas film adalah para peminat film yang

datang secara berkelompok dan biasanya berkunjung ke

Perpustakaan karena ada acara atau event khusus.

5. Layanan Perpustakaan Sinematek Indonesia

Perpustakaan Sinematek Indonesia menggunakan sistem

pelayanan sirkulasi tertutup. Pengguna hanya dapat membaca koleksi

dengan meminjamnya melalui petugas yang akan mencarikan

langsung bahan pustaka yang diinginkan pengguna. Adapun jadwal

operasional di perpustakaan Sinematek Indonesia yaitu:

Senin-Jum’at: Jam 09:00-15:00 WIB

Istirahat: Jam 12:00-13:00 WIB

51 

 

Kemudian layanan di perpustakaan Sinematek Indonesia adalah

pengguna dapat menonton film koleksi Sinematek Indonesia di ruang

audio-visual yang diberi nama Ruang Misbach Yusa Biran. Meskipun

ruangan ini terdapat di lantai berbeda dengan ruangan perpustakaan,

penggunaan Ruang Misbach Yusa Biran tetap masuk dalam salah satu

layanan di perpustakaan karena untuk menggunakannya perlu mengisi

formulir terlebih dahulu di perpustakaan Sinematek Indonesia. Selain

itu juga jika pengguna ingin mem-fotocopy koleksi yang diinginkan

dapat langsung meminta kepada petugas dan akan dikenakan biaya

Rp.200;/lembar dan biaya perawatan Rp.300;/lembar.

C. Profil Singkat FIAF

La Fédération Internationale des Archives du Film (FIAF) adalah

sebuah federasi yang menyatukan lembaga-lembaga terkemuka di dunia

dalam bidang perfilman. FIAF yang dalam bahasa Inggrisnya disebut

dengan The International Federation of Film Archives bergerak dalam

upaya penyelamatan, pengumpulan, pelestarian dan pemutaran film, yang

dinilai baik sebagai karya seni dan budaya maupun sebagai dokumen

sejarah.59

Lembaga ini didirikan di Paris pada tahun 1938. Ide awal FIAF

berasal dari pertemuan para pemerhati film kala itu, diantaranya Iris Barry

dan John E. Abbott dari Museum of Modern Art (New York), Frank

Hensel dari Reichsfilmarchiv (Berlin), Henri Langlois dari Cinémathèque

                                                            59 FIAF, What Is FIAF, artikel diakses pada 21 Februari 2014 dari

http://www.fiafnet.org/uk/whatis.html

52 

 

Française (Paris), and Olwen Vaughan dari the British Film Institute

(London).60

FIAF awalnya hanya terdiri dari 4 anggota, sekarang lembaga ini

memiliki lebih dari 150 anggota yang tersebar di 77 Negara. Meskipun di

dirikan di Perancis, akan tetapi kantor besar FIAF ditetapkan di Belgia61

tepatnya di Rue Defacqz 1, 1000 Brussels, Belgium.

Anggota FIAF terdiri dari 2 kategori:

a) Anggota (Members).

b) Peserta (Associates).

Anggota (Members) adalah lembaga arsip yang obyek kegiatan

utamanya adalah : mengumpulkan, melestarikan, menyediakan akses dan

temu kembali film dan dokumen terkait.62 Anggota juga akan

menandatangani Kode Etik FIAF sebagai pernyataan yang mereka setuju

untuk bernaung didalam FIAF. Setiap anggota FIAF wajib memberikan

iuran keanggotaan selama dua tahun sekali.

Sedangkan Peserta (Associates) adalah lembaga non profit yang

memiliki program pelestarian yang signifikan di bidang yang terkait

dengan pelestarian Film, seperti: museum film, televisi dan arsip video,

pusat dokumentasi, dll. Status Peserta akan dikonfirmasi formal oleh

Komite Eksekutif setelah 2 tahun pertama sejak mereka mendaftarkan diri

untuk bergabung.                                                             

60 FIAF, FIAF Chronology, artikel diakses pada 24 Februari 2014 dari

http://www.fiafnet.org/uk/members/fiafchronology.html 61 FIAF, Statutes and Internal Rules, (Brussels: Fédération Internationale des Archives du

Film, 2009) h. 9.

62 FIAF, Membership Information: Categories of Affiliaton. , artikel diakses pada 24

Februari 2014 dari http://www.fiafnet.org/uk/members/cat_affilation.html 

53 

 

Badan kepengurusan yang mengatur FIAF terdiri dari Majelis

Umum dan Komite Eksekutif. Majelis Umum merupakan badan tertinggi

FIAF. Sebuah Majelis Umum biasanya wajib diselenggarakan oleh

Komite Eksekutif setidaknya sekali setiap 2 tahun.

Badan pengurus harian FIAF adalah Komite Eksekutif yang terdiri

dari 13 Anggota ( 3 orang anggota pengurus dan 10 orang anggota biasa)

dipilih untuk masa bakti 2 tahun dan berkumpul 2 kali setahun, di musim

semi saat kongress FIAF dan pada saat musim gugur. Kongress FIAF

sendiri diadakan setiap 2 tahun sekali, sekaligus untuk memilih Presiden,

Sekretaris Jendra dan Bendahara yang akan dipilih oleh seluruh anggota

FIAF.63

FIAF merupakan sebuah lembaga besar yang menaungi beragam

lembaga yang menganggap penting informasi-informasi yang terdapat di

dalam film. Selain tujuan awal yang sudah disebutkan di atas, berikut

adalah tujuan FIAF yang terdapat dalam buku AD/ART antara lain:

a) Untuk mempromosikan koleksi dan pelestarian film, sebagai

karya seni dan atau sebagai dokumen sejarah.

b) Untuk memfasilitasi pengumpulan dan pelestarian

dokumentasi segala macam yang berkaitan dengan film.

c) Mendorong semua negara untuk menciptakan dan

mengembangkan arsip film yang didedikasikan untuk

menjaga warisan film nasional dan internasional, dan untuk

membawa organisasi tersebut bersama-sama.

                                                            63 FIAF, Membership Information, artikel diakses pada 24 Februari 2014 dari

http://www.fiafnet.org/uk/members/currentexecommittee.html

54 

 

d) Untuk mengembangkan kerjasama antara anggota FIAF dan

menjamin ketersediaan film dan dokumen.

e) Untuk mempromosikan film sebagai seni dan budaya dan

mendorong penelitian sejarah ke dalam semua aspek yang

terdapat dalam film.64

Selain melaksanakan kongres rutin, FIAF juga memiliki banyak

kegiatan lainnya. Anggota-angggota yang tergabung sering melakukan

kerjasama-kerjasama misalnya: restorasi film-film tertentu, atau

pertunjukan kompilasi Filmografi nasional atau internasional.

FIAF juga menerbitkan secara rutin Journal of Film Preservation.

Jurnal ini diterbitkan oleh FIAF setiap 2 kali setahun65. FIAF juga berkerja

untuk mengumpulkan dan menerbitkan Indeks Periodik untuk Film

Internasional dan Database Arsip Film Internasional milik FIAF. Publikasi

juga mencakup bibliografi tahunan publikasi anggota, proses dari

simposium atau lokakarya, hasil survei dan laporan, manual dan makalah

diskusi yang disiapkan dan hasil proyek FIAF lainnya.

Selain kegiatan diatas, FIAF sering membentuk komisi-komisi

khusus untuk masalah tertentu. Salah satunya adalah membentuk komisi

yang menangani sistem klasifikasi untuk film dan televisi, yaitu komisi

Dokumentasi. Komisi inilah yang kemudian membentuk panitia khusus

                                                            64 FIAF, Statutes and Internal Rules, (Brussels, Fédération Internationale des Archives du

Film : 2009) h. 9. 65 FIAF, Journal of Film & Preservation, artikel diakses pada 25 Februari 2014 dari

http://www.fiafnet.org/~fiafnet/uk/publications/jfp.html

55 

 

untuk mempelajari masalah tersebut66, dan kemudian terbentuklah FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television.

                                                            66 Michael Moulds. FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television,

(Belgium, Aslib:1980) h. 2.

56 

 

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Penggunaan FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television di Perpustakaan Sinematek

Indonesia

Seperti yang diterangkan dalam bab sebelumnya bahwa Sinematek

Indonesia adalah pusat infomasi data, pengarsipan dan dokumentasi

perfilman nasional. Lembaga ini kemudian merasa perlu untuk mengikuti

pergaulan film Internasional karena dunia perfilman di dunia berkembang

sangat cepat dan dinamis. Untuk itulah pada tahun 1977 Sinematek

Indonesia bergabung bersama FIAF, sebuah lembaga internasional yang

bergerak dalam pengarsipan dan pengapresiasian film diseluruh dunia.

Ternyata hal inilah yang menjadi alasan utama Perpustakaan

Sinematek Indonesia tidak menerapkan sistem klasifikasi yang lazim

dipakai di Indonesia seperti DDC dan UDC. Perpustakaan Sinematek

Indonesia lebih memilih menerapkan FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television sebagai sebuah apresiasi menjadi

anggota dari FIAF.

“Kita sama FIAF itu bentuknya bukan kerja sama, tapi kita yang mengajukan diri sebagai Anggota dari FIAF. Kita berusaha menjadi anggota dari mereka karena kita tahu kan kalau FIAF itu organisasi dunia. Karena kita menjadi anggota dari FIAF, otomatis Disana ada rule atau aturan sendiri. Untuk itulah kita menerapkan sistem klasifikasi ini sebagai penerapan dari menjadi Anggota FIAF itu tadi” 67

                                                            67 Wawancara Pribadi dengan Kepala Bidang Perpustakaan Sinematek Indonesia. Selasa, 15 April 2014 – Pukul 14:00 – 14:00 

57 

 

Alasan lain mengapa Perpustakaan Sinematek Indonesia

menggunakan sistem klasifikasi ini adalah karena FIAF Classification

Scheme for Literature on Film and Television ini sudah dianggap mampu

mencakup semua cakupan tentang Film dan Televisi. Nomor yang

digunakan di FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television tidak begitu panjang jika diterapkan untuk koleksi khusus

tentang film yang dimiliki perpustakaan, jika dibandingkan dengan DDC

dan UDC.

“Iya, kalau menurut saya klasifikasi ini sudah mewakili semua cakupan tentang film. Ya, karena itu tadi menurut kita klasifikasi FIAF punya cakupan lebih mendalam tentang Film & notasi yang digunakan lebih simpel. kalau menggunakan DDC atau UDC nomor kelasnya akan lebih panjang dan susah untuk dicari.”68 Seperti yang diterangkan oleh Arif Surachman bahwa Perpustakaan

khusus merupakan perpustakaan yang didirikan untuk mendukung visi dan

misi lembaga-lembaga khusus dan berfungsi sebagai pusat informasi

khusus terutama berhubungan dengan penelitian dan pengembangan. Maka

kebijakan Perpustakaan Sinematek Indonesia untuk menerapkan sistem

klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television sudah sesuai dengan apa yang idealnya dilakukan oleh sebuah

perpustakaan khusus mengingat bahwa Sinematek Indonesia adalah

lembaga yang menjadi pusat infomasi data, pengarsipan dan dokumentasi

perfilman nasional serta ingin bergabung dengan pergaulan perfilman

internasional.

                                                            68 Wawancara Pribadi dengan Kepala Bidang Perpustakaan Sinematek Indonesia. Selasa,

15 April 2014 – Pukul 14:00 – 14:00 

58 

 

Namun hal yang baru diketahui penulis adalah ternyata

keanggotaan Sinematek Indonesia di FIAF sempat terhenti beberapa tahun

karena tidak mampu membayar iuran keanggotaan. Hal ini baru diketahui

penulis saat melakukan wawancara di lapangan. Hingga tahun 2013

keanggotaan Sinematek Indonesia di FIAF dapat dikatakan tidak aktif dan

baru akan mengajukan diri kembali tahun 2014 ini.

“Kita baru akan kembali menjadi anggota tahun 2014 ini. Karena kita sempat stag menjadi anggota FIAF, dan kita tidak punya perkembangan informasi terbaru tentang FIAF termasuk tentang sistem klasifikasi ini.” 69 Tidak aktifnya keanggotaan di FIAF sendiri disebabkan karena

Sinematek Indonesia tidak memiliki dana untuk membaya iuran

keanggotaan dan mengikuti kegiatan. Selama menjadi anggota FIAF,

Sinematek Indonesia hanya sekali menghadiri kongres tahunan di tahun

1978. Hal Ini menjadi kerugian tersendiri mengingat jika terus menjadi

anggota FIAF, informasi terbaru di dunia perfilman termasuk tentang

informasi terbaru untuk sistem klasifikasi FIAF ini tentunya juga akan

terbarukan.

B. Metode Penerapan Sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television di Perpustakaan Sinematek

Indonesia

Perpustakaan Sinematek Indonesia merupakan perpustakaan

khusus yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi lembaga

                                                            69 Wawancara Pribadi dengan Kepala Bidang Perpustakaan Sinematek Indonesia. Selasa,

15 April 2014 – Pukul 14:00 – 14:00 

59 

 

induknya sebagai upaya pemenuhan informasi para penggunannya.

Tentunya koleksi juga harus terogranisir dengan rapi dan mudah untuk

ditemukan kembali. Dalam hal ini Perpustakaan Sinematek Indonesia

menggunkan sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature

on Film and Television untuk mengorganisir koleksi-koleksinya.

Dari hasil observasi yang dilakukan penulis ternyata Perpustakaan

Sinematek Indonesia hanya menerapkan FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television untuk koleksi yang berbentuk buku saja,

sedangkan untuk koleksi lainnya menggunakan sistem penomoran yang

dibuat sendiri. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Bidang Perpustakaan

Sinematek Indonesia dalam wawancara dengan penulis yang menerangkan

bahwa hal ini dilakukan karena saat ini prioritas utama Perpustakaan

Sinematek Indonesia adalah pelayanan.

“Tidak, kita hanya menggunakan sistem klasifikasi FIAF untuk koleksi buku. Sedangkan naskah film, Skenario, dialogue sheet, klipping dan majalah kita menggunakan sistem sendiri dengan nomor urut. Soalnya kalau mau menggunakan sistem FIAF lebih ribet lagi. Tujuan kita disini kan agar lebih memudahkan pelayanan. Jadi karena cara ini kita anggap lebih mudah, kita pilih.”70

Untuk koleksi skenario ditempatkan menggunakan nomor urut

yang dibuat sendiri sesuai dengan urutan di rak yang ditambahkan

penomoran UDC. Untuk koleksi kliping ditempatkan berdasarkan subjek

                                                            70 Wawancara Pribadi dengan Kepala Bidang Perpustakaan Sinematek Indonesia. Selasa,

15 April 2014 – Pukul 14:00 – 14:00 

60 

 

kliping tersebut dan diberi penomoran berdasarkan tahun. Kemudian untuk

penomoran dialogue sheet juga menggunakan nomor urut yang ada di rak.

Dari hasil observasi penulis metode yang digunakan dalam proses

penerapan Sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television untuk koleksi buku di Sinematek Indonesia sudah

sesuai dengan pedoman klasifikasi tersebut. Proses yang dilakukan

sejatinya sama dengan yang dilakukan oleh perpustakaan lainnya yang

menerapkan sistem klasifikasi DDC ataupun UDC.

Hal yang pertama dilakukan dalam penerapan sistem klasifikasi

FIAF Classification Scheme for Literature on Film and Television untuk

koleksi buku di Perpustakaan Sinematek Indonesia adalah menentukan

subjek dari koleksi yang ada. Untuk menentukan subjek, Perpustakaan

Sinematek Indonesia menggunakan langkah-langkah yang biasa digunakan

dalam penentuan subjek yang biasa diterapkan dalam perpustakaan,

sebagai berikut:

a. Melalui judul koleksi.

Untuk melihat subjek yang terdapat pada koleksi, yang

pertama Perpustakaan Sinematek Indonesia lakukan adalah

melakukan analisa melalui judul koleksi yang ada. Biasanya

dari judul tersebut, subjeknya sudah dapat ditentukan.

b. Melalui daftar isi dan pendahuluan

Untuk koleksi yang subjeknya sulit ditentukan melalui

judul, Perpustakaan Sinematek Indonesia biasanya

menggunakan daftar isi dan kata pendahuluan yang terdapat

pada koleksi untuk membantu menentukan subjek.

61 

 

c. Membaca sebagian atau kelesuruhan isi koleksi

Biasanya, petugas Perpustakaan Sinematek Indonesia

belum juga dapat menentukan subjek koleksi dari judul,daftar

isi dan pendahuluan maka yang dilakukan berikutnya adalah

dengan membaca sebagian atau keseluruhan isi koleksi. Hal ini

cukup memakan banyak waktu karena biasanya koleksi yang

dimiliki oleh Perpustakaan Sinematek Indonesia cukup spesifik

tentang film.

d. Bertanya kepada pengunjung

Untuk beberapa koleksi yang cukup sulit dimengerti baik

dari isi koleksi maupun bahasa pengantar koleksi tersebut

Perpustakaan Sinematek Indonesia tidak sungkan untuk

bertanya kepada pengunjung yang dirasa cukup ahli ataupun

yang mengerti bahasa dari koleksi tersebut.

Dalam metode penentuan subjek koleksi, apa yang diterapkan oleh

Perpustakaan Sinematek Indonesia sudah cukup sesuai dengan yang

idealnya dilakukan. Seperti yang dijelaskan oleh Abdul Azis Batjo,

khususnya didalam menentukan subjek suatu buku yaitu dengan melihat

judul buku, daftar isi, kata pendahuluan, dan isi buku serta bertanya

dengan orang yang ahli dibidang tersebut.

Setelah menentukan subjek, hal yang dilakukan berikutnya adalah

menentukan nomor klasifikasi terhadap koleksi yang ada. Dalam

penentuan nomor klasifikasi Perpustakaan Sinematek Indonesia sudah

sesuai dengan pedoman sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television. Ada dua cara yang dilakukan dalam

62 

 

Gambar 2 Buku Koleksi Perpustakaan

Sinematek Indonesia

menentukan nomor klasifikasi untuk koleksi Perpustakaan Sinematek

Indonesia, yang pertama yaitu dengan memberi langsung suatu kelas

dengan notasi pokok dan yang kedua yaitu dengan memberikan notasi

tambahan dengan lambang khusus yang berfungsi sebagai indikator faset.

Namun, masih terdapat beberapa kekeliruan dalam penentuan

nomor klasifikasi yang dilakukan oleh petugas pengolahan Perpustakaan

Sinematek Indonesia. Hal ini sebagian besar terjadi akibat kurang

tajamnya analisa subjek yang dilakukan oleh petugas pengolahan

Perpustakaan Sinematek Indonesia. Untuk lebih jelasnya berikut adalah

beberapa contoh kekeliruan yang ditemukan hasil observasi penulis

terhadap penggunaan sistem klasifikasi FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television di Perpustakaan Sinematek Indonesia:

Contoh 1

Judul Koleksi : Film Production Management

Pengarang : Bastian Cleve

Call Number : F

22.6

CLE. f

Untuk menentukan penomoran kelas pada koleksi buku ini, yang

paling pertama dilakukan Perpustakaan Sinematek Indonesia adalah

menentukan subjek dari koleksi tersebut, disini ditentukan bahwa subjek

dari koleksi tersebut adalah tentang produksi film (yang berkaitan dengan

aspek teknis) dari sisi manajemen.

63 

 

Dalam kelas utama FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television ditentukan bahwa hal yang terkait dengan produksi

film ada di notasi F 2 yang berisi tentang Industri Film, Anggaran Biaya

dan Produksi. Setelah menentukan kelas utama, yang dilakukan berikutnya

adalah menentukan notasi dari divisi yang terkait dengan produksi yang

berkaitan dengan aspek teknis, disini ditemukan notasi F 22 untuk

Produksi Film: Aspek Teknis.

Namun terdapat kekeliruan dalam penulisan notasi yang ada pada

call number koleksi ini. Pada call number dituliskan 22.6 padahal ternyata

ditemukan bahwa notasi tentang manajemen produksi adalah 222.6 bukan

22.6 seperti yang terdapat pada call number yang ada. Dari penjelasan

diatas, maka idealnya call number koleksi dituliskan menjadi:

F

222.6

CLE. f

Contoh 2

Judul Koleksi : Lightning for Television and Film

Pengarang : Gerarld Millerson

Call Number : T

280 + 232

MIL. t

Koleksi ini memiliki faset yaitu untuk Lightning (pencahayaan)

untuk subjek dasar dalam klasifikasi ini yaitu Televisi dan Film. Dalam

pedoman klasifikasi, hal terkait dalam Lightning adalah tentang Produksi,

terkait dengan notasi F 20/25 atau T 26/29. Untuk subjek pencahayaan

Gambar 3 Buku Koleksi Perpustakaan

Sinematek Indonesia

64 

 

dalam televisi, ditemukan di notasi T 280, dan subjek pencahayaan dalam

film ada di notasi F 232. Karena koleksi ini memiliki dua atau lebih subjek

yang dibahas dalam satu dokumen yang masih memiliki keterkaitan

subjek, maka digunakanlah simbol “+”.

Namun terdapat kekeliruan dalam penulisan Subjek dasar dari

koleksi tersebut. Sejatinya koleksi ini memiliki dua subjek dasar yaitu F

(film) dan T (televisi), akan tetapi pada call number hanya dicantumkan

“T” yang menerangkan dalam Televisi. Padahal idealnya karena memiliki

dua subjek dasar, pada call number koleksi ini seharusnya ditulis FT yang

mewakili kedua subjek dasar tersebut.

Dari penjelasan diatas, maka idealnya call number koleksi

dituliskan menjadi:

FT

280 + 232

MIL. t

Contoh 3

Judul Koleksi : Hispanic Hollywood: The Latin in

Motion Picture

Pengarang : George Hadley-Garcia

Call number : FT

71 (8=6)

HAD. h

Koleksi ini memiliki judul yang cukup sulit ditentukan subjeknya.

Tidak cukup hanya dengan melihat dari judul, untuk koleksi seperti ini

perlu juga melihat dari daftar isi yang ada. Kemudian ditemukan bahwa

Gambar 4 Buku Koleksi Perpustakaan

Sinematek Indonesia

65 

 

koleksi ini memiliki dua subjek, yaitu “Sejarah” dan “Hispanik”. Untuk

subjek “Sejarah” jika lihat di tabel utama berada di kelas FT 7 yang

mencakup Sejarah, Genre, Film Khusus, Program TV. Kemudian ada

subjek “Hispanik” yang berarti bahwa koleksi ini membahas tentang

sejarah dari negeri/ras tertentu, untuk itu ditentukanlah notasi yang lebih

tepat berada pada notasi FT 71. Dalam pedoman tidak terdapat subjek

“Hispanik”, untuk itu harus memahami lebih lanjut apa yang dimaksud

dengan “Hispanik” dalam koleksi ini dengan membaca isinya. Setelah

dibaca sekilas melalui isi ditemukan bahwa yang dimaksud dengan

“Hispanik” adalah orang-orang latin, namun subjek orang-orang latin juga

tidak terdapat dalam pedoman sehingga perlu mengambil notasi yang

mirip yaitu “Negeri Amerika Selatan” yang memiliki notasi (8).

Namun terdapat kekeliruan dalam penulisan simbol sama dengan

“=” yang menjelaskan tentang ras dan kebangsaan. Pada call number

koleksi tersebut dituliskan (8=6) ini membingungkan karena notasi (6)

menjelaskan tentang negeri-negeri afrika. Idealnya cukup dituliskan

dengan simbol notasi (=8) sebagai penjelasan bahwa koleksi tersebut

membahas tentang ras hispanik dari negeri Amerika Selatan. Dari

penjelasan diatas, maka idealnya call number pada koleksi dituliskan

menjadi:

FT

71 (=8)

HAD. h

66 

 

C. Kendala yang ditemui dalam Penggunaan Sistem Klasifikasi FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television di

Perpustakaan Sinematek Indonesia

Selama penggunaan FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television, Perpustakaan Sinematek Indonesia mengalami

beberapa kendala dalam penggunaan sistem klasifikasi tersebut. Berikut

beberapa kendala yang dihadapi Perpustakaan Sinematek Indonesia dalam

penggunaan FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television sebagai berikut:

1. Kendala pada Bahasa

Koleksi yang dimiliki Perpustakaan Sinematek Indonesia

memiliki bahasa yang beragam; seperti Perancis, Belanda, Korea,

Jepang, Filipina dll. Hal ini cukup menyulitkan petugas bidang

perpustakaan di Perpustakaan Sinematek Indonesia untuk

menentukan subjek yang ada di buku tersebut. Jadi hingga saat ini

masih banyak koleksi berbahasa asing yang menumpuk belum

diklasifikasi.

Banyaknya koleksi berbahasa asing ini juga terkait dengan

pengadaan koleksi di Sinematek Indonesia. Pengadaan yang

dilakukan oleh Perpustakaan Sinematek Indonesia terdiri dari 3

metode, yaitu:

1. Pembelian

Metode ini jarang sekali digunakan dikarenakan kurangnya

dana untuk pengadaan koleksi di Sinematek Indonesia.

Pembelian dilakukan setahun sekali dengan mengajukan

67 

 

‘Budget non-Rutin’ ke pihak Yayasan Sinematek Indonesia.

Kurangnya buku tentang film yang diterbitkan di Indonesia

membuat Perpustakaan Sinematek Indonesia membeli buku dari

luar negeri yang harganya juga cukup mahal. Hal ini juga yang

menyebabkan metode ini jarang digunakan.

2. Tukar-menukar

Metode ini dulu sering digunakan saat Sinematek Indonesia

masih aktif tergabung dengan FIAF, akan tetapi sejak hubungan

Sinematek Indonesia dengan FIAF terputus mengakibatkan

metode ini juga jarang digunakan. Meskipun Perpustakaan

Sinematek Indonesia dalam beberapa tahun terakhir masih

sempat melakukan menjalin kontak dan melakukan tukar-

menukar koleksi dari lembaga arsip di Bologna, Italia dan dari

Seoul, Korea Selatan.

3. Pemberian Hibah

Perpustakaan Sinematek Indonesia juga menerima hibah

berupa buku, jurnal maupun majalah dari beragam instansi yang

peduli terhadap hal yang berkaitan dengan film. Metode ini

merupakan metode yang paling sering terdapat di Perpustakaan

Sinematek Indonesia. Banyak lembaga-lembaga kedutaan luar

negeri yang masih peduli dengan film menyumbangkan koleksi

buku yang berkaitan dengan film seperti lembaga Kedutaan

Belanda, Erasmus Huis. Selain itu banyak sumbangan dari

perorangan. Salah satunya dari seorang sinematografer asal

Australia, John Darling yang menyumbangkan bukunya ke

68 

 

Perpustakaan Sinematek Indonesia karena kepeduliannya

terhadap perfilman Indonesia. Kemudian meskipun status

anggota dengan FIAF sempat terputus, akan tetapi Sinematek

Indonesia tetap menjalin komunikasi dengan beberapa lembaga

arsip film di negara lain. Tak hanya tukar-menukar, lembaga

arsip film tersebut juga sering memberikan hibah kepada

Perpustakaan Sinematek Indonesia.

Kurangnya buku-buku berbahasa Indonesia dan banyaknya

sumbangan dari pihak asing inilah yang menyebabkan banyaknya

koleksi berbahasa asing yang dimiliki Perpustakaan Sinematek

Indonesia. Sejauh ini upaya yang dilakukan oleh Perpustakaan

Sinematek Indonesia adalah meminta bantuan dari pengguna

berbahasa asing yang datang. Banyaknya pengguna dari

mancanegara dimanfaatkan oleh pihak Perpustakaan Sinematek

Indonesia untuk bertanya tentang beragam aspek penting untuk

penerapan klasifikasi seperti judul, daftar isi, dan hal lain yang

dikira membantu untuk menentukan subjek koleksi tersebut.

Seperti misalnya untuk buku berbahasa Korea, hal ini cukup

menyulitkan petugas untuk melakukan klasifikasi karena

kurangnya kemampuan bahasa. Jika kebetulan suatu saat

Perpustakaan Sinematek Indonesia sedang dikunjungi oleh

pengguna dari negara Korea, petugas Perpustakaan Sinematek

Indonesia tidak sungkan untuk bertanya hal-hal terkait dengan

koleksi tersebut.

69 

 

2. Banyak Subjek yang Belum Tercantum dalam Buku Pedoman

Klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film

and Television

Karena keanggotaan Sinematek Indonesia sempat tidak

aktif di FIAF mengakibatkan informasi terkini tentang sistem

klasifikiasi ini juga tidak terbarui. Banyak subjek baru yang masih

belum termasuk dalam pedoman FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television yang digunakan oleh

Perpustakaan Sinematek Indonesia.

Buku Pedoman klasifikasi FIAF Classification Scheme for

Literature on Film and Television yang digunakan di Perpustakaan

Sinematek Indonesia adalah pedoman yang dikeluarkan oleh FIAF

melalui penerbit Aslib tahun 1980. Pedoman yang telah digunakan

lebih dari 30 tahun ini belum ada pembaharuan sejak pertama kali

diterapkan di Perpustakaan Sinematek Indonesia, padahal ilmu

pengetahuan tentang dunia film terus berkembang dengan sangat

pesat. Akibatnya masih terdapat beberapa subjek yang masih belum

masuk dalam pedoman klasifikasi yang digunakan.

Salah satu contohnya adalah tentang ‘Talkshow, subjek ini

belum masuk kedalam pedoman klasifikasi ini. Sejauh ini upaya

yang dilakukan oleh Perpustakaan Sinematek Indonesia adalah

dengan menempatkannya kedalam penomoran subjek dasar T 26

untuk Siaran TV. Kembalinya Sinematek Indonesia kedalam

70 

 

keanggotaan FIAF juga merupakan sebuah usaha untuk

menyelesaikan masalah ini.

3. Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam sebuah organisasi, sumber daya manusia (SDM)

merupakan hal terpenting dari sebuah organisasi apapun bentuk dan

tujuan organisasinya. SDM bukanlah benda mati yang digerakkan

oleh benda akan tetapi sumber daya manusialah yang akan

menggerakkan benda-benda mati menjadi lebih bermanfaat lagi

bagi organisasi tersebut. Selain itu, SDM juga akan mengatur

segala sesuatu yang terkait dengan tujuan, kegiatan dan

memikirkan bagaimana meraih tujuan organisasi.

Dalam hal ini SDM di Perpustakaan Sinematek Indonesia

hanya terdiri dari kepala bidang perpustakaan dan dua petugas

perpustakaan yang tidak memiliki latar belakang bidang ilmu

perpustakaan. Untuk lebih jelas sebagai berikut:

Tabel 5

Sumber Daya Manusia di Perpustakaan Sinematek Indonesia

Nama Jabatan Latar Belakang

Keilmuan

Nia Nur'aini Kepala Bidang

Perpustakaan Sinematek Indonesia

Bukan Ilmu Perpustakaan

Satiri Petugas Perpustakaan Bukan Ilmu

Perpustakaan

Ardian Petugas Perpustakaan Bukan Ilmu

Perpustakaan

71 

 

Jika melihat tabel diatas, hanya terdapat tiga orang sumber

daya manusia (SDM) di Perpustakaan Sinematek Indonesia yang

harus mengelola 3605 judul koleksi buku, 3195 judul koleksi skenario

film, 1710 judul koleksi skenario sinetron, serta ratusan koleksi

lainnya seperti klipping, majalah dll. Menurut penulis ini

merupakan salah satu alasan kenapa mereka mengalami kesulitan

dalam hal pengolahan koleksi di Perpustakaan Sinematek

Indonesia, termasuk dalam ketajaman analisa subjek untuk koleksi

yang ada. Belum lagi jika melihat tabel diatas, sumber daya

manusia (SDM) yang melakukan kegiatan klasifikasi di

Perpustakaan Sinematek Indonesia bukanlah orang yang memiliki

latar belakang keilmuan dibidang perpustakaan, sehingga dapat

dikatakan bahwa orang yang melakukan kegiatan klasifikasi di

Perpustakaan Sinematek Indonesia bukanlah tenaga ahli dibidang

perpustakaan.

Klasifikasi di perpustakaan merupakan hal yang sangat

penting yang menjadi bagian paling pokok dari kegiatan teknis di

perpustakaan. Jika hal tersebut dilakukan oleh orang yang tidak

memiliki keahlian dibidang tersebut maka dapat menimbulkan

kerancuan yang berkepanjangan dan sering kali kurang tepat dalam

mengambil kebijakan terkait dengan manajemen perpustakaan.

72 

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dari semua bab yang telah dibahas, dalam

bab ini akan diuraikan kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian yang telah

dilakukan dan dianalisa dari bab I (satu) hingga bab IV (empat), kemudian akan

diuraikan beberapa saran untuk membangun perpustakaan Sinematek Indonesia

lebih baik lagi kedepannya. Sebagai sebuah khazanah keilmuan tentang dunia

perfilman nasional, penulis percaya perpustakaan Sinematek Indonesia akan terus

berbenah menjadi lebih baik. Untuk lebih rinci lagi, beberapa kesimpulan yang

penulis temukan di perpustakaan Sinematek Indonesia beserta saran akan

diuraikan sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penelitian

tentang Penerapan Sistem Klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature

on Film and Television di perpustakaan Sinematek Indonesia, yaitu:

1. Tergabungnya Sinematek Indonesia di organisasi FIAF menjadi alasan

utama Perpustakaan Sinematek Indonesia menggunakan sistem

klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television, namun untuk beberapa tahun terakhir status anggota FIAF

ini terhenti karena Sinematek Indonesia tidak sanggup membayar iuran

keanggotaan. Hal ini mengakibatkan infromasi terbaru tentang FIAF

terputus. Sehingga sampai saat ini pedoman sistem klasifikasi FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television yang

73 

 

digunakan di Perpustakaan Sinematek Indonesia masih menggunakan

pedoman yang lama, karena itulah masih ada beberapa subjek yang

belum tercantum dalam buku pedoman klasifikasi tersebut.

2. Metode penerapan yang dilakukan Perpustakaan Sinematek Indonesia

sudah sesuai dengan pedoman sistem klasifikasi FIAF Classification

Scheme for Literature on Film and Television, namun masih terdapat

beberapa kekeliruan dalam penerapan sistem klasifikasi FIAF

Classification Scheme for Literature on Film and Television yang

diakibatkan kurang tajamnya analisa subjek oleh petugas pengolahan

di Perpustakaan Sinematek Indonesia.

3. Selama penggunaan FIAF Classification Scheme for Literature on

Film and Television, Perpustakaan Sinematek Indonesia mengalami

beberapa kendala yaitu: kendala bahasa yang diakibatkan banyaknya

koleksi perpustakaan yang berbahasa asing, banyaknya subjek yang

belum tercantum karena masih menggunakan pedoman yang lama,

selanjutnya terdapat kendala pada sumber daya manusia di

Perpustakaan Sinematek Indonesia yang masih kurang jumlahnya dan

tidak ada petugas yang memiliki latar belakang ilmu perpustakaan.

B. Saran

Setelah memberi kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah

dilakukan, penulis merasa harus memberikan beberapa saran dengan tujuan

memberi masukan untuk Perpustakaan Sinematek Indonesia, yaitu sebagai

berikut:

1. Secepatnya bergabung kembali dengan FIAF untuk kembali menjalin

kerjasama dan memperbaharui informasi yang berkaitan dengan

74 

 

organisasi dunia tersebut, salah satunya yang berkaitan dengan sistem

klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television.

2. Petugas pengolahan Perpustakaan Sinematek Indonesia harus lebih

tajam dalam melakukan analisa subjek dalam proses penerapan sistem

klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television untuk koleksi yang ada di Perpustakaan Sinematek

Indonesia dapat lebih maksimal.

3. Sumber daya manusia yang ada di Perpustakaan Sinematek Indonesia

harusnya ditambah. Memiliki koleksi yang cukup banyak dan koleksi

yang beragam bahasanya serta pembahasan yang sangat spesifik

seharusnya Perpustakaan Sinematek Indonesia memiliki seorang ahli

bahasa atau petugas yang memiliki kemampuan dalam berbahasa asing

dan seorang subject specialists. Kemudian terkait kendala banyaknya

subjek yang belum tercantum dalam pedoman yang saat ini digunakan,

Sinematek Indonesia harus segera mungkin menjalin kerjasama atau

bergabung kembali dengan FIAF agar Perpustakaan Sinematek

Indonesa mendapatkan informasi terkini ataupun buku pedoman sistem

klasifikasi FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television yang terbaru. Selain itu terkait dengan kendala sumber daya

manusia (SDM), Perpustakaan Sinematek Indonesia perlu memiliki

tenaga ahli dibidang perpustakaan yang berasal dari pendidikan formal

yang memiliki kualifikasi yang diakui karena klasifikasi di

perpustakaan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan

teknis di perpustakaan.

76 

 

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia: Perpustakaan Khusus Instansi Pemerintah. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional, 2009.

Barsam, Richard Meran. Looking at Movies: an introduction to film. W W Norton

& Co Inc, New York, NY, 2007.

Batjo, Abdul Azis. Klasifikasi Islam: Adaptasi Klasifikasi Persepuluhan Dewey dan Perluasan 297. (Jakarta: UI-PRESS, 1985)

Biran, Misbach Yusa. Anak Sabiran, di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip).

Forum Lenteng: Jakarta,2013. __________________. Ikhtisar Sejarah Sinematek Indonesia. (Jakarta: Sinematek

Indonesia, 1998) __________________. Kenapa Kita Harus Punya Sejuta Pengarsipan Film?.

Jakarta: Sinematek Indonesia, 1986 __________________. Sebuah Gagasan Tentang: Model Badan Pengarsipan

Film Di Negara Asia dan Federasinya. (Jakarta: Sinematek Indonesia, 1976)

Bogga, Joseph M.. The Art of Watching films. McGraw-Hill: New York, 2008

FIAF, FIAF Chronology, artikel diakses pada 24 Februari 2014 dari

http://www.fiafnet.org/uk/members/fiafchronology.html ____, Journal of Film & Preservation, artikel diakses pada 25 Februari 2014 dari

http://www.fiafnet.org/~fiafnet/uk/publications/jfp.html ____, Membership Information, artikel diakses pada 24 Februari 2014 dari

http://www.fiafnet.org/uk/members/currentexecommittee.html ____, Membership Information: Categories of Affiliaton. , artikel diakses pada 24

Februari 2014 dari http://www.fiafnet.org/uk/members/cat_affilation.html ____, Statutes and Internal Rules, (Brussels, Fédération Internationale des

Archives du Film : 2009) ____, What Is FIAF, artikel diakses pada 21 Februari 2014 dari

http://www.fiafnet.org/uk/whatis.html G. G. Chowdhury, Introduction to Modern Information Retrieval. London:

Library Association Publishing, 1999.

77 

 

Hamakonda, Towa P. dan JNB Tairas, Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.

Manning, Christopher D. Introduction to Information Retrieval. Cambridge

University Press, 2009 Martoatmojo, Karmidi. Manajemen Perpustakaan Khusus. Jakarta: Universitas

Terbuka,1999 ___________________. Pelestarian Bahan Pustka. Jakarta: Universitas Terbuka,

1999. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. .Bandung: Remaja Rosdakarya

2007. Moulds, Michael. FIAF Classification Scheme for Literature on Film and

Television, Aslib, Belgium:1980. Naibaho, Kalarensi. Film: Aset Budaya Bangsa yang Harus Dilestarikan! artikel

di akses pada 20 Desember 2013 dari http://perfilman.pnri.go.id/artikel/detail/106

Pawit, M. Yusuf. Pedoman Mencari Sumber Informasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1998. Peter Ingwersen, Information Retrieval Interaction. (London: Taylor Graham,

1992) Republik Indonesia, Undang-Undang RI No. 33 n tahun 2009 Tentang Perfilman Sinematek Indonesia, “Profil Sinematek”, artikel di akses pada 16 November

2013 http://www.sinematekindonesia.com/index.php/profile/sinematek _________________, “Tentang Sinematek Indonesia” artikel diakses pada 11

Juni 2014 dari http://sofiawd.perfilman.pnri.go.id/about_sinematek_indonesia/

Somadikarta, L.K. Titik Akses Dalam Organisasi Informasi di Perpustakaan

Jakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1998.

Sukarman, dkk. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus,

Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2000. Sulistyo-Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1991.

78 

 

Surachman, Arief. Pengelolaan Perpustakaan Khusus, artikel diakses pada 27 Januari 2014 dari http://eprints.rclis.org/8633/

Sutarno NS, Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:

Samitra Media Utama 2004. __________, Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2003. UDC, “About Universal Decimal Classification” artikel di akses pada 24 Maret

2014 dari http://www.udcc.org/about.htm/ Yulia , Yuyu. Pengadaan Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, 1993.

LAMPIRAN

Koleksi Kliping

Rak Untuk Koleksi Skenario

Koleksi Skenario Film

Koleksi Skenario Televisi (Sinetron)

Ruang Loby & Sirkulasi Perpustakaan

Rak Buku & Koleksi Perpustakaan

Riwayat Hidup Penulis

Dwi Cahyo Prasetyo lahir di Jungkat (Kalimantan Barat) pada

20 Juli 1991, mengawali pendidikannya di SD Negeri 3

Jungkat tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan

menengah pertama di SMP Negeri 01 Siantan 2003,

selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di

SMA Negeri 5 Pontianak tahun 2006, dan tahun 2009 penulis

mulai mengenyam pendidikan tinggi di Jurusan Ilmu Perpustakaan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Selain menjalankan pendidikan formal, penulis juga aktif di

kegiatan organisasi ekstrakurikuler Pramuka, semasa SMP penulis terpilih sebagai satu

anggota kontingen Kabupaten Pontianak dalam Jambore Pramuka Nasional tahun 2006 di

Jatinangor, Jawa Barat. Selama masa kuliah penulis juga aktif di Organisasi Juventus

Club Indonesia sebagai divisi kreatif tahun 2012 - 2013 dan menjadi Community

Manager di komunitas seni visual Pandorasquad tahun 2013-2014.