penerapan dispensasi nikah terhadap anak di bawah … · 2020. 5. 19. · dispensasi nikah, dalam...
TRANSCRIPT
1
PENERAPAN DISPENSASI NIKAH TERHADAP ANAK DI BAWAH
UMUR DITINJAU DARI HUKUM PERKAWINAN UNDANG-UNDANG
NO 1 TAHUN 1974 (STUDI DI PENGADILAN AGAMA PRAYA)
JURNAL ILMIAH
Oleh :
DWIKY HARLIE NOVIAN
D1A 012 117
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
2
PENERAPAN DISPENSASI NIKAH TERHADAP ANAK DI BAWAH
UMUR DITINJAU DARI HUKUM PERKAWINAN UNDANG-UNDANG
NO 1 TAHUN 1974 (STUDI DI PENGADILAN AGAMA PRAYA)
Oleh :
DWIKY HARLIE NOVIAN
D1A 012 117
Menyutujui,
Pembimbing Pertama
Sahruddin, SH., MH.
NIP. 19631231 199203 1 016
3
PENERAPAN DISPENSASI NIKAH TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR
DITINJAU DARI HUKUM PERKAWINAN UNDANG-UNDANG NO 1
TAHUN 1974 (STUDI DI PENGADILAN AGAMA PRAYA)
DWIKY HARLIE NOVIAN
D1A 012 117
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan diajukan permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Praya dan untuk mengetahui dasar
pertimbangan hakim dalam menetapkan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Praya. Jenis penelitian ini adalah penilitian hukum normatif empiris, yang
menggunakan Pendekatan Perundang-undangan (statute approach), Pendekatan
Konseptual (conceptual approach), Pendekatan Sosiologis (Sociolegal).
Berdasarkan hasil penelitian ini adalah alasan pemohon mengajukan dispensasi
nikah di Pengadilan Agama Praya secara garis besar alasan utamanya yakni belum
tercapainya usia perkawinan, sehingga dimohonkan dispensasi nikah.
Pertimbangan hakim menetapkan dispensasi nikah dapat di klasifikasikan secara
yudisial dan non yudisial
Kata kunci: Dispensasi nikah, Perkawinan
THE IMPLEMENTATION OF MARRIAGE DISPENSATION FOR MINORS
BASED ON MARRIAGE LAW ON ACT NUMBER 1 OF 1974
(Study in Praya Religious Court)
Abstract
The purpose of this study is to find out the reason for aplyying marriage
dispensation at Praya Religious Court and to find out the judge legal consideration
when they were making decision about marriage dispensation at Praya Religious
Court. This research is normative-empirical legal research which using statute
approach, conceptual approach, and sociological approach. Based on the result in
this study, the reason people or applicant proposed marriage dispensation because
they are not in the minimum age at which a person is allowed by Indonesia
Marriage Law to marry, this regulates in Article 7 Paragraph (1) Act Number 1 of
1974. The judge legal consideration when they were making decision about
marriage dispensation can be classified by judicial and non-judicial.
Key Words : Maarriage Dispensation, Marriage.
i
I. PENDAHULUAN
Perkawinan ialah ikatan suci yang dilakukan oleh seseorang pria dan wanita
dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga, hal ini dimaksudkan, bahwa
perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh berakhir
begitu saja.1 Unsur perjanjian di sini menunjukkan kesengajaan dari suatu
perkawinan yang di landasi oleh ketentuan-ketentuan agama yang penuh rasa
cinta dan kasih sayang. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16
(enam belas) tahun.2
Dari batasan umur ini dapat ditafsirkan bahwa UU No. 1 Tahun 1974 tidak
menghendaki perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berusia di bawah
ketentuan tersebut atau melakukan perkawinan di bawah umur. Menurut kamus
hukum karangan R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, “Dispensasi adalah
penyimpangan atau pengecualian dari suatu peraturan.3 Dispensasi nikah
dimintakan ke Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam (muslim) dan
Pengadilan Negeri bagi yang tidak beragama islam (non muslim). Dispensasi
nikah bertujuan untuk memberikan izin pernikahan dini dengan catatan
bahwasanya dapat dilakukan karena suatu hal dan berdasarkan keputusan
Pengadilan Agama.
1Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia,Mandar Maju, Bandung,2007,hlm.4. 2Indonesia, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, (LNRI No. 1 Tahun 1974 TLNRI No. 3019). Pasal. 7. 3R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta 1996,
hlm.36.
ii
Pengajuan dispensasi nikah ini isecara berangsur meningkat di Pengadilan
Agama Praya dari tahun 2015 hingga tahun 2018, yang mana pada 23 oktober
2015 terdapat 1 pengajuan perkara, pada tahun 2016 terdapat 10 pengajuan
perkara, 15 pengajuan perkara pada tahu 2017, dan hingga 27 maret 2018 terdapat
11 pengajuan perkara dispensasi kawin.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat di rumuskan permasalahan
sebagai berikut: 1) Apakah alasan - alasan pemohon mengajukan permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Praya? 2) Apakah dasar dan pertimbangan
hakim dalam menerima, menolak dan mengugurkan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Praya?
Adapun tujuan yang dicapai dari penelitian ini, antara lain: 1) Untuk
mengetahui alasan - alasan pemohon mengajukan permohonan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Praya. 2) Untuk mengetahui dasar dan pertimbangan hakim
dalam penetapan dispensasi nikah oleh Pengadilan Agama Praya.. Manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini, antara lain : 1). Manfaat teoritis Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan Hukum pada umumnya, dan Hukum Keluarga khususnya tentang
dispensasi nikah. 2). Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi para pembaca, mahasiswa, ataupun sebagai bahan kajian bagi
kalangan akademisi, maupun bagi para pihak, khususnya para pihak yang ingin
melaksanakan dispensasi nikah, tentang hukum keluarga, guna menciptakan
perkawinan yang sah, legal dan di akui oleh negara dengan menerapkan
disspensasi nikah.
iii
Di dalam penelitian ini metode penelitian yang di gunakan antara lain: 1).
Jenis penelitian normative Dan empiris, 2). Metode pendekatan Perundang-
Undangan (Statuta Approach), Konseptual (Conceptual Approach) dan sosiologis
(Sociolegal Approach)4. 3). Sumber dan jenis bahan hukum, 1. Bahan hukum
yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari kepustakaan dan lembaran
negara. 2. Jenis bahan hukum yang digunakan meliputi; Bahan hukum primer,
Bahan hukum sekunder, Bahan hukum tersier. 4). Teknik dan Alat pengumpulan
Data, Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
teknik studi dokumen dan studi lapangan. Artinya dengan mengumpulkan bahan
data sekunder dan bahan primer (lapangan) yang diperoleh dengan wawancara
langsung dengan informan dan responden. Dalam penelitan ini informannya
adalah Hakim Pengadilan Agama Praya (Humas) dan respondennya pemohon
maupun pihak terkait yang pernah mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan
Agama Praya. 5) Analisis data, data yang telah diperoleh dianalisis dengan
metode kualitatif deskriptif.
4Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penellitian Hukum Normatif dan Empiris,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal 47
iv
II.PEMBAHASAN
Alasan – Alasan Pemohon Mengajukan Permohonan Dispensasi Nikah Di
Pengadiln Agama Praya
Alasan - alasan pemohon dalam mengajukan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Praya dapat dilihat dari beberapa kasus permohonan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Praya yang telah ditetapkan oleh
Pengadilan Agama Praya, berikut hasil rangkuman dari penulis :
Penetapan Perkara Nomor : 0916/Pdt.P/2016/PA.Pra
Hakim dalam pertimbangannya mengabulkan permintaan
dispensasi nikah, hakim memberi nasehat terkait permohonan izin
dispensasi nikah, atas nasehat yang diberikan hakim kemudian
pemohon mencabut berkasnya.5 (Mencabut).
Penetapan Perkara Nomor : 1060/Pdt.P/2016 PA.Pra
Hakim dalam pertimbangannya menggugurkan permohonan
dipsensasi nikah. Majelis hakim memutuskan bahwa pemohon
tidaklah bersungguh – sungguh dalam berpekara meskipun telah di
panggil secara resmi, tetapi pemohon dan para pihak tetap tidak
hadir. Kemudian Hakim menggugurkan perkara ini.6 (Gugur).
5Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan Nomor
0916/Pdt.P/2016/PA.Pra. 6Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan Nomor
1060/Pdt.P/2016 PA.Pra.
v
Penetapan Perkara Nomor 0851/Pdt.P/2016/PA.Pra
Majelis Hakim memberikan nasehat agar menunda
pernikahan anak pemohon namun pemohon tetap pada pendiriannya,
karena Hakim menganggap usia anak masih terlalu muda yakni
berusia 14 tahun 11 bulan dikarenakan tidak sesuai dengn Point 4
huruf (d) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang menyatakan calon suami – istri harus telah matang
jiwa dan raganya untuk melangsungkan perkawinan, agar tercapai
tujuan dari perkawinan dan tidak berakhir dengan perceraian, serta
mendapatkan keturunan yang baik dan sehat.
Hakim juga menimbang tidak terdapat hal-hal yang
mendesak agar dilangsungkannya pernikahan antara anak tersebut
dengan calon suaminya. Majelis Hakim mengamati bahwa anak
pemohon yang masih muda dan baru saja menyelesaikan pendidikan
di Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih terlalu muda dan malu
– malu dan sulit di ajak berkomunikasi ketika diajak berkomunikasi
oleh Hakim.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, dalam Pasal 2 huruf (b) menyatakan bahwa :
“semua tindakan yang dilakukan pemerintah harus menjadikan yang
terbaik bagi anak”. Sebagai pertimbangan utama dalam perkara ini
Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa yang terbaik bagi anak
pemohon ialah melakukan kegiatan pembelajaran dan pendidikan
vi
untuk bekal masa mudanya daripada melakukan kegiatan rumah
tangga.
Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 26 Ayat (1) huruf (c)
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Orang tua seharusnya berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak – anak. Yang
di khawatirkan menimbulkan kerusakan / kemudharatan yang lebih
besar daripada manfaatnya berdasarkan kaidah fiqih : ”menolak
kerusakan didahulukan untuk memperoleh kemaslahatan”7 (Ditolak).
Penetapan Perkara Nomor : 1052/Pdt.P/2016/PA.Pra
Hakim dalam pertimbangannya mengabulkan permohonan
dispensasi nikah, dalam persidangan yang bersangkutan menghadap
ke persidangan. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 7 Tahun
1989 Jo. Undang - Undang Nomor 50 Tahun 2009 Pasal 4 Ayat (1),
Kewenangan relative Pengadilan yang diajukan oleh pemohon
merupakan kewenangan Pengadilan Agama Praya.
Hakim menimbang perbuatan anak pemohon dengan calon
istrinya sangat sulit untuk dipisahkan karena keduanya telah
melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami – istri. Meskipun
anak pemohon belum mencapai batas umur yang telah di tentukan
dalam Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
7Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan Nomor
0851/Pdt.P/2016/PA.Pra.
vii
Demi mencegah kerusakan atau kemudharatan yang lebih besar
karena dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang dilarang oleh
syariat.Berdasarkan pengakuan para saksi calon suami istri tersebut
sudah saling mencintai dan sulit untuk dipisahkan.
Hakim meninmbang pemohon tidak melanggar larangan
perkawinan yang terdapat dalam Pasal 8 s/d 10 Undang - Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 39 s/d 44
Kompilasi Hukum Islam.
Permohonan dispensasi nikah telah cukup beralsan dilakukan
sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) dan (2) Undang - Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Pasal 49 Ayat (2)
Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
beserta penjelasan dalam angka 5 yang telah di ubah dengan Undang
- Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama dan Pasal
69 Ayat (3) Kompilasi Hukum Islam.8 (Dikabulkan)
Adapun alasan - alasan yang diajukan pemohon dalam mengajukan
dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Praya disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu :
Batas Usia Yang Belum Tercapai
Adapaun alasan utama yang melatarbelakangi permohonan
dispensasi nikah secara garis besar yakni batas usia perkawinan yang
8 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan Nomor
1052/Pdt.P/2016/PA.Pra.
viii
belum tercapai. Dalam Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang - Undang
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa :9
Pasal 7 Ayat (1):
Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur
19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah
mencapai 16 (enam belas) tahun
Pasal 7 Ayat (2):
Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat
meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang
ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
Kekhawatiran Orang Tua
Kekhawatiran orang tua dalam hal ini dikarenakan hubungan
percintaan anaknya sudah sangat intim. Perkembangan media
elektronik yang mendukung dan memudahkan komunikasi informasi
sehingga anak tidak dapat di awasi 24 jam, sehingga walaupun anak-
anak sudah dialarang untuk berpacaran mereka masih bisa
bersembunyi-sembunyi berpacaran. Hubungan anak-anak mereka yang
sudah terlalu dekat ini yang menjadikan orang tua merasa khawatir
akan terjadi hal - hal yang tidak diinginkan, misalnya si anak
melakukan hubungan intim dari rasa ingin tahu dan coba - coba sampai
kemungkinan terburuk si perempuan hamil terlebih dahulu. Dengan
demikian orang tua lebih memilih untuk menikahkan mereka sebelum
hal yang dikhawatirkan itu terjadi.10
Hamil Diluar Nikah
9Indonesia, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, (LNRI No. 1 Tahun 1974 TLNRI No. 3019). Pasal. 7. 10Wawancara dengan Bapak Muh.Safrani Hidayatullah, Hakim Pengadilan Agama Praya,
Pada Tanggal 16 Mei 2019. Pengadilan Agama Praya.
ix
Hamil di luar nikah merupakan akibat dari kurangnya
pengawasan dan perhatian orang tua kepada anak, terutama dalam
persoalan agama dan norma - norma yang ada di dalam masyarakat.
Kehamilan sebelum perkawinan merupakan hal yang seharusnya tidak
terjadi, terutama di kalangan anak - anak usia dini. Jika keadannya
sudah demikian, maka satu-satunya jalan keluar yang diambil orang
tua adalah menikahkan anaknya tersebut. Karena bayi yang berada
dalam kandungan calon mempelai perempuan harus jelas identitasnya.
Tanpa perkawinan yang sah, anak yang akan dilahirkan nanti menjadi
tidak jelas statusnya dan tidak mendapatkan hak - hak hukumnya.
Serta kemungkinan besar akan menimbulkan dampak negatif yang
nantinya merugikan si anak. Hal ini dilakukan agar menutupi aib
keluarga dan rasa malu akibat kehamilan yang terjadi diluar
perkawinan.11
Alasan Ekonomi
Bagi kalangan masyarakat ekonomi rendah, menikahkan anak
perempuan mereka yang tak sanggup mereka biayai lagi merupakan
sebuah alasan untuk meringankan beban hidup yang di tanggung.
Karena si anak perempuan sudah menjadi bagian tanggung jawab dari
suaminya. Mereka berpikiran, semakin cepat anak perempuan mereka
menikah, semakin berkurang tanggugan dan biaya hidup keluarga
mereka. Bukan semata-mata memikirkan kebahagiaan si anak
11Wawancara dengan Bapak Muh.Safrani Hidayatullah, Hakim Pengadilan Agama Praya,
Pada Tanggal 16 Mei 2019. Pengadilan Agama Praya.
x
perempuan, tetapi disebabkan oleh pertimbangan kesulitan beban
hidup orang tua yang di tanggung.
Tingkat Pendidikan
Orang tua yang mengajukan permohonan dispensasi nikah anak
di bawah umur juga beralasan bahwa anaknya yang sudah tidak
bersekolah lagi dan tidak punya pekerjaan tetap kemudian menjadi
beban hidup bagi orang tua. Disebabkan oleh tingkat pendidikan orang
tua yang rendah sehingga tidak memiliki keinginan serta motivasi
dalam memfasilitasi anak-anak mereka agar nasibnya kelak lebih baik
dari mereka. Bagi mereka terutama yang memiliki anak perempuan,
seringkali berpikiran percuma sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungya
bakal kerja di dapur juga.12
Dengan demikian pemohon menjadikan alasan mengajukan
permohonan dispensasi nikah anak di bawah umur di Pengadilan
Agama Praya. Tujuannya untuk menikahkan saja anak perempuannya
daripada menyekolahkan.
Alasan Adat Dan Tradisi Masyarakat
Kebiasaan menikahkan anak yang masih belum cukup umur
dikalangan masyarakat terkait dengan adat istiadat dan tradisi yang
ada. Hal ini sudah biasa dilakukan karena tokoh masyarakat dan
pemuka agama mempersilahkan selama calon mempelai telah merasa
sanggup melaksanakan pernikahan dan sudah aqil baligh guna
12Wawancara dengan Bapak Muh.Safrani Hidayatullah, Hakim Pengadilan Agama Praya,
Pada Tanggal 16 Mei 2019. Pengadilan Agama Praya.
xi
mengantisipasi hal - hal yang tidak diinginkan seperti zina dan hamil
diluar nikah.13
Masyarakat adat sasak lebih cenderung untuk menikahkan
anaknya yang masih di bawah umur, terkait dengan kasus misalnya
terjadinya pelarian (melaiq), dimana anak perempuan di larikan oleh
si mempelai pria. Ketika dilarikan diketahui anak perempuan atau
kedua mempelai belum mencapai batas umur yang telah ditentukan.
Kemudian mereka berkeinginan untuk menikah, ketika sudah di
larikan sang pria harus segera memberitahu dan menikahai calon
mempelai perempuan.
Jika terjadi pengembalian mempelai perempuan ke pihak
keluarga. Ditakutkan ketika si perempuan di kembalikan ke orang
tuanya akan mendapatkan sanksi sosial seperti malu dan sebagainya,
dan dapat menimbulkan konflik anatara masyarakat adat baik dari
pihak laki-laki dan perempuan. Sehingga tokoh masyarakat dan
pemuka agama mempersilahkan mempelai yang belum cukup umur
tadi untuk menikah agar tidak terjadi hal yang bisa membuat
pertikaian anatara dua keluarga tersebut. Oleh karena itu mereka
lebih cenderung menikahkan anaknya setelah dilarikan (melaiq).
Dasar dan Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Dispensasi
Nikah di Pengadilan Agama Praya
13Wawancara dengan Bapak Muh.Safrani Hidayatullah, Hakim Pengadilan Agama Praya,
Pada Tanggal 16 Mei 2019. Pengadilan Agama Praya.
xii
Menurut Bapak Muh. Safrani Hidayatullah, Dasar hakim dalam
membuat pennetapan dispensasi nikah berpedoman pada :14 1). Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 2).Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan - Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. 3).Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung. 4).Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Perkawinan
dan Pelaksanaan Perkawinan. 5).Inpres Nomor 1 Tahun 1991 (Kompilasi
Hukum Islam). 6).Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
7).Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia. 8).Peraturan
Menteri Agama. 9).Keputuan Menteri Agama. 10).Kitab-Kitab Fiqh Islam
dan Sumber Hukum Tidak Tertulis lainnya. 11).Yurisprudensi Mahkamah
Agung.
Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Praya dalam memberikan
dispensasi nikah kepada anak di bawah umur yang akan melangsungkan
perkawinan dapat di klasifikasikan menjadi 2, antara lain: 1).Pertimbangan
Yuridis : a).Kelengkapan Syarat - syarat pengajuan dispensasi nikah.
b).Tidak ada larangan perkawinan sebgaimana yang terdapat dalam pasal 8
Undang – undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
2).Pertimbangan non yuridis : a).Asas kemaslahatan dan kemudharatan.
b).Rasa keadilan c).Kemanfaatan bagi masyarakat d).keterangan pihak
terkait.
14 Wawancara dengan Bapak Muh.Safrani Hidayatullah, Hakim Pengadilan Agama Praya,
Pada Tanggal 16 Mei 2019, Pengadilan Agama Praya.
xiii
III.PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan
dalam bab sebelumnya, maka terhadap permasalahan dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut : 1).Alasan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan
Agama Praya. Pertama, dikarenakan alasan kekhawatiran orang tua yang
melihat semakin hari hubungan anak mereka semakin dekat, orang tua pun
khawatir dengan pergaulan bebas saat ini. Kedua, hamil di luar nikah.
Ketiga, alasan ekonomi dalam keluarga yang memaksa mereka untuk
menikah. Keempat, alasan pendidikan rendah yang erat kaitannya dengan
ekonomi keluarga, Kelima, alasan kultur budaya yang di anut oleh
masyarakat adat. Secara garis besarnya alasan dispensasi nikah ini karena
belum tercapainya batas usia menikah. 2).Hakim dalam memutuskan
perkara dispensasi nikah berpedoman pada Undang - Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, kitab - kitab Fiqh Islam,
Sumber hukum tertulis dan tidak tertulis lainnya. Dalam pertimbangannya
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pertimbangan yudisial dan non
yudisial. Yudisial, kelengkapan syarat pengajuan dispensasi nikah dan tidak
ada larangan perkawinan. Non yudisial, asas kemaslahatan dan
kemudharatan, rasa keadilan, kemanfaatan bagi masyarakat, dan keterangan
pihak terkait.
xiv
Saran
Berdasarkan uraian diatas, maka saran yang dapat disampaikan penyusun
yaitu : 1).Sebelum hakim menetapkan dispensasi nikah, hakim terlebih dulu
harus mencari fakta-fakta hukum, keterangan serta kebenaran dalam
perkara yang ada di persidangan, sehingga dispensasi nikah ini hanya
diberikan dalam keadaan yang sangat mendesak, terkait dengan batas usia
minimal yang belum terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 2).Mempercepat revisi Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan khususnya pada Pasal
7 Ayat (1) dan Ayat (2) terkait batas usia minimal melaksanakan
pernikahan serta menaikan batas usia minimal melakukan pernikahan
menjadi 21 tahun agar selaras dengan Pasal 6 Ayat (2) untuk mengurangi
angka kematian saat melahirkan di usia muda dan perceraian karena
pernikahan usia dini. 3).Membuat sanksi dalam peraturan pelaksanaan
dispensasi nikah anak di bawah umur, apabila ingin melakukan dispensasi
nikah dapat diberikan sanksi pidana serta perdata seperti denda dan
hukuman kurungan bagi pelaku perkawinan di bawah umur dan penguhulu
yang mengawinkannya agar dapat mengurangi perkawinan di bawah umur.
4).Menghimbau orang tua dan masyarakat agar melakukan pengawasan
terhadap anak-anak yang masih di bawah umur ketika berpacaran
dilingkungan sekitar agar tidak melakukan pergaulan bebas.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hilman Hadikusuma, 2007, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju,
Bandung.
R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, 1996, Kamus Hukum, PT. Pradnya
Paramitha, Jakarta.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penellitian Hukum
Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Peraturan - Peraturan
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan
Nomor 0916/Pdt.P/2016/PA.Pra.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan
Nomor 1060/Pdt.P/2016 PA.Pra.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan
Nomor 0851/Pdt.P/2016/PA.Pra.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penetapan
Nomor 1052/Pdt.P/2016/PA.Pra.
Indonesia, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, (LNRI No. 1 Tahun 1974 TLNRI No. 3019).
Pasal. 7.