penelitian s1 keperawatan
DESCRIPTION
Fernando Mongkau, S.KepTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fungsi yang baik dari system pernapasan sangat berperan penting dalam
mendukung proses kehidupan manusia. Keseimbangan O2 dan CO2 serta
pengaturan atau homeostatis pH dalam tubuh semuanya diatur melalui system
pernapasan sehingga apabila terjadi malfungsi dari setiap komponen dapat
mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas serta dapat membahayakan
proses kehidupan.
Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian utama di dunia adalah
penyakit tuberculosis paru. Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang
terutama mennyerang perenkim paru, yang disebabkan oleh microbakterium
tuberculosis. System imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi
sehingga mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli. (Smeltzer, 2002).
World Health Organisation (WHO) memperkirakan bahwa jumlah seluruh
kasus tuberkulosis di dunia maeningkat dari 7,5 juta pada tahun 1990 menjadi
10,2 juta pada tahun 2000. Jumlah penderita Tuberkulosis/ TB (penyakit yang
menyerang paru) di Indonesia masih menduduki peringkat ke-3 dunia setelah
India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8 % dari total jumlah
pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus
TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di
1
2
Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi
pada lebih dari 70% usia produktif (Sedyaningsinh, 2010).
Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 100 ml sputum
perhari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun
pembentukan sputum yang disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal.
(Asih, 2003)
Pembentukan sputum adalah reaksi paru-paru terhadap setiap iritan yang
kambuh secara konstan. Jumlah sputum purulen yang sangat banyak (kental dan
kuning atau hijau) atau perubahan warna sputum kemungkinan manandakan
infeksi bakteri. Batuk yang hebat, berulang atau tidak terkontrol yang tidak
produktif akan sangat melelahkan dan berpotensi membahayakan. Pembentukan
sputum merupakan suatu keadaan patologis sehingga ventilasi menjadi tidak
optimal (Smeltzer, 2002).
Kekentalan sputum tergantung pada tingginya kadar air didalamnya. Hal ini
sering tergantung pada tingkat hidrasi pasien. Kebanyakan pasien penyakit
saluran nafas mengalami dehidrasi. Ini mengakibatkan sputum kental dan
lengket. Jika sputum terlalu kental untuk dikeluarkan ada baiknya mengurangi
viskositasnya dengan meningkatkan kandungan airnya melalui hidrasi yang
adekuat (minum air). Meningkatkan masukan cairan secara sistemik dapat
berfungsi sebagai ekspektoran yang efektif. Pemasukan tinggi cairan membantu
untuk mengencerkan secret dan mambuatnya mudah dikeluarkan
(www.kalbefarma.com).
3
Data yang diperoleh di Ruang Interna, tuberculosis paru merupakan kasus
penyakit terbanyak diantara 10 jenis penyakit lainnya. Pada bulan Juli sampai
Desember 2011 terdapat 227 kasus penyakit tuberculosis paru. Dimana, setiap
bulan pada tahun 2011 kasus ini semakin bertambah, dan umumnya pasien
tuberculosis paru yang dirawat mengalami penumpukan sputum.
Dari uraian diatas mendorong peneliti untuk meneliti tentang: Efektifitas
Pemberian Hidrasi yang Adekuat Terhadap Ekskresi Sputum pada Pasien
Tuberkulosis Paru di Ruang Interna RSUD Datoe Binangkang Kabupaten
Bolaang Mongondow.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut: Apakah efektif jika diberi hidrasi yang adekuat terhadap ekskresi sputum
pada pasien tuberculosis paru di Ruang Interna RSUD Datoe Binangkang
Kabupaten Bolaang Mongondow?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahui pengaruh pemberian hidrasi terhadap ekskresi sputum pada
pasien tuberculosis paru di Ruang Interna RSUD Datoe Binangkang
Kabupaten Bolaang Mongondow
4
2. Tujuan khusus
a. Diidentifikasi ekskresi sputum pre pemberian hidrasi pada pasien
tuberculosis paru di Ruang Interna RSUD Datoe Binangkang Kabupaten
Bolaang Mongondow.
b. Diidentifikasi ekskresi sputum post pemberian hidrasi pada pasien
tuberculosis paru di Ruang Interna RSUD Datoe Binangkang Kabupaten
Bolaang Mongondow.
c. Dianalisa pengaruh pemberian hidrasi terhadap ekskresi sputum pada
pasien tuberculosis paru di Ruang Interna RSUD Datoe Binangkang
Kabupaten Bolaang Mongondow.
2. Manfaat penelitian
1. Manfaat aplikatif
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penerapan proses
keperawatan kepada pasien tuberkulosis paru.
2. Manfaat keilmuan
Dapat dijadikan pedoman dalam proses asuhan keperawatan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Manfaat Metodologi
Dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
5
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIDRASI
Hidrasi adalah tindakan menggabungkan atau menimbulkan penggabungan
dengan air (Dorland, 2002).
Total jumlah volume cairan dalam tubuh dan jumlah total terlarut, demikian
juga konsentrasinya relatif konstan selama kondisi keadaan
menetap,ditambahkan seperti yang dibutuhkan untuk homeostatis. Asupan
cairan sangat bervariasi dan harus disesuaikan dengan keluaran seimbang dari
tubuh untuk mencegah penurunan atau peningkatan volume cairan tubuh.
Cairan ditambahkan kedalam tubuh dari 2 sumber utama :
1. Berasal dari larutan/cairan makanan yang dimakan yang normalnya
menambah cairan tubuh sekitar 2200 ml/hari.
2. Berasal dari sintesis dalam badan sebagai hasil oksidasi karbohidrat,
menambah sekitar 200 ml/hari. Jadi total: 2400 ml/hari
Di dalam tubuh manusia, cairan akan terdistridusi ke dalam 2 kompartemen
utama yaitu cairan intraselular (ICF) dan cairan ekstrasellular (ECF). Cairan
intraselular adalah cairan yang terdapat di dalam sel sedangkan cairan
ekstraselular adalah cairan yang terdapat di luar sel. Kedua kompartemen ini
dipisahkan oleh sel membran yang memiliki permeabilitas tertentu. Hampir 67%
5
6
dari total badan air (Body’s Water) tubuh manusia terdapat di dalam cairan
intrasellular dan 33% sisanya akan berada pada cairan ekstrasellular.
Air yang berada di dalam cairan ekstrasellular ini kemudian akan
terdistribusi kembali kedalam 2 Sub-Kompartemen yaitu pada cairan interstisial
(ISF) dan cairan intravaskular (plasma darah). 75% dari air pada kompartemen
cairan ekstraselular ini akan terdapat pada sela-sela sel (cairan interstisial) dan
25%-nya akan berada pada plasma darah (cairan intravaskular).
Pendistribusian air di dalam 2 kompartemen utama (Cairan Intrasellular dan
Cairan Ekstrasellular) ini sangat bergantung pada jumlah elektrolit dan
makromolekul yang terdapat dalam kedua kompartemen tersebut. Karena sel
membran yang memisahkan kedua kompartemen ini memiliki permeabilitas yang
berbeda untuk tiap zat, maka konsentrasi larutan (osmolality) pada kedua
kompartemen juga akan berbeda. (http://www.pssplab.com/journal/01.pdf).
Cara Menghitung kebutuhan cairan tubuh yaitu dengan menggunakan rumus
umum sesuai berat badan yaitu:
100 ml x 10 Kg Pertama
50 ml x 10 Kg Kedua
20 ml x Sisa berat badan (Kg)
(100 ml x 10 Kg Pertama =.... + 50 ml x 10 Kg Kedua =....+20 ml x Sisa berat
badan (Kg)=….ml/1x24 jam)
(Mima Cs, 2001)
7
Cairan intraseluler maupun ekstraseluler memainkan peran penting dalam
mendukung kehidupan. Hidrasi terhadap mekanisme bersihan mukosilia normal
dan pengenceran secret merupakan tujuan dari pelembaban inhalasi. Hidrasi
sistemik adekuat penting untuk mendapatkan hasil optimal pada pelembaban
inhalasi. (Hudak&Gallo, 1997).
Air adalah komponen dasar dari tubuh Anda yang menguasai sekitar 60%
dari total bobot tubuh Anda. Semua sistem di dalam tubuh tergantung pada air.
Misalnya, air akan menyemburkan toksin keluar dari dari organ vital, membawa
nutrisi ke dalam sel dan membasahi otot-otot di sekitar telinga, hidung dan
tenggorokan. (http://organisasi.org/fungsi-cairan-tubuh-manusia)
Tabel. 1 Intake dan Output Rata-Rata Harian Dari Unsur
Tubuh Yang Utama
Intake (Range) Output (range)
AIR (ml)
AI 1. Minum = 1400 - 1800
AI 2. Dalam makanan = 700 - 1000
Air 3. Hasil Oksidasi = 300 - 400
1.Urine = 1400 - 1.800
2.Faeces = 100
3.Kulit = 300 - 500
4.Paru-Paru = 600 - 800
Total : 2400 - 3200 Total : 2400 - 3200
(Mima Cs, 2001)
8
B. Ekskresi Sputum
Pembentukan sputum adalah reaksi paru-paru terhadap setiap iritan yang
kambuh secara konstan. Sputum secara konstan dikeluarkan keatan menuju
faring ke silia paru. Sputum yang terdiri atas lendir, debris selular,
mikroorganisme, darah, pus dan benda asing akan dikeluarkan dari paru-paru
dengan membatukan atau membersihkan tenggorok. (Asih, 2003).
Jumlah sputum purulen yang sangat banyak (kental dan kuning atau hijau)
atau perubahan warna sputum kemungkinan menandakan infeksi bakteri. Warna
sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna kuning
menandakan suatu infeksi. Sputum berwarna hijau menandakan pus yang
tergenang yang umum ditemukan pada bronkhiektasis. (Smeltzer, 2002).
Batuk merupakan refleks proaktif yang disebabkan oleh iritasi pada
percabangan trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme
penting dalam membersihkan jalan nafas bagian bawah dan banyak orang
dewasa normalnya batuk beberapa kali ketika bangun pagi untuk membersihkan
trachea dan faring dari ekskresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga
merupakan gejala yang paling umum dari penyakit pernapasan yang bisa
mengganggu istirahat dan tidur, nafsu makan pasien mungkin juga menurun
karena bau sputum dan reaksi yang tertinggal dalam mulut. (Asih, 2003).
Sekresi yang sangat banyak dapat menyumbat jalan nafas dan banyak klien
dengan tuberkulosis paru dan dapat mengganggu pertukaran gas yang adekuat.
9
Agar sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air yang
banyak pada malam sebelum pengambilan sputum. (www.isolasisputum.com).
Memperbanyak masukan cairan akan menunjang hidrasi sistemik dan
meningkatkan ekspektorasi efektif. (Asih, 2003).
Orang dewasa normal menghasilkan mukus sekitar 100 ml dalam saluran
nafas setiap hari. Mukus ini diangkut menuju faring dengan gerakan pembersihan
normal silia yang melapisi saluran pernafasan (Price & Wilson, 2005). Jika
produksi lendir berlebihan pengeluarannya menjadi tidak efektif sehingga lendir
tertumpuk.
Sputum secara konstan dikeluarkan menuju faring oleh silia saluran
pernafasan. Sputum yang terdiri atas lendir, debris seluler, mikroorganisme,
darah, pus dan benda asing akan dikeluarkan dari paru-paru dengan
membatukkan atau membersihkan tenggorokan.
Produksi dahak dapat meningkat karena adanya rangsangan pada membran
mukosa secara fisik, kimiawi, maupun karena infeksi. Konsistensi dahak dapat
digolongkan menjadi encer (watery), kental sampai lengket (Djodjodibroto,
2007).
Pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal.
Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau
mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan
kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas,
10
atau kuantitas sangat penting untuk di demonstrasikan dalam rekam medik klien.
Tanyakan juga apakah sputum hanya di bentuk setelah klien berbaring dalam
posisi tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum.
Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum ysng
berwarna kuning menandakan suatu infeksi. Sputum berwarna hijau menandakan
adanya pus yang tergenang, yang umumnya ditemukan pada bronkhiektasis.
Karakter dan konsistensi sputum juga sangat penting untuk di catat (Asih. 2003).
C. Teknik Nafas Dalam
Tujuan teknik nafas dalam adalah untuk meningkatkan ekspansi paru,
mobilisasisekresi dan mencegah efek samping dari retensi sekresi (pneumonia,
atelektasis dan deman).
Teknik nafas dalam:
1. Jelaskan tentang pentingnya nafas dalam pada klien.
2. Bantu klien untuk duduk di tepi tempat tidur atau posisikan tempat tidur
dalam posisi fowler tinggi.
3. Instruksikan klien untuk dengan lambat bernafas sedalam yang
memungkinkan. Letakan telapak tangan anda pada sangkar iga klien untuk
mengkaji ekspansi penuh dada.
4. Instruksikan klien untuk menghembuskan nafas dengan lambat.
11
5. Ulangi langkah-langkah 3 dan 4 sebanyak 10-20 kali. Amati terhadap
pening, sesak nafas atau masalah-masalah pernapasan lainnya.
D. Batuk Efektif
Batuk efektis adalah tindakan yang perlukan untuk membersihkan sekresi.
Tujuannya yaitu untuk membersihkan jalan nafas pasien dari penumpukan sekret.
Teknik batuk efektif :
1. Jalaskan tentang pentingnya batuk secara efektif
2. Pakai masker, gaun, sarung tangan, atau alat pelindung lainnya jika ada
indikasi.
3. Bantu klien untuk batuk :
a. Instruksikan klien untuk melakukan dua atau tiga kali nafas dalam.
b. Ketika klien menghirup nafas berikutnya, instruksikan klien untuk condong
kedepan, tahan nafas selama 1 detik dan mengkontraksikan otot-otot
abdomennya.
c. Instruksikan klien untuk batuk dengan kuat dan mengeluarkan sekresi
kedalam tisu atau basin emesin.
d. Beban abdomen dan dada klien ketika ia batuk dengan menekan dinding
dada bagian bawah serta abdomennya menggunakan tangan, bantal, atau
handuk yang dilipat selama ekspirasi.
e. Ulangi langkah-langkah yang sebelumnya sesuai kebutuhan.
12
f. Auskultasi paru-paru klien untuk mengkaji pengeluaran sekresi yang
adekuat.
4. Buang tisu dan bersihkan basin.
5. Lakukan perawatan mulut.
6. Kembali ke posisi yang nyaman.
7. Lepaskan pakaian pelindung yang anda kenakan dan cuci tangan anda.
8. Anjurkan klien untuk banyak minum jika tidak ada kontra indikasi.
(Asih, 2003).
E. Tuberculosis Paru
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar kuman TB menterang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2002)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
Micobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/ lipit sehingga kuman
mampu tahan asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
13
oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-
paru yang kandungan oksigennya tinggi (Somantri, 2008).
3. Patofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. tuberkulosis.
Bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak
dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. tuberkulosis juga dapat
menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas), basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, dan korteks serebri). Dan area lain dari paru-paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan memberikan
reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan reaksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri.
Interaksi antara M. tuberkulosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi netrofik yang
14
selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju
(nectrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya
membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul
akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif. Pada kasus ini , ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
mengalami necrotizing caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi
selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumoni,
membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membantu sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang di kelilingi sel epiteloid dan fibroblast
akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Somantri, 2008).
4. Manifestasi Klinik
Gejala umum barupa demam dan malaise. Demam timbul pada petang
dan malam hari disertai dengan berkeringat. Demam ini mirip dengan demam
yang disebabkan oleh inflensa namun kadang – kadang dapat mencapai 40° -
15
41°C. Gejala demam ini bersifat hilang timbul. Malaise yang terjadi dalam
jangka waktu panjang berupa pegal – pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu
makan berkurang, serta penurunan berat badan. Pada wanita dapat terjadi
amenorea.
Gejala respiratorik berupa batuk kering atau pun batuk produktif
merupakan gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang
sensitiv untuk penyakit tuberkulosis paru aktif. Batuk ini sering bersifat
persisten karena perkembangan penyakitnya lambat. Gejala sesak nafas timbul
jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau
terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar. Nyeri dada
biasanya bersifat nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses
penyakit. Hemoptisis mulai dari yang ringan sampai yang masif mungkin saja
terjadi.
Pada reaktivasi tuberkulosis, gajalanya berupa demam menetap yang naik
dan turun (hectic fever), berkaringat pada malam hari yang menyebabkan
basah kuyup (drenching night sweat), kaheksia, batuk kronik dan hemoptisis.
Pemeriksaan fisik sangat tidak sensitiv dan sangat nonspesifik terutama pada
fase awal penyakit. Pada fase lanjut diagnosis lebih mudah ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik, terdapat demam, penurunan berat badan, crackle, mengi
dan suara bronchial (Djojodibroto, 2007).
5. Pemeriksaan Diagnostik
16
Deteksi dan diagnosis TB dicapai dengan tes objektif dan temuan
pangkajian subjektif : kultur sputum, pewarnaan tahan asam, tes kulit
mantoux, rontgen thoraks, biopsi jarum jaringan paru, analisa gas darah
(AGD), pemeriksaan fungsi pulmonal (Asih. 2003)
6. Komplikasi
a. Batuk darah
b. Pneumothoraks
c. Luluh paru
d. Gagal nafas
e. Gagal jantung efusi pleura
(Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).
7. Pencegahan
Dapat dilakukan dengan cara:
a. Vaksinasi BCG pada bayi dan anak
b. Terapi pencegahan
c. Diagnosis dan pengobatan BTA (+) untuk mencegah penularan
(Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).
8. Pengobatan
a. Tujuan
1) Menyembuhkan penderita
2) Mencegah kematian
3) Mencegah kekambuhan
17
4) Menurunkan tingkat penularan
b. Jenis dan Dosis OAT
1) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini
sanat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5
mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister
) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB
diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kal
seminggu.
3) Pirasinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg
BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
4) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan
18
dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75
gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50
gr/hari.
5) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15
mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis 30 mg/kg/BB.
c. Prinsip Pengobatan
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua
kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif
dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada
saat perut kosong. Aapabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat
(jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin
kepatuhan penderita menelan obot , pengobatan perlu dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang
pengawas Menelan Obat (PMO ) Pengobatan TBC diberikan dalam 2
tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
19
OATterutama rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular
dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum
dalam jangka waktu yang lebih lama. Pengawasan Ketet dalam tahap
intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persister ( dormant ) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
20
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Independent Dependent
Efektif
Tidak Efektif
Gambar 1. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
B. Hipotesis
Ho : Tidak efektifnya pemberian hidrasi terhadap ekskresi sputum pada
pasien tuberculosis paru di Ruang Interna RSUD Datoe Binangkang
Kabupaten Bolaang Mongondow
Pemberian hidrasi air yang adekuat
Nafas Dalam
Ekskresi sputum pada pasien
tuberculosis paru
Batuk Efektif
20
21
Ha : Efektifnya pemberian hidrasi terhadap ekskresi sputum pada pasien
tuberculosis paru di Ruang Interna RSUD Datoe Binangkang Kabupaten
Bolaang Mongondow
C. Definisi Operasional
Table 2. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Opersional Parameter Alat
Ukur
Skala Skore
1 Variabel
independen:
Pemberian
Hidrasi
Tindakan Pemberian
cairan oral da
parenteral yang
adekuat sesuai
keseimbangan tubuh
yang diberikan pada
pasien tuberculosis
paru.
Rumus
perhitungan
kebutuhan
cairan tubuh
2 Variabel
dependen:
Ekskresi
Sputum
Kemampuan pasien
mengeluarkan
Sputum dari saluran
pernapasan ke dunia
luar, sehingga
saluran pernapasan
bias bersih.
- Keefektivan
jalan nafas
- Observasi Guttman -Efektif
mengeluar
kan sputum
: Skor ≥ 5
-Tidak
efektif
mengeluar
kan sputum
: Skor ≤ 5
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dengan
menggunakan pre eksperimen one group pre test dan post test design. Rancangan
ini hanya menggunakan satu kelompok subjek. Pengukuran dilakukan sebelum
dan sesudah perlakuan. Perbedaan kedua hasil pengukuran dianggap sebagai efek
perlakuan. (Alimul Azis, 2010)
Tabel 3 . Gambaran Desain Penelitian
Pre Test Perlakuan Post test
01 X 02
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah subjek (misalnya manusia: pasien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam
penelitian ini adalah keseluruhan pasien Tuberkulosis paru yang dirawat di
RDUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang khususnya di ruang interna.
23
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel diambil dengan
cara accidental sampling, dimana yang menjadi sampel adalah 32 pasien
tuberkulosis paru yang mengalami penumpukan sputum yang kebetulan
bertemu dan dirawat.
a) Kriteria Inklusi
1) Pasien usia 15 sampai 54 tahun
2) Pasien dengan batuk berdahak
3) Pasien yang melakukan teknik batuk efektif dan nafas dalam
4) Pasien TB Paru yang sudah melewati masa kritis
5) Pasien TB Paru tanpa Komplikasi
6) Pasien yang bersedia menjadi responden
b) Kriteria eksklusi
1) Pasien yang menderita TB Paru usia < 15 Tahun dan > 54 Tahun
2) Pasien yang tidak melakukan teknik batuk efektif
3) Pasien yang menderita TBC dengan hemoptisis
4) Pasien yang menderita TBC dengan batuk kering
5) Pasien TBC dengan Komplikasi
6) Pasien yang tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian
22
24
C. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang
Mongondow khususnya di Ruang Interna. Penelitian dilaksanakan sejak bulan
Februari 2012 sampai Maret 2012
D. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar observasi dan
wawancara terpimpin. Lembar observasi berjumlah 10 item pengamatan dan
setiap pengamatan diberi pilihan alternatif jawaban “a” diberi skor 0 dan
jawaban “b” diberi skor 1.
Untuk menentukan skor keseluruhan diperoleh berdasarkan nilai median.
Skor tertinggi kali jumlah pertanyaan sama dengan satu kali sepuluh sama
dengan sepuluh, Skor terendah kali jumlah pertanyaan sama dengan nol kali
sepuluh sama dengan nol. Nilai median sama dengan sepuluh tambah nol sama
dengan sepuluh bahagi dua sama dengan lima.
Apabila total skor sama atau diatas nilai median, dikategorikan dapat
mengeluarkan sputum dengan mudah, dan bila berada dibawah nilai median
dikategorikan sukar mengeluarkan sputum dengan baik.
25
Instrumen lain yang digunakan juga adalah masker, handscoen, gelas ukur
10 cc dan sputum pot, untuk mengukur spesimen sputum yang di ambil pada pagi
hari (pre-post) dengan masing-masing pasien diberikan sputum pot.
E. Prosedur Pengumpulan Data
1. Tahap persiapan
a. Kegiatan yang dilakukan meliputi survei pendahuluan, pengajuan judul dan
pembuatan/konsultasi proposal.
b. Dilakukan seminar proposal dan dilanjutkan dengan perbaikan proposal.
c. Pengesahan proposal
d. Konsultasi dalam pembuatan izin penelitian
2. Tahap pelaksanaan
a. Pengajuan ijin penelitian kepada direktur dan kepala keperawatan RSUD
Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang Mongondow.
b. Sosialisasi tujuan, manfaat penelitian dan cara mengisi lembar observasi
responden kepada bagian perawatan dan perawat yang ada di ruang interna
RSUD Datoe Binangkang Kabupaten Bolaang Mongondow.
c. Pengajuan surat permohonan untuk bersedia menjadi subjek penelitian
kepada calon responden
d. Responden terdiri dari 1 kelompok eksperimen. Pengumpulan data
dilakukan pada kelompok tersebut dengan teknik wawancara dan observasi
kemudian didokumentasikan.
26
e. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan berupa pemberian hidrasi yang
adekuat secara oral. Hidrasi diberikan sesuai keseimbangan cairan tubuh
pasien.
f. Setelah diberikan perlakuan, kelompok dievaluasi dan hasilnya
didokumentasikan
g. Setelah data terkumpul penulis melakukan pemeriksaan kelengkapan,
kesinambungan dan keseragaman data.
h. Data dimasukan dalam master table dan pengolahan data dilakukan melalui
analisis statistik dengan menggunakan software computer yaitu SPSS
(Statistical Product and service Solution).
3. Tahap Penyelesaian
a. Penyusunan/konsultasi skripsi
b. Ujian skripsi dan dilanjutkan dengan perbaikan
c. Pengesahan Skripsi
F. Pengolahan Data
Prosedur pengolahan data yang dilakukan adalah
1. Editing
Setelah lembar observasi diisi, kemudian dikumpulkan dalam bentuk
data, data dilakukan pengecekan dengan memeriksa kelengkapan data,
kesinambungan dan keseragaman data.
27
2. Coding
Untuk memudahkan pengolahan data, semua jawaban atau data
disederhanakan yaitu dengan memberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap
jawaban.
3. Tabulasi
Dilakukan setelah seluru varibel dikoding. Data yang telah dikoding
kemudia dimasukkan terlebih dahulu kedalam master tabel (lampiran 9). Entri
data dapat dilakukan dengan cara manual (kartu tabulasi) atau dengan paket
program komputer.
4. Pembersihan data cleaning
Proses untuk meyakinkan bahwa data yang telah dientri/dimasukkan
betul-betul bersih dari kesalahan.
G. Teknik Analisa data
Efektivitas pemberian hidrasi terhadap ekskresi sputum pada pasien
tuberculosis paru, digunakan uji Wilcoxon (Azis Alimul, 2010).
Dari hasil perbandingan kedua variabel tersebut akan ditentukan apakah hipotesa
diterima atau ditolak. Apabila nilai yang didapat lebih kecil dari pada nilai
signifikan (p<0,05) maka hipotesa nol ditolak dan hipotesa alternatif diterima.
Tapi apabila nilai yang didapat lebih besar dari nilai signifikan, maka hipotesa
alternatif ditolak dan hipotesa nol diterima.
28
H. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas responden
akan memungkinkan terjadinya ancaman terhadap responden. Masalah etika ini
terutama ditekankan pada :
1. Informed Consent
Lembar persetujuan ini diberikan pada responden yang akan mengisi atau
menjawab pertanyaan dan memenuhi kriteria inklusi. Jika subjek menolak,
peneliti tetap menghormati hak-hak mereka.
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan maka subjek untuk menentukan nama tapi diberi
kode atau inisial.
3. Confidentially
Kerahasiaan informal responden dijamin oleh peneliti dan hanya data-data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.