penanganan jalan nafas

67
PENANGANAN JALAN NAFAS Airway Management

Upload: ravannofanizza

Post on 26-Apr-2017

239 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penanganan Jalan Nafas

PENANGANAN JALAN NAFASAirway Management

Page 2: Penanganan Jalan Nafas

ANATOMI

Page 3: Penanganan Jalan Nafas

ALAT-ALATOral & Nasal Airway

• Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas (misalnya kelemahan dari otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring.

• Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian posterior.

Page 4: Penanganan Jalan Nafas

Gambar oral and nasal airway

Page 5: Penanganan Jalan Nafas

Cont…

• Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90 mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5).

Page 6: Penanganan Jalan Nafas

Cont…

• Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung (nasal airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus dilubrikasi. Nasal airway lebih ditoleransi daripada oral airway pada pasien dengan anestesi ringan.

Page 7: Penanganan Jalan Nafas

Face Mask Design dan Teknik

• Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat

• Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien.

• Orifisium face mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor.

Page 8: Penanganan Jalan Nafas

Cont…

• Face mask yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan.

• Facemask yang dibuat dari karet berwarna hitam cukup lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum.

• Retaining hook dipakai untuk mengkaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus dipegang.

Page 9: Penanganan Jalan Nafas

Cont…

• Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask yang rapat/tidak bocor.

• Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask.

Page 10: Penanganan Jalan Nafas

Gambar Face Mask Design dan Teknik

Page 11: Penanganan Jalan Nafas

Cont…

• Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag.

• Face mask dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk.

• Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint atlantooccipital.

• Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas.

Page 12: Penanganan Jalan Nafas

Gambar Face Mask Design dan Teknik

Page 13: Penanganan Jalan Nafas

Cont…• Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk

mendapatkan jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten untuk memompa bag .

• Kadang-kadang sulit memasang face maks rapat kemuka. • Ventilasi tekanan normalnya jangan melebihi 20 cm H2O

untuk mencegah masuknya udara ke lambung.• Bila face mask dan ikatan mask digunakan dalam jangka lama

maka posisi harus sering dirubah untuk menghindari cedera akibat tekanan pada cabang saraf trigeminal atau fasial.

• Hindari tekanan pada mata, dan mata harus diplester untuk menghindari resiko aberasi kornea.

Page 14: Penanganan Jalan Nafas

Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)

Penggunaan LMA menggantikan pemakaian face mask dan TT selama pemberian anestesi, untuk memfasilitasi ventilasi dan pemasangan TT pada pasien dengan difficult airway, dan untuk membantu ventilasi selama bronchoscopy fiberoptic, juga pemasangan bronkhoskop.Ada 4 tipe LMA :• LMA yang dapat dipakai ulang• LMA yang tidak dapat dipakai ulang• ProSeal LMA yang memiliki lubang untuk memasukkan pipa

nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi tekanan positif • Fastrach LMA yang dapat memfasilitasi intubasi bagi pasien

dengan jalan nafas yang sulit.

Page 15: Penanganan Jalan Nafas

Gambar Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)

Page 16: Penanganan Jalan Nafas

LMA

• Terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian proksimal dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan dibagian distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa.

• Balon dikempiskan dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara laring.

Page 17: Penanganan Jalan Nafas

LMA• Posisi ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian

superior, sinus pyriforme dilateral, dan spincter oesopagus bagian atas di inferior.

• Jika esophagus terletak di rim balon, distensi lambung atau regurgitasi masih mungkin terjadi.

• Variasi anatomi mencegah fungsi LMA yang adekuat akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi semestinya dan setelah mencoba memperbaiki masih tidak baik, kebanyakan klinisi mencoba dengan LMA lain yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil.

Page 18: Penanganan Jalan Nafas

LMA• Karena penutupan oleh epiglotis atau ujung balon

merupakan penyebab kegagalan terbanyak, maka memasukkan LMA dengan penglihatan secara langsung dengan laringoskop atau bronchoskop fiberoptik (FOB) menguntungkan pada kasus yang sulit.

• Pipa di plester seperti halnya TT. LMA melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk atau membuka mulut sesuai dengan perintah.

Page 19: Penanganan Jalan Nafas
Page 20: Penanganan Jalan Nafas

Kontraindikasi untuk LMA • pasien dengan kelainan faring (misalnya

abses),• sumbatan faring• lambung yang penuh (misalnya kehamilan,

hernia hiatal) atau komplians paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih besar dari 30 cm H2O.

• Secara tradisional, LMA dihindari pada pasien dengan bronkhospasme atau resistensi jalan nafas tinggi

Page 21: Penanganan Jalan Nafas

Ukuran LMA

Page 22: Penanganan Jalan Nafas

Esophageal – Tracheal Combitube (ETC)Teknik & Bentuk Pipa

• Pipa kombinasi esophagus – tracheal (ETC) terbuat dari gabungan 2 pipa, masing-masing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya.

• Pipa biru yang lebih panjang ujung distalnya ditutup. Pipa yang tranparant berukuran yang lebih pendek punya ujung distal terbuka dan tidak ada sisi yang perporasi.

• ETC ini biasanya dipasangkan secara buta melalui mulut dan dimasukkan sampai 2 lingkaran hitam pada batang batas antara gigi atas dan bawah.

• ETC mempunyai 2 balon untuk digembungkan, 100 ml untuk balon prosikmal dan 15 ml untuk balon distal, keduanya harus dikembungkan secara penuh setelah pemasangan.

Page 23: Penanganan Jalan Nafas

• Pipa yang bening yang lebih pendek dapat digunakan untuk dekompresi lambung.

• Pilihan lain, jika ETC masuk ke dalam trakhea, ventilasi melalui pipa yang bening akan langsung gas ke trachea.

• Meskipun pipa kombinasi masih rerdaftar sebagai pilihan untuk penanganan jalan nafas yang sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support, biasanya jarang digunakan oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai LMA atau alat lain untuk penanganan pasien dengan jalan nafas yang sulit.

Page 24: Penanganan Jalan Nafas

Pipa Tracheal (TT)• TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke

dalam trachea dan mengijinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi.

• TT kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride. Pada masa lalu, TT diberi tanda “IT” atau “Z-79” untuk indikasi ini telah dicoba untuk memastikan tidak beracun.

• Bentuk dan kekakuan dari TT dapat dirubah dengan pemasangan mandren.

• Ujung pipa diruncingkan untuk membantu penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko sumbatan pada bagian distal tube bila menempel dengan carina atau trachea.

Page 25: Penanganan Jalan Nafas
Page 26: Penanganan Jalan Nafas

• Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri dari katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon (cuff).

• Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan.

• Balon petunjuk memberikan petunjuk kasar dari balon yang digembungkan.

• Inflating tube dihubungkan dengan klep. • Dengan membuat trakhea yang rapat, balon TT

mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan aspirasi.

Page 27: Penanganan Jalan Nafas

Gambar TT

Page 28: Penanganan Jalan Nafas

Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi volume rendah dan tekanan rendah volume tinggi. • Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan

besarnya iskhemia mukosa trachea dan kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama.

• Balon tekanan rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas area kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi spontan, dan pemasangan yang sulit ( karena adanya floppy cuff).

Page 29: Penanganan Jalan Nafas

Rigid Laryngoscope

• Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas intubasi trachea. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle fiberoptik tertuju langsung dan tidak tersebar.

Page 30: Penanganan Jalan Nafas

Rigid Laryngoscope

Page 31: Penanganan Jalan Nafas

• Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok digunakan diruang MRI.

• Blade Macintosh dan Miller ada yang melengkung dan bentuk lurus.

• Pemilihan dari blade tergantung dari kebiasaan seseorang dan anatomi pasien.

• Disebabkan karena tidak ada blade yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus familier dan ahli dengan bentuk blade yang beragam.

Page 32: Penanganan Jalan Nafas
Page 33: Penanganan Jalan Nafas

Laringoskop Khusus

• untuk membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas pada pasien dengan jalan nafas yang sulit- Laringokop Bullard dan laringoskop Wu.

• Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade yang melengkung dengan ujung yang panjang, dan didisain untuk membantu melihat muara glotis pada pasien dengan lidah besar atau yang memiliki muara glotis sangat anterior.

Page 34: Penanganan Jalan Nafas
Page 35: Penanganan Jalan Nafas

Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB)

• Pasien dengan tulang cervical yang tidak stabil, pergerakan yang terbatas pada temporo mandibular join, atau dengan kelainan kongenital atau kelainan didapat pada jalan nafas atas- laringoskopi langsung dengan penggunakan rigid laringoskop mungkin tidak dipertimbangkan atau tidak dimungkinkan.

• Suatu FOB yang feksibelmemungkin visualisasi tidak langsung dari laring dalam beberapa kasus atau untuk beberapa situasi dimana direncanakan intubasi sadar (awake intubation).

Page 36: Penanganan Jalan Nafas

• FOB dibuat dari fiberglass ini mengalirkan cahaya dan gambar oleh refleksi internal-contohnya sorotan cahaya akan terjebak dalam fiber dan terlihat tidak berubah pada sisi yang berlawanan. Pemasangan pipa berisi 2 bundel dari fiber, masing-masing berisi 10.000 – 15.000 fiber.

• Satu bundel menyalurkan cahaya dari sumber cahaya ( sumber cahaya bundel) yang terdapat diluar alat atau berada dalam handle yang memberikan gambaran resolusi tinggi.

Page 37: Penanganan Jalan Nafas
Page 38: Penanganan Jalan Nafas

• Manipulasi langsung untuk memasangkan pipa dilakukan dengan kawat yang kaku. Saluran aspirasi digunakan untuk suction dari sekresi, insuflasi O2 atau penyemprotan anestesi lokal. Saluran aspirasi sulit untuk dibersihkan, akan tetapi, sebagai sumber infeksi sehingga memerlukan kehati-hatian pada pembersihan dan sterilisasi telah digunakan.

Page 39: Penanganan Jalan Nafas

TEKNIK LARINGOSKOPI DAN INTUBASI

Indikasi Intubasi• Intubasi bukan prosedur bebas resiko, bagaimanapun, tidak

semua pasien dengan anestesi umum memerlukan intubasi, tetapi TT dipasang untuk proteksi, dan untuk akses jalan nafas.

• Secara umum, intubasi adalah indikasi untuk pasien yang memiliki resiko untuk aspirasi dan untuk prosedur operasi meliputi rongga perut atau kepala dan leher.

• Ventilasi dengan face mask atau LMA biasanya digunakan untuk prosedur operasi pendek seperti cytoskopi, pemeriksaan dibawah anestesi, perbaikan hernia inguinal dan lain lan.

Page 40: Penanganan Jalan Nafas

Persiapan Untuk Rigid Laringoskopi• memeriksa perlengkapan dan posisi pasien. • TT harus diperiksa. • Sistem inflasi cuff pipa dapat ditest dengan

menggembungkan balon dengan menggunakan spuit 10 ml.

• Pemeliharaan tekanan balon menjamin balon tidak mengalami kebocoran dan katup berfungsi.

• Beberapa dokter anestesi memotong TT untuk mengurangi panjangnya dengan tujuan untuk mengurangi resiko dari intubasi bronchial atau sumbatan akibat dari pipa kinking.

• Konektor harus ditekan sedalam mungkin untuk menurunkan kemungkinan terlepas, jika mandren digunakan ini harus dimasukan ke dalam TT dan ini ditekuk menyerupai stik hoki.

Page 41: Penanganan Jalan Nafas

• Bentuk ini untuk intubasi dengan posisi laring ke anterior.

• Blade harus terkunci di atas handle laringoskop dan bola lampu dicoba berfungsi atau tidak.

• Intensitas cahanya harus tetap walaupun bola lampu bergoyang.

• Sinyal cahaya yang berkedap kedip karena lemahnya hubungan listrik, perlu diingat untuk mengganti batre. Extra blade, handle, TT ( 1 ukuran lebih kecil atau lebih besar) dan mandren harus disediakan.

• Suction diperlukan untuk membersihkan jalan nafas pada kasus dimana sekresi jalan nafas tidak diinginkan, darah, atau muntah.

Page 42: Penanganan Jalan Nafas
Page 43: Penanganan Jalan Nafas

• Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk mencegah ketegangan bagian belakang

• Rigid laringoskop memindahkan jaringan lunak faring untuk membentuk garis langsung untuk melihat dari mulut ke glotis yang terbuka.

• Bagian bawah dari tulang leher adalah fleksi dengan menepatkan kepala diatas bantal.

• Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin.

• Preoksigenasi dengan beberapa ( 4 dari total kapasitas paru paru) kali nafas dalam dengan 100% oksigen memberikan ekstra margin of safety pada pasien yang tidak mudah diventilasi setelah induksi.

Page 44: Penanganan Jalan Nafas
Page 45: Penanganan Jalan Nafas

• Setelah induksi anestesi umum, dokter anestesi menjadi pelindung pasien. Karena anestesi umum menghilangkan reflek proteksi cornea, perlindungan harus dilakukan selama periode ini, tidak boleh ada cedera pada mata pasien dengan terjadi abrasi kornea tanpa disengaja. Oleh karena itu mata rutin direkat dengan plester, walaupun telah diberi petrolum atau salep mata.

Page 46: Penanganan Jalan Nafas

Intubasi Orotracheal • Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. • Dengan mulut pasien terbuka lebar, blade dimasukan

pada sisi kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk menghindari gigi.

• Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring dengan pinggir blade.

• Puncak dari lengkung blade biasanya di masukan ke dalam vallecula, dan ujung blade lurus menutupi epiglotis.

• Dengan blade lain, handle diangkat dan jauh dari pasien secara tegak lurus dari mandibula pasien untuk melihat pita suara.

Page 47: Penanganan Jalan Nafas

• TT diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi).

• Balon TT harus berada dalam trachea bagian atas tapi diluar laring.

• Langingoskop ditarik dengan hati- hati untuk menghindari kerusakan gigi.

• Balon dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa trachea.

• Merasakan pilot balon bukan metode yang dapat dipercaya untuk menentukan tekanan balon yang adekuat.

Page 48: Penanganan Jalan Nafas
Page 49: Penanganan Jalan Nafas

• Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera diauskultasi dan capnogragraf dimonitor untuk memastikan ETT ada di intratracheal.

• Jika ada keragu-raguan tentang apakah pipa dalam esophagus atau trakhea, cabut lagi ETT dan ventilasi pasien dengan face mask.

• Sebaliknya, pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi.

• Walaupun deteksi kadar CO2 dengan capnograf yang merupakan konfirmasi terbaik dari letak TT di trachea, tapi tidak dapat mengecualikan intubasi bronchial.

Page 50: Penanganan Jalan Nafas

• Manifestasi dini dari intubasi bronkhial adalah peningkatan tekanan respirasi puncak.

• Lokasi pipa yang tepat dapat dikonfirmasi dengan palpasi balon pada sternal notch sambil menekan pilot balon dengan tangan lainnya.

• Balon jangan ada diatas level kartilago cricoid, karena lokasi intralaringeal yang lama dapat menyebabkan suara serak pada post operasi dan meningkatkan resiko ekstubasi yang tidak disengaja.

Page 51: Penanganan Jalan Nafas

• Hal yang diuraikan diatas diambil dari pasien tidak sadar. Intubasi lewat mulut ini biasanya kurang ditoleran pada pasien yang sadar. Jika perlu, dalam kasus terakhir, sedasi intravena, penggunaan lokal anestetik spray dalam orofaring, regional blok saraf akan memperbaiki penerimaan pasien.

Page 52: Penanganan Jalan Nafas
Page 53: Penanganan Jalan Nafas

• Kegagalan intubasi jangan diikuti dengan pengulangan usaha karena hasilnya akan sama.

• Perubahan harus dilakukan meningkatkan keberhasilan, seperti mengatur kembali posisi pasien, penurunan ukuran pipa, pemasangan mandren, memilih blade yang berbeda, mencoba lewat hidung atau meminta bantuan dokter anestesi lainnya.

• Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan face mask, pilihan pengelolaan jalan nafas yang lain (contoh LMA, combitube, cricotirotomi dengan jet ventilasi, tracheostomi).

Page 54: Penanganan Jalan Nafas

Intubasi Nasotracheal • Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral

kecuali bahwa TT masuk lewat hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi.

• Lubang hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa.

Page 55: Penanganan Jalan Nafas

• TT yang telah dilubrikasi dengan jeli yang larut dalam air, dimasukkan dipergunakan didasar hidung, dibawah turbin inferior.

• Bevel TT disisi lateral jauh dari turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal dari TT harus ditarik ke arah kepala.

• Pipa secara berangsur-angsur dimasukan hingga ujungnya terlihat di orofaring, laringoskope, digunakan adduksi pita suara. Seringnya ujung distal dari TT dapat dimasukan pada trachea tanpa kesulitan.

• Jika ditemukan kesulitan memasukkan ujung pipa menuju pita suara mungkin difasilitasi dengan forcep Magil, yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusakkan balon.

Page 56: Penanganan Jalan Nafas

Flexible Fiberoptic Nasal Intubasi• Kedua lubang hidung dipersiapkan dengan pemberian tetes

vasokonstriktor. Identifikasi lubang hidung dimana pasien bernafas lebih mudah. O2 dapat diinsuflasi ke melalui ujung suction dan saluran untuk aspirasi dari FOB untuk memperbaiki oksigenasi dan membuang sekret dari ujung tip.

• Pilihan lain, jalan nafas nasal yang lebar dapat dipasang dalam lubang hidung kolateral.

• Breathing sirkuit dapat langsung dihubungkan pada ujung dari nasal airway untuk memberikan O2 100% selama laringoskopi.

• Jika pasien tidak sadar dan tidak bernafas spontan, mulut dapat diplester dan ventilasi dilakukan melalui nasal airway tunggal.

Page 57: Penanganan Jalan Nafas

• Bila teknik ini digunakan adekuat ventilasi dan oksigenasi harus di konfirmasi dengan capnograph dan pulse oximetry.

• TT yang telah diberi pelumas dan dimasukkan ke dalam lubang hidung lainnya sepanjang nasal airway. Tangkai dari FOB yang telah diberi pelicin dimasukan ke dalam lubang TT.

• Selama endoskopi, jangan dimajukan jika hanya dinding dari TT atau membran mukosa yang terlihat.

• Ini juga penting untuk mempertahankan tangkai bronkoskop relatif lurus, jadi jika kepala dari bronkhoskop diputar secara langsung, ujung distal akan bergerak dengan derajat yang sama.

• Ketika ujung dari FOB masuk ujung distal dari TT, epiglotis dan glotis harus tampak.

• Ujung dari bronchoskop dimanipulasi untuk melewati pita suara yang telah abduksi.

Page 58: Penanganan Jalan Nafas
Page 59: Penanganan Jalan Nafas

• Ini tidak perlu dilakukan dengan cepat karena pasien sadar dapat bernafas adekuat dan pada pasien dianestesi, jika ventilasi dan oksigenasi tidak adekuat, FOB ditarik dan lakukan ventilasi dengan face mask.

• Minta asisten untuk jaw thrust atau lakukan tekanan pada krikoid dapat membantu penglihatan pada kasus sulit

• Sekali dalam trakhea, FOB didorong masuk ke dekat carina.

• Adanya cincin trakhea dan carina adalah membuktikan posisi yang tepat.

Page 60: Penanganan Jalan Nafas

• TT di dorong dari FOB. • Sudut sekitar cartilago arytenoid dan epiglotis

dapat mencegah mudahnya memasukan pipa. • Penggunaan pipa yang berkawat baja biasanya

menurunkan masalah ini disebabkan lebih besarnya fleksibilitas dan sudut pada bagian distal lebih tumpul.

• Posisi TT yang tepat dikonfirmasi dengan melihat ujung dari pipa diatas karina sebelum FOB ditarik

Page 61: Penanganan Jalan Nafas

TEKNIK EKSTUBASI• Secara umum, ekstubasi paling baik dilakukan

ketika pasien dalam keadaan teranestesi dalam atau sadar.

• Pada beberapa kasus, pemulihan dari obat neuromuskuler blok harus adekuat sebelum ekstubasi.

• Jika digunakan obat blok neuromuskuler dan pasien dilakukan kontrol ventilasi dan karena itu harus weaning dari ventilator sebelum dilakukan ekstubasi.

Page 62: Penanganan Jalan Nafas

• Ektubasi saat anestesi dangkal harus dihindari karena meningkatkan resiko laringospasme.

• Perbedaan antara anestesi dalam dan anestesi dangkal ini biasanya nyata selama pengisapan faring: setiap reaksi terhadap tindakan suction (misalnya tahan nafas, batuk) merupakan tanda dari anestesi dangkal, sedangkan bila tidak ada reaksi, disebut dalam keadaan anestesi dalam.

• Buka mata atau melakukan gerakan sesuai perintah menunjukkan pasien telah sadar.

Page 63: Penanganan Jalan Nafas

Ekstubasi pada pasien sadar, biasanya disertaibatukReaksi ini • meningkatkan denyut jantung,• tekanan intrakranial,• tekanan intraokuli,• tekanan vena central,• tekanan arteri,• luka operasi terbuka dan berdarah kembali.

Page 64: Penanganan Jalan Nafas

• Adanya TT pada pasien asmatik, dapat mencetuskan terjadinya bronchospasme.

• Walaupun konsekuensi ini dapat menurun dengan pemberian lidokain 1,5 mg/kg intravena 1-2 menit sebelum suction dan ekstubasi, ekstubasi dalam anestesi yang dalam mungkin lebih baik pada pasien tidak dapat mengtolerir efek ini.

• Sebaliknya, ekstubasi mungkin kontra indikasi pada pasien dengan resiko untuk aspirasi atau pada orang yang jalan nafasnya sulit untuk dikontrol setelah ekstubasi.

Page 65: Penanganan Jalan Nafas
Page 66: Penanganan Jalan Nafas

KOMPLIKASI LARINGOSKOPI DAN INTUBASI

Page 67: Penanganan Jalan Nafas

TERIMA KASIH