penambangan tanpa ijin

Upload: maman-surachman

Post on 09-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Penambangan Tanpa Ijin

TRANSCRIPT

UPAYA PENERTIBAN PERTAMBANGAN

TANPA IJIN DI KABUPATEN SRAGENKERTAS KERJA WAJIB

Oleh :

Nama Mahasiswa: Surahman

NIM

: 551320/BProgram Studi: KeinspekturanKonsentrasi

: Keinspekturan

Diploma

: II (dua)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALBADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

SEKOLAH TINGGI ENERGI DAN MINERAL - AKADEMI MINYAK DAN GAS BUMI

STEM AKAMIGASCepu, Mei 2014Judul KKW : Upaya Penertiban Pertambangan Tanpa Ijin Di Kabupaten SragenNama Mahasiswa : Surahman

NIM : 551320/BProgram Studi : Keinspekturan Konsentrasi : Keinspekturan Diploma : II (dua)Menyetujui:

Pembimbing Kertas Kerja Wajib

Bambang Supadiono, S.H., M.M.NIP. 19551031 197809 1 002Mengetahui:

Ketua Program Studi Keinspekturan

Agus Heriyanto, S.T., M.T.NIP.19550827 197809 1 001

LEMBAR PENCATATAN KEGIATAN PEMBIMBING KKW

Nama Mahasiswa: SurahmanNIM: 551320/BJurusan : Teknik UmumProgram Studi: Keinspekturan

Diploma: II (dua)

Dosen Pembimbing/NIP: Bambang Supadiono, S.H., M.M./19551031 197809 1 002Judul KKW

: Upaya Penertiban Pertambangan Tanpa Ijin Di Kabupaten

SragenNo:TanggalRingkasan Materi Bimbingan KKWParaf PembimbingSelesai Perbaikan

TanggalParaf Pembimbing

1.06-12-2013Pengajuan judul dan kerangka06-12-2013

2.03-03-2014Pengajuan dan koreksi

Bab I, II, dan III10-03-2014

3.02-04-2014Pengajuan Bab IV, Bab V dan Koreksi Keseluruhan09-04-2014

4.12-05-2014Bimbingan akhir dan Pengesahan KKW12-05-2014

Cepu, Mei 2014Ketua Program Studi KeinspekturanAgus Heriyanto, S.T., M.T.NIP.19550827 197809 1 001

KATA PENGANTARDengan mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Kertas Kerja Wajib (KKW) dengan judul Upaya Penertiban Kegiatan Pertambangan Tanpa Ijin Di Kabupaten Sragen. Kertas Kerja Wajib ini diajukan sebagai syarat kelulusan program diploma II pada Program Studi Keinspekturan PTK Akamigas STEM Cepu.

Kertas Kerja Wajib ini dapat diselesaikan berkat dorongan, saran, bantuan dan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :1. Bapak Ir. Toegas S. Soegiarto, M.T. selaku Direktur PTK AKAMIGASSTEM Cepu;2. Bapak Agus Heriyanto, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Keinspekturan;3. Bapak Bambang Supadiono, S.H., M.M. selaku dosen pembimbing Kertas Kerja Wajib;4. Bapak dan Ibu dosen, serta teman-teman Program Studi Keinspekturan di PTK AKAMIGAS STEM Cepu;5. Bapak Ir. Zubaidi, M.M. selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen;6. Bapak Ir. Ashari, M.T. Selaku Kepala Bidang Pengairan Pertambangan dan Energi Kabupaten Sragen beserta seluruh staf;7. Anak dan Isteri tercinta yang senantiasa mengikhlaskan serta mendoakan penulis selama menempuh pendidikan di PTK AKAMIGAS - STEM Cepu.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharap kritik, koreksi, dan saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaan laporan KKW ini. Semoga apa yang penulis tuangkan dalam tulisan ini bermanfaat untuk pembaca dan juga Pemerintah Kabupaten Sragen.

Cepu, Mei 2014Penulis

SURAHMANNIM.551320/BINTISARIKegiatan pertambangan telah berlangsung sejak zaman pra sejarah hingga saat ini. Manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan akan bahan tambang untuk hidupnya. Sektor pertambangan merupakan sektor pembangunan penting di Indonesia. Namun, dari segi lingkungan hidup, pertambangan juga dianggap sebagai kegiatan eksploitasi sumberdaya alam yang merusak, karena dapat mengubah bentang alam, merusak vegetasi dan menghasilkan limbah. Penambangan yang dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia saat ini banyak menimbulkan kerugian. Kerugian yang dialami tidak hanya kerugian materi berupa hilangnya devisa bagi negara tetapi juga ancaman dan kerugian bagi lingkungan hidup yaitu rusaknya lingkungan dan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan, begitu juga dengan kegiatan usaha pertambangan tanpa izin (PETI) di Kabupaten Sragen, secara substansial memang menunjang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat sekitar, namun kegiatan pertambangan tersebut juga menimbulkan kerusakan lingkungan atau tata ruang penggunaan lahan serta mengabaikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Hingga saat ini pertumbuhan PETI semakin berkembang pesat sehingga pemerintah kabupaten Sragen perlu melakukan upaya pencegahan dan pembinaan terhadap pelaku usaha PETI tersebut. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan landasan konstitusional dalam melakukan pengelolaan dan pengusahaan bahan galian tersebut. Dalam tataran implementasinya diperlukan instrumen lain agar bahan galian itu dapat diambil manfaatnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan pengawasan serta sosialisasi yang berkelanjutan dan tepat sasaran diharapkan akan bisa menjadikan kegiatan penambangan yang tertib sehingga kerusakan lingkungan dapat di minimalisir. Untuk itu diperlukan peran aktif dari Pemerintah Daerah serta instansi yang berwenang dalam hal ini adalah DPU Bidang Pengairan, Pertambangan, dan Energi agar dapat memperkecil dan bahkan menghilangkan jumlah pihak yang melakukan penambangan tanpa izin tersebut.DAFTAR ISIHalamaniKATA PENGANTAR

iiINTISARI

iiiDAFTAR ISI

vDAFTAR TABEL

viDAFTAR GAMBAR

viiDAFTAR LAMPIRAN

1I. PENDAHULUAN

11.1Latar Belakang Penulisan

11.2Tujuan Penulisan

21.3Batasan Masalah

21.4Sistematika Penulisan.

4II. ORIENTASI UMUM

42.1Sejarah Singkat Kabupaten Sragen

62.2Letak Geografis Kabupaten Sragen.

82.3Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Sragen.

82.3.1Tugas Pokok dan Fungsi DPU Kabupaten Sragen.

92.3.2Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Pengairan, Pertambangan, dan Energi

10III.TINJAUAN PUSTAKA

103.1Pengertian dan Asas Pertambangan

103.1.1Pengertian Pertambangan

103.1.2Pertambangan mineral

103.1.3Asas Pertambangan

113.2Pertambangan Tanpa Ijin

123.3Dasar Hukum Penanganan PETI

123.4Proses Penegakan Hukum Pertambangan

143.4.1Penegakan hukum administrasi

153.4.2Penegakan Hukum Perdata

173.4.3Penegakan Hukum Pidana

18IV.PEMBAHASAN

184.1Kawasan Pertambangan

184.2Potensi Bahan Galian

194.3Pengusahaan PETI

244.4Permasalahan PETI di Kabupaten Sragen

274.5Penanggulangan PETI di Daerah Kabupaten Sragen

33V. PENUTUP

335.1Kesimpulan

335.2Saran

35DAFTAR PUSTAKA

36LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

19Tabel 4.1Potensi bahan galian batuan di Kabupaten Sragen ...

21Tabel 4.2Penambang Bahan Galian Tanpa Ijin di Kabupaten Sragen..

HalamanDAFTAR GAMBAR6Gambar 2.1Lambang Daerah Kabupaten Sragen ........

7Gambar 2.2Peta Administrasi Kabupaten Sragen .......

20Gambar 4.1Kegiatan pertambangan tanpa ijin ......

25Gambar 4.2Kerusakan jalan dan jembatan akibat kegiatan pertambangan ......

28Gambar 4.3Rapat Tim Penyusun Perda Tentang Pertambangan Mineral .

29Gambar 4.4Sosialisasi Tentang Regulasi di Bidang Pertambangan ..

30Gambar 4.5Upaya Penertiban Terhadap Pelaku PETI ......

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

36Lampiran 1Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen .

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan

Kabupaten Sragen mempunyai sumber daya mineral yang cukup potensial, terutama bahan galian mineral non logam dan batuan. Akan tetapi, saat ini pemanfaatannya belum bisa memberikan dampak positif bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Salah satu penyebabnya adalah minimnya sosialisasi dan pengawasan dari pemerintah daerah sehingga banyak terdapat kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) yang dilakukan oleh masyarakat. Kegiatan PETI yang tidak mengikuti kaidah-kaidah pertambangan yang benar, telah mengakibatkan kerusakan lingkungan, pemborosan sumber daya mineral, dan kecelakaan tambang.

Disamping itu, PETI bukan saja menyebabkan potensi penerimaan negara berkurang, tetapi juga Negara/Pemerintah harus mengeluarkan dana yang sangat besar untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Mengingat begitu kompleks permasalahan PETI, maka diharapkan kebijakan penanggulangan PETI bisa diarahkan melalui pendekatan sosial kemasyarakatan seiring dengan ditegakkannya hukum. Dengan kata lain, bagaimana kepentingan masyarakat dapat diakomodasikan secara proporsional tanpa mengabaikan prinsip-prinsip praktek pertambangan yang baik dan benar.1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan utama dari penulisan Kertas Kerja Wajib ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan program diploma II pada program studi Keinspekturan di PTK AKAMIGAS - STEM. Selain itu, penulisan Kertas Kerja Wajib ini juga bertujuan untuk :

1. Penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah dengan praktek di lapangan.

2. Mempelajari tentang tugas dan kewenangan Dinas Pekerjaan Umum Bidang Pengairan Pertambangan dan Energi Kabupaten Sragen di bidang pertambangan.3. Mengetahui sampai sejauh mana peran aktif Pemerintah Daerah dalam rangka penanggulangan kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI).1.3 Batasan Masalah

Pembahasan pada Kertas Kerja Wajib ini dibatasi pada hal-hal yang berkaitan tentang kawasan dan potensi bahan galian yang ada; pengusahaan pertambangan tanpa ijin dan permasalahannya; serta upaya penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen.1.4 Sistematika Penulisan.

Kertas Kerja Wajib ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika sebagai berikut :1. Bab I Pendahuluan : menjelaskan mengenai latar belakang penulisan, tujuan penulisan, batasan masalah yang dibahas di dalam Kertas Kerja Wajib dan sistematika penulisan.2. Bab II Orientasi Umum : Mengulas tentang Sejarah Kabupaten Sragen, Letak Geografis, Keadaan Lingkungan, Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Bidang Kabupaten Sragen, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen, Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Pengairan Pertambangan dan Energi Kabupaten Sragen.3. Bab III Dasar Teori : memberikan penjelasan tentang pengertian dan asas pertambangan dan pertambangan tanpa ijin; wilayah dan macam-macam usaha pertambangan mineral; serta izin-izin yang diperlukan untuk kegiatan pertambangan rakyat.4. Bab IV Pembahasan : menguraikan tentang kawasan dan potensi bahan galian yang ada; pengusahaan pertambangan tanpa ijin dan permasalahnnya; serta upaya penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen.5. Bab V Penutup : berisi tentang kesimpulan dari penulisan kertas kerja wajib serta saran-saran untuk Pemerintah Kabupaten Sragen serta dinas terkait.2 II. ORIENTASI UMUM

2.1 Sejarah Singkat Kabupaten Sragen 8)Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor 4 Tahun 1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746. Tanggal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono yang ke- I menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.

Karena secara geografis terletak di tepi Jalan Lintas Tentara Kompeni Surakarta Madiun, pusat Pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, kemudian sejak tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko. Sejak saat itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa Lain.

Dengan daerah kekuasaan serta pasukan yang semakin besar Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanaan kepada Kompeni Belanda, bahu membahu dengan saudaranya Raden Mas Said. Aksi tersebut berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari, yaitu bahwa Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-1. Pada perjanjian Salatiga tahun 1757, Raden Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta.

Sejak tanggal 12 Oktober 1840 dengan Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu Surat Anggerangger Gunung, daerah yang lokasinya setrategis ditunjuk menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan lalulintas barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen.

Kemudian berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Panewu, sebagai Camat, Kliwon sebagai Sekretaris, Rangga sebagai Bayan, dan Kaum sebagai Modin.

Sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang. Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja ditetapkan pada zaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No: 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.Setelah memasuki Zaman Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia, Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Lambang Daerah Kabupaten Sragen dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1Lambang Daerah Kabupaten Sragen 8)2.2 Letak Geografis Kabupaten Sragen 8)Kabupaten sragen merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Sragen berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Batas batas wilayah Kabupaten Sragen (gambar 2.2):

Sebelah Timur

: Kabupaten Ngawi (Propinsi JawaTimur) Sebelah Barat

: Kabupaten Boyolali

Sebelah Selatan

: Kabupaten Karanganyar Sebelah Utara

: Kabupaten GroboganKabupaten Sragen terletak pada 7 15 LS s/d 7 30 LS dan 110 45 BT s/d 111 10 BT. Wilayah Kabupaten Sragen berada di dataran dengan ketinggian rata rata 109 meter di atas permukaan laut. Sragen mempunyai iklim tropis dengan suhu harian yang berkisar antara 19 s/d 31 C. Curah hujan rata-rata di bawah 3000mm per tahun dengan hari hujan di bawah 150 hari per tahun. Luas wilayah Kabupaten Sragen adalah 941,55 km2 yang terdiri dari 20 kecamatan, 8 kelurahan,dan 200 desa. Secara fisiologis, wilayah Kabupaten Sragen mempunyai luas wilayah 94.155 ha.Daerah Kabupaten Sragen terletak di jalur utama Solo-Surabaya yang merupakan gerbang utama sebelah timur Provinsi Jawa Tengah, yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur . Sragen dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa (Surabaya-Solo-Yogyakarta-Jakarta/Bandung) dengan stasiun terbesarnya Sragen, serta lintas Semarang-Solo dengan stasiun terbesarnya Gemolong.

Gambar 2.2 Peta Administrasi Kabupaten Sragen 8)Kantor Setda Kabupaten Sragen sebagai pusat pemerintahan terletak di Jalan Raya Sukowati No: 225 Sragen. Pemerintah Kabupaten Sragen dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati yang dalam sehari-hari dibantu oleh aparatur pemerintah daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah (Setda) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).2.3 Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Sragen 6)Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya DPU Kabupaten Sragen, terbagi dalam satu sekretariat dan empat bidang, yaitu :1. Sekretaris2. Bidang Bina Marga

3. Bidang Cipta Karya

4. Bidang Pengairan, Pertambangan dan Energi

5. Bidang Perencanaan Teknik dan Pengaturan Tata Ruang Keempat bidang dan sekretariat tersebut memiliki tugas dan fungsi masing-masing serta bekerja sama dalam mewujudkan Visi DPU Kabupaten Sragen, yaitu Terdepan Dalam Inovasi Pembangunan Infrastruktur. (Struktur organisasi terlampir di lampiran 1).2.3.1 Tugas Pokok dan Fungsi DPU Kabupaten Sragen 6)DPU Kabupaten Sragen mempunyai tugas melaksanakan dan mengkoordinasikan penyusunan program dan petunjuk teknis pembinaan serta, melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembentukan dalam bidang pekerjaan umum. Dalam malaksanakan tugas tersebut, Dinas Pekerjaan Umum mempunyai fungsi :1. Perumusan kebijaksanaan teknis bidang pekerjaan umum, serta dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Bupati .

2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang pekerjaan umum.3. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. 2.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Pengairan, Pertambangan, dan Energi 6)Bidang Pengairan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Sragen mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan yang meliputi operasi, pemeliharaan, pemberdayaan pengairan, pembangunan dan peningkatan pengairan, pengelolaan aset irigasi, pertambangan dan energi , dengan fungsinya antara lain;

1. Penyusunan dan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang pengairan pertambangan dan energi.2. Penyusunan kebijaksanaan dan pelayanan umum di bidang pengairan pertambangan dan energi.3. Penyelenggaraan pengawasan, pembinaan, pengendalian dan pelaksanaan kebijaksanaan teknis di bidang pengairan pertambangan dan energi.4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Bidang Pengairan, pertambangan, dan Energi terdiri atas 3 (tiga) seksi yang masing-masing mempunyai tugas dan fungsi, yaitu:

1. Seksi Pertambangan dan Energi.2. Seksi Operasi, Pemeliharan dan Pemberdayaan Pengairan.3. Seksi Pembangunan dan Peningkatan Pengairan.3 III. TINJAUAN PUSTAKA3.1 Pengertian dan Asas Pertambangan 3.1.1 Pengertian Pertambangan 2)Pasal 1 angka 1 UU No: 4 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.3.1.2 Pertambangan mineral 2)Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah (Pasal 1 angka 4). Sedangkan pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut dan batuan aspal (Pasal 1 angka 5).3.1.3 Asas Pertambangan 2)Asas-asas yang berlaku dalam kegiatan usaha pertambangan telah ditetapkan dalam UU No: 4 Tahun 2009 ada 4 (empat) macam, yaitu:1. Manfaat, Keadilan, dan Keseimbangan2. Keberpihakan kepada Kepentingan Negara3. Partisipatif, Transparansi, dan akuntabilitas4. Berkelanjutan dan Berwawaskan Lingkungan3.2 Pertambangan Tanpa Ijin 7)Pertambangan Tanpa Izin yang selanjutnya disebut dengan PETI adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan dan yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, izin, rekomendasi, atau surat berbentuk apapun yang diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang, perusahaan atau yayasan oleh instansi pemerintah di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat dikategorikan sebagai PETI. Jadi kegiatan pertambangan yang bisa dikategorikan sebagai PETI adalah:1. Melakukan kegiatan pertambangan tanpa memiliki ijin sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara;2. Melakukan kegiatan pertambangan dengan ijin yang sudah mati atau berakhir, baik berakhir karena dikembalikan, dibatalkan, maupun habis waktunya;3. Melakukan kegiatan pertambangan diluar areal atau diluar titik koordinat yang sudah ditentukan dalam ijin yang diberikan;4. Melakukan kegiatan pertambangan dengan menggunakan ijin yang tidak sesuai dengan peruntukannya;5. Pemegang IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi (kontruksi, eksploitasi, pengolahan & pemurnian, pengangkutan dan penjualan).3.3 Dasar Hukum Penanganan PETI 1)Dasar hukum yang digunakan dalam rangka penindakan PETI adalah:1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.4. Keppres Nomor 025 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak Serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan Dan Pencurian Aliran Listrik.3.4 Proses Penegakan Hukum Pertambangan 1:13-15)Penegakan hukum sesungguhnya merupakan upaya mendekatkan antara ide yang bersifat abstrak dengan kenyataan. Kedalam hal-hal yang bersifat abstrak tersebut dapat digolongkan ide tantang keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan sosial yang merupakan unsur-unsur yang harus masuk dalam kerangka penegakan hukum.

Penegakan hukum biasa disebut oleh berbagai kalangan dalam bahasa inggris, yaitu law enforcement, dan dalam bahasa Belanda disebut rechtshandhaving. Istilah penegakan banyak dipahami masyarakat umum selalu dilakukan dengan force, pendapat itu bermuara pada anggapan bahwa penegakan hukum itu hanya dalam konteks hukum pidana saja. Persepsi itu tidak dapat dipersalahkan , tetapi juga tidak dapat dibenarkan sepenuhnya, karena pada tataran realitas, penegakan hukum hanya bersandar pada teks formal hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, dimana ketika teks diformalkan maka teks akan terlihat oleh pakem-pakem dalam bahasa sebagai sistem. Tidak ada makna lain selain makna yang sudah diformalkan. Maksudnya, dalam kaitan penegakan hukum, teks itu adalah ketentuan-ketentuan atau klausul-klausul yang secara formal harus bermakna pada aspek terlindunginya kepentingan penegakan hukum yang tanpa pandang bulu, sebagai jalan mencapai cita-cita keadilan, yang dilakukan oleh aparat penegakan hukum secara konsisten.

Dilihat dari sudut instrumen penegak hukum, maka penegakan hukum terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh instrument administratif, yaitu pejabat administratif atau pemerintahan;

2. Penegakan hukum perdata, dilakukan oleh pihak yang dirugikan, baik individual, kelompok, masyarakat atau negara;

3. Penegakan hukum pidana dilakukan oleh negara melalui jaksa.Penegakan hukum pertambangan secara teoritis akan lebih rumit ketimbang penegakan hukum lainnya. Kerumitan itu selain karena masuknya ketiga instrumen penegakan hukum sebagaimana tersebut di atas, juga disebabkan pada tataran implementasinya melibatkan subjek hukum lain, contohnya hukum lingkungan yang kewenangan administratifnya berada di Menteri Negara Lingkungan Hidup. Sehingga dalam tataran implementasi, penegakan hukum pertambangan memerlukan penanganan dan kecermatan serta koordinasi yang baik dalam pelaksanaanya.3.4.1 Penegakan hukum administrasi 1:15-18)Koridor penegakan hukum administrasi lebih berada pada tataran preventif, yaitu dalam bentuk pengawasan dan pengendalian suatu kegiatan atau tindakan. Bentuk konkret koridor pengawasan dalam konteks penegakan hukum administrasi pertambangan melalui rambu-rambu yang secara limitatif telah diatur dalam ketentuan Pasal 39, 78, dan 79 tentang IUP atau IUPK. Rambu-rambu yang tertuang dalam IUP atau IUPK merupakan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan penerima IUP atau IUPK, dan apabila melakukan pelanggaran maka pejabat yang mengeluarkan ijin tersebut berhak untuk menjatuhkan sanksi. Artinya, pihak pertama dalam penegakan hukum administrasi adalah pejabat administrasi yang mengeluarkan ijin dimaksud. Secara teori hal itu dapat dipahami, karena pejabat administrasi negara yang mengeluarkan ijin dimaksud seyogyanya lebih mengetahui, apakah kegiatan memiliki ijin atau tidak, atau apakah pemegang ijin yang dikeluarkannya mematuhi rambu-rambu yang tertuang dalam ijin atau sebaliknya malah dilanggar.Berkaitan dengan penerapan instrumen administratif dalam konteks penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan, pemerintah mempunyai kewenangan dalam hal pembinaan,dan pengawasan, yang otoritasnya dilakukan oleh Menteri ESDM. Kewenangan pemerintah dalam hal pembinaan diatur dalam Pasal 139 UU No: 4 Tahun 2009, meliputi:

1. Pemberian pedoman standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan2. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;

3. Pendidikan dan pelatihan;

4. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara.Sedangkan kewenangan pemerintah dalam hal pengawasan, ketentuannya diatur dalam Pasal 140 UU No: 4 Tahun 2009. Bentuk pengawasan menurut ketentuan pasal tersebut, apabila dilihat dari sisi objeknya dibagi ke dalam dua macam pengawasan, yaitu:

1. Pengawasan internal atau pengawasan vertikal, adalah pengawasan yang dilakukan oleh menteri terhadap gubernur, bupati/walikota sebagai penanggung jawab penyelenggara pengelolaan usaha pertambangan di daerah sesuai kewenangannya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 140 ayat (1); dan

2. Pengawasan eksternal atau pengawasan fungsional, yang dilakukan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota ditujukan terhadap pelaku usaha pertambangan, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 140 ayat (3). 3.4.2 Penegakan Hukum Perdata 1:18-22)Proses hukum perdata secara nyata kurang diminati kebanyakan masyarakat di negara kita. Padahal secara yuridis, ruang penegakan hukum perdata adalah salah satu instrumen penegakan hukum yang mengatur bahwa khusus yang berkaitan dengan materi keperdataan secara formal harus melalui proses peradilan perdata disamping melalui arbritase. Selain proses perdata yang memakan waktu, tanaga dan biaya, hal yang harus disadari bahwa sengketa perdata dalam konteks pengusahaan pertambangan di negara kita yang marak saat ini adalah sengketa pemilik lahan dengan pelaku usaha pertambangan. Menyadari akan hal itu, maka bahasan sengketa perdata dalam bagian ini, yaitu khusus berkaitan dengan sengketa perdata antara masyarakat dengan usaha pelaku usaha pertambangan.

Dalam konteks sengketa perdata, sebagaimana diuraikan di atas, terdapat dua kecenderungan, yaitu:

1. Di satu pihak, masyarakat setempat sebagai pemilik lahan cenderung menjadi korban;

2. Pelaku usaha pertambangan cenderung lebih senang memakai jalur perdata, karena dengan berbagai kekuatannya meskipun sengketa peradilan berlangsung, pelaku usaha masih dapat melakukan kegiatan pertambangannya dengan tenang.

Akomodasi gugatan perdata atas kegiatan usaha pertambangan yang merugikan masyarakat sesungguhnya memperoleh ruang atau legimitasi hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan UU No: 4 tahun 2009 Pasal 145 ayat (1), yang menegaskan bahwa masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan berhak untuk:

a. Memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam kegiatan pengusahaan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan.

Ketentuan Pasal 145 ayat (1) di atas merupakan ketentuan dalam rangka perlindungan masyarakat dari dampak negatif suatu kegiatan usaha pertambangan, di mana menurut ayat (2) pasal yang sama, bahwa mengenai perlindungan masyarakat tersebut akan diatur lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.Dalam konteks penyelesaian sengketa perdata, terdapat ruang penyelesaian lain diluar pengadilan, yaitu melalui proses mediasi atau pendekatan musyawarah. Di mana aparatur pemerintah dapat bertindak sebagai fasilitator yang bertugas menjembatani kepentingan masyarakat yang terkena dampak dengan pelaku usaha yang bertanggung jawab atas kesalahan dimaksud. Mengenai besar kecilnya kerugian atau kerusakan harus ditentukan berdasarkan fakta yang terjadi dan perhitungan yang cermat, sehingga hasil audit lapangan memperoleh kepastian yang bisa disetujui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.3.4.3 Penegakan Hukum Pidana 1:23)Ketentuan sanksi pidana dalam UU No: 4 tahun 2009 diatur dalam Pasal 158 sampai dengan Pasal 165 yang memuat dua jenis sanksi pidana, yaitu sanksi hukuman penjara dan sanksi hukuman denda. Ketentuan sanksi pidana sebagaimana dimaksud Pasal 158 berbunyi: Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1), atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).4 IV. PEMBAHASAN

4.1 Kawasan Pertambangan 3)Kawasan pertambangan untuk daerah Kabupaten Sragen berdasarkan Perda Kabupaten Sragen No: 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun 2011 2031, adalah wilayah yang memiliki sumberdaya bahan tambang yang berujud padat, cair atau gas berdasarkan peta data geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi: penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang, baik di wilayah darat maupun perairan.

Tujuan pengelolaan kawasan ini adalah untuk memanfaatkan sumberdaya mineral dan energi untuk masyarakat, dengan tetap memelihara sumberdaya sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan.

4.2 Potensi Bahan Galian 4)Potensi bahan galian yang terdapat di daerah Kabupaten Sragen hanya terdiri dari 5 (lima) komoditas mineral batuan seperti yang terlihat pada tabel 4.1 berikut ini:Tabel 4.1Potensi Bahan Galian Batuan di Kabupaten Sragen 4)No:NamaBahan GalianDaerah Potensial(Kecamatan)Perkiraan

CadanganDigunakan Untuk

1.AndesitNgrampal, Gondang, Sambirejo, Kedawung7.875.000 m3Bahan bangunan

2.PasirKalijambe, Masaran, Tanon, Sragen, Jenar Ngrampal, Tangen, dan Sambungmacan2.250.000 m3Bahan bangunan

3.BatugampingNgrampal, Gondang, Sambungmacan, Miri, Sumberlawang, Jenar, dan Tangen98.000.000 m3Bahan bangunan,Bahan baku kapur padam

4.TrassKarangmalang, Sambirejo, Kedawung dan Sambungmacan,1.300.000 m3Bahan bangunan, Bahan baku puzzoland cement

5.Tanah LiatGondang, Sambirejo, Ngarum, Kedawung, Gemolong, Mondokan, Plupuh, Sumberlawang, Miri, Tangen, Jenar, Sukodono, dan Gesi, 24.000.000 m3Tanah timbun/urug

4.3 Pengusahaan PETI 5)Di daerah Kabupaten Sragen sangatlah mudah untuk menjumpai kegiatan-kegiatan pertambangan bahan galian batuan. Menurut data yang dihimpun dari Bidang Pengairan, Pertambangan, dan Energi DPU Kabupaten Sragen, di awal tahun 2014 ini masih terdapat 33 titik lokasi pertambangan illegal. Di mana dari 33 lokasi tersebut, 16 lokasi menggunakan alat berat dan 17 lokasi diusahakan dengan cara manual, dan semuanya tidak ada satu pun yang mengantongi izin sesuai perundang-undangan (tabel 4.2). Mereka hanya mengantongi kesepakatan antara pihak penambang, pemilik tanah, masyarakat, dan perangkat desa setempat. Karena bentuk izin, rekomendasi , atau bentuk apapun yang diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan/yayasan oleh masyarakat ataupun oknum aparat pemerintah, di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka kegiatan pertambangan tersebut dapat dikategorikan sebagai pertambangan tanpa izin (PETI).

Bahan galian batuan yang terdapat di daerah Kabupaten Sragen pada umumnya merupakan endapan permukaan yang tersingkap atau hampir tersingkap karena sebagian hanya ditutupi beberapa meter atau kurang dari satu meter oleh lapisan penutup (over burden). Dari sifat endapan atau letakannya, bahan galian ini pada umumnya relatif mudah untuk ditambang, dengan sitem tambang terbuka. Dari 5 (lima) bahan galian batuan di atas, kesemuanya telah diusahakan oleh masyarakat luas dengan menggunakan alat berat maupun secara tradisional (Gambar: 4.1).

Gambar 4.1Kegiatan Pertambangan Tanpa Ijin 5)

Tabel 4.2Penambang Bahan Galian Tanpa Ijin di Kabupaten Sragen 5)

Tabel 4.3Penambang Bahan Galian Tanpa Ijin di Kabupaten Sragen

EMBED Excel.Sheet.12 4.4 Permasalahan PETI di Kabupaten SragenAktivitas PETI di Kabupaten Sragen terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. PETI sulit dicegah karena merupakan kegiatan masyarakat yang dilakukan turun-temurun dengan alasan untuk mempertahankan hidup. Mereka menambang tanpa memikirkan masalah-masalah yang akan terjadi kemudian, baik itu masalah terhadap lingkungan maupun terhadap masyarakat itu sendiri.Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap para pelaku PETI dan masyarakat sekitar tambang, kegiatan mereka itu tidak lepas dari beberapa faktor yang antara lain:1. Faktor lapangan kerja yang terbatas;2. Faktor ekonomi (untuk memenuhi kebutuhan hidup);3. Faktor kurangnya kesadaran hukum masyarakat;4. Faktor menipisnya etika/moral masyarakat dengan mengabaikan aspek keselamatan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan5. Faktor penegakan hukum yang lemah.Berdasarkan informasi di atas, tergambar bahwa cukup banyak faktor yang menyebabkan terjadinya PETI, namun dari beberapa faktor tersebut, yang paling dominan adalah faktor untuk memenuhi kebutuhan hidup, hal ini didasarkan bahwa menambang merupakan pekerjaan yang sudah lama dan turun temurun dilakukan oleh masyarakat sebagai mata pencaharian untuk membiayai seluruh kebutuhan hidup penambang dan keluarganya, dan bahkan dengan menambang banyak masyarakat yang berhasil menyekolahkan anak-anaknya sampai ke tingkat perguruan tinggi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan tambang tanpa izin tersebut antara lain:

1. Kehilangan Penerimaan Pemerintah dari Sektor PertambanganAkibat status PETI yang tanpa izin, maka otomatis PETI tidak terkena kewajiban untuk membayar pajak dan pungutan lainnya kepada Pemerintah. Seandainya ada pungutan, tentunya pungutan itu tidak masuk ke kas pemerintah, melainkan masuk ke kantong-kantong para backing dan preman yang melindungi keberlangsungan kegiatan mereka.2. Kerusakan LingkunganDengan kegiatan PETI yang nyaris tanpa pengawasan dan para pelakunya yang praktis tidak mengerti sama sekali tentang pentingnya pengelolaan lingkungan hidup, maka banyak sekali masalah lingkungan yang terjadi (Gambar.4.2).

Gambar 4.2Kerusakan Jalan dan Jembatan Akibat Kegiatan Pertambangan 5)Bekas-bekas penambangan terlihat sangat merusak kondisi fisik lahan dan menimbulkan perubahan morfologi, serta perusakan vegetasi. Kerusakan lingkungan tidak hanya terjadi di lokasi pertambangan saja, akan tetapi juga terjadi di jalan-jalan dan jembatan yang dilaluinya 3. Kecelakaan TambangKeahlian dan kesadaran para penambang terhadap proses penambangan dan keselamatan kerja sangatlah minim. Kegiatan PETI pada umumnya tidak memperhatikan aspek K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Para pekerja dalam melakukan kegiatan penambangan hanya memikirkan kuantitas hasil tambang mereka. Bahkan mereka sering mengabaikan keselamatan dengan sering bekerja pada kondisi yang tidak aman, sehingga banyak terjadi korban jiwa akibat kecelakaan dalam penambangan.

4. Iklim Investasi Tidak KondusifDengan adanya kegiatan PETI yang begitu maraknya, maka para pelaku usaha (investor) akan merasa enggan untuk menginvestasikan modalnya ke daerah kabupaten Sragen. Para investor malah lebih tertarik sebagai penyandang dana terhadap pelaku PETI dari pada melakukan penambangan sendiri.5. Kerawanan SosialPada aspek sosial, pertambangan tanpa izin akan menyebabkan terjadinya degradasi budaya lokal akibat bertemunya berbagai budaya dari para penambang pendatang dengan masyarakat setempat. Karena tidak bisa dipungkiri, bahwasannya kegiatan PETI tidak hanya dilakukan oleh penambang setempat namun juga dilakukan oleh penambang dari daerah lain. Selain itu, agama juga menjadi terabaikan akibat keberadaan PETI. Sebagai contoh adalah sepinya masjid pada waktu-waktu sholat, yang dikarenakan para penambang lebih memilih melanjutkan menambang daripada melakukan sholat berjamaah. Selain itu, peredaran minuman beralkohol dan perjudian juga muncul di lingkungan pertambangan.4.5 Penertiban PETI di Daerah Kabupaten SragenKarena begitu banyaknya permasalahan yang diakibatkan oleh kegiatan PETI, maka pemerintah Kabupaten Sragen mempunyai komitmen untuk melakukan penegakan hukum di bidang pertambangan. Dilihat dari sudut instrument penegakan hukum, sebenarnya pemerintah Kabupaten Sragen dapat melakukannya dengan cara:1. Penegakan Hukum AdministrasiPenegakan hukum administrasi, dilakukan oleh instrumen administratif, yaitu pejabat administratif atau pemerintahan. Penegakan hukum administratif sesuai fungsinya bersifat preventif, maka penerapan instrumen administratif terutama dimaksudkan untuk menghimbau kepada para pelaku PETI untuk segera melegalkan kegiatan mereka dengan pengurusan ijin-ijin yang diperlukan.Sehubungan dengan penegakan hukum administratif tersebut, pemerintah kabupaten Sragen telah melakukan berbagai langkah yang antara lain adalah:

a. Menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) KabupatenSampai saat ini, Pemerintah Kabupatan Sragen belum memiliki peraturan daerah yang mengatur masalah pertambangan. Akan tetapi pemerintah telah membentuk Tim Penyusun Perda tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (Gambar 4.3).

Gambar 4.3Rapat Tim Penyusun Perda Tentang Pertambangan Mineral 5)b. Melakukan Sosialisasi Tentang Regulasi di Bidang PertambanganPemerintah daerah dalam melalui DPU Kabupaten Sragen telah melakukan sosialisasi mengenai regulasi bidang pertambangan sekaligus konsultasi publik mengenai Raperda Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (Gambar 4.4). Hal ini dilakukan agar para pelaku PETI mengerti tentang hukum-hukum bidang pertambangan. Dengan mengetahui hak dan kewajiban dalam melakukan penambangan, diharapkan pera pelaku PETI mau mengurus ijin-ijin yang diperlukan dalam melakukan kegiatan pertambangan dan tidak melakukan kegiatan penambangan sebelum memiliki ijin sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Gambar 4.4Sosialisasi Tentang Regulasi di Bidang Pertambangan 5)c. Melakukan PenertibanDalam rangka melakukan penertiban terhadap pelaku PETI, pemerintah kabupaten Sragen telah membentuk tim gabungan dari DPU, Satuan Polisi Pamong Praja, serta Kepolisian. Tim gabungan ini secara terpadu melakukan penertiban dangan cara menghentikan kegiatan PETI dan bahkan di beberapa titik dilakukan penyitaan alat-alat yang digunakan untuk melakukan penambangan (Gambar 4.5)

. Gambar 4.5Upaya Penertiban Terhadap Pelaku PETI 5)2. Penegakan Hukum PerdataPenegakan hukum perdata dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan, baik individual, kelompok, masyarakat atau negara. Di sisi ini sebenarnya ada peluang untuk melakukan penuntutan ganti rugi terhadap para pelaku PETI, karena banyak sekali pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan PETI tersebut. Namun, sampai saat ini belum ada satu pihak pun yang mengajukan penuntutan ganti rugi tersebut.3. Penegakan Hukum PidanaPenegakan hukum piudana dilakukan oleh negara melalui jaksa. Ketentuan sanksi pidana dalam UU No: 4 tahun 2009 diatur dalam Pasal 158 sampai dengan Pasal 165 yang memuat dua jenis sanksi pidana, yaitu sanksi hukuman penjara dan sanksi hukuman denda. Ketentuan sanksi pidana sebagaimana dimaksud Pasal 158 berbunyi: Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1), atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) 5). Seandainya pemerintah Kabupaten Sragen melakukan penuntutan pidana, kemungkinan bisa menimbulkan efek jera terhadap para pelaku PETI. Namun langkah ini tidak juga dilakukan dengan berbagai alasan.Mengingat permasalahan PETI begitu kompleks, maka penanggulangannya memerlukan konsep yang terintegrasi dan harus dilakukan secara terpadu. Dengan mempertimbangkan permasalahan faktual yang terjadi dibidang sosial, ekonomi, hukum dan politik, maka penanggulangan masalah PETI ini harus menggunakan pendekatan sosial kemasyarakatan seiring dengan ditegakkannya hukum. Artinya, bagaimana kepentingan masyarakat dapat diakomodasikan secara proporsional tanpa mengabaikan prinsip-prinsip pertambangan yang baik dan benar, dengan cara:1. Mengupayakan adanya penegakan hukum;2. Mengupayakan usaha pertambangan yang ramah lingkungan serta berpihak terhadap masyarakat;3. Mengupayakan adanya keterpaduan anatara kegiatan pertambangan rakyat, yang diusahakan oleh perseorangan, masyarakat atau pun koperasi dengan badan usaha melalui kemitraan yang saling menguntungkan;4. Menerapkan pola pertambangan rakyat yang mendapat bimbingan, pengawasan, serta subsidi dari pemerintah; dan5. Perlu dilibatkannya jajaran di tingkat kecamatan dalam hal ini Camat, untuk melakukan pengawasan, pembinaan dan atau pun pemberian IPR terhadap para pelaku PETI sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Ayat (2) UU No: 4 Tahun 2009;

Akhirnya, bahwa masalah penanggulangan pertambangan tanpa izin adalah merupakan kunci bagi pembenahan sektor pertambangan. Diharapkan dengan penataan kegiatan pertambangan khususnya di wilayah Kabupaten Sragen, akan menyumbang Penghasilan Asli Daerah (PAD) khususnya dari sektor pertambangan.5 V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kegiatan pertambangan selain memiliki peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan, keamanan, dan keselamatan di daerah pertambangan. Untuk itu kegiatan pertambangan harus memiliki legalitas yang mengarah pada keadilan dan ketertiban, dengan demikian memiliki pengaruh positif terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup, sehingga potensi pertambangan dapat menjadi kekuatan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung.Diharapkan kepada pemerintah daerah kabupaten Sragen agar dapat memberikan suatu tidakan tegas terhadap para pelaku PETI sesuai peraturan yang berlaku. Dan kepada lembaga-lembaga yang berbasis lingkungan maupun kesehatan agar dapat mensosialisasikan bagaimana cara melakukan pertambangan yang sesuai peraturan yang berlaku, tidak mencemari lingkungan, dan tidak menyalahgunakan sumber daya alam yang ada.5.2 Saran

Keinginan pemerintah daerah untuk mengatur kebijakan bidang pertambangan adalah dengan harapan akan terwujud keadilan, ketertiban, dan kemanfaatan bagi penambang khususnya dan masyarakat pada umumnya, sehingga kesejahteraan dapat meningkat karena pendapatan bertambah. Tapi di samping itu juga tanggung jawab pemerintah daerah tidaklah ringan, terutama bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait. Tanggung jawab tersebut diantaranya adalah, bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup, dan pasca tambang (Pasal 69, 70, dan 73 UU Nomor 4 Tahun 2009).Dalam rangka mewujudkan kegiatan pertambangan yang sesuai peraturan perundang-undangan, maka pemerintah daerah Kabupaten Sragen dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Segera menyusun dan menetapkan peraturan daerah tentang pertambangan;

b. Segera melakukan identifikasi potensi tambang serta menetapkan wilayah pertambangan dengan potensi yang ada; dan

c. Menertibkan serta mengarahkan kegiatan pertambangan agar dilakukan dengan mempertimbangkan aspek hukum dan lingkungan hidup.Di samping itu, pemerintah daerah juga harus melakukan pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen, juga memberikan bantuan modal, sebab ini adalah hak dari penambang yang diatur dalam undang-undang. Akhirnya pemanfaatan sumber daya mineral harus dikelola secara berkelanjutan dan bijaksana untuk memberi nilai tambah bagi perekonomian agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

6 DAFTAR PUSTAKA1. Sumantri, H., MS., 2006, Hukum-hukum Pertambangan di Indonesia, Grafika Utama, Jakarta.2. ---------, 2009, Undang-Undang No: 4. Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.3. ---------, 2011, Peraturan Daerah No: 11. Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun 2011 2013.4. ---------, 2011, Laporan Hasil Pemetaan Bahan Galian Batuan dan Non Logam Kabupaten Sragen.5. ---------, 2013, Laporan-laporan Tentang Kegiatan di Bidang Pertambangan, DPU Kabupaten Sragen.6. ---------, -----, http://dpusragen.blogspot.com7. ---------, -----, www.esdm.go.id8. ---------, -----, www.sragenkab.go.id7 LAMPIRANLampiran 1:Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen 5)

STEM AKAMIGAS

Ibukota Kabupaten

Ibukota Kecamatan

Batas Propinsi

Batas Kabupaten

Batas Kecamatan

Waduk

Jalan Aspal

Jalan Batu

Jalan Tanah

Jalan Kereta Api

Penambangan Batugamping

di Desa Doyong, Miri

Penambangan Andesit

di Desa Jambeyan, Sambirejo

Penertiban oleh DPU

Penertibana oleh Polres

Penertiban oleh Satpol-PP

KEPALA DINAS

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

SEKRETARIS

SUB BAGIAN

PERENCANAAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

SUB

BAGIAN

KEUANGAN

SUB BAGIAN

UMUM DAN KEPEGAWAIAN

BIDANG PENGAIRAN, PERTAMBANGAN DAN ENERGI

BIDANG

PERENCANAAN TEKNIK DAN PENGATURAN TATA RUANG

BIDANG

BINA MARGA

BIDANG

CIPTA KARYA

SEKSI

PERENCANAAN TEKNIS

SEKSI

PENGATURAN TATA RUANG

SEKSI

PENGENDALI MUTU

SEKSI PERTAMBANGAN DAN ENERGI

SEKSI OPERASI, PEMELIHARAN DAN PEMBERDAYAAN PENGAIRAN

SEKSI PEMBANGUNAN DAN PENINGKATAN PENGAIRAN

SEKSI

PEMBANGUNAN& PENINGKATAN JALAN

SEKSI

PEMBANGUNAN& PENINGKATAN JEMBATAN

SEKSI

PEMELIHARAAN& PEMANFAATAN JALAN/JEMBATAN

SEKSI

PENATAAN LINGKUNGAN

SEKSI

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

SEKSI

GEDUNG DAN PERUMAHAN PEMERINTAH

4 UPTD WADUK DAN IRIGASI

4 UPTD PU

UPTD PERALATAN BERAT DAN ANGKUTAN

UPTD PEMADAM KEBAKARAN

Sheet1

1234567

17Kelompok MasyarakatDs. Doyong, Miri3TruckWarga Doyong3Ha.Batugamping

18Kelompok MasyarakatDs. Soko, Miri4TruckWarga Soko3Ha.Pasir Sungai

19Kelompok MasyarakatDs. Sidokerto, Plupuh4TruckWarga Sidokerto5Ha.Pasir Sungai

20Kelompok MasyarakatDs. Sidodadi, Masaran3TruckWarga Sidodadi4Ha.Pasir Sungai

21Kelompok MasyarakatDs. Pilang, Tanon3TruckWarga Pilang3Ha.Pasir Sungai

22Kelompok MasyarakatDs. Kliwonan, Masaran3TruckWarga Kliwonan3Ha.Pasir Sungai

23Kelompok MasyarakatDs. Tanggan, Sukodono4TruckWarga Tanggan5Ha.Pasir Sungai

24Kelompok MasyarakatDs. Buyuk, Jenar4TruckWarga Buyuk4Ha.Pasir Sungai

25Kelompok MasyarakatDs. Dawung, Jenar3TruckWarga Dawung4Ha.Batugamping

26Kelompok MasyarakatDs. Kedawung, Mondokan3TruckWarga Kedawung5Ha.Batugamping

27Kelompok MasyarakatDs. Tegalrejo, Gondang3TruckWarga Tegalrejo3Ha.Andesit

28Kelompok MasyarakatDs. Tanggan, Gesi2TruckWarga Tanggan2.5Ha.Batugamping

29Kelompok MasyarakatDs. Bukuran, Kalijambe5TruckWarga Bukuran6Ha.Batugamping

30Kelompok MasyarakatDs. Katelan, Tangen3TruckWarga Katelan4Ha.Batugamping

31Kelompok MasyarakatDs. Pagak, Sumberlawang3TruckWarga Pagak4Ha.Batugamping

32Kelompok MasyarakatDs. Pendem, Sumberlawang4TruckWarga Pendem6Ha.Batugamping

33Kelompok MasyarakatDs. Jekawal, Tangen3TruckWarga Jekawal3Ha.Batugamping

Sheet1

NO.NAMALOKASIJENIS ALATTANAHLUASJENIS TANAH

PENAMBANGPENAMBANGANMILIK

1234567

1Joko SutantoDk. Bringinan, Tempelrejo,1Back Hoe danWarga Bringinan1Ha.Tanah Urug

(Toroh, Purwodadi)Mondokan, Sragen12Dump Truck

2WagimanDesa Trombol, Mondokan,1Back Hoe danWarga Trombol2.5Ha.Tanah Urug

(Gading, Sragen)Sragen14Dump Truckdan Sirtu

3Suparno / LekekDesa Trombol, Mondokan,2Back Hoe danWarga Trombol10Ha.Tanah Urug

(Sidoharjo, Sragen)Sragen15Dump Truck

4Joko MaryantoTlebuk, Kedawung,1Back Hoe danWarga Tlebuk2Ha.Tanah Urug

(Sidoharjo, Sragen)Mondokan, Sragen9Dump Truck

5Indra WibowoKedawung, Mondokan1Back Hoe danWarga Buntit1Ha.Batu Gamping

(Demak)Sragen6Dump Truck

6Suparno / LekekSendanggabuk, Kr. Talun, 1Back Hoe danWarga 2.5Ha.Tanah Urug

(Sidoharjo, Sragen)Tanon, Sragen11Dump TruckSendang Gapuk

7Joko SutantoKedungupit, Ngampal,1Back Hoe danWarga 1Ha.Tanah Urug

(Toroh, Purwodadi)Sragen8Dump TruckKedung Upit

Sheet1

1234567

8PaimanGabus, Ngrampal, Sragen1Back Hoe danWarga Made1Ha.Tanah Urug

(Gondang, Sragen)6Dump Truck

9Giyo / JonetJambeyan, Sambirejo, Sragen1Back Hoe danWarga Kendal1Ha.Andesit

(Kr.Tengah, Sragen)4Dump Truck

10Beni Susilo, STMojorejo, Kr.malang, Sragen1Back Hoe danWarga Blibis4Ha.Tanah Urug

Ngrampal, Sragen)11Dump Truck

11SurosoSrimulyo, Gondang, Sragen1Back Hoe danWarga Buntit1Ha.Andesit

(Gondang, Sragen)5Dump Truck

12Beni Susilo, STKaliwedi, Gondang, Sragen1Back Hoe danWarga Sumber2Ha.Andesit

(Ngrampal, Sragen)7Dump Truck

13Seno NugrohoPilangsari, Gesi, Sragen1Back Hoe danWarga Gesi2Ha.Tanah Urug

(Gesi, Sragen)10Dump Truck

14Suparno / LekekPengkok, Kedawung, Sragen1Back Hoe danWarga Pengkok1Ha.Tanah Urug

(Sidoharjo, Sragen)12Dump Truck

15Beni Susilo, STTegalrejo, Gondang, Sragen1Back Hoe danWarga Ngrejengan1Ha.Andesit

(Ngrampal, Sragen)7Dump Truck

16Joko MaryantoMusuk, Sambirejo, Sragen1Back Hoe danWarga Dukoh dan1Ha.Andesit

(Sidoharjo, Sragen)7Dump TruckJetis