pembuatan ekstrak kering herba meniran

Upload: harrizul-rivai

Post on 08-Jul-2015

528 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

PEMBUATAN EKSTRAK KERING DARI HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.*)

Nama : Mayang Dwi Lianova Nim : 2008013 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tanaman obat memiliki khasiat dan kegunaan masing masing, salah satu diantaranya adalah Herba meniran yang berkhasiat untuk menghambat

pertumbuhan bakteri staphylococcus, dan hasil penelitian terhadap herba meniran menunjukkan adanya kandungan minyak atsiri. Dalam infus meniran juga diketahui berkhasiat sebagai antidiare. (Dalimartha, 2000) Bahan obat sediaan fitofarmaka umumnya menggunakan ekstrak cair, ekstrak kental dan tingtur. Sediaan fitofarmaka yang dibuat dari bahan ekstrak cair jika disimpan dalam jangka waktu yang lama akan lebih cepat mengalami gangguan penyimpanan dalam penyimpanan secara fisika, kimia, dan mikrobiologi. Berdasarkan hal tersebut, ekstrak kering perlu dikembangkan dalam penggunaan obat pada sediaan fitofarmaka. (Anonim, 2004)*)Proposal ini diseminar kan di Akademi Farmasi Ranah Miang Padang pada : Hari/tanggal : Jam : Tempat : Ruangan Seminar Akademi Farmasi Pembimbing : 1.Drs.Harrizul Rivai.M 2.Vivaldi Ersil, S.Si,Apt

1

Ekstrak kering adalah sediaan tanaman yang diperoleh dengan cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan menurut cara cara yang memenuhi syarat. Pengaturan biasanya dilakukan berdasarkan kandungan bahan aktif dengan cara penambahan bahan inert. (Anonim, 2004) Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengembangkan pembuatan ekstrak kering dari simplisia herba meniran (Phyllanthus niruri L.) sebagai ekstrak kering yang memenuhi standarisasi Farmakope Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana cara membuat ekstrak kering herba meniran (Phyllanthus niruri L.) yang bermutu baik. 2. Bagaimana karakteristik ekstrak kering herba meniran (Phyllanthus niruri L.)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui cara pembuatan ekstrak kering dari herba meniran yang bermutu baik dan memenuhi standarisasi esktrak. 1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan kita tentang cara pembuatan ekstrak kering dari herba meniran (Phyllanthus niruri L.) 2. Untuk mengetahui karakteristik ekstrak kering herba meniran (Phyllanthus niruri L.) sehingga dapat dipakai untuk standarisasi.

2

1.4 Hipotesis Herba meniran (Phyllanthus niruri L. ) dapat dibuat menjadi ekstrak kering dan memiliki karakterisasi yang sesuai dengan standar mutu ekstrak kering Farmakope Indonesia. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ini merupakan bagian dari penelitian pengembangan obat tradisional menjadi sediaan fitofarmaka. Obat tradisional yang diteliti ini adalah dari herba meniran (Phyllanthus niruri L. ) Penelitian yang dilakukan adalah penelitian untuk pembuatan ekstrak kering dan penentuan karakteristik dari herba meniran (Phyllanthus niruri L. )

3

1.6 Kerangka Konsep

Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Daun Kering Simplisia Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.)

Identifikasi di Herbarium Pemanenan Sortasi Basah Pencucian Pengeringan

Penetapan susut pengeringan Penetapan kadar abu Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Penetapan kadar abu yang larut air

Ekstraksi dengan maserasi Ekstrak Kental Pengeringan dengan penambahan saccharum lactis Ekstrak Kering Karakterisasi Ekstrak Terkarakterisasi

Spesifik

Non Spesifik Susut pengeringanBj Nyata dan Bj Mampat

Identitas Organoleptis Kadar senyawa larut air Kadar senyawa larut etanol

Kadar abu total Kadar abu tak larut asam4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Tinjauan Botani Herba Meniran Meniran atau yang disebut juga dengan (Phyllanthus niruri L.) merupakan tumbuhan yang berasal dari hutan tropis. Meniran tumbuh di hutan-hutan liar, di kebun-kebun, maupun pekarangan halaman rumah. Pada umumnya tidak dipelihara karena dianggap tumbuhan rumput biasa. Nama lain dari herba meniran ini adalah Kilanelli ( India ), Meniran ( Jawa ), Zhen chu cao, Ye xia zhu ( Cina ), Child pick a back ( Inggris ). Klasifikasi Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Family Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Geraniales : Euphorbiaceae : Phylianthus : Phyllanthus niruri L.

( Jayusman dan Sulaksana, 2004)

Varietas dari herba meniran ini adalah meniran putih, meniran hijau,dan meniran merah. Dan jenis meniran yang akan diujikan disini adalah meniran hijau.

5

2.2

Tinjauan farmakologi

2.2.1 Penggunaan Secara Tradisional Untuk obat yang diminum, rebus 15 30 gram herba meniran kering, lalu air rebusannya diminum. Cara lain, Tumbuk herba meniran segar lalu peras. Air yang terkumpul diminum,untuk pemakaian luar cuci herba segar lalu giling sampai halus, bubuhkan bahan tersebut ketempat yang sakit kemudian di balut. 2.2.2 Uji Laboratorium (Uji Farmakologi) Salep ekstrak metanol herba meniran dosis 200 dan 400 mg/kgBB

(disuspensikan dengan DMSO 10%), yang diberikan pada tikus yang dibuat luka pada bagian ketiaknya, secara bermakna dapat mengurangi diameter luka tersebut masingmasing sebesar 90,9 dan 93,7% pada hari ke -18 setelah kejadian luka. Selain itu juga dapat mengurangi waktu epitelisasi pada luka karena terpotong dan meningkatkan laju penutupan luka [WC (wound closure)50] sebesar 8,7 %. Ekstrak herba meniran dosis 400 mg/kgBB tikus, juga dapat meningkatkan berat jaringan granuloma secara bermakna (Anonim, 2010) 2.2.3 Uji Klinik Bagian-bagian tanaman meniran telah dimanfaatkan untuk berbagai penyakit, daun dan batang meniran digunakan untuk mengobati penyakit kelamin akut. Ekstrak air dari meniran telah dimanfaatkan oleh masyarakat Brazil dan Peru untuk melarutkan batu ginjal dan batu saluran kemih. Sedangkan di Afrika utara, meniran digunakan untuk mengobati demam, diabetes, gangguan menstruasi, dan sebagai pencahar. Meniran juga banyak dimanfaatkan di belahan bumi lainnya, seperti di India, Thailand, dan Indonesia untuk mengobati penyakit kuning, disentri, diare, gonorhoea, keputihan, asma, anti radang, sakit pinggang, dan tetanus. Meniran dapat6

digunakan sebagai terapi adjuvan, yaitu obat yang dikonsumsi untuk menunjang efek obat utama. Hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta dan Surabaya, dilaporkan bahwa terapi adjuvan dengan ekstrak meniran berhasil mempersingkat waktu pengobatan beberapa jenis penyakit, di antaranya adalah tuberkulois (TBC). ( Kusuma dan Kardinan, 2004) 2.3 Tinjauan Kimia Herba Meniran Meniran mengandung golongan senyawa kimia golongan flavonoid, antara lain quercetin, quercetrin, isoquercetrin, astragalin, rutin kaemperol-4-

rhamnopyranoside, eriodictyol-7-rhamnopyranoside, fisetin-4-O-glicoside, 5, 6, 7, 4-tetrahydroxy-8-(3-methylbut-2-enyl)-flavonone-5-O-runoside (nirurin). Pada

akarnya terdapat 3, 5, 7-trihydroxyflavonl-4-O-_-L-(-) rhamnopyranoside; suatu senyawa glikosida flavonoid dengan kaemperol sebagai aglikon dan rhamnosa sebagai bagian glikon. Ikatan glikosida terdapat pada posisi 4 sebagai gliksida flavonoid terdapat pula 5, 3, 4;-rihydroxyflavononone-7-O-_-L-(-), suatu flavonone (eriodictyol); L(-)-rhamnose sebagai bagian gikon. Disamping itu terdapat senyawa lignan, norsecurinine, securinine, allosecurinine, dan senyawa alkaloid

(entnorsecurinine). Ignan; nirphyllin (3, 3, 5, 9, 9-pentamethoxy-4-hydroxy, 4, 5methylendioxylignan, phyllnirurin (3,4-methylendioxy-5-methoxy-9-hidroxy-4-7 epoxy8,3neolignan), isolintetrain, hypophyllanthin (tidak pahit). Nirtetralin, niranthin, phyllanthin (pahit), hinikinin, ligtetralin, phyllanthostatin A, dan

alkaloid dari trans-phytol (Sudarsono dkk, 1996).

7

2.4 Tinjauan Farmakognosi Herba Meniran (Anonim, 1977) 2.4.1 Bentuk Makroskopik Batang ramping, bulat, garis tengah sampai 3 mm, garis tengah cabang sampai 1 mm. Daun kecil, bentuk bundar telur sampai bundar memanjang, pada varietas javanicus panjang helai daun 5 mm sampai 10 mm, lebar 2,5 mm sampai 5 mm, pada varietas genuinus panjang helai daun 7 mm sampai 20 mm,lebar 3 mm sampai 5 mm, bunga dan buah terdapat pada ketiak daun. Buah berwarna hijau kekuningan sampai kuning kecoklatan. 2.4.2 Bentuk Mikroskopik Daun : Epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel dan agak menonjol keluar, epidermis bawah lebih menonjol dari epidermis atas, pada penampang tangensial sel epidermis atas dan bawah mempunyai dinding samping yang bergelombang; kutikula jelas dan berbintik. Stomata tipe anisositik, terdapat pada kedua permukaan, pada permukaan bawah lebih banyak. Jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel berbentuk silindrik, tebal jaringan hampir setengah tebal mesofil daun. Pada jaringan palisade dari varietas genuinus terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk prisma berukuran 10 m sampai 5 m, pada jaringan palisade dari varietas javanicus terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk roset berukuran lebih kurang 20 m. Jaringan bunga karang terdiri dari beberapa lapis sel. Berkas pembuluh tipe kolateral, tulang daun di dalam mesofil disertai hablur kalsium oksalat berbentuk roset, umumnya berukuran lebih kecil dari hablur di jaringan palisade. Batang : Epidermis terdiri dari 1 lapis sel dengan bentuk memanjang. Korteks terdiri dari jaringan kolenkim dan parenkim yang berisi butir hijau daun

8

atau berisi hablur kalsium oksalat

berbentuk roset besar; kelompok serabut

perisikel, berlignin dan tersusun dalam lingkaran yng terputus-putus. Floem sedikit, Xilem sekunder tersusun radial. Jari- jari xilem terdiri dari 1 sampai 2 deret sel yang agak terentang radial. Dalam paremkim empulur terdapat hablur serupa hablur di korteks. Buah : Kulit buah terdiri dari 1 lapis sel parenkim jernih, 2 lapis sel-sel kecil dengan dinding radial agak menebal, selapis sel serupa jaringan palisade yang jernih dengan dinding tangensial dalam dan luar lebih tebal dan berlignin. Biji : Di dalam kulit biji terdapat 1 lapis sklerenkim yang terdiri sel batu berbentuk segi empat atau segi panjang, dinding luar dan dinding radial lebih tebal dari dinding dalam, berlignin, lumen berbentuk segi tiga, saluran noktah bercabangcabang. Endosperm terdiri dari sel-sel kecil. Serbuk : Warna hijau kelabu. Fragmen pengenal adalah fragmen epidermis atas dan bawah serta hablur kalsium oksalat berbentuk prisma atau berbentuk roset yang berasal dari jaringan palisade atau parenkim di sekitar berkas pembuluh; fragmen mesofil; fragmen kulit buah dengan dinding tangensial serupa serabut sklerenkim; fragmen kulit biji, tampak tangensial. 2.5 Pengeringan Simplisia Pengeringan adalah suatu cara pengawetan dan pengelolaan simplisia dengan cara mengurangi kadar air sehingga pembusukan dapat terhambat dalam proses ini. Kadar air dan reaksi reaksi zat aktif dalam simplisia akan berkurang, air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat menjadi pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim lain tertentu dalam sel masih dapat bekerja9

menguraikan senyawa aktif saat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut mengadung air tertentu. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air < 10%. Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung atau banyak air yang terserap zat. Teknik pengeringan secara alami tergantung dari zat aktif yang terkandung dalam organ yang dikeringkan, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Dengan panas cahaya matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan simplisia yang relatif keras (kayu, kulit kayu, akar, biji, dsb), dan mengandung zat aktif yang relatif stabil. b. Dengan cara diangin anginkan dan tidak kena cahaya matahari langsung, cara ini untuk pengeringan simplisia lunak (bunga, daun, dsb), dan mengandung zat atau kandungan zat aktif yang mudah menguap dan tidak tahan terhadap panas matahari 2.6 Standarisasi Ekstrak Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunkan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standarisasi ekstrak dilakukan secara parameter non spesifik dan parameter spesifik (Farmakope Indonesia, 1995). Ekstrak kering adalah sediaan yang berasal dari tanaman, diperoleh dengan cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan menurut cara-cara yang memenuhi syarat. Pengaturan biasanya

10

dilakukan berdasarkan kandungan bahan aktif dengan cara penambahan bahan tambahan inert (Anonim, 2004). 2.6.1 Ekstraksi Dengan Mengunakan Pelarut Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 95% dilakukan dengan cara maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia, dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metoda pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontiniu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Anonim, 2000). Cairan pelarut dipilih agar dapat melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan antara lain stabil, selektif, ekonomis, dan aman. Namun kebijakan pemerintah dalam hal ini juga membatasi pelarut yang dibolehkan. Pada prinsipnya pelarut yang digunakan memenuhi syarat kefarmasian Pharmaceutical Grade Sampai saat ini pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya (Anonim, 2000).

11

2.7 Standarisasi Ekstrak (Anonim, 2000). 2.7.1 Parameter Non Spesifik a) Susut Pengeringan Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Tujuan penentuan parameter ini adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. a) Bobot Jenis Nyata dan Bobot Jenis Mampat Merupakan massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25C) yang ditentukan dengan alat khusus tab volumeter. b) Kadar Abu Prinsip penentuan parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganiknya saja. Tujuan penentuan parameter ini adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Penentuan kadar abu ada dua macam yaitu : 1) Penetapan kada abu total 2) Penetapan kadar abu tidak larut asam

12

2.7.2

Parameter Spesifik (Depkes, 2000)

a) Identitas Merupakan parameter tentang deskripsi tata nama : Nama ekstrak Nama latin tumbuhan Bagian tumbuhan yang digunakan Nama Indonesia tumbuhan Senyawa Identitas Bertujuan memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas. b) Organoleptik Merupakan parameter yang ditentukan dengan penggunaan

pancaindera mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. Tujuan penentuan parameter ini adalah pengenalan awal yang sederhana dengan seobyektif mungkin. c) Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu Merupakan parameter yang ditentukan dengan melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan ekstrak secara gravimetri. Sehingga memberikan gambaran awal jumlah kandungan senyawa. Dibedakan atas dua, yaitu : 1) Kadar senyawa yang larut dalam air 2) Kadar senyawa yang larut dalam etanol

13

1) Kadar senyawa yang larut dalam air Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (Anonim, 2000). 2) Kadar senyawa yang larut dalam etanol Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol 90%, kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal ( Anonim, 2000).

14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2011 di Laboratorium Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Taman Siswa Padang. 2.2 Alat dan Bahan a. Alat alat yang digunakan adalah: Corong pisah, alat alat gelas, perkolator, rotari evaporator, 1 set alat refluks, krus, piknometer, kertas saring, timbangan, dan labu bersumbat. b. Bahan bahan yang digunakan antara lain: Aquadest, herba meniran, etanol 90%, laktosa, kloroform, larutan HCl, dan asam sulfat encer. 2.3 Prosedur Penelitian 2.3.1 Pengumpulan dan Identifikasi Sampel (Soetarno, 1997)

1. Pemanenan herba meniran (Phyllanthus niruri L.) Tumbuhan dipanen secara manual, diambil semua bagian dari tumbuhan meniran (Phyllanthus niruri L.) yang diatas permukaan tanah, tumbuh tegak, bercabang cabang dipanen pagi hari dan diambil tumbuhan yang telah dewasa atau telah berbunga.

15

2. Identifikasi herba meniran (Phyllanthus niruri L. ) Identifikasi tumbuhan di Herbarium Universitas Andalas. 3. Sortasi Basah Dilakukan untuk pemisahan pengotor pada simplisia sebelum pencucian, dengan cara membuang bagian bagian yang tidak perlu sebelum pengeringan, sehingga didapatkan herba yang layak untuk digunakan, cara ini dapat dilakukan dengan manual. 4. Pencucian Simplisia Dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang masih melekat pada simplisia setelah pelaksanaan sortasi basah. Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan dalam waktu yang sesingkat mungkin bertujuan untuk menghilangkan mikroba dan pengotor, namun tidak menghilangkan zat berkhasiat simplisia tersebut. 5. Pengeringan Simplisia Dilakukan pengeringan dengan cara diangin anginkan atau tidak kena cahaya matahari langsung atau pada suhu kamar. Pengeringan ini berlangsung 10 hari sampai kadar air