pedoman penulisan artikel k - 2trik.webs.com fileskripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan...

55
Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito Sunarto Subagyo Tutiek Herlina Sekretariat: Winarni Nunik Astutik Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telp. 085235004462, 081335718040 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama. Persyaratan artikel adalah sebagai berikut: 1. Diketik pada ukuran HVS A4 bermargin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm, dalam satu kolom, menggunakan huruf Arial 9, maksimum 10 halaman. 2. Naskah berupa softcopy dikirim melalui e-mail: [email protected] . Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm. 5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah. 7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan . 8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. 9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard. Redaksi Vol. V No. 3 Halaman 120 172 Agustus 2015 ISSN: 2089-4686

Upload: trankiet

Post on 02-Aug-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN

Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN

Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan

Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN

Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito

Sunarto Subagyo

Tutiek Herlina

Sekretariat: Winarni

Nunik Astutik

Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo

RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo

Telp. 085235004462, 081335718040 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com

Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan

Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan

hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama.

Persyaratan artikel adalah sebagai berikut:

1. Diketik pada ukuran HVS A4 bermargin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm, dalam satu kolom, menggunakan huruf Arial 9, maksimum 10 halaman.

2. Naskah berupa softcopy dikirim melalui e-mail: [email protected] .

Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut:

1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah.

2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis.

3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci.

4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm.

5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan.

6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan .

8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm.

9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard.

Redaksi

Vol. V No. 3 Halaman 120 – 172 Agustus 2015 ISSN: 2089-4686

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

ii 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

EDITORIAL

Selamat berjumpa kembali dengan 2-TRIK Volume V Nomor 3 bulan Agustus 2015. Pada penerbitan ini kami menyajikan delapan artikel hasil penelitian dalam bidang kesehatan, terdiri atas topik kebidanan, kesehatan masyarakat, dan pendidikan tenaga kesehatan. Kami menyampaikan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah mempercayakan publikasi dalam jurnal ini yaitu sejawat dari Magetan, Cilacap, Surabaya, Indragiri, Cilegon, Purwokerto, serta Ambon. Mudah-mudahan karya-karya yang telah terpublikasikan pada nomor ini dapat berkontribusi bagi kemajuan IPTEK kesehatan di tanah air kita.

Anda dapat mengunduh isi jurnal ini melalui www.2trik.webs.com atau dalam bentuk ringkas dapat dilihat di portal PDII LIPI. Selamat bersua kembali pada bulan November 2015 yang akan datang. Terimakasih.

Redaksi

DAFTAR JUDUL

1 HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PARITAS DENGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MOBILISASI DINI Ervi Husni, Tatarini Ika Pipitcahyani, Shanti Agustin Harsono

120-124

2 NEED ASSESSMENT PROMOSI KESEHATAN UNTUK KESELAMATAN BERKENDARA PADA SISWA SMA Monifa Putri

125-134

3 PENGARUH TEMAN SEBAYA, ASAL SEKOLAH DAN PERAN PEMBIMBING AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA KEBIDANAN Novia Arifiyani

135-141

4 PEMAHAMAN DAN RESPON BIDAN TENTANG MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA (MTBM) PADA KUNJUNGAN NEONATAL Norif Didik Nur Imanah

142-146

5 FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GUGAT CERAI DI RENGAT INDRAGIRI HULU Restianingsih Putri Rahayu

147-152

6 HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KOMPETENSI PEMERIKSAAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA MAHASISWA D3 KEBIDANAN Herma Yesti

153-157

7 FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI KOTA MASOHI KABUPATEN MALUKU TENGAH Ivy Violan Lawalata, Sahrir Sillehu

158-165

8 MODEL DETEKSI DINI RISIKO TINGGI KEHAMILAN MENGGUNAKAN INDIKATOR ANTROPOMETRI PADA USIA REMAJA Nurwening Tyas Wisnu, Tumirah, Rudiati

166-172

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

120 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PARITAS DENGAN PENGETAHUAN IBU

NIFAS TENTANG MOBILISASI DINI

Ervi Husni (Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan

Kemenkes Surabaya) Tatarini Ika Pipitcahyani

(Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya)

Shanti Agustin Harsono (Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan

Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK Pendahuluan: Berdasarkan survey awal yang dilakukan diperoleh data bahwa masih ada ibu nifas yang tidak segera melakukan mobilisasi aktif. Sebagian besar adalah ibu primipara dan berpendidikan rendah.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kelelahan, nyeri pada jahitan, serta ketidaktahuan tentang manfaat mobilisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pendidikan dan paritas ibu nifas tentang mobilisasi dini. Variabel independen adalah pendidikan dan paritas sedangkan variabel dependen adalah pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, sampel sebesar 29 responden, yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Data dianalisis menggunakan uji Chi square. Hasil: Hasil uji hubungan pengetahuan tentang mobilisasi dini dengan pendidikan adalah χ

2 hitung (9,63) > χ

2 tabel

(9,488) dengan koefisien korelasi r = 0,57 (Ho ditolak), sedangkan hasil ui hubungan pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini dengan paritas adalah χ

2 hitung (9,56) > χ

2

tabel (9,488) dengan koefisien korelasi r = 0,57 (Ho ditolak). Kesimpulan: Ada hubungan antara pendidikan dan paritas dengan pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini. Kata Kunci: Nifas, pendidikan, paritas, pengetahuan, mobilisasi

PENDAHULUAN

Dalam pelayanan obstetrik, angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan. Di Indonesia AKI masih tinggi yaitu berkisar 307/100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu meninggal karena berbagai sebab. Menurut Lancet (2005) penyebab kematian ibu tertinggi antara lain karena perdarahan sekitar 28% dan 70% diantaranya disebabkan oleh atonia uterus (Vicky Chapman, 2006). Banyak studi menunjukkan bahwa ibu meninggal akibat perdarahan postpartum rata-rata lebih dari 5 jam setelah kelahirannya (Vicky Chapman, 2006).

Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali ke keadaan sebelum hamil. Berlangsung kira-kira 6 minggu. Pada masa tersebut merupakan masa kritis baik untuk ibu maupun bayinya (Saifuddin, 2002).

Pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain paritas, pendidikan, umur, pekerjaan, faktor eksternal (motivasi petugas dan dukungan keluarga), serta faktor budaya (www.geocities.com). Pada ibu nifas dengan paritas lebih dari 2 (multigravida dan grandemultigravida) menunjukkan bahwa pengetahuan ibu nifas tentang perawatan masa nifas (perawatan payudara, cara meneteki yang benar, mobilisasi dini, dll) lebih baik dibandingkan dengan ibu nifas yang baru pertama kali melahirkan. Begitupula pada ibu nifas yang memiliki pendidikan menengah ke atas dapat melakukan perawatan masa nifas lebih baik yaitu daripada ibu dengan pendidikan rendah.(www.geocities.com).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan di BPS Juniati Surabaya secara observasi diperoleh data bahwa dari 6 ibu nifas yang ada di BPS Juniati ada 2 orang ibu nifas tidak melakukan mobilisasi dini aktif dengan alasan kelelahan, nyeri pada jahitan. Sedangkan 4 orang ibu nifas melakukan mobilisasi dini dengan alasan disuruh bidan, sudah merasa sehat dan kuat, tidak ada jahitan serta ingin cepat pulang. Akan tetapi setelah ditanyakan tentang mobilisasi dini sebagian besar (83,3%) ibu nifas menjawab tidak tahu. Dari 4 ibu nifas yang ada di BPS Juniati yang melakukan mobilisasi dini seluruhnya (100%) berparitas multipara. Sedangkan pendidikan ibu nifas yang melakukan mobilisasi dini sebagian besar (75%) berpendidikan menengah dan sisanya berpendidikan dasar.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

121 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Menurut I.B Mantra (1986), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi, baik dari orang lain maupun media massa. Mereka akan berpikiran maju dan sangat ingin mencoba hal-hal atau cara yang baru. Dengan demikian, mendorong mereka ke luar lingkungannya dan masuk ke lingkungan pergaulan yang lebih luas.

Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah paritas. Menurut Manuaba (1998), kehamilan bukan halangan untuk bekerja sehingga pertukaran informasi dan pengetahuan di tempat kerja bisa terjadi. Pengetahuan juga diperoleh dari pengalaman sehingga makin tinggi paritas, pengetahuan ibu nifas tentang mobilsasi dini semakin baik (Nasrul Efendy, 1998). METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah analitik

observasional dengan rancangan cross sectional dengan populasi semua ibu nifas yang ada di BPS Juniati Soesanto Surabaya pada bulan Juli 2008 dan sampel pasien ibu nifas di BPS Juniati Soesanto Surabaya menggunakan non probability sampling dengan teknik purposive sampling. Variabel independent yang digunakan adalah pendidikan dan paritas sedangkan Variabel dependen yang digunakan adalah pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini.

Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder dengan menggunakan lembar pengumpul data atau kuisioner dan dengan cara obseravasi pada responden. Teknik pengolahan data dengan editing, coding, dan tabulating dan disajikan dalam tabel kontingensi 3x2 Untuk mengetahui hubungan antara variabel dilakukan uji statistik Chi Square dengan α =

0,05

HASIL PENELITIAN Pendidikan

Tabel 1. Distribusi Pendidikan Ibu Nifas di

BPS Juniati Soesanto Surabaya pada Tanggal 30 Juni – 12 Juli 2008

No. Pendidikan f %

1. Dasar 10 34,48 2. Menengah 10 34,48 3. Tinggi 9 31,04

Total 29 100,00

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa

dari 29 responden terdapat nilai yang sama

(34,48%) yaitu berpendidikan dasar dan menengah.

Paritas

Tabel 2 Distribusi Paritas Ibu Nifas di BPS

Juniati Soesanto Surabaya pada Tanggal 30 Juni-12 Juli 2008

No. Paritas f %

1. Primipara 10 34,48 2. Mulltipara 10 34,48 3. Grande Multipara 9 31,04

Total 29 100,00

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa

dari 29 responden terdapat nilai yang sama (34,48%) yaitu primipara dan multipara. Pengetahuan

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Mobilisasi Dini di BPS

Juniati Soesanto Surabaya pada Tanggal 30 Juni - 12 Juli 2008

No. Pengetahuan f %

1. Kurang 6 20,69 2. Cukup 13 44,83 3. Baik 10 34,48

Total 29 100,00

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui

bahwa dari 29 responden hampir setengahnya (44,83%) memiliki pengetahuan cukup. Dan hanya 20,69% yang memiliki pengetahuan kurang. Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Mobilisasi Dini dengan Pendidikan

Tabel 4. Pengetahuan Ibu Nifas Tentang

Mobilisasi Dini Berdasarkan Pendidikan di BPS Juniati Soesanto Surabaya pada

Tanggal 30 Juni - 12 Juli 2008

Pendidikan

Pengetahuan Ibu Nifas tentang Mobilisasi Dini f

Kurang Cukup Baik

f % f % f % f %

Dasar 4 40,00 4 40,00 2 20,00 10 100,00 Menengah 1 10,00 6 60,00 3 30,00 10 100,00

Tinggi 1 44,44 3 33,33 5 55,56 9 100,00

Total 6 20,69 13 44,83 10 34,48 29 100,00

=0,035 2=9,63 =0,57

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui

bahwa dari 29 responden, ibu yang berpendidikan dasar sebagian besar (40,00%) memiliki pengetahuan kurang, ibu

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

122 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

yang berpendidikan menengah sebagian besar (60,00%) memiliki pengetahuan cukup, sedangkan ibu yang berpendidikan tinggi sebagian besar (55,56%) berpengetahuan baik.

Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Mobilisasi Dini dengan Paritas

Tabel 5. Pengetahuan Ibu Nifas Tentang

Mobilisasi Dini Berdasarkan Paritas di BPS Juniati Soesanto Surabaya Pada Tanggal 30

Juni - 12 Juli 2008

Paritas

Pengetahuan Ibu Nifas tentang Mobilisasi Dini f

Kurang Cukup Baik

f % f % f % f % Primipara 5 50,00 4 40,00 1 10,00 10 100,00 Multipara 1 10,00 5 50,00 4 40,00 10 100,00 Grande

Multipara 0 0,00 4 44,44 5 55,56 9 100,00

Total 6 20,69 13 44,83 10 34,48 29 100,00

=0,046 2 =9,56 =0,57

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui

bahwa dari 29 responden, ibu primipara sebagian besar (50,00%) berpengetahuan kurang, ibu multipara sebagian besar (50,00%) berpengetahuan cukup, sedangkan ibu grandemultipara sebagian besar (55,56%) berpengetahuan baik.

Setelah dilakukan perhitungan statistik

didapatkan nilai hitung 2

hitung adalah 9,63

dan 2 tabel adalah 9,488 dengan α = 0,035.

jadi 2

hitung (9,63) > 2 tabel (9,488)

kesimpulannya Ho ditolak dan H1 diterima, artinya ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini. Kekuatan korelasi hubungan

= 0,57 berarti korelasi kuat dengan arah positif.

Setelah dilakukan hasil perhitungan

statistik didapatkan nilai hitung 2

hitung

adalah 9,56 dan 2 tabel adalah 9,488

dengan α = 0,046. jadi 2

hitung (9,56) > 2

tabel (9,488) kesimpulannya adalah Ho ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara paritas dengan pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini. Kekuatan korelasi

hubungan = 0,57 berarti korelasi kuat dengan arah positif.

PEMBAHASAN Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Mobilisasi Dini

Berdasarkan tabel hasil penelitian

mengenai pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini di BPS Juniati dapat

dijelaskan bahwa dari 29 responden sebagian besar berpengetahuan cukup.

Pengetahuan diperoleh setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapat dari mata dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).

Menurut A. Sonny Kearaf dan Michael Duo (2000) pengetahuan di bagi menjadi 4 yaitu : tahu bahwa, tahu bagaimana, tahu akan dan tahu mengapa. Pengetahuan bahwa adalah pengetahuan tentang informasi , tentang bahwa ini atau itu benar. Pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis.

Dari hasil penelitian sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup tentang mobilisasi dini. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Misalnya mereka mendapatkan informasi dari media cetak (koran, brosur, majalah), maupun media elektronik (TV, radio, dll), KIE dari bidan , tetangga atau teman kerja.

Dari fakta di atas dapat disimpulkan pengetahuan bisa dipengaruhi beberapa hal, bukan hanya dari pendidikan tapi juga faktor lain, misalnya pekerjaan, umur, paritas. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Mobilisasi Dini Berdasarkan Pendidikan

Dapat dijelaskan bahwa dari 29

responden, ibu yang berpendidikan dasar sebagian besar memiliki pengetahuan kurang, ibu yang berpendidikan menengah sebagian besar memiliki pengetahuan cukup, sedangkan ibu yang berpendidikan tinggi sebagian besar berpengetahuan baik.

Menurut Koentjoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam (2001), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan.

Menurut Tim Fokus Media (2006), jenjang pendidikan dibagi 3 yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Masing- masing tingkatan memberikan tingkat pengetahuan yang berbeda. Semakin tinggi pendidikannya makin tinggi pula tingkat pengetahuannya.

Berdasar dari data responden yang didapat bahwa ada yang berpengetahuan baik walaupun tingkat pendidikannya rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor lain, diantaranya usia, paritas, pekerjaan atau

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

123 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

motivasi dari petugas berupa KIE. Namun setidaknya apabila ibu nifas mempunyai dasar pendidikan menengah atau tinggi maka untuk memperoleh pengetahuan lebih mudah. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Mobilisasi Dini Berdasarkan Paritas

Dapat dijelaskan bahwa, ibu primipara

sebagian besar berpengetahuan kurang, ibu multipara sebagian besar berpengetahuan cukup, sedangkan ibu grandemultipara sebagian besar berpengetahuan baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan juga dipengaruhi oleh pengalaman.

Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan cara untuk memperoleh kebenaran. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sehingga dapat memperoleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa ada ibu primipara yang berpengetahuan cukup dan ada juga ibu multipara dan grande multipara yang berpengetahuan kurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pengetahuan ini bisa didapat oleh ibu dari teman kerja, tetangga, atau petugas kesehatan tentang masa nifas.

Menurut Suartawan (1997) bahwa semakin sedikit jumlah anak, maka waktu yang tersedia untuk mendapatkan informasi makin besar, karena beban kerja berkurang. Sehingga pertukaran informasi dan pengetahuan di tempat kerja bisa terjadi. Dan selain informasi tentang penyuluhan kesehatan merupakan tugas tenaga kesehatan dan sumber informasi bagi masyarakat.(Notoatmodjo,2003).

Semakin tinggi paritas maka pengalaman dan pengetahuan ibu tentang kehamilan, persalinan, dan masa nifas juga akan semakin banyak. Hubungan Antara Pendidikan dan Paritas Dengan Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Mobilisasi Dini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini, dengan korelasi kuat dengan arah positif, serta ada hubungan antara paritas dengan pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini, dengan korelasi kuat dengan arah positif.

Menurut I.B Mantra (1994), bahwa pengetahuan sangat erat kaitannya dengan

pendidikan, dimana diharapkan adanya seseorang dengan pendidikan tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya, akan tetapi perlu ditekankan bukan berarti pendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula, karena peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi non formal juga diperoleh.

Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan. Jadi bisa dikaitkan semakin banyak paritas maka semakin banyak pula pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh (Romali, Med, Ahmad & Pamontjak, Kst, 2003).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dan paritas dengan pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasar hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dan paritas dengan pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini. Saran

Setelah mempertimbangkan hasil

penelitian, diajukan saran yaitu instansi pelayanan kesehatan sebaiknya memberikan KIEM (konseling, informasi, edukasi) pada ibu nifas tentang mobilisasi dini sehingga menambah pengetahuan ibu nifas tentang mobilisasi dini.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2004. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC.

Dhayanti, Siti. 2008. Mobilisasi Dini, diambil 6 Mei 2008 jam 10.15.http://www.geocities.com (diakses 4 Januari 2008)

Ibrahim,CS. 1998. Perawatan Kebidanan Jilid 3. Jakarta: Bhantara.

Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.

Melliyana, Haliana. 2003. Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Jakarta : Puspa Swara.

Mochtar R. 1998. Sinopsis Obstetri 1. Jakarta : EGC.

. 1998. Sinopsis Obstetri 2. Jakarta : EGC.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

124 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Notoatmodjo, Soekdijo. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Pengantar Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam dan Pariani. 2001. Pedoman Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Jakarta : Salemba Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP_SP.

Saifuddin, Abdul Bari. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP.

Sulaiman. 2005. Obstetri Fisiologi. Bandung : UNPAD.

Tim Redaksi Fokus Media. 2006. Tingkat Pendidikan, diambil 6 Mei 2008 jam 10.30. http://www.suarasurabaya.net.co.id. (diakses 4 April 2006)

Varney. 2003. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

125 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

NEED ASSESSMENT PROMOSI KESEHATAN UNTUK KESELAMATAN

BERKENDARA PADA SISWA SMA

Monifa Putri (Akademi Kebidanan Indragiri Rengat)

ABSTRAK Pendahuluan: Kecelakaan lalu lintas menjadi salah satu masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Dampak yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas adalah kerugian materil, kecacatan bahkan kematian. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Satlantas Polres Indragiri Hulu, namun angka kecelakaan pada remaja masih tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan need assessment untuk mengetahui kebutuhan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggali kebutuhan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat. Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif (studi eksplorasi). Penelitian dilakukan di SMA N 1 Kota Rengat, informan yang dipilih sebanyak 56 orang dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam, studi dokumen dan observasi. Hasil: Kebutuhan promosi kesehatan yang diinginkan oleh siswa antara lain: menggunakan metode permainan melalui gadget, narasumber utama adalah pihak kepolisian dan didukung oleh guru, tenaga kesehatan (dokter) dan motivator (korban kecelakaan lalu lintas), pelaksanaan promosi kesehatan di dalam ruangan yang luas dan memiliki ventilasi yang memadai, dengan durasi berkisar 1 jam, menggunakan media instagram, film animasi dan iklan elektronik, teknik penyampaian informasi menggunakan drama atau teater dan lagu, dan isi pesan menggunakan kata-kata gaul sesuai usia remaja. Kesimpulan: Siswa SMA di Kota Rengat membutuhkan promosi kesehatan yang sesuai dengan keinginan mereka, sehingga promosi yang disampaikan lebih efektif dan efisien. Kata kunci: Need assessment, promosi kesehatan, keselamatan berkendara

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah

satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Data Kepolisian Republik Indonesia menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kecelakaan lalu lintas yaitu pada tahun 2009 sampai tahun 2010 meningkat menjadi 66.488 kejadian kecelakaan lalu lintas (BPS, 2011). Laporan Polres Indragiri Hulu menyebutkan bahwa angka kecelakaan lalu lintas di Kota Rengat masih tinggi yaitu pada tahun 2013 sebanyak 130 kejadian. Kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas di Kota Rengat cenderung didominasi sepeda motor, pada tahun 2013 sebanyak 155 unit. Berdasarkan usia pelaku dan profesi pelaku kecelakaan lalu lintas, pelajar ikut menyumbangkan angka kecelakaan lalu lintas di Kota Rengat (Polres Inhu, 2013). Siswa di SMA N 1 Kota Rengat sebagian besar (58.34%) menggunakan sepeda motor ke sekolah, tidak menutup kemungkinan dapat terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Upaya yang telah dilakukan oleh Unit Dikyasa Satlantas Polres Indragiri Hulu, untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang pencegahan kecelakaan lalu lintas, adalah dengan melakukan penyuluhan kepada pelajar di sekolah. Metode penyuluhan yang digunakan melalui ceramah, menggunakan media spanduk, poster, dan standing banner di pinggir jalan raya maupun di sekolah. Namun, angka kecelakaan lalu lintas pada remaja di Kota Rengat masih cukup tinggi, hal ini diduga karena promosi kesehatan yang diberikan belum optimal.

Berbagai metode dapat dipergunakan untuk mempromosikan pencegahan kecelakaan lalu lintas pada remaja SMA di sekolah. Menurut Usman, rancangan pembuatan atau pengembangan upaya kesehatan hendaknya mengutamakan bottom up planning, yaitu mendahulukan

musyawarah kepada masyarakat. Masyarakat tidak hanya dijadikan sekedar input atau hanya dilibatkan dalam kegiatan untuk mengidentifikasi program, namun juga dilibatkan pada proses merumuskan dan menentukan program. Kebijaksanaan pembangunan yang hendak diimplementasikan oleh pemerintah kurang dibicarakan secara terbuka, kritik dan saran hanya diterima selama tidak mengganggu kepentingannya. Top down dan bottom up harus disinergikan dan seimbang guna tercapainya tujuan program (Usman, 2003). Dengan demikian, terlihat pentingnya

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

126 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

pengkajian awal (need assessment) untuk menilai kebutuhan layanan kesehatan. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian perencanaan promosi kesehatan dengan menggunakan metode kualitatif (studi eksplorasi). Pengumpulan data dilakukan dengan diskusi kelompok terarah, wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Informan penelitian ini berjumlah 56 orang yaitu siswa SMA kelas 2, guru, keamanan sekolah (satpol PP dan satpam), orangtua siswa dan pihak kepolisian, pemilihan informan dengan metode purposive sampling. Penelitian dilakukan di SMA N 1 Kota Rengat pada bulan Februari sampai Mei 2015.

HASIL PENELITIAN Metode

Banyak metode yang dapat digunakan

dalam promosi kesehatan, salah satunya adalah dengan metode permainan (game) melalui gadget. Berdasarkan penuturan informan, promosi kesehatan bagi siswaSMA di Kota Rengat hendaknya dilakukan dengan metode permainan (game) melalui gadget. Hendaknya pada gadget tersebut dibuat permainan (game) tentang tata cara tertib berlalu lintas. Sehingga promosi kesehatan dengan metode permainan (game) akan

membuat siswa lebih cepat mengerti tentang tertib berlalu lintas untuk keselamatan dalam berkendara. Narasumber

Informan menyatakan bahwa narasumber utama yang memberikan promosi kesehatan tentang tertib berlalu lintas untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat adalah pihak kepolisian. Hal ini dikarenakan polisi lebih mengetahui tentang peraturan lalu lintas, sehingga informasi yang disampaikan akan lebih jelas.

Pihak yang dilibatkan

Selain pihak kepolisian sebagai narasumber utama yang memberikan promosi kesehatantentang tertib berlalu lintas untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, informan juga menginginkan adanya kerjasama atau melibatkan pihak-pihak yang terkait dalam memberikan promosi kesehatan tersebut, antara lain: guru sekolah, tenaga kesehatan (dokter) dan motivator (korban kecelakaan lalu lintas).

Waktu

Pelaksanaan promosi kesehatan

sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh sasaran. Promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat hendaknya dilakukan pada hari ketika tidak ada kegiatan belajar mengajar di kelas. Sementara itu, lamanya waktu (durasi) penyampaian promosi kesehatanuntuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat hendaknya berkisar 1 jam. Remaja mengatakan tidak mau durasi yang terlalu lama, kadang-kadang jika terlalu lama akan menimbulkan bosan dan mengantuk. Tempat

Informan menyatakan bahwa tempat

untuk melakukan promosi kesehatan (penyuluhan atau sosialisasi) tentang keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang luas dan mempunyai ventilasi yang memadai. Hal ini agar sasaran tidak merasa gerah atau kepanasan, sehingga informasi yang disampaikan dapat diserap dengan baik oleh sasaran. Media

Menurut informan, hendaknya media yang digunakan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat yaitu instagram. Saat ini banyak remaja atau siswa yang menggunakan telepon genggam yang dapat digunakan untuk media sosial salah satunya yaitu instagram. Selain instagram, informan juga menginginkan media yang digunakan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, yaitu film animasi. Film animasi tersebut berisikan nasehat-nasehat tentang keselamatan berkendara. Hal ini dikarenakan film animasi saat ini sudah populer di kalangan masyarakat termasuk siswa. Informan juga menginginkan media yang digunakan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat yaitu menggunakan iklan elektronik seperti pada iklan rokok di pinggir jalan Kota Rengat.

Teknik penyampaian informasi

Dari penuturan informan,hendaknya teknik penyampaian informasi yang digunakan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

127 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Kota Rengat yaitu drama atau teater. Drama atau teater tersebut mengilustrasikan seseorang yang sedang balapan kemudian mengalami kecelakaan dan mengakibatkan meninggal dunia. Selain itu, informan juga menginginkan teknik penyampaian informasi dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat menggunakan lagu. Lagu tersebut berisikan tentang nasihat-nasihat untuk tertib berlalu lintas.

Gambar 1. Kebutuhan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa

SMA di Kota Rengat

Pesan

Menurut informan isi pesan tentang

keselamatan berkendara hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang baku. Penggunaan kata-kata yang baku dapat menimbulkan rasa bosan bagi pembacanya. Akan tetapi, untuk menyampaikan pesan tentang keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat hendaknya menggunakan kata-kata gaul. Seperti penuturan informan berikut ini:

“hello... hello... helm pake coy”

Rmj. 2

Dari hasil penelitian tersebut, dapat

digambarkan kebutuhan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara siswa SMA di Kota Rengat sebagaimana disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN

Metode

Metode Hasil penelitian yang dilakukan di SMA N 1 Kota Rengat menunjukkan bahwa, siswa menginginkan metode yang digunakan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa adalah dengan metode permainan (game) melalui gadget. Pada gadget tersebut dibuat permainan (game) tentang tertib berlalu lintas. Menurut informan permainan (game) di gadget lebih menarik sehingga anak akan lebih cepat menyerap informasi yang disampaikan.

Gadget adalah suatu piranti atau instrument yang memiliki tujuan dan fungsi praktis dan spesifik yang dirancang secara berbeda lebih canggih dibandingkan teknologi normal yang ada pada saat penciptaannya (Wikipedia. com, cit. Anggrahaini, 2013). Penggunaan Gadget

saat ini sudah menjadi tren dikalangan masyarakat. Anak-anak, remaja sampai orangtuapun mulai mempelajari dan menggunakan gadget. Tidak jarang di

tengah jalan ada saja orang yang berjalan namun asyik bicara sendiri, duduk tertawa sendiri dan merengut di depan layar (Multahada, 2010 cit. Anggrahaini, 2013).

Sering temui di sekitar, anak-anak remaja membawa gadget smartphone dan menggunakannya setiap saat dan di setiap tempat hingga tidak bisa lepas dari genggamannya (Ayunita, 2012 cit Anggrahaini, 2013).

Fungsi gadget tidak hanya sebagai alat komunikasi, tapi juga menjadi media untuk bermain dan belajar. Bahkan, anak usia balita sudah bisa menggunakan gadget, hal

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

128 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ini dikarenakan orangtua memberikan gadget secara langsung kepada anaknya.

Hasil penelitian Mintorogo, dkk menunjukkan bahwa orangtua memberikan gadget sebagai media belajar dan bermain anak dikarenakan beberapa faktor. Yang pertama karena mengikuti arus globalisasi, sehingga anak tidak boleh ketinggalan teknologi dan juga pebelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak prasekolah yang sedang tren di zaman sekarang. Faktor yang kedua karena anak tidak tertarik belajar dengan media konvensional seperti buku yang dijual di toko buku, disebabkan disain yang kurang bagus dan topik yang kurang menarik minat anak.

Dengan demikian tidak menutup kemungkinan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara diberikan dengan metode permainan (game) melalui gadget. Mengingat saat ini keberadaan gadget yang sudah familiar di kalangan masyarakat khususnya remaja.

Narasumber

Keberhasilan suatu promosi kesehatan tidak terlepas dari narasumber yang memberikan promosi kesehatan tersebut, sehingga narasumber merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam promosi kesehatan. Narasumber yang diinginkan oleh siswa dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat adalah pihak kepolisian. Hal ini dikarenakan polisi lebih mengetahui peraturan lalu lintas, sehingga informasi yang disampaikan akan lebih jelas dan dapat dipercayai. Dari penuturan pihak kepolisian bahwa narasumber dalam promosi kesehatan tentang keselamatan berlalu lintas diberikan oleh personil yang sesuai dibidangnya. Menurut Liliweri (2013), kredibilitas merupakan suatu image atau

gambaran audiens mengenai kepribadian komunikator atau narasumber. Seorang pendengar akan mendengarkan narasumber yang dinilai mempunyai kredibilitas tinggi. Oleh karena itu dia lebih percaya pada orang itu daripada orang lain.

Menurut Bettinghaus (dalam Liliweri, 2013), studi mengenai kredibilitas sumber selalu memperhatikan beragam variabel, salah satunya adalah kepakaran. Berbagai penelitian komunikasi antar personal menunjukkan bahwa seorang sumber yang pakar dalam bidangnya lebih mudah dipercayai daripada yang tidak pakar. Kepakaran masuk dalam dimensi dan tipe kredibilitas competence. Competence adalah

kemampuan narasumber yang diperlihatkan melalui kewenangan, misalnya pangkat, jabatan, dan kepakaran. Hasil penelitian Yulnofaldi (2008) menunjukkan bahwa

pasien dan keluarga pasien menginginkan dokter sebagai narasumber dalam komunikasi, informasi dan edukasi di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Dokter yang paling diharapkan oleh pasien dan keluarga pasien dalam memberikan penjelasan, karena adanya kepercayaan dan kredibilitas terhadap profesi ini. Untuk itu pentingnya perananan narasumber dalam menyampaikan suatu promosi kesehatan.

Pihak yang dilibatkan

Dalam melakukan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, pihak kepolisian diharapkan dapat bekerjasama atau melibatkan pihak-pihak yang terkait, antara lain: guru sekolah, tenaga kesehatan (dokter), dan motivator (korban kecelakaan lalu lintas). Keterlibatan guru sekolah, tenaga kesehatan (dokter) dan motivator (korban kecelakaan lalu lintas) dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, merupakan bagian dari saluran komunikasi secara langsung. Menurut Maulana (2009), pesan dapat diterima kelompok sasaran melalui komunikasi yang dapat dipercaya sehingga penting menentukan saluran komunikasi yang dapat digunakan, seperti saluran komunikasi baik secara langsung (pelaksana dijajaran kesehatan dan masyarakat) atau tidak langsung (melalui media).

Informan menyatakan bahwa polisi dapat menunjuk atau memilih salah satu guru di sekolah yang dianggap mampu untuk memberikan informasi tentang keselamatan berkendara di sekolah. diharapkan guru tersebut dapat menyampaikan informasi tentang keselamatan berkendara setiap ada kesempatan, tanpa harus menunggu datangnya pihak kepolisian untuk promosi kesehatan ke sekolah.

Tenaga kesehatan (dokter) juga hendaknya diikutsertakan saat pihak kepolisian melakukan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat. Informasi yang disampaikan oleh dokter tersebut misalnya tentang dampak kesehatan yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas, sehingga remaja mengetahui bahaya dari kecelakaan lalu lintas tersebut.

Motivator juga sangat perlu didatangkan untuk memberikan motivasi saat pihak kepolisian melakukan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat. Liliweri (2013) menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian dorongan kepada seseorang atau sekelompok orang agar mereka memberikan

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

129 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

partisipasinya dalam aktivitas tertentu. Namun, patut diingat bahwa motivasi harus disesuaikan dengan motif atau need dari audiens, dan need tersebut harus disesuaikan dengan daya tarik motif. Katakanlah orang letih, maka yang patut diberikan adalah obat-obatan, rekreasi, hiburan dan lain-lain. Bila orang letih, ia tidak bisa diberi pengetahuan dan pengalaman, tidak juga diberi kenikmatan atau kesenangan. Salah satu motivator yang dapat didatangkan adalah korban kecelakaan lalu lintas, agar motivator tersebut dapat berbagi pengalamannya kepada remaja. Dengan adanya motivator tersebut, membuat remaja termotivasi untuk mematuhi peraturan lalu lintas. Namun, dalam pelaksanaannya pihak kepolisian sulit mendatangkan motivator tersebut. Hal ini dikarenakan motivator tidak mau karena malu diajak ikut promosi kesehatan, sehingga tidak disemua sekolah dapat didatangkan motivator.

Keterlibatan atau kerjasama dengan pihak terkait tidak hanya dalam melakukan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat. Namun juga dibutuhkan pada pemberian informasi dan edukasi pada pasien di rumah sakit. Hasil penelitian Yulnofaldi (2008) menunjukkan bahwa selain dokter sebagai narasumber utama dalam KIE di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, pasiendan keluarga pasien juga menginginkan adanya keterlibatan ustadz dalam pemberian siraman rohani.

Waktu

Pelaksanaan promosi kesehatan sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh sasaran. Informan menginginkan pelaksanaan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, hendaknya dilakukan pada hari tidak ada kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam pelaksanaannya pihak kepolisian melakukan sosialisasi pada hari Senin (rutin) dan pada hari Sabtu (tidak rutin). Pada sosialisasi di hari Senin yaitu pada saat upacara bendera, pihak kepolisian selaku inspektur upacara memberikan materi tentang keselamatan berlalu lintas,sedangkan sosialisasi di hari Sabtu sesuai dengan permintaan sekolah agar tidak mengganggu jam pelajaran.

Penyesuaian waktu pelaksanaan promosi kesehatan dengan keinginan sasaran sangat penting diperhatikan. Promosi kesehatan yang dilakukan pada waktu yang khusus dan tepat akan membuat sasaran menerima informasi dengan baik.

Hasil penelitian Yulnofaldi (2008) menunjukkan bahwa pasien di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi menginginkan waktu pelaksanaan pendidikan kesehatan dilakukan ketika kunjungan pasien (visite) yang dilaksanakan setiap hari pada pagi hari. Sehingga dapat memanfaatkan waktu semaksimal mungkin.

Selain itu, informan dalam penelitian ini juga menginginkan lamanya waktu (durasi) pelaksanaan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat berkisar 1 jam. Remaja tidak mau durasi sosialisasi yang terlalu lama, kadang jika terlalu lama akan menimbulkan bosan. Dalam pelaksanaannya, pihak kepolisian kadang-kadang membutuhkan waktu yang cukup lama berkisar 4 sampai 5 jam. Hal ini dikarenakan bergabung dengan fungsi-fungsi lain seperti samsat, SIM, dan lain-lain, sehingga membuat remaja bosan dan tidak dapat menyerap informasi dengan baik.

Menurut Liliweri (2013), untuk menemukan karakteristik sikap atau aspek dari audiens perlu menggunakan metode pemetaan audiens. Salah satu pemetaan yang dilakukan adalah analisis berdasarkan konteks percakapan. Analisis berdasarkan konteks percakapan dilakukan dengan melihat apa yang dipercakapkan atau tema yang kadang-kadang dipercakapkan atau percakapan berdasarkan konteks tertentu, yang terdiri dari: 1) analisis ukuran audiens, ukuran audiens juga menentukan pengaruh. Makin banyak orang, rupanya makin sulit dipengaruhi karena makin banyak faktor psikologis sosial yang patut diperhitungkan; 2) lingkungan fisik, lingkungan fisik juga turut menentukan tingkat keterpengaruhan. Lingkungan fisik ditempat yang suhunya panas membuat orang cepat letih, sehingga hanya bertemu dalam suatu pertemuan yang waktunya lebih singkat. Lingkungan gunung, pantai, darat, dan lain-lain; 3) kesempatan yang sesuai, seseorang dapat mempengaruhi orang atau audiens berdasarkan waktu bercakap-cakap. Seseorang harus memperhitungkan bicara dengan audiens dalam kesempatan seperti peristiwa sosial, agama, hubungan kerja, dan lain-lain;dan 4) waktu bicara yang sesuai, seseorang perlu memperhatikan tempat ia harus bicara. Di pagi hari ketika orang masih mengurus keluarga, atau di sore hari ketika orang harus beristirahat, dan lain-lain.

Tempat

Agar promosi kesehatan berjalan dengan lancar dan informasi dapat diterima

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

130 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

dengan baik, perlu diperhatikan tempat yang tepat untuk melakukan kegiatan promosi kesehatan tersebut. Tempat untuk melakukan promosi kesehatan sangat mempengaruhi daya serap informasi yang disampaikan kepada sasaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa saat melakukan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, hendaknya di dalam ruangan. Informan menginginkan dalam ruangan yang luas, memiliki ventilasi dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti kipas angin.Namun, promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat dilakukan di lapangan sekolah pada saat upacara bendera. Informan menyatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan di lapangan kurang efektif dikarenakan jauh dari sumber suara, sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik. Selain itu, sosialisasi juga dilakukan di dalam ruangan aula sekolah. Informan menyatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan di aula sekolah kurang nyaman, karena kurang ventilasi dan kipas angin tidak memadai sehingga siswa merasa kepanasan. Dengan demikian, informasi yang disampaikan oleh narasumber tak dapat diterima dengan baik.

Untuk itu saat melakukan sosialisasi, hendaknya menggunakan tempat yang sesuai dan nyaman sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh sasaran. Hasil penelitian Yulnofaldi (2008), menunjukkan bahwa tempat pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi yang diinginkan pasien dan keluarga pasien adalah di dalam ruangan perawatan, sedangkan pasien penyakit kanker menginginkan tempat atau ruangan khusus, karena mereka tidak mau permasalahan penyakitnya diketahui oleh orang lain.

Menurut Liliweri (2013), untuk menemukan karakteristik sikap atau aspek dari audiens maka perlu menggunakan metode pemetaan audiens. Salah satu pemetaan yang dilakukan adalah analisis berdasarkan konteks percakapan termasuk di dalamnya lingkungan fisik. Lingkungan fisik juga turut menentukan tingkat keterpengaruhan. Lingkungan fisik ditempat yang suhunya panas membuat orang cepat letih, sehingga hanya bertemu dalam suatu pertemuan yang waktunya lebih singkat. Begitu pula di lingkungan gunung, pantai, darat, dan lain-lain.

Media

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

siswa menginginkan media yang digunakan

dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara adalah menggunakan instagram, film animasi dan iklan elektronik. Instagram merupakan salah satu bentuk social networking atau jejaring sosial yang digunakan oleh para pengguna internet. Menurut Destina, dkk. (2013), penggunaan internet untuk media sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama faktor mudah digunakan, faktor kaitan dan rangkaian antara pribadi dan sosial yang memberikan kesan signifikan atas penerimaan dan penggunaan.

Dengan demikian, saat ini jejaring sosial di internet makin diminati dan sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat baik yang tua, muda, anak-anak, remaja hingga dewasa. Para pengguna internet khususnya remaja, pada akhirnya hanya menggunakan internet untuk keperluan jejaring sosial semata sebagai wadah memperluas hubungan sosialnya dalam jarak dekat maupun jarak jauh (Maulana, 2013 cit. Rahmanita, dkk.). Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial termasuk milik instagram sendiri. Hasil penelitian Faulina (2015), menunjukkan bahwa remaja di Kelurahan Simpang Baru Pekanbaru cenderung melakukan selfie (self portrait) dan mengunggahnya ke instagram yang mengakibatkan sifat candu yang berakhir pada obsesi untuk mendapatkan foto yang diinginkan. Sementara hasil penelitian Wijaya (2013), menunjukkan bahwa masyarakat Surabaya cenderung menggunakan iPhone untuk memenuhi kebutuhan hiburannya (entertainment), karena iPhone telah menyajikan teknologi canggih dalam segi multimedianya selalu diperbarui setiap tahunnya dengan seri terbarunya. Jadi, tidak menutup kemungkinan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat dapat menggunakan media instagram. Hal ini dikarenakan di zaman era

digital ini adanya media sosial sebagai aplikasi dalam internet telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Ini merupakan dampak yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat, sehingga penggunaan internet dalam aplikasi media sosial tidak hanya dibutuhkan untuk selfie (self portrait) atau

hiburan semata, tetapi juga dapat digunakan sebagai wadah untuk share promosi kesehatan khususnya untuk keselamatan berkendara dalam upaya mencegah kecelakaan lalu lintas.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

131 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Selain itu, informan juga menginginkan film animasi sebagai media yang digunakan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat. Film animasi tersebut berisikan tentang nasehat-nasehat untuk tertib berlalu lintas. Film animasi adalah suatu rangkaian gambar diam secara inbetween dengan jumlah yang banyak, bila diproyeksikan akan terlihat seolah-olah hidup (bergerak), seperti yang pernah dilihat pada film-film kartun di TV maupun layar lebar (Ahmadzeni cit. Megawati, 2012). Saat ini film animasi banyak berkembang dan disukai oleh semua kalangan masyarakat. Gambar animasi yang dibuat semenarik mungkin membuat penonton lebih tertarik untuk melihatnya dan pesan nasihat yang disampaikan dalam film animasi tersebut lebih cepat diserap oleh penonton. Hasil penelitian Darojah (2001), menunjukkan bahwa pembelajaran kemampuan berbicara dengan media film animasi dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam hal berbicara melaporkan baik pada aspek kebahasaan maupun aspek nonkebahasaan. Berdasarkan skor hasil penilaian, kemampuan berbicara siswa mengalami peningkatan pada tiap aspek penilaian berbicara selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, penggunaan media film animasi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia (Rochmawati, 2013).

Penggunaan media film animasi banyak diminati oleh masyarakat karena sebagai tontonan yang dapat menghibur dan memberi pengetahuan dan pemahaman akan suatu hal yang diceritakan dalam film animasi tersebut. Hasil penelitian Primadona, dkk. (2013) menunjukkan bahwa film animasi dapat memberi pengetahuan dan pemahaman bagaimana cara penanggulangan sampah yang baik dan benar kepada masyarakat dan bisa juga menjadi tontonan yang dapat menghibur bagi penonton.

Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara dapat menggunakan media film animasi. Film animasi tersebut menceritakan tentang cara penggunaan helm yang baik dan benar, cara mengendara kendaraan yang aman, dan sebagainya, sehingga penonton dapat mengetahui dan memahami serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari guna mencegah kecelakaan lalu lintas.

Dalam penelitian ini, informan juga menginginkan media yang digunakan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara yaitu media iklan elektronik. Saat

ini, aplikasi media iklan elektronik sering dijumpai. Hasil observasi menunjukkan bahwa di Kota Rengat iklan elektronik hanya digunakan untuk keperluan iklan (advertising) produk tertentu, misalnya rokok. Menurut Liliweri (2013), iklan merupakan alat komunikasi karena selalu mengandung informasi yang bersifat persuasi, mengandung informasi yang dapat dikontrol, mengandung informasi yang dapat diidentifikasi, menggunakan media komunikasi massa, berisi informasi yang ditujukan kepada pihak lain dan mengandung kemungkinan untuk mempengaruhi perubahan sikap sasaran. Penggolongan iklan secara umum ada 5 jenis antara lain: iklan tanggungjawab sosial, iklan bantahan, iklan pembelaan, iklan perbaikan dan iklan keluarga, sedangkan penggolongan iklan berdasarkan fungsi dan tujuannya dibagi menjadi 3 antara lain: iklan produk atau bukan produk, iklan komersial atau bukan komersial dan iklan berdampak langsung atau bukan langsung.

Penggunaan media iklan elektronik dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara termasuk ke dalam jenis iklan tanggungjawab sosial dan iklan berdampak langsung. Liliweri (2013) mengatakan bahwa iklan tanggungjawab sosial atau disebut juga iklan layanan masyarakat adalah iklan yang bertujuan mengajak masyarakat melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contohnya, iklan yang menganjurkan agar masyarakat membuang sampah pada tempatnya, iklan memakai helm standar untuk mencegah kecelakaan lalu lintas, iklan mengenai ajakan para ibu untuk membawa bayi ke puskesmas dan lain-lain. Iklan berdampak langsung adalah iklan dirancang sedemikian rupa untuk mengajarkan perilaku individu atau kelompok sasaran. Contohnya, dalam iklan layanan masyarakat dapat diiklankan metode dan teknik menggunakan helm standar. Iklan tersebut mengajarkan sebuah praktik yang berdampak untuk mencegah kecelakaan lalu lintas.

Penggunaan media iklan elektronik lebih banyak diminati oleh masyarakat saat ini, karena iklan dengan media elektronik memberikan variasi yang baru,sehingga masyarakat lebih tertarik untuk melihat informasi pada iklan tersebut. Hasil penelitian Nurmaningsih (2010) menunjukkan bahwa responden lebih tertarik untuk melihat informasi dari billboard elektronik daripada papan reklame konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa billboard elektronik memberikan variasi baru untuk media iklan outdoor dan bisa diterima oleh masyarakat. Dengan demikian, tidak

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

132 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

menutup kemungkinan media iklan elektronik dapat digunakan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara guna mencegah kecelakaan lalu lintas. Teknik penyampaian informasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa,

informan menginginkan teknik penyampaian informasi untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat adalah drama atau teater dan lagu. Dalam pelaksanaannya, teknik penyampaian informasi yang sudah dilakukan oleh pihak kepolisian hanya menggunakan yel-yel, sedangkan drama atau teater dan lagu belum pernah dilakukan.

Drama atau teater yang diinginkan oleh siswa SMA di Kota Rengat adalah drama yang mengilustrasikan seseorang yang sedang balapan dan mengalami kecelakaan kemudian meninggal dunia. Menurut informan melalui drama atau teater, informasi yang disampaikan akan lebih cepat diserap karena menimbulkan efek takut ketika melihat drama tersebut, sehingga dapat menimbulkan keinginan siswa untuk berperilaku yang baik dan benar dalam berkendara. Hasil penelitian Middelkoop, dkk. (cit. Karmo, (2008) menunjukkan bahwa intervensi berbasis drama oleh orang dewasa dapat meningkatkan secara signifikan penggunaan konseling sukarela dan pengujian layanan untuk HIV/AIDS.

Harymawan, (dalam Hidayat, 2010) mengatakan bahwa teater dalam arti sempit adalah drama, kisah hidup kehidupan manusia yang diceritakan dalam pertunjukan dan disaksikan banyak orang. Oleh sebab itu, drama termasuk dalam genre sastra, yaitu sastra merupakan mimesis (tiruan) yang memiliki kebenaran dan pengetahuan. Menurut Liftschitz (dalam Hidayat, 2010), sebenarnya drama lebih tertuju kepada kualitas komunikasi, situasi, action, (segala yang tampak di pementasan) yang menimbulkan perhatian, kehebatan, dan ketegangan penonton menyaksikan konflik.

Informan juga menginginkan penggunaan lagu dalam menyampaikan informasi untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat. Menurut informan lagu tersebut berisikan nasehat-nasehat untuk tertib berlalu lintas. Intervensi dengan lagu juga dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap seseorang. Hasil penelitian Tiranda (2010) menunjukkan bahwa promosi kesehatan dengan ceramah, gambar dan lagu lebih efektif meningkatkan pengetahuan tentang TB, tetapi sama efektifnya dalam meningkatkan sikap terhadap TB.

Isi pesan

Maulana (2009) menyatakan bahwa isi

pesan dapat dibuat dengan menggunakan gambar dan bahasa setempat sesederhana mungkin, agar mudah dipahami oleh sasaran sehingga mereka merasa pesan tersebut benar-benar ditujukan untuk mereka dan diharapkan sasaran mau melaksanakan isi pesan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan menginginkan informasi atau pesan yang disampaikan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, hendaknya menggunakan kata-kata gaul

sesuai dengan usia mereka masa remaja.Pesan yang menggunakan kata-kata formal dianggap sudah biasa dan tidak menjadi perhatian remaja karena dianggap kurang menarik. Salah satu contoh pesan yang informan inginkan adalah“Hello... hello... helm pake coy”

Rmj. 2

Hasil observasi menunjukkan bahwa isi pesan tentang keselamatan berkendara di Kota Rengat biasanya menggunakan kata-kata baku, tidak ada yang menggunakan kata-kata gaul. Misalnya, “Gunakan helm

siang dan malam hari”, “Jangan melawan arus”. Menurut informan penggunaan kata-kata baku ini akan dapat menimbulkan bosan bagi pembacanya.

Liliweri (2013) mengatakan bahwa dalam berkomunikasi kesehatan, hendaklah memperhatikan beberapa variasi berbahasa. Salah satunya bersumber pada argot. Argot

adalah bahasa khusus yang digunakan oleh suatu kelompok tertentu untuk mendefinisikan batas-batas kelompok mereka dengan orang lain. Kalangan anak-anak sering menggunakan “bahasa” khusus yang hanya dimengerti dikalangan mereka. Contoh: kapan saya bisa datang ke rumah kamu? (kaken saken biken daken keken ruken kaken?).

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menyimpulkan promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa SMA di Kota Rengat, siswa menginginkan metode permainan (game) melalui gadget. Narasumber atau sumber

informasi utama yang dinginkan oleh siswa yaitu pihak kepolisian dan melibatkan guru, tenaga kesehatan (dokter) dan motivator (korban kecelakaan lalu lintas). Promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa disampaikan pada hari renggang atau tidak ada kegiatan belajar mengajar dengan durasi berkisar 1 jam, tempat pelaksanaannya di ruangan yang luas dan mempunyai ventilasi dan fasilitas yang

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

133 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

memadai. Media yang diinginkan siswa adalah instagram, film animasi dan iklan

elektronik. Teknik penyampaian informasi untuk keselamatan berkendara pada siswa dilakukan melalui drama atau teater dan lagu. Pesan yang disampaikan dalam promosi kesehatan untuk keselamatan berkendara pada siswa hendaknya menggunakan kata-kata gaul karena sesuai usia mereka.

Melalui penelitian ini disarankan promotor kesehatan untuk melakukan promosi kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kelompok sasaran. Selanjutnya, untuk mengetahui efektivitas dari hasil perencanaan promosi kesehatan diperlukan penelitian lanjutan tentang implementasi dan evaluasi untuk mengukur pengaruh promosi kesehatan yang dihasilkan dalam mencegah kecelakaan lalu lintas pada remaja. DAFTAR PUSTAKA

Anggrahaini, D.A.S.R. (2013). Dinamika

Komunikasi Keluarga Pengguna Gadget. Skripsi. Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. Universitas Islam Negeri Susan Kalijaga. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik (2011). Angka kecelakaan di Indonesia.

Darojah, U.R. (2011). Peningkatan Kemampuan Berbicara Melaporkan Dengan Media Film Animasi Pada Siswa Kelas VIII SMPN 12 Yogyakarta.

Destina, I., Salman, A., & Rahim, A.H.M. (2013). Penerimaan Media Sosial: Kajian Dalam Kalangan Pelajar Universiti di Palembang. Jurnal Komunikasi. Malaysian Journal of communication. Jilid 29 (2) 2013: 125-140.

Faulina, S. F. (2015). Fenomena Selfie (Self Portrait) di Instagram (Studi Fenomenologi Pada Remaja di Kelurahan Simpang Baru Pekanbaru). Jom Fisip Volume 2. No.1. Februari 2015.

Hidayat. A. (2010). Komunikasi dalam Pertunjukan Drama: Antara Pengarang, Aktor dan Penonton. Jurnal Dakwah dan Komunikasi. Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto. Komunika vol. 4, No. 1. Pp. 32-39. ISSN: 1978-1261.

Karmo. N. dkk. (2008). Young Citizens as Health Agents: Use of Drama in Promoting Community Efficacy For HIV/AIDS. Field Action Report. American Journal of Public Health. Vol. 98, No. 2.

Liliweri, A., (2013). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Maulana, D.J. H (2009). Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Mintorogo, M, J., Adib, A., Wijayanti, A. Perancangan Media Interaktif Pengenalan Alphabet Berbasis Alat Permainan Edikatif untuk Anak Usia 2-4 Tahun. Ejurnal Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Kristen Petra Surabaya. Ipi 194571.pdf.

Megawati, L. (2012). Efektivitas Penggunaan Media Film Animasi Terhadap Keterampilan Menyimak Informatif Pada Anak Usia Taman Kanak-kanak. Universitas Pendidikan Indonesia. Repository.upi.edu.

Nurmaningsih, C. (2010). Terpaan Media Billboard Elektronika dan Persepsi Citra. perpustakaan uns. ac. id.

Polres Indragiri Hulu (2013). Laporan data korban kecelakaan. Rengat.

Primadona., Fatmawaty, L., & Nasir, M. (2013). Film Animasi Tata Cara Penanggulangan Sampah di Lingkungan Masyarakat Sekitar Menggunakan Micromedia Flash 8. Seminar Nasional Industri dan Teknologi. Vol. 2. No.1. Desember 2013. Hlm.111-115.

Rahmanita, U., Lestari, S., & Fitriani, A. Perbedaan Kecenderungan Narsistik Antara Laki-laki dan Perempuan Pengguna Jejaring Sosial Instagram. Ulya-Rahmanita-105120301111014-Psikologi-Jurnal-pdf.

Rochmawati, A. (2013). Penerapan Media Film Animasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Terhadap Mata pelajaran Bahasa Indonesia Bagi Peserta Didik Kelas V MI Sudirman Kaliboto Mojogedang Karanganyar Tahun Pelajaran 2012/2013. Naskah Publikasi. Program Studi S1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Tiranda. M. (2010). Efektivitas Promosi Kesehatan dengan Ceramah, Gambar dan Lagu Dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Tuberkulosis di Kecamatan Tembaga Pura, Timika, Papua, UGM. Yogyakarta.

Usman, S., (2003). Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Wijaya, A.C.T. (2013). Motif Masyarakat Surabaya Dalam Menggunakan Iphone. Jurnal. E-Komunikasi. Program Studi Ilmu Komunikasi. Universitas Kristen Petra. Surabaya. Vol.1.No.1. 2013.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

134 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Yulnofaldi. (2008). Need Assessment Pendidikan Kesehatan Melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di Unit Rawat Inap RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, Tesis Magister, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

135 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PENGARUH TEMAN SEBAYA, ASAL SEKOLAH DAN PERAN PEMBIMBING

AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA KEBIDANAN

Novia Arifiyani

(STIKes Bina Cipta Husada Purwokerto)

ABSTRAK Pendahuluan: Prestasi akademik adalah belajar mahasiswa yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah atau perguruan tinggi yang melihat pada aspek kognitif dan prestasi akademik umumnya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Prestasi akademik digunakan sebagai indikator keberhasilan untuk guru dan siswa. Di perguruan tinnggi, prestasi mahasiswa dapat digunakan sebagai panduan dalam penilaian keberhasilan siswa dan kegiatan membelajarkan siswa, prestasi akademik adalah informasi yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan belajar atau kesuksesan, apakah perubahan yang positif atau perubahan negatif. Metode: Jenis penelitian adalah penelitian studi observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah mahasiswa semester 4 STIKES Bina Cipta Husada Purwokerto. Teknik sampling yang digunakan dengan exhaustive sampling dengan sampel 65 siswa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Analisis data menggunakan regresi logistik. Hasil: Ada pengaruh teman sebaya terhadap prestasi akademik yang dibuktikan dengan uji statistik signifikan (OR = 5,63; CI = 95%; 1,58-20,03, p = 0,008). Kemungkinan masih ada pengaruh asal sekolah terhadap prestasi akademik walaupun secara statistik tidak signifikan (OR = 3.71; CI = 95%; 0,97-14,22, p = 0,056). Ada pengaruh peran pembimbing akademik terhadap prestasi akademik dan secara statistik signifikan (OR = 3,98; CI = 95%; 1,19-13,26, p = 0,025). Kesimpulan: Ada pengaruh teman sebaya dan peran pembimbing akademik terhadap prestasi akademik dan secara statistik signifikan. Masih ada kemungkinan pengaruh asal sekolah terhadap prestasi akademik walaupun secara statistik tidak signifikan. Kata kunci: Teman sebaya, asal sekolah, pembimbing akademik , prestasi akademik

PENDAHULUAN

Prestasi merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Tu’u (Nurkhayati, 2009) menjelaskan, bahwa prestasi akademik merupakan hasil belajar mahasiswa yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah atau perguruan tinggi yang melihat pada aspek kognitif dan prestasi akademik ini umumnya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Aspek kognitif inilah yang paling sering dinilai dan diukur oleh para pengajar di perguruan tinggi karena berkaitan dengan kemampuan dan kapabilitas mahasiswa dalam menguasai isi bahan pengajaran yang telah dipelajari sebelumnya. Banyak hal yang berpengaruh pada prestasi akademik pembelajar, atau dalam hal ini mahasiswa yang mengikuti pembelajaran formal di institusi pendidikan.

Menurut Suryabrata (2002: 233) mengklasifikasikan faktor-faktor yang memepengaruhi belajar sebagai berikut: Faktor-faktor yang berasal dari luar dalam diri terdiri dari faktor non-sosial dalam belajar (keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat dan alat-alat yang dipakai untuk belajar(alat tulis, alat peraga), dan faktor sosial dalam belajar. Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari luar diri terdiri dari faktor fisiologi dalam belajar (keadaan jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi jasmani tertentu), faktor psikologi dalam belajar (faktor ini dapat mendorong aktivitas belajar seseorang karena aktivitas dipacu dari dalam diri, seperti adanya perhatian, minat, rasa ingin tahu, fantasi, perasaan, dan ingatan).

Teman sebaya ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia sama dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaanya (Santrock, 2007; hal.55). Hubungan yang baik dengan teman sebaya perlu agar perkembangan sosialnya berjalan normal. Hubungan dengan teman sebaya dapat bersifat negatif atau positif. Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap remaja ternyata berkaitan dengan iklim keluarga itu sendiri. Remaja yang memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orang tuanya kurang baik (Yusuf, 2008, h; 81). Oleh karena itu dibutuhkan konselor sebaya yang terlatih untuk menjadi tempat curhat dan memotivasi teman sebaya untuk mengembangkan pribadi yang lebih matang

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

136 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

dan sehat (Kemenkes RI, 2010, h; 89). Menurut Zimmer (2002: h,87) teman sebaya amat besar pengaruhnya bagi kehidupan sosial dan perkembangan diri remaja.

Kelompok teman sebaya lebih banyak tahu kondisi atau keadaan temannya dari pada orang tua, dalam pertemanan itulah seorang remaja akan merasa dirinya ditemukan ataupun dibutuhkan melalui tanggapan orang lain. dalam pergaulan dengan teman sebaya seorang remaja selalu merasa mantap jika melakukan sesuatu bersama-sama dengan temannya dari pada dia melakukannya sendiri, sekarang telah banyak kita jumpaui kecenderungan adanya hubungan yang sangat intensif antara remaja dengan teman sebaya dari pada dengan orang tuanya sendiri (Soerjono, 2003:61). Peran teman sebaya yang rata-rata juga memiliki latar belakang yang berbeda dan berasal dari daerah, sehingga dapat bersifat positif dan negatif.

Selain pengaruh teman sebaya, asal sekolah juga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Menurut penelitian Purwanto (2013) terdapat hubungan antara asal jurusan terhadap motivasi belajar, meskipun hasilnya tidak terlalu signifikan. Asal sekolah di sini dikelompokkan menjadi dua yaitu SMA dan SMK. Pada dasarnya setiap mahasiswa yang berasal dari latar belakang/ asal sekolah yang berbeda maka pengetahuan yang diperoleh setiap siswa juga berbeda. Perbedaan asal sekolah ini akan berdampak pada pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh oleh setiap mahasiswa khususnya untuk mata kuliah yang berkaitan dengan kesehatan. Walaupun pada jenjang pendidikan di SMA/SMK itu tidak ada mata pelajaran kesehatan, tetapi ada mata pelajaran lain yang berkaitan dengan mata kuliah kesehatan yaitu mata pelajaran biologi, fisika, dan kimia. hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Fetty, (2010) yang menyatakan ada hubungan asal jurusan dengan prestasi belajar pada mahasiswa kebidanan AKBID Estu Utomo Boyolali.

Ganda (2007) menjelaskan tugas pembimbing akademik secara rinci sebagai berikut: 1) memberikan penjelasan tentang SKS sehingga mahasiswa dapat berperilaku dalam kehidupan ilmiah di lingkungan kampusnya; 2) sebagai nara sumber bagi mahasiswa tentang konsultasi perguruan tinggi tempatnya kuliah seperti organisas fakultas, jurusan dan program studi, sistem administrasi pendidikan yang berlaku, kurikulum, mata kuliah tiap semester, jadwal kuliah tiap semester, daftar tenaga edukatif serta mata kuliah yang diajarkan; 3) membimbing mahasiswa dalam menyusun

program belajar lengkap dan program belajar tiap semester, yang mencakup mata kuliah dasar umum, mata kuliah wajib universitas, mata kuliah wajib fakultas, mata kuliah wajib jurusan, dan mata kuliah pilihan; 4) membantu memecahkan masalah dalam pengurangan dan penambahan mata kuliah tentang bebas SKS sesuai dengan kemampuan belajarnya; dan 5) menampung keluhan dan permasalahan pribadi mahasiswa dan mengupayakan melakukan diagnosa atas segala gejala permasalahan pribadi mahasiswa, bahkan bila mungkin membantu mahasiswa untuk mereferal kepada ahli lain bila permasalahan mahasiswa bimbingannya di luar dari kewenangannya sendiri, seperti mengirimnya ke psikolog atau dosen petugas bimbingan konseling yang tersedia. Peran dan partisipasi dosen pembimbing akademik sangat dibutuhkan mulai dari mahasiswa sebagai memasuki perguruan tinggi hingga pada tahap penyelesaian studinya. Interaksi yang harmonis antara keduanya merupakan prasyarat terpenuhinya harapan tersebut.

Surachmad (2003) menyatakan jenis interaksi yang diharapkan adalah bersifat interaksi edukatif dan selalu dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan. Interaksi yang berkualitas akan mendukung proses pembimbingan yang efektif dan mahasiswa akan merasa dekat dengan pembimbing akademiknya karena yakin telah menemukan sosok yang dapat senantiasa menolong, memberikan bimbingan akademik dan pengembangan pribadi, sehingga merekapun tidak lagi merasa malu dan takut mengutarakan segala persoalan yang dihadapinya. Sebagai konsekuensi dari penciptaan hubungan ini para dosen pembimbing akademik dituntut untuk memahami karakteristik mahasiswa bimbingannya termasuk berusaha mengenali fenomena kesehariannya.

Prestasi akademik sangat penting sekali sebagai indikator keberhasilan baik bagi seorang dosen maupun mahasiswa. Bagi seorang dosen, prestasi belajar mahasiswa dapat dijadikan sebagai pedoman penilaian terhadap keberhasilan dalam kegiatan membelajarkan mahasiswa. Seorang dosen dikatakan berhasil menjalankan program pembelajarannya apabila separuh atau lebih dari jumlah mahasiswa telah mencapai tujuan instruksional baik tujuan instruksional khusus maupun umum. Sedangkan bagi mahasiswa, prestasi akademik merupakan informasi yang berfungsi untuk mengukur tingkat kemampuan atau keberhasilan belajarnya, apakah mengalami perubahan

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

137 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

yang bersifat positif maupun perubahan yang bersifat negatif.

STIKes Bina Cipta Husada Purwokerto merupakan salah satu institusi pendidikan yang bergerak dibidang kesehatan. Saat ini STIKes Bina Cipta Husada Purwokerto mempunyai 83 mahasiswa semester IV dari Program studi Diploma 3 Kebidanan. Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan dari 83 orang mahasiswa D3 Kebidanan, mahasiswa yang memperoleh nilai akademis di semester II lebih dari 3,51 berjumlah 5 mahasiswa (6,02%), IP antara 2,76-3,50 berjumlah 46 mahasiswa (55,42%) dan yang mendapatkan IP kurang dari 2,75 berjumlah 32 mahasiswa (38,55%). Dari total 83 mahasiswa, sebanyak 21 mahasiswa (25, 3%) berasal dari SMK dan 62 mahasiswa (74,6%) berasal dari SMA (Bagian Akademik STIKes Bina Cipta Husada Purwokerto, 2014).

Hasil studi lapangan yang dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara terhadap 10 mahasiswa menyatakan, 7 mahasiswa (70 %) berasal dari SMA menyatakan tidak mengalami kesulitan belajar karena bisa mengikuti mata kuliah yang diajarkan 4 mahasiswa (57,1%) berasal dari jurusan IPA dan 3 mahasiswa (42,8%) dari jurusan IPS, dan 3 mahasiswa (30%) berasalal dari SMK, 1 mahasiswa (33,3%) berasal dari jurusan komputer tidak mengalami kesulitan karena berusaha mengikuti dan mengejar materi yang diajarkan karena teman-teman lingkungan kost juga mendukung untuk belajar, 2 mahasiswa (66,6%) mengalami kesulitan belajar karena materi kuliah berbeda dari jurusan asal sekolahnya 1 diataranya berada dilingkungan yang kurang mendukung karena teman-teman kost lebih sering bermain dari pada belajar dan tidak mempunyai catatan kuliah dan mengandalkan memfoto copy catatan teman untuk belajar saat akan ujian. Pemanfaatan pembimbing akademik juga tidak dimaksimalkan oleh para mahasiswa hal ini berdasarkan wawancara kepada para pembimbing akademik yang menyatakan bahwa kebanyakan mahasiswa datang ke pembimbing akademik hanya untuk meminta tanda tangan saat mengisi Kartu Rencana Study (KRS) dan menyerahkan Kartu Hasil Study (KHS) saja. Selebihnya hanya beberapa mahasiswa yang berkonsultasi untuk masalah beasiswa dan beberapa hal tentang hambatan-hambatan selama proses belajar ataupun masalah pribadi. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada (38,55%) masalah belajar pada mahasiswa.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis adanya pengaruh teman sebaya, asal sekolah, dan peran pembimbing akademik terhadap prestasi akademik pada mahasiswa kebidanan METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian

analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2014 di STIKes Bina Cipta Husada Purwokerto. Populasi penelitian adalah mahasiswa kebidanan semester 4 STIKes Bina Cipta Husada Purwokerto. Sampel sebanyak 65 mahasiswa dengan teknik exhaustive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Analisis data menggunakan regresi logistik. HASIL PENELITIAN

Karakterisik sampel penelitian ini ditinjau

dari pengaruh teman sebaya, asal sekolah, peran pembimbing akademik dan prestasi belajar.

Tabel 1. Deskripsi Karakter Sampel

Variabel n Mean SD Min Max

Teman Sebaya 65 43,78 5,72 25,00 55,00 Peran PA 65 55,31 13,43 30,00 86,00

Prestasi akademik 65 68,81 7,74 51,55 85,85

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

variabel pengaruh teman sebaya diperoleh nilai mean 43,78, standar deviasi 5,72, minimum 25,00 dan maksimum 55,00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel peran pembimbing akademik diperoleh nilai mean 55,31, standar deviasi 13,43, minimum 30,00 dan maksimum 86,00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel prestasi akademik diperoleh nilai mean 68,81, standar deviasi 7,74, minimum 51,55 dan maksimum 85,85.

Tabel 2 Deskripsi Variabel Asal Sekolah

Asal Sekolah Jumlah Persen

Kejuruan IPA/IPS

19 46

29,2 70,8

Jumlah 65 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mayoritas asal sekolah responden adalah IPA/IPS yaitu sebanyak 46 responden (70,8%) dan asal sekolah kejuruan sebanyak 19 orang (29,2%).

Hasil perhitungan chi square hubungan

pengaruh teman sebaya dengan prestasi

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

138 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

akademik diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 6,77 berarti bahwa mahasiswa dengan pengaruh teman sebaya yang lemah kemungkinan 6,77 kali lebih besar mengalami prestasi akademik yang tidak kompeten dibandingkan mahasiswa dengan pengaruh teman sebaya yang kuat. Hasil uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan prestasi akademik dan secara statistik signifikan (p = 0,001).

Hasil perhitungan chi square hubungan asal sekolah dengan prestasi akademik diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 2,36 berarti bahwa mahasiswa yang berasal dari sekolah kejuruan kemungkinan 2,36 kali lebih besar mengalami prestasi akademik yang tidak kompeten dibandingkan mahasiswa dengan asal sekolah dari IPA/IPS. Hasil uji Chi-Square menunjukkan kemungkinan masih hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan prestasi akademik walaupun secara statistik tidak signifikan (p = 0,130).

Hasil perhitungan chi square hubungan peran pembimbing akademik dengan prestasi akademik menunjukkan nilai Odds Ratio sebesar 5,83 berarti bahwa mahasiswa dengan peran pembimbing akademik lemah kemungkinan 5,83 kali lebih besar mengalami prestasi akademik yang tidak kompeten dibandingkan mahasiswa dengan peran pembimbing akademik kuat. Hasil uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan antara peran pembimbing akademik dengan prestasi akademik dan secara statistik signifikan (p = 0,001).

Hasil perhitungan analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda dapat dilihat dari tabel 3.

Tabel 3. Analisis regresi logistik ganda

Variabel

OR

CI 95% p Uji Wald Batas

bawah Batas atas

Pengaruh teman sebaya 5.63 1.58 20.03 0,008 Asal sekolah 3.71 0,97 14.22 0,056

Peran PA 3.98 1.19 13.26 0,025 N observasi 65

Nagelkerke R 2 38,2%

Nilai Odd Ratio variabel pengaruh

teman sebaya sebesar 5,63 berarti bahwa mahasiswa dengan pengaruh teman sebaya lemah memiliki resiko prestasi akademik yang tidak kompeten 5,63 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan pengaruh teman sebaya yang kuat. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh teman sebaya terhadap prestasi akademik dan secara

statistik signifikan (OR= 5,63; CI=95%; 1,58 hingga 20,03 ; p = 0,008).

Nilai Odd Ratio variabel asal sekolah sebesar 3,71 berarti bahwa mahasiswa dengan asal sekolah kejuruan memiliki resiko prestasi akademik yang tidak kompeten 3,71 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan asal sekolah IPA/IPS. Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan masih ada pengaruh asal sekolah terhadap prestasi akademik walaupun secara statistik tidak signifikan (OR= 3,71 ; CI=95%; 0,97 hingga 14,22; p = 0,056).

Nilai Odd Ratio variabel peran pembimbing akademik sebesar 3,98 berarti bahwa mahasiswa dengan peran pembimbing akademik lemah memiliki resiko prestasi akademik yang tidak kompeten 3,98 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan peran pembimbing akademik kuat. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh peran pembimbing akademik terhadap prestasi akademik dan secara statistik signifikan (OR= 3,98 ; CI=95%; 1,19 hingga 13,26 ; p = 0,025).

Nilai Negelkerke

R2 sebesar 38,2%

berarti bahwa ketiga variabel bebas (pengaruh teman sebaya, asal sekolah dan peran pembimbing akademik) mampu menjelaskan prestasi akademik sebesar 38,2% dan sisanya yaitu sebesar 61,8% dijelaskan oleh faktor lain diluar model penelitian. Pengaruh teman sebaya terhadap prestasi akademik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada pengaruh teman sebaya terhadap prestasi akademik dan secara statistik signifikan dengan (p = 0,008), di mana mahasiswa yang mendapatkan dukungan dari teman sebaya dalam mendapatkan prestasi akademik kemungkinan akan lebih mempunyai prestasi akademik yang lebih baik daripada teman sebaya yang tidak mendukung.

Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Suryabrata (2002: 233) mengklasifikasikan faktor-faktor yang memepengaruhi belajar berasal dari dalam diri dan luar diri. Teman sebaya merupakan faktor yang berasal dari luar mahasiswa. Hubungan yang baik dengan teman sebaya perlu agar perkembangan sosialnya berjalan normal. Hubungan dengan teman sebaya dapat bersifat negatif atau positif. Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap remaja ternyata berkaitan dengan iklim keluarga itu sendiri. Remaja yang memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

139 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orang tuanya kurang baik (Yusuf, 2008, h; 81). Oleh karena itu dibutuhkan konselor sebaya yang terlatih untuk menjadi tempat curhat dan memotivasi teman sebaya untuk mengembangkan pribadi yang lebih matang dan sehat (Kemenkes RI, 2010, h; 89). Menurut Zimmer (2002: h,87) teman sebaya amat besar pengaruhnya bagi kehidupan sosial dan perkembangan diri remaja.

Kelly dan Hansen dalam Samsunuwiyati (2005: 220). Menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu: 1) Mengontrol sifat-sifat agresif. 2) Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka. 3) Meningkatkan ketrampilan-ketrampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. 4) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. 5) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. 6) Meningkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yang disukai oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang tentang dirinya.

Menurut Vembriarto (2003:60) teman Sebaya itu mempunyai fungsi untuk belajar memberi dan menerima dalam pergaulannya dengan sesama temannya, anak dapat mempelajari kebudayaan masyarakatnya bagaimana menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan cita-cita masyarakatnya, mengajarkan mobilitas sosial, anak mempelajari peranan sosial yang baru, di dalam kelompok teman sebaya anak belajar patuh kepada aturan sosial yang impersonal dan kewibawaan yang impersonal pula. Pengaruh asal sekolah terhadap prestasi akademik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kemungkinan masih ada pengaruh asal sekolah terhadap prestasi akademik walaupun secara statistik tidak signifikan dengan (p = 0,056), hal ini dikarenakan bahwa nilai Odd Ratio variabel asal sekolah

sebesar 3,71 berarti bahwa mahasiswa dengan asal sekolah kejuruan memiliki resiko prestasi akademik yang tidak kompeten 3,71 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan asal sekolah IPA/IPS atau dengan kata lain bahwa mahasiswa

yang berasal dari IPA/IPS lebih kompeten prestasi belajarnya.

Menurut Djamarah (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah yang penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan yang telah dirancang. Faktor-faktor ini dapat berupa perangkat keras /hard ware misalnya gedung, perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, dan sebagainya dan perangkat lunak /soft ware seperti kurikulum, program,

dan pedoman belajar lainnya. Menurut penelitian Purwanto (2013)

terdapat hubungan antara asal jurusan terhadap motivasi belajar, meskipun hasilnya tidak terlalu signifikan. Asal sekolah di sini dikelompokkan menjadi dua yaitu SMA dan SMK. Pada dasarnya setiap mahasiswa yang berasal dari latar belakang / asal sekolah yang berbeda maka pengetahuan yang diperoleh setiap siswa juga berbeda, akan tetapi dalam hal ini perbedaan pengetahuan yang diperoleh dari asal sekolah mahasiswa tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar mereka. Pengaruh peran pembimbing akademik terhadap prestasi akademik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ada pengaruh peran pembimbing akademik terhadap prestasi akademik mahasiswa dan secara statistik signifikan (p = 0,025), di mana mahasiswa yang memiliki persepsi bahwa pembimbing akademik telah memainkan peranannya sesuai kewajibannya memiliki persepsi milai akademik lebih baik

Djamarah (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa adalah faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain. Salah satunya adalah keberadaan pembimbing akademik.

Slameto (2003) menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas bimbingan akademik pada dasanrnya peran dan fungsi PA adalah: sebagai organisator, artinya dosen harus mampu megorganisir kegiatan belajar mahasiswa sehingga mencapai keberhasilan belajar yang optimal. Sebagai fasilitator artinya dosen harus mampu

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

140 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

memberikan kebebasan kepada mahasiswa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta berusaha membina kemandirian mahasiswa. Sebagai inovator artinya pengetahuan yang disampaikan kepada mahasiswa harus selalu up to date,

dalam arti mampu menyerap nilai-nilai budaya serba canggih, selalu mengkaji pengalaman, selalu mengkaji ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap demokratis, memberikan kemungkinan kepada mahasiswa untuk berkreasi, dan dapat menemukan konsep dan prinsip sendiri serta membantu mahasiswa dalam mencari sumber dan kegiatan belajar dan sebagai konselor artinya dosen harus mampu membantu mahasiswanya dalam memecahkan kesulitan baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun yang lainnya. Maka dari itu seorang dosen harus memahami prinsip-prinsip bimbingan, memahami psikolgi belajar, teori belajar, juga tentang ilmu kesehatan jiwa.

Slameto (2003) juga menyatakan bahwa setiap dosen berkewajiban bertindak sebagai pengajar, namun disamping itu juga bertindak sebagai pembimbing mahasiswa. Seorang dosen pembimbing akademik bertugas membantu mahasiswa dalam membuat keputusan, melakukan penyesuaian diri dan menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan kegiatan akademinya. Dosen pembimbing akademik bertugas membantu mahasiswa dengan memberikan gambaran tentang kemungkinan, peluang, dan alternatif apa saja yang dapat dipilihnya dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan akademik atau persoalan lain yang secara tidak langsung mungkin akan berpengaruh pada program akademik mahasiswa, serta memberikan gambaran tentang konsekuensi keuntungan dan kerugian yang mungkin ditemukannya jika memilih salah satu dari sekian banyak kemungkinan penyelesaian atas persoalan yang dihadapi (Slameto, 2003). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Ada pengaruh teman sebaya terhadap

prestasi akademik mahasiswa dan secara statistik signifikan.

2. Kemungkinan masih ada pengaruh asal sekolah terhadap prestasi akademik mahasiswa walaupun secara statistik signifikan.

3. Ada pengaruh peran pembimbing akademik terhadap prestasi akademik

mahasiswa dan secara statistik signifikan.

4. Ada pengaruh teman sebaya, asal sekolah dan peran pembimbing akademik secara bersama-sama terhadap prestasi akademik mahasiswa.

Implikasi dari hasil penelitian ini adalah

ada pengaruh teman sebaya dengan prestasi akademik mahasiswa, maka implikasi yang perlu dilakukan mahasiswa adalah mencoba bergaul dengan rekan-rekan yang dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dengan hal tersebut maka prestasi belajar mahasiswa juga akan meningkat. Kemungkinan ada hubungan antara asal sekolah dan prestasi akademik mahasiswa meskipun secara statistik tidak terlalu signifikan oleh karena itu implikasinya adalah penyaringan calon mahasiswa baru lebih diutamakan kepada mahasiswa dengan asal sekolah IPA maupun IPS sehingga dalam prestasi akademik nantinya dapat lebih maksimal lagi. Ada hubungan peran pembimbing akademik dengan prestasi belajar mahasiswa oleh karena itu implikasinya adalah bahwa mahasiswa perlu berkonsultasi dengan dosen apabila mengalami kesulitan belajar, meminta pendapat apabila mahasiswa kurang memahami materi yang disampaikan sehingga tercipta hubungan yang baik antara dosen dan mahasiswa serta dosen pembimbing harus lebih memberikan kenyamanan kepada masing-masing bimbingan sehingga tercipta suasana yang nyaman agar peran pembimbing akademik dapat lebih maksimal lagi.

Saran

Mahasiswa hendaknya rutin

berkomunikasi dengan dosen sehingga tercipta hubungan interpersonal yang baik antara dosen dan mahasiswa di mana dosen dapat memberikan bantuan, bimbingan atau saran kepada mahasiswa dalam rangka meningkatkan prestasi belajar.

Dosen hendaknya memberikan waktu luang bagi mahasiswa yang ingin berkonsultasi tentang materi pelajaran ataupun kesulitan sehingga mahasiswa dapat lebih memahami materi yang dipelajari.

Bagi peneliti selanjutnya hendaknya melakukan penelitian lanjutan tentang faktor-faktor lain yang berhubungan dengan prestasi belajar serta melakukan penelitian mix method dengan mengembangkan juga penelitian dari unsur kualitatif.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

141 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, S. 2008. Psikologi Belajar.

Jakarta : Rineka Cipta. Samsunuwiyati. 2006. Peran Hubungan

Interaksi Kelo mpok Teman Sebaya terhadap Perkembangan Sosial

Santrock, John W. 2007 . Psikologi Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Surakhmad, Winarno. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : Tarsito.

Vembriarto. 2003. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

142 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PEMAHAMAN DAN RESPON BIDAN TENTANG MANAJEMEN TERPADU BAYI

MUDA (MTBM) PADA KUNJUNGAN NEONATAL

Norif Didik Nur Imanah

(Stikes Paguwarmas Maos Cilacap Program Studi DIII Kebidanan)

ABSTRAK

Pendahuluan: Cakupan Kunjungan Neonatal (KN) sudah berada di atas target namun untuk cakupan Neonatal tertangani masih berada dibawah target. Sosialisasi tentang MTBM telah dilaksanakan tetapi masih banyak bidan yang belum mengunakan MTBM pada saat KN. Tujuan penelitian ini menjelaskan pemahaman dan respon bidan Tentang MTBM pada Kunjungan neonatal. Metode: Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Informan utama penelitian ini 4 bidan desa di puskesmas yang mempunyai angka kematian neonatal rendah yaitu puskesmas kesugihan II dan Sampang dan 4 bidan desa di Wilayah puskesmas Kbupaten Cilacap yang mempunyai angka kematian neonatal tinggi yaitu Kedungreja dan Jeruklegi I. Informan triangulasi penelitian ini 4 bidan koordinator anak. Hasil: Seluruh bidan sudah mencapai tingkatan tahu tentang MTBM secara umum namun belum semua bidan memahami tentang MTBM pada KN. Kurangnya pemahaman bidan ditunjukan dengan belum mampunya bidan dalam pengisian MTBM terutama pada pengisian klasifikasi dan tatalaksana belum sesuai dengan prosedur. Kesimpulan: Sebagian besar mempunyai respon yang kurang baik hal ini ditandai dengan adanya anggapan bahwa penggunaan MTBM pada saat KN membutuhkan waktu yang lama sehingga kurang praktis. Saran: Disarankan kepada bidan perlunya diadakan pelatihan MTBM untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta komitmen untuk menggunakan pendekatan MTBM pada saat Kunjungan Neonatal dan adanya supervisi secara khusus tentang MTBM oleh bidan koordinator anak. Kata kunci: Manajemen terpadu bayi muda, pemahaman, respon

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelayanan kesehatan Neonatal di lakukan dalam rangka menjamin kelangsungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan kesehatan neonatal serta mengurangi angka kematian neonatal yang saat ini menjadi penyumbang terbesar dalam Angka Kematian Bayi. Meningkatnya cakupan pelayanan yang diterima sejak anak berada dalam kandungan dan upaya pencegahan penyakit telah di lakukan untuk meningkatkan status kesehatan anak di Indonesia ,namun pada kenyataannya faktor sosial ekonomi dan budaya yang berada di masyarakat serta kualitas pelayanan kesehatan yang masih rendah menjadi penghambat dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan pada neonatal, bayi dan balita. Setiap tenaga kesehatan wajib meningkatkan kualitas dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal dan bayi sehingga dapat membantu mencegah terjadinya kematian dan kesakitan pada bayi (Kemenkes RI,2011).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa Tengah mencapai 10,75/1000 kelahiran hidup sedangkan jumlah kematian bayi di Kabupaten Cilacap sebanyak 284 kasus yang terdiri dari 194 neonatal dan 90 post natal atau dengan demikian AKB di Kabupaten Cilacap pada tahun 2014 sebesar 9,46/1000 kelahiran hidup. Masa neonatal merupakan keadaan yang sangat rentan terjadinya penyakit sehingga sangat membutuhkan perhatian dari semua pihak, baik keluarga maupun tenaga kesehatan. Kepedulian pemerintah terhadap kesejahteraan anak terutama neonatus, dapat dilihat dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada neonatus melalui kunjungan neonatal (KN) oleh bidan dengan menggunakan Manajemen Terpadu Bayi Muda. Cakupan Kunjungan Neonatus lengkap (KN Lengkap) adalah neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar sedikitnya tiga kali yaitu satu kali pada 6-48 Jam, satu kali pada hari ke 3-hari ke 7 dan satu kali pada hari ke 8- hari ke 28 setelah lahir (Dinkes Kabupaten Cilacap 2013).

Tujuan Kunjungan Neonatal (KN) adalah meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada neonatal. Cakupan KN Lengkap Kabupaten Cilacap telah berada diatas target, cakupan KN Lengkap pada tahun 2013 adalah 97,2%, sedangkan pada tahun 2014 sebesar 97,9% namun hal ini berbanding terbalik dengan cakupan neonatal komplikasi yang

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

143 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

masih berada dibawah target. Cakupan neontal komplikasi yang tertangani yakni pada tahun 2013 sebesar 63,3% dan pada tahun 2014 adalah 67,66% dari target 75%. Neonatus yang memiliki komplikasi dan tidak tertangani akan menyebabkan komplikasi yang semakin parah dan menimbulkan kematian (Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, 2012).

Hasil studi pendahuluan yang diperoleh, sosialisasi penggunaaan MTBM pada saat KN sudah diterima oleh bidan namun masih banyak bidan pelaksana yang belum menggunakan pendekatan MTBM pada saat melaksanakan KN. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian pemahaman dan respon bidan tentang MTBM Pada Kunjungan Neonatal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menjelaskan pemahaman dan respon bidan Tentang MTBM pada Kunjungan neonatal Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dan populasinya adalah semua yang bidan desa yang melaksanakan kunjungan neonatal. KN dengan menggunakan MTBM mempunyai tujuan untuk meminimalisir morbiditas dan motalitas neonatal. Informan utama penelitian ini adalah bidan desa yang melaksanakan KN di empat Puskesmas yang berada di Kabupaten Cilacap yaitu dua puskesmas dengan angka kematian neoantal yang tinggi yakni puskesmas kedungreja dan Jeruk Legi I dan dua puskesmas dengan angka kematian neonatal rendah yaitu puskesmas Kesugihan II dan Sampang.Total informan utama yaitu 8 orang. Kriteria inklusi untuk puskesmas yang memiliki angka kematian neoanatal tinggi adalah bidan desa yang diwilayahnya terdapat kematian neonatal dan untuk puskesmas yang angka kematian neonatalnya rendah kriteria inklusinya adalah bidan desa yang diwilayahnya tidak terdapat kematian neonatal. Informan Triangulasi yang digunakan untuk validitas adalah bidan koordinator anak di masing-masing puskesmas.Total informan triangulasi yaitu 4 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015-Maret 2015. HASIL PENELITIAN

Pemahaman Bidan tentang MTBM pada Kunjungan Neonatal

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh

informan mengatakan bahwa sudah

mengetahui tentang MTBM melalui sosialisasi dari bidan koordinator anak di masing-masing puskesmas hal ini ditandai dengan mampunya informan mendefinisikan MTBM dan menguraikan secara singkat tentang penggunaan MTBM pada saat Kunjungan Neonatal.

Materi dalam sosialisasi MTBM diantaranya pengertian MTBM, cara mengisi formulir MTBM,cara menentukan klasifikasi dan tata laksana dalam menerapkan MTBM pada saat KN. Hal ini dibenarkan oleh masing-masing bidan koordinator anak bahwa kegiatan sosialisasi diberikan pada semua bidan di kegiatan meeting bidan dan

materi yang disampaikan meliputi cara pengisian MTBM, menentukan klasifikasi dan penanganan jika adanya suatu masalah pada neonatal. Berikut pernyataannya:

Sebagian besar informan yang sudah

mengetahui tentang MTBM belum mampu mengisi formulir MTBM dengan benar dan belum sesuai dengan prosedur terutama dalam pengisian klasifikasi dan tatalaksananya sehingga setiap menggunakan MTBM harus melihat buku pedoman supaya lebih mudah dalam menentukan klasifikasi dan penanganan. Beberapa informan mengatakan seiring dengan berjalannya waktu, informan sudah memahami penggunaan MTBM pada saat KN yaitu mampu untuk mengisi formulir MTBM dengan benar, berikut dengan pengisian klasifikasi dan tatalaksananya. Semua informan mengatakan memahami tujuan dari penggunaan MTBM pada saat KN yaitu untuk mendeteksi secara dini masalah yang terjadi pada bayi baru lahir dan neonatus sehingga dapat dilakukan

“..Bidan koordinator anak yang memberikan sosialisasi di meeting bidan. Dalam sosialisasi semua bidan desa mendapatkan lembar MTBM kemudian dijelaskan cara pengisian formulirnya, klasifikasi dan penanganannya oleh bikor anak dan dilanjutkan diskusi bersama..” informan utama 3 “..Diskusi bersama, semua bidan membawa pedoman pelaksanaan dan lembar formulir MTBM kemudian kita bahas bersama apa yang ada didalam modul itu dan diskusi tentang apa yang ada didalam modul diantaranya semua yg berkaitan dengan MTBM termasuk mengisi formulirnya, membuat klasifikasi serta tatalaksana berdasarkan bagan..”Informan triangulasi 1

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

144 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

penanganan segera dengan harapan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada neonatal.

Respon Bidan tentang MTBM pada Kunjungan Neonatal

Beberapa informan sudah

mempersiapkan peralatan untuk kunjungan neonatal di KN Kit sebelum KN dilaksanakan sehingga mempermudah bidan dalam menggunakan MTBM pada saat KN walaupun KN mendadak karena semua sudah disiapkan. KN kit berisi timbangan sederhana, termometer, stetoskop, pengukur panjang badan, kassa, lembar MTBM, dan buku bantu. Semua peralatan tersebut harus ada pada saat bidan melakukan pemeriksaan neonatal.

Sebagian besar informan belum berkomitmen terhadap diri sendiri seperti lupa membawa formulir MTBM pada saat kN, tidak membawa modul/bagan sehingga dalam klasifikasi diisi sesuai dengan pengalaman (tidak berdasarkan teori yang ada) apabila memang kondisi pasien tidak dalam keadaan bahaya namun apabila kondisi bayi memang sudah memerlukan tindakan yang lebih baik lagi bidan segera merujuknya. Menurut anggapan beberapa bidan, sebenarnya tidaklah banyak pertanyaan yang ada dalam MTBM karena kalau kita menyadari bahwa pertanyaan yang ada merupakan langkah pemeriksaan yang sudah sering kita laksanakan hanya saja disini lebih detail dan melibatkan ibu dari bayi untuk mengetahui keluhan dan perkembangan neonatal. Pertanyaan dalam formulir MTBM sebenarnya justru sangat membantu dalam melakukan pemeriksaan pada neonatal secara runtut. Buku Pedoman selalu ikut serta berada di KN Kit sehingga apabila klasifikasinya belum hafal dapat dengan mudah untuk membuka modul kembali dan kalau sudah terbiasa tidak akan memakan waktu yang lama.

Sebagian besar petugas beranggapan bahwa pertanyaan dalam formulir MTBM terlalu banyak sehingga memakan waktu yang tidak sebentar dan mereka juga mengatakan bahwa formulir MTBM kurang praktis. Bidan menilai kurang praktis

dikarenakan bagan besar serta untuk bagan klasifikasinya terpisah dengan formulir MTBM sehingga dalam menuliskan klasifikasi dan memberikan tatalaksana masih sering tidak sesuai dengan pedoman yang ada. Bidan koordinator anak sejauh ini sudah menyarankan kepada bidan yang belum hafal/tidak bisa menghafal klasifikasi dan tatalaksana dalam pemeriksaan pada KN

untuk menginovasi ketidakmampuan menghafal dengan memfotocopi bagan klasifikasi dan tatalaksana. Supaya bidan tidak mengeluh lagi bagannya terlalu besar, beliau menyarankan untuk diperkecil dalam memfotocopinya sehingga bidan dapat melaksanakan sesuai dengan pedoman,sebagaimana komentar pada kotak berikut:

Keterkaitan antara pemahaman dan respon bidan tentang MTBM pada Kunjungan Neonatal

Berdasarkan penelitian Tingkat

pemahaman bidan ternyata tidak menjamin seseorang mempunyai respon baik terhadap penggunaan MTBM pada saat KN hal ini ditandai dengan beberapa bidan yang sudah tahu dan memahami MTBM tetapi masih beranggapan negati. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya komitmen dengan diri sendiri dan beberapa pernyataan seperti membutuhkan waktu yang lama serta kurang simple dalam penggunaan MTBM. PEMBAHASAN

Hasil penelitian menyebutkan bahwa seluruh bidan sudah mengetahui tentang MTBM secara umum. Bidan pelaksana mendapatkan informasi MTBM dengan cara mengikuti sosialisasi dari bidan koordinator anak yang telah mengikuti pelatihan dengan dibantu buku pedoman yang sudah dibagikan sebelum sosialisasi. Menurut Notoadjmojo (2005) Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya petugas kesehatan dan buku petunjuk. Dalam sosialisasi bidan

“...keluhan mengenai banyaknya pertanyaan yang harus dilakukan/ditanyakan bidan pada saat KN menggunakan MTBM menurut saya pertanyaan yang ada diformulir MTBM itu wajar, pemeriksaan yang sesuai standar ya seperti itu hanya saja pola fikirnya yang harus dirubah yaitu dengan sering melakukannya sehingga akan terampil dan untuk bidan yang belum menguasai isi dari klasifikasi dan tatalaksana sesuai dengan teori, menggandalkan kebiasaan dalam memberikan tatalaksana, solusinya ya menghafal dan kalau tidak bisa menghafal sebenarnya bidan bisa memperkecil bagan yang memuat klasifikasi dan tatalaksana dan kami sudah menghimbaunya.. “ Informan Triangulasi 5

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

145 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

koordinator anak menyampaikan semua yang berkaitan dengan MTBM dari pengertian sampai dengan bagaimana penerapan MTBM pada saat KN dengan harapan bidan dapat menggunakan MTBM dengan baik pada saat pemeriksaan bayi di Kunjungan Neonatal. Hal ini sejalan dengan teori charlotte Buhler yang mengemukakan sosialisasi merupakan sebuah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri terhadap bagaimana cara berfikir supaya dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya (Willy, 2006).

Seseorang berproses setelah mendapatkan pengetahuan yaitu bergerak dari sederhana menuju komplek, begitu juga dengan pengetahuan MTBM yang didapatkan oleh bidan (Bestable, 2010). Seluruh bidan sudah mencapai tingkatan tahu tetapi beberapa bidan belum memahami tentang MTBM. Bidan belum mampu untuk mengaplikasikan pengisian MTBM secara benar dan belum mampu mengklasifikasikan masalah yang ada pada bayi sehingga tatalaksana dalam menangani masalah masih kurang tepat. Hal ini sejalan dengan teori bahwa Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memahami dan menjelaskan secara benar arti suatu bahan pelajaran atau tentang obyek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan materi tersebut secara benar, seperti menafsirkan, menjelaskan, meringkas tentang sesuatu. Kemampuan semacam ini lebih tinggi daripada tahu. Pemahaman bidan yang kurang dapat dipengaruhi oleh intelegensia yang masih kurang. Intelegensia dapat diartikan sebagai salah satu modal untuk befikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu mengusai sesuatu hal yang dipelajari (Notoatmodjo, 2005).

Respon pada prinsipnya didahului oleh sikap seseorang. Respon bidan untuk menggunakan MTBM pada saat KN cenderung negatif, hal ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman yang kurang, kepribadian seseorang seperti kurang komitmennya bidan dalam mempersiapakan formulir MTBM sebelum melaksanakan KN. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia. Pengalaman pribadi juga ikut dalam mempengaruhi respon, berdasarkan wawancara informan tidak menerapkan

tatalaksana sesuai dengan teori tetapi pasien sejauh ini tidak bermasalah, pengalaman inilah yang mempengaruhi respon. Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut (Azwar,2010).

Beberapa informan masih mempunyai respon yang kurang bagus tentang penggunaan MTBM pada KN padahal sudah memahami tentang MTBM. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Iriana tahun 2010 yakni Semakin tinggi pengetahuan bidan berkorelasi dengan tinggi keterampilan untuk neonatal check-up. Hasil wawancara dari informan hal ini dikarenakan banyaknya pekerjaan yang sering membuat kurang fokus dalam pencatatan dan pelaporan sehingga beranggapan pelaksanaan MTBM pada KN cukup rumit. Bidan yang sudah memahami MTBM karena mengikuti sosialisasi, sebagian besar mempunyai respon positif. Bidan mampu menggunakan MTBM dalam memeriksa bayi pada saat KN, sebagian ada yang sudah hafal beserta klasifikasinya dan ada yang masih dibantu dengan buku panduan. Hasil dari sosialisasi dan pelatihan secara langsung memang berbeda karena setiap individu yang sudah dilatih memiliki kemampuan yang berbeda pada saat menyampaikan kembali hasil pelatihannya. Hal ini didukung oleh penelitian Muslimah (2011) bahwa dilihat dari segi kualitas bidan yang dilatih dan belum dilatih akan berbeda dalam hal pemberian pelayanan dan melakukan pelayanan dimana bidan yang sudah dilatih cenderung mengikuti standar operasional prosedur yang ada KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa Semua bidan sudah mencapai tingkatan tahu tentang MTBM pada Kunjungan Neonatal, tetapi belum semua bidan memahami tentang MTBM Respon Sebagian besar bidan menganggap penggunaan MTBM membutuhkan waktu yang lama dan kurang praktis.

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yaitu perlunya diadakan pelatihan MTBM untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran serta komitmen untuk menggunakan pendekatan MTBM pada saat Kunjungan Neonatal, adanya

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

146 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

supervisi secara khusus tentang MTBM oleh bidan koordinator anak.

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi D.2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Bestable, SB. 2010. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran Dan Pembelajaran. Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2008.Manajemen Terpadu Bayi Muda Kurang dari 2 bulan. Jakarta: Depkes, WHO, USAID

Depkes RI.2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit modul 5 (Manajemen Terpadu Bayi Muda Kurang dari 2 bulan). Jakarta: Depkes,WHO, USAID

Depkes RI.2010. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Depkes, WHO, UNICEF

DepkesRI. 2009.Panduan Asuhan Antenatal Terintegrasi. Jakarta:Depkes

Dinas Kabupaten Cilacap.2012. Profil Kesehatan 2011. Cilacap: DKK Cilacap

Dinas Kabupaten Cilacap.2013. Profil Kesehatan 2012. Cilacap: DKK Cilacap

Dinas Kabupaten Cilacap.2014. Profil Kesehatan 2013. Cilacap: DKK Cilacap

Iriana S. 2010.Analisis Pengetahuan bidan Puskesmas dalam pemeriksaan Neonatus menurut Buku Pedoman Pelayanann Bayi pada Tingkat Pelayanan Dasar Di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNDIP

Kemenkes RI.2010.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta: Kemenkes,UNICEF

Moleong. 2010.Metodologi Penelitian Kualitatif: PT Remaja Rosda Karya

Mubarak, Wahid Iqbal,dkk. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Metode Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muslihatun.2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya

Muslimah. 2013.Analisis Perbedaan Kinerja Bidan Desa yang Sudah dan Belum Dilatih Manajemen Terpadu Bayi Muda dalam Penatalaksanaan Kunjungan Neonatal di Kabupaten Kudus,Tahun 2011. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNDIP

Notoatmodjo,Soekidjo. 2005. Pendidikan dan perilaku kesehatan,Jakarta:PT.Rineka Cipta

Rekawati S.2011.Analisis Implementasi MTBS di Puskesmas Kota Surabaya. Semarang: Fakultas kesehatan Masyarakat, UNDIP

Sugiono. 2010.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Willy.2006. Ilmu Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

147 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GUGAT CERAI

DI RENGAT INDRAGIRI HULU

Restianingsih Putri Rahayu (Akademi Kebidanan Indragiri)

ABSTRAK

Pendahuluan: Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Rengat Kabupaten Indragiri proporsi kejadian gugat cerai Tahun 2013 sebanyak 564 orang (64%) dari 880 kasus perceraian, dari 10.881 jumlah kepala keluarga yang ada di Rengat. Tujuan Penelitian ini adalah diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan gugat cerai di Rengat Indragiri Hulu. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan adalah Studi Kasus Kontrol (case control study) dengan jumlah sampel kasus 180 orang dan kontrol 180 orang. Sampel dari penelitian ialah istri yang mengajukan cerai di Pengadilan Agama Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Riau dan istri yang masih memiliki suami di Rengat Indragiri Hulu tahun 2013. Hasil: Ada variabel yang berhubungan signifikan antara gugat cerai yaitu lama pernikahan, pihak ketiga, dukungan keluarga dan usia menikah. Lama pernikahan menunjukkan OR 76.502 (C.I 95% : 21.533-271.799), pihak ketiga OR 66.641 (C.I 95% : 18.198-244.042), dukungan keluarga 27.382 (C.I 95% : 8.838-84.838) dan usia menikah OR 3.260 (C.I 95% : 1.088-9.768). Sedangkan variabel usia menikah merupakan variabel confounding. Kesimpulan: Faktor-faktor yang memliki hubungan sebab akibat dengan gugat cerai adalah lama pernikahan, pihak ketiga, dukungan keluarga dan usia menikah.Saran bagi kepada pasangan yang akan menikah agar mengikuti konseling pranikah yang berguna memberikan pemahaman kepada pasangan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan perkawinan dan cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi pada masa perkawinan. Kata Kunci: Gugat cerai, lama pernikahan, pihak ketiga, dukungan keluarga dan usia menikah

PENDAHULUAN Latar Belakang

Angka perceraian Di Indonesia pada tahun 2011, permohonan gugatan cerai yang diajukan oleh pihak istri sebanyak 190.280 kasus (66%). Data tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 346.446 pasangan bercerai, 68% atau sebanyak 238.666 kasus merupakan permintaan gugat cerai yang dilayangkan istri (Rivki, 2012).

Hasil rekapitulasi dari sejumlah Pengadilan Agama (PA) Kabupaten/ Kota seprovinsi Riau kasus perceraian sepanjang tahun 2011 mencapai 13 ribu perkara, 80 persen diantaranya adalah cerai gugat (Musdalifah, 2012). Indragiri Hulu merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Riau, data Pengadilan Agama Rengat Kabupaten Indragiri Hulu, pada tahun 2011 mencatat kasus perceraian berjumlah 846 kasus, dan meningkat sebanyak 0,26% pada tahun 2012 menjadi 896 kasus (Wijanarko, 2012).

Studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Desember 2013 di Pengadilan Agama Rengat Kabupaten Indragiri Hulu tercatat jumlah perceraian sebanyak 880 kasus, 564 diantaranya merupakan kasus gugat cerai. Hal ini menunjukkan bahwa dari 10.881 jumlah kepala keluarga yang ada di Kabupaten Indragiri Hulu angka kejadian gugat cerai sebanyak 0.05%. Umumnya penyebab perceraian di wilayah ini terjadi karena ketidak cocokan yang terjadi dalam rumah tangga, faktor ekonomi, faktor usia, kurangnya tanggung jawab dari pihak suami dan munculnya rasa cemburu dari salah satu pihak.

Perceraian umumnya di dominasi pihak lelaki yang disebabkan oleh pandangan tradisional bahwa laki-lakilah yang memiliki hak untuk menceraikan wanita, sementara wanita hanya dapat menerima keadaan tersebut. Seiring perkembangan zaman serta meningkatnya tingkat pendidikan wanita, banyak wanita yang menyadari bahwa mereka juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal permintaan gugat cerai (Intarti, 2003). Adanya kesadaran istri sebagai seorang individu yang berhak untuk diperlakukan secara adil dan bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam keluarga, serta kesadaran seorang perempuan akan persamaan haknya dengan pria di mata hukum dan undang-undang turut mendorong perempuan dalam mengajukan permintaan gugat cerai (Maryati, 2005). Tujuan

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

148 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gugat cerai di Pengadilan Agama Rengat Kabupaten Indragiri Hulu. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis

desain Case Control Study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua istri yang mengajukan gugat cerai di Pengadilan Agama Rengat Kabupaten Indragiri Hulu pada Tahun 2013 dan istri yang masih memiliki suami. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara systematic random sampling

dengan jumlah sampel kasus 180 orang dan kontrol180 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuisioner pada sampel yang telah ditetapkan pada bulan Februari – Mei 2014. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan analisis univariat di dapatkan hasil sebagai berikut istri yang memiliki keluarga yang kurang mendukung berjumlah 154 orang (42.8%), istri yang didalam rumah tangganya terdapat pihak ketiga berjumlah 161 (44.7%), istri yang mengalami KDRT berjumlah 153 orang (42.5%), istri yang pendapatan keluarganya rendah berjumlah 162 orang (45%), istri yang memiliki pendidikan rendah berjumlah 189 (52.5%), istri yang belum cukup usia untuk menikah berjumlah 173 orang (48.1%), istri yang usia pernikahannya baru berjumlah 164 orang (45.6%) dan istri yang memiliki pendapatan lebih besar dibanding pendapatan suami berjumlah 173 orang (48.1%). Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui kemaknaan hubungan antara faktor risiko (variabel independen) dengan gugat cerai (variabel dependen) yang dilaksanakan di Rengat Inderagiri Hulu dengan menggunakan uji chi-square α = 0,05, CI; 95% dan OR > 1/ OR < 1. Ada 8 variabel independen yang berhubungan signifikan dengan gugat cerai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Istri yang tidak mendapatkan dukungan

dari keluarga berisiko melakukan Gugat Cerai 30 kali dibanding istri yang mendapatkan dukungan keluarga (OR = 30.549; CI 95% = 16.670 - 55.983).

2. Istri yang di dalam rumah tangganya memiliki pihak ketiga berisiko melakukan Gugat Cerai 47 kali dibanding istri yang Istri yang di dalam rumah tangganya tidak memiliki pihak ketiga (OR = 47.235; CI 95% = 24.732 - 90.215).

3. Istri yang mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga berisiko melakukan Gugat Cerai 2 kali dibanding istri yang Istri yang di dalam rumah tangganya tidak mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga (OR = 1.616; CI 95% = 1.060 - 2.462).

4. Istri yang Pendapatan Keluarganya rendah berisiko melakukan Gugat Cerai 2 kali dibanding istri yang Istri yang Pendapatan Keluarganya tinggi (OR = 1.643; CI 95% = 1.081 - 2.497).

5. Istri yang memiliki pendidikan rendah berisiko melakukan Gugat Cerai 2 kali dibanding istri yang Istri yang memiliki pendidikan tinggi (OR = 1.674; CI 95% = 1.103 - 2.541).

6. Istri yang belum cukup usia untuk menikah berisiko melakukan Gugat Cerai 2 kali dibanding istri usianya sudah cukup untuk menikah (OR = 1.673; CI 95% = 1.103 - 2.539).

7. Istri yang lama pernikahannya kurang dari 5 tahun berisiko melakukan Gugat Cerai 67 kali dibanding istri lama pernikahannya diatas 5 tahun (OR = 66.889; CI 95% = 33.542 – 133.386).

8. Istri yang memiliki pendapatan lebih besar dibanding dengan pendapatan suami berisiko melakukan Gugat Cerai 2 kali dibanding istri yang pendapatannya lebih kecil dibanding dengan pendapatan suami (OR = 1.599; CI 95% = 1.055 – 2.425).

Hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan gugat cerai adalah Variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat terhadap kejadian gugat cerai di Pengadilan Agama Rengat Indragiri Hulu Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Analisis Multivariat (Permodelan Akhir) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gugat Cerai oleh

Istri di Rengat Indragiri Hulu

Variabel P value OR 95% C.I

Lower Upper

Dukungan Keluarga 0.001 27.382 8.838 84.838

Pihak Ketiga 0.001 66.641 18.198 244.042

Usia Pernikahan 0.001 76.502 21.533 271.799

Pendapatan Keluarga 0.337 0.370 0.048 2.826

Usia Menikah 0.035 3.260 1.088 9.768

Pendapatan Istri 0.056 7.614 0.953 60.839

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian gugat cerai yaitu

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

149 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

dukungan keluarga, pihak ketiga, usia pernikahan, dan usia menikah. PEMBAHASAN

Dukungan Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dukungan keluarga dapat menyebabkan terjadinya gugat cerai. Hal ini disebabkan karena pasangan menikah, dituntut banyak penyesuaian. Selain beradaptasi dengan pasangan masing-masing, suami dan istri juga harus mampu menyesuaikan diri dengan keluarga pasangan. Terutama dengan orangtua pasangan, jika hubungan keduanya tidak ditata, bisa menjadi awal munculnya permasalahan dalam rumah tangga.

Penelitian dari Orbuch meneliti seberapa dekat hubungan suami atau istri dengan para mertua. Hasil survei ditemukan bahwa pria yang dekat dengan mertua mampu membuat kehidupan pernikahannya lebih langgeng. Sementara wanita yang punya hubungan dekat dengan mertua justru memberi dampak negatif dan 20% berisiko mengakhiri hubungan rumah tangga dengan perceraian.

Pihak Ketiga

Gangguan pihak ketiga atau perselingkuhan sering menjadi pemicu permasalahan dalam kehidupan rumah tangga. Perselingkuhan merupakan hubungan diam-diam yang dilakukan oleh suami atau istri dengan pria atau wanita idaman lain yang dapat menganggu keutuhan rumah tangga yang sedang dibentuk.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widodo yang menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab perceraian ialah ketika suami ataupun istri memiliki wanita atau pria lain dalam kehidupan rumah tangga. Selain itu Hoelter menyatakan bahwa salah satu karakteristik penyebab perceraian pada pasangan adalah permasalahan ketidaksetiaan salah satu pasangan yang dapat menyebabkan perceraian.

Usia Pernikahan

Usia pernikahan merupakan lama waktu pasangan dalam membina rumah tangga terhitung dari pelaksanaan akad nikah dan hari jatuhnya putusan cerai yang diputuskan oleh pengadilan agama. Pernikahan menyatukan dua orang yang berbeda latar belakang. Banyak pasangan yang mengalami kesulitan mencapai

kebahagiaan pada masa-masa awal pernikahan.

Hoelter menyatakan bahwa perceraian biasanya terjadi di usia awal pernikahan yang serig kali terjadi saat pernikahan berusia sekitar 5 tahun. Karena pada waktu ini pasangan masih berusaha untuk beradapatasi dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Penelitian ini sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh Maryati (2005) menyimpulkan ada kecenderungan bahwa perceraian tertinggi terjadi pada rentang usia perkawinan 1-5 tahun, dan semakin lama rentang perkawinan, jumlah perceraian cenderung terus menurun. Fachrina dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa salah satu penyebab perceraian ialah usia pernikahan yang kurang dari lima tahun.

Usia Menikah

Pasangan suami dan istri menikah di usia yang belum cukup umur sehingga masing-masing pasangan belum siap untuk membentuk rumah tangga. UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 7 menyatakan bahwa perkawinan diijinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Namun karena banyak risiko yang dihadapi pasangan jika menikah di usia tersebut maka perkawinan diizinkan bila pria berumur 21 tahun dan wanita berumur 19 tahun. Pernikahan yang dilakukan di usia muda dapat menimbulkan permasalahan karena, baik suami istri sebenarnya belum matang secara emosi dan finansial untuk melangsungkan sebuah kehidupan berumah tangga. Akibatnya banyak persoalan hidup yang tidak bisa teratasi sehingga banyak perselisihan dan percekcokan yang menyebabkan perceraian.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zaldi dkk (2009) dengan judul Disfungsi Pasangan Suami-Istri Usia Muda dan Dampak yang Ditimbulkan menyatakan bahwa banyak pasangan suami-istri yang menikah muda mengalami masalah dalam rumah tangga karena melangsungkan pernikahan dengan kematangan emosional yang belum terkendali dengan baik. Suhadi (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pernikahan Dini, Perceraian, dan Pernikahan Ulang: Sebuah Telaah Dalam Perspektif Sosiologi menyatakan bahwa pernikahan di usia dini berelasi dengan perceraian.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada istri yang mengajukan gugat cerai di

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

150 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Rengat Indragiri Hulu pada tahun 2014, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Istri yang memiliki dukungan keluarga

yang kurang lebih berisiko untuk melakukan gugat cerai.

2. Istri dengan suami yang memiliki pihak ketiga lebih berisiko melakukan gugat cerai.

3. Istri yang usia pernikahannya < 5 tahun lebih berisiko 76 melakukan gugat cerai dibanding dengan istri yang usia pernikahannya < 5 tahun.

4. Istri yang menikah < umur 19 tahun lebih berisiko mengajukan gugat cerai 3.2 kali dibanding dengan istri yang menikah > 19 tahun.

Saran

Bersadarkan analisis hasil penelitian dan simpulan, maka saran yang dapat diberikan adalah: 1. Melibatkan orang tua, ataupun anggota

keluarga lain untuk menjadi mediator agar perselisihan yang terjadi dalam rumah tangga dapat diatasi.

2. Menjaga komunikasi yang baik satu sama lain, jujur serta membangun pondasi yang kuat dalam hubungan pernikahan.

3. Disarankan kepada pasangan yang akan menikah agar mengikuti konseling pranikah yang berguna memberikan pemahaman kepada pasangan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan perkawinan dan cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi pada masa perkawinan.

4. Melakukan kerjasama antara Dinas Pendidikan Nasional dengan Badan Perberdayaan Perempuan serta Puskesmas dengan menggunakan program pusat informasi dan konseling bagi remaja guna memberikan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi dengan menyarankan agar menikah pada usia reproduksi yang sehat yakni usia ≥ 20 tahun sampai ≤ 35 tahun.

5. Bagi KUA agar memperketat batas usia minimal bagi pasangan calon pengantin yang akan menikah.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, H. 2008. Alasan-alasan Yang

Menyebabkan Terjadinya Perceraian Beserta Akibatnya Bagi Seorang Muslim Ditinjau Dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Skripsi tidak diterbitkan.

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.\

Azizah, S.N. 2010. Akibat Perceraian Disebabkan Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus Putusan Nomor : 1098/Pdt.G/2008/PA.Dmk di Pengadilan Agama Demak. Tesis tidak diterbitkan. Program Studi Kenotariatan Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang.

Badrudin. 2009. Gugat Cerai dalam Perkawina Paksa. (Studi Perkara No. 0827/ Pdt. G/ 2008/ PA. Blitar). Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Bainah, N. 2013. Faktor-faktor Penyebab Perceraian di Kelurahan Long Ikis Kabupaten Paser. eJournalSosiatri-Sosiologi, 2013, 1 (1): 74-83 ISSN 0000-0000, eJournal.sos.fisip-unmul.org

Basalama, N. 2012. Tidak Dapat Menjalankan Kewajiban Hubungan “Intim” Suami Istri Menyebabkan Perceraian Menurut Hukum Islam. Artikel Skripsi.

Ciptosari, T. 2008. Faktor Yang Mempengaruhi Usia Nikah Dan Tingkat Perceraian di Singapura. Artikel Skripsi.

Cowell, T. 2013. Why Do Women Initiate Divorce More Than Men? Statistics Show That Women Initiate Many More Divorces Than Men In The UK. http://www.telegraph.co.uk/men/relationships/10357829/Why-do-women-initiate-divorce-more-than-men.html. Diakses Jumat, 13 Desember 2013.

Dariyo, A. 2004. Memahami Psikologi Perceraian Dalam Keluarga. Jurnal Psikologi Vol II no. 2, Desember 2004.

Fachrina., Aziwarti. 2006. Perubahan Nilai-nilai Perceraian Bagi Wanita Bercerai (Studi terhadap Istri yang Gugat Cerai dalam Masyarakat Minangkabau Kontemporer). Laporan Penelitian. Fakultas Ilm Sosial dan Ilmu Politik/ Sosiologi Universitas.

Hanani, H. 2012. Beberapa Pengertian Tentang Cerai Talak, Cerai Gugat dan Prosedurnya. Artikel. http://gobagsodorpadhangnjingglang.blogspot.com/2012/06/beberapa-pengertian-tentang-cerai-talak.html. Diakses Jumat, 13 Desember 2013.

Heriyono. 2009. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan Terjadinya Perceraian Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Tesis tidak diterbitkan. Prodram Studi Kenotariatan Program

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

151 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang.

Hurlock, E. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Indiyani, M., Nurlaili, A. (2013). Lima Tahun Pertama Pernikahan Adalah Masa Sulit, Apa Sebabnya? Artikel. http://life.viva.co.id/news/read/447319-lima-tahun-pertama-pernikahan-adalah-masa-sulit--apa-sebabnya. Diakses Jumat, 13 Desember 2013.

Intarti, A., Pursetyowati, S., Suhardini, E. D. 2003. Analisis Yuridis Tentang Gugat Cerai Oleh Kaum Perempuan Berdasarkan Undang-undang Nomor.1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan. Wacana Paramarta Vol II Nomor 2 Oktober 2003.

Jazillah, S. N (2010). Pengaruh Tingkat Pendidikan Istri Terhadap Gugat Cerai di Pengadilan Agama Gresik 2010. Skripsi tidak diterbitkan. IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Khumas, A (2012). Semakin Tinggi Pendidikan, Intensi Cerai Semakin Rendah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Khusniyah, U. F (2010). Cerai Gugat Dengan Alasan Suami Murtad Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) (Studi Analisis Perkara Nomor:016/pdt.G/2009/PA/Kdr di Pengadilan Agama Kota Kediri). Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

Kusumawardani, I. (2008). Studi Terhadap Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perceraian Di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Dalam Tinjauan Hukum Islam. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Syariah Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Lapau, Buchari. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Larasati, A. (2012). Kepuasan Perkawinan pada Istri Ditinjau Dari Keterlibatan Suami dalam Menghadapi Tuntutan Ekonomi dan Pembagian Peran dalam Rumah Tangga.Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol 1, 03 Desember 2012.

Maryati. (2005). Faktor Penyebab Gugat Cerai Studi Kasus Di Pengadilan Agama Kota Jambi. Jambi : Universitas Batang Hari.

Menimbang Data Perselingkuhan.(2009). Lex dePraxsis. Artikel. Kamis, 20 Maret 2014. http://lexdepraxis.wordpress.com/2009/0

8/24/menimbang-dataperselingkuhan. Diakses Jumat, 13 Desember 2013.

Musdalifah. (2012). Menyelamatkan Keluarga Indonesia. Artikel. http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=12292. Diakses Jumat, 13 Desember 2013.

Naofal, E. (2008). Perkembangan Alasan Perceraian dan Akibat Perceraian Menurut Hukum Islam dan Hukum Belanda.

Pengadilan Agama Negara. (2012).http://www.pa-negara.go.id/prosedur-berperkara/prosedur-cerai-gugat. Diakses Jumat, 13 Desember 2013.

Pradipta, V.A. (2013). UMP dan UMK Riau. Ini Data Lengkapnya. Artikel.

http://m.bisnis.com/quick-news/read/20131212/78/192141/ump-umk-riau-2014-ini-data-lengkapnya. Diakses Minggu, 15 Desember 2013

Rivki. (2012). 340 ribuan pasangan cerai di tahun 2012, istri lebih banuak menggugat. http://news.detik.com/read/2013/03/14/140736/2193903/10/340-ribuan-pasangan-cerai-di-2012-istri-lebih-banyak-menggugat. Diakses, Rabu 8 Januari 2014.

Rogers, S.J. (2001). Dollars, Dependency, and Divorce: Four Perspectives on the Role of Wives' Income. Journal of Marriage and Family , Vol. 66, No. 1.

Sanghati. Hakim, B.H.A., Naiem. F. M. (2012). Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Kecemasan Wanita Pasangan Infertil di Kecamatan Ujung Pandang Kota Makasar.

Sekartaji, D.W. Jaga Hubungan Baik dengan Mertua Hindari Perceraian. Artikel. Kamis, 20 Maret 2013 http://wolipop.detik.com/read/2012/12/09/120514/

2113303/854/jaga-hubungan-baik-dengan-mertua-hindari-perceraian. Diakses, Rabu 8 Januari 2014.

Shofiyuddin, I.N. (2009). Fenomena Gugat Cerai Alasan Impotensi (Studi di Pengadilan Agama Malang).

Suhadi. (2012). Pernikahan Dini, Perceraian, dan Pernikahan Ulang : Sebuah Telaah Dalam Perspektif Sosiologi. Komunitas 4 (2) (2012) : 168-177. http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas. Diakses, Rabu 8 Januari 2014

Supardi. A. (2013). Pernikahan Dini. Artikel. http://www.apiqfoto.com/event/pernikahan-dini/. Diakses, Rabu 8 Januari 2014.

Surtinah, S. (2009). Perceraian Karena Suami Belum Siap Memiliki Keturunan. Skripsi tidak diterbitkan (Studi putusan

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

152 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

pengadilan agama Sleman Tahun 2004). Fakultas Syariah Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Syafiuddin, M. Turatmiyah, S. (2009). Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dalam Proses Gugat Cerai (Khulu’) di Pengadilan Agama Palembang. Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang.

Surya, T. F. (2013). Kepuasan Perkawinan pada Istri Ditinjau dari Tempat Tinggal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 no.2 2013

Teachman, J. (2010). Wives’ Economic Resources and Risk of Divorce. Journal of Family Issues October 2010 vol. 31 no. 10 1305-1323.

U.S. Bureau Of Labor Statistic. (2013). Marriage and divorce: patterns by gender, race, and educational attainment. Article. October 2013.

Wardani, I. 2008. Studi Terhadap Faktor-faktor Yang Menyebabkan Perceraian di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Dalam Tinjauan Hukum Islam. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Sya’riah. Universitas Sunan Kali Jaga Yogyakarta.

Wiaswiyanti, B. 2008. Dampak Perceraian Pada Wanita. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.

Widodo, A. 2008. Studi Dokumentasi Tentang Penyebab Perceraian Masyarakat Nganjuk Periode Tahun 2004-2007 di Pengadilan Agam Nganjuk. Skripsi tidak diterbitkan.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Wulandari, E. 2009.Cerai Gugat Karena Suami Poligami (Studi Kasus Putusan Di Pengadilan Agama Karanganyar). Skripsi tidak diterbitkan. STAIN Surakarta.

Yulio, Y. (2012). Makalah Single Parent. Artikel. http://yandiyulio.wordpress.com/2012/01/20/makalah-single-parent/. Diakses, Rabu 8 Januari 2014

Zaldi., Suni, B., Mukhlis. 2013. Disfungsi Pasangan Suami-istri Pasangan Usia Muda dan Dampak Yang Ditimbulkan (Studi di Kecamatan Tebas Kabupaten Sambar). Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSS.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

153 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KOMPETENSI

PEMERIKSAAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA MAHASISWA D3 KEBIDANAN

Herma Yesti (Akademi Kebidanan Al-Ishlah Cilegon)

ABSTRAK Pendahuluan: Upaya menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi, mutu SDM kesehatan perlu ditingkatkan melalui pengembangan kualitas institusi pendidikan. Mahasiswa harus mampu menguasai ketrampilan sesuai dengan standar kompetensi yang telah. Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan, sehingga mutu prestasi belajar akan rendah. Sebagai upaya terobosan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan khususnya terhadap ibu hamil. Maka diperlukan upaya yang terstruktur untuk meningkatkan kompetensi ANC, salah satunya adalah dengan meningkatkan motivasi. Metode: Penelitian ini dilakukan untuk mengukur hubungan antara motivasi belajar dengan kompetensi ANC pada mahasiswa D3 Kebidanan. Penelitian ini dilakukan di Akademi Kebidanan Al-Ishlah Cilegon dengan jenis penelitian observational dan pendekatan waktu cross sectional. Sampel yang digunakan adalah total sampling sebanyak 17 mahasiswa. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi sedangkan variabel terikat adalah kompetensi ANC Mahasiswa. Hasil: Uji statistik Chi Square menunjukkan nilai signifikan 0,05 menghasilkan p value = 0,002 dimana 0,002 < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan antara motivasi belajar dengan kompetensi ANC pada mahasiswa D3 Kebidanan. Kata Kunci: Motivasi, kompetensi, antenatal care

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi(AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan. Namun sayang Indonesia masih merupakan negara dengan angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi.

Angka Kematian Maternal (Maternal Mortality/MMR) atau di Indonesia sering disebut AKI menjadi sorotan terkait sulitnya mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Salah satu target MDGs yang ingin dicapai adalah target MDGs ke 5 yaitu menurunkan angka kematian maternal sebanyak tiga per empat dari kondisi tahun 1990 atau menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Kondisi AKI di Indonesia saat ini adalah 359/100.000 kelahiran hidup sesuai hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. AKB pada tahun 2012 adalah 32/1.000 kelahiran hidup.

Antenatal care (ANC) merupakan salah satu cara untuk mencegah AKI dan AKB dimana fokus ANC adalah untuk mendeteksi ketidaknormalan yang terjadi pada ibu hamil. Buruknya pelayanan kesehatan antenatal, persalinan dan pasca persalinan merupakan hambatan utama untuk menurunkan kematian ibu dan anak. Untuk seluruh kelompok penduduk, cakupan tentang indikator yang berkaitan dengan kualitas pelayanan secara konsisten lebih rendah dari pada cakupan yang berkaitan dengan kuantitas atau akses.

Sekitar 61% perempuan usia 10-59 tahun melakukan empat kunjungan pelayanan antenatal yang disyaratkan selama kehamilan terakhir. Kebanyakan perempuan hamil (72%) di Indonesia melakukan kunjungan pertama, tetapi putus sebelum empat kunjungan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Kurang lebih 16% perempuan (25% dari perdesaan dan 8% perempuan perkotaan) tidak pernah mendapatkan pelayanan antenatal selama kehamilan terakhir mereka. Di Indonesia Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) 90,18% pada tahun 2012. Wilayah Banten tercatat Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) pada tahun 2012 83,43%, hal ini masih jauh dari angka nasional. Bidan sebagai tenaga kesehatan dituntut memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar, hingga diharapkan dapat menurunkan AKI dan AKB.

Dalam upaya menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi, mutu SDM kesehatan perlu ditingkatkan melalui pengembangan kualitas institusi pendidikan. Program Studi Kebidanan merupakan salah

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

154 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

satu unit pelaksana teknis di bidang pendidikan kesehatan, diharapkan mampu mencetak lulusan yang kompeten dan dapat membantu memecahkan masalah kesehatan di masyarakat dengan pendekatan ilmiah. Pemikiran dasar jenjang pendidikan ini adalah untuk membantu menekan Angka kematian Ibu dan Anak di Indonesia yang masih tinggi.

Akademi Kebidanan Al-Ishlah Cilegon menetapkan ketentuan bahwa mahasiswa harus mampu menguasai ketrampilan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam setiap praktik klinik karena ketrampilan yang dimiliki setiap mahasiswa berbeda. Berdasarkan studi awal ditemukan bahwa masih terdapat mahasiswa yang belum dapat mencapai ketrampilan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan ujian praktik kehamilan. Pada Ujian Tahap Pertama 2013 diperoleh hasil sebagian besar mahasiswa mendapatkan hasil B (90,9%) sedangkan sebagian kecil mahasiswa yang mendapatkan nilai C (9,1%) dan tidak ada satu pun mahasiswa mendapatkan nilai A.

Rendahnya motivasi belajar mahasiswa kerap dituding sebagai biang keladi dari rendahnya kualitas lulusan sebuah perguruan tinggi. Pada kebanyakan perguruan tinggi swasta, faktor ini bahkan menimbulkan persoalan dilematis, karena dengan rendahnya motivasi belajar sebenarnya tidak mungkin mahasiwa dapat menguasai bahan pembelajaran dengan baik, namun harus diluluskan demi kelangsungan perguruan tinggi tersebut. Secara tidak langsung, hal ini membuat kebanyakan mahasiswa yang tujuan utamanya dalam mengikuti pendidikan tinggi hanya sekedar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, dan bukan untuk menguasai ilmu pengetahuan.

Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan, sehingga mutu prestasi belajar akan rendah. Dengan adanya motivasi, mahasiswa akan belajar lebih keras, ulet dan tekun dan memiliki konsentrasi penuh dalam proses belajar dan mengajar. Masalah motivasi adalah masalah/faktor penting bagi peserta didik, apakah artinya bila mahasiswa pergi kuliah tanpa adanya motivasi untuk belajar.

Dengan semakin berpengaruhnya kekuatan pasar terhadap pendidikan tinggi, maka berkembanglah pandangan mutu yang berorientasi kepada konsumen. Mutu dipahami sebagai pemenuhan Standar Nasional Pendidikan termasuk Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang dianggap sebagai standar minimal. Pada saat yang sama mutu juga dipahami sebagai

penyelarasan antara dunia pendidikan dan dunia kerja dengan mendorong satuan pendidikan untuk menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Kompetensi menurut SK Mendiknas 045/U/2002 adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung-jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Sebagai upaya terobosan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan khususnya terhadap ibu hamil. Maka diperlukan upaya yang terstruktur untuk meningkatkan kompetensi ANC, salah satunya adalah dengan meningkatkan motivasi.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Motivasi Belajar terhadap Kompetensi Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) pada Mahasiswa D3 Kebidanan Akademi Kebidanan Al-ishlah Cilegon)”. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, karena mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasional analitik, desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.

Tempat dilakukan pada di akademi kebidanan al-ishlah cilegon. Waktu penelitian dilakukan pada bulan april sampai dengan juni 2014. Sampel yang digunakan adalah total sampling sebanyak 17 mahasiswa. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi sedangkan variabel terikat adalah kompetensi ANC Mahasiswa. Untuk keperluan analisis, hasil kompetensi diperoleh dari 20% pengetahuan, 20% sikap dan 60% ketrampilan. Hasil yang didapat dari perhitungan tersebut dinilai pada setiap mahasiswa, kemudian nilai pada setiap mahasiswa dijadikan satu menjadi nilai keseluruhan mahasiswa yang diteliti. Hasil yang didapatkan, apabila hasilnya di atas 75 maka mahasiswa dinyatakan kompeten, dan bila mahasiswa hasilnya ≤ 75 maka dinyatakan tidak kompeten.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara metode pengumpulan data dengan kuisioner dan observasi. Pengolahan data dengan menjumlahkan jawaban masing-masing responden dan dikriteriakan sesuai dengan tingkatan

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

155 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

mengetahui, memahami serta mengaplikasikan kemudian untuk menguji tingkat hubungan antara 2 variabel digunakan uji chi-square.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kompetensi ANC Mahasiswa D III Kebidanan Al-Ishlah

Cilegon

Kompetensi f %

Tidak Ya

11 6

65 35

Total 17 100

Dari hasil penelitian dapat dilihat

bahwa kelompok yang memiliki kompetensi adalah sebanyak 6 orang (35%) sedangkan mahasiswa yang tidak memiliki mahasiswa adalah 11 orang (65%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Motivasi

Mahasiswa D III Kebidanan Al-Ishlah Cilegon

Motivasi f %

Rendah Tinggi

12 5

71 29

Total 17 100

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa

kelompok yang memiliki motivasi tinggi adalah sebanyak 5 orang (29%) sedangkan mahasiswa yang memiliki motivasi yang rendah adalah 12 orang (71%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Motivasi

dengan Kompetensi ANC Mahasiswa D III Kebidanan Al-Ishlah Cilegon

Motivasi Kompetensi

Total Tidak Ya

Rendah 11

(92%) 1 (8%)

17 (100%)

Tinggi 0

(0%) 5

(100%) 17

(100%)

Hasil analisis berdasarkan tabel 3

hubungan antara motivasi dengan kompetensi bahwa dari 17 mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi tentang kompetensi ANC yaitu sebanyak 5 mahasiswa (100%). Hasil uji statistik Chi Square dengan signifikan 0,05 menghasilkan p value = 0,002 dimana 0,002 < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan antara motivasi belajar dengan kompetensi ANC pada mahasiswa D3 Kebidanan.

PEMBAHASAN

Motivasi belajar (learning motivation)

akan menghasilkan dorongan seseorang untuk belajar sesuatu guna mencapai suatu cita-cita. Seseorang akan memiliki motivasi belajar yang tinggi bila ia menyadari dan memahami tujuan yang akan dicapainya di kemudian hari. Bila seseorang memahami cita-citanya secara baik, maka ia akan terdorong untuk semakin giat belajar. Mempelajari sesuatu agar dapat mencapai keberhasilan dengan baik dibutuhkan motivasi yang tinggi (high motivation).

Sumber motivasi akan menghasilkan sesuatu yang mendasari lahirnya motivasi, misal bakat, minat, kemampuan dan dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang dikenal sebagai motivasi intrinsik dan motivasi dapat bersumber dari luar diri yang dikenal dengan motivasi ekstrinsik.

Mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan berusaha untuk mengatur waktu dan jadwal belajar secara optimal sehingga mereka dapat menguasai materi mata kuliah yang dipelajarinya. Motivasi yang dimiliki dan dibawa individu ke dalam lingkungan belajar berpengaruh kuat terhadap apa dan bagaimana mereka belajar. Motivasi merupakan salah satu prasyarat yang paling penting dalam belajar dan motivasi dapat mempengaruhi proses hasil belajar.

Kompetensi yang dimiliki oleh seorang pengajar menjadi faktor penting dalam pencapaian prestasi belajar mahasiswa. Selain kompetensi pengajar, motivasi belajar yang dimiliki mahasiswa juga menjadi salah satu faktor penentu dalam pencapaian prestasi belajar. Semakin tinggi motivasi belajar akan tinggi kompetensi yang didapatkan, semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Hubunganya dengan ANC diharapkan orang yang mempunyai pengetahuan lebih baik tentang ANC akan memeiliki prilaku baik dalam ANC sehingga agar dapat meningkatkan pengetahuanya dapat dilakuakn dengan mencari informasi tentang ANC sehingga dapat termotivasi untuk belajar selalu tentang ANC, yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya dengan mencari informasi.

Berdasarkan hasil uji hipotesis, disimpulkan ada hubungan antara motivasi belajar dengan kompetensi ANC pada mahasiswa D3 Kebidanan. Dengan demikian, motivasi yang dimiliki mahasiswa akan mempengaruhi kompetensi mahasiswa dalam melakukan ANC sehingga semakin tinggi motivasi mahasiswa, maka kompetensi

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

156 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

mahasiswa dalam melakukan ANC juga semakin baik.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Sebagian kecil mahasiswa (35%) mahasiswa kompeten dalam kompetensi ANC.

2. Sebagian kecil mahasiswa (29%) mahasiswa memiliki motivasi tinggi

3. Ada hubungan antara motivasi belajar dengan kompetensi ANC pada mahasiswa D3 Kebidanan.

Saran

1. Perlunya bimbingan Praktikum di Laboratorium yang dilakukan mahasiswa dengan bimbingan Pembimbing Akademik.

2. Perlunya Motivasi kepada mahasiswa dengan pemberian support melalui program yang dilaksanakan sebelum memulai perkuliahan dengan mendatangkan motivator dari pihak luar.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z. Motivasi dalam Strategi Pembelajaran denagn Pendekatan 'ARCS'. SUHUF. 2006; diunduh pada tanggal 20 Januari 2015 2014 jam 09.00WIB melalui http://www.researchgate.net/publication/277864992_MOTIVASI_DALAM_STRATEGI_PEMBELAJARAN_DENGAN_PENDEKATAN_ARCS 143-55.

Badan Penelitian dan pengembangan kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar. diunduh pada tanggal 11 November 2014 jam 11.00WIB melalui http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

Dariyo A. 2004. Pengetahuan tentang Penelitian dan Motivasi Belajar pada Mahasiswa. Psikologi. diunduh pada tanggal 20 Januari 2015 jam 11.00WIB melalui http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-4950-AgoesDariyo.pdf

Halimah L. 2008. Pemberdayaan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar dalam upaya Meningkatkan Kompetensi Berbahasa indonesia Siswa Kelas 4 SD Laboratorium UPI Kampus Biru. Jurnal Pendidikan Dasar. diunduh pada tanggal 20 Januari 2015 jam 10.00 WIB

melalui http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_10-Oktober_2008/Pemberdayaan_Lingkungan_Sebagai_Sumber_Belajar_dalam_Upaya_Meningkatkan_Kompetensi_Berbahasa_Indonesia_Siswa_Kelas_4_SD_Laboratorium_UPIKampus_Cibiru.pdf

Hamdu G, Agustina L. 2011 Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA di Sekolah Dasar. diunduh pada tanggal 14 Januari 2014 jam 09.00WIB melalui http://www.jurnal.upi.edu/file/8-Ghullam_Hamdu.pdf).

Hastuti PS, Nugroho HSW, Usnawati N. 2011. Efektifitas Pelatihan Kelas Ibu Hamil Untuk Meningkatkan Pengetahuan Sikap, Keterampilan dan Kunjungan Antenatal Care. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. diunduh pada tanggal 29 Januari 2015 jam 12.00WIB melalui http://suaraforikes.webs.com/volume2%20nomor2.pdf

Irwandi, Lasmono MK, Wulantari RA, Novita R, Heychael M, Herdani Y, et al. 2013 Buku Saku Mengenal Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan. diunduh pada tanggal 24 November 2014 jam 12.00WIB melalui http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/buku_saku_HPEQ_-_mengenal_SPM_PTKes.pdf.

Kemendikbud DD. 2011. Standar Kompetensi Bidan Indonesia (revisi november 2011). diunduh pada tanggal 15 Januari 2015 jam 10.00WIB melalui http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/18.4-Draft-Standar-Kompetensi-Bidan-2011.pdf

Ma'aruf NA, Siswanto. 2010. Pengaruh Motivasi terhadap Peningkatan Kompetensi Bidan Desa di Kabupaten Malang. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. diunduh pada tanggal 29 Januari 2015 melalui http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/2759

Menkes. 2007. Standar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Menkes.

___________. Standar Profesi Bidan. Jakarta: Depkes.

Mappeasse MY. 2009. Pengaruh Cara dan Motivasi Belajar terhadap hasil Belajar Programmable logic controller (PLC) siswa kelas III jurusan listrik SMK Negeri 5 Makassar. diunduh pada tanggal 15 Januari 2015 jam 12.00 WIB melalui http://ft-unm.net/medtek/Jurnal%20Medtek%20

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

157 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Vo.%201_No.2_Oktober%202009/M.%20Yusuf%20Mappeasse.pdf

Nurmawati. 2010.Mutu Pelayanan Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.

Prawirohardo S. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Pujadi, Arko. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa: studi kasus pada fakultas ekonomi universitas bunda mulia." Business and Management Journal Bunda Mulia 3.2 p 40-51.

Putriana Y. 2012. Kompetensi Asuhan Kebidanan Komunitas Berhubungan dengan Kemampuan Bidan Melaksanakan Perawatan Kesehatan Masyarakat Pedesaan. STIKES. diunduh pada tanggal 24 Januari 2015 jam 10.00WIB melalui http://www.e-jurnal.com/2014/10/kompetensi-asuhan-kebidanan-komunitas.html

Sardiman A.M. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Setiawan R. 2010. Analisis Pengaruh Faktor Kemampuan Dosen, Motivasi Belajar Ekstrinsik dan Intrinsik Mahasiswa, serta lingkungan belajar terhadap semangat belajar mahasiswa di Departemen Mata Kuliah Umum Universitas Kristen Petra. Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis. diunduh pada tanggal 29 Januari 2015 jam 10.00WIB melalui http://repository.petra.ac.id/16818/1/Publikasi1_04045_1716.pdf

Sugiyanto, Suprapedi, Himawan H. 2009. Penentuan Kompetensi Mahasiswa berdasarkan Prestasi Akademik, Sertifikasi Kompetensi, Minat, dn Kegiatan Pendukung. diunduh pada tanggal 20 Januari 2015 jam 15.00WIB melalui http://research.pps.dinus.ac.id/lib/jurnal/PENENTUAN%20KOMPETENSI%20MAHASISWA%20BERDASARKAN%20PRESTASI%20AKADEMIK,%20SERTIFIKASI%20KOMPETENSI,%20MINAT,%20DAN%20KEGIATAN%20PENDUKUNG.pdf.

Sumiatun. 2013 Analisi Mutu Pembelajaran Praktikum Kebidanan Sebagai Upaya Peningkatan Pencapaian Kompetensi Program Kebidanan Studi diploma III Kebidanan STIKES Maharani Malang. diunduh pada tanggal 24 Desember 2014 jam 09.00 WIB melalui http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jmkpp/article/view/1512/1613

UNICEF. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak. diunduh pada tanggal 11 November

2014 jam 11.00 WIB melalui http://www.unicef.org/indonesia/id/A5_-_B_Ringkasan_Kajian_Kesehatan_REV.pdf

Utomo P, Suwachid, Suharno. 2012. Hubungan antara kompetensi guru dan motivasi belajar siswa dengan prestasi belajar siswa kelas XI SMK PGRI 1 Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012. 2012. diunduh pada tanggal 15 Januari 2015 melalui http://core.ac.uk/download/pdf/12346144.pdf

Widyawati RE, Utami U. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Bidan tentang ANC dengan Tingkat kemampuan Pelaksanaan ANC di Puskesmas Karanganyar, Kebakkramat I dan Jumantono. diunduh pada tanggal 11 November 2014 jam 09.00WIB melalui http://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/maternal/article/view/148

Wigunantiningsih A. 2012. Hubungan Paritas dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang ANTENATAL CARE di RB Wijaya Kusuma Karanganyar. diunduh pada tanggal 20Januari 2015 WIB melalui http://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/maternal/article/view/170

Wijaya AM. 2013. Fenomena Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI atau MMR) berdasarkan SDKI 2012. diunduh pada tanggal 11 November 2014 jam 09.00WIB melalui http://www.infodokterku.com/index.php/en/82-daftar-isi-content/data/data/80-fenomena-tingginya-angka-kematian-ibu-aki-atau-mmr-berdasarkan-sdki-2012

Yanuaria MR, Wulandari RD. 2013 Penyusunan Upaya Peningkatan Pelayanan Antenatal Care Berdasarkan Voice of The Customer. diunduh pada tanggal 24 November 2014 jam 12.00WIB melalui http://download.portalgaruda.org/article.php?article=17849&val=1097

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

158 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI KOTA MASOHI KABUPATEN MALUKU

TENGAH

Ivy Violan Lawalata (Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku Ambon)

Sahrir Sillehu (STIKes Maluku Husada)

ABSTRACT Introduction: The prevalence of hypertension in Indonesia has reached 17-21% of the total population. 1.8%-28.6% of population aged over 20 years suffer from hypertension. The number of people suffered from hypertension in central Maluku regency in 2008 was 208 people. The aim of the study was to discover the risk factor of family history, knowledge, life style ( alcoholic consumption, smoking, and physical activity ), waist zise and uric acid level toward the incidence of hypertension. Method: The study was analytical observation using a case control study. The number of samples was 108 people consisted of 54 cases and 54 controls. The data were analyzed by using univariate, bivariate,multivariate with logistic regression. Result: The result of the study indicate the family history OR = 3.143 (CI 1.431 – 6.095) knowledge OR= 4.875(CI 1.135 – 11.049) smoking OR = 2.303 ( CI 1.061 – 4. 996) alcoholic consumption OR = 1.834 ( CI 1.334 – 6. 450) physical activity OR= 2.500 (CI 1.146 – 5.433) and uric acid OR= 2.291 (CI 1.061 – 4.996) are risk factors in the incidence of hypertension but not wise size in which OR = 1.960 (CI 0.611 – 3.188). The most dominant factors effecting the incidence of hypertension is knowledge Exp (B) 5.230 (CI 2.014 – 13. 583). Key words: Hypertension, family history, knowledge, smoking, alcoholic consumption, physical activity, wise size, uric acid

PENDAHULUAN

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal

sebagai hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat. WHO memperkirakan dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases). Sekitar 50 juta orang di

Amerika Serikat prevalensi hipertensi meningkat sesuai peningkatan usia penelitian Fragmighan study menunjukan bahwa pada individu yang berusia lebih dari 50 tahun memiliki kemungkinan sebesar 90% untuk menjadi hipertesi. Di India, misalnya, mencapai 60,4 juta orang pada 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang pada 2025. Di China 98,5 juta orang dan bakal jadi 151,7 juta orang pada 2025. Bagian lain di Asia, tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada 2000 dan diprediksi jadi 67,4 juta orang pada 2025. Angka prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan RISKESDA (Riset Kesehatan Dasar 2007) mencapai 30 persen populasi dari jumlah itu, 60 persen penderita hipertensi berakhir dengan stroke.

Prevalensi hipertensi di Indonesia telah mencapai 17- 21% dari total penduduk, 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Jawa Tengah 1,8% Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6% dan Talang Sumatera Barat 17,8%.Wanita mempunyai prevalensi lebih tinggi dari pada pria (p>0,05). dari kasus-kasus tadi, ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik 95 -104 mmHg), 28,1% hipertensi sedang (diastolik 105 -129 mmHg) dan hanya 3,5% dengan hipertensi berat .

Banyak faktor yang dipercaya sebagai pemicunya tingginya tekananan darah baik pada usia muda maupun pada usia lanjut hal ini berkaitan dengan faktor riwayat keluarga tertentu menyebabkan keluarga tersebut mempunyai risiko menderita penyakit. Individu dengan orang tua hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada keluarga yang tidak memiliki riwayat hipertensi, hanya saja jika kita mempunyai riwayat penyakit keluarga hipertensi bukan berarti kita pasti akan mengalami hipertensi tetapi gen yang terlibat dalam proses terjadinya hipertensi ini banyak dan melibatkan proses yang sangat kompleks yang mangakibatkan seseorang hipertensi.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

159 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Pengetahuan sampai saat ini hipertensi masih under diagnosa, under treatment hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang risiko peningkatan tekanan darah bagi, belum tercapainya pengendalian tekanan darah yang optimal, pengukuran tekanan darah yang belum terstandarisasi hal ini terbukti dengan berbagai penelitian menunjukan 1,8 - 28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi, sayangnya kebanyakan masyarakat tidak tahu kalau dirinya terkena hipertensi diantaranya mereka yang belum memahami tentang hipertensi, pengobatan dan perawatan dari dokter dan perawat. Perawat yang sering berinteraksi dengan memiliki tanggung jawab penuh dalam hal proses penyampaian informasi mengenai kejadian serta penangulangan untuk penderita sendiri tidak pernah berkonsultasi secara langsung dengan dokter tentang penyakit yang diderita serta perubahan perilaku sebagai upaya pencegahan tidak dilakukan oleh masyarakat umum.

Gaya hidup yang mengarah kepada perkotaan dengan cara menkonsumsi makanan siap yang mengakibatkan obesitas yang disebabkan karena pola makan/kebiasaan makan sampai saat ini orang menyantap apa saja yang dia inginkan tanpa mempertimbangkan apa kandungan didalam makanan selain makanan kebiasaan merokok dan meminum alkohol juga merupakan gaya hidup yang kurang baik kebiasaan ini merupakan salah satu jalan pintas dalam menanggulangi stres dengan kata lain stres yang tidak terkendali dapat membawa seseorang untuk merokok dan minum alkohol, selain itu juga kurangnya aktivitas fisik dikarenakan banyaknya waktu yang tersita dengan pekerjaan, pengaruh stress yang disebabkan oleh lingkungan kerja, tempat kerja.

Penelitian surveilans of non communicable disease di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah sebanyak 78 laki-laki hipertensi terdapat 19 (25%) orang yang membawa risiko genetik hipertensi dan memiliki risiko 1,36 kali dibanding mereka yang tidak membawa risiko genetik. sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggreani ditemukan bahwa pengetahuan responden mengenai hipertensi 56,7%, kebiasaan merokok dengan hipertensi didapatkan OR sebesar 13,65 aktifitas fisik berkaitan dengan hipertensi 63,4% sehingga meningkatkan risiko hipertensi hingga 47,10%. Sedangkan Widyastuti dan Subagio (2006) yaitu adanya hubungan hipertensi terhadap obesitas dengan rasio lingkar pinggang ≥ 80,0 cm,

adalah 27, 3%. Biasanya kegemukan diukur dengan indeks masa tubuh (IMT), akan tetapi penemuan akhir-akhir ini menunjukan bahwa kegemukan perut merupakan tanda akurat untuk memprediksi penyakit kardiovaskuler seperti DM, hipertensi, jantung, ginjal.

Penemuan baru yang dilakukan oleh Johnson memaparkan sejak lama diamati bahwa pada pasien hipertensi ditemukan peninggian asam urat Misalnya, asam urat ternyata juga merangsang sistem renin angiotensin sehingga memacu peninggian tekanan darah. berkaitan dengan penyakit yang pada pasien hipertensi ditemukan peninggian asam urat dari berbagai penelitian mulai terungkap lebih banyak ”rahasia” asam urat. Misalnya, asam urat ternyata juga merangsang sistem renin angiotensin, sehingga memacu peninggian tekanan darah

Hal tersebut di atas menunjukan dengan jelas bahwa hipertensi diindonesia sudah mulai dirasakan secara nasional dengan semakin tinggin angka kejadiannya, banyaknya factor risiko yang member dampak pada usia muda maupun usia lanjut sehingga artikel ini akan membahas tentang hipertensi dan faktor risikonya.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol. Studi kasus kontrol adalah suatu jenis penelitian epidemiology yang mempelajari hubungan paparan (faktor risiko) dengan akibatnya (penyakit) dengan cara membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok control

Penelitian ini dilakukan di Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah yang terdiri dari 5 Kecamatan (Kecamatan Namasina, Namaelo, Ampera, Lesane, Letwaru).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penduduk yang ada di kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah Tahun. Sampel penelitian terdiri atas kelompok kasus dan kontrol, Kasus adalah penderita hipertensi Kontrol tidak menderita hipertensi. Matching antar kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah umur.

Analisis univariat digunakan untuk mengatahui gambaran umum mengenai variable penelitian dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan dan besar hubungan variable independen dan dependen. Analisis multivariate digunakan untuk melihat hubungan antara variable independen dan dependen secara bersama -sama.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

160 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor determinan yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adapun hasil penelitian diuraikan sebagai berikut

Analisis Univariat

Dengan melakukan matching terhadap

umur sehingga jumlah kasus dan kontrol adalah 108 orang. Perbandingan sebaran kasus dan kontrol distribusi responden berdasarkan kelompok umur terbanyak pada kelompok umur ≥ 60 tahun yaitu sebanyak 30 orang (27,8%) yang terdiri dari 15 orang kelompok kasus dan 15 orang kelompok kontrol sedangkan kelompok umur yang terendah adalah kelompok umur 40 – 44 tahun sebanyak 14 orang (13,0%) yang terdiri dari 7orang pada kelompok kasus dan 7 orang pada kelompok kontrol. Pada kelompokumur ≥ 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg, hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. (Lihat Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi Sampel Kasus dan

Kontrol Setelah Dilakukan Matching Umur (1:1) di Kota Masohi Kabupaten Maluku

Tengah Tahun 2009

Kelompok Umur

(Tahun)

Jenis Sampel Jumlah

Kasus Kontrol

n % n % n %

40-44 7 13.0 7 13.0 14 13.0

45-49 9 16.7 9 16.7 18 16.7

50-54 13 24.1 13 24.1 26 24.1

55-59 10 18.5 10 18.5 20 18.5

≥ 60 15 27.8 15 27.8 30 27.8

Jumlah 54 100 54 100 108 100

Hubungan Antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertens

Responden yang mengetahui apakah

ada anggota keluarga (orangtua, kakek/nenek, atau paman/bibi) yang menderita hipertensi terbanyak pada kelompok kasus yaitu sebanya 36 orang (66,7%), sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol sebanyak 51 orang (47,2%). Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga tersebut mempunyai risiko menderita hipertensi. Individu dengan rangtua hipertensi mempunyai risiko dua kali

lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertens. Besar risiko terjadinya hipertensi pada responden yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi adalah 3,14 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi (Lihat tabel 2 ).

Tabel 2. Hubungan Antara Riwayat Keluarga Dengan Kejadaian Hipertensi Di Kota

masohi Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2009

Riwayat Keluarga

Kelompok Jumlah

OR 95% CI

Kasus Kontrol

n % n % n %

RisikoTinggi (Ada)

36 66.7 21 38.9 57 52.8

3.14

LL 1.43

UL

6.09

Risik Rendah (Tidak Ada)

18 33.3 33 61.1 51 47.2

Jumlah 54 100 54 100 108 100

Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Hipertensi

Pendidikan memberikan pola pikir

responden tentang apa yang diketahui meskipun pendidikan yang cukup tetapi tidak mengetahui tentang penyebab hipertensi maka terjadi perubahan gaya hidup yang dapat memberikan faktor risiko terhadap suatu penyakit seperti hipertensi jumlah responden yang memiliki pengetahuan cukup untuk kelompok kasus adalah 40 orang (74,1%) dan kelompok kontrol 20 orang (37,0%) sedangkan untuk responden yang memiliki pengetahuan kurang baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol adalah 48 orang (44,4%) dengan jumlah tertinggi pada kelompok kontrol yaitu 34 orang dan kelompok kasus adalah 14 orang. Besar risiko terjadinya hipertensi pada responden yang mempunyai pengetahuan kurang 4,87 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang pengetahuan cukup (Lihat tabel 3).

Tabel 3. Hubungan Antara Pengetahuan

Dengan Kejadian Hipertensi Di Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2009

Tahu

Kelompok Jumlah

OR 95% CI

Kasus Kontrol

n % n % N %

RisikoTinggi (Kurang)

40 74.1 20 37.0 60 55.6

4.87

LL 2.14

UL

11.1

Risik Rendah (Cukup)

14 25.9 34 63.0 48 44.4

Jumlah 54 100 54 100 108 100

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

161 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Hubungan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi

Kebiasan merokok dengan jumlah yang

sangat banyak dan ini pada responden yang berjenis kelamin laki – laki hal ini disebabkan karena pengaruh lingkungan serta pekerjaan yang mempengaruhi kosentrasi responden sehingga kebiasaan merokok sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki kosentrasi responden terhadap pekerjaan atau pekerjaan lain. dari 54 kasus penderita hipertensi sebanyak 35 orang (64,8%) yang mempunyai kebiasaan merokok sedangkan untuk kelompok kontrol ada 24 orang (44,4%) yang memiliki kebiasaan merokok untuk responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol yaitu sebanyak 49 orang (45,4%). Besar risiko terjadinya hipertensi pada responden yang mempunyai kebiasaan merokok adalah 2,30 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok (Lihat pada tabel 4).

Tabel 4. Hubungan Antara Merokok Dengan

Kejadian Hipertensi Di Kota Masihi Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2009

Merokok

Kelompok Jumlah

OR 95% CI

Kasus Kontrol

n % n % n %

RisikoTinggi 35 64.8 24 44.4 59 54.6

2.30

LL 1.06 UL

4.99

Risik Rendah 19 35.2 30 55.6 49 45.4

Jumlah 54 100 54 100 108 100

Hubungan Alkohol Dengan Kejadian Hipertensi

Kebiasaan responden dalam konsumsi

alkohol disebabkan karena ketersedian alkohol yang mudah didapatkan karena alkohol juga merupakan salah satu mata pencaharian penduduk setempat, kebiasaan masyarakat dimana hari-hari besar keagamaan atau acara syukuran alkohol disediakan dan sudah menjadi satu keharusan. 54 kasus penderita hipertensi sebanyak 37 orang (68,5%) yang mempunyai kebiasaan minum alkohol sedangkan untuk kelompok kontrol ada 23 orang (42,6%) yang memiliki kebiasaan minum alkohol, untuk responden yang tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol yaitu sebanyak 48 orang (44,4%). . Besar risiko terjadinya hipertensi pada responden yang memiliki kebiasaan menkonsumsi alkohol adalah 2,93 kali lebih besar dibanding dengan responden yang tidak

mempunyai kebiasaan minum alkohol (lihat pada tabel 5).

Tabel 5. Hubungan Antara Alkohol Dengan

Kejadian Hipertensi Di Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2009

Konsumsi Alkohol

Kelompok Jumlah

OR 95% CI Kasus Kontrol

n % n % n %

RisikoTinggi 37 68.5 23 42.6 60 55.6

2.93

LL 1.33 UL

6.45

Risik Rendah 17 31.5 31 57.4 48 44.4

Jumlah 54 100 54 100 108 100

Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi.

Masih kurangnya responden dalam

melakukan olahraga ringan selain kegiatan sehari-hari disebabkan dengan beban kerja serta waktu kerja yang sangat padat sehingga kecapean di tempat kerja yang membuat responden malas dalam melakukan olahraga tetapi ada responden yang melakukan namun tidak dilakukan secara teratur. dari 54 kasus penderita hipertensi sebanyak 36 orang (66,7%) yang tidak mempunyai kebiasaan aktifitas fisik secara teratur sedangkan untuk kelompok kontrol ada 24 orang (44,4%) yang memiliki kebiasaan olahraga secara teratur untuk responden yang mempunyai kebiasaan aktifitas fisik baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol yaitu sebanyak 48 orang (44,4%). Besar risiko terjadinya hipertensi pada responden yang tidak memiliki kebiasaan aktifitas fisik adalah 2,50 (Lihat tabel 6).

Tabel 6. Hubungan Antara Aktifitas Fisik

Dengan Kejadian Hipertensi Di Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2009

Aktifitas Fisik

Kelompok Jumlah

OR 95% CI

Kasus Kontrol

n % n % n %

RisikoTinggi 36 66.7 24 44.4 60 55.6

2.50

LL 1.15 UL

5.45

Risik Rendah 18 33.3 30 55.6 48 44.4

Jumlah 54 100 54 100 108 100

Hubungan Lingkar Pinggang Dengan Kejadian Hipertensi

Adanya hubungan antara berat badan dengan tekanan darah baik pada pasien hipertensi maupun normotensi yang tergolong obesitas terutama pada tubuh bagian atas dengan peningkatan jumlah lemak pada bagian perut. ,7% responden kasus penderita hipertensi adalah kelompok risiko tingg responden yang mengalami

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

162 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

obesitas yang ditandai berdasarkan hasil pengukuran lingkar pinggang kelompok kontrol yang berisiko tinggi juga cukup banyak yaitu 87,0% sedangkan risiko rendah untuk kelompok kasus dan kontrol yaitu sebanyak 14 orang (13,0%). lingkar pinggang bukan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi (Lihat pada tabel 7).

Tabel 7. Hubungan Antara Lingkar Pinggang

Dengan Kejadian Hipertenasi Di Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah Tahun

2009

Lingkar Pinggang

Kelompok Jumlah

OR 95% CI

Kasus Kontrol

n % n % n %

≥ 80 cm dan ≥ 90 cm

49 90.7 45 83.3 94 87.0

1.96

LL 0.16 UL

6.29

< 80 cm dan < 90 cm

5 9.3 9 16.7 14 13.0

Jumlah 54 100 54 100 108 100

Hubungan Kadar Asam Urat Dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 8. Hubungan Antara Asam Urat Dengan Kejadian Hipertensi Di Kota Masohi

Kabupaten Maluku Tangah Tahun 2009

Asam Urat

Kelompok Jumlah

OR 95% CI

Kasus Kontrol

n % n % n %

≥ 5 mg dan ≥ 7 mg

31 57.4 20 37.0 51 47.2

2.29

LL 1.06

UL

4.99

< 5 mg dan < 7 mg

23 42.6 34 63.0 57 52.8

Jumlah 54 100 54 100 108 100

Hasil pengukuran asam urat dilakukan oleh responden terdapat peninggian dan sudah dialami maksimal 1,5 tahun dan minimal 3 tahun dan yang pertama kali diderita oleh responden adalah asam urat yang desertai dengan peninggian tekanan darah tetapi ada beberapa responden yang mengalami asam urat dan hipertensi secara bersamaan jadi terjadinya peninggian asam uarat dan juga peninggian tekanan darah ada juga responden yang mengalami hipertensi pertama kali dan beberapa bulan kemudian terjadi peninggian asam urat yang melebihi batas normal dan ada yang peninggia asam urat dua kali lipat yaitu 15 mg. bahwa 31 orang (57,4%) responden kasus penderita hipertensi adalah kelompok risiko tinggi responden yang mengalami asam urat kelompok kontrol yang berisiko tinggi yaitu 37,0% sedangkan risiko rendah untuk kelompok kasus dan kontrol yaitu sebanyak 57 orang (52,8%). Besar risiko terjadinya hipertensi pada responden yang

menderita asam urat adalah 2,29 kali lebih besar dibanding dengan responden yang tidak menderita asam urat. (Lihat pada tabel 8).

Analisis Multivariat

Menunjukan bahwa dari 6 tujuh) variabel

yang memenuhi syarat untuk diikutkan di dalam analisis regresi logistik ada 3 (tiga) variabel yang memberi konstribusi secara bermakna terhadap kejadian hipertensi yaitu konsumsi alkohol, aktifitas fisik dan asam urat (p< 0,05). Diantara ketiga variabel ini yang paling kuat pengaruhnya adalah konsumsi alkohol dengan nilai OR = 5.048. disamping itu ada beberapa variabel seperti Riwayat keluarga, merokok serta aktifitas fisik pada pengujian bivariat ketiga variabel ini merupakan faktor risiko yang bermakna sehingga diikut sertakan dalam pengujian multivariat, namun pada pengujian multivariat terjadi interaksi antara beberapa variabel sehingga ketiga variabel ini jumlah kasus menjadi berkurang sehingga pengujian multivariat menjadi tidak bermakana (lihat pada tabel 9).

Tabel 9. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi di Kota Masohi

Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2009

Variabel B SE DF Sig Exp (B)

95% CI For Exp (B)

LL UL

Riwayat Kelurga 0.62 0.49 1 0.20 1.86 0.72 4.81

Merokok -0.35 0.74 1 0.64 0.71 0.16 3.00

Konsumsi Alkohol

1.62 0.75 1 0.03 5.05 1.152 22.1

Aktifitas Fisik

0.84 0.49 1 0.09 2.31 0.89 6.01

Lingkar Pinggang

0.20 0.72 1 0.78 1.22 0.30 5.02

Asam Urat 1.11 0.53 1 0.04 3.04 1.08 8.51

Konstanta -8.29 1.85 1 0.00 0.00

PEMBAHASAN

Hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi serta faktor yang tidak dapat dimodifikasi, faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi. faktor lingkungan seperti stres, kegemukan (obesitas) dan kurang olah raga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial.

Riwayat Keluarga

Faktor risiko turunan adalah faktor penentu (determinan) timbulnya hipertensi.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

163 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Jika ada riwayat keluarga dekat yang mempunyai faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya,keluarga yang memiliki riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat.Dari data statistik terbukti bahwa seseorang memiliki kemungkinan lebih besar mendapatkan penyakit tidak menular jika orang tuanya penderita PTM.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 66,7% penderita hipertensi mempunyai riwayat anggota keluarga(orang tua, kakek/nenek, paman/bibi) yang menderita hipertensi. Terdapat hubungan yang bermakna antara adanya riwayat hipertensi dalam keluarga dengan kejadian hipertensi. Besar risiko terjadinya hipertensi pada responden yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipertensi adalah 3,14 kali lebih besar disbanding dengan responden yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipertensi.

Hasil penelitian ini sama halnya dengan hasil penelitian pada tahun (2009) yang dilakukan oleh Adedian Anggriani dkk, penelitian yang dilakukan pada pasien yang berobat dipoloklinik Puskesmas Bakinang menemukan besar risiko terjadinya hipertensi pada kelompok dengan riwayat keluarga yaitu OR sebesar 7,70 artinya probabilitas untuk terjadinya hipertensi pada riwayat keluarga hipertensi sekitar 8 kali.

Pengetahuan

Berdasar kebiasaan atau prilaku pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Gaya hidup adalah cara hidup hidup yang baik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 60 orang (55,6%) responden pada kelompok kasus dan kontrol yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang hipertensi serta upaya pencegahan sedangkan 40 orang (74,1%) responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang hipertensi diantaranya adalah penderita hipertensi. Terdapat hubungan yang bermakana antara pengatahuan dengan kejadian hipertensi besar risiko adalah 4,87 kali lebih besar dibanding dengan responden yang memiliki pengetahuan cukup.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adedian Anggriani dkk (2009) penelitian yang dilakukan pada pasien yang berobat dipoloklinik Puskesmas Bakinang, didapatkan bahwa dari 25 wanita (62,5%) dengan tingkat pengetahuan cukup dan 24 wanita (60%) dengan gaya hidup cukup baik,

antara tingkat pengetahuan wanita penderita hipertensi tentang hipertensi dengan gaya hidup menunjukkan adanya hubungan yang signifikan sebesar 0,738 (73,8%) dengan p<0,005.

Merokok

Rokok menyebabkan kenaikan tekanan darah dalam 2-10 menit setelah diisap karena merokok menyebabkan bertambahnya kadar monoksida didalam darah sehingga meningkatkan risiko terjadinya cedera pada lapisan dinding ateri

Dari 108 responden yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 35 orang (64,8%)yang terdistribusi atas perokok ringan (≤10 btg/hari), sedang (> 10-15 btg/hari) dan berat (≥ 15 btg/hari).sedangkan 49 orang yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi risiko untuk terjadinya hipertensi terhadap responden yang memiliki kebiasaan merokok adalah 2,30 kali lebih besar dibanding dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasmuryanto (2008) yang dilakukan di Puskesmas Kassi – Kassi di kota Makassar yang menyimpulkan bahwa memiliki kebiasaan merokok untuk penderita hipertensi sebesar 2,06 kali serta nilai p sebesar 0,029 kedua hasil signifikan sehingga disimpulkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi.

Konsumsi Alkhol

Alkohol menyebabkan meningkatnya

kadar kortisol, volume sel darah merah, dan kekentalan darah. Akibatnya tekanan darah mudah naik. Sekitar 10 persen hipertensi di Amerika disebabkan asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya.Kebiasaan minum alkohol menyebabkan hipertensi sekunder di kelompok usia ini. Karena itu, penurunan konsumsi alkohol < 15 ml perhari dianjurkan bagi penderita hipertensi.

Pada penelitian ini 55,6% responden menyatakan memiliki kebiasaan menkonsumsi alkohol hal ini disebabkan karena suatu budaya seperti hari besar keagamaan serta pesta kecil dan besar yang sering dilakukan oleh masyarakat setempat disamping itu juga mudah diperoleh karena banyak diperdagangkan dalam hal ini salah satu mata pencaharian masyarakat setempat.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

164 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian china yang menemukan hubungan konsumsi alkohol dengan hipertensi dan penelitian di Indonesia di Jawa dan Bali yang juga menemukan bahwa meminum minuman keras mempunyai hubungan yang bermakna dengan hipertensi,

Aktifitas Fisik

Bergerak atau melakukan aktifitas fisik secara teratur merupakan konsep awal upaya pencegahan penyakit kardiofaskuler dan upaya rasional bagi penderita gangguan kardiovaskuler Karena aktifitas fisik berupa olahraga, kegiatan harian dilakukan secara rutin bermanfaat untuk mencegah arterosklerosis (tertimbunanya lemak didinding pembuluh darah)

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa responden yang mempunyai kebiasaan melakukan aktifitas fisik secara teratur lebih banyak menderita hipertensi yaitu 36 orang (66,7%) dibanding control 44,4%, masih kurangnya responden yang melakukan aktifitas fisik secara tertaur dikarenakan banyaknya waktu yang tersita oleh pekerjaan. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan melakukan aktifitas fisik (olahraga ringan) dengan kejadian hipertensi, risiko untuk terjadinya hipertensi pada responden yang melakukan aktifitas fisik tidak teratur adalah 2,50 kali lebih besar dibanding dengan responden yang tidak melakukan aktifitas fisik secara teratur.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ginting 2008) terhadap masyarakat Medan Kecamatan Belawan yang menyimpulkan bahwa, orang yang tidak pernah berlatih olahraga risikonya bahkan menjadi 1,5 kalinya olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.

Lingkar Pinggang

Untuk mengetahui apakah kita

mengalami obesitas atau tidak maka perlu dilakukan pengukuran, pengukuran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan cara mengukur lingkar pinggang pada obesitas abdominal wanita asia dianggap berisiko mendapatkan penyakit penyerta obesitas seperti hipertensi, bila linggkar pinggang di atas 8 cm dan untuk pria asia diatas 90 cm. (Puspitori,2008).

Hasil penelitian menunjukan bahwa 90,7% penderita hipertensi yang memiliki ukuran lingkar pinggang ≥ 80 cm dan 90 cm atau tergolong obesitas untuk kelompok kontrol (responden yang tidak menderita hipertensi) menunjukan bahwa 83,0% memiliki ukuran linggakar pingggang ≥ 80 cm dan 90 cm hal ini menunjukan bahwa semua responden memiliki risiko tinggi karena kebiasaan responden yang suka makan (banyak makan), namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lingkar pinggang dengan kejadian hipertensi dengan nilai OR =1,96

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Faisa (2009) mengenai hubungan kadar kolesterol total dengan lingkar perut, IMT dan rasio lingkar pinggang di kota Surabaya yang menemukan bahwa 41,6% responden yang mengalami kelebihan berat badan 63,5% responden berisiko menurut ukuran lingkar perut, 70,9% responden berisiko menurut rasio lingkar pinggang-pinggul.

Asam urat

Pada pasien hipertensi ditemukan

peninggian asam urat dari berbagai penelitian mulai terungkap lebih banyak ”rahasia” asam urat. misalnya, asam urat ternyata juga merangsang sistem renin angiotensin, sehingga memacu peninggian tekanan darah.

Salah satu sistim yang berperan dalam pengaturan tekanan darah adalah Renin – Angiotensin – Aldosterone. Renin dihasilkan ginjal yang akan mengubah angiotensin hati menjadi Angiotensin I. Zat ini dengan bantuan Angitensin Coverting Enzyme (ACE) akan diubah menjadi Angiotensin II dan zat ini akan mengertak otak untuk merangsang sitem saraf simpatikus. Angiotensin II juga menyebabkan retensi natrium dan merangsang sekresi aldosteron sehingga kenaikan tekanan darah.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 31 orang (57,4%) penderitahipertensi terdapat peninggian asam urat

Gejala yang ditimbulkan adalah asam urat disertai dengan hipertensi namun ada beberapa responden yang memiliki keluhan yang bersamaan yaitu terjadinya peninggian tekanan darah disertai dengan peninggian asam urat dan rata – rata lama penyakit yang diderita adalah kurang lebih 2 - 3 tahun waktu derita setiap responden, terdapat hubungan yang bermakna antara asam urat dengan kejadian hipertensi besar risikonya dalah 2,29 kali dengan responden yang tidak mengalami peninggian asam urat.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

165 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Riwayat keluarga, pengetahuan, Gaya

hidup (merokok, konsumsi alcohol serta katifitas fisik, kadar asam urat merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi. Rasio lingkar pinggang bukan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi.

Saran

1. Bagi penderita hipertensi, supaya melakukan modifikasi gaya hidup dengan mengatur pola makan yaitu menghindari makanan yang mengandung lemak tinggi, menurunkan berat badan, mengurangi konsimsi rokok dan alkohol, melakukan aktifitas fisik dengan teratur yang disertai dengan pengukuran kadar asam urat dara secara berkala.

2. Perlunya penddidikan serta informasi tentang pencegahan serta perawatan hipertensi disebarkan sampai kepelosok pedesaan, tenaga paramedis puskesmas dapat ikut memberikan penjelasan tentang penyakit ini serta tindak lanjutnya baik dari pola makan maupun perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Padang Cecilia et.al. 2006 characteristic of cronic gout in northen Sulawesi Indonesia, J Rheumatol .Vol 33(9): 1813 – 1817

Risaldy Pinson, 2009. Mengetahui riwayat keluarga hipertensi www.jurnalnet.com diakses tanggal 27 juni 2009.

Ririn, 2009. Epidemiology hypertension www_9. com diakses tanggal 27 Juni 2009.

Suhardjono, 2009. Penderita hipertensi harus disiplin minum obat www vibislife.com diakses tanggal 20 juni 2009.

Saag,KG, Choi HK, 2006. Epidemiology Risk Faktor and lifestyle modification for Gout http:// arthritis- research.com/contect/8/S1/S2 (online) diakses tanggal 24 juni 2009.

Shakti, Gwain 2005. Hipertensi Gramedia pustaka Jakarta.

Sigarki,Herke,J.O.2006. Karakteristik dan factor yang berhubungan dengan hipertensi di desa bocor kecamatan bulus pesantren kabupaten kebumen, Jawa Tengah, majalah kesehatan volume 10.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

166 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

MODEL DETEKSI DINI RISIKO TINGGI KEHAMILAN MENGGUNAKAN

INDIKATOR ANTROPOMETRI PADA USIA REMAJA

Nurwening Tyas Wisnu

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Tumirah (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Rudiati

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Jika ibu terdeteksi mengalami risiko tinggi kehamilan, maka upaya untuk mengatasi akan sulit dilakukan. Karena jarak waktu untuk melakukan modifikasi dan intervensi sudah tidak ada. Hal ini berdampak pada sulitnya mencapai akselerasi penurunan angka kematian ibu (AKI). Metode: Penelitian ini berupaya mendapatkan model deteksi risiko tinggi kehamilan pada remaja, dengan menggunakankan indeks antropometri, riwayat obstetri dan indeks sosial ekonomi sejak usia remaja. Variabel penelitian adalah indeks antropometri dengan menggunakan sub variabel Lingkar Lengan Atas (LILA), Tinggi Badan (TB) dan Indeks Masa Tubuh (IMT). Dengan penelitian ini diharapkan, jika sejak remaja sudah bisa diketahui seseorang memiliki risiko, maka upaya penanganannya juga dilakukan sejak usia sedini mungkin. Jika model deteksi dini risiko tinggi kebidanan usia remaja ini dikembangkan maka dampak nasionalnya pada akselerasi percepatan penurunan AKI akan dapat terwujud. Luaran penelitian yaitu dapat menilai seorang remaja apakah risiko rendah, risiko sedang atau risiko tinggi jika mengalami kehamilan, dengan menggunakan pendekatan antropometri. Hasil: Risiko rendah (skor 3-4) sebanyak= 69 remaja, risiko Sedang (skor 5-6) sebanyak 10 remaja, dan risiko tinggi (skor 7-8) tidak ada (0). Kata Kunci: Indeks Antropometri, Risiko Tinggi Kehamilan, Remaja

PENDAHULUAN

Deteksi dini risiko tinggi kehamilan

sangat penting untuk menurukan AKI dan AKB. Deteksi dini merupakan pilar utama dari upaya pencegahan kesehatan. Jika sedini mungkin ditemukan permasalahan kesehatan, maka sedini mungkin juga dapat memberikan upaya perbaikan dan pencegahan. Sehingga diharapkan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dapat dilakukan secara signifikan.

Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas Pelayanan kesehatan yang lebih mampu, faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus resiko tinggi Skrining / Deteksi Resiko Tinggi Ibu Hamil sangat memungkinkan penanganan dan rujukan ibu hamil beresiko sejak dini, serta identifikasi tempat persalinan yang tepat bagi ibu hamil sesuai dengan resiko kehamilan yang di sandangnya.

Selama ini deteksi dini risiko tinggi kehamilan dilakukan pada saat ibu sedang hamil, saat kunjungan Ante Natal Care (ANC), yaitu dengan menggunakan skor Puji Rachyati. Apabila risiko tinggi kelahiran ditemukan pada saat ibu hamil, maka tidak terdapat cukup waktu dan kesempatan bagi ibu dan petugas kesehatan untuk melakukan modifikasi dan perbaikan guna meminimalkan risiko dimaksud. Sehinga perlu dipikirkan upaya-upaya untuk perbaikan dalam upaya surveylance guna melakukan deteksi sedini mungkin risiko tinggi kelahiran.

Melihat latar belakang diatas ada kemungkinan akselerasi pencapaian penurunan angka kematian ibu beresiko terjadi perlambatan bila tidak ditunjang dengan pemantauan dan penemuan dini sejak usia remaja. Pemanfaatam indeks sosial ekonomi dan indeks antropometri sejak usia remaja dapat menemukan adanya remaja berisiko kebidanan ketika nantinya hamil dan melahirkan. Penelitian ini berupaya menemukan solusi model dalam rangka akselerasi penurunan AKI secara Nasional. Harapannya jika terbukti Indeks Antropometri (IAM) dapat dipakai sebagai model dalam rangka penurunan AKI.

Konsep yang dibangun dari penelitian ini adalah bahwa risiko kebidanan dapat diperkirakan sejak usia remaja dengan mengacu pada 3 konsep utama, yaitu indeks antropometri, riwayat obstetrik remaja dan indeks sosial ekonomi. Hal ini didasari

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

167 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

bahwa indeks antropometri dan indeks sosial ekonomi secara deret ukur dapat membantu menentukan apakah seseorang berisiko atau tidak saat hamil dan melahirkan.

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menilai seorang remaja putri berisiko tinggi kehamilan, dengan menggunakan indeks antropometri, riwayat kebidanan dan indeks sosial ekonomi.

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian multiyears. Pada penelitian tahun pertama ini diharapkan dapat memberikan analisis atas terjadinya resiko tinggi pada remaja pada aspek antropometri. Indeks antropometri diperoleh prevalensi status gizi (Lingkar lengan atas, Tinggi Badan dan IMT). Sedangkan indeks sosial ekonomi dan riwayat kebidanan akan dilakukan penelitian pada tahun yang akan datang.

Tujuan penelitian adalah mendapatkan model untuk melakukan deteksi dini risiko tinggi kehamilan sejak usia remaja berdasarkan indeks antropometri, Tingi Badan dan Lingkar lengan atas.

Urgensi penelitian adalah: 1. Menemukan satu model yang dapat

dipakai untuk menilai apakah seorang remaja mengalami resiko tinggi kebidanan pada usia remaja.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi Dinas Kesehatan, untuk deteksi dini risiko tinggi kebidanan pada remaja usia reproduksi, serta perencanaan prioritas kerja pada berbagai sektor. Luaran penelitian ini adalah:

1. Berupa model deteksi dini resiko tinggi risiko kebidanan pada remaja.

2. Menemukan karya intelektual teknik mendeteksi resiko tinggi obstetrik ketika masih usia remaja.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah diskriptif yaitu

untuk meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Natsir, 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan terjadinya risiko kehamilan sejak usia remaja dengan memanfaatkan indeks antropometri dan indeks sosial ekonomi. Pada penelitian ini yang baru bisa dilakukan identifikasi adalah indeks antropometri yang berupa IMT, Tinggi Badan dan LILA. Sedang indeks sosial ekonomi belum bisa dilakukan pengukuran mengingat keterbatasan.

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan semester 1. Sampel penelitian ini

ditentukan dengan kriteria usia antara 16-19 tahun. Dari sejumlah populasi yang memenuhi kriteria sampel adalah sebanyak 79 responden. Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Indeks Masa Tubuh

Kesimpulan hasil perhitungan berat badan diukur dengan timbangan dengan skala 0,1dibandingkan dengan tinggi badan diukur dengan metelin kuadrat, dikategorikan atas : Tidak Risti skor 18 – 25 Risiko Tinggi skor <18 dan >25

Tinggi Badan

Kesimpulan hasil perhitungan tinggi badan diukur dengan metelin, dikategorikan atas : Tidak risti = > 145 cm Risti = < 145 cm

Lingkar Lengan Atas

Hasil pengukuran lingkar lengan atas yang dilakukan dengan menggunakan metelin. Dengan kriteria:

1. Tidak Risti > 23,5 cm 2. KEK < 23,5 cm

Angka Kecukupan Kalori

Jumlah energi remaja usia 16-19 tahun yang diperoleh dari hasil recal makanan selama 24 jam pada kondisi biasa (tidak puasa/hajatan), berdasarkan kebutuhan kalori minimal 70%, dikategorikan: AKG normal = >70% AKG kurang = < 70%

Angka Kecukupan Protein

Jumlah konsumsi protein pada remaja usia 16-19 tahun yang diperoleh dari hasil recal makanan 24 jam pada kondisi biasa (tidak puasa/hajatan), berdasarkan kebutuhan protein minimal 70%, dikategorikan: AKG normal = >70% AKG kurang = < 70%

Angka Kecukupan Zat Besi (Fe)

Jumlah konsumsi zat besi (Fe) pada remaja usia 16-19 tahun yang diperoleh dari hasil recal makanan 24 jam pada kondisi biasa (tidak puasa/hajatan), berdasarkan kebutuhan zat besi minimal 70%, dikategorikan: AKG normal = >70% AKG kurang = < 70%

Angka Kecukupan Kalsium

Jumlah konsumsi kalsium pada remaja usia 16-19 tahun yang diperoleh dari hasil recal makanan 24 jam pada kondisi biasa (tidak puasa/hajatan), berdasarkan kebutuhan kalsium minimal 70%, dikategorikan: AKG normal = >70% AKG kurang = < 70%

Lokasi penelitian ini adalah di Kampus

Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jl Jend S

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

168 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Parman No 1 Magetan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif Analisis diskriptif dilakukan untuk menggambarkan hasil penelitian untuk masing-masing variabel. Pada penelitian tahun 1 ini terdapat 3 variabel penelitian yang diidentifikasi, yaitu IMT, TB dan LILA. Kemudian akan dilakukan penarikan kesimpulan apakah sesorang memiliki risiko tinggi atau tidak.

Hasil kesimpulannya adalah : risiko rendah, risiko sedang dan risiko tinggi. Asumsi dari penafsiran model ini adalah: a. Indeks masa tubuh diberi bobot 1

karena masih ada kesempatan untuk berubah

b. Tinggi Badan diberi bobot 2, karena sangat kecil kemungkinan berubah

c. Lingkar Lengan Atas diberi bobot 1, karena masih sangat mungkin berubah.

Tabel 2. Asumsinya Skor Perolehan 3

Variabel

No Variabel

Indikator Bobot Skor Jumlah skor

Jumlah skor

Max Min

Indeks Masa Tubuh

Tidak risti= 1 Risti = 2

1 2/1 Bobot X skor

2 1

Tinggi Badan/ Umur

Tidak risti= 1 Risti = 2

2 2/1 Bobot X skor

4 1

LILA Tidak risti= 1 Risti = 2

1 2/1 Bobot X skor

2 1

Jumlah skor 8 3

Pengambilan kesimpulan: 1. Risiko rendah = 3-4 2. Risiko Sedang = 5-6 3. Risiko Tinggi = 7-8 HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa paling banyak usia responden adalah 18 tahun yaitu sebanyak 42 remaja (53%), sedang yang usia paling sedikit yaitu usia 17 tahun sebanyak 4 remaja (5%). Rata-rata usia responden adalah 18,36 tahun.

Gambar 1. Distribusi Umur Responden

Dari hasil penelitian menunjukkan

bahwa responden yang LILA kurang dari 23,5 cm sebanyak 31 remaja (39%), yang LILA lebih dari 23,5 sebanyak 48 (61%). Rata-rata indeks antropometri lingkar lengan atas responden adalah 25,6 cm.

Gambar 2. Distribusi Lingkar Lengan Atas

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang IMT nya kurang dari 18 sebanyak 14%, yang > 25 sebanyak 23%, dan yang IMT nya 18-25 sebanyak 63. Rata-rata indeks IMT responden adalah 22,52.

Gambar 3. Distribusi Indeks Massa Tubuh

Hasil penilaian pada responden sebagai berikut: 1. Risiko rendah (skor 3-4) = 69 Mendapatkan skor 3 sebanyak= 29 remaja Mendapatkan skor 4 sebanyak =40 remaja

Lila 21 remaja

IMT 19 remaja 2. Risiko Sedang (skor 5-6)

berisiko di LILA dan IMT = 10 3. Risiko Tinggi (skor 7-8) = 0

Gambar 4. Tingkat Risiko Mahasiswa Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan Semester

I tahun 2015 berdasarkan Indeks Antropometri

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

169 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

paling banyak usia responden adalah 18 tahun yaitu sebanyak 42 remaja (53%). Dengan penundaan usia perkawinan dini diharapkan remaja memiliki pengetahuan tentang kurun reproduksi sehat. Wanita hamil usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan lebih besar mengalami masalah kesehatan seperti anemia,memiliki janin yang pertumbuhannya terhambat , persalinan prematur dan angka kematian bayi yang lebih tinggi (Cunningham, 2005).

Pada wanita yang berumur >35 tahun, fungsi reproduksi sudah mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya komplikasi serta penyulit obstetric menjadi lebih besar. Ituah sebabnya, tidak dianjurkan menjalani kehamilan dan persalinan di atas usia 35 tahun (BKKBN, 2000). Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa umur aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 – 35 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak remaja yang memiliki ukuran lingkar lengan ats kurang dari 23,5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa status gizinya kurang, mengingat ukuran lingkar lengan atas merupakan salah satu indikator dari ukuran antropometri. Selain ukuran lingkar lengan atas, yang termasuk juga sebagai indikator kecukupan gizi adalah lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut, lingkaran perut, lingkaran pinggul (Sanjaja, 2010).

Hal ini menunjukkan bahwa remaja yaitu mahasiswa Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan memiliki risiko kehamilan karena status gizinya yang kurang. Mengingat faktor gizi merupakan faktor penting dalam memberikan sumbangan terjadinya asalah kesehatan saat kehamilan dan persalinan, maka seyogyanya segera dilakukan tindakan yang berupaya meminimalkan risiko tersebut. Kemungkinan faktor ini untuk dapat diatasi sangat besar. Yang lebih penting adalah menjaga pola konsumsi dan nutrisi remaja supaya masalah reproduksinya dapat menjadi baik.

Pengukuran Lila pada wanita usia subur merupakan cara mendeteksi sedini mungkin adanya resiko kekurangan energi kronis (KEK) wanita usia subur (WUS). Pengukuran ini mudah karena dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam. Namun pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang LILA kurang dari 23,5 cm sebanyak 31 remaja (39%), yang

LILA lebih dari 23,5 sebanyak 48 (61%). Rata-rata indeks antropometri lingkar lengan atas responden adalah 25,6 cm. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak remaja yang memiliki ukuran lila kurang dari 23,5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa status gizinya kurang, mengingat ukuran lingkar lengan atas merupakan salah satu indikator dari ukuran antropometri. Selain ukuran lingkar lengan atas, yang termasuk juga sebagai indikator kecukupan gizi adalah lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut, lingkaran perut, lingkaran pinggul (Sanjaja, 2010).

Hal ini menunjukkan bahwa remaja yaitu mahasiswa Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan memiliki risiko kehamilan karena status gizinya yang kurang. Mengingat faktor gizi merupakan faktor penting dalam memberikan sumbangan terjadinya asalah kesehatan saat kehamilan dan persalinan, maka seyogyanya segera dilakukan tindakan yang berupaya meminimalkan risiko tersebut. Kemungkinan faktor ini untuk dapat diatasi sangat besar. Yang lebih penting adalah menjaga pola konsumsi dan nutrisi remaja supaya masalah reproduksinya dapat menjadi baik.

Penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diminimalisir, dengan perbaikan pengetahuan tentang konsumsi makanan dan pola hidup. Pola nutrisi yang tidak bersahabat, perubahan gaya hidup dapat memperparah kondisi status gizi remaja. Pola makan yang bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan masyarakat modern. Pola makan tradisional banyak mengandung karbohidrat, sayuran serta makanan tinggi serat telah berubah menjadi pola makan yang komposisinya banyak mengandung lemak, protein, gula, garam tetapi miskin serat (Asmayuni, 2007).

Kegiatan fisik yang teratur dan terencana memberikan kontribusi yang cukup baik dalam memperbaiki status gizi. Dengan melakukan olah raga yang teratur, struktur hormonal system pencernaan semakin aktif sehingga membangkitkan selera makan dengan baik. Sebaliknya status gizi yang rendah dapat berpengaruh pada tingkat kebugaran. Aktifitas olah raga yang teratur dan tidak berlebihan akan menghasilkan kebugaran yang baik (Febri Yudi Irianto, 2013).

Lebih penting dari pada itu adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya memahami tujuan dari pengukuran Lila. Selai untuk mendeteksi adanya risiko KEK baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapiskan juga wanita yang mempunyai risiko melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), meningkatkan perhatian dan kesadaran

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

170 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan penanggulangan KEK, mengembangkan gagasan-gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.

Selain remaja, sasara pengukuran Lila juga dapat dilakukan kepada Ibu hamil, ibu menyusui serta pasangan usia subur. Masyarakat juga perlu diberi pemhaman tentang tata cara pengukuran Lila. Pengukuran LILA dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih), Bila tidak ada pita LILA gunakan pita sentimeter/metlin yang biasanya dipakai menjahit pakaian.

Anjuran yang dapat dilakukan kepada remaja dengan Lila yang resiko antara lain menjaga makan yang cukup dengan pedoman umum gizi seimbang, pola hidup yang sehat, menunda kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan dengan melalui upaya perorangan atau keluarga, maupun upaya kelompok dilakukan pada anggota kelompok. Upaya tersebut antara lain: memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi remaja, setiap kali makan satu piring lebih banyak dari biasanya dengan memperhatikan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), istirahat yang cukup sebaiknya istirahat siang sedikitnya dua jam dalam sehari atau mengurangi kegiatan fisik yang melelahkan, minum tablet besi/tablet tambah darah (Nyna P, 2013).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat 14% responden yaitu mahasiswa Prodi D III Kebidanan Magetan memiliki indeks masa tubuh (IMT) yang kurang. IMT responden yang lebih dari 25 sebanyak 23% menunjukkan risiko adanya obesitas pada remaja. Beberapa ahli menyebutkan bahwa indeks masa tubuh ini memiliki tingkat akurasi yang baik dalam nenentukan status gizi seseorang remaja (Supariasa, 2001). Sehingga dengan demikian perlu dipandang sebagai sesuatu yang penting, mengingat risiko yang akan dihadapi oleh remaja, bila memiliki IMT yang buruk. IMT digunakan untuk mengetahui kelebihan berat badan atau obesitas pada orang dewasa dapat untuk memperkirakan risiko permasalahan saat kehamilan dan persalinan. Penting untuk mengetahui bahwa mempertahankan berat badan yang ideal sangat penting. Fenomena sosial yang menyebutkan bahwa kegemukan merupakan lambang kemakmuran perlu dipertanyakan.

Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun. Aktifitas yang

kurang dan olah raga yang teratur perlu terus dilakukan agar memiliki IMT yang normal (Irawati, 2013). Masa remaja terjadi pertumbuhan fisiologis, emosional dan mental yang cepat. Remaja mendapatkan tinggi badan yang optimal serta berat badan yang relative. Hal ini sangat memperngaruhi terhadap Body Image. Termasuk juga mempenaruhi gambaran IMT nya. Remaja bertanggung jawab dan bebas menentukan makanannya sendiri, dan tidak lagi ditentukan oleh orang tua. Sehingga remaja dapat memiliki risiko , apakah yang mengattur makanannya terlalu ketat atau remaja yang terlalu toleran dan cenderung makan makanan secara bebas. Pada waktu bersamaan, kelompok usia ini sangat intensif bergaul dengan teman–teman dan mempersiapkan diri untuk masa depan sebagai orang dewasa (Anwar,2006).

Dalam proses pematangan fisik, juga terjadi perubahan komposisi tubuh. Dalam periode prepubertas, proporsi lemak dan otot pada anak perempuan cenderung serupa dengan anak laki-laki, yaitu lemak tubuh sekitar 19 % dari berat badan total pada anak perempuan dan 15 % pada anak laki-laki. Selama masa pubertas, terjadi penambahan lemak lebih banyak pada remaja putri sehingga pada masa dewasa, lemak tubuh perempuan kurang lebih 22 % dibanding 15 % pada laki-laki dewasa (Sayogo, 2006).Tubuh ideal merupakan idaman setiap remaja, gizi lebih dapat mempengaruhi penampilan/fisik seseorang. Selain itu, IMT lebih juga dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, jantung koroner, diabetes mellitus, kanker, hiperkolesterolemia, serta hipertrigliserida (Rachmawany 2005). Masalah–masalah sehubungan dengan IMT pada remaja putrid antara lain: (1) anoreksia nervosa, dimana remaja didorong oleh perasaan takut gemuk dan memaksa tubuhnya agar menjadi kurus, padahal mungkin ukuran tubuhnya sudah proporsional. (2) bulimia nervosa, dimana remaja merasa lapar terus menerus dan makan sebagai pelampiasan emosinya. Akibat dari makan yang berlebihan ini, tubuhnya menjadi gemuk. Setelah disadari bahwa tubuhnya gemuk, remaja berusaha untuk melakukan diet dengan sangat ketat yang berisiko juga terhadap kesehatannya (Diana Sari, 2010)

Anak remaja biasanya senang untuk makan di luar rumah dan umumnya menyukai aneka jenis fast foods (cepat saji) atau junk foods (makanan tidak bergizi). Jadwal makan yang tidak teratur menyebabkan orang tua berpikir bahwa makanan anaknya tidak cukup bergizi. Rata–

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

171 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

rata sekitar seperempat total intake kalori remaja berasal dari snacks (Diana Sari, 2010). Hal ini dapat berdampak pada IMT yang akan berakibat pada risiko kesehatan reproduksinya juga. Pemahaman tentang nutrisi yang sehat perlu diberikan bukan hanya kepada remaja tetapi juga kepada orang tua dan masyarakat.

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden memiliki tinggi badan yang tidak berisiko yaitu diatas 145 cm. Hal ini terjadi mengingat responden yaitu mahasiswa Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan sebelum masuk menjadi mahasiswa dipersyaratkan memiliki tinggi badan > 150 cm. Jadi dengan demikian variabel Tinggi badan dalam penelitian ini tidak mendapatkan informasi yang reaseachable.

Namun demikian data Riskesdas menunjukkan bahwa pada remaja putri saat ini ada kecenderungan terjadinya penurunan indeks Tinggi Badan (Shanty, 2013). Wanita yang memiliki tinggi badan yang pendek memilki risiko lebih besar dibandingkan dengan yang tinggi badannya normal. Yang dimaksud tinggi badan pendek adalah kurang dari 145 cm. Tinggi ideal remaja putri Indonesia usia 13-16 tahun adalah 155 cm (Manjilala, 2012). Tinggi badan memiliki pengaruh terhadap persalinan. Tiga hal penting yang berkaitan dengan proses persalinan adalah power, passage dan passanger. Passage adalah ukuran bentuk tulang panggul, dan ada tidaknya sesuatu yang menghalangi jalan lahir, termasuk jaringan otot dan kulit. Passanger adalah ukuran, letak, presentasi, dan posisi bayi yang akan melewati jalan lahir. Secara sederhana bisa diasumsikan bahwa ibu yang pendek memiliki kapasitas panggul yang kecil juga. Sehingga remaja yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm perlu diwaspadai. Walaupun semuanya tidak mutlak. Pengukuran kapasitas panggul bukan hanya ditentukan oleh tinggi badan. Pengukuran kapasitas panggul bisa dilakukan dengan pemeriksaan radiologis di luar masa kehamilan.

Secara keseluruhan hasil penilaian pada responden dengan menggunakan parameter Lila, IMT dan TB menunjukkan bahwa 87,3% responden memiliki risiko rendah. Dari 87,3% yang berisiko rendah yang mendapat skor 3 sebanyak 42%, yang mendapatkan skor 4 sebanyak 58% . sedangkan yang berisiko sedang sebanyak 12,6% dan tidak ada yang berisiko tinggi.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan instrumen sederhana ini bisa dipergunakan untuk melakukan deteksi dini risiko tinggi kehamilan pada usia remaja.

Yang memberikan sumbangan pada adanya risiko rendah adalah IMT pada responden. Dan hal ini dapat direkomendasikan pada remaja dan juga orang tua serta instansi terkait untuk memberikan perhatian khusus pada remaja dengan risiko sedang tersebut. Sebab apabila kondisi ini tidak segera ditangani maka tidak menuntuo kemungkinan remaja risiko rendah ini dapat jatuh menjadi risiko tinggi (Irawati, 2010).

Orang tua dan remaja perlu memahami juga bahwa tinggi badan memang relatif tidak bisa dilakukan modifikasi karena pada remaja tinggi badan sudah optimal, namun demikian dapat juga dilakukan modifikasi pada faktor dan variabel yang lain. Sehingga kelemahan ini dapat ditutupi oleh faktor lain. Risiko persalinan merupakan penggabunagn dari berbagai faktor yang terjadi secara bersamaan dan saling menguatkan (Irawati, 2010)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan dari hasil penelitian ini

adalah:

1. Usia responden rata-rata 18,36 tahun

2. Rata-rata indeks antropometri lingkar lengan atas responden adalah 25,6 cm.

3. Rata-rata IMT responden adalah 22,52

4. Indeks Antropometri Responden Menurut Tinggi Bada semua responden tinggi badan normal (lebih dari 145 cm)

5. Hasil Analisis risiko tinggi tidak ada, risiko rendah sebesar 12,6%, risiko rendah sebesar 87,4%. Dari hasil penelitian ini yang bisa

direkomendasikan adalah bahwa: 1. Variabel penelitian perlu lebih

diperbanyak dengan memperhatikan fakta empiris yang ada di literatur

2. Responden penelitian dapat diperluas dengan tingkatan variasi yang bervariatif pada remaja.

3. Waktu penelitian diperpanjang untuk memungkinkan dilakukan secara lebih mandalam dan sempurna

4. Dana penelitian diperbanyak supaya menghasilkan model yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Anies Irawati MKM.2010. Karakteristik

remaja yang mengkonsumsi kalori di bawah minimal, suatu analisis lanjutan, Balitbangkes Kemenkes. Riset. Jakarta

Arikunto, Suharsini, 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta, Rineka Cipta.

Balitbangkes Kemenkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2010, Jakarta.

Volume V Nomor 3, Agustus 2015 ISSN: 2086-3098

172 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Elizabeth B. Hurlock, 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima, Jakarta, Erlangga.

Gant Printehard Maedonald, 1991. Obstetri Williams. Edisi 17. Airlangga. University Press : Surabaya.

Ibrahim, CS, 1993. Perawat Kebidanan Jilid II. Bhatara : Jakarta.

Manuaba Ida Bagus. G.D. 1998. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan KB. EGC : Jakarta.

Moeloek Faried. 2002. Persalinan. http:/www.intakes.eam.today/artikel.di dowload tanggal 17 Jan 2011.

Notoatmodjo S, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta.

Notoatmojo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta, Rineka Cipta.

Notoatmodjo S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta.

Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika.

Nursalam dan Pariani S, 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta, Agung Seto.

Narbuko, C. dan Ahmadi,/.2003. Metodologi Penelitian. Edisi ke 5, Jakarta Bumi Aksara.

Poerwadarminta. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta.

Pannen Paulina, 2005. Pembelajaran Orang Dewasa, cetakan kelima,Departemen Pendidikan Nasional

Riduwan, 2005. Metode dan Tehnik Menyusun Tesis, catakan ketiga, Alfabeta, Bandung

Rini Shanti. 2009. Masalah Gizi pada Remaja dengan injauan angka kecukupan gizi, Bukittinggi.

Sugiyono, 2000. Metodologi Penelitian Administrasi, Bandung: CV. Alfabea.

Stuart dan Suandeen, 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta, EGC.

Saifudin A, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarana Prawiroharjo : Jakarta.

Stanislaus S. Uyanto, Ph.D. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Soekidjo Notoatmodjo.2010. Metodologi Penelitian Keshetan. Rineka Aksara.Jakarta

Jonathan Sarwono. 2009. Panduan lengkap untuk belajar komputasi statistik menggunakan SPSS 16. Andi Offset. Yogjakarta.