pþƵكĀسĀ ك Ă ؤ امþوþ للَّĀēا pþاحþبĂطÿوþ يجĀػþبþجē ا...

20
1 Fadhailud Da’wah Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada Allah Ta‟ala dengan hikmah dan pelajaran yang baik dengan harapan agar objek dakwah (mad‟u) yang kita dakwahi beriman kepada Allah Ta‟ala dan mengingkari thaghut (semua yang diabdi selain Allah) sehingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam. Jika kita mencermati ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, kita akan banyak menemukan pembicaraan mengenai fadhail (keutamaan) dakwah yang luar biasa. Penting bagi kita untuk mengetahui, memahami, dan menghayati tentang keutamaan dakwah ini, agar memiliki motivasi yang kuat untuk berdakwah dan bergabung bersama kafilah dakwah dimanapun ia berada; juga dapat menjaga konsistensi, semangat, serta menjadikan kita merasa ringan menghadapi beban dan rintangan dakwah betapapun beratnya. Beberapa keutamaan dakwah yang dapat kita sebutkan dalam pokok bahasan ini adalah: Pertama, dakwah adalah muhimmatur rusul (tugas utama para rasul) alaihimus salam. Para rasul alaihimus salam adalah orang yang diutus oleh Allah Ta‟ala untuk melakukan tugas utama mereka yakni berdakwah kepada Allah. Keutamaan dakwah terletak pada disandarkannya kerja dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam serta para nabi dan rasul alaihimus salam. اِ نَ مَ ا وَ هَ ؤٍ ةَ يرِ صَ ى بَ لَ غِ ه ى اَ لِ ى إُ غْ دَ ي ؤِ ل ِ بَ طِ هِ رَ هْ لُ كَ ينِ كِ سْ شُ ْ اَ نِ ا مَ هَ ا ؤَ مَ وِ ه اَ انَ حْ بُ طَ ي وِ جَ ػَ ب ه ج“Katakanlah (Hai Muhammad): „Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik‟”. (QS. Yusuf, 12: 108). Ayat di atas menjelaskan bahwa jalan yang dilalui oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan para pengikut beliau adalah jalan dakwah. Maka barangsiapa mengaku menjadi pengikut beliau, ia harus terlibat dalam dakwah sesuai kemampuannya masing-masing. Ibnul Al-Qayyim Al-Jauziyyah berkata, “Tidaklah seseorang itu murni sebagai pengikut Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam sampai ia mau mendakwahkan apa-apa yang didakwahkan oleh beliau dengan dasar ilmu yang mendalam.” 1 Tentang Nabi Nuh „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan kesibukan beliau yang tak kenal henti dalam menjalankan tugas berdakwah siang dan malam: ا ا ازَ هَ نَ و ا ْ َ ي لِ مْ ىَ كُ ثْ ىَ غَ ي دِ ّ وِ إِ ّ بَ زَ الَ ك“Nuh berkata: „Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah mendakwahi (menyeru) kaumku malam dan siang.‟” (QS. Nuh, 71: 5). Tentang Nabi Ibrahim „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan dakwah yang beliau lakukan kepada ayah dan ummatnya, 1 Miftah Dar As-Sa‟adah, jilid 1 hal. 154

Upload: lythuan

Post on 06-Jul-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Fadhailud Da’wah

Dakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada Allah Ta‟ala dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dengan harapan agar objek dakwah (mad‟u) yang kita dakwahi beriman

kepada Allah Ta‟ala dan mengingkari thaghut (semua yang diabdi selain Allah) sehingga

mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.

Jika kita mencermati ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits Rasulullah shallallahu „alaihi

wa sallam, kita akan banyak menemukan pembicaraan mengenai fadhail (keutamaan)

dakwah yang luar biasa. Penting bagi kita untuk mengetahui, memahami, dan menghayati

tentang keutamaan dakwah ini, agar memiliki motivasi yang kuat untuk berdakwah dan

bergabung bersama kafilah dakwah dimanapun ia berada; juga dapat menjaga konsistensi,

semangat, serta menjadikan kita merasa ringan menghadapi beban dan rintangan dakwah

betapapun beratnya.

Beberapa keutamaan dakwah yang dapat kita sebutkan dalam pokok bahasan ini adalah:

Pertama, dakwah adalah muhimmatur rusul (tugas utama para rasul) alaihimus salam.

Para rasul „alaihimus salam adalah orang yang diutus oleh Allah Ta‟ala untuk melakukan

tugas utama mereka yakni berdakwah kepada Allah. Keutamaan dakwah terletak pada

disandarkannya kerja dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam serta para nabi dan rasul „alaihimus salam.

ا ومن اهى بصيرة ؤ

غل

هى الل

دغى إل

ل هره طبلي ؤ

سكين ك

ش ا من ال

ه وما ؤ

هبػجي وطبحان الل جه

“Katakanlah (Hai Muhammad): „Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku

berdakwah (mengajak kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan

aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik‟”. (QS. Yusuf, 12: 108).

Ayat di atas menjelaskan bahwa jalan yang dilalui oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa

sallam dan para pengikut beliau adalah jalan dakwah. Maka barangsiapa mengaku menjadi

pengikut beliau, ia harus terlibat dalam dakwah sesuai kemampuannya masing-masing. Ibnul

Al-Qayyim Al-Jauziyyah berkata, “Tidaklah seseorang itu murni sebagai pengikut

Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam sampai ia mau mendakwahkan apa-apa yang

didakwahkan oleh beliau dengan dasar ilmu yang mendalam.”1

Tentang Nabi Nuh „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan kesibukan beliau yang tak

kenal henti dalam menjalankan tugas berdakwah siang dan malam:

ا ونهازاا

ل ىمي لي دغىث ك

ال زب إو

ك

“Nuh berkata: „Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah mendakwahi (menyeru) kaumku malam

dan siang.‟” (QS. Nuh, 71: 5).

Tentang Nabi Ibrahim „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan dakwah yang beliau

lakukan kepada ayah dan ummatnya,

1 Miftah Dar As-Sa‟adah, jilid 1 hal. 154

2

“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim, ketika ia berkata kepada bapaknya dan

kaumnya: „Apakah yang kamu sembah?‟ Mereka menjawab: „Kami menyembah berhala-

berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya‟. Berkata Ibrahim: „Apakah berhala-

berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya), atau (dapatkah) mereka

memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?‟ Mereka menjawab: „(Bukan karena

itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian‟. Ibrahim berkata:

„Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek

moyang kamu yang dahulu? Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah

musuhku, kecuali Tuhan semesta alam, (Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka

Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,

dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan yang akan mematikan aku,

kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan yang amat kuinginkan akan mengampuni

kesalahanku pada hari kiamat". (QS. Asy-Syuara, 26: 69-82).

Tentang Nabi Musa „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan dakwah beliau dalam banyak

ayat-ayat Al-Quran, diantaranya,

ا حا مهلين ف

ػال

ي زطىل زب ال

ال إو

لئه ف

ى فسغىن ومل

اجىا إل ى بأ ىا مىس

زطل

د ؤ

لا هم منه ول

اجىا إذ ا ءهم بأ

ىن ضحك

“Dan sesunguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami

kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: „Sesungguhnya aku

adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam‟. Maka tatkala dia datang kepada mereka

dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami dengan serta merta mereka mentertawakannya.”

(QS. Az-Zukhruf, 43: 46-47).

Tentang Nabi Isa „alaihis salam, Allah Ta‟ala mengisahkan dakwah beliau dalam firman-

Nya,

د ال ك

ىاث ك

بى بال ا حاء غس

ه ول

هلىا الل اجه

خلفىن فه ف

خ

ري ج

هم بػع ال

كن ل بي

مت ول

حك

م بال

خك

حئ

مظخلم ا صساغ

راغبدوه ه

م ف

ك ي وزب هى زب

ػػىن إنه الله وؤ

“Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: „Sesungguhnya aku datang

kepadamu dengan membawa hikmah2 dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa

yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada) ku‟.

Sesungguhnya Allah Dialah Tuhanku dan Tuhan kamu maka sembahlah Dia, ini adalah jalan

yang lurus.” (QS. Az-Zukhruf, 43: 63-64).

Pintu kenabian dan kerasulan memang sudah tertutup selama-lamanya, namun kita masih

dapat mewarisi pekerjaan dan tugas mulia mereka, sehingga kita berharap semoga Allah

Ta‟ala berkenan memuliakan kita.

Kedua, dakwah adalah ahsanul a‟mal (amal yang terbaik).

Dakwah adalah amal yang terbaik karena tujuannya adalah menjaga keberlangsungan amal

Islami di dalam setiap pribadi dan masyarakat. Allah Ta‟ala berfirman,

2 Yang dimaksud dengan hikmah di sini ialah kenabian, Injil dan hukum.

3

ن ممها

ىلحظن ك

ظلمين ومن ؤ

جي من ال ال إهه

ا وك وغمل صالحا

هى الل

دغا إل

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada

Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: „Sesungguhnya aku termasuk orang-

orang yang menyerah diri?‟” (QS. Fushilat, 41: 33).

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya: “Allah Ta‟ala menyeru

manusia: „Wahai manusia, siapakah yang lebih baik perkataannya selain orang yang

mengatakan Rabb kami adalah Allah, kemudian istiqamah dengan keimanan itu, berhenti

pada perintah dan larangan-Nya, dan berdakwah (mengajak) hamba-hamba Allah untuk

mengatakan apa yang ia katakan dan mengerjakan apa yang ia kerjakan.” 3

Bagaimana tidak akan menjadi ucapan dan pekerjaan yang terbaik? Sementara dakwah

adalah pekerjaan makhluk terbaik yakni para nabi dan rasul „alaihimus salam.

Sayyid Quthb rahimahullah berkata dalam Fi Zhilal Al-Quran: “Sesungguhnya kalimat

dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan

kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang

membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah sehingga tidak ada penonjolan

diri di dalamnya. Dengan demikian jadilah dakwah ini murni untuk Allah, tidak ada

kepentingan bagi seorang da‟i kecuali menyampaikan. Setelah itu tidak pantas kalimat

seorang da‟i kita sikapi dengan berpaling, adab yang buruk, atau pengingkaran. Karena

seorang da‟i datang dan maju membawa kebaikan, sehingga ia berada dalam kedudukan

yang amat tinggi…” (Fi Zhilal Al-Quran, 6/295).

Ketiga, dakwah memiliki keutamaan yang besar karena para da‘i akan memperoleh balasan

yang besar dan berlipat ganda (al-hushulu „ala al-ajri al-„azhim).

ال زط ك ك

ىن ل

ك ن

ك من ؤ

ير ل

خ

ا بك زحل

هن يهدي الل

ل

هىالل

: ))ف ػم ىل هللا ملسو هيلع هللا ىلص لػلي حمس الىه

Sabda Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib: “Demi Allah,

sesungguhnya Allah Ta‟ala menunjuki seseorang dengan (da‟wah)mu maka itu lebih bagimu

dari unta merah.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Ibnu Hajar Al-‗Asqalani rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa:

“Unta merah adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu.”

Hadits ini menunjukkan bahwa usaha seorang da‘i menyampaikan hidayah kepada seseorang

adalah sesuatu yang amat besar nilainya di sisi Allah Ta‟ala, lebih besar dan lebih baik dari

kebanggaan seseorang terhadap kendaraan mewah miliknya.

Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan,

مع هه الش ػت غل

لا ػ ك ممه

ير ل

خ

اك زحل د ى

ن يهدي هللا غل

، ل ا غلي

―Wahai Ali, sesungguhnya Allah Ta‟ala menunjuki seseorang dengan usaha kedua

tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya

(lebih baik dari dunia dan isinya).” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).

3 Tafsir Ath-Thabari, Jami‟ul Bayan Fi Ta‟wil Al-Quran, 21/468

4

في ج تمل ى الىه زطين حته

مىاث ولا هل الظه

خه وؤ

ئك

ومل

هحىث حسها كال زطىل هللا ملسو هيلع هللا ىلص: إنه الل

ى ال وحته

ير خ

اض ال م الىه

ى مػل

ىن غل

صل ل

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta‟ala memberi

banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di

lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada

orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili).

Berapakah jumlah malaikat, semut dan ikan yang ada di dunia ini? Bayangkan betapa besar

kebaikan yang diperoleh oleh seorang da‘i dengan doa mereka semua!

Imam Tirmidzi setelah menyebutkan hadits tersebut juga mengutip ucapan Fudhail bin ‗Iyadh

rahimahullah yang mengatakan:

مىاث ىث الظهكا في مل بيرا

دعى ك م

غالم غامل مػل

“Seorang yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) akan dipanggil sebagai orang

besar (mulia) di kerajaan langit.”

Keagungan balasan bagi orang yang berdakwah tidak hanya pada besarnya balasan untuknya

tetapi juga karena terus menerusnya ganjaran itu mengalir kepadanya meskipun ia telah

wafat.

Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam berikut ini,

ىل

حس من غمل بها ولل ؤ

ه مث

خب ل

ػمل بها بػده ك

ف

ا حظىت

ات م طىه

طل

يء من طنه في لا

حىزهم ش

ص من ؤ

و ومن طنه في لاىلص من ؤ

ل وشز من غمل بها ول

ه مث خب غل

ػمل بها بػده ك

ف

اتئ ط

ات م طىه

شازهم طل

يء

ش

“Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya

dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang

mencontohnya tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka yang mencontohnya. Dan

barangsiapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain,

maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi dosa

mereka yang menirunya.” (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra).

Keempat, da‘wah dapat menyelamatkan kita dari azab Allah Ta‟ala (an-najatu minal „azab)

Dakwah yang dilakukan oleh seorang da‘i akan membawa manfaat bagi dirinya sebelum

manfaat itu dirasakan oleh orang lain yang menjadi objek dawahnya (mad‘u). Manfaat itu

antara lain adalah terlepasnya tanggung jawabnya di hadapan Allah Ta‟ala sehingga ia

terhindar dari adzab Allah.

Tersebutlah sebuah daerah yang bernama ―Aylah‖ atau ―Eliah‖ sebuah perkampungan Bani

Israil. Penduduknya diperintahkan Allah untuk menghormati hari Jumat dan menjadikannya

hari besar, namun mereka tidak bersedia dan lebih menyukai hari Sabtu. Sebagai

5

hukumannya Allah Ta‟ala melarang mereka untuk mencari dan memakan ikan di hari Sabtu,

dan Allah Ta‟ala membuat ikan-ikan tidak muncul kecuali di hari Sabtu. Sekelompok orang

kemudian melanggar larangan ini dan membuat perangkap ikan sehingga ikan-ikan di hari

Sabtu masuk ke dalam perangkap lalu mereka mengambilnya di hari ahad dan memakannya.

Sementara orang-orang yang tidak melanggar larangan Allah Ta‟ala terbagi menjadi dua

kelompok yaitu mereka yang mencegah kemunkaran dan mereka yang diam saja.4

Terjadilah dialog antara orang-orang yang diam saja dengan mereka yang berdakwah

mengingatkan saudara-saudaranya yang melanggar larangan Allah. Dialog ini disebutkan

dalam Al-Quran:

جبت إذ ػدون في الظه

بحس إذ

ال

ت حاطسة

اهتي ك

هت ال س

لهم غن ال

لىم واطإ ا و غا سه

ىم طبتهم ش جيهم حخانهم

إ

ػ منهم لم ح

ت مه

ت ؤ

ال ك

فظلىن وإذ ىا

اهىهم بما ك

بللك ه

رجيهم ك

إ ج

ظبخىن ل

و ل

هم ؤ

مهلك

ها الل ىما

ىن ك

ظ

ددا ا ش ابا

بهم غر

ن مػر رن

هىا ال ج

هسوا به ؤ

كظىا ما ذ

ا و مه

للىن ف خه هم

هػل

م ول

ك ى زب

إل

اىا مػرزة

الهىن غن ا ك

فظلىن ىا اهاب بئع بما ك

مىا بػر

لرن ظ

ها ال

هرخ

ىء وؤ الظ

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri5 yang terletak di dekat laut ketika

mereka melanggar aturan pada hari Sabtu6, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang

berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan

Sabtu ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka

disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka

berkata: „Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau

mengazab mereka dengan azab yang amat keras?‟ Mereka menjawab: „Agar kami

mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu7, dan supaya mereka

bertakwa.‟ Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami

selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada

orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS.

Al-A‘raf, 7: 163-165).

Perhatikanlah jawaban orang-orang yang berdakwah ketika ditanya mengapa mereka

menasehati orang-orang yang melanggar perintah Allah,

م ك ى زب

إل

ا مػرزة

“Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu.” Kami

berdakwah agar menjadi argumentasi dan penyelamat kami dihadapan Allah Ta‟ala.

لىن خه هم هػل

ول

“Mudah-mudahan mereka bertaqwa.”

4 Lihat Tafsir Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 65 dan 66 dan surat Al-A‘raf ayat 163-166.

5 Yaitu kota Eliah yang terletak di pantai Laut Merah antara kota Madyan dan bukit Thur.

6 Menurut aturan itu mereka tidak boleh bekerja pada hari Sabtu, karena hari Sabtu itu dikhususkan hanya untuk

beribadat. 7 Alasan mereka itu ialah bahwa mereka telah melaksanakan perintah Allah untuk memberi peringatan.

6

Perhatikan pula bahwa yang diselamatkan oleh Allah Ta‟ala dari adzab-Nya adalah orang-

orang yang melarang perbuatan maksiat.

Dakwah dan amar ma‘ruf nahi munkar adalah kontrol sosial yang harus dilakukan oleh kaum

muslimin agar kehidupan ini selalu didominasi oleh kebaikan. Karena jika kebatilan yang

mendominasi kehidupan, tentu akan menyebabkan turunnya teguran atau adzab dari Allah

Ta‟ala. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,

صاب بػظهم إى طفىت ف

ىم اطتهمىا غل

ل ك

مث

ىاكؼ فيها ك

وال

هى حدود الل

ائم غل

لل ال

ها وبػظهم مث

غل

ؤ

ان كها ف

لطف

ؤ

ىا في ه

سك

ا خ هه

ى ؤ

ىا ل

اللهم ف

ىك

ى من ف

وا غل اء مس

ىا من ال

ا اطخل

لها إذ

طف

رن في ؤ

هصبىا ال

ديه ى ؤوا غل

رخ

ا وإن ؤ ىا حمػا

كزادوا هل

ىهم وما ؤ

رك

ت ئن

ىا ف

ىك

ذ من ف

ؤم ه

ا ول

اسك

اخ جىا حمػا

جىا وه

م ه

“Perumpamaan orang yang tegak di atas hukum-hukum Allah dengan orang yang

melanggarnya seperti kaum yang menempati posisinya di atas bahtera, ada sebagian yang

mendapatkan tempat di atas, dan ada sebagian yang mendapat tempat di bawah. Mereka

yang berada di bawah jika akan mengambil air harus melewati orang yang berada di atas,

lalu mereka berkata: „Jika kita membolongi bagian bawah milik kita dan tidak mengganggu

mereka.‟ Kalau mereka membiarkan keinginan orang yang akan membolongi, mereka semua

celaka, dan jika mereka (yang berada di bagian atas bahtera) menahan tangan mereka (yang

berada di bagian bawah bahtera) maka selamatlah semuanya.” (HR. Bukhari).

ه

ى اللهبي صل

مان غن الىه بن التف ػسوف غن حر

بال

مسنهخإده ل ي ب فس

ري ه

هال: وال

م ك

هه وطل غل

له ف

دغىه

مه ج

ا مىه ث ابا

م غل

ك غل

بػث ن

ؤ

هنه الل

ىشك و ل

س ؤ

ىك

غن ال

خنهىنهم ول

ك ظخجاب ل

Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu „anhu dari Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa

sallam beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus

melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya

kemudian jika kalian berdoa kepada-Nya, maka Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR

Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).

Kelima, dakwah adalah jalan menuju khairu ummah.

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam berhasil mengubah masyarakat jahiliyah menjadi

ummat terbaik sepanjang zaman dengan dakwah beliau. Dakwah secara umum dan

pembinaan kader secara khusus adalah jalan satu-satunya menuju terbentuknya khairu

ummah yang kita idam-idamkan. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melakukan

tarbiyah mencetak kader-kader dakwah di kalangan para sahabat beliau di rumah Arqam bin

Abil Arqam radhiyallahu „anhu, beliau juga mengutus Mush‘ab bin Umair ra ke Madinah

untuk membentuk basis dan cikal bakal masyarakat terbaik di Madinah.

Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam ini adalah juga jalan yang

harus kita tempuh untuk mengembalikan kembali kejayaan ummat. Imam Malik bin Anas

berkata,

هال وهح به ؤ

بما صل

هت إل مه

ح آخس هره لا

صل

ل

7

“Akhir ummat ini tidak menjadi baik kecuali menggunakan cara yang digunakan untuk

memperbaiki generasi awalnya.”8

Ummat Islam harus memainkan peran dakwah dan amar ma‘ruf nahi munkar dalam semua

keadaannya, baik ketika memperjuangkan terbentuknya khairu ummah maupun ketika cita-

cita khairu ummah itu telah terwujud. Allah Ta‟ala berfirman,

ه

مىىن باللؤس وج

ىك

نهىن غن ال

ػسوف وج

مسون بال

إاض ج سحت للىه

خ

ت ؤ مه

ير ؤ

ىخم خ

ك

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang

ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3:

110).

Al-Hayatu Ar-Rabbaniyyah

Dengan semua keutamaan dakwah di atas, berarti seorang da‘i dengan dakwahnya sedang

menjalani hidupnya dengan kehidupan rabbaniyyah yakni kehidupan yang selalu berorientasi

kepada Allah Ta‟ala dan kehidupan yang selalu diisi dengan belajar Al-Quran yang menjadi

sumber kebaikan serta mengajarkannya kepada orang lain.

ه

ه الل جؤ ن

س ؤ

ان لبش

ىا ما ك

ىه

كن ك

ول

ها لي من دون الل ىا غبادا

ىه

اض ك لىل للىه مه

ثة بىه م والى

حك

كخاب وال

ال

دزطىن ىخم ج

كخاب وبما ك

مىن ال

ػل

ىخم ح

ين بما ك

اه زبه “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan

kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: „Hendaklah kamu menjadi penyembah-

penyembahku bukan penyembah Allah.‟ akan tetapi (dia berkata): „Hendaklah kamu menjadi

orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap

mempelajarinya.‟” (QS. Ali Imran, 3: 79).

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah Ta‟ala untuk mengajak

ummatnya agar menjadi orang-orang yang Rabbani yakni mereka yang selalu belajar dan

mengajarkan Al-Quran sehingga hidup mereka menjadi rabbani pula. Dakwah adalah

aktivitas belajar dan mengajarkan Al-Quran baik dengan membacanya, memahaminya,

mengamalkannya, memperjuangkan tegaknya hukum-hukumnya, dan konsisten dalam

melakukan itu semua.

Kehidupan rabbaniyyah adalah kehidupan seorang da‘i yang selalu mengorientasikan semua

aktivitasnya kepada Allah Ta‟ala, Rabbnya, di mana kehidupan, kematian, ibadah mahdhah

maupun ghairu mahdhah semuanya dipersembahkan untuk Allah Ta‟ala. Ibadah yang

menjadi tujuan hidup semua manusia dilaksanakan untuk mengagungkan Allah Ta‟ala

seagung-agungnya dan untuk menyatakan kehinaan dan kelemahan kita di hadapan-Nya.

Dakwah adalah salah satu bentuk pengagungan kepada Allah Ta‟ala yang paling utama,

karena di dalamnya seorang da‘i meninggikan kalimat-Nya melalui lisannya, amalnya, dan

ajakannya kepada orang lain. Di dalam dakwah seorang da‘i bersabar menghadapi berbagai

ujian berat semata-mata demi mengagungkan Allah Ta‟ala. Semakin berat tantangan dan

ujian dalam mengagungkan Allah Ta‟ala, semakin besar dan mulia pengagungan itu di sisi

Allah Ta‟ala.

8 Nashiruddin Al-AlBani, Fiqhul Waqi‘ hlm 22

8

ين ػال

زب ال

هاي ومماحي لل ظكي ومح

حي وو

ل إنه صل

ك

“Katakanlah: „Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,

Rabb semesta alam.‟” (QS. Al-An‘am, 6: 162).

Al-Hayah Al-Mubarakah (Kehidupan yang Diberkahi)

Dengan selalu berdakwah di jalan Allah Ta‟ala seorang da‘i telah menjadikan hidupnya

penuh keberkahan. Yang dimaksud dengan keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan

melimpah di sisi Allah Ta‟ala. Para Nabi alaihimus salam adalah orang yang paling

diberkahi dan kehidupannya adalah kehidupan penuh keberkahan, perhatikan ucapan Nabi Isa

„alaihis salam tentang dirinya:

ا اة ما دمت حك ة والصه

ل وصاوي بالصه

ىت وؤ

ن ما ك ا ؤ

اجي مبازك

وحػل

“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia

memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.”

(QS. Maryam, 19: 31).

Penyebab utama kehidupan Nabi Isa dan para Nabi lainnya diberkahi oleh Allah Ta‟ala

adalah pekerjaan mereka sebagai orang-orang yang dipilih oleh Allah Ta‟ala untuk

mendakwahkan ajaran-Nya kepada manusia. Inilah yang dipahami oleh Ibnul Qayyim Al-

Jauziyah rahimahullah ketika menjelaskan surat Maryam ayat 31 di atas. Beliau berkata:

حل: السهتئنه بسك

، ف حله

ث ير ح

خ

مه لل ػل

ل من احخمؼ به. ح

صحه لك

وه

ى إخ

ػال

ال ح

ح: ك ظ

ا غن ال بازا

ا في با ا به، مسغ سا

كى هللا، مر

ا إل ا ير، داغ

خ

ا لل ما

ي: مػل

م: ١٣[ ؤ ت ]مس ى

ا ك ن م ؤ ا

اازك ب م ي ج

ل ػ وح

اغخه .ػ

“Keberkahan seseorang itu ada pada: Pengajarannya terhadap segala macam kebajikan di

mana pun ia berada, dan nasehat yang ia berikan kepada semua orang yang ijtima'

(berkumpul) dengannya. Saat menceritakan tentang nabi Isa 'alaihis salam Allah Ta‟ala

berfirman: „Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada‟. (Q.S.

Maryam: 31). Yakni ia: menjadi guru kebajikan, juru dakwah yang menyeru manusia kepada

Allah Ta‟ala, mengingatkan manusia tentang Allah Ta‟ala, Mendorong dan memotivasi

manusia untuk taat kepada Allah Ta‟ala.” 9

Demikian Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah melihat keberkahan dalam hidup

seseorang, di mana kehidupan yang berkah itu—menurutnya, sesuai arahan Al-Quran—

ditentukan oleh aktivitas memberi manfaat kepada orang lain melalui dakwah dan kebaikan

yang disebarkan demi meninggikan kalimat Allah Ta‟ala.10

Wallahu A‘lam...

9 Surat Ibnu Qayyim al-Jauziyyah kepada ‘Alauddin dari buku Risalah Ibnil Qayyim ila Ahadi Ikhwanih, hlm 5.

10 Ibnu Katsir menyebutkan pendapat Mujahid, ‘Amr bin Qais, dan Ats-Tsauri bahwa yang dimaksud dengan “mubarakan”

(orang yang diberkahi) dalam surat Maryam ayat 31 adalah “mu’alliman lil khair” (yang mengajarkan kebaikan) “naffa’an” (banyak member manfaat). Sedangkan menurut Ibnu Jarir At-Thabari dalam tafsirnya bahwa keberkahan Nabi Isa as adalah amar ma’ruf nahi munkar yang beliau lakukan di manapun beliau berada.

9

Ringkasan Risalah: Ila Syabab Wa Ila Thalabati Khasah

Risalah Ila Syabab Wa Ila Thalabati Khasah (Kepada Para Pemuda dam Secara Khusus Para

Mahasiswa) ditulis oleh Syaikh Hasan Al-Banna rahimahullah, Mursyid Aam Al-Ikhwan Al-

Muslimun (IM), sekitar tahun 1940 – 1941.

Kandungan Risalah

1. Ajakan kepada para pemuda untuk turut serta dalam proyek kebangkitan.

2. Penegasan bahwa fikrah/gagasan yang harus menjadi dasar perjuangan dalam proyek

kebangkitan itu adalah Islam.

3. Penjelasan langkah-langkah perjuangan yang dilakukan IM.

4. Berbagai jawaban dan penegasan tentang berbagai isu: syumuliyatul Islam,

nasionalisme, tuduhan memecah persatuan/kesatuan bangsa, dan tuduhan sebagai kaki

tangan asing).

Tanggung Jawab Pemuda dalam Kebangkitan

Dalam risalah ini Hasan Al-Banna menyebutkan bahwa„awamilu an-najah (faktor-faktor

kesuksesan) sebuah fikrah (gagasan/pemikiran) ada empat: al-iman (keyakinan), al-ikhlash

(ikhlash), al-hamasah (semangat), dan al-amal (amal/kerja).

Keempat hal tersebut tenyata adalah min khashaisis syabab (bagian dari karakteristik

pemuda). Maka—dalam kebangkitan ini—pemuda harus menjadi: pilar kebangkitan, rahasia

kekuatan, dan pengibar panji fikrah.

Pemuda yang tumbuh dalam situasi bangsa yang sejuk dan tenang—menurut Al-Banna—

wajar bila aktivitasnya lebih banyak tertuju kepada diri sendiri daripada untuk umatnya.

Namun pemuda yang tumbuh dalam suasana bangsa yang keras dan bergejolak, di mana

bangsa itu sedang dikuasai oleh lawan, dan semua urusan diperbudak oleh musuhnya, maka

kewajibannya semakin banyak; besar tanggung jawabnya, berlipat hak umat yang harus

ditunaikan, semakin berat amanat yang terpikul di pundaknya.

Ancaman Berbahaya

Namun, sebelum para pemuda terjun dalam proyek kebangkitan ini, mereka harus waspada

terhadap ancaman yang cukup berbahaya. Di sekitar mereka ada ikhtilafu da‟awat (beragam

pertentangan seruan isme), ikhtilathu shaihat (campur baurnya suara/ide), ta‟addudu manahij

(berbilangnya manhaj), tabayunu khuthathi wa tharaaiqi (perbedaan strategi dan metode),

dan katsratul mutashaddina li-ttaza‟ummi wal qiyadah (banyaknya orang yang berambisi

menjadi pemimpin dan penguasa).

Fikrah Islam

Para pemuda harus menyadari, tidak ada fikrah yang benar kecuali satu saja, yaitu fikrah

Islam. Maka kewajiban pertama bagi para pejuang di dalam proyek kebangkitan ini adalah

menyampaikan kepada manusia tentang fikrah Islam ini.

10

Syiar Perjuangan Al-Ikhwan

Di dalam risalah ini Hasan Al-Banna menyebutkan syiar perjuangan IM, yaitu: Allahu

ghayatuna (Allah tujuan kami), ar-rasuulu za‟iimuna (Rasul pemimpin kami), al-qur‟anu

dustuuruna (Al-Qur‘an undang-undang kami), al-jihaadu sabiluna (Jihad jalan kami), dan al-

mautu fi sabilillahi asma amaaniina (Mati di jalan Allah adalah cita-cita kami yang tertinggi)

Hasan Al-Banna juga mengingatkan para pemuda tentang kemuliaan mereka sebagai khairu

ummah, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta‟ala,

ه

مىىن باللؤس وج

ىك

نهىن غن ال

ػسوف وج

مسون بال

إاض ج سحت للىه

خ

ت ؤ مه

ير ؤ

ىخم خ

ك

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang

ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3:

110)

Hasan Al-Banna berkata: “Hendaklah kalian yakin akan eksistensi kalian, mengetahui posisi

kalian, percaya bahwa kalian adalah pewaris kekuasaan, meskipun musuh-musuh kalian

menghendaki agar kalian tetap hina. Kalian adalah guru bagi dunia, meski pihak-pihak lain

berusaha mengunggulinya dengan gebyar kehidupan dunia. Perbaharuilah iman, kemudian

tentukan sasaran dan tujuan langkah kalian.”

Manhaj Al-Ikhwan Menuju Kebangkitan Ummat

Hasan Al-Banna menyebutkan langkah-langkah Ikhwan dalam proyek kebangkitan:

1. Membentuk rijal (pribadi-pribadi) yang islami dalam pemikiran, aqidah, akhlak,

‗athifah (perasaan), amal, dan perilakunya.

2. Membentuk al-baitul muslim (rumah tangga islami).

3. Mewujudkan asy-sya‟b muslim (bangsa yang muslim).

4. Mewujudkan al-hukumah al-muslimah (pemerintahan Islam).

5. Membina persatuan negeri-negeri muslim.

6. Mengibarkan tinggi panji Allah di setiap negeri.

7. Mendeklarasikan dakwah ke seluruh penjuru bumi, dan memaksa setiap penguasa

diktator untuk tunduk kepadanya.

I’dad (persiapan)

Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam proyek kebangkitan ini adalah:

1. Iimaanan la yataza‟za-u (keimanan yang tidak goyah)

2. „Amalan La yatawaqqof (amal yang tidak henti)

3. Tsiqatu bi-Llah La Tadh‟uf (kepercayaan kepada Allah yang tidak melemah)

4. Arwaahan as‟ada ayyamiha yauma talqa-Llah syahiidatan fii sabilih (jiwa-jiwa yang

rindu bertemu Allah dalam keadaan syahid di jalan-Nya).

Penjelasan Tentang Beberapa Isu

Dalam gerakan kebangkitan ini, sebagian orang menduga IM tidak ada bedanya dengan

jama‘ah darwis di mana para pengikutnya membatasi diri dalam masalah ibadah (shalat,

puasa, zikir, dan tasbih). Padahal pemahaman IM tidaklah seperti itu, karena mereka

11

memahami Islam sebagai sistem paripurna yang melingkupi seluruh aspek kehidupan. IM

berusaha ihsan dalam shalat, tilawah, dan zikir namun tetap memperhatikan urusan dunia

secara proporsional.

Sebagian orang juga menyangka IM apatis terhadap masalah nasionalisme. Hasan Al-Banna

kemudian menegaskan bahwa kaum muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas

berkorban bagi negara, mau berkkhidmat kepadanya, dan menghormati siapa saja yang mau

berjuang dengan ikhlas dalam membelanya.

Hasan Al-Banna juga menyatakan bahwa asas nasionalisme Islam adalah akidah islamiah.

Para penyeru nasionalisme berhenti hanya sebatas urusan negaranya saja, sedangkan kaum

muslimin memperhatikan setiap jengkal tanah milik muslim dimana pun berada.

IM juga dituduh sebagai du‟atu tafriqin „unsuriyyin baina thabaqaatil ummah (penyeru

diskriminasi anggota masyarakat). Hasan Al-Banna membantah hal itu, dan menegaskan

bahwa:

Pertama, Islam menyuruh umatnya untuk menghormati ikatan kemanusiaan sebagaimana

firman Allah SWT dalam Al-Hujurat ayat 13,

كىا إنه ؤ

بائل لخػازف

ا وك ػىبا

م ش

ىاك

ى وحػل

ثهس وؤ

كم من ذ

لىاك

لا خ اض إهه ها الىه ي

ا ؤ م إنه

اك

لج ؤ

هم غىد الل

سمك

بير غلم خ

ه الل

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang

perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling

kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah

orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Mengenal.”

Kedua, Islam datang untuk mewujudkan rahmatan lil „alamin.

Ketiga, Islam melarang perbuatan tidak adil kepada siapa pun.

Keempat, Islam tidak melarang perbuatan baik kepada sesama meskipun berbeda agama,

وه برن ج

م ؤ

ازك م من د

سحىك

خ م

ن ول م في الد

ىك

اجل

ل م

رن ل

ه غن ال

هم الل

نهاك

ل

هيهم إنه الل

ىا إل

لظؼ

م وج

لظؼين حب ال

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang

tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah, 60: 8)

Kelima, Islam memerintahkan umatnya untuk bergaul dengan kafir dzimi secara baik.

Hasan Al-Banna kemudian menegaskan, “Namun demikian, kami tidak akan membeli

kesatuan ini dengan iman kami, tidak akan melakukan tawar menawar dalam masalah

aqidah untuk merealisasikannya, dan kami juga tidak akan mengorbankan kemaslahatan

kaum muslimin demi terwujudnya kesatuan yang semu...”

12

Kaidah 1: Berdakwah Kepada Allah adalah Jalan Keselamatan

di Dunia dan Akhirat

الدغىة إلى هللا طبل الىجاة في الدها و آلاخسة

“Berdakwah kepada Allah adalah jalan keselamatan di dunia dan akhirat”

Seorang da‘i, selayaknya memahami betul hakekat dari sebuah penciptaan manusia di atas

muka bumi. Dengan pemahaman yang matang tentang hal ini, para da‘i dapat dengan

sempurna menjalankan tugasnya. Sebagaimana yang telah dicontokan oleh para nabi dan

rasul.

Firman Allah Ta‟ala dalam Al Quran surat Adz-zariyat, ayat: 56, mengabarkan kepada kita

akan arti dari hakekat penciptaan.

ػبدون لهلت الجنه ولاوع إل

ل وما خ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-

Ku.”

Ibadah, dalam hal ini tak akan pernah terealisasikan secara sempurna, tanpa diawali dengan

kesadaran yang dalam („ala al-bashirah). Dalam Tafsir al-Baidhowi dituliskan, makna „ala

al-bashirah berarti; melakukan sesuatu hal dengan penuh kesadaran, memiliki argument yang

kuat serta dapat dipertanggungjawabkan.

Dan kesadaran dalam beribadah seperti ini tak akan bisa terpupuk dengan baik, tanpa

mengikuti risalah yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dan para

nabi lainnya. Sehingga dalam beribadah, sholat misalnya, bukan lagi menjadi sebuah rutinitas

belaka, tapi menjadi sebuah kebutuhan yang dilakukan dengan penuh sadar, yang begitu

dalam dipahami maknanya.

Apa yang dilakukan oleh nabi dan rasul selaku hamba Allah yang diutus di atas muka bumi

ini, pada hakekatnya merupakan pengejawantahan dari ayat yang difirmankan Allah kepada

para malaikat, yaitu ketika awal pertama kali Adam „alaihissalam diciptakan,

ك ال زب ك

وإذ

اتلف

ي حاغل في لازض خ

ت إو

ملئك

لل

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, „Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di bumi.‟” (QS. Al-Baqarah, 2: 30)

Dengan demikian, makna hakekat penciptaan manusia secara garis besar adalah berfungsi

sebagai khalifah dan untuk beribadah kepada Allah Ta‟ala sebagaimana yang termaktub

dalam dua ayat di atas tadi.

Imam Ar-Razi dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa maksud dari kata ibadah yang tertera

dalam Surat Adz-Zariyat adalah, pertama; menaati perintah Allah Ta‟ala dan

yang kedua; berlaku kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah Ta‟ala.

Dan ―berdakwah‖ merupakan amalan ibadah yang menempati posisi puncak, sebagai bentuk

aplikasi dari dua definisi ibadah yang disampaikan oleh Imam Ar-razi dalam tafsirnya tadi.

13

Hal ini dikarenakan, pertama; berdakwah memiliki makna menyeru manusia menuju Allah.

Tugas yang sama seperti yang diemban oleh para nabi dan rasul. Dalam Surat Al Fushilat

ayat 33, Allah Ta‟ala telah berfirman,

ح ظلمين ومن ؤ

جي من ال ال إهه

ا وك وغمل صالحا

هى الل

ن دغا إل ممه

اىل

ظن ك

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,

mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang

berserah diri?”

Kedua, di dalam berdakwah pula, tercermin rasa kasih sayang antar sesama makhluk ciptaan

Allah. Hal ini bener adanya, karena seorang da‘i, melihat obyek dakwah (mad‟u) dengan

penuh harapan, dapat menjadikan dirinya wasilah hidayah menyelamatkan mad‟u-nya dari

kesia-siaan dalam menjalani hidup. Sang da‘i kemudian mendekatinya, dan terus berusaha

memberikan arahan, memberikannya pengajaran akan hakekat dari sebuah kehidupan.

Seseorang yang terkukung dalam system hidup duniawi misalnya, yang hari-harinya

disibukkan untuk mengejar materi belaka. Berkat sentuhan seorang da‘i, cara pandangnya

terhadap dunia kemudian bisa berubah, obsesinya berganti bukan lagi materi, namun

bagaimana kini ia bisa beramal sebanyak-banyaknya agar bisa menjadi bekal hidupnya di

akhirat kelak.

Para nabi dan rasul, telah memberikan kita teladan selama dalam perjuangan mereka

mengemban risalah mulia ini, mereka berdakwah siang dan malam, demi mengajak umat

manusia menuju Allah, sekalipun cacian dan makian serta intimidasi tak henti-hentinya

mereka dapatkan.

Al-Quran sangat banyak menceritakan kisah perjuangan para nabi dan rasul, yang tetap tegar

berdakwah di tengah kaumnya yang zalim. Namun demikan, Allah selalu memenangkan

mereka dan menyelamatkan para utusan-Nya dari kejahatan kaumnya yang durhaka.

Seperti dalam kisah Nabi Nuh „alaihissalam dengan kaumnya,

اجى بىا بأهررن ك

هىا ال

سك

غ وؤ

ئف

ل

ىاهم خ

ك وحػل

فل

ىاه ومن مػه في ال ىجه

بىه ف

هركان ف

ك

ف س ك

ظ

اها ف

زن غاكبت

ىر

ال

―Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang

bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami

tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah

bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (QS. Yunus: 73)

Kisah nabi Hud „alaihissalam dan kaumnya,

لظ اب غ

ىاهم من غر جه

ا وه رن آمىىا مػه بسحمت مىه

ها وال ىا هىدا جه

ا ه

مسه

ا حاء ؤ

ه ول

“Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman

bersama dia dengan rahmat dari Kami; dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari

„azab yang berat.” (QS. Huud: 58)

14

Dan kisah nabi Shaleh „alaihissalam dengan kaumnya,

ا حاء مهلى ف

لك هى ال ىمئر إنه زبه ا ومن خصي رن آمىىا مػه بسحمت مىه

ها وال ىا صالحا جه

ا ه

مسه

ػصص ؤ

ي ال

―Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Saleh beserta orang-orang yang beriman

bersama dia dengan rahmat dari Kami dan (Kami selamatkan) dari kehinaan di hari itu.

Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Huud: 66)

Serta kisah nabi Luth „alaihissalam dengan kaumnya,“Para utusan (malaikat) berkata: “Hai

Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan

dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-

pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang di antara kamu yang tertinggal,

kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena

sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu

sudah dekat? Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di

atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang

terbakar dengan bertubi-tubi.”. (QS. Huud: 81-82)

Dan masih banyak kisah anbiya‟ dan rasul lainnya, yang pada intinya menguatkan

pernyataan, bahwa kemenangan selalu berpihak kepada para da‘i yang menyeru kepada

Allah Ta‟ala. Dalam Al Quran surat Yunus, ayat 103 Allah Swt. telah berfirman, “Kemudian

Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi

kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” Imam Ar-razi kemudian

menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, bahwa keselamatan atas Rasul dan orang yang

beriman, merupakan kebenaran yang telah dijanjikan oleh Allah Ta‟ala.

Sayyid Quthub dalam tafir Fi Zilalil Qur‟an-nya menuliskan, “Hal ini merupakan sunatullah

yang terjadi di atas muka bumi, dan ini merupakan janji Allah kepada para wali-

nya. Apabila jalan juang ini terasa panjang, maka sadarilah, bahwa inilah sebenar-benarnya

jalan juang itu. Dan jangan tanya lagi berapa besarnya ganjaran yang dijanjikan untuk

orang beriman. Dan janganlah ia terburu-buru untuk mendapatkannya, karena jalan juang

masih harus ia rentasi. Allah tidak akan pernah mengkhianati janji untuk para wali-nya, dan

tidak akan melemahkan bantuan terhadapnya, dan Ia tidak pula akan membiarkan para wali-

nya dikalahakan oleh para musuh-Nya. Namun Allah justru akan memberikannya sebuah

pengajaran, melatih dan menambah ujian bagi para wali-Nya, dengan memanjangkan jalan

dakwah yang harus ia tapaki.”

Umat nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam adalah umat paling istimewa diantara

umat yang lain. Banyak ayat yang menceritakan, bagaimana umat terdahulu yang

membangkang, langsung mendapatkan azab pada saat itu juga, hingga tak tersisa lagi dari

jiwa dan raga mereka, bahkan dilenyapkan hingga satu generasi. Sebagaimana yang

termaktub dalam kisah para nabi dan Rasul ketika menghadapi sikap keras kaumnya.

Namun demikian, berbeda hal nya dengan umat nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa

sallam, para kafir Quraisy tidak serta merta diazab atas sikap penentangannya terhadap

risalah kenabian. Namun semua itu ditangguhkan hingga waktunya. Hal serupa yang kita

rasakan sekarang. Tatkala penekanan terhadap umat Islam terjadi dimana-mana, pelecehan

15

dan intimidasi karena akidah merebak di berbagai belahan dunia, namun azab untuk mereka

musuh-musuh Allah tak kunjung datang. Pertanyaannya adalah mengapa? Jawabannya, hal

itu dikarenakan satu hal, yaitu masih bekerjanya para da‘i hingga detik ini dalam

menyebarkan risalah Islam, sehingga azab yang ditimpakan kepada kaum pembangkang

dahulu itu pun kini ditangguhkan.

Kemulian berdakwah inilah sesungguhnya yang Allah berikan kepada kita, selaku umat nabi

Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam. Para da‘i bahkan menjadi tolok ukur, hingga

detik kapan bumi ini hancur dan kiamat terjadi. Dikarenakan sangkakala kiamat tak akan

ditiupkan, hingga tak ada satu makhluk pun di atas muka bumi ini yang menyebut-nyebut

asma Allah Ta‟ala.

Beberapa hadis yang menyebutkan tanda-tanda terjadinya hari kiamat mengabarkan,

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

م لخ

ى شساز ال

غل

ه إل

اغت لىم الظه

ج ل

“Tidak akan terjadi kiamat kecuali kepada manusia durjana (yang paling jahat)” (HR.

Muslim)

Dalam hadis lainnya, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

ح اغت لىم الظه

ج

زض هللا هللا ل

ال في لا

ل

تىه ل

“Tidaklah akan datang hari kiamat selama masih ada yang mengucapkan Allah..,

Allah…” Dalam riwayat yang lain, “sampai tidak terucap lagi kalimah Allah..,

Allah…” (HR. Muslim)

Dalil hadis di atas mengisyaratkan, bahwa kiamat terjadi ketika tak ada lagi yang menyeru

kepada Allah, dalam artian, tak ada lagi dakwah dan para pengembannya. Oleh karena itu

keberadaan seorang da‘i sangatlah penting. Keeksistensiannya menentukan akhir dari

perjalanan panjang usia bumi.

Disamping itu, ganjaran yang dijanjikan juga sangatlah besar. Karena ia merupakan pelanjut

estafet dari apa yang dilakukan oleh para nabi dan rasul. Mereka selalu berada dalam

lindungan Allah, mereka pula yang dijanjikan keselamatan baik di dunia mau pun di akhirat;

pada hari tak adalagi naungan, melainkan naungan dari-Nya. Dan itu hanya diberikan kepada

hamba-hamba pilihan, yang menjalankan sunnah dari hakekat penciptaan dirinya, yaitu

menjadi khalifah dan beribadah di setiap sisi masa hidupnya di dunia kepada Allah

SWT. Wallahu a‟lam bishawab

– Disarikan dari kitab “Qawaidu ad-da‟wah ilallah” karya Dr. Hamam Abdurrahim Sa‟id,

cetakan Dârul wafa‟, Manshurah, Mesir.

16

Risalatul Insan (Misi Manusia)

Allah Ta‟ala telah memberikan amanah kepada manusia untuk beribadah kepada-

Nya. Dengan ibadah itulah akan tertanam ketakwaan dalam jiwa manusia, sehingga mereka

selalu siap untuk mengagungkan Allah dan mengingat-Nya, tunduk kepada kebenaran dan

takut akan hari pembalasan. Mereka selalu meneguhkan ketauhidan dengan segala

konsekwensinya serta berpegang teguh terhadap syariat-syariat agama. Mereka takut kepada

Allah Ta‘la, sehingga selalu berupaya membuat penghalang yang menjaga antara dirinya

dengan neraka Allah Azza wa Jalla.

Allah Ta‟ala berfirman,

ها يا ؤ لىن خه

م ج

كهػل

م ل

بلك

رن من ك

هم وال

كللري خ

هم ال

ك اض اغبدوا زبه الىه

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang

sebelummu, agar kamu bertakwa…” (QS. Al-Baqarah, 2: 21)

Kemudian dengan ketakwaan itulah seorang muslim akan memiliki izzah -keagungan,

kemuliaan, dan kekuatan-dari Allah Ta‟ala.

م اك

لج ؤ

هم غىد الل

سمك

ك إنه ؤ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling

taqwa diantara kamu.” (QS. Al-Hujurat, 49: 13)

Kepada manusia-manusia yang memiliki kesadaran terhadap ibadah dan izzah yang didasari

ketakwaan inilah Allah Ta‟ala mengamanahkan -dan menjanjikan- al-khilafah.

الحاث ىا الصهم وغمل

رن آمىىا مىك

ه ال

هبلهم وغد الل

رن من ك

ه ال

ف

لما اطخخ

زض ك

هم في لا نه

لف

ظخخ ل

جي ػبدوه ا مىا

ىفهم ؤ

هم من بػد خ نه

ل بد

هم ولى ل ض

ري ازج

ههم دنهم ال

نه ل

ن مك ا ومن ول ئا

ىن بي ش

سك

ش

ل

س بػد ذ

فاطلىن ك

فئك هم ال

ولإلك ف

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan

mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka

berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka

berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya

untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam

ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada

mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah

(janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur, 24: 55)

*****

Al-‘Imarah

Risalah khilafah ini harus diwujudkan oleh manusia dengan

melakukan „imarah (memakmurkan), baik yang berkaitan dengan aspek madiyah (materi)

maupun aspek ruhaniyyah (ruhani).

Mengenai „imarah terhadap aspek madiyah, Allah Ta‟ala berfirman,

17

م فيهازض واطخػمسك

م من لا

كإش

و هى ؤ

“Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai

pemakmurnya.”. (Hud, 11: 61)

Ayat di atas oleh Imam Al-Alusi dijadikan dalil akan kewajiban memakmurkan bumi sesuai

dengan kemampuan dan peran setiap orang yang beriman. Sedangkan menurut Ibnu Asyur,

maksud dari kata „isti‟mar‟ yang sinonim dengan i‟mar‟ adalah aktivitas meramaikan bumi

dengan penataan bangunan dan pelestarian lingkungan dengan menanam pohon dan bercocok

tanam sehingga semakin panjang usia kehidupan bumi ini dengan seluruh penghuninya.

Sedangkan tentang „imarah terhadap aspek ruhaniyyah, Allah Ta‟ala berfirman:

م ول

اةك ى الصه

وآح

ة

ل ام الصه

كخس وؤ

ىم آلا وال

ه من آمن بالل

هػمس مظاحد الل ما ئك إهه

ولى ؤ ػس

ف

ه الل

ه إل

خ

ن هخدن ؤ

ىا من ال

ىه

ك

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada

Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut

(kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan

termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah, 9: 18)

Perintah „imaratul masajid (memakmurkan masjid) ini mengisyaratkan tentang salah satu

tugas manusia sebagai pengemban misi khilafah yaitu memakmurkan ar-ruhaniyah,

yakni nilai-nilai maknawiyah dan ibadah di muka bumi ini. Hal ini selaras dengan firman

Allah Ta‟ala,

ػسوف ونهىا غن مسوا بال

وؤ

اةك ىا الصه

ج وآ

ة

ل امىا الصه

كزض ؤ

اهم في لا ىه

هرن إن مك

هس ال

ىك

مىز ال

لا

غاكبت

هولل

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya

mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma‟ruf dan mencegah dari

perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj, 22:

41)

Maka, dalam rangka melakukan tugas „imarah, manusia sebagai khalifah di muka bumi harus

memperhatikan taujih (arahan) dan tasyri‟ (syariat) dari Allah Ta‟ala, sehingga

aktivitas „imarah itu dapat mewujudkan hadharah (peradaban) yang

dilandasi akhlaq (moralitas).

Ar-Ri’ayah

Selain tugas „imarah, manusia pun memiliki tugas untuk melakukan ar-

ri‟ayah (pemeliharaan, penjagaan) terhadap aspek madiyah (materi) maupun

aspek ruhaniyyah (ruhani) yang telah dibangun di atas hadharah yang dilandasi kekuatan

moralitas tersebut.

Dalam pandangan Islam, tanggung jawab untuk melakukan ri‟ayah ini adalah tanggung

jawab seluruh pribadi muslim sesuai dengan proporsi, kapasitas, dan otoritasnya masing-

masing.

18

Hal ini tersirat dari hadits Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam berikut ini,

حل زاع في ؤ خه والسه ه ىل غن زغ

مام زاع ومظئ

خه لا ه ىل غن زغ

م مظئ

كلم زاع وك

كلىل غن ك

هله وهى مظئ

ت في بت زاغ

ةسؤ خه وال ه خه زغ ه ىل غن زغ

ده ومظئ

ادم زاع في مال طخ

تها وال ه غن زغ

تىل

شوحها ومظئ

“Setiap kalian adalah ra‟in (pemimpin, pemelihara, penjaga) dan setiap ra‟in akan dimintai

pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya (yang dipimpin, dipelihara, dan dijaganya). Imam

adalah ra‟in yang akan diminta pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya. Seorang suami

adalah ra‟in dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya.

Seorang isteri adalah ra‟in di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai

pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya. Seorang pembantu adalah ra‟in dalam urusan

harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas ra‟iyyah-nya tersebut.” (HR.

Bukhari No. 844)

Inti dari aktivitas ri‟ayah ini adalah melakukan pengendalian agar manusia tetap berada di

jalan kebenaran. Untuk itulah metode yang digunakan dalam aktivitas ini adalah

melakukan at-targhib dan at-tarhib; memotivasi manusia dengan al-jaza (pahala) dan

mencegahnya dengan al-„uqubah (hukuman). Dengan kata lain, ri‟ayah ini dilakukan dengan

menegakkan reward dan punishment.

Al-Hifzhu

Jadi, tugas „imarah dan ri‟ayah tersebut, pada dasarnya adalah dalam rangka menegakkan al-

hifzhu, yaitu penjagaan terhadap seluruh aspek kebutuhan manusia dalam kehidupannya:

1. Hifzhud din, yaitu menjaga keberagamaan mereka sehingga selalu berada dalam kondisi

beribadah hanya kepada-Nya,

ػبدون له

ع إلو

جنه ولالت ال

ل وما خ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-

Ku.” (QS. Adz-Dzâriyat, 51: 56)

2. Hifzhun nafsi, yaitu menjaga keselamatan jiwa atau keberlangsungan hidup mereka.

Maka Islam melarang umatnya melakukan tindakan pembunuhan jiwa,

هفع ال ىن الىه

لخل

ىن ول

صه

حم ول

بال

ه إل

هم الل تي حسه

“(Di antara sifat hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang yaitu) tidak membunuh

jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang benar, dan

tidak berzina”. (QS. Al-Furqan, 25: 68)

3. Hifzhul aqli, yaitu menjaga kesehatan akal mereka. Oleh karena itu Islam memotivasi

manusia untuk menambah ilmu:

ا مال زب شدوي غل

وك

“dan katakanlah: „Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan‟” (QS. Thaha,

20: 114).

19

Islam pun mencegah mereka dari hal-hal yang akan merusak akal, seperti khamr (miras)

dan judi.

م غ ك صده ظس و مس وال

خ

ظاء في ال

بغ

وال

ػداوة

م ال

ىك ىكؼ ب ن

ان ؤ

ؼ سد الشه ما وغن إهه

هس الل

ن ذك

خم مىته ههل ؤ

لة ف ىن الصه

“Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di

antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari

mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan

itu)” (QS. Al-Maidah, 5: 91)

4. Hifzhun nasli, yaitu menjaga keturunan mereka. Oleh karena itulah Islam melarang

perbuatan zina, karena perbuatan zina dapat mengancam pertumbuhan demografi

manusia.

ا

وطاء طبلات

احش

ان ف

ه ك ا إهه

ه لسبىا الص

ج

ول

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan

yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra, 17: 32)

Untuk itu Islam pun menganjurkan pernikahan; Rasulullah shallallahu „alaihi wa

sallam bersabda,

س ا مػش م

سج ومن ل

فحصن لل

بصس وؤ

ع لل

غه ؤ ئهه

ج ف زوه

ت ل فباءة

م ال

اع مىك

باب من اطخؼ

ه الش

ه وحاء ه ل ئهه

ىم ف ه بالصه ػل

ظخؼؼ ف

“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu untuk

menikah, maka segeralah menikah, karena nikah akan lebih menundukkan pandangan

dan lebih menjaga kehormatan.” (Muttafaqun ‗alaihi)

5. Hifzul mali, yaitu menjaga harta/kesejahteraan mereka. Karena harta adalah salah satu

penopang kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Allah Ta‟ala berfirman,

ا اما م كك ل

هتي حػل الل

هم ال

كمىال

هاء ؤ

ف ىا الظ

جؤ ج

ول

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,

harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok

kehidupan” (QS. An-Nisa‗, 4 : 5)

Penghargaan Islam terhadap harta hak milik diantaranya ditunjukkan dengan hukuman

yang keras kepada para pencuri. Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,

ظسق ازق الظهه

ػن اللده ل ؼ

خلؼ

حبل ف

ظسق ال ده و ؼ

خلؼ

ف

ظت ب

ال

“Allah melaknat si pencuri telur sehingga tangannya dipotong, dan Allah melaknat si

pencuri tali hingga dipotong tangannya.” (HR. Bukhari, No. 6285). Al A‘masy

20

mengatakan, para sahabat berpendapat bahwa yang dimaksud telur disini adalah besi dan

yang dimaksud tali adalah jika senilai beberapa dirham.

Dalam rangka hifzhul mal, Allah Ta‘ala pun melarang perbuatan tabdzir (pemborosan),

ى اهزن ك

بر

ا إنه ال برسا

ز ج

بر

ج

اول فىزا

ه ك ان لسب

ؼ ان الشه

اػين وك

هىان الش

ا إخ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya

pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat

ingkar kepada Rabbnya”. (QS. Al-Isra, 17: 26-27)

Inilah misi kehidupan manusia: menjalankan tugas ibadah; menegakkan khilafah, yakni

melakukan „imarah dan ri‟ayah agar kehidupan manusia terjaga dalam koridor agama dan

peribadahan tersebut.

Wallahu A‟lam.