paradigma keperawatan

Upload: aries-samuel-abel

Post on 11-Jul-2015

90 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PARADIGMA KEPERAWATAN BanyakahliyangmendeIinisikanparadigma,diantaranyaparadigmaadalahcara bagaimanakitamemandangdunia,(AdamSmith,1975)ataumenurutFergusonbahwa paradigmaadalahpolapikirdalammemahamidanmenjelaskanaspektertentudarisetiap kenyataan. Mengapaparadigmainibegitupenting?dalamhaliniparadigmaakansangatmembantu seseorang ataupun masyarakat luas untuk memahami dunia kepada kita dan membantu kita untukmemahamisetiapIenomenayangterjadidisekitarkita.Fenomenadalam keperawatanadalahprilakukliendalammenghadapiketidakpastiankondisinyaatau menghadapi ketidaknyamanan dari sebagian atau seluruh anggota tubuhnya atau masalahmasalah yang yang muncul dalam bidang keilmuan tertentu. ( Karen , 1999 : 74) Dalamduniakeperawatan,masyarakatsecaraumummasihmemandangproIesi keperawatansebagaiproIesiasistensidokteratauperkerjasosialyangsiIatnyamembantu orang sakit atas instruksiinstruksi dokter bahkan dikalangan praktisi perawat pun kadang kadangmasihmemilikipandanganyangtidakutuhterhadapproIesinyasendiri,halini dapatdilihatdibeberapapelayanankesehatan,pelayanan keperawatanmasihbersiIat vocasional belum sepenuhnya beralih ke pelayanan yang proIesional. Untukitulahparadigmadalamkeperawatansangatmembantumasyarakatsecaraumum maupun perawat khususnya dalammenyikapi danmenyelesaikanberbagai persoalanyang melingkupiproIesikeperawatansepertiaspekpendidikandanpelayanankeperawatan, praktik keperawatan dan organisasi proIesi. Paradigmakeperawatanadalahsuatucarapandangyangmendasarataucarakitamelihat, memikirkan,memberimakna,menyikapidanmemilihtindakanterhadapIenomenayang ada dalam keperawatan, (La Ode Jumadi, 1999 : 38). Paradigmakeperawatanadalahinteraksiantaramanusiayangmenerimaperawatan, lingkungantempatmenusiaberada,kesehatanyangselalumenjadibagiandaribidang garapan keperawatan serta tindakan keperawatan (Kozier, 2000) Empat komponen paradigma keperawatan yaitu : Manusia Manusia adalah makhluk biopsikososial dan spiritual yang utuh, dalam arti merupakan satukesatuanutuhdariaspekjasmanidanrohanisertaunikkarenamempunyaiberbagai macam kebutuhan sesuai tingkat perkembangannya (Konsorsium Ilmu Kesehatan, 1992). Manusia adalah sistem yang terbuka senantiasa berinteraksi secara tetap dengan lingkungan eksternalnyasertasenantiasaberusahaselalumenyeimbangkankeadaaninternalnya (homeoatatis), (Kozier, 2000) ManusiamemilikiakalIikiran,perasaan,kesatuanjiwadanraga,mampuberadaptasidan merupakankesatuansistemyangsalingberinteraksi,interelasidaninterdependensi(La Ode Jumadi, 1999 :40). Jadi,konsepmanusiamenurutparadigmakeperawatanadalahmanusiasebagaisistem terbuka,sistemadaptiI,personaldaninterpersonalyangsecaraumumdapatdikatakan holistik atau utuh. Sebagaisistemterbuka,manusiadapatmempengaruhidandipengaruhioleh lingkungannya,baiklingkunganIisik,biologis,psikologismaupunsosialdanspiritual sehinggaperubahanpadamanusiaakanselaluterjadikhususnyadalampemenuhan kebutuhandasarnya.SebagaisistemadaptiImanusiaakanmeresponterhadapperubahan lingkungannyadanakanmenunjukanresponyangadaptiImaupunresponmaladaptiI. Respon adaptiI akan terjadi apabilamanusia tersebutmempunyaimekanisme kopingyang baik menghadapi perubahan lingkungannya, tetapi apabila kemampuannya untuk merespon perubahanlingkunganyangterjadirendahmakamanusiaakanmenunjukanprilakuyang maladaptiI . Manusiaataukliendapatdiartikansebagaiindividu,keluargaataupunmasyarakatyang menerima asuhan keperawatan. Manusiasebagaiindividuartinyaseseorangyangmemilikikaraktertotalsehingga menjadikannyaberbedadarioranglain(Karen,2000).Manusiasebagaiindividudisebut jugaorangyangmemilikikepribadianmeliputitingkahlakudanemosimeliputisikap, kebiasaan,keyakinan,nilainilai,motivasi,kemampuan,penampilandanstrukturIisik yangberbedasatudenganlainnya.Gabungansemuainiakanmempengaruhiseseorang dalamcaraberIikir,merasadanbertindakdalamberbagaisituasiyangdihadapinya. Individumerupakan gabunganinteraksi genetik dengan pengalamanhidupnya dipengaruhi olehidentitasdiri,konsepdiri,persepsi,kebutuhandasar,mekanismepertahanandiridan tumbuh kembang. Peranperawatpadaindividusebagaiklienadalahmemenuhikebutuhan dasarnya mencakupkebutuhanbiologi,sosial,psikologidanspiritualkarenaadanya kelemahanIisikdanmental,keterbatasanpengetahuan,kurangkemauanmenuju kemandirian pasien. Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain, baik secara perorangan maupun bersamasama, di dalam lingkungannya sendiri maupun masyarakat secara keseluruhan. AdabeberapaalasanmengapakeluargamerupakansalahsatuIokuspelayanan keperawatan yaitu : 1. Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. 2. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan ataupun mencegah, memperbaiki atau mengabaikan masalah- masalah kesehatan dalam kelompoknya sendiri. Hampir setiap masalah kesehatan mulai dari awal sampai penyelesaiannya akan dipengaruhi oleh keluarga. 3. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan. Penyakit dalam salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga tersebut. 4. Dalam merawat klien sebagai individu, keluarga tetap sebagai pengambil keputusan dalam perawatannya. 5. Keluarga sebagai perantara eIektiI dalam berbagai upaya kesehatan masyarakat. Dalammemberikan asuhan keperawatan pada keluarga perawat perlu memperhatikan siIat siIatkeluargayaitukeluargamempunyaireaksidancarayangunikdalammenghadapi masalahnya, pola komunikasi yang dianut, cara pengambilan keputusan, sikap, nilai, citacitakeluargadangayahidupkeluargayangberbedabeda.Individudalamkeluarga mempunyai siklus tumbuh kembang . Peran perawat dalam membantu keluarga meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah kesehatan adalah perawat sebagai pendeteksi adanya masalah kesehatan, memberi asuhankepadaanggotakeluargayangsakit,koordinatorpelayanankesehatankeluarga, Iasilitator, pendidik dan penasehat keluarga dalam masalahmasalah kesehatan. Masyarakat adalah sekumpulan manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Kamus besar Bhs. Indonesia, 1989) Masyarakatberpengaruh terhadap peningkatan dan pencegahan suatu penyakit.Ada enam Iaktorpengaruhmasyarakatataukomunitasterhadapkesehatananggotamasyarakatyaitu tersedianya Iasilitas pelayanan kesehatan, Iaslitas pendidikan dan rekreasi, transportasi dan Iasilitaskomunikasi,Iasilitassosialsepertipolisidanpemadamkebakaransertanilaidan keyakinan masyarakat. Pelayanankesehatanpadamasyarakatinidapatberbentukpelayanankepadamasyarakat umumdankelompokkelompokmasyarakattertentu(balitadanlansia).Pelayanan perawatan tersebut diberikan setelah melalui proses berikut ini : 1. Pertemuan penjajakan kepada pemuka masyarakat agar dicapai kesepakatan tentang ide yang dikemukakan. 2. Pengumpulan data pada masyarakat melalui survey atau sensus dengan menggunakan daItar pertanyaan atau kuosioner 3. Analisis data dan perumusan masalah 4. Pembahasan hasil analisis dalam Iorum lokakarya mini dengan masyarakat untuk kemudian ditetapkan prioritas masalah beserta penyelesaiannya. 5. Perumusan rencana tindakan penyelesaian masalah bersama dengan wakil masyarakat. 6. Pelaksanaan tindakan pemecahan masalah. Pelaksanaan ini dilakukan bersama denganmasyarakat melalui sumber daya ayang ada di masyarakat tersebut. 7. Evaluasi 8. Dilakukan untuk menilai proses dan hasil program tindakan, dalam sebuah lokakarya. 9. Tindak lanjut Keperawatan Komponenyangkeduadalamparadigmakeperawataniniadalahkonsepkeperawatan.Ada beberapa deIinisi keperawatan menurut tokohtokoh dibawah ini : Florence Nightingale 1895 Keperawatan adalah suatu proses menempatkan pasien dalam kondisi paling baik untuk beraktivitas. Faye Abdellah (Twenty one nursing problems,1960) Keperawatan adalah bentuk pelayanan kepada individu dan keluarga, serta masyarakat dengan ilmu dan seni yang meliputi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dimilki seorang perawat untuk membantu manusia baik dalam keadaan sehat atau sakit sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Virginia Henderson (Fourteen Basic needs, 1960) Fungsi yang unik dari perawat adalah memabntu individu sehat ataupun sakit untuk menggunakan kekuatan, keinginan dan pengetahuan yang dimilikinya sehingga individu tersebut mampu melaksanakan aktivitas sehariharinya, sembuh dari penyakit atau meninggal dengan tenang. Dorothy E. Johnson (Behavioral System Theory, 1981) Keperawatan adalah seperangkat tindakantindakan yang memiliki kekuatan untuk melindungi kesatuan atau integritas prilaku klien berada pada level yang optimal untuk kesehatannya. Imogene King (Goal Attainment Theory, 1971, 1981) Keperawatan adalah proses aksi dan interaksi, untuk membantu individu dari berbagai kelompok umur dalam memenuhi kebutuhannya dan menangani status kesehatannya pada saat tertentu dalam suatu siklus kehidupan. Madeleine Leininger (Transcultural Care Theory, 1984) Mempelajari seni humanistic dan ilmu yang berIokus pada manusia sebagai individu atau kelompok, kepekaan terhadap kebiasaan, Iungsi dan proses yang mengarah pada pencegahan ataupun prilaku memelihara kesehatan atau penyembuhan dari penyakit. Martha Roger (Unitary Human Beings, an energy Iield, 1970) Keperawatan adalah pengetahuan yang ditujukan untuk mengurangi kecemasan terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan dan rehabilitasi penderita sakit dan penyandang cacat. Dorothea Orem (SelI care theory, 1985) Pelayanan yang bersiIat manusiawi yang berIokus pada pemenuhan kebutuhan manusia untuk merawat diri, kesembuhan dari penyakit atau cedera dan penanggulangan komplikasinya sehingga dapat meningkat derajat kesehatannya. Callista Roy (Adaptation Theory, 1976, 1984) Tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi dalam menghadapi permasalahan kesehatannya. Respon adaptiI mempunyai pengaruh positiI terhadap kesehatannya. Kesepakatan Nasional, 1983 Keperawatan adalah bentuk pelayanan proIesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psikososial dan spiritual yang komprehensiI, ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh daur kehidupan manusia. Keperawatan merupakan ilmu terapan yang menggunakan keterampilan intelektual, keterampilan teknikal dan keterampilan interpersonal serta menggunakan proses keperawatan dalam membantu klien untuk mencapai tingkat kesehatan optimal. Kiatkeperawatan(nursingarts)lebihdiIokuskanpadakemampuanperawatuntuk memberikanasuhankeperawatansecarakomprehensiIdengansentuhansenidalamarti menggunakan kiatkiat tertentu dalam upayamemberikan kenyaman dan kepuasan pada klien. Kiatkiat itu adalah : 1. Caring , menurut Watson (1979) ada sepuluhIaktor dalam unsurunsur karatiIyaitu : nilainilai humanisticaltruistik, menanamkan semangat dan harapan, menumbuhkan kepekaanterhadapdiridanoranglain,mengembangkanikapsalingtolongmenolong, mendorongdanmenerimapengalamanataupunperasaanbaikatauburuk,mampu memecahkanmasalahdanmandiridalampengambilankeputusan,prinsipbelajar mengajar,mendorongmelindungidanmemperbaikikondisibaikIisik,mental, sosiokulturaldanspiritual,memenuhikebutuhandasrmanusia,dantanggapdalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi. 2. Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi dengan kliennya. 3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk meningkatkan rasa nyaman klien. 4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional diri dan kliennya. 5. 1ouching artinya sentuhan yang bersiIat Iisik maupun psikologis merupakan komunikasi simpatis yang memiliki makna (Barbara, 1994) 6. Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya 7. Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya. 8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan keterampilannya. 9. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain dengan menjaga kerahasiaan klien kepada yang tidak berhak mengetahuinya. 10. Listening artinya mau mendengar keluhan kliennya 11. Doing artinya melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan serta mendokumentasikannya 12. Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan duka , senang, Irustasi dan rasa puas klien. 13. Accepting artinya perawat harus dapat menerima dirinya sendiri sebelum menerima orang lain Sebagai suatu proIesi , keperawatan memiliki unsurunsur penting yang bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan yaitu respon manusia sebagai Iokus telaahan, kebutuhan dasar manusia sebagai lingkup garapan keperawatan dan kurang perawatan diri merupakan basis intervensi keperawatan baik akibat tuntutan akan kemandirian atau kurangnya kemampuan. KeperawatanjugamerupakanserangkaiankegiatanyangbersiIatterapeutikatau kegiatanpraktikkeperawatanyangmemilikieIekpenyembuhanterhadapkesehatan (Susan, 1994 : 80). Many experts who deIine the paradigm, the paradigm oI which is how we view the world, (Adam Smith, 1975) or according to Ferguson that the paradigm is the mindset in understanding and explaining certain aspects oI every reality. Why is this so important paradigm? in this paradigm would greatly help a person or the community at large to understand the world to us and help us to understand any phenomenon that occurs all around us. Phenomenon in nursing is client behavior in the Iace oI uncertainty conditions or Iace the discomIort oI some or all oI their limbs or problems - problems that arise in a particular scientiIic Iield. (Karen, 1999: 74) In the world oI nursing, the general public still sees the proIession oI nursing as a proIession assisting physician or social worker who helps the sick nature oI the instructions - your doctor's instructions even among nurse practitioners were sometimes - sometimes still have an incomplete view oI the proIession itselI, this can be seen in some health services, nursing services vocasional is still not Iully switch to proIessional service. For that paradigm in nursing is helping the community in general and nurses in particular in addressing and resolving the various issues surrounding the nursing proIession such as education and service aspects oI nursing, nursing practice and proIessional organizations. Nursing paradigm is a Iundamental point oI view or the way we look, think, give meaning, address and select an action against the phenomena that exist in nursing, (La Ode Jumadi, 1999: 38). The paradigm oI nursing is the interaction between humans who receive care, the environment in which the human Iamily are, health has always been part oI the arable Iields oI nursing and nursing actions (Kozier, 2000) Four components oI the nursing paradigm, namely: Human Human beings are bio - psycho - social and spiritual whole, in the sense oI one uniIied whole oI physical and spiritual aspects as well as unique because it has a wide range oI needs according to developmental level (Consortium oI Health Sciences, 1992). Humans are open systems that constantly interact regularly with the external environment and constantly strive always to balance its internal state (homeoatatis), (Kozier, 2000) Humans have common thoughts, Ieelings, unity oI body and soul, able to adapt and is a unity oI interacting systems, interrelation and interdependence (La Ode Jumadi, 1999: 40). Thus, the concept oI human beings according to the paradigm oI nursing is human beings as open systems, adaptive systems, personal and interpersonal skills in general can be said to be holistic or intact. As an open system, humans can inIluence and be inIluenced by their environment, both physical environment, biological, psychological and social and spiritual so that changes in humans will always occur, especially in the IulIillment oI basic needs. As the human adaptive system will respond to changes in its environment and will show an adaptive response as well as maladaptive responses. Adaptive response will occur iI these people have good coping mechanisms to Iace changes in their environment, but iI its ability to respond to environmental changes that occur lower then humans will exhibit maladaptive behaviors. Humans or the client can be interpreted as an individual, Iamily or community who receive nursing care. Humans as an individual means a person who has a character totally making it diIIerent Irom other people (Karen, 2000).Humans as individuals are called are also people who have personality and emotions include behavior including attitudes, habits, belieIs, values - the values, motivations, capabilities, appearance and physical structure distinct Irom one another.Combined all this will aIIect someone in the way oI thinking, Ieeling and acting in diIIerent situations on the Iace it. Individual is a combination oI genetic interactions with her liIe experiences are inIluenced by selI-identity, selI-concept, perception, basic needs, selI-deIense mechanism and the growth and development. The role oI nurses on the individual as the client is meeting their basic needs include the needs oI biological, social, psychological and spiritual because oI the physical and mental weakness, lack oI knowledge, lack oI willingness oI the patient toward independence. The Iamily is closely related group oI individuals who continually and there is interaction with each other, either individually or together - together, within its own environment and society as a whole. There are several reasons why the Iamily is one Iocus oI nursing care that is: 1. The Iamily is the primary unit in society and an institution that involves people's lives. 2. The Iamily as a group can cause or prevent, correct or ignore the health problems within their own group. Almost every health problem Irom start to completion will be inIluenced by the Iamily. 3. Health problems in the Iamily are interrelated. Disease in one Iamily member will aIIect all members oI the Iamily. 4. In treating clients as individuals, Iamilies remain as decision makers in their care. 5. The Iamily as an eIIective intermediary in a variety oI public health eIIorts. In providing nursing care to Iamily caregivers need to pay attention to nature - the nature oI the Iamily and the Iamily has a unique reaction in the Iace oI the problem, communication patterns adopted, decision making, attitudes, values, ideals - ideals oI Iamily and Iamily liIestyles are diIIerent - diIIerent .Individuals in the Iamily has a cycle oI growth and development. The role oI nurses in helping Iamilies improve the ability to resolve the health problem is a nurse as detection oI health problems, provide care to sick Iamily members, Iamily health services coordinator, Iacilitator, educator and Iamily counselor in problems - health problems. Society is a group oI humans in the broadest sense and is bound by a culture that they consider the same (Dictionary oI Bhs. Indonesia, 1989) Community inIluence on improvement and prevention oI a disease. There are six Iactors inIluence the public or members oI the public health community to the availability oI health care Iacilities, Iacilities dominated education and recreation, transportation and communication Iacilities, social Iacilities such as police and Iire departments as well as values and belieIs oI society. Health services in this community can take the Iorm oI service to the general public and groups - speciIic groups (toddlers and the elderly). Care services are provided aIter the Iollowing process: 1. Assessment meeting to community leaders to reach agreement on the ideas put Iorward. 2. Collecting data on the community through surveys or censuses using questionnaires or kuosioner 3. Data analysis and Iormulation oI the problem 4. Discussion oI analysis results in a mini-Iorum workshops with communities to set priorities and problems and their resolution. 5. Formulation oI problem solving action plan together with community representatives. 6. Implementation oI problem-solving actions. The implementation is done with the resources ayang denganmasyarakat through there in the community. 7. Evaluation 8. PerIormed to assess the process and results oI programs oI action, in a workshop. 9. Follow-up Nursing The second component in this nursing paradigm is the concept oI nursing. There are several deIinitions oI nursing according to the Iigures - Iigures below: Florence Nightingale 1895 Nursing is a process oI putting the patient in the best conditions Ior the move. Faye Abdellah (Twenty-one nursing problems, 1960) Nursing is a Iorm oI service to individuals and Iamilies, and society with science and art which include attitudes, knowledge and skills that owned a nurse to help people both in good health or ill according to the level oI need. Virginia Henderson (Fourteen Basic needs, 1960) Unique Iunction oI nurses is memabntu healthy or sick individual to use Iorce, desire and its knowledge so that individuals are able to carry out daily activities - day, recovering Irom illness or die in peace. Dorothy E. Johnson (Behavioral System Theory, 1981) Nursing is a set oI actions - actions that have the power to protect the unity or integrity oI the client's behavior is at a level that is optimal Ior health. Imogene King (Goal Attainment Theory, 1971, 1981) Nursing is a process oI action and interaction, to help individuals oI various age groups in meeting their needs and deal with health status at a given moment in a liIe cycle. Madeleine Leininger (Transcultural Care Theory, 1984) Studying the humanistic arts and sciences that Iocuses on human beings as individuals or groups, sensitivity to the customs, Iunctions and processes that lead to prevention or behavioral health care or cure oI disease. Martha Roger (unitary Human Beings, an energy Iield, 1970) Nursing is a knowledge which is intended to reduce anxiety about the maintenance and health promotion, disease prevention, treatment and rehabilitation oI sick and disabled people. Dorothea Orem (SelI care theory, 1985) Services that are Iocused on meeting human need Ior people to take care oI themselves, healing Irom illness or injury and prevention oI complications that can increase the degree oI health. Callista Roy (Adaptation Theory, 1976, 1984) The goal oI nursing is to improve the adaptation response in dealing with health problems. Adaptive responses have a positive impact on health. National agreement, 1983 Nursing is a proIessional service which is an integral part oI health care based on science and nursing tips, bio-psycho-shaped ministry - a comprehensive social and spiritual, addressed to individuals, groups and communities both healthy and sick that covers the entire cycle oI human liIe. Nursing is an applied science that uses intellectual skills, technical skills and interpersonal skills as well as using the nursing process in assisting clients to achieve optimum health levels. Ways oI nursing (nursing arts) is more Iocused on the ability oI nurses to provide nursing care in a comprehensive manner with a touch oI art in the sense oI using the tips - some tips in an eIIort to provide comIort and satisIaction to the client. Tips - tips are: 1. Caring, according to Watson (1979) there are ten Iactors in the elements - elements karatiI namely: value - the value oI humanistic - altruistic, and instill a spirit oI hope, Iostering sensitivity to selI and others, develop ikap each other mutual help, encourage and accept the experience or Ieeling good or bad, are able to solve problems and independent decision-making, principles oI learning - teaching, encouraging both to protect and improve the physical, mental, sociocultural and spiritual, human elementary needs, and responsive in the Iace oI any changes that occur. 2. Sharing means that nurses continue to share experiences and knowledge or discuss with his client. 3. Laughing, that smile became a major capital Ior a nurse to enhance client comIort. 4. Crying means that nurses can accept himselI and his client's emotional response. 5. Touching the touch means a physical or psychological, is a sympathetic communication with the meaning (Barbara, 1994) 6. Helping means that nurses are ready to help with nursing care 7. Believing in others means that nurses believe that other people have the desire and ability to always increase the degree oI health. 8. Learning means that nurses always learn and develop themselves and their skills. 9. Respecting means to show respect and appreciation Ior others by maintaining conIidentiality oI clients who have no right to know. 10. Listening means that his clients want to hear complaints 11. Doing means to do the assessment and nursing interventions as well as documenting 12. Feeling means that nurses can receive, Ieel, and understand the Ieelings oI grieI, joy, Irustration and a sense oI satisIied clients. 13. Accepting means that nurses must be able to accept himselI beIore accepting others As a proIession, nursing has elements - essential elements that aim to nursing activities that do namely human response as the Iocus oI research paper, basic human needs as the scope oI arable and less selI-care nursing is a good base oI nursing interventions due to demands Ior independence or lack oI ability. Nursing is also a series oI activities that are therapeutic or nursing practice activities that have a healing eIIect on health (Susan, 1994: 80). Konsep Sehat Sakit Sehat menurut WHO (1947) '$0at adala k0adaan utu s0.ara fisik, fasmani, m0ntal dan sosial dan bukan anya suatu k0adaan yang b0bas dari p0nyakit .a.at dan k0l0maan Sehat menurut UU no 23/1992 tentang kesehatan '$0at adala k0adaan s0fat0ra dari badan (fasmani), fiwa (roani) dan sosial yang m0mungkinkan s0tiap orang idup produktif s0.ara sosial dan 0konomis. Sakit menurut Zaidin Ali, 1998 '$akit adala suatu k0adaan yang m0ngganggu k0s0imbangan status k0s0atan biologis (fasmani), psikologis (m0ntal), sosial, dan spiritual yang m0ngakibatkan gangguan fungsi tubu, produktifitas dan k0mandirian individu baik s0.ara k0s0luruan atau s0bagian. Kesakitan adalah perasaan tidak nyaman pada seseorang akibat penyakit sehingga mendorongnya untuk mencari bantuan. (Kozier, 2000) FaktorIaktor yang dapat meningkatkan angka kesakitan adalah : 1. Keturunan misal orang yang mempunyai riwayat keluarga pengidap Diabetes Melitus, punya resiko tinggi terkena diabetes pula. 2. Usia 3. Kelahiran cacat atau kelainan kongenital resikonya meningkat pada wanita yang melahirkan diatas 35 tahun. 4. Fisiologis 5. Kehamilan meningkatkan resiko tinggi terkena penyakit pada ibu dan janin. Obesitas meningkatkan resiko penyakit jantung. 6. Gaya hidup 7. Merokok meningkatkan resiko kanker paru dsb. 8. Lingkungan Statuskesehatanseseorangterletakantaraduakutubyaitusehatoptimaldankematian. Apabilastatuskesehatankitabergerakkearahkematiankitaberadadalamareasakit (illn0ss ar0a), tetapi apabila status kesehatan kitabergerak ke arah sehat maka kitaberada dalamareasehat(w0lln0ssar0a).PolarentanginibersiIatdinamisberubahseiringwaktu dan kondisi sosial. Sesuaidenganrentangsehatsakitmakastatuskesehatandapatdibagidalamkeadaan optimalsehatataukurangsehat,sakitringanatauberatsampaimeninggaldunia.Apabila individuberadadalamareasehatmakadilakukanupayapencegahanprimer(primary pr0v0ntion)yaituperlindungankesehatan(0altprot0.tion)danperlindungankhusus (sp0sifi. prot0.tion) agar terhindar dari penyakit. Apabila individu berada dalam area sakit makadilakukanupayapencegahansekunderdantertieryaitudengandiagnosisdinidan pengobatan yang tepat, pencegahan perburukan dan rehabilitasi. Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh : 1. Politik, yang mencakup keamanan, penekanan, penindasan 2. Prilaku manusia, mencakup kebutuhan, kebiasaan dan adat istiadat 3. Keturunan, genetik, kecacatan, etnis, Iaktor risiko dan ras 4. Pelayanan kesehatan, upaya promotiI, preventiI, kuratiI dan rehabilitatiI 5. Lingkungan, tanah, udara, dan air 6. Sosial dan ekonomi meliputi pendidikan dan pekerjaan Persepsi sakit atau 'merasa sakit dipengaruhi oleh persepsi seseorang tentang sakit itu sendiri seperti seseorang merasa sakit (kesakitan) setelah diperiksa dan dinyatakan menderita sakit, seseorang merasa sakit, tetapi setelah diperiksa ternyata individu tersebut tidak menderita sakit atau mengalami suatu penyakit, seseorang tidak merasa sakit akan tetapi sebenarnya individu tersebut mengidap penyakit, seseorang tidak merasa sakit dalam tubuhnya. Keperawatan memberikan bantuan kepada individu, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar seharihari, adaptasi terhadap keadaan sehat atau sakit serta mencapai derajat kesehatan yang optimal. ingkungan Konsep lingkungan dalam paradigma keperawatan diIokuskan pada lingkungan masyarakat yaitu lingkungan Iisik, psikologis, sosial, budaya dan spiritual. MenurutLeavell(1965),adatigaIaktoryangsalingmempengaruhikesehatandalam lingkungan yaitu agen (penyebab), hospes (manusia) dan lingkungan. AgenadalahsuatuIaktoryangmenyebabkanterjadinyapenyakit,sepertiIaktorbiologi, kimiawi,Iisik,mekanikataupsikologismisalnyavirus,bakteri,jamurataucacing., senyawakimiabahkanstress.Hospesadalahmakhlukhidupyaitumanusiaatauhewan yangdapatterinIeksiolehagen,sedangkanlingkunganadalahIaktoreksternalyang mempengaruhikesehatansepertilingkunganyangkumuh,lingkungankerjayangtidak nyaman, tingkat sosial ekonomi yang rendah, Iasilitas pelayanan kesehatan. Kesimpulan Manusia sebagai paradigma keperawatan : Memiliki karakteristik biokimiawi, Iisiologis, interpersonal, dan kebutuhan dasar hidup yang selalu berkembang. Perkembangan tersebut terjadi melalui interaksi dengan orang lain yang mampu memenuhi kebutuhan dirinya atau berbagi pengalamannya. Memiliki kehidupan seimbang sebagai sarana pertahanan dan pengekalan diri dan selalu berupaya untuk mengurangi kecemasan akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Keperawatan sebagai paradigma : Keperawatan merupakan suatu instrumen pendidikan yang memIasilitasi kedisiplinan. Tujuan keperawatan adalah memIasilitasi kesehatan individu berdasarkan prinsipprinsip keilmuan. Aktivitas keperawatan diarahkan untuk membantu klien mencapai kompetensi intelektual dan interpersonal Asuhan keperawatan untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan memulihkan penyakitnya. Keperawatan sebagai ilmu dan kiat yang memiliki dimensi pengetahuan dasar dan terapan Fokus aktiIitas keperawatan adalah masalah yang berhubungan dengan respon manusia terhadap kesehatan aktual ataupun potensial, yang mencerminkan ruang lingkup aktivitas keperawatan dan kemandirian dalam proses diagnosis, tindakan, pendidikan dan riset. Sehat sebagai paradigma keperawatan : Sehat adalah simbol perkembangan kepribadian dan proses kehidupan manusia yang berlangsung secara terus menerus menuju kehidupan yang kreatiI dan konstruktiI. Prilaku sehat adalah prilaku yang memIasilitasi pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri dan integrasi pengalaman yang berarti, misalnya pengalaman sakit. Intervensi keperawatan berIokus pada proses membina dan mempertahankan hubungan saling percaya guna memenuhi kebutuhan klien. Lingkungan sebagai paradigma keperawatan : Lingkungan adalah Iaktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan manusia dan mencakup antara lain lingkungan sosial, status ekonomi dan kesehatan Terapi lingkungan dapat membantu perawat dalam menjaga pola pertahanan tubuh terhadap penyakit dan meningkatkan pola interaksi yang sehat dengan klien. #ekomendasi SeseorangyangsudahmemilikikomitmenmenekuniproIesikeperawatanseyogyanya memahamidenganbenarparadigmakeperawatansebagaiacuandalambertindak,berIikirdan bersikap.Pemaparanparadigmakeperawatandalamtulisaniniamatlahterbatasuntukitu dianjurkanbagipembacauntukmengkajilebihjauhmengenaiparadigmakeperawataninidari buku sumbernya http://karirperawat.blogspot.com/2008/01/paradigma-keperawatan.html !ersepsi, Ilusi dan Halusinasi Posted in Lain Lain on April 30, 2011 by wong168 Kita tentu sering sekali mendengar istilah persepsi, ilusi, maupun halusinasi. Pada ilmu kejiwaan, kata-kata tersebut sangat akrab bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya. Tapi apa sebenarnya persepsi, ilusi, dan halusinasi ditinjau dari sisi kejiwaan ? !ersepsi adalah hasil interaksi antara dua Iaktor, yaitu Iaktor rangsangan sensorik yang tertuju kepada individu atau seseorang dan Iaktor pengaruh yang mengatur atau mengolah rangsangan itu secara intra-psikis. Iaktor-Iaktor pengaruh itu dapat bersiIat biologis, sosial, dan psikologis. Karena adanya proses pengaruh-mempengaruhi antara kedua Iaktor tadi, di mana di dalamnya bergabung pula proses asosiasi, maka terjadilah suatu hasil interaksi tertentu yang bersiIat 'gambaran psikis. Ilusi adalah suatu persepsi panca indera yang disebabkan adanya rangsangan panca indera yang ditaIsirkan secara salah. Dengan kata lain, ilusi adalah interpretasi yang salah dari suatu rangsangan pada panca indera. Sebagai contoh, seorang penderita dengan perasaan yang bersalah, dapat meng-interpretasikan suara gemerisik daun-daun sebagai suara yang mendekatinya. Ilusi sering terjadi pada saat terjadinya ketakutan yang luar biasa pada penderita atau karena intoksikasi, baik yang disebabkan oleh racun, inIeksi, maupun pemakaian narkotika dan zat adiktiI. Ilusi terjadi dalam bermacam-macam bentuk, yaitu ilusi visual (penglihatan), akustik (pendengaran), olIaktorik (pembauan), gustatorik (pengecapan), dan ilusi taktil (perabaan). Halusinasi adalah persepsi panca indera yang terjadi tanpa adanya rangsangan pada reseptor-reseptor panca indera. Dengan kata lain, halusinasi adalah persepsi tanpa obyek. Halusinasi merupakan suatu gejala penyakit kejiwaan yang gawat (serius). Individu mendengar suara tanpa adanya rangsangan akustik. Individu melihat sesuatu tanpa adanya rangsangan visual, membau sesuatu tanpa adanya rangsangan dari indera penciuman. Halusinasi sering dijumpai pada penderita Schizophrenia dan pencandu narkoba. Halusinasi juga dapat terjadi pada orang normal, yaitu halusinasi yang terjadi pada saat pergantian antara waktu tidur dan waktu bangun. Hal ini disebut halusinasi hypnagogik. Bermacam-macan bentuk halusinasi Halusinasi akustik (pendengaran) Halusinasi ini sering berbentuk : Akoasma, yaitu suara-suara yang kacau balau yang tidak dapat dibedakan secara tegas !honema, yaitu suara-suara yang berbentuk suara jelas seperti yang berasal dari manusia, sehingga penderita mendengar kata-kata atau kalimat kalimat tertentu Halusinasi visual (penglihatan) Penderita melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi visual sering menimbulkan ketakutan yang hebat pada penderita. Halusinasi olfaktorik (pembauan) Penderita membau sesuatu yang tidak dia sukai. Halusinasi ini merupakan gambaran dari perasaan bersalah penderitanya. Halusinasi gustatorik (pengecap) Halusinasi gustatorik murni jarang dijumpai, tetapi sering terjadi bersama-sama dengan halusinasi olIaktorik. Halusinasi taktil (perabaan) Halusinasi ini sering dijumpai pada pencandu narkotika dan obat terlarang. Halusinasi haptik Halusinasi ini merupakan suatu persepsi, di mana seolah-olah tubuh penderita bersentuhan secara Iisik dengan manusia lain atau benda lain. Seringkali halusinasi haptik ini bercorak seksual, dan sangat sering dijumpai pada pencandu narkoba. Halusinasi kinestetik Penderita merasa bahwa anggota tubuhnya terlepas dari tubuhnya, mengalami perubahan bentuk, dan bergerak sendiri. Hal ini sering terjadi pada penderita Schizophrenia dan pencandu narkoba. Halusinasi autoskopi Penderita seolah-olah melihat dirinya sendiri berdiri di hadapannya. Penderita Schizophrenia sangat perlu dikasihani karena penderitaan yang dialaminya. Tetapi mengapa banyak orang memilih untuk mengubah hidupnya yang indah dan berharga dengan memakai narkoba dan mengalami berbagai macam gangguan kejiwaan yang serius ? Tak seorangpun yang tahu. Sumber: http://www.adipedia.com/2011/04/mengenal-persepsi-ilusi-dan-halusinasi.html ASUHAN KE!E#AWATAN DE#MATITIS AKADEMI KEPERAWATAN PPNI SURAKARTA A.Definisi Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesiIik. Dermatitis kontak iritan adalah eIek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara deIinisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit. Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitiIitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesiIik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limIosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi. B.Etiologi Dermatitis Kontak Iritan Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersiIat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh Iaktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma Iisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya Iormaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan Iungsinya yaitu: 1.Asam, misalnya asam maleat. 2.Aldehida, misalnya Iormaldehida. 3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin. 4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah. 5.Ester, misalnya Benzokain 6.Eter, misalnya benzil eter 7.Epoksida, misalnya epoksi resin 8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida. 9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon. 10.Logam, misalnya Ni2, Co2,Cr2, Hg2. 11.Komponen tak larut, misalnya terpentin. .!atofisiologi Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun Iisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdiIusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka IosIolipase akan diaktiIkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari Iaktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutroIil dan limIosit serta mengaktiIkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui Iase sensitisasi. Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Dermatitis Kontak Alergi Pada dermatitis kontak alergi, ada dua Iase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu : a.Fase Sensitisasi Fase sensitisasi disebut juga Iase induksi atau Iase aIeren. Pada Iase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus LimIatikus dan ke parakorteks LimIonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4 (Cluster oI DiIerantiation 4) dan molekul CD3. CD4berIungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesiIik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliIerasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limIonodi dan akan memasuki Iase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik. b.Fase elisitasi Fase elisitasi atau Iase eIeren terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interIeron) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limIosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktiIkan sel mast dan makroIag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makroIag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berIungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basoIil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin bereIek merangsang molekul CD8 () yang bersiIat sitotoksik. 2.Toleransi Imunologis Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesiIik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodiIikasi oleh Iaktor-Iaktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari sel Langerhans epidermal. Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada sulIonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positiI terhadap uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel eIektor dan supresor. Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh sikloIosIamid yang secara selektiI menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makroIag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesiIik. Secara teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan eIek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas. 3.Gambaran Histopatologis Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan inIiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai inIiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan Iibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan. Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi Ierritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. LimIosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya. D.Manifestasi Klinik Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat eIloresensi kulit yang bersiIat polimorI dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersiIat monomorI dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik. 1.Fase akut. Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektiI berupa gatal. 2.Fase Sub Akut Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada Iase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul. 3.Fase Kronis Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari Iase akut yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likeniIikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal. Dermatitis Kontak Alergi Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podoIilin, antralin, asam Iluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatiI, disebabkan oleh kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh Iaktor Iisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai Iaktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan Iaktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan Iaktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatiI ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likeniIikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (Iisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatiI, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun. Dermatitis kontak iritan akibat detergen Dermatitis Kontak Alergi Selain berdasarkan Iase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya. 1.Tangan Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida. 2.Lengan Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum. 3.Wajah Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata. 4.Telinga Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran. 5.Leher dan Kepala Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parIum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan pengeriting rambut. 6.Badan Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik dan deterjen. 7.Genitalia Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen yang berada di tangan. 8.Paha dan tungkai bawah Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu. E.!emeriksaan !enunjang Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu : 1.Tes Tempel Terbuka Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap. 2.Tes Tempel Tertutup Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi. 3.Tes tempel dengan Sinar Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersiIat sebagai Iotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersiIat sebagai Iotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersiIat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersiIat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari eIek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid. Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positiI maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatiI dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transIormasi limIosit atau inhibisi migrasi makroIag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis. F.!enatalaksanaan Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentiIikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. 1.Pencegahan Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen. 2.Pengobatan Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik. 3.Pengobatan topikal Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktiI. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superIisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah : a)Kortikosteroid Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aIeren dan eIeren dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliIerasi spesiIik antigen. Ini mungkin disebabkan karena eIek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan Iungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian proIilerasi sel T dihambat. EIek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian eIek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 , halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan Iilm plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya eIek samping berupa potensiasi, atroIi kulit dan erupsi akneiIormis. b)Radiasi ultraviolet Sinar ultraviolet juga mempunyai eIek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya Iungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan Iungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan inIiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. c)Siklosporin A Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan eIek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis. 4)Antibiotika dan antimikotika SuperinIeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alIa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinIeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal. d)ImunosupresiI topical Obat-obatan baru yang bersiIat imunosupresiI adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliIerasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atroIi kulit dan eIek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang bereIek anti inIlamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1 potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05 dan pada konsentrasi 1 sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1, namun tidak menimbulkan atroIi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1. EIek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama eIektiInya dengan pemakaian secara oral. 4.Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : a)Antihistamin Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh eIek sedatiInya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin. b)Kortikosteroid Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka eIek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. EIek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliIerasi limIosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limIosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF. c)Siklosporin Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat Iungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makroIag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1. d)PentoksiIilin Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki eIek menghambat peradangan. e)FK 506 (Takrolimus) Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal. I)Ca antagonis Menghambat Iungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti niIedipin dan amilorid. g)Derivat vitamin D3 Menghambat proliIerasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol. h)SDZ ASM 981 Merupakan derivay askomisin dengan aktiIitas anti inIlamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin .!rognosis Faktor-Iaktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari Iaktor pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya Iaktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI kronis yang bersiIat kumulatiI dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak alergik terhadap bahan-bahan kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat tertentu dan tidak terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang milik pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari. H.!encegahan Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi: Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit. Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih. Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan. ASUHAN KE!E#AWATAN A.!engkajian Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan Iisik dan uji tempel. Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin Iaktor psikologik. Pemeriksaan Iisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis. Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah : 1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa. 2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak. 3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak. 4.Rasa gatal 5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positiI. Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah : 1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersiIat kronik residiI, pada tempat-tempat tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami eIek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinoIil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun. 2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersiIat kronik residiI dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas. 3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersiIat kronik residiI, sering dijumpai pada telapak tangan dan telapak kaki, dengan eIloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam. 4.Dermatomikosis : inIeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan eIloresensi kulit bersiIat polimorI, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktiI. 5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang 6.telinga. 7.Liken simplek kronikus : bersiIat kronis dan redisiI, sering mengalami iritasi atau sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik. .Diagnosis Keperawatan Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut : 1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit 2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen 3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus 4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus 5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus. 6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat inIormasi .Intervensi Keperawatan Diagnosa : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit Tujuan : Kulit klien dapat kembali normal. Kriteria hasil : Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak Intervensi: Mandi paling tidak sekali sehari selama 1520 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 24 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit. Gunakan air hangat jangan panas. Diagnosa 1 : Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien Kriteria hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen Intervensi Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen Hindari binatang peliharaan. Diagnosa 2: Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi Kriteria hasil : Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman Intervensi Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk. Rasional : dengan mengetahui proses Iisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatiI. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan Iormaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. Diagnosa 3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus. Tujuan : Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus. Kriteria Hasil : 1.Mencapai tidur yang nyenyak. 2.Melaporkan gatal mereda. 3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat. 4.Menghindari konsumsi kaIein. 5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.. Intervensi : Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik. Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi. Menjaga agar kulit selalu lembab. Diagnosa 4: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus. Tujuan : Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai Kriteria Hasil : 1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri. 2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri. 3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi. 4.Menguatkan kembali dukungan positiI dari diri sendiri. 5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat. 6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi. 7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan Intervensi : 1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri). Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri. 2.IdentiIikasi stadium psikososial terhadap perkembangan. Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya. 3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan. Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. 4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya. Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perluterjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien . 5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan. Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi. 6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain. Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi. Diagnosa 5: Kurang pengetahuan tentang program terapi Tujuan : Terapi dapat dipahami dan dijalankan Kriteria Hasil : 1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit. 2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi. 3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program. 4.Menggunakan obat topikal dengan tepat. 5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit. Intervensi : 1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya. Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan 2.Jaga agar klien mendapatkan inIormasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/inIormasi. Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manIaat. 3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya. Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi. 4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan.. Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali D.Evaluasi Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang : 1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit. 2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi. 3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program. 4.Menggunakan obat topikal dengan tepat. DAFTA# !USTAKA .Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta. .Corwin, Elizabeth J. Buku saku patoIisiologi/Handbook oI Pathophysiology. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997. .Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31. .Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. .Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott`s Pocket Manual oI Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200 .Polaski, Arlene L. Luckmann`s core principles and practice oI medical-surgical. Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996 .Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth`s Texbook oI Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo...(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC 2002 http://www.paradigmacare.com/SiteFiles/1/4/1755.asp http://www.writework.com/essay/nursing-theory-and-research-paradigm-and-metaparadigm http://www.usingenglish.com/articles/changing-paradigm-Ior-medical-english-language-teaching.html AST#AT: The traditional approach to English language training has done well to meet the needs oI non-proIessional students. Today's global economy requires career-speciIic language that includes workplace culture and jargon Ior saIe, eIIective delivery oI proIessional services and the ability to coordinate research and treatment across borders. The ability oI internationally acclaimed English tests oI competency to train Ior or measure this is questionable,although they serve their purpose as preparation Ior advance language training. Current methods oI instruction most commonly used today Ior health proIessionals Iocus primarily on English language while secondarily embedding health care terminology in the lessons. These teaching strategies oI lessons replete with medical terminology and simple dialogues about visits to the doctor's oIIice and minor illnesses Iail to meet the needs oI the proIession. The author has developed a new methodology: a paradigm shiIt. Medical English is taught Irom the perspective oI medicine and health care Iirst and Ioremost while reinIorcing vocabulary acquisition, grammar and structure secondly. The Iocus is saIety-to-practice, a core component oI North American nursing and medical licensing: a standard oI practice. Teacher-tutors are required to be health proIessionals as well as language instructors. Lessons, interactions, and case studies represent simple and complex medical practices, pharmacology, anatomy and physiology, pathology, treatment, etc. well beyond entry level English. On-line, internet access to our course, English Ior Nurses Medical Personnel allows health proIessionals worldwide access to learning. Goals are set to prepare students Ior continuing studies in English, as preparation to licensing exams, and Ior English language competency at work that is career-speciIic. Feedback Irom graduates oI the courses using this new paradigm concur. Nursing Associations respect its value. Medical English language teaching requires a new and modern approach. English Ior Nurses and Medical Personnel meets this demand internationally by oIIering the Iirst course oI its kind through distance education, on the worldwide web. A#TIE: Adult education, language acquisition and training are the Iocus oI this paper particularly as they relate to the teaching oI Medical English . The author will review core components oI theories by Pratt, Harmer, Benner and others as a Ioundation to the presentation oI her own perspective. The need Ior changing the paradigm Ior Medical English language teaching will be central to this discussion. The western view oI adult education is one oI andragogy . This science and art oI teaching adults is based on two concepts: the adult learner is selI-directed and autonomous; the teacher is a Iacilitator rather than presenter oI content. There is an assumption that the learner arrives in the classroom with a skill set and knowledge base that will be enhanced by the new learning experience. Developmental learning theory derives Irom cognitive psychology and believes that adult students have already developed their own cognitive maps and strategies to guide their interpetation oI the world. They learn by doing and learning new knowledge and skills which they then associate with previous learning and experience. Prior learning is acknowledged as well as assummed. This is a core component oI the author s methodology Ior teaching English Ior Nurses and Medical Personnel. It also Iorms the basis oI others work such as that oI Dr. Arsenau oI the Faculty oI Medicine, University oI British Columbia (Pratt, 2002) who utilizes this teaching perspective with medical students and Dr. Patricia Benner (1984) in her Iamous works in nursing. Benner explores how teaching and learning occur as both the student nurse and proIessional career nurse journey Irom novice to expert. The relevance oI andragogy to the teaching oI Medical English cannot be ignored. It is the writer s belieI Medical English cannot be taught at the level oI or in the same methods oI basic English language teaching. Career-speciIic, highly technical language must be contextually based. It is advanced English. Students come with a wealth oI knowledge and skills in their career Iields. The goal oI learning English at this level is not to learn grammar and structure primarily, but to acquire and use the language oI practice and social relations within the career. Contextually based learning is crucial. The research oI Pratt and BrookIield (2002) in Canada, USA, Hong Kong, China and Singapore identiIied that trades people Ior example, Iound traditional learning in a classroom to be artiIicial and devoid oI the realities essential to learning that career-speciIic language in any way that would make it meaningIul and useIul. This most certainly applies to the study oI Medical English. OIten reIerred to as English Ior SpeciIic Purposes, curricula oI this sort requires the teacher have a similar career background to the student. This is an aboslute must Ior English Ior Nurses and Medical Personnel . oal of Curri.ulum When the curriculum designer begins to develop a course or series oI courses in Medical English, he/she must consider who the students are, what their motivations will be, and identiIy which perspective they wish their teachers to have. The curriculum Iramework must be developed to meet the needs oI the educational institution, the students, relevant legislation, and any other stakeholders such as employers oI the students. English Ior Nurses and Medical Personnel completed this research prior to piloting the course in 2001. Fundamental to the curriculum is the legal requirement Ior the practice and licensing oI any and all health proIessionals in Canada: saIety to practice. This concept includes skills and competencies that promote health and do no harm to patients or clients. It includes the ability to do the work in the English language, saIely and competently. The language oI medicine and health care is quite unique. It is Irought with technical, academic language and replete with slang, colloquialisms, abbreviations and acronyms. English Ior Nurses and Medical Personnel addresses each oI these in its learning activities. The curriculum never loses sight oI its obligation to the public to provide saIe practictioners. $tud0nt Motivation Research in the Iields oI adult education and the acquisition oI a new language identiIies that students are much more motivated to learn when they Iind value in the material . When designing a curriculum Ior Medical English, it is important to survey the motives oI the students. The writer has Iound these are not always the same. Some students pursue career-speciIic English course Ior proIessional development reasons while others take it with the hopes oI immigration. The Iormer is generally more successIul than the latter. Students hoping Ior immigration to an English-speaking country are so burdened with credentialling and testing that their Iocus is not on actual acquisition but on scores and recognition oI coursework by regulatory bodies. Students interested in proIessional development seem more committed. They are less in a hurry to learn: they do not rush. They are more willing to take the time to practice and use the language with others, and value the importance overall oI providing saIe medical-health care when using a Ioreign language at work. T0a.0r Motivation Pratt and BrookIield (2002) believe that teaching is guided by the teacher s perspective on teaching. They ask the question oI what the teacher is trying to accomplish and Irom what perspective their commitment lies. For example, is the teacher oI Medical English committed to teaching English language or is she/he interested in medicine and health care and promoting the use or acquisition oI English as a medium through which one practices medicine and health care? The viewpoints are quite diIIerent and the lessons that Ilow Irom each can be diametrically opposed Ior reasons to be discussed later in this paper. Languag0 A.6uisition v0rsus Languag0 L0arning Currently, language learning and language teaching is a combination oI behaviourism and cognitivism. These comprise the audio-lingual method oI language acquisition. Teaching based in behavioural psychology Iocuses on stimulus-response-reinIorcement as the method Ior promoting learning. The student is presented with a great deal oI material over the duration oI a course, and Irequently drilled or given oral/written Ieedback to reinIorce accuracy and skill. There is a strong Iocus on repetition with the belieI that this will create a habit oI using language in certain ways: in response to certain cues. The drawback is that this does not Ioster thinking, generalization, or application oI language in other than the structured, memorized stimulus-response Iorm. Many schools around the world are using this method Ior teaching Medical English. Their Iocus is on the presentation oI reams oI medical terminology with very little application to the real world oI medical practice. In eIIect, it is a method oI rote memorization and the actual beneIits oI acquiring language that can be used in the career remains questionable. Students who have been trained in the behavioural method oI language learning tend to do quite well on written exams oI language proIiciency. That is because, in this writer's opinion, the exam Iormat is quite similar to that oI the language classroom. The stimulus is Iamiliar. The appropriate response is triggered. Success on written exams does not guarantee success with language in the workplace. The writer's experience with medical and nursing students studying English Ior Nurses and Medical Personnel in Canada supports this. Some arrived in the class as a direct result oI action by the proIessional practice committees oI local registering bodies concerned with that proIessional's ability to saIely practice in health care in the English language (ie: the Registered Nurses Association oI British Columbia, the Registered Psychiatric Nurses Association oI British Colubmia, the Licensed Practical Nurses Association oI British Columbia). Cognitivism is another theory base Ior the audio-lingual method oI language acquisition. Also based in psychology, this theory asserts that people acquire language by learning and internalizing the rules oI that language's structure (Harmer, 1996). The assumption is that iI a student is given suIIicient vocabulary they will be able to create their own sentences, convey messages, and make meaning. In this method, rules become paramount and it is possible to teach language lessons based solely on rules and Iormulas. Indeed, this is a very popular practice today. Lessons are created with a Iocus on the rule or structure Ior the day, ie: the subjunctive clause. Any new vocabulary or exercises are designed around identiIying and using the rule correctly. The cognitive approach is in opposition to the author's theory related to acquisition oI career-speciIic language. Students oI Medical English should begin these studies only aIter the Ioundations oI the language have been laid. The writer appreciates the importance oI that Iundamental learning and has the expectation that students have achieved this. The goal oI Medical English should be acquisition and application oI language, not rote memorization or direct Iocus on vocabulary, grammar and structure. Acquisition is a process that occurs subconsciously and results in the actual knowledge oI a language. Harmer (1996, pg. 33) points out that acquiring language is more successIul and longer lasting than learning. He also notes that currently Ioreign language teaching, seems to concentrate on getting the adult student to consciously learn items oI language in isolation : the classroom rather than the real liIe environment (pg. 33). Harmer believes language acquisition is the theory oI choice Ior teaching English Ior SpeciIic Purposes. The writer concurs. Acquisition means that vocabulary and language are acquired through a multitude oI means, the most importance oI which is acess to the language in use: in context. Certainly this is the basis oI immersion courses in Ioreign languages. It is not essential to know the rules oI the language nor to be drilled on it prior to actually learning it. Exposure is critical. At English Ior Overseas Nurses we insist the Instructors are native English-speakers as well as health proIessionals. Similarly to the popular methods oI instruction like those Iound at Berlitz schools, it is not necessary Ior the teacher to know the student s language. Indeed, it is not even seen as particularly beneIicial to the learning needs oI the student. Language and culture cannot be separated. When teaching Medical English, the very career-speciIic content is designed and delivered by those Iamiliar with that career, with adult teaching and learning principles, and training as an English Second Language or English Foreign Language instruction. M0todology. t0 n0w paradigm Language acquisition must be a combination oI academic preparation that includes behavioural and cognitive approaches that are secondary to the Iocus or context oI the lesson. The design oI English Ior Nurses and Medical Personnel reIlects this. Lessons are contextually and experientially based to provide hands-on opportunities to apply or use the language immediately. Classes are interactive and promote exploration and discovery oI language through discussions and exercises based on the Iocus oI the lesson. The curriculum design is based on health care, not English language structure or rules. It Iollows an A - B Iormat. Lesson A Iinds its Iocus on vocabulary presentation and acquisition. Lesson B to Iollow provides opportunities to apply learning Irom the previous lesson into context. Learning activities in Lesson B can include using act