organ-organ pencernaan pada ternak ruminansia, zat-zat toksit pada pakan nabati dan mekanisme...

23
ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT- ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK “PENGETAHUAN BAHAN MAKANAN TERNAK” Oleh : FADIL O 121 14 029 PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS TADULAKO 2015

Upload: fadil-hakim

Post on 04-Jan-2016

243 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Peternakan

TRANSCRIPT

Page 1: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

1

ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-

ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN

PADA TERNAK

“PENGETAHUAN BAHAN MAKANAN TERNAK”

Oleh :

FADIL

O 121 14 029

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2015

Page 2: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah dan rahmat-

Nya yang diberikan kepada penulis berupa kesehatan rohani dan jasmani sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ORGAN-ORGAN

PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT

PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA

TERNAK“ diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,

oleh karena itu untuk memperbaiki makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya

dan para pembaca pada umumnya. Atas perhatiannya penulis mengucapkan

terima kasih.

Palu, 12 Oktober 2015

Penulis

ii

Page 3: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

3

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….........iii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang…………………………………………………............4

1.2. Rumusan Masalah………………………………………………............6

1.3. Tujuan Pembahasan………………………………………….................6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pencernaan…………………………………………………….7

2.2. Senyawa Alami Dalam Nabati………………………………….............7

2.3. Definisi Nitrat……………………………………………..……………7

III. PEMBAHASAN

3.1. Organ-Organ Pencernaan Ternak Ruminansia…………………............9

3.1.1. Mulut……………………………………………..……………..........9

3.1.2. Esophagus……………………………………………..…….............10

3.1.3. Lambung……………………………………………………….........10

3.1.4. Rumen……………………………………………..…………...........10

3.1.5. Retikulum……………………………………………..……….........11

3.1.6. Omasum………………………………………………………..........11

3.1.7. Abomasum……………………………………………..……............12

3.1.9. Usus Halus (Intestinum Tenue) …………………………………….12

3.1.20. Usus Besar (Large Intestine) ……………………………………...13

3.1.21. Rectum……………………………………………..………............14

3.2. Zat Toksit Pada Pakan Nabati…………………………………………14

3.2.1. Karbohidrat……………………………………………..…………...14 3.2.1.1. Glikosida……………………………………………..………........14 3.2.1.2. Glikosid Yang Mengandung Sianida (Cyanogenetic Glucosides)..14

3.2.1.3. Amygdalin……………………………………………..………….15 3.2.1.4. Saponin……………………………………………..……………..16

3.2.2. Protein……………………………………………..………………...17

3.2.2.1. Peptida……………………………………………..……………...18 3.2.2.2. Mimosine………………………………………………………….18

3.2.2.3. Jengkolic Acid……………………………………………..……...18 3.2.2.4. Lathyrogen ……………………………………………..…………19

3.2.2.5. Asam-Asam Amino Selenium…………………………………….19 3.2.2.6. LDopa……………………………………………..………………20

3.3.1. Vitamin……………………………………………..……………….20

3.3. Mekanisme Keracunan Pada Ternak………………………………….20

IV. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

4

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami

bahan makanan selama berada dalam alat pencernaan. Proses pencernaan

makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses

pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi

empat bagian yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut

bulu) dan abomasum (perut sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminansia,

rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan

retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun dari lipatan

sebanyak sekitar 100 lembar (Mindelwill, 2006).

Pada umumnya pangan dikonsumsi karena citarasanya dan terutama karena

kandungan gizinya, yaitu senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi tubuh baik

sebagai sumber energi, bahan pembangun jaringan maupun senyawa-senyawa

yang berfungsi membantu proses metabolisme sehingga tubuh dalam kondisi

sehat. Namun demikian, selain mengandung zat atau senyawa-senyawa yang

sangat penting tersebut kadang bahan pangan mengandung senyawa-senyawa

yang beracun atau yang berpotensi mengganggu kesehatan sehingga

keberadaannya tak dikehendaki. Kelompok senyawa-senyawa non-gizi dan

berpotensi membahayakan kesehatan ini penting dipelajari dalam kaitannya

dengan keamanan pangan. (Liener IE. ed, 1969)

Secara kimiawi, senyawa-senyawa ini sangat beragam mulai yang paling

sederhana berupa garam anorganik sampai makromolekul yang berat molekulnya

tinggi. Senyawa-senyawa ini terdapat secara alami dalam bahan-bahan yang

berasal dari tanaman (nabati), dari hewan (hewani), atau diproduksi oleh mikrobia

dan juga berupa kontaminan-kontaminan. Senyawa-senyawa tersebut berbeda-

beda sifat-sifatnya dan tingkat potensinya dalam membahayakan kesehatan mulai

Page 5: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

5

yang menimbulkan keracunan akut (segera) sampai yang sifatnya kronis (jangka

lama).

Dalam mempelajari kimia hasil pertanian, hal-hal yang perlu dipelajari

berkaitan dengan senyawa-senyawa toksit ini terutama adalah sifat-sifat dasar

senyawa tersebut, sumber dan rute masuknya ke bahan pangan, pengaruhnya

dalam sistem tubuh (biologis) yang mempunyai konsekuensi terhadap segi

keamanan pangan, serta prinsip-prinsip pengendaliannya yaitu bagaimana

mengurangi atau menghilangkan potensi bahayanya.

Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam,

seperti dalam tanaman, pupuk dan sebagainya. Sebenarnya nitrat ini kurang

beracun dibandingkan dengan nitrit. Kandungan nitrat dalam hijauan yang

dikonsumsi oleh hewan dalam konsentrasi tinggi, maka nitrat dalam rumen akan

direduksi menjadi nitrit oleh bakteri rumen dan dapat mematikan hewan.

Perubahan nitrat menjadi nitrit ini tidak hanya terjadi dalam rumen, tetapi dapat

juga terjadi pada waktu proses pencincangan/perlakuan fisik pada hijauan sebelum

diberikan pada hewan ternak. Pada hijauan yang mengandung nitrat cukup tinggi,

kemudian pada perlakuan pencincangan akan ada reaksi panas (gesekan) yang

akan membantu terjadinya reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit dalam hijauan

tersebut. Begitu juga, kondisi panas dalam penyimpanan harus dihindarkan

dengan cara ventilasi udara harus cukup, terutama apabila penyimpanannya dalam

suatu tempat yang tertutup, misalnya gudang (Jones, 1993).

Jumlah nitrat yang mengakibatkan keracunan pada ternak bervariasi,

tergantung pada jumlah nitrat yang dikonsumsi, jenis makanan dan jumlah

karbohidrat dalam makanan (Vermunt dan Visser, 1987). Setelah terjadi

perubahan nitrat menjadi nitrit, maka nitrit ini akan diserap ke dalam aliran darah

sehingga akan mengoksidasi ferrous menjadi ferric dalam haemoglobin (Hb) dan

mengubah Hb menjadi methaemoglobin (MetHb). Apabila perubahan Hb menjadi

MetHb ini mencapai 20-30% dari nilai Hb.

Page 6: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

6

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang diatas, kami merumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Apa Saja Organ-Organ Pencernaan Pada Ternak Ruminansia?

2. Apa Saja Zat-Zat Toksit Alamiah Pada Pakan Nabati?

3. Bagaimana Mekanisme Keracunan Pada Ternak?

1.3. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui apa

saja organ-organ pencernaan pada ternak ruminansia, apa saja zat-zat toksit

alamiah pada pakan nabati dan bagaimana mekanisme keracunan pada ternak.

Page 7: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pencernaan

Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami

bahan makanan selama berada dalam alat pencernaan. Proses pencernaan

makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan proses

pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut ternak ruminansia dibagi menjadi

empat bagian yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut

bulu) dan abomasum (perut sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminansia,

rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan

retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun dari lipatan

sebanyak sekitar 100 lembar (Mindelwill, 2006).

2.2. Senyawa Alami Dalam Nabati

Pada umumnya pangan dikonsumsi karena citarasanya dan terutama karena

kandungan gizinya, yaitu senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi tubuh baik

sebagai sumber energi, bahan pembangun jaringan maupun senyawa-senyawa

yang berfungsi membantu proses metabolisme sehingga tubuh dalam kondisi

sehat. Namun demikian, selain mengandung zat atau senyawa-senyawa yang

sangat penting tersebut kadang bahan pangan mengandung senyawa-senyawa

yang beracun atau yang berpotensi mengganggu kesehatan sehingga

keberadaannya tak dikehendaki. Kelompok senyawa-senyawa non-gizi dan

berpotensi membahayakan kesehatan ini penting dipelajari dalam kaitannya

dengan keamanan pangan. (Liener IE. ed, 1969)

2.3. Definisi Nitrat

Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam,

seperti dalam tanaman, pupuk dan sebagainya. Sebenarnya nitrat ini kurang

beracun dibandingkan dengan nitrit. Kandungan nitrat dalam hijauan yang

dikonsumsi oleh hewan dalam konsentrasi tinggi, maka nitrat dalam rumen akan

Page 8: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

8

direduksi menjadi nitrit oleh bakteri rumen dan dapat mematikan hewan.

Perubahan nitrat menjadi nitrit ini tidak hanya terjadi dalam rumen, tetapi dapat

juga terjadi pada waktu proses pencincangan/perlakuan fisik pada hijauan sebelum

diberikan pada hewan ternak. Pada hijauan yang mengandung nitrat cukup tinggi,

kemudian pada perlakuan pencincangan akan ada reaksi panas (gesekan) yang

akan membantu terjadinya reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit dalam hijauan

tersebut. Begitu juga, kondisi panas dalam penyimpanan harus dihindarkan

dengan cara ventilasi udara harus cukup, terutama apabila penyimpanannya dalam

suatu tempat yang tertutup, misalnya gudang (Jones, 1993).

Page 9: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

9

III. PEMBAHASAN

3.1. Organ-Organ Pencernaan Ternak Ruminansia

Gambar 1. Pencernaan Ternak Ruminansia

3.1.1. Mulut

Pencernaan di mulut pertama kali di lakukan oleh gigi molar dilanjutkan

oleh mastikasi dan di teruskan ke pencernaan mekanis. Di dalam mulut terdapat

saliva. Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar khusus dan

disebarkan ke dalam cavitas oral.

Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun

demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum

karena pada saliva penyusun utamanya adalah air. Komponen anorganik

terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation), khlorida, dan bikarbonat

(sebagai anion-nya). Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein

yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin,

vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti

testosteron dan kortisol. Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2.

Page 10: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

10

Saliva juga mengandung immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi

rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%. Fungsi saliva adalaah, (a). Membantu Penelanan, (b).

Buffer (ph 8,4 – 8,5), (c). Suplai Nutrien Mikroba (70% urea).

Kelenjar saliva mensekresikan granula sekretorik (zymogen) yang

mengandung enzim-enzim saliva kemudian dikeluarkan dari sel-sel asinar ke

dalam duktus. Jumlah sekresi salisa berbeda-beda, sekresi saliva pada sapi ±150

liter/hari, domba ±10 liter/hari. Organ yang berfungsi mencerna makanan secara

mekanik pada ruminansia adalah gigi (dentis).

3.1.2. Esophagus

Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan

lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah yang

disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan

agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan

makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus,

terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.

3.1.3. Lambung

Lambung terdiri dari : “kardia, fundus, badan” (sekresi pepsin dan HCl) dan

“pylorus” (sekresi mucus : gastrin). Fungsi lambung adalah sebagai tempat

menyimpan bahan makanan sementara, lambung mengalami proses mekanis dan

kimiawi, adanya gerakan lambung dan cairan lambung bersifat asam. Lambung

terbagi menjadi 4 ruang, yaitu rumen, retikulum, omasum, abomasum.

3.1.4. Rumen

Bagian sistem pancernaan ruminansia yang paling berperan besar adalah

rumen. Rumen berupa suatu kantung muskular yang besar yang terentang dari

diafragma menuju pelvis dan hampir menempati sisi kiri dari rongga abdominal.

Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya.

Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan

Page 11: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

11

fungi. Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi pencernaan

pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid

fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka

untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. Fungsi rumen adalah, (a). Tempat

Fermentasi Oleh Mikroba Rumen, (b). Absorbsi : VFA, Ammonia, (c). Lokasi

Mixing, (d). Menyimpan Bahan Makanan → Fermentasi.

3.1.5. Retikulum

Retikulum sering disebut sebagai perut jalang atau hardware stomach.

Fungsi retikulum adalah sebagai penahan partikel pakan pada saat regurgitasi

rumen. Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, akan tetapi diantara

keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen

yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel pakan menjadi tercampur. (a).

Secara Fisik Tidak Terpisahkan Dari Rumen, (b). Terdapat Lipatan-Lipatan

esophagus yang merupakan lipatan jaringan yg langsung dari esofagus ke

omasum, (c). Permukaan Dalam : Papila → Sarang Laba-Laba (Honey Comb)

perut jala. Fungsi retikulum adalah, (a). Tempat Fermentasi, (b). Membantu

Proses Ruminasi, (c). Mengatur Arus Ingesta Ke Omasum, (d). Absorpsi Hasil

Fermentasi, (e). Tempat Brkumpulnya Benda-Benda Asing.

3.1.6. Omasum

Omasum sering juga disebut dengan perut buku, karena permukaannya

berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Omasum merupaka

suatu organ seferis yang terisi oleh lamina muskuler yang turun dari bagian

dorsum atau bagian atap. Membrana mukosa yang menutupi lamina, ditebari

dengan papile yang pendek dan tumpul yang akan menggiling hijauan atau serat -

serat sebelum masuk ke abomasum (perut sejati). Omasum letaknya disebelah

kanan rumen dan retikulum persis pada posisi kaudal hati. Omasum domba dan

kambing jauh lebih kecil dibandingkan omasum sapi dalam keadaan normal tidak

menyentuh dinding abdominal ruminansia kecil itu.

Page 12: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

12

Omasum hampir terisi penuh oleh lamina dengan papila yang meruncing

yang tersusun sedemikian rupa sehingga makanan digerakkan dari orifisium

retikulo-omosal, di antara laminae, dan menuju ke orifisium omaso-abdomosal.

Setiap laminae mengandung tiga lapis otot, termasuk suatu lapis sentral yang

berhubungan dengan dinding otot dari omasum, serta suatu lapis mukosa

muskularis yang terletak pada tiap sisi dari otot sentral.

Dasar omasum seperti juga halnya lembaran-lembaran (lipatan-lipatan)

ditutupi oleh epitel squamosa berstrata. Pada pertautan antara omasum dan

abomasum terdapat suatu susunan lipatan membrana mukosa ‘vela terminalia’

yang barang kali berperan sebagai katup untuk mencegah kembalinya bahan-

bahan dari abomasum menuju ke omasum, sedangkan pada domba merupakan

bagian dari abomasum. Fungsi omasum adalah sebagai grinder, fermentasi,

filtering dan absorpsi.

3.1.8. Abomasum

Abomasum sering juga disebut dengan perut sejati. Fungsi omaso abomasal

orifice adalah untuk mencegah digesta yang ada di abomasum kembali ke

omasum. Ph pada abomasum asam yaitu berkisar antara 2 sampai 4,1. Abomasum

terletak dibagian kanan bawah dan jika kondisi tiba-tiba menjadi sangat asam,

maka abomasum dapat berpindah kesebelah kiri. Permukaan abomasum dilapisi

oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh

enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen

dan sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk

pepsin. Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik. Fungsi

abomasum adalah Tempat awal pencernaan enzimatis (perut sejati) → Pencernaan

protein dan mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum.

3.1.9. Usus Halus (Intestinum Tenue)

Fungsi Usus Halus (Intestinum Tenue) adalah sebagai pencernaan enzimatis

dan absorpsi.

Page 13: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

13

Kedalam usus halus masuk 4 sekresi : (a). Cairan Duodenum : Alkalis,

Fosfor, Buffer, (b). Cairan Empedu : Dihasilkan Hati, K dan Na (mengemulsikan

lemak), Mengaktifkan Lipase Pankreas, Zat Warna, (C). Cairan Pankreas : Ion

Bikarbinat Untuk Menetralisir Asam Lambung, (d).Cairan Usus.

Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu: deudenum, jejenum, dan ileum,

berdasarkan pada perbedaan-perbedaan struktural histologis/mikroskopis.

Deudenum merupakan bagian yang pertama dari usus halus. Ini amat dekat

dengan dinding tubuh dan terikat pada mesenteri yang pendek, yaitu

mesoduodenum. Duktus yang berasal dari pankreas dan hati masuk ke bagian

pertama dari duodenum. Duodenum meninggalkan pilorus dari perut dan ke arah

kaudal pada sisi kanan menuju ke ‘pelvic inlet’. Duodenum kemudian menjulang

ke sisi kiri di belakang akar dari mesenteri besar dan membelok ke depan untuk

bergabung dengan jejunum. Saluran yang berasal dari hati dan saluran pankreas,

menyatu ke dalam duodenum, pada jarak yang pendek di belakang pilorus.

Jejenum dengan jelas dapat dipisahkan dengan duodenum. Jejenum

bermula dari kira-kira pada posisi dimana mesenteri mulai kelihatan memanjang

(pada duodenum mesenterinya pendek). Jejenum dan ileum itu bersambung dan

tidak ada batas yang jelas di antaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah

ileum. Persambungannya dengan usus besar adalah pada osteum iliale (bukan

ileal).

3.1.20. Usus Besar (Large Intestine)

Usus besar terdiri atas sekum, yang merupakan suatu kantung buntu dan

kolon yang terdiri atas bagian-bagian yang naik, mendatar dan turun. Bagian yang

turun akan berakhir direktum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada

bagian kolon yang naik) dari satu spesies ke spesies yang lain, jauh lebih

menonjol dibandingkan dengan pada usus halus. Kolon yang menurun, bergerak

ke depan di antara dua lapis mesenteri yang menyangga usus halus. Lop proksimal

(ansa proksimalis) terletak di antara sekum dan kolon spiral (ansa spiralis). Ansa

spiralis itu tersusun dalam bentuk spiral. Bagian yang pertama membentuk spiral

ke arah pusat lilitan (bersifat sentripetal) sedangkan bagian berikutnya membentuk

Page 14: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

14

spiral yang menjauhi pusat lilitan (sentrifugal). Bagian terakhir dari kolon yang

naik yaitu ansa distalis, menghubungkan ansa spiralis dengan kolon transversal.

Kolon transversal menyilang dari kanan ke kiri dan berlanjut terus ke arah kaudal

menuju ke rektum dan anus, bagian terminal dari saluran pencernaan. Fungsi usus

besar adalah sebagai fermentasi oleh mikroba.

3.1.21. Rectum

Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang

lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses

sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan

penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan

otot lurik. Fungsi rectum adalah sebagai tempat pembuangan feses.

3.2. Zat Toksit Pada Pakan Nabati

3.2.1. Karbohidrat

3.2.1.1. Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa antara karbohidrat dan zat lain yang

dinamakan radikal aglikon. Radikal aglikon ini dapat melalui proses bersifat toksit

dan dapat dibebaskan dari persenyawaan melalui proses hidrolisa yang dapat

dikatalisa oleh enzim yang ada pada tumbuh-tumbuhan itu sendiri. Di

laboratorium hidrolisa dapat dilaksanakan dengan penambahan asam encer. Cara

lain untuk membebaskan aglikon ini adalah dengan penggilingan atau pemanasan.

3.2.1.2. Glikosid Yang Mengandung Sianida (Cyanogenetic Glucosides)

Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak macam

tumbuh-tumbuhan, terutama dalam bentuk cyanogenetic glucosides. Pada rumput,

kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji tertentu, diketemukan dalam kadar yang

relatif tinggi. Tiga macam glukosida yang dapat meng-hasilkan sianida dan

diketahui ada pada tumbuh-tumbuhan yang lazim dimakan (edible), adalah (a).

Page 15: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

15

Amygdalin pada bitter almonds, dan biji (kernel) buah- buah lain, (b). Dhurrin

pada sorghum, dan rumput-tumput lainnya, (c). Linamarin atau Phaseolunatin pada

kacang-kacangan, seperti koro dan linseed, dan akar berpati seperti singkong.

Lebih terperinci, glikosida ini ada pada bahan-bahan makanan seperti berikut:

singkong (pada daun dan akar), ubi jalar, "yam" (dyoscoreaceae) (pada umbi),

jagung (pada butir), cantel (pada butir), rempah-rempah, tebu, kacang-kacangan

(peas & beans), terutama koro krupuk, & almonds. Pada buah diketemukan antara

lain pada : jeruk, apel, pear, cherry, apricot, prune, plum. Pada rumput dan tebu,

kadar tertinggi glikosida toksit tersebut terutama ada di pucuk muda tanaman yang

tumbuh di tanah subur. Pada koro krupuk kadar tertinggi ada pada varietas hitam.

Penanaman secara sistematis dari varietas putih dapat banyak mengurangi kadar

linamarin, tetapi mungkin varietas tanpa linamarin tidak dapat diperoleh. Pada

singkong, kadar sianida yang tinggi hanya ada pada varietas pahit, tetapi tidak ada

perbedaan jelas antara varietas pahit dan manis. Seluruh tanaman mengandung

sianida, kadarnya paling tinggi di kulit umbi. Mungkin sianida diperlukan oleh

tanaman untuk perlindungan terhadap serangga.

3.2.1.3. Amygdalin

Amygdalin merupakan suatu glikosida dari benzaldehyde cyanohydrin

(mandelonitrile) bila dihidrolisa lengkap meng-hasilkan glukosa, benzaldehid dan

hidrogensianida (HCN). Hidrolisa dengan alkali atau asam pekat menghasilkan

amyg-dalinic acid. Hidrolisa dengan enzim berjalan dalam 2 tahap sebagai

berikut :

1. Dhurrin

Dhurrin adalah glikosida dari phydroxy benzaldehyde cyanohydrin, yang

bila dihidrolisa menghasilkan glucose phydroxy benzaldehyde, dan

hidrogensianida (HCN).

2. Linamarin

Linamarin yang antara lain ada pada Koro krupuk (Lima bean, Phaseolus

lunatus) dan singkong (Cassava) adalah glu-kosida dart acetone cyanohydrin.

Bila dihidrolisa dengan enzim Bglukosidase, menghasilkan glukosa dan 2-cyano-

Page 16: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

16

2propanol. Hidrolisa lebih lanjut dari 2cyano2propanol dengan enzim oxynitrilase

menghasilkan aseton dan asam sianida (Hydrocyanic acid, HCN). Zat-zat tersebut

di atas termasuk golongan Bglukosida, sukar larut dalam air, sehingga tepat

sebagai pembawa zat- zat toksit seperti sianida, sampai zat toksit ini diperlukan

untuk suatu fungsi biologik. Pengeluaran spontan HCN (autohidrolisa) dari

tanaman dapat terjadi, bila ada enzim glukosidase khusus dan air. Enzim ini

adalah enzim ekstraseluler, sehingga bila sel rusak dapat bereaksi dengan

glukosida. Sifat lain dari enzim ini adalah dapat bereaksi dalam suasana dingin

tapi mudah rusak dengan pemanasan. Autohidrolisa dapat diperbesar bila sesudah

sel-sel rusak, tanaman direndam. Sianida cepat diabsorpsi di saluran pencernaan

bagian atas, juga langsung dapat melalui kulit. Gas HCN cepat di-absorpsi oleh

paru-paru. Sebetulnya ternak secara terus menerus mendapatkan sianida dalam

konsentrasi kecil, tidak hanya dari makanan tetapi juga dari polusi udara, terutama

asap rokok. Adanya jumlah yang kecil sekali dalarn tubuh mungkin dapat

dianggap fisiologis dan mungkin berfungsi menghambat proses oksidasi sel.

Untuk menghilangkan HCN dari makanan, caranya adalah dengan merebus dan

membuang air perebus. Misalnya, sing-kong harus dimakan bila masih segar dan

tidak rusak sel- selnya, atau dikupas dan dicuci dengan air mengalir. Tanrnan-

tanaman lain yang mengandung HCN tidak boleh disimpan lama, dan tidak boleh

rusak (bruised) selama panen, penjualan dan persiapan untuk dimakan. Dan yang

telah direbus tidak boleh dicampur dengan yang segar. Saran lain, singkong yang

pahit, yang berarti mengandung banyak HCN sebaiknya tidak dimakan.

3.2.1.4. Saponin

Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam

tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada

bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap

pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai

bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari

metabolisme tumbuh-tumbuhan. Ke-mungkinan lain adalah sebagai pelindung

terhadap serangan serangga. Sifat-sifat Saponin adalah : (1). Mempunyai Rasa

Page 17: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

17

Pahit, (2). Dalam Larutan Air Membentuk Busa Yang Stabil, (3). Menghemolisa

Eritrosit, (4). Merupakan Racun Kuat Untuk Ikan Dan Amfibi, (5). Membentuk

Persenyawaan Dengan Kolesterol Dan Hidrok-Sisteroid Lainnya, (6). Sulit Untuk

Dimurnikan Dan Diidentifikasi, (7). Berat Molekul Relatif Tinggi, Dan Analisis

Hanya Menghasilkan Formula Empiris Yang Mendekati.

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan

(surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon)

dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid). Berdasarkan atas sifat

kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua kelompok : (1). Steroids dengan 27 C

atom, (2). Triterpenoids, dengan 30 C atom.

Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawi-nya, yaitu

berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-

tumbuhan tertentu dapat mem-punyai macam-macam saponin yang berlainan,

seperti : (a). Quillage saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin, (b). Alfalfa, (c).

saponin : campuran dari paling sedikit 5 saponin, (d). Soy bean saponin : terdiri

dari 5 fraksi yang berbeda dalam sapogenin, atau karbohidratnya, atau dalam

kedua-duanya.

Kematian pada ternak, mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan.

Ternak yang mati karena racun saponin, tidak toksit untuk manusia bila dimakan.

Tidak toksitnya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang

busanya disebabkan oleh saponin. Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan

bensiltiogli-kosida. Bila dihidrolisa dengan enzim menghasilkan tiosianat,

isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat

antitiroid. Zat-zat toksit tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan

seperti kacang tanah, kacang kedele dan juga pada macam-macam kol.

3.2.2. Protein

Protein toksit, yang dapat menyebabkan aglutinasi eritrosit, menghambat

pertumbuhan, merusak vitamin, mengurangi aktivitas enzim, dan gejala-gejala

lain diketemukan pada macam-macam bahan makanan, misalnya hemagglutinin

pada kacang kedele (Liener, 1983). Tetapi umumnya tidak merupakan masalah,

Page 18: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

18

karena dengan pemanasan protein akan mengalami denaturasi. Lain halnya bila

protein-protein ini ada pada bahan makanan yang dimakan mentah, seperti

macam-macam buah, atau bila pemanasan terlalu singkat.

3.2.2.1. Peptida

Peptida, yang merupakan bagian dari protein, ada yang toksit, misalnya

yang dihasilkan oleh cendawan tertentu. Protein terdiri dari asam-asam amino,

yang satu sama lain berikatan sehingga membentuk peptida. Di antara asam- asam

amino ini ada juga yang toksit, seperti Mimosine.

3.2.2.2. Mimosine

Mimosine suatu asam amino yang mempunyai rumus bangun mirip dengan

tirosin. Mimosine merupakan asam amino dari protein lamtoro kemlandingan,

(Leucaena glauca) yang menyebabkan lamtoro menjadi suatu bahan makanan

yang toksit. Kadar proteinnya tinggi dan rasanya enak, tetapi bila diberikan pada

hewan seperti kuda, sapi, kambing, babi dan binatang laboratorium lainnya dapat

mengakibatkan pertumbuhan berkurang, kondisi umum jelek dengan gejala khas,

yaitu rontoknya bulu. Menurut penelitian Lin dkk. (1964), efek makanan

eksperimen yang mengandung 0,5% lamtoro yaitu lambatnya pertumbuhan dapat

dihilangkan sebagian dengan penambahan fenilalanin, dan dapat dihilangkan

samasekali dengan penambahan tirosin in-vitro. Kadar mimosine dalam biji daun

lamtoro menjadi berkurang bila disimpan pada temperatur lebih tinggi dari 70°C

dan pada keadaan lembab. (Mitsumoto, 1951). Sedangkan hasil penelitian

Yoshida (1944) menunjukkan bahwa penambahan garam FeSO4 pada makanan

tikus yang mengandung lamtoro mengurangi aktivitas mimosine karena absorpsi

mimosine dari saluran pencernaan berkurang.

3.2.2.3. Jengkolic Acid

Biji jengkol (Pithecolobium lobatum) merupakan makanan yang digemari

oleh sebagian masyarakat Indonesia. Sayangnya sering terdengar keluhan

Page 19: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

19

keracunan atau kejengkolan. Keracunan ini disebabkan oleh suatu asam amino,

yaitu djeng-kolic acid (asam jengkol).

Rumus bangun asam jengkol mirip dengan rumus bangun asam amino

sistin, tetapi sistin bukan merupakan pengganti (substitute) ataupun antagonis

untuk asam jengkol. Anggapan Van Veen (1966) adalah, bila asam jengkol dalam

bentuk tidak berikatan dengan zat lain, maka kadarnya adalah 12%. Pada varietas

hitam kadar asam jengkol dapat mencapai sampai 34%. Kejengkolan dapat terjadi

bila reaksi air seni pemakan (consumer) adalah asam, sehingga asam jengkol

mengendap dalam bentuk jarum halus yang dapat merusak ginjal. Untuk

mengatasi hal ini dapat diminum air abu dari macam-macam tumbuh-tumbuhan

yang bereaksi alkalis. Menurut Heyne, keripik jengkol kurang beracun di-banding

dengan bahan semula.

3.2.2.4. Lathyrogen

Lathyrogen adalah suatu asam amino yang tidak umum, yang ada pada

protein dari biji tanaman jenis Lathyrus. Biji ini banyak dimakan antara lain di

India. Gejala dari lathyrism ini adalah kerusakan jaringan saraf, rangka dan

pembuluh darah. Ini disebabkan karena zat toksit tersebut merusak ikatan cross-

link antara rantai-rantai polipeptida pada kolagen dan elastin, sehingga tulang dan

dinding pembuluh darah menjadi lemah. Zat toksit ini adalah suatu asam amino,

yaitu B aminopropionitrile (lathyrogen).

3.2.2.5. Asam-Asam Amino Selenium

Asam amino ini LSelenocystine mempunyai unsur Se, sebagai pengganti

unsur S. Tanaman yang mempunyai asam-asam aminoSe in, adalah yang tumbuh

di tanah kaya akan Se. Pada beberapa tanaman kadar Se dapat mencapai 15.000

ppm, sedangkan 10 ppm dalam makanan sudah menunjukkan toksisitas.

Page 20: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

20

3.2.2.6. LDopa

Asam amino LDopa mungkin memegang peranan pada penyakit favism,

suatu penyakit akut anemia hemolitik yang disebabkan oleh konsumsi broad

beans (fava beans) atau inhalasi pollen dari kacang babi (Vicia faba). Dalam

tubuh ternak Dopa dapat dibentuk dari tirosin dan dapat dipakai untuk sintesa

hormon epinefrin.

3.3.1. Vitamin

Ada trace elements yang termasuk toksit. Dalam jumlah yang kecil sekali

trace elements seperti Mo dan Se diperlukan oleh ternak. Mo sebagai aktivator

untuk bekerjanya enzim-enzim tertentu dan Se sebagai pengganti vitamin E dalam

beberapa fungsi-fungsinya. Besarnya toksisitas oleh trace elements ini tergantung

dari banyaknya yang dimakan, sifat dan macamnya, dan juga jenis binatang yang

memakannya. Pada umumnya trace elements yang ada pada hasil makanan (food

products) adalah dari tanah di mana tanaman itu tumbuh dan dari polusi, terutama

polusi industri, jadi bukan yang diproduksi sendiri oleh tanaman-tanaman itu.

3.3. Mekanisme Keracunan Pada Ternak

Sebenarnya nitrat sendiri kurang beracun. Setelah hijauan dimakan sapi atau

ternak ruminansia lainnya dan sampai di rumen, maka nitrat ini akan direduksi

oleh mikroba rumen menjadi nitrit. Senyawa nitrit inilah yang bersifat racun. Ion

nitrit yang terbentuk diabsorbsi oleh darah dan masuk ke dalam eritrosit.

Kemudian mengoksidasi ion Fe2+ (ferro) dalam hemoglobin (MetHb). Hb yang

seharusnya berfungsi mengangkut oksigen setelah berubah menjadi MetHb tidak

sanggup lagi membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Akibatnya ternak

mengalami sesak nafas karena kekurangan oksigen (hypoxia).

Apabila kadar MetHb dalam darah mencapai 20-30 % dari Hb normal,

mulailah terjadi hypoxia. Jika keadaan ini berlanjut terus, maka akan berakibat

fatal. Kematian akan terjadi jika kadar MetHb mencapai 80-90 % dari Hb normal.

Perubahan Hb menjadi MetHb dapat dideteksi dari perubahan warna darahnya,

Page 21: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

21

yaitu warna merah (normal) menjadi warna merah kecoklatan (warna gelap).

Perubahan warna darah ini merupakan ciri spesifik dari gejala keracunan nitrit.

Gejala lainnya adalah sulit bernafas, pernafasan cepat dan pendek-pendek serta

denyut jantung cepat tapi lemah. Pada ternak bunting, kemungkinan terjadi aborsi

pada keracunan nitrat-nitrit yang akut.

Pengambilan rumput / hijauan pada sistem bercocok tanam tumpang sari

yang baru mendapatkan pemupukan urea atau pengambilan rumput yang tumbuh

di sekitar pembuangan kotoran ternak dilaporkan mengandung nitrat yang cukup

tinggi. Ini dapat berbahaya karena berpeluang terjadinya keracunan, bila rumput

tersebut dikonsumsi oleh ternak dalam jumlah yang banyak.

Sebagai langkah untuk mencegah keracunan nitrat adalah jangan

memberikan hijauan pakan yang berasal dari sekitar tempat pembuangan kotoran

ternak, atau yang diambil dari lokasi yang baru dilakukan pemupukan. Untuk

amannya sebaiknya pemotongan hijauan pakan ternak dilakukan 5 minggu setelah

pemupukan. Hijauan sebaiknya dilayukan atau diangin-anginkan terlebih dahulu

sebelum diberikan kepada ternak.

Page 22: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

22

IV. KESIMPULAN

Dari ulasan keseluruhan dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa saluran

pencernaan ruminansia, pencernaannya secara sistematis terdiri atas mulut,

esophagus, rumen, reticulum, omasum, abomasums, duodenum, JeJenum, ileum,

secum, colon, dan rectum. Yang membedakannya dengan system pencernaan non-

ruminansia adalah pada jumlah lambungnya, non-ruminansia hanya mempunyai 1

lambung, sedangkan ruminansia mempunyai lambung yang terdiri dari 4 bagian

yang masing-masing mempunyai fungsi spesifiik masing-masing. Proses

pencernaan pada ruminansia terjadi secara mekanis, fermentatif, dan enzimatis.

Kasus keracunan nitrat-nitrit kebanyakan terjadi pada ternak ruminansia.

Penyebabnya adalah akibat mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat

tinggi, dan secara tidak langsung akibat perlakuan pemupukan baik pupuk alam

maupun pupuk buatan terhadap produksi hijauan pakan. Kasus keracunan nitrat-

nitrit dapat terjadi pada non-ruminansia, kuda dan sebangsanya, dan unggas (ayam

dan itik), bahkan dapat terjadi pada manusia.

Mekanisme keracunan pada ternak sebenarnya nitrat sendiri kurang beracun.

Setelah hijauan dimakan sapi atau ternak ruminansia lainnya dan sampai di

rumen, maka nitrat ini akan direduksi oleh mikroba rumen menjadi nitrit.

Senyawa nitrit inilah yang bersifat racun. Ion nitrit yang terbentuk diabsorbsi oleh

darah dan masuk ke dalam eritrosit. Kemudian mengoksidasi ion Fe2+ (ferro)

dalam hemoglobin (MetHb). Hb yang seharusnya berfungsi mengangkut oksigen

setelah berubah menjadi MetHb tidak sanggup lagi membawa oksigen ke seluruh

jaringan tubuh. Akibatnya ternak mengalami sesak nafas karena kekurangan

oksigen (hypoxia).

Page 23: ORGAN-ORGAN PENCERNAAN PADA TERNAK RUMINANSIA, ZAT-ZAT TOKSIT PADA PAKAN NABATI DAN MEKANISME KERACUNAN PADA TERNAK

23

DAFTAR PUSTAKA

Abrar, A. 2001. Eksplorasi Mikroba Rumen Pendegradasi Sianida. Tesis.

Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Frandson, R. D. 2002. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM

Press.

Jones, T.o. 1988. Nitrat/nitrit poisoning in cattle. In Practice. p. 199-203.

Jones, T.o. 1993. Poison nitrat/nitrit. In Practice. p. 146-147.

Liener IE. (ed). Toxic constituents of plant foodstuffs. Academic Press,

New York, 1969.

Mindelwill, I. 2006. Mikroba dalam rumen sapi.

Prakkasi, A. 2000. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI

Press.

Sutardi. 2002. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor.

Widodo, Wahyu. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak.

Malang : UMM Press