nyeri nosiseptif

34
PATOMEKANISME NYERI NOSISEPTIF DAN PENATALAKSANAANNYA I. PENDAHULUAN Nyeri merupakan pengalaman sensorik multidimensi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Kelompok studi nyeri Perdossi (2000) telah menterjemahkan definisi nyeri yang dibuat IASP (International Association The Study of Pain) yang berbunyi “nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. 1 Nyeri merupakan masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan. 1 Nyeri nosiseptif disebut juga sebagai nyeri tipe akut yang secara patologik terjadi akibat kerusakan atau cedera jaringan. Kerusakan jaringan dapat diakibatkan oleh mekanik, kimia dan termis, serta infeksi dan tumor yang berperan sebagi stimulus terhadap sekresi mediator inflamasi yang sifatnya self limiting. Mediator inflamasi ini selanjutnya akan 1

Upload: izza-munira

Post on 25-Nov-2015

137 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

nyeri

TRANSCRIPT

PATOMEKANISME NYERI NOSISEPTIF DAN PENATALAKSANAANNYAI. PENDAHULUANNyeri merupakan pengalaman sensorik multidimensi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Kelompok studi nyeri Perdossi (2000) telah menterjemahkan definisi nyeri yang dibuat IASP (International Association The Study of Pain)yang berbunyi nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.1

Nyeri merupakan masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras, status sosial, dan pekerjaan.1Nyeri nosiseptif disebut juga sebagai nyeri tipe akut yang secara patologik terjadi akibat kerusakan atau cedera jaringan. Kerusakan jaringan dapat diakibatkan oleh mekanik, kimia dan termis, serta infeksi dan tumor yang berperan sebagi stimulus terhadap sekresi mediator inflamasi yang sifatnya self limiting. Mediator inflamasi ini selanjutnya akan menstimulasi ujung-ujung saraf sehingga menyebabkan nyeri.2Nyeri nosiseptif merupakan suatu nyeri yang ditimbulkan oleh suatu rangsangan pada nosiseptor. Nosiseptor sendiri adalah reseptor neuron di ujung saraf aferen yang sensitif terhadap stimulus noksius (stimulus yang merusak). Nosiseptor di perifer berfungsi sebagai alat proteksi terhadap kerusakan jaringan tubuh.2 II. KLASIFIKASI NYERINyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa variabel, yakni:a. Berdasarkan durasi 3,4 Nyeri akut: adalah nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak, berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang setelah faktor internal atau eksternal dari yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Nyeri kronik: adalah nyeri yang dapat berlangsung terus menerus akibat kausa keganasan dan nonkeganasan, atau intermitten. Nyeri ini menetap selama 6 bulan atau lebih.b. Berdasarkan mekanisme patofisiologi 3,4. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul akibat kerusakan seluler yang biasa terjadi pada operasi atau trauma. Nyeri ini diinisiasi oleh mediator inflamasi.

Nyeri Neuropati adalah nyeri yang berasal dari saraf perifer di sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik. Nyeri alih didefiniskan sebagai nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medula spinalis yang sama dengan viskus yang nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umunya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut berada pada masa dewasa.III. JALUR-JALUR NYERINosiseptor adalah saraf aferen primer yang menerima dan menyalurkan rangsang nyeri. Ujung-ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai reseptor yang peka terhadap rangsangan mekanis, suhu, listrik, atau kimiawi yang menimbulkan nyeri.3,4Saraf perifer terdiri dari tiga tipe neuron yang berlainan, yakni neuron aferen atau sensorikprimer, neuron motorik, dan neuron paskaganglion simpatis. Badan sel dari neuron aferen primer terletak di radiks dorsal (posterior) nervus spinalis. Setelah keluar dari badan selnya di ganglion dorsalis (GAD), akson saraf aferen primerterbagi menjadi dua prosesus, satu masuk ke kornu dorsalis medula spinalis, dan yang lain mempersarafi jaringan.4,5Serabut aferen primer diklasifikasikan berdasarkan ukuran, derajat mielinisasi, dan kecepatan hantaran.4,5Tabel 1. Klasifikasi dan fungsi dari saraf sensoris perifer, tipe serat saraf, dan fungsinya.3,4,5,6Tipe serat sarafAlternative designantionDiameter fiberKecepatan

Konduksi (M/S)Fungsi

A- alpha & beta (besar dan bermyelin)

A- gamma

A-delta (kecil dan myelinnya tipis)

B

C (kecil, tidak bermyelin, polymodal)II

Ia

III

IV5-20

3-6

2-5

1-3

0,3-1,130-70

15-30

12-30

3-15

0,5-2Raba, tekanan

Spindle afferents

Nyeri, suhu, tekanan yang keras/tajam

Nyeri yang ringan dan suhu (nyeri tumpul, terbakar, buruk dalam melokalisasi nyeri)

Jalur Asendens. Dari nosiseptor, melalui serabut aferen A-delta dan serabut aferen C rangsang nyeri dihantarkan melalui ganglia dorsalis menuju medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah saat memasuki korda dan kembali menyatu di kornu dorsalis (posterior) medula spinalis. Daerah ini menerima, menyalurkan, dan memproses impuls sensorik. Kornu dorsalis medula spinalis dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina. Dua dari lapisan ini (lamina II dan III), yang disebut substansia gelatinosa, sangat penting dalam transmisi dan modulasi nyeri.3,4,5

Gambar 1. Potongan transversal segmen servikal yang memperlihatkan pembagian substansia grisea ke dalam lamina-lamina.(dikutip dari kepustakaan 5)Dari kornu dorsalis, impuls nyeri dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura anterior kemudian menyatu di traktus spinotalamikus anterodorsalis, yang naik ke talamus dan struktur otak lainnya. Dengan demikian, transmisi impuls nyeri di medula spinalis bersifat kontralateral terhadap sisi tubuh tempat impuls tersebut berasal. Seperti adanya dua tipe nyeri yang disalurkan oleh nosiseptor (nyeri cepat dan nyeri lambat), juga terdapat dua jalur spinotalamikus sejajar yang menyalurkan impuls-impuls ini ke otak: traktus neospinotalamikus dan traktus paleospinotalamikus. Traktus neospinotalamikus adalah suatu sistem langsung yang membawa informasi diskriminatif sensorik mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor A-delta ke daerah talamus. Sebuah neuron di talamus kemudian memproyeksikan akson-aksonnya melalui bagian posterior kapsula interna untuk membawa impuls nyeri ke korteks somatosensorik primer girus postentralis. Pola ini penting untuk aspek sensorik-diskriminatif nyeri akut yang dirasakan, yaitu lokasi, sifat, dan intensitas nyeri. Traktus paleospinotalamikus, yang menyalurkan impuls dari nosiseptor tipe C lambat kronik, adalah suatu jalur multisinaps difus yang membawa impuls ke formasio retikularis batang otak sebelum berakhir di nukleus parafasikularis dan nukleus intralaminar lain di talamus, hipotalamus, nukleus sistem limbik, dan korteks otak depan. Karena impuls paleospinotalamikus disalurkan secara lebih lambat dari pada impuls di traktus neospinotalamikus, maka nyeri yang ditimbulkannya berkaitan dengan rasa panas, pegal, dan sensasi yang lokalisasinya samar. Sistem ini mempengaruhi ekspresi nyeri dalam hal toleransi, perilaku, dan respons otonom simpatis. Mungkin sensasi viseral disalurkan oleh sistem ini. Sistem ini sangat penting pada nyeri kronik, dan memperantarai respons otonom terkait, perilaku emosional, dan penurunan ambang yang sering terjadi. Dengan demikian, jalur paleospinotalamikus disebut sebagai suatu sistem nosiseptor motivasional dan memengaruhi.4,6Jalur Desendens. Jalur desendens mencakup 3 komponen4:

1. Substansia grisea periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi akuaduktus silvii.2. Neuron-neuron dari daerah pertama di atas mengirim impuls ke nukleus rafe magnus (NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula bagian atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.3. Impuls ditransmisikan dari nukleus bagian kedua di atas ke bawah, ke kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis.

Gambar 3. Lintasan anatomi nyeri nosiseptor.(Dikutip dari kepustakaan 2)IV . FISIOLOGI NYERI NOSISEPTIFAferen primer C dan A-delta dapat dibedakan oleh dua tipe nyeri yang ditimbulkan, yang disebut nyeri lambat dan nyeri cepat. Sinyal nyeri cepat disalurkan ke medula spinalis oleh serat A-delta dan dirasakan dalam waktu 0,1 detik. Nyeri cepat biasanya memiliki lokalisasi yang jelas dengan kualitas menusuk, tajam, atau elektris. Nyeri cepat timbul sebagai respons terhadap rangsangan mekanis (misalnya, sayatan, tusukan) atau suhu di permukaan kulit tetapi tidak dirasakan di jaringan tubuh sebelah dalam. Nyeri lambat disalurkan oleh serat aferen C dan dirasakan 1 detik setelah rangsangan yang mengganggu. Nyeri lambat memiliki lokalisasi yang kurang jelas dengan dengan kualitas seperti terbakar, berdenyut, atau pegal. Nyeri lambat dapat dipicu oleh rangsangan mekanis, suhu, atau kimiawi di kulit atau sebagian besar jaringan atau organ dalam dan biasanya disertai kerusakan jaringan.Oleh karena sistem persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri yang tersendiri, yakni nyeri tajam yang lebih awal (disalurkan oleh serat A-delta) diikuti oleh nyeri tumpul, seperti terbakar, yang sedikir banyak berkepanjangan (disalurkan oleh serat nyeri C).2,3,4,6Berbagai teori berusaha menjelaskan tentang dasar neurologis nyeri nosiseptif, tetapi tidak ada satu teori yang mampu menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri tersebut ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologinya, nyeri nosiseptifdibagi atas 4 tahapan yaitu, transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.1,2,3

Gambar 3. Fisiologi nyeri nosiseptif.((Dikutip dari kepustakaan 3)1. Transduksi

Fase pertama nyeri nosiseptif adalah transduksi, yaitu konversi stimulus yang intens baik stimuli kimiawi seperti pH rendah pada jaringan yang meradang, atau stimulus panas diatas 420C, maupun stimulus mekanis. Disini didapati adanya protein transduserspesifik yang diekspresikan dalam neuron nosiseptif ini dan mengkonversi stimulus noksious menjadi aliran yang menembus membran, membuat depolarisasi membran dan mengaktifkan terminal perifer.5Apabila serabut A-delta dan serabut C diaktivasi dengan stimulus kuat dan singkat yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan, maka nyeri sementara yang terasa berperan sebagai peringatan fisiologis. Akan tetapi bila nosiseptor diaktivasi dengan stimuli nyeri akibat luka cedera jaringan atau infeksi, maka terjadi respon cedera regional di perifer. Zat-zat kimia dan enzim akan dilepaskan dari jaringan yang rusak, meningkatkan transduksi stimuli nyeri. Prostanoid (prostaglandin, leukotrin dan asam hidroksida) adalah produk jalur reaksi asam arakidonat dan merupakan mediator-mediator utama hiperalgesia yang menyertai peradangan.3Prostaglandin (PG) dan leukotrin menyebabkan sensitisasi reseptor perifer, menurunkan ambang rangsang reseptor perifer, dan meningkatkan respon terhadap stimuli. Kinin, misalnya bradikinin dan kinin lainnya mempunyai banyak fungsi pro-inflamasi, seperti pelepasan PG, sitokinin, dan radikal-radikal bebas dari berbagai sel; degranulasi sel mast dan pelepasan histamin; dan stimulasi neuron simpatis untuk mengubah kaliber/ukuran pembuluh darah. Kinin juga berperan pada ekstravasasi plasma dengan cara menimbulkan kontraksi sel endotel pembuluh darah. Bradikinin dan PG terutama PGE2 merangsang neuron secara langsung, memulai hantaran impuls nyeri disepanjang jalur nosiseptif.3,4Dilatasi pembuluh darah perifer dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah disebabkan oleh pelepasan substansi P akibat refleks akson saraf yang cedera.Peningkatan permeabilitas pembuluh darah tersebut yang diikuti oleh pelepasan mediator-mediator vasoaktif dari sel mast akan menimbulkan peradangan (udem neurogenik). Peningkatan permeabilitas pembuluh darah juga mengakibatkan ekstravasasi zat-zat algogenik (zat yang menimbulkan nyeri) misalnya histamin dan serotonin. Histamin juga dapat dilepaskan dari selmast ketika mengalami degranulasi, dimana degranulasi sel mast dipicu oleh substansi P, kinin,interleukin 1 dan nerve growth factor (NGF). Histamin bekerja pada neuron sensoris untuk menghasilkan nyeri dan rasa gatal. Stimulasi neuron sensoris oleh histamin dapat menyebabkan pelepasan neuropeptida dan PG yang kemudian akan semakin memperberat peradangan dan hiperalgesia.3,6Mediator-mediator inflamasi ini akan meningkatkan sensitivitas atau kepekaan nosiseptor, udem neurogenik dan hiperalgesia jaringan di sekitar cedera atau luka.3,62. Transmisi

Pada fase ini, terjadi transfer informasi dari neuron nosiseptif primer ke neuron di kornu dorsalis, selanjutnya ke neuron proyeksi yang akan meneruskan impuls ke otak. Transmisi ini melibatkan pelepasan asam amino dekarboksilik glutamat, juga peptida seperti substantia P yang bekerja pada reseptor penting di neuron post sinaptik. Selanjutnya ini akan memungkinkan transfer yang cepat dari input mengenai intensitas, durasi, lokasi, dari stimuli perifer yang berbeda lokasi.3,5Ketika transduksi sinyal sudah terjadi maka impuls dihantarkan melalui serabut A-delta dan serabut C kornu dorsal medula spinal. Serabut saraf tersebut bersinap pada lapisan superfisial lamina reksa : sinaps serabut A-delta pada lamina I,II, dan V; sinaps serabut C padalamina I dan II. Berbagai neurotransmitter dilepaskan oleh neuron co-nosiseptif tingkat satu diantaranya adalah substansi P dan Peptida gen kalsitonin (GRT) yang akan memperluas zona pelepasan substansi P pada medula spinalis yang berkontribusi terhadap peningkatan eksitabilitas. Kemudian substansi P memicu pelepasan asam amino eksitatoris misalnya aspartat dan glutamatyang bekerja pada reseptor AMP (2amino-3-hidroksi-5-metil-isoksazol propionat) dan reseptor-reseptor NMDA (N- metil-D-aspartat). Peningkatan transmisi sinaps yang disebabkan oleh asam amino eksitatoris setelah pelepasan substansi P akan memicu peningkatan yang terus menerus pelepasan glutamat atau NMDA oleh neuron kornu dorsal. Peningkatan depolarisasi ini akan menyebabkan peningkatan pelepasan neurokin ke dalam postsinaptik yang akan memicu perubahan yang persisten pada eksitabilitas sel/wind-up. Selain itu, stimulasi nyeri berulang pada kornu dorsal dapat mengakibatkan peningkatan jumlah neuron yang mempunyai inti yangmengekspresikan protein C-fos yaitu sebuah protein yang diduga terlibat pada ingatan tentang nyeri.3,6,7Secara umum, ada dua cara bagaimana sensasi nosiseptif dapat mencapai susunan saraf pusat, yaitu melalui traktus neospinotalamik untuk nyeri cepat spontan dan traktus paleospinotalamik untuk nyeri lambat.6,7Pada traktus neospinothalamik, nyeri secara cepat bertransmisi melalui serabut A- dan kemudian berujung pada kornu dorsalis di medula spinalis dan kemudian bersinapsis dengan dendrit pada neospinotalamik melalui bantuan suatu neurotransmitter. Akson dari neuron ini menuju ke otak dan menyeberang ke sisi lain melalui komisura alba anterior, naik ke atas dengan columna anterolateral yang kontralateral. Serabut ini kemudian berakhir pada kompleks ventrobasal pada thalamus dan bersinapsis dengan dendrit pada korteks somatosensorik. Nyeri cepat-spontan ini dirasakan dalam waktu 1/10 detik dari suatu stimulus nyeri tajam, tusuk, dan gores.6,7Pada traktus paleospinothalamik, nyeri lambat dihantarkan oleh serabut C ke lamina IIdan III dari cornu dorsalis yang dikenal dengan substantia gelatinosa. Impuls kemudian dibawaoleh serabut saraf yang berakhir pada lamina V, juga pada kornu dorsalis, bersinaps dengan neuron yang bergabung dengan serabut dari jalur cepat, menyebrangi sisi berlawanan melalui commisura alba anterior dan naik ke ARAS melalui jalur anterolateral. Neuron ini kemudianberakhir dalam batang otak, dengan sepersepuluh serabut berhenti di thalamus dan yang lainnyapada medula, pons, dan substantia grisea sentralis dari tectum mesencephalon. 6,7Sebenarnya terdapat beragam jalur khusus hantaran sinyal dari kerusakan jaringan dibawa ke berbagai tujuan, dimana dapat memprovokasi proses kompleks. Transmisi nosiseptifsentripetal memicu berbagai jalur, yakni jalur spinoretikular, spinomesencephalik, spinolimbik, spinoservikal, dan spinotalamik 6,7Traktus spinoretikular membawa jalur aferen dari somatosensorik dan viserosensorikyang berakhir pada tempat yang berbeda pada batang otak. Traktus spinomesencephalikmengandung berbagai proyeksi yang berakhir pada tempat yang berbeda dalam nukleusdiencephali. Traktus spinolimbik termasuk dari bagian spinohipotalamik yang mencapai keduabagian lateral dan medial dari hipothalamus dan kemudian traktus spinoamygdala yang memanjang ke nukleus sentralis dari amygdala. Traktus spinoservikal, seperti spinotalamikmembawa sinyal ke thalamus 6,73. Modulasi

Pada fase modulasi terdapat suatu interaksi dengan sistem inhibisi dari transmisi nosisepsi berupa suatu analgesik endogen. Konsep dari sistem ini yaitu berdasarkan dari suatu sifat, fisiologik, dan morfologi dari sirkuit yang termasuk koneksi antara periaqueductal graymatter dan nucleus raphe magnus dan formasi retikuler sekitar dan menuju ke medula spinalis.3,7Analgesik endogen meliputi opiat endogen, serotonergik, noradrenergik (norepinefrik). Sistem analgesik endogen ini memiliki kemampuan menekan input nyeri di kornu posterior dan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang, kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup adalah terbuka dalam menyalurkan input nyeri. Prosesmodulasi ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional & kultur seseorang.3,6,74. Persepsi

Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan adanya suatu nyeri, maka akan terjadi suatu reaksi yang kompleks. Persepsi ini menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu itu dapat bereaksi.6,7Serabut aferen nosiseptik tingkat dua mempunyai badan sel yang terletak di dalam kornu dorsal medula spinalis yang memproyeksikan akson ke pusat-pusat di SSP yang bertanggung- jawab untuk pengolahan informasi nosiseptik. Sebagian besar serabut-serabut asenden akan menyilang di dalam traktus spinotalamik sebelum berjalan ke kranial. Sebagian besar neuron yang terdapat pada traktus spinotalamik adalah neuron-neuron WDR atau neuron-neuron HT yang akan berjalan melalui pons, medula oblongata dan otak tengah untuk berakhir pada area tertentu di talamus. Dari talamus, informasi aferen akan dibawa ke korteks somatosensoris. Traktus spinotalamik juga mengirim cabang-cabang kolateral ke formasio retikularis. Impuls yang dihantarkan melalui traktus ini bertanggung jawab untuk diskriminasi atau pembedaan sensasi nyeri dan respon-respon emosional yang menyertainya. Formasio retikularis kemungkinan bertanggung-jawab untuk peningkatan bangkitan atau depolarisasi dan peningkatan aspek komponen emosional-afektif pada nyeri serta peningkatan refleks motorik somatik dan refleks motorik otonom. Aktivasi struktur supraspinal diperantarai oleh asam amino eksitatoris tetapi neurotransmiter yang terlibat pada pengolahan informasi nosiseptif di sentral belum diketahui dengan jelas. 6,7V. MANIFESTASI KLINIS NYERI NOSISEPTIFNyeri nosiseptif dapat dibagi menjadi nyeri somatik superfisial, nyeri somatik dalam, dan nyeri visera.4,51. Nyeri Somatik Superfisial

Nyeri ini berasal dari struktur-struktur superficial kulit dan jaringan subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan seperti rasa menyengat, tajam, mengiris, atau seperti terbakar. Tetapi, apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri sifat nyeri menjadi berdenyut. Kulit memiliki banyak saraf sensorik sehingga kerusakan di kulit menimbulkan sensasi yang lokasinya di bagian tubuh lain. Daerah nyeri mungkin terbatas di sepanjang dermatom (segmen kulit) tertentu yang dipersarafi oleh satu akar dorsal (sensorik). 2,4,52. Nyeri Somatik Dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. 1,2 Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokasi nyeri sering tidak jelas. Nyeri dirasakan lebih difus daripada nyeri kulit dan cenderung menyebar ke daerah disekitarnya. Nyeri dari berbagai struktur dalam berbeda. Nyeri akibat suatu cedera akut pada sendi memiliki yang jelas yang jelas dan baisanya dirasakan seperti rasa tertusuk, terbakar, atau berdenyut. Pada peradangan kronik sendi (arthritis), yang dirasakan adalah nyeri, pegal-tumpul yang disertai seperti tertusuk apabila sendi bergerak. Nyeri tulang berasal dari stimulasi reseptor nyeri di periosteum dan lokasinya relatif kurang jelas. Nyeri otot rangka juga memiliki lokasi yang kurang jelas dan dirasakan sebagai rasa pegal-tumpul atau kram. Nyeri otot rangka akan terasa lebih hebat saat otot berkontraksi dalam keadaan iskemia.4,5 3. Nyeri Visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga (lambung, kandung empedu, saluran empedu, ureter, kandung kemih) dan di kapsul organ-organ padat (hati, pankreas, ginjal). Parenkim visera relatif tidak sensitif terhadap sayatan, panas, cubitan. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia, dan peradangan. Nyeri yang disalurkan melalui jalur visera sejati kurang jelas lokasinya dan sering dirujuk ke suatu daerah permukaan kulit (dermatom) yang jauh dari asalnya. Di pihak lain, nyeri yang disalurkan melalui jalur parietal dirasakan tepat di atas daerah yang nyeri. Semua neuron yang dirangsang oleh masukan aferen visera juga dibuktikan menerima masukan somatik persarafan ganda ini mungkin merupakan salah satu alasan bagi kurangnya lokasi rangsangan visera dan adanya fenomena nyeri rujukan.4,5VI. DIAGNOSIS NYERI

Penatalaksanaan nyeri memerlukan penilaian dan usaha yang cermat untuk memahami pengalaman nyeri pasien dan mengindentifikasikan kausa sehingga kausa tersebut dapat dihilangkan, apabila mungkin. Dokter pertama-tama harus melakukan anamnesis yang teliti yang harus mencakup data mengenai nyeri.4Pasien dapat menunjukkan lokasi nyeri dengan menunjuk bagian tubuh yang terasa nyeri. Perlu diketahui apakah nyeri bersifat superficial atau dalam. Nyeri dan lesi superfisial biasanya tidak menimbulkan masalah karena penyebab dan akibat sudah jelas. Namun, lokasi yang tepat menjadi sangat penting pada nyeri dalam yang beralih ke suatu dermatom saat terdapat keterlibatan struktur somatik dalam atau visera.3,4Cara awitan adalah faktor penting untuk menilai nyeri. Nyeri yang memiliki awitan mendadak dan hampir langsung mencapai puncak intensitas menunjukkan ruptur jaringan. Nyeri infark miokardium atau ruptur ulkus peptikum dapat timbul dengan cara ini. 2,4Pola nyeri, atau waktu dan frekuensi kejadian dan durasi memberikan informasi penting. Nyeri karena postur timbul setelah aktivitas berkepanjangan (biasanya sore atau malam hari) dan menghilang dengan istirahat, sedangkan nyeri artritis terjadi pada gerakan-gerakan pertama setelah inaktivasi lama (biasanya pagi hari saat bangun tidur).2,4Faktor yang memperparah dan mengurangi nyeri lebih penting daripada kualitas nyeri dalam memberikan data mengenai mekanisme nyeri. Nyeri yang berkaitan dengan bernapas, menelan, atau defekasi, menyebabkan perhatian terfokus masing-masing pada sistem pernapasan, esofagus, dan usus bagian bawah. Nyeri yang ditimbulkan oleh aktivitas dan mereda setelah beberapa menit istirahat mengisyaratkan iskemia seperti angina pektoris. Nyeri yang terjadi beberapa jam setelah makan dan hilang dengan ingesti makanan atau antacid merupakan ciri ulkus duodenum.2,3,4Visual Analog Scale (VAS)Alat bantu yang paling sering digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri pasien adalah visual analog scale (vas), terdiri dari sebuah garis horizontal yang dibagi secara rata menjadi 10 segmen dengan nomor 0 sampai 10. Pasien diberi tahu bahwa 0 menyatakan tidak ada nyeri sama sekali dan 10 menyatakan nyeri paling parah yang mereka dapat bayangkan. Pasien kemudian diminta untuk menandai angka yang menurut mereka paling dapat menjelaskan tingkat nyeri yang mereka rasakan pada suatu waktu. Wong-Baker Faces Pain Rating ScaleWong-Baker Faces Pain Rating Scale adalah modifikasi VAS yang digunakan untuk anak atau orang dewasa dengan gangguan kognitif, menggantikan angka dengan kontinum wajah tersenyum sampai menangis.4,10

Gambar 4. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale.(Dikutip dari kepustakaan 10)Pada gambar di atas, tampak wajah 0 tersenyum karena tidak merasakan nyeri. Wajah 1 sampai 5 memperlihatkan peningkatan intensitas nyeri (sedikit sampai yang paling parah yang dapat dibayangkan) dengan ekspresi yang semakin sedih.10Selain mengumpulkan data subjektif mengenai nyeri, pengamatan langsung terhadap perilaku non-verbal dan verbal dapat memberikan petunjuk tambahan mengenai pengalaman nyeri pasien. Perilaku nonverbal seperti wajah meringis, menangis, ayunan, langkah atau postur yang abnormal, ketegangan otot, dan tindakan melindungi bagian yang nyeri merupakan indikator nyeri yang sering dijumpai. 2,4,6

VII.PENATALAKSANAANFarmakoterapi

a. Obat Anti Inflamasi Non Steroid

Langkah pertama yang sering kali efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai sedang, adalah penggunaan OAINS (Obat Anti Inflamasi Nos Steroid). Tersedia bermacam macam OAINS dengan efek antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi.4

OAINS menghasilkan analgetik dengan bekerja di tempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari prekusor asam arakidonat. Prostaglandin (terutama PGE1,PGE2 dan PGI2) mensensitisasi nosiseptor dan bekerja secara sinergitis dengan produk inflamatori lain ditempan cedera, misalnya bradikinin dan histamine. Dengan demikian OAINS mengganggu mekanisme tranduksi di nosisetor aferen primer dengan menghambat sinteis progtaglandin.4Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu.Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2.Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharan berbagai fungsi dalam kondisi normal diberbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna khususnya thrombosis. Di mukosa lambung ,aktivasi COX-1 menghailkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase 2 semula diduga diinduksi sebagai stimulasi inflamatoar, termaksud sitokin, endotoksin dan factor pertumbuhan.COX-2 diinduksi oleh peradangan dan bertanggung jawab menghasilkan berbagai hasil akhir peradangan yang menimbulkan nyeri. Inhibitor COX-2 bersifat selektif selektif karena hanya menhambat jalur COX 1. 8,9Beberapa OAINS yang sering digunakan dalam tatalaksana nyeri nosiseptif antara lain: Acetaminophen

Acetaminophen merupakan terapi yang efektif dalam managemen nyeri nosiseptif. Pada nyeri akut ataupun kronik, acetaminophen juga dapat dikombinasikan dengan opioid analgesik. Dosis maksimal dari acetaminophen untuk penggunaan jangka pendek adalah 5.000 mg per hari. Dosis maksimal harus diperhatikan dalam penggunaan obat ini untuk menghindari efek sampingnya yaitu hepatotoksik. 8,9 Ketorolac

Ketorolac merupakan analgetik poten dengan efek anti inflamasi. Ketorolac merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk pemberian pariental. Absorsi secara oral dan inmtramuskular berlansung cepat mencapai puncak dalam 30-50 menit. Dosis intramuskular 30-60 mg. IV 15-30 mg oral 5 30 mg. Karena ketorolac selectif terhadap COX-1, maka obat ini hanya anjurkan dipakai tidak lebih dari 5 hari karena kemungkinan iritasi bahkan tukak lambung besar sekali. 8,9 Asam mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgetik. Sebagia anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Asam mefenamat terikat kuat pada protein plasma dengan demikian interaksi obat dengan antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran pencernaan sering timbul seperti dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Efek lain adalah hipersensitivitas seperti eritema kulit dan bronkokontriksi. Dosis asam mefenamat adalah 2 3 kali 250-500 mg /hari.8,9 Salisilat

Asam salisilat yang lebih dikenal dengan aspirin adalah analgetik antipiretik dan anti inflamasi yang digunakan dalam golongan bebas. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik aspirit bermanfaat untuk mengobati nyeri tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi, haid, neuralgia, dan myalgia. Dosis aspirin untuk dewas ialah 325 mg 650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam. Untuk anak 15-20 mg/kgBB, diberikan tiap 6 jam. 8,9b. Analgesik opioid Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Opioid saat ini adalah analgesik paling kuat yang tersedia dan digunakan dalam penatalaksanaan nyeri sedang-berat sampai berat. Analgesik opioid efektif dalam penanganan nyeri nosiseptif maupun neuropatik. Obat-obat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pascaoperasi dan nyeri terkait kanker. Morfin adalah salah satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat dan masih menjadi standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain. 9 Reseptor opiat ada 3 yaitu: Reseptor (mu) : Berperan dalam Analgesia supraspinal, depresi, respirasi, Euforia, Ketergantungan

Reseptor (kappa) : Berperan dalam analgesia spinal, miosis, sedasi

Reseptor (delta) : disforia, halusinasi, stimulasi pusat vasomotor.

Efek analgetik yang ditimbulkan oleh opioid terutama terjadi sebagai akibat kerja opioid pada reseptor . Reseptor dan dapat juga ikut berperan dalam menimbulkan analgesia terutama paa tingkat spinal. Morfin juga bekerja melalui reseptor dan , namun belum diketahui besarnya peran kerja morfin melalui kedua reseptor ini dalam menimbulkan analgesia. Opiod menimbulkan analgesia dengan cara berikatan dengan reseptor opioid yang terutama didapatkan di SSP dan medula spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri. Ketiga jenis reseptor ini didapatkan di kordu dorsalis medula spinalis. Reseptor didapatkan baik pada saraf yang mentransmisi nyeri di medula spinalis maupun pada afferent primer yang merelai nyeri. Agonis opioid melalui ketiga reseptor ini pada ujung prasinaps aferen primer nosiseptif mengurangi pelepasan transmitter dan selanjutnya menghambat saraf yang mentransmisi nyeri di kornu dorsalis medula spinalis. Dengan demikian, opioid memiliki efek analgetik yang kuat melalui pengaruh pada medula spinalis contohnya ialah morpin. 4,8,9

Efek morpin lansung di susunan saraf pusat dan usus terutama ditimbulkan karena morpin bekerja sebagai agonist pada reseptor . selain itu morfin mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap dan . Morfin digunakan sebagai standar analgesik opiat lain. Umumnya diberikan secara s.c., i.m, iv. Dosis oral 2 x dosis injeksi. Morfin digunakan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesic non-opioid. Efek samping dari morfin adalah depresi respirasi, mual-muntah, konstipasi, dan lain lain. 9

Gambar 5. Lokasi kerja obat anti nyeri

(Dikutip dari kepustakaan 9)Non Farmakoterapi

Terapi dan Modalitas Fisis

Terapi fisis untuk meredakan nyeri mencakup pijat, stimulasi saraf, dengan listrik transkutis, akupuntur, aplikasi panas atau dingin , olahraga).4Salah satu strategi stimulsi kulit tertua dan paling sering digunakan adalah pemijatan atau pengosokan ,pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang brevariasi terhadap berbagai titik-tikit pemicu miofasial diseluh tubuh. 1,2,4Akupuntur adalah teknik kuno dari daratan Cina berupa insersi jarum halus kedalam berbagai titik akupungtur (pemicu) diseluruh tubuh untuk meredamkan nyeri .Metode noninvasi lain utuk merangsang titik-titik pemicu adalah pemberian tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut akupresur. 1,2,4Range of motion (ROM) exercise (pasif , dibantu, atau aktif) dapat digunakan untuk melemaskan otot , memperbaiki sirkulasi , dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan kekuatan imosedbilitasi serhana yang telah lama diketahui dengan metode. 1,2,4Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama diketahui sebagai metode yang efektif untuk menguragi nyeri atau kejang otot . Panas dapat disalurkan melelui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas air listrik, lampu, kompers basah panas) konversi (whirpool, sitzt bath, berendam air panas ), atau konversi (ultrasonografi, diatermi).2, 4Aplikasi dingin lebih efektif untuk nyeri akut (misalnya , trauma akibat luka bakar,tersayat, terkilir). Dingin dapat disalurkan dalam bentuk merendam atau kompres air dingin , kantung es, aquamatic pads, dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi pendarahan serta edama. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. 2,4VIII. KOMPLIKASI

Nyeri yang terjadi secara kronik bisanya memiliki kausa organik, tetapi kepribadian dan status pasien mempengaruhi perkembanganya. Sindrom nyeri yang berlangsung lama sering disertai dengan gejala cemas, insomnia, dan depresi, dan depresi merupakan gejala tersering.4DAFTAR PUSTAKA

1. Meliala L, Pinzon R. Breakthrough in Management of Acute Pain. [serial on line]. Dexa Media 2007; 4: 151-155 [cited: January 2012]. Diunduh dari:URL: http://www.dexamedica.com/images/publication_upload0712039377130011966461

HYPERLINK "http://www.dexamedica.com/images/publication_upload071203937713001196646105okt-nov2007%20new.pdf" \t "_blank"05okt-nov2007%20new.pdf2. Purba JS. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.3. Vadivelu N, Whitney CJ, Sinatra RS. Pain Pathway and Acute Pain Processing. In: Pain Physiology and Pharmacology.Cambridge University Press;2009.p 1-104. Hartwig MS, Wilson LM. Nyeri. In : Price SA, Wilson LM, eds. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed. Vol 2. Jakarta: EGC; 2006. p. 1063 -101.5. Ropper AH, Brown RH. Pain and Other Disorders of Somatic Sensation, Headache, and Backache. In: Adams and Victors Principles of Neurology 8th eds. New York: McGraw-Hill; 2005. p 109-276. Davis LE, King MK, Schultz JE. Disorders of Pain and Headache. In: Fundamentals of Neurologic Disease. New York: Demos Medical Publishing; 2005. p. 201-2.7. Greenstein B, Greenstein A. Somatosensory Aspect. In: Color Atlas of Neuroscience. New York: Thieme Stuttgart; 2000. p. 166-1748. Wilmana PF, Gan S. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti Inflamasi Non steroid, dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Analgesik- antipiretik, analgetik anti inflamasi nonsteroid, dan obat gangguan sendi lainya.In: Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI;2009. h.230-2449. Wallace MS, Staats PS. Analgesic Pharmacologic. In: Pain Medicine and Management. New York: McGraw-Hill;2005. P.37-44.10. David N. Wong Baker Faces Pain Rating Scale Permission Form. UK: Elsevier Ltd. 2005. [cited: January 2012]. Diunduh dari URL: http://www.us.elsevierhealth.com/media/us/US-promofiles/d/Wong%20Baker%20FACES%20Permissions%20Form.pdf21