nurhidayah; sejarah peradilan islam di malaysia

24
SEJARAH PERADILAN ISLAM DI MALAYSIA Makalah dipresentasikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah Sejarah Hukum Islam di Melayu Nusantara Semester III Program Pascasarjana STAIN Watampone Tahun Akademik 2014/2015 oleh : Nurhidayah NIM 130101036 Dosen / Pemandu : Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A. PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) WATAMPONE 2014

Upload: mukhlisin-hatba

Post on 08-Apr-2016

602 views

Category:

Documents


66 download

DESCRIPTION

Mahkamah Syariah Malaysia

TRANSCRIPT

Page 1: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

SEJARAH PERADILAN ISLAM DI MALAYSIA

Makalah dipresentasikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah

Sejarah Hukum Islam di Melayu Nusantara Semester III

Program Pascasarjana STAIN Watampone

Tahun Akademik 2014/2015

oleh :

Nurhidayah NIM 130101036

Dosen / Pemandu :

Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A.

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

WATAMPONE

2014

Page 2: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penerapan hukum Islam di berbagai negara yang berpenduduk muslim mempunyai

corak serta sistem yang berbeda antara negara satu dengan yang lainnya. Di negara yang

mayoritas penduduknya beragam Islam berbeda nuansanya dengan negara yang relatif

berimbang antara setiap pemeluknya, misalnya negara tersebut memiliki pluralitas

agama, dominasi penguasa atau political will juga amat berpengaruh terhadap

kebijaksanaan hukum suatu negara. Karenanya implementasi hukum Islam di negara-

negara muslim bukan hanya terletak pada seberapa banyak penganut Islam tetapi juga

ditentukan oleh sistem yang dikembangkan oleh negara tersebut.

Malaysia misalnya, sebagai salah satu negara yang mempunyai posisi cukup

penting di dunia Islam karena kiprah keislamannya. Berbagai proses Islamisasi di

negeri jiran ini tentu tidak terjadi begitu saja, melainkan didahului oleh pencarian dan

pergulatan yang panjang, meskipun penduduknya tidak sebanyak penduduk di Indonesia,

bahkan hampir separuh dari keseluruhan warganya adalah non-muslim yang didominasi

oleh etnik Cina dan India. Namun demikian Malaysia telah tampil di pentas dunia

internasional dengan nuansa serta simbol Islam yang begitu melekat, termasuk dalam

kebijakan perundang-undangan banyak diwarnai oleh jiwa keislaman.

Secara historis bangsa Melayu (Malaysia) berada pada persimpangan jalur

perdagangan Asia Tenggara, semenananjung Melayu menjadi pusat berkumpulnya

berbagai pengaruh agama dan kebudayaan. Di sinilah para pedagang dari India, Arab, dan

Cina serta kaum penjajah Portugis, Belanda dan Inggris membawa serta ajaran Hindu,

Budha, Kristen dan Islam ke Asia sehingga membentuk mozaik kebudayaan yang sangat

kaya warna.

Dua proses kebudayaan yang paling kuat membentuk wilayah tersebut adalah

Indianisasi yang berlangsung selama berabad-abad yang kemudian disusul dengan

Islamisasi dari abad XIV di saat para pedagang muslim dan para sufi dari Arab dan India

Page 3: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

2

mengajak para penguasa (sultan) Melayu untuk memeluk agama Islam dan menyebarkan

Islam ke seluruh wilayah Asia Tenggara.1

Sebelum datangnya penjajah, hukum Islam yang berlaku di Malaysia adalah

hukum Islam bercampur hukum adat.2 Sistem perundang-undangan yang berlaku di

negara-negara Melayu sebelum kedatangan Inggris, dikenal dengan sebutan

adat pepateh untuk kebanyakan orang-orang Melayu di negeri Sembilan dan beberapa

kawasan Naning di Malaka. Untuk di bagian-bagian lain di Semenanjung, dikenal sebagai

adat temenggung.3

Mengingat negara Malaysia juga merupakan bekas daerah jajahan Portugis dan

Belanda yang kemudian disusul dengan kedatangan Inggris pada akhir abad ke-18,

tentunya hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap produk hukum yang dibuat

Malaysia. Artinya, tidak menutup kemungkinan hukum yang dibawa penjajah juga

membumi di Malaysia. Ketika kolonial Inggris berkuasa di Malaysia, penerapan

perundang-undangan Inggris secara berangsur-angsur menggeser dan menggantikan

undang-undang Islam yang telah berlaku.

Dari beberapa uraian di atas merupakan pijakan penulis untuk membahas sejarah

peradilan Islam di Malaysia, tentunya juga harus melihat kebelakang akan kondisi sosio

politik yang berkembang di Malaysia yang kesemuanya itu merupakan faktor penentu

dari produk hukum yang dihasilkan, terutama bagi masyarakatnya yang beragama Islam

yang terikat pada sistem peradilan Islam di Malaysia.

Sebagai sesama bangsa dan negara serumpun yang memiliki kemiripan secara

geografis, historis, dan kultural, umat Islam Indonesia perlu mengetahui keberadaan

Malaysia lebih jauh, termasuk persoalan penerapan hukum Islam di negara tersebut.

Dalam hal ini, tentunya sistem peradilan Islam yang diterapkan oleh Malaysia memiliki

1John L. Esposito dan John O.Voll, Demokrasi di Negara-Negara Muslim (Jakarta: Mizan,

1999), h. 165.

2Khoirudin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara (Jakarta: INIS, 2002), h. 62

3Abdul Monir Yaacob, Pelaksanaan Undang-Undang Islam dalam Mahkamah Syariah dan

Mahkamah Sivil di Malaysia, (Kuala Lumpur: IKIM, 1995), h. 8-9.

Page 4: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

3

bentuk dan corak tersendiri yang layak dijadikan sebagai bahan komparatif terhadap

dinamika tatanan hukum Islam, khususnya dalam perkembangan peradilan Islam di tanah

air.

Makalah ini akan memfokuskan pembahasan pada masalah sistem peradilan Islam

di Malaysia, termasuk di dalamnya meliputi profil negara Malaysia, yang mencakup

sejarah dan periode awal Islam dan perkembangan Islam di Malaysia. Pada makalah ini

juga akan membahas beberapa referensi prihal tatanan struktur peradilan yang

diberlakukan di Malaysia, mulai dari pengadilan tingkatan paling rendah hingga pada

tingkatan pengadilan tinggi dan banding. Secara, khusus juga membahas masalah sistem

dan sejarah peradilan Islam di Malaysia, khususnya Mahkamah Syari’ah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis akan

membahas hal-hal berkaitan dengan topik tersebut, sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah singkat Malaysia dan perkembangan Islam di Malaysia?

2. Bagaimanakah sejarah kehakiman Islam (mahkamah syari’ah) Malaysia?

3. Bagaimanakah sistem peradilan mahkamah syari’ah di Malaysia?

Page 5: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Malaysia dan Perkembangan Islam di Malaysia

Malaysia adalah salah satu negara muslim di kawasan Asia Tenggara,

dengan ibu kota Kuala Lumpur, terletak di semenanjung Malaka serta sebagian

Kalimantan Utara. Luas wilayahnya sekitar 333.647 km² dengan jumlah penduduk

kurang lebih 18.239.000 jiwa.1 Mayoritas penduduknya adalah muslim, sekitar

53 %, etnik Cina 35 % dan India 10%. Bahasa resmi adalah bahasa Melayu dan

agama Islam merupakan agama resmi di Malaysia.

Malaysia merupakan kerajaan federal yang terdiri dari tiga belas negara

bagian yang meliputi daerah semenanjung Malaka, yakni Johor, Malak, Pahang,

Negeri Sembilan, Selangor, Perak, Trengganu, Kelantan, Penang, Kedah, dan

Perlis yang terletak di Malaysia Barat dan Malaysia Timur yang terdiri Sabah dan

Serawak yang terletak di Kalimantan bagian Utara. Federasi ini terbentuk pada

tanggal 16 September 1963.2 Kepala negara Malaysia adalah seorang raja dengan

gelar “Yang Dipertuan Agung”. Pemerintahan berada di tangan Perdana Menteri

yang berhak membentuk kabinet.3

Keadaan alam wilayah negara ini terdiri dari dua bagian, Malaysia Barat

merupakan sebuah Semenanjung yang terpanjang di dunia, beriklim tropis yang

dipengaruhi angin musim Barat Daya dan musim Timur Laut, suhu rata-rata 20ºC.

Dan, Malaysia Timur tanahnya bergunung-gunung terutama Sabah dengan puncak

1Cyril Glasse, The Concise Encyclopedia of Islam, diterjemahkan oleh Ghuffron A.

Mas’adi dengan judul Ensiklopedi Islam (Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999),

h. 77.

2Malaysia merupakan negara monarki konstitusional federal dan demokrasi parlementer

yang merdeka dari kolonial Inggris. Malaya merdeka sejak 31 Agustus 1957, Serawak pada

tanggal 22 Juli 1963, Kalimantan Utara pada tanggal 31 Agustus 1963. Sedangkan federasi dari

beberapa negara bagian Malaysia, pada tanggal 16 September 1963.

3Ibid.

Page 6: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

5

tertinggi gunung Kinabalu (4.101 m). Suhu tertinggi 31ºC suhu terendah 20ºC

dengan curah hujan yang bervariasi tergantung pada tinggi tempat dan musim.

Adapun sumber daya alam adalah timah, biji besi, bauksit, minyak, dan gas. Sektor

ekonomi terpenting adalah pertanian, yang menghasilkan beras, kelapa sawit,

kopra, karet dan kayu.

Jika dilihat dari sejarah, maka kedatangan Islam dan proses Islamisasi

berlangsung melalui jalur perdagangan atas peranan para pedagang muslim dan

muballig dari Arab dan Gujarat. Proses Islamisasi ini berjalan baik dengan

berdirinya kerajaan Islam yang pertama di Semenanjung Malaka yaitu kerajaan

Islam Kalantan (pertengahan abad ke-12).4 Pada abad ke-15 kerajaan Islam

Malaka berdiri dengan rajanya yang pertama adalah Parameswara Iskandar Syah,

yang memeluk Islam pada tahun 1414 M dengan gelar Sultan Muhammad Syah.

Kerajaan ini tercatat sebagai kerajaan pertama di Malaysia yang memil iki undang-

undang tertulis yang disebut dengan “Undang-Undang Malaka”.5

Sejak tahun 1980-an Islam di Malaysia mengalami kebangkitan yang

ditandai dengan semaraknya kegiatan dakwah dan kajian Islam oleh kaum

intelektual.6 Hal ini mulai dirintis oleh seorang antropolog Canada, Juqith Nagata

dalam karyanya The Flowering of Malaysian Islam. Serta beberapa karya lain

seperti Islamic Resurgence oleh Candra Muzaffar, Islamic Revivalisme in Malaysia

oleh Zainal Anwar. 7

4Kerajaan Malaka merupakan kerajaan Islam terkuat dan berpengaruh besar dalam

menyebarkan Islam di Malaysia, juga ditempatkan sebagai pusat perdagangan dan kubu keimanan.

Lihat, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia Islam (Cet. III; Jakarta: Ikhtiar Baru Van

Hoeven, 1991), h. 138.

5Ibid.

6Ibid., h. 139.

7Omar Farouk, “Penelitian Sosial dan Kebangkitan Islam di Malaysia”, dalam Zaiful

Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara (Cet. I; Jakarta: LP3ES, 1993),

h. 289.

Page 7: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

6

Kedatangan Islam ke Malaysia tidak berbeda dengan kedatangan Islam ke

Indonesia, yaitu melalui Selat Malaka. Karena, Selat Malaka merupakan jalur

perdagangan laut yang sudah lama dilayari oleh pedagang-pedagang Arab, Parsi,

dan India. Sebagai sebuah lintasan perdagangan tentu telah terjadi kontak antara

kaum pendatang, yakni para pedagang dengan kaum pribumi. Sebagaimana

diketahui secara umum, sebelum Islam datang ke tanah Melayu, orang-orang

Melayu adalah penganut animisme, hinduisme, dan budhiesme. Namun sejak

kedatangannya, Islam secara berangsur-angsur mulai diyakini dan diterima sebagai

agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara.

Sejak periode awal di Malaysia, Islam telah mempunyai ikatan yang erat

dengan politik dan masyarakat Melayu. Islam bagi orang Melayu, bukan hanya

sebatas keyakinan, tetapi juga telah menjadi identitas mereka, dan menjadi dasar

kebudayaan Melayu. Pakaian tradisional Melayu, misalnya telah disesuaikan

dengan apa yang dianjurkan oleh Islam. Berbaju kurung dan rok panjang bagi

wanita yang disertai oleh tutup kepala dengan maksud untuk menutup aurat.

Di sepanjang sejarah, asosiasi yang sangat erat antara Islam dengan

kebudayaan dan identitas Melayu ini merupakan sesuatu yang diterima secara

umum. Sejak membuang kepercayaan animisme dan memeluk Islam selama masa

kerajaan Malaka (abad XV), bangsa Melayu tak pernah berubah agama, yakni

beragama Islam. Pengaruh Islam pun berakar dalam pada berbagai dimensi

kehidupan Melayu.8

Adanya penjajahan Melayu oleh Inggris telah menyebabkan melemahnya

nilai-nilai Islam yang telah meresap dalam tatanan masyarakat tradisional Melayu.

Penjajahan itu tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi dan politik saja, tetapi

termasuk juga penjajahan pikiran dan kebudayaan. Kolonial Inggris membuat

8Hamid Jusoh, “Pemakaian Undang-Undang Islam Kini dan Masa Depannya di Malaysia”,

dalam Ahmad Ibrahim, Al-Ahkam; Undang-Undang Malaysia Kini (Kuala Lumpur, Dewan

Bahasa dan Pustaka, 1990), h. 90.

Page 8: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

7

pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Pelaksanaan hukum Islam di

negara-negara bagian Malaysia sebelum kemerdekaan telah berubah di bawah

pengaruh Inggris. Inggris menggantikan sistem hukum Islam dengan sistem hukum

yang sesuai dengan keinginannya. Sistem pemerintahan Islam yang disebut

kesultanan juga mengalami kemunduran akibatnya tidak lagi mampu memainkan

perannya sebagai pelindung penyebaran agama Islam sebagaimana yang pernah

terjadi sebelumnya. Sepanjang masa penjajahan tersebut, dunia Melayu mengalami

“westernisasi”(pembaratan) dan “deislamisasi” sekaligus.9

Secara historis, Islam sudah menjadi bagian dari wilayah-wilayah

tradisional Melayu sejak zaman kesultanan Malaka. Islam pun berkembang pesat,

meskipun cenderung tidak stabil. Dari zaman kolonial sampai tercapainya

kemerdekaan, islamisasi orang-orang Melayu berlangsung secara evolusioner, tidak

merata, namun berjalan dinamis. Ini disebabkan karena pengaruh penjajahan

Inggris. Di samping itu, pengaruh modernisasi sedikitnya telah membawa sikap

pro-kolonialisme, baik di kalangan warga yang berpendidikan sekuler maupun

agama. 10

Dalam konstitusi Malaysia, Islam diakui sebagai agama resmi negara. Pasal

3 ayat 1 menegaskan “Islam is the religion of the federation, but other religions

may be peace and harmony in any part of the federation” Islam adalah agama

federasi namun pada saat yang sama, konstitusi (UU) memberikan kebebasan

beragama kepada komunitas non-muslim. Setiap warga negara berhak menjalankan

agamanya, memiliki kekayaan, mendirikan sekolah-sekolah agama, mengurusi

perkara-perkaranya sendiri.11

9Ibid., h. 93.

10Lihat, John L. Esposito dan John O. Volt, Islam and Democracy, diterjemahkan oleh

Rahman Astuti dengan judul Demokrasi di Nagara-Negara Muslim Problem dan Prospek (Cet. I;

Bandung: Mizan, 1999), h. 166.

11Jusoh, op. cit., h. 88. Lihat juga, Lembaga Penyelidikan Undang-Undang, Perlembagaan

Persekutuan (Kuala Lumpur: Berlian, 1996), h. 2

Page 9: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

8

Pengakuan konstitusi bahwa agama Islam merupakan agama resmi negara

tidak memberi ruang yang luas untuk melaksanakan undang-undang berdasarkan

Islam, bahkan konstitusi tetap menjadi undang-undang tertinggi federal dan setiap

undang-undang hendaklah disesuaikan dengan ketentuan konstitusi. Terlepas dari

keterbatasan implikasi dari ketentuan konstitusi Malaysia tentang posisi Islam

sebagai agama resmi negara, tentunya pengakuan negara atas Islam sebagai agama

resmi negara turut mendukung menguatnya Islam di Malaysia.12

Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia,

namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan

yurisprudensi. UU Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika tidak didapatkan

hukum tertulis di Malaysia, pengadilan perdata harus mengikuti hukum adat

Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam hanya berlaku

pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan keluarga dan

pelanggaran agama. Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki

yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik, warisan, serta pemeliharan anak. Bila

terdapat pertentangan antara pengadilan perdata dan syari’ah, maka kewenangan

peradilan perdata lebih diutamakan.13

B. Sejarah Kehakiman Islam (Mahkamah Syari’ah) Malaysia

Malaysia merupakan negara bekas jajahan Inggris, sebagai bekas jajahan

Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan Inggris

(Common Law Sistem ) di berbagai negara federasi. Meskipun demikian, Malaysia

tidak menghilangkan hukum asli yang notabene sudah ada jauh sebelum hukum

Inggris masuk ke dalam tatanan hukum negara Malaysia, yaitu hukum Islam dan

hukum adat.

12

Mohd. Foad Sakdan, Pengetahuan Asas Politik Malaysia (Cet. II; Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 1999), h. 17.

13Ibid., h. 20. Lihat juga, Mahmood Zuhdi Abd. Majid, Pengantar Undang-Undang Islam

di Malaysia (Cet. II; Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2004), h. 106.

Page 10: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

9

Hal ini disebabkan Malaysia ingin mempertahankan hukum yang sesuai

dengan nilai-nilai yang ada di masyarakatnya. Sehingga kesadaran hukum

senantiasa lebih mudah ditumbuhkan daripada merombak seluruh budaya hukum

dengan budaya yang baru dan hukum adat di berbagai kelompok penduduk asli.14

Mengingat komunitas masyarakat Malaysia sendiri terhimpun dari berbagai kultur,

budaya, tradisi dan agama, baik secara internal dari komunitas Melayu itu sendiri

maupun interaksi dari komunitas luar, seperti etnik Cina, Pakistan, India dan Arab.

Pada era Kesultanan Melayu Melaka (1400-1511), sistem kehakiman Islam

dipegang oleh seorang sultan sebagai pemegang kekuasaan kerajaan monarki.

Kedudukan seorang sultan berperan besar dalam kewenangan legislatif, eksekutif

maupun mahkamah. Lembaga kehakiman saat itu dikenal dengan sebutan

Mahkamah Balai yang terdiri dari ulama kadi sebagai pelaksana (penasehat balai)

yang berorientasi pada pentadbiran di Timur Tengah, sedangkan putusan akhir

tetap dipegang oleh seorang sultan. Pada era ini pengaruh kolonial Inggris di

Tanah Melayu mulai masuk pada tahun 1786 oleh Sir Francis Light di Pulau

Pinang dan Sir Stamford Raffles di Singapura.15

Pada era Kesultanan Melayu Lama (1511-1800), struktur mahkamah Islam

tidak jauh berbeda pada era Kesultanan Melayu Melaka. Peran penasihat yang

diemban seorang kadi (hakim setempat) tidak lagi menonjol. Para ulama (tokoh

agama) saat itu dapat juga berfungsi sebagai penasihat dalam perkara syari’at.

Karenanya, wadah lembaga pada era ini disebut sebagai “Mahkamah Masjid” yang

menyelesaikan perkara di surau-surau atau masjid.16

Di era kolonial Inggris (1800-1900), sistem kehakiman Islam di Malaysia

dikenal dengan sebutan Kehakiman Kesultanan Melayu Zaman Pertengahan. Pada

14Hamid Jusoh, Kedudukan Undang-Undang Islam dalam Pelembagaan Malaysia (Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992), h. 22

15Ramizah Wan Muhammad, “Sejarah Pentadbiran Kehakiman Islam di Malaysia” dalam

Kanun; Jurnal Undang-Undang Malaysia, no. 21 (Maret 2009), h. 3.

16Ibid., h. 4.

Page 11: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

10

era ini, posisi Mahkamah Balai dihapus oleh kolonial Inggris. Namun kedudukan

seorang sultan dalam menentukan keputusan perkara tetap dipertahankan. Hanya

saja, fungsi penasehatan saat itu harus dipegang oleh seorang mufti atau sya ikh

Islam yang berwenang menfatwakan dan merekomendasikan kebijakan atas sebuah

perkara. Finalisasinya tetap disampaikan oleh seorang sultan sebagai pemegang

kekuasaan. Pada era ini pula, fungsi mahkamah adat juga mulai difungsikan dan

diketuai oleh seorang hakim yang ditunjuk oleh kesultanan.17

Barulah pada tahun 1948, hierarki mahkamah di Malaysia dipengaruhi besar

oleh sistem peradilan bawaan kolonial Inggris. Pada tanggal 1 Pebruari 1948,

Court Ordinance 1948 diberlakukan seiring berdirinya negera-negara bagian

Malaysia. Posisi mahkamah syari’ah pun merupakan lembaga tingkat rendah dalam

tatanan hukum yang diberlakukan pihak kolonial di Malaysia. Kedudukan

mahkamah syari’ah juga diberlakukan khusus hanya untuk warga negara Malaysia

yang beragama Islam. Kedudukan tertinggi bukan lagi dipegang oleh seorang

sultan, melainkan oleh mahkamah agung sebagai lembaga otoritas kolonial.18

Setelah Malaysia merdeka dari penjajahan tahun 1957, sistem pemerintahan

berubah dari monarki menjadi negara federal, monarki konstitusi dan demokrasi

parlementer. Ketentuan tersebut juga menyatakan Islam sebagai agama negara

namun dengan tetap menghormati kebebasan beragama. Undang-undang dasar ini

menyediakan kerangka cabang-cabang pemerintahan eksekutif, parlemen, dan

yudikatif.19

Sistem peradilan pun di dalam berhukum negara Malaysia dibagi dan

disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakatnya.

17Ibid., h. 5.

18Hierarki mahkamah berdasarkan Akta Mahkamah Rendah 1948, yaitu mahkamah agung,

mahkamah sesyen, mahkamah majistret dan mahkamah penghulu. Lihat, Ahmad bin Ibrahim dan

Ahilemah binti Joned, Sistem Undang-Undang di Malaysia (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

Pustaka, 1985), h. 23.

19Ahmad Ibrahim, “Perkembangan Kodifikasi Hukum Islam di Malaysia” dalam Sudirman

Teba (ed)., Perkembangan Terakhir Hukum Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Hukum Keluarga

dan Pengkodifikasiannya (Bandung: Mizan, 1993), h. 100.

Page 12: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

11

Sistem tatanan perundang-undangan Malaysia mengacu pada empat sumber

yaitu : hukum tertulis, hukum kebiasaan, hukum Islam dan hukum adat.20

Hukum

kebiasaan terdiri dari hukum kebiasaan Inggris dan peraturan persamaan hak yang

telah dikembangkan pengadilan Malaysia, yang di dalamnya terdapat kemungkinan

adanya pertentangan dengan hukum tertulis dan juga penyesuaian-penyesuaian

kualifikasi dan keadaan lokal yang dianggap pantas.

Dalam sistem perundangan di Malaysia pasca merdeka, keberadaan

mahkamah syari’ah diubah mejadi mahkamah negeri-negeri (federal). Sistem

pengadilan secara mendasar bersifat federal. Baik hukum federal maupun negara

bagian dilaksanakan di pengadilan federal. Hanya pengadilan syari’ah yang

menggunakan sistem hukum Islam, bersama dengan pengadilan pribumi di Sabah

dan Sarawak, yang berurusan dengan hukum adat. Pada tahun 1980-an, mahkamah

syari’ah terpisah dari Majlis Agama Islam dan kekuasaan peradilan Islam terbagi

menjadi tiga tingkatan, yaitu mahkamah rayuan syari'ah, mahkamah tinggi syari'ah

dan mahkamah rendah syari'ah.21

Terkait dengan perkara syari’ah, di Malaysia dikenal pengadilan syari’ah

yang memiliki yurisdiksi atas kaum muslim berkaitan dengan hukum perseorangan

dan keluarga misalnya pertunangan, pernikahan, perceraian, perwalian, adopsi,

legitimitasi, suksesi, beserta sedekah dan wakaf. Pengadilan syari’ah adalah

pengadilan di negara bagian yang agak terpisah dari pengadilan federal, yang tidak

20Ahmad dan Ahilemah, op. cit., h. 46. Lihat, Lembaga Penyelidikan Undang-Undang,

Perlembagaan Persekutuan (Kuala Lumpur: Berlian, 1996), h. 135

21Mahkamah rayuan syari'ah merupakan pengadilan agama tingkat kasasi yang

berkedudukan di ibukota negara. Mahkamah syari’ah tinggi adalah lembaga peradilan Islam

tingkat banding yang berkedudukan di masing-masing negara bagian (provinsi). Sedangkan

mahkamah rendah syari’ah adalah peradilan agama tingkat pertama. Pada masa kesultanan,

kedudukan mahkamah syari'ah merupakan bagian dari Majlis Agama Islam (semacam departemen

agama dan MUI), lalu berpisah dan bergabung dalam Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia

(semacam departemen kehakiman atau mahkamah agung) yang ditangani langsung oleh perdana

menteri. Selangor pun menjadi negara bagian pertama memisahkan diri dari MAI melalui

Enakmen No. 2 Pentadbiran Agama Islam tahun 1989, disusul oleh negara bagian lainnya, seperti

Negeri Sembilan dan Pahang, tahun 1991.

Page 13: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

12

memiliki yurisdiksi apapun dalam pengadilan syari’ah. Artinya, pengadilan federal

sama sekali tidak memiliki yurisdiksi dalam perkara-perkara syariah yang menjadi

kewenangan pengadilan syariah. Yurisdiksi pada hukum pidana terbatas pada kaum

muslim yang melanggar hukum syari’ah di mana pelaku dapat dikenai hukuman

maksimal 3 tahun penjara, dan denda sebesar 5.000 Ringgit,22

hukum cambuk

maksimal 6 kali atau gabungan atas dua atau lebih.23

C. Sistem Mahkamah Syari’ah di Malaysia

Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia,

namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan

yudisprudensi. Undang-Undang Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika

tidak didapatkan hukum tertulis di Malaysia, pengadilan perdata harus mengikuti

hukum adat Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam

hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan

keluarga dan pelanggaran agama.24

Upaya melaksanakan hukum Islam selain bidang ibadah dan kekeluargaan

(perkawinan, perceraian, kewarisan) di Malaysia saat ini merupakan fenomena

kultural umat yang latar belakangnya dapat dilihat dari berbagai segi. Di

antaranya ialah bahwa hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup di dalam

masyarakat yang beragama Islam di Malaysia, karena hukum Islam berkembang

bersamaan dengan masuknya Islam di kawasan ini.

Jurisdiksi Mahkamah Syariah dibatasi hanya bagi muslim menyangkut

keyakinan dan kewajiban sebagai muslim, termasuk di antaranya pernikahan,

22

Hukuman yang diberikan atas kesalahan-kesalahan tersebut berupa denda tidak

diperbolehkan melebihi RM 5.000 dan atau penjara kurungan tidak lebih dari tiga tahun. Untuk

lebih jelasnya mengenai Undang-Undang Syariah yang mengatur masalah pidana tersebut dapat

merujuk pada Undang-Undang Syari’ah Wilayah-Wilayah Persekutuan. Lihat, Lembaga

Penyelidikan Undang-Undang, Undang-Undang Syari’ah Wilayah-Wilayah Persekutuan (Selangor:

International Law Book Services, t.t.), h. 5-28.

23Ahmad dan Ahilemah, op. cit., h. 69.

24Jusoh, op. cit.

Page 14: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

13

warisan, kemurtadan, dan hubungan internal sesama umat. Tidak ada pelanggaran

perdata atau pidana berada di bawah jurisdiksi mahkamah syari'ah, yang memiliki

hierarki yang sama dengan Pengadilan Sipil Malaysia. Namun, dalam hukum

keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak

milik, warisan, serta pemeliharan anak. Bila terdapat pertentangan antara

pengadilan perdata dan syari’ah, maka kewenangan peradilan perdata lebih

diutamakan.25

Pencantuman Islam sebagai agama resmi negara Malaysia boleh dikatakan

sebagai momentum tegaknya syari’at Islam di Malaysia di tengah gempuran

sekularisme panjang kolonialisme Barat di bumi Melayu Malaysia. Adapun

ketentuan mengenai undang-undang syariah secara khusus diatur dalam konstitusi

Malaysia. Konstitusi (Perlembagaan Persekutuan Malaysia) memberikan

kewenangan kepada negara-negara bagian, yaitu masing-masing negara bagian

diberi kuasa untuk membuat undang-undang Islam sendiri dan dalam

pelaksanaannya membentuk lembaga-lembaga terkait, seperti majlis-majlis agama

Islam, mahkamah syariah dan sebagainya.26

Negara-negara bagian melalui badan perundang-undangan masing-masing

berwenang membuat undang-undang syari’ah dan membentuk organisasi pembuat

dan pelaksana undang-undang seperti majelis-majelis agama Islam dan mahkamah-

mahkamah syari’ah. Undang-undang syari’ah diberikan kewenangan untuk

mengatur masalah hukum keluarga Islam (hukum perdata) dan pidana. Untuk

hukum keluarga (hukum perdata) kewenangan diberikan secara garis besar dapat

dijabarkan sebagai berikut :

25Zuhdi, op. cit.

26Undang-Undang Syari’ah Wilayah-Wilayah Persekutuan, op. cit., h. 22.

Page 15: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

14

1. Pernikahan, mulai dari pertunangan, syarat-syarat perkawinan, maskawin, pencatatan

pernikahan, hak dan kewajiban suami isteri, perceraian, masa iddah, rujuk, status

anak, hak asuh anak, poligami, perwalian, pengangkatan anak dan adopsi.

2. Kewarisan, berkenaan dengan ahli waris dan masing-masing bagiannya;

3. Wasiat, berkenaan dengan syarat-syarat dan yang tidak boleh menerima wasiat serta

batalnya wasiat pengangkatan anak (adopsi), status anak, hak asuh anak, warisan,

dan wasiat. Sedangkan dalam bidang pidana seperti melaksanakan dan menghukum

pencabutannya;

4. Hibah;

5. Zakat; dan wakaf .27

Sedangkan dalam bidang pidana, kewenangan mahkamah syari’ah dalam hukum

keluarga bagi warga negara yang menganut agama Islam di Malaysia secara garis

besarnya dapat dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kesalahan yang berhubungan dengan aqidah, seperti pemujaan salah, doktrin palsu,

mengembangkan doktrin agama, dan dakwaan palsu;

2. Kesalahan yang berhubungan dengan kesucian agama Islam dan institusinya, seperti

menghina ayat Alquran atau hadis dan menghina atau mengingkari pihak berkuasa

agama, tidak menunaikan sholat Jum’at, tidak menghormati Ramadhan, tidak

membayar zakat atau fitrah, menghasut supaya mengabaikan kewajiban agama,

berjudi dan minum yang memabukkan.

3. Kesalahan yang berhubungan dengan kesusilaan, pelacuran, persetubuhan luar nikah,

perbuatan sebagai persediaan untuk melakukan persetubuhan luar nikah, liwat

(sodomi), khalwat, orang lelaki berlagak seperti perempuan, perbuatan tidak sopan di

tempat umum;

4. Kesalahan-kesalahan seperti memberikan keterangan, maklumat atau pernyataan

palsu, memusnahkan atau mencemarkan masjid, atau surau, pemungutan zakat atau

27Undang-Undang Syari’ah Wilayah-Wilayah Persekutuan, op. cit., h. 27.

Page 16: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

15

fitrah tanpa kuasa, pembayaran tak sah akan zakat atau fitrah, menghalang pasangan

yang sudah menikah dari pada hidup sebagai suami isteri, menghasut suami atau

isteri supaya bercerai atau mengabaikan kewajiban, menjual atau membenikan anak

kepada orang bukan Islam, qasaf, dan penyalahgunaan tanda halal.28

Kedudukan mahkamah syari’ah di Malaysia merupakan institusi kehakiman

yang menangani serta menjatuhkan hukuman kepada orang Islam yang berperkara

(perdata) dan pidana agama sesuai kewenangan yang telah ditetapkan. Adapun

urutan hierarki mahkamah syari’ah di setiap negara bagian adalah sebagai berikut :

1) Mahkamah Rendah Syariah yang berkedudukan di setiap kabupaten yang menangani

perkara-perkara untuk wilayahnya saja sebagai pengadilan tingkat pertama.

2) Mahkamah Tinggi Syari’ah, merupakan lembaga peradilan tingkat tinggi yang

berkedudukan di ibukota negara bagian (provinsi). Mahkamah ini diketuai oleh

seorang Qadhi Besar yang bertugas mengawasi dan mengatur semua Qadhi yang ada

di kabupaten (Mahkamah Rendah Syari’ah). Sedangkan wewenangannya meliputi

bidang jinayah (pidana) dan perdata yang telah diputuskan oleh Mahkamag Rendah

Syari’ah, dengan kata lain Mahkamah Tinggi Syari’ah adalah peradilan tingkat

banding.

3) Mahkamah Rayuan Syari’ah merupakan lembaga peradilan yang berdiri sendiri dari

tiga anggota, yaitu mufti kerjaan dan dua orang yang telah dilantik oleh Duli Yang

Maha Mulia Sultan. Lembaga peradilan ini berwenang untuk menerima dan

memutuskan perkara-perkara yang telah diputuskan oleh Mahkamah Tinggi Syari’ah,

dengan kata lain Mahkamah Rayuan Syari’ah merupakan pengadilan tingkat kasasi

dalam ruang lingkup mahkamah syari’ah di Malaysia.29

Mahkamah syari’ah mempunyai kekuasaan menjalankan undang-undang

syari'ah di setiap negara bagian. Namun kewenangan tersebut hanya terbatas pada

28Ibid., h. 29.

29Zuhdi, op. cit., h. 110.

Page 17: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

16

hal-hal atau permasalahan yang melibatkan orang Islam saja. Ketentuan pasal 121

(1A) Pindaan 1989 menyatakan bahwa mahkamah-mahkamah yang disebutkan

dalam pasal (1) tidak boleh menangani perkara-perkara yang ada dalam kekuasaan

mahkamah syari’ah.30

Secara tidak langsung ketentuan tersebut menunjukkan supremasi undang-

undang syari’ah atas undang-undang lainnya. Karenanya, mahkamah sipil tidak

boleh menangani dan ikut campur dalam hal-hal atau permasalahan yang telah

dibicarakan dan diputuskan oleh hakim di mahkamah syari’ah. Begitu juga hal-hal

yang telah diputus di mahkamah syari’ah (rendah dan tinggi) dan ada upaya -upaya

banding, maka perkaranya tidak boleh diteruskan ke mahkamah sipil, tetapi harus

tetap di bawah kekuasaan mahkamah rayuan syari'ah.

Namun demikian terdapat beberapa kelemahan mendasar yang masih dapat

dijumpai, terutama dalam kekuasaan mahkamah syari’ah itu sendiri. Kelemahan

tersebut terlihat jika terjadi pertentangan antara undang-undang syari'ah yang

diubah di bawah kekuasaan negara bagian dengan ketentuan-ketentuan yang ada

dalam konstitusi Malaysia, maka dengan sendirinya undang-undang syari'ah di

negara bagian tersebut dibatalkan.

Selain itu ketentuan untuk melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan

orang Islam yang merupakan kekuasaan mahkamh syari’ah juga ikut terbatalkan.

Alasannya, undang-undang Islam tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan

bersandar pada kuasa pemerintah. Sebagai contoh, mahkamah syari’ah tidak

berhak menangani masalah warisan, sekalipun berkaitan dengan harta orang Islam

dikarenakan ia berada di bawah kewenangan akta perjanjian dan akta pusaka kecil.

Hakim dalam hal ini hanya berfungsi untuk mengesahkan pembagian-pembagian

waris sesuai dengan ketentuan agama. Adapun pembagian harta warisan tidak

sesuai dengan ketentuan dengan hukum fara’id, hukuman dan denda yang dapat

30Lembaga Penyelidikan, op. cit., h. 165.

Page 18: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

17

dijatuhkan oleh hakim dalam mahkamah syari’ah adalah tidak melebihi dari pada

RM 5000 atau tiga tahun penjara atau enam kali cambuk.31

Meskipun terdapat ketentuan di dalam Undang-Undang Persekutuan

(konstitusi Malaysia) bahwa Islam sebagai agama resmi negara dan ketentuan

untuk melaksanakan undang-undang syari'ah, tetapi pelaksanaannya jauh berbeda

dengan apa yang telah diamalkan pada zaman rasulullah Saw. maupun zaman

khulafa’ar-Rasyidin. Di zaman Rasulullah, pemakaian undang-undang syari'ah

dilaksanakan secara menyeluruh dan konsekuen. Namun di Malaysia penggunaan

undang-undang syari'ah terbatas pada masalah-masalah tertentu saja. Namun

dengan Undang-Undang Common Law Inggris, justeru mendapat tempat utama

walaupun menuai pro kontra. Selain sumber rujukan utama sistem perundang-

undangannya juga berbeda, karena sistem undang-undang Malaysia lebih

disandarkan pada undang-undang yang dibawa ole kolonial Inggris ketimbang

pada rujukan masa Rasul maupun sahabat yang notabene berazaskan Alquran dan

hadis.32

Implikasi dari sistem pemerintahan federal yang memberikan kekuasaan dan

kewenangan lebih besar kepada kerajaan negeri (negara bagian) dalam mengatur

negaranya, mahkamah syari’ah di Malaysia masih banyak ditentukan dan

bergantung kepada kebijakan politik dan hukum kerajaan negeri bersangkutan.

Kalau di negara bagian itu pemerintahannya menjaga dan menerapkan Islam dalam

kehidupan politik bernegara, maka mahkamah syariah akan maju dan berkembang

dengan pesat. Begitu pula sebaliknya. Masih banyak dijumpai gedung-gedung

mahkamah syari’ah yang meminjam, atau menyewa dan mengontrak bangunan

gedung lain, atau menempati bangunan gedung bersama-sama dengan lembaga-

lembaga lain seperti gedung Jabatan Majlis Agama Islam (semacam Kementerian

Agama dan MUI) atau gedung Urussetia (gedung pemerintahan).

31Ahmad dan Ahilemah, op. cit.

32Jusoh, op. cit., h. 41.

Page 19: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

18

Sekalipun saat ini politik hukum pemerintahan Malaysia telah berubah dan

ingin menyeragamkan dengan menempatkan mahkamah-mahkamah syariah yang

ada di negara-negara bagian dalam kekuasaan dan kewenangan pemerintahan

Malaysia di pusat seperti Indonesia (Mahkamah Agung RI), di bawah sebuah

lembaga bernama Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia, namun hierarki

mahkamah syari’ah di Malaysia saat ini belum sampai ke pusat (mahkamah

persekutuan). Peradilan tertinggi untuk mahkamah syariah hanya sampai pada

mahkamah rayuan syari'ah yang biasanya terletak di ibukota negara bagian

(kerajaan negeri).

Page 20: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

19

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Malaysia terdiri dari masyarakat plural dengan keragaman penduduknya, akan

tetapi citra dan nuansa Islam sangat menonjol terutama dalam sistem politik dan

pemerintahan. Salah satu faktor penting lainnya yang turut memperkuat pengaruh, citra

dan nuansa Islam tersebut terkait erat dengan posisi Islam dalam konstitusi negara

ini. Islam merupakan sumber legitimasi bagi para sultan (penguasa) yang memegang

peran sebagai pemimpin agama, pembela iman, dan pelindung hukum Islam, sekaligus

pendidikan dan nilai-nilai adat.

Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia, namun

hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan yudisprudensi. UU

Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika tidak didapatkan hukum tertulis di

Malaysia, pengadilan perdata harus mengikuti hukum adat Inggris atau aturan lain yang

sesuai. Dengan demikian hukum Islam hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu

yang berhubungan dengan keluarga dan pelanggaran agama.

Dalam sistem perundangan di Malaysia pasca merdeka, keberadaan mahkamah

syari’ah diubah mejadi mahkamah negeri-negeri (federal). Sistem pengadilan secara

mendasar bersifat federal. Hanya pengadilan syari’ah yang menggunakan sistem hukum

Islam, bersama dengan pengadilan pribumi di Sabah dan Sarawak, yang berurusan dengan

hukum adat. Pada tahun 1980-an, mahkamah syari’ah terpisah dari Majlis Agama Islam

dan kekuasaan peradilan Islam terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu mahkamah rayuan

syari'ah, mahkamah tinggi syari'ah dan mahkamah rendah syari'ah.

Page 21: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

20

Jurisdiksi Mahkamah Syariah (peradilan Islam) di Malaysia dibatasi hanya bagi

muslim menyangkut keyakinan dan kewajiban sebagai muslim, termasuk di antaranya

pernikahan, warisan, kemurtadan, dan hubungan internal sesama umat. Tidak ada

pelanggaran perdata atau pidana berada di bawah jurisdiksi mahkamah syari'ah, yang

memiliki hierarki yang sama dengan pengadilan sipil Malaysia. Namun, dalam hukum

keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik,

warisan, serta pemeliharan anak. Bila terdapat pertentangan antara pengadilan perdata

dan syari’ah, maka kewenangan peradilan perdata lebih diutamakan.

B. Saran-saran

Berdasarkan uraian penulisan makalah di atas, maka penyusun dapat memberikan

saran sebagai berikut :

1. Sebagai insan akademis, tokoh agama dan praktisi hukum keislaman maupun pihak

birokrasi, termasuk Kementerian Agama RI bahwa telaah sistem peradilan Islam di

Malaysia perlu dikaji lebih mendalam mengingat Indonesia dan Malaysia memiliki

yang memiliki kemiripan secara geografis, historis, dan kultural. Karenanya, umat

Islam Indonesia perlu mengetahui keberadaan Malaysia lebih jauh, termasuk

persoalan penerapan hukum Islam di negara tersebut.

2. Penerapan hukum Islam melalui lembaga konstitusi di sebuah negara, termasuk

Indonesia harus terus digalakkan dalam segala aspek kehidupan. Tentunya, sebagai

penduduk mayoritas muslim, legislasi perundang-undangan di Indonesia lebih

memihak dan menyentuh kepentingan syari’at Islam. Meskipun Indonesia sendiri

bukan negara Islam, tetapi setidaknya regulasi perundang-undangan yang dibuat di

DPR harus lebih merespon kebutuhan umat Islam di Indonesia.

3. Peradilan Islam, baik di Indonesia maupun di Malaysia harus menjadi perhatian

Page 22: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

21

utama dalam perkembangan dan perwujudan konstitusi bagi pemeluk agama Islam.

Sebab, baik Indonesia maupun Malaysia merupakan bekas negara kolonial, yang

tidak mustahil sistem dan struktur hukum yang berlaku sekarang ini masih sangat

berpangaruh kuat dalam pelaksanaannya. Padahal, secara historis, geografis, kultur

dan agama, kemungkinan adaptasi hukum peninggalan kolonial tersebut kurang tepat

dan kurang relevan dengan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dan Malaysia

sebenarnya. Karena itu, perlu adanya pemikiran baru dalam rangka memperbaharui

hukum, baik secara perdata maupun pidana sesuai kemurnian jati diri bangsa

Indonesia yang agamis dan penuh dengan kearifan lokal.

Page 23: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Majid, Mahmood Zuhdi. Pengantar Undang-Undang Islam di Malaysia.

Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2004. Ahmad Ibrahim. “Perkembangan Kodifikasi Hukum Islam di Malaysia” dalam

Sudirman Teba (ed). Perkembangan terakhir Hukum Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya. Bandung: Mizan, 1993.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ikhtiar Baru Van

Hoeven, 1991. Esposito, John L. dan John O.Voll. Demokrasi di Negara-Negara Muslim.

diterjemahkan oleh Rahman Astuti. Demokrasi di Nagara-Negara Muslim Problem dan Prospek. Jakarta: Mizan, 1999.

Farouk, Omar. “Penelitian Sosial dan Kebangkitan Islam di Malaysia”, dalam

Zaiful Muzani. Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1993.

Glasse, Cyril. The Concise Encyclopedia of Islam. Diterjemahkan oleh Ghuffron

A. Mas’adi, Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Ibrahim, Ahmad dan Ahilemah binti Joned. Sistem Undang-Undang di Malaysia.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1985. Jusoh, Hamid. “Pemakaian Undang-Undang Islam Kini dan Masa Depannya di

Malaysia” dalam Ahmad Ibrahim. Al-Ahkam; Undang-Undang Malaysia Kini. Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990.

_____. Kedudukan Undang-Undang Islam dalam Pelembagaan Malaysia. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992. Lembaga Penyelidikan Undang-Undang. Perlembagaan Persekutuan. Kuala

Lumpur: Berlian, 1996. Lembaga Penyelidikan Undang-Undang. Undang-Undang Syari’ah Wilayah-

Wilayah Persekutuan. Selangor: International Law Book Services, t.t. Nasution, Khoirudin. Status Wanita di Asia Tenggara. Jakarta: INIS, 2002.

Page 24: Nurhidayah; Sejarah Peradilan Islam Di Malaysia

Ramizah Wan Muhammad. “Sejarah Pentadbiran Kehakiman Islam di Malaysia”

dalam Kanun; Jurnal Undang-Undang Malaysia, no. 21 (Maret 2009). Sakdan, Mohd. Foad. Pengetahuan Asas Politik Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 1999. Yaacob, Abdul Monir. Pelaksanaan Undang-Undang Islam dalam Mahkamah

Syariah dan Mahkamah Sivil di Malaysia. Kuala Lumpur: IKIM, 1995.