new and re emerging disease

40
1.1 Pengertian Emerging Infectious Diseases Emerging infectious diseases adalah penyakit dengan insidensi yang meningkat atau yang diperkirakan akan meningkat dalam suatu periode waktu atau lokasi. Menurut WHO, Emerging infectious diseases (EID) adalah penyakit yang pertama kali muncul dalam suatu populasi, atau penyakit yang telah ada sebelumnya tetapi mengalami peningkatan insidensi atau area geografis dengan cepat. Emerging infectious diseases merupakan penyakit infeksi yang kejadiannya pada manusia meningkat dalam dua dasawarsa/ dekade terakhir atau cenderung akan meningkat di masa mendatang. Secara umum EID dapat dibagi dalam tiga kelompok penyakit, yaitu: a. Penyakit menular baru (New Emerging Infectious Diseases) b. Penyakit menular lama yang cenderung meningkat (Emerging Infectious Diseases) c. Penyakit menular lama yang menimbulkan masalah baru (Re- Emerging Infectious Diseases) Emerging infectious diseases dapat terjadi karena: a. Mikroorganisme dapat terus berubah/ mutasi atau timbul yang baru b. Kepadatan penduduk c. Faktor sosial ekonomi d. Faktor lingkungan

Upload: izza-ayudia-hakim

Post on 21-Jul-2016

133 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

New and Re Emerging Disease

TRANSCRIPT

Page 1: New and Re Emerging Disease

1.1 Pengertian Emerging Infectious Diseases

Emerging infectious diseases adalah penyakit dengan insidensi yang meningkat atau

yang diperkirakan akan meningkat dalam suatu periode waktu atau lokasi. Menurut WHO,

Emerging infectious diseases (EID) adalah penyakit yang pertama kali muncul dalam suatu

populasi, atau penyakit yang telah ada sebelumnya tetapi mengalami peningkatan insidensi

atau area geografis dengan cepat.

Emerging infectious diseases merupakan penyakit infeksi yang kejadiannya pada manusia

meningkat dalam dua dasawarsa/ dekade terakhir atau cenderung akan meningkat di masa

mendatang. Secara umum EID dapat dibagi dalam tiga kelompok penyakit, yaitu:

a. Penyakit menular baru (New Emerging Infectious Diseases)

b. Penyakit menular lama yang cenderung meningkat (Emerging Infectious Diseases)

c. Penyakit menular lama yang menimbulkan masalah baru (Re-Emerging Infectious

Diseases)

Emerging infectious diseases dapat terjadi karena:

a. Mikroorganisme dapat terus berubah/ mutasi atau timbul yang baru

b. Kepadatan penduduk

c. Faktor sosial ekonomi

d. Faktor lingkungan

Emerging infectious diseases sebagian besar (tidak semua) berhubungan dengan zoonosis

(penyakit yang berhubungan dengan hewan) dan mempunyai dampak internasional karena

dapat terjadi PHBEIC (Public Health Emergency Of International Concern), suatu keadaan

gangguan kesehatan (bisa penyakit, atau dampak kimia/ radiasi, dll) yang menjadi perhatian

internasional yang dapat menyebar antar negara.

Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dua permasalahan ini selalu muncul hampir

disetiap tahunnya,yaitu :

- Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi

- Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter)

- Perubahan iklim dan lingkungan

Page 2: New and Re Emerging Disease

- Perubahan perilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat antimikrobial

yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan vaksin.

- Perkembangan industri dan ekonomi

- Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel diseases)

- Perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis.

Beberapa faktor, termasuk pengembangan  ekonomi  dan penggunaan lahan, demografi

dan perilaku manusia, dan perjalan internasional dan perdagangan, memberikan kontribusi

pada penyakit emergence dan re-emergence.

Banyak microbial agent (virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi menyebabkan

wabah penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk mengubah pola

penyakit tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru. Seperti yang dirilis

dalam National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang membagi menjadi 3

kelompok besar, yaitu :

Grup I : Pathogen baru yang diakui dalam 2 dekade terakhir

Grup II : Re-emerging pathogen

Grup III : Pathogen yang berpontesial sebagai bioterorisme

1.2 Epidemiologi Emerging Infectious Diseases

Penyakit-penyait infeksi terus menjadi tantangan utama di daerah Asia Tenggara.

Diperkirakan bahwa penyakit bertanggung jawab atas sekitar 40% dari 14 juta kematian

setiap tahun di region Asia Tenggara dan sekitar 28% merupakan penyakit infeksi yang

menjadi permasalahan global.

Perkembangan berbagai penyakit re-emerging diseases dan new emerging diseases

kembali mengancam derajat kesehatan masyarakat. Penyakit menular tergolong reemerging

diseases yang menjadi perhatian saat ini adalah Poliomyelitis, Tuberkulosis, Dengue Demam

Berdarah, HIV-AIDS, Demam Typhoid & Salmonellosis, Leptospirosis, Anthrax, Rabies,

Pes, Filariasis, Kolera & penyakit diare lainnya, Pneumococcal pneumonia & penyakit ISPA

lainnya, Diptheria, Lepra, Infeksi Helicobacter, Ricketsiosis, Pertussis, Gonorrhea & penyakit

infeksi menular seksual lainnya, Viral hepatitis, Campak, Varicella/Cacar Air, Chikungunya,

Herpes, Japanese encephalitis, Infectious Mononucleosis, infeksi HPV, Influenza, Malaria

Page 3: New and Re Emerging Disease

dan lain-lain. Sedangkan kemunculan penyakit new emerging disease diantaranya ditandai

dengan merebaknya Avian Flu mulai bulan Juni 2005 yang lalu, hingga tanggal 18 Maret

2007 telah mendekati ribuan Kasus dan sebanyak 86 orang diantaranya Positif Avian flu serta

meninggal 65 orang. Case Fatality Rate (CFR) atau angka kematian kasus Avian flu pada

manusia di Indonesia kini adalah 75,6 persen. Penyakit infeksi yang baru muncul (New

Emerging Diseases) dan mengancam saat ini sebagian besar adalah penyakit bersumber

binatang, misalnya SARS, Avian flu, Hanta-virus Pulmonary Syndrome, Hanta-virus

infection with renal involvement, Japanese Encephalitis, Nipah diseases, West Nile Fever,

dan E. Coli.4

Berikut adalah penjelasan dari beberapa Emerging Infectious Diseases yang pernah

terjadi didunia:

a. Infeksi virus hanta adalah penyakit infeksi paru yang jarang tapi serius, sering fatal,

disebabkan oleh virus hanta tipe Sin Nombre, sedangkan tipe lain menyerang ginjal.

Virus hanta ditemukan pada rodent, terutama di amerika utara. Tertular bila menghisap

debu terkontaminasi liur, kencing, cairan tubuh virus yang terinfeksi. Dilaporkan

beberapa jenis tikus tertentu di beberapa pelabuhan laut menunjukkan tes serologi positif

terhadap virus hanta.

b. Infeksi virus Ebola pertama kali ditemukan di Sudan dan Aire 1976. Kejadian Luar Biasa

(KLB) berikutnya 1995, 2000-2001. Sampai Desember 2003 masih terjadi KLB di

beberapa negara Afrika. Angka kematian 50-90%. Cara terinfeksi kontak langsung

dengan darah, sekret, organ, dan cairan tubuh penderita/binatang terinfeksi. Reservoir

alami adalah primata dan kelalawar. Dilaporkan bahwa tes serologi pada kera di Jawa

Barat dan Lampung menunjukkan positif terhadap virus Ebola.

c. Avian influenza disebabkan oleh virus influenza H5N1, terjadi KLB pada tahun 1997 dan

2003. Penyakit disebabkan oleh virus influenza yang menyerang unggas, burung, ayam.

Menular dari unggas ke unggas, ke hewan lain dan ke manusia. Penularan dari manusia

ke manusia kemungkinannya kecil tetapi potensial terjadi terutama bila terjadi mutasi.

Secara kumulatif kasus avian influenza pada tahun 2007 mencapai 118 orang dan 95

diantaranya meninggal. Februari 2008 jumlah kasus 126 orang dan 103 meninggal dunia.

Angka kematian mencapai 80,5%.

d. SARS merupakan penyakit infeksi pada jaringan paru manusia, pertama kali ditemukan di

Cina pada tahun 2003 yang disebabkan oleh Corona Virus Pnemunia yang bermutasi

hingga terjadi pandemi. SARS memiliki angka penularan yang tinggi dan pada tahun

Page 4: New and Re Emerging Disease

2003 WHO menetapkan SARS merupakan ancaman kesehatan global. Penularan infeksi

melalui inhalasi pernapasan dari pasien yang menderita pada saat batuk atau bersin, atau

kontaminasi tangan penderita.

e. Influenza A baru disebabkan oleh virus influeza tipe H1N1. WHO mengumumkan

pandemi global pada tahun 2009. Meskipun influenza yang ditimbulkan termasuk ringan,

tetapi penyebarannya sangat mudah dari manusia ke manusia menyebabkan tingginya

tingkat kesakitan karena virus influenza ini. Hingga sekarang karakteristik virus H1N1

masih tetap sama dengan karakteristik virus pertama yang terjadi di Meksiko, tetapi ada

kekhawatiran perubahan atau mutasi genetik dari virus influenza A baru (H1N1) menjadi

lebih berat daripada saat ini.

f. HIV/AIDS merupakan penyakit yang mengancam penduduk dunia saat ini. Ditemukan

pertama kali di Amerika 20 tahun yang lalu. Penyakit ini adalah sekumpulan gejala yang

terjadi akibat menurunnya daya tahan tubuh seseorang. Disebabkan oleh virus HIV yang

ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang

berulang kali dan bergantian, dll. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dari

satu tingkat epidemi rendah yaitu prevalensi <1% tingkat epidemi terkonsentrasi dimana

pada kelompok resiko tinggi tertentu telah melebihi 5% seperti di Sorong, Merauke, Riau

untuk kelompok wanita pekerja seksual (WPS) dan Jakarta, Bali untuk kelompok

Intravena Drugs Users (IDUs). Laporan HIV/AIDS di Indonesia secara kumulatif tahun

2001 tercatat 671, HIV 1904 namun diperkirakan di Indonesia teradapat 80.000-120.000

ODHA artinya dalam 10 taun mendatang kemungkinan akan ditemukan 100.000 orang

yang sakit dan meninggal karena AIDS.

g. Tuberkulosis (TB), membunuh manusia secara global daripada agen infeksi tunggal

lainnya. Diperkirakan sepertiga populasi dunia (1,86 miliar jiwa) terinfeksi

mikobakterium tuberkulosis dan 16,2 miliar telah mengalami penyakit TB. Walaupun TB

penyakit yang dapat diobati, karena kurangnya obat di beberapa negara, dan durasi

pengobatan yang lama sehingga menimbulkan resistensi, akibatnya TB menjadi sulit

untuk diterapi.

h. Dengue Hemorragic Fever, merupakan infeksi Arbovirus yang membutuhkan perhatian

di Asia Tenggara dengan 1,3 miliar jiwa manusia berisiko. Penyakit ini ditularkan oleh

vektor nyamuk Aedes Aegepty. Peningkatan demam Dengue di area tropis dan subtropis

disebabkan oleh faktor pertumbuhan populasi penduduk yang cepat, peningkatan

urbanisasi, suplai air yang tidak adekuat dan pembuangan limbah yang tidak adekuat.

Page 5: New and Re Emerging Disease

i. Malaria, merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium. Menurut WHO

hingga tahun 2005 malaria menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara. Penyakit ini

menyerang 350-500 juta orang setiap tahunnya. Resistensi plasmodium terhadap obat

malaria, resistensi vektor terhadap insektisida serta perpindahan penduduk dari dan ke

daerah endemis merupakan faktor yang memperngaruhi meningkatnya masalah malaria.

j. Pes adalah penyakit zoonotik yang disebabkan Yersinia Pestis, ditularkan melalui pinjal

tikus (gigitan atau kontak dengan jaringan binatang terinfeksi). Tingkat kematian 50-60%

bila tidak diobati. Daerah endemis adalah Asia, Afrika dan Amerika. Walaupun kasus pes

terakhir ditemukan pada tahun 1970 tetapi Yersinia Pestis masih berhasil diisolasi sampai

tahun 1972 di jawa tengah.

1.3 Klasifikasi Emerging Infectious Disease

Page 6: New and Re Emerging Disease

1.4 Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Emerging Infectious Diseases

Penyakit yang berhubungan erat dengan negara berkembang, yang mana negara

berkembang merupakan tempat ideal untuk munculnya dan penularan penyakit infeksi.

Kemiskinan,populasi yang padat, deforestation, urbanisasi pemanasan global, struktur

kesehatan yang lemah dan terabaikan merupakan karakteristik negara berkembang dan

merupakan situasi ideal untuk munculnya penyakit infeksi. Sebagai hasilnya, menjadi beban

kesehatan masyarakat.

1. Faktor demografi dan pertumbuhan ekonomi serta perubahan gaya hidup.

Sekitar 77 juta jiwa bertambah setiap tahunnya di dunia, tahun 2015 diperkirakan akan

ada 23 megacities dengan populasi melebihi 10 juta dimana tujuh diantaranya akan ada

di asia tenggara. Kepadatan populasi yang tinggi meningkatkan potensi penyebaran

penyakit dari orang ker orang, kecenderungan pemanasan global yang lebih hebat,

jumlah pelancong yang besar, peningkatan kelaparan dan malnutrisi dan arus urbanisasi

yang ekstensif.

Di negara-negara Asia, 105 populasi diperkirakan berusia >65 tahun pada 2030. Proses

penuaan ditandai dengan penurunan daya tahan dan peningkatan kerentanan terhadap

emerging infectious.

Perkembangan ekonomi di suatu negara selain memacu industrialisasi dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, tetapi juga dapat berakibat meningkatkan urbanisasi dan

kepadatan di daerah perkotaan. Urbanisasi dan kepadatan penduduk di daerah perkotaan

Page 7: New and Re Emerging Disease

dapat menyebabkan masalah akibat keterbatasan berbagai sarana air bersih dan

perumahan. Keadaan ini berdampak pada peningkatan terjadinya penyakit menular.

Pertumbuhan ekonomi juga dapat berakibat perubahan gaya hidup seperti perilaku

seksual dan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.

Kemiskinan menyebabkan gangguan kesehatan dan sebaliknya gangguan kesehatan

menyebabkan kemiskinan. Sekarang ini, kemiskinan merupakan tantangan diseluruh

dunia.

Perilaku masyarakat penggunaan obat-obatan terlarang dengan menggunakan jarum

suntik yang sama, jarum tato yang tidak steril dan praktik tindik kulit menyebarkan

penyakit yang ditularkan melalui darah seperti Hepatits C. Secara global, penggunaan

injeksi yang berlebihan dan injeksi yang tidak aman diperkirakan menyebabkan 22,5 juta

infeksi virus Hepatitis B, 2,7 juta infeksi Hepatitis C dan 98.000 infeksi HIV.

2. Kemajuan transportasi dan perjalanan internasional.

Kemajuan di bidang transportasi mengakibatkan arus perjalanan antar daerah dan antar

negara. Hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya kecepatan, kemampuan jelajah dan

kapasitas angkut pesawat terbang. Kemudian transportasi ini berdampak pada

meningkatnya interaksi antar penduduk antar daerah maupun antar negara sehingga

meningkatkan risiko penularan berbagai penyakit menular.

Perjalanan dan perdagangan internasional juga memfasilitasi perpindahan infeksi. Telah

dilaporkan SARS merupakan salah satu penyakit yang perpindahan mikroorganismenya

paling cepat. Avian influenza tersebar diseluruh dunia dalam waktu kurang dari 12 bulan.

SARS dibawa melalui perjalanan udara internasional oleh orang terinfeksi ke 31 negara

yang dilaporkan kemungkinan kasus SARS.

3. Faktor lingkungan.

Air dan higiene yang baik adalah prasyarat kesehatan individual dan masyarakat. Secara

global, diperkirakan 1 miliar penduduk tidak memiliki akses terhadap suplai air dan 2,5

miliar kurang memiliki sanitasi yang baik. Di Asia Tenggara, walaupun 86% populasi

dinyatakan mendapat akses suplai air bersih, tetapi kualitas dan keamanan air

dipertanyakan. Penyakit yang ditularkan melalui air terus menjadi masalah utama.

Fasilitas sanitasi dasar yang lemah menyebabkan lebih dari 88 juta populasi di Asia

Tenggara kurang mendapat fasilitas yang baik untuk pembuangan limbah.

Page 8: New and Re Emerging Disease

Perubahan lingkungan yang terjadi secara mendadak pada lingkungan yang luas

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya emerging infections.

Utamanya yang berkaitan dengan pembabatan hutan (deforestation) maupun

penghutanan kembali (forestation). Keduanya dapat mengakibatkan perubahan ekologi.

Deforestation mengubah flora dan fauna, ekosistem diseluruh dunia telah rusak.

Perubahan ini menyebabkan meningkatnya pemaparan serangga atau binatang lainnnya

pada manusia. Jika binatang-binatang ini merupakan reservoir, vektor atau hospes

perantara dari mikroorganisme atau parasit maka akan meningkatkan penularan vector

borne diseases, zoonoses atau penyakit menular lainnya.

Manusia hidup sangat dekat dengan binatang sejak waktu yang lama. Kedekatan ini,

kontak yang terus menerus menyebabkan pertukaran mikroorganisme antara hewan dan

manusia dan memberikan kesempatan untuk terjadi perubahan genetik organisme untuk

menyesuaikan terhadap tubuh manusia dan memulai siklus baru untuk transmisi orang ke

orang, misalnya SARS sesuai dengan fenomena ini.

Infeksi zoonotik meningkat sesuai proporsi jumlah dan intensitas hewan yang kontak

dengan manusia. Sebagai tambahan, peningkatan produksi daging juga meningkatkan

infeksi zoonotik secara eksponensial. Emerging infectious dapat meningkat dari heawan

dan burung dan merupakan bibit pandemi melalui perpindahan ke negara lain melalui

migrasi atau perdagangan.

Pemanasan global selama tiga tahun terakhir, terlihat bumi akan lebih panas 1-4°C dari

abad 21. Hal ini akan mengubah distribusi vektor. Pada suhu yang lebih panas, parasit

berkembang lebih cepat. Konsekuensinya akan ada peningkatan insidensi malaria dan

dengue fever.

4. Sarana dan pelayanan kesehatan.

Memiliki infrastruktur pelayanan kesehatan masyarakat yang baik dapat mencegah

banyak infeksi. Keterbatasan atau kelemahan dalam sarana dan pelayanan kesehatan

termasuk pengamatan penyakit (surveilans) dan keterbatasan kemampuan diagnostik

laboratorium dalam mengidentifikasi kejadian penyakit memberikan kontribusi

meningkatnya masalah emerging infectious diseases. Pelayanan kesehatan yang efisien

tidak hanya cepat mendeteksi dan tanggap terhadap epidemik selama fase awal tetapi

juga sensitif untuk menentukan titik infeksi baru atau infeksi patogen yang tidak dikenal.

5. Pengolahan makanan dan bahan makanan.

Page 9: New and Re Emerging Disease

Pengolahan, pengemasan dan pengiriman/distribusi makanan dan bahan makanan juga

merupakan faktor berkembangnya emerging infectious diseases. Peningkatan produksi

bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan melalui rekayasa

genetik, penggunaan bahan pengawet, penggunaan antibiotik dan pemakaian insektisida

merupakan faktor yang dapat memberikan kontribusi.

6. Mutasi dan evolusi organisme.

Organisme dapat mengalami mutasi atau evolusi. Mutasi ini akan menimbulkan strain

baru mikroba. Strain baru organisme tersebut dapat menjadi resisten terhadap

pengobatan. Mutasi juga dapat menyebabkan perubahan mikroba non-patogen menjadi

patogen.

1.5 Masalah Resistensi Terhadap Antimikroba.

Resistensi antimikroba adalah resistensi mikroorganisme pada suatu obat antimikroba

dimana sebelumnya mikroorganisme tersebut sensitif terhadap obat itu. Organisme yang

resisten meliputi bakteri, virus dan beberapa parasit adalah organisme yang mampu bertahan

terhadap obat antimikroba, seperti antibiotik, antiviral, antimalaria, sehingga pengobatan

standar menjadi tidak efektif dan infeksi menetap dan dapat meluas ke yang lain. Resisten

antimikroba adalah konsekuensi dari penggunaan atau penyalahgunaan obat antimikroba dan

berkembang ketika suatu mikroorganisme bermutasi atau mendapat gen resisten.

Resisten antimikroba menjadi perhatian dunia karena:

a. Infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang telah resisten, respon terhadap

pengobatan standar sering gagal sehingga memperpanjang masa sakit dan memperbesar

risiko kematian.

b. Resistensi antimikroba mengurangi efektifitas pengobatan karena pasien masih dalam

masa infeksius yang lebih lama, oleh karena itu potensial untuk menularkan

mikroorganisme yang resisten pada orang lain.

c. Banyak penyakit penyakit infeksi berisiko untuk menjadi tidak terkontrol dan akan

menghambat kemajuan pencapaian target United Nation Millenium Development Goals

(UN MDGs) 2015.

d. Ketika infeksi menjadi resisten pada obat lini pertama, terapi pilihan yang harus diberikan

menjadi lebih mahal. Semakin lama masa sakit dan pengobatan, meningkatkan biaya

pelayanan kesehatan dan ancaman finansial terhadap keluarga masyarakat.

Page 10: New and Re Emerging Disease

e. Pengobatan modern yang telah dicapai seperti transplantasi organ, kemoterapi dan operasi

pembedahan menjadi sangat berisiko oleh karena adanya resistensi mikroba karena tanpa

antimikroba yang efektif keberhasilan metode pengobatan tersebut menjadi menurun.

f. Peningkatan perdagangan dan perjalanan global menyebabkan mikroorganisme yang

resisten dapat menyebar antar negara dan benua.

Fakta-fakta resistensi Antimikroba:

Sekitar 440.000 kasus baru multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) timbul setiap

tahun, menyebabkan 150.000 kematian. Extensively drug-resistant tuberculosis (XDR-

TB) dilaporkan telah ada di 64 negara saat ini.

Resitensi terhadap antimalaria generasi awal seperti klorokuin dan sulfadoksin-

pirimetamin tersebar luas di sebagian besar negara-negara endemis malaria. Parasit

malaria falciparum resisten terhadap artemisin sedang timbul di Asia tenggara, Klirens

infeksi setelah dimulai terapi menjadi tertunda (mengindikasikan adanya resistensi).

Tingginya persentase infeksi nosokomial adalah disebabkan bakteri sangat resisten seperti

methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan vancomycin-resistant

enterococci.

Resistensi menjadi perhatian untuk pengobatan infeksi HIV, karena semakin cepatnya

akses untuk mendapatkan antiretroviral meluas akhir-akhir ini. Survei nasional sedang

berlangsung untuk mendeteksi dan mengawasi resitensi.

Ciprofloxacin merupakan antibiotik yang direkmendasikan WHO untuk manajemen diare

berdarah seperti shigella, saat ini masalah resistensi berkembang pada antibiotik lain yang

sebelumnya masih efektif. Tetapi peningkatan prevalensi terhadap ciprofloxacin secara

cepat mengurangi pilihan terapi shigellosis yang aman dan efektif, khususnya untuk anak-

anak.

Resistensi antimikroba menjadi masalah serius untuk pengobaan gonorea, meliputi

generasi cephalosporin oral, dan peningkatan prevalensinya menyebar luas. Infeksi

gonococcal yang tidak diterapi akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian, oleh

karena itu mengganggu control infeksi menular seksual.

1. MERS

MERS ( Middel East Respiratory Syndrome ) atau sindrom pernapasan Timur Tengah

adalah suatu sindrom pada pernapasan akibat virus jenis coronaviridae yang pertama kali

ditemukan di negara Timur Tengah tahun 2012.

Page 11: New and Re Emerging Disease

Analisis genetis yang sudah dilakukan pada penderita MERS di negara Timur Tengah,

menunjukkan bahwa penyakit ini telah beberapa kali berpindah dari hewan ke manusia. Data

WHO bulan September 2013 juga menunjukkan setidaknya 58 pasien dari 132 penderita

MERS, meninggal dunia sepanjang tahun 2012-2013.

MERS mempunyai gejala seperti SARI (Severe Acute Respiratory Infection)

progresif, yaitu demam, batuk, sesak napas, gejala pneumonia hingga penurunan kesadaran,

hal ini yang membuat MERS menjadi salah satu penyakit yang seringkali sulit didiagnosis.

Penyebaran MERS itu sendiri melalui hewan-hewan ternak, seperti kambing, domba, unta,

dan beberapa hewan peliharaan seperti kucing dan anjing yang dapat menyebar ke manusia,

lalu dari manusia ke manusia.

Penegakkan diagnosis MERS dapat dilakukan dengan anamnesis yang cermat,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang agar pencegahan penularan dapat segera

dilakukan dengan efektif.

A. DEFINISI

MERS adalah Penyakit sindrom pernapasan yang disebabkan oleh virus Corona yang

menyerang saluran pernapasan dan menimbulkan gejala mulai dari ringan hingga berat. 1

B. PATOFISIOLOGI

Coronavirus sebagai penyebab MERS, yang dinamakan MERS Coronavirus, menginfeksi

dari reservoir nya yaitu hewan ternak, seperti unta, domba, kambing serta dapat berkembang

biak di tubuh anjing dan kucing.Hal ini dikarenakan hewan-hewan tersebut memiliki RNA

yang dapat memfasilitasi pembentukan virion-virion baru dari virus ini. Analisis peneliti di

dunia sampai dengan saat ini menyimpulkan bahwa virus corona yang menjadi penyebab

MERS memiliki hubungan spesies dengan coronavirus penyebab SARS. Perbedaannya

adalah virus SARS berkembang biak di dalam kelelawar tanpa menimbulkan antibody di

dalam kelelawar, sedangkan MERS coronavirus mengaktifkan antibody pada hewan

reservoirnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa MERS Coronavirus memiliki jalur

transmisi dari animals to animals, man to man, dan animals to man.2

C. TANDA DAN GEJALA

Gejala :

Demam > 380C

Batuk

Sesak

Page 12: New and Re Emerging Disease

Riwayat bepergian ke Negara Timur Tengah 14 hari sebelum gejala

Pemeriksaan Fisik :

Sesuai dengan gambaran pneumonia

Hasil Radiologi :

Foto thorax dapat ditemukan infiltrate, konsolidasi, sampai gambaran ARDS

D. KLASIFIKASI

a. Kasus Penyelidikan (Suspek)

Pasien dengan ISPA, yaitu demam atau riwayat demam, batuk dan pneumonia atau dengan

ARDS atau pada pasien Immunocompromised mempunyai gejala dan tanda yang tidak jelas,

disertai salah satu tanda berikut :

1. Riwayat perjalanan ke Timur Tengah atau negara terjangkit dalam waktu 14 hari sebelum

mulainya gejala. Pneumonia yang bukan disebabkan oleh infeksi lainnya.

1.a Penyakit muncul dalam satu cluster yang terjadi dalam waktu 14 hari, tanpa

memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi lain.

1.b Penyakit terjadi pada petugas kesehatan yang bekerja di RS/layanan kesehatan yang

merawat pasien dengan ISPA berat (SARI), terutama pasien yang memerlukan perawatan

intensif, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali ditemukan

etiologi lain.

2. Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah atau negara terjangkit

dalam waktu 14 hari sebelum mulai sakit selain ISPA (pada pasien dengan gangguan

kekebalan tubuh kemungkinan tanda dan gejala tidak jelas)

3. Seseorang dengan penyakit pernapasan akut dengan berbagai tingkat keparahan (ringan-

berat) yang dalam waktu 14 hari sebelum mulai sakit, memiliki riwayat kontak erat dengan

kasus konfirmasi atau kasus probable infeksi MERS-CoV yang sedang sakit.

Page 13: New and Re Emerging Disease

b. Kasus Probable

Yaitu pasien investigasi, dengan bukti klinis, radiologis, atau histopatologis parenkim paru

(Pneumonia atau ARDS) tetapi tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan konfirmasi secara

laboratorik disebabkan pasien atau sampel yang tidak ada atau tes yang tidak tersedia untuk

memeriksa infeksi saluran pernafasan lainnya. Disertai riwayat berikut:

1. Kontak erat dengan pasien terkonfirmasi secara laboratorik

2. Belum dapat ditentukan jenis infeksi atau etiologi lainnya, termasuk setelah dilakukannya

semua tes dengan indikasi klinis untuk CAP (Community Acquired Pneumonia)

3. Tidak terdapat pemeriksaan untuk MERS-CoV atau pada satu kali pemeriksa spesimen

yang tidak adekuat hasilnya negatif atau hasil pemeriksaan MERS-CoV tidak meyakinkan.

c. Kasus Konfirmasi

Jika seseorang menderita infeksi MERS-CoV dengan konfirmasi laboratorium.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis MERS adalah pemeriksaan laboratorium

dengan sediaan :

a. Spesimen dari saluran napas atas (hidung, nasofaring, dan/atau swab tenggorokan)

b. Spesimen saluran napas bagian bawah (sputum, cairan endotracheal tube, bilasan

bronchoalveolar)

Jenis pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis adalah :

- Kultur mikroorganisme

- Pemeriksaan virus Influenza A subtype H1, H3, dan H5, RSV, Parainfluenza, Rhinoviruses,

Adenoviruses, Metapneumoviruses, dan Coronavirus.

Untuk pemeriksaan coronavirus, perlu dilakukan dengan menggunakan Reverse transcriptase

polymerase chain reaction (RT-PCR)

Page 14: New and Re Emerging Disease

SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)

I. Definisi

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi saluran nafas

yang disebabkan oleh virus corona dengan sekumpulan gejala klinis yang sangat berat (Chen

& Rumende, 2006). SARS adalah sindrom pernapasan akut berat yang merupakan penyakit

infeksi pada jaringan paru manusia yang penyebabnya adalah Coronavirus (Poutanen et

al.,2003).

Menurut literatur lain, SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah

sekumpulan gejala sakit pernapasan yang mendadak dan berat atau disebut juga penyakit

infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus Corona Family Paramyxovirus (Zhang

et al.,2006). SARS (severe acute respiratory syndrome) adalah suatu jenis kegagalan paru-

paru dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang menyebabkan terjadinya pengumpulan

cairan di paru-paru (edema paru) (Svoboda. 2006).

II. Epidemiologi

Kasus pertama kali dilaporkan terjadi di sekitar bulan November 2002, dari propinsi

Guangdong, Cina. Yaitu dilaporkan adanya penderita penderita yang mengalami radang paru

yang atipikal dan sangat gawat serta tingkat penularannya tinggi. Dilaporkan juga penyakit

ini tealh menjangkiti sekitar 305 orang dan menyebabkan 5 diantaranya tewas, dan 30 persen

dari kasus tersebut dilaporkan terjadi pada tenaga medis. SARS terbawa keluar dari

Guangdong ke Hongkong pada tanggal 21 Februari 2003 oleh seorang dokter yang telah

merawat pasien dengan gejala mirip flu di tempat kerjanya. Setelah saat itu infeksi semakin

meluas ke penjuru Cina dan Hongkong yang pada akhirnya meluas hingga ke Vietnam dan

Canada (WHO, 2003)

Pada tanggal 12 Maret 2003, Badan Kesehatan Dunia (World Health

Organization/WHO) mengeluarkan suatu peringatan ke seluruh dunia adanya suatu penyakit

yang disebutnya sebagai sindrom penapasan akut parah (severe acute respiratory

syndrome/SARS) (WHO, 2003). Penyakit ini digambarkan sebagai radang paru (pneumonia)

yang berkembang secara sangat cepat, progresif dan seringkali bersifat fatal, dan diduga

berawal dari suatu propinsi di Cina Utara yaitu propinsi Guangdong. Pada saat pengumuman

WHO ini dikeluarkan, kasus-kasus SARS diketahui telah menyerang beberapa negara seperti

Cina, Hongkong, Vietnam, Singapura dan Kanada (Poutanen et al.,2003).

Page 15: New and Re Emerging Disease

Sampai dengan tanggal 3 Mei 2003 telah ditemukan sebanyak 6.234 kasus (probable

cases) dan 435 (6,97%) kematian di tigapuluh negara. Sulit sekali untuk menentukan dengan

pasti, berapa jumlah kasus, berapa negara yang terkena wabah SARS dan berapa angka

kematian, oleh karena gambaran penyakit ini setiap saat berubah dengan cepat (WHO, 2003).

III. Etiologi

Saat ini penyebab penyakit SARS sudah dapat diketahui, yaitu berupa infeksi virus

yang tergolong dalam genus coronavirus (CoV). CoV SARS biasanya tidak stabil bila berada

dalam lingkungan. Namun virus ini dapat bertahan berhari-hari pada suhu kamar. Virus ini

juga mampu mempertahankan viabilitasnya dengan baik bila masih berada di dalam feces

(Chen & Rumende, 2006).

CoV SARS tersebut merupakan tipe baru dari coronavirus telah diidentifikasi sebagai

penyebab SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). SARS coronavirus (SARS CoV)

secara resmi telah dideklarasikan oleh WHO sebagai agen causative penyebab SARS. SARS-

CoV mempunyai patogenesis yang unik sebab mereka menyebabkan infeksi pernafasan pada

bagian atas dan bawah sekaligus serta dapat menyebabkan gastroenteritis (WHO,2003)

Coronavirus sendiri berasal dari bahasa Yunani κορών yang berarti mahkota (corona).

Dilihat di bawah mikroskop elektron, mahkota terlihat seperti tancapan paku-paku yang

terbuat dari S glikoprotein. Struktur inilah yang terikat pada sel inang dan nantinya dapat

menyebabkan virus dapat masuk ke dalam sel inang (Jawetz et al.,1996).

Coronavirus adalah anggota dari famili Coronaviridae, suatu virus yang besar, dan

mempunyai selubung (envelope). Selubung virus ini dipenuhi dengan tonjolan-tonjolan yang

panjang berbentuk daun bunga (petal). Genom RNA coronavirus ini mempunyai ukuran 27-

32 kb dan merupakan genom yang terbesar di antara semua virus yang ada. Genom virus ini

beruntai tunggal (single-stranded) dan membentuk suatu nukleokapsid helikal yang fleksibel

dan panjang. Nukleokapsid ini terletak di dalam suatu selubung lipoprotein yang terbentuk

dari penggembungan membran intraseluler (Drosten et al.,2003).

Ada 3 kelompok serologis coronavirus yang telah dikenali dan untuk setiap serogrup,

virus diidentifikasi sesuai dengan pejamu alamiahnya, dengan cara urutan (sekuens)

nukleotidanya dan hubungannya masing-masing secara serologis. Seperti halnya dengan

kebanyakan virus-virus RNA, coronavirus memiliki frekuensi mutasi yang sangat besar.

Dengan melihat panjangnya genom dan frekuensi kesalahan polymerase RNA dari virus-

Page 16: New and Re Emerging Disease

virus lain, genom RNA coronavirus agaknya memiliki kumpulan titik mutasi pada setiap

replikasi RNA-nya (Drosten et al.,2003).

Analisis urutan (sekuens) nukleotida dari berbagai isolate coronavirus menunjukkan

suatu variabilitas sekuens yang dapat mempengaruhi replikasi virus dan patogenesisnya. Ada

anggapan bahwa penyakit SARS yang disebabkan oleh coronavirus dan menyerang manusia

merupakan keadaan di mana coronavirus yang infektif terhadap beberapa hewan mengalami

mutasi dan berevolusi untuk kemudian menjadi patogen terhadap beberapa kelompok hewan

lainnya dan juga pada manusia (Poutanen et al.,2003).

IV. Transmisi

Cara penularan CoV SARS yang utama adalah melalui kontak langsung membran

mukosa (mata, hidung, mulut) dengan droplet pasien yang terinfeksi. Selain itu, berbagai

prosedur aerosolisasi di rumah sakit (nebulisasi, intubasi, suction, dan ventilasi) dapat

meningkatkan resiko penularan SARS oleh karena kontaminasi alat yang digunakan, baik

droplet maupun materi infeksius lain seperti partikel feses dan urin (Chen & Rumende,

2006).

Pada penelitiannya, Ignatius et al (2004) menemukan bahwa penyebaran virus SARS

ternyata bisa diperantarai oleh udara (airborne transmission), hal inilah yang menyebabkan

community outbreak pada SARS di Hongkong dan Toronto (USA).

V. Patogenesis dan Patofisiologi

SARS secara klinis lebih melibatkan saluran nafas bagian bawah dibandingkan

dengan saluran nafas dibagian atas. Pada saluran nafas baian bawah, sel-sel asinus adalah

sasaran yang lebih banyak terkena dibandingkan trakea maupun bronkus. Menurut Chen dan

Rumende (2006), patogenesis SARS terdiri dari 2 macam fase :

1. Fase Pertama

Terjadi selama 10 hari pertama penyakit, pada fase ini melibatkan proses akut

yang mengakibatkan diffuse alveolar damage (DAD) yang eksudatif. Fase ini

dicirikan dengan adanya infiltrasi dari sel-sel inflamasi serta edema dan

pembentukan membran hialin.

Membran hialin ini terbentuk dari endapan protein plasma serta debris nucleus

dan sitoplasma sel-sel epitel paru (pneumosit) yang rusak. Dengan adanya

Page 17: New and Re Emerging Disease

nekrosis sel-sel epitel paru maka barrier antara sirkulasi darah dan jalan udara

menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari pembuluh darah dapat masuk ke

dalam ruang alveolus (efusi). Namun masih belum dapat dibuktikan apakah

kerusakan sel-sel paru tersebut diakibatkan karena efek toksik dari virus tersebut

secara langsung atau kerusakan tersebut terjadi karena perantara sistem imun.

Pada saat fase eksudatif ini dapat diamati dan diidentifikasi RNA dan antigen

virus yang terdapat pada makrofag alveolar.

2. Fase kedua

Fase ini dimulai tepat setelah fase pertama selesai (setelah 10 hari). Fase ini

ditandai dengan perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD yang terorganisir.

Pada periode ini didapati metaplasia sel epitel skuamosa bronchial, bertambahnya

ragam sel dan fibrosis pada dinding lumen alveolus. Pada fase ini juga tampak

dominasi pneumosit tipe 2 dengan perbesaran nucleus dan nucleoli yang

eosinofilik. Selanjutnya juga ditemukan adanya sel raksasa dengan banyak

nucleus (multinucleated giant cell) dalam rongga alveoli. Sel raksasa tersebut

diduga merupakan akibat langsung dari VoC SARS, namun sumber lain

mengatakan bahwa hal tersebut bukan karena COV SARS namun disebabkan

karena proses inflamasi yang berat pada tahap DAD eksudatif.

VI. Manifestasi Klinis

a. Gejala prodormal

Masa inkubasi penyakit SARS antara 1-14 hari dengan rata-rata 4 hari. Gejala

prodormal yang timbul dimulai dengan adanya gejala-gejala sistemik yang non

spesifik, seperti :

- Demam > 380C

- Myalgia

- Menggigil

- Rasa kaku ditubuh

- Batuk non produktif

- Nyeri kepala dan pusing

- Malaise

Page 18: New and Re Emerging Disease

Gejala-gejala tersebut merupaka gejala tipikal yang sering timbul pada penderita

SARS, namun tidak semua gejala tersebut timbul pada setipe pasien pada beberapa

kasus demam muncul dan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 4 hingga ke 7,

tapi sama sekali tidak menunjukkan adanya perbaikan pada pasien, dan terkadang

demma muncul kembali pada minggu ke 2 (Chen & Rumende, 2006).

b. Manifestasi Umum

Meskipun SARS merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan namun

beberapa kasus ditemukan penderita dengan gejala multiorgan.

Manifestasi Pernafasan

Penyakit paru adalah gejala klinis utama dari penderita SARS, gejala-gejala

utama yang timbul antara lain :

- Batuk kering

- Sesak nafas

Pada tahap awal infeksi, gejala tersebut seperti pada infeksi saluran nafas pada

umumnya, namun gejala tersebut mengalami perburukan pada awal minggu

kedua. Dimana gejala sesak makin lama akan semakin berat dan mulai membatasi

aktifitas fisik pasien. Sebanyak 20-25% pasien mengalami progresi buruk kearah

acute respiratory distress syndrome (ARDS) akibat kerusakan pada pneumosit

tipe 2 yang memproduksi surfaktan.

Gejala lain yang mungkin timbul adalah pneumotoraks dan

penumomedistinum, yang diakibatkan karena udara yang terjebak dalam hingga

dada, hal ini dilaporkan sebanyak 12% terjadi secara spontan dan 20% timbul

setelah pengunaan ventilator di ICU (Chen & Rumende, 2006).

Penyebab kematian tersering pada SARS adalah dikarenakan oleh ARDS

berat, kegagalan multiorgan, infeksi sekunder, septikemia, serta komplikasi

tromboembolik.

Manifestasi Pencernaan

Gejala yang timbul pada sistem pencernaan diduga disebabkan karena

transmisi penularan VoC SARS melalui oral. Gejala utamanya adalah

diare. Pada kasus ini didapati sebanyak 20% pasien SARS mengalami

diare pada kedatangan pertama dan 70% dari jumlah tersebut tetap

mengalami gejala ini selama masa perjalanan penyakitnya.

Diare yang ditimbulkan biasanya cair dengan volume yang banyak

tanpa disertai darah maupun lendir. Pada kasus berat biasanya dijumpai

Page 19: New and Re Emerging Disease

ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi karena penurunan cairan

tubuh akibat diare (Chen & Rumende, 2006).

Pada beberapa kasus yang tidak disertai pneumonia, gejala diare ini

adalah satu-satunya gejala yang tampak, namun pada beberapa kasus lain

dengan pneumonia, diare mulai tampak pada mingu kedua sakit

bersamaan dengan timbulnya demam dan perburukan pada paru.

Manifestasi Lain

Sebanyak 25% pasien SARS mengalami peningkatan SGPT pada

kedatangan pertama. Belum bisa dipastikan penyebab peningkatan

enzim ini namun diduga peningkatan enzim ini disebabkan karena

respon tubuh terhadapa infeksi CoV SARS pada tubuh manusia bukan

karena infeksi spesisfik CoV pada hepar.

Dari seri kasus di Hongkong, sekitar 50% pasien mengalami hipotensi

selama masa perawatan di rumah sakit. Hipotensi ini menyebabkan

rasa pusing pada pasien SARS.

Dari seri kasus di Hongkong didapati sekitar 40% pasien mengalami

takikardi. Namun manifestasi kardiovaskuler pada SARS ini pada

umumnya tidak memerlukan terapi spesifik.

Beberapa kasus dilaporkan gejala epilepsi dan disorientasi pada

pasien SARS namun defisit neurologi fokal tidak pernah ditemukan.

Meskipun demikian tetap harus diwaspadai terhadap kemungkinan

manfestasi SARS pada sistem saraf mengingat adanya laporan kasus

yang menunujukkan adanya status epileptikus pada pasien dengan

disertai penemuan CoV SARS pada CSS dengan kadar yang cukup

signifikan. Menurut Chen dan Rumende (2006), CoV SARS ini juga

dapat mengakibatkan demyelinisasi pada saraf otak.

VII. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik, didapati :

auskultasi didapati ronki basal di paru

Hipotensi (sistolik <100 mmhg)

Petekie dan ekimosis, namun jarang

Takikardi

Page 20: New and Re Emerging Disease

Bibir serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis, karena kekurangan

oksigen)

Pemeriksaan darah, didapati :

Limfopenia <1000/mm3

Neutrofilia

Trombositopenia )didapati pada 50% kasus SARS

Pemeriksaan Penunjang Lain

No Pemeriksaan Hasil yang ditemukan Klinis

1. Foto Thoraks Infiltrat di paru pneumonia

2. CT-Scan Thoraks Konsolidasi ruang udara

yang fokal maupunmulti

fokal

Bronchiolitis

Obliterans

organizing

pneumonia

(BOOP)

3. Enzim SGPT Meningkat Belum

diketahui

Pemeriksaan Spesifik

No Pemeriksaan Spesimen Waktu Pemeriksaan Keterangan

1. RT-PCR Dahak, feces,

darah perifer

Minggu kedua sakit Sensivitas tinggi

bia dilakukan pada

mingu kedua

2. Deteksi

Antigen

Virus

serum 6-10 hari sakit Sensivitas buruk

bila dilakukan

diawal penyakit

3. Kultur Virus Dahak, darah,

feces, pada

media VeroE6

atau FRhK-4

Awal penyakit Sensivitas semakin

menurun seiring

dengan perjalanan

penyakit

4. Deteksi

Antibody

CoV SARS

(dengan

Darah vena Awal minggu kedua GOLD

STANDART

Page 21: New and Re Emerging Disease

teknik ELISA

atau IFA)

5. Test DNA

sequencing

darah 8 jam setelah infeksi Sensivitas tinggi

VIII. Diagnosis

Menurut WHO (2003), kategori yang harus dipenuhi untuk kasus suspek

SARS adalah :

1. Demam tinggi dengan suhu >380C

2. Satu atau lebih keluhan pernafasan, termasuk batuk, sesak, dan kesulitan

bernafas disertai dengan satu atau lebih keluhan berikut :

- Kontak dekat dengan orang yang terdiagnosa suspek atau probable SARS

dalam 10 hari terakhir

- Riwayat perjalanan ke tempat/Negara yang terjangkit wabah SARS dalam

10 hari terakhir

- Bertempat tinggal/pernah bertempat tingal ditempat/negara yang terjangkit

wabah SARS.

Sedangkan definisi kasus probable SARS adalah kasus suspek ditambah

dengan gambaran foto thoraks yang menunjukkan tanda-tanda pneumonia atau

respiratory distress syndrome, atau seseoran yang meninggal karena penyakit

saluran pernafasan yang tidak jelas penyebabnya, dan pada pemeriksaan otopsi

ditemukan tanda patologis berupa respiratory distress syndrome yang juga tidak

jelas penyebabnya.

IX. Penatalaksanaan

Yang berperan dalam pentalaksanaan pada penderita SARS adalah status penderita.

Pada kasus pasien suspect dan probable cases tindakan yang dilakukan adalah (WHO,

2003) :

a) Isolasi penderita di Rumah Sakit.

b) Pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin) dan foto toraks untuk

menyingkirkan pneumonia yang atipikal.

c) Pemeriksaan hitung lekosit, trombosit, kreatinin fosfokinase, tes fungsi hati,

ureum dan elektrolit, C reaktif protein dan serum pasangan (paired sera).

Page 22: New and Re Emerging Disease

d) Saat dirawat berikan antibiotika untuk pengobatan pneumonia akibat

lingkungan (community-aquired pneumonia) termasuk penumonia atipikal.

e) Pada SARS berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun sampai saat ini

hasilnya tidak memuaskan, dapat diberikan ribavirin dengan atau tanpa

steroid.

f) Perhatian khusus harus diberikan pada tindakan yang dapat menyebabkan

terjadinya aerolization seperti nebuliser dengan bronkodilator, bronkoskopi,

gastroskopi yang dapat mengganggu sistem pernapasan.

Pada dasarnya, penanganan penderita SARS yang dianggap paling penting adalah terapi

suportif, yaitu mengupayakan agar penderita tidak mengalami dehidrasi dan infeksi sekunder.

Sedangkan penggunaan antibiotik spektrum luas sendiri merupakan sebuah tindakan pencegahan

(profilaksis) untuk mencegah infeksi sekunder (Ksiazek, 2003).

Sedangkan menurut pedoman penanggulangan dan pentalaksanaan SARS Departemen

Kesehatan RI (2004) mengemukakan :

1) Penatalaksanaan Kasus Suspek SARS

a. Observasi 2 x 24 jam, perhatikan

- Keadaan umum

- Kesadaran

- Tanda Vital (Tekanan Darah, nadi, frekuensi nafas, suhu)

b. Terapi Suportif

c. Antibiotik: amoksilin atau amoksilin + anti B laktamase oral ditambah makrolid

generasi baru oral (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin)

2) Probable SARS

a. Ringan/Sedang

1) Terapi suportif

2) Antibiotik

- Golngan beta laktam + anti beta laktamase (IV) ditambah makrolid

generasi baru secara oral

Atau

- Sefalosporin generasi kedua atau ketiga (IV)

Atau

- Flourokuinon respirasi (IV) : moxifloksasin, levofloksasin, gatifloksasin.

b. Berat

1) Terapi Suportif

Page 23: New and Re Emerging Disease

2) Antibiotik

Tidak ada faktor resiko infeksi psudomonas :

- Sefalosporin generasi ke-3 (iv) non psudomonas ditambah

makrolid generasi baru.

Atau

- Flourokuinon respirasi

Ada faktor resiko infeksi pseudomonas

- Sefalosporin anti pseudomonas (seftazidim, sefoperazon,

sefipim)/karbapenem (iv) ditambah flourokuinolon anti

pseudomonas (siprofloksasin)/ aminoglikosida ditambah

makrolid generasi baru.

3) Kortikosteroid. Hidrokortison (iv) 4 mg/KgBB tiap 8 jam.

4) Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8mg/KgBB IV tiap 8 jam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 424/MENKES/SK/IV/2007

tentang Upaya Kesehatan Pelabuhan dalam Rangka Karantina Kesehatan.

2. François Elvinge. How to deal with emerging diseases. 1996. Available from:

http://courses.iddl.vt.edu/AEID_I/pdf/web/EID_notes_L1.html). [Accesed 24 Januari

2012].

3. WHO emerging disease. Available from:

http://www.who.int/topics/emerging_diseases/en/) [Accesed 24 Januari 2012].

4. kantor kesehatan pelabuhan kelas 2 medan. sejarah karantina kesehatan. Available from:

http://sejarahkkp.blogspot.com/ [Accesed 24 Januari 2012].

Page 24: New and Re Emerging Disease

5. International Health Regulation. 2005. Available afrom:

http://www.scribd.com/doc/3584170/IHR-2005-Terjemahan-Dalam-Bahasa-Indonesia.

[Accesed 24 Januari 2012].

6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Departemen

Kesehatan RI. 2008. Panduan Petugas Kesehatan International Health Regulations (IHR)

2005. Available from: http://www.pdfwindows.com/pdf/buku-saku-ihr-untitled/ [Accesed

24 Januari 2012].

7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Kepmenkes No.

612/MENKES/SK/V/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Karantina Kesehatan Pada

Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia. Jakarta.

8. Rima, ana dan Reviono. Peranan Ilmu Kedokteran Wisata dalam Pencegahan Penyebaran

Avian Influenza. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret / SMF Paru RSUD Dr. Moewardi, Surakarta.

9. Abednego, Hadi M. 1998. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit-Penyakit

Emerging Disease dan Re-emerging Disease. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Direktorat Jenderal PPM & PLP.

10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Profil Pengendalian Penyakit &

Penyehatan Lingkungan Tahun 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat

Jenderal PPM & PLP.

11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan Virus Influenza A Baru (H1N1). Jakarta.

12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Kepmenkes Nomor

116/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans

Epidemiologi Kesehatan. Jakarta.

13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Simposium Nasional Emergency-

Topik Emerging Infectious Disease. Jakarta. Available from:

http://www.pppl.depkes.go.id/index.php [Accesed 26 Januari 2012]

14. World Health Organization, 2011. Emerging Diseases. Available from:

http://www.who.int/ [Accesed 26 januari 2012]

15. World Health Organization, 2005. Combinating Emerging Infectious Disease in the

South-East Region. New Delhi.

16. Chen K, Rumende CM. 2006. SARS : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUII : Jakarta.

Page 25: New and Re Emerging Disease

17. Departemen Kesehatan RI. 2004. Penatalaksanaan dan Penanggulangan SARS. Tersedia

di URL : http://www.dokter.web.id/Pedoman Penanggulangan Kasus SARS DEPKES

20RI.pdf

18. Drosten C, Gunther S, Preiser W, van der Werf S, Brodt H-R, Becker S, et al.

Identification of a novel coronavirus in patients with severe acute respiratory syndrome.

N Engl J Med 2003; 348. Available from URL: http://www.nejm.org.Accessed April 30,

2003.

19. Ignatius T.S, Yu M.B, Yuguo Li, Tze Wai Wong, Wilson Tam, M.Phil., Andy T. Chan,

Joseph H.W. Lee, Ph.D, Dennis Y.C. Leung, Ph.D, and Tommy Ho. 2004. Evidence of

Airborne Transmission of the Severe Acute Respiratory Syndrome Virus. N Engl J

Med ;350:1731-9

20. Jawetz, Melnich, Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.

21. Ksiazek TG, Erdman D, Goldsmith C, Zaki SR, Peret T, Emergy S, et al. 2003. A novel

coronavirus associated with severe acute respiratory syndrome. N Engl J Med; 348.

Tersedia di URL: http://www.nejm.org. Diakses pada 30 Maret 2011.

22. Poutanen SM, Low DE, Henry B, Finkelkstein S, Rose D, Green K, et al. 2003.

Identification of severe acute respiratory syndrome in Canada. N Engl J Med 348.

Terdapat pada URL: http:// www.nejm.org. Diakses 01 April 2011.

23. Svoboda T, Henry B, Shulman L, Kennedy E, Rea E, Wil Ng, Wallington T, Yaffe B,

Gournis E, Vicencio E, Basrur S, Richard H. Glazier. 2006. Public Health Measures to

Control the Spread of the Severe Acute Respiratory Syndrome during the Outbreak in

Toronto. N Engl J Med 350;23.

24. World Health Organization. Severe acute respiratory syndrome (SARS). Wkly Epidemiol

Rec 2003; 78: 81-3.

25. World Health Organization. 2003. WHO issues global alert about cases of atypical

pneumonia: cases of severity respiratory ilness may spread to hospital staff. Geneva:

World Health Organization; Terdapat pada URL: http://www.who.int/

mediacentre/release/2003/pr22/en/print.html. Diakses pada tanggal 30 Maret 2011.

26. World Health Organization. 2003. Management of severe acute respiratory syndrome

(SARS). Geneva: World Health Organization. Tersedia di URL:

http://www.who.int/csr/sars/ management/en/print.html. Diakses 1 April 2011.

27. Zhang L, Zhang F, Yu W, He T, Yu J,Christopher EY, Ba Lei, Li Wenhui, Farzan

Michael, Chen Zhiwei, Yuen Kwok-Yung, Ho David. 2006. Antibody Responses Against

Page 26: New and Re Emerging Disease

SARS Coronavirus Are Correlated With Disease Outcome of Infected Individuals.

Journal of Medical Virology 78:1–8