nerve
DESCRIPTION
nerve entrapmentTRANSCRIPT
II.1. Anatomi Saraf1
Saraf perifer merupakan suatu kumpulan akson yang menghantarkan impuls
eferen (motorik) dari sel di cornu anterior medulla spinalis menuju otot, dan impuls
aferen (sensorik) dari reseptor perifer melalui sel di root ganglia posterior medulla
spinalis. Saraf juga menghantarkan serabut sudomotor dan vasomotor dari sel ganglion di
jalur simpatis. Beberapa saraf cenderung bersifat motoris, beberapa lainnya bersifat
sensoris, trunchus yang lebih besar merupakan gabungan dari akson motoris dan sensoris
yang berjalan dalam rangkaian yang terpisah.
Masing-masing akson merupakan sebuah proses perpanjangan dari sebuah sel
saraf atau neuron. Badan sel dari motor neuron yang mensuplai otot-otot perifer
mengelompok di cornu anterior medulla spinalis; sebuah motor neuron beserta akson-nya
panjangnya bisa berukuran hingga satu meter. Badan sel dari neuron sensoris yang
mensuplai trunchus dan ekstremitas, terletak di dorsal root ganglia dan tiap neuron
memiliki akson yang memanjang dari perifer ke badan sel dan yang lainnya dari badan sel
ke medulla spinalis.
Akhiran perifer dari seluruh neuron kemudian bercabang. Sebuah motor neuron
dapat menginnervasi dari 10 sampai beberapa ribu serabut otot, rasionya bergantung pada
derajat kebutuhan dari otot-otot tertentu (semakin kecil rasio, semakin baik
pergerakannya). Yang tidak jauh berbeda, cabang-cabang perifer dari masing-masing
neuron sensoris dapat menginnervasi dari hanya sebuah bundle otot sampai permukaan
kulit yang cukup luas.
Sinyal atau potensial aksi yang dibawa oleh motor neuron ditransmisikan menuju
serabut otot melalui pelepasan neurotransmitter, asetilkolin, di ujung terminal dari saraf.
Sinyal sensoris dihantarkan ke dorsal root ganglia dan dari sini kemudian menuju
columna ipsilateral dari medulla spinalis, melalui batang otak dan thalamus, menuju
korteks (sensoris) yang berlawanan. Impuls proprioseptif dari bundle otot dan sendi
melewati jalur ini dan dibawa menuju sel di cornu anterior medulla spinalis sebagai
bagian dari reflekslokal. Keuntungan dari sistem ini untuk meyakinkan bahwa survival
mechanism, seperti sistem keseimbangan dan sistem sensoris posisi terhadap ruang,
diaktivasi dengan cepat.
1
Gambar 1. Struktur penampang melintang saraf perifer
Pada saraf perifer, seluruh akson motorik dan akson sensorik yang peka terhadap
sentuhan, nyeri dan proprioseptif, diselubungi oleh myelin, sebuah membran lipoprotein
berlapis yang berasal dari sel Schawann. Setiap millimeter dari selubung myelin tersusun
terputus-putus, meninggalkan segmen pendek dari akson bebas yang disebut Nodus
Ranvier. Impuls saraf meloncat dari nodus ke nodus dengan kecepatan elektrik, bahkan
bisa lebih cepat apabila akson tidak diselubungi. Sebagai konsekuensi, berkurangnya
selubung nielin dapat menyebabkan penurunan kecepatan atau bahkan hambatan total dari
konduksi aksonal.
Sebagian besar akson, terutama serabut dengan diameter kecil yang membawa
sensasi kasar dan serabut simpatis eferen, tersusun tanpa myelin namun diselubungi oleh
sitoplasma sel Schawnn. Kerusakan pada akson ini dapat menyebabkan sensasi tidak
nyaman dan berbagai macam efek sudomotor dan vasomotor.
Diluar dari membran sel Schwann, akson diselubungi oleh lapisan jaringan ikat
yang disebut endoneurium. Akson yang menyusun sebuah saraf dibagi menjadi bundles/
fasikel oleh sebuah membran yang cukup tebal yang disebut perineurium. Pada
penampang melintang dari saraf, fasikel terlihat di permukaan, selubung perineuralnya
jelas terlihat dan cukup kuat untuk dipegang menggunakan instrumen bedah saat operasi
2
nerve repair. Sekelompok fasikel yang menyusun trunchus saraf diselubungi oleh lapisan
jaringan ikat yang lebih tebal yang disebut epineurium. Epineurium berbeda-beda dalam
ketebalannya dan cukup kuat dimana saraf berfungsi pada pergerakan dan traksi,
misalnya saraf di dekat persendian.
Saraf divaskularisasi oleh cukup banyak pembuluh darah yang berjalan secara
longitudinal di epineurium sebelum menembus beberapa lapisan sehingga menjadi kapiler
endoneurial. Pembuluh darah kecil ini dapat rusak oleh tarikan atau perlakuan kasar pada
saraf, namun pembuluh darah ini dapat menahan mobilisasi ekstensif dari saraf, sehingga
membuatnya mungkin untuk diperbaiki atau mengganti segmen yang rusak melalui
operasi transposisi atau neurotisasi.pembuluh darah yang kecil ini memiliki suplai saraf
simpatisnya sendiri yang berasal dari saraf induk dan stimulasi dari serabut-serabut ini
(menyebabkan vasokonstriksi intraneural) merupakan hal yang penting pada kondisi
seperti distrofi reflex simpatis dan sindrom nyeri lainnya.
Saraf dapat cedera dikarenakan beberapa sebab, diantaranya karena iskemia,
kompresi, traksi, laserasi atau terbakar. Kerusakan dapat terjadi dalam berbagai tingkat
dari yang ringan dan diikuti proses pemulihan yang cepat sampai interupsi total dan
degenerasi.
II. 2. Klasifikasi Cedera Saraf
Terdapat 2 klasifikasi nerve injuries. Klasifikasi pertama dipublikasikan oleh
Seddon pada tahun 1943, kemudian yang kedua dipublikasikan oleh Sunderland tahun
1951.Klasifikasi Seddon digunakan untuk memahami dasar anatomi dari
cedera.Klasifikasi Sunderland baik untuk menentukan prognosis dan strategi
pengobatan.Kombinasi klasifikasi ini membagi nerve injury menjadi 5 tingkat.
a. Tingkat 1 (neuropraxia)
Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi.Lokasi kerusakan
pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa terjadinya degenerasi
wallerian.Karakteristiknya, defisit motorik lebih besar daripada sensorik.Saraf akan
sembuh dalam hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan 4 bulan.
Penyembuhan akan pulih sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.
b. Tingkat 2 (axonotmesis)
3
Pada axonotmesis (axon cutting) terjadi diskotinuitas myelin dan aksonal,
tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium, dan perineurium, juga akan
sembuh sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat daripada
cedera tingkat pertama.
c. Tingkat 3
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera
juga akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya
sebagianpenyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor, sepertisemakin rusak
saraf, semakin lama pula penyembuhan terjadi.
d. Tingkat 4
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan
perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf, yang
menghalangi penyembuhan.
e. Tingkat 5 (neurotmesis)
Cedera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan sempurna dari
saraf, seperti nerve avulsion. Cedera saraf tingkat 4 dan 5 memerlukan tindakan
operasi untuk sembuh.
Tabel 1. Klasifikasi cedera saraf.
Derajat cedera saraf Myelin Akson Endoneurium Perineurium Epineurium
I (Neuropraksia) +/- Tidak Tidak Tidak Tidak
4
II (Axonotmesis) Ya Ya Tidak Tidak Tidak
III Ya Ya Ya Tidak Tidak
IV Ya Ya Ya Ya Tidak
V (Neurotmesis) Ya Ya Ya Ya Ya
Tabel 2.Tabel perbedaan cedera saraf.
DerajatSembuh
spontanWaktu penyembuhan Pembedahan
I (Neuropraxia) Penuh Dalam hitungan hari sampai 4 bulan setelah cedera Tidak
II
(Axonotmesis)Penuh Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan Tidak
III Parsial Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan Ya
IV Tidak adaSetelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per
bulanYa
V (Neurotmesis) Tidak adaSetelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per
bulan.Ya
II. 3. Neuropati Kompresif1
Dimanapun berada, bila sebuah saraf perifer melewati terowongan yang tersusun
dari jaringan fibro-osseous, saraf tersebut berisiko mengalami jebakan atau kompresi,
terutama jika jaringan di sekitarnya membengkak (seperti pada kehamilan, miksedema
atau rheumatoid arthritis) atau jika terdapat obstruksi local (ganglion atau osteofit).
Kompresi pada saraf menghambat aliran darah epineural dan konduksi aksonal,
sehingga muncul gejala seperti kebas, parestesia dan kelemahan otot; adanya pemulihan
dari iskemia menjelaskan perbaikan mendadak dari gejala setelah operasi
dekompresi.Kompresi yang berat atau memanjang menyebabkan demielinasi segmental,
atrofi otot setempat dan fibrosis saraf, sehingga gejala tersebut sulit berkurang walaupun
setelah dilakukan dekompresi.
5
Neuropati kompresif berhubungan dengan penyakit umum seperti diabetes atau
konsumsi alkohol, sehingga menyebabkan saraf tersebut lebih sensitif terhadap efek
kompresi. Terdapat bukti bahwa kompresi proksimal (discogenic root compression)
mengganggu sintesis dan transport substansi neural, sehingga merupakan predisposisi
terjadinya jebakan saraf bagian distal, atau disebut juga double-crush syndrome.
Regio yang paling sering terjadi kompresi saraf antara lain carpal tunnel (Nervus
Medianus) dan cubital tunnel (Nervus Ulnaris), sedangkan yang jarang terjadi antara lain
tarsal tunnel (posterior nervus tibialis), ligamentum inguinale (nervus cutaneous lateral
femur),suprascapular notch(nervus suprascapularis), dan fibular neck (nervus
peroneuscommunis). Sebuah kasus khusus yaitu thoracic outlet, dimana arteri subklavia
dan root dari pleksus brakhialis berjalan menyilangi costae pertama diantara otot scalenus
anterior dan medius.Pada kasus ini terdapat tanda dan gejala vaskuler serta neurologis.
II. 4. Patofisiologi, Histologi, Dan Biokimia Dari Neuropati Kompresif2
Suatu saraf perifer terdiri dari akson yang termielinasi dan tidak bermielin, yang
bermula dari ganglion pada dorsal root (serabut sensoris) dan pada substansia gricea dari
anterior horn (serabut motoris) untuk membentuk suatugabungan saraf perifer. Beberapa
serabut otonom juga dibawa oleh saraf tersebut. Peran dari jaringan ikat sangatlah penting
dalam diskusi ini.
Kompresi dari suatu saraf dalam region tertentu dapat berlanjut menjadi suatu
kaskade perubahan fisiologis yang berdampak pada situasi patologis dan kemudian terjadi
perubahan anatomis pada tahapan selanjutnya. Pada akhirnya akan ada bahaya yang
cukup berat pada fungsi saraf bila tidak segera ditangani. Mackinnon pada artikel
seminarnya mengenai patofisiologi telah mendiskusikan hal ini.
Akson tersebut awalnya adalah neuroektodermal, sementara jaringan ikat berawal
dari mesodermal. Masing-masing akson ditutupi oleh endoneurium, suatu kumpulanakson
yang dikelilingi oleh perineurium yang merupakan lapisan paling penting dalam
neurofisiologi dimana lapisan tersebut mewakili ‘Sawar Darah-Saraf’ atau ‘Blood-Nerve
Barrier’. Di antara fasikel terdapat epineurium internal, dan keseluruhan saraf ditutupi
oleh epineurium, jaringan ikat di sekitar saraf adalah mesoneurium, dan seringkali
membawa suplai darah segmental untuk saraf tersebut. Saraf memiliki vaskularisasi
6
aksial dan segmental sepanjang perambatannya dan adanya kompresi berdampak pada
perubahan tekanan di dalam pembuluh darah dan di dalam saraf, menyebabkan sindrom
kompartemen internal dan/atau suatu kerusakan blood-nerve barrier dengan konsekuensi
berupa kebocoran.
II. 5. Blood-Nerve Barrier
Lapisan dalam dari perineurium dan sel endotelial dari pembuluh darah mikro
endoneurial membentuk Sawar Darah-Saraf. Sel-sel tersebut memiliki lapisanpadat yang
tidak mudah ditembus banyak substansi. Karenanya, Sawar Darah-Saraf memberikan
lingkungan khusus di dalam ruang endoneurial. Tidak terdapat pembuluh limfatik dalam
ruang endoneurial maupun perineurial.
Kerusakan pada Sawar Darah-Saraf akan berdampak pada akumulasi protein dan
menyusupnya limfosit, fibroblas, dan makrofag sebagai suatu reaksi pada antigen yang
sebelumnya terlindung di dalam ruang perineurial. Hal ini akan mengawali reaksi
inflamasi dan akhirnya pembentukan skar atau bekas luka. Bila lokasi barrier pada lapisan
dalam perineurium masih relatif utuh, hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan
cairan dan sindrom kompartemen di dalam fasikel.
II. 6. Neuropati KompresifAkut4
Rydevik et al mempelajari efek dari kompresi bertahap dari aliran darah
intraneural dan menunjukkan bahwa tekanan eksternal sebesar 20 mmHg mengurangi
aliran darah venula epineural, tekanan sebesar 30 mmHg menginhibisi transport aksonal
baik anterograd maupun retrograd, dan dengan tekanan sampai 80 mmHg, semua aliran
darah intraneural terhenti. Perubahan ini bersifat sementara dan karenanya dapat pulih
seperti semula dalam waktu singkat. Peningkatan tekanan akut yang memanjang dapat
menyebabkan kerusakan yang bertahan lebih lama. Tourniquet Palsy merupakan contoh
klinis yang baik dari kompresi akut yang menyebabkan defisit.Tourniquet Palsy bisa
sembuh dalam 3-6 minggu tapi bisa juga tidak.
II. 7. Neuropati KompresifKronis4
Sebuah model dari kompresi saraf kronis telah dicoba menggunakan kaf/cuff
silastik yang ditempatkan pada nervus skiatik mencit dan nervus medianus pada hewan
7
primata.4-9 Hasil dari studi ini mirip dengan yang disebutkan di atas dengan catatan
hubungan dosis-respon antara durasi kompresi dan cedera saraf. Perubahan awal yaitu
rusaknya sawar darah-saraf, diikuti oleh edema subperineural dan fibrosis; terlokalisir,
kemudan difus, muncul demielinasi, dan akhirnya terjadi degenerasi Wallerian.
Perubahan-perubahan ini paling jelas terlihat pada saraf perifer yang berada tepat di
bawah area kompresi. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa nervus medianus dari
serabut jari tengah menjadi tempat munculnya gejala pertama.
Histopatologi dari kompresi saraf kronis mengikuti suatu kesatuan yang sejalan
dengan keluhanrespons sensoris pasien, yang berkembang dari parestesia hilang timbul
menjadi kebas yang menetap. Perkembangan keluhan respons motorik berawal dari nyeri
sampai menjadi kelemahan dan kemudian menjadi atrofi. Sunderland mengutip 2 laporan
langka dimana tersedia material nekropsi. Suatu deskripsi singkat dari temuannya adalah
sebagai berikut: terjadi suatu pelebaran ‘neuromatous’ tepat di atas retinakulum dengan
suatu reduksi mendadak dari ukuran terowongan, sebelah distal dari lokasi dimana saraf
tersebut mencapai ukuran normalnya. Bundel saraf di bawah retinakulum menipis dengan
peningkatan dalam endoneurium yang telah merusak “selubung myelin”. Adanya
pembengkakan menunjukkan peningkatan jaringan ikat yang cukup besar, baik epineurial
maupun intrafunikular, walaupun peningkatan pembengkakan telah terjadi
sebelumnya.Thomas dan Fullerton (1963) melaporkan suatu kasus bilateral dimana saraf
sebelah kanan (gejala yang ditandai) memiliki gambaran yang mirip dengan yang
dilaporkan oleh Marie dan Foix (1913) namun saraf kiri (gejala yang lebih ringan)
tampak normal.Pemeriksaan histologis dari kedua bagian saraf di bawah retinakulum
menunjukkan peningkatan jaringan ikat baik perineurial dan endoneurial dan penurunan
ukuran serabut saraf.
Sud et al telah mendiskusikan susunan biokimia dari kompresi saraf dan efek
resultan pada saraf dan sinovium di sekitarnya. Mereka menyebutkan bahwa serum dan
kadar radikal oksigen bebas malondialdehida bis dietil asetat (free oxygen radical
malondialdehyde bis diethyl acetate (MDA)) pada jaringan didapatkan lebih tinggi pada
orang-orang yang terus-menerus mengalami stres oksidatif. Cedera seluler yang dibuat
karena jenis oksigen reaktif tersebut menginisiasi metabolisme asam arakhidonat menjadi
produk siklooksigenase seperti PGE2, suatu vasodilator kuat yang diketahui
meningkatkan sensitivitas akhiran saraf pada stimulus kimia dan mekanis yang
8
berkontribusi dalam stimulus nyeri pada pasien dengan CTS. Kerusakan seluler
menyebabkan iskemia neural dan sinovial yang berkontribusi pada produksi sitokin.
Kadar IL-6 yang tinggi menyebabkan proliferasi fibroblas dan penebalan sinovial.
Gambar 2. Histopatologi dari kompresi saraf kronis menunjukkan suatu spektrum
perubahan yang diawali dari rusaknya sawar darah-saraf dan dengan kompresi
berkelanjutan menyebabkan terjadinya degenerasi aksonal. Tanda dan gejala pasien dan
pemeriksaan sensorik akan berparalel dengan perubahan histopatologi yang terjadi di
saraf.
Karenanya, cedera reperfusi yang diinduksi oleh iskemia memainkan peran
penting dalam tanda dan gejala CTS. Temuan ini menekankan pada pembengkakan flexor
tenosinovium dengan kompresi tidak langsung pada saraf. Histologi dari sinovium selalu
merupakan inflamasi non-spesifik dan rantai perubahan kimia yang telah disebutkan
sebelumnya menjelaskan fenomena ini.
II. 8. Pembengkakan Sinovium
Penurunan awal dalam aliran darah epineural selanjutnya akan diikuti oleh
berkurangnya aliran darah endoneural dan edema.17Dalam proses ini,sebagian mungin
9
Peningkatan dalam tekanan atau kompresi saraf
Carpal tunnelCubital tunnel
Median nerve of forearmRadial sensoryBrachial plexus
ireversibel, dan berimbas pada munculnya impuls abnormal, keterlambatan konduksi atau
blok total.18 Karenanya terdapat suatu spektrum keseluruhanmengenai patofisiologi
neuropati kompresif, dan tergantung pada tingkat keparahan dan durasi kompresinya,
tingkat kerusakan dapat diketahui. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kompresi
saraf kronis dengan kelemahan otot berkepanjangan dan gangguan sensoris terkadang
menunjukkan pemulihan seperti sedia kala dengan sangat cepat setelah operasi
dekompresi saraf. Temuan ini menunjukkan keberadaan blok metabolik lokal di dalam
segmen saraf yang terkompresi. Reversibilitas cepat ini mengindikasikan bahwa
gangguan semacam itu mungkin berdasarkan gangguan mikrovaskuler temporer di bagian
saraf yang terkompresi sebagai tambahan dari perubahan mielin lokal.
II. 9. Double Crush Syndrome
Hipotesis Double Crush diperkenalkan oleh Upton dan McComas yang
menyatakan bahwa kompresi saraf proximal dapat menyebabkan lokasi distal menjadi
lebih rapuh terhadap kompresi. Mereka mencatat tingginya insidensi sindroma
terowongan karpal dan kubital yang berhubungan dengan cedera saraf servikal. Mereka
menyimpulkan bahwa sumasi kompresi sepanjang saraf akan berdampak pada perubahan
aliran aksoplasmik dan patologi serta simptomatologi berikutnya. Kemungkinan kompresi
saraf pada situs distal yang membuat saraf proksimalnya rentan terhadap kompresi
sekunder telah diajukan: suatu himpitan rangkap terbalik. Hampir serupa, penyakit
sistemik seperti diabetes dapat dipertimbangkan untuk menurunkan ambang batas
terjadinya kompresi saraf. Karenanya, apapun yang secara hipotesis dapat mengubah
transport aksoplasmik akan membuat saraf menjadi lebih rentan mengalami neuropati
kompresif dan bertindak sebagai suatu ‘himpitan’.
Konsep himpitan rangkap atau multipel ini penting secara klinis pada pasien-
pasien yang mendemonstrasikan berbagai derajat kmpresi saraf, dimana kegagalan dalam
mendiagnosis dan menerapi berbagai derajat cidera akan berdampak pada kegagalan
menangani gejala yang dialami pasien. Kondisi sistemik seperti obesitas, diabetes,
penyakit tiroid, alkoholisme, artritis reumatoid, dan neuropati lain akan sama-sama
membuat seorang individu menjadi lebih rentan terkena CTS dan kompresi lain.
10
Gambar 3. Postur dan posisi abnormal akan memiliki 3 efek utama: (1) sarafterkompresi
atau berada bawah tekanan dan berkembang menjadi kompresi saraf kronis, (2) otot pada
posisi memendek sehingga menekan saraf, (3) otot pada posisi memanjang atau
memendek akan melemah sehingga jarang digunakan. Otot lain akan mengkompensasi
kelemahan tersebut dan menjadi overuse, sehingga menyebabkan pola ketidakseimbangan
otot.
II. 10. Elektrodiagnosis Dalam Neuropati Kompresif
Adanya jepitan mengimplikasikan kompresi kronis dan seringkali meningkat
perlahan dari saraf ketika saraf tersebut melewati suatu spatium fibrooseous – contoh
paling umum yaitu CTS. Garis besar abnormalitas yang dideteksi dalam evaluasi
elektroneuromyografik dari sindroma jepitan saraf dijabarkan dalam bagian ini. Kompresi
kronis saraf biasanya berimbas pada kombinasi demielinisasi fokal (tepat di bawah
tempat jepitan) dan degenerasi akson, tergantung kronisitasi dan tingkat keparahan lesi.
Perubahan ini bertanggungjawab dalam abnormalitas yang terdeteksi dalam evaluasi
elektrofisiologis.
Elektroneuromografi terdiri dari suatu serial pemeriksaan yang dilakukan
berurutan untuk membangu diagnosis disfungsi neuromuskuler. Pemeriksaan ini
membantu melokalisir situs lesi secara akurat, menegakkan diagnosis obyektif, membantu
menilai tingkat keparahan, menentukan patofisiologi predominan dan lanjut,
menyediakan dasar perbandingan dan mengenali defek minal. Paling penting yaitu
pemeriksaan ini merupakan satu-satunya tes untuk menilai fungsi saraf. Pemeriksaan
yang dilakukan merupakan studi konduksi saraf untuk saraf sensorik dan motorik dan
elektromyografi jarum (needle electromyography).
Studi konduksi saraf sensorik merupakan yang paling awal untuk menunjukkan
abnormalitas perlambatan (demielinisasi lokal) dalam saraf yang melintasi situs jepitan.
Abnormalitas konduksi motorik umumnya didapatkan nanti dengan perlambatan pada
situs lokasi diikuti oleh hiangnya akson (baik sensorik maupun motorik) bila jepitan
tersebut tidak segera dilepaskan. Elektromiografi digunakan untuk mendeteksi hilangnya
akson yang bersifat kronis kecuali terdapat tekanan eksternal akut super yang
ditambahkan ke saraf yang telah terjebak sebelumnya.
11