nerve

17

Click here to load reader

Upload: umar-kharisma

Post on 13-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

nerve entrapment

TRANSCRIPT

Page 1: Nerve

II.1. Anatomi Saraf1

Saraf perifer merupakan suatu kumpulan akson yang menghantarkan impuls

eferen (motorik) dari sel di cornu anterior medulla spinalis menuju otot, dan impuls

aferen (sensorik) dari reseptor perifer melalui sel di root ganglia posterior medulla

spinalis. Saraf juga menghantarkan serabut sudomotor dan vasomotor dari sel ganglion di

jalur simpatis. Beberapa saraf cenderung bersifat motoris, beberapa lainnya bersifat

sensoris, trunchus yang lebih besar merupakan gabungan dari akson motoris dan sensoris

yang berjalan dalam rangkaian yang terpisah.

Masing-masing akson merupakan sebuah proses perpanjangan dari sebuah sel

saraf atau neuron. Badan sel dari motor neuron yang mensuplai otot-otot perifer

mengelompok di cornu anterior medulla spinalis; sebuah motor neuron beserta akson-nya

panjangnya bisa berukuran hingga satu meter. Badan sel dari neuron sensoris yang

mensuplai trunchus dan ekstremitas, terletak di dorsal root ganglia dan tiap neuron

memiliki akson yang memanjang dari perifer ke badan sel dan yang lainnya dari badan sel

ke medulla spinalis.

Akhiran perifer dari seluruh neuron kemudian bercabang. Sebuah motor neuron

dapat menginnervasi dari 10 sampai beberapa ribu serabut otot, rasionya bergantung pada

derajat kebutuhan dari otot-otot tertentu (semakin kecil rasio, semakin baik

pergerakannya). Yang tidak jauh berbeda, cabang-cabang perifer dari masing-masing

neuron sensoris dapat menginnervasi dari hanya sebuah bundle otot sampai permukaan

kulit yang cukup luas.

Sinyal atau potensial aksi yang dibawa oleh motor neuron ditransmisikan menuju

serabut otot melalui pelepasan neurotransmitter, asetilkolin, di ujung terminal dari saraf.

Sinyal sensoris dihantarkan ke dorsal root ganglia dan dari sini kemudian menuju

columna ipsilateral dari medulla spinalis, melalui batang otak dan thalamus, menuju

korteks (sensoris) yang berlawanan. Impuls proprioseptif dari bundle otot dan sendi

melewati jalur ini dan dibawa menuju sel di cornu anterior medulla spinalis sebagai

bagian dari reflekslokal. Keuntungan dari sistem ini untuk meyakinkan bahwa survival

mechanism, seperti sistem keseimbangan dan sistem sensoris posisi terhadap ruang,

diaktivasi dengan cepat.

1

Page 2: Nerve

Gambar 1. Struktur penampang melintang saraf perifer

Pada saraf perifer, seluruh akson motorik dan akson sensorik yang peka terhadap

sentuhan, nyeri dan proprioseptif, diselubungi oleh myelin, sebuah membran lipoprotein

berlapis yang berasal dari sel Schawann. Setiap millimeter dari selubung myelin tersusun

terputus-putus, meninggalkan segmen pendek dari akson bebas yang disebut Nodus

Ranvier. Impuls saraf meloncat dari nodus ke nodus dengan kecepatan elektrik, bahkan

bisa lebih cepat apabila akson tidak diselubungi. Sebagai konsekuensi, berkurangnya

selubung nielin dapat menyebabkan penurunan kecepatan atau bahkan hambatan total dari

konduksi aksonal.

Sebagian besar akson, terutama serabut dengan diameter kecil yang membawa

sensasi kasar dan serabut simpatis eferen, tersusun tanpa myelin namun diselubungi oleh

sitoplasma sel Schawnn. Kerusakan pada akson ini dapat menyebabkan sensasi tidak

nyaman dan berbagai macam efek sudomotor dan vasomotor.

Diluar dari membran sel Schwann, akson diselubungi oleh lapisan jaringan ikat

yang disebut endoneurium. Akson yang menyusun sebuah saraf dibagi menjadi bundles/

fasikel oleh sebuah membran yang cukup tebal yang disebut perineurium. Pada

penampang melintang dari saraf, fasikel terlihat di permukaan, selubung perineuralnya

jelas terlihat dan cukup kuat untuk dipegang menggunakan instrumen bedah saat operasi

2

Page 3: Nerve

nerve repair. Sekelompok fasikel yang menyusun trunchus saraf diselubungi oleh lapisan

jaringan ikat yang lebih tebal yang disebut epineurium. Epineurium berbeda-beda dalam

ketebalannya dan cukup kuat dimana saraf berfungsi pada pergerakan dan traksi,

misalnya saraf di dekat persendian.

Saraf divaskularisasi oleh cukup banyak pembuluh darah yang berjalan secara

longitudinal di epineurium sebelum menembus beberapa lapisan sehingga menjadi kapiler

endoneurial. Pembuluh darah kecil ini dapat rusak oleh tarikan atau perlakuan kasar pada

saraf, namun pembuluh darah ini dapat menahan mobilisasi ekstensif dari saraf, sehingga

membuatnya mungkin untuk diperbaiki atau mengganti segmen yang rusak melalui

operasi transposisi atau neurotisasi.pembuluh darah yang kecil ini memiliki suplai saraf

simpatisnya sendiri yang berasal dari saraf induk dan stimulasi dari serabut-serabut ini

(menyebabkan vasokonstriksi intraneural) merupakan hal yang penting pada kondisi

seperti distrofi reflex simpatis dan sindrom nyeri lainnya.

Saraf dapat cedera dikarenakan beberapa sebab, diantaranya karena iskemia,

kompresi, traksi, laserasi atau terbakar. Kerusakan dapat terjadi dalam berbagai tingkat

dari yang ringan dan diikuti proses pemulihan yang cepat sampai interupsi total dan

degenerasi.

II. 2. Klasifikasi Cedera Saraf

Terdapat 2 klasifikasi nerve injuries. Klasifikasi pertama dipublikasikan oleh

Seddon pada tahun 1943, kemudian yang kedua dipublikasikan oleh Sunderland tahun

1951.Klasifikasi Seddon digunakan untuk memahami dasar anatomi dari

cedera.Klasifikasi Sunderland baik untuk menentukan prognosis dan strategi

pengobatan.Kombinasi klasifikasi ini membagi nerve injury menjadi 5 tingkat.

a. Tingkat 1 (neuropraxia)

Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi.Lokasi kerusakan

pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa terjadinya degenerasi

wallerian.Karakteristiknya, defisit motorik lebih besar daripada sensorik.Saraf akan

sembuh dalam hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan 4 bulan.

Penyembuhan akan pulih sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.

b. Tingkat 2 (axonotmesis)

3

Page 4: Nerve

Pada axonotmesis (axon cutting) terjadi diskotinuitas myelin dan aksonal,

tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium, dan perineurium, juga akan

sembuh sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat daripada

cedera tingkat pertama.

c. Tingkat 3

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera

juga akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya

sebagianpenyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor, sepertisemakin rusak

saraf, semakin lama pula penyembuhan terjadi.

d. Tingkat 4

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan

perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf, yang

menghalangi penyembuhan.

e. Tingkat 5 (neurotmesis)

Cedera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan sempurna dari

saraf, seperti nerve avulsion. Cedera saraf tingkat 4 dan 5 memerlukan tindakan

operasi untuk sembuh.

 Tabel 1. Klasifikasi cedera saraf.

Derajat cedera saraf Myelin Akson Endoneurium Perineurium Epineurium

I (Neuropraksia) +/- Tidak Tidak Tidak Tidak

4

Page 5: Nerve

II (Axonotmesis) Ya Ya Tidak Tidak Tidak

III Ya Ya Ya Tidak Tidak

IV Ya Ya Ya Ya Tidak

V (Neurotmesis) Ya Ya Ya Ya Ya

 

Tabel 2.Tabel perbedaan cedera saraf.

DerajatSembuh

spontanWaktu penyembuhan Pembedahan

I (Neuropraxia) Penuh Dalam hitungan hari sampai 4 bulan setelah cedera Tidak

II

(Axonotmesis)Penuh Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan Tidak

III Parsial Regenerasi kira-kira 1 inci per bulan Ya

IV Tidak adaSetelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per

bulanYa

V (Neurotmesis) Tidak adaSetelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira-kira 1 inci per

bulan.Ya

II. 3. Neuropati Kompresif1

Dimanapun berada, bila sebuah saraf perifer melewati terowongan yang tersusun

dari jaringan fibro-osseous, saraf tersebut berisiko mengalami jebakan atau kompresi,

terutama jika jaringan di sekitarnya membengkak (seperti pada kehamilan, miksedema

atau rheumatoid arthritis) atau jika terdapat obstruksi local (ganglion atau osteofit).

Kompresi pada saraf menghambat aliran darah epineural dan konduksi aksonal,

sehingga muncul gejala seperti kebas, parestesia dan kelemahan otot; adanya pemulihan

dari iskemia menjelaskan perbaikan mendadak dari gejala setelah operasi

dekompresi.Kompresi yang berat atau memanjang menyebabkan demielinasi segmental,

atrofi otot setempat dan fibrosis saraf, sehingga gejala tersebut sulit berkurang walaupun

setelah dilakukan dekompresi.

5

Page 6: Nerve

Neuropati kompresif berhubungan dengan penyakit umum seperti diabetes atau

konsumsi alkohol, sehingga menyebabkan saraf tersebut lebih sensitif terhadap efek

kompresi. Terdapat bukti bahwa kompresi proksimal (discogenic root compression)

mengganggu sintesis dan transport substansi neural, sehingga merupakan predisposisi

terjadinya jebakan saraf bagian distal, atau disebut juga double-crush syndrome.

Regio yang paling sering terjadi kompresi saraf antara lain carpal tunnel (Nervus

Medianus) dan cubital tunnel (Nervus Ulnaris), sedangkan yang jarang terjadi antara lain

tarsal tunnel (posterior nervus tibialis), ligamentum inguinale (nervus cutaneous lateral

femur),suprascapular notch(nervus suprascapularis), dan fibular neck (nervus

peroneuscommunis). Sebuah kasus khusus yaitu thoracic outlet, dimana arteri subklavia

dan root dari pleksus brakhialis berjalan menyilangi costae pertama diantara otot scalenus

anterior dan medius.Pada kasus ini terdapat tanda dan gejala vaskuler serta neurologis.

II. 4. Patofisiologi, Histologi, Dan Biokimia Dari Neuropati Kompresif2

Suatu saraf perifer terdiri dari akson yang termielinasi dan tidak bermielin, yang

bermula dari ganglion pada dorsal root (serabut sensoris) dan pada substansia gricea dari

anterior horn (serabut motoris) untuk membentuk suatugabungan saraf perifer. Beberapa

serabut otonom juga dibawa oleh saraf tersebut. Peran dari jaringan ikat sangatlah penting

dalam diskusi ini.

Kompresi dari suatu saraf dalam region tertentu dapat berlanjut menjadi suatu

kaskade perubahan fisiologis yang berdampak pada situasi patologis dan kemudian terjadi

perubahan anatomis pada tahapan selanjutnya. Pada akhirnya akan ada bahaya yang

cukup berat pada fungsi saraf bila tidak segera ditangani. Mackinnon pada artikel

seminarnya mengenai patofisiologi telah mendiskusikan hal ini.

Akson tersebut awalnya adalah neuroektodermal, sementara jaringan ikat berawal

dari mesodermal. Masing-masing akson ditutupi oleh endoneurium, suatu kumpulanakson

yang dikelilingi oleh perineurium yang merupakan lapisan paling penting dalam

neurofisiologi dimana lapisan tersebut mewakili ‘Sawar Darah-Saraf’ atau ‘Blood-Nerve

Barrier’. Di antara fasikel terdapat epineurium internal, dan keseluruhan saraf ditutupi

oleh epineurium, jaringan ikat di sekitar saraf adalah mesoneurium, dan seringkali

membawa suplai darah segmental untuk saraf tersebut. Saraf memiliki vaskularisasi

6

Page 7: Nerve

aksial dan segmental sepanjang perambatannya dan adanya kompresi berdampak pada

perubahan tekanan di dalam pembuluh darah dan di dalam saraf, menyebabkan sindrom

kompartemen internal dan/atau suatu kerusakan blood-nerve barrier dengan konsekuensi

berupa kebocoran.

II. 5. Blood-Nerve Barrier

Lapisan dalam dari perineurium dan sel endotelial dari pembuluh darah mikro

endoneurial membentuk Sawar Darah-Saraf. Sel-sel tersebut memiliki lapisanpadat yang

tidak mudah ditembus banyak substansi. Karenanya, Sawar Darah-Saraf memberikan

lingkungan khusus di dalam ruang endoneurial. Tidak terdapat pembuluh limfatik dalam

ruang endoneurial maupun perineurial.

Kerusakan pada Sawar Darah-Saraf akan berdampak pada akumulasi protein dan

menyusupnya limfosit, fibroblas, dan makrofag sebagai suatu reaksi pada antigen yang

sebelumnya terlindung di dalam ruang perineurial. Hal ini akan mengawali reaksi

inflamasi dan akhirnya pembentukan skar atau bekas luka. Bila lokasi barrier pada lapisan

dalam perineurium masih relatif utuh, hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan

cairan dan sindrom kompartemen di dalam fasikel.

II. 6. Neuropati KompresifAkut4

Rydevik et al mempelajari efek dari kompresi bertahap dari aliran darah

intraneural dan menunjukkan bahwa tekanan eksternal sebesar 20 mmHg mengurangi

aliran darah venula epineural, tekanan sebesar 30 mmHg menginhibisi transport aksonal

baik anterograd maupun retrograd, dan dengan tekanan sampai 80 mmHg, semua aliran

darah intraneural terhenti. Perubahan ini bersifat sementara dan karenanya dapat pulih

seperti semula dalam waktu singkat. Peningkatan tekanan akut yang memanjang dapat

menyebabkan kerusakan yang bertahan lebih lama. Tourniquet Palsy merupakan contoh

klinis yang baik dari kompresi akut yang menyebabkan defisit.Tourniquet Palsy bisa

sembuh dalam 3-6 minggu tapi bisa juga tidak.

II. 7. Neuropati KompresifKronis4

Sebuah model dari kompresi saraf kronis telah dicoba menggunakan kaf/cuff

silastik yang ditempatkan pada nervus skiatik mencit dan nervus medianus pada hewan

7

Page 8: Nerve

primata.4-9 Hasil dari studi ini mirip dengan yang disebutkan di atas dengan catatan

hubungan dosis-respon antara durasi kompresi dan cedera saraf. Perubahan awal yaitu

rusaknya sawar darah-saraf, diikuti oleh edema subperineural dan fibrosis; terlokalisir,

kemudan difus, muncul demielinasi, dan akhirnya terjadi degenerasi Wallerian.

Perubahan-perubahan ini paling jelas terlihat pada saraf perifer yang berada tepat di

bawah area kompresi. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa nervus medianus dari

serabut jari tengah menjadi tempat munculnya gejala pertama.

Histopatologi dari kompresi saraf kronis mengikuti suatu kesatuan yang sejalan

dengan keluhanrespons sensoris pasien, yang berkembang dari parestesia hilang timbul

menjadi kebas yang menetap. Perkembangan keluhan respons motorik berawal dari nyeri

sampai menjadi kelemahan dan kemudian menjadi atrofi. Sunderland mengutip 2 laporan

langka dimana tersedia material nekropsi. Suatu deskripsi singkat dari temuannya adalah

sebagai berikut: terjadi suatu pelebaran ‘neuromatous’ tepat di atas retinakulum dengan

suatu reduksi mendadak dari ukuran terowongan, sebelah distal dari lokasi dimana saraf

tersebut mencapai ukuran normalnya. Bundel saraf di bawah retinakulum menipis dengan

peningkatan dalam endoneurium yang telah merusak “selubung myelin”. Adanya

pembengkakan menunjukkan peningkatan jaringan ikat yang cukup besar, baik epineurial

maupun intrafunikular, walaupun peningkatan pembengkakan telah terjadi

sebelumnya.Thomas dan Fullerton (1963) melaporkan suatu kasus bilateral dimana saraf

sebelah kanan (gejala yang ditandai) memiliki gambaran yang mirip dengan yang

dilaporkan oleh Marie dan Foix (1913) namun saraf kiri (gejala yang lebih ringan)

tampak normal.Pemeriksaan histologis dari kedua bagian saraf di bawah retinakulum

menunjukkan peningkatan jaringan ikat baik perineurial dan endoneurial dan penurunan

ukuran serabut saraf.

Sud et al telah mendiskusikan susunan biokimia dari kompresi saraf dan efek

resultan pada saraf dan sinovium di sekitarnya. Mereka menyebutkan bahwa serum dan

kadar radikal oksigen bebas malondialdehida bis dietil asetat (free oxygen radical

malondialdehyde bis diethyl acetate (MDA)) pada jaringan didapatkan lebih tinggi pada

orang-orang yang terus-menerus mengalami stres oksidatif. Cedera seluler yang dibuat

karena jenis oksigen reaktif tersebut menginisiasi metabolisme asam arakhidonat menjadi

produk siklooksigenase seperti PGE2, suatu vasodilator kuat yang diketahui

meningkatkan sensitivitas akhiran saraf pada stimulus kimia dan mekanis yang

8

Page 9: Nerve

berkontribusi dalam stimulus nyeri pada pasien dengan CTS. Kerusakan seluler

menyebabkan iskemia neural dan sinovial yang berkontribusi pada produksi sitokin.

Kadar IL-6 yang tinggi menyebabkan proliferasi fibroblas dan penebalan sinovial.

Gambar 2. Histopatologi dari kompresi saraf kronis menunjukkan suatu spektrum

perubahan yang diawali dari rusaknya sawar darah-saraf dan dengan kompresi

berkelanjutan menyebabkan terjadinya degenerasi aksonal. Tanda dan gejala pasien dan

pemeriksaan sensorik akan berparalel dengan perubahan histopatologi yang terjadi di

saraf.

Karenanya, cedera reperfusi yang diinduksi oleh iskemia memainkan peran

penting dalam tanda dan gejala CTS. Temuan ini menekankan pada pembengkakan flexor

tenosinovium dengan kompresi tidak langsung pada saraf. Histologi dari sinovium selalu

merupakan inflamasi non-spesifik dan rantai perubahan kimia yang telah disebutkan

sebelumnya menjelaskan fenomena ini.

II. 8. Pembengkakan Sinovium

Penurunan awal dalam aliran darah epineural selanjutnya akan diikuti oleh

berkurangnya aliran darah endoneural dan edema.17Dalam proses ini,sebagian mungin

9

Page 10: Nerve

Peningkatan dalam tekanan atau kompresi saraf

Carpal tunnelCubital tunnel

Median nerve of forearmRadial sensoryBrachial plexus

ireversibel, dan berimbas pada munculnya impuls abnormal, keterlambatan konduksi atau

blok total.18 Karenanya terdapat suatu spektrum keseluruhanmengenai patofisiologi

neuropati kompresif, dan tergantung pada tingkat keparahan dan durasi kompresinya,

tingkat kerusakan dapat diketahui. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kompresi

saraf kronis dengan kelemahan otot berkepanjangan dan gangguan sensoris terkadang

menunjukkan pemulihan seperti sedia kala dengan sangat cepat setelah operasi

dekompresi saraf. Temuan ini menunjukkan keberadaan blok metabolik lokal di dalam

segmen saraf yang terkompresi. Reversibilitas cepat ini mengindikasikan bahwa

gangguan semacam itu mungkin berdasarkan gangguan mikrovaskuler temporer di bagian

saraf yang terkompresi sebagai tambahan dari perubahan mielin lokal.

II. 9. Double Crush Syndrome

Hipotesis Double Crush diperkenalkan oleh Upton dan McComas yang

menyatakan bahwa kompresi saraf proximal dapat menyebabkan lokasi distal menjadi

lebih rapuh terhadap kompresi. Mereka mencatat tingginya insidensi sindroma

terowongan karpal dan kubital yang berhubungan dengan cedera saraf servikal. Mereka

menyimpulkan bahwa sumasi kompresi sepanjang saraf akan berdampak pada perubahan

aliran aksoplasmik dan patologi serta simptomatologi berikutnya. Kemungkinan kompresi

saraf pada situs distal yang membuat saraf proksimalnya rentan terhadap kompresi

sekunder telah diajukan: suatu himpitan rangkap terbalik. Hampir serupa, penyakit

sistemik seperti diabetes dapat dipertimbangkan untuk menurunkan ambang batas

terjadinya kompresi saraf. Karenanya, apapun yang secara hipotesis dapat mengubah

transport aksoplasmik akan membuat saraf menjadi lebih rentan mengalami neuropati

kompresif dan bertindak sebagai suatu ‘himpitan’.

Konsep himpitan rangkap atau multipel ini penting secara klinis pada pasien-

pasien yang mendemonstrasikan berbagai derajat kmpresi saraf, dimana kegagalan dalam

mendiagnosis dan menerapi berbagai derajat cidera akan berdampak pada kegagalan

menangani gejala yang dialami pasien. Kondisi sistemik seperti obesitas, diabetes,

penyakit tiroid, alkoholisme, artritis reumatoid, dan neuropati lain akan sama-sama

membuat seorang individu menjadi lebih rentan terkena CTS dan kompresi lain.

10

Page 11: Nerve

Gambar 3. Postur dan posisi abnormal akan memiliki 3 efek utama: (1) sarafterkompresi

atau berada bawah tekanan dan berkembang menjadi kompresi saraf kronis, (2) otot pada

posisi memendek sehingga menekan saraf, (3) otot pada posisi memanjang atau

memendek akan melemah sehingga jarang digunakan. Otot lain akan mengkompensasi

kelemahan tersebut dan menjadi overuse, sehingga menyebabkan pola ketidakseimbangan

otot.

II. 10. Elektrodiagnosis Dalam Neuropati Kompresif

Adanya jepitan mengimplikasikan kompresi kronis dan seringkali meningkat

perlahan dari saraf ketika saraf tersebut melewati suatu spatium fibrooseous – contoh

paling umum yaitu CTS. Garis besar abnormalitas yang dideteksi dalam evaluasi

elektroneuromyografik dari sindroma jepitan saraf dijabarkan dalam bagian ini. Kompresi

kronis saraf biasanya berimbas pada kombinasi demielinisasi fokal (tepat di bawah

tempat jepitan) dan degenerasi akson, tergantung kronisitasi dan tingkat keparahan lesi.

Perubahan ini bertanggungjawab dalam abnormalitas yang terdeteksi dalam evaluasi

elektrofisiologis.

Elektroneuromografi terdiri dari suatu serial pemeriksaan yang dilakukan

berurutan untuk membangu diagnosis disfungsi neuromuskuler. Pemeriksaan ini

membantu melokalisir situs lesi secara akurat, menegakkan diagnosis obyektif, membantu

menilai tingkat keparahan, menentukan patofisiologi predominan dan lanjut,

menyediakan dasar perbandingan dan mengenali defek minal. Paling penting yaitu

pemeriksaan ini merupakan satu-satunya tes untuk menilai fungsi saraf. Pemeriksaan

yang dilakukan merupakan studi konduksi saraf untuk saraf sensorik dan motorik dan

elektromyografi jarum (needle electromyography).

Studi konduksi saraf sensorik merupakan yang paling awal untuk menunjukkan

abnormalitas perlambatan (demielinisasi lokal) dalam saraf yang melintasi situs jepitan.

Abnormalitas konduksi motorik umumnya didapatkan nanti dengan perlambatan pada

situs lokasi diikuti oleh hiangnya akson (baik sensorik maupun motorik) bila jepitan

tersebut tidak segera dilepaskan. Elektromiografi digunakan untuk mendeteksi hilangnya

akson yang bersifat kronis kecuali terdapat tekanan eksternal akut super yang

ditambahkan ke saraf yang telah terjebak sebelumnya.

11