naskah akademik pembentukan perda 121002214420 phpapp02

Upload: iqbal-rhizaldi

Post on 06-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

na

TRANSCRIPT

  • 1

    NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

    PERUNDANG-UNDANGAN

    Oleh:

    RUSDIANTO S, S.H., M.H

    A. NASKAH AKADEMIK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

    1. Pendahuluan

    Istilah atau terminologi Naskah Akademik bukan merupakan hal

    baru dalam kerangka proses pembentukan peraturan perundang-

    undangan di Indoensia. Pada tanggal 29 Desember 1994, Badan

    Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), menerbitkan sebuah petunjuk teknis

    penyusunan Naskah Akademik, melalui Surat Keputusan Kepala Badan

    Pembinaan Hukum Nasional No.G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang

    Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-

    undangan yang, antara lain, menjelaskan mengenai nama/istilah, bentuk

    dan isi, kedudukan serta format dari Naskah Akademik.

    Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata

    Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang menyebutkan istilah

    Naskah Akademik dengan penyebutan Rancangan Akademik. Dalam

    Pasal 3 ayat (1) Keppres 188/1998 disebutkan Menteri atau pimpinan

    Lembaga Pemrakarsa Penyusunan Rancangan Undang-Undang dapat

    pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik mengenai

    Rancangan Undang-undang yang akan disusun.

    Sedangkan dalam peraturan yang terbaru, yaitu Undang-undang

    Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

    Bahan Kuliah Mata Kuliah Perancangan Perundang-Undangan Fakultas Hukum

    UNNAR 2011

    Dosen Bagian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum

    UNNAR Surabaya

  • 2

    undangan, tidak diatur secara eksplisit mengenai Naskah Akademik.

    Naskah Akademik itu baru muncul secara tegas melalui Peraturan

    Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan

    Rancangan Undang-undangan, Rancangan Peraturan Pemerintah dan

    Rancangan Peraturan Presiden.

    Pasal 5 ayat (1) Perpres Nomor 68 tahun 2005 menyebutkan bahwa:

    Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-undangan dapat

    terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan

    diatur dalam Rancangan Undang-undang. Selanjutnya Pasal 5 ayat (2)

    Perpres Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan Penyusunan Naskah

    Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

    pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen yang tugas dan

    tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dan

    pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak

    ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu.

    Keberadaan Naskah Akademik dalam penyusunan peraturan

    perundang-undangan di Indonesia hingga saat ini memang belum

    merupakan sebuah keharusan/kewajiban yang harus dilakukan dalam

    rangka penyusunan peraturan perundang-undangan (termasuk Peraturan

    Daerah). Kedudukan Naskah Akademik masih dianggap hanya sebagai

    pendukung penyusunan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi

    dengan semakin berkembang dan berubahnya pola kehidupan

    masyarakat Indonesia serta beberapa permasalahan dalam pembuatan

    dan pelaksanaan perundang-undangan yang sudah ada sekarang,

    urgensi Naskah Akademik dalam proses penyusunan peraturan

    perundang-undangan yang tepat guna, komprehensif dan sesuai dengan

    asas-asas pembentukan perundang-undangan menjadi sangat penting.

    Keberadaan Naskah Akademik memang sangat diperlukan dalam

    rangka pembentukan peraturan perundang-undangan yang bertujuan

    agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan nantinya akan

    sesuai dengan sistem hukum nasional dan kehidupan masyarakat.

  • 3

    Dengan digunakannya Naskah Akademik dalam proses pembentukan

    peraturan perundang-undangan, diharapkan peraturan perundang-

    undangan yang dihasilkan tidak menghadapi masalah (misalnya

    dimintakan judicial review) di kemudian hari.

    2. Pengertian Naskah Akademik

    Selama ini Naskah Akademik bukan merupakan istilah tunggal,

    karena di dalam literatur maupun dokumen-dokumen resmi dikenal

    beberapa istilah, antara lain:

    a. Rancangan Akademik (sebagaimana dipakai dalam

    Keputusan Presiden No.188 Tahun 1998 tentang Tata Cara

    Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan

    Rancangan Peraturan Pemerintah)

    b. Draft Akademik

    c. Naskah Awal RUU/RPP

    d. Naskah Akademis

    e. Naskah Akademik (sebagaimana dipakai dalam Peraturan

    Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara

    Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan

    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

    Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan

    Presiden.

    Dalam tulisan ini istilah yang dipakai adalah Naskah Akademik,

    dengan pertimbangan bahwa istilah inilah yang digunakan dalam

    Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005, dan istilah ini pun sudah lazim

    dipakai oleh berbagai kalangan yang bergerak di bidang peraturan

    perundang-undangan. Sedangkan mengenai pengertiannya, yang

    dimaksud Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggung

    jawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang,

    tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup,

  • 4

    jangkauan, objek, atau arah pengaturan Rancangan Peraturan

    Perundang-undangan.

    3. Bentuk dan Isi Naskah Akademik

    Naskah Akademik memuat gagasan konkrit dan aplikatif

    pengaturan suatu materi perundang-undangan (materi hukum) bidang

    tertentu yang telah ditinjau secara sistemik-holistik-futuristik dan dari

    berbagai aspek ilmu (multidisipliner dan interdisipliner).

    Naskah Akademik berisikan rekomendasi tentang urgensi (dasar

    pemikiran perlunya suatu peraturan perundang-undangan), konsepsi, asas

    hukum, ruang lingkup, dan materi muatan, dilengkapi dengan pemikiran

    dan penarikan norma-norma yang akan menjadi tuntunan dalam

    menyusun suatu rancangan peraturan perundang-undangan.

    4. Kegunaan Naskah Akademik

    Naskah Akademik merupakan:

    a. Konsep awal yang memuat gagasan-gagasan tentang dasar

    pemikiran perlunya disusun suatu rancangan peraturan

    perundang-undangan, asas-asas hukum, ruang lingkup, dan

    materi muatan peraturan perundang-undangan dimaksud;

    b. Bahan pertimbangan yang dipergunakan dalam permohonan

    izin prakarsa penyusunan rancangan peraturan perundang-

    undangan.

    c. Bahan dasar bagi penyusunan Rancangan Undang-Undang.

    d. Pedoman dari sudut pandang akademik dalam menjelaskan

    alasan-alasan penarikan rumusan norma tertentu di dalam

    rancangan peraturan perundang-undangan di setiap tingkat

    pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan

    terkait.

    e. Bahan dasar Keterangan Pemerintah mengenai rancangan

    peraturan perundang-undangan yang disiapkan Pemrakarsa

    untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

  • 5

    5. Pengaturan Naskah Akademik

    Pasal 18 Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (LN No.53, TLN :

    4389), menyatakan :

    (1) Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden

    disiapkan oleh Menteri atau pimpinan lembaga pemerintah

    non departemen sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung

    jawabnya.

    (2) Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi

    rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden,

    dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung

    jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan

    rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

    Pasal 18 ayat (3) sebagaimana dikemukakan di atas

    mengamanatkan perlunya dibuat peraturan pelaksanaan dalam

    bentuk Peraturan Presiden. Peraturan Presiden dimaksud adalah

    Perpres Nomor 68 tahun 2005 Tentang Tata Cara Mempersiapkan

    Rancangan Undang-undang. Rancangan Peraturan Pemerintah

    Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan

    Rancangan Peraturan Presiden.

    Pasal 5 Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005 mengatur

    mengenai Naskah Akademik, sebagai berikut:

    1) Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang

    dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai

    materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.

    2) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) dilakukan oleh Pemrakarsa bersama-sama dengan

  • 6

    Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

    peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat

    diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya

    yang mempunyai keahlian untuk itu.

    3) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    sekurang-kurangnya memuat dasar filosofis, sosiologis, dan

    yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur.

    4) Pedoman penyusunan Naskah Akademik diatur dengan

    Peraturan Menteri.

    Pendekatan pengaturan di dalam Peraturan Presiden tersebut

    pada prinsipnya tidak jauh berbeda dari ketentuan sebelumnya

    yang dimuat dalam Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998 tentang

    Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan

    Rancangan Peraturan Pemerintah. Pasal 3 Keppres ini menyatakan:

    (1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan

    Rancangan Undang-undangan dapat pula terlebih dahulu

    menyusun rancangan akademik mengenai Rancangan

    Undang-Undang yang akan disusun.

    (2) Penyusunan rancangan akademik dilakukan bersama-sama

    dengan Departemen Kehakiman dan pelaksanaannya dapat

    diserahkan kepada Perguruan Tinggi atau Pihak Ketiga lainnya

    yang mempunyai keahlian untuk itu.

    Selanjutnya di dalam Pasal 4 angka (2) ditegaskan bahwa dalam hal

    Rancangan undang-undang tersebut memerlukan rancangan Akademik,

    maka rancangan akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat

    (1) dijadikan bahan dalam pembahasan forum konsultasi.

    Kata dapat di dalam rumusan Pasal 5 Peraturan Presiden No. 68

    tahun 2005 dan dalam Pasal 3 ayat (1) Keppres 188 Tahun 1998

    mengandung arti bahwa Naskah Akademik tidak harus dibuat untuk suatu

    rencana pengajuan RUU. Artinya penyusunan suatu RUU boleh dengan

  • 7

    atau tanpa didahului dengan penyusunan Naskah Akademiknya. Implikasi

    dari pengaturan ini adalah banyaknya RUU yang diajukan tanpa disertai

    Naskah Akademik.

    Lebih lanjut Perpres tersebut menyatakan bahwa penyusunan

    Naskah Akademik pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Perguruan

    Tinggi atau Pihak Ketiga. Dengan demikian, Perguruan Tinggi, lembaga

    penelitian dan kajian hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan

    organisasi masyarakat dapat membuat membuat Naskah Akademik suatu

    RUU baik melalui kerjasama dengan departemen teknis maupun atas

    prakarsanya sendiri.

    Tidak mengherankan apabila dalam praktik dapat ditemukan

    Naskah-naskah Akademik dengan versi yang beragam, karena berasal

    dari sumber-sumber yang berlainan (BPHN Dep. Hukum dan HAM,

    Departemen-departemen/LPND, Perguruan Tinggi, LSM, dan sebagainya)

    dan dibuat sesuai dengan selera dan persepsi pihak pembuatnya.

    Belum adanya keseragaman dalam penyusunan Naskah Akademik

    telah menjadi kendala khususnya didalam mengoptimalkan kegunaan

    Naskah Akademik di dalam proses perancangan suatu RUU baik di

    Departemen Hukum dan HAM maupun di instansi pemrakarsa, termasuk

    DPR.

    Di masa yang lalu, ketentuan dalam Keputusan Presiden No. 188

    Tahun 1998 yang tidak mewajibkan suatu RUU/RPP didahului dengan

    suatu penyusunan Naskah Akademik, senantiasa dijadikan salah satu

    alasan untuk mengabaikan pembuatan Naskah Akademik dalam proses

    penyusunan RUU. Kondisi yang sama kemungkinan akan terulang, karena

    Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005 pun menyatakan hal yang hampir

    sama.

    6. Upaya Penyempurnaan Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah

    Akademik Peraturan Perundang-Undangan

  • 8

    Sebagaimana telah dikemukakan, salah satu tugas dan fungsi BPHN

    adalah menyusun Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan.

    Untuk itu, pada tahun 1994 BPHN telah membuat Petunjuk Teknis

    Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan yang

    dituangkan dalam Keputusan Kepala BPHN No.G-159.PR.09.10 Tahun 1994.

    Keputusan Kepala BPHN ini telah menjadi pedoman di dalam penyusunan

    Naskah Akademik yang dilaksanakan di BPHN dan di lingkungan

    Pemerintah, meskipun landasannya masih mengacu kepada Keputusan

    Presiden No.188 Tahun 1998 tentang Tata cara Mempersiapkan

    Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah yang

    saat ini sudah dicabut dengan Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005.

    Dalam rangka tindak lanjut implementasi Peraturan Presiden No. 68

    tahun 2005 dan sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas

    peraturan perundang-undangan, saat ini BPHN telah melakukan langkah-

    langkah sebagai berikut:

    a. Mengupayakan penyempurnakan Petunjuk Teknis Penyusunan

    Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan

    sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Kepala BPHN

    No.G-159.PR.09.10 Tahun 1994.

    b. Bersama-sama dengan Direktorat jenderal Peraturan Perundang-

    undangan merancang Peraturan Menteri Hukum dan HAM

    tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik.

    c. Menyusun format penyusunan Naskah Akademik yang dapat

    mempertegas perbedaannya dengan format hasil

    penelitian/pengkajian dan kegiatan lainnya yang bersifat

    research. Naskah Akademik sedikitnya sudah dapat

    mengemukakan norma-norma suatu peraturan dan akan lebih

    baik lagi jika norma-norma tersebut telah dirumuskan dalam

    pasal demi pasal.

    d. Melakukan sosialisasi penyusunan Naskah Akademik sebagai

    bagian dari pembentukan peraturan perundang-undangan

  • 9

    B. NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

    1. Urgensi Naskah Akademik Dalam Pembentukan Peraturan Daerah

    Peraturan Daerah merupakan media bagi Pemerintah Daerah untuk

    menuangkan usulan-usulan, kebijakan-kebijakan dan/atau aspirasi-aspirasi

    masyarakat untuk tujuan pembangunan daerah. Diharapkan dari

    Peraturan Daerah tersebut mampu ditetapkan aturan-aturan yang dapat

    menunjang pembangunan daerah ke arah yang lebih baik dan lebih

    maju. Meskipun dalam kenyataannya banyak peraturan daerah yang

    belum mampu memfasilitasi proses pembangunan demi kemajuan daerah

    yang bersangkutan.

    Pada tataran implementasinya, sebuah peraturan daerah harus

    tepat sasaran yang diinginkan dari dibentuk dan ditetapkannya peraturan

    daerah tersebut, dan yang lebih penting lagi adalah membawa manfaat

    dan maslahat bagi masyarakat. Ini merupakan tugas berat bagi para

    perancang peraturan daerah agar produk rancangannya sesuai dengan

    asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,

    sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 UU No. 10 tahun 2004 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo. Pasal 137 UU No. 32

    tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya menyangkut asas

    dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, dan kejelasan

    rumusan.

    Dalam praktik, sering ditemukan bahwa para perancang peraturan

    perundang-undangan pada dinas teknis maupun biro/bagian hukum

    Pemerintah Daerah belum mampu menerjemahkan kebijakan pemerintah

    yang telah disusun kedalam bentuk peraturan daerah yang dapat

  • 10

    diterapkan secara efektif. Ketidakmampuan para perancang tersebut

    disebabkan oleh paling sedikit tiga hal, yaitu:1

    1. Mitos bahwa perancang tidak menangani urusan kebijakan,

    sebab yang membuat peraturan daerah adalah para pejabat

    Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

    dan bukan perancang;

    2. Banyak Daerah yang tidak memiliki aturan mengenai prosedur

    yang mengharuskan mendasarkan rancangan peraturan

    daerah pada pemikiran logis berdasarkan fakta di

    masyarakat;

    3. Sangat sedikit dari perancang yang memiliki pemahaman

    atas teori, metodologi, dan teknik perancangan peraturan

    perundang-undangan dan yang dapat secara jelas

    menerjemahkan kebijakan-kebijakan pemerintah menjadi

    peraturan daerah yang dapat dilaksanakan secara efektif.

    Akibat dari hal-hal tersebut, maka tidak mengherankan bila para

    perancang peraturan daerah pada dinas teknis maupun biro/bagian

    hukum Pemerintah Daerah kembali pada kebiasaan yang bermasalah,

    ketika merancang peraturan daerah, yaitu:

    1. Menyadur peraturan perundang-undangan daerah lain;

    2. sekedar mengkriminalisasi perilaku yang tidak diinginkan; atau

    3. Berdasarkan kompromi keinginan dari kelompok-kelompok

    kepentingan dominan dalam masyarakat.

    Disamping kelemahan dari sisi perancang, permasalahan-

    permasalahan mendasar dalam proses pembentukan peraturan daerah,

    antara lain disebabkan karena:

    1 Sony Maulana, Perancangan Peraturan Daerah Sebagai Wujud Kontribusi Keikutsertaan

    Pemerintah Daerah Dalam Perubahan Sosial Yang Demokratis Di Daerah, Makalah pada Bimbingan Teknis

    Harmonisasi Peraturan Daerah (Perda) Wilayah Perbatasan Dalam Perspektif Hak Asasi manusia, Samarinda

    5 September 2005, hlm. 4-5.

  • 11

    1. Jangka waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan

    Peraturan daerah relatif lama, hal ini terlihat dari fakta bahwa

    untuk pembentukan sebuah peraturan daerah diperlukan

    waktu antara 8 12 bulan, atau bahkan lebih;

    2. Tidak/belum dilibatkannya secara maksimal peranserta

    masyarakat dalam proses pembentukannya, terutama dari

    kalangan akademisi dan praktisi hukum. Padahal menurut

    Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

    Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 139 UU No. 32

    tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, peranserta

    masyarakat diperbolehkan dalam proses pembentukan

    peraturan daerah;

    3. Belum digunakannya secara optimal fungsi Naskah Akademik

    sebagai sebuah instrumen dalam rangka pembentukan

    peraturan daerah. Padahal terdapat beberapa manfaat

    yang dapat diperoleh apabila Naskah Akademik digunakan

    sebagai satu instrumen dalam proses pembentukan peraturan

    daerah, terutama dalam masalah efisiensi waktu. Keadaan ini

    ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman mengenai

    keberadaan, manfaat, dan urgensi Naskah Akademik dari

    para pihak yang terkait dalam pembentukan peraturan

    daerah.

    Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, adanya Naskah

    Akademik bukan (atau sampai saat ini belum diatur secara tegas) sebagai

    suatu keharusan dalam proses pembentukan peraturan daerah, akan

    tetapi keberadaan Naskah Akademik sangat diperlukan dalam proses

    pembentukan peraturan daerah. Naskah Akademik memaparkan

    alasan-alasan, fakta atau latar belakang tentang hal-hal yang mendorong

    disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga dipandang sangat

    penting dan mendesak diatur dalam peraturan daerah. Manfaat dari data

    atau informasi yang dituangkan dalam latar belakang bagi pembentuk

  • 12

    peraturan daerah itu adalah bahwa mereka dapat mengetahui dengan

    pasti tentang mengapa perlunya dibuat sebuah peraturan daerah dan

    apakah peraturan daerah tersebut memang diperlukan oleh masyarakat.

    Selanjutnya, Naskah Akademik menjelaskan aspek filosofis (cita

    hukum), aspek sosiologis (yakni nilai-nilai yang hidup dan terpelihara dalam

    kehidupan masyarakat setempat), aspek yuridis (keterkaitan dan

    keharmonisan secara vertikal dan horizontal dengan peraturan-peraturan

    yang telah ada sebelumnya), dan aspek politis (political will yang

    mendukung dibentuknya suatu peraturan daerah yang tercermin dari

    kebijakan yang ditetapkan oleh para pengambil kebijakan yang menjadi

    dasar bagi tata laksana pemerintahan).

    Aspek filosofis memuat hasil kajian yang mencerminkan landasan

    ideal atau pandangan yang menjadi dasar cita-cita pada saat

    menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-undangan.

    Sedangkan aspek yuridis adalah kajian terhadap dasar-dasar hukum yang

    menjadi landasan hukum bagi dibuatnya peraturan daerah, baik secara

    yuridis formal maupun yuridis materiil. Dalam kaitan ini kajian ditujukan

    terhadap aturan-aturan lain yang dapat dipakai sebagai landasan hukum

    kewenangan bagi suatu instansi atau institusi untuk membuat peraturan

    tertentu dan dasar hukum untuk mengatur permasalahan (objek) yang

    akan diatur. Tidak cukup sampai di situ, peraturan yang baik adalah

    peraturan yang secara efektif berlaku dalam masyarakat. Untuk itu, perlu

    dikaji sejauhmana masyarakat secara realita membutuhkan peraturan

    tentang masalah terkait, dan sejauhmana keberadaan nilai-nilai yang

    hidup dan berkembang dalam masyarakat mendukung keberadaan dan

    implementasi dari peraturan yang akan dibuat.

    Umumnya, teori-teori perundang-undangan hanya menyebutkan

    tiga aspek kajian untuk mengukur baik-tidaknya suatu peraturan

    perundang-undangan, yaitu dari aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis.

    Akan tetapi, sebuah peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan

    daerah) tidak bisa sama sekali dilepaskan dari unsur-unsur politis dalam

  • 13

    pembentukannya. Aspek politis pada dasarnya mengedepankan

    persoalan tarik-ulur kepentingan antara pemerintah dan masyarakat.

    Dalam Naskah Akademik pun kajian terhadap aspek ini perlu dilakukan.

    Bagaimana sesungguhnya kemauan politik dari pemerintah, dan

    bagaimana bargaining power dari kemauan politik pemerintah ini ketika

    berhadapan dengan kepentingan masyarakat, terutama dalam era

    demokrasi seperti saat ini.

    Tidak kurang pentingnya juga kajian-kajian dari berbagai aspek

    terkait, antara lain, dari aspek ekonomi dan ekologi, yang akan lebih

    memperkaya Naskah Akademik dan pada tahap selanjutnya juga akan

    lebih menyempurnakan substansi peraturan perundang-undangan

    (peraturan daerah) yang akan dibuat. Jika kondisi memungkinkan maka

    sesungguhnya proses pembentukan peraturan perundang-undangan

    (termasuk peraturan daerah) perlu menggunakan apa yang disebut

    proses regulatory impact assessment (RIA), yang berguna untuk

    mengetahui sejauhmana dampak ekonomis yang timbul dari peraturan

    tersebut bila sudah terbentuk dan diberlakukan di tengah-tengah

    masyarakat.

    Selain itu, urgensi lainnya adalah dalam Naskah Akademik diberikan

    gambaran mengenai substansi, materi dan ruang lingkup dari peraturan

    daerah yang akan dibuat. Dalam hal ini dijelaskan mengenai konsepsi,

    pendekatan, dan asas-asas dari materi hukum yang perlu diatur, serta

    pemikiran-pemikiran normanya. Mengenai asas-asas dari materi hukum,

    pada dasarnya tidak semata-mata terikat pada asas-asas yang telah

    ditentukan dalam Pasal 6 UU No. 10 tahun 2004 jo. Pasal 138 UU No. 32

    tahun 2004, tetapi juga perlu mencermati nilai-nilai, asas-asas hukum adat

    atau kearifan tradisional yang masih hidup dana berkembang dalam

    kehidupan masyarakat setempat. Juga dipertimbangkan asas resiko (risk

    management) yang mau tidak mau akan timbul atau dihadapi nantinya

    jika peraturan daerah itu sudah terbentuk atau telah diberlakukan.

    Dengan dituangkannya asas resiko ini, paling tidak sudah ada antisipasi

  • 14

    terhadap resiko-resiko negatif yang kemungkinan besar terjadi sebagai

    konsekuensi dari adanya peraturan daerah terkait.

    Naskah Akademik juga memberikan ruang bagi para pengambil

    keputusan yang berwenang untuk membahas dan menetapkan

    peraturan daerah (baik pemerintah daerah maupun Dewan perwakilan

    Rakyat Daerah) untuk mempertimbangan apakah suabtsnasi/materi yang

    terkandung dalam Naskah Akademik itu layak diatur dalam bentuk

    peraturan daerah atau tidak, dan apakah hanya perlu satu peraturan

    daerah atau dimungkinkan untuk dituangkan dalam lebih dari satu

    peraturan (mungkin peraturan sederajat atau peraturan pelaksanaan).

    Saat ini ada tendensi pandangan masyarakat bahwa peraturan

    perundang-undangan (termasuk peraturan daerah) adalah produk yang

    selalu berpihak pada kepentingan pemerintah (politik) semata-mata,

    sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat tidak terlalu merasa memiliki

    dan menjiwai peraturan perundang-undangan terkait. Oleh karena itu,

    Naskah Akademik diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen

    penyaring, menjembatani, dan meminimalisir unsur-unsur kepentingan

    politik dari pembentuk peraturan perundang-undangan (peraturan

    daerah). Naskah Akademik menjelaskan objektivitas tujuan dibentuknya

    peraturan perundang-undangan, karena didasarkan atas hasil kajian

    dan/atau penelitian, yang menampung aspirasi serta mengakomodasi

    kepentingan dan keinginan masyarakat, serta didukung oleh kebijakan

    politik dan peraturan perundang-undangan.

    Berkaitan dengan seringnya terjadi pembatalan terhadap

    peraturan-peraturan daerah yang dianggap bermasalah, Naskah

    Akademik diharapkan dapat meminimalisir terjadinya pembatalan

    demikian, karena didasarkan atas hasil kajian/penelitian yang

    komprehensif.

    Pada kenyataannya, meskipun bukan merupakan suatu keharusan,

    keberadaan Naskah Akademik sangat diperlukan dalam proses

    pembentukan peraturan daerah. Oleh karena itu, ke depan perlu

  • 15

    dipertimbangkan oleh para pembuat peraturan daerah untuk terlebih

    dahulu menyusun Naskah Akademik dalam proses pembentukan

    peraturan daerah, mengingat banyak manfaat yang dapat diambil dari

    Naskah Akademik dalam keseluruhan proses pembentukan peraturan

    daerah, mulai dari perencanaan, pembahasan, sampai pada

    pemberlakuan atau pelaksanaannya.

    Dengan digunakannya Naskah Akademik sebagai bagian dari

    proses pembentukan peraturan daerah, maka diharapkan akan tercipta

    peraturan-peraturan daerah yang berbasis akademik-ilmiah, tidak semata-

    mata kumpulan pasal-pasal yang ketika diterapkan ternyata tidak efektif.

    Jika demikian halnya, maka kerugian besar, baik berkaitan dengan waktu,

    materi maupun pikiran, harus ditanggung oleh daerah. Apalagi jika

    kemudian akibat dari adanya peraturan daerah itu muncul gejolak di

    masyarakat.

    2. Tahapan Proses Penyusunan Naskah Akademik

    Proses penyusunan Naskah Akademik terdiri dari beberapa tahap,

    pada tahap pertama diawali dengan melakukan persiapan, tahap

    pelaksanaan penyusunan Naskah Akademik, diskusi publik draft awal

    Naskah Akademik, evaluasi draft Naskah Akademik, penyempurnaan atau

    finalisasi penyusunan Naskah Akademik, dan penyerahan Naskah

    Akademik kepada pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Daerah

    sebagai bahan masukan dalam proses pembentukan peraturan daerah.

    Tahap persiapan penyusunan Naskah Akademik dimulai dengan

    membentuk Tim Penyusun Naskah Akademik Peraturan Daerah, yang

    terdiri dari personel yang dianggap memiliki kompetensi dan wawasan luas

    di bidangnya. Susunan personalia Tim ini disesuaikan dengan kebutuhan

    dan pokok persoalan yang akan dibuat peraturan daerahnya.

    Kompetensi para anggota Tim bukan semata-mata di bidang hukum,

    tetapi akan lebih baik apabila melibatkan pakar dari beragam disiplin ilmu

    terkait dengan permasalahan yang akan dikaji. Kompetensi anggota dari

  • 16

    disiplin ilmu hukum dan perundang-undangan diperlukan untuk menelaah

    aturan-aturan hukum dan pola perancangan peraturan perundang-

    undangan. Pada tahap persiapan ini dilaksanakan kegiatan yang

    menyangkut aspek teknis Tim serta pengumpulan data dan informasi yang

    relevan dengan pokok persoalan.

    Tahap selanjutnya adalah penyusunan draft Naskah Akademik

    sesuai dengan pola dan sistematika standar yang biasa dipakai dalam

    penyusunan Naskah Akademik. Tahapan ini memerlukan waktu yang

    cukup, karena selain menuangkan berbagai data dan informasi ke dalam

    bentuk Naskah Akademik, juga mulai dipikirkan alternatif kaedah-kaedah

    atau norma-norma dari narasi yang disusun. Penarikan kaedah/norma

    hukum inilah yang membedakan antara Naskah Akademik dan hasil

    penelitian/kajian biasa.

    Jika draft Naskah Akademik sudah selesai disusun, maka tahap

    berikutnya adalah menyelenggarakan diskusi publik (public hearing).

    Tujuan dari diskusi publik ini, selain dari mengenaikan/menginformasikan

    Naskah Akademik kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait, juga

    menghimpun masukan dari berbagai pihak, dalam rangka memperkaya

    dan menyempurnakan Naskah Akademik. Diskusi publik ini dapat

    berbentuk diskusi terfokus, lokakarya, seminar, jaring aspirasi publik,

    pertemuan konsultasi, atau juga mempublikasikannya di media masa.

    Evaluasi terhadap draft Naskah Akademik perlu dilakukan setelah

    memperoleh masukan atau tanggapan dari masyarakat. Pada tahap ini

    Tim penyusun Naskah Akademik mulai menginventarisir masukan-masukan

    yang diperoleh dari diskusi publik dan sedapat mungkin mengakomodir

    masukan-masukan yang berfmanfaat ke dalam Naskah Akademik.

    Selanjutnya Tim penyusun Naskah Akademik menyempurnakan dan

    menetapkan draft akhir Naskah Akademik, untuk diserahkkan kepada

    pemerintah daerah dan/atau DPRD, sebagai bahan masukan dan

    pertimbangan dalam pembahasan itu.

  • 17

    C. FORMAT NASKAH AKADEMIK

    Naskah Akademik terdiri dari dua bagian, yaitu (1) bagian yang

    memuat hasil kajian materi RUU yang akan diusulkan; dan (2) bagian

    yang memuat Naskah Awal RUU yang diusulkan.

    1. Format Bagian Pertama

    a. Sampul Depan/Cover, berisi judul dan penyusun Naskah

    Akademik.

    b. Kata Pengantar, yang berisi pengantar proses

    penyusunan Naskah Akademik.

    c. Daftar Isi

    Bab I Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Memuat pemikiran tentang konstatering fakta-fakta

    yang merupakan alasan-alasan pentingnya materi

    hukum yang bersangkutan harus segera diatur.

    B. Dasar Pemikiran Perlunya RUU

    Memuat pemikiran tentang dasar perlunya RUU

    dibentuk, antara lain meliputi dasar filosofis, dasar

    sosiologis, dasar yuridis, dasar psikopolitik, dan dasar

    ekonomi.

    C. Maksud dan Tujuan

    Mengemukakan tentang apa yang hendak dicapai

    melalui pembentukan RUU tersebut (misalnya

    memberikan jaminan kepastian hukum).

    D. Metode Pendekatan

    E. Analisis Hukum Positif Yang Terkait Materi Hukum RUU

  • 18

    Memuat hasil inventarisasi berikut analisis peraturan

    perundang-undangan terkait atau peraturan

    perundang-undangan yang memiliki ketentuan-

    ketentuan berkenaan dengan materi RUU. Dalam hal ini

    perlu juga diperhatikan dan dipertimbangkan

    ketentuan-ketentuan hukum tidak tertulis, hukum adat

    dan/atau kebiasaan dan kearifan lokal/tradisional yang

    berkembang dalam masyarakat, serta ketentuan-

    ketentuan dalam traktat-traktat, konvensi-konvensi atau

    perjanjian-perjanjian internasional (multilateral-global,

    multilateral-regional, dan bilateral) terutama yang telah

    diratifikasi oleh Indonesia.

    Bab II Ruang Lingkup Materi Naskah Akademik

    A. Ketentuan Umum

    1. Memuat terminologi-terminologi atau pengertian-

    pengertian yang dipakai dalam Naskah Akademik

    beserta arti dan maknanya masing-masing.

    2. Memuat pendekatan asas-asas hukum dan tujuan

    pengaturan bagi RUU yang akan dibentuk.

    Dalam bagian ini dielaborasi asas-asas yang

    tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 10 Tahun

    2004, yaitu asas: (a) pengayoman; (b)

    kemanusiaan; (c) kebangsaan; (d) kekeluargaan;

    (e) kenusantaraan; (f) bhineka tunggal ika; (g)

    keadilan; (h) kesamaan kedudukan dalam hukum

    dan pemerintahan; (i) ketertiban dan kepastian

    hukum; dan/atau dan (j) keseimbangan,

    keserasian dan keselarasan.

    Akan tetapi, asas-asas hukum tersebut tidak harus

    semuanya diterapkan. Juga dimungkinkan untuk

  • 19

    memasukkan asas-asas hukum lainnya sesuai

    dengan dasar, tujuan, fungsi dan materi muatan

    RUU. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6

    ayat (2): Selain asas sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan

    tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan

    bidang hukum peraturan perundang-undangan

    yang bersangkutan.

    B. Materi

    Memuat materi muatan yang perlu diatur secara

    sistematik serta pemikiran-pemikiran mengenai rumusan

    normatif yang disarankan, sedapat mungkin dengan

    mengemukakan beberapa alternatif rumusan norma.

    Bab III Penutup

    A. Kesimpulan

    1. Rangkuman pokok isi Naskah Akademik.

    2. Ruang lingkup materi yang diatur dan kaitannya

    secara sistematik dengan peraturan perundang-

    undangan terkait yang berlaku.

    3. Bentuk pengaturan yang dikaitkan dengan materi

    muatan yang diatur.

    B. Saran Rekomendasi

    1. Apakah semua materi Naskah Akademik

    sebaiknya diatuir dalam satu bentuk undang-

    undang atau ada sebagian yang sebaiknya

    dituangkan dalam peraturan pelaksanaan atau

    peraturan yang lain.

    2. Usulan mengenai penetapan skala prioritas

    penyusunan Naskah Akademik Peraturan

  • 20

    Perundang-undangan dan saat paling lambat

    RUU sudah selesai diproses beserta alasannya.

    Daftar Pustaka

    Memuat referensi literatur dan/atau dokumen peraturan

    perundang-undangan yang digunakan dalam penyusunan

    Naskah Akademik.

    Lampiran

    Lampiran-lampiran dapat berupa:

    a. Inventarisasi peraturan yang relevan dan masih berlaku

    b. Inventarisasi permasalahan hukumnya

    c. Berita Acara rapat-rapat atau Notula Rapat, dsb.

    2. Format Bagian Kedua

    Pada bagian kedua Naskah Akademik dimuat

    kumpulan norma-norma atau draft pasal-pasal, dengan

    format sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004

    tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    D. PENUTUP

    Demikian beberapa hal yang perlu diketahui mengenai Naskah

    Akademik dalam kaitan dengan pembentukan peraturan daerah.

    Semoga ada manfaatnya

    Palembang, 18 November 2008

  • 21

    LAMPIRAN

    RANCANGAN

    PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

    REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR: .............................................

    TENTANG

    PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRAKARSA PEMERINTAH DALAM RANGKA

    PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4) Peraturan

    Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan

    Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah

    Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah,

    dan Rancangan Peraturan Presiden, perlu menetapkan Peraturan

    Menteri tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik

    Rancangan Undang-Undang;

    Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

    Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 4389);

    2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005

    tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan

    Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;

    3. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit

    Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik

    Indonesia;

    4. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara

    Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan

    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan

    Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden;

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan: PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

    TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRAKARSA PEMERINTAH

    DALAM RANGKA PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

  • 22

    Pasal 1

    1. Penyusunan Naskah Akademik adalah pembuatan Naskah Akademik yang

    dilakukan melalui suatu proses penelitian hukum secara cermat, komprehensif

    dan sistematis.

    2. Naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan

    secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan

    penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, obyek,

    atau arah pengaturan rancangan undang-undang.

    3. Paparan Naskah Akademik adalah pemaparan hasil penyusunan Naskah

    Akademik oleh pemrakarsa yang dikoordinasikan oleh Badan Pembinaan

    Hukum Nasional, dengan melibatkan para ahli, wakil instansi terkait, unsur

    perguruan tinggi dan unsur masyarakat.

    4. Badan Pembinaan Hukum Nasional adalah unit Departemen Hukum dan Hak

    Asasi Manusia yang tugas dan fungsinya antara lain di bidang perencanaan

    pembangunan Hukum Nasional.

    BAB II

    MATERI MUATAN DAN PENYUSUNAN

    NASKAH AKADEMIK

    Pasal 2

    (1) Naskah Akademik secara umum memuat dasar filosofis, yuridis, dan sosiologis,

    pokok dan lingkup materi yang akan diatur, dan draft awal Rancangan

    Undang Undang.

    (2) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan

    Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang

    sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

    (3) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku mutatis mutandis

    untuk penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Pemerintah dan

    Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah.

    Pasal 3

    Pemrakarsa Rancangan Undang Undang dan Naskah Akademik adalah Menteri

    atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mengajukan usul

    penyusunan Rancangan Undang-Undang.

    Pasal 4

    Pelaksanaan penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 3 dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya

    yang mempunyai keahlian untuk itu.

    BAB III

    KEDUDUKAN NASKAH AKADEMIK

    Pasal 5

  • 23

    (1) Naskah Akademik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usul

    pengajuan Rancangan Undang-Undang dalam Daftar Prioritas Program

    Legislasi Nasional.

    (2) Naskah Akademik yang dapat diajukan dalam rapat koordinasi Program

    Legislasi Nasional adalah Naskah Akademik dari Rancangan Undang-Undang

    yang telah disetujui dalam Rapat Pembahasan Tahunan Program Legislasi

    Nasional Pemerintah sebagai prioritas.

    (3) Rapat Pembahasan Tahunan Program Legislasi Nasional Pemerintah

    diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam rangka

    penyusunan prioritas Program Legislasi Nasional Pemerintah.

    BAB IV

    PAPARAN NASKAH AKADEMIK

    Pasal 6

    (1) Paparan Naskah Akademik dilakukan oleh Pemrakarsa di Departemen Hukum

    dan Hak Asasi Manusia.

    (2) Badan Pembinaan Hukum Nasional mengkoordinasikan pelaksanaan paparan

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (3) Pelaksanaan paparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat

    melibatkan para ahli, wakil instansi terkait, unsur perguruan tinggi dan unsur

    masyarakat.

    (4) Dalam hal Naskah Akademik tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 2 harus disempurnakan oleh Pemrakarsa

    Pasal 7

    Paparan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan

    sebelum rapat koordinasi penyusunan Program Legislasi Nasional antara DPR

    dengan Pemerintah.

    Pasal 8

    Naskah Akademik yang telah dipaparkan dan telah memenuhi ketentuan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diajukan dalam rapat koordinasi Program

    Legislasi Nasional dengan Badan Legislasi DPR RI.

    BAB V

    PEMBIAYAAN

    Pasal 9

    Pembiayaan untuk keperluan paparan Naskah Akademik dan

    penyempurnaannya dibebankan kepada instansi pemrakarsa.

    BAB VI

    KETENTUAN PERALIHAN

  • 24

    Pasal 10

    Naskah Akademik yang ada, dan telah menjadi salah satu persyaratan

    pengajuan RUU Prioritas sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan

    tetap berlaku.

    BAB VII

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 11

    Pedoman penyusunan Naskah Akademik sebagaimana tercantum dalam

    lampiran merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari

    Peraturan Menteri ini.

    Pasal 12

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di : Jakarta

    Pada tanggal :

    Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

    Andi Mattalatta

  • 25

    LAMPIRAN PERATURAN MENTERI

    NOMOR : ..........................................

    TANGGAL: ...........................................

    PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG

    I. SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK

    JUDUL NASKAH AKADEMIK

    BAB I PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    B. IDENTIFIKASI MASALAH

    C. MAKSUD DAN TUJUAN

    D. METODE PENELITIAN

    BAB II ASAS-ASAS SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS,

    YURIDIS, DAN SOSIOLOGIS

    BAB III MODEL PENGATURAN, MATERI MUATAN RUU, DAN

    KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF

    BAB IV PENUTUP

    LAMPIRAN KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG

  • 26

    II. PENJELASAN SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK

    JUDUL NASKAH AKADEMIK

    Memuat jenis dan nama peraturan perundang-undangan

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pemikiran mengenai alasan-alasan filosofis, sosiologis,

    yuridis, yang mendasari pentingnya materi hukum yang

    bersangkutan segera diatur dengan peraturan perundang-

    undangan.

    B. Identifikasi Masalah

    Pointer permasalahan yang akan dituangkan dalam ruang

    lingkup naskah akademik

    C. Maksud dan Tujuan

    Uraian tentang maksud dan tujuan penyusunan naskah

    akademik.

    Maksud penyusunan naskah akademik adalah sebagai

    landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan undang-

    undang. Tujuan penyusunan naskah akademik adalah

    untuk memberikan arah, dan menetapkan ruang lingkup

    pengaturan.

    D. Metode Penelitian

    Uraian tentang metode penelitian yang digunakan dalam

    melakukan penelitian sebagai bahan penunjang

    penyusunan naskah akademik. Metode ini terdiri dari

    metode pendekatan dan metode analisis data.

    BAB II ASAS-ASAS SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, DAN

    SOSIOLOGIS

    Memuat berbagai asas-asas filosofis, yuridis, dan sosiologis dari

    ruang lingkup yang akan diatur.

    BAB III MODEL PENGATURAN, MATERI MUATAN RUU, DAN

    KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF

    Berisi analisis terhadap identifikasi masalah berdasarkan teori,

    asas-asas, dan hukum positif terkait untuk menetapkan model

    pengaturan, materi muatan rancangan undang-undang.

    Analisis disajikan dalam bentuk uraian secara sistematis dan

    dapat dikuatkan dengan data kuantitatif. Jika perlu

  • 27

    keterkaitan dengan hukum positif diperlukan pembahasannya

    sebagai langkah harmonisasi dan sinkronisasi.

    BAB IV PENUTUP

    Berisi jawaban terhadap identifikasi masalah yang telah

    ditetapkan yang menjadi pertimbangan penyusunan materi

    muatan dan rekomendasi terkait dengan pentingnya

    penyusunan regulasi dimaksud.

    III. SISTEMATIKA KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG

    Konsep awal RUU yang terdiri dari pasal-pasal yang diusulkan dengan

    didasarkan pada uraian akademik.

    Konsiderans :

    Memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi

    latar belakang dan alasan pembuatan rancangan undang-undang.

    Pokok-pokok pikiran memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis.

    Alas/Dasar Hukum :

    Memuat dasar kewenangan pembuatan undang-undang dan

    peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan

    undang-undang tersebut.

    Ketentuan Umum :

    Memuat istilah-istilah yang dipakai dalam Naskah Akademik dan

    pengertiannya.

    Materi :

    Memuat konsep tentang asas-asas dan materi hukum yang perlu

    diatur, serta rumusan norma dan pasal-pasalnya yang disarankan; bila

    mungkin dengan mengemukakan beberapa alternatif.

    Ketentuan Pidana (jika perlu) :

    Memuat pemikiran-pemikiran tentang perbuatan-perbuatan tercela

    yang patut dilarang dengan menyarankan sanksi pidananya.

    Ketentuan Peralihan (jika perlu):

    Memuat penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan

    yang sudah ada pada saat peraturan perundang-undangan yang

    baru mulai berlaku, agar peraturan perundang-undangan tersebut

    dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan

    hukum.

    Ketentuan Penutup :

    Pada umumnya memuat :

  • 28

    a. Saran tentang penunjukan lembaga/instansi atau alat

    perlengkapan Negara yang terkait dan karena itu perlu

    diikutsertakan dalam penyusunan dan pelaksanaan Rancangan

    Undang Undang / Rancangan Peraturan Pemerintah;

    b. Saran tentang pemberian nama singkat RUU/RPP yang

    bersangkutan;

    c. Saran tentang saat mulai berlakunya Undang-Undang setelah

    diundangkan;

    d. Pendapat tentang pengaruh Undang-Undang yang baru

    terhadap Undang-Undang yang lain; baik yang sudah ada

    sebelumnya dan Undang-Undang yang masih harus dibuat.