muhammad bin idris al-syafi'i dan mazhab syafi'i 109

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imam Syafi’I ialah imam yang ketiga menurut susunan tarikh kelahiran. Beliau adalah pendukung terhadap ilmu hadist dan pembaharu dalam agama (mujaddid) dalam abad kedua Hijriah. Masa hidup Imam Syafi’I ialah semasa pemerintahan Abbasiyah. Masa ini adalah suatu masa permulaan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagaimana telah diketahui di masa ini juga penerjemah kitab-kitab mulai banyak, ilmu falsafah juga dipindahkan, ilmu- ilmu juga disusun dan berbagai pemahaman telah timbul dalam masyarakat Islam. Banyaklah peristiwa yang ada kaitannya denga masyarakat berlaku dan bermacam-macam pula aliran pikir berkembang serta banyak pula pengacau. Percobaan untuk membuat kekacauan dan kejahatan dikalangan umat telah berlaku, di masa ini juga timbul golongan Mutakallimin dan pengacau yang keluar dari agama. Perbedaan antara Ahlul-Hadist dan Ahlul-Nakli dengan aliran Ahlul-Ra’yi mulai diketahui oleh orang banyak. Bidang perbincangan dan perdebatan antara 1

Upload: boneeta-bfashion

Post on 23-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imam Syafi’I ialah imam yang ketiga menurut susunan tarikh kelahiran.

Beliau adalah pendukung terhadap ilmu hadist dan pembaharu dalam agama

(mujaddid) dalam abad kedua Hijriah.

Masa hidup Imam Syafi’I ialah semasa pemerintahan Abbasiyah. Masa ini

adalah suatu masa permulaan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Sebagaimana telah diketahui di masa ini juga penerjemah kitab-kitab mulai

banyak, ilmu falsafah juga dipindahkan, ilmu-ilmu juga disusun dan berbagai

pemahaman telah timbul dalam masyarakat Islam. Banyaklah peristiwa yang ada

kaitannya denga masyarakat berlaku dan bermacam-macam pula aliran pikir

berkembang serta banyak pula pengacau.

Percobaan untuk membuat kekacauan dan kejahatan dikalangan umat telah

berlaku, di masa ini juga timbul golongan Mutakallimin dan pengacau yang

keluar dari agama. Perbedaan antara Ahlul-Hadist dan Ahlul-Nakli dengan aliran

Ahlul-Ra’yi mulai diketahui oleh orang banyak. Bidang perbincangan dan

perdebatan antara keduanya semakin luas, tetapi Imam Syafi’I hampir sama

dengan aliran yang pertama.

Kerajaan Islam mulai luas dan berdirilah ibukota-ibukota yang besar yang

terkenalsebagai gedung ilmu pengetahuan yang luas, seperti Kota Baghdad,

Kufah, Basrah, Damsyik, Qurtubah dan lain-lain sebagainya. Pada sebagian kota-

kota itulah Imam Syafi’I memulai pengembaraannya dalam mencari ilmu dan

merintis penulisan karya-karyanya yang luar biasa. Maka fokus tulisan ini ingin

mengeksplorasi riwayat hidup dan pemikiran Imam Asy-Syafi’i serta hukum

Islam pada masanya. Pentingnya pembahasan ini didalami agar kita dapat

mengenal lebih mengetahui tentang beliau itu sendiri sebagai seorang Nashir Al-

Haq Wa As-Sunnah.

1

Page 2: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi singkat imam syafi’i?

2. Bagaimana prinsip-prinsip hokum imam syafi’i?

3. Apa saja contoh-contoh pemikiran hokum imam syafi’i?

4. Dimana sajakah wilayah pengaruh mazhab imam syafi’i?

C. Tujuan

1. Mengetahui Bagaimana biografi singkat imam syafi’i

2. Mengetahui Bagaimana prinsip-prinsip hokum imam syafi’i

3. Mengetahui Apa saja contoh-contoh pemikiran hokum imam syafi’i

4. Mengetahui Dimana sajakah wilayah pengaruh mazhab imam syafi’i

2

Page 3: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

BAB II

PEMBAHASAN 

A. Biografi Ringkas Imam Syafi’i

Beliau bernama Muhammad dengan kun-yah(panggilan) Abu Abdillah. Nasab

beliau secara lengkap adalah Muhammad ibn Idris ibn al-Abbas ibn Utsman ibn

Asy-Syafi’I ibn As-Saib ibn Ubaid ibn Abdu Yazid ibn Hasyim ibn Muthalib ibn

Abdu Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn ibn Ka’ab ibn Lu’ai ibn

Ghalib. Muthalib adalah saudara kandung Hasyim ibn Abdu Manaf. Sedangkan

Hasyim adalah ayah Abdul Muthalib , kakek dari Nabi Muhammad saw. Nasab

beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay.

Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih

terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.

Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah

Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya

dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai

di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana.

Syafi‘, kakek dari kakek beliau(yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau)

menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar(yunior) Nabi. As-Saib,

bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar(senior) yang memiliki kemiripan

fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin

Quraisy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya

dan menyatakan masuk Islam.

Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam

Syafi‘i berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah

memberi kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan

ketersambungannya dengan nasab Nabi, kemudian mereka membantah pendapat-

pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang

menyatakan bahwa Imam Syafi‘i bukanlah asli keturunan Quraisy secara nasab,

tetapi hanya keturunan secara wala’(dekat) saja.

3

Page 4: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

Adapun ibu Imam Asy-Syafi’I adalah cucu perempuan dari saudara

perempuan Fathimah binti Asad, ibu Imam Ali ibn Abi Thalib. Oleh karena itu,

Imam Asy-Syafi’I mengatakan, “Ali ibn Abi Thalib adalah putra pamanku dan

putra bibiku.” Dengan demikian, maka ibu imam syafi’I adalah cucu dari syadina

ali ibn abu thalib, menantu nabi Muhammad saw. dan khalifah ke empat yang

terkenal. Dalam sejarah ditemukan, bahwa Said ibn Yazid, kakek Imam Syafi’i yg

kelima adalah sahabat nabi Muhammad saw.

Imam Syafi’I dilahirkan di Gazza pada bulan Rajab tahun 150H(767 M).

Menurut suatu riwayat, pada tahun itu juga wafat Imam Abu Hanifah. Imam

Syafi’I wafat di Mesir pada tahun 204H(819 M).

Ketika ayah dan ibu Imam Syafi’I pergi ke Syam dalam suatu urusan, lahirnya

Syafi’I di Gazah, atau Asqalan. Ketika ayahnya meninggal, ia masih kecil. Ketika

baru berusia dua tahun, Syafi’I kecil dibawa ibunya ke Mekkah. Ia dibesarkan

ibunya dalam keadaan fakir

Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa

tempat yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli

sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah

Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota

Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah kota Asqalan

dan Yaman.

Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat

digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah tempat

bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa

ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan

Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu ketika

berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah, karena sang ibu khawatir nasabnya

yang mulia lenyap dan terlupakan.

Sebagaimana disebutkan Abu Nu’aim dengan sanadnya dari Ibrahim bin

Murad, dia berkata, “Imam Syafi’I itu berbadan tinggi, gagah, berdarah

4

Page 5: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

bangsawan dan berjiwa besar.” Sedang menurut Az-Za’farani mengatakan bahwa

Imam Asy-Syafi’I adalah seorang yang berwajah simpatik dan ringan tangan.

Al Muzni berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang wajahnya lebih

tampan melebihi Asy-Syafi’I. Ketika dia memegang jenggotnya, maka aku

melihat bahwa tidak ada orang yang lebih bagus dari cara dia memegangnya.”

Dalam kitab yang lain mengatakan bahwa ketika usianya menginjak dewasa,

ia bertubuh jangkung semampai, pandai menunggang kuda, berkulit keputih-

putihan serupa dengan putera-putera bengawan Nil. Wajahnya berseri dihiasi

senyum, berjanggut teratur rapih dan menggunakan bahan pewarna kecoklat-

coklatan. Demikian juga dengan rambutnya yang menggunakan pewarna yang

terbuat dari daun inai. Hal ini dikarenakan beliau mengikuti sunnah. Lembut tutur

katanya, lembut suaranya, dan dari kedua matanya terpancar sinar yang

menunjukan persahabatan yang tulus kepada orang yang memandangya. Padahal,

kedua pelupuk matanya tampak letih akibat banyak begadang di malam hari,

banyak merenung dan memeras otak, seolah-olah melayang bersama jiwa raganya

dalam upaya meneliti dan menggali kebenaran Syariat. Ia selalu berpakain bersih

yang terbuat dari kain kasar dan berjalan dengan tongkat yang agak besar,

sehingga tampak sebagai seorang haji wara’(yang hidup menjauhkan diri dari

kesenangan dan kenikmatan duniawi) atau sebagai pengembara.

Hidup Imam Asy-Syafi’i merupakan satu sisi pengembaraan yang tersusun di

dalam bentuk yang sungguh menarik dan amat berkesan terhadap pembentukan

kriteria ilmiah dan popularitinya. Dalam asuhan ibunya ia dibekali pendidikan,

sehingga pada umur 7 tahun sudah dapat menghafal al-qur’an pada Ismail ibn

Qastantin, qari’ kota Makkah. Sebuah riwayat mengatakan, bahwa Syafi’I pernah

khatam Al-Qur’an dalam bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.

Imam Syafi’I pergi dari Makkah menuju suatu dusun Bani Huzail untuk

mempelajari bahasa arab karena disana terdapat pengajar-pengajar bahasa arab

yang fasih dan asli. Imam Syafi’I tinggal di Huzail selama kurang lebih 10 tahun.

Di sana ia belajar sastra arab, ia tergolong untuk memahami kandungan al-qur’an

5

Page 6: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

yang berbahasa arab yang fasih, asli dan murni. Imam Syafi’I menjadi orang

terpecaya dalam soal syi’ir-syi’ir kaum Huzael.

Sebelum menekuni fiqih dan hadits, Imam Syafi’I tertarik pada puisi, syi’ir

dan sajak bahasa arab. Ia belajar hadits dari Imam Malik di Madinah. Dalam usia

13 tahun ia telah dapat menghafal al-Muwaththa. Sebelumnya Imam Syafi’I

pernah belajar hadits kepada Sufyan ibn Uyainah salah seorang Ahlu Hadits di

Mekkah.

Menurut Khudhary Bek, sebelum imam syafi’I pergi ke Baghdad ia telah

mempelajari hadits dari dua orang ahli hadits namanya, yaitu Sufyan ibn Uyainah

di Mekkah dan Imam Malik di Madinah. Keduanya merupakan “Syaikh” Imam

Syafi’I yang terbesar, sekalipun ada “syaikh” yang lainnya.

Menurut Ahmad Amin dalam Dhuha Al-Islam, Imam Syafi’I belajar fiqih dari

Muslim ibn Khalid al-Zanjiy seorang Mufti Makkah. Kemudian ia ke Madinah

dan menjadi murid Imam Malik serta mempelajari al-Muwaththa yang telah

dihafalnya, sehingga Imam Malik melihat, bahwa al-Syafi’I termasuk orang yang

sangat cerdas dan kuat ingatannya. Oleh sebab itu Imam Malik sangat

menghormati dan dekat dengannya.

Menurut  Ibn Hajar Al-Asqalany, selain kepada Muslim ibn Khalid al-Zanjiy,

Malik dan Sufyan ibn Uyainah, Imam Syafi’I belajar pula kepada Ibrahim ibn

Sa’ad ibn Salim Alqadah, Al-Darawardiy, Abd Wahab al-Tsaqafiy, Ibn Ulayyah,

Abu Damrah, Hatim ibn Ismail, Ibrahim ibn Muhammad ibn Khalid al-Jundiy,

Umar ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Syafi’I, ‘Athaf ibn Khalid al-Mahzumiy,

Hisyam ibn Yusuf al-Shan’any dan sejumlah ulama lainnya.

Imam Syafi’I belajar kepada Imam Malik di Madinah sampai Imam Malik

meninggal. Setelah itu ia pergi merantau ke Yaman. Di Yaman, pernah mendapat

tuduhan dari Khalifah Abbasiyah (penguasa waktu itu), bahwa Asy-Syafi’I telah

membaiat ‘Alawy atau dituduh sebagai Syi’iy. Karena tuduhan itu, maka ia

dihadapkan kepada Harun al-Rasyid membebaskannya dari tuduhan tersebut.

Peristiwa itu terjadi tahun 184 H, ketika Syafi’I diperkirakan berusia 34 tahun.

6

Page 7: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

Tahun 195 H, Asy-Syafi’I pergi ke Baghdad dan menetap disana selama 2

tahun. Setelah itu ia kembali lagi ke Makkah. Pada tahun 198 H. ia kembali lagi

ke Baghdad dan menetap disana beberapa bulan, kemudian tahun 198 H. ia pergi

ke Mesir dan menetap di Mesir sampai wafat pada tanggal 29 Rajab sesudah

menunaikan shalat isya. Imam Syafi’I dimakamkan di suatu tempat di Qal’ah,

yang bernama Mishru Alqadimah.

Ibnu Hajar mengatakan pula, bahwa ketika kepemimpinan fiqh di Madinah

berpuncak pada Imam Malik, Imam Syafi’I pergi ke Madinah untuk belajar

kepadanya, dan ketika kepemimpinan fiqh di Irak berpuncak pada Abu Hanifah

dan Syaibany (salah seorang murid Abu Hanifah).oleh sebab itu Imam Syafi’I

berhimpun pengetahuan fiqh Ashab al-Hadits (Imam Malik) dan fiqh Ashab al-

Ra’yi (abu Hanifah). Bahwa Imam Syafi’I mempunyai pengetahuan yang sangat

luas dalam bidang lughah dan adab, di samping pengetahuan hadits yang ia

peroleh dari beberapa negeri. Sedangkan pengetahuannya dalam bidang fiqh

meliputi fiqh Ashab al-ra’yi di Irak dan fiqh Ashab al-hadits di Hijaz.

B. Prinsip Hukum Dan Contoh Pemikiran Hukum Imam Syafi’i

Secara umum sebagai produk sosial budaya semasa dan setempat, ilmu

selalu terkait dengan kondisi masyarakat, ilmu hukum tidak terkecuali. Hukum

mengatur perilaku masyarakat, tetapi kebiasaan yang berlaku turut pula menjadi

sumber hukum itu sendiri. Dalam hukum Islam, ketentuan hukum yang terkait

dengan, atau diatur berdasarkan urf cukup besar jumlahnya. Pada satu sisi, fiqh

adalah penjabaran dari nash-nash al Qur’an dan Hadits. Jadi sepanjang nash-nash

itu tidak berubah, tentu fiqhnya pun akan tetap sama. Akan tetapi, pada sisi lain

fiqh merupakan hasil ijtihad ulama yang senantiasa berinteraksi dengan

masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu besar kemungkinan fiqh

terpengaruh oleh lingkungan mujtahid itu sendiri.

Imam Syafi’I sebagaimana latar belakang pendidikan dan pemikirannya,

termasuk salah seorang jajaran Imam penganut Ahlu As-Sunnah wa al-Jama’ah,

7

Page 8: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

yang dalam cabang Furuiyyahnya berpihak pada dua kelompok, yaitu ahlu Al-

Hadis dan Ahlu Ar-Ra’yi (sintesa pemikiran tengah). Rihalah Fi Thalabil Ilmi,

demikian beliau dijuluki berkat pengembaraan yang dilakukannya ke negeri Hijaz

untuk menuntut ilmu kepada Imam Malik, ke Irak menuntut ilmu kepada

Muhammad Ibnu Al-Hasan (seorang murid Imam Abu Hanifah), bekerja di

Yaman dan beberapa kali datang ke Baghdad, sebelum akhirnya menetap di

Mesir. Dengan demikian ia cukup mengenal berbagai aliran dan mazhab yang ada

di kota-kota itu. Dari sinilah kemudian ia mendapatkan dan membekali dirinya

sebagai seorang Ahlu Al-Hadits, tetapi dalam bidang Fiqh, ia terpengaruh oleh

pemikiran kelompok Ahlu Ar-Ra’yi dengan melihat kepada metode penetapan

hukum yang beliau pakai.

Pengetahuanya seputar sosial kemasyarakatan sangatlah luas sebab beliau

menyaksikan secara langsung kehidupan masyarakat, baik masyarakat desa

dengan pemikiran yang relatif sederhana ataupun pemikiran masysrakat kota yang

sudah kompleks, seperti Irak, Mesir hingga kehidupan para zuhud pun pernah ia

geluti.

Berangkat dari keberanekaragaman itulah, ia mendapatkan bekal yang cukup

dalam memutuskan ijtihadnya mengenai masalah-masalah hukum, sehingga

dalam istinbatnya sangat mempengaruhi sistem dalam madzhabnya.

Dalam bidang hadits, beliau sebagai peletak petama tentang kaidah

periwayatan Al-Hadits, bahkan beliaulah satu-satunya orang yang bersikeras

mempertahankan posisi hadits (melebihi gurunya, Imam Malik bin Anas). Bahkan

tak jarang ditemukan pandangan-pandangan beliau yang berbeda dengan gurunya,

Al-Hadits yang sanadnya shahih dan muttasil, menurutnya wajib diamalkan, tanpa

harus dikaitkan dengan amalan Ahlu Madinah sebagaimana yang disyaratkan oleh

Imam Abu Hanifah. Dari sinilah kemudian ia juga dikenal sebagai Nashir As-

Sunnah.

Di samping itu, Imam Syafi’I memiliki dua pandangan ijtihad yang dikenal

dengan sebutan Qaul Qadimyang tertuang dalam kitabnya Al-Hujjah yang ditulis

8

Page 9: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

di Irak dan Qaul Jadid yang tertuang dalam kitab Al-Umm yang dikarang di

Mesir. Terwujudnya dua pandangan ini, diperkirakan sebagai perwujudan dari

adanya situasi yang mempengaruhi terhadap ijtihadnya. Sebab di Irak ia

melakukan pemaduan terhadap beberapa kitab yang telah beliau pelajari dengan

berbagai macam ilmu pengetahuan yang telah beliau miliki berdasarkan pada

teori Ahlu Al-Hadist.

Perlu diketahui bahwa Qaul Qadim Imam Syafi’I merupakan pandangan-

pandangannya yang dihasilkan dari perpaduan antara madzhab Irak dan pendapat

Ahlu al-Hadits, lalu beliau pergi ke Makkah dan tinggal disana untuk beberapa

lama. Di Makkah inilah beliau bertemu dan berdiskusi banyak dengan murid

Imam Abu Hanifah, Muhammad Ibn Hasan, lalu akhirnya beliau pun kembali ke

Irak untuk mendiktekan Qaul Qadimnya kepada muridnya.

Dengan demikian maka Qaul Qadim Imam Syafi’I merupakan hasil

pemikirannya dengan memadukan antara Fiqh Ahlu Al-Hadis yang bersifat

tradisional, sehingga pola pemikiran semacam inilah oleh para ulama dinilai lebih

sesuai dengan pola pemikiran para ulama yang datang dari berbagai Negara Islam

ke Makkah dan akhirnya juga mudah tersebar ke berbagai Negara.

Ada beberapa ahli mengemukakan bahwa perbedaan lingkungan sosial

kultural (Baghdad-Mesir) adalah sebagai faktor penyebab berubahnya fatwa Asy

Syafi’i dari Qaul Qadim ke Qaul Jadid. Hasil observasi atas masyarakat Mesir

berperan penting dalam peninjauan dan penyesuaian-penyesuaian yang

melahirkan untuk Qaul Jadidnya. Menurut riwayat Imam Nawawi, Imam Syafi’i

sendiri pernah menyatakan bahwa Qaul Qadim tidak boleh diriwayatkan lagi

karena ia telah rujuk dari Qaul itu. Dengan demikian untuk masa

selanjutnya, Qaul Jadidlah yang dianggap sebagai mazhab Asy Syafi’i.

Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pokok-pokok

pikiran beliau dalam mengistinbathkan hukum adalah:

9

Page 10: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

1. Al-Qur’an dan al-Sunnah

Imam Syafi’i memandang Al-Qur’an dan Sunnah berada dalam satu

martabat. Beliau menempatkan Al-Sunnah sejajar dengan Al-Qur’an, karena

menurut beliau, Sunnah itu menjelaskan Al-Qur’an, kecuali Hadits Ahad tidak

sama nilainya dengan Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir. Disamping itu, karena

Al-Qur’an dan Sunnah keduanya adalah wahyu, meskipun kekuatan Sunnah

secara terpisah tidak sekuat seperti Al-Qur’an.

Dalam pelaksanaannya, Imam Syafi’i menempuh cara, bahwa apabila

di dalam Al-Qur’an sudah tidak ditemukan dalil yang dicari, ia menggunakan

Hadits Mutawatir. Jika tidak ditemukan dalam Hadits Mutawatir, ia

menggunakan Hadits Ahad. Jika tidak ditemukan dalil yang dicari dalam

kesemuanya itu, maka dicoba untuk menetapkan hukum berdasarkan Zohir

Al-Qur’an atau Sunnah secara berturut.

Imam Syafi’i walaupun berhujjah dengan hadis ahad, namun beliau

tidak menempatkannya sejajar dengan Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir,

karena hanya Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir sejalah yangQath’iy

Tsubutnya, yang dikafirkan orang yang mengingkarinya dan disuruh

bertaubat.

Imam Syafi’i dalam menerima Hadits Ahad mensyaratkan sebagai

berikut:

a. Perawinya terpercaya. Ia tidak menerima hadis dari orang yang tidak

dipercaya.

b. Perawinya berakal, memahami apa yang diriwayatkannya.

c. Perawinya dhabith (kuat ingatannya)

d. Perawinya benar-benar mendengarkan sendiri hadis itu dari orang yang

menyampaikan kepadanya.

e. Perawi itu tidak menyalahi para ahli ilmu yang juga meriwayatkan hadis

itu.

10

Page 11: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

2. Ijma

Imam Syafi’i mengatakan bahwa ijma adalah hujjah dan ia

menempatkan ijma ini sesudah Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebelum Qiyas.

Imam Syafi’i menerima ijma sebagai hujjah dalam masalah-masalah yang

tidak diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Ijma menurut pendapat Imam Syafi’i adalah ijma ulama pada suatu

masa di seluruh dunia islam, bukan ijma suatu negeri saja dan bukan pula ijma

kaum tertentu saja. Namun Imam Syafi’i mengakui, bahwa ijma sahabat

merupakan ijma yang paling kuat.

Ijma yang dipakai Imam Syafi’i sebagai dalil hukum itu adalah ijma

yang disandarkan kepada nash atau ada landasan riwayat dari Rasalullah saw.

Secara tegas ia mengatakan, bahwa ijma yang berstatus dalil hukum itu adalah

ijma sahabat.

Imam Syafi’i hanya mengambil ijma sharih sebagai dalil hukum dan

menolak ijma sukuti menjadi dalil hukum.

3. Qiyas

Imam Syafi’i menjadikan qiyas sebagai hujjah dan dalil keempat

setelah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma, dalam menetapkan hukum.

Imam Syafi’i adalah mujtahid pertama yang membicarakan qiyas

dengan patokan kaidahnya dan menjelaskan asas-asasnya. Sedangkan

mujtahid sebelumnya sekalipun telah menggunakan qiyas dalam berijtihad,

namun belum membuat rumusan patokan kaidah dan asas-asasnya, bahkan

dalam praktek ijtihad secara umum belum mempunyai patokan yang jelas,

sehingga sulit diketahui mana hasil ijtihad yang benar dan mana yang keliru.

Disinilah Imam Syafi’i tampil ke depan memilih metode qiyas serta

memberikan kerangka teoritas dan metodologinya dalam bentuk kaidah

rasional namun tetap praktis. Untuk itu Imam Syafi’i pantas di akui dengan

penuh penghargaan sebagai peletak pertama metodologi pemahaman hukum

11

Page 12: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

dalam islam sebagai satu disiplin ilmu, sehingga dapat dipelajari dan

diajarkan.

C. Wilayah pengaruh mazhab imam syafi’i

Imam Asy-Syafi’I adalah orang pertama kali yang berkarya dalam

bidang Ushul Fiqh dan Ahkam Al-Quran. Para ulama dan cendikia terkemuka

pada mengkaji karya-karya Imam Asy-Syafi’I dan mengambil manfaat darinya.

Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya

melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya

untuk menulis banyak kitab. Menurut Abu Bakar Al-Baihaqy dalam kitab Ahkam

Al-Qur’an, bahwa karya Imam Syafi’i cukup banyak, baik dalam bentuk risalah

maupun dalam bentuk kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200

bagian, sedangkan Al-Qadhi Imam Abu Hasan ibn Muhammad Al-Maruzy

mengatakan bahwa Imam Syafi’i menyusun 113 buah kitab tentang tafsir, fiqih,

adab, dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab

yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrasat.

Kitab-kitab karya Imam Syafi’i dibagi oleh ahli sejarah menjadi dua bagian:

a. Kitab yang ditulis Imam Syafi’i sendiri, seperti al-umm dan al-Risalah

(riwayat dari muridnya yang bernama al-Buwaithy dilanjutkan oleh muridnya

oleh muridnya yang bernama Rabi ibn Sulaiman).

Kitab al-umm berisi masalah-masalah fiqih yang dibahas berdasarkan

pokok-pokok pikiran Imam Syafi’i dalam al-Risalah.

Selanjutnya kitab al-Risalah adalah kitab yang pertama dikarang oleh

Imam Syafi’i pada usia yang muda belia. Kitab ini ditulis atas permintaan Abd

al-Rahman ibn Mahdy di Makkah, karena Abd Rahman ibn Mahdy meminta

kepada beliau agar menuliskan suatu kitab yang mencakup ilmu tentang arti

al-Qur’an, hal ihwal yang ada didalam al-Qur’an, nash dan mansukh serta

hadis Nabi.

12

Page 13: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

b. Kitab yang ditulis oleh murid-muridnya, seperti Mukhtashar oleh al-Muzamy

dan Mukhtashar oleh al-Buwaithy (keduanya merupakan ikhtisar dari kitab

Imam Syafi’i Al-Imla’ wa al-Amly)

Kitab-kitab Imam Syafi’i, baik yang ditulisnya sendiri, didiktekan

kepada murid-muridnya, maupun dinisbahkan kepadanya, antara lain sebagai

berikut:

1) Kitab al-Risalah, tentang Ushul fiqh (riwayat Rabi’)

2) Kitab al Umm, sebuah kitab fiqh yang di dalamnya dihubungkan pula

sejumlah kitabnya.

3) Kitab al-Musnad, berisi hadis-hadis yang terdapat dalam kitab al-Umm

yang dilengkapi dengan sanad-sanadnya.

4) Al-Imla

5) Al-Amaliy

6) Harmalah (didiktekan kepada muridnya yang bernama Harmalah ibn

Yahya).

7) Mukhtashar al-Muzaniy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i)

8) Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i)

9) Kitab Ikhtilaf al-Hadis (penjelasan Imam Syafi’i tentang hadis-hadis Nabi

Saw).

Kitab-kitab Imam Syafi’i dikutip dan dikembangkan para muridnya yang

tersebar di Makkah, di Irak, di Mesir, dan lain-lain. Kitab Al-Risalah

merupakan merupakan kitab yang memuat Ushul Fiqh. Dari kitab Al-Umm

dapat diketahui, bahwa setiap hukum Far’i yang dikemukakannya, tidak lepas

dari penerapan Ushul Fiqh.

Penyebaran Mazhab Syafi’i ini nantara lain di Irak, lalu berkembang dan

tersiar ke Khurasan, Pakistan, Syam, Yaman, Persia, Hijaz, India, daerah-

daerah Afrika dan Andalusia sesudah tahun 300 H. Kemudian mazhab Syafi’i

ini tersiar dan berkembang bukan hanya di Afrika, tetapi ke seluruh pelosok

negara-negara islam, baik di Barat, maupun Timur, yang dibawa oleh para

13

Page 14: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

muridnya dan pengikutnya dari satu negeri ke negeri yang lain, termasuk ke

Indonesia. Kalau kita melihat praktik ibadah dan muamalah umat islam di

Indonesia, pada umumnya mengikuti mazhab Syafi’i. Hal ini disebabkan

karena beberapa faktor:

a. Setelah adanya hubungan Indonesia dengan Makkah dan di antara kaum

Muslimin Indonesia yang menunaikan ibadah haji, ada yang bermukim di

sana dengan maksud belajar ilmu agama. Guru-guru mereka adalah

ulama-ulama yang bermazhab Syafi’i dan setelah kembali ke Indonesia

mereka menyebarkannya.

b. Hijrahnya kaum Muslimin dari Hadhramaut ke Indonesia adalah

merupakan sebab yang penting pula bagi tersiarnya mazhab Syafi’i di

Indonesia. Ulama dari Hadhramaut adalah bermazhab Syafi’i.

c. Pemerintah kerajaan Islam di Indonesia, selama zaman Islam

mengesahkan dan menetapkan mazhab syafi’i menjadi halauan hukum di

Indonesia.

d. Para pegawai jawatan dahulu, hanya terdiri dari ulama mazhab Syafi’i

karena belum ada yang lainnya.

Menurut Ibn As-Subki bahwa Mazhab Asy-Syafi’I telah berkembang dan

menjalar pengaruhnya diberbagai tempat, di kota dan di desa, di seluruh

negara Islam. Pengikut-pengikutnya terdapat di Iraq dan kawasan-kawasan

sekitarnya, di Naisabur, Khurasan, Muru, Syiria, Mesir, Yaman, Hijaz, Iran

dan di negara-negara timur lainnya hingga ke India dan sempai negara China.

Penyebaran yang sebegitu meluas setidak-tidaknya membayangkan kepada

kita sejauh mana kewibawaan pribadi Imam Asy-Syafi’i sebagai seorang

tokoh ulama dan keunggulan Mazhabnya sebagai salah satu aliran fiqih dari

yang empat.

14

Page 15: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Imam Syafi’I merupakan salah satu dari keempat imam madzhab yang

termasyhur. Beliau adalah imam yang memiliki karakteristik akhlak yang mulia

dan memiliki kecerdasan yang luar biasa sehingga banyak gelar dari para ulama

lain untuknya.

Kiprah Imam Syafi’I yang cemerlang berakhir dengan wafatnya tetapi

ilmunya takkan pernah habis dimakan waktu. Cinta manusia terhadanya, ilmu dan

karya-karyanya masih tetap memenuhi bumi sampai sekarang. Tidak satu pun

dijumpai ulama besar kecuali berhutang kepada Imam Syafi’i.

B. Saran

Segala puji bagi Allah SWT,yang karena karunianya,akhirnya kami dapat

menyelesaikan makalah kami.semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmatnya

kepada kami untuk membuat karya yang lebih baik untuk waktu-waktu yang akan

datang. Kami berharap sekali-kritik dan saran dari para pembanca sangat kami

harapkan.semoga dapat menjadi khazana baru buat kami untuk karya kami

berikutnya

15

Page 16: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik

dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan

salam senantiasa dicurahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap

keluarganya serta orang-orang yang meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami

menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan

saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari

para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi

kita semua.

Bengkulu, September 2013

Penulis

16i

Page 17: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................... 2

C. Tujuan........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi ringkas imam syafi’i ................................................. 3

B. Prinsip-prinsip dan contoh pemikiran hukum ...................... 7

C. Wilayah pengaruh mazhab imam syafi’i ................................ 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................15

B. Saran..........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

17ii

Page 18: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

MAKALAHMATERI PAI III

“Muhammad Bin idris Al-Syafi’I dan Mazhab Syafi’i ”

Di susun oleh : Dedi Merzan Efendi 2113217384Luci Sutrismo 2113217456

Dosen Pembimbing :Dr. Abdul Hafiz, M. Ag

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU (IAIN)2013

18

Page 19: Muhammad Bin Idris Al-syafi'i Dan Mazhab Syafi'i 109

DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syurbasi, Ahmad. Sejarah dan Biografi EMPAT IMAM MADZHAB. Jakarta: Amzah, 2008.

Farid, Syaikh Ahmad. 60 Biografi Ulama Salaf. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Nasution, Goloman. “Perkembangan Pemikiran Hukum Islam Dalam Mazhab Asy-Syafi’iy.” Makalah Mata Kuliah Fiqh Fakultas Syari’ah IAIN Raden Fatah Palembang, 2008.

Sutrisno, Imam. “Riwayat Hidup Imam Syafi’I”. Artikel diakses pada 19 Februari 2011 darihttp://islam.blogsome.com.

Yanggo, Huzaemah Tahido. Pengantar Perbandingan Madzhab. Jakarta: Logos, 1997.

19

iii