mte keratitis hsv

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan salah satu indera dari pancaindera yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indera penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka, trauma sekecil apapun, seperti debu yang bila masuk mata, sudah cukup menimbulkan gangguan yang hebat. 1,2 Kornea merupakan salah satu bagian dalam anatomi mata yang sangat berperan dalam menentukan hasil pembiasan sinar pada mata, karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, sehingga bila terjadi lesi pada kornea umumnya akan memberikan gejala penglihatan yang menurun, terutama bila lesi tersebut letaknya di tengah. 2,3,4 Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari media refraksi. Kornea terdiri atas lima lapis yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descemet, dan endotel. 1,2 1

Upload: cha-usman

Post on 29-Nov-2015

77 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MTE Keratitis HSV

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu indera dari pancaindera yang sangat penting untuk

kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indera penglihatan yang

baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang

sangat peka, trauma sekecil apapun, seperti debu yang bila masuk mata, sudah cukup

menimbulkan gangguan yang hebat.1,2

Kornea merupakan salah satu bagian dalam anatomi mata yang sangat berperan

dalam menentukan hasil pembiasan sinar pada mata, karena kornea berfungsi sebagai

jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, sehingga bila terjadi lesi pada kornea

umumnya akan memberikan gejala penglihatan yang menurun, terutama bila lesi tersebut

letaknya di tengah.2,3,4 Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan

bagian dari media refraksi. Kornea terdiri atas lima lapis yaitu epitel, membran bowman,

stroma, membran descemet, dan endotel.1,2 

Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan

jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti

keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena

berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis reaksi alergi,

infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis menahun.2,3,4

Herpes virus yang menyerang manusia terdiri dari 5 jenis herpes virus yaitu HSV

tipe 1 dan 2, varisella zoster (VZV), virus Epstenbarr, Cytomegalo virus (CMV) dan

Kaposi Sarcoma- Assosiated Herpes Virus (KSHV)/human herpes Virus 8.1 Herpes

Simpleks virus adalah bagian dari sub grup neurotropic (α herpes virus) dari keluarga

1

Page 2: MTE Keratitis HSV

herpes virus. Prevalensi infeksi akibat Herpes Virus tipe 1 sangat tinggi pada manusia.

Manifestasi yang sering muncul adalah lesi di mukokutan, wajah dan mata.2

Dari penyelidikan epidemiologi didapatkan bahwa infeksi virus HSV merupakan

penyebab terbanyak dari kebutaan unilateral akibat kerusakan kornea di dunia.

Sementara itu, penyelidikan epidemiologi di Rochester, USA didapatkan bahwa insiden

dari keratitis herpes ini berkisar antara 8,4 per 100.000 orang serta jumlah orang yang

terinfeksi sebesar 20,7 per 100.000 orang per tahun.2

Keratitis herpes simpleks dapat merupakan infeksi primer dan infeksi kambuhan.

Kelainan akibat lesi primer biasanya muncul dengan gejala subklinis. Gejala-gejala yang

tidak spesifik dapat terjadi misalnya demam dan cepat lelah. Keratitis herpes primer

terbatas hanya pada epitel kornea. Sedangkan keratitis herpes bentuk kambuhan dibagi

atas ephiteleal keratitis, stromal keratitis, endothelitis.2

Diagnosis dari keratitis herpes secara umum berdasarkan dari manifestasi

klinisnya. Pemeriksaan laboraturium dilakukan jika terdapat manifestasi yang tidak khas.

Pemeriksaan laboratorium yang sangat mendukung konfirmasi diagnosis adalah

pemeriksaan cuplikan debridement kornea dengan immunofluorescent assay maupun

DNA probes.2

Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan dan

membatasi kerusakan kornea. Kebanyakan gangguan penglihatan dapat dicegah, apabila

diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara adekuat.5

Keratitis herpes simplek diobati dengan menggunakan antivirus. Anti virus

pertama yang ditemukan adalah Idoxuridine yang bekerja menghambat aktivitas

enzimatik pada virus. Penemuan obat-obat anti viral terus berkembang dengan

ditemukannya asiklovir, gansiklovir, dan penggunaan tetes mata.2

2

Page 3: MTE Keratitis HSV

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang keratitis herpes simpleks.

Diharapkan informasi ini akan menambah wawasan para klinisi dalam menangani

keratitis herpes simpleks.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan pada makalah ini dibatasi pada epidemiologi, etiologi, faktor resiko,

klasifikasi, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan keratitis herpes simpleks.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca

mengenai diagnosis dan panatalaksanaan keratitis herpes simpleks.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai pada penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang

merujuk pada berbagai kepustakaan.

3

Page 4: MTE Keratitis HSV

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kornea

Kornea merupakan jaringan transparan dengan ukuran horizontal 11-12 mm dan

vertikal 10-11 mm. Kornea memiliki indeks refraksi sebesar 1,376, terdiri dari lima

lapisan yaitu lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris),

membran Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Batas antara sklera

dan kornea disebut limbus kornea. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di

tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior.3

Gambar 2.1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan yaitu 3,6,7,8 :

1. Lapisan epitel

Lapisan epitel terdiri dari sel epitel skuamosa bertingkat. Sel epitel tersebut memiliki

ketebalan sekitar 0,05 mm atau sekitar 5% dari ketebalan kornea. Permukaan kornea

licin akibat adanya lapisan tear film dan epitel. Epitel berasal dari ektoderm

permukaan.

4

Page 5: MTE Keratitis HSV

Innervasi saraf sensorik untuk kornea berasal dari percabangan pertama saraf

Trigeminus (N.V) yaitu ophtalmicus. Di epitel kornea tersebar akhiran saraf sensibel.

Bila kena paparan maka akan menghasilkan rasa sakit. Jumlah yang banyak dari

akhiran saraf dan lokasinya yang tersebar akan peka walaupun dengan sentuhan/abrasi

yang halus pada epitel kornea.6

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan

ini tidak mempunyai daya regenerasi. Merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur

seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

3. Jaringan Stroma

Stroma kornea disusun oleh matriks ekstrasel yang terbentuk dari kolagen dan

proteoglikan. Kolagen fibrillar tipe I dan tipe V berhubungan dengan kolagen tipe

IV. Decorin dan limican merupakan proteoglikan utama pada kornea. Kejernihan

kornea dipengaruhi oleh susunan fibril kolagen yang menempel pada matriks

ekstraselular. Pola ini berperan dalam penguraian cahaya. Kornea yang transparan

terjadi karena ukuran komponen kornea yang lebih kecil dari panjang gelombang

cahaya yang terlihat.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma. Bersifat sangat

elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm. Membran

descemet memiliki ketebalan yang meningkat dari 3 µm saat lahir menjadi 10-12µm

saat dewasa.

5

Page 6: MTE Keratitis HSV

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal. Endotel melekat spada

membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Permeabilitas dari

kornea ditentukan oleh epitel dan endotel, yang merupakan membran

semipermeabel. Keadaan kedua lapisan ini sangat penting untuk mempertahankan

kejernihan kornea. Permukaan kornea juga dapat menyerap oksigen dari atmosfer

yang larut ke dalam air mata.

Gambar 2.2 Potongan Melintang Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas

cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,

avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea

dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan

endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera

kimiawi atau fisik, pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan

sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya

6

Page 7: MTE Keratitis HSV

cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan

menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi.7

2.2 Definisi Keratitis

Keratitis adalah keadaan inflamasi pada kornea dengan karakteristik adanya

infiltrat pada kornea dan udem kornea lokal.1

2.3 Keratitis Virus

Keratitis virus adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh virus dan

merupakan penyebab utama kebutaan unilateral pada negara berkembang. Keratitis virus

dapat disebabkan karena virus DNA ataupun RNA. Virus herpes merupakan penyebab

paling sering keratitis virus. Virus yang menyebabkan gangguan pada mata adalah HSV

tipe 1 dan 2, Varicella Zoster, Epstein Barr virus, Citomegalo Virus, dan Kaposi

Sarcoma.1

2.4. Keratitis Herpes Simplek

Keratitis herpes simplek merupakan keadaan inflamasi atau peradangan pada

kornea yang disebabkan oleh infeksi virus herpes simplek. 3 Herpes Simplek Virus

(HSV) merupakan virus DNA rantai ganda yang termasuk dalam family herpesviridae.

Herpes simplek virus terdiri dari 2 tipe yaitu HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. HSV tipe 1

lebih sering mengakibatkan infeksi pada kornea daripada HSV tipe 2.4

7

Page 8: MTE Keratitis HSV

2.5. Epidemiologi Keratitis Herpes Simplek

Infeksi kornea yang diakibatkan oleh virus herpes simplek merupakan penyebab

umum kebutaan di negara berkembang. Episode pertama keratitis epitelial memiliki

angka kekambuhan sebanyak 25%. Sementara itu, episode kedua memiliki angka

kekambuhan sebanyak 43%.5 Penelitian yang dilakukan oleh Wilhelmus dkk pada 152

pasien yang mengalami keratitis herpetik, ditemukan bahwa 64,5% pasien berjenis

kelamin laki-laki dan 35,5% perempuan. Wilhelmus dkk juga menemukan bahwa 53%

mengalami ulserasi sebelumnya dan 28% mengalami infeksi kambuhan sebanyak satu

kali.4

2.6. Patogenesis

Infeksi primer herpes simpleks sering bermanifestasi sebagai infeksi saluran

pernapasan atas yang tidak spesifik. Namun, ada kalanya, infeksi primer virus ini juga

dapat bermanifestasi sebagai lesi ulkus mulut, blefaritis, konjungtivitis folikuler, atau

keratitis epitelial. Virus ini dapat menyebar dari kulit atau mukosa epitelium yang

terinfeksi melalui nervus trigeminal.1

Kerusakan yang terjadi akibat perkembangbiakan virus intraepithelial

mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. 6

Studi serologik menunjukkan bahwa hampir semua orang dewasa pernah terpajan

virus ini walaupun tidak menimbulkan gejala klinis. Setelah terjadinya infeksi primer,

virus ini menetap secara laten di ganglion trigenum. Reaktivasi virus ini masih perlu

diadakan penelitian lebih lanjut.7

2.7. Klasifikasi

8

Page 9: MTE Keratitis HSV

Keratitis berdasarkan lokasi :

1. Epitelial

Kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intra epitelial yang menyebabkan kerusakan

sel epitel dan membentuk tukak kornea superfisial. Contoh keratitis epitelial, seperti

keratitis pungtata superfisial, keratitis dendritik, dan keratitis geografik.6

Gambar 2.3. Keratitis Pungtata Superfisial

Gambar 2.4. Lesi Dendritik Gambar 2.5. Lesi Geografik

2. Subepitelial

Lesi-lesi subepitelial sering sekunder akibat keratitis epitelial.7 Keratitis ini contohnya

adalah keratitis numular.

9

Page 10: MTE Keratitis HSV

Gambar 2.6. Keratitis numularis

2.8. Manifestasi Klinik

Pasien mengeluhkan sensasi benda asing pada mata, fotofobia, kemerahan, dan

pandangan kabur. Infeksi HSV pada epitel kornea bermanifestasi sebagai keratitis epitel

pungtata yang dapat bergabung menjadi satu menjadi keratitis epitel dendritik. Epitel

kornea yang membengkak di tepi lesi herpes akan terwarnai dengan pewarnaan Rose

Bengal dan lissamine green akibat hilangnya glikoprotein membran sel dan kurangnya

ikatan musin. Lesi akan terwarnai dengan fluorescein karena hilangnya integritas seluler

dan hilangnya intercellular tight junction. Dengan penggunaan kortikosteroid topikal,

keratitis dendritik dapat membesar menjadi keratitis epitel geografik yang luas. Epitel

yang membengkak pada tepi lesi akan terwarnai dengan pewarnaan Rose Bengal, dan

bentuk dendritik dapat dilihat di tepi lesi.1

Pasien dengan keratitis epitel HSV mengalami injeksi konjungtiva ringan dan

ciliary flush. Edema stroma ringan dan infiltrasi sel darah putih dapat terjadi pada

keratitis epitelial. Berkurangnya sensasi kornea secara fokal ataupun difus juga

ditemukan pada keratitis epitel. Distribusinya berkaitan dengan luas, durasi, tingkat

keparahan, dan kakambuhan dari keratitis herpetik. 1 Pada keratitis pungtata superfisial

akan tampak berupa bintik bintik putih pada permukaan kornea. Pada keratitis numular

akan tampak lesi berbentuk koin di subepitelial kornea.1

10

Page 11: MTE Keratitis HSV

2.9. Pemeriksaan

1. Pewarnaan kornea dengan zat Fluoresens

Fluoresensi topikal merupakan larutan nontoksik dan water-soluble yang tersedia

dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik (benoxinate atau

proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun sebagai tetes mata tanpa

pengawet 2% dosis unit. Fluoresens akan menempel pada defek epithelial pungtata

maupun yang berbentuk makroulseratif (positive stanining). Fluoresens yang

terkumpul dalam defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam stroma kornea dan

tampak berwarna hijau pada kornea.1

2. Pewarnaan Giemsa

Pewarnaan kerokan kornea oleh pulasan giemsa akan menunjukkan adanya sel

mononukleat pada 41,67% kasus keratitis epithelial. Pewarnaan giemsa ini hanya

dilakukan pada keratitis epithelial saja.11

3. ELISA test

4. Polymerase chain reaction (PCR)

2.10. Penatalaksanaan

Infeksi primer keratitis HSV bersifat self-limiting disease. Terapi oral antivirus

digunakan untuk mengurangi gejala klinis. Terapi antivirus yang bisa digunakan adalah :

Agent Mechanism of Action AdministrationDosage for Acute

Disease

VidarabinePurine analogueInhibits DNA polymerase

3% ophthalmic ointment 5x/day for 10 days

TrifluridinePyramidine analogue

Blocks DNA synthesis1% ophthalmic solution 8x/day for 10 days

11

Page 12: MTE Keratitis HSV

Acyclovir

Activated by HSVthymidine kinase to inhibit viral DNA

polymerase

3% ophthalmic ointment200, 400, 900 mg;

200mg/5 ml suspension5% dermatologic

ointment

5x/day for 10 days

400 mg 5x/day for 10 days

6x/day for 7 days

FamciclovirPro-drug of penciclovir

125, 250, 500 mg250 mg 3x/day for 10

days

ValacyclovirL-valyl ester of

acyclovir500, 1000 mg

1000 mg 2x/day for 10 days

PenciclovirInhibits viral DNA

polymerase1% dermatologic cream 8x/day for 4 days

GanciclovirInhibits DNA polymerase

0,15% topical ophthalmic gel

5x/day until epithelium heals; then

3x/day for 7 days

Terapi antivirus dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasikan dengan

debridement epitel. Antivirus yang dapat digunakan adalah trifluridine topikal 1%

8x/hari baik pada keratitis epithelial dendritik ataupun geografik. Karena

trifluridine memiliki toksisitas pada permukaan okuler, maka pemakaian harus

dihentikan dalam 10-14 hari.

Debridemant dengan dry cotton-tipped applicator.

Topikal kortikosteroid merupakan kontraindikasi pada keratitis HSV epithelial

yang aktif. Pasien dengan penyakit sistemik yang memerlukan pengobatan

kortikosteroid, dapat diberikan kortikosteroid tetapi harus di tambahkan dengan

antiviral sistemik.

2.11. Prognosis

Prognosis biasanya tergantung dari tingkat keparahan penyakit dan frekuensi

terjadinya kekambuhan.

12

Page 13: MTE Keratitis HSV

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Keratitis adalah keadaan inflamasi pada kornea dengan karakteristik adanya infiltrate

pada kornea dan udem kornea lokal.

2. Keratitis Herpes Simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh virus herpas

simpleks.

3. Bentuk infeksi keratitis HSV dapat berupa keratitis epitelial dan keratitis subepitelial.

4. Gejala subjektif dari keratitis HSV berupa sensasi benda asing pada mata, fotofobia,

injeksi siliar dan mata kabur.

5. Infeksi primer keratitis HSV bersifat self-limiting disease

6. Terapi antivirus dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasikan dengan debridement

epitel.

7. Prognosis keratitis herpes simpleks tergantung dari tingkat keparahan penyakit dan

frekuensi terjadinya kekambuhan.

13

Page 14: MTE Keratitis HSV

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology. Infectious Diseases of External Eye : Clinical Aspects chapter 7. American. San Fransisco : 2011.

2.Pleyer,Uwe.dkk. Imuno-ophthalmology.S. Karger Ag . Switzerland.1999

3. American Academy of Ophtalmology. Structure and Function of External Eye and Cornea : Clinical Aspects chapter 7. San Fransisco : 2011.

4.Holland, Edward J., Gary S.Schwartz, Kristiana D.Nelf. Cornea Fundamentals, Diagnosis, and Management chapter 79, p 953. 2005.

5. Denis m.o’day. Herpes Simplex Keratitis. Duane’s clinical ophtalmology chapter 19 vol 4

6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010

7.Vaugan Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasaJan Tamboyang, Braham U Pendit;editor Y. Joko Suyono. Oftalmologi Umum, edisi 17. Jakarta: Widya Medika. 2009.

8. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis. Indian Journal of Opthalmology. 2006. 56:3; 50-56.

9. Anonymous. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata RSU Dokter Soetomo. Surabaya.

10. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga. Surabaya, 1984

11. K V Raju MS, Jyothi PT MS, Shimna Iqbal MS. Original Article : Clinical Profile of Herpes Simplex Keratitis.

14