modul3 kel1

87
BABA I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di antara dada dan region inguinalis. Nyeri perut bukanlah suatu diagnosis, tapi merupakan gejala dari suatu penyakit. Nyeri akut abdomen didefinisikan sebagai serangan nyeri perut berat dan persisten, yang terjadi tiba-tiba serta membutuhkan tindakan bedah untuk mengatasi penyebabnya. Appley mendefinisikan sakit perut berulang sebagai serangan sakit perut yang berlangsung minimal 3 kali selama paling sedikit 3 bulan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan mengganggu aktivitas sehari-hari (Markum, 1999). Dari penelitian terdahulu hanya 7% kasus yang disebabkan oleh kelainan organik yang akan menimbulkan sakit perut (Apley, 1959), hal ini meningkat terhadap berbagai kondisi seperti konstipasi, abdominal, gastritis, ulkus peptikum dihubungkan dengan Helycobacter pylori dan irritable bowel syndrome. Penyebab intra-abdominal dapat diklasifikasikan lagi menurut penyebab dari dalam saluran cerna, ginjal, dan lain-lain (Tabel 1). Penyebab sakit perut berulang yang terbesar adalah faktor psikofisiologi (Boediarso, 2009). Kelainan organik sebagai diagnosis banding penyebab sakit perut berulang telah banyak dilaporkan, tetapi hanya ditemukan pada 5-15,6% kasus. 1

Upload: sabrina-putri-dewanti

Post on 05-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

geh

TRANSCRIPT

Page 1: MODUL3 kel1

BABA I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di antara dada dan region inguinalis.

Nyeri perut bukanlah suatu diagnosis, tapi merupakan gejala dari suatu penyakit.

Nyeri akut abdomen didefinisikan sebagai serangan nyeri perut berat dan persisten,

yang terjadi tiba-tiba serta membutuhkan tindakan bedah untuk mengatasi

penyebabnya. Appley mendefinisikan sakit perut berulang sebagai serangan sakit

perut yang berlangsung minimal 3 kali selama paling sedikit 3 bulan dalam kurun

waktu 1 tahun terakhir dan mengganggu aktivitas sehari-hari (Markum, 1999).

Dari penelitian terdahulu hanya 7% kasus yang disebabkan oleh kelainan

organik yang akan menimbulkan sakit perut (Apley, 1959), hal ini meningkat

terhadap berbagai kondisi seperti konstipasi, abdominal, gastritis, ulkus peptikum

dihubungkan dengan Helycobacter pylori dan irritable bowel syndrome. Penyebab

intra-abdominal dapat diklasifikasikan lagi menurut penyebab dari dalam saluran

cerna, ginjal, dan lain-lain (Tabel 1). Penyebab sakit perut berulang yang terbesar

adalah faktor psikofisiologi (Boediarso, 2009). Kelainan organik sebagai diagnosis

banding penyebab sakit perut berulang telah banyak dilaporkan, tetapi hanya

ditemukan pada 5-15,6% kasus. Pada garis besarnya kelainan organik sebagai

penyebab sakit perut berulang dapat dibagi menurut penyebab intra-abdominal dan

extra-abdominal. Penyebab intra-abdominal dapat diklasifikasikan lagi menurut

penyebab dari dalam saluran cerna, ginjal, dan lain-lain (Tabel 1). Pada tabel 2 dapat

pula dilihat kelainan organik sebagai penyebab sakit perut. Penyebab sakit perut

berulang yang terbesar adalah faktor psikofisiologi.

1.2. TUJUAN

1.2.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat

menjelaskan tentang mekanisme terjadinya nyeri abdomen mendadak, type

nyeri, pemeriksaan yang dibutuhkan untuk diagnostic, penatalaksanaan bedah

dan non bedah, serta epidemiologi dan pencegahannya.

1

Page 2: MODUL3 kel1

1.2.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan patomekanisme timbulnya nyeri abdomen

1.1. Anatomi dan histology saluran cerna, organ visera, dan dinding

abdomen.

1.2. Persyarafan saluran cerna, organ visera, dan dinding abdomen.

1.3. Patofisiologi nyeri dan penjalarannya.

1.4. Hal-hal yang adapt menyertai timbulnya nyeri pada abdomen.

2. Menjelaskan type nyeri abdomen akut

2.1. Nyeri visceral, penyebab dan cirri-cirinya.

2.2. Nyeri somatic, penyebab dan cirri-cirinya.

3. Menjelaskan cara diagnostic pada nyeri abdomen

3.1. Hal-hal yang perlu digali pada anamnesis keluhan dan riwayat

penderita.

3.2. Diagnostic fisik yang diperlukan untuk nyeri abdomen akut.

3.3. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk nyeri abdomen akut.

3.4. Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk nyeri abdomen akut.

4. Menjelaskan penatalaksanaan nyeri abdomen akut

4.1. Penatalaksanaan bedah dan non bedah yang bersifat life saving.

4.2. Penatalaksanaan bedah dan non bedah yang bersifat elektif.

5. Menjelaskan epidemiologi dan pencegahan terjadinya nyeri abdomen akut

5.1. Epidemiologi nyeri abdomen akut.

5.2. Pencegahan nyeri abdomen akut.

1.2.3. SKENARIO

Pasien wanita 18 tahun dating ke dokter dengan nyeri perut hebat yang timbul

mendadak disertai perut agak membesar dan muntah-muntah. Sakit perut

bertambah saat batuk. Beberapa hari sebelumnya penderita demam, disertai rasa

mules, dan buang air besar yang agak mencret. Penderita adalah mahasiswi

yang kost disekitar kampus salah satu perguruan tinggi di Jakarta dan sudah

sering minum obat maag karena nyeri ulu hati.

2

Page 3: MODUL3 kel1

1.2.4. KATA/KALIMAT KUNCI

1. Mahasiswi yang kost, 18 tahun

2. Nyeri perut hebat timbul mendadak dan bertambah saat batuk

3. Perut membesar

4. Muntah-muntah

5. Demam, mules, dan BAB agak mencret beberapa hari sebelumnya

6. Riwayat minum obat maag

7. Nyeri ulu hati

1.2.5. PERTANYAAN

1. Aapa etiologi nyeri abdomen akut?

2. Bagaimana mekanisme nyeri abdomen akut?

3. Apa yang membuat nyeri abdomen bertambah saat batuk?

4. Bagaimana patomekanisme gejala yang menyertai (mules,demam, mencret)?

5. Apa ada hubungan antara konsumsi obat maag dengan semua gejala pada

scenario?

6. Mengapa nyeri perut disertai perut agak membesar dan muntah-muntah?

7. Bagaimana mekanisme kerja obat maag?

8. Bagaimana tindakan awal untuk mengatasi kasus nyeri abdomen akut?

9. Bagaiman cara mendiagnosis gejala yang menyebabkan nyeri abdomen

akut?

10. Apa saja type/jenis nyeri abdomen akut?

11. Bagaimana cirri-ciri jenis nyeri abdomen akut?

12. Asupan gizi apa yang harus diberikan untuk penderita nyeri abdomen akut?

13. Apa saja factor resiko yang menyebabkan nyeri abdomen akut?

14. Apakan nyeri abdomen akut termasuk masalah kesehatan masyarakat atau

tidak?

15. Bagaimana mekanisme terjadinya muntah?

16. Bagaimana tindakan promotif adn preventif agar tidak terjadinya nyeri

abdomen akut?

17. Apakah ada hubungan antara lokasi nyeri abdomen akut dengan organ-organ

pada system penceranaan?

3

Page 4: MODUL3 kel1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PATOMEKANISME NYERI ABDOMEN AKUT

Rasa sakit perut, baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu bersumber pada:

1. Visera perut

2. Organ lain di luar perut

3. Lesi pada susunan saraf spinal

4. Gangguan metabolic

5. Psikosomatik

Rasa sakit perut somatik berasal dari suatu proses penyakit yang menyebar

keseluruh peritonium dan melibatkan visera mensentrium yang berisi banyak ujung

saraf somatik , yang lebih dapat meneruskan rasa sakit nya dan lebih dapat

melokalisasi rasa sakit daripada saraf otonom. Telah diketahui pula bahwa gangguan

pada visera pada mulanya akan menyebabkan rasa sakit visera, tetapi kemudian akan

diikuti oleh rasa sakit somatik pula, setelah peritoneum terlibat. Rasa sakit somatik

yang dalam akan disertai oleh tegangan otot dan rasa mual yang merupakan gejala

khas peritonitis. Refleks rasa sakit perut dapat pula timbul karena adanya rangsangan

pada nervus frenikus, misalnya pada pneumonia. Rasa sakit yang berasal dari usus

halus akan timbul didaerah perut bagian atas dan epigastrium, sedangkan rasa sakit

dari usus besar akan timbul dibagian bawah perut.

Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak

bermielin yang berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini

disebut sebagai serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar dan

lebih lama dari rasa sakit yang dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A.

Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan

serosa dari organ di abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis

menuju ke ganglia pre dan paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia. Impuls

aferen akan melewati medula spinalis pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke

talamus, kemudian ke konteks serebri. Impuls aferen dari visera biasanya dimulai oleh

regangan atau akibat penurunan ambang nyeri pada jaringan yang meradang. Nyeri ini

4

Page 5: MODUL3 kel1

khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri

dari visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu)

mencapai medula spinalis pada segmen thorakalis 6,7,8 serta dirasakan didaerah

epigastrium. Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum

Treitz sampai fleksura hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar

umbilikus.

Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia perempuan,

impuls nyeri mencapai segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri

dirasakan pada daerah supra publik dan kadang-kadang menjalar ke labium atau

skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritorium maka impuls nyeri dihantarkan

oleh serabut aferen somatis ke radiks spinals segmentalis.

Nyeri yang disebabkan oleh kelainan metabolik seperti pada keracunan timah

dan porfirin belum jelas patofisiologi dan patogenesisnya. Patofisiologi sakit perut

berulang yang fungsional (tidak berhubungan dengan kelainan organik) masih sulit

dimengerti. Diperkirakan ada hubungan antara sakit perut berulang fungsional dengan

penurunan ambang rangsang nyeri. Berbagai faktor psikologik dan fisiologik dapat

berperan sebagai mediator dari sakit perut berulang fungsional.

Telah diketahui ada hubungan yang kuat antara sakit perut berulang fungsional

dengan tipe kepribadian tertentu, yaitu sering cemas/gelisah, dan selalu ingin

sempurna. Pada anggota keluarga lainnya juga sering ditemukan kelainan

psikosomatik seperti migraine dan kolon iritabel.

Patogenesis sakit perut fungsional belum diketahui secara pasti. Motilitas

saluran cerna dan hipersensitivitas visera diduga sangat berperan terhadap kejadian

nyeri perut non-organik pada anak. Gangguan motilitas terlihat pada anak yang

dilakukan pemeriksaan manometri. Pada pemeriksaan manometri terlihat peningkatan

intensitas kontraksi otot pada usus halus dan usus besar, serta waktu singgah di dalam

usus yang lambat (delayed intestinal transit time).

Konsep keterlibatan hipersensitivitas visera didapat dari penelitian yang

memperlihatkan perubahaan ambang reseptor pada dinding saluran cerna, perubahan

modulasi dalam mengkonduksi impuls sensorik, dan perubahan ambang kesadaran di

susunan saraf pusat pada pasien dengan irritable bowel syndrome. Peranan inflamasi

5

Page 6: MODUL3 kel1

dan imunomodulasi dalam patogenesis sakit perut fungsional, perlu dipertimbangkan

dengan ditemukannya proses inflamasi nonspesifik pada biopsi jaringan saluran cerna.

Mekanisme timbulnya sakit perut organik, ialah :

1. Gangguan vaskuler. Emboli atau trombosis, ruptur, oklusi akibat torsi atau

penekanan seperti pada kista ovarium terpuntir dan jepitan usus pada invaginasi.

2. Peradangan. Peradangan organ di dalam rongga peritonium menimbulkan rasa

sakit bila proses peradangan telah mengenal peritoneum parietalis. Mekanisme

perjalaran nyeri sama seperti peradangan pada umumnya yang disalurkan melalui

persyarafan somatic.

3. Gangguan pasase. Nyeri bisa ditimbulkan oleh adanya gangguan pasase atau

obtruksi organ yang berbentuk pembuluh, baik yang terdapat di dalam rongga

peritoneal atau pun retroperitoneal. Bila pasase dalam saluran-saluran tersebut

terganggu akan timbul rasa sakit akibat tekanan intra lumen yang meninggi di

bagian proksimal sumbatan. Sakit dirasakan hilang timbul atau terus menerus

dengan puncak nyeri yang hebat (kolik).

4. Penarikan dan peregangan peritoneum viseralis. Penarikan dan peregangan pada

peritoneum viseral dapat merangsang terjadinya nyeri yang bersifat tumpul (dull

pain).

Dalam prakteknya, keempat mekanisme timbulnya sakit perut jarang

ditemukan sendiri-sendiri, tapi umumnya merupakan proses campuran (Corwin,

Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC).

2.2. TYPE NYERI ABDOMEN AKUT

Akut Abdomen adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya nyeri perut dan

umumnya memerlukan tindakan bedah segera.

Ada 2 jenis nyeri pada akut abdomen yaitu :

1. Nyeri parietal : Nyeri yang berasal dari adanya rangsangan peritoneum parietal

yang dipersarafi oleh saraf somatik. Jenis nyeri ini mudah dilokalisasi.

2. Nyeri viseral : Nyeri yang berasal dari adanya rangsangan peritoneum viseral

yang dipersarafi oleh saraf otonom. Jenis nyeri ini sulit dilokalisasi dan lokasi

nyeri dapat diprediksi dari asal embriologisnya.

6

Page 7: MODUL3 kel1

Ada pula jenis nyeri yang lain seperti Nyeri Referal yang merupakan penjalaran nyeri

tempat lain yang terasa di abdomen.

ETIOLOGI

Berikut ini disajikan persentase dari penyebab Nyeri Abdomen akut :

1. Nyeri abdomen nonspesifik 30-45%

2. Apendisitis akuta 20-25%

3. Colic bilier dan cholesistitis akut 7-8%

4. Colic ginjal/ureter 7%

5. Obstruksi usus 5%

6. Ulkus peptikum komplikasi 4%

7. Retensi urin akut 4%

8. Pankreatitis akuta 3%

9. Trauma 3%

10. Penyakit Medik 3%

11. Diverticulosis akuta 2%

12. Penyakit Ginekologik 2%

13. Penyakit Vaskuler 2%

(Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC)

2.3. CARA DIAGNOSTIK PADA NYERI ABDOMEN

2.3.1. Anamnesis

Usia. Sakit perut berulang biasanya terjadi pada usia 5 - 14 tahun. Jenis

kelamin. Perempuan lebih sering mengalami sakit perut berulang dibandingkan

laki-laki (5:3).

7

Page 8: MODUL3 kel1

1. Riwayat sakit perut.

a. Lokalisasi. Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian

atas biasanya dirasakan di daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal

dan appendiks dirasakan di daerah perut kanan bawah. Rasa sakit yang

disebabkan oleh infeksi usus ataupun gangguan psikis lokalisasinya sukar

ditentukan.

b. Sifat dan faktor yang menambah / mengurangi rasa sakit. Sakit yang

berasal dari spasme otot polos usus, traktus urinarius, traktus biliaris,

biasanya berupa kolik yang sukar ditentukan lokalisasinya dengan tepat

dan tidak dipengaruhi oleh adanya batuk atau penekanan abdomen. Sakit

yang berasal dari iritasi peritoneum akan terasa menetap di tempat iritasi

dan menghebat bila penderita batuk atau ditekan perutnya.

c. Waktu timbul : berhubungan dengan makan atau tidak.

d. Lama sakit perut.

e. Frekuensi.

f. Gejala yang mengiringi

g. Pola defekasi

h. Pola kencing

i. Siklus Haid

j. Akibat sakit perut pada anak

a) Terdapatkah kemunduran kesehatan pada anak tersebut

b) Bagaimana nafsu makan anak

c) Gejala / gangguan traktus respiratorius

d) Gangguan musculoskeletal

2. Aspek psikososial

a. Pola hidup dan kebiasaan pola tidur, aktivitas sehari-hari, makanan,

penggunaan toilet

b. Lingkungan: tetangga, sekolah, perkawinan orang tua, keadaan rumah,

persaingan sesama saudara kandung, beban keuangan, disiplin yang

terlalu kaku

c. Temperamen, pola respon yang dipelajari: bagaimana anak mengatasi

stress di masa lampau, gampang bergaul, kaku, perfeksionis, obsesif,

depresi kronik, sulit diatur

8

Page 9: MODUL3 kel1

3. Trauma. Trauma tumpul dapat menyebabkan hematoma subserosal ataupun

pancreatitis

4. Penyakit yang pernah diderita dalam keluarga. Adakah di antara keluarga

yang menderita kista fibrosis, pankreatisis, ulkus peptikum, kolon irritable.

Adakah faktor stress dalam keluarga. Pada anamnesis yang teliti kita sudah

dapat mengetahui apakah penyebab sakit perut berulang itu kelainan organik

atau bukan (Tabel 7)

Tabel 7. Tanda peringatan sakit perut berulang yang disebabkan kelainan

organik

Nyeri terlokalisir, jauh dari garis tengah

Nyeri menjalar (punggung, bahu, ektremitas bawah)

Membangunkan anak pada malam hari

Timbul tiba-tiba

Muntah

Gangguan motilitas (diare, obstripusi, inkontinensia)

Pendarahan saluran cerna

Dysuria

Gangguan tumbuh kembang

Gejala sistemik : panas, arthalgia, ruam kulit

Riwayat keluarga : ulkus peptikum, H pylori, intoleransi laktosa, IBD

Usia kurang dari 4 tahun atau lebih 15 tahun

Manifestasi akut abdomen dapat berupa : nyeri perut, mual, muntah

dan obstipasi. Manifestasi akut abdomen merupakan hasil dari proses

peritonitis ataupun adanya gangguan passase pada organ berongga

( contohnya: usus, ureter). Nyeri yang diakibatkan adanya gangguan passase

pada organ berongga bersifat kolik/ intermiten, sedangkan nyeri akibat

peritonitis bersifat terus-menerus (Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku

Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC)

2.3.2. Pemeriksaan Fisik

Bila nyeri disebabkan karena proses peritonitis, maka tanda peritonitis akan

timbul seperti :

a) Takikardia, takipneu, hipotensi, febris (karena syok hipovolemik dan

syok septic)

9

Page 10: MODUL3 kel1

b) Distensi abdomen

c) Bising usus tidak ada

d) Nyeri tekan abdomen dan defans muscular

e) Nyeri ketok abdomen, meteorismus

f) Digital Rectal Examination : rectum dilatasi

Bila nyeri disebabkan karena proses ileus obstruktif, maka tanda ileus

obstruktif akan timbul seperti :

a) Takikardia, takipneu, hipotensi (karena syok hipovolemik)

b) Distensi abdomen

c) Bising usus meningkat / metallic sound

d) Meteorismus

e) Digital Rectal Examination : rectum kolpas

(Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC)

2.3.3. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah rutin, Hemostasis, golongan darah untuk persiapan operasi

2. Foto Polos Abdomen 3 posisi

3. USG Abdomen

4. Elektrolit dan keseimbangan asam basa

5. Lab lainnya untuk menentukan etiologi :Amilase, Pregnancy test,

Urinalisa, Fungsi ginjal, Fungsi liver.

(Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC)

2.4. PENATALAKSANAAN NYERI ABDOMEN AKUT

Pertama kali yang harus diperhatikan dalam menghadapi nyeri perut

pada anak adalah memilah apakah kelainan fungsional ( kelainan organik )

atau psikogenik ( psikosomatik ) yang mendasari keluhan tersebut.

Pemeriksaan penunjang tidak menjadi urutan pertama pada nyeri perut tanpa

alarm symptoms. Meskipun belum disepakati oleh semua negara tetapi

sebagian besar sudah menyetujui penggunaan Kriteria Rome untuk diagnosis

nyeri perut fungsional. Tata laksana dimulai dengan melakukan wawancara

dengan anak dan orangtuanya secara bersama-sama. Interaksi orang tua dan

10

Page 11: MODUL3 kel1

anak selama wawancara merupakan hal penting yang harus diperhatikan.

Penggunaan buku harian oleh orangtua dan anak untuk mencatat jenis

makanan, derajat nyeri (skor), pola defekasi dan keluhan spesifik lainnya.

Dengan pemantauan tersebut diharapkan mereka akan lebih

memberikan perhatian terhadap keluhan yang dirasakan. Anak diajak ikut

serta mengevaluasi penyakitnya dengan menuliskan apa yang dirasakan.

Beberapa data perlu diketahui seperti prestasi belajar, stres emosi di keluarga

maupun di sekolah, aktivitas sosial, dan perkembangan aktivitas dalam

beberapa bulan terakhir. Pemeriksaan fisis harus dilakukan secara menyeluruh

dan cermat.

Pemeriksaan colok dubur diperlukan pada kasus yang dicurigai adanya

kelainan pada usus daerah sigmoid, rektum, dan anus, seperti fisura, fistel,

atau kelainan lainnya.3 Seringkali sulit untuk memilah melakukan pendekatan

psikogenik atau organik, maka sesuai dengan data epidemiologi kejadian nyeri

perut pada anak, umur 4 tahun dipakai sebagai batas umur untuk memilah

melakukan pendekatan diagnostik, dimana anak di bawah 4 tahun lebih

dihubungkan dengan kelainan organik, pemeriksaan penunjang tetap

dilakukan walaupun sebagian besar kasus nyeri perut pada anak tidak

memperlihatkan kelainan organik. Pada keadaan tersebut, alarm symptoms

atau signal sign dapat digunakan sebagai dasar pendekatan tata laksana.

Beberapa kelainan nyeri perut non-organik memerlukan

medikamentosa sebagai terapi suportif, walaupun sejauh ini penelitian kontrol

mengenai terapi dispepsia fungsional pada anak masih terbatas. Obat dan

makanan yang dianggap dapat menimbulkan keluhan sebaiknya dihentikan.

Agonis reseptor H2, Pompa Proton Inhibitor banyak diberikan pada dyspepsia,

prokinetik dapat diberikan pada dispepsia tipe dismotilitas. Faktor psikologis

sebagai pencetus keluhan perlu diketahui.

Apabila faktor stres psikologis sangat menonjol, maka diperlukan

kerjasama antara dokter dan keluarga dalam menyusun strategi mengurangi

faktor stres tersebut. Penjelasan kepada anak dan orangtua tentang

penyakitnya sangat diperlukan, meskipun keluhan yang dirasakan sangat

mengganggu, anak perlu tahu bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang

serius. Pencatatan harian tentang keluhan yang diderita sangat membantu

dalam proses penyembuhan. Obat-obat anti-depresi seperti imipramin atau

11

Page 12: MODUL3 kel1

amitriptilin digunakan pada orang dewasa, sedangkan pada anak belum ada

laporan studi kontrol. Siproheptadine efektif pada beberapa kasus dengan sakit

kepala migren dan muntah. Pada kasus dengan konstipasi sangat dianjurkan

pemberian diet tinggi serat (diet yang direkomendasikan : umur dalam tahun +

5 gr), dan penggunaan minuman yang mengandung bikarbonat harus

dihentikan.

Pengobatan diberikan sesuai etiologi. Pada sakit berulang fungsional

pengobatan ditujukan kepada penderita dan keluarga bukan hanya mengobati

gejala. Tujuan pengobatan ialah memberikan rasa aman serta edukasi kepada

penderita dan keluarga sehingga kehidupan keluarga menjadi normal kembali

dan dapat mengatasi rasa sakit sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-

hari dengan baik (seperti terlihat pada tabel 9). Penting untuk menentukan

apakah nyeri perut membutuhkan suatu tindakan bedah atau tidak, perlu

dipikirkan pada keadaan sakit mendadak, kolik, tempatnya tertentu, jauh dari

umbilikus, bertambah nyeri dengan aktivitas, muntah yang berwarna hijau

atau feses. Pada keadaan ini maka anak harus dirawat di rumah sakit. Untuk

nyeri psikogenik kadang-kadang diperlukan pula konsultasi ke psikolog dan

atau psikiater anak. Pemberian obat seperti antispasmodik, antikolinergik,

antikonvulsan dan anti-depresan tidak bermanfaat (William, 2007, Farmacia

Obsteri, Jakarta : EGC)

2.5. MEKANISME ANTAR GEJALA

2.5.1. Muntah

Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif

akibat adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi

sfingter esofagus bagian bawah dan dilatasi esofagus. Muntah merupakan

respon somatik refleks yang terkoordinir secara sempurna oleh karena

bermacam-macam rangsangan, melibatkan aktifitas otot pernapasan, otot

abdomen dan otot diafragma.

12

Page 13: MODUL3 kel1

1. Nausea (mual)

Merupakan sensasi psikis akibat rangsangan pada organ viseral, labirinth

dan emosi. Tidak selalu berlanjut dengan retching dan ekspulsi. Keadaan ini

ditandai dengan keinginan untuk muntah yang dirasakan di tenggorokan

atau perut, seringkali disertai dengan gejala hipersalivasi, pucat,

berkeringat, takikardia dan anoreksia. Selama periode nausea, terjadi

penurunan tonus kurvatura mayor, korpus dan fundus. Antrum dan

duodenum berkontraksi berulang-ulang, sedangkan bulbus duodeni

relaksasi sehingga terjadi refluks cairan duodenum ke dalam lambung. Pada

fase nausea ini belum terjadi peristaltik aktif. Muntah yang disebabkan oleh

peningkatan tekanan intrakranial dan obstruksi saluran gastrointestinal tidak

didahului oleh fase nausea.

2. Retching

Retching dapat terjadi tanpa diikuti muntah. Pada fase retching, terjadi

kekejangan dan terhentinya pernafasan yang berulang-ulang, sementara

glotis tertutup. Otot pernapasan dan diafragma berkontraksi menyebabkan

tekanan intratorakal menjadi negatif. Pada waktu yang bersamaan terjadi

kontraksi otot abdomen dan lambung, fundus dilatasi sedangkan antrum dan

pilorus berkontraksi. Sfingter esofagus bawah membuka, tetapi sfingter

esofagus atas masih menutup menyebabkan chyme masuk ke dalam

esofagus. Pada akhir fase retching terjadi relaksasi otot dinding perut dan

lambung sehingga chyme yang tadinya sudah masuk ke dalam esofagus

kembali ke lambung. Fase ini dapat berlangsung beberapa siklus.

3. Ekspulsi

Apabila retching mencapai puncaknya dan didukung oleh kontraksi

otot abdomen dan diafragma, akan berlanjut menjadi muntah, jika tekanan

13

Page 14: MODUL3 kel1

tersebut dapat mengatasi mekanisme anti refluks dari LES (lower

esophageal sphincter).

Pada fase ekspulsi ini pilorus dan antrum berkontraksi sedangkan

fundus dan esofagus relaksasi serta mulut terbuka. Pada fase ini juga terjadi

perubahan tekanan intratorakal dan intraabdominal serta kontraksi dari

diafragma. Pada episode ekspulsi tunggal terjadi tekanan negatif intratorakal

dan tekanan positif intraabdominal, dan dalam waktu bersamaan terjadi

kontraksi yang cepat dari diafragma yang menekan fundus sehingga terjadi

refluks isi lambung ke dalam esofagus. Bila ekspulsi sudah terjadi, tekanan

intratorakal kembali positif dan diafragma kembali ke posisi normal.

2.5.2. Perut Agak Membesar

Distensi abdominal merupakan proses peningkatan tekanan

abdominal yang menghasilkan peningkatan tekanan dalam perut dan

menekan dinding perut. Distensi dapat terjadi ringan ataupun berat

tergantung dari tekanan yang dihasilakan. Distensi abdominal dapat terjadi

local atau menyeluruh dan dapat secara bertahap atau secara tiba-tiba.

Distensi abdominal akut mungkin merupakan tanda dari peritonitis atau

tanda akut obtruksi pada perut.

Distensi abdominal mungkin dihasilkan dari lemak, flatus, fetus

(hamil atau masa intra abdominal, kehamilan ektopik) atau cairan. Cairan

dan gas normal berada dalam GIT tetapi tidak dalam ruangan peritoneal.

Jika cairan atau gas tidak dapat keluar secara bebas distensi abdominal

dapat terjadi. Dalam ruangan peritoneal, distensi dapat menyebabkan

14

Page 15: MODUL3 kel1

pendarahan akut, akumulasi dari cariran asites atau udara dari perforasi dari

organ dalam perut.

Terminologi abdomen akut telah banyak diketahui namun sulit

untuk didefinisikan secara tepat. Tetapi sebagai acuan, akut abdomen

adalah suatu kelainan nontraumatik yang timbul mendadak dengan gejala

utama didaerah abdomen dan memerlukan tindakan bedah segera. Istilah

gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinik akibat

kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri

sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera

yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau

perdarahan. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera

diambil karena setiap kelambatan akan menimbulkan penyulit yang

berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas.

Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Pengetahuan mengenai anatomi dan faal perut

beserta isinya sangat menentukan dalam menyingkirkan satu demi satu

sekian banyak kemungkinan penyebab nyeri perut akut. Banyak kondisi

yang dapat menimbulkan abdomen akut. Secara garis besar, keadaan

tersebut dapat dikelompokkan dalam lima hal, yaitu :

1. proses peradangan bakterial – kimiawi;

2. obstruksi mekanis : seperti pada volvulus, hernia, atau perlengketan;

3. neoplasma/tumor : karsinoma, polipus, atau kehamilan ektopik;

4. kelainan vaskuler : emboli, tromboemboli, perforasi, dan fibrosis;

5. kelainan kongenital.

2.5.3. Batuk

Batuk adalah suatu gejala gangguan atau kelainan saluran napas.

Keadaan ini merupakan suatu cara pertahanan tubuh untuk

mengeluarkan lendir dan benda asing dari saluran napas. Batuk terjadi

akibat rangsangan oleh zat-zat tadi. Walaupun batuk suatu mekanisme

pertahanan tubuh, tetapi bila ini berlangsung lama dan terus menerus

maka hal ini sangat mengganggu penderita. Penderita sering datang

berobat atau mencari pertolongan dokter akibat gejala batuk ini.

15

Page 16: MODUL3 kel1

Berbagai faktor dan keadaan dapat menimbulkan batuk, faktor tersebut

bisa berasal dari luar maupun dari dalam tubuh. Inhalasi zat tertentu,

polusi udara dan penutupan oleh lendir adalah beberapa keadaan yang

dapat menimbulkan batuk. Batuk lebih mudah timbul pada orang yang

mempunyai kelainan saluran napas, seperti radang tenggorok, asma

bronkial dan infeksi paru. Pengobatan batuk dapat bersifat etiologis

maupun simptomatis. Pengobatan yang paling baik adalah secara

etiologik tetapi pada keadaan tertentu ini tidak dapat dilakukan. Untuk

itu mungkin pengobatan simptomatis perlu diberikan.

Rangsang pada reseptor batuk dialirkan ke pusat batuk ke medula,

dari medula dikirim jawaban ke otot-otot dinding dada dan laring

sehingga timbul batuk. Refleks batuk sangat penting untuk menjaga

keutuhan saluran napas dengan mengeluarkan benda asing atau sekret

bronkopulmoner. Ada 4 fase mekanisme batuk, yaitu Pada dasarnya

mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :

Fase iritasi

Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea,

bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus

dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan

faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.

Fase inspirasi

Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi

otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat,

sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam

paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks,

perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar

mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru

dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat

fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga

udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang

potensial.

Fase kompresi

Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot

adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase

16

Page 17: MODUL3 kel1

ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk

yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis

terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot

ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap

terbuka.

Fase ekspirasi/ ekspulsi

Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot

ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan

kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan

bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang

bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan

disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi

akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

Penyebab Batuk

Batuk secara garis besarnya dapat disebabkan oleh rangsang sebagai

berikut:

Rangsang inflamasi seperti edema mukosa dengan secret

trakeobronkial yang banyak. Rangsang mekanik seperti benda asing pada

saluran nafas seperti benda asing dalam saluran nafas, post nasal drip,

retensi sekret bronkopulmoner. Rangsang suhu seperti asap rokok

(merupakan oksidan), udara panas/ dingin, inhalasi gas.Rangsang

psikogenik.

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu

fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase

batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi).

Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan

menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti

dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara

dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah

besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara

yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai

3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan

17

Page 18: MODUL3 kel1

jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai

50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar

volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi

nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat.

Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang

tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.

.

Gambar 1

Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis

selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk

Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis

akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen

akan meningkat sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri

khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain

karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila

18

Page 19: MODUL3 kel1

glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi

paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

Gambar 2. Fase Batuk

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase

ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta

udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus

udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik

setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap.

Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm

per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea

sampai 80% (Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed. 3.

Jakarta: EGC).

2.6. MEKANISME KERJA ANTASIDA

Dalam keadaan normal, isi lambung mempunyai sifat yang sangat asam. Sifat

ini mempunyai potensi untuk merusak dinding lambung. Untungnya, dinding

lambung dilindungi oleh lapisan yang mencegah asam lambung berkontak

langsung dengannya. Pada beberapa keadaan, lapisan pelindung tersebut dapat

mengalami kerusakan.

Beberapa diantaranya adalah penggunaan pereda nyeri NSAID (non steroid

anti inflammatory drugs seperti ibuprofen, asam mefenamat, piroksikam) dalam

jangka waktu lama, infeksi bakteri Helicobacter pylori, dan ditambah pola makan

yang tidak sehat dan tidak teratur (Wartamedika, 2009). Antasida, yang

merupakan kombinasi aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida, bekerja

menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin, sehingga rasa nyeri ulu

19

Page 20: MODUL3 kel1

hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Di samping itu, efek

laksatif dari magnesium hidroksida akan mengurangi gelembung-gelembung gas,

yakni efek konstipasi dari aluminium hidroksida, dalam saluran cerna yang

menyebabkan rasa kembung berkurang (Cari obat, 2009).

Saat diminum, obat akan segera bereaksi dengan asam yang ada di lambung,

sehingga terbentuk senyawa yang relatif netral.

2HCl(aq) + Mg(OH)2(s)→ MgCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)

Asam + Basa → netral + sendawa

3HCl(aq) + Al(OH)3(aq) →  AlCl3(aq) + 3H2O(l)

Asam + Basa → netral

Magnesuim oksida lebih efektif mengikat asam karena tidak diserap

sehingga tidak menyebabkan alkalosis. Magnesium trisilikat adalah antasida non-

sistemik, yang bekerja lebih lambat dan di dalam lambung akan melepaskan

silisium oksida yang akan melapisi selaput lendir lambung dengan lapisan

pelindung.

Dengan demikian, iritasi lambung akan segera berhenti dan keluhan nyeri

juga akan hilang. Gas karbondioksida yang dihasilkan dari reaksi tersebut dapat

menyebabkan tekanan gas di dalam lambung meningkat, sehingga dikeluarkan

dengan bersendawa. Umumnya obat antasida yangring dipilih adalah jenis yang

sukar larut, sehingga reaksinya lambat dan dapat bertahan lama, misalnya

aluminium hidroksi (BPPOM, 2008).

Dosis

Dewasa : 1– 2 tablet, 3– 4 kali sehari Anak 6– 12 tahun : ½ - 1 tablet, 3– 4

kali sehari Diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan dan

menjelang tidur, sebaiknya tablet dikunyah dulu.

Efek Samping Antasida

Antasida biasanya terdiri dari kombinasi antara aluminium hidroksida dan

magnesium hidroksidayang bekerja menetralkan asamlambung dan

menginaktifkan pepsin, sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam

20

Page 21: MODUL3 kel1

lambung dan pepsin berkurang. Efek samping dari antasida jarang dan hamper

tidak pernah ditemui karena dampak negatif dari kedua senyawa tersebut saling

menghilangkan.Namun pada beberapa orang akan terjadi efek samping berupa

mual, muntah, diare, dan konstipasi. Rasa mual dan muntah disebabkan karena

adanya penolakan dari dalam tubuh seseorang terhadap suatu kandungan dari

antasida sehingga orang yang meminum antasida akan merasa tidak enak.

Sedangkan konstipasi merupakan efek samping yang ditimbulkan oleh

aluminium hidroksida. Konstipasi adalah kondisi di mana feses memiliki

konsistensi keras dan sulit dikeluarkan. Biasanya buang air besardisertai dengan

rasa sakit dan menjadi lebih jarang. Kasus ini sering terjadi pada anak-anak, tetapi

orang dewasa juga bisa mengalaminya. Menurut DokterNurul Itqiyah (2007),

apabila keadaan ini terjadi secara terus menerus, maka bisa menimbulkan gejala

berikut: Sakit perut, turun atau hilangnya nafsu makan, mual atau muntah,

turunnya berat badan.

Jika anak mengalami konstipasi yang cukup berat, dapat mengalami

kehilangan kemampuan merasakan kebutuhan ke toilet untuk buang air besar

sehingga menyebabkan anak buang air besar di celananya. Hal ini

disebutencopresis atau fecal incontinence. Mengedan untuk mengeluarkan feses

yang keras dapat menyebabkan. robekan kecil pada lapisan mukosa anus (anal

fissure) dan perdarahan.

Konstipasi meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Meskipun

aluminium hidroksida mempunyai efek konstipasi, namun efek ini bisa dikurangi

dengan adanya efek laksatifdari magnesium hidroksida. Laksatif merupakan

kebalikan dari konstipasi, yaitu suatu keadaan dimana feses terlalu banyak

mengandung air sehingga feses memiliki konsentrasi cair dan sangat mudah

dikeluarkan. Keadaan seperti ini basa disebut dengan diare. Apabila terjadi secara

terus-menerus, maka seseoarang akan mengalami kehilangan cairan yang banyak.

Namun komposisi yang setimbang dalam suatu antasida, akan mengurangi bahkan

menghilangkan efek samping dari antasida tersebut.

Yang perlu diperhatikan adalah antasida yang mengandung magnesium

hidroksida ini harus diberikan dalam dosis kecil pada penderita gangguan ginjal.

Bahkan penderita tersebut tidak boleh mengkonsumsinya apabila kerusakan

21

Page 22: MODUL3 kel1

ginjalnya sudah parah. Hal ini disebabkan magnesium hidroksida dapat

mengakibatkan hipermagnesia, yaitu kelebihan magnesium dalam darah, karena

magnesium hidroksida dapat diserap sebagian kecil ke dalam darah.

Bagi penderita gangguan ginjal yang mengalami sakit maag sebaiknya

berkonsultasi dengan dokter sehingga dokter akan memberi obat maag dari

golongan lain seperti Proton Pump Inhibitor (PPI) (Indonesia, 2008) (Corwin,

Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakarta: EGC dan Guyton,

Arthur C., dan John E. Hall. 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 11.

Jakarta: EGC)

2.7. DIAGNOSIS BANDING

A. APENDISITIS

1. Anatomi

Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada

secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara

anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau

umbai cacing. Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen.

Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara

appendix berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi,

letak pangkal appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis

antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai

mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan

appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan

appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang

daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang

panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ

pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke

belakang colon yang disebut appendix retrocolic

Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica

superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.

thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar

22

Page 23: MODUL3 kel1

umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari

a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior

2. Fisiologi

Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga

berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix

menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan

secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis

appendicitis. Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat

basa mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan

aliran lendir di muara appendiks berperan pada patofisiologi appendiks.

Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk

appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan

terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem

Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan

dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

3. Definisi Appendicitis

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat

mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering

menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun

4. Etiologi Gastritis

a. Peranan Lingkungan 

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat

sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora

normal kolon.

Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis Diet

memainkan peran utama pada pembentukan sifat feses, yang mana

penting pada pembentukan fekalit. Kejadian apendisitis jarang di negara

yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan konsistensi

feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah

23

Page 24: MODUL3 kel1

penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan

menghasilkan feses dengan konsistensi keras.

b. Peranan Obstruksi

Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam

apendisitis akut. Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen

apendiks pada 20% anak-anak dengan apendisitis, terjadinya fekalit

berhubungan dengan diet rendah serat Frekuensi obstruksi meningkat

sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada

kasus apendisitis sederhana (simpel), sedangkan pada apendisitis akut

dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan apendisitis akut dengan

gangren disertai ruptur terdapat 90%

Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan

mengalami edema dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di

sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan

obstruksi lumen apendiks. Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada

kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal ini

merupakan salah satu alasan terjadinya apendisitis pada neonatus.

Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi

mukosa apendiks karena parasit seperti Entamuba hystolityca dan benda

asing mungkin tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama

tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko

terjadinya perforasi.

Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah

adanya obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit.

Sekresi mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks

menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan

tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta

iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa

sampai kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks , lebih lanjut akan

terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam submukosa.

Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi

berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari

dinding yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan

tekanan intraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada

24

Page 25: MODUL3 kel1

dinding apendiks akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada

sistem vasa dinding apendiks Mula-mula akan terjadi penekanan pada

vasa limfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan

terjadi edema dan iskemia dari apendiks, infark seterusnya melanjut

menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut dimana dinding

apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah kedalam

rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum

parietale Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung

dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut,

jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada

anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga

kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan

apendiks cepat mengalami komplikasi .

c. Peranan Flora Bakterial 

Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan

ditemukannya beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri

yang terlibat dalam apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya

Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap

apendisitis sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik

terutama Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat

banyak organisme, termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan

Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang paling banyak

dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa

atau apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama

Bacteroides fragilis .

5. Patofisiologi Appendicitis

Apendiks vermiformis pada manusia biasanya dihubungkan dengan

“organ sisa yang tidak diketahui fungsinya”. Pada beberapa jenis mamalia

ukuran apendiks sangat besar seukuran sekum itu sendiri, yang ikut berfungsi

dalam proses digesti dan absorbsi dalam sistem gastrointestinal Pada

percobaan stimulasi dengan rangsangan, apendiks cenderung menekuk ke sisi

antimesenterial. Hal ini mengindikasikan serabut muskuler pada sisi

mesenterial berkembang lebih lemah.

25

Page 26: MODUL3 kel1

Secara anatomi pembuluh arteri masuk melalui sisi muskuler yang

lemah ini. Kontraksi muskulus longitudinal akan diikuti oleh kontraksi

muskulus sirkuler secara sinergis, lambat, dan berakhir beberapa menit.

Gerakan aktif dapat dilihat pada bagian pangkal apendiks dan semakain ke

distal gerakan semakin berkurang. Pada keadaan inflamasi, kontraksi muskuli

apendiks akan terganggu

Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15 – 25

cmH2O dan meningkat menjadi 30 – 50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada

keadaan normal tekanan panda lumen sekum antara 3 – 4 cmH2O, sehingga

terjadi perbedaan tekanan yang berakibat cairan di dalam lumen apendiks

terdorong masuk sekum. Mukosa normal apendiks dapat mensekresi cairan 1

ml dalam 24 jam. Apendiks juga berperan sebagai sistem immun pada sistem

gastrointestinal (GUT). Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-

Associated Lymphoid Tissues (GALD) dan hasil sekresi yang dominan adalah

IgA. Antibodi ini mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan

mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Pemikiran

bahwa apendiks adalah bagian dari sistem GALD yang mensekresi globulin

kurang banyak berkembang.

Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek

pada sistem immunologi Meskipun kelainan pada apendisitis akut disebabkan

oleh infeksi bakteri, faktor yang memicu terjadinya infeksi masih belum

diketahui secara jelas. Pada apendisitis akut umumnya bakteri yang

berkembang pada lumen apendiks adalah Bacteroides fragilis dan Escherichea

colli. Kedua bakteri ini adalah flora normal usus. Bakteri ini menginvasi

mukusa, submukosa, dan muskularis, yang menyebabkan udem, hiperemis

dan kongesti local vaskuler, dan hiperplasi kelenjar limfe. Kadang-kadang

terjadi trombosis pada vasa dengan nekrosis dan perforasi

Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya

apendisitis akut diantaranya: obstruksi lumen apendiks, Obstruksi bagian

distal kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat Percobaan pada

binatang dan manusia menunjukkan bahwa total obstruksi pada pangkal

lumen apendiks dapat menyebabkan apendisitis. Beberapa keadaan yang

mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi cairan intraluminal,

peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan

26

Page 27: MODUL3 kel1

kongesti dinding apendiks, efusi, obstruksi arteri dan hipoksia, serta terjadinya

infeksi anaerob. Pada keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan dalam 60 –

70 persen kasus. Enam puluh persen obstruksi disebabkan oleh hiperplasi

kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan

oleh faktor obstruksi yang lain. Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses

inflamasi Obstruksi pada bagian distal kolon akan meningkatkan tekanan

intralumen sekum, sehingga sekresi lumen apendiks akan terhambat keluar.

Arnbjornsson melaporkan prevalensi kanker kolorektal pada usia lebih dari 40

tahun, ditemukan setelah 30 bulan sebelumnya dilakukan apendektomi, lebih

besar dibandingkan jumlah kasus pada usia yang sama. Dia percaya bahwa

kanker kolorektal ini sudah ada sebelum dilakukan apendektomi dan menduga

kanker inilah yang meningkatkan tekanan intrasekal yang menyebabkan

apendisitis.

Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa Entamoeba histolytica,

Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis dapat menyebabkan erosi

membrane mukosa apendiks dan perdarahan. Pada kasus infiltrasi bakteri,

dapat menyebabkan apendisitis akut dan abses Pada awalnya Entamoeba

histolytica berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada

lapisan mukosa, parasit ini memproduksi ensim yang dapat menyebabkan

nekrosis mukosa sebagai pencetus terjadinya ulkus. Keadaan berikutnya

adalah bakteri yang menginvasi dan berkembang pada ulkus, dan

memprovokasi proses inflamasi yang dimulai dengan infiltrasi sel radang

akut.

Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal

sekum, yang dapat diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan

berkembangbiaknya bakteri. Penyebab utama konstipasi adalah diet rendah

serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses menjadi memadat , lebih

lengket dan berbentuk makin membesar, sehingga membutuhkan proses

transit dalam kolon yang lama Diet tinggi serat tidak hanya memperpendek

waktu transit feses dalam kolon, tetapi dapat juga mengubah kandungan

bakteri.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum.

Hambatan aliran dalam muara apendiks berperan besar dalam patogenesis

27

Page 28: MODUL3 kel1

apendisitis. Jaringan limfoid pertamakali terlihat di submukosa apendiks

sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid meningkat selama

pubertas, dan menetap dalam waktu 10 tahun berikutnya, kemudian mulai

menurun dengan pertambahan umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada

jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks. Imunoglobulin

sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang

terdapat di sepanjang saluran pencernaan termasuk apendiks adalah Ig A.

Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung infeksi. Namun demikian

pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh, sebab

jaringan limfoid disini kecil jika dibandingkan jumlah di saluran pencernaan

dan seluruh tubuh.

Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian

melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina

muskularis dan lamina serosa . Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 – 24

jam pertama. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen

menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga mucus yang terbentuk

secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan

tekanan intraluminer meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi

kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman di dalam lumen apendiks cepat.

Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem.

Kondisi yang kurang baik ini akan memudahkan invasi bakteri dari dalam

lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks, maka

terjadilah keadaan yang disebut apendisitis fokal , atau apendisitis simple .

Obstruksi yang berkelanjutan menyebabkan tekanan intraluminer semakin

tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Sirkulasi

venular akan mengalami gangguan lebih dahulu daripada arterial.

Keadaan ini akan menyebabkan udem bertambah berat, terjadi iskemi,

dan invasi bakteri semakin berat sehingga terjadi pernanahan pada dinding

apendiks, terjadilah keadaan yang disebut apendisitis akuta supuratif. Pada

keadaan yang lebih lanjut tekanan intraluminer akan semakin tinggi, udem

menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini menyebabkan

terjadinya gangren pada dinding apendiks terutama pada daerah

antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di tengah-

tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis

28

Page 29: MODUL3 kel1

gangrenosa. Apabila tekanan intraluminer semakin meningkat, akan terjadi

perforasi pada daerah yang gangrene tersebut. Material intraluminer yang

infeksius akan tercurah ke dalam rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis

lokal maupun general tergantung keadaan umum penderita dan fungsi

pertahanan omentum.Apabila fungsi omentum baik, tempat yang mengalami

perforasi akan ditutup oleh omentum, terjadilah infitrat periapendikular .

Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu

rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks,terjadilah keadaan yang disebut

abses periapendikular. Apabila omentum belum berfungsi baik, material

infeksius dari lumen apendiks tersebut akan menyebar di sekitar apendiks dan

terjadi peritonitis lokal. Selanjutnya apabila keadaan umum tubuh cukup baik,

proses akan terlokalisir , tetapi apabila keadaan umumnya kurang baik maka

akan terjadi peritonitis general.

Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut

sehingga dapat terjadi keadaan keadaan seperti apendisitis rekurens,

apendisitis khronis, atau yang lain. Apendisitis rekurens adalah suatu

apendisitis yang secara klinis memberikan serangan yang berulang, durante

operasi pada apendiks terdapat peradangan dan pada pemeriksaan

histopatologis didapatkan tanda peradangan akut. Sedangkan apendisitis

khronis digambarkan sebagai apendisitis yang secara klinis serangan sudah

lebih dari 2 minggu, pendapatan durante operasi maupun pemeriksaan

histopatologis menunjukkan tanda inflamasi khronis, dan serangan

menghilang setelah dilakukan apendektomi. Bekas terjadinya infeksi dapat

dilihat pada durante operasi, dimana apendiks akan dikelilingi oleh perlekatan

perlekatan yang banyak. Dan kadang-kadang terdapat pita-pita bekas

peradangan dari apendiks keorgan lain atau ke peritoneum. Apendiks dapat

tertekuk, terputar atau terjadi kinking, kadang-kadang terdapat stenosis partial

atau ada bagian yang mengalami distensi dan berisi mucus (mukokel). Atau

bahkan dapat terjadi fragmentasi dari apendiks yang masing-masing

bagiannya dihubungkan oleh pita-pita jaringan parut. Gambaran ini

merupakan “gross pathology” dari suatu apendisitis khronika .

6. Manifestasi Klinis

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis

adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus

29

Page 30: MODUL3 kel1

atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan

terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian

dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc

Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga

merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya

nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita

merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena

bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai

dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul

sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak

apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut:

a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum

(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu

jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih

kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan

seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini

timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari

dorsal.

b. Bila apendiks terletak di rongga pelvi

a) Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum,

akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum,

sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan

menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).

b) Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung

kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena

rangsangannya dindingnya.

c) Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas,

sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis

tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru

diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan

dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.

Pada anak-anak

30

Page 31: MODUL3 kel1

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau

makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa

nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi

muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik.

Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis

diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90

% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Pada orang tua berusia lanjut. Gejala sering samar-

samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh

penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi

perforasi.

Pada wanita : Gejala apendisitis sering dikacaukan

dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan

apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,

menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan

lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan

trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual,

dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang

biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada

kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke

kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut

kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

7. Diagnosis

a. Penegakan Diagnosis

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal

swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi

perut.

Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa

nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut

kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan

perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut

tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah

31

Page 32: MODUL3 kel1

dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut

tanda Blumberg (Blumberg Sign).

Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis,

untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika

saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan

apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini

merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga

dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas

dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul

kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.

Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka

tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator

dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi

terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator

internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan

menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.

b. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein

reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit

antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,

sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada

pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat

yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-

scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan

dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

Berdasarkan keadaan klinis, harusnya diperlihatkan secara rutin yaitu.

Analisa urin. Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan

untuk evaluasi kemungkinan dari infeksi saluran kemih sebagai akibat dari

nyeri perut bawah.

Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu

mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu dan pancreas jika nyeri

dilukiskan pada perut bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas.

32

Page 33: MODUL3 kel1

Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.

Kebanyakan kasus apendisitis akut didiagnosa tanpa memperlihatkan

kelainan radiologi. Foto polos bisa memperlihatkan densitas jaringan

lunak dalam kuadran kanan bawah, bayangan psoas kanan abnormal, gas

dalam lumen apendiks dan ileus lebih menonjol. Foto pada keadaan

berbaring bermanfaat dalam mengevaluasi keadaan-keadaan patologi yang

meniru apendisitis akut. Contohnya udara bebas intraperitoneum yang

mendokumentasi perforasi berongga seperti duodenum atau kolon.

Kelainan berupa radioopaq, benda asing serta batas udara cairan di dalam

usus yang menunjukkan obstruksi usus. Sejumlah laporan tentang manfaat

enema barium telah jelas mencakup beberapa komplikasi. Pemeriksaan

enema barium jelas tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus apendisitis

akut dan mungkin harus dicadangkan bagi kasus yang lebih rumit,

terutama yang dengan resiko operasinya berlebihan.

8. Diagnosis Banding

a. Gastroenteritis

Pada terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih

ringan dan terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan

leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium

biasanya normal karena hitung normal

b. Limfadenitis Mesenterika.

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit

perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut

samar terutama kanan

c. Demam Dengue.

Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil

positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat

d. Infeksi Panggul.

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu

biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah

lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan

infeksi urin. Pada gadis dapat dilakukan colok vagina jika perlu untuk

diagnosis banding. Rasa nyeri pada colok vagina jika uterus diayunkan.

33

Page 34: MODUL3 kel1

e. Gangguan Genitalia Wanita

Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah¬

pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri

biasa hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat

mengganggu selama dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah

timbul lebih dahulu.

f. Kehamilan Ektopik

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak

menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan

maka akan timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok

hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga Douglas didapatkan pada

pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada kuldosintesis

g. Divertikulosis Meckel

Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan

sebelum operasi hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel

dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada apendisitis akut dan

diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama

h. Batu Ureter

Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis

retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan /

atau demam atau leukosotosis membantu. Pielography biasanya untuk

mengkofirmasi diagnose

9. Komplikasi

Acute appendicitis dengan komplikasi

Merupakan appendicitis yang berbahaya, karena appendix menjadi

lingkaran tertutup yang berisi “fecal material”, yang telah mengalami

dekomposisi. Perbahan setelah terjadinya sumbatan lumen appendix

tergantung daripada isi sumbatan. Bila lumen appendix kosong, appendix

hanya mengalami distensi yang berisi cairan mucus dan terbentuklah

mucocele. Sedangkan bakteria penyebab, biasanya merupakan flora normal

lumen usus berupa aerob (gram + dan atau gram – ) dan anaerob.

Pada saat appendix mengalami obstruksi, terjadi penumpukan sekresi

mucus, yang akan mengakibatkan proliferasi bakteri, sehingga terjadi

34

Page 35: MODUL3 kel1

penekanan pada moukosa appendix, dikuti dengan masuknya bakteri ke dalam

jaringan yang lebih dalam lagi. Sehingga timbulah proses inflamasi dinding

appendix, yang diikuti dengan proses trombosis pembuluh darah setempat.

Karena arteri appendix merupakan end arteri sehingga menyebabkan daerah

distal kekurangan darah, terbentuklah gangrene yang segera diikuti dengan

proses nekrosis dinding appendix.

Dikesempatan lain bakteri mengadakan multiplikasi dan invesi melalui

erosi mukosa, karena tekanan isi lumen, yang berakibat perforasi dinding,

sehingga timbul peritonitis. Proses obstruksi appendix ini merupakan kasus

terbanyak untuk appendicitis. Dua per tiga kasus gangrene appendix, fecalith

selalu didapatkan

Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensir

dengan proses pembentukan dinding oleh karingan sekitar, misal omentum

dan jaringan viscera lain, terjadilah infiltrat atau (mass), atau proses pultulasi

yang mengakibatkan abses periappendix.

10. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan

terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak

mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan

antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat

terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien

yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada

pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun

pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi

awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The

Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks

sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas

kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam

untuk apendisitis perforasi.

b. Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik

adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk

akibat apendisitis dengan perforasi.

35

Page 36: MODUL3 kel1

Cairan intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus

di ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik,

atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan

vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer

laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan

mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik.

Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara

bersamaan.

Antibiotik : pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi

bakteri patogen , antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke 3

cephalosporins, ampicillin

sulbaktam, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob.

Pemberian antibiotik postops harus di ubah berdasarkan kulture dan

sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan

normal leukosit.

Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta

pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi

definitif dari appendisitist perforasi

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi.

Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks.

Mencakup Mc Burney insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna,

oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau

muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke

lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena

dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi

pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi

ditutup

11. Prognosis

Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika

pecah pada atau emboli paru orangtua. Kematian biasanya berasal dari sepsis

36

Page 37: MODUL3 kel1

aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan

antibiotic yang lebih baik.

Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah

sepsis. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang

merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi

dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis

timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari

jahitan kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan

pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan

obstruksi mekanis dan hernia.

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan

berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis

kronis sebenarnya tidak ada.

B. PERITONITIS

1. DEFINISI

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan

pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon

inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi

kimiawi atau invasi bakteri. Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis

yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding

dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat

entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen

menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling

mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis

(tunika serosa).

b. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina

parietalis.

c. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina

parietalis. 

37

Page 38: MODUL3 kel1

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina

parietalis kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar

rangkap yang disebut duplikatura. Dengan demikian baik di ventral

maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini

menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal

perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang

disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium

ventrale dan mesenterium dorsale. Mesenterium ventrale yang

terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian

menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang

masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi

ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan mesogastrium

dorsale. Pada waktu perkambangan dan pertumbuhan, ventriculus

dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat

berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini

membentuk pipa yang disebut ductus omphaloentericus. 

Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa

berbelok-belok dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus berputar

ke kanan sebesar 270 ° dengan aksis ductus omphaloentericus dan a.

mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral dan

dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang,

jirat usus ini jatuh kebawah dan bersama mesenterium dorsale

mendekati peritonium parietale. Karena jirat usus berputar, bagian

usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian

disebelah anal (kaudal) berpindah ke kiri dan keduanya mendekati

peritoneum parietale. Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan

mesenterium dorsale mendekati peritoneum dorsale, terjadi

perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat

perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-

alat penggantung lagi, dan terletak sekarang dorsal peritonium

sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih

mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang

dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak

intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei, dengan

38

Page 39: MODUL3 kel1

demikian: Duodenum terletak retroperitoneal; Jejenum dan ileum

terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium; Colon

ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal; Colon

transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat

penggantung disebut mesocolon transversum;

Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung

mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal karena pada

permulaan merupakan suatu tonjolan dinding usus dan tidak

mempunyai alat pengantung; Processus vermiformis terletak

intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium, lipatan

peritoneum akibat adanya arteria yang menuju ke ujung processus

vermiformis. Ia sebenarnya lanjutan dari cecum. Di berbagai tempat,

perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada peritoneum

parietale tidak sempurna, sehingga terjadi cekungan-cekungan di

antara usus (yang diliputi oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum

parietale atau diantara mesenterium dan peritoneum parietale yang

dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat juga terjadfi karena di

dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan demikian di flexura

duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior yang membatasi

recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang

membatasi resesus duodenalis inferior.

Pada colon descendens terdapat recessus paracolici. Pada colon

sigmoideum terdapat recessus intersigmoideum di antara peritoneum

parietale dan mesosigmoideum. Stratum circulare coli melipat-lipat

sehingga terjadi plica semilunaris. Peritoneum yang menutupi colon

melipat-lipat keluar diisi oleh lemak sehingga terjadi bangunan yang

disebut appendices epiploicae. Ventriculus memutar terhadap sumbu

longitudinal, sehingga curvatura mayor di sebelah kiri dan curvatura

minor di sebelah kanan. Kemudian ventriculus memutar terhadap

sumbu sagital, sehingga cardia berpindah ke kiri dan pilorus ke

kanan. Kerena ventriculus berputar, sebagian mesogastrium dorsale

mendekati peritoneum perietale dan tumbuh melekat. Dengan

demikian tempat perlekatan mesogastrium dorsale merupakan suatu

lengkung dari kiri kranial ke kanan kaudal. Bagian yang terkaudal

39

Page 40: MODUL3 kel1

mendekati perlekatan mesocolon transversum yang berjalan

trasversal. Dibagian kaudal juga terjadi perlekatan mesogastrium

dorsale dengan mesocolon transversum dan disebut sebagai

omentum majus. Kantong yang dibentuk olehnya disebut bursa

omentalis. Mesogastrium ventrale melekat pada peritoneum parietale

dinding ventral perut dan pada diaphragma. Di dalam mesogastrium

ventrale hepar terbentuk dan berkembang. Hepar berkembang ke

kaudal sampai tepi batas mesogastrium yang disebut omentum minus

atau ligamentum hepatogastricum dengan tepi bebasnya di sebelah

kaudal disebut ligamentum hepatoduodenale. Ligamentum

falciforme melekat pada batas antara lobus dexter dan lobus sinister.

Omentum minus melekat pada fosa sagittalis sinistra bagian

dorsokranial dan mengelilingi portae hepatis. Ligamentum teres

hepatis yaitu sisa vena umbilikalis sinistra, terbentang dari umbilicus

ke hepar di dalam tepi bebas ligamentum falciforme hepatis, masuk

di dalam fossa sagittalis sinistra hepatis dan berakhir pada ramus

sinistra vena portae.

Di dalam tepi bebas omentum minus atau ligamentum hepatoduodenale

terdapat: Vena portae; Arteria hepatica propria; Ductus choledochus;

Serabut-serabut saraf otonom; Pembuluh-pembuluh lympha. Di sebelah

kiri berjalan a. hepatica propria di sebelah dorsal kedua bangunan ini

ditengah-tengah berjalan v. portae. Ductus choledocus dibentuk oleh oleh

ductus cysticus dan ductus hepaticus communis, berjalan melalui

ligamentum tersebut ke kaudomedial, menyilangi disebelah dorsal pars

superior duodeni sampai di dalam sulcus diantara pars descendens

duodeni dan caput pancreatis bermuara di papillae duodeni major. Di

dalam mesenterium dan duodenum (mesoduodenum) dan mesogastrium

dorsale terjadi dan tumbuh pankreas. Karena mesoduodenum dan

sebagian mesogastrium dorsale tumbuh melekat dengan peritoneum

parietale, caput dan corpus pancreatis letaknya menjadi retroperitoneal,

tetapi cauda pancreatis masih tetap didalam omentum majus. Didalam

omentum majus disebelah ventral cauda pancreatis lien terbentuk dan

berkembang kearah kiri sehingga ia ditutupi sebagian besar oleh

lembaran kiri omentum majus. Omentum majus dibagi dua oleh lien

40

Page 41: MODUL3 kel1

menjadi ligamentum precholienale, bagian antara lien dan peritoneum

parietale yang menutupi diaphragma, ligamentum gastrolienale bagian

antara lien dan ventriculus. Karena lien tumbuh terutama ke kiri,

lembaran kanan kedua ligamentumtidak sampai melekat pada lien,

sedangkan lembaran kiri mulai melekat pada lien dikelilingi hilus. Karena

perubahan letak ventriculus terjadilah bursa omentalis. Lubang masuk

kedalam bursa omentalis disebut foramen epiploicum (Winslowi)

dibatasi:

a. Dibagian cranial oleh processus caudatusDibagian ventral oleh

lig.hepatoduodenale.

b. Dibagian kaudal oleh pars superior duodeni

c. Dibagian dorsal oleh peritoneum parietale yang menutupi vena cava

inferior.

Bursa omentalis sendiri dibatasi:

d. Dibagian cranial oleh lobus caudatus hepatis

e. Dibagian ventral oleh omentum minus dan ventriculus

f. Dibagian kaudal oleh mesocolontransversum serta colon transversum

g. Dibagian dorsal oleh peritoneum parietale yang menutupi caput dan

corpus pancreatic

Dibagian kiri oleh omentum majus dengan cauda pancreatic dan lien

Omentum majus yang melekat pada colon tansversum ke kaudal

menutupi usus dari sebelah vental sebagai suatu tirai untuk kemudian

melipat ke arah cranial dan melekat pada curvatura major ventriculi.

Kedua lembaran dari lipatan itu dibagian kaudal tumbuh melekat. Bagian

yang tidak tumbuh merupakan lanjutan bursae omentalis yang disebut

recessus inferior bursae omentalis. Bagian bursae omentalis terkranial

disebut recessus superior bursae omentalis. Dataran peritoneum yang

dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena peritoneum

mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat

disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang

licin ini memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap

yang lain. Kadang-kadang , pemuntaran ventriculus dan jirat usus

41

Page 42: MODUL3 kel1

berlangsung ke arah yang lain. Akibatnya alat-alat yang seharusnya

disebelah kanan terletak disebelah kiri atau sebaliknya. Keadaan

demikian disebut situs inversus.  Peritoneum adalah lapisan tunggal dari

sel-sel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian

viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang

melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis.5

Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem

saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan

demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa

dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan

organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang

menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti

apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral

biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga

biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk

daerah yang nyeri. Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi,

sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan,

tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau

disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri. Area

permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten

dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat

bergerak kedua arah. Molekul-molekul yang lebih besar dibersihkan

kedalam mesotelium diafragma dan limfatik melalui stomata kecil.5

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar,

vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid,

sekum, dan appendix (intraperitoneum); pankreas, duodenum, kolon

ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum). 

2. ANATOMI

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang

kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang

sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding

perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang

terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial

42

Page 43: MODUL3 kel1

(facies skarpa), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis

eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis,

dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis,

lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari

sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah

dipisahkan oleh linea alba.

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga

perut. Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting

untuk mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik.

Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses

berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra

abdominal.

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal

diperoleh perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a.

epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a. sircumfleksa

superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Kekayaan

vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertical

tanpa menimbulkan gangguan perdarahan. Persarafan dinding perut

dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I.6

3. ETIOLOGI

Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa

inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak

lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh

karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen.

a. Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus,

proteus, kelompok Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium

Tuberculosa.

b. Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda

asing (talk, tepung).

4. PATOFISOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya

eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara

perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan

sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang

43

Page 44: MODUL3 kel1

bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa,

yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan

membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara

cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan

berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon

hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari

kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi

dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga

ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini

segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah

kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam

rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra

peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal

menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya

kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. 10

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut

meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh

menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum

atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan

perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai

timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan

dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara

lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya

pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan

ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi

peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus

ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai

terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus

44

Page 45: MODUL3 kel1

stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi

iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya

terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen

sehingga dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang

disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari

makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam

lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid

plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini

komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum

pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih

2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh

nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot

karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium

yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat

peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan

menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini

tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak

terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium

oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar

keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi,

belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,

adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa

mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi

keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.1

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena

fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang

diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut

makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat

aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi

mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran

45

Page 46: MODUL3 kel1

arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi

dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.7

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul

abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila

mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang

timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster

yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan

kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi

dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan

segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan

bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena

mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah

24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

5. KLASIFIKASI

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Peritonitis bakterial primer

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen

pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam

abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli,

Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi

menjadi dua, yaitu:

1. Spesifik : misalnya Tuberculosis

2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya

malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik,

gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis

dengan asites. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi

gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme

tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari

multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii

46

Page 47: MODUL3 kel1

anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh

bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama

kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.

Kuman dapat berasal dari:

a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar

masuk ke dalam cavum peritoneal.

b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis

yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus

sehingga feces keluar dari usus.

c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra

abdominal, misalnya  appendicitis.

d. Peritonitis tersier, misalnya:

Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat

ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan

langsung, sepertii misalnya empedu, getah

lambung, getah pankreas, dan urine. 

Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

Aseptik/steril peritonitis

Granulomatous peritonitis

Hiperlipidemik peritonitis

Talkum peritonitis

6. MANIFESTASI KLINIS

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan

tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium

menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa

menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus

menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.1 

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik

dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.

Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang

menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri

47

Page 48: MODUL3 kel1

subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,

batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan

seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

7. DIAGNOSIS

Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran

klinis, pemeriksaan laboratorium dan X-Ray.

a. Gambaran klinis

Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat

peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis

dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa

terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen,

demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau

menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial

sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba,

hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya

menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain

(misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab

utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi.

Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain

yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik),

demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang

lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau

menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut

sama dengan peritonitis bakterial.

Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan

gambaran klinis adanya keringat malam, kelemahan, penurunan berat

badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis granulomatosa

menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam

dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca

bedah.

b. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis,

hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis

tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari

48

Page 49: MODUL3 kel1

3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi

dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi

memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan

dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.

c. Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus

halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada

kasus-kasus perforasi.

8. GAMBARAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk

pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada

peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :

a. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi

anteroposterior ( AP ).

b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan,

dengan sinar horizontal proyeksi AP.

c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar

horizontal, proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat

mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan

ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis,

jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif

maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran

radiologis antara lain:

1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada

tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran

usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dnding usus,

gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance),

2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan

perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase

usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi,

sedang jika panjang – panjang kemungkinan gangguan di kolon.

Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra

diafragma dan air fluid level.

49

Page 50: MODUL3 kel1

3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis

diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance.

Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya

distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone appearance.5

Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis

yaitu:

a. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh

sehingga kadang – kadang susah membedakan anatara

intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum.

b. Air fluid level

c. Herring bone appearance

d. Bedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus menyeluruh

sehingga air fluid level ada yang pendek – pendek (usus halus)

dan panjang – panjang (kolon) karena diameter lumen kolon

lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila

berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik. Pada kasus

peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada

foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada

pemeriksaan USG (ultrasonografi). Gambaran radiologis

peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan

foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah

karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena

sebab lain, tanda utama radiologi adalah :

1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang,

psoas line menghilang, dan kekaburan pada cavum

abdomen.

2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air

subdiafragma berbentuk bulan sabit (semilunair shadow).

3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada

daerah perut yang paling tinggi. Letaknya antara hati

dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan

dinding abdomen.  Jadi gambaran radiologis pada

peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen,

50

Page 51: MODUL3 kel1

preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya

udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.

9. TERAPI

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang

hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang

sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan

intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab

radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-

tindakan menghilangkan nyeri.

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting.

Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan

pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran

urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk

menilai keadekuatan resusitasi.

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri

dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan

kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan

antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi

penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan

drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan,

karena bakteremia akan berkembang selama operasi.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan

operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris

tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah

dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas

tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan

kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran

gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus

menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi

viskus yang perforasi.

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan

menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran

infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan

antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine)

51

Page 52: MODUL3 kel1

pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak

dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat

menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena

pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum

peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen.

Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-

menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi

yang tidak dapat direseksi.

10. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis,

gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu, dll.

11. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder,

dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan

lanjut, yaitu :

a. Komplikasi dini

Septikemia dan syok septik

Syok hipovolemik

Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan

kegagalan multi system

Abses residual intraperitoneal

Portal Pyemia (misal abses hepar)

b. Komplikasi lanjut

Adhesi

Obstruksi intestinal rekuren

12. PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan

pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme

virulen.

52