modul praktikum penginderaan jauh_revised 27nov14
DESCRIPTION
modulTRANSCRIPT
PERTEMUAN I
PENGAMATAN STEREOSKOPIS DAN PENGENALAN FOTO UDARA
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengenal keterangan tepi dan fungsinya
2. Mahasiswa mampu menggunakan alat steroskop saku atau steroskop cermin
3. Mahasiswa mampu melihat kesan 3-Dimensi pada pengamatan steroskop
II. ALAT DAN BAHAN
1. Stereoskop saku atau stereoskop cermin
2. Streogram
3. Penggaris
4. Alat tulis
5. Foto Udara
III. DASAR TEORI
Keterangan Tepi Foto Udara Tegak
Keterangan tepi pada foto udara tegak merupakan sumber informasi
mengenai perekaman foto udara tersebut untuk berbagai kepentingan. Keterengan
tepi foto udara tegak ukuran 23 x 23 cm, meliputi :
a. Tanda Fidusial
Tiap foto udara terdapat 4 atau 8 tanda fidusial. Guna tanda
fidusial adalah untuk menentukan titik principal foto udara, yaitu dengan menarik
garis dua tanda fidusial yang berhadapan.
b. Seri Nomer
Nomer seri FU sekurang-kurangnya terdiri dari nomor registrasi nama daerah yang
dipotret, tanggal pemotretan, dan nomer jalur terbang/nomer foto.
Contoh nomor seri foto :
Muaro Jambi/VII/316/XIV- 25/18-1 -1991/1:10.000
Muaro Jambi : Nama daerah yang dipotret
VII / 316 : Nomor registrasi
XIV : Nomor jalur terbang
25 : Nomor foto dalam jalur terbang
8 - 1 – 1991 : Tanggal pemotretan
1 : 10.000 : Skala foto udara rata - rata
c. Tanda Tepi/ Informasi Tepi
Tanda tepi terletak pada salah satu sisi foto, terdiri dari minimal 4 bagian, yaitu :
level, jam pemotretan, panjang focus kamera, dan altimeter.
Stereoskopis
Persepsi kedalaman adalah hasil melihat dua titik secara stimultan. Kedua
kesan itu kemudian dibauran dan diterjemahkan oleh otak sedemikian hingga kita
mendapan kesan tiga dimensi dari ruang. Untuk dapat memandang foto
stereoskopik, maka mata harus melakukan akomodasi dan konvergensi.
Akomodasi adalah pengaturan fokus lensa mata. Kita dapat memfokuskan mata
ke jarak 150 mm sampai tak terbatas. Akomodasi mata normal untuk menulis dan
membaca adalah 250 mm. Konvergensi berarti mengarahkan garis pandang dari kedua
mata kesatu titik. Ini dapat dilakukan ke jarak 150 mm sampai jarak tak terbatas.
Untuk mendapatkan data dari foto udara baik secara kualitatif maupun
kuantitiatif semua dilakukan dalam bentuktiga dimensi. Bentuk tiga dimensi pasangan
foto udara yang diperoleh pada prinsipnya mata kiri melihat pasangan foto sebelah
kiri dan mata kanan hanya melihat pasangan foto sebelah kanan saja.
Alat yang biasanya dipergunakan untuk melihat bentuk tiha dimensi pasangan
Tanda fiducial
Panjang focus lensa
Waterpass
Jam Terbang
Tinggi Terbang
Nomor Seri
focus kamera
Gambar 4.1. Keterangan Tepi Foto Udara
Pemotret/Daerah/Tahun/Jalur/Nomor Foto
foto udara adalah stereoskop. Fungsinya adalah mengatur agar mata kiri hanya melihat
pasangan foto sebelah kiri dan mata kanan hanya melihat pasangan foto sebalah kanan
saja.
Salah satu jenis stereoskop yang paling sederhana adalah stereoskop
saku. Ukuran foto yang dapat dilihat bentuk tiga dimensinya terbatas sekitar 6
cm x 10 cm. Stereoskop saku mempunyai lenda positif. Lensa - lensanya
biasanya mempunyai perbesaran 2,5 kali. Stereosop ini memiliki kelemahan yang
sama seperti pemakaian mata telanjang, yaitu jarak antara titik yang
berpasangan tak boleh melebihi panjang basis mata (basis mata rata-rata = 6,4 cm).
IV. CARAKERJA
Latihan 1 :
- Mengukur basis mata
1. Dengan menggunakan cermin atau sesama praktikan, ukurlah jarak tepi sebelah
kanan / kiri kedua pupil mata dengan penggaris
2. Jarak itu merupakan basis mata dan untuk setiap orang berbeda - beda, sehingga
pada saat menggunakan seteroskop basis mata harus diperhatikan
Latihan 2 :
1. Mengambil sampel streogram
2. Dengan menggunakan stereoskop, cobalah untuk menguraikan informasi yang terdapat
pada streogram tersebut
Latihan 3 :
1. Mengambil foto udara pankromatik putih
2. Membacakan keterangan tepi yang ada pada foto udara dan menguraikan informasi
mengenai keterangan tepi dan pandangan streoskopis yang terlihat pada foto udara tersebut
PERTEMUAN II
PENGENALAN UNSUR-UNSUR INTERPRETASI DAN IDENTIFIKASI OBYEK
DENGAN TEKNIK INTERPRETASI
I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mahasiswa mengetahui beberapa unsur interpretasi citra dalam ilmu
penginderaan jauh.
b. Mahasiswa mengetahui kenampakan obyek yang terekam pada citra (foto
udara) khususnya penutup lahan dan penggunaan lahan.
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenis dan macam obyek dengan teknik
interpretasi secara visual.
d. Mahasiswa mampu membedakan kenampakan dan karakteristik masing -
masing obyek yang terekam dalam citra (foto udara).
II. BAHAN
1. Foto udara berbagai jenis dan skala
2. Tabel isian.
3. Alat Tulis.
4. Transparansi
5. Spidol OHP
III. DASAR TEORI
Pemanfaatan teknik penginderaan jauh untuk identifikasi objek khususnya
dalam kepentingan pemetaan penutup lahan dan penggunaan lahan sudah memasuki
tahap operasional, bahkan semakin lama dirasakan semakin menguntungkan
dibandingkan dengan survei langsung di lapangan. Banyaknya jenis citra penginderaan
jauh saat ini sangat menguntungkan dalam memilih citra yang sesuai dengan tujuan
pemetaan penggunaan lahan yaitu untuk pemetaan penggunaan lahan skala kecil sampai
skala besar.
Dalam pemanfaatan citra penginderaan jauh sebagai sumber data untuk
pemetaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh: (a) resolusi spektral, (b)
resolusi spasial. Pemilihan panjang gelombang, resolusi spasial dan skala yang tepat
akan sangant menentukan ketelitian hasil identifikasi penggunaan lahan.
Disamping itu tingkat kerumitan obyek juga mempengaruhi pengaruh yang
cukup besar, semain tinggi kerumitan objek yang terekam akan menyulitkan untuk
mengidentifikasi oyek penggunaan lahan sencara individu.
Sistem klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan juga ikut
menentukan ketelitian dalam penggunaan lahan. Berbagai masalah yang
terkait dengan klasifikasi penggunaan lahan adalah : (a) pemberian batasan
istilah / kategori penggunaan lahan yang tidak seragam, (b) kesesuaian
dengan tujuan pemetaan yang dilakukan, (c) kesulitan dalam penyusunan
sistem klasifikasi secara hierarkis, yaitu bertingkat dari skala tinjau sampai
dengan skala besar.
Di dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra, ada tiga rangkaian
kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Pengenalan
obyek yang tergambar pada citra ada 3 rangkaian kegiatan yang diperlukan yaitu:
Deteksi ialah pengamatan atas adanya suatu obyek misalnya pada gambaran sungai
terdapat obyek yang bukan air. Deteksi berati penentuan ada atau tidak adanya
sesuatu obyek pada citra. Ia merupakan tahap awal dalam interpretasi citra.
Keterangan yang diperoleh pada tahap deteksi bersifat global.
Identifikasi ialah upaya yang mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan
menggunakan keterangan yang cukup.
Analisis merupakan pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti
penambahan informasi.
Dan tanpa adanya kegiatan interpretasi sebuah gambar citra, kita tidak akan dapat
melakukan kegiatan apa apa karna tidak adanya informasi yang didapatkan dari gambar
citra tersebut. Lo(1976) yang menyimpulkan pendapat vink mengemukakan bahwa pada
dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari dua tingkat yaitu:
- tingkat pertama yang berupa pengenalan obyek melalui poses deteksi dan identifikasi
dari gambar citra yang akan di kerjakan.
- tingkat kedua yang berupa penilaian atas penting atau tidaknya sumber obyek yang
telah dikenali tersebut. Yaitu arti pentingnya tiap obyek dan kaitannya obyek itu.
Tingkat pertama berarti perolehan data sedang tingkat kedua berupa interpretasi
atau analisis data.
Lillesand dan Kiefer (1994) dan Sutanto (1996, dalam Faradila, 2011)
menyebutkan terdapat delapan unsur interpretasi visual yang digunakan untuk
dapat mengenali suatu obyek yang ada pada citra. Kedelapan unsur tersebut yaitu
warna, bentuk, ukuran, bayangan, tekstur pola, situs, dan asosiasi.
a. Rona dan warna (tone & color):
Rona ialah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra. Rona
ditunjukkan dengan gelap - putih. Rona dibedakan atas lima tingkat, yaitu putih,
kelabu putih, kelabu, kelabu hitam, dan hitam. Faktor yang mempengaruhi rona
- Karakteristik objek
-Bahan yang digunakan
-Pemrosesan emulasi
- Cuaca
- Letak objek
Karakteristik objek yang mempengaruhi rona, permukaan yang kasar
cenderung menimbulkan rona yang gelap, warna objek yang gelap cenderung
menimbulkan rona yang gelap, objek yang basah/lembap cenderung menimbulkan
rona gelap.
Warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Ada tingkat kegelapan
warna biru, hijau, merah, kuning dan jingga. Contoh pada foto pankromatik air akan
tampak gelap, atap seng dan asbes yang masih baru tampak rona putih, sedangkan atap
sirap ronanya hitam.
Gambar 1. Penampakan rona Gambar 2. Penampakan warna
b. Bentuk (shape)
Bentuk merupakan attribute yang jelas sehingga banyak objek yang dapat
dikenali berdasarkan bentuknya saja. seperti bentuk memanjang, lingkaran, dan
segi empat. Contoh gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I,L,U atau
berbentuk empat persegi panjang.
c. Ukuran (size)
Ukuran merupakan attribute obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan
volume. Selalu berkaitan dengan skalanya. Ukuran rumah sering mencirikan apakah
rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Contoh rumah mukim pada umumnya
lebih kecil bila dibandingkan dengan kantor atau pabrik. Ukuran lapangan sepak bola
80 m X 100 m, 15 m X 30 m lapangan tennis, 8 m X 15 m bagi lapangan bulu tangkis.
d. Tekstur (texture)
Tekstur (texture) merupakan ukuran frekuensi perubahan rona gambar obyek.
Tekstur dapat dihasilkan oleh pengelompokan satuan kenampakan yang terlalu kecil
untuk dapat dibedakan secara individual, misalnya dedaunan pada pohon dan
banyangannya, gerombolan satwa liar di gurun, ataupun bebatuan yang terserak di atas
permukaan tanah. Kesan tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan
resolusi yang digunakan. Secara umum tekstur dapat dikatakan sebagai halus kasarnya
objek pada citra, Contoh pengenalan objek berdasarkan tekstur :
1. hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus
2. tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman
pekarangan bertekstur kasar.
3. permukaan air yang tenang bertekstur halus.
4. permukaan kenampakan gunung api yang memiliki tekstur kasar.
Gambar 3 : Kenampakan gunung yang cenderung tekstur kasar
e. Pola (pattern)
Pola adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang
menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah. pola aliran sungai sering
menandai bagi struktur geologi dan jenis tanah. Misalnya, pola aliran trellis menandai
struktur lipatan. kebun karet, kelapa sawit dan kebun kopi memiliki pola teratur sehingga
dapat dibedakan dengan hutan.
Gambar 4 : Kenampakan pola perkebunan pada Foto Udara
f. Bayangan (shadow)
Bayangan sangat penting bagi penafsir, karena dapat memberikan dua macam
efek yang berlainan, yaitu (1) banyangan mampu menegaskan bentuk obyek pada citra,
karena outline banyak menjadi lebih tajam atau jelas. (2) Banyangan kurang
memberikan pantulan obyek ke sensor, sehingga obyek yang diamati menjadi
tidak jelas. Bayangan dapat digunakan untuk obyek yang memiliki ketinggian,
seperti obyek bangunan, menara, patahan, gunung dan sebagainya.
Gambar 5 : Unsur bayangan pada foto udara
g. Situs (site)
Situs (site) atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif
terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali, dan di
pandang, dapat dijadikan dasar untuk obyek yang dikaji. Situs dapat diartikan sebagai
kaitan dengan lingkungan sekitarnya. Misal : obyek dengan rona cerah, berbentuk
silinder, ada banyangannya, dan tersusun dalam pola teratur dapat dikenali sebagai
kilang minyak, apabila terletak didekat perairan pantai.
Tajuk pohon yang berbentuk bintang menunjukkan pohon palma, yang
dapat berupa kelapa,kelapa sawit,enau,sagu, nipah dan jenis palma yang
lain. Bila polanya menggerombol dan situsnya di air payau maka dimungkinkan
adalah pohon nipah.
h. Asosiasi (association)
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan
objek lainnya. Suatu objek pada citra merupakan petunjuk bagi adanya
objek lain. Selain itu asosiasi merupakan unsur yang memperhatikan
keterkaitan antar suatu obyek atau fenomena lain yang digunakan sebagai
dasar untuk mengenali obyek yang dikaji. Misal : pada foto udara skala
besar dapat terlihat adanya bangunan berukuran lebih besar daripada
rumah, mempunyai halaman terbuka, terletak di tepi jalan besar, dan
terdapat, dan kenampakan menyerupai tiang bendera (terlihat dengan
adanya banyangan tinggi) pada halaman tersebut. Bangunan ini dapat di
tafsirkan sebagai bangunan kantor, berdasarkan asosiasi tiang bendera
dengan kantor (terutama kantor pemerintah). Contoh yang lain yaitu selain
bentuknya yang persegi panjang, lapangan bola ditandai dengan situsnya
yang berupa gawang.
IV. CARA KERJA PENGENALAN UNSUR-UNSUR INTERPRETASI
1. Mengamati rona dan warna melalui foto udara pankromatik secara visual.
2. Mengamati tekstur dan pola pada foto udara.
3. Mengamati situs dan asosiasi pada foto udara.
4. Mengidentifikasi obyek secara visual dengan menggabungkan seluruh unsur
interpretasi.
IV. LANGKAH KERJA IDENTIFIKASI OBYEK DENGAN TEKNIK
INTERPRETASI
1. Mengamati beberapa jenis obyek yang nampak pada citra (foto udara) skala
kecil ataupun besar.
2. Mengamati karakteristik citra (foto udara) yang digunakan (resolusi spasial,
resolusi spektral, dan skala),
3. Interpretasi citra (foto udara) dan selanjutnya melakukan deliniasi atau
pembatasan obyek dengan spidol transparansi.
4. Memahami karakteristik obyek yang terekam khususnya penutup lahan dan
penggunaan lahan serta mencatat masing - masing karakteristiknya
PERTEMUAN III
PENENTUAN SKALA FOTO UDARA DAN PENGUKURAN LUASAN OBYEK
PADA FOTO UDARA MELALUI PERHITUNGAN SKALA
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui tipe skala pada FU yaitu skala lokal (titik) dan skala rata-
rata.
2. Mahasiswa mengetahui perhitungan skala lokal dan skala rata-rata foto udara.
3. Mahasiswa mengetahui kriteria foto udara berdasar perhitungan skala.
4. Mahasiswa mengetahui batas obyek di medan dengan melakukan pendekatan
interprestasi & melalui perhitungan skala rata-rata foto udara.
5. Mahasiswa mengetahui parameter (luas) obyek dengan beberapa metode
pengukuran luas.
6. Mahasiswa mampu mendiskripsikan perbedaan masing-masing metode dalam
hasil perhitungan luas obyek pada foto udara.
II. ALAT DAN BAHAN
1. Foto Udara
2. Mistar atau penggaris
3. Kalkulator
4. Plastik Transparasi
5. Spidol OHP
6. Alat tulis
III. DASAR TEORI
A. Penentuan skala foto udara
Skala dapat diartikan sebagai perbandingan antara jarak pada peta dengan jarak
sesungguhnya di medan. Dengan cara serupa skala foto udara merupakan perbandingan
antar jarak di atas foto dengan jarak yang bersangkutan di medan. Pada peta,
skala bersifat seragam karena merupakan hasil proyeksi orthogonal, sedangkan
pada foto udara skala bersifat bervariasi sesuai dengan perbedaan ketinggian pada
bentang lahan (Wolf, 1993).
Skala memilki kaitan erat dengan jenis kamera perekam pada foto udara, dimana
dalam perhitungan skala jenis kamera diklasifikasikan berdasar sudut liputan lensa.
Sudut liputan lensa adalah besaran sudut yang dibentuk oleh segitiga proyeksi
(gambaran) muka bumi melaui lensa (optik) yang mencapai permukaan film (sensor
perekam). Sudut liputan lensa semakin besar bila panjang fokus lensa semakin pendek.
Gambar 4.1 Sudut liputan pada lensa
Berikut adalah hubungan antara jenis kamera, panjang fokus dan sudut liputan :
Tabel 4.1 hubungan antara jenis kamera, panjang fokus dan sudut liputan
Jenis Kamera Panjang Fokus Sudut Liputan
Sudut Sempit 12 inchi = 304,8 mm < 60o
Sudut Normal 8,25 inchi = 209,5 mm 60o - 75o
Sudut Lebar 6 inchi = 152,4 mm 75o - 100o
Sudut Sangat Lebar 3,4 inchi = 88,9 mm > 100o
Sumber: Paine, 1992
Foto Udara Tegak (Vertical)
Dikatakan foto udara tegak atau vertikal bila sumbu kamera tegak lurus dengan pusat
objek yang direkam. Titik tembus sumbu kamera pada foto udara vertikal diperoleh
perpotongan garis yang ditarik dari tanda fiducial yang terletak di pinggir maupun
sudut foto udara dan disebut dengan titik prinsipal. Titik pusat foto udara ini
berimpit antara titik prinsipal dan nadir. Maka foto udara tersebut dikatakan foto
udara vertikal. Oleh karena itu, maka distorsi pada foto udara bersifat radial, artinya
semakin jauh dari titik pusat (prinsipal) tersebut kesalahan semakin besar.
Skala foto udara tegak (vertikal) tidak lain adalah perbandingan antar jarak a-b pada foto
dengan jarak A-B di medan. Skala tersebut dapat dinyatakan dengan perbandingan
anatar jarak fokus kamera f dan tinggi terbang pesawat diatas medan H’ dengan
memeperhitungkan dua segitiga sebangun L ab dan L AB. Sedangkan skala foto
udara dibedakan menajdi dua tipe, yaitu skala lokal (relatif) dan skala ratarata (Paine,
1992).
Gambar 4.2 Letak sumbu kamera dan prinsip foto udara vertikal
a) Skala lokal (titik)
Skala lokal yaitu skala yang diperhitungkan pada tiap titik atau pada tiap daerah
sempit di medan dengan suatu elevasi tertentu. Setiap titik pada foto pada
elevasi yang berbeda mempunyai skala titik yang berbeda pula. Secara umum skala
lokal dibagi berdasar atas medan yang direkam oleh foto udara, yakni medan datar dan
medan yang tidak datar.
S = ܊܉۰ۯ
= ۶′
= ܐ۶ି
Dimana :
S = Skala foto udara
ab = Jarak pada foto udara
AB = Jarak di lapangan/medan
f = Panjang fokus kamera
H’ = Tinggi terbang pesawat terhadap obyek/medan
H = Ketinggian terbang wahana
h = Ketinggian obyek/medan dari permukaan air laut (dpl)
b) Skala Rata-rata
Skala rata-rata adalah skala yang diperhitungkan untuk daerah yang terliput oleh
satu foto, atau seluruh daerah yang dipotret. Dalam satu lembar fotoudara dengan
proyeksi sentral skala bervariasi tergantung dari variasi ketinggian medan. Skala foto
rata-rata diperoleh dengan jalan membandingkan panjang fokus kamera dengan
ketinggian terbang terhadap tinggi rata-rata dari medan, dinyatakan sebagai berikut :
S rata-rata = ܉ܜ܉ܚି܉ܜ܉ܚ ܐ۶ି
B. Pengukuran luasan obyek pada foto udara melalui perhitungan skala
Skala foto udara tegak dapat diaplikasikan pada beberapa keperluan
diantaranya yakni perhitungan parameter panjang, lebar, keliling dan luasan atau area
yang terekam dalam foto udara. Pengukuran parameter tersebut harus mmengikuti
kaidah kartografis di mana aspek informasi foto udara merupakan unsur utama
dalam menerapkan perhitungan matematis untuk mengetahui ukuran obyek.
Dengan demikian setiap langkah perhitungan fotogrametris tidak akan terlepas
dari pertimbangan interpretasi obyek (visual) terlebih dahulu karena interpretasi adalah
kunci untuk mengidentifikasi dan mengenali lebih jauh obyek yang terekam pada citra
maupun foto udara.
a. Metode strip : yakni metode perhitungan luas dengan menerapkan penggambaran
(plotting) beberapa strip persegi panjang pada area obyek yang akan diukur. Dengan
menjumlah semua luasan strip persegi panjang maka akan diperoleh luasan obyek
yang terekam pada foto udara. Sedangkan langkah teknis pengambaran strip
persegi panjang tersebut yakni dengan cara membagi foto udara menjadi beberapa
strip persegi yang memiliki lebar sama. Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada
batas obyek sedemikian hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang
ditambahkan. Sisi atas persegi panjang atau sisi atas strip itu dijumlahkan dan dikalikan
dengan intervalnya sehingga diperoleh luas obyek pada foto.
Gambar 5.1 Pengukuran Luas dengan Metode Strip
Dari gambar di atas, luas obyek diukur dengan menjumlah luas masingmasing segi
empat panjang (Luas ABB`A` + CDD`C` + EFF`E`), dimana AA`, BB`, CC`, DD`, EE`
dan FF` merupakan interval (lebar) strip.
b. Metode bujursangkar : metode ini pada dasarnya hampir sama dengan
metode strip namun bentuk ploting yang digunakan adalah bujursangkar
(square). Untuk mempermudah pembuatan bujursangkar tersebut maka ploting
dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas milimeter ini ditumpangkan di atas
obyek yang diukur luasnya.
Dalam mengukur luaspada obyek foto udara dihitung berapa jumlah bujur
sangkar 1cm x 1cm yang jatuh dalam batas obyek yang diukur luasnya. Dari gambar
6.2, luas obyek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat luas lebih
dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12 buah dengan skala pada
foto adalah 1 : 50.000 (maka 1cm = 500m), maka 1 bujursangkar sama dengan
250.000 m2 ". Dengan demikian luas obyek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 " sama
dengan 3.000.000 m2 ".
Gambar 5.2 Menghitung Luas dengan Metode Bujur Sangkar
Ukuran bujur sangkar dapat disesuaikan dengan ukuran obyek yang
dideineasi, dengan pertimbangan bahwa semakin kecil ukuran satu satuan bujur sangkar
maka akan semakin banyak jumlah bujur sangkar yang tergambar dengan demikian
sehingga akan semakin deti pengukuran luas yang dilakukan.
c. Metode jaringan titik: metode ini mengamsumsikan bahwa luasan
satu obyek dapat diperoleh melalui akumulasi titik yang tergambar pada area. Prinsip
metode ini tidak jauh berbeda dengan metode strip dan bujursangkar namun plotting
dilakukan dengan simbol titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu serupa
dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian
bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung titik yang masuk
dalam batas obyek yang diukur luasnya. Tiap titik dianggap mewakili satu
bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan luas bujursangkar untuk mendapatkan
luas obyek.
Gambar 5.3 Pengukuran Luas Metode jaringan titik
IV. CARA KERJA
A. Penentuan skala foto udara
Latihan 1
1. Mengambil FU Pankromatik hitam putih.
2. Membaca keterangan tepi yang ada pada FU dan menguraikan informasi
mengenai keterangan tepi tersebut.
3. Menentukan titik dasar (principal) dengan cara menarik garis lurus dari masing-
masing tanda fiducial.
4. Menghitung skala lokal (titik) pada foto udara tegak dengan menerapkan
formula yang sudah dijelaskan.
Latihan 2
1. Membaca keterangan tepi yang ada pada FU dan menguraikan
informasi mengenai keterangan tepi tersebut.
2. Menentukan titik dasar (principal) dengan cara menarik garis lurus dari masing-
masing tanda fiducial.
3. Menghitung skala rata-rata pada foto udara tegak dan membedakanya
dengan skala lokal (titik).
B. Pengukuran luasan obyek pada foto udara melalui perhitungan skala
1. Amati dan identifikasi obyek pada FU tegak (interprestasi visual).
2. Selanjutnya cacat keterangan tepi yang ada pada FU sebelum
mendelineasi obyek tersebut (FU disesuaikan dengan FU pada acara V).
3. Pasang plastik tranparasi kemudian delineasi batas-batas obyek yang terekam
pada foto udara dengan variasi warna spidol OHP
4. Selanjutnya hitung skala rata-rata pada oto udara tegak dengan
menerapkan formula yang sudah dijelaskanpada acara sebelumnya.
5. Lakukan pengukuran luas dengan tiga metode yang berbeda (metode strip,
metode bujursangkar dan metode jaring titik).
6. Bandingkan hasil perhitungan masing-masing metode tersebut kemudian uraikan
analisa anda.
7. Lampiran hasil ploting metode pengukuran luas dan hasil perhitungan luasan
ke dalam laporan.
PERTEMUAN IV
PENGENALAN GUI (Graphical User Interface) ERMAPPER
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mengenal tampilan awal pada ERMapper
2. Mahasiswa mengetahui dan mampu menggunakan fungsi-fungsi tools button pada
GUI (Graphical User Interface) ERMapper
II. ALAT DAN BAHAN
1. Seperangkat komputer yang terinstal software ERMapper
2. Citra satelit
3. Alat tulis
III. PELAKSANAAN
3.1. Jalankan Program Ermapper 7.0
3.2. Buka MENU FILE seperti terlihat pada gambar berikut.
Title Bar Menu Bar
Tool Bar
Eksplorasilah masing-masing tool perintah pada MENU FILE.
3.3. Buka MENU EDIT seperti terlihat pada gambar berikut
Eksplorasilah masing-masing tool perintah pada MENU EDIT.
3.4. Buka MENU VIEW seperti terlihat pada gambar berikut
Eksplorasilah masing-masing tool perintah pada MENU VIEW
3.5. Buka MENU TOOLBARS seperti terlihat pada gambar berikut
Eksplorasilah masing-masing tool perintah pada MENU TOOLBARS.
3.6. Buka MENU PROCESS seperti terlihat pada gambar berikut
Eksplorasilah masing-masing tool perintah pada MENU PROCESS
3.7. Buka MENU UTILITIES seperti terlihat pada gambar berikut
Eksplorasilah masing-masing tool perintah pada MENU UTILITIES
3.8. Buka MENU WINDOWS seperti terlihat pada gambar berikut
Eksplorasilah tool perintah pada MENU WINDOWS
3.9. Buka MENU HELP seperti terlihat pada gambar berikut
Eksplorasilah tool perintah pada MENU HELP
3.10. Buka MENU POP UP dengan cara berikut;
a. Pilih File Open atau tekan tombol
b. Pilih file data yang ada pada directories C:/Program
files/examples/shared_data/landsat_TM_23Apr85.ers dan klik tombol OK, seperti
berikut:
c. Hasil gambar pada view beserta MENU POP UP sebagai berikut:
d. MENU POP UP akan tampil dengan cara klik kanan pada jendela/ view citra yang
aktif. Seperti yang ditampilkan pada gambar diatas.
e. Eksplorasilah semua tool perintah pada MENU POP UP
PERTEMUAN V
ALGORITHM
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mengenal tampilan tool algorithm pada ERMapper
2. Mahasiswa mampu menampilkan citra menggunakan berbagai macam color mode
3. Mahasiswa mampu membuat tampilan multispektral
4. Mahasiswa mengenal fasilitas template processing pada ERMapper
II. ALAT DAN BAHAN
1. Seperangkat komputer yang terinstal software ERMapper
2. Citra satelit
3. Alat tulis
III. PELAKSANAAN
3.1. Mengenal algorithm
Algorithm merupakan salah satu keutamaan dari ERMapper dalam menyimpan
proses-proses yang telah kita lakukan dalam pengolahan citra dan dapat menjadi template
bagi data yang lain untuk proses yang sama.
Untuk memulai dapat dengan memilih tombol VIEW > Algorithm atau menekan
tombol dan akan menampilkan kotak dialog algorithm seperti berikut:
untuk mengetahui masing-masing fungsi dari tools yang ada pada algorithm, dapat dengan
cara mengarahkan kursor pada tombol yang dimaksud dan akan muncul nama dari tools
tersebut, seperti pada gambar diatas.
Pada tab pages terdapat pilihan antara surface, layer dan coordinate system. Untuk
surface terdapat dua pilihan yaitu, color mode dan color table. Color mode dalam
ERMapper ada 3 yaitu : pseudocolor, RGB (Red Green Blue) dan HSI (Hue-Saturation-
Intensity). Gambar dibawah ini menunjukkan pilhan color table pada color mode
pseudocolor.
Color table hanya aktif pada pilihan color mode pseudocolor. Terdapat banyak pilihan
warna semu pada color table seperti ampphase, azimuth, blue, dan sebagainya.
Terdapat juga 10 pilihan raster layer yang terdapat dalam ERMapper yang
dimunculkan dengan cara klik kanan pada layer. 10 raster layer tersebut seperti pada
gambar dibawah ini.
Intensity layer dapat aktif pada color mode Pseudocolor, RGB dan HSI. Intensity
layer dapat digunakan untuk image fusion dengan resolusi yang lebih tinggi. Class Display
digunakan untuk klassifikasi, sedangkan Classification untuk thematic layer. View mode
3D dapat aktif bila salah satu layernya adalah layer intensity atau height DEM.
3.2. Menampilkan citra
Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk melihat tampilan citra, yaitu
pseudocolor, RGB (Red Green Blue) dan HSI (Hue-Saturation-Intensity), yang terdapat
dalam color mode.
Terdapat 2 cara membuka citra yaitu:
1. Dari menu utama, pilih File > Open atau klik ikon
a. Kemudian akan muncul suatu jendela citra kosong ditampilkan pada sudut kiri
atas, pada bagian atas jendela terdapat tulisan Algorithm not yet saved *.
b. Seperti pada gambar di atas, kita dapat membuka file algorithm dengan memilih
file yang berekstensi *.alg. Misalnya buka algorithm filenya di
//ERMapper/examples/Data_Types/Landsat_TM/RGB_542.alg. Kemudian
pada jendela citra akan terdapat tulisan ***RGB_542.alg***
c. Untuk membuka image/ Dataset pilihlah file yang berekstensi *.ers, seperti buka
dataset file-nya di
//ERMapper/examples/Shared_data/Landsat_TM_years_1985.ers. Kemudian
pada jendela citra tetpa akan muncul tulisan ***Algorithm not yet saved***. Hal
ini berarti bahwa dataset-nya belum disimpan sebagai Algorithm.
2. Dari menu utama pilih File > New, akan tampil jendela citra kosong dengan tulisan
***Algorithm not yet saved***. kemudian dari menu View > Algorithm kemudian
akan muncul kotak dialog algoritm. Dari kotak dialog tersebut, klik Load Dataset ,
bukalah data raster Landsat_TM_years_1985.ers tadi.
Lakukan cara menampilkan citra yang telah dijelaskan sebelumnya menggunakan
data citra yang lain terdapat pada //ERMapper/examples.
3.3. Membuat Tampilan Multispektral
Dalam membuat tampilan multi spectral perlu diperhatikan karakteristik spectral
dari sensor satelit yang digunakan. Sebagai contoh, karakteristik spectral dari sensor citra
Landsat akan berbeda dengan citra SPOT. Hal ini telah dijelaskan dengan rinci pada materi
perkuliahan.
Tahapan-tahapan dalam membuat tampilan multispectral adalah sebagai berikut:
(dalam hal ini yang digunakan adalah citra Landsat TM)
1. Tampilkan citra Landsat_TM_years_1985.ers dengan cara yang telah dilakukan pada
point 3.2. Dan tampilan seperti dibawah ini dengan kombinasi RGB band 321.
2. Kemudian buka kotak dialog algorithm nya dari menu View > algorithm atau dengan
klik pada ikon
3. Kemudian akan muncul jendela algorithm dengan color mode RGB dimana Red layer
adalah band 3, Green layer adalah band 2 dan Blue layer adalah band 1. Dalam
penginderaan jauh, kombinasi band ini disebut dengan kombinasi 321 atau natural
color (seperti contoh dibawah ini). Dimana vegetasi berwarna hijau, tanah berwarna
coklat dan laut berwarna biru kehitaman.
4. Untuk merubah tampilan warna dari citra tersebut, kita dapat merubah kombinasi band
yang kita inginkan pada RGB layer-nya.
5. Lakukan kombinasi band dimana Red layer adalah band 4, Green layer adalah band 3
dan Blue layer adalah band 2. Warna apa yang saudara dapatkan?
6. Lakukan hal yang sama pada point 5, dimana Red layer adalah band 5, Green layer
adalah band 4 dan Blue layer adalah band 3. Warna apa yang saudara dapatkan?
7. Sebagai informasi, band 4 pada Landsat TM merupakan band NIR (near infra red)
yang peka terhadap reflektansi dari vegetasi. Sedang pada citra SPOT, pendeteksi band
NIR terdapat pada band 3. Sehingga, kombinasi 321 pada SPOT merupakan standard
false color bagi citra tersebut, dimana vegetasi berwarna merah.
8. Lakukan informasi pada point 7 dengan membandingkan antara citra Landsat TM dan
SPOT. Silahkan pilih koleksi data citra yang terdapat pada
//ERMapper/examples/Shared_data
3.4. Template Processing
Template processing merupakan salah satu keunggulan dari ERMapper dimana
anda dapat melakukan proses yang sama dengan file algorithm pada citra yang berbeda.
Sebagai latihan kita ingin membuat citra NDVI dari template yang ada. Citra NDVI
(Normalized Difference Vegetation Index) adalah sebuah transformasi citra penajaman
spectral untuk menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan vegetasi.
Tahapan Template processing adalh sebagai berikut:
1. Buka menu ERMapper
2. Dari menu utama, pilih File > Open atau klik ikon
3. Kemudian akan muncul jendela Open. Arahkan directori pada
ERMapper/examples/Data_Types/Landsat_TM kemudian pilih file Vegetation
_NDVI.alg
4. Akan muncul jendela algorithm dan jendela tampilan citra Landsat TM yang telah
dilakukan transformasi citra NDVI. File citra yang ditransformasi adalah
Landsat_TM_years_1985.ers. Berikut gambar citra Landsat NDVI dan algorithm-
nya
5. Kemudian untuk melakukan transformasi NDVI pada citra yang lain klik ikon Load
Dataset , (dengan catatan citra yang akan dilakukan transformasi adalah citra
dengan sensor yang sama yaitu Landsat TM).
6. Pilih citra Landsat TM dengan lokasi yang berbeda, yaitu misal data citra
ERMapper/examples/Shared_Data/Landsat_TM_20May91.ers. Berikut gambar
citra Landsat NDVI dan algorithm-nya.
7. Yang harus diperhatikan adalah dalam melakukan transformasi citra NDVI adalah
band yang digunakan pada Landsat TM adalah band 4 (NIR) dan band 3 (Red). Jadi
harus diatur pada proses Load Dataset-nya
8. Lakukan dan eksplorasi template processing ini pada data citra yang lain.
PERTEMUAN VI
FILE DATASET
I. TUJUAN
1. Mahasiswa memahami format penyimpanan data citra pada ERMapper
2. Mahasiswa mampu melakukan menyimpan file dataset citra dalam format .ers
3. Mahasiswa bisa membedakan antara tehnik penyimpanan stack layer, multilayer
dan RGB
II. ALAT DAN BAHAN
1. Seperangkat komputer yang terinstal software ERMapper
2. Citra satelit
3. Alat tulis
III. PELAKSANAAN
Salah satu bentuk format penyimpanan dari data set ERMapper adalah .ers
(ERMapper Raster Dataset). Sedangkan bentuk yang lain yang telah kita pelajari
sebelumnya adalah .alg (ERMapper Algorithm).
Ketika kita memperoleh data citra satelit dari sumber manapun, yang pertama kali
harus dilakukan adalah melakukan tehnik stack layer. Tehnik ini bertujuan untuk
menggabungkan file layer-layer yang terpisah dan terdiri dari beberapa band
tergantung dari jenis citra satelit yang diperoleh. Misalnya untuk citra Landsat
memiliki 6 band multispektral , 1 band pankromatik , dan 2 band thermal. Atau data
SPOT yang mempunyai 3 band multispektral dan 1 band pankromatik.
Untuk menggabungkan file-file tiap band yang terpisah tersebut maka harus
dilakukan stack layer. Setelah dilakukan stack layer, dataset dapat disimpan menjadi
file baru dalam bentuk multilayer maupun RGB.
3.1. Stack Layer
Untuk melakukan stack layer, tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Dari folder penyimpanan data pengindraan jauh, pastikan data citra sudah
diekstrak. Karena biasanya ketika didapatkan biasanya dalam bentuk kompresi
(zip, gz, tar, dan lain-lain)
2. Setelah data diekstrak, pastikan semuia data komplit. Pastikan tiap-tiap file band
yang membentuk dataset citra lengkap. Biasanya data yang sudah terekstrak
berformat TIF.
3. Bukalah citra yang telah diekstrak menggunakan ERMapper dari menu File >
Open sehingga muncul kotak dialog Open Dataset. Arahkan pada direktori tempat
penyimpanan citra, pastikan files of type dikotak dialog tersebut pada posisi
GeoTIFF/TIFF. Misalnya untuk citra yang dibuka adalah ................(Band 1 pada
citra Landsat). Setelah itu akan muncul jendela citra dengan data band 1 dari citra
Landsat.
4. Pada jendela citra tersebut, klik kanan dan pilih menu PopUp > Algorithm.
5. Pada kotak dialog akan tersusun Pseudo Layer dalam color mode Pseudocolor
dengan hanya memiliki satu susunan data.
6. Sorot pada tulisan Pseudo Layer dan Klik Duplicate hingga jumlah band ke 7.
Sehingga pada Algorithm-nya terdapat 7 Pseudo Layer. (note: dibuat 7 duplicate
karena citra Landsat punya 7 band)
7. Setelah itu dobel klik pada tiap-tiap Pseudo Layer dan rename nama Pseudo Layer
menjadi angka 1 sampai 7.
8. Setelah itu klik Load Dataset pada tiap-tiap layer band 1 hingga band 7
sehingga akan muncul kotak dialog Raster Dataset. Pada kotak dialog tersebut
pilih nama file yang menunjukkan band yang mewakilinya (untuk band 1 nama
file-nya adalah........., band 2 maka nama file-nya ...................., dan seterusnya).
Pada pemilihan nama file, pastikan memilih OK this layer only pada kotak dialog
Raster Dataset.
9. Setelah semua file band terwakili oleh tiap-tiap layer dalam algorithm maka proses
selanjutnya adalah menyimpan dataset tersebut dalam format ERS secara multi
layer.
10. Dari menu PopUp jendela citra pilih File > Save As. Pada kotak dialog Save As,
pilih Files of Type: ERMapper Raster Dataset (.ers). Arahkan pada direktori
penyimpanan dan tentukan nama file-nya kemudian OK. Nama file dibuat dengan
format: Landsat_No. Kelompok_Program Studi
11. Pada kotak dialog Save As ERMapper Dataset, tentukan Output type:
Multilayer dan Null Value: 0. Biarkan pilihan lainnya secara default. Kemudian
klik OK untuk melanjutkan pemrosesan.
12. Setelah pemrosesan selesai, buka citra yang sudah dilakukan stack layer dari menu
File > Open. Pastikan pada kotak dialog Open, pilihan file of type adalah
ERMapper Raster Dataset.
13. Ciri-ciri citra yang telah berhasil di-stack layer adalah ketika kita membuka
algorithm-nya, pada bagian chooser-nya terdapat lebih dari 2 band yang
membentuk dataset tersebut (biasanya citra satelit memiliki band multispektral
lebih dari 2 agar dapat dilihat secara realistis oleh warna dasarnya yakni Red Green
Blue / RGB).
Selain itu masih terdapat 2 cara dalam menyimpan file baru dalam bentuk .ers,
yaitu dalam bentuk multilayer dan dalam bentuk RGB terhadap data yang sudah
dilakukan stack layer.
3.2. Menyimpan file dalam bentuk multilayer
1. Bukalah citra dari menu File > Open. Arahkan didirektori yang terdapat data citra.
Untuk latihan ini gunakan citra yang telah dilakukan stack layer pada poin 3.1.
2. Bukalah algorithm pada menu View > Algorithm
3. Gantilah masing-masing Red, Green dan Blue layer-nya dengan Pseudo layer,
dengan cara klik kanan pada mouse lalu pilih Pseudo kemudian gantilah text
dengan cara double klik pada pseudo layer tersebut dengan text band1, band2,
band3, yang masing-masing menunjukkan Band 1, Band 2 dan Band 3.
Dikarenakan citra Landsat TM memiliki 7 band multispektral maka kemudian buat
duplikat dengan ikon ...... pada Algorithm untuk Band 4, Band 5 dan Band 7 (Band
6 tidak digunakan karena merupakan band untuk sensor thermal) selanjutnya ganti
teks band-nya dengan band1, band2, dan seterusnya.
4. Ingat untuk selalu memastikan layer band1 adalah betul-betul Band 1 pada citra.
Periksa pada bagian chooser pada algorithm pilih band1 pada layer Band 1, dan
seterusnya hingga band 7 untuk layer band 7.
5. Dari menu utama pilih File > Save As, ketikkan nama dataset. Buat nama dengan
format: Nama Prog. Studi_No kelompok_Multilayer.ers. Kemudian disimpan
sebagai ERMapper Raster Dataset (ers) kedirektori yang diinginkan. Pilih output
type sebagai multilayer, aktifkan delete output transform lalu OK.
6. Buka file tersebut dengan menu File > Open dan diarahkan ke direktori dmana
disimpan. Periksalah keberhasilan file yang telah disimpan sebagai multilayer.
Buka algorithm lalu pada bagian chooser akan terdapat sejumlah band sebanyak 6
buah sesuai yang telah kita simpan sebagai multilayer.
3.2. Menyimpan file dalam bentuk RGB
Menyimpan file dalam bentuk RGB lebih mudah daripada multilayer, karena tanpa
harus merubah konfigurasi layer dalam algorithm.
1. Bukalah file raster dengan File > Open atau klik ikon ..... Pilih Data citra yang
telah disimpan sebagai multilayer sebelumnya.
2. Buka algorithm dari menu View > Algorithm atau klik ikon ...
3. Klik tab surface pada algorithm, kemudian gantilah color mode : Red Green
Blue. Dan pilih kombinasi band yang ingin disimpan pada Tab layer. Untuk
tahap ini gunakan kombinasi band 321, pada Landsat ini merupakan
kombinasi warna semu/palsu.
4. Simpan sebagai ERMapper Raster Dataset dengan cara klik kanan pada
jendela citra File > Save As. Ketikkan nama file dengan format: Nama Prog.
Studi_No kelompok_RGB.ers. Pilih output type sebagai RGB, non aktifkan
delete output transform lalu klik OK.
5. Cek keberhasilan penyimpanan dalam bentuk RGB, dengan membuka file
yang telah disimpan tadi. Jika pada Algorithm-nya hanya terdapat 3 layer Red
Green dan Blue, maka penyimpanan berhasil.
6. Bahas dalam laporan apa saja perbedaan antara tehnik penyimpanan stack
layer, multilayer dan RGB.
PERTEMUAN VII
IMAGE ENHANCEMENT
I. TUJUAN
1. Mahasiswa memahami pentingnya melakukan image enhancement/ penajaman
citra
2. Mahasiswa mampu melakukan penajaman radiometrik
3. Mahasiswa mampu melakukan penajaman spasial/ filter
II. ALAT DAN BAHAN
1. Seperangkat komputer yang terinstal software ERMapper
2. Citra satelit
3. Alat tulis
III. PELAKSANAAN
Image enhancement/ penajaman citra merupakan proses untuk memberikan
tampilan pada citra sehingga citra tersebut mempunyai nilai digital number yang lebih
informatif. Penajaman citra ada 3 macam, penajaman radiometrik, penajaman spasial/
filter, dan penajaman spektral. Dalam praktikum ini kita hanya akan membahas tentang
penajaman radiometrik dan spasial saja.
3.1. Penajaman Radiometrik
Penajaman radiometrik/ radiometrik enhancement merupakan penajaman yang melibatkan
digital number dari band itu sendiri sehingga tiap-tiap pixel berubah berdasarkan resolusi
radiometrik setiap citra. Beberapa tehniknya antara lain, linear contrast stretching,
histogram matching, density slicing dan lain-lain.