modul konservasi tanah
DESCRIPTION
Oleh KKP IPB di Desa Batulawang Kecamatan Cibinong Kabupaten CianjurTRANSCRIPT
KONSERVASI TANAH DAN AIR
PENDAHULUAN
Tanah sebagai medium bagi pertumbuhan tanaman harus dapat menyediakan
unsur hara, air, dan udara yang dapat dimanfaatkan akar untuk memenuhi kebutuhan
tanaman. Untuk menyediakan kondisi yang baik bagi perkembangan akar di dalam
tanah, diperlukan sistem pori yang mudah ditembus oleh akar tanaman, mampu
meresapkan air dan pertukaran udara ke dalam tanah; tetapi harus juga mampu menahan
air yang cukup untuk mengimbangi kebutuhan evapotranspirasi tanah dan tanaman.
Pada saat tanah ditumbuhi vegetasi alami keadaan keseimbangan persediaan unsur
hara, air dan udara di dalam tanah dapat dipelihara. Vegetasi mengambil unsur hara dan
air dari dalam tanah serta CO2 dari atmosfir untuk mensintesa bahan organik melalui
fotosintesis. Hasil fotosintesis sebagian dikeluarkan melalui akar untuk memberikan
makanan pada mikroorganisme yang hidup disekitar rhizosphere. Jaringan akar hidup
dan senyawa polisakarida yang dikeluarkan oleh mikroorganisme dapat memelihara dan
memperbaiki kemantapan agregat. Tajuk tanaman yang berkembang dapat menutupi dan
meredam energi tumbukan air hujan yang dapat merusakkan agregat tanah. Serasah
tanaman yang jatuh di atas permukaan tanah merupakan sumber energi bagi berbagai
jenis organisme tanah termasuk fauna tanah yang dapat mencampur bahan organik
dengan bahan mineral membentuk agregat mantap. Biopori (biopore) yang dibentuk oleh
fauna tanah dan akar yang melapuk merupakan pori mantap yang berbentuk silindris
mampu menyalurkan pergerakan air dan oksigen ke dalam tanah serta mudah dilewati
oleh CO2 yang dihasilkan oleh respirasi akar keluar daerah perakaran. Dengan demikian
siklus air, energi, dan unsur hara dapat menjamin kelestarian ekosistem.
Konversi vegetasi alami dengan tanaman pertanian mengakibatkan keseimbangan
ekologik terganggu. Pembukaan lahan membuka permukaan lahan bagi tumbukan air
hujan yang dapat merusakkan agregat dan sistem pori yang dapat mengurangi daya resap
air ke dalam tanah (infiltrasi). Kehilangan bahan organik tanah dipercepat oleh
meningkatnya dekomposisi akibat peningkatan fluktuasi suhu tanah. Hal ini akan
menurunkan kemantapan agregat tanah, kapasitas infiltrasi, kapasitas menahan air,
kapasitas tukar kation, daya sangga (buffering capacity) tanah terhadap perubahan reaksi
tanah, cadangan unsur hara, dan sumber energi bagi aktivitas biologis yang membantu
pemulihan kondisi fisik dan kimiawi tanah.
Pada pertanian sederhana seperti sistem perladangan berpindah, keadaan
kerusakan lahan tersebut dicerminkan oleh penurunan produksi tanaman yang kemudian
ditinggalkan sampai tercapainya pemulihan keseimbangan ekologik baru. Pada pertanian
menetap usaha pemulihan kondisi fisik diusahakan dengan pengolahan tanah, serta
kehilangan unsur hara melalui hasil yang dipanen diimbangi dengan pemupukan.
Cepatnya daya tanggap perbaikan pertumbuhan tanaman terhadap pemberian pupuk
buatan telah mengesampingkan pentingnya penambahan bahan organik untuk
mengimbangi kehilangan bahan organik tanah yang dipercepat oleh pengolahan tanah
yang makin sering dilakukan.
Pada pertanian lahan kering cepatnya penurunan kandungan bahan organik tanah
mengakibatkan berkurangnya kemantapan agregat yang dicerminkan oleh mudah
memadatnya tanah setelah pengolahan tanah, sehingga pengolahan tanah makin sering
dilakukan. Selain biaya pengolahan tanah menjadi semakin mahal pengolahan tanah
yang makin intensif makin mempercepat kehilangan bahan organik tanah, serta
menurunkan kemantapan agregat, biopore, dan pori makro di antara agregat tanah. Laju
peresapan air hujan ke dalam tanah menjadi berkurang dan kelebihan air yang tidak dapat
meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan genangan di atas permukaan tanah yang
datar memperburuk aerasi; atau kelebihan air tanah tersebut akan mengalir sebagai aliran
permukaan mengikuti kemiringan lereng sambil mengangkut partikel liat dan bahan
organik serta unsur hara yang terlarut. Keadaan tersebut makin lama dirasakan makin
mempersulit petani yang harus mengeluarkan biaya pengolahan tanah dan pemupukan
yang makin mahal.
Makin mahalnya ongkos tenaga kerja dan harga pupuk makin memperkecil
tingkat keuntungan yang dapat diperoleh dari produksi tanaman yang dihasilkan. Hal ini
sangat dirasakan oleh petani miskin dengan luas garapan sempit. Makin berkurangnya
pendapatan petani akan mengurangi kemampuan petani untuk membiayai usaha
pemeliharaan tingkat kesuburan tanah sehingga makin memerosotkan produktivitas
lahan. Kerusakan lahan pertanian berlereng curam akan lebih dipercepat oleh terjadinya
erosi yang mengakibatkan kerugian baik pada lahan itu sendiri (on site) dan lingkungan
sekitarnya (off site).
Perluasan lahan pertanian pada lahan yang tidak sesuai untuk pertanian tersebut
seringkali dilakukan pada kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai daerah
tangkapan air (catchment) untuk pengisian air bawah tanah. Rusaknya fungsi hidrologik
kawasan ini akan mengurangi sumber air untuk pengairan, pembangkit tenaga listrik, air
minum, dan penyangga intrusi air laut.
Kerusakan lahan dilaporkan terus terjadi dan mengakibatkan meluasnya lahan
kritis baik di daerah berpenduduk padat seperti pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa
yang berpenduduk jarang. Berbagai usaha rehabilitasi lahan telah diusahakan dengan
berbagai proyek konservasi tanah dan air yang dilakukan pada lahan kritis maupun lahan
yang masih digarap untuk pertanian. Tingkat keberhasilan usaha tersebut sangat
ditentukan oleh partisipasi para penggarap lahan untuk mulai dan meneruskan penerapan
tindakan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Mengingat keterbatasan tingkat
pendidikan, keterampilan, peralatan, dan sumber dana yang dimiliki oleh petani, maka
teknik konservasi tanah dan air yang perlu diperkenalkan untuk diterapkan sebaiknya
teknik yang bersifat tepat guna dalam arti mudah dan murah namun cukup efektif.
I. PEMBUATAN DAN PEMAKAIAN RANGKA-A (A-FRAME)UNTUK PEMBUATAN KONTUR DI LAPANGAN
Pendahuluan
Rangka-A (A-Frame) adalah alat berbentuk huruf A kapital yang digunakan untuk
menentukan titik-titik yang mempunyai ketinggian (elevasi) yang sama pada permukaan
lahan yang miring, sehingga dapat ditarik garis kontur di lapangan. Pembuatan garis
kontur pada lahan miring sangat penting untuk menentukan arah bangunan konservasi
seperti saluran, guludan, teras, strip-strip dan barisan tanaman memotong lereng;
sehingga dapat mengurangi laju aliran permukaan dan erosi yang mungkin terjadi.
Dibandingkan alat bantu pembuatan kontur di lapangan lainnya seperti T0, Abney
Level, dan selang air; Rangka-A lebih mudah dibuat dengan menggunakan bahan yang
mudah dijumpai di lapang serta dapat digunakan seorang diri tanpa bantuan orang lain.
Prinsip dan Cara Pembuatan Rangka-A
Bentuk huruf A kapital baik yang simetris maupun tidak merupakan bentuk
segitiga. Garis tinggi yang ditarik dari titik puncak segitiga adalah garis tegak lurus
terhadap garis alas segitiga (garis yang menghubungkan kedua titik kaki rangka-A.
Apabila garis tinggi ini berimpit dengan garis vertikal, berarti garis alas segitiga
merupakan garis horizontal, yang berarti titik kaki rangka-A mempunyai elevasi yang
sama. Garis vertikal dapat dibentuk dengan seutas tali dipasang pada titik puncak huruf A
yang diregangkan oleh pemberat karena tarikan gaya gravitasi seperti terlihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Berbagai Bentuk Rangka-A
Sembarang bentuk Rangka-A dapat dibuat dari 3 potong batang kayu atau bambu
kecil menyerupai huruf A kapital dengan memakukan atau mengikatkan satu sama lain
sedemikian rupa sehingga setiap sudutnya tidak dapat berubah. Setiap titik silang
potongan dibuat bidang singgung yang rata dan dipaku dengan 2 buah paku. Bila kayu
tidak dapat dipaku dilakukan pengikatan, sebagai siku penguat dapat digunakan potongan
cabang ranting kayu. Seutas benang dengan pemberat diikatkan pada titik silang puncak
Rangka-A.
Untuk memberi tanda titik singgung garis tinggi dengan garis datar, Rangka-A
diberdirikan pada permukaan horizontal, misalnya kedua kakinya disentuhkan pada lantai
atau permukaan air yang tenang. Tunggu sampai pemberat setimbang (berhenti
berayun), titik singgung benang dengan garis datar (titik A) diberi tanda yang jelas dan
tidak mudah hilang.
Cara Pembuatan Kontur Dengan Rangka-A
1. Pasang patok 1 sebagai titik awal.
2. Letakkan salah satu kaki Rangka-A pada titik awal (patok 1), geserkan kaki yang lainnya
pada permukaan lahan sehingga benang berimpit pada titik A, tancapkan Patok 2. Patok
1 mempunyai elevasi yang sama dengan Patok 2 (Gambar 2).
3. Teruskan seperti langkah 2 untuk memasang Patok 3, 4 dan seterusnya yang mempunyai
elevasi yang sama, sehingga dapat dihubung-kan sebagai garis kontur.
Gambar 2. Membuat Garis Kontur dengan Rangka-A
II. PEMBUATAN TERAS GULUD
Pendahuluan
Teras gulud adalah teras yang dibuat dengan menggali saluran dan membuat
guludan menurut kontur. Saluran dan guludan berfungsi untuk menampung dan
menghambat aliran permukaan, sehingga dapat mengurangi erosi pada pertanian lahan
kering bertopografi miring. Teras gulud pada umumnya dibangun pada lahan dengan
kemiringan lereng < 15 %. Dengan waktu, saluran akan terisi sedimen, sehingga
efektivitas untuk menampung dan menghambat aliran permukaan berkurang. Bila aliran
permukaan melimpah di atas guludan (overtopping), guludan akan rusak. Namun pe-
meliharaan saluran teras gulud cukup sulit dilakukan karena saluran cepat penuh terisi
oleh longsornya dinding saluran dan sedimen halus yang terangkut oleh aliran
permukaan.
Pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa vertikal untuk mengisi saluran teras
gulud dapat mempunyai manfaat ganda, antara lain:
1. mencegah longsornya dinding saluran serta melindungi permukaan resapan dari
tumbukan air hujan dan penyumbatan pori oleh sedimen halus,
2. dapat menghindari kemungkinan penularan hama dan penyakit tanaman yang ada pada
sisa tanaman,
3. aktivitas organisme yang membantu proses pelapukan sisa tanaman bahkan dapat
memperbaiki kondisi fisik tanah sekitar saluran dan meningkatkan laju peresapan air
dalam saluran melalui biopori yang dibentuk oleh fauna tanah (terutama cacing tanah),
4. campuran kompos dan sedimen yang tertampung dalam saluran cukup gembur sehingga
mudah diangkat dari saluran untuk dikembalikan ke bidang pertanaman setelah panen,
dan
5. saluran yang sudah dikosongkan dapat digunakan untuk mengumpulkan dan
mengomposkan sisa tanaman, sehingga dapat memudahkan persiapan lahan untuk musim
tanam berikutnya.
Dibandingkan cara pengomposan konvensional, pengomposan melalui mulsa
vertikal lebih mudah dilakukan karena pengumpulan sisa tanaman dan pengembalian
kompos yang dihasilkan cukup dekat dengan bidang pertanaman. Kelembaban dan suhu
selama pengomposan dapat diatur secara alami oleh perubahan kelembaban tanah di
sekitar saluran. Unsur hara dan mikroba yang terangkut dari bidang pertanaman dapat
memperkaya unsur hara dan inokula mikroba yang diperlukan untuk mempercepat proses
pengomposan.
Cara pembuatan
Setelah lahan dibersihkan dengan menebas gulma dan sisa tanaman, dilakukan:
1. pemasangan ajir/patok kontur dengan menggunakan alat Rangka A (A frame),
2. membuat batas saluran selebar 30 cm mengikuti ajir/patok kontur,
3. menggali saluran sedalam 30 cm, tanah galian ditumpukkan membentuk guludan di sisi
bawah/hilir saluran, dan
4. mengumpulkan sisa tanaman dan gulma ke dalam saluran sebagai mulsa vertikal
(Gambar 3).
Gambar 3. Membuat Teras Gulud
Bidang olah dapat segera dipersiapkan untuk pertanaman, sebaiknya dilakukan
pengolahan tanah konservasi yaitu pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah
(TOT). Pengolahan tanah minimum dilakukan untuk mencampiurkan pupuk/kapur yang
ditaburkan pada baris tanaman yang direncanakan; sedangkan TOT dilakukan dengan
hanya membersihkan alur baris tanaman (Gambar 4).
Gambar 4. Pengaturan Baris Tanaman Menurut Kontur
Pemeliharaan
Pemeliharaan saluran dan guludan dilakukan setelah tanaman dipanen. Campuran
kompos dan sedimen dikeluarkan dari dalam saluran dengan cangkul untuk dikembalikan
pada bidang pertanaman di bagian hulu/atas saluran dari mana sisa tanaman dan sedimen
berasal. Pemeliharaan saluran lebih mudah dilakukan karena campuran kompos dan
sedimen cukup gembur, sehingga sangat mudah diangkat untuk dikembalikan pada
bidang pertanaman. Guludan yang rusak diperbaiki, rumput penguat guludan dipangkas
(tidak perlu dimatikan).
Saluran yang telah dikosongkan siap diisi dengan sisa tanaman dan gulma yang
telah ditebas dari bidang pertanaman dan guludan. Dengan demikian pengumpulan dan
pengomposan sisa tanaman dipermudah dan tidak perlu diangkut terlalu jauh keluar
lahan; serta persiapan pertanaman berikutnya tidak terganggu oleh adanya sisa tanaman.
Kemiringan lahan dapat dipelihara dengan pengembalian kompos dan sedimen,
sehingga memungkinkan berlangsungnya proses drainase secara alami mengikuti
kemiringan lereng. Luas bidang pertanaman tidak berkurang serta sifat fisik, kimia dan
biologi tanah secara berangsur diperbaiki dengan pengembalian kompos yang
berkesinambungan.
III. PEMBUATAN TERAS KREDIT
Pendahuluan
Teras kredit adalah teras yang dibangun dengan membuat guludan menurut kontur
dari tanah galian saluran di sisi bawahnya (hilir). Guludan berfungsi untuk menghambat
aliran permukaan dan menampung sedimen yang terangkut dari bidang pertanaman.
Aliran permukaan yang melimpah di atas guludan (overtopping), akan tertampung dan
diresapkan pada saluran di bawahnya, sehingga tidak meningkatkan erosi pada petakan di
bawahnya. Setiap akhir musim pertanaman guludan diperbaiki dan ditinggikan dengan
mengangkat tanah dari saluran, sehingga akan terjadi teras bangku secara berangangsur
karena pengikisan dan pengendapan oleh aliran permukaan. Teras bangku yang
terbentuk akan lebih mantap dan pengurangan luas bidang pertanaman terjadi secara
bertahap.
Teras kredit dapat dibangun pada lahan dengan kemiringan lereng >15%. Untuk
mempermudah pemeliharaan dan meningkatkan laju peresapan air saluran teras kredit,
saluran dapat dimanfaatkan untuk mengumpulkan sisa tanaman sebagai mulsa vertikal.
Dengan demikian saluran akan dapat meresapkan limpahan aliran permukaan dari
petakan di atasnya, sehingga dapat mengurangi resiko erosi pada petakan di bawahnya.
Pemanfaatan sisa tanaman sebagai mulsa vertikal untuk mengisi saluran teras kredit juga
dapat mempermudah pengumpulan dan pengomposan sisa tanaman, meningkatkan laju
peresapan air ke dalam tanah, serta memudahkan pengembalian campuran kompos dan
sedimen untuk memperbaiki kondisi petakan yang tererosi.
Cara pembuatan
Setelah lahan dibersihkan dengan menebas gulma dan sisa tanaman, dilakukan
pengukuran sudut kemiringan lereng, untuk menetapkan jarak antar saluran/guludan yang
akan dibuat sesuai dengan tinggi tampingan teras (vertical interval) yang diinginkan.
Tinggi tampingan teras tidak boleh melebihi kedalaman lapisan tanah yang tidak dapat
ditumbuhi oleh tanaman seperti lapisan padas, batu, atau bahan induk tanah.
Pembuatan kontur dengan alat Rangka A (A frame) dan batas saluran, dilakukan
seperti pada pembuatan teras gulud. Tetapi tanah galian hasil penggalian saluran,
ditumpukkan ke atas untuk membentuk guludan di sisi sebelah atas/hulu saluran (Gambar
5).
Gambar 5. Pembuatan Saluran dan Guludan Teras Kredit
Guludan perlu diperkuat dengan tanaman pagar atau rerumputan yang berperakaran
kuat serta dapat bertahan bila ditimbun tanah pada saat guludan ditinggikan. Sisa
tanaman dan gulma dikumpulkan ke dalam saluran sebagai mulsa vertikal untuk menahan
longsornya dinding saluran dan guludan, serta meningkatkan laju peresapan air. Bila laju
peresapan air di saluran lambat, perlu dibuat lubang resapan biopori (LRB) di dasar
saluran setiap jarak 1 – 2 m (Bab ).
Pemeliharaan
Setiap akhir musim pertanaman, kompos dalam saluran diangkat dan disebarkan ke
bidang olah (Gambar 6).
!
Gambar 6. Teras Kredit dengan Pengurangan Kemiringan Lereng Secara Berangsur.
Guludan ditinggikan dengan mengangkat tanah dari saluran, sehingga akan terjadi
teras bangku secara berangangsur karena pengikisan dan pengendapan oleh aliran
permukaan (Gambar 7). Teras bangku yang terbentuk secara berangsur lebih mantap
dibandingkan dengan teras bangku yang dibangun melalui penggalian dan penimbunan
sekaligus.
Gambar 7. Teras Bangku yang Terbentuk Secara Berangsung
IV. BUDIDAYA LORONG
Pendahuluan
Budidaya lorong (alley cropping) merupakan salah satu bentuk wana tani
(agroforestry) yang memadukan budidaya tanaman pangan (tanaman semusim) dengan
budidaya tanaman pepohonan (tanaman tahunan). Pada sistem budidaya lorong, tanaman
pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar (hedge rows).
Efektivitas budidaya lorong pada lahan pertanian berlereng miring untuk
pengendalian aliran permukaan dan erosi ditentukan oleh perkembangan barisan tanaman
pagar, serta jarak antar barisan tanaman pagar. Pada awal penerapan budidaya lorong
aliran permukaan dan erosi dapat menerobos di antara tanaman pagar yang baru mulai
ditanam dan belum tumbuh merapat, meskipun ditanam lebih dari satu baris tanaman.
Aliran permukaan dan erosi yang terjadi dapat menghambat pertumbuhan tanaman
pagar yang belum kuat menahan aliran permukaan. Setelah tanaman pagar sudah tumbuh
besarpun aliran permukaan masih dapat lolos menerobos barisan tanaman pagar. Tanpa
adanya pembatas, akar tanaman pagar yang telah berkembang dapat menimbulkan
persaingan penyerapan air dan unsur hara antara tanaman pagar dengan tanaman
budidaya yang dapat mengurangi produksi tanaman pangan yang dibudidayakan.
Untuk meningkatkan efektivitas budidaya lorong dalam pengendalian aliran
permukaan dan erosi serta mengurangi dampak negatif persaingan air, hara dan sinar
matahari; diperlukan usaha penyempurnaan dengan membuat saluran dan guludan
mengikuti kontur seperti pada teras gulud atau teras kredit. Kemudian saluran diisi sisa
tanaman sebagai mulsa vertikal. Saluran bermulsa sangat penting untuk menangkap,
menampung dan meresapkan air aliran permukaan, sekaligus dapat membatasi persaingan
penyerapan air dan unsur hara oleh perkembangan akar tanaman pagar ke bidang
pertanaman budidaya (Gambar 8).
Gambar 8. Mulsa Vertikal pada Budidaya Lorong
Saluran juga berfungsi untuk mengumpulkan sisa tanaman dan pangkasan tanaman
pagar untuk mempermudah pengelolaan sisa tanaman melalui proses pengomposan
setempat (in situ). Tanaman pagar yang ditanam pada guludan berfungsi untuk
memperkuat guludan sebagai penghambat aliran permukaan.
Untuk peningkatan pendapatan petani, dapat ditanam tanaman pagar berupa strip
tanaman buah-buahan tahunan (pepohonan/perdu). Diantara tanaman pepohonan dapat
ditumpang-sarikan dengan tanaman obat-obatan atau tanaman umbi-umbian tahan
naungan. Penanaman strip tanaman pohonan merupakan upaya penting untuk menjaga
kelestarian dan kenyamanan lingkungan. Strip tanaman pepohonan dapat berfungsi
sebagai penghambat kecepatan angin (wind break) yang dapat mengurangi kehilangan air
melalui penguapan.
Tanaman pepohonan mempunyai sistem perakaran yang dalam sehingga dapat
mengambil air dan unsur hara yang meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam; sehingga
tidak dapat diambil oleh perakaran tanaman pangan yang relatif lebih dangkal. Air dan
unsur hara yang diserap perakaran tanaman pagar kemudian dapat dikembalikan ke
lapisan atas melalui pengembalian hasil pangkasan tanaman pagar ke dalam tanah.
Perakaran tanaman pagar juga dapat menangkap unsur hara yang tercuci ke bawah
Dengan demikian pendaurulangan unsur hara yang efisien dari lapisan tanah yang dalam
ke lapisan atas melalui bantuan tanaman pepohonan (Gambar 9).
Gambar 9. Strip Tanaman Budidaya di Lorong Strip Tanaman Pagar.
Strip permanen tanaman pepohonan juga dapat merupakan habitat burung yang
menjadi predator berbagai macam serangga hama tanaman. Untuk supaya strip tanaman
pepohonan ini dapat dipelihara dengan baik oleh petani, perlu dipilih tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis, sebagai sumber tambahan pendapatan petani. Selain
tanaman pagar legum penghasil kayu bakar dan bahan organik seperti Turi (Sesbania
sp.), Kaliandra (Calliandra calothyrsus), Lamtoro (Leucaena leucocephala) dan Gamal
(Gliricidia sepium); penanaman pohon buah-buahan yang bernilai ekonomis dapat
dilakukan dalam strip tanaman pagar yang lebih luas.
V. PENGOLAHAN TANAH KONSERVASI
Pendahuluan
Masalah utama yang sering dijumpai pada pertanian lahan kering adalah penurunan
kandungan bahan organik tanah yang cepat dan ketersediaan air yang tergantung pada
curah hujan (tadah hujan). Karena suhu dan kelembaban yang tinggi, secara alami laju
penurunan kandungan bahan organik di daerah tropika diperkirakan 4 kali lebih cepat
dibandingkan dengan yang terjadi di daerah beriklim sedang. Laju penurunan bahan
organik tanah lebih dipercepat lagi oleh pengolahan tanah yang intensif, adanya
pengangkutan dan pembakaran sisa tanaman, dan pengangkutan oleh erosi pada pertanian
lahan kering berlereng.
Pada pertanian lahan kering cepatnya penurunan kandungan bahan organik tanah
mengakibatkan berkurangnya kemantapan agregat tanah yang dicerminkan oleh mudah
memadatnya tanah setelah pengolahan tanah, sehingga pengolahan tanah makin sering
dilakukan. Selain biaya pengolahan tanah menjadi semakin mahal pengolahan tanah
yang makin intensif dapat mempercepat kehilangan bahan organik tanah, menurunkan
kemantapan agregat, merusak biopori (lubang yang dibuat oleh cacing dan akar) dan pori
makro di antara agregat tanah, membunuh fauna tanah serta mengurangi populasi dan
aktivitas mikroba. Peresapan air hujan ke dalam tanah berkurang dan kelebihan air yang
tidak dapat meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan aliran permukaan mengikuti
kemiringan lereng sambil mengangkut partikel liat dan bahan organik serta unsur hara
yang terlarut. Keadaan tersebut mendorong terjadinya proses pemiskinan tanah yang
makin lama makin memperberat petani petani miskin untuk mengeluarkan tambahan
biaya pengolahan tanah dan pemupukan.
Pengolahan tanah konvensional merupakan aktivitas budidaya pertanian yang
memerlukan korbanan waktu, tenaga dan biaya yang cukup tinggi. Dengan jumlah
tenaga kerja keluarga yang terbatas kegiatan pengolahan tanah konvensional
mengakibatkan tertundanya waktu tanam, sehingga kesempatan untuk memanfaatkan
ketersediaan air menjadi berkurang.
Untuk mengurangi resiko dampak negatif pengolahan tanah konvensional, perlu
dilakukan pengolahan tanah konservasi, yaitu dengan pengolahan tanah minimum
(minimum tillage) atau tanpa olah tanah (zero/no tillage). Pada pengolahan tanah
minimum, pengolahan tanah hanya dilakukan dengan mengolah tanah pada calon barisan
tanaman. Pada lahan miring, barisan tanaman dibuat mengikuti kontur. Sebelum
dilakukan pengolahan tanah minimum, sisa tanaman ditebas, gulma dimatikan dengan
penebasan atau penyemprotan dengan herbisida. Sisa tanaman sebaiknya dimanfaatkan
sebagai mulsa vertikal. Kontur saluran mulsa vertikal dapat dipakai sebagai pedoman
untuk penaburan pupuk dan kapur pada barisan tanaman yang direncanakan. Pengolahan
tanah dilakukan sambil mencampurkan masukan kapur dan pupuk ke dalam tanah
sehingga tidak mudah dihanyutkan oleh aliran permukaan.
Pencampuran pupuk dan kapur ke dalam tanah pada calon barisan tanaman juga
penting dalam usaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemakaian pupuk dan kapur
dekat daerah perakaran tanaman. Dengan cara ini diharapkan kebutuhan pupuk dan
kapur dapat ditekan (Gambar 10).
Gambar 10. Pengolahan Tanah Minimum Mengikuti Kontur.
Untuk menanam tanaman dengan jarak tanam yang rapat, perlu dilakukan
modifikasi pengturan jarak tanam; yaitu dengan sistem baris tanam ganda (double/tripple
rows = tandur jajar legowo), dimana jarak antar baris di dalam baris ganda hampir sama
dengan jarak dalam barisan, sehingga untuk memperoleh populasi (jumlah) tanaman
persatuan luas didapatkan jarak antar baris ganda (gawangan) yang cukup lebar.
Pengolahan tanah dilakukan untuk menggemburkan tanah pada calon baris ganda,
sedangkan gawangannya dibiarkan tidak diolah, dan dapat leluasa dilewati untuk
melakukan penanaman, pemupukan dan pemeliharaan tanaman. Untuk meningkatkan
intensitas penanaman, gawangan dapat dipersiapkan untuk penanaman tanaman kedua
sebelum tanaman pertama dipanen (relay intercropping).
Pada tanpa olah tanah, sisa tanaman dan gulma dimatikan dengan herbisida. Sisa
tanaman dan gulma yang sudah mati dan mengering dirobohkan, disisihkan dari calon
barisan tanaman. Benih tanaman langsung ditugalkan pada barisan tanaman yang
direncanakan. Pupuk/kapur diberikan dalam alur yang dibuat di samping barisan
tanaman atau ditugalkan di samping tanam-an. Penggemburan tanah baru dilakukan
setelah tanaman tumbuh, sambil melakukan penyiangan gulma dan pembumbunan pada
masa pemeliharaan tanaman. Dengan demikian pengolahan tanah konservasi dapat
menghindari tertundanya penanaman untuk dapat memanfaatkan ketersediaan air
seefisien mungkin, mengurangi pemborosan tenaga dan biaya pengolahan tanah, serta
menyebarkan ketersediaan tenaga secara merata sepanjang musim pertanaman.
VI. PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI
PendahuluanPendahuluan
Lubang resapan biopori (LRB)Lubang resapan biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah
dengan diameter 10 – 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman
muka air tanah. Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori.
Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas
fauna tanah atau akar tanaman.
LRB adalah teknologi tepat guna ramah lingkungan untuk meningkatkan laju
peresapan air hujan dan memanfaatkan sampah organik ke dalam tanah. Manfaat LRB:
(1) memelihara cadangan air tanah, (2) mencegah terjadinya keamblesan (subsidence)
dan keretakan tanah, (3) menghambat intrusi air laut, (4 )mengubah sampah organik
menjadi kompos, (5) meningkatkan kesuburan tanah, (6) menjaga keanekaragaman
hayati dalam tanah, (7) mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air
seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah dsb., (8) mengurangi masalah pembuangan
sampah yang mengakibatkan pencemaran udara dan perairan (9) mengurang emisi gas
rumah kaca (CO2 dan metan), (10) mengurangi banjir, longsor, dan kekeringan
Cara pembuatanCara pembuatan
1. Lokasi Pembuatan LRB:1. Lokasi Pembuatan LRB:
LRB dapat dibuat di dasar saluran yang semula dibuat untuk membuang air hujan
(Gambar 11), di dasar alur yang dibuat sekeliling batang pohon (Gambar 12) atau batas
taman (Gambar 13).
1. Buat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman sekitar 100 cm
atau jangan melampaui kedalaman air tanah pada dasar saluran atau alur yang telah
dibuat. Jarak antar lubang 50-100 cm.
2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan adukan semen selebar 2-3 cm, setebal 2 cm
disekeliling mulut lubang.
3. Segera isi lubang LRB dengan sampah organik yang berasal dari sisa tanaman yang
dihasilkan dari dedaunan pohon, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur.
4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang
menyusut karena proses pelapukan.
5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau
bersamaan dengan pemeliharaan lubang.
3. Jumlah LRB yang Perlu Dibuat:
Banyaknya lubang yang perlu dibuat dapat dihitung menggunakan persamaan:
Jumlah LRB: Intensitas hujan (mm/jam) x Luas bidang kedap (m 2 )
Laju peresapan air perlubang (liter/jam)
Sebagai contoh untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat),
dengan laju peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 100 m2 bidang
kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100): 180 = 28 lubang.
Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm kedalaman 100 cm, setiap lubang dapat
menampung 7,8 liter sampah organik, berarti tiap lubang dapat diisi sampah organik
dapur 2-3 hari. Dengan demikian 28 lubang baru dapat dipenuhi sampah organik yang
dihasilkan selama 56 – 84 hari, dimana dalam kurun waktu tersebut lubang perlu diisi
kembali.