model pembelajaran i2m3

44
MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF INSPIRATIF MENYENANGKAN MENANTANG DAN MEMOTIVASI MAKALAH Disampaikan dalam diskusi kelas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan Dosen Pengampu Prof. Dr.Hj. Siti Muriah DISUSUN Oleh NAMA : MUNDHI’U NIM. : 12.2.01.0009 KELAS : A i REVISI

Upload: mundiu67

Post on 13-Dec-2014

127 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Model Pembelajaran

TRANSCRIPT

Page 1: Model Pembelajaran i2m3

MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF INSPIRATIF MENYENANGKAN

MENANTANG DAN MEMOTIVASI

MAKALAH

Disampaikan dalam diskusi kelasMata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu Prof. Dr.Hj. Siti Muriah 

 DISUSUN

Oleh

  

NAMA : MUNDHI’UNIM. : 12.2.01.0009KELAS : A 

 

PROGRAM PASCA SARJANASEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SAMARINDA

TAHUN 2013

i

REVISI MAKALAH

Page 2: Model Pembelajaran i2m3

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Warahmatullai wa barakatuh

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkat

rahmatNya dan

Dan pertolongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan

makalah ini dengan sebaik-baiknya, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan

kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta para sahabat, keluarga serta

umatnya.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Direktur

PPs. STAIN Samarinda Dr. Iskandar, juga kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah

Psikologi Pendidikan, yang telah sabar memberikan bimbingan dan arahan dalam

perkuliahan maupun penyusunan makalah, juga kepada teman-teman di kelas A.

Semoga bantuan dari Anda semuanya memberikan manfaat bagi kita semua amin.

Kritik , Saran dan pertanyaan silakan disampaikan kepada penulis pada saat

diskusi kelas, baik secara lisan, maupun tulisan .

Terimakasih.

Wassalamu ‘alaikum Warahmatullai wa barakatuh

Samarinda, 6 Februari 2013

Penulis

MUNDHI’U NIM. 12.2.01.0009

ii

Page 3: Model Pembelajaran i2m3

 

DAFTAR ISI

Sampul depan ………………………………………………………… i

Kata Pengantar ……………………………………………………….. ii

Daftar Isi ……………………………………………………………… iii

ABSTRAK …………………………………………………………… iv

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ………………..…………………………… 3

C. Tujuan Penulisan …………………………………….……. 3

BAB II Landasan Teori

A. Pengertian I2M3……………………...……………………….. 4

B. Tahapan Pembelajaran I2M3…………………………………… 6

BAB III Pembahasan

A. Mengimplementasikan Pembelajaran I2M3………………….. 10

B. Mengembangkan Metode Pembelajaran I2M3……..………… 18

C. Melaksanakan pembelajaran I2M3 ………..…………………. 19

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan …………………………………………………… 23

B. Saran-saran……………………………………………………. 23

Daftar Pustaka………………………………………………………… 24

iii

Page 4: Model Pembelajaran i2m3

MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF INSPIRATIF MENYENANGKAN MENANTANG

DAN MEMOTIVASI

Oleh: Mundhi’u

ABSTRAK

Pembelajaran dengan konsep behavoristik mulai ditinggalkan karena dianggap peserta didik hanya sebagai obyek pendidikan. Dimana pengajaran selalu dimaknai dengan memberikan respon sebanyak-banyaknya, dan siswa memberikan responnya. Sementara pembelajaran sekarang lebih titik beratkan pada pembelajaran kontruktivisme peserta didik belajar melalui proses organisasi dan adaptasi dalam pembelajaran. Pembelajaran kontruktivisme inilah yang melatar-belakangi pembelajaran yang inovatif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi, yang lebih dikenal sebagai I2M3.

Pembelajaran I2M3 bisa dilaksanakan dengan metode pembelajaran kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah.

Kata kunci: Behavioristik, konstruktivisme, inovatif, inspiratif, menyenangkan, menantang memotivasi, kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah.

iv

Page 5: Model Pembelajaran i2m3

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan terus berkembang, pembenahan diadakan disemua

bidang. Mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik , sarana dan

prasarana, proses, evaluasi, kelulusan dibuatan standarnya baik standar minimal

maupun standar nasional. Standar pendidikan juga mempunyai rentang dari pra-

SPM, sampai sekolah SBI.1Pendidikan dan pelatihan terus dilaksanakan dari skala

satuan pendidikan sampai pada tingkat nasional. Hasilnya perlu dipertanyakan.

Pemerintahpun mengelurakan landasan hukumnya berupa Peraturan Pemerintah

nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar Nasional

Pendidikan meliputi 8 (delapan) standar, yaitu: (1) standar isi; (2) standar proses;

(3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidikan dan tenaga kependidikan;

(5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan;

dan ( 8 ) standar penilaian. Standar-standar tersebut adalah standar minimal.

Standar ini adalah stantard minimal, artinya masih ada kemungkinan bagi satuan

pendidikan mengembangkan potensinya. Misalnya pada satuan pendidikan yang

mempunyai kemampuan diatas standard, bisa mengembangkan lebih tinggi lagi.

Namun, bagi sekolah yang tidak mampu menyamakan standar nasional pendidikan,

pemerintah telah memberikan klasifikasi Standar Pelayanan Minimal.2

Permendiknas mulai dihasilkan pada tahun 2006, yaitu dengan dikeluarkan

Permendiknas nomor 22 tentang standar isi, nomor 23 tentang standar kompetensi

lulusan, dan 24 tentang pelaksanaannya. Permendiknas nomor 22, dan 23

mengamanatkan kepada setiap satuan pendidikan untuk menyusun kurikulum

satuan pendidikannya sendiri-sendiri, yang dikenal dengan istilah kurikulum

tingkat satuan pendidikan (KTSP). Namun perlu diingat, Permendiknas tersebut

hanya memberikan rambu-rambu tentang standar isi dan standar kompetensi 1 Lihat Permediknas No.No. 15 Tahun 20102 Permendiknas Nomor 15 tahun 2010, Standar Pelayanan Minimal, dan PP No.19 tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Page 6: Model Pembelajaran i2m3

2

lulusan atau kurikulumnya. Bagaimana proses pembelajaran dan penilaiannya,

masih diperlukan dua Permendiknas lagi, yaitu Permendiknas tentang standar

proses dan Permendiknas tentang standar penilaian. Baru pada tahun 2007,

dikeluarkan Permendiknas nomor 20 tentang standar penilaian, dan Permendiknas

nomor 41 tentang standar proses. Permendiknas nomor 41, memberikan rambu-

rambu proses pembelajaran pada KTSP, dan Permendiknas nomor 20 memberikan

rambu-rambu penilaian KTSP. Fokus tulisan ini adalah memberikan deskrispsi

proses pembelajaran yang mengacu pada Permendiknas nomor 41 tahun 2007.

Lebih jauh mengenai Permendiknas No.41 tersebut, Ahmad Sabari3

memaparkan tentang syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru

dalam penggunaan model pembelajaran yaitu sebagai berikut :

1. Model pembelajaran yang digunakan harus dapat membangkitkan motivasi,

minat atau gairah belajar siswa.

2. Model pembelajaran yang digunakan dapat merangsang keinginan siswa untuk

belajar lebih lanjut, seperti melakukan interaksi dengan guru dan siswa lainnya.

3. Model pembelajaran harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk

memberikan tanggapannya terhadap materi yang disampaikan.

4. Model pembelajaran harus dapat menjamin perkembangan keegiatan

kepribadian siswa.

5. Model pembelajaran yang digunakan harus dapat mendidik siswa dalam teknik

belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.

6. Model yang digunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-

nilai dan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

3 Sabri, A., Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005). Hlm. 24

Page 7: Model Pembelajaran i2m3

3

Dari uraian latar belakang masalah sebagaimana di atas, dapat saya

rumuskan masalahnya sebsgai berikut:

1. Apa pengertian pembelajaran I2M3 ?

2. Bagaimana mengimplementaskan I2M3 dalam Pembelajaran PAI ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui metode Pembelajaran I2M3.

2. Mengimlementasikan pembelajaran I2M3 dalam mata pelajaran PAI.

Page 8: Model Pembelajaran i2m3

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pembelajaran I2M3

Pembelajarana I2M3 adalah pembelajaran yang berlangsung secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,

dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta

psikologis peserta didik4.

Pembelajaran I2M3 yang sering juga disebut pembelajaran PAKEM yaitu

pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan merupakan

pembelajaran yang memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan yang

beragam untuk mengembangkan keterampilan, sikap, dan pemahaman dengan

penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai

sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya

pembelajaran lebih menarik dan efektif 5.

Pembelajaran I2M3 dilandasi oleh Filsafat Pendidikan Konstruktifisme yaitu

pembelajaran untuk membangun realita mereka sendiri (construct their omn reality)

atau paling tidak interpretasi yang didasarkan pada persepsi mereka atas

pengalaman-pengalamannya. Woolfolk dalam Gundogdu mendefinisikan

konstruktifisme merupakan teori, cara, atau metode belajar mengajar yang

bertujuan untuk menekankan pemahaman pebelajar untuk membuat pengertian

terhadap informasi yang lebih baik.6

Pendekatan konstruktivisme lebih berfokus kepada peserta didik sebagai pusat

dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini dilaksanakan supaya lebih merangsang

dan memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar berfikir inovatif dan

4 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, pasal 19 ayat 15 Drs. Daryanto, Panduan Pembelajaran Kreatif dan Inovatif, Teori dan Praktek dalam Pengembangan Profesionalisme Guru, (Jakarta: AV. Publisher, 2009), hlm. 208.6 K. Gundogdu, The Effect of Constructivist Instruction on Prospective Teachers” Attitudes Toward Human Right Education” (dalam Electronic Journal of Research in Educational Phychology (EJREP), 8, 2010) hlm. 333-352

Page 9: Model Pembelajaran i2m3

5

mengembangkan potensinya secara optimal.7 Pendekatan konstruktivis dalam

pembelajaran dapat dilakukan dengan eksplorasi personal, diskusi dan kegiatan lain

yang menantang.

Selain pendekatan konstruktivisme masih ada lagi pendekatan yang hampir

sama yaitu pendekatan discovery learning . Keduanya memandang bahwa peserta

didik adalah ilmuwan kecil. Adapun perbedaannya adalah, discovery learning

belajar adalah menemukan sesuatu pengetahuan yang sudah ada, sedangkan

pendekatan kostruktivisme yaitu belajar untuk menemukan sesuatu yang baru.8

Dalam proses belajar mengajar siswa perlu dibiasakan untuk memecakan

masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-

ide. Guru tidak mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa konstruktivisme

merupakan teori, cara atau metode belajar mengajar yang menekan kan kepada

peningkatan pemahaman belajar dengan memberikan peran aktif kepada peserta

didik sehingga peserta didik kreatif, inovatif, menyenangkan dan juga menantang.

Pembelajaran I2M3 dimulai membuat perencanaan. Perencanaan berupa

silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pelaksanaan pembelajaran

I2M3 mengacu pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Jumlah siswa per rombongan belajar (kelas) untuk SD/MI maksimal 28 siswa,

SM/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK maksimal 32 siswa.

Beban mengajar guru sekurang-kurangnya 24 jam, yang meliputi kegiatan

pokok merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan

tugas tambahan lainnya9.

B. Tahapan Pembelajaran I2M3

7 Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), hlm. 62.8 Ibid.

9 Permendiknas nomor 41/2007, tentang Standar Proses.

Page 10: Model Pembelajaran i2m3

6

Ditinjau dari sisi pengelolaan kelas, dalam pembelajaran I2M3 tampak

sebagai berikut:

1. Guru mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristik peserta didik dan

mata pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan;

2. Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat

didengar dengan baik oleh peserta didik;

3. Tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik;

4. Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan

belajar peserta didik;

5. Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan

kepatuhan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran;

6. Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respon dan hasil

belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung;

7. Guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama,

suku, jenis kelamin, dan satus sosial ekonomi;

8. Guru menghargai pendapat peserta didik;

9. Guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi;

10. Pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang

diampunya; dan

11. Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu

yang dijadwalkan.10

Pelaksanaan pembelajaran I2M3,sebagaimana dijelaskan dalam Permen

41/2007 dibagi menjadi 3 babak, yaitu kegitan pendahuluan, kegiatan inti, dan

kegiatan penutup.

1. Pendahuluan

Pada kegiatan pendahuluan guru melakukan hal-hal sebagai berikut:

10 Ibid

Page 11: Model Pembelajaran i2m3

7

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses

pembelajaran;

b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;

c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan

dicapai; dan

d. Menyampaikan cakupan materi dan menjelaskan uraian kegitan sesuai

silabus.

2. Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

a. Eksplorasi guru melakukan hal-hal sebagai berikut;

1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang

topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam

takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.

2) mMenggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,

dan sumber belajar lain;

3) Menfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara pendidik

dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.

4) Melibatkan pesertaa didik secara aktif dalam setiap kagitan

pembelajaran.

5) Menfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio,

atau lapangan.

b. Elaborasi, guru melakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam

melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;

2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan

lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan

maupun tertulis.

Page 12: Model Pembelajaran i2m3

8

3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan

msalah, dan bertindak tanpa rasa takut;

4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan

kolaboratif;

5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk

meningkatkan prestasi belajar

6) Menfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang

dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individu maupun

kelompok.

7) Menfasilitasi peserta didik untuk manyajikan hasil kerja individual

maupun kelompok;

8) Menfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival,

serta produk yang dihasilkan;

9) Menfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan

kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

c. Konfirmasi, guru melakukakan beberapa hal, yaitu:

1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,

tulisan, isyarat, maupun hadiah teerhdap keberhasilan peserta didik;

2) Mmberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi

pesertadidik melalui berbagai sumber;

3) Memfasilitasi peserta didik melakukan rfleksi untuk memperoleh

pengalaman belajar yang telah dilakukan.

4) Menfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang

bermakna dalam mencapai kompetensi dasar, sehingga guru

berfungsi: sebaga nara sumber dan fasilitator dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan,

dengan menggunakan bahasa yanag baku dan benar; membantu

menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat

melakukan pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk

bereksplorasi lebih jauh; dan memberikan motivasi kepada peserta

didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Page 13: Model Pembelajaran i2m3

9

3. Penutup

Pada kegiatan Penutup guru melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran;

b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan secara konsisten dn terprogram;

c. Memberikan umpan balik baik proses dan hasil pembelajaran;

d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran

remidi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan

tugas baik tugas individu maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar

peserta didik;

e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Page 14: Model Pembelajaran i2m3

10

BAB III

PEMBAHASAN

A. Mengimplementasikan Pembelajaran I2M3

Yang dimaksudkan dengan mengimplementasikan dalam pembelajaran adalah

usaha agar pembelajaran I2M3 dapat diterapkan dalam praktik pembelajaran di

kelas. Agar implementasi ini dapat berjalan wajar, maka diperlukan langkah-

langkah strategis. Langkah strategis ini akan memberikan skenario pembelajaran.

Adapun langkah yang perlu ditempuh meliputi

1. Mengubah paradigma guru terhadap belajar dan pembelajaran, dari

behavioristik ke konstruktivistik. Perubahan paradigma ini sangat esensial karena

berkaitan dengan sikap dan pandangan guru terhadap belajar dan pembelajaran itu

sendiri. Mustahil pembelajaran I2M3 ini dilaksanakan, jika guru masih

menggunakan paradigma behavioristik.

Belajar menurut aliran behavioristik adalah “perubahan dalam tingkah laku

sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon”11. Dengan model stimulus-

responnya, teori behavioristik menempatkan siswa yang belajar sebagai individu

yang pasif. Respon yang berupa perilaku tertentu dapat dibentuk karena siswa

dikondisikan dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill (pembiasaan)

semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat manakala diberikan

reinforcement/penguatan dan akan menghilang bila dikenai punishment/hukuman12

Belajar menurut teori behavioristik adalah perubahan tingkah laku. Seseorang

dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah

laku. Yang terpenting, menurut teori ini adalah masukan/input yang berupa stimulis

dan keluaran/output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara

11 Irawan, P, Suciati, Wardani, I.G.A.K. Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan Mengajar, (Jakarta: Pusat Antar Universitas, Direjen Dikti, Depdikbud, 1995), hlm. 2

12 Degeng, I.N.S. Teori Pembelajaran 2, Terapan, Jakarta, Program Magister Manajemen (Jakarta: Pendidikan Universitas Terbuka, 2001).hlm. 23

Page 15: Model Pembelajaran i2m3

11

stimulus dan respon itu dianggap tak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati.

Yang bisa diamati hanyalah stimulus dan respon. Faktor lain yang penting dalam

teori behavioristik adalah pentingnya faktor penguatan (reinforcement) dan

hukuman (punishment). Bila penguatan ditambah, maka respon akan semakin kuat.

Begitu sebaliknya jika penguatan dikurangi, maka respon akan berkurang13.

Degeng14 membuat intisari teori behavioristik dari beberapa aspek. Pertama,

teori behavioristik memandang pengetahuan adalah obyektif, pasti, dan tetap, tidak

berubah. Pengetahuan telah terstruktur rapi. Belajar adalah memperoleh

pengetahuan. Mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.

Siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang

diajarkan. Apa yang dipahami oleh pengajar, itulah yang harus dipahami oleh

siswa. Sedangkan fungsi mind/otak adalah menjiplak pengetahuan yang diajarkan.

Kedua, teori behavioristik menempatkan keteraturan, kepastian, dan

ketertiban sebagai hal yang esensial. Siswa harus dihadapkan pada atauran-aturan

yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Ketaatan pada aturan dipandang

sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah obyek yang harus berperilaku

sesuai dengan aturan. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Ketiga,

kaum behavioris memandang kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan

pengetahuan dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan

keberhasilan atau kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas

diberi hadiah. Kontrol belajar berada pada sistem yang berada di luar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa teori belajar

behavioristik mempunyai ciri-ciri:

1) Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu menunjukkan perubahan

perilaku yang dapat diamati (observable) dan diukur (measurable).

2) Perubahan perilaku tersebut ditunjukkan dengan kemampuan melakukan respon

terhadap rangsangan (stimulus) yang diberikan.

13 Irawan, Opcit hlm. 2314 Degeng. Opcit. Hlm. 24-28

Page 16: Model Pembelajaran i2m3

12

3) Untuk meningkatkan perubahan perilaku positif, pebelajar diberi

hadian/reward, dan hukuman/punishmen diberikan agar perilaku negatif tidak

diulangi;

4) Hadiah dan hukuman biasanya berbentuk aturan atau tata tertib yang harus

ditegakkan di atas segala-galanya;

5) Aturan atau tata tertib diharapkan mampu membentuk kebiasaan belajar; dan

6) Agar semuanya berjalan baik, maka keseragaman menjadi kunci utamanya.

Pembelajaran behavioristik menurut Degeng15 ada beberapa ciri. Pertama,

tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan pengetahuan, yang menuntut

siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajarinya dalam

bentuk kuis, tes, atau laporan. Ke dua, penyajian isi menekankan pada ketrampilan

yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian-ke-keseluruhan.

Ke tiga, pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat. Ke empat, aktivitas

pembelajaran lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada

keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks, Ke lima, pembelajaran

menekankan pada hasil. Ke enam, evaluasi menekankan pada respon pasif,

keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan tes tertulis. Evaluasi

menuntut satu jawaban benar. Evaluasi dipandang sebagai bagian terpisah dari

kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan belajar

dengan penekaanan pada evaluasi individu.

Pembelajaran yang menerapkan teori behavioristik biasanya menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) menentukan tujuan pembelajaran;

2) menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk

mengidentifikasi entry behaviour atau pengetahuan awal siswa;

3) menentukan materi pelajaran;

15

Degeng. Opcit. hlm 28-30

Page 17: Model Pembelajaran i2m3

13

4) memecah mteri pelajaran menjadi bagian kecil-kecil (sub pokok bahasan

atau sub topic);

5) menyajikan materi pelajaran;

6) memberi stimulus yang dapat berupa: pertanyaan lisan atau tulis, tes,

latihan, dan tugas;

7) mengamati dan mengkaji respon yang diberikan;

8) memberi penguatan (baik penguatan positif maupun negative);

9) memberikan stimulus baru;

10) mengamati dan mengkaji respon yang diberikan dalam bentuk evaluasi

hasil belajar;

11) memberikan penguatan16

Pembelajaran I2M3 dilandasi oleh teori konstruktivisme. Konstruktivisme

merupakan gagasan belajar yang berasal dari Von Glassersfeld17 bermula pada

tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget.

Namun bila diterlusuri lebih jauh, gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya

sudah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemolog dari Itali. Dialah cikal

bakal konstruktivisme. Vico mengungkapkan bahwa Tuhan adalah pencipta alam

dan manusia adalah tuan dari ciptaannya. Cukup lama gagasan Vico tidak diketahui

orang dan seakan terpendam sampai Piaget menulis gagasan konstruktivisme dalam

teori tentang perkembangan kognitif. Piaget mengungkapkan teori adaptasi yang

menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari adaptasi struktur kognitif terhadap

lingkungan. Gagasan Peaget ini lebih cepat tersebar dibanding gagasan Vico18

Piaget19 mengemukakan bahwa perkembangan intelektual seseorang melalui

dua proses, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi adalah kemampuan untuk

mensistematikkan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi

16 Irawan Opcit hlm.2317 Suparno, Paul., Filsafat Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Yogyakarta: Kanisius, 1997)hlm. 24.18 Suparno,Ibid. hlm. 25.

19 Dahar, Ratna, Wilis. Teori-Teori Balajar, Jakarta, P2LPTK, (Jakarta: Dirjen Dikti, Depdiknas, 1988), hlm.181-182

Page 18: Model Pembelajaran i2m3

14

sistem-sitem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur. Adaptasi adalah

kemampuan seseorang untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungannya.

Adaptasi dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi

dilakukan apabila informasi yang diterima sesuai dengan struktur pengetahuan

yang dimiliki, sehingga memperkuat struktur yang ada. Akomodasi dilakukan

apabila informasi yang diterima tidak sesuai dengan struktur pengetahuan yang

dimiliki. Apabila seseorang tidak dapat melakukan asimilasi, maka dalam dirinya

terjadi “disequilibrium” atau ketidakseimbangan. Akibat ketidakseimbangan ini,

seseorang melakukan akomodasi sehingga struktur-struktur yang sudah ada

mengalami perubahan dan struktur baru terbentuk.

Struktur baru tersebut merupakan perkembangan intelektual. Perkembangan

intelektual merupakan proses terus menerus akibat adanya proses

ketidakseimbangan-keseimbangan (disequilibrium-equilibrium). Bagi Piaget,

mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual yang dengannya pengalaman-

pengalaman dan ide-ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui oleh

seseorang yang sedang belajar untuk membentuk struktur pengetahuan baru20 .

Bruner 21 dikenal dengan teroi belajar penemuannya (Discovery Learning). Ia

mengemukakan bahwa siswa belajar melalaui berpartisipasi secara aktif dengan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui eksperimen-eksperimen. Siswa

berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang

menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Belajar

penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, dan memotivasi untuk bekerja

terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Ia menyarankan agar penggunaan

belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan

mengarahkan pada struktur bidang studi.

Vigotsky, adalah salah satu tokoh yang dikenal dengan konsruktivis sosial22. Ia

mengemukakan beberapa teori yang berkaitan dengan konstruktivis sosial, yaitu:

20 Suparno. Opcit. hlm. 3321 Dahar, Opcit. 22

Suparno. Opcit. hlm. :45

Page 19: Model Pembelajaran i2m3

15

(1) hakekat sosial dalam belajar; (2) zone of proximal development (ZPD); (3)

pemagangan kognitif; dan (4) scafolding 23. Teori hakekat sosial dalam belajar

menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman

sebaya yang lebih mampu. Zone Of Proximal Development (ZPD) atau zona

perkembangan terdekat adalah suatu ide bahwa siswa belajar konsep paling baik

apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. Siswa

terlibat dalam zona perkembangan terdekat apabila terlibat dalam tugas-tugas yang

tidak dapat mereka selesaikan sendiri tetapi dapat menyelesaikannya bila dibantu

oleh teman sebaya mereka atau orang dewasa. Pemagangan Kognitif mengacu pada

proses dimana seseorang yang sedang belajar secara bertahap mempeeroleh

keahlian dalam interaksinya dengan seorang pakar. Pakar itu bisa orang dewasa

atau orang yang lebih tua atau kawan sebaya yang telah menguasai permasalahan.

Scafolding (Mediated Learning) adalah belajar dengan panduan atau media,

dimana guru memandu pengajaran sedemikian rupa sehingga siswa akan

menguasai tuntas dan mendarahdagingkan ketrampilan-ketrampilan yang

memngkinkan penfungsian kognitif yang lebih tinggi.

Degeng mengemukakan beberapa pandangannya tentang konstruktivis.

Menurut Degeng 24 pengetahuan adalah non obyektif, temporer, selalu berubah, dan

tidak menentu. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit,

aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata

lingkungan agar siswa termotivsi dalam menggali makna serta menghargai

ketidakmenentuan. Siswa dapat memiliki pemahaman yang berbeda terhadap

pengetahuan tergantung pengalaman, dan perspektif yang dipakai dalam

menginterpretasikannya. Otak (mind) berfungsi sebagai alat untuk

menginterpretasikan peristiwa, obyek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata

sehingga maknayang dihasilkan bersifat unik dan individualistik. Penataan

lingkungan belajar bercirikan: (1) ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan;

(2) siswa harus bebas, kebebasan adalah unsur esensial dalam belajar; (3)

Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidak kemampuan dilihat sebagai 23 Nur, Muhammad. 2004. Pembelajaran Koperatif. Surabaya. Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESAhlm. 5

24 Degeng 2001. Opcit. 25-27

Page 20: Model Pembelajaran i2m3

16

interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai; (4) kebebasan dipandang sebagai

penentu keberhasilan belajar. (5) Siswa adalah subyek yang harus mampu

menggunakan kebebesan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar; (6)

kontrol belajar dipegang oleh siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan tentang teori

belejar konstruktivis, yaitu: (1) belajar sangat ditentukan oleh kemampuan

pebelajar untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan/informasi yang dipelajari; (2)

kontruksi pengetahuan terjadi pada kognisi pebelajar dengan cara asimilasi dan

akomodasi melalui proses ketidakseimbangan menuju keseimbangan kognitif; (3)

belajar dengan cara menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari akan

memberikan pengalaman yang bermakna; (4) agar proses menemukan berjalan baik

perlu ada bantuan dari orang yang punya kemampuan setingkat lebih tinggi; (5)

belajar melalui kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan heterogen akan

mempercepat proses belajar; (6) karena kemampuan mengkonstruksi tiap pebelajar

berbeda, maka pemaknaan terhadap suatu pengetahuan akan unik dan berbeda

untuk setiap pebelajar; (7) dengan demikian penialain dengan tes yang menuntut

satu jawaban benar tidak cocok. Penilaian yang cocok adalah penilaian yang

berkelanjutan dengan menggunakan berbagai teknik seperti portofolio, kinerja.,

produk, dan proyek.

Pembelajaran yang konstruktivis dapat dilihat dari ciri-ciri gurunya. Brooks

dan Brooks25 mengemukakan ada dua belas ciri guru konstruktivis, yaitu: (1)

mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa; (2) menggunakan sumber

primer dan materi manipulatif dan interaktif; (3) jika memberi tugas, guru

konstruktivis menggunakan kata kerja operasional seperti mengklasifikasi,

menganalisis, mempridiksi, dan berkreasi; (4) mengijinkan siswa untuk memberi

tanggapan terhadap materi pelajaran, dan strategi pembelajaran; (5) mencari tahu

sejauh mana pemahaman siswa terhadap suatu konsep, sebelum berbagi

pemahamannya tentang konsep tersebut; (6) mendorong siswa untuk berdialog

dengan guru dan nara sumber lain; (7) mendorong siswa melakukan inquiry

25 Brooks, J.G., Brooks, M.G. 1993. In Search of Inderstanding The Case for Constructivist Classrooms, Alexandria, Virginia, ASDC

Page 21: Model Pembelajaran i2m3

17

melalui saling mengajari, memberi pertanyaan terbuka; dan bertanya satu sama

lain; ( 8 ) melakukan elaborasi atas respon yang diberikan oleh siswa; (9)

menggunakan pengalaman siswa yang bisa menimbulkan kontradiksi sebagai suatu

hipotesis awal dan mendorong terjadinya diskusi; (10) memberikan waktu yang

cukup setalah memberi pertanyaan; (11) menyediakan waktu yang cukup bagi

siswa untuk membangun hubungan-hubungan dan mengkreasikan kesan; dan (12)

memelihara keingintahuan siswa yang alamiah dengan sering menggunakan model

siklus belajar.

Kamii26 mengemukakan model konstruktivis dalam mengajar, yaitu: (1)

siapkan benda-benda nyata untuk digunakan para siswa; (2) berbuat terhadap benda

meliputi: berbuat terhadap benda dan melihat bagaimana benda itu beraksi, berbuat

terhadap benda-benda untuk menghasilkan efek yang diinginkan, menjadi sadar

bagaimana seorang menghasilkan efek yang diinginkan, dan menjelaskan; (3)

perkenalkan kegiatan yang layak, dan menarik, serta berilah para siswa kebebasan

untuk menolak saran-saran guru; (4) tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan

dan masalah-masalah dan demikian pula pemecahan-pemecahannya; (5) anjurkan

para siswa untuk saling berinteraksi.

Gambaran siswa yang belajar dalam suasana konstruktivis bagaikan air

mengalir di sebuah sungai, mengalir, dinamis, penuh resiko, dan menggairahkan.

Kesalahan, kreativitas, potensi, dan ketakjuban mengisi tempat itu. Mengajar

diibaratkan bagai tukang bersih air sungai agar air dapat mengalir bebas hambatan.

Tugas mengajar diibaratkan mengangkat sampah dan kotoran lain, mengeruk

lumpur dan pasir, dan memindahkan batu dan kayu. Dari sungai sehingga air dapat

mengalir dengan baik. Oleh karenanya ketulusan hati, kesetiaan, kemesraan,

kesabaran, cinta, suka cita, improvisasi, pengendalian diri memenuhi pekerjaan

mengajar. Mengajar hendaknya menggunakan bahasa cinta. Degeng (2005)

menyatakan “janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah

perkataan yang baik untuk membangun” .

26 Dahar, Opcit. hlm. 193-196)

Page 22: Model Pembelajaran i2m3

18

Degeng27 mengemukakan ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis ditinjau

dari berbagai aspek. Pertama, tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar

bagaimana belajar. Ke dua, penyajian isi menekankan pada penggunaan

pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian. Ke

tiga, pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau

pandangan siswa. Ke empat, aktivitas pembelajaran lebih banyak didasarkan pada

data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada ketrampilan berfikir

kritis. Ke lima, pembelajaran menekankan pada proses. Ke enam, evaluasi

menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan

terintegrasi, dengan menggunakan masalah pada konteks nyata. Evaluasi diarahkan

untuk munculnya berfikir divergen, pemecahan ganda, dan bukan hanya satu

jawaban benar. Evaluasi merupakan bagian utuh dari pembelajaran dengan

memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta

menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Evaluasi menekankan pada

keterampilan proses dalam kelompok.

B. Mengembangkan Metode Pembelajaran I2M3

Guru hendaknya mengembangkan metode atau model pembelajaran yang

berpusat pada siswa (student center), mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata

siswa (contextual), siswa belajar memecahkan masalah dalam kehidupan nyata

(Proble-base learning), dan siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara

kolaboratif (cooperative learning). Metode atau model pembelajaran yang

demikian biasanya disebut pembelajaran inovatif.

Pada saat ini, setidaknya ada 3 (tiga) model pembelajaran yang berkembang

dalam praktik pembelajaran di Indonesia yang mengacu pada pembelajaran I2M3.

Ketiga model pembelajaran itu adalah:

1. pengajaran langsung (direct instruction);

2. pembelajaran koperatif (cooperative learning);

27 Degeng, I.N.S. Teori Pembelajaran 2, Terapan, (Jakarta: Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Terbuka, 2001). hlm.16

Page 23: Model Pembelajaran i2m3

19

3. pembelajaran berbasis masalah (problem base learning).

C. Melaksanakan I2M3

Pengajaran langsung, masih menjadi model paling banyak digunakan dalam

praktik persekolah di Indonesia. Banyak guru menganggap model ini paling efektif

untuk menjagajarkan materi. Namun perlu diingat model ini tidak dapat

mengembangkan ketrampilan sosial dan berfikir tingkat tinggi. Nur28 (2005:17)

menyatakan bahwa model pengajaran langsung cocok untuk mengajarkan

pengetahuan yang terstruktur dengan baik dan diajarkan langkah demi langkah, dan

tidak dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan berfikir tingkat

tinggi.

Beberapa metode pembelajaran yang sesuai dengan I2M3 adalah

pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran bermasis masalah.

Pembelajaran koperatif merupakan model pembelajaran yang sedang

digalakkan. Hampir di setiap penataran guru, model ini disosialisasikan. Sebagian

besar guru telah mencoba model ini dalam pembelajarannya. Hanya sayang banyak

guru yang menafsirkan pembelajaran koperatif dengan diskusi kelompok. Padahal

yang benar dalam pembelajaran koperatif siswa bekerja bersama (kerja kelompok)

dalam kelompok kecil beranggotakan 4 sampai 6 siswa berkemampuan heterogen.

Kelompok ini bekerja bersama, saling mengajari, dalam kurun waktu beberapa

minggu atau bulan. Hal terpenting dalam pembelajaran koperatif adalah adanya

saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan

keterampilan menjalin hubungan antar pribadi (Nur, 2004: 6).

Ada beberapa tipe pembelajaran koperatif yang dapat dipilih dalam

pembelajaran, seperti student team achievement devision (STAD), jigsaw, team

games tournament (TGT), number head together (NHT), cooperative scrip, Tink

Pair Share (TPS), dan msih banyak lagi. Hal terpenting dalam memilih model

pembelajaran koperatif adalah kesesuaian dengan kondisi. Kondisi tersebut

meliputi: (1) karekteristik materi; (2) karekteristik siswa; (3) kompetensi yang

hendak dicapai; dan (4) sarana dan prasaran yang mendukung.

28 Nur. Opcit. 17

Page 24: Model Pembelajaran i2m3

20

Pembelajaran koperatif, menerapkan kaidah-kaidah konstruktivis, khususnya

konstruktivis sosial dari Vigotsky. Hakekat sosial dalam belajar, ZPD, pemagangan

kognitif, dan scafolding, yang merupakan ciri-ciri konstruktivis sosial berusaha

dikembangkan dalam pembelajaran model ini. Namun jika kita cermati, masih ada

satu ciri yang mengarah pada behavioristis, yaitu digunakannya kuis (dengan satu

jawaban benar) pada beberapa tipe pembelajaran koperatif seperti STAD. Jigsaw,

TGT, dan scrip cooperative.

Selain pembelajaran kooperatif, maka pembelajaran berbasis masalah

termasuk pembelajaran yang masih jarang diterapkan oleh guru. Pembelajaran ini

tidak dapat diselesaikan dalam satu kali tatap muka, dan membutuhkan

perencanaan yang matang. Borrow dan Tamblyn29, menjelaskan bahwa

pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang hasilnya diperoleh

dari proses bekerja ke arah pemahaman atau pemecahan masalah. Pembelajaran

berbasis masalah merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, membangun

prinsip-prinsip pembelajaran mengatur belajar sendiri (self-directed learning) dan

mendorong pengembangan kecakapan pembelajaran sepanjang hayat.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran

yang inovatif. Dasna dan Sutrisno30 yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis

masalah (Probelem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah

satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif

kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk

memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa

dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan

sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. PBL adalah suatu

pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan

masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui

stimulus dalam belajar.

29 Delisle, Robert. How to Use Problem-Base Learning in the Classroom. (Alexandria, Virginia. ASCD.1997) hlm. 3

30 Dasna, I.W., Sutrisno. 2008. Pembelajaran Berbasis Maslah (Problem Base Learning). Lubisgrafura/wordpress.com/htm. Diakses tanggal 30 April 2008.

Page 25: Model Pembelajaran i2m3

21

PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai

dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan

berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran diseputar

masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang

besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses

belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut

pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk

suatu produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa

pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah, kemudian siswa

memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa

yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut.31

Ditinjau dari sudut guru,32 Delisle menjelaskan bahwa guru dalam

pembelajaran berbasis masalah mempunyai beberapa peran, yaitu: (1) mendesain

kurikulum; (2) memandu siswa dalam pembelajaran; (3) sebagai evaluator tentang

efektivitas masalah, kinerja siswa, dan kinerja guru. Sedangkan peran siswa dalam

pembelajaran berbasis masalah adalah: (1) mengatur belajarnya sendiri, menuntun

mereka belajar sepanjang hayat; (2) mencari, menyeleksi, dan memanfaatkan

sumber daya yang tepat dan paling baik; (3) berfikir kritis dan klinis; (4)

berperilaku secara profesional yang tepat; (5) meliputi prinsip-prinsip eti dan legal

dalam praktik; (6) bekerja dalam grup dan tim; (7) berkomunikasi secara jernih dan

profesional dalam bentuk ucapan dan tulisan; dan ( 8 ) berfikir proaktif.

Arends (2004, dalam Dasna dan Sutrisno) menyatakan bahwa ada tiga hasil

belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1)

inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model

peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan (3) ketrampilan belajar mandiri

(skills for independent learning).

Siswa akan berusaha menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari dan

langsung menggunakan konsep-konsep tersebut untuk memecahkan masalah yang

dihadapi. Siswa juga menggunakan cara-cara orang dewasa dalam belajar, artinya

siswa harus lebih aktif, tidak terlalu tergantung pada guru. Siswa yang melakukan

31 Ibid32 Delisle. opcit. 14-17

Page 26: Model Pembelajaran i2m3

22

inkuiri dalam pembelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi

(higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti

induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning. PBL juga bertujuan untuk membantu

pebelajar siswa/mahasiswa belajar secara mandiri.

BAB IV

Page 27: Model Pembelajaran i2m3

23

P E N U T U P.

A. Kesimpulan

1. Pembelajaran I2M3 adalah pembelajaran yang berlangsung secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik

untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran I2M3

didasari oleh teori belajar konstruktivisme, yaitu teori belajar yang

menekankan pada aktifitas siswa untuk menggali pengetahuannya sendiri

melalui pembelajaran.

2. Pembelajaran I2M3 dapat diimplementasikan dengan pembelajaran

kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran ini

memungkinkan siswa untuk partisipasi secara aktif untuk belajar dan

menemukan pengetahuannya sendiri.

B. Saran-saran

1. Pembelajaran I2M3 harus dilaksanakan di sekolah masing-masing.

2. Maju bersama I2M3.

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: Model Pembelajaran i2m3

24

Brooks, J.G., Brooks, M.G. In Search of Inderstanding The Case for Constructivist Classrooms, (Alexandria, Virginia, ASDC., 1993)

Dahar, Ratna, Wilis. Teori-Teori Balajar, (Jakarta: P2LPTK, Dirjen Dikti.1998).

Daryanto,Drs. Panduan Pembelajaran Kreatif dan Inovatif, Teori dan Praktek dalam Pengembangan Profesionalisme Guru, (Jakarta: AV. Publisher,

2009).

Dasna, I.W., Sutrisno. 2008. Pembelajaran Berbasis Maslah (Problem Base Learning). Lubisgrafura/wordpress.com/htm. Diakses tanggal 30 April 2008.

Degeng, I.N.S.. Teori Pembelajaran 2, Terapan, Jakarta, Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Terbuka. 2001)

Degeng, I.N.S. Teori Pembelajaran 2, Terapan, Jakarta, Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Terbuka, 2001)

Delisle, Robert. How to Use Problem-Base Learning in the Classroom. (Alexandria: Virginia. ASCD. , 1997)

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2009)

Irawan, P, Suciati, Wardani, I.G.A.K. Teori Belajar, Motivasi, dan Ketrampilan Mengajar, (Jakarta, Pusat Antar Universitas, Direjen Dikti, Depdikbud,

1995)

K. Gundogdu, The Effect of Constructivist Instruction on Prospective Teachers” Attitudes Toward Human Right Education” (dalam Electronic Journal of Research in Educational Phychology (EJREP), 8, 2010) hlm. 333-352

Nur, Muhammad. 2004. Pembelajaran Koperatif. (Surabaya. Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESA)

Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, pasal 19 ayat 1

Permendiknas Nomor 15 tahun 2010, Standar Pelayanan Minimal.

Permendiknas nomor 41/2007, tentang Standar Proses

Peraturan Pemerintah No.20 tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Sabri, A. Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Quantum Teaching, Jakarta. 2005

Page 29: Model Pembelajaran i2m3

25

Suparno, Paul. 1997, Filsafat Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Yogyakarta, Kanisius.