menghadapi fenomena · 2020. 7. 20. · menghadapi fenomena neet memutus mata rantai hopeless kaum...

130
Menghadapi Fenomena - NEET Memutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia PUSAT DATA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN BADAN PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KETENAGAKERJAAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I.

Upload: others

Post on 20-Aug-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

aMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Menghadapi Fenomena

-

NEETMemutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia

PUSAT DATA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAANBADAN PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KETENAGAKERJAAN

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I.

Page 2: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

b MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

MENGHADAPI FENOMENA NEETMemutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia

ISBN : 978-602-53118-8-8

Naskah :Bidang Pengolahan dan Analisis Data

Desain Sampul dan Layout :Bidang Pengolahan dan Analisis Data

Penerbit:Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan

Redaksi :Jl. Jenderal Gatot SubrotoKav. 51 Jakarta Selatan 12950Telp : 021 – 5273609Fax. : 021 – 5273609 Website : https://pusdatinaker.kemnaker.go.idEmail : [email protected]

Hak cipta dilindungi undang – undangDilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan

Page 3: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

iMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

NEET (Not in Employment, Education or Training) muncul pertama kali di jepang pada tahun 1990 yang menggambarkan seseorang yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan, serta bukan merupakan seorang yang tengah menempuh pendidikan ataupun mengurus rumah tangga.

Dari berbagai definisi yang muncul, mereka yang terkategori sebagai NEET, cenderung disamakan dengan pemuda yang putus asa, tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran, dan merasa dikucilkan oleh lingkungannya, walaupun sebenarnya tidak selalu berarti demikian. Indikator bahwa seseorang dikategorikan sebagai NEET jika memenuhi dua kondisi yaitu (i). tidak bekerja (pengangguran atau tidak aktif ) dan (ii). tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4 (empat) minggu terakhir sebelum survei dilakukan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menginformasikan bahwa NEET secara global pada tahun 2019 berada pada tingkat yang tinggi. Dan menurut ILO, remaja perempuan lebih berpotensi menjadi NEET dibandingkan dengan remaja laki-laki, dimana perempuan memiliki resiko relatif 3,4 kali lebih besar dibandingkan laki-laki untuk menjadi NEET.

NEET di Indonesia selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 masih berada diatas 20 persen. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena melihat kondisi tenaga kerja muda Indonesia dari Sakernas periode Agustus 2019, menunjukkan bahwa pemuda di Indonesia masih sangat rentan dan beresiko terkategorikan sebagai NEET. Jumlah penganggur muda di Indonesia masih tinggi, dimana dari 7,05 juta penganggur terbuka di Indonesia, 56,44 persen diantaranya merupakan penganggur usia muda. Bahkan TPT muda ini berada jauh lebih tinggi yaitu sekitar 18,62 persen dibandingkan dengan TPT yang hanya 5,28 persen. Dipihak lain juga masih banyak pemuda Indonesia yang terpaksa keluar dari dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja baik karena alasan ekonomi, budaya maupun kelangkaan fasilitas dan akses pendidikan dan pelatihan di daerah-daerah tertentu.

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 4: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

ii MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Awal kemunculan NEET memang belum dianggap sebagai masalah, namun seiring dengan berjalannya waktu, jumlah anak muda yang tergolong NEET ini terus meningkat sehingga perlu diantisipasi oleh semua pihak karena akan berdampak negatif baik bagi pemuda itu sendiri, keluarga karena akan menanggung beban ekonomi dan sosial, masyarakat dan pemerintah atau negara karena keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa akan terpengaruh akibat semakin meningkatnya pemuda produktif yang enggan untuk berada di pasar kerja, dan semakin sedikitnya stok pemuda kompeten karena mereka enggan berada di dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja.

Fenomena NEET seyogyanya tidak perlu terjadi. Generasi muda seyogyanya harus terus menerus meningkatkan kompetensi dan daya saingnya agar mampu berkiprah aktif di pasar kerja. Generasi muda adalah the leader of tomorrow, penerus yang menentukan nasib bangsa dan negaranya di masa datang. Generasi muda dipandang sebagai pribadi yang memiliki kekuatan fisik dan pola pikir yang sangat produktif dan diharapkan dapat mengembangkan kompetensi yang dimilikinya demi peningkatan daya saing bangsa.

Page 5: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

iiiMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenanNya, data dan informasi mengenai kondisi anak muda Indonesia yang tidak berada di pasar kerja, dan juga tidak sedang berada di dunia pendidikan dan pelatihan ini dapat diterbitkan dalam suatu Buku yang berjudul Menghadapi Fenomena NEET – Memutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia. Dalam buku ini dideskripsikan dengan jelas dan rinci apa, bagaimana dan seperti apa itu fenomena NEET, Not in Employment, Education or Training – suatu kondisi dimana anak muda yang tidak bekerja, juga tidak sedang berada di dunia pendidikan atau pelatihan kerja. Konsepsi NEET, kondisi NEET di beberapa belahan dunia termasuk di Indonesia dan solusi penanganannya yang dirangkum dari berbagai sumber juga dibahas dengan rinci dalam buku ini. Bahkan kondisi ketenagakerjaan pemuda Indonesia, khususnya Tenaga Kerja Muda berusia 15 sampai dengan 24 tahun yang bersumber dari hasil Survei Angkatan kerja Nasional (Sakernas) 2019 sebagai ilustrasi untuk memahami kondisi NEET di Indonesia juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam Buku ini.

Diketahui bersama bahwa pemuda merupakan sumber daya yang berperan aktif sebagai agen perubahan (agent of Change), baik dalam bidang perekonomian maupun ketenagakerjaan. Motivasi yang tinggi, serta dibarengi dengan pengetahuan yang luas dan adaptif terhadap berbagai perubahan yang terjadi menjadikan pemuda sebagai sumber daya yang sangat berharga dalam upaya mempercepat roda perekonomian sekaligus meningkatkan produktivitas bangsa. Penyiapan kualitas pemuda dan pendayagunaan pemuda dengan cara yang tepat, tentu akan menjadikan pemuda sebagai tenaga kerja yang unggul dan berdaya saing tinggi. Sehingga sudah sewajarnya jika seluruh negara di dunia, menjadikan pemuda sebagai salah satu prioritas utama mereka dalam mengembangkan sektor perekonomian dan ketenagakerjaan yang dimilikinya.

KATA PENGANTAR

Page 6: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

iv MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Dunia menyadari bahwa telah terjadi suatu fenomena yang agak berbeda dalam dunia ketenagakerjaan pemuda, dimana terdapat kelompok pemuda yang tidak berada di pasar kerja atau tidak memiliki pekerjaan, dan juga tidak sedang mengikuti pendidikan atau pelatihan yang dikenal dengan istilah “NEET”. Pada awalnya fenomena ini hanya dianggap sebagai masalah ekonomi dan sosial biasa yang berimbas pada sulitnya mencari kerja bagi anak muda yang berada dalam fase transisi pendidikan menuju kerja. Namun eksistensi NEET dalam masyarakat kemudian berkembang cukup pesat dan pada akhirnya di beberapa negara fenomena ini ditetapkan sebagai masalah nasional yang dapat mengancam perekonomian negara. Bahkan data dan informasi mengenai pemuda yang tidak bekerja, tidak bersekolah, atau tidak mengikuti pelatihan ini telah ditetapkan menjadi indikator yang dilaporkan secara rutin oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). NEET juga dijadikan sebagai salah satu indikator dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang bertujuan mengurangi proporsi usia muda (15-24 tahun) yang sedang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan.

Fenomena NEET menjadi perhatian khusus bagi pihak-pihak yang terkait karena sangat berpotensi dalam memberikan dampak buruk terhadap tatanan sosial dan ekonomi suatu negara. NEET dapat diibaratkan sebagai “bom waktu” yang jika tidak ditangani sesegera mungkin akan berdampak pada rusaknya eksistensi dan keberlangsungan suatu negara akibat tidak adanya pemuda yang mampu meneruskan tonggak estafet kepemimpinan.

Agar fenomena NEET di Indonesia dapat diantisipasi dengan efektif dan efisien sehingga bonus demografi tidak menjadi bencana dan dunia ketenagakerjaan Indonesia selalu dan terus akan diwarnai oleh pemuda yang kompeten dan produktif, Buku ini membahas tuntas kondisi dan potensi pemuda dalam menghadapi tantangan pasar kerja di Indonesia, seperti apa kondisi NEET di Indonesia dan di beberapa negara di dunia, serta topik lainnya terkait dengan kondisi Angkatan Kerja Muda dan Bukan Angkatan Kerja Muda. Diharapkan informasi dan fakta-fakta yang tersedia dalam Buku ini dapat menjadi referensi bagi para pihak dalam penyusunan kebijakan, strategi, program dan kegiatan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan dan pemberdayaan potensi serta kompetensi Pekerja Muda dan pengentasan permasalahan terkait NEET Muda yang tengah terjadi saat ini.

Page 7: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

vMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Bonus demografi merupakan suatu kondisi perubahan struktur umur penduduk sebagai akibat dari proses transisi demografi, yaitu penurunan angka kelahiran dan angka kematian. Penurunan angka kelahiran menyebabkan penurunan jumlah penduduk umur kurang dari 15 tahun, yang diikuti dengan penambahan penduduk usia produktif 15-64 tahun sebagai akibat banyaknya kelahiran di masa lalu. jumlah penduduk usia di bawah 15 tahun meningkat sekitar 73 persen dan penduduk usia produktif (15-64 tahun) meningkat dengan pesat yaitu sebesar 220 persen.

Untuk menentukan solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi anak muda NEET, perlu untuk mengetahui NEET di Indonesia sebagian besar berasal dari kelompok yang mana. Selain itu perlu juga dilakukan antisipasi timbulnya calon NEET baru dengan deteksi dini dan melakukan konseling di lembaga pendidikan.

Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan Buku ini disampaikan terima kasih, semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan keberkahan kepada kita semua.

Salam Satu Data.

Kepala PusatData dan Informasi Ketenagakerjaan

Drs. Muhammad Zuhri, M.SiNIP 19660512 199403 1 003

Page 8: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

vi MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Penanggung Jawab : Drs. Muhammad Zuhri, M.SiRedaktur : Isnarti Hasan, S.E, M.SiEditor : Zulfiyandi, S.E Gitmawati Rahmadewi, S.SPenulis : Karisma Ayu Rahmawati, S.Kom Ervina Samosir, S.Kom Roselina Yolanda, S.Si Ainul Fatwa Khoiruroh, S.Si M. Zaini, S.Stat Devi Andrian, S.Stat

TIM PENYUSUN

Page 9: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

viiMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... iii

TIM PENYUSUN ............................................................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. ix

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Tujuan ........................................................................................................................ 3

C. Ruang Lingkup ....................................................................................................... 3

D. Glosarium ................................................................................................................. 4

BAB II MEMBEDAH KONSEP NEET....................................................................................... 7

A. Terminologi NEET .................................................................................................. 7

B. Faktor Pembentuk NEET ..................................................................................... 11

C. Formula Perhitungan NEET ................................................................................ 14

D. Dampak NEET ......................................................................................................... 15

BAB III NEET DI BEBERAPA BELAHAN DUNIA ................................................................... 17

A. Sejarah Perkembangan NEET ............................................................................ 17

B. Kasus NEET di Beberapa Negara ...................................................................... 19

C. Belajar Pada Beberapa Negara ......................................................................... 24

BAB IV KAUM MUDA DI INDONESIA .................................................................................... 29

A. Bonus Demografi .................................................................................................. 29

B. Tenaga Kerja Muda ............................................................................................... 42

a. Angkatan Kerja Muda ................................................................................. 44

b. Bukan Angkatan Kerja Muda .................................................................... 61

C. Perkembangan NEET Di Indonesia ................................................................. 74

D. Solusi Penanganan NEET di Indonesia .......................................................... 80

DAFTAR ISI

Page 10: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

viii MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

BAB IV PENUTUP ........................................................................................................................ 83

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 83

B. Rekomendasi .......................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 86

LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 89

Page 11: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

ixMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Tabel 1. Berbagai Konsep Pendefinisian NEET yang Digunakan .............................. 7

Tabel 2. Persentase & Jumlah Penduduk Usia di Bawah 15 tahun, Penduduk

Usia Kerja 15-34 Tahun, & Lansia di Atas 65 Tahun 1961-2015 ................. 29

Tabel 3. Tren Rasio Ketergantungan menurut Kelompok Umur, Indonesia,

1961 – 2045 ................................................................................................................. 33

DAFTAR TABEL

Page 12: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

x MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 1. Angkatan Kerja dan Angkatan Kerja Muda Tahun 2017 – 2019 ............. 44

Grafik 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) Muda Tahun 2017 – 2019 ....................................... 45

Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan

Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 45

Grafik 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Jenis

Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019 .................................................... 46

Grafik 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan

Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019 ...................... 47

Grafik 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan

Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................. 47

Grafik 7. Penduduk Yang Bekerja dan Penduduk Muda Yang Bekerja Tahun

2017 – 2019 ............................................................................................................... 48

Grafik 8. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur Tahun

2019 ............................................................................................................................. 49

Grafik 9. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 49

Grafik 10. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal

dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................................................... 50

Grafik 11. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Pendidikan dan

Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 51

Grafik 12. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha dan

Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 51

Grafik 13. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan

dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................................................... 52

Grafik 14. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama

dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................................................... 53

DAFTAR GRAFIK

Page 13: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

xiMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 15. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Formal/

Informal dan Kelompok Umur Tahun 2019 ................................................... 54

Grafik 16. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jam Kerja dan Kelompok

Umur Tahun 2019 .................................................................................................... 54

Grafik 17. Penganggur Terbuka dan Pengangguran Muda Tahun 2017 – 2019... 55

Grafik 18. Penganggur Usia Muda Berdasarkan Kategori Penganggur dan

Kelompok Umur Tahun 2019 .............................................................................. 56

Grafik 19. Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Muda Tahun 2017 – 2019 .......................... 57

Grafik 20. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Kelompok

Umur Tahun 2019 .................................................................................................... 58

Grafik 21. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................................................... 59

Grafik 22. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah

Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................... 59

Grafik 23. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah

Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019 ..................................... 60

Grafik 24. Perbandingan BAK dan BAK Muda Tahun 2017 - 2019 ............................. 61

Grafik 25. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah tahun 2017-2019 ...... 62

Grafik 26. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019

Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ............................................................... 62

Grafik 27. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019

Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................................................. 63

Grafik 28. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019

Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi ....................................................................... 64

Grafik 29. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah

Tangga Tahun 2017-2019 ..................................................................................... 65

Grafik 30. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah

Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ............ 65

Grafik 31. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah

Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 66

Grafik 32. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah

Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Pendidikan Terakhir

yang Ditamatkan ..................................................................................................... 67

Page 14: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

xii MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 33. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus

Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi ..... 68

Grafik 34. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan

Lainnya Tahun 2017-2019 .................................................................................... 69

Grafik 35. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan

Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal ........... 69

Grafik 36. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan

Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 70

Grafik 37. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan

Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Pendidikan Terakhir

yang Ditamatkan ..................................................................................................... 71

Grafik 38. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan

Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi ................... 72

Grafik 39. Persentase NEET di Indonesia Tahun 2017 - 2019 ....................................... 75

Grafik 40. Persentase NEET berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun

2017 - 2019 ................................................................................................................ 75

Grafik 41. Persentase NEET berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di Indonesia

Tahun 2017 - 2019................................................................................................... 76

Grafik 42. Persentase NEET berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun

2017 - 2019 ................................................................................................................ 77

Grafik 43. Persentase NEET berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun

2017 - 2019 ................................................................................................................ 78

Page 15: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

xiiiMENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Gambar 1. Skema Pengklasifikasian NEET Dalam Populasi Pemuda

(15-24 Tahun) ........................................................................................................ 11

Gambar 2. Dampak NEET Bagi Diri Dan Lingkungan ................................................... 16

Gambar 3. Alur Perkembangan Istilah NEET ................................................................... 18

Gambar 4. Ilustrasi Seorang NEET Muda........................................................................... 19

Gambar 5. Diagram Perkembangan SDGs Tujuan 8 – NEET Secara Global

Tahun 2019 ............................................................................................................ 20

Gambar 6. Proporsi Penduduk Muda (15 – 24 tahun) yang Terkategorikan

sebagai NEET Muda ............................................................................................ 21

Gambar 7. Sebaran NEET Muda Menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal

di Beberapa Negara ............................................................................................ 22

Gambar 8. Data Sebaran Neet di Wilayah ASEAN Tahun 2016 - 2018 .................... 23

Gambar 9. Program Pencegahan Dan Penanganan NEET di Jepang ..................... 27

Gambar 10. Program Pencegahan NEET di Norwegia ................................................... 28

Gambar 11. Perubahan Struktur Usia dan Ledakan Penduduk Usia Kerja,

Indonesia, 1961 - 2045 ....................................................................................... 30

Gambar 12. Penurunan Rasio Ketergantungan yang Disebabkan Bonus

Demografi & Jendela Peluang......................................................................... 35

Gambar 13. Kerangka Konsep Hubungan antara Bonus Demografi dan

Pertumbuhan Ekonomi ..................................................................................... 39

Gambar 14. Tantangan Tenaga Kerja Muda di Negara – negara G20 ....................... 42

DAFTAR GAMBAR

Page 16: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

xiv MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Page 17: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

1MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

A. Latar Belakang

Seiring perubahan waktu, masalah ketenagakerjaan menjadi relatif lebih topikal. Memasuki 2020, pertanyaan tentang tenaga kerja muda muncul secara bertahap di antara masalah – masalah ketenagakerjaan lainnya. Anak muda sering di anggap sebagai fase transisi dari kanak – kanak menuju dewasa dimana terjadi perubahan dari bergantung pada orang lain menjadi mandiri. Kemandirian ini biasanya ditandai dengan status anak muda tersebut pada dunia kerja, apakah mereka bekerja atau tidak.

Sebagai negara dengan jumlah penduduk tertinggi ke empat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat, Indonesia tergolong negara dengan populasi penduduk muda yaitu rata – rata umur penduduknya sekitar 29,7 tahun (sumber : worldometers.info). Ada sekitar 64,19 juta jiwa pemuda yang tersebar di wilayah NKRI atau sekitar 24,01 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia (sumber: BPS, Susenas 2019). Dengan jumlah pemuda yang sangat besar ini, maka tidaklah mengherankan jika Indonesia diprediksi sedang dan akan menikmati bonus demografinya, dimana populasi usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan populasi non – produktif (belum produktif dan sudah tidak produktif lagi).

Bonus demografi dapat menjadi bonus jika generasi muda bisa mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang layak untuk meningkatkan kualitas diri mereka. Jika generasi muda dihadapkan pada banyak hambatan seperti sulitnya menemukan pekerjaan karena tidak kompeten, atau tidak mampu menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, tidak tahu bagaimana dan dimana mencari pekerjaan, merasa terlalu muda untuk mencari pekerjaan, dan sebagainya, tentu saja bonus demografi yang terjadi bisa menjadi bencana. Hambatan-hambatan tersebut dapat memicu anak muda menjadi malas untuk terus berupaya mendapatkan pekerjaan, yang pada akhirnya mereka menjadi

BAB I PENDAHULUAN

Page 18: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

2 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

sangat rentan terhadap pengaruh sosial, ekonomi, fisik dan psikologis. Dipihak lain, kondisi perekonomian suatu bangsa juga akan terancam apabila jumlah pemuda-pemuda produktif harapan bangsa yang enggan untuk bekerja juga enggan untuk meningkatkan kualitas diri melalui dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja yang digolongkan dalam NEET, Not in Employment, Education or Training ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.

NEET adalah suatu fenomena baru yang menggambarkan kondisi anak muda yang tidak bekerja, juga tidak sedang berada di dunia pendidikan atau pelatihan kerja. Awalnya NEET bukanlah suatu masalah, namun dengan semakin meningkatnya persentase NEET, bahkan secara global NEET sudah berada pada tingkat yang tinggi, semua negara, beberapa peneliti, organisasi internasional dan media kemudian mulai memperbincangkannya, dan menganggap bahwa NEET adalah masalah. Dengan jumlah yang terus meningkat dikhawatirkan NEET akan menimbulkan dampak negatif terhadap diri pemuda itu sendiri dan masyarakat, bahkan kondisi ketenagakerjaan suatu bangsa akan terancam karena kekurangan pemuda kompeten yang siap masuk pasar kerja, juga kekurangan tenaga kerja muda produktif di pasar kerja yang pada akhirnya akan mempengaruhi perputaran roda perekonomian dan pembangunan,

Oleh karenanya fenomena baru yang terjadi dikalangan anak muda ini perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh semua pihak. Mengurangi jumlah pemuda yang tergolong NEET adalah tantangan besar bagi pemerintah di negara manapun. Semua negara termasuk Indonesia berupaya untuk mengembangkan kualitas generasi muda-nya agar memiliki masa depan yang cemerlang dengan memastikan semua anak muda memiliki kompetensi untuk mempermudah mereka memasuki dan berkiprah aktif di pasar kerja. Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia adalah dengan berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan SDGs yang salah satu tujuannya adalah mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua (SDGs 8) dengan target secara substansial mengurangi proporsi pemuda yang tidak bekerja, tidak sedang mengikuti pendidikan atau pelatihan. Mekanisme koordinasi, penganggaran biaya, evaluasi dan pelaporan terkait komitmen tersebut secara jelas diatur dalam Peraturan Presiden No.59 Tahun 2017 tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). 

Page 19: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

3MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Dengan menyelamatkan generasi muda untuk tidak tergolong atau berada pada kondisi NEET artinya kita telah melakukan investasi dalam mutu modal manusia. Dengan ketersediaan generasi muda yang kompeten dan produktif, suatu negara akan terus tumbuh dan maju, pertumbuhan ekonominya akan bergerak naik dan jumlah kemiskinan akan bergerak turun. Menghadapi dan mampu berkiprah aktif di era industri 4,0 juga menjadi lebih mudah.

B. Tujuan

Buku “Menghadapi Fenomena NEET – Memutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia“ ini disusun untuk:

1. Memberikan informasi dan gambaran secara rinci dan menyeluruh kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai kondisi Angkatan Kerja Muda, Bukan Angkatan Kerja dan Anak Muda yang tidak dalam pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan (NEET) di Indonesia.

2. Mendorong ketersediaan strategi yang tepat untuk mengimplementasikan SDGs 8 dengan mengurangi proporsi pemuda yang tidak dalam posisi bekerja, berpendidikan atau pelatihan.

3. Sebagai referensi dalam melakukan perencanaan, monitoring dan evaluasi kebijakan maupun program pembangunan di bidang ketenagakerjaan khususnya bagi tenaga kerja muda Indonesia.

C. Ruang Lingkup

Buku “Menghadapi Fenomena NEET – Memutus Mata Rantai Hopeless Kaum Muda di Indonesia“ ini mengupas tuntas fenomena NEET yang terjadi termasuk bagaimana penanganannya oleh beberapa negara dan di Indonesia. Selain bab mengenai pendahuluan dan penutup, ruang lingkup buku ini secara sistematis disajikan dalam 3 (tiga) bagian utama dimulai dengan bedah NEET, yang terdiri terminologi NEET, faktor pembentuk NEET, formula perhitungan NEET dan dampak NEET. Topik utama selanjutnya mengulas kondisi NEET di beberapa belahan dunia dan solusi penanganannya. Sedangkan yang terakhir adalah hal yang terkait dengan kaum muda di Indonesia, baik kondisi yang melatarbelakangi terjadinya bonus demografi, kondisi ketenagakerjaan kaum muda Indonesia, dan perkembangan NEET di Indonesia.

Page 20: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

4 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

D. Glosarium

Istilah Pengertian

Pemuda, Youth

- Warga Negara Indonesia berumur 16 hingga 30 tahun yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan. (UU 40 Tahun 2009) ;

- Orang yang berusia 15 – 24 tahun. (ILO)

Angkatan Kerja

Penduduk usia 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi seperti mereka yang bekerja, atau yang punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran

Bukan Angkatan KerjaPenduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi

Bekerja

Kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan, paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut turut dan tidak terputus

Tenaga Kerja

Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat

Penganggur Terbuka / Pengangguran

Penduduk yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha baru, atau merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja.

Pendidikan

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU 20 Tahun 2003)

Page 21: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

5MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Istilah Pengertian

Pelatihan

Proses terencana yang digunakan untuk mengubah sikap, pengetahuan, keterampilan dan perilaku melalui pengalaman belajar untuk mencapai kinerja yang efektif dalam kegiatan tertentu yang tujuan nya adalah untuk mengembangkan kemampuan individu dan untuk memenuhi kebutuhan organisasi saat ini dan dimasa depan. (Human resources Management, Beardwell and Holden 2001)

NEETAkronim dari Not in Education, Employement or Training yang merujuk kepada anak muda tidak dalam pendidikan, pekerjaan atau pelatihan.

SDGs

Akronim dari Sustainable Development Goals yang merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan, berisi 17 Tujuan dan 169 Target

TPAK(Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja)

Persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja

TPT(Tingkat Pengangguran Terbuka)

Persentase jumlah pengangguran terhadap angkatan kerja

Page 22: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

6 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Page 23: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

7MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

A. Terminologi NEET

NEET, atau Not in Employment, Education or Training merupakan istilah yang merujuk pada suatu fenomena dimana terdapat populasi tertentu yang tidak aktif di pasar kerja. Mereka tidak bekerja, juga tidak melanjutkan pendidikan, dan atau tidak sedang mengikuti pelatihan.

NEET adalah suatu indikator yang relatif baru, dan baru menjadi pembicaraan ataupun diskusi dalam berbagai organisasi dan media internasional. Popularitas pengggunaan konsep NEET ini bermula pada saat adanya anggapan bahwa hal ini berasosiasi dengan pengentasan beragam permasalahan yang rentan terjadi di kaum muda yaitu pengangguran, ketidakaktifan atau drop-out dari dunia pendidikan, dan keputusasaan untuk aktif dalam pasar kerja pasca pendidikan, sehingga perlu ada sudut pandang baru yang lebih luas mengenai permasalahan yang mungkin terjadi pada kaum muda.

Berikut beberapa sumber dan definisi NEET yang pernah dan/atau saat ini masih digunakan.

Tabel 1. Berbagai Konsep Pendefinisian NEET yang Digunakan

Kutipan/Definisi SumberBeberapa individu yang tidak bekerja, tidak berada dalam pendidikan atau pelatihan merupakan pertanda transisi yang wajar dari dunia pendidikan menuju dunia kerja.

OECD (2013)

BAB II MEMBEDAH KONSEP NEET

Page 24: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

8 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Kutipan/Definisi SumberAnak muda yang tidak terlibat dalam pendidikan, pekerjaan atau pelatihan, ditunjukan sebagai “NEET” yang digunakan sebagai ukuran kaum muda yang termajinalkan dan terabaikan. … Fokus dari pengangguran menuju konsep NEET yang lebih luas, merespon untuk mempertimbangkan remaja yang putus asa dalam mencari pekerjaan atau pun yang tidak mau bergabung dengan pasar kerja.

UCW (2013)

NEET menarik bagi para pembuat kebijakan karena sebagian dari mereka dianggap memiliki kesulitan dalam mencari pekerjaan.

Eurostat (2014)

Perbandingan Tingkat NEET yang tinggi dengan tingkat pengangguran kaum muda menyatakan besar jumlah anak muda yang merupakan pekerja yang putus asa, atau tidak memiliki akses ke pendidikan atau pelatihan

ILO (2013a)

Kategori NEET terdiri dari tiga status pekerjaan yang berbeda : Pengangguran, Keputusasaan, dan tidak aktif atau telah meninggalkan Angkatan Kerja.

AfDB, et al (2012)

Diantara ukuran performa standar kerja pemuda, tingkat NEET merupakan salah satu yang lebih baik dalam merefleksikan realitas perekonomian dengan menangkap resiko pengangguran dan ketidakaktifan. … Bagi banyak pemuda, ketidakaktifan merupakan hasil dari keputusasaan dan marjinalisasi yang mencerminkan akumulasi dari berbagai hal yang tidak menguntungkan seperti kurangnya kualifikasi, masalah kesehatan, kemiskinan, dan bentuk lain dari pengucilan sosial.

Quintini and Martin (2014)

Berdasarkan pada beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa NEET diasosiasikan dengan isu keputusasaan, pengangguran, dan marjinalisasi pemuda. Namun NEET tidak selamanya berasosiasi demikian.

Sebagai contoh adalah isu terkait keputusasaan. Pemuda yang putus asa didefinisikan sebagai mereka yang menyerah dalam mencari pekerjaan karena merasa putus asa dalam pasar kerja. Pemuda yang putus asa ini adalah pemuda tanpa pekerjaan, atau pemuda yang sebenarnya mampu bekerja namun tidak ingin mencari pekerjaan karena alasan berikut (i). tidak mengetahui bagaimana dan dimana mencari pekerjaan; (ii). tidak mampu menemukan pekerjaan yang cocok dengan kompetensi yang dimiliki; (iii). pernah mencari pekerjaan, namun tidak

Page 25: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

9MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

menghasilkan apapun; (iv). merasa terlalu muda untuk memperoleh pekerjaan; dan (v). perasaan bahwa tidak ada pekerjaan yang tersedia di lingkungannya. Tidak semua NEET adalah pemuda yang putus asa. Seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak ikut terlibat dalam pendidikan maupun pelatihan dapat dikategorikan sebagai NEET, akan tetapi apabila orang tersebut tidak memiliki keinginan untuk mencari pekerjaan kembali karena alasan diatas maka orang tersebut dapat terkategorikan juga sebagai pemuda putus asa (discouraged youth). Sehingga menyamakan NEET sebagai pemuda yang putus asa adalah suatu hal yang sedikit keliru.

Selanjutnya terkait isu pengangguran dimana sering timbul pertanyaan apakah NEET dan pengangguran adalah hal yang sama? Secara teknis bisa diartikan sama karena baik penganggur maupun pemuda yang berada dalam katagori NEET sama-sama tidak bekerja. Mereka yang tidak bekerja ini dapat diartikan sebagai menganggur atau tidak aktif di pasar kerja. Mereka yang tidak aktif dalam pasar kerja tidak dapat serta-merta dikategorikan sebagai penganggur meskipun keduanya tidak memiliki pekerjaan. Melansir dari publikasi ILO (2015), salah satu faktor yang mendorong ketidakaktifan seseorang dalam pasar kerja adalah “Tujuan Hidup”. Dalam kebanyakan kasus, mayoritas kelompok tidak aktif merupakan perempuan yang lebih cenderung untuk memilih mengurus rumah tangga. Mereka yang tidak aktif di pasar kerja karena memilih mengurus rumah tangga, atau karena budaya tertentu sehingga mengharuskan wanita tidak perlu bekerja digolongkan sebagai NEET. Selain itu, terdapat indikator kedua NEET yang mensyaratkan bahwa seseorang tersebut tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4 (empat) minggu terakhir ketika survei dilakukan. Oleh karenanya menyamakan NEET dengan pengangguran adalah hal yang juga keliru.

Terkait dengan isu Termarjinalkan – Secara teknis kelompok termajinalkan dan NEET dapat dianggap sebagai hal yang sama. Dalam beberapa kasus, terdapat sekelompok orang yang tidak dilibatkan bahkan tidak diperbolehkan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam hal pendidikan, pelatihan, maupun memperoleh pekerjaan, semisal karena terikat oleh hukum adat atau budaya yang tidak memperbolehkan wanita atau kasta tertentu untuk berpartisipasi di pasar kerja maupun pendidikan atau pelatihan. Dalam kondisi ini, kelompok termajinalkan dan NEET secara teknis memiliki kemiripan satu sama lain.

Page 26: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

10 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Dalam penerapannya, memang terkadang ditemukan beberapa kekeliruan dalam menginterpretasikan konsep NEET Muda. Sehingga timbul kesalahan dalam perhitungan dan penarikan kesimpulan, bahkan dalam kasus yang lebih besar akan timbul kesalahan dalam pengambilan kebijakan terkait fenomena NEET yang tengah terjadi.

Berbeda dengan masalah pengangguran maupun pekerja, NEET muda memang belum memiliki standar yang pasti dalam konteks pendefinisiannya. Eurostat, International Labour Organization (ILO), dan beberapa organisasi tertentu mendefinisikan NEET sebagai: persentase populasi dalam kelompok usia dan jenis kelamin tertentu yang tidak bekerja dan tidak terlibat dalam pendidikan atau pelatihan lebih lanjut.

Jika dilihat lebih rinci dalam klasifikasi penduduk muda berusia 15 – 24 tahun sebagaimana Gambar 1, NEET merupakan penganggur terbuka yang tidak sedang memperoleh pendidikan/pelatihan, dan atau tidak mengikuti pendidikan/pelatihan selama 4 (empat) minggu terakhir; dan pemuda yang tergolong bukan angkatan kerja yang tidak sedang memperoleh pendidikan/pelatihan, dan atau tidak mengikuti pendidikan/pelatihan selama 4 (empat) minggu terakhir. Sehingga indikator bahwa seseorang dikategorikan sebagai NEET jika memenuhi dua kondisi berikut:

i. Mereka tidak bekerja (pengangguran atau tidak aktif );

ii. Mereka tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4 (empat) minggu terakhir sebelum survei dilakukan.

NEET’s the percentage of the population of a given age group and sex who is not employed and not involved in further education or

training -- ILO 2015

Page 27: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

11MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Gambar 1. Skema Pengklasifikasian NEET Dalam Populasi Pemuda (15-24 Tahun)

12

Jika dilihat lebih rinci dalam klasifikasi penduduk muda berusia 15

– 24 tahun sebagaimana Gambar 1, NEET merupakan penganggur

terbuka yang tidak sedang memperoleh pendidikan/pelatihan, dan atau

tidak mengikuti pendidikan/pelatihan selama 4 (empat) minggu

terakhir; dan pemuda yang tergolong bukan angkatan kerja yang tidak

sedang memperoleh pendidikan/pelatihan, dan atau tidak mengikuti

pendidikan/pelatihan selama 4 (empat) minggu terakhir. Sehingga

indikator bahwa seseorang dikategorikan sebagai NEET jika

memenuhi dua kondisi berikut:

i. Mereka tidak bekerja (pengangguran atau tidak aktif);

ii. Mereka tidak memperoleh pendidikan ataupun pelatihan dalam 4

(empat) minggu terakhir sebelum survei dilakukan.

Gambar 1. Skema Pengklasifikasian NEET Dalam Populasi Pemuda (15-24 Tahun)

B. Faktor Pembentuk NEET

Fenomena NEET yang kini tengah terjadi di berbagai belahan dunia tentu mendorong berbagai pihak untuk mulai berpartisipasi secara aktif menangani fenomena ini. Setiap upaya penanganan masalah yang dibuat tentu memerlukan suatu kajian yang kuat untuk dijadikan sebagai acuan dalam penetapan kebijakan yang diambil, agar dapat diaplikasikan secara cepat dan akurat dalam menangani suatu masalah. Begitupun pada kasus NEET, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemunculan NEET di suatu wilayah pun perlu untuk dipelajari dan dipahami dengan seksama agar menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan langkah kebijakan penyelesaian secara cepat dan akurat.

Dalam jurnal penelitian Youth Labor in Transition: Inequalities, Mobility, and Policies in Europe yang dipublikasikan oleh Oxford Scholarship (2019), dengan menyelidiki karakteristik NEET di Eropa menggunakan metode pemodelan Logit, diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi NEET, antara lain:

1. Gender, wanita muda lebih cenderung NEET daripada pria. Interpretasi dari odds ratio menunjukkan bahwa karena tanggung jawab keluarga, wanita muda Eropa 62 persen lebih berpeluang menjadi NEET daripada pria;

Page 28: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

12 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

2. Kondisi kesehatan, mereka yang menganggap status kesehatannya buruk atau sangat buruk dan yang menderita semacam kecacatan, 38 persen lebih berpeluang menjadi NEET dibanding mereka yang memiliki status kesehatan yang baik;

3. Orang muda berlatar belakang imigrasi 68 persen lebih berpeluang menjadi NEET dibanding dengan bukan imigran;

4. Orang muda yang hidup dalam suatu hubungan kemitraan (partnership) 67 persen lebih berpeluang menjadi NEET dibandingkan dengan mereka yang hidup sendiri atau dengan orang tua;

5. Pendidikan adalah faktor utama yang mempengaruhi kemungkinan NEET: Orang muda dengan pendidikan rendah dua kali lebih berpeluang menjadi NEET dibanding mereka yang berpendidikan menengah, dan berpeluang tiga kali lebih besar dibanding mereka yang berpendidikan tinggi;

6. Efek marginal pendapatan muncul sebagai kurva berbentuk-U. Peluang menjadi NEET lebih tinggi bagi mereka yang berpenghasilan lebih rendah, kemudian menurun untuk pendapatan tingkat menengah, dan meningkat lagi untuk pendapatan yang lebih tinggi;

Selain karakteristik individu, pengaruh lintas generasi dan latar belakang keluarga menjadi faktor penting yang mempengaruhi seseorang menjadi NEET:

7. Tingkat Pendidikan Orang tua, mereka yang orang tuanya berpendidikan rendah berpeluang hingga 50 persen lebih besar menjadi NEET dibanding mereka yang orang tuanya berpendidikan menengah dan berpeluang hingga dua kali lebih besar dibanding mereka yang orang tuanya berpendidikan tinggi; dan

8. Perceraian Orang Tua, pemuda yang mengalami perceraian orang tua berpeluang hampir 30 persen lebih besar menjadi NEET dibanding mereka yang tidak.

Penelitian serupa pun dilakukan oleh Pattinasarany (2019) dengan judul Not in Employment, Education or Training (NEET) Among the Youth in Indonesia: The Effects of Social Activities, Access to Information, and Language Skills on NEET Youth, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemuda tergolong NEET dengan menggunakan data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) dan Modul Sosial, Budaya, dan Pendidikan (MSBP) tahun 2015. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa faktor-faktor yang ikut mempengaruhi cenderung tidaknya pemuda untuk tergolong NEET, antara lain:

Page 29: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

13MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

1. Keterlibatan dalam kegiatan di lingkungan sekitar;2. Keterlibatan dalam kegiatan keagamaan dan/atau komunitas dan pelayanan

sosial;3. Akses terhadap internet; dan4. Kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lain selain huruf

arab.

Jadi berdasarkan penelitian tersebut bahwa pemuda yang aktif melibatkan dirinya dalam kegiatan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, aktif dalam kegiatan keagamaan dan/atau komunitas dan pelayanan sosial, mampu mengakses internet, dan mampu membaca dan menulis huruf latin dan huruf lain selain huruf arab, memiliki peluang lebih kecil untuk menjadi NEET.

Pengidentifikasian pun dilakukan pada faktor-faktor lain yang merupakan ciri atau karakteristik pribadi seseorang, seperti:

1. Gender, perempuan memiliki peluang 15,4 persen lebih besar untuk menjadi NEET dibanding laki-laki;

2. Umur, pada kelompok umur yang terkategorikan sebagai NEET muda (15-24 tahun), dilakukan perbandingan setiap umur terhadap pemuda berumur 15 tahun. Pemuda berumur 16-24 tahun berpeluang lebih besar menjadi NEET dibanding pemuda yang berumur 15 tahun. Pada kurva peluang menjadi NEET, pemuda berumur 16-24 tahun memiliki bentuk kurva U terbalik dengan puncaknya berada pada umur 18 tahun. Sehingga pada pemuda berusia 16-18 tahun terjadi peningkatan peluang menjadi NEET seiring bertambahnya usia dengan peluang tertinggi terjadi pada umur 18 tahun sebesar 17,5 persen lebih tinggi menjadi NEET dibanding pemuda berumur 15 tahun. Kemudian peluang untuk menjadi NEET setelah umur 18 tahun mengalami penurunan seiring bertambahnya usia;

3. Tingkat Pendidikan, secara umum semakin tinggi tingkat pencapaian seseorang dalam pendidikan maka akan semakin memperkecil peluang seseorang tersebut menjadi NEET. Secara berurutan, pemuda yang menamatkan pendidikan SMP, SMA/SMK, dan Universitas masing-masing memiliki peluang 0,3 persen; 3,5 persen; dan 8,2 persen lebih kecil untuk menjadi NEET. Saat dilakukan analisis lanjutan dengan peubah gender, diperoleh infomasi bahwa penurunan kemungkinan menjadi NEET seiring semakin tingginya pendidikan seseorang lebih tinggi terjadi pada perempuan dibanding laki-laki;

Page 30: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

14 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

4. Status Pernikahan, laki-laki yang terikat status pernikahan memiliki peluang 17,1 persen lebih kecil untuk menjadi NEET dibanding laki-laki yang tidak terikat status pernikahan. Namun hal sebaliknya terjadi pada perempuan, dimana mereka yang terikat status pernikahan justru memiliki peluang 17,7 persen lebih besar menjadi NEET dibanding perempuan yang tidak terikat status pernikahan. Hal tersebut didorong oleh faktor kewajiban laki-laki untuk memenuhi kebutuhan keluarga saat menjalin hubungan pernikahan, dan keharusan perempuan untuk mengurusi kegiatan rumah tangga saat setelah menikah;

Beberapa faktor yang telah diidentifikasi tersebut berpengaruh secara nyata dalam meningkatkan/menurunkan peluang pemuda untuk menjadi NEET. Oleh karenanya, faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan oleh pemerintah ataupun pihak-pihak yang terkait agar perumusan ataupun penentuan kebijakan pengentasan NEET dapat efektif dan efisien, sehingga segala upaya yang dilakukan mampu meminimalisir bahkan mengentaskan permasalahan terkait fenomena NEET yang mengancam masa depan generasi muda di dunia.

C. Formula Perhitungan NEET

NEET kini menjadi salah satu agenda penting dalam program pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu dengan ditetapkannya target untuk mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, juga tidak melanjutkan pendidikan, dan atau tidak sedang mengikuti pelatihan. Dalam SDGs atau tujuan pembangunan berkelanjutan telah dirumuskan 169 indikator yang dibagi ke dalam 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. Salah satu indikator dari 169 indikator tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2020 secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang sedang tidak sekolah, bekerja, atau mengikuti pelatihan. Indikator yang digunakan untuk mengukur indikator tersebut adalah dengan menghitung persentase anak muda (15-24 tahun) yang sedang tidak sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan.

Secara matematis, ILO mendefinisikan NEET kedalam formula (1) berikut:

18

menghitung persentase anak muda (15-24 tahun) yang sedang tidak

sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan.

Secara matematis, ILO mendefinisikan NEET kedalam formula (1)

berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽−(𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽+

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

atau dapat menggunakan formula (2) yang lebih ringkas sebagai

berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐵𝐵𝑎𝑎𝑃𝑃𝐴𝐴 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦

𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

Merujuk pada formula (2) diatas, seorang penganggur yang juga

merupakan seorang peserta didik dikeluarkan dari perhitungan NEET.

Jika peserta didik bekerja minimal selama 1 (satu) jam pada 1 minggu

terakhir, maka ia dikategorikan sebagai pekerja. Lalu jika seorang

peserta didik tidak bekerja, namun mampu bekerja dan aktif dalam

mencari pekerjaan, maka ia dikategorikan sebagai penganggur.

Sehingga perhitungan NEET dapat juga diekspresikan dalam formula

(3) berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =

(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽+𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽)−(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+

𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

Page 31: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

15MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

atau dapat menggunakan formula (2) yang lebih ringkas sebagai berikut:

18

menghitung persentase anak muda (15-24 tahun) yang sedang tidak

sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan.

Secara matematis, ILO mendefinisikan NEET kedalam formula (1)

berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽−(𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽+

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

atau dapat menggunakan formula (2) yang lebih ringkas sebagai

berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐵𝐵𝑎𝑎𝑃𝑃𝐴𝐴 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦

𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

Merujuk pada formula (2) diatas, seorang penganggur yang juga

merupakan seorang peserta didik dikeluarkan dari perhitungan NEET.

Jika peserta didik bekerja minimal selama 1 (satu) jam pada 1 minggu

terakhir, maka ia dikategorikan sebagai pekerja. Lalu jika seorang

peserta didik tidak bekerja, namun mampu bekerja dan aktif dalam

mencari pekerjaan, maka ia dikategorikan sebagai penganggur.

Sehingga perhitungan NEET dapat juga diekspresikan dalam formula

(3) berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =

(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽+𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽)−(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+

𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

Merujuk pada formula (2) diatas, seorang penganggur yang juga merupakan seorang peserta didik dikeluarkan dari perhitungan NEET. Jika peserta didik bekerja minimal selama 1 (satu) jam pada 1 minggu terakhir, maka ia dikategorikan sebagai pekerja. Lalu jika seorang peserta didik tidak bekerja, namun mampu bekerja dan aktif dalam mencari pekerjaan, maka ia dikategorikan sebagai penganggur. Sehingga perhitungan NEET dapat juga diekspresikan dalam formula (3) berikut:

18

menghitung persentase anak muda (15-24 tahun) yang sedang tidak

sekolah, bekerja atau mengikuti pelatihan.

Secara matematis, ILO mendefinisikan NEET kedalam formula (1)

berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽−(𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽+

𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

atau dapat menggunakan formula (2) yang lebih ringkas sebagai

berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑇𝑇𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐵𝐵𝑎𝑎𝑃𝑃𝐴𝐴 𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝑎𝑎𝐽𝐽 𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦

𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

Merujuk pada formula (2) diatas, seorang penganggur yang juga

merupakan seorang peserta didik dikeluarkan dari perhitungan NEET.

Jika peserta didik bekerja minimal selama 1 (satu) jam pada 1 minggu

terakhir, maka ia dikategorikan sebagai pekerja. Lalu jika seorang

peserta didik tidak bekerja, namun mampu bekerja dan aktif dalam

mencari pekerjaan, maka ia dikategorikan sebagai penganggur.

Sehingga perhitungan NEET dapat juga diekspresikan dalam formula

(3) berikut:

𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (%) =

(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽+𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽)−(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝐽𝐽𝐵𝐵 𝑀𝑀𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦+

𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝐵𝐵𝐽𝐽𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐴𝐴𝑦𝑦𝑦𝑦𝐵𝐵𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐾𝐾𝑃𝑃𝐵𝐵𝐵𝐵𝐽𝐽 𝐷𝐷𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑦𝑦𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐵𝐵𝐽𝐽𝑦𝑦 𝐽𝐽𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑎𝑎𝑃𝑃ℎ𝐽𝐽𝑦𝑦)𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽 𝑥𝑥 100%

D. Dampak NEET

NEET yang pada awalnya hanya dianggap sebagai suatu masalah sosial yang sederhana, kini mulai diwaspadai menjadi masalah yang menimbulkan dampak negatif pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun negara. Seperti halnya di Jepang, NEET pada awalnya bukanlah orang yang hanya menggantungkan hidupnya terus menerus kepada orang lain, meskipun mereka termasuk dalam kelompok yang tidak bekerja. Beberapa dari mereka masih tetap berusaha untuk mencari pekerjaan dan tetap melakukan hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya. Namun lambat laun mereka pun cenderung menarik diri dari pasar kerja, dan kemudian menarik diri dari kehidupan sosial karena rasa percaya diri yang semakin menurun akibat tidak memiliki pekerjaan, sehingga kemudian mengurung diri dan enggan bersosialisasi dengan masyarakat, serta mulai menggantungkan hidupnya pada orang lain, baik keluarga maupun pemerintah. Fenomena ini dikenal dengan istilah “Hikkikomori”.

Dari ilustrasi Hikkikomori diatas, menyiratkan bahwa jika tidak dilakukan langkah penanganan yang serius, kehadiran NEET berpotensi memberikan dampak negatif yang lebih besar bagi diri dan lingkungan dimana mereka berada. Dampak negatif yang mungkin terjadi pada diri sendiri adalah tersisihkannya NEET dari lingkungan sosial karena tidak adanya keterbukaan terhadap lingkungan.

Page 32: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

16 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Pada lingkup keluarga, NEET akan mengalami ketergantungan secara permanen pada orang tuanya dan menjadi beban ekonomi keluarga. Lalu pada ruang lingkup yang lebih luas yaitu kehidupan bermasyarakat, NEET dianggap sebagai sekelompok orang yang tidak hanya membahayakan stabilitas negara, tetapi juga merusak tatanan masyarakat. Selain itu dampak terburuk yang mungkin terjadi adalah terhambatnya roda perekonomian suatu negara terlebih pada negara yang memiliki penduduk usia muda yang tinggi dan negara harus mengimpor Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk membantu proses pelaksanaan industri, pembangunan, dan perekonomian di negaranya.

Gambar 2. Dampak NEET Bagi Diri Dan Lingkungan

Diri SendiriNEET akan tersisihkan dari lingkungan sosial karena mereka tidak mau terbuka terhadap lingkungan;

KeluargaNEET yang tinggal bersama orang tua akan ketergantungan secara permanen dan menjadi beban ekonomi keluarga;

MasyarakatNEET dianggap sebagai sekelompok orang yang tidak hanya membahayakan stabilitas negara, tetapi juga merusak tatanan masyarakat;

Pemerintah atau NegaraTerhambatnya roda perekonomian suatu negara terlebih negara yang memiliki penduduk usia muda yang tinggi dan negara harus mengimpor Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk membantu terlibat dalam industri, pembangunan, dan perekonomian.

NEE

TBerkaca pada hal tersebut, NEET semestinya menjadi perhatian khusus karena

seyogyanya fenomena ini tidak seharusnya terjadi. Generasi muda harus terus menerus meningkatkan kompetensi dan daya saingnya agar mampu berkiprah aktif di pasar kerja. Generasi muda adalah the leader of tomorrow, penerus yang menentukan nasib bangsa dan negaranya di masa datang. Generasi muda dipandang sebagai pribadi yang memiliki kekuatan fisik dan pola pikir yang sangat produktif dan diharapkan dapat mengembangkan kompetensi yang dimilikinya demi peningkatan daya saing bangsa.

Page 33: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

17MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

A. Sejarah Perkembangan NEET

NEET, atau Not in Employment, Education or Training adalah suatu fenomena baru yang terjadi di kalangan anak muda, dimana mereka ini tidak bekerja juga tidak sedang berada di dunia pendidikan atau pelatihan kerja. Fenomena NEET ini kemudian menjadi hal yang perlu diantisipasi oleh semua pihak karena jumlah pemuda yang tergolong NEET semakin meningkat sehingga dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi pemuda itu sendiri, juga bagi keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa akibat semakin meningkatnya pemuda produktif yang enggan untuk berada di pasar kerja, juga semakin sedikitnya stok pemuda kompeten karena mereka enggan berada di dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja.

Hertesa (2007), menyatakan bahwa fenomena NEET pertama kali muncul di Jepang sekitar tahun 1990 dengan istilah “Hiroudouryoku” yang menggambarkan seseorang yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan, serta bukan merupakan pelajar atau mahasiswa maupun ibu rumah tangga. Pada awalnya fenomena ini dianggap sebagai masalah sosial biasa di lingkungan keluarga dan pribadi, karena pada saat itu terjadi bubble economy yang menjadikan kondisi perekonomian Jepang cukup buruk sehingga berimbas pada sulitnya mencari kerja khususnya bagi anak muda yang berada dalam fase transisi pendidikan menuju kerja. Namun, karena eksistensi NEET dalam masyarakat Jepang berkembang cukup pesat, pemerintah Jepang kemudian menyadari bahwa jika eksistensi NEET ini terus berkembang, maka hal ini bisa saja berdampak negatif, dimana pemuda menjadi enggan untuk berkiprah aktif di pasar kerja. Oleh karenanya, pada tahun 2003 pemerintah Jepang menetapkan fenomena ini sebagai masalah nasional yang dapat mengancam perekonomian negara.

Berbeda halnya dengan Jepang, sejak awal kemunculannya pada akhir tahun 1980an di Inggris, pemerintah setempat langsung menanggapinya sebagai

BAB III NEET DI BEBERAPA BELAHAN DUNIA

Page 34: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

18 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

masalah negara yang perlu segera diantisipasi. Pembahasan serius mengenai fenomena munculnya kelompok baru ini dimulai ketika terjadi perubahan dalam rezim Inggris, dimana pada waktu itu Undang-Undang Jaminan Sosial tahun 1986 dan implementasinya pada tahun 1988 menarik hak dukungan pendapatan/manfaat tambahan bagi orang muda berusia 16-17 tahun untuk dijadikan sebagai “jaminan pelatihan pemuda” (Williamson 2010).

Williamson (1985) adalah orang pertama yang menyoroti urgensi yang terjadi pada kelompok dewasa muda ini. Dalam penelitiannya mengenai pemuda di South Glamorgan di Wales menghasilkan estimasi kuantitatif jumlah anak muda berusia 16-17 tahun yang tidak dalam pendidikan, pelatihan, atau pekerjaan. Istance et al (1994) menggunakan istilah Status 0/status zero yang merujuk pada kondisi tersebut, lalu Status 1 merujuk pada kaum muda dalam pendidikan setelah umur 16 tahun, Status 2 bagi mereka yang sedang dalam pelatihan, dan Status 3 bagi mereka yang bekerja. Studi ini memberikan kesimpulan yang mengejutkan, dimana 16% -23% pemuda usia 16-17 tahun di Inggris berada dalam Status 0 pada tahun 1980-an. Kemudian istilah Status 0 diubah menjadi Status “A” yang merujuk pada istilah “Abandoned” (ditinggalkan), dengan kata lain dianggap sebagai “generasi yang ditinggalkan”. Pada tahun 1996 kedua istilah sebelumnya resmi berganti menjadi “NEET”. Penggantian istilah ini diperkenalkan secara resmi di tingkat politik Inggris pada tahun 1999 dalam publikasi laporan Bridging the Gap dari the Social Exclusion Unit of the New Labour Government (SEU 1999 ).

Gambar 3. Alur Perkembangan Istilah NEET

24

1980-an. Kemudian istilah Status 0 diubah menjadi Status “A” yang

merujuk pada istilah “Abandoned” (ditinggalkan), dengan kata lain

dianggap sebagai "generasi yang ditinggalkan". Pada tahun 1996

kedua istilah sebelumnya resmi berganti menjadi “NEET”. Penggantian

istilah ini diperkenalkan secara resmi di tingkat politik Inggris pada

tahun 1999 dalam publikasi laporan Bridging the Gap dari the Social

Exclusion Unit of the New Labour Government (SEU 1999 ).

Gambar 3. Alur Perkembangan Istilah NEET

Terdapat perbedaan konsep pendefinisian NEET antara Jepang

dan Inggris. Di Inggris, NEET lebih terfokus pada fenomena yang

terjadi pada penduduk muda atau penduduk yang berusia 16 - 17 tahun

yang tidak bekerja, tidak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, tidak

terdaftar pada sekolah maupun pelatihan, dan tidak mencari

pekerjaan. Sedangkan di Jepang istilah NEET digunakan pada rentang

usia yang lebih luas yaitu 15-34 tahun, yaitu NEET pada penduduk

muda dan produktif. Namun demikian, keduanya sama-sama

berpendapat bahwa NEET adalah suatu fenomena yang rentan terjadi

pada anak muda dan perlu diantisipasi.

Terdapat perbedaan konsep pendefinisian NEET antara Jepang dan Inggris. Di Inggris, NEET lebih terfokus pada fenomena yang terjadi pada penduduk muda atau penduduk yang berusia 16 - 17 tahun yang tidak bekerja, tidak terlibat dalam pekerjaan rumah tangga, tidak terdaftar pada sekolah maupun pelatihan, dan tidak mencari pekerjaan. Sedangkan di Jepang istilah NEET digunakan pada rentang usia yang lebih luas yaitu 15-34 tahun, yaitu NEET pada penduduk muda dan produktif. Namun demikian, keduanya sama-sama berpendapat bahwa NEET adalah suatu fenomena yang rentan terjadi pada anak muda dan perlu diantisipasi.

Page 35: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

19MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Gambar 4. Ilustrasi Seorang NEET Muda

Seiring berjalannya waktu, kini NEET telah menjadi fenomena yang menarik

perhatian dunia. Beberapa organisasi internasional seperti OECD, Eurostat,

International Labour Organization (ILO) beserta para peneliti, dan negara-negara di

berbagai belahan dunia telah mulai memberikan fokus mereka terhadap fenomena

NEET yang berpotensi akan maupun tengah terjadi. Mereka mulai menyadari

bahwa NEET dapat berpotensi menjadi masalah sosial di kalangan masyarakat dan

bahkan perekonomian secara nasional. Dalam konteks yang lebih luas, keberadaan

NEET di suatu negara dapat diibaratkan sebagai “Bom Waktu” yang berpotensi

merusak stabilitas dan keberlangsungan suatu negara. Pemuda yang semestinya

menjadi penerus bangsa justru menjadi kelompok-kelompok yang tidak aktif dan

bahkan menjadi beban bagi perekonomian negara.

B. Kasus NEET di Beberapa Negara

Salah satu tujuan dan capaian dari SDGs tujuan ke-8 Promote Sustained,

Inclusive, and Sustainable Economy Growth, Full and Productive Employment and

Decent Work for All adalah pengurangan proporsi pemuda yang tidak bekerja,

bersekolah, atau mengikuti pelatihan secara substansial. Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) melalui publikasinya dalam “Sustainable Development Goals Progress

Page 36: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

20 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Chart 2019“, sebagaimana Gambar 5, menginformasikan bahwa NEET secara global berada pada tingkat yang tinggi. Sama halnya dengan wilayah Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin-Karibia yang juga dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat NEET yang tinggi. Selanjutnya wilayah Afrika Utara-Asia Barat, Asia Tengah-Selatan, dan Oceania ternyata dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat NEET yang Sangat Tinggi dan berada diatas rataan tingkat NEET secara global. Sementara itu, wilayah Asia Timur-Tenggara, Eropa-Amerika Utara, dan Australia-Selandia Baru dikategorikan sebagai wilayah-wilayah yang memiliki tingkat NEET menengah hingga sangat rendah.

Gambar 5. Diagram Perkembangan SDGs Tujuan 8 – NEET Secara Global Tahun 2019

26

B. Kasus NEET di Beberapa Negara Salah satu tujuan dan capaian dari SDGs tujuan ke-8 Promote

Sustained, Inclusive, and Sustainable Economy Growth, Full and

Productive Employment and Decent Work for All adalah pengurangan

proporsi pemuda yang tidak bekerja, bersekolah, atau mengikuti

pelatihan secara substansial. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

melalui publikasinya dalam “Sustainable Development Goals Progress

Chart 2019“, sebagaimana Gambar 5, menginformasikan bahwa NEET

secara global berada pada tingkat yang tinggi. Sama halnya dengan

wilayah Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin-Karibia yang juga

dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat NEET yang tinggi.

Selanjutnya wilayah Afrika Utara-Asia Barat, Asia Tengah-Selatan, dan

Oceania ternyata dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat NEET

yang Sangat Tinggi dan berada diatas rataan tingkat NEET secara

global. Sementara itu, wilayah Asia Timur-Tenggara, Eropa-Amerika

Utara, dan Australia-Selandia Baru dikategorikan sebagai wilayah-

wilayah yang memiliki tingkat NEET menengah hingga sangat rendah.

Gambar 5. Diagram Perkembangan SDGs Tujuan 8 – NEET Secara Global Tahun 2019

Melansir pada kondisi NEET secara global yang dipublikasikan oleh ILO dalam

Global Employment Trends fo Youth 2017 sebagaimana Gambar 6, diketahui bahwa remaja perempuan lebih berpotensi menjadi NEET dibandingkan dengan remaja laki-laki. Secara perhitungan statistik, perempuan memiliki resiko relatif 3,4 kali lebih besar dibandingkan laki-laki untuk menjadi NEET. Selain itu, perempuan memiliki nilai Odds sebesar yang menyatakan bahwa peluang perempuan untuk tidak menjadi NEET sebesar 1,94 kali lebih besar dibanding menjadi NEET. Sedangkan pada laki-laki, nilai Odds yang diperoleh sebesar yang menyatakan bahwa peluang laki-laki untuk tidak menjadi NEET sebesar 9 kali lebih besar dibanding menjadi NEET.

Page 37: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

21MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Gambar 6. Proporsi Penduduk Muda (15 – 24 tahun) yang Terkategorikan sebagai NEET Muda

28

Gambar 6. Proporsi Penduduk Muda (15 – 24 tahun) yang Terkategorikan sebagai NEET Muda

Dominasi proporsi perempuan untuk menjadi NEET muda terlihat

di beberapa wilayah di dunia, antara lain Asia Selatan, Asia Tengah-

Barat, Arab, Afrika Subsahara, Eropa Timur, Asia Timur, Afrika Utara,

Amerika Latin-Karibia, Asia Tenggara-Pasifik, dan Amerika Utara.

Bahkan lebih dari separuh atau sekitar 53 persen perempuan muda di

wilayah Asia Selatan terkategorikan sebagai NEET.

Dari penjelasan diatas, tersirat bahwa perempuan merupakan

kelompok yang sangat rentan untuk menjadi NEET saat usia muda

dibanding laki-laki. Marjinalisasi yang terjadi akibat dari adanya suatu

hukum adat dan/atau status sosial mereka dalam lingkungan sosial

Dominasi proporsi perempuan untuk menjadi NEET muda terlihat di beberapa wilayah di dunia, antara lain Asia Selatan, Asia Tengah-Barat, Arab, Afrika Subsahara, Eropa Timur, Asia Timur, Afrika Utara, Amerika Latin-Karibia, Asia Tenggara-Pasifik, dan Amerika Utara. Bahkan lebih dari separuh atau sekitar 53 persen perempuan muda di wilayah Asia Selatan terkategorikan sebagai NEET.

Dari penjelasan diatas, tersirat bahwa perempuan merupakan kelompok yang sangat rentan untuk menjadi NEET saat usia muda dibanding laki-laki. Marjinalisasi yang terjadi akibat dari adanya suatu hukum adat dan/atau status sosial mereka dalam lingkungan sosial dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong mereka untuk secara “terpaksa” menjadi NEET. Faktor lain yang cukup berpengaruh terhadap peluang perempuan muda untuk menjadi NEET adalah tujuan hidup yang lebih memilih untuk membangun pernikahan dan/atau mengurus rumah tangga dibanding berpartisipasi dalam pasar kerja maupun melanjutkan pendidikannya.

Page 38: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

22 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Gambar 7. Sebaran NEET Muda Menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal di Beberapa Negara

29

dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong mereka untuk secara

“terpaksa” menjadi NEET. Faktor lain yang cukup berpengaruh

terhadap peluang perempuan muda untuk menjadi NEET adalah

tujuan hidup yang lebih memilih untuk membangun pernikahan

dan/atau mengurus rumah tangga dibanding berpartisipasi dalam

pasar kerja maupun melanjutkan pendidikannya.

Gambar 7. Sebaran NEET Muda Menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal di Beberapa Negara

Sebagaimana gambar 7, ILO memberikan gambaran fenomena

tersebut dalam publikasi yang dilakukannya (2019) bahwa terdapat

fenomena gap yang cukup besar antara proporsi NEET perempuan

dan laki-laki di wilayah perkotaan dan perdesaan di beberapa negara.

Sebagai contoh di Pakistan (2017), bahwa jumlah NEET perempuan di

Sebagaimana gambar 7, ILO memberikan gambaran fenomena tersebut dalam publikasi yang dilakukannya (2019) bahwa terdapat fenomena gap yang cukup besar antara proporsi NEET perempuan dan laki-laki di wilayah perkotaan dan perdesaan di beberapa negara. Sebagai contoh di Pakistan (2017), bahwa jumlah NEET perempuan di perdesaan mendekati nilai 70 persen sedangkan laki-laki dibawah 20 persen. Sama halnya dengan di perkotaan, NEET perempuan mencapai nilai mendekati 60 persen sedangkan laki-laki dibawah 20 persen. Fenomena gap yang sangat timpang ini pun terjadi di beberapa negara lainnya, seperti Guatemala, Honduras, Nepal, El Salvador, Belize, Bangladesh, Mali, Mexico, dan Colombia, dimana proporsi NEET perempuan memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibanding laki-laki, khususnya di wilayah perdesaan dengan gap diatas 30 persen.

Dilihat berdasarkan tempat tinggal, proporsi NEET di perdesaan cenderung bernilai lebih besar dibanding perkotaan, terutama pada NEET perempuan. ILO dalam publikasinya menjelaskan bahwa terdapat ketimpangan dalam proporsi

Page 39: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

23MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

pembagian tugas rumah tangga yang dilakukan perempuan dan laki-laki yang menjadikan perempuan lebih tidak aktif dalam pasar kerja, seperti merawat anak, merawat orang sakit dan lanjut usia, memasak, mengambil air, dan mengumpulkan kayu bakar. Dampak pembagian tugas tersebut menjadi lebih besar terjadi pada perempuan yang tinggal di perdesaan.

Gambar 8. Data Sebaran Neet di Wilayah ASEAN Tahun 2016 - 2018

30

perdesaan mendekati nilai 70 persen sedangkan laki-laki dibawah 20

persen. Sama halnya dengan di perkotaan, NEET perempuan

mencapai nilai mendekati 60 persen sedangkan laki-laki dibawah 20

persen. Fenomena gap yang sangat timpang ini pun terjadi di

beberapa negara lainnya, seperti Guatemala, Honduras, Nepal, El

Salvador, Belize, Bangladesh, Mali, Mexico, dan Colombia, dimana

proporsi NEET perempuan memiliki nilai yang jauh lebih tinggi

dibanding laki-laki, khususnya di wilayah perdesaan dengan gap diatas

30 persen.

Dilihat berdasarkan tempat tinggal, proporsi NEET di perdesaan

cenderung bernilai lebih besar dibanding perkotaan, terutama pada

NEET perempuan. ILO dalam publikasinya menjelaskan bahwa

terdapat ketimpangan dalam proporsi pembagian tugas rumah tangga

yang dilakukan perempuan dan laki-laki yang menjadikan perempuan

lebih tidak aktif dalam pasar kerja, seperti merawat anak, merawat

orang sakit dan lanjut usia, memasak, mengambil air, dan

mengumpulkan kayu bakar. Dampak pembagian tugas tersebut

menjadi lebih besar terjadi pada perempuan yang tinggal di perdesaan.

Gambar 8. Data Sebaran Neet di Wilayah ASEAN Tahun 2016 - 2018

Sumber : The World Bank (Update 18/03/2020), diolah oleh Pusdatinaker

Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa di wilayah ASEAN, hampir semua negara memiliki kasus NEET muda di atas 8 persen dari total penduduk muda di negaranya di sepanjang tahun 2016 - 2018. Pada tahun 2017, Laos teridentifikasi sebagai negara dengan tingkat NEET tertinggi di wilayah ASEAN dengan nilai 42,08 persen dari total penduduk mudanya. Kemudian disusul oleh Indonesia yang berada pada posisi kedua sebagai negara dengan tingkat NEET tertinggi di ASEAN dengan nilai 22,48 persen pada tahun 2016 dan mengalami penurunan sebesar 0,77 poin pada tahun 2018 menjadi 21,71 persen. Begitupun dengan Filipina yang memiliki tingkat NEET yang cukup tinggi dengan nilai 22,20 persen pada tahun 2016 dan mengalami penurunan sebesar 2,31 poin pada tahun 2018 menjadi 19,89 persen.

Berbeda dengan kebanyakan negara ASEAN lainnya, Singapura justru menjadi satu-satunya negara di ASEAN dengan proporsi NEET muda dibawah 8 persen pada tahun 2016 – 2018. Proporsi NEET terendah di Singapura berada pada nilai 3,95 persen pada tahun 2016 dan meningkat sebanyak 0,19 poin pada tahun 2018 menjadi 4,14 persen.

Tingginya persentase NEET di wilayah ASEAN menyiratkan bahwa masih terdapat sistem sosial, ekonomi, dan ketenagakerjaan yang belum cukup mumpuni

Page 40: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

24 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

dalam memaksimalkan potensi diri penduduk mudanya. Pada aspek sosial, semestinya pemuda menjadi kelompok yang lebih mampu membangun hubungan dengan lingkungannya dan mengembangkan kapasitas diri dengan baik terutama pada era digital seperti saat ini. Dari sisi ketenagakerjaan dan perekonomian, anak muda semestinya mampu menyalurkan kapasitas dan kompetensi dirinya dalam bekerja dan mendorong percepatan pergerakan roda perekonomian ke arah yang lebih maju. Kemampuan yang lebih baik serta adaptif terhadap kemajuan teknologi semestinya menjadi bekal mereka dalam meningkatkan daya saing di dunia kerja. Namun segala kelebihan tersebut pada akhirnya akan sia-sia jika banyak pemuda yang justru menjadi NEET. Pada skenario terburuk yang mungkin terjadi, NEET akan berpotensi menjadi penyakit yang menjamur di masyarakat dan menjadikan suatu negara kehilangan penerus bangsa dan tonggak kepemimpinannya.

C. Belajar Pada Beberapa Negara

Menghadapi urgensi dari maraknya fenomena NEET pada kalangan anak muda saat ini, beberapa negara telah memulai inisiatif untuk merumuskan dan menerapkan berbagai upaya penanganan fenomena tersebut di negaranya masing-masing. Penanganan tersebut ditujukan untuk meminimalisir dampak berkepanjangan serta dampak lain yang mungkin terjadi akibat adanya fenomena NEET di kalangan pemuda.

Selain sektor pemerintahan, beberapa organisasi internasional pun ikut mengambil peran dalam penanganan NEET dengan melakukan riset mengenai NEET serta menghasilkan solusi ataupun rekomendasi bagaimana melakukan pencegahan dan/atau penanganan atas fenomena tersebut.

Beberapa upaya yang dilakukan oleh berbagai negara/organisasi dalam menanggulangi fenomena NEET antara lain sebagai berikut:

1. International Labour Organization/ILO (2015):

Perumusan kebijakan NEET muda dapat dilakukan dengan berbasis pada dua komponen berikut:

• Pemuda yang tidak memiliki pekerjaan (menganggur atau tidak aktif dalam pasar kerja) dan bukan siswa pendidikan/pelatihan; dan

• Perbandingan komposisi NEET muda menurut kelompok umur dan jenis kelamin.

Page 41: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

25MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Pertama, melakukan pengumpulan data tingkat NEET dan indikator pembangunnya (penganggur yang tidak mengikuti pendidikan/pelatihan dan Bukan Angkatan Kerja yang tidak mengikuti pendidikan/pelatihan) berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur (15-19, 20-24, 25-29);

Kedua, perlu dilakukannya analisis perbandingan jumlah penganggur yang tidak mengikuti pendidikan/pelatihan (kategori A) dengan Bukan Angkatan Kerja yang tidak mengikuti pendidikan/pelatihan (kategori B).

- Apabila jumlah kategori A lebih besar dari kategori B:

o Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah hal tersebut terjadi pada seluruh kategori jenis kelamin?

Jika Ya, maka perlu ditetapkan suatu bauran kebijakan yang meliputi peningkatan perekrutan pemuda; Peningkatan lapangan kerja; Perlindungan sosial bagi penganggur; Program pelatihan bagi penganggur; Menyelaraskan sistem pendidikan dan kebutuhan pasar kerja; Pelatihan dan inkubasi kewirausahaan; dan Pelayanan Ketenagakerjaan;

Jika Tidak, maka perlu ditetapkan suatu bauran kebijakan yang serupa, akan tetapi lebih dikhususkan bagi salah satu kelompok gender.

o Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah hal tersebut terjadi pada kelompok muda (15-24 tahun) atau kelompok lebih tua (25-29 tahun)?

Jika terjadi pada kelompok muda, maka pelu disediakannya suatu Program Pelatihan; Peningkatan sistem pendidikan, termasuk pendidikan inklusif dan teknis; Program pemagangan dan pendampingan; dan lain sebagainya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kelompok dengan tingkat pendidikan rendah lebih rentan menjadi pengangguran.

Jika terjadi pada kelompok lebih tua, maka perlu ditetapkan suatu bauran kebijakan yang serupa dengan penjelasan diatas yang terkonsentrasi penuh pada promosi pertumbuhan pekerjaan.

Page 42: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

26 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

- Apabila jumlah kategori A lebih kecil dari kategori B:

o Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah hal tersebut terjadi pada seluruh kategori jenis kelamin?

Jika Ya, maka perlu ditetapkan suatu bauran kebijakan yang serupa dengan penjelasan di atas yang terkonsentrasi penuh dalam mempromosikan pertumbuhan pekerjaan dan perlindungan sosial untuk memastikan terpenuhinya berbagai kebutuhan dasar mereka;

Jika Tidak, maka perlu diperhatikan bahwa dalam hal ini faktor kebudayaan dan diskriminasi biasanya lebih mempengaruhi salah satu kelompok gender (khususnya perempuan) untuk aktif dalam pasar kerja. Sehingga, perlu ditetapkannya kebijakan yang mengarah pada promosi kesetaraan kesempatan, kampanye kesadaran publik, promosi kewirausahaan, penyediaan solusi pengasuhan anak, memperluas spektrum pekerjaan untuk kedua jenis kelamin dan jika memungkinkan memberikan subsidi kepada seluruh perusahaan perempuan.

o Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah hal tersebut terjadi pada kelompok dengan rentang muda (15-19 tahun) atau kelompok lebih tua (20-29 tahun)?

Jika terjadi pada Kelompok Muda, maka pelu ditetapkan suatu kebijakan yang berorientasi pada penanganan anak yang terlalu dini meninggalkan bangku pendidikan dan peningkatkan investasi dalam sistem pendidikan yang dapat diakses oleh semua pihak;

Jika terjadi pada kelompok lebih tua, maka perlu dilakukan pengidentifikasian lebih lanjut terhadap berbagai hambatan dalam pasar kerja dan hambatan budaya.

2. Jepang

Dalam rangka mencegah lebih banyaknya penduduk muda yang menjadi NEET di Jepang, pemerintah setempat telah menerapkan beberapa upaya pencegahan dan penanganan NEET yang ikut melibatkan sektor pendidikan dan ketenagakerjaan di negaranya.

Pemerintah melalui Layanan Ketenagakerjaan Publik (LKP) menyediakan program bagi anak muda, “Hello Work for New Graduates”. Program ini memberikan pelayanan konseling, bantuan mencari kerja (pelatihan persiapan dan wawancara, seminar, dan bursa kerja siswa), dan penempatan bagi siswa

Page 43: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

27MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

pada tingkat pendidikan menengah atas dan universitas. Program ini pun menyediakan informasi berbagai lowongan kerja, konseling reguler di sekolah, dan membantu konselor karir di sekolah. Program ini terbukti “sangat sukses” karena banyak siswa yang memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan ingin bekerja memperoleh tawaran pekerjaan saat lulus dari sekolah menengah atas.

Selain itu, sejak tahun 2004 pemerintah Jepang mulai mencanangkan program “Pendidikan Kerja” untuk diajarkan di sekolah agar para siswa lebih memahami dan memiliki pandangan yang lebih baik mengenai dunia kerja pasca pendidikan, serta tidak memilih untuk menjadi NEET. Pada tingkat universitas, pemerintah membangun hubungan antara universitas dan perusahaan agar mahasiswa dapat melakukan kegiatan magang untuk memperoleh pengalaman kerja sebelum mereka terjun pada dunia kerja yang sebenarnya.

Bagi mereka yang telah terlanjur menjadi NEET, pemerintah setempat menyediakan program yang disebut “Youth Camp” yang didirikan untuk membantu NEET memperoleh kempuan sosial yang lebih baik. Sehingga pada akhirnya mereka akan memiliki keberanian dan keinginan untuk bersosialiasi dengan lingkungannya dan mencari pekerjaan kembali.

Gambar 9. Program Pencegahan Dan Penanganan NEET di Jepang

37

keberanian dan keinginan untuk bersosialiasi dengan

lingkungannya dan mencari pekerjaan kembali.

Gambar 9. Program Pencegahan Dan Penanganan NEET di Jepang

3. Norwegia

Sama halnya dengan Jepang, penanganan yang dilakukan oleh

Norwegia lebih berfokus pada upaya pencegahan terjadinya NEET

pada kalangan muda. Pemerintah setempat melalui Administrasi

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Norwegia, NAV, melakukan

“Pilot Project” dengan cara menempatkan spesialis pemuda dalam

waktu 4 (empat) hari/minggu di lingkungan SMA/SMK/sederajat.

Program penempatan spesialis muda ini ditujukan untuk

mencegah dan mengurangi potensi terjadinya siswa yang putus

sekolah melalui pemberian bimbingan karir, membantu siswa

dalam memperoleh kesempatan pengalaman kerja, dan

mendukung masa transisi sekolah menuju kerja. Manfaat lain

Page 44: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

28 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

3. Norwegia

Sama halnya dengan Jepang, penanganan yang dilakukan oleh Norwegia lebih berfokus pada upaya pencegahan terjadinya NEET pada kalangan muda. Pemerintah setempat melalui Administrasi Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Norwegia, NAV, melakukan “Pilot Project” dengan cara menempatkan spesialis pemuda dalam waktu 4 (empat) hari/minggu di lingkungan SMA/SMK/sederajat.

Program penempatan spesialis muda ini ditujukan untuk mencegah dan mengurangi potensi terjadinya siswa yang putus sekolah melalui pemberian bimbingan karir, membantu siswa dalam memperoleh kesempatan pengalaman kerja, dan mendukung masa transisi sekolah menuju kerja. Manfaat lain adanya program ini adalah sebagai upaya untuk mendeteksi dini dan mendukung pemuda yang dirasa akan mengalami kesulitan karir di kemudian hari.

Gambar 10. Program Pencegahan NEET di Norwegia

Page 45: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

29MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

A. Bonus Demografi

Bonus demografi merupakan suatu kondisi perubahan struktur umur penduduk sebagai akibat dari proses transisi demografi, yaitu penurunan angka kelahiran dan angka kematian. Penurunan angka kelahiran menyebabkan penurunan jumlah penduduk umur kurang dari 15 tahun, yang diikuti dengan penambahan penduduk usia produktif 15-64 tahun sebagai akibat banyaknya kelahiran di masa lalu. Sementara karena perbaikan status kesehatan, umur harapan hidup semakin panjang, sehingga lansia akan semakin meningkat.

Tabel 2. Persentase & Jumlah Penduduk Usia di Bawah 15 tahun, Penduduk Usia Kerja 15-34 Tahun, & Lansia di Atas 65 Tahun 1961-2015

1961 1971 1980 1990 2000 2010 2015

Jumlah Penduduk (x1000) 97.019 118.353 146.756 179.243 205.843 237.641 255.182

Jumlah Penduduk Usia di bawah 15 thn (x1000)

41.039 52.075 60.023 65.603 63.194 68.678 70.941

Jumlah Penduduk Usia Kerja 15-64 thn (x1000)

53.360 63.319 81.890 106.829 132.975 157.081 170.972

Jumlah Penduduk Usia 65 tahun ke atas (x1000)

2.620 2.959 4.696 6.811 9.675 11.882 13.269

% Penduduk di bawah 15 thn 42.3 44.0 40.9 36.6 30.7 28.9 27.8

% Penduduk Usia Kerja 15-64 thn 55.0 53.5 55.8 59.6 64.6 66.1 67.0

% Penduduk Lansia 65+ thn 2.7 2.5 3.2 3.8 4.7 5.0 5.2

Sumber: Buku Merayakan Bonus Demografi (Hasil Perhitungan Sensus Penduduk tahun 1961-2010 & SUPAS 2015)

BAB IV KAUM MUDA DI INDONESIA

Page 46: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

30 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Dari Tabel 2 terlihat jumlah penduduk meningkat tajam dari hanya 97 juta tahun 1961 menjadi 255 juta tahun 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa selama 44 tahun penduduk Indonesia bertambah sebanyak 158 juta. Jika dilihat menurut kelompok umur, jumlah penduduk usia di bawah 15 tahun meningkat dari 41 juta pada tahun 1961 menjadi 70,9 juta pada tahun 2015 atau terjadi kenaikan sekitar 73 persen. Jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) meningkat dengan pesat, dimana dari 53,4 juta pada tahun 1961 menjadi 170,9 juta pada tahun 2015 atau meningkat sebanyak 220 persen. Penduduk lansia juga meningkat dari 2,26 juta pada tahun 1961 menjadi 13,3 juta pada tahun 2015 atau meningkat sebesar 407 persen. Dilihat dari persentasenya, Tabel 2 memperlihatkan pola yang menarik bahwa penduduk usia 15 tahun ke bawah turun dari 42,3 persen pada tahun 1961 menjadi 27,8 persen pada tahun 2015. Sebaliknya penduduk usia kerja mendominasi dari 55 persen menjadi 67 persen pada kurun waktu yang sama.

Gambar 11. Perubahan Struktur Usia dan Ledakan Penduduk Usia Kerja, Indonesia, 1961 - 2045

Sumber: Buku Merayakan Bonus Demografi (Hasil Penghitungan dari berbagai Sensus Penduduk 1961-2010 & Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 (BPS, UNFPA, 2018))

Sumber: Buku Merayakan Bonus Demografi (Hasil Penghitungan dari berbagai Sensus Penduduk 1961-2010 & Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 (BPS, UNFPA, 2018))

Page 47: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

31MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Gambar 11 memperlihatkan struktur umur penduduk dari tahun 1961 hingga tahun 2015 dan proyeksinya hingga tahun 2045, dimana terlihat bahwa jumlah penduduk usia 15 tahun kebawah masih akan meningkat dari 41 juta anak di tahun 1961, menjadi sekitar 65,7 anak di tahun 1990, turun menjadi sekitar 63,2 anak di tahun 2000 dan kembali naik pada tahun 2015 mencapai sekitar 70,8 juta anak.

Dari Gambar 11 juga terlihat bahwa jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) terus bertambah sebagai dampak meningkatnya angka harapan hidup. Pada tahun 2015 terdapat 171,0 juta penduduk usia kerja, dan akan terus bertambah pada tahun-tahun selanjutnya dan diperkirakan mencapai 207,9 juta penduduk usia kerja usia 15-64 di tahun 2045.

Jika diperhatikan penduduk usia kerja kelompok muda usia 15-29 tahun, jumlahnya juga meningkat pesat dari 24,1 juta pemuda di tahun 1961 menjadi 50,7 juta pada tahun 1990, 62,1 juta di tahun 2010, 63,2 juta tahun 2015 dan akan terus bertambah menjadi 64,9 juta pemuda di tahun 2045.

Perubahan struktur umur penduduk mempunyai pengaruh yang besar terhadap aspek sosial, ekonomi, dan politik. Ledakan jumlah penduduk usia kerja ini akan merupakan aset yang sangat berpotensi untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan per kapita asalkan disertai dengan kebijakan makro ekonomi yang tepat untuk penyerapan jumlah tenaga kerja yang meningkat pesat ini dan menyediakan iklim investasi yang kondusif bagi penciptaan lapangan kerja.

Adioetomo (2005) mengatakan bahwa bonus demografi ini hanya akan terjadi satu kali saja bagi semua penduduk suatu negara yaitu yang disebut sebagai window of opportunity (jendela kesempatan). Kesempatan yang diberikan oleh bonus demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal pada perbandingan jumlah penduduk yang produktif dengan penduduk yang tidak produktif. Pada saat itu rasio ketergantungan berada di bawah 50 persen, artinya 100 penduduk usia produktif menanggung 50 usia tidak produktif yaitu penduduk usia kurang dari 15 tahun dan penduduk di atas 65 tahun. Dengan kata lain perbandingan penduduk usia produktif dengan penduduk non usia produktif sekitar dua kalinya.

Dalam Tabel 3 terlihat pola bahwa rasio ketergantungan (RK) anak-anak cenderung turun sedangkan RK lansia cenderung meningkat. RK total cenderung turun hingga mencapai RK total terendah pada tahun tertentu dan setelah itu

Page 48: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

32 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

RK meningkat lagi. Penurunan RK total dimulai pada tahun 1971 yang mencapai 86,8 artinya terdapat 86,8 anak-anak dan lansia menjadi tanggungan tiap 100 penduduk usia produktif. Sebagai dampak dari penurunan penduduk usia di bawah 15 tahun, RK total menurun menjadi 67,8 per 100 penduduk usia produktif tahun 1990, dan terus turun menjadi 54,7 tahun 2000. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, RK total mencapai 51,3 per 100 penduduk usia produktif. Pada tahun ini, tiap dua orang penduduk usia produktif hanya akan menanggung satu anak atau lansia. Data SUPAS 2015 menunjukkan rasio RK total turun menjadi 49,2 per 100 penduduk usia produktif. Jika dipakai acuan RK total kurang dari 50 sebagai kondisi ideal karena jumlah penduduk usia kerja jumlah optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka sebenarnya tahun 2015 Indonesia sudah memasuki jendela kesempatan.

Kondisi RK yang ideal ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk berinvestasi pada sumber daya manusia, mulai dari sekarang, agar bisa memanfaatkan kondisi yang menguntungkan ini secara penuh untuk pertumbuhan ekonomi. Investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan keterampilan dan produktifvitas yang tinggi harus ditingkatkan sehingga pada akhirnya bisa diserap pasar kerja. Investasi peningkatan sumber daya manusia ini harus sesuai (match) dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga calon pekerja tersebut lebih cepat bekerja di bidang yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya. Kondisi ini akan meringankan beban perusahaan untuk melakukan pelatihan pekerja sehingga perusahaan lebih efisien dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan proyeksi, RK lansia terus meningkat menjadi 11,8 per 100 tahun 2025, 16,7 per 100 tahun 2035 dan 21,6 tahun 2045. Dengan kata lain, ada perubahan beban tanggungan penduduk usia produktif dari proporsi menanggung anak-anak lebih banyak menjadi menanggung proporsi lansia lebih banyak.

Page 49: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

33MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Tabe

l 3. T

ren

Rasi

o Ke

terg

antu

ngan

men

urut

Kel

ompo

k U

mur

, Ind

ones

ia, 1

961

– 20

45

1961

1971

1980

1990

2000

2010

2015

2020

2025

2030

2035

2040

2045

Rasi

o Ke

terg

antu

ngan

A

nak-

Ana

k (<

15 ta

hun)

76.9

82.2

73.3

61.5

47.5

43.7

41.4

35.7

33.9

32.3

32.3

3231

.7

Rasi

o Ke

terg

antu

ngan

La

nsia

(65+

tahu

n)4.

94.

75.

86.

37.

27.

67.

89.

811

.814

.216

.719

.321

.6

Rasi

o Ke

terg

antu

ngan

To

tal (

<15

dan

65+

tahu

n)81

.886

.879

.167

.854

.751

.349

.245

.545

.746

.549

51.3

53.3

Sum

ber:

Buku

Mer

ayak

an B

onus

Dem

ogra

fi (H

asil

Peng

hitu

ngan

dar

i ber

baga

i sen

sus

1961

-201

0 &

Pro

yeks

i Pen

dudu

k 20

15-2

045

(BPS

, UN

FPA

, Bap

pena

s, 20

18))

Page 50: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

34 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Beban tanggung penduduk usia produktif tidak berat jika penduduk lansia

memiliki tabungan dan dalam kondisi yang sehat. Tabungan yang merupakan

akumulasi penghasilan yang disisihkan sewaktu masih produktif dapat digunakan

untuk membiayai pembangunan. Jika sebagian besar lansia memiliki tabungan,

maka tabungan tersebut dapat dipergunakan untuk membiayai pembangunan.

Para ahli menyebut ini sebagai bonus demografi kedua.

Penurunan RK total rasio ketergantungan merupakan bonus demografi atau

demographic dividend jika penduduk usia produktif dioptimalkan sebagai sumber

daya pembangunan ekonomi. Sejak sekitar tahun 1990, ketika jumlah penduduk

usia produktif mencapai 107 juta, Indonesia memiliki jumlah penduduk produktif

yang besar, namun sayang jumlah penduduk produktif tadi memiliki tingkat

pendidikan yang rendah (SMP ke bawah). Dengan tingkat pendidikan yang rendah,

tenaga kerja bekerja pada pekerjaan low skilled seperti pekerja kasar, buruh atau

bekerja di sektor informal, sehingga memperoleh upah rendah.

RK total akan terus turun hingga mencapai RK terendah pada tahun 2020 yang

mencapai 45 per 100 penduduk usia produktif yang akan bertahan hingga tahun

2025. Setelah itu, pada tahun 2030 RK total meningkat lagi 47 per 100 penduduk

usia produktif. Dengan demikian, Bonus Demografi akan berakhir pada tahun

2025, ketika penduduk usia produktif lebih banyak menanggung penduduk lansia.

Tahapan terendah dari RK total pada angka 45 per 100 antara tahun 2020-2025

disebut Jendela Peluang dan hanya akan terjadi sekali pada penduduk Indonesia.

Karena itu, pemerintah harus memperhatikan kondisi kependudukan ini sebagai

kesempatan untuk mempersiapkan para calon pekerja dan anak-anak yang akan

masuk pasar kerja agar mereka menjadi sumber daya yang berkualitas tinggi,

memiliki keterampilan dan kompetensi untuk menghadapi persaingan global

tenaga kerja baik di tingkat ASEAN (MEA) atau di dunia. Jendela kesempatan ini

hanya akan berlangsung dalam waktu yang singkat yaitu sekitar tahun 2020-2025 (Gambar 12).

Page 51: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

35MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Gambar 12. Penurunan Rasio Ketergantungan yang Disebabkan Bonus Demografi & Jendela Peluang

46

mempersiapkan para calon pekerja dan anak-anak yang akan masuk

pasar kerja agar mereka menjadi sumber daya yang berkualitas tinggi,

memiliki keterampilan dan kompetensi untuk menghadapi persaingan

global tenaga kerja baik di tingkat ASEAN (MEA) atau di dunia. Jendela

kesempatan ini hanya akan berlangsung dalam waktu yang singkat

yaitu sekitar tahun 2020-2025 (Gambar 12).

Gambar 12. Penurunan Rasio Ketergantungan yang Disebabkan Bonus Demografi & Jendela Peluang

Sumber: Penghitungan penulis dari berbagai sensus 1961-2010 & Proyeksi Penduduk 2015-2045 (BPS, UNFPA, Bappenas, 2018)

Jika diperhatikan di tingkat daerah, kondisi bonus demografi

berbeda-beda karena proses transisi demografi tidak terjadi

bersamaan. Introduksi program pengendalian penduduk dilakukan di

Jawa dan Bali terlebih dulu, sehingga secara umum Jawa dan Bali

lebih dulu memasuki era bonus demografi.

Selama 30 tahun (1985-2015), RK total di tingkat nasional dan

provinsi mengalami penurunan yang tajam. Tahun 1985 tidak ada satu

Sumber: Penghitungan penulis dari berbagai sensus 1961-2010 & Proyeksi Penduduk 2015-2045 (BPS, UNFPA, Bappenas, 2018)

Jika diperhatikan di tingkat daerah, kondisi bonus demografi berbeda-beda karena proses transisi demografi tidak terjadi bersamaan. Introduksi program pengendalian penduduk dilakukan di Jawa dan Bali terlebih dulu, sehingga secara umum Jawa dan Bali lebih dulu memasuki era bonus demografi.

Selama 30 tahun (1985-2015), RK total di tingkat nasional dan provinsi mengalami penurunan yang tajam. Tahun 1985 tidak ada satu pun provinsi yang RK totalnya di bawah 50 per 100 penduduk usia produktif. Pada tahun 1985, RK total di tingkat nasional masih tinggi yaitu 74,7 per 100 penduduk usia produktif. Namun pada tahun 2015, setengah provinsi sudah memasuki bonus demografi. Di tingkat provinsi yang memiliki RK paling rendah adalah DKI Jakarta yaitu 58,5 per 100 penduduk usia produktif, sedangkan provinsi yang paling tinggi RK-nya adalah Sulawesi Tenggara yang mencapai 96,9 per 100 penduduk usia produktif. Dari 34 provinsi terdapat 17 provinsi yang RK-nya di bawah 50 per 100 penduduk usia produktif yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Banten, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu, Kalimantan

1985 1990 1995 2000 2005 20102015202020252030203520402045RK

<

15 15-64 RK

<

15 +

>

65+

Page 52: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

36 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Tengah, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Lampung. Dengan kata lain, provinsi tersebut sudah masuk dalam jendela kesempatan. Pemerintah provinsi harus bekerja keras meningkatkan sumber daya manusia, mengingat saat ini sebagian besar pekerja masih berpendidikan rendah (SMP ke bawah).

Ross (2004) menyebutkan bonus demografi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu:

i. Penawaran tenaga kerja (labor supply)

• Generasi anak-anak yang lahir pada waktu angka kelahiran yang tinggi memasuki usia kerja. Dengan menyediakan pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan pasar kerja, penduduk usia kerja dapat terserap di pasar kerja dan tidak menjadi pengangguran.

• Perempuan yang memiliki jumlah anak lebih sediki memiliki kesempatan yang lebih besar untuk masuk pasar kerja. Dengan memiliki pendidikan yang lebih baik, perempuan akan lebih Membaca Potensi Manusia Indonesia di Era Terbarukan produktif di pasar kerja.

• Besarnya penduduk usia kerja harus diiringi oleh kebijakan penciptaan lapangan di berbagai sektor, tanpa kebijakan yang mendukung penciptaaan lapangan pekerja yang inklusif, negara akan menghadapi kerusuhan sosial karena masalah pengangguran dan ketiadaan lapangan pekerjaan.

ii. Tabungan (saving)

• Penduduk kerja (15-64) cenderung memiliki penghasilan lebih banyak dan dapat menabung lebih banyak daripada penduduk usia muda (0-14 tahun). Pergeseran dari jumlah penduduk muda menjadi penduduk usia kerja ini akan meningkatkan tabungan prib adi dan tabungan nasional.

• Kemampuan untuk menabung akan lebih besar jika individu-individu memiliki anak yang lebih sedikit yang memerlukan biaya perawatan dan pendidikan yang lebih sedikit.

• Tabungan pribadi yang terus tumbuh dapat dioptimalkan untuk membiayai investasi industri yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi.

Page 53: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

37MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

iii. Sumber daya manusia (human capital)

• Memiliki lebih sedikit anak meningkatkan kesehatan perempuan. Masuknya perempuan dalam angkatan kerja, pada gilirannya, meningkatkan status sosial dan kemandirian pribadi mereka. Mereka akan memiliki lebih banyak energi untuk berkontribusi baik bagi keluarga maupun masyarakat.

• Dengan jumlah anak lebih sedikit, penghasilan keluarga dapat lebih difokuskan pada makanan yang bergizi untuk bayi, termasuk anak perempuan, yang sering diberi makan lebih sedikit. Penghasilan dapat digunakan untuk pendidikan jangka panjang bagi anak perempuan, dan bagi remaja laki-laki dan perempuan untuk meningkatkan tingkat kehidupan mereka.

Hal sama juga disebutkan Bloom (2002) bahwa terdapat empat faktor yang menjelaskan hubungan bonus demografi dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu penawaran tenaga kerja (labor supply), peran perempuan, tabungan dan modal manusia. Penawaran tenaga kerja yang cukup besar harus ditunjang oleh kesempatan kerja yang memadai, karena jika tidak maka pengangguran terbuka akan semakin meningkat. Faktor kedua, menyatakan bahwa perempuan mempunyai peran yang besar dalam pengendalian kelahiran melalui keikutsertaan mereka dalam ber-KB. Mengikuti KB merupakan jalan untuk mewujudkan harapan hidup sejahtera menjadi kenyataan. Perempuan lebih memilih memiliki anak yang berkualitas dibandingkan jumlah yang besar, sehingga mereka kemudian mampu ikut terjun ke pasar kerja. Di sisi yang lain sumber daya manusia menjadi salah satu kunci untuk pemanfaatan bonus demografi yang terjadi. Tanpa sumber daya manusia yang baik, maka kesempatan kerja tidak dapat dimanfaatkan dengan baik.

Hayes dan Setyonaluri (2015) menyatakan implikasi bonus demografi ada tiga yaitu pasokan tenaga kerja, tabungan dan modal manusia. Transisi demografi berp engaruh pada pasokan tenaga kerja produktif yang mencari pekerjaan di pasar kerja atau berusaha sendiri untuk menciptakan kerja. Apabila pasar kerja mampu menyerap banyak tenaga kerja, maka produksi per kapita akan naik, begitu pula pendapatan masyarakat. Namun sebaliknya, tenaga kerja yang tidak terserap dalam pasar kerja atau tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan maka akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik, yang pada gilirannya akan terjadi kerusuhan sosial. Pada perempuan yang memiliki anak sedikit akan memiliki

Page 54: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

38 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

waktu untuk memasuki pasar kerja, sehingga hal ini juga akan menambah pasokan tenaga kerja. Sekali lagi, kalau hal ini terserap pasar kerja maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga dan meningkatkan tabungan. Jika tidak maka akan menambah pengangguran. Anggota keluarga yang bekerja akan menghasilkan pendapatan untuk kebutuhan sehari-hari dan jika berlebih akan ditabung. Tabungan akan meningkatkan prospek investasi dan pertumbuhan suatu negara.

Orang tua yang memiliki anak yang sedikit dapat lebih banyak menginvestasikan uang untuk pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya. Investasi pendidikan (modal manusia) akan menghasilkan tenaga kerja yang lebih produktif dan mempromosikan upah yang lebih tinggi dan kehidupan yang lebih layak. Mereka yang menempuh pendidikan di sekolah atau training akan lambat memasuki pasar kerja, namun akan lebih produktif setelah masuk pasar kerja. Karena itu, investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan merupakan kunci untuk memanfaatkan bonus demografi.

Bonus demografi tidak terjadi otomatis. Pemerintah harus membuat serangkain kebijakan agar penduduk usia kerja yang jumlah besar ini berkualitas dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan dan dapat bekerja secara produktif. Menurut Gribble dan Bremner (2012), ada empat enabling environment (lingkungan memungkinkan) untuk meraih bonus demografi yaitu: a) investasi program kesehatan untuk ibu dan anak, b) pendidikan dan keterampilan anak-anak dan remaja, c) tata kelola pemerintah yang baik agar dapat mengundang investasi untuk penciptaan lapangan pekerjaan. Dua komponen utama lainnya adalah perubahan struktur penduduk dan bonus demografi.

Selanjutnya Adioetomo (2016) memodifikasi 6 komponen bonus demografi di atas menjadi lebih rinci sebagai syarat untuk meraih bonus demografi (lihat gambar 14).

i. Perubahan struktur umur penduduk berdampak pada proporsi anak-anak menurun dan digantikan dengan peningkatan proporsi penduduk usia kerja. Proporsi anak-anak yang tinggi akan menyerap sumber daya dan dana pemerintah untuk halhal yang belum produktif. Sebaliknya, menurunn ya proporsi anak-anak akan menyebabkan pemerintah mempunyai kesempatan yang lebih untuk investasi sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, laju peningkatan penduduk usia kerja yang melebihi laju pen ingkatan jumlah anak-anak akan memicu peningkatan produktifitas dan pendapatan perkapita.

Page 55: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

39MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

ii. Terjadinya perubahan struktur umur penduduk merupakan prasyarat terbentuk bonus demografi namun perubahan struktur umur penduduk ini tidak secara otomatis meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

iii. Untuk meraih bonus demografi, faktor utama adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ada dua kebijakan yaitu pertama adalah pemenuhan makanan dan gizi anak usia dini agar tumbuh kembang menjadi anak sehat dan berhasil di sekolah yang akan menjadi tenaga kerja yang sehat dan produktif. Kedua, peningkatan sumber daya manusia harus dilakukan dengan penyediaan pendidikan yang berkualitas, tidak hanya perluasan akses pendidikan dan capaian peningkatan pendidikan yang lebih tinggi.

iv. Peningkatan sumber daya manusia juga dapat dilakukan dengan pelatihan baik oleh pemerintah atau swasta agar memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

v. Kebijakan ekonomi yang mampu meningkatkan penyer apan pekerja, dengan transformasi struktural dan investasi yang tepat diperlukan bagi penciptaan lapangan kerja.

vi. Terakhir, perlunya good governance (tata kelola pemerintah yang baik) untuk memperlancar realisasi investasi.

Gambar 13. Kerangka Konsep Hubungan antara Bonus Demografi dan Pertumbuhan Ekonomi

52

sekolah yang akan menjadi tenaga kerja yang sehat dan

produktif. Kedua, peningkatan sumber daya manusia harus

dilakukan dengan penyediaan pendidikan yang berkualitas,

tidak hanya perluasan akses pendidikan dan capaian

peningkatan pendidikan yang lebih tinggi.

iv. Peningkatan sumber daya manusia juga dapat dilakukan

dengan pelatihan baik oleh pemerintah atau swasta agar

memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan

pasar kerja.

v. Kebijakan ekonomi yang mampu meningkatkan penyer apan

pekerja, dengan transformasi struktural dan investasi yang tepat

diperlukan bagi penciptaan lapangan kerja.

vi. Terakhir, perlunya good governance (tata kelola pemerintah

yang baik) untuk memperlancar realisasi investasi.

Gambar 13. Kerangka Konsep Hubungan antara Bonus Demografi dan Pertumbuhan Ekonomi

Sumber: Adioetomo, 2016

Pekerja yang sehat dan produktif

mulai dari kecukupan makanan dan gizi dan memelihara kesehatan

reproduktif

Kebijakan ekonomi yang kondusif bagi

penciptaan lapangan pekerjaan

dan pembiyaan kredit mikro

Bonus demografi dan pertumbuhan ekonomi

Investasi pendidikan dalam keterampilan/ kom-petensi sesuai dengan pekerjaan

Tata Kelola pemerin- tah yang kondusif bagi masuknya in-

vestasi dan pen- ciptaan lapangan

kerja

Sumber: Adioetomo, 2016

Page 56: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

40 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Sedangkan menurut Bloom, Canning, dan Rosenberg (2011), ada lima faktor yang harus menjadi perhatian pemerintah agar bonus demografi dapat diraih yaitu sebagai berikut:

i. Kualitas lembaga pemerintah

Efisiensi dan efektifitas lembaga-lembaga pemerintah memiliki pengaruh besar pada kemampuan pemerintah dalam melaksanakan program dan kebijakan. Jika pemerintah ingin merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang memfasilitasi penyerapan tenaga kerja dalam pasar kerja dan tenaga kerja yang produktif, pemerintah perlu memiliki program, kebijakan, dan tenaga kerja yang memiliki keterampilan untuk mencapai tujuan ini. Karena itu pemerintah harus memiliki kelembagaan yang menunjang kebijakan tersebut, bebas korupsi, menghormati hak kekayaan intelektual, menghormati kontrak dan penegakan hukum.

ii. Kebijakan ketenagakerjaan

Tugas utama pemerintah menciptakan lingkungan sehingga tenaga kerja dapat bekerja secara produktif. Tantangan dalam ketenagakerjaan adalah pengangguran dan setengah pengangguran yang menjadi beban pereko nomian. Tenaga kerja yang memiliki upah tinggi dan bekerja di sektor formal merupakan tantangan yang harus dicapai oleh negara-negara berkembang. Selain itu, ada tantangan yang dihadapi pemerintah yaitu penerapan upah minimum dan tuntutan serikat pekerja. Kebijakan pemerintah diperlukan untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan tersebut.

iii. Manajemen ekonomi makro

Tantangan dalam ekonomi makro seperti inflasi yang tinggi, upah yang tidak stabil sehingga berpengaruh pada tabungan, tingginya rasio utang terhadap PDB sehingga pemerintah kesulitan dalam pembayaran bunga menjadi kendala pemerintah dalam meraih bonus demografi. Karena itu, kondisi ekonomi makro yang stabil diperlukan untuk dapat merealisasikan bonus demografi.

iv. Kebijakan perdagangan

Kebijakan perdagangan berperan dalam meraih bonus demografi. Dengan jumlah penduduk usia kerja yang banyak, kesempatan kerja dapat diciptakan melalui industri yang berorientasi ekspor. Kebijakan yang tepat dalam ekspor dapat mendorong industri untuk meningkatkan output dan menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Page 57: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

41MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

v. Kebijakan pendidikan

Meningkatkan jumlah tenaga kerja yang berpendidikan dapat dipekerjakan pada berbagai sektor. Tenaga kerja dengan pendidikan yang sesuai dengan sektor pekerjaan di suatu negara akan mempercepat negara tersebut meraih bonus demografi.

Singkatnya, bonus demografi dan jendela peluang harus dimanfaatkan oleh pemerintah dan intinya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (human capital development). Bagi para pengamat ekonomi makro, sisi pengembangan kualitas sumber daya manusia hanya lah salah satu elemen dari seluruh “mesin” pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi tanpa mempunyai sumber daya manusia yang handal, mesin pertumbuhan ekonomi tidak akan ada yang menjalankannya. Jumlah tenaga kerja yang besar dengan pekerjaan yang layak akan meningkatkan pendapatan per kapita. Pendapatan tersebut dapat ditabung yang secara agregat tabungan tadi dapat dimanfaatkan untuk investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Untuk itu, kebijakan intersektoral diperlukan agar jumlah tenaga kerja produktif yang besar dapat dioptimalkan untuk menggerakan perekonomian.

Korea Selatan adalah salah satu negara yang berhasil memanfaatkan bonus demografi (Stephen, 2013). Ada dua pendorong bonus demografis di Korea Selatan yaitu demografi dan ekonomi, keduanya dipengaruhi oleh kebijakan publik. Pada tahun pemerintah Korea Selatan (1963-1972) melembagakan reformasi kuat yang merupakan kunci untuk menetapkan dasar untuk meraih bonus demografi; pada periode 1972-1981, Korea Selatan memperkuat sistem pemerintahan yang tersentralisasi di bawah kepemimpinan Park Chung Hee, hingga kematiannya pada tahun 1979. Reformasi penting dalam kesehatan masyarakat, keluarga berencana, dan pendidikan yang dilakukan selama hampir dua dekade ini diiringi dengan pertumbuhan ekonomi mengatur menjadi jalan untuk mencapai bonus demografi.

Program KB di Korea Selatan berhasil menurunkan angka fertilitas relatif cepat dibandingkan dengan Indonesia. Program KB dimulai tahun 1962 bersamaan dengan program pembangunan lima tahun. Ketika Program KB di mulai TFR sangat tinggi sekitar 6 anak per perempuan.

Program KB berdampak pada angka fertilitas. TFR menurun dari 4,53 anak per perempuan pada tahun 1970 menjadi 2,06 pada tahun 1983 atau telah mencapai di bawah replacement level fertility pertama kalinya. Replacement level fertility adalah tingkat fertilitas dimana suatu populasi secara tepat menggantikan dirinya dari satu generasi ke gen erasi berikutnya atau pada saat TFR sama dengan 2,1

Page 58: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

42 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

anak per perempuan. TFR terus menurun mencapai titik terendah 1,076 pada 2005, tetapi meningkat kembali menjadi ke 1,297 pada 2012 dan kemudian turun kembali ke 1,190 pada 2013.

Dalam bidang kesehatan masyarakat, pemerintah Korea Selatan menerapkan asuransi kesehatan nasional pada tahun 1977 dan asuransi kesehatan nasional berhasil mencakup seluruh penduduk tahun 1982. Kondisi ini meningkatkan harapan hidup penduduk Korea Selatan. Di sisi lain, angka kematian bayi juga menurun.

Dalam bidang pendidikan, pemerintah Korea Selatan mereformasi kebijakan pendidikan dari sistem multi-level yang diadopsi dari Jepang menjadi sistem yang lebih egaliter. Sebagai hasilnya, investasi dalam sumber daya manusia telah meningkatkan pendidikan penduduk Korea Selatan dimana 63 persen usia 25-34 tahun berpendidikan universitas, persentase tertinggi di antara Negara-negara OECD. Persentase lulusan perguruan tinggi di Korea Selatan tidak hanya tinggi, sistem pendidikan juga dipandang sebagai salah satu yang terbaik di dunia.

B. Tenaga Kerja Muda

Tenaga Kerja Muda dan permasalahannya sejak beberapa tahun belakangan ini menjadi fokus utama negara-negara di dunia untuk dicarikan jalan keluarnya agar tenaga kerja muda bisa berkiprah aktif di pasar kerja untuk meningkatkan perekonomian bangsa dan memajukan negaranya.

Gambar 14. Tantangan Tenaga Kerja Muda di Negara – negara G20

Sumber: International Labor Organization (ILO)

57

B. Tenaga Kerja Muda Tenaga Kerja Muda dan permasalahannya sejak beberapa tahun

belakangan ini menjadi fokus utama negara-negara di dunia untuk

dicarikan jalan keluarnya agar tenaga kerja muda bisa berkiprah aktif

di pasar kerja untuk meningkatkan perekonomian bangsa dan

memajukan negaranya.

Gambar 14. Tantangan Tenaga Kerja Muda di Negara – negara G20

Sumber: International Labor Organization (ILO)

Dalam “G20 Employment Working Group Meeting yang

diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 4 – 6 Februari, International

Labor Organization (ILO) menjelaskan bahwa kondisi tenaga kerja

muda khususnya yang ada di negara-negara yang tergabung dalam

G20 perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebagaimana Gambar

14 bahwa dari 705 juta total populasi pemuda di negara – negara G20,

tercatat bahwa hanya sekitar 226 juta orang atau 32,06 persen yang

sudah mendapatkan pekerjaan. Sementara pemuda yang masih

menganggur sekitar 44 juta orang. Tidak hanya itu, sebanyak 36 juta

pemuda yang sudah bekerja pun masuk dalam kategori miskin.

Page 59: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

43MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Dalam “G20 Employment Working Group Meeting yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 4 – 6 Februari, International Labor Organization (ILO) menjelaskan bahwa kondisi tenaga kerja muda khususnya yang ada di negara-negara yang tergabung dalam G20 perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebagaimana Gambar 14 bahwa dari 705 juta total populasi pemuda di negara – negara G20, tercatat bahwa hanya sekitar 226 juta orang atau 32,06 persen yang sudah mendapatkan pekerjaan. Sementara pemuda yang masih menganggur sekitar 44 juta orang. Tidak hanya itu, sebanyak 36 juta pemuda yang sudah bekerja pun masuk dalam kategori miskin. Ditambah lagi dengan fenomena banyaknya pemuda yang tidak bekerja, dan tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan (NEET) yang diketahui jumlahnya sangat besar mencapai 154 juta orang dan didominasi oleh perempuan sebesar 31 persen, jauh lebih besar dibandingkan laki – laki yang memiliki persentase sebesar 14 persen.

Indonesia sebagai salah satu negara anggota G20 juga mengalami hal yang sama dengan negara – negara lainnya terkait dengan tenaga kerja mudanya. Pada tahun 2019 tercatat bahwa penduduk usia kerja muda (15 – 24 tahun) di Indonesia lebih banyak yang tergolong sebagai Bukan Angkatan Kerja dibandingkan dengan mereka yang tergolong sebagai Angkatan Kerja. Dari 268 juta total populasi di Indonesia, 197,9 juta orang diantaranya merupakan Penduduk Usia Kerja. Dari keseluruhan tenaga kerja tersebut, mereka yang berusia 15 – 24 tahun atau sering disebut dengan penduduk usia muda sebanyak 44,19 juta orang atau sekitar 22,33 persen dari total tenaga kerja. Sementara mereka yang masuk dalam katagori Bukan Angkatan Kerja yaitu sebanyak 22,84 juta orang atau 51,68 persen dari total penduduk usia kerja muda. Dan sisanya sekitar 21,35 juta orang atau 48,32 persen dikatagorikan sebagai Angkatan Kerja.

Pemuda yang masuk ke dalam kategori Bukan Angkatan Kerja, yaitu sebanyak 22,84 juta orang merupakan mereka yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya. Pemuda yang kegiatannya hanya bersekolah mencapai 15,82 juta orang, sedangkan pemuda yang kegiatannya mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah sebanyak 5,47 juta, dan pemuda yang melakukan kegiatan lainnya, sebanyak 1,55 juta orang.

Sementara itu, dari keseluruhan Angkatan Kerja muda, sebanyak 17,38 juta orang atau 81,38 persen sudah bekerja, dan sisanya sekitar 3,98 juta atau 18,62 persen masih menganggur. Permasalahan ketidaksesuaian antara tingkat dan jenis kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja yang sangat dinamis dengan

Page 60: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

44 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

60

a. Angkatan Kerja Muda

Sama halnya dengan jumlah angkatan kerja secara keseluruhan,

jumlah Angkatan Kerja Muda selama tiga tahun terakhir sejak tahun

2017 sampai dengan 2019 juga memiliki tren yang selalu meningkat

sebagaimana yang terlihat pada Grafik 1. Selama tiga tahun terakhir

jumlah Angkatan Kerja Muda meningkat sekitar 5,25 persen, dimana

pada tahun 2019 ini mencapai 21,35 juta orang, atau sekitar 15,99

persen dari total Angkatan Kerja.

Grafik 1. Angkatan Kerja dan Angkatan Kerja Muda Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) muda juga mengalami

peningkatan selama tiga tahun terakhir sebagaimana yang

digambarkan pada Grafik 2. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi

ekonomi dari sisi supply tenaga kerja juga meningkat. Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja secara keseluruhan sebesar 67,49% dan

TPAK muda sekitar 48,32%. Lebih rendahnya TPAK muda

dibandingkan TPAK secara keseluruhan ini disinyalir disebabkan

karena pada umumnya usia muda belum dituntut untuk mencari nafkah

128,062,746 131,005,641 133,560,880

20,286,945 20,829,815 21,352,236

2017 2018 2019

AK AK Muda

tingkat kompetensi yang dimiliki tenaga kerja disinyalir menjadi penyebab utama meningkatnya tingkat pengangguran muda di negara-negara di dunia termasuk Indonesia.

Oleh karenanya, pada tahun 2015 Pemimpin negara G20 sepakat untuk mengatasi permasalahan pemuda ini. Pemuda yang beresiko secara permanen tidak mampu bersaing dan tertinggal dalam pasar kerja diusahakan agar jumlahnya terus berkurang sampai mencapai sekitar 15 persen pengurangannya pada tahun 2025. Indikator yang direkomendasikan untuk digunakan dalam mengidentifikasi resiko tersebut antara lain:

1. Penganggur Muda (Youth Unemployment);

2. Pemuda yang tidak bekerja, tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan (NEETs);

3. Pemuda yang tidak bekerja, tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan dan memiliki keahlian/keterampilan rendah (Low-skilled NEETs); dan

4. Pekerja Informal Muda (Youth Informality).

a. Angkatan Kerja Muda

Sama halnya dengan jumlah angkatan kerja secara keseluruhan, jumlah Angkatan Kerja Muda selama tiga tahun terakhir sejak tahun 2017 sampai dengan 2019 juga memiliki tren yang selalu meningkat sebagaimana yang terlihat pada Grafik 1. Selama tiga tahun terakhir jumlah Angkatan Kerja Muda meningkat sekitar 5,25 persen, dimana pada tahun 2019 ini mencapai 21,35 juta orang, atau sekitar 15,99 persen dari total Angkatan Kerja.

Grafik 1. Angkatan Kerja dan Angkatan Kerja Muda Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Page 61: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

45MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

61

dan sebagian besar dari mereka sedang berada di bangku sekolah

atau melanjutkan pendidikannya.

Grafik 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

66.67% 67.26% 67.49%

46.75% 47.37% 48.32%

2017 2018 2019

TPAK TPAK Muda

28.09%

68.91%

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun

TPAK Muda Berdasarkan Kelompok Umur

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) muda juga mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 2. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi ekonomi dari sisi supply tenaga kerja juga meningkat. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja secara keseluruhan sebesar 67,49% dan TPAK muda sekitar 48,32%. Lebih rendahnya TPAK muda dibandingkan TPAK secara keseluruhan ini disinyalir disebabkan karena pada umumnya usia muda belum dituntut untuk mencari nafkah dan sebagian besar dari mereka sedang berada di bangku sekolah atau melanjutkan pendidikannya.

Grafik 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

61

dan sebagian besar dari mereka sedang berada di bangku sekolah

atau melanjutkan pendidikannya.

Grafik 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Grafik 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

66.67% 67.26% 67.49%

46.75% 47.37% 48.32%

2017 2018 2019

TPAK TPAK Muda

28.09%

68.91%

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun

TPAK Muda Berdasarkan Kelompok Umur

Page 62: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

46 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Jika diamati lebih lanjut berdasarkan kelompok umur sebagaimana Grafik 3, TPAK muda yang berumur 20 – 24 tahun lebih tinggi yaitu sebesar 68,91 persen, sedangkan pada kelompok umur 15 – 19 tahun hanya sebesar 28,09 persen. Adalah sesuatu yang wajar karena umur 20 – 24 tahun lebih siap untuk memasuki pasar kerja dibandingkan dengan mereka yang berusia 15 – 19 tahun karena memang seharusnya mereka masih berada di dunia pendidikan untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Grafik 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 4 juga menggambarkan bahwa TPAK muda laki – laki lebih tinggi dibanding TPAK muda perempuan. TPAK muda laki-laki sebesar 56,74 persen, sedangkan TPAK muda perempuan sebesar 39,53 persen. Kemudian jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda laki–laki maupun perempuan, lebih tinggi berada di rentang umur 20 – 24 tahun, masing–masing sebesar 82,01 persen yang berjenis kelamin laki–laki dan 55,27 persen yang berjenis kelamin perempuan. Tingkat partisipasi laki-laki dalam kegiatan ekonomi memang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, karena tidak dapat dipungkiri laki – laki masih menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu perekonomian keluarga dibandingkan perempuan.

62

Jika diamati lebih lanjut berdasarkan kelompok umur sebagaimana

Grafik 3, TPAK muda yang berumur 20 – 24 tahun lebih tinggi yaitu

sebesar 68,91 persen, sedangkan pada kelompok umur 15 – 19 tahun

hanya sebesar 28,09 persen. Adalah sesuatu yang wajar karena umur

20 – 24 tahun lebih siap untuk memasuki pasar kerja dibandingkan

dengan mereka yang berusia 15 – 19 tahun karena memang

seharusnya mereka masih berada di dunia pendidikan untuk

meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Grafik 4. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 4 juga

menggambarkan bahwa TPAK muda laki – laki lebih tinggi dibanding

TPAK muda perempuan. TPAK muda laki-laki sebesar 56,74 persen,

sedangkan TPAK muda perempuan sebesar 39,53 persen. Kemudian

jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda laki–laki

maupun perempuan, lebih tinggi berada di rentang umur 20 – 24 tahun,

masing–masing sebesar 82,01 persen yang berjenis kelamin laki–laki

dan 55,27 persen yang berjenis kelamin perempuan. Tingkat

31.9

8%

82.0

1%

56.7

4%

24.0

1%

55.2

7%

39.5

3%

1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L

T P AK M UDA BE R DAS AR KAN JENIS KELAM IN DAN KELO M P O K UM UR

Laki-laki Perempuan

63

partisipasi laki-laki dalam kegiatan ekonomi memang lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan, karena tidak dapat dipungkiri laki –

laki masih menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga

memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu

perekonomian keluarga dibandingkan perempuan.

Grafik 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun

2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 5 juga

menunjukkan bahwa TPAK muda yang tinggal di perdesaan maupun

di perkotaan tidak terlalu jauh berbeda. TPAK muda yang tinggal di

perdesaan sebesar 48,53 persen, dan TPAK muda yang tinggal di

perkotaan sebesar 48,16 persen. TPAK muda yang tinggal di

perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada di rentang umur 20

– 24 tahun masing – masing sebesar 68,98 persen yang tinggal di

perkotaan dan 68,81 persen yang tinggal di perdesaan.

26.7

3%

68.9

8%

48.1

6%

29.8

2%

68.8

1%

48.5

3%

1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L

T P A K M U D A B ER D A S A R K A N D A ER A H T EM P A T T I N G G A L D A N K EL O M P O K U M U R

Perkotaan Perdesaan

64

Grafik 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang

ditamatkan yang tergambar pada Grafik 6, TPAK muda yang

berpendidikan tinggi sebesar 84,58 persen, TPAK muda yang

berpendidikan menengah sebesar 63,13 persen dan yang

berpendidikan dasar sebesar 32,91persen. Sedangkan jika dilihat

berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda yang berpendidikan

tinggi, menengah, maupun dasar, mereka yang berada pada rentang

usia 20 – 24 tahun memiliki TPAK yang paling tinggi, masing – masing

sebesar 84,74 persen yang berpendidikan tinggi, 67,95 persen yang

berpendidikan dasar, dan 66,68 persen yang berpendidikan

menengah. Tenaga kerja muda yang berpendidikan tinggi cenderung

memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi

dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan menengah ataupun

dasar. Hal ini disebabkan karena kualifikasi pendidikan yang dimiliki

telah cukup untuk memasuki dunia kerja. Namun tingginya TPAK muda

yang berpendidikan tinggi akan menjadi masalah ketika mereka tidak

terserap dalam pasar kerja.

18.3

4%

67.9

5%

32.9

1%55.3

4%

66.6

8%

63.1

3%

60.2

2% 84.7

4%

84.5

8%

1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L

T P A K M U D A B ER D A S A R K A N P EN D I D I K A N D A N K EL O M P O K U M U R

Dasar Menengah Tinggi

Page 63: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

47MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 5 juga menunjukkan bahwa TPAK muda yang tinggal di perdesaan maupun di perkotaan tidak terlalu jauh berbeda. TPAK muda yang tinggal di perdesaan sebesar 48,53 persen, dan TPAK muda yang tinggal di perkotaan sebesar 48,16 persen. TPAK muda yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada di rentang umur 20 – 24 tahun masing – masing sebesar 68,98 persen yang tinggal di perkotaan dan 68,81 persen yang tinggal di perdesaan.

Grafik 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

63

partisipasi laki-laki dalam kegiatan ekonomi memang lebih tinggi

dibandingkan dengan perempuan, karena tidak dapat dipungkiri laki –

laki masih menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga

memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu

perekonomian keluarga dibandingkan perempuan.

Grafik 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun

2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 5 juga

menunjukkan bahwa TPAK muda yang tinggal di perdesaan maupun

di perkotaan tidak terlalu jauh berbeda. TPAK muda yang tinggal di

perdesaan sebesar 48,53 persen, dan TPAK muda yang tinggal di

perkotaan sebesar 48,16 persen. TPAK muda yang tinggal di

perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada di rentang umur 20

– 24 tahun masing – masing sebesar 68,98 persen yang tinggal di

perkotaan dan 68,81 persen yang tinggal di perdesaan.

26.7

3%

68.9

8%

48.1

6%

29.8

2%

68.8

1%

48.5

3%

1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L

T P A K M U D A B ER D A S A R K A N D A ER A H T EM P A T T I N G G A L D A N K EL O M P O K U M U R

Perkotaan Perdesaan

64

Grafik 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Muda Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang

ditamatkan yang tergambar pada Grafik 6, TPAK muda yang

berpendidikan tinggi sebesar 84,58 persen, TPAK muda yang

berpendidikan menengah sebesar 63,13 persen dan yang

berpendidikan dasar sebesar 32,91persen. Sedangkan jika dilihat

berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda yang berpendidikan

tinggi, menengah, maupun dasar, mereka yang berada pada rentang

usia 20 – 24 tahun memiliki TPAK yang paling tinggi, masing – masing

sebesar 84,74 persen yang berpendidikan tinggi, 67,95 persen yang

berpendidikan dasar, dan 66,68 persen yang berpendidikan

menengah. Tenaga kerja muda yang berpendidikan tinggi cenderung

memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi

dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan menengah ataupun

dasar. Hal ini disebabkan karena kualifikasi pendidikan yang dimiliki

telah cukup untuk memasuki dunia kerja. Namun tingginya TPAK muda

yang berpendidikan tinggi akan menjadi masalah ketika mereka tidak

terserap dalam pasar kerja.

18.3

4%

67.9

5%

32.9

1%55.3

4%

66.6

8%

63.1

3%

60.2

2% 84.7

4%

84.5

8%

1 5 - 1 9 T A H U N 2 0 - 2 4 T A H U N T O T A L

T P A K M U D A B E R D A S A R K A N P EN D I D I K A N D A N K E L O M P O K U M U R

Dasar Menengah Tinggi

Page 64: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

48 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan yang tergambar pada Grafik 6, TPAK muda yang berpendidikan tinggi sebesar 84,58 persen, TPAK muda yang berpendidikan menengah sebesar 63,13 persen dan yang berpendidikan dasar sebesar 32,91persen. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPAK muda yang berpendidikan tinggi, menengah, maupun dasar, mereka yang berada pada rentang usia 20 – 24 tahun memiliki TPAK yang paling tinggi, masing – masing sebesar 84,74 persen yang berpendidikan tinggi, 67,95 persen yang berpendidikan dasar, dan 66,68 persen yang berpendidikan menengah. Tenaga kerja muda yang berpendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan menengah ataupun dasar. Hal ini disebabkan karena kualifikasi pendidikan yang dimiliki telah cukup untuk memasuki dunia kerja. Namun tingginya TPAK muda yang berpendidikan tinggi akan menjadi masalah ketika mereka tidak terserap dalam pasar kerja.

i. Penduduk Muda yang Bekerja

Berdasarkan Sakernas Agustus 2019 sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 7, tercatat bahwa dari sekitar 126,5 juta Penduduk yang Bekerja pada tahun 2019, sebesar 13,73 persen adalah Penduduk Muda yang Bekerja yang berusia 15–24 tahun. Jumlah Penduduk Muda yang Bekerja ini mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir, dimana peningkatannya mencapai sekitar 7,65 persen pada tahun 2019, dengan jumlah mencapai 17,38 juta orang.

Grafik 7. Penduduk Yang Bekerja dan Penduduk Muda Yang Bekerja Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

65

i. Penduduk Muda yang Bekerja

Berdasarkan Sakernas Agustus 2019 sebagaimana yang

digambarkan pada Grafik 7, tercatat bahwa dari sekitar 126,5 juta

Penduduk yang Bekerja pada tahun 2019, sebesar 13,73 persen

adalah Penduduk Muda yang Bekerja yang berusia 15–24 tahun.

Jumlah Penduduk Muda yang Bekerja ini mengalami peningkatan

selama tiga tahun terakhir, dimana peningkatannya mencapai

sekitar 7,65 persen pada tahun 2019, dengan jumlah mencapai

17,38 juta orang.

Grafik 7. Penduduk Yang Bekerja dan Penduduk Muda Yang Bekerja Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Jika dilihat lebih lanjut berdasarkan karakteristiknya

sebagaimana Grafik 8, jumlah Penduduk Muda yang Bekerja yang

berada di kelompok umur 20–24 tahun lebih mendominasi, yaitu

sebanyak 12,73 juta orang atau sekitar 73,28 persen. Sedangkan

yang berada pada kelompok umur 15–19 tahun hanya sebanyak

4,6 juta orang atau sekitar 26,72 persen.

121,022,423 124,004,950 126,515,119

16,140,025 16,729,540 17,375,526 2017 2018 2019

PYB PYB Muda

Page 65: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

49MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Jika dilihat lebih lanjut berdasarkan karakteristiknya sebagaimana Grafik 8, jumlah Penduduk Muda yang Bekerja yang berada di kelompok umur 20–24 tahun lebih mendominasi, yaitu sebanyak 12,73 juta orang atau sekitar 73,28 persen. Sedangkan yang berada pada kelompok umur 15–19 tahun hanya sebanyak 4,6 juta orang atau sekitar 26,72 persen.

Grafik 8. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Hal ini disebabkan karena mereka yang berada pada usia tersebut lebih berkualitas karena telah memiliki pendidikan ataupun keterampilan sehingga secara umum lebih mampu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan industri dibandingkan dengan mereka yang masih berumur 15 – 19 tahun.

Grafik 9. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

66

Grafik 8. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Hal ini disebabkan karena mereka yang berada pada usia

tersebut lebih berkualitas karena telah memiliki pendidikan ataupun

keterampilan sehingga secara umum lebih mampu untuk

menyesuaikan dengan kebutuhan industri dibandingkan dengan

mereka yang masih berumur 15 – 19 tahun.

Grafik 9. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

26.72%

73.28%

15 - 19 TAHUN 20 - 24 TAHUN

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur

2,725,729

7,729,007 10,454,736

1,916,544 5,004,246

6,920,790

-

5,000,000

10,000,000

15,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

Laki-laki Perempuan

66

Grafik 8. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Hal ini disebabkan karena mereka yang berada pada usia

tersebut lebih berkualitas karena telah memiliki pendidikan ataupun

keterampilan sehingga secara umum lebih mampu untuk

menyesuaikan dengan kebutuhan industri dibandingkan dengan

mereka yang masih berumur 15 – 19 tahun.

Grafik 9. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

26.72%

73.28%

15 - 19 TAHUN 20 - 24 TAHUN

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Kelompok Umur

2,725,729

7,729,007 10,454,736

1,916,544 5,004,246

6,920,790

-

5,000,000

10,000,000

15,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

Laki-laki Perempuan

Page 66: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

50 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Pada Grafik 9 juga terlihat bahwa, berdasarkan jenis kelamin penduduk muda yang bekerja masih didominasi oleh laki – laki, yaitu sebanyak 10,45 juta orang atau 60,17 persen dibandingkan dengan perempuan yang jumlahnya hanya 6,92 juta orang atau sekitar 39,83 persen. Kemudian, baik laki – laki maupun perempuan lebih didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, masing – masing sebanyak 7,7 juta orang atau sekitar 73,93 persen laki – laki dan 5 juta orang atau 72,31 persen perempuan. Hal ini wajar karena di Indonesia masih menganggap bahwa laki–laki sebagai pencari nafkah utama keluarga sehingga memilki tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Grafik 10. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

67

Pada Grafik 9 juga terlihat bahwa, berdasarkan jenis kelamin

penduduk muda yang bekerja masih didominasi oleh laki – laki,

yaitu sebanyak 10,45 juta orang atau 60,17 persen dibandingkan

dengan perempuan yang jumlahnya hanya 6,92 juta orang atau

sekitar 39,83 persen. Kemudian, baik laki – laki maupun

perempuan lebih didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24

tahun, masing – masing sebanyak 7,7 juta orang atau sekitar 73,93

persen laki – laki dan 5 juta orang atau 72,31 persen perempuan.

Hal ini wajar karena di Indonesia masih menganggap bahwa laki–

laki sebagai pencari nafkah utama keluarga sehingga memilki

tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu keluarga dalam

memenuhi kebutuhan hidup.

Grafik 10. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Kemudian pada Grafik 10 terlihat bahwa, berdasarkan daerah

tempat tinggal penduduk muda yang bekerja masih didominasi oleh

anak muda yang tinggal di perkotaan, yaitu sebanyak 9,72 juta

orang atau 55,93 persen dibandingkan dengan anak muda yang

tinggal di perdesaan yaitu sebanyak 7,66 juta orang atau sekitar

2,335,528

7,383,279 9,718,807

2,306,745

5,349,974 7,656,719

-

5,000,000

10,000,000

15,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur

Perkotaan Perdesaan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Kemudian pada Grafik 10 terlihat bahwa, berdasarkan daerah tempat tinggal penduduk muda yang bekerja masih didominasi oleh anak muda yang tinggal di perkotaan, yaitu sebanyak 9,72 juta orang atau 55,93 persen dibandingkan dengan anak muda yang tinggal di perdesaan yaitu sebanyak 7,66 juta orang atau sekitar 44,07 persen. Kemudian, baik anak muda yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan lebih didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, masing – masing sebanyak 7,38 juta orang atau sekitar 75,97 persen tinggal di perkotaan dan 5,35 juta orang atau 69,87 persen tinggal di perdesaan. Hal ini diduga disebabkan kesempatan kerja yang terdapat di perkotaan lebih banyak dan lebih menjanjikan dibandingkan dengan di perdesaan sehingga lebih banyak anak muda yang bekerja di perkotaan.

Page 67: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

51MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 11. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Kemudian jika dilihat berdasarkan pendidikan terakhir yang ditamatkan sebagaimana yang tergambar pada Grafik 11, Penduduk Muda yang Bekerja lebih didominasi oleh mereka yang berpendidikan menengah sebanyak 9,24 juta orang atau sekitar 53,19 persen dan dasar sebanyak 6,65 juta orang atau sekitar 38,27 persen, dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi yaitu hanya sebanyak 1,48 juta orang atau 8,54 persen. Kemudian mereka yang berpendidikan menengah, dasar, dan tinggi didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, dimana yang berpendidikan menengah sebanyak 7,16 juta orang atau sekitar 77,43 persen, yang berpendidikan dasar sebanyak 4,1 juta orang atau 61,65 persen, dan yang berpendidikan tinggi sebanyak 1,48 juta orang atau sekitar 99,6 persen.

Grafik 12. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

68

44,07 persen. Kemudian, baik anak muda yang tinggal di perkotaan

maupun perdesaan lebih didominasi oleh mereka yang berumur 20

– 24 tahun, masing – masing sebanyak 7,38 juta orang atau sekitar

75,97 persen tinggal di perkotaan dan 5,35 juta orang atau 69,87

persen tinggal di perdesaan. Hal ini diduga disebabkan

kesempatan kerja yang terdapat di perkotaan lebih banyak dan

lebih menjanjikan dibandingkan dengan di perdesaan sehingga

lebih banyak anak muda yang bekerja di perkotaan.

Grafik 11. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Kemudian jika dilihat berdasarkan pendidikan terakhir yang

ditamatkan sebagaimana yang tergambar pada Grafik 11,

Penduduk Muda yang Bekerja lebih didominasi oleh mereka yang

berpendidikan menengah sebanyak 9,24 juta orang atau sekitar

53,19 persen dan dasar sebanyak 6,65 juta orang atau sekitar

38,27 persen, dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan

tinggi yaitu hanya sebanyak 1,48 juta orang atau 8,54 persen.

Kemudian mereka yang berpendidikan menengah, dasar, dan

2,549,957

4,099,244

6,649,201

2,086,355

7,156,186

9,242,541

5,961

1,477,823 1,483,784

-

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur

Dasar Menengah Tinggi

69

tinggi didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, dimana

yang berpendidikan menengah sebanyak 7,16 juta orang atau

sekitar 77,43 persen, yang berpendidikan dasar sebanyak 4,1 juta

orang atau 61,65 persen, dan yang berpendidikan tinggi sebanyak

1,48 juta orang atau sekitar 99,6 persen.

Grafik 12. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat dari jenis lapangan usaha pada Grafik 12, terdapat 3

(tiga) sektor yang tenaga kerjanya didominasi oleh pekerja muda

yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan

perawatan mobil dan sepeda motor; sektor industri pengolahan;

dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Mereka yang

bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi,

perawatan mobil dan sepeda motor sebanyak sebanyak 4,05 juta

orang atau 23,29 persen; di industri pengolahan sebanyak 3,4 juta

orang atau sekitar 19,57 persen; dan di sektor pertanian, kehutanan

dan perikanan sebanyak 3,34 juta orang atau sekitar 19,21 persen.

1,190,341

2,147,076

3,337,417

842,111

2,558,853

3,400,964

1,203,678

2,843,099

4,046,777

-

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha dan Kelompok Umur

A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

C Industri Pengolahan

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor

Page 68: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

52 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Dilihat dari jenis lapangan usaha pada Grafik 12, terdapat 3 (tiga) sektor yang tenaga kerjanya didominasi oleh pekerja muda yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor; sektor industri pengolahan; dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Mereka yang bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi, perawatan mobil dan sepeda motor sebanyak sebanyak 4,05 juta orang atau 23,29 persen; di industri pengolahan sebanyak 3,4 juta orang atau sekitar 19,57 persen; dan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3,34 juta orang atau sekitar 19,21 persen. Rata-rata mereka berumur 20 – 24 tahun, dimana untuk sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor memiliki tenaga kerja muda berusia 20-24 tahun sebanyak 2,84 juta orang atau sekitar 70,26 persen, di industri pengolahan sebanyak 2,56 juta orang atau sekitar 75,24 persen, dan sebanyak 2,15 juta orang atau sekitar 64,33 persen adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.

Lebih banyaknya penduduk muda berpendidikan dasar dan menengah yang bekerja dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi, kemungkinan besar disebabkan karena mereka yang berpendidikan menengah dan dasar cenderung tidak memilih – milih pekerjaan karena merasa memiliki kualifikasi dan keterampilan yang rendah. Dilihat dari lapangan usaha, diduga sebagian besar mereka yang berpendidikan dasar dan menengah ini terkonsentrasi pada lapangan usaha yang juga tidak membutuhkan persyaratan pendidikan yang tinggi atau tingkat kompetensi yang tinggi, seperti perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor; sektor industri pengolahan; dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.

Grafik 13. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

71

Grafik 13. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya berdasarkan jenis pekerjaan/jabatan (KBJI 2014),

Grafik 13 menggambarkan bahwa penduduk usia muda paling

banyak bekerja dengan jenis pekerjaan sebagai Tenaga Usaha

Jasa dan Tenaga Penjualan, Pekerja Kasar, dan Pekerja Terampil

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Yang bekerja sebagai

Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan sebanyak 5,02 juta

orang atau sekitar 28,9 persen, yang bekerja sebagai Pekerja

Kasar sebanyak 3,72 juta orang atau sekitar 21,39 persen, dan

yang bekerja sebagai Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan dan

Perikanan sebanyak 2,28 juta orang atau sekitar 13,09 persen.

Tenaga kerja muda yang bekerja dengan jenis pekerjaan tersebut,

keseluruhannya didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24

tahun, dimana yang bekerja di sektor Tenaga Usaha Jasa dan

Tenaga Penjualan sebanyak 3,48 juta orang atau 69,36 persen,

yang bekerja di sektor Pekerja Kasar sebanyak 2,6 juta orang atau

1,538,350

3,482,344

5,020,694

829,518 1,445,084

2,274,602

1,113,966

2,601,855

3,715,821

-

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Kelompok Umur

5 Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan

6 Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

9 Pekerja Kasar

Page 69: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

53MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Selanjutnya berdasarkan jenis pekerjaan/jabatan (KBJI 2014), Grafik 13 menggambarkan bahwa penduduk usia muda paling banyak bekerja dengan jenis pekerjaan sebagai Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan, Pekerja Kasar, dan Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Yang bekerja sebagai Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan sebanyak 5,02 juta orang atau sekitar 28,9 persen, yang bekerja sebagai Pekerja Kasar sebanyak 3,72 juta orang atau sekitar 21,39 persen, dan yang bekerja sebagai Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebanyak 2,28 juta orang atau sekitar 13,09 persen. Tenaga kerja muda yang bekerja dengan jenis pekerjaan tersebut, keseluruhannya didominasi oleh mereka yang berumur 20 – 24 tahun, dimana yang bekerja di sektor Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan sebanyak 3,48 juta orang atau 69,36 persen, yang bekerja di sektor Pekerja Kasar sebanyak 2,6 juta orang atau sekitar 70,02 persen, dan yang bekerja di sektor Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebanyak 1,45 juta orang atau sekitar 63,53 persen. Ketiga jenis pekerjaan tersebut disinyalir dapat dengan mudah dikerjakan oleh siapapun dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain yang mempersyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Oleh karenanya penduduk muda terutama yang berpendidikan menengah dan dasar, banyak yang terkonsentrasi pada jenis pekerjaan ini.

Grafik 14. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan status pekerjaan utama, Grafik 14 menggambarkan bahwa sebagian besar pemuda bekerja sebagai Buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebanyak 10,34 juta orang atau sekitar 63,81 persen. Dan dari 10,34 juta ini, sebanyak 8,12 juta orang yang berumur 20 – 24 tahun.

72

sekitar 70,02 persen, dan yang bekerja di sektor Pekerja Terampil

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebanyak 1,45 juta orang

atau sekitar 63,53 persen. Ketiga jenis pekerjaan tersebut disinyalir

dapat dengan mudah dikerjakan oleh siapapun dibandingkan

dengan jenis pekerjaan lain yang mempersyaratkan pendidikan dan

keterampilan yang tinggi. Oleh karenanya penduduk muda

terutama yang berpendidikan menengah dan dasar, banyak yang

terkonsentrasi pada jenis pekerjaan ini.

Grafik 14. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan status pekerjaan utama, Grafik 14

menggambarkan bahwa sebagian besar pemuda bekerja sebagai

Buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebanyak 10,34 juta orang atau

sekitar 63,81 persen. Dan dari 10,34 juta ini, sebanyak 8,12 juta

orang yang berumur 20 – 24 tahun.

2,215,807

8,124,755

10,340,562

1,579,159 1,802,101 3,381,260

-

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Kelompok Umur

4 Buruh/karyawan/pegawai 7 Pekerja keluarga/tidak dibayar

Page 70: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

54 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 15. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Formal/Informal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Jika dibagi berdasarkan kategori formal dan informal (lihat Grafik 15), penduduk muda yang bekerja lebih terkonsentrasi di sektor formal yaitu sebanyak 10,48 juta orang atau sekitar 60,31 persen dibandingkan dengan sektor informal sebanyak 6,9 juta orang atau sekitar 39,69 persen. Dilihat dari kelompok umur muda, mereka yang bekerja di sektor formal maupun informal lebih banyak yang berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, yaitu masing – masing sebanyak 8,25 juta orang atau sekitar 78,74 persen yang bekerja di sektor formal dan 4,48 juta orang atau sekitar 64,99 persen yang bekerja di sektor informal.

Grafik 16. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jam Kerja dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

73

Grafik 15. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Formal/Informal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Jika dibagi berdasarkan kategori formal dan informal (lihat

Grafik 15), penduduk muda yang bekerja lebih terkonsentrasi di

sektor formal yaitu sebanyak 10,48 juta orang atau sekitar 60,31

persen dibandingkan dengan sektor informal sebanyak 6,9 juta

orang atau sekitar 39,69 persen. Dilihat dari kelompok umur muda,

mereka yang bekerja di sektor formal maupun informal lebih banyak

yang berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, yaitu masing –

masing sebanyak 8,25 juta orang atau sekitar 78,74 persen yang

bekerja di sektor formal dan 4,48 juta orang atau sekitar 64,99

persen yang bekerja di sektor informal.

2,227,986

8,251,882

10,479,868

2,414,287

4,481,371

6,895,658

-

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Status Formal/Informal dan Kelompok Umur

Formal Informal

74

Grafik 16. Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jam Kerja dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya apabila dilihat berdasarkan jam kerja, sebagian

besar penduduk muda bekerja selama 45 – 59 jam selama

seminggu. Grafik 16 menjelaskan bahwa mereka yang bekerja

selama 45-49 jam seminggu sebanyak 5,77 juta orang atau sekitar

33,19 persen dan yang bekerja selama 35 – 44 jam selama

seminggu sebanyak 4,19 juta orang atau 24,14 persen. Apabila

dilihat berdasarkan kelompok umur, mereka yang bekerja selama

45 – 59 jam dan 35 – 44 jam seminggu lebih banyak adalah mereka

yang berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, masing – masing

sebanyak 4,52 juta orang atau sekitar 78,33 persen penduduk

muda usia 20-14 tahun yang bekerja selama 45 – 59 jam seminggu

dan 3,34 juta orang atau sekitar 79,58 persen yang bekerja selama

35 – 44 jam seminggu.

856,257

3,337,990 4,194,247

1,249,439

4,516,768 5,766,207

-

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penduduk Muda yang Bekerja Berdasarkan Jam Kerja dan Kelompok Umur

35-44 45-59

Page 71: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

55MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Selanjutnya apabila dilihat berdasarkan jam kerja, sebagian besar penduduk muda bekerja selama 45 – 59 jam selama seminggu. Grafik 16 menjelaskan bahwa mereka yang bekerja selama 45-49 jam seminggu sebanyak 5,77 juta orang atau sekitar 33,19 persen dan yang bekerja selama 35 – 44 jam selama seminggu sebanyak 4,19 juta orang atau 24,14 persen. Apabila dilihat berdasarkan kelompok umur, mereka yang bekerja selama 45 – 59 jam dan 35 – 44 jam seminggu lebih banyak adalah mereka yang berada pada kelompok umur 20 – 24 tahun, masing – masing sebanyak 4,52 juta orang atau sekitar 78,33 persen penduduk muda usia 20-14 tahun yang bekerja selama 45 – 59 jam seminggu dan 3,34 juta orang atau sekitar 79,58 persen yang bekerja selama 35 – 44 jam seminggu.

ii. Penganggur Usia Muda

Pengangguran Terbuka masih menjadi salah satu permasalahan utama yang selalu disorot dalam bidang ketenagakerjaan. Terlebih lagi dari 7,05 juta Penganggur Terbuka di Indonesia sebagaimana data Sakernas Agustus 2019 pada Grafik 17, sebesar 56,44 persen merupakan penganggur usia muda.

Grafik 17. Penganggur Terbuka dan Pengangguran Muda Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Sebagaimana diketahui bahwa Penganggur Terbuka terdiri dari beberapa kategori, yaitu mereka yang sedang mencari pekerjaan; mereka yang sedang mempersiapkan usaha; mereka yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa; dan mereka yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai pekerjaan.

75

ii. Penganggur Usia Muda

Pengangguran Terbuka masih menjadi salah satu

permasalahan utama yang selalu disorot dalam bidang

ketenagakerjaan. Terlebih lagi dari 7,05 juta Penganggur Terbuka

di Indonesia sebagaimana data Sakernas Agustus 2019 pada

Grafik 17, sebesar 56,44 persen merupakan penganggur usia

muda.

Grafik 17. Penganggur Terbuka dan Pengangguran Muda Tahun 2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Sebagaimana diketahui bahwa Penganggur Terbuka terdiri dari

beberapa kategori, yaitu mereka yang sedang mencari pekerjaan;

mereka yang sedang mempersiapkan usaha; mereka yang merasa

tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa; dan mereka

yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai

pekerjaan.

Jika dilihat berdasarkan keempat kategori yang digambarkan

pada Grafik 18, penganggur usia muda dengan katagori yang

7,040,323 7,000,691 7,045,761

4,146,920 4,100,275 3,976,710

2017 2018 2019

PT PT Muda

Page 72: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

56 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Jika dilihat berdasarkan keempat kategori yang digambarkan pada Grafik 18, penganggur usia muda dengan katagori yang sedang mencari pekerjaan paling dominan, yaitu sebanyak 3,65 juta orang atau sekitar 91,69 persen. Sebagian besar mereka yang berada pada kategori ini adalah berusia 20 – 24 tahun yaitu sebanyak 2,14 juta orang atau sekitar 58,65 persen. Adalah wajar karena mereka yang berada pada kelompok usia ini biasanya tidak lagi dibangku sekolah, atau baru saja lulus dari dunia pendidikan dan sedang mencari pekerjaan. Permasalahannya belum dapat terserap oleh dunia kerja dikarenakan berbagai sebab, yaitu kurangnya informasi/akses dunia kerja yang membutuhkan, atau karena kompetensi yang dimiliki tidak sesuai dengan yang dibutuhkan dunia kerja, atau yang bersangkutan memilih-milih pekerjaan sehingga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan keinginan dengan yang dibutuhkan pasar kerja.

Grafik 18. Penganggur Usia Muda Berdasarkan Kategori Penganggur dan Kelompok Umur Tahun 2019

76

sedang mencari pekerjaan paling dominan, yaitu sebanyak 3,65

juta orang atau sekitar 91,69 persen. Sebagian besar mereka yang

berada pada kategori ini adalah berusia 20 – 24 tahun yaitu

sebanyak 2,14 juta orang atau sekitar 58,65 persen. Adalah wajar

karena mereka yang berada pada kelompok usia ini biasanya tidak

lagi dibangku sekolah, atau baru saja lulus dari dunia pendidikan

dan sedang mencari pekerjaan. Permasalahannya belum dapat

terserap oleh dunia kerja dikarenakan berbagai sebab, yaitu

kurangnya informasi/akses dunia kerja yang membutuhkan, atau

karena kompetensi yang dimiliki tidak sesuai dengan yang

dibutuhkan dunia kerja, atau yang bersangkutan memilih-milih

pekerjaan sehingga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan

keinginan dengan yang dibutuhkan pasar kerja.

Grafik 18. Penganggur Usia Muda Berdasarkan Kategori Penganggur dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Penganggur usia muda dengan kategori sedang

mempersiapkan usaha memiliki jumlah yang paling sedikit

1,507,720

2,138,595

3,646,315

12,541 30,237 42,778 59,786 112,278 172,064 39,853 75,700 115,553

-

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Penganggur Usia Muda Berdasarkan Kategori Penganggur dan Kelompok Umur

mencari pekerjaan

mempersiapkan usaha

putus asa

sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja/ sudah punya usaha tetapi belum memulainya

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Penganggur usia muda dengan kategori sedang mempersiapkan usaha memiliki jumlah yang paling sedikit dibandingkan dengan kategori lainnya, yaitu sekitar 43 ribu orang atau sekitar 1,08 persen, dimana katagori ini juga didominasi oleh kelompok umur 20 – 24 tahun yaitu sebanyak 30 ribu atau sekitar 70,68 persen. Minimnya anak muda yang berkeinginan membangun usaha sendiri (berwirausaha) setelah lulus dari dunia pendidikan ini cukup memprihatinkan karena ternyata ada anggapan di kalangan anak muda bahwa yang disebut bekerja adalah hanya di perkantoran sehingga tidak tertarik untuk berwirausaha.

Page 73: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

57MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Padahal jika ditekuni dengan baik, berwirausaha justru jauh lebih mudah karena tidak memerlukan persyaratan tingkat pendidikan tertentu bahkan mampu memberikan kesempatan kerja bagi orang lain.

Selanjutnya mereka yang dikategorikan sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, sebanyak 116 ribu atau sekitar 2,91 persen. Kategori ini juga didominasi oleh kelompok umur 20 – 24 tahun yaitu sebanyak 76 ribu orang atau sekitar 65,51 persen. Mereka yang masuk kategori ini pada dasarnya akan segera menjadi pekerja, sehingga tergolong kategori yang tidak membutuhkan perhatian khusus jika dibandingkan dengan kategori selanjutnya yaitu yang merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau putus asa. Mereka yang masuk dalam kategori putus asa ini sebagaimana Grafik 18 sekitar 172 ribu orang atau 4,33 persen dan didominasi oleh kelompok umur 20 – 24 tahun sebanyak 113 ribu orang atau sekitar 65,25 persen. Meskipun jumlah ini tergolong jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang sedang mencari kerja, namun mereka yang masuk ke dalam kategori ini pada dasarnya berpotensi besar akan menjadi pengangguran “permanen” padahal mereka masih berusia muda.

Grafik 19. Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Muda Tahun 2017 – 2019

78

Grafik 19. Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Muda Tahun

2017 – 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 19, terlihat bahwa

bukan hanya Tingkat Pengangguran Terbuka, Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) Muda juga mengalami penurunan

selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan 2019.

Namun jika dibandingkan antara keduanya yaitu antara TPT dan

TPT muda pada tahun 2019, terlihat bahwa TPT muda berada jauh

lebih tinggi yaitu sekitar 18,62 persen dibandingkan dengan TPT

yang hanya 5,28 persen. Hal ini harus menjadi perhatian semua

pihak karena jika tingkat pengangguran terbuka kaum muda ini

terus meningkat tahun-tahun ke-depan, pasar tenaga kerja

Indonesia akan minim pekerja muda yang produktif.

Sebagaimana diketahui bahwa TPT merupakan indikator yang

digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak dapat terserap

oleh pasar kerja. Melihat masih tingginya jumlah pemuda yang tidak

5.50% 5.34% 5.28%

20.44%19.68% 18.62%

2017 2018 2019

TPT Total TPT Muda

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 19, terlihat bahwa bukan hanya Tingkat Pengangguran Terbuka, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Muda juga mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan

Page 74: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

58 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

2019. Namun jika dibandingkan antara keduanya yaitu antara TPT dan TPT muda pada tahun 2019, terlihat bahwa TPT muda berada jauh lebih tinggi yaitu sekitar 18,62 persen dibandingkan dengan TPT yang hanya 5,28 persen. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak karena jika tingkat pengangguran terbuka kaum muda ini terus meningkat tahun-tahun ke-depan, pasar tenaga kerja Indonesia akan minim pekerja muda yang produktif.

Sebagaimana diketahui bahwa TPT merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak dapat terserap oleh pasar kerja. Melihat masih tingginya jumlah pemuda yang tidak dapat terserap ke dalam pasar kerja menunjukkan bahwa masih banyak pemuda belum memiliki keahlian maupun keterampilan sebagaimana yang dibutuhkan oleh dunia industri. Oleh karena dunia pendidikan dan pelatihan kerja yang berkewajiban mempersiapkan SDM Indonesia agar bisa masuk pasar kerja harus berbenah diri agar kurikulum yang ada dapat selalu disesuaikan dengan kebutuhan kompetensi dunia industri dan dunia usaha, sehingga lulusannya dapat diterima oleh pasar kerja dan laju penganggur usia muda dapat ditekan, agar bunus demografi yang dialami benar-benar merupakan bonus yang bermanfaat bukan bencana.

Grafik 20. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019

79

dapat terserap ke dalam pasar kerja menunjukkan bahwa masih

banyak pemuda belum memiliki keahlian maupun keterampilan

sebagaimana yang dibutuhkan oleh dunia industri. Oleh karena

dunia pendidikan dan pelatihan kerja yang berkewajiban

mempersiapkan SDM Indonesia agar bisa masuk pasar kerja harus

berbenah diri agar kurikulum yang ada dapat selalu disesuaikan

dengan kebutuhan kompetensi dunia industri dan dunia usaha,

sehingga lulusannya dapat diterima oleh pasar kerja dan laju

penganggur usia muda dapat ditekan, agar bunus demografi yang

dialami benar-benar merupakan bonus yang bermanfaat bukan

bencana.

Grafik 20. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Kemudian jika diamati lebih lanjut berdasarkan berbagai

karakteristiknya sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 20,

terlihat bahwa TPT muda lebih didominasi oleh mereka yang

berumur 15 – 19 tahun yaitu sebesar 25,87 persen, jauh lebih besar

dibandingkan TPT muda yang masuk pada kelompok umur 20 – 24

tahun yang hanya sebesar 15,62 persen.

25.87%

15.62%

15 - 19 TAHUN 20 - 24 TAHUN

TPT Muda Berdasarkan Kelompok Umur

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Kemudian jika diamati lebih lanjut berdasarkan berbagai karakteristiknya sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 20, terlihat bahwa TPT muda lebih didominasi oleh mereka yang berumur 15 – 19 tahun yaitu sebesar 25,87 persen, jauh lebih besar dibandingkan TPT muda yang masuk pada kelompok umur 20 – 24 tahun yang hanya sebesar 15,62 persen.

Page 75: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

59MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 21. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

80

Grafik 21. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin sebagaimana

yang digambarkan pada Grafik 21, TPT muda perempuan sedikit

lebih besar yaitu sekitar 18,99 persen dibandingkan dengan TPT

muda laki – laki sebesar 18,38 persen. Kemudian jika dilihat

berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda perempuan maupun

laki – laki lebih tinggi pada rentang umur 15 – 19 tahun, masing –

masing sebesar 26,69 persen yang berjenis kelamin perempuan

dan 25,28 persen yang berjenis kelamin laki – laki.

25.28%

15.63%18.38%

26.69%

15.59%

18.99%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

Laki-laki Perempuan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 21, TPT muda perempuan sedikit lebih besar yaitu sekitar 18,99 persen dibandingkan dengan TPT muda laki – laki sebesar 18,38 persen. Kemudian jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda perempuan maupun laki – laki lebih tinggi pada rentang umur 15 – 19 tahun, masing – masing sebesar 26,69 persen yang berjenis kelamin perempuan dan 25,28 persen yang berjenis kelamin laki – laki.

Grafik 22. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

81

Grafik 22. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur

Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 22

menggambarkan bahwa TPT muda yang tinggal di perkotaan lebih

tinggi yaitu sekitar 20,25 persen, dibandingkan dengan TPT muda

yang tinggal di perdesaan sekitar 16,46 persen. Sedangkan jika

dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda yang tinggal di

perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada pada rentang

umur 15 – 19 tahun masing – masing sebesar 29,94 persen yang

tinggal di perkotaan dan 21,23 persen yang tinggal di perdesaan.

Meskipun kesempatan kerja di perkotaan cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan di perdesaan, namun persaingan tenaga

kerja di perkotaan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh

perusahaan juga tinggi sehingga mereka yang tidak tidak kompeten

atau memiliki kualifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar

kerja di perkotaan kesulitan untuk terserap dalam pasar kerja.

Mereka yang berada pada kelompok usia 15-19 tahun juga memiliki

kualifikasi yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan yang

29.94%

16.60%20.25%21.23%

14.22% 16.46%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur

Perkotaan Perdesaan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Page 76: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

60 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, Grafik 22 menggambarkan bahwa TPT muda yang tinggal di perkotaan lebih tinggi yaitu sekitar 20,25 persen, dibandingkan dengan TPT muda yang tinggal di perdesaan sekitar 16,46 persen. Sedangkan jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan lebih tinggi berada pada rentang umur 15 – 19 tahun masing – masing sebesar 29,94 persen yang tinggal di perkotaan dan 21,23 persen yang tinggal di perdesaan. Meskipun kesempatan kerja di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan, namun persaingan tenaga kerja di perkotaan dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan juga tinggi sehingga mereka yang tidak tidak kompeten atau memiliki kualifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja di perkotaan kesulitan untuk terserap dalam pasar kerja. Mereka yang berada pada kelompok usia 15-19 tahun juga memiliki kualifikasi yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan yang berusia 20-24 tahun, karena seyogyanya yang bersangkutan masih berada di dunia pendidikan.

Grafik 23. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

82

berusia 20-24 tahun, karena seyogyanya yang bersangkutan masih

berada di dunia pendidikan.

Grafik 23. Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur

Tahun 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang

ditamatkan sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 23,

diketahui bahwa TPT muda yang berpendidikan tinggi sebesar

21,75 persen, tidak jauh berbeda jika dibandingkan TPT muda yang

berpendidikan menengah sekitar 21,7 persen. Sedangkan TPT

muda yang berpendidikan dasar justru paling kecil diantara yang

lainnya, yaitu sebesar 13,10 persen. Kemudian jika dilihat

berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda yang berpendidikan

menengah, tinggi, maupun dasar lebih tinggi pada mereka yang

berusia 15 – 19 tahun, masing – masing sebesar 35,62 persen yang

berpendidikan menengah, 35,47 persen yang berpendidikan tinggi,

dan 15,34 persen yang berpendidikan dasar. Hal ini disebabkan

15.34%11.65% 13.10%

35.62%

16.43%21.70%

35.47%

21.68% 21.75%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Tingkat Penganggur Terbuka (TPT) Muda Berdasarkan Pendidikan dan Kelompok Umur

Dasar Menengah Tinggi

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan sebagaimana yang digambarkan pada Grafik 23, diketahui bahwa TPT muda yang berpendidikan tinggi sebesar 21,75 persen, tidak jauh berbeda jika dibandingkan TPT muda yang berpendidikan menengah sekitar 21,7 persen. Sedangkan TPT

Page 77: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

61MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

muda yang berpendidikan dasar justru paling kecil diantara yang lainnya, yaitu sebesar 13,10 persen. Kemudian jika dilihat berdasarkan kelompok umur, baik TPT muda yang berpendidikan menengah, tinggi, maupun dasar lebih tinggi pada mereka yang berusia 15 – 19 tahun, masing – masing sebesar 35,62 persen yang berpendidikan menengah, 35,47 persen yang berpendidikan tinggi, dan 15,34 persen yang berpendidikan dasar. Hal ini disebabkan karena ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja.

b. Bukan Angkatan Kerja Muda

Berdasarkan Sakernas BPS sebagaimana Grafik 24, diperoleh informasi bahwa mereka yang tergolong Bukan Angkatan Kerja (BAK) berusia muda ternyata cukup besar. Pada tahun 2017, terdapat sekitar 23,1 juta atau 36,10 persen BAK berusia muda dari total BAK. Pada tahun 2018 meningkat menjadi 36,29 persen, dan pada tahun 2019 sedikit menurun yaitu sekitar 35,49 persen dari total BAK.

Grafik 24. Perbandingan BAK dan BAK Muda Tahun 2017 - 2019

83

karena ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan kompetensi

yang dimiliki oleh tenaga kerja.

b. Bukan Angkatan Kerja Muda

Berdasarkan Sakernas BPS sebagaimana Grafik 24, diperoleh

informasi bahwa mereka yang tergolong Bukan Angkatan Kerja (BAK)

berusia muda ternyata cukup besar. Pada tahun 2017, terdapat sekitar

23,1 juta atau 36,10 persen BAK berusia muda dari total BAK. Pada

tahun 2018 meningkat menjadi 36,29 persen, dan pada tahun 2019

sedikit menurun yaitu sekitar 35,49 persen dari total BAK.

Grafik 24. Perbandingan BAK dan BAK Muda Tahun 2017 - 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Secara umum, mereka yang tergolong sebagai Bukan Angkatan

Kerja (BAK) terdiri dari 3 kategori, yaitu mereka yang sedang Sekolah,

Mengurus Rumah Tangga dan Lainnya.

2017 2018 2019BAK Muda 23,107,798 23,140,831 22,838,419BAK 64,016,670 63,773,800 64,350,897

23,107,798 23,140,831 22,838,419

64,016,670 63,773,800 64,350,897

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Secara umum, mereka yang tergolong sebagai Bukan Angkatan Kerja (BAK) terdiri dari 3 kategori, yaitu mereka yang sedang Sekolah, Mengurus Rumah Tangga dan Lainnya.

Page 78: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

62 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

i. Sekolah

Grafik 25. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah tahun 2017-2019

84

i. Sekolah

Grafik 25. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah tahun 2017-2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Grafik 25, diketahui bahwa pemuda yang berada

dalam katagori sedang sekolah cenderung menunjukan tren yang

menurun selama tiga tahun yaitu sejak 2017 sampai dengan 2019.

Pada tahun 2017, pemuda yang sedang bersekolah sebanyak 16,3

juta orang, menurun menjadi 15,93 juta orang atau pada tahun

2018. Jika dihitung jumlah penurunan dari 2017 sampai dengan

2018, secara total pada tahun 2018 terjadi penurunan jumlah

pemuda yang sekolah, yaitu sekitar 2,28 persen atau sebanyak

372.024 orang. Kemudian, pada tahun selanjutnya, terjadi

penurunan kembali sebesar 1,65 persen atau sebanyak 215.800

orang.

2017 2018 2019Total 16,304,061 15,932,037 15,822,722

16,304,061

15,932,037

15,822,722

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Grafik 25, diketahui bahwa pemuda yang berada dalam katagori sedang sekolah cenderung menunjukan tren yang menurun selama tiga tahun yaitu sejak 2017 sampai dengan 2019. Pada tahun 2017, pemuda yang sedang bersekolah sebanyak 16,3 juta orang, menurun menjadi 15,93 juta orang atau pada tahun 2018. Jika dihitung jumlah penurunan dari 2017 sampai dengan 2018, secara total pada tahun 2018 terjadi penurunan jumlah pemuda yang sekolah, yaitu sekitar 2,28 persen atau sebanyak 372.024 orang. Kemudian, pada tahun selanjutnya, terjadi penurunan kembali sebesar 1,65 persen atau sebanyak 215.800 orang.

Grafik 26. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal

85

Grafik 26. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, pada Grafik 26

menggambarkan bahwa pemuda yang sedang bersekolah lebih

banyak bertempat tinggal di perkotaan dibandingkan di perdesaan

selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2017 sampai dengan

2019. Pada tahun 2017, pemuda yang sekolah dan bertempat

tinggal di perkotaan lebih banyak 40,50 persen atau lebih banyak

4.140.379 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di

perdesaan. Kemudian, pada tahun 2018, pemuda yang bersekolah

dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 39,93 persen atau

lebih banyak 3.974.671 orang dibandingkan dengan yang

bertempat tinggal di perdesaan. Sama halnya dengan tahun 2019,

mereka yang bersekolah dan bertempat tinggal di perkotaan lebih

banyak 37,47 persen atau lebih banyak 3.648.082 orang

dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di perdesaan.

10,222,220 9,953,354 9,735,402

6,081,841 5,978,683 6,087,320

2017 2018 2019

1 Perkotaan 2 Perdesaan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Page 79: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

63MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Dilihat dari daerah tempat tinggalnya, pada Grafik 26 menggambarkan bahwa pemuda yang sedang bersekolah lebih banyak bertempat tinggal di perkotaan dibandingkan di perdesaan selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2017 sampai dengan 2019. Pada tahun 2017, pemuda yang sekolah dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 40,50 persen atau lebih banyak 4.140.379 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di perdesaan. Kemudian, pada tahun 2018, pemuda yang bersekolah dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 39,93 persen atau lebih banyak 3.974.671 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di perdesaan. Sama halnya dengan tahun 2019, mereka yang bersekolah dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 37,47 persen atau lebih banyak 3.648.082 orang dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di perdesaan.

Grafik 27. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin

86

Grafik 27. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya berdasarkan jenis kelamin, Grafik 27

menggambarkan bahwa pemuda yang sedang bersekolah lebih

didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin laki-laki

dibandingkan penduduk perempuan, dari tahun 2017 sampai

dengan tahun 2019. Pada tahun 2017, pemuda yang berjenis

kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 6,78 persen atau lebih banyak

572.111 orang dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin

perempuan. Namun di tahun selanjutnya, terjadi sedikit pergerakan

pada grafik yang mengakibatkan jumlah pemuda berjenis kelamin

perempuan lebih banyak sekitar 2,53 persen atau lebih banyak

199.161 orang dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-

laki.

8,438,086

7,866,438 7,889,594 7,865,975

8,065,599

7,933,128

2017 2018 2019

1 Laki-laki 2 Perempuan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya berdasarkan jenis kelamin, Grafik 27 menggambarkan bahwa pemuda yang sedang bersekolah lebih didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan penduduk perempuan, dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Pada tahun 2017, pemuda yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 6,78 persen atau lebih banyak 572.111 orang dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin perempuan. Namun di tahun selanjutnya, terjadi sedikit pergerakan pada grafik yang mengakibatkan jumlah pemuda berjenis kelamin perempuan lebih banyak sekitar 2,53 persen atau lebih banyak 199.161 orang dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki.

Page 80: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

64 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 28. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi

87

Grafik 28. Perbandingan Jumlah Penduduk yang Sekolah Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Kemudian, di tahun 2019, kembali terjadi penurunan yang

mengakibatkan jumlah pemuda berjenis kelamin perempuan

menjadi lebih banyak sekitar 0,55 persen atau lebih banyak 43.534

orang dibandingkan dengan pemuda berjenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan Grafik 28 terlihat bahwa pemuda yang sedang

bersekolah terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa

Timur, Jawa Tengah, dan Banten, serta Pulau Sumatera yaitu

Propinsi Medan. Jumlah pemuda yang sedang bersekolah di

Provinsi Jawa Barat, menunjukan tren yang cenderung menurun

dari tahun 2017 sampai tahun 2019. Sedangkan di keempat

provinsi lainnya, cenderung mengalami fluktuasi walaupun tidak

terlalu tinggi.

32 JawaBarat

35 JawaTimur

33 JawaTengah

12 SumateraUtara

36 Banten

PERBANDINGAN JUMLAH PENDUDUK YANG SEKOLAH TAHUN 2017-2019 BERDASARKAN 5 PROVINSI

TERTINGGI

2017 2018 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Kemudian, di tahun 2019, kembali terjadi penurunan yang mengakibatkan jumlah pemuda berjenis kelamin perempuan menjadi lebih banyak sekitar 0,55 persen atau lebih banyak 43.534 orang dibandingkan dengan pemuda berjenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan Grafik 28 terlihat bahwa pemuda yang sedang bersekolah terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten, serta Pulau Sumatera yaitu Propinsi Medan. Jumlah pemuda yang sedang bersekolah di Provinsi Jawa Barat, menunjukan tren yang cenderung menurun dari tahun 2017 sampai tahun 2019. Sedangkan di keempat provinsi lainnya, cenderung mengalami fluktuasi walaupun tidak terlalu tinggi.

Page 81: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

65MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

ii. Mengurus Rumah Tangga

Grafik 29. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019

88

ii. Mengurus Rumah Tangga

Grafik 29. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Grafik 29, mereka yang masuk dalam katagori

BAK karena sedang mengurus rumah tangga, cenderung

menunjukan fluktuasi yang tidak terlalu tinggi pada tahun 2017-

2019. Secara total, pada tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah

pemuda yang mengurus rumah tangga, yaitu sekitar 4,54 persen

atau sebanyak 251.769 pemuda dibandingkan kondisi tahun 2017.

Kemudian, pada tahun 2019, terjadi penurunan sebesar 5,68

persen atau sebanyak 329.093 pemuda dibandingkan kondisi

tahun 2018.

2017 2018 2019Total 5,544,463 5,796,232 5,467,139

5,544,463

5,796,232

5,467,139

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Grafik 29, mereka yang masuk dalam katagori BAK karena sedang mengurus rumah tangga, cenderung menunjukan fluktuasi yang tidak terlalu tinggi pada tahun 2017-2019. Secara total, pada tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga, yaitu sekitar 4,54 persen atau sebanyak 251.769 pemuda dibandingkan kondisi tahun 2017. Kemudian, pada tahun 2019, terjadi penurunan sebesar 5,68 persen atau sebanyak 329.093 pemuda dibandingkan kondisi tahun 2018.

Grafik 30. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal

89

Grafik 30. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan

Daerah Tempat Tinggal

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Jika dilihat berdasarkan tempat tinggal, Grafik 30

menggambarkan bahwa pemuda yang tergolong BAK karena

sedang mengurus rumah tangga, lebih banyak yang bertempat

tinggal di perdesaan dibandingkan di perkotaan pada tahun 2017

sampai dengan tahun 2019. Hal ini justru berbanding terbalik

dengan pemuda BAK yang sedang bersekolah, dimana sebagian

besar mereka terkonsentrasi di perkotaan. Mungkin karena lebih

lengkapnya fasilitas pendidikan dan luasnya akses masyarakat ke

dunia pendidikan dan pelatihan, serta terbuka luasnya kesempatan

kerja di perkotaan bagi mereka yang kompeten, membuat pemuda

yang bertempat tinggal di perkotaan lebih memilih melanjutkan

sekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau meningkatkan

kompetensinya dibandingkan dengan mengurus rumah tangga.

2,577,693 2,678,083 2,569,785 2,966,770 3,118,149

2,897,354

2017 2018 2019

1 Perkotaan 2 Perdesaan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Page 82: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

66 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Jika dilihat berdasarkan tempat tinggal, Grafik 30 menggambarkan bahwa pemuda yang tergolong BAK karena sedang mengurus rumah tangga, lebih banyak yang bertempat tinggal di perdesaan dibandingkan di perkotaan pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Hal ini justru berbanding terbalik dengan pemuda BAK yang sedang bersekolah, dimana sebagian besar mereka terkonsentrasi di perkotaan. Mungkin karena lebih lengkapnya fasilitas pendidikan dan luasnya akses masyarakat ke dunia pendidikan dan pelatihan, serta terbuka luasnya kesempatan kerja di perkotaan bagi mereka yang kompeten, membuat pemuda yang bertempat tinggal di perkotaan lebih memilih melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau meningkatkan kompetensinya dibandingkan dengan mengurus rumah tangga.

Pada tahun 2017, pemuda yang mengurus rumah tangga di perdesaan lebih banyak 15,09 persen atau lebih banyak 389.077 orang dibandingkan dengan penduduk yang berada di perkotaan. Kemudian, pada tahun 2018, jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga dan bertempat tinggal di perdesaan lebih banyak 16,43 persen atau lebih banyak 440.066 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di perkotaan. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2019, pemuda yang mengurus rumah tangga dan bertempat tinggal di perdesaan lebih banyak 12,75 persen atau lebih banyak 327.569 orang dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di perkotaan.

Grafik 31. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin

90

Pada tahun 2017, pemuda yang mengurus rumah tangga di

perdesaan lebih banyak 15,09 persen atau lebih banyak 389.077

orang dibandingkan dengan penduduk yang berada di perkotaan.

Kemudian, pada tahun 2018, jumlah pemuda yang mengurus

rumah tangga dan bertempat tinggal di perdesaan lebih banyak

16,43 persen atau lebih banyak 440.066 orang dibandingkan

dengan yang bertempat tinggal di perkotaan. Sama halnya yang

terjadi pada tahun 2019, pemuda yang mengurus rumah tangga

dan bertempat tinggal di perdesaan lebih banyak 12,75 persen atau

lebih banyak 327.569 orang dibandingkan dengan mereka yang

bertempat tinggal di perkotaan.

Grafik 31. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan

Jenis Kelamin

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, terlihat pada Grafik 31

bahwa pemuda yang mengurus rumah tangga lebih didominasi

827,424 828,309 753,250

4,717,039 4,967,923 4,713,889

2017 2018 2019

1 Laki-laki 2 Perempuan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Page 83: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

67MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, terlihat pada Grafik 31 bahwa pemuda yang mengurus rumah tangga lebih didominasi oleh mereka yang berjenis kelamin perempuan selama tida tahun berturut-turut, dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019. Hal ini merupakan suatu kewajaran karena sebagaimana diketahui sebagian besar mereka yang mengurus rumah tangga adalah perempuan. Pada tahun 2017, jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga dan berjenis kelamin perempuan lebih banyak sekitar 470 persen atau lebih banyak 3.889.615 orang dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Di tahun selanjutnya, terjadi sedikit pergerakan pada grafik dimana pemuda perempuan yang mengurus rumah tangga jauh lebih banyak, yaitu 499,77 persen atau lebih banyak 4.139.614 orang dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki. Kemudian, di tahun 2019, terjadi sedikit penurunan dimana pemuda perempuan yang mengurus rumah tangga menjadi lebih banyak sekitar 525,81 persen atau lebih banyak 3.960.639 penduduk dibandingkan dengan penduduk laki-laki.

Grafik 32. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang

Ditamatkan

92

Grafik 32. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan

Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Grafik 32 di atas, ditinjau dari pendidikan terakhir

yang ditamatkan, terlihat bahwa pemuda yang mengurus rumah

tangga paling banyak adalah mereka yang lulusan Sekolah

Menengah Pertama (SMP), diikuti SMU dan kemudian yang

berpendidikan >= SD. Pada tahun 2017, proporsi pemuda yang

lulusan SMP yaitu sebesar 35,80 persen dari total pemuda yang

mengurus rumah tangga atau sebanyak 1.985.064 orang. Di tahun

2018, terjadi sedikit peningkatan jumlah pemuda yang mengurus

rumah tangga, namun tetap didominasi oleh mereka yang berada

pada jenjang lulusan SMP, yaitu sebanyak 2.076.744 orang atau

sekitar 35,83 persen dari total pemuda yang mengurus rumah

tangga. Kemudian, pada tahun 2019, menunjukkan komposisi yang

masih relatif sama, yaitu terbanyak di jenjang lulusan SMP dengan

jumlah sekitar 32,55 persen dari total pemuda yang mengurus

rumah tangga atau sebanyak 1.779.641 orang.

<=SD SMP SMU SMK DiplomaI/II/III/

Akademi

Universitas(S1/S2/S3)

PERBANDINGAN JUMLAH BUKAN ANGKATAN KERJA YANG MENGURUS RUMAH TANGGA TAHUN 2017-2019

BERDASARKAN PENDIDIKAN TERAKHIR YANG DITAMATKAN

2017 2018 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Grafik 32 di atas, ditinjau dari pendidikan terakhir yang ditamatkan, terlihat bahwa pemuda yang mengurus rumah tangga paling banyak adalah mereka yang lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP), diikuti SMU dan kemudian yang berpendidikan >= SD. Pada tahun 2017, proporsi pemuda yang

Page 84: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

68 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

lulusan SMP yaitu sebesar 35,80 persen dari total pemuda yang mengurus rumah tangga atau sebanyak 1.985.064 orang. Di tahun 2018, terjadi sedikit peningkatan jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga, namun tetap didominasi oleh mereka yang berada pada jenjang lulusan SMP, yaitu sebanyak 2.076.744 orang atau sekitar 35,83 persen dari total pemuda yang mengurus rumah tangga. Kemudian, pada tahun 2019, menunjukkan komposisi yang masih relatif sama, yaitu terbanyak di jenjang lulusan SMP dengan jumlah sekitar 32,55 persen dari total pemuda yang mengurus rumah tangga atau sebanyak 1.779.641 orang.

Grafik 33. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi

93

Grafik 33. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Mengurus Rumah Tangga Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5

Provinsi Tertinggi

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya berdasarkan Grafik 33, terlihat bahwa pemuda

yang mengurus rumah tangga terkonsentrasi di pulau Jawa. Lima

propinsi dengan jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga

secara berurutan adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,

Sumatera Utara dan Banten. Pada tahun 2017, jumlah pemuda

yang mengurus rumah tangga di lima provinsi tersebut sudah

mewakili 54,36 persen dari total pemuda. Sama halnya yang terjadi

pada tahun 2018 dan 2019, jumlah pemuda yang mengurus rumah

tangga di lima provinsi tersebut sudah mewakili berturut-turut 53,57

persen dan 52,96 persen dari total pemuda.

32 JawaBarat

35 JawaTimur

33 JawaTengah

12 SumateraUtara

36 Banten

PERBANDINGAN JUMLAH BUKAN ANGKATAN KERJA YANG MENGURUS RUMAH TANGGA TAHUN 2017-2019

BERDASARKAN 5 PROVINSI TERTINGGI

2017 2018 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya berdasarkan Grafik 33, terlihat bahwa pemuda yang mengurus rumah tangga terkonsentrasi di pulau Jawa. Lima propinsi dengan jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga secara berurutan adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Banten. Pada tahun 2017, jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga di lima provinsi tersebut sudah mewakili 54,36 persen dari total pemuda. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2018 dan 2019, jumlah pemuda yang mengurus rumah tangga di lima provinsi tersebut sudah mewakili berturut-turut 53,57 persen dan 52,96 persen dari total pemuda.

Page 85: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

69MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

iii. Lainnya

Grafik 34. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019

94

iii. Lainnya

Grafik 34. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Sebagaimana terlihat pada Grafik 34 bahwa terdapat pemuda

BAK yang berkegiatan lainnya yang tidak sedang bersekolah dan

mengurus rumah tangga. Jumlah mereka cukup banyak, dimana

berdasarkan Sakernas Agustus 2019 menunjukkan tren yang

meningkat dari tahun ke tahun selama periode 2017 sampai

dengan 2019. Secara total, pada tahun 2018 terjadi peningkatan

jumlah pemuda yang berkegiatan lainnya, yaitu sekitar 12,17

persen atau sebanyak 153.288 orang. Kemudian, pada tahun 2019,

terjadi peningkatan kembali sebesar 9,63 persen atau sebanyak

135.996 orang.

2017 2018 2019Total 1,259,274 1,412,562 1,548,558

1,259,274 1,412,562 1,548,558

Total

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Sebagaimana terlihat pada Grafik 34 bahwa terdapat pemuda BAK yang berkegiatan lainnya yang tidak sedang bersekolah dan mengurus rumah tangga. Jumlah mereka cukup banyak, dimana berdasarkan Sakernas Agustus 2019 menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun selama periode 2017 sampai dengan 2019. Secara total, pada tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah pemuda yang berkegiatan lainnya, yaitu sekitar 12,17 persen atau sebanyak 153.288 orang. Kemudian, pada tahun 2019, terjadi peningkatan kembali sebesar 9,63 persen atau sebanyak 135.996 orang.

Grafik 35. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal

95

Grafik 35. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Daerah

Tempat Tinggal

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Jika dilihat dari tempat tinggal, sebagaimana Grafik 35 diketahui

bahwa pemuda BAK yang tidak tergolong sedang bersekolah atau

sedang mengurus rumah tangga, lebih banyak yang bertempat

tinggal di perkotaan selama periode tahun 2017 sampai dengan

2019. Jumlah ini berbanding terbalik dengan kondisi pemuda bukan

angkatan kerja yang mengurus rumah tangga, namun berbanding

lurus dengan pemuda bukan angkatan kerja yang bersekolah.

Pada tahun 2017, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan

bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 19,50 persen atau

lebih banyak 136.052 orang dibandingkan dengan yang bertempat

tinggal di perdesaan. Kemudian pada tahun 2018, mereka yang

bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 18,03 persen atau

lebih banyak 139.944 orang dibandingkan dengan pemuda BAK

697,663 776,253 813,563

561,611 636,309

734,995

2017 2018 2019

1 Perkotaan 2 Perdesaan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Page 86: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

70 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Jika dilihat dari tempat tinggal, sebagaimana Grafik 35 diketahui bahwa pemuda BAK yang tidak tergolong sedang bersekolah atau sedang mengurus rumah tangga, lebih banyak yang bertempat tinggal di perkotaan selama periode tahun 2017 sampai dengan 2019. Jumlah ini berbanding terbalik dengan kondisi pemuda bukan angkatan kerja yang mengurus rumah tangga, namun berbanding lurus dengan pemuda bukan angkatan kerja yang bersekolah.

Pada tahun 2017, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 19,50 persen atau lebih banyak 136.052 orang dibandingkan dengan yang bertempat tinggal di perdesaan. Kemudian pada tahun 2018, mereka yang bertempat tinggal di perkotaan lebih banyak 18,03 persen atau lebih banyak 139.944 orang dibandingkan dengan pemuda BAK yang bertempat tinggal di perdesaan. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2019, jumlah penduduk yang berkegiatan lainnya yang berada di perkotaan lebih banyak 9,66 persen atau lebih banyak 78.568 orang dibandingkan dengan orang yang berada di perdesaan.

Grafik 36. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis Kelamin

96

yang bertempat tinggal di perdesaan. Sama halnya yang terjadi

pada tahun 2019, jumlah penduduk yang berkegiatan lainnya yang

berada di perkotaan lebih banyak 9,66 persen atau lebih banyak

78.568 orang dibandingkan dengan orang yang berada di

perdesaan.

Grafik 36. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Jenis

Kelamin

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 36

menggambarkan bahwa pemuda BAK yang berkegiatan lainnya

pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 lebih didominasi oleh

mereka yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.

Pada tahun 2017, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan

berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 67,39 persen atau

lebih banyak 640.008 orang dibandingkan dengan mereka yang

berjenis kelamin perempuan. Di tahun selanjutnya, terjadi sedikit

949,641 1,035,274

1,125,084

309,633 377,288 423,474

2017 2018 2019 1 Laki-laki 2 Perempuan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 36 menggambarkan bahwa pemuda BAK yang berkegiatan lainnya pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 lebih didominasi oleh mereka yang berjenis kelamin laki-laki

Page 87: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

71MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

dibandingkan perempuan. Pada tahun 2017, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 67,39 persen atau lebih banyak 640.008 orang dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin perempuan. Di tahun selanjutnya, terjadi sedikit peningkatan dimana pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 63,56 persen atau lebih banyak 657.986 orang dibandingkan dengan perempuan. Kemudian, di tahun 2019, terjadi peningkatan kembali dimana yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 62,36 persen atau lebih banyak 701.610 orang dibandingkan dengan perempuan.

Grafik 37. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan Pendidikan Terakhir yang

Ditamatkan

97

peningkatan dimana pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dan

berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 63,56 persen atau

lebih banyak 657.986 orang dibandingkan dengan perempuan.

Kemudian, di tahun 2019, terjadi peningkatan kembali dimana yang

berjenis kelamin laki-laki lebih banyak sekitar 62,36 persen atau

lebih banyak 701.610 orang dibandingkan dengan perempuan.

Grafik 37. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan

Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Sebagaimana Grafik 37 bahwa jika dilihat dari pendidikan

terakhir yang ditamatkan, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya

paling banyak adalah mereka yang berpendidikan SD, diikuti oleh

mereka yang berpendidikan SMU dan kemudian mereka yang

berpendidikan SMP. Pada tahun 2017, mereka yang berpendidikan

SD sebanyak 414.578 orang atau sekitar 32,92 persen dari total

pemuda BAK yang yang berkegiatan lainnya. Di tahun 2018, terjadi

<=SD SMP SMU SMK DiplomaI/II/III/

Akademi

Universitas(S1/S2/S3)

PERBANDINGAN JUMLAH BUKAN ANGKATAN KERJA YANG BERKEGIATAN LAINNYA TAHUN 2017-2019

BERDASARKAN PENDIDIKAN TERAKHIR YANG DITAMATKAN

2017 2018 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Sebagaimana Grafik 37 bahwa jika dilihat dari pendidikan terakhir yang ditamatkan, pemuda BAK yang berkegiatan lainnya paling banyak adalah mereka yang berpendidikan SD, diikuti oleh mereka yang berpendidikan SMU dan kemudian mereka yang berpendidikan SMP. Pada tahun 2017, mereka yang berpendidikan SD sebanyak 414.578 orang atau sekitar 32,92 persen dari total pemuda BAK yang yang berkegiatan lainnya. Di tahun 2018, terjadi sedikit peningkatan jumlah pemuda yang berkegiatan lainnya, namun tetap didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD, yaitu sebanyak 436.859 orang atau sekitar

Page 88: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

72 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

30,93 persen dari total pemuda yang berkegiatan lainnya. Kemudian, pada tahun 2019, komposisinya masih relatif sama, dimana mereka yang berpendidikan SD sebanyak 475.159 orang atau sekitar 30,68 persen dari total pemuda yang berkegiatan lainnya.

Grafik 38. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5 Provinsi Tertinggi

98

sedikit peningkatan jumlah pemuda yang berkegiatan lainnya,

namun tetap didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD, yaitu

sebanyak 436.859 orang atau sekitar 30,93 persen dari total

pemuda yang berkegiatan lainnya. Kemudian, pada tahun 2019,

komposisinya masih relatif sama, dimana mereka yang

berpendidikan SD sebanyak 475.159 orang atau sekitar 30,68

persen dari total pemuda yang berkegiatan lainnya.

Grafik 38. Perbandingan Jumlah Bukan Angkatan Kerja yang Berkegiatan Lainnya Tahun 2017-2019 Berdasarkan 5

Provinsi Tertinggi

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat sebaran berdasarkan propinsi, sebagaimana Grafik 38

terlihat bahwa pemuda BAK yang masuk dalam katagori

berkegiatan lainnya sebagian besar tersebar di provinsi yang

berada di Pulau Jawa. Lima propinsi di Indonesia yang paling

banyak memiliki pemuda BAK yang berkegiatan lainnya adalah

propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan

32 JawaBarat

33 JawaTengah

35 JawaTimur

36 Banten 73 SulawesiSelatan

PERBANDINGAN JUMLAH BUKAN ANGKATAN KERJA YANG BERKEGIATAN LAINNYA TAHUN 2017-2019

BERDASARKAN 5 PROVINSI TERTINGGI

2017 2018 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat sebaran berdasarkan propinsi, sebagaimana Grafik 38 terlihat bahwa pemuda BAK yang masuk dalam katagori berkegiatan lainnya sebagian besar tersebar di provinsi yang berada di Pulau Jawa. Lima propinsi di Indonesia yang paling banyak memiliki pemuda BAK yang berkegiatan lainnya adalah propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2017, jumlah pemuda BAK yang berkegiatan lainnya dari kelima provinsi tersebut sudah mewakili 58,03 persen dari total pemuda. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2018 dan 2019, jumlah penduduk yang berkegiatan lainnya dari kelima provinsi tersebut sudah mewakili berturut-turut 54,35 persen dan 55,21 persen dari total pemuda.

Melihat kondisi tenaga kerja muda Indonesia sebagaimana data-data yang dihasilkan dari Sakernas-BPS periode Agustus 2019 tersebut menunjukkan bahwa pemuda di Indonesia masih sangat rentan dan beresiko secara permanen tidak

Page 89: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

73MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

mampu bersaing dan tertinggal dalam pasar kerja. Terlihat dari indikator yang direkomendasikan untuk digunakan dalam mengidentifikasi resiko tersebut seperti Penganggur Muda Indonesia yang masih tinggi, dimana dari 7,05 juta Penganggur Terbuka di Indonesia sebagaimana data Sakernas Agustus 2019, 56,44 persen diantaranya merupakan penganggur usia muda. Bahkan TPT muda ini berada jauh lebih tinggi yaitu sekitar 18,62 persen dibandingkan dengan TPT yang hanya 5,28 persen. Pemuda yang tidak bekerja, tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan (NEETs) dan Pemuda yang tidak bekerja, tidak sekolah maupun tidak sedang mengikuti pelatihan dan memiliki keahlian/keterampilan rendah (Low-skilled NEETs) juga masih memiliki persentase yang tinggi, dimana NEET di Indonesia pada tahun 2019 sekitar 21,27 persen, dan yang berketerampilan rendah sekitar 28,48 persen. Karena tingkat pendidikan yang rendah, maka walaupun pemuda tersebut berada di pasar kerja dan tidak tergolong sebagai penganggur atau NEET, sebagian besar mereka bekerja pada sektor informal. Dari data yang ada bahwa pemuda yang bekerja lebih banyak berpendidikan dasar dan menengah dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan tinggi. Dilihat dari lapangan usaha yang digeluti, sebagian besar mereka berada pada sektor informal antara lain perdagangan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor; dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.

Untuk mengatasi kondisi tenaga kerja muda yang rentan, maka pemerintah fokus pada Youth Development Index yang mengutamakan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, penciptaan lapangan kerja, partisipasi dan kepemimpinan, serta kesetaraan gender. Hal tersebut sejalan dengan program pemerintah yaitu implementasi program prioritas nasional pada tahun 2020 – 2024 yang salah satunya adalah pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Pengembangan SDM bertujuan untuk menghasilkan SDM yang bekerja keras, dinamis, berkompeten, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu bersaing secara global. Untuk itu perlu dilakukan kerja sama dengan dunia industri secara lebih optimal terkait pemanfaatan teknologi terbaru sehingga penggunaannya dapat dijangkau di seluruh wilayah di Indonesia.

Dalam RPJMN Tahun 2020 – 2024, khususnya untuk mendukung pengembangan SDM dibagi menjadi tiga cara, yaitu:

Pemenuhan kebutuhan dasar dan jaminan sosial meliputi pendidikan, kesehatan, jaminan social, pengentasan kemiskinan, kualitas anak, perempuan dan pemuda

Page 90: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

74 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Peningkatan produktivitas meliputi pelatihan vokasional, pendidikan tinggi, inovasi penelitian, prestasi di bidang olahraga

Pengembangan karakter meliputi pendidikan keagamaan dan karakter, pengertian dan implementasi ilmu agama, pendidikan kewarganegaraan, dan penguatan fungsi keluarga sebagai fondasi utama pembentukan karakter.

Tidak hanya itu, untuk beberapa strategi kebijakan juga telah disiapkan untuk mendukung tenaga kerja muda, antara lain:

Mendorong pemuda untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi

Mendorong kerjasama antara sekolah dan instansi maupun dunia usaha agar dapat membuka peluang magang bagi pemuda

Meningkatkan pengalaman kerja sebagai bekal untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik

Mengecualikan pekerja usia muda tanpa pengalaman dari kebijakan upah minimum sebagai kompensasi untuk biaya pelatihan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk proses penerimaan kerja.

Meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara menambah aspek keahlian dan keterampilan yang dibutuhkan di semua jenjang pendidikan

C. Perkembangan NEET Di Indonesia

Fenomena NEET yang terjadi di kalangan anak muda perlu menjadi kekhawatiran bangsa ini. Fenomena ini mempengaruhi mental dan pola pikir anak muda sehingga merusak masa depan anak muda dan negara. Dari 198 juta penduduk usia kerja di Indonesia, 22,33 persennya berusia muda (15 – 24 tahun) dimana mereka ini diharapkan dapat berperan aktif dalam perkembangan negara. Selain itu, usia muda merupakan usia yang potensial untuk mengembangkan diri. Pada tahun 2019 tingkat ketidakaktifan anak muda dalam dunia kerja maupun pendidikan sebesar 21,72 persen.

Page 91: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

75MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Grafik 39. Tingkat NEET di Indonesia Tahun 2017 - 2019

102

C. Perkembangan NEET Di Indonesia

Fenomena NEET yang terjadi di kalangan anak muda perlu menjadi

kekhawatiran bangsa ini. Fenomena ini mempengaruhi mental dan

pola pikir anak muda sehingga merusak masa depan anak muda dan

negara. Dari 198 juta penduduk usia kerja di Indonesia, 22,33

persennya berusia muda (15 – 24 tahun) dimana mereka ini

diharapkan dapat berperan aktif dalam perkembangan negara. Selain

itu, usia muda merupakan usia yang potensial untuk mengembangkan

diri. Pada tahun 2019 tingkat ketidakaktifan anak muda dalam dunia

kerja maupun pendidikan sebesar 21,72 persen.

Grafik 39. Persentase NEET di Indonesia Tahun 2017 - 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Grafik 39 bahwa persentase pemuda yang tergolong

NEET di Indonesia selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai

dengan tahun 2019 masih berada diatas 20 persen. Persentase

pemuda yang tergolong NEET pada tahun 2019 mengalami penurunan

21.41%

22.09%

21.72%

21.00%

21.20%

21.40%

21.60%

21.80%

22.00%

22.20%

2017 2018 2019

Tingkat NEET

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Berdasarkan Grafik 39 bahwa persentase pemuda yang tergolong NEET di Indonesia selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 masih berada diatas 20 persen. Persentase pemuda yang tergolong NEET pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,38 persen dibanding tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan sebesar 0,30 persen dibanding tahun 2017.

Grafik 40. Tingkat NEET berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2017 - 2019

103

sebesar 0,38 persen dibanding tahun sebelumnya dan mengalami

peningkatan sebesar 0,30 persen dibanding tahun 2017.

Grafik 40. Persentase NEET berdasarkan Jenis Kelamin di Indonesia Tahun 2017 - 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 40 menjelaskan

bahwa selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan

2019, persentase NEET perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

Persentase NEET perempuan hampir dua kali lipat dibanding laki-laki.

Persentase NEET perempuan pada tahun 2017 sebesar 27,79 persen,

sedangkan pada tahun 2018 naik menjadi 28,19 persen dan pada

tahun 2019 turun menjadi 27,59 persen. Untuk mereka yang berjenis

kelamin laki-laki, persentase NEET pada tahun 2017 sebesar 15,59

persen dan mengalami kenaikan sebesar 0,76 persen menjadi 16,25

persen pada tahun 2018. Sedangkan pada tahun 2019 persentase

NEET laki-laki menjadi 16,09 atau mengalami penurunan sebesar 0,16

persen dibanding tahun sebelumnya. Tingginya persentase NEET

15.59% 16.25% 16.09%

27.79% 28.19% 27.59%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

2017 2018 2019

Tingkat NEET berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Page 92: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

76 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, Grafik 40 menjelaskan bahwa selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan 2019, persentase NEET perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Persentase NEET perempuan hampir dua kali lipat dibanding laki-laki. Persentase NEET perempuan pada tahun 2017 sebesar 27,79 persen, sedangkan pada tahun 2018 naik menjadi 28,19 persen dan pada tahun 2019 turun menjadi 27,59 persen. Untuk mereka yang berjenis kelamin laki-laki, persentase NEET pada tahun 2017 sebesar 15,59 persen dan mengalami kenaikan sebesar 0,76 persen menjadi 16,25 persen pada tahun 2018. Sedangkan pada tahun 2019 persentase NEET laki-laki menjadi 16,09 atau mengalami penurunan sebesar 0,16 persen dibanding tahun sebelumnya. Tingginya persentase NEET perempuan dibanding laki-laki kemungkinan dipengaruhi banyaknya perempuan yang memilih untuk berkegiatan domestik/ di rumah.

Grafik 41. Tingkat NEET berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di IndonesiaTahun 2017 – 2019

Hal 76

Grafik 41. Tingkat NEET berdasarkan Daerah Tempat Tinggal di Indonesia

Tahun 2017 – 2019

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya berdasarkan daerah tempat tinggal, sebagaimana Grafik 41 terlihat bahwa persentase NEET yang tinggal di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada tahun 2019 persentase NEET di perkotaan sebesar 19,47 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 24,73 persen. Persentase di perkotaan pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,65 persen poin, sedangkan di perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,06 persen poin. Tingginya NEET di perdesaan kemungkinan besar dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran masyarakat desa akan pentingnya pendidikan dan pelatihan sebagai bekal untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, tingginya NEET di perdesaan juga dipengaruhi oleh kurang tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang memadai dibanding di perkotaan. Peluang kerja di perdesaan juga cenderung terbatas dan sebagian besar didominasi oleh sektor informal.

Hal 112

Persentase Usia Muda (15-24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin Agustus 2019

Daerah Tempat Tinggal

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan Perkotaan 16,18% 22,85% 19,47% Perdesaan 15,98% 34,05% 24,73% Jumlah 16,09% 27,59% 21,72%

19.12% 20.12% 19.47%

24.56% 24.67% 24.73%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

2017 2018 2019

Tingkat NEET berdasarkan Daerah Tempat Tinggal

Perkotaan Perdesaan

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Selanjutnya berdasarkan daerah tempat tinggal, sebagaimana Grafik 41 terlihat bahwa persentase NEET yang tinggal di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Pada tahun 2019 persentase NEET di perkotaan sebesar 19,47 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 24,73 persen. Persentase di perkotaan pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,65 persen poin, sedangkan di perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,06 persen poin. Tingginya NEET di perdesaan kemungkinan besar dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran masyarakat desa akan pentingnya pendidikan dan pelatihan sebagai bekal untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Selain itu, tingginya NEET di perdesaan juga dipengaruhi oleh kurang

Page 93: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

77MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang memadai dibanding di perkotaan. Peluang kerja di perdesaan juga cenderung terbatas dan sebagian besar didominasi oleh sektor informal.

Grafik 42.Tingkat NEET berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 2017 - 2019

105

perdesaan juga dipengaruhi oleh kurang tersedianya fasilitas atau

sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang memadai

dibanding di perkotaan. Peluang kerja di perdesaan juga cenderung

terbatas dan sebagian besar didominasi oleh sektor informal.

Grafik 42. Persentase NEET berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 2017 - 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, sebagaimana Grafik 42

terlihat bahwa pada tahun 2019 sebagian besar pemuda yang

tergolong NEET berpendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 28,48

persen. Sedangkan yang berpendidikan SMP hanya sebesar 13,60

persen. Selanjutnya, pemuda yang berpendidikan tinggi dan tergolong

dalam kelompok NEET ternyata juga cukup tinggi, dimana mereka

yang berpendidikan universitas (S1,S2,S3) dan tergolong NEET

sebesar 26,33 persen, dan yang berpendidikan akademi/Diploma

sebesar 24,58 persen. Dari angka ini dapat diketahui bahwa 1 dari 4

anak muda yang berpendidikan tinggi itu ternyata tidak aktif di dunia

28.48%

13.60%

25.37% 26.88%24.58%

26.33%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

<=SD SMP SMU SMK DiplomaI/II/III/

Akademi

Universitas(S1/S2/S3)

Tingkat NEET berdasarkan Tingkat pendidikan

2017 2018 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, sebagaimana Grafik 42 terlihat bahwa pada tahun 2019 yang paling berpeluang untuk menjadi NEET berpendidikan SD ke bawah yaitu sebesar 28,48 persen. Sedangkan yang berpendidikan SMP hanya sebesar 13,60 persen. Selanjutnya, pemuda yang berpendidikan tinggi dan tergolong dalam kelompok NEET ternyata juga cukup tinggi, dimana mereka yang berpendidikan universitas (S1,S2,S3) dan tergolong NEET sebesar 26,33 persen, dan yang berpendidikan akademi/Diploma sebesar 24,58 persen. Dari angka ini dapat diketahui bahwa 1 dari 4 anak muda yang berpendidikan tinggi itu ternyata tidak aktif di dunia kerja juga tidak sedang melanjutkan pendidikan atau berlatih di lembaga pelatihan kerja.

Dilihat dari tingkat pendidikan ini, presentase NEET pada hampir semua tingkat pendidikan pada tahun 2019 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya kecuali persentase NEET yang berpendidikan Akademi/Diploma dan SD ke bawah. Pada tingkat pendidikan Akademi/Diploma mengalami peningkatan sebesar 2,26 persen poin, sedangkan pada tingkat pendidikan SD ke bawah mengalami peningkatan sebesar 1,01 persen poin. Penurunan paling tinggi terjadi pada tingkat pendidikan SMP yaitu sebesar 1,04 persen poin.

Page 94: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

78 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Tingginya persentase pemuda yang tergolong NEET berpendidikan SD ke bawah kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak mampu membiayai sehingga tidak memungkinkan untuk bersekolah atau sebab lainnya. Dengan hanya berpendidikan SD bahkan tidak lulus SD, akan semakin sulit bagi anak muda untuk mendapatkan pekerjaan, terutama di sektor formal, sehingga kecenderungan mereka untuk tergolong NEET sangat tinggi. Namun demikian, yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius oleh Pemerintah bukan hanya NEET berpendidikan SD kebawah, tetapi juga NEET yang berpendidikan tinggi, karena dengan kualitas SDM yang dimiliki, seharusnya anak muda yang berpendidikan tinggi dapat berperan aktif dalam dunia kerja maupun pendidikan

Grafik 43. Tingkat NEET berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2017 - 2019

107

Grafik 43. Persentase NEET berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun 2017 - 2019

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

9.22%9.61%

15.41%15.46%

17.56%18.56%18.81%

19.44%19.74%

20.35%20.52%20.98%21.03%21.04%

21.65%21.70%21.82%21.83%21.91%21.99%22.36%22.51%22.59%22.61%22.89%23.00%23.04%23.09%23.53%

24.35%25.53%

26.18%26.40%

27.91%

0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%

BaliD I Yogyakarta

DKI JakartaKepulauan Riau

PapuaSumatera Utara

Nusa Tenggara TimurKalimantan Timur

Sumatera BaratBengkulu

Papua BaratJawa Timur

Sulawesi TenggaraKalimantan Utara

Nusa Tenggara BaratSulawesi Tengah

Jawa TengahSulawesi Selatan

Kalimantan TengahKalimantan Selatan

Bangka-BelitungLampung

Sumatera SelatanJambi

Sulawesi BaratKalimantan Barat

BantenRiau

AcehMaluku Utara

Jawa BaratMaluku

GorontaloSulawesi Utara

2019 2018 2017

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2017 – 2019 diolah Pusdatinaker

Page 95: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

79MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Jika dilihat berdasarkan persebaran wilayah, Grafik 43 menggambarkan bahwa provinsi Sulawesi Utara memiliki persentase NEET paling tinggi. Persentase NEET Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2019 sebesar 27,91 persen atau turun sebesar 1,65 persen poin dibanding tahun sebelumnya. Selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 Provinsi Sulawesi Utara memiliki persentase NEET paling tinggi. Sedangkan Provinsi yang memiliki NEET paling rendah yaitu Provinsi Bali. Pada tahun 2019 Provinsi Bali mempunyai persentase NEET sebesar 9,22 persen atau naik sebesar 0,69 persen poin dibanding tahun sebelumnya.

Rendahnya persentase NEET di Provinsi Bali dibandingkan propinsi lainnya di Indonesia kemungkinan besar disebabkan oleh luasnya kesempatan kerja yang tersedia terutama di bidang pariwisata sehingga memungkinkan pemuda Bali dapat dengan mudah memasuki pasar kerja, sehingga kecenderungan untuk tergolong NEET sangat rendah. Masyarakat terutama anak muda Bali juga ternyata memiliki semangat dan kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan, pelatihan, atau bekerja. Persentase NEET terendah di Provinsi Bali selaras dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Bali yang juga terendah yaitu sebesar 1,52 persen pada Agustus 2019.

Secara umum persentase NEET di Indonesia pada tahun 2019 mengalami penurunan, akan tetapi di beberapa provinsi mengalami peningkatan persentase NEET. Peningkatan persentase NEET paling tinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 3,71 persen, Papua Barat sebesar 2,05 persen dan Jambi 1,97 persen. Sedangkan untuk penurunan persentase NEET paling tinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 3,62 persen, Nusa Tenggara Barat sebesar 3,02 persen, dan D.I Yogyakarta sebesar 2,85 persen.

Eksistensi NEET di Indonesia yang mengalami kenaikan dan penurunan sebagaimana yang terlihat berdasarkan jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pendidikan, persebaran wilayah diatas, seyogyanya perlu diantisipasi oleh semua pihak terkait terutama masyarakat dan Pemerintah di Indonesia, agar tidak semakin berkembang yang kemudian akan berpengaruh negatif terhadap pemuda itu sendiri, keluarga, masyarakat dan juga negara. Oleh karenanya, perlu dicarikan solusi untuk mengatasinya dengan terlebih dahulu memahami penyebab timbulnya NEET dan kondisi NEET saat ini dan yang akan datang berdasarkan data. Sebagaimana diketahui bahwa beberapa hal yang yang mempengaruhi tinggi rendahnya persentase NEET itu tidak hanya disebabkan

Page 96: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

80 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

oleh faktor wilayah, pendidikan, daerah tempat tinggal, namun yang lebih penting adalah karena tidak adanya kesadaran atau keengganan anak muda Indonesia untuk produktif di masa produktifnya dengan menempuh pendidikan, pelatihan, ataupun bekerja. Diharapkan kebijakan atau solusi untuk mengatasi semakin berkembangnya pemuda yang tergolong NEET benar-benar efektif, sehingga anak muda Indonesia adalah anak muda yang kompeten dan bekerja produktif untuk masa depan mereka juga untuk keberlanjutan perputaran roda perekonomian dan pembangunan Indonesia.

D. Solusi Penanganan NEET di Indonesia

Salah satu tolak ukur kualitas suatu negara dapat dilihat dari kualitas anak mudanya. Anak muda merupakan generasi penerus bangsa. Anak muda yang kompeten dan produktif bukan hanya bermanfaat bagi diri dan keluarganya, juga mampu membawa kondisi bangsa dan negaranya menjadi lebih baik. Generasi muda dianggap sebagai agent of change, moral force, and social control sehingga anak muda yang berkualitas diharapkan mampu menjalankan fungsi tersebut dengan baik dan berguna bagi masyarakat dan negara.

Berdasarkan data yang ada, prosentase NEET di Indonesia masih diatas angka 20 persen. Agar permasalahan NEET di Indonesia dapat berkurang setiap tahunnya, tentu saja perhatian yang khusus dan kerjasama semua pihak untuk menanggulanginya adalah suatu keharusan. Dukungan tidak hanya dari pemerintah dan swasta tetapi lingkungan keluarga dan masyarakat juga harus berperan aktif dengan menyediakan solusi yang kondusif dan implementatif agar anak muda Indonesia penerus harapan bangsa dapat lebih aktif untuk mengembangkan diri, baik melalui dunia pendidikan ataupun pelatihan kerja sebagai bekal untuk memasuki pasar kerja, juga bagi mereka yang sudah berada di pasar kerja perlu terus menerus mengembangkan kompetensi yang dimilikinya agar bekerja produktif untuk masa depan diri, keluarga dan bangsa.

Untuk menentukan solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi anak muda NEET, perlu untuk mengetahui NEET di Indonesia sebagian besar berasal dari kelompok yang mana. Apabila sebagian besar anak muda NEET berstatus sebagai penganggur terbuka maka beberapa solusi yang bisa diimplementasikan adalah:

1). Memperluas kesempatan kerja yang ada, melalui fasilitasi penumbuhan dan pengembangan wirausaha karena sektor ini tidak membutuhkan persyaratan apa-apa dari mereka yang berkeinginan untuk menggelutinya.

Page 97: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

81MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

2). Perlu ada penyesuaian kurikulum di dunia pendidikan dan pelatihan kerja,

agar lulusannya dapat langsung di terima di pasar kerja.

3). Program pemagangan perlu dikembangkan lebih luas untuk lebih

mempersiapkan lulusan dunia pendidikan dan pelatihan kerja agar sudah

memiliki pengalaman, budaya dan etos kerja dunia kerja yang real sebelum

benar-benar masuk dan berkiprah aktif di dunia industri.

4). Lembaga Pelatihan Kerja yang memiliki program pelatihan yang berdurasi

pendek dengan kurikulum yang terus menyesuaikan dengan kebutuhan

industri perlu dibangun dan dikembangkan lebih luas lagi sampai ke pelosok-

pelosok negeri agar pemuda dapat selalu mengembangkan kompetensi diri

untuk selalu bekerja dengan produktif.

5). Informasi Pasar Kerja harus terbuka luas agar beberapa alasan yang membuat

pemuda tidak ingin mencari pekerjaan karena (i). tidak mengetahui bagaimana

dan dimana mencari pekerjaan; (ii). tidak mampu menemukan pekerjaan yang

cocok dengan kompetensi yang dimiliki; atau (iii). perasaan bahwa tidak ada

pekerjaan yang tersedia di lingkungannya, dapat segera diatasi.

6) Penyediaan program pemerintah antara lain melalui Program Kartu Pra Kerja untuk memudahkan atau memotivasi anak muda yang memiliki keterbatasan finansial, tetap memiliki keterampilan atau tetap ingin meningkatkan kompetensinya melalui dunia pelatihan kerja agar percaya diri memasuki dunia kerja.

Selain mengurangi jumlah atau persentase anak muda yang tidak sekolah, tidak bekerja, dan tidak mengikuti pelatihan, perlu juga dilakukan utnuk mengantisipasi timbulnya calon NEET baru.

Oleh karenanya, deteksi dini terhadap anak muda yang berpotensi menjadi NEET perlu dilakukan untuk mengantisipasi bertambahnya NEET baru. Selain deteksi dini, antisipasi yang dapat dilakukan antara lain yaitu, pelayanan konseling karir di sekolah, pelayanan konseling regular di sekolah, penyelarasan sistem pendidikan dan kebutuhan pasar kerja, mendukung masa transisi anak muda dari dunia sekolah menuju dunia kerja, dan membantu siswa dalam memperoleh kesempatan pengalaman kerja.

Page 98: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

82 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Bagi anak muda yang masih duduk di bangku sekolah terutama SMU/SMK atau perguruan tinggi, pelayanan konseling regular dan karir harus difasilitasi. Pelayanan konseling dan karir penting bagi mereka untuk menggali potensi diri yang dimiliki agar nantinya dapat berpartisipasi aktif dalam pasar kerja. Bimbingan/konseling tidak hanya diperlukan untuk pelajar/mahasiswa, tetapi juga untuk anak muda yang telah lulus sekolah. Bimbingan karir untuk anak yang telah lulus sekolah juga diperlukan agar mereka dapat bekerja sesuai dengan kompetensi mereka, sebagaimana program pemberian bimbingan karir bagi pencari kerja yang telah dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Pengembangan Pasar Kerja. Program PKL (Praktek Kerja Lapangan) yang sudah dilakukan oleh lembaga pendidikan di Indonesia juga adalah suatu program untuk mencegah timbulnya NEET baru lulusan SMU/SMK dengan membantu siswa/mahasiswa untuk memperoleh pengalaman kerja industri yang real sebagai bekal memasuki dunia kerja.

Keterlibatan masyarakat atau komunitas tertentu untuk bersama-sama dengan Pemerintah pusat maupun daerah perlu terus menerus dibina dan dikembangkan, misalnya (i). bekerja sama dengan lembaga pelatihan untuk melaksanakan pelatihan yang memang dibutuhkan dan diminati anak muda; dan/atau (ii). bekerja sama dengan pelaku industri baik start up/ UKM agar dapat mengembangkan jiwa wirausaha anak muda sekaligus memberdayakan mereka dalam melakukan usaha.

Untuk anak muda NEET yang memiliki pendidikan kurang dari SMA atau setingkatnya maka diharapkan dapat memasuki dunia pendidikan lagi atau melaksanakan program paket A/B/C agar bisa memiliki pendidikan minimal lulus SMA, karena sudah selayaknya sesuai dengan program pemerintah yaitu wajib belajar 12 tahun.

Karena anak muda yang tergolong NEET sebagian besar adalah perempuan, maka untuk mengatasi anak muda NEET perempuan ini dapat menyediakan fasilitas pelatihan kewirausahaan bagi mereka. Peningkatan perekrutan dan perluasan kesempatan kerja bagi perempuan; promosi kesetaraan kesempatan kerja; promosi kesetaraan gender; dan promosi-promosi lain yang mendukung hak perempuan dalam mengembangkan diri dan berkarir di pasar kerja juga harus dilakukan oleh semua pihak.

Page 99: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

83MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

A. Kesimpulan

1. NEET adalah suatu fenomena ekonomi dan sosial yang terjadi dikalangan anak muda, yang seharusnya dengan usia dan kondisi fisik yang sangat produktif mampu menjadi pelopor perubahan (agent of change) ke arah yang lebih baik dan sebagai generasi penerus atau pemimpin masa depan (the leader of tomorrow) bangsa, namun mereka justru tidak melibatkan diri dalam dunia pekerjaan serta dunia pendidikan ataupun pelatihan.

2. Karena jumlah NEET cenderung meningkat, baik secara global, maupun di beberapa negara termasuk Indonesia, permasalahan NEET kemudian menjadi topik internasional yang perlu diantisipasi segera dan ditangani secara serius. Oleh karenanya dalam salah satu tujuan SDGs yang wajib diimplementasikan oleh semua negara salah satunya adalah mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua (SDGs 8) dengan target secara substansial mengurangi proporsi pemuda yang tidak bekerja, tidak sedang mengikuti pendidikan atau pelatihan.

3. Gender, usia, kondisi kesehatan, status keimigrasian, hubungan kemitraan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pendidikan orang tua, status perceraian orang tua, kemampuan berorganisasi/bersosialisasi, dan kemampuan memahami atau mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa, adalah beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang cenderung menjadi atau tidak menjadi NEET.

4. Berdasarkan Sakernas yang dilakukan BPS, persentase pemuda yang tergolong NEET di Indonesia selama tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 masih berada diatas 20 persen. Persentase

BAB V PENUTUP

Page 100: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

84 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

pemuda yang tergolong NEET pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,38 persen dibanding tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan sebesar 0,30 persen dibanding tahun 2017.

5. Dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan ASEAN, kondisi NEET Indonesia sebagaimana butir 5 tergolong buruk. Pada tahun 2019 tingkat ketidakaktifan anak muda Indonesia dalam dunia kerja maupun pendidikan sebesar 21,72 persen. Sementara NEET di Singapura tercatat hanya sekitar 4,14 persen pada tahun 2018, Vietnam 8,31 persen, Malaysia 12,47 persen dan Philipina yang juga masih dibawah 20 persen tingkat ketidakaktifan pemuda dalam dunia pekerjaan dan pendidikan.

B. Rekomendasi

1. Perlu perhatian semua pihak untuk menyadari dan memahami keberadaan fenomena NEET di Indonesia dan dampak negatif yang ditimbulkannya, untuk kemudian diantisipasi segera dan dicarikan solusi yang efektif agar bonus demografi yang terjadi dapat memberikan manfaat maksimal bagi Indonesia, dunia ketenagakerjaan juga bisa dipenuhi dengan pemuda-pemuda kompeten dan produkif sehingga keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan maksimal kearah yang lebih tinggi lagi membawa Indonesia menjadi negara maju dan sejahtera.

2. Perlu pengayaan terhadap beberapa program pemerintah yang terkait dengan keluarga, agar keluarga sebagai garis terdepan (front line) bertanggung jawab penuh mengkondisikan anggota keluarganya yang masih tergolong usia produktif untuk tidak tergolong NEET dengan memperhatikan faktor-faktor pembentuk NEET.

3. Kesempatan kerja yang tersedia perlu diperluas lagi antara lain melalui fasilitasi penumbuhan dan pengembangan wirausaha.

4. Penyesuaian kurikulum di dunia pendidikan dan pelatihan kerja dengan jenis dan tingkat kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja adalah hal yang wajib dan mutlak, agar lulusannya dapat langsung di terima di pasar kerja.

5. Informasi Pasar Kerja harus terbuka luas agar beberapa alasan yang membuat pemuda tidak ingin mencari pekerjaan karena (i). tidak

Page 101: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

85MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

mengetahui bagaimana dan dimana mencari pekerjaan; (ii). tidak mampu menemukan pekerjaan yang cocok dengan kompetensi yang dimiliki; atau (iii). perasaan bahwa tidak ada pekerjaan yang tersedia di lingkungannya, dapat segera diatasi.

6. Pelayanan konseling atau bimbingan karir bagi mereka yang masih duduk dibangku sekolah atau Perguruan Tinggi dan yang telah lulus perlu terus digalakkan.

7. Keterlibatan masyarakat atau komunitas tertentu untuk bersama-sama dengan Pemerintah pusat maupun daerah perlu terus menerus dibina dan dikembangkan.

8. Promosi kesetaraan gender, promosi kesetaraan kesempatan kerja dan promosi-promosi lain yang mendukung hak perempuan dalam mengembangkan diri dan berkarir di pasar kerja juga harus terus digalakkan dan menyentuh semua kalangan sampai ke perdesaan.

9. Diperlukan kemudahan yang memungkinkan anak muda yang memiliki keterbatasan finansial tetap bisa memiliki keterampilan melalui pelatihan kerja agar percaya diri untuk memasuki dunia kerja. Program kartu pra kerja adalah solusi paling efektif akan hal ini.

10. Agar fenomena NEET dapat diantisipasi dengan efektif dan efisien, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai fenomena NEET di Indonesia ini yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang kredibel antara lain oleh Pusat Penelitian Ketenagakerjaan, Barenbang.

Page 102: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

86 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Badan Pusat Statistik. (2019).  Survei Angkatan Kerja Nasional  [Dataset Periode Agustus 2017-2019].

European Training Foundation, Bardak, U., Maseda, M. R., & Rosso, F. (2015). Young People Not In Employment, Education or Training (NEET): an Overview in ETF Partner Countries [PDF]. Diakses dari https://www.etf.europa.eu.

Dhakiri, M. H. (2019).  Merayakan Bonus Demografi. Jakarta, ID: Kementerian Ketenagakerjaan RI.

Elder, S. (2015). What does NEETs mean and why is the concept so easily misinterpreted?. ILO.

Hertessa, Y. (2007). Neet dan Hubungannya dengan Nilai-nilai Masyarakat Jepang. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia (belum diterbitkan).

ILO. (2017). Where do the world’s NEETs live?. Diakses pada Maret 2020, dari https://www.ilo.org.

ILO. (2020). Not in employment, education or training: the reality for many young rural women. Diakses pada Maret 2020, dari https://ilostat.ilo.org.

NEETs in Japan: What Does It Mean? (2015, Juni).  Japan Info. Diakses dari https://jpninfo.com.

OECD (2016), Society at a Glance 2016: OECD Social Indicators, OECD Publishing, Paris. http://dx.doi.org/10.1787/9789264261488-en.

O’Reilly, J., Leschke, J., Ortlieb, R., Seeleib-Kaiser, M., & Villa, P. (Eds.). (2018). Youth Labor in Transition: Inequalities, Mobility, and Policies in Europe. Oxford University Press.

Pattinasarany, I. R. I. (2019). Not in Employment, Education or Training (NEET) Among the Youth in Indonesia: The Effects of Social Activities, Access to Information, and Language Skills on NEET Youth. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 1-25.

DAFTAR PUSTAKA

Page 103: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

87MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Perserikatan Bangsa-Bangsa. (2018). Youth not in Education, Employment or Training (NEET). Diakses pada Maret 2020, dari https://sdg.tracking-progress.org.

Perserikatan Bangsa-Bangsa. (2019). Sustainable Development Goals Progress Chart 2019. Diakses dari https://unstats.un.org.

The Worldbank. (2019). Share of youth not in education, employment or training, total (% of youth population) [Dataset]. Diakses dari https://data.worldbank.org.

Page 104: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

88 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Page 105: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

89MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

LAMPIRAN

Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Jenis KelaminKelompok Umur

Total15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun

Laki-laki 3.647.912 9.161.331 12.809.243

Perempuan 2.614.261 5.928.732 8.542.993

Total 6.262.173 15.090.063 21.352.236

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Daerah Tempat TinggalKelompok Umur

Total15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun

Perkotaan 3.333.532 8.853.322 12.186.854

Perdesaan 2.928.641 6.236.741 9.165.382

Total 6.262.173 15.090.063 21.352.236

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Kelompok UmurTotal

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun

Dasar 3.012.074 4.639.906 7.651.980

Menengah 3.240.861 8.563.245 11.804.106

Tinggi 9.238 1.886.912 1.896.150

Total 6.262.173 15.090.063 21.352.236

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 106: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

90 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Jenis KelaminKelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Laki-laki 31,98% 82,01% 56,74%

Perempuan 24,01% 55,27% 39,53%

Total 28,09% 68,91% 48,32%

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Daerah Tempat TinggalKelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Perkotaan 26,73% 68,98% 48,16%

Perdesaan 29,82% 68,81% 48,53%

Total 28,09% 68,91% 48,32%

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Muda (15 -24 Tahun) Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Kelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Dasar 18,34% 67,95% 32,91%

Menengah 55,34% 66,68% 63,13%

Tinggi 60,22% 84,74% 84,58%

Total 28,09% 68,91% 48,32%

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 107: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

91MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Jenis KelaminKelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Laki-laki 2.725.729 7.729.007 10.454.736

Perempuan 1.916.544 5.004.246 6.920.790

Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Daerah Tempat Tinggal

Kelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Perkotaan 2.335.528 7.383.279 9.718.807

Perdesaan 2.306.745 5.349.974 7.656.719

Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Pendidikan Tert-inggi yang Ditamatkan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Kelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Dasar 2.549.957 4.099.244 6.649.201

Menengah 2.086.355 7.156.186 9.242.541

Tinggi 5.961 1.477.823 1.483.784

Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 108: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

92 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Lapangan Usaha dan Kelompok Umur Tahun 2019

Lapangan Usaha 17 KategoriKelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1.190.341 2.147.076 3.337.417

B Pertambangan dan Penggalian 61.022 152.609 213.631

C Industri Pengolahan 842.111 2.558.853 3.400.964

D Pengadaan Listrik dan Gas 7.823 47.440 55.263

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 12.270 32.189 44.459

F Konstruksi 208.824 731.916 940.740

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor

1.203.678 2.843.099 4.046.777

H Transportasi dan Pergudangan 135.153 625.664 760.817

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 453.668 933.865 1.387.533

J Informasi dan Komunikasi 43.938 169.237 213.175

K Jasa Keuangan dan Asuransi 45.114 286.541 331.655

L Real Estat 5.933 33.548 39.481

M,N Jasa Perusahaan 63.564 292.313 355.877

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 34.021 436.756 470.777

P Jasa Pendidikan 86.788 624.448 711.236

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 18.998 293.978 312.976

R,S,T,U Jasa Lainnya 229.027 523.721 752.748

Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 109: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

93MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jenis Pekerjaan/Jabatan (KBJI 2014)dan Kelompok Umur Tahun 2019

Jenis Pekerjaan/Jabatan (KBJI 2004)

Kelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

0 Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI)

2.336 50.244 52.580

1 Manajer 14.351 119.755 134.106

2 Profesional 98.322 808.397 906.719

3 Teknisi dan Asisten Profesional 100.758 526.264 627.022

4 Tenaga Tata Usaha 143.969 1.030.704 1.174.673

5 Tenaga Usaha Jasa dan Tenaga Penjualan 1.538.350 3.482.344 5.020.694

6 Pekerja Terampil Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 829.518 1.445.084 2.274.602

7 Pekerja Pengolahan, Kerajinan, dan YBDI 517.687 1.466.128 1.983.815

8 Operator dan Perakit Mesin 283.016 1.202.478 1.485.494

9 Pekerja Kasar 1.113.966 2.601.855 3.715.821

Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Status Pekerjaan Utama dan Kelompok Umur Tahun 2019

Status pekerjaan pada pekerjaan utama

Kelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

1 Berusaha sendiri 326.701 1.304.774 1.631.475

2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak 104.228 424.652 528.880

3 Berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar 12.179 127.127 139.306

4 Buruh/karyawan/pegawai 2.215.807 8.124.755 10.340.562

5 Pekerja bebas di pertanian 148.218 340.257 488.475

6 Pekerja bebas di nonpertanian 255.981 609.587 865.568

7 Pekerja keluarga/tidak dibayar 1.579.159 1.802.101 3.381.260

Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 110: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

94 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Status Pekerjaan Utama (Formal/Informal) dan Kelompok Umur Tahun 2019

Status pekerjaan pada pekerjaan utama

Kelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Formal 2.227.986 8.251.882 10.479.868

Informal 2.414.287 4.481.371 6.895.658

Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Penduduk Muda yang Bekerja (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jumlah Jam Kerja Seluruh Pekerjaan Seminggu yang Lalu dan Kelompok Umur Tahun 2019

Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan

seminggu yang lalu

Kelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

0* 55.462 231.583 287.045

1-9 511.526 395.709 907.235

10-14 465.046 475.743 940.789

15-24 636.107 1.143.915 1.780.022

25-34 415.833 1.113.932 1.529.765

35-44 856.257 3.337.990 4.194.247

45-59 1.249.439 4.516.768 5.766.207

60+ 452.603 1.517.613 1.970.216

Total 4.642.273 12.733.253 17.375.526

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Penganggur Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Kategori Penganggur Terbuka dan Kelompok Umur Tahun 2019

Kategori Penganggur TerbukaKelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

mencari pekerjaan 1.507.720 2.138.595 3.646.315

mempersiapkan usaha 12.541 30.237 42.778

putus asa 59.786 112.278 172.064

sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja/ sudah punya usaha tetapi belum memulainya

39.853 75.700 115.553

Total 1.619.900 2.356.810 3.976.710

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 111: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

95MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Penganggur Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Jenis KelaminKelompok Umur

Total15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun

Laki-laki 922.183 1.432.324 2.354.507

Perempuan 697.717 924.486 1.622.203

Total 1.619.900 2.356.810 3.976.710

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Penganggur Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Daerah Tempat TinggalKelompok Umur

Total15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun

Perkotaan 998.004 1.470.043 2.468.047

Perdesaan 621.896 886.767 1.508.663

Total 1.619.900 2.356.810 3.976.710

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Penganggur Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Kelompok UmurTotal

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun

Dasar 462.117 540.662 1.002.779

Menengah 1.154.506 1.407.059 2.561.565

Tinggi 3.277 409.089 412.366

Total 1.619.900 2.356.810 3.976.710

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Tingkat Pengangguran Terbuka Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Tahun 2019

Jenis KelaminKelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Laki-laki 25,28% 15,63% 18,38%

Perempuan 26,69% 15,59% 18,99%

Total 25,87% 15,62% 18,62%

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 112: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

96 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Tingkat Pengangguran Terbuka Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Daerah Tempat Tinggal dan Kelompok Umur Tahun 2019

Daerah Tempat TinggalKelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Perkotaan 29,94% 16,60% 20,25%

Perdesaan 21,23% 14,22% 16,46%

Total 25,87% 15,62% 18,62%

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Tingkat Pengangguran Terbuka Muda (15 - 24 Tahun) Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Kelompok Umur Tahun 2019

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Kelompok Umur

15 - 19 Tahun 20 - 24 Tahun Total

Dasar 15,34% 11,65% 13,10%

Menengah 35,62% 16,43% 21,70%

Tinggi 35,47% 21,68% 21,75%

Total 25,87% 15,62% 18,62%

Sumber: BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 113: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

97MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Ana

k M

uda

(15

-24

Tahu

n) y

ang

Kegi

atan

Uta

man

ya S

ekol

ah

Tahu

n 20

17 -

2019

 

Buka

n A

ngka

tan

Kerj

a

Seko

lah

2017

2

018

2019

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l15

-19

tahu

n20

-24

tahu

nTo

tal

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l

Klas

ifika

siPe

rkot

aan

8.48

1.34

21.

740.

878

10.2

22.2

207.

757.

581

2.19

5.77

39.

953.

354

7.77

2.98

11.

962.

421

9.73

5.40

2

Perd

esaa

n 5.

638.

605

443.

236

6.08

1.84

15.

332.

366

646.

317

5.97

8.68

35.

532.

766

554.

554

6.08

7.32

0

Tota

l14

.119

.947

2.18

4.11

416

.304

.061

13.0

89.9

472.

842.

090

15.9

32.0

3713

.305

.747

2.51

6.97

515

.822

.722

Jeni

s Ke

lam

in

Laki

-laki

7.

333.

651

1.10

4.43

58.

438.

086

6.48

6.40

01.

380.

038

7.86

6.43

86.

670.

047

1.21

9.54

77.

889.

594

Pere

mpu

an

6.78

6.29

61.

079.

679

7.86

5.97

56.

603.

547

1.46

2.05

28.

065.

599

6.63

5.70

01.

297.

428

7.93

3.12

8

Tota

l14

.119

.947

2.18

4.11

416

.304

.061

13.0

89.9

472.

842.

090

15.9

32.0

3713

.305

.747

2.51

6.97

515

.822

.722

Pend

idik

an

tert

ingg

i yan

g di

tam

atka

n

<=SD

2.02

5.43

212

.124

2.03

7.55

61.

916.

634

22.4

941.

939.

128

1.79

6.96

916

.426

1.81

3.39

5

SMP

10.3

43.9

5788

.038

10.4

31.9

959.

622.

294

107.

374

9.72

9.66

89.

974.

393

101.

642

10.0

76.0

35

SMU

1.35

7.66

41.

555.

718

2.91

3.38

21.

117.

547

1.84

5.38

42.

962.

931

1.21

4.01

01.

833.

190

3.04

7.20

0

SMK

381.

460

404.

160

785.

620

427.

095

636.

420

1.06

3.51

531

6.48

045

1.51

576

7.99

5

Dip

lom

a I/I

I/III/

A

kade

mi

11.4

3444

.366

55.8

006.

377

62.6

6169

.038

3.89

535

.208

39.1

03

Uni

vers

itas

(S1/

S2/S

3)-

79.7

0879

.708

-16

7.75

716

7.75

7-

78.9

9478

.994

Tota

l14

.119

.947

2.18

4.11

416

.304

.061

13.0

89.9

472.

842.

090

15.9

32.0

3713

.305

.747

2.51

6.97

515

.822

.722

Page 114: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

98 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

 

Buka

n A

ngka

tan

Kerj

a

Seko

lah

2017

2

018

2019

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l15

-19

tahu

n20

-24

tahu

nTo

tal

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l K

ode

Prov

insi

Ac

eh

323.

567

69.1

9239

2.75

927

7.59

583

.595

361.

190

286.

927

74.6

6636

1.59

3

Sum

ater

a U

tara

80

7.79

310

4.11

091

1.90

371

1.53

013

1.51

984

3.04

975

2.27

513

6.34

188

8.61

6

Sum

ater

a Ba

rat

349.

610

63.8

2341

3.43

3

314.

111

72.8

6638

6.97

732

5.02

265

.222

390.

244

Riau

41

5.41

853

.345

468.

763

359.

709

57.6

3541

7.34

437

7.71

052

.664

430.

374

Jam

bi

189.

839

31.2

4722

1.08

617

6.70

324

.384

201.

087

193.

187

35.7

9822

8.98

5

Sum

ater

a Se

lata

n 44

0.10

557

.272

497.

377

404.

039

74.1

4947

8.18

844

0.87

169

.519

510.

390

Beng

kulu

11

5.32

220

.941

136.

263

101.

288

24.7

6612

6.05

410

3.40

125

.195

128.

596

Lam

pung

40

0.30

137

.046

437.

347

368.

054

53.0

5742

1.11

139

9.14

144

.962

444.

103

Bang

ka-

Belit

ung

76.4

053.

765

80.1

7068

.800

9.04

277

.842

74.5

197.

389

81.9

08

Kepu

laua

n Ri

au

123.

161

14.8

5913

8.02

010

7.81

025

.120

132.

930

125.

382

18.6

6914

4.05

1

DKI

Jaka

rta

660.

723

202.

311

863.

034

487.

258

155.

517

642.

775

503.

601

145.

415

649.

016

Jaw

a Ba

rat

2.62

8.02

437

6.67

03.

004.

694

2.39

2.45

347

9.61

12.

872.

064

2.35

3.74

042

0.71

32.

774.

453

Jaw

a Te

ngah

1.

665.

318

178.

510

1.84

3.82

81.

750.

013

381.

674

2.13

1.68

71.

630.

042

268.

510

1.89

8.55

2

D I

Yogy

akar

ta

194.

036

64.0

4025

8.07

617

3.58

066

.424

240.

004

182.

067

71.7

4025

3.80

7

Jaw

a Ti

mur

1.

863.

330

280.

553

2.14

3.88

31.

861.

341

424.

983

2.28

6.32

41.

874.

574

340.

125

2.21

4.69

9

Bant

en

727.

797

112.

622

840.

419

665.

208

192.

988

858.

196

656.

441

134.

863

791.

304

Bali

224.

799

44.5

6026

9.35

921

0.32

043

.745

254.

065

226.

783

46.6

4427

3.42

7

Nus

a Te

ngga

ra

Bara

t 23

2.77

938

.806

271.

585

201.

312

30.8

6523

2.17

725

1.09

837

.139

288.

237

Nus

a Te

ngga

ra

Tim

ur

314.

438

52.5

2436

6.96

231

7.65

364

.788

382.

441

359.

498

62.5

9942

2.09

7

Page 115: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

99MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

 

Buka

n A

ngka

tan

Kerj

a

Seko

lah

2017

2

018

2019

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l15

-19

tahu

n20

-24

tahu

nTo

tal

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

lKa

liman

tan

Bara

t 27

5.43

323

.293

298.

726

250.

463

32.4

4028

2.90

325

8.80

336

.368

295.

171

Kalim

anta

n Te

ngah

15

2.09

813

.806

165.

904

129.

712

11.4

3014

1.14

214

3.01

419

.131

162.

145

Kalim

anta

n Se

lata

n 20

3.86

530

.139

234.

004

198.

365

25.6

5322

4.01

820

3.97

139

.494

243.

465

Kalim

anta

n Ti

mur

21

5.35

629

.638

244.

994

201.

044

33.5

9723

4.64

120

2.65

039

.391

242.

041

Kalim

anta

n U

tara

36

.209

8.34

044

.549

35.8

268.

393

44.2

1941

.506

4.82

346

.329

Sula

wes

i Uta

ra

137.

715

19.8

2915

7.54

411

6.01

225

.489

141.

501

121.

419

27.0

3314

8.45

2

Sula

wes

i Te

ngah

16

8.14

626

.383

194.

529

141.

670

36.4

3917

8.10

914

5.67

334

.776

180.

449

Sula

wes

i Se

lata

n 48

3.24

199

.109

582.

350

438.

130

121.

513

559.

643

432.

551

118.

550

551.

101

Sula

wes

i Te

ngga

ra

136.

395

23.3

1015

9.70

513

4.02

429

.103

163.

127

130.

727

26.1

4115

6.86

8

Gor

onta

lo

63.6

9712

.020

75.7

1756

.768

10.7

2367

.491

58.0

3614

.795

72.8

31

Sula

wes

i Bar

at

71.4

209.

532

80.9

5263

.815

13.8

6577

.680

64.4

796.

501

70.9

80

Mal

uku

135.

157

29.2

5916

4.41

610

9.25

230

.577

139.

829

109.

779

30.7

8214

0.56

1

Mal

uku

Uta

ra

74.7

2711

.365

86.0

9271

.793

13.7

5685

.549

71.1

3813

.561

84.6

99

Papu

a Ba

rat

63.5

5114

.359

77.9

1056

.682

18.2

1474

.896

56.4

3612

.636

69.0

72

Papu

a 15

0.17

227

.536

177.

708

137.

614

34.1

7017

1.78

414

9.28

634

.820

184.

106

Tota

l14

.119

.947

2.18

4.11

416

.304

.061

13.0

89.9

472.

842.

090

15.9

32.0

3713

.305

.747

2.51

6.97

515

.822

.722

Sum

ber :

BPS

, Sak

erna

s Agu

stus

201

7 (d

iola

h Pu

sdat

inak

er)

Page 116: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

100 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Ana

k M

uda

(15

-24

Tahu

n) y

ang

Kegi

atan

Uta

man

ya M

engu

rus

Rum

ah T

angg

a Ta

hun

2017

– 2

019

 Bu

kan

Ang

kata

n Ke

rja

Men

guru

s Ru

mah

Tan

gga

2017

2

018

2019

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l15

-19

tahu

n20

-24

tahu

nTo

tal

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l K

lasi

fikas

i Pe

rkot

aan

962.

761

1.61

4.93

22.

577.

693

994.

913

1.68

3.17

02.

678.

083

897.

624

1.67

2.16

12.

569.

785

Perd

esaa

n 1.

136.

494

1.83

0.27

62.

966.

770

1.09

7.34

52.

020.

804

3.11

8.14

994

2.67

71.

954.

677

2.89

7.35

4

Tota

l2.

099.

255

3.44

5.20

85.

544.

463

2.09

2.25

83.

703.

974

5.79

6.23

21.

840.

301

3.62

6.83

85.

467.

139

Jeni

s Ke

lam

in

Laki

-laki

52

1.95

130

5.47

382

7.42

451

7.40

731

0.90

282

8.30

945

3.20

330

0.04

775

3.25

0

Pere

mpu

an

1.57

7.30

43.

139.

735

4.71

7.03

91.

574.

851

3.39

3.07

24.

967.

923

1.38

7.09

83.

326.

791

4.71

3.88

9

Tota

l2.

099.

255

3.44

5.20

85.

544.

463

2.09

2.25

83.

703.

974

5.79

6.23

21.

840.

301

3.62

6.83

85.

467.

139

Pend

idik

an

tert

ingg

i yan

g di

tam

atka

n

<=SD

513.

174

785.

164

1.29

8.33

845

4.80

773

5.55

21.

190.

359

412.

242

731.

566

1.14

3.80

8

SMP

910.

803

1.07

4.26

11.

985.

064

920.

538

1.15

6.20

62.

076.

744

731.

140

1.04

8.50

11.

779.

641

SMU

476.

407

1.00

2.87

01.

479.

277

499.

713

1.14

0.43

11.

640.

144

487.

347

1.15

7.95

41.

645.

301

SMK

198.

312

445.

919

644.

231

215.

439

508.

834

724.

273

207.

687

512.

615

720.

302

Dip

lom

a I/I

I/III/

A

kade

mi

559

47.7

5148

.310

1.76

156

.346

58.1

071.

885

56.3

4558

.230

Uni

vers

itas

(S1/

S2/S

3)-

89.2

4389

.243

-10

6.60

510

6.60

5-

119.

857

119.

857

Tota

l2.

099.

255

3.44

5.20

85.

544.

463

2.09

2.25

83.

703.

974

5.79

6.23

21.

840.

301

3.62

6.83

85.

467.

139

Page 117: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

101MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

 Bu

kan

Ang

kata

n Ke

rja

Men

guru

s Ru

mah

Tan

gga

2017

2

018

2019

Kod

e Pr

ovin

si

Aceh

47

.401

75.9

8712

3.38

845

.745

88.6

4413

4.38

948

.847

90.9

8413

9.83

1

Sum

ater

a U

tara

12

1.95

517

5.78

329

7.73

810

5.38

215

5.00

726

0.38

984

.160

173.

038

257.

198

Sum

ater

a Ba

rat

39.9

3151

.267

91.1

9836

.807

62.0

9398

.900

32.5

4267

.104

99.6

46

Riau

52

.503

103.

604

156.

107

56.7

4012

0.83

417

7.57

453

.416

109.

702

163.

118

Jam

bi

33.8

5755

.583

89.4

4034

.922

52.9

5987

.881

28.9

3961

.305

90.2

44

Sum

ater

a Se

lata

n 60

.106

118.

832

178.

938

87.2

6413

4.53

722

1.80

169

.392

113.

953

183.

345

Beng

kulu

20

.604

29.3

1249

.916

16.5

9736

.176

52.7

7316

.393

29.5

8245

.975

Lam

pung

84

.031

130.

850

214.

881

79.4

4214

4.91

422

4.35

667

.173

142.

766

209.

939

Bang

ka-B

elitu

ng

14.2

5617

.913

32.1

6914

.601

19.9

6334

.564

8.25

124

.108

32.3

59

Kepu

laua

n Ri

au

10.4

2512

.341

22.7

6612

.714

17.3

8230

.096

12.8

6018

.847

31.7

07

DKI

Jaka

rta

46.2

9578

.036

124.

331

33.0

4257

.469

90.5

1128

.179

67.9

4596

.124

Jaw

a Ba

rat

321.

689

666.

983

988.

672

387.

132

647.

234

1.03

4.36

635

5.15

967

0.18

51.

025.

344

Jaw

a Te

ngah

23

9.16

638

6.40

262

5.56

824

0.70

845

1.88

169

2.58

923

4.93

244

5.95

668

0.88

8

D I

Yogy

akar

ta

18.8

9744

.847

63.7

4419

.089

31.9

0450

.993

13.9

4730

.822

44.7

69

Jaw

a Ti

mur

32

0.62

850

6.58

782

7.21

530

2.52

255

9.01

886

1.54

020

4.97

951

2.63

371

7.61

2

Bant

en

92.4

8318

2.19

827

4.68

184

.354

171.

533

255.

887

69.1

6914

5.14

521

4.31

4

Bali

16.4

9030

.902

47.3

9219

.618

23.6

2243

.240

20.1

3126

.482

46.6

13

Nus

a Te

ngga

ra

Bara

t 54

.618

73.3

7812

7.99

671

.736

96.4

9116

8.22

745

.528

87.6

5813

3.18

6

Nus

a Te

ngga

ra

Tim

ur

57.3

0463

.427

120.

731

56.3

3691

.939

148.

275

53.6

5496

.247

149.

901

Kalim

anta

n Ba

rat

47.5

6572

.096

119.

661

44.4

9096

.690

141.

180

42.2

0682

.716

124.

922

Kalim

anta

n Te

ngah

32

.477

41.1

5873

.635

28.0

9649

.302

77.3

9820

.744

48.0

3668

.780

Page 118: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

102 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

 Bu

kan

Ang

kata

n Ke

rja

Men

guru

s Ru

mah

Tan

gga

2017

2

018

2019

Kalim

anta

n Se

lata

n 34

.107

67.1

5310

1.26

031

.084

74.5

5310

5.63

732

.396

63.2

2695

.622

Kalim

anta

n Ti

mur

26

.512

46.8

3373

.345

16.8

5458

.483

75.3

3723

.585

49.3

2772

.912

Kalim

anta

n U

tara

5.

060

7.21

012

.270

4.54

08.

972

13.5

124.

919

11.7

1116

.630

Sula

wes

i Uta

ra

29.4

7338

.662

68.1

3522

.701

43.7

9166

.492

22.1

2035

.529

57.6

49

Sula

wes

i Ten

gah

39.4

4548

.671

88.1

1631

.855

52.7

1684

.571

29.9

1359

.935

89.8

48

Sula

wes

i Sel

atan

91

.923

130.

211

222.

134

86.5

0214

5.62

523

2.12

790

.804

149.

088

239.

892

Sula

wes

i Ten

ggar

a 37

.225

46.9

4384

.168

28.6

8952

.314

81.0

0334

.714

52.9

4687

.660

Gor

onta

lo

18.2

2324

.361

42.5

8416

.308

25.1

9641

.504

14.6

0625

.311

39.9

17

Sula

wes

i Bar

at

18.0

1226

.105

44.1

1716

.917

30.0

5246

.969

17.1

1129

.508

46.6

19

Mal

uku

20.8

9928

.108

49.0

0719

.987

31.2

1051

.197

16.5

7829

.991

46.5

69

Mal

uku

Uta

ra

15.2

6621

.478

36.7

4410

.407

21.6

6832

.075

15.4

7625

.740

41.2

16

Papu

a Ba

rat

11.3

5112

.601

23.9

526.

738

15.6

2922

.367

7.49

414

.482

21.9

76

Papu

a 19

.078

29.3

8648

.464

22.3

3934

.173

56.5

1219

.984

34.8

3054

.814

Tota

l2.

099.

255

3.44

5.20

85.

544.

463

2.09

2.25

83.

703.

974

5.79

6.23

21.

840.

301

3.62

6.83

85.

467.

139

Sum

ber :

BPS

, Sak

erna

s Agu

stus

201

7 (d

iola

h Pu

sdat

inak

er)

Page 119: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

103MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Ana

k M

uda

(15

-24

Tahu

n) y

ang

Buka

n A

ngka

tan

Kerj

a da

n Ke

giat

an U

tam

anya

Sel

ain

Seko

lah

dan

Men

guru

s Ru

mah

Tan

gga

Tahu

n 20

17 –

201

9

 Bu

kan

Ang

kata

n Ke

rja

Lain

nya

2017

2

018

2019

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l15

-19

tahu

n20

-24

tahu

nTo

tal

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l K

lasi

fikas

i Pe

rkot

aan

410.

440

287.

223

697.

663

422.

693

353.

560

776.

253

467.

613

345.

950

813.

563

Perd

esaa

n 34

8.88

921

2.72

256

1.61

136

2.95

627

3.35

363

6.30

941

7.82

931

7.16

673

4.99

5

Tota

l75

9.32

949

9.94

51.

259.

274

785.

649

626.

913

1.41

2.56

288

5.44

266

3.11

61.

548.

558

Jeni

s Ke

lam

in

Laki

-laki

57

1.04

837

8.59

394

9.64

157

8.61

845

6.65

61.

035.

274

635.

535

489.

549

1.12

5.08

4

Pere

mpu

an

188.

281

121.

352

309.

633

207.

031

170.

257

377.

288

249.

907

173.

567

423.

474

Tota

l75

9.32

949

9.94

51.

259.

274

785.

649

626.

913

1.41

2.56

288

5.44

266

3.11

61.

548.

558

Pend

idik

an

tert

ingg

i ya

ng

dita

mat

kan

<=SD

262.

450

152.

128

414.

578

253.

067

183.

792

436.

859

280.

058

195.

101

475.

159

SMP

228.

701

103.

488

332.

189

221.

414

123.

610

345.

024

215.

624

94.9

6531

0.58

9

SMU

158.

460

155.

878

314.

338

198.

893

169.

208

368.

101

246.

787

215.

282

462.

069

SMK

109.

718

56.9

0616

6.62

411

2.27

510

0.78

921

3.06

414

2.65

010

8.50

325

1.15

3

Dip

lom

a I/I

I/III

/ Aka

dem

i-

10.6

6510

.665

-18

.086

18.0

8632

313

.146

13.4

69

Uni

vers

itas

(S1/

S2/S

3)-

20.8

8020

.880

-31

.428

31.4

28-

36.1

1936

.119

Tota

l75

9.32

949

9.94

51.

259.

274

785.

649

626.

913

1.41

2.56

288

5.44

266

3.11

61.

548.

558

Page 120: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

104 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

 Bu

kan

Ang

kata

n Ke

rja

Lain

nya

2017

2

018

2019

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l15

-19

tahu

n20

-24

tahu

nTo

tal

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l K

ode

Prov

insi

Ac

eh

23.4

3015

.985

39.4

1526

.430

20.1

9946

.629

30.4

7223

.614

54.0

86

Sum

ater

a U

tara

28

.179

19.7

5047

.929

32.6

2522

.195

54.8

2032

.777

32.6

9765

.474

Sum

ater

a Ba

rat

13.1

2712

.847

25.9

7417

.524

20.9

8138

.505

21.0

8118

.591

39.6

72

Riau

11

.125

8.40

819

.533

13.9

668.

052

22.0

1822

.233

19.4

2441

.657

Jam

bi

12.0

305.

752

17.7

8211

.488

9.13

720

.625

13.3

3910

.938

24.2

77

Sum

ater

a Se

lata

n 22

.275

14.6

5836

.933

27.0

5921

.220

48.2

7923

.402

20.2

2943

.631

Beng

kulu

5.

380

2.93

08.

310

5.17

54.

966

10.1

418.

617

6.90

915

.526

Lam

pung

17

.913

8.00

825

.921

19.4

1913

.191

32.6

1016

.181

19.0

7335

.254

Bang

ka-

Belit

ung

2.28

72.

404

4.69

14.

727

4.35

99.

086

5.37

12.

387

7.75

8

Kepu

laua

n Ri

au

6.38

12.

159

8.54

04.

073

5.38

29.

455

4.14

11.

383

5.52

4

DKI

Jaka

rta

32.7

1515

.751

48.4

6627

.949

32.2

9960

.248

29.3

6516

.865

46.2

30

Jaw

a Ba

rat

170.

831

98.2

6126

9.09

214

4.86

610

6.26

425

1.13

019

2.22

811

5.32

330

7.55

1

Jaw

a Te

ngah

90

.823

57.7

1814

8.54

111

2.62

889

.043

201.

671

114.

108

84.5

9119

8.69

9

D I

Yogy

akar

ta

9.80

17.

591

17.3

926.

482

5.10

411

.586

2.86

53.

305

6.17

0

Jaw

a Ti

mur

91

.908

65.9

3915

7.84

710

0.66

074

.314

174.

974

125.

811

78.9

4220

4.75

3

Bant

en

63.5

1338

.027

101.

540

52.9

8234

.368

87.3

5041

.852

31.6

5573

.507

Bali

4.63

55.

775

10.4

106.

653

4.38

711

.040

7.01

58.

406

15.4

21

Page 121: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

105MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

 Bu

kan

Ang

kata

n Ke

rja

Lain

nya

2017

2

018

2019

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l15

-19

tahu

n20

-24

tahu

nTo

tal

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

lN

usa

Teng

gara

Ba

rat

13.6

1811

.788

25.4

0627

.016

21.8

3448

.850

16.5

5416

.730

33.2

84

Nus

a Te

ngga

ra

Tim

ur

9.20

88.

766

17.9

7411

.257

15.5

5426

.811

15.1

1816

.965

32.0

83

Kalim

anta

n Ba

rat

12.0

3010

.249

22.2

7914

.089

11.5

1625

.605

14.9

5416

.286

31.2

40

Kalim

anta

n Te

ngah

6.

337

2.30

68.

643

4.97

44.

972

9.94

66.

178

3.18

49.

362

Kalim

anta

n Se

lata

n 15

.070

8.35

423

.424

11.4

1411

.669

23.0

8319

.074

11.9

4331

.017

Kalim

anta

n Ti

mur

7.

998

7.18

915

.187

9.24

011

.321

20.5

618.

999

5.92

914

.928

Kalim

anta

n U

tara

1.

914

664

2.57

81.

981

1.56

13.

542

2.24

21.

377

3.61

9

Sula

wes

i U

tara

13

.853

10.8

4624

.699

15.1

739.

699

24.8

7213

.661

11.4

8325

.144

Sula

wes

i Te

ngah

5.

777

3.38

69.

163

8.85

04.

770

13.6

208.

961

6.87

815

.839

Sula

wes

i Se

lata

n 27

.616

26.1

2853

.744

27.5

5325

.030

52.5

8337

.439

33.0

8570

.524

Sula

wes

i Te

ngga

ra

3.72

64.

335

8.06

17.

033

4.58

511

.618

6.04

76.

454

12.5

01

Gor

onta

lo

3.72

32.

733

6.45

62.

593

2.89

15.

484

3.98

03.

699

7.67

9

Sula

wes

i Ba

rat

2.98

73.

806

6.79

33.

433

4.99

08.

423

4.28

64.

442

8.72

8

Page 122: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

106 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

 Bu

kan

Ang

kata

n Ke

rja

Lain

nya

2017

2

018

2019

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

l15

-19

tahu

n20

-24

tahu

nTo

tal

15-1

9 ta

hun

20-2

4 ta

hun

Tota

lM

aluk

u 7.

542

5.41

312

.955

8.73

77.

423

16.1

6012

.071

11.4

7923

.550

Mal

uku

Uta

ra

4.32

32.

221

6.54

44.

928

5.19

010

.118

5.36

44.

457

9.82

1

Papu

a Ba

rat

3.32

72.

898

6.22

51.

371

2.53

53.

906

3.57

53.

958

7.53

3

Papu

a 13

.927

6.90

020

.827

11.3

015.

912

17.2

1316

.081

10.4

3526

.516

Tota

l75

9.32

949

9.94

51.

259.

274

785.

649

626.

913

1.41

2.56

288

5.44

266

3.11

61.

548.

558

Sum

ber :

BPS

, Sak

erna

s Agu

stus

201

7 (d

iola

h Pu

sdat

inak

er)

Page 123: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

107MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Persentase NEET Muda (15 – 24 Tahun) di Kawasan ASEAN Menurut Jenis Kelamin

Negara Jenis KelaminTahun

2016 2017 2018

Brunei Darussalam

Laki-Laki 19.08* 19.99 20.07*

Perempuan 20.37* 19.95 20.23*

Total 19.7* 19.97 20.14*

Indonesia

Laki-Laki 16.11 15.24 15.8

Perempuan 29.15 27.98 27.94

Total 22.48 21.45 21.71

Cambodia

Laki-Laki 13.78* 12.38* 12.88*

Perempuan 21.45* 21.76* 22.32*

Total 17.53* 16.99* 17.53*

Lao PDR

Laki-Laki 5.55* 5.67* 5.79*

Perempuan 6.97* 7.21* 7.45*

Total 6.26* 6.43* 6.61*

Myanmar

Laki-Laki 10.79* 10.71 12.47*

Perempuan 24.3* 24 26*

Total 17.58* 17.38 19.26*

Malaysia

Laki-Laki 8.38* 8.62* 8.82*

Perempuan 15.19* 15.04* 15.37*

Total 11.69* 11.74* 12*

Philippines

Laki-Laki 15.48 15.27 14.37

Perempuan 29.25 28.47 25.73

Total 22.2 21.7 19.89

Singapore

Laki-Laki 2.9* 3.5* 3.61*

Perempuan 5.22* 5.25* 5.29*

Total 3.95* 4.29* 4.38*

Thailand

Laki-Laki 10.64 11.6 10.77

Perempuan 19.44 19.73 18.96

Total 14.97 15.59 14.78

Vietnam

Laki-Laki 6.97 7.51 7.15*

Perempuan 11.82 12.01 12.09*

Total 9.33 9.7 9.55*

Sumber: ILOSTAT – ILOKet: *)Data Hasil Pemodelan ILO

Page 124: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

108 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Persentase NEET Muda (15 – 24 Tahun) di Kawasan ASEAN

NegaraTahun

2016 2017 2018

Brunei Darussalam - 19.97 -

Indonesia 22.48 21.45 21.71

Cambodia - - -

Lao PDR - 42.08 -

Myanmar - 17.38 13.60

Malaysia 11.69 11.80 12.47

Philippines 22.20 21.70 19.89

Singapore 3.95 4.29 4.14

Thailand 14.97 15.59 14.78

Vietnam 9.47 9.70 8.31

Sumber: The World Bank (Update 18/03/2020), diolah oleh Pusdatinaker

Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Daerah Tempat Tinggal

dan Jenis Kelamin Agustus 2017

Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

Perkotaan 15.86% 22.63% 19.12%

Perdesaan 15.22% 34.97% 24.56%

Jumlah 15.59% 27.79% 21.41%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 (diolah Pusdatinaker)

Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Agustus 2017

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

<=SD 17.36% 42.20% 27.31%

SMP 8.43% 20.65% 14.37%

SMU 19.21% 29.35% 24.57%

SMK 24.75% 32.62% 28.05%

Diploma I/II/III/ Akademi 20.98% 24.36% 23.15%

Universitas (S1/S2/S3) 22.95% 25.09% 24.28%

Jumlah 15.59% 27.79% 21.41%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 (diolah Pusdatinaker)

Page 125: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

109MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Agustus 2017

Provinsi Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

Aceh 14.91% 30.30% 22.41% Sumatera Utara 13.37% 24.60% 18.88% Sumatera Barat 14.42% 22.62% 18.27% Riau 11.93% 32.28% 21.41% Jambi 11.88% 31.01% 20.95% Sumatera Selatan 15.72% 29.69% 22.35% Bengkulu 11.30% 29.07% 19.85% Lampung 14.51% 34.68% 23.91% Bangka-Belitung 13.72% 29.63% 21.15% Kepulauan Riau 10.20% 17.41% 13.55% DKI Jakarta 11.66% 15.39% 13.49% Jawa Barat 20.29% 31.05% 25.33% Jawa Tengah 16.03% 26.32% 21.00% D I Yogyakarta 8.25% 14.13% 11.13% Jawa Timur 14.60% 28.15% 21.09% Banten 23.39% 28.51% 25.84% Bali 6.73% 11.96% 9.31% Nusa Tenggara Barat 14.15% 29.41% 21.60% Nusa Tenggara Timur 10.88% 22.06% 16.24% Kalimantan Barat 12.06% 30.33% 20.98% Kalimantan Tengah 10.59% 33.34% 21.10% Kalimantan Selatan 14.49% 29.36% 21.51% Kalimantan Timur 13.59% 28.38% 20.47% Kalimantan Utara 8.36% 25.43% 16.35% Sulawesi Utara 23.23% 37.36% 29.78% Sulawesi Tengah 11.14% 31.34% 21.04% Sulawesi Selatan 13.67% 30.98% 21.83% Sulawesi Tenggara 10.47% 29.93% 20.00% Gorontalo 15.54% 35.86% 25.76% Sulawesi Barat 10.91% 34.85% 22.71% Maluku 20.29% 28.74% 24.44% Maluku Utara 15.51% 34.01% 24.44% Papua Barat 13.40% 24.21% 18.30% Papua 13.42% 19.80% 16.35% Jumlah 15.59% 27.79% 21.41%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2017 (diolah Pusdatinaker)

Page 126: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

110 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Daerah Tempat Tinggal

dan Jenis Kelamin Agustus 2018

Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

Perkotaan 17.05% 23.28% 20.12%

Perdesaan 15.23% 34.72% 24.67%

Jumlah 16.25% 28.19% 22.09%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2018 (diolah Pusdatinaker)

Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

dan Jenis Kelamin Agustus 2018

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan <=SD 17.75% 41.73% 27.48%

SMP 8.20% 21.07% 14.64%

SMU 20.04% 30.81% 25.82%

SMK 25.21% 31.03% 27.71%

Diploma I/II/III/ Akademi 20.43% 23.27% 22.32%

Universitas (S1/S2/S3) 25.26% 28.16% 27.15%

Jumlah 16.25% 28.19% 22.09%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2018 (diolah Pusdatinaker)

Page 127: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

111MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Agustus 2018

Provinsi Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

Aceh 15.22% 30.50% 22.77% Sumatera Utara 13.46% 23.40% 18.35% Sumatera Barat 16.73% 23.92% 20.28% Riau 14.31% 34.46% 24.19% Jambi 11.96% 29.61% 20.63% Sumatera Selatan 15.67% 31.10% 23.19% Bengkulu 13.29% 28.24% 20.60% Lampung 14.06% 32.95% 23.16% Bangka-Belitung 14.60% 28.79% 21.41% Kepulauan Riau 17.28% 19.36% 18.25% DKI Jakarta 17.49% 16.61% 17.04% Jawa Barat 20.95% 31.76% 26.25% Jawa Tengah 17.28% 25.38% 21.22% D I Yogyakarta 10.01% 14.99% 12.46% Jawa Timur 13.99% 28.11% 20.93% Banten 20.21% 29.24% 24.61% Bali 6.76% 10.39% 8.53% Nusa Tenggara Barat 18.45% 31.07% 24.68% Nusa Tenggara Timur 12.21% 23.90% 17.92% Kalimantan Barat 13.16% 35.85% 24.27% Kalimantan Tengah 11.79% 33.50% 22.38% Kalimantan Selatan 14.84% 31.42% 22.87% Kalimantan Timur 16.81% 29.78% 23.06% Kalimantan Utara 9.37% 26.34% 17.33% Sulawesi Utara 22.69% 36.85% 29.56% Sulawesi Tengah 10.77% 31.77% 20.99% Sulawesi Selatan 15.71% 30.37% 22.93% Sulawesi Tenggara 11.44% 29.52% 20.24% Gorontalo 17.48% 35.62% 26.38% Sulawesi Barat 13.66% 34.46% 23.82% Maluku 18.49% 31.14% 24.60% Maluku Utara 15.64% 29.69% 22.42% Papua Barat 13.54% 23.79% 18.46% Papua 13.50% 20.53% 16.72% Jumlah 16.25% 28.19% 22.09%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2018 (diolah Pusdatinaker)

Page 128: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

112 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Persentase Usia Muda (15-24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Daerah Tempat Tinggal

dan Jenis Kelamin Agustus 2019

Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

Perkotaan 16,18% 22,85% 19,47%

Perdesaan 15,98% 34,05% 24,73%

Jumlah 16,09% 27,59% 21,72%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

dan Jenis Kelamin Agustus 2019

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

<=SD 18.54% 42.84% 28.48%

SMP 8.03% 19.31% 13.60%

SMU 20.18% 29.86% 25.37%

SMK 23.44% 31.52% 26.88%

Diploma I/II/III/ Akademi 22.62% 25.38% 24.58%

Universitas (S1/S2/S3) 22.48% 28.31% 26.33%

Jumlah 16.09% 27.59% 21.72%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 129: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

113MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI

Persentase Usia Muda (15 - 24 Tahun) yang sedang Tidak Sekolah, Bekerja atau Mengikuti Pelatihan menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Agustus 2019

Provinsi Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

Aceh 16.29% 30.97% 23.53%

Sumatera Utara 13.56% 23.75% 18.56%

Sumatera Barat 15.68% 23.91% 19.74%

Riau 15.57% 30.96% 23.09%

Jambi 12.71% 32.79% 22.61%

Sumatera Selatan 15.88% 29.67% 22.59%

Bengkulu 14.25% 26.72% 20.35%

Lampung 12.92% 32.87% 22.51%

Bangka-Belitung 13.50% 31.90% 22.36%

Kepulauan Riau 11.56% 19.40% 15.46%

DKI Jakarta 14.11% 16.67% 15.41%

Jawa Barat 20.95% 30.30% 25.53%

Jawa Tengah 17.19% 26.70% 21.82%

D I Yogyakarta 5.79% 13.57% 9.61%

Jawa Timur 14.39% 27.82% 20.98%

Banten 19.74% 26.53% 23.04%

Bali 8.19% 10.31% 9.22%

Nusa Tenggara Barat 12.81% 30.80% 21.65%

Nusa Tenggara Timur 13.13% 24.80% 18.81%

Kalimantan Barat 15.79% 30.63% 23.00%

Kalimantan Tengah 12.94% 31.50% 21.91%

Kalimantan Selatan 15.37% 29.06% 21.99%

Kalimantan Timur 14.00% 25.28% 19.44%

Kalimantan Utara 12.71% 30.10% 21.04%

Sulawesi Utara 20.32% 36.06% 27.91%

Sulawesi Tengah 11.34% 32.56% 21.70%

Sulawesi Selatan 15.17% 28.75% 21.83%

Sulawesi Tenggara 13.70% 28.79% 21.03%

Gorontalo 16.59% 36.50% 26.40%

Sulawesi Barat 13.09% 33.15% 22.89%

Maluku 22.69% 29.90% 26.18%

Maluku Utara 16.42% 32.76% 24.35%

Papua Barat 14.94% 26.49% 20.52%

Papua 14.00% 21.63% 17.56%

Jumlah 16.09% 27.59% 21.72%

Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2019 (diolah Pusdatinaker)

Page 130: Menghadapi Fenomena · 2020. 7. 20. · MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIAa KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI Menghadapi Fenomena -Memutus Mata

114 MENGHADAPI FENOMENA NEET MEMUTUS MATA RANTAI HOPELESS KAUM MUDA DI INDONESIA

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI