mendorong pemanfaatan rumput laut sebagai sumber energi terbarukan
TRANSCRIPT
ARTIKEL BIOLOGI LAUT
“MENDORONG PEMANFAATAN RUMPUT LAUT
SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN”
Oleh :
Nama : Ika Wulan Santi
NIM :26020110110021
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
Mendorong Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Sumber Energi
Terbarukan
Rumput laut (seaweeds) atau yang biasa juga disebut ganggang
(latin:algae) terdiri dari empat kelas, yaitu:
a)Rhodophyceae (ganggang merah)
b)Phaeoph yceae (ganggang cokelat)
c)Ch loroph yceae (ganggang hijau)
d)Cyanophyceae ( ganggang hijau-biru)
Jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis adalah sebagai berikut
Kandungan Rumput Laut
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah
(Rhodophyceae) karena mengandung agar - agar, keraginan, porpiran, furcelaran
maupun pigmenfiko b ilin (terdiri darifi ko ere trin danfi ko sian in) yang
merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Tetapi ada
juga yang memanfaatkan jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat
ini banyak mengandung pigmen klorofil a dan c,beta karoten, violasantin dan
fukosantin, pirenoid, dan lembaran fotosintesa (filakoid). Selain itu ganggang
coklat juga mengandung cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin.
Selain bahan - bahan tadi, ganggang merah dan coklat banyak mengandung
yodium.
Manfaat Rumput Laut
1. Sebagai Bahan obat-obatan (anticoagulant, antibiotics, antihehmethes,
antihypertensive agent, pengurang cholesterol, dilatory agent, dan
insektisida.
2. Karena kandungan gizinya yang tinggi, maka mampu meningkatkan
sistem kerja hormonal, limfatik, dan juga saraf.
3. Meningkatkan fungsi pertahanan tubuh, memperbaiki sistem kerja jantung
dan peredaran darah, serta sistem pencernaan.
4. Obat tradisional untuk batuk, asma, bronkhitis, TBC, cacingan, sakit perut,
demam, rematik, bahkan dipercaya dapat meningkatkan daya seksual.
5. Kandungan yodiumnya diperlukan tubuh untuk mencegah penyakit
gondok.
6. Kandungan klorofil rumput laut bersifat antikarsinogenik, kandungan
serat, seleniumdan seng yang tinggi pada rumput laut dapat mereduksi
estrogen. Disinyalir level estrogen yang terlalu tinggi dapat mendorong
timbulnya kanker, sehingga konsumsi rumput laut memperkecil resiko
kanker bahkan mengobatinya.
7. Kandungan vitamin C dan antioksidannya dapat melawan radikal bebas.
8. Kaya akan kandungan serat yang dapat mencegah kanker usus besar,
melancarkan pencernaan, meningkatkan kadar air dalam feses.
Riset rumput laut yang dilakukan dari waktu ke waktu kian lebar menguak
kegunaan tumbuhan air ini. Selama ini rumput laut telah banyak digunakan
sebagai bahan baku beragam jenis produk, seperti pangan, farmasi, dan kosmetik.
Belakangan ini mulai diketahui manfaat lain rumput laut, yaitu sebagai pereduksi
emisi gas karbon dan bahan baku biofuel. Oleh karena itu, untuk mengatasi krisis
bahan bakar minyak (BBM) yang saat ini telah berlangsung, rumput laut harus
dikembangkan pemanfaatannya sebagai sumber alternatif energi.
Saat ini sumber energi dunia masih didominasi oleh sumber yang tidak
terbarukan (minyak, batubara dan gas), yakni sekitar 80,1%, dimana masing-
masing adalah minyak sebesar 35,03%, batubara sebanyak 24,59% dan gas
20,44%. Sumber energi terbarukan, tapi mengandung resiko tinggi adalah energi
nuklir sekitar 6,3%. Sumber energi yang terbarukan baru sekitar 13,6%, terutama
biomassa tradisional sekitar 8,5%. Yang tergolong terbarukan disini termasuk
tenaga surya, angin, tenaga air, panas bumi dan bio-energi. Keuntungan penerapan
bionergi sudah jelas, yakni:
1. terbarukan dan berkelanjutan
2. bersih dan efisien
3. netral dari unsur karbon, malah bisa berdampak negatif terhadap karbon
4. dapat menggantikan bahan bakar minyak untuk transportasi
5. mengurangi pemanasan global (global warning) dan pencemaran udara,
pencemaran air
6. menjawab ketergantungan pada energi yang tak terbarukan.
Adalah sangat tepat bila kita kemudian bergegas melakukan aksi nyata
dalam mencari sumber-sumber energi terbarukan dan berkelanjutan (renewable
and sustainable energy) pada saat ini, demi masa depan bumi yang kita diami
bersama.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati baik di darat maupun
lautan. Di antara sumberdaya hayati tsb, telah terbukti, misalnya, tebu, jagung,
dan ketela sebagai tanaman yang mampu menghasilkan bahan bakar sekelas
premium, minyak buah jarak dari tanaman jarak sebagai pengganti minyak tanah
dan solar untuk sumberdaya hayati daratan. Selain itu, rumput laut yang
merupakan sumberdaya hayati di lautan, terbukti juga sebagai sumber energi
terbarukan yang lebih kompetitif dibandingkan komoditas lainnya. Oleh karena
itu, dalam tulisan ini, kami fokus membahas rumput laut sebagai bahan untuk
biofuel ( bahan bakar nabati terbarukan). Disamping itu, rumput laut dipilih
karena dia memiliki keunggulan absolut, yakni sebagai sumber energi alternatif
yang tidak akan mengganggu pemanfaatan lahan daratan sebagaimana terjadi pada
tanaman tebu, jagung, ketela dan jarak.
Rumput Laut: Lebih Kompetitif dan Multiguna
Jenis rumput laut yang bervarietas Geladine akan dikembangkan untuk
biofuel. Hingga sekarang, varietas ini telah dibudidayakan di sejumlah daerah,
yakni di Maluku seluas 20 ribu ha, Belitung Timur dan Lombok sekitar 10 ribu
ha. Selain ketiga daerah tsb, sejumlah daerah di Indonesia juga sangat potensial
dikembangkan sebagai daerah budidaya rumput laut, yakni Takalar (Sulsel),
Karang Asem (Bali), Sumenep (Jatim), Lombok Barat (NTB), Gorontalo, Jakarta
Utara (DKI), Kota Baru (Kalsel), P. Sawu (NTT). Di daerah-daerah tsb, dapat
dibudidayakan jenis rumput laut (mikroalga) seperti diatom (Bacillariophyceae),
ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang emas (Chrysophyceae), dan ganggang
biru (Cyanophyceae). Dari keempat kelompok tsb, mereka dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku bioenergi.
Mengapa rumput laut lebih kompetitif dibandingkan sumberdaya hayati
lainnya sebagai biodisel? Hal ini, misalnya, karena hasil penelitian membuktikan
bahwa dalam 1 ha lahan, mikro alga dapat menghasilkan 58.700 liter minyak
pertahunnya, atau jauh lebih besar dibandingkan jagung yang hanya 172
liter/tahun dan kelapa sawit yang hanya 5.900 liter/tahun.
Selain itu, rumput laut juga bukan merupakan bahan konsumsi pokok
harian dan budidayanya tidak memerlukan waktu yang lama. Sebagai daerah yang
memiliki kawasan pesisir yang luas, apalagi berada di daerah tropis, Indonesia
berpotensi menjadi produsen terbesar rumput laut di dunia. Saat ini ada areal
seluas 1,1 juta hektar lebih yang berpotensi untuk budidaya rumput laut, tetapi
yang termanfaatkan hanya 20 persen.
Selain sebagai sumber pangan keberadaan rumput laut sebagai sumber energi dan
industri kosmetik harus terus dipromosikan. Oleh karena memiliki beberapa
keunggulan, rumput laut pun dapat menjadi komoditas utama dalam program
revitalisasi perikanan.di samping udang dan tuna, karena beberapa
keunggulannya, antara lain:
1. Peluang ekspor terbuka luas
2. Harga relatif stabil
3. belum ada quota perdagangan bagi rumput laut
4. Teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai
5. Siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat
6. Memberikan keuntungan
7. Kebutuhan modal relatif kecil
8. Merupakan komoditas yang tak tergantikan, karena tidak ada produk
sintetisnya
9. Usaha pembudidayaan rumput laut tergolong usaha yang padat karya,
sehingga mampu menyerap tenaga kerja.
Kegunaan rumput laut sangat luas, dan dekat sekali dengan kehidupan manusia.
Studi lain juga menemukan hal yang sama, yakni dalam salah satu lipid
(minyak organik) mikroalga ini, ternyata terdapat hidrokarbon, yaitu senyawa
dasar pembentuk bahan bakar. Adapun kandungan lipid dalam mikroalga
diketahui mencapai 20 %, dan kandungan tsb masih dapat ditingkatkan melalui
cara rekayasa genetis hingga mencapai 50 % .
Tidak hanya berguna untuk biofuel, mikro alga juga merupakan organisme
terefisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan C02 untuk
keperluan fotosintesis, dan dia sangat membantu dalam pencegahan terjadinya
pemanasan global.
Untuk pengetahuan umum, di kalangan ilmuwan, rumput laut dikenal
dengan nama alga, dan berdasarkan ukurannya dibedakan dua golongan, yaitu
mikro alga dan makro alga. Dari keduanya, mereka adalah organisme penghasil
oksigen yang sangat dibutuhkan oleh semua penghuni laut sehingga peranan
keduanya juga sangat penting dalam ekosistem laut.
Kebermaknaan Rumput Laut
Ada sejumlah alasan mengapa Indonesia harus mendorong pemanfaatan
rumput laut sebagai energi terbarukan. Diantaranya adalah:
1. karena rumput laut tidak dikonsumsi setiap saat oleh manusia maka saat
dia dijadikan sumber energi terbarukan, maka relatif kecil konsekuensi
yang timbul dari pemanfaatannya sebagai biofuel.
2. sebagai negara kepulauan dengan pantai yang panjang dan iklim yang
hangat sepanjang tahun, maka Indonesia adalah negara yang mampu
menyediakan rumput laut sebagai bahan pembuatan bioenergi. Oleh
karena itu, Indonesia sangat besar berpotensi sebagai salah satu negara
pemasok bahan bakar nabati (biofuel) guna memenuhi kebutuhan dunia
yang semakin meningkat akan energi bersih.
3. sebagai pensubstitusi bahan bakar fosil, pemanfaatan rumput laut sebagai
biodisel adalah bersifat terbarukan dan berkelanjutan serta termasuk energi
bersih dan efisien.
4. dapat mencegah terjadinya pemanasan global
Dalam kaitannya dengan uraian pada poin 1-4 di atas, Pemerintah
Indonesia telah memberikan payung hukum untuk hal itu, yakni melalui Perpres
No 5 Tahun 2006. Dalam Perpres ini, dikemukakan perihal tentang Kebijakan
Energi Nasional yang bertujuan menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri
dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Adapun pembangunan
berkelanjutan dimaksud berarti pengembangan energi terbarukan yang bisa
memenuhi kebutuhan masyarakat secara murah dan terjangkau.
Bermitra dengan Pihak Ke Tiga
Saat ini, Indonesia memiliki sumberdaya rumput laut yang banyak, tetapi
kita belum menguasai teknologi tinggi untuk memanfaatkan rumput laut sebagai
sumber energi terbarukan. Rumput laut sebagai sumber alternatif energi
merupakan hal baru yang harus didukung dan dikembangkan. Mikro alga sebagai
biodisel dinilai lebih kompetitif dibandingkan komoditas lainnya. Oleh karena itu,
Indonesia perlu mitra dalam upaya pemanfaatan rumput laut sebagai sumber
energi terbarukan. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, Departemen Kelautan
dan Perikanan (DKP) menjajaki kerjasama dengan Korea Institute of Industrial
Technology (KITECH) sebelum mengikuti the 2nd International Bionergy Forum
di Seoul, Korea Selatan.
Mengapa Korsel dipilih? Penyebabnya adalah Korsel sudah memiliki road
map, model, grand strategy, dan teknologi tinggi untuk menjadikan rumput laut
sebagai energi terbarukan. Kerjasama ini mempertemukan kebutuhan dan potensi
dua pihak yang saling menguntungkan. Korea Selatan telah memiliki teknologi
untuk memanfaatkan rumput laut sebagai sumber energi, lengkap dengan grand
strategy, road map, model dan kegiatannya. Hal ini dipicu oleh kebutuhan yang
sangat besar tentang energi, tapi tidak didukung oleh ketersediaan sumberdaya
alam di negerinya. Bahan untuk kebutuhan rumput laut tentu memiliki
keterbatasan. Dilain pihak, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan pantai
yang panjang serta iklim yang hangat sepanjang tahun menyediakan potensi yang
besar untuk menyediakan rumput laut sebagai bahan pembuatan bio-energi.
Hanya saja, teknologi untuk itu belum dimiliki sehingga membutuhkan mitra
untuk saling meraih keuntungan, jangka menengah dan jangka panjang.
Paradigma melihat bahan bakar energi energi sebetulnya dapat dilihat dari
perubahan berganti-ganti melalui lima paradigma. Pada awal 1940, negara besar
berupaya memperoleh wilayah yang kaya minyak. Termasuk Jepang yang
mengincar Asia Tenggara, sehingga menyulut perang dunia di Asia Pasifik
dengan Amerika dan sekutunya. Periode kedua, adalah pada saat terjadi perang
teluk tahun 1970-an. Krisis minyak terjadi, harganya melonjak tinggi tapi dengan
penemuan teknologi baru dan perdamaian dapat diwujudkan, harga minyak mulai
normal. Selanjutnya pada tahun 1990-an, masyarakat dunia mulai menyadari
adanya ancaman pemanasan bumi (global warning). Kebutuhan terhadap sumber
energi yang bersih dibutuhkan, maka diberbagai lembaga penelitian dan
perguruan tinggi banyak berlomba menemukan clean technology (teknologi yang
bersih). Saat ini, yaitu mulai tahun 2000-an, saatnya masyarakat menggunakan
paradigma kelima, yakni mulai menerapkan teknologi biomassa yang terbarukan
dan berkelanjutan (renewable and sustainable technology). Dan ini termasuk
bioenergi dari rumput laut.
Kerjasama yang akan dikembangkan oleh DKP dan KITECH adalah
penelitian, pengembangan serta penerapan bio-teknologi kelautan dan
pembangunan lingkungan, dengan ruang lingkup kerjasama meliputi:
pengembangan bio-teknologi kelautan dan lingkungan, pertukaran data dan
informasi, pertukaran pakar dan peneliti, melibatkan para peneliti dalam workshop
dan penelitian bersama, pengembangan budidaya dan pasca panen perikanan,
membangun kapasitas sumberdaya manusia melalui program pendidikan dan
pelatihan, mengembangkan pemanfaatan spesies alga yang lebih luas dan metode
budidayanya, penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan metode
budidaya, alih teknologi dalam pengembangan teknologi baru budidaya rumput
laut, pembangunan fasilitas produksi baru, dan kenyamanan dalam pemeliharaan
dalam budidaya rumput laut.
Namun patut diingat, jalinan kemitraan itu haruslah memberikan
keuntungan bagi kedua pihak, baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
Dari kemitraan tsb, Indonesia haruslah, misalnya, mendapatkan alih teknologi
untuk pengembangan teknologi terbaru dan maju dalam hal budidaya rumput laut,
pelibatan para peneliti dalam negeri untuk workshop dan penelitian bersama
tentang rumput laut, pengembangan kapasitas sumberdaya manusia melalui
program pendidikan dan pelatihan di subsektor rumput laut, dan pengembangan
pemanfaatan spesies mikroalga (rumput laut) sebagai bahan bakar nabati (biofuel)
dan pangan.
Karena kebutuhan terhadap sumber energi yang bersih semakin
meningkat, maka diberbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi banyak
berlomba menemukan clean technology (teknologi yang bersih). Saat ini, yaitu
mulai tahun 2000-an, masyarakat dunia telah menggunakan paradigma kelima,
yakni mulai menerapkan teknologi biomassa yang terbarukan dan berkelanjutan
(renewable and sustainable technology), dan ini termasuk bioenergi dari rumput
laut.