memahami do’a nabi nuh: analisis atas surah nuh ayat...

92
Memahami Do’a Nabi Nuh: Analisis atas Surah Nuh Ayat 26-28 Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Muhammad Yusuf Nasution NIM. 1112034000008 JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H /2018 M

Upload: dangtram

Post on 19-Aug-2019

286 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Memahami Do’a Nabi Nuh: Analisis atas Surah Nuh

Ayat 26-28

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Muhammad Yusuf Nasution

NIM. 1112034000008

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H /2018 M

i

ABSTRAK

Do‟a diposisikan sebagai bagian dari sarana untuk mendekatkan diri

kepada Tuhan. Dengan demikian, do‟a kepada Tuhan bagi mereka yang lebih

percaya pada suatu kondisi yang dapat memberikan sikap optimis, hati puas, dan

rasa ketenangan dalam jiwa, sehingga memberikan kekuatan batin dalam

menghadapi masalah.

Melalui Data yang terkumpul akan diolah dengan menggunakan

metodologi deskriptif, analisis, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan keadaan atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta

yang nampak sebagaimana adanya, kemudian melakukan perincian terhadap objek

tertentu yang akan diteliti dengan jalan memilah pengertian satu sama yang lain

agar memperoleh kejelasan.

Di sini, penulis membahas tentang makna do‟a yang terkandung dalam

surah Nuh yang dianggap negatif secara teks di dalam al-Qur‟an. Penelitian ini

bermaksud untuk mengetahui konteks dan relevansi dari do‟a-do‟a nabi Nuh

dalam al-Qur‟an, dalam penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa

konteks do‟a nabi Nuh yang berunsur negatif dalam al-Qur‟an adalah selama 950

tahun nabi Nuh berdakwah menyiarkan agama Allah, hanya sedikit dari mereka

yang mau beriman,banyak yang menentang dan menghina nabi Nuh bahkan

sampai ke fisik nabi Nuh, akibat dari pembangkangan mereka ini lah nabi Nuh

berdo‟a agar Allah membinasakan mereka semua yang tidak mau beriman kepada

Allah, karena akan merusak kepada generasi selanjutnya.

ii

Kata Pengantar

Segala puji dan rasa syukur yang tak terhingga kehadirat Allah Swt yang

karena taufiq dan hidayahnyalah saya bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Memahami Do’a Nabi Nuh: Analisis atas Surah Nuh ayat 26-28” serta

shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan,

dan ini merupakan keterbatasan penulis dalam penelitian ini, semoga kelak

ditelaah kembali dan dilengkapi kesalahan yang ada pada skripsi ini.

Bimbingan dan arahan dari beberapa pihak serta berbagai kritikan, atas segala

bantuan penulis sampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Segenap civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta: Prof Dede Rosyada, M. A. Selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta beserta jajarannya dan Prof Dr. Masri Mansoer, M. A. Selaku

dekan Fakultas Ushuluddin. Dr. Lilik Ummu Kaltsum, M.A. selaku ketua

jurusan Tafsir Hadis dan Dra. Banun Binaningrum, M.A. selaku sekretaris

jurusan Tafsir Hadis

2. Drs. M. Anwar Syarifuddin, MA. Selaku pembimbing yang tidak pernah

lelah dan bosan memberikan bimbingan dan semangat agar bisa

menyelesaikan skripsi ini.

3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, khususnya dosen di

Jurusan Tafsir Hadist yang tak pernah mengeluh untuk mengajar disetiap

iii

lelahnya dan memberikan penulis kesempatan menimba berbagai ilmu,

semoga Allah membalas kebaikannya dengan sebaik-baik balasan. amiiiin

4. Ibunda Rosliana Matondang, penyemangat hidupku, kasih sayang serta

dukungan merekalah sehingga penulis bisa melewati banyak rintangan dan

cobaan dalam menjalani kehidupan, serta memberikan inspirasi di setiap

langkah untuk kehidupan yang lebih baik di masa-masa yang akan datang.

5. Abang (A. Syafi‟i Nasution) dan (Syawaluddin Nasution), serta adikku

(Wira Satya Nasution) karena merekalah penulis merasa semangat untuk

menyelesaikan skripsi ini.

6. Istriku tersayang Sella Dahliana, yang selalu memberi semangat dan

dorongan dengan kasih sayangnya sehingga tersusunnya skripsi ini, yang

selalu sabar mendampingi saya hingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Sahabat Seperjuangan Penulis (Ngumdaturrasidatuszahrok, Monatria,

Mery Fitrianis, Ahmad Riadi, Harry Putra Z, Harris Muda, Yusuf

Kurniawan, Hilmi Firdausi) yang tidak pernah lelah menemani dan

memberikan semangat kepada penulis.

8. Kakanda dan Adinda di IKAPDA (Ikatan Keluarga Alumni Pesantren

Darul-Arafah Raya) di Jakarta, terimakasih atas semangat dan

kekeluargaanya.

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi)” yang

diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

A. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan - ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

ẖ h dengan garis bawah ح

Kh Ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

v

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan ye ش

Sh Es dengan ha ص

Dh de dengan ha ض

ṯ Te dengan garis di ط

bawah

ẕ Zet dengan garis di ظ

bawah

Koma terbalik di atas „ ع

hadapkanan

Gh Gedan ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

vi

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof „ ء

Y Ye ي

B. Tanda Vocal

1. Vocal Pendek

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

A fatẖah

I Kasrah

U ḏammah

vii

2. Vocal Panjang

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

 a dengan topi di atas ىا

Î i dengan topi di atas ىي

Û u dengan topi di atas ىو

Contoh:

qâla : قال

yaqûlu : يقول

qîla : :قي

jarâ : جرى

3. Diftong

Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan

Ai a dan i ىي

Au a dan u ىو

4. Kata Sandang (ال)

al-masjidu : المسجد

al-ḏarûrah : الضرورة

viii

5. Tasydid) )

يةاإلسالم : al-islâmiyyah

rabbuna : رب نا

6. Ta Marbutah

Kata Arab AlihAksara

ṯarīqah طريقة

al-jāmi‟ah al-islāmiyyah الجامعة اإلسالمية

waẖdat al-wujūd وحدة الوجود

7. Singkatan-singkatan

QS : al-Qur‟an Surah

SAW : Shallallahu „Alaihi Wasallam

SWT : Subhanahu Wa Ta‟ala

RA : Radhiyallahu „Anhu

ix

DAFTAR ISI

Abstrak ....................................................................................................................... i

Kata Pengantar ........................................................................................................... ii

Pedoman Transliter .................................................................................................... iv

Daftar Isi ..................................................................................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Permasalahan ................................................................................. 6

1. Indentifikasi Masalah .............................................................. 6

2. Pembatasan Masalah ............................................................... 6

3. Perumusan masalah ................................................................. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...................................................... 7

1. Tujuan Penelitian .................................................................... 7

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 8

E. Metodologi penelitian ................................................................... 10

1. Jenis Penelitian ........................................................................ 10

2. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 11

3. Pengolahan Data ...................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11

BAB II. PANDANGAN UMUM TENTANG DO‟A

A. Do‟a .............................................................................................. 13

1. Secara Etimologi ..................................................................... 13

2. Secara Terminologi ................................................................. 16

B. Gambaran Umum Tentang Do‟a ................................................... 17

1. Keutamaan Berdo‟a kepada Tuhan ......................................... 17

2. Motivasi Manusia dalam Berdo‟a ........................................... 24

3. Adab berdo‟a yang Dicontohkan Nabi .................................... 24

C. Kedudukan dan Tujuan Berdo‟a ................................................... 25

x

BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH NABI NUH AS DALAM AL-

QUR‟AN

A. Kisah dalam al-Qur‟an .................................................................. 33

1. Pengertian kisah ....................................................................... 35

2. Tujuan dan Faedah Kisah dalam al-Qur‟an ............................. 37

B. Kisah Nabi Nuh dalam al-Qur‟an ................................................. 39

1. Pujian Untuk Nabi Nuh ........................................................... 43

2. Nabi Nuh Rasul yang Pertama Kali Di Utus ke Bumi ............ 44

3. Nabi Nuh Membuat Kapal ....................................................... 51

C. Keputus-asaan Nabi Nuh Dari Mengajak Kaumnya ..................... 54

BAB IV. MAKNA AYAT DO‟A NABI NUH DALAM QS. NUH (26-28)

A. Berdo‟a Kepada Hal Negatif ......................................................... 63

B. Analisa Ayat al-Qur‟an Tentang Do‟a Nabi Nuh ......................... 69

C. Hikmah Dari Do‟a-Do‟a Nabi Nuh ............................................... 70

1. Memohon Ampunan Kepada Allah ......................................... 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan .............................................................................. 75

2. Saran ........................................................................................ 76

Daftar Pustaka ...................................................................................... 77

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Do’a diposisikan sebagai bagian dari sarana untuk mendekatkan diri

kepada Tuhan. Dengan demikian, do’a kepada Tuhan bagi mereka yang lebih

percaya pada suatu kondisi yang dapat memberikan sikap optimis, hati puas, dan

rasa ketenangan dalam jiwa, sehingga memberikan kekuatan batin dalam

menghadapi masalah.

Sebagaimana seorang Nabi juga berdo’a untuk mengadukan

kegelisahannya, karena do’a sangat penting bagi kehidupan kita untuk membantu

kita dalam membutuhi kebutuhan kita. Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang do’a

nabi Nuh ketika meminta kepada Allah :

“27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan

menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang

berbuat ma'siat lagi sangat kafir.

28. Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu

dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah

Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan".

Di sini, Nabi Nuh berdo’a kepada Tuhannya atas kaumnya: sesungguhnya

Engkau, wahai Tuhan-ku, jika membiarkan orang-orang kafir tetap hidup di muka

2

bumi, dan engkau tidak membinasakan mereka dengan adzab dari sisi-Mu.

“Niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu”, yang telah beriman

kepada-Mu, lalu memalingkan dari jalan-Mu. “Dan mereka tidak akan

melahirkan selain anak yang berbuat maksiat,” dalam agama-Mu. “Dan lagi

kufur,” atas nikmat-nikmat-Mu.1 Disebutkan bahwa perkataan Nuh tentang hal ini

dan do’anya dengan do’a ini dilakukan setelah Tuhannya menurunkan wahyu

kepadanya, dalam (Qs. Huud [11]: 36) :

“36. Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman

di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu

bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.”

Nuh mendo’akan buruk kepada kaumnya saat dia putus asa kepada mereka yang

tidak mengikutinya, Qatadah berkata, “ Nuh mendo’akan buruk kepada mereka, setelah

Allah mewahyukan kepadanya” seperti ayat yang telah disebutkan di atas.

Dalam hal penulis meninjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi telah maju dengan demikian pesatnya saat ini, membantu manusia untuk

mendapatkan dan memenuhi suatu keperluan hidupnya, terutama keperluan yang

bersifat material. Sedangkan dalam hal ghaib, ilmu pengetahuan dan teknologi

belum atau dapat dikatakan tidak akan mampu membantu manusia, karena

memang hal-hal yang bersifat ghaib berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan

1 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari; penerjemah, Anshari

Taslim, Muhyiddin Mas Rida, dkk, editor, edy, Fr, M. Sulton Akbar.- (jakarta: pustaka Azzam, 2009), h. 557-558.

3

dan teknologi. Dalam kenyataan, tidak ada manusia yang terlepas dari harapan

dan keinganan untuk mendapatkan bantuan dari orang lain atau yang maha kuasa.

Boleh jadi manusia tidak selamanya merasakan kebutuhan tersebut. Tetapi pada

saat tertentu, orang akan membutuhkan bantuan, yang kadang-kadang tidak jelas

sumbernya. Sebagai seorang muslim, kita meyakini bahwa sumber segala

kekuatan dan kekuasaan itu ada pada Allah s.w.t. Dia menyuruh manusia supaya

bermohon kepada-Nya.2

“28. Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu

dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah

Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan".

Ayat ini merupakan do’a kebaikan bagi seluruh orang yang beriman, laki-

laki dan perempuan, baik mereka yang masih hidup maupun yang sudah mati.

Adapun orang-orang yang zhalim maka tidak ada kemajuan bagi mereka kecuali

semakin rugi, baik di dunia maupun di akhirat.3

Begitulah, do’a tersebut mengajarkan kita akan makna kemanusiaan.

Makna kemanusiaan menjadikan manusia berfikir bagaimana dia dapat

melaksanakan tanggung jawab dirinya. Di sisi yang lain, makna kemanusiaan

mengajarinya untuk mengungkapkan kepada Allah tentang sesuatu yang dirinya

sendiri tidak mampu melaksanakannya.4

2 Zakiah Darajat, Do’a Menunjang Semangat Hidup,(Jakarta: CV Ruhama, 1996), h. 15

3 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir ibnu Katsir; penerjemah, Syihabuddin—

(Jakarta: Gema Insani press, 2000), h. 825 4 Husain Fadhlullah, Menyelami Samudra Do’a,( Jakarta, penerbit Al-Huda, cet. 1,

september 2005), h. 15-16.

4

Menurut sebagian ahli tafsir bahwa Nabi Nuh berdo’a setelah

diselamatkan oleh Allah dalam bencana besar, di dalam Qs. Mu’minūn (23) : 29:

27. Lalu Kami wahyukan kepadanya: "Buatlah bahtera di bawah penilikan dan

petunjuk Kami, Maka apabila perintah Kami telah datang dan tanur telah memancarkan

air, Maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga)

keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di

antara mereka. dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang

zalim, karena Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.

28. Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas

bahtera itu, Maka ucapkanlah: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Kami

dari orang-orang yang zalim."

29. Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati,

dan Engkau adalah Sebaik-baik yang memberi tempat."

30. Sesungguhnya pada (kejadian) itu benar-benar terdapat beberapa tanda

(kebesaran Allah), dan Sesungguhnya Kami menimpakan azab (kepada kaum Nuh itu).

Selanjutnya dalam surah Hūd ayat 46-47:

46. Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya Dia bukanlah Termasuk

keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya5

perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang

kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu

supaya kamu jangan Termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."

47. Nuh berkata: Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau

dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. dan

5Menurut Pendapat sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan perbuatannya,

ialah permohonan Nabi Nuh a.s. agar anaknya dilepaskan dari bahaya.

5

Sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaKu, dan (tidak) menaruh belas kasihan

kepadaKu, niscaya aku akan Termasuk orang-orang yang merugi."

Berdo’a sangatlah penting bagi kita, sebagai contoh, nabi Ibrahim

mendapatkan karunia yang sangat banyak dari Allah karena do’a-do’anya.

Misalnya tidak terbakar oleh api setelah mengucapkan kalimat hasbuna Allah wa

ni’ma al-wakil, seterusnya diberikan kabar gembira dengan dilahirkan seorang

anak yang sangat sabar (Ismail) setelah berdo’a kepada Allah Rabbi habli min al-

shalihin (al-Shaffat: 100), dan mendapatkan martabat yang tinggi dan pujian yang

baik diantara kita bershalawat atasnya setiap sholat setelah berdo’a waj’al li

lisana shidqin fi al-akhirin (al-Syu’āra: 84).6

Do’a menjadi salah satu media berkomunikasi langsung antara hamba

dengan Allah tanpa perantara. Karena itu, do’a bersifat personal, rahasia, dan

membatin. Do’a tidak hanya merupakan ungkapan lisan, melainkan juga

ungkapan batin seorang muslim. Setiap muslim akan merasakan pentingnya do’a,

terutama dalam rangka upaya mendekatkan diri kepada Allah. Do’a akan menjadi

pembeda antara orang-orang materialis dengan orang muslim yang memandang

bahwa Allah pemilik langit dan bumi. Do’a bukanlah usaha atau tempat pelarian

apabila mengalami kegagalan, melainkan kebutuhan bagi setiap muslim dan

bernilai ibadah bagi Allah.7

6 Musthafa bin al-Adawi, Fiqh al-Du‟a; diterjemah oleh Team Darus Sunnah, Fiqih Doa

(Jakarta: Darus Sunnah, 2015), h. 10. 7 M. Anwar Syarifuddin dan Johar Azizy, jurnal refleksi, Mendialogkan “hermeneutika

do’a dalam kisah ibrahim dan musa”, vol.13, no.6

6

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari pembahasan yang penulis paparkan dalam latar belakang diatas dapat

disimpulkan bahwa berdo’a sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita, agar semua

permasalahan yang kita miliki dapat diselesaikan dengan bantuan sang Maha

Kuasa.

Oleh karena itu, penulis dianggap perlu mengidentifikasi masalah yang

akan penulis uraikan di bab-bab berikutnya dalam penulisan karya ilmiah ini,

yang di antaranya sebagai berikut:

- Tentang do’a sesuatu yang memenuhi kebutuhan kita dalam kehidupan

- Perlunya manusia dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui do’a

- Bagaimana berdo’a kepada hal yang negatif.

2. Batasan Masalah

Penulis disini membuat batasan agar pembahasan dalam pembuatan skripsi

ini tidak melebar kemana-mana, penulis mencoba hanya membatasi dalam

permasalahan sebagaimana telah ditulis di identifikasi masalah bahwa berdo’a itu

suatu kebutuhan manusia untuk memenuhi keperluannya, dan begitu pentingnya

dalam berdo’a untuk selalu mendekatkan dirinya kepada Allah s.w.t. karena Dia

lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

3. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas penulis merumuskan pokok permasalahan yang akan

dikaji dalam penelitian ini sebagaimana yang telah dijelaskan di latar belakang

7

bahwa do’a bukanlah terbatas pada hal berdo’a saja yang diartikan sebagai

meminta. Akan tetapi, do’a itu menjadi suatu kebutuhan dalam menjalani

kehidupan. Dlam hal ini, doa kadang terkait dengan hal yang dianggap negatif.

Skripsi ini akan membahas bagaimana memahami makna yang terkandung dalam

do’a yang dipanjatkan oleh nabi Nuh AS dalam QS Nuh 27-28?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penelitian

a. Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan konteks

dipanjatkannya doa-doa Nabi Nuh As. Dalam al-Qur’an kemudian

menjelaskan tafsir tentang doa tersebut dan menggali relevansinya bagi

kondisi saat ini.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan

keilmuan penulis serta memberikan sumbangsih bagi kajian Islam

terutama dalam bidang tafsir dan memahami doa secara komprehensif,

sebagai salah satu media untuk menyampaikan pelajaran tentang

fungsi dan manfaat doa bagi manusia.

c. Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan

Strata I dalam bidang Ilmu Qur’an dan Tafsir pada Fakultas

Ushuluddin Universitas Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta.

d. Untuk mengetahui bahwa sanya berdo’a adalah suatu kebutuhan setiap

manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

e. Berdo’a kepada hal negatif (buruk), diperbolehkan atau tidak boleh.

8

D. Tinjauan Pustaka

Setelah dilakukan peninjauan terkait pembahasan tersebut, ditemukan

beberapa referensi tentang pembahasan do’a dalam perspektif al-Qur’an, secara

umum buku-buku yang bertemakan do’a yang menjadi sekaligus kata kunci dalam

pencarian referensi cukup banyak ditemukan.

Semisal buku yang di tulis oleh Prof. Dr. Zakiah Darajat yang berjudul

Do’a Menunjang Semangat Hidup, dia menulis bahwa ada do’a sebagai

pengobatan, do’a sebagai pencegah terhadap gangguuan kejiwaan, do’a yang

bersifat konstruktif, dan do’a-do’a yang ada di dalam al-Qur’an. Do’a sangat

berperan bagi ketentraman batin. Dengan berdo’a kita memupuk rasa optimis.

Lebih jauh lagi, do’a mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan

semangat hidup.

Selanjutnya, yang di tulis oleh Abdul Kadir Hadi yang berjudul Do’a

Paling Ampuh, dia menulis berkaitan dengan do’a-do’a keluarga nabi Muhammad

SAW, dan untuk berbagai kebutuhan, serta juga membahas tentang do’a-do’a

dalam al-Qur’an. Do’a sangat penting dalam ajaran islam. Sebab, di dalam do’a

terkandung begbagai unsur keadaan: kepasrahan, ketundukan, harapan, keimanan

pada kebenaran janji Allah, dan peneguhan kedudukan manusia sebagai hamba-

Nya.

Selanjutnya, yang di tulis oleh Hosein Fadhlullah yang berjudul

Menyelami Samudra Do’a, dalam bukunya yang membahas do’a adalah bahasa

resmi para abdi yang berserah rebah di hadapan Sang Pengampun. Dan dalam

bukunya juga mengatakan do’a adalah seni memancing iba Sang Pemberi rezeki.

9

Karena-Nya, setiap kata dalam do’a mestilah indah, sarat makna dan

menimbulkan getaran magnit ruhani yang kuat.

Selanjutnya, yang ditulis oleh Amanda Fitri Nur dalam skripsinya yang

berjudul “Analisis Framing Film Do’a yang Mengancam”, dalam skripsinya

membahas tentang media film dalam penyampaian tidaklah sekedar bercerita akan

tetapi juga memberikan gambaran kehidupan sosial pada sebuah komunitas, film

yang merupakan saluran komunikasi massa yang paling efektif dalam

penyampaian pesan, karena film dapat memberi efek baik dari aspek edukatif,

efektif maupun kognitif dengan mudah kepada penonton. Analis framing film

do’a yang mengancam ini juga ditemukan pesan-pesan moral yang penulis

dapatkan dari hasil analisisnya yaitu: berdo’a semata-mata hanya kepada Allah

s.w.t dan harus selalu bersyukur atas yang kita miliki baik itu keluarga ataupun

harta.

Selanjutnya, yang di tulis oleh Siti Jaronah dalam skripsinya yang berjudul

“dakwah melalui pengobatan Dzikir dan do’a : studi kasus Kyai Zarqani di

Gading Serpong Tangerang”. Dalam pembahasannya disini adalah bahwasanya

dzikir dan do’a pada intinya sum-sumnya daripada Allah, karena dalam dzikir dan

berdo’a manusia selalu ingat kepada Allah s.w.t. dalam situasi apapun manusia

harus mengingat kepada Allah. Jadi, dapat dikatakan bahwa dengan mengingat

Allah.

Seterusnya, yang ditulis oleh lukmanul hakim dalam skripsinya yang

berjudul “menelisik makna-makna do’a Nabi Sulaiman”, dalam pembahasannya

bahwa do’a merupakan ibadah paling mulia di sisi Allah, dengan memiliki fungsi

10

preventif (penjegahan) dan kuratif (pengobatan), misalnya do’a dapat mencegah

atau mengalihkan suatu musibah dan do’a juga dapat digunakan untuk

pengobatan, baik jasmani maupun rohani. Karena itu, do’a memiliki peranan yang

sangat penting bagi manusia. Para Nabi telah memberikan contoh ketika mereka

dalam keadaan kesulitan mereka berdo’a kepada Allah s.w.t.

Selanjutnya, Moh. Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy dalam

penelitiannya yang berjudul “Hermeneutika Doa Dalam Kisah Ibrahim Dan Musa

Mendialogkan Makna dan Signifikansi Kekinian” diterbitkan Lembaga Penelitian

dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013

mengulas tentang doa dalam kisah Nabi Ibrahim dan Musa. Dalam penelitian ini

berupaya menyajikan produk baru tafsir atas ayat doa dalam kisah Ibrahim dan

Musa dengan meminjam teori Hermeneutika E.D. Hirsch Jr. untuk menelusuri,

merekontusi makna, dan memadukannya dengan manifesto hermeneutika-nya

Ricard Palmer untuk menghidupkan kembali makna doa-doa yang sedang dikaji.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Di tinjau dari segi objek dan data yang dibutuhkan maka penelitian ini

termasuk penelitian kepustakaan (library research), karena sumber data pokok

(primer) dari penelitian ini adalah Al-Qur’an, sedangkan data sekundernya adalah

buku-buku, artikel dan laporan penelitian yang berkaitan dengan pokok

permasalahan.

11

2. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini langsung berkaitan dengan Al-Qur’an, untuk

mengumpulkan data yang berkaitan dengan menyikapi makna do’a Nabi Nuh

dalam permasalahan do’a sebagai kebutuhan manusia untuk menjani

kehidupannya, dan tentang do’a pada hal negatif (buruk), penulis akan mencari

data tersebut secara langsung dalam “Al-Qur’an, terjemahnya, dan tafsirnya”.

3. Pengolahan data

Data yang terkumpul akan diolah dengan menggunakan metodologi

deskriptif, analisis, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan keadaan atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang

nampak sebagaimana adanya, kemudian melakukan perincian terhadap objek

tertentu yang akan diteliti dengan jalan memilah pengertian satu sama yang lain

agar memperoleh kejelasan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengarahkan alur pembahasan dalam tulisan ini secara sistematis

dan mempermudah pembahasan, oleh karena itu penelitian ini dibagi dalam lima

bab dan beberapa sub bab, perinciannya sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan yang meliputi latar belakang untuk

memberikan kenapa penelitian ini harus dilakukan dan apa yang melatarbelakangi

penelitian ini. Kemudian rumusan masalah dimaksudkan untuk mempertegas

pokok-pokok masalah yang akan di teliti. Setelah itu, dilanjutkan dengan tujuan

dan kegunaan penelitian untuk menjelaskan arti penting penelitian dan tujuan

12

penelitian. Telaah pustaka diperuntukkan untuk memberi penjelasan posisi penulis

dan tema yang akan diteliti belum pernah dikaji atau belum dikaji secara

komprehensif.

Bab kedua, berisikan pengertian doa dan gambaran umum tentang do’a,

hal ini diperuntukan untuk memberi batasan permasalahan yang akan dikaji dalam

pengkajian . Hal-hal yang akan dipaparkan disini mengenai definisi do’a, motivasi

manusia dalam berdo’a kepada Tuhan dan keutamaan berdo’a kepada Tuhan.

Bab ketiga, berisikan pemaparan umum mengenai makna do’a nabi nuh

dalam Qur’an, serta pengkajian asbab an-nuzul ayat tentang do’a Nabi Nuh.

Bab ke-empat, menguraikan tentang berdo’a kepada hal yang negatif

(buruk) dan serta berisikan analisis dari makna-makna yang terkandung dalam

do’a Nabi Nuh.

Bab kelima, adalah penutup yang berisikan kesimpulan saran-saran untuk

kajian selanjutnya.

13

BAB II

PANDANGAN UMUM TENTANG DO’A

A. Definisi Do’a

Doa merupakan suatu implementasi dari iman dan islam. Kedudukan do‟a

itu suatu rangkaian dari iman dan islam, ini berdasarkan pada ayat-ayat al-Qur‟an

di bawah ini. Allah berfirman:

“Berdo‟alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah

kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan

berdo‟alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan di terima) dan harapan (akan

dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat

baik.” (Al-A‟raf: 55-56), “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku,

maka jawablah, bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang

yang berdo‟a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala

perintah-Ku), dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada

dalam kebenaran.” (Al-Baqarah : 186). “dan Tuhanmu berfirman: berdo‟alah kepada-Ku,

niscaya akan kuperkenankan bagimu.” (Ghafir : 60), “hanya milik Allah asmaa-ul husna,

maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna.” (Al-A‟raf : 180),

“Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak di sembah) melainkan dia; maka

sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah, Tuhan

semesta alam.” (Al-Mu‟minūn : 65).

Ayat-ayat di atas menyatakan bahwa berdo‟a merupakan tugas yang

diperintahkan Allah untuk hambanya, karena do‟a adalah ibadah.1

1. Arti Do’a

a) Secara Etimologi

Do‟a berasal dari bahasa Arab, yaitu da‟a, yad‟u, da‟watan, dan da‟am

artinya seruan, panggilan, permintaan, dan permohonan.2 Dalam kitab Lisan al-

„Arab, kata al-du‟a adalah bentuk masdar dari fi‟il da‟a – yad‟u – du‟a berarti

1 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang: Pustaka Rizki Putra,

2010), h. 59-60. 2verbAce-Pro Translation Software, Version 0.9.3 www.VerbAce.com

14

ibadah, memohon bantuan dan pertolongan.3 Dalam bahasa Inggris, doa

diterjemahkan menjadi pray dan prayer. Kata pray (kata kerja) artinya 1. Speak to

God, to give thanks or to ask for help (Berkomunikasi dengan Tuhan, dalam

rangka bersyukur, berterimakasih, atau meminta pertolongan, 2. Hope very much

that something will happen (Harapan yang besar bahwa sesuatu yang diinginkan

dapat tercapai). Sedangkan Prayer (kata benda) adalah 1. Words which you say to

God (kata-kata yang kita ucapkan/sampaikan kepada Tuhan), 2. Fixed form of

words that you can say when you speak to God (kata-kata tertentu yang bisa kita

lafalkan ketika berbicara dengan Tuhan), 3. Act or habit of praying (tindakan atau

kebiasaan dalam berdoa).4

Abu al-Qasim al-Naqsyabandi berkata dalam syarh al-Asma‟ al-Husna.

Kata do‟a banyak disebutkan dalam al-Qur‟an dan masing-masing mempunyai

makna tertentu, yaitu:5

Do‟a bermakna ibadah, seperti dalam surah Yunus: 106

106. “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat

dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu

berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu Termasuk

orang-orang yang zalim".

Do‟a bermakna istighatsah (memohon pertolongan dan bantuan),

sebagaimana dalam surah al-Baqarah: 23

3Abî Fadl Jamâl al-Dîn Muhammad bin Makram, Lisân al-„Arab, jilid 14, h. 257.

4 Oxford Learners Pocket Dictionary (Oxford University Press, 2011) 4th edition, h. 345.

5 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa, h. 60-61.

15

23. “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami

wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah6 satu surat (saja)

yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,

jika kamu orang-orang yang benar.”

Berdo‟a bermakna permohonan dan permintaan, firman Allah dalam

surah ghafir: 60

“mohonlah (mintalah) kepada-Ku, niscaya aku perkenankan permohonan

(permintaan) kamu itu.”

Do‟a bermakna percakapan, dalam surah Yunus : 10

10. “Do'a7 mereka di dalamnya Ialah: "Subhanakallahumma"

8, dan salam

penghormatan mereka Ialah: "Salam"9. dan penutup doa mereka Ialah:

"Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin."10

Do‟a bermakna memuji, dalam surah al-Isra‟ : 110

110. Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama

yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama

yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu

6Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al

Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad s.a.w.

7Maksudnya ialah puja dan puji mereka bagi Allah.

8Maksudnya ialah maha suci Engkau, wahai Tuhan kami.

9Maksudnya ialah sejahterah dari segala bencana.

10Maksudnya ialah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

16

dan janganlah pula merendahkannya11

dan carilah jalan tengah di antara

kedua itu".

b) Secara Terminologi

Do‟a merupakan permintaan atau permohonan seorang hamba kepada

Tuhannya supaya semua yang diinginkan dan cita-cita agar tercapai. Do‟a dalam

istilah agama secara umum adalah permohonan seorang hamba kepada Tuhannya.

Syarat do‟a dalam agama diantaranya adalah harus ada pemohon, yaitu hamba.

Kemudian ada dzat yang mengabulkan permohonan yang lebih tinggi dari hamba,

yaitu Allah yang Maha Esa. Selanjutnya adalah permohonan itu sendiri, yaitu

sesuatu yang di minta oleh seorang pemohon (manusia).12

Do‟a dalam istilah agamawan adalah permohonan hamba kepada Tuhan

agar memperoleh anugerah pemeliharaan dan pertolongan, baik buat si pemohon

maupun pihak lain. Permohonan tersebut harus lahir dari lubuk hati yang terdalam

disertai dengan ketundukan dan pengagungan kepadanya.13

Pengertian diatas menunjukkan bahwa doa merupakan permohonan dan

permintaan hamba kepada Tuhannya, yaitu Allah SWT, dengan segala harapan

dan kerendahan hati untuk mendapatkan pemeliharaan dan pertolongan dari-Nya.

11

Maksudnya janganlah membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu

perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum. 12

M. Mutawalli al-Sya‟rawi, Doa yang Dikabulkan (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002), h. 7-8.

13 M. Quraish Shihab, Wawasana al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, (Cet.I, Jakarta:

Lentera Hati, 2006), h.179.

17

B. Gambaran Umum Tentang Do’a

1. Keutamaan Berdo’a kepada Tuhan

Disini penulis tentang keutamaan berdo‟a berkaitan dengan manfaat

berdo‟a. Dalam berdo‟a dapat mendatangkan manfaat dan menolak segala yang

mudarat. Dalam perjalanan kenabian – mulai dari nabi Adam sampai dengan nabi

Muhammad – tidak pernah luput dari berbagai macam do‟a yang mereka

panjatkan kepada Allah dan do‟a-do‟a mereka terbukti maqbul, misalnya Allah

menerima taubat nabi Adam dan memberikan petunjuk kepadanya karena nabi

Adam diajarkan beberapa kalimat, kemudian Adam berdo‟a dengan kalimat

tersebut. Kaum nabi Nuh yang tertimpa musibah banjir besar dan ditenggelamkan

karena do‟a nabi Nuh, dalam surah Nuh di sebutkan:

26. Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara

orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”

Nabi Ibrahim mendapatkan karunia yang sangat banyak dari Allah karena

do‟a-do‟anya. Misalnya tidak terbakar oleh api setelah mengucapkan kalimat

hasbuna Allah wa ni‟ma al-wakil, seterusnya diberikan kabar gembira dengan

dilahirkan seorang anak yang sangat sabar (Ismail) setelah berdo‟a kepada Allah

Rabbi habli min al-shalihin (al-Ṣaffat: 100), dan mendapatkan martabat yang

tinggi dan pujian yang baik diantara kita bershalawat atasnya setiap sholat setelah

berdo‟a waj‟al li lisana shidqin fi al-akhirin (al-Syu‟ara: 84).14

14

Musthafa bin al-Adawi, Fiqh al-Du‟a; diterjemah oleh Team Darus Sunnah, Fiqih Doa (Jakarta: Darus Sunnah, 2015), h. 10.

18

Nabi Luth yang selamat dari kaum sodom setelah berdo‟a Rabbi najjini wa

ahli min ma ya‟maluun (as-Syu‟ara: 169). Nabi Yunus yang diselamatkan dari

kegundahan karena berdo‟a kepada Allah La ilaha illa anta subhanak inni kuntu

min al-dzalimin (al-Anbiyā‟: 87). Nabi Daut membunuh jalut dan diberikan

kerajaan oleh Allah, karena berdo'a kepada allah dalam surah al-Baqarah : 150,

yaitu:

Nabi Ayyub disembuhkan dari penyakitnya karena berdo‟a kepada Allah

dalam surah al-Anbiya‟ : 83, yaitu:

Nabi Sulaiman diberikan kekuasaan yang sangat besar oleh Allah,

pemimpin besar bangsa jin dan manusia serta engerti bahasa binatang karena

do‟anya kepada Allah dalam surah Shād : 35, yaitu:

Nabi Zakariya yang dapat menyembuhkan istrinya dari kemandulan dan

dikaruniai anak yang bernama Yahya setelah nabi Zakariya berdo‟a kepada Allah

dalam surah al-Anbiya‟: 89, yaitu:

Seterusnya dalam surah Ali Imran : 38, yaitu:

Seterusnya dalam surah Maryam : 5, yaitu:

19

Maryam dan putranya nabi Isa di jaga oleh Allah dari segala keburukan

karena do‟a yang di sebutkan dalam surah Ali Imran : 36, yaitu:

Kehidupan nabi Muhammad juga tidak luput dari do‟anya kepada Allah

sehingga islam bisa menyebar ke seluruh penjuru dunia.15

Prof. Dr. Zakiah Drajat juga menjelaskan dari segi mental dan kejiwaan,

do‟a mempunyai keutamaan atau fungsi pokok, yaitu:16

Sebagai penyembuh bagi yang stres dan kejiwaan (kuratif), terdapat

banyak do‟a yang sifatnya sebagai penenang jiwa dan stres, seperti adanya

do‟a untuk menghadapi keadaan risau dan gundah gulana.

Pencegahan terhadap terjadinya kegoncangan jiwa dan gangguan

kejiwaaan (preventif).

Mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan semangat hidup,

misalnya do‟a memohon perbaikan dan peningkatan dalam seluruh

kehidupan di dunia dan akhirat.

Do‟a adalah penyokong kekuatan manusia dalam melakukan usaha-usaha

positif dan konstrutif sebagai bagian dari tanggung jawab individu dan sosial

dalam melakukan pembebasan terhadap problem kemanusiaan.17

15

Musthafa bin al-Adawi, Fiqh al-Du‟a, h. 12-15. 16

Zakiah Drajat, Doa Penunjang Semangat Hidup (Jakarta: CV. Ruhama, 1996), h. 102.

20

Dalam berdoa, seorang hamba bermunajat kepada Tuhannya, mengakui

kelemahan dan ketidak berdayaannya, mengungkapkan rasa butuhnya kepada

Pencipta dan Pemiliknya, doa juga sarana untuk menghindari murka Allah Ta‟ala.

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur‟an yang menerangkan tentang keutamaan-

keutamaan berdo‟a18

, kita ungkapkan sebagian keil disini, diantaranya:

41. “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)

Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi

dan petang. 43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan

ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya

(yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang

beriman.”(Q.S. Al-Ahḍab: 41-43)

152. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu,

dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-

Baqarah: 152)

35. “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan

perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,

17

K.H. Maman Imanulhaq, Zikir Cinta Menggapai Kebahagiaan (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008), h. 90.

18 Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Do’a dan Dzikir Pilihan, Maktab Dakwah dan

Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2007, hal.7-13.

21

laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan

perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan

perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,

laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan

untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”(QS. Al-Ahḍab:35)

190. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya

malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. 191. (yaitu)

orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan

berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):

"Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,

Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”(QS.Ali Imran: 190-191)

Memperbanyak dzikir dan berdo‟a kepada Allah SWT dzat yang Maha

Suci suatu hal yang disunnahkan pada setiap saat dan kesempatan, baik di waktu

pagi maupun di waktu petang, ketika hendak tidur maupun ketika bangun, ketika

keluar dan masuk rumah, serta ketika keluar ataupun mamsuk masjid,

sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat terdahulu dan juga ayat-ayat berikut:

39. “Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan

bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum

terbenam(nya).”(QS.Qāf:39)

52. “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di

pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul

tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul

tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak)

22

mengusir mereka, (sehingga kamu Termasuk orang-orang yang zalim.”(QS. AL-

An‟ām:52)

11. “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat

kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.”(QS. Maryam:11)

48.” Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, Maka

Sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji

Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. 49. Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa

saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar).”(QS. Al-

Ṭūr: 48-49)

17. “Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan

waktu kamu berada di waktu subuh,18. Dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di

bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu

Zuhur.”(QS. Al-Rūm: 17-18)

186. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka

(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang

berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala

perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada

dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)

23

55. “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. 56. Dan

janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan

Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan

dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat

baik.”(QS. Al-A‟rāf: 55:56)

62. “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan

apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang

menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada

Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).”(QS. Al-Naml: 62)

Meminta kepada Allah Ta‟ala atas apa yang kita minta menjadi suatu

kewenangan-Nya untuk memberi, serta sudah menjadi ketetapan-Nya terhadap

seluruh makhluk-Nya, dimana Allah tidak mungkin mengingkari ketetapan dan

janji-Nya. Tinggal bergantung pada usaha dan ketawakalan kita sebagai makhluk-

Nya.

Syaikh Ibn „Athaillah lebih lanjut mejelaskan, bahwa untuk urusan

kebutuhan duniawi, kita tidak pantas lagi meminta kepada-Nya. Yang pantas

untuk kita lakukan adalah mencari demi mencapai keridhaan-Nya. Dan lebih tidak

pantas lagi jika kita meminta kepada selain-Nya. Adapun yang pantas kita ajukan

kepada-Nya hanyalah terhadap semua urusan yang berkaitan dengan kebutuhan

akhirat.19

19

Syaikh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari, “Kitab Al-Hikam, Petuah-petuah Agung Sang Guru”, penerjamah: Ismail Ba’adillah, penyunting: Mansyur Al-Katiri- (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2012), hal. 28-29.

24

2. Motivasi Manusi dalam Berdo’a

Dan Tuhanmu berfirman:

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan

bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku

akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".(Q.S. 40:60)

Ayat Al-Qur‟an di atas merupakan ayat motivator maha dahsyat untuk

manusia agar tidak putus asa untuk berdo‟a dan meminta sesuatu. Apapun

keinginan anda, jangan ragu untuk memintanya kepada dzat yang memilikinya,

yaitu Allah SWT, dan yakinlah bahwa do‟a yang anda panjatkan pasti dikabulkan-

Nya.

Anda ingin pekerjaan, anda ingin jodoh, anda ingin kendaraan, anda ingin

pintar atau apapun keinginan anda boleh anda ajukan kepada-Nya.

3. Adab Berdoa Yang Dicontohkan Oleh Para Nabi

Sering dijumpai doa sejumlah para nabi dan orang sholeh yang doanya

dikabulkan oleh Allah Swt. Doa-doa tersebut terkadang dipanjatkan ketika kondisi

terhimpit, dengan di sertai ketundukan hati kepada Allah Swt. Dan waktu-waktu

mustajab dikabulkan-Nya doa. Dan atas dasar kebaikan yang pernah dilakukan

sebelumnya sehingga Allah Swt mengabulkan doa tersebut sebagai tanda Syukur

terhadap kebaikan orang yang bedoa, serta hal-hal lain yang menyebabkan

terkabulnya doa.20

20

Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah, ad-Da’ wa ad-Dawa’, h.32.

25

Ada beberapa orang yang salah dalam persepsi mengenai penyebab

terkabulnya doa, mereka beranggapan bahwa rahasia terkabulnya doa tersebut

karena lafaẓ (kalimat) doa yang digunakan. Mereka pun memakai lafaẓ doa

tersebut, tetapi mereka mengabaikan berbagai perkara (adab berdoa) dan kondisi

(waktu dan tempat mustajab) yang menyertai doa yang terkabulkan tersebut. Hal

ini sering terjadi pada individu, komunitas, dan masyarakat yang awam atau

kurangnya informasi tentang hal-hal yang menyebabkan terkabulnya doa,

sehingga banyak yang salah dalam memahami tentang berdoa. Karena dalam

berdoa bukan saja hanya dilihat dari bentuk lafaẓ (kalimat) saja, melainkan dari

tingkah laku kita selama kita hidup, dan adab kita ketika meminta kepada Allah

Swt, serta dengan melihat kondisi dan tempat kita meminta, harus kita perhatikan.

Begitulah para Nabi berdoa kepada Allah Swt.

C. Kedudukan dan Tujuan Doa

Iman menuntut doa, sebagai penguat dan penentram gejolak hati dimana

tempat iman bersemayam. Doa adalah media komunikasi seorang hamba kepada

Tuhannya agar senantiasa mendapat pertolongan dalam setiap urusan. Merupakan

cara paling tepat untuk mendapatkan ketenangan dan kesejahteraan hidup. Dengan

doa, manusia senantiasa dalam keadaan ingat atau berdzikir kepada Allah swt.

Dari sini lahir kedamaian karena manusia telah menyandarkan dan

menggantungkan diri kepada sesuatu yang Mahakuat. Allah swt sebaik-baik

tempat bergantung. Jika manusia senantiasa meminta pertolongan-Nya, maka Dia

26

akan selalu dalam benaknya. Ketika hati manusia selalu diliputi Allah swt niscaya

ia tidak akan gelap dan tersesat. Ia selalu dalam keadaan tentram dan bercahaya.21

Do‟a tidak selalu diartikan sebagai permintaan atau permohonan. Ia juga

bentuk dari penghambaan dan penyerahan diri manusia secara total kepada

Tuhannya. Do‟a adalah bentuk pengakuan kelemahan manusia dihadapan Allah

swt. Ketika ada penerimaan dalam hati bahwa segala sesuatu atau seseorang di

alam ini lemah, otomatis ia memahami bahwa ada realitas Yang Maha Menguasai

segala sesuatu secara sempurna. Pemikiran semacam ini akan menghantarkan

kepada keimanan yang benar.22

Do‟a sarana penting bagi manusia sebagai pemangku fitrah yang selalu

butuh dukungan dari Yang Mahacinta. Lahirnya kemauan berdo‟a, mampu

mengikis habis sifat sombong yang ada pada diri seseorang. Ada pengakuan akan

keterbatasan diri sebagai manusia, makhluk yang sangat papa dan berhakikat tak

memiliki apa-apa dan siapa-siapa. Seseorang bisa mengenal kekerdilan diri

sebagai makhluk dan mengenal kemahabesaran Allah swt sang ķalik melalui

do‟a.23

Perhatikan perintah Allah swt dalam surah al-Mu‟min: 60 berikut:

60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan

Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari

menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".

21

Mutawalli al-Sya’rawi, Doa Yang Dikabulkan, t. penerjamah (Jakarta: Pustaka al-Kaustar, 1994), h.20.

22 Ibid, h.20.

23 Jejen Musfah dan Anis Masykur, Doa Ajaran Ilahi; Kumpulan Doa dalam al-Qur’an

beserta Tafsirnya ( Jakarta: Penerbit Hikmah, 2001), h. x.

27

Dalam diri manusia terdapat ego yang memiliki dua wajah. Ego sebagai

pengenalan terhadap Tuhan dan atau sebagai Tuhan sendiri. Melalui ego, manusia

dapat melacak keberadaan Tuhan lewat keinginan yang terbetik dihatinya.

Selanjutnya atas hasil kebaikan, manusia berkedudukan sebagai objek karunia

Tuhan. Pada titik ini manusia dituntut untuk menghamba, merendah diri dan hati

mengakui kemahabesaran Tuhan. Di sisi lain, manusia juga makhluk yang

independen dapat menjemput hasrat keduniawiannya secara mandiri. Ia makhluk

yang mengemban amanah kepemimpinan. Sebagai fasilitasnya Allah

menyediakan dunia beserta isinya. Ketika ia melakukan tindakan keburukan ia

sebagai pelaku dan ia menghilangkan peran Allah dalam hal ini.24

Hasrat adalah permulaan segala sesuatu. Seperti A sebagai huruf awal dari

alphabet lainnya yang membentuk kata dan kalimat. Orang beriman selalu

menautkan hasratnya kepada Allah sebagai wakil-Nya di muka bumi yang

memiliki tugas utama menebar cinta dan keadilan. Bagi pengumbar hasrat yang

menenggelamkan diri dalam kemaksiatan kekafiran ia akan semakin jauh dari

Allah swt. Namun demikian ketika dalam kondisi sulit, tidak ada yang menjadi

sandaran ia akan menyeru kepada Allah. Sebagai bukti dari fitrah keimanannya.

Firman-Nya dalam surah Yunus/10:12

24

Bediuzzam Said Nursi, Sozler (Istanbul: rnk Nesriyat, 2009), hal. 582

28

10. Do'a mereka di dalamnya Ialah: "Subhanakallahumma", dan salam

penghormatan mereka Ialah: "Salam". dan penutup do‟a mereka Ialah: "Alhamdulilaahi

Rabbil 'aalamin".

11. Dan kalau Sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti

permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. Maka

Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan Pertemuan dengan Kami,

bergelimangan di dalam kesesatan mereka.

12. Dan apabila manusia ditimpa bahaya Dia berdoa kepada Kami dalam

Keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu

daripadanya, Dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah Dia tidak pernah

berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah

orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka

kerjakan”.

Do‟a menghantarkan manusia sebagai hamba-hamba terbaik-Nya yang

diamanahkan memakmurkan bumi. Namun demikian, bukan berarti do‟a dapat

dijadikan manusia untuk menyalahi aturan dan sunnatullah dalam memposisikan

serta menjalani takdir dan ketentuan-Nya. Ikhtiar manusia yang mewujud dalam

sebuah tindakan merupakan bagian dari do‟a. Sikap terbaik dalam merefleksikan

doa adlaah solusi kokoh dalam menghadapi hidup dan mengabdikan diri secara

total terhadapat ketentuan-ketentuan Allah swt. Artinya, do‟a tidak dijadikan

legitimasi kelemahan dan keterpurukan sikap dan pribadi manusia dalam

menghadapi hidup, akan tetapi doa justru menjadi kekuatan dan keberanian dalam

mewujudkan keinginan serta harapan. Allah swt tidak pernah membatasi potensi

manusia. Karunia Allah swt berupa potensi yang tak terbatas itu dapat

dikembangkan menjadi kekuatan baru yang unsur-unsurnya terbuat dari

perpaduan pikir dan munajat yang selanjunya lahir sebuah akhlak.25

Do‟a-do‟a nabi dan rasul dalam al-Qur‟an telah terbukti terkabul. Selain

memiliki latar belakang atau motivasi yang tidak terlepas dari keimanan, do‟a-

25

Ummul Aiman, “Konsep Doa dalam al-Qur’an; Kajian Tematik tentang Ayat-ayat Redaksi Doa. Tesis S2 Program Pasca Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004, h. 138

29

do‟a mereka juga bertujuan untuk kemashlahatan dakwah dan kesuksesannya.

Diucapkan ketika sedang menghadapi segala macam ancaman serta tantangan dari

kaum mereka.26

Dahulu ada yang berpendapat bahwa doa tidak berguna, mereka berkata :

“kalau yang diharapkan oleh siapa yang berdo‟a telah diketahui oleh Tuhan,

dengan pengetahuan-Nya yang menyuruh itu bahwa harapan tersebut akan terjadi,

ada lagi berkata bahwa sebenarnya segala sesuatu telah ditetapkan Allah dan

tertulis di lauh al-mahfuzh”, jika demikian apa gunanya berdo‟a? Jika

diperhatikan di dalam al-Qur‟an, paling tidak, ada dua hal yang mendorong

manusia untuk mendekatkan diri atau beribadah kepada Allah:

Pertama, sisi kebesaran dan keagungan Allah. Setiap agama meyakini

Tuhan yang di sembah itu mempunyai sifat-sifat kesempurnaan, seperti,

kesempurnaan kekuasaan-Nya tas alam raya termasuk manusia. Manusia yang

meyakini Tuhannya pasti membutuhkan-Nya sehingga menggantungkan diri

kepada-Nya.

Kedua, sisi manusia itu sendiri. Manusia adalah maķhluk yang memiliki

naluri gembira dan sedih, senang dan susah, takut, cemas, dan mengharap,

sehingga manusia membutuhkan sandaran dan pegangan dalam hidupnya.

Kenyataan membuktikan bahwa bersandar kepada sesama maķhluk seringkali

tidak membuahkan hasil, karena itu, mereka membutuhkan sandaran yang Maha

kuat dan mutlak yang dapat memberikan bantuan dan bimbingan serta mampu

26

Ummul Aiman, “Konsep Doa Dalam al-Qur’an, h. 153.

30

menghilangkan rasa cemas sehingga dapat memenuhi harapannya, karena tidak

ada yang mampu melakukannya kecuali Allah SWT.

Allah menyatakan dalam surat al-Fatir 13-14:

13.Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam

malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu

yang ditentukan. yang (berbuat) demikian Itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah

kerajaan. dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-

apa walaupun setipis kulit ari.

14.Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau

mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. dan dihari

kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi

keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh yang Maha Mengetahui.27

Alexis Carrel, salah seorang ahli bedah Perancis (1873-1941) dan peraih

hadiah Nobel dalam bidang kedokteran, dia memiliki pengalaman dalam

mengobati pasiennya dan kemudian dia mengatakan bahwa “banyak di antara

mereka memperoleh kesembuhan dengan jalan berdo‟a”. Menurutnya, do‟a adalah

sesuatu gejala keagamaan yang paling agung bagi manusia, karena pada saat itu,

jiwa manusia terbang menuju Tuhannya.28

Dengan demikian, manusia sebagai makhluk yang memiliki kelemahan

dan kekurangan, tidak dapat menyelesaikan semua persoalan tanpa bantuan yang

lain. Sebagai makhluk yang memiliki keyakinan bahwa ada yang lebih ampuh

27

QS. Fatir 13-14 28 M. Quraish Shihab, Wawasana al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, (Cet.I, Jakarta:

Lentera Hati, 2006), h. 181.

31

untuk dapat memberikan bantuan, itulah Tuhan, tentunya dia harus senantiasa

membuka jalan untuk berkomunikasi yang intim dan intensif dengan Sang Maha

Pencipta dalam bentuk permohonan (do‟a), sekalipun hal itu tidak segera tercapai,

tetapi komunikasi dengan do‟a itu tetap memberikan nuansa yang optimis.

Dalam al-Qur‟an secara jelas menyebutkan perlunya manusia

mendekatkan diri kepada-Nya : Qur‟an surah al-Mu‟min 60:

60. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan

Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari

menyembah-Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".

Dalam ayat ini Allah memberikan harapan dan warning kepada manusia,

yaitu adanya harapan do‟a hamba itu dikabulkan dan ganjaran neraka bagi orang

yang menyombongkan diri. Bahkan Allah sangat mengecam orang yang sudah

menggap dirinya sudah mapan sehingga tidak merasa perlu dengan permohonan

bantuan dari Allah QS. Al-„Alaq: 6-7. Neraka di sini bukan hanya yang di siapkan

nanti di akhirat, tetapi boleh jadi di dunia ini sudah merasakan kegelisahan dan

keresahan orang yang tidak memiliki sandaran yang kokoh, yaitu Allah.

Yang menjadi persoalan adalah apakah pengabulan do‟a seorang hamba

itu ketika dia berdo‟a, Allah langsung mengabulkannya atau tidak? Oleh karena

itu, ulama dalam memahami ayat ini mengatakan bahwa paling tidak, pengabulan

do‟a itu terlaksana dalam tiga bentuk :

Pertama, dikabulkan do‟a seseorang sesuai dengan permintaannya, kedua,

dikabulkan dengan menggantikannya dengan sesuatu yang lain yang lebih

bermanfaat dan ketiga, ditangguhkan pada hari kemudian untuk diberi ganjaran.

32

Yang terpenting dalam pengabulan do‟a itu (berdasarkan ayat di atas), syarat-

syarat do‟a yang dikabulkan adalah dengan ketulusan dan keyakinan. Sebab

seperti yang ditulis oleh Ibn Kasir iblis yang bergelimang dalam dosa pun

diterima do‟anya ketika ia bermohon untuk dipanjangkan umurnya.29

29

Mursalim, jurnal al-Ulum, “Doa dalam Perspektif al-Qur’an”, volume 11, nomor 1, Juni 2011, h. 68.

33

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH NABI NUH AS DALAM AL-

QUR’AN

A. Kisah dalam al-Qur’an

Al-Qur‟an telah banyak menceritakan kisah orang-orang dahulu dari para

Nabi dan selain nabi, diantaranya mengenai kisah orang-orang mukmin dan kisah

orang-orang kafir.

Al-Qur‟an telah membicarakan kisah-kisah yang disebutkannya, Ia

menjelaskan hikmah dari penyebutannya, manfaat apa yang dapat kita ambil

darinya, kita harus merenungi pembicaraan al-Qur‟an tentang kisah-kisahnya

supaya renungan ini menjadi pengantar bagi kita tentang kisah orang-orang

dahulu dalam Al-Qur‟an dan sebagai pengantar bagi interaksi kita dengan kisah-

kisah tersebut.

Banyak orang yang menulis kisah-kisah Qur‟an terlalu menampilkan segi

keindahan dan sastranya, ketimbang muatan kisahnya. Keindahan sastra seolah

merupakan tujuan dalam penulisan mereka, meski sebenarnya sastra hanyalah

merupakan alat bukan tujuan. Kesulitan lainnya dalam berdialog dengan Al-

Qur‟an adalah pada masalah beralihnya alat atau sarana menjadi pokok tujuan.

Sehingga tujuan utama kisah-kisah Al-Qur‟an sama sekali tidak mendapat

34

perhatian. Padahal kisah-kisah tersebut dapat dijadikan pelajaran yang konkret

untuk membangun peradaban umat Islam.1

Salah satu cara agar tujuan pengajaran kisah-kisah tersebut dapat berhasi

dengan baik, biasanya Al-Qur‟an lebih dahulu menyebutkan kandungan suatu

kisah secara umum melalui beberapa kata secara singkat. Setelah itu barulah Al-

Qur‟an menguraikannya secara luas.

Sementara itu, jika Al-Qur‟an hendak menyampaikan pesan-pesan penting

yang terdapat di dalam suatu kisah, cara yang digunakannya adalah

mengemukakan pertanyaan tegas secara berjenjang, baik berisi penolakan maupun

pengukuhan isi kisah.

Uraian kaidah ini menjadi penting karena dengan mengetahuinya, selain

mendapatkan pelajaran dari kandungan kisah-kisah yang diceritakan Al-Qur‟an,

kita juga akan mengetahui cara terbaik dalam menyampaikan pelajaran melalui

penguraian kisah.2 Suatu kisah yang disampaikan dengan metode sebagaimana

yang di tempuh Al-Qur‟an akan menimbulkan kesan mendalam bagi para

pembaca dan pendengarnya. Sebaliknya jika suatu kisah disampaikan dengan cara

lain, akan sangat sulit memberikan perincian-perincian pesan yang hendak

disampaikan dalam kisah tersebut. itu bagaikan mengemukakan kisah panjang

tanpa lebih dahulu memberikan ringkasan ceritanya.

1Syaikh Muhammad AL-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an “Memahami pesan Kitab

Suci dalam Kehidupan Masa Kini”, diterjemahkan dari Kayfa Nata’amal Ma’al-Qur’an, penerjamah: Drs. Masykur Hakim, dan Ubaidillah, penerbit, Mizan, h. 67-68.

2 Abd. Rahman Dahlan, M.A, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Qur’an, Disusun berdasarkan

Al-Qawaid Al-Hisan Li Tafsir Al-Qur’an (karya: Al-Sa’di), (penerbit: Mizan, cet, II, 1998), h. 187.

35

1. Pengertian Kisah (qasas)

Kisah berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.

Dikatakan: “qasaṣtu atsarahu”, artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya”.

Kata al-qaṣaṣ adalah bentuk masdar. Firman Allah:

(al-Kahfi [18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti

jejak dari mana keduanya itu datang.

Jadi, qasaṣ al-Qur‟an adalah pemberitaan Qur‟an tentang hal ihwal umat

yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang

telah terjadi. Qur‟an banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa

lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak

setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara menarik dan

mempesona.3

Dalam pendapat lain disebutkan tentang qisaṣ Qur‟an dalam beberapa

konteks, pemakaian, dan tashrif (konjungsi) nya: dalam bentuk fi‟il mādhi (kata

kerja lampau), fi‟il mudhari‟ (kata kerja perintah), dan dalam bentuk maṣdar (kata

benda).

Imam ar-Raghibi al-Ishfahani mengatakan dalam kitab mufradat-nya (al-

Mufradat fi Gharib Al-Qur‟an—penj.) tentang kata ini (qasaṣ), “Al-Qaṣaṣu berarti

„mengikuti jejak‟. Dikatakan, „Qaṣaṣtu atsarahu‟ saya mengikuti jejaknya.”

3Al-Qattan Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terjemah dari bahasa Arab oleh

Mudzakkir AS.—cet. 15—bogor : (Pustaka Litera AntarNus, 2012), h. 435-436.

36

Qasas ialah berarti jejak (atsar), Allah ta‟ala berfirman:

“lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.” (al-Kahfi: 64)

Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan:

"Ikutilah dia" (al-Qashash: 11)

Al-Qasaṣ ialah cerita-cerita yang dituturkan (kisah). Allah Ta‟ala

berfirman,

“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar...”(Ali Imran: 62)

“Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan

kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu

takut....”(al-Qaṣaṣ: 25)

...

“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik...” (Yusuf: 3)

Adapun qasas adalah menuntut balas atas darah (pencederaan fisik atau

pembunuhan) dengan balasan serupa.4

Cerita-cerita yang terdapat dalam Qur‟an sangatlah istimewa. Kualitasnya

sangat tinggi. Nilai dan tujuan yang dikandungnya teramat mulia. Kisah-kisah itu

meliputi berbagai tema yang sangat berguna bagi pendidikan dan pelatihan jiwa.

4Ishfahani, Al-Mufradat fi Gahribal-Qur’an, dalam bukunya Al-Khalidy, Shalah A. Fattah,

Kisah-kisah Al-Qur’an ; pelajaran dari orang-orang dahulu; penerjamah, Setiawan Budi Utomo ; editor, Dadi M. Hasan Basri,--cet. 1.—(Jakarta : Gema Insani press, 1999), h. 21-22.

37

Keelokan dan ketinggian nilainya disebabkan oleh kemampuannya mengubah

akhlak, mempercantik perilaku, dan menyebabkan cahaya kebijaksanaan.

Pada beberapa bagian, Qur‟an bercerita tentang sekelompok orang

beriman, yang menjalani hidup dengan tenang dan bahagia, serta anugerah yang

Allah berikan kepada mereka di dunia. Ada pula kisah yang bertutur tentang

kelompok manusia yang sesat dan biadab, serta bagaimana Allah membalas

kesesatan dan kezhaliman mereka dengan siksa yang sangat menyakitkan.

Dengan gaya bahasa yang khas, al-Qur‟an menggambarkan bagaimana

negeri-negeri mereka hancur, sementara penghuninya ditimpa siksa yang

membinasakan. Kisah-kisah itu menjadi pedoman, pelajaran dan peringatan bagi

manusia sehingga mereka mu merenung dan memikirkan.

2. Tujuan dan Faedah Kisah dalam al-Qur’an

Allah mewajibkan kepada kita untuk memperhatikan (bertadabbur) al-

Qur‟an, untuk memahami apa yang ditetapkan-Nya dari hikmah, pelajaran,

inspirasi, dan intuisi petunjuk melalui paparannya tentang kisah orang-orang

dahulu.

Tujuan dihadirkannya kajian ini adalah dalam rangka menemukan tujuan-

tujuan al-Qur‟an dari kisahnya, mengalihkan perhatian kita kepada kisah ini

dalam kebenaran, prinsip, dan pengarahan, dalam rangka melaksanakan perintah

Allah untuk memperhatikan, memikirkan, dan mengambil pelajaran, serta karena

keinginan kami untuk melayani kitab Allah dan menjelaskan apa yang mampu di

dapat dari pengetahuan, pelajaran, dan tafsirnya.

38

Sebagai contoh, sebuah ayat yang merupakan orasi kepada Rasulullah saw.

yang disebutkan setelah memaparkan kisah-kisah Nabi Nuh, Hūd, Shalih,

Ibrahim, Luṭ, Syu‟aib, dan Musa a.s. dalam surat Hūd.

Surat Hūd diturunkan kepada Rasulullah saw. pada masa krisis dan berat,

termasuk masa-masa yang paling krisis yang dilalui dakwah Islam di Mekkah.

Maka Rasul saw. dan umat Islam bersamanya membutuhkan hiburan untuk

membesarkan hati, menentramkan dan meneguhkan hati, lalu datanglah kisah

nabi-nabi untuk mewujudkan tujuan Al-Qur‟an yang mulia ini.5

Sedangkan faedah yang dapat kita ambil dari kisah-kisah dalam Qur‟an

adlah sebagai berikut:

1) Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-

pokok syari‟at yang di bawa oleh para Nabi.

2) Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah,

memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para

pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan par pembelanya.

3) Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap

mereka serta mengabadikan jejak peninggalannya.

4) Menempakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya dengan apa

yang diberitakannya tentang ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan

generasi.

5 Al-Khalidy, Shalah A. Fattah, Kisah-kisah Al-Qur’an ; pelajaran dari orang-orang dahulu;

penerjamah, Setiawan Budi Utomo ; editor, Dadi M. Hasan Basri,--cet. 1.—(Jakarta : Gema Insani press, 1999), h. 30-31

39

5) Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan

keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menentang mereka

dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu di ubah dan di ganti.

6) Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para

pendengar dan menetapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam

jiwa.6

B. Kisah Nabi Nuh dalam al-Qur’an

Dia adalah Nuh bin Lawak bin Matulsyalkha bin Idris As. Imam al-Kisai

berkata: “Nama sebenarnya nabi Nuh adalah Abdul Ghaffar atau Yasykur”.

Dinamakan Nuh, menurut suatu pendapat adalah karena ia melihat anjing yang

mempunyai empat mata. Lalu nabi Nuh mengatakan: “anjing itu sangat buruk,

menjijikkan”.

Ternyata anjing itu berkata pada nabi Nuh: “wahai Abdul Ghaffar, engkau

menghina ukiran ataukah yang mengukir? Jika hinaan itu kau utarakan pada

ukiran, maka jelas (memang demikian adanya). Namun jika itu ditunjukkan

padaku maka hinaan itu tidaklah layak, karena Ia Maha Berkehendak atas apa

yang dikehendaki-Nya.”

Oleh karena kata-kata itu Abdul Ghaffar pun terus menangis, menangisi

kesalahan dan dosanya. Karena seringnya menangis maka dinamakanlah dia

6 Al-Qattan Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terjemah dari bahasa Arab oleh

Mudzakkir AS.—cet. 15—bogor : Pustaka Litera AntarNus, 2012, h.437.

40

dengan sebutan “Nuh” (menangis), sebagaimana yang diceritakan oleh Imam al-

Saddi.7

Nabi Nuh as. lahir sepeninggal nabi Adam, yang berjarak sepuluh abad.

Dari Abu Umamah, bahwasanya ada seorang berkata: “Ya Rasulullah, apakah

Nabi Adam itu seorang Nabi?” “Ya,” jawab beliau. “berapa lama jarak antara

dirinya dengan Nabi Nuh? Tanyanya lebih lanjut. Beliau menjawab: “sepuluh

abad.”8

Ibnu Kastir mengatakan: “Hadits tersebut shahih dengan syarat Muslim,

hanya saja dia (Muslim) tidak meriwayatkannya.”9

Diriwayatkan dari Ibnu „Abbas, dia mengatakan: “jarak antara keduanya

adalah seribu tahun, semua orang yang hidup pada masa itu memeluk Islam,”10

Yang demikian itu menolak pendapat para ahli sejarah dari kalangan Ahlul

Kitab yang menyebutkan bahwa Qabil dan anak-anaknya menyembah api.

Wallaahu a‟lam.

Adapun jika itu yang dimaksud dengan abad itu adalah satu generasi

manusia, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta‟ala:

7 Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Suyuthiy, “Badi’ul ‘Alam Fi Dzikri

Qishshati Nuh ‘Alaihissalam”, diterjemahkan: Sya’roni Al-Samfuriy, (Cilangkap, 18 Februari), hal. 4.

8Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 6190), ath-Thabari dalam kitab al-

Jaami’ul Kabir (no.7545) dan dalam kitab al-Ausath (no. 405), al-Hakim (II/262), Ibnu Asakir dalam kitab Taariikh Dimasyqa (VII/445-446). Dan dishahihkan oleh Hakim, adz-Dzahabi, al-Haistami, serta syaikh al-Albani rahimahumullah.

9Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilal, Shahiih Qishashil Anbiyaa’ (Kisah Shahih Para Nabi);

penerjamah, M. Abdul Ghoffar ; editor, Abu Ihsan Al-Atsari, cet.2, (Jakarta : Pustaka Imamasy-Syafi’i, 2009), hal. 89.

10Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam kitab Jaami’ul Bayaan (II/194), al-Hakim (II/546)

dengan sanad sesuai dengan syarat al-Bukhari, sebagaimana yang dikatakan oleh Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi serta syaikh al-Albani.

41

...

“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan...”11

Dalam surah yang Allah berfirman:

“Kemudian, Kami jadikan sesudah mereka umat yang lain”12

Demikian juga dengan Firman-Nya :

“Dan (kami binasakan) kaum 'Ād dan Ṭsamud dan penduduk Rass dan

banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum- kaum tersebut.”13

Juga firman-Nya dibawah ini:

“Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka,

sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap di

pandang mata.”14

Dan sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah SAW berikut:

“sebaik-baik abad adalah abadku.”15

11

QS. AL-Isrā’: 17 12

QS. Al-Mu’minūn: 31. 13

QS. Al-Furqān: 38. 14

QS. Maryam: 74. 15

Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2651 dan 2652) dan muslim (no.2533 dan 2535) dari hadits Ibnu Mas’ud dan Imran bin Hushain r.a. Hadist ini mempunyai beberapa syahid dari sejumlah sahabat. Oleh karena itu, dalam kitab al-Ishaabah (I/12), al-Hafizh Ibnu Hajar menilainya sebagai hadist mutawatir. Di takhrij oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam bukunya yang berjudul: Bashaa’iru Dzawisy Syaraf bi Syarhi Marmiyaat Manhajis salaf (hlm.9-16). Dalam bukunya tersebut menjelaskan bahwa kalimat “Khairul quruun” tidak shahih. Dalam bukunya Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilal, Shahiih Qishashil Anbiyaa’ (Kisah Shahih Para Nabi); penerjamah, M. Abdul Ghoffar ; editor, Abu Ihsan Al-Atsari, cet.2, jakarta : Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2009, hlm. 91.

42

Maka sebelum Nabi Nuh, terdapat beberapa generasi yang hidup dalam

waktu yang cukup lama. Berdasarkan hal tersebut, maka jarak antara Nabi Adam

dan Nabi Nuh itu ribuan tahun. Wallaahu a‟lam.

Secara umum dapat dikatakan, Nabi Nuh di utus Allah Ta‟ala ketika

manusia menyembah berhala dan thaghut, serta tenggelam dalam ke-sesatan dan

kekafiran. Kemudian Allah Ta‟ala mengutusnya sebagai rahmat bagi ummat

maniusia. Dia adalah Rasul pertama yang di utus Allah ke muka bumi.

Sebagaimana yang dikatakan manuasia kelak pada hari kiamat. Allah Ta‟ala telah

menceritakan kisah Nabi Nuh dan kaumnya serta adzab berupa angin topan yang

diturunkan-Nya kepada mereka yang kafir, juga kisah selamanya Nabi Nuh

beserta orang-orang yang berada di dalam perahunya. Dia menceritakan hal

tersebut di beberapa tempat pada kitab-Nya, diantara surat yang mengangkat kisah

ini adalah seperti yang dicantumkan dalam tabel di bawah ini:

Surah Ayat

Al-A‟rāf 59-64

Yunus 71-73

Hūd 25-49

Al-Anbiyā‟ 76-77

Al-Mu‟minūn 23-30

Al-Syu‟arā 105-122

Al-Ankbūt 14-15

Al-Ṣhaffāt 75-82

Al-Qamar 9-17

43

1. Pujian Untuk Nabi Nuh

Kisah mengenai Nabi Nuh telah disebutkan pula dalam beberapa tempat

yang berbeda-beda di dalam al-Qur‟an, yang didalamnya dijelaskan pujian

untuknya dan celaan orang-orang yang menentangnya. Diantaranya dalam surah

an-Nisā‟ (163-165), al-An‟ām (73-87), at-Taubah (70).

Dan mengenai kisah yang lain terdapat pada surah yang tertera dalam tabel

dibawah ini:

Surah Ayat

Ibrahim 9

Al-Isrā‟ 3 (17)

Al-Ahḍzab 12-14

Shād 12-14

Al-Mu‟min 5-6

Al-Syurā 13

Qāf 12-14

Al-Ḍzariyāt 46

Al-najm 52

Al-Hadīd 26

Al-Tahrīm 10

44

2. Nabi Nuh, Rasul yang Pertama Kali Diutus ke Bumi

Surah Nuh dimulai dengan menyatakan kerasulan Nabi Nuh as. ini

agaknya menjadi pembuka surah sebagai isyarat bahwa beliau adalah Rasul

pertama dari rasul-rasul Allah. Di samping itu pernyataan ini berfungsi pula

meluruskan kekeliruan kaum musyrikin Mekah yang menolak kerasulan Nabi

Muhammad saw. dengan alasan bahwa beliau adalah manusia juga. Ayat pertama

yang menyatakan: Sesungguhnya Kami telah mengutus Nabi Nuh sebagai Rasul

pertama kepada kaumnya yang demikian kuat sambil memerintahkan:

“peringatkanlah kaummu akan ancaman Allah atas kekufuran dan kemusyrikan

mereka sebelum datang kepada mereka siksa yang pedih.” Memperkenankan

perintah Allah itu, Nabi Nuh berkata sambil mengingatkan hubungan beliau

dengan mereka sebagai salah seorang anggota kaumnya: “Hai kaumku, yang aku

adalah bagian dari kalian, sesungguhnya aku untuk kamu secara khusus adalah

pemberi peringatan yang menjelaskan tentang adanya siksa yang pedih jika kamu

mengabaikan tuntunan-Nya. Peringatan itu adalah: Sembahlah Allah, bertakwalah

kepada-Nya yakni hindari jatuhnya siksa-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya

dan menjauhi larangan-Nya dan karena kamu tidak dapat menerima petunjuk-Nya

secara langsung sedang aku dipilih-Nya sebagai utusan-Nya maka taat juga-lah

kepadaku. Kalau kamu melakukan itu semua, niscaya Allah atas rahmat dan

karunia-Nya akan mengampuni sebagian dosa-dosa kamu dan menangguhkan

kamu yakni memanjangkan usia kamu guna kemaslahatan kamu sampai ke waktu

yang ditentukan bagi kematian setiap pribadi, dan kalau tidak demikian, maka

Allah akan menjatuhkan siksa yang membinasakan kamu sekaligus.

Sesungguhnya ketetepan Allah apabila telah datang, maka ia tidak dapat

45

ditangguhkan. Adapun kalau belum datang maka bisa saja Dia menundanya

sebagai dampak doa, atau silaturahmi, atau upaya-upaya kamu yang direstui-Nya.

Kalau kamu dari saat ke saat mengetahui tentang hal-hal tersebut, niscaya kamu

akan taat kepada Allah dan mematuhi tuntunanku.”16

Wahab bin Munabih berkata: “Ketika Nabi Nuh As berusia 480 tahun

datanglah malaikat Jibril As padanya, nabi Nuh bertanya „siapakah engkau

wahai lelaki tampan?‟ Jibril As menjawab: „ saya adalah utusan Tuhan semesta

alam datang padamu membawa risalah. Sungguh Allah telah mengutusmu untuk

umatmu.”sebagaimana yang telah Allah katakan dalam surah (Nuh ayat 1).

Lalu malaikat Jibril memakaikan baju mujahidin dan melilitkan sorban

kemenangan serta memberinya ikat pinggang “ Saiful Azmi” seraya berkata

padanya: “ berilah peringatan pada musuh Allah yang bernama Darmasyil bin

Fumail bin Jij bin Qabil bin Adam.”

Konon, Damarsyil adalah raja yang zalim. Dia adalah manusia pertama

yang memeras arak dan meminumnya, manusi pertama yang bermain judi dan

manusia pertama yang membuat baju dengan dihiasi emas. Dia dan kaumnya

adalah penyembah lima berhala: Wad, Siwa, Yaghuts, Ya‟uq, dan Nasr.

Sebagaimana disebutkan juga nama-nama itu dalam al-Qur‟an.

Berhala-berhala utama ini dikelilingi oleh 1700 berhala lainnya. Berhala

itu juga dibuatkan rumah yang dibuat dari marmer berwarna-warni, setiap satu

rumah panjangnya mencapai 1000 dzira, begitu pula lebarnya. Pada berhala-

16

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an /( jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 457-458.

46

berhala itu juga terdapat kursi-kursi yang terbuat dari emas, didalamnya terdapat

berbagai macam perhiasan yang megah. Dan juga ada seorang pelayan yang

bertugas melayaninya siang dan malam.

Selain itu, juga diadakan hari raya untuk mereka yang diperingati setiap

tahunnya. Keluarlah nabi Nuh pada hari raya tersebut. Sedangkan mereka

menyalakan api disekitar para berhalanya. Mempersembahkan kurban lalu

mereka bersujud memuliakan berhala-berhala itu. Dibawakan pula berbagai alat

musik, gong ditabuh dn menari-nari berpesta ria sambil meminum arak, pesta sex

pun dilakukan secara terang-terangan, mereka memperlakukan wanita seperti

binatang.17

Adapun mengenai peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya

dikisahkan dalam hadits atsar.

Kami telah mengemukakan sebelumnya hadits dari Ibnu „Abbas, dia

mengatakan: “jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh adalah sepuluh abad.

Semua orang pada masa itu memeluk islam”. Dan telah kami sebutkan bahwa

yang dimaksud dengan qurun disini adalah satu generasi atau masa yang sama

dengan seratus tahun atau satu abad.

Setelah abad-abad kejayaan Islam itu, keadaan berubah menjadi

sebaliknya, ketika orang-orang beralih kepada penyembahan berhala. Penyebab

perubahan tersebut adalah seperti yang dikisahkan dalam hadits riwayat al-

Bukhari, dari Ibn „Abbas, tentang penafsiran firman Allah Ta‟ala:

17

Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Suyuthiy, “Badi’ul ‘Alam Fi Dzikri Qishshati Nuh ‘Alaihissalam”, diterjemahkan: Sya’roni Al-Samfuriy, (Cilangkap, 18 Februari), hal. 5.

47

23. Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan

(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu

meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan

nasr".18

Ibnu „Abbas mengatakan: “Nama-nama tersebut adalah nama orang-orang

shalih dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, syaitan membisikkan kepada

kaumnya agar mereka membuat patung orang-orang shalih diantara mereka dan

memberinya nama dengan nama-nama mereka. Lalu mereka mengerjakan hal itu.

Mulanya berhala-berhala itu tidak di sembah. Setelah mereka meninggal dunia

dan ilmu pun musnah, maka patung-patung itu akhirnya di sembah.”19

Ibnu „Abbas mengatakan: “Berhala-berhala yang ada dikalangan kaum

Nuh inilah yang akhirnya muncul di tengah-tengah bangsa Arab.”

Dalam penyembahan ini, mereka mempunyai cara yang sangat banyak dan

beraneka ragam. Dan hal itu telah penulis kemukakan di dalam kitab at-Tafsir.

Segala puji dan sanjungan hanya milik Allah.

Umat Nabi Nuh telah menyembah berhala sejak lama. Mereka

menganggap patung-patung sebagai tuhan dan memohonkan harapan mereka

kepada tuhan-tuhan itu. Mereka berlindung kepada patung-patung itu dari segala

18

QS. Nuh: 23. 19

Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilal, Shahiih Qishashil Anbiyaa’ (Kisah Shahih Para Nabi); penerjamah, M. Abdul Ghoffar ; editor, Abu Ihsan Al-Atsari, cet.2, (Jakarta : Pustaka Imamasy-Syafi’i, 2009),hlm. 116

48

hal dalam kehidupan mereka. Mereka telah memberikan nama-nama yang berbeda

kepada tuhan-tuhan itu, misalnya Wad, Sawa, dan Ya‟qud.20

Setelah kerusakan dan malapetaka menyebarluas di bumi akibat

penyembahan berhala yang mereka lakukan, Allah Ta‟ala mengutus hamba

sekaligus Rasul-Nya, Nabi Nuh menyeru ummat manusia agar menyembah Allah

semata, yang tiada sekutu baginya, serta melarang mereka menyembah kepada

selain Dia.

Nabi Nuh adalah Rasul yang pertama kali diutus Allah ke muka bumi,

sebagaimana ditegaskan di dalam kitab al-ṣahiihain,21

hadits mengenai syafa‟at,

dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW, beliau bercerita: “Kemudian mereka

mendatangi Adam seraya berkata: „wahai Nabi Adam, engkau adalah bapak

manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya, meniupkan kedalam

dirimu ruh-Nya, dan dia telah memerintahkan para malaikat-Nya untuk bersujud

kepadamu, serta menempatkanmu di surga, maukah kau memberi syafa‟at kepada

kami untuk sampai kepada rabbmu? Tidakkah engkau melihat apa yang kami

alami?‟ Nabi Adam menjawab: „Rabbku sedang sangat murka, yang tidak pernah

Dia murka seperti ini sebelum dan sesudahnya. Dia melarangku memakan pohon,

lalu aku melanggar larangan itu, tinggalkan aku sendiri, pergilah kalian kepada

yang lain saja, pergilah kalian kepada Nabi Nuh.‟ Kemudian mereka mendatangi

Nabi Nuh seraya berkata:Wahai Nabi Nuh, Engkau adalah Rasul yang pertama

kali diutus kepada penduduk bumi, Allah telah menyebutmu sebagai „abdan

syakuura (hamba yang senantiasa bersyukur), tidakkah engkau melihat apa yang

20

S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an, Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, penerbit, Al-Bayan (kelompok penerbit Mizan), hal. 24.

21Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no.4712) dan Muslim (no.194).

49

kami alami, tidakah engkau mengetahui apa yang telah menimpa kami? Maukah

engkau memberi syafa‟at kepada kami untuk sampai kepada Allah? Maka Nabi

Nuh pun menjawab: „Rabbu pada hari benar-benar sedang murka, belum pernah

Dia murka seperti ini sebelum dan sesudahnya. Tinggalkanlah aku sendiri.‟”

Kemudian disebukan hadits itu selengkapnya, sebagaimana yang di-

riwayatkan al-Bukhari dalam kisah Nabi Nuh.

Dari ayat-ayat yang telah disebutkan bahwa Nabi Nuh telah menyeru

kaumnya kepada Allah Ta‟ala dengan berbagai macam cara dakwah, pada siang

dan malam hari, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Namun semua cara

yang di tempuhnya itu tidak membuahkan hasil, bahkan kebanyakan dari mereka

masih tetap berada dalam kesesatan, kesewenang-wenangan, penyembahan patung

dan berhala. Selain itu, mereka terus-menerus memusuhi Nabi Nuh, kapan dan

dimana saja, bahkan mereka menakut-nakuti dan meneror para pengikutnya

dengan memberikan ancaman kepada mereka berupa pelemparan, pengusiran, dan

mereka benar-benar bertindak sewenang-wenang.

Nabi Nuh adalah orang yang pandai, bijaksana dan penuh toleransi. Allah

telah memberinya kemampuan untuk mengadakan pembicaraan yang pandai

dengan musuh-musuhnya dan meyakinkan mereka dengan penalaran yang sangat

baik. Nabi Nuh mengajak mereka ke jalan Allah tetapi mereka melecehkannya. Ia

mengancam mereka dengan kutukan Allah namun mereka berlagak tuli. Ia

membujuk mereka untuk berbuat baik agar mendapat ganjaran yang baik pula,

50

dan melarang mereka berbuat jahat, tetapi mereka menutup telinga dengan jari-jari

mereka.22

Mereka mengejek para pengikutnya dan menghinakan mereka. Bahkan,

ada yang mengatakan para pengikutnya itu adalah orang-orang yang paling bodoh

dan lemah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Heraklius: “Orang-Orang bodoh

dan lemah itu adalah pengikut para Rasul.”23

Mereka benar-benar heran kepada

pengikut Nabi Nuh, seorang manusia bisa menjadi utusan Allah. Ungkapan

mereka:

...

“... Yang lekas percaya saja...”24

Artinya, mereka mengikut saja apa yang engkau (Nabi Nuh) serukan

kepada mereka tanpa berpikir dan merenungkan. Apa jadikan bahan ejekan itu

justru menjadi pujian baginya, karena kebenaran itu tidak lagi memerlukan

pemikiran dan renungan, tetapi hanya perlu diikuti dan ditaati kapan kebenaran itu

tampak.

22

S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an, Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, (penerbit, Al-Bayan, kelompok penerbit Mizan), hal. 24.

23Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no.7) dan Muslim (no.1773) dari

hadits Abdullah bin ‘Abbas ra. 24

QS. Hūd: 27

51

3. Nabi Nuh Membuat Kapal

...

“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan

beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja)...”25

Hal itu sebagai pelipur hati bagi Nabi Nuh atas apa yang telah diperbuat

kaumnya terhadapnya. Ini merupakan dorongan bagi Nabi Nuh dalam

menghadapinya, bahwasanya tidak akan beriman dari mereka, kecuali orang-

orang yang sudah beriman. Janganlah engkau merasa putus asa atas apa yang

kamu alami, karena kemenangan sudah dekat, dan berita besar pun akan segera

tiba.

“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami,

dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu;

Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”26

Yaitu ketika Nabi Nuh sudah merasa putus asa untuk menyeru kaumnya

dan melihat tidak adanya kebaikan pada diri mereka. Lebih dari itu mereka sudah

berbuat diluar batas kewajaran, menentang dan mendustakannya dengan berbagai

macam cara, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Maka Nabi Nuh mendoakan

keburukan bagi mereka, yaitu doa yang di panjatkan karena kemarahan, sehingga

Allah pun mengabulkan do‟a dan permintaannya.

Maka kesalahan akibat kekufuran, kejahatan, dan kutukan Nabi atas

mereka pun menyatu dan menimpa mereka. Pada saat itu, Allah Ta‟ala

memerintahkan Nabi Nuh untuk membuat perahu dalam ukuran besar yang belum

25

QS. Hūd: 36 26

QS. Hūd: 37

52

pernah ada sebelumnya dan tida akan pernah ada sesudahnya perahu sebesar

ukuran perahu yang di buat Nabi Nuh tersebut.27

Allah Ta‟ala memberitahukan Nabi Nuh, jika telah datang perintah-Nya

dan adzab-Nya pun telah menimpa kaumnya, maka sekali-kali Dia tidak akan

menarik atau mengembalikannya. Barangkali akan terbesit dalam diri Nabi Nuh

rasa kasihan terhadap kaumnya akibat penderitaan yang mereka rasakan dari

adzab tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman:

“dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang

zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”28

mereka mencela apa yang dilakukan Nabi Nuh, karena mereka

menyangkal datangnya adzab yang telah dijanjikan bagi mereka. “Nuh berkata:

„jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu

sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).‟”29

Kamilah yang akan mengejek

sekaligus heran terhadap kalian, yang terus-menerus dalam kekufuran dan

keingkaran hingga mengakibatkan datangnya adzab pada kalian.

Sebagian ulama Salaf mengatakan: “Setelah Allah mengabulkan

permintaan Nabi Nuh, Dia memerintahkan agar dia menanam sebatang pohon

untuk selanjutnya dia buat sebuah perahu. Maka dia pun menanamnya dan

setelah itu memotongnya.”

27

Karena yang demikian itu merupakan mukjizat 28

QS. Hūd: 37 29

QS. Hūd: 38

53

Secara keseluruhan mereka mengatakan: “Tinggi perahu tersebut adalah

tiga puluh hasta, bertingkat tiga lantai, yang masing-masing tingkat berketinggian

sepuluh hasta. Lantai dasar untuk tempat binatang, lantai tengah diperuntukkan

bagi penampungan manusia, pintunya terdapat di bagian samping, dan memiliki

penutup pada bagian atas dari setiap lantai.”30

Allah Ta‟ala berfirman:

....

26. “Nuh berdoa: „Ya Tuhanku, tolonglah aku[996], karena mereka

mendustakan aku.‟Lalu Kami wahyukan kepadanya: „Buatlah bahtera di bawah

penilikan dan petunjuk Kami...‟”31

Yakni, atas perintah Kami (Allah) kepadamu dan dengan pemantauan dari

Kami dalam pembuatan perahu tersebut agar kami dapat mengarahkan pembuatan

yang lebih tepat dan benar.

Banjir itu masih berlangsung lama, walau hujan mulai berhenti. Lalu kapal

pun berhenti di bukit Judi. Terdengar suara yang menggema “orang-orang yang

melanggar itu telah dipertemukan dengan nasib mereka yaitu kematian dan

kehancuran.”

Nabi Nuh diperintahkan untuk turun dari kapal bersama umatnya dan

memulai hidup baru dengan rahmat, berkah dan rezeki dari Allah.32

30

Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilal, Shahiih Qishashil Anbiyaa’ (Kisah Shahih Para Nabi); penerjamah, M. Abdul Ghoffar ; editor, Abu Ihsan Al-Atsari, cet.2,( Jakarta : Pustaka Imamasy-Syafi’i, 2009), hal. 138

31QS. Al-Mu’minūn: 26-27

32S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an,

Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, (penerbit, Al-Bayan, kelompok penerbit Mizan), hal. 30.

54

C. Keputusasaan Nabi Nuh dari Mengajak Kaumnya untuk Beriman

Sudah cukup lama waktu berjalan, namun perseteruan antara Nuh dengan

kaumnya masih terus berlangsung, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta‟ala:

“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, Maka ia

tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa

banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.”33

Artinya, meskipun perjalanan waktu yang cukup lama, tetapi hanya

segelintir dari mereka yang mau beriman.

Setiap pergantian generasi berlangsung, mereka senantiasa berpesan

kepada generasi penerus mereka agar tidak beriman kepada Nabi Nuh dan supaya

melawan serta melanggarnya. Setiap orang tua, ketika melihat anaknya tumbuh

dewasa, maka dia akan segera menasehati anaknya tersebut supaya beriman

kepadanya untuk selamanya.

Ciri khas mereka adalah senantiasa menolak iman dan enggan meng-ikuti

kebenaran. Oleh karena itu, Allah berfirman:

“dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat lagi sangat

kafir.”34

Karena itu pula, Dia berfirman:

33

QS. Al-Ankabūt: 14 34

QS. Nuh: 27

55

“Mereka berkata „Hai Nuh, Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan Kami,

dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap Kami, Maka datangkanlah

kepada Kami azab yang kamu ancamkan kepada Kami, jika kamu Termasuk orang-orang

yang benar‟. Nuh menjawab: „Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu

kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri.‟”35

Maksudnya, yang mampu melakukan hal itu hanyalah Allah Ta‟ala, Dia

adalah Rabb yang tidak akan ada sesuatu pun yang lepas dari-Nya, bahkan Dia

adalah Rabb yang jika hendak menciptakan sesuatu hanya berkata: “Jadilah,”

maka jadilah ia.

5. Nuh berkata: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam

dan siang,”

Seruan Nabi Nuh terhadap kaumnya tidaklah berjalan mulus. Nabi Nuh

mendapat penentangan dari kaumnya. Beliau dituduh oleh kaumnya

mempergunakan kekuasaan demi memaksa mereka untuk kepentingan status,

kepemimpinan, dan kekayaan Nabi Nuh sendiri. Sebab, Nabi Nuh hanyalah

manusia biasa yang ada bersama mereka dalam pergaulan sehari-hari, bukan

seseorang yang istimewa sehingga berhak mengatakan mendapat wahyu dari

Allah. Bahkan mereka menuduh Nabi Nuh mengidap penyakit gila.

Oleh sebab itu, Nabi Nuh mengadu kepada Allah swt. Nuh berkata: “Ya

Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang.” Nabi Nuh

telah berdakwah siang dan malam tiada henti setiap hari dalam menyampaikan

ayat-ayat Allah kepada kaumnya. Dimana saja, kapan saja, Nabi Nuh tidak pernah

35

QS. Hūd: 32-33

56

sunyi dari kegiatan memberi petunjuk kepada kaumnya. Pokoknya, tiada hari

tanpa memberi peringatan dari Allah Maha Rahman dan Maha Rahim.36

Ajakan Nabi Nuh as. yang dilukiskan oleh ayat-ayat sebelumnya tidak

disambut oleh kaumnya. Karena itu Nabi yang mulia itu mengadu kepada Allah.

Dia (Nuh) berkata: “Tuhanku, sesungguhnya aku sesungguhnya aku telah

menyeru kaumku untuk beriman kepada-Mu dengan berbagai ragam cara, dengan

hikmah, nasihat serta diskusi yang terbaik dan itu kulakukan malam dan siang

yakni secara terus-menerus tanpa henti maka seruanku itu tidaklah menambah

sesuatu dari keadaan mereka kecuali lari dari kebenaran dan menghindar dari

agama-Mu dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka kepada keimanan

dan ketaatan kepada-Mu agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan

anak jari mereka kedalam telinga mereka karena enggan bahkan benci

mendengarnya dan mereka secara bersunggu sungguh menutupkan bajunya ke

muka mereka agar tidak melihatku dan mereka tetap bersikeras dalam

kedurhakaan mereka dan mereka jugs menyombongkan diri dengan amat sangat

sehingga tida mempan dilunakkan oleh aneka ajakan kepada kebaikan.37

36

M. Yunan Yusuf, khuluqun Azhim = Budi Pekerti Agung : Tafsir Juz Tabarak, Penyunting, Abd. Syakur Dj.—(Tangerang : Lentera Hati, 2013), hal. 323.

37M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta :

Lentera Hati, 2002), hal. 461

55

BAB IV

MAKNA DO’A NABI NUH DALAM QS. NUH 27-28

Nabi Nuh as adalah salah seorang nabi Ilahi yang memiliki umur panjang

sehingga umurnya menjadi perumpamaan. Nabi Nuh as menyeru kaumnya untuk

menyembah Allah swt, dan melarang mereka dari menyembah berhala dan

kebodohan. Umat nabi Nuh as yang terbiasa dengan keyakinan-keyakinan nenek

moyang mereka dan jauh dari berfikir dan merenung, mengancam nabi Nuh as:

(#θ ä9$ s% È⌡s9 óΟ©9 ϵ tF⊥s? ßyθãΖ≈ tƒ ¨ sðθä3tG s9 zÏΒ šÏΒθ ã_ö�yϑ ø9$# ∩⊇⊇∉∪

116. Mereka berkata: "Sungguh jika kamu tidak (mau) berhenti Hai Nuh,

niscaya benar-benar kamu akan Termasuk orang-orang yang dirajam".1

Nabi Nuh kemudian mengadahkan tangan dan berdo’a kepada Allah SWT

tΑ$ s% Éb> u‘ ¨βÎ) ’ ÍΓöθ s% Èβθ ç/ ¤‹x. ∩⊇⊇∠∪ ôx tFøù$$ sù Í_ øŠt/ öΝßγoΨ÷�t/ uρ $[s÷G sù Í_ ÅngwΥuρ ∅tΒuρ z ÉëΒ zÏΒ tÏΖÏΒ÷σ ßϑ ø9$# ∩⊇⊇∇∪

117. Nuh berkata: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku telah mendustakan

aku;

118. Maka itu adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka, dan

selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku".2

Kemudian Allah SWT mengkabulkan do’a Nabi Nuh, dalam al-Qur’an

çµ≈ oΨø‹ yfΡr'sù tΒuρ … çµ yèΒ ’Îû Å7ù= à�ø9$# Èβθ ßsô±yϑ ø9$# ∩⊇⊇∪ §Ν èO $ oΨø% t� øîr& ߉÷èt/ tÏ%$ t7ø9$# ∩⊇⊄⊃∪

119. Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam

kapal yang penuh muatan. 120. Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-

orang yang tinggal.3

1QS. As-Syu’ara: 116.

2QS. As-Syu’ara; 117-118

56

Di dalam al-Qur’an terdapat sebuah surat bernama surat Nuh dan seluruh isi

surat ini berhubungan dengan kisah nabi Nuh as. Allah SWT berfirman:

!$ ¯Ρ Î) $ uΖù= y™ ö‘r& % ·nθ çΡ 4’ n<Î) ÿ ϵ ÏΒöθ s% ÷βr& ö‘ É‹Ρ r& y7 tΒöθ s% ÏΒ È≅ö7 s% βr& óΟ ßγu‹ Ï? ù'tƒ ë>#x‹tã ÒΟŠÏ9r& ∩⊇∪

(1). Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan

memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab

yang pedih",

Firman Allah Ta’ala 7 tΒ öθs%‘ É‹Ρ r&÷βr&“(dengan memerintahkan):’Berilah kaummu

peringatan’.” Maksudnya, dengan memerintahkan: berilah peringatan oleh

kaummu. Dengan demikian, lafazh βr& diletakkan pada posisi nashab karena tidak

adanya huruf yang menjarrkan.

Menurut satu pendapat, posisinya adalah jarr karena kuatnya fungsinya

bersama lafazh βr&.

Boleh juga lafazh βr& mengandung makna yang menjelaskan, sehingga ia tidak

mempunyai posisi dalam i’rab. Sebab pada kata al-irsāl ($uΖ ù= y™ö‘ r&) terkandung

makna perintah (amr), sehingga tidak memerlukan disimpannya huruf ba’.

Qira’ah Abdullah adalah : 7 tΒ öθs%‘ É‹Ρ r&, yakni tanpa tanpa lafazh βr&.4 Maknanya

adalah: Kami katakan padanya: Berilah peringatan kepada kaummu.

Firman Allah Ta’ala, ÒΟŠ Ï9r&ë># x‹ tãΟßγu‹ Ï? ù' tƒβr&≅ ö7 s%ÏΒ“sebelum datang kepadanya

adzab yang pedih.” Ibnu Abbas berkata “Maksudnya adzab mereka di akhirat.”

Menurut satu pendapat, maksudnya adalah: berilah peringatan kepada mereka

dengan adzab yang pedih, secara umum, jika mereka tidak beriman. Nuh

3QS. As-Syu’ara: 119-120

4Qira’ah Abdullah itu bukan qira’ah yang mutawatir. Qira’ah ini dicantumkan oleh Ibnu

Athiyah dalam Al Muharrar Al Wajiz (16/120) dan Az-Zamakhsyari dalam Al Kasysyaf (4/141). Lih.

Tafsir Al- Qurthubi/Syaikh Imam Al Qurthubi; penerjemah, Ahmad Khatib, Dudi Rosyadi,

Faturrahman, Fachrurazi; jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 269.

57

kemudian menyeru dan memberikan peringatan kepada kaumnya, namun dia tidak

melihat seorang pun dari mereka yang mengabulkan seruannya. Mereka justru

memukuli Nuh hingga pingsan. Nuh kemudian berkata, “ Ya Tuhanku, ampunilah

kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui.”5

tΑ$ s% ÉΘöθ s)≈ tƒ ’ÎoΤ Î) ö/ä3s9 Ö�ƒÉ‹tΡ îÎ7•Β ∩⊄∪ Èβr& (#ρ߉ç6 ôã $# ©!$# çνθ à)? $#uρ Èβθ ãè‹ÏÛr&uρ ∩⊂∪ ö� Ï�øótƒ / ä3s9 ÏiΒ ö/ä3Î/θ çΡèŒ

öΝ ä. ö�½jz xσ ムuρ #’ n<Î) 9≅y_r& ‘‡Κ|¡•Β 4 ¨βÎ) Ÿ≅y_r& «!$# #sŒÎ) u!% y Ÿω ã�z xσ ム( öθ s9 óΟçFΖä. šχθ ßϑ n=÷è s? ∩⊆∪

(1). Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan

memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab

yang pedih", (2). Nuh berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku adalah pemberi

peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (3). (yaitu) sembahlah olehmu Allah,

bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaKu, (4). Niscaya Allah akan

mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada

waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak

dapat ditangguhkan, kalau kamu Mengetahui".6

Seruan dan tabligh ini tidak membangunkan kaum beliau as dan dengan alasan

ini nabi Nuh as menyatakan kepada Allah swt sambil berkata:

tΑ$s% Éb> u‘ ’ ÎoΤÎ) ßN öθtã yŠ ’ ÍΓöθs% Wξø‹ s9 #Y‘$yγtΡ uρ ∩∈∪ öΝn= sù óΟèδ ÷Š Ì“ tƒ ü“ Ï !% tæߊ āωÎ) #Y‘# t� Ïù ∩∉∪ ’ ÎoΤÎ) uρ $yϑ ¯= à2

öΝ ßγè? öθtã yŠ t� Ï�øótG Ï9 óΟßγs9 (#þθè= yèy_ ÷Λàι yèÎ6≈ |¹ r& þ’Îû öΝÍκ ÍΞ# sŒ#u (#öθt±øótG ó™$# uρ öΝåκ u5$uŠ ÏO (#ρ•� |À r&uρ (#ρç�y9 õ3tFó™$# uρ # Y‘$t6õ3ÏG ó™$#

∩∠∪ ¢Ο èO ’ÎoΤ Î) öΝ åκ èEöθtã yŠ #Y‘$yγÅ_ ∩∇∪ §ΝèO þ’ ÎoΤ Î) àMΖ n= ôã r& öΝ çλm; ßN ö‘ u�ó r&uρ öΝçλm; #Y‘# u� ó Î) ∩∪ àM ù= à)sù (#ρã� Ï� øótFó™$#

öΝ ä3−/u‘ … çµΡ Î) šχ% x. # Y‘$¤� xî ∩⊇⊃∪ È≅Å™ö� ムu !$yϑ ¡¡9 $# /ä3ø‹ n= tæ # Y‘# u‘ô‰ ÏiΒ ∩⊇⊇∪ / ä. ÷Š ωôϑ ãƒuρ 5Α≡uθøΒ r' Î/ tÏΖ t/ uρ

≅ yèøgs† uρ ö/ ä3©9 ;M≈Ζ y_ ≅ yèøgs† uρ ö/ ä3©9 # \�≈pκ ÷Ξr& ∩⊇⊄∪

(5). Nuh berkata: "Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku

malam dan siang, (6). Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari

kebenaran). (7). Dan Sesungguhnya Setiap kali aku menyeru mereka (kepada

iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka

5Syaikh Imam Al Qurthubi;tafsir al-Qurthubi, penerjemah, Ahmad Khatib, Dudi Rosyadi,

Faturrahman, Fachrurazi; jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 270. 6QS. Nuh : 1-4

58

ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap

(mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. (8). Kemudian

Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-

terangan, (9). Kemudian Sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan

terang-terangan dan dengan diam-diam, (10). Maka aku katakan kepada mereka:

'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha

Pengampun-, (11). Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,

(12). Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu

kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai 7

Nabi Nuh as kemudian menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah swt di alam

semesta kepada mereka. Namun tetap saja mereka tidak sadar dan saling berpesan

kepada sesama mereka supaya tidak berpaling dari berhala-berhala mereka.

Mereka terjerumus ke dalam dosa-dosa dan pada akhirnya mereka menjadi

penghuni neraka.

Pada kesempatan ini nabi Nuh as mengangkat tangan berdo’a dan menyatakan

kepada Allah swt:

tΑ$ s% uρ ÓyθçΡ Éb>§‘ Ÿω ö‘ x‹s? ’ n? tã ÇÚö‘F{ $# zÏΒ tÍ� Ï�≈ s3ø9$# #·‘$−ƒ yŠ ∩⊄∉∪ y7Ρ Î) βÎ) öΝ èδ ö‘x‹s? (#θ 9= ÅÒムš‚yŠ$ t6 Ïã Ÿωuρ (#ÿρà$ Î# tƒ

āωÎ) #\� Å_$ sù #Y‘$¤�Ÿ2 ∩⊄∠∪ Éb>§‘ ö� Ï�øî $# ’Í< £“ t$ Î!≡uθ Ï9uρ yϑ Ï9uρ Ÿ≅yz yŠ š_ÉL øŠt/ $ YΖÏΒ÷σ ãΒ tÏΖ ÏΒ÷σ ßϑù= Ï9uρ ÏM≈oΨÏΒ÷σ ßϑ ø9$#uρ Ÿωuρ

ÏŠÌ“s? t ÏΗÍ>≈ ©à9$# āωÎ) #I‘$ t7s? ∩⊄∇∪

(26). Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di

antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (27). Sesungguhnya jika

Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-

hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma'siat

lagi sangat kafir. (28). Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang

masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan

perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu

selain kebinasaan".8

Kaum Nuh adalah kaum yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak

hanya melakukan kekufuran, mereka juga senantiasa menantang Nabi Nuh untuk

7QS. Nuh : 5-12

8QS. Nuh : 26-28

59

mendatangkan adzab sebagai bukti kebenaran dakwahnya itu. Mereka

mengatakan:

(#θä9$s% ßyθãΖ≈ tƒ ô‰s% $oΨ tFø9 y‰≈y_ |N ÷� sYò2r' sù $oΨ s9≡y‰ Å_ $oΨ Ï?ù' sù $yϑ Î/ !$tΡ ß‰ Ïès? βÎ) |MΨà2 zÏΒ tÏ% ω≈¢Á9 $# ∩⊂⊄∪

32. Mereka berkata "Hai Nuh, Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan

Kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap Kami, Maka

datangkanlah kepada Kami azab yang kamu ancamkan kepada Kami, jika kamu

Termasuk orang-orang yang benar".9

Pembatahan hanya bernilai manakala dilakukan dengan cara yang jujur dan

demi mengejar kebenaran, dengan cara yang saling menghormati dan di lakukan

dengan sopan seperti dikatakan dalam al-Qur’an: ... dan berbantahlah dengan

mereka dengan cara yang baik. (QS an-Nahl 125)

Jika perbantahan itu didasarkan pada sesuatu yang salah, maka hal itu di

anggap sebagai sesuatu yang tidak bernilai, sebagaimana dikatakan al-Qur’an: ...

dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil dengan tujuan untuk

melenyapkan kebenaran...(QS. Ghāfir: 5)

Jadi, karena orang-orang kafir itu memiliki logika dan juga tidak mau

menerima argumen-argumen logis, mereka kemudian berusaha mengakhiri

perdebatan dengan mengatakan kepada Nuh as agar mendatangkan kepada mereka

apa yang telah diancamkannya kepada mereka. Ayat di atas mengatakan, Mereka

berkata, “Hai Nuh! Kamu telah berbantah kepada kami, dan kamu telah

memperbanyak bantahanmu dengan kami. Maka datangkan sajalah kepada kami

(adzab Tuhan) yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-

orang yang benar.”Oleh karena itu nabi Nuh as lalu mengutuk sikap buruk

9QS. Hūd : 32.

60

mereka setelah mereka mengatakan bahwa mereka ingin agar dia mendatangkan

kepada mereka kehancuran.10

Namun Nabi Nuh tetap saja bersabar dan tidak membalas perkataan mereka

dengan meng-iya-kannya atau menanggapinya kembali dengan ancaman serupa,

beliau hanya mengatakan bahwa keputusan adzab bukanlah kehendaknya,

melainkan hanya kehendak Allah semata. Allah SWT berfirman:

tΑ$s% $yϑ ¯Ρ Î) Νä3ŠÏ? ù' tƒ ϵÎ/ ª! $# βÎ) u !$x© !$tΒ uρ Ο çFΡ r& tÌ“ Éf÷èßϑ Î/ ∩⊂⊂∪

33. Nuh menjawab: "Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu

kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan

diri.11

Nabi Nuh manjawab bahwa realisasi hukuman atas sikap mereka yang tidak

peduli dan bandel terhadap peringatan Tuhan tidaklah bergantung kepada dirinya,

melainkan kepada kehendak Allah. Dia sendiri hanyalah seorang utusan dan

hamba yang tulus dari Yang Maha Kuasa.

Nabi Nuh yang telah berdakwah selama 950 tahun, tidak hanya di siang hari

namun juga di malam hari beliau tidak berhenti menyeru kaumnya. Selama masa

yang sangat panjang itu pula beliau telah berupaya bersabar atas gangguan fisik

maupun psikis yang ia terima. Tidak hanya menolak seruan Nabi Nuh, mereka

pun mengejeknya dengan menutupi telinga-telinga mereka.

10

Allamah Kamal Faqih, tafsir Nurul Qur’an(sebuah tafsir sederhana menuju cahaya al-

Qur’an), penerjemah: Ahsin Muhammad, cet. I: Juli 2005, hal. 244-245 11

QS. Hūd : 33

61

Allah Ta’ala pun menanggapi ejekan kaum Nuh yang sangat melampaui batas

ini dengan berfirman, mengabarkan kepada Nabi Nuh ‘alaihi as-salam bahwa

tidak akan ada lagi kaumnya yang akan beriman kepada-Nya. Firman Allah:

š†Çpρé&uρ 4’ n< Î) ?yθçΡ …çµΡ r& s9 š∅ÏΒ ÷σ ムÏΒ y7ÏΒ öθs% āωÎ) tΒ ô‰ s% ztΒ# u Ÿξsù ó§Í≥ tFö;s? $yϑ Î/ (#θçΡ% x.

šχθè= yèø� tƒ ∩⊂∉∪

36. Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di

antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah

kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.12

Ayat-ayat sebelumnya membahas dengan seksama sebagaimana dakwah Nuh

yang tak kenal lelah dalam menyebarkan pesan Tuhan yang dilaksanakannya

dengan menggunakan semua sarana yang bisa diperolehnya. Ayat ini membahas

tahap kedua dakwah tersebut, atau tahap terakhir.

A. Berdoa dengan Hal Negatif

Ketika Nabi Nuh menyadari bahwa orang-orang itu tidak bisa lagi diperbaiki

dan tak ada gunanya lagi memberi penjelasan kepada mereka, kesabarannya habis

sudah. Ia berkata kepada Allah, “Oh Tuhan! Jangan Kau beri kesempatan kepada

satu orang kafir pun untuk hidup di bumi ini, karena jika Kau biarkan mereka

tetap hidup, mereka akan mengajak orang-orang lainnya untuk melanggar dan

akan melahirkan keturunan-keturunan yang akan tetap kafir dan tak bertuhan.”

Yaitu janganlah engkau biarkan seorang pun dari mereka hidup dan tinggal di

muka bumi ini, sesungguhnya jika di antara orang-orang kafir itu ada yang

Engkau sisakan, maka pastilah dia akan menyesatkan orang-orang yang datang

12

QS. Hūd : 36.

62

setelah mereka, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat

maksiat lagi sangat kafir. Ucapan Nuh ini didasarkan pada pengetahuannya

sendiri terhadap kaumnya dan karena beliau telah tinggal bersama mereka selama

lebih kurang 950 tahun. Kemudian beliau berkata “Ya Tuhanku, ampunilah aku,

ibu bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman,” yaitu untuk

setiap orang yang masuk rumahku dalam keadaan beriman.13

Allah yang mahakuasa menerima permohonannya dan menurunkan wahyu

kepadanya, “Dengan bantuan kami, buatlah sebuah perahu dan janganlah kamu

mengajak orang-orang yang melanggar itu karena mereka akan ditenggelamkan

dalam banjir yang sangat besar.”14

Sebagian orang ada yang menuduh Nuh ‘alaihissalam bukanlah seorang rasul

yang sabar dalam menghadapi kaumnya, padahal Allah sendiri menggelarinya

ulul azmi di antara para rasul. Alasan orang-orang yang menuduh nabi Nuh tidak

sabar karena nabi Nuh berdo’a dan meminta kepada Allah untuk diturunkannya

adzab bagi kaumnya.

Mari pahami alur kisahnya, mengapa nabi Nuh mengucapkan demikian,

sehingga ujaran yang demikian tidak dipahami secara buruk sangka, apalagi

kepada pribadi utusan Allah yang mulia.Kaum Nuh adalah kaum yang ingkar

kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka tidak hanya melakukan kekufuran, mereka

13

Ar-Rifa’i, muhammad Nasib, ringkasan tafsir Ibnu Kastsi, penerjemah: Syihabuddin—

Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hal. 824-825. 14

S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an,

Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, penerbit, Al-Bayan (kelompok penerbit Mizan), hal. 27.

63

juga senantiasa menantang nabi Nuh untuk mendatangkan adzab sebagai bukti

kebenaran dakwahnya itu. Mereka mengatakan,

(#θä9$s% ßyθãΖ≈ tƒ ô‰ s% $oΨ tFø9 y‰≈ y_ |N÷� sYò2r' sù $oΨ s9≡y‰ Å_ $oΨ Ï? ù' sù $yϑ Î/ !$tΡ ß‰Ïès? βÎ) |MΨà2 zÏΒ tÏ% ω≈ ¢Á9 $#

∩⊂⊄∪

“Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah

memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami adzab

yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS.

Hūd: 32)

Namun Nabi Nuh tetap bersabar dan tidak membalas perkataan mereka

dengan meng-iya-kannya atau meanggapinya dengan ancaman, beliau hanya

mengatakan bahwa keputusan adzab bukanlah kehendaknya, melainkan hanya

akan turun atas kehendak Allah semata.

Mungkin juga, karena emosi yang meluap, atau keinginan yang menggebu-

gebu, seseorang memohon sesuatu yang tidak wajar. Nabi Nuh as. pernah ditegur

oleh Allah karena mendoakan keselamatan bagi anaknya yang durhaka yang

dibinasakan Allah. Beliau berdoa:

3“ yŠ$tΡ uρ ÓyθçΡ …çµ−/ §‘ tΑ$s) sù Å_Uu‘ ¨βÎ) Í_ö/$# ôÏΒ ’Í?÷δ r& ¨βÎ) uρ x8y‰ ôã uρ ‘,ysø9 $# |MΡr&uρ ãΝ s3ômr& tÏϑ Å3≈ pt ø: $#

∩⊆∈∪

“Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu

adalah haq/pasti benar, dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi putusan” (QS. Hud

[11]: 45).

Nabi Nuh dalam doanya ini seolah berkata: Tuhanku! (yakni pemelihara dan

pembimbingku dan yang selama ini selalu berbuat baik kepada-Ku),

sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, (sedang Engkau telah

memerintahkan kepadaku agar mengajak keluargaku menumpang perahu guna

64

menyelamakan siapa pun yang tidak dicakup oleh ketetapan-Mu) dan Engkau

adalah sebaik-baik pemberi putusan.

Allah swt menegur beliau dan meluruskan kesalahpahamannya. Allah

berfirman:

tΑ$s% ßyθãΖ≈ tƒ …çµΡ Î) }§øŠs9 ôÏΒ š�Î= ÷δ r& ( … çµΡ Î) î≅uΗ xå ç� ö� xî 8x Î=≈ |¹ ( Ÿξsù Çù= t↔ ó¡n@ $tΒ }§øŠs9 y7 s9 ϵÎ/ íΝ ù= Ïæ ( þ’ ÎoΤÎ)

y7 Ýà Ïãr& βr& tβθä3s? zÏΒ tÎ= Îγ≈ yfø9 $# ∩⊆∉∪

“Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang Ku-

janjikan akan Kuselamatkan), sesungguhnya dia (dalam pengetahuan-Ku yang

azali dan dalam kenyataan yang engkau lihat adalah pelaku) perbuatan yang tida

baik. (Memang engkau wahai Nuh, karena terdorong oleh kasih sayang selaku

seorang ayah dan hanya mengetahui yang lahir saja, menduga anakmu itu

termasuk selamat atau beriman, padahal tidak demikian) sebab itu, janganlah

(dalam keadaan dan dalam bentuk apapun) engkau memohon kepada-Ku sesuatu

yang tidak ada bagimu pengetahuan tentang (hakikat)-nya. Seseungguhnya Aku

memeringatkanmu (untuk tidak mengulangi kekeliruan itu) agar engkau (tidak)

termasuk (kelompok) orang-orang jahil (yakni orang-orang yang tidak

mengetahui, lagi bersikap tidak pantas) (QS. Hūd [11]: 46).

Menyadari teguran dan peringatan Allah itu nabi Nuh as., sebagaimana

lanjutan ayat diatas menyatakan: Dia (yakni Nuh as.) berkata: “Tuhan

(pemelihara dan pembimbing)-ku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari

memohon kepada-Mu sesuatu (apapun) yang tidak ada bagiku pengetahuan

(tentang hakikatnya, serta tidak juga mengetahui tentang boleh tidaknya dia

dimohonkan sebagaimana pesan-Mu yang baru saja Engkau sampaikan

kepadaku). Dan sekiranya Engkau tidak mengampuniku (dengan menghapus

65

kesalahan dan dosaku, yang lalu, sekarang, dan di masa datang), dan (tidak juga)

me-rahmatiku (denga rahmat-Mu yang Maha Luas itu) niscaya aku termasuk

(kelompok) orang-orang rugi.”

Do’a nabi Nuh as yang beliau panjatkan ini boleh jadi beliau ucapkan

beberapa saat setelah dialog beliau dengan anaknya (Kan’an) yang beliau ajak

untuk naik ke atas perahu, tetapi sang anak menolak sehingga ombak

menghempaskannya dan dialog mereka pun terputus. Jika dipahami demikian,

maka tujuan doanya adalah agar sang anak tidak ditenggalamkan, tapi

diselamatkan dengan cara lain.

Nabi Nuh kemudian sadar bahwa kecintaan dan kasih sayangnya terhadap

anaknya telah membawanya kepada suatu situasi yang membahayakan.Perasaan

cinta dan kasih sayangnya yang besar hampir menutupi kebenaran dari

pandangannya. Lebih baik jika ia menyibukkan diri untuk berdo’a kepada Allah

bagi keselamatan pengikut-pengikutnya dan kehancuran orang-orang kafir sebagai

tanda rasa syukurnya kepada Allah. Karena itu ia meminta ampun kepada Allah

atas kesalahan ini dan memohon perlindungan dari kutukan-Nya.15

Dalam do’a diatas, nabi Nuh as. tidak secara tegas memohon agar anaknya

diselamatkan. Ini dinilai oleh banyak ulama sebagai salah satu bentuk etika yang

terpuji dalam memohon kepada Allah swt. Rasa malu kepada-Nya untuk

mengajukan permohonan yang isinya berbeda dengan ketetapan-Nya, di samping

keyakinan akan ilmu-Nya Yang Maha Luas tentang apa yang didambakannya,

itulah yang menjadikan beliau tidak mengungkapkan secara jelas dalam redaksi

15

S.M. Suhufi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan Stories from Qur’an,

Penerjemah, Alwiyah Abdurrahman, penerbit, Al-Bayan (kelompok penerbit Mizan), hal. 30.

66

do’anya permohonan penyelamatan itu. Mungkin juga ketika memohon tersebut

nabi Nuh as belum mengetahui adanya larangan memohonkan keselamatan dan

pengampunan kepada orang kafir.16

Pesan Syeikh Ibn ‘Athaillah, bahwa sebaiknya seorang hamba berserah diri

dengan tulus kepada apa yang telah menjadi ketentuan (hukum) Allah Ta’ala di

setiap waktu. Dan juga harus meyakini, bahwa Allah itu Mahabijaksana lagi

Mahakuasa.17

Demikianlah syariat terdahulu, ketika sebuah kaum melakukan dosa dan

melampaui batas, maka Allah akan menurunkan adzab-Nya langsung di dunia

dengan membinasakan mereka. Lihatlah kaum ‘Ād umat Nabi Hūd, ketika mereka

ingkar dan terus-menerus menyomobongkan diri, Allah binasakan mereka dengan

angin topan. Umat Nabi Luth, Allah buat mereka binasa dengan menghujani batu

api dari langit kemudian membalikkan bumi yang mereka pijak. Bangsa Madyan,

umat Nabi Syu’aib Allah hancurkan mereka dengan suara guntur yang

menggelegar sehingga mereka tewas seketika seolah-olah tidak pernah ada orang

yang tinggal di daerah itu sebelumnya. Firaun, Qarun, dll. Allah segerakan adzab

mereka di dunia dan nanti adzab yang lebih besar di akhirat.

Berbeda halnya dengan umat Nabi Muhammad yang Allah utamakan atas

umat lainnya, Allah tunda adzab-Nya nanti di akhirat kelak, dan memperpanjang

16

M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an tentang Zikir dan Doa, cet. I, jakarta: Lentera

Hati, 2006, hal. 208-211 17

Syaikh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari, kitab Al-Ahkam, Petuah-Petuah Agung Sang

Guru,penerjamah, Dr. Ismail Ba’adillah. Penyunting, Mansyur Alkatiri- jakarta : KHATULISTIWA,

press, 2012, hal. 23.

67

masa bagi umat Muhammad agar berpikir dan bertaubat. Semua itu Allah lakukan

dengan hikmah dan ilmu-Nya, dan hendaknya kita bersyukur atas hal ini.

Dan akhirnya Allah menurunkan adzab yang mereka nanti-nantikan itu

datang, langit menurunkan air yang sangat deras dan bumi pun mengeluarkan air

yang melimpah. Bumi pun menjadi lautan yang sangat besar, yang ombaknya saja

setinggi gunung.18

B. Analisa ayat al-Qur’an tentang Nabi Nuh

Surah Nuh (Nabi Nuh) adalah surah yang ke 71 dalam susunan surah-surah

yang terkandung dalam mushaf Ustmani. Ayatnya berjumlah 28 ayat. Ibnu Abbas

menghitung jumlah kata yang terdapat di dalamnya ada sebanyak 224 kata dan

jumlah huruf-hurufnya adalah sebanyak 929 huruf. Disepakati oleh ulama bahwa

seluruh ayat dalam surah Nuh dikatakan termasuk ke dalam kelompok ayat-ayat

Makkiyah. Berbagai riwayat memberikan informasi bahwa surah Nuh diturunkan

oleh Allah swt pada urutan ke-73 surah-surah al-Qur’an. Surah Nuh adalah surah

makkiyyah19

diturunkan sesudah surah an-Nahl.

Nuh adalah satu-satunya nama bagi surah ini. Nama ini sangat sesuai dengan

kandungan isi surah. Karena seluruh isinya berbicara tentang isah Nabi Nuh dalam

menyampaikan dakwah kepada kaumnya dengan berbagai metode dan argumentasi yang

dibawa beliau. Pokok-pokok kandungan surah Nuh meliputi seruan Nuh untuk

18

http://kisahmuslim.com/4117-benarkah-nabi-nuh-tidak-bersabar-karena-meminta-

adzab-untuk-kaumnya.html 19

Setiap surah yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu sebagai pelajaran

bagi mereka sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan sebelum mereka adalah makki,

kecuali surah al-Baqarah, lihat Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, cet 15, halaman

86.

68

mentauhidkan Allah, peringatan untuk memperhatikan penciptaan alam dan manusia,

serta azab yang diturunkan Allah, baik di dunia dengan banjir serta azab di akhirat kelak.

Sebagaimana diketahui bahwa Nabi Nuh diutus kepada penduduk Armenia yang

sudah melupakan ajaran agama yang ditinggalkan oleh Nabi Idris. Mereka kembali

menyembah berhala dan menserikatkan Allah. Pada usia 480 tahun, Nabi Nuh ditugaskan

berdakwah kepada penduduk Armenia tersebut. Nabi Nuh berdakwah selama lebih

kurang lima ratus tahun. Dalam jangka waktu lima abad tersebut Nabi Nuh hanya

mendapatkan segelintir pengikut. Sebagian besar dari mereka mendurhaka, termasuk anak

dan istri Nabi Nuh sendiri.

Di akhir surah al-Ma’arij Allah mengisyaratkan tentang kekuasaan Allah untuk

mengganti orang-orang yang kafir dengan orang-orang yang lebih dari itu. Maka surah

Nuh menampilkan sebuah generasi, yakni generasi para pengikut Nabi Nuh yang durhaka

ditenggelamkan dalam banjir. Hanya sedikit dari mereka yang selamat karena hanya

sedikit dari mereka yang beriman. Ini menunjukkan munasabah antara kedua surah

tersebut dengan pembuktian kepunahan sebagian dari pengikut Nabi Nuh tersebut dan

digantikan oleh generasi berikutnya.20

C. Hikmah Dari Do’a-Do’a Nabi Nuh

1. Memohon Ampun kepada Allah

Agar do’a yang dipanjatkan mempunyai daya dorong rohani yang cukup kuat

dan mempunyai arti dalam kehidupan, dan dapat menciptakan perubahan yang

signifikan pada diri, maka hendaknya merenungkan , dan mengamalkan apa yang

terkandung dalam do’a yang dipanjatkan. Dalam pengambilan hikmah dari do’a

20

Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Khulukun Azhim = Budi Pekerti Agung : Tafsir Juz Tabarak :

penyunting, Abd. Syakur Dj. –Tangerang : Lentera Hati, 2013,hal. 315-316.

69

yang dipanjatkan oleh nabi Nuh As, penulis merujuk pada literatur tafsir dan

buku-buku lainnya yang terkait. Adapun faedah atau hikmah do’a yang

dipanjatkan oleh nabi Nuh As21

. yang diterangkan dalam al-Qur’an surah Nuh

ayat 28 adalah sebagai berikut:

Éb> §‘ ö� Ï�øî $# ’Í< £“ t$ Î!≡uθÏ9 uρ yϑ Ï9 uρ Ÿ≅ yz yŠ š_ÉLøŠt/ $YΖ ÏΒ ÷σ ãΒ tÏΖÏΒ ÷σ ßϑ ù= Ï9 uρ ÏM≈ oΨ ÏΒ ÷σßϑ ø9 $#uρ Ÿωuρ ÏŠ Ì“ s? tÏΗ Í>≈ ©à9$#

āωÎ) #I‘$t7 s? ∩⊄∇∪

28. Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu

dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan

janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain

kebinasaan".

Do’a yang dipanjatkan oleh nabi Nuh, sangat baik untuk memohon

keselamatan kepada Allah dari pengaruh orang-orang yang zalim, dan jauh dari

marabahaya yang akan datang menimpa kita akibat melakukan kezaliman dan

mengikuti ajakan kekufuran. Dengan memohon seperti permohonan Nuh, maka

seseorang tentunya berharap semoga Allah mengabulkan doa yang dipanjatkan,

sebagaimana Allah Swt telah mengabulkan do’a nabi Nuh As.

Sebenarnya perlu beristighfar (memohon ampunan kepada Allah Swt.) ketika

berdo’a. Karena pertama, ampunan Allah Swt adalah pintu kebaikan. Kedua,Nabi

yang terpelihara dari dosa (ma’sum) saja, bahkan mereka pun selalu memohon

ampunan kepada Allah Swt untuk memperoleh ridha-Nya. Ketiga, sebagai

manusia biasa, setiap hari, jam, menit, dan bahkan setiap detik bisa saja

21

Setelah makna objektif atau makna awal kosakata al-Qur’an telah ditemukan

dilanjutkan dengan upaya mengaitkan al-Qur’an dengan realitas kekinian, dimana al-Qur’an

hendak dijadikan jawaban atas persoalan yang dihadapi. Hikmah inilah unsur ke dua makna al-

Qur’an dalam pandangan Abu Zaid yang disebut signifikansi. Abu Zaid, Hermeneutika Inklusif,

h.61.

70

melakukan dosa-dosa kecil ataupun besar baik disadari atau tidak, bahkan dosa

kecilpun bisa saja menjadi dosa besar. Sebab meremehkan sebuah perbuatan dosa

kecil ataupun besar, secara tidak langsung, itu menunjukkan penentangan

langsung terhadap Allah Swt.22

Tentunya hal itu yang menjadi sebab tidak

terkabulnya sebuah do’a. Pada umumnya dalam kalangan sufi membaca istighfar

dalam berdo’a dianggap sebagai taraf persiapan untuk mencapai derajat do’a

sejati. Karena istighfar termasuk dalam hal-hal yang menyebabkan tekabulnya

sebuah do’a.23

Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: “mohonlah ampunan-

Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat

(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."

Jadi ketika memulai do’a dengan beristighfar memohon ampun atas segala

dosa yang telah diperbuat lalu meminta kebutuhannya insya Allah do’a yang

dipanjatkan akan dapat dikabulkan oleh Allah Swt. Beristighfar sebelum meminta

sesuatu yang menjadi kebutuhan hidup itu harus diperlihatkan dengan penuh

ketundukan, kerendahan dan kesabaran, seperti yang dilakukan oleh nabi Nuh As.

karena dosa adalah penghalang kedekatan hubungan hamba dengan Allah Swt.

Jika penghalang itu dapat dihapus terlebih dahulu, maka secara otomatis

hubungan hamba dengan Tuhannya akan menjadi lebih dekat.

22

Muhsin Qirati, Qalbul Qur’an, penerjamah Najib Husain (Depok: Qarina, 2003), h.18. 23

Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, h. 199. Hal-hal yang menyebabkan

tidak diterimanya do’a, di antara adalah: Bakhil, memakan riba, dusta, dengki, hasud, gosip, adu-

domba, ria , sombong dan akhlak tercela lainnya.oleh karenanya sebelum kita bedo’a dianjurkan

memuji, membaca istighfar, agar dosa-dosa kita diampuni dan tentunya do’a kita akan di terima.

Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik (Bandung: PT. Hidayah, 2004), h. 98. Jika seseorang terus

menerus melakukan dosa kecil, maka dia termasuk orang yang melakukan doa besar, dan orang

yang menggap remeh sebuah dosa, sama dengan menganggap remeh ancaman Allah Swt. Al-

Muhasibi, Renungan Suci Bekal Menuju Taqwa. Penerjamah Wawan Djunaedi Soffandi (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2001), h. 108.

71

Do’a para nabi adalah doa yang mustajab. Do’a nabi pada umumnya selalu

diiringi dengan permohonan ampunan kepada Allah Swt, meskipun para nabi dan

rasul adalah seorang yang ma’sum, tetapi mereka selalu meminta ampunan kepada

Allah Swt atas dosa-dosanya. Nabi Muhammad sendiri yang dipandang sebagai

sosok teladan manusia sempurna yang memiliki predikat paling tinggi dan mulia

di antara makhluk-Nya, selalu memanjatkan permohonan ampunan kepada Allah

Swt, setiap hari tidak kurang dari tujuh puluh kali, bahkan ada yang mengatakan

lebih dari seratus kali, padahal beliau adalah orang yang pasti di ampuni oleh

Allah Swt, sejak dulu dan yang akan datang.24

Jadi dapat difahami bahwa faedah istighfar adalah laksana pintu kebaikan dan

kunci pembuka tabir atau tirai penyekat yang menutupi hubungan antara hamba

dengan Tuhan. Tabir yang dimaksud di sini adalah dosa dan sifat-sifat buruk

seperti hasud, sombong, serakah dan sifat buruk lainnyayang dapat menggerogoti

hati. Artinya bahwa permohonan ampunan yang dicontohkan oleh para nabi, dari

semenjak nabi Adam As, sampai pada nabi Muhammad Saw. itu tidak lain untuk

menunjukkan betapa lemah, rendah, dan hinanya diri mereka di hadapan Allah.

Mereka sadar dan sangat yakin bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat

memberikan ampunan kecuali hanya Allah swt saja. Kesadaran itu sendiri adalah

24

Noor, Rahasia Doa-Doa dalam Al-Qur’an, h.200. Seperti doa nabi Muhammad Saw

yang termaktub dalam Qs. Al-Imran: 193.

$oΨ −/ u‘ ö� Ï� øî$$sù $uΖs9 $oΨ t/θ çΡ èŒ ö� Ïe� Ÿ2uρ $Ψ tã $oΨ Ï?$t↔ Íh‹ y™ $oΨ ©ù uθ s? uρ yìtΒ Í‘#t� ö/ F{$# ∩⊇⊂∪

“Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-

kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti.” Membaca

istighfar sebaiknya dilakukan 14 kali, 7 kali untuk dosa lahir (dosa yang di perbuat oleh: telinga,

hidung, mulut, tangan, kaki, dan Syahwat), 7 kali dosa batin (dosa yang di perbuat oleh: Latifatur-

Roh, Latifatus-Sirri, Latifatul Khafi, Latifatun Nufus Natiqa, dan Latifatu Kullu Jasad) setiap

sesudah salah fardhu, yang berarti 70 kali bertaubat dalam sehari semalam 5x14 bertaubat.

Lihat:Mustafa Zahri, Kunci Memahami Tasawuf (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1973), h. 93, 101.

72

syarat dalam maqam taubat yang sesungguhnya (taubatan nasuha).25

Untuk itu,

doa yang dipanjatkan oleh Nabi Nuh As, sangat baik untuk diteladani

sebagaimana Nabi Nuh dalam memulai doanya dengan memohon ampun kepada

Allah SWT. Jika sudah mendapatkan ampunan tersebut, tentu akan mudah

mendapatkan ridha-Nya.

25

Umar Suhrawardi, ‘Awarif al-Ma’arif ; Puncak Pengetahuan Ahli Makrifat, h. 198.

Dalam kitab al-Mustadrak karyaal-Hakim menceritakan ada seorang laki-laki yang datang

menemui Rasulullah SAW. orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, berilah doa kepadaku.” Lalu

beliau menjawab, “Katakanlah, Ya Allah, sungguh ampunan-Mu jauh lebih luas dari dosa-dosaku.

Rahmat-Mu lebih aku harapkan dari hasil amal perbuatanku.” Selengkapnya lihat: Al-Syahawi,

The Secret of Istigfar, h.20. Amru Khalid, Wahai saudaraku Bersabarlah; Rahasia Sukses

Menjadikan Diri Kita Berjiwa Besar dalam Berempati (Jakarta: PT. Hikmah, 2006), h.45-46. Doa

Ampunan yang dicontohkan para nabi dalam al-Qur’an diantaranya seperti doa nabi AdamAs: Al-

A’raf:23;Nuh As: Hud: 47; Musa As: Al-A’raf: 151; Ibrahim As: 41; Nabi Muhammad SAW: Al-

Imran: 193, dan doa-doa lainnya yang tidak penulis sebutkan.

75

BAB V

A. Kesimpulan

Nabi Nuh yang telah berdakwah selama 950 tahun, tidak hanya di siang

hari namun juga di malam hari beliau tidak berhenti menyeru kaumnya. Selama

masa yang panjang itu pula beliau bersabar atas gangguan fisik maupun psikis

yang ia terima. Tidak hanya menolak seruan Nabi Nuh, mereka pun mengejeknya

dengan menutupi telinga-telinga mereka. Allah Ta‟ala pun menanggapi kaum

Nuh yang sangat melampaui batas ini dengan berfirman, mengabarkan kepada

Rasulullah Nuh „alaihi ash-shalatu wa as-salam bahwa tidak ada lagi kaumnya

yang akan beriman kepada-Nya.

Ketika Nabi Nuh menyadari bahwa orang-orang itu tidak bisa lagi

diperbaiki dan tak ada gunanya memberi penjelasan kepada mereka, kesabarannya

habis sudah. Ia berkata kepada Allah, “Oh Tuhan! Jangan Kau beri kesempatan

kepada satu orang kafir pun untuk hidup di bumi ini, karena jika Kau biarkan

mereka tetap hidup, mereka akan mengajak orang-orang lainnya untuk

melanggar dan akan melahirkan keturunan-keturunan yang akan tetap kafir dan

tak bertuhan.” Yaitu janganlah engkau biarkan seorang pun dari mereka hidup di

muka bumi yang tinggal di sebuah rumah, sesungguhnya jika di antara orang-

orang kafir itu ada yang Engkau sisakan, maka pastilah dia akan menyesatkan

orang-orang setelah mereka, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang

berbuat maksiat lagi sangat kafir. Ucapan Nuh ini karena pengetahuannya sendiri

terhadap kaumnya dan karena beliau telah tinggal bersama mereka selama 950

tahun.

76

Karena pembangkangan dan perlawanan kaumnya inilah yang membuat

nabi Nuh „alaihi salam berdo’a kepada Allah agar menurunkan azdab kepada

kaumnya yang tidak mau beriman kepada Allah SWT.

B. Saran

Umat islam jangan berhenti berharap (berdo’a) kepada Allah, karena do’a

adalah tali penghubung dan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah,

di samping dapat mewujudkan permohonan, juga mendapatkan pahala kebaikan

dari do’a yang yang dipanjatkan, karena do’a adalah perbuatan ibadah. Sehingga

yang diharapkan adalah kebaikan di dunia dan akhirat.

Menyadari penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis

akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang skripsi diatas dengan

sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

Penulis juga menyarankan bagi para akademisi yang memang tertarik untuk dapat

menggali lebih mendalam lagi. Tentang do’a nabi Nuh atau do’a nabi lainnya

yang terdapat dalam al-Qur’an, denganteori pendekatan yang baru, agar do’a-do’a

itu dapat dipahami dan berperan penting bagi kehidupan saat ini.

77

Daftar Pustaka

Al-Qattan, Manna‘ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur‘an, diterjemahkan dari bahasa

Arab oleh Mudzakir AS.—Cet. 15 – Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,

2012 xv. 554 hlm. ; 14,5 x 21 cm.

Amanda, Fitri Nur, Analisis framing film do‘a yang mengancam, UIN Syarif

Hidayatullah ; fakultas Dakwah dan Ilmu komunikasi, 2012.

al-Qahthani, Sa‘id bin Ali bin wahf, Agar Do‘a dikabulkan, Daul Haq-Jakarta,

2015.

Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja‘far

Muhammad bin Jarir Ath-Thabari; penerjamah, Anshari Taslim,

Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana, Mengala, Athaillah Manshur,

editor, Edy, Fr, M. Sulton Akbar.- jakarta: Pustaka Azzam, 2009, 19 jil, ;

23 cm.

Al-Qurthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al Qurthubi/Syaikh Imam Al-Qurthubi;

penerjamah, ahmad Khatib, Dudi Rosyadi, Fathurrahman, Fachrurazi;

editor, Mukhlis B. Mukti-jakarta: Pustaka Azzam, 2009, 800 hlm; 23 cm.

Ar-Rifa‘i, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah; ringkasan tafsir ibnu Katsi;

Muhammad ar-Rifa‘i; penerjamah, Syihabuddin—Jakarta: Gema Insani

Press, 2000, 1092 hlm.; 24 cm.

Abdul Baqi, Muhammad Fuad, Mu‟jam al-Mufahras li al-faz al-Qur‟an al-Karim,

Istanbul-Turki: al-Maktubah al-Islamiyah, 1984.

Abdullah, Yatimi, Studi Ahlak dalam Perspektif al-Qur‟an, Jakarta, Amzah, 2007.

Abdullah al-Asyqar, Umar Sulaiman, Ensiklopedi Kisah Sahih Sepanjang Zaman.

Penerjamah Izzudin Karimi, Surabaya:PT. Yassir, 2008

Abdullah, M. Yatimi, Studi ahlak dalam perspektif al-Qur‟an, Jakarta: Amzah,

2007

Abdullah ibn Yahya ibn Mubarak al-‗adawi al-Bagdadi al-Ma‘ruf bi ibn Yazidi,

Abi ‗Abdurrahman, Gharib al-Qur‟an wa tafsir, Bairut Syuriah:

Muassasah al-Risalah, 1987 M/ 1407 H.

Abi al-Fida Isma‘il Ibn Katsir al-Kusyairi al-Quraisyi al-Dimasyqi, al-Hafizd

‗Imanuddin, Tafsir al-Qur‟an al-Azdim, Riyad: Maktabah Dar-al-salami,

1994.

Abu Daud Sulaiman Ibn Asy‘as al-Sijistani al-azdi, Imam al-Hafizd, Sunan Abi

Daud, Libanon-Bairut: Dar Ibn Hazim, 1998 M/ 1419 H.

Daradjat, Zakiah, Do‘a : Menunjang semangat hidup/ Zakiah Daradjat. –cet. 6.

Jakarta : CV Ruhama, 1996.

78

Ghozali, Muhammad Luthfi, Percikan Samudra Hikmah: Syarah Hikam Ibnu

Atho‘illah As-Sakandari, Jakarta: siraja, 2011, ed. 1. Cet. 1; xvi, 596

hlm; 23 cm.

Hadi, Abdul Kadir, Menembus Tujuh Lapis Langit, cet. 1. Pustaka Hidayah,

Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).

Hakim, M. Arif, do‘a-do‘a terpilih: munajat hamba Allah dalam suka dan duka,

Bandung : Marja‘, 2004.

Husain Fadhlullah, Husein Nahrawi, -cet. 1. – Jakarta : Al-Huda, 2005.

Hamid, Abu Zaid Nasr, Menalar Firman Tuhan: Wacana Majaz dalam al-Qur‟an

Menurut Mu‟tazilah, Penerjemah: Abdurrahman Kasdi, Bandung: Mizan,

2003.

Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Suyuthiy,Imam jalaluddin, “Badi‟ul „Alam Fi

Dzikri Qishshati Nuh „Alaihissalam”, diterjemahkan: Sya‘roni Al-

Samfuriy, (Cilangkap, 18 Februari),

Jaronah, Siti, Dakwah, dakwah melalui dzikir dan do‘a : studi kasus kyai Zarqani

di Gading Serpong Tangerang, UIN Syarif Hidayatullah ; fakultas

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2010.

Muhammad al-Faiz, Doa dan Dzikir, al-du‘a al-rumuz ‗inda al-syaikh ‗Ali

Musthafa Ya‘qub: dirasah wa istinbathan, UIN Syarif Hidayatullah:

fakultas Dirasat Islamiyah, 2014.

Mu‘min Mulyana, Do‘a dan Dzikir, Hirarki Kebutuhan Manusia dalam Ayat-ayat

Do‘a, UIN Syarif Hidayatullah: fakultas Ushuluddin dan Filsafat, 2013.

M. Anwar Syarifuddin dan Johar Azizy, jurnal refleksi, mendialogkan

―Hermeneutika Do‘a dalam Kisah Ibrahim dan Musa‖, vol.13, no.6,

April 2014.

Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Khuluqun Azhim = Budi pekerti Agung : Tafsir Juz

Tabarak, Penyunting, Abd. Syakur Dj.—Tangerang : Lentera Hati, 2013.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur‟an,

Jakarta : Lentera Hati, 2002.

Suhufi, S.M, kisah-kisah dalam Al-Qur‘an, diterjemahkan Stories from Qur‟an,

Penerjemah: Alwiyah Abdurrahman, penyunting: Putut Wijaya

Abdurrahman, penerbit: Al-Bayan (kelompok penerbit Mizan), cet 1:

1994, cet II: 1995, cet III: 1995.

Zahri, Mustafa , Kunci Memahami Tasawuf, PT. Bina Ilmu, Jl. Tunjungan 53 E

Surabaya.