meliput di mahkamah konstitusi - jurnalis.files.wordpress.com › 2011 › 01 ›...

48
Meliput di Mahkamah Konstitusi PANDUAN BAGI JURNALIS Mahkamah Konstitusi (MK) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) LIPUTAN DI WILAYAH KONFLIK DAN KESELAMATAN JURNALIS | 1

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Meliput di MahkamahKonstitusi PANDUAN BAGI JURNALIS

    Mahkamah Konstitusi (MK)Aliansi Jurnalis Independen (AJI)Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)

    L I P U TA N D I W I L AYA H K O N F L I K D A N K E S E L A M ATA N J U R N A L I S | 1

  • Daftar Isi

    Sambutan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi ...................... 5

    Kata Pengantar Ketua Umum Aliansi Jusnalis Independen.............11Kata Pengantar Ketua Umum IJTI ................................................. 17

    Sekilas Mahkamah Konstitusi ...................................................... 25Panduan Liputan di Mahkamah Konstitusi .................................. 39Kode Etik ...................................................................................... 59

    Glosari Istilah Hukum ................................................................... 73Proses Proses Berperkara ............................................................. 93

    Meliput di Mahkamah Konstitusi PANDUAN BAGI JURNALIS

    Editor:Willy Pramudya

    Penulis:Abdul MananPrasetyo SudrajatWiwik Budi Wasito

    Tata Letak:Eva, Eko

    Ilustrasi cover dan isi:Imam Yunni, www.mukakartun.com

    Cetakan Pertama:November 2008

    Penerbit:Mahkamah Konstitusi (MK)Aliansi Jurnalis Independen (AJI)Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)

    L I P U TA N D I W I L AYA H K O N F L I K D A N K E S E L A M ATA N J U R N A L I S | 32 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • SAMBUTAN Sekretaris JenderalMahkamah Konstitusi

    S ekretariat Jenderal dan KepaniteraanMahkamah Konstitusi menyambut gem-bira terbitnya buku Meliput diMahkamah Konstitusi, Panduan bagi Jurnalis.Buku ini hadir di tengah-tengah ikhtiar berba-gai komponen pemangku kepentingan, terma-suk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) danIkatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yangmenerbitkan buku ini, untuk mendukungkomitmen mewujudkan Mahkamah Konstitusimenjadi lembaga peradilan yang modern danterpercaya, transparan dan akuntabel.Komitmen ini merupakan wujud dari prinsipyang dipegang teguh sejak awal dibentuknyaMahkamah Konstitusi, yakni access to justiceand court dengan maksud mewujudkan aksesmasyarakat untuk meraih keadilan dan ter-bukanya akses publik kepada MahkamahKonstitusi. Oleh karena itu, MahkamahKonstitusi berupaya menjadikan lembagaperadilan ini sebagai "Rumah Konstitusi" yang

    S A M B U TA N S E K R E TA R I S J E N D E R A L M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 54 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • 15 menit setelah sidang pengucapan putusanditutup. Selanjutnya, keesokan harinya,putusan tersebut dimuat di berbagai mediacetak. Bagi mereka yang hendak mencariinformasi lebih detail materi persidangan yangterjadi dalam sidang-sidang MahkamahKonstitusi, dapat membaca risalah sidangdengan membuka laman MahkamahKonstitusi. Risalah sidang tersebut dimuat dilaman Mahkamah Konstitusi beberapa saatsetelah selesainya sidang.

    Selanjutnya secara berkala satu bulan sekali,Mahkamah Konstitusi menerbitkan majalahKonstitusi yang memberitakan kegiatanpersidangan Mahkamah Konstitusi yangdilengkapi dengan kegiatan non persidangan.Demikian pula pada setiap awal tahun,Mahkamah Konstitusi menerbitkan LaporanTahunan (Annual Report) yang berisigambaran singkat pelaksanaan tugaskonstitusional yang dilengkapi uraianpelaksanaan tugas Sekretariat Jenderal danKepaniteraan Mahkamah Konstitusi, termasuk. Pada saat memperingati hari kelahirannyapada setiap tahun, Mahkamah Konstitusi jugamenerbitkan laporan dalam wujud buku yang

    S A M B U TA N S E K R E TA R I S J E N D E R A L M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 7

    terbuka bagi siapapun juga yang berkepentin-gan memperoleh berbagai informasi, sepanjanghal itu tidak dilarang oleh ketentuan.

    Komitmen dan prinsip tersebut merupakanperwujudan dari amanat Undang-Undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusiyang antara lain mewajibkan lembaga negarayang mempunyai fungsi pengawal konstitusiini untuk menginformasikan pelaksanaan tugaskonstitusionalnya dalam memeriksa,mengadili, dan memutus perkara sertapengelolaan keuangan dan tugas administrasilainnya kepada masyarakat dalam beritaberkala (Pasal 13) dan masyarakat mempunyaiakses untuk mendapatkan putusan MahkamahKonstitusi (Pasal 14).

    Atas dasar itu berbagai program yangmerupakan pelaksanaan komitmen dan prinsiptersebut telah dilakukan oleh MahkamahKonstitusi, antara lain melalui penayanganputusan di layar di ruang sidang tatkala MajelisHakim Konstitusi tengah membacakanputusan, penyampaian salinan putusan kepadapara pihak sesaat setelah ditutupnya sidangpengucapan putusan dan pemuatan putusanlengkap di laman Mahkamah Konstitusi sekitar

    6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • masyarakat. Oleh karena itu ketika AliansiJurnalis Independen (AJI) dan Ikatan JurnalisTelevisi Indonesia (IJTI) menggagas danmenerbitkan buku panduan peliputan ini, kamisangat menyambut baik dan sepenuhnyamendukung hal ini.

    Akhir kata, semoga buku ini bermanfaatserta dapat menjadi panduan bagi parawartawan yang menjalankan tugas peliputan diMahkamah Konstitusi.

    13 Agustus 2009 Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi

    JANEDJRI M. GAFFAR

    S A M B U TA N S E K R E TA R I S J E N D E R A L M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 9

    berisi pelaksanaan tugas konstitusionalnyadengan dilengkapi gambaran singkatdukungan administrasi umum dan yustisial.

    Selain menyelenggarakan berbagai programtersebut, dalam rangka mewujudkanMahkamah Konstitusi menjadi lembagaperadilan yang transparan dan akuntabeltersebut, peranan lembaga pers dan parawartawan sangatlah penting. Melalui berbagaimedia massa, baik cetak maupun elektronik,kegiatan Mahkamah Konstitusi, terutamapersidangannya, disebarluaskan kepadamasyarakat sehingga masyarakat dapatmengetahui dan memahami kegiatanMahkamah Konstitusi.

    Agar pelaksanaan tugas mulia para jurnalisyang meliput di Mahkamah Konstitusi berjalanoptimal, dipandang perlu diterbitkan bukupedoman peliputan yang disusun oleh kaumjurnalis itu sendiri, baik pedoman untukaktivitas peliputan maupun untuk penyusunannaskah berita. Dengan terbitnya buku pedomanpeliputan tersebut diharapkan aktivitaspeliputan dapat berjalan lebih lancar, demikianpula naskah berita yang ditulis atau disiarkandapat lebih akurat dan memenuhi harapan

    8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • KATA PENGANTARKetua Umum AliansiJurnalis Independen

    M eliput sidang di Mahkamah Konstitu-si adalah pengalaman penting bagiseorang jurnalis, khususnya parareporter yang bertugas meliput pengadilan. Inibukan mahkamah biasa, tapi luar biasa.

    Mahkamah Konstitusi adalah lembaganegara yang dibentuk berdasarkan Amande-men Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD)1945. Lembaga ini berhak menguji UUD.Sembilan hakim di lembaga itu adalah manusia"sakti", terpilih dari lebih 200 juta rakyatIndonesia, dan berhak menafsirkan apa yangdiamanatkan oleh dasar negara RepublikIndonesia.

    Di bawah UUD, Mahkamah ini mendapatwibawa besar. Di Gedung Mahkamah Konsti-tusi, para pengunjung sidang harus menunjuk-kan ketertiban maksimal. Mereka dilarang me-ngantuk, duduk tidak sopan, atau mengambilgambar sembarangan. Lambang burung Garu-

    K ATA P E N G A N TA R K E T U A U M U M A J I | 1 11 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • warga belum terdaftar boleh menjalankan hakpilihnya dengan membawa KTP dan KartuKeluarga ke Tempat Pemungutan Suara.

    Tapi semua kualitas di ruang sidang itutampaknya tak selalu terekam baik di mediamassa. Roh hukum di persidangan kurang ter-gambar. Argumentasi mendalam dan filosofisjarang diulas di media massa. Jurnalis tampak-nya kurang kreatif mencari angle liputan berda-ging dan penting. Akibatnya, kerap kita mem-baca liputan dangkal dari persidangan berkua-litas di Mahkamah itu.

    Fasilitas modern dan profesional di Mah-kamah Konstitusi tampaknya harus diimbangikapasitas jurnalis meliput sidang (courtcorrespondent). Liputan akurat membutuhkanpemahaman persoalan. Kerap ditemukan dilapangan, wartawan datang tanpa persiapan,dan kehilangan momen menggali informasipenting.

    Lemahnya pengetahuan jurnalis mengenaimateri persidangan disebabkan sejumlah hal.Pertama, ini memang klasik: banyak jurnalissering menjalani rolling tempat desk liputan.Karena seringnya jurnalis dipindah-tugaskan,membuat jurnalis tidak memiliki pengetahuan

    da, simbol negara itu, tampil gagah persis di ba-gian atas barisan kursi para hakim.

    Pelayanan di Mahkamah ini juga maksimal.Balai sidang luas, sejuk, lengkap denganperangkat sidang modern. Teks sidang yang se-dang berjalan bisa dibaca di layar monitor, danpara staf sigap melayani wartawan denganinformasi yang dibutuhkan. Keputusan sidanglangsung diunggah hari itu juga ke situs Mah-kamah Konstitusi lewat jalur internet. Bagiyang tak sempat hadir, bisa menyaksikan si-aran langsung sidang melalui streaming di situsweb Mahkamah Konstitusi.

    Keunikan Mahkamah Konstitusi bukan ha-nya pada fasilitas. Lihatlah argumentasi parahakim konstitusi. Putusan mereka kerap diper-kuat analisa hukum dan teori hukum ilmiah.Para hakim kadang sangat mempesona dengankefasihan mereka mengucapkan jargon hukumdalam bahasa Latin. Pihak yang kalah di per-adilan konstitusi, sering berujar, "biar kalahtapi puas, karena argumentasinya ilmiah".Mahkamah itu, misalnya, menyelamatkan ke-kisruhan soal Daftar Pemilih Tetap pada Pemi-lu Presiden 2009. Karena memilih adalah hakkonstitusional warga, para hakim memutuskan

    K ATA P E N G A N TA R K E T U A U M U M A J I | 1 31 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • konstitusi di Indonesia. Harapan kami, denganterbitnya buku ini jurnalis memiliki pengetahu-an dasar mengenai seluk-beluk persidangan diMahkamah Konstitusi.

    Buku ini pun tidak serta merta membuatjurnalis mampu menyajikan liputan mendalamdan berdaging dari persidangan MahkamahKonstitusi. Jurnalis harus menambah pema-haman mereka mengenai subyek-subyek yangdisidangkan, yang kerap berganti dan dinamisitu. Jurnalis harus aktif dan kreatif mencari darisumber informasi lain agar liputan lebih kaya.

    AJI berterimakasih atas kerjasama yangbaik dengan Mahkamah Konstitusi mengem-bangkan mutu liputan sidang peradilan (courtreporting), salah satunya melalui penerbitanbuku ini. Inisiatif ini diharapkan mampumeningkatkan kualitas para jurnalis peliputsidang (court correspondent) sehingga bisamenyajikan informasi bermutu. Para courtcorrespondents memiliki peran strategis dalammengembangkan budaya peradilan dan bu-daya hukum, satu hal masih lemah di Indo-nesia. Court reporting berkualitas akanmengembangkan tradisi persidangan bermutu,yang ujungnya membangun budaya hukum

    mendalam mengenai subyek liputan. Akhirnya,mereka hanya bisa menyajikan informasistandar.

    Dunia pers di Indonesia belum memberiperhatian cukup atas liputan sidang peradilan(court reporting). Di negara-negara maju, courtreporting menjadi salah satu subyek pelatihanjurnalisme. Agar bisa menyajikan laporansidang peradilan yang baik, para courtcorrespondent harus dibekali pengetahuancukup mengenai teknik meliput sidang.

    Masalah kedua, Mahkamah Konstitusiadalah lembaga baru dengan tradisi samasekali berbeda dengan peradilan biasa. Parajurnalis rupanya kesulitan beradaptasi dengantopik liputan baru ini. Isu-isu hak konstitusio-nal warga adalah isu masih asing di telinga.

    Karena itulah, dibutuhkan pengetahuanlatar agar jurnalis terbantu menyajikan laporankomprehensif. Bukan hanya itu, pengetahuanlatar memudahkan jurnalis memilih sudutpandang (angle) liputan segar dan penting.

    Hadirnya buku tipis ini diharapkan bisamembantu jurnalis menambah pengetahuanmeliput di Mahkamah Konstitusi. Buku ini me-nyajikan pengetahuan dasar seputar peradilan

    K ATA P E N G A N TA R K E T U A U M U M A J I | 1 51 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • KATA PENGANTARKetua Umum IJTI

    B agi jurnalis televisi saat meliput ke lem-baga peradilan macam MahkamahAgung, Pengadilan Negeri ataupunPengadilan Khusus Korupsi sangat tergantungdari magnitude yaitu seberapa besar putusandari peradilan itu dapat mempengaruhi masya-rakat. Dan juga terkait dengan tokoh-tokohyang diadili. Begitu juga dengan Mahkamahkonstitusi, sebagai lembaga negara yang ter-bilang masih baru, Mahkamah Konstitusi harusdapat menunjukkan ke permukaan, bahwadirinya pantas diliput oleh jurnalis televisi.

    Mahkamah Konstitusi mencoba membuatsesuatu hal yang berbeda dalam upaya menariksimpati jurnalis televisi khususnya dalam pe-nyampaian isu yang diusung. Sebagai lembagaperadilan yang berwenang mengadili padatingkat pertama dan terakhir yang putusannyabersifat final untuk menguji UU terhadap UUD,memutus sengketa kewenangan lembaga nega-ra yang kewenangannya diberikan oleh UUD,

    yang baik pula. Semoga buku ini bermanfaat.

    Jakarta, 23 Juli 2009

    Nezar PatriaKetua Umum Aliansi Jurnalis Independen

    K ATA P E N G A N TA R K E T U A U M U M I J T I | 1 71 6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Sejak 2003 hingga 2008, lebih dari 150 putus-an dikeluarkan oleh lembaga ini. Beberapa diantaranya memperoleh pujian karena membuatterobosan dalam sistem hukum, namun tidaksedikit pula yang memicu kontroversi. Salahsatunya ialah diperbolehkannya eks anggotaPKI menjadi calon anggota legislatif. Putusanini dilakukan setelah para keluarga menilai UUPemilihan Umum mengebiri hak-hak merekasebagai warga negara.

    Selain terobosan-terobosan hukum, bebe-rapa putusan MK juga cukup membuat merahtelinga anggota DPR di Senayan. Beberapa diantaranya adalah putusan tentang dibatalkan-nya Undang-Undang Komisi Kebenaran danRekonsiliasi (UU KKR).

    Putusan itu mengundang kontroversi. Se-jumlah kalangan menilai MK melakukan ultrapetitum (memutus lebih daripada yangdiminta). Tak urung, kritik keras juga datangdari DPR sebagai penggodok UU tersebut.Dengan suara yang beragam, inti dari kritik ituialah DPR merasa upayanya menggodok UUmenjadi sia-sia karena dinyatakan tak berlakuoleh MK. Kasus ini, dan sejumlah putusan lain-nya memicu lahirnya usulan untuk membatasi

    K ATA P E N G A N TA R K E T U A U M U M I J T I | 1 9

    memutus pembubaran partai politik, danmemutus perselisihan tentang hasil pemilihanumum, serta wajib memberikan putusan ataspendapat DPR mengenai dugaan pelanggaranoleh Presiden dan/atau Wakil Presidenmenurut UUD.

    Berdasarkan Pasal 236C UU Nomor 12 Ta-hun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pe-merintahan Daerah, MK berwenang menanganiSengketa Hasil Pemilihan Umum KepalaDaerah.

    Sesuatu hal yang istimewa pada diri MKialah sistem peradilannya yang mencoba mene-rapkan prinsip peradilan modern: transparan,cepat, dan murah - sesuatu yang sangat langkadalam peradilan umum di Indonesia. Lebihistimewa lagi, putusannya sudah bisa diaksespublik melalui laman www.mahkamahkons-titusi.go.id tidak sampai hitungan jam setelahputusan dibacakan di dalam persidangan.

    Hal inilah yang membuat MK, yang lahirberdasarkan Pasal 24C UUD 1945 juncto UUNomor 24 Tahun 2003 tentang MahkamahKonstitusi, layak dijadikan proyek percontohandalam praktik peradilan di Indonesia.

    1 8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • untuk menyatakan keberatan terhadap berla-kunya suatu undang-undang.

    Uji konstitusionalitas UU terhadap UUDseharusnya dilakukan dalam sebuah proseshukum yang terlepas dari kepentingan politikpraktis. Dengan kewenangan ini, MK punya ke-wenangan besar untuk menguji setiap produklegislasi DPR. Proses politik yang menyertaipembuatan undang-undang memang kerapdipahami sangat sarat dengan kepentingan.

    Selain menguji UU terhadap UUD, MK jugadiberi kewenangan untuk memutus sengketakewenangan lembaga negara yang kewenang-annya diatur dalam UUD, memutus pendapatDPR dalam rangka proses impeachment,memutus sengketa (dispute) atas hasil pemiludan atas tuntutan pembubaran partai politik.

    Penyelesaian perbedaan pendapat di dalamMK sendiri dicapai dengan mekanisme musya-warah. Jika kata sepakat belum diperoleh, makadibuka peluang bagi Hakim Konstitusi untukmenyatakan pendapat berbeda (dissentingopinion) atau alasan berbeda (concurringopinion).

    Terkait dengan publisitas terhadap hasil-hasil persidangan maupun kegiatan seputar

    K ATA P E N G A N TA R K E T U A U M U M I J T I | 2 1

    kewenangan lembaga ini. Kontroversi itumerupakan sinyal bahwa putusan-putusan MKyang kerap membuat merah telinga DPR inimerupakan konsekuensi wajar dari kewenang-an yang diberikan terhadap lembaga ini, yaitusebagai pengawal konstitusi.

    Konstitusionalitas sebuah UU merupakanbagian penting dari supremasi hukum karenapada gilirannya peraturan perundang-undang-an di bawah UU juga tidak boleh bertentangandan harus sesuai dengan UU. Lembaga baru inimelengkapi mekanisme checks and balancessystem dan supremasi hukum.

    Berdasarkan UUD 45 sebelum perubahan,uji konstitusionalitas UU terhadap UUD dipa-hami sebagai kewenangan MPR. Oleh sebabitu, Panitia Ad Hoc (PAH) I MPR pernah diberitugas oleh Sidang Tahunan MPR untukmelakukan uji konstitusionalitas UU. NamunPAH I MPR berpendapat, tugas itu sebaiknyadilakukan oleh MK setelah terbentuk. Sulitdibayangkan apabila proses uji konstitusiona-litas sebuah UU terhadap UUD dilakukan didalam proses politik yang akan terjadi di dalampersidangan MPR. Adanya MK semakinmembuka peluang bagi setiap warga negara

    2 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • an MK, tentu merupakan berita yang sangatmenarik. Tapi, jurnalis majalah berita ming-guan atau televisi, belum tentu merasa tertarik.Segmentasi pembaca sangat menentukan layaktidaknya suatu berita.

    Oleh karena itu, pada umumnya mediamemiliki kriteria layak berita meskipun tidaksemua media merumuskan kriteria itu secaradetail. Di bawah ini adalah sejumlah kriteriaumum kelayakan berita di media.

    Sebagai lembaga baru, MK memeloporisejumlah tradisi baru dalam praktik beracara didunia peradilan Indonesia. Dalam prosesberacara, lembaga ini menerapkan asas trans-paran dan efisien. Transparansi MK terwujudmelalui terbukanya informasi tentang berbagaikegiatan sidang dan non-sidang kepada insanpers.

    Dalam menjalankan tugas peliputan di MK,jurnalis perlu memperhatikan beberapa hal.Antara lain, mengikuti dengan benar runtutanperkembangan suatu perkara yang diperiksa diMK agar dapat menghasilkan pemberitaanyang utuh atau tidak hanya bersandar padahasil putusan semata. Keutuhan berita akantertunjang dengan terciptanya pemberitaan

    K ATA P E N G A N TA R K E T U A U M U M I J T I | 2 3

    MK, maka kehadiran jurnalis menjadi sangatstrategis dan penting. Keberadaan MediaCenter MK yang dijadikan home base bagi jur-nalis dalam peliputan ternyata dapat dikatakanbelum cukup. Terbukti dengan keinginan yangbegitu besar dari MK untuk menerbitkan bukupanduan peliputan di MK.

    Peliputan di MK memang sedikit banyaksangat mirip dengan pola peliputan di berbagailembaga peradilan, seperti Mahkamah Agungataupun di pengadilan umum lainnya. Jumlahperistiwa yang berhubungan dengan isukonstitusi sebenarnya banyak. Namun mediamassa juga menghadapi banyak keterbatasan.Untuk media cetak, keterbatasannya terletakpada jumlah halaman. Untuk media elektronik,batasan berupa jam siaran dan juga terkaitdengan audio visual. Keterbatasan yang tidakmudah diatasi adalah sumber daya. Bisa sajabanyak agenda liputan yang disiapkan, namunsemua bisa menjadi sia-sia karena jumlahwartawan yang terbatas.

    Selain itu, tidak semua isu konstitusidianggap layak ditampilkan di media. Halseperti itu biasanya berkaitan dengan segmen-tasi pembaca. Bagi harian umum, setiap putus-

    2 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • BAB ISekilas MahkamahKonstitusi

    M ahkamah Konstitusi merupakan sesu-atu yang baru dalam sejarah Indo-nesia. Benih awal dari sebuah lemba-ga yang bisa menguji konstitusionalitas sebuahundang-undang memang sudah ada sesaatsebelum negara ini merdeka, tapi bentuknyamulai nyata baru bertahun-tahun kemudian.Tepatnya pada saat Majelis Permusyawaratan

    S E K I L A S M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 2 5

    cover both side. Namun, untuk hal ini, jurnalisperlu memperhatikan pula kode etik yangberlaku di MK bahwa Hakim Konstitusidilarang membicarakan perkara yang sedangdiperiksa.

    2 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • bahwa Mahkamah Agung perlu diberi kewe-nangan untuk membanding undang-undang—kewenangan yang akhirnya menjadi salah satutugas Mahkamah Konstitusi saat ini.

    Namun ide ini ditolak Prof. Soepomo den-gan dua alasan. Pertama, Undang UndangDasar yang sedang disusun pada saat itu (yangkemudian menjadi UUD 1945) tidak menganutpaham trias politika. Kedua, pada saat itu jum-lah sarjana hukum kita belum banyak danbelum memiliki pengalaman mengenai hal ini.Setelah penolakan itu, ide untuk membuat lem-baga yang bisa menguji konstitusionalitasundang-undang tak pernah lagi terdengar ka-barnya. Setidaknya, tak pernah dibahas dalamforum resmi di DPR maupun MPR, sebelumtahun 2001.

    I.1. Mandat Sebagai Penjaga KonstitusiPerubahan UUD 1945 sejak tahun 1999 yang

    dilakukan MPR mendorong lahirnya perubah-an penting dalam hierarki ketatanegaraan kita.Kedudukan MPR yang sebelumnya merupakanlembaga tertinggi negara dicabut dan supre-masi dalam bernegara beralih dari supremasiMPR kepada supremasi konstitusi. Perubahan

    Rakyat melakukan amandemen UUD 1945,tahun 2001.

    Di masa sebelum 1998, ide untuk melakukanamandemen terhadap Konstitusi tak mendapattempat. Di masa Orde Baru, UUD 1945 sangatdisakralkan, yang perubahan terhadapnyadianggap sama dengan meruntuhkan negara.Mengusung ide amandemen di masa seperti itujelas sebuah tindakan yang tidak populer -seti-daknya di mata penguasa-dan juga berisikosecara politik.

    Ide amandemen mendapat tempat sepertihalnya reformasi yang mendapat ruang justrusetelah bekas penguasa Orde Baru Soehartoturun dan otoritarianisme -Orde Baru mem-bungkus praktik itu dengan jargon politikDemokrasi Pancasila- mulai tidak laku.Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu"anak baik" yang lahir dari rahim era reformasi.

    Sebelum masa kemerdekaan, ide pemben-tukan Mahkamah Konstitusi ini bisa dilacakdalam diskusi saat pembahasan rancanganUndang Undang Dasar di Badan PenyelidikUsaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indo-nesia (BPUPKI). Saat itu anggota BPUPKI Prof.Muhammad Yamin mengemukakan pendapat

    S E K I L A S M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 2 72 6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • sendiri untuk memilih konsep berbeda. Indone-sia menempuh cara ini dan membuat Mahka-mah Konstitusi yang terpisah dari fungsiMahkamah Agung.

    Berdasarkan UUD 1945, uji konstitusionali-tas undang-undang terhadap Konstitusi sebe-narnya kewenangan MPR. Panitia Ad Hoc I BPMPR pernah diberi tugas oleh Sidang TahunanMPR untuk melakukan uji konstitusionalitassebuah undang-undang. Namun Panitia AdHoc I BP MPR tak mengambil peran itu danberpendapat, tugas itu sebaiknya dilakukanoleh Mahkamah Konstitusi setelah lembagatersebut terbentuk.

    Alasan ini bukannya tak berdasar. PanitiaAd Hoc I BP MPR berpandangan, sulitdibayangkan apabila proses uji konstitusionali-tas sebuah undang-undang terhadap UUD 1945dilakukan di dalam proses politik yang akanterjadi di dalam persidangan MPR. Uji konsti-tusionalitas undang-undang terhadap UUDseharusnya dilakukan dalam sebuah proseshukum tingkat tinggi dan sejauh mungkinluput dari kepentingan politik praktis.

    Konstitusionalitas sebuah undang-undangadalah bagian penting dari supremasi hukum.

    mendasar ini, tentu saja, memerlukan sebuahmekanisme institusional dan konstitusionalserta hadirnya lembaga negara yang mengatasikemungkinan sengketa antarlembaga negarayang kini telah menjadi sederajat serta salingmengimbangi dan saling mengendalikan terse-but.

    Pada saat hampir bersamaan, ide yang per-nah diusung Prof. Muhammad Yamin munculkembali. Jika sebelumnya hanya peraturan dibawah undang-undang saja yang bisa diuji—melalui Mahkamah Agung, juga munculdesakan agar undang-undang pun bisa diper-soalkan asas konstitusionalitasnya terhadapUUD 1945. Pengujian ini, tentu harus dilakukanoleh sebuah mahkamah tersendiri di luarMahkamah Agung.

    Ini memang agak berbeda dengan kebiasaandi sejumlah negara mapan yang umumnyatidak mengenal lembaga Mahkamah Konstitusiyang berdiri sendiri, terpisah dari fungsiMahkamah Agung. Di Amerika Serikat, misal-nya, fungsi itu berada di tangan Supreme Court(Mahkamah Agung) di masing-masing negarabagian. Namun sejarah dan pemikiran politikmasing-masing negara bisa memiliki alasan

    S E K I L A S M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 2 92 8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • terakhir yang putusannya bersifatfinal untuk menguji undang-undangterhadap Undang-Undang Dasar,memutus sengketa kewenangan lem-baga negara yang kewenangannyadiberikan oleh Undang-UndangDasar, memutus pembubaran partaipolitik, dan memutus perselisihantentang hasil pemilihan umum.

    (2) Mahkamah Konstitusi wajib mem-berikan putusan atas pendapatDewan Perwakilan Rakyat mengenaidugaan pelanggaran oleh Presidendan/atau Wakil Presiden menurutUndang-Undang Dasar.

    Kewenangan yang diberikan kepadaMahkamah Konstitusi, secara teoritis, memangterkait erat dengan persoalan konstitusional,yaitu pelaksanaan ketentuan UUD 1945 dalamkehidupan berbangsa dan bernegara. Inilahsejumlah argumentasinya.

    Pengujian konstitusionalitas undang-un-dang terhadap UUD 1945. Kewenangan iniuntuk menjamin bahwa undang-undang yang

    Adanya lembaga khusus yang menanganinyaotomatis menjadi sesuatu yang tak terelakkan.Keberadaan lembaga baru ini untuk memas-tikan bahwa tidak boleh ada undang-undangyang dibuat oleh DPR dan pemerintah yangbertentangan dengan dasar negara, Konstitusi.Soal inilah yang menjadi salah satu pemba-hasan dalam Sidang Umum MPR tahun 2001.

    Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi taklagi sekadar wacana setelah Sidang TahunanMPR pada 9 November 2001 mengesahkanPasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945 ten-tang Mahkamah Konstitusi menjadi bagianPerubahan Ketiga UUD 1945. Ide yang pernahterkubur lama itu kini menjadi nyata. Dengandisahkannya dua pasal tersebut dalamKonstitusi, maka Indonesia menjadi negara ke-78 yang membentuk Mahkamah Konstitusi.

    Mahkamah Konstitusi danKewenangannya(Pasal 24C UUD 1945)

    (1) Mahkamah Konstitusi berwenangmengadili pada tingkat pertama dan

    S E K I L A S M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 3 13 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Wewenang memutus sengketa pemilihanumum dan pemilihan kepala daerah. Di nega-ra demokrasi, salah satu proses demokrasi yangutama adalah penyelenggaraan pemilihanumum, yang merupakan mekanisme untukmengisi pengisian jabatan-jabatan pentingdalam lembaga negara, yaitu anggota DPR,anggota DPD, anggota DPRD, Presiden danWakil Presiden, serta Kepala Daerah dan WakilKepala Daerah. Agar hasil pemilu benar-benarmencerminkan pilihan rakyat sebagai pemilikkedaulatan, pemilu harus dilaksanakan secaralangsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

    Salah satu wujud prinsip tersebut adalahpenyelenggaraan pemilu tidak diselenggarakanoleh pemerintah, tetapi oleh komisi tersendiriyang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.Selain itu, jika terjadi perselisihan hasil pemiluantara peserta dan penyelenggara pemilu,harus diputus melalui mekanisme peradilanagar benar-benar obyektif, tidak dipengaruhioleh kepentingan pemerintah, peserta, maupunpenyelenggara pemilu. Diberikannya wewe-nang untuk memutus sengketa perselisihanhasil pemilu kepada Mahkamah Konstitusiuntuk menjamin hasil pemilu benar-benar

    dibuat tidak bertentangan dengan UUD 1945. Memutus sengketa kewenangan lembaga

    negara yang kewenangannya diberikan Un-dang-Undang Dasar. Kewenangan ini untukmemastikan mekanisme ketatanegaraan yangdijalankan oleh setiap lembaga negara danhubungan antarlembaga negara dilaksanakansesuai ketentuan UUD 1945.

    Memutus pembubaran partai politik. Par-tai politik adalah salah satu bentuk pelaksanaankebebasan berserikat yang tidak dapatdilepaskan dari jaminan kebebasan hati nuranidan kebebasan menyampaikan pendapat.Kebebasan-kebebasan tersebut menjadi prasya-rat tegaknya demokrasi. Oleh karena itu partaipolitik memiliki peran penting dalam negarademokrasi sehingga harus dijamin dan tidakdapat dibubarkan oleh kekuasaan pemerintah.

    Jika pemerintah memiliki wewenang mem-bubarkan partai politik lain, kewenangan ituberpotensi disalahgunakan untuk mem-bubarkan partai politik saingannya. Artinya,wewenang Mahkamah Konstitusi untukmemutus pembubaran partai politik adalahuntuk menjamin pelaksanaan demokrasi danmekanisme ketatanegaraan sesuai UUD 1945.

    S E K I L A S M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 3 33 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • tentang Mahkamah Konstitusi disiapkan, MPRmenetapkan Mahkamah Agung untuk men-jalankan fungsi-fungsi lembaga baru ini semen-tara waktu.

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 ten-tang Mahkamah Konstitusi disahkan DPR pada13 Agustus 2003. Sembilan hakim konstitusi pe-riode pertama (2003-2008) mengucapkan sum-pah di hadapan Presiden Megawati Soekar-noputri pada 16 Agustus 2003. Sejak 15 Oktober2003, pelimpahan perkara dari MahkamahAgung ke Mahkamah Konstitusi dimulai danmenandai beroperasinya lembaga baru ini. Saatini Hakim Konstitusi periode kedua (2008-2013)tengah bekerja menunaikan tugas konstitusion-alnya untuk mengawal konstitusi.

    Hal istimewa dari lembaga ini adalah sistemperadilannya yang menerapkan prinsip peradi-lan modern: transparan, cepat, dan murah -sesuatu yang sangat langka dalam peradilanumum di Indonesia. Petikan putusannya, yangdi pengadilan umum bisa memakan waktulama dan tak gratis, bisa diakses publik melaluiwebsite-nya tidak sampai hitungan jam setelahputusan dibacakan di dalam persidangan.Inilah yang membuat Mahkamah Konstitusi

    sesuai dengan pilihan rakyat. Wewenang memberi putusan atas penda-

    pat DPR mengenai dugaan pelanggaran olehPresiden dan/atau Wakil Presiden menurutUndang-Undang Dasar. Wewenang ini di satusisi merupakan jaminan terhadap sistem presi-densiil yang dianut UUD 1945 yang manamenghendaki masa jabatan Presiden yangbersifat tetap dan tidak mudah dijatuhkansemata-mata karena alasan politik. Di sisi lain,wewenang ini merupakan pelaksanaan prinsippersamaan di hadapan hukum, termasuk ter-hadap Presiden dan/atau Wakil Presiden.Presiden dan/atau Wakil Presiden yang didugamelakukan pelanggaran hukum tertentu.

    Kewenangan-kewenangan ini ujungnyaadalah untuk memastikan Konstitusi dite-gakkan -dan inilah yang membuat MahkamahKonstitusi disebut sebagai penjaga konstitusi(the guardian of the constitution).

    Pengesahan Sidang Tahunan MPR tahun2001 tentang Mahkamah Konstitusi tak lantasmembuat lembaga baru ini bisa berdiri.Konstitusi memberikan dasar, operasionalnyaadalah melalui undang-undang. Untuk men-gatasi kekosongan sembari undang-undang

    S E K I L A S M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 3 53 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • keseimbangan ini, tapi itulah teorinya dalamundang-undang.

    Mahkamah Konstitusi menyadari amanatbesar tersebut. Untuk itu, kredibilitas danintegritas hakimnya menjadi salah satu taruhanpenting. Mahakamah Konstiusi menetapkankode etik dan perilaku untuk menjaga, memeli-hara, dan meningkatkan integritas pribadi,kompetensi dan perilaku hakim. Kode etik inidituangkan dalam Peraturan Mahkamah Kons-titusi Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberla-kuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku HakimKonstitusi.

    Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusiini, yang disebut Sapta Karsa Hutama,dideklarasikan dan ditandatangani oleh 9 (sem-bilan) hakim konstitusi pada 17 Oktober 2005 -yang disempurnakan pada 1 Desember 2006.Penyusunan Kode Etik dan Perilaku HakimKonstitusi ini merujuk kepada "The BangalorePrinciples of Judicial Conduct 2002", yang tentusaja disesuaikan dengan sistem hukum danperadilan Indonesia.

    "The Bangalore Principles" menetapkansejumlah prinsip umum, antara lain indepen-densi (independence), ketakberpihakan (impar-

    dijadikan proyek percontohan untuk reformasidalam praktik peradilan di Indonesia.

    Setiap putusan Mahkamah Konstitusidalam sebuah perkara bisa diunduh diwebsite Mahkamah Konstitusi diwww.mahkamahkonstitusi.go.id, di ka-nal "Pencarian" dengan kata kunci "Pu-tusan Sidang".

    I.2. Etika Hakim Konstitusi dan PenegakannyaPara penyusun desain awal Mahkamah

    Konstitusi memahami peran penting dan besarlembaga ini bagi hitam atau putih ketatane-garaan negara. Untuk itu, selain harus diisi olehorang-orang yang benar-benar berkompeten,pandangannya juga sebisa mungkin tak didom-inasi oleh salah satu pilar penting sebuahnegara -atau setidaknya mencerminkan keseim-bangan pandangan dari tiga pilar yang merujukpada trias politica, yaitu eksekutif, legislatif danyudikatif. Inilah yang mendasari pertimbanganjumlah hakim sebanyak sembilan orang dandiusulkan Presiden, DPR dan MahkamahAgung. Publik bisa memperdebatkan logika

    S E K I L A S M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 3 73 6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • BAB IIPanduan Liputan diMahkamah Konstitusi

    R esmi beroperasi 13 Agustus 2003, prosesperadilan di Mahkamah Konstitusi mem-pesona banyak orang. Proses berperkarayang cepat, efisien dan murah, membuatnyasangat kontras dengan proses serupa di penga-dilan negeri, pengadilan tinggi dan bahkan

    tiality), integritas (integrity), kepantasan dankesopanan (propriety), kesetaraan (equality),kecakapan dan keseksamaan (competence anddiligence), serta nilai-nilai yang hidup dalammasyarakat sebuah negara. Inilah yang bisamenjadi rujukan dan tolok ukur dalam menilaiperilaku hakim konstitusi.

    Penegakan kode etik dan perilaku hakim inidilakukan oleh Majelis Kehormatan MahkamahKonstitusi. Peraturan Mahkamah KonstitusiNomor 10/PMK/2006 menyatakan, MajelisKehormatan ini bersifat ad hoc. Anggotanyalima orang, yang terdiri atas dua orang dariHakim Panel Etik ditambah tiga orang, masing-masing seorang guru besar senior dalam ilmuhukum, seorang mantan Hakim Agung ataumantan Hakim Konstitusi, serta seorang man-tan pimpinan lembaga tinggi negara.

    Wewenang Majelis Kehormatan ini adalahmemeriksa dan mengambil keputusan yangberisi rekomendasi penjatuhan sanksi terhadapdugaan pelanggaran hakim konstitusi terhadapsejumlah kode etik dan perilaku hakim, ataumembuat rekomendasi tentang pemulihannama baik terhadap hakim yang dilaporkanmelakukan pelanggaran kode etik dan perilaku.

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 3 93 8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • akurat. Untuk itu, ada beberapa hal yang perludipahami, serta sejumlah tips yang pantasdiketahui wartawan dalam melakukan liputandi Mahkamah Konstitusi.

    II.1. Mencerna Sebelum Meliputnya"Hukum" tak tertulis pertama saat menulis

    isu hukum adalah mendeskripsikan sesuatudengan jelas (clear) dan tepa—kalau perlu sing-kat. Bagi media yang memiliki banyak keterba-tasan halaman, waktu siaran dan jam tayang,tiga rumus jelas-tepat-singkat ini jadi sangatpenting dikuasai oleh wartawan. Surat kabar,radio, dan televisi, jelas memiliki keterbatasanini. Media online mungkin memiliki keleluasa-an soal ruang, tapi dia dibatasi oleh kebutuhanpembaca yang tak semuanya punya waktuluang.

    Menulis dan melaporkan dengan jelas dansingkat ini penting mengingat isu hukum, apa-lagi menyangkut sengketa, biasanya memilikisejarah panjang, dengan bumbu istilah rumitdan asing dari dunia hukum di sana-sini. Cela-kanya, semua kewenangan Mahkamah Konsti-tusi itu memang soal "sengketa" -meski penger-tiannya tak sama dengan yang lazim dipakai

    Mahkamah Agung. Selain proses persidanganyang menerapkan asas peradilan modern,gedung lembaga baru ini juga tak bisa dibilangsederhana dan praktis membuat nyaman pihakyang berperkara -plus wartawan yang meliput-nya.

    Yang tidak kalah penting, materi yangdiperiksa dalam sidang Mahkamah Konstitusimenyangkut nasib orang banyak—meski mere-ka tak ikut berperkara atau bersidang. Ada soalkonstitusionalitas undang-undang, sengketaantar-lembaga negara, perkara impeachmentterhadap Presiden, pembubaran partai politik,dan sengketa hasil pemilihan umum dantermasuk perselisihan dalam pemilihan kepaladaerah. Daftar kewenangan itu membuat lem-baga ini terlalu berharga untuk diabaikan seba-gai pos liputan wartawan.

    Hanya saja, isu konstitusi kadang kurangmenarik -apalagi bagi media yang sematamengusung sensasi. Seperti layaknya liputan dipos hukum, meliput di Mahkamah Konstitusijuga memiliki sejumlah tantangan. Antara lain,bagaimana menulis isu hukum yang bagisebagian orang "membosankan" menjadi lebihmenarik, mudah dicerna, tapi wajib tetap

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 4 14 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • kan pokok permasalahannya. Itu bisa dilaku-kan dengan membaca koran atau melakukanpencarian tentang informasi awal di internet.Kalau itu sebuah pengajuan judicial review atassebuah undang-undang, hal pertama yangharus dipahami adalah apa yang dipersoalkan.

    Selain soal siapa yang menggugat, yang jauhlebih substansial itu adalah apa alasan permo-honan itu. Mesti ada penjelasan yang cukup,tak harus panjang, tentang mengapa undang-undang itu dianggap tak sesuai Konstitusi. Soalsiapa yang digugat, juga tetap perlu dimasuk-kan walau wartawan yakin banyak orangsudah tahu bahwa pemerintah dan DPR adalahpembuat undang-undang—otomatis merekayang dijadikan termohon dalam judicialreview. Pemakaian istilah "termohon" sangatkhas Mahkamah Konstitusi. Di peradilanumum, kita menyebutnya "tergugat".

    Begitu wartawan memahami garis besar—lebih baik lagi kalau detail—kasusnya, itu akansangat memudahkan dalam liputan. Saat mla-kukan peliputan, wartawan akhirnya dapatmengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepatkepada sumber-sumber yang benar-benar kom-peten. Dengan menguasai kasusnya, akan

    dalam peradilan umum. Mulai dari "sengketa"publik dengan pemerintah-DPR soal undang-undang sampai soal pemilihan umum dankepala daerah.

    Sebut saja "sengketa" dalam hasil pemilihankepala daerah. Otomatis, kita harus merunutkasusnya ke masa lalu—entah itu dalam hi-tungan hari, bulan atau malah tahun. Adainformasi latar belakang yang harus disam-paikan agar berita itu tak kehilangan kontekspermasalahannya. Semakin lama kasus, kianbanyak orang dan lembaga terlibat, otomatiskian tak mudah mengurutkannya.

    Istilah dan kasus-kasus hukum, tentu sajatak selalu mudah dipahami oleh publik, kecuaimahasiswa atau pengajar hukum, penasihathukum dan tentu saja orang yang berperkara.Menjadi kewajiban wartawan untuk membuatsoal-soal rumit itu menjadi lebih mudahdicerna. Tak semua orang punya waktu cukupbanyak untuk mencerna berita dengan keningberkerut.

    Soal seperti ini lazim ditemui saat menulisisu hukum, termasuk saat meliput MahkamahKonstitusi. Hal pertama yang bisa dilakukanadalah dengan mencerna kasus dan menemu-

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 4 34 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • wartawan kehilangan informasi karenaketidakhadirannya itu. Untuk informasi yangbukan substansi, kehilangan kesempatan itumungkin bisa diatasi dengan berbagai cara.Wartawan media cetak bisa merekonstruksilewat mulut orang ketiga, tapi cara ini belumtentu tepat untuk radio dan televisi. Peristiwatak bisa diulang -termasuk untuk memenuhikebutuhan wartawan dari media elektronik.

    Hal sama juga terjadi dalam meliput diMahkamah Konstitusi. Tentu saja ada variasidan beda di sana-sini. Begitu banyak sidang,meski tak sebertumpuk perkara di pengadilannegeri, pengadilan tinggi dan MahkamahAgung. Dengan alasan yang sangat beragam,celakanya itu tak bisa selalu diikuti oleh warta-wan. Entah karena si wartawan mendapat tu-gas liputan ke tempat lain, atau sedang libur.Alasan-alasan ini tentu saja tak selalu diketahuipembaca atau penonton—dan mereka umum-nya tak mau tahu. Pembaca hanya heran karenatak menemukan berita yang tak diliput mediayang dibaca atau televisi yang ditontonnya itu.

    Ini salah satu tantangan wartawan. Sebagianpemecahannya hanya soal manajerial dan kese-diaan waktu untuk memahami sejumlah infor-

    banyak pertanyaan kritis keluar untuk menam-bal bolong-bolong alias tak lengkap dan kurangjelas dari sebuah cerita atau informasi.

    Jika ini yang dilakukan wartawan, akhirdari peliputan itu akan menyenangkan: cukupbanyak bahan yang bisa ditulis, banyak kutipanyang bisa dipakai. Lebih penting lagi, warta-wan bisa menulis atau melaporkan suatu kasusdengan jernih dan tak membikin pembacaberpikir lebih dari sekali untuk memahaminya.Pembaca tak bisa berharap ada berita yang jelasdan enak dibaca dari wartawan yang masihruwet memahami kasusnya.

    II.2. Penting Memahami Proses BeracaraMedia massa tak punya sumber daya manu-

    sia melimpah. Begitu banyak area dan isu yangingin diliput, tapi jumlah sangat wartawan ter-batas. Tak peduli itu media besar atau kecil, takmungkin memiliki wartawan yang bisa meng-ikuti semua isu dan berada di semua lokasi saatperistiwa itu terjadi. Kalau pun ada wartawan,ia basanya datang terlambat.

    Itu artinya, tak semua peristiwa bisa diikuti—dengan intensif untuk yang sedang berjalan.Akibatnya, ada sebuah periode di mana

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 4 54 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • menulis sebuah perkara di Mahkamah Kons-titusi hanya pada awal dan akhir perkara. Hanyasebagian kecil saja yang bisa mengikuti secaradetail argumentasi dari para pemohon dantermohon dalam sidang-sidang pemeriksaan.

    Pada akhirnya, wartawan dan media ditun-tut untuk memiliki skala prioritas. Biasanya,media dan wartawan memilih berita yangdianggap sesuai segmen pembaca -tak pedulipembaca atau penonton setuju atau tidakdengan pilihan ini—dalam prioritas tertinggi.Jika itu yang terjadi, dan liputan di MahkamahKonstitusi tidak berada dalam prioritas tinggi,memahami proses beracara ini bisa membantu.

    Dari rangkaian proses sidang itu, wartawanbisa memilih pada agenda apa dari sidang ituyang dianggap sangat penting dan tak bolehdilewatkan. Kalau liputan sengketa, sidangputusan adalah yang paling favorit dan jarangdilewatkan. Dengan begitu, wartawan bisamembuat jadwal agar pada hari yang dipilihitu, dia tak diganggu oleh liputan lain. Apakahskenario ini bisa berjalan sesuai rencana atautidak, itu soal lain. Setidaknya, itulah teorinyaagar tak kebobolan berita penting di Mahka-mah Konstitusi.

    masi yang umumnya tersedia dan tips yang si-apa tahu berguna. Salah satunya adalah mema-hami proses beracara di Mahkamah Konstitusi.Secara garis besar, prinsipnya hampir sama de-ngan pengadilan negeri, mulai dari pendaftar-an sampai putusan. Prosedur serta istilah yangdipakai, memang sedikit berbeda (lihat ProsesBeracara di Mahkamah Konstitusi).

    Idealnya, keseluruhan proses -terutamasidang—di Mahkamah Konstitusi mesti diikutiwartawan yang akan menulis berita. Tujuannyajelas: agar wartawan memahami argumentasipara pemohon dan termohon dalam suatu per-kara. Kebiasaan wartawan hanya menunggusebuah kasus hanya pada sidang putusan, ke-rap membuat wartawan kurang memahami da-sar dari sebuah peristiwa diterima atau tak dite-rima. Ini ibarat menonton Formula 1 hanya dietape akhir, tepatnya di garis finish.

    Hanya saja, sebagian besar wartawan tak me-miliki kemewahan waktu untuk bisa mengikutisidang dari awal hingga akhir. Sebagian mung-kin karena malas, selebihnya—dan ini palingbanyak-karena mendapatkan tugas lain padahari yang sama dan dengan waktu cukup ber-dekatan. Ini yang seringkali membuat wartawan

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 4 74 6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Akurasi dasar yang mesti diperhatikan da-lam peliputan di Mahkamah Konstitusi adalahsoal penyebutan proses beracara serta pihakyang terlibat. Di pengadilan negeri, sebutan un-tuk mereka yang mengajukan gugatan adalahpenggugat, yang digugat disebut tergugat. Inibeda dengan di Mahkamah Konstitusi. Dipengadilan ini, mereka yang mengajukan di-sebut pemohon, sedangkan yang diajukan ada-lah termohon. Istilah-istilah ini mungkin ku-rang begitu menarik bagi wartawan, tapi itulahistilahnya yang paling akurat.

    Akurasi lainnya adalah penulisan ataupenyebutan nama orang, jabatan, serta identitasdiri lainnya. Detail semacam ini, jelas tak bolehdiabaikan. Kesalahan dalam soal-soal "kecil"seperti ini hanya bisa dibenarkan hanya satudua kali, tapi tidak terus-terusan. Ingat! Ham-pir semua orang tak suka nama, jabatan dan pe-kerjaannya dieja dengan salah. Kalau pun adawartawan yang tak terganggu dengan kebiasa-an buruk ini, media tempat wartawan bekerjabelum tentu sependapat. Sikap tidak profesio-nal (unprofesional conduct) adalah alasan yangsangat kuat untuk memecat wartawan darisebuah media.

    II.3. Berhati-hati soal AkurasiWartawan tak harus lulusan fakultas hukum

    untuk bisa menulis atau membuat beritatentang isu hukum. Tapi dia harus tahu tentanghukum, itu wajib sifatnya. Bagaimanapun juga,meliput isu hukum harus berurusan denganistilah dan pengertian yang kadang kurangmenarik dan belum tentu dipahami orangbanyak. Yang lebih istimewa lagi, menulis isuhukum juga berurusan dengan orang-orangyang mengerti hukum. Orang-orang ini lebihpaham hukum, setidaknya dari masyarakatkebanyakan, dan bisa memanfaatkannya untukmembuat repot wartawan yang melakukankesalahan dalam membuat berita denganmenggugatnya ke pengadilan.

    Tentu bukan semata itu yang membuatwartawan harus menulis akurat. Akurasi itujauh lebih penting bagi publik agar bisamemahami berita secara tepat, dan mudah.Bagi media, akurasi juga menjadi salah satutolak ukur dari kredibilitas media -selain soalindependensi. Media yang terlalu banyak bikinralat dan wartawan yang sering meminta maafkarena tak akurat jelas bukan promosi yangbaik bagi nama baik sebuah media.

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 4 94 8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Padahal, substansi dari keduanya beda. Yangpertama karena permohonannya dinilai takberalasan, yang kedua karena pemohon danatau permohonannya tidak memenuhi syaratkedudukan hukum (legal standing).

    Wartawan kerap menyamakan antara sebu-ah permohonan itu ditolak dan tidak dapatditerima. Semangat dari generalisasi ini mung-kin semata untuk menyederhanakan dan me-mudahkan, tapi itu tidak akurat untuk istilahhukum. Masyarakat awam mungkin tak meli-hat ini sebagai masalah, tapi orang-orang yangmengerti hukum akan menilai wartawan yangmenulis atau redaktur yang mengedit berita itukurang paham istilah hukum—minimal takmenghormatinya.

    II.4. Menghormati Aturan InternalWartawan Indonesia memiliki akses sangat

    luar biasa dalam meliput pengadilan di ban-dingkan di negara lain. Wartawan bisa meng-ikuti semua sidang, dari pertama dibukasampai selesai—kecuali sidang susila yang di-nyatakan tertutup, pemeriksaan di pengadilanbanding dan kasasi. Fotografer juga bisa memo-tret orang-orang yang berperkara, termasuk

    Yang paling penting dari akurasi dalampeliputan di Mahkamah Konstitusi adalah sub-stansinya. Salah menulis nama, mungkin masihbisa ditoleransi oleh sebagian kecil orang, tapitidak menyangkut substansi. Misalnya, dalamperkara permohonan judicial review undang-undang terhadap Konstitusi. Kesalahan kitamenuliskan nama "Amrozi" menjadi "Amrozy"mungkin bisa "dimaafkan", tapi tidak demikianhalnya jika kita salah soal putusan.

    Entah bagaimana ceritanya, misalnya, tiba-tiba wartawan salah menulis berita bahwaMahkamah Konstitusi menerima permohonanAmrozi dan kawan-kawan soal hukuman mati,bukan ditolak seperti faktanya dalam sidang 21Oktober 2008 lalu. Ini jelas merupakan pelang-garan akurasi—meski karena salah ketik ataueja—yang tergolong "dosa berat" dalam profesijurnalis. Di sebagian media, kesalahan sema-cam ini bisa berujung pada sanksi peringatansampai potong gaji.

    Akurasi yang tak kalah penting adalah pe-nyebutan istilah hukum dalam proses berper-kara. Seringkali, wartawan tak membedakanantara sebuah permohonan itu ditolak dan ti-dak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 5 15 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • PANDUAN LIPUTAN SIDANGPanduan ini meliputi aspek prosedur tak

    resmi wartawan saat meliput sidang diMahkamah Konstitusi, mulai dari saat awal,dalam sidang, sampai sidang berakhir.

    Sebelum mengikuti persidangan, war-tawan akan memperoleh berita pers,daftar hadir para pihak yang berperka-ra, dan tata letak para pihak persidan-gan.Wartawan mengisi daftar hadir persi-dangan.Wartawan mematuhi tata tertib persi-dangan (antara lain, tidak menghidup-kan telepon seluler selama persidan-gan, dan alat-alat lainnya) yang dapatmengganggu persidangan.Wartawan foto dan video mematuhibatas jarak pengambilan gambar, yaitutidak melewati batas pagar dan tempatduduk pengunjung di dalam ruangsidang. Seusai persidangan, wartawan berhakmewawancarai narasumber dengan te-tap memperhatikan ketertiban.

    hakim. Keleluasaan akses ini memang memudah-

    kan bagi wartawan, namun dalam beberapa ka-sus cukup merepotkan. Sejumlah lembagamemberlakukan hukum kepantasan dalammengatur mekanisme liputan dalam sidang,namun ada juga yang memberikan rambu-ram-bu. Kalau tak ada alasan yang sangat penting,wartawan semestinya menghargai mekanismeinternal semacam ini. Apalagi jika semangatnyaadalah untuk menciptakan ketertiban danmemudahkan kerja, bukannya membatasi.

    Mahkamah Konstitusi memiliki sejumlahaturan internal soal peliputan, yang isinyasebenarnya sekadar membakukan kelazimanyang dilakukan wartawan saat melakukanliputan di Mahkamah Konstitusi. Lembaga inimemiliki sejumlah regulasi internal, yangmeliputi "Panduan Meliput Sidang", "PanduanLiputan Non-Sidang," dan "Tata Tertib Persi-dangan." Dua yang disebut dimuka hanya un-tuk wartawan, yang terakhir adalah untuk war-tawan dan masyarakat umum.

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 5 35 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Sebelum kegiatan berlangsung, warta-wan akan memperoleh berita pers ter-kait kegiatan tersebut.*Wartawan mengisi daftar hadir kegi-atan.Wartawan menempati posisi yang telahditentukan oleh petugas urusan media.

    Keterangan: * Tentative

    TATA TERTIB PERSIDANGANMahkamah Konstitusi menyusun tata tertib

    tentang jalannya sidang agar berjalan dengantertib, aman, lancar, dan sekaligus menjaga ke-hormatan dan kewibawaan lembaga ini. Tatatertib itu dituangkan dalam Peraturan Mah-kamah Konstitusi Nomor 03/PMK/2003 yangkemudian disempurnakan dengan PMK No 19Tahun 2009 tentang Tata Tertib Persidanganpada Mahkamah Konstitusi Republik Indo-nesia. Inilah detailnya:

    PANDUAN LIPUTAN NON-SIDANGPanduan ini meliputi aspek prosedur tak

    resmi wartawan saat meliput kegiatan non-si-dang yang dilaksanakan Mahkamah Konstitusi.Ada soal press release kegiatan yang selalu diu-sahakan ada oleh bagian hubungan masyarakatsampai soal ketertiban acara.

    Sebelum mengikuti acara, wartawanakan memperoleh berita pers yang ber-kaitan dengan kegiatan tersebut.*Wartawan mengisi daftar hadir ke-giatan.Wartawan turut menjaga ketertiban se-lama acara berlangsung.Wartawan berhak mewawancarai nara-sumber sebelum dan sesudah acaraberlangsung dengan tetap memper-hatikan ketertiban.

    PANDUAN LIPUTAN KONFERENSI PERSPanduan ini meliputi aspek prosedur tak

    resmi wartawan saat meliput kegiatan sidangmaupun non-sidang melalui konferensi persyang dilaksanakan Mahkamah Konstitusi.

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 5 55 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Pemohon dan atau kuasanya, termohondan atau kuasanya, saksi, ahli, dan pe-ngunjung siding dilarang:Menempati tempat duduk yang telahdisediakanMenunjukkan sikap hormat kepadaMajelis Hakim Konstitusi.Pemohon atau kuasanya, termohonatau kuasanya, saksi, dan ahli menyam-paikan sesuatu barang bukti dalam per-sidangan kepada Majelis HakimKonstitusi, melalui panitera atau pani-tera pengganti yang ditugaskan untukitu.Pelanggaran terhadap ketentuan butir 1sampai dengan 3 merupakan penghi-naan terhadap Mahkamah Konstitusi.Siapa pun yang melakukan penghinaanterhadap Mahkamah berupa tindakanpelanggaran terhadap butir-butir terse-but, setelah diperingatkan denganpatut, maka atas perintah Ketua MajelisHakim, dapat dikeluarkan dari ruangsidang atau gedung MK.

    Pengunjung sidang wajib mengenakanpakaian yang rapi dan sopan.Anak dibawah umur 12 tahun dilarangmenghadiri persidangan kecuali atasizin dari Mahkamah.Pengunjung sidang wajib bersikap ter-tib, tenang, dan sopan.Pemohon dan atau kuasanya, termohondan atau kuasanya, saksi, ahli, dan pe-ngunjung sidang dilarang:Membawa senjata dan atau benda-ben-da lain yang dapat membahayakan ataumengganggu jalannya persidanganMelakukan perbuatan atau tingkahlaku yang dapat menggangu persi-dangan dan atau merendahkan kehor-matan serta kewibawaan MKMerusak dan atau mengganggu fungsisarana, prasarana, atau perlengkapanpersidangan lainnyaMerendahkan martabat atau kehor-matan hakim konstitusi dan atau petu-gas MKMenghina pemohon dan atau kua-sanya; termohon dan atau kuasanya;saksi; dan ahli.

    PA N D U A N L I P U TA N D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I | 5 75 6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • BAB IIIKode Etik

    D Dalam menjalankan profesinya, war-tawan tak cukup hanya memiliki ke-mampuan teknis. Ia membutuhkan ko-de etik, yang merupakan seperangkat nilai-nilaidasar yang akan memandu wartawan meme-nuhi cita-cita jurnalisme. Perumusan dan isikode etik wartawan di berbagai negara di duniasangat beragam. Tapi, isinya relatif sama. Isinya

    K O D E E T I K | 5 95 8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • adalah panduan teknis wartawan dalammelakukan peliputan dan publikasinya, kodeetik adalah panduan moralnya. Inilah sebagiandari kode etik yang berkaitan dengan peliputanisu konstitusi.

    Bersikap Independen. Setiap jurnalis harusbersikap independen dalam menjalankan pro-fesinya. Keputusan untuk menulis atau tidakmenulis sebuah berita benar-benar karena per-timbangan kepentingan publik, bukan karenaada pertimbangan kepentingan teman, kolega,tetangga, atau pemilik media. Sikap indepen-den ini sangat penting agar jurnalis bisabersikap netral, kritis, dan juga tak punyabeban psikologis dalam melakukan peliputandi lapangan dan mempublikasikan hasilnya.

    Jangan Lupa Akurasi. Akurasi adalahmasalah dasar yang harus diperhatikan dalamkerja jurnalistik. Akurasi atau ketepatan ini takhanya soal nama, jabatan, pangkat, gelar, pen-didikan dan sebagainya. Yang tak kalah pen-ting adalah akurasi dalam fakta. Kurang tepat-nya pemahaman tentang isu tertentu sangat

    berupa kewajiban moral kepada wartawanuntuk menjaga cita-cita profesi, merawat kebe-basan pers dan memenuhi kepentingan publik.

    Sejumlah organisasi wartawan memilikikode etik sendiri. Namun, ada satu kode etikyang disepakati untuk dipatuhi bersama: KodeEtik Jurnalistik. Kode etik ini disahkan 14 Maret2006, menggantikan kode etik sebelumnyayang bernama Kode Etik Wartawan Indonesiayang dirumuskan tahun 1999 lalu. Bagiwartawan media elektronik, juga ada PedomanPerilaku Penyiaran, yang dituangkan dalamPeraturan Komisi Penyiaran Nomor 02 tahun2007.

    Pentingnya kode etik, tertera dalam kalimatpembuka Kode Etik Jurnalistik: "…wartawanIndonesia memerlukan landasan moral danetika profesi sebagai pedoman operasionaldalam menjaga kepercayaan publik dan mene-gakkan integritas serta profesionalisme".Seperti halnya kemampuan teknis jurnalistik,kode etik juga dimaksudkan untuk "menjaminkemerdekaan pers dan memenuhi hak publikuntuk memperoleh informasi yang benar."

    Jika manual peliputan atau kode perilaku

    K O D E E T I K | 6 16 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • sampai mengorbankan kebenaran.

    Tidak beritikad buruk. Dalam menulis beri-ta, motivasinya adalah semata untuk men-gungkapkan kebenaran atau fakta -meski initak mudah. Jelas tak bisa dibenarkan jika seo-rang jurnalis menulis berita yang dimaksudkanuntuk menimbulkan kerugian bagi pihak lain.Kalau pun berita yang ditulis tersebut membu-at orang yang kalah dalam sebuah sengketamerasa dipojokkan, itu memang tak bisa dihin-dari. Wartawan yang menulis berita yang mem-buat tak senang salah satu pihak ini merupakanbagian dari pengungkapan fakta, dan jelasbukan bentuk itikad buruk. Ia bisa disebutmemiliki itikad buruk jika sedari awal tulisandibuat memang memiliki motivasi untuk mem-buat kerugian bagi orang lain.

    Tetap Bersikap kritis. Salah satu watakdasar dari orang-orang yang memiliki profesiini adalah sikap kritis. Dalam istilah yangekstrem, wartawan dianjurkan tak boleh per-caya begitu saja kepada narasumber. Artinya, iaharus bersikap kritis -bukan sinis-- terhadap

    berpotensi menimbulkan salah tafsir. Bagi seba-gian orang, ini soal yang sensitif dan berpoten-si menimbulkan masalah -eski tentu saja takseseirus jika kesalahannya dalam soal fakta.Akurasi merupakan salah satu pertaruhandalam kredibilitas media.

    Menjaga Keberimbangan. Pemberitaan ten-tang isu konstitusi sebisa mungkin memper-hatikan asas keberimbangan mengingat kasus-kasus yang ditangani Mahkamah Konstitusiumumnya melibatkan dua pihak atau lebih didalamnya. Sebab, ada kecenderungan pihakyang memiliki kekuasaan lebih besar -politikatau ekonomi-untuk memaksakan kebenaranversinya sendiri atas suatu fakta. Ini tentu sajamerugikan pihak lain, yang mungkin sajamemiliki versi berbeda yang bukan tidakmungkin malah merupakan versi yang palingsesuai fakta. Salah satu cara meminimalisir darikemungkinan untuk tergelincir pada fakta yangsalah, salah satunya adalah dengan memberitempat secara proporsonal kepada pihak yangbersengketa -atau dua pandangan yang berse-berangan secara ekstrem. Namun tetap jangan

    K O D E E T I K | 6 36 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • kloning Penggunaan cara-cara tertentu yang taksesuai kode etik dapat dipertimbangkanpenggunaannya untuk peliputan berita inves-tigasi bagi kepentingan publik.

    Tak Mencampur Fakta dan Opini. Doktrinsoal fakta merupakan hal yang utama dalamjurnalistik. Sebab, inilah yang membedakannyadari propaganda dan bentuk-bentuk mediakomunikasi lainnya. Dalam sebuah berita, yangharus disuguhkan kepada publik adalah faktayang didapatnya, bukan opininya secara priba-di. Dalam praktik, sebenarnya opini tak selaludiharamkan. Dalam kadar tertentu, opini itusesuatu yang sulit untuk dihindari. Bahkan, ser-ingkali secara tak sengaja ada subyektifitas kitadalam melihat fakta. Dalam kode etik jurnalis-tik, yang harus dihindari adalah opini yangmenghakimi.

    Menghormati asas praduga tak bersalah.Praduga tak bersalah adalah prinsip tidakmenghakimi seseorang sebelum hukum memu-tuskannya. Artinya, dalam menulis sengketa,wartawan harus menghormati status seseorang

    pernyataan narasumber. Ini bisa dilakukandengan cara tak menerima begitu saja apa yangdikatakan narasumber. Salah satu caranya den-gan menguji informasi yang didapatnya. Jikaitu sebuah pendapat, argumentasinya jugaperlu diuji. Jika itu berupa fakta, harus dikejarbukti pendukungnya. Sikap kritis sangat pent-ing agar jurnalis mendapatkan fakta yang bisadiverifikasi dan memastikan kepada setiapnarasumber bahwa jurnalis tak bisa memuatberita yang tak punya dasar sama sekali.

    Bersikap Profesional. Saat menjalankantugasnya, wartawan dituntut bersikap profe-sional. Dalam Kode Etik Jurnalistik, inilahbeberapa di antara sikap profesional yangharus diikuti:

    Membuka identitas kepada narasumber Tidak menyuap dalam menggali informasi; Menghasilkan berita yang faktual dan jelassumbernya; Tidak melakukan rekayasa pengambilan danpemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara Tidak melakukan plagiat, termasuk menyata-kan hasil liputan wartawan lain sebagai karyasendiri—yang di kalangan wartawan disebut

    K O D E E T I K | 6 56 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • dengan bersandar pada berita bohong, sudahterbayang kerusakan yang ditimbulkannya.Selain berita bohong, yang juga harus dihindariadalah fitnah. Dalam kode etik, sebuah beritadisebut fitnah jika tak didasari fakta samasekali.

    Tidak menyalahgunakan profesi dan tidakmenerima suap. Menyalahgunakan profesiadalah segala tindakan yang mengambil keun-tungan pribadi atas informasi yang diperolehsaat bertugas sebelum informasi tersebut men-jadi pengetahuan umum. Dengan privilegeyang dimilikinya, jurnalis kerap menjadi sedik-it dari orang pertama yang mengetahui sebuahinformasi. Jika itu sebuah sengketa di pengadil-an, itu bisa berupa informasi yang didapat lebihdahulu oleh wartawan. Kita tahu, informasi itubisa menjadi komoditi yang bisa disalahgu-nakan, entah itu diperdagangkan atau digu-nakan untuk kepentingan diri sendiri. Dalamkonteks kode etik, tindakan ini dikategorikansebagai pelanggaran. Begitu juga dengan suap.Dalam pengertian secara umum, suap adalahsegala pemberian dalam bentuk uang, bendaatau fasilitas dari pihak lain yang mempenga-

    "apa adanya" sebelum hakim atau institusiyang memiliki otoritas lain menyatakan berbe-da. Prinsip ini merupakan bentuk kehati-hati-an. Sebab, belum tentu seseorang terbuktiseperti yang dituduhkan terhadap dia.Penerapan prinsip ini secara ketat tentu sajadiharapkan dapat melindungi kepentinganpublik dari kemungkinan penyelewengan dankeputusan pengadilan yang tak proporsionalmelalui pemberitaan media.

    Tidak membuat berita bohong dan fitnah.Membuat berita bohong, berita yang sudahdiketahui sebelumnya oleh wartawan sebagaihal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi,adalah tindakan yang sangat dilarang kodeetik. Jika disebut dosa, ini adalah dosa besardalam dunia jurnalistik, yang pelanggaran ter-hadapnya seringkali—dan sudah sepatutnya-berujung pada pemecatan dari medianya.Membuat berita bohong sama dengan tindakanpengkhianatan kepada publik, pihak yangharusnya dilayani oleh wartawan. Kita tahuapa dampak dari berita bohong. Jika berita itudijadikan rujukan, tentu saja hasilnya akan sa-ngat merugikan. Dan keputusan yang diambil

    K O D E E T I K | 6 76 6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • tanpa menyebutkan narasumbernya. Sedang-kan "Off the record" adalah segala informasiatau data dari narasumber yang tidak bolehdisiarkan atau diberitakan.

    Menghormati Privasi Nara Sumber. Dalamberhubungan dengan narasumber, wartawanmemiliki posisi yang setara. Ini memang salahsatu privilege yang jarang dimiliki oleh profesiyang lain. Namun, itu tak lantas membuatwartawan boleh melakukan hal-hal yang diluar kewajaran secara etik. Salah satunyaadalah dalam soal privasi atau kehidupanpribadi. Dalam kode etik dikatakan, privasipribadi adalah segala segi kehidupan seseorangdan keluarganya selain yang terkait dengankepentingan publik, dan itu harus dihormati.Artinya, kita harus bersikap menahan diri danberhati-hati -untuk tak menyebutnya melarang-- dalam melaksanakan tugas jurnalistik untuktak mengusik kehidupan pribadinya. Pasal per-lindungan tentang privasi ini bisa diabaikanjika ada kepentingan publik di dalamnya.

    Meralat Kesalahan dengan Segera. Jurnalis,seperti halnya rocker, juga manusia. Kita punya

    ruhi independensi wartawan. Dalam soal ini,memang kerap masih mengundang perdebatansoal apakah "sesuatu" itu bisa dikategorikansuap atau tidak. Namun, ada satu pertanyaanyang mungkin bisa menjadi salah satu indika-tor untuk menilai apakah sebuah pemberian itubisa dikategorikan suap atau tidak: apakahseseorang akan memberikan sesuatu tersebutjika Anda bukan wartawan? Jika jawabannyatidak, jawabannya sudah jelas. Pertanyaan inimemang membutuhkan pengakuan jujur kita.

    Menghargai Kesepakatan dengan NaraSumber. Dalam kode etik, ada sejumlahhubungan dengan nara sumber yang harusmendapatkan penghargaan tinggi dariwartawan. Sebab, implikasi dari pelanggaranini adalah runtuhnya kepercayaan nara sumberterhadap wartawan. Ada sejumlah kesepakatanantara jurnalis dengan nara sumber, antara lainketentuan tentang embargo, informasi latarbelakang, dan "off the record." Embargo adalahpenundaan pemuatan atau penyiaran beritasesuai dengan permintaan narasumber.Informasi latar belakang adalah segala infor-masi atau data yang disiarkan atau diberitakan

    K O D E E T I K | 6 96 8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • reksi fakta yang salah. Dalam Undang-UndangNomor 40 tahun 1999 tentang Pers, hak jawabmerupkan mekanisme yang disediakan untukmenyelesaikan sengketa pemberitaan pers.Dengan semangat untuk menghormatikepentingan publik, hak jawab harus dilakukansesegera mungin dan dalam kesempatan perta-ma setelah ada permintaan. Jika hak jawab ditu-jukan terhadap media online, pemuatannyadalam berita berikutnya, untuk surat kabarpada edisi hari berikutnya, untuk televisi danradio untuk program berita berikutnya.

    peluang untuk melakukan keteledoran dankesalahan, entah itu disengaja atau tidak.Dalam kontek profesi sebagai wartawan,keteledoran dan kesalahan itu bisa mencakuphal yang sangat remeh sampai hal yang sangatserius. Kesalahan yang terkait dalam penulisanberita, jelas adalah soal yang serius. Oleh kare-na itu, kita sebagai wartawan dituntutkesadarannya untuk segera -apalagi ada per-mintaan publik-- meralat, mencabut, meralat,dan memperbaiki berita yang keliru dan tidakakurat disertai dengan permintaan maaf kepa-da pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.Permintaan maaf disampaikan apabila kesala-han terkait dengan substansi pokok. Kesediaankita untuk secara ksatria mengakui kesalahandan keteledoran itu juga pada akhirnya akanmeningkatkan respek publik terhadapwartawan dan media. Segala bentuk koreksi ituharus dilakukan segera atau dalam waktusecepat mungkin.

    Menghormati Hak Jawab. Wartawan danmedia harus memberikan penghargaan yangbesar terhadap komplain dan hak jawab daripublik. Entah itu karena klarifikasi atau mengo-

    K O D E E T I K | 7 17 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • LAMPIRANGlosari Istilah Hukum

    Administratieve rechtspraak: pengadilan ad-ministrasi

    A quo: tersebut/dimaksud.

    Algemene beginselen van behoorlijk bestuur:asas-asas umum pemerintahan yang baik.

    Aanvullend recth: aturan pelengkap; dalam kon-teks Mahkamah Konstitusi yaitu denganmengingat otonomi/independensi MahkamahKonstisusi dalam membuat peraturan Mah-kamah Konstitusi, yang bersifat hukum publik.

    Beleid: kebijakan.

    Bestuursdaad: tindakan pengurusan.

    Beheersdaad: pengelolaan.

    Beschikking: penetapan atau keputusanadministrasi dari pejabat negara.

    Beleidsregel/pseudowetgeving: aturan kebi-jakan.

    Buiten effect stellen: tidak memiliki kekuatanhukum mengikat.

    G L O S A R I | 7 37 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Congruent: kesesuaian.

    Doelmatigheid: asas kemanfaatan

    Due process of law: proses beracara di peradil-an/melalui proses yang ditentukan hukumyang berlaku

    Detournement de pouvoir: pelampauan kewe-nangan.

    De facto: pada kenyatan/hakikatnya.

    De jure: dalam/dari sisi undang-undang.

    De jure empirii: pemegang kedaulatan.

    Dissenting opinion: pendapat berbeda dariseorang hakim terhadap putusan mayoritasmejelis hakim.

    Dispensasi: pembebasan atau pengecualiandari perintah.

    Electoral reform: pembaharuan pemilihanumum.

    Electoral boundary/district: daerah pemilihan.

    Einmalig: sekali selesai/final

    Ex aequo et bono: kondisi yang paling adil.Adagium ini seringkali digunakan oleh para

    Causal verband: hubungan sebab akibat, hu-bungangan kausalitas yang jelas untuk mem-perlihatkan hubungan.

    Conditionally constitutional: konstitusionalbersyarat, artinya suatu muatan normadianggap kosntitusional (tidak bertentangandengan konstisusi) apabila dimaknai sesuaidengan yang ditentukan MK.

    Conditionally unconstitutional: inkonstitusio-nal bersyarat artinya suatu muatan normayang dianggap tidak sesuai konstitusi(bertentangan dengan konstitusi) bila dimak-nai sesuai dengan yang ditentukan MK.

    Contempt of court: penghinaan terhadap pen-gadilan atau mahkamah.

    Checks and balances system: sistem salingmengotrol dan mengimbangi, yang menem-patkan semua lembaga negara dalam kedu-dukan setara sehingga terdapat keseimban-gan dalam penyelenggaraan negara.

    Concurring opinion: alasan berbeda seoranghakim terhadap pendapat mayoritas majelishakim walaupun amar putusan sama.

    Conflict of interest: konflik kepentingan.

    G L O S A R I | 7 57 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Incongruent: ketidak sesuaian.

    Incontradiction: bertentangan.

    In casu: dalam kasus/perkara ini.

    In cracht van gewijsde: yang memiliki keku-atan hukum tetap.

    Impeachment: pemakzulan/pemberhentianpemegang kekuasaan.

    Judicial review: pengujian peraturan perun-dang-undangan yang dilakukan oleh badanperadilan.

    Judicieele vonnis: putusan hukum/pengadil-an. Putusan Mahkamah Konstitusi adalahputusan hukum, bukan politik.

    Juncto: terkait dengan.

    Judgement: penghakiman,putusan.

    Ketetapan: bentuk putusan akhir berupa kete-tapan yang diterbitkan apabila sesudahperkara telah terdaftar di KepaniteraanMahkamah Konstitusi dan telah masuk BukuRegistrasi Perkara Konstitusi, tetapi kemudi-an pemohon menarik kembali permohon-an/perkara. Akibatnya pemohon tidak dapat

    pencari keadilan sebagai penutup dalam per-mohonan, pembelaan, gugatan dll kepadahakim.

    Formele toetsing atau pengujian formil: peng-ujian undang-undang yang berkenaan de-ngan proses pembentukan undang-undangdan hal-hal lain yang tidak termasuk pengu-jian materiil.

    Gebod: perintah atau pewajiban untukmelakukan sesuatu yang biasanya meng-haruskan subyek hukum untuk melakukan.

    Grond rechten: hak-hak dasar

    Hak atau kewenangan konstitusional: hakdan/ atau kewenangan yang diatur dalamUUD 1945.

    Hatzaai artikelen: pasal penebar kebencian.

    Incumbent: calon peserta pemilu yang sedangmenjabat.

    Instelling besluit: keputusan lembaga

    Institutional design: desain kelembagaan.

    Incumbent: calon peserta pemilu yang sedangmenjabat.

    G L O S A R I | 7 77 6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Dengan adanya kriteria legal standing berar-ti tidak semua orang atau pihak mempunyaihak untuk mengajukan permohonan keMahkamah Konstitusi. Hanya mereka yangbenar-benar mempunyai kepentinganhukum sajalah yang boleh menjadi pemohonsesuai dengan adagium point d'interest pointde action (ada kepentingan hukum, bolehmengajukan permohonan). Apabila permo-honan diajukan oleh pemohon yang tidakmempunyai legal standing, maka perkaranyaakan berakhir putusan Mahkamah Konstitusiyang menyatakan permohonan pemohontidak dapat diterima (niet onvankelijkverk-laard).

    Legislative review: pengujian peraturan perun-dang-undangan yang dilakukan oleh pembu-at peraturan perundang-udangan tersebut.

    Licentie: lisensi (pemberian izin dengan per-syaratan).

    Legislative drafter: perancang peraturanperundang-undangan.

    Legal uncertainty: ketidakpasitian hukum.

    Legal system: system hukum.

    mengajukan kembali permohonan yangsama.

    Keterangan saksi: keterangan yang diberikanoleh seseorang dalam persidangan tentangsuatu peristiwa atau keadaan yang didengar,dilihat, dan/ atau dialaminya sendiri.

    Keterangan ahli: keterangan yang diberikanseseorang karena pendidikan dan atau pe-ngalamannya memiliki keahlian atau penge-tahuan mendalam yang berkaitan denganpermohonan, berupa pendapat yang bersifatilmiah, teknis, atau pendapat khusus lainnyatentang suatu alat bukti atau fakta yangdiperlukan untuk pemeriksaan permohonan.

    Kuasa hukum: orang yang memenuhi syaratyang ditentukan oleh atau berdasarkanundang-undang untuk mendapatkan kuasahukum dari pemberi kuasa, yang untuk atas-namanya menyelenggarakan suatu urusan.

    Legal standing atau persona standi in judicio:kedudukan hukum atau kondisi dimanaseseorang atau suatu pihak yang ditentukanmemenuhi syarat dan oleh karena itu mem-punyai hak untuk mengajukan permohonan.

    G L O S A R I | 7 97 8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Memorie van toelichting: penjelasan undang-undang

    Mutatis mutandis: dengan perubahan seper-lunya (with the necessary changes).

    Materiele toetsing atau pengujian materiil:pengujian undang-undang yang berkenaandengan materi muatan dalam ayat, pasal, danatau bagian undang-undang yang berten-tangan dengan UUD 1945.

    Misdriven: tindak pidana kejahatan.

    Natuurlijk persoon: orang dalam pengertianilmiah.

    Niet ontvankelijk verklaard: permohonantidak dapat diterima

    Motie van wantrouwen: mosi tidak percaya.

    Natuurlijke persoon: orang dalam pengertianalamiah

    Ne bis in idem (doble jeopardy): perkara yangsama dan telah diajukan sebelumnya

    Not legally binding: tidak mempunyai keku-atan hukum mengikat.

    Onrectmatig overheids daad: perbuatan mela-

    Law enforcement: penegakan hukum.

    Lex certa: asas yang menyatakan ketentuandalam peraturan perundang-undangan tidakdapat diartikan lain.

    Lex specialis derogat legi generali: peraturanperudang-undangan yang lebih khususmengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih umum.

    Lex posterior derogat legi priori: peraturanperundang-undangan yang dikeluarkansesudahnya, mengesampingkan peraturanperundang-undangan yang dikeluarkansebelumnya.

    Lex superior derogat legi inferiori: peraturanperundang-undangan yang lebih tinggimengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

    Mala in se: perbuatan yang dianggap jahatbukan karena diatur undang-undang tetapibertentang dengan kewajaran, moral, danprinsip umum masyarakat. .

    Mala in prohibita: perbuatan yang dianggapkejahatan karena diatur demikian olehundang-undang.

    G L O S A R I | 8 18 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Pemohon: pihak yang mengajukan permoho-nan berperkara di Mahkamah Konstitusi

    • Pemohon dalam perkara PengujianUndang-Undang terhadap UU adalahpihak yang menganggap hak dan/ataukewenangan konstitusionalnya dirugikanoleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a)perorangan warga negara Indonesia;( b)kesatuan masyarakat hukum adat sepan-jang masih hidup dan sesuai denganperkembangan masyarakat dan prinsipNegara Kesatuan Republik Indonesia yangdiatur dalam undang-undang; (c) badanhukum publik atau privat; atau d. lembaganegara.

    • Pemohon dalam perkara sengketa kewe-nangan lembaga negara yang kewenangan-nya diberikan oleh UUD adalah lembaganegara yang kewenangannya diberikanoleh UUD Republik Indonesia Tahun 1945yang mempunyai kepentingan langsungterhadap kewenangan yang dipersengke-takan.

    • Pemohon dalam perkara pembubaran par-tai politik adalah pemerintah. Pemohon

    wan hukum oleh penguasa

    Original intent: maksud asli dari sebuah kon-stitusi yang ditunjukkan oleh pemben-tukknya.

    Original meaning: pengertian asli dari pasal-pasal konstitusi yag dikemukakan olehpenyusunnya.

    Obscuur libel: kabur/tidak jelas.

    Opzet: kesengajaan.

    Opruien: menghasut.

    Overtredingen: pelanggaran.

    Smaad: fitnah.

    Kritek: kritik.

    Political reprensentation: keterwakilan politik.

    Petitum: hal-hal yang dimohonkan.

    Politieke beslissing: putusan politik.

    Posita/fundamentum potendi: dasar penga-juan permohonan.

    Parliamentary elections: pemilihan umum lem-baga perwakilan.

    G L O S A R I | 8 38 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • nai pembentukan maupun materinya,baik sebagian maupun keseluruhan.

    • Dalam perkara sengketa kewenanganlembaga negara yang kewenangannyadiberikan oleh UUD, artinya permoho-nan tidak beralasan

    • Dalam perkara pembubaran partai poli-tik, artinya permohonan tidak beralasan

    • Dalam perkara perselisihan hasil pemil-ihan umum, artinya permohonan tidakberalasan

    • Dalam perkara pendapat DPR mengenaidugaan pelanggaran oleh presidendan/atau wakil presiden, artinya presi-den dan/atau wakil presiden tidak ter-bukti melakukan pelanggaran hukumberupa pengkhianatan terhadap negara,korupsi, penyuapan, tindak pidanaberat lainnya, atau perbuatan terceladan/atau tidak terbukti bahwa presidendan/atau wakil presiden tidak lagimemenuhi syarat sebagai Presidendan/atau Wakil Presiden.

    b. Tidak Dapat Diterima (niet ontvankelijk

    dalam perselisihan hasil pemilihan umumadalah (a) perorangan warga negara In-donesia calon anggota Dewan PerwakilanDaerah peserta pemilihan umum; (b) pa-sangan calon presiden dan wakil presidenpeserta pemilihan umum presiden danwakil presiden; dan (c) partai politik peser-ta pemilihan umum

    • Pemohon dalam pendapat DPR mengenaidugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden adalah DPR

    Peraturan Mahkamah Konstitusi: peraturanyang dibuat oleh Mahkamah Konstitusiuntuk mengatur lebih lanjut hal-hal yangdiperlukan bagi kelancaran pelaksanaantugas dan wewenangnya.

    Putusan: ada beberapa jenis putusan, yaituditolak, tidak dapat diterima, dikabulkan.

    a. Pemohonan ditolak

    • Dalam perkara Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-UndangDasar (UUD), undang-undang yangdimohonkan untuk diuji tidak berten-tangan dengan UUD 1945, baik menge-

    G L O S A R I | 8 58 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • suara yang diumumkan oleh KomisiPemilihan Umum dan menetapkan hasilpenghitungan suara yang benar.

    • Dalam perkara pendapat DPR mengenaidugaan pelanggaran oleh presidendan/atau wakil presiden, artinya presi-den dan/atau wakil presiden terbuktimelakukan pelanggaran hukum berupapengkhianatan terhadap negara, korup-si, penyuapan, tindak pidana berat lain-nya, atau perbuatan tercela dan/atauterbukti bahwa presiden dan/atauwakil presiden tidak lagi memenuhisyarat sebagai presiden dan/atau wakilpresiden, amar putusan menyatakanmembenarkan pendapat DPR.

    Pihak terkait: pihak yang terkait denganperkara baik secara langsung maupun tidaklangsung.

    Proper party: pihak yang paling layak.

    Ratscaap: wilayah hukum adat.

    Renvoi: Pembenahan atau koreksi permohonanatau putusan. Bagian yang salah di coret laludibenarkan dan setiap koreksi diparaf.

    verklaard): pemohon dan/atau Permohon-annya tidak memenuhi syarat kedudukanhukum (legal standing)

    c. Dikabulkan:

    • Dalam perkara pengujian Undang-Undang terhadap Undang-UndangDasar, permohonan beralasan, danmateri muatan ayat, pasal, dan/ataubagian dari undang-undang yangbertentangan dengan UUD 1945.

    • Dalam perkara sengketa kewenanganlembaga negara yang kewenangannyadiberikan oleh UUD, artinya permoho-nan beralasan, amar putusan menya-takan permohonan dikabulkan dan ter-mohon tidak mempunyai kewenanganuntuk melaksanakan kewenangan yangdipersengketakan

    • Dalam perkara pembubaran partai poli-tik, artinya permohonan beralasan.

    • Dalam perkara perselisihan hasil pemi-lihan umum, artinya permohonan bera-lasan dan Mahkamah Konstitusi menya-takan membatalkan hasil penghitungan

    G L O S A R I | 8 78 6 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Scheiding van machten: pemisahan kekuasaan

    Social acceptance: penerimaan masyarakat.

    Sidang panel: sidang dengan sekurang-ku-rangnya tiga orang hakim konstitusi untukmemeriksa perkara yang hasilnya dibahasdalam sidang pleno untuk diambil putusan.

    Sidang pleno: sidang untuk memeriksa, meng-adili, dan memutuskan perkara dengan sem-bilan orang hakim konstitusi, kecuali dalamkeadaan luar biasa yang dapat dilakukanatau berlangsung dengan tujuh orang hakimkonstitusi.

    Sine qua non: harus selalu ada

    Risalah: rekaman persidangan yang dituang-kan dalam bentuk tulisan dimana di dalam-nya memuat seluruh pembicaraan yang terja-di di dalam persidangan dari awal sampaiakhir.

    Termohon: pihak yang kewenangannya diberi-kan oleh UUD 1945 dipersengketakan olehpemohon yang mempunyai kepentinganlangsung.

    The guardian of the constitution: pengawal

    Rechtspolitiek: politik hukum.

    Regeling: pengaturan.

    Rational representation: secara rasionalmewakili.

    Regional representative: perwakilan daerah.

    Rechmatigheid: asas legalitas

    Rechtsvaarchgheid: keadilan.

    Rechtszekerheid: kepastian hukum.

    Rechtsonzekerheid: ketidakpastian hukum.

    Rechtvacuum: kekosongan hukum.

    Rechtswetenschap: ilmu hukum/yurispruden-si.

    Res communis: milik bersama.

    Rechtsstaat: asas negara berdasar atas hukum.

    Regelendaad: pengaturan.

    Rapat Permusyawaratan Hakim: sidang yangtertutup dan bersifat rahasia untuk memerik-sa, mengadili, dan memutuskan dengan sem-bilan orang hakim konstitusi, kecuali dalamkeadaan luar biasa dengan tujuh oranghakim konstitusi.

    G L O S A R I | 8 98 8 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • Toetsing: pengujian.

    Toet steen: batu uji.

    Vide: sebagaimana dimaksud.

    Wetgever: pembentuk undang-undang (Presi-den dan DPR).

    Wet in materiele zin: undang-undang dalamarti meterial.

    Wet in formeele zin: undang-undang dalamarti formal.

    WvS (wetboek van strafrecht): KUHP.

    Weltanschauung: falsafah hidup ideologi.

    konstitusi.

    The sole interpreter of constitution: penafsirsatu-satunya dari UUD yang memiliki legiti-masi hukum.

    Toezichthoudensdaad: pengawasan.

    Toestemming: izin atau pembolehan khususuntuk sesuatu yang sebenarnya dilarang jadiizin adalah legalisasi dari perbuatan yangseharusnya dilarang.

    Unlawful: bertentangan dengan hukum.

    Uncomformity: tidak sesuai.

    Unequal treatment: perlakuan yang tidaksama.

    Vis-a-vis: dihadapkan.

    Verbod: larangan atau kewajiban untuk tidakmelakukan sesuatu, atau dilarang melakukansesuatu.

    Vergunning: perizinan.

    Vonnis: putusan (putusan hakim, putusanmahkamah/pengadilan).

    Vox populi vox dei: suara rakyat adalah suaraTuhan.

    G L O S A R I | 9 19 0 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • LAMPIRANProses Berperkara

    1PENGAJUAN PERMOHONAN1. Ditulis dalam bahasa Indonesia.2. Ditandatangani oleh

    pemohon/kuasanya.3. Diajukan dalam 12 rangkap.4. Mencantumkan jenis perkara.5. Memenuhi sistematika:

    a. Identitas & legal standing.b. Posita.c. Petitum.

    6. Disertai bukti pendukung.

    Khusus untuk perkara PerselisihanHasil Pemilu diajukan paling lambat 3x24 jam sejak KPU mengumumkan hasilpemilu.

    2PENDAFTARAN1. Pemeriksaan kelengkapan permo-

    honan oleh panitera.- Belum lengkap, diberitahukan.- 7 hari sejak diberitahu, wajib

    dilengkapi.- Lengkap.

    2. Registrasi sesuai dengan perkara.3. 7 hari kerja sejak registrasi untuk

    perkara:a. Pengujian undang-undang:

    - Salinan permohonan disam-paikan kepada Presiden dan DPR.

    - Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.b. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara:

    Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon.c. Pembubaran Partai Politik:

    Salinan permohonan disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.d. Pendapat DPR:

    Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden.

    Khusus untuk perkara perselisihan hasil pemilu, paling lambat 3 hari kerja sejakregistrasi salinan permohonan disampaikan kepada KPU

    P R O S E S B E R P E R K A R A | 9 39 2 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I

  • 5. Memuat:- Fakta.- Dasar hukum putusan.

    6. Cara mengambil keputusan:- Musyawarah mufakat.- Setiap hakim menyampaikan pendapat/ pertimbangan tertulis.- Diambil suara terbanyak bila tidak mufakat.- Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak, suara terakhir ditentukan ketua.

    7. Ditandatangani hakim dan panitera.8. Berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.9. Salinan putusan dikirim kepada para pihak 7 hari sejak diucapkan.10. Untuk putusan perkara:

    a. Pengujian undang-undang disampaikan kepada DPR, DPD, Presiden, danMahkamah Agung.

    b. Sengketa kewenangan lembaga negara disampaikan kepada DPR, DPD, danPresiden.

    c. Pembubaran partai politik disampaikan kepada partai yang bersangkutan.d. Perselisihan hasil pemilu

    - DPR,DPD dan DPRD, disampaikan kepada pemohon,KPU,Presiden, danpihak terkait.

    - Presiden dan Wakil, disampaikan kepada MPR, Presiden, KPU, PasanganCalon, dan Partai Politik atau gabungan partai politik yang mengajukancalon.

    e. Pendapat DPR untuk perkara impeachment disampaikan kepada DPR,Presiden, dan Wakil Presiden.

    P R O S E S B E R P E R K A R A | 9 5

    3PENJADWALAN SIDANG1. Dalam 14 hari kerja setelah registrasi, ditetapkan

    hari sidang pertama (kecuali perkara perselisihanhasil pemilu).

    2. Para pihak diberitahu/dipanggil.3. Diumumkan kepada masyarakat.

    4PEMERIKSAAN PENDAHULUAN1. Sebelum pemeriksaan pokok perkara, memeriksa:

    - Kelengkapan syarat-syarat permohonan.- Kejelasan materi permohonan.

    2. Memberi nasihat tentang:- Kelengkapan syarat-syarat permohonan.- Perbaikan materi permohonan.

    3. 14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki.

    5PEMERIKSAAN PERSIDANGAN1. Terbuka untuk umum.2. Memeriksa permohonan dan alat bukti.3. Para pihak hadir menghadapi sidang guna mem-

    berikan keterangan.4. Lembaga negara dapat diminta keterangan, dan lembaga negara yang dimaksud

    dalam jangka waktu 7 hari wajib memberikan keterangan yang diminta.5. Saksi dan/atau Ahli member keterangan.6. Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi kuasa, dan orang lain.

    6PUTUSAN 1. Diputus paling lambat dalam tenggang waktu:

    a. Untuk perkara pembubaran partai politik, 60hari kerja sejak registrasi.

    b. Untuk perkara perselisihan hasil pemilu:- Presiden dan/atau Wakil Presiden, 14 hari

    kerja sejak registrasi.- DPR, DPD, dan DPRD, 30 hari kerja sejak reg-

    istrasi.- Pemilu Kepala Daerah, 14 hari kerja sejak

    registrasi.c. Untuk perkara pendapat DPR atas perkara impeachment, 90 hari kerja sejak

    registrasi.3. Sesuai alat bukti.4. Minimal dua alat bukti.

    9 4 | M E L I P U T D I M A H K A M A H K O N S T I T U S I