matek
DESCRIPTION
iPersamaan DifferensialPersamaan Differensial I Serta AplikasinyaDrs. Rusli Hidayat, M.Sc Kusbudiono, S.SiPersamaan Differensial Orde Satu Aplikasi Persamaan Differensial Orde Satu Persamaan Differensial Orde Dua Persamaan Differensial Orde n Aplikasi Persamaan Diffeensial Orde Dua Operator DUntuk keperluan sendiriiiKata PengantarPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kekuatan dan kesempatan sehingga diktat kuliah ini bisa terselesaikan. TujuanTRANSCRIPT
i
Persamaan Differensial
Persamaan Differensial ISerta Aplikasinya
Drs. Rusli Hidayat, M.ScKusbudiono, S.Si
Persamaan Differensial Orde SatuAplikasi Persamaan Differensial Orde Satu
Persamaan Differensial Orde DuaPersamaan Differensial Orde n
Aplikasi Persamaan Diffeensial Orde DuaOperator D
Untuk keperluan sendiri
ii
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telahmemberi kekuatan dan kesempatan sehingga diktat kuliah ini bisa terse-lesaikan. Tujuan utama penulisan buku ini adalah sebagai bahan bacaanbagi mahasiswa yang menempuh mata kuliah Persamaan DifferensialI, sehingga buku ini disusun sedemikian sehingga diharapkan dapat memu-dahkan pembaca atau mahasiswa, kalaupun mau belajar sendiri.
Buku ini sebenarnya belum selesai dan masih banyak kekurangannya,masih ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian untuk disempurnakan.Kepada pembaca umumnya, teman sejawat, pembaca dan mahasiswa khusus-nya, diharapkan dapat memberikan masukan berupa saran, kritik dan koreksidemi kesempurnaan buku ini pada cetakan berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu sampai tercetaknya bukuini penulis sampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.Semoga buku ini dapat memberikan manfaat sebagaimana diharapkan.
iii
iv
Jember, September 2005 Penulis
DAFTAR ISI
1 Pendahuluan 1
1.1 Beberapa KOnsep Dasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11.2 Solusi Persamaan Differensial Biasa . . . . . . . . . . . . . . 4
1.2.1 Solusi Analitik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51.2.2 Solusi Kualitatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51.2.3 Solusi Numerik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
1.3 Teori Keujudan dan Ketunggalan . . . . . . . . . . . . . . . 9
2 Persamaan Differensial Order Satu 13
2.1 Persamaan Diferensial dengan Variabel Terpisah . . . . . . . 132.2 Persamaan Diferensial Homogen . . . . . . . . . . . . . . . 162.3 Persamaan Differensial dengan Koefisien-Koefisien Linier . . 182.4 Persamaan Differensial Exact . . . . . . . . . . . . . . . . . 232.5 Faktor Integrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
2.5.1 Bila Factor Integrasi hanya Tergantung dari x makau = u(x): . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
v
vi DAFTAR ISI
2.5.2 Bila Faktor Integrasi hanya Bergantung dari y makau = u(x, y): . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
2.5.3 Bila Faktor Integrasi hanya Bergantung dari (x± y)maka u = u(z) = (x± y): . . . . . . . . . . . . . . 29
2.5.4 Bila Faktor Integrasi hanya Bergantung dari (x · y)maka u = u(z) = (x · y): . . . . . . . . . . . . . . . 30
2.5.5 Bila Faktor Integrasi hanya Bergantung dari (x2+y2)maka u = u(z) = (x2 + y2): . . . . . . . . . . . . . 31
2.6 Persamaan Differensial Linier . . . . . . . . . . . . . . . . . 392.6.1 Cara Bernoulli . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 392.6.2 Cara Lagrange Merubah Konstanta Integrasi . . . . . 40
2.7 Persamaan Bernoulli . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
3 Aplikasi Persamaan Differensial Biasa Orde Satu 513.1 Pertumbuhan dan Peluruhan . . . . . . . . . . . . . . . . . 51
3.1.1 Pertumbuhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 513.1.2 Peluruhan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
3.2 Hukum Pendinginan Newton . . . . . . . . . . . . . . . . . 553.3 Hukum Pemanasan Newton . . . . . . . . . . . . . . . . . . 573.4 Masalah Pencampuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 58
4 Persamaan Differensial Linier Order Dua 594.1 Persamaan Differensial Linier Order Dua Homogen dengan
Koefisien Konstanta . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 624.2 Masalah Nilai Awal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 664.3 Masalah Nilai Batas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 684.4 Persamaan Euler-Cauchy . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 694.5 Persamaan Differensial Linier Order Dua Nonhomegen den-
gan Koefisien Konstanta . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73
5 Aplikasi Persamaan Differensial Order Dua 795.1 Pegas Bergetar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
5.1.1 Gerak Harmonik Sederhana . . . . . . . . . . . . . . 80
DAFTAR ISI vii
5.1.2 Getaran yang Diredam . . . . . . . . . . . . . . . . 825.2 Rangkaian Listrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 84
6 Operator Differensial 896.1 Hukum-Hukum Dasar Operasi Operator D . . . . . . . . . . 906.2 Sifat-sifat Operator D . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 926.3 Operator Invers . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 956.4 Operasi Operator Invers . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
6.4.1 1DR(x) =∈ R(x)dx . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
6.4.2 y = 1D−rR(x) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
6.4.3 Penentuan 1f(D)e
ax . . . . . . . . . . . . . . . . . . 966.4.4 Operator Invers f(D) Terhadap Sinus dan Cosinus . 986.4.5 Operasi (D2 + a2)−1 terhadap sin ax dan cos ax . . 99
7 Persamaan Differensial Order-n 103
viii DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
x DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
xi
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Beberapa KOnsep Dasar
Definisi 1.1 (Pengertian Persamaan Differensial) Persamaan Differensial adalahsuatu persamaan yang menghubungkan turunan fungsi tak diketahui (un-known function) dengan fungsi itu sendiri, variabel dimana fungsi terse-but terdefinisi maupun konstanta.
Jika fungsi tak diketahui suatu PD tergantung pada satu variabel, makaPD tersebut dinamakan Persamaan Differensial Biasa (PDB). Beberapa per-samaan berikut adalah contoh untuk PDB;
dy
dx= 2x + y (1.1)
(dy
dx)2 − x2e2 = 1 (1.2)
Dalam PDB diatas besaran tidak diketahui y = y(x) disebut variabelterikat dan variabel x disebut variabel bebas. Dalam buku ini turunan akan
1
2 BAB 1. PENDAHULUAN
dinyatakan dalam tanda ”aksen” dan untuk turunan lebih tinggi dari duakadang dinyatakan oleh tanda ”skrip diatas”. Misalnya;
dy
dx= y′,
d2y
dx2= y”,
d3y
dx3= y(3) (1.3)
Secara umum notasi y′, y”, y(3),... tidak secara langsung menyatakan tu-runan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya dari variabel y terhadap x,melainkan turunan variabel y terhadap variabel bebas yang dibicarakan,misalnya t. Selanjutnya variabel terikat y bisa digantikan oleh variabellain tergantung dari fungsi tak diketahuinya, misalnya u. Apabila suatuPD memuat suatu turunan parsial terhadap lebih dari satu variabel bebas,maka PD tersebut dinamakan Persamaan Differensial Parsial PDP). Beber-apa dibawah ini merupakan contoh dari PDP;
∂u
∂x+
∂u
∂y= 0 (1.4)
∂v
∂t=
∂2v
∂x2(1.5)
∂2w
∂x2+
∂2w
∂y2= 0 (1.6)
Dalam persamaan (1.4) dan (1.6) variabel terikatnya adalah u dan W ,variabel bebasnya adalag x dan y. Sedangkan dalam persamaan (1.5) vari-abel terikatnya adalah v dan variabel bebasnya adalah t dan x. Karenamateri persamaan differensial I hanya tercakup pada PDB, maka buku inihanya akan membahas PDB.
Definisi 1.2 (Orde Persamaan Differensial) Orde suatu PD adalah orde tert-inggi dari turunan yang terjadi dalam persamaan.
Persamaan (1.1) dan (1.2) adalah PDB orde satu dan persamaan (1.3)adalah PDB orde dua. Sedangkan persaman (1.4) adalah PDB orde satu
1.1. BEBERAPA KONSEP DASAR 3
dan persamaan (1.5) dan (1.6) adalah PDP orde dua. Secara umum PDBorde ke-n adalah persamaan yang berbentuk;
F (x, y, y′, y”, ..., yn) = 0 (1.7)
dimana F adalah suatu fungsi dari variabel bebas x, variabel terikat y, danturunan y sampai orde ke-n.
Definisi 1.3 (Kelinieran dan Kehomogenan Persamaan Differensial) PDB orden dikatakan linier apabila ia dapat dituliskan dalam bentuk;
a0(x)y(n)+a1(x)y(n−1)+...+an−1(x)y′+an(x)y = g(x), (a0(x) 6= 0)(1.8)
Fungsi a0(x), a1(x), a2(x), ..., an(x) disebut koefisien dari PDB dan g(x)dinamakan unsur tak homogen. Jika suatu PDB tidak bisa dinyatakandalam bentuk persamaan (1.8), maka PDB tersebut dikatakan PDB tidaklinier.Apabila semua koefisien adalah fungsi konstan, maka PDB tersebut dikatakanmempunyai koefisien konstanta. Apabila semua koefisien adalah fungsi darivariabel x, maka PDB tersebut dikatakan mempunyai koefisien variabel.Apabila g(x) = 0, maka PDB tersebut dikatakan homogen. SebaliknyaPDB dikatakan tak homogen apabila g(x tidak identik dengan 0.
Contoh 1.1.1Diberikan dua buah PDB
dy
dx=
y
x(1.9)
dy
dx=
x
y(1.10)
Berdasarkan definisi (1.3), maka persamaan (1.9) adalah PDB linier ho-mogen dengan jenis koefisiennya bukan konstanta maupun variabel. Sedan-gkan persamaan (1.10) merupakan PDB tak linier tak homogen.
4 BAB 1. PENDAHULUAN
Soal 1.1.1Perhatikan PDB dibawah ini, kemudian isilah dengan jawaban yang be-nar masing-masing kolom yang bersesuaian.
PDB Orde Linier atau taklinier
Homogen atautak homogen
Koefi, konstanta,variabel ataubukan keduanya
y′ = xy + 1y(1 + (y′)2) = 0yy” + y′ + y = 1y” + xy′ + y2 = 0y′′′ + y = cos y
y(4) + 5y = sinx
1.2 Solusi Persamaan Differensial Biasa
Definisi 1.4 (Solusi Persamaan Differensial) Suatu fungsi y(x) dikatakansolusi dari suatu PDB apabila y(x) disubstitusikan kedalam PDB, per-samaan yang dihasilkan adalah benar untuk semua x dalam domain y(x).
Contoh 1.2.1Diberikan suatu PDB linier tak homogen orde dua dengan koefisien kon-stanta.
y” + y = x2 + 2 (1.11)
Tunjukkan bahwa y(x) = sin x + x2 adalah solusi dari persamaan (1.11)
Penyelesaian 1.2.1 ()Dari y(x) = sinx + x2 didapatkan y′ = cos x + 2x dan y” = − sinx + 2.Setelah hasi tersebut disubstitusikan ke persamaan (1.11), maka identi-tas dalam persamaan (1.11)dipenuhi.
Kesimpulannya, y(x) = sin x+x2 adalah merupakan solusi dari persamaan(1.11).Adapun metode yang digunakan untuk menyelesaikan PDB pada dasarnya
1.2. SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA 5
ada tiga yaitu, analitik, kualitatif dan numerik. Masing-masing metodetersebut akan dibahas berikut:
1.2.1 Solusi Analitik
Representasi secara analitik dari suatu solusi bisa berbentuk salah satu daridua bentuk berikut;
• Bentuk eksplisit y = f(x), dalam hal ini variabel terikat terisolasisecara penuh dan hanya nampak sebagai pangkat satu pada sisi suatupersamaa. Disisi lain dari persamaan tersebut hanya mengandungekspresi dalam variabel x atau konstanta.
• Bentuk implisit adalah persamaan h(x, y) = 0 yang mengandungvariabel bebas maupun variabel terikat tetapi tidak mengandung tu-runannya.
Solusi untuk PDB (1.11) diatas adalah contoh solusi yang berbentukeksplisit. Solusi yang diperoleh secara analitik merupakan solusi eksak, se-hingga para matematikawan terapan selalu berusaha untuk bisa menyele-saikan model yang ditemukan secara analitik. Jika tidak memungkinkan,barulah mencari solusi tersebut dengan metode lain. Kelebihan dari solusisecara analitik adalah formula yang diinginkan bisa diperoleh baik secaraeksplisit maupun implisit.
1.2.2 Solusi Kualitatif
Representasi secara kualitatif dari solusi PDB memudahkan pembaca un-tuk menginterpretasikannya dan biasanya mampu memberikan informasi se-cara jelas tentang kelakuan solusi (meskipun) tanpa harus mendapatkanformula untuk solusi tersebut. Metode ini sering digunakan untuk men-ganalisa kestabilan gerak suatu sistem; baik gerak suatu benda maupunpertumbuhan spesies.
6 BAB 1. PENDAHULUAN
Secara geometris, solusi PDB orde satu suatu kurva dengan gradiendi sebarang titik pada kurva merupakan nilai turunan pertama pada titiktersebut seperti yang diberikan oleh PDB.
Contoh 1.2.2Diberikan persamaan logistik
dy
dx= r(M − y)y (1.12)
dengan r dan M adalah konstanta positif.
Penyelesaian 1.2.2Tanpa menentukan formula solusinya, bisa digambarkan kelakuan solusisecara grafik PDB (1.12) dengan melihat kemiringan kurva pada setiaptitik seperti yang diberikan oleh persamaan (1.12). Jika 0 < y < M ,maka kurva mempunyai kemiringan positif dan berimplikasi bahwa padainterval tersebut kurva (solusi) naik. jika y > M , maka kurva mempun-yai kemiringan negatif. dengan demikian pada interval tersebut kurvaturun. Titik belok akan terjadi ketika y = M
2 . Selanjutnya bisa dianal-isa bahwa pada interval 0 < y < M
2 kurva membuka keatas (concaveup) dan pada interval M
2 < y < M kurva membuka kebawah (concavedown). Sedangkan pada interval y > M kurva membuka ke atas. Solusigrafik dari PDB (1.12)tersebut diberikan dalam gambar (??). Dari gam-bar (??)tersebut bisa disimpulkan bahwa titik-titik y = 0 adalah titikkeseimbangan tak stabil (unstable equilibrium). sedangkan titik-titiky = M adalah titik keseimbangan stabil (stable equilibrium).
Misalkan diberikan r = 1 dan M = 2 pada PDB (1.12), maka didap-atkan PDB
d
ydx = (2− y)y (1.13)
Dengan menggunakan MAPLE bisa dianalisa gradien pada sebarang titikserta kelakuan dari beberapa solusi untuk kondisi awal yang berbeda sepertiditunjukkan dalam gambar (??)
1.2. SOLUSI PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA 7
Jika dicocokkan dengan analisa kualitatif sebelumnya maka jelas bahway = 0 merupakan titik equilibrium tak stabil dan y = 2 adalah titik equi-librium stabil. Kurva solusi dengan kondisi awal 0 < y < 1 akan mendekatiy = 2 dan akan mengalami pembelokan pada y = 1, kurva solusi dengankondisi awal 1 < y < 2 akan menuju y = 2 tanpa mengalami pembelokan,sedangkan kurva solusi dengan kondisi awal y > 2 juga akan menuju y = 2tanpa mengalami pembelokan.
Untuk PDB orde lebih tinggi dari satu, gradien garis singgung padatitik-titik ki kurva (solusi) umumnya tidak bisa diperoleh secara langsungdari PDB yang diberikan karena masih mengandung turunan ke dua ataulebih.
1.2.3 Solusi Numerik
Metode numerik sebagai alternatif untuk menyelesaikan PDB, terutamauntuk kasus PDB yang tidak bisa diselesaikan secara analitik maupun kual-itatif. Solusi numerik pada dasarnya adalah merupakan aproksimasi untuknilai variabel terikat pada nilai-nilai tertentu variabel bebas dengan tingkatketelitian tertentu, sehingga harus sudah disadari sejak dini bahwa solusiyang diperoleh mengandung kesalahan (error). Dalam hal ini biasanya solusiPDB berupa tabel nilai variabel terikat dan variabel bebas yang bersesuaian.
Pada prakteknya, mencari solusi PDB secara numerik adalah mencaribarisan {(xi, yi)}. Metode numerik untuk menyelesaikan PDB bisa dibedakanmenjadi dua yakni; metode satu langkah (one step method) dan metodebanyak langkah (multi step method) Dikatakan satu langkah karena un-tuk menentukan nilai yn+1 hanya memerlukan nilai yn, sedangkan jika ni-lai yn+1 diperoleh menggunakan lebih dari satu nilai y sebelumnya, mis-alkan yn−2, yn−1, yn, . . . maka metode tersebut dikatakan metode banyaklangkah. Pada umumnya metode banyak langkah memberikan hasil denganketelitian yang lebih tinggi dibandingkan metode satu langkah.
Menyelesaikan PDB secara numerik menjadi populer karena pada keny-atannya PDB yang muncul dari masalah sehari-hari tidaklah sederhana dan
8 BAB 1. PENDAHULUAN
umumnya tidak dapat diselesaikan secara analitik bahkan mungkin tidakbisa diselesaikan secara kualitatif, tetapi ia bisadiselesaikan secara numerik.
Definisi 1.5 (Solusi Umum) Solusi umum PDB orde n adalah solusi yangmengandung semua solusi yang mungkin pada suatu interval. Solusiumum PDB orde n mengandung n konstanta esensial. Sedangkan solusiPDB yang tidak mengandung konstanta disebut solusi khusus.
catatan:Pengertian konstanta esensial adalah suatu konstanta yang tidakbisa direduksi lagi.
Contoh 1.2.3Apakah y = C sinx adalah solusi umum dari PDB
y” + y = 0,−∞ < x < ∞ (1.14)
Penyelesaian 1.2.3Fungsi tersebut bukan merupakan solusi umum dari PDB (1.14), karenatidak mengandung dua konstanta esensial melainkan hanya mengandungsatu konstanta esesensial.
Pada beberapa PDB tak linier orde n, selain mempunyai solusi umumyang mengandung n konstanta esesnsial, kadang juga mempunyai solusilain yang tidak diperoleh dari mensubstitusikan suatu nilai pada konstantayang terkandung dalan solusi umum. Solusi yang demikian disebtu solusisingular.
Contoh 1.2.4PDB tak linier
y′2 + xy′ = y (1.15)
mempunyai solusi umum y = Cx + C2. Tetapi juga mempunyai solusisingular yang tidak diperoleh dari substitusi nilai C pada solusi umumtersebut.
1.3. TEORI KEUJUDAN DAN KETUNGGALAN 9
Soal 1.2.11. Tentukan fungsi y (secara intuitif) yang merupakan solusi dari
PDB dibawah ini;
(a) dydx = y
(b) dydx + y = 1
(c) dydx = y2
(d) dydx + y = ex
2. Berikan argumentasi mengapa PDB berikut ini tidak mempunyaisolusi (bil real) pada sebarang interval;
(a) ( dydx)2 + 1 = −e2
(b) sin y′ = 2
3. Tunjukkan bahwa fungsi yang diberikan pada kolom ketiga daritabel berikut ini merupakan solusi MNA yang bersesuaian.
PDB Kondisi Awal Fungsiy′ = −y y(0) = 2 y(x) = 2e−x
y” + 4y = 0 y(0) = 1 y′(0) = 0 y(x) = cos 2xy” + 3y′ + 2y = 0 y(0) = 0 y′(0) = 1 y(x) = e−x − e−2x
1.3 Teori Keujudan dan Ketunggalan
Timbul suatu pertanyaan apakah setiap PDB mempunyai solusi pada suatuinterval dan memenuhi kondisi awal y(x0) = y0 yang termuat dalam intervaltersebut? Jika solusi y(x) memenuhi kondisi awal y(x0) = y0, apakah satu-satunya solusi?
Contoh 1.3.1PDB (y′)2 + x2 = 0 tidak mempunyai solusi pada interval manapun, se-bab persamaan tersebut menunjukkan bahwa fungsi y mempunyai gra-dien yang merupakan anggota bilangan imajiner.
10 BAB 1. PENDAHULUAN
Contoh 1.3.2Persamaan (1.14) mempunyai banyak solusi yang diberikan oleh y =C1 sin x + C2 cos x pada interval yang diberikan, tetapi hanya mempun-yai satu solusi yang memenuhi kondisi awal y(0) = 1 dan y′(0) = 1,solusi tersebut adalah y = sinx + cos x. Karena solusi ini tidak men-gandung konstanta, maka ia adalah solusi khusus PDB tersebut karenaia satu-satunya solusi PDB tesebut yang memenuhi kondisi khusus yangdiberikan, yaitu y(0) = 1 dan y′(0) = 1.
Keujudan dan ketunggalan (existence and uniqueness) solusi PDB, khusus-nya PDB orde satu bisa dibuktikan dengan beberapa teorema, satu di-antaranya adalah Teorema Picard.
Teorema 1.1 (Teorema Picard) Diberikan suatu MNA
y′ = f(x, y) dan y(x0) = y0 (1.16)
Asumsikan bahwa f dan ∂f∂y kontinu pada suatu persegi panjang R =
{(x, y) : a < x < b, c < y < d} yang memenuhi kondisi awal (x0, y0).jika kondisi ini dipenuhi, maka MNA tersebut mempunyai solusi tunggaly = φ(x) pada interval (x0 − h, x0 + h), dimana h konstanta positif.
Catatan:Teori Picard diatas menjadi popular, karena dalam membuktikankeujudan dan ketunggalan solusi PDB (MNA) cukup hanya menunjukkankekontinuan dar f dan ∂f
∂y yang pada umumnya mudah dikerjakan.
Contoh 1.3.3Apakah MNA berikut mempunyai solusi tunggal?
y′ = y + e2x, y(0) = 1 (1.17)
Penyelesaian 1.3.3Karena f(x, y) = y + e2x dan frac∂f∂y kontinu pada sebarang persegipanjang yang memuat titik (0, 1)(sesuai dengan kondisi pada persamaan(1.16), maka hipotesis teori picard dipenuhi. Kesimpulannya MNA(1.17) mempunyai solusi tunggal dalam interval (−h, h)
1.3. TEORI KEUJUDAN DAN KETUNGGALAN 11
Contoh 1.3.4Selidiki keujudan dan ketunggalan solusi MNA berikut;
• y′ = y1/3, y(0) = 0
• yy′ = x, y(0) = 0
Soal 1.3.11. Selidiki apakah Teori Picard berimplikasi bahwa MNA berikut
ini mempunyai solusi tunggal pada interval yang memuat kondisiawal;
(a) y′ = x3 − y3, y(0) = 0
(b) y′ = yx , y(0) = 1
2. Tentukan titik (titik-titik) (x0, y0) untuk semua PDB berikut inimemenuhi teori keujudan dan ketunggalan dari picard.
(a) y′ = x2+yx−y
(b) y′ = (2x− y)1/3
(c) y′ = (1− x2 − 2y2)3/2
(d) 2xyy′ = x2 + y2
12 BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 2
Persamaan Differensial Order Satu
2.1 Persamaan Diferensial dengan Variabel Ter-pisah
Bentuk Umum (I):dy
dx= f(x) (2.1)
Persamaan (2.1) bisa langsung diselesaikan dengan cara sebagai berikut:dy = f(x)dx∫dy =
∫f(x)dx
y = F (x) + C (2.2)
Persamaan (2.2) merupakan solusi umum dari Persamaan (2.1), dengan Csebagai konstanta integrasi.Bentuk Umum (II) :
M(x)dx + N(y)dy = 0 (2.3)
13
14 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
dimaan M merupakan hanya fungsi x saja dan N dungsi y saja. denganmengintegrasikan suku demi suku maka terdapatlah penyelesaian umumnya:∫
M(x)dx +∫
N(y)dy = C
atau
A(x) + B(y) = C
Contoh 2.1.1Tentukan solusi dari persamaan diferensial beikut ini:
dy
dx=
1√1− x2
Penyelesaian 2.1.1
dy =dx√
1− x2∫dy =
∫dx√
1− x2
misalkan x = sinφ → dx = cos φdφ
x2 = sin2 x φ = arcsinx
Selanjutnya dengan mensubstitusikan pemislan diatas kedalam persamaandiferensial diperoleh bentuk seperti berikut:∫
dy =∫
cos φdφ√1− sin2 φ
dy =∫
cos φdφ√cos2 φ
y = φ + C atau
y = arcsinx + C (solusi umum)
2.1. PERSAMAAN DIFERENSIAL DENGAN VARIABEL TERPISAH 15
Contoh 2.1.2Tentukan solusi persamaan diferensial y′ = sin2 x · cos x
Penyelesaian 2.1.2Persamaan diatas dapat diutlis dalam bentuk:
dy
dx= sin2 x cos x∫
dy =∫
sin2 x cos xdx
y =∫
sin2 xd(sinx)
y =13
sin3 x + C (solusi umum)
Contoh 2.1.3Selesaikan persaman diferensial berikut:
yy′ + 4x = 0
Penyelesaian 2.1.3Dengan memisahkan variabelnya dapat diperoleh persamaan berikut.
9ydy
dx= −4x∫
9ydy =∫−4xdx
dengan mengintegrasikan kedua sisinya diperoleh solusi umumnya :
92y2 = −2x2 + C atau
x2
9+
y2
4= c (c =
C
19)
Solusi diatas menunjukkan keluarga ellips.
16 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
2.2 Persamaan Diferensial Homogen
Fungsi F (x, y) disebut fungsi homogen berderajat n dalam variabel x dany jika setiap harga lamda (λ) berlaku:
f(λx, λy) = λn · f(x, y)
Contoh 2.2.1Fungsi f(x, y) =
√x2 + y2
Fungsi f(x, y) homogen karena
f(λx, λy) =√
λ2x2 + λ2y2
f(λx, λy) = λ√
x2 + y2
f(λx, λy) = λf(x, y)
jadi f(x, y) fungsi homogen berderajat satu (n = 1).
Contoh 2.2.2Fungsi f(x, y) = xy + y2 adalah fungsi homogen berderajat dua
karena:
f(λx, λy) = λxλy + λ2y2
f(λx, λy) = λ2xy + λ2y2
f(λx, λy) = λ2(xy + y2)f(λx, λy) = λ2f(x, y); n = 2
dydx = f(x, y) disebut persamaan diferensial homogen orde 1 jika f(x, y)fungsi homogen berderajat nol dalam x dan y.
Contoh 2.2.3Fungsi dy
dx = x2−y2
xy adalah persamaan diferensial homogen orde satukarena f(x, y) merupakan fungsi homogen berderajat nol dalam x dany.
2.2. PERSAMAAN DIFERENSIAL HOMOGEN 17
Untuk menyelesaikan persamaan diferensial homogen orde satu terlebihdahulu harus diperiksa apakah persamaan diferensial yang akan diselesaikanbenar-benar homogen. Apabila persamaannya homogen maka cara pemec-ahannya sebagai berikut:Bentuk Umum:
dy
dx= f(x, y) (2.4)
Penyelesaian untuk persamaan (2.4) dengan pemisalan sebagai berikut:
y = u · x → u =y
x
dy
dx= u + x
du
dx
dengan mensunstitusikan y dan dydx kedalam persamaan (2.4) diperoleh:
u + xdu
dx= f(x, y) → u + x
du
dx= f(x(1, u))
xdu
dx= f(x(1, u))− u∫
du
f(1, u)− u=
∫dx
x(2.5)
Persamaan (2.5) merupakan solusi umum dari (2.4).
Contoh 2.2.4Periksalah apakah persamaan differensial berikut homogen, kemudiantentukan solusi umumnya!
xdy − ydx =√
x2 + y2dx (2.6)
Penyelesaian 2.2.4
dy
dx=
√x2 + y2 + y
x(2.7)
18 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
f(x, y) =dy
dx=
√x2 + y2 + y
x
f(λx, λy) =dy
dx=
√λ2x2 + λ2y2 + λy
λx
f(λx, λy) =dy
dx=
λ√
x2+2 + y
λx
f(λx, λy) =dy
dx=
√x2 + y2 + y
x
f(x, y) homogen dengan n = 0.Selanjutnya dengan memisalkan u = y
x ;
y = u · x → dy
dx= u + x
du
dx
substitusi (2.7) ke (2.6) diperoleh
u + xdu
dx=
√x2 + u2x2 + ux
x
xdu
dx=
√1 + u2∫
du√1 + u2
−∫
dx
x= c
ln(√
1 + u2 + u)− lnx = c, ganti u =y
x√x2 + y2 + y
x2= c, (solusi umum)
2.3 Persamaan Differensial dengan Koefisien-KoefisienLinier
Persamaan differensial dengan koefisien-koefisien linier disebut juga denganpersamaan differensial non homogen. Persamaan differensial ini dapat dire-
2.3. PERSAMAAN DIFFERENSIAL DENGAN KOEFISIEN-KOEFISIEN LINIER 19
duksi menjadi persamaan differensial homogen, sehingga penyelesaiannyadapat dilakukan dengan langkah-langkah persamaan differensial homogen.Bentuk Umum:
(ax + by + c)dx + (px + qy + r)dy = 0 (2.8)
atau dapat juga ditulis sebagai
dy
dx=
ax + by + c
a1x + b1y + c1(2.9)
dengan syarat c, c1 6= 0 dan
∣∣∣∣ a ba1 b1
∣∣∣∣ 6= 0
• Bila C = 0 dan C1 = 0 maka (2.9) menjadi: dydx = ax+by
a1x+b1y (Per-samaan differensial homogen)
• Bila a1x + b1y = k(ax + by); (k=bilangan konstanta) maka (2.9)menjadi:
dy
dx=
ax + by + c
k(ax + by) + c1(2.10)
misal ax + by = z, adx + bdy = dz, dydx = 1
bdzdx , sehingga (2.10)
menjadi;
1b
dz
dx−a =
z + c
kz + c(persamaan differensial dengan variabel terpisah).
• Bila aa16= b
b1, c 6= 0 dan c1 6= 0 maka langkah penyelesaiannya
adalah sebagai berikut:
ax + by + c = 0a1x + b1y + c = 0
}adalah persamaan dua garis yang berpotongan.
Misalkan titik potong kedua garis itu adalah (h, k), maka dengansubstitusi
x = x1 + hy = y1 + k
}→
[dx = dx1
dy = dy1
]→ dy
dx=
dy1
dx1(2.11)
20 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
dengan mensubstitusikan (2.11) ke 2.9)
dy1
dx1=
a(x1 + h) + b(y1 + k) + c
a1(x1 + h) + b1(y1 + k) + c1(2.12)
atau
dy1
dx1=
ax1 + by1 + ah + bk + c
a1x1 + b1y1 + a1h + b1k + c1(2.13)
dari persamaan 2.13) diambil dua persamaan
ah + bk + c = 0a1h + b1k + c1 = 0
](2.14)
dengan menyelesaikan sistem persamaan (2.14) diperoleh nilai h dank.
dy
dx=
ax1 + by1
a1x1 + b1y1(2.15)
persamaan (2.15) diselesaikan dengan mengambil pemisalan y1 = ux1
(persamaan differensial homogen).
Contoh 2.3.1Tentukan solusi dari persamaan differensial
(x + y + 2)dy = (4x + y + 1)dx
Penyelesaian 2.3.1
dy
dx=
4x + y + 1x + y + 2
(2.16)
misal x = x1 + hy = y1 + kdydx = dy1
dx1
→ substitusikan ke (2.16)
2.3. PERSAMAAN DIFFERENSIAL DENGAN KOEFISIEN-KOEFISIEN LINIER 21
dy1
dx1=
4(x1 + h) + (y1 + k) + 1(x1 + h) + (y1 + k) + 2
dy1
dx1=
4x1 + y1 + 4h + k + 1x1 + y1 + h + k + 2
(2.17)
Dari persamaan (2.17) diambil dua persamaan
4h + k + 1 = 0h + k + 2 = 0
](2.18)
dy1
dx1=
4x1 + y1
x1 + y1(2.19)
dengan menyelesaikan sistem persamaan (2.18) diperoleh nilai
h =13
dan k = −73
x = x1 + h → x = x1 +13→ x1 = x− 1
3
y = y1 + k → y = y1 −73→ y1 = y +
73
selanjutnya persamaandy1
dx1=
4x1 + y1
x1 + y1
diselesaikan dengan pemisalan
y1 = ux1 →dy1
dx1= u + x
du
dx1(2.20)
dari (2.19) dan (2.20)
u + x1du
dx1=
4x1 + ux1
x1 + ux1
x1du
dx1=
4 + u
1 + u− u atau x1
du
dx1=
4 + u− u− u2
1 + u
22 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
∫u + 14− u2
du =∫
dx1
x1∫ (A
2 + u+
B
2− u
)= lnx1 + ln c
dimana A = −14 dan B = 3
4
−14
∫du
2 + u+
34
∫du
2− u= ln cx1
−14
ln 2 + u− 34
ln 2− u = ln cx1
(2 + u)(2− u)3 = c(x1)−4; ganti u =y1
x1
(2x1 + y1)(2x1 − y1)3 = c
ganti x1 = x− 13 dan y1 = y + 7
3
(6x + 3y + 5)(2x− y − 3)3 = c (solusi umum)
2.4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL EXACT 23
2.4 Persamaan Differensial Exact
Bentuk umum persamaan differensial exact adalah:
M(x, y)dx + N(x, y)dy = 0 (2.21)
persamaan (2.21) merupakan persamaan differensial exact jika ruas kirimerupakan differensial dari u(x, y) = c. Sehingga turunan dari u(x, y) = c:
du(x, y) =∂u
∂xdx +
∂u
∂ydy = 0 (2.22)
Dari persamaan (2.21) dan (2.22) diperoleh persamaan sebagai berikut:
M =∂u
∂x→ ∂2u
∂x∂y(2.23)
N =∂u
∂y→ ∂2u
∂y∂x(2.24)
Selanjutnya persamaan (2.21) disebut exact jika memenuhi syarat sebagaiberikut:
∂M
∂y=
∂N
∂x(2.25)
Demikian juga sebaliknya, bila persamaan(2.25) dipenuhi maka M(x, y)dx+N(x, y)dy = 0 adalah persamaan differensial exact. Apabila syarat exactsudah dipenuhi maka u(x, y) dapat dicari dengan langkah-langkah sebagaiberikut:
∂u
∂x= M(x, y) → ∂u = M(x, y)dx∫
∂u =∫
M(x, y)∂x
u =∫
M(x, y)∂x + ϕ(y) (2.26)
24 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
∂u
∂y=
∂
∂y
[∫M(x, y)∂x + ϕ(y)
](2.27)
Dari persamaan (2.24) dan persamaan (2.27) diperoleh persamaan berikut:
N(x, y) =∂u
∂y=
∂
∂y
[∫M(x, y)∂x + ϕ(y)
]N(x, y) =
∂
∂y
[∫M(x, y)∂x + ϕ(y)
]ϕ′(y) = N(x, y)− ∂
∂y
[∫M(x, y)∂x
]
ϕ(y) =∫ [
N(x, y)− ∂
∂y
[∫M(x, y)∂x
]](2.28)
Dari persamaan (2.26) dan (2.28) diperoleh penyelesaian persamaan (2.21)sebagai berikut:
u(x, y) =∫
M(x, y)∂x +∫ [
N(x, y)− ∂
∂y
[∫M(x, y)∂x
]]
Contoh 2.4.1Tentukan solusi dari persamaan differensial
(6xy2 + 4x3)dx + (6x2y + 3y2)dy = 0
Penyelesaian 2.4.1
(6xy2 + 4x3)dx + (6x2y + 3y2)dy = 0 (2.29)
M = 6xy2 + 4x3 (6x2y + 3y2)dy
∂M
∂y= 12xy
∂N
∂x= 12xy
2.4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL EXACT 25
∂M
∂y=
∂N
∂x= 12xy (persamaan differensial exact)
karena syarat exact dipenuhi, maka langkah selanjutnya dapat digu-nakan.
∂u
∂x= M(x, y) = 6xy2 + 4x3
∂u = (6xy2 + 4x3)∂x∫∂u =
∫(6xy2 + 4x3)∂x
u = 3x2y2 + x4 + ϕ(y) (2.30)∂u
∂y= 6x2y + ϕ′(y) (2.31)
∂u
∂y= N(x, y) (2.32)
6x2y + 3y2 = 6x2y + ϕ′(y)
ϕ′(y) = 3y2 (2.33)ϕ(y) = = y3 + c (2.34)
dari (2.30) dan (2.34) diperoleh solusi persamaan (2.29)
3x2y2 + x4 + y3 = c (solusi umum)
Contoh 2.4.2Tentukan solusi dari persamaan differensial
(2x cos y − ex)dx− x2 sin ydy = 0
26 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
Penyelesaian 2.4.2
(2x cos y − ex)dx− x2 sin ydy = 0 (2.35)
misal u(x, y) = c (2.36)
du(x, y) =∂u
∂xdx +
∂u
∂ydy = 0
M = 2x cos y − ex N = −x2 sin y
∂M∂y = −2x sin y
∂N
∂x= −2x sin y
∂M
∂y=
∂N
∂x= −2x sin y (exact)
M =∂U
∂x= 2x cos y − ex
∂u = (2x cos y − ex)∂x∫∂u =
∫(2x cos y − ex)∂x
u = x2 cos y − ex + ϕ(y) (2.37)
∂u
∂y= −x2 sin y + ϕ′(y)
N = −x2 sin y + ϕ′(y)−x2 sin y = −x2 sin y + ϕ′(y)
ϕ′(y) = 0
ϕ(y) = c (2.38)
dari (2.36), (2.37) dan (2.38) didapat
x2 cos y − ex = c
2.5. FAKTOR INTEGRASI 27
2.5 Faktor Integrasi
Apabila bentuk persamaan differensial exact tidak memenuhi syarat exact
M(x, y)dx + N(x, y)dy = 0 (2.39)
tidak memenuhi syarat exact, atau ditulis dengan notasi
∂M
∂y6= ∂N
∂x(2.40)
maka persamaan diatas bukan persamaan differensial exact. Dengan demikianharus dibuat persamaan diatas menjadi exact dengan cara menggandakanpersamaan tersebut dengan faktor integrasi u sehingga diperoleh:
uM(x, y)dx + uN(x, y)dy = 0 (2.41)
Agar persamaan (2.41) exact maka persamaan (2.41) harus memenuhisyarat persamaan exact sebagai berikut:
∂
∂y(uM) =
∂
∂x(uN) (2.42)
selanjutnya persamaan (2.42) ini diturunkan sebagai berikut
u∂M
∂y+ M
∂u
∂y= u
∂N
∂x+ N
∂u
∂x
M∂u
∂y−N
∂u
∂x= u
∂N
∂x− u
∂M
∂y
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= N
∂u
∂x−M
∂u
∂y(2.43)
Dari persamaan (2.43) ini harga u dapat dicari, dan setelah harga u dima-sukkan dalam persamaan (2.41) terjadilah persamaan differensial exact dandapat diselesaikan dengan cara seperti pada 3.1.
28 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
2.5.1 Bila Factor Integrasi hanya Tergantung dari x makau = u(x):
∂u
∂x=
du
dxdan
∂u
∂y= 0 (2.44)
sehingga persamaan (2.43) menjadi;
u
[∂N
∂x− ∂M
∂y
]= −N
du
dx(2.45)
atau
Ndu
dx= u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]∫
du
u=
∫ ∂M∂y − ∂N
∂x
Ndx
lnu =∫ ∂M
∂y − ∂N∂x
Ndx
u = e
[∫ ∂M∂y− ∂N
∂xN
dx
]
2.5.2 Bila Faktor Integrasi hanya Bergantung dari y makau = u(x, y):
∂u
∂y=
du
dydan
∂u
∂x= 0 (2.46)
sehingga persamaan (2.43) menjadi;
u
[∂N
∂x− ∂M
∂y
]= M
du
dy(2.47)
2.5. FAKTOR INTEGRASI 29
atau
−Mdu
dy= u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]∫
du
u=
∫ ∂M∂y − ∂N
∂x
−Mdx
lnu =∫ ∂M
∂y − ∂N∂x
−Mdx
u = e
[∫ ∂M∂y− ∂N
∂x−M
dx
]
2.5.3 Bila Faktor Integrasi hanya Bergantung dari (x± y)maka u = u(z) = (x± y):
dz
dx= 1 dan
dz
dy= ±1 (2.48)
∂u
∂x=
∂u
∂z· ∂z
∂x= u′(z) · dz
dx= u′(z) (2.49)
∂u
∂y=
∂u
∂z· ∂z
∂y= u′(z) · dz
dy= ±u′(z) (2.50)
sehingga rumus faktor integrasi menjadi
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= N
∂u
∂z
∂z
∂x−M
∂u
∂z
∂z
∂y
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= Nu′(z)1∓Mu′(z)1
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= (N ∓M)u′(z)
u′(z)u
=∂M∂y − ∂N
∂x
N ∓M
30 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
Dalam bentuk fungsi z menjadi
du
u=
∂M∂y − ∂N
∂x
N ∓Mdz∫
du
u=
∫ ∂M∂y − ∂N
∂x
N ∓Mdz
lnu =∫ ∂M
∂y − ∂N∂x
N ∓Mdz
u = e
[∫ ∂M∂y− ∂N
∂xN∓M
dz
]
2.5.4 Bila Faktor Integrasi hanya Bergantung dari (x · y)maka u = u(z) = (x · y):
dz
dx= y dan
dz
dy= x (2.51)
∂u
∂x=
∂u
∂z· ∂z
∂x= u′(z) · dz
dx= u′(z)y (2.52)
∂u
∂y=
∂u
∂z· ∂z
∂y= u′(z) · dz
dy= u′(z)x (2.53)
sehingga rumus faktor integrasi menjadi
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= N
∂u
∂z
∂z
∂x−M
∂u
∂z
∂z
∂y
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= Nu′(z)y −Mu′(z)x
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= (Ny −Mx)u′(z)
u′(z)u
=∂M∂y − ∂N
∂x
Ny −Mx
2.5. FAKTOR INTEGRASI 31
Dalam bentuk fungsi z menjadi
du
u=
∂M∂y − ∂N
∂x
Ny −Mxdz∫
du
u=
∫ ∂M∂y − ∂N
∂x
Ny −Mxdz
lnu =∫ ∂M
∂y − ∂N∂x
Ny −Mxdz
u = e
[∫ ∂M∂y− ∂N
∂xNy−Mx
dz
]
2.5.5 Bila Faktor Integrasi hanya Bergantung dari (x2+y2)maka u = u(z) = (x2 + y2):
dz
dx= 2x dan
dz
dy= 2y (2.54)
∂u
∂x=
∂u
∂z· ∂z
∂x= u′(z) · dz
dx= u′(z)2x (2.55)
∂u
∂y=
∂u
∂z· ∂z
∂y= u′(z) · dz
dy= u′(z)2y (2.56)
sehingga rumus faktor integrasi menjadi
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= N
∂u
∂z
∂z
∂x−M
∂u
∂z
∂z
∂y
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= Nu′(z)2x−Mu′(z)2y
u
[∂M
∂y− ∂N
∂x
]= (2xN − 2yM)u′(z)
u′(z)u
=∂M∂y − ∂N
∂x
2xN − 2yMx
32 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
Dalam bentuk fungsi z menjadi
du
u=
∂M∂y − ∂N
∂x
2xN − 2yMdz∫
du
u=
∫ ∂M∂y − ∂N
∂x
2xN − 2yMdz
lnu =∫ ∂M
∂y − ∂N∂x
2xN − 2yMdz
u = e
[∫ ∂M∂y− ∂N
∂xNy−Mx
dz
]
Berdasarkan uaraian diatas, ternyata yang membedakan faktor integrasinyatergantung dari
∂M∂y − ∂N
∂x
αN − βM(2.57)
dimana α dan β harus dicari sedemikian, hingga (2.57) dapat berbentuksama dengan salah satu dari ketentuan (rumus) diatas.
Contoh 2.5.1Carilah solusi dari persamaan differensial
(3− 2y)dx + (x2 − 1)dy = 0
Mempunyai faktor integrasi hanya fungsi dari x.
Penyelesaian 2.5.1
(3− 2y)dx + (x2 − 1)dy = 0 (2.58)
M = 3− 2y → ∂M
∂y= −2
N = x2 − 1 → ∂N
∂x= 2x
2.5. FAKTOR INTEGRASI 33
∂M
∂y6= ∂N
∂x(tidak exact)
Karena fakor integrasinya sudah ditentukan maka faktor integrasi terse-but dapat langsung dicari dengan menggunakan rumus:∫
du
u=
∫ ∂M∂y − ∂N
∂x
Ndx
lnu =∫−2− 2x
x2 − 1dx
lnu =∫
−2x− 1
dx
lnu = ln(x− 1)−2
u =1
(x− 1)2(2.59)
Gandakan persamaan (2.58) dengan (2.59)
3− 2y
(x− 1)2dx +
x2 − 1(x− 1)2
dy = 0
3− 2y
(x− 1)2dx +
x + 1x− 1
dy = 0 (Persamaan Exact)
Persamaan (2.58) telah menjadi persamaan differensial exact. Selanjut-nya harga M dan N yang baru menjadi :
M =3− 2y
(x− 1)2→ ∂M
∂y=
−2(x− 1)2
N =x2 − 1
(x− 1)2=
x + 1x− 1
→ ∂N
∂x=
−2(x− 1)2
∂M
∂y=
∂N
∂x(Terbukti syarat exact terpenuhi)
34 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
M =∂u
∂x=
−2(x− 1)2∫
∂u =∫
3− 2y
(x− 1)2∂x
u =2y − 3x− 1
+ ϕ(y) (2.60)
∂u
∂y=
2x− 1
+ ϕ′(y)
N =∂u
∂y=
2x− 1
+ ϕ′(y)
x + 1x− 1
=2
x− 1+ ϕ′(y)
ϕ′(y) =x + 1x− 1
− 2x− 1
ϕ′(y) = 1 → ϕ(y) = y + c (2.61)
Dari (2.60) dan (2.61) diperoleh penyelesaian (2.58)
u(x, y) =2y − 3x− 1
+ y + c = 0
2y − 3x− 1
+ y = c atau
y(x + 1) = c(x− 1) + 3 Solusi umum (2.58)
Contoh 2.5.2Carilah solusi dari persamaan differensial
2xydx + (2x2 + 3)dy = 0
Mempunyai faktor integrasi hanya fungsi dari y
2.5. FAKTOR INTEGRASI 35
Penyelesaian 2.5.2
2xydx + (2x2 + 3)dy = 0 (2.62)
M = 2xy → ∂M
∂y= 2x
N = 2x2 + 3 → ∂N
∂x= 4x
∂M
∂y6= ∂N
∂x(tidak exact)
Faktor integrasi ditentukan dnegan rumus:∫du
u=
∫ ∂M∂y − ∂N
∂x
−Mdy
lnu =∫
2x− 4x
−2xydy
lnu =∫
1ydy
u = y (2.63)
Gandakan persamaan (2.62) dengan (2.63)
2xy2dx + (2x2y + 3y)dy = 0 (2.64)
sehingga harga M dan N yang baru menjadi :
M = 2xy2 → ∂M
∂y= 4xy
N = 2x2y + 3y → ∂N
∂x= 4xy
∂M
∂y=
∂N
∂x(Terbukti syarat exact terpenuhi)
36 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
M =∂u
∂x= 2xy2∫
∂u =∫
2xy2∂x
u = x2y2 + ϕ(y) (2.65)
∂u
∂y= 2x2y + ϕ′(y)
N =∂u
∂y= 2x2y + ϕ′(y)
2x2y + 3y = 2x2y + ϕ′(y)
ϕ′(y) = 3y → ϕ(y) =32y2 + c (2.66)
Dari (2.65) dan (2.66) diperoleh penyelesaian (2.62)
y2(2x2 + 3) = c Solusi umum (2.58)
Contoh 2.5.3Tentukan solusi dari persamaan differensial
(12x2y + 3xy2 + 2y)dx + (6x3 + 3x2y + 2x)dy = 0
mempunyai faktor integrasi hanya fungsi dari xy.
Penyelesaian 2.5.3
(12x2y + 3xy2 + 2y)dx + (6x3 + 3x2y + 2x)dy = 0 (2.67)
M = 12x2y + 3xy2 + 2y → ∂M
∂y= 12x2 + 6xy + 2
N = 6x3 + 3x2y + 2x → ∂N
∂x= 18x2 + 6xy + 2
2.5. FAKTOR INTEGRASI 37
∂M
∂y6= ∂N
∂x(tidak exact)
Faktor integrasi ditentukan dengan rumus:∫du
u=
∫ ∂M∂y − ∂N
∂x
−Mdy
lnu =∫
(12x2 + 6xy + 2)− (18x2 + 6xy + 2)y(6x3 + 3x2y + 2x)− x(12x2y + 3xy2 + 2y)
dz
lnu =∫
−6x2
−6x3ydz
lnu =∫
1xy
=∫
1zdz = ln z
u = z = xy (2.68)
substitusikan (2.68) ke (2.67)
(12x3y2 + 3x2y3 + 2xy2)dx + (6x4y + 3x3y2 + 2x2y)dy = 0 (2.69)
Dari persamaan (2.69) nilai M dan N menjadi
M = 12x3y2 + 3x2y3 + 2xy2 → ∂M
∂y= 24x3y + 9x2y2 + 4xy
N = 6x4y + 3x3y2 + 2x2y → ∂N
∂x= 24x3y + 9x2y2 + 4xy
∂M
∂y=
∂N
∂x(Terbukti syarat exact terpenuhi)
M =∂u
∂x= 6x4y + 3x3y2 + 2x2y∫
∂u =∫
6x4y + 3x3y2 + 2x2y∂x
38 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
u = 3x4y2 + x3y3 + x2y2 + ϕ(y) (2.70)
∂u
∂x= 6x4y + 3x3y2 + 2x2y + ϕ′(y)
N =∂u
∂x= 6x4y + 3x3y2 + 2x2y + ϕ′(y)
6x4y + 3x3y2 + 2x2y = 6x4y + 3x3y2 + 2x2y + ϕ′(y)
ϕ′(y) = 0 → ϕ(y) = c substitusikan ke (2.70)
u = u = 3x4y2 + x3y3 + x2y2 + c = 0 atau
x2y2(3x2 + xy + 1) = c jawab umum(2.67)
2.6. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER 39
2.6 Persamaan Differensial Linier
Bentuk umum dari persamaan differensial linier order satu:
dy
dx+ P (x) · y = Q(x) (2.71)
dimana P (x) dan Q(x) adalah fungsi x atau suatu konstanta. Langkahpenyelesaian persamaan differensial diatas adalah sebagai berikut:
2.6.1 Cara Bernoulli
Misalkan:
y = u · v −→ dy
dx= u
dv
dx+ v
du
dx(2.72)
Dari persamaan (2.71) dan (2.72)
udv
dx+ v
du
dx+ P (x) · u · v = Q(x)
u
[dv
dx+ P (x) · v
]+ v
du
dx= Q(x) (2.73)
Dari persamaan (2.73) diambil dua persamaan berikut:
u
[dv
dx+ P (x) · v
]= 0 (2.74)
atau
vdu
dx= Q(x) (2.75)
dengan menyelesaikan persamaan (2.74) dan (2.75) akan diperoleh jawabdari, persamaan (2.71).Dari (2.74):
dv
v= −P (x)dx −→
∫dv
v= −
∫P (x)dx
40 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
ln v = −∫
P (x)dx
v = e[−∫
P (x)dx] (2.76)
Dari (2.75):
du =Q(x)
vdx −→
∫du =
∫Q(x)e[
∫P (x)dx] + c
u =∫
Q(x)e[∫
P (x)dx]dx + c (2.77)
Dari (2.72), (2.76) dan (2.77) diperoleh penyelesaian Bernoulli untuk pers-maan (2.71):
y = u · v =[Q(x)e[
∫P (x)dx]dx + c
]e[−
∫P (x)dx]
2.6.2 Cara Lagrange Merubah Konstanta Integrasi
Dari persamaan (2.71), ambil:
dy
dx+ P (x)y = 0
dy
y= −P (x)dx
dy
y= −
∫P (x)dx −→ ln y = −
∫P (x)dx + ln c
y = ce[−∫
P (x)dx]
2.6. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER 41
Pandang c sebagai fungsi dari x
y = c(x)e[−∫
P (x)dx] (2.78)
ln y = −∫
P (x)dx + ln c(x) (2.79)
Persamaan (2.79) differensialkan ke-x
1y
dy
dx= −P (x) +
1c(x)
dc(x)dx
dy
dx=
y
c(x)dc(x)dx
− yP (x)
dy
dx+ yP (x) =
y
c(x)dx(x)
dx(2.80)
dari (2.78) dan (2.80)
dy
dx+ yP (x) = e[−
∫P (x)dx]dc(x)
dx= Q(x)
dc(x)dx
= Q(x)e[∫
P (x)dx]
c(x) =∫
Q(x)e[∫
P (x)dx]dx + D (2.81)
Dari (2.78) dan (2.81) diperoleh penyelesaian Lagrange untuk persamaan(2.71):
y = e[intP (x)dx] ·[∫
e[∫
P (x)dx]]·Q(x)dx + D
Contoh 2.6.1Carilah solusi dari persamaan differensial
y′ − y = 2ex
42 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
Penyelesaian 2.6.1Cara Bernoulli
y′ − y = 2ex (2.82)
misal y = u · v −→ dy
dx= u
dv
dx+ v
du
dx(2.83)
dari (2.82) dan (2.83)
dv
dx+ v
du
dx− u · v = 2ex
u
[dv
dx− v
]+ v
du
dx= 2ex (2.84)
dari (2.84)dv
dx− v = 0 −→ dv
v= dx∫
dv
v=
∫dx −→ v = ex (2.85)
vdu
dx= 2ex −→ du =
2ex
vdx∫
du =∫
2ex
exdx
u = 2x + c (2.86)
dar (2.83), (2.85) dan (2.86)
y = u · v = ex[2x + c] −→ y = 2xex + cex
Cara Lagrange:y′ − y = 2ex (2.87)
dy
dx− y = 0 −→
∫dy
y=
∫dx
ln y = x + c(x)
2.6. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER 43
y = c(x)ex (2.88)
ln y = ln ex + ln c(x)1y
dy
dx= 1 +
1c(x)
dc(x)dx
dy
dx= y +
y
c(x)dc(x)dx
dy
dx− y =
y
c(x)dc(x)dx
2ex =c(x)ex
c(x)dc(x)dx
dc(x)dx
= 2 −→ c(x) = 2x + c (2.89)
dari (2.88) dan (2.89)
y = c(x) · ex = [2x + c]ex atau y = 2xex + cex
Contoh 2.6.2Tentukan solusi dari persamaan differensial
dy
dx− 2xy = 6yey2
Penyelesaian 2.6.2Cara Bernoulli
dy
dx− 2xy = 6yey2
(2.90)
Misal x = u · v −→ dx
dy= u
dv
dy+ v
du
dy(2.91)
Dari (2.90) dan (2.91)
udv
dy+ v
du
dy− 2yuv = 6yey2
44 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
u
[dv
dy− 2yv
]+ v
du
dy= 6yey2
(2.92)
Dari (2.92) ambil dua persamaan
• Persamaan pertamadv
dy− 2yv = 0∫
dv
v=
∫2ydy
ln v = y2
v = ey2
• Persamaan keduavdu
dy= 6yey2
∫du =
∫6yey2
vdy
u =∫
6yey2
ey2 dy
u =∫
6ydy −→ u = 3y2 + c
x = u · v = [3y2 + c]ey2
x = 3y2ey2+ cey2
Jawab umum persamaan (2.90)
Cara Lagrange:dy
dx− 2xy = 6yey2
dy
dx− 2xy = 0 −→
∫dx
x=
∫2ydy
2.7. PERSAMAAN BERNOULLI 45
lnx = y2 + c(y)
x = c(y)ey2(2.93)
lnx = ln ey2+ ln c(y) differensialka ke-y
1x
dx
dy= = 2y +
1c(y)
dc(y)dy
dx
dy− 2xy =
x
c(y)dc(y)dy
dx
dy− 2xy =
c(y)ey2
c(y)dc(y)dy
6yey2= ey2 dc(y)
dy
dc(y)dy
= 6y −→ c(y) = 3y2 + c (2.94)
dari (2.93) dan (2.94)
x = 3y2ey2+ cey2
Jawab umum persamaan (2.90)
2.7 Persamaan Bernoulli
Bentuk umum:dy
dx+ P (x) · y = Q(x)yn (2.95)
dimana P dan Q adalah fungsi dari x dan n 6= 0, n 6= 1.Cara pemecahan
a) Bagi persamaan (2.95) dengan yn sehingga menjadi
y−n dy
dx+ P (x)y(1−n) = Q(x) (2.96)
46 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
misalkan y1−n = z −→ dy
dx= (1− n)y−n dy
dx(2.97)
y−n dy
dx=
1(1− n)
dz
dx(2.98)
Persamaan (2.97) dan (2.98) disubstitusikan ke (2.96)
1(1− n)
dz
dx+ P (x)z = Q(x)
dz
dx+ (1− n)P (x)z = (1− n)Q(x) (2.99)
Persamaan (2.99) merupakan persamaan differensial linier. Selanjut-nya dapat diselesaikan dengan cara bernoulli dan lagrange.
b) Dengan memisalkan y = u · v akan didapatkan
dy
dx= u
dv
dx+ v
du
dxu, v = fungsi dari x (2.100)
Dari (2.95) dan (2.100)
udv
dx+ v
du
dx+ P (x)uv = Q(x)unvn
u
[dv
dx+ P (x)v
]+ v
du
dx= Q(x)unvn (2.101)
ambil dua persamaan dari persamaan (2.101)
u
[dv
dx+ P (x)v
]= 0 (2.102)
vdu
dx= Q(x)unvn (2.103)
(2.102) dan (2.103) diselesaikan dengan cara sebagai berikut:
u
[dv
dx+ P (x)v
]= 0
2.7. PERSAMAAN BERNOULLI 47
∫dv
v= −
∫P (x)dx −→ ln v = −
∫P (x)dx
v = e∫−P (x)dx
vdu
dx= Q(x)unvn −→
∫du
un=
∫Q(x)vn−1dx
1(1− n)
u(1−n) =∫
e(1−n)∫
P (x)dxQ(x)dx + c
u(1−n) = (1− n)∫
e(1−n)∫
P (x)dxQ(x)dx + c
y = u · v −→ y(1−n) = u(1−n) · v(1−n)
y(1−n) = e(n−1)∫
P (x)dx
[(1− n)
∫e(1−n)
∫P (x)dxQ(x)dx + c
]Contoh 2.7.1Tentukan solusi dari persamaan differensial
dy
dx+ (1 + x2)y = (3 + 3x2)y4
Penyelesaian 2.7.1
dy
dx+ (1 + x2)y = (3 + 3x2)y4 (2.104)
Bagi (2.104) dengan y4
y−4 dy
dx+ (1 + x2)y−3 = (3 + 3x2) (2.105)
misalkan z = y−3 −→ dz
dx= −3y−4 dy
dx
y−4 dy
dx= −1
3dz
dx
48 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
substitusikan pemisalan ke (2.105)
−13
dz
dx+ z(1 + x2) = (3 + 3x2)
dz
dx− 3z(1 + x2) = −9− 9x2 (2.106)
misalkan z = u · v makadz
dx= u · dv
dx+ v · du
dx
substitusikan pemisalan ke (2.106)
u · dv
dx+ v · du
dx− 3uv(1 + x2) = −9− 9x2 (2.107)
u · dv
dx− 3uv(1 + x2) = 0 (2.108)
dv
dx− 3v(1 + x2) = 0 −→
∫dv
v=
∫3(1 + x2)dx
ln v = 3x + x3 −→ v = e(3x+x3)
v · du
dx= −9− 9x2 (2.109)∫
du =∫
(−9− 9x2)v
dx −→ u = −∫−3d(3x + x3)
e(3x+x3)
u =∫
3e(−3−x3)d(−3x− x3)
u = 3e(−3x−x3) + c
z = u · v =[3e(−3x−x3) + c
]e(3x+x3)
y−3 =[3e(−3x−x3) + c
]e(3x+x3)
y−3 = 3 + ce(3x+x3) atau
3y3 + ce(3x+x63) = 1 solusi umum (2.104)
2.7. PERSAMAAN BERNOULLI 49
Contoh 2.7.2Tentukan solusi dari persamaan differensial
x2y2 dy
dx+ xy
dy
dx= 1
Penyelesaian 2.7.2
x2y2 dy
dx+ xy
dy
dx= 1 (2.110)
[x2y3 + xy
] dy
dx= 1 −→ dx
dy=
[x2y3 + xy
]dx
dy− xy = x2y3 (2.111)
Bagi persamaan (2.111) dengan x2
x−2 dx
dy− x−1y = y3
misalkan z = x−1
dz
dy= −x−2 dx
dyatau x−2 dx
dy= −dz
dy
substitusikan pemisalan ke (2.111)
− dz
dy− zy = y3 (2.112)
misal z = u · v −→ dzdy = udv
dy + v dudy persamaan (2.112) menjadi
−udv
dy− v
du
dy− uvy = y3
− u
[dv
dy− vy
]− v
du
dy= y3 (2.113)
50 BAB 2. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER SATU
∫dv
v= −
∫ydy
ln v = −y2
2−→ v = e
−[
y2
2
]
−vdu
dy= y3 −→
∫du = −
∫y3
vdy
u = −∫
y3e
[y2
2
]dy −→ u = −
∫y2d
[e
[y2
2
]]
u = −y2e
[y2
2
]+
∫2ye
[y2
2
]dy
u = −y2e
[y2
2
]+ 2e
[y2
2
]+ c
x−1 = z = u · v
x−1 =
[−y2e
[y2
2
]+ 2e
[y2
2
]+ c
]· e−
[y2
2
]
x−1 = −y2 + 2 + ce−
[y2
2
]
2x− xy2 + cxe−
[y2
2
]= 1
BAB 3
Aplikasi Persamaan Differensial Biasa Orde Satu
3.1 Pertumbuhan dan Peluruhan
3.1.1 Pertumbuhan
Pada tahun 1798 T.R Malthus mengamati bahwa penduduk Eropa akanmenjadi dua kali lipat pada selang waktu yang teratur, dan dia berkeimpulanbahwa laju pertambahan populasi berbanding lurus dengan penduduk yangada. Misalkan N(t) menunjukkan jumlah yang ada pada setiap saat t. Jikak adalah konstanta perbandingan, maka fungsi fungsi N = N(t) memenuhipersamaan differensial orde 1
dN(t)dt
= kN(t) hukum Malthus [6]
Sedangkan bila k berubah-ubah tergantung dari N , maka dapat digantidengan suatu fungsi misalnya h(N), dipilih h(N) = r − aN maka model
51
52 BAB 3. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA ORDE SATU
pertumbuhan diatas berubah menjadi
dN
dt= r − aN)N
dN
dt= r(1−N/K)N dimana K =
r
kN(t0) = N0
PDB ini dikenal dengan persamaan Verhulst atau persamaan Logistik.
Contoh 3.1.1Pertumbuhan populasi memenuhi model sebagai berikut
dx
dt=
1100
x− 1108
x2
Bila tahun 1980 jumlah populasinya 100.000 maka
1. berapa besar populasi pada tahun 2000
2. tahu berapa jumlah populasi akan menjadi 2x tahun 1980
3. berapa jumlah populasi terbesar untuk t > 1980
Penyelesaian 3.1.1Bila tahun 1980 jumlah populasi 100.000 maka dapat dikatakan x(1980)= 100.000 sehingga model PDB sekarang adalah
dx
dt=
1100
x− 1108
x2
x(t0) = x0
Rubah kedalam PD dnegan variabel terpisah
110−2x− 10−8x2
dx = dt
3.1. PERTUMBUHAN DAN PELURUHAN 53
Integralkan kedua ruasnya∫1
10−2x(1− 10−6x)dx =
∫dt
100∫
1x
+10−6
1− 10−6xdx =
∫dt
100(lnx− ln(1− 10−6x)) + c0 = t + c1
lnx
1− 10−6x=
t
100+ c2
x
1− 10−6x= e
t100
+c2
x
1− 10−6x= ce
t100
x =ce
t100
1 + 10−6cet
100
Terapkan nilai awal x(1980) = 100.000 didapat c = 106
9e19,8 sehingga
x(t) =106
1 + 9e19,8− t100
(3.1)
Dengan demikian beberapa pertanyaan itu dapat diselesaikan sebagaiberikut
1. jumlah populasi tahun 2000 artinya t = 2000. Substitusikan ni-lai t ini kedalam persamaan (3.1) didapat x = 119, 495. Dengandemikian jumlah populasi tahun 2000 adalah 119,495 orang.
2. jumlah populasi 2x tahun 1980, berarti x = 200.000. Substitusikannilai x ini kedalam persamaan (3.1) didapat t = 2061. Dengandemikian jumlah populasi akan dua kali lipat tahun 1980 dicapaipada tahun 2061.
54 BAB 3. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA ORDE SATU
3. Besar populasi untuk waktu yang tidak terbatas (t →∞) berarti
x = limt→∞
106
1 + 9e19,8− t100
x = limt→∞
106
1 + 9e19,8e−t
100
x = 106 = 1.000.000
Dengan demikian jumlah maksimum populasi untuk waktu yangtidak terbatas adalah 1 juta orang.
3.1.2 Peluruhan
Misalkan N(t) menunjukkan jumlah yang ada pada setiap saat t dan dNdt
adalah perubahan (berkurang) terhadap waktu. Jika k adalah konstantaperbandingan, maka fungsi fungsi N = N(t) memenuhi persamaan differ-ensial orde 1
dN(t)dt
= −kN(t) Peluruhan
Contoh 3.1.2Radioaktif isotop Thorium-234 meluruh pada tingkat yang sebandingdnegan jumlah isotop. jika 100 mg dari material meluruh menjadi 82,04mg dalam satu minggu, maka
1. tentukan ekspresi jumlah pada saat tertentu
2. tentukan interval waktu sehingga isotop itu meluruh menjadi seten-gah dari junlah semula.
Penyelesaian 3.1.2Gunakan rumus perluruhan. Misal N jumlah isotop Thorium-234 maka
3.2. HUKUM PENDINGINAN NEWTON 55
dalam waktu t model peristiwa peluruhan itu adalah
dN
dt= −kN
N(0) = 100
Kemudian selesaikan PDB ini akan diperoleh
N(t) = 100e−kt
Kemudian terapkan syarat kedua, yaitu dalam satu minggu (7 hari)isotop menjadi 82,04 mg artinya N(t) = 82, 04 mg, akan didapat nilaik. Sehingga jumlah terhadap waktu (hari) adalah
N(t) = 100e−0,02828t
Dengan mengetahui ekspresi diatas, akan menjadi mudah untuk menger-jakan pertanyaan-pertanyaan diatas. (Teruskan sebagai latihan).
3.2 Hukum Pendinginan Newton
Eksperimen menunjukkan bahwa di bawah kondisi tertentu, temperatur su-atu benda berubah dengan rata-rata yang sebanding dengan perbedaanrata-rata antara medium sekelilingnya dengan benda itu sendiri, sebagaimanayang dinyatakan oleh Hukum Pendinginan Newton. Hukum PendinginanNewton, diformulasikan secara matematis sebagai berikut :
dT
dt= −k(T − Tα)
dimana :
Tα = temperatur mediumT = temperatur benda pada saat t
dT
dt= perubahan temperature rata-rata
−k = konstanta laju penurunan temperature
56 BAB 3. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA ORDE SATU
Contoh 3.2.1Sebuah bola tembaga dipanaskan pada suhu 100oC, pada saat t = 0benda tersebut ditempatkan dalam air yang dipertahankan pada 30oC.Di akhir menit ke-3 temperatur bola berkurang menjadi 70oC. Tentukanwaktu yang dibutuhkan agar temperatur bola berkurang menjadi 31oC.
Penyelesaian 3.2.1Diketahui :Tα = 30oCt = 0oC, T = 100oCt = 3oC, T = 70oCDitanya : t =? (T = 31oC)Jawab:
dT
dt= −k(T − Tα)
dT
dt= −k(T − 30)∫
dT
(T − 30)=
∫−kdt
ln(T − 30) + c1 = −kt + c2
ln(T − 30) = ln e−kt + c3
(T − 30) = ce−kt
T = 30 + ce−kt (3.2)
t = 0oC dan T = 100oC disubstitusikan ke (3.2) maka diperoleh:
100 = 30 + ce−k(0)
70 = ce0
c = 70
3.3. HUKUM PEMANASAN NEWTON 57
Persamaan (3.2) menjadi :
T = 30 + 70e−kt (3.3)
t = 3 dan T = 70oC disubstitusikan ke (3.3) sehingga didapat :
70 = 30 + 70e−3k
40 = 70e−3k
k = 0, 187
Jadi persamaan (3.3) menjadi :
T = 30 + 70e−0,187t (3.4)
Sehingga untuk T = 31oC dengan mensubstitusikan ke persamaan (3.4)di-dapat :
31 = 30 + 70e−0,187t
1 = 70e−0,187t
t = 22, 775
Jadi waktu yang dibutuhkan agar suhu bola menjadi 31oC adalah 22,775menit.
3.3 Hukum Pemanasan Newton
Hukum Pemanasan Newton, diformulasikan secara matematis sebagai berikut:
dT
dt= −k(Tα − T )
dimana :
Tα = temperatur mediumT = temperatur benda pada saat t
dT
dt= perubahan temperature rata-rata
−k = konstanta laju kenaikan temperature
58 BAB 3. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA ORDE SATU
3.4 Masalah Pencampuran
Persamaan differensial orde satu linier muncul sebagai model matematikadalam peristiwa pencampuran suatu bahan dengan bahan yang lain. Mis-alkan Q(t) adalah jumlah suatu bahan pada saat t, maka laju perubaahn
Q(t) terhadap t ditunjukkan dnegan dQ(t)dt . Bila dalam proses terdapat
campuran yang masuk dan keluar, jelaslah
dQ(t)dt
= laju masuk − laju keluar
Contoh 3.4.1Larutan 1,2 pon garam dimasukkan dalam sebuah tangki dengan laju 2galon per menit.Dalam tangki tersebut terdapat 120 galon larutan (75pon garam). Tentukan jumlah garam dalam tangki setelah t menit jikalaju larutan yang keluar dari dalam tangki adalah 2 galon per menit !(dengan asumsi larutan dicampur secara homogen)
Penyelesaian 3.4.1Diketahui :larutan yang dimasukkan = 1,2 pon garam/galon.laju masuk = 2 galon/menitlarutan dalam tangki = 120 galon (75 pon garam)laju keluar = 2 galon/menitDitanya :Jumlah garam dalam tangki setelah t menit (misal: Q(t) )Jawab :Konsentrasi larutan yang dimasukkan = 1,2 pon garam/gallon G 2 ga-lon/menit= 2,4 pon garam/menitSelisih garam setiap saat = masuk - keluardQdt = 2, 4− 2
120Q
BAB 4
Persamaan Differensial Linier Order Dua
Persamaan differensial order dua dikatakan linier jika persamaan tersebutdapat dinyatakan dengan:
y′′ + p(x)y′ + q(x)y = r(x) (4.1)
dimana p, q dan r adalah fungsi dari x, p dan q disebut koefisien daripersamaan. jika r(x) = 0 maka persamaan (4.1) menjadi:
y′′ + p(x)y′ + q(x)y = 0 (4.2)
Persamaan (4.1) disebut dengan Persamaan Differensial Linier Nonhomogen,persamaan (4.2) disebut dengan Persamaan Diffrensial Linier Homogen.
Contoh 4.0.2
y′′ + 4y = e−x sinx −→ persamaan differensial linier nonhomogen
59
60 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
Contoh 4.0.3
(1− x2)y′′ − 2xy′ + 6y = 0
(persamaan differensial linier homogen)
Persamaan differensial linier order dua memegang peranan penting dibanyakpermasalahan pada bidang engineering.
Contoh 4.0.4Penyelesaian persamaan differesnial linier homogen. Fungsi y = cos xdan y = sinx merupakan penyelesaian dari persamaan differensial linierhomogen
y′′ + y = 0 untuk semua x
Karena untuk y = cos x dapat diperoleh
[cos x]′′ + cos x = − cos x + cos x = 0
Analog untuk y = sinx
[sinx]′′ + sinx = − sinx + sin x = 0
Jika penyelesaian tersebut digandakan dengan suatu konstanta, misalkany = 3 cos x atau y = 5 sinx juga merupakan penyelesaian dari persamaandiatas, karena
[3 cos x]′′ + 3 cos x = 3[(cos x)′′ + cos x]= 3[− cos x + cos x]= 0
[5 sinx]′′ + 5 sinx = 5[(sinx)′′ + sinx]= 5[− sinx + sinx]= 0
61
Selain itu jumlah dari perkalian cos x dan sinx terhadap konstanta yangberbeda juga merupakan penyelesaian dari persamaan y′′+y = 0. Misalkansaja y = 5 cos x− 4 sinx maka:
y′′ + y = [5 cos x− 4 sinx]′′ + [5 cos x− 4 sinx]= 5[(cos x)′′ + cos x]− 4[(sinx)′′ + sinx]= 0
Contoh 4.0.5Persamaan differensial linier nonhomogen dengan cara mensubstitusikandapat dilihat bahwa
y = 1 + cos x dan y = 1 + sinx
merupakan penyelesaian persamaan differensial linier nonhomgen
y′′ + y = 1
untuk y = 1 + cos x
y′′ + y = [1 + cos x]′′ + 1 + cos x
= [cos x]′′ + 1 + cos x
= − cos x + cos x + 1 = 1
dan untuk y = 1 + sinx
y′′ + y = [1 + sin x]′′ + 1 + sin x
= [sinx]′′ + 1 + sinx
= − sinx + sinx + 1= 1
62 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
Tetapi fungsi-fungsi berikut bukan merupakan penyelesaian dari persamaandifferensial diatas.
y = 2(1 + cos x) dan y = (1 + cos x) + (1 + sinx)
Contoh 4.0.6Persamaan differensial nonlinier dengan cara mensubstitusikan dapatdilihat bahwa y = x2 dan y = 1 merupakan penyelesaian dari persamaandifferensial nonlinier
y′′y − xy′ = 0
Untuk y = x2 didapat
y′′y − xy′ = (x2)′′ · x2 − x(x2)′
= 2x2 − 2x2
= 0
Untuk y = 1 didapat
y′′y − xy′ = 0 · 1− x · 0= 0
Tetapi fungsi-fungsi berikut bukan merupakan penyeleaian dari persamaandifferensial non linier diatas:
y = −x2 dan y = x2 + 1
4.1 Persamaan Differensial Linier Order DuaHomogen dengan Koefisien Konstanta
Bentuk umum persamaan differensial linier order dua homogen dengan koe-fisien konstanta adalah:
y′′ + py + qy = 0 (4.3)
4.1. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA HOMOGEN DENGANKOEFISIEN KONSTANTA 63
dimana p dan q adalah bilangan riel konstan, sehingga persamaan (4.3)disebut persamaan differensial linier homogen dengan koefisien konstan.
Persamaan differensial linier order satu y′ + ay = 0 mempunyai penye-lesaian y = ce−ax. Analog dengan hal ini, penyelesaian umum untuk per-samaan (4.3) diperoleh dengan memisalkan penyelesainm partikulirnya:
y = ekx dimana k adalah konstanta (4.4)y′ = kekx (4.5)y′′ = k2kkx (4.6)
Substitusikan persamaan (4.4), (4.5) dan (4.6) ke persamaan (4.3)
k2ekx + pkekx + qekx = 0 atau
[k2 + pk + q]ekx = 0
Jadi y = ekx adalah penyelesaian persamaan (4.3), jika k merupakan penye-lesaian dari persamaan kuadrat:
k2 + pk + q = 0 (4.7)
Persamaan (4.7) disebut persamaan karakteristik dari persamaan (4.3).Misalkan akar-akar dari persamaan (4.3) adalah k1 dan k2 maka:
k1 = −p
2+
√p2
4− q
k2 = −p
2−
√p2
4− q
Sehingga penyelesaiannya adalah:
y1 = ek1x dan y2 = ek2x
Ada tiga kemungkinan untuk penyelesaian persamaan karakteristik:
64 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
Kasus I Bila akar-akarnya Riel dan Berbeda (k1 6= k2)maka penyelesaianumum homogennya:
y = c1ek1x + c2e
k2x
Kasus II Bila akar-akarnya sama atau rangkap (k1 = k2 = k)maka jawabhomogennya
y = c1ekx + c2e
kx atau
y = (c1 + c2x)ekx
Kasus III Bila akar-akarnya bilangan kompleks (k1 = a+ bi, k2 = a− bi)maka jawab homogennya
y = c1e(a+bi)x + c2e
(a−bi)x
= eax(c1ebix + c2e
−bix)= eax[c1(cos bx + i sin bx) + c2(cos bx− i sin bx)]= eax((c1 + c2) cos bx + (c1i− c2i) sin bx) atau
y = eax(A cos bx + B sin bx)
dimana A = (c1 + c2) dan B = (c1i− c2i)
Rumus-rumus berikut akan banyak penggunaannya dalam penyelesaian per-samaan differensial.
eibx = cos bx + i sin bx e−ibx = cos bx− i sin bxebx = cosh bx + i sinh bx e−bx = cosh bx− i sinh bx
sin bx = eibx−e−ibx
2i cos bx = eibx+e−ibx
2sinh bx = 1
2(ebx − e−bx) cosh bx = 12(ebx + e−bx)
Contoh 4.1.1Tentukan solusi umum homogen dari y′′ − 9y = 0
4.1. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA HOMOGEN DENGANKOEFISIEN KONSTANTA 65
Penyelesaian 4.1.1
d2y
dx2− 9y = 0 (4.8)
y = ekx −→ dy
dx= kekx −→ d2y
dx2= k2ekx
Persamaan (4.8) menjadi k2ekx − 9ekx = 0 dan persamaan karakteris-tiknya adalah k2 − 9 = 0. jika diselesaikan akan didapatkan akar-akarreal berbeda yaitu k1 = 3 dan k2 = −3 Jadi solusi umum homogennyaadalah
y = c1e−3x + c2e
3x
Contoh 4.1.2Tentukan solusi umum homogen dari persamaan y′′′− 3y′′ + 3y′− y = 0
Penyelesaian 4.1.2
d3y
dx3− 3
d2y
dx2+ 3
dy
dx− y = 0 (4.9)
Persamaan karakteristik dari (4.9):
k3 − 3k2 + 3k − 1 = 0(k − 1)3 = 0
k1 = k2 = k3 = 0 akar-akar riel kembar
Solusi umum homgennya adalah:
y = c1ex + c2exex + c3x
2ex
y = (c1 + c2x + c3x2)ex
Contoh 4.1.3Tentukan solusi umum homgen dari persamaan y′′ − 4y′ + 5y = 0
66 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
Penyelesaian 4.1.3
d2y
dx2− 4
dy
dx+ 5y = 0 (4.10)
Persamaan karakteristik dari (4.10)
k2 − 4k + 5 = 0
k1,2 =4±
√−4
3= 2± i
k1 = 2 + i dan k2 = 2− i
Solusi umum homogennya:
y = c1e(2+i)x + c2e
(2−i)x
y = e2x(c1eix + c2e
−ix)y = e2x[c1(cos x + i sin x) + c2(cos x− i sinx)]y = e2x[(c1 + c2) cos x + (c1 − c2)i sinx]y = e2x[A cos x + B sinx] jawab umum homogen
dimana A = c1 + c2 dan B = (c1 − c2)i.
4.2 Masalah Nilai Awal
Didalam aplikasi persamaan differensial, solusi partikulir lebih diperlukandari pada solusi umum. Pada persamaan differensial order satu solusiumumnya memuat sebuah konstanta sebarang, sehingga untuk mendap-atkan solusi partikulirnya hanya membutuhkan satu syarat yang disebut se-bagai syarat awal (initial condition). Sekarang dibutuhkan dua syarat untukmendapatkan solusi partikulir dari persamaan differensial order dua, karenadidalam solusi umumnya terdapat dua konstanta esensial. Syarat awal ituadalah:
y(x0) = k0 dan y′(x0) = k1 (4.11)
4.2. MASALAH NILAI AWAL 67
dimana x = x0 menyatakan tiitk dan k0 dan k1 menyatakan bilangan. Jadiuntuk mencari solusi partikulir dari persamaan:
y′′ + py′ + qy = 0
yang mempunyai nilai pada titik x0 = k0 dan turunan pertamanya pada titikx0 = k1. Syarat yang dinyatakan dalam persamaan (4.11) disebut syaratawal (Initial Condition).
Persamaan differensial linier order dua dengan kondisi awal yang dike-tahui disebut masalah nilai awal (Initial Value Problem). Didalam ap-likasinya yang paling sering menjadi variabel bebas x adalah waktu yangmenerangkan keadaan awal dari suatu sistem fisika atau yang lainnya. Se-hingga solusi yang diperoleh dapat menggambarkan atau memberi informasitentang apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
Contoh 4.2.1Selesaikan masalah nilai awal berikut:
y′′ + y′ − 2y = 0
dengan syarat awal y(0) = 4 dan y′(0) = 1
Penyelesaian 4.2.1
y′′ + y′ − 2y = 0 (4.12)
y = ekx (4.13)y′ = kekx (4.14)y′′ = k2ekx (4.15)
dari (4.12), (4.13), (4.14) dan (4.15) didapat persamaan karakteristik
k2 + k − 2 = 0 −→ k1 = 1 dan k2 = −2
68 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
Solusi umum:
y(x) = c1ex + c2e
−2x (4.16)y′(x) = c1e
x − 2c2e−2x (4.17)
Masukkan syarat awal y(0) = 4 dan y′(0) = 1 kedalam persamaan (4.16)dan (4.17), sehingga diperoleh:
c1 + c2 = 4c1 − 2c2 = 1
}−→ c1 = 3 dan c2 = 1
Dengan memasukka nilai c1 dan c2 kepersamaan (4.16), diperoleh penye-lesaian partikulir yang memenuhi syarat awal.
y(x) = 3ex + e−2x
4.3 Masalah Nilai Batas
Didalam aplikasi kadang-kadang juga dibutuhkan syarat seperti:
y(p1) = k1 dan y(p2) = k2 (4.18)
yang menyatakan sebagai syarat batas, karena persamaan tersebut meny-atakan titik ujung p1, p2 (titik batas p1, p2) dari suatu interval I terhadappersamaan differensial yang diberikan. Persamaan differensial dengan syaratbatas yang diketahui disebut sebagai masalah nilai batas (Bondary ValueProblem).
Contoh 4.3.1Selesaikan masalah nilai batas berikut: y′′ − 16y = 0, dengan syaratbatas y(0) = 3 dan y(1
4) = 3e.
Penyelesaian 4.3.1
y′′ − 16y = 0 (4.19)
4.4. PERSAMAAN EULER-CAUCHY 69
Persamaan karakteristik
k2 − 16 = 0 −→ k1 = 4 dan k2 = −4
Solusi umum:y(x) = c1e
4x + c2e−4x (4.20)
Batas kiri y(0) = 3 −→ c1 + c2 = 3Batas kanan y(1
4) = 3e → c1e + c2e → c1e
2 + c2 = 3e2.Dengan menyelesaikan persamaan diatas diperoleh nilai c1 = 3 dan c2 =0. Nilai c1 dan c2 ini selanjutnya disubstitusikan ke persamaan (4.20)sehingga diperoleh solusi yang memenuhi syarat batas:
y(x) = 3e4x
4.4 Persamaan Euler-Cauchy
Bentuk umum:x2y′′ + axy′ + by = 0 (4.21)
dimana a dan b konstanta, disebut sebagai persamaan Euler-Cauchy. Per-samaan differensial tersebut dapat diselesaikan dengan manipulasi aljabar.Yakni dengan mensubstitusikan:
y = xm
y′ = mxm−1
y′′ = (m2 −m)xm−2
−→ (4.22)
kedalam persamaan (4.21).
x2(m2 −m)xm−2 + axmxm−1 + bxm = 0(m2 −m)xm + amxm + bxm = 0
m2 + (a− 1)m + b = 0 (4.23)
Persamaan (4.23) merupakan persamaan karakteristik dari persamaan Euler-Cauchy. Untuk penyelesaian dari persamaan Euler-Cauchy ada tiga kemu-ngkinan yang perlu diperhatikan:
70 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
A. Jika m1 dan m2 akar-akar dari persamaan (4.23)riel dan berbeda maka:
y1 = xm1 dan y2 = xm2
Solusi umum dari persamaan (4.21) adalah
y = c1xm1 + c2x
m2
dimana c1, c2 konstanta sembarang.
Contoh 4.4.1Selesaikan persamaan differensial berikut:
2x2y′′ − 3xy′ − 3y = 0
Penyelesaian 4.4.1
2x2y′′ − 3xy′ − 3y = 0 = 0 (4.24)x2y′′ − 1, 5xy′ − 1, 5y = 0 = 0 (4.25)
y = xm
y′ = mxm−1
y′′ = (m2 −m)xm−2
−→ (4.26)
Dari (4.25)dan (4.26) diperoleh persamaan karakteristik:
m2 − 2, 5m− 1, 5 = 0(m + 0, 5)(m− 3) = 0
m1 = −0, 5 dan m2 = 3
Solusi umum:y =
c1√x
+ c2x3
4.4. PERSAMAAN EULER-CAUCHY 71
B. Jika m1 dan m2 akar-akar dari persamaan (4.23)kompleks dansekawan, misalkan m1 = α + iβ dan m2 = α − iβ. Penyelesaianpersamaan (4.21)kita batasi untuk semua x positif, sehingga dapatdituliskan sebagai:
y1 = xα cos(β lnx) dan y2 = xα sin(β lnx)
Solusi umumnya adalah:
y = xα[A cos(β lnx) + B sin(β lnx)]
y1 dan y2 diturunkan dari formula berikut:
xk = (eln x)k = ek ln x
xiβ = eiβ ln x = cos(β lnx) + i sin(β lnx)x−iβ = e−iβ ln x = cos(β lnx)− i sin(β lnx)
Contoh 4.4.2Selesaikan persamaan differensial berikut:
x2y′′ + 7xy′ + 13y = 0
Penyelesaian 4.4.2
x2y′′ + 7xy′ + 13y = 0 (4.27)
y = xm
y′ = mxm−1
y′′ = (m2 −m)xm−2
−→ (4.28)
Dari (4.27) dan (4.28) diperoleh persamaan karakteristik
m2 + 6m + 13 = 0
m1,2 = −3±√
9− 13 = −3± 2i
72 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
m1 = −3 + 2i dan m2 = −3− 2i
y = c1x(−3+2i) + c2x
(−3−2i)
y = c1x−3x2i + c2x
−3x−2i
y = x−3[(c1 + c2) cos(2 lnx) + (c1 − c2)i sin(2 lnx)]
Solusi Umum:
y = x−3[A cos(2 ln x) + B sin(2 lnx)]
C. Jika m1 dan m2 akar-akar dari persamaan (4.23)rangkap (m1 =m2 = m), maka:
y1 = xm dan y2 = xm lnx
Solusi umumnya:y = [c1 + c2 lnx]xm
c1 dan c2 konstanta sembarang.
Contoh 4.4.3Selesaikan persamaan differensial berikut:
x2y′′ − 3xy′ + 4y = 0
Penyelesaian 4.4.3
x2y′′ − 3xy′ + 4y = 0 = 0 (4.29)
y = xm
y′ = mxm−1
y′′ = (m2 −m)xm−2
−→ (4.30)
dari (4.29) dan (4.30)→ m2 − 4m + 4 = 0(m− 2)2 = 0 → m1 = m2 = 2Jadi y1 = x2 dan y2 = x2 lnx Solusi umum:
y = [c1 + c2 lnx]x2
4.5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA NONHOMEGENDENGAN KOEFISIEN KONSTANTA 73
4.5 Persamaan Differensial Linier Order DuaNonhomegen dengan Koefisien Konstanta
Bentuk umum persamaan differensial linier order dua nonhomogen dengankoefisien konstanta:
y′′ + py′ + qy = r(x) (4.31)
Penyelesaian dari persamaan (4.31) adalah:
y = yh + yp
yh = penyelesaian homogenyp = penyelesaian partikulir
Penyelesaian homogen persamaan (4.31) diperoleh dengan mengambil per-samaan:
y′′ + py′ + qy = 0
Untuk menentukan penyelesaian partikulir dari persamaan (4.31) ada be-berapa kasus yang perlu diperhatikan:
A. Bila r(x) adalah fungsi polinomial berderajat n maka yp = s(x) dimanas(x) adalah polinomial dengan ketentuan akar-akar dari k2+kp+q =0 tidak ada yang sama di r(x).
Contoh 4.5.1Tentukan solusi umum homogen dari y′′ − 2y′ + y = x2
Penyelesaian 4.5.1
d2y
dx2− 2
dy
dx+ y = x2 (4.32)
Persamaan karakteristik dari (4.32) adalah
k2 − 2k + 1 = 0
74 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
(k − 1)2 = 0 −→ k1 = 1 dan k2 = 1
Solusi homogen:yh = c1e
x + c2xex atau
yh = (c1 + c2x)ex
Solusi partikulir:
r(x) = x2
s(x) = ax2 + bx + c
yp = ax2 + bx + c
y′p = 2ax + b −→ y′′p = 2a
Dengan emasukkan nilai-nilai diatas kedalam persamaan (i):
2a− 2(2ax + b) + ax2 + bx + c = x2
ax2 + (b− 4a)x + 2a− 2b + c = x2
a = 1
b− 4a = 0 −→ b = 4
2a− 2b + c = 0 −→ c = 6
yp = ax2 + bx + c = x2 + 4x + 6
yp = x2 + 4x + 6
Jadi:
y = yh + yp
y = (c1 + c2x)ex + x2 + 4x + 6 Solusi Umum
B. Bila r(x) adalah eαx maka yp = eαxs(x) dengan ketentuan bila akar-akar dari persamaan karakteristik k2 + pk + q adalah α maka:
4.5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA NONHOMEGENDENGAN KOEFISIEN KONSTANTA 75
• yp = xeαxs(x) bila α = k1 atau α = k2 (akar-akar berbeda)
• yp = x2eαxs(x) bila α = k1 = k2 (akar-akar rangkap)
C. Bila r(x) = M cos βx + N sinβx dimana M dan N konstanta maka:
• yp = x[M cos βx+N sinβx bila iβ akar-akar dari k2 +pk+q =0.
• yp = A cos βx+B sinβx bila iβ bukan akar-akar dari k2 +pk+q = 0.
D. Bila r(x) = eαx[f(x) cos βx + h(x) sinβx]dimana f(x) dan h(x) poli-nomial derajat n maka:
• yp = eαx[A(x) cos βx + B(x) sinβx] bila (α + iβ) bukan akar-akar dari k2 + pk + q = 0, dimana A(x) dan B(x) berderajatsama.
• yp = xeαx[u(x) cos βx+v(x) sinβx] bila (α+iβ) akar-akar darik2 + pk + q = 0.
Contoh 4.5.2Tentukan solusi umum dari persamaan differensial y′′ + y = 3e4x
Penyelesaian 4.5.2
y′′ + y = 3e4x (4.33)
Persamaan karaktersitik: k2 + 1 = 0 −→ k1 = i dan k2 = −iSolusi Homogen:
yh = c1eix + c2e
−ix
yh = c1[cos x + i sinx] + c2[cos x− i sinx]yh = [c1 + c2] cos x + [c1 − c2]i sinx
yh = A cos x + B sinx
76 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
Solusi partikulir:
y′′ + y = 3e4x ; r(x) = 3e4x
karena akar-akar dari persamaan karakteristik tidak sama dengan 4maka:
yp = ke4x
y′p = 4ke4x
y′′p = 16ke4x
−→ (4.34)
Dari persamaan (4.33) dan (4.34) didapat
16ke4x + ke4x = 3e4x
17ke4x = 3e4x −→ k =317
substitusikan nilai k = 317 kedalam persamaan yp = ke4x
jadi solusi partikulirnya adalah:
yp =317
e4x
Jawab umum:
y = yh + yp
y = A cos x + B sin x +317
e4x
Contoh 4.5.3Tentukan solusi umum persamaan differensial y′′ + y = cos 2x
Penyelesaian 4.5.3
y′′ + y = cos 2x (4.35)
yh = A cos x + B sin x
4.5. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA NONHOMEGENDENGAN KOEFISIEN KONSTANTA 77
Solusi partikulir:
y′′ + y = cos 2x ; r(x) = cos 2x
yp = M cos 2x + N sin 2xy′p = −2M sin 2x + 2N cos 2xy′′p = −4M cos 2x− 4N sin 2x
−→ (4.36)
Dari persamaan (4.35) dan (4.36) didapat
−4M cos 2x− 4N sin 2x + M cos 2x + N sin 2x = cos 2x
−3M cos 2x− 3N sin 2x = cos 2x
−3M cos 2x = cos 2x dan − 3N sin 2x = 0
−3M = 1 → M = −13
dan N = 0
yp = M cos 2x + N sin 2x
yp = −13
cos 2x
Solusi umum: y = yh + yp
y = A cos x + B sinx− 13
cos 2x
78 BAB 4. PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDER DUA
BAB 5
Aplikasi Persamaan Differensial Order Dua
5.1 Pegas Bergetar
Pandang sebuah pegas lilit yang panjangnya l, tergantung pada suatu bidang(gambar()). Hukum Hooke menyatakan bahwa panjang s akibat pegas ituditarik atau ditekan oleh gaya vertikal F adalah berbanding lurus dengan|F |; yaitu
|F | = k · s (5.1)
dimana k adalah faktor pembanding. Faktor k ini unik untuk tiap pegasdan tergantung pada bahan, ketebalan dan sifat lain dari pegas itu.
Misalkan suatu benda A dengan berat w diikatkan pada bagian bawahpegas dan dibiarkan sistem ini mencapai keseimbangan. Andaikan ada su-atu sumbu koordinat tegak lurus yang arah positipnya kebawah dan tiitkasalnya terletak pada garis datar melalui titik paling rendah P pada pegasitu (gambar()). Benda A ditarik sejauh x0 kemudian dilepaskan (gambar()). Selanjutnya gerak yang dihasilkan oleh titik yang paling rendah pegasitu akan dibicarakan pada bagian berikut ini.
79
80 BAB 5. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER DUA
5.1.1 Gerak Harmonik Sederhana
Andaikan tidak ada hambatan udara dan gesekan lain saat benda A dilepaskan,maka timbul gaya keatas pada P yang terjadi akibat regangan pegas itu.Gaya ini cenderung mengembalikan P keposisi seimbang. Dari hukumHooke, besarnya gaya adalah −kx. Tetapi dari hukum kedua Newton, gayaini sama dengan m · a, dimana m = w
g (massa benda A), a percepatan dang percepatan gravitasi.
F = m · a =w
g· d2x
dt2(5.2)
F = k · s = −k · x (5.3)
Dari persamaan (5.2) dan (5.18)
− k · x =w
g· d2x
dt2(5.4)
Persamaan (5.4) merupakan persamaan differensial yang menyatakan keadaanbenda A pada saat t setelah dilepaskan.
d2x
dt2+
k · gw
x = 0 (5.5)
Persamaan (5.5) adalah persamaan differensial linier dengan koefisien kon-stan yang mempunyai solusi umum:
x = c1 sin
√k · gw
· t + c2 cos
√k · gw
· t (5.6)
c1 dan c2 adalah konstanta sembarang. Untuk menetapkan nilai c1 dan c2
dalam kasus khusus dapat diperoleh dengan menurunkan persamaan (5.6).
dx
dt= c1 ·
√kg
w· cos
√kg
wt + c2
√kg
w· sin
√kg
wt (5.7)
5.1. PEGAS BERGETAR 81
Pada saat dilepaskan t = 0, x = x0 dan v = dxdt = 0. Dengan memasukkan
syarat awal ini kedalam persamaan (5.6) dan (5.7) diperoleh c1 = 0 danc2 = x0. Penyelesaian untuk persamaan (5.4) dengan syarat awal t = 0,x = x0 dan v = dx
dt = 0 adalah:
x = x0 cos
√kg
wt (5.8)
dimana β =√
kgw . Jika t bertambah maka P berosilasi keatas kebawah
sejauh x0 dari titik asal, dan x0 disebut amplitudo dari gerak periodik itudan periodanya adalah 2π
β . Gerak yang dinyatakan oleh persamaan (5.8)disebut Gerak Hermonik Sederhana (gambar ()).
Contoh 5.1.1Bila sebuah benda 5 pon diikat pada sebuah pegas yang tergantung ver-tikal dititik yang paling rendah P dan pegas itu bertambah panjang 6inchi. Benda 5 pon itu diganti dengan benda 20 pon. Kemudian sistemini dibiarkan mencapai kesetimbangan. Bila benda 20 pon itu ditarikkebawah sejauh 1 kaki dan kemudian dilepaskan, berikan gambaran ten-tang gerak titik paling rendah P pada pegas itu (andaikan tidak adahambatan udara dan gesekan lain).
Penyelesaian 5.1.1Misalkan g = 32kaki
det2. Konstanta k dapat ditentukan dengan mensub-
stitusikan F = 5 dan s = 12 kedalam |F | = ks, didapat k = 10. Dari
persamaan (5.4) dan (5.5) diperoleh:
w
g· d2x
dt2+ 10x = 0
d2x
dt2+
10g
wx = 0; g = 32, w = 20
d2x
dt2+ 16x = 0
82 BAB 5. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER DUA
Solusi umum untuk persamaan diatas adalah
x = c1 sin 4t + c2 cos 4t
Untuk menentukan niali c1 dan c2 dalam kasus khusus, diperoleh dengancara mensubstitusikan syarat batas t = 0, x = 1 dan v = 0 kedalam duapersamaan berikut:
x = c1 sin 4t + c2 cos 4t
v =dx
dt= 4c1 cos 4t− 4c2 sin 4t
sehingga diperoleh nilai c1 = 0 dan c2 = 1. Jadi solusi untuk masalahdiatas adalah:
x = cos 4t
Gerak P merupakan gerak harminik sederhana dengan perioda n2 dan
amplitudo 1 kaki. Jadi P berosilasi keatas dan kebawah dari 1 kakidibawah 0 hingga 1 kaki diatas 0 dan kemudian kembali ke 1 kakidibawah 0 setiap n
2 .
5.1.2 Getaran yang Diredam
Dalam uarian diatas diandaikan tidak ada gesekan. Padahal dalam keny-ataannya gesekan selalu ada yaitu gesekan yang ditimbulkan oleh hambatanudara atau hambatan yang lain yang menyebabkan gerak yang dimaksudbukan lagi gerak harmonik sederhana. Gaya penghambat ini dapat diham-piri dengan mengikutsertakan dalam persamaan differensialnya, suatu sukuyang sebanding dengan kecepatan. Gaya penghambat seperti hambatanudara bekerja berlawanan arah dengan arah gerak partikel yang bergetar.Sehingga persamaan hukum Hooke dapat ditulis menjadi
F = −kx− qv (5.9)
dengan q suatu konstanta positiv dan v kecepatan partikel. Suku −qv dalampersamaan (5.9) menyatakan gaya yang menghambat. Sehingga persamaan
5.1. PEGAS BERGETAR 83
differensial yang menyatakan getaran ini ditulis sebagai
w
g· d2x
dt2= −kx− q
dx
dt(5.10)
Dengan memisalkan β2 = kgw dan α = qg
w maka persamaan (5.10) dapatditulis sebagai
d2x
dt2+ α
dx
dt+ β2x = 0 (5.11)
Persamaan (5.11) merupakan persamaan differensial linier dengan koefisienkonstan yang persamaan karakteristiknya
r2 + αr + β2 = 0 (5.12)
Selanjutnya akan muncul tiga kasus yang tergantung pada apakah α2−4β2
bernilai negatif, no; atau positif.
Kasus 1 (α2 − 4β2 < 0) Akar persaman karakteristik persamaan (5.12)adalah bilangan kompleks dan konjugatnya, diutlis −a+bi dan −a−bidengan a dan b bilangan positif. Solusi umum dari persamaan (5.11)adalah
x = e−αt(c1 sin bt + c2 cos bt)
atau
ce−at sin(bt + d) (5.13)
Faktor e−at pada persamaan 5.13 disebut faktor redam. Karena a >0, limt→0 e−at = 0. Gerak P yang dinyatakan oleh persamaan (5.13)disebut gerak harmonik yang diredam. Amplitudo getaran adalahce−at yang mendekati nol jika t membesar tanpa batas. (Gambar())
Kasus 2 (α2−4β2 = 0) Dalam hal ini akar persamaan karakteristik adalahrangkap −a dan solusi umumnya adalah
x = c1e−at + c2te
−at (5.14)
84 BAB 5. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER DUA
Persamaan (5.14) menyatakan gerak yang diredam kritis. Gerak inibukan gerak osilasi (gambar())
Kasus 3 (α2−4β2 > 0) Dalam hal ini persamaan karakteristik mempunyaiakar-akar bilangan real yang berbeda, misalkan −a1 dan −a2 makasolusi umumnya adalah
x = c1e−a1t + c2e
−a2t (5.15)
Gerak yang dinyatakan oleh persamaan (5.15) adalah gerak yangdiredam berlebihan. Gerak ini bukan gerak osilasi (lihat gambar ()).
5.2 Rangkaian Listrik
Banyak masalah dalam rangkaian listrik merupakan persamaan differensiallinier. Suatu rangkaian listrik adalah suatu lintas tertutup sembarang padasuatu jaringan listrik.
Gambar () menunjukkan suatu rangkaian yang mengandung sebuahsumber gaya elektromotif E (sebuah baterai atau sebuah generator), sebuahtahanan R (resistor), sebuah kumparan L (induktor), sebuah kondensatorC (atau kapasitor) dan sebuah saklar S semua dalam suatu rangkaian seri(berurutan).
Tahanan, kumparan dan kondensator menggunakan energi yang diberikanoleh sumber gaya elektromotif E. Sebuah tahanan menggunakan energidalam menghambat arus listrik yang melaluinya, hal ini serupa dengangesekan yang menghambat arus air didalam sebuah pipa. Sebuah kumparancenderung menstabilkan arus listrik dengan melawan sembarang pertamba-han atau penurunan arus dan dengan demikian menyimpan dan melepaskanenergi. Sebuah kondensator (kapasitor) terdiri atas pelat-pelat yang dipisah-pisahkan dengan baha isolator, ia menyimpan muatan listrik. Notasi yangdigunakan:
q muatan listrik (coulomb) yang disimpan atau ditimbulkan dalam suatuunsur pada suatu rangkaian listrik.
5.2. RANGKAIAN LISTRIK 85
t waktu (detik)
i arus listrik (ampere) yang merupakan laju perubaahn muatan listrik ter-hadap waktu ketika mengalir dari satu unsur ke unsur yang lainpadasebuah rangkaian, sehingga
i =dq
dt
E gaya elektromotif (volt)
C kapasitansi (farad); konstant pada tiap kodensator.
R tahanan atau resistan (ohm); konstan pada tiap tahanan (resistor)
L koefisien imbas atau koefsien induktansi (henry); konstan untuk tiapkumparan (induktor)
Dalam fisika ditunjukkan bahwa:
1. Beda tegangan (voltase) melalui sebuah kondensator adalah:
1C· q
dimana q muatan listrik pada kondensator tersebut pada saat t.
2. Beda tegangan (voltase) melalui sebuah tahanan adalah:
Ri
3. Beda tegangan (voltase) melalui sebuah kumparan adalah:
Ldi
dt
86 BAB 5. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER DUA
Menurut hukum kedua Kirchoff bahwa pada suatu rangkain listrik sebarang,jumlah beda-beda tegangan (voltase) adalah sama dengan gaya elektromotifE(t) pada saat itu.
Untuk rangkaian pada gambar () yang mengandung sebuah tahanan, se-buah kumparan, sebuah kodensator, sebuah sumber gaya elektromotif E(t)dan sebuah saklar, hukum Kirchoff dinyatakan secaar matematis denganpersamaan differensial
Ldi
dt+ Ri +
1C
q = E(t) (5.16)
untuk menentukan arus i pada saat t, kita substitusikan i = dqdt pada per-
samaan (5.16)d2q
dt2+
R
L
dq
dt+
1LC
q =1L
E(t) (5.17)
Persamaan (5.17) mempunyai solusi q sebagai fungsi t. Jika persamaan(5.16) kita turunkan terhadap t maka solusi umumnya adalah i sebagaifungsi t.
d2i
dt2+
R
L
di
dt+
1LC
i =1L
d
dtE(t) (5.18)
Contoh 5.2.1Suatu jaringan listrik terdiri atas induktansi 0,05 henry, tahanan 20ohm, kondensator yang berkapasitansi 100 mikrofarad, dan suatu gayagerak listrik E = 100 volt. Carilah i dan q jika diketahui awal muatanq = 0, arus i = 0 bila t = 0.
Penyelesaian 5.2.1
d2q
dt2+
R
L
dq
dt+
1LC
q =1L
E(t)
d2q
dt2+
200, 05
dq
dt+
q
0, 05 · 100 · 10−6=
1000, 05
5.2. RANGKAIAN LISTRIK 87
d2q
dt2+ 400
dq
dt+ 200.000q = 2000 (5.19)
Persamaan (5.19) mempunyai penyelesaian
q = e−200t(A cos 400t + B sin 400t) + 0, 01 (5.20)
kemudian persamaan terakhir ini diturunkan terhadap t; dqdt = 200e−200t((−A+
2B) cos 400t + (−B − 2A) sin 400t) + 0, 01 dengan memasukkan syaratawal diperoleh A = −0, 01,−A + 2B = 0 dan B = −0, 005. Selan-jutnya nilai A dan B dimasukkan kedalam persamaan q dan i diperolehq = e−200t(−0, 01 cos 400t−0, 005 sin 400t)+0, 01 dan i = 5e−200t sin 400tdisini i dapat diabaikan, sedangkan q = 0, 01 untuk semua tujuan.
88 BAB 5. APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER DUA
BAB 6
Operator Differensial
Bila D menyatakan turunan pertama terhadap x, D2 turunan kedua ter-hadap x, D3 turunan ketiga terhadap x, dan seterusnya sehingga untukbilangan positif n:
Dny =dny
dxn
dimana D = ddx , D2 = d2
dx2 , D3 = d3
dx3 , . . . , Dn = dn
dxn .
Ekspresi A = a0Dn + a1D
n−1 + . . . + an−1D + an (6.1)
disebut Operator Differensial order n. Operator differensial ini baisa dise-but operator D. Bila persamaan (6.1) digandakan dengan suatu fungsi ymenjadi:
Ay = a0dny
dxn+ a1
dn−1y
dxn−1+ . . . + an−1
dy
dx+ any (6.2)
Koefisien-koefisien a0, a1,. . . , an bisa jadi merupakan fungsi dari x, tetapidalam uraian ini hanya operator yang mempunyai koefisien konstan.
89
90 BAB 6. OPERATOR DIFFERENSIAL
6.1 Hukum-Hukum Dasar Operasi Operator D
(a) Dua buah operator dikatakan sama (A = B) jika dan hanya jika Ay =By untuk semua fungsi y.
(b) Perkalian dua buah operator A dan B selalu ada dan merupakan op-erator juga. AB = BA (komutatif perkalian) hanya berlaku untukoperator dengan koefisien konstan, tetapi tidak berlaku untuk op-erator dengan koefisien variabel. HAl ini dapat dilihat dari contohberikut:
Contoh 6.1.1Misalkan A = D + 2 dan B = 3D − 1
By = (3D − 1)y = 3dy
dx− 1
A(By) = (D + 2)[3dy
dx− y
]= 3
d2y
dx2− dy
dx+ 6
dy
dx− 2y
A(By) = 3d2y
dx2+ 5
dy
dx− 2y = (3D2 + 5D − 2)y
Jadi AB = (D + 2)(3D − 1) = (3D2 + 5D − 2)
B(Ay) = (3D − 1)[dy
dx+ 2y
]= 3
d2y
dx2+ 6
dy
dx− dy
dx− 2y
B(Ay) = 3d2y
dx2+ 5
dy
dx− 2y
B(Ay) = (3D2 + 5D − 2)y = A(By)
Jadi: AB = BA = (3D2 + 5D − 2) −→ komutatif
Contoh 6.1.2Misalkan A = xD + 2 dan B = D − 1
6.1. HUKUM-HUKUM DASAR OPERASI OPERATOR D 91
A(By) = (xD + 2)[dy
dx− y]
A(By) = xd2y
dx2− x
dy
dx+ 2
dy
dx− 2y
A(By) = xd2y
dx2− (2− x)
dy
dx− 2y
AB = xD2 + (2− x)D − 2
Disisi lain
B(Ay) = (D − 1)[xdy
dx+ 2y]
B(Ay) =d
dx[x
dy
dx+ 2y]− [x
dy
dx+ 2y]
=d2y
dx2+
dy
dx+ 2
dy
dx− x
dy
dx− 2y
= xd2y
dx2+ (3− x)
dy
dx− 2y
BA = xD2 + (3− x)D − 2
Jadi AB 6= BA (tidak komutatif)Bila A, B, dan C adalah tiga buah operator differensial seperti yang didefin-isikan pada persamaan (6.1), maka:
(c) A + B = B + A −→ komutatif penjumlahan
(d) (A + B) + C = A + (B + C) −→ Assosiatif penjumlahan
(e) (AB)C = A(BC) −→ Assosiatif perkalian
(f) A(B+C) = AB+AC −→ Distributif perkalian terhadap penjumlahan
(g) bila m dan n dua buah bilangan bulat positif maka: Dm ·Dn = Dm+n
Operator differensial dengan koefisien konstan memenuhi semua hukum-hukum dalam aljabar polinomial.
92 BAB 6. OPERATOR DIFFERENSIAL
Contoh 6.1.3Misalkan A = 4D2 − 2D + x− 2 dan B = x2D2 + 4d
A + B = (4D2 − 2D + x− 2) + (x2D + 4D)= (4 + x2)D2 + 2D − 2
Jadi operator differensial merupakan operator linier, yakni jika A suatu op-erator differensial, c1 dan c2 konstanta, f1 dan f2 suatu fungsi dari x maka:
A[c1f1 + c2f2] = c1Af1 + c2Af2
6.2 Sifat-sifat Operator D
Untuk konstanta m dan bilngan bulat positif k berlaku:
Dkemx = mkemx (6.3)
Bila f(D) menyatakan polinomial dalam D
f(D) = a0Dn + a1D
n−1 + a2Dn−2 + . . . + an−1D + an (6.4)
maka:
f(D)emx = [a0Dn + a1D
n−1 + a2Dn−2 + . . . + an−1D + an]emx
f(D)emx = a0mnemx + a1m
n−1emx + a2mn−2emx + . . . + an−1memx + anemx
f(D)emx = emx[a0mn + a1D
n−1 + a2mn−2 + . . . + an−1m + an]
f(D)emx = emxf(m) (6.5)
Jika m adalah akar dari persamaan f(m) = 0 maka persamaan (6.5) men-jadi:
f(D) = emx = 0
6.2. SIFAT-SIFAT OPERATOR D 93
Selanjutnya sifat yang berlaku pada operator (D − a) yang digandakanterhadap eax dan suatu fungsi y:
(D − a)[eax · y] = D[eax · y]− aeaxy
= aeaxy + eaxDy − aeaxy
= eaxDy
(D − a)2[eax · y] = (D − a)(D − a)[eax · y]= (D − a)[eaxDy]= eaxD2y
(D − a)3[eax · y] = (D − a)(D − a)2[eax · y]= (D − a)[eax ·D2y]= eax ·D3y
Jika operasi ini diulangi, akan diperoleh bentuk umum berikut:
(D − a)n[eax · y] = eax ·Dny (6.6)
Dengan menggunakan linieritas dari operator D dapat disimpulkan bahwabila f(D) polinomial dalam D dengan koefisien konstan maka:
eaxf(D)y = f(D − a)[eax·y] (6.7)
Contoh 6.2.1Tentukan solusi partikulir dari persamaan differensial berikut denganmenggunakan operator D y′′ − 2y′ + 5y = 16x3e3x
Penyelesaian 6.2.1
y′′ − 2y′ + 5y = 16x3e3x (6.8)
Persamaan (6.8) adalah persamaan differensial linier nonhomogen yangdapat ditulis sebagai
(D2 − 2D + 5)y = 16x3e3x (6.9)
94 BAB 6. OPERATOR DIFFERENSIAL
e−3x(D2 − 2D + 5)y = 16x3 (6.10)
Dengan menggunakan sifat
eaxf(D)y = f(D − a)[eax · y]
dimana a = −3, maka persamaan (6.10) menjadi
e−3x(D2 − 2D + 5)y = 16x3[(D + 3)2 − 2(D + 3) + 5
]e−3x = 16x3[
(D2 + 6D + 9)− 2D − 6 + 5] [
e−3xy]
= 16x3
(D2 + 4D + 8)e−3xy = 16x3 (6.11)
Misalkan:
e−3xyp = Ax3 + Bx2 + Cx + E (6.12)D[e−3xyp] = 3Ax2 + 2Bx + C (6.13)
D2[e−3xyp] = 6Ax + 2B (6.14)
substitusikan persamaan (6.12), (6.13), (6.14) ke (6.11)
6Ax + 2B + 12Ax2 + 8Bx + 4C + 8Ax3 + 8Bx2 + 8Cx + 8E = 16x3
8Ax3 + (12A + 8B)x2 + (6A + 8B + 8C)x + 2B + 4C + 8E = 16x3
8A = 16 −→ A = 212A + 8B = 0 −→ B = −3
6A + 8B + 8C = 0 −→ C =32
2B + 4C + 8E = 0 −→ E = 0
Solusi partikulir:
e−3xyp = 2x3 − 3x2 +32x
yp = [2x3 − 3x2 +32x]e3x
6.3. OPERATOR INVERS 95
Solusi homogen:yh = c1e
x cos 2x + c2ex sin 2x
Solusi Umum:
y = [c1 cos 2x + c2 sin 2x]ex + [2x3 − 3x2 +32x]e3x
6.3 Operator Invers
Bentukf(D) = R(x) (6.15)
dapat ditulis menjadi
y =1
f(D)R(x) (6.16)
Operator 1f(D) disebut Operator Inverse dari f(D). Bila F(D) beroperasi pada
1f(D)R(x) akan didapat R(x) sendiri, sehingga:
f(D)1
f(D)R(x) = R(x) (6.17)
6.4 Operasi Operator Invers
6.4.1 1D
R(x) =∈ R(x)dx
6.4.2 y = 1D−r
R(x)
Boleh ditulis menjadi:(D − r)y = R(x)dy
dx− ry = R(x)
dengan fungsi solusi
y = cerx + erx
∫e−rx ·R(x)dx Rumus Bernoulli
96 BAB 6. OPERATOR DIFFERENSIAL
6.4.3 Penentuan 1f(D)
eax
Telah diuraikan bahwa:
(D − a)n [eax · y] = eax ·Dny (6.18)
untuk y = xn
(D − a)n [eax · xn] = eax ·Dnxn
(D − a)n [eax · y] = n!eax
(D − a)n [eax · y] = n!eax (6.19)
Dari persamaan
f(D)eax = eaxf(a) (6.20)
dapat ditulis menjadi
eax
f(D)=
eax
f(a), dimana f(a) 6= 0 (6.21)
selanjutnya dari (6.20) dan (6.21)
f(D)eax
f(a)= f(a)
eax
f(a)= eax
Andaikan bahwa f(a) = 0, hal ini menunjukkan bahwa f(D) memuat faktor(D− a). Andaikan faktor tersebut terdapat n kali didalam f(D), sehinggaf(D) menjadi:
f(D) = φ(D)(D − a)n, φ(a) 6= 0
Dengan menggunakan persamaan (6.19) diperoleh:
φ(D)(D − a)n(xneax) = φ(D)n!eax
φ(D)(D − a)n(xneax) = n!φ(a)eax
φ(D)(D − a)n(xneax) = n!φ(a)eax (6.22)
6.4. OPERASI OPERATOR INVERS 97
atau
eax
φ(D)(D − a)n=
xneax
n!φ(a), φ(a) 6= 0 (6.23)
Dengan cara yang sama (analog) dapat dtulis:
φ(D)(D − a)xneax
n!φ(a)=
n!φ(a)eax
n!φ(a)= eax (6.24)
Contoh 6.4.1selesaikan persamaan differensial berikut (D2 + 1)y = e2x
Penyelesaian 6.4.1Persamaan karakteristik
k2 + 1 = 0 −→ k1 = i, k2 = −i
yh = A cos x + B sinx
(D2 + 1)y = e2x
yp =e2x
(D2 + 1)=
e2x
(22 + 1)=
e2x
5
Solusi umum:
y = A cos x + B sinx +e2x
5
Contoh 6.4.2Selesaikan persamaan differensial berikut D2(D − 1)3(D + 1)y = ex
Penyelesaian 6.4.2Persamaan karakteristik k2(k − 1)3(k + 1) = 0. Akar-akar persamaankarakteristik adalah k = 0, 0, 1, 1, 1,−1. Solusi homogen:
yh = c1e0 + c2xe0 + c3e
−1 + (c4 + c5x + c6x2)ex
yh = c1 + c2x + c3e−1 + (c4 + c5x + c6x
2)ex
98 BAB 6. OPERATOR DIFFERENSIAL
Solusi partikulir:
D2(D − 1)3(D + 1)y = ex
yp =ex
D2(D − 1)3(D + 1), gunakan (6.21)
yp =ex
12(D − 1)3(1 + 1)
yp =ex
2(D − 1)3, gunakan (6.23)
yp =x3ex
2 · 3!=
x3ex
12
Solusi umum: y = yh + yp
y = c1 + c2x + c3e−1 + (c4 + c5c + c6x
2)ex +x3ex
12
6.4.4 Operator Invers f(D) Terhadap Sinus dan Cosinus
Yakni: 1f(D) sin ax dan 1
f(D) cos ax. Perhatikan:
D(sin ax) = a cos ax
D2(sin ax) = −a2 sin ax
D3(sin ax) = −a3 cos ax
D4(sin ax) = a4 sin ax = (−a2)2 sin ax... =
(D2)n(sin ax) = (−a2)n sin ax (6.25)
6.4. OPERASI OPERATOR INVERS 99
D(cos ax) = −a sin ax
D2(cos ax) = −a2 cos ax
D3(cos ax) = a3 sin ax
D4(cos ax) = a4 cos ax = (−a2)2 cos ax... =
(D2)n(cos ax) = (−a2)n cos ax (6.26)
Dari (6.25) dan (6.26) dapat disimpulkan bahwa: jika f(D) = φ(D2) ataupolinom dengan eksponen genap, maka:
1f(D)
sin ax =1
φ(D2)sin ax
1φ(D2)
sin ax =1
φ(−a2)sin ax, φ(−a2) 6= 0 (6.27)
1f(D)
cos ax =1
φ(D2)cos ax
1φ(D2)
cos ax =1
φ(−a2)cos ax, φ(−a2) 6= 0 (6.28)
6.4.5 Operasi (D2 + a2)−1 terhadap sin ax dan cos ax
Yakni: 1(D2+a2)−1 sin ax
dan 1(D2+a2)−1 cos ax. Untuk kasus b 6= a
1(D2 + a2)−1
sin bx =1
(a2 − b2)sin bx (6.29)
1(D2 + a2)−1
cos bx =1
(a2 − b2)cos bx (6.30)
Untuk kasus b = a dapat diturunkan dengan menggunakan formula berikut:
sin ax =e1ax − e−iax
2idan cos ax =
e1ax + e−iax
2
100 BAB 6. OPERATOR DIFFERENSIAL
1(D2 + a2)−1
sin ax =1
(D − ai)(D + ai) e1ax−e−iax
2i
1(D2 + a2)−1
sin ax =12i
[xeiax
1!2ai− xe−iax
1!(−2ai)
]1
(D2 + a2)−1sin ax =
x
2a
[e1ax + e−iax
2
]1
(D2 + a2)−1sin ax = − x
2acos ax
Dengan cara yang sama dipeoleh:
1(D2 + a2)−1
cos ax =x
2asin ax
Contoh 6.4.3Selesaikan persamaan differensial (D3 + D2 −D − 1)y = cos 2x
Penyelesaian 6.4.3Persamaan karakteristik dari (D3 + D2 −D − 1)y = cos 2x adalah
(k3 + k2 − k − 1) = 0(k2 − 1)(k + 1) = 0
Akar-akar persamaan karakteristiknya adalah k = 1, 1,−1. Solusi ho-mogen:
yh = [c1 + c2x]ex + c3e−x
Solusi partikulir:
yp =cos 2x
(D2 − 1)(D + 1)=
(D − 1) cos 2x
(D2 − 1)(D2 − 1)
yp =(D − 1) cos 2x
(22 − 1)(22 − 1)=
(D − 1)25
cos 2x
yp = − 225
sin 2x− 125
cos 2x
6.4. OPERASI OPERATOR INVERS 101
Solusi umum: y = yh + yp
y = [c1 + c2x]ex + c3e−x − 2
25sin 2x− 1
25cos 2x
102 BAB 6. OPERATOR DIFFERENSIAL
BAB 7
Persamaan Differensial Order-n
103
104 BAB 7. PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDER-N
DAFTAR PUSTAKA
[1] R. P Agnew. Differential Equations. Mc Graw-Hill, Inc, New York,1960.
[2] JR Frank Ayres. Theory and Problem of Differential Equations. McGraw-Hill, Inc, Singapore, 1972.
[3] JR Frank Ayres. Calculus. Mc Graw-Hill, Inc, Singapore, 1981.
[4] A C Bajpai, L R Mustou, and D Walker. Advance Enginering Mathe-matic. John Willey and Sons, New York, 1990.
[5] R Byron Bird, Warren E Stewart, and Edwin N Lightfoot. TransportPhenomena. John Willey and Sons, Inc, New York, 1960.
[6] Joan Finizio and Thedora Ladas. Persamaan Differensial Biasa denganPenerapan Modern. Erlangga, Jakarta, 1988.
[7] Erwin Kreysig. Advanced Enginering Mathematics. John Wiley andSons, Inc, New York, 1988.
105
106 DAFTAR PUSTAKA
[8] A. Pipes Louis and R. HArvill Laurence. Matematika Terapan untukPara Insinyur dan Fisikawan. Number 1. Gadjah Mada University Press,Jogjakarta, 1991.
[9] A. Pipes Louis and R. HArvill Laurence. Matematika Terapan untukPara Insinyur dan Fisikawan. Number 2. Gadjah Mada University Press,Jogjakarta, 1991.
[10] B. Cozzens Margaret and D. Porter Richard. Mathematics With Cal-culus and His Applications to MAnagement Life and Sicial Science.Heath And Company, Massachusetts, 1987.
[11] Piskunov N. Differential And Integral CAlsulus. Mir Publishir, Moscow,1974.
[12] Edwin J Purcell. Kalkulus dan Geometri Analitis. Erlangga, Jakarta,1984.
[13] Earl D Rainville and Phillip E Bedient. Elementary Differential Equa-tions. Macmillan Publishing Co, Inc, New York, 1981.
[14] RH Riogilang. Persamaan Differential. Binacipta, Bandung, 1983.