masa idaah wanita hamil yang ditinggal wafat suaminya menurut

36
MASA IDDAH WANITA HAMIL YANG DITINGGAL WAFAT SUAMINYA MENURUT FATWA ALI BIN ABI THOLIB DAN ABDULLAH BIN MAS’UD (KAJIAN KOMPARATIF) Oleh M. Toha Ali, S. Ag. (Penghulu pada KUA Way Kenanga Kab Tulang Bawang) C. Latar Belakang Perkawinan dalam agama Islam dipandang sebagai sesuatu yang suci dan mulia. Manusia seharusnya menjalankan perintah perkawinan yang suci dan mulia itu dengan baik dan benar. Suatu perkawinan dalam Islam dipandang sempurna apabila suami istri mampu membentuk kehidupan rumah tangga yang harmonis, bahagia dan sejahtera baik lahir maupun batin atau dengan kata lain dapat mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana tersirat dalam al Quran dalam surat ar Ruum ayat 21, yaitu : Artinya : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih

Upload: lythuan

Post on 17-Jan-2017

234 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

MASA IDDAH WANITA HAMIL YANG DITINGGAL WAFAT SUAMINYA MENURUT FATWA ALI BIN ABI THOLIB

DAN ABDULLAH BIN MAS’UD (KAJIAN KOMPARATIF)

Oleh

M. Toha Ali, S. Ag.

(Penghulu pada KUA Way Kenanga Kab Tulang Bawang)

C. Latar Belakang

Perkawinan dalam agama Islam dipandang sebagai sesuatu yang suci dan

mulia. Manusia seharusnya menjalankan perintah perkawinan yang suci dan mulia itu

dengan baik dan benar. Suatu perkawinan dalam Islam dipandang sempurna apabila

suami istri mampu membentuk kehidupan rumah tangga yang harmonis, bahagia dan

sejahtera baik lahir maupun batin atau dengan kata lain dapat mewujudkan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana tersirat dalam al Quran

dalam surat ar Ruum ayat 21, yaitu :

Artinya : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih

Page 2: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".1

Ayat tersebut di atas sangat relevan dengan tujuan perkawinan yang

menyebutkan bahwa tujuan sebuah perkawinan adalah untuk mewujudkan keluarga

sakinah, mawaddah warahmah.2 Selain itu perkawinan merupakan suatu cara untuk

memperoleh suatu keturunan, karena orang tua memandang anak sebagai penerus

generasi dan sebagai perlindungan dirinya pada saat usia mulai tua.

Allah menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, menjadikan manusia

laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan dan betina, begitu pula tumbuhan-

tumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar semua makhluk hidup berpasang-pasangan,

rukun dan damai, sehingga akan tercipta suatu kehidupan yang tenteram, teratur dan

sejahtera. Agar makhluk hidup dan kehidupan di dunia ini tetap lestari, maka harus

ada keturunan yang akan menjadi generasi penerus yang akan melangsungkan dan

melanjutkan jalannya roda kehidupan di bumi ini. Untuk itu harus ada

pengembangbiakan yaitu dengan mengawinkan pasangan dari makhluk yang

berlainan jenis yaitu laki-laki dan perempuan.3

1Departemen Agama RL, Al Quran dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989,

hlm. 644. 2Departemen Agama RI., Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Gunung Pesagi,

Bandar Lampung, 1996, hlm. 3. 3Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, Penerjemah, Syaiful Islam, Jilid 6, Al Maarif, Bandung,

1996, hlm. 53.

Page 3: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Allah tidak mau menjadikan manusia itu seperti makhluk lainnya yang hidup

bebas mengikuti naluri dan berhubungan antara laki-laki dan perempuan secara

anarkhis dan tidak ada satu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan

martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara

terhormat dan berdasarkan saling ridho meridhoi, dengan upacara ijab qabul sebagai

lambang dari adanya sebuah pernikahan dan dengan dihadiri oleh para saksi kedua

belah pihak.4

Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua

makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan dan

merupakan cara yang dipilih oleh Allah sebagai jalan bagi manusia untuk

berkembang biak dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap

melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan yaitu suatu

keluarga yang penuh dengan ketenangan, ketenteraman dan kedamaian sebagaimana

dimaksud dengan kata mawadah warahmat.5

Dalam perkawinan apabila sangat terpaksa boleh melakukan talak atau cerai

dengan berbagai latar belakang alasan, walaupun Allah SWT sangat membenci

perbuatan talak tetapi tetap memberikan peluang bagi keluarga yang tidak dapat

mempertahankan keutuhannya. Sedangkan bagi wanita yang sudah dijatuhi talak

oleh suaminya tersebut memiliki masa iddah.

4Ibid., hlm. 10.

5Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Jilid 17, Penerjemah Bahrun Abu Bakar, Karya Toha Putra, Semarang, Cet Kedua, 1993, hlm. 45.

Page 4: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Iddah secara harfiah berasal dari kata "adda" yang berarti menghitung atau

sejumlah.6 Adapun secara syara' adalah masa tunggu bagi wanita yang ditinggal mati

atau bercerai dari suaminya. Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan kekosongan

rahim dari janin, sehingga tidak tercampur nasab keturunan serta untuk memberi

kesempatan rujuk kepada suami yang mentalak istrinya dengan talak raj’i (bukan

talak bain/tiga) setelah tenang jiwanya dan hilang rasa marahnya demi menjaga

keutuhan tali perkawinan.7

Adapun hukum iddah bagi wanita yang ditalak atau ditinggal mati oleh

suaminya adalah wajib. Adapun macam-macam iddah bagi wanita adalah sebagai

berikut :

1. Iddah tiga bulan bagi wanita yang ditalak oleh suaminya dalam keadaan hidup

dan istri sudah berhenti dari haid (memasuki masa menapouse). Hal ini sesuai

dengan firman Allah dalam surat at Talak ayat 4, yaitu :

Artinya : "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara

perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa

6A. Zainudin dan Muhamad Jamhari, Al Islam 2 : Muamalah dan Akhlaq, Pustaka

Setia, Bandung, 1999, hlm. 47. 7Ahmad Azhar Basyir, Op. Cit., hlm. 94.

Page 5: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan dan begitu

(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.... ".

2. Iddah sampai melahirkan bagi wanita yang ditalak oleh suaminya atau ditinggal

mati oleh suami tetapi ia dalam keadaan hamil, hal ini sesuai dengan firman Allah

dalam surat at Talak ayat 4 :

...

Artinya : "Waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya

dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah

menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya ".

3. Iddah 4 bulan 10 hari bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dalam

keadaan tidak hamil, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al Baqarah

ayat 234 :

Artinya : "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan

dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari".

4. Bagi istri yang belum pernah dicampuri oleh suaminya, maka baginya tidak ada

iddah jika ditalak, tetapi jika belum dicampuri dan suaminya meninggal, maka

Page 6: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

tetap berlaku iddah, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al Ahzab ayat

49 yaitu :

… Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-

perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum

kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib alas mereka

'iddah bagimu yang kamu minta menyempumakannya.

5. Iddah tiga kali suci (quru') bagi wanita yang ditalak oleh suami yang masih

hidup dan istri dalam keadaan masih haid, hal ini sesuai dengan firman Allah

dalam surat al Baqarah ayat 228 yaitu :

Artinya : "Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan din (menunggu) tiga

kali quru... ".

Dari kelima jenis macam iddah tersebut di atas, semuanya menimbulkan

perbedaan pendapat dikalangan ulama, salah satunya adalah mengenai masa iddah

bagi wanita hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya .

Penetapan masa iddah bagi wanita hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya

bertujuan untuk memberi kesempatan berkabung padanya terhadap suami yang

Page 7: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

meninggalkannya untuk selama-lamanya, lagi pula tidak pantas bagi seorang istri

yang baru ditinggal wafat oleh suaminya untuk menikah dengan pria lain

Diantara tokoh yang memiliki pandangan yang berbeda tentang masa iddah

bagi wanita hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya adalah Ali bin Abi Tholib dan

Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Tholib berfatwa bahwa masa iddah bagi wanita

hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya adalah menunggu sampai kandungannya

melahirkan (at Talak ayat 4) juga menunggu selama empat bulan sepuluh hari (al

Baqarah ayat 234).8 Ali bin Abi Thalib melanjutkan pendapatnya jika seorang istri

hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya dan melahirkan kandungannya sebelum

jatuh tempo yaitu empat bulan sepuluh hari, maka diharuskan baginya untuk

menangguhkan lagi dirinya untuk menikah dengan pria lain sampai habis masa

iddahnya, tetapi jika telah melewatinya sebelum melahirkan kandungannya maka

diwajibkan baginya untuk menangguhkan diri sampai saat kelahiran.9

Sedangkan Abdullah bin Mas’ud berfatwa bahwa masa iddah bagi wanita

hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya adalah sampai ia melahirkan

kandungannya walaupun kelahiran itu terjadi sebelum jatuh tempo empat bulan

sepuluh hari. Abdullah bin Mas’ud menandaskan pendapatnya dengan firman Allah

dalam surat at Talak ayat 4 di atas.10

8Abdur Rahim Muhammad, Pengantar ke Fiqih Imam Ali RA., Penerjemah Suaidi,

Arista, Jakarta, 1988, hlm. 46. 9Ibid. 10Ibid., hlm. 45.

Page 8: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Apabila dicermati secara mendalam, pendapat Ali bin Abi Thalib dengan

Abdullah bin Mas’ud tersebut di atas di satu sisi memiliki persamaan di sisi yang lain

juga memiliki perbedaan. Kondisi inilah yang memotivasi penulis untuk mengungkap

berbagai latar belakang pemikiran keduanya dan menuangkannya dalam sebuah

penelitian ilmiah.

B. Ali bin Abi Thalib

1. Biografi Ali bin Abi Thalib

Alī bin Abī Thālib adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga

keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah

terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah

Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Uniknya meskipun Sunni tidak mengakui konsep Imamah mereka setuju

memanggil Ali dengan sebutan Imam, sehingga Ali menjadi satu-satunya

Khalifah yang sekaligus juga Imam. Ali adalah sepupu dari Muhammad, dan

setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Muhammad.11

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13

Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian

Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah

percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi

11Al Ustdaz Farid Wajdy, Mukaddamah Al Mushafful Mufassar, Al Maktabah, Cairo,

t.th., hlm. 95.

Page 9: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut

berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32

tahun.

Beliau bernama asli Abdul Hasan Haydar Ali bin Abi Thalib ibn Abdul

Muthalib Al Hasyim Al Quraisy. Haydar yang berarti Singa adalah harapan

keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh

pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah.12

Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi

SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti

Tinggi(derajat di sisi Allah).

Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad

merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan

Hasyim dari sisi bapak dan ibu.13

Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW

karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqirnya keluarga Abu Thalib

memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk

mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk

membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil

hingga dewasa.

12Muhammad Hasby Ash Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Quran dan Tafsir,

Pustaka Riski Putra, Semarang, 1997, hlm. 246. 13Http://www. Islamensipatoris. Com.

Page 10: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali kepada Nabi Muhammad

SAW dilukiskan seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) dan Yesus (Nabi Isa).

Dalam riwayat-riwayat Syi'ah dan sebagian riwayat Sunni, hubungan tersebut

dilukiskan seperti Nabi Harun dan Nabi Musa.14

Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama

seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai

wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri.

Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.

Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari

Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi

hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang

menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu

masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka

menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf

yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada murid-murid atau

sahabat-sahabat yang lain.

Karena apabila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang

mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus

disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa

diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.

14Al Ustdaz Farid Wajdy, Op. Cit., hlm. 104.

Page 11: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam

baik aspek zhahir (exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf

menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan

bijak.

Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy

yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi

yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang

tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan

diri ke Madinah bersama Abu Bakar.

Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan

putri kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi

menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang

se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu mempercayai ke-nabi-an

Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di bawah Nabi dan banyak hal

lain.

Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama

dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping

Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali

masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan

dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.15

15 Http://www. Islamensipatoris. Com.

Page 12: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Perang Khandak juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib

ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang

bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.

Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara

kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian

tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng

Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para

sahabat tidak mampu membuka benteng Khabar.

Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan

tersebut. Namun, ternyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta

mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang

prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali

pukul hingga terbelah menjadi dua bagian. Hampir semua peperangan beliau ikuti

kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota

Madinah.

Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi

Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah

berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus

menjadi Khalifah bila Nabi SAW wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga

pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy

bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.

Page 13: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga

Nabi Ahlul Bait dan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu

pembai'atan Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti

Rasulullah. Ada yang meriwayatkan setelah Nabi dimakamkan, ada yang

beberapa hari setelah itu, riwayat yang terbanyak adalah Ali membai'at Abu

Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam bulan setelah meninggalnya

Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat.

Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang

jabatan Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan

bahwa kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.

Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan

mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah

membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu

menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib

sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan

Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at

mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal,

karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.

Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa

pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah

sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara

umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Perang Jamal. 20.000 pasukan

Page 14: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin

Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah.

Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.

Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai

kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur

meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika

beliau masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang

ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum

muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ,

konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Perang Shiffin

yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.

Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang

militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara

karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Beliau

meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam,

seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami

shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali

menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah.

Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang

menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.

Page 15: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Ali memiliki delapan istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra dan

memiliki keseluruhan 36 orang anak. Dua anak laki-lakinya yang terkenal, lahir

dari anak Nabi Muhammad, Fatimah, adalah Hasan dan Husain.

Keturunan Ali melalui Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang

merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan dan

Sayyed berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari Muhammad, mereka

dihormati oleh Sunni dan Syi'ah.16

Menurut riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki 36 orang anak yang terdiri

dari 18 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Sampai saat ini keturunan itu

masih tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah. Sampai saat ini

keturunan Ali bin Abi Thalib kerap digelari Sayyid.17

Anak laki-laki Anak perempuan

Hasan al-Mujtaba Zainab al-Kubra

Husain asy-Syahid Zainab al-Sughra

Muhammad bin al-Hanafiah Ummu al-Hasan

Abbas al-Akbar (dijuluki Abu Fadl) Ramlah al-Kubra

Abdullah al-Akbar Ramlah al-Sughra

Ja'far al-Akbar Nafisah

Utsman al-Akbar Ruqaiyah al-Sughra

16Http://www. Islamensipatoris. Com. 17Http://www. Islamensipatoris. Com.

Page 16: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Muhammad al-Ashghar Ruqaiyah al-Kubra

Abdullah al-Ashghar Maimunah

Abdullah (yang dijuluki Abu Ali) Zainab al-Sughra

‘Aun Ummu Hani

Yahya Fathimah al-Sughra

Muhammad al-Ausath Umamah

Utsman al-Ashghar Khadijah al-Sughra

Abbas al-Ashghar Ummu Kaltsum

Ja'far al-Ashghar Ummu Salamah

Umar al-Ashghar Hamamah

Umar al-Akbar Ummu Kiram

2. Wawasan Keilmuan Ali bin Abi Thalib

Para ilmuwan dan sejarawan telah sepakat bahwa Imam Ali adalah salah

seorang mujtahid dan tokoh dalam bidang syariah, oleh sebab itu banyak di antara

para pengarang yang mendahulukannya dalam pembahasan hukum Islam era

shahabat. Diantara bukti yang menunjukkan bahwa Ali adalah orang yang telah

mencapai derajat mujtahid dan mufti, adalah ketika usianya masih muda belia

Rasulullah SAW. telah mengutusnya ke negeri Yaman untuk menjadi Qadhi,

Guru agama dan Juru da'wah.18

18As Syirazi, Thabaqat Fuqaha, Dar al Ilmi, Mesir, t. th hlm. 41-43.

Page 17: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Ali bin ABi Thalib juga seorang Qadhi dan Mufti yang tidak diragukan

lagi kemampuannya, sampai-sampai Rasulullah SAW sendiri mengizinkannya

untuk memutuskan suatu perkara di hadapan beliau. Contoh yang paling jelas

dalam hal ini adalah ketika Rasulullah SAW duduk bersama para shahabat

datanglah dua orang yang bersengketa mengadukan persoalan masing-masing.

Berkatalah salah seorang dari mereka: "Wahai Rasulullah, saya memiliki seekor

keledai, sedangkan orang ini memiliki seekor sapi dan sapi orang ini telah

membunuh keledai saya". Seketika itu berkata salah seorang shahabat 'Tidak ada

tuntutan hukum bagi binatang temak".

Kemudian Rasulullah menyuruh Ali dengan mengatakan "putuskanlah

antara keduanya Wahai Ali". Selanjutnya Ali pun melaksanakan perintah yang

merupakan suatu penghormatan baginya itu, ia bertanya pada keduanya ; apakah

kedua hewan itu dilepas, atau diikat, ataukah salah satunya terlepas dan yang lain

terikat ? mereka menjawab: "Keledai terikat sedangkan sapi dilepas dan

pemiliknya ada bersamanya". Kemudian Ali memutuskan: "Pemilik sapi

mengganti kepada pemilik keledai". Rasulullah SAW membenarkan keputusan

tersebut serta memerintahkan kepada pemilik sapi untuk mengganti keledai

kepada pemiliknya”.

Keutamaan Iman Ali mendapat pengakuan dari Nabi Muhammad SAW

dan para sahabat. Kiranya cukuplah sebagai bukti yang menunjukkan bahwa

Imam Ali adalah benar-benar telah memenuhi syarat untuk menjadi seorang

mujtahid dan mufti yaitu kesaksian Rasulullah SAW akan hal itu.

Page 18: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Kesaksian para sahabat terhadap Imam Ali dalam bidang ilmu dan syariah

Islam sebagaimana dikemukakan oleh Umar bin Khattab r.a. dia mempunyai

kata-kata masyhur yang diucapkannya berulang-ulang dalam mengungkapkan

keinginannya untuk mencapai ilmu seperti yang dicapai oleh Ali, di antaranya:

"Kalau tidak karena Ali celakalah Umar"' dan "Allah SWT tidak menetapkanku

di bumi manapun yang di sana tidak ada Abu Hasan (Ali bin Abi Thalib).19

Umar dan para shahabat lainnya selalu mengajaknya bermusyawarah dan

mengambil pendapatnya dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang sulit

mereka pecahkan. Hal ini dapat dimengerti karena luasnya wawasan Ali,

derasnya ilmu-ilmu fiqih maupun hadits yang ada padanya, sena dalamnya

pemahaman beliau terhadap run syariah Islam maupun tujuan-tujuannya.

Demikianlah Al-Hasan meriwayatkan bahwasanya Umar bin Khattab pemah

mengumpulkan para shahabat untuk diajak bermusyawarah dan di antara mereka

ada Ali bin Abi Thalib r.a. maka Umar pun berkata padanya "katakanlah

pendapatmu, karena engkaulah yang paling berilmu dan paling utama di antara

mereka".

Pengaruh Ali bin Abi Thalib dalam Fiqih Islam adalah salah seorang yang

mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk mengeluarkan fatwa hukum berbagai

persoalan setelah Nabi Muhammad Saw tiada, bahkan beliau adalah salah

seorang dari tujuh orang shahabat yang banyak mengeluarkan fatwa Demikianlah

kenyataannya, Ali telah banyak mengeluarkan keputusan-keputusan hukum yang

19Muhammad Hasby Ash Shidiqiy, Op. Cit., hlm. 71.

Page 19: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

masyhur dan terangkum dalam kitab-kitab Hadits, Fiqih, maupun Sirah. Di antara

Fatwa-fatwanya itu ada yang dikeluarkan pada zaman Nabi dan mendapat

pengakuan dari beliau, serta ada pula yang dikeluarkan pada zaman shahabat di

mana terdapat banyak fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh para sahabat tetapi

bertentangan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Imam Ali, namun mereka

segera merubah keputusannya berdasarkan kebenaran dan mengakui pendapat

Imam Ali. Terlepas dari banyaknya keputusan yang dikeluarkan oleh Ali, pada

suatu kesempatan ada yang beliau keluarkan seorang diri dan ada pula yang

disepakati oleh sahabat pada kesempatan yang lain.

Imam Ali telah memberikan pengaruh besar terhadap Syariah Islam yang

meliputi perkembangan, pembentukan, tata cara dan dasar-dasarnya, serta segi-

segi lain yang berhubungan. Berdasarkan kenyataan ini, maka tidaklah berlebihan

jika kita katakan bahwa Imam Ali mempunyai posisi penting di antara ahli fiqih

seluruhnya; baik dari golongan ahli Sunnah maupun Syiah, bukti yang nyata

dalam hal ini adalah adanya pendapat-pendapat Imam Ali yang dipakai dan

dianut oleh ahli fiqih dari madzhab yang berbeda-beda.20

Banyaknya fatwa-fatwa atau keputusan hukum yang dikeluarkan oleh

Imam Ali kemungkinan penyebabnya adalah kembali pada kenyataan bahwa

Imam Ali hidup selama kurang lebih tiga puluh tahun setelah wafatnya Nabi

Muhammad SAW, pada masa-masa itu ia banyak berfatwa, mengajar dan

memberikan pengarahan, karena Imam Ali adalah orang yang cinta ilmu dan

20Ibid.

Page 20: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

senang menyelami berbagai permasalahan untuk memutuskan kebenaran. Lain

daripada itu beliau telah bermukim di Kufah selama lima tahun lamanya, selama

itu sudah pasti banyak fatwa-fatwa yang ia keluarkan atau keputusan-keputusan

hukum yang ia tinggalkan karena waktu itu di Kufah hanya Ali seorang yang

menjadi juru penerang dan ahli fatwa yang diakui kedalaman serta ketajaman

ilmunya, ditambah lagi dengan keikutsertaannya dalam memecahkan berbagai

persoalan dengan ketiga Khalifah pendahulunya, khususnya persoalan-persoalan

yang rumit serta membutuhkan kejelian dan ketajaman pemikiran dalam setiap

segi untuk dapat memecahkan hukumnya.

3. Fatwa Ali bin Abi Tholib tentang Masa Iddah Wanita Hamil yang Ditinggal

Wafat Suaminya

Ali bin Abi Thalib berfatwa bahwa masa iddah wanita hamil yang

ditinggal wafat suaminya adalah masa yang terlama dari dua masa yaitu

menunggu selama empat bulan sepuluh hari dan apabila dia hamil menunggu

sampai ia melahirkan.21 Fatwa beliau ini menggabungkan dua ayat yakni firman

Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 234 yaitu :

21Abdur Rahim Muhammad, Pengantar ke Fiqih Imam Ali RA., Penerjemah Suaidi, Arista, Jakarta, 1988, hlm. 46

Page 21: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Artinya : "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat". (Q.S. al Baqarah : 234).22

Ayat ini menunjukkan umum bagi istri-istri yang ditinggal wafat oleh

suaminya baik dalam keadaan hamil ataupun tidak adalah empat bulan sepuluh

hari.

Dan juga firman Allah SWT dalam surat at Thalaq ayat 4 yaitu :

Artinya : "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di

antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya". (Q.S. ath Thalaq: 4).23

Ayat ini juga bersifat umum yang mencakup wanita-wanita hamil yang

diceraikan oleh suaminya atau wanita hamil yang ditinggal wafat suaminya. Ali

bin Abi Thalib telah menggabungkan kedua ayat yang bersifat umum itu dengan

22Departamen Agama RI., Al Quran dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989,

hlm. 198. 23Ibid., hlm. 495.

Page 22: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

mengkhususkan surat ath Thalaq ayat 4 terhadap wanita hamil yang diceraikan

oleh suaminya saja, karena dalam ayat ini sebelumnya ada disebutkan “qarinah

(penyertaan) bermacam-macam keadaan wanita yang diceraikan; seperti wanita

manopause dan wanita yang belum berhaidh, dengan tidak mengabaikan sifat

umum keduanya yang mencakup wanita-wanita hamil, wanita manopause dan

wanita yang belum berhaid yang ditinggal wafat oleh suami-suami mereka".24

Jadi pendapat Ali bin Abi Thalib dalam hal ini adalah jika seorang istri

hamil yang ditinggal wafat suaminya dan melahirkan kandungannya sebelum

jatuh tempo empat bulan sepuluh hari, maka diharuskan baginya untuk

menangguhkan lagi dirinya dari nikah dengan pria lain sampai habis masa itu,

tetapi jika ia telah melewatinya sebelum melahirkan kandungannya maka

diwajibkan baginya untuk menangguhkan diri sampai saat kelahiran.

C. Abdullah bin Mas’ud

a. Biografi Abdullah bin Mas’ud

Abdullah bin Mas’ud termasuk dalam golongan pertama yang masuk

Islam (as-sabiquna al awalun) urutan ke-6 dari para sahabat Rasulullah dan ia

termasuk pula sebagai orang yang hijrah ke Habsyah yaitu hijrah pertama kali

dalam islam.

Nama lengkapnya Abdullah bin Mas’ud bin Ghofil bin Habib al-Hadzaly.

Biasanya dipanggil Abu Abdurrahman. Beliau dikenal dengan sebutan “Habrul

24Abdur Rahim Muhammad, Op. Cit., hlm. 47.

Page 23: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Ummah”(ilmuan umat Islam) seperti halnya Ibn ‘Abbas. Beliau juga termasuk

orang yang ahli fiqh.25

Cerita tentang masuknya Abdulah bin Mas’ud ke dalam Islam, beliau

berkata, ”Adalah aku menggembala kambing kepunyaan ‘Uqbah abi Mu’ith.

Tiba-tiba berlalu Rasulullah bersama Abu Bakar. Kemudian Rasulullah bertanya,

“Ya Ghulam (anak kecil), apakah ada susu di kambing ini ?

Aku menjawab, “Ada tetapi aku hanya diamanati (ini bukan

kepunyaanku) lantas Rasulullah bertanya lagi, “Adakah kambing betina yang

belum di dekati si jantan?” Kemudian aku datangkan kambing betina kepada

beliau, kemudian Rasulullah mengusap kantong kelenjar susunya, hingga

keluarlah susu, lantas beliau memerahnya pada sebuah wadah, kemudian beliau

meminumnya dan memberi Abu Bakar.

Beliau bersabda pada kantong susu tersebut, “menyusutlah kamu’. maka

susutlah air susu. Seusai kejadian itu aku datang kepada beliau. ” Ya Rasulullah

ajarkanlah kepadaku al Quran. Kemudian Rasulullah mengusap kepalaku sambil

mendo’akan, ”Semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya kamu ini anak kecil

yang mulhama (yang diilhami Allah dengan kebaikan dan kebenaran). Dalam

riwayat yang lain, “Ajarkanlah kami al Quran”. Kemudian Nabi bersabda,

Sesungguhnya kamu adalah anak kecil yang pandai. Lantas kami mengambil 70

surat dari ucapan lisan Rasulullah.

25Al Ustdaz Farid Wajdy, Op. Cit., hlm. 219.

Page 24: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Beliau adalah sahabat Rasulullah yang berbadan kurus, pendek, besar

perutnya serta kecil kedua betisnya. akan tetapi ia sangat lembut, sabar dan

cerdik. Abdullah termasuk ulama pandai, sehingga dikatakan sebagai al-imam al-

hibr (pemimpin yang alim, yang shalih). Faqihu al-Ummah (fakihnya ummat). Ia

termasuk bangsawan mulia, termasuk sebaik-baik manusia dalam berpakaian

putih.

Ilmunya beliau melimpah ruah. Ibnu Numair pernah mendengar

Rasulullah bersabda, “Ambillah al Quran dari empat sahabat. Beliau memulai

dengan menyebut Ibnu Ummi ‘Abd (Ibnu Mas’ud), Mu’adz bin Jabal, Ubay bin

Ka’ab dan Salim budak Abu Hudaifah”.26

Beliau adalah sahabat yang senang dengan ilmu, baik menimba ilmu atau

mengamalkannya. Sehingga dinyatakan, bahwa di awal keislamannya, yang

dinginkan adalah diajari al Quran. Sehingga dalam suatu pertemuan dengan

Rasulullah berkat kecemerlangan akalnya langsung bisa menimba ilmu dari lisan

Rasulullah sebanyak 70 ayat. Karena senangnya terhadap ilmu, bahwa orang yang

pertama kali menjahrkan al Quran di Makkah setelah Rasulullah adalah Ibnu

Mas’ud. Dan orang yang pertama kali membaca dari lubuk hatinya adalah

Abdulah bin Mas’ud.

Sesungguhnya Rasulullah pernah berjalan dengan Ibnu Mas’ud, sedang

Ibnu Mas’ud membaca ayat satu huruf satu huruf. Maka beliau bersabda, ”Barang

26Http://www. Islamensipatoris. Com.

Page 25: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

siapa senang membaca al Quran dengan cara yang baik (merendahkan diri)

sebagaimana diturunkan maka dengarkanlah bacaan Ibnu Mas’ud.

Abdullah bin Mas’ud adalah sahabat yang paling dekat dengan Nabi. Ia

masuk Islam sebelum masuknya Rasulullah ke Darul Arqam. Ia ikut perang

Badar, Uhud, Khandaq dan perang lainnya.

Ibnu Mas’ud merupakan sahabat yang paling berani dalam berjihad di

jalan Allah, beliau mengikuti semua peperangan yang dilakukan kaum muslimin,

saat perang Badar ibnu Mas’ud pergi menghadap Rasulullah dan memberi kabar

gembira untuknya, beliau berkata : wahai Rasulullah, aku telah berhasil

membunuh Abu Jahal, maka Rasulullahpun gembira mendengar berita tersebut

dan menghadiahkan kepadanya pedang yang dipergunakan Abu Jahal sebagai

imbalan terhadap apa yang dilakukan.

Ayahnya adalah Abu Thalib, paman Nabi SAW, bin Abdul Muththalib,

bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushayy. Ibunya adalah Fathimah binti Asad,

bin Hasyim, bin Abdi Manaf. Saudara-saudara kandungnya adalah Thalib, 'Uqail,

Ja'far dan Ummu Hani.

Sebelum wafatnya Utsman bin Affan pernah menawarkan beliau untuk

memberikan sebagian hartanya kepada putrinya. Dengan cara halus beliau

menolak tawaran itu sembari berkata, “Saya tidak takut anak perempuanku

menjadi fakir miskin”. Beliau melanjutkan ucapannya tadi, “Tiap malam saya

suruh anak perempuanku saya untuk membaca surah al-Waqiah. Sebab saya

pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Barangsiapa membaca surah al-Waqiah

Page 26: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

tiap malam, dia tidak tertimpa kefakiran selamanya” (Ibn Katsir menyebutkan

dalam kitabnya).

Beliau Wafat di Madinah pada tahun 32 H ketika terbunuhnya Ustman bin

Affan, dalam usia 60 tahun lebih. Yang menshalati beliau adalah Zubair bin

awwam, ada yang mengatakan Ammar bin Yasir. Pada malam wafatnya, ia

langsung dimakamkan di Baqi’ sebuah pekuburan di Madinah Munawarah.

Semoga Allah meridhainya dan menempatkan di surga-Nya

b. Wawasan Keilmuan Abdullah bin Mas’ud

Abdulah bin Mas’ud merupakan sahabat yang paling cerdas dalam hafalan

Qiraah al Quran, dan memiliki suara yang merdu. Karena itulah Rasulullah SAW

pernah bersabda “Mintalah kalian akan bacaan al Quran pada empat sahabat :

Abdullah bin Mas’ud, Salim maula Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab dan Mu’adz bin

Jabal”. (HR. Al-Bukhari). Beliau juga bersabda “bagi siapa yang suka membaca

Al-Quran dengan benar sesuai dengan yang diturunkan, maka hendaknya

mengikuti bacaan Ibnu Ummi Abd”.27

Abdulah bin Mas’ud adalah seorang ahli ibadah, juga seorang ulama fikih,

pemimpin keagamaan masyarakat Irak, dan peletak mazhab fikih di Kufah.

Beliau juga termasuk dalam golongan para sahabat yang pertama masuk Islam.

Kedekatan beliau dengan Rasulullah SAW memberikan banyak andil

dalam wawasan ilmiah beliau hingga akhirnya beliau menjadi salah seorang

27Mohammad Ali Ash Shobuni, Pengantar Ilmu-ilmu Al Quran, Penerjemah Saiful Islam Jamaludin, Al Ikhlas, Surabaya, 1993, hlm. 143.

Page 27: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

pelopor dalam perkembangan fikih Islam. Warisan keilmuannya menyebar di

seantero dunia Islam. Selain itu, beliau juga menjadi tempat bertanya para sahabat

besar.

Sangat jenius, begitu juga Rasulullah SAW menyifatinya. Beliau

mendapat kesempatan emas turut dalam perang Badar Kubra. Sebelum hijrah,

beliau dipersaudarakan dengan Zubeir bin Awwam. Kemudian sesampai di

Madinah al Munawwarah, beliau dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Mu’az. Pada

masa khalifah Umar bin Khattab, beliau diutus ke Qadisiyyah menjadi guru dan

pengajar bagi muslimin di daerah itu.

Dalam soal harta, ia tak punya apa-apa, tentang perawakan ia kecil dan

kurus, apalagi dalam soal pengaruh, maka derajatnyapun di bawah… tapi sebagai

ganti dari kemiskinnaya itu, Islam telah memberinya bagian yang melimpah dan

perolehan yang cukup dari perbendaharaan Kisra dan simpanan Kaisar. Dan

sebagai imbalan dari tubuh yang kurus dan jasmani yang lemah, di anugerahi-Nya

kemauan baja yang dapat menundukan para adikara dan ikut mengambil bagian

dalam merubah jalan sejarah. Dan untuk mengimbangi nasibnya yang tersia

terlunta-lunta, Islam telah melimpahnya ilmu pengetahuan, kemuliaan, serta

ketetapan yang menampilkannya sebagai salah seorang tokoh terkemuka dalam

sejarah kemanusiaan.

c. Fatwa Abdullah bin Mas’ud tentang Masa Iddah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya

Page 28: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Adapun Ibnu Mas'ud berfatwa bahwa iddah wanita hamil yang ditinggal

wafat suaminya adalah sampai ia melahirkan kandungannya walaupun kelahiran

itu terjadi sebelum jatuh tempo empat bulan sepuluh hari.28 Pendapatnya ini

berdasarkan firman Allah SWT dalam surat at Thalaq ayat 4 yaitu :

Artinya : "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di

antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya". (Q.S. ath Thalaq: 4).

Ayat ini menurut Abdulah bin Mas’ud diturunkan setelah turunnya ayat

pada surat al Baqarah ayat 234. Abdulah bin Mas’ud menjelaskan bahwa "apakah

kalian akan membuat kesulitan pada wanita tersebut dan tidak memberikan

keringanan padanya”?, Sesungguhnya ayat yang pendek ini diturunkan sesudah

ayat yang panjang".

Abdulah bin Mas’ud juga memperkuat pendapatnya ini dengan keputusan

hukum yang dikeluarkan oleh Rasulullah SAW pada peristiwa Subai'ah Al-

Aslamiah, demikian Ummu Salamah meriwayatkan "bahwasanya seorang

28Al Ustdaz Farid Wajdy, Op. Cit., hlm. 220.

Page 29: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

perempuan dari Qabilah Bani Aslam yang bernama Subai'ah Al Aslamiah

ditinggal wafat oleh suaminya dalam keadaan mengandung, datanglah Abu

Sanabil bin Ba'aka melamarnya, tetapi ia menolaknya. Kemudian dikatakan

padanya "Demi Allah engkau tidak pantas menikah lagi sehingga engkau

beriddah sampai akhir dua masa". Maka kemudian perempuan itu menangguhkan

dirinya selama kurang lebih sepuluh malam hingga ia melahirkan kandungannya.

Setelah itu ia menghadap Rasulullah SAW., beliapun bersabda "Menikahlah

engkau".

D. Analisis

Dalam analisis ini, penulis mengacu dalam pembahasannya kepada rumusan

masalah yang telah dirumuskan yaitu bagaimana fatwa Ali bin Abi Thalib dan

Abdullah bin Mas’ud tentang masa Iddah bagi wanita hamil yang ditinggal wafat oleh

suaminya serta apa yang melatarbelakangi perbedaan fatwa antara Ali bin Abi Thalib

dan Abdullah bin Mas’ud tentang masa Iddah bagi wanita hamil yang ditinggal wafat

oleh suaminya.

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa Ali bin Abi Thalib

berfatwa berkenaan dengan masa iddah bagi wanita hamil yang ditinggal wafat

suaminya adalah masa yang terlama dari dua masa, dengan dasar menggabungkan

kedua ayat kemudian mengamalkan hukum keduanya bersama-sama yakni firman

Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 234 "Orang-orang yang meninggal dunia di

antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan

Page 30: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis

'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap

diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat". (Q.S. al

Baqarah : 234).

Menurut Ali bin Abi Thalib ayat ini menunjukkan umum bagi istri-istri yang

ditinggal wafat oleh suaminya baik dalam keadaan hamil ataupun tidak adalah empat

bulan sepuluh hari. Dan juga firman Allah SWT dalam surat at Thalaq ayat 4 "Dan

perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-

perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah

mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.

dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka

melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya

Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya". (Q.S. ath Thalaq: 4).

Ayat ini juga bersifat umum yang mencakup wanita-wanita hamil yang

diceraikan oleh suaminya atau wanita hamil yang ditinggal wafat suaminya. Ali bin

Abi Thalib telah menggabungkan kedua ayat yang bersifat umum itu dengan

mengkhususkan surat ath Thalaq ayat 4 terhadap wanita hamil yang diceraikan oleh

suaminya saja, karena dalam ayat ini sebelumnya ada disebutkan 'qarinah'

(penyertaan) bermacam-macam keadaan wanita yang diceraikan; seperti wanita

manopause dan wanita yang belum berhaidh, dengan tidak mengabaikan sifat umum

keduanya yang mencakup wanita-wanita hamil, wanita manopause dan wanita yang

belum berhaidh yang ditinggal wafat oleh suami-suami mereka".

Page 31: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

Jadi pendapat Ali bin Abi Thalib dalam hal ini adalah jika seorang istri hamil

yang ditinggal wafat suaminya dan melahirkan kandungannya sebelum jatuh tempo

empat bulan sepuluh hari, maka diharuskan baginya untuk menangguhkan lagi

dirinya dari nikah dengan pria lain sampai habis masa itu, tetapi jika ia telah

melewatinya sebelum melahirkan kandungannya maka diwajibkan baginya untuk

menangguhkan diri sampai saat kelahiran.

Adapun Ibnu Mas'ud memandang bahwa iddah wanita hamil yang ditinggal

wafat suaminya adalah sampai ia melahirkan kandungannya walaupun kelahiran itu

terjadi sebelum jatuh tempo empat bulan sepuluh hari. Pendapatnya ini berdasarkan

lil firman Allah SWT dalam surat at Thalaq ayat 4 "Dan perempuan-perempuan yang

hamil waktu iddah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan kandungannya".

(Q.S. Ath-Thalaq: 4).

Ayat ini menurut Abdulah bin Mas’ud diturunkan setelah turunnya ayat pada

surat al Baqarah ayat 234. Abdulah bin Mas’ud menjelaskan bahwa "apakah kalian

akan membuat kesulitan pada wanita tersebut dan tidak memberikan keringanan

padanya”?, sesungguhnya ayat yang pendek ini diturunkan sesudah ayat yang

panjang".

Abdulah bin Mas’ud juga memperkuat pendapatnya ini dengan keputusan

hukum yang dikeluarkan oleh Rasulullah SAW pada peristiwa Subai'ah Al-Aslamiah,

demikian Ummu Salamah meriwayatkan "bahwasanya seorang perempuan dari

Qabilah Bani Aslam yang bernama Subai'ah Al Aslamiah ditinggal wafat oleh

suaminya dalam keadaan mengandung, datanglah Abu Sanabil bin Ba'aka

Page 32: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

melamarnya, tetapi ia menolaknya. Kemudian dikatakan padanya "Demi Allah

engkau tidak pantas menikah lagi sehingga engkau beriddah sampai akhir dua masa".

Maka kemudian perempuan itu menangguhkan dirinya selama kurang lebih sepuluh

malam hingga ia melahirkan kandungannya. Setelah itu ia menghadap Rasulullah

SAW, beliapun bersabda "menikahlah dengan siapa saja yang engkau kehendaki".

Apabila kita menganalisa lebih dalam terhadap fatwa Ali bin Abi Thalib

tentang masa iddah bagi wanita hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya,

dilatarbelakangi bukan hanya didasari pada kekosongan rahim perempuan dari janin

sebagai satu-satunya pertimbangan bagi berakhirnya masa iddah perempuan hamil

yang ditinggal mati suaminya, tetapi dipertimbangkan pula masa berkabung yang

empat bulan sepuluh hari meskipun dengan melahirkan saja sudah cukup sebagai

bukti kuat bagi kosongnya rahim wanita, namun hal ini tidak ia jadikan sebagai

standar bagi masa iddahnya kecuali jika telah melewati tempo yang telah ditentukan.

Ali bin Abi Thalib selain memperhatikan segi kekosongan rahim juga

menambahkan pentingnya seorang istri yang baru ditinggal mati suaminya untuk

berkabung atas kematiannya, maka menurut fatwa Ali tidak dihalalkan baginya untuk

menikah lagi kecuali setelah melewati masa berkabung yang telah ditentukan

lamanya oleh al Quran meskipun ia telah melahirkan kandungannya sebelum masa

itu.

Ada kemungkinan perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan

hamil itu melahirkan kandungannya sebelum melewati masa empat bulan sepuluh

hari, maka masa yang terima di antara dua masa baginya adalah dengan menunggu

Page 33: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

sampai akhir masa berkabung tersebut, yakni setelah perempuan itu melahirkan

kandungannya ia masih harus menunggu dan dalam hal ini masa iddahnya adalah

empat bulan sepuluh hari.

Atau boleh jadi pula ia melahirkan kandungannya setelah melewati masa

berkabung, maka masa yang terima di antara dua masa baginya adalah dengan

melahirkan kandungannya. Dengan demikian masa iddahnya adalah sampai ia

melahirkan kandungannya, karena masa yang empat bulan sepuluh hari sudah

termasuk dalam masa hamil.

Menurut hemat penulis fatwa Imam Ali bin Abi Thalib terhadap adanya masa

berkabung bagi perempuan hamil yang ditinggal wafat suaminya adalah sesuatu yang

mengandung makna yang dalam, karena secara adat manapun tidak layak bagi

seorang perempuan yang baru saja ditinggal mati suaminya untuk langsung menikah

lagi dengan laki-laki lain atau setelah beberapa hari saja dari kematian sang suami.

Yang demikian itu menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap jalinan tali

perkawinan yang suci serta mengingkari kebaikan-kebaikan ataupun keutamaan-

keutamaan orang yang pernah mendampingi hidupnya.

Ini semua ditinjau dari satu aspek, sedangkan dari aspek yang lain adalah

sesungguhnya dengan adanya masa berkabung bagi perempuan yang baru ditinggal

suaminya akan memberikan gambaran yang baik baginya di mata masyarakat umum.

Hal itu juga dapat mencegah pembicaraan orang yang tidak baik atas dirinya dan

dapat menjaga kemuliaannya sehingga tidak ada seorangpun yang membicarakannya

atau menjelek-jelekkannya ataupun menghinanya oleh sebab perlakuannya yang tidak

Page 34: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

layak terhadap suami yang telah meninggal. Terlebih lagi dengan adanya masa

berkabung tersebut akan mempererat hubungan kekeluargaan dengan pihak

almarhum suami, karena hal itu menunjukkan betapa seorang istri masih ingat akan

kebaikan-kebaikan yang pernah diberikan sang suami padanya dan betapa ia dapat

memenuhi hak-hak suami semasa hidup maupun sesudah ia tiada. Selain itu semua

dimaksudkan pula untuk menghormati perasaan sanak keluarga dan kaum kerabatnya,

dan juga untuk mengungkapkan kesetiaan atau kesedihan hati karena ditinggal suami

untuk selama-lamanya sebagai orang yang pernah mendampingi hidupnya, ataupun

hal-hal lain yang kesemuanya itu dapat mempererat hubungan kekeluargaan.

Lebih lanjut Ali bin Abi Thalib menjelaskan perbedaan masa berkabung

terhadap suami dan berkabung terhadap lainnya. Musibah kematian yang menimpa

seseorang sudah pasti di belakangnya meninggalkan kekalutan, kepedihan dan

kesedihan yang merupakan tabiat alamiah. Allah SWT yang Maha Bijaksana dan

Maha Waspada telah membolehkan yang wajar-wajar saja dari hal itu, yaitu selama

tiga hari untuk mengembalikan ketenangan jiwa dan menghilangkan kekalutan.

Kemudian ia menambahkan dibolehkannya bagi wanita untuk berkabung

karena wanita adalah makhluk yang lemah dan biasanya kurang sabar untuk

berkabung atas kematian sanak familinya selama tiga hari, adapun berkabung atas

kematian suami bagi mereka adalah seiring dengan masa iddah, karena sesungguhnya

setiap wanita perlu berhias, berdandan dan memakai wewangian agar lebih dicintai

oleh suami dan supaya hati suami tenteram memandangnya serta agar mendapatkan

perlakuan yang harmonis darinya. Namun setelah sang suami meninggal dunia ia

Page 35: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

diharuskan untuk beriddah karenanya, dan selagi dalam masa iddahnya tersebut

berarti ia masih terikat kewajiban dengan suami yang telah meninggal, yaitu dengan

tidak memakai wewangian, pakaian-pakaian yang menyolok atau perhiasan-perhiasan

sebagaimana dilakukan oleh istri-istri di hadapan suami mereka. Hal itu dimaksudkan

untuk menutup kemungkinan laki-laki lain tertarik padanya atau sebaliknya ia yang

berpaling pada laki-laki lain dengan melupakan suami yang belum lama meninggal.

Setelah masa iddah atau masa berkabungnya selesai jika ia berhajat untuk menikah

lagi maka dibolehkan baginya untuk bersolek, memakai perhiasan dan lain

sebagainya sebagaimana layaknya seorang wanita yang bersuami.

Tidak ada sesuatupun yang lebih baik daripada perintah untuk berkabung bagi

istri-istri yang baru ditinggal mati suaminya dengan meninggalkan perbuatan-

perbuatan atau hal-hal lain yang biasa mereka lakukan selama jangka waktu tertentu

kemudian dibolehkan kembali setelah masa berkabungnya selesai.

Adapun yang melatar belakangi fatwa Abdulah bin Mas’ud tentang masa

iddah bagi wanita hamil yang ditinggal wafat oleh suaminya adalah sampai ia

melahirkan kandungannya walaupun kelahiran itu terjadi sebelum jatuh tempo empat

bulan sepuluh hari adalah adanya hadits yang diriwayatkan oleh Subai'ah Al-

Aslamiah "bahwasanya seorang perempuan dari Qabilah Bani Aslam yang bernama

Subai'ah Al Aslamiah ditinggal wafat oleh suaminya dalam keadaan mengandung,

datanglah Abu Sanabil bin Ba'aka melamarnya, tetapi ia menolaknya. Kemudian

dikatakan padanya "Demi Allah engkau tidak pantas menikah lagi sehingga engkau

beriddah sampai akhir dua masa". Maka kemudian perempuan itu menangguhkan

Page 36: Masa Idaah Wanita Hamil yang Ditinggal Wafat Suaminya menurut

dirinya selama kurang lebih sepuluh malam hingga ia melahirkan kandungannya.

Setelah itu ia menghadap Rasulullah SAW, beliapun bersabda "menikahlah dengan

siapa saja yang engkau kehendaki".

Fatwa Abdullah bin Mas’ud sangat bertentangan dengan fatwa Ali bin Abi

Thalib. Menurut Ali bin Abi Thalib fatwa yang menyebutkan tujuan masa iddah

selain untuk mengetahui kekosongan rahim juga untuk memberi kesempatan

berkabung atas kematian suaminya. Menurutnya meskipun tidak ada hadits Subai'ah

dalam menetapkan masa yang terima dari dua masa (bagi masa iddah perempuan

hamil yang ditinggal mati suaminya) tetap tidak benar.

Berdasarkan latar belakang pemikiran antara Ali bin Thalib dengan Abdullah bin

Mas’ud tersebut di atas, menurut penulis bahwa pendapat Imam Ali bin Abi Thalib

adalah yang paling mendekati kebenaran kalau saja tidak ada hadits Subai'ah Al-

Aslamiah (hadits yang dijadikan sandaran oleh Abulah bin Mas’ud) yang

menerangkan bahwa sesungguhnya iddah perempuan hamil yang ditinggal wafat

suaminya adalah berakhir dengan melahirkan kandungannya walaupun hal itu terjadi

sesaat saja setelah kematian suaminya, karena pendapat ini dikuatkan oleh adanya

hadits shahih (hadits Subai'ah) yang wajib untuk diikuti, sesuai dengan perintah Allah

SWT.