maqtal arbain

22
Maqtal Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib Shallallahu ‘alaika ya Aba ‘Abdillah Shallallahu ‘alaika ya Mazlum bi Karbala Shallallahu ‘alaika ya Syahid bi Karbala Salam sejahtera bagimu ya Aba ‘Abdillah al-Husain bin ‘Ali (as.) Salam sejahtera bagimu wahai putra Rasulullah (saw.) Salam sejahtera bagimu wahai putra Fatimah az-Zahra. (as.) Pertama-tama marilah kita dengar beberapa sabda Nabi Muhammad saw. tentang Husain “Husainun minni wa ana min Husaini. Ahabballah man ahabba Husaina. Husain sibthun minal asbath. “ (Husain adalah bagian dari diriku, dan aku adalah bagian dari diri Husain. Semoga Allah mencintai orang yang mencintai Husain, dan Husain adalah cucu istimewa dari cucu-cucuku”. Hadis lain, “Innal Hasana wal Husain Sayyida syababi Ahlil Jannah”, Sungguh Hasan dan Husain adalah dua pemuka pemuda sorga. Ibnu Hajar mencatat dalam kitabnya at-Tahzib riwayat Ummu Salamah,: “Suatu hari Hasan dan Husain sedang bermain di rumahku, di hadapan datuknya Rasulullah saw. Tidak lama berselang, malaekat Jibril datang. Dia berkata sambil menunjuk ke arah Husain, “ya Muhammad, kelak ummatmu akan membunuh putramu ini. Mendengar itu Nabi kemudian menangis. Dipanggilnya Husain dan dipeluknya erat-erat ke dadanya. Kemudian Nabi memanggilku, kata Ummu Salamah, dan memberiku sebongkah tanah. Setelah mencium bongkahan tanah itu, Nabi berkata, “ya Ummu Salamah, di tanah ini ada bau Karbun wa Bala’. Kelak apabila ia berubah menjadi darah, ketahuilah bahwa di saat itu putraku ini syahid bermandikan darah.’

Upload: muhammad-abduh

Post on 24-Oct-2015

256 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAQTAL ARBAIN

Maqtal Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib

Shallallahu ‘alaika ya Aba ‘Abdillah

Shallallahu ‘alaika ya Mazlum bi Karbala

Shallallahu ‘alaika ya Syahid bi Karbala

Salam sejahtera bagimu ya Aba ‘Abdillah al-Husain bin ‘Ali (as.)

Salam sejahtera bagimu wahai putra Rasulullah (saw.)

Salam sejahtera bagimu wahai putra Fatimah az-Zahra. (as.)

Pertama-tama marilah kita dengar beberapa sabda Nabi Muhammad saw. tentang Husain “Husainun minni wa ana min Husaini. Ahabballah man ahabba Husaina. Husain sibthun minal asbath. “

(Husain adalah bagian dari diriku, dan aku adalah bagian dari diri Husain. Semoga Allah mencintai orang yang mencintai Husain, dan Husain adalah cucu istimewa dari cucu-cucuku”.

Hadis lain, “Innal Hasana wal Husain Sayyida syababi Ahlil Jannah”, Sungguh Hasan dan Husain adalah dua pemuka pemuda sorga.

Ibnu Hajar mencatat dalam kitabnya at-Tahzib riwayat Ummu Salamah,: “Suatu hari Hasan dan Husain sedang bermain di rumahku, di hadapan datuknya Rasulullah saw. Tidak lama berselang, malaekat Jibril datang. Dia berkata sambil menunjuk ke arah Husain, “ya Muhammad, kelak ummatmu akan membunuh putramu ini. Mendengar itu Nabi kemudian menangis. Dipanggilnya Husain dan dipeluknya erat-erat ke dadanya. Kemudian Nabi memanggilku, kata Ummu Salamah, dan memberiku sebongkah tanah. Setelah mencium bongkahan tanah itu, Nabi berkata, “ya Ummu Salamah, di tanah ini ada bau Karbun wa Bala’. Kelak apabila ia berubah menjadi darah, ketahuilah bahwa di saat itu putraku ini syahid bermandikan darah.’

Lima puluh tahun setelah wafat baginda Rasulullah saw, tepatnya tanggal10 Muharram tahun 61 Hijriah, tragedi Karbala yang diucapkan oleh Nabi tersebut menjadi kenyataan. la bermula dari keengganan Husain as. untuk memberikan bai’at kepada Yazid bin Mu’awiyah sepeninggal ayahnya.

Kepada al-Walid, gubernur Madinah, Imam Husain berkata, ” Ayyuhal Amir! Kami adalah Keluarga Nabi, Tambang Risalah, Tempat Kunjungan para malaekat, dan pusat rahmat Illahi. Karena kamilah maka Allah membuka dan mengakhiri segala sesuatu. Sementara Yazid adalah seorang yang fasik, peminum arak, pembunuh nyawa yang tak berdosa dan terang-terangan melanggar perintah Allah. Orang seumpamaku takkan mungkin akan memberinya bai’at…”

Page 2: MAQTAL ARBAIN

Ketika Husain didesak oleh orang-orang Mu.awiyah, terutama oleh Marwan bin Hakam, seorang yang dikatakan oleh Nabi sebagai al-la’in ibnul la’in, dengan nada yang tinggi Husain berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un… Apabila bai’at ini diberikan kepada Yazid, itu berarti pengkhianatan kepada agama Islam. Bagaimana mungkin ummat ini akan dibiarkan dipimpin oleh orang seperti Yazid.” Husain kemudian berkata: ‘Wahai musuh Allah! Enyahlah engkau dariku. Kami adalah keluarga Rasulullah. Kebenaran ada pada kami. Dan al-haq pasti keluar dari lisan kami. Kudengar sendiri N abi bersabda, “Hak Khilafah adalah haram bagi keluarga Abu Sufyan dan bagi at- Thulaqa. ibnut Thalaqa., (yakni anak keturunan para tawanan Makkah kalian lihat Mu’awiyah berada di atas mimbarku, maka tikamlah perutnya. Demi Allah penduduk kota Madinah telah melihat Mu’awiyah duduk di atas minbar datukku, dan mereka tidak melakukan seperti apa yang diperintahkan oleh Nabinya. Itulah kenapa akhimya mereka ditimpakan oleh Allah bencana anaknya Yazid, Zadahullah fin nari ‘adzaban, (semoga Allah lebih menimpakan adzab yang pedih kepadanya di api neraka).

Suasana mencekam di kota Madinatur Rasul karena ancaman Yazid atas nyawa Husain menyebabkan Husain berpikir untuk pergi ke kota Mekah. Sebelum pergi, Husain as. berkunjung ke pusara datuknya di tengah malam gulita, sambil berkata:

Assalamu ‘alaika ya Rasulallah!

Anal Husain ibnu Fathimah. Ana Farkhuka

wabnu Farkhika…

Salam sejahtera kepadamu wahai Rasulallah Aku adalah Husain putranya Fatimah. Aku adalah anakmu dan anak dari putrimu. Aku adalah cucumu yang kautinggalkan kepada ummatmu. Saksikanlah wahai Nabi Allah bahwa mereka telah menghinaku dan mengabaikan hak-hakku serta tidak memeliharaku. Inilah keluhanku kepadamu hingga kelak aku berjumpa denganmu…”

Kemudian Husain berdiri shalat, ruku’ dan sujud sepanjang malarnnya di samping pusara kekasihnya Rasulullah saw. Usai shalat Husain berdo’a:

Allahumma! Inna hadza qabru nabiyyika Muhammad… YaAllah! Ini adalah pusara Nabi-Mu Muhammad, sementara aku adalah putra dari putrinya Muhammad. Engkau Mahatahu derita yang apa kini datang kepadaku. Allahumma ya Allah! Sungguh aku cinta pada yang ma’ruf dan benci pada yang munkar. Aku bermohon kepada-Mu ya Dzal Jalali wal Ikram, demi pusara ini dan demi penghuninya, agar Kau pilihkan untukku sesuatu yang di dalarnnya Kau redha padaku.”"

Menjelang subuh, Husain kemudian meletakkan kepalanya ke pusara datuknya. Di sana kemudian ia sejenak tertidur. Dalam tidur itu ia melihat datuknya datang dengan serombongan malaekat kepadanya. Dipeluknya Husain erat-erat ke dadanya. Diciumnya antara kedua matanya. Kemudian Nabi berkata, “Wahai putraku Husain! Sepertinya sebentar lagi kau akan terbunuh dan tersembelih di sebuah tempat dan bumi karbun wa bala’. Di sana kau dikepung oleh sekumpulan orang dari ummatku, dalam keadaan kau haus dan tidak diberi air minum. Tapi mereka masih mengharapkan syafaatku di hari kiamat. Demi Allah, kelak aku tidak akan memberi mereka syafaat di hari kiamat…”

Page 3: MAQTAL ARBAIN

Setelah kunjungan terakhir ke pusara Rasulullah saw., Husain kemudian berangkat ke kota Mekah bersama seluruh anggota keluarganya. Syaikh Mufid meriwayatkan, di saat Husain meninggalkan kota Mekah, Husain membaca ayat yang ada dalam surah al-Qashas (28) ayat 21, “fa kharaja minha khaifan yataraqqabu, qala rabbi najjini minal qaumidz dzalimin…” (Maka (Musa) keluar dari (kota) itu dengan ketakutan seraya berhati hati. Dia berkata, “ya Tuhanku, selamatkan aku dari kaum yang zalim.)

Hari kesepuluh dari bulan Muharram tahun 61 Hijriah, adalah hari yang paling menyedihkan bagi keluarga Nabi saw. Betapa tidak. Di hari itu pasukan Husain yang berjumlah lebih kurang 78 orang telah dihadang oleh tak kurangdari 30,000 pasukan yang berkuda dan bersenjata lengkap untuk siap membantainya dan menawan putra-putrinya.Di sisi lain, air sungai Furat yang terbentang panjang dan menghidupi makhluk-makhluk padang Karbala, hatta anjing sekalipun, pada hari itu diharamkan bagi putra- putri Nabi yang suci ini.

Sejak pagi Asyura Imam Husain berupaya menyadarkan mereka untuk tidak memerangi keluarga Nabi ini. Dia berusaha maksimal untuk menghentikan petumpahan darah yang akan berakibat fatal bagi kehidupan mereka setelahnya. Sampai-sampai Husain berteriak lantang, “

“Ayyuhan nas! Dengarlah kata-kataku, dan jangan kalian terburu-buru ingin memerangiku hingga aku bisa memberi kalian nasehat yang mana kalian berhak untuk mendengarnya. Lihatlah siapa diriku dan diri

kalian. Sadarlah dan perhatikan baik-baik kedudukan aku di sisi kalian. Apakah kalian boleh membunuhku dan menginjak-injak keluargaku. Bukankah aku adalah putra dari putri Nabi kalian, dan putra washinya,

orang pertama yang beriman kepada Nabi-Nya? Bukankah Hamzah, penghulu para syuhada adalah pamanku? Bukankah Ja’far at-Thayyar, yang memiliki dua sayap di syurga kelak adalah pamanku? Bukankah kalian pernah mendengar sabda Nabi tentangku dan saudaraku Hasan bahwa dua putra ini adalah pemuka pemuda syurga?”

Kata-kata Husain tidak banyak mengusik hati mereka yang telah beku. Tapi Husain terus berupaya maksimal untuk menyentuh hari nurani mereka. Sampai beliau berkata secara emosional,

“Ayyuhan Nas, ama min mughitsin yughitsu ‘anna…, apakah masih ada orang yang mau membela kami keluarga Rasul. Apakah masih ada orang yang mau menolong kami sebagai keluarga Rasul? Apakah salah kami? Apakah dosa anak-anak dan wanita kami sehingga kalian haramkan mereka dari air Furat itu?

Kata-kata Husain terakhir tiba-tiba mengusik perasaan al-Hur bin Yazid ar-Riyahi, salah seorang dari pimpinan pasukan Umar bin Sa’ad. Sejenak ia mundur dan mencari tempat yang tepat, akhirnya ia menyebat kudanya untuk bergabung bersama Husain. Al-Hur dengan suara yang penuh sesal berkata, “Wahai putra Rasulullah, apakah masih ada kesempatan bagiku untuk bertaubat? Kumohon maafmu ya Husain, karena telah menakut-nakuti hati para kekasih Allah dan putra-putri Nabi Allah” “Na’am. Taballahu ‘alaika. Semoga Allah menerima taubatmu ya Hur. Kata Husain, “Anta hurrun kama waladatka ummuka hurra. Khawatir sahabat-sahabat lain menyusul Hur, tiba-tiba Umar bin Sa’ad, pimpinan pasukan musuh melesatkan anak panahnya ke arah Husain sebagai tanda dimulainya perang. Sambil berteriak Umar berkata: “Saksikan di hadapan Amir bahwa aku adalah orang pertama yang

Page 4: MAQTAL ARBAIN

melemparkan anak panahnya kepada Husain.” Dan berikutnya ribuan anak panah dilesatkan ke arah Husain, keluarganya dan sahabat- sahabatnya.

Peperangan yang tidak seimbangpun berkobar. Sahabat Husain satu demi satu maju dan kemudian gugur, disusul pula oleh keluargnya. Orang pertama adalah putranya yang bemama Ali al-Akbar, seorang anak remaja yang mempunyai wajah yang betul-betul mirip dengan wajah datuknya Rasulullah saw.

Melihat putranya ini Husain terisak menangis. Dipeluknya erat-erat putra kesayangannya ini. Sambil mengangkat janggutnya yang telah memutih, Husain berdo’a, “ya Allah, saksikanlah betapa tega dan kejamnya kaum ini. Muncul di hadapan mereka seorang yang mempunyai wajah, sifat dan kata-kata yang sangat mirip dengan Rasul-Mu Muhammad. Bahkan ketika kami rindu kepada Rasul-Mu, kami akan memandangi wajah anak ini. Ya Allah, haramkan bagi mereka keberkahan perut bumi ini. Porak- porandakan mereka. Mereka telah mengundang kami dan berjanji untuk membela kami, tiba-tiba mereka jugalah yang memusuhi kami dan memerangi kami.”

Ali al-Akbar maju ke medan perang dengan sangat tangkas sehingga mengingatkan orang akan keperkasaan datuknya Ali bin Abi Thalib as. Riwayat berkata, setelah lebih dari seratus orang tewas di tangannya, Ali kembali ke kemah ayahnya dengan luka-luka yang cukup banyak. Dia berkata, “Ya abatah, (duhai ayahanda yang mulia), haus, haus. Rasa haus benar-benar telah mencekikku sehingga terasa benar beratnya besi ini.Adakah sedikit air yang bisa memberiku sedikit tenaga?’

Husain memeluk erat putra kesayangannya ini. Sebentar kemudian dia julurkan lidahnya yang suci ke mulut anaknya yang suci. “Demi Allah, lidah Husain sendiri lebih kering dari ranting-ranting yang kering hadapan yang ada di padang Karbala.” Husain berkata, “Sebentar lagi kau pasti akan berjumpa dengan datukmu Muhammad yang tengah menunggumu dengan segelas air dari telaga al-kautsar. Bersabarlah wahai putraku, bersabarlah…”

Ali al-Akbar kembali ke medan perang. Gerak- geriknya diperhatikan oleh ayahnya yang sudah mulai tua itu. Tak lama berselang, tiba-tiba Husain menyaksikan bagaimana anak yang masih muda ini ditikam oleh musuh-musuhnya dari berbagai arah. Ada yang memukul kepalanya, menusuk dadanya, menikam perutnya, bahkan ada yang melemparkan anak panahnya sehingga jatuh persis ke lehemya. Ali al-Akbar sempat berteriak memanggil-manggil ayahnya,” ya abatah (duhai ayah)’alaika minnis salam. Kini kusaksikan datukku Rasulullah saw, mengucapkan salam kepadamu dan memintamu agar segera datang menemuinya…” Husain mendatangi putranya ini sambil mengibas-ngibaskan pedangnya ke setiap orang yang menghalanginya. Husain memeluk wajah Akbar yang bersimbahkan darah suci. Husain berkata, “qatalallahu qauman qataluka ya bunayya…, semoga Allah membunuh suatu kaum yang telah membunuhmu wahau putraku. Alangkah beraninya mereka terhadap Allah; dan alangkah nekatnya mereka menganiaya keluarga Rasulullah Sungguh, wahai putraku, apalah artinya dunia ini bagiku setelah kepergianmu…”

Kini giliran Husain, tapi sebelum itu dia minta dibawakan bayinya Ali ar-Radhi’. Maksud Husain adalah ingin mencium dan memeluk sebagai pertemuan terakhirnya. Sambil memegang bayi yang tak berdosa ini, Husain terus berteriak:

Apakah masih ada orang bertauhid yang masih takut kepada Allah. Apakah masih ada orang yang mau

Page 5: MAQTAL ARBAIN

menolong kami. Apakah masih ada orang yang mau membela keluarga Rasulullah.

Tengah Husain memeluk dan ingin mengecup anak yang suci ini, tiba-tiba Harmalah bin Kahil melesatkan anak panahnya ke arah leher Ali ar-Radhi’. Demi Allah, anak panah itu menembus lehemya.

Pekikan suara Ali ar-Radhi’ sangat menyayat hati. Husain menggeleng-gelengkan kepalanya seperti tak percaya betapa kejamnya manusia-manusia durjana itu.

Kini Husain benar-benar sendirian. Seluruh keluarga dan sahabatnya gugur syahid satu persatu di hadapannya. Dia berdiri sendirian di kemahnya yang semakin kosong. la bergumam menyebut-nyebut kebesaran Asma’ Allah. Sekali- sekali Husain melihat kemah putri-putrinya, kemudian ia menatap kembali lautan musuh yang tengah menanti untuk menyergapnya. Akhimya Husein melangkahkan kakinya mendatangi kemah wanita untuk melihat putri-putri Fatimah az-Zahra’ as. Suara Husain kini tidak lagi lantang. Air matanya sudah terkuras habis. Dadanya sesak menahan napas panjang. Kerongkongannya kering dan panas. Dengan suaranya yang parau dan terbata- bata, dia memanggil satu persatu putri-putri Fatimah az-Zahra’:

” Assalamu alaiki ya Sakinah! Terimalah salamku wahai Sakinah.” ” Assalamu alaiki ya Fatimah! Terimalah salamku wahai Fatimah:’ ” Assalamu Alaiki ya Zainab! Terimalah salamku wahai Zainab.” ” Assalamu Alaiki ya Ummu Kalthum! Terimalah salamku wahai Ummu Kalthum.”

Sakinah yang kecil memeluk erat tubuh ayahnya yang kini kesendirian itu.

“Ya abatah. Ayah! Apakah salammu ini pertanda bahwa kau akan pergi meninggalkan kami? Apakah ini pertanda perpisahanmu dengan kami?” Husain merangkul putrinya yang mungil ini sambil berbisik:

” Wahai putriku Sakinah! Apakah mungkin maut tidak menjemput orang yang tidak ada pembela dan kesendirian ini. Bersabarlah putriku! Usaplah air matamu. Bersabarlah, kau akan lebih banyak lagi menangis setelah kematianku. Tolong jangan kau bakar hati ini sebelum ruhku meninggalkan badan ini. Kelak setelah aku gugur, menangislah putriku dan menangislah!” Husein memeluk satu persatu putri-putrinya yang tidak berdosa. Juga adik-adik wanitanya yang bersamanya di Karbala, Zainab dan Ummu Kaltsum. Kemudian dia datang memeluk Ali Zainal Abidin yang sedang berbaring lantaran sakit keras. Mas’udi dalam kitabnya Ithbat al-Washiyyah meriwayatkan, Husain kemudian berwasiat kepada putranya yang sedang sakit ini al-Ism al-A’zam dan peninggalan-peninggalan waris para Nabi. Kemudian Husain juga menyampaikan bahwa ia telah menitipkan ilmu-ilmu, kitab-kitab, mushaf-mushaf dan senjata warisan kepada Ummu Salamah r.a.

Usai pamit dengan keluarganya tercinta, Husain kemudian menunggang kudanya yang membawanya berhadapan dengan musuh-musuhnya yang berjumlah lebih dari tiga puluh ribu serdadu. Husain masih berupaya untuk menyadarkan mereka dan menyelamatkan mereka dari kesesatan. Husain masih tetap ingin meyempumakan hujjahnya kepada orang- orang yang sepertinya sudah ditutupkan oleh Allah hatinya. Tapi hati mereka tak bergeming.

Tiba-tiba Umar bin Sa’ ad berteriak:

Page 6: MAQTAL ARBAIN

“Celaka kalian! Tahukah kalian dengan siapa kalian berperang? Inilah putra singa orang-orang Arab. Inilah putra Ali bin Abi Thalib. Serang dia dari berbagai sisi.”

Perintah Umar bin Sa’ ad kemudian diikuti dengan lemparan empat ribu anak panah yang dilesatkan untuk menembak Husain.

Dengan gagahnya Husain tetap berdiri kokoh, walaupun sebagian anak panah mengenai badannya yang mulia. “Kalian mengancamku dengan maut; kalian menakut-nakuti aku dengan anak panah. Demi Allah mati adalah lebih mulia ketimbang harus tunduk pada kezaliman. Syahid di jalan Allah lebih mulia ketimbang tunduk pada kehinaan. Husain berkata:

Mati lebih utama ketimbang melakukan keaiban dan lebih utama daripada masuk ke dalam api neraka akulah Husain putra Ali tidak pemah mundur dalam membela kebenaran. Kukan pertahankan keluarga ayahku. Kukan teruskan berjalan di atas agama sang Nabi.

Peperangan yang tak seimbang antara Husain dengan pasukan Umar bin Sa’ ad sudah tak terelakkan lagi. Tidak sedikit dari kalangan pasukan Ibnu Sa’ ad yang tewas di tangan Husain.

Dalam keadaan letih dan haus yang amat sangat, Husain kemudian duduk ingin sejenak beristirahat. Riwayat berkata, tiba-tiba Abul Hatuf membidikkan panahnya yang kemudian jatuh persis mengenai dahinya Husain. Dengan tangannya yang mulai putranya lemah, Husain berupaya mencabut anak panah itu perlahan-lahan. Dahi Husain yang sering digunakannya untuk bersimpuh sujud di hadapan al- Khaliq, kini menyemprotkan darah suci dan segar tentang pada pasir Karbala. Wajah Husain berubah merah. Janggutnya yang putih kemilau kini bermandikan darahnya yang segar. Husain berkata:

Ya Allah! Engkau saksikan sendiri apa yang dilakukan oleh hamba-hambaMu yang durhaka ini terhadapku.

Ya Allah, hancurkan mereka, habisi mereka, dan jangan Kausisakan satupun dari mereka di atas muka bumi ini, dan jangan juga Kauampuni mereka.

Husain kemudian berdiri lagi meneruskan perlawanannya sampai kemudian dia merasa keletihan lagi. Sejenak ia beristirahat, tiba-tiba sebuah batu besar dilemparkan ke arah dahinya dan persis mengenai lukanya. Darahnya yang suci kini lebih banyak mengalir membasahi seluruh tubuhnya. Husain meringis kesakitan. Luka-luka yang mengenai tubuhnya membuatnya tak berdaya. Imam Husain kemudian mengangkat tangannya untuk mengambil ujung bajunya guna mengusap darah yang mengalir di dahinya. Tiba-tiba sebatang anak panah beracun yang bermata tiga dibidikkan persis ke arah dadanya. Dada Husain luka. Jantung Husain robek. Anak panah tembus sampai ke belakang Husain. Husain menundukkan kepalanya sambil memegahg-megang dadanya yang memancurkan darah segar Nabi yang mulia. Dengan suara yang terbatah-batah Husain berdo’ a:

Dengan Asma’ Allah

dengan bantuan Allah

dan di atas agama Rasulullah

Page 7: MAQTAL ARBAIN

Ilahi, Engkau Mahatahu bahwa mereka telah membunuh satu-satunya putra NabiMu yang masih ada di atas muka bumi ini.

Husain kemudian mencabut anak panah itu dari belakangnya, yang kemudian memuntahkan darah segar nan suci. Perawi berkata, Husain kemudian menampung darah-darahnya itu dengan kedua tangannya, lalu dilemparkan ke arah langit. Demi Allah! Tidak setetespun dari darah itu kemudian kembali ke bumi.

Kemudian Husain menampung lagi darah yang masih mengalir deras dengan kedua tangannya. Kemudian ia usap-usapkan ke wajahnya, janggutnya, dan tubuhnya sambil berkata:

Seperti inilah aku akan bertemu dengan datukku Rasulullah saw dalam keadaan badan ini bersimbah darah Kelak akan kukatakan kepadanya bahwa yang membunuhku adalah Fulan bin Fulan. Melihat Husain tergeletak lemah, Umar bin Sa’ ad berteriak, “Turun kalian dan penggallehemya…” Maka turunlah sebagian makhluk-makhluk durjana itu untuk menghina Husain. sebagian memukuli amamah atau sorban Husain sampai kepalanya luka; sebagian menusukkan pedangnya ke perut Husain; sebagian yang lain menyabetkan pedangnya ke punggung Husain. sedemikian buruk perlakuan mereka kepada Husain yang sudah jatuh lemah itu, sampai Imam Baqir as. berkata, “Hatta kepada anjingpun, mereka dilarang memperlakukannya seumpama itu. Husain telah ditusuk dengan pedang, dipukul dengan tombak, dilempar dengan batu, dipukul dengan kayu dan tongkat; bahkan dinjak- injak dengan kuda…”

Tidak sekedar itu. Jiwa iblis Umar bin Sa’ ad masih belum puas. Dendam Ibnu Ziyad terhadap Husain masih belum tuntas. Meskipun Husain kini telah tergeletak layu bersimbah darah, dalam keadaan badan nyaris tidak lagi bemyawa, mereka kobarkan api permusuhan sedalam-dalamnya terhadap Husain.

Umar bin Sa’ad memerintahkan orangnya untuk turun menghabisi Husain. Shimir dan Sinan bin Anas turun dari kudanya. Melihat mereka Husain masih terengah-engah meminta air. “Sungguh, aku haus, aku Husain haus!” Kata Husain. Syimir kemudian menendang dengan sepatunya yang keras. Dengan suaranya yang keras dia berkata, “Wahai putra Abu Turab! Bukankah engkau berkata bahwa ayahmu akan memberi air di telaga al-kautsar kepada orang yang dicintainya. Mintalah dari ayahmu…!” Syimir kemudian duduk di dada Husain. Dia pegang janggut Husain yang sudah bermandikan darah. Dengan senyum Husain berkata kepada Syimir, “Apakah engkau tidak kenal aku dan akan membunuhku?” Syimir menjawab, “Ya, Aku mengenalmu dengan baik. Ibumu Fatimah az-Zahra’; ayahmu Ali al-Murtadha, dan datukmu Muhammad al-Mustafa, pembelamu adalah Allah Ta’ala. Aku tidak perduli semua itu…”

Dalam sebuah riwayat, Syimir berusaha memenggal leher Husain dari arah depan. Namun dia gagal. Kemudian dia membalik Husain dengan sangat kasar dan menebaskan pedangnya dari arah belakang Husain…” setiap kali urat leher Husain terpotong, Husain berteriak, “Wa abatah, wa ummah, wa jaddah, wa ‘aliyyah (duhai ayah, duhai ibu az- Zahra’, duhai datukku Mustafa dan duha ayahku Ali…”

Riwayat berikutnya kemudian berkata,

Page 8: MAQTAL ARBAIN

“Mereka kemudian turun beramai-ramai dari kudanya untuk merampas setiap barang yang ada di tubuh Husain yang mulia. Bahar bin Ka’ab melucuti celana Husain; Akhnas bin Marthad menarik sorban. Husain; Aswad bin Khalid merampas sandal Husain; Umar bin Sa’ ad mengambil baju perang Husain; Jami’ bin al-Khalq merebut pedang Husain. Yang lebih tragis lagi, Bajdal bin Sulaim mengambil cincin Husain. Kata perawi, semula Bajdal mencoba keras menarik-narik cincin Husain. Tapi dia tidak berhasil. Kemudian dia mengambil jalan pintas. Dihunuskan pedangnya ke arah jari-jari Husain, dan … karena sepotong cincin, ia potong jari Husain.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un…

Syahidnya Imam Husain

Diriwayatkan: Pada detik terakhir Al-Husain di padang Karbala, ketika seluruh sahabatnya telah terbunuh, beliau berpesan kepada Zainab agar menjaga putra-putrinya yang masih tersisa. Seluruh wanita dalam kemah pun menangis sedih. Dengan menahan rasa haus dan dahaga, Imam Husaian memacu kudanya menyerang dan menyeruak di tengah-tengah musuh hingga banyak yang berjatuhan. Panasnya terik matahati yang membakar, rasa lapar dan haus yang mencekik, sabetan pedang dan tombak yang melukai seluruh tubuhnya membuat gerakan Imam Husain kian melemah. Pada saat itu pula, Saleh bin Wahab Al-Muzanni mengejarnya dan menusukkan tombaknya ke pinggang Al-Husain, darah segar mengucur. Beliau tersungkur jatuh dari kudanya.

Zar`ah bin Syuraik segera mendekatinya dan menghantamkan pedangnya ke pundak kiri Al-Husain. Beliau membalas dan Zar`ah dibantingnya terkapar di atas tanah. Seorang lagi datang dengan ganas, ia mengayunkan pedangnya menghantam pundak kanan al-Husain. Beliau terjatuh dan berusaha bangkit kembali. Tiba-tiba Sinan bin Anas An-Nakho`i mengejarnya dan menusukkan tombaknya ke dada Al-Husian. Sinan mencabut tombaknya itu dan menusukkan kembali ke dada Al-Husain. Tidak hanya itu, Sinan pun membidikkan panahnya dan menancap pada leher Al-Husain. Sambil tertunduk menahan rasa sakit, Imam Husain mencabut anak panah itu dari lehernya. Darahnya mengucur deras. Beliau mengusapkan darahnya itu di kepala dan janggutnya seraya berkata: “Dengan seperti ini, aku akan menghadap Allah dan kakekku. Tubuhku berlumur darah dan hakku terampasâ€. Lalu Al-�Husain menangis sedih dan memanggil:

“Aku terbunuh teraniaya dan kakekku Mustofa, aku tersembeleh kehausan dan ayahku Murtadlo, aku dihina dan ibuku Fatimah†�

Jeritan pilu Al-Husain itu membuat hati para wanita dalam kemah hancur. Putri-putri Al-Husain menangis dan menjerit: “Wahusainahâ€.�

Zainab segera berlari menghampiri Al-Husain kakaknya. Sambil menangis ia menggerak-gerakkan tubuh Al-Husain yang tak berdaya itu, seraya berkata:

“Saudaraku (Husain)… demi kakekku Rasulullah bicaralah kepadaku!..Demi ayahku Amiril mukminin ngomonglah kepadaku!…Wahai belahan jiwaku! demi ibukku Fatimah Zahra jawablah aku!….Wahai cahaya mataku, wahai belahan hidupku sahutlah kata-kataku!

Dengan suara yang terpatah-patah, Al-Husain menjawab:

Page 9: MAQTAL ARBAIN

“Saudariku, ini adalah hari yang paling duka. Inilah hari yang dijanjikan kakekku itu, dan kini beliau sangat merindukankuâ€. Lalu Al-Husain menyuruh Zainab untuk segera kembali �ke kemah menjaga keluarganya yang tersisa.

Abu Mihknaf melaporkan: Khauli bin Yazid al-Asbahi segera mendatangi tubuh Al-Husain yang tak berdaya itu, untuk memenggal kepalanya. Tiba-tiba tubuhnya bergetar dahsyat, tatkala matanya menatap wajah Al-Husain. Wajah itu mirip Rasulullah. Khauli lari ketakutan dan mengurungkan niatnya. Sejenak suasananya menjadi hening, tidak seorangpun berani mendekati Al-Husain.

Tiba-tiba Syimr menghunus pedangnya, berjalan mendekati Al-Husain, dengan ganas tubuh tak berdaya itu diinjak dadanya dan diangkat kepalanya. Al-Husain mengerang kesakitan:

Lalu Syimr menghujamkan pedangnya ke leher Al-Husain, darahnya mencurat, lalu disembelehnya, kepala suci itupun lepas dari tubuhnya …….….disertai gema takbir (Allahu Akbar)…….bumi mendadak bergetar, langit gelap, petir menyambar-nyambar dan hujan darah membasahi padang Karbala.

Diriwayatkan: Tanpa belas kasihan dan rasa kemanusiaan, mereka lalu melucuti barang-barang yang dikenakan Al-Husain. Ishaq bin Haubah merampas baju Al-Husain. Abhur bin Ka`ab melucuti celana yang dikenakan Al-Husain. Sedang Bajal bin Sulaiman merampas cincin yang berada di jari Al-Husain, dan karena sulit dilepas, maka jari-jari tangan suci Al-Husain itupun dipatahkan dan dipotongnya. Tidak hanya puas dengan itu, tubuh suci Al-Husain tanpa kepala itu diinjak-injak oleh ratusan kuda hingga seluruh tubuhnya berserakan. ……..

Ahsanallohu lakil `aza ya fatimah zahra biqotli waladikil Husain

`Adomallohu uzurona wa uzurokum ayuhal mukminun liahlil baiy biqotli Abi Abdillahil Husain

Kemah Dibakar

Sementara itu, ketika mendengar ringkikan Kuda mendekati kemah, Sukainah segera berlari kearahnya. Namun kuda itu datang berlumur darah tanpa penunggangnya yang menandakan gugurnya al-Husain as. Suakainah menjerit sejadi-jadinya:

Jerit tangis putri-putri Fatimah Zahra saling bersahutan. Mereka merangkul Kuda dan memukul-mukul pipi mereka, sambil meratap:

“Ini adalah hari kematian Muhammad Al-Mustofa, ini adalah hari kematian Ali Al-Mutado, ini adalah hari kematian Fatimah Zahra†�

Tak lama kemudian pasukan musuh membakar kemah-kemah putri Fatimah. Para wanita berhamburan, berlari menyelamatkan diri. Zainab panik, berlari kesana kemari berusaha menyelamatkan dan mengumpulkan sisa-sisa keturunan az-Zahra.

Dengan suaranya yang memilukan, Zainab meratapi kejadian ini dengan menjerit: “Ya Allah, derita apa lagi yang harus kami terima dari orang-orang durjana ini? Wa Muhammadah… derita apa lagi yang akan menimpa putri-putrimu ini…Di sana Al-Husain

Page 10: MAQTAL ARBAIN

dipenggal, dicincang dan kepalanya ditancapkan….Kemudian, di sini putri-putrimu akan mereka bakar, wahai kakek†�

Imam Baqir as menceritakan: “Mereka telah memperlakukan Al-Husain dengan sangat kejam dan sadis yang seandainya musuh mereka adalah orang-orang kafir, mereka tak layak memperlakukan hal yang sedemikian rupa. Mereka telah menyembeleh Al-Husain, mencabik-cabik jasad Al-Husain, punggungnya ditusuk, dadanya diinjak-injak oleh ratusan kaki kuda, semua yang dimiliknya dirampas, bahkan yang melekat di tubuhnya sekalipunâ€.�

Tawanan Dibawa Ke Kufah

Abu Mikhnaf menceritakan: “Para wanita keluarga Rasulullah ini kemudian ditawan dan digiring tanpa alas kaki dan penutup. Ali Zainal Abidin yang sedang sakit, merintih di atas unta dengan kedua pahanya berlumur darah.

Sebelum mereka meninggalkan Karbala, para wanita suci ini memohon dengan melas agar diijinkan untuk melihat jasad Al-Husain. Putri-putri Fatimah Zahra ini tak mampu menahan tangis, tatkala menyaksikan al-Husain bersimbah darah, kepalanya terpenggal, tubuhnya terkoyak, anggota badannya terpotong-potong dan pakaiannya dirampas. Mereka menjerit histeris sambil memukuli wajah-wajah mereka sendiri. Tidak pernah terbayang dalam benak mereka bahwa kekejaman sedahsyat ini akan menimpanya.

Perawi berkata: Demi Allah, aku masih ingat, bagaimana Zainab binti Ali meratapi Al-Husain, dengan suaranya yang parau dan hati yang hancur ia menjerit:

“Oh Muhammad! Salam sejahtera dari Tuhan penguasa langit. Lihatlah Husainmu tengah terbaring di alam terbuka dengan tubuh bersimbah darah. Badannya terpotong-potong….Oh betapa malangnya, kini putri-putrimu menjadi tawanan musuh Allah. Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad Al-Mustofa, Ali Al-Murtadho, Fatimah Zahra dan Hamazah Syyidusy syuhada, penderitaan ini aku adukan…Wahai Muhammad! Ini Husainmu terbaring di alam terbuka, menjadi sasaran terpaan angin timur. Inilah korban kebiadaban anak-anak zina…Oh alangkah malangnya! Betapa berat penderitaan yang kamu alami wahai Aba Abdillah. Hari ini adalah (bagaikan) hari kematian kakekku Rasulullah saw………†�

Sementara itu, Fatimah putri Al-Husain as terlihat sedang memeluk dan menciumi jasad ayahnya yang tanpa kepala itu sambil meratap dan menangis sedih. Belum sampai puas, tiba-tiba beberapa orang datang dan menyeret Fatimah dengan paksa agar segera meninggalkan jasad ayahnya.

Kini jasad-jasad suci para suhada karbala ditinggalkan begitu saja, dibiarkan tanpa dikubur. Delapan belas kepala tanpa tubuh dari ahlul bayt dan enam puluh lebih dari sahabat Al-Husain kini ditancapkan di atas tombak. Diarak menuju Kufah untuk dipersembahkan kepada Ubaidillah Ibnu Ziyad.

Para wanita suci keluarga nabi digiring dengan menanggung segala derita dan duka nistapa serta hati yang hancur lebur. Mereka diarak melewati jalan-jalan hingga memasuki kota Kufah. Seluruh penduduk berhamburan untuk menyaksikan pertunjukan yang mengerikan ini. Di antara mereka ada yang melempari batu dan menghinakan putra-putri Fatimah Zahra hingga mereka memasuki Istana Ibnu Ziyad.

Page 11: MAQTAL ARBAIN

Perawi berkata: Ibnu Ziyad memandang ke arah Zainab binti Ali yang sedang berusaha menutupi kepalanya dengan sebagian kain karena kerudung dan antingnya telah dirampas di Karbala. Sambil mengacungkan tongkatnya, Ibnu Ziyad bertanya; “Siapakah wanita ini?†�

“Dia adalah Zainab saudari perempuan Al-Husain asâ€. Jawab mereka�

Dengan congkak Ibnu Ziyad berkata: “Wahai Zainab!! Demi kakekmu, berbicaralah kepadaku!

Zainab menjawab: “Apa yang kamu inginkan dari kami….wahai musuh Allah dan Rasul-Nya!…Kau telah menghancurkan kami dan mempermalukan kami ditengah-tengah orang yang zalimâ€.�

Ibnu Ziyad kembali bertanya: â€Bagaimana kamu melihat perbuatan Allah kepadamu dan �saudaramu, ketika ingin mengambil khilafah dari Yazid?. Sungguh Allah telah menggagalkan keinginan dan harapannya, sedang pertolongan Allah telah berpihak kepada kami†�

Dengan tegas Zainab menjawab: “Celakalah kamu wahai putra Marjanah…andai saudaraku (al-Husain) meminta khilafah, maka itu adalah haknya dari ayah dan kakeknya. Adapun kamu, bersiaplah untuk memberi jawaban, jika kelak nanti yang menjadi hakim adalah Allah dan penuntutmu adalah Muhammad saw sedang penjaranya adalah neraka Jahannam†�

Ibnu Ziyad marah bukan kepalang. Hampir saja dia mengambil keputusan untuk membunuh Zainab andai tidak ada yang menghalanginya.

Dengan nada sinis Ibnu Ziyad berkata kepada Zainab: “Allah telah menyembuhkan luka hatiku dari para pendosa dan pembangkang dari keluargamuâ€.�

Zainab menjawab: Sungguh kamu telah membunuh pemimpinku, memotong rantingku dan mencabut pokokku. Jika kesembuhanmu adalah hal itu, berarti kekejaman itu telah membuatmu puasâ€.�

Ali Zainal Abidin marah melihat sikap Ibnu Ziyad yang menyakiti hati bibinya. Dengan lantang beliau berkata: “Hai Ziyad….Sampai kapankah kamu akan menghinakan dan melukai hati bibiku di hadapan orang-orang yang tidak mengenalinya?†�

Ibnu Ziyad marah, dan menyuruh Al-gojonya untuk memenggal kepala Ali Zainal Abidin.

Zainab tersentak, sambil memeluk erat Ali Zainal Abidin ia berteriak histeris:

“Hai Ibnu Ziyad!…kamu telah membuat hati kami terluka kembali….Cukup sudah darah kami ditumpahkan. Apakah kamu tidak ingin menyisakan satupun dari keturunan kami? Hai Ibnu Ziyad, jika demikian keinginanmu, maka tebaslah leherku bersamanyaâ€.�

Suasana sedih dan haru menyelimuti jiwa putri-putri Fatimah. Malam itu mereka tak mampu memejamkan matanya untuk tidur. Jiwa mereka gelisah dan hatinya gundah setelah menyaksikan kekejaman yang telah diperbuat oleh para musuh.

Tawanan Dibawa ke Syam

Page 12: MAQTAL ARBAIN

Keesokan harinya, para tawanan bersama kepala para suhada dibawa menuju syam (Damaskus) untuk dipersembahkan kepada Yazid bin Mu`awiyah.

Mereka dipaksa berjalan tanpa alas kaki. Berbagai kota dan desa mereka lewati dengan tangan dan kaki terikat oleh rantai besi. Tubuh mereka lemas, wajahnya lusuh. Mereka berjalan dengan terhuyung-huyung karena lapar dan dahaga, sambil sesekali mereka dicambuk bagaikan budak.

Imam Ali Zainal Abidin menceritakan: “Oh…seandainya kalian melihat dengan mata sendiri bagaimana melepuhnya kaki bibiku Zainab….Oh..seandainya kalian menyaksikan sendiri bagaimana terbakarnya wajah bibiku Zainab, adik-adikku Fatimah, Suakainah dan putri-putri nabi lainnya…..Oh ..seandainya kalian melihat sendiri bagaimana remuknya tulang-tulang mereka….Oh.. seandainya kalian melihat sendiri penderitaan mereka….sungguh tak sanggup mata ini melihatnya….sungguh tak sanggup kepala ini membayangkan mereka…..dan sungguh tak sanggup lidah ini mengisahkan penderitaan mereka…†�

Di Istana Yazid

Perawi berkata: Dengan kaki dan tangan terbelenggu, denganserta wajah pucat dan lusuh, para tawanan ini dihadapkan kepada Yazid bin Mu`awiyah yang saat itu sedang berpesta pora dan bermabuk-mabukan dalam istana. Dengan bangga Syimr menyerahkan kepala suci Al-Husain itu kepada Yazid sambil berkata:

“Akulah yang membawa tombak panjang ini, akulah yang membunuh pemimpin agama ini, akulah yang membunuh putra pemimpin para wasi dan kini aku serahkan kepala ini kepada Amiril Mukminin Yazid†�

Pemandangan itu membuat Ummi Kulsum tak bisa menahan diri. Ia marah dan berkata: “Terkutuklah wahai anak orang yang terkutuk..Ketahuilah laknat Allah atas orang-orang yang zalim. Kamu bangga telah membunuh orang yang ditimang-timang jibril dan mikail di waktu bayinya, namanya tertulis di asrys Allah, kakeknya adalah Khotamunnabiyin, dan ayahnya adalah (Qotilul musyrikin) pembasmi orang-orang musyrik….. Adakah orang yang memiliki kakek seperti kakekku Mustofa dan ayah seperti ayahku Ali Murtado serta ibu seperti ibuku Fatimah Zahra?.

Kemudian kepala suci Al-Husain itu ditaruh di atas bejana emas, dan dijadikan tontonan yang mengerikan. Zainab tak mampu menahan tangisnya tatkala matanya menatap kearah kepala Al-Husain. Ia menarik-narik bajunya dan menjerit histeris dengan suaranya yang menyayat hati: “Oh Husain! Oh kekasih Rasulullah! Oh putra Makkah dan Mina! Oh…putra Fatimah Zahra penghulu para wanita! Oh putra Mustofa!

Perawi berkata: Demi Allah, jeritan Zainab yang menyayat hati itu, membuat seluruh orang yang hadir di majlis Yazid hanyut dalam tangisan dan kesedihan.

Yazid kemudian memukul-mukul kepala suci Al-Husain, menusuk-nusuk mulut dan mata suci Al-Husain dengan tongkatnya penuh kebencian, sambil mendendangkan syair:

Andai saja nenek moyangku di Badr menyaksikan

Page 13: MAQTAL ARBAIN

Betapa paniknya Khozroj menghindari tikaman

Niscaya mereka kan bersuka ria dan berkata, hai yazid kau luar biasa

Kami bantai mereka hingga pemimpin tertingginya

Hutang kita di Badar lunas sudah…….

Yazid kemudian mendekati Ali Zainal Abidin. Sambil mengacungkan tongkat ke arah Imam, dia bertanya: “Siapakah anak muda ini?

Mereka menjawab; “Dia adalah Ali bin Husain†�

“Tidakkah Ali bin Husain telah terbunuh†tanya Yazid.�

Ali Zainal Abidin menjawab: “Benar, dia Ali Akbar sedang aku adiknya†�

Yazid berkata: “Ayahmu hendak mengambil khilafah (dariku). Segala puji bagi Allah yang telah memenangkan aku dan menjadikan kalian sebagai tawanan dan dijadikan tontonan bagi setiap orang, sementara kalian tidak punya penolong†�

Ali Zainal Abidin menjawab: “Siapakah orang yang lebih berhak memegang khilafah daripada ayahku wahai Yazid!….Dia adalah putra Fatimah seorang putri dari Nabimu†�

Yazid marah dan menyuruh al-gojonya untuk memenggal kepala Ali Zainal Abdidin. Zainab menjerit histeris: “Hai Yazid!…kamu telah membasahi padang Karbala dengan darah kami, dan tinggal anak ini, seluruh wanita putri nabi bergantung kepadanya, orang-orang dewasanya telah kamu bunuh dan wanita-wanitanya telah kamu jadikan tawanan. Kini kamu akan melumuri pedangmu dengan darah anak ini?†�

Lalu Yazid menyuruh seorang khotib naik mimbar untuk berceramah menghujat Al-Husain dan Ali bin Abi Tolib. Orang itupun melakukannya.

Dengan lantang Ali Zainal Abidin berkata: “Celakalah kamu, wahai pengkhotbah!….kamu beli kepuasaan hati seorang manusia fasik dengan kemurkaan Allah Sang Pencipta. Bersiap-siaplah kamu untuk masuk ke neraka Jahannam†�

Lalu Imam Ali Zainal Abidin berkhotbah mengenalkan dirinya dan keluarganya serta kedudukan mereka di sisi Allah. Jerit tangis pun membahana memenuhi majlis, semua yang hadir hanyut dalam kesedihan, rasa iba muncul dari hati mereka. Yazid kawatir terjadi sesuatu, maka dia menyuruh seseorang mengumandangkan azan untuk meredakan suasana:

Sang Muazzin segera bergegas, dan ketika mengucapkan kalimat: ???? ????

Imam Ali Zainal Abidin menjawab: ???? ????? ????? ????? ???? ???

Ketika sang Muazzin mengucap: ???? ?? ?? ??? ??? ????

Ali Zainal Abidin menjawab: ???? ??? ?? ?? ???? ???? ??? ?? ?? ????

Page 14: MAQTAL ARBAIN

Ketika sang Muazzin mengucap: ???? ?? ????? ???? ????

Ali Zainal Abidin menangis, air matanya mengalir. Beliau menoleh ke arah Yazid dan berkata: ?? ???? ????? ????? ???? ??? ?? ???? (Hai Yazid! Demi Allah aku bertanya kepadamu; Muhammad itu kakekku ataukah kakekmu?)

Yazid menjawab: ?? ??? (“Dia adalah kakekmuâ€)�

Lalu Ali Zainal Abidin bertanya: ??? ???? ??? ???? (Lalu kenapa kamu bunuh keluarganya)?.Yazid membisu dan pergi meninggalkan tempat duduknya.

Suasana haru dan sedih menyelimuti keluarga nabi. Minhal bin Umar yang sejak tadi hadir dalam majlis, dia mendekati Ali Zainal Abidin dan menyapanya: â€Wahai putra �Rasulullah….bagaimanakah keadaanmu?

Sambil meneteskan air mata, Imam Ali zainal Abidin menjawab: “(Bayangkan) bagaimana keadaan orang yang ayahnya terbunuh tanpa penolong, menyaksikan keluarganya sebagai tawanan, digiring tanpa satir dan penutup…..tidakkah kamu menyaksikan aku sebagai tawanan yang hina tanpa penolong dan pembela? Kini aku dan keluargaku memakai pakaian yang compang-camping…..jika kamu bertanya tentang keadaanku; seperti yang kamu lihat, inilah aku. Musuh-musuh telah menghancurkan diriku, sementara kematian pagi dan sore selalu mengincarkuâ€.�

“Orang-orang Arab bangga atas `Ajam karena Muhammad dari mereka, orang-orang Qurays bangga atas seluruh Arab karena Muhammad dari mereka. Sementara kami keluarganya dibantai dan dianiaya. Sungguh sangat besar penderitaan yang kami rasakan…….kini kekuasaan berada di tangan Yazid dan bala tentaranya. Sedang putra-putri Mustofa telah menjadi budak yang hinaâ€.�

Kembali ke Madinah

Setelah beberapa hari berada di Syam (Damaskus), para tawanan akhirnya dipulangkan ke Madinah dengan dikawal ketat. Mereka meminta dilewatkan padang Karbala untuk menyampaikan perpisahan kepada jasad-jasad suci syuhada Karbala. Di sana mereka berjumpa Jabir bin Abdillah al-Anshori bersama rombongan yang hendak berziarah kepada Al-Husain. Jerit tangis kembali meledak dan kesedihan tak lagi bisa dibendung. Mereka saling bertakziah dan mengucap bela sungkawa serta berziarah kepada jasad para suhada Karabala. Mereka pun mengucapkan salam perpisahan:

Salam bahagia wahai jasad-jasad suci Karbala… Salamat jalan wahai Husain kekasihku…Selamat jalan wahai Ali akbar.. Selamat jalan wahai al-Abbas…selamat berpisah…

Sungguh orang-orang zalim akan mengetahui akibat apa yang mereka lakukan terhadap kalian…

Usai berziarah, mereka kemudian berangkat menuju Madinah. Semua toko dan pasar tutup, Madinah sepi dan sunyi. Seluruh penduduknya berkabung dan berduka atas terbunuhnya cucu Rasulullah Al-Husain. Ummu Salamah istri nabi beserta para wanita Madinah, menyambut putri-putri Rasulullah dengan isak tangis dan kesedihan yang mendalam. Hari itu adalah hari

Page 15: MAQTAL ARBAIN

duka bagi penduduk Madinah. Mereka membuat majlis `aza` untuk mengenang kembali terbunuhnya Imam Husain cucu Rasulullah tepat pada hari ke empatpuluhnya. Hari itu bagaikan hari dimana Rasulullah meninggal dunia.

Imam Ali Zanal Abidin, Zainab, Ummi Kulsum dan putri-putri Zahra lainnya tak mampu menahan rindu mereka terhadap kakeknya. Mereka segera menuju kubur Rasulullah. Ummi Kulsum menangis sedih, air matanya bercucuran. Dengan suara pilu ia mengucap salam kepada Rasulullah:

“Salam sejahtera wahai kakek!…aku mengadu kepadamu tentang penderitaan cucu kesayanganmu Al-Husain†�

Kubur nabi seakan bergetar, seluruh yang hadir menangis sedih dan meratap. Semantara itu Imam Ali Zainal Abidin bersimpuh menciumi kubur kakeknya Rasulullah. Disertai derai air mata kesedihan, beliau menaruh pipinya di atas pusara kakeknya Rasulullah sambil mengaduh:

Oh…Aku mengadu kepadamu…wahai kakek…wahai sebaik-baik utusan

Kekasihmu telah terbantai dan keturunanmu terhinakan.

Sedang Zainab tak henti-hentinya merangkul dan memeluk serta mencium kubur Rasulullah. Sambil menangis terisak-isak, ia mengadu kepada kakeknya Rasulullah:

Waamuhammadah!!!…..

Oh…Alangkah beratnya apa yang kami hadapi setelah kepergianmu…

Husainmu ditikam, lehernya dipenggal, jasadnya diinjak-injak kaki kuda

Putri-putrimu ditawan, hampir-hampir diperbudak

Segerakan kami menyusulmu wahai kakekku Rasulullah

Segerakan kami berjumpa dengan ibuku Fatimah Zahraâ