makalah tugas pasang surut.pdf

36
Pengairan Pasang Surut(HSKK 627) “Menentukan Batas Pasang Surut melalui Pengukuran dan Pemetaan Kadastral dengan Metode Identifikasi Peta Foto”” DOSEN PENGAJAR : M. AZHARI NOOR, M.ENG Oleh: MUHAMMAD ERFANIE H1A112066 M. EKO PRIYANA H1A112084 RAHADIANSYAH TRI ATMOJO H1A112089 YANDIE NURACHMAN H1A112214 M.ABDI MAULANA H1A112215 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL BANJAR MASIN 2015 MAKALAH

Upload: mochammad-eko

Post on 24-Dec-2015

85 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Pengairan Pasang Surut(HSKK 627)

“Menentukan Batas Pasang Surut melalui Pengukuran dan Pemetaan

Kadastral dengan Metode Identifikasi Peta Foto””

DOSEN PENGAJAR :

M. AZHARI NOOR, M.ENG

Oleh:

MUHAMMAD ERFANIE H1A112066

M. EKO PRIYANA H1A112084

RAHADIANSYAH TRI ATMOJO H1A112089

YANDIE NURACHMAN H1A112214

M.ABDI MAULANA H1A112215

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL

BANJAR MASIN

2015

MAKALAH

Page 2: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang

“Pengukuran dan Pemetaan Kadastral dengan Metode Identifikasi Peta Foto”ini dengan

baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak

M. Azhari Noor,M.Engselaku Dosen mata kuliah Pengairan Pasang surutFakultas Teknik

Unlam yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta

pengetahuan kita tentang metode-metode yang dapat digunakan dalam pengairan pasang

surut.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang

telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa

saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang

yang membacanya. Sebelumnya kamimohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang

kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di

masa depan.

Banjarmasin,3 Maret 2015

Penulis

Page 3: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................

KATA PENGANTAR .........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah ..............................................................

1.2 Tujuan Makalah ...........................................................................

1.3 Perumusan Masalah .....................................................................

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................

2.1 Pengertian-pengertian ..................................................................

2.2 Peralatan dan Tenaga Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan -

Kadastral .....................................................................................

2.3 Tahap Pelaksanaan .......................................................................

2.4 Kendala Pengukuran Bidang Tanah Metode Identifikasi -

Peta Foto ......................................................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................

3.1 Kesimpulan ..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan ketentuan yang ada pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang

Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 19 mengamanatkan bahwa untuk menjamin

kepastian hukum hak atas tanah oleh Pemerintah, maka diadakan Pendaftaran Tanah di

seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan

Peraturan Pemerintah. Pendaftaran Tanah sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 5

tahun 1960 antara lain meliputi kegiatan :Pengukuran, Pemetaan, dan Pem-bukuan Tanah.

Untuk memberikan jaminan kepas-tian hukum obyek hak atas tanah, pengukuran bidang

tanah harus memenuhi kaidah teknis kadastral dan kaidah yuridis dimana proses perolehan

data ukuran bidang tanah harus memenuhi asas kontradiktur delimitasi dan asas publisitas.

Dalam rangka penyelenggaraan pekerjaan Pengu-kuran dan Pemetaan Kadastral,

pekerjaan pengukuran batas bidang tanah mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini

karena dari hasil pengukuran akan diperoleh data teknis mengenai letak, batas dan luas

bidang tanah sehingga dapat memenuhi asas kon-tradiktur delimitasi. Kemudian untuk

memenuhi syarat publisitas diperlukan data yuridis mengenai pemilik atau orang yang

menguasai bidang tanah, status hak dan persetujuan batas bidang tanah oleh para pihak

yang berbatasan.

Untuk memenuhi persyaratan asas kontradiktur delimitasi dan asas publisitas, maka

data teknis dan data yuridis tersebut diumumkan di Kantor Perta-nahan setempat atau di

Kantor Desa, agar dapat diba-ca dan diketahui oleh warga masyarakat di lokasi bidang

tanah. Apabila tidak ada keberatan atau sang-gahan dari masyarakat atau para pihak yang

berbata-san di lokasi bidang tanah, maka dapat diterbitkan sertipikat atas bidang tanah yang

merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pelaksanaan pekerjaan pengukuran batas bidang tanah dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu metode pengukuran teristris dan metode identifikasi peta foto baik menggunakan

peta foto udara maupun peta citra satelit. Pengukuran batas bidang tanah dengan me-tode

identifikasi peta foto merupakan salah satu metode untuk mempercepat proses pendaftaran

tanah yang dapat dilaksanakan dengan memperhatikan perkembangan kemajuan

metodologi dan teknologi terkini. Pelaksanaan pengukuran metode identifikasi peta foto

Page 5: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

harus memperhatikan peraturan-peraturan / standar-standar teknis Pengukuran dan

Pemetaan Kadastral yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, yaitu PP No. 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah, PMNA / KBPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan

Pelaksanaan PP No. 24 Ta-hun 1997 beserta Petunjuk Teknis PMNA / KBPN No. 3 Tahun

1997 Materi Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah.

Untuk memberikan gambaran umum pelaksanaan pe-ngukuran dan pemetaan kadastral

berikut ini akan diuraikan pengukuran batas bidang tanah dengan me-tode identifikasi peta

foto.

1.2 Tujuan Makalah

Makalah yang kami susun dengan judul “Pengukuran dan Pemetaan Kadastral dengan

Metode Identifikasi Peta Foto” bertujuan untuk mengetahui tentang :

1. Mahasiswa dapat menetukan batas pasang surut dengan metode Identifikasi Peta

Foto

2. Mahasiswa dapat menguraikan masalah pengukuran batas bidang tanah dengan

metode Identifikasi Peta Foto

3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana melaksanakan pekerjaan pengukuran dan

pemetaan kadastral.

4. Mahasiswa dapat mengetahui kendala pengukuran bidang tanah metode

Identifikasi Peta Foto

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan tujuan makalah diatas, maka masalah-masalah yang di bahas dapat di

rumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana menetukan batas pasang surut dengan metode Identifikasi Peta Foto?

2. Bagaimana cara menguraikan masalah pengukuran batas bidang tanah dengan

metode Identifikasi Peta Foto

3. Bagaimana melaksanakan pekerjaan pengukuran dan pemetaan kadastral?

4. Apa kendala pengukuran bidang tanah metode Identifikasi Peta Foto

Page 6: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian-pengertian

Sebelum menguraikan masalah pengukuran batas bi-dang tanah dengan metode identifikasi

peta foto, terlebih dahulu akan diuraikan beberapa pengertian yang ada kaitannya dengan

pengukuran dan peme-taan kadastral.

1. Bidang Tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang

berbatas.

2. Peta Dasar Pendaftaran adalah peta yang me-muat titik-titik dasar teknik dan unsur-

unsur geografis seperti sungai, jalan, bangunan, batas fisik bidang-bidang tanah dan

batas adminis-trasi. Peta Dasar Pendaftaran dapat berupa peta garis atau peta foto. Peta

Dasar Pendaftaran menjadi dasar untuk pembuatan Peta Pen-daftaran.

3. Pengukuran Bidang Tanah secara sistematik adalah pengukuran bidang tanah yang

dilak-sanakan secara masal dan mengelompok pada seluruh atau sebagian Desa /

Kelurahan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah se-cara sistematik.

4. Pemetaan Bidang Tanah adalah kegiatan menggambarkan hasil pengukuran bidang

tanah di atas Peta Dasar Pendaftaran dengan cara digi-tal sehingga letak dan ukuran

bidang tanahnya dapat diketahui.

5. Peta Bidang Tanah adalah gambar yang memuat satu bidang tanah atau lebih pada suatu

wilayah tertentu yang batas-batasnya ditentukan berda-sarkan penunjukan batas oleh

pemilik dan para pihak yang berbatasan dan digunakan untuk keperluan pengumuman.

6. Peta Pendaftaran adalah Peta yang menggam-barkan satu bidang tanah atau lebih yang

batas-batasnya ditentukan berdasarkan penunjukan ba-tas oleh para pemilik dan

disahkan penggunaan-nya oleh pejabat yang berwenang untuk keperluan pendaftaran

tanah.

7. Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk

peta atau uraian.

8. Nomor Identifikasi Bidang (NIB) adalah nomor yang diberikan kepada setiap bidang

tanah untuk keperluan pendaftaran tanah.

Page 7: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

2.2 Peralatan dan Tenaga Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan Kadastral

Untuk melaksanakan pekerjaan pengukuran dan pemetaan kadastral diperlukan peralatan

yang mema-dai dan memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan dan peraturan

yang ada. Peralatan yang harus disiapkan untuk keperluan pengukuran dan pemetaan

kadastral antara lain :

1. Alat ukur jarak yaitu alat ukur meteran dengan bahan yang kuat dan stabil

2. Alat ukur Total Station

3. Software Pengukuran dan Pemetaan yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan

Nasional

4. Komputer Grafis Pentium IV

5. Plotter ukuran A0 yang dapat mencetak di atas media drafting film dengan ketebalan

0,003” dua muka.

Untuk melaksanakan pekerjaan pengukuran dan pemetaan kadastral diperlukan tenaga

yang harus memenuhi standard kompetensi tertentu, antara lain terdiri dari :

1. Surveyor Kadastral yaitu surveyor yang telah mempunyai lisensi yang dikeluarkan

oleh Badan Pertanahan Nasional.

2. Aisten Surveyor Kadastral dari Kantor Pertanahan di tingkat Kabupaten, Kota atau di

Kanwil BPN Provinsi yang telah memenuhi persyaratan kompetensi yang ditetapkan

BPN.

3. Asisten Surveyor Kadastral dari perorangan atau Instansi Swasta Bidang Pengukuran

dan Pemetaan yang telah mempunyai lisensi yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan

Nasional.

2.3 Tahap Pelaksanaan

1. Pengukuran Bidang Tanah

Prinsip dasar pengukuran bidang tanah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran

tanah harus memenuhi kaidah-kaidah teknis pengukuran dan pemetaan sehingga

bidang tanah yang diukur dapat dipetakan dan dapat diketahui letak dan batasnya di

atas peta serta dapat direkonstruksi batas-batasnya di lapangan. Untuk melaksanakan

pengukuran bidang tanah harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut :

a. Pengukuran bidang tanah hanya boleh di-lakukan pada bidang tanah yang telah

dilakukan pemasangan tanda batas yang dip-asang oleh pemilik tanah dan telah

Page 8: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

dilaku-kan penyuluhan oleh Tim dari Kantor Pertanahan Kabupaen/Kota atau dari

Tim Ajudikasi BPN dan Organisasi Sosial Ke-lompok Masyarakat.

b. Pengukuran bidang-bidang tanah harus se-suai dengan pembuatan sketsa bidang

tanah dan pemberian NIB yang dilaksanakan oleh Tim Ajudikasi BPN.

c. Penunjukan batas bidang tanah dan pe-masangan tanda batasnya dilakukan oleh

pemilik tanah atau kuasanya berdasarkan ke-sepakatan para pihak yang

berbatasan. Pe-milik tanah wajib bertanggungjawab atas kebenaran penunjukan

batas bidang tanah dan pemasangan tanda batasnya. Tanda-tanda batas dipasang

pada setiap sudut batas tanah. Apabila dianggap perlu petugas yang melaksanakan

pengukuran juga dapat me-masang titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang

tanah tersebut. Untuk sudut-sudut batas yang sudah jelas letaknya karena ditandai

oleh benda-benda yang terpasang secara tetap seperti pagar beton, pagar tembok,

maka tidak harus dipasang tanda batas.

d. Objek Pengukuran adalah seluruh bidang tanah yang belum terdaftar maupun telah

terdaftar dengan melakukan penyesuaian terhadap struktur topografis yang ada

dalam satu Desa / Kelurahan secara lengkap sesuai dengan target yang telah

ditetapkan.

e. Batas Desa yang ada harus di identifikasi dan di deliniasi diatas peta.

f. Pengukuran dilakukan dengan cara mengi-dentifikasi bidang-bidang tanah dengan

menggunakan peta foto (metode deliniasi) untuk batas bidang tanah yang jelas dan

memenuhi syarat. Metode ini biasanya dilaksanakan untuk daerah terbuka, daerah

pertanian / pedesaan. Untuk garis batas bidang tanah yang tidak dapat

diidentifikasi, dilakukan dengan pengukuran tambahan di lapangan (pengukuran

suplesi).

g. Apabila dalam pengukuran bidang tanah ditemukan adanya bidang-bidang tanah

yang sudah terdaftar, maka bidang-bidang terse-but diukur dan dipetakan dengan

metode pengukuran yang sama dengan bidang tanah yang belum terdaftar.

h. Deliniasi dapat dilakukan pada peta dasar pendaftaran berupa peta foto dan detail

titik batas dapat terlihat jelas atau mudah diiden-tifikasi di peta tersebut. Metode

ini hanya dapat dilakukan untuk panjangan sisi bidang lebih besar dari 20 M.

i. Pengukuran tambahan digunakan untuk :

1. Titik-titik batas bidang tanah tidak teri-dentifikasi di Peta Dasar Pendaftaran.

Page 9: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

2. Jarak antara titik referensi dengan titik batas bidang tanah yang akan diukur

telah melampaui 100 M.

3. Pengukuran titik referensi tambahan menggunakan alat Total Station.

4. Pengukuran bidang dengan jarak yang kurang dari 20 m menggunakan alat

ukur jarak.

j. Untuk mengidentifikasi satu bidang tanah dan membedakan dengan bidang tanah

lain-nya, diperlukan tanda pengenal bidang tanah yang bersifat unik, sehingga

dengan mudah mencari dan membedakan bidang tanah yang dimaksud dengan

bidang tanah lain-nya. Tanda pengenal tersebut disebut Nomor Identifikasi

Bidang (NIB). NIB merupakan penghubung antara Peta Pendaftaran dan daftar

lainnya yang ada dalam proses pen-daftaran tanah. Dalam sistem komputerisasi

pendaftaran tanah NIB yang unik diperlukan sebagai penghubung yang efisien

antara data yang diperlukan dan sebagai akses informasi atas suatu bidang tanah.

2. Pengukuran Dengan Metoda Identifikasi Peta Foto

Jika Peta Dasar Pendaftaran yang tersedia di lo-kasi pekerjaan pengukuran dan

pemetaan kadas-tral berupa peta foto digital (foto udara / citra satelit resolusi tinggi)

maka metode pengukuran bidang tanah dapat dilakukan dengan Metode Identifikasi

Peta Foto.

Pengukuran bidang tanah dengan Metoda Iden-tifikasi adalah metode pengukuran

dengan mela-kukan identifikasi bidang-bidang tanah pada Peta Dasar Pendaftaran

berupa peta foto yang me-rupakan hasil pemetaan fotogrametrik. Metoda ini biasanya

dilaksanakan untuk daerah terbuka (mudah untuk diidentifikasi).

Peta Foto adalah peta yang menggambarkan detail lapangan dari foto udara / citra

satelit dengan skala tertentu. Peta foto sudah melalui proses pemetaan fotogrametri

oleh karena itu ukuran-ukuran pada peta foto sudah benar, dengan demikian detail-

detail yang ada di peta foto dan dapat didentifikasi dilapangan mempu-nyai posisi

sudah benar di peta.

Pengukuran bidang tanah menggunakan peta foto sebagai peta dasar pendaftaran

dilaksanakan dengan cara melakukan identifikasi titik-titik batas bidang tanah yang

sudah ditetapkan di lapangan. Identifikasi adalah melihat detail dilapangan kemudian

menandai detail yang posisinya sama pada peta foto. Oleh karena itu sangat efektif

untuk daerah terbuka seperti; pesawahan, ladang terbuka dan lain sebagainya.

Page 10: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Pengukuran di lapangan pada prinsipnya tidak diperlukan. Salah satu atau

beberapa sisi bidang tanah dapat diukur dilapangan untuk pengecekan atau

memastikan bahwa titik batas yang diidentifikasi telah benar. Hasil ukuran tersebut

dicantumkan pada sisi-sisi yang sesuai di atas peta foto.

Gambar 1. Contoh Peta Foto

Apabila terdapat titik-titik batas yang tidak dapat diidentifikasi misalnya

terhalang atau tertutup pohon sehingga sulit untuk menentukan posisi-nya pada peta

foto, maka dilakukan pengukuran tambahan (suplesi) dengan cara mengikatkan pada

detail-detail terdekat yang kelihatan se-hingga titik batas tersebut dapat ditentukan di

peta.

Pada pelaksanaan pengukuran bidang tanah dengan metode ini, petugas ukur

harus mem-bawa Lembar Cetak (Print Out) Peta Foto bidang tanah yang akan diukur.

Tahap pelak-sanaan pengukuran meliputi : tahap persiapan teknis, tahap pelaksanaan

identifikasi dan tahap pengolahan data.

a. Persiapan Teknis

Persiapan teknis dengan menggunakan lembar cetak peta foto dilakukan dengan

tahapan sebagai berikut :

Mempersiapkan alat tulis berupa pena / ballpoint / spidol dengan mata pena yang

runcing untuk menandai titik batas bidang tanah.

Menentukan nomor lembar peta untuk lokasi bidang tanah yang akan diukur.

Page 11: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Membuka file peta dengan nomor yang di-maksud pada komputer.

Mengamati dengan seksama kenampakan visual bidang tanah yang akan diukur

dan menentukan apakah batas-batas bidang ta-nah, bangunan ataupun obyek-

obyek lain terlihat cukup jelas. Apabila tidak terlalu jel-as maka perlu dilakukan

pengubahan nilai ”brightness, contrass dan intensity” yang dapat dilakukan pada

perangkat lunak yang digunakan.

Mengamati setiap pojok batas bidang tanah yang akan diukur dan menentukan

apakah seluruh pojok terlihat jelas atau tidak. Apa-bila terdapat satu atau lebih

titik pojok yang tidak jelas, maka perlu dilakukan pengu-kuran dengan pita ukur

ke lokasi pengu-kuran bidang tanah.

Mencetak bidang tanah yang akan diukur yang mengikutsertakan bidang-bidang

tanah di sekelilingnya dan beberapa obyek yang mudah dikenali di lapangan.

b. Tahap Pelaksanaan Identifikasi Lapangan

Pada tahap ini akan dilakukan identifikasi bi-dang tanah di lapangan. Kegiatan yang

dila-kukan adalah menentukan titik batas dan garis batas bidang tanah berdasarkan

keterangan pe-milik dan pihak-pihak yang bersebelahan serta pemerintah daerah

setempat.

Pelaksanaan akan menggunakan lembar cetak peta foto dengan tahapan sebagai

berikut:

Pada saat identifikasi batas bidang tanah yang akan diukur, pemilik bidang tanah

yang bersebelahan serta pejabat pemerintah dari desa/kelurahan setempat berada

di lokasi pengukuran.

Menetapkan batas bidang tanah yang akan diidentifikasi berdasarkan persetujuan

semua pihak yang hadir.

Menentukan pojok-pojok bidang tanah di lapangan.

Mengidentifikasi pojok-pojok bidang tanah di peta foto.

Meyakinkan bahwa titik-titik batas bidang tanah yang tertera di peta foto adalah

sama dengan titik-titik batas bidang tanah di lapangan dengan memperhatikan

obyek-obyek yang berada di sekitar bidang tanah.

Apabila satu atau semua titik pojok bidang tanah dapat diidentifikasi pada peta

foto dengan jelas dan akurat, maka berilah titik pada setiap pojok bidang dan

Page 12: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

berilah tanda huruf ( A, B, C, D dst )atau nomor (1,2,3, 4 dst ) untuk setiap titik

pojok bidan tanah.

Apabila satu atau seluruh titik pojok bidang tanah tidak jelas, maka terlebih

dahulu tentukan dua buah titik bantu yang berada di sekitar titik yang akan

diidentifikasi. Dua titik bantu digunakan untuk menentukan satu titik pojok batas

bidang tanah. Titik bantu yang akan digunakan harus dapat diidentifikasi dengan

jelas dan akurat di peta foto.

Memberi tanda titik pada kedua titik bantu dan tanda huruf sesuai dengan titik

pojok yang diidentifikasi, misal titik yang dii-dentifikasi adalah titik A, maka

tanda titik bantunya adalah A1 untuk titik kesatu dan A2 untuk titik kedua.

Mengukur jarak antara kedua titik bantu dengan titik pojok bidang tanah dengan

pita ukur.

Membuat garis yang menghubungkan kedu-a titik dan menuliskan jarak yang

diperoleh pada peta foto.

Mengulangi langkah langkah f s/d j untuk menentukan tiitk pojok bidang tanah

lain yang juga tertutup.

Membuat Berita Acara pelaksanaan pengu-kuran yang ditandatangani oleh

pemilik bidang tanah, pemilik yang bersebelahan, petugas kelurahan dan petugas

ukur.

c. Tahap Pengolahan Data

Tahapan ini adalah tahap pengolahan data hasil identifikasi bidang tanah di

lapangan. Pengo-lahan data meliputi penentuan luas bidang tanah, penentuan batas

bidang tanah, penomoran bidang tanah dan penyimpanan di komputer. Data yang

digunakan adalah lembar cetak peta foto . Tahap pengolahan data dilaksanakan

dengan cara sebagai berikut :

Membuka file peta foto untuk lokasi yang te-lah diidentifikasi di lapangan.

Melakukan identifikasi titik-titik pojok bi-dang tanah pada lembar cetak peta

foto dan kenalilah obyek yang sama pada file peta foto yang terdapat di

komputer.

Membuat titik-titik dan tanda pada setiap pojok bidang tanah yang jelas dan

akurat. Untuk titik pojok yang tidak dapat dii-dentifikasi maka tentukan lokasi

titik ban-tunya.

Page 13: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Membuat lingkaran dengan pusat lingkaran adalah kedua titik bantu dengan

panjang radius sebesar jarak hasil pengukuran lapa-ngan. Titik potong kedua

lingkaran adalah titik pojok yang diidentifikasi.

Mengulangi langkah-langkah b s/d d untuk mengidentifikasi titik pojok bidang

lain yang sukar diidentifikasi secara langsung.

Menghubungkan seluruh titik pojok bidang tanah menjadi poligon tertutup.

Menentukan luas area poligon tertutup menggunakan fasilitas yang ada pada pe-

rangkat lunak AutoCAD Map yang digunakan.

Menuliskan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) dan luas tanah pada bidang tanah

tersebut.

Menuliskan koordinat pada setiap pojok bidang tanah yang diperoleh dari

penun-jukan koordinat pada perangkat lunak yang digunakan.

Menyimpan file lembar peta foto yang telah digunakan.

Melakukan pemotongan gambar (cropping) peta foto yang memuat bidang

tanah yang telah diidentikasi.

Menyimpan hasil potongan gambar dan memberi nama file tersebut dengan

nomor NIB atau dengan nama file lain dengan cara yang sistematis dan mudah

dicari.

3. Pemetaan Bidang Tanah

Setelah selesai pengukuran bidang tanah dengan metode ientifikasi bidang tanah, tahap

selan-jutnya melakukan pemetaan bidang-bidang ta-nah. Proses pemetaan bidang-

bidang tanah dilak-sanakan dengan memperhatikan ketentuan seba-gai berikut :

a. Pemetaan bidang tanah merupakan proses ploting hasil pengukuran. Dalam

pekerjaan Pengukuran dan Pemetaan Kadastral proses pemetaan bidang tanah

dilakukan secara digital dengan menggunakan Software Pe-ngukuran dan

Pemetaan yang telah dite-tapkan oleh Badan Pertanahan Nasional.

b. Perhitungan luas bidang tanah harus dila-kukan setelah hasil pengukuran

bidang tanah dipetakan di atas Peta Dasar Pendaftaran digital dengan bantuan

software pengukuran dan pemetaan yang digunakan .

c. Pemberian Nomor Identifikasi Bidang (NIB) dilakukan pada saat bidang-

bidang tanah tersebut diplot di atas Peta Dasar Pendaf-taran secara digital.

d. Layer, penamaan file, struktur data, format data yang digunakan dalam

pemetaan sesuai dengan standar yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional.

Page 14: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

4. Pembuatan Peta Bidang Tanah

Setelah selesai pemetaan bidang tanah tahap selanjutnya melakukan pembuatan peta

bidang tanah. Proses pembuatan peta bidang tanah dilaksanakan dengan

memperhatikan ketentuan sebagai berikut :

a. Peta bidang tanah adalah hasil pemetaan 1 (satu) bidang tanah atau lebih pada

lembaran kertas dengan suatu skala tertentu yang batas-batasnya telah

ditetapkan oleh pemilik tanah dan digunakan untuk pengumuman data fisik

bidang tanah.

b. Peta Bidang Tanah dibuat untuk setiap sa-tuan wilayah (setiap RT atau

beberapa RT). Gambar bidang-bidang tanah harus meng-gambarkan seluruh

bidang-bidang tanah pa-da satuan wilayah yang telah ditentukan dengan

menyesuaikan data topografis yang ada (misalnya jalan, sungai dan lain-lain)

dan disertai NIB.

c. Peta bidang tanah dicetak pada kertas HVS 80 gram dengan ukuran format A3.

5. Pengumuman

Setelah pembuatan peta bidang tanah selesai, maka diperoleh data peta dan daftar luas

bidang tanah. Kemudian dilanjutkan dengan pengumu-man tentang data teknis dan

data yuridis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut :

a. Peta bidang tanah, yang telah ditambah dengan daftar luas masing-masing

bidang serta data kepemilikan, digunakan untuk pengumuman. Pengumuman

dimaksud un-tuk memberikan kesempatan kepada warga masyarakat pemilik

tanah atau pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan sanggahan

apabila ada haknya yang terlam-paui, baik tentang nama kepemilikan, luas dan

bentuk bidang tanah.

b. Apabila terdapat sanggahan pada saat pe-ngumuman dan berdasarkan

penelitian Pani-tia Ajudikasi terdapat kekeliruan mengenai hasil ukuran bidang

tanah yang tercantum pada Peta Bidang Tanah, maka pada Peta Bidang Tanah

dan hasil pemetaan pada peta dasar pendaftaran atau peta pendaftaran

dilakukan perubahan.

c. Hasil ukuran perbaikan bidang atau bidang-bidang tanah dibuatkan gambar

ukur baru dan hasil ukuran bidang tanah tersebut pada gambar ukur yang lama

dinyatakan tidak berlaku.

Page 15: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

6. Pembuatan Peta Pendaftaran

Setelah pengumuman dilanjutkan pembuatan Peta Pendaftaran dengan memperhatikan

bebe-rapa ketentuan sebagai berikut :

a. Peta Pendaftaran adalah peta yang meng-gambarkan bidang atau bidang-

bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.

b. Pembuatan Peta Pendaftaran dilakukan se-cara digital dengan menggunakan

software pengukuran dan pemetaan yang telah ditetapkan.

c. Format , Ukuran Lembar dan Legenda Peta Pendaftaran sesuai ketentuan dari

BPN.

d. Satu bidang tanah hanya dapat dipetakan pada satu peta pendaftaran.

2.4 Kendala Pengukuran Bidang Tanah Metode Identifikasi Peta Foto

Pada pekerjaan pengukuran bidang tanah metode identifikasi, kadangkala bidang-bidang

tanah dalam suatu blok tertentu tidak terlihat secara pasti dalam Peta Dasar Pendaftaran

berupa Peta Foto. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :

1. Pada waktu pengambilan foto udara atau citra satelit daerah tersebut tertutup awan.

2. Daerah tersebut ditumbuhi oleh pepohonan yang sangat rindang dan rapat.

3. Daerah tersebut dipenuhi oleh rumah-rumah yang sangat padat atau kumuh.

4. Daerah tersebut telah mengalami perubahan detail yang sangat cepat dan drastis

Kondisi tersebut diatas merupakan kendala dalam pengukuran bidang tanah metode

identifikasi peta foto. Untuk mengatasi kendala tersebut, apabila su-atu blok bidang-

bidang tanah yang akan diukur tidak terlihat dalam Peta Foto, maka pengukuran bidang

tanah didahului dengan pengukuran poligon terikat sempurna. Poligon tersebut diikatkan

pada titik dasar teknik yang ada. Apabila daerah tersebut dipenuhi oleh rumah-rumah yang

sangat padat atau kumuh dan tidak bisa diukur dengan alat ukur pita ukur maupun Total

Station maka pengukuran batas bidang ta-nahnya dilakukan menggunakan alat ukur jarak

elektronis (Disto).

Page 16: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas obyek bidang tanah, maka perlu

dilakukan pengukuran bidang tanah yang memenuhi kaidah teknis kadastral dan kaidah

yuridis dimana pro-ses perolehan data ukuran bidang tanah harus memenuhi asas

kontradiktur delimitasi dan asas publisitas.

2. Pengukuran bidang tanah dapat dilakukan de-ngan metode fotogrametris yaitu dengan

mela-kukan identifikasi batas bidang tanah diatas peta foto. Pengukuran bidang tanah

dengan peta foto hanya dapat dilakukan pada daerah yang terbuka dan dapat

diidentifikasi diatas peta foto.

3. Pengukuran metode identifikasi sudah mulai di-terapkan di beberapa wilayah di

Indonesia yang sudah ada Peta Foto atau Peta Citra Satelit. Hasil pengukuran metode

identifikasi peta foto secara umum dapat memenuhi ketentuan yang ada dalam

peraturan dan standar yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional.

4. Kendala pengukuran bidang tanah metode identifikasi bidang tanah terutama untuk

daerah tertutup dapat diatasi dengan melakukan pengu-kuran tambahan (suplesi).

Page 17: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Daftar Pustaka

1. Harsono, Boedi, (2000), Hukum Agraria In-donesia Hinpunan Peraturan-Peraturan Hukum

Tanah, Cetakan Keempatbelas (Edisi Revisi), Djambatan, Jakarta.

2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tentang

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pe-merintah No. 24 Tahun 1997.

4. Petunjuk Teknis Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun

1997, Materi Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah.

5. Sitorus, Oloan dan H.M. Zaki Sierrad, (2006), Hukum Agraria Di Indonesia Konsep Dasar

dan Implementasi, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogya-karta.

Page 18: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

MAKALAH

Pengairan Pasang Surut(HSKK 627)

“Pengertian lahan rawa , Macam-macam rawa, Proses Pembentukan

rawa dan Manfaat rawa lebak serta klasifikasinya””

DOSEN PENGAJAR :

M. AZHARI NOOR, M.ENG

Oleh:

MUHAMMAD ERFANIE H1A112066

M. EKO PRIYANA H1A112084

RAHADIANSYAH TRI ATMOJO H1A112089

YANDIE NURACHMAN H1A112214

M.ABDI MAULANA H1A112215

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL

BANJAR MASIN

2015

Page 19: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang

“Pengertian lahan rawa , Macam-macam rawa, Proses Pembentukan rawa dan

Manfaat rawa lebak serta klasifikasinya” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan

didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak M. Azhari Noor,M.Engselaku Dosen

mata kuliah Pengairan Pasang surutFakultas Teknik Unlam yang telah memberikan tugas ini

kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta

pengetahuan kita tentang metode-metode yang dapat digunakan dalam pengairan pasang

surut.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang

telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa

saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang

yang membacanya. Sebelumnya kamimohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang

kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di

masa depan.

Banjarmasin,3 Maret 2015

Penulis

Page 20: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................

KATA PENGANTAR .........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

1.1 Latar Belakang ............................................................................

1.2 Rumusan masalah ........................................................................

1.3 Tujuan ..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................

2.1 Apa itu lahan rawa .......................................................................

2.2 Pembentukan lahan rawa ............................................................

2.3 Macam-macam rawa ....................................................................

2.4 Lahan rawa lebak .........................................................................

2.5 Pertanian di lahan rawa lebak .....................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................

3.1 Kesimpulan ..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan rawa merupakan salah satu ekosistem yang sangat potensial untuk pengembangan

pertanian. Luas lahan ini, diperkirakan sekitar 33,4 juta ha, yang terdiri atas lahan pasang surut

sekitar 20 juta ha dan rawa lebak 13 juta ha. Namun demikian, ekosistem rawa, secara alami

bersifat rapuh (fragile) oleh sebab itu dalam memanfaatkan lahan rawa dengan produktivitas

optimal dan berkelanjutan, diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat dan terpadu.

Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara

sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan laut, atau

di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/danau. Karena menempati

posisi peralihan antara system perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam

waktu yang panjang dalam setahun (beberapa bulan) tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau

mempunyai air tanah dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuk lahan pertanian,

lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan

rushes), vegetasi semak maupun kayu-kayuan/hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai

permukaan air tanah dangkal, atau bahkan tergenang dangkal. Lahan rawa yang berada di

daratan dan menempati posisi peralihan antara sungai atau danau dan tanah darat (uplands),

ditemukan di depresi, dan cekungan-cekungan di bagian terendah pelembahan sungai, di

dataran banjir sungai-sungai besar, dan di wilayah pinggiran danau. Mereka tersebar di dataran

rendah, dataran berketinggian sedang, dan dataran tinggi. Lahan rawa yang tersebar di dataran

berketinggian sedang dan dataran tinggi, umumnya sempit atau tidak luas, dan terdapat

setempat-setempat. Lahan rawa yang terdapat di dataran rendah, baik yang menempati dataran

banjir sungai maupun yang menempati wilayah dataran pantai, khususnya di sekitar muara

sungai-sungai besar dan pulau-pulau deltanya adalah yang dominan.

Pada kedua wilayah terakhir ini, karena posisinya bersambungan dengan laut terbuka,

pengaruh pasang surut dari laut sangat dominan. Di bagian muara sungai dekat laut, pengaruh

pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu atau daratan, pengaruhnya semakin berkurang

sejalan dengan semakin jauhnya jarak dari laut.

Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan

(vegetasi). Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya

antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma

sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan

berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), Orang utan (Pongo

pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa),

badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan.

Page 22: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan

berikut :

1. Apa itu lahan Rawa ?

2. Bagaimana proses pembentukan lahan rawa?

3. Bagaimana klasifikasi/macam-macam rawa ?

4. Apa itu lahan rawa lebak, manfaat dan klasifikasinya?

1.3 Tujuan

Makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian lahan Rawa.

2. Untuk mengetahui proses pembentukan lahan rawa.

3. Untuk mengetahui macam-macam rawa.

4. Untuk mengetahui pengertian lahan rawa lebak, manfaat dan klasifikasinya.

Page 23: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Apa itu lahan Rawa ?

Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam

setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged) air dangkal. Dalam pustaka,

lahan rawa sering disebut dengan berbagai istilah, seperti “swamp”, “marsh”, “bog” dan

“fen”, masing-masing mempunyai arti yang berbeda.

“Swamp” adalah istilah umum untuk rawa, digunakan untuk menyatakan wilayah lahan,

atau area yang secara permanen selalu jenuh air, permukaan air tanahnya dangkal, atau

tergenang air dangkal hampir sepanjang waktu dalam setahun. Air umumnya tidak bergerak,

atau tidak mengalir (stagnant), dan bagian dasar tanah berupa lumpur. Dalam kondisi alami,

swamp ditumbuhi oleh berbagai vegetasi dari jenis semak-semak sampai pohon-pohonan, dan

di daerah tropika biasanya berupa hutan rawa atau hutan gambut.

“Marsh” adalah rawa yang genangan airnya bersifat tidak permanen, namun mengalami

genangan banjir dari sungai atau air pasang dari laut secara periodik, dimana debu dan liat

sebagai muatan sedimen sungai seringkali diendapkan. Tanahnya selalu jenuh air, dengan

genangan relatif dangkal. Marsh biasanya ditumbuhi berbagai tumbuhan akuatik, atau

hidrofitik, berupa “reeds” (tumbuhan air sejenis gelagah, buluh atau rumputan tinggi, seperti

Phragmites sp.), “sedges” (sejenis rumput rawa berbatang padat, tidak berbuluh, seperti famili

Cyperaceae), dan “rushes” (sejenis rumput rawa, seperti purun, atau “mendong”, dari famili

Juncaceae, yang batangnya dapat dianyam menjadi tikar, topi, atau keranjang). Marsh

dibedakan menjadi "rawa pantai" (coastal marsh, atau saltwatermarsh), dan "rawa pedalaman"

(inland marsh, atau fresh water marsh) (SSSA, 1984; Monkhouse dan Small, 1978).

“Bog” adalah rawa yang tergenang air dangkal, dimana permukaan tanahnya tertutup

lapisan vegetasi yang melapuk, khususnya lumut spaghnum sebagai vegetasi dominan, yang

menghasilkan lapisan gambut (ber-reaksi) masam. Ada dua macam bog, yaitu "blanket bog”,

dan "raised bog”. Blanket bog adalah rawa yang terbentuk karena kondisi curah hujan tinggi,

membentuk deposit gambut tersusun dari lumut spaghnum, menutupi tanah seperti selimut

pada permukaan lahan yang relatif rata. Raised bog adalah akumulasi gambut masam yang

tebal, disebut “hochmoor", yang dapat mencapai ketebalan 5 meter, dan membentuk lapisan

(gambut) berbentuk lensa pada suatu cekungan dangkal.

“Fed” adalah rawa yang tanahnya jenuh air, ditumbuhi rumputan rawa sejenis “reeds”,

“sedges”, dan “rushes”, tetapi air tanahnya bereaksi alkalis, biasanya mengandung kapur

(CaCO3), atau netral. Umumnya membentuk lapisan gambut subur yang bereaksi netral, yang

disebut “laagveen” atau “lowmoor”.

Page 24: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Lahan rawa merupakan lahan basah, atau “wetland”, yang menurut definisi Ramsar

Convention mencakup wilayah “marsh”, “fen”, lahan gambut (peatland), atau air, baik

terbentuk secara alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak (static) atau mengalir, baik

air tawar, payau, maupun air asin, termasuk juga wilayah laut yang kedalaman airnya, pada

keadaan surut terendah tidak melebihi enam meter (Wibowo dan Suyatno, 1997).

Secara alami, daerah rawa ternyata memiliki fungsi, antara lain:

1. Sumber daya alam, merupakan habitat (sumber kehidupan) karena terdapat udara

(produsen O2 terbesar sepanjang tahun), air, dan makanan.

2. Mencegah terjadinya banjir.

Saat curah hujan tinggi, hutan rawa akan berperan sebagai penyimpan air sehingga air

hujan tidak seluruhnya mengalir hingga banjir pun bisa dicegah.

3. Mencegah intrusi air laut kedalam air tanah dan sungai.

Lingkungan, daerah tropis bisa terecovery dengan cepat terhadap perubahan iklim

(climate change).

4. Rawa yang terdapat pergantian air tawar dapat untuk areal sawah.

5. Sumber makanan nabati maupun hewani.

Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Jenis-jenis flora

yang dapat dijumpai pada hutan rawa antara lain yaitu ramin, kayu putih, sagu, rotan,

pandan, palem-paleman, dan lain sebagainya. Jenis faunanya antara lain harimau,

buaya, rusa, babi hutan, badak, gajah, dan berbagai jenis ikan.

6. Sumber energi.

Rawa dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), walaupun daya

yang dihasilkan tidak terlalu besar.

2.2 Proses Pembentukan Rawa

Terjadinya genangan rawa karena permukaan daratan hampir sama atau di bawah

permukaan air sungai atau air tanah yang berada di sekitarnya. Genangan rawa juga terjadi

karena terjebak pada suatu daerah cekungan dan lapisan batuan di bawah rawa. Rawa biasanya

ditumbuhi tumbuhan tertentu dengan jenis tanaman yang khas rawa.Selain itu, rawa juga

terbentuk karena kondisi pembuangan (Drainase) yang buruk.

2.3 Macam-macam Rawa

2.3.1 Proses Terbentuknya

Berdasarkan proses terbentuknya, Rawa dibedakan atas beberapa jenis antara lain :

a. Rawa Pantai

Rawa pantai adalah jenis rawa yang terdapat di pinggir pantai. Rawa ini selalu

dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pasang surut ini terjadi dua kali dalam sehari

sehingga terbentuklah rawa pantai. Rawa ini banyak ditumbuhi oleh pohon bakau.

Page 25: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Gambar Rawa Pantai

b. Rawa Pinggiran

Terjadi akibat meluapnya air sungai. Rawa sungai ini dapat juga terbentuk pada

daerah bekas aliran yang terpotong akibat proses meandering sungai.

Gambar Rawa Pinggiran

c. Rawa Abadi

Rawa yang airnya terjebak dalam sebuah cekungan dan tidak memiliki pelepasan

ke laut. Air hujan yang tertampung dalam rawa hanya dapat menguap tanpa ada

aliran yang berarti.

Gambar Rawa Abadi

Page 26: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

2.3.2 Sifat Airnya

Berdasarkan Sifat airnya, Rawa dibedakan atas :

a. Rawa air tawar

Adalah rawa yang airnya tawar karena letaknya di pinggiran sepanjang sungai.

b. Rawa air Payau

Adalah rawa yang airnya percampuran antara tawar dan asin, biasanya letaknya di

muara sungai menuju laut.

c. Rawa air asin

Adalah rawa yang airnya asin dan letaknya di daerah pasang surut laut.

2.3.3 Keadaan airnya

Berdasarkan keadaan airnya, rawa terdiri dari :

a. Rawa yang airnya selalu tergenang

Adalah rawa yang selalu tergenang airnya, tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan

pertanian, karena lahannya tertutup tanah gambut yang tebal. Di daerah rawa ini

sulit terdapat bentuk kehidupan binatang karena airnya sangat asam dengan warna

air kemerah-merahan.

b. Rawa yang airnya tidak selalu tergenang

Adalah rawa yang menampung air tawar dilimpahkan air sungai pada saat air laut

pasang dan airnya relatif mengering pada saat air laut surut.

2.3.4 Pengaruh air Pasang Surut

Berdasarkan pengaruh air pasang surut dimusim hujan dan pengaruh air laut dimusim

kemarau, wilayah rawa dibagi atas :

a. Zona 1 : Wilayah rawa pasang surut air asin/ Payau

Wilayah rawa pasang surut air asin/payau merupakan bagian dari wilayah rawa

pasang surut terdepan, yang berhubungan langsung dengan laut lepas. Biasanya, wilayah

rawa ini menempati bagian terdepan dan pinggiran pulau-pulau delta serta bagian tepi

estuari, yang dipengaruhi langsung oleh pasang surut air laut/salin. Sebagai contoh,

pulau-pulau delta di muara S. Musi dan Banyuasin di Sumatera Selatan.

Pada zona wilayah rawa ini, terdapat kenampakan-kenampakan (features) bentang

alam (landscape) spesifik yang mempunyai bentuk dan sifat-sifat yang khas disebut

landform. Sebagian besar wilayah zona I termasuk dalam landform marin. Pembagian

lebih detail dari landform marin, disebut sub-landform, pada zona I rawa pasang surut air

asin/payau dapat dilihat pada irisan vertikal tegak lurus pantai.

Page 27: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Gambar Penampang skematis zona I wilayah rawa pasang surut air asin/ payau,

merupakan pantai lepas yang memiliki beting pasir pantai (coastal dunes)

Gambar Penampang skematis zona I wilayah rawa pasang surut air asin/ payau, pantai

pada bagian yang terlindung dalam estuari, atau teluk

Wilayah zona I, khususnya di bagian sub-landform "dataran bergaram", atau "salt-

marsh", baik yang dipengaruhi air asin/salin maupun air payau, akibat salinitas atau

kandungan garam yang masih tinggi, tanah umumnya tidak sesuai untuk pertanian. Oleh

karenanya, tanah tersebut tidak direklamasi, baik oleh penduduk maupun oleh

pemerintah.

b. Zona 2 : Wilayah rawa pasang surut air tawar.

Lokasi zona II masih terdapat pada wilayah daerah aliran bagian bawah, tetapi lebih

ke arah hulu, dimana pengaruh langsung air laut/salin sudah tidak ada lagi, tetapi energi

pasang surut masih terasa berupa naik dan turunnya air (tawar) sungai mengikuti siklus

gerakan air pasang surut. Wilayahnya dapat mencakup seluruh pulau-pulau delta kecil,

seperti Delta Upang dan Delta Telang, atau sebagian besar wilayah pulau besar, seperti

Delta Berbak dan Delta Pulau Petak. Secara keseluruhan, wilayah ini umumnya

dimasukkan sebagai landform fluvio-marin, karena terbentuk dari gabungan pengaruh

sungai (fluvio) dan pengaruh marin.

Satuan-satuan sub-landform yang terdapat di zona II dapat dilihat lebih jelas pada

wilayah yang terletak di antara dua sungai besar. Penampang skematis sub landform di

antara dua sungai besar pada zona II diilustrasikan pada Gambarberikut.

Page 28: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Gambar Penampang skematis sub-landform di antara dua sungai besar

pada zona II lahan rawa pasang surut air tawar

Oleh karena pengaruh sungai masih kuat, di sepanjang pinggir sungai terbentuk

tanggul sungai alam (natural levee) yang sempit dan lebarnya bervariasi, makin ke arah

hilir relatif sempit dan tidak begitu nyata terlihat di lapangan. Tetapi ke arah hulu,

kenampakannya di potret udara lebih jelas, terutama karena perbedaan vegetasi yang

tumbuh. Lebarnya adalah sekitar 0,2-1 km, dan setempat-setempat sampai sekitar 2 km.

Tanggul sungai terbentuk akibat pengendapan muatan sedimen sungai yang terjadi

selama berabad-abad, setiap kali sungai meluap ke daratan selamamusim hujan. Bahan

endapan berupa debu halus dan lumpur, akan mengendap pertama-tama di pinggir

sungai, sementara bahan yang lebih halus berupa liat, akan diendapkan pada wilayah di

belakang tanggul. Tanah yang terbentuk di bagian tanggul sungai alam, merupakan

endapan sungai (fluviatile) yang tebalnya beragam, dari sekitar 0,5 m sampai lebih dari

1,5 m, menutupi endapan dasar yang merupakan endapan marin. Oleh karena terbentuk

dari bahan relatif agak kasar, debu kasar dan halus serta lumpur, tanah tanggul sungai

(leveesoils) umumnya bertekstur sedang, dengan kandungan fraksi debu relatif tinggi,

seperti lempung, lempung berdebu, lempung liat berdebu, dan liat berdebu.

c. Zona 3 : Wilayah rawa Lebak atau rawa non pasang surut.

2.4 Lahan Rawa Lebak (Non pasang surut)

Kata lebak diambil dari kosakata Bahasa Jawa yang berarti lembah atau tanah rendah

(Poerwadarminto, 1976). Rawa lebak adalah wilayah daratan yang mempunyai genangan

hampir sepanjang tahun, minimal selama tiga bulan dengan tinggi genangan minimal 50 cm.

Rawa lebak secara khusus diartikan sebagai kawasan rawa dengan bentuk wilayah berupa

cekungan dan merupakan wilayah yang dibatasi oleh satu atau dua tanggul sungai (levee) atau

antara dataran tinggi dengan tanggul sungai. Bentang lahan rawa lebak menyerupai mangkok

yang bagian tengahnya paling dalam dengan genangan paling tinggi. Semakin ke arah tepi

sungai atau tanggul semakin rendah genangannya. Pada musim hujan genangan air dapat

mencapai tinggi antara 4-7 meter, tetapi pada musim kemarau lahan dalam keadaan kering,

kecuali dasar atau wilayah paling bawah. Pada musim kemarau muka air tanah di lahan rawa

lebak dangkal dapat mencapai > 1 meter sehingga lebih menyerupai lahan kering (upland).

Page 29: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Lahan rawa lebak dipengaruhi oleh iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2.000-3.000

mm per tahun dengan 6-7 bulan basah (bulan basah = bulan yang mempunyai curah hujan

bulanan > 200 mm) atau antara 3-4 bulan kering (bulan kering = bulan yang mempunyai curah

hujan bulanan).

Sifat fisika tanah dari lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian

melumpur, kandungan lempung (clay) tinggi, atau gambut tebal dengan berbagai taraf

kematangan dari mentah (fibrik) sampai matang (saprik). Lapisan bawah dapat berupa lapisan

pirit (FeS2) yang berpotensi masam; atau pasir kuarsa yang miskin hara; sifat kimia, kesuburan,

dan biologi tanah tergolong sedang sampai sangat jelek. Hidrologi atau sistem tata air

kebanyakan lahan rawa lebak sangat buruk. Ketersediaan sarana dan prasarana tata air yang

mendukung belum memadai sehingga kinerja pengatusan (drainage), pelindian (leaching), dan

penggelontoran (flushing) belum mampu mempercepat perkembangan tanah.

Secara umum, Manfaat lahan rawa lebak adalah :

1. Berpotensi sebagai sumber pertumbuhan produksi baru yang cukup memberikan harapan.

2. Memiliki hamparan yang cukup luas.

3. Memiliki nilai kompetitif dan komparatif untuk dikembangkan dengan beragam

komoditas. Hal ini tidak terlepas dari ekologi lahan rawa lebak yang sesuai untuk beragam

komoditaas pertanian.

4. Memiliki kekayaan kearifan lokal yang cukup potensial untuk digali dan dikembangkan.

2.4.1 Klasifikasi dan tipologi lahan rawa Lebak

Tipologi lahan rawa lebak, secara skematis diilustrasikan pada Gambar berikut. Pada

musim hujan, wilayah tanggul sungai umumnya tetap kering, tetapi di wilayah rawa

belakang dan cekungan, air banjir berangsur naik sampai mencapai puncak tertinggi di

musim hujan, kemudian menurun sesuai dengan surutnya air sungai pada peralihan ke

musim kemarau.

Gambar skematis tipologi lahan rawa lebak

Page 30: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Berdasarkan lamanya genangan dan tingginya genangan, lahan rawa lebak dibagi

menjadi 3 tipe yaitu :

1. Lebak Pematang

2. Lebak Tengahan

3. Lebak dalam

klasifikasi lahan rawa lebak berdasarkan tinggi dan lamanya genangan

Berdasarkan ada atau tidaknya pengaruh sungai, rawa lebak dibagi dalam tiga tipologi,

yaitu :

1. Lebak Sungai, lebak yang sangat nyata mendapat pengaruh dari sungai sehingga

tinggi rendahnya genangan sangat ditentukan oleh muka air sungai.

2. Lebak terkurung, lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan oleh besar

kecilnya curah hujan dan rembesan air (seepage) dari sekitarnya.

3. Lebak Setengah, lebak yang tinggi rendahnya genangan ditentukan

terkurung oleh besar kecilnya hujan, rembesan, dan juga sungai di sekitarnya.

2.4.2Sifat Fisik dan Kimia lahan rawa Lebak

A. Sifat kimia dan kesuburan Lebak Pematang umumnya lebih baik daripada Lebak

Tengahan dan Lebak Dalam. Tekstur tanahnya lebih bervariasi (halus sampai

sedang), reaksi tanah lebih baik (kurang masam), dan kandungan P2O5, total kation

dan kejenuhan basa relatif lebih tinggi daripada kedua tipologi lebak lainnya.

B. Tekstur tanah rawa lebak umumnya dicirikan oleh kandungan fraksi liat dan debu

yang tinggi, tetapi fraksi pasirnya sangat rendah. Tekstur tanah terbanyak adalah liat

berat (hC), liat (C), dan liat berdebu (SiC). Tekstur tanah Lebak pematang lebih

bervariasi, dari halus (hC,C) sampai sedang (SiL, L), terkadang juga dijumpai tekstur

relatif kasar (SL). Tekstur lebak Tengahan relatif halus (hC, C, SiC, dan SiCL),

sedangkan tekstur Lebak Dalam sangat halus (hC dan SiC), dengan kandungan liat

yang sangat tinggi (55-80 %).

C. Kandungan bahan organik (% karbon) Lebak Tengahan dan Lebak Dalam relatif

lebih tinggi daripada lebak Pematang. Tetapi, kandungan P2O5 dan K2O tanah Lebak

Pematang cenderung lebih tinggi daripada Lebak Tengahan, dan lebih tinggi

daripada Lebak Dalam.

Page 31: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

D. Komposisi basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, dan Na) menunjukkan bahwa Ca dan

Mg terbanyak, sedangkan K dan Na sangat sedikit, namun Lebak Pematang

cenderung “lebih kaya” daripada Lebak Tengahan dan Lebak Dalam. Hal ini

diperkuat oleh kandungan total kation dapat tukar dan kejenuhan basa.

Tabel sifat fisik – kimia tanah mineral lahan rawa lebak

2.5 Pertanian dilahan rawa Lebak

Sebenarnya lahan rawa lebak telah diusahakan petani Banjar dan petani Bugis secara

tradisional di sepanjang pedalaman sungai di Kalimantan dan petani Melayu di Sumatera sejak

ratusan tahun lalu. Usaha tani,khususnya padi dilahan rawa lebak ini semakin berkembang

setelah pemerintah membangun polder di sepanjang sungai sehingga air banjir dapat terkontrol.

Keberhasilan budidaya padi dilahan rawa lebak sangat tergantung dari iklim,khususnya

curah hujan, karena umumnya lahan rawa lebak sering mengalami banjir. Fluktuasi genangan

air sangat sukar diprediksi. Banjir dilahan rawa Lebak, khususnya dikawasan Kalimantan

Page 32: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

sering bersifat mendadak, berbeda dengan di negara Thailand atau Vietnam datangnya air

secara bertahap sehingga kenaikan genangan air dapat diikuti oleh pertumbuhan padi yang

mempunyai daya memanjang cepat. Oleh karena itu dalam budidaya padi dilahan rawa lebak,

penetapan waktu tanam sangat penting supaya tanaman terhindar dari genangan air. Apabila

curah hujan tinggi maka penurunan genangan air terasa lambat, tetapi secara umum penurunan

genangan air terjadi sangat cepat. Beberapa wilayah rawa Lebak dangkal atau pematang seperti

Lebak Babirik, Kabupaten Hulu sungai Utara, Kalimantan selatan sejak tahun 1980an sudah

menerapkan tanam padi dua kali setahun.

Lahan rawa lebak terdapat cukup luas di Indonesia, merupakan salah satu alternatif areal

yang dapat dikembangkan untuk mengatasi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring

dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya alih fungsi lahan setiap tahun.

Lahan rawa semakin penting peranannya dalam upaya mempertahankan swasembada beras

dan mencapai swasembada bahan pangan lainnya, mengingat semakin menciutnya lahan subur

di Jawa akibat penggunaannya untuk perumahan dan keperluan non pertanian lainnya. Lahan

lebak yang berpotensi sebagai sawah lebak banyak dijumpai di seluruh nusantara tersebar di

pulau sumatera dan Kalimatan yang mempunyai banyak sungai dan berpeluang baik untuk

dikembangkan. Lahan lebak tersebut cukup subur bila diolah dan dimanfaatkan dengan baik

untuk pengembangan tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan.

Selain itu, beberapa wilayah lahan rawa lebak belakangan ini mulai dikembangkan untuk

tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, Sagu, Palawija, Kelapa dan hortikultura.

Pengembangan perkebunan ini memerlukan pembuatan saluran-saluran pengatusan (drainage),

pintu-pintu air, dan tabat (dam overflow) untuk pengendalian muka air tanah. Dengan adanya

sawah lebak ini, maka bisa meningkatkan pembangunan pertanian. Contohnya, dengan

pemanfaatan penanaman padi dapat memenuhi kebutuhan pangan serta mendapatkan

pendapatan.

Selain keunggulan dari segi fungsi produksi di atas, rawa lebak juga memiliki potensi

fungsi lingkungan dan daya eksotik yang jika juga dikembangkan akan memberikan manfaat

dan sumbangan bagi kesejahteraan masyarakat. Rawa lebak memiliki biodiversitas yang tinggi

sehingga juga seuai untuk dikembangkan sebagai lahan konservasi dan juga mungkin

pariwisata. Dan satu lagi, rawa lebak merupakan suatu ladang penelitian karena di dalamnya

menyimpan misteri yang perlu diungkapkan.

Dengan kebutuhan pangan yang semakin meningkat, usaha pemanfaatan dan

pengembangan lahan rawa lebak untuk pertanian, baik pertanian dalam arti sempit maupun

dalam arti luas seperti suatu keniscayaan yang tinggal menunggu waktu. Akan tetapi,

pemanfaatan dan pengembangan yang dilakukan perlu diperhatikan secara sungguh sungguh

agar tidak merusak keragaman genetik di lahan rawa lebak sekaligus menjaga agar suatu

pertanian dapat berjalan secara berkelanjutan.

Page 33: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

Namun dilihat dari pengembangan Sawah/Lahan Rawa Lebak itu sendiri, masalah utama

pengembangan lahan lebak untuk usaha pertanian adalah kondisi rejim airnya fluktuatif dan

seringkali sulit diduga, hidrotopografi lahannya beragam dan umumnya belum ditata baik,

kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau terutama di lahan lebak

dangkal, dan sebagian lahannya bertanah gambut. Dengan kondisi demikian, maka

pengembangan lahan lebak untuk usaha pertanian khususnya tanaman pangan dalam skala luas

memerlukan penataan lahan dan jaringan tata air serta penerapan teknologi yang sesuai dengan

kondisi wilayahnya agar diperoleh hasil yang optimal.

Selain masalah lahan, pengembangan lahan lebak untuk pertanian juga menghadapi

berbagai kendala, diantaranya : kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan dan

prasarana pendukung yang umumnya belum memadai atau bahkan belum ada. Hal ini

terutama menyangkut kepemilikan lahan, keterbatasan tenaga dan modal kerja serta

kemampuan petani dalam memahami karakteristik dan teknologi pengelolaan lahan lebak,

penyediaan sarana produksi, prasarana tata air dan perhubungan serta jalan usahatani, pasca

panen dan pemasaran hasil pertanian.

Dengan sifat dan ekologi yang menjadi karakteristik rawa lebak, rawa lebak memiliki

banyak potensi yang harus digali khususnya dalam kaitan dengan pemenuhan kebutuhan

pangan. Baik untuk pertanian, perikanan, ataupun juga untuk peternakan.

Page 34: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam

setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang ( waterlogged ) air dangkal. Lahan

rawa sering disebut dengan berbagai istilah, seperti “swamp”, “marsh”, “bog” dan “fen”,

masing-masing mempunyai arti yang berbeda.

2. Ada banyak manfaat lahan rawa bagi lingkungan seperti : mencegah terjadinya banjir,

Mencegah intrusi air laut kedalam air tanah,Sumber energi, sumber makanan nabati dan

hewani, dan lain sebagainya, sehingga keberadaanya perlu diperhatikan.

3. Ditinjau dari aspek potensi, secara umum lahan lebak sebenarnya lebih baik dari lahan

pasang surut, oleh karena tanah lahan lebak seluruhnya tersusun dari endapan sungai

(fluviatil), yang tidak mengandung bahan sulfidik/pirit.

4. Sebagaimana lahan pasang surut, ke depan, lahan lebak juga merupakan calon lumbung

padi/beras nasional, yang mampu mendukung dan mengamankan program ketahanan

pangan. Oleh karena potensinya yang besar untuk penambahan areal produksi pertanian

baru di masa mendatang, maka kegiatan inventarisasi biofisik dan potensi agronomi lahan

lebak, perlu lebih mendapatkan fokus perhatian lebih besar. Penelitian yang lebih intensif,

juga diperlukan untuk mendapatkan varietas-varietas tanaman berproduksi tinggi, yang

sesuai di budidayakan di lahan lebak.

5. Pemanfaatan lahan rawa lebak untuk pertanian juga menghadapi berbagai kendala,

diantaranya : kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan dan prasarana

pendukung yang umumnya belum memadai atau bahkan belum ada. Hal ini terutama

menyangkut kepemilikan lahan, keterbatasan tenaga dan modal kerja serta kemampuan

petani dalam memahami karakteristik dan teknologi pengelolaan lahan lebak, penyediaan

sarana produksi, prasarana tata air dan perhubungan serta jalan usahatani, pasca panen dan

pemasaran hasil pertanian.

Page 35: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

DAFTAR PUSTAKA

1.Noor, Muhammad. 2007. Rawa Lebak, teknologi, Pemanfaatan, dan Pengembangannya.

Rajawali Pers : Jakarta.

2.Rafieq, Achmad. 2004. Sosial Budaya dan Teknologi Kearifan Lokal Masyarakat dalam

Pengembangan Pertanian Lahan Lebak di Kalimantan Selatan. Banjarbaru: Balai

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.

3.Indonesia Super. 2012. Rawa Lebak, http://andika21putra.blogspot.com

4.Gandasasmita, Karmini dkk.2006. Karakteristik dan pengelolaan lahan rawa. BALAI

BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN

PERTANIAN : Bogor.

5.http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/phocadownload/buku/bukulahanrawa.pdf

Page 36: MAKALAH TUGAS PASANG SURUT.pdf

PERBEDAAN RAWA PASANG SURUT DENGAN RAWA LEBAK

A. Pengertian

1. Rawa Pasang Surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara

atau dekat muara sungai sehingga di pengaruhi oleh pasang surut.

2. Rawa Lebak (rawa pedalaman) adalah rawa yang terletak di lahan yang tidak terkena

pengaruh pasang surut.